Upload
phungngoc
View
235
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PERKIRAAN UMUR KONSTRUKSI KAPAL DENGAN ANALISA FATIGUE: STUDI KASUS PADA KAPAL BULK CARRIER 26.000 DWT
Amal Hilmana*1, Ir.Soeweify,M.Eng2,
1Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan FTK-ITS
2Dosen Jurusan Teknik Perkapalan FTK-ITS *E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Dalam penelitian ini dilakukan perhitungan umur kostruksi kapal sesuai dengan regulasi common structural rules (CSR). Pemodelan elemen hingga untuk perhitungan tegangan fatigue menggunakan software MSC PATRAN sebagai pre processor dan MSC NASTRAN sebagai processor. Kapal yang dijadikan studi kasus adalah kapal bulk carrier 26.000 DWT yang dibangun dengan menggunakan regulasi konvensional. Hasil dari penelitian ini adalah umur konstruksi kapal bulk carrier 26.000 DWT memenuhi kriteria pada regulasi CSR yang mempunyai rancangan umur konstruksi hingga 25 tahun. Tetapi ada beberapa bagian konstruksi yang hasil umur konstruksinya masih terlalu dekat dengan kriteria yang disyaratkan dalam CSR. Hal ini disebabkan karena didalam regulasi CSR diberlakukannya faktor korosi pelat sehingga ketebalan pelat yang dianalisa menjadi lebih tipis. Selain itu desain kondisi pembebanan pada CSR lebih ekstrim karena mengacu pada Equivalent Design Wave. Akhirnya dari penelitian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kapal yang dirancang menggunakan regulasi CSR mempunyai kekuatan konstruksi yang lebih kuat karena memilki ketebalan pelat yang lebih tebal. Kata Kunci : Analisa fatigue dengan CSR 1.Pendahuluan Pada era globalisasi ini perkembangan industri perdagangan semakin pesat. Karena perkembangan industri perdagangan ini menyebabkan kebutuhan sarana transportasi barang yang memadai, untuk itu kebutuhan akan kapal mengalami penambahan. Teriring dengan bertambahnya permintaan akan industri perkapalan, Perhitungan umur konstruksi pada kapal adalah hal yang sangat penting , sebagai pertimbangan untuk melakukan investasi pada pembangunan kapal baru maupun pembelian kapal bekas (secondhand ship). Semakin berkembanganya industri perkapalan juga menyebabkan berbagai kecelakaan kapal yang fenomenal yang pernah terjadi seperti diantaranya kecelakaan MV Derbyshire pada bulan September 1980 di Okinawa ketika kapal tersebut diterjang gelombang saat terjadinya angin topan, kemudian kecelakaan yang dialami MT Erika pada Desember 1999 yang mengalami kerusakan karena fatigue pada konstruksinya sehingga mengakibatkan kapal bocor dan tenggelam serta 28.000 ton minyak yang diangkutnya mencemari perairan laut, dan yang terakhir dan sangat fenomenal adalah tenggelamnya kapal MT Prestige di Galacia. Kapal tersebut mengalami fracture ditengah-tengah konstruksi yang mengakibatkan kapal patah menjadi dua bagian. Kapal-kapal tersebut tenggelam bukan karena tidak layak beroperasi yang disebabkan umur konstruksi yang sudah tua atau dikarenakan beban muatan yang berlebihan. Tetapi kapal-kapal tersebut tenggelam karena regulasi yang dimiliki saat itu sudah saatnya untuk dikembangkan oleh para ahli. Sehingga mereka mengadakan pengembangan regulasi baru yang lebih aman dan yang dapat menghasilkan konstruksi kapal yang kuat dan mempunyai umur yang lebih lama. Perhitungan umur konstruksi kapal ini telah banyak diatur dalam rule yang dikeluarkan oleh class, sehingga metode perhitungannya dapat dilakukan dengan mengacu pada aturan class yang akan dipakai.
Aturan perhitungan umur konstruksi dengan menggunakan analisa fatigue dapat ditemui pada aturan terbaru yang disebut Common Structural Rules (CSR) yang merupakan hasil kolaborasi dari beberapa klasifikasi dunia seperti LR, ABS, DNV, NK dan lain lain dalam wadah IACS. Oleh karena itu sejak Januari 2006 IACS (International Association of Classification Societies) tealah mempublikasikan regulasi terbaru untuk konstruksi kapal tanker dan bulk carrier yaitu Common Structural Rules (CSR). Regulasi ini terbagi menjadi dua yaitu Joint Tanker Project yaitu regulasi untuk kapal tanker dan Joint Bulk Carrier Project untuk kapal Bulk Carrier. Regulasi CSR merupakan regulasi yang revolusioner. Pada regulasi ini banyak hal baru yang diberlakukan dalam pembangunan konstruksi kapal. Diantaranya pembebanan yang diaplikasikan lebih ekstrim daripada regulasi konvensional yang ada. Selain itu banyak aturan baru yang lebih ketat yang diterpakan dalam regualasi ini seperti diterapkannya perhitungan life time kapal sampai 25 tahun dan penerapan Finite Element Analysis sebagai persyaratan dalam menganalisa kekuatan konstruksi kapal. Dalam perkembangannya ternyata regulasi ini tidak mudah untuk dipahami oleh pihak industri dan klasifikasi. Oleh karena itu perlu adanya kajian akademis untuk mempelajari dan memahami regulasi tersebut. Hal inilah yang menjadi latar belakang dalam penulisan tugas akhir ini. Dalam tugas akhir ini akan disimulasikan perhitungan tegangan konstruksi kapal dengan menggunakan Finite Element Analysis sesuai dengan aturan CSR dan dilanjutkan dengan perhitungan fatigue damage sehingga kita bisa mengetahui perkiraan umur kapal. Untuk itu kapal yang dijadikan sebagai studi kasus adalah kapal bulk carrier 26.000 DWT yang telah dibangun dan diklasifikasikan pada klas BKI.
