Perbaikan Proposal Inun

Embed Size (px)

Citation preview

I. PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Hipertensi sudah merupakan masalah kronis yang tergolong penting di seluruh dunia. Hal ini disebabkan prevalensinya cukup tinggi dan sebagai penyebab dari banyak penyakit kardiovaskuler seperti stroke, penyakit jantung koroner dan gangguan fungsi ginjal. Risiko komplikasi ini juga sudah meningkat walau pada hipertensi ringan. Bahkan pada hipertensi di Asia diperkirakan mencapai 8-18%. Angka prevalensi hipertensi di Amerika Serikat menunjukkan kisaran antara 15-22% sedangkan di Indonesia berkisar antara 0,65-28,6% (Bustan, 1997). Berkembangnya pembangunan di segala bidang, selain berdampak positif ternyata juga membawa dampak negatif, khususnya di bidang kesehatan. Keadaan tersebut bisa dilihat dengan gaya hidup yang merugikan seperti mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak lemak, kalori tinggi garam dan kolesterol. Ditambah lagi dengan kebiasaan merokok, minum minuman yang beralkohol, kurang melakukan aktivitas fisik, dan perilaku-perilaku lainnya yang memicu pada timbulnya penyakit degeneratif (Irawan, 1998). Di negara industri hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. Ini disebabkan karena angka prevalensi hipertensi yang tinggi, yang berakibat meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Dari berbagai survei hipertensi di masyarakat, dilaporkan bahwa prevalensi hipertensi berkisar antara 10-20%

penduduk dewasa. Meskipun banyak kemajuan yang telah dicapai dalam usaha untuk memahami mekanisme hipertensi sekunder, masalah etiologi hipertensi esensial masih belum terpecahkan seluruhnya. Lebih dari 90% populasi pasien hipertensi sistolik dan diastolik termasuk dalam kategori hipertensi esensial (Susalit, 2001). Di dunia, hampir 1 milyar orang atau 1 dari 4 orang dewasa menderita tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi merupakan penyakit kronis serius yang bisa merusak organ tubuh. Setiap tahun darah tinggi menjadi penyebab 1 dari setiap 7 kematian (7 juta per tahun) disamping menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak dan ginjal. Berdasarkan data WHO dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik (adequately treated cases). Padahal hipertensi merupakan penyebab utama penyakit jantung, otak, syaraf, kerusakan hati dan ginjal sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Hal ini merupakan beban yang besar baik untuk keluarga, masyarakat maupun negara

(http://www.tekanandarah.com/content/view/23//1/. Diakses Tanggal 06 Februari 2009). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia sebesar 26,3%. Sedangkan data kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7%. Faktor risiko utama penyakit jantung dan pembuluh darah adalah hipetensi, di samping hiperkolesterollemia dan diabetes melitus

(http://www.tekanandarah.com/content/view/23//1/. Diakses tanggal 06 Februaru 2009). Sedangkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004, hipertensi pada pria 12,2% dan wanita 15,5%. Penyakit sistem sirkulasi dari hasil SKRT tahun 1992, 1995, dan 2001 selalu menduduki peringkat pertama dengan prevalensi terus meningkat yaitu 16,0%, 18,9%, dan 26,4% (www.majalahfarmacia.com). Pada penduduk usia 50 tahun ke atas, kejadian hipertensi mencapai sekitar 40-65%. Penelitian di Jakarta tahun 1988 dan 1993 menunjukkan kejadian hipertensi masing-masing 14,9% dan 16,9% dari total penduduk

(www.Kompas.com, 2004). Beberapa penelitian di Indonesia menjelaskan bahwa prevalensi hipertensi berkisar antara 17-22%. Prevalensi hipertensi yang ditentukan berdasarkan kriteria ambang hipertensi (Bordeline Hypertension) yaitu tekanan darah dengan rentang 141/91-159/94 mmHg, diperkirakan 4,8-18,8%. Angka ini lebih tinggi dari angka prevalensi yang dilaporkan oleh Cheng di Taipeh, yaitu sekitar 62% dan dilaporkan oleh Freis di Amerika Serikat, yaitu 10-15%. Menurut pengamatan WHO, selama 10 tahun terakhir jumlah penderita hipertensi yang dirawat di berbagai RS di Semarang meningkat lebih dari 10 kali lipat. Peningkatan ini tentu saja sangat mencemaskan siapapun yang perduli karena penemuan kasus hanya dilakukan secara pasif pada masyarakat (Kodim, 2005). Ditinjau dari perbandingan antara pria dan wanita, ternyata wanita lebih

banyak menderita hipertensi. Pria memiliki risiko yang lebih tinggi sampai dengan umur 55 tahun, sedangkan pada wanita adalah pada umur 75 tahun atau lebih. Sekitar 1,8-28,6% penduduk yang berusia di atas 20 tahun adalah pasien hipertensi (Susalit, 2001). Farmingham menemukan bahwa peningkatan 15% berat badan (BB) dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 18%. Dibandingkan dengan mereka yang mempunyai BB normal, orang yang kelebihan berat badan (overweight) sebesar 20% mempunyai risiko delapan kali lipat lebih besar mengidap hipertensi. Penelitian juga menunjukkan 60% penderita hipertensi mempunyai berat badan lebih. Penelitian di Eropa melaporkan bahwa cofein bisa menyebabkan terjadinya pengerasan pembuluh darah sebesar dua jam setelah konsumsi kopi, terutama bagi penderita tekanan darah tinggi. Sekitar 10% penderita hipertensi di Amerika disebabkan asupan alkohol yang berlebihan (Ikrawan, 2005). Berdasarkan catatan medik dari RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara, penyakit hipertensi masuk dalam 10 besar penyakit dan terus menerus meningkat. Pada tahun 2002 jumlah kunjungan rawat jalan sebanyak 426 orang, pada tahun 2003 jumlah kunjungan rawat jalan ini meningkat menjadi 550 orang, pada tahun 2004 meningkat lagi menjadi 668 orang, pada tahun 2005 jumlah kunjungan rawat jalan meningkat sangat tajam menjadi 2102 orang, pada tahun 2006 meningkat cukup tajam menjadi 3425 orang, dan pada tahun 2007 jumlah kunjungan rawat jalan sebanyak 3437 orang. Sedangkan pada periode Januari s/d Juni 2008 jumlah kunjungan rawat jalan sebanyak 1220 orang (Anonim, 2008).

Orang dengan kebiasaan merokok meningkatkan risiko terkena hipertensi, dimana risiko sesuai dengan beratnya kebiasaan merokok, merokok memiliki risiko dua sampai tiga kali lebih besar menderita hipertensi dibanding dengan yang tidak merokok. Semakin besar risiko yang timbul maka semakin besar kemungkinan terjadinya hipertensi (Junaidi, 2004). Kelainan keturunan sangat jarang menjadi penyebab langsung hipertensi . namun, gen memang berperan besar dalam beberapa faktor risiko hipertensi, misalnya stroke, penyakit jantung, diabetes mellitus, dan pembuluh darah. Riwayat hipertensi dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami hipertensi pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena hipertensi (Feigin, 2006). Alkohol dilarang dikonsumsi oleh mereka yang menderita hipertensi karena alkohol dapat meningkatkan tekanan darah. Walaupun demikian, ada beberapa dokter yang menyarankan mengkonsumsi sedikit anggur merah setelah makan untuk diperoleh manfaat antioksidannya. Mengkonsumsi dalam jumlah banyak sangat tidak dianjurkan (www.blogdokter.net, 2008). Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti ingin mengkaji lebih lanjut tentang faktor risiko kejadian hipertensi dan peneliti hanya membatasi dengan melihat apakah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, kebiasaan merokok, dan konsumsi alkohol merupakan faktor risiko terhadap kejadian hipertensi di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara. Melihat angka kunjungan penderita hipertensi yang terus meningkat, dengan

jumlah yang cukup besar maka hipertensi perlu mendapat perhatian dan penatalaksanaan yang menyeluruh dan sungguh-sungguh. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara agar dapat dilaksanakan upaya-upaya penanggulangan yang efektif dan efisien. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Seberapa besar faktor risiko umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, kebiasaan merokok, dan konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi pada penderita rawat jalan di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara periode Januari-Juni 2008? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui seberapa besar faktor risiko kejadian hipertensi pada penderita rawat jalan di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara periode JanuariJuni Tahun 2008.

