Upload
dangdien
View
219
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN TARIK DENTIN BONDING BERBASIS HEMA & NON-HEMA
SETELAH APLIKASI DIPERMUKAAN DENTIN SUPERFISIAL DAN PROFUNDA
(Penelitian Eksperimental Laboratoris)
SKRIPSI
OLEH: ERESHA MELATI KUSUMA WURDANI
NIM: 021311133121
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2016
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
Scanned by CamScanner
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
Scanned by CamScanner
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
iv
PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah diuji pada tanggal 13 Desember 2016
PANITIA PENGUJI SKRIPSI
1. Moh. Rulianto, drg., MS., SpKG(K) (Ketua Penguji).
2. Prof. Dr. Adioro Soetojo, drg., MS., SpKG(K) (Pembimbing Utama
/ Sekertaris).
3. Devi Eka Juniarti, drg., M.Kes. SpKG (Pembimbing Serta/ Anggota
Penguji).
4. Cecillia G.J. Lunardhi, drg., MS., SpKG(K) (Anggota Penguji).
5. Edhie Arif Prasetyo, drg., MS., SpKG(K) (Anggota Penguji).
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
v
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat, rahmat,
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “
Perbedaan Kekuatan Perlekatan Tarik Dentin Bonding Berbasis HEMA & Non-
HEMA Setelah Aplikasi Dipermukaan Dentin Superfisial dan Profunda ” sebagai
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada program studi S1
Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan
kepada:
1. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Dr. R. Darmawan
Setijanto, drg., M.Kes. yang telah memberi kesempatan untuk menempuh
pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga.
2. Dr. Ira Widjiastuti, drg., M.Kes., SpKG(K), selaku Kepala Departemen
Konservasi Gigi yang telah memberi ijin untuk pembuatan skripsi.
3. Prof. Dr. Adioro Soetojo, drg., MS., SpKG(K), selaku dosen pembimbing
utama yang telah mencurahkan pikiran serta dengan sabar memberikan
motivasi dalam membimbing, mengarahkan, dan senantiasa membagi
banyak ilmu pengetahuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
4. Devi Eka Juniarti, drg., M.Kes., SpKG, selaku dosen pembimbing serta
yang selalu sabar membimbing penulis dan menyediakan waktu untuk
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
vii
berkonsultasi dalam penulisan skripsi ini.
5. Dewan penguji yakni Moh. Rulianto, drg., MS., SpKG(K) , Cecillia G.J.
Lunardhi, drg., MS., SpKG(K) , Edhie Arif Prasetyo, drg., MS., SpKG(K)
yang selalu memberikan nasihat, masukan, dukungan, serta meluangkan
waktu di tengah kesibukan beliau selama penyusunan skripsi sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
6. Adi Hapsoro, drg., M.Kes yang telah membantu penulis untuk
menganalisa data statistik skripsi ini.
7. Bu Anik yang telah mengijinkan penulis untuk dapat menggunakan Lab
Bersama Kampus B Universitas Airlangga hingga proses penelitian dapat
terselesaikan dengan baik.
8. Dokter – dokter pendidikan spesialis konservasi gigi yang telah
memberikan masukan dalam skripsi penulis di tengah kesibukan serta
dapat memberikan ijin bagi penulis untuk dapat menggunakan alat plunger
set secara bersama – sama.
9. Seluruh admin Departemen Konservasi Gigi yang selalu memberikan
informasi dan membantu menyusun jadwal sidang.
10. Bapak dan Ibu tercinta ( H. R. Tjahyo Sukamto, S.E dan Hj. Nuraida
Setiawati, S.E) selaku orang tua penulis yang selalu memberikan do’a dan
banyak memberikan dukungan lahir dan batin. Penulis juga
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
viii
mendedikasikan karya tulis ilmiah ini untuk eyang penulis, Prof. Siti
Wuryan A Prayitno, drg., SKM., M.Sc., PhD., Sp.Perio(K) dan Prof. Dr.
Moetmainah Prajitno, drg., MS., SpKG(K) sebagai panutan bagi penulis
serta beliau – beliau yang tidak pernah bosan memberikan motivasi dan
mengingatkan agar dapat menyelesaikan skripsi dengan baik dan tepat
waktu.
11. Diaz Kurnia Pentasandi, yang tidak pernah bosan memberikan bantuan,
mengingatkan, memberikan motivasi kepada penulis agar dapat
menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik dan tepat waktu.
12. Sahabat tercinta Dewi Kusuma Wardani, Nike Puji Rahmawati, Afrista
Dyah Setiawan, Sonya Liani R dan Putri Permata Timur yang telah
memberikan segala bentuk motivasi dalam usaha menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
13. Sahabat, orang-orang terkasih dan semua pihak yang tidak dapat
disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu
penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala amal yang telah
diberikan, semoga skripsi ini berguna bagi diri sendiri maupun pihak lain yang
memanfaatkan.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
ix
Penulis menyadari bahwa penulisan ini jauh dari kata sempurna dan
banyak kekurangan serta kelemahan, untuk itu segala kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak selalu kami harapkan demi sempurnanya
penyusunan skripsi ini.
Surabaya, 13 Desember 2016
Penulis
Eresha Melati Kusuma Wurdani
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
x
PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN TARIK DENTIN BONDING BERBASIS HEMA & NON-HEMA SETELAH APLIKASI
DIPERMUKAAN DENTIN SUPERFISIAL DAN PROFUNDA
(Penelitian Eksperimental Laboratoris)
ABSTRAK
Latar Belakang. Kemajuan dalam bidang kedokteran gigi semakin berkembang nyata seiring dengan permintaan pasien yang menyadari akan pentingnya merawat gigi. Fenomena lesi yang sering ditemukan adalah lesi servikal dengan prevalensi pada pria 46.36% dan wanita 38.13%. Pada lesi servikal yang membutuhkan perawatan dan pengaplikasian tumpatan untuk menghentikan proses kerusakan jaringan, merupakan hal yang kompleks terutama perlekatan pada dentin. Proses perlekatan bahan tumpatan dengan struktur gigi diharapkan tumpatan tidak mudah lepas dan memiliki fungsi yang optimal pada rongga mulut. Pengaplikasian bahan bonding untuk merekatkan dentin dengan komposit sangat diperlukan. Pemilihan bahan bonding berbasis HEMA dan non-Hema yang memiliki komposisi pelarut berbeda dari tiap bahan, setelah diaplikasikan pada dentin superfisial dan dentin profunda sangat mempengaruhi hasil dari uji debonding. Uji debonding yaitu untuk mengukur kekuatan adhesi dari suatu bahan bonding. Tujuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan kekuatan perlekatan tarik dentin bonding berbasis HEMA & non-HEMA setelah aplikasi dipermukaan dentin superfisial dan profunda. Metode. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah gigi sapi (bovine). Pengambilan dentin superfisial yaitu 0,5-1 mm dari dentino enamel junction dan dentin profunda yaitu 0,5 mm puncak dari pulp horn. Luas permukaan dentin yang digunakan untuk penelitian yaitu sebesar p x r2 = (3,14 x 22) = 12,56 mm2. 6 sampel dentin bonding berbasis HEMA yang diaplikasikan pada dentin superfisial. 6 sampel dentin bonding berbasis non-HEMA yang diaplikasikan pada dentin superfisial. 6 sampel dentin bonding berbasis HEMA yang diaplikasikan pada dentin profunda. 6 sampel dentin bonding berbasis non-HEMA yang diaplikasikan pada profunda. Alat pengukur kekuatan tarik Autograph AG-10TE (Shimadzu, Japan) di LDB- Unair. Hasil. Terdapat perbedaan kekuatan perlekatan tarik dentin bonding berbasis HEMA & non-HEMA setelah aplikasi dipermukaan dentin superfisial dan profunda. Kesimpulan. Berdasarkan uji kekuatan tarik, terdapat perbedaan kekuatan perlekatan tarik dentin bonding berbasis HEMA & non-HEMA setelah aplikasi dipermukaan dentin superfisial dan profunda. Penggunaan bahan dentin bonding berbasis non-HEMA lebih baik dibandingkan dengan dentin bonding berbasis HEMA setelah diaplikasikan pada kedalaman dentin yang berbeda. Kata kunci : HEMA, non-HEMA, dentin superfisial, dentin profunda.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
xi
DIFFERENCES IN TENSILE BOND STRENGTH OF DENTINE BONDING HEMA-BASED & HEMA-FREE BASED AFTER
APPLICATION IN SUPERFICIAL AND DEEP DENTINE SURFACE
(Experimental Laboratory Research)
ABSTRACT Background. Improvement in dentistry shows some progress, due to patients awareness the importance of dental care. Cervical lesion is the most common phenomenon which oftenly found 46.36% in man and 38.13% in woman. Cervical lesions needs composite restoration application for treatment to stop the process of tissue damage. The process of adhesion in composite restoration material with tooth structure was not easily separated and needed optimal function in the oral cavity. Application of dentin bonding agents to attach the composite was needed. Selection of HEMA-based bonding material and Hema free-based bonding material which have a different solvent composition, as applied to the dentin superficial and deep dentin affect the results of debonding test. Debonding test is measure the adhesion strength of a bonding material. Purpose. The aim of this study was analyzed differences in tensile bond strength of dentine bonding HEMA-based and HEMA-free based after application in superficial and deep dentine surface. Methods. The sample used in this study was the tooth (bovine). Superficial dentine was taking from 0.5-1 mm of dentino enamel junction and deep dentine was taking from 0.5 mm culmination of pulp horn. Dentine surface area that used for research is equal to p x r2 = (3.14 x 22) = 12.56 mm2. 6 samples of HEMA-based bonding was applied to the dentine superficial. 6 samples of HEMA-free based bonding was applied to the superficial dentine. 6 samples of HEMA-based bonding was applied to the deep dentine. 6 samples of HEMA-free based bonding was applied to the deep dentine. Tensile strength measuring device Autograph AG-10TE (Shimadzu, Japan) in LDB- Unair. Results. There are differences tensile bond strength of dentine bonding HEMA-based and HEMA- free based after the application in superficial and deep dentine surface. Conclusion. Based on tensile strength test, There are differences tensile bond strength of dentine bonding HEMA-based and HEMA-free based after the application in superficial and deep dentine surface.The use of dentine bonding materials HEMA-free based better than HEMA-based after application on different dentine depths. Keywords: HEMA-based, HEMA-free based, superficial dentine, deep dentin.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................................... iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ..................................................... iv
SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS ....................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................................... vi
ABSTRAK .................................................................................................................. x
DAFTAR ISI ............................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xvi
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................ xvii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xviii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xix
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah ................................................................................................... 6
1.3 Tujuan penelitian .................................................................................................... 6
1.4 Manfaat .................................................................................................................. 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 8
2.1 Resin Komposit ...................................................................................................... 8
2.1.1 Definisi ................................................................................................................ 8
2.1.2 Komposisi & struktur resin komposit ............................................................... 10
2.2 Dentin gigi ............................................................................................................ 14
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
xiii
2.2.1 Struktur .............................................................................................................. 14
2.2.2 Komposisi ......................................................................................................... 15
2.2.3 Klasifikasi ......................................................................................................... 16
2.2.3.1 Dentin superfisial ........................................................................................... 16
2.2.3.2 Dentin profunda ............................................................................................ 17
2.3 Bonding ................................................................................................................ 17
2.3.1 Bonding dentin .................................................................................................. 17
2.3.2 HEMA sebagai bahan dasar dentin bonding ..................................................... 21
2.3.3 Non-HEMA sebagai bahan dasar dentin bonding ............................................. 23
2.3.4 Sistem bonding total etch .................................................................................. 23
2.4 Etsa asam .............................................................................................................. 25
2.5 Smear layer .......................................................................................................... 26
2.6 Adesi & kohesi ..................................................................................................... 27
2.6.1 Faktor yang mempengaruhi adesi ..................................................................... 29
2.6.1.1 Energi permukaan .......................................................................................... 29
2.6.1.2 Pembasahan (wetting) .................................................................................... 30
2.6.2 Perlekatan komposit dengan dentin bonding .................................................... 31
2.7 Kekuatan perlekatan tarik .................................................................................... 33
2.8 Gigi bovine ........................................................................................................... 34
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN ......... 36
3.1 Kerangka konseptual ............................................................................................ 36
3.2 Penjelasan kerangka konseptual ........................................................................... 37
3.3 Hipotesis penelitian .............................................................................................. 39
BAB 4 METODE PENELITIAN ............................................................................ 40
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
xiv
4.1 Jenis penelitian ..................................................................................................... 40
4.2 Lokasi penelitian .................................................................................................. 40
4.3 Waktu penelitian .................................................................................................. 40
4.4 Sampel penelitian ................................................................................................. 40
4.4.1 Populasi sampel ................................................................................................. 40
4.4.2 Kriteria sampel .................................................................................................. 41
4.4.3 Pembagian sampel ............................................................................................. 41
4.4.4 Jumlah sampel ................................................................................................... 41
4.5 Variabel penelitian ............................................................................................... 42
4.5.1 Variabel bebas ................................................................................................... 42
4.5.2 Variabel terikat .................................................................................................. 43
4.5.3 Variabel terkendali ............................................................................................ 43
4.6 Definisi operasional penelitian ............................................................................. 43
4.7 Prosedur penelitian ............................................................................................... 46
4.7.1 Bahan-bahan ...................................................................................................... 46
4.7.2 Instrumen penelitian .......................................................................................... 47
4.7.3 Cara kerja penelitian ......................................................................................... 47
4.7.3.1 Persiapan sampel ............................................................................................ 47
4.7.3.2 Persiapan aplikasi bonding HEMA dan Non-HEMA serta resin komposit ... 48
4.7.3.3 Mengukur kekuatan perlekatan tarik .............................................................. 51
4.7.4 Analisis data ...................................................................................................... 52
4.7.5 Alur penelitian ................................................................................................... 53
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ....................................... 54
BAB 6 PEMBAHASAN ........................................................................................... 58
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
xv
BAB 7 PENUTUP ..................................................................................................... 64
7.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 64
7.2 Saran ..................................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 65
LAMPIRAN
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Keuntungan dan kerugian primer dengan bermacam solvent ................... 20
Tabel 2.2. Komposisi dan aplikasi bahan dentin bonding berbasis Hema dan Non-
HEMA yang digunakan dalam penelitian .................................................................. 21
Tabel 5.1. Rerata dan simpangan baku kekuatan perlekatan tarik dentin bonding
berbasis HEMA & non-HEMA setelah aplikasi dipermukaan dentin superfisial
dan profunda. (MPa) ................................................................................................. 55
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
xvii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1 Rerata dan simpangan baku kekuatan perlekatan tarik dentin bonding
berbasis HEMA & non-HEMA setelah aplikasi dipermukaan dentin superfisial
dan profunda. (MPa) ................................................................................................. 56
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar. 2.1. Perkembangan resin komposit selama 55 tahun terakhir ....................... 9
Gambar. 2.2. Struktur molekul dari modifikasi tiga metakrilat atau monomer resin
akrlik yang digunakan di material komposit. (a) Bis GMA (merupakan produk
dari BisPhenol A dan glisidilmetakrilat). (b) Uretan dimetakrilat. (c) Trietilen
glikol dimetakrilat ...................................................................................................... 11
Gambar. 2.3. Permukaan dentin yang di etsa menghilangkan smear layer dan
hidroksiapatit pada permukaan sekitar 2 µm .............................................................. 25
Gambar. 2.4. Smear layer pada dentin ....................................................................... 26
Gambar. 2.5. Gambar diatas menunjukkan ilustrasi adesi (garis dengan tanda
silang) menandakan perlekatan antara 2 molekul yang berbeda yaitu gigi dengan
bahan bonding dan bahan bonding dengan restorasi .................................................. 28
Gambar. 2.6. Sudut kontak yang besar menyebabkan pembasahan kurang baik ...... 30
Gambar. 2.7. Sudut kontak yang kecil menyebabkan pembasahan baik ................... 31
Gambar. 2.8. Preparasi gigi untuk memperoleh dentin superfisial yang terletak
0,5-1 mm dari dentino enamel junction (tanda hitam pada gambar yang
merupakan dentin superfisial) .................................................................................... 45
Gambar. 2.9. Preparasi gigi untuk memperoleh dentin profunda yang terletak 0,5
mm dari puncak pulp horn (tanda hitam pada gambar yang merupakan dentin
profunda) .................................................................................................................... 46
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto penelitian
Lampiran 2. Hasil statistik
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan dalam bidang kedokteran gigi semakin berkembang nyata
seiring dengan permintaan pasien yang menyadari akan pentingnya merawat
gigi. Dewasa ini, terdapat fenomena lesi yang sering ditemukan adalah lesi
servikal dengan daerah sementum dan dentin yang terbuka dapat
menyebabkan gigi mengalami rasa sensitif terhadap perubahan temperatur.
