Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PERPINDAHAN KALOR PADA BENDA PADAT KOMPOSIT DUA DIMENSI BERBANGKIT ENERGI BAGIAN LUAR
PADA KEADAAN TAK TUNAK SIFAT BAHAN BERUBAH TERHADAP PERUBAHAN SUHU
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin
Disusun Oleh :
Nama : Ignatius Budiyanto T NIM : 025214005
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
RATE OF HEAT TRANSFER OF A TWO-DIMENSIONAL COMPOSITE SOLID WITH GENERATING ENERGY OUTSIDE IN UNSTEADY STATE WITH MATERIAL
CHARACTERISTIC DEPENDENT ON TEMPERATURE CHANGE
FINAL PROJECT
Presented as Partial Fulfillment of the Requirement to Obtain the Sarjana Teknik Degree
in Mechanical Engineering
By
Ignatius Budiyanto T. Student Number : 025214005
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
ENGINEERING FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA 2007
ii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 22 Desember 2006
Penulis
Ignatius Budiyanto T
vii
Hidup ini ibarat pohon,
Yang selalu diterpa oleh teriknya panas mentari,
Diguyur hujan lebat,
Serta dilanda angin topan.
Hidup ini juga ibarat air sungai,
Apabila hujan turun dengan lebatnya, arusnya menjadi deras,
Tapi apabila musim panas, arusnya menjadi tenang.
Tetapi, dalam menjalani hidup ini, kita harus
Setegar pohon, sekokoh batu karang, selembut sinar rembulan dan segarang
panas mentari.
Agar bisa berjuang demi menatap hari esok yang lebih baik.
Kupersembahkan untuk :
(Alm) Papi Bernadus Endah Bustam Tjiptadi
Mami Elijawati Gazali
Oom Frans Kalita & kel.
Oom John Gazali & kel.
Kakakku Imelda Yovita
Serta semua orang-orang terdekatku yang telah memberi semangat padaku.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir (TA)
dengan judul “Perpindahan Kalor Pada Benda Padat Komposit Dua Dimensi
Berbangkit Energi Bagian Luar Pada Keadaan Tak Tunak Sifat Bahan
Berubah Terhadap Perubahan Suhu”, tepat pada waktunya.
Tugas Akhir bagi mahasiswa merupakan salah satu persyaratan yang wajib
ditempuh oleh setiap mahasiswa Fakultas Teknik untuk mencapai derajat
kesarjanaan S1 Teknik Mesin di Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma.
Penulis sungguh menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini masih
banyak terdapat kekurangan baik dalam penulisan, penyampaian kalimat, maupun
perhitungan. Untuk itu penulis menerima kritik dan saran demi hasil yang lebih
baik.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Romo Ir. Gregorius Heliarko, S.J., S.S., B.S.T., M.A., M.Sc., selaku
Dekan Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan
Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Ir. P.K. Purwadi, M.T., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir
yang telah banyak membantu penulis selama ini dalam pengerjaan
Tugas Akhir ini.
ix
4. Bapak R.B. Dwiseno Wihadi, S.T., M.Sc., selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah membimbing penulis tiap semester.
5. Semua dosen yang memberikan kuliah, sehingga penulis bisa
mendapatkan dan menggunakan ilmu yang diberikan untuk
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
6. Papi Bernadus Tjiu Eng Bian (Alm) yang mendoakan penulis di surga
sana.
7. Oom Frans Kalita Gazali & keluarga serta Oom John Gazali &
keluarga yang telah banyak membantu penulis dalam membiayai
perkuliahan penulis dan semua keperluan penulis selama kuliah.
8. Mami Elijawati Gazali atas cinta dan kesabaran selama ini dalam
mendidik penulis.
9. Semua teman-teman kost putra ‘Ksatria’ terlebih kepada Albert, Tono,
Santo yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan
Tugas Akhir ini.
10. Seluruh teman-teman Teknik Mesin khususnya kepada Calvin yang
banyak memberi masukan kepada penulis dalam pengerjaan Tugas
Akhir ini.
11. Tamara Veronia yang telah memberi semangat kepada penulis.
Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu melaksanakan dan menyelesaikan Tugas Akhir ini. Akhir kata
penulis berharap Tugas Akhir ini dapat berguna bagi semua yang
x
memerlukan khususnya mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Sanata Dharma
Yogyakarta.
Yogyakarta, Januari 2007
Penulis
xi
ABSTRAKSI
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mencari syarat stabilitas untuk distribusi
suhu benda padat komposit dua dimensi dengan metode komputasi beda hingga
cara eksplisit, (2) Melihat bagaimana pengaruh nilai koefisien perpindahan panas
konveksi, besar energi yang dibangkitkan per satuan volume dan nilai
konduktivitas thermal bahan yang berubah terhadap temperatur (k=k(T)) terhadap
laju perpindahan kalor dan distribusi suhu pada benda padat komposit dua
dimensi dengan salah satu bahan berbangkit energi.
Penelitian dilakukan terhadap benda padat komposit dua dimensi, yang
tersusun atas dua lapis bahan yang berbeda. Bahan pertama terletak di dalam
bahan kedua. Geometri bahan pertama dan bahan kedua adalah segi empat dengan
ukuran bahan pertama a x a dan bahan kedua b x b. Kedua benda mula-mula
suhunya merata = Ti secara tiba-tiba dikondisikan pada lingkungan fluida yang
suhu dan nilai koefisien perpindahan panas konveksi dipertahankan tetap dan
merata. Penyelesaian dilakukan dengan metode beda hingga cara eksplisit.
Asumsi : sifat bahan merupakan fungsi suhu (nilai konduktivitas thermal bahan
merupakan fungsi suhu k = k(T), massa jenis dan panas jenis tetap atau tidak
berubah terhadap perubahan suhu (logam)), pada benda padat komposit dua
dimensi ada pembangkitan energi pada benda padat komposit bagian luar secara
tetap dan merata sebesar q� , selama proses perubahan bentuk dan volume
diabaikan (logam), nilai koefisien perpindahan panas konveksi dan suhu fluida
lingkungan merata dan tetap atau tidak berubah terhadap waktu.
Hasil penelitian diketahui bahwa dengan metode komputasi beda hingga
cara eksplisit dapat dipergunakan untuk mendapatkan distribusi suhu pada
keadaan tak tunak, dengan syarat memenuhi persyaratan stabilitas dan dari
penelitian diperlihatkan bahwa distribusi suhu dari waktu ke waktu sangat
tergantung dari besarnya nilai koefisien perpindahan panas konveksi dan besarnya
energi yang dibangkitkan per satuan volume dan diperlihatkan juga besarnya
koefisien perpindahan panas konveksi (h) dengan laju perpindahan kalor dari
waktu ke waktu.
xii
DAFTAR NOTASI/LAMBANG k : konduktivitas thermal (W/m.°C) � : massa jenis (kg/m3) c : kalor spesifik pada tekanan konstan (J/kg.°C) h : koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2.°C) L : panjang dinding (m) Nu : bilangan Nusselt Pr : bilangan Prandtl Re : bilangan Reynold U� : kecepatan fluida (m/s) � : viskositas (kg/m.s) d : panjang sisi benda (m) vf : viskositas kinematik (m2/s) g : percepatan gravitasi (m/s2) Gr : bilangan Grashof Ra : bilangan Rayleigh Tf : suhu film (K) Ts : suhu permukaan plat (K) � : koefisien temperatur konduktivitas thermal (1/°C) � : panjang karakteristik, untuk dinding vertikal, � = L (m)
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................... v
HALAMAN SOAL .......................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................... viii
ABSTRAKSI ................................................................................... xi
DAFTAR LAMBANG .................................................................... xii
DAFTAR ISI ................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... xvii
DAFTAR TABEL ........................................................................... xxi
BAB I PENDAHULUAN .................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................... 3
1.3 Manfaat .................................................................... 3
1.4 Batasan Masalah ...................................................... 4
BAB II DASAR TEORI ...................................................... 8
2.1 Perpindahan Panas .................................................... 8
2.2 Perpindahan Panas Konduksi .................................. 9
2.3 Konduktivitas Thermal ............................................ 10
2.4 Perpindahan Panas Konveksi .................................. 12
2.5 Koefisien Perpindahan Panas Konveksi ................... 20
xiv
2.6 Metode Beda Hingga ............................................... 21
2.6.1 Beda Maju ............................................................... 22
2.6.2 Beda Mundur .......................................................... 24
2.6.3 Beda Tengah ........................................................... 26
2.7 Benda Komposit ...................................................... 28
2.8 Benda Berbangkit Energi ....................................... 29
BAB III MENCARI PERSAMAAN NUMERIS ............... 30
3.1 Kesetimbangan Energi ........................................... 30
3.2 Penurunan Model Matematika ............................. 31
3.3 Persamaan Numeris Di Setiap Titik ................... 34
3.3.1 Kasus pertama ...................................................... 36
3.3.2 Kasus kedua .......................................................... 39
3.3.3 Kasus ketiga .......................................................... 42
3.3.4 Kasus keempat ...................................................... 45
3.3.5 Kasus kelima ......................................................... 47
3.3.6 kasus keenam ........................................................ 49
BAB IV METODE PENELITIAN ..................................... 52
4.1 Benda Uji ............................................................... 52
4.2 Peralatan Pendukung Penelitian ........................ 53
4.3 Metode Penelitian ................................................. 53
4.4 Variasi Yang Dilakukan ...................................... 54
4.5 Cara Pengambilan Data ....................................... 54
4.6 Cara Pengolahan Data ......................................... 55
xv
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................. 56
5.1 Hasil Perhitungan .................................................... 56
5.2.1 Distribusi Suhu pada Benda dengan h yang
Bervariasi ................................................................ 56
5.2.2 Distribusi Suhu pada Benda Uji dengan
Energi Pembangkitan ( q� ) yang Bervariasi ............. 64
5.2.3 Variasi Perlakuan Pemanasan pada Benda Uji …... 72
5.3 Perhitungan Laju Aliran Kalor ................................ 87
5.4 Pembahasan Proses Pendinginan Pada Benda Uji … 100
5.4.1 Pembahasan Untuk Variasi I ............................... 100
5.4.2 Pembahasan Untuk Variasi II ............................. 103
5.4.3 Pembahasan Mengenai Pengaruh Nilai
Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h) dan
Energi Pembangkitan Dalam ( q� ) ......................... 106
5.4.4 Pembahasan Mengenai Variasi Perlakuan
Pemanasan Pada Benda Uji ................................... 108
5.4.4.1 Variasi Nilai Koefisien Perpindahan
Panas Konveksi (h) .............................................. 108
5.4.4.2 Variasi Pembangkitan Kalor Dalam ................... 111
5.4.5 Pembahasan Perhitungan Laju Aliran Kalor ...... 115
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................. 127
6.1 Kesimpulan ............................................................. 127
6.2 Saran-saran ............................................................ 129
xvi
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………… 130
xvii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Benda komposit yang tersusun atas 2 lapis
bahan yang berbeda .............................................. 5 Gambar 2.1 Pepindahan panas konduksi ................................ 9 Gambar 2.2 Konduktivitas thermal beberapa zat padat ....... 12 Gambar 2.3 Perpindahan panas konveksi ............................... 13 Gambar 2.4 Geometri bilangan Nusselt untuk
bidang datar .......................................................... 17 Gambar 2.5 Geometri bilangan Nusselt penampang segi empat .............................................................. 19 Gambar 2.6 Ilustrasi persamaan fungsi beda maju ................... 23 Gambar 2.7 Ilustrasi persamaan fungsi beda mundur ............... 25 Gambar 2.8 Ilustrasi persamaan fungsi beda tengah .................. 27 Gambar 3.1 Kesetimbangan energi pada volume kontrol ...................................................... 30
Gambar 3.2 Elemen benda uji dalam arah x, y, z ................... 31 Gambar 3.3 Posisi node pada benda uji ................................... 35 Gambar 3.4 Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada
samping bahan pertama pada perbatasan bahan pertama dan bahan kedua ...................................... 36
Gambar 3.5 Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada bagian dalam bahan pertama .................................. 40 Gambar 3.6 Kesetimbangan energi pada volume kontrol di sudut bahan pertama pada batas pertemuan antara bahan pertama dan bahan kedua ................... 42 Gambar 3.7 Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada samping bahan kedua yang bersinggungan dengan fluida ........................................................................ 45 Gambar 3.8 Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada bagian dalam bahan kedua ...................................... 47 Gambar 3.9 Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada sudut bahan kedua yang bersinggungan dengan fluida ....................................................................... 50 Gambar 4.1 Benda uji .................................................................. 52 Gambar 5.1 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai h = 500 W/m2.°C ................................... 58 Gambar 5.2 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai h = 600 W/m2.°C ................................... 58 Gambar 5.3 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai h = 700 W/m2.°C ................................... 59 Gambar 5.4 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai h = 800 W/m2.°C ................................... 59 Gambar 5.5 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai h = 900 W/m2.°C ................................... 60 Gambar 5.6 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai h = 1000 W/m2.°C .................................. 60
xviii
Gambar 5.7 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 5 detik variasi nilai h ......................... 61 Gambar 5.8 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 10 detik variasi nilai h ........................ 62 Gambar 5.9 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 15 detik variasi nilai h ........................ 62 Gambar 5.10 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 20 detik variasi nilai h ....................... 63 Gambar 5.11 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 25 detik variasi nilai h ....................... 63 Gambar 5.12 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 30 detik variasi nilai h ....................... 64 Gambar 5.13 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai q = 0 MW/m3 ......................................... 65 Gambar 5.14 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai q = 0 MW/m3 ......................................... 66 Gambar 5.15 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai q = 5 MW/m3 ......................................... 66 Gambar 5.16 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai q = 10 MW/m3 ....................................... 67 Gambar 5.17 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai q = 15 MW/m3 ....................................... 67 Gambar 5.18 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai q = 20 MW/m3 ....................................... 68 Gambar 5.19 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai q = 25 MW/m3 ....................................... 68 Gambar 5.20 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 5 detik variasi nilai q ......................... 69 Gambar 5.21 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 10 detik variasi nilai q ...................... 69 Gambar 5.22 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 15 detik variasi nilai q ...................... 70 Gambar 5.23 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 20 detik variasi nilai q ...................... 70 Gambar 5.24 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 25 detik variasi nilai q ...................... 71 Gambar 5.25 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 30 detik variasi nilai q ...................... 71 Gambar 5.26 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai h = 500 W/m2.°C (proses pemanasan) .... 73 Gambar 5.27 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai h = 600 W/m2.°C (proses pemanasan) .... 73 Gambar 5.28 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai h = 700 W/m2.°C (proses pemanasan) .... 74 Gambar 5.29 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai h = 800 W/m2.°C (proses pemanasan) .... 74
xix
Gambar 5.30 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai h = 900 W/m2.°C (proses pemanasan) .... 75 Gambar 5.31 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai h = 1000 W/m2.°C (proses pemanasan) .. 75 Gambar 5.32 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 5 detik (proses pemanasan) ................ 76 Gambar 5.33 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 10 detik (proses pemanasan) .............. 77 Gambar 5.34 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 15 detik (proses pemanasan) .............. 77 Gambar 5.35 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 20 detik (proses pemanasan) .............. 78 Gambar 5.36 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 25 detik (proses pemanasan) .............. 78 Gambar 5.37 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 30 detik (proses pemanasan) .............. 79 Gambar 5.38 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai q = 0 MW/m3 (proses pemanasan) ......... 80 Gambar 5.39 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai q = 5 MW/m3 (proses pemanasan) ......... 81
Gambar 5.40 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai q = 10 MW/m3 (proses pemanasan) ....... 81 Gambar 5.41 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai q = 15 MW/m3 (proses pemanasan) ....... 82 Gambar 5.42 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai q = 20 MW/m3 (proses pemanasan) ....... 82 Gambar 5.43 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, nilai q = 25 MW/m3 (proses pemanasan) ....... 83 Gambar 5.44 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 5 detik
variasi nilai q (proses pemanasan) .......................... 84 Gambar 5.45 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 10 detik
variasi nilai q (proses pemanasan) .......................... 84 Gambar 5.46 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 15 detik
variasi nilai q (proses pemanasan) .......................... 85 Gambar 5.47 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 20 detik
variasi nilai q (proses pemanasan) .......................... 85 Gambar 5.48 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 25 detik
variasi nilai q (proses pemanasan) .......................... 86 Gambar 5.49 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node, saat t = 30 detik
variasi nilai q (proses pemanasan) .......................... 86
xx
Gambar 5.50 Perpindahan kalor dengan nilai h = 500 W/m2.°C tanpa pembangkitan ................................................ 89 Gambar 5.51 Perpindahan kalor dengan nilai h = 800 W/m2.°C tanpa pembangkitan ................................................ 90 Gambar 5.52 Perpindahan kalor dengan nilai h = 1000 W/m2.°C tanpa pembangkitan ................................................ 90 Gambar 5.53 Perpindahan kalor dengan nilai h = 500 W/m2.°C dengan pembangkitan 10 MW/m3 .......................... 91 Gambar 5.54 Perpindahan kalor dengan nilai h = 1000 W/m2.°C dengan pembangkitan 10 MW/m3 .......................... 91 Gambar 5.55 Perpindahan kalor dengan nilai h = 500 W/m2.°C dengan pembangkitan 20 MW/m3........................... 92 Gambar 5.56 Perpindahan kalor dengan nilai h = 1000 W/m2.°C dengan pembangkitan 20 MW/m3 .......................... 92 Gambar 5.57 Perpindahan kalor dengan nilai h = 500 W/m2.°C tanpa pembangkitan (proses pemanasan) ................ 93 Gambar 5.58 Perpindahan kalor dengan nilai h = 800 W/m2.°C tanpa pembangkitan (proses pemanasan) ................ 94 Gambar 5.59 Perpindahan kalor dengan nilai h = 1000 W/m2.°C tanpa pembangkitan (proses pemanasan) ................ 94 Gambar 5.60 Perpindahan kalor dengan nilai h = 500 W/m2.°C dengan pembangkitan
10 MW/m3 (proses pemanasan) ............................... 95 Gambar 5.61 Perpindahan kalor dengan nilai h = 1000 W/m2.°C
dengan pembangkitan 10 MW/m3 (proses pemanasan) ............................... 95
Gambar 5.62 Perpindahan kalor dengan nilai h = 500 W/m2.°C dengan pembangkitan
20 MW/m3 (proses pemanasan) ............................... 96 Gambar 5.63 Perpindahan kalor dengan nilai h = 1000 W/m2.°C dengan pembangkitan
20 MW/m3 (proses pemanasan) ............................... 96 Gambar 5.64 Perpindahan kalor tanpa energi pembangkitan dengan variasi nilai h ............................................. 97 Gambar 5.65 Perpindahan kalor dengan pembangkitan 10 MW/m3 dengan variasi nilai h ............................................. 98 Gambar 5.66 Perpindahan kalor dengan pembangkitan 20 MW/m3 dengan variasi nilai h ............................................. 98 Gambar 5.67 Perpindahan kalor tanpa energi pembangkitan
dengan variasi nilai h (proses pemanasan) ............... 99 Gambar 5.68 Perpindahan kalor dengan pembangkitan 10 MW/m3
dengan variasi nilai h (proses pemanasan) ............... 99 Gambar 5.69 Perpindahan kalor dengan pembangkitan 20 MW/m3
dengan variasi nilai h (proses pemanasan) ............... 100
xxi
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Nilai konduktivitas thermal berbagai bahan pada 0°C ................................................................ 11 Tabel 2.2 Nilai konduktivitas thermal beberapa logam pada temperatur tertentu ................................................ 12 Tabel 2.3 Nilai konduktivitas thermal perpindahan panas
konduksi k = k (T) ................................................ 12 Tabel 4.1 Contoh penelitian dengan nilai koefisien
perpindahan panas konveksi h dan besar energi pembangkitan yang bervariasi ............. 54
Tabel 5.1 Tabel nilai-nilai yang mempengaruhi sifat-sifat logam ........................................................................ 57 Tabel 5.2 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai h = 500 W/m2.°C ...................................................... 101 Tabel 5.3 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai h = 600 W/m2.°C ...................................................... 101 Tabel 5.4 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai h = 700 W/m2.°C ...................................................... 101 Tabel 5.5 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai h = 800 W/m2.°C ...................................................... 102 Tabel 5.6 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai h = 900 W/m2.°C ...................................................... 102 Tabel 5.7 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai h = 1000 W/m2.°C ..................................................... 102 Tabel 5.8 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai q = 0 MW/m3 ...................................................... 104 Tabel 5.9 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai q = 5 MW/m3 ...................................................... 104 Tabel 5.10 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai q = 10 MW/m3 ...................................................... 104 Tabel 5.11 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai q = 15 MW/m3 ...................................................... 105 Tabel 5.12 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai q = 20 MW/m3 ...................................................... 105 Tabel 5.13 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai q = 25 MW/m3 ...................................................... 105 Tabel 5.14 Pengaruh nilai koefisien perpindahan panas
konveksi h dan energi pembangkitan ..................... 107 Tabel 5.15 Waktu yang diperlukan benda uji pada node 61 tepat melewati 100°C .............................................. 108 Tabel 5.16 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai h = 500 W/m2.°C (proses pemanasan) .................... 109 Tabel 5.17 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai h = 600 W/m2.°C (proses pemanasan) .................... 109 Tabel 5.18 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai h = 700 W/m2.°C (proses pemanasan) .................... 110
xxii
Tabel 5.19 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai h = 800 W/m2.°C (proses pemanasan) .................... 110 Tabel 5.20 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai h = 900 W/m2.°C (proses pemanasan) .................... 110 Tabel 5.21 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai h = 1000 W/m2.°C (proses pemanasan) .................... 111 Tabel 5.22 Waktu yang diperlukan benda uji pada node 61 tepat melewati 100°C (proses pemanasan) .............. 112
Tabel 5.23 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai q = 0 MW/m3 (proses pemanasan) .................... 113
Tabel 5.24 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai q = 5 MW/m3 (proses pemanasan) .................... 113
Tabel 5.25 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai q = 10 MW/m3 (proses pemanasan) .................... 113
Tabel 5.26 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai q = 15 MW/m3 (proses pemanasan) .................... 114
Tabel 5.27 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai q = 20 MW/m3 (proses pemanasan) .................... 114
Tabel 5.28 Perjalanan suhu pada beberapa node dengan nilai q = 25 MW/m3 (proses pemanasan) ...................... 114 Tabel 5.29 Perpindahan kalor dengan variasi nilai koefisien perpindahan panas konveksi h tanpa energi pembangkitan .......................................................... 116
Tabel 5.30 Perpindahan kalor dengan variasi nilai koefisien perpindahan panas konveksi h dengan energi pembangkitan 10 MW/m3 ........................................ 117 Tabel 5.31 Perpindahan kalor dengan variasi nilai koefisien perpindahan panas konveksi h dengan energi pembangkitan 20 MW/m3 ........................................ 118 Tabel 5.32 Perpindahan kalor dengan variasi nilai koefisien perpindahan panas konveksi h tanpa energi pembangkitan (proses pemanasan) .......................... 119
Tabel 5.33 Perpindahan kalor dengan variasi nilai koefisien perpindahan panas konveksi h dengan energi pembangkitan 10 MW/m3 (proses pemanasan) ........ 120
Tabel 5.34 Perpindahan kalor dengan variasi nilai koefisien perpindahan panas konveksi h dengan energi pembangkitan 20 MW/m3 (proses pemanasan) ........ 121 Tabel 5.35 Waktu dan besarnya penerimaan kalor ..................... 126
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penelitian distribusi suhu pada benda padat komposit dua dimensi pada
keadaan tak tunak telah cukup banyak dilakukan. Penelitian telah dilakukan oleh
beberapa orang seperti :
a. Bernardinus Ario Dipo
Penelitian yang dilakukan oleh Dipo adalah mencari distribusi suhu pada
benda padat komposit dua dimensi pada keadaan tak tunak dengan variasi bahan
dan variasi koefisien perpindahan panas konveksi. Pada penelitian ini tidak ada
energi yang dibangkitkan di dalam benda komposit. Penelitian dengan metode
beda hingga cara eksplisit memberikan hasil yang cukup memuaskan. Penelitian
ini mengasumsikan sifat bahan tetap atau tidak berubah terhadap temperatur.