2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui seberapa besar risiko umur dengan kejadian hipertensi pada penderita rawat jalan di RSUD Provinsi

Sulawesi Tenggara periode Januari-Juni Tahun 2008. b. Untuk mengetahui seberapa besar risiko jenis kelamin dengan kejadian hipertensi pada penderita rawat jalan di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara periode Januari-Juni Tahun 2008. c. Untuk mengetahui seberapa besar risiko riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi pada rawat jalan di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara periode Januari-Juni Tahun 2008. d. Untuk mengetahui seberapa besar risiko kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada penderita rawat jalan di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara periode Januari-Juni Tahun 2008. e. Untuk mengetahui seberapa besar risiko konsumsi alkohol dengan kejadian hipertensi pada penderita rawat jalan di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara periode Januari-Juni Tahun 2008. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam rangka penentuan kebijakan dalam upaya penanggulangan masalah hipertensi. 2. Manfaat Ilmiah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan bahan bacaan bagi masyarakat dan peneliti berikutnya tentang faktor risiko

kejadian hipertensi. 3. Manfaat bagi Peneliti Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan tentang faktor risiko kejadian hipertensi serta merupakan pengalaman berharga dalam mencoba mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama di perguruan tinggi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Hipertensi 8 1. Definisi Hipertensi Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik, yang tingginya tergantung umur penderita. Tekanan darah berfluktuasi dalam batasbatas tertentu, tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stress yang dialami (Tambayong, 2000). Tekanan darah adalah kekuatan yang ditimbulkan oleh jantung yang berkontraksi seperti pompa, sehingga darah mengalir dalam pembuluh darah. Kekuatan itu mendorong dinding pembuluh arteri. Tekanan darah diperlukan agar darah tetap mengalir dan mampu melawan gravitasi serta hambatan dalam dinding arteri. Tanpa adanya kekuatan secara terus menerus dalam sistem peredaran, darah tidak dapat terbawa ke jaringan seluruh tubuh. Hal ini disebabkan peredaran darah merupakan suatu sistem yang tertutup. Artinya, darah mengalir di dalam pembuluh darah dari jantung sampai kembali lagi ke jantung (Bangun, 2002). Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah, baik sistolik maupun diastolik, 140/90 mmHg. Hipertensi menyebabkan kerusakan berbagai organ tubuh seperti otak, jantung, ginjal, aorta, pembuluh darah perifer, dan retina. Akibatnya dapat menyebabkan peningkatan morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) pada gangguan kardiovaskuler dan stroke

(www.Kompas.com, 2001). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu: a. Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui dengan pasti/idiopatik. Selain itu hipertensi ini belum dapat dijelaskan mekanismenya dengan tepat. b. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain. Seperti penyakit ginjal, endokrin, dan akibat pemakaian obat lainnya. (Bangun, 2002). Menurut HL Blum (2006), faktor-faktor yang dapat menyebabkan hipertensi yaitu sebagai berikut: a. Faktor genetik Beberapa gen mempunyai kontribusi terhadap tekanan darah tinggi. Walaupun sepertinya hipertensi merupakan penyakit keturunan, namun hubungannya tidak sederhana. Hipertensi merupakan hasil dari interaksi gen yang beragam, sehingga tidak ada tes genetik yang dapat mengidentifikasi orang berisiko untuk terjadi hipertensi secara konsisten. Riwayat penyakit yang diderita, bagi keturunan penderita hipertensi jika ada anggota keluarga yang menderita penyakit hipertensi, walaupun belum ada tes genetik secara konsisten terhadap penyakit hipertensi tetaplah berhati-hati. Karena dalam garis keluarga mempunyai struktur genetik yang sama.

b. Faktor perilaku Faktor perilaku misalnya gaya hidup yang kurang baik seperti mengkonsumsian makanan cepat saji yang kaya daging dan minuman bersoda, memiliki kadar kolesterol darah yang tinggi. Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), gaya hidup stres, stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu. Jika stres telah berlalu maka tekanan darah biasanya akan kembali normal. Kebiasaan mengkonsumsi minuman berkafein dan beralkohol atau garam dalam makanan, bisa memicu terjadinya hipertensi pada orangorang yang memiliki kepekaan yang diturunkan. Demikian pula

kebiasaan merokok karena rokok dapat meningkatkan risiko penyakit hipertensi. c. Faktor lingkungan Faktor lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya), seperti indera perasa kita yang sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk memiliki ambang batas yang tinggi terhadap rasa asin, sehingga sulit untuk dapat menerima makanan yang agak tawar. Konsumsi garam ini sulit dikontrol, terutama jika kita terbiasa mengkonsmsi makanan di luar rumah (warung, restoran, hotel, dan lain-lain). d. Faktor pelayanan

Faktor pelayanan kesehatan adalah kurangnya pemberdayaan masyarakat dalam usaha pencegahan penyakit hipertensi dengan pemeriksaan tekanan darah secara teratur, kurangnya perencanaan program mengenai pencegahan penyakit hipertensi dari provider (pelayanan kesehatan) di rumah sakit mengenai pencegahan penyakit hipertensi dengan pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup, kurangnya kerja sama dengan berbagai sektor terkait guna pencegahan terjadinya penyakit hipertensi, serta kurangnya penilaian, pengawasan dan pengendalian mengenai program pencegahan penyakit hipertensi di rumah sakit. 2. Klasifikasi Hipertensi Klasifikasi tekanan darah yang banyak digunakan adalah klasifikasi menurut komite ahli WHO yang dipublikasikan pada tahun 1978 (WHO 1978). a.. Normotension, tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg. b. Borderline hypertension, tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan tekanan darah diastolik 91-94 mmHg. c. Hypertension, tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 95 mmHg. Pada umumnya orang yang berusia diatas 55 tahun akan menderita isolated systolic hypertension (hipertensi sistolik terisolasi). Namun, jika hal

ini terjadi pada orang yang lebih muda dapat diramalkan bahwa di kemudian hari orang itu akan menderita hipertensi diastolik. Hipertensi yang hebat atau tidak terkontrol bisa menyebabkan sakit kepala, bingung, mengantuk, gangguan penglihatan, mual dan muntah. Berdasarkan berat dan ringannya hipertensi WHO memakai batasan sebagai berikut : a. Hipertensi ringan, bila tekanan darah diastolik 90-110 mmHg. b. Hipertensi sedang, bila tekanan darah diastolik > 110-130 mmHg. c. Hipertensi berat, bila tekanan darah diastolik > 130 mmHg (Bangun, 2002). Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut Joint Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Ttreatment of High Blood Pressure Kategori Optimal Normal Normal Tinggi Hipertensi - Tingkat I - Tingkat II - Tingkat III 140-159 160-179 > 180 90-99 100-109 110 Sistolik < 120 < 130 130-139 Diastolik < 80 < 85 85-89

Sumber : (www.masdanang.com, 2008). 3. Etiologi Hipertensi a. Usia

Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Penderita hipertensi yang berusia kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri koroner. b. Jenis Kelamin Pada umumnya insiden pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada usia pertengahan dan lebih tua, insiden pada wanita mulai meningkat, sehingga pada usia di atas 65 tahun, insiden pada wanita lebih tinggi. c. Ras/Suku Hipertensi pada ras berkulit hitam paling sedikit dua kali lipat dibanding dengan ras lainnya. Mortalitas pasien pria berkulit hitam dengan diastolik 115 atau lebih, 3,3 kali lebih tinggi daripada pria berkulit putih, dan 5,6 kali bagi wanita berkulit putih (Tambayong, 2000). 4. Gejala Hipertensi Hipertensi seringkali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk penyakit yang mematikan, tanpa disertai dengan gejalagejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Kalaupun muncul, gejala tersebut seringkali dianggap sebagai gangguan biasa. Gejala-gejala hipertensi bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-gejala yang dapat timbul seperti sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah

bekerja keras atau mengangkat beban berat, mudah lelah, penglihatan kabur, hidung berdarah, sering buang air seni terutama pada malam hari, telinga berdenging, dan bumi terasa berputar (Health, 2005). Gejala lain akibat dari komplikasi hipertensi seperti gangguan penglihatan, gagal saraf, gagal jantung, gejala serebral (otak) yang dapat mengakibatkan kejang oleh pendarahan pada pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma (Budiarto, 2003). 5. Besarnya Masalah Hipertensi Diperkirakan sebesar 15 juta orang Indonesia menderita hipertensi tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Sebagai gambaran umum masalah hipertensi di Indonesia, Bustan (1997) menjelaskan: a. Prevalensi 6-15% orang dewasa. Sebagai suatu proses degeneratif, hipertensi hanya ditemukan pada golongan orang dewasa. Ditemukan

kecenderungan peningkatan prevalensi menurut peningkatan usia. b. Sebanyak 50% penderita tidak menyadari dirinya menderita hipertensi. Oleh karena itu mereka cenderung menderita hipertensi yang lebih berat karena tidak menghindari faktor risiko. c. Sebanyak 70% penderita hipertensi adalah penderita