Lesi servikal tersebut juga dapat disebabkan oleh karena abrasi sikat gigi.
Pada daerah dentin juga terdapat lesi erosi yang saat ini semakin bertambah
jumlahnya. Suatu penelitian menunjukkan bahwa prevalensi lesi servikal pada
pria 46.36% dan wanita 38.13% (Al-Zahawi, 2015). Perawatan dan
pengaplikasian tumpatan pada daerah dentin juga semakin meningkat untuk
menghentikan proses kerusakan jaringan, namun proses perlekatan bahan
tumpatan dengan struktur gigi merupakan hal yang kompleks terutama
perlekatan pada dentin. Perawatan lesi servikal yaitu dengan melakukan
preparasi kavitas kelas V yang dapat ditumpat menggunakan bahan restorasi.
(Anusavice, 2003).
Penggunaan resin komposit sebagai bahan restorasi yang baik dan dapat
mengembalikan estetik merupakan kebutuhan masyarakat. Resin komposit
merupakan suatu bahan campuran antara bisfenol A dengan glisidil metakrilat
yang dikenal sebagai Bis-GMA. Keuntungan dari resin komposit yaitu mampu
merestorasi hampir semua klasifikasi karies menurut Black, daya absorbsi air
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
2
yang rendah, dapat melekat dengan mudah pada permukaan gigi, mudah
dimanipulasi, warna dapat disesuaikan dengan mudah karena translusensi
cahaya yang rendah dan dapat membentuk ikatan dengan enamel dan dentin
(Anusavice, 2003; Adioro, 2006; Annette, 2005; Ibrahim et al., 2011.
Dentin merupakan jaringan yang selalu basah karena terdapatnya cairan
pada tubuli dentin sehingga resin komposit yang memiliki sifat hidrofobik
tidak dapat melekat pada dentin, oleh karena itu diperlukan suatu bahan
bonding untuk merekatkan dentin dengan komposit (Anusavice,2003).
Bonding terdiri dari tiga komponen utama yaitu etsa, primer dan adesif,
ketiganya dikombinasikan untuk menghasilkan suatu perlekatan (Craig, 2002).
Bonding pada bidang kedokteran gigi mengandung prinsip adhesi yang
sangat berperan penting dalam penggunaannya. Adhesi merupakan proses
atraksi antara molekul berbeda menyebabkan terjadinya ikatan antara kedua
fase secara bersama-sama. Fase tersebut adalah kekuatan (force) atau energi
diantara atom atau molekul pada daerah antarmuka (interface). Adhesi yang
optimal harus memiliki sifat pembasahan yang baik antara bahan bonding
dengan struktur jaringan keras gigi. Faktor utama yang dapat mempengaruhi
pembasahan yaitu tegangan permukaan pada cairan bonding dan energi
permukaan dentin. Tegangan permukaan cairan bonding harus lebih rendah
dari energi permukaan substrat dentin. Dalam hal tersebut, uji debonding
sangat diperlukan untuk mengukur kekuatan adhesi dari suatu bahan bonding
(Adioro, 2006; Fraunhofer, 2012). Menurut Craig, (2002) pengujian tersebut
ditentukan dengan pembebanan pada keadaan geser atau tarik sampai terjadi
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
3
fraktur. Evaluasi tersebut diharapkan dapat menunjukkan bagaimana
perlekatan berfungsi dalam mulut.
Pada saat komposit akan diaplikasikan, permukaan dentin harus bersih dari
kontaminasi sehingga dapat terjadi perlekatan nano-micromechanic. Adanya
smear layer merupakan kontaminasi yang dapat mengurangi kekuatan
perlekatan bahan bonding dentin. Smear layer merupakan lapisan pada
permukaan dentin dan menghalangi kontak langsung resin bonding dengan
dentin (Yasen & Subba, 2009). Teknik total-etch sering digunakan pada
sistem bonding dentin. Teknik tersebut menghilangkan smear layer dan
hrdroxy-apatite pada dentin (Kumari et al., 2015). Pengetsaan tersebut akan
menyebabkan tubulus dentin terbuka sehingga cairan dalam tubulus dentin
akan keluar (Anusavice, 2003). Dalam hal tersebut, terdapat perbedaan
kepadatan tubulus dentin dan kadar air pada tiap kedalaman dentin. Kadar air
terendah pada dentin terdapat pada dentin supefisial dan kadar tertinggi
terdapat pada dentin profunda. Pada dentin superfisial, memiliki tubulus yang
lebih sedikit sehingga pada saat dentin bonding berpenetrasi ke dalam dentin
intertubular yang bertanggung jawab memberikan kekuatan perlekatan antara
dentin dan bahan restorasi pada gigi nantinya akan memiliki kekuatan yang
lebih rendah. Sebaliknya, pada profunda dentin, tubulus dentin yang dimiliki
lebih banyak jumlahnya sehingga permeabilitas intratubular resin memiliki
kekuatan ikatan perlekatan yang lebih tinggi (Kumari et al., 2015).
Aplikasi bahan adesif resin yang digunakan untuk membentuk ikatan
antara resin komposit dengan struktur gigi dihasilkan dari sistem bonding
dengan cara adesi. Ikatan antara resin komposit dengan struktur gigi
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
4
merupakan suatu proses perlekatan bahan restorasi yang membentuk suatu
hubungan antara resin dengan enamel dan dentin (Adioro, 2006; Maher,
2013). Bonding pada enamel dapat dicapai lebih mudah karena enamel
sebagian besar terdiri dari kristal hidroksiapatit. Meskipun untuk mendapatkan
adhesi pada enamel lebih mudah, adhesi pada dentin yang merupakan bagian
terbesar dari gigi telah terbukti lebih baik karena memiliki sifat heterogen.
Mekanisme adhesi dentin diawali dengan pembentukan lapisan hybrid antara
resin dan dentin. Pembentukan lapisan hybrid yang terjadi penting untuk
membentuk ikatan yang kuat dan tahan lama antara resin dan dentin (Adioro,
2006; Maher, 2013). Sistem bonding pada dentin dapat diperoleh dengan
adanya interaksi kimia antara gugus fungsi amina kolagen dengan gugus
karbonil resin yang selanjutnya membentuk ikatan peptida yang merupakan
ikatan primer kovalen yang kuat. Sistem bonding pada dentin terdiri dari
bahan anorganik seperti kolagen serta smear layer, mengandung lebih banyak
air karena dentin merupakan jaringan yang selalu basah oleh cairan yang
dikeluarkan oleh tubuli dentin sehingga bersifat hidrofilik. Dalam hal ini,
perlekatan dentin bonding pada fibril kolagen dentin juga merupakan interaksi
yang penting. Dentin bonding dapat berpenetrasi masuk kedalam rongga-
rongga nano interfibriler kemudian berpolimerisasi membentuk penjangkaran
secara mekanis (Adioro, 2006).
Dentin bonding terdiri dari bahan yang berbasis HEMA dan non-
HEMA. Pada dentin bonding yang berbasis hema (2-hidroksietil-metakrilat)
paling sering digunakan karena memiliki beberapa kelebihan yaitu
pembuatannya relatif mudah, dapat bertahan cukup lama karena terdapatnya
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
5
penambahan zat preservatif serta berfungsi sebagai gugus hidrofobik maupun
hidrofilik. Gugus hidrofobik dan hidrofilik tersebut meningkatkan kekuatan
ikatan dentin serta resin komposit diatasnya. Bahan dentin bonding berbasis
HEMA memiliki sifat pembasahan yang baik sehubungan dengan sifat
viskositas yang rendah sehingga dapat meningkatkan energi permukaan.
Dengan adanya bahan dentin bonding berbasis HEMA diharapkan bahan
tersebut akan berikatan secara fisik maupun kimiawi dengan fibril kolagen
sehingga terjadi kekuatan pelekatan pada dentin dengan tujuan memperbaiki
adaptasi antar permukaan dari restorasi dapat meningkat (Adioro, 2006;
Dijken, 2013; Klíssia et al., 2011). Bahan dentin bonding berbasis HEMA
juga memiliki kekurangan dengan berbagai studi melaporkan secara klinis
bahan dentin bonding berbasis HEMA menunjukkan bahan tersebut
merupakan sensitizer paling umum untuk menginduksi hipersensitivitas pada
gigi. Selain itu, beberapa penelitian telah menunjukkan efek sitotoksik yang
signifikan berkaitan dengan monomer metakrilat yang terkandung dalam
dentin bonding berbasis HEMA. Oleh karena itu, terdapat alternatif bahan
dentin bonding yaitu berupa dentin bonding berbasis non-HEMA (Dijken,
2013).
Bonding berbasis non-HEMA umumnya memiliki monomer yang
disebut urethane dimetakrilat (UDMA). UDMA dapat membentuk polimer
cross-link yang padat sehingga terjadi peningkatan kekuatan mekanis. Polimer
tersebut apabila direnggangkan atau tertarik saat kontraksi polimerisasi dapat
mencegah rantai individual bergeser satu sama lain serta apabila stress akibat
polimerisasi hilang, rantai polimer cross link dapat kembali ke posisi awal dan
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
6
objek kembali kebentuk semula. UDMA memiliki berat molekul yang lebih
tinggi sehingga dapat meningkatkan derajat polimerisasi (Fraunhofer, 2012;
Papakonstantinou, 2011). Bahan dentin bonding juga memiliki komposisi
pelarut yang berbeda pada tiap bahan. Komposisi tersebut juga sangat
mempengaruhi kekuatan perlekatan dentin bonding pada fibril kolagen.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah terdapat
perbedaan kekuatan perlekatan tarik dentin bonding berbasis HEMA & non-
HEMA setelah aplikasi dipermukaan dentin superfisial dan profunda.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan kekuatan perlekatan tarik dentin bonding
berbasis HEMA & non-HEMA setelah aplikasi dipermukaan dentin superfisial
dan profunda?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan
kekuatan perlekatan tarik dentin bonding berbasis HEMA & non-HEMA
setelah aplikasi dipermukaan dentin superfisial dan profunda.
1.4 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Memberikan gambaran kekuatan perlekatan bahan dentin bonding pada
perbedaan kedalaman kavitas gigi.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
7
2. Mengurangi terjadinya kegagalan restorasi resin komposit akibat
kesalahan pemilihan bahan bonding.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Resin komposit
2.1.1 Definisi
Perkembangan resin komposit dimulai dari akhir 1950 dan awal 1960,
ketika Bowen memulai mengembangkan suatu jenis bahan komposit baru.
Percobaan untuk memperkuat resin efoksi dengan partikel bahan pengisi.
Kelemahan sistem resin efoksi yaitu lamanya pengerasan, tingginya pengerutan
dan kecenderungan berubah warna sehingga mendorong Bowen
mengkombinasikan keunggulan efoksi dan akrilat. Percobaan ini menghasilkan
pengembangan molekul bisfenol A-glisidil metakrilat (Bis-GMA) yang
merupakan suatu resin dimetakrilat dan penggunaan silane yang dapat berikatan
kimia dengan resin untuk melapisi bahan pengisi. Bis-GMA memiliki berat
molekul yang tinggi daripada metil metakrilat, kepadatan gugus metakrilat
berikatan ganda adalah lebih rendah dalam monomer Bis-GMA yang merupakan
faktor untuk mengurangi pengerutan polimerisasi. Dengan adanya penggunaan
dimetakrilat juga menyebabkan bertambahnya ikatan silang dan perbaikan sifat
polimer. Penemuan tersebut membuat bahan resin komposit menjadi pengganti
semen silikat dan resin akrilat untuk restorasi estetika gigi anterior (Anusavice,
2012).
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
9
Gambar. 2.1. Perkembangan resin komposit selama 55 tahun terakhir (Anusavice,
2012).
Resin komposit merupakan campuran dua atau lebih bahan yang pada
akhir pencampran tersebut sifat-sifat bahan menjadi lebih baik. Pengunaan bahan
komposit berbasis resin dalam bidang kedokteran gigi khususnya dalam ilmu
konservasi gigi sudah sangat luas yaitu digunakan sebagai bahan tumpatan , bahan
luting, restorasi indirek dan facing logam untuk pasak dan inti (core) (Adioro,
2006). Bahan restorasi yang baik yaitu dapat mengembalikan estetik merupakan
kebutuhan masyarakat dewasa ini. Resin komposit sinar memiliki berbagai
macam keuntungan seperti sifat yang baik dalam hal pemakaian, memiliki
resistensi yang baik terhadap keadaan kelas IV, mempunyai daya absorpsi air
yang rendah, melekat dengan mudah pada permukaan gigi, warna yang mudah
disesuaikan karena translusensi cahaya yang rendah, dan mudah dimanipulasi
(Annette, 2005). Kemajuan yang sangat menonjol dibidang restorasi gigi pada
saat ini ditandai dengan dikembangkannya material resin komposit yang banyak
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
10
digunakan sebagai material restorasi untuk kavitas klas III, IV dan V yang tidak
menerima beban kunyah yang besar. Berdasarkan sistim aktivasi, ada dua macam
resin komposit yaitu yang beaktivasi secara kimia dan sinar tampak, saat ini resin
komposit sebagai material restorasi yang beraktivasi dengan sinar tampak sangat
populer penggunaannya (Anggraini dkk., 2005).