(Bernardinus Ario Dipo, 2004).
b. Ike Angga
Penelitian yang dilakukan oleh Ike adalah pengaruh bilangan Biot (Bi)
terhadap pola distribusi suhu dari waktu ke waktu pada benda padat dua dimensi
berbangkit energi dengan suhu awal seragam. Hasilnya, untuk nilai Bi≤0,02
dengan nilai penyimpangan beda suhu Tmaks<5%, diperoleh pola distribusi suhu
yang merata setiap saat. Penelitian ini juga mempergunakan metode beda hingga
cara eksplisit. Penelitian ini mengasumsikan sifat bahan tetap dan merata.
(Ike Angga, 2005).
2
c. Roberthos Joko Santoso
Penelitian yang dilakukan oleh Roberth adalah pengaruh bilangan Biot
(Bi) terhadap pola distribusi suhu pada benda padat dua dimensi keadaan tak
tunak dengan kondisi suhu awal merata. Hasilnya, untuk nilai Bi<0,05
menghasilkan ∆Tmaks cukup kecil sehingga dapat diabaikan dan untuk nilai
Bi<0,05 menghasilkan pola distribusi pada keadaan tak tunak yang memenuhi
syarat “lumped analysis system” (distribusi suhu yang seragam tiap waktu dengan
prosentase perbedaan suhu 1,77%). Penelitian ini juga mengasumsikan sifat bahan
tetap dan merata. (Roberthos Joko Santoso, 2004).
d. Sugiyanto
Penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto adalah distribusi suhu pada
benda padat komposit dua dimensi pada keadaan tak tunak dengan salah satu
bahan berbangkit energi dengan variasi bahan, variasi besar energi pembangkit
dan variasi koefisien perpindahan panas konveksi. Hasilnya, dengan adanya
energi pembangkitan per satuan volume yang besar, maka nilai koefisien
perpindahan panas konveksi (h) yang lebih besar tidak selalu dapat mempercepat
laju kenaikan suhu pada saat tertentu dan semakin besar energi dalam yang
dibangkitkan ( q� ), maka semakin cepat pula kenaikan suhu pada saat tertentu.
(Sugiyanto, 2005).
Penelitian yang dilakukan oleh penulis ada bedanya dengan penelitian
yang telah dilakukan di atas. Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah
mencari distribusi suhu dan laju aliran panas pada benda padat komposit dua
dimensi pada keadaan tak tunak dan ada energi yang dibangkitkan secara merata
3
pada bagian luar benda padat komposit. Penelitian dilakukan dengan mengambil
sifat bahan komposit berubah terhadap temperatur dan besar energi pembangkitan
merata.
1.2 Tujuan
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk :
a. Mencari syarat stabilitas untuk distribusi suhu pada benda padat komposit
dua dimensi keadaan tak tunak dengan salah satu bahan berbangkit energi
dengan metode komputasi beda hingga cara eksplisit.
b. Melihat pengaruh perubahan nilai koefisien perpindahan panas konveksi
(h) dengan besar energi pembangkitan per satuan volume terhadap
distribusi suhu dari waktu ke waktu pada proses pendinginan.
c. Melihat pengaruh perubahan energi pembangkitan per satuan volume ( q� )
pada bahan kedua terhadap distribusi suhu pada benda uji.
d. Melihat pengaruh perubahan nilai koefisien perpindahan panas konveksi
(h) terhadap laju perpindahan kalor pada benda uji dari waktu ke waktu.
e. Melihat pengaruh energi pembangkitan per satuan volume ( q� ) pada proses
pemanasan terhadap suhu benda uji dengan suhu fluidanya dan
hubungannya dengan benda uji apakah benda uji menerima kalor atau
melepaskan kalor.
4
1.3 Manfaat
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat
antara lain :
a. Dapat mengerti dan menghitung suhu dan laju perpindahan panas pada
benda padat komposit dua dimensi, dengan salah satu bahan berbangkit
energi secara merata.
b. Dapat mengerti dan memahami mengenai pola-pola distribusi suhu benda
padat komposit dua dimensi yang salah satu bahan berbangkit energi
secara merata dengan metode beda hingga cara eksplisit..
1.4 Batasan Masalah
Benda uji komposit mula-mula mempunyai suhu awal yang seragam.
Secara tiba-tiba benda komposit tersebut, dikondisikan pada lingkungan yang baru
dengan suhu T = T ∞ dan nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) yang
tertentu pula. Pada saat yang bersamaan energi pembangkitan ditimbulkan pada
lapis bahan yang di luar. Bagaimanakah distribusi suhu pada benda komposit dan
laju aliran panas yang dilepas benda merupakan persoalan yang ingin dijawab.
Penyelesaian yang dilakukan dengan menyelesaikan model matematika
persamaan (1-1) dan (1-2) dengan kondisi awal seperti tertulis pada persamaan
(1-3). Kondisi batas, semua permukaan benda bersentuhan dengan fluida.
1.4.1 Benda Uji
Geometri benda komposit seperti terlihat pada Gambar 1. Tersusun atas
dua lapis bahan yang berbeda. Ukuran benda bagian dalam : a x a (bahan 1;
ρ1,c1,k1) dan ukuran benda bagian luar b x b (bahan 2; ρ2,c2,k2). Kedua bahan
5
melekat secara sempurna (tidak ada hambatan termal pada sambungan ). Benda
kedua berbangkit energi secara merata, dengan besar pembangkitan energi per
satuan volume : q� (W/m3).
Gambar 1 : Benda komposit yang tersusun atas 2 lapis bahan yang berbeda
1.4.2 Model Matematika
Model matematikanya berupa persamaan diferensial parsial, yang
diturunkan dari kesetimbangan energi pada volume kontrol yang berada di dalam
benda :
a. Untuk benda 1
( )
��
���
�
∂∂
∂∂
xtyxT
kx
,,1 +
( )��
���
�
∂∂
∂∂
ytyxT
ky
,,1 =
( )t
tyxTc
∂∂ ,,
.. 11ρ ............... (1-1)
b. Untuk benda 2
( )
��
���
�
∂∂
∂∂
xtyxT
kx
,,2 +
( )��
���
�
∂∂
∂∂
ytyxT
ky
,,2 + q� =
( )t
tyxTc
∂∂ ,,
.. 22ρ ...... (1-2)
Suhu fluida : T� Koef PP.Konveksi h
Bernilai tetap dan merata
Suhu fluida : T� Koef PP.Konveksi h
Bernilai tetap dan merata
Suhu fluida : T� Koef PP.Konveksi h
Bernilai tetap dan merata
Suhu fluida : T� Koef PP.Konveksi h
Bernilai tetap dan merata
Benda 2 (berbangkit energi) : �2,c2,k2 Ukuran b x b
Suhu awal merata : Ti
Benda 1: �1,c1,k1 Ukuran a x a
Suhu awal merata : Ti
y
x
0,b
0,0 b,0
b,b
6
Dimana :
1k : koefisien perpindahan panas konduksi benda 1, W/m°C
2k : koefisien perpindahan panas konduksi benda 2, W/m°C
T (x,y,t) : suhu pada posisi x,y saat t, °C
1ρ : massa jenis benda 1, kg/m 3
2ρ : massa jenis benda 2, kg/m 3
1c : kalor jenis benda 1, J/kg°C
2c : kalor jenis benda 2, J/kg°C
x : posisi x, m
y : posisi y, m
t : menyatakan waktu, detik
1.4.3 Kondisi Awal
Keadaan awal benda yang merupakan kondisi awal benda (kedua bahan)
mempunyai suhu yang seragam atau merata T = Ti. Secara matematis dinyatakan
dengan persamaan :
T ( x, y, t ) = T ( x, y, 0 ) = Ti 0 ≤ x ≤ b ; 0 ≤ y ≤ b ; t = 0 .......... (1-3)
1.4.4 Kondisi Batas
Kondisi yang terjadi pada permukaan benda bagian luar benda komposit
yang berhubungan dengan lingkungan merupakan kondisi batas. Pada persoalan
yang ditinjau, semua permukaan luar benda komposit bersentuhan dengan fluida
lingkungan yang mempunyai suhu T = T∞ yang dipertahankan tetap dari waktu ke
7
waktu dan merata. Nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) dari fluida
lingkungan juga merata dan dipertahankan tetap dari waktu ke waktu.
1.4.5 Asumsi :
a. Sifat bahan merupakan fungsi suhu :
Nilai konduktivitas thermal bahan (k) merupakan fungsi suhu, k = k(T),
massa jenis dan panas jenis tetap, atau tidak berubah terhadap perubahan
suhu (logam).
b. Pada benda padat komposit dua dimensi ada pembangkitan energi pada
bagian luar, secara merata dan tetap, sebesar q� .
c. Selama proses, perubahan volume dan bentuk pada benda komposit
diabaikan (logam).
d. Nilai koefisien perpindahan panas konveksi dan suhu fluida lingkungan
merata dan tetap atau tidak berubah terhadap waktu.
8
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Perpindahan Panas
Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai berpindahnya energi panas
dari satu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari beda suhu antara daerah-
daerah tersebut. Ilmu perpindahan panas tidak hanya mencoba menjelaskan
bagaimana energi panas itu berpindah dari satu benda ke benda lain tetapi juga
dapat meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu.
Perpindahan panas pada umumnya mengenal tiga cara perpindahan panas
yang berbeda : konduksi (conduction;juga dikenal dengan hantaran), konveksi
(convection;juga dikenal dengan istilah iliran) dan radiasi (radiation). Pada
analisis ini perpindahan panas dialirkan dengan dua cara yaitu perpindahan panas
konduksi dan perpindahan panas konveksi, karena dianggap tidak ada aliran
perpindahan panas dengan cara radiasi yang cukup besar dan dapat mempengaruhi
perubahan suhu pada bahan yang diuji.
Dalam persoalan-persoalan perpindahan panas tidak hanya perlu
mengenali cara-cara perpindahan panas yang memegang peranan tetapi juga
menentukan apakah prosesnya dalam keadaan tunak (steady) atau dalam keadaan
tak tunak (unsteady). Suatu sistim dapat dikatakan dalam keadaan tunak apabila
laju aliran panas dalam suatu sistim tidak berubah terhadap waktu, yaitu laju
tersebut konstan, dan suhu di titik mana pun tidak berubah, sedangkan apabila
suhu di berbagai titik dari sistim berubah terhadap waktu, maka dapat dikatakan
bahwa kondisi dalam keadaan tak tunak. Pada analisis ini proses perpindahan
9
panas terjadi dalam keadaan tak tunak karena suhu bahan yang dianalisis berubah
dari waktu ke waktu akibat perlakuan panas dari fluida.
2.2 Perpindahan Panas Konduksi
Perpindahan panas konduksi adalah proses dimana panas mengalir dari
daerah yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam
satu medium (padat, cair, atau gas) atau antara medium-medium yang berlainan
yang bersinggungan secara langsung. Dalam aliran panas konduksi, perpindahan
energi panas terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa adanya
perpindahan molekul yang cukup besar.
Persamaan perpindahan panas konduksi adalah :
qk = xT
Ak∆∆− . ....................................................................... (2-1)
Gambar 2-1 Perpindahan Panas Konduksi
A k q T2 T1
∆x
10
Keterangan :
qk : laju perpindahan panas dengan cara konduksi, dengan satuan W
k : konduktivitas termal bahan, dengan satuan W/m°C
A : luas permukaan dimana panas mengalir dengan cara konduksi, tegak lurus
terhadap arah aliran panas, dengan satuan m 2
xT
∆∆
: gradien suhu pada penampang, yaitu laju perubahan suhu T terhadap jarak
dalam arah aliran panas x
Tanda negatif (-) yang diselipkan agar memenuhi hukum kedua
thermodinamika yaitu bahwa kalor mengalir ke tempat yang lebih rendah, dan
telah disepakati bahwa arah naiknya jarak x adalah arah aliran panas positif maka
aliran panas akan menjadi positif bila gradien suhu negatif.
Perpindahan panas konduksi dapat terjadi apabila ada medium yang
bersifat tetap atau tidak bergerak, misalnya : logam, kayu, polimer, dan lain-lain.
2.3 Konduktivitas Thermal
Persamaan q = xT
Ak∂∂− .. merupakan persamaan dasar tentang
konduktivitas thermal. Berdasarkan rumusan itu maka dapatlah dilaksanakan
pengukuran dalam percobaan untuk menentukan konduktivitas thermal berbagai
bahan. Untuk gas-gas pada suhu agak rendah, pengolahan analisis teori kinetik gas
dapat dipergunakan untuk meramalkan secara teliti nilai-nilai yang diamati dalam
percobaan.
11
Nilai konduktivitas thermal beberapa bahan dapat diberikan dalam Tabel
2.1, untuk memperhatikan urutan besaran yang mungkin didapatkan dalam
praktek. Informasi yang lebih lengkap lagi dapat dilihat dalam lampiran. Pada
umumnya konduktivitas thermal itu sangat tergantung pada suhu.
Tabel 2.1 Nilai Konduktivitas Thermal Berbagai Bahan Pada 0°°°°C (J.P.Holman, 1995, hal 7)
Konduktivitas Thermal (k) Bahan k(W/m°°°°C) k(Btu/h.ft.°°°°F) Logam Perak (murni) 410 237 Tembaga (murni) 385 223 Aluminium (murni) 202 117 Nikel (murni) 93 54 Besi (murni) 73 42 Baja karbon, 1% C 43 25 Timbal (murni) 35 20,3 Baja krom-nikel (18% Cr,8% Ni) 16,3 9,4 Bukan Logam Kuarsa (sejajar sumbu) 41,6 24 Magnesit 4,15 2,4 Marmar 2,08-2,94 1,2-1,7 Batu pasir 1,83 1,06 Kaca, jendela 0,78 0,45 Kayu mapel atau ek 0,17 0,096 Serbuk gergaji 0,059 0,034 Wol kaca 0,038 0,022 Zat cair Air raksa 8,21 4,74 Air 0,556 0,327 Amonia 0,540 0,312 Minyak lumas SAE 50 0,147 0,085 Freon 12, CCl 2 , F 2 0,073 0,042 Gas Hidrogen 0,175 0,101 Helium 0,141 0,081 Udara 0,024 0,0139 Uap air (jenuh) 0,0206 0,0119 Karbondioksida 0,0146 0,00844
12
Tabel 2.2 Nilai Konduktivitas Thermal Beberapa Logam Pada Temperatur Tertentu
Aluminium Tembaga Baja karbon Besi murni Suhu (°°°°C)
k (W/m°°°°C)
Suhu (°°°°C)
k (W/m°°°°C)
Suhu (°°°°C)
k (W/m°°°°C)
Suhu (°°°°C)
k (W/m°°°°C)
0 202 0 386 0 55 0 73 100 206 100 379 100 52 100 67 200 215 200 374 200 48 200 62 300 228 300 369 300 45 300 55 400 249 400 363 400 42 400 48
Konduktivitas Thermal Beberapa Zat Padat
050
100150200250300350400450
0 100 200 300 400 500
Suhu, °C
k, W
/m.°
C
aluminium tembaga baja karbon besi murni
Gambar 2.2 Konduktivitas Thermal Beberapa Zat Padat
Tabel 2.3 Nilai Konduktivitas Thermal Perpindahan Panas Konduksi k = k(T)
No. Bahan Suhu Persamaan Pendekatan Untuk Nilai k = k(T) 1 Aluminium 0-400°C k aluminium = 0.0003T 2 + 0.0074T + 202.23; R 2 = 0.9991 2 Tembaga 0-400°C k tembaga = 0.00001T 2 - 0.0617T + 385.69; R 2 = 0.9971
3 Baja karbon 0-400°C k baja karbon = 0.000007T 2 - 0.0359T + 55.143; R 2 =
0.9979
4 Besi murni 0-400°C k besi murni = -0.00003T 2 - 0.0506T + 72.829; R 2 = 0.9988
2.4 Perpindahan Panas Konveksi
Perpindahan panas konveksi adalah proses perpindahan energi dengan
kerja gabungan dari konduksi panas, penyimpanan energi dan gerakan campuran.
13
Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan energi antara
permukaan benda padat dan cair atau gas.
.
Gambar 2.3 Perpindahan Panas Konveksi
Persamaan perpindahan panas konveksi adalah :
qc = h.A(T ∞ -T s ) ........................................................ (2-2)
Keterangan :
qc : laju aliran perpindahan panas dengan cara konveksi, dengan satuan W
h : koefisien perpindahan panas konveksi, dengan satuan W/m 2 °C
A : luas perpindahan panas, dengan satuan m 2
Ts : suhu benda, dengan satuan °C
T� : suhu fluida, dengan satuan °C
2.4.1 Konveksi Alamiah
Perpindahan panas konveksi alamiah atau bebas terjadi bilamana sebuah
benda ditempatkan dalam suatu fluida yang suhunya lebih tinggi atau lebih rendah
dari benda tersebut. Sebagai akibat perbedaan suhu tersebut, panas mengalir
antara fluida dan benda itu serta mengakibatkan perubahan kerapatan lapisan-
lapisan fluida di dekat permukaan. Perbedaan kerapatan mengakibatkan fluida
h, T ∞ q T s
A
14
yang lebih berat mengalir kebawah dan fluida yang ringan akan mengalir ke atas.
Jika gerakan fluida itu hanya disebabkan oleh perbedaan kerapatan yang
diakibatkan oleh gradien suhu, tanpa dibantu pompa atau kipas, maka mekanisme
perpindahan kalor yang bersangkutan disebut konveksi bebas atau alamiah.
Untuk menghitung besarnya perpindahan panas konveksi bebas, harus
diketahui nilai koefisien perpindahan panas konveksi h terlebih dahulu. Untuk
mencari nilai h, dapat dicari dari Bilangan Nusselt. Karena bilangan Nusselt
fungsi dari bilangan Rayleigh (Ra), maka bilangan Ra dicari dulu.
a. Rayleigh number (Ra)
Bilangan Rayleigh dinyatakan dengan persamaan :
Ra = Gr Pr = ( )
Pr2
3
vTTg s δβ ∞−
................................................ (2-3)
β = fT
1, dengan fT =
( )2
∞+ TTs
g : percepatan gravitasi = 9,8 m/detik 2
δ : panjang karakteristik, untuk dinding vertikal δ = L, m
Ts : suhu dinding, K
T� : suhu fluida, K
Tf : suhu film, K
v : viskositas kinematik, m 2 /detik
Pr : bilangan Prandtl
15
b. Bilangan Nusselt
Geometri Panjang Karakteristik Ra Nusselt
10 4 - 10 9 Nu = 0,59 Ra 41
10 9 - 10 13 Nu = 0,1 Ra 31
δ = L
Untuk semua Ra
Nu =
( )
2
278
169
61
Pr/492,01
387,0825,0
�����
�
�
�����
�
�
��
�
� +
+ Ra
10 4 - 10 7 Nu = 0,54 Ra 41
T s
δ = L
δ = L
10 7 - 10 11 Nu = 0,15 Ra 31
δ = L
Ts
δ = L
10 5 - 10 11
Nu = 0,27 Ra 41
δ = L
Ts
16
Dari bilangan Nusselt, dapat diperoleh nilai koefisien perpindahan kalor
konveksi :
Nu = k
hδ atau h =
δkNu ...................................... (2-4)
Dengan :
Nu : Bilangan Nusselt
h : koefisien perpindahan kalor konveksi, W/m 2 °C
k : koefisien perpindahan kalor konduksi dari fluida, W/m°C
δ : panjang karakteristik, m
Sehingga dapat dihitung besarnya laju perpindahan kalor konveksi bebas
dengan persamaan (A adalah luas permukaan dinding) :
q = h.A.(T s - T ∞ ) ................................................................... (2-5)
Arus konveksi bebas memindahkan energi dalam yang tersimpan dalam
fluida dengan cara yang pada hakikatnya sama dengan arus konveksi paksa.
Namun, intensitas gerakan pencampurannya dalam konveksi bebas pada
umumnya lebih kecil dan akibatnya koefisien perpindahan panasnya lebih kecil
dari konveksi paksa.
2.4.2 Konveksi Paksa
Perpindahan panas konveksi paksa terjadi apabila terjadi perbedaan suhu
yang mengalir karena adanya kipas angin atau pompa. Sebagai akibat perbedaan
suhu tersebut, panas mengalir antara fluida dan benda itu serta mengakibatkan
perubahan kerapatan lapisan-lapisan fluida di dekat permukaan. Perbedaan
kerapatan mengakibatkan fluida yang berat akan mengalir ke bawah dan fluida
17
yang ringan akan mengalir ke atas. Karena gerakan fluida itu terjadi karena
adanya bantuan kipas atau pompa maka, mekanisme perpindahan kalor yang
bersangkutan disebut konveksi paksa.