ringan, karena itu banyak terabaikan sampai saat menjadi ganas (hipertensi maligna. d. Sebanyak 90% penderita hipertensi adalah penderita hipertensi primer yang tidak diketahui seluk-beluk penyebabnya, dalam pengertian sulit untuk mencari bentuk intervensi dan pengobatannya. 6. Faktor Risiko Hipertensi Hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari banyak kalangan masyarakat, mengingat dampak yang ditimbulkannya baik jangka pendek maupun jangka panjang sehingga membutuhkan penanggulangan jangka panjang yang menyeluruh dan terpadu. Hipertensi menimbulkan angka morbiditas (kesakitan) dan angka mortalitas (kematian) yang tinggi. Penyakit ini merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor risiko yang dimiliki seseorang (www.mail-archive.com, 2006). 7. Lima (5) Tahap Pencegahan Penyakit Hipertensi (Five Level Pevention) 1. Health Promotion Promosi kesehatan (Health Promotion) merupakan upaya pencegahan penyakit tingkat pertama. Sasaran dari tahap ini yaitu pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan. Hal ini juga disebut sebagai pencegahan umum yakni meningkatkan peranan kesehatan perorangan dan masyarakat secara optimal, mengurangi

peranan penyebab serta derajat risiko serta meningkatkan secara optimal lingkungan yang sehat (Noor, 2000). Menurut Noor (2000), promosi kesehatan (Health Promotion) dalam upaya mencegah terjadinya penyakit hipertensi dapat dilakukan dengan berbagai upaya seperti : a. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya melakukan atau menerapkan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) sejak dini, guna mencegah terjadinya atau masuknya agentagent penyakit. b. Melakukan seminar-seminar kesehatan bagi masyarakat tentang upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, seperti pola makan yang seimbang, pengurangan atau eliminasi asupan alkohol, berhenti merokok, olahraga teratur, pengurangan berat badan dan mengatasi stres yang baik. 2. Spesific Protection Pencegahan khusus (Spesific Protection) merupakan rangkaian dari health promotion. Pencegahan khusus ini terutama ditujukan kepada pejamu dan/atau penyebab, untuk meningkatkan daya tahan tubuh maupun untuk mengurangi risiko terhadap penyakit tertentu (Noor, 2000). Selanjutnya dijelaskan bahwa pencegahan khusus (Spesific Protection) dalam upaya mencegah terjadinya hipertensi dilakukan

dengan berbagai upaya seperti: perbaikan status gizi perorangan maupun masyarakat, seperti: makan dengan teratur ( 3x sehari), mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhksn oleh tubuh sehingga terbentuk daya tahan tubuh yang lebih baik dan dapat melawan agent penyakit pada saat masuk ke dalam tubuh. c. Early Diagnosis And Prompt Treatment Menurut Noor (2000), diagnosis dini dan pengobatan dini (Early Diagnosis and Prompt Treatment) merupakan upaya pencegahan penyakit tingkat ke dua. Sasaran dari tahap ini yaitu bagi mereka yang menderita penyakit atau terancam akan menderita suatu penyakit. Adapun tujuan dari pencegahan tingkat ke dua ini yaitu sebagai berikut: a. Meluasnya penyakit atau terjadinya tidak menular. b. Menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi. c. Melakukan screening (pencarian penderita hipertensi) melalui penerapan suatu tes atau uji tertentu pada orang yang belum mempunyai atau menunjukkan gejala dari suatu penyakit dengan tujuan untuk mendeteksi secara dini adanya suatu penyakit hipertensi. d. Melakukan pengobatan dan perawatan penderita penyakit hipertensi sehingga penderita tersebut cepat mengalami pemulihan atau sembuh dari penyakitnya. d. Disability Limitation Menurut Noor (2000), pembatasan kecacatan (Disability Limitation)

merupakan tahap pencegahan tingkat ketiga. Adapun tujuan dari tahap ini yaitu untuk mencegah terjadinya kacacatan dan kematian karena suatu penyebab penyakit. Pembatasan kecacatan (Disability Limitation) dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan dan kematian akibat penyakit hipertensi dapat dilakukan dengan upaya seperti: mencegah proses penyakit lebih lanjut yaitu dengan melakukan pengobatan dan perawatan khusus secara berkesinambungan atau teratur sehingga proses pemulihan dapat berjalan dengan baik dan cepat. Pada dasarnya penyakit hipertensi tidak memberikan atau membuat penderita menjadi cacat pada bagian tubuh tertentu (www.digilib.ui.edu/opac/themes. Diakses tanggal 20 November 2008). e. Rehabilitation Menurut Noor (2000), rehabilitasi (Rehabilitation) merupakan serangkaian dari tahap pemberantasan kecacatan (Disability Limitation). Rehabilitasi ini bertujuan untuk berusaha mengembalikan fungsi fisik, psikologis dan sosial seoptimal mungkin. Rehabilitasi yang dapat dilakukan dalam menangani penyakit hipertensi yaitu sebagai berikut: a. Rehabilitasi fisik jika terdapat gangguan fisik akibat penyakit hipertensi. b. Rehabilitasi mental dari penderita hipertensi, sehingga penderita tidak

merasa minder dengan orang atau masyarakat yang ada disekitarnya karena pernah menderita penyakit hipertensi. c. Rehabilitasi sosial bagi penderita hipertensi, sehingga tetap dapat melakukan kegiatan di lingkungan sekitar bersama teman atau masyarakat lainnya yang berdayaguna. B. Tinjauan Umum Tentang Umur Umur merupakan salah satu karakteristik yang tidak dapat diubah pada suatu penyakit. Umur kronologis manusia dapat digolongkan dalam berbagai masa, yakni masa anak, remaja, dan dewasa. Masa dewasa dapat dibagi atas dewasa muda (18-30 tahun), dewasa setengah baya (31-60 tahun), dan masa lanjut usia (> 60 tahun). WHO mengelompokkan usia lanjut atas tiga kelompok yaitu kelompok middle age (45-59 tahun), kelompok elderly age (60-74 tahun), kelompok old age (75-90 tahun), dan kelompok very old ( > 90 tahun). Bertambahnya umur sejalan dengan perkembangan fisik manusia mencapai proses ketuaan, dalam hal ini berkaitan dengan proses degenerarif tubuh dengan gangguan jantung. Dengan demikian golongan lansia ini akan memberikan masalah kesehatan yang memerlukan bentuk pelayanan tersendiri. Segala penyakit yang terkait, mulai dari gangguan mobilitas alat gerak sampai pada kelangsungan umur terus menerus menyebabkan terjadinya banyak perubahan, yaitu perubahan fisik-biologis, perubahan mental-emosional atau perubahan kehidupan seksual. Pada penderita hipertensi dengan pertambahan

umur membawa banyak perubahan pada pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya penumpukan lemak pada bagian dalamnya, akibatnya timbul hipertensi. Dari penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa kenaikan tekanan darah berhubungan dengan meningkatnya umur baik pada pria maupun wanita (Sidabutar, 1989 dalam Sapril, 2006). C. Tinjauan Umum Tentang Jenis Kelamin Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan terhadap suatu penyakit memegang peranan tersendiri. Rasio jenis kelamin harus selalu dipertimbangkan pada peristiwa penyakit tertentu. Berbagai penyakit yang sangat erat hubungannya dengan jenis kelamin dihubungkan dengan berbagai sifat tertentu : 1. Penyakit yang hanya dijumpai pada jenis kelamin tertentu, terutama yang berhubungan erat dengan alat reproduksi atau yang secara genetik berperan dalam perbedaan jenis kelamin. 2. Adanya perbedaan kebiasaan hidup antara wanita dan pria, sehingga pria lebih banyak merokok daripada wanita. 3. Adanya perbedaan tingkat kesadaran berobat antara wanita dan pria. Pada umumnya kaum wanita lebih memiliki kesadaran yang baik untuk berobat dibandingkan pria. 4. Timbulnya perubahan frekuensi penyakit dari jenis kelamin tertentu ke jenis kelamin lainnya (Noor, 1997).