2.Dasar Teori dan Tinjauan Pustaka 2.1 Fatigue kapal tanker Secara umum perhitungan fatigue pada regulasi CSR untuk Bulk Carrier ini hanya dipakai pada kapal Bulk Carrier dengan panjang (L) minimal 150 m dan dirancang untuk berlayar didaerah perairan Samudra Atlantik utara (North Atlantic) dengan desain life time untuk 25 tahun. Sedangkan material yang dipakai pada kapal yang akan dianalisa mempunyai tegangan yield minimum 400 N/mm2 . Analisa fatigue pada regulasi ini merupakan fungsi dari beban akibat beban gelombang air laut (cycles induced by wave load). Sedangkan analisa fatigue akibat getaran tidak termasuk kedalam bahan perhitungan. 2.2 Kondisi Pembebanan Desain kondisi pembebanan yang akan diaplikasikan untuk analisa fatigue pada kapal bulk carrier sesuai dengan jenisnya adalah sebagai berikut : (CSR Chapter 8, Section 1, 1.3)
Tabel 2.1 : Loading condition
Jenis Kapal BC Full Load Condition Ballast Condition Homogeneus Alternate Normal Ballast Heavy Ballast
BC-A √ √ √ √ BC-B √ --- √ √ BC-C √ --- √ √
Setiap kondisi pembebanan mempunyai load case H, F, R dan P lebih detail akan di jelaskan pada sub bab selanjutnya. ”H1” dan ”H2” adalah equivalent design wave ”H” (Head Sea) ”F1” dan ”F2” adalah equivalent design wave ”F” (Following Sea) ”R1” dan ”R2” adalah equivalent design wave ”R” (Beam Sea) ”P1” dan ”P2” adalah equivalent design wave ”P” ( Beam Sea) Disetiap kondisi pembebanan yaitu ”homegen (homogeneus)”, ”alternatif (alternate)”, ”balas normal (normal ballast)” dan ”balas penuh (heavy ballast)” dipengaruhi oleh ekivalen desain gelombang atau equivalent design wafe (EDW) yaitu besarnya harga gaya tekan yang diterima konstruksi kapal (hull girder) akibat respon dari gelombang air laut. EDW mempunya empat macam kondisi yaitu : (CSR Chapter 4, Section 4, 1.2) EDW ”H” adalah kondisi dimana gelombang reguler yang berlawanan dengan arah layar kapal menyebabkan vertikal bending momen maksimum. EDW ”F” adalah kondisi dimana gelombang reguler yang searah dengan arah layar kapal menyebabkan vertikal bending momen maksimum. EDW ”R” adalah kondisi dimana gelombang reguler mengakibatkan roll maximum. EDW ”P” adalah kondisi dimana gelombang reguler mengakibatkan tekanan hidrostatik pada garis air maksimum.
Gambar 2.1 : Defenisi gelombang pada kondisi EDW ”H” dan ”F”
Gambar 2.2 : Defenisi kondisi EDW ”R” dan EDW ”P”
Load case merupakan pendefenisian respon EDW terhadap lambung kapal (hull girder) yang dapat dilihat pada tabel 2.3. Sedangkan defenisinya terhadap gerak kapal dapat dilihat pada table 2.4. Sebagai catatan dalam hal pemodelan finite element apabila pada desain load case R1, R2, P1, P2 tidak simetris maka pemodelan dilakukan utuh dari port side hingga start board. (CSR Chapter 4, Section 4, 2.1.1) Secara umum gambaran kondisi pembebanan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.2 : Defenisi load case Load case H1 H2 F1 F2 R1 R2 P1 P2 EDW “H” “F” “R” “P” Heading Head Follow Beam
(Port: weather side) Beam (Port: Weather side)
Effect Max bending moment
Max bending momen Max Roll Max ext pressure
Sagging Hogging Sagging Hogging + - + -
Tabel 2.3 : Hubungan antara gerak kapal dengan beban kapal Load case H1 H2 F1 F2 R1 R2 P1 P2 Vert BM & SF
Ya
Ya - Ya
Hor BM - - Ya - Heave turun naik - - turun Naik turun naik Pitch Bow turun Bow naik - - - - - - Roll - - - - SB naik SB turun SB naik SB turun Surge Belakang Depan - - - - - - Sway - - - - - - PS SB PS : Port Side SB : Star Board Pembebanan pada lambung kapal (Hull girder load) dan percepatannya terhadap gerak kapal dipengaruhi oleh load case H1, H2, F1, F2, R1, R2, P1 dan P2. Oleh karena itu dalam perhitungannya perlu dikalikan dengan factor pengali yang berupa factor kombinasi beban. Harga dari LCF dapat dilihat pada tabel 2.5. Selain pembebanan pada lambung, vertical bending momen pada kondisi air tenang juga dihitung dengan mengalikan LCF. Untuk mempermudah dalam perhitungan maka loading condition ”homogeneus”, ”alternate”, ”normal ballast” dan ”heavy ballast” ditandai dengan notasi (k), sedangakan load case disetiap loading condition diberi tanda notasi (i1) untuk H1, F1, R1 dan P1 untuk H2, F2, R2, dan P2 diberi notasi (i2).
