Upload
vothuan
View
235
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERAN WORLD WIDE FUND FOR NATURE (WWF) DALAM
PROGRAM HEART OF BORNEO (HOB) DI INDONESIA
PERIODE 2012-2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
oleh
Siti Lutfi Jamilatul Wardah
NIM. 1110114000035
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014/ 1436
v
ABSTRAK
Tujuan dari skripsi ini adalah untuk menjelaskan peran World Wide Fund
for Nature (WWF) dalam program Heart of Borneo (HoB) di Indonesia periode
2012-2013. Perspektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori people
centered development, konsep international non-governemntal organization dan
konsep sustainable development. Adapun metode penelitian yang digunakan
adalah kualitatif deskriptif analitis yakni menggunakan sumber data sekunder
dengan studi pustaka dan data primer melalui wawancara.
Inisiatif HoB adalah satu-satunya kerjasama konservasi lintas batas
diantara pemerintah Indonesia, Brunei dan Malaysia, yang bertujuan untuk
mengelola kawasan lintas batas, mengelola kawasan lindung, mengelola sumber
daya alam berkelanjutan, mengembangkan ekowisata, dan meningkatkan
kapasitas manusia berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Pada
pengelolaan inisiatif tersebut di wilayah Indonesia, WWF-Indonesia adalah aktor
non-negara yang satu-satunya dilibatkan dalam struktur organisasi Kelompok
Kerja (Pokja) HoB yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 382/Menhut-II/2011 tentang Kelompok
Kerja Nasional Program HoB. Dalam mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan dari Inisiatif HoB, penelitian ini menemukan bahwa terdapat
beberapa peran WWF dalam program HoB di Indonesia periode 2012-2013. Peran
tersebut diantaranya pendanaan yang berkelanjutan, membantu pemerintah daerah
dalam mengembangkan kabupaten konservasi, membangun jaringan bisnis hijau,
dan meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia melalui kerjasama dengan
inisiatif lokal.
Kata kunci: UNCB, World Wide Fund for Nature (WWF), deforestasi, Heart of
Borneo (HoB), Kalimantan, pembangunan berkelanjutan, organisasi internasional.
vi
KATA PENGANTAR
Allhamdulillahi Robill‟Aalamiin, segala puji dan syukur penulis penjatkan
atas kehadirat Allah SWT serta junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
memberikan rahmat, hidayat serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Peran World Wide Fund for Nature (WWF) dalam program
Heart of Borneo (HoB) di Indonesia Periode 2012-2013”. Dalam menyusun
skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat terselesaikan
atas bantuan dari banyak pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan skiripsi ini.
Degan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang
sebesar-besanya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dorongan moril maupun materil, kepada:
1. Pembimbing Akademik, Ibu Debby Affianty, MA sekaligus selaku Ketua
Jurusan Hubungan Internasional terimakasih atas segala saran dan bimbingan
yang diberikan dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Febri Dirgantara H, MM selaku dosen pembimbing atas segenap waktu,
arahan, motivasi, dan kesabarannya dalam membimbing penulis hingga akhir
penulisan skripsi ini.
3. Rasa hormat dan terima kasih tak terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda, dan
beserta keluarga besar penulis, terimakasih atas segala daya upaya, kucuran
keringat, sujud panjang serta doa yang tak pernah henti.
4. Terimakasih kepada Ibu Mutiara Pertiwi, MA dan Ibu Rahmi Fitriyanti, M.Si
selaku penguji skripsi atas saran yang telah diberikan.
5. Terimakasih atas bantuan, informasi dan waktu kepada narasumber dari pihak
WWF-Indonesia, yaitu Ibu Elisabeth Wetik selaku HoB Stakeholder
Engagement and Program Facilitation Officer, Bapak Stepham Wulffraat
selaku HoB Monitoring and Evaluation, Bapak Donny Prasmono selaku
Fundraiser Program Officer, Ibu Cristina Eghenter selaku Deputy Director for
Social Development, and Civil Society Thematic Lead, WWF Borneo
Programme, Ibu Mamik H. Hoesni, Kak Iqbal F. Hanif dan Pak Yudi
vii
6. Ibu Teis Nuraini selaku Bidang Kerjasama Teknik- Pusat Kerjasama Luar
Negeri, Kementrian Kehutanan R.I, terimakasih atas informasi dan waktunya.
7. Terimakasih atas informasi dan waktu luangnya kepda Bapak Lasung Kaleb,
Bapak Alex Balang, dan Bapak Robertson David selaku pengurus
FORMADAT Kalimantan dan juga sekaligus perwakilan masyarakat adat.
8. Sahabat seperjuangan dari awal kuliah, Dhimas, Bisti, Yusuf Fahmi, dan Ririn.
9. Teman-teman di “detik-detik terakhir,” Mutiara Ramadhini, Mahyar diani,
Deti, Elhumaira, Kak Andini, Sabrina, Maula.
10. Seluruh teman-teman FISIP, khususnya untuk teman-teman HI
Internasional 2010, Fikri, M Takdir, Rachmayanti, Gandis dll terimakasih atas
semangat, doa, kritik, serta sarannya selama ini.
11. Seluruh teman-teman KKN Berdikari 2013, Panda Mobile, ASEAN Youth
Expo 2014, terimakasih banyak atas dukungan semangat dan doanya.
12. Serta semua pihak dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan
satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah berperan
serta mewujudkan skripsi ini.
Siti Lutfi Jamilatul Wardah
viii
DAFTAR ISI
JUDUL ..................................................................................................................
LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .....................................
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ..................................
LEMBAR PENGESAHAN PANITIAN UJIAN SKRIPSI ..............................
ABSTRAK ............................................................................................................
KATA PENGANTAR .........................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................................
DAFTAR SINGKATAN .....................................................................................
DAFTAR TABEL ................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ..................................................................
B. Pertanyaan Penelitian ................................................................
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................
D. Tinjauan Pustaka .......................................................................
E. Kerangka Pemikiran ..................................................................
1. Teori People Centered Development .............................
2. Konsep International Non-Governmental Organization
3. Konsep Sustainable Development .................................
F. Metode Penelitian ......................................................................
G. Sistematika Penulisan ...............................................................
BAB II AWAL TERBENTUK DAN PERKEMBANGAN
PROGRAM INISIATIF HEART OF BORNEO (HOB)
A. Sejarah Pulau Borneo ...............................................................
B. Awal Terbentuknya dan Perkembangan Program Inisiatif
Heart of Borneo .........................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
x
xii
xiii
xiv
1
7
7
8
11
11
13
18
20
22
24
26
ix
C. Rencana Strategis Aksi Tiga Negara Dalam Program Inisiatif
Heart of Borneo .........................................................................
D. Rencana Strategis Nasional Indonesia Dalam Program
Inisiatif Heart of Borneo (HoB) ...............................................
BAB III AWAL TERBENTUK DAN PERKEMBANGAN
WORLD WIDE FUND FOR NATURE (WWF) DI
INDONESIA
A. World Wide Fund for Nature (WWF) Global
1. Sejarah Berdirinya WWF Global ..................................
2. Ruang Lingkup WWF Global ........................................
B. World Wide Fund for Nature (WWF) di Indonesia
1. Perkembangan WWF di Indonesia ................................
2. Ruang Lingkup WWF di Indonesia ...............................
BAB IV PERAN WORLD WIDE FUND FOR NATURE (WWF)
DALAM PROGRAM HEART OF BORNEO (HOB) DI
INDONESIA PERIODE 2012-2013
A. Peran WWF Dalam Pendanaan Berkelanjutan ..........................
B. Peran WWF Dalam Membantu Pemerintah Daerah
Mengembangkan Kabupaten Konservasi ..................................
C. Peran WWF Dalam Membangun Jaringan Bisnis Hijau ...........
D. Peran WWF Dalam Peningkatan Kapasitas Sumberdaya
Manusia Melalui Kerjasama Dengan Inisiatif Lokal ................
BAB V KESIMPULAN ............................................................................
DATAR PUSTAKA .............................................................................................
LAMPIRAN .........................................................................................................
30
36
42
44
47
50
53
57
67
81
92
xv
xxvi
x
DAFTAR SINGKATAN
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APL Area Penggunaan Lain
BPK Badan Pengawas Keuangan
BIMPEAGA Brunei-Indonesia-Malaysia-Filipina East Asia Growth Area
BUMN Badan Usaha Milik Negara
COP Conference of the Parties
CSR Corporate Social Responsibility
DAS Daerah Aliran Sungai
ESD Education for Sustainable Development
FAO Food Agricultural Organizations
FORCLIME Forest and Climate Change Programme
FORMADAT Forum Masyarakat Adat Dataran Tinggi Borneo
FSC Forest Stewardship Council
GEF Global Environment Facility
GFTN Global Forest and Trade Network
GIZ Deutsche Gesellschaftfür Internationale Zusammenarbeit
HOB Heart of Borneo
HPH Hak Pengusaha Hutan
IGO International Governmental Organization
IO Organisasi Internasional
IUPHHK-HA Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam
IUCN International Union for Conservation of Nature
KBKT Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi
KSN Kawasan Strategis Nasional
LEI Lembaga Ekolabel Indonesia
NGO Non-governmental Organizations
PES Pembayaran Jasa Lingkungan atau Payment for Environment
Services
xi
Pokjakab Provinsi dan Kabupaten
Pokjanas Kelompok Kerja Nasional
Pokjaprov Kelompok Kerja Provinsi
REDD Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation
RSPO Roundtable on Sustainable Palm Oil
TFCA Tropical Forest Conservation Act
TNKM Taman Nasional Kayan Mentarang
TNBK Taman Nasional Betung Kerihun
UNCBD United Nations Convention on Biological Diversity
UNFCCC United Nations Framework Convention on Climate Change
UNEP United Nations Environment Programme
UNCHE Unated Nations Conference on the Human Environment
WCS World Conservation Strategy
WCED World Commission on Environment and Development
WWF World Wide Fund for Nature
xii
DAFTAR TABEL
Tabel II.B.1.
Tabel III.A.1.
Tabel IV.A.1.
Tabel IV.A.2.
Tabel IV.D.1.
Tabel IV.D.2.
Total Area Heart of Borneo ...........................................................
Spesies Prioritas WWF Global ......................................................
Total Dana Proyek WWF Program Heart of Borneo 2012-2013 ..
Total Donasi Sticker LINE ............................................................
Jumlah Pengunjung Taman Nasional 2012-2013 ..........................
Total Produksi Padi Sawah 2012-2013 ..........................................
30
46
54
56
84
87
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1.
Gambar I.2.
Gambar I.3.
Gambar II.1.
Gambar IV.1.
Gambar IV.2.
Total Ekspor Semua Komoditas Indonesia .........................................
Penyusutan Hutan Kalimantan Tahun 1950-2010 ..............................
Total Emisi Indonesia dan Dunia Berdasarkan Sektor Kehutanan .....
Strukutur Organisasi Kelompok Kerja Nasional Heart of Borneo .....
Manfaat Dari Praktik Lingkungan Dan Sosial Yang Baik Yang
Dilaporkan Oleh Perusahaan Pertambangan Di Borneo .....................
Angka Melek Huruf Penduduk 15 tahun ke atas di Kabupaten
Nunukan 2012-2013 ...........................................................................
2
4
5
39
78
90
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Deklarasi Inisiatif Heart of Borneo ...............................................
Peta Area Heart of Borneo ............................................................
Deklarasi Morges Manifesto .........................................................
Peraturan Pemerintah Kapuas Hulu No 144 Tahun 2003 ..............
Wawancara Dengan Elisabeth Wetik, Heart of Borneo (HoB)
Stakeholder Engagement And Program Facilitation Officer,
WWF-Indonesia ...........................................................................
Wawancara Dengan Stephan Wulffraat, Heart of Borneo (HoB)
Monitoring And Evaluation, WWF-Indonesia .............................
Wawancara Dengan Donny Prasmono, Fundraiser Program
Officer, WWF-Indonesia ...............................................................
Wawancara Dengan Cristina Eghenter, Deputy Director For
Social Development, And Civil Society Thematic Lead, Borneo
Programme, WWF-Indonesia .......................................................
Wawancara Dengan Lasung Kaleb, Ketua FORMADAT
Kalimantan Timur (2004-2014) ....................................................
Wawancara Dengan Robertson David, Ketua FORMADAT
Wilayah Krayan (Rangkap Jabatan Komisi Pertanian Organik
Formadat Krayan) ..........................................................................
Wawancara Dengan Alex Balang, Komisi Ekowisata
FORMADAT Kalimantan .............................................................
Wawancara Dengan Teis Nuraini, Bidang Kerjasama Teknik
Pusat Kerjasama Luar Negeri Kementrian Kehutanan R.I ............
Xxvi
xxvii
xxviii
xxxi
xxxiii
xxxiv
xxxv
xxxvi
xxxix
xliii
xliv
xlv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Indonesia terletak di bawah garis “khatulistiwa” dan garis wallace, ini
menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang berlimpah.1
Menurut World Bank, Indonesia memiliki 17% spesies burung, 16% reptil dan
amfibi, 12% mamalia, dan 10% tanaman di dunia.2 Oleh karena itu
keanekaragaman hayati Indonesia menjadi salah satu dari keanekaragaman hayati
dunia yang dikenal sebagai mega-biodiversity country.3
Salah satu keanekaragaman hayati Indonesia adalah hutan. Hutan
Indonesia adalah hutan hujan tropis terbesar ketiga setelah Brazil dan Republik
Demokratik Kongo dan menjadi hutan hujan tropis terluas di seluruh Asia.4
Menurut Data Statistik Kementerian Kehutanan R.I, pada tahun 2012, luas
kawasan hutan mencapai 98.686,1 juta ha. Kawasan tersebut diklasifikasikan
sebagai hutan primer, hutan sekunder, dan hutan tanaman termasuk area
penggunaan lain (APL) dan difungsikan sebagai hutan konservasi, hutan lindung
dan hutan produksi.5
1 Forest Watch Indonesia (FWI) dan Global Forest Watch (GFW), Keadaan Hutan Indonesia, ( Bogor:
Forest Watch Indonesia dan Washington D.C.: Global Forest Watch, 2001) 6. 2 REDD Indonesia, “Hutan dan Perubahan Iklim”, REDD Indonesia, [artikel on-line] tersedia di
http://www.redd-indonesia.org/tentang-redd/hutan-dan-perubahan-iklim; Internet; diakses pada Juni 19,
2014. 3Kementerian Lingkungan Hidup R.I, “Peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN),”
Kementerian Lingkungan Hidup R., 16 November 2011, [artikel on-line]; tersedia di
http://www.menlh.go.id/peringatan-hari-cinta-puspa-dan-satwa-nasional-hcpsn-2011/; Internet; diakses pada
Maret 8, 2014. 4 Forest Watch Indonesia (FWI) dan Global Forest Watch (GFW), Keadaan Hutan Indonesia, 1. 5 Kementerian Kehutanan R.I, Statistik Kehutanan Indonesia 2012, (Jakarta: Kementerian Kehutanan R.I,
2013), 20.
2
Hutan menghasilkan oksigen dan menyerap karbon dioksida bukan hanya
untuk wilayah Indonesia tetapi untuk seluruh dunia.6 Selain itu, fungsi hutan ialah
sebagai penyangga air, untuk kebutuhan hidup, memperlambat pemanasan global,
dan mengurangi dampak perubahan iklim. Keanekaragaman flora dan fauna di
hutan bermanfaat bagi industri farmasi, kerajinan, pariwisata, dan ilmu
pengetahuan.7
Sekitar 50% dari area hutan difungsikan sebagai hutan produksi.8 Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya jumlah ekspor komoditas Indonesia
dalam sektor kehutanan seperti ekspor kelapa sawit, karet, batu bara, gas alam,
dan sebagainya. Jumlah ekspor komoditas Indonesia digambarkan sebagaimana
gambar dibawah ini:
Gambar I.1. Total Ekspor Semua Komoditas Indonesia
Sumber: Global Timber (Based on UN Comtrade), tersedia di
http://www.globaltimber.org.uk/indonesia.htm
Gambar I.1 diatas menunjukkan bahwa dalam dekade terakhir dari tahun
2000 sampai 2010, nilai ekspor hasil hutan non-kayu di Indonesia, seperti kepala
sawit sangat meningkat dibandingkan nilai ekspor produk yang lain, seperti
pertambangan, gas alam, batu bara, karet, minyak mentah, dan produksi barang
6 WWF Global, “Heart of Borneo,” WWF Indonesia, [database on-line]; tersedia di
http://wwf.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/; Internet diakses pada Juli 21, 2014. 7 Government of Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata
Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan, (Jakarta: Pemerintah Indonesia, 2010), 3. 8 Kementerian Kehutanan R.I, Statistik Kehutanan Indonesia 2012, 20.
3
lainya.9 Menurut Food Agricultural Organizations (FAO), pada tahun 2011
Indonesia adalah negara nomer satu pengekspor minyak kelapa sawit di dunia
dengan jumlah 16.336.750 ton.10
Akan tetapi pada implementasinya, jumlah
permintaan terhadap produk sawit merupakan pendorong utama banyaknya
konversi lahan hutan ke area lain di Indonesia.11
Konversi lahan hutan ke area perkebunan sawit banyak terjadi di area
hutan rawa gambut yang menjadi perkebunan sawit setiap tahun dan mencapai 50
sampai 100.000 ha.12
Apabila lahan gambut tersebut dikonversi maka akan
menghasilkan emisi yang tinggi akibat dari pembakaran lahan gambut sebelum
dijadikan lahan perkebunan.13
Pada akhirnya situasi ini memerlukan perhatian
khusus dan kebijakan yang tepat bahkan jika tidak terkendalikan serta tidak
dikelola dengan lestari akan menyebabkan deforestasi dan kerusakan hutan. Pada
tahun 2010 hingga 2012 menurut Data Statistik Kementerian Kehutanan RI,
terdapat sekitar 1,3 juta ha hutan telah gundul dan yang paling banyak terjadi ialah
di area hutan produksi yang menyumbang 66% dari total deforestasi dan
kerusakan hutan.14
Salah satu wilayah sektor kehutanan Indonesia yang luas ialah
Kalimantan, selain itu wilayah Kalimantan juga menyumbangkan angka terbesar
9 Ibid. 10 FAOSTAT, EXPORTS: Countries by commodity – Top Export Palm Oil 2011- , FAOSTAT[database on-
line]; tersedia di http://faostat.fao.org/site/342/default.aspx; Internet; diakses pada Agustus 22, 2014. 11 Stephan Wulffraat, Environmental Status of Heart of Borneo 2012, (Jakarta: WWF‟s HoB Initiative, 2012),
4. 12 Ari Wibowo, “Konversi Hutan Menjadi Tanaman Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut: Implikasi Perubahan
Iklim dan Kebijakan, “ Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan VII/4 Edisi Khusus, 252, [jurnal on-
line]; tersedia di http://forda-
mof.org/files/2.KONVERSI%20HUTAN%20MENJADI%20TANAMAN%20KELAPA%20SAWIT%20PA
DA%20LAHAN%20GAMBUT%20IMPLIKASI%20PERUBAHAN%20IKLIM%20DAN%20KEBIJAKAN
.pdf: Internet; diakses pada Desember 30, 2014. 13 Ibid. 14 Kementerian Kehutanan R.I, Statistik Kehutanan Indonesia 2012, 25.
4
dari deforestasi dan kerusakan hutan Indonesia yaitu sekitar 41% dari total
deforestasi dan kerusakan hutan.15
Menurut Data Statistik Kementerian Kehutanan
RI pada tahun 2010 sampai 2012, kebakaran hutan yang paling luas ialah terjadi
di wilayah Kalimantan.16
Selain itu, deforestasi hutan di Kalimantan mengancam
kehidupan flora dan fauna di hutan terutama spesies yang terancam punah, seperti
badak, orangutan dan gajah. Pada tahun 2012, status badak Borneo Indonesia
adalah “poor” kurang dari 25 individu yang tersisa, dan status orangutan dan
gajah Borneo “fair” sekitar 50% sampai 70% yang tersisa.17
Gambar I.2. di
bawah menunjukkan bahwa dari tahun 1950 hingga tahun 2010, tidak lebih dari
60% hutan Kalimantan yang tersisa.18
Gambar I.2. Penyusutan Hutan Kalimantan Tahun 1950-2010
Sumber: World Wide Fund for Nature (WWF) tersedia di www.wwf.or.id
Di sisi lain, menurut Stephan Wulffraat, Heart of Borneo Monitoring and
Evaluation Program – WWF-Indonesia, mengatakan bahwa, “... Penyebab
deforestasi dan degradasi hutan di Indonesia khususnya di wilayah Kalimantan
15 Ibid, 11. 16 Ibid, 114. 17 Stephan Wulffraat, Report: Environmental Status of Heart of Borneo 2014, (Jakarta: WWF‟s HoB
Initiative, 2014), 18. 18 Kementerian Kehutanan R.I, Heart of Borneo Indonesia, (Jakarta: Kementerian Kehutanan R.I, 2011), 10.
5
tidak jauh berbeda di provinsi lain di Indonesia.”19
Selain konversi lahan hutan ke
area lain, ada banyak faktor penyebab dari deforestasi, seperti pembalakan liar
(illegal logging), penambangan liar, kebakaran hutan, dan pemanfaatan tanaman
dan satwa liar (TSL) secara liar.20
Sehingga dapat dikatakan bahwa dari banyaknya kasus deforestasi yang
dihasilkan tersebut, hal ini dapat menyebabkan Indonesia menjadi negara
penyumbang emisi di dunia berdasarkan penggunaan di sektor lahan hutan, lahan
pertanian dan padang rumput, serta emisi non-CO2 dari kebakaran biomassa dan
tanah organik. Menurut FAO, gambar 1.3. di bawah menunjukan bahwa pada
tahun 2009, Indonesia menyumbang sekitar 57% dari total emisi dunia dan pada
tahun 2010 meningkat menjadi 58% dari total emisi dunia.