2.1.2 Komposisi dan struktur resin komposit
Terdapat tiga komponen utama yang terkandung dalam bahan restorasi
resin yaitu matriks resin organik terdiri dari monomer dasar resin Bis-GMA atau
Bowen’s, monomer pengencer seperti triethylene atau tetraethylene glycol
dimethacrylate untuk kemudahan mengalir, bahan pengisi (filler) anorganik
bersifat penguat seperti crystaline quartz, lithium aluminosilicate, barium
aluminoborate silica glass, dan fused silica, bahan penggabung (coupling agent)
untuk mendapatkan ikatan adesif yang sangat stabil oleh bahan pengisi terhadap
resin dapat meningkatkan kekuatan dan daya tahan dari komposit, bahan
penghambat polimerisasi untuk membatasi terjadinya proses polimerisasi selama
penyinaran, bahan pemula polimerisasi (initiator) dan bahan pengaktif
polimerisasi (activator) (Annette, 2005; Adioro,2006). Masing-masing komponen
tersebut memiliki kesempatan untuk lebih dikembangkan lagi dalam bentuk
penelitian-penelitan yang berguna untuk menghasilkan bahan restorasi komposit
yang lebih baik lagi (Cramer dkk., 2011). Komponen yang terkandung dalam
bahan restorasi resin komposit yaitu:
Resin matriks
Bahan komposit terbanyak menggunakan monomer yang merupakan
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
11
diakrilat aromatik atau alipatik. Bisphenol-A-Glycidyl Methacrylate (Bis- GMA),
Urethane Dimethacrylate (UEDMA), dan Trietilen Glikol Dimethacrylate
(TEGDMA) merupakan Dimetakrilat yang umum digunakan dalam resin
komposit (Gambar 2.2).
Gambar. 2.2. Struktur molekul dari modifikasi tiga metakrilat atau
monomer resin akrlik yang digunakan di material komposit. (a) Bis GMA
(merupakan produk dari BisPhenol A dan glisidilmetakrilat). (b) Uretan
dimetakrilat. (c) Trietilen glikol dimetakrilat (Anusavice, 2012).
Monomer dengan berat molekul tinggi, khususnya Bis-GMA amatlah
kental pada temperatur ruang (250C). Monomer yang memiliki berat molekul
lebih tinggi dari pada metilmetakrilat yang membantu mengurangi pengerutan
polimerisasi. Nilai polimerisasi pengerutan untuk resin metil metakrilat adalah 22
% V sedangkan untuk resin Bis-GMA 7,5 % V. Terdapat sejumlah komposit yang
menggunakan UEDMA daripada Bis-GMA (Anusavice, 2003; Lesage, 2007).
Bis-GMA dan UDMA adalah suatu cairan monomer yang sangat kental. Secara
klinis penggunaan aplikasi bahan tersebut memerlukan penambahan monomer
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
12
yang memiliki berat molekul yang lebih rendah yang disebut juga zat viscousity
controllers. Monomer pengencer tersebut yang umumnya merupakan bahan
inhibitor yaitu hidrokuinon dengan konsentrasi sebesar 0,1% digunakan untuk
dapat memperoleh long shelf life yang adekuat dari komposit sehingga proses
premature polimerisasi dapat dicegah dengan bahan inhibitor tersebut (Adioro,
2006).
Partikel bahan pengisi ( filler )
Filler dimasukan kedalam matriks resin untuk mengurangi kontraksi
polimerisasi, mengurangi koefisien muai termis komposit, meningkatkan sifat
mekanis komposit antara lain kekuatan dan kekerasan, mengurangi penyerapan
air, kelunakan dan pewarnaan (Sularsih dan sarianoferni, 2007). Penggunaan
bahan pengisi sangatlah diperlukan untuk keberhasilan suatu bahan komposit.
Untuk memastikan estetik dari restorasi komposit, ketransparanan bahan pengisi
harus serupa dengan struktur gigi (Anusavice, 2003).
Bahan Pengikat (Coupling agents )
Coupling agents pada umumnya merupakan bahan yang dapat meningkatkan
sifat mekanis dan fisik serta memberikan kestabilan hidrolitik dengan mencegah
air menembus sepanjang antar bahan pengisi dan resin. Hal tersebut sangat
penting bahwa partikel bahan pengisi harus dapat berikatan dengan matriks resin
sehingga memungkinkan matriks polimer lebih fleksibel dalam meneruskan
tekanan ke partikel yang lebih kaku (Anusavice, 2003). Secara umum, ada banyak
jenis coupling agents silan yang diformulasikan untuk ikatan spesifik antara filler
dan matriks resin yang berbeda. Parameter kelarutan digunakan untuk
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
13
mempertimbangkan penetrasi agents coupling agents silan ke dalam matriks resin,
khususnya resin termoplastik (Takahasi dkk., 2012).
Sistem Aktivator-inisiator
Monomer metil metakrilat dan dimetil metakrilat berpolimerisasi dengan
mekanisme polimerisasi tambahan yang diawali oleh radikal bebas. Radikal bebas
dapat berasal dari aktivasi kimia atau pengaktifan energi eksternal (panas atau
sinar) (Anusavice, 2003).
Bahan penghambat
Bahan penghambat digunakan untuk meminimalkan atau mencegah
polimerisasi spontan dari monomer bahan penghambat ditambahkan pada sistem
resin. Bahan tersebut mempunyai potensi yang kuat dengan radikal bebas, bila
radikal bebas telah terbentuk seperti suatu pemaparan singkat terhadap sinar dan
dapat bereaksi dengan radikal bebas yang kemudian menghambat perpanjangan
rantai dengan mengakhiri kemampuan radikal bebas untuk mengawali proses
polimerisasi (Susanto, 2005).
Modifier Optik
Untuk mencocokan dengan warna gigi, komposit kedokteran gigi harus
memiliki warna visual (shading) dan translusensi yang dapat menyerupai struktur
gigi. Warna dapat diperoleh dengan menambahkan pigmen yang berbeda, bahan
pigmen ini seringkali terdiri dari oksidasi logam berbeda yang ditambahkan dalam
jumlah sedikit (Bergmann dan Kieschnick, 2009 ; Anusavice, 2003).
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
14
2.2 Dentin Gigi
Gigi memiliki jaringan keras yang terdiri dari enamel, dentin dan sementum.
Dentin merupakan bagian terbesar dari jaringan keras gigi. Bagian luar dentin
ditutupi oleh enamel pada mahkota dan sementum pada akar. Bagian dalam dentin
membentuk dinding rongga pulpa. Dentin dibentuk oleh sel-sel odontoblas
(Roberson et al., 2001).
2.2.1 Struktur
Struktur dentin mengikuti prinsip hukum kapiler. Prinsip hukum kapiler
yaitu dentin merupakan struktur yang dinamis dengan perubahan cairan yang terus
menerus pada strukturnya. Selain itu dentin berfungsi melindungi pulpa dari
gangguan termal dan menghalangi penetrasi bahan yang berbahaya, karena tubuli
dentin berisi serat dentin yang menyalurkan rasa nyeri ke pulpa, apabila dentin
tidak terlindungi oleh enamel, maka serat dentin akan memindahkan nyeri ke
dalam pulpa (Anusavice, 2003).
Dentin merupakan jaringan hidup yang mengelilingi pulpa mengandung
sel odontoblast yang terkalsifikasi membentuk matriks dentin. Badan sel
odontoblast tersusun di sepanjang permukaan pulpa dari tonjolan sitoplasma
(Tome fibers) berada dalam tubulus dentin yang merupakan kanal mikroskopik
pada dentin. Jumlah tubuli dentin yakni kurang lebih 30.000 tiap mm2 dan
berdiameter 0,5-1,5 μm, masing-masing tubuli mengandung serat kolagen
tersusun dalam suatu jaringan yang membentuk matriks yang berisi Kristal
hidroxy-apatite. Tubuli dentin terdiri dari dua macam yaitu peritubuli dentin dan
intertubuli. Peritubuli dentin adalah struktur yang melapisi dentin, sedangkan
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
15
intertubuli merupakan bagian dari dentin yang terletak di antara peritubuli dentin
(Anusavice, 2003).
2.2.2 Komposisi
Menurut Cohen dan Burns (2002), dentin merupakan jaringan hidup yang
mengandung bahan anorganik kurang lebih sebesar 60% dalam bentuk hidroksi-
apatit : Ca10(PO4)6(OH)2. Bahan organik 30% dan air 10% berat. Bahan organik
tersebut, 90%-nya berupa kolagen dan sisanya terdiri dari komponen non
kolagenous. Bahan kolagen sebagian besar dari tipe I dan sedikit yang berbentuk
tipe V. Berdasarkan susunan gugus rantai samping (gugus R pada molekul asam
amino) maka kolagen dibedakan menjadi beberapa tipe, yakni tipe I hingga tipe
VII (Cohen dan Burns, 2002). Anusavice (2003) menyatakan bahwa dentin
banyak mengandung bahan organik protein jenis kolagen tipe I. Matriks non
kolagenous yang terkandung dalam dentin berisi fosfo-protein, proteoglikans, g-
karboksi-glutamat yang mengandung protein (misalnya gla-protein), asam
glikoprotein, growth factor dan lipida (Cohen dan Burns, 2002). Kolagen yang
disebut juga fibril kolagen merupakan biopolimer protein dan tersusun secara
triple helix (tiga buah serat yang terpilin satu dengan lainnya). Ikatan antar serat
tersebut dibentuk oleh adanya ikatan hidrogen, sehingga serat ini menjadi kaku
dan kuat (Nishiyama et al, 2000). Breschi et al (2002) meneliti struktur mikro dari
fibril kolagen dengan pembesaran 150.000 kali. Terlihat bahwa panjang fibril
kolagen berkisar antara 0.5 – 1.0 m, diameter fibril mayor 60 – 80 nm, diameter
cabang minor 10 – 25 nm dan rongga antar fibril sebesar 15 – 20 nm. Kedalam
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
16
rongga inilah resin akan berpenetrasi kemudian berpolimerisasi. Keadaan tersebut
merupakan retensi mekanis dentin bonding pada kolagen gigi.
Fibril kolagen umumnya berjalan tegak lurus dengan tubuli dentin
(Nishiyama et al., 2000). Tubuli dentin merupakan saluran kecil yang
berhubungan erat dengan pulpa. Di dalam tubuli dentin berisi cairan yang
mengalir dari pulpa menuju dentin sampai dentino-enamel junction. Setiap tubuli
ini dikelilingi oleh dentin yang mengalami hipermineralisasi dan bagian ini
dinamakan peritubuler dentin. Jumlah tubuli dentin yang berdekatan pulpa ±
45.000/mm2 kemudian di bagian dentino-enamel junction daerah korona menurun
hingga mencapai 20.000/mm2. Sifat sifat karakteristik akan berbeda disetiap
lokasi pada dentin. Sebagai contoh permeabilitas bagian oklusal di atas tanduk
pulpa lebih besar dari pada di pusat permukaan oklusal gigi. Dentin di bagian
proksimal lebih permeabel dari pada di oklusal. Sedangkan korona dentin lebih
permeabel dari pada di bagian akar (Tay et al, 2002).
2.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan perbedaan kepadatan tubulus dentin dan kadar air pada tiap
kedalaman dentin terdapat dua klasifikasi yaitu dentin superfisial dan dentin
profunda (Kumari et al., 2015).
2.2.3.1 Dentin superfisial
Dentin superfisial yaitu dentin yang berada 0,5-1 mm dari dentino enamel
junction. Pada dentin superfisial, memiliki tubulus yang lebih sedikit sehingga
pada saat dentin bonding berpenetrasi ke dalam dentin intertubular yang
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
17
bertanggung jawab memberikan kekuatan perlekatan antara dentin dan bahan
restorasi pada gigi nantinya akan memiliki kekuatan yang lebih rendah (Kumari et
al., 2015).
2.2.3.2 Dentin profunda
Dentin profunda yaitu dentin yang berada 0,5 mm puncak dari pulp horn.
Pada dentin profunda, tubulus dentin yang dimiliki lebih banyak jumlahnya
sehingga permeabilitas intratubular resin memiliki kekuatan ikatan perlekatan
yang lebih tinggi (Kumari et al., 2015).
2.3 Bonding
Dentin merupakan jaringan yang selalu basah karena terdapatnya cairan
pada tubuli dentin sehingga resin komposit yang memiliki sifat hidrofobik tidak
dapat melekat pada dentin, oleh karena itu diperlukan suatu bahan bonding untuk
merekatkan dentin dengan komposit (Anusavice, 2003). Bonding terdiri dari tiga
komponen utama yaitu etsa, primer dan adesif, ketiganya dikombinasikan untuk
menghasilkan suatu perlekatan (Craig, 2002).
2.3.1 Bonding Dentin
Penggunaan bahan dentin bonding merupakan pengembangan dari bahan
restorasi resin komposit yang diperkenalkan oleh Bowen sekitar tahun enam
puluhan (Anusavice, 2003). Resin komposit ini umumnya bersifat hidrofobik,
yaitu dapat melekat dengan baik pada daerah yang kering misalnya enamel.
Berbeda dengan resin Bowen, dentin bonding merupakan resin yang bersifat
hidrofilik, sehingga bahan ini baik sekali untuk aplikasi di permukaan dentin.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
18
Dentin bonding merupakan tahapan yang cukup sulit dalam restorasi pada bidang
kedokteran gigi karena adanya kandungan organik, struktur tubulus dentin, dan
proses odontoblas dalam tubulus dan aliran cairan yang keluar yang dipercaya
sebagai permasalahan pada teknik bonding dentin (Perdiago, 2001). Permasalahan
bonding dengan dentin lebih susah dikarenakan alasan alasan sebagai berikut:
a. Pola kristal hidroksiapatit enamel terorganisasi, sedangkan pada dentin
kristal hidroksiapatit tersusun acak di antara matriks organik (Cardoso et
al., 2011).
b. Dentin berhubungan dengan pulpa melalui tubuli tubuli dentin yang
berjalan dari pulpa sampai ke dentino enamel junction. Di bawah tekanan
konstan kearah luar, cairan dari pulpa keluar melalui tubuli dentin. Cairan
ini membuat permukaan dentin menjadi lembab sehingga dentin secara
intriksi bersifat hidrofobik. Hidrofilisitas ini merupakan tantangan untuk
interaksi adesif dengan dentin (Cardoso et al., 2011).
c. Preparasi kavitas dapat merubah permukaan paling atas dari dentin, setelah
preparasi dinding kavitas dentin akan terlapisi dengan debris dan smear
layer. Smear layer ini mengandung fragmen-fragmen kristal hidroksiapatit
yang hancur dan pecah setelah preparasi dan juga kolagen yang
terdenaturasi. Kehadiran Smear layer ini dapat mengganggu kebersihan
permukaan sehingga mempengaruhi adesi dengan bahan bonding (Landuit
et al., 2005; Cardoso et al., 2011).
Bahan kolagen dentin sebagaian besar adalah kolagen tipe I, perlekatan
antara kolagen tipe I dengan bahan bonding yaitu melalui interaksi kimia
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
19
antara gugus fungsi yang terdapat dalam kolagen dan dentin bonding,
misalnya gugus amina, karbonil, amida, karboksil, hidroksil dan
sebagainya (Adioro, 2006).