2.3 Fatigue pada struktur Umur sebuah struktur berhubungan dengan berapa lama struktur tersebut dapat digunakan dengan baik tanpa mengalami masalah yang berkaitan dengan perawatan dan pemeliharaan , faktor korosi pelat , kelelahan struktur , dan lain – lain. Biasanya masa struktur dinyatakan dalam satuan tahun Hal ini dapat mencakup pemeriksaan berkala, pemeliharaan, dan penggantian bagian-bagian dari struktur tersebut. Oleh karena itu sangat diperlukan pemerikasan dan analisa pada struktur tersebut secara berkala [Jaap Shijve, 2004]. Masa struktur baru harus benar – benar diperhatikan sampai berapa lama struktur tersebut dapat bertahan secara ekonomis dan tetap memenuhi aturan keselamatan. Karena sebagai contoh pada tahun 1950an umur dari sebuah pesawat terbang seharusnya berkisar kurang lebih 10 tahun, namun karena faktor ekonomis maka pesawat tersebut masih tetap digunakan sampai mencapai umur 20 tahun. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kecelakaan akibat melupakan standar keselamatan yang telah ditentukan [Jaap Shijve, 2004].
2.3.1 Lokasi Perhitungan Fatigue Bagian konstruksi yang akan dianalisa dalam perhitungan fatigue adalah bagian yang mana fatigue crack akan teridentifikasi. Bagian tersebut merupakan sambungan konstruksi diberbagai tempat yang telah ditentukan oleh regulasi JBP-CSR. Bagian-bagian tersebut dsebut dengan hot spot dan akan menjadi subjek dalam menganalisa perhitungan fatigue selanjutnya. Bagian-bagian tersebut adalah (CSR Chapter 8, Section 1, 1.3)
Tabel 2.4 : Bagian konstruksi Notasi Bagian Notasi Detail M1 Pelat alas dalam a Sambungan antara sloping dan/atau pelat
vertikal dari lower stool b Sambungan dengan pelat sloping dari
hopper tank M2 Pelat sisi dalam - Sambungan dengan pelat sloping dari
hopper tank M3 Sekat Melintang a Sambungan dengan pelat sloping dari
lower stool b Sambungan dengan pelat sloping dari
hopper stool M4 Hold frames dari single side
bulk carrier - Sambungan pada upper dan lower wing
tank M5 Ordinary stiffner pada ruang
antara double side a Sambungan antara longitudinal stiffner
dengan transverse web dan sekat melintang
b Sambungan antara transverse stiffner dengan stringer atau sejenisnya
M6 Ordinary stiffner pada upper dan lower wing tank
- Sambungan antara longitudinal stiffner dengan transverse web dan sekat melintang
M7 Ordinary stifner pada double bottom
- Sambungan antara longitudinal stiffner dengan floors pada bagian sekat melintang
M8 Hatch Corners - Free edges of hacth corners
2.3.3 Hot Spot Stress Hot spot stress merupakan tegangan lokal yang terjadi pada bagian konstruksi kapal yang telah ditentukan di atas. Menghitung Hot spot stress dapat dilakukan dengan cara FE analisa dan rumus pendekatan yang sudah ditentukan dalam regulasi. (CSR Chapter 4, Section 4, 2.2.3)
Tabel 2.5 : Faktor kombinasi beban
Hot spot stress range (ΔσW, i(k)) Merupakan tegangan lokal dalam N/mm2 yang terjadi karena beban dinamis dari setiap desain loading kondisi pada JBP-CSR. Hot spot stress range dipengaruhi oleh beban dinamis karena hull girder moment (σGW,i,(k)), gelombang air laut (wave pressure) (σW,i,(k)), beban tekan akibat cairan yang ada di tanki-tanki (liquid pressure) (σd,i,(k)), beban tekan muatan di ruang muat (dry cargo pressure) dan beban akibat relatif defleksi dari sekat melintang. (CSR Chapter 8, Section 4, 2.3.1) Nominal stress range (σmean, (k)) Merupakan tegangan lokal dalam N/mm2 yang terjadi karena beban statis pada kondsi air tenang. Sama halnya dengan hot spot stress range, hot spot mean stress dipengaruhi oleh beban statis kondisi air tenang seperti tekanan hidrostatis air laut, beban hull girder bending moment pada kondisi air tenang, beban tekan cairan tangki-tangki pada kondisi air tenang, beban tekan muatan di ruang muat pada kondisi air tenang dan tegangan akibat defleksi relatif sekat melintang pda kondisi air tenang. (CSR Chapter 8, Section 4, 2.3.1) σmean,(k) = σGS,(k) + σS1,(k) – σS2,(k) + σds,(k)
