Upload
andika-pradana
View
83
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL PASCA SEKSIO SESAREA
Pendahuluan
Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun
lamanya. Penggunaan istilah ini telah menggantikan istilah terdahulu yaitu perdarahan uterus
difungsional (PUD). Perubahan terminologi ini dimkasudkan untuk memperluas spektrum
diagnosis, karena istilah disfungsional hanya mengacu pada setiap kelainan haid yang
disebabkan oleh buikan faktor organik/anatomis. Saat itu yang termasuk dalam spektrum
PUD hanyalah kelainan haid yang disebabkan oleh faktor hormonal, gangguan koagulasi
serta gangguan ovulasi. Sementara penggunaan istilah baru PUA (perdarahan uterus
abnormal) mencakup kelainan haid yang disebabkan oleh faktor organik dan non organik,
yang berarti mencakup spektrum yang lebih luas, termasuk di dalamnya gangguan haid akibat
mioma, polip, adenomiosis, dan lain lain.
Secara umum, etiologi perdarahan uterus abnormal dikelompokkan menjadi kelainan PALM
dan kelainan COEIN, yang merupakan aberviasi dari berbagai etiologi yang mendasarinya.
Kelompok “PALM” merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai dengan berbagai teknik
pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok ini meliputi gangguan haid akibat
adanya polip, adenomiosis, leiomioma maupun malignansi.Kelompok COEIN merupakan
kelainan non struktur yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi.
Kelompok ini meliputi coagulopathy, gangguan ovulasi, gangguan pada endometrium,
iatrogenik dan gangguan lain (not classified).
Di samping itu, akhir akhir ini mulai muncul banyak laporan kasus terjadinya perdarahan
uterus abnormal pada wanita pasca tindakan seksio sesarea. Meski persentasenyatidak besar,
akan tetapi beberapa wanita mengeluhkan perdarahan haid yang memanjang yang cukup
membuat pasien khawatir dan mengganggu keseharian sehingga berkonsultasi ke dokter.
Menanggapi hal tersebut, mulai marak dilakuakn penelitian yang mencoba menjelaskan
terjadinya perdarahan uterus abnormal pasca operasi seksio sesarea. Tulisan ini dibuat guna
mencoba menjelaskan pengaruh tindakan seksio sesarea terhadap kejadian perdarahan uterus
abnormal.
Pengaruh Seksio Sesarea terhadap PUA
Seksio sesarea berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘caedere’ yang artinya memotong. Secara
sederhana, seksio sesarea adalah tindakan mengeluarkan bayi dengan cara membuata sayatan
(insisi) pada dinding abdomen dan dinding uterus.
Sayatan dibuat pada tiap tiap lapisan kulit mulai dari kutis dan subkutis, pembebasan fascia
dan otot kemudian insisi dinding rahim yang diteruskan ke miometrium dan endometrium.
Satelah pengeluaran bayi dan plasenta, masing masing insisi akan direkatkan kembali dengan
menggunakan teknik jahitan tertentu dan material benang jahitan tertentu pula. Rangkaian
tindakan pada seksio sesarea ini akhir akhir ini mulai diteliti sebagai salah satu penyebab
timbulnya perdarahan uterus abnormal pasca SC akibat adanya defek anatomis langsuing
pada kontinuitas jaringan uterus.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Cecilia Fabres dkk di Departemen Obstetri
Ginekologi Universitas Chile melalui studi kohort selama 6 tahun menemukan 92 kasus
dimana wanita yang telah menjalani prosedur seksio sesarea sebelumnya kemudian
mengeluhkan perdarahan uterus abnormal. Perdarahn ini berupa bercak (spotting) darah yang
memanjang hingga 7-10 hari lebih panjang dari haid biasanya, yang mana tidak ditemukan
kelainan organik yang bermakna. Pemberian terapi dengan preparat hormonal juga ternyata
hanya sangat sedikit sekali membantu meredakan gejala. Diduga hal ini berkaitan erat dengan
riwayat prosedur seksio sesarea, karena sebelum menjalani operasi tersebut, tak sataupun
diantara ke 92 wanita tersebut yang pernah mengalami perdarahan uterus abnormal.
Adapun bentuk perdarahan uterus abnornal pasca tindakan seksio sesarea tersebut
berupamunculnya bercak bercak post menstuasi (postmenstrual spotting) pada 76% kasus,
middle metorrhagia pada 16% kasus, dan 8% kasus mengeluhkan kedua jenis perdarahan
tersebut.