Keseluruhan proses bonding dengan dentin dapat dijabarkan menjadi 3
tahap yaitu:
1. Conditioning
Conditioning merupakan proses pembuangan smear layer dan
smear plug dan dekalsifikasi dentin intertubular sampai kedalaman 3-5 m
(Cardoso et al., 2011). Proses dekalsifikasi ini meninggalkan jaringan
kolagen yang dapat diinfiltrasi oleh primer dan resin untuk membentuk
lapisan hybrid pada permukaan anatara dentin dengan resin McCabe &
Walls, 2008). Lapisan hybrid terbentuk oleh demineralisasi dentin dan
infiltrasi monomer dan polimerisasi yang terjadi. Conditioning dapat
dilakukan dengan menggunakan asam atau calcium chelators. Asam yang
digunakan pada umumnya adalah asam fosfat 37%, sedangkan calcium
chelators yang sering digunakan adalah EDTA (Garg, 2013).
2 . Priming
Bahan Priming adalah monomer metakrilat difungsional yang
memiliki gugus hidrofobik yang dapat berikatan dengan resin dan gugus
hidrofilik yang dapat berikatan dengan dentin sehingga fungsi bahan
primer adalah perekat dalam sistem bonding. Bahan primer umumnya
dilarutkan dalam aseton/etanol. Pelarut ini dibutuhkan untuk
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
20
memindahkan air dari permukaan dentin sehingga mempersiapkan
jaringan kolagen untuk infiltrasi adesif resin (Cardoso et al., 2011).
Priming meningkatkan difusi resin ke dentin yang terdemineralisasi dan
lembab sehingga terjadi ikatan mikromekanikal yang optimal (Garg,
2013).
3. Sealer atau bonding adesif
Bahan bonding adalah suatu semi/unfilled resin yang mengandung
sedikit bahan primer seperti HEMA. Bahan bonding ini diaplikasikan
pada gigi yang telah dietsa dan diberi primer, akan berikatan dengan
bagian hidrofobik dari primer, bersama-sama membentuk lapisan hybrid.
Tubuli dentin akan tertutup sehingga mencegah kebocoran mikro, dan
resin komposit akan berlekatan dengan baik dengan struktur dentin
(Annusavice, 2003). Sama seperti komposit, resin bonding ini diaktivasi
dengan chemically atau light cured (Garg, 2013).
Tabel 2.1 Keuntungan dan kerugian primer dengan bermacam solvent (Craig,
2002).
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
21
Tabel 2.2 Komposisi dan aplikasi bahan dentin bonding berbasis Hema dan Non-
HEMA yang digunakan dalam penelitian.
Material Komposisi
G-aenial Bond
Actone, distilled water, dimethacrylate, 4-MET,
phosporic acid ester monomer, silicon dioxide,
photoinitiator.
Ivoclar Vivadent
Eco-tech contains phosporic acid (37% wt in
water), thickeners and pigments
Te-Econom Bond consist oh HEMA, di- and
monomethacrylates, inorganic fillers, initiators
and stabilizers in an alcohol solution.
Te-Econom Flow consist of dimethacrylates
(37% wt), inorganic fillers (62% wt or 38% vol)
with a particel size between 0.04 and 7μm,
initiators, stabilizers and pigments (1% wt)
Te-Econom Plus consist of dimethacrylate and
TEGDMA (22 wt%). The fillers include barium
glass, ytterbium trifluoride, silicon dioxide and
mixed oxide (76 wt% or 60 vol%). Additives,
initiators, stabilizers and pigments are additional
contetnts (2 wt%). The particel size of inorganic
fillers is between 0.04 and 7μm. The mean
particel size is 850 nm.
2.3.2 HEMA sebagai bahan dasar Dentin bonding
Dentin bonding berbasis HEMA (2-hidroksietil-metakrilat) telah banyak
ditemukan dan paling sering digunakan, seperti merk Gluma Comfort Bond,
Single Bond, Clearfil SE Bond, dan lain-lain. HEMA merupakan molekul analog
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
22
dengan metil metakrilat kecuali pendant metil ester digantikan oleh grup etoksi
eter. (Sherwood, 2010). Bahan dentin bonding berbasis HEMA memiliki beberapa
kelebihan yaitu pembuatannya relatif mudah, dapat bertahan cukup lama karena
terdapatnya penambahan zat preservatif serta berfungsi sebagai gugus hidrofobik
maupun hidrofilik (Adioro. 2006; Dijken, 2013; Klíssia et al., 2011). Grup
fungsional yaitu grup hidrofilik dan grup hidrofobik memiliki afinitas yang
berbeda. Pada grup hidrofilik berpengaruh pada afinitas di permukaan dentin
sedangkan grup hidrofobik memiliki pengaruh afinitas dengan resin (Sherwood,
2010). Gugus hidrofobik dan hidrofilik tersebut meningkatkan kekuatan ikatan
dentin serta resin komposit diatasnya. Bahan dentin bonding berbasis HEMA
memiliki sifat pembasahan yang baik sehubungan dengan sifat viskositas yang
rendah sehingga dapat meningkatkan energi permukaan. Dengan adanya bahan
dentin bonding berbasis HEMA diharapkan bahan tersebut akan berikatan secara
fisik maupun kimiawi dengan fibril kolagen sehingga terjadi kekuatan pelekatan
pada dentin dengan tujuan memperbaiki adaptasi antar permukaan dari restorasi
dapat meningkat (Adioro. 2006; Dijken, 2013; Klíssia et al., 2011).
HEMA memiliki berat molekul yang rendah sehingga memiliki sifat flow
yang tinggi, hal tersebut dapat membantu meningkatkan pembasahan pada
struktur dentin. Pembasahan yang baik berarti cairan (bonding) dapat mengalir
dengan leluasa di permukaan substrat yang solid (dentin), sehingga adaptasi bahan
bonding terhadap dentin dapat meningkat (Moreirea, 2010). N Nishiyama et al
mendiskripsikan adesi HEMA sebagai berikut: (1) HEMA memfasilitasi restorasi
lapisan kolagen dimana jaringan kolagen telah kolaps saat proses pengeringan dan
grup karbonil ester pada HEMA membentuk ikatan hydrogen dengan grup
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
23
karbosilik pada kolagen; (2) Ikatan hydrogen oleh HEMA menyebabkan
hibridisasi resin adesif dengan fibril kolagen dentin, sehingga meningkatkan
bonding pada permukaan resin dentin (Sherwood, 2010). Bahan dentin bonding
berbasis HEMA juga memiliki kekurangan dengan berbagai studi melaporkan
secara klinis bahan dentin bonding berbasis HEMA menunjukkan bahwa
sensitizer paling umum untuk menginduksi hipersensitivitas pada gigi (Dijken,
2013).
2.3.3 Non- HEMA sebagai bahan dasar Dentin bonding
Bonding berbasis Non-HEMA yang beredar di pasaran misalnya Prime
and Bond NT, G-bond, AllBond, dan lain-lain. Bonding berbasis non-HEMA
umumnya memiliki monomer yang disebut urethane dimetakrilat (UDMA).
UDMA dapat membentuk polimer cross-link yang padat sehingga terjadi
peningkatan kekuatan mekanis. Polimer tersebut apabila direnggangkan atau
tertarik saat kontraksi polimerisasi dapat mencegah rantai individual bergeser satu
sama lain serta apabila stress akibat polimerisasi hilang, rantai polimer cross link
dapat kembali ke posisi awal dan objek kembali kebentuk semula. UDMA
memiliki berat molekul yang lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan derajat
polimerisasi (Fraunhofer, 2012; Papakonstantinou, 2011).
2.3.4 Sistem bonding total etch
Menurut Strassler (2004), sistem bonding total etch pertama kali
ditemukan pada akhir 1970 oleh Fusuyama, Bertolotti dan Kanca yaitu smear
layer dapat dihilangkan secara sempurna. Fusuyama menyederhanakan teknik etsa
asam. Pengaplikasian menggunakan asam fosfat 40%, namun dia tidak
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
24
memperhitungkan prosedur tersebut dapat mengetsa dentin secara berlebihan dan
dapat menyebabkan sabut-sabut kolagen kolaps. Untuk menghindari hal tersebut,
dikembangkan sistem bonding total etch yaitu dengan pengulasan asam fosfat
secara bersamaan pada enamel dan dentin selama 10 detik. Pada generasi ke
empat, sistem bonding total etch menggunakan Multi-Bottle (Multi-Step) system,
yaitu aplikasi etsa, primer, dan adesif secara terpisah (Kugel, 2000).
Berbeda dengan generasi sebelumnya, generasi ke lima menggunakan
“One Bottle System” (System Total-Etch-Wet-Bonding) yaitu menggabungkan
primer dan adesif ke dalam satu larutan yang diaplikasikan setelah etsa enamel
dan dentin secara bersama-sama dengan menggunakan 35-37% asam fosfat
selama 10 detik. Primer dan adesif bergabung menjadi satu, terdiri dari PENTA,
UDMA, T-resin, D-resin (molekul hidrofilik kecil), butylatyed hydroxitoluene, 4-
ethyldimethyl aminobenzoate, cetilamine hydrofluoride, acetone, silica nanofilier.
Sistem bonding ini menghasilkan mechanical interlocking dengan dentin yang
dietsa melalui resin tag, ikatan adesif lateral dan formasi hybrid layer sehingga
menunjukkan nilai kekuatan bonding yang cukup tinggi baik dengan enamel
maupun dengan dentin (Perdiago, 2001). Keberhasilan sistem bonding ini dapat
dicapai, namun sensifitas setelah perawatan, waktu aplikasi bahan dan sulitnya
mendapatkan permukaan dentin dengan kelembaban yang ideal masih menjadi
permasalahan (Kugel, 2000).
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
25
2.4 Etsa asam
Suatu tindakan pengulasan bahan asam pada permukaan dentin biasanya
dikenal juga sebagai pengetsaan. Etsa asam ini digunakan untuk melarutkan
smear layer setelah dilakukan preparasi dan hidroxy-apatite, namun hal ini dapat
menyebabkan masuknya bakteri dan cairan tubulus dentin akan keluar
kepermukaan sehingga menggangu proses adesi. Sampai sekarang terjadi
pertentangan para peneliti, beberapa menyebutkan agar lapisan smear layer harus
ditinggalkan tetapi dalam bentuk yang termodifikasi, sementara peneliti lain
mengatakan bahwa lapisan tersebut harus dibuang untuk mengoptimalkan
perlekatan bahan restorasi (Anusavice, 2003).
Gambar. 2.3. Permukaan dentin yang di etsa menghilangkan smear layer dan
hidroksiapatit pada permukaan sekitar 2μm (Craig, 2002).
Menurut Nakabayashi (1994) dikemukakan bahwa larutan etsa asam dapat
melarutkan hidroxy-apatite dentin sehingga jaringan fibril kolagen akan terbuka
dan kolagen ini akan berikatan dengan resin dentin bonding yang diaplikasikan di
atas dentin tersebut. Penelitian secara in vivo, ethylene diamine tetra acetic acid
(EDTA) ditemukan efektif untuk etsa asam untuk menghilangkan smear layer.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
26
Peningkatan penghilangan smear layer dapat juga menggunakan asam sitrat,
poliakrilik, laktik, dan asam fosporit (Summit et al, 2006).
2.5 Smear layer
Smear layer merupakan lapisan yang melapisi permukaan dentin, dan
menghalangi kontak langsung resin bonding dengan dentin. Smear layer terdiri
dari debris hasil preparasi jaringan keras gigi, bakteri, minyak dari high atau low
speed handpieces. Ketebalannya bervariasi sekitar 5μm tergantung dari tipe
instrument yang digunakan (Yaseen & Subba, 2009).
Gambar. 2.4. Smear layer pada dentin (Craig, 2002)
Konsistensi smear layer sangat halus sehingga dapat menyumbat tubulus
dentin. Bila smear layer dibersihkan maka sumbatan pada tubulus dentin akan
hilang dan bahan bonding akan dapat masuk dan berikatan dengan kolagen dentin.
Banyak bahan yang dapat digunakan untuk melarutkan smear layer mulai dari
asam, chelating agents seperti EDTA, sodium hipoklorit dan enzim proteolitik.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
27
Asam yang sering digunakan adalah asam fosfat 30-40% yang diaplikasikan
selama 15 detik (Akpata, 2000).
Tebal lapisan smear layer ini antara 0.5 – 0.6 μm dan harus dibuang
terlebih dahulu supaya bahan resin bonding dapat mengikat fibril kolagen untuk
membentuk lapisan dentin hybrid (Tay & Pashley, 2001). Sampai saat ini
pembersihan smear layer masih menjadi perdebatan. Beberapa mengatakan
perlekatan komposit pada dentin yang optimal tidak harus membuang seluruh
lapisan smear layer yang disebut bonding self etch namun pendapat lain
mengatakan perlekatan resin dengan dentin yang optimal harus membuang
seluruh lapisan smear layer yang disebut bonding total etch (Kugel, 2000).
2.6 Adesi dan Kohesi
Adesi dan kohesi berperan penting dalam penggunaan bahan bonding
dental. Adesi merupakan proses atraksi antara molekul yang berbeda, seperti
bahan bonding dengan substrat gigi yang terjadi pada permukaan interfasial.
Sebaliknya, kohesi adalah proses atraksi yang terjadi pada molekul yang sama,
utamanya karena hasil ikatan kimia yang telah terbentuk antara komponen
didalam bahan bonding, sehingga kohesi dapat diartikan sebagai kekuatan internal
dari bahan bonding. Ilutrasi adesi dan kohesi ini seperti yang ditunjukkan pada
(Gambar 2.5; Gambar 2.6). Kekuatan adesif mengikat bahan bonding pada
restorasi disalah satu sisi dan pada gigi di sisi lain dengan kekuatan kohesif pada
bahan bonding itu sendiri. Adesi dan kohesi pada adesif menentukan efektivitas
suatu bonding. Pelekatan adesif akan gagal bila adesif terpisah dari substrat atau
ketika kerusakan internal dari adesif terjadi ( Fraunhofer, 2012).
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
28
Gambar. 2.5. Gambar diatas menunjukkan ilustrasi adesi (garis dengan
tanda silang) menandakan perlekatan antara 2 molekul yang berbeda yaitu gigi
dengan bahan bonding dan bahan bonding dengan restorasi (Fraunhofer, 2012).
Adhesi merupakan proses atraksi antara molekul berbeda menyebabkan
terjadinya ikatan antara kedua fase secara bersama-sama. Fase tersebut adalah
kekuatan (force) atau energi diantara atom atau molekul pada daerah antarmuka
(interface). Sebaliknya, kohesi merupakan kekuatan internal bahan bonding
dimana terjadi proses atraksi pada molekul yang sama, seperti ikatan kimia yang
terbentuk antara komponen bahan bonding. Kegagalan dapat terjadi didaerah
antarmuka dari suatu substansi. Hal tersebut membedakan antara kekuatan adhesi
dan kohesif. Apabila terjadi kegagalan di daerah antarmuka dari kedua substansi
maka disebut kekuatan adhesi. Namun, apabila kegagalan perlekatan terjadi pada
salah satu substrat dan tidak pada daerah antarmuka maka disebut kekuatan
kohesif. Sifat adhesi dan kohesi menentukan efektivitas suatu bahan bonding.