2.4 Predominant load case Predominant load case merupakan stress range maksimum dari kombinasi load case ”H”, ”F”, ”P” dan ”R” dari semua kondisi pembebanan di setiap bagian construksi kapal. (CSR Chapter 8, Section 2, 2.1) ΔσW,I(k) = max{ΔσW,i(k)} Dimana : ΔσW, i , (k) : Kombinasi hot spot stress range, dalam N/mm2 Untuk mempermudah maka tegangan predominant load case diberi tanda dengan notasi I
2.5 Loading ’condition 1’ Loading ’condition 1’ didefinisikan sebagai kondisi pembebanan dimana tegangan tarik maksimum (stress tension) di setiap loading condition ”homogeneus”, ”alternate”, ”normal ballast” dan ”heavy ballast” pada bagian konstruksi kapal. Harganya dapat dihitung melalui persamaan dibawah ini. (CSR Chapter 8, Section 2, 2.2.1)
2max )(,
)(1,1max,kIW
kmeank
dimana: σmean, I, (k) : structural hot spot mean stress, dalam N/mm2 untuk predominant load case disetiap bagian konstruksi ΔσW, i , (k) : hot spot mesn stress, dalam N/mm2 untuk predominant load case disetiap bagian konstruksi 2.6 Equivalent Notch Stress Defenisi dari equivalent notch stress adalah tegangan puncak yang terjadi pada bagian konstruksi kapal yang terjadi pada ujung sambungan konstruksi yang harganya dipengaruhi oleh konsentrasi tegangan akibat geometri dari bagian konstruksi tersebut, dalam N/mm2. (CSR Chapter 8, Section 2, 2.3.1) Δσeq,j = Kf Δσequiv,j
dimana, Δσequiv.j : ekifalen hot spot stress range dalam N/mm2 Kf : faktor notch fatigue, didefenisikan pada tabel 2.6
Tabel 2.6 : Fatigue notch factor Kf
Jenis sambungan Kf
Butt Joint 1.25 Fillet Joint 1.30 Sambungan bukan las 1.00
2.7 Equivalent Hot Spot Stress Range Hot spot stress range merupakan perkalian antara hot spot stress range loading condition 1 dengan koreksi factor untuk mean stress. (CSR Chapter 8, Section 2, 2.3.2) Δσequiv,j = fmean,j ΔσW,j
2.8 Koreksi Equivalent notch stress range Equifalensi notch stress range dipengaruhi oleh factor korosi fcoat, koreksi material fmaterial dan factor koreksi fthick tebal pelat. (CSR Chapter 8, Section 2, 3.1) ΔσE,j = fcoat fmaterial fthick ΔσW,j
2.9 SN Curve Dalam analisa fatigue menurut JBP-CSR untuk grafik S-N sudah ditentukan harganya dengan m = 4.0 dan K = 1.014 x 1015 untuk N 107 cycles dan m = 7.0 untuk N > 107 cycles dimana format kurva S-N adalah log N = log K – m log S. Harga kurva S-N adalah sama untuk material BS 7608:1994 (CSR Chapter 8, Section 2, 3.3.1)
2.10 Perhitungan dasar fatigue damage Perhitungan fatigue damage pada seloading condition menggunakan persamaan dibawah ini : (CSR Chapter 8, Section 2, 3.3.1)
vvv
NK
ND
R
jELjj ,1
7,1
4
)(ln/3
/4
4,
dimana, K : Parameter Kurva S-N diambil dengan harga 1.014 1015
NL : Jumlah n cycle = L
TL
log4
85.0
TL : Desain umur konstruksi kapal untuk CSR 25 tahun = 7.884 108 detik
RiE
Nln3.100
,
Г : tipe 2 incomplate gamma fuction, dicari dengan munggunakan software γ : tipe 1 incomplate gamma fuction, dicari dengan munggunakan software 2.11 Kriteria Fatigue dan life time Kriteria fatigue pada CSR-JBP didesain untuk umur pemakaian dua puluh lima tahun. Sehingga desain criteria fatigue damage adalah tidak boleh kurang dari dua puluh lima tahun, artinya fatigue damage yang di hitung harus memenuhi criteria sebagai berikut : (CSR Chapter 8, Section 2, 4.1)
j
jDD 0.1
Dimana : Dj : fatigue damage pada desain pembebanan Maksudnya apabila harga Dj < dari 1.0 maka kapal mempunyai umur konstruksi lebih dari dua puluh lima tahun artinya kriteria tersebut dapat diterima, sedangkan Dj > 1.0 maka bagian konsrtrksi tersebut mempunyai umur kurang dari dua puluh lima tahun yang artinya kriteria tersebut ditolak.
