65
Perempuan dan Lingkungan Jurnalis Warga Merekam Sejarah Komunitas

Perempuan dan Lingkungan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Buku ini berisi kumpulan foto hasil lomba foto dengan tema "Perempuan dan Lingkungan" yang diikuti oleh para jurnalis warga. Lomba ini sengaja memilih tema “Perempuan dan Lingkungan” guna merangsang para jurnalis warga dan pegiat media komunitas untuk mengangkat persoalan perempuan, khususnya yang terkait dengan isu lingkungan.

Citation preview

Page 1: Perempuan dan Lingkungan

Perempuan dan LingkunganJurnal is Warga Merekam Sejarah Komunitas

Page 2: Perempuan dan Lingkungan
Page 3: Perempuan dan Lingkungan

Perempuan dan Lingkungan

Page 4: Perempuan dan Lingkungan

Siapapun bisa mengutip, menyalin, dan menyebarluaskan sebagian atau keseluruhan tulisan dengan menyebutkan sumber tulisan dan mencantumkan jenis lisensi yang sama pada karya publikasi, kecuali untuk kepentingan komersil.

Page 5: Perempuan dan Lingkungan

Perempuan dan LingkunganJurnal is Warga Merekam Sejarah Komunitas

Page 6: Perempuan dan Lingkungan

PenyuntingFerdhi F. Putra

Tata Letak Isi dan PerwajahanSukri Ghazali dan Lelaki Budiman

Desain SampulEdwin Prasetyo

Diterbitkan Oleh:Combine Resource InformationJl. K.H. Ali Maksum RT 06 No. 183Pelemsewu, Panggungharjo, Sewon, Bantul, DIYTelepon/Faksimile: 0274-411123Website: www.combine.or.id

ISBN 978-602-70286-7-8

Dicetak oleh Tan Kinira di Yogyakarta

Perempuan dan LingkunganJurnalis Warga Merekam Sejarah Komunitas

Page 7: Perempuan dan Lingkungan

Pengantar Penerbit PengantarMerekam Sendiri Sejarah Komunitas Foto PemenangFoto Apresiasi

Mendorong Perempuan Bersuara Agar Berdaya

Biodata Kontributor

Daftar Isi

iv

x

111

30

40

Page 8: Perempuan dan Lingkungan

iv Seorang perempuan terlihat sedang berjongkok di atas

sebuah batu di tengah sungai kecil. Dalam gendongannya

ada seorang bayi, sementara kedua tangannya sibuk memungut

sampah plastik dari dalam sungai.

Itulah foto terbaik yang dipilih tim juri dari Combine Resource Institution dan Aliansi Jurnalis Independen Kota Yogyakarta. Foto itu dipilih karena dipandang paling merepresentasikan tema lomba fotografi jurnalistik, yakni “Perempuan dan Lingkungan”. Foto itu dengan baik bisa menggambarkan bahwa di tengah berbagai peran yang diembannya, seorang perempuan memiliki peran penting dalam menjaga lingkungan. Foto itu juga menggambarkan bagaimana seorang ibu menurunkan nilai-nilai yang baik kepada anaknya.

Pengantar PenerbitIdha SaraswatiManajer Unit Pengelolaan Informasi CRI

Page 9: Perempuan dan Lingkungan

v

Selain foto tersebut, ada 12 foto lain yang mengisi buku ini. Foto-foto tersebut merupakan karya dari sejumlah jurnalis warga dan pegiat media komunitas dari berbagai wilayah di Indonesia. Foto-foto yang dipajang dalam buku ini diseleksi dari lomba foto dan tulisan jurnalistik yang digelar selama Agustus – Oktober 2015.

Lomba ini sengaja memilih tema “Perempuan dan Lingkungan” guna merangsang para jurnalis warga dan pegiat media komunitas untuk mengangkat persoalan perempuan, khususnya yang terkait dengan isu lingkungan. Mengapa? Ada sejumlah alasan yang melatarbelakangi pilihan tema tersebut.

Pertama, di tingkat akar rumput, selama ini ada banyak sekali proyek eksploitasi sumber daya alam yang berdampak pada kerusakan lingkungan. Dalam banyak kasus, akibat perannya di dalam keluarga, perempuan menjadi pihak yang paling banyak merasakan dampak negatif dari kerusakan lingkungan tersebut. Namun, di banyak kasus pula, perempuan tidak pasrah menerima nasib sebagai korban. Mereka justru menjadi garda depan dalam upaya melindungi lingkungannya dengan menolak kehadiran proyek-proyek perusak lingkungan di wilayah masing-masing.