Gambar I.3. Total Emisi Indonesia dan Dunia Berdasarkan Sektor
Kehutanan
Sumber: FAO STAT, tersedia di http://faostat3.fao.org
Oleh sebab itu untuk mengurangi efek emisi, program dari Pemerintah
Indonesia adalah program konservasi lingkungan yang berkerjasama dengan
banyak pihak yaitu negara dan aktor non negara. Salah satu bentuk kebijakan
tersebut ialah inisiatif Heart of Borneo (HoB). HoB adalah program konservasi
19 Wawancara dengan Stephan Wulffraat. 20 Kementerian Kehutanan R.I, Statistik Kehutanan Indonesia 2012, 107.
6
lintas batas antara pemerintah Brunei, Indonesia dan Malaysia yang didukung oleh
aktor non negara seperti World Wide Fund for Nature (WWF). Inisiatif HoB
dideklarasikan pada 12 Februari 2007, yang bertujuan untuk mengelola kawasan
lintas batas, mengelola kawasan lindung, mengelola sumber daya alam
berkelanjutan, mengembangkan ekowisata, dan meningkatkan kapasitas manusia
berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.21
Cakupan wilayah HoB
seluas 23.250.289,11 ha (100%) meliputi: wilayah Brunei Darussalam 424.076,66
ha (1,82%); wilayah Indonesia 16.794.300,78 ha (72,23%), yang dibagi menjadi
tiga administratif yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan
Timur; dan wilayah Malaysia 6.031.911,67 ha (25,94 %) yang dibagi menjadi dua
administratif yaitu Sabah dan Serawak.22
Pada pengelolaan insiatif HoB tersebut, masing-masing negara memiliki
kebijakan yang berbeda. Indonesia memiliki pengelolaan program HoB yang
dilakukan secara kolaboratif dari pihak pemerintah dengan mitra lainnya dan salah
satu mitra HoB pemerintah Indonesia adalah WWF. Selain menjadi mitra, WWF
juga sebagai satu-satunya aktor non negara yang dilibatkan dalam struktur
ogranisasi kelompok kerja nasional HoB pemerintah Indonesia berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 382/Menhut-II/2011 tentang Kelompok
Kerja Nasional Program HoB.23
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian dengan judul “Peran World
Wide Fund for Nature (WWF) dalam program Heart of Borneo (HoB) di
21 WWF Global, “Heart of Borneo,” WWF Global, [database on-line] tersedia di
http://wwf.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/; Internet; diakses pada Maret 10, 2014. 22 Kementerian Kehutanan R.I, Heart of Borneo Indonesia, 6. 23 Kementerian Kehutanan R.I, Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 382/Menhut-II/2011 tentang
Pembentukan Kelompok Kerja Nasional Program Heart of Borneo, (Jakarta: Kementerian Kehutanan R.I, 18
Juli 2011), 3.
7
Indonesia Periode 2012-2013” menarik untuk dianalisa karena Indonesia memiliki
hutan terluas ketiga di dunia juga hutan terbesar di Asia dan di area HoB yaitu di
Kalimantan. Akan tetapi pada kenyataannya deforestasi dan kerusakan hutan
terbesar di Indonesia terjadi di wilayah Kalimantan, sehingga situasi ini harus
dilindungi untuk kelestarian hutan Kalimantan bagi keberlangsungan flora dan
fauna, kesejahteraan generasi saat ini dan masa depan juga roda perekonomian
negara. Di sisi lain, penelitian ini dimulai pada tahun 2012, karena, pada tahun
tersebut merupakan tahun pertama bagi WWF mengemban tugas sebagai
pelaksana program HoB Pemerintah Indonesia berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 382/Menhut-II/2011 tentang Kelompok Kerja
Nasional Program HoB. Selain itu WWF juga sebagai satu-satunya aktor non-
negara di Indonesia yang terlibat dalam struktur organisasi tersebut, sehingga
keterlibatan WWF menjadi analisa khusus dalam penelitian ini.
B. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana peran WWF dalam program HoB di Indonesia periode 2012-2013?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan Peran WWF dalam
program HoB periode 2012-2013. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang
Hubungan Internasional tentang implementasi dari teori people centered
development, konsep international non-governmental organization, dan konsep
sustainable development.
8
D. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka digunakan sebagai referensi untuk melihat sejauh mana
topik ini telah dibahas serta untuk menghindari konten yang sama atau
plagiarisme dalam bidang akademis. Terdapat tiga tnjauan pustaka yaitu skripsi
sebagai perbandingan perbedaan terhadap konten penelitian ini.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Aditya Nurdina Saputra pada
tahun 2011, sarjana dari Universitas Komputer Indonesia dengan penelitian
tentang: “Pengaruh Kerjasama Trilateral Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam
melalui Program Heart of Borneo Terhadap Penanganan Masalah Kerusakan
Hutan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Timur.”24
Penelitian tersebut
menjelaskan permasalahan yang ada di hutan wilayah perbatasan Kalimantan
Timur yakni adanya pengelolaan lingkungan hutan yang kurang bijaksana,
pengambilan kayu secara illegal dan pengalihan fungsi hutan, dan banyak terjadi
kebakaran hutan. Perbedaan dari skripsi tersebut dengan penelitian ini dapat
dilihat dari beberapa alasan. Pertama, skripsi tersebut menekankan peran negara
sebagai aktor, tetapi pada penelitian ini menekankan peran aktor non-negara
dalam hubungan internasional. Kedua, berdasarkan kerangka teori, penelitian
tersebut menggunakan konsep kerjasama untuk menganalisa kerjasama diantara
tiga negara tetapi dalam penelitian ini teori people centered development, konsep
international non-governmental organizations digunakan untuk menganalisa
peran non-negara di dunia internasional.
24 Aditya Nurdina Saputra. Pengaruh Kerjasama Trilateral Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam melalui
Program HoB (Heart of Borneo) terhadap Penanganan Masalah Kerusakan Hutan di wilayah Perbatasan
Kalimanan Timur. (Bandung: Indonesia Computer University, 2011).
9
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kerjasama trilateral Indonesia,
Malaysia, Brunei Darussalam melalui program Heart of Borneo (HoB) telah
memberikan pengaruh dalam menangani masalah kerusakan hutan di wilayah
perbatasan Kalimantan Timur yang ditandai dengan kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah daerah yaitu Green Kaltim dan dijadikannya wilayah perbatasan
Kalimantan Timur sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN).
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Natasya Muliandari pada tahun
2011, sarjana Hubungan Internasional Universitas Parahyangan, dengan penelitian
yang berjudul “Implementasi WWF Coral Triangle Program dalam Melestarikan
Ekosistem Kawasan Segitiga Terumbu Karang pada 2008-2010.”25
Penelitian
tersebut menjelaskan pentingnya peran WWF dalam program konservasi kelautan
dan implementasinya. Isi perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini
adalah penelitian tersebut menjelaskan peran WWF pada program coral triangle
sebagai program kelautan, sementara penelitian ini menjelaskan tentang peran
WWF dalam program HoB di Kalimantan, Indonesia. Penelitian tersebut dianalisa
menggunakan pandangan pluralis, konsep organisasi internasional dan
pembangunan berkelanjutan, sedangkan penelitian ini dianalisa menggunakan
teori people centered development, konsep international non-governmental
organizations, dan konsep sustainable development.
Penelitian tersebut telah menjelaskan bagaimana implementasi program
WWF dalam melestarikan ekosistem kawasan segitiga terumbu karang. Adapun
implementasi yang telah dianalisa dalam skripsi tersebut adalah WWF melakukan
25 Natasya Muliandari, Implementasi WWF Coral Triangle Program dalam Melestarikan Ekosistem Kawasan
Segitiga Terumbu Karang pada 2008-2010 (Bandung: Universitas Parahyangan,, 2011).
10
program konservasi kelautan seperti kampanye tuna berkelanjutan, perikanan
berkelanjutan, dan program marine protected area.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Isti Chomah Sari pada tahun 2013
sarjana dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, dengan penelitian yang
berjudul “Peran WWF dalam upaya melindungi satwa langka orangutan di
Indonesia melalui Program Sahabat Orangutan Tahun 2011-2013.”26
Dalam
penelitian tersebut membahas peran WWF dalam upaya melindungi orangutan
yang terancam punah di Indonesia, dan menganalisa tentang hambatan yang
dihadapi oleh WWF. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah
dalam program WWF. Dalam penelitian tersebut fokus pada program konservasi
hewan terancam punah sedangkan penelitian ini fokus dalam progam
pembangunan berkelanjutan di HoB. Di sisi lain, berdasarkan kerangka teoriti,
penelitian tersebut dianalisa dengan konsep keamanan lingkungan, konsep peran
dan konsep non-governmental organizations sementara penelitian ini dianalisa
menggunakan teori people centered development, konsep international non-
governmental organizations, dan konsep sustainable development.
Penelitian tersebut telah menganalisa peran WWF dalam upaya
melindungi satwa langka orangutan di Indonesia, diantaranya adalah kampanye,
rehabilitasi, monitoring, konservasi, penangkaran, kerjasama dengan multipihak
mengenai perlindungan orangutan, dan penyediaan informasi dilapangan.
Kemudian, penelitian tersebut juga telah menganalisa hambatan yang dihadapi
oleh WWF dalam menjalankan programnya melindungi satwa langka orangutan,
26 Isti Chomah Sari. Peran WWF Dalam Upaya Melindungi Satwa Langka Orangutan di Indonesia melalui
Program Sahabat Orangutan tahun 2011-2013. (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2013).
11
diantaranya hambatan internal dan hambatan eksternal. Adapun hambatan internal
yang dihadapi oleh WWF adalah keterbatasan dalam hal finansial, dan lemahnya
integrasi program antar pemangku kepentingan. Kemudian, hambatan eksternal
yang dihadapi oleh WWF adalah rendahnya kepedulian masyarakat ulayat,
lemahnya koordinasi antara pemerintah Indonesia tingkat pusat dan tingkat
daerah, orangutan belum dijadikan sebagai bagian pembangunan, ancaman
perburuan terhadap orangutan, minimnya akses transportasi, dan hambatan dalam
upaya rehabilitasi.
E. Kerangka Pemikiran
1. Teori People Centered Development
Menurut David C. Korten, mengatakan bahwa, “... Teori praktik
konvensional menunjukkan bahwa tanggungjawab untuk mengelola dan
mendistribusikan sumber daya pembangunan di tangan pemerintah akan
menghasilkan kebijakan yang „optimal‟, namun kenyataannya, pemerintah
memiliki keterbatasan kebijakan dan kemampuan dalam mengatasi isu yang
terjadi di masyarakat.” Kemudian, David C. Korten, menambahkan bahwasanya
saat ini kehidupan di masyarakat sedang berada dalam krisis. Oleh karena itu,
masyarakat harus berani melakukan perubahan. Perubahan tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan konsep pembangunan alternatif yang
menempatkan pembangunan berbasis rakyat atau people centered development
12
dan pelakunya adalah organisasi non-pemerintah (Ornop) yang terbentuk
berdasarkan inisiasi masyarakat atau individu itu sendiri.27
Menurut David C. Korten yang dikutip dari Guy Gran yang mengatakan
bahwa, “... Peran individu bukan hanya sebagai „subyek‟ melainkan sebagai
„aktor‟ yang merumuskan tujuannya sendiri, mengendalikan sumber daya sendiri,
dan mengarahkan proses dengan tujuan mempengaruhi kehidupanya.”28
Substansi
dari people centered development menempatkan posisi pada inisiatif lokal, dengan
demikian individu mempunyai kemampuan dalam pengelolaan dan penyelesaian
isu yang terjadi. People centered development menggunakan kerangka ekologi
dan masyarakat dalam analisa kinerjanya, dan tidak hanya menginternalisasi
masyarakat dan lingkungan, tetapi menjadikan keduanya sebagai dasar dari proses
analisa.29
WWF adalah organisasi non pemerintah yang terbentuk berdasarkan
kesepakatan individu yaitu Julian Huxley, Peter Scott, Max Nicholson dan lainnya
yang bertujuan untuk melestarikan lingkungan dan membangun masa depan
dimana manusia hidup selaras dengan alam. Dalam perkembanganya, WWF
membentuk perwakilan di berbagai negara di dunia, demi terwujudnya
fleksibilitas dalam menjalankan programnya.30
Hal ini yang mendasari
27 David C. Korten, “Thrid Generation NGO Strategies: A Key to People-Centered Development,” World
Development, Vol. 15, Supplement (Printed in Great Britan: Pergamon Journals Ltd), 145-146, [Jurnal On-
line]; tersedia di
http://livingeconomiesforum.org/sites/files/pdfs/Korten%20Third%20Generation%20NGO%20Strategies.pdf
; Internet; diakses pada Desember 31, 2014. 28 David C. Korten, “People-Centered Development: Toward a Framework,“ di dalam buku David C. Korten
dan Rudi Klauss, ed., People- Centered Development Contributions Toward Theory And Planning
Frameworks, (United States of Amesica: Kumarian Press, 1984), 300. 29 Ibid. 30 J. Baird Callicott and Robert Frodeman, ed., Encyclopedia of Environmental Ethics and Philosophy, (USA:
Cengage Learning, 2009), 412-413.
13
bahwasanya WWF adalah organisasi internasional non pemerintahan, yang
mempunyai perwakilan di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
2. Konsep International Non-Governmental Organization
Menurut Clive Arsher, Organisasi Internasional (IO) adalah sebuah
lembaga dengan sistem formal, mempunyai tujuan, instrumen, staf,
administrative, dan sebagainya. Selain itu istilah “internasional” diklaim dari
istilah “antar” atau ketika menggambarkan suatu kegiatan seperti perang,
diplomasi, atau jenis hubungan apapun yang dilakukan diantara dua negara dan
lebih atau diantara perwakilan pemerintah mereka.31
Menurut Harold K. Jacobson, Organisasi Internasional (OI) dibagi menjadi
dua macam, OI yang didirikan sesuai dengan kesepakatan diantara pemerintah
disebut International Governmental Organizations (IGOs) dan OI yang didirikan
tanpa kesepakatan diantara pemerintah disebut sebagai International Non-
governmental Organizations (INGOs).32
Anggota dari NGO adalah individu atau
asosiasi swasta atau kombinasi keduanya yang terdiri dari dua individu atau lebih,
dan NGO didirikan sesuai dengan beberapa tujuan.33
Menurut Bob Sugeg Hadiwinata, berdasarkan asalmula pembentukan
NGO dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. “Poverty Alleviation NGO.” NGO ini mucul sebagai aksi terhadap
ketidakpuasan program pemerintah dalam menuntaskan kemiskinan. Tujuan
31 Clive Arsher, International Organizations, (London: George Allen & Unwin Ltd, 1983), 1-2. 32 Harold K. Jacobson, Netwoks of Interdependence International Organizations and the Global Political
System Second Edition, (New York: Alfred A. Knopf, Inc., 1979), 4-5. 33 Ibid, 9.
14
utamanya adalah memberantas kemiskinan dengan membuat program-program
pembangunan berdimensi swadaya dan melakukan aktivitas charity.
b. “Emancipatory NGO.” NGO ini muncul untuk membangkitkan
kesadaran dalam menyelesaikan struktur yang menempatkan lingkungan,
perempuan, anak sebagai korban eksploitasi. NGO ini berdiri dengan tujuan
meningkatkan posisi tawar isu tertentu dalam masyarakat agar tidak menjadi
sumber eksploitasi, serta melakukan aktivitas melalui advokasi dan kampaye
untuk memperkenalkan isu-isu global yang menjadi fokus mereka.
c. “Anti Authoritarian NGO.” NGO ini muncul sebagai aksi terhadap
ketimpangan politik yang dianggap kurang kondusif bagi terciptanya demokrasi,
kepastian hukum, dan pelindungan hak asasi manusia. Tujuanya adalah untuk
mengupayakan tumbuhnya demokrasi di suatu negara melalui berbagai strategi
yang meliputi advokasi, pelatihan, pembentukan kader, diskusi, dll.34
Kemudian, menurut Clive Arsher, terdapat tiga peran utama Organisasi
Internasional dalam sistem internasional, sebagai berikut:
a. Organisasi Internasional sebagai “instrument” yang digunakan oleh
negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu seperti kepentingan
nasional dan tujuan politik luar negerinya.
b. Organisasi Internasional sebagai “arena” yang digunakan sebagai
tempat atau forum untuk membahas, berdebat, bekerjasama dalam isu tertentu.
34 Bob S Hadiwinata, “Dilema Pemberdayaan: LSM, Pemerintah dan Masyarakat Sipil” Jurnal Potensia
VIII/20 (Juli 1997), 10-11.
15
c. Organisasi Internasional sebagai “aktor independen.” Organisasi
internasional dapat bertindak di panggung dunia, merumuskan, dan membuat
keputusan tanpa dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan dari luar.35
Di sisi lain, Salamon dan Anheier mendefinisikan karakteristik “nonprofit
sector” atau aktor independen, sebagai:
a. “Terorganisir.” OI memiliki beberapa realitas kelembagaan dan struktur
organisasi internal.
b.“Swasta.” OI mempunyai kelembagaan terpisah dari instansi pemerintah.
Hal ini bukan berarti bahwa mereka tidak dapat menerima dukungan pemerintah
yang signifikan atau bahkan pemerintah tidak bisa memimpin mereka.
c. “Tidak mencari keuntungan.” Keuntungan bukan tujuan utama sebuah
OI, baik secara langsung maupun tidak langsung.
d. “Self-governing.” OI mengontrol kegiatan mereka sendiri melalui
prosedur tata kelola internal, tanpa intervensi dari luar.
e. “Sukarela.” Karakter ini melibatkan partisipasi yang sukarela.
f. “Nonreligius.” OI tidak terlibat dalam promosi suatu ajaran Agama.
g. “Nonpolitical.” OI tidak terlibat dalam promosi calon pejabat terpilih
ataupun dalam kegiatan politik lainya.36
Selain itu, menurut Harold K. Jacobson, ada beberapa fungsi dari
Organisasi Internasional, yaitu:
35 Clive Arsher, International Organizations, (London: George Allen & Unwin Ltd, 1983), 130-142. 36 Salamon, Lester M. and Helmut K. Anheier, “Social Origins of Civil Society: Explaining the Nonprofit
Sector Cross-Nationally,” Working Papers of the Johns Hopkins Comparative Nonprofit Sector Project, no.
22, (Baltimore: The Johns Hopkins Institute for Policy Studies, 1996), 3-4 [database on-line]; tersedia di
http://web.iaincirebon.ac.id/ebook/moon/CivilSociety/Social%20Origins%20of%20CSOs.pdf; Internet
diakses pada Agustus 11, 2014.
16
a. “Fungsi Informasi.” OI menyediakan informasi, mengumpulkan,
menganalisa dan mempublikasikan data. OI juga membantu menyebarkan
informasi dengan menyelenggarakan berbagai forum di mana setiap individu bisa
saling bertukar pikiran.
b. “Fungsi Normatif.” OI mengadopsi prinsip-prinsip dari sebuah deklarasi
dan pernyataan tujuan. Fungsi ini tidak melibatkan instrumen yang mengikat
secara hukum, melainkan pernyataan yang dirancang untuk mempengaruhi
kebijakan dalam negeri dan luar negeri suatu negara.
c. “Fungsi operasional.” Fungsi ini melibatkan penggunaan sumber daya,
contohnya OI membuat sebuah bantuan keuangan dan teknis bagi masyarakat.37
Tidak hanya itu, menurut Michael Edwards dan David Hulme, NGO
menggunakan berbagai strategi untuk „scale up‟ atau meningkatkan dampak kerja
mereka.38
Ada 4 strategi untuk meningkatkan dampak mereka, diantaranya:
a. “Scaling up via cooperation with governments.”39
NGO bekerjasama
dengan struktur pemerintah untuk mempengaruhi kebijakan dan sistem.
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pemerintah menerapkan kebijakan
yang efektif yang akan bermanfaat bagi semua masyarakat khususnya masyarakat
yang kurang mampu dalam mencapai kehidupan mereka di bidang kesehatan,
pendidikan, produksi dll.40
37 Harold K. Jacobson, Netwoks of Interdependence International Organizations and the Global Political
System Second Edition, (New York: Alfred A. Knopf, Inc., 1979), 82-83. 38 Michael Edwards and David Hulme, “Scaling up NGO impact on development: learning from experience,”
di dalam buku Deborah Eade and Jenny Pearce, ed., Development, NGos, and Civil Society, (Oxford: Oxfam
GB, 2000), 57-59. 39 Ibid, 57. 40 Michael Edwards and David Hulme, Making a Difference: NGOs and Development in a Changing World,
(London: Earthscan, 1992) 17.
17
b. “Scaling up via operational expansion.”41
Strategi yang jelas untuk
meningkatkan dampaknya terhadap pembangunan adalah dengan memperluas
program. Ekspansi dapat dibagi menjadi 4 model diantaranya: 1) “ekspansi
geografis” yaitu dengan pindah ke wilayah atau negara baru, 2) “ekspansi
horizontal” yaitu dengan menambahkan kegiatan sektoral tambahan untuk
program yang ada, 3) “ekspansi vertikal” yaitu dengan menambahkan kegiatan
hulu atau hilir untuk program yang ada, dan 4) ekspansi dengan kombinasi dari
ketiganya.42
c. “Scaling up via lobbying and advocacy.” NGO aktif dalam kegiatan
nasional dan internasional. Dalam kegiatan tersebut, NGO melakukan advokasi
dengan cara merekomendasikan ide, berbicara untuk menarik perhatian
masyarakat atau piihak lain tantang isu penting, dan mengarahkan para pengambil
keputusan untuk mendapatkan solusi.43
d. “Scaling up via supporting local initiatives.” NGO membuat suatu
jaringan atau networking untuk bekerjasama dengan inisiatif lokal. “Networking”
adalah alat komunikasi dan mekanisme yang menghubungkan berbagai individu
atau organisasi dengan tujuan yang sama.44
Konsep INGO adalah konsep untuk menganalisa peran WWF. WWF
digolongkan sebagai INGO karena WWF adalah organiasai internasional non
pemerintahan yang berpusat di Swiss dan mempunyai perwakilan di Indonesia.
41 Michael Edwards and David Hulme, “Scaling up NGO impact on development: learning from experience,”
58. 42 Michael Edwards and David Hulme, Making a Difference: NGOs and Development in a Changing World,
19-20. 43 Michael Edwards and David Hulme, “Scaling up NGO impact on development: learning from experience,”
59. 44 Ibid..
18
Berdasarkan klasifikasi NGO, WWF tergolong kedalam “emancipatory NGO”
yang fokus dalam isu lingkungan serta bertujuan untuk mengatasi
ketidakseimbangan ekologi global diantara kehidupan manusia dan alam. WWF
sebagai “independent actor” memiliki banyak fungsi dalam pelestarian
lingkungan. Fungsi ini dimaksudkan untuk menciptakan pemahaman diantara
pihak-pihak yang terlibat, seperti pemerintah, sektor bisnis, dan masyarakat lokal
dan lain-lain yang terlibat serta menganggap penting pada konservasi
keanekaragaman hayati.
3. Konsep Sustainable Development
Untuk pertama kalinya, kontribusi OI dalam isu lingkungan yaitu pada
tahun 1972, dalam Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia atau
United Nations Conference on the Human Environment (UNCHE), atau yang
dikenal dengan Stockhlom Conference yang diselenggarakan di Stockholm.45
Pada
saat itu, UNCHE mengusulkan pembentukan badan global yang bertindak sebagai
divisi lingkungan dari sistem PBB, yang dikenal sebagai United Nations
Environment Programme (UNEP).46
Setelah itu, pada tahun 1980, UNEP dan International Union for Conservation
of Nature (IUCN) mendirikan Strategi Konservasi Dunia atau the World
Conservation Strategy (WCS) yang bertujuan untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan melalui konservasi sumber daya alam hayati dan pada saat itu juga
45 Monique Perrot-Lanaud, et al., UNESCO and Sustainable Development, (Paris: UNESCO, 2005), 2,
[database on-line]; tersedia di http://unesdoc.unesco.org/images/0013/001393/139369e.pdf; Internet; diakses
pada Agustus 29, 2014. 46 Ibid.