Adhesi yang optimal harus memiliki sifat pembasahan yang baik antara bahan
bonding dengan struktur jaringan keras gigi. Faktor utama yang dapat
mempengaruhi pembasahan yaitu tegangan permukaan pada cairan bonding dan
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
29
energi permukaan dentin. Tegangan permukaan cairan bonding harus lebih rendah
dari energi permukaan substrat dentin. Dalam hal tersebut, uji debonding sangat
diperlukan untuk mengukur kekuatan adhesi dari suatu bahan bonding (Adioro,
2006; Fraunhofer, 2012).
Menurut Annusavice (2003) ada beberapa teori dalam fenomena adesif:
1. Teori mekanis. Adesi terjadi karena adanya interlock (penguncian) secara
mekanis yang erat hubungannya dengan kekasaran dan ketidakteraturan dari
permukaan bahan aderen.
2. Teori adsorpsi. Adesi terjadi karena ikatan kimia di antara bahan adesif dengan
aderen. Ikatan kimia ini meliputi ikatan primer (ionik dan kovalen) dan ikatan
sekunder ( hidrogen, interaksi dipolar, dispersi London).
3. Teori difusi. Adesi terjadi karena hasil perlekatan antara molekul yang
bergerak. Polimer pada salah satu sisi dari permukaan antarmuka dapat
berkaitan secara kimia dengan molekul-molekul di sisi lainnya.
4. Teori elektrostatis. Adesi membentuk lapisan ganda elektrik pada daerah
antarmuka antara logam dengan polimer, kemudian akan menyatukan kedua
substansi tersebut.
2.6.1 Faktor yang mempengaruhi adesi
2.6.1.1 Energi permukaan
Pengertian dari energi permukaan adalah kemampuan suatu permukaan
bahan untuk menarik permukaan bahan lain. Agar terjadi suatu adesi pada kedua
bahan tersebut maka kedua permukaan itu harus saling tarik-menarik pada daerah
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
30
antarmuka (Anusavice, 2013). Tegangan permukaan dari cairan dan energi
permukaan dari aderen menentukan pembasahan yang terjadi. Umumnya, semakin
keras suatu permukaan maka makin tinggi energi permukaan, yang berarti sifat
adesifnya tinggi (Garg,2013).
2.6.1.2 Pembasahan (wetting)
Pembasahan adalah istilah dari tarik-menarik antara molekul adesif
(bonding) dengan aderen atau disebut juga dengan proses atraksi molekular.
Kemampuan bonding untuk membasahi permukaan dari adesen dapat diukur dari
sudut kontak pada permukaan. Sudut kontak tergantung dari tegangan permukaan
cairan. Sudut kontak yang semakin besar menunjukkan pembasahan yang kurang
baik (Gambar 2.7). Sedangkan sudut kontak yang kecil menunjukkan pembasahan
yang baik (Gambar 2.8) (Hussain, 2008). Di dalam kedokteran gigi kemampuan
bahan bonding untuk membasahi permukaan dipengaruhi beberapa faktor yakni
kebersihan permukaan bahan yang dilekatkan, semakin bersih suatu permukaan
maka pembasahan semakin baik. Etsa asam pada permukaan dentin dapat
meningkatkan pembasahan, menigkatkan kekasaran permukaan dan menyebabkan
pembukaan tubuli dentin (Adioro, 2006).
Gambar. 2.6. Sudut kontak yang besar menyebabkan pembasahan kurang baik
(Hussain,2008).
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
31
Gambar. 2.7. Sudut kontak yang kecil menyebabkan pembasahan baik (Hussain,
2008).
Dari aspek energi permukaan dan pembasahan, dapat disimpulkan bahwa
bonding ke enamel jauh lebih mudah dibandingkan dengan bonding ke dentin
karena enamel terutama mengandung hidroksiapatit dan kolagen dengan energi
permukaan yang rendah yang akan mengganggu pembasahan yang memedai.
Di samping itu, instrumentasi pada dentin akan menghasilkan debris dan smear
layer dengan energi permukaan yang rendah, itu sebabnya permukaan meningkat
sehingga bonding lebih mudah terjadi. Sifat pembasahan yang baik pada bahan
dentin bonding yakni sehubungan dengan sifat viskositasnya yang rendah
sehingga dapat meningkatkan energi permukaan (Adioro, 2006).
2.6.2 Perlekatan komposit dan dentin bonding
Aplikasi bahan adesif resin yang digunakan untuk membentuk ikatan
antara resin komposit dengan struktur gigi dihasilkan dari sistem bonding dengan
cara adesi.Perlekatan komposit dan dentin bonding dihasilkan dari ikatan kovalen
antara bahan resin dari dentin bonding dengan resin komposit, yaitu suatu ikatan
kimia primer yang cukup kuat karena kedua resin tersebut merupakan derivat dari
golongan metakrilat (Anusavice, 2003). Ikatan antara resin komposit dengan
struktur gigi merupakan suatu proses perlekatan bahan restorasi yang membentuk
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
32
suatu hubungan antara resin dengan enamel dan dentin (Maher, 2013; Adioro,
2006). Prinsip adesi pada struktur gigi ialah proses penggantian bahan anorganik
gigi digantikan dengan resin. Proses ini terjadi dalam dua tahap. Fase pertama ini
membuat mikroporositas pada permukaan enamel atau dentin, selanjutnya fase
hibridisasi melibatkan infiltrasi dan substitusi polimerisasi resin kedalam
permukaan mikroporositas yang telah dibentuk. Hasilnya terjadi mechanical
interlocking yang merupakan dasar mekanisme difusi. Micromechanical
interlocking merupakan syarat untuk mencapai perlekatan bonding yang baik
secara klinis (Summit et al, 2006).
Bonding pada enamel dapat dicapai lebih mudah karena enamel sebagian
besar terdiri dari kristal hidroksiapatit. Meskipun untuk mendapatkan adhesi pada
enamel lebih mudah, adhesi pada dentin yang merupakan bagian terbesar dari gigi
telah terbukti lebih baik karena memiliki sifat heterogen. Mekanisme adhesi
dentin diawali dengan pembentukan lapisan hybrid antara resin dan dentin.
Pembentukan lapisan hybrid yang terjadi penting untuk membentuk ikatan yang
kuat dan tahan lama antara resin dan dentin (Maher, 2013; Adioro,2006). Sistem
bonding pada dentin dapat diperoleh dengan adanya interaksi kimia antara gugus
fungsi amina kolagen dengan gugus karbonil resin yang selanjutnya membentuk
ikatan peptida yang merupakan ikatan primer kovalen yang kuat. Sistem bonding
pada dentin terdiri dari bahan anorganik seperti kolagen serta smear layer,
mengandung lebih banyak air karena dentin merupakan jaringan yang selalu basah
oleh cairan yang dikeluarkan oleh tubuli dentin sehingga bersifat hidrofilik.
Dalam hal ini, perlekatan dentin bonding pada fibril kolagen dentin juga
merupakan interaksi yang penting. Dentin bonding dapat berpenetrasi masuk
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
33
kedalam rongga-rongga nano interfibriler kemudian berpolimerisasi membentuk
penjangkaran secara mekanis (Adioro, 2006).
2.7 Kekuatan perlekatan tarik
Sifat mekanis dari suatu bahan erat hubungannya dengan pengaruh
kekuatan yang diberikan pada bahan tersebut. Salah satu faktor yang secara klinis
berpengaruh terhadap keberhasilan perlekatan suatu restorasi gigi dalam rongga
mulut adalah adanya daya tahan restorasi tersebut dalam menerima daya kunyah.
Pada restorasi yang berupa tumpatan, daya kunyah diterima sebagai gaya tekanan,
gaya tarikan, dan gaya geser oleh bahan tumpatan tersebut. Kekuatan (strength)
adalah tekanan maksimal yang dibutuhkan untuk membuat suatu bahan retak atau
fraktur. Kekuatan ini dibedakan menjadi 3 yaitu Tensile Strength (kekuatan tarik).
Compressive Strength (kekuatan tekan hancur) dan Shear Strength (kekuatan
geser) yang diklasifikasikan menurut tipe tekanan yang mengenainya (Craig RG,
2002).
Kekuatan perlekatan tarik adalah kekuatan maksimum dua buah bahan
yang saling melekat untuk melawan gaya tarik aksial yang arahnya tegak lurus
terhadap bidang tersebut sebelum akhirnya perlekatan kedua bahan tersebut
terlepas yang ditandai dengan keretakan. Gaya tarik aksial menyebabkan tegangan
tarik yang bekerja tegak lurus bidang penampang melintang (Mangonon, 1999).
Kekuatan perlekatan tarik dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
34
2.8 Gigi bovine
Penggunaan gigi manusia dalam laboratorium penelitian telah
diminimalkan karena keterbatasan etika, kesulitan dalam memperoleh ukuran
sampel yang sesuai dan ketidakmungkinan standardisasi (Fais, 2010). Dilakukan
berbagai penelitian untuk menemukan substitusi dari gigi manusia, dengan spesies
lain yang mempunyai lapisan gigi yang sama dengan manusia secara
morfohistologi (Camila & Sebastiano, 2013). Didapatkan beberapa hewan yang
dapat dipakai diantaranya bovine dan swine. Disebutkan tidak ditemukan
perbedaan pada test antara lapisan gigi manusia dan bovine yang dilakukan (Fais,
2010). Pada penelitian ini digunakan gigi sapi bovine sebagai sampel percobaan.
Gigi yang digunakan adalah gigi insisivus daerah dentin. Daerah dentin dapat
dicapai dengan pemotongan enamel sekitar 2 mm, dan terlihat warna dentin yang
lebih kekuningan dibandingkan daerah enamel (Wegehaupt et al., 2010). Pada
penelitian Nakamichi, (1983) tentang adesi pada dentin bovine menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan kekuatan perlekatan yang signifikan pada lapisan dentin
antara gigi manusia. Schilke, (2000) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan
signifikan antara gigi manusia dan bovine dalam hal jumlah tubulus dentin per
mm2 dan diameter tubulus meskipun densitas tubulus gigi bovine secara
signifikan lebih tinggi.
Sapi dipilih yang sehat, berumur sekitar 3 tahun dan tidak dibedakan jenis
kelaminnya. Binatang sapi ini diperoleh dari rumah potong hewan Jl. Pegirian
Surabaya. Gigi insisivus pada sapi hanya terdapat pada rahang bawah, sedangkan
pada rahang atas tidak ada. Pada rahang bawah, gigi bentuk insisivus dan kaninus
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
35
tidak dapat dibedakan, karena bentuknya mirip satu sama lain. Gigi premolar pada
rahang atas maupun rahang bawah perkembangannya tidak sempurna (Adioro,
2006).
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
36
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
37
3.2 Penjelasan Kerangka Konseptual
Dentin merupakan jaringan yang selalu basah karena terdapatnya cairan
pada tubuli dentin sehingga resin komposit yang memiliki sifat hidrofobik
tidak dapat melekat pada dentin, oleh karena itu diperlukan suatu bahan
bonding untuk merekatkan dentin dengan komposit (Anusavice, 2003).
Mekanisme adhesi dentin diawali dengan pembentukan lapisan hybrid antara
resin dan dentin. Pembentukan lapisan hybrid yang terjadi penting untuk
membentuk ikatan yang kuat dan tahan lama antara resin dan dentin (Kumari
et al., 2015). Sistem bonding pada dentin yang paling sering digunakan yaitu
teknik total etch atau etsa asam. Pada teknik tersebut, pengaplikasian berupa
etsa asam akan menghilangkan lapisan smear layer, kristal hrdroxy-apatite,
garam-garam hasil reaksi asam hidroksi, protein serta debris dan kuman pada
dentin sehingga akan menyebabkan tubulus dentin terbuka dan sabut-sabut
kolagen dapat terbuka. Pengaplikasian resin bonding HEMA dan non-Hema
pada kedalaman kavitas gigi sangat berpengaruh dalam kekuatan perlekatan
tarik. Komposisi pelarut yang berbeda pada tiap bahan juga sangat
mempengaruhi kekuatan perlekatan dentin bonding pada fibril kolagen.
Pelarut dibutuhkan untuk memindahkan air dari permukaan dentin sehingga
mempersiapkan jaringan kolagen untuk infiltrasi adesif resin. Pada dentin
superfisial memiliki kadar air rendah dan memiliki tubulus yang lebih sedikit,
apabila diaplikasikan menggunakan resin bonding berbasis HEMA yang
mengandung pelarut alkohol, menghasilkan kekuatan perlekatan tarik terendah
(+). Hal tersebut dikarenakan alkohol yang terkandung dalam resin bonding
berbasis HEMA memiliki sifat lebih lama menguap, menyebabkan
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
38
pemindahan air dari permukaan dentin tidak optimal dan sensitifitas terhadap
kelembaban dentin berkurang dibandingkan dengan pelarut aseton yang
terkandung dalam dentin bonding berbasis non-HEMA, menyebabkan
pembasahan dentin kurang baik, sehingga infiltrasi resin dengan fibril kolagen
semakin sedikit. Perlekatan resin bonding berbasis HEMA & fibril kolagen
membentuk lapisan hibrid semakin sedikit yang membuat sifat adesi semakin
lemah. Hal tersebut menyebabkan kekuatan perlekatan tarik menjadi lebih
rendah. Sedangkan, pengaplikasian resin bonding berbasis non-HEMA yang
mengandung pelarut aseton pada dentin superfisial, menghasilkan kekuatan
perlekatan tarik yang tinggi (++) dibandingkan dengan resin bonding berbasis
HEMA yang mengandung pelarut alkohol. Hal tersebut dikarenakan aseton
yang terkandung dalam resin bonding berbasis non-HEMA memiliki sifat
cepat dalam penguapan, menyebabkan pemindahan air dari permukaan dentin
optimal dan sensitifitas terhadap kelembaban dentin yang baik dibandingkan
dengan pelarut alkohol, pembasahan pada dentin baik, sehingga infiltrasi resin
dengan fibril kolagen semakin banyak. Perlekatan resin bonding berbasis non-
HEMA & fibril kolagen membentuk lapisan hibrid semakin banyak yang
membuat sifat adesi semakin kuat.
Pada dentin profunda, tubulus dentin yang dimiliki lebih banyak
jumlahnya sehingga permeabilitas intratubular resin memiliki kekuatan ikatan
perlekatan yang lebih tinggi. Aplikasi menggunakan resin bonding berbasis
HEMA yang mengandung pelarut alkohol, menghasilkan kekuatan perlekatan
tarik tinggi (+++). Hal tersebut dikarenakan alkohol yang terkandung dalam
resin bonding berbasis HEMA memiliki sifat lebih lama menguap,
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
39
menyebabkan pemindahan air dari permukaan dentin tidak optimal dan
sensitifitas terhadap kelembaban dentin berkurang dibandingkan dengan
pelarut aseton yang terkandung dalam dentin bonding berbasis non-HEMA,
menyebabkan pembasahan dentin kurang baik, sehingga infiltrasi resin dengan
fibril kolagen semakin sedikit. Perlekatan resin bonding berbasis HEMA &
fibril kolagen membentuk lapisan hibrid semakin sedikit yang membuat sifat
adesi semakin lemah. Hal tersebut menyebabkan kekuatan perlekatan tarik
menjadi lebih rendah. Sedangkan, pengaplikasian resin bonding berbasis non-
HEMA yang mengandung pelarut aseton pada dentin profunda, menghasilkan
kekuatan perlekatan tarik yang paling tinggi (++++) dibandingkan dengan
resin bonding berbasis HEMA yang mengandung pelarut alkohol . Hal
tersebut dikarenakan aseton yang terkandung dalam resin bonding berbasis
non-HEMA memiliki sifat cepat dalam penguapan, menyebabkan pemindahan
air dari permukaan dentin tidak optimal dan sensitifitas terhadap kelembaban
dentin yang baik dibandingkan dengan pelarut alkohol, pembasahan pada
dentin baik, sehingga infiltrasi resin dengan fibril kolagen semakin banyak.
