113
PERILAKU KONSUMTIF MAHASISWA ANALISIS PERSPEKTIF HERBERT MARCUSE SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag ) Oleh: Aditya Bagus Setiawan NIM. 53050150003 PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2019

PERILAKU KONSUMTIF MAHASISWA ANALISIS PERSPEKTIF …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/6529/1/skripsi aditya.pdfMahasiswa Fuadah Analisis Prespektif Herbert Marcuse. Alasan pemilihan

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • PERILAKU KONSUMTIF MAHASISWA

    ANALISIS PERSPEKTIF HERBERT MARCUSE

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag )

    Oleh:

    Aditya Bagus Setiawan

    NIM. 53050150003

    PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

    FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

    SALATIGA

    2019

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN

    MOTTO

    Berpusat dari agama Islam dipadu dengan warisan budaya tanah jawa guna

    melahirkan keluhuran budi.

    PERSEMBAHAN

    1. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Tunggal telah menggariskan Ibu

    Misriyati dan Bapak Agus Dwi sebagai kedua orang tua ku

    2. Bapak Dr. Benny Ridwan, M.Hum. selaku pembimbing dalam

    perancangan skripsi sekaligus Dekan Fakulltas Ushuluddin, Adab dan

    Humaniora

    3. Bapak Yedi Efriadi, M.Ag. selaku ketua program studi Aqidah dan Fisafat

    Islam

    4. Atika Agnaeni S.Pd. yang secara eksplisit memberikan dukungan baik

    moril bahkan finansial

    5. Jauharul wali dan wahyu saifudin sahabat sedari sekolah tingkat dasar

    yang mengajarkan keanekaragaman dimensi kehidupan

    6. Sahabat angkatan 2015 dari progdi AFI yang turut mengembangkan daya

    berfikir penulis

    7. Ahmad Mahasinul, Cahya Firman, Albi Supriyadi, Agung Dwi yang terus

    memberi asupan moril.

    8. Fahrul, Edi, Ongki yang turut melatar beakangi penulis untuk membuat

    penelitian ini, dan teman-teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-

    persatu

  • vi

    ABSTRAK

    Skripsi ini hasil dari penelitian lapangan (field research) dengan judul

    “Perilaku Konsumtif Mahasiswa Analisis Perspektif Herbert Marcuse” dengan

    menggunakan metode deskriptif analisis yaitu mendeskripsikan atau memberi

    gambaran terhadap objek yang diteliti melalui informan yang berhasil

    dikumpulkan. Adapun tujuan penelitian ini salah satunya untuk memantik pola pikir

    bersifat revolusioner dari mahasiswa yang sudah tereduksi oleh sikap konsumtif.

    Seluruh lapisan manusia sudah tidak menyangkal dengan revolusi industri

    4.0 saat ini yang membawa berbagai dampak positif dan negatif baik secara

    langsung maupun kumulatif. Herbert Marcuse yang terlahir dari aliran mazhab

    kritis pula menyadari hal ini, akan tetapi lebih condong kepada dampak negatif yang

    menurutnya mendominasi. Hal itu tercetus dalam one-dimensional man dimana

    kapitalisme yang terjadi sudah berpindah ke makna kapitalisme lanjut. Pada

    kapitalisme lanjut ini salah satunya merebaknya bentuk represif yang disebut

    budaya paraktis yaitu segala kebutuhan (primer,sekunder dan tersier) dikemas

    sedemikian rupa sehingga segala kebutuhan tersebut terasa rasional.

    Permasalahan tersebut dewasa ini juga menghinggapi kehidupan mahasiswa

    khususnya mahasiswa fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora di IAIN Salatiga.

    Dengan dasar perilaku konsumtif, banyak mahasiswa yang kurang bisa memilah

    mana kebutuhan yang harus dan mana kebutuhan yang kurang berguna yang pada

    akhirnya orientasi mahasiswa menuntut ilmu di dunia akademisi tidak lagi murni.

    Hal ini tidak boleh terus dibiarkan mengingat mahasiswa adalah salah satu bagian

    dari revolusi untuk menghentikan represi dari aktifitas kapitalisme lanjut bukan

    untuk menjadi penggiat dalam mewarisi dan mengembangkan sistem kapitalisme

    lanjut.

    Temuan penelitian: sikap konsumtif menurut Marcuse adalah dorongan

    akan pemenuhan kebutuhan palsu. Adapun beberapa efek daripada fenomena ini

    antara lain terkikisnya batasan antara kebutuhan primer dengan kebutuhan sekunder

    sebagai seorang mahasiswa dan kaburnya orientasi mahasiswa dalam dunia

    pendidikan formal yang ditempuh di fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora.

    Kata kunci: manusia satu dimensi, konsumtif, mahasiswa

  • vii

    PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

    Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini

    berpedoman pada surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan

    dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987.

    A. Konsonan Tunggal

    Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

    Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan ا

    ba’ B Be ب

    ta’ T Te ت

    (ṡa ṡ es (dengan titik di atas ث

    Jim J Je ج

    )ḥa’ ḥ ha (dengan titik di bawah ح

    kha’ Kh ka dan ha خ

    Dal D De د

    (Żal Ż zet (dengan titik di atas ذ

    ra’ R Er ر

    Zal Z Zet ز

    Sin S Es س

    Syin Sy es dan ye ش

    (ṣad ṣ es (dengan titik di bawah ص

    (ḍad ḍ de (dengan titik di bawah ض

    (ṭa’ ṭ te (dengan titik di bawah ط

    (ẓa’ ẓ zet (dengan titik di bawah ظ

    (ain ‘ koma terbalik (di atas‘ ع

    Gain G Ge غ

    fa’ F Ef ف

    Qaf Q Qi ق

    Kaf K Ka ك

    Lam L El ل

    Mim M Em م

    Nun N En ن

    Wawu W We و

    ha’ H Ha ه

    Hamzah ` Apostrof ء

    ya’ Y Ye ي

  • viii

    B. Konsonan Rangkap Tunggal karena Syaddah Ditulis Rangkap

    Ditulis Muta’addidah متعددة

    Ditulis ‘iddah عدة

    C. Ta’ Marbuṭah di akhir kata ditulis h

    a. Bila dimatikan ditulis h

    Ditulis Ḥikmah حكمة

    Ditulis Jizyah جزية

    (ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam bahasa

    Indonesia, seperti zakat, shalat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya)

    b. Bila diikuti kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis h.

    `Ditulis Karâmah al-auliyā كرمة االولياء

    c. Bila Ta’ Marbuṭah hidup dengan harakat, fatḥah, kasrah, atau ḍammah ditulis t.

    كاة الفطرة ز Ditulis Zakat al-fiṭrah

    D. Vokal Pendek

    _َ__ Fatḥah Ditulis A

    _ِ__ Kasrah Ditulis I

    _ُ__ Ḍammah Ditulis U

    E. Vokal Panjang

    Fathah bertemu Alif Ditulis Jahiliyyah جاهلية

    Fatḥah bertemu Alif Layyinah Ditulis Tansa تنسى

    Kasrah bertemu ya’ mati Ditulis Karīm كريم

  • ix

    Ḍammah bertemu wawu mati Ditulis Furūḍ فروض

    F. Vokal Rangkap

    Fatḥah bertemu Ya’ Mati بينكم Ditulis Bainakum

    Fatḥah bertemu Wawu Mati قول Ditulis Qaul

    G. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof

    Ditulis A`antum أأنتم

    Ditulis U’iddat أعدت

    Ditulis La’in syakartum لئن شكرتم

    H. Kata sandang alif lam yang diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsyiyyah

    ditulis dengan menggunkan “al”

    Ditulis Al-Qur`ān القران

    Ditulis Al-Qiyās القياس

    `Ditulis Al-Samā السماء

    Ditulis Al-Syams الشمس

    I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat ditulis menurut bunyi atau

    pengucapannya

    Ditulis Żawi al-furūḍ ذوى الفروض

    Ditulis Ahl al-sunnah اهل السنة

  • x

    TERIMA KASIH

    Segala puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmatnya penulis bisa

    menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Selanjutnya penulis ucapkan kepada

    seluruh dosen dan karyawan fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora yang telah

    membantu penulis dalam membimbing dari garis awal hingga menuju garis akhir

    dalam proses pembuatan skripsi. Kemudian tidak lupa kepada seluruh informan ang

    bersedia menyumbangkan pikirannya terhadap penelitian ini dan teman-teman

    penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu demi satu yang telah memberi

    dukungan baik waktu, tenaga, kekayaan ide, dan moril dalam mendukung

    terciptanya tulisan ini.

  • xi

    DAFTAR ISI

    Halaman Judul ........................................................................................ i

    Pernyataan Keaslian Tulisan .................................................................. ii

    Persetujuan Pembimbing ........................................................................ iii

    Pengesahan Kelulusan ............................................................................ iv

    Motto dan Persembahan ......................................................................... v

    Abstrak ................................................................................................... vi

    Pedoman Transliterasi ............................................................................ vii

    Ucapan Terima Kasih ............................................................................. x

    Daftar Isi ................................................................................................. xi

    Daftar Gambar ........................................................................................ xiii

    Daftar Lampiran ..................................................................................... xiv

    BAB I PENDAHULUAN .......................................................... 1

    A. Latar Belakang ......................................................... 1

    B. Rumusan Masalah .................................................... 4

    C. Tujuan penelitian ...................................................... 5

    D. Manfaat penelitian .................................................... 5

    E. Tinjauan pustaka ....................................................... 5

    F. Kerangka teoritik ...................................................... 7

    G. Metode Penelitian ..................................................... 9

    H. Waktu dan lokasi ..................................................... 13

    I. Sistematika Penulisan .............................................. 13

    BAB II LANDASAN TEORI...................................................... 16

    A. Tinjauan Teoritis....................................................... 16

    1. Perilaku konsumtif............................................. 16

    2. Perilaku konsumtif dalam perspektif islam ....... 23

    3. Karakteristik mahasiswa .................................... 27

    B. Kajian teori ............................................................... 28

    BAB III DESKRIPTIF PEMIKIRAN ........................................... 29

    A. Pendekatan penelitian ............................................... 29

    B. Objek penelitian ........................................................ 30

    C. Subjek penelitian ....................................................... 30

    D. Kriteria penentuan sampel ......................................... 31

    E. Alat-alat penelitian .................................................... 32

    F. Langkah-langkah penelitian ...................................... 32

    G. Teknik analisis data ................................................... 35

    BAB IV HASIL PENELITIAN ...................................................... 38

    A. Biografi Herbert Marcuse .......................................... 38

  • xii

    B. Karya Herbert Marcuse ................................................ 41

    C. Filsafat era modern ....................................................... 43

    D. Latar belakang pemikiran ............................................. 49

    E. Konsumtif dan Herbert Marcuse .................................. 59

    F. Bentuk perilaku konsumtif ........................................... 64

    G. Bentuk Perilaku konsumtif mahasiswa fakultas

    Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga........ 67

    BAB V PENUTUP .......................................................................... 77

    A. Kesimpulan .................................................................. 77

    B. Saran ............................................................................ 79

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 80

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

  • xiii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

    Gambar 3.1 Langkah-langkah metode ilmiah

  • xiv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran I Surat ijin penelitian

    Lampiran II Pedoman wawancara

    Lampiran III Foto hasil wawancara

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau

    tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan

    tujuan, baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai

    faktor yang saling berinteraksi. Dari segi biologis, perilaku adalah suatu

    kegiatan atau aktifitas organism (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh

    sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari

    tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena

    mempunyai aktifitas masing-masing.1 Sehingga yang dimaksud dengan

    perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari

    manusia itu sendiri, antara lain berinteraksi, bergaul, makan, dan

    sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

    dengan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia.