Ini bisa dilihat mulai dari ujung barat hingga timur Indonesia. Yang paling hangat, hingga saat buku ini disusun, para perempuan

Page 10: Perempuan dan Lingkungan

vi

di Rembang Jawa Tengah masih menginap di tenda perjuangan untuk mengusir pabrik semen dari wilayah mereka. Mereka sudah bertahan di tenda itu selama lebih dari 500 hari. Sikap keras kepala mereka telah menghalangi rencana pabrik untuk segera beroperasi penuh dengan menambang gunung karst sebagai bahan semen.

Apa yang mereka lakukan perlu dicatat dan didokumentasikan agar bisa menginspirasi komunitas lainnya di berbagai wilayah. Maka, tepat di sinilah salah satu tugas jurnalis warga : mendokumentasikan dan menginformasikan apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya.

Alasan kedua berhubungan dengan persoalan representasi perempuan dalam media. Selama ini, sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa isu perempuan masing kurang diangkat. Hal itu berkaitan erat dengan minimnya jumlah jurnalis perempuan yang menduduki level pengambilan kebijakan di lembaga media.

Pada 2011, International Women’s Media Foundation (IMWF) merilis hasil penelitian global tentang status perempuan dalam media. Berdasarkan penelitian terhadap sekitar 500 perusahaan media di seluruh dunia itu, IWMF menemukan bahwa jumlah perempuan yang duduk dalam posisi pengambil kebijakan hanya mencapai 27 persen. Adapun jumlah reporter perempuan mencapai 36 persen.

Page 11: Perempuan dan Lingkungan

vii

Data tersebut juga merangkum apa yang terjadi di media komunitas. Di berbagai media komunitas yang berjejaring dengan CRI, upaya mengangkat isu-isu yang khas perempuan masih minim seiring minimnya jumlah perempuan yang menjadi pegiat media komunitas. Isu perempuan biasanya baru mendapat porsi besar di media komunitas yang memang khusus didirikan untuk perempuan, misalnya Radio Komunitas Marsinah FM di Jakarta maupun Hapsari FM di Sumatera Utara.

Lomba ini pun mengonfirmasi beragam hasil penelitian tersebut. Dengan jangka waktu publikasi sekitar dua bulan, lomba ini hanya bisa mengumpulkan 12 peserta. Dari jumlah itu, hanya ada tiga orang peserta perempuan.

Meski demikian, setiap peserta telah mencoba sebaik mungkin menerjemahkan tema yang diberikan sesuai dengan kondisi lingkungannya masing-masing. Sebagian besar peserta menghubungkan tema tersebut dengan bidang pertanian. Maka foto-foto yang menunjukkan aktivitas perempuan di kebun, sawah maupun ladang mendominasi. Selain itu, sejumlah peserta mengangkat peran perempuan dalam menopang perekonomian keluarga.

Lomba semacam ini baru pertama kali diselenggarakan oleh Combine Resource Institution (CRI). Lomba ini merupakan salah satu upaya CRI dalam mendukung perkembangan media komunitas dan jurnalis warga yang menjadi pegiatnya.

Page 12: Perempuan dan Lingkungan

viii

Sejak berdiri pada 2001, CRI telah mengadakan berbagai program peningkatan kapasitas bagi para pegiat media komunitas. Bermula dari program pendampingan dan pelatihan ke berbagai pegiat radio komunitas, CRI kemudian mengikuti perkembangan teknologi dengan mendorong pegiat radio komunitas untuk memanfaatkan teknologi digital dengan memproduksi konten informasi berupa tulisan maupun foto.

Salah satu jejak upaya itu bisa dilihat di portal berita suarakomunitas.net yang mewadahi karya jurnalistik para jurnalis warga yang sebagian besar adalah pegiat radio komunitas. Berbagai tulisan di dalamnya merupakan hasil dari pelatihan jurnalistik yang telah diadakan CRI selama ini.

Selama satu tahun terakhir, pelatihan jurnalistik masih terus diadakan bersama dengan sosialisasi tentang pentingnya penerapan etika jurnalistik sebagai bagian dari upaya perlindungan hukum bagi jurnalis warga. Selain itu, pelatihan foto jurnalistik juga diberikan di sejumlah wilayah.

Walaupun hasil pelatihan telah diwadahi dalam portal suarakomunitas.net, upaya lain tetap perlu dilakukan untuk melihat dampak dari sebuah pelatihan. Lomba ini diadakan sebagai cara lain untuk mengetahui hasil dari serangkaian pelatihan yang telah dilakukan itu. Melalui lomba, para jurnalis warga dan pegiat media komunitas diharapkan akan mengirimkan karya terbaik sesuai dengan materi yang telah diberikan dalam pelatihan.

Page 13: Perempuan dan Lingkungan

ix

Buku sederhana ini diniatkan sebagai semacam “galeri” yang memajang karya para jurnalis warga dalam menampilkan sosok perempuan dalam kaitannya dengan isu yang lebih khusus, yakni isu lingkungan. Apapun hasilnya, foto-foto tersebut menggambarkan kondisi perempuan akar rumput.