Perlekatan resin bonding berbasis non-HEMA & fibril kolagen membentuk
lapisan hibrid semakin banyak yang membuat sifat adesi semakin kuat.
3.3 Hipotesis Penelitian
Terdapat perbedaan kekuatan perlekatan tarik dentin bonding berbasis
HEMA & non-HEMA setelah aplikasi dipermukaan dentin superfisial dan
profunda. Penggunaan bahan dentin bonding berbasis non-HEMA lebih baik
dibandingkan dengan dentin bonding berbasis HEMA setelah diaplikasikan
pada kedalaman dentin yang berbeda.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
40
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris.
4.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Dasar Bersama Kampus
B Universitas Airlangga.
4.3 Waktu Peneltian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2016 – September 2016.
4.4 Sampel Penelitian
4.4.1 Populasi Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah gigi sapi (bovine) yang
diperoleh dari rumah potong hewan Pegirian Surabaya, dipilih sapi yang sehat dan
gemuk. Sesudah sapi disembelih, gigi insisivus yang baik dicabut dan dibersihkan
dengan sikat dan scalpel tajam dibawah air mengalir. Jaringan lunak yang masih
menempel dibuang dengan hati-hati. Gigi sediaan direndam dalam larutan garam
fisiologis dan disimpan di dalam lemari es dengan suhu 40 (Adioro, 2006).
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
41
4.4.2 Kriteria Sampel
Gigi sapi (bovine) yaitu gigi insisivus yang sehat tidak abrasi, tidak
terdapat karies dan tidak terdapat retak-retak
4.4.3 Pembagian Sampel
Sampel yang digunakan dibagi menjadi empat kelompok, yaitu sebagai
berikut:
1. Kelompok I : kelompok gigi yang akan diberi perlakuan dentin bonding
berbasis HEMA dengan preparasi gigi hingga mencapai dentin superfisial.
2. Kelompok II : kelompok gigi yang akan diberi perlakuan dentin bonding
berbasis non-HEMA dengan preparasi gigi hingga mencapai dentin superfisial.
3. Kelompok III : kelompok gigi yang akan diberi perlakuan dentin bonding
berbasis HEMA dengan preparasi gigi hingga mencapai dentin profunda.
4. Kelompok IV: kelompok gigi yang akan diberi perlakuan dentin bonding
berbasis non- HEMA dengan preparasi gigi hingga mencapai dentin profunda.
4.4.4 Jumlah Sampel
Besar sampel tiap kelompok berdasarkan rumus Federer yaitu:
(t-1) ≥ (n-1) 15
Dimana (t) adalah kelompok perlakuan, dan (n) adalah jumlah sampel
perkelompok perlakuan.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
42
(t-1)(n-1) ≥ 15
(4–1)(n–1) ≥ 15
3 (n – 1) ≥ 15
3n–3 ≥ 15
3n ≥ 18
n ≥ 6
Dalam penelitian ini, gigi sapi dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan, dan
jumlah sampel per kelompok 6 gigi sapi (bovine) sehingga didapat jumlah sampel
24 gigi sapi (bovine).
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Variabel bebas
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Dentin bonding berbasis HEMA yang diaplikasikan pada dentin
superfisial.
2. Dentin bonding berbasis non-HEMA yang diaplikasikan pada dentin
superfisial.
3. Dentin bonding berbasis HEMA yang diaplikasikan pada dentin profunda.
4. Dentin bonding berbasis non-HEMA yang diaplikasikan pada profunda.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
43
4.5.2 Variabel terikat
Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kekuatan
perlekatan tarik dentin bonding berbasis HEMA & non-HEMA setelah aplikasi
dipermukaan dentin superfisial dan profunda.
4.5.3 Variabel terkendali
Variabel terkendali yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Jenis resin komposit yang digunakan dalam penelitian
2. Jenis bahan dentin bonding yang digunakan dalam penelitian
3. Teknik yang digunakan dalam penelitian
4. Jenis gigi yang digunakan dalam penelitian
5. Bentuk dan ukuran sampel
6. Cara pembuatan sampel
7. Cara dan alat yang digunakan untuk mengukur kekuatan perlekatan tarik
4.6 Definisi Operasional Penelitian
1. Kekuatan perlekatan tarik
Kekuatan perlekatan tarik adalah kekuatan maksimum dentin bonding
berbasis HEMA dan non-HEMA pada permukaan dentin superfisial dan profunda
melawan gaya tarik aksial yang arahnya tegak lurus terhadap bidang dentin
bonding berbasis HEMA dan non-HEMA pada dentin. Diukur dengan alat uji
kekuatan tarik dilakukan dengan alat autograph AG-10 TE Shimadzu, Japan.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
44
2. Dentin bonding berbasis HEMA dan non-HEMA
Dentin bonding berbasis HEMA (2-hidroksietil-metakrilat) telah banyak
ditemukan dan paling sering digunakan, seperti merk Gluma Comfort Bond,
Single Bond, Clearfil SE Bond, dan lain-lain. HEMA merupakan molekul analog
dengan metil metakrilat kecuali pendant metil ester digantikan oleh grup etoksi
eter. (Sherwood, 2010). Bahan dentin bonding berbasis HEMA memiliki beberapa
kelebihan yaitu pembuatannya relatif mudah, dapat bertahan cukup lama karena
terdapatnya penambahan zat preservatif serta berfungsi sebagai gugus hidrofobik
maupun hidrofilik (Dijken, 2013; Adioro. 2006; Klíssia et al., 2011).
Bonding berbasis non-HEMA yang beredar di pasaran misalnya Prime and
Bond NT, G-bond, AllBond, dan lain-lain. Bonding berbasis non-HEMA
umumnya memiliki monomer yang disebut urethane dimetakrilat (UDMA).
UDMA dapat membentuk polimer cross-link yang padat sehingga terjadi
peningkatan kekuatan mekanis. Polimer tersebut apabila direnggangkan atau
tertarik saat kontraksi polimerisasi dapat mencegah rantai individual bergeser satu
sama lain serta apabila stress akibat polimerisasi hilang, rantai polimer cross link
dapat kembali ke posisi awal dan objek kembali kebentuk semula (Fraunhofer,
2012; Papakonstantinou, 2011).
3.Dentin Superfisial
Dentin superfisial yaitu 0,5-1 mm dari dentino enamel junction. Tubulus
yang dimiliki lebih sedikit sehingga pada saat dentin bonding berpenetrasi ke
dalam dentin intertubular yang bertanggung jawab memberikan kekuatan
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
45
perlekatan antara dentin dan bahan restorasi pada gigi nantinya akan memiliki
kekuatan yang lebih rendah (Kumari et al., 2015). Pengambilan dentin superfisial
pada bagian tengah mahkota gigi, terlebih dahulu menetukan jarak dari
permukaan labial gigi menuju bagian tengah mahkota gigi yaitu 0,5 mm. Setelah
memperoleh jarak tersebut, bagian tengah mahkota gigi yang diindikasikan berupa
dentin superfisial dipreparasi berupa bentukan kotak untuk bisa diletakan pada
cetakan.
Gambar. 2.8. Preparasi gigi untuk memperoleh dentin superfisial yang terletak
0,5-1 mm dari dentino enamel junction (tanda hitam pada gambar yang
merupakan dentin superfisial).
4.Dentin profunda
Dentin profunda yaitu 0,5 mm puncak dari pulp horn. Tubulus dentin yang
dimiliki lebih banyak jumlahnya sehingga permeabilitas intratubular resin
memiliki kekuatan ikatan perlekatan yang lebih tinggi (Kumari et al., 2015).
Pengambilan dentin profunda pada bagian tengah mahkota gigi dapat diperoleh
dengan memperkirakan daerah puncak pulp horn. Bagian tengah mahkota gigi
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
46
yang diindikasikan berupa dentin profunda yaitu terletak 0,5 mm dari puncak pulp
horn dipreparasi berupa bentukan kotak untuk bisa diletakkan pada cetakan.
Gambar. 2.9. Preparasi gigi untuk memperoleh dentin profunda yang terletak 0,5
mm dari puncak pulp horn (tanda hitam pada gambar yang merupakan dentin
profunda).
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Bahan-bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gigi insisive bovine
PZ (larutan fisiologis)
Resin komposit
Bahan etsa asam fosfat 37%
Bahan dentin bonding berbasis HEMA (ivoclar vivadent)
Bahan dentin bonding berbasis non-HEMA (G-ænial)
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
47
Dental stone
Aquadest steril
Vaselin
4.7.2 Instrument penelitian
Alat - alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Alat untuk memotong dan menghaluskan gigi sediaan : disk diamond, bor intan,
kertas rempelas no. 400 dan no. 1000 (Fuji Star, Japan), contra angel hand piece
(NSK), fissure burs low speed, mikromotor. Alat untuk aplikasi bahan dentin
bonding berbasis HEMA dan non-HEMA : pinset, bowl dan spatula, kaca tebal,
brush kecil, spatula semen, plastic filling instrumen, cotton pellet, adhesif tape
(isolasi), cetakan silinder dari logam dengan diameter 16 mm dan tinggi 26 mm,
light-curing unit.
- Alat untuk mengukur kekuatan perlekatan tarik antara dentin bonding berbasis
HEMA dan non-HEMA dengan dentin : Plunger set sebagai alat bantu uji tarik,
alat pengukur kekuatan tarik Autograph AG-10TE (Shimadzu, Japan).
4.7.3 Cara kerja penelitian
4.7.3.1 Persiapan sampel
a. Gigi-gigi sediaan dibersihkan secara hati-hati dengan membuang kotoran pada
permukaan gigi menggunakan sikat, untuk jaringan lunak atau keras dengan
skalpel tajam. Selama pembersihan, gigi selalu dalam keadaan basah. Gigi
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
48
direndam dalam larutan garam fisiologis untuk memberikan suasana seperti di
dalam rongga mulut dan disimpan dalam lemari es agar kelembaban gigi terjaga.
b. Bagian mahkota gigi dipotong sebatas servikal gigi dengan disk diamond bur.
Preparasi bagian bukal sampai bagian dentin dengan menggunakan fissure bur
serta contra angle hand piece dengan arah yang sama dan dihaluskan dengan
kertas gosok untuk mendapatkan bidang datar dan rata.
c. Cetakan silinder dengan diameter 16 mm dan tinggi 26 mm diolesi vaselin dan
diletakkan di atas kaca sebagai alas dan gigi bovine diposisikan di tengah pada
dasar cetakan. Bubuk gips dicampur dengan air dan diaduk menggunakan spatula
dengan perbandingan sesuai petunjuk pabrik. Kemudian adonan gips dituangkan
ke dalam cetakan silinder sampai penuh dan ditunggu sampai gips mengeras.
Bagian dentin yang diberi perlakuan dibatasi dengan adhesif tape (isolasi)
berlubang dan diletakkan tepat di tengah permukaan dentin.
4.7.3.2 Persiapan aplikasi bonding HEMA dan non-HEMA serta resin
komposit
a. Secara acak sampel dibagi menjadi 4 kelompok.
1. Dentin bonding berbasis HEMA yang diaplikasikan dengan preparasi gigi
hingga sampai dentin superfisial.
2. Dentin bonding berbasis non-HEMA yang diaplikasikan dengan preparasi
gigi hingga sampai dentin superfisial.
3. Dentin bonding berbasis HEMA yang diaplikasikan dengan preparasi gigi
hingga sampai dentin profunda.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
49
4. Dentin bonding berbasis non-HEMA yang diaplikasikan dengan preparasi
gigi hingga sampai dentin profunda.
Permukaan dentin yang telah ditanam dalam dental stone dibersihkan
dengan sikat dan air kemudian dikeringkan dengan semprotan udara.
Kelompok I (sistem total etch) spesimen dentin superfisial diulasi gel
asam fosfat 37% selama 10 detik. Setelah itu dentin dicuci dengan air selama ± 10
detik kemudian diserap dengan kapas untuk menghilangkan kelebihan air.
Kemudian 2 tetes (0,02 gram) bahan dentin bonding berbasis HEMA diteteskan
pada disposable brush, lalu diulaskan pada dentin (2 kali ulasan) dan dibiarkan
selama 20 detik. Kemudian disemprot dengan semprotan udara dari chip blower
selama 5 detik untuk menghilangkan kelebihan solvent (pelarut yang terkandung
dalam primer yaitu air), lalu dilakukan curing selama 10 detik (sesuai petunjuk
pabrik). Silinder gips dimasukkan ke dalam plunger bawah dan difiksasi dengan
memasang pengunci. Silinder cetakan pada plunger atas diisi komposit kemudian
disatukan dengan plunger bawah dan difiksasi dengan memasang pengunci.
Kemudian lakukan penyinaran dengan light cure selama 20 detik pada kedua sisi
plunger, masing-masing 10 detik, dan akan mengeras dalam waktu 2 menit.
Kelompok II (sistem total etch) spesimen dentin superfisial diulasi gel
asam fosfat 37% selama 10 detik. Setelah itu dentin dicuci dengan air selama ± 10
detik kemudian diserap dengan kapas untuk menghilangkan kelebihan air.
Kemudian 2 tetes (0,02 gram) bahan dentin bonding berbasis non-HEMA
diteteskan pada disposable brush, lalu diulaskan pada dentin (2 kali ulasan) dan
dibiarkan selama 20 detik. Kemudian disemprot dengan semprotan udara dari chip
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
50
blower selama 5 detik untuk menghilangkan kelebihan solvent (pelarut yang
terkandung dalam primer yaitu air), lalu dilakukan curing selama 10 detik (sesuai
petunjuk pabrik). Silinder gips dimasukkan ke dalam plunger bawah dan difiksasi
dengan memasang pengunci. Silinder cetakan pada plunger atas diisi komposit
kemudian disatukan dengan plunger bawah dan difiksasi dengan memasang
pengunci. Kemudian lakukan penyinaran dengan light cure selama 20 detik pada
kedua sisi plunger, masing-masing 10 detik, dan akan mengeras dalam waktu 2
menit.
Kelompok III (sistem total etch) spesimen dentin profunda diulasi gel
asam fosfat 37% selama 10 detik. Setelah itu dentin dicuci dengan air selama ± 10
detik kemudian diserap dengan kapas untuk menghilangkan kelebihan air.
Kemudian 2 tetes (0,02 gram) bahan dentin bonding berbasis HEMA diteteskan
pada disposable brush, lalu diulaskan pada dentin (2 kali ulasan) dan dibiarkan
selama 20 detik. Kemudian disemprot dengan semprotan udara dari chip blower
selama 5 detik untuk menghilangkan kelebihan solvent (pelarut yang terkandung
dalam primer yaitu air), lalu dilakukan curing selama 10 detik (sesuai petunjuk
pabrik). Silinder gips dimasukkan ke dalam plunger bawah dan difiksasi dengan
memasang pengunci. Silinder cetakan pada plunger atas diisi komposit kemudian
disatukan dengan plunger bawah dan difiksasi dengan memasang pengunci.