Untuk menghitung laju perpindahan panas konveksi paksa, harus diketahui
terlebih dahulu nilai koefisien perpindahan panas konveksi h. Sedangkan untuk
mencari nilai koefisien perpindahn panas konveksi h dapat dicari dari bilangan
Nusselt. Bilangan Nusselt yang dipilih harus sesuai dengan kasusnya, karena
setiap kasus mempunyai bilangan Nusselt tersendiri.
Ada dua bilangan Nusselt : bilangan Nusselt lokal dan bilangan Nusselt
rata-rata. Bilangan Nusselt lokal, untuk mencari nilai h pada jarak x yang ditinaju.
Sedangkan Bilangan Nusselt rata-rata untuk menghitung h rata-rata dari x = 0
sampai dengan jarak x yang ditinjau.
• Bilangan Nusselt (Nu) untuk bidang datar
Gambar 2.4 Geometri bilangan Nusselt untuk bidang datar
Daerah laminar Daerah transisi Daerah turbulen
∞ν
∞ν
y 0 x
18
a. Untuk aliran laminar
Syarat aliran laminar : Re x < 100.000, Bilangan Reynold dirumuskan
sebagai berikut :
Re = µ
ρ xU ∞ .............................................................................. (2-6)
Berlaku persamaan Nusselt lokal Nu pada jarak x, untuk Pr > 0,6
Nu x = f
x
kxh
= (0,332) Re x21
Pr 31
............................................. (2-7)
Berlaku persamaan Nusselt rata-rata untuk x = 0 sampai dengan x = L
Nu = fk
hL = (0,664) Re L
21
Pr 31
................................................. (2-8)
b. Untuk kombinasi aliran laminar dan turbulen
Syarat aliran sudah turbulen : 500.000<Re<107, sehingga berlaku
persamaan Nusselt rata-rata :
Nu = fk
hL = (0,337 Re L
54
- 871) Pr 31
→ 0,6≤Pr≤60 ................. (2-9)
Dengan :
Re : Bilangan Reynold
ρ : Massa jenis fluida, kg/m 3
U� : Kecepatan fluida, m/detik
Nu : Bilangan Nusselt
� : viskositas, m 2 /detik
kf : koefisien perpindahan panas konduksi fluida, W/m°C
19
h : koefisien perpindahan panas konveksi, W/m 2 °C
Pr : Bilangan Prandtl
L : Panjang dinding, m
Sehingga dapat dihitung laju perpindahan panas konveksi paksa dengan
persamaan :
q = hA(Ts - T�) ....................................................................... (2-10)
Dengan :
q : laju perpindahan kalor konveksi, W
h : koefisien perpindahan panas konveksi, W/m2. °C
Ts : Suhu permukaan dinding, °C
T� : Suhu fluida,°C
A : Luas permukaan dinding, m 2
• Bilangan Nusselt (Nu) untuk aliran fluida mengalir melintasi bentuk geometri penampang segi empat
Gambar 2.5 Geometri bilangan Nusselt penampang segi empat
Nu = 0,102 Red0,675 Pr 3
1
.......................................................... (2-11)
U ∞ T ∞ d
20
2.5 Koefisien Perpindahan Panas Konveksi
Koefisien perpindahan panas konveksi (convection heat-transfer
coefficient) dengan besaran h bervariasi terhadap jenis aliran (laminar atau
turbulen), bentuk ukuran benda dan area yang dialiri aliran, sifat-sifat dari fluida,
suhu rata-rata, dan posisi sepanjang permukaan benda. Koefisien perpindahan
panas juga tergantung pada mekanisme dari perpindahan panas yang mungkin saja
terjadi dengan konveksi paksa (gerak fluida yang disebabkan oleh sebuah pompa
atau baling-baling), atau dengan konveksi bebas (gerak fluida yang disebabkan
bougancy effect) ketika h bervariasi terhadap posisi sepanjang permukaan benda,
untuk kemudahan dalam beberapa aplikasi-aplikasi perancangan, ini sebagai nilai
rata-rata hm, diatas permukaan betul-betul dipertimbangkan dari pada nilai lokal h.
Persamaan q = h (Tw-Tf) dapat digunakan untuk beberapa kasus hanya dengan
mengganti h dengan hm kemudian q mewakili nilai rata-rata fluks panas di atas
bagian yang dipertimbangkan.
Koefisien perpindahan panas dapat ditentukan secara analisis untuk aliran
diatas benda-benda yang mempunyai bentuk ukuran yang sederhana seperti
sebuah plat atau aliran dalam tabung silinder. Untuk aliran diatas benda yang
memiliki bentuk rumit, pendekatan hasil percobaan digunakan untuk menentukan
h terdapat perbedaan yang besar dalam jangkauan nilai dari perpindahan panas
untuk berbagai aplikasi. Tabel 2.4 memperlihatkan nilai h dalam berbagai aplikasi.
21
Tabel 2.4 Harga Koefisien Perpindahan Panas Konveksi ( h ) ( Heat Transfer A Basic Approach, hal 7 )
Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h) Modulus
h (W/m 2 .°°°°C) h
(Btu/h.ft 2 .°°°°F) Konveksi bebas, ∆∆∆∆T = 30°°°°C Plat vertikal, tinggi 0,3 m (1 ft) di udara 4,5 0,79 Silinder horisontal, diameter 5 cm di udara 6,5 1,14
Silinder horisontal, diameter 2 cm Dalam air 890 157
Konveksi paksa Aliran udara 2 m/s diatas plat bujur sangkar 0,2 m 12 2,1
Aliran udara 35 m/s diatas plat bujur sangkar 0,75 m 75 13,2
Udara 2 atm mengalir di dalam tabung diameter 2,5 cm kecepatan 10 m/s 65 11,4
Air 0,5 kg/s mengalir dalam tabung 2,5 cm 3500 616
Aliran udara melintas silinder diameter 5 cm, kecepatan 50 m/s 180 32
Air mendidih Dalam kolam atau bejana 2500-35000 440-6200 Mengalir dalam pipa 5000-100000 880-17600 Pengembunan uap air, 1 atm Muka vertikal 4000-11300 700-2000 Di luar tabung horisontal 9500-25000 1700-4400
2.6 Metode Beda Hingga
Banyak model matematik dari persoalan perpindahan panas yang berupa
persamaan diferensial parsial dapat diselesaikan dengan mudah dengan metode
komputasi numerik. Banyak cara dari komputasi numerik yang mampu
menyelesaikan, tetapi sebenarnya hasil yang diberikan antara metode satu dengan
yang lainnya tidak begitu jauh berbeda, pada umumnya perbedaannya hanya pada
akurasi dan waktu penyelesaian. Pada penelitian ini dipilih metoda beda hingga.
22
Pendekatan secara numerik dengan metoda beda hingga untuk derivatif
suatu fungsi terhadap variabel bebasnya mempergunakan persamaan dari deret
Taylor. Untuk mendapatkan derivatif pertama dari suatu fungsi, pendekatan
dilakukan dengan cara pemotongan deret ketiga, keempat dan seterusnya dari
deret Taylor, yang harganya dapat diabaikan. Pendekatan dapat dilakukan dengan
cara : beda maju, beda mundur, atau cara beda tengah.
2.6.1 Beda Maju
Bila fungsi f (x) analitik, maka f (x + ∆ x) dapat dinyatakan dengan deret
Taylor terhadap x sebagai berikut :
f (x + ∆ x) = f (x) + (∆x) +∂∂∆+
∂∂∆+
∂∂
3
33
2
22
!3)(
!2)(
xfx
xfx
xf
..................... (2-12)
Atau dapat ditulis ;
f (x + ∆ x) = f (x) + (∆x) ( ) +
∂∂∆+
∂∂
∞
=2 !nn
nn
xf
nx
xf
..................................... (2-13)
Dari persamaan ( 2-4 ) diperoleh :
( )
∞
= ∂∂∆−
∆−∆+=
∂∂
2
2
!)()(
nn
n
xf
nx
xxfxxf
xf
............................................... (2-14)
Atau dapat ditulis ;
( )xx
xfxxfxf ∆+
∆−∆+=
∂∂
0)()(
............................................................ (2-15)
Atau dapat dinyatakan dalam bentuk ;
( )xx
ffi
xf ii ∆+
∆−
=∂∂ + 01 ......................................................................... (2-16)
23
Secara grafik, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.6, pendekatan ini
diinterpretasikan sebagai slope di titik B, yang menggunakan harga fungsi di titik
B dan titik C.
Gambar 2.6 : Ilustrasi persamaan 2-15 dan 2-16
Untuk mendapatkan harga pendekatan turunan kedua dari fungsi terhadap
x, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut ;
f (x + ∆ x) = f (x) + ( ∆ x) +∂∂∆+
∂∂∆+
∂∂
3
33
2
22
!3)(
!2)(
xfx
xfx
xf
................. (2-17)
Bila f (x + 2 ∆x) diekspansikan dengan deret Taylor, menghasilkan persamaan
berikut ;
f (x + 2 ∆ x) = f (x) + (2 ∆ x) +∂∂∆+
∂∂∆+
∂∂
3
33
2
22
!3)2(
!2)2(
xfx
xfx
xf
.......... (2-18)
Bila f (x + 2 ∆ x) - 2 f (x + ∆ x) menghasilkan ;
f f x x+∆x i i+1
B
C f(x)
f(x+∆x)
B
C f(i)
f(i+1)
24
f (x + 2 ∆ x) - 2 f (x + ∆ x) = - f (x) + ( ) ( ) +∂∂∆+
∂∂∆ 3
33
2
22
xf
xx
fx .......... (2-19)
Dari persamaan ( 2-6 ) dapat diperoleh ;
( )( )x
x
xfxxfxxfx
f ∆+∆
−∆+−∆+=∂∂
0)()(2)2(
22
2
.................................. (2-20)
Atau dapat dinyatakan dengan ;
( )( )x
x
fffi
xf iii ∆+
∆−−
=∂∂ ++ 0
2212
2
2
.......................................................... (2-21)
2.6.2 Beda Mundur
Bila fungsi f (x) analitik, maka f (x- ∆ x) dapat dinyatakan dengan deret
Taylor terhadap x sebagai berikut ;
f (x - ∆ x) = f (x) - ( ∆ x) ................!3)(
!2)(
3
33
2
22
+∂∂∆−
∂∂∆+
∂∂
xfx
xfx
xf
... (2-22)
Atau dapat dinyatakan dengan ;
f (x - ∆ x) = f (x) - ( ∆ x) ( )
................!2
n
n
n
n
xf
nx
xf
∂∂
��
���
� ∆±+∂∂
∞
=................ (2-23)
Bila n genap : +
Bila n ganjil : -
Dari persamaan (2-14) diperoleh ;
( )xx
xxfxfxf ∆+
∆∆−−=
∂∂
0)()(
............................................................ (2-24)
Atau dapat dinyatakan dengan bentuk ;
( ) ( )xxff
ix
f ii ∆+∆−
=∂∂ − 01
2
2
...................................................................... (2-25)
25
Secara grafik, diperlihatkan dalam Gambar 2.7, pendekatan ini
diinterpretasikan sebagai slope atau kemiringan dari fungsi f di titik B, dengan
mempergunakan harga fungsi di titik A dan B.
Gambar 2.7 Ilustrasi Persamaan 2-25
Untuk mendapatkan harga pendekatan turunan kedua dari fungsi f
terhadap x, dapat dilakukan dengan menggunakan ekspansi deret Taylor fungsi
f (x - ∆ x) dan f (x - 2 ∆ x).
f (x - ∆ x) = f (x) - ( ∆ x) ................!3)(
!2)(
3
33
2
22
xfx
xfx
xf
∂∂∆−
∂∂∆+
∂∂
............ (2-26)
f (x - 2 ∆ x) = f (x) - (2 ∆ x) ................!3
)2(!2)2(
3
33
2
22
xfx
xfx
xf
∂∂∆−
∂∂∆+
∂∂
... (2-27)
Bila f (x - 2 ∆ x) - 2 f (x - ∆ x), diperoleh turunan kedua dari fungsi f terhadap x,
yang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :
( ) ( ) ( )( )
( )xx
xxfxxfxfx
f ∆+∆
∆−−∆−−=∂∂
022
22
2
........................................ (2-28)
f i-1 i x
A
B
f(i-1)
f(i)
26
( )( )x
x
fffi
xf iii ∆+
∆+−
=∂∂ −− 0
22
212
2
............................................................... (2-29)
2.6.3 Beda Tengah
Dengan memanfaatkan ekspansi dari fungsi f (x + ∆ x) dan f (x - ∆ x),
dapat diperoleh turunan pertama f terhadap x dengan cara beda tengah ;
f (x + ∆ x) = f (x) + ( ∆ x) ( )
................!2
+∂∂∆+
∂∂
∞
=nn
nn
xf
nx
xf
....................... (2-30)
f (x - ∆ x) = f (x) - ( ∆ x) ( )
................!2
n
n
n
n
xf
nx
xf
∂∂
��
���
� ∆±+∂∂
∞
=
...................... (2-31)
Bila f (x + ∆ x) - f (x - ∆ x), diperoleh,
f (x + ∆ x) - f (x - ∆ x) = 2 ( ∆ x) 22
2
+∂∂
xf
( ∆ x) +∂∂
3
3
xf
........................... (2-32)
Dari persamaan (2-24), didapat ;
( ) ( ) ( )202
xx
xxfxxfxf ∆+
∆∆−−∆+=
∂∂
......................................................... (2-33)
Atau dapat dinyatakan dengan bentuk persamaan ;
( )211 02
xxff
ixf ii ∆+
∆−
=∂∂ −+ ................................... ....................................... (2-34)
27
Gambar 2.8 Ilustrasi Persamaan 2-34
Secara grafik diperlihatkan dalam Gambar 2.8, pendekatan ini
diinterpretasikan sebagai slope atau kemiringan titik B dengan mempergunakan
pada titik A dan C. Untuk mendapatkan harga pendekatan turunan kedua dari
fungsi f terhadap x, dapat dilakukan dengan menambahkan persamaan f (x + ∆ x)
dengan f (x - ∆ x).
f (x + ∆ x) = f (x) + ( ∆ x) ................!3)(
!2)(
3
33
2
22
+∂∂∆+
∂∂∆+
∂∂
xfx
xfx
xf
...... (2-35)
f (x - ∆ x) = f (x) - ( ∆ x) ................!3)(
!2)(
3
33
2
22
+∂∂∆−
∂∂∆+
∂∂
xfx
xfx
xf
......... (2-36)
Bila f (x + ∆ x) + f (x - ∆ x), menghasilkan persamaan yang dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut ;
( )( )2
22
2
0)()(2)2(
xx
xxfxfxxfx
f ∆+∆
∆−−−∆+=∂∂
....................................... (2-37)
f i-1 i i+1 x
A
B C f(i)
f(i-1) f(i+1)
28
Atau dapat dinyatakan dengan bentuk persamaan ;
( )( )2
211
2
2
02
xx
fffi
xf iii ∆+
∆+−
=∂∂ −+ ................................................................ (2-38)
2.7 Benda Komposit
Benda komposit adalah benda yang tersusun atas beberapa lapis bahan
yang berbeda. Bahan-bahan itu mempunyai nilai koefisien perpindahan panas
konduksi (k) yang berbeda-beda, tergantung dari sifat bahan itu.
Contoh benda komposit antara lain :
a. Beton bertulang
Beton bertulang tersusun atas semen pada bagian luar dengan logam besi
pada bagian dalam.
b. Pensil kayu
Pensil kayu tersusun atas karbon grafit pada bagian dalam dan kayu pada
bagian luar.
c. Tulang manusia dan pen
Tulang manusia dan pen tersusun atas tulang manusia dan pen dari logam
untuk menyambung tulang yang patah.
d. Telur rebus
Telur rebus tersusun atas kuning telur, putih telur pada bagian dalam dan
cangkang telur pada bagian luar.
e. Kabel listrik
Kabel listrik tersusun atas kawat tembaga pada bagian dalam dan tali kabel
pada bagian luar sebagai isolator.
29
2.8 Benda Berbangkit Energi
Benda berbangkit energi adalah benda yang mampu memberikan atau
membangkitkan energi. Contohnya kawat berarus listrik, elemen pemanas air
(heater), elemen setrika listrik, kompor listrik, dan lain-lain. Bagaimana distribusi
suhu pada benda berbangkit energi tersebut? Untuk keadaan tunak, langkah
pertama, menentukan model matematika yang berlaku. Langkah kedua,
menentukan kondisi batas, dan langkah ketiga menyelesaikan model matematika
dengan memakai kondisi batas tersebut. Untuk keadaan tak tunak, ada satu
langkah lagi yang masih harus dilakukan yaitu menentukan kondisi awal.
Besarnya energi pembangkitan berbanding terbalik dengan volume benda
dan berbanding lurus dengan daya pada alat pemanas, secara matematis dapat
ditulis sebagai berikut :
q� = heatervolume
heaterdaya ..................................................................................... (2-39)
30
BAB III
MENCARI PERSAMAAN NUMERIS DI SETIAP TITIK
3.1 Kesetimbangan Energi
Kesetimbangan energi pada volume kontrol (ruang yang dibatasi
permukaan kontrol dimana energi dapat lewat) dapat dinyatakan dengan
persamaan :
Ein + Eg - Eout = Est .................................................................................... (3-1)
Gambar 3.1 Kesetimbangan energi pada volume kontrol
Keterangan pada persamaan (3-1) :
Ein : Energi yang masuk volume kontrol, Joule
Eout : Energi yang keluar volume kontrol, Joule
Est : Energi yang tersimpan di dalam volume kontrol, Joule
Eg : Energi yang dibangkitkan dalam volume kontrol, Joule
Volume kontrol Eg Ein Eout Est
31
Kesetimbangan energi pada volume kontrol dapat dinyatakan sebagai
berikut :
���
�
�
���
�
�
∆tselamapermukaanseluruh
melaluikontrolvolumeke
masukyangenergiSeluruh
+���
�
�
���
�
�
∆tselamakontrol
volumepada
andibangkitkyangEnergi
-
���
�
�
���
�
�
∆tselamakontrolvolumepada
permukaanseluruhdari
keluaryangenergiSeluruh=
���
�
�
���
�
�
∆tselama
kontrolvolumepada
dalamenergiPerubahan
3.2 Penurunan Model Matematika
Perhatikan suatu volume kontrol bahan dalam suatu benda padat. Elemen
ini berbentuk segi empat dengan tepi-tepinya dx, dy, dz masing-masing sejajar
dengan sumbu x, y, dan z seperti pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Elemen benda uji dalam arah x, y, z
.
q� dy
dx
dz
qx qx+dx
qy
qy+dy qz
qz+dz
x
y z
32
Energi yang masuk volume kontrol (Ein) :
Ein = qx + qy + qz .................................................................................. (3-2)
Dengan :
q x = -k(dy)(dz)( )
xtzyxT
∂∂ ,,,
q y = -k(dx)(dz) ( )
ytzyxT
∂∂ ,,,
...................................................... (3-3)
q z = -k(dx)(dy) ( )
ztzyxT
∂∂ ,,,
Energi yang keluar volume kontrol (Eout) :
Eout = qx+dx + qy+dy + qz+dz
Eout = ��
�
�
∂∂
+ dxx
qq x
x + ���
�
�
∂∂
+ dyy
qq y
y + ��
�
�
∂∂
+ dzz
qq z
z .................... (3-4)
Energi yang tersimpan dalam volume kontrol (Est) :
Est = dxdydztT
c p ∂∂
.ρ ........................................................................... (3-5)
Energi yang dibangkitkan dalam volume kontrol (Eg) :
Eg = dxdydzq� ....................................................................................... (3-6)
Dengan mendistribusikan persamaan (3-2), (3-4), (3-5) dan (3-6), ke
dalam persamaan (3-1) diperoleh :
( ) ( ) ( )q
ztzyxT
kzy
tzyxTk
yxtzyxT
kx
�+��
�
�
∂∂
∂∂+��
�
�
�
∂∂
∂∂+�
�
�
�
∂∂
∂∂ ,,,,,,,,,
=
( )t
tzyxTc p ∂
∂ ,,,.ρ ................................................................................. (3-7)
33
Jika koefisien perpindahan panas konduksi berharga konstan (k =
konstan), atau tidak berubah terhadap perubahan suhu, dan α = pc
kρ
, maka
persamaan (3-7) dapat dinyatakan dengan persamaan (3-8) :
( ) ( ) ( )kq
ztzyxT
ytzyxT
xtzyxT �
+∂
∂+∂
∂+∂
∂2
2
2
2
2
2 ,,,,,,,,, =
α1 ( )
ttzyxT
∂∂ ,,,
.......... (3-8)
Untuk kasus dua dimensi, maka persamaan (3-8) diubah menjadi :
( ) ( ) ( )t
tyxTkq
ytyxT
xtyxT
∂∂=+
∂∂+
∂∂ ,,1,,,,
2
2
2
2
α�
............................................... (3-9)
Jika sistem tidak mengandung sumber panas, maka persamaan (3-9)
berubah menjadi persamaan :
( ) ( ) ( )t
tyxTy
tyxTx
tyxT∂
∂=∂
∂+∂
∂ ,,1,,,,2
2
2
2
α ..................................................... (3-10)
Untuk kasus dua dimensi dengan k = k(T), dengan pembangkitan energi,
persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut :
( ) ( )��
���
�
∂∂
∂∂
xtyxT
Tkx
,,+ ( ) ( )
��
���
�
∂∂
∂∂
ytyxT
Tky
,,+ q� =
( )t
tyxTc p ∂
∂ ,,.ρ ............... (3-11)
Untuk kasus dua dimensi dengan k = k(T), tanpa pembangkitan energi,
persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut :
( ) ( )��
���
�
∂∂
∂∂
xtyxT
Tkx
,,+ ( ) ( )
��
���
�
∂∂
∂∂
ytyxT
Tky
,, =
( )t
tyxTc p ∂
∂ ,,.ρ .................... (3-12)
Keterangan :
qx : laju aliran kalor konduksi dalam arah x
qy : laju aliran kalor konduksi dalam arah y
qz : laju aliran kalor konduksi dalam arah z
34
ρ : massa jenis, kg/m3
cp : panas jenis, J/kg°C
k : konduktivitas thermal bahan, W/m°C
k(T) : konduktivitas thermal bahan berubah terhadap suhu, W/m°C
q� : laju pembangkitan panas per satuan volume, W/m3
α : difusivitas thermal, m2/detik
T(x, y, z, t) : suhu pada posisi x, y, z saat t, °C
x : posisi x, meter
y : posisi y, meter
z : posisi z, meter
t : menyatakan waktu, detik
3.3 Persamaan Numeris di Setiap Titik
Dari model matematika pada persamaan (3-12) untuk bahan pertama yaitu
bahan tidak berbangkit energi dan model matematika pada persamaan (3-11)
untuk bahan kedua yaitu bahan berbangkit energi, dapat ditentukan persamaan
numerik untuk setiap titik di dalam benda. Untuk persamaan numerik di kondisi
batas atau di perbatasan kedua benda, pencarian dilakukan dengan
mempergunakan prinsip kesetimbangan energi.