19
merupakan lahirnya terminologi “pembangunan berkelanjutan” atau yang dikenal
dengan “sustainable development.”47
Kemudian, pada tahun 1987, PBB membentuk World Commission on
Environment and Development (WCED) dipelopori oleh Gro Harlem Brundtland,
dan pertama kalinya menggunakan istilah “sustainable development” dalam
laporannya berjudul "Our Common Future" atau yang dikenal sebagai
"Brundtland Report .” Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang
memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi
mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Sebuah visi pembangunan
yang meliputi populasi, spesies hewan dan tumbuhan, ekosistem, sumber daya
alam, air, udara, energy, dan yang mengintegrasikan kekhawatiran seperti
memerangi kemiskinan, kesetaraan gender, hak asasi manusia, pendidikan,
kesehatan, keamanan manusia, dll.48
Dalam laporan Brundtland, secara khusus menguraikan ““sustainable
development”sebagai berikut:
a. Kerusakan lingkungan berkaitan dengan faktor-faktor ekonomi, sosial, dan
politik.
b. Pembangunan berkelanjutan adalah integrasi dari tiga pilar, yaitu
pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial ,dan perlindungan lingkungan.
47 Susan Baker, Routledge Introductions to Environment Series: Sustainable Development, (New York:
Routledge 270 Madison Ave, 2006), 18. 48 Monique Perrot-Lanaud, et al., UNESCO and Sustainable Development, (Paris: UNESCO, 2005), 2,
[database on-line]; tersedia di http://unesdoc.unesco.org/images/0013/001393/139369e.pdf; Internet; diakses
pada Agustus 29, 2014.
20
c. Dalam pembangunan berkelanjutan dibutuhkan sikap positif terhadap
pengembangan, perlindungan lingkungan, dan pembangunan ekonomi dengan
satu tujuan dan dapat saling mendukung.
d. Pembangunan berkelanjutan berpendapat bahwa teknologi dan organisasi
sosial dapat membuka kemungkinan dalam pengembangan lingkungan.
e. Pembangunan berkelanjutan mengakui bahwa tanggung jawab generasi
sekarang untuk generasi mendatang.
f. Pembangunan berkelanjutan adalah sebuah panggilan untuk model baru
dalam pemerintahan yang berasas lingkungan, di semua tingkatan, dari lokal ke
global.
g. Pembangunan berkelanjutan telah mencapai status otoritatif dalam wacana
lingkungan dalam pembangunan internasional dan kerangka hukum.49
Isu lingkungan tidak dapat lagi ditangani secara sektoral melainkan telah
menjadi bagian dari pembangunan ekonomi dan sosial, oleh karena itu peran
WWF sebagai global governance tidak hanya fokus dalam konservasi lingkungan,
tetapi juga fokus bagaimana lingkungan berperan terhadap sektor lain, ekonomi,
dan sosial. Konsep pembangunan berkelanjutan adalah kunci untuk menjelaskan
implikasi dari peran WWF dalam inisiatif HoB.
F. Metode Penelitian
Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian, penelitian ini dianalisa
menggunakan metode kualitatif deskriptif analitis. Menurut Denzin dan Lincoln,
penelitian kualitatif adalah metode penelitian multi-fokus, yang melibatkan
49 Susan Baker, Routledge Introductions to Environment Series: Sustainable Development, (New York:
Routledge 270 Madison Ave, 2006), 25.
21
interpretif, pendekatan naturalistik dengan materi pelajaran tersebut.50
Hal ini
melibatkan koleksi berbagai studi empiris, kasus, pengalaman pribadi,
introspektif, kisah hidup, wawancara, pengamatan, sejarah, interaksional, dan teks
visual yang menggambarkan momen. Di sisi lain, metode kualitatif bertujuan
menggambarkan suatu fenomena tertentu atau untuk menentukan ada tidaknya
keterkaitan diantara suatu gejala dengan gejala lainnya yang relevan dengan
masalah penelitian.51
Penelitian ini menjelaskan dan menganalisis berbagai jenis data dan
informasi untuk menjawab pertanyaan penelitian. Sumber data dalam penelitian
ini dibagi menjadi dua jenis, data primer dan sekunder. Data sekunder diperoleh
dari literatur, seperti buku, jurnal, tesis, artikel, publikasi pemerintah, media
elektronik, surat kabar, dan publikasi lainnya secara on-line atau off-line. Sumber
litelatur utama data sekunder berasal dari data dokumentasi dari Kementerian
Kehutanan, WWF . Adapun sumber buku utama adalah David C. Korten dan Rudi
Klauss, ed., yang berjudul People- Centered Development Contributions Toward
Theory And Planning Frameworks, Clive Arsher yang berjudul International
Organizations, Harold K. Jacobson yang berjudul Netwoks of Interdependence
International Organizations and the Global Political System Second Edition,
Michael Edwards and David Hulme yang berjudul Making a Difference: NGOs
and Development in a Changing World, dan Susan Baker yang berjudul Routledge
Introductions to Environment Series: Sustainable Development.
50 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta:Rajawali Pers, 2011), 1-2. 51 John W. Cresswell, Qualitative Inquiry and Research Design (California: Sage Publication Inc,1998), 15.
22
Teknik kolektif dari data sekunder menggunakan studi kepustakaan seperti
Perpustakaan Kementerian Kehutanan (Manggala Wanabhakti Building),
Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Universitas Parahyangan,
Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia, Perpustakaan mini di kantor
WWF. Selain itu, data primer diperoleh melalui wawancara dengan para ahli di
lapangan atau yang langsung terlibat di lapangan, seperti WWF, Kementerian
Kehutanan, dan inisiatif lokal di daerah yang diteliti.
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
B. Pertanyaan Penelitian
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Tinjauan Pustaka
E. Kerangka Pemikiran
1. Teori People Centered Development
2. Konsep International Non-Governmental Organization
3. Konsep Sustainable Development
F. Metode Penelitian
G. Sistematika Penulisan
BAB II AWAL TERBENTUK DAN PERKEMBANGAN
PROGRAM INISIATIF HEART OF BORNEO (HOB)
A. Sejarah Pulau Borneo
B. Awal Terbentuknya dan Perkembangan Program Inisiatif Heart
of Borneo(HoB)
C. Rencana Strategis Aksi Tiga Negara Dalam Program Inisiatif
Heart of Borneo(HoB)
D. Rencana Strategis Nasional Indonesia Dalam Program Inisiatif
Heart of Borneo (HoB)
BAB III AWAL TERBENTUK DAN PERKEMBANGAN
WORLD WIDE FUND FOR NATURE (WWF) DI
INDONESIA
A. World Wide Fund for Nature (WWF) Global
23
1. Sejarah Berdirinya WWF Global
2. Ruang Lingkup WWF Global
B. World Wide Fund for Nature (WWF) di Indonesia
1. Perkembangan WWF di Indonesia
2. Ruang Lingkup WWF di Indonesia
BAB IV PERAN WORLD WIDE FUND FOR NATURE (WWF)
DALAM PROGRAM HEART OF BORNEO (HOB) DI
INDONESIA PERIODE 2012-2013
E. Peran WWF Dalam Pendanaan Berkelanjutan
F. Peran WWF Dalam Membantu Pemerintah Daerah
Mengembangkan Kabupaten Konservasi
G. Peran WWF Dalam Membangun Jaringan Bisnis Hijau
H. Peran WWF Dalam Peningkatan Kapasitas Sumberdaya
Manusia Melalui Kerjasama Dengan Inisiatif Lokal
BAB V KESIMPULAN
24
BAB II
AWAL TERBENTUK DAN PERKEMBANGAN PROGRAM INISIATIF
HEART OF BORNEO (HOB)
A. Sejarah Pulau Borneo
Borneo adalah pulau terbesar ketiga di dunia setelah Greenland dan Papua
New Guinea. Borneo terletak di Asia Tenggara, tepatnya terlihat di sekitar
perbatasan selatan dan timur Laut Cina Selatan. Borneo berada di bagian barat
Pulau Sumatera, Jawa di bagian selatan, Sulawesi di bagian timur, dan Filipina di
sebelah timur laut. Luas daratan Borneo meliputi hampir 740.000 km2.52
Nama Borneo berasal dari Barat dari kata lokal “Burni”, pada abad ke 16
yang merujuk kepada kerajaan Muslim yang kuat. Di sisi lain, terdapat berbagai
nama muncul seperti, Burni, Burney, Burny, Borny, Borney, Burneo, Bornei,
Bruneo, Porne, dan Borneu. Ada nama lain yaitu “Kalimantan” yang dimiliki oleh
Indonesia. Nama “Kalimantan” berasal dari kata “Kalamantan” yang berarti
“tanah lamanta (sagu mentah).” Tapi orang Jawa merubah nama tersebut menjadi
“Kalimanten” yang berarti bagi mereka "sungai dari batu mulia.”53
Di bagian selatan Borneo sekitar 540.000 km2 dimiliki oleh Republik
Indonesia yaitu wilayah Kalimantan yang secara resmi menerima kemerdekaan
dari Belanda pada Desember 1949. Wilayah ini dibagi menjadi empat unit
administratif atau propinsi: Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Selatan, dan Kalimantan Timur. Di sebelah utara Borneo sekitar 200.000 km2
adalah wilayah Federasi Malaysia, yang dibagi menjadi dua, yaitu Sarawak dan
52 Gerard A. Persoon and Manon Osseweijer, ed., Reflections on the Heart of Borneo. (Netherlands :
Tropenbos International, 2008), 9. 53 Victor T. King, The People of Borneo, (Cambridge: Blackwell Publishers, 1993), 17-19.
25
Sabah. Dan di sebelah baratlaut Borneo dimiliki oleh kerajaan Muslim yang kaya
akan hasil minyak bumi, yaitu Brunei Darussalam. Brunei menerima status daerah
perlindungan dari Inggris pada tahun 1888, dan mendapatkan status merdeka
sepenuhnya dari Inggris pada 1 Januari 1984.54
Di wilayah Borneo terdapat sungai-sungai besar dan panjang yang
dijadikan sebagai rute utama untuk komunikasi dan transportasi. Tiga sungai
terpanjang di Indonesia yang terletak di Kalimantan adalah sungai Kapuas (1.143
km), sungai Barito (900 km), dan sungai Mahakam (775 km).55
Di sisi lain,
Borneo merupakan salah satu pusat paling penting dari keanekaragaman hayati di
dunia. Borneo sebagai rumah bagi 13 spesies primata, lebih dari 350 jenis burung,
150 reptil dan amfibi, dan 15.000 spesies tanaman. Kalimantan dan Sumatera
merupakan satu-satunya tempat di dunia, di mana spesies yang terancam punah
seperti orangutan, gajah, dan badak hidup berdampingan. Satwa liar terancam
lainnya yang hidup di pulau Borneo adalah macan tutul, beruang madu, dan owa
Kalimantan.56
Dalam sejarah otoritatif Borneo, masyarakat Malaysia dan Indonesia telah
menetap di sejumlah kawasan lindung di Borneo. Terdapat 10 taman nasional di
wilayah Kalimantan dengan luas total 4.609.000 ha, di wilayah Sabah memiliki 6
taman nasional dengan luas total 243.000 ha, Sarawak memiliki 15 taman
nasional dengan luas total 201.000 ha, sedangkan Brunei hanya memiliki 1 taman
nasional dengan seluas 46,000 ha.57
54 Victor T. King, The People of Borneo, (Cambridge: Blackwell Publishers, 1993), 3-4. 55 Gerard A. Persoon and Manon Osseweijer, ed., Reflections on the Heart of Borneo, 9. 56 WWF Indonesia, The Human of Heart Borneo, (Jakarta: WWF Indonesia, 2013), 3. 57 Gerard A. Persoon and Manon Osseweijer, ed., Reflections on the Heart of Borneo, 18.
26
B. Awal Terbentuknya dan Perkembangan Program Inisiatif Heart of
Borneo
Konferensi pertama yang membahas isu lingkungan adalah Konferensi
PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia atau the UN Conference on the Human
Environment (UNCHE), atau dikenal sebagai Stockholm Conference pada 16 Juni
1972. Konferensi ini membuktikan meningkatnya perhatian masyarakat dunia
terhadap isu lingkungan.58
Dalam menguatkan kembali dari Konferensi
Stockholm dan dengan tujuan membangun kemitraan global yang baru dan adil,
PBB mengusulkan Konferensi tentang Lingkungan dan Pembangunan atau UN
Conference on Environment and Development (UNCED) yang juga dikenal
sebagai Rio Summit, Rio Conference, dan Earth Summit, Juni 1992 di Rio de
Janeiro, Brasil.59
Konferensi ini menghasilkan salah satu dari dua dokumen yang mengikat
secara hukum yaitu, Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati atau yang
disebut the United Nations Convention on Biological Diversity (UNCBD).
Konvensi ini memiliki tiga tujuan utama, yaitu: (1) Peraturan tentang konservasi
keanekaragaman hayati (biodiversity). (2) Pemanfaatan secara berkelanjutan
komponen keanekaragaman hayati. (3) Pembagian keuntungan yang adil dan
merata dalam pemanfaatan sumber daya alam.60
Konvensi UNCB mulai berlaku
58 Monique Perrot-Lanaud, et al., UNESCO and Sustainable Development, (Paris: UNESCO, 2005), 2,
[database on-line]; tersedia di http://unesdoc.unesco.org/images/0013/001393/139369e.pdf; Internet; diakses
pada Agustus 29, 2014. 59 Daniel Murdiyarso, Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim (Jakarta: Penerbit
Buku Kompas, 2003), 3. 60 N.H.T Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan Edisi Kedua, (Jakarta: Erlangga, 2004),
147.
27
pada 29 Desember 199361
dan sampai 2014, UNCBD memiliki 194 anggota
negara dan menerima 168 tanda tangan (ratifikasi).62
Indonesia merupakan
anggota dan meratifikasi UNCBD pada tanggal 23 Agustus 1994.63
Dalam UNCBD, terdapat badan pembuat keputusan tertinggi disebut
Konferensi Para Pihak atau Conference of the Parties (COP). Ini adalah sebuah
asosiasi para pihak yang meratifikasi konvensi tersebut.64
Dari tahun 1994 hingga
tahun 1996, COP mengadakan pertemuan setiap setahun, tetapi pada tahun 2000
pertemuan COP diadakan setiap dua tahun.65
Ada beberapa kewajiban bagi
Negara-negara COP dalam mewujudkan tujuan UNCB, salah satunya
mengembangkan strategi nasional untuk konservasi dan pembangunan
berkelanjutan mengenai keanekaragaman hayati, dan meningkatkan kerjasama
diantara pihak-pihak mengenai kerjasama teknis, keuangan, bioteknologi, dan
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bantuan negara-negara maju kepada
negara-negara bekembang.66
Dalam perkembangan UNCBD, pada Maret 2006 diadakan COP 8 di
Curitiba, Brasil. Indonesia sebagai anggota COP mengadakan side event untuk
membahas inisiatif Heart of Borneo. Dalam side event tersebut, Indonesia
mengundang berbagai pihak dalam rangka peluncuran inisiatif HoB yang akan
61 Convention on Biological Diversity (CBD), “History of CBD”, CBD, [database on-line]; tersedia di
http://www.cbd.int/history/; Internet; diakses pada November 15, 2014. 62 Convention on Biological Diversity (CBD), “List of Parties of CBD”, CBD, [database on-line]; tersedia di
http://www.cbd.int/information/parties.shtml; Internet; diakses pada November 15, 2014. 63 Convention on Biological Diversity (CBD), “Indonesia Overview”, CBD, [database on-line]; tersedia di
http://www.cbd.int/countries/?country=id; Internet; diakses pada November 16, 2014. 64 Daniel Murdiyarso, Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim (Jakarta: Penerbit
Buku Kompas, 2003), 29. 65 Convention on Biological Diversity (CBD), “The Conference of the Parties of CBD”, CBD, [database on-
line]; tersedia di http://www.cbd.int/cop/; Internet; diakses pada November 17, 2014. 66 Departemen Pertanian, “Konvensi Keanekaragaman Hayati”, BB Biogen Litbang Departemen Pertanian,
Rabu, Juni 25, 2008, [database on-line]; tersedia di
http://biogen.litbang.deptan.go.id/index.php/2008/06/konvensi-keanekaragaman-hayati/; Internet; diakses
pada November 18, 2014.
28
diadakan di Bali, yang dihadiri oleh sekitar 150 peserta dari perwakilan
pemerintah Indonesia, Pemerintah Malaysia, Brunei Darussalam, Bank Dunia,
UNEP, IUCN, UNESCO, Sekretariat UNCBD, perwakilan dari Pemerintah
Inggris, Belanda, Jerman, Swedia, Amerika Serikat, Brazil, Lembaga multi-lateral
dan Bilateral. Para pihak sepenuhnya mendukung inisiatif ini, dengan harapan
bahwa inisiatif HoB dapat mendukung pelestarian ekosistem di Borneo yang
berhubungan dengan upaya untuk mengendalikan illegal logging dan kegiatan lain
yang tidak mendukung pemanfaatan sumber daya alam berkelanjutan di wilayah
tersebut.67
Pada awalnya, inisitif Heart of Borneo (HoB) diusulkan oleh WWF
Sundaland Bioregion Indonesia yaitu program WWF di Sumatera, Kalimantan,
dan Jawa pada tahun 2001 dengan proyek dengan tema Borneo Mountain Forest.
Proyek ini mendirikan beberapa taman nasional sebagai model konservasi di
daerah lintas batas, yaitu Kayan Mentarang dan Betung Kerihun di Indonesia,
dan Lanjak Entimau dan Pulung Tao di Malaysia. Usulan di atas telah disetujui
oleh Pemerintah Indonesia dan beberapa donor, dan kemudian mengadakan
pertemuan pada tahun 2003 sebagai kerjasama diantara Kementerian Kehutanan
Indonesia dan WWF Indonesia.68
Setelah itu, pada April 2005, dilaksanakan
pertemuan para pihak di Brunei Darussalam, dengan tema “Three Countries –
One Conservation Vision.” Dalam pertemuan ini disepakati agar ketiga Negara
67 Kementerian Kehutanan R.I, “Laporan Hasil Pertemuan ke 8 Konvensi Keanekaragaman Hayati
(Conference of the Parties 8-Convention on Biological Diversity) Tanggal 20- 31 maret 2006 di Curitiba,
Brasil”, 16-01-2007, [on-line databse]; tersedia di http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/2591;
Internet; diakses pada November 18, 2014. 68 Heart of Borneo Initiative, “History of Heart of Borneo”, Heart of Borneo Initiative [database on-line];
tersedia di http://heartofborneo.or.id/en/about/heart-of-borneo-on-track; Internet; diakses pada Agustus 28,
2014.
29
membentuk deklarasi Heart of Borneo.69
Sebagai tindak lanjut, pada Agustus
hingga September 2005, di Indonesia dilakukan lokakarya tingkat provinsi
(Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur) yang
menghasilkan beberapa kesepakatan seperti konsep area HoB, formalisasi inisiatif
HoB melalui deklarasi, lokakarya tingkat nasional, regional dan international,
serta sosialisasi HoB ke seluruh stakeholder terkait.70
Kemudian, setelah side event HoB dalam COP 8 UNCB, pada tanggal 24
November 2006 dilaksanakan pertemuan Kelompok Kerja (Pokja) Heart of
Borneo antar Negara di Filipina dalam rangka pertemuan Senior Official Meeting
of the Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-Philippines East Asia Growth
Area (BIMP-EAGA). Dalam pertemuan ini menghasilkan kesepakatan deklarasi
Heart of Borneo dan penyempurnaan naskah deklarasi pada pertemuan tiga negara
pada 4 Desember 2006 di Jakarta.71
Setelah itu, pemerintah Brunei Darussalam, Indonesia dan Malaysia
menandatangani Deklarasi Heart of Borneo pada 12 Februari 2007 di Bali.
Inisiatif HoB didasarkan pada peraturan yang ada di masing-masing negara HoB,
yang artinya konsekuensi hukum dari inisiatif HoB sifatnya tidak mengikat atau
non-binding. Deklarasi tersebut mendeklarasikan komitmen tiga negara untuk
mengelola secara berkelanjutan dan melindungi kawasan HoB (lihat deklarasi
Heart of Borneo Initiative di Lampiran 1).72
Dalam Tabel II.B.1. di bawah,
kawasan HoB meliputi sekitar 23 juta ha hutan yang terhubung di tiga negara.
69 Ibid. 70 Ibid. 71 Herat of Borneo-National Working Group, National Strategic Plan of Action, (Jakarta: Heart of Borneo-
National Working Group, 2009), 8. 72 Kementerian Kehutanan R.I, Heart of Borneo Indonesia, 21.
30
Sebagian besar wilayah ini sekitar 72% didominasi oleh hutan hujan tropis yang
terletak di Indonesia.73
(Lihat Peta Area Heart of Borneo pada Lampiran 2)
Tabel II.B.1. Total Area Heart of Borneo
Negara Lokasi Luas
(Ha) (%)
Brunei Darussalam Total Brunei Darussalam 424.076,66 1,82%
Indonesia
West Kalimantan 4.892.136,18 21,04%
Central Kalimantan 3.027.214,72 13,02%
East Kalimantan 8.874.949,88 38,17%
Total Indonesia 16.794.300,78 72,23%
Malaysia
Sarawak 2.139.471,04 9,20%
Sabah 3.892.440,63 16,74%
Total Malaysia 6.031.911,67 25,94%
TOTAL HoB 23.250.289,11 100,00% Sumber: Kementerian Kehutanan R.I, Heart of Borneo Initiative, 6.
Pertemuan Trilateral Inisiatif HOB diadakan setiap tahun. Terbukti dari
HoB Deklarasi awal tahun 2007 sampai 2013, diadakan pertemuan 7 pertemuan
dengan diskusi yang berbeda dan tuan rumah secara bergantian diantara tiga
negara.74
C. Rencana Strategis Aksi Tiga Negara dalam Program Inisiatif Heart
of Borneo (HoB)
Pada April 2008, dalam pertemuan trilateral kedua HoB di Pontianak,
Indonesia, tiga pemerintah menyepakati lima program di HoB, seperti: 1)
Pengelolaan Lintas Batas, 2) Pengelolaan Kawasan Lindung, 3) Pengelolaan
Sumber Daya Alam Berkelanjutan, 4) Pengembangan Ekowisata, 5) Peningkatan
Kapasitas Manusia.75
Dalam lima program tersebut meliputi, keamanan, ekonomi,
sosial dan lingkungan. Dalam hal keamanan perbatasan, kerjasama ini didasarkan
pada pemahaman masing-masing negara dan mengikuti aturan negara perbatasan.