Kemudian lakukan penyinaran dengan light cure selama 20 detik pada kedua sisi
plunger, masing-masing 10 detik, dan akan mengeras dalam waktu 2 menit.
Kelompok IV (sistem total etch) spesimen dentin profunda diulasi gel
asam fosfat 37% selama 10 detik. Setelah itu dentin dicuci dengan air selama ± 10
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
51
detik kemudian diserap dengan kapas untuk menghilangkan kelebihan air.
Kemudian 2 tetes (0,02 gram) bahan dentin bonding berbasis non-HEMA
diteteskan pada disposable brush, lalu diulaskan pada dentin (2 kali ulasan) dan
dibiarkan selama 20 detik. Kemudian disemprot dengan semprotan udara dari chip
blower selama 5 detik untuk menghilangkan kelebihan solvent (pelarut yang
terkandung dalam primer yaitu air), lalu dilakukan curing selama 10 detik (sesuai
petunjuk pabrik). Silinder gips dimasukkan ke dalam plunger bawah dan difiksasi
dengan memasang pengunci. Silinder cetakan pada plunger atas diisi komposit
kemudian disatukan dengan plunger bawah dan difiksasi dengan memasang
pengunci. Kemudian lakukan penyinaran dengan light cure selama 20 detik pada
kedua sisi plunger, masing-masing 10 detik, dan akan mengeras dalam waktu 2
menit.
4.7.3.3 Mengukur Kekuatan Perlekatan Tarik
Uji kekuatan tarik dilakukan dengan alat autograph AG-10 TE Shimadzu,
Japan. Plunger set diletakkan pada autograph dengan plunger bawah difiksasi
pada grip bawah autograph dan plunger atas difiksasi pada grip atas. Kunci pada
plunger atas kemudian dilepas. Pada saat pemakaian, alat dioperasikan dengan
ketentuan sebagai berikut: kecepatan cross head 10 mm/menit. Alat dijalankan
sampai plunger atas dan plunger bawah terpisah serta angka pada load cell sudah
stabil (tidak berubah lagi). Hasil yang terlihat pada layar mempunyai satuan kgf.
1 kgf = 9,81 N, 1 Mpa = 1 N/mm2 , range : 5, kapasitas load cell : 5 kN/500kgf,
luas permukaan dentin coba = πr2 = 12,56 mm
2 Angka yang terbaca pada waktu
penarikan sampel dihitung dengan rumus (Mangonon, 1999):
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
52
4.7.4 Analisis Data
Analisis data dari hasil penelitian ini menggunakan uji One way ANOVA
karena jenis datanya adalah rasio parametik dengan 2 perlakuan berbeda pada
kelompok sampel dari populasi yang sama dengan taraf kemaknaan (α) = 0,05.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
53
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
54
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
Penelitian ini dilakukan pada permukaan dentin bovine. Bagian enamel
diasah rata (arah sejajar pulpa) hingga mencapai dentin. Pengambilan letak dentin
superfisial dan profunda memiliki prinsip yang berbeda. Luas permukaan dentin
yang digunakan untuk penelitian yaitu sebesar p x r2 = (3,14 x 2
2) = 12,56 mm
2.
Kekuatan tarik (MPa) diuji dengan alat Autograph Simadzu di LDB – UNAIR.
Plunger set diletakkan pada autograph dengan plunger bawah difiksasi pada grip
bawah autograph dan plunger atas difiksasi pada grip atas. Kunci pada plunger
atas kemudian dilepas. Pada saat pemakaian, alat dioperasikan sampai plunger
atas dan plunger bawah terpisah serta angka pada load cell sudah stabil (tidak
berubah lagi).
Berdasarkan hasil pengumpulan data kekuatan perlekatan tarik dentin
bonding berbasis HEMA & non-HEMA setelah aplikasi dipermukaan dentin
superfisial dan profunda maka didapatkan hasil nilai rerata kekuatan perlekatan
tarik adalah:
1. Dentin superfisial dengan aplikasi bonding HEMA yaitu sebesar 2.2733
Mpa dengan SD 0.08506.
2. Dentin superfisial dengan aplikasi bonding non-HEMA yaitu sebesar
3.0888 MPa dengan SD 0.06769.
3. Dentin profunda dengan aplikasi bonding HEMA yaitu sebesar 3.9110
MPa dengan SD 0.08340.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
55
4. Dentin profunda dengan aplikasi bonding non-HEMA yaitu sebesar
4.5788 MPa dengan SD 0.09750.
Tabel 5.1 Rerata dan simpangan baku kekuatan perlekatan tarik dentin bonding
berbasis HEMA & non-HEMA setelah aplikasi dipermukaan dentin superfisial
dan profunda. (MPa)
KELOMPOK
MEAN (MPa)
SD
N
I
2.2733
0.08506
6
II
3.0888
0.06769
6
III
3.9110
0.08340
6
IV
4.5788
0.09750
6
Keterangan :
N = Jumlah sampel.
X = Nilai rata – rata.
SD = Simpangan baku.
Kelompok I = Dentin Superfisial dengan Aplikasi bonding HEMA.
Kelompok II = Dentin Superfisial dengan Aplikasi bonding non- HEMA.
Kelompok III = Dentin Profunda dengan Aplikasi bonding HEMA.
Kelompok IV = Dentin Profunda dengan Aplikasi bonding non- HEMA.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
56
One Way ANOVA: p= 0.000 Ada perbedaan yang bermakna antara keempat
kelompok sampel diatas pada α = 0.05.
Gambaran secara visual dari rata – rata kekuatan perlekatan tarik dentin
bonding berbasis HEMA & non-HEMA setelah aplikasi dipermukaan dentin
superfisial dan profunda dapat dilihat pada grafik berikut:
Grafik 5.1 Rerata dan simpangan baku kekuatan perlekatan tarik dentin
bonding berbasis HEMA & non-HEMA setelah aplikasi dipermukaan dentin
superfisial dan profunda. (MPa)
Untuk mengetahui apakah data kekuatan perlekatan tarik dentin bonding
berbasis HEMA & non-HEMA setelah aplikasi dipermukaan dentin superfisial
dan profunda tersebut normal maka dilakukan dengan uji normalitas Kolmogorov-
Smirnov yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
57
Data yang dihasilkan pada uji statistik menunjukkan bahwa keempat
kelompok percobaan mempunyai nilai p > 0.05. Hal ini menandakan bahwa data
pada variabel kekuatan perlekatan tarik dentin bonding berbasis HEMA & non-
HEMA setelah aplikasi dipermukaan dentin superfisial dan profunda mempunyai
distribusi normal. Untuk membuktikan apakah kelompok percobaan kekuatan
tarik ini homogen maka dilakukan uji homogenitas Levene yang menghasilkan
nilai p = 0.343 ( p > 0.05 ). Hal tersebut memperlihatkan bahwa data kelompok
kekuatan perlekatan tarik dentin bonding berbasis HEMA & non-HEMA setelah
aplikasi dipermukaan dentin superfisial dan profunda adalah homogen.
Data hasil penelitian yang telah diuji normalitas dan homogenitasnya
maka dilakukan uji beda statistik menggunakan uji One Way ANOVA untuk
mengetahui adanya perbedaan diantara masing-masing kelompok percobaan. Uji
beda tersebut memperlihatkan nilai p = 0.00 ( p < 0.05 ) dimana p merupakan
probabilitas untuk menerima H0. Pada penelitian ini H0 ditolak dan H1 diterima
berarti terdapat perbedaan yang bermakna untuk perbandingan antara keempat
kelompok. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
kekuatan perlekatan tarik dentin bonding berbasis HEMA & non-HEMA setelah
aplikasi dipermukaan dentin superfisial dan profunda. Dari hasil yang diperoleh
sesuai hipotesa yaitu terdapat perbedaan kekuatan perlekatan tarik dentin bonding
berbasis HEMA & non-HEMA setelah aplikasi dipermukaan dentin superfisial
dan profunda. Penggunaan bahan dentin bonding berbasis non-HEMA lebih baik
dibandingkan dengan dentin bonding berbasis HEMA setelah diaplikasikan pada
kedalaman dentin yang berbeda.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
58
BAB 6
PEMBAHASAN
Kekuatan tarik yang diperoleh pada penelitian ini adalah kekuatan
perlekatan antara resin bonding berbasis HEMA dan non-HEMA diaplikasikan
pada permukaan dentin superfisial dan profunda. Dentin superfisial dan profunda
diambil dari gigi bovine. Pengambilan dentin pada gigi bovine tersebut diambil
secara berbeda namun prinsipnya dentin bovine yang telah diambil harus diasah
rata. Pada dentin superfisial, dentin diambil 0,5-1 mm dari dentino enamel
junction sedangkan dentin profunda diambil 0,5 mm puncak dari pulp horn.
Berdasarkan hasil analisa statistik menggunakan uji One Way ANOVA
didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada kekuatan
perlekatan tarik dentin bonding berbasis HEMA & non-HEMA setelah aplikasi
dipermukaan dentin superfisial dan profunda. Dari grafik rerata kekuatan
perlekatan tarik (grafik 5.1) dapat dilihat bahwa kekuatan perlekatan tarik pertama
terdapat pada dentin bonding berbasis non-HEMA setelah aplikasi dipermukaan
dentin profunda. Kekuatan perlekatan tarik kedua terdapat pada dentin bonding
berbasis HEMA setelah aplikasi dipermukaan dentin profunda. Kekuatan
perlekatan tarik ketiga terdapat pada dentin bonding berbasis non-HEMA setelah
aplikasi dipermukaan dentin superfisial. Kekuatan perlekatan tarik keempat
terdapat pada dentin bonding berbasis HEMA setelah aplikasi dipermukaan dentin
superfisial. Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa penggunaan bahan dentin
bonding berbasis non-HEMA lebih baik dibandingkan dengan dentin bonding
berbasis HEMA setelah diaplikasikan pada kedalaman dentin yang berbeda.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
59
Bonding berbasis non-HEMA umumnya memiliki monomer yang disebut
urethane dimetakrilat (UDMA). UDMA dapat membentuk polimer cross-link
yang padat sehingga terjadi peningkatan kekuatan mekanis. Polimer tersebut
apabila direnggangkan atau tertarik saat kontraksi polimerisasi dapat mencegah
rantai individual bergeser satu sama lain serta apabila stress akibat polimerisasi
hilang, rantai polimer cross link dapat kembali ke posisi awal dan objek kembali
kebentuk semula. UDMA memiliki berat molekul yang lebih tinggi sehingga
dapat meningkatkan derajat polimerisasi (Fraunhofer, 2012; Papakonstantinou,
2011). Bahan dentin bonding juga memiliki komposisi pelarut yang berbeda
pada tiap bahan. Komposisi tersebut juga sangat mempengaruhi kekuatan
perlekatan dentin bonding pada fibril kolagen. Bahan pelarut yang sering
digunakan antara lain aseton dan alkohol (etanol) (Craig, 2002). Pelarut
dibutuhkan untuk memindahkan air dari permukaan dentin sehingga
mempersiapkan jaringan kolagen untuk infiltrasi adesif resin. (Cardoso et al.,
2011). Bahan priming dapat meningkatkan difusi resin ke dentin yang
terdemineralisasi dan lembab sehingga terjadi ikatan mikromekanikal yang
optimal (Garg, 2013). Dalam hal tersebut, resin bonding berbasis HEMA yang
digunakan pada penelitian mengandung pelarut alkohol, sedangkan resin
bonding berbasis non- HEMA mengandung pelarut aseton.
Pengaplikasian resin bonding berbasis non-HEMA yang mengandung
pelarut aseton pada dentin superfisial maupun profunda, menghasilkan kekuatan
perlekatan tarik yang tinggi dibandingkan dengan resin bonding berbasis HEMA
yang mengandung pelarut alkohol. Hal tersebut dikarenakan aseton yang
terkandung dalam resin bonding berbasis non-HEMA memiliki sifat cepat dalam
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
60
penguapan, menyebabkan pemindahan air dari permukaan dentin optimal dan
sensitifitas terhadap kelembaban dentin yang baik dibandingkan dengan pelarut
alkohol, pembasahan pada dentin baik, sehingga infiltrasi resin dengan fibril
kolagen semakin banyak. Perlekatan resin bonding berbasis non-HEMA & fibril
kolagen membentuk lapisan hibrid semakin banyak yang membuat sifat adesi
semakin kuat.
Pada dentin superfisial maupun profunda, apabila diaplikasikan
menggunakan resin bonding berbasis HEMA yang mengandung pelarut alkohol,
menghasilkan kekuatan perlekatan tarik terendah dibandingkan dengan
penggunaan resin bonding berbasis non-HEMA. Hal tersebut dikarenakan
alkohol yang terkandung dalam resin bonding berbasis HEMA memiliki sifat
lebih lama menguap, menyebabkan pemindahan air dari permukaan dentin tidak
optimal dan sensitifitas terhadap kelembaban dentin berkurang dibandingkan
dengan pelarut aseton yang terkandung dalam dentin bonding berbasis non-
HEMA, dan menyebabkan pembasahan dentin kurang baik, sehingga infiltrasi
resin dengan fibril kolagen semakin sedikit. Perlekatan resin bonding berbasis
HEMA & fibril kolagen membentuk lapisan hibrid semakin sedikit yang
membuat sifat adesi semakin lemah. Hal tersebut menyebabkan kekuatan
perlekatan tarik menjadi lebih rendah. Kemungkinan tersebut yang dapat
menyebabkan kekuatan perlekatan tarik bahan dentin bonding berbasis non-
HEMA lebih baik dibandingkan dengan dentin bonding berbasis HEMA setelah
diaplikasikan pada kedalaman dentin yang berbeda. Selain itu, bonding berbasis
HEMA juga memiliki kekurangan dengan berbagai studi melaporkan secara
klinis menunjukkan bahan tersebut merupakan sensitizer paling umum untuk
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
61
menginduksi hipersensitivitas pada gigi. Beberapa penelitian telah menunjukkan
efek sitotoksik yang signifikan berkaitan dengan monomer metakrilat yang
terkandung dalam dentin bonding berbasis HEMA. Oleh karena itu, terdapat
alternatif bahan dentin bonding yaitu berupa dentin bonding berbasis non-
HEMA dapat menjadi pilihan yang baik untuk digunakan (Dijken, 2013).
Nilai kekuatan HEMA terhadap dentin pada penelitian ini yaitu 2.2733
Mpa untuk dentin superfisial dengan aplikasi bonding HEMA, 3.0888 MPa
untuk dentin superfisial dengan aplikasi bonding non-HEMA, 3.9110 MPa dan
4.5788 MPa untuk dentin profunda dengan aplikasi bonding non-HEMA. Nilai
tersebut cukup kecil bila dibandingkan dengan kekuatan perlekatan bahan resin
bonding terhadap dentin pada beberapa penelitian. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Adioro (2006) dimana nilai berkisar antara 10,02250 – 16.7375
MPa memiliki nilai kekuatan perlekatan tarik yang tinggi. Secara klinis nilai
kekuatan perlekatan tarik yang baik berkisar lebih dari 5 MPa.