Ada enam persamaan numerik yang utama, yaitu :
a. Persamaan untuk node pada samping bahan pertama (bahan tidak
berbangkit energi).
b. Persamaan untuk node pada bagian dalam bahan pertama (bahan tidak
berbangkit energi).
35
c. Persamaan untuk node pada sudut bahan pertama (bahan tidak berbangkit
energi).
d. Persamaan untuk node pada samping bahan kedua (bahan berbangkit
energi) yang bersinggungan dengan fluida.
e. Persamaan untuk node pada bagian dalam bahan kedua (bahan berbangkit
energi).
f. Persamaan untuk node pada sudut bahan kedua (bahan berbangkit energi)
yang bersinggungan dengan fluida.
y
111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110
89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99
78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88
67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66
45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55
34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 x
Gambar 3.3 Posisi node pada benda uji
∆∆∆∆x
∆∆∆∆y
T∞∞∞∞,h
T∞∞∞∞,h
T∞∞∞∞,h
T∞∞∞∞,h
36
Keterangan Gambar 3.3 :
Bagian yang tidak diarsir : bahan I (aluminium)
Bagian yang diarsir : bahan II (tembaga)
3.3.1 Kasus pertama
Kasus pertama yaitu pada samping bahan pertama (bahan tidak berbangkit
energi) yang terletak pada batas pertemuan antara bahan pertama dan bahan
kedua, terjadi pada node 26, 27, 28, 29, 30, 36, 42, 47, 53, 58, 64, 69, 75, 80, 86,
92, 93, 94, 95, dan 96. Pada kasus pertama ini diambil node 27 sebagai
perwakilan untuk menentukan persamaan numerik.
Gambar 3.4 Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada samping bahan pertama (tidak berbangkit energi) pada perbatasan bahan pertama
dan bahan kedua
Bahan I ρρρρ1,c1,k1 ∆∆∆∆x
∆∆∆∆y ½ ∆∆∆∆y i-1,j i+1,j ½ ∆∆∆∆y i,j-1 ∆∆∆∆x Bahan II : ρρρρ2,c2,k2
∆x = ∆y i,j
i,j+1
qkond3
qkond2 qkond4
qkond6
qkond5 qkond1
37
Dengan mempergunakan prinsip kesetimbangan energi :
1kondq = n
jik
,21
,2 −. �
�
�
� ∆1.
2y
.x
TT nji
nji
∆−− ,,1
2kondq = n
jik
,21
,1 −. �
�
�
� ∆1.
2y
.x
TT nji
nji
∆−− ,,1
3kondq = n
jik
21
,,1 + . ( )1.x∆ .
y
TT nji
nji
∆−+ ,1,
4kondq = n
jik
,21
.1 +. �
�
�
� ∆1.
2y
.x
TT nji
nji
∆−+ ,,1
5kondq = n
jik
,21
,2 + . �
�
�
� ∆1.
2y
.x
TT nji
nji
∆−+ ,,1
6kondq = n
jik
21
,,2 − . ( )1.x∆ .
y
TT nji
nji
∆−− ,1,
[ ]qΣ + [ ]Vq.� = ( )222111 .... vcvc ρρ + .tT
∆∆
............................................ (3-13)
n
jik
,21
,2 −. �
�
�
� ∆1.
2y
.x
TT nji
nji
∆−− ,,1 + n
jik
,21
,1 −. �
�
�
� ∆1.
2y
.x
TT nji
nji
∆−− ,,1 + n
jik
21
,,1 +. ( )1.x∆ .
y
TT nji
nji
∆−+ ,1, + n
jik
,21
.1 +. �
�
�
� ∆1.
2y
.x
TT nji
nji
∆−+ ,,1 + n
jik
,21
,2 +. �
�
�
� ∆1.
2y
.x
TT nji
nji
∆−+ ,,1 + n
jik
21
,,2 −.
( )1.x∆ .y
TT nji
nji
∆−− ,1, + ��
���
� ∆∆2
..y
xq� =
t
TTyxc
nji
nji
∆−
��
�
� ∆∆+
,1
,11 .
2...ρ +
t
TTyxc
nji
nji
∆−
��
�
� ∆∆+
,1
,22 .
2...ρ ....................... (3-14)
38
Bila x∆ = y∆ , maka persamaan (3-14) menjadi :
21 n
jik
,21
,2 −. ( )n
jin
ji TT ,,1 −− +21 n
jik
,21
,1 −. ( )n
jin
ji TT ,,1 −− + n
jik
21
,,1 +. ( )n
jinji TT ,1, −+ +
21 n
jik
,21
.1 +.
( )nji
nji TT ,,1 −+ +
21 n
jik
,21
,2 +. ( )n
jin
ji TT ,,1 −+ + n
jik
21
,,2 −. ( )n
jinji TT ,1, −− + �
�
���
� ∆2
.2x
q� =
2211 .. cc ρρ + .��
�
�
�
��
�
�
�
∆−∆ +
t
TTxnji
nji ,
1,
2
.2
................................................................ (3-15)
Maka, persamaan (3-15) menjadi :
1,
+njiT = ( ) 2
2211 ... xcct
∆+∆ρρ
���
�
�
���
�
�
∆+
+++++
−−
++++++−−−−
21,
21
,,2
,1,
21
,2,1
,21
,11,
21
,,1,1
,21
,1,1
,21
,2
..2
...2..
xqTk
TkTkTkTkTk
nji
n
ji
nji
n
ji
nji
n
ji
nji
n
ji
nji
n
ji
nji
n
ji
�
+
( ) ���
�
���
�
���
�
�+++++
∆+∆−
−+++−−
n
ji
n
ji
n
ji
n
ji
n
ji
n
jikkkkkk
xcct
21
,,2,21
,2,21
,121
,,1,21
,1,21
,222211
22...
1ρρ
njiT , ............... (3-16)
Syarat Stabilitas :
( ) ���
�
���
�
���
�
�+++++
∆+∆−
−+++−−
n
ji
n
ji
n
ji
n
ji
n
ji
n
jikkkkkk
xcct
21
,,2,21
,2,21
,121
,,1,21
,1,21
,222211
22...
1ρρ
≥0
...(3-17)
∆t≤( )
���
�
�+++++
∆+
−+++−−
n
ji
n
ji
n
ji
n
ji
n
ji
n
jikkkkkk
xcc
21
,,2,21
,2,21
,121
,,1,21
,1,21
,2
22211
22
... ρρ ......................... (3-18)
39
Keterangan :
n
jik
,21
,1 − =
( ) ( )2
,11,1n
jinn
jin TkTk −+
n
jik
,21
,2 − =
( ) ( )2
,12,2n
jinn
jin TkTk −+
n
jik
21
,,1 + =
( ) ( )2
1,1,1nji
nnji
n TkTk ++ n
jik
21
,,2 − =
( ) ( )2
1,2,2nji
nnji
n TkTk −+
n
jik
,21
,1 + =
( ) ( )2
,11,1n
jinn
jin TkTk ++
n
jik
,21
,2 + =
( ) ( )2
,12,2n
jinn
jin TkTk ++
3.3.2 Kasus kedua
Kasus kedua yaitu pada bagian dalam bahan pertama (bahan tidak
berbangkit energi), terjadi pada node 37, 38, 39, 40, 41, 48, 49, 50, 51, 52, 59, 60,
61, 62, 63, 70, 71, 72, 73, 74, 81, 82, 83, 84, dan 85. Pada kasus kedua ini diambil
node 61 sebagai perwakilan untuk menentukan persamaan numerik.
40
Gambar 3.5 Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada bagian dalam bahan pertama (tidak berbangkit energi)
Dengan mempergunakan prinsip kesetimbangan energi :
1kondq = .,
21
,1
n
jik
−( )1.y∆ .
x
TT nji
nji
∆−− ,,1
2kondq = .21
,,1
n
jik
+( )1.x∆ .
y
TT nji
nji
∆−+ ,1,
3kondq = .,
21
,1
n
jik
+( )1.y∆ .
x
TT nji
nji
∆−+ ,,1
4kondq = .21
,,1
n
jik
−( )1.x∆ .
y
TT nji
nji
∆−− ,1,
[ ]qΣ + [ ]Vq.� = 111 .. νρ c .tT
∆∆
................................................................ (3-19)
∆∆∆∆x i,j+1 ∆∆∆∆y i-1,j i+1,j ∆∆∆∆y i,j-1
Bahan I qkond2
ρρρρ1,c1,k1 qkond1
qkond4
i,j ∆x = ∆y
qkond3
∆∆∆∆x
41
.,
21
,1
n
jik
−( )1.y∆ .
x
TT nji
nji
∆−− ,,1 + .
21
,,1
n
jik
+( )1.x∆ .
y
TT nji
nji
∆−+ ,1, + .
,21
,1
n
jik
+( )1.y∆ .
x
TT nji
nji
∆−+ ,,1 +
.21
,,1
n
jik
−( )1.x∆ .
y
TT nji
nji
∆−− ,1, = .... 11 yxc ∆∆ρ
t
TT nji
nji
∆−+
,1
, ............................. (3-20)
Bila x∆ = y∆ , maka persamaan (3-20) menjadi :
.,
21
,1
n
jik
−( )n
jin
ji TT ,,1 −− + .21
,,1
n
jik
+( )n
jinji TT ,1, −+ + .
,21
,1
n
jik
+( )n
jin
ji TT ,,1 −+ + .21
,,1
n
jik
−( )n
jinji TT ,1, −−
=t
TTxc
nji
nji
∆−
∆+
,1
,211 ...ρ .......................................................................... (3-21)
Sehingga :
1,
+njiT = .
.. 211 xct∆
∆ρ �
�
���
�+++ −
−+
++
+−
−
nji
n
ji
nji
n
ji
nji
n
ji
nji
n
jiTkTkTkTk 1,
21
,,1,1
,21
,11,
21
,,1,1
,21
,1.... +
���
�
���
�
���
�
�+++
∆∆−
−++−
n
ji
n
ji
n
ji
n
jikkkk
xct
21
,,1,21
,121
,,1,21
,1211 ..
1ρ
njiT , ........................ (3-22)
Syarat Stabilitas :
���
�
���
�
���
�
�+++
∆∆−
−++−
n
ji
n
ji
n
ji
n
jikkkk
xct
21
,,1,21
,121
,,1,21
,1211 ..
1ρ
≥ 0 ......................... (3-23)
∆t ≤
���
�
�+++
∆
−++−
n
ji
n
ji
n
ji
n
jikkkk
xc
21
,,1,21
,121
,,1,21
,1
211 ..ρ
............................................... (3-24)
Keterangan :
n
jik
,21
,1 − =
( ) ( )2
,11,1n
jinn
jin TkTk −+
n
jik
,21
,1 + =
( ) ( )2
,11,1n
jinn
jin TkTk ++
n
jik
21
,,1 − =
( ) ( )2
1,1,1nji
nnji
n TkTk −+ n
jik
21
,,1 + =
( ) ( )2
1,1,1nji
nnji
n TkTk ++
42
3.3.3 Kasus ketiga
Kasus ketiga yaitu pada sudut bahan pertama (bahan tidak berbangkit
energi) yang terletak pada batas pertemuan antara bahan pertama dan bahan
kedua, terjadi pada node 25, 31, 91, 97. Pada kasus ketiga ini diambil node 25
sebagai perwakilan untuk menentukan persamaan numerik.
Gambar 3.6 Kesetimbangan energi pada volume kontrol di sudut bahan pertama (tidak berbangkit energi) pada batas pertemuan antara bahan
pertama dan bahan kedua Dengan mempergunakan prinsip kesetimbangan energi :
1kondq = .,
21
,2
n
jik
−( )1.y∆ .
x
TT nji
nji
∆−− ,,1
2kondq = .21
,,2
n
jik
+��
�
� ∆1.
2x
.y
TT nji
nji
∆−+ ,1,
3kondq = .21
,,1
n
jik
+��
�
� ∆1.
2x
.y
TT nji
nji
∆−+ ,1,
∆∆∆∆x Bahan I ρρρρ1,c1,k1 i,j+1 ∆∆∆∆y ½ ∆∆∆∆y i-1,j i+1,j ½ ∆∆∆∆y
qkond2 qkond3 qkond1 Bahan II ρρρρ2,c2,k2 qkond6
∆x = ∆y i,j
½ ∆∆∆∆x ½ ∆∆∆∆x
qkond4
qkond5
i,j-1
43
4kondq = .,
21
,1
n
jik
+��
�
� ∆1.
2y
.x
TT nji
nji
∆−+ ,,1
5kondq = .,
21
,2
n
jik
+��
�
� ∆1.
2y
.x
TT nji
nji
∆−+ ,,1
6kondq = .21
,,2
n
jik
−( )1.x∆ .
y
TT nji
nji
∆−− ,1,
[ ]qΣ + [ ]Vq.� = ( )222111 .... vcvc ρρ + .tT
∆∆
............................................. (3-25)
.,
21
,2
n
jik
−( )1.y∆ .
x
TT nji
nji
∆−− ,,1 + .
21
,,2
n
jik
+��
�
� ∆1.
2x
.y
TT nji
nji
∆−+ ,1, + .
21
,,1
n
jik
+��
�
� ∆1.
2x
.
y
TT nji
nji
∆−+ ,1, + .
,21
,1
n
jik
+��
�
� ∆1.
2y
.x
TT nji
nji
∆−+ ,,1 + .
,21
,2
n
jik
+��
�
� ∆1.
2y
.x
TT nji
nji
∆−+ ,,1 + .
21
,,2
n
jik
−
( )1.x∆ .y
TT nji
nji
∆−− ,1, + ��
���
� ∆∆ yxq ..43
.� =t
TTyxc
nji
nji
∆−
��
�
� ∆∆+
,1
,11 ...
41
..ρ +
t
TTyxc
nji
nji
∆−
��
�
� ∆∆+
,1
,22 ...
43
..ρ ................................................................. (3-26)
Bila x∆ = y∆ , maka persamaan (3-26) menjadi :
4 .,
21
,2
n
jik
−( )n
jin
ji TT ,,1 −− +2 .21
,,2
n
jik
+( )n
jinji TT ,1, −+ +2 .
21
,,1
n
jik
+( )n
jinji TT ,1, −+ +2 .
,21
,1
n
jik
+
( )nji
nji TT ,,1 −+ +2 .
,21
,2
n
jik
+( )n
jin
ji TT ,,1 −+ +4 .21
,,2
n
jik
−( )n
jinji TT ,1, −− + [ ]2..3 xq ∆� =
2211 .3. cc ρρ + .��
�
�
�
∆−
∆+
t
TTx
nji
nji ,
1,2 . ......................................................... (3-27)
44
Maka persamaan (3-27), menjadi :
1,
+njiT = ( ) 2
2211 ..3. xcct
∆+∆ρρ
���
�
�
���
�
�
∆+
+++++
−−
++++++++−−
21,
21
,,2
,1,
21
,2,1
,21
,11,
21
,,11,
21
,,2,1
,21
,2
..3.4
.2.2.2.2.4
xqTk
TkTkTkTkTk
nji
n
ji
nji
n
ji
nji
n
ji
nji
n
ji
nji
n
ji
nji
n
ji
�
+
( ) ���
�
�
���
�
�
����
�
�
� +++++
∆+∆−
−
++++−
n
ji
n
ji
n
ji
n
ji
n
ji
n
ji
k
kkkkk
xcct
21
,,2
,21
,2,21
,121
,,121
,,2,21
,2
22211 4
22224
...3.
1ρρ
njiT ,
............................. (3-28)
Syarat Stabilitas :
( ) ���
�
�
���
�
�
����
�
�
� +++++
∆+∆−
−
++++−
n
ji
n
ji
n
ji
n
ji
n
ji
n
ji
k
kkkkk
xcct
21
,,2
,21
,2,21
,121
,,121
,,2,21
,2
22211 4
22224
...3.
1ρρ
≥ 0
.......................... (3-29)
∆t ≤( )
���
�
�+++++
∆+
−++++−
n
ji
n
ji
n
ji
n
ji
n
ji
n
jikkkkkk
xcc
21
,,2,21
,2,21
,121
,,121
,,2,21
,2
22211
422224
..3. ρρ .............. (3-30)
Keterangan :
n
jik
,21
,2 − =
( ) ( )2
,12,2n
jinn
jin TkTk −+
n
jik
,21
,2 + =
( ) ( )2
,12,2n
jinn
jin TkTk ++
n
jik
21
,,2 − =
( ) ( )2
1,2,2nji
nnji
n TkTk −+ n
jik
21
,,2 + =
( ) ( )2
1,2,2nji
nnji
n TkTk ++
n
jik
21
,,1 − =
( ) ( )2
1,1,1nji
nnji
n TkTk −+ n
jik
,21
,1 + =
( ) ( )2
,11,1n
jinn
jin TkTk ++
45
3.3.4 Kasus keempat
Kasus keempat yaitu pada samping bahan kedua (bahan berbangkit energi)
yang bersinggungan dengan fluida, terjadi pada node 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12,
22, 23, 33, 34, 44, 45, 55, 56, 66, 67, 77, 78, 88, 89, 99, 100, 110, 112, 113, 114,
115, 116, 117, 118, 119, 120. Pada kasus keempat ini diambil node 6 sebagai
perwakilan untuk menentukan persamaan numerik.
Gambar 3.7 Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada samping bahan kedua (berbangkit energi) yang bersinggungan dengan fluida
Dengan mempergunakan prinsip kesetimbangan energi :
1kondq = n
jik
,21
,2 − . �
�
�
� ∆1.
2y
. x
TT nji
nji
∆−− ,,1
2kondq = n
jik
21
,,2 + . ( )1.x∆ .
y
TT nji
nji
∆−+ ,1,
3kondq = n
jik
,21
,2 + . �
�
�
� ∆1.
2y
. x
TT nji
nji
∆−+ ,,1
i,j+1 ∆∆∆∆y i-1,j i+1,j qconv ∆∆∆∆x T∞∞∞∞, h
Bahan II ρ2,c2,k2
∆x = ∆y
i,j qkond1 qkond3
qkond2
½ ∆∆∆∆y
46
convq = ( )1.. xh ∆ . ( )njiTT ,−∞
[ ] [ ]tT
vcVqq∆∆=+Σ .... 222ρ� ............................................................................. (3-31)
n
jik
,21
,2 −. �
�
�
� ∆1.
2y
.x
TT nji
nji
∆−− ,,1 + n
jik
21
,,2 +. ( )1.x∆ .
y
TT nji
nji
∆−+ ,1, + n
jik
,21
,2 +. �
�
�
� ∆1.
2y
.
x
TT nji
nji
∆−+ ,,1 + ( )1.. xh ∆ . ( )n
jiTT ,−∞ + ��
���
� ∆∆x
yq .
2.� =
t
TTx
yc
nji
nji
∆−
��
�
� ∆∆ +,
1,
22 .2
..ρ .... (3-32)
Bila x∆ = y∆ , maka persamaan (3-32) menjadi :
21 n
jik
,21
,2 −. ( )n
jin
ji TT ,,1 −− + n
jik
21
,,2 +. ( )n
jinji TT ,1, −+ +
21 n
jik
,21
,2 +. ( )n
jin
ji TT ,,1 −+ + ( )1.. xh ∆ .
( )njiTT ,−∞ + �
�
���
� ∆2
.2x
q� =t
TTxc
nji
nji
∆−
���
�
� ∆ +,
1,
2
22 2..ρ ............................................. (3-33)
Maka :
1,
+njiT =
222 .. xct∆
∆ρ
. ��
���
�∆+∆+++ ∞++++−−
2,1
,21
,21,
21
,,2,1
,21
,2x. ...2..2. qTxhTkTkTk n
jin
ji
nji
n
ji
nji
n
ji�
+���
�
���
�
���
�
�∆+++
∆∆−
++−xhkkk
xct n
ji
n
ji
n
ji..22
..1
,21
,221
,,2,21
,2222ρ
njiT , ........................... (3-34)
Syarat Stabilitas :
���
�
���
�
���
�
�∆+++
∆∆−
++−xhkkk
xct n
ji
n
ji
n
ji..22
..1
,21
,221
,,2,21
,2222ρ
≥0 .............................. (3-35)
∆t≤
���
�
�∆+++
∆
++−xhkkk
xc
n
ji
n
ji
n
ji..22
..
,21
,221
,,2,21
,2
222ρ
..................................................... (3-36)
47
Keterangan :
n
jik
,21
,2 − =
( ) ( )2
,12,2n
jinn
jin TkTk −+
n
jik
,21
,2 + =
( ) ( )2
,12,2n
jinn
jin TkTk ++
n
jik
21
,,2 + =
( ) ( )2
1,2,2nji
nnji
n TkTk ++
3.3.5 Kasus kelima
Kasus kelima yaitu pada bagian dalam bahan kedua (bahan berbangkit
energi), terjadi pada node 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 24, 32, 35, 43, 46, 54,
57, 65, 68, 76, 79, 87, 90, 98, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109. Pada
kasus kelima ini diambil node 105 sebagai perwakilan untuk menentukan
persamaan numerik.
Gambar 3.8 Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada bagian dalam bahan kedua (berbangkit energi)
∆∆∆∆x i,j+1 i+1,j ∆∆∆∆y i,j-1
Bahan II ρρρρ2,c2,k2
∆x = ∆y i,j
qkond1
qkond2
qkond4
∆∆∆∆x
qkond3
∆∆∆∆y
i-1,j
48
Dengan mempergunakan prinsip kesetimbangan energi :
1kondq = .,
21
,2
n
jik
−( )1.y∆ .
x
TT nji
nji
∆−− ,,1
2kondq = .21
,,2
n
jik
+( )1.x∆ .
y
TT nji
nji
∆−+ ,1,
3kondq = .,
21
,2
n
jik
+( )1.y∆ .
x
TT nji
nji
∆−+ ,,1
4kondq = .21
,,2
n
jik
−( )1.x∆ .
y
TT nji
nji
∆−− ,1,
[ ]qΣ + [ ]Vq.� = 222 .. νρ c .tT
∆∆
........................................................................ (3-37)
.,
21
,2
n
jik
−( )1.y∆ .
x
TT nji
nji
∆−− ,,1 + .
21
,,2
n
jik
+( )1.x∆ .
y
TT nji
nji
∆−+ ,1, + .