Dari upaya ini, ada dua hal yang diharapkan. Pertama, para jurnalis warga maupun pegiat media komunitas akan menambah porsi pemberitaan yang mengangkat isu perempuan. Kedua, minat perempuan untuk menjadi jurnalis warga maupun pegiat media komunitas akan meningkat, sehingga akan muncul semakin banyak jurnalis perempuan yang bersuara lantang untuk kaumnya.

CRI mengucapkan terimakasih kepada seluruh jurnalis warga maupun pegiat media komunitas yang telah mengirimkan karyanya dalam lomba ini.

Page 14: Perempuan dan Lingkungan

x Hidup di era teknologi yang sudah maju sungguh sangat

mengasyikkan. Semuanya menjadi semakin mudah,

praktis dan simpel , termasuk dalam soal merekam sejarah atau

peristiwa. Dahulu, kamera sebagai alat perekam sejarah adalah

alat yang sangat mahal, rumit pengoperasiannya dan hanya

dimiliki orang berduit saja. Namun kini, kamera adalah barang

populer sebab murah dan simpel. Bahkan aplikasi kamera juga

menyatu dalam setiap telepon pintar yang hampir dimiliki oleh

setiap orang.

Alhasil setiap orang berpeluang menjadi seorang fotografer yang bisa mengabadikan setiap momen sejarah yang terjadi di sekitarnya. Hasilnya pun tidak hanya tersimpan dalam album foto kenangan saja. Dalam hitungan detik, gambar yang dihasilkan

Merekam Sendiri Sejarah Kehidupan KomunitasBambang MuryantoAliansi Jurnalis Independen Yogyakarta

Page 15: Perempuan dan Lingkungan

xi

dapat diunggah ke media sosial atau situs tertentu sehingga masyarakat luas dapat ikut melihatnya. Ya, berkat kemajuan teknologi, penulisan dan penyebaran sejarah (informasi) menjadi makin terbuka dan demokratis. Siapa saja bisa melakukannya, tanpa harus bergantung kepada ahli sejarah atau jurnalis sebagai “penulis cepat sejarah”. Dalam konteks inilah, kita melihat kemunculan fenomena media komunitas (didedikasikan untuk komunitasnya) dan jurnalis warga yang memproduksi berita sendiri dan menyebarkannya kepada masyarakat luas.

Dalam ranah jurnalisme, foto mempunyai kedudukan yang sangat penting. Ia tidak hanya menjadi pelengkap berita (teks) tetapi bisa berdiri sendiri sebagai berita (foto berita). Bahkan salah satu majalah tertua dan terpopuler di dunia, National Geographic menempatkan foto sebagai menu utama dan teks sebagai pendukungnya.

Terkadang, foto bisa lebih banyak bercerita dari pada teks! Tengoklah foto karya jurnalis foto, Stephanie Sinclair yang menekuni isu gender. Foto-fotonya tentang anak-anak perempuan yang dipaksa menikah di wilayah Asia, begitu menggetarkan. Saya selalu menangis jika melihat bagaimana anak-anak perempuan itu berlinangan air mata ketika diambil dari keluarganya.

Page 16: Perempuan dan Lingkungan

xii

Foto-foto karya Sinclair berhasil merebut perhatian dunia guna memberikan perhatian serius terhadap persoalan pernikahan anak di bawah umur.

Karya foto fotografer Kompas, Kartono Riyadi yang mengabadikan momen Susi Susanti menangis ketika meraih medali emas bulutangkis di Olimpiade Barcelona 1992 juga memberikan kedalaman makna. Rasa nasionalisme kita bisa muncul saat melihat foto yang mampu membekukan momen yang sangat tepat itu.

Foto pewarta warga dari Lombok yang mengabadikan seorang ibu yang menggendong anak sedang mengambil sampah plastik di sungai, termasuk foto yang bagus. Saya suka foto ini karena merekam sisi human interest yang kuat. Si ibu dalam kerepotannya mengasuh anak masih mau meluangkan waktunya untuk membersihkan sungai dari sampah plastik yang baru bisa terurai selama puluhan tahun.

Ketika dunia jurnalisme masuk ke era konvergensi media (menggabungkan teks, audio, audio visual, dan gambar statis atau foto), kedudukan sebuah foto menjadi kian bertambah penting. Situasi ini mau tidak mau juga memaksa media komunitas atau pewarta warga mengadopsi format ini, jika tidak mau ditinggalkan para pembaca.

Page 17: Perempuan dan Lingkungan

xiii

Dengan demikian, para aktivis media komunitas atau jurnalis warga juga dipaksa “sejarah” agar bisa membuat sebuah foto bagus dan memenuhi kaidah jurnalistik. Terjemahan sederhananya kira-kira adalah bisa membuat foto yang bisa menceritakan suatu peristiwa. Bahasa teknisnya sebuah foto yang semaksimal mungkin memenuhi unsur berita, yaitu siapa melakukan apa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana (5W dan 1 H).