Life time = D
25 tahun
3. Analisa Setelah meng-inputkan kondisi batas, vertikal bending momen dan semua tekanan dan beban maka model kapal dapat di hitung dengan menggunakan sofware MSC Nastran. Untuk perhitungan fatigue terdapat beberapa bagian konstruksi yang mana fatigue crack akan teridentifikasi. Bagian tersebut merupakan sambungan konstruksi diberbagai tempat. Bagian-bagian tersebut dsebut dengan hot spot dan akan menjadi subjek dalam menganalisa perhitungan fatigue selanjutnya. Bagian-bagian tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 Setelah mengadakan perhitungan dengan MSC Nastran maka didapat besarnya tegangan disetiap kondisi pembebanan (LC1-LC4) yang berjumlah 64 kondisi. Dari ke-64 tegangan tersebut diambil tegangan maksimalnya per bagian konstruksi. Kemudian harga tegangan maksimal tersebut merupakan harga tegangan lokal (hot spot stress). Hot spot stress range :
)(,2,)(,1, kiWkiWW
Dimana : σw,i,(k) : tegangan yang terjadi pada setiap load case (H, F, R, P) Berikut hasil perhitungan tegangan menggunakan FE model pada setiap load casenya : Kondisi pembebanan 1 (LC1): Ilustrasi pembebanan:
Tabel 3.1 : Hasil tegangan pada LC 1
Kondisi pembebanan 2 (LC2): Ilustrasi pembebanan:
1 2 1 2 1 2 1 2
a
b 183 96.3 215 209 218 85.3 197 190
a (lower) 197 185 214 208 220 47.9 212 204
b
a (upper) 164 97 128 163 179 61.9 115 168
b (lower) 205 187 198 163 214 41.7 171 178
a
b
a (upper) 207 180 220 196 213 71.7 218 217
b (lower) 167 145 156 115 176 71.7 99.3 143
M7 ‐ 207 131 177 206 220 47.9 212 204
M8 ‐ 165 152 156 138 190 102 123 113
σW,i, (ka) N/mm2
P
M1
M3
M4
M5
M6
R NOTASI
MEMBER
NOTASI
DETAIL
F H
Tabel 3.2 : Hasil tegangan pada LC 2
Kondisi pembebanan 3 (LC 3) Ilustrasi pembebanan.
Tabel 3.3 : Hasil tegangan pada LC 3
Kondisi Pembebanan 4 (LC 4) Ilustrasi pembebanan.
1 2 1 2 1 2 1 2
a
b 187 215 225 185 229 187 253 184
a (lower) 125 165 192 123 187 120 213 165
b
a (upper) 93.5 185 133 91.8 220 68 217 204
b (lower) 93.5 185 177 137 220 118 253 238
a
b
a (upper) 83.3 82.6 128 82 125 72.3 107 206
b (lower) 125 165 192 123 187 72.3 160 206
M7 ‐ 166 165 192 123 187 144 213 165
M8 ‐ 70.1 63.8 79.4 65 144 139 140 169
M4
M5
M6
F H
M1
M3
NOTASI
MEMBER
NOTASI
DETAIL
σW,i, (ka) N/mm2
P R
1 2 1 2 1 2 1 2
a
b 51.8 136 80 103 120 96.3 127 86.4
a (lower) 34.5 79.5 58.3 42.6 69.5 76.7 103 85.3
b
a (upper) 69.6 132 18.8 72.5 106 60.5 131 113
b (lower) 69.6 111 49.5 72.5 132 60.5 163 141
a
b
a (upper) 68.9 151 48.6 106 181 102 191 125
b (lower) 51.7 193 68 95.4 181 76.7 191 125
M7 ‐ 86.1 63.8 58.3 42.6 69.5 102 103 85.3
M8 ‐ 112 107 75.3 87.3 119 162 161 141
M1
M3
M4
M5
M6
P R NOTASI
MEMBER
NOTASI
DETAIL
σW,i, (ka) N/mm2
F H
Tabel 3.4 : Hasil tegangan pada LC 4
Dari tegangan hot spot yang diperoleh dari metode tersebut maka dicari equivalent hot spot stress range yang merupakan fungsi fmean, j dari dengan persamaan : Δσequiv,j = fmean,j ΔσW,j
fmean, j : koreksi faktor unutk mean stress
fmean, j = max
25.0
,
,4
4
)10ln(
2
1,0max,4.0
jW
jm
Tabel 3.5 : Equivalent hot spot stress range pada LC1
1 2 1 2 1 2 1 2
a
b 299 209 247 252 228 103 199 65.3
a (lower) 187 129 161 143 165 72.9 144 74.8
b
a (upper) 211 84.4 109 128 127 112 173 70.2
b (lower) 270 131 179 190 177 57.5 197 92.8
a
b
a (upper) 259 129 121 125 124 121 167 91.4
b (lower) 233 129 101 125 145 72.9 151 114
M7 ‐ 187 129 141 125 145 72.9 144 74.8
M8 ‐ 140 133 141 113 117 148 176 158
M1
M3
M4
M5
M6
P RF H NOTASI
MEMBER
NOTASI
DETAIL
σW,i, (ka) N/mm2
M1 a
b 1.2812 279
M2 ‐
M3 a 1.28 281
b
M4 a 1.36 243
b 1.29 276
M5 a
b
M6 a 1.28 281
b 1.37 241
M7 ‐ 1.28 281
M8 ‐ 1.34 254
Δσequiv‐I
(N/mm2)
Inner bottom plating
Ordinary stiffeners in double bottom
Hatch corners
Notasi Members f mean, j
Inner side plating