,21
,2
n
jik
+( )1.y∆ .
x
TT nji
nji
∆−+ ,,1 +
.21
,,2
n
jik
−( )1.x∆ .
y
TT nji
nji
∆−− ,1, + [ ]yxq ∆∆ ..� = .... 22 yxc ∆∆ρ
t
TT nji
nji
∆−+
,1
, ............... (3-38)
Bila x∆ = y∆ , maka persamaan (3-38) menjadi :
.,
21
,2
n
jik
−( )n
jin
ji TT ,,1 −− + .21
,,2
n
jik
+( )n
jinji TT ,1, −+ + .
,21
,2
n
jik
+( )n
jin
ji TT ,,1 −+ + .21
,,2
n
jik
−
( )nji
nji TT ,1, −− + [ ]2. xq ∆� =
t
TTxc
nji
nji
∆−
∆+
,1
,222 ...ρ ................................................. (3-39)
Maka :
1,
+njiT = .
.. 222 xct∆
∆ρ �
�
���
�∆++++ −
−+
++
+−
−
21,
21
,,2,1
,21
,21,
21
,,2,1
,21
,2..... xqTkTkTkTk n
jin
ji
nji
n
ji
nji
n
ji
nji
n
ji�
+���
�
���
�
���
�
�+++
∆∆−
−++−
n
ji
n
ji
n
ji
n
jikkkk
xct
21
,,2,21
,221
,,2,21
,2222 ..
1ρ
njiT , ............................. (3-40)
49
Syarat Stabilitas :
���
�
���
�
���
�
�+++
∆∆−
−++−
n
ji
n
ji
n
ji
n
jikkkk
xct
21
,,2,21
,221
,,2,21
,2222 ..
1ρ
≥ 0 ................................ (3-41)
∆t ≤
���
�
�+++
∆
−++−
n
ji
n
ji
n
ji
n
jikkkk
xc
21
,,2,21
,221
,,2,21
,2
222 ..ρ
....................................................... (3-42)
Keterangan :
n
jik
,21
,2 − =
( ) ( )2
,12,2n
jinn
jin TkTk −+
n
jik
,21
,2 + =
( ) ( )2
,12,2n
jinn
jin TkTk ++
n
jik
21
,,2 − =
( ) ( )2
1,2,2nji
nnji
n TkTk −+ n
jik
21
,,2 + =
( ) ( )2
1,2,2nji
nnji
n TkTk ++
3.3.6 Kasus keenam
Kasus keenam yaitu pada sudut bahan kedua (bahan berbangkit energi)
yang bersinggungan dengan fluida, terjadi pada node 1, 11, 111, 121. Pada kasus
keenam ini diambil node 1 sebagai perwakilan untuk menentukan persamaan
numerik.
50
Gambar 3.9 Kesetimbangan energi pada volume kontrol pada sudut bahan kedua (berbangkit energi) yang bersinggungan dengan fluida)
Dengan mempergunakan prinsip kesetimbangan energi :
1kondq = .21
,,2
n
jik
+ �
�
�
� ∆1.
2x
. y
TT nji
nji
∆−+ ,1,
2kondq = .,
21
,2
n
jik
+ �
�
�
� ∆1.
2y
. x
TT nji
nji
∆−+ ,,1
1convq = .h ��
�
� ∆1.
2y
. ( )njiTT ,−∞
2convq = .h ��
�
� ∆1.
2x
. ( )njiTT ,−∞
[ ]qΣ + [ ]Vq.� = 222 .. νρ c .tT
∆∆
............................................................................. (3-43)
.21
,,2
n
jik
+��
�
� ∆1.
2x
.y
TT nji
nji
∆−+ ,1, + .
,21
,2
n
jik
+��
�
� ∆1.
2y
.x
TT nji
nji
∆−+ ,,1 + .h �
�
�
� ∆1.
2y
. ( )njiTT ,−∞ +
.h ��
�
� ∆1.
2x
. ( )njiTT ,−∞ + ��
���
� ∆∆2
.2
.yx
q� =2
.2
.. 22
yxc
∆∆ρ .t
TT nji
nji
∆−+
,1
, ................... (3-44)
∆∆∆∆x i,j+1 qkond1 T∞, h i,j qconv2 ½ ∆∆∆∆x
Bahan II ρ2,c2,k2
∆x = ∆y
qconv1
i+1,j
½ ∆∆∆∆y
∆∆∆∆y
qkond2
51
Bila x∆ = y∆ , maka persamaan (3-44) menjadi :
.21
21
,,2
n
jik
+( )n
jinji TT ,1, −+ + n
jik
,21
,221
+. ( )n
jin
ji TT ,,1 −+ + .. xh ∆ ( )njiTT ,−∞ + �
�
���
� ∆4
.2x
q� =
.4
..2
22x
c∆ρ
t
TT nji
nji
∆−+
,1
, ................................................................................... (3-45)
Maka :
1,
+njiT = .
.. 222 xct∆
∆ρ �
�
���
�∆+∆++ ∞+
++
+
2,1
,21
,21,
21
,,2....4.2.2 xqTxhTkTk n
jin
ji
nji
n
ji� +
���
�
���
�
���
�
�∆++
∆∆−
++xhkk
xct n
ji
n
ji..422.
..1
,21
,221
,,2222ρ
njiT , ......................................... (3-46)
Syarat Stabilitas :
���
�
���
�
���
�
�∆++
∆∆−
++xhkk
xct n
ji
n
ji..422.
..1
,21
,221
,,2222ρ
≥ 0 ......................................... (3-47)
∆t ≤
���
�
�∆++
∆
++xhkk
xc
n
ji
n
ji..422.
..
,21
,221
,,2
222ρ
............................................................... (3-48)
Keterangan :
n
jik
21
,,2 + =
( ) ( )2
1,2,2nji
nnji
n TkTk ++
n
jik
,21
,2 + =
( ) ( )2
,12,2n
jinn
jin TkTk ++
52
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Benda Uji
Benda uji terbuat dari logam dengan bentuk penampang segi empat. Benda
uji termasuk benda komposit yaitu : benda yang tersusun atas dua lapis bahan
yang berbeda. Bahan I : aluminium dan bahan II : tembaga. Bahan I adalah bahan
yang tidak berbangkit energi. Bahan II adalah bahan berbangkit energi.
Ukuran benda : LxLx1m, L = 10 cm. Benda uji dibagi menjadi 120 elemen,
dengan tebal elemen 0,01 m, maka ada 121 titik.
Gambar 4.1 Benda Uji
0,06 m
0,06 m
0,1 m
1 m
y
x
0,1 m
diisolasi
diisolasi
T∞, h
T∞, h
T∞, h
T∞, h
53
4.2 Peralatan Pendukung Penelitian
Ada dua macam peralatan pendukung penelitian, yaitu perangkat keras dan
perangkat lunak, sebagai berikut :
a. Perangkat keras :
- Komputer PC Pentium 2,4 GHz dengan RAM 512 MB
- Printer
b. Perangkat lunak :
- MS Excel 2003
- MS Word 2003
4.3 Metode Penelitian
Metode yang dipakai adalah metode komputasi dengan mempergunakan
metode beda hingga cara eksplisit.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan metode beda hingga
cara eksplisit adalah sebagai berikut :
a. Benda uji dibagi menjadi elemen-elemen kecil dan suhu-suhu pada elemen
kecil ditentukan dari perhitungan. Suhu pada elemen kecil tersebut
diwakili dengan suhu node untuk elemen kecil tersebut.
b. Menuliskan persamaan numerik pada setiap node dengan metode beda
hingga cara eksplisit, berdasarkan prinsip kesetimbangan energi.
c. Membuat programnya sesuai dengan bahasa pemrograman yang
diperlukan.
54
4.4 Variasi yang Dilakukan
Variasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah :
a. Nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h), W/m2.°C.
b. Besar energi pembangkitan ( q� ), W/m3.
4.5 Cara Pengambilan Data
Cara pengambilan data, dilakukan dengan membuat program terlebih
dahulu sesuai dengan metode yang dipakai. Setelah selesai pembuatan program,
input program yang berupa koefisien perpindahan kalor konveksi dan besar energi
pembangkitan yang divariasikan. Hasil perhitungan dicatat untuk memperoleh
data-data penelitian. Hasil penelitian bisa dimasukkan dalam tabel 4-1. Tabel 4-1
memperlihatkan contoh bahwa penelitian mengambil beberapa kasus dengan nilai
h dan q� yang bervariasi.
Tabel 4-1 Contoh Penelitian Dengan Nilai Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h) dan Besar Energi Pembangkitan ( q� ) Yang Bervariasi
h q� T1 T2 T3 T4 ... ... ... T120 T121 No. W/m2.°C MW/m3 °C °C °C °C °C °C °C °C °C
1 500 5 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 2 600 5 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 3 700 5 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 4 800 5 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 5 900 5 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 6 1000 5 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 7 1000 10 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 8 1000 15 ... ... ... ... ... ... ... ... ... 9 1000 20 ... ... ... ... ... ... ... ... ...
10 1000 25 ... ... ... ... ... ... ... ... ...
55
4.6 Cara Pengolahan Data
Dari perhitungan yang dilakukan dengan bahasa pemrograman yang sesuai
oleh komputer didapatkan data-data suhu pada titik-titik yang dipilih pada benda
padat komposit dua dimensi, (a) data-data tersebut kemudian diolah dengan MS
Excel sehingga didapatkan tampilan gambar dalam bentuk grafik dan dari grafik
itu dapat dengan mudah disimpulkan hasilnya (b) data-data tersebut dipergunakan
untuk mencari laju aliran panas sesuai dengan persamaan yang ada.
56
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Perhitungan
Untuk penganalisaan, grafik yang akan dianalisa adalah :
a. Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node yang terletak
pada satu baris (diambil node 56 sampai 66) dalam proses pendinginan.
b. Perjalanan suhu saat tertentu pada beberapa node yang terletak pada satu
baris (diambil node 56 sampai 66) dalam proses pendinginan.
c. Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada beberapa node yang terletak
pada satu baris (diambil node 56 sampai dengan 66) dalam proses
pemanasan.
d. Perjalanan suhu saat tertentu pada beberapa node yang terletak pada satu
baris (diambil node 56 sampai 66) dalam proses pemanasan.
e. Energi kalor yang dilepas maupun yang diterima oleh benda uji.
5.2.1 Distribusi Suhu pada Benda dengan h yang Bervariasi
Fluida yang berada di sekeliling benda memiliki nilai koefisien
perpindahan panas konveksi (h) tertentu. Pada bagian ini nilai koefisien
perpindahan panas konveksi (h) tersebut divariasikan untuk melihat pengaruh
perubahan suhu pada setiap node dari waktu ke waktu terhadap variasi koefisien
perpindahan panas konveksi.
Bahan benda uji merupakan bahan komposit, dipilih bahan pertama adalah
aluminium sedangkan bahan kedua adalah tembaga. Pada bahan kedua terdapat
energi pembangkitan sebesar 10 MW/m3.
57
Tabel 5.1 Tabel nilai-nilai yang mempengaruhi sifat-sifat logam Bahan ρ (kg/m³) cp (J/kg.°C)
Aluminium 2707 896 Tembaga 8954 383,1
Variasi nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) dipilih :
a. h = 500 W/m².°C
b. h = 600 W/m².°C.
c. h = 700 W/m².°C
d. h = 800 W/m².°C
e. h = 900 W/m².°C
f. h = 1000 W/m².°C
Pada Gambar 5.1 sampai dengan Gambar 5.6 ditampilkan perjalanan suhu
pada beberapa node (node 56 sampai 66), dengan nilai q = 10 MW/m³ dan variasi
nilai h = 500 W/m².°C, h = 600 W/m².°C, h = 700 W/m².°C, h = 800 W/m².°C, h
= 900 W/m².°C, h = 1000 W/m².°C dalam beberapa waktu tertentu, dengan
komposisi bahan aluminium-tembaga.
&
58
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 10 MW/m³, h = 500 W/m².°Cbahan I = aluminium, bahan II = tembaga
90100 110 120 130 140 150 160
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.1 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 10 MW/m³, h = 600 W/m².°Cbahan I = aluminium, bahan II = tembaga
90 100 110 120 130 140 150 160
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
,°C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.2 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda
59
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 10 MW/m³, h = 700 W/m².°Cbahan I = aluminium, bahan II = tembaga
90100 110 120 130 140 150 160
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.3 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 10 MW/m³, h = 800 W/m².°Cbahan I = aluminium, bahan II = tembaga
90100 110 120 130 140 150 160
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.4 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda
60
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 10 MW/m³, h = 900 W/m².°Cbahan I = aluminium, bahan II = tembaga
90100 110 120 130 140 150 160
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.5 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 10 MW/m³, h = 1000 W/m².°Cbahan I = aluminium, bahan II = tembaga
90100 110 120 130 140 150 160
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.6 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda
61
Bila perjalanan suhu pada node 56 sampai 66 dibuat grafik pada saat t = 5
detik, t = 10 detik, t = 15 detik, t = 20 detik, t = 25 detik, t = 30 detik, untuk semua
variasi koefisien perpindahan panas konveksi (h), maka akan diperoleh grafik
seperti yang disajikan pada Gambar 5.7 sampai dengan Gambar 5.12.
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 10 MW/m³
103 104 105 106 107 108 109 110
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 Node
Suhu
, °C
h = 500 W/m².°C h = 600 W/m².°C h = 700 W/m².°C
h = 800 W/m².°C h = 900 W/m².°C h = 1000 W/m².°C
Gambar 5.7 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda saat t = 5 detik
62
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 10 MW/m³
109 110 111 112 113 114 115 116 117 118
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
h = 500 W/m².°C h = 600 W/m².°C h = 700 W/m².°C
h = 800 W/m².°C h = 900 W/m².°C h = 1000 W/m².°C
Gambar 5.8 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda saat t = 10 detik
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 10 MW/m³
114
116
118
120
122
124
126
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
h = 500 W/m².°C h = 600 W/m².°C h = 700 W/m².°C
h = 800 W/m².°C h = 900 W/m².°C h = 1000 W/m².°C
Gambar 5.9 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda saat t = 15 detik
63
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
Ti= 100°C, T∞ = 30°C, q = 10 MW/m³
118120122124126128130132134
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
h = 500 W/m².°C h = 600 W/m².°C h = 700 W/m².°C
h = 800 W/m².°C h = 900 W/m².°C h = 1000 W/m².°C
Gambar 5.10 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda saat t = 20 detik
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 10 MW/m³
120
125 130
135 140
145
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
h = 500 W/m².°C h = 600 W/m².°C h = 700 W/m².°C
h = 800 W/m².°C h = 900 W/m².°C h = 1000 W/m².°C
Gambar 5.11 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda saat t = 25 detik
64
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 10 MW/m³
125
130
135
140
145
150
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
h = 500 W/m².°C h = 600 W/m².°C h = 700 W/m².°C
h = 800 W/m².°C h = 900 W/m².°C h = 1000 W/m².°C
Gambar 5.12 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda saat t = 30 detik 5.2.2 Distribusi Suhu pada Benda Uji dengan Energi Pembangkitan ( )
yang Bervariasi q&
Pada benda uji terdapat energi dalam yang dibangkitkan, yaitu terletak
pada bahan II. Pada bagian ini, energi pembangkitan yang terdapat pada bahan II
tersebut divariasikan untuk menentukan pengaruh perubahan suhu di setiap node
dari waktu ke waktu terhadap besar energi pembangkitan per satuan volume ( ).
Pada pengujian ini dipilih bahan I adalah aluminium, dan bahan II adalah tembaga.
Fluida di sekeliling benda dipertahankan tetap pada suhu 30°C dengan koefisien
perpindahan panas konveksi (h) sebesar 500 W/m².°C. Pada bahan II terdapat
energi pembangkitan per satuan volume ( ) yang divariasikan.
q&
q&
Variasi besarnya energi pembangkitan per satuan volume pada bahan II :
a. = 0 MW/m³ q&
b. = 5 MW/m³ q&
65
c. = 10 MW/m³ q&
d. = 15 MW/m³ q&
e. = 20 MW/m³ q&
f. = 25 MW/m³ q&
Pada Gambar 5.13 sampai dengan Gambar 5.19 ditampilkan perjalanan
suhu pada beberapa node (node 56 sampai 66), dengan nilai h = 500 W/m².°C dan
variasi nilai energi yang dibangkitkan per satuan volume antara lain = 0 MW/m³,
= 5 MW/m³, = 10 MW/m³, = 15 MW/m³, = 20 MW/m³, = 25 MW/m³
dalam beberapa waktu tertentu, dengan komposisi bahan aluminium-tembaga.
q&
q& q& q& q& q&
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 0 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
80
85
90 95
100
105
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.13 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda
66
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 0 MW/m³, h = 500W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
0 10 20 30 40 50 60
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 180 detik t = 240 detik t = 300 detik t = 420 detik t = 540 detik t = 720 detik
Gambar 5.14 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 5 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
95100 105 110 115 120 125
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik
t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.15 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda
67
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 10 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
90100 110 120 130 140 150 160
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik
t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.16 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 15 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
90110 130 150 170 190
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik
t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.17 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda
68
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 20 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
90110 130 150 170 190 210 230 250
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik
t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.18 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 25 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
90110130150170190210230250270
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik
t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.19 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda
Bila perjalanan suhu pada node 56 sampai 66 dibuat grafik pada saat t = 5
detik, t = 10 detik, t = 15 detik ,t = 20 detik, t = 25 detik, t = 30 detik untuk semua
variasi besar energi dalam yang dibangkitkan per satuan volume pada bahan II,
69
maka akan diperoleh grafik seperti yang disajikan pada Gambar 5.20 sampai
dengan Gambar 5.25.
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
90
100
110
120
130
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
q = 0 MW/m³ q = 5 MW/m³ q = 10 MW/m³ q = 15 MW/m³ q = 20 MW/m³ q = 25 MW/m³
Gambar 5.20 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda saat t = 5 detik
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
90 100 110 120 130 140 150 160
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
q = 0 MW/m³ q = 5 MW/m³ q = 10 MW/m³ q = 15 MW/m³ q = 20 MW/m³ q = 25 MW/m³
Gambar 5.21 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda saat t = 10 detik
70
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
90100 110 120 130 140 150 160 170 180
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
q = 0 MW/m³ q = 5 MW/m³ q = 10 MW/m³ q = 15 MW/m³ q = 20 MW/m³ q = 25 MW/m³
Gambar 5.22 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda saat t = 15 detik
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, h = 500 W /m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
8095
110 125 140 155 170 185 200
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
q = 0 MW/m³ q = 5 MW/m³ q = 10 MW/m³ q = 15 MW/m³ q = 20 MW/m³ q = 25 MW/m³
Gambar 5.23 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda saat t = 20 detik
71
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
80100 120 140 160 180 200 220
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
q = 0 MW/m³ q = 5 MW/m³ q = 10 MW/m³ q = 15 MW/m³ q = 20 MW/m³ q = 25 MW/m³
Gambar 5.24 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda saat t = 25 detik
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
80 100 120 140 160 180 200 220 240
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
q = 0 MW/m³ q = 5 MW/m³ q = 10 MW/m³ q = 15 MW/m³ q = 20 MW/m³ q = 25 MW/m³
Gambar 5.25 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda saat t = 30 detik
72
5.2.3 Variasi Perlakuan Pemanasan pada Benda Uji
Pengaruh nilai koefisien perpindahan panas konveksi dan besarnya energi
yang dibangkitkan per satuan volume terhadap distribusi suhu dari waktu ke
waktu akan dilihat pada penelitian ini. Pada penelitian ini digunakan suhu fluida
100°C yang dipertahankan tetap, sedangkan suhu awal benda 30°C. Besarnya nilai
koefisien perpindahan panas konveksi (h) yang digunakan sebagai berikut : h =
500 W/m².°C, h = 600 W/m².°C, h = 700 W/m².°C, h = 800 W/m².°C, h = 900
W/m².°C, h = 1000 W/m².°C, dan besarnya energi pembangkitan ( ) antara lain :
= 0 MW/m³, = 5 MW/m³, = 10 MW/m³, = 15 MW/m³, q = 20 MW/m³,
= 25 MW/m³..
q&
q& q& q& q& &
q&
Variasi nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h), dipilih :
1. h = 500 W/m².°C
2. h = 600 W/m².°C
3. h = 700 W/m².°C
4. h = 800 W/m².°C
5. h = 900 W/m².°C
6. h = 1000 W/m².°C
Pada Gambar 5.26 sampai dengan Gambar 5.31 ditampilkan perjalanan
suhu pada beberapa node (node 56 sampai 66) dengan nilai q = 10 MW/m³ dan
variasi nilai h sebagai berikut : h = 500 W/m².°C, h = 600 W/m².°C, h = 700
W/m².°C, h = 800 W/m².°C, h = 900 W/m².°C, h = 1000 W/m².°C dalam
beberapa waktu tertentu, komposisi bahan aluminium-tembaga.
&
73
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 10 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
20
40
60 80
100
120
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.26 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 10 MW/m³, h = 600 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
20
40
60 80
100
120
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.27 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda
74
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 10 MW/m³, h = 700 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
20
40
60 80
100
120
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.28 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 10 MW/m³, h = 800 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
20
40
60 80
100
120
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.29 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda
75
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 10 MW/m³, h = 900 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
20
40
60 80
100
120
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.30 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 10 MW/m³, h = 1000 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
20
40
60 80
100
120
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.31 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda
76
Bila perjalanan suhu pada node 56 sampai 66 dibuat grafik pada saat t = 5
detik, t = 10 detik, t = 15 detik, t = 20 detik, t = 25 detik, t = 30 detik untuk semua
variasi koefisien perpindahan panas konveksi (h), maka akan diperoleh grafik
seperti disajikan pada Gambar 5.32 sampai dengan Gambar 5.37.