Tetapi membuat foto yang bagus dan bermakna, tentu bukan sesuatu yang mudah. Perlu berlatih terus-menerus, menguasai sistem kerja alat (kamera), ulet dan sabar dalam menanti momen yang tepat. Tidak lupa juga mau meninggalkan zona nyaman untuk berburu peristiwa-peristiwa yang luar biasa.

Tidak ada satu formula yang baku agar bisa menjadi fotografer yang handal kecuali hanya berlatih, berlatih dan berlatih terus. Bahkan, fotografer termasyur, Henri Cartier-Bresson pernah mengatakan,”Your first 10.000 photographs are your worst!” (artinya kira-kira 10.000 pertama karya fotomu adalah yang terburuk).

Begitulah, semoga buku yang memuat foto-foto para jurnalis warga ini juga bisa memicu semangat kita agar bisa terus berlatih dan berlatih. Percayalah, sepotong foto bisa mengubah sebuah sejarah! Dan kita semua mempunyai kesempatan untuk mengambil kesempatan mewah ini.

Selamat menikmati buku ini dan selamat berlatih!

Page 18: Perempuan dan Lingkungan
Page 19: Perempuan dan Lingkungan

Foto Pemenang

Page 20: Perempuan dan Lingkungan
Page 21: Perempuan dan Lingkungan

3

Pemenang 1

Mengumpulkan Sampah Sungai

Hajad Guna Roasmadi

Speaker Kampung

Lombok Timur, NTB

Seorang ibu rumah tangga di Desa Ketangga, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur, NTB, mengumpulkan plastik bekas dari sungai untuk dijual guna membantu biaya hidup sehari-hari. Tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, kegiatan yang dilakukannya juga turut menjaga kebersihan sungai dan bermanfaat bagi lingkungan.

Page 22: Perempuan dan Lingkungan

4

Pemenang 2

Menanam Pohon RambutanAbdul Wahab

Arla FM

Aceh Barat, NAD

Seorang perempuan sedang menanam bibit pohon rambutan di kebun belakang rumahnya di Desa Drien Rampak, Kecamatan Aringan Lambalek, Kabupaten Aceh Barat, Nangroe Aceh Darussalam (28/10/2015). Pohon tersebut dibagikan oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Barat melalui Kepala Desa Drien Rampak dalam rangka penghijauan. Selain itu, Pemkab juga berharap jika sudah produktif, buah rambutan yang dihasilkan bisa membantu perekonomian warga.

Page 23: Perempuan dan Lingkungan
Page 24: Perempuan dan Lingkungan
Page 25: Perempuan dan Lingkungan

7

Pemenang 3

Pembuat Tikar

Rahma Mariana

Hapsari FM

Deli Serdang, Sumatera Utara

Nawiyah adalah seorang ibu rumah tangga pembuat anyaman tikar dari purun. Ia tinggal di Desa Cinta Air, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Aktivitas membuat tikar sudah menjadi pekerjaan rutinnya sebagai perempuan desa yang mandiri. Di desa ini sebagian besar perempuan mengandalkan kemampuannya untuk membuat tikar purun demi mendapatkan rupiah guna membantu ekonomi keluarga.

Page 26: Perempuan dan Lingkungan

8

Pemenang 3

Menanam Mangrove

Muslim

Sekber Radio Komunitas Sumatera Utara

Medan, Sumatera Utara

Para nelayan perempuan di pesisir Desa Bogak Besar, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, ikut berpartisipasi dalam kegiatan penanaman pohon mangrove (4/11/2015). Kegiatan ini dilakukan guna menyelamatkan pesisir dari abrasi air laut.

Page 27: Perempuan dan Lingkungan

9

Page 28: Perempuan dan Lingkungan
Page 29: Perempuan dan Lingkungan

Foto Apresiasi

Page 30: Perempuan dan Lingkungan

12

Page 31: Perempuan dan Lingkungan

13

Nurmi Menyulam Tikar

Muswarman Abdullah

Kembang FM

Pidie Jaya, NAD

Rata-rata penduduk lelaki di Gampong Pasi Rawa, Kecamatan Pidie, Kabupaten Pidie, Nangroe Aceh Darussalam adalah nelayan dan petambak ikan. Namun para ibu-ibu di sana juga tak tinggal diam. Mereka ikut bekerja demi membantu perekonomian keluarga. Nurmiwati (40), misalnya, yang kesehariannya diisi dengan membuat tikar pandan. Menurut Nurmi, menyulam tikar pandan merupakan tradisi turun temurun dari indatu atau nenek. Dalam mengerjakannya, pengrajin tikar harus teliti dan juga memiliki nilai seni. Bahan baku daun pandan didapatnya di tepi Pantai Gampong Rawa, yang tumbuh secara liar.