D. Tinjauan Umum Tentang Riwayat Keluarga Tingkat tekanan darah terkait erat dengan faktor genetik. Seseorang yang kedua orangtuanya menderita hipertensi memiliki 50-57% kemungkinan untuk menjadi hipertensi, sedangkan apabila salah satunya menderita hipertensi maka hanya 4-20% menderita menjadi hipertensi. Kemungkinan menderita hipertensi kurang lebih 1:3, jika salah satu orangtua menderita hipertensi atau pernah mendapat stroke sebelum usia 70 tahun. Risiko ini meningkat menjadi 3:5 jika kedua orangtua mengalami hipertensi (Sidabutar, 1989 dalam Sapril 2006). E. Tinjauan Umum Tentang Merokok Seseorang yang mengidap hipertensi dan mempunyai kebiasaan merokok ternyata berisiko lebih tinggi terserang penyakit stroke infark atau serangan otak. Penyakit ini timbul akibat kematian jaringan otak karena adanya gangguan pendarahan serangan jantung. Kebiasaan merokok disebabkan karena adanya dorongan psikologis seperti menunjukkan kejantanan, mengalihkan diri dari kecemasan, menunjukkan kedewasaan, kebanggaan diri juga dorongan fisiologis berupa adiksi tubuh terhadap bahan yang dikandung oleh rokok yaitu nikotin. Bahaya yang ditimbulkan oleh kebiasaan merokok adalah : 1. Penyakit Kardiovaskuler Merokok merupakan penyebab pembentukan arterosklerosis, menduduki peringkat teratas. Angka kematian penderita kardiovaskuler pada perokok tiga

kali lebih besar dibanding bukan perokok. 2. Penyakit Kanker Perokok merupakan sinergisme dalam risiko pembentukan kanker laring, rongga mulut, esofagus, kandung kemih, gimjal, pankreas, lambung, dan rahim. 3. Penyakit Paru-paru Batuk kronis dan kesukaran bernafas didominasi oleh para perokok. Berbagai jenis bahan iritasi yang terdapat dalam rokok merupakan pencetus penyakit paru-paru (Abidin, 2002 dalam Sapril, 2006). F. Tinjauan Umum Tentang Konsumsi Alkohol Alkohol merupakan salah satu faktor risiko tinggi yang memicu timbulnya hipertensi, bahkan memicu timbulnya trombosis. Orang yang sudah kecanduan alkohol akan lebih sering mengalami gangguan metabolisme karena berkurangnya cairan dalam tubuh. Berbagai penelitian telah dilakukan, misalnya oleh Hull (1996) yang menyatakan bahwa orang yang minum minuman beralkohol 1,4 liter/hari sangat tinggi risikonya menderita hipertensi dibandingkan dengan orang yang tidak mengkonsumsi alkohol sama sekali. Peminum alkohol juga dapat meningkatkan risiko menderita penyakit stroke. G. Kerangka Konsep Penelitian Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di dalam arteri yang

mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawah oleh darah terhambat sampai kejaringan tubuh yang membutuhkan. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke. Seseorang yang mempunyai riwayat hipertensi akan meningkatkan risiko untuk terkena stroke daripada yang tidak hipertensi. Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, kebiasan merokok, dan konsumsi alkohol sebagai variabel independen sedangkan kejadian hipertensi sebagai variabel dependen. Tekanan darah akan meningkat, lebih nyata selama masa pertumbuhan dan pematangan fisik di usia remaja. Sebagai suatu proses degeneratif, hipertensi tentu hanya ditemukan pada golongan dewasa dengan prevalensi 6-15% dan ditemukan kecenderungan prevalensinya menurut peningkatan usia. Pria pada umumnya lebih mudah terserang penyakit hipertensi dibandingkan dengan wanita. Hal ini mungkin disebabkan kaum laki-laki lebih banyak mempunyai faktor yang mendorong terjadinya hipertensi seperti stress, kelelahan, merokok dan makan tidak terkontrol. Adanya hipertensi perlu dicurigai bila dalam keluarga ada yang menderita hal yang sama. Tingkat tekanan darah terkait dengan faktor genetik, seseorang dengan kedua orangtuanya menderita hipertensi memiliki 50-57% kemungkinan untuk menjadi hipertensi, sedangkan bila salah satunya menderita maka hanya 420% yang kemungkinan menjadi hipertensi. Dari beberapa penelitian, orang yang

Konsumsi Alkohol Umur Kebiasaan Merokok Riwayat Keluarga Jenis Kelamin

mempunyai silsilah dengan keluarga yaitu orangtua, kakek/nenek yang menderita hipertensi ada kecenderungan untuk menderita hipertensi juga. Merokok memperbesar risiko penyempitan pembuluh darah dan jumlah lemak dalam peredaran darah. Hal tersebut sangat berbahaya bagi pasien hipertensi. Efek buruk dari merokok disebabkan oleh nikotin, dan gas CO. Selain itu rokok juga mengandung kadmium, yaitu suatu mineral yang tidak bisa digunakan oleh tubuh dan erat hubungannya dengan terjadinya hipertensi. Kebiasaan minum alkohol merupakan salah satu faktor risiko kejadian hipertensi. Jika seseorang selesai meminum alkohol maka efek dari alkohol akan menekan sistem saraf dan memperlebar pembuluh darah sehingga orang tersebut kelihatan lebih rileks akibat tekanan darah menurun, tetapi beberapa lama kemudian tekanan darah akan meningkat secara drastis dari tekanan darah sebelum meminum alkohol. Jika hal ini berlangsung dalam periode waktu yang lama akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan dalam waktu yang lama pula bahkan cenderung untuk terus bertahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka konsep di bawah ini

Konsumsi Garam Pola Olahraga AktivitasMakan

Gambar:1 Bagan Kerangka Konsep Penelitia Keterangan : Variabel independen yang diteliti

Variabel independen yang tidak diteliti Variabel dependen yang diteliti I. Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Kerja a. Umur merupakan faktor risiko kejadian hipertensi. b. Jenis kelamin merupakan faktor risiko kejadian hipertensi.

c. Riwayat keluarga merupakan faktor risiko dengan kejadian hipertensi. d. Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko kejadian hipertensi. e. Konsumsi alkohol merupakan faktor risiko kejadian hipertensi. 2. Hipotesis Statistik Berdasarkan hipotesis kerja, maka ditetapkan hipotesis statistika sebagai

berikut: a. Ho : p = 0 (Umur bukan merupakan faktor risiko kejadian H1 : p 0 hipertensi).

(Umur merupakan faktor risiko kejadian hipertensi). b. Ho : p = 0 kejadian (Jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko hipertensi).

H1 : p 0 (Jenis kelamin merupakan faktor risiko kejadian hipertensi). c. Ho : p = 0 (Riwayat keluarga bukan merupakan faktor risiko dengan kejadian hipertensi). H1 : p 0 (Riwayat keluarga merupakan faktor risiko dengan kejadian hipertensi). d. Ho : p = 0 (Kebiasaan merokok bukan merupakan faktor risiko kejadian hipertensi). H1 : p 0 (Kebiasaan merokok hipertensi). e. Ho : p = 0 (Konsumsi alkohol bukan merupakan faktor risiko kejadian hipertensi). H1 : p 0 (Konsumsi hipertensi). alkohol merupakan faktor risiko kejadian merupakan faktor risiko kejadian

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian epidemiologi analitik observasional dengan rancangan case control study dimana efek (penyakit) diidentifikasi saat ini, kemudian faktor risiko dipelajari secara retrospektif terhadap kejadian hipertensi (Notoatmodjo, 2003). Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi subyek-subyek yang merupakan kasus, yaitu masyarakat yang menderita hipertensi, kemudian diikuti secara retrospektif faktor risiko (penyebab) yang di duga berperan dalam menyebabkan terjadinya hipertensi. Desain penelitian ini dapat di gambarkan dengan skema seperti di bawah ini:

Matching (Pola Makan, Konsumsi Garam dan aktivitas Olahraga)

Gambar 2. Desain Penelitian Case Control

28

B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini direncanakan pada bulan Januari s.d Februari 2009 di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita hipertensi rawat jalan yang mendapatkan pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara periode Januari sampai dengan Juni tahun 2008 berjumlah 1220 orang. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi yang berobat di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang berjumlah 1220 orang. Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan Simple Random Sampling. Besar sampel dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut: N(Z)p.q Dimana : n = d (N - 1) + Zp.q n N Z = Jumlah sampel yang ada = Jumlah Populasi = Nilai Standar normal untuk = 0,05 (1,96)

d = Tingkat kesalahan yang dipilih (0,05)

p q

= Proporsi variabel yang diteliti = 1- p (0,95) (Notoatmodjo, 2003).

N(Z)p.q n = d (N - 1) + Zp.q 1220 x (1,96) x 0,05 x 0,95 n = (0,05) (1220 - 1) + (1,96) x 0,05 x 0,95 1220 x 3,8416 x 0,0475 = 0,0025 x 1219 + 3,8416 x 0,00475 222,6207 n = 3,0475 + 0,1825 222,6207 n = 3,23 = 68,922817 = 69 Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 138 orang. Sampel dalam penelitian ini terbagi dua yaitu: a. Sampel kasus : Semua penderita hipertensi yang berkunjung di Rumah sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2008 yang berjumlah 69 orang. b. Sampel kontrol : Sebagian penderita hipertensi yang berkunjung yang

tidak menderita hipertensi di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2008 yang berjumlah 69 orang yang dipilih dari subjek yang sama kondisinya dengan kelompok kasus dengan matching Pola Makan, Konsumsi Garam, dan Aktifitas Olahraga.