Nilai kekuatan perlekatan tarik yang rendah bisa disebabkan karena
adanya beberapa kesulitan yang ditemukan pada penelitian ini. Salah satunya
adalah tidak memperhitungkan kelembaban dentin secara mendetail. Usaha yang
dilakukan untuk menghasilkan kelembaban yang optimal hanya dilakukan
dengan melakukan pengeringan dengan teknik dry – bonding untuk mencegah
fenomena over wet. Penelitian ini tidak melakukan pengukuran kelembaban
pada dentin secara ilmiah maka terdapat dua kemungkinan yang dapat terjadi.
Yang pertama adalah dentin terlalu kering akibat proses pengeringan sehingga
fibril kolagennya kolaps dan air dari solvent tidak cukup untuk membuat
kolagen tersebut re-ekspansi, Sedangkan yang kedua adalah dentin justru belum
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
62
benar-benar kering pada proses pengeringan kemudian ditambah dengan air dari
solvent sehingga fenomena over wet tetap terjadi. Kedua kemungkinan ini bisa
menurunkan interaksi resin bonding dengan fibril kolagen dentin sehingga
menurunkan kekuatan perlekatan seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Kesulitan lain pada penelitian ini adalah keterbatasan alat bantu (plunger
set) yang digunakan sehingga tidak mampu menciptakan prosedur tumpatan
yang sama dengan keadaan klinis. Pada klinisnya komposit diaplikasikan secara
layer by layer kemudian dilakukan penyinaran di seluruh permukaan komposit
(Anusavice, 2003), Sedangkan pada penelitian ini komposit diaplikasikan
sekaligus pada bagian plunger set yang disediakan sebagai tempat cetakan
komposit kemudian disatukan dengan plunger bawah yang berisi spesimen gigi
yang telah diaplikasikan dentin bonding sebelumnya baru kemudian dilakukan
penyinaran. Penyinaran juga tidak bisa dilakukan disemua bagian permukaan
komposit tetapi hanya pada permukaan luar pada dua sisi yang terlihat melalui
celah plunger set.
Pada uji kekuatan tarik, terlepasnya bahan resin bonding dengan dentin
pada kondisi basah (wet condition) ditemukan 70 % yaitu daerah lapisan hibrid
dentin. Hal ini dikarenakan struktur fibril kolagen yang sangat lunak dan mudah
terputus bila dibandingkan dengan struktur polimerisasi resin bonding dengan
dentin dan polimerisasi resin bonding dengan komposit, namun bila dilihat
dengan mikroskop ternyata tubulus-tubulus dentin terletak tidak sejajar sehingga
membuat penjangkaran dari fibril kolagen yang memungkinkan pelepasan resin
bonding terletak didaerah resin komposit, lapisan resin bonding dan demineral
dentin (30%). Untuk kondisi kering (dry condition), lepasnya resin bonding dari
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
63
permukaan dentin sebesar 91,6 % pada lapisan hibrid dentin (Hashimoto et al,
2002).
Dalam penelitian ini, lepasnya bahan resin bonding dengan dentin
tersebut diharapkan terjadi pada daerah interfece pada kedua bahan tersebut.
Setelah pengulasan larutan resin bonding, di atasnya diaplikasikan bahan
tumpatan komposit. Pada polimerisasinya resin bonding akan berkaitan secara
kovalen dengan komposit, yakni suatu ikatan kimia primer yang cukup kuat
karena kedua resin tersebut merupakan derivat dari golongan metakrilat. Dengan
demikian resiko terlepasnya bahan resin bonding pada daerah resin komposit,
lapisan resin bonding, dan demineral dentin, dan bukan pada interface resin
bonding dengan dentin dapat diabaikan.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
64
BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat perbedaan kekuatan perlekatan tarik
dentin bonding berbasis HEMA & non-HEMA setelah aplikasi dipermukaan
dentin superfisial dan profunda. Penggunaan bahan dentin bonding berbasis non-
HEMA lebih baik dibandingkan dengan dentin bonding berbasis HEMA setelah
diaplikasikan pada kedalaman dentin yang berbeda.
7.2 Saran
Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut tentang komposisi bahan yang
terkandung dalam dentin bonding berbasis HEMA & non-HEMA sehingga dapat
menghasilkan kekuatan adhesi yang optimal.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
65
DAFTAR PUSTAKA
Akpata ES. (2000). Current Trend in Restorative Dentistry : An Overview. Saudi
Dent J. 12:109.
Anusavice KJ. (2003). Philip’s Science of Dental Material 11th
ed. USA:WB
Elsevier, Saunders Company .pp:21,24,79,251-9,227-232.
Anusavice KJ. (2012). Philip’s Science of Dental Material 12th
ed. USA:WB
Elsevier, Saunders Company.pp:277-280.
Annette Alexandra Susanto. (2005). Pengaruh Ketebalan Bahan dan Lamanya
Waktu Penyinaran Terhadap Kekerasan Permukaan Resin Komposit
Sinar. Surabaya : DenJ.pp: 32-3.
Anggraeni A., Yuliati A., Nirwana I. (2005). Perlekatan Koloni Streptococcus
mutans pada permukaan resin komposit sinar tampak. Majalah
Kedokteran gigi bagian ilmu material dan teknologi kedokteran gigi
Universitas Airlangga. Vol. 38. No 1, hlm : 8-11.
Adioro S. (2006). Tensile Bond Strength of Hydroxyethyl Methacrylate (HEMA)
Bonding Agent to Bovine Dentine Surface at Various Humadity. Dental
Journal. 39:2. p:1-3, 54-69, 88-92, 103-128.
Abdulsalam R.Al-Zahawi, Mohammed, Talabani, Rupak. (2015). The Prevelence
and Causes of dental Non Carious Cervical Lesion in the Sulaimani
population (Cross-sectional study). Iraq: iosrjournal. Vol.14, Issue 8
Ver.III.p:94-5.
Bergmann A. dan Kieschnick A. (2009). Komposit – Entscheidendist die
Rezeptur, Dental Education Media Fuchstal No. 12,hlm: 506-519.
Breschi L, Gobbi P, Marzotti G, Falconi M. (2002). High Resolution SEM
Evaluation of Dentin Etched with Maleic and Citric Acid, Dent Mat, 18 :
26-35.
Craig RG. (2002). Restorative Dental Materials 11th
ed.London : Mosby. p.57,69-
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
66
70, 232-40,261,269-70.
Cardoso MV, Neves AA, Mine A, Coutinho E, Landuyt KV, Munck JD, Meerbek
BV. (2011). Current aspects on bonding effectiveness and stability in
adhesive dentistry. Australian Dental Juournal 58:31-44.
Cohen S dan Burns R. (2002).Pathways of The Pulp. 8th
ed. St. Louis : Mosby year
book inc. p: 421.
Cramer N. B., Stansbury J. W., Bowman C. N. (2011). Recent Advances and
Developments in Composite Dental Restorative Materials’. Critical
Reviews in Oral Biology and Madicine.
Fais LM, Marcello CC, Silva RH, Guadlianoni DG, Pinelli LA. (2010). Human
Teeth Versus Bovine Teeth: Cutting Effectiveness of Diamond Burs.
Braz Oral Sci J. 9(1) : 39.
Fraunhofer Von JA. (2012). Adhesion and Cohesion.International Journal of
Dentistry (12): 1-3.
Garg N, Garg A. (2013). Textbook of operative dentistry 2nd
ed. New Delhi, India:
Jaypee Brother Medical Publishers.p:23-25.
Hussain S. (2008). Textbook of Dental Material. India, New Delhi: Jaypee
Medical Publisher.p:8-10.
Ibrahim M. Hamouda, HagagAbd Elkader, Manal F. Badawi . (2011).
Microleakage of Nanofilled Composite Resin Restorative Material.
Egypt: Journal of Biomaterials and Nanobiotechnology.pp: 329-334.
Jan W.V. van Dijken. (2013). A randomized controlled 5-year prospective study
of two HEMA-free adhesives, a 1-step self etching and a 3-step etch-and-
rinse, in non-carious cervical lesions. Sweden: Dental materials.p:271-
280.
Klíssia FELIZARDO, Letícia Vargas Freire Martins LEMOS, Rodrigo Varella de
CARVALHO, Alcides GONINI JUNIOR, MuriloBaenaLOPES, Sandra
Kiss MOURA. (2011). Bond Strength of HEMA-Containing versus
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
67
HEMA-Free Self-Etch Adhesive Systems to Dentin. Braz Dent J 22(6):
468-472.
Kugel G and Ferrari M. (2000).The Science of Bonding: From First to Sixth
Generation. American Dental Association J. 131:20.
Landulit K, De Munck J, Snauwaert J, Coutinho E, Poitevin A, Yoshida Y, Inoue
S, Peumans M, Suzuki K, Lambrechts P, Meerbeel BV. (2005).
Monomer-Solvent Phase Separation in One-step Self-etch adhesive. J
Dent Res 84(2):183-8.
Maher Bourbia. (2013). Biodegradation of Dental Resin Composite and Adhesive
by Streptococcus mutans: An in vitro Study. Toronto:ProQuest. p:6-13.
McCabe JF, Walls AWG. (2008). Applied Dental Materials 9th
ed,
UK:Blackwell.p:225-9.
Moreirea F. Filho N. Souza J. Lopes L. (2010). Sorption, Solubility, and Residual
Monomers of a Dental Adhesive Cured By Different Light Curing
Unit.Brazillian Dental Journal 21(5): 432-8.
Muhammet Kerim Ayar. (2015). Status of self‐etch adhesives for bonding to pulp
chamber dentin. Turkey: Journal of Restorative Dentistry. Vol.3.p:51.
Mangonon. P.L. (1999). The Principles of materials Selection for Engineering
Design. Printice-Hall International,Inc. Hal- 29 -81.
Nishiyama N, Asakura T, Suzuki K. (1998). Adhesion Mechanism of Resin to
Etched Dentin Primed with N-MGly Studied by 13
C NMR. Biomed
Material Res J. 40 : 458.
Nakamichi I, Iwaku M and Fusuyama, T. (1983). Bovine teeth as Possible
Substitutes in the Adhesion Test. Dent Res J. 62:156.
Perdiago J and Lopez M. (2001).The Effect of Etching Time on Dentin
Demineralization. Quintessence Int J. 32:142.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
68
Papakonstantinou AE, Eliades T, Cellesi F, Watts DC, Silikas N. (2013).Evaluatin
of UDMA’s Potential as A Substitute for Bis-GMA in Orthodontic
Adhesives. Dent Mater 29:898-905.
R Veena Kumari, Kishore Siddaraju, Hema Nagaraj, Ramya Krishna Poluri.
(2015). Evaluation of Shear Bond Strength of Newer Bonding Systems
on Super cial and Deep Dentin.Journal of International Oral Health
7(9):31-5.
Roberson, Heymann, and Swift Junior. (2001). Sturdevant.Art and Science of
Operative Dentistry 4th
edition.St.Louis-London-Philadelphia-Sydney-
Toronto : Mosby. p: 17,22,250,258.
Strassler HE. (2004). Bonding Composite Resin with Self-etching Adhesive.
USA:ADACERP. P: 37-47.
Summit JB, James B, Robbins J, William, Hilton, Thomas J Schwartz, Richard S.
(2006). Fundamentals of Operative Dentistry 3rd
ed. Chicago-Berlin-
Tokyo- London-Paris-Milan-Barcelona-Istanbul-Sao Paulo-New dehli-
Moscow- Prague-Warsaw : Quintessence. P: 8,202.
Schilke R, Lisson JA, Bauβ O, Gaurtse W. (2000). Comparison of the Number
and Diameter of Dentinal Tubulus in Human and Bovine Dentin by SEM
Investigation. Archives of Oral Biology J. 45(5):279.
Susanto,A.A. (2005). Pengaruh Ketebalan Bahan dan Lamanya Waktu Penyinaran
Terhadap Kekerasan Permukaan Resin Komposit Sinar.Majalah
Kedokteran Gigi (Dent. J.), Vol 38. No 1, Hlm 32 – 5.
Tay FR, Pashley DH. (2001). Aggresiveness of Contemporary Self-Etching
Systems.Dental Material Journal.17(4) 296.
Takahashi H., Nishiyama N., Arksornnukit M. (2012). Effects of silane coupling
agents and solutions of different polarity on PMMA bonding to alumina’,
Dental Materials Journal No. 31(4), hlm : 610-16.
Tamires Timm Maske, Camila Neunfel dt Nascimento, Françoise Hélène van de
Sande, Marina Sousa Azevedo, Elenara Ferreira Oliveira,
MaximilianoSérgio Cenci. (2014). The effect of non-restorative
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
69
treatments on the progression of artificial dentine caries lesions
underneath enamel. Brazil: Journal of Dental Science.p:40-5.
Wegehaupt FJ, Widmer R, Attin T. (2010). Is Bovine Dentine An Appropriate
Substitute In Abrasion Studies.Clin Oral Invest J.14:201
Yaseen SM and Subba RV. (2009). Comparative Evaluation of Shear Bond
Strength of two Self etching Adhesive (6th
and 7th
Generation) on Dentin
of Primary and Permanent Teeth. J Indian Soc Pedodontic Prevent
Dent.27(34):33.
Yan-Fang Ren DDS. (2011). Dental erosion:Etiology, diagnosis and prevention.
ADA: The academy of dental therapeutic and stomatology.p:76.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
Lampiran 1
FOTO PENELITIAN
Gambar 1. Plunger set sebagai alat bantu
uji tarik.
Gambar 2. Preparasi gigi bovine
sampai bagian dentin superfisial atau
profunda.
Gambar 3. Dentin ditanam dalam dental
stone menggunakan cetakan.
Gambar 4. light-curing unit.
Gambar 5. Bahan – bahan yang
digunakan etsa asam, bonding berbasis
HEMA & non-HEMA dan resin
komposit.
Gambar 6. Alat – alat yang digunakan
dalam penelitian.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
Gambar 7. Alat pengukur kekuatan tarik
Autograph AG-10TE (Shimadzu, Japan).
Gambar 8. Dentin diaplikasikan
dengan etsa asam selama 10 detik.
Gambar 9. Dentin dicuci dengan air 10
detik, diserap dengan kapas.
Gambar 10. Air pada dentin diserap
dengan kapas.
\
Gambar 11. Dentin diaplikasikan dengan
dentin bonding berbasis HEMA atau
non-HEMA, tunggu 20 detik.
Gambar 12. Semprot udara 5 detik.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
Gambar 13. Light cure 10 detik.
Gambar 14. Silinder gips ditempatkan
pada plunger bawah.
Gambar 15. Aplikasi komposit pada
plunger atas.
Gambar 16. Plunger atas & plunger
bawah disatukan.
Gambar 17. Light cure 20 detik pada
kedua sisi plunger.
Gambar 18. Uji kekuatan tarik.
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
Lampiran 2
HASIL STATISTIK
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W
ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SKRIPSI PERBEDAAN KEKUATAN PERLEKATAN ... ERESHA MELATI K.W