Studi senada juga pernah dilakukan oleh Thurmond dkk pada tahun 1994 hingga 1996 yang
meneliti 310 wanita dengan keluhan perdarahan uterus abnormal di New York. Hasilnya
menyebutkan bahwa 9 orang wanita mengalami perdarahan uterus abnormal tanpa diketahui
penyebabnya, dan kesembilan wanita tersebut juga pertama kali mengalami keluhan
perdarahan uterus abnormal setelah menjalani tindakan seksio sesarea, karena kesembilan
wanita tersebut sama sama memiliki riwayat pernah menjalani tindakan seksio sesarea. Dua
orang diantaranya menjalai operasi seksio sesarea sebanyak 1 kali, tiga orang wanita
menjalani priosedur SC sebanyak 2 kali, tiga wanita lain pernah menjalani tindakan SC
sebanyak 3 kali dan satu dari 9 orang wanita tersebut sudah menjalani tindakan seksio sesarea
sebanyak 4 kali. Fakta ini semakin memperkuat dugaan bahwa pada beberapa kasus, seksio
sesarea dapat menginduksi munculnya keluhan perdarahan uterus abnormal.
Patofisiologi
Menyikapi dugaan kuat adanya hubungan antara prosedur seksio sesarea dengan kejadian
perdarahan uterus abnormal, para peneliti mencoba melakukan analissi dengan menggunaan
pemeriksaan histopatologi serta pencitraan radiologi berupa USG transvaginal, histeroskopi
serta sonohisterografi. Pemeriksaan ditujukan untuk mencari adakah kelainan pada uterus
pasca dilakukan tindakan seksio sesarea yang mungkin dapat menginduksi terjadinya
perdarahan uterus abnormal.
Thurmond dkk yang melakukan pemeriksaan sonohisterografi pada 9 wanita dengan keluhan
PUA pasca operasi SC mendapatkan fakta bahwa pada kesemua wanita tersebut dijumpai
adanya celah di bagian miometrium anterior segmen bawah rahim yang berada tepat di lokasi
terbentuknya jaringan parut bekas insisi operasi seksio sesarea. Besarnya defek jaringan
tersbut berukuran 8 hingga 17 mm yang membentang pada miometrium yang mana defek ini
tidak dapat terlihat jika menggunakan USG transvaginal saja.
Pada dua kasus, celah tersebut berisikan suatu gambaran ekogenik dispersibel yang mobile
yang merupakan karakteristik dari suatu gumpakan darah yang sudah lama. Hal ini
dikonfirmasi lagi pada kesembilan wanita tersebut yang menurut pengakuan mereka, bercak
darah abnormal yang mereka alami berwarna lebih gelap dari biasanya bercampur dengan
bintik bintik kecoklatan.
Di sisi lain, Cecilia, dkk melakukan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal pada kesemua
pasien dengan keluhan perdarahan uterus abnormal yang sudah pernah menjalani prosedur
seksio sesarea. Ia menemukan adanya 92 kasus wanita dimana terjadi gangguan kontinuitas
jaringan (filling defect) pada miometrium dan endometrium wanita yang telah menjalani
prosedur seksio sesarea. Gangguan kontinuitas jaringan yang dijumpai berupa pembentukan
kantong kantong (pouch) pada lapisan stroma endometrium dan miometrium. Pada sebagian
kecil kasus ditemui pula pembentukan divertikulum pada dinding uterus. Pada kantung
kantung tersbut dijumpai gumpalan darah yang diduga menjadi sumber munculnya bercak
darah (spotting) di luar siklus haid normal.
Besarnya ukuran dari kantung kantung tersebut ditentukan dengan menggunakan rumus ½
sisi alas dikalikan dengan kedalaman kantung, hal ini kartena bentuk kantung kantung
tersebut lebih menyerupai segitiga dari tampilan sonografi. Kantung tersebut terlihat seperti
area segitiga anekoik dengan dasarnya adalah dinding posterior dari serviks dan atapnya
meruncing menuju ke dinding anterior isthmus seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2. Tampilan kantung (pouch) di dekat sikatriks
pasca insisi seksio sesarea pada USG transvaginal
Pada wanita tersebut kemudian dilakukan aspirasi cairan dari kantung kantung tersbut dengan
menggunakan kateter yang dimasukkan hingga ke serviks dan ternyata hasilnya keluar darah
dari keteter tersebut. Hal ini semakin mengkonfirmasi bahwa kantung kantung tersebut
merupakan defek jaringan yang menginduksi terjadinya perdarahan uterus abnormal pasca
seksio sesarea.
Pembentukan Defek Jaringan
Terdapat beragam hipotesis yang mencoba menjelaskan mengapa terbentuk kantung-kantung
(pouches) pasca operasi seksio sesarea. Namun hingga kini masih belum dpaat dipastikan
proses yang paling berpengaruh yang membuat terjadinya kantung tersebut.
Menurut hipotesis yang diajukan oleh Thurmond, terbentuknya defek jaringan tersebut adalah
akibat gangguan kontraktilitas lapisan miometrium dari uterus. Thurmond juga menjelaskan
adanya keterlibatan proses penyembuhan lkuka dalam masalah ini. Perbaikan jaringan yang
telah mengalami insisi, (dalam hal ini dinding uterus), dapat terjadi sebagai perbaikan satu
lapisan ataupun perbaikan berlapis lapis. Karena adanya perbedaan daya kontraktilitas antara
masing masing daerah insisi, tepi superior dari garis insis biasanya cenderung lebih tebal
dibandingkan dengan tepi inferior garis insisi. Perbedaan ini akan semakin lama semakin
terlihat jelas pada wanita yang telah menjalani SC berulang ulang kali. Reaproksimasi dari
terpi insisi tersebut akaan menyebabkan pembnetukan defek jaringan di segmen bawah rahim
akibat perbedaan ketebalan tersbut dan hal ini dapat terlihat dengan menggunakan
sonohisterografi.