Page 32: Perempuan dan Lingkungan

14

Keumeurui

Muswarman Abdullah

Kembang FM

Pidie Jaya, NAD

Nuraini Usman (48) terlihat sedang membersihkan gabah pada musim panen awal Agustus 2015. Ia adalah salah satu dari ratusan petani kebun di Kecamatan Kota Bakti, Kabupaten Pidie, Nangroe Aceh Darussalam. Aktivitasnya ini merupakan usahanya untuk membantu suaminya memenuhi kebutuhan pangan keluarga.

Membersihkan gabah dalam bahasa Aceh disebut "keumeurui". Metode tradisional ini mulai jarang digunakan seiring perkembangan teknologi.

Page 33: Perempuan dan Lingkungan

15

Page 34: Perempuan dan Lingkungan

16

Tikar Pandan

Syamsul Kamar

Kembang FM

Pidie Jaya, NAD

Jamaliah Banda (60), warga Desa Pusong, Kecamatan Kembang, Kabupaten Pidie, Nangroe Aceh Darussalam, sedang merajut tikar pandan di depan rumahnya. Tikar pandan buatan warga Pusong terkenal dengan rajutannya yang sangat halus, rapi dan lembut. Bahan baku tikar ini adalah daun pandan berduri yang terkenal memiliki tingkat porositas yang tinggi, sehingga tikar tersebut memiliki sifat kondisioner di mana dalam cuaca panas dia akan mengeluarkan hawa dingin dan sebaliknya.

Page 35: Perempuan dan Lingkungan

17

Page 36: Perempuan dan Lingkungan

18

Page 37: Perempuan dan Lingkungan

19

Penambang Batu Apung

Fikrillah Muhammad

Kesa FM

Pringgabaya, Lombok Timur, NTB

Tiga orang ibu rumah tangga Masni (25), Hartati (32), dan Faridah (27), sedang memindahkan dan menimbun batu apung dengan keranjang bambu (4/10/2015). Pekerjaan ini rutin dilakukan di Pantai Telindung, Desa Anggaraksa, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, NTB. Menambang batu apung menjadi salah satu mata pencaharian warga sekitar Pantai Telindung.

Page 38: Perempuan dan Lingkungan

20

Page 39: Perempuan dan Lingkungan

21

Panen Kangkung

Hajad Guna Roasmadi

Speaker Kampung

Lombok Timur, NTB

Seorang ibu rumah tangga memanen kangkung di sungai di Desa Ketangga, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur, NTB. Sungai di desa ini dimanfaatkan masyarakat pada musim kemarau untuk membudidayakan kangkung. Selain bisa memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kangkung juga dianggap memiliki manfaat positif bagi ekosistem sungai.

Page 40: Perempuan dan Lingkungan

22

Kayu Bakar

Andi Ferdana

Gema Merapi FM

Sleman, DIY

Konversi energi dari minyak tanah ke gas, yang harganya terus naik, tidak memengaruhi kebutuhan dapur Mbah Jono. Nenek berusia 70 tahun ini memang mengandalkan kayu bakar untuk memasak. Kendala yang dialami Mbah Jono justru adalah relokasi pascaerupsi Merapi 2010. Relokasi memaksanya berjalan sekitar 7 km untuk mencari kayu bakar di bekas rumahnya di Dusun Petung, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY.

Page 41: Perempuan dan Lingkungan

23

Page 42: Perempuan dan Lingkungan

24

Menguras Banjir

Risvande Lubis

Sekber Radio Komunitas Sumatera Utara

Medan, Sumatera Utara

Sahrum (49), seorang warga Jalan Brigjen Zein Hamid, Gang Balai Desa, Lingkungan X, Kelurahan Titi Kuning, Medan, Sumatera Utara sedang menguras air parit bercampur air hujan yang membanjiri rumah orang tuanya. Banjir terjadi akibat hujan lebat yang mengguyur Kota Medan selama beberapa jam pada Selasa malam, 8 Oktober 2013. Setidaknya, belasan warga mengalami kebanjiran akibat tidak adanya parit atau drainase selama 20 tahun lebih.

Page 43: Perempuan dan Lingkungan

25

Page 44: Perempuan dan Lingkungan

26

Page 45: Perempuan dan Lingkungan

27

Jalan Rusak di Kebun Sawit

Hadi Siswoyo

Semart FM

Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara

Seorang ibu berusaha menyeberangkan seorang siswa PAUD di Desa Air Hitam, Kecamatan Kualuh Leidong, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara, dari jalan yang rusak dan berlumpur (14/10/2015). Jalan tersebut rusak akibat lalu lalang truk pengangkut tandan buah sawit (TBS).