D. Variabel Penelitian 1. Variabel independen (bebas) a. Umur b. Jenis Kelamin c. Riwayat Keluarga d. Kebiasaan Merokok e. Konsumsi Alkohol 2. Variabel dependen (terikat) adalah kejadian hipertensi E. Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang akan diteliti didefinisikan sebagai berikut: 1. Kejadian Hipertensi Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah lebih dari normal yaitu 140 mmHg untuk sistolik dan 90 untuk diastolik dan dinyatakan dengan hasil pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter. Kriteria obyektif: Hipertensi Tidak hipertensi 1978). = 140 untuk sistolik dan 90 untuk diastolik = < 140 untuk sistolik dan < 90 untuk diastolik (WHO,

2. Umur Umur adalah adalah lamanya hidup seseorang sejak lahir sampai saat ulang tahun terakhir responden dan tercatat di rekam medik. Kriteria obyektif: Berisiko Tidak berisiko 23 Mei 2008). 3. Jenis kelamin Jenis kelamin adalah jenis kelamin pasien yang dibedakan atas laki-laki dan perempuan yang tercatat dalam kartu rekam medik. Kriteria obyektif: Berisiko tinggi Berisiko rendah : Perempuan : Laki-laki : 40 tahun : < 40 tahun (www.majalahfarmacia.com./rubrik/one.diakses

(www.majalahfarmacia.com./rubrik/one.diakses 23 Mei 2008). 4. Riwayat keluarga Riwayat keluarga adalah ada atau tidaknya keluarga yang memiliki riwayat hipertensi. Kriteria obyektif: Ada : Jika terdapat riwayat hipertensi dalam silsilah keluarganya (ayah dan/atau ibu, kakek dan/atau nenek, dalam satu garis keturunan). Tidak ada : Jika tidak terdapat riwayat hipertensi dalam silsilah

keluarganya (ayah dan/atau ibu, kakek dan/atau nenek, dalam satu garis keturunan). (www.majalahfarmacia.com./rubrik/one.diakses 23 Mei 2008). 5. Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok dari responden yang diukur dengan menanyakan kepada responden apakah responden pernah merokok atau tidak pernah merokok. Kriteria obyektif: Merokok/pernah merokok : Jika responden mengatakan merokok dalam setiap harinya. Tidak Merokok : Jika responden tidak pernah merokok

(www.majalahfarmacia.com./rubrik/one.diakses 23 Mei 2008). 6. Konsumsi alkohol Konsumsi alkohol adalah kebiasaan responden meminum minuman alkohol. Kriteria obyektif Konsumsi/pernah mengkonsumsi : Bila responden sedang atau pernah mengkonsumsi minuman yang

mengandung alkohol. Tidak Mengkonsumsi : Bila responden mengatakan bahwa tidak mengkonsumsi alkohol bahkan tidak pernah sama sekali mengkonsumsi

minuman yang mengandung alkohol.

(www.majalahfarmacia.com./rubrik/one.diakses 23 Mei 2008). F. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kuesioner adalah sebagai alat bantu untuk wawancara dengan responden. 2. Komputer dan kalkulator adalah alat yang digunakan untuk mengolah data-data yang diperoleh serta digunakan dalam penyusunan penelitian ini. 3. Dokumentasi klinik pasien.

G. Prosedur Pengumpulan Data 1. Data Primer Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden yang terpilih sebagai sampel, dengan menggunakan kuesioner (rangkaian pertanyaan) meliputi variabel umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, kebiasaan merokok, dan konsumsi alkohol serta melakukan pengukuran tekanan darah dengan bantuan pelayanan medis. 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara berupa data tentang kunjungan pasien dan status penyakit pasien.

H. Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan data Proses pengolahan data yaitu dengan sistem komputer menggunakan program SPSS (Statistical Program for Social Science) versi 10.0 for windows. Data dianalisis secara deskriptif maupun analitik dan ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi silang dua variabel. 2. Analisis Data Analisis data yang digunakan adalah analisis bivariat yang dilakukan untuk melihat hubungan dua variabel yang meliputi variabel bebas dan terikat, dilakukan analisa data dengan menggunakan uji statistik non parametrik dengan teknik analisis chi-square menggunakan komputer dengan rumus sebagai berikut: 1 n( ad - bc n) 2 2 (a + b)(a + c)(b + c)(c + d) (Budiarto, 2002). X = Dengan tabel kontigensi 2 x 2 sebagai berikut: Faktor Resiko Kejadian Hipertensi Kasus Positif Negatif Total a c a+c Kontrol b d b+d a+b c+d n Total

Keterangan : a : Jumlah kasus yang terpapar b : Jumlah kontrol yang terpapar c : Jumlah kasus yang tidak terpapar d : Jumlah kontrol yang tidak terpapar Untuk menjelaskan rasio risiko dapat dilanjutkan dengan menghitung Odds Ratio (OR) dengan rumus : OR = ad /bc Adapun ketentuan yang digunakan OR adalah sebagai berikut : a. Angka coefisien interval (CI) = 95% b. Nilai OR dikatakan bermakna jika lower limit dan upper limit tidak mencakup nilai 1 (satu). Nilai kemaknaan untuk melihat hubungan faktor reisiko ditentukan berdasarkan batas-batas sebagai berikut : Bila OR > 1, merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi. Bila OR < 1, merupakan faktor resiko proteksi terjadinya hipertensi. Bila OR = 1, tidak ada hubungan faktor resiko dengan hipertensi. Untuk menentukan apakah nilai OR yang diperoleh mempunyai pengaruh kemaknaan maka harus dihitung nilai batas bawah (lower limit) dan nilai batas atas (upper limit) dengan rumus : Upper limit Lower limit = OR (e+F) = OR (e-F)

Dimana : F = 1,96 1/a + 1/b + 1/c + 1/d e = log natural (2,72) (Chandra, 1996).

Uji keeratan hubungan dilakukan dengan membandingkan koefisien kontigensi (C) dan kontigensi maksimum (C maks). x2 x + n m -1 m

Rumus : C =

C maks =

Keterangan : x = Nilai chi square n = Jumlah sampel m = Nilai maksimum baris/kolom C Nilai keeratan = Cmaks Syarat penggunaan uji keeratan hubungan dengan ketentuan : 0,801- 1,000 0,601- 0,800 0,400-0,600 0,201-0,400 0,000-0,200 I. Penyajian Data Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, = hubungan sangat kuat = hubungan kuat = hubungan cukup kuat = hubungan lemah = hubungan sangat lemah (Sugiyono, 2006).

persentase disertai dengan penjelasan. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 38 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di Ibu Kota Provinsi yaitu 45 Kota Kendari tepatnya di Jalan Dr. Ratulangi No.151 Kelurahan Kemaraya Kecamatan Mandonga. Lokasi ini sangat strategis karena mudah dijangkau dengan kendaraan umum dengan batas sebagai berikut: a. Sebelah Utara b. Sebelah Timur c. Sebelah Selatan d. Sebelah Barat 2. Status RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara dibangun secara bertahap pada tahun anggaran 1969/1970, adalah milik pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Klasifikasi Type C berdasarkan SK Menkes No. 51/Menkes/II/1979 tanggal 22 Februari 1979. Pada tanggal 21 Desember 1998, RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi type B (Non pendidikan) sesuai dengan SK Menkes No. 1482/Menkes/SK/XII/1998 dan ditetapkan dengan Perda No. 3 Tahun 1999 : Jalan Dr. Ratulangi : Laboratorium Kesehatan : Jalan Bunga Kamboja : Jalan Saranani

tanggal 8 Mei 1999. Kedudukan Rumah Sakit secara teknis berada di bawah Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, dan secara taktis fungsional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur. Sejak tanggal 18 Januari 2005, RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara telah terakreditasi untuk 5 pelayanan yaitu : Administrasi Manajemen, Pelayanan medik, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Keperawatan dan Rekam Medis (Anonim, 2008) 3. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Tugas Pokok dan fungsi RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara, mengacu pada Perda No.3 tahun 1999 tentang susunan Organisasi dan Tata kerja RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara adalah : melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan dan upaya pencegahan serta upaya rujukan. Untuk

penyelenggaraan tugas pokok sebagaimana tersebut di atas, RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara mempunyai fungsi yaitu : a. Menyelenggarakan pelayanan medik b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medik c. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan f. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan g. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan

4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Fasilitas/sarana pelayanan kesehatan yang ada di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara adalah : a. Instalasi Rawat Jalan b. Instalasi Rawat Inap c. Instalasi Gawat Darurat d. Instalasi Perawatan Intensif (ICU) e. Instalasi Radiologi f. Instalasi Patologi Klinik

(Laboratorium) g. Instalasi Patologi Anatomi h. Instalasi Farmasi i. Instalasi Bedah Sentral j. Instalasi Rehabilitasi Medik k. Instalasi Gizi l. Instalasi Pemeliharaan

Sarana Rumah Sakit (IPRS) m. Instalasi Sanitasi n. Instalasi Sterilisasi Binatu dan

o. Instalasi Jenazah 5. Sumber Daya Manusia

Pemulasaran

Sebagai pemeran utama dalam menjalankan pelayanan di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara ditunjang oleh sumberdaya manusia dengan latar belakang pendidikan sebagai berikut: Tabel 2. Jenis dan Jumlah Tenaga di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara menurut Jenjang Pendidikan Terakhir Tahun 2008 No Jenis Tenaga Tenaga Medis a. Dokter Ahli (S2) b. Dokter Umum (S1) c. Dokter Gigi (S1) Paramedis Perawatan a. Sarjana (S1 dan D4) b. Akademi c. Diploma (D1) d. SLTA Tenaga kesehatan lainnya a. Pasca Sarjana (S2) b. Sarjana (S1 dan D4) c. Akademi (D3) d. SLTA Non Medis a. Sarjana (S1) b. Akademi (D3) c. SLTA d. SLTP e. SD Jumlah 51 20 27 4 4 102 32 43 4 23 37 36 13 1 48 4 5

1.