    Seiring perkembangan zaman, manusia mempunyai kecenderungan

    sosial untuk meniru sesuatu, sebagai wujud pembentukan diri dalam

    kehidupan masyarakat. Proses meniru misalnya seorang anak yang meniru

    perilaku dan kebiasaan orang tuanya, pendatang yang meniru kebudayaan

    pribumi atau sebaliknya, masyarakat tradisional terhadap masyarakat

    1Soekidjo Notoadmojo, Konsep Perilaku Kesehatan (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 25.

  • 2

    modern dan dijadikan sebagai gaya hidup. Gambaran tersebut menunjukkan

    bahwa manusia membutuhkan interaksi atau komunikasi untuk membentuk

    diri sebagai pribadi (individu) dan sekaligus sebagai makhluk sosial.2

    Tentunya hal tersebut juga berlaku dalam lingkungan mahasiswa

    lebih mengkerucut kembali dalam ranah fakultas Ushuluddin, Adab, dan

    Humaniora di IAIN Salatiga. mahasiswa dapat didefinisikan sebagai

    individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri

    maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi.

    Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan

    dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan

    bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat

    pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling

    melengkapi.3 Akan tetapi dalam realitas yang ada saat ini bagaimana bisa

    terjadi mahasiswa yang relatif pasif dalam kegiatan perkuliahan di kelas,

    adanya mahasiswa yang mendapat julukan trendsetter, adanya mahasiswa

    yang bekerja paruh waktu tetapi ada pula yang sembari menimba ilmu di

    dunia pesantren, atau maraknya aktifitas rekreasi demi sebuah istilah

    content atau instagenic dan semakin maraknya tempat-tempat “nongkrong”

    yang membalut dirinya dengan promosi warung makan. Apa mungkin

    faktor-faktor demikian tiba-tiba muncul dan bisa saja tiba-tiba menghilang?

    Ketergantungan terhadap merek telah bergeser: merek telah merasuki

    2 Rusmin, Tumanggor, dkk. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 43. 3 Dwi Siswoyo, dkk., Ilmu Pendidikan (Yogyakarta : UNY Pers, 2007), 121.

  • 3

    kehidupan ABG dan remaja secara mendalam.4 Peneliti menganggap hal-

    hal tersebut tidak terjadi begitu saja dan menyebutnya sebagai gejala akan

    sesuatu lain di balik gejala tersebut.

    Maka dari gejala-gejala yang tampak dari suatu realitas yang ada,

    dimana seharusnya seorang mahasiswa memiliki tujuan mencari ilmu dalam

    dunia akademis yang bisa saja di wujudkan dengan mengikuti kegiatan

    seminar-seminar yang ada, mengikuti diskusi ilmiah, banyak membaca,

    yang semua itu pada dasarnya membekali diri dengan pengetahuan

    kemudian orientasi perkuliahan seorang mahasiswa tersebut berubah

    sedemikian rupa penulis tertarik untuk menulis mengenai perilaku

    konsumtif yang terjadi dalam ranah mahasiswa.

    Salah satu filsuf yang secara intens mengupas gaya hidup konsumtif

    adalah Herbert Mercuse, seorang pemikir modern dengan one dimensional

    man nya yang mencoba untuk memberikan pandangan dalam permasalahan

    ini. Marcuse menganggap sikap konsumtif adalah dorongan akan

    pemenuhan kebutuhan palsu. Dalam salah satu bukunya Marcuse

    menuliskan kebutuhan palsu adalah kebutuhan yang dibebankan pada

    individu oleh adanya kepentingan sosial khusus dalam represinya;

    kebutuhan-kebutuhan yang mengabadikan kerja, agresivitas, penderitaan

    dan ketidakadilan.5 Sekilas menurut Mercuse, ada yang salah dalam mindset

    masyarakat modern ketika menghadapi dan memanfaatkan kemajuan-

    4 Alissa Quart, Belanja Sampai Mati, (Yogyakarta: Resist Book,2008), 4. 5 Herbert Marcuse, Manusia Satu Dimensi, Silvester G. Sukur, Yusup Priyasudiarja, (Yogyakarta: Narasi, 2016), 7.

  • 4

    kemajuan yang telah disediakan oleh produk-produk modern. Untuk itu

    perlu adanya sudut pandang dan kesadaran baru bagi masyarakat khususnya

    mahasiswa modern agar tidak terus terisolasi di dalam kejamnya era modern

    ini. Dalam pembahasan kali ini pribadi peneliti mencoba untuk

    menggambarkan bentuk mahasiswa konsumtif berdasarkan analisis

    prespektif Herbert Mercuse dengan judul penelitian “Perilaku Konsumtif

    Mahasiswa Fuadah Analisis Prespektif Herbert Marcuse. Alasan

    pemilihan judul berdasarkan pada (1) gejala yang penulis tangkap dari

    keseharian dalam aktifitas perkuliahan, (2) Marcuse merupakan bapak

    gerakan kiri baru yang dimana gerakan ini bermotif kemuakan akan

    kemewahan tanpa keluruhan, dalam hal ini penulis yang ingin

    mengembalikan kepada orientasi pure mahasiswa fakultas Ushuluddin,

    Adab dan Humaniora, (3) hubungan antara teori manusia satu dimensi

    dengan sikap konsumtif mahasiswa di fakultas Ushuluddin, Adab dan

    Humaniora

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok permasalahan yang akan

    dibahas adalah:

    1. Bagaimana perilaku konsumtif mahasiswa Fuadah di kampus IAIN

    Salatiga?

    2. Bagaimana analisis perspektif Herbert Marcuse terhadap perilaku

    konsumtif mahasiswa Fuadah?

  • 5

    C. Tujuan penelitian

    1. Mengetahui bentuk perilaku konsumtif Mahasiswa Fuadah di kampus

    IAIN Salatiga

    2. Mengetahui analisis prespektif Herbert Mercuse terhadap perilaku

    konsumtif mahasiswa Fuadah

    D. Manfaat Penelitian

    1. Menyajikan kepada masyarakat umum tentang sikap konsumtif di

    kalangan mahasiswa melalui perspektif Herbert Marcuse

    2. Pembahasan masalah ini akan bermanfaat baik secara teoritis

    (mengembangkan ilmu keushuluddinan) dan secara praktis

    (mengetahui keburukan sikap konsumerisme yang berlebihan di

    kalangan mahasiswa) khususnya pada penulis serta mahasiswa secara

    umum

    E. Tinjauan Pustaka

    Untuk memberikan pertimbangan penelitian terhadap objek

    penelitian yang akan penulis lakukan, tinjauan pustaka dalam sub bab ini

    akan menempatkan secara akademis posisi penelitian ini atas beberapa

    penelitian sebelumnya. Sebuah tinjauan akan hasil penelitian yang memiliki

    suatu kerangka analisis yang serupa dalam kajiannya.

    1. Tesis berjudul “Konsumerisme Manusia Satu Dimensi” oleh Ghulam

    Falach Lc. dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2018.

  • 6

    Merupakan jenis library research, yang meneliti mengenai bentuk baru

    kapitalisme yaitu kapitalisme lanjut menggunakan sudut pandang

    Herbert Marcuse. akan tetapi penulis hanya mendapatkan bagian bab I

    dan V melalui internet

    2. Skripsi berjudul “Pengaruh Gaya Hidup Hedonis Terhadap Perilaku

    Konsumtif Menurut Ekonomi Islam” oleh Ahsan Lodeng dari UIN

    Raden Intan lampung pada tahun 2018. Menggunakan pendekatan field

    research, memaparkan mengenai dampak gaya hidup hedonis terhadap

    perilaku di kalangan mahasiswa santri yang menetap pada Ma’had Al-

    Jami’ah dalam kampus tersebut di tinjau dari segi ekonomi Islam.

    3. Skripsi berjudul “Masyarakat Tanpa Oposisi (Kritik Herbert Marcuse

    Atas Modernitas) tahun 2003 yang di tulis oleh Moh. Jauharul La’ali dari

    UIN Yogyakarta berjenis penelitian pustaka yang menjelaskan mengenai

    kapitalisme di era modernitas menggunakan pisau anaisis Herbert

    Marcuse yang tokoh – tokoh sekunder lainnya yang berhubungan dengan

    Herbert Marcuse.

    4. E-Jurnal yang berjudul “herbert marcuse tentang masyarakat satu

    dimensi” yang di tulis oleh agus darmaji dari UIN Syarif Hidayatulah

    Jakarta. Mengupas ulang tentang salah satu karya Herbert Marcuse yang

    berjudul One-Dimensional Man mengenai kritik masyarakat industri di

    era ini.

    5. Karya ilmiah berupa peneitian pustaka yang ditulis oleh Karel Nuki

    Prayogi dari Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya pada tahun

  • 7

    2015 berjudul “Kajian Pemikiran Manusia-Satu Dimensi Menurut

    Herbert Marcuse” memaparkan konsep masyarakat satu dimensi menurut

    herbert marcuse

    Penulis setelah membaca penelitian yang di angkat, menyimpulkan

    bahwa ada penelitian yang serupa akan tetapi kali ini yang membedakan

    penelitian ini dengan yang lain yaitu penulis lebih menekankan pada

    pengaruh gaya hidup konsumtif terhadap orientasi mahasiswa fakultas

    Ushuluddin, Adab dan Humaniora di IAIN Salatiga dalam teori one-

    dimensional man.

    F. Kerangka Teoritik

    Pembahasan skripsi ini merupakan penelitian dalam lini filsafat

    sosial. Filsafat sosial adalah wacana yang membahas isu – isu fundamental,

    yang dikarenakan isu-isu itulah program-program politik berbeda satu sama

    lain.6 Mahasiswa yang baru memasuki lingkungan Perguruan tinggi

    berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya, namun karena beberapa

    faktor mahasiswa cenderung berperilaku konsumtif dalam pemenuhan

    kebutuhan sehari-hari.

    Mahasiswa cenderung berperilaku konsumtif karena menganggap

    bahwa dengan mengkonsumsi sesuai dengan perkembangan yang ada akan

    membuat mereka dinilai lebih oleh lingnkungannya. Faktor-faktor yang

    mempengaruhi perilaku konsumtif mahasiswa Fuadah antara lain karena:

    6 Hans Fink, Fisafat Sosial, cet. Ke1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 5.

  • 8

    keinginan, gaya hidup/mode, besar pendapatan/uang kiriman dari orang tua,

    pengetahuan dan sikap dalam mengelola keuangan untuk mencukupi

    kebutuhan hidup, dan ditunjang dengan kemajuan teknologi informasi.

    Pengetahuan dan sikap mahasiswa terhadap suatu produk dan jasa juga

    mempengaruhi perilaku konsumtif mahasiswa, dengan pengetahuan atau

    derajat kepercayaan yang tinggi akan suatu produk yang mahal (bermerk)

    adalah salah satu penyebab perilaku konsumtif mahasiswa.