Tingginya produktivitas kelapa sawit dan tidak dapat diawetkan, membuat TBS harus segera diangkut dengan truk bermuatan penuh, bahkan pada musim hujan sekalipun. Industri sawit memiliki banyak dampak seperti, asap dan pencemaran udara pada saat persiapan lahan, pekerjaan berat yang dialami buruh selama proses perawatan, serta kerusakan jalan setelah produksi. Dan perempuan adalah penerima dampak terbesar dari industri ini.

Page 46: Perempuan dan Lingkungan

28

Page 47: Perempuan dan Lingkungan

29

Panen

Lukman Hamarong

-

Luwu Utara, Sulawesi Selatan

Seorang perempuan paruh baya yang juga anggota Kelompok Tani (Poktan) Tunas Muda Desa Dandang, Kecamatan Sabbang, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, dengan gembira melakukan panen secara manual di sepetak sawah yang ia garap. Dengan menggunakan arit, wanita paruh baya itu melakukan panen di musim tanam asep 2015 pada 27 Juni 2015 lalu. Menurutnya, panen adalah sebuah momen yang sangat ditunggu-tunggu karena sejuta harapan siap menanti anak-cucunya kelak.

Page 48: Perempuan dan Lingkungan

30

Page 49: Perempuan dan Lingkungan

31

Ringan Sama Dijinjing

Muswarman Abdullah

Kembang FM

Kembang Tanjong, Pidie, Nangroe Aceh Darussalam

Kala musim panen tiba semua warga Gampong Pu'uek, Kecamatan Kembang Tanjong, Kabupaten Pidie, Nangroe Aceh Darussalam, turun ke sawah. Meski ada di antara mereka tidak memiliki sawah, momen panen itu digunakan oleh mereka yang tak memiliki sawah untuk membantu tetangga dan kerabatnya yang sedang panen.

Seperti yang dilakukan Khatijah (50) dan anaknya saat membantu membersihkan panen kacang di areal persawahan awal Oktober 2014 lalu. Satu pepatah lama yang diingat Khatijah untuk mencapai kesejahteraan bersama adalah “berat sama dipikul ringan sama dijinjing.”

Page 50: Perempuan dan Lingkungan

32 Sebagai lembaga yang mendukung kesetaraan jender,

Combine Resource Institution (CRI) berupaya menerapkan

prinsip-prinsip kesetaraan jender melalui serangkaian program

yang dikelola.

CRI adalah lembaga yang fokus pada jejaring informasi, oleh karena itu upaya pengarusutamaan jender pun dilakukan di sisi jejaring informasi. Intinya adalah bagaimana mendorong perempuan untuk bersuara mengungkapkan pendapatnya. Untuk bisa bersuara, perempuan harus bisa mengakses informasi. Akses di sini meliputi kebebasan dan kesetaraan untuk memproduksi, mengonsumsi maupun mendistribusikan informasi.

Dalam rangkaian proses produksi – distribusi informasi itu, ada serangkaian metode dan instrumen yang coba dikenalkan untuk

Mendorong Perempuan Bersuara agar Berdaya

Page 51: Perempuan dan Lingkungan

33

semakin membuka akses perempuan terhadap informasi. Mulai dari menyusun modul, menggelar pelatihan, hingga mengajak sejumlah kelompok perempuan mempraktikkan penggunaan perangkat teknologi informasi tertentu.

Terkait dengan hal itu, pada 2010 CRI mulai mengadakan program pengenalan dan pemanfaatan teknologi informasi bagi perempuan, khususnya kelompok pelaku usaha perempuan. Pelatihan tersebut dilakukan dari tahap yang paling mendasar, yakni mulai dari bagaimana cara menghidupkan komputer hingga mengelola website untuk mempromosikan produk kelompok. Salah satu kelompok yang didampingi adalah Koperasi Wanita Setara di Klaten, Jawa Tengah.

Selain itu, mengikuti program pendampingan terhadap radio komunitas dan pewarta warga, CRI berupaya mendorong keterlibatan perempuan dalam mengelolaan radio komunitas. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan CRI pada tahun 2010 terhadap akses dan keterlibatan perempuan di radio komunitas di tiga wilayah, yakni Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Cilacap (Jawa Tengah). Penelitian itu menunjukkan bahwa pengelola laki-laki masih mendominasi ketimbang pengelola perempuan.

Page 52: Perempuan dan Lingkungan

34

Pelatihan menulis

Jender dan Lingkungan

di Hotel Batik,

Yogyakarta, 2013.

(Dokumentasi CRI)

Pelatihan

Penggunaan TIK

bersama

Koperasi Wanita

Setara, 2013

(Dokumentasi CRI)

Page 53: Perempuan dan Lingkungan

35

Program pengarusutamaan jender pada radio komunitas dilaksanakan

di wilayah Radio Komunitas Sadewo, Desa Wonolelo, Pleret, Bantul, 2012.