2.

3.

4.

Sumber : Data Sekunder Tahun 2008 Dari berbagai macam pelayanan yang disediakan oleh Rumah Sakit

Umum Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara dimana salah satunya adalah pelayanan rawat inap yang terdiri atas ruang utama, kelas I, kelas II, kelas III, ruang isolasi dan ruang intensif yang dilengkapi dengan peralatan dan tempat tidur serta pewadahan yang ditempatkan pada beberapa ruangan yang dapat dilihat pada tabel 3 berikut:

Tabel 3. Jumlah Tempat Tidur Pada Ruangan Rawat Inap RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Nama Ruangan Anggrek (VIP) Asoka (Ruang A) Seruni (Interna) Teratai (Neuro) Mawar (B/C) Melati (Anak) Tulip (Bedah) Delima (Kebidanan, Bayi) Unit (ICU) Jumlah Sumber: Data Primer Tahun 2008 209 23 Perawatan Intensif Jumlah Tempat Tidur 10 10 20 27 21 28 24 61 8 Pewadahan 3 3 3 3 2 2 2 3 2

Untuk menangani kebersihan lingkungan Ruang rawat Inap di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara disediakan tenaga untuk mengolah limbah padat

yang dihasilkan. Tenaga pengelola kebersihan tersebut dapat dilihat pada tabel 4 berikut: Tabel 4. Daftar Tenaga Pengelola Limbah Padat Pada Ruang Rawat Inap di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 No Jenis Peralatan 1. Tenaga Kebersihan 2. 3. Tenaga Pengangkut Tenaga Pengawas Jumlah 9 1 1 1 1 Keterangan SMA SMA S1 D3 D1

Sumber: Data Sekunder, Tahun 2008 B. Hasil Penelitian 1. Gambaran Penderita Hipertensi a. Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya (Rush, 2001). Pendidikan terakhir yang dimaksud yaitu pendidikan yang terakhir diraih oleh responden. Distribusi Responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini: Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 No 1. Pendidikan SD Jumlah 8 Persentase (%) 5,8

2. 3. 4.

SMP SMA PT Jumlah

18 31 81 138

13,0 22,5 58,7 100

Sumber: Data Primer, 2008 Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan PT sebanyak 81 orang (58,7%), SMA sebanyak 31 orang (22,5%), SMP sebanyak 18 orang (13,0%) dan SD sebanyak 8 orang (5,8%). b. Pekerjaan Pekerjaan merupakan suatu aktifitas yang dimiliki seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya yang dilakukan secara rutin dalam bekerja yang mempunyai tujuan sesuai dengan apa yang diharapkan yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat (Munaba, 1999). Distribusi Responden berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini: Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 No 1. 2. 3. 4. Pekerjaan PNS Swasta Pensiunan Tani/Buruh Jumlah 95 15 15 5 10,9 10,9 3,6 Persentase (%) 68,8

5.

Nelayan Jumlah

8 138

5,8 100

Sumber: Data Primer, 2008 Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 95 orang (68,8%), swasta sebanyak 15 orang (10,9%), pensiunan sebanyak 15 orang (10,9%), tani/buruh sebanyak 5 orang (3,6%) dan nelayan sebanyak 8 orang (5,8%). 2. Variabel Penelitian a. Umur Umur adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadan suatu makhluk, baik yang hidup maupun yang mati, yang diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung (Philip, 2003). Distribusi Responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini: Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 No 1. 2. Umur Berisiko ( 40 tahun) Tidak berisiko (< 40 tahun) Jumlah 78 60 138 43,5 100 Persentase (%) 56,5

Jumlah Sumber: Data Primer, 2008

Tabel 7 menunjukkan bahwa persentase umur berisiko sebanyak 78 orang (56,5%) sedangkan tidak berisiko yaitu sebanyak 60 orang (43,5%).

b. Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah kata yang umumnya digunakan untuk membedakan seks seseorang (laki-laki atau perempuan) (Rush, 2001). Distribusi Responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 8 di bawah ini: Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Jumlah 95 43 138 31,2 100 Persentase (%) 68,8

No 1. 2.

Jumlah Sumber: Data Primer, 2008

Tabel 8 menunjukkan bahwa persentase jenis kelamin perempuan sebanyak 95 orang (68,8%) sedangkan yang terendah adalah jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 43 orang (31,2%).

Distribusi Responden berdasarkan riwayat keluarga dapat dilihat pada tabel 9 di bawah ini: Tabel 9. Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Keluarga di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 No 1. 2. Riwayat Keluarga Ada Tidak Ada Jumlah 63 75 54,3 Persentase (%) 45,7

Jumlah Sumber: Data Primer, 2008

138

100

Tabel 9 menunjukkan bahwa persentase riwayat keluarga ada sebanyak 63 orang (45,7%) sedangkan tidak ada sebanyak 75 orang (54,3%). d. Kebiasaan Merokok Distribusi Responden berdasarkan kebiasaan merokok dapat dilihat pada tabel 10 di bawah ini: Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan merokok di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 No 1. 2. Kebiasaan merokok Merokok Tidak Merokok Jumlah 85 53 138 38,4 100 Persentase (%) 61,6

Jumlah Sumber: Data Primer, 2008

Tabel 10 menunjukkan bahwa persentase kebiasaan merokok sebanyak 85 orang (61,6%) sedangkan yang tidak merokok sebanyak 53 orang (38,4%). e. Konsumsi Alkohol Distribusi Responden berdasarkan konsumsi alkohol dapat dilihat pada tabel 11 di bawah ini:

Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Alkohol di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 No 1. 2. Konsumsi Alkohol Mengkonsumsi Tidak Mengkonsumsi Jumlah 39 99 138 71,7 100 Persentase (%) 28,3

Jumlah Sumber: Data Primer, 2008

Tabel 11 menunjukkan bahwa persentase responden yang mengkonsumsi alkohol sebanyak 39 orang (28,3%) sedangkan yang tidak mengkonsumsi alkohol sebanyak 99 orang (71,7%). 3. Analisis Bivariat a. Risiko Umur dengan Hipertensi Risiko umur responden dengan hipertensi di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel 12 di bawah ini:

Tabel 12. Risiko Umur terhadap Kejadian Hipertensi di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 Hipertensi Umur Kasus n % Kontrol n % n %Lower Limit (7,812)

Total

OR

C1

Beresiko

60

87,0

18

26,1

78

56,5

18,889

Upper Limit (45,673)

Tidak Beresiko Jumlah

9 69

13,0 100

51 69

73,0 100

60 13 8

43,5 100

Sumber: Data Primer 2008 Tabel 12 menunjukkan bahwa pada kelompok kasus, terdapat 60 orang (87,0%) responden yang memiliki golongan umur berisiko dan 9 orang (13,0%) responden yang memiliki golongan umur yang tidak berisiko. Sedangkan pada kelompok kontrol, terdapat 18 orang (26,1%) responden yang memiliki golongan umur berisiko dan 51 orang (73,9%) responden yang memiliki golongan umur yang tidak berisiko. Nilai x dan Asymp. Sig masing-masing sebesar 49,568 dan 0,000 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur dan hipertensi. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji OR dengan nilai batas atas 49,568 dan batas bawah 7,812. Berdasarkan uji keeratan hubungan pada kontingensi 2 variabel dengan membandingkan kontingensi C/Cmaks diperoleh nilai 0,523 berarti bahwa

faktor risiko umur mempunyai hubungan cukup kuat dengan kejadian hipertensi. Berdasarkan uji Odds Ratio diperoleh nilai OR = 18,889 dengan nilai batas atas (upper limit) 45,673 dan nilai batas bawah (lower limit) 7,812 karena nilai batas atas dan batas bawah tidak mencakup nilai 1 maka secara statistik dianggap bermakna, berarti umur merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi. Nilai OR = 18,889 berarti bahwa umur berisiko

menderita hipertensi 18,889 kali lebih besar dibanding umur yang tidak berisiko. b. Risiko Jenis Kelamin dengan Hipertensi Risiko jenis kelamin responden dengan hipertensi di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel 13 di bawah ini: Tabel 13. Risiko Jenis Kelamin terhadap Kejadian Hipertensi di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 Jenis Kelamin Hipertensi Total Kasus n Perempuan 36 % 52,2 Kontrol n 59 % 85,5 n 95 % 68,8 5,40 8 Laki-laki Jumlah 33 69 47,8 100 10 69 14,5 100 43 13 8 31,2 100Lower Limit (2,382) Upper Limit (12,279)