Akan tetapi hipotesis yang diajukan oleh Thurmond tersebut belum mampu menjelaskan
keadaan mengapa wanita yang telah menjalani prosedur seksio sesarea berulang kali tidak
mengeluhkan keluhan perdarahan uterus abnormal, sementara mereka yang baru menjalani
prosedur seksio sesarea sebanyak 1 kali sudah mengalami perdarahn uterus abnormal. Secara
logika, seharusnya jejas yang terjadi berulang ulang pada insisi akan semakin menghambat
proses pertemuan tepi luka insisi, dan seharusnya memperbesar kemungkinan terjadinya
defek, akan tetapi hal ini tidak terbukti dari penelitian senada.
Morris mengajukan hipotesis yang menyebutkan bahwa adanya akumulasi darah pad
akantung kantung tersebut mungkin diproduksi secara ‘in situ’ oleh pembuluh darah
setempat, atau mungkin juga dikarenakan oleh drainase aliran darah yang terganggu. Teori ini
diperkuat dengan fakta bahwa pada beberapa kasus, ditemukan akumulasi darah yang
berwarna merah segar, yang menandakan perdarahan yang baru terjadi dari vaskular
setempat.
Sementara Cecilia dkk mengajukan pendapat bahwa terbentuknya kantung kantung darah
tersebut adalah sebagai akibat dari penggunaan teknik penjahitan tertentu dan efek dari
penggunaan benang jahit tertentu. Beberapa teknik jahit tertentu akan mengakibatkan cedera
langsung pada jaringan yang akan menyebabkan keluaranya sitokin sitokin tertentu yang
menyebabkan terjadinya iskemi setempat sehingga proses regenerasi jaringan tidak bisa
berjalan dengan mulus. Selain itu, material benang jahit yang membutuhkan waktu yang lebih
lambat untuk diabsorbsi berarti memaparkan jaringan terhadap benda asing dalam waktu
yang lebih lama dan tentunya akan memperlambat proses regenerasi jaringan. Kombinasi dari
hal tersebut memungkinkan terbentuknya defek jaringan berupa kantung kantung yang akan
terisi oleh rembesan darah dari vaskular.
.
Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada satu metode tata laksana yang terbukti bermanfaat bagi pasien
perdarahan uterus abnormal pasca tindakan seksio sesarea. Suatu studi menyebutkan bahwa
dengan penjelasan yang baik dan edukasi kepada pasien bahwa perdarahan yang terjadi
adalah efek dari defek regenerasi jaringan dan tidak terlalu membahayakan, umumnya pasien
sudah merasa tenang dan tidak memerlukan intervensi terapi medikamentosa apa apa.
Dalam hal pasien mengeluhkan gangguan pada aktivitas sehari hari, dapat ditempuh berbagai
pilihan terapi. Akan tetapi perlu diingat, bahwa tak satupun dari pilihan terapi ini yang
terbukti efektif meredakan perdarahan uterus abnormal pasca seksio sesarea.
Penggunaan pil kontrasepsi yang mengandung sediaan hormonal ternyata terbukti kurang
efektif dalam meredakan gejala. Tentu saja hal ini dikarenakan bahwa perdarahan tersebut
terjadi bukan karena kelainan pada aksis hormonal, akan tetapi karena adanya defek langsung
pada jaringan. Pada kasus kasus yang ekstrim, mungkin diperlukan tindakan histerektomi
untuk menghentikan perdarahan uterus abnormal pasca seksio sesarea.
REFERENSI
1. Amy S thurmond, William Harvey. 1999. Cesarean Section Scar as A Cause of
Abnormal Vaginal Bleeding. J Ultrasound Med. 18: 13 – 16
2. Fabres C, Alam V, Balmaceda J, Zegers-Hochschild F, Mackenna A, Fernández E.
Comparison of ultrasonography and hysteroscopy in the diagnosis of intrauterine
lesions in infertile women. J Am Assoc Gynecol Laparosc 1998; 5:375–378
3. Morris H. Surgical pathology of the lower uterine segment caesarean section scar: is
the scar a source of clinical symptoms? Int J Gynecol Pathol 1995; 14: 16–20.
4. Fabres S. Guilerno Avilles. The Cesarean Delivery Scar PouchL:Clinical Correlation
and Clinical Implication and Diagnostic Correlation Betwwen Transvaginal
Sonoghraphy and Hysteroscopy. J Ultrasound Med. 2003. 22: 695 – 700