(Dokumentasi CRI)

Page 54: Perempuan dan Lingkungan

36

Selain di level pengelola radio komunitas, ketimpangan juga terjadi di level program. Penelitian itu menunjukkan bahwa hanya 38 persen radio komunitas yang memiliki program khusus perempuan. Padahal, di sisi lain, perempuan dianggap sebagai kelompok pendengar yang paling potensial. Mereka sangat membutuhkan informasi praktis yang mampu mendukung kegiatan sehari-harinya, seperti ekonomi, pendidikan anak, kesehatan keluarga.

Berangkat dari penelitian itu, selama 2010 - 2012 CRI melakukan kegiatan pengarusutamaan jender pada radio komunitas, terutama pendampingan bagi media komunitas untuk mendorong keterlibatan perempuan. Pendampingan yang dilakukan meliputi pengembangan program, pembangunan jaringan dengan pemangku kepentingan di DIY dan Magelang (Jawa Tengah), serta pelatihan.

Pelatihan tersebut menghasilkan isu khusus perempuan di portal www.suarakomunitas.net yang diproduksi oleh pegiat radio komunitas di daerah yang telah mendapat pelatihan, yakni Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, NTB dan Sulawesi. Isu yang didorong adalah perbaikan layanan publik agar lebih ramah perempuan.

Pada 2013, CRI mengadakan pelatihan terhadap kelompok perempuan dari tiga kabupaten rawan bencana dari Yogyakarta

Page 55: Perempuan dan Lingkungan

37

dan Jawa Tengah. Pelatihan ini bertujuan membuka paradigma kesadaran jender dalam persoalan yang terjadi di sekitarnya. Secara khusus tema yang diangkat adalah tentang dampak kerusakan lingkungan terhadap perempuan.

Berikutnya, kegiatan Temu Perempuan Pegiat Media Komunitas diadakan pada 2014 di Desa Candirejo, Borobudur, Magelang. Kegiatan ini diikuti oleh 19 peserta dari 10 provinsi. Kegiatan ini diadakan dengan dengan konsep participatory sharing atau saling berbagi antarpeserta. Dengan konsep ini, peserta juga berperan sebagai narasumber yang membagikan pengetahuan atau kemampuan yang dimiliki.

Peserta Temu Perem-

puan Pegiat Media

Komunitas 2014

(Dokumentasi CRI)

Page 56: Perempuan dan Lingkungan

38

Peserta Temu

Perempuan Pegiat Me-

dia Komunitas 2014

(Dokumentasi CRI)

Pelatihan radio

komunitas

di Desa Timbrangan

Kecamatan Gunem,

Rembang,

Jawa Tengah,

September 2014

(Dokumentasi CRI)

Page 57: Perempuan dan Lingkungan

39

Sebagai pengayaan, kegiatan ini juga menghadirkan Desintha Dwi Asriani, dosen Sosiologi UGM, yang memantik diskusi tentang perspektif jender dalam kebijakan publik bersama. Selain itu ada Dewi Candraningrum, Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan, yang mengajak peserta menyadari aspek kesetaraan gender pada karya-karya di media dan dampaknya bagi masyarakat.

Dewi Candraningrum, Pemimpin Redaksi Jurnal Perempuan, menjadi narasumber Temu

Perempuan Pegiat Media Komunitas 2014

(Dokumentasi CRI)

Page 58: Perempuan dan Lingkungan

40

Selanjutnya, pada 2015, selain tetap melanjutkan upaya pengarusutamaan jender di media komunitas, isu pengarusutamaan jender menjadi bagian dari program Pasar Komunitas. Oleh karena itu, ada strategi baru yang coba diimplementasikan. Strategi itu difokuskan pada upaya pengelolaan informasi untuk mendukung pemberdayaan ekonomi di kelompok usaha perempuan. Pengelolaan informasi dilakukan dengan menggunakan beragam media yang ada dan mungkin diakses oleh perempuan, sehingga tidak melulu harus mengedepankan produk teknologi informasi terkini.

Salah satu realisasinya dilakukan dengan program pendampingan kelompok perajin tenun di Kodi, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. Dalam program ini, kelompok perajin tenun diajak untuk mengenal konsep kesetaraan jender dengan mengambil contoh dari pola pembagian peran di lingkungan mereka. Mereka kemudian diajak menggali dan mencatat kembali makna dan cara menenun yang selama ini dituturkan secara turun temurun. Mereka juga dikenalkan dengan papan informasi sederhana. Di papan itu mereka mencatat kesepakatan kelompok, pesanan tenun, maupun informasi lain yang berguna bagi anggota.

Mengapa papan informasi? Sebab di daerah yang masih minim infrastruktur, teknologi media lain tidak mungkin diterapkan. Penggunaan papan informasi merupakan alternatif terbaik untuk membiasakan kelompok mengelola informasi di kelompoknya.