Transverse bulkhead
Hold frames of single side bulk carriers
Ordinary stiffeners in double side space
Ordinary stiffeners in upper and lower wing tank
Tabel 3.6 : Equivalent hot spot stress range pada LC2
Tabel 3.7 : Equivalent hot spot stress range pada LC3
Tabel 3.8 : Equivalent hot spot stress range pada LC4
M1 a
b 1.2687 285
M2 ‐
M3 a 1.29 275
b
M4 a 1.28 281
b 1.28 281
M5 a
b
M6 a 1.30 269
b 1.30 269
M7 ‐ 1.29 275
M8 ‐ 1.38 234
Notasi Members f mean, j Δσequiv‐I
(N/mm2)
Inner side plating
Transverse bulkhead
Hold frames of single side bulk carriers
Ordinary stiffeners in double side space
Ordinary stiffeners in upper and lower wing tank
Ordinary stiffeners in double bottom
Hatch corners
Inner bottom plating
M1 a
b 1.4724 200
M2 ‐
M3 a 1.59 164
b
M4 a 1.48 196
b 1.40 228
M5 a
b
M6 a 1.33 255
b 1.33 257
M7 ‐ 1.59 164
M8 ‐ 1.40 227
Ordinary stiffeners in double bottom
Hatch corners
Notasi
Inner side plating
Transverse bulkhead
Hold frames of single side bulk carriers
Ordinary stiffeners in double side space
Ordinary stiffeners in upper and lower wing tank
Inner bottom plating
Members f mean, j Δσequiv‐I
(N/mm2)
M1 a
b 1.2635 288
M2 ‐
M3 a 1.34 251
b
M4 a 1.29 273
b 1.32 260
M5 a
b
M6 a 1.39 232
b 1.43 216
M7 ‐ 1.34 251
M8 ‐ 1.37 241
Notasi Members f mean, j Δσequiv‐I
(N/mm2)
Hatch corners
Inner side plating
Transverse bulkhead
Hold frames of single side bulk carriers
Ordinary stiffeners in double side space
Ordinary stiffeners in upper and lower wing tank
Ordinary stiffeners in double bottom
Inner bottom plating
Selanjutnya kita dapat menentukan equivalensi notch stress yang merupakan fungsi dari konsentrasi tegangan yang berkaitan dengan jenis sambungan pengelasan. Harga Kf dapat diketahui dari tabel 4.9. Dan berikut ini harga Kf pada setiap detail bagian konstruki pada pelat alas dalam :
Tabel 3.9 : Harga Kf
Sehingga harga equivalensi notch stress adalah :
Tabel 3.10 : Equivalent notch stress range pada LC 1
M1 a
b 1.25
M2 ‐
M3 a 1.25
b
M4 a 1.25
b 1.25
M5 a
b
M6 a 1.25
b 1.25
M7 ‐ 1.25
M8 ‐ 1.25
Hold frames of single side bulk carriers
Ordinary stiffeners in double side space
Ordinary stiffeners in upper and lower wing tank
Ordinary stiffeners in double bottom
Hatch corners
Transverse bulkhead
Notasi Members Kf
Inner bottom plating
Inner side plating
M1 a
b 349
M2 ‐
M3 a 351
b
M4 a 304
b 345
M5 a
b
M6 a 351
b 301
M7 ‐ 351
M8 ‐ 317Hatch corners
Notasi MembersΔσEq‐I
(N/mm2)
Inner bottom plating
Inner side plating
Transverse bulkhead
Hold frames of single side bulk carriers
Ordinary stiffeners in double side space
Ordinary stiffeners in upper and lower wing tank
Ordinary stiffeners in double bottom
Tabel 3.11 : Equivalensi notch stress range pada LC 2
Tabel 3.12 : Equivalensi notch stress range pada LC 3
M1 a
b 357
M2 ‐
M3 a 344
b
M4 a 351
b 351
M5 a
b
M6 a 336
b 336
M7 ‐ 344
M8 ‐ 292
Notasi MembersΔσEq‐I
(N/mm2)
Inner bottom plating
Inner side plating
Transverse bulkhead
Hold frames of single side bulk carriers
Ordinary stiffeners in double side space
Ordinary stiffeners in upper and lower wing tank
Ordinary stiffeners in double bottom
Hatch corners
M1 a
b 250
M2 ‐
M3 a 205
b
M4 a 245
b 285
M5 a
b
M6 a 318
b 321
M7 ‐ 205
M8 ‐ 284
ΔσEq‐I
(N/mm2)
Inner bottom plating
Inner side plating
Transverse bulkhead
Hold frames of single side bulk carriers
Ordinary stiffeners in double side space
Ordinary stiffeners in upper and lower wing tank
Ordinary stiffeners in double bottom
Hatch corners
Notasi Members
Tabel 3.13 : Equivalensi notch stress range pada LC 4
Terakhir tegangan yang dipakai dalam perhitungan fatigue damage adalah correction equivalent notch stress (ΔσE)yang merupakan fungsi dari faktor berikut ini fcoat, fmaterial, fthick.