    Berikut ini adalah gambaran kerangka pemikiran terjadinya faktor-

    faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif mahasiswa Fuadah.

    Gambar 1.1: Kerangka Pemikiran

    Keterangan: tanda panah ( ) berarti mempengaruhi.7

    Faktor yang paling utama diduga penyebab faktor-faktor yang

    mempengaruhi perilaku konsumtif mahasiswa Fuadah adalah semakin

    senjangnya makna asli dari pada suatu hal. Suatu perumpamaan, apabila

    jumlah uang kiriman melebihi jumlah kebutuhan yang harus dikeluarkan

    7 Sri Hanuning, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif Mahasiswa, Skripsi S1 (Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011), 27.

    FAKTOR-FAKTOR YANG

    MEMPENGARUHI

    PERILAKU:

    1. Faktor Keinginan

    2. Faktor Ekonomi

    3. Faktor Gaya Hidup

    4. Faktor Media Informasi

    PERILAKU KONSUMTIF

    MAHASISWA

  • 9

    maka lingkungan akan membantu merubah perilaku mahasiswa menjadi

    konsumtif, disamping kurangnya pengawasan langsung dari orang tua.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi mahasiswa

    fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora seperti keinginan, ekonomi,

    gaya hidup, dan media informasi pada dasarnya saling terkait satu dengan

    yang lainnya. Faktor yang satu dapat mempengaruhi perilaku konsumtif bila

    ditunjang dengan faktor yang lain. Misalnya, faktor keinginan tidak dapat

    menjadi pengaruh perilaku menjadi konsumtif bila tidak ditunjang dengan

    adanya faktor ekonomi.

    G. Metode Penelitian

    Untuk merangkai sebuah karya ilmiah yang sistematis, maka penulis

    menggunakan metode diantaranya:

    1. Jenis Penelitian

    Penelitian penulis merupakan penelitian berbasis lapangan (field

    research) yaitu penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara

    intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi

    lingkungan suatu unit sosial baik individu, kelompok, lembaga, atau

    masyarakat.8 Tujuan dari pada penelitian lapangan adalah untuk

    8 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), 22.

  • 10

    menambah sudut pandang penulis memalui konteks sosial yang berlaku

    sehingga mendapatkan hasil penelitian yang lebih relevan.

    Sedangkan dari sifatnya penelitian ini bersifat deskriptif analitik

    yaitu penelitian untuk menggambarkan dengan lebih teliti ciri-ciri usaha

    untuk menentukan frekuensi.9 Data yang dihimpun berasal dari lokasi

    fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga.

    2. Sumber Data

    Ada dua bentuk sumber data dalam penelitian ini, yaitu:

    a. Sumber Data Primer

    Sumber data yang dapat memberikan data penelitian secara

    langsung yang berasal dari informan yang telah ditentukan

    menggunakan kriteria tertentu melalui wawancara. Sumber data

    primer penelitian ini adalah mahasiswa yang mencerminkan sikap

    konsumtif dan terdaftar dalam lima program studi dalam fakuktas

    Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga.

    b. Sumber Data Sekunder

    Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi

    kepustakaan antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-

    buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.10

    Data tersebut diperoleh dari perpustakaan, internet, dan hasil

    9 Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), 3. 10 Amirudin, Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), 30.

  • 11

    observasi yang penulis lakukan sebelum melaksanakan kegiatan

    wawancara.

    3. Metode Pengumpulan Data

    Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode yaitu:

    a. Observasi

    Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses

    yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua di

    antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan

    ingatan.11 Metode ini digunakan untuk memperoleh data dengan cara

    menghubungkan antara informasi (kejadian) dan konteks (hal yang

    berkaitan) sehingga memperoleh hasil yang lebih presisi melalui

    proses mengamati dan mencatat fenomena-fenomena tentang sikap

    konsumtif mahasiswa fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora

    IAIN Salatiga dengan sistematika (1) mengamati, mengingat dan

    mencatat gejala mengenai sikap konsumtif dilapangan, (2) membaca

    karya berupa tulisan yang berhubungan dengan sikap konsumtif dan

    (3) menentukan pokok permasalahan.

    b. Wawancara

    Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar

    informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan

    11 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, cet. Ke-19 (Bandung: CV. Alfabeta, 2013), 145.

  • 12

    makna dalam suatu topik tertentu.12 Dalam penelitian ini, penulis

    menggunakan jenis wawancara terstruktur dengan menggunakan

    pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya. Langkah-

    langkah dalam dalam metode wawancara ini (1) penulis menjelaskan

    tujuan berwawancara dengan informan, (2) menjelaskan keterangan

    yang penulis harapkan dari informan (3) informan menuliskan

    pendapatnya dilembaran yang berisi garis besar pokok permasalahan.

    Penulis dalam melakukan wawancara juga melakukan percakapan

    informal untuk mengumpulkan data bersifat non-verbal yang berguna

    memupuk keakraban dengan informan sehingga informan lebih

    leluasa dalam mengungkapan pendapatnya.

    c. Dokumentasi

    Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

    Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

    monumental dari seorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya

    catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi,

    peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya

    foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.13 Dalam penelitian ini,

    penulis menggunakan dua macam dokumen yaitu: (1) dokumen yang

    bersumber dari manusia berupa tulisan hasil wawancara terhadap

    12 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif..., 231. 13 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif..., 240.

  • 13

    informan, dan (2) dokumen yang bersumber bukan dari manusia

    berupa foto saat kegiatan wawancara berlangsung.

    H. Waktu Dan Lokasi

    Perlu di ketahui bahwasannya IAIN Salatiga secara administratif

    dibagi menjadi 3 (tiga) bagian kampus yaitu kampus 1 (satu) yang

    beralamatkan di Jl. Tentara Pelajar No. 2, Mangunsari, Kec. Sidomukti,

    Kota Salatiga, Jawa Tengah, kemudian kampus 2 yang secara geografis

    terletak di Jl. Nakula Sadewa IV A, Dukuh, Kec. Sidomukti, Kota Salatiga,

    Jawa Tengah, dan yang terbaru dalam artian waktu pembangunan gedung

    adalah kampus 3 (tiga) yang berada di Jalan Lingkar Salatiga, Pulutan, Kec.

    Sidorejo, Kota Salatiga, Jawa Tengah.

    Dalam penelitian lapangan (field research) ini, basis pengumpulan

    data yang di himpun oleh penulis adalah di salah satu kampus IAIN Salatiga

    yaitu kampus dua karena fakultas yang menjadi konsentrasi penelitan

    berada didalam kampus tersebut dan tempat lain tergantung kesepakatan

    yang dibuat sebelumnya antara responden dengan penulis. Selanjutnya

    untuk mendukung tingkat validitas hasil penelitian, penulis melakukan

    pengumpulan data pada bulan September 2019.

    I. Sistematika Penulisan

    Sistematika penulisan sekripsi terbagi menjadi tiga bagian, yaitu

    bagian awal, bagian isi dan bagian akhir. Bagaian awal terdiri dari sampul,

    lembar berlogo, halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman

  • 14

    pengesahan kelulusan, halaman pernyataan orisinalitas, halaman motto dan

    persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman daftar isi,

    halaman daftar lampiran. Bagian inti dari penelitian ini, peneliti menyusun

    kedalam lima bab dengan rincian sebagai berikut:

    BAB I : PENDAHULUAN

    Merupakan landasan formatif penelitian, yang berisi latar belakang

    masalah, definisi operasional, rumusan masalah, tujuan dan manfaat

    penelitian, kajian pustaka, landasan teoritik, waktu dan lokasi penelitian,

    serta sistematika pembahasan.

    BAB II : LANDASAN TEORI

    Berisi teori-teori yang memuat konsep-konsep terkait dengan judul

    sebagai landasan yang di peroleh dari berbagai sumber untuk mendukung

    terbentuknya penelitian.

    BAB III : DISKRIPTIF PEMIKIRAN

    Berisikan metode penelitian meliputi jenis penelitian, lokasi

    penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik

    analisi data.

    BAB IV : PEMBAHASAN

    Menjelaskan mengenai hasil penelitian yang menguraikan tentang

    gambaran umum konsumerisme mahasiswa IAIN Salatiga terdiri dari

    penyajian dan analisi data

  • 15

    BAB V : PENUTUP

    Dalam bab ini akan memuat mengenai simpulan, saran, dan kata

    penutup. Bagian terakhir dari skripsi ini memuat daftar pustaka, lampiran-

    lampiran yang mendukung dan daftar riwayat hidup peneliti.

  • 16

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Tinjauan Teoritis

    1. Perilaku Konsumtif

    a. Pengertian perilaku

    Beberapa ahli berpendapat mengenai defenisi perilaku antara

    lain:

    1) Menurut Azwar, mengemukakan bahwa perilaku manusia

    dipengaruhi oleh faktor seperti stimulus itu sendiri, latar

    belakang pengalaman setiap individu, motivasi, tujuan, dasar

    kepribadian dan sebagainya.1 Perilaku setiap individu sangat

    berbeda disebabkan oleh lingkungan dimana ia bertempat

    tinggal, dengan berbedanya perilaku setiap individu maka

    berbeda pula kebutuhan setiap individu.

    2) Ibn Sina mengatakan, sesungguhnya setiap manusia

    dilandasi kekuatan-kekuatan (al-Quwwah al-Nabatiyah, al-

    Quwwah al-Hayawaniyah, dan al-Quwwah al-Insaniyah),

    dengan kekuatan-kekuatan itu manusia melakukan tindakan-

    1 Rasyid Masri, Mengenal Sosiologi “Suatu Pengantar”, cet. Ke-1 (Makassar: Alauddin

    University Press, 2011), 157-158.

  • 17

    tindakan baik, dan dengan kekuatan itu pula, manusia

    melakukan kejahatan.2

    Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, perilaku yaitu

    tanggapan atau suatu reaksi individu atau kolektifyang terwujud

    dalam bentuk sikap dan tindakan baik secara fisik maupun

    ucapan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat.3

    Perilaku juga identik dengan reaksi seseorang terhadap

    orang lain. Perilaku itu ditunjukkan dengan perasaan, tindakan,

    sikap keyakinan, kenangan, rasa hormat terhadap orang lain.

    Perilaku juga dapat diartikan sebagai tindakan sosial.4

    Perilaku yang dilakukan oleh minoritas membawa

    kepercayaan diri. Sebagai contoh, mempercantik diri cenderung

    untuk meningkatkan kepercayaan diri diantara mayoritas.5 Jadi

    dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia

    adalah semua kegiatan atau aktivitas yang di lakukan oleh

    manusia.

    Perilaku atau pola kelakuan yang dibagi dalam dua macam

    yaitu:

    1) Pola kelakuan lahir adalah cara bertindak yang ditiru oleh

    orang banyak secara berulang-ulang.

    2 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press, 1979), 61. 3 Rasyid Masri, Mengenal Sosiologi..., 157. 4 Rusli Ibrahim, Pembinaan Perilaku Sosial Melalui Pendidikan Jasmani (Jakarta: Direktorat

    Jendral olahraga, 2001), 19. 5 David G. Myers, Psikologi Sosial (Jakarta; Salemba Humanika, 2012), 399.