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 10 MW/m³
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
30 33 36 39 42 45 48
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
h = 500 W/m².°C h = 600 W/m².°C h = 700 W/m².°C
h = 800 W/m².°C h = 900 W/m².°C h = 1000 W/m².°C
Gambar 5.32 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda saat t = 5 detik
77
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 10 MW/m³
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
30 35 40 45 50 55 60 65 70
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
h = 500 W/m².°C h = 600 W/m².°C h = 700 W/m².°C
h = 800 W/m².°C h = 900 W/m².°C h = 1000 W/m².°C
Gambar 5.33 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda saat t = 10 detik
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 10 MW/m³
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
30354045505560657075
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
h = 500 W/m².°C h = 600 W/m².°C h = 700 W/m².°C
h = 800 W/m².°C h = 900 W/m².°C h = 1000 W/m².°C
Gambar 5.34 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda saat t = 15 detik
78
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 10 MW/m³
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
70 72 74 76 78 80 82 84 86 88 90
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
h = 500 W/m².°C h = 600 W/m².°C h = 700 W/m².°C
h = 800 W/m².°C h = 900 W/m².°C h = 1000 W/m².°C
Gambar 5.35 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda saat t = 20 detik
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 10 MW/m³
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
80 82 84 86 88 90 92 94 96 98
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
h = 500 W/m².°C h = 600 W/m².°C h = 700 W/m².°C
h = 800 W/m².°C h = 900 W/m².°C h = 1000 W/m².°C
Gambar 5.36 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda saat t = 25 detik
79
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 10 MW/m³
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
90 92 94 96 98
100 102 104 106 108
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
h = 500 W/m².°C h = 600 W/m².°C h = 700 W/m².°C
h = 800 W/m².°C h = 900 W/m².°C h = 1000 W/m².°C
Gambar 5.37 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda saat t = 30 detik
Pada pengujian ini dipilih bahan I adalah aluminium, sedangkan bahan II
adalah tembaga. Fluida di sekeliling benda dipertahankan tetap pada suhu 100°C
dengan koefisien perpindahan panas konveksi h sebesar 500 W/m².°C. Pada
bahan II terdapat energi pembangkitan per satuan volume ( ) yang divariasikan. q&
Variasi besarnya energi pembangkitan per satuan volume pada bahan II :
1. q = 0 MW/m³ &
2. q = 5 MW/m³ &
3. q = 10 MW/m³ &
4. q = 15 MW/m³ &
5. q = 20 MW/m³ &
6. q = 25 MW/m³ &
80
Pada Gambar 5.38 sampai dengan Gambar 5.43 ditampilkan perjalanan
suhu pada beberapa node (node 56 sampai 66) dengan nilai h = 500 W/m².°C dan
variasi nilai energi yang dibangkitkan antara lain q = 0 MW/m³, = 5 MW/m³,
= 10 MW/m³, q = 15 MW/m³, = 20 MW/m³, = 25 MW/m³ dalam beberapa
waktu tertentu, dengan komposisi bahan aluminium-tembaga.
& q&
q& & q& q&
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 0 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
25
30
35
40
45
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
. Gambar 5.38 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda
81
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 5 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
20 30 40 50 60 70 80
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.39 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 10 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
20
40
60 80
100
120
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.40 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda
82
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 15 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
20 40 60 80
100 120 140 160
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.41 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama benda
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 20 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
20 40 60 80
100 120 140 160 180 200
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.42 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda
83
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 25 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
20 40 60 80
100 120 140 160 180 200 220
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
t = 0 detik t = 5 detik t = 10 detik t = 15 detik t = 20 detik t = 25 detik t = 30 detik t = 35 detik
Gambar 5.43 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda Bila perjalanan suhu pada node 56 sampai 66 dibuat grafik pada saat t = 5
detik, t = 10 detik, t = 15 detik ,t = 20 detik, t = 25 detik, t = 30 detik untuk semua
variasi besar energi dalam yang dibangkitkan pada bahan II, maka akan diperoleh
grafik seperti disajikan pada Gambar 5.44 sampai dengan Gambar 5.49.
84
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
20
30
40
50
60
70
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
q = 0 MW/m³ q = 5 MW/m³ q = 10 MW/m³ q = 15 MW/m³ q = 20 MW/m³ q = 25 MW/m³
Gambar 5.44 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda saat t = 5 detik
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
20 30 40 50 60 70 80 90
100
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
q = 0 MW/m³ q = 5 MW/m³ q = 10 MW/m³ q = 15 MW/m³ q = 20 MW/m³ q = 25 MW/m³
Gambar 5.45 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda saat t = 10 detik
85
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
20 40 60 80
100 120 140
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
q = 0 MW/m³ q = 5 MW/m³ q = 10 MW/m³ q = 15 MW/m³ q = 20 MW/m³ q = 25 MW/m³
Gambar 5.46 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda saat t = 15 detik
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
20 40 60 80
100 120 140 160
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
q = 0 MW/m³ q = 5 MW/m³ q = 10 MW/m³ q = 15 MW/m³ q = 20 MW/m³ q = 25 MW/m³
Gambar 5.47 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda saat t = 20 detik
86
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
20 40 60 80
100 120 140 160 180
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
q = 0 MW/m³ q = 5 MW/m³ q = 10 MW/m³ q = 15 MW/m³ q = 20 MW/m³ q = 25 MW/m³
Gambar 5.48 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda saat t = 25 detik
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
20 40 60 80
100 120 140 160 180 200
56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66Node
Suhu
, °C
q = 0 MW/m³ q = 5 MW/m³ q = 10 MW/m³ q = 15 MW/m³ q = 20 MW/m³ q = 25 MW/m³
Gambar 5.49 Perjalanan suhu dari waktu ke waktu pada sumbu utama
benda saat t = 30 detik
87
5.3 Perhitungan Laju Aliran Kalor
Pada perhitungan ini, diambil pada saat benda didinginkan dengan suhu
fluida (T∞ = 30°C), dengan suhu awal benda mula-mula : 100°C pada saat 0 detik
dengan harga koefisien perpindahan panas konveksi (h) sebesar 500 W/m².°C.
Dengan persamaan sebagai berikut :
Q = 4 ( 1110987654321 qqqqqqqqqqq ++++++++++ )
= h.A1q 1.(T∞ - Ts)
= 500 W/m².°C.1q ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
2101.0 mxm . ( )10030− °C
= - 175 W 1q
= h.A2q 2.(T∞ - Ts)
= 500 W/m².°C. .2q ( )mxm 101,0 ( )10030− °C
= - 350 W 2q
= h.A3q 2.(T∞ - Ts)
= 500 W/m².°C. .3q ( )mxm 101,0 ( )10030− °C
= - 350 W 3q
= h.A4q 2.(T∞ - Ts)
= 500 W/m².°C. .4q ( )mxm 101,0 ( )10030− °C
= - 350 W 4q
= h.A5q 2.(T∞ - Ts)
= 500 W/m².°C. .5q ( )mxm 101,0 ( )10030− °C
88
= - 350 W 5q
= h.A6q 2.(T∞ - Ts)
= 500 W/m².°C. .6q ( )mxm 101,0 ( )10030− °C
= - 350 W 6q
= h.A7q 2.(T∞ - Ts)
= 500 W/m².°C. .7q ( )mxm 101,0 ( )10030− °C
= - 350 W 7q
8q = h.A2.(T∞ - Ts)
= 500 W/m².°C. .8q ( )mxm 101,0 ( )10030− °C
= - 350 W 8q
= h.A9q 2.(T∞ - Ts)
= 500 W/m².°C. .9q ( )mxm 101,0 ( )10030− °C
= - 350 W 9q
= h.A10q 2.(T∞ - Ts)
= 500 W/m².°C.10q ( )mxm 101,0 . ( )10030− °C
= - 350 W 10q
= h.A11q 1.(T∞ - Ts)
= 500 W/m².°C.11q ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
2101.0 mxm . ( )10030− °C
= - 175 W 11q
89
Jadi kalor yang dilepas sebesar :
Q = 4 [ ]1110987654321 qqqqqqqqqqq ++++++++++
Q = 4 [ ]175350350350350350350350350350175 −−−−−−−−−−−
Q = -14000 W
Besar kalor yang dilepas adalah 14000 W. Pada hasil perhitungan
diperoleh hasil yang negatif (-), hal ini dikarenakan benda melepas kalor dengan
keadaan suhu benda lebih tinggi daripada suhu lingkungan. Untuk lebih
mengetahui besar kalor yang dilepas benda dalam proses pendinginan, dengan
pembangkitan atau tanpa pembangkitan, dapat dilihat pada Gambar 5.50 sampai
dengan Gambar 5.56.
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 0 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
02000400060008000
10000120001400016000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
Gambar 5.50 Laju perpindahan kalor dengan nilai h = 500 W/m².°C tanpa
pembangkitan dari waktu ke waktu
90
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 0 MW/m³, h = 800 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
0
5000
10000
15000
20000
25000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
Gambar 5.51 Laju perpindahan kalor dengan nilai h = 800 W/m².°C tanpa
pembangkitan dari waktu ke waktu
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 0 MW/m³, h = 1000 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
Gambar 5.52 Laju perpindahan kalor dengan nilai h = 1000 W/m².°C tanpa
pembangkitan dari waktu ke waktu
91
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 10 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
Gambar 5.53 Laju perpindahan kalor dengan nilai h = 500 W/m².°C dengan
pembangkitan 10 MW/m³ dari waktu ke waktu
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 10 MW/m³, h = 1000 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
Gambar 5.54 Laju perpindahan kalor dengan nilai h = 1000 W/m².°C dengan
pembangkitan 10 MW/m³ dari waktu ke waktu
92
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 20 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
0 20000 40000 60000 80000
100000 120000 140000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
Gambar 5.55 Laju perpindahan kalor dengan nilai h = 500 W/m².°C dengan
pembangkitan 20 MW/m³ dari waktu ke waktu
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 20 MW/m³, h = 1000 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
0 20000 40000 60000 80000
100000 120000 140000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
Gambar 5.56 Laju perpindahan kalor dengan nilai h = 1000 W/m².°C dengan
pembangkitan 20 MW/m³ dari waktu ke waktu
93
Untuk lebih mengetahui besar kalor yang diterima benda dalam proses
pemanasan, dengan pembangkitan atau tanpa pembangkitan, dapat dilihat pada
Gambar 5.57 sampai dengan Gambar 5.63.
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 0 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
02000400060008000
10000120001400016000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
Gambar 5.57 Laju perpindahan kalor dengan nilai h = 500 W/m².°C
tanpa pembangkitan dari waktu ke waktu
94
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 0 MW/m³, h = 800 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
0
5000
10000
15000
20000
25000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
Gambar 5.58 Laju perpindahan kalor dengan nilai h = 800 W/m².°C
tanpa pembangkitan dari waktu ke waktu
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 0 MW/m³, h = 1000 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
040008000
120001600020000240002800032000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
Gambar 5.59 Laju perpindahan kalor dengan nilai h = 1000 W/m².°C
tanpa pembangkitan dari waktu ke waktu
95
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 10 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
07000
140002100028000350004200049000560006300070000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
Gambar 5.60 Laju perpindahan kalor dengan nilai h = 500 W/m².°C
pembangkitan 10 MW/m³ dari waktu ke waktu
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 10 MW/m³, h = 1000 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
07000
140002100028000350004200049000560006300070000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
Gambar 5.61 Laju perpindahan kalor dengan nilai h = 1000 W/m².°C
pembangkitan 10 MW/m³ dari waktu ke waktu
96
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 20 MW/m³, h = 500 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
0 14000280004200056000700008400098000
112000 126000 140000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
Gambar 5.62 Laju perpindahan kalor dengan nilai h = 500 W/m².°C
pembangkitan 20 MW/m³ dari waktu ke waktu
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 20 MW/m³, h = 1000 W/m².°C
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
0 14000280004200056000700008400098000
112000 126000 140000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
Gambar 5.63 Laju perpindahan kalor dengan nilai h = 1000 W/m².°C
pembangkitan 20 MW/m³ dari waktu ke waktu
97
Untuk lebih jelas mengetahui pengaruh nilai perpindahan panas konveksi
(h) dan nilai pembangkitan kalor dalam proses pemanasan maupun pendinginan
dapat dilihat pada Gambar 5.64 sampai dengan Gambar 5.69.
Pada proses pendinginan dimana T∞ = 30°C, Ti = 100°C
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 0 MW/m³
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
0300060009000
12000150001800021000240002700030000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
h = 500 W/m².°C h = 800 W/m².°C h = 1000 W/m².°C
Gambar 5.64 Laju perpindahan kalor tanpa energi pembangkitan dengan
variasi nilai h dari waktu ke waktu
98
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 10 MW/m³
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
07000
140002100028000350004200049000560006300070000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
h = 500 W/m².°C h = 1000 W/m².°C
Gambar 5.65 Laju perpindahan kalor dengan pembangkitan 10 MW/m³ dengan variasi nilai h dari waktu ke waktu
Ti = 100°C, T∞ = 30°C, q = 20 MW/m³
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
0 20000400006000080000
100000 120000 140000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
h = 500 W/m².°C h = 1000 W/m².°C
Gambar 5.66 Laju perpindahan kalor dengan pembangkitan 20 MW/m³ dengan variasi nilai h dari waktu ke waktu
99
Pada proses pemanasan dimana T∞ = 100°C, Ti = 30°C
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 0 MW/m³
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
0300060009000
12000150001800021000240002700030000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
h = 500 W/m².°C h = 800 W/m².°C h = 1000 W/m².°C
Gambar 5.67 Laju perpindahan kalor tanpa energi pembangkitan dengan
variasi nilai h dari waktu ke waktu
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 10 MW/m³
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
07000
140002100028000350004200049000560006300070000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
h = 500 W/m².°C h = 1000 W/m².°C
Gambar 5.68 Laju perpindahan kalor dengan pembangkitan 10 MW/m³ dengan variasi nilai h dari waktu ke waktu
100
Ti = 30°C, T∞ = 100°C, q = 20 MW/m³
bahan I = aluminium, bahan II = tembaga
0 12000 24000 36000 48000 60000 72000 84000 96000
108000 120000 132000 144000
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36Waktu (menit)
Kal
or, Q
(Wat
t)
h = 500 W/m².°C h = 1000 W/m².°C
Gambar 5.69 Laju perpindahan kalor dengan pembangkitan 20 MW/m³ dengan variasi nilai h dari waktu ke waktu
5.4 Pembahasan Proses Pendinginan Pada Benda Uji
5.4.1 Pembahasan Untuk Variasi I (Variasi Nilai h)
Setelah dilakukan variasi harga koefisien perpindahan panas konveksi (h),
didapatkan hasil yang cukup memuaskan. Untuk penjelasan pada beberapa node
selain node 61 dapat dilihat pada Gambar 5.1, 5.2, 5.3, 5.4, 5.5, dan 5.6. Pada
penelitian ini pembangkitan kalor pada bagian luar benda sebesar 10 MW/m³.
Data-data hasil penelitian juga ditampilkan dalam tabel, yaitu pada Tabel
5.2 sampai dengan Tabel 5.7.
101
Tabel 5.2 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan Nilai h = 500 W/m².°C Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 5 108,9 109,5 108,2 105,9 104,8 104,7 104,8 105,9 108,2 109,5 108,9
10 116,9 117,6 116,3 113,9 112,8 112,6 112,8 113,9 116,3 117,6 116,915 124,6 125,4 124,1 121,8 120,7 120,5 120,7 121,8 124,1 125,4 124,620 132,1 132,9 131,7 129,5 128,4 128,2 128,4 129,5 131,7 132,9 132,125 139,3 140,2 139,1 136,9 135,9 135,7 135,9 136,9 139,1 140,2 139,330 146,3 147,2 146,2 144,1 143,1 142,9 143,1 144,1 146,2 147,2 146,335 153 154 153,1 151 150 149,9 150 151 153,1 154 153
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.2 disajikan pada
Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan Nilai h = 600 W/m².°C Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 5 108,3 109 107,8 105,7 104,6 104,5 104,6 105,7 107,8 109 108,3
10 115,8 116,6 115,4 113,2 112,1 112 112,1 113,2 115,4 116,6 115,815 122,9 123,8 122,8 120,6 119,6 119,4 119,6 120,6 122,8 123,8 122,920 129,8 130,8 129,8 127,7 126,7 126,6 126,7 127,7 129,8 130,8 129,825 136,4 137,5 136,6 134,5 133,6 133,4 133,6 134,5 136,6 137,5 136,430 142,7 143,9 143,1 141,1 140,2 140 140,2 141,1 143,1 143,9 142,735 148,9 150,1 149,3 147,4 146,5 146,4 146,5 147,4 149,3 150,1 148,9
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.3 disajikan pada
Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan Nilai h = 700 W/m².°C Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 5 107,6 108,5 107,5 105,4 104,5 104,3 104,5 105,4 107,5 108,5 107,6
10 114,6 115,6 114,6 112,5 111,5 111,4 111,5 112,5 114,6 115,6 114,615 121,2 122,3 121,4 119,4 118,4 118,3 118,4 119,4 121,4 122,3 121,220 127,6 128,7 127,9 126 125 124,9 125 126 127,9 128,7 127,625 133,6 134,8 134,1 132,2 131,4 131,2 131,4 132,2 134,1 134,8 133,630 139,4 140,7 140 138,3 137,4 137,3 137,4 138,3 140 140,7 139,435 144,9 146,3 145,7 144 143,2 143 143,2 144 145,7 146,3 144,9
102
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.4 disajikan pada
Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan Nilai h = 800 W/m².°C Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 5 107 108 107,1 105,2 104,3 104,1 104,3 105,2 107,1 108 107
10 113,5 114,6 113,8 111,8 110,9 110,7 110,9 111,8 113,8 114,6 113,515 119,6 120,8 120,1 118,2 117,3 117,2 117,3 118,2 120,1 120,8 119,620 125,4 126,7 126,1 124,3 123,4 123,3 123,4 124,3 126,1 126,7 125,425 130,9 132,3 131,7 130 129,2 129,1 129,2 130 131,7 132,3 130,930 136,1 137,6 137,1 135,5 134,7 134,6 134,7 135,5 137,1 137,6 136,135 141,1 142,6 142,2 140,7 139,9 139,8 139,9 140,7 142,2 142,6 141,1
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.5 disajikan pada
Tabel 5.6.
Tabel 5.6 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan Nilai h = 900 W/m².°C Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 5 106,4 107,5 106,8 105 104,1 104 104,1 105 106,8 107,5 106,4
10 112,4 113,7 113 111,1 110,3 110,1 110,3 111,1 113 113,7 112,415 118 119,4 118,8 117 116,2 116,1 116,2 117 118,8 119,4 118 20 123,3 124,8 124,3 122,6 121,8 121,7 121,8 122,6 124,3 124,8 123,325 128,3 129,8 129,4 127,9 127,1 127 127,1 127,9 129,4 129,8 128,330 133 134,6 134,3 132,8 132,1 132 132,1 132,8 134,3 134,6 133 35 137,4 139,1 138,9 137,5 136,8 136,7 136,8 137,5 138,9 139,1 137,4
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.6 disajikan pada
Tabel 5.7.
Tabel 5.7 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan Nilai h = 1000 W/m².°C Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 5 105,8 107,1 106,4 104,7 103,9 103,8 103,9 104,7 106,4 107,1 105,8
10 111,3 112,7 112,2 110,5 109,7 109,5 109,7 110,5 112,2 112,7 111,315 116,5 118 117,5 115,9 115,2 115 115,2 115,9 117,5 118 116,520 121,3 122,9 122,5 121 120,3 120,2 120,3 121 122,5 122,9 121,325 125,8 127,5 127,2 125,8 125,1 125 125,1 125,8 127,2 127,5 125,830 130 131,8 131,6 130,3 129,6 129,5 129,6 130,3 131,6 131,8 130 35 134 135,8 135,7 134,5 133,9 133,8 133,9 134,5 135,7 135,8 134
103
Pada Tabel 5.2 sampai 5.7 dapat dilihat bahwa, semakin besar nilai
perpindahan panas konveksi (h) maka akan sangat mempengaruhi cepat
lambatnya proses pendinginan, seperti yang terlihat pada tabel diatas. Karena
adanya energi pembangkitan ( ) pada benda, juga akan mempengaruhi suhu
benda tersebut. Pada penelitian ini energi pembangkitan pada bagian luar benda,
sehingga suhu pada benda yang berbangkit energi akan lebih tinggi dari pada suhu
pada benda yang tidak berbangkit energi. Suhu benda berbangkit energi yang
bersentuhan langsung dengan fluida sedikit lebih rendah suhunya daripada suhu
benda berbangkit energi yang tidak bersentuhan dengan fluida. Hal ini terjadi
dikarenakan benda tersebut suhunya dipengaruhi oleh suhu fluida di sekitarnya
yang lebih rendah dari suhu benda berbangkit energi tersebut.
q&
5.4.2 Pembahasan Untuk Variasi II (Variasi Nilai q ) &
Setelah dilakukan variasi besarnya energi pembangkitan per satuan
volume pada bahan II (bagian luar) didapatkan hasil penelitian yang cukup
memuaskan. Untuk penjelasan pada beberapa node selain node 61 dapat dilihat
pada Gambar 5.13, 5.15, 4.16, 5.17, 5.18, 5.19. Pada penelitian ini harga koefisien
perpindahan panas konveksi (h) yang digunakan adalah 500 W/m².°C.
Data-data hasil penelitian juga ditampilkan dalam tabel, yaitu pada Tabel
5.8 sampai dengan Tabel 5.13.
104
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.13 disajikan pada
Tabel 5.8.
Tabel 5.8 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan Nilai q = 0 MW/m³ Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 5 97 97,7 98,3 98,9 99,1 99,2 99,1 98,9 98,3 97,7 97
10 94,8 95,5 96,1 96,7 97 97,1 97 96,7 96,1 95,5 94,815 92,7 93,4 94 94,6 94,9 94,9 94,9 94,6 94 93,4 92,720 90,7 91,3 91,9 92,5 92,8 92,8 92,8 92,5 91,9 91,3 90,725 88,7 89,3 89,9 90,5 90,7 90,8 90,7 90,5 89,9 89,3 88,730 86,8 87,4 88 88,5 88,8 88,8 88,8 88,5 88 87,4 86,835 85 85,5 86,1 86,6 86,9 86,9 86,9 86,6 86,1 85,5 85
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.15 disajikan pada
Tabel 5.9.
Tabel 5.9 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan Nilai q = 5 MW/m³ Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 5 102,9 103,6 103,2 102,4 102 101,9 102 102,4 103,2 103,6 102,9
10 105,9 106,5 106,2 105,3 104,9 104,8 104,9 105,3 106,2 106,5 105,915 108,7 109,4 109,1 108,2 107,8 107,7 107,8 108,2 109,1 109,4 108,720 111,4 112,1 111,8 111 110,6 110,5 110,6 111 111,8 112,1 111,425 114 114,7 114,5 113,7 113,3 113,3 113,3 113,7 114,5 114,7 114 30 116,5 117,3 117,1 116,3 115,9 115,9 115,9 116,3 117,1 117,3 116,535 119 119,8 119,6 118,8 118,5 118,4 118,5 118,8 119,6 119,8 119
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.16 disajikan pada
Tabel 5.10.