OR

C1

Sumber: Data Primer 2008 Tabel 13 menunjukkan bahwa pada kelompok kasus, terdapat 36 orang (52,2%) responden yang memiliki jenis kelamin perempuan dan 33 orang (47,8%) responden yang memiliki jenis kelamin laki-laki. Sedangkan pada kelompok kontrol, terdapat 59 orang (85,5%) responden yang memiliki jenis kelamin perempuan dan 10 orang (14,5%) responden yang memiliki jenis kelamin laki-laki. Nilai x dan Asymp. Sig masing-masing sebesar 16,351 dan 0,000 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan hipertensi. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji OR dengan nilai batas atas 12,279 dan batas bawah 2,382. Berdasarkan uji keeratan hubungan pada kontingensi 2 variabel dengan membandingkan kontingensi C/Cmaks diperoleh nilai 0,339 berarti bahwa faktor risiko jenis kelamin mempunyai hubungan lemah dengan kejadian hipertensi. Berdasarkan uji Odds Ratio diperoleh nilai OR = 5,408 dengan nilai batas atas (upper limit) 12,279 dan nilai batas bawah (lower limit) 2,382

karena nilai batas atas dan batas bawah tidak mencakup nilai 1 maka secara statistik dianggap bermakna, berarti jenis kelamin merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi. Nilai OR = 5,408 berarti bahwa jenis kelamin perempuan berisiko menderita hipertensi 5,408 kali lebih besar dibanding jenis kelamin laki-laki.

c. Risiko Riwayat Keluarga dengan Hipertensi Risiko riwayat keluarga responden dengan hipertensi di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel 14 di bawah ini:

Tabel 14. Risiko Riwayat Keluarga terhadap Kejadian Hipertensi di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 Riwayat Keluarga Hipertensi Total Kasus n Ada 48 % 69,6 Kontrol n 15 % 21,7 n 63 % 45,7 8,22 9 Tidak Ada Jumlah 21 69 30,4 100 54 69 78,3 100 75 13 8 54,3 100Lower Limit (3,817) Upper Limit (17,741)

OR

C1

Sumber: Data Primer 2008 Tabel 14 menunjukkan bahwa pada kelompok kasus, terdapat 48 orang (69,6%) responden yang memiliki riwayat keluarga dan 21 orang (30,4%) responden yang tidak memiliki riwayat keluarga. Sedangkan pada kelompok kontrol, terdapat 15 orang (21,7%) responden yang memiliki riwayat keluarga dan 54 orang (78,3%) responden yang tidak memiliki riwayat keluarga.

Nilai x dan Asymp. Sig masing-masing sebesar 29,907 dan 0,000 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara riwayat keluarga dan hipertensi. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji OR dengan nilai batas atas 17,741 dan batas bawah 3,817. Berdasarkan uji keeratan hubungan pada kontingensi 2 variabel dengan membandingkan kontingensi C/Cmaks diperoleh nilai 0,433 berarti bahwa faktor risiko riwayat keluarga mempunyai hubungan cukup kuat dengan kejadian hipertensi. Berdasarkan uji Odds Ratio diperoleh nilai OR = 8,229 dengan nilai batas atas (upper limit) 17,741 dan nilai batas bawah (lower limit) 3,817 karena nilai batas atas dan batas bawah tidak mencakup nilai 1 maka secara statistik dianggap bermakna, berarti riwayat keluarga merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi. Nilai OR = 8,229 berarti bahwa responden yang memiliki riwayat keluarga berisiko menderita hipertensi 8,229 kali lebih besar dibanding yang tidak memiliki riwayat keluarga. d. Risiko Kebiasaan Merokok dengan Hipertensi Risiko kebiasaan merokok responden dengan hipertensi di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel 15 di bawah ini: Tabel 15. Risiko Kebiasaan Merokok terhadap Kejadian Hipertensi di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 Kebiasaan Merokok Hipertensi Kasus Kontrol Total OR C1

n

%

n

%

n

%Lower Limit (8,431)

Merokok

63

91,3

22

31,9

85

61,6

22,4 32

Upper Limit (59,682)

Tidak Merokok Jumlah

6 69

8,7 100

47 69

68,1 100

53 13 8

38,4 100

Sumber: Data Primer 2008 Tabel 15 menunjukkan bahwa pada kelompok kasus, terdapat 63 orang (91,3%) responden yang memiliki kebiasaan merokok dan 6 orang (8,7%) responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Sedangkan pada kelompok kontrol, terdapat 22 orang (31,9%) responden yang memiliki kebiasaan merokok dan 47 orang (68,1%) responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Nilai x dan Asymp. Sig masing-masing sebesar 49,012 dan 0,000 menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dan hipertensi. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji OR dengan nilai batas atas 59,682 dan batas bawah 8,431. Berdasarkan uji keeratan hubungan pada kontingensi 2 variabel dengan membandingkan kontingensi C/Cmaks diperoleh nilai 0,521 berarti bahwa faktor risiko kebiasaan merokok mempunyai hubungan cukup kuat dengan kejadian hipertensi. Berdasarkan uji Odds Ratio diperoleh nilai OR = 22,432 dengan nilai batas atas (upper limit) 59,682 dan nilai batas bawah (lower limit) 8,431

karena nilai batas atas dan batas bawah tidak mencakup nilai 1 maka secara statistik dianggap bermakna, berarti kebiasaan merokok merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi. Nilai OR = 22,432 berarti bahwa responden yang memiliki kebiasaan merokok berisiko menderita hipertensi 22,432 kali lebih besar dibanding yang tidak memiliki kebiasan merokok. e. Risiko Konsumsi Alkohol dengan Hipertensi Risiko konsumsi alkohol responden dengan hipertensi di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel 16 di bawah ini:

Tabel 16. Risiko Konsumsi Alkohol terhadap Kejadian Hipertensi di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 Konsumsi Alkohol n Hipertensi Kasus % Kontrol n % n %Lower Limit (0,285)

Total

OR

C1

Mengkonsumsi

16

23,2

23

33,3

39

28,3

0,60 4

Upper Limit (1,279)

Tidak Mengkonsumsi Jumlah

53 69

76,8 100

46 69

66,7 100

99 13 8

71,7 100

Sumber: Data Primer 2008 Tabel 16 menunjukkan bahwa pada kelompok kasus, terdapat 16 orang (23,2%) responden yang mengkonsumsi alkohol dan 53 orang (76,8%) responden yang tidak mengkonsumsi alkohol. Sedangkan pada kelompok kontrol, terdapat 23 orang (33,3%) responden yang mengkonsumsi alkohol dan 46 orang (66,7%) responden yang tidak mengkonsumsi alkohol. Nilai x dan Asymp. Sig masing-masing sebesar 1,287 dan 0,257 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi alkohol dan hipertensi. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji OR dengan nilai batas atas 1,279 dan batas bawah 0,285 Berdasarkan uji keeratan hubungan pada kontingensi 2 variabel dengan membandingkan kontingensi C/Cmaks diperoleh nilai 0,112 berarti bahwa faktor risiko konsumsi alkohol mempunyai hubungan sangat lemah dengan

kejadian hipertensi. Berdasarkan uji Odds Ratio diperoleh nilai OR = 0,604 dengan nilai batas atas (upper limit) 1,279 dan nilai batas bawah (lower limit) 0,285 karena nilai batas atas dan batas bawah mencakup nilai 1 maka secara statistik dianggap tidak bermakna, berarti konsumsi alkohol bukan merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi.