  • 18

    2) Pola kelakuan batin yaitu cara berfikir, berkemauan dan

    merasa yang diikuti oleh banyak orang berulang kali.6

    b. Perilaku Konsumtif

    Istilah konsumtif biasanya digunakan pada masalah

    yang berkaitan perilaku konsumen dalam kehidupan manusia.

    salah satu gaya hidup konsumen yang cenderung terjadi di

    dalam masyarakat adalah gaya hidup yang menganggap materi

    sebagai sesuatu yang dapat mendatangkan kepuasan tersendiri,

    gaya hidup seperti ini dapat menimbulkan adanya gejala

    konsumtif.

    Perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku membeli

    dan menggunakan barang yang tidak didasarkan pada

    pertimbangan yang rasional dan memiliki kecenderungan untuk

    mengkonsumsi sesuatu tanpa batas dan individu lebih

    mementingkan keinginan dan ditandai oleh kehidupan yang

    mewah dan berlebihan. Seorang individu harus membuat

    keputusan untuk membeli sesuatu namun tidak mengetahui

    konsekuensi pilihan tindakannya pada satu hal atas hal yang

    lain.

    Contohnya mode pakaian wanita merupakan bagian dari

    siklus berkesinambungan yang memunculkan satu mode

    6 Hendro Puspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1984), 111.

  • 19

    pakaian kemudian diganti oleh mode pakaian berikutnya. Model

    pakaian seseorang disesuaikan dengan respons pikiran orang

    lain.7

    Torstein Veblen menjelaskan bahwa upaya pencapaian

    kelas dalam masyarakat yaitu Conspicuous consumption,

    vicarious leisure, pecuniary emulation dan invidious

    consumption. Maknanya yaitu konsumsi yang berlebihan,

    mengekspresikan waktu dengan berlebihan, kebutuhan material,

    konsumsi individual.8

    Baudrillard dalam “masyarakat konsumsi”, semakin

    banyak mengkonsumsi maka akan semakin baik citra sosialnya.

    Sebab, yang tidak mengkonsumsi ditengah kepungan wacana

    konsumsi akan demikian udik, kikir atas hidupnya sendiri.

    Mengkonsumsi apa saja yang sesungguhnya belum tentu

    dibutuhkan yang penting mengkonsumsi, yang penting

    berbelanja.9 Terkait dengan aktifitas konsumsi, perempuan

    lebih sering menjadi sasaran bagi penjualan produk, misalnya

    pusat-pusat perbelanjaan dibangun sebagai tempat untuk

    menarik dan menyambut kaum wanita secara khusus. Pada

    tingat kebutuhan hidup, perempuan memiliki kebutuhan

    7 James S. Coleman. Dasar Dasar Teori Sosial, cet. IV (Bandung: Nusa Media,2011), 315. 8 Muhammad Ridha, Sosiologi Waktu Senggang: Eksploitasi dan Komodifikasi Perempuan di

    Mall, Cet. 1 (Makasar: Resistbook, 2012), 31. 9 Muhhamad Ridha, Sejarah (pem)Bungkam(an) “Dari Kolonialisme Sampai Neoliberalisme”, cet.

    Ke-1 (Makassar: Cara Baca, 2010), 104.

  • 20

    tambahan seperti kebutuhan kosmetik, pewangi, pemutih,

    pakaian khas atau kecenderungan untuk mengakses mode dan

    gaya hidup terbaru.10

    Perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi

    didasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena

    adanya keinginan yang sudah mencapai taraf tidak rasional lagi.

    Perilaku konsumtif melekat pada diri seseorang bila orang

    tersebut membeli sesuatu diluar kebutuhan akan tetapi sudah

    kepada faktor keinginan.11

    Perilaku konsumtif merupakan suatu perilaku yang

    ditandai oleh adanya kehidupan mewah yang berlebihan,

    membeli produk tertentu untuk memperoleh kesenangan serta

    pola hidup yang dikendalikan oleh suatu keinginan untuk

    memenuhi hasrat kesenangan semata dan rela mengeluarkan

    uang hanya untuk menjaga gengsi dalam pergaulan. Veblen

    mengungkapkan bahwa konsumsi secara berlebihan adalah ciri

    orang yang hendak ditiru oleh lapisan masyarakat pada

    umumnya. Dengan berbelanja seperti yang ditemukan di

    masyarakat cenderung konsumtif, dengan mengkonsumsi

    barang-barang secara berlebihan, bahkan kadang-kadang jauh

    dari nilai fungsionalnya.12

    10 Ibid., 115. 11 Ibid., 116. 12 Muhammad Ridha, Sosiologi..., 31-32.

  • 21

    Seseorang yang memiliki pola belanja berlebihan yang

    dilakukan terus menerus dengan menghabiskan begitu banyak

    cara, waktu dan uang hanya untuk membeli atau mendapatkan

    barang-barang yang diinginkan namun tidak selalu dibutuhkan

    secara pokok oleh dirinya.

    c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif

    Engel, Blackwell, dan Miniard mengatakan bahwa

    faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku

    konsumtif antara lain:

    Faktor Internal :

    1) Motivasi

    2) Kepribadian

    3) Konsep diri

    4) Pengalaman belajar

    5) Gaya Hidup

    Faktor Eksternal :

    1) Kebudayaan

    2) Kelas Sosial

    3) Kelompok Referensi

    4) Situasi

    5) Keluarga

  • 22

    Berdasarkan uraian di atas, maka faktor-faktor yang

    mempengaruhi pembentukan perilaku konsumtif dibedakan

    menjadi dua yaitu: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

    internal antara lain: motivasi, kepribadian, konsep diri,

    pengalaman belajar dan gaya hidup. Sedangkan faktor eksternal

    antara lain : kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi,

    situasi, dan keluarga. 13

    d. Indikator Perilaku Konsumtif

    Definisi konsep perilaku konsumtif amatlah variatif,

    tetapi pada intinya muara dari pengertian perilaku konsumtif

    adalah membeli barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan

    atas dasar kebutuhan pokok. Secara operasional, indikator

    perilaku konsumtif yaitu :

    1) Membeli produk karena iming-iming hadiah.

    2) Membeli produk karena kemasannya menarik.

    3) Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.

    4) Membeli produk atas pertimbangan harga (bukan atas dasar

    manfaat atau kegunaannya).

    5) Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.

    6) Memakai produk karena unsur konformitas terhadap model

    yang mengiklankan.

    13 James F. Engel, et.al., perilaku konsumen, jil. 2, terj. Budijanto (Jakarta: Binarupa Aksara,

    1995), 46.

  • 23

    7) Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga

    mahal akan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi.

    8) Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merk berbeda). 14

    2. Perilaku Konsumtif Dalam Perspektif Islam

    Islam merupakan agama yang ajarannya mengatur segala

    perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, salah

    satunya ialah dalam masalah konsumsi. Islam telah mengatur

    seluruh perilaku manusia dalam mengkonsumsi sesuai dengan Al-

    Qur’an dan As-Sunnah, yang apabila perilaku konsumsi dikakukan

    sesuai dengan Al-Qur’an dan As-sunnah maka kehidupan manusia

    akan lebih mencapai kesejahteraan dan keberkahan dalam hidupnya.

    Perilaku konsumsi yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah

    yaitu membelanjakan harta dengan tidak berlebihan (konsumtif),

    berlaku hemat, dan lain-lain.

    a. Berlaku Hemat (Al-Iqtishad)

    Salah satu sifat mahmudah menurut etika Islam ialah

    hemat. Beberapa ahli yang berpendapat bahwa Islam member

    etika konsumsi yang cirinya adalah sederhana dan hemat. Dr.

    Ahmad Muhammad al-Hufy dalam bukunya “Min Akhlaq al-

    Nahiy”, menuliskan bahwa yang disebut sederhana oleh

    14 Tiurma Yustiti Sari, “Hubungan Antara Perilaku Konsumtif Dengan Body Image Pada Remaja

    Putri”, Skripsi, (Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara, 2009), 26-27.

  • 24

    Aristoteles ialah sifat pemurah, yakni dalam penggunaan harta,

    hemat merupakan jalan tengah antara boros dan kikir, kebesaran

    jiwa adalah pertengahan antara tidak malu dengan perasaan

    rendah diri,15 yang berarti pula perbuatan tersebut merupakan

    langkah untuk membelanjakan harta kekayaan dengan sebaik-

    baiknya dengan cara-cara yang wajar. Dengan sifat hemat (al-

    iqtishad), seseorang dapat memelihara harta benda yang

    dianugerahkan Allah SWT kepadanya. Dari segi pembelanjaan,

    sifat hemat merupakan langkah untuk menyesuaikan pengeluaran

    dengan pendapatan, tidak terjadi lebih kecil pemasukan dari pada

    pengeluaran. Hamzah Ya‟qub menjelaskan bahwa, “yang

    dimaksud dengan hemat (al-iqtishad) ialah menggunakan segala

    sesuatu yang tersedia berupa harta benda, waktu dan tenaga

    menurut ukuran keperluan, mengambil jalan temgah, tidak dan

    tidak lebih.16

    Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Furqan/25:67 yang

    berbunyi:

    ِلَك قََواًماَوالَِّذيَن إِذَا أَْنفَقُوا لَْم يُْسِرفُوا َولَْم َيقْ تُُروا َوَكاَن َبْيَن ذََٰ

    15 Mochtar Husein, Pandangan Islam Terhadap Permasalahan Sosial, cet. Ke-1 (Yogyakarta: UII

    Press, 2002), 114. 16 Munir dan Sudarsono, Dasar Dasar Agama Islam, cet. Ke-2 (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001),

    411.

  • 25

    Arab-Latin: Wallażīna iżā anfaqụ lam yusrifụ wa lam yaqturụ wa

    kāna baina żālika qawāmā

    Terjemah: Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta),

    mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah

    (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.17

    Makna dari surah Al-Furqan yaitu dan mereka juga adalah

    orang-orang yang apabila bernafkah, yakni membelanjakan harta

    mereka, baik untuk dirinya maupun keluarga atau orang lain,

    mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, dan adalah ia,

    yakni pembelanjaan mereka, pertengahan antara keduanya.18

    Dalam memenuhi keinginan yang tidak terbatas akan merusak

    diri, bukan berarti seorang muslim tidak boleh mendapatkan

    kepuasan dari konsumsinya terhadap sejumlah barang, akan

    tetapi kepuasan seorang muslim harusdibatasi dan tidak berlaku

    konsumtif. Perilaku konsumtif dalam ajaran islam jelas

    merupakan perilaku tercela sebagaimana yang diterangkan dalam

    ayat diatas bahwa Allah telah melarang seorang muslim untuk

    berbelanja secara berlebihan.

    Perilaku konsumtif merupakan perilaku membeli tidak

    didasarkan pada kebutuhan pokok tetapi hanya keinginan semata

    yang mengakibatkan sesuatu yang berlebihan dan

    17 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 366. 18 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol. 1 (Bandung: Mizan, 2005), 151.