fcoat : faktor korosi fcoat = 1.05 untuk balas = 1.03 untuk void dan ruang muat fmaterial : faktor koreksi terhadap jenis material
fmaterial = HRe960
1200
fthick : faktor koreksi terhadap ketebalan pelat
fthick =
25.0
22
t
untuk t 22 mm
fthick = 1.0 untuk t < 22 mm sehingga untuk detail bagian alas dalam dapat dihitung sebagai berikut:
Tabel 3.14 : faktor korosi, material dan faktor ketebalan pelat
M1 a
b 360
M2 ‐
M3 a 314
b
M4 a 341
b 325
M5 a
b
M6 a 290
b 270
M7 ‐ 314
M8 ‐ 301
Notasi Members
Ordinary stiffeners in double bottom
Hatch corners
Inner bottom plating
Inner side plating
Transverse bulkhead
Hold frames of single side bulk carriers
Ordinary stiffeners in double side space
Ordinary stiffeners in upper and lower wing tank
ΔσEq‐I
(N/mm2)
tmm
M1 a
b 1.03 315 0.9375 16 1.00
M2 ‐
M3 a 1.03 315 0.9375 16 1.00
b
M4 a 1.03 315 0.9375 13 1.00
b 1.03 315 0.9375 13 1.00
M5 a
b
M6 a 1.03 315 0.9375 14.5 1.00
b 1.03 315 0.9375 14.5 1.00
M7 ‐ 1.05 315 0.9375 16 1.00
M8 ‐ 1.03 315 0.9375 14 1.00
Ordinary stiffeners in double bottom
Hatch corners
ReHNotasi Members
f coat
Inner bottom plating
Inner side plating
Transverse bulkhead
f material f thick
Hold frames of single side bulk carriers
Ordinary stiffeners in double side space
Ordinary stiffeners in upper and lower wing tank
Tabel 3.15 : Correction notch stress range pada LC 1
Tabel 3.16 : Correction notch stress range pada LC 2
M1 a
b 337
M2 ‐
M3 a 339
b
M4 a 294
b 333
M5 a
b
M6 a 339
b 290
M7 ‐ 346
M8 ‐ 306
Notasi MembersΔσE
(N/mm2)
Inner bottom plating
Inner side plating
Transverse bulkhead
Hold frames of single side bulk carriers
Ordinary stiffeners in double side space
Ordinary stiffeners in upper and lower wing tank
Ordinary stiffeners in double bottom
Hatch corners
M1 a
b 345
M2 ‐
M3 a 332
b
M4 a 339
b 339
M5 a
b
M6 a 324
b 324
M7 ‐ 338
M8 ‐ 282
ΔσE
(N/mm2)
Inner bottom plating
Inner side plating
Transverse bulkhead
Hold frames of single side bulk carriers
Ordinary stiffeners in double side space
Ordinary stiffeners in upper and lower wing tank
Ordinary stiffeners in double bottom
Hatch corners
Notasi Members
Tabel 3.17 : Correction notch stress range pada LC 3
Tabel 3.18 : Correction notch stress range pada LC 4
Perhitungan fatigue damage sebagai berikut:
vvv
NK
ND
R
jELjj ,1
7,1
4
)(ln/3
/4
4,
K : Pareamter Kurva S-N diambil dengan harga 1.014.1015
NL : Jumlah n cycle = L
TL
log4
85.0 = 76206791
TL : Desain umur konstruksi kapal untuk CSR 25 tahun yaitu 7.884 103
RiE
Nln3.100
,
Г : type 2 incomplate gamma fuction, dicari dengan munggunakan software γ : type 1 incomplate gamma fuction, dicari dengan munggunakan software
M1 a
b 242
M2 ‐
M3 a 198
b
M4 a 237
b 275
M5 a
b
M6 a 307
b 310
M7 ‐ 202
M8 ‐ 274
Notasi Members
Inner bottom plating
Inner side plating
Transverse bulkhead
Hold frames of single side bulk carriers
Ordinary stiffeners in double side space
Ordinary stiffeners in upper and lower wing tank
Ordinary stiffeners in double bottom
Hatch corners
ΔσE
(N/mm2)
M1 a
b 348
M2 ‐
M3 a 303
b
M4 a 330
b 314
M5 a
b
M6 a 280
b 260
M7 ‐ 309
M8 ‐ 290
ΔσE
(N/mm2)
Hatch corners
Inner side plating
Transverse bulkhead
Hold frames of single side bulk carriers
Ordinary stiffeners in double side space
Ordinary stiffeners in upper and lower wing tank
Ordinary stiffeners in double bottom
Inner bottom plating
Notasi Members
Tabel 3.19 : harga αj
LC BC-A BC-B, BC-C L<200m 1 0.6 0.7
2 0.1 --- 3 0.15 0.15 4 0.15 0.15
L≥200m 1 0.25 0.5 2 0.25 --- 3 0.2 0.2 4 0.3 0.3
Dalam persamaan fatigue damage diatas yang paling berpengaruh adalah haraga αj yang merupakan faktor pembobotan dari kondisi pembebanan dari LC1 – LC4. Harga αj dapat dilihat pada tabel diatas.