Tabel 5.10 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan Nilai q = 10 MW/m³ Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 5 108,9 109,5 108,2 105,9 104,8 104,7 104,8 105,9 108,2 109,5 108,9
10 116,9 117,6 116,3 113,9 112,8 112,6 112,8 113,9 116,3 117,6 116,915 124,6 125,4 124,1 121,8 120,7 120,5 120,7 121,8 124,1 125,4 124,620 132,1 132,9 131,7 129,5 128,4 128,2 128,4 129,5 131,7 132,9 132,125 139,3 140,2 139,1 136,9 135,9 135,7 135,9 136,9 139,1 140,2 139,330 146,3 147,2 146,2 144,1 143,1 142,9 143,1 144,1 146,2 147,2 146,335 153 154 153,1 151 150 149,9 150 151 153,1 154 153
105
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.17 disajikan pada
Tabel 5.11.
Tabel 5.11 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan Nilai q = 15 MW/m³ Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 5 114,9 115,4 113,1 109,4 107,7 107,4 107,7 109,4 113,1 115,4 114,9
10 128 128,6 126,4 122,5 120,6 120,4 120,6 122,5 126,4 128,6 128 15 140,6 141,4 139,2 135,4 133,6 133,3 133,6 135,4 139,2 141,4 140,620 152,8 153,7 151,7 148 146,2 145,9 146,2 148 151,7 153,7 152,825 164,6 165,6 163,7 160,1 158,4 158,1 158,4 160,1 163,7 165,6 164,630 176 177,2 175,3 171,9 170,2 169,9 170,2 171,9 175,3 177,2 176 35 187,1 188,3 186,6 183,2 181,6 181,3 181,6 183,2 186,6 188,3 187,1
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.18 disajikan pada
Tabel 5.12.
Tabel 5.12 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan Nilai q = 20 MW/m³ Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 5 120,8 121,3 118,1 112,9 110,5 110,1 110,5 112,9 118,1 121,3 120,8
10 139 139,7 136,4 131,1 128,5 128,1 128,5 131,1 136,4 139,7 139 15 156,6 157,4 154,3 149 146,5 146,1 146,5 149 154,3 157,4 156,620 173,5 174,5 171,6 166,4 164 163,6 164 166,4 171,6 174,5 173,525 189,9 191,1 188,3 183,3 180,9 180,5 180,9 183,3 188,3 191,1 189,930 205,8 207,1 204,5 199,6 197,2 196,9 197,2 199,6 204,5 207,1 205,835 221,1 222,6 220,1 215,3 213 212,7 213 215,3 220,1 222,6 221,1
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.19 disajikan pada
Tabel 5.13.
Tabel 5.13 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan Nilai q = 25 MW/m³ Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 5 126,8 127,2 123 116,4 113,3 112,9 113,3 116,4 123 127,2 126,8
10 150,1 150,8 146,5 139,6 136,3 135,8 136,3 139,6 146,5 150,8 150,115 172,5 173,4 169,4 162,6 159,4 158,9 159,4 162,6 169,4 173,4 172,520 194,2 195,3 191,5 184,9 181,7 181,2 181,7 184,9 191,5 195,3 194,225 215,2 216,5 212,9 206,4 203,3 202,8 203,3 206,4 212,9 216,5 215,230 235,5 237 233,6 227,2 224,2 223,7 224,2 227,2 233,6 237 235,535 255,2 256,9 253,7 247,4 244,4 243,9 244,4 247,4 253,7 256,9 255,2
106
Dalam variasi besarnya energi pembangkitan per satuan volume pada
bahan II, dapat dipastikan semakin besar energi pembangkitan maka akan semakin
besar pula suhu di setiap nodenya. Hal ini terjadi karena nilai energi
pembangkitan ( ) yang besar akan memberikan kalor yang besar pula. Akibat
kalor yang besar membuat suhu semakin tinggi. Semakin besar energi
pembangkitan ( ) yang diberikan, maka proses pendinginan akan sangat sulit
terjadi. Node yang berbatasan dengan fluida pendingin pun lama kelamaan juga
akan mengalami peningkatan suhu.
q&
q&
5.4.3 Pembahasan Mengenai Pengaruh Nilai Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h) dan Energi Pembangkitan Dalam ( ) q&
Pengaruh nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) dan energi
pembangkitan dalam ( q ) pada distribusi suhu dari waktu ke waktu dapat dilihat
pada Tabel 5.14.
&
107
Tabel 5.14 Pengaruh Nilai Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h) dan Energi Pembangkitan ( ) q&
Energi Pembangkit (MW/m³)
h (W/m².°C)
Suhu Terendah
(°C)
Waktu (detik)
5 500 99,32791 0,7 600 98,96985 0,9 700 98,54740 1,3 800 98,05530 1,7 900 97,48270 2,4 1000 96,80960 3,5
10 500 99,85785 0,2 600 99,69736 0,3 700 99,49393 0,4 800 99,25341 0,5 900 98,97944 0,6 1000 98,67452 0,7
15 500 100 0 600 99,94753 0,1 700 99,85943 0,2 800 99,71518 0,2 900 99,54806 0,3 1000 99,35441 0,3
20 500 100 0 600 100 0 700 100 0 800 99,93003 0,1 900 99,84841 0,1 1000 99,71706 0,2
25 500 100 0 600 100 0 700 100 0 800 100 0 900 99,99417 0,1 1000 99,91254 0,1
Pada Tabel 5.14 di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Semakin besar nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h), maka
semakin besar pula penurunan suhu yang terjadi pada setiap node.
Dengan nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) yang sama, tetapi
nilai energi pembangkitan per satuan volume lebih besar, maka suhu
terendah pada benda uji akan didapatkan pada waktu yang lebih singkat.
108
Dengan nilai energi pembangkitan per satuan volume yang semakin kecil
tapi harga koefisien perpindahan panas konveksi (h) yang semakin besar,
maka suhu setiap node akan turun lebih banyak dibandingkan dengan
energi pembangkitan per satuan volume yang lebih besar tapi nilai
koefisien perpindahan panas konveksi (h) yang lebih kecil.
Karena penelitian ini menggunakan energi pembangkit pada bagian luar
maka suhu-suhunya akan lebih cepat melewati suhu awalnya.
5.4.4 Pembahasan Mengenai Variasi Perlakuan Pemanasan Pada Benda Uji
5.4.4.1 Variasi Nilai Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h)
Setelah dilakukan variasi nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h),
didapatkan hasil penelitian yaitu waktu yang dibutuhkan node 61 tepat melewati
suhu 100°C, dengan energi pembangkitan = 10 MW/m³, Tq& i = 30°C, T∞ = 100°C
dapat dilihat pada Tabel 5.15.
Tabel 5.15 Waktu Yang Diperlukan Benda Uji Pada Node 61 Tepat Melewati 100°C
No. h (W/m².°C) Waktu (detik) 1 500 32,2 2 600 31,7 3 700 31,2 4 800 30,8 5 900 30,4 6 1000 30
Dari Tabel 5.15 dapat dilihat bahwa pada saat nilai koefisien perpindahan
panas konveksi (h) semakin besar, maka waktu yang diperlukan untuk mencapai
suhu tepat melewati 100°C semakin cepat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
besar kecilnya nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) akan sangat
mempengaruhi cepat lambatnya kenaikan suhu pada benda uji.
109
Untuk penjelasan pada beberapa node selain node 61 dapat dilihat pada
Gambar 5.26, 5.27, 5.28, 5.29, 5.30, 5.31.
Data-data hasil peneltian juga ditampilkan dalam tabel, yaitu pada Tabel
5.16 sampai dengan Tabel 5.21.
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.26 disajikan pada
Tabel 5.16.
Tabel 5.16 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan Nilai h = 500 W/m².°C Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 5 44,7 44,2 41,6 38,2 36,6 36,4 36,6 38,2 41,6 44,2 44,7
10 57,1 56,6 54 50,5 48,7 48,5 48,7 50,5 54 56,6 57,115 69 68,6 66,2 62,7 61 60,7 61 62,7 66,2 68,6 69 20 80,5 80,3 77,9 74,5 72,9 72,7 72,9 74,5 77,9 80,3 80,525 91,6 91,5 89,3 86 84,4 84,2 84,4 86 89,3 91,5 91,630 102 102 100 97,1 95,6 95,3 95,6 97,1 100 102 102 35 113 113 111 108 106 106 106 108 111 113 113
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.27 disajikan pada
Tabel 5.17.
Tabel 5.17 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan Nilai h = 600 W/m².°C Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 5 45,2 44,6 41,9 38,4 36,8 36,5 36,8 38,4 41,9 44,6 45,2
10 57,8 57,3 54,6 51 49,2 49 49,2 51 54,6 57,3 57,815 69,9 69,6 67 63,5 61,8 61,5 61,8 63,5 67 69,6 69,920 81,5 81,3 78,9 75,5 73,9 73,6 73,9 75,5 78,9 81,3 81,525 92,7 92,6 90,3 87,1 85,5 85,2 85,5 87,1 90,3 92,6 92,730 103 103 101 98,2 96,6 96,4 96,6 98,2 101 103 103 35 114 114 112 109 107 107 107 109 112 114 114
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.28 disajikan pada
Tabel 5.18.
110
Tabel 5.18 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan Nilai h = 700 W/m².°C Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 5 45,6 45 42,2 38,6 36,9 36,7 36,9 38,6 42,2 45 45,6
10 58,5 58 55,3 51,5 49,7 49,4 49,7 51,5 55,3 58 58,515 70,8 70,4 67,8 64,3 62,5 62,2 62,5 64,3 67,8 70,4 70,820 82,5 82,3 79,9 76,4 74,8 74,5 74,8 76,4 79,9 82,3 82,525 93,7 93,7 91,4 88,1 86,5 86,2 86,5 88,1 91,4 93,7 93,730 104 104 102 99,2 97,7 97,4 97,7 99,2 102 104 104 35 115 115 113 110 108 108 108 110 113 115 115
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.29 disajikan pada
Tabel 5.19.
Tabel 5.19 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan Nilai h = 800 W/m².°C Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 5 46,1 45,4 42,5 38,8 37,1 36,8 37,1 38,8 42,5 45,4 46,1
10 59,2 58,7 55,8 52,1 50,2 49,9 50,2 52,1 55,8 58,7 59,215 71,7 71,3 68,6 65 63,2 63 63,2 65 68,6 71,3 71,720 83,4 83,3 80,8 77,3 75,7 75,4 75,7 77,3 80,8 83,3 83,425 94,6 94,6 92,3 89 87,4 87,2 87,4 89 92,3 94,6 94,630 105 105 103 100 98,6 98,4 98,6 100 103 105 105 35 115 116 114 111 109 109 109 111 114 116 115
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.30 disajikan pada
Tabel 5.20.
Tabel 5.20 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan Nilai h = 900 W/m².°C Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 5 46,6 45,8 42,8 39 37,3 37 37,3 39 42,8 45,8 46,6
10 59,9 59,4 56,4 52,6 50,7 50,4 50,7 52,6 56,4 59,4 59,915 72,5 72,1 69,4 65,7 63,9 63,7 63,9 65,7 69,4 72,1 72,520 84,3 84,2 81,7 78,2 76,5 76,2 76,5 78,2 81,7 84,2 84,325 95,5 95,6 93,3 90 88,4 88,1 88,4 90 93,3 95,6 95,530 106 106 104 101 99,5 99,3 99,5 101 104 106 106 35 116 116 114 112 110 110 110 112 114 116 116
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.31 disajikan pada
Tabel 5.21.
111
Tabel 5.21 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan Nilai h = 1000 W/m².°C Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 5 47 46,2 43,1 39,2 37,4 37,1 37,4 39,2 43,1 46,2 47
10 60,6 60 57 53,1 51,1 50,9 51,1 53,1 57 60 60,615 73,3 73 70,2 66,5 64,6 64,4 64,6 66,5 70,2 73 73,320 85,2 85,1 82,6 79,1 77,3 77,1 77,3 79,1 82,6 85,1 85,225 96,3 96,5 94,2 90,9 89,2 89 89,2 90,9 94,2 96,5 96,330 107 107 105 102 100 100 100 102 105 107 107 35 117 117 115 112 111 111 111 112 115 117 117
Pada Tabel 5.16 sampai 5.21 dapat dilihat peningkatan suhu pada setiap
node, seiring dengan pertambahan waktu. Dan dapat dilihat dari nilai node 61
pada saat 35 detik dengan nilai h = 500 W/m².°C sampai h = 1000 W/m².°C yang
suhunya semakin meningkat. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai
koefisien perpindahan panas konveksi (h), maka akan semakin mempercepat
pertambahan suhu di setiap node dalam proses pemanasan. Hal ini terjadi,
dikarenakan suhu fluida yang dipertahankan tetap, yaitu 100°C sehingga pada saat
suhu benda belum melebihi suhu fluida, suhu fluida ini yang berfungsi sebagai
pemanas.
5.4.4.2 Variasi Pembangkitan Kalor Dalam
Setelah dilakukan variasi besarnya energi dalam yang dibangkitkan pada
bahan II, didapatkan hasil penelitian yaitu waktu yang dibutuhkan node 61 tepat
melewati suhu 100°C, dengan nilai koefisien perpindahan panas konveksi h = 500
W/m².°C, Ti = 30°C, T∞ = 100°C dapat dilihat pada Tabel 5.22.
112
Tabel 5.22 Waktu Yang Diperlukan Benda Uji Pada Node 61 Tepat Melewati 100°C
No. q (MW/m³) Waktu (detik) 1 0 2497,4 2 5 56,8 3 10 32,2 4 15 23 5 20 18,2 6 25 15,2
Dari Tabel 5.22 di atas terlihat bahwa pada saat energi pembangkitan yang
dibangkitkan ( ) pada bahan II divariasikan dari 0 MW/m³ membutuhkan waktu
2497,4 detik agar suhu di node pusat yaitu node 61 untuk tepat melewati 100°C.
q&
Tapi pada saat nilai energi pembangkitan semakin tinggi, maka waktu
yang diperlukan oleh node pusat, agar suhunya tepat melewati 100°C sangat
singkat, seperti yang terlihat pada tabel di atas. Dan semakin besar nilai energi
pembangkitan ( ) maka semakin cepat pula waktu yang diperlukan agar suhu di
node pusat tepat melewati 100°C. Jadi dapat disimpulkan bahwa, besar kecilnya
energi dalam yang dibangkitkan akan mempengaruhi cepat lambatnya kenaikan
suhu pada benda uji.
q&
Untuk penjelasan pada beberapa node selain node pusat dapat dilihat pada
Gambar 5.38, 5.39, 5.40, 5.41, 5.42, 5.43.
Data-data hasil penelitian juga ditampilkan dalam bentuk tabel, yaitu pada
Tabel 5.23 sampai dengan Tabel 5.28.
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.38 disajikan pada
Tabel 5.23.
113
Tabel 5.23 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan nilai = 0 MW/m³ q&Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 5 32,8 32,3 31,7 31,2 30,9 30,8 30,9 31,2 31,7 32,3 32,8
10 35 34,5 33,9 33,3 33 32,9 33 33,3 33,9 34,5 35 15 37,1 36,6 36 35,4 35,1 35,1 35,1 35,4 36 36,6 37,120 39,1 38,7 38,1 37,5 37,2 37,2 37,2 37,5 38,1 38,7 39,125 41,1 40,7 40,1 39,5 39,3 39,2 39,3 39,5 40,1 40,7 41,130 43 42,6 42 41,5 41,2 41,2 41,2 41,5 42 42,6 43 35 44,8 44,5 43,9 43,4 43,2 43,1 43,2 43,4 43,9 44,5 44,8
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.39 disajikan pada
Tabel 5.24.
Tabel 5.24 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan nilai = 5 MW/m³ q&Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 5 38,7 38,3 36,7 34,7 33,7 33,6 33,7 34,7 36,7 38,3 38,7
10 46 45,6 43,9 41,9 40,9 40,7 40,9 41,9 43,9 45,6 46 15 53 52,6 51,1 49,1 48,1 47,9 48,1 49,1 51,1 52,6 53 20 59,8 59,5 58 56 55,1 54,9 55,1 56 58 59,5 59,825 66,4 66,1 64,7 62,8 61,9 61,7 61,9 62,8 64,7 66,1 66,430 72,7 72,5 71,2 69,3 68,4 68,3 68,4 69,3 71,2 72,5 72,735 78,8 78,7 77,4 75,6 74,8 74,6 74,8 75,6 77,4 78,7 78,8
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.40 disajikan pada
Tabel 5.25.
Tabel 5.25 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan nilai = 10 MW/m³ q&Waktu Suhu Node (°C) (detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66
0 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 305 44,7 44,2 41,6 38,2 36,6 36,4 36,6 38,2 41,6 44,2 44,7
10 57,1 56,6 54 50,5 48,7 48,5 48,7 50,5 54 56,6 57,115 69 68,6 66,2 62,7 61 60,7 61 62,7 66,2 68,6 6920 80,5 80,3 77,9 74,5 72,9 72,7 72,9 74,5 77,9 80,3 80,525 91,6 91,5 89,3 86 84,4 84,2 84,4 86 89,3 91,5 91,630 102 102 100 97,1 95,6 95,3 95,6 97,1 100 102 10235 113 113 111 108 106 106 106 108 111 113 113 Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.41 disajikan pada
Tabel 5.26.
114
Tabel 5.26 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan nilai = 15 MW/m³ q&Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 5 50,6 50,1 46,5 41,7 39,5 39,1 39,5 41,7 46,5 50,1 50,6
10 68,1 67,7 64,1 59,1 56,6 56,3 56,6 59,1 64,1 67,7 68,115 84,9 84,7 81,2 76,3 73,9 73,6 73,9 76,3 81,2 84,7 84,920 101 101 97,8 93 90,7 90,4 90,7 93 97,8 101 101 25 117 117 114 109 107 107 107 109 114 117 117 30 132 132 129 125 123 122 123 125 129 132 132 35 147 147 144 140 138 138 138 140 144 147 147
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.42 disajikan pada
Tabel 5.27.
Tabel 5.27 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan nilai = 20 MW/m³ q&Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 5 56,6 56 51,5 45,3 42,3 41,9 42,3 45,3 51,5 56 56,6
10 79,2 78,7 74,2 67,7 64,5 64 64,5 67,7 74,2 78,7 79,215 101 101 96,3 89,9 86,9 86,4 86,9 89,9 96,3 101 101 20 122 122 118 112 109 108 109 112 118 122 122 25 142 142 138 132 130 129 130 132 138 142 142 30 162 162 159 153 150 149 150 153 159 162 162 35 181 182 178 172 169 169 169 172 178 182 181
Data suhu untuk waktu t yang ditinjau untuk Gambar 5.43 disajikan pada
Tabel 5.28.
Tabel 5.28 Perjalanan Suhu Pada Beberapa Node dengan nilai = 25 MW/m³ q&Suhu Node (°C) Waktu
(detik) 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 0 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 5 62,5 61,9 56,4 48,8 45,2 44,6 45,2 48,8 56,4 61,9 62,5
10 90,2 89,8 84,2 76,3 72,4 71,8 72,4 76,3 84,2 89,8 90,215 117 117 111 104 99,8 99,2 99,8 104 111 117 117 20 143 143 138 130 126 126 126 130 138 143 143 25 168 168 163 156 152 151 152 156 163 168 168 30 192 192 188 180 177 176 177 180 188 192 192 35 215 216 211 204 201 200 201 204 211 216 215
Pada Tabel 5.23 sampai 5.28 dapat dilihat adanya peningkatan suhu di
setiap node seiring dengan bertambahnya waktu. Pada Tabel 5.23 sampai 5.28
115
dapat dilihat suhu pada node 61 pada waktu 35 detik dengan variasi energi
pembangkitan dari 0 MW/m³ sampai 25 MW/m³ adalah sebagai berikut :
• = 0 MW/m³ ; Tq& 61 = 43,1°C
• = 5 MW/m³ ; Tq& 61 = 74,6°C
• = 10 MW/m³ ; Tq& 61 = 106°C
• = 15 MW/m³ ; Tq& 61 = 138°C
• = 20 MW/m³ ; Tq& 61 = 169°C
• = 25 MW/m³ ; Tq& 61 = 200°C
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, semakin besar energi
pembangkitan ( ), maka semakin tinggi pula suhunya di setiap node pada proses
pemanasan, karena memberikan kalor yang besar.
q&
5.4.5 Pembahasan Perhitungan Laju Aliran Kalor
Pada Gambar 5.50 sampai 5.56, diperoleh grafik pelepasan kalor pada
benda uji. Pada gambar tersebut dapat dilihat pelepasan kalor tanpa pembangkitan
energi dengan yang berbangkit energi. Untuk mengetahui besarnya nilai kalor (Q)
pada grafik pelepasan kalor tanpa energi pembangkitan, yaitu pada Gambar 5.50,
5.51, dan 5.52 dapat dilihat pada Tabel 5.29 di bawah ini :
116
Tabel 5.29 Perpindahan Kalor dengan Variasi Nilai Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h) Tanpa Energi Pembangkitan
h = 500 W/m².°C h = 800 W/m².°C h = 1000 W/m².°C Waktu (menit) Q (Watt) Q (Watt) Q (Watt)
0 14000 22400 28000 1 9247,863 11612,29 12382,32 2 6224,565 6203,302 5684,974 3 4189,543 3313,62 2609,871 4 2819,798 1769,986 1198,103 5 1897,865 945,4327 549,9993 6 1277,351 504,996 252,4801 7 859,7128 269,7388 115,9019 8 578,6227 144,0781 53,20512 9 389,4366 76,95772 24,42395
10 262,1064 41,10608 11,21188 11 176,4079 21,95633 5,14684 12 118,7294 11,72771 2,36267 13 79,90953 6,264218 1,084589 14 53,78221 3,345958 0,497883 15 36,1975 1,787203 0,228555 16 24,36231 0,954613 0,104919 17 16,39678 0,509895 0,048163 18 11,03566 0,272354 0,022109 19 7,427424 0,145475 0,010149 20 4,998942 0,077704 0,004659 21 3,36448 0,041504 0,002139 22 2,264424 0,022169 0,000982 23 1,524044 0,011841 0,000451 24 1,02574 0,006325 0,000207 25 0,690363 0,003378 0,000095 26 0,464641 0,001805 0,0000436 27 0,312721 0,000964 0,00002 28 0,210473 0,000515 0,00000919 29 0,141657 0,000275 0,00000422 30 0,09534 0,000147 0,00000194 31 0,064168 0,0000785 0,000000889 32 0,043187 0,0000419 0,000000408 33 0,029067 0,0000224 0,000000187 34 0,019563 0,0000120 0,000000086 35 0,013167 0,00000639 0,0000000395
Untuk mengetahui besarnya nilai kalor (Q) pada grafik pelepasan kalor
dengan energi pembangkitan sebesar 10 MW/m³, yaitu pada Gambar 5.53 dan
5.54 dapat dilihat pada Tabel 5.30 di bawah ini.