  • 26

    menghamburkan uang. Perilaku konsumtif bisa membuat

    seseorang menjadi sombong, dan berbuat apa saja termasuk

    berbohong. Oleh karena itu Allah SWT menganjurkan agar tidak

    berperilaku konsumtif, karena sesungguhnya Allah SWT tidak

    menyukai orang yang berlebih-lebihan.

    b. Berlaku Sederhana (Qana’ah aatau Zuhud)

    Salah satu sifat yang dapat membuat hati tenang adalah

    qana’ah, juga disejajarkan dengan sifat zuhud. Zuhud atau qana’ah

    yang hakiki adalah sifat yang semata-mata muncul dari hati sanubari

    karena sadar akan nikmat, rahmat dan anugerah Ilahi yang secara

    metafisik berada di balik segala keadaan.

    Menurut bahasa qana’ah berarti menerima apa adanya atau

    tidak serakah, sedangkan zuhud berarti sederhana. Dari segi Etika

    Islam sifat qana’ah atau zuhud merupakan keadaan jiwa yang

    mampu menerima dengan ikhlas apa yang ada pada dirinya, juga

    merupakan suatu perasaan berkecukupan dengan segala apa yang

    dimiliki baik yang bersifat materiil maupun non materiil. Qana’ah

    atau zuhud adalah roh dinamis yang bergerak untuk menghalangi

    seseorang dalam memperoleh rezeki haram dan tipu dalam

    kenikmatan duniawi. Maka dari itu seorang muslim dianjurkan agar

    berlaku sederhana dan tidak menuruti apa saja yang diinginkan.

    Sifat qana’ah yang tentukan di dalam akhlakul karimah adalah

    qana‟ah dalam lingkup pengertian yang lebih luas, yang menurut

  • 27

    Al-Ghazali yaitu menerima dengan rela apa yang ada, memohon

    kepada Tuhan tambahan yang pantas, disertai dengan usaha atau

    ikhtiar, menerima dengan sabar ketentuan Tuhan, bertawakkal

    kepada Tuhan, tidak tertarik oleh tipu daya dunia.19

    3. Karakteristik Mahasiswa

    Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. 20

    Menurut pendapat lain, mahasiswa adalah individu yang sedang menuntut

    ilmu di tingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga

    lain yang setingkat dengan perguruan tinggi. Mahasiswa memiliki tingkat

    intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berfikir dan kerencanaan

    dalam bertindak.21

    Mahasiswa merupakan intelektual muda yang nantinya menjadi

    calon-calon penerus bangsa. Mahasiswa mendapat julukan sebagai agent of

    change, karena dengan kekuatan mahasiswa dapat mendobrak pemerintah

    untuk bertindak sesuai dengan jiwa kritis mereka.

    19 A. Munir dan Sudarsono, Dasar Dasar Agama Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013), 411-

    413. 20 Kamus Besar Bahasa Indonesia, dalam https://kbbi.web.id, diakses 13 Agustus 2019. 21 Dwi Siswoyo, dkk., Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: UNY Press, 2007), 121.

    https://kbbi.web.id/

  • 28

    B. Kajian Teori

    Herbert Marcuse mengembangkan beberapa argument mengenai

    konsumsi, untuk menunjukkan bahwa ideologi konsumerisme mendorong

    kebutuhan palsu dan bahwa kebutuhan ini bekerja sebagai satu bentuk

    kontrol sosial: Orang-orang mengenali diri mereka di dalam komoditas

    mereka; mereka menemukan jiwa mereka dalam mobil, perangkat hi-fi,

    rumah mewah, perlengkapan kecantikan dan sebagainya. Mekanisme itu

    sendiri yang mengikat individu pada masyarakatnya, telah berubah; dan

    kontrol sosial dilabuhkan pada kebutuhan-kebutuhan baru yang telah

    dihasilkan. Jadi, menurut Marcuse adanya iklan merupakan dorongan akan

    kebutuhan palsu.22 Itu semua tertuang secara eksplisit dalam teori manusia

    satu dimensinya, kemudian dari pada perihal tersebut yang juga mengikis

    orientasi mahasiswa yang menjalani perkuliahan di Fakultas Ushuluddin,

    Adab dan humaniora IAIN Salatiga.

    22 John Storey, Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop, (Yogyakarta: Jalasutra, 2006), 145

  • 29

    BAB III

    DISKRIPTIF PEMIKIRAN

    A. Pendekatan Penelitian

    Pendekatan adalah perkembangan ilmu pengetahuan tak lepas dari

    dorongan rasa ingin tahu manusia. Ingin tahu terhadap diri dan lingkungan

    sekitarnya. Tujuannya adalah untuk menemukan kebenaran. Dia menuntut

    dirinya untuk hidup dalam apa yang disebut kebenaran.1 Pendekatan-

    pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah Pendekatan

    Kultural.

    Pendekatan kultural didasarkan pada adanya perubahan-perubahan

    yang terjadi dalam kultur masyarakat direntang masa tertentu. Perubahan-

    perubahan besar lazimnya ditimbulkan oleh lahirnya suatu kesadaran baru

    dalam sebuah masyarakat, hingga menimbulkan kultur yang berbeda dari

    sebelumnya.2 Dalam hal ini gejala-gejala konsumtif yang tampak dalam

    ranah mahasiswa fakutas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga

    mencakup beberapa aspek antara lain:

    1. Sosial ekonomi

    2. Sosial budaya

    3. Sosial pendidikan

    1 Jakob Soemardjo, Filsafat Seni, (Bandung: ITB), 2000. 3 2 Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan: Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Peradaban, Cet. Ke-2

    (Jakarta: Rajawali Pers), 2014. 22.

  • 30

    B. Objek penelitian

    Dalam penelitian filsafat objek penelitian yang dikaji tidak berbeda

    dengan penelitian berbasis sosiologi, antrophologi dll., akan tetapi lebih

    komprehensif dari pada penelitian-penelitian tersebut. objek penelitian

    filsafat terbagi atas dua macam yaitu objek material dan objek formal. Objek

    material dari penelitian ini adalah sikap konsumtif mahasiswa fakultas di

    fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga.

    Sedangkan objek formal dari penelitian ini adalah orientasi

    mahasiswa di era post modern ditinjau dari perspektif Herbert Marcuse yang

    terjadi di lingkup fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga.

    C. Subjek Penelitian

    Manusia itu objek. Yang dapat dipelajari menurut apa adanya, ia

    dapat diobservasi dan diselidiki dari jarak. Ia tidak kalah dengan objek ilmu-

    ilmu eksakta, bahkan ia lebih kaya dan lebih kompeks dari padanya. Namun

    manusia juga subjek. Dengan kesadaran ia menjalankan diri, menjadi

    sumber sadar bagi kegiatannya sendiri. Maka ia tidak merupakan objek

    menurut arti ‘benda mati’, melainkan ia berupa pusat kegiatan dan minat.3

    Maka dari itu subjek dari penelitian ini adalah penulis sendiri dan

    mahasiswa di fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga.

    Dalam penelitian ini yang menjadi keyperson adalah mahasiswa fakultas

    3 Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta:

    Kanisius, 1999), 36.

  • 31

    Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga yang berada di kampus

    dua. Penentuan sampel penelitian dipilih dengan teknik purposive sampling

    meliputi jenis kelamin, umur, tingkatan semester, dan dari seluruh program

    studi yang terdiri dari:

    1. Sejarah Peradaban Isam

    2. Ilmu Al-Quran dan Tafsir

    3. Aqidah dan Filsafat Islam

    4. Ilmu Hadits

    5. Bahasa dan Sastra Arab

    Dari keseluruhan program studi di fakultas Ushuluddin, Adab dan

    Humaniora IAIN Salatiga, penulis memillih 2(dua) sampel sumber data

    pada setiap program studi, maka total jumlah sampel menjadi 10(sepuluh)

    sampel penelitian. Penulis mengambil 10 contoh karena tersedianya waktu,

    tenaga, biaya yang relatif rendah.

    Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan teknik purposive

    sampling yang mana teknik ini menggunakan pertimbangan tertentu untuk

    menentukan sampel sumber data. Alasannya karena belum tentu semua

    sampel memiliki kriteria yang cocok dengan fenomena yang terjadi.

    D. Kriteria Penentuan Sampel

    Ukuran-ukuran yang dibuat dalam menentukan sampel untuk

    mendukung tingkat kredibitas penelitian yaitu:

  • 32

    1. Berasal dari fakultas yang bersangkutan dan berstatus mahasiswa

    aktif

    2. Gejala sikap konsumtif yang ditangkap melalui panca indera

    3. Mampu memberikan feedback yang presisi

    E. Alat-alat penelitian

    Penelitian lapangan (field research) tentunya memiliki karakteristik

    tersendiri dibandingkan dengan penelitian yang berbasis kepustakaan

    (library research) dimana dalam penggunaan instrumen pendukung

    berjalannya penelitian agar membantu memudahkan peneliti juga lebih

    bervariatif.alat penelitian adalah alat yang dipergunakan untuk

    menangkap/merekam/mencatat data/informasi dari objek, efektivitas, dan

    atau fungsinya, dapat dipengaruhi oleh kemahiran subjek dan oleh kondisi

    objek, serta oleh situasi dimana peneitian diakukan.4

    Ketika peneliti menghimpun data-data, untuk mendukung kegiatan

    tersebut instrumen yang digunakan antara lain: alat tulis (buku, pena, pensil,

    penghapus), kamera, handphone, dan lain sebagainya.

    F. Langkah-langkah penelitian

    Dalam penyusunan kegiatan penelitian, para peneliti memiliki

    metode yang mungkin berbeda dengan peneliti lainnya salah satunya alasan

    4 Soetriono dan Rita Hanafi, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian (Yogyakarta: C.V. Andi

    OFFSET, 2007), 167.

  • 33

    tentunya untuk meningkatkan tingkat kredibilitas dari hasil penelitian

    tersebut. Fase-fase penelitian ini jika diperincikan antara lain mencakup:

    1. Fase Persiapan

    Termasuk langkah-langkah menetapkan/merumuskan/

    mengidentifikasi masalah, menyusun kerangka pikiran/pendekatan

    masalah, merumuskan hipotesis (jika penelitian bertujuan

    memverifikasi), menentukan rancangan uji hipotesis/teknik analisis

    (jika tidak menguji hipotesis).

    2. Fase Pengumpulan Data/Informasi

    Menyangkut pengujian hipotesis/teknik analisis.

    3. Fase Pengolahan Data

    Masih bersangkutan dengan pengujian hipotesis/teknik analisis.

    4. Fase Penyusunan/Penulisan Laporan

    Bersangkutan dengan langkah pembahasan dan penarikan

    kesimpulan.