C. Pembahasan 1. Faktor Risiko Umur dengan Hipertensi Umur adalah usia responden sejak lahir hingga ulang tahun terakhir. Umur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama. Penyebaran keadaan umur dalam masyarakat mudah dilihat dari kurva penduduk atau piramida penduduk (Notoatmodjo, 2003). Makin panjang umur seseorang berarti makin lama ia meninggal, maka semua bagian tubuh mengalami kemunduran, kekuatan berkurang, daya tahan berkurang sehingga pada lanjut usia lebih besar kemungkinan jatuh sakit, misalnya terkena infeksi. Pembuluh darah dapat pecah sehingga menyebabkan kelumpuhan dan kecelakaan, patah tulang, luka bakar dan sebagainya mudah terjadi pada lanjut usia karena refleks pengaman diri sudah berkurang pula (Oswari, 1997). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok kasus, terdapat 60 orang (87,0%) responden yang memiliki golongan umur berisiko dan 9 orang (13,0%) responden yang memiliki golongan umur yang tidak berisiko. Sedangkan pada kelompok kontrol, terdapat 18 orang (26,1%) responden yang memiliki golongan umur berisiko dan 51 orang (73,9%) responden yang memiliki golongan umur yang tidak berisiko. Berdasarkan uji keeratan hubungan diperoleh nilai 0,523 bahwa umur mempunyai hubungan cukup kuat dengan kejadian hipertensi. Sedangkan uji Odds Ratio diperoleh nilai OR = 18,889 berarti bahwa orang yang mempunyai

umur berisiko menderita hipertensi 18,889 kali lebih besar dibanding umur yang tidak berisiko. Penyakit hipertensi akan meningkat sejalan dengan bertambahnya usia (Wirakusumah, 1999). Pada penelitian ini sebanyak 40 responden (27,02%) yang menderita penyakit hipertensi. Hipertensi merupakan akibat dari kerja keras jantung untuk dapat mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Pada usia lanjut, saluran darah dalam jaringan seluruh tubuh sudah mengalami penebalan dan pengurangan elastisitas. Akibatnya sistem dalam tubuh berupaya menaikkan tekanan jantung supaya distribusi darah dapat berjalan normal. 2. Faktor Risiko Jenis Kelamin dengan Hipertensi Jenis kelamin juga mempengaruhi penyebaran suatu masalah kesehatan. Ada masalah kesehatan yang lebih banyak ditemukan pada kelompok wanita saja dan ada pula masalah kesehatan yang ditemukan pada kelompok pria saja. Adanya perbedaan penyebaran yang seperti ini dapat disebabkan oleh beberapa hal yakni: a. Karena terdapatnya perbedaan anatomi fisiologi wanita dan pria b. Terdapatnya perbedaan macam pekerjaan c. Terdapanya kebiasaan hidup antara pria dan wanita (Wirakusumah, 1999). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pada kelompok kasus, terdapat 36 orang (52,2%) responden yang memiliki jenis kelamin perempuan dan 33 orang (47,8%) responden yang memiliki jenis kelamin laki-laki. Sedangkan

pada kelompok kontrol, terdapat 59 orang (85,5%) responden yang memiliki jenis kelamin perempuan dan 10 orang (14,5%) responden yang memiliki jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan uji keeratan hubungan diperoleh nilai 0,339 berarti bahwa jenis kelamin mempunyai hubungan lemah dengan kejadian hipertensi. Sedangkan uji Odds Ratio diperoleh nilai OR = 5,408 berarti bahwa jenis kelamin perempuan berisiko menderita hipertensi 5,408 kali lebih besar dibanding jenis kelamin laki-laki. Penelitian ini sejalan dengan apa yang dilakukan oleh James, 2005 bahwa kondisi kesehatan lansia bervariasi menurut jenis kelaminnya, dimana pria lebih banyak mengalami penyakit akut yang mengancam kehidupan, diantaranya: penyakit jantung, hipertensi yang mengakibatkan stroke. Sementara wanita lebih banyak mengalami keterbatasan fisik akibat kronis, diantaranya: osteoporosis dan artritis. 3. Faktor Risiko Riwayat Keluarga dengan Hipertensi Faktor keturunan adalah salah satu penyabab penyebab penyakit hipertensi. Seorang anak yang membawa sifat bawaan orang tuanya yang mengidap hipertensi, besar kemungkinan akan mengalami penyakit tersebut dalam perjalanan hidupnya. Meskipun demikian tidaklah berarti bahwa penyakit tersebut pasti menurun kepada anak, walaupun kedua orang tuanya menderita penyakit hipertensi kadang-kadang anak-anaknya tidak ada yang menderita hipertensi (Anonim, 2004).

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pada kelompok kasus, terdapat 48 orang (69,6%) responden yang memiliki riwayat keluarga dan 21 orang (30,4%) responden yang tidak memiliki riwayat keluarga. Sedangkan pada kelompok kontrol, terdapat 15 orang (21,7%) responden yang memiliki riwayat keluarga dan 54 orang (78,3%) responden yang tidak memiliki riwayat keluarga. Berdasarkan uji keeratan hubungan diperoleh nilai 0,433 berarti bahwa riwayat keluarga mempunyai hubungan lemah dengan kejadian hipertensi. Sedangkan uji Odds Ratio diperoleh nilai OR = 8,229 berarti bahwa orang yang mempunyai riwayat keluarga yang pernah menderita hipertensi berisiko menderita hipertensi 8,229 kali lebih besar dibanding dengan orang yang tidak mempunyai riwayat keluarga yang pernah menderita hipertensi. Dari data diatas juga menunjukkan pada kelompok penderita hipertensi ditemukan lebih banyak yang mempunyai riwayat keluarga yang menderita hipertensi, artinya bahwa seseorang yang mempunyai riwayat keluarga yang pernah menderita hipertensi akan berisiko untuk menderita hipertensi pula. Hal ini dimungkinkan karena adanya penurunan genetik pada faktor risiko hipertensi, misalnya stroke, penyakit jantung, diabetes mellitus dan kelainan pembuluh darah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2007) di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yang menunjukkan bahwa orang dengan riwayat keluarga hipertensi berisiko

3,74 kali lebih besar untuk menderita hipertensidibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat keluarga hipertensi. penelitian yang dilakukan Saba (2005) menunjukkan bahwa ada hubungan antara keturunan dengan hipertensi, dimana hubungan tersebut termasuk dalam kategori rendah. 4. Faktor Risiko Kebiasaan Merokok dengan Hipertensi Merokok merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi, karena kebiasaan merokok menyebabkan untuk menderita hipertensi lebih besar, dimana risiko meningkat sesuai dengan beratnya kebiasaan merokok. Junaidi mwngungkapkan, merokok memiliki risiko 2-3 kali lebih besar menderita hipertensi dibanding dengan yang tidak merokok, semakin besar risiko yang timbul maka semakin besar kemungkinan terjadinya hipertensi. Begitu pula yang dikatakan oleh (Tandra, 2003) bahwa risiko hipertensi dan risiko kematian lebih tinggi pada perokok dibanding dengan bukan perokok, risiko ini meningkat dengan bertambahnya usia dan jumlah rokok yang diisap. Risiko terjadinya hipertensi 2-4 kali pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Telah ditemukan 4.000 jenis bahan kimia dalam rokok, dengan 40 jenis diantaranya bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker), dimana bahan racun ini lebih banyak didapatkan pada asap samping, misalnya karbon monoksida (CO) 5 kali lipat lebih banyak ditemukan pada asap samping dari pada asap utama, benzopiren 3 kali, dan amoniak 50 kali. Zat-zat kimia dalam rokok dapat terserap ke dalam aliran darah dari paru-paru lalu beredar ke

seluruh tubuh, dan mempengaruhi setiap sel tubuh. Zat-zat kimia ini sering menyenankan pembuluh darah menyempit dan membuat sel-sel darah yang disebut plafelet atau trombosit menjadi lebih lengket, sehingga mudah membentuk gumpalan. Semakin banyak seseorang merokok, semakin tinggi risiko terkena hipertensi. Bahan-bahan ini dapat bertahan sampai beberapa jam lamanya dalam ruang setelah rokok berhenti, merokok terbukti merupakan faktor risiko terbesar untuk mati mendadak (Aditama, 1997). Penelitian ini memperlihatkan bahwa bahwa pada kelompok kasus, terdapat 63 orang (91,3%) responden yang memiliki kebiasaan merokok dan 6 orang (8,7%) responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Sedangkan pada kelompok kontrol, terdapat 22 orang (31,9%) responden yang memiliki kebiasaan merokok dan 47 orang (68,1%) responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Berdasarkan uji keeratan hubungan diperoleh nilai 0,521 berarti bahwa kebiasaan merokok mempunyai hubungan cukup kuat dengan kejadian hipertensi. Sedangkan uji Odds ratio diperoleh nilai OR = 22,432 berarti bahwa orang yang merokok berisiko menderita hipertensi 22,432 kali lebih besar dibanding dengan orang yang tidak merokok. Hal ini sesuai dengan apa yang didapatkan oleh peneliti (Junaidi dan Tandra) bahwa merokok memiliki risiko 2-3 kali lebih besar menderita hipertensi dibanding dengan yang tidak merokok. Semakin besar risiko yang timbul maka semakin besar kemungkinan terjadinya hipertensi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alfrienti (2004), dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa dari 11 faktor risiko hipertensi yang diteliti ada 4 faktor risiko yang mempunyai pengaruh bermakna (p