73 Ibid,6. 74 Heart of Borneo Initiative, “Trilateral Meeting”, Heart of Borneo Initiative, [database on-line]; tersedia di
http://heartofborneo.or.id/en/about/trilateral-meeting; Internet; diakses pada November 19, 2014. 75 Kementerian Kehutanan R.I, Heart of Borneo Indonesia, 14.
31
Dari sisi ekonomi, pengamanan perbatasan sosial dan budaya, hal ini berarti
menguatan peran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup di daerah perbatasan tersebut.76
Secara rinci, program yang telah disepakati oleh tiga negara tersebut,
diantaranya:
1. Pengelolaan Lintas Batas
Peogram pengelolaan lintas batas di wilayah HoB bertujuan untuk
mengatasi masalah pengelolaan sumber daya alam dan kesejahteraan sosial
ekonomi masyarakat setempat di daerah perbatasan. Adapun tindakan yang telah
disepakati oleh tiga negara, meliputi:
a. Mengembangkan dan mempertimbangkan inisiatif HoB menjadi sejalan
dengan konstitusi dan undang-undang di masing-masing negara.
b. Memberikan rekomendasi kebijakan pada upaya konservasi dan pembangunan
berkelanjutan di kawasan HoB.
c. Menetapkan mekanisme untuk berbagi informasi yang koheren dan efektif.
d. Melakukan penelitian dan studi kolektif, terutama pada bidang
keanekaragaman hayati dan sosial-ekonomi termasuk demografis.
e. Melakukan perencanaan tata ruang bersama wilayah HoB.77
Untuk menjalankan program konservasi lintas batas negara di wilayah
HoB, harus didukung dengan regulasi dan ketentuan masing-masing negara
karena program HoB merupakan inisiatif pemerintah sehingga program dan
76 Ibid, 21. 77 Government of Indonesia, Malaysia and Brunei Darussalam, Strategic Plan of Actions The Heart of Borneo
Initiative, 8.
32
kegiatan HoB diputuskan oleh pemerintah tiga negara secara kolaboratif dengan
melibatkan nilai lingkunga, ekonomi dan sosial masyarakat perbatasan.
2. Pengelolaan Kawasan Lindung
Dalam mencapai tujuan dari kawasan lindung tersebut, pemerintah tiga
negara telah menyepakati untuk meningkatkan dan mempromosikan manajemen
yang efektif di kawasan lindung di HoB. Adapun tindakan yang diusulkan,
mengenai:
b. Mengidentifikasi, menilai dan menetapkan kawasan konservasi lintas batas
untuk memperkuat pengelolaan kawasan lindung berdasarkan nilai-nilai
warisan budaya dan alam, kapasitas air dan kekayaan keanekaragaman hayati.
c. Mengembangkan dan meningkatkan prosedur operasi standar dan sistem untuk
pemantauan dan evaluasi pengelolaan kawasan konservasi lintas batas, dan jika
diperlukan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi bersama.
d. Mengembangkan dan meningkatkan sistem dan implementasi untuk kawasan
lindung dengan manajemen kolaboratif dan melibatkan masyarakat lokal dan
pemangku kepentingan lainnya.
e. Mengembangkan dan meningkatkan pendekatan untuk pengelolaan lahan dan
vegetasi di daerah yang dibudidayakan oleh masyarakat lokal atau dalam
kawasan lindung yang berdekatan diantara ketiga negara.78
f. Menetapkan daftar kawasan lindung di dalam kawasan HoB dengan informasi
mengenai tujuan pengelolaan, ciri khusus dan melibatkan personil khusus dari
masing-masing negara.
78 Government of Indonesia, Malaysia and Brunei Darussalam, Strategic Plan of Actions The Heart of Borneo
Initiative, 10.
33
g. Meningkatkan hubungan kelembagaan antara kawasan lindung di dalam
HoB.79
Kawasan lindung adalah kawasan hutan yang difungsikan sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah
banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan
tanah.80
Di wilayah HoB, usaha pengelolaan kawasan lindung tidak hanya
bermanfaat bagi pengamanan batas negara, melainkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekaligus menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk
menjaga dan meningkatkan fungsi lindung, sebagai nilai kehidupan untuk
mewujudkan keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan bagi generasi
sekarang dan generasi yang akan datang.
3. Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan
Program pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan bertujuan untuk
mengelola sumber daya alam di luar kawasan lindung. Pemerintah tiga negara
telah menyepakati tindakan untuk program tersebut, diantaranya:
a. Meningkatkan dan memperkuat mekanisme pedoman yang ada untuk
memastikan pelaksanaan praktek terbaik dalam pengelolaan sumber daya alam,
prinsip pemanfaatan berkelanjutan dan pendekatan ekosistem dalam semua
sumber daya alam, termasuk kehutanan, perkebunan dan pertambangan di
wilayah HoB.
b. Mengembangkan skema untuk program rehabilitasi dan restorasi pada kawasan
hutan yang terdegradasi di HoB.
79 Ibid. 80 Kementerian Kehutanan R.I, Statistik Kehutanan Indonesia 2010, (Jakarta: Kementerian Kehutanan R.I,
2011) 4.
34
c. Mempromosikan daerah HoB sebagai lokasi proyek REDD.81
REDD akronim
dari Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation yaitu
sebuah proyek mengenai pengurangan emisi berdasarkan sektor kehutanan.
REDD menjadi sebuah konsep dalam negosiasi kebijakan perubahan iklim di
tingkat internasional dan nasional yang diinisiasi oleh PBB dalam konvensi
perubahan iklam atau yang disebut United Nations Framework Convention on
Climate Change (UNFCCC).82
Program pengelolaan sumber daya alam diharapkan dapat meningkatkan
perlindungan terhadap keanekaragaman hayati di wilayah HoB, tepatnya yang
berada di luar kawasan lindung. Kemudian, program REDD diharapkan akan
berdampak bagi pengelolaan sumber daya alam di luar kawasan lindung,
khususnya di area yang dijadikan sebagai proyek pengurangan emisi, yang
berdampak positif bagi pengurangan laju deforestasi hutan di wilayah HoB.
4. Pengembangan Ekowisata
Program pengembangan ekowisata bertujuan untuk mengakui dan
melindungi nilai tempat alam atau budaya khusus HoB, oleh karena itu
pengembangan ekowisata merupakan fokus utama pembangunan sosial-ekonomi
di wilayah HoB. Pengembangan ekowisata di kawasan HoB dikembangkan sesuai
dengan rencana pariwisata masing-masing negara. Dalam mencapai tujuan
program ekowisata, tiga negara telah menyepakati beberapa tindakan dalam
pencapaian program tersebut, yaitu: mengidentifikasi, mengembangkan, dan
mempromosikan program ekowisata lintas batas; mengembangkan jaringan
81 Ibid, 12. 82 Rane Cortez dan Peter Stephen, ed., Introductory Course on Reducing Emissions from Deforestation and
Forest Degradation (REDD) A Participant Resource Manual, (GTZ, 2009), 9.
35
pengelolaan ekowisata dengan pengelolaan sistem kawasan lindung; dan
mempromosikan kegiatan ekowisata berbasis masyarakat di wilayah HoB.83
Dalam skema ekowisata berbasis masyarakat, pemerintah tiga negara
berharap bahwa program ekowisata akan membantu dalam membangun
pertumbuhan sosial dan ekonomi masyarakat setempat, serta dengan program
ekowisata masyarakat bisa turun andil dalam pengelolaan kawasan hutan yang
dijadikan sebagai wilayah tempat tinggal mereka.
5. Peningkatan Kapasitas Manusia
Program peningkatan kapasitas manusia bertujuan untuk memastikan
pelaksanaan yang efektif dari inisiatif HoB di semua tingkatan, baik sektor publik
dan swasta serta masyarakat setempat, oleh karena itu, penting untuk membangun
kapasitas pemangku kepentingan terkait manajemen, teknis dan operasi.
Pemerintah tiga negara telah menyepakati beberapa aksi untuk mencapai program
peningkatan kapasitas manusia, diantaranya: melaksanakan pembangunan
nasional mengenai kapasitas konservasi keanekaragaman hayati, pengelolaan air
tawar, perencanaan penggunaan lahan, sistem informasi geografis, pengelolaan
kawasan lindung, manajemen ekowisata dan penegakan hukum untuk
memberantas perdagangan gelap secara internasional dari hasil hutan termasuk
kayu, satwa liar, dan sumber daya biologis lainnya; menetapkan hubungan antara
lembaga penelitian dan pengembangan dalam mendorong kolaborasi kawasan
konservasi dan pembangunan berkelanjutan di HoB; mempromosikan program
kesadaran masyarakat tentang pencegahan lebih lanjut terhadap keanekaragaman
83 Government of Indonesia, Malaysia and Brunei Darussalam, Strategic Plan of Actions The Heart of Borneo
Initiative, 14.
36
hayati hutan termasuk kayu dan produk satwa liar; mempromosikan pendidikan
dan kesadaran tentang program HoB kepada masyarakat.84
Selain dengan program ekowisata, program peningkatan kapasitas manusia
diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sosial dan ekonomi masyarakat
setempat. Dengan adanya kebutuhan pembangunan ekonomi, program ini
diharapkan dapat selaras dengan perlindungan lingkungan dan kesejahteraan
masyarakat.
D. Rencana Strategis Nasional Indonesia Dalam Program Inisiatif
Heart of Borneo (HoB)
Di Indonesia, Inisiatif Heart of Borneo (HoB) dikenal sebagai “Inistiatif
Jantung Kalimantan” karena letak wilayah HoB berada di provinsi Kalimantan.
Daerah HoB telah diakui oleh Pemerintah Indonesia sebagai daerah Kawasan
Strategis Nasional (KSN) melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.26 tahun 2008.
KSN didefinisikan sebagai kawasan yang penataan ruangnya diprioritaskan dalam
rencana tata ruang karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional
terhadap pertahanan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial-budaya,
pendayagunaan sumberdaya alam serta fungsi daya dukung lingkungan hidup.
Khusus untuk kawasan HoB, fungsi dan daya dukung lingkungan berperan sangat
besar, contohnya sebagai tempat perlindungan keanekaragaman hayati,
perlindungan keseimbangan tata guna air, perlindungan keseimbangan iklim dan
kawasan lindung lainnya.85
84 Ibid, 16. 85 Kementerian Kehutanan R.I, Heart of Borneo Indonesia, 17.
37
Dalam mencapai lima program yang disepakati oleh tiga negara pada
pertemuan kedua tahun 2008, Pemerintah Indonesia membuat rencana strategis
dan aksi nasional HoB. Terdapat empat rencana strategis dan aksi nasional yang
telah dirumuskan oleh Pemerintah Indonesia, yaitu:
1. Kerjasama Provinsi dan Kabupaten, yang meliputi: penggunaan lahan
berkelanjutan, penyempurnaan kebijakan sektor, dan pengembangan
kapasitas lembaga.
2. Pengelolaan kawasan lindung, yang meliputi: advokasi kebijakan, informasi
dan managejemen pengelolaan kawasan lindung, pemberdayaan masyarakat
dan melibatkan peran industri swasta dan BUMN.
3. Pengelolaan sumberdaya alam di luar kawasan lindung, yang meliputi:
penyempurnaan kebijakan sektor, penggunaan lahan berkelanjutan, dan
sistem informasi dan pemantauan.
4. Penguatan kelembagaan dan pendanaan berkelanjutan, yang meliputi:
penguatan kapasitas lembaga, penyempurnaan kebijakan sektor, dan
pengembangan pendanaan berkelanjutan.86
Dalam deklarasi HoB 2007 diuraikan bahwa kawasan HoB di Indonesia
meliputi 10 Kabupaten di tiga provinsi, yaitu Kalimantan Barat (Sintang, Melawi
dan Kapuas Hulu), Kalimantan Tengah (Katingan, Gunung Mas, Barito Utara dan
Murung Raya) dan Kalimantan Timur (Malinau, Nunukan dan Kutai Barat).
Kemudian pada tahun 2008 kawasan HoB menjadi 16 Kabupaten dengan
penambahan dua kabupaten di Kalimantan Tengah (Kapuas dan Seruyan) dan
86 Ibid, 16.
38
empat kabupaten di Kalimantan Timur (Kutai Timur, Kutai Kartanegara, Berau
dan Bulungan).87
Dan sekarang pada tahun 2014, kawasan HoB mencakup 17
Kabupaten. Kabupaten Mahakam Ulu sebagai otonomi baru dari Kutai Barat pada
11 Januari 2013 dengan UU Indonesia No.2 tahun 2013.88
Di sisi lain, terdapat
area penting dalam HoB yang terdiri dari empat kawasan konservasi, yaitu;
Taman Nasional Danau Sentarum, Taman Nasional Betung Kerihun, Taman
Nasional Kayan Mentarang, dan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya.89
Mayoritas sumber pendanaan untuk inisiatif HoB berasal pemerintah
Brunei, Indonesia dan Malaysia, yaitu berasal dari APBN dan APBD. Sumber lain
bersal dari donor negara, Corporate Social Responsibility (CSR), lembaga swasta
atau non-pemerintah baik nasional maupun internasional, dan Pembayaran Jasa
Lingkungan atau Payment for Environment Services (PES) yang meliputi layanan
air, karbon, keanekaragaman hayati, ekowisata dan lain-lain.90
Dalam pelaksanaannya, program HoB dikoordinasikan oleh pemerintah
melalui Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) di tingkat nasional, Kelompok
Kerja Provinsi (Pokjaprov) di tingkat Provinsi dan Kabupaten (Pokjakab) di
tingkat kabupaten. HoB Pokjanas bekerja untuk memfasilitasi agenda di tingkat
nasional, serta masing-masing Pokjaprov dan Pokjakab dengan isu-isu di tingkat
provinsi dan kabupaten. Anggota Pokjanas adalah perwakilan dari departemen
terkait dan Pokjaprov yang didirikan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan.
87 Ibid. 88 Heart of Borneo Initiative, “Wujudkan Pembangunan Hijau, Pemkab Mahakam Ulu Bekerjasama dengan
WWF Indonesia,” Heart of Borneo Initiative [artikel on-line]; tersedia di
http://heartofborneo.or.id/id/news/detail/126/wujudkan-pembangunan-hijau-pemkab-mahakam-ulu-
bekerjasama-dengan-WWF ; Internet; diakses pada September 9, 2014. 89 Heart of Borneo Initiative Indonesia, “Frequently Asked Questions,” Heart of Borneo Initiative, [database
on-line]; tersedia di http://heartofborneo.or.id/en/faq; Internet; diakses pada September ember 12, 2014. 90 Ibid.
39
Demikian juga untuk Pokjaprov dan Pokjakab, anggotanya berasal dari lembaga
dan instansi terkait, yang ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati.91
Gambar II.1. bawah menunjukan tentang Organisasi Kelompok Kerja HoB
di Indonesia. Struktur Kelompok Kerja Nasional HoB tersebut sesuai dengan
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 382/Menhut-II/2011 tentang
Kelompok Kerja Nasional Program Heart of Borneo (HoB).92
Gambar II.1. Strukutur Organisasi Kelompok Kerja Nasional Heart of
Borneo
Sumber: Heart of Borneo Initiative Indonesia, tersedia di http://heartofborneo.or.id
Para anggota Kelompok Kerja Nasional HoB adalah 10 kementerian di
pemerintahan Indonesia93
, yaitu: Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam
Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertahanan, Bappenas,
91 Heart of Borneo Initiative Indonesia, “HoB Organization”, Heart of Borneo Initiative, [database on-line];
tersedia di http://heartofborneo.or.id/en/about/heart-of-borneo-in-indonesia; Internet; diakses pada September
13, 2014. 92 Ibid. 93 Wawancara dengan Elisabeth Wetik.
40
Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, Kementerian Kehutanan, dan Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan. Dan juga 1 anggota yang berasal dari non-pemerintahan yaitu
WWF .94
Kelompok Kerja Nasional sebagaimana yang diuraikan dalam Keputusan
Menteri Kehutanan R.I, Nomor 382/Menhut-II/2011, bertugas untuk:
“mempersiapkan jadual dan bahan pertemuan trilateral antara Pemerintah
Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam; mengevaluasi dan mengusulkan
Rencana Kerja Nasional HoB; Mengevaluasi dan mengusulkan mekanisme kerja
trilateral; dan melaksanakan monitoring dan evaluasi program HoB.”95
Dalam menjalankan semua programnya, pemerintah Indonesia
bekerjasama dengan mitra strategis. Para mitra HoB Indonesia diantaranya
universitas, lembaga swasta, LSM, komunitas atau kelompok sosial, dan
organisasi lainnya. Mitra ini memiliki peranan penting dalam membantu
pemerintah melaksanakan program HoB.96
Adapun mitra yang berasal dari
universitas, adalah: Universitas Nasional (Unas), Institut Pertanian Bogor (IPB),
Universitas Tanjungpura (Untan), Universitas Palangka Raya (Unpar), Universitas
Mulawarman, dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Di sisi lain, mitra HoB
adalah Lembaga Swasta, yaitu: PT. Ratah Timber, PT. Sari Bumi Kusuma (SBK),
IKEA, dan PT. Sumalindo Lestari Jaya Tbk.
94 Heart of Borneo Initiative Indonesia, “HoB Organization”, Heart of Borneo Initiative, [database on-line];
tersedia di http://heartofborneo.or.id/en/about/heart-of-borneo-in-indonesia; Internet; diakses pada September
13, 2014. 95 Kementerian Kehutanan R.I, Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 382/Menhut-II/2011 tentang
Pembentukan Kelompok Kerja Nasional Program Heart of Borneo, (Jakarta: Kementerian Kehutanan R.I, 18
Juli 2011), 5. 96 Kementerian Kehutanan R.I, Heart of Borneo Indonesia, 15.
41
Selain itu, mitra HoB dari masyarakat atau kelompok sosial mecangkup:
Forum Masyarakat Adat Dataran Tinggi Borneo (FORMADAT), Aliansi
Masyarakat Adat Nusdiantara (AMAN) dan Komunitas Pariwisata Kapuas Hulu
(KOMPAKH). Di sisi lain, mitra HoB dari Organisasi Internasional, seperti: Bank
Pembangunan Asia (ADB), Bank Pembangunan Pemerintah Jerman (KfW),
Deutsche Internationale Zusammenarbeit Gesellschaftfür Hutan dan Program
Perubahan Iklim (GIZ FORCLIME) dan Swedia International Development
Cooperation Agency (SIDA). Selain itu ada NGO sebagai mitra HoB, seperti: The
Borneo Orangutan Survival Foundation (BOS), Borneo Ecology and Biodiversity
Conservation Institute (BEBSiC), Tropenbos International, The Nature
Concervancy, Global Forest & Trade Network (GFTN), The Borneo Initiative dan
World Wide Fund for Nature (WWF).97
Pada bab ini telah diuraikan mengenai bagaimana awal terbentuknya
Inisiatif HoB, yang menjelaskan bahwa pemerintah ketiga negara berkomitmen
tinggi untuk melestarikan kawasan Borneo yang bernilai tinggi. Di wilayah
Indonesia, kawasan Inisiatif HoB disebut dengan Inisiatif Jantung Kalimantan,
karena letak wilayah HoB berada di adimistratif Kalimantan. Dalam menjalankan
semua program yang telah disepakati oleh ketiga negara dalam pertemua ke dua
tahun 2008, Pemerintah Indonesia membentuk kelompok kerja yang akan
mengorganisir semua program HoB di wilayah Indonesia. Ada 11 kementerian
yang terkait dalam struktur oganisasi tersebut dan satu aktor non-negara, yaitu
WWF.
97 Heart of Borneo Initiative, “Partners of Heart of Borneo Initiative,” Heart of Borneo Initiative, [database
on-line]; tersedia di http://heartofborneo.or.id/en/partner; Internet; diakses pada September 09, 2014.
42
BAB III
AWAL TERBENTUK DAN PERKEMBANGAN WORLD WIDE FUND
FOR NATURE (WWF) DI INDONESIA
A. World Wide Fund for Nature (WWF) Global
1. Sejarah Berdirinya WWF Global
Salah satu tokoh paling penting dalam sejarah WWF adalah ahli biologi
Inggris, Sir Julian Huxley yang pada waktu itu sebagai General Director
UNESCO. Tokoh lainnya adalah Victor Stolan, yang menyarankan kebutuhan
mendesak untuk terbentuknya sebuah organisasi internasional dalam
mengumpulkan dana untuk konservasi lingkungan. Kemudian, Max Nicholson
adalah seorang ornithologist dan yang saat itu sebagai General Director of
Britain's Nature Conservancy dan Peter Scott adalah ornithologist yang saat itu
menjabat sebagai wakil presiden International Union for Conservation of Nature
(IUCN).98
Pada tahun 1961, Nicholson mengumpulkan sekelompok ilmuwan untuk
membangun sebuah organisasi. Kelompok ini memutuskan untuk memulai
operasinya di Swiss. Pada April 29, 1961 mereka mendeklarasikan Morges
Manifesto (lihat Deklarasi Morges Manifesto pada Lampiran 3). Morges
Manifesto adalah dokumen pendirian yang menandai awal dari WWF, “World‟s
Wild Life” awal namanya pada waktu itu.99
98 J. Baird Callicott and Robert Frodeman, ed., Encyclopedia of Environmental Ethics and Philosophy, (USA:
Cengage Learning, 2009), 412-413. 99 WWF Global, “WWF in the 60's”, WWF Global [database on-line]; tersedia di
http://wwf.panda.org/who_we_are/history/sixties/; Internet; diakses pada Agustus 20, 2014.
43
WWF terdaftar di bawah hukum Swiss pada 11 September 1961, dan
mempunyai sekretariat internasional di Morges, yang sekarang dikenal sebagai
WWF Internasional atau Global. Para pendiri memutuskan bahwa pendekatan
yang paling efisien dalam konservasi yaitu dengan mendirikan kantor cabang di
berbagai Negara. Kantor cabang pertama diluncurkan di Inggris pada tanggal 23
November 1961. Pada tanggal 1 Desember, diikuti oleh Amerika Serikat. WWF
bekerjasama dengan organisasi-organisasi non-pemerintah dan mendasarkan
kontribusinya pada ilmu pengetahuan. Kontribusi pertamanya adalah IUCN, dan
the International Council for Bird Preservation (ICBP, sekarang Birdlife
International).100
Namun, pada 1986, nama “World‟s Wild Life” tidak lagi mencerminkan
ruang lingkup kegiatan organisasi ini dan WWF berubah nama menjadi “World
Wide Fund for Nature.” Kemudian, pada tahun 2001, WWF Internasional
menyepakati menggunakan akronim asli yang diadopsi pada tahun 1961, yaitu
WWF.101
Dalam perkembangannya pada tahun 1990-an, untuk mempromosikan
pengelolaan sumber daya berkelanjutan, WWF memperluas jangkauannya dalam
kerjasama global. WWF mulai terlibat dengan mitra baru, seperti Global
Environment Facility (GEF) dan World Bank.102
Pada abad milenium (2000), WWF bertujuan untuk mengubah perubahan
nasional yang mengarah konservasi abadi, pembangunan berkelanjutan dan gaya
100 Ibid. 101 J. Baird Callicott and Robert Frodeman, ed., Encyclopedia of Environmental Ethics and Philosophy, (
USA: Cengage Learning, 2009), 413. 102 Rob Soutter, ed., et al, WWF 50 Years of Conservation, ( Gland: WWF Global, 2011), 9.