    Secara umum dapat dikatakan bahwa tiga langkah metode ilmiah

    yang pertama dalam teknisnya termasuk dalam satu fase kegiatan (fase

    persiapan), satu langkah berikutnya termasuk dalam dua fase kegaiatan

    (fase pengumpulan dan pengolahan data informasi), dua langkah

    metode ilmiah yang terakhir secara teknis termasuk dalam satu fase

    kegiatan (fase penyusunan/penulisan laporan). Secara skematis adalah

    sebagai berikut:

  • 34

    Gambar 3.1: langkah-langkah metode ilmiah

  • 35

    Lebih lanjut skema di atas dapat dikombinasikan lagi dengan

    komponen-komponen ilmu, seperti fenomena, konsep, proposisi, fakta,

    teori/ilmu, seperti telah diuraikan terdahulu. Dengan demikian akan

    terlihat bagaimana kaitan antara komponen ilmu, metode ilmiah,

    dengan langkah-langkah teknik penelitian itu, dimana setiap fase itu

    diperinci berbagai kegiatannya.5

    G. Teknik Analisis Data

    Pengolahan dan analisis data menggunakan deskriptif kualitatif

    karena penulis ingin mendeskripsikan atau menggambarkan objek

    penelitian berdasarkan realita yang berlangsung sebagaimana adanya dalam

    hal ini adalah sikap konsumtif yang terjadi dikalangan mahasiswa fakutas

    Ushuluddin, Adab dan Humaniora IAIN Salatiga. Setelah mendapatkan

    data-data yang diperoleh dari metode pengumpulan data yang telah

    dipaparkan sebelumnya, maka langkah selanjutnya adalah mengolah data

    yang telah berhasil dihimpun dengan menganalisis data, mendeskripsikan

    data untuk kemudian ditarik kesimpulan. Langkah-langkah dalam

    menganalisis data penelitian kualitatif antara lain:

    1. Reduksi Data

    Reduksi data diartikan merangkum, memilih hal-hal yang

    pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, membuang yang

    tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan

    5 Ibid, 167-168.

  • 36

    memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti

    untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya

    apabila diperlukan. Dengan kata lain, seluruh hasil penelitian dari

    lapangan dikumpulkan kembali lalu dipilah untuk menentukan data

    mana yang tepat untuk digunakan.6 Dalam melakukan penelitian

    lapangan tingkat awal yaitu observasi penulis mengingat dan

    mencatat gejala apa yang terjadi kemudian disusun secara sistematis

    untuk menonjolkan pokok permasalahan dengan tujuan untuk

    menyusun pedoman wawancara guna memperoleh data lain yang

    penulis perlukan.

    2. Penyajian Data

    Dalam penelitian kualitatif penyajian data dapat dilakukan

    dalam bentuk grafik, dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut

    maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga

    akan semakin mudah dipahami.7 Inti dari penyajian data adalah

    pengorganisasian data agar bisa melihat gambaran secara parsial

    ataupun keseluruhan dan menghindari penumpukan detail data,

    sehingga penulis menyajikan data penelitian dalam bentuk teks

    naratif dari hasil wawancara terhadap informan penelitian beserta

    6 Sugiyono , Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D, cet. Ke-19 (Bandung: CV.

    Alfabeta, 2013), 338. 7 Ibid., 341.

  • 37

    uraian singkat penulis yang terbagi dalam bentuk-bentuk sikap

    konsumtif yang ditentukan.

    3. Penarikan Kesimpulan

    Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalis

    kualitatif mulai mencari arti benda benda, mencatat keteraturan,

    pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur

    sebab akibat dan preposisi.8 Setelah mencari dan mengumpulkan

    data-data, selanjutnya adalah menganalisis data untuk digunakan

    dalam melakukan verifikasi data, penulis mencoba mengambil

    kesimpulan dan memperbaharuinya dari setiap informan yang ada

    karena latar belakang tindakan setiap informan yang berbeda

    sehingga penulis bisa mendapatkan kesimpulan yang lebih konkrit

    dengan penerapan teori manusia satu dimensi oleh Herbert Marcuse.

    8 Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, cet. Ke-1 (Jakarta: UI

    Press, 1996), 15.

  • 38

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN

    A. Biografi Herbert Marcuse

    Sebagai salah seorang gerakan ‘kiri baru’ (the new left), doktrin

    Marcuse tentang sistem politik dan sistem sosial dinilai lebih radikal dari

    kaum komunis ortodoks. Keradikalan ini rupa-rupanya membuat namanya

    menjadi termasyhur dikalangan sangat luas antara 1960-an dan 1970-an.

    Para pengagumnya malah menjulukinya sebagai ‘sang nabi’. Nabi yang

    menjadi inspirator revolusi mahasiswa tahun 1968, nabi bagi kaum hippy

    dan generasi bunga (flower generation), nabi yang menyuarakan pendapat

    mereka, nabi yang mencanangkan gejala yang melanda serta mengancam

    dunia dan umat manusia. Buah pikirannya ternyata melekat dan telah

    mendarah daging bagi kelompok-kelompok mahasiswa militan.

    Gagasannya menjadi salah satu sebab kerusuhan mahasiswa di Amerika

    Serikat dan Eropa Barat.1

    Herbert Marcuse termasuk salah satu figur terkemuka di Institut

    penelitian Sosial/Mazhab Frankfurt. Ia, seperti Max Horkheimer, sangat

    kritis dengan ilmu pengetahuan sosial tradisional yang dianggap

    bertanggungjawab menjadikan ilmuwan sosial terasing dari fakta-fakta

    1 Agus Darmaji, “Herbert Marcuse Tentang Masyarakat Satu Dimensi”, Ilmu Ushuluddin (vol.1, No.6, Juli/2013), 516.

  • 39

    yang ditelitinya, mengabaikan adanya kontradiksi baik di dalam

    masyarakat maupun di lingkup teori itu sendiri.

    Marcuse mengulas adanya keterkaitan antara perkembangan

    teknologi di masyarakat industri maju dengan praktik-praktik penindasan

    dan penguasaan menyeluruh menyerupai sepak terjang rezim fasis Jerman.

    Marcuse menawarkan jalan alternatif untuk dapat lolos dari situasi darurat

    sosial kombinasi “teknokrasi teroris dengan ideologi yang irasional”

    tersebut dengan ide-ide radikal meliputi “penolakan agung” dan

    “pendidikan estetika”.2 Akan tetapi penolakan agung yang ditawarkan oleh

    Herbert Marcuse tidak setotal hipotesis Marx yang mencanangkan

    mengenai penghapusan kerja

    Herbert Marcuse lahir 19 Juli 1898 di Berlin, Jerman. Ia tumbuh di

    lingkungan keluarga kaya raya Yahudi. Marcuse, yang mengawali

    pendidikannya di Mommsen Gymnasium di Berlin itu, sedari muda sudah

    terlibat dengan dunia pergerakan tepatnya ketika ia bergabung dalam

    Revolusi Jerman menjungkalkan Kaiser Wilhelm II. Ia juga ikut

    mendirikan pemerintahan Sosial Demokratis di Jerman. Setelah melanglang

    buana di dunia gerakan, Marcuse kembali ke kampus di Freiburg tempat ia

    meraih gelar PhD di bidang sastra pada 1922 dengan disertasi The German

    Artist-Novel. Di Freiburg juga pada 1928 Marcuse mengikuti perkuliahan

    yang diampu bapak filsafat fenomenologi Edmund Husserl dan pengarang

    2 https://falsafahkita.wordpress.com/591-2/, diakses 12 September 2019.

    https://falsafahkita.wordpress.com/591-2/

  • 40

    salah buku filsafat paling berpengaruh dalam sejarah filsafat Barat Being

    and Time, Martin Heidegger.3

    Selang satu tahun Marcuse, karena keyahudian dan gerak-geriknya

    yang radikal kabur ke Amerika Serikat karena dikejar-kejar Nazi. Pada saat

    bersamaan Institut Penelitian Sosial, tempat di mana Marcuse mencurahkan

    pemikiran-pemikiran sosial kritisnya, mendapat kantor dan afiliasi dengan

    Universitas Columbia di New York Amerika Serikat. Kendati rmukim di

    Amerika, Marcuse meninggal di Starnberg, Jerman pada 29 Juli 1979. Dia

    terkena serangan jantung ketika didaulat menjadi penceramah untuk topik-

    topik seputar Holocaust, ekologi, dan gerakan Kiri.4 Seperti dinyatakan

    Douglas Kellner kritisisme Marcuse pada masyarakat industri maju serta

    pembelaannya pada gagasan politik radikal berdampak secara kultural di

    seluruh penjuru dunia terutama generasi muda zaman itu hingga Marcuse

    dibaptis menjadi mentor, inspirator, nabi, dan bahkan “bapak gerakan Kiri

    Baru;” istilah ini (Kiri Baru) pertama kali digunakan oleh C. Wirght Mills,

    seorang sosiolog kritis, merupakan suatu gerakan, lebih tepat

    pemberontakan mahasiswa.

    Gerakan bermarkas di universitas-universitas Amerika Serikat,

    Jerman, Prancis, Italia, dan Jepang. Kiri Baru, dengan kata lain, terbatas

    pada negara-negara “kapitalisme tua”. Mereka kiri karena berorientasi pada

    sosialisme dan Marxisme, tetapi “baru” karena menolak baik sosialisme

    3 Douglas Kellner, Herbert Marcuse dalam Turner, S & Anthony (Ed), Profiles in Contemporary Social Theory (London: Sage Publications, 2001), 43. 4 Ibid., 44.

  • 41

    birokratis negara-negara komunis maupun reformis partai-partai

    Sosialdemokrat di Barat.5

    Kritik Marcuse terhadap masyarakat kontemporer sangat radikal

    dalam artian kritiknya menembus akar-akar keterasingan yang diperlihatkan

    masyarakat kontemporer dan sekaligus memuat seruan lantang untuk

    melakukan pemberontakan terhadap sebuah sistem produksi, konsumsi, dan

    kontrol sosial. Atas semua perosoalan sosial tersebut Marcuse,

    berkehendak menyediakan sebuah jalur alternatif untuk meloloskan diri

    dari kepungan represi (dalam teori Marcuse mendekati arti penindasan dan

    penolakan sekaligus) dan dominasi yang berlangsung di lingkup masyakarat

    industri maju.6

    B. Karya Herbert Marcuse

    Sebagai salah seorang teoritikus terkemuka dari mazhab Frankfurt,

    Marcuse cukup banyak menghasilkan karya. Suatu bibliografi lengkap

    tentang semua karangan Marcuse sampai tahun 1967 terdapat dalam Kurt

    H. Wolff and Barrington Moore (eds.), The Critical Spirit; Essay in Honor

    of Herbert Marcuse, Boston 1967, halaman 427-433.7

    Di antara karya-karya Marcuse yang terpenting adalah: Reason and

    Revolution; Hegel and the Rise of Social Theory (1941), Eros and

    Civilization; A Philosophical Inquiry into Freud (1955), One Dimensional

    Man; Studies in the Ideology of Advanced Industrial Society (1964), A

    5 Franz Magnis-Suseno, Percikan Filsafat Pasca-Lenin (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013), 295. 6 https://falsafahkita.wordpress.com/591-2/, diakses 12 September 2019. 7 K. Bertens, Filsafat Barat Kontemporer; Inggris-Jerman (Jakarta: PT. Gramedia, 2002), 218.

    https://falsafahkita.wordpress.com/591-2/

  • 42

    Critique of Pure Tolerance (bekerja sama dengan Robert Paul Wolff dan

    Barrington Moore tahun 1964), Kultur and Gesellschaft (dua jilid dan terbit

    tahun 1965), Negations (1968), Psychoanalyse und Politik (1968) yang

    diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Five Lectures,

    Psychoanalysis, Politics, Utopiapada tahun 1970, An Essay on Liberation

    (1969), Counterrevolution and Revolt (1972), Studies in Critical Philosophy

    (1972), Die Permanenz der Kunst (1977).8

    Karya-karyanya yang banyak mempengaruhi generasi sesudahnya

    adalah:

    1. Reason and Revolution; Hegel and the Rise of Social

    Theory(1941)34:Di dalam buku ini Marcuse mengaplikasikan

    filsafat Hegel pada pembangunan sejarah ke depannya,

    menampilkan pandangan tajam Hegel ke dalam gerakan dan ide

    progresif lokal.