Tabel 3.20 : Harga DJ dan life time prediction dalam tahun pada LC 1
Tabel 3.21 : Harga DJ dan life time prediction dalam tahun pada LC 2
M1 a
b 218 0.9067 28
M2 ‐
M3 a 220 0.91904 27
b
M4 a 179 0.713454 35
b 214 0.88726 28
M5 a
b
M6 a 220 0.91771 27
b 176 0.694668 36
M7 ‐ 220 0.955424 26
M8 ‐ 190 0.7622 33Hatch corners
Hold frames of single side bulk carriers
Ordinary stiffeners in upper and lower wing tank
Transverse bulkhead
Ordinary stiffeners in double side space
Ordinary stiffeners in double bottom
Notasi MembersΔσ
N/mm2 Dj
lifetime
(tahun)
Inner bottom plating
Inner side plating
M1 a
b 225 0.9517 26
M2 ‐
M3 a 213 0.8761 29
b
M4 a 220 0.92271 27
b 220 0.92271 27
M5 a
b
M6 a 206 0.836501 30
b 206 0.836501 30
M7 ‐ 213 0.910453 27
M8 ‐ 169 0.673574 37
Hold frames of single side bulk carriers
Notasi Members Dj lifetime
(tahun)
Inner bottom plating
Inner side plating
Transverse bulkhead
Δσ
N/mm2
Ordinary stiffeners in double side space
Ordinary stiffeners in upper and lower wing tank
Ordinary stiffeners in double bottom
Hatch corners
Tabel 3.22 : Harga DJ dan life time prediction dalam tahun pada LC 3
Tabel 3.23 : Harga DJ dan life time prediction dalam tahun pada LC 4
Hasil dari perkiraan umur konstruksi kapal Bulk Carrier “ISA LUCKY” 26.000 DWT membuktikan bahwa pada area yang ditelilti (M1, M3, M4, M6, M7 dan M8) memenuhi kriteria yang diatur dalam regulasi Common Structural Rules Chapter 8, Section 2, 4.1. Tetapi ada beberapa bagian yang hasil umur konstruksi kapalnya masih terlalu dekat dengan kriteria yang disyaratkan dalam CSR. Untuk itu dapat dilakukan penambahan ketebalan pelat pada bagian konstruksi yang memiliki nilai umur konstruksi kapal masih terlalu dekat dengan kriteria yang disyaratkan oleh CSR. Hal ini dilakukan karena dengan penambahan ketebalan pelat maka tegangan yang dihasilkan akan lebih kecil, sehingga umur konstruksi kapal bisa lebih panjang.
M1 a
b 136 0.563 44
M2 ‐
M3 a 103 0.499851 50
b
M4 a 132 0.559877 45
b 163 0.651602 38
M5 a
b
M6 a 191 0.760327 33
b 193 0.505747 32
M7 ‐ 103 0.505747 49
M8 ‐ 162 0.648079 39
Δσ
N/mm2 Dj
lifetime
(tahun)
Ordinary stiffeners in double bottom
Notasi Members
Inner bottom plating
Inner side plating
Transverse bulkhead
Hold frames of single side bulk carriers
Ordinary stiffeners in double side space
Ordinary stiffeners in upper and lower wing tank
Hatch corners
M1 a
b 228 0.971915 26
M2 ‐
M3 a 187 0.739693 34
b
M4 a 211 0.870176 29
b 197 0.795973 31
M5 a
b
M6 a 167 0.660019 38
b 151 0.60663 41
M7 ‐ 187 0.766174 33
M8 ‐ 176 0.701054 36
Notasi Members
Transverse bulkhead
Δσ
N/mm2 Dj
lifetime
(tahun)
Inner bottom plating
Inner side plating
Hold frames of single side bulk carriers
Ordinary stiffeners in double side space
Ordinary stiffeners in upper and lower wing tank
Ordinary stiffeners in double bottom
Hatch corners
4. Kesimpulan
Setelah dilakukan perhitungan dan analisa pada bab IV tentang perkiraan umur konstruksi pada
kapal Bulk Carrier “ISA LUCKY” 26.000 DWT maka dapat diketahui bahwa:
1. Tegangan pada hasil analisis sangat besar karena regulasi CSR memberlakukan faktor
pengurangan tebal pelat akibat korosi, yang mana ketebalan pelat untuk analisa lebih
tipis dibanding ketebalan yang akan dipasang. Hal ini sangat mempengaruhi besarnya
tegangan yang terjadi pada kapal.
2. Tegangan sangat besar juga disebabkan karena regulasi CSR menerapkan pembebanan
eksternal yang lebih ekstrim, karena pembebanan gelombang menggunakan ekivalensi
desain gelombang (EDW), H, F, P dan R.
3. Umur konstruksi kapal ini memenuhi kriteria pada regulasi CSR yang mempunyai
rancangan umur konstruksi hingga 25 tahun.
Sehingga dapat disimpulkan regulasi CSR dapat menghasilkan desain konstruksi kapal yang lebih tahan lama, kuat dan lebih aman untuk berlayar pada kondisi ekstrim (Samudra Atlantik Utara). 5. Daftar Pustaka
IACS. 2006. "Joint Bulk Carrier Project". IACS Common Structural Rules for Bulk Carriers”.
UK, 1 Januari 2006.
Gary E. Horn, Yung K. Chen, Jack M, Chen. “Safehull Fatigue Assessment of Ship Structural
Details1”.Amercan Bureau of Shipping 1999, New York, NY, 1
H. Cramer, Robert loseth & Kjell Olaisen,. “Fatigue Assesment of Ship Structures” Elsevier,1994.
H.El Minor, Kaifani, M Louah, Z Azari, G. Pluvinage.”Fracture Toughness Of hight steel – Using
the notch stress intensity factor and volumetric Approach”, Elsevier .2002.
Inge Lotsberg, 8 August 2005. “Assessment of fatigue capacity in the new bulk
carrier and tanker rules”. 18, 2:97-113.