117
Tabel 5.30 Perpindahan Kalor dengan Variasi Nilai Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h) dengan Energi Pembangkitan 10 MW/m³
h = 500 W/m².°C h = 1000 W/m².°C Waktu (menit) Q (Watt) Q (Watt)
0 14000 28000 1 30513,26 47462,83 2 41574,44 56557,74 3 49019,64 60735,84 4 54032,21 62655,7 5 57407,69 63537,98 6 59681,11 63943,47 7 61212,48 64129,83 8 62244,09 64215,48 9 62939,08 64254,85
10 63407,31 64272,94 11 63722,78 64281,26 12 63935,33 64285,08 13 64078,54 64286,84 14 64175,03 64287,64 15 64240,05 64288,01 16 64283,85 64288,19 17 64313,37 64288,26 18 64333,25 64288,3 19 64346,65 64288,32 20 64355,68 64288,32 21 64361,76 64288,33 22 64365,86 64288,33 23 64368,62 64288,33 24 64370,48 64288,33 25 64371,74 64288,33 26 64372,58 64288,33 27 64373,15 64288,33 28 64373,54 64288,33 29 64373,79 64288,33 30 64373,97 64288,33 31 64374,09 64288,33 32 64374,17 64288,33 33 64374,22 64288,33 34 64374,25 64288,33 35 64374,28 64288,33
Untuk mengetahui besarnya nilai kalor (Q) pada grafik pelepasan kalor
dengan energi pembangkitan sebesar 20 MW/m³, yaitu pada Gambar 5.55 dan
5.56 dapat dilihat pada Tabel 5.31 di bawah ini.
118
Tabel 5.31 Perpindahan Kalor dengan Variasi Nilai Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h) dengan Energi Pembangkitan 20 MW/m³
h = 500 W/m².°C h = 1000 W/m².°C Waktu (menit) Q (Watt) Q (Watt)
0 14000 28000 1 51783,37 82536,26 2 76926,03 107412,4 3 93850,85 118847,9 4 105252 124109,7 5 112938 126532,2 6 118123,1 127647,7 7 121623,4 128161,4 8 123987,8 128398 9 125586 128507
10 126666,6 128557,2 11 127397,6 128580,3 12 127892,2 128591 13 128227 128595,9 14 128453,6 128598,2 15 128607 128599,2 16 128710,9 128599,7 17 128781,2 128599,9 18 128828,9 128600 19 128861,1 128600,1 20 128882,9 128600,1 21 128897,7 128600,1 22 128907,7 128600,1 23 128914,5 128600,1 24 128919,1 128600,1 25 128922,2 128600,1 26 128924,3 128600,1 27 128925,8 128600,1 28 128926,7 128600,1 29 128927,4 128600,1 30 128927,8 128600,1 31 128928,1 128600,1 32 128928,3 128600,1 33 128928,5 128600,1 34 128928,5 128600,1 35 128928,6 128600,1
Pada Gambar 5.57 sampai 5.63 diperoleh grafik penerimaan kalor pada
benda uji. Pada gambar tersebut, dapat dilihat penerimaan kalor tanpa energi
pembangkitan dengan yang berbangkit energi. Untuk mengetahui besarnya nilai
119
kalor (Q) pada grafik penerimaan kalor tanpa energi pembangkitan, yaitu pada
Gambar 5.57, 5.58, dan 5.59 dapat dilihat pada Tabel 5.32 di bawah ini :
Tabel 5.32 Perpindahan Kalor dengan Variasi Nilai Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h) Tanpa Energi Pembangkitan h = 500 W/m².°C h = 800 W/m².°C h = 1000 W/m².°C Waktu
(menit) Q (Watt) Q (Watt) Q (Watt) 0 14000 22400 28000 1 9248,13 11611,8 12381 2 6224,22 6202,34 5683,84 3 4189,15 3313,14 2609,57 4 2819,51 1769,86 1198,16 5 1897,69 945,465 550,137 6 1277,27 505,077 252,598 7 859,685 269,818 115,982 8 578,628 144,141 53,2542 9 389,457 77,0022 24,4521
10 262,133 41,1358 11,2274 11 176,434 21,9754 5,15517 12 118,753 11,7396 2,36704 13 79,9297 6,27148 1,08685 14 53,7986 3,35033 0,49904 15 36,2104 1,7898 0,22914 16 24,3723 0,95614 0,10521 17 16,4044 0,51078 0,04831 18 11,0413 0,27287 0,02218 19 7,43164 0,14577 0,01018 20 5,00205 0,07787 0,00468 21 3,36675 0,0416 0,00215 22 2,26607 0,02222 0,00099 23 1,52523 0,01187 0,00045 24 1,0266 0,00634 0,00021 25 0,69098 0,00339 0,000095 26 0,46508 0,00181 0,000044 27 0,31303 0,00097 0,00002 28 0,21069 0,00052 0,0000092 29 0,14181 0,00028 0,0000042 30 0,09545 0,00015 0,0000019 31 0,06425 0,000079 0,00000089 32 0,04324 0,000042 0,00000041 33 0,0291 0,000022 0,00000019 34 0,01959 0,000012 0,000000087 35 0,01319 0,0000064 0,00000004
120
Untuk mengetahui besarnya nilai kalor (Q) pada grafik penerimaan kalor
dengan energi pembangkitan sebesar 10 MW/m³, yaitu pada Gambar 5.60 dan
5.61 dapat dilihat pada Tabel 5.33 di bawah ini.
Tabel 5.33 Perpindahan Kalor dengan Variasi Nilai Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h) dengan Energi Pembangkitan 10 MW/m³
h = 500 W/m².°C h = 1000 W/m².°C Waktu (menit) Q (Watt) Q (Watt)
0 14000 28000 1 -12021,58 -22706,48 2 -29129,35 -45185,87 3 -40641,62 -55509,66 4 -48391,11 -60253,97 5 -53609,35 -62434,97 6 -57124,07 -63437,77 7 -59491,89 -63898,88 8 -61087,32 -64110,92 9 -62162,45 -64208,42
10 -62887 -64253,26 11 -63375,33 -64273,88 12 -63704,46 -64283,36 13 -63926,31 -64287,72 14 -64075,83 -64289,73 15 -64176,62 -64290,65 16 -64244,55 -64291,08 17 -64290,34 -64291,27 18 -64321,21 -64291,36 19 -64342,01 -64291,4 20 -64356,04 -64291,42 21 -64365,49 -64291,43 22 -64371,86 -64291,43 23 -64376,15 -64291,44 24 -64379,05 -64291,44 25 -64381 -64291,44 26 -64382,32 -64291,44 27 -64383,2 -64291,44 28 -64383,8 -64291,44 29 -64384,2 -64291,44 30 -64384,47 -64291,44 31 -64384,66 -64291,44 32 -64384,78 -64291,44 33 -64384,86 -64291,44 34 -64384,92 -64291,44 35 -64384,96 -64291,44
121
Untuk mengetahui besarnya nilai kalor (Q) pada grafik penerimaan kalor
dengan energi pembangkitan sebesar 20 MW/m³, yaitu pada Gambar 5.62 dan
5.63 dapat dilihat pada Tabel 5.34 di bawah ini.
Tabel 5.34 Perpindahan Kalor dengan Variasi Nilai Koefisien Perpindahan Panas Konveksi (h) dengan Energi Pembangkitan 20 MW/m³
h = 500 W/m².°C h = 1000 W/m².°C Waktu (menit) Q (Watt) Q (Watt)
0 14000 28000 1 -33295,38 -57788,41 2 -64486,58 -96039,7 3 -85478,44 -113617,2 4 -99617,46 -121706,7 5 -109148,7 -125433 6 -115578,9 -127150,4 7 -119920,1 -127942,1 8 -122853,1 -128307,1 9 -124836,2 -128475,4
10 -126178,1 -128553 11 -127087 -128588,8 12 -127703,1 -128605,3 13 -128121,1 -128612,9 14 -128404,8 -128616,4 15 -128597,5 -128618 16 -128728,5 -128618,7 17 -128817,5 -128619,1 18 -128878 -128619,2 19 -128919,1 -128619,3 20 -128947,1 -128619,3 21 -128966,2 -128619,4 22 -128979,1 -128619,4 23 -128987,9 -128619,4 24 -128993,9 -128619,4 25 -128998 -128619,4 26 -129000,7 -128619,4 27 -129002,6 -128619,4 28 -129003,9 -128619,4 29 -129004,8 -128619,4 30 -129005,4 -128619,4 31 -129005,8 -128619,4 32 -129006 -128619,4 33 -129006,2 -128619,4 34 -129006,4 -128619,4 35 -129006,4 -128619,4
122
Dari hasil perhitungan yang diperoleh, dapat dilihat pengaruh antara nilai
koefisien perpindahan panas konveksi (h) dengan nilai pembangkitan kalor. Dari
Gambar 5.50, dimana laju perpindahan kalor tanpa pembangkitan energi, dapat
dilihat pelepasan kalor yang terbesar adalah pada saat t = 0 menit. Hal ini
dikarenakan pada saat t = 0 menit tanpa pembangkitan energi, beda suhu antara
suhu benda dengan suhu fluida sangat besar, dimana suhu fluida : 30°C dan suhu
benda : 100°C. Karena tidak ada energi yang dibangkitkan, maka proses ini
dikatakan proses pendinginan, sehingga nantinya seiring dengan pertambahan
waktu, maka suhu bendanya semakin turun hingga suhu bendanya sama dengan
suhu fluidanya dan mencapai keadaan tunak dan menyebabkan nilai kalornya
mendekati nol, dalam artian tidak ada kalor yang dilepaskan lagi. Besar kecilnya
nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) mempengaruhi cepat lambatnya
waktu yang diperlukan benda untuk tidak melepaskan kalor lagi, pada keadaan
tanpa pembangkitan energi. Semakin besar nilai koefisien perpindahan panas
konveksi (h), maka akan semakin cepat pula benda untuk tidak melepaskan kalor
lagi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.51 dan 5.52 dengan nilai koefisien
perpindahan panas konveksi (h) yang semakin besar maka waktu yang diperlukan
benda untuk tidak melepaskan kalor lagi semakin singkat.
Tetapi jika ada energi yang dibangkitkan pada benda, maka nilai kalor
yang dilepaskan dari waktu ke waktu semakin besar. Hal ini dikarenakan pada
benda yang berbangkit energi maka suhunya semakin lama akan semakin besar
seiring dengan pertambahan waktu, sehingga menyebabkan suhu bendanya
semakin lama akan semakin tinggi dari suhu fluidanya. Sehingga hal ini dikatakan
123
keadaan tak tunak, dimana perubahan suhu berubah menurut waktu. Semakin
bertambahnya waktu maka suhu akan semakin besar. Tetapi dengan
bertambahnya nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) dengan nilai energi
pembangkitan yang sama akan memberikan nilai pelepasan kalor yang berbeda
pula. Hal ini bisa terlihat pada Gambar 5.53 dan 5.54 dengan nilai energi
pembangkitan yang sama yaitu 10 MW/m³ tetapi nilai koefisien perpindahan
panas konveksi (h) yang berbeda yaitu : h = 500 W/m².°C dan h = 1000 W/m².°C.
Dengan semakin besarnya nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) maka
akan sangat membantu sekali proses pendinginan. Dimana suhu benda dengan
nilai h = 500 W/m².°C lebih tinggi dibandingkan dengan suhu benda dengan nilai
h = 1000 W/m².°C, yang akan menyebabkan nilai pelepasan kalor pada benda
dengan nilai h = 500 W/m².°C lebih besar dibandingkan dengan nilai pelepasan
kalor dengan nilai h = 1000 W/m².°C, karena nilai pelepasan kalor bergantung
pada suhu.
Dengan kasus yang sama tapi nilai energi pembangkitan diperbesar
menjadi 20 MW/m³, seperti pada Gambar 5.55 dan 5.56, dapat dilihat bahwa
pelepasan kalor dengan nilai h = 500 W/m².°C lebih besar dibandingkan dengan
nilai h = 1000 W/m².°C. Suhu benda dengan nilai h = 500 W/m².°C jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan suhu benda dengan nilai h = 1000 W/m².°C, sehingga
semakin besar nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) akan sangat
membantu proses pendinginan, yang sangat berpengaruh pada nilai pelepasan
kalor, karena nilai pelepasan kalor tergantung pada suhu.
124
Pada Gambar 5.57, 5.58, 5.59 diperlihatkan grafik laju perpindahan kalor
dari waktu ke waktu tanpa energi pembangkitan pada proses pemanasan.
Dikatakan proses pemanasan, karena suhu benda : 30°C sedangkan suhu fluida :
100°C. Pada proses pemanasan dan pendinginan memiliki persamaan bentuk
grafik, perbedaannya adalah : pada proses pemanasan, benda uji menerima kalor
sedangkan pada proses pendinginan, benda uji melepas kalor. Penerimaan kalor
berbanding lurus dengan nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h). Semakin
besar nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h), maka semakin besar kalor
yang diterima benda uji. Semakin besar nilai koefisien perpindahan panas
konveksi (h), maka waktu yang diperlukan benda uji pada proses pemanasan
tanpa energi pembangkitan untuk mencapai suhu yang sama dengan suhu fluida
sekitar semakin singkat.
Pada Gambar 5.60, memperlihatkan laju perpindahan kalor dengan nilai
energi pembangkitan sebesar 10 MW/m³ dan nilai h = 500 W/m².°C. Besarnya
nilai penerimaan kalor pada saat awal adalah 14000 W, tetapi karena adanya
energi yang dibangkitkan pada benda uji, menyebabkan benda uji yang semula
menerima kalor karena suhu fluida lebih tinggi dari suhu benda menjadi
melepaskan kalor. Hal ini bisa terjadi karena suhu bendanya menjadi lebih tinggi
dari suhu fluidanya yang sebesar 100°C.
Pada Gambar 5.61, memperlihatkan laju perpindahan kalor dengan nilai
energi pembangkitan sebesar 10 MW/m³ dan nilai h = 1000 W/m².°C. Besarnya
nilai penerimaan kalor pada saat awal adalah 28000 W, tetapi karena adanya
energi yang dibangkitkan pada benda uji, menyebabkan benda uji yang semula
125
menerima kalor karena suhu fluida lebih tinggi dari suhu benda menjadi
melepaskan kalor. Hal ini bisa terjadi karena suhu bendanya menjadi lebih tinggi
dari suhu fluidanya yang sebesar 100°C.
Pada Gambar 5.62, memperlihatkan laju perpindahan kalor dengan nilai
energi pembangkitan sebesar 20 MW/m³ dan nilai h = 500 W/m².°C, tapi gambar
grafiknya berbeda dengan Gambar 5.60. Hal ini bisa terjadi dikarenakan semakin
besar energi pembangkitan, maka semakin besar pula suhunya, sehingga semakin
besar pula nilai kalor yang dilepas.
Demikian juga pada Gambar 5.63, memperlihatkan laju perpindahan kalor
dengan nilai energi pembangkitan sebesar 20 MW/m³ dan nilai h = 1000 W/m².°C.
Gambar grafik pada Gambar 5.63 juga berbeda dengan grafik pada Gambar 5.61.
Hal ini dikarenakan semakin besar energi pembangkitan maka semakin besar pula
suhunya, sehingga semakin besar pula nilai kalor yang dilepas. Tapi dengan nilai
koefisien perpindahan panas konveksi yang semakin besar menyebabkan
terjadinya proses pendinginan. Dikatakan proses pendinginan karena suhu benda
dengan nilai h = 500 W/m².°C jauh lebih tinggi dibandingkan suhu benda dengan
nilai h = 1000 W/m².°C. Karena pada dasarnya, semakin besar nilai koefisien
perpindahan panas konveksi suatu benda membuat benda itu semakin cepat
melepaskan panas.
Pada proses pemanasan, waktu dan besarnya penerimaan kalor sebelum
suhu benda sama dengan suhu fluida/lingkungan dapat diketahui dengan metode
komputasi. Di bawah ini ditampilkan data waktu dan besarnya penerimaan kalor
pada Tabel 5.35.
126
Tabel 5.35 Waktu dan Besarnya Penerimaan Kalor
Waktu (detik)
Energi yang dibangkitkan
(MW/m³)
Perpindahan Panas Konveksi (W/m².°C)
Besar penerimaan kalor
(Watt) 28,6 26,4 10 500
1000 29,25826 10,5441
14,6 13,9 20 500
1000 46,14477 151,4165
Pada Tabel 5.35 dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Semakin besar nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) maka waktu
untuk mencapai batas penerimaan kalor sebelum akhirnya melepas kalor
semakin singkat.
b. Besar penerimaan kalor tidak berbanding lurus dengan nilai energi
pembangkitan dan nilai perpindahan panas konveksi (h), karena perbedaan
interval pelepasan/penerimaan kalor yang berbeda di setiap variasinya.
Sebagai contoh diambil nilai h = 1000 W/m².°C dengan nilai energi
pembangkitan 10 MW/m³ dan 20 MW/m³. Dengan nilai h = 1000 W/m².°C dan
nilai energi pembangkitan 10 MW/m³ didapat nilai pelepasan kalor sebagai
berikut : 345,1622 W, 261,3445 W, 177,6357 W, 94,03559 W, 10,5441 W.
Dengan nilai h = 1000 W/m².°C dan nilai energi pembangkitan 20 MW/m³
didapat nilai pelepasan kalor sebagai berikut : 822,1191 W, 654,1062 W,
486,3185 W, 318,7554 W, 151,4165 W. Data-data ini dengan interval waktu 0,1
detik. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar energi pembangkitan
dengan nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) yang sama, maka interval
pelepasan kalor akan semakin besar yang mengakibatkan suhu benda semakin
cepat merata dengan suhu fluida pemanas.
127
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan
sebagai berikut :
a. Metode komputasi beda hingga cara eksplisit dapat dipergunakan untuk
mendapatkan distribusi suhu pada benda padat komposit dua dimensi
keadaan tak tunak dengan salah satu bahan berbangkit energi. Dengan
syarat stabilitas :
• ∆t ≤( )
���
����
�+++++
∆+
−+++−−
n
ji
n
ji
n
ji
n
ji
n
ji
n
jikkkkkk
xcc
21
,,2,21
,2,21
,121
,,1,21
,1,21
,2
22211
22
... ρρ
• ∆t ≤
���
����
�+++
∆
−++−
n
ji
n
ji
n
ji
n
jikkkk
xc
21
,,1,21
,121
,,1,21
,1
211 ..ρ
• ∆t ≤( )
���
����
�+++++
∆+
−++++−
n
ji
n
ji
n
ji
n
ji
n
ji
n
jikkkkkk
xcc
21
,,2,21
,2,21
,121
,,121
,,2,21
,2
22211
422224
..3. ρρ
• ∆t ≤
���
����
�∆+++
∆
++−xhkkk
xc
n
ji
n
ji
n
ji..22
..
,21
,221
,,2,21
,2
222ρ
• ∆t ≤
���
����
�+++
∆
−++−
n
ji
n
ji
n
ji
n
jikkkk
xc
21
,,2,21
,221
,,2,21
,2
222 ..ρ
128
• ∆t ≤
���
����
�∆++
∆
++xhkk
xc
n
ji
n
ji..422.
..
,21
,221
,,2
222ρ
• ∆t > 0
b. Semakin besar nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h), akan
membuat suhu benda dari waktu ke waktu lebih rendah dibandingkan
dengan nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h) yang kecil dengan
nilai energi pembangkitan per satuan volume tetap (proses pendinginan).
c. Semakin besar nilai energi pembangkitan per satuan volume ( q� ), maka
akan semakin cepat pula kenaikkan suhu pada saat tertentu.
d. Pada saat awal (t = 0 detik), semakin besar nilai koefisien perpindahan
panas konveksi (h), maka semakin besar pula laju perpindahan kalornya,
tetapi seiring dengan pertambahan waktu semakin besar nilai koefisien
perpindahan panas konveksi (h), maka akan semakin kecil laju
perpindahan kalornya, karena nilai koefisien perpindahan panas konveksi
(h) sangat membantu proses pendinginan benda (baik pada proses
pemanasan maupun pendinginan).
e. Semakin besar energi yang dibangkitkan per satuan volume, maka suhu
benda akan semakin cepat melewati suhu fluidanya, karena pada saat awal
suhu benda lebih kecil dari suhu fluidanya sehingga benda menerima kalor
(proses pemanasan), tetapi seiring dengan bertambahnya waktu maka suhu
benda menjadi jauh lebih tinggi dari suhu fluidanya, sehingga benda tidak
lagi menerima kalor tetapi melepaskan kalor.
129
6.2 Saran-Saran
Adapun saran-saran dari penulis bagi yang ingin mengambil skripsi
Rekayasa Thermal adalah sebagai berikut :
a. Agar menggunakan komputer dengan spesifikasi minimal prosesor yang
kapasitasnya cukup besar, agar memudahkan perhitungan terutama untuk
kasus-kasus yang rumit.
b. Penelitian tidak saja menitik beratkan pada nilai konduktivitas thermal
bahan berubah terhadap temperatur, tapi juga pada massa jenis, panas jenis
berubah terhadap temperatur.
c. Agar penelitian mendapatkan nilai suhu yang mendekati kenyataan, maka
disarankan agar jarak antar node (∆x) diperkecil. Tetapi sebagai akibatnya,
∆ t bertambah kecil karena harus memenuhi persyaratan stabilitas sehingga
perhitungan menjadi lama dan membutuhkan komputer yang canggih.
d. Pada penelitian pada benda padat komposit dua dimensi berbangkit energi,
tidak saja divariasikan pada nilai koefisien perpindahan panas konveksi (h)
dan nilai energi pembangkitan per satuan volume ( q� ) tapi juga pada
variasi benda komposit itu sendiri. Mungkin bisa tersusun atas tiga atau
empat lapis bahan.
e. Dalam mengerjakan skripsi harus benar-benar dengan tekad dan kemauan
yang keras serta pengorbanan agar bisa cepat menyelesaikan skripsi.
130
DAFTAR PUSTAKA
Cengel, A.Y., Boles. A.M., Thermodynamics : An Engineering Approach,
Mc Grawhill.Inc.
Holman, J.P., 1984, Perpindahan Panas, Alih Bahasa E. Jasjfi, Erlangga,
Jakarta.
Purwadi, P.K., 2005, Modelisasi Perubahan Suhu Dari Waktu ke Waktu
Pada Benda Padat Komposit Dua Dimensi, Jurnal Penelitian, Yogyakarta.
Purwadi, P.K., 2005, Panduan Praktikum Perpindahan Kalor,
Laboratorium Perpindahan Kalor, Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Sugiyanto, 2005, Distribusi Suhu Pada Benda Padat Komposit Dua
Dimensi Keadaan Tak Tunak Dengan Salah Satu Bahan Berbangkit
Energi, Yogyakarta.