    2. Eros and Civilization; A Philosophical Inquiry into Freud

    (1955):buku ini memaparkan sintesis antara pemikiran Marx dan

    Freud dan menguraikan gambaran mengenai masyarakat tanpa

    repsresi.

    3. One Dimensional Man; Studies in the Ideology of Advanced

    Industrial Society (1964): buku ini merupakan karya masterpiece

    dari Herbert Marcuse yang memuat gagasan dan kritik terhadap

    masyarakat industri maju.

    8 Ibid., 218.

  • 43

    4. An Essay On Liberation (1969): Buku ini ditulis Marcuse untuk

    merayakan gerakan pembebasan seperti yang terjadi di Vietnam

    yang menginspirasi banyak kaum radikal.

    5. Counter Revolution and Revolt (1972): Buku ini menggambarkan

    harapan generasi tahun 60-an yang sedang menghadapi kontra

    revolusi.

    6. The Aesthetic Dimension (1979) yang berbicara tentang emansipasi

    dan perlunya sebuah revolusi budaya.9

    C. Filsafat Era Modern

    1. Materialisme

    Materialisme merupakan faham atau aliran yang menganggap

    bahwa di dunia ini tidak ada selain materi atau nature (alam) dan dunia

    fisik adalah satu. Pada abad ke-19 pertengahan, aliran ini tumbuh subur

    di Barat disebabkan, dengan faham ini, orang-orang merasa mempunyai

    harapan-harapan yang besar atas hasil-hasil ilmu pengetahuan alam.

    Selain itu, faham Materialisme ini praktis tidak memerlukan dalil-dalil

    yang muluk-muluk dan abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada

    kenyataan-kenyataan yang jelas dan mudah dimengerti. Kemajuan

    aliran ini mendapat tantangan yang keras dan hebat dari kaum agama di

    mana-mana. Hal ini disebabkan bahwa faham ini pada abad ke-19 tidak

    mengakui adanya Tuhan (ateis) yang sudah diyakini mengatur budi

    9 Naimah Yuliastika Dewi, “One Dimensional Man (Studi Terhadap Kritik Herbert Marcuse Mengenai Masyarakat Modern)”, Skripsi, (Riau: Fakultas Ushuluddin UIN Sultan Syarif Kasim, 2013), 23-24.

  • 44

    masyarakat. Adapun beberapa kritik yang dilontarkan tersebut adalah

    sebagai berikut:

    a. Materialisme menyatakan bahwa alam wujud ini terjadi dengan

    sendirinya dari chaos (kacau balau). Kata Hegel, kacau balau yang

    mengatur bukan lagi balau namanya itu Tuhan.

    b. Materialisme menerangkan bahwa segala peristiwa diatur oleh

    hukum alam. Padahal pada hakikatnya hukum alam ini adalah

    perbuatan ruhani juga.

    c. Materialisme mendasarkan segala kejadian dunia dan kehidupan

    pada asal benda itu sendiri. Padahal dalil itu menunjukkan adanya

    sumber dari luar itu sendiri yaitu Tuhan

    d. Materialisme tidak sanggup menerangkan suatu kejadian ruhani

    yang paling mendasar sekalipun.

    Diantara tokoh-tokoh aliran ini adalah Anaximenes (585-528),

    Anaximandros (610-545 SM), Thales (625-545 SM), Demokritos (460-

    545 SM), Thomas Hobbes (1588-1679 M), Lamettrie (1709-1775 M),

    Feuerbach (1804-1877 M), Spencer (1820-1903 M), dan Karl Marx

    (1818-1883 M).

    2. Empirisisme

    Empirisme adalah aliran yang menjadikan pengalaman sebagai

    sumber pengetahuan. Aliran ini beranggapan bahwa pengetahuan

    diperoleh melalui pengalaman dengan cara observasi/penginderaan.

    Pengalaman merupakan faktor fundamental dalam pengetahuan, ia

  • 45

    merupakan sumber dari pengetahuan manusia. Empirisme berasal dari

    kata Yunani ”empiris” yang berarti pengalaman indrawi. Penganut

    empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain akibat suatu objek

    yang merangsang alat-alat indrawi, yang kemudian dipahami di dalam

    otak, dan akibat dari rangsangan tersebut terbentuklah tanggapan-

    tanggapan mengenai objek telah merangsang alat-alat indrawi tersebut.

    Empirisme memegang peranan yang amat penting bagi pengetahuan.

    Penganut aliran ini menganggap pengalaman sebagi satu-satunya

    sumber dan dasar ilmu pengetahuan. Namun demikian, aliran ini

    banyak memiliki kelemahan karena (1) indra sifatnya terbatas, (2) indra

    sering menipu, (3) objek juga menipu, seperti ilusi/fatamorgana, dan (4)

    indra dan sekaligus objeknya. Jadi, kelemahan empirisme ini karena

    keterbatasan indra manusia sehingga munculah aliran rasionalisme.

    Tokoh-tokoh aliran ini antara lain Francis Bacon (1210-1292 M),

    Thomas Hobbes (1588-1679 M), John Locke (1632-1704 M), David

    Hume (1711-1776 M), George Berkeley (1665-1753 M), Herbert

    Spencer (1820-1903 M), dan Roger Bacon (1214-1294 M).

    3. Rasionalisme

    Rasionalisme adalah faham atau aliran yang berdasar rasio, ide-

    ide yang masuk akal. Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang

    hakiki. Zaman rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke-17

    sampai akhir abad ke-18. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu

    pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi (ratio)

  • 46

    untuk menemukan kebenaran. Ternyata, penggunaan akal budi yang

    demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu pengetahuan yang besar

    sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam. Maka

    tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikutnya orang-orang

    yang terpelajar makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber

    kebenaran tentang hidup dan dunia. Hal ini jadi menampak lagi pada

    bagian kedua abad ke-17, dan lebih lagi pada abad ke-18 karena

    pandangan baru terhadap dunia yang diberikan oleh Isaac Newton

    (1643-1727). Menurut rasionalisme, pengalaman tidak mungkin dapat

    menguji kebenaran hukum ”sebab-akibat”, karena peristiwa yang tak

    terhingga dalam kejadian alam ini tidak mungkin dapat diobservasi.

    Bagi aliran ini kekeliruan pada aliran empirisme disebabkan kelemahan

    alat indra tadi, dan dapat dikoreksi seandainya akal digunakan.

    Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indra dalam memperoleh

    pengetahuan. Pengalaman indra digunakan untuk merangsang akal dan

    memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja. Akan

    tetapi, akal juga dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak

    didasarkan bahan indra sama sekali. Jadi, akal dapat juga menghasilkan

    pengetahuan tentang objek yang betul-betul abstrak. Indra dan akal

    yang bekerja sama belum juga dapat dipercaya mampu mengetahui

    bagian-bagian tertentu tentang suatu objek. Manusia mampu

    menangkap keseluruhan objek beserta intuisinya. Jika yang bekerja

    hanya rasio, yang menjadi andalan rasionalisme, maka pengetahuan

  • 47

    yang diperoleh ialah pengetahuan filsafat. Dan pengetahuan filsafat itu

    sendiri ialah pengetahuan logis tanpa didukung data empiris. Jadi,

    pengetahuan filsat ialah pengetahuan yang sifatnya logis saja. Tokoh-

    tokoh aliran ini adalah Rene Descartes (1596-1650 M), Nicholas

    Malerbranche (1638-1775 M), B. De Spinoza (1632-1677 M),

    G.W.Leibniz (1646-1716 M), Christian Wolff (1679-1754 M), dan

    Blaise Pascal (1623-1662 M).

    4. Kritisisme

    Kehadiran aliran rasionalisme dan empirisme sangat bertolah

    belakang dari tujuan semula. Pada satu sisi landasan aliran rasionalisme

    yang bertolak dari rasio dan di lain sisi empirisme yang lebih

    mendasarkan pada pengalaman seolah sudah sempurna, padahal kedua

    tawaran tersebut bukan jawaban yang tepat. Tokoh yang paling

    menolak kedua pandangan di atas adalah Immanuel Kant (1724-1804

    M). Kant berusaha menawarkan perspektif baru dan berusaha

    mengadakan penyelesaian terhadap pertikaian itu dengan filsafatnya

    yang dinamakan kritisisme.

    Untuk itulah ia menulis tiga bukunya berjudul: Kritik der Reinen

    Vernunft (kritik rasio murni), Kritik der Urteilskraft, dan lainnya. Bagi

    Kant, dalam pengenalan indrawi selalu sudah ada dua bentuk apriori,

    yaitu ruang dan waktu. Kedua-duanya berakar dalam struktur subjek

    sendiri. Memang ada suatu realitas terlepas dari subjek yang mengindra,

    tetapi realitas tidak pernah dikenalinya. Kita hanya mengenal gejala-

  • 48

    gejala yang merupakan sintesis antara yang diluar (aposteriori) dan

    ruang waktu (a priori).

    5. Idealisme

    Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat

    dunia fisik hanya dapat dipahami kaitannya dengan jiwa dan ruh. Istilah

    idealisme diambil dari kata idea, yakni seseuatu yang hadir dalam jiwa.

    Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena

    itu. Idealisme juga didefinisikan sebagai suatu ajaran, faham atau aliran

    yang menganggap bahwa realitas ini terdiri atas ruh-ruh (sukma) atau

    jiwa, ide-ide dan pikiran atau yang sejenis dengan itu. Mula-mula dalam

    filsafat barat kita temui dalam bentuk ajaran yang murni dari Plato,

    yang menyatakan bahwa alam idea itu merupakan kenyataan

    sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini hanyalah

    berupa bayangan saja dari alam idea itu. Puncak zaman idealisme pada

    masa abad ke-18 dan 19, yaitu saat Jerman sedang memiliki pengaruh

    besar di Eropa. Tokoh-tokoh aliran ini adalah : Plato (477-347), B.