Page 59: Perempuan dan Lingkungan

41

Hal itu sekaligus membuktikan bahwa pengelolaan informasi tidak melulu tergantung pada teknologi terkini.

Selain itu, secara eksternal, kelompok perajin tenun tersebut dihubungkan dengan kelompok lain yang bisa mendukung pemasaran produk kelompok. Program ini dilakukan dengan berjejaring bersama sejumlah lembaga, antara lain Yayasan Sosial Donders dan pelaku usaha sosial House of Lawe.

Ke depan, pengarusutamaan jender dengan mengafirmasi perempuan akan selalu menjadi fokus CRI. Sebab untuk bisa setara di berbagai bidang, perempuan harus bersuara.

Mama-mama

anggota kelompok

perajin tenun

di Kodi Utara, Sumba

Barat Daya, Nusa

Tenggara Timur

(Dokumentasi CRI)

Page 60: Perempuan dan Lingkungan

42

Abdul Wahab

TTL : Drien Rampak, 1 Januari 1977

Domisili : Drien Rampak, Arongan Lambalek,

Aceh Barat, Nangroe Aceh Darussalam

Aktivitas : Wiraswasta

Media komunitas : ARLA FM

Andi Ferdana

TTL : Yogyakarta, 23 Juli 1990

Domisili : Cangkringan, Sleman, Yogyakarta

Aktivitas : Mahasiswa

Media komunitas : Gema Merapi FM

Fikrillah Muhammad S.A.

TTL : Anggaraksa, 14 Juni 1983

Domisili : Anggaraksa, Pringgabaya,

Lombok Timur, NTB

Aktivitas : Wiraswasta

Media komunitas : KESA FM

Biodata Kontributor Foto

Page 61: Perempuan dan Lingkungan

43

Hajad Guna Roasmadi

TTL : Ketangga, 15 Juni 1984

Domisili : Ketangga, Suela, Lombok Timur, NTB

Aktivitas : Pekerja sosial

Media komunitas : SPEAKER Kampung

Hadi Siswoyo

TTL : Air Hitam, 7 Agustus 1980

Domisili : Air Hitam, Kualuh Leidong,

Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara

Aktivitas : Pengelola Koperasi dan PAUD

Media komunitas : Semart FM

Lukman

TTL : Palopo, 19 Januari 1979

Domisili : Luwu Utara, Sulawesi Selatan

Aktivitas : Penyuluh pertanian

Media komunitas : BKP3 Luwu Utara

Muslim

TTL : Medan, 4 Mei 1966

Domisili : Medan, Sumatera Utara

Aktivitas : Pegiat lingkungan

Media komunitas : Sekber Radio Komunitas Sumatera Utara

Page 62: Perempuan dan Lingkungan

44

Muswarman Abdullah

TTL : Kembang Tanjong, 31 Desember 1967

Domisili : Kembang Tanjong, Pidie,

Nangroe Aceh Darussalam

Aktivitas : Pegawai Negeri Sipil

Media komunitas : KEMBANG FM

Rahma Mariana

TTL : Serdang Bedagai, 20 Februari 1995

Domisili : Desa Cinta Air, Serdang Bedagai,

Sumatera Utara

Aktivitas : Mahasiswa, penyiar radio

Media komunitas : HAPSARI FM

Risvande Lubis

TTL : Jakarta, 26 November 1958

Domisili : Medan, Sumatera Utara

Aktivitas : Wartawan

Media komunitas : Sekber Radio Komunitas Sumatera Utara

Syamsul Kamar

TTL : Tanjong Krueng, 15 September 1976

Domisili : Kembang Tanjong, Pidie,

Nangroe Aceh Darussalam

Aktivitas : Pewarta warga

Media komunitas : KEMBANG FM

Page 63: Perempuan dan Lingkungan
Page 64: Perempuan dan Lingkungan

Berkat kemajuan teknologi, penulisan dan penyebaran sejarah (informasi) menjadi makin terbuka dan demokratis. Siapa saja bisa melakukannya, tanpa harus bergantung kepada ahli sejarah atau jurnalis sebagai “penulis cepat sejarah”. Dalam konteks inilah, kita melihat kemunculan fenomena media komunitas (didedikasikan untuk komunitasnya) dan jurnalis warga yang memproduksi berita sendiri dan menyebarkannya kepada masyarakat luas.

Buku ini berisi kumpulan foto karya sejumlah jurnalis warga di berbagai wilayah di Indonesia. Foto-foto yang dipajang dalam buku ini diseleksi dari lomba foto dan tulisan jurnalistik yang digelar Combine Resource Institution selama Agustus-Oktober 2015.

Page 65: Perempuan dan Lingkungan

Perempuan dan LingkunganJurnal is Warga Merekam Sejarah Komunitas