44
hidup yang berkelanjutan.103
Hari ini WWF aktif di setiap wilayah dunia. Selama
50 tahun WWF telah mempekerjakan lebih dari 5.000 staf dan memiliki lebih dari
5 juta pendukung. Sejak didirikannya, WWF telah menginvestasikan hampir US $
10 miliar lebih dari 13.000 proyek konservasi di lebih dari 150 negara.104
2. Ruang Lingkup WWF Global
Misi WWF adalah “untuk menghentikan degradasi lingkungan di „planet‟
ini, dan membangun masa depan dimana manusia hidup selaras dengan alam.”
Untuk mencapai misi ini, WWF memfokuskan upayanya pada dua bidang, yaitu:
“keanekaragaman hayati” dan “footprint.” Yang pertama, adalah untuk
melestarikan keanekaragaman hayati. Strategi WWF berfokus pada pelestarian
tempat dan spesies kritis yang sangat penting untuk dilestarikan. Yang kedua,
footprint adalah untuk mengurangi dampak negatif dari aktivitas manusia. WWF
bekerja untuk memastikan bahwa sumber daya alam yang dibutuhkan untuk
hidup, seperti air dan udara harus dikelola secara berkelanjutan dan adil.105
Selain
itu, WWF bertujuan untuk melakukan konservasi fauna, flora, hutan, air serta
sumberdaya alam dengan mengakuisi dan mengelola lahan, meneliti, mendidik,
memberi informasi, berkoordinasi dan bekerjasama dengan berbagai pihak.106
WWF memfokuskan upayanya pada 35 tempat prioritas global di seluruh
dunia, yaitu: 1) tempat hutan hujan yang tersisa paling utuh di wilayah Amazon,
Kongo, dan Nugini; 2) tempat hutan hujan yang paling kaya dengan spesiesnya di
103 Ibid. 104 WWF Global, WWF Annual Review 2010, (Gland: WWF Global, 2011), 8-9 [database on-line]; tersedia di
http://d2ouvy59p0dg6k.cloudfront.net/downloads/int_ar_2010.pdf; Internet; diakses pada Agustus 23, 2014. 105 WWF Global, “What does WWF do?”, WWF Global [database on-line]; tersedia di
http://wwf.panda.org/what_we_do/; Internet; diakses pada Agustus 21, 2014. 106 J. Baird Callicott and Robert Frodeman, ed., Encyclopedia of Environmental Ethics and Philosophy, (
USA: Cengage Learning, 2009), 413.
45
wilayah Amazon barat, barat laut dan Amerika Selatan; 3) tempat terkaya untuk
tanaman endemik langka dan hewan yang berada di wilayah Kaledonia Baru, Fiji,
Vanuatu, Afrika Selatan, barat daya Australia dan Madagaskar; 4) tempat sungai
tertua di dunia yang berada di Amazon, Orinoco, Kongo, Mekong, Yangtze, dan
Sungai Baru di tenggara Amerika Serikat; 5) tempat padang pasir yang paling
unik dan beragam yang berada di Gurun Namib-Karoo-Kaokoveld di barat daya
Afrika dan Gurun Chihuahuan di perbatasan AS dan Mexico; 6) tempat padang
rumput, sabana dan hutan yang paling beragam yang berada di wilayah Afrika,
bagian tengah dan timur Amerika selatan dan Amerika utara; 7) tempat padang
rumput yang dihuni harimau dan badak di Himalaya timur; 8) daerah pegunungan
yang berada di Himalaya dan Albertine Rift di sebelah timur Afrika; 10) tempat
terumbukarang yang beragam yang terletak Coral Triangle di Asia Tenggara dan
Great Barrier Reef di Australia, Kaledonia Baru, Fiji dan Afrika Timur; 11)
tempat laut yang paling produktif yang berada di Arctic, Oceans Selatan, Afrika
Barat.107
Selain itu, WWF fokus kedalam 36 spesies prioritas. Dalam tabel III.A.1. di
bawah, WWF telah mengidentifikasi 36 prioritas spesies yang dibagi menjadi dua
kelompok yaitu spesies unggulan dan spesies Footprint-impacted. Spesies
unggulan adalah spesies prioritas dari negara tertentu yang statusnya terancam
punah, yang memberikan fokus untuk meningkatkan kesadaran dan merangsang
aksi pendanaan bagi upaya konservasi yang lebih luas. Spesies Footprint-
impacted yaitu spesies yang terancam terutama oleh eksploitasi yang berlebihan
107 WWF Global, A Roadmap for a Living Planet, (Gland: WWF International/ Global, 2008), 13 [database
on-line]; tersedia di http://d2ouvy59p0dg6k.cloudfront.net/downloads/roadmap_sign_off_fin.pdf; Internet
diakses pada Agustus 21, 2014.
46
(misalnya, perburuan yang tidak berkelanjutan, memancing, atau penebangan),
baik secara langsung atau melalui eksploitasi dari spesies lain.108
Tabel III.A.1 Spesies Prioritas WWF Global
Flagship species Footprint-impacted species
1. African elephant
2. Marine cetaceans
3. African great apes
4. Marine turtles
5. African rhinos
6. Orangutans
7. Asian big cats
8. Polar bear
9. Asian elephant
10. River dolphins
11. Asian rhinos
12. Threatened
kangaroos
13. Giant panda
14. African teak
15. Ginseng
16. Alaskan pollock
17. Humphead wrasse
18. Argali wild sheep
19. Korean cedar pine
20. Asian tortoises and
freshwater turtles
21. Pelagic sharks
22. Ramin
23. Bigleaf mahogany
24. Reef sharks
25. Cacti
26. Saiga antelope
27. Cod
28. Southern Ocean
albatrosses
29. Corals
30. Sturgeon and
paddle-fish
31. Cork oak
32. Swordfish and
other bill-fish
33. East African
cichlids
34. Tibetan antelope
35. European and
Pacific salmon
36. Tunas Sumber: WWF Global, A Roadmap for a Living Planet 2008, 7.
Pada 2008, WWF fokus kedalam 13 Inisiatif Global. 13 Inisiatif Global ini
adalah wilayah yang mempunyai potensi keanekaragaman hayati yang luar biasa,
dan wilayah tersebut dibentangkan diantara dua negara atau lebih, hal ini yang
menyebabkan WWF mempunyai prioritas konservasi strategis di wilayah tersebut.
13 Inisiatif Global tersebut diantaranya: Amazon, Arctic, China for a Global
Shift, Climate & Energy, Coastal East Africa, Coral Triangle, Forest and Climate,
Green Heart of Africa, Heart of Borneo, Living Himalayas, Market
Transformation, Smart Fishing dan Tigers.109
Dua diantara Inisiatif global yang
menjadi prioritas WWF Global terletak di Indonesia, yaitu Coral Triangle dan
108 Ibid, 7. 109 WWF Global, “Global Initiatives”, WWF Global [database on-line]; tersedia di
http://wwf.panda.org/what_we_do/how_we_work/key_initiatives/; Internet; diaskese pada August 21, 2014.
47
Heart of Borneo. Dalam menjalankan tugasnya, WWF Global melibatkan WWF
Indonesia sebagai pemangku kepentingan WWF Global di Indonesia.
B. World Wide Fund for Nature (WWF) di Indonesia
1. Perkembangan WWF di Indonesia
WWF mulai bekerja di Indonesia sebagai Kantor Program WWF
International pada awal tahun 1962, di bawah naungan Departemen Kehutanan.
Kegiatan utama pada tahap awal ini adalah survei dan penelitian tentang spesies
mamalia, terutama badak yang terancam punah dan harimau di pulau Jawa dan
Sumatera.110
WWF memperoleh badan hukum di Indonesia dan terdaftar sebagai
"Yayasan", pada tahun 1996. Dengan status hukum baru, dan Kantor nasional dari
WWF Internasional, WWF membentuk Dewan Pengawas sendiri yang menjamin
fleksibilitas dalam penggalangan dana dan pengembangan program. Pada bulan
April 1998, kantor program di Indonesia dari WWF-Internasional berubah
menjadi WWF-Indonesia. Dengan perubahan ini, WWF Indonesia menjadi
Organisasi Nasional dalam WWF Global Network.111
Sampai tahun 2004, WWF telah membantu Pemerintah Indonesia dalam
pembentukan kawasan konservasi hutan, termasuk Taman Nasional di Papua,
Kalimantan dan Sumatera. Dalam pengembangan rencana pengelolaan di daerah
tersebut, WWF mempromosikan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan
110 WWF Indonesia, “History of WWF Indonesia”, WWF Indonesia, [database on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whoweare/history/; Internet; diakses pada Agustus 22, 2014. 111 WWF Indonesia, Annual Report 2011, (Jakarta: WWF Indonesia, 2012)7 [database on-line]; tersedia di
http://awsassets.wwf.or.id/downloads/wwfid_annualreport_2010_2011.pdf; Internet; diakses pada 23 Agustus
2014.
48
sumber daya alam dan mendorong pengakuan hukum atas hak-hak adat dan akses
penggunaan sumber daya alam di kawasan lindung yang penting bagi masyarakat
sebagai mata pencaharian mereka.112
WWF bekerja di 25 wilayah kerja yang tersebar di seluruh 17 provinsi di
Indonesia, dengan kantor pusat yang berada di Jakarta. Dengan staf total hampir
500 personil, dan lebih dari 67.000 pendukung, WWF bekerjasama dan bermitra
dengan berbagai pemangku kepentingan dan pemegang hak, seperti pemerintah
pusat, daerah dan lokal, masyarakat adat, LSM, media, bisnis, ilmuwan, dan
nasional, universitas , dll.113
Misi WWF di Indonesia adalah untuk “melindungi, memulihkan dan adil
dalam mengelola ekosistem dan keanekaragaman hayati di Indonesia dengan
mengamankan basis keberlanjutan dan kesejahteraan bagi semua.” Dalam
menjalankan aktivitasnya, organisasi internasional tentunya membutuhkan
prinsip-prinsip yang jelas sebagai upaya menyelaraskan tujuan dengan program
yang telah ditetapkan. Adapun prinsip-prinsip yang dianut oleh WWF, sebagai
berikut:
a. Menerapkan dan mempromosikan praktek-praktek konservasi terbaik
berdasarkan ilmu pengetahuan, inovasi dan pengetahuan tradisional.114
Dalam hal ini WWF mepertimbangkan suatu isu konservasi lingkungan
berdasarkan analisa perkembangan scientif yang terbaru serta menerapkan kaidah
pengetahuan asli dari masyarakat Indonesia sebagai bahan acuan analisa.
112 Ibid. 113 Ibid. 114 WWF Indonesia, Summary of Strategic Plan 2014-2018, (Jakarta: WWF Indonesia, 2014) ii [database on-
line]; tersedia di http://awsassets.wwf.or.id/downloads/wwfid_strategicplan_2014_2018_summary_final.pdf;
Internet; diakses pada Agustus 23, 2014.
49
b. Memberdayakan kelompok rentan, membangun koalisi dan kemitraan
dengan masyarakat sipil, dan terlibat dengan pemerintah dan sektor
swasta.115
Aktivitas WWF di Indonesia tidak bisa terlepas dari peran mitra lain.
WWF membangun kemitraan dengan masyarakat setempat, khususnya
masyarakat adat dengan menghormati kebudayaan serta kebutuhan mereka.
Kemudian, keterlibatan dengan pemerintah di Indonesia di level nasional, ataupun
daerah di Indonesia merupakan wujud dari aktivitas organisasi internasional
seperti WWF tidak bisa bertindak tanpa adanya regulasi yang jelas dari
pemerintah. Keterlibatan dengan sektor swasta adalah upaya membangun jaringan
dengan industri swasta yang wilayah operasinya berkaitan langsung lingkungan.
c. Etika konservasi dengan mempromosikan, kesadaran dan tindakan.116
Dalam melakukan programnya, WWF berupaya bertindak sesuai dengan
ketentuan-ketentuan konservasi yang berlaku di Indonesia. Selain itu, WWF
melakukan upaya pengenalan isu lingkungan dengan mengajak masyarakat luas
untuk terlibat dalam isu lingkungan.
d. Melakukan advokasi dan mempengaruhi kebijakan, hukum, lembaga
untuk tata kelola lingkungan yang lebih baik.117
Demi terwujudnya tata kelola lingkungan yang sesuai dengan misi dan visi
WWF, maka aktivitas WWF di Indonesia didasari dengan pemahaman hukum yang
berlaku agar menjamin fleksibilitas kerja WWF. WWF berupaya melakukan
115 Ibid. 116 Ibid. 117 Ibid.
50
advokasi lingkungan hidup dengan menyelaraskanya dengan hukum dan kebijakan
yang berlaku di Indonesia.
2. Ruang Lingkup WWF di Indonesia
Upaya WWF dalam bidang konservasi di Indonesia meliputi empat
program, yaitu Iklim dan Energi, Hutan, Air Tawar dan Spesies, Kelautan dan
Spesies, dan Pengembangan dan Keberlanjutan atau Develeopment and
Sustainability.118
a. Program Iklim dan Energi.
Program ini difokuskan untuk dua target dunia dalam perubahan iklim,
yaitu pengurangan intensitas karbon dan pelaksanaan strategi adaptasi. Untuk
mencapai target tersebut, tiga bidang intervensi dikembangkan, yang
mencangkup: (1) fokus pada sektor listrik, (2) fokus pada pasca-2012 Protokol
Kyoto, dan (3) fokus pada pembangunan ketahanan/ strategi adaptasi. Program ini
difokuskan pada peningkatan pemahaman dan kapasitas para negosiator dalam
strategi perubahan iklim, unit pemerintah dan organisasi masyarakat sipil di
Indonesia, dengan menjadi penasihat dan fasilitator signifikan dan aktif untuk
Indonesia di kedua inisiatif nasional dan internasional yang berkaitan dengan
proses UNFCCC.119
b. Program Hutan, Air Tawar, dan Spesies.
Program ini bertujuan untuk melindungi hutan alam dan keanekaragaman
hayati, pengelolaan kawasan konservasi, membina dan mengembangkan
118 WWF Indonesia, “What We Do”, WWF Indonesia, [database on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/; Internet; diakses pada Agustus 22, 2014. 119 WWF Indonesia, “About Climate & Energy”, WWF Indonesia [database on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/climate/about/; Internet; diakses pada Agustus 24, 2014.
51
pengelolaan hutan produksi lestari. WWF mempromosikan skema pembiayaan
yang berkelanjutan untuk program konservasi hutan dan sumber daya alam. WWF
mengintegrasikan pengembangan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat, serta
aspek sosial lainnya dalam program konservasi hutan. WWF juga melakukan
advokasi hutan berkelanjutan dan kebijakan pengelolaan sumber daya
berkelanjutan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten.120
c. Program Kelautan dan Spesies.
WWF telah menyebarkan berbagai pendekatan untuk memastikan
penggunaan yang bertanggung jawab dari hasil laut dan lingkungan pesisir.
Program Kelautan WWF di mulai pada tahun 1993. Secara spesifik, strategi
Program WWF Kelautan bertujuan untuk perlindungan laut, perikanan
berkelanjutan, dan kampanye mengenai spesies laut yang langka atau terancam
punah.121
d. Program Pengembangan dan Keberlanjutan.
Melihat semakin meningkatnya kebutuhan pembangunan dan eksploitasi
sumber daya alam, ada kebutuhan mendesak untuk solusi dalam menyeimbangkan
aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan, serta memastikan manajemen aset alam
yang berkelanjutan dalam jangka panjang. Konservasi tidak bisa lagi terbatas pada
pengelolaan kawasan lindung saja, tetapi harus dengan program pengembangan
120 WWF Indonesia, “About Forest, Fresh Water, and Terrestrial Species”, WWF Indonesia [database on-
line]; tersedia di http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/forest_species/about_forest_species/;
Internet; diakses pada Agustus 26, 2014. 121 WWF Indonesia, “Marine Species : Where we work”, WWF Indonesia [database on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/marine_species/where_we_work/; Internet; diakses pada
Agustus 27, 2014.
52
dan keberlanjutan.122
Program pengembangan dan keberlanjutan termasuk
Transformasi adalah Market Transformation Initiative Indonesia (MTI),
Pembangunan Sosial, dan Pendidikan Lingkungan.123
Pada bab ini telah dibahas mengenai awal terbentuknya WWF di level
Global atau yang disebut WWF-Global atau WWF-Internasional. Untuk
menjangkau konservasi global yang efisien, WWF Global memustuskan untuk
mendirikan kantor cabang di berbagai negara. Dalam menjalankan programnya di
Indonesia, WWF-Global membuat kantor cabang di Indonesia upaya ini yang
menjamin fleksibilitas dalam pengembangan programnya, khususnya dalam
program Inisiatif Global, satu diantaranya adalah program Inisiatif Heart of
Borneo.
122 WWF Indonesia, “Social Development”, WWF Indonesia [database on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/pds/social_development/; Internet; diakses pada Agustus 26,
2014. 123 WWF Indonesia, “Program Development and Sustainability”, WWF Indonesia [database on-line]; tersedia
di http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/pds/; Internet; diakses pada Agustus 26, 2014.
53
BAB IV
PERAN WORLD WIDE FUND FOR NATURE (WWF) DALAM PROGRAM
HEART OF BORNEO (HOB) DI INDONESIA PERIODE 2012-2013
Organisasi non pemerintah dibentuk berdasarkan tujuan dan isu yang
menjadi fokus mereka. WWF melihat bahwa isu lingkungan yang melibatkan
kerjasama lintas batas di HoB bukan hanya kewajiban suatu negara melainkan
semua pihak yang terlibat di dalamnya, terlebih setelah WWF dilibatkan langsung
dalam kelompok kerja pemerintahan Indonesia.
Untuk mewujudkan lima program yang telah disepakati oleh pemerintah
tiga negara dalam pertemuan HoB yang ke dua di wilayah Indonesia pada tahun
2008, terdapat peran WWF yang telah dianalisa dalam penelitian ini yang
berkaitan erat dalam mewujudkan program HoB. Peran yang dilakukan tersebut
yaitu pendanaan yang berkelanjutan, membantu pemerintah daerah dalam
mengembangkan kabupaten konservasi, membangun jaringan bisnis hijau, dan
meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia melalui kerjasama dengan inisiatif
lokal.
A. Peran WWF Dalam Pendanaan Berkelanjutan
WWF fokus pada pembentukan mekanisme pendanaan dengan tata kelola
yang transparan, identifikasi sumber pendanaan dan membantu dalam
pengembangan program-program kerja seperti HoB, yang didasarkan pada
prinsip-prinsip lingkungan, sosial dan ekonomi yang adil dan mengakui hak-hak
54
masyarakat adat atas wilayah mereka.124
Tabel IV.A.1 di bawah ini menunjukkan
bahwa total dana WWF program HoB dari tahun 2012 hingga 2013 mencapai Rp.
35 miliar.
Tabel IV.A.1. Total Dana Proyek WWF Program Heart of Borneo 2012-2013
No Year Budget
1 FY 2012 IDR 17.600.000.000
2 FY 2013 IDR 17.600.000.000 Sumber: WWF , Strategic Plan 2009-2013, 15.
Kontribusi pendanaan berasal dari donor yang berasal dari WWF Network
atau Family, seperti WWF Belanda, WWF AS, WWF Inggris, WWF Denmark,
WWF Jerman, WWF Swedia dan WWF Finlandia.125
Selanjutnya, WWF
menerima beberapa hibah dari Lembaga Bantuan Pemerintah atau Government-
Aid-Agencies (GAA) seperti the United States Agency for International
Development (USAID), the European Union (EU), the Canadian International
Development Agency (CIDA), the Swedish International Development
Cooperation Agency (SIDA), the UK Department for International Development
(DFID), the Danish/Denmark International Development Agency (DANIDA), the
Dutch Agency for Development Cooperation (DGIS).126
Di sisi lain WWF
mendapatkan dana dari berbagai institusi, seperti the National Oceanographic and
Atmospheric Administration (NOAA), the America Red Cross, the Nature
Conservancy (TNC), dan the Conservation International (CI).127
Di sisi lain, peran WWF dalam pendanaan berkelanjutan di HoB juga
melalui skema pelestarian orangutan di Borneo, WWF bekerjasama dengan mitra
124 WWF , “Strategies,” WWF , [database on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/forest_species/strategies/; Internet; diakses pada November
09, 2014. 125 WWF , Strategic Plan 2009-2013, [Documentation]; (WWF , 2013), 15 126 Ibid. 127 ibid.
55
strategis seperti LINE Plus Corporation. 128
Salah satu peran WWF melalui
program dalam pendanaan berkelanjutan WWF ialah program donasi orangutan
melalui media komunikasi sosial berbentuk pesan instan didalam aplikasi
LINE.129
Hal tersebut karena IUCN mengklasifikasikan bahwa jenis orangutan
Kalimantan ialah sebagai spesies yang terancam punah atau endangered karena
hanya sekitar 45.000 sampai 69.000 individu yang tersisa.130
Langkah pertama program donasi orangutan tersebut ialah pada tanggal 22
April 2013 bertepatan dengan “Hari Bumi”, LINE Plus Corporation bersama
dengan WWF meluncurkan dua jenis stiker, yaitu gratis dan berbayar. Ada 8 jenis
stiker Orangutan dapat didownload secara gratis dengan harga US$ 0,1 (Rp 1.000)
dan ada 24 jenis stiker Orangutan dapat didownload seharga US $ 0,99 (Rp
9.000).131
Semua jumlah pembelian stiker tersebut akan disumbangkan oleh pihak
LINE Plus Corporation ke WWF.132
Menurut Devy Suradji, Marketing and
Communication Director WWF, berkata bahwa, “... Donasi melalui pesan instan
stiker Line ini akan disalurkan untuk konservasi habitat asli orangutan yaitu
berupa program konservasi berupa penanaman hutan yang gundul ataupun
reconditioning hutan.”133
128 Suara Pembaruan-Berita Satu, “Semarakkan Hari Bumi, WWF-Line Luncurkan Stiker Orangutan,” Suara
Pembaruan-Berita Satu, 23 April 2013, [artikel on-line]; tersedia di
http://sp.beritasatu.com/home/semarakkan-hari-bumi-wwf-line-luncurkan-stiker-orangutan/34339; Internet;
diakses pada Desember 31, 2014. 129 Ibid. 130 Ibid. 131 Ibid. 132 Ibid. 133 Metrotvnews.com, “Line Donasikan Rp 750 Juta kepada WWF Indonesia,”29 Mei 2013,
Metrotvnews.com, [artikel on-line]; tersedia di
http://microsite.metrotvnews.com/tekno/read/2013/05/29/941/157408/Line-Donasikan-Rp750-Juta-kepada-
WWF ; Internet; diakses pada Desember 31, 2014.
56
Implementasi dari kerjasama antara Line Plus Corporation bersama
dengan WWF ini telah berkontribusi dalam program pendanaan berkelanjutan di
HoB, dibuktikan dengan Tabel IV.A.2. bawah ini menunjukkan bahwa sejak
terbentuknya kerjasama ini sampai dengan tahun 2014, jumlah donasi terus
meningkat. Pada tahun 2013, WWF mendapat donasi dengan total Rp 70 juta dan
pada tahun 2014, jumlah donasi meningkat 171% dengan total Rp 190 juta.
Tabel IV.A.2. Total Donasi Sticker LINE
No Status Update Total Paid Sticker Free Sticker
1 Update June 2013 IDR 70.277.200 IDR 70.277.200 -
2 Update June 2014 IDR 190.623.818 IDR 72.643.818 IDR 117.980.000
Sumber: Wawancara dengan Donny Prasmono, Fundraising Program Officer WWF.
Peran WWF dalam program pendanaan berkelanjutan, membuktikan
adanya karakteristik “self-governing” organisasi internasional di dalam WWF.134
WWF secara mandiri mencari dana untuk program HoB dengan melakukan
strategi “networking” dan strategi “operational expansion secara horizontal”135
Pada tahun 2013 WWF bekerjasama dengan LINE Plus Corporation yang tahun
sebelumnya program tersebut belum pernah ada dalam program pendanaan.
Program pendanaan berkelanjutan tersebut, WWF menjalankan “fungsi
operasional” yang menurut Harold K. Jacobson yaitu fungsi yang melibatkan
sumber daya finansial untuk menjalankan programnya.136
Program WWF tersebut
yaitu program konservasi lingkungan di wilayah HoB dengan upaya konservasi
habitat asli orangutan dan penanaman hutan yang gundul ataupun reconditioning
134 Salamon, Lester M. and Helmut K. Anheier, “Social Origins of Civil Society: Explaining the Nonprofit
Sector Cross-Nationally,” Working Papers of the Johns Hopkins Comparative Nonprofit Sector Project, no.
22, 3-4 . 135 Michael Edwards and David Hulme, Making a Difference: NGOs and Development in a Changing World,
19-20. 136 Harold K. Jacobson, Netwoks of Interdependence International Organizations and the Global Political
System Second Edition, 82-83.
57
hutan. Alokasi dana untuk program konservasi yang dilakukan oleh WWF
membuktikan bahwasanya terdapat salah satu pilar pendekatan sustainable
development yaitu perlindungan lingkungan137
yang telah diupayakan oleh WWF
dalam mengalokasikan sumber daya finansial yang dimilikinya dalam program
HoB.
B. Peran WWF Dalam Membantu Pemerintah Daerah Mengembangkan
Kabupaten Konservasi
Setalah ditetapkanya wilayah HoB di Indonesia kedalam Kawasan Strategi
Nasional (KSN), maka hal ini menuntut adanya keterlibatan dari pemerintah
daerah dalam mewujudkan rencana aksi nasional pemerintah pusat. 138
Kabupaten
konservasi adalah suatu upaya menempatkan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan ke tangan pemerintah daerah.139
Prinsip-prinsip tersebut meliputi
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati,
dan pemanfaatan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.140
Kabupaten konservasi juga dinilai sebagai upaya pembangunan logis
untuk menghindari terkorbankannya habitat alami akibat pembangunan ekonomi
yang tidak terencana. Perencanaan kabupaten konservasi dilaksanakan oleh
pemerintah daerah, namun demikian otoritas pengelola, institusi, akademis atau
penelitian, lembaga non pemerintah dan pihak lain ikut terlibat dan membantu
137 Susan Baker, Routledge Introductions to Environment Series: Sustainable Development, 25. 138 WWF Global, “Conservation District,” WWF Global , [database on-line]; tersedia di
http://wwf.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/borneo_rainforest_conservation/conservat
ion_districts/; Internet; diakses pada Oktober 16, 2014. 139 Ibid. 140 Ibid.
58
pemerintah daerah dalam upaya membangun kabupaten konservasi.141
Salah satu
pihak yang terlibat dalam pengelolaan kabupaten konservasi adalah WWF. WWF
membantu pemerintah daerah kabupaten dalam mengembangkan dan mencapai
tujuan-tujuan kabupaten konservasi.
Menurut Teis Nuraini, Bidang Kerjasama Teknis Pusat Kerjasama
Internasional Kementerian Kehutanan, mengatakan bahwa, “... Alasan mendasar
pemerintah Indonesia bekerjasama dengan NGO adalah untuk mengisi
kesenjangan dalam program pemerintah, bahwa pemerintah tidak dapat mencapai
tujuannya dengan maksimal, oleh karena itu, pemerintah bekerjasama dengan
pihak lain, seperti WWF.”142
Di sisi lain, menurut Elisabeth Wetik, Heart of
Borneo (HoB) Stakeholder Engagement and Program Facilitation Officer WWF ,
mengatakan bahwa, “... Tujuan WWF bekerjasama dengan pemerintah adalah
untuk membantu Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) HoB dan untuk membantu
kegiatan di tingkat provinsi, kabupaten, desa-desa dan masyarakat.”143
Salah satu kabupaten HoB di Indonesia ialah Kapuas Hulu yang
dinyatakan sebagai kabupaten konservasi pada tanggal 1 Oktober 2003 dalam SK
Pemerintah Kapuas Hulu Nomor 144 Tahun 2003 (lihat Peraturan Pemerintah
Kapuas Hulu pada Lampiran 4).144
Kapuas Hulu menjadi salah satu kabupaten
konservasi karena mempunyai potensi keanekaragaman hayati yang bernilai
tinggi. Kabupaten Kapuas Hulu memiliki luas kawasan lindung, Taman Nasional
141 WWF Indonesia, “Solution Hob,”, WWF Indonesia, [database on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/hob/solutionhob/; Internet; diakses pada Oktober 20, 2014. 142 Wawancara dengan Teis Nuraini. 143 Wawancara dengan Elizabeth Wetik. 144 Kementerian Kehutanan R.I “Keputusan Bupati Kapuas Hulu Nomor : 144 Tahun 2003 Tentang
Penetapan Kabupaten Kapuas Hulu Sebagai Kabupaten Konservasi” Kemenhut 2013, [database on-line];
tersedia di http://www.dephut.go.id/index.php/news/otresults/1301; Internet; diakses pada Oktober 22, 2014.
59
dan hutang lindung sekitar 1.626.868 ha atau 54,6% dari luas Kabupaten Kapuas
Hulu, kawasan budidaya hutan sekitar 764.543 ha atau 25,7 % dari luas
Kabupaten Kapuas Hulu, dan kawasan budidaya pertanian bukan daanau sekitar
588.481 ha atau 19,8 % dari luas Kabupaten Kapuas Hulu, serta kawasan danau
sekitar 17.925 ha.145
Karena tingginya nilai keanaekaragaman hayati di kabupaten
Kapuas Hulu, menjadikan kabupaten ini berpotensi sebagai kunci pengurangan
emisi karbon dari perubahan penggunaan lahan.
Kapuas Hulu merupakan bagian dari program HoB yang didukung oleh
Program Tropical Forest Conservation Act 2 (TFCA) Kalimantan seluas 2,98 juta
ha.146
TFCA adalah program “Debt for Nature Swap” diantara Pemerintah
Indonesia dengan Amerika Serikat 2011-2020.147 Total program ini senilai US $
28,5 juta. Pemerintah Amerika Serikat dan Indonesia menandatangani Nota
Kesepahaman (MOU) dengan tujuan untuk mengurangi emisi karbon hingga 41 %
dan menjaga pertumbuhan ekonomi sekitar 7% pada tahun 2020.148
Di sisi lain,
Kapuas Hulu adalah salah satu dari tiga kabupaten, yang dijadikan sebagai obyek
kerjasama diantara Pemerintah Republik Indonesia dan Republik Federal Jerman
145 Zaenal Abidin, ed., “Penangkaran Arwana Yang Menjanjikan,” Antara News Kalbar, Juli 1, 2012, [artikel
on-line]; tersedia di http://www.antarakalbar.com/berita/304068/penangkaran-arwana-yang-menjanjikan:
Internet; diakses pada Januari 02, 2015. 146 TFCA Kalimantan, “Kabupaten Target,” TFCA Kalimantan, [database on-line]; tersedia di
http://tfcakalimantan.org/tentang-tfca/target-district/?lang=id; Internet; diakses pada Desember 31, 2014. 147 Ibid. 148 Bayuni Shantiko, Emily Fripp, et al., Socio-economic Considerations for Land-Use Planning: The Case of
Kapuas Hulu, West Kalimantan (Working Paper 120), (Bogor: Center for International Forestry Research,
2013), 36, [dokumentasi on-line]; tersedia di
http://www.cifor.org/publications/pdf_files/WPapers/WP120Shantiko.pdf; Internet; diakses pada Januari 01,
2015.
60
Program Hutan Perubahan Iklim (GIZ-FORCLIME), kerjasama tersebut meliputi
teknis dan finansial untuk melindungi dan merehabilitasi hutan yang rusak.149
Untuk membantu Kelompok Kerja Kabupaten (Pokjakab) HoB di Kapuas
Hulu sekaligus sebagai mitra proyek TFCA 2 dan GIZ-FORCLIME, peran WWF
di Kapuas Hulu dari tahun 2012 hingga 2013 meliputi:
1. Pengembangan dan Pelestarian Habitat Ikan Arwana di Danau Lindung
Empangau.
Untuk mewujudkan komitmen pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu
melalui SK Bupati Kapuas Hulu Nomor 6 Tahun 2001 mengenai pelestarian
lingkungan hidup di danau lindung Emapangau, WWF membantu pemerintah
dalam pelestarian habitat ikan arwana di danau lindung Empangau yang
mencapai 124 ha.150
Ikan arwana mengalami risiko kepunahan sangat tinggi di
alam, hal ini menyebabkan ikan tersebut masuk dalam daftar merah IUCN
dengan status endangered. Sedangkan di Indonesia, perlindungan ikan arwana
telah diatur dalam UU Nomer 5 Tahun 1990, SK Mentan Nomer
716/Kpts/Um/10/1980, dan PP Nomer 7 Tahun 1990.151
Pada 4 Juni 2012, WWF beserta pemerintah daerah melepaskan 8 ekor
induk ikan arwana di Danau Empangau. Pelestarian arwana ini dikelola oleh
masyarakat setempat, selain melestarikan kawasan perairan mereka juga
149 FORCLIME, “Mendukung Konservasi Keanekaragaman Hayati di Kawasan Heart of Borneo”,
FORCLIME, [database on-line]; tersedia di
http://www.forclime.org/images/stories/Briefing_note_HoB_Ind_April_2011.pdf; Internet; diakses pada
Oktober 23, 2014. 150 Mutadi, “Delapan Induk Arwana Dilepas ke Danau,” Kalbar On-line, Juni 8, 2012, [artikel on-line];
tersedia di http://kalbaronline.com/news/ragam/lingkungan/delapan-induk-arwana-dilepas-ke-danau; Internet;
diakses pada Januari 01, 2015. 151 Jawa Pos National Network (JPNN), “Risiko Kepunahan Arwana Makin Tinggi,” JPNN, Juni 11, 2012,
[artikel on-line]; tersedia di
http://www.jpnn.com/read/2011/02/06/83796/index.php?mib=berita.detail&id=130222; Internet; diakses pada
Januari 01, 2015.
61
mendapatkan keuntungan ekonomi. Setelah kurun waktu 6 tahun yaitu dari tahun
2004 sampai tahun 2009, total ikan arwana yang dipanen oleh masyarakat
sebanyak 192 ekor dengan rata-rata produksi 32 ekor per tahun, dengan total nilai
Rp 739.500.000. Kemudian, selama September 2011 sampai April 2012
masyarakat memanen sebanyak 26 ekor Arwana.152
Menurut kepala Desa Empangau, Juniardi, mengatakan bahwa, “... Tahun
2012 merupakan tahun peningkatan harga jual anakan ikan arwana, dari sekitar
harga Rp 3 juta di tahun sebelumnya menjadi sekitar Rp 4 juta per ekor di tahun
2012. Pemanfaatan yang adil dalam pelestarian ikan arwana ini yaitu sekitar 10 %
dari manfaat yang diperoleh nelayan dikembalikan ke kas desa untuk
pembangunan sarana dan prasarana desa.”153
Selain itu keberhasilan pelestarian
ikan arwana dinilai sebagai indikator bahwasanya ekosistem hutan di daerah
tersebut sebagai sumber mata air di bagian hulu Danau Empangau mempunyai
kualitas perairan yang masih terjaga.154
2. Program Pengembangan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan
atau Education for Sustainable Development (ESD).
Dari Juli 2012 sampai Juni 2013, WWF membantu pemerintah daerah
dalam melaksanakan pelatihan bagi para pengajar di sekolah-sekolah yang berada
di kawasan HoB, Sumatra dan Papua. Progam ESD yang diinisasi WWF telah
diterapkan di 50 sekolah, dengan jumlah 110 pengajar yang telah diberikan
152 Mutadi, “Delapan Induk Arwana Dilepas ke Danau,” Kalbar On-line, Juni 8, 2012. 153 Borneo Climate Change, “Keberhasilan Konservasi Arwana dari Danau Empangau,” Borneo Climate
Change, Desember 27, 2012, [artikel on-line]; tersedia di http://borneoclimatechange.org/berita-517-
keberhasilan-konservasi-arwana-dari--danau-empangau.html; Internet; diakses pada Januari 02, 2015. 154 Aseanty Pahlevi, “Ikan Arwana Sukses Kembali ke Habitatnya,” Tempo, Desember 29, 2012, [artikel on-
line]; tersedia di http://www.tempo.co/read/news/2012/12/29/206450962/Ikan-Arwana-Sukses-Kembali-ke-
Habitatnya; Internet; diakses pada Januari 01, 2015.
62
pelatihan bagaimana mengupayakan pendidikan yang berbasis lingkungan serta
pembangunan berkelanjutan.155
ESD yang diterapkan di HoB diupayakan melalui pendekatan secara
menyeluruh ke sekolah. Pendekatan secara menyeluruh diartikan sebagai proses
yang melibatkan manajemen di sekolah mulai dari proses belajar mengajar,
hingga orang tua dan pemangku kepentingan yang berhubungan dengan pihak
sekolah, seperti Dinas Pendidikan dan sektor swasta.156
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan dirancang untuk mendorong
kesadaran masyarakat untuk membangun karakter cinta lingkungan dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui ESD diharapkan dapat
mengubah paradigma dan perilaku seluruh komponen masyarakat, khususnya
dunia pendidikan untuk berpartisipasi dalam mengimplementasikan pilar
pembangunan berkelanjutan.157
3. Penyusunan Rencana Detil Koridor Labian-Leboyan sebagai Kawasan
Strategis Kabupaten (KSK) Kapuas Hulu.
WWF mendatangani MoU dengan Pemerintah Kapuas Hulu, pada 25
Januari 2012. Nota Kesepahaman ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian
bagi para pihak dalam penyusunan Dokumen KSK Koridor Taman Nasional
Betung Kerihun (TNBK) dan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS).158
155 WWF – Indonesia, Annual Report 2013, (Jakarta: WWF-Indonesoa 2013), 46. 156 Heart of Borneo Indonesia, “Pendidikan Berkelanjutan di Heart of Borneo,” Heart of Borneo Indonesia,
Desember 2012, [artikel on-line]; tersedia di http://heartofborneo.or.id/id/news/detail/104/pendidikan-
berkelanjutan-di-heart-of-borneo; Internet; diakses pada Januari 02, 2014. 157 Badan Pengelola REDD+, “ESD: Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan,” Badan Pengelola
REDD+ [database on-line]; tersedia di http://www.reddplus.go.id/21-reddplus/148-esd-pendidikan-untuk-
pembangunan-berkelanjutan; Internet; diakses pada Januari 02, 2015. 158 Jurnal Nasional, “Labian-Leboyan Jadi Kawasan Strategis,” Jurnal Nasional, Januari 26, 2012, [artikel
on-line]; tersedia di http://www.jurnas.com/halaman/16/2012-01-26/196781; Internet; diakses pada Januari
01, 2015.
63
Menurut Sekretaris Daerah Kapuas Hulu, Muhammad Sukri mengatakan, bahwa
“... Keberadaan WWF yang bersedia memberikan dukungan, khusus untuk KSK
koridor biodiversity TNDS-TNBK sangat bermanfaat. Koridor ini kaya akan
keanekaragaman hayati itu akan dikelola secara baik. Tentunya tetap
memerhatikan posisi dan peran masyarakat agar dapat memanfaatkan kekayaan
alamnya secara berkelanjutan.”159
4. Pemberdayaan masyarakat dengan program berbasis teknologi lewat
fotografi bernama program CLICK!
CLICK adalah akronim dari Communication Learning towards Innovative
Change and Knowledge, yang berarti belajar berkomunikasi untuk perubahan
yang inovatif dan berpengetahuan. WWF sebagai fasilitator dan monitoring, dan
melatih 40 masyarakat lokal di kecamatan Bunut Hilir menggunakan kamera
digital dan meminjamkannya selama setahun untuk mengabadikan aktivitas
sehari-hari tentang budaya dan tradisi mereka. Kemudian hasil dari Foto-foto
tersebut diterbitkan berupa buku fotograpi “Crystal Eye” setebal 240 halaman
yang diluncurkan pada 23 April 2013 di Jakarta. Dalam agenda peluncuran buku
tersebut dihadiri oleh Duta Besar Swistzerland untuk Indonesia dan berbagai
pihak selaku kontibutor dalam penulisan naskah buku tersebut.160
Menurut Anwar Purwoto, Direktur Kehutanan, Spesies Terestrial dan Air
Tawar WWF , mengatakan bahwa, “... Buku fotografi menjadi alat penting bagi
masyarakat Bunut Hilir, Kapuas Hulu, untuk menyuarakan isi hatinya tentang
159 Mutadi, “Labian-Leboyan jadi KSK Kapuas Hulu,” Kalbar On-line, Januari 25, 2012, [artikel on-line];
tersedia di http://kalbar-online.com/news/ragam/lingkungan/labian-leboyan-jadi-ksk-kapuas-hulu; Internet;
diakses pada Januari 01, 2014. 160 Andi Fachrizal, “Mengintip Jantung Kalimantan Lewat „Crystal Eye‟,” Mongabay, Juni 30, 2013, [artikel
on-line]; tersedia di http://www.mongabay.co.id/2013/06/30/mengintip-jantung-kalimantan-lewat-crystal-
eye/; Interenet; diakses pada Januari 01, 2015.
64
hutan yang ada disekitar mereka. Diharapkan melalui buku ini, para pengambil
keputusan dapat dengan mudah memahami makna hutan dari „kacamata‟
masyarakat, sehingga kebijakan yang diambil dapat menampung harapan
masyarakat.”161
5. Pengembangan Produksi Madu sebagai Hasil Hutan Non Kayu.
Salah satu hasil hutan non kayu di kabupaten Kapuas Hulu adalah madu
hutan. Madu adalah salah satu potensi perekonomian di daerah Danau Sentarum
Kapuas Hulu. Sekitar 80 sampai 100 ton madu dipanen setiap tahunnya. Di Danau
Sentarum, pengelolaan Madu sudah terorganisir dengan membentuk Asosiasi
Periau Danau Sentarum (APDS), produksinya juga sudah disertifikasi oleh
lembaga nasional Biocert yang difasilitasi oleh Asosiasi Organik Indonesia (AOI).
Teknis panen higienis dan lestari diterapkan secara konsisten, sehingga
qualitasnya dijamin bisa bertahan sampai 2 tahun.162
Upaya tersebut dinilai masih belum berhasil karena masih ditemui
beberapa kendala dan permasalahan seperti penyebarluasan teknis budidaya madu
yang lestari dan masih lemahnya kelembagaan petani masyarakat. Sementara di
sektor hilir, kendala utamanya adalah keterbatasan modal, penyerapan pasar,
ketidakseimbangan rantai perdagangan, dan aspek pendampingan dalam
meningkatkan kapasitas kelompok petani.163
Oleh karena itu, Pemerintah Kapuas
161 Hijauku, “Diluncurkan! Buku Crystal Eye Kapuas Hulu, Heart of Borneo” Hijauku, Juni 20, 2013, [artikel
on-line]; tersedia di http://www.hijauku.com/2013/06/20/diluncurkan-buku-crystal-eye-kapuas-hulu-heart-
borneo/; Internet; diakses pada Januari 01, 2015. 162 Eko Darmawan, “Madu Maniskan Kapuas Hulu,” Suara Uncak Kapuas (Suka) News, Juni 28, 2013,
[artikel on-line]; tersedia di http://www.sukanews.com/2013/06/madu-maniskan-kapuas-hulu.html; Internet;
diakses pada Januari 02, 2014 163 Borneo Climate Change, “Pemkab Kapuas Hulu: Komit Mendorong Sentra Wirausaha Madu Hutan,”
Borneo Climate Change, Juni 26, 2013, tersedia di http://borneoclimatechange.org/berita-644-pemkab-
kapuas-hulu-komit-mendorong-sentra-wirausaha-madu-hutan.html; Internet; diakses pada Januari 02, 2014
65
Hulu beserta dukungan dari strakeholder seperti WWF dan GIZ melakukan aksi
bersama dalam Pembentukan Sentra Wirausaha Produksi dan Pemanfaatan
Komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Madu melalui penandatangan
“Kesepahaman Kapuas Hulu” pada 13 Juni 2014.164
Terbentuknya sentra
wirausaha tersebut bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan wirausaha
produktif komoditas HHBK madu hutan di suatu wilayah masyarakat yang efektif
dan efisien, khususnya di wilayah Kapuas Hulu. 165
Peran WWF membantu pemerintah kabupaten tersebut diupayakan sebagai
aksi untuk mempengaruhi kebijakan dan program pemerintah dalam pengelolaan
dan pencapaian tujuan dari deklarasi HoB. Peran WWF tersebut sesuai dengan
“fungsi normatif” yang dimiliki organisasi internasional seperti yang dikatakan
Harold K. Jacobson bahwasanya organisasi internasional mengadopsi prinsip-
prinsip dari sebuah deklarasi dan pernyataan tujuan untuk mempengaruhi
kebijakan pemerintah.166
Kemudian, “fungsi normatif” tersebut adalah bukti
bahwasanya strategi “scaling up via cooperation with governments” yang
dikatakan oleh Michael Edwards dan David Hulme167
telah dilakukan oleh WWF .
WWF bekerjasama dengan struktur pemerintah untuk memastikan bahwa
pemerintah menerapkan kebijakan yang efektif yang akan bermanfaat untuk
masyarakat. Terbukti dengan adanya program-program yang telah dilakukan oleh
WWF dalam membantu pemerintah di Kapuas Hulu bertujuan untuk
kesejahteraan masyarakat yang selaras dengan perlindungan lingkungan yang
164 Ibid. 165 Ibid. 166 Harold K. Jacobson, Netwoks of Interdependence International Organizations and the Global Political
System Second Edition, 82-83. 167 Michael Edwards and David Hulme, Making a Difference: NGOs and Development in a Changing World,
17.
66
sesuai dengan pilar pendekatan sustainable development yang diadopsi dalam
Brundtland Report.168
Selain itu, peran yang telah dilakukan WWF dalam
pengembangan kabupaten konservasi di tahun 2012 sampai 2013 merupakan bukti
dari “strategi ekspansi secara horizontal” yang dikatakan oleh Michael Edwards
dan David Hulme,169
yang bahwasanya program tahun 2012 sampai 2013,
program tersebut belum pernah ada di tahun sebelumnya di Kapuas Hulu.
Program pengembangan dan pelestarian habitat ikan arwana di danau
lindung Empangau dan pengembangan produksi madu sebagai hasil hutan non
kayu adalah upaya sustainable development bahwasanya masyarakat mendapatkan
nilai ekonomis sambil melestarikan lingkungan sekitar. Program pengembangan
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan atau education for sustainable
development (ESD) yang dilakukan WWF adalah bukti bahwasanya dalam konsep
sustainable development mengenai pilar kesejahteraan sosial berkaitan erat
dengan perlindungan lingkungan. Kemudian, program penyusunan rencana
koridor Labian-Leboyan sebagai Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) Kapuas
Hulu adalah implementasi bahwasanya untuk tercapainya sustainable
development di suatu wilayah diperlukannya model baru dalam pemerintahan
yang berasas lingkungan yang menuntut keterlibatan pemerintah dalam
merumuskan kebijakan mengenai pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.
Kemudian, peran WWF dalam pemberdayaan masyarakat dengan program
berbasis teknologi lewat fotografi yang bernama CLICK! merupakan bukti
168 Susan Baker, Routledge Introductions to Environment Series: Sustainable Development, 25. 169 Michael Edwards and David Hulme, Making a Difference: NGOs and Development in a Changing World,
19-20.
67
bahwasa teknologi membuka peluang bagi terwujudnya pelestarian lingkungan,
hal ini sesuai dengan konsep sustainable developement.
C. Peran WWF dalam Membangun Jaringan Bisnis Hijau
Jaringan Bisnis Hijau atau the Green Business Network adalah pintu
gerbang solusi lingkungan bagi perusahaan bisnis yang beroperasi di kawasan
HoB. Ada tiga solusi WWF untuk bisnis hijau di HoB, yaitu industri kehutanan
yang berkelanjutan, industri kelapa sawit yang berkelanjutan, dan industri
pertambangan yang bertanggungjawab.
1. Industri Kehutanan yang Berkelanjutan
Global Forest Trade Network (GFTN) atau jaringan hutan dan
perdagangan global merupakan skema untuk mendorong peningkatan manajemen
kepada para pengelola hutan dengan lestari melalui proses sertifikasi dan juga
sebagai upaya mengurangi terjadinya pembalakan liar.170
Program GFTN
diinisiasi oleh WWF pada 2003 dengan nama lokal “Nusa Hijau” atau “Green
Archipelago.”171
Dalam program ini WWF tidak memberikan sertifikasi untuk
mengunakan logo atau label pada produk, melainkan WWF memberikan
dukungan kepada anggota GFTN berupa panduan sertifikasi dan jaringan pasar.172
170 The European External Action Service (EEAS), “Press Relase: More Than 300 SMEs toward SLVLK
Certification in Three Years,” EEAS , March 11th, 2013, [dokumentasi on-line]; tersedia di
http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/documents/press_corner/20130311_02_en.pdf; Internet; diakses
pada Januari 02, 2015. 171 Luca Tacconi, Krystof Obidzinski dan Ferdinandus Agung, Proses Pembelajaran (Learning Lessons)
Promosi Sertifikasi Hutan dan Pengendalian Penebangan Liar di Indonesia, (CIFOR, 2004), 24. 172 Tentangkayu.com , “Sertifikasi Produk Kayu,” Tentangkayu.com [database on-line]; tersedia di
http://www.tentangkayu.com/2011/06/sertifikasi-produk-kayu.html; Internet; diakses pada Januari 02, 2015.
68
GFTN berfungsi sebagai “payung” dari jaringan perdagangan kayu atau forest and
trade networks (FTNs) yang beroperasi di beberapa negara.173
Program yang telah diupayakan WWF dalam skema GFTN di wilayah
HoB dari tahun 2012 sampai 2013 dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Mendukung skema Voluntary Partnership Agreement (VPA) diantara
Pemerintah Indonesia dengan Uni Eropa
Destinasi pasar dari hasil produksi kayu Indonesia sebagian besar diekspor
ke wilayah Eropa. Demi terjaminnya legalitas kayu yang diimpor dari Indonesia,
pada 2011, Indonesia dan Uni Eropa telah mencapai kesepakatan untuk
memberantas perdagangan kayu illegal yang dinamai Voluntary Partnership
Agreement (VPA) atau Kesepakatan Kemitraan Sukarela. Keuntungan dalam
kerjasama VPA adalah untuk memudahkan akses pasar hasil kayu dari Indonesia
ke Uni Eropa dengan jaminan semua produk kayu bersertifikat asal Indonesia
secara otomatis dianggap legal, tidak perlu menjalani proses verifikasi
tambahan.174
Dalam mewujudkan jaringan bisnis kehutanan yang berkelanjutan serta
tercapainya kerjasama VPA, pada 15 sampai 19 Oktober 2012, WWF program
GFTN bekerjasama dengan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan
dengan dukungan dari Uni Eropa membuat Training of Trainer (ToT) bagi 22
173 Luca Tacconi, et al., Proses Pembelajaran (Learning Lessons) Promosi Sertifikasi Hutan dan
Pengendalian Penebangan Liar di Indonesia, 23. 174 The European External Action Service (EEAS), “Siaran pers: PHPL dan Legalitas Kayu Untuk Akses
Pasar Ekspor,” EEAS, 15 Oktober 2012, [dokumentasi on-line]; tersedia di
http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/documents/press_corner/20121015_01_id.pdf; Internet; diakses
pada Januari 02, 2015.
69
peserta.175
Peserta terdiri dari para pengelola hutan dan pihak terkait dari sektor
bisnis kehutanan mengenai pengelolaan hutan lestari di provinsi bagian wilayah
HoB yaitu di Kalimantan Barat. Beberapa hal yang ditekankan pada pelatihan dan
diskusi tersebut mengenai pembagian pasar produk kayu dan sistem sertifikasi
hutan diantaranya Forest Stewardship Council (FSC), Sistem Verifikasi Legalitas
Kayu (SVLK), Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL), dan Lembaga
Ekolabel Indonesia (LEI).176
Sistem serifikasi tersebut merupakan persyaratan
wajib yang dimiliki para eksportir produk kayu dan turunannya, termasuk industri
pulp dan kertas, dan berlaku untuk semua skala baik besar, menengah dan kecil
(UKM).177
Kemudian, dalam menyikapi terwujudkan VPA di Indonesia, pada Maret
2013, WWF dengan Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia
(ASMINDO) didukung oleh Uni Eropa bekerjasama dalam tema “Promosi
penerapan FLEGT License sebagai langkah utama menuju produksi dan konsumsi
yang lestari pada industri pengolahan kayu Indonesia”.178
FLEGT adalah
singkatan dari Forest Law Enforcement, Governance and Trade yang didirikan
Uni Eropa pada tahun 2003. Hal ini bertujuan untuk mengurangi pembalakan liar
dengan memperkuat pengelolaan hutan lestari dan hukum, meningkatkan tata
175 EU ACTIVE, “EU ACTIVE Newsletter Vol. 2/Desember 2012,” EU ACTIVE, Desember 2012, tersedia di
http://awsassets.wwf.or.id/downloads/eu_active_newsletter_vol2___latest.pdf; Internet; diakses pada Januari
02, 2015. 176 The European External Action Service (EEAS), “Siaran pers: PHPL dan Legalitas Kayu Untuk Akses
Pasar Ekspor,” EEAS, 15 Oktober 2012. 177 Berita Satu, “Incar Pasar Eropa, Ratusan UKM Ajukan Sertifikasi Kayu Legal,” Berita Satu, 11 Maret
2013, [artikel on-line]; tersedia di http://www.beritasatu.com/industri-perdagangan/101363-incar-pasar-eropa-
ratusan-ukm-ajukan-sertifikasi-kayu-legal.html; Internet; diakses pada Januari 02, 2014. 178 The European External Action Service (EEAS), “Press Relase: More Than 300 SMEs toward SLVLK
Certification in Three Years,” EEAS , March 11th, 2013.
70
kelola dan mempromosikan perdagangan kayu yang diproduksi secara legal.179
Tujuan kerjasama pada bulan Maret tersebut adalah untuk meningkatkan kapasitas
lebih dari 300 UKM di Kalimantan, Pulau Jawa, dan Sumatra mengenai SVLK
selama tiga tahun ke depan, serta mempromosikan kebijakan pembelian praduk-
produk hijau bersertifikat SVLK atau green pracurement policy dalam negeri.180
Upaya memfasilitasi UKM di Indonesia memang harus menjadi perhatian
karena kalangan industri mebel memang berada di garis depan dalam mata rantai
perdagangan, mereka berhadapan langsung dengan konsumen-konsumen dunia.
Selain itu, upaya memfasilitasi sertifikasi UKM dinilai sebagai upaya
perlindungan terhadap lingkungan, sesuai yang dikatakan oleh Dita Ramadhani
dari program GFTN WWF mengatakan bahwa, “... Industri UKM merupakan
pemain penting dalam sertifikasi kayu yang pada akhirnya, jika tidak dikelola
lestari bisa berdampak terhadap hutan Indonesia.”181
Kemudian, upaya memfasilitasi UKM adalah bentuk dari perubahan demi
terwujudkan kayu lestari dan pemberantasan illegal logging dalam skema VPA.
Hal tersebut sesuai dengan perkataan Collin Crooks, Wakil Duta Besar Delegasi
Uni Eropa untuk Indonesia, bahwa:
“I pay tribute to everyone in the industry, civil society, and the government in
Indonesia who have worked so hard to get Indonesia timber producers ready for
this change. It is particularly good to see that small producers have been able to
work in cooperatives to get group certification under SVLK. Some of the best
craftmanship comes from tiny operation accross Indonesia and it is great that
179 EU FLEGT, “About FLEGT,” EU FLEGT, [database on-line]; tersedia di http://www.euflegt.efi.int/about-
flegt; Internet; diakses pada Januari 02, 2014. 180 The European External Action Service (EEAS), “Press Relase: More Than 300 SMEs toward SLVLK
Certification in Three Years,” EEAS , March 11th, 2013. 181 Gloria Samantha, “Mengantar Kayu Legal Indonesia ke Pasar Global (1),” National Geographic
Indonesia, 23 Januari 2014, [artikel on-line]; tersedia di
http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/01/mengantar-kayu-legal-indonesia-ke-pasar-global-1; Internet;
diakses pada Januari 02, 2015.
71
this operators too can continue to access the EU market and the European
consumers can continue to enjoy their beautifull products for years to come.”
“Kami menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada kelompok industri,
masyarakat madani dan pemerintah Indonesia atas usaha dan kerja keras dalam
mewujudkan perubahan ini. Terutama bagaimana para produsen skala kecil dapat
bekerjasama untuk mendapatkan sertifikasi SVLK secara kolektif. Beberapa
keahlian kayu terbaik berasal dari usaha kecil yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dengan berbekal SVLK, maka produsen tersebut tetap dapat memasuki pasar Uni
Eropa dan konsumen dari negara- negara di Eropa juga dapat terus menikmati
produk kayu asal Indonesia.”182
b. Melatih Perusahaan dengan Operasional Ramah Lingkungan
Dari tahun 2007 hingga 2011, keberadaan gajah borneo perkiraan 20
sampai 80 individu yang tersisa di wilayah utara di perbatasan HoB anatara
Indonesia dengan Malaysia.183
Dalam melestarikan keberadaan gajah tersebut
WWF melatih perusahaan hutan yang beroperasi di wilayah populasi gajah
tersebut. PT Adimitra Lestari adalah contoh dari perusahaan anggota GFTN yang
beroperasi di daerah pupulasi gajah Kalimantan, tepatnya di wilayah HoB
perbatasan Nunukan dan Sabah.
Pada tanggal 20 sampai 25 September 2012, WWF program GFTN dan PT
Adimitra Lestari mengadakan pelatihan dan sosialisasi Sistem Pengelolaan Hutan
Lestari (PHPL), FSC dan strategi umum implementasi aspek produksi yan
berkaitan erat dengan ekologi dan sosial. Pelatihan ini diperlukan karena PT
Adimitra Lestari sebagai perusahaan yang memiliki ijin mengelola suatu kawasan
hutan memiliki kewajiban untuk menjaga kelestarian hutan tersebut. Peserta
pelatihan tersebut adalah staff PT Adimitra Lestari yang didampingi oleh
182 The European External Action Service (EEAS), “Press Relase: More Than 300 SMEs toward SLVLK
Certification in Three Years,” EEAS , March 11th, 2013. 183 Ichwan Susanto, “Alih Fungsi Hutan Desak Populasi Gajah Kerdil Borneo,” Kompas, 18 April 2012,
[artikel on-line]; tersedia di http://sains.kompas.com/read/2012/04/18/14431296/twitter.com; Internet; diakses
pada Januari 02, 2015.
72
GFTN.184
Partisipasi sektor bisnis dalam pengelolaan habitat satwa dilindungi
adalah kunci keberhasilan untuk perlindungan dan pelestarian satwa tersebut,
yang tidak menganggap satwa adalah hama lingkungan. Hal ini merupakan
implementasi dari ekonomi bisnis hijau, bahwasanya para pembisnis beroperasi
tanpa merugikan populasi spesies yang terancam punah.
2. Industri Kelapa Sawit yang Berkelanjutan
Industri kelapa sawit terus menjadi salah satu kontributor yang signifikan
bagi pendapatan masyarakat pedesaan dan menjadi sumber devisa negara,185
tetapi
tidak sedikit terjadi kerusakan lingkungan akibat pengelolaan yang kurang
insentif, oleh karena itu penting untuk mengupayakan industri kelapa sawit yang
berkelanjutan demi kelangsungan lingkungan yang lestari. Strategi WWF dalam
industri kelapa sawit yang berkelanjutan di HoB adalah program Roundtable on
Sustainable Palm Oil (RSPO). Pada tahun 2004, RSPO didirikan atas inisiatif dan
fasilitasi WWF dan para pemangku kepentingan lainya.186
RSPO dibentuk sebagai
tanggapan atas desakan dan tekanan permintaan global akan minyak sawit yang
dihasilkan secara berkelanjutan, menerapkan dan menegakan standar konsisten
dengan hukum hak asasi manusia internasional dan menghormati hak masyarakat
adat.187
184 EU ACTIVE, “EU ACTIVE Newsletter Vol. 2/Desember 2012,” EU ACTIVE, Desember 2012, 185 World Growth, Laporan: Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia, (World Growth, Februari
2011), 4, [dokumentasi on-line] tersedia di http://worldgrowth.org/site/wp-
content/uploads/2012/06/WG_Indonesian_Palm_Oil_Benefits_Bahasa_Report-2_11.pdf; diakses pada
Januari 03, 2015. 186 Asril Darussamin, Murdwi Astuti, et al., Buku Panduan Pelatihan Fasilitator Prinsip dan Kriteria
Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan RSPO untuk Petani, (Jakarta: Indonesian Smallhorders Working Group
[INA-SWG], 2011), 2. 187 Forest Peoples Programme (FPP), “Palm oil & RSPO Minyak Sawit dan Hak Masyarakat Hutan,” FPP,
[database on-line]; tersedia di http://www.forestpeoples.org/id/topics/responsible-finance/private-sector/palm-
oil-rspo; Internet; diakses pada Januari 03, 2015.
73
Industri kelapa sawit di Indonesia terbagi menjadi dua jenis kepemilikan
yaitu perusahaan inti atau besar dan smallholder atau petani kelapa sawit.
Perusahaan inti dimiliki oleh publik atau swasta adalah perusahaan yang
beroperasi di wilayah seluas 10.000 ha atau lebih, sedangkan smallholder atau
petani kelapa sawit adalah petani yang mengembangkan kebun kelapa sawit di
bawah 10 ha. Smallholder dibagi menjadi dua yaitu scheme smallholder dan
independet smallholder. Scheme smallholder atau dikenal dengan petani plasma
adalah petani yang pengelolaan kebunnya terkait dengan perusahaan, sedangkan
independent smallholder atau dikenal dengan petani kelapa sawit swadaya adalah
petani yang mengelola dan mendanai kebunnya sendiri atau mandiri dan tidak
terikat kontrak dengan perusahaan atau asosiasi manapun.188
Secara mandiri petani kelapa sawit swadaya mengelolah perkebunanya
sendiri, tanpa adanya dukungan dari pihak lain. Hal tersebut, banyak masalah
yang dihadapi oleh petani, seperti manajemen kebun yang tidak teratur, bibit yang
tidak jelas asal usulnya dan yang paling krusial adalah kurangnya pemahaman
tentang pengelolaan aspek lingkungan, oleh karena itu program RSPO WWF
membantu para petani swadaya yang sangat membutuhkan dukungan untuk
mengelola kelapa sawit secara lestari.189
Adapun program yang telah dilakukan WWF dari tahun 2012 sampai 2013
di area HoB, diantaranya:
188 WWF Indonesia, “FASDA dan Membangun Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Lestari,” WWF Indonesia
21 Juni 2013, [artikel on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/program/wilayah_kerja_kami/kalimantan/heart_of_borneo/?28601/FASDA-dan-
Membangun-Perkebunan-Kelapa-Sawit-Rakyat-Lestari; Internet; diakses pada Oktober 07, 2014. 189 Ibid.
74
a. Membuat Pelatihan Mengenai Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi
(KBKT)
Pada Juni 2012, WWF bekerjasama dengan Dinas Perkebunan Provinsi
Kalimantan Timur, dan Pokja HoB Kalimantan Timur, untuk membuat pelatihan
bagi 40 petani kelapa sawit mengenai Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi
(KBKT). Peserta pelatihan berasal dari daerah HoB, yaitu Nunukan, Malinau,
Kutai Barat, Bulungan, Berau, Kutai Kartanegara, dan Kutai Timur. KBKT
sendiri sudah ditetapkan sebagai salah satu instrumen yang wajib dilakukan dalam
Peraturan Menteri Pertanian Nomer 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Perkebunan
Kelapa Sawit Berkelanjutan di Indonesia. KBKT tidak hanya diterapkan untuk
perusahaan, tetapi juga direncanakan untuk perkebunan skala kecil yang dikelola
petani kelapa sawit.190
b. Membuat Forum Dialog Pembangunan Komunitas Perkebunan Kelapa
Sawit Lestari.
Di sisi lain pada Mei 2013, WWF bekerjasama dengan Forum Fasilitator
Daerah (FASDA) Kelapa Sawit, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat,
Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang dan pihak swasta lain, melakukan forum
dialog mengenai pembangunan komunitas perkebunan kelapa sawit lestari. Forum
tersebut dihadiri oleh 50 petani kelapa sawit swadaya di tujuh desa kabupaten
Sintang191
Forum tersebut merupakan program untuk menyelaraskan agenda
pemerintah Indonesia mendorong kebijakan produksi kelapa sawit lestari yang
190 WWF Indonesia, “Langkah penting menuju perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Kalimantan Timur,”
WWF Indonesia, 28 Juni 2012, [artikel on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/program/wilayah_kerja_kami/kalimantan/heart_of_borneo/?25480/Langkah-penting-
menuju-perkebunan-kelapa-sawit-berkelanjutan-di-Kalimantan-Timur; Internet; diakses pada September 29,
2014. 191 WWF Indonesia, “FASDA dan Membangun Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Lestari,” WWF Indonesia.
75
dibangun seiring pelestarian alam dan kehidupan sosial masyarakat, khususnya
petani swadaya.
3. Industri Pertambangan Yang Bertanggungjawab
Industri pertambangan telah memberikan kontribusi penting bagi
pembangunan ekonomi kawasan HoB, memberikan pendapatan ekspor, pekerjaan,
dan sumber daya untuk pembangkit listrik. Namun, tidak sedikit dampak negatif
lingkungan yang dihasilkan dari pertambangan yang tidak dikelola secara lestari
dan tanggungjawab. Permasalahan umum di daerah HoB adalah jenis
pertambangan terbuka, umumnya batubara di daerah sungai. Hal ini berakibat
pada hilangnya habitat satwa, kerusakan daerah aliran sungai, degradasi tanah,
erosi, isu-isu sosial, degradasi kualitas air, serta adanya limbah-limbah berbahaya
yang berkaitan dengan pertambangan.192
Industri pertambangan yang
bertanggungjawab adalah solusi yang ditawarkan oleh WWF Indonesia dalam
mengelola lingkungan dengan melibatkan perusahaan pertambangan yang berada
di kawasan HoB untuk menggunakan prinsip-prinsip pertambangan yang
berkelanjutan.193
Dalam skema industri pertambangan lestari, WWF membuat beberapa
rekomendasi untuk para perusahaan pertambangan yang beroperasi di kawasan
HoB. Kegiatan penambangan harus menghindari pembangunan yang berdampak
di Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT). Kemudian perusahaan
192 HoB Green Economy, “Bisnis & Heart of Borneo,” HoB Green Economy [database on-line]; tersedia di
http://www.hobgreeneconomy.org/id/bisnis-heart-of-borneo; Internet; diakses pada Januari 03, 2015. 193 WWF Global, “Business solutions,“ WWF Global, [database on-line];tersedia di
http://wwf.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/borneo_rainforest_conservation/greenbusi
nessnetwork/businesssolutions/; Internet; diakses pada Oktober 01, 2014.
76
pertambang harus membuat “koridor” satwa liar untuk menghubungkan hutan
“terfragmentasi” akibat pembukaan lahan kegiatan pertambangan.194
WWF mendorong perusahaan pertambangan untuk menggunakan
mekanisme Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (EIA) atau yang
dikenal AMDAL di Indonesia. AMDAL adalah mekanisme yang digunakan untuk
mengidentifikasi potensi lingkungan dan sosial yang berkaitan dengan kegiatan
pertambangan perusahaan besar ataupun kecil. AMDAL dijadikan sebagai
persyaratan hukum dan wajib sebelum memulai operasi petambangan.195
Mekanisme AMDAL secara resmi tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan.196
Selanjutnya, dalam hal pengurangan penggunaan air raksa atau merkuri,
WWF bekerjasama dengan pihak lain, yaitu inisiatif PBB tentang the Global
Mercury Project dan LSM nasional dalam memberi sosialisasi kepada penambang
skala kecil dan besar untuk mengurangi dampak penggunaan air raksa karena
berdampak negatif pada kesehatan manusia dan lingkungan. Selain itu inisiatif
yang dipimpin PBB, the Global Mercury Project, memberikan teknologi daur
ulang air raksa bagi para penambang.197
Kemudian, WWF mendorong perusahaan pertambang, khususnya yang
didanai oleh bank komersial multi-nasional, diwajibkan oleh penyandang dananya
194 WWF Indonesia and WWF Malaysia, WWF Bussines Report HoB NI 2011: Business Solutions:
Delivering The Heart of Borneo Declaration Focus On Forestry, Palm Oil And Mining, (Indonesia-Malaysia:
WWF and WWF-Malaysia, 2011), 72. 195 Ibid, 73. 196 Kementrian Lingkungan Hidup, “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012
Tentang Izin Lingkungan,” [dokumentasi on-line]; tersedia di http://www.menlh.go.id/DATA/PP-Nomor-27-
Tahun-2012.pdf; Internet; diakses pada Januari 03, 2015. 197 WWF Indonesia and WWF Malaysia, WWF Bussines Report HoB NI 2011: Business Solutions:
Delivering The Heart of Borneo Declaration Focus On Forestry, Palm Oil And Mining, (Indonesia-Malaysia:
WWF and WWF-Malaysia, 2011), 76.
77
untuk menunjukkan manajemen yang tepat terhadap dampak lingkungan dan
sosial berdasarkan “Equator Principles”. “Equator Principle” adalah standar de
facto di sektor keuangan untuk menentukan, menilai dan mengelola risiko sosial
dan lingkungan dalam pembiayaan suatu proyek..198
Hasil rekomendasi yang dilakukan WWF kepada para perusahaan
pertambangan dapat dilihat di gambar di bawah. Gambar IV.1. di bawah adalah
hasil survey dan wawancara tim WWF kepada 15 perusahaan perusahaan
pertambangan yang beroperasi di HoB mengenai manfaat dari praktik lingkungan
dan sosial yang baik. Manfaat dari kegiatan yang berkelanjutan dan
bertanggungjawab mengasilkan 82% mengenai manajemen risiko lingkungan dan
sosial yang baik dan 82% juga berpendapat bahwa perusahaan mereka mendapat
manfaat dari citra publik yang baik. Selain itu, ada 73% perusahaan menilai
bahwa kegiatan keberlanjutan meningkatkan hubungan mereka dengan
pemerintah, LSM dan kelompok masyarakat. Di sisi lain, lebih dari setengah
(55%) dari perusahaan tambang menganggap bahwa kegiatan keberlanjutan
meningkatkan profitabilitas jangka panjang bagi perusahaan mereka.199
198 Ibid, 77. 199 Ibid, 79.
78
Gambar IV.1. Manfaat Dari Praktik Lingkungan Dan Sosial Yang
Baik Yang Dilaporkan Oleh Perusahaan Pertambangan Di Borneo
WWF Indonesia and WWF Malaysia, WWF Bussines Report HoB NI 2011: Business
Solutions: Delivering The Heart of Borneo Declaration Focus On Forestry, Palm Oil And Mining,
79.
Dalam implementasi program pertambangan bertanggungjawab di tahun
2012, analisa digunakan dari data yang diambil dari salah satu perusahaan
pertambangan besar di wilayah HoB, yaitu PT. Berau Coal Sambarata, di
kabupaten Berau. Rekomendasi WWF kepada industri pertambangan batubara,
termasuk PT. Bearu Coal Sambarata, memiliki kewajiban dalam pelaksanaa
pertambangan bertanggungjawab. Dalam kegiatan operasi penambangan PT.
Berau Coal Site Sambarata, beroperasi berdasarkan dokumen AMDAL dari
pemerintah Indonesia dan dokumen perizinan lingkungan lainnya meliputi izin
pembuangan air limbah dan izin Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).200
200 Kementrian Lingkungan Hidup, Laporan Hasil Verifikasi Lapangan–Proper 2013
PT. Berau Coal Site Sambarata Kabupaten Berau– Provinsi Kalimantan Timur, (Jakarta: Kementerian
Lingkungan Hidup, 2013) [dokumentasi on-line]; tersedia di
http://proper.menlh.go.id/portal/filebox/131228120941PT.%20Berau%20Coal%20-
%20Site%20Sambarata.pdf; Internet; diakses pada Januari 04, 2015.
79
Pengelolaan pertambangan yang bertanggungjawab dan yang sesuai
dengan kaidah-kaidah yang berlaku di Indonesia, dapat membangun citra
perusahaan yang baik. Rekomendasi WWF mengenai pertambangan
bertanggungjawab menjadi salah satu kontributor dalam membangun citra
perusahaan yang baik. Dengan pengelolaan perusahaan tambang ramah
lingkungan, PT. Berau Coal Site Sambarata memperoleh penghargaan Penilaian
Peringkat Kinerja Penaatan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER) dari
Kementerian Lingkungan Hidup dengan peringkat “hijau” pada periode 2011-
2012, peringkat “hijau” PROPER Pertambangan Batubara Kalimantan Timur
periode 2011-2012, penghargaan lingkungan hidup peringkat “utama” pada tahun
2011 dan 2012 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.201
Program pertambangan bertanggungjawab mempunyai posisi yang
berbeda dengan program kehutanan dan pertanian kelapa sawit yang
berkelanjutan. Tambang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui, sekali cadangan sumber daya habis ditambang maka selesai kegiatan
pertambangan tersebut. Kerusakan lingkungan akibat operasi pertambangan
sangatlah krusial, oleh karena itu WWF merekomendasikan solusi yang telah
diuraikan diatas supaya industri pertambangan harus dilakukan lebih bijak pada
tahapan kegiatan pertambangan, mulai dari eksplorasi, proses produksi, hingga ke
rehabilitasi dan penutupan tambang.
Industri kehutanan, kelapa sawit dan pertambangan adalah bagian dari
pertumbuhan ekonomi di kawasan HoB, oleh karena itu peran WWF dalam upaya
201 Ibid.
80
pembangunan berkelanjutan dalam program inisiatif HoB tidak bisa terlepas dari
keterlibatan sektor industri tersebut. WWF mengajak dan mendorong para
perusahaan kehutanan, kelapa sawit dan pertambangan untuk menerapkan kaidah
lestari yang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan
cara menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan tersebut. Hal
tersebut sesuai dengan “fungsi informasi” dari organisasi internasional yang
dikemukakan oleh Harold K. Jacobson, bahwasanya “fungsi informasi” dari
sebuah organisasi internasional yaitu dengan menyediakan informasi,
mengumpulkan, menganalisa dan mempublikasi data, serta menyebarkan
informasi yang dibutuhkan dalam perannya.202
WWF dalam menjalankan “fungsi informasinya” menggunakan “strategi
lobi dan advokasi” yang sesuai dengan pandangan Michael Edwards dam David
Hulme,203
yang bahwasanya WWF merekomendasikan ide dengan membagi
informasi bagi perusahaan yang beroperasi di HoB yang bertujuan supaya para
perusahaan mempertimbangkan kebijakan atau peraturan yang efiesien yang
sesuai dengan kaidah pembangunan berkelanjutan sebelum, ketika proses dan
paska beroperasi. Peran WWF dalam mengajak sektor bisnis yang beroperasi di
HoB tidak terlepas dari tiga pilar sustainable development. Konsep keberlanjutan
dalam industri tersebut diarahkan pada upaya untuk memaksimalkan manfaat
pembangunan industri perhutanan, pertanian kelapa sawit dan pertambangan, serta
pada saat yang sama mampu meningkatkan keberlanjutan lingkungan dan sosial.
202 Harold K. Jacobson, Netwoks of Interdependence International Organizations and the Global Political
System Second Edition, 82-83. 203 Michael Edwards and David Hulme, “Scaling up NGO impact on development: learning from
experience,” 59.
81
Dengan memenuhi kebutuhan pembangunan ekonomi yang dilakukan industri
bisnis sektor besar ataupun kecil jangan sampai merusak lingkungan serta
mengabaikan nilai sosial.
D. Peran WWF Dalam Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia
Melalui Kerjasama Dengan Inisiatif Lokal
Dalam menjalankan program pengembangan kapasitas masyarakat lokal,
WWF bekerjasama dengan multi pihak, salah satunya civil society yang bernama
FORMADAT. FORMADAT singkatan dari Forum Masyarakat Adat Dataran
Tinggi Borneo atau The Alliance of the Indigenous Peoples of the Highlands of
Borneo, adalah organisasi masyarakat adat lintas batas Malaysia dan Indonesia
yang menjadi mitra WWF dalam program konservasi dan pembangunan
berkelanjutan di HoB. FORMADAT didirikan pada tahun 2004 atas inisiatif
pemimpin masyarakat dan komunitas adat di daerah perbatasan Malaysia dan
Indonesia yaitu Bario, Ba‟Kelalan dan Long Semadoh di Sarawak, dan Long Pasia
di Sabah, Malaysia, Krayan Selatan and Krayan di Kabupaten Nunukan,
Kalimantan Timur, Indonesia.204
WWF mulai bekerjasama dengan FORMADAT sejak tahun 2004. Sejak
awal FORMADAT didirikan, WWF sebagai salah satu mitra srtategis yang
mendukung organisasi lokal ini.205
Alasan yang paling mendasar dalam kerjasama
ini adalah bahwa kedua pihak WWF dan FORMADAT memiliki kesamaan visi
dan misi, yaitu keduanya fokus dan peduli untuk pemberdayaan masyarakat adat
204 Wawancara dengan Cristina Eghenter. 205 The Star, “WWF and Formadat Initiate Collaboration to Engage Communities Across Borneo,” The Star
On-line, Maret 29, 2014, [artikel on-line]; tersedia di
http://www.thestar.com.my/News/Community/2014/03/29/Forging-crossborder-conservation-tieup-WWF-
and-Formadat-initiate-collaboration-to-engage-communities/; Internet; diakses pada Januari 03, 2014.
82
untuk membangun ekonomi yang berkelanjutan, pelestarian lingkungan,
pelestarian budaya asli, dll.206
Dalam kerjasama ini, WWF memberikan dukungan finansial dan teknik
kepada FORMADAT untuk program pengembangan masyarakat. Dalam hal
mekanisme dukungan finansial yang diberikan WWF kepada FORMADAT,
WWF memberikan sekitar 80 % dari total anggaran program yang diusulkan oleh
FORMADAT.207
Program kerjasama antara FORMADAT dengan WWF
meliputi: pengembangan ekowisata, pertanian organik produk “Hujau dan Adil”
beras adan, pelatihan keartivitas kerajinan tangan, konservasi alam,
pengembangan teknologi dan komunikasi melalui program tele-center atau pusat
internet.208
1. Pengembangan Ekowisata
Ekowisata memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk menikmati
alam dan budaya dan belajar tentang pentingnya konservasi keanekaragaman
hayati dan budaya lokal. Pada saat yang sama, ekowisata menghasilkan
pendapatan untuk konservasi dan manfaat ekonomi bagi masyarakat yang tinggal
di daerah pedesaan dan terpencil karena prinsip ekowisata yang melibatkan
masyarakat setempat dalam pengelolaanya.209
Sesuai dengan tujuan partisipasi
WWF dalam program HoB, prioritas WWF dalam mendukung ekowisata berada
206 Wawancara dengan Lasung Kaleb. 207 Ibid. 208 Wawancara dengan Cristina Eghenter. 209 Andy Drumm and Alan Moore, Ecotourism Development - A Manual for Conservation Planners and
Managers Volume 1, (Virginia: The Nature Conservancy, 2002), 13.
83
di wilayah perbatasan Indonesia dengan Malaysia, yaitu di Taman Nasional
Kayan Mentarang (TNKM) dan Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK).210
WWF secara bertahap membangun dan mengelola sebuah ekowisata
berbasis masyarakat. Peran WWF mendampingi dan didukung oleh Dinas
Pariwisata setempat dalam perumusan struktur kepengurusan ekowisata,
perumusan aturan ekowisata dan melakukan pelatihan. Sejumlah warga diikutkan
pelatihan pemandu ekowisata muda atau Eco-Guide yang mengacu Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Selain itu, masyarakat dilatih
untuk mengelola homestay untuk akomodasi, belajar ilmu pemandu wisata dan
bahasa asing, serta mengembangkan obyek, jalur ekowisata211
dan pembuatan peta
tata guna lahan.212
WWF juga berperan dalam mempromosikan objek wisata TN di situs
resmi WWF213
dan juga mempromosikannya dalam agenda internasional di tahun
2013 yaitu dalam pertemuan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) 2013
yang diselenggarakan di Bali.214
Tidak hanya itu, WWF juga menjadi fasilitator
bagi turis yang akan datang ke TN dengan mekanisme pemberian informasi
mengenai petunjuk wisata lewat on-line ataupun off-line.215
210 WWF Indonesia, “Borneo Ecotourism,” WWF Indonesia, [database on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/pds/social_development/communitybasedecotourism/borneoe
cotourism/; Internet; diakses pada Oktober 13, 2014. 211 Cristina Eghenter, M. Hermayani Putera, dan Israr Ardiansyah, ed., Masyarakat dan Konservasi 50 Kisah
yang Menginspirasi dari WWF untuk Indonesia, (Jakarta: WWF Indonesia, 2012), 57. 212 Kolaboratif.org, “Pengelolaan Kolaboratif di Taman Nasional Kayan Mentarang,” Kolaboratif.org,
[database on-line]; tersedia di http://www.kolaboratif.org/index.php?option=com_pengelolaan&task=vie
w&id=34&Itemid=16; Internet; diakses pada Januari 03, 2015. 213 Wawancara dengan Alex Balang. 214 Heart of Borneo Indonesia, “Partisipasi HoB di APEC Unthinkable Week 2013,” Heart of Borneo
Indonesia, [artikel on-line]; tersedia di http://heartofborneo.or.id/id/news/detail/122/partisipasi-hob-di-apec-
unthinkable-week-2013; Internet; diakses pada Januari 03, 2015. 215 Wawancara dengan Alex Balang.
84
Program WWF yang telah dilakukan menjadi salah satu kontributor
pengembangan ekowisata beserta dukungan dinas kepariwisataan pemerintah
daerah dan FORMADAT. Dalam efektivitasnya, produk ekowisata di dua wilayah
Taman Nasional yang menjadi prioritas kerja WWF di HoB dari tahun 2012
sampai 2013, menunjukan peningkatan wisatawan. Tabel IV.D.1 di bawah
menunjukkan bahwa jumlah wisatawan TNBK yang berasal dari dalam negeri
pada tahun 2012 sampai 2013 meningkat signifikan 200%, yaitu dari tahun 2012
jumlah wisatawan hanya berjumlah 20 orang menjadi 60 orang di tahun 2013.
Sedangkan dari tahun 2012 sampai 2013, wisatawan dari luar negeri TNBK
meningkat 99%, tahun 2012 jumlah pengunjung 16 orang dan tahun 2013 menjadi
31 orang. Kemudian, sama halnya, jumlah wisatawan luar negeri ke TNKM
meningkat, terbukti dari tahun 2012 wisatawan luar negeri hanya 3 orang, tahun
2013 naik menjadi 8 orang.
Tabel IV.D.1. Jumlah Pengunjung Taman Nasional 2012-2013
NO Taman Nasional
Jumlah Pengunjung Keterangan:
I: Indonesian
F: Foreigner 2012 2013
I F Total I F Total
1 Betung Kerihun 20 16 36 60 31 91
2 Kayan Mentarang 7 3 10 5 8 13
Sumber: Direktorat PJLKKHL – Kementerian Kehutanan R.I, Statistik Direktorat PJLKKHL
2013, 67-68, dan Kementerian Kehutanan R.I, Statistik Kementerian Kehutanan 2012, 71-72.
2. Pengembangan pertanian Organik Produk “Hujau & Adil” Beras Adan
Selain program ekowisata, dalam mengembangkan kapasitas masyarakat
WWF membuat program “Hijau & Adil” atau “Green & Fair.” Program “Hijau
& Adil” bertujuan untuk menghasilkan pendapatan alternatif bagi masyarakat
85
lokal melalui pemanfaatan sumber daya.216
Dalam program ini, WWF berperan
sebagai fasilitator, mengenalkan produk tersebut ke masyarakat kota sebagai
bagian kampanye tentang pilihan konsumsi “hijau” karena produk tersebut terbuat
dari bahan alami dan diproduksi secara “organik” oleh masyarakat lokal. Selain
itu, produk tersebut bersifat “adil” karena dijual dengan nilai pasar yang
memberikan manfaat lebih bagi petani lokal, dengan membelinya langsung dari
petani atau distributor pertama.217
Dalam skema kerjasama dengan FORMADAT, WWF membantu
pengembangan produk beras organik adan. Beras adan mempunyai tiga macam
beras putih, merah, dan hitam. Beras tersebut adalah beras asli lokal yang telah
ditanam oleh masyarakat Krayan secara turun-temurun dan dengan pola
tradisional, yang dipadukan dengan peternakan kerbau dan memanfaatkan air
jernih dari gunung dan hutan TNKM.218
Pertanian padi adan sempat ditinggalkan
oleh masyarakat karena hasil panennya yang rendah jika dibandingkan dengan
varietas padi hasil rekayasa laboratorium. Kemudian, WWF berinisiatif
menghidupkan kembali padi lokal yang tahan hama dan perubahan lingkungan
ini.219
WWF melatih petani setempat menggunakan metode Internal Control
System (ICS). ICS adalah metode yang digunakan untuk pengawasan kualitas
216 The Borneo Post, “From the Heart of Borneo,” The Borneo Post, Desember 25, 2011, tersedia di
http://www.theborneopost.com/2011/12/25/from-the-heart-of-borneo/; Internet; diakses pada Januari 04,
2015. 217 Kompas, “8 Produk Petani Lokal yang Berkeadilan,” Kompas, 29 Juli 2010, [artikel on-line]; tersedia di
http://female.kompas.com/read/2010/07/29/18555069/8.Produk.Petani.Lokal.yang.Berkeadilan.-12; Internet;
diakses pada Januari 04, 2015. 218 Tjandra Dewi, “Produk Hijau dan Adil dari Delapan Kawasan Konservasi Indonesia,” Tempo, Agustus 02,
2010, tersedia di http://www.tempo.co/read/news/2010/08/02/095268037/Produk-Hijau-dan-Adil-dari-
Delapan-Kawasan-Konservasi-Indonesia; Internet; diakses pada Januari 03, 2015. 219 Ibid.
86
produk organik yang dihasilkan oleh kelompok petani kecil dengan cara
memonitoring secara berkala dan juga mencatat semua proses yang dilakukan
oleh petani, dari mulai proses tanam, produksi dan juga penjualan. Metode ICS
dijadikan tolak ukur tahap pertama suatu produk pertanian jika ingin
disertifikasi.220
Kemudian, dari upaya yang dilakukan WWF beserta FORMADAT dan
juga didukung oleh pemerintah daerah, pada tanggal pada 9 Januari 2012, beras
adan Krayan memperoleh sertifikat Indikasi Geografis dari Ditjen Hak Kekayaan
Intelektual (HKI), Kementerian Hukum dan HAM RI.221
Pemberian sertifikat ini
merupakan langkah dan capaian yang baik untuk membawa nama baik Krayan
dan masyarakat adat yang memproduksi beras adan, dan juga nama baik negara
Indonesia terhadap destinasi ekpor beras adan di daerah perbatasan Malaysia dan
Brunei.222
Setelah mendapatkan sertifikasi dari HKI, produksi beras adan naik
signifikan dibandingkan tahun di tahun 2012. Variatas padi beras adan termasuk
ke dalam varietas padi sawah. Tabel IV.D.2. dibawah ini menunjukan bahwa dari
tahun 2012 hingga 2013 produksi beras organik yang berasal dari dua kecamatan
naik secara signifikan. Di kecamatan Krayan, produksi padi sawah naik secara
220 Wawancara dengan Robertson David. 221 Buletin Kawasan Perbatasan, “Padi Adan Dan Upaya Pembentukan Asosiasi Kelembagaan,” Buletin
Kawasan Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur Edisi 06 No. 03 Desember 2012, (Kalimantan Timur:
Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan, Pedalaman dan Daerah Tertinggal Provinsi Kalimantan Timur) 29. 222 Buletin Kawasan Perbatasan, “Padi Adan Dan Upaya Pembentukan Asosiasi Kelembagaan,” Buletin
Kawasan Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur Edisi 06 No. 03 Desember 2012, (Kalimantan Timur:
Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan, Pedalaman dan Daerah Tertinggal Provinsi Kalimantan Timur) 29.
87
signifikan senilai 88 %, sedangkan di kecamatan Krayan Selatan hanya naik
senilai 1,7 %.223
Tabel IV.D.2. Total Produksi Padi Sawah 2012-2013
No Tahun Kecamatan
Krayan Krayan Selatan
1 2012 6.585 ton 3.554 ton
2 2013 12.366 ton 3.615 ton
Sumber: BPS Kab Nunukan, Statistik Padi dan Palawijaya Kabupaten Nunukan 2013, 24, dan
BPS Kab Nunukan, Statistik Padi dan Palawijaya Kabupaten Nunukan 2014, 24, [buku on-line];
tersedia di http://nunukankab.bps.go.id/
3. Pengembangan Kerajinan Tangan Masyarakat
Dalam pengembangan kerajinan tangan masyarakat, FORMADAT
didampingi WWF memfasilitasi pelatihan bagaimana membuat kerajinan tangan
yang ramah lingkungan. Pelatihan tersebut berupa mengembangkan desain dan
pemasaran kerajinan tangan, membentuk pasar desa sebagai tempat penjualan
kerajinan tangan kepada turis dan pengunjung lain.224
Kerajinan tangan yang
berasal dari masyarakat Kryan berupa sendal, baju dari kulit kayu, peralatan
rumah tangga seperti anyaman tikar, saung, nyiru dll. Untuk saat ini, kebanyakan
dari hasil kerajinan tangan diekspor ke Malaysia dan Brunei, karena lebih bernilai
ekonomis, contohnya sendal. Sendal tersebut dihargai RM. 30 ringgit/pasang atau
senilai Rp. 105.000/pasang, dibandingkan dengan harga jual di daerah Indonesia,
khususnya di Kalimantan sendiri sekitar Rp. 30.000/pