perjanjian kawin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

......

Citation preview

TUGAS HKP

ANALISA AKTA PERJANJIAN PERKAWINAN NOMOR 1

OLEH :

1. GILAR AMRIZAL

(E1A012355)

2. SHABRINA MAHFUD

(E1A012360)3. GENDIS INDRAYANI RAHARJENG

(E1A012335)4. MUHAMAD FAJARONI

(E1A012321)FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2013ANALISISAnalisis Akta Perjanjian Perkawinan ini, dilakukan terhadap Akta Nomor 1 yang dibuat dihadapan Notaris Pratiwi Handayani di Tangerang, pada tanggal 05 Oktober 2006 dan telah didaftarkan di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Bandung. Sehingga akta perjanjian perkawinan ini sah dan berlaku efektif terhadap kedua belah pihak yaitu calon suami atau istri dan berlaku juga terhadap pihak ketiga dalam perkawinan.1. Landasan Hukum

Akta Perjanjian Kawin tersebut mendeskripsikan kepada Perjanjian kawin yang menyimpangi ketentuan Pasal 119 KUH Perdata yaitu mulai pada saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan istri sepanjang mengenai hal itu .tidak diadakan perjanjian kawin.

Perjanjian Kawin yang dimaksud dalam akta tersebut TIDAK menghendaki terjadinya persekutuan harta benda Perkawinan. Hal mana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 akta tersebut yang menyebutkan bahwa :

Antara pihak pertama (suami) dan pihak kedua tidak akan terjadi percampuran harta benda bukan hanya percampuran harta menurut hokum, tetapi juga tidak akan terdapat percampuran untung dan rugi serta pula percampuran penghasilan dan pendapatan dan percampuran apapun juga dengan tegas ditiadakan, sehingga masing-masing pihak tetap memiliki apa yang dibawanya dalam perkawinan atau yang diperolehnya sepanjang perkawinan mereka dengan jaan apapun juga, jadi singkatnya harta pihak yang satu terpisah sama sekali dari pihak lainnya

Dengan mengadakan perjanjian kawin ini maka calon suami dan istri dalam beberapa hal pengaturan akta ini, bertujuan untuk menyimpangi persatuan harta kekayaan yang telah diatur dalam KUH Perdata (Pasal 139 KUH Perdata). Dimungkinkannya penyimpangan terhadap ketentuan pasal 119 KUH Perdata ini maka pada dasarnya asas yang digunakan dalam perjanjian kawin merujuk kepada asas-asas umum yang diatur dalam perikatan (Verbintenis).

Pasal 1 ayat 1 Akta Nomor 1 Notaris Pratiwi Handayani di Tangerang, pada tanggal 05 Oktober 2006 tentang perjanjian kawin tersebut, menunjukan bahwa perjanjian kawin yang dibuat oleh calon suami atau istri yang dimaksud dalam akta tersebut, menghendaki adanya Pemisahan Mutlak Persatuan/campur harta dalam perkawinannya. Pasal ini telah sesuai dengan Pasal 144 KUH Perdata yang mengatur bahwa :

Ketiadaan persatuan harta kekayaan tidak berarti tak adanya persatuan untung dan rugi, kecuali jika ini pun kiranya dengan tegas ditiadakannya

2. Jenis-Jenis Harta dalam Perkawinan

Pada perjanjian kawin dengan pemisahan mutlak harta persatuan, secara teoritis dikelompokan menjadi 2 (dua) jenis harta dalam perkawinan, yaitu :

a. Harta Pribadi Suami

Yang termasuk kedalam harta pribadi suami adalah harta bawaan suami, hutang bawaan suami dan harta cuma-cuma yang diperoleh suami sepanjang perkawinan.

b. Harta Pribadi Istri

Yang termasuk kedalam harta pribadi istri adalah harta bawaan istri, hutang bawaan istri dan harta cuma-cuma yang diperoleh istri sepanjang perkawinan.

Pada akta ini juga telah diatur mengenai jenis-jenis barang apa saja yang merupakan milik calon suami atau istri. Pasal 2 Akta tersebut menyebutkan:

Harta benda yang dimiliki dan dibawa oleh masing-masing pihak pada waktu perkawinan dilangsungkan dan/atau yang diperoleh kemudian hari akan tetap menjadi miliknya masing-masing pihak, demikian pula hutan-hutang yang dibawa masing-masing dalam perkawinan atau yang telah terjadi selama perkawinan dengan sengaja maupun tidak sengaja untuk seluruhnya menjadi tanggungan/akan tetap dipikul dan dibayar oleh pihak yang membawa atau yang mengadakan hutang itu

3. Bentuk Harta Perkawinan

Bentuk harta perkawinan dalam perjanjian kawin dengan pemisahan mutlak harta campur atau persatuan, terhadap barang-barang yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya dan utang-utang yang tidak didaftarkan masuk ke dalam buku besar tentang perutangan umum, misal : tidak didaftarkan dalam Kantor Fidusia, Tanah sebagai jaminan utang tanpa hak tanggungan. Harus dicantumkan ke dalam Perjanjian Kawin, atau dengan surat pertelaan, yang ditanda tangani oleh Notaris dan ditempelkan pada akta asli perjanjian kawin serta harus di daftarkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri yang bersangkutan. (Pasal 150 KUH Perdata)

Pada Akta Perjanjian Kawin ini, bentuk barang-barang yang disebut dalam akta diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 yaitu :-Pasal 5-

Pakaian dan perhiasan badan yang diperuntukkan dan dipakai oleh masing-masing pihak pada waktu pernikahan berakhir karena perceraian maupun bilamana terjadi keadaan perpisahan meja dan tempat tidur akan dianggap sebagai milik dari masing-masing pihak yang memakai atau untuk pemakaian siapa barang-barang itu diperuntukkan, terkecuali bilamana dapat dibuktikan tentang hal sebaliknya-Pasal 6-

Barang-barang perabotan rumah tangga yang ada dalam rumah dimana pihak pertama dan pihak kedua tersebut bertempat tinggak sehari-hari, pada waktu perkawinan berakhir atau pada waktu diadakan perhitungan menurut hokum, akan dianggap kepunyaan masing-masing pihak, harus ternyata dari surat-surat/bukti-bukti atau penjelasan lain atau kesepakatan bersama kedua belahh pihak4. SimpulanPerjanjian Perkawinan adalah perjanjian yang dibuat oleh calon suami dan iatri untuk mengatur akibat perkawinannya terhadap harta kekayaan mereka. Jadi Perjanjian Perkawinan adalah inheren dengan harta kekayaan perkawinan.

Perjanjian Perkawinan dibuat untuk menyimpangi ketentuan yang sudah diatur dalam undang-undang yaitu untuk menyimpangi Pasal 119 KUH Perdata. Dengan dibuatnya perjanjian perkawinan maka calon suami atau istri berhak menyiapkan beberapa hal untuk menyimpangi peraturan perundang-undangan sekitar persatuan harta kekayaan, asalkan tidak bertentangan dengan tata susila dan ketertiban umum. (Pasal 139 KUH Perdata)

Pada dasarnya pembuatan perjanjian perkawinan salah satunya betujuan untuk membatasi kekuasaan si suami dalam harta persatuan perkawinan. Sebaliknya dengan perjanjian perkawinan kewenangan si istri bertambah besar dengan adanya pemisahan harta atau dengan menidadakan atau membatasi harta persatuan dalam perkawinan. Walaupun kekuasaan yang mutlak (demi hukum ) dari si suami sebagai kepala keluarga dan orang tua tidak boleh untuk dikurangi atau ditidakan.