    Spinoza (1632-1677 M), Liebniz (1685-1753 M), Berkeley (1685-

    1753), Immanuel Kant(1724-1881 M), J. Fichte (1762-1814 M),

    F.Schelling (1755-1854 M), dan G. Hegel (1770-1831 M).10

    10 Setia Budhi Wilardjo, “Aliran-Aliran Dalam Filsafat Ilmu Berkait Dengan Ekonomi”, Jurnal Unimus: 1-5, dalam http://jurnal.unimus.ac.id, diakses 24 September 2019.

    http://jurnal.unimus.ac.id/

  • 49

    D. Latar Belakang Pemikiran

    Sejak revolusi Oktober 1917 atau lebih dikenal dengan revolusi

    Bolshevik di Rusia, Marxisme makin identik dengan komunisme dan tidak

    lagi merupakan analisis kritis masarakat. Isi Marxisme diaihkan oleh Lenin

    menjadi ideologi komunisme internasional. Versi Marxisme-Leninisme

    inilah yang menjadi keprihatinan kaum Neo-Marxis. Alasannya, karena

    ajaran Marx dinilai sudah kehilangan dimensi sialektisnya. Kebangkitan

    Neo-Marxisme lebih disebabkan adanya suatu upaya untuk meluruskan dan

    merumuskan kembali ajaran Marx.11

    Neo-Marxisme yang mencerna pula aliran-aliran filsafat

    kontemporer, khususnya falsafat eksistensi, mencoba memberi rumusan

    baru untuk mendudukkan peranan dan kejatidirian manusia didalam sistem

    kekuasaan yang tidak manusia. Sedikitnya ada tiga ciri khas dari alam

    pikiran Neo-Marxisme. Pertama, Neo-Marxisme mau membatasi proses

    dialektis pada bidang sosial-ekonomi yang mempengaruhi pola kekuasaan

    disemua aspek kehidupan, juga menyoroti topik ‘bangunan atas’ Marx yang

    berkaitan dengan masalah teori dan ideologi. Pemikiran Hegel diteliti

    kembai untuk menunjukkan hubungannya dengan Marx, yaitu konsep

    dialektika Hegel yang utopis dan Marx yang ‘membumi’. Kedua, Neo-

    Marxisme mau membereskan manusia dari alienasi ang diuraikan Marx

    11 Franz Magnis-Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis (Yogakarta: Kanisius, 1992), 16.

  • 50

    dalam naskah-naskah Perancis. Ketiga, Neo-Marxisme berkaitan dengan

    analisis kritis atas masyarakat modern.12

    Neo-Marxisme mendemonstrasikan hubungan Marxisme dengan

    psikoanalisis Sigmund Freud dalam rangka memahami masarakat abad ke-

    20. Sebagaimana kritik ideologi, ketiga ciri tersebut akan dirumuskan

    melalui suatu refleksi baru antara teori dan praksis.13

    1. Pengaruh Hegel

    Salah satu dasar pemikiran Neo-Marxisme berkat adanya

    singgungan antara ideologi hegelian. Pengaruh tersebut bisa dirasakan

    dan sangat kentara dalam karya- karyanya. Melalui studi yang intens,

    Marcuse merefleksikan dan mengembangkan pemikiran dialektis kritis

    yang digagas oleh Hegel dan itu tertuang dalam bukunya Reason and

    Revolution. Dalam Reason and Revolution Marcuse membahas tentang

    nalar dialektis Hegel dengan dua sasaran baik berciri politis maupun

    filosofis.14

    Secara politis, Herbert Marcuse menyasar kelompok Hegelian kanan

    dan politisi Nazi yang menjadikan filsafat politik Hegel (terutama

    tentang konsep negara absolut) sebagai landasan pembenaran bagi

    politik praktis kelompok mereka. Para pemikir Hegelian kanan

    menyempitkan seluruh filsafat politik Hegel pada sistem idealis pro

    status quo.

    12 Ibid., 20. 13 Agus Darmaji, “Herbert...”, 516. 14 Valentinus Saeng, Herbert Marcuse: Perang Semesta Melawan Kapitalisme Global (Jakarta: Kompas Gramedia, 2012), 79.

  • 51

    Secara filosofis Marcuse ingin membuktikan bahwa nalar dialektis

    sebagai roh dan muatan utama dalam filsafat Hegel justru bermaksud

    untuk membongkar semua kondisi status quo yang ada. Dalam

    pembahasannya, Marcuse menunjukkan bahwa Hegel adalah seorang

    filsuf multidimensi dan permenungan filosofisnya berciri revolusioner.

    Konsep rasio negatif atau nalar dialektis yang digagas Hegel bersifat

    kritis dan polemis.15 Dalam konsep nalar dialektistiada ruang dan

    peluang bagi diskursus monolog maupun dominasi sepihak, melainkan

    yang ada adalah dialog.

    2. Pengaruh Marx

    Kedua adalah ketidakpuasan seorang Marcuse dengan modifikasi

    pemahaman baru yaitu Marxisme-Leninisme yang dianggap tidak

    lurus. Bagian dari pemikiran Marx yang diambil oleh Marcuse adalah

    pemikiran-pemikiran Marx periode awal atau pemikiran marx muda.16

    Menurut Marcuse ada perbedaan mendasar antara pemikiran Marx pada

    masa muda dengan pemikirannya di masa tua.Semua karya Marx pada

    fase awal menunjukkan atau mengangkat tema dengan nada kritis dan

    idealis.

    Sedangkan pada fase marx tua semangat kritis dan idealis tersebut

    melemah dan beberapa tema mendasar seperti kritik terhadap

    masyarakat, unsur individualisme komunis, penghapusan atas

    15 Herbert Marcuse, Reason and Revolution (London: Routledge, 1968), 11. 16 Ibid., 295.

  • 52

    pengagungan sosialisasi kebutuhan produksi atau pertumbuhan daya

    produksi, sub-ordinasi semua faktor tersebut ke bawah ide tentang

    realisasi bebas individu juga semakin menipis.17 Padahal menurut

    Marcuse ide atau tema-tema tersebut merupakan point penting dari

    pemikiran yang bia dijadikan sebagai sarana untuk memahami sistem

    kapitalis sebagai anti tesisdan komunisme sebagai sintesis peradaban.18

    Dalam kaca mata Marcuse, ide-ide atau pemikiran Marx merupakan

    pembumian dari filsafat Hegel dan Heidegger yang melangit.19

    Nalar dalam filsafat Hegel harus diperhadapkan atau

    dikonfrontasikan langsung dengan realitas kehidupan manusia yang

    penuh kecemasan, ketakutan, kerapuhan, kegembiraan, penderitaan,

    permasalahan, dan juga harapan.Dalam usahanya tersebut Marx

    melebur kategori filosofis-metafisis menjadi kategori sosio-ekonomi

    dan kultural.20 Ada sejumlah tema pemikiran dari Marx muda yang

    dielaborasi lebih lanjut oleh Marcuse secara sistematis dan kritis, yaitu

    tentang alienasi kerja, proses kerja, dan hukum dialektika dalam

    kapitalisme. Pengertian kerja dalam pandangan Marx diadopsi dari

    gagasan Hegel.21 Bagi Marx maupun Hegel kerja pada hakikatnya

    merupakan momen dan aktivitas untuk menumbuhkan dan mengolah

    kodrat universal manusia.

    17 Ibid., 295. 18 Valentinus Saeng, Herbert..., 98. 19 Ibid., 100. 20 Herbert Marcuse, Reason..., 258. 21 Ibid., 275.

  • 53

    Makna kerja tersebut melampaui pengertian bahwa kerja hanya

    mengenai persoalan pelangsungan kehidupan. Dalam kerjanya,

    manusia hidup dan berada sebagai makhluk yang bebas. Karena itu,

    perbuatan atau kerja merupakan potensi dasar manusia sebagai subjek

    merdeka yang berkesadaran penuh. Namun hal tersebut bertolak

    belakang jika melihat kondisi praksis yang sedang berlangsung

    khususnya dalam masyarakat kapitalis. Dalam masyarakat kapitalis

    tampak jelas bahwa kerja sudah disalahgunakan sebagai instrumen,

    momen, dan wilayah pengontrolan, penindasan, dan penghisapan,

    daripada sarana, kesempatan, dan aktivitas untuk membebaskan dan

    mensejahterakan manusia.22

    Bukti dari perubahan makna dan proses kerja dalam masyarakat

    kapitalis adalah dibentuknya sistem pembagian kerja yang merupakan

    proses pemisahan aneka macam aktivitas produksi ke dalam berbagai

    bidang yang terbatas dan khusus, dan kemudian masing-masing bagian

    tersebut diatur menurut tata aturan tersendiri. Faktor penentu dari

    proses pembagian kerja tersebut adalah hukum kapitalis tentang

    produksi komoditi.23

    Para kapitalis menyebut pembagian kerja ini sebagai profesionalitas

    pekerja atau buruh. Para buruh menganggap bahwa hal tersebut

    merupakan penghargaan atas spesialisasi kemampuan mereka dalam

    22 Valentinus Saeng, Herbert..., 116-117. 23 Herbert Marcuse, Reason..., 273.

  • 54

    bidang tertentu, padahal bagi kapitalis hal itu merupakan instrumen

    manipulasi, represi, dan eksploitasi kaum pekerja di mana mereka

    dihargai hanya secara ekonomis sejauh kemampuan dan keahlian

    mereka yang masih dianggap berguna bagi peningkatan produksi,

    pencapaian keuntungan, dan mencegah kerugian. Di sini terlihat bahwa

    unsur kebebasan dalam profesionalitas sudah tidak ada lagi.24

    Implikasi dari sistem pembagian kerja tersebut telah mengontrol,

    membatasi, dan menghambat hidup dan interaksi antar

    individu.Masyarakat dikelompokkan ke dalam kelas-kelas sosial sesuai

    dengan kemampuannya. Pembagian kerja mengubah cara pekerja

    menjalin relasi dengan sesama dan produk. Hubungan sosial dinilai,

    diukur, dan kemudian direduksi menjadi hubungan ekonomi, hubungan

    pemilik modal dan karyawan, tuan dan budak, atau produsen dan

    konsumen.

    Nilai individu ditentukan dan diperhitungkan hanya dari sudut

    kemampuan berproduksi, membeli, memiliki, dan mengkonsumsi.

    Fakta ini menegaskan bahwa interksi sosial secara dominan ditentukan

    oleh aspek ekonomi dan berkarakter materialis. Marcuse melihat bahwa

    hubungan antar pribadi dalam masyarakat yang dinilai hanya dari sudut

    pandang ekonomi merupakan hubungan yang palsu. Dan kepalsuan ini

    bisa menciptakan fakta kritis dan memberi ruang bagi perbaikan dan

    24 Herbert Marcuse, One Dimensional Man:Studies in the Ideology of Advanced Industrial Society (London: Routledge & Kegan Paul Ltd., 1964), 27-28.

  • 55

    perubahan radikal.25 Marx melihat bahwa kondisi pembagian

    masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial, penindasan, dan penghisapan

    kaum buruh dalam dunia kerja merupakan faktor kunci, sebab utama,

    daya dorong niscaya bagi terjadinya perubahan atau revolusi.

    Namun Marcuse melihat bahwa kondisi pekerja pada masyarakat

    kapitalis hari ini telah berubah.Dalam dunia kerja, situasi dan kondisi

    kaum buruh mengalami perbaikan secara signifikan baik pada lingkup

    upah maupun jaminan kesehatan, pensiun, dan keselamatan, begitu juga

    dengan pemenuhan kebutuhan yang mudah. Atau dalam kata lain

    bahwa secara sepintas situasi dan kondisi warga kapitalis dalam

    masyarakat industri maju sudah mendekati standar yang diinginkan

    oleh Marx dan kaum komunis, sehingga bila mengikuti logika

    keniscayaan yang kaku seperti yang dikemukakan oleh Marx maka

    kondisi objektif revolusioner telah memudar. Bagi Marcuse, wilayah

    dominasi, ekspolitasi, manipulasi, dan alienasi dalam masyarakat

    industri maju kini bergerser dari dunia nyata kerja ke alam kesadaran

    manusia. Dalam kenyataan konkret, warga masyarkat kapitalis tampak

    berkelimpahan barang material dan memiliki standar hidup tinggi,

    namun pada saat bersamaan juga tanpa disadari hidup dalam kekangan,

    penindasan, alienasi, dan ekspolitasi yang ekstrem.26

    25 Herbert Marcuse, Reason..., 273-274. 26 Herbert Marcuse, One..., 4-5.

  • 56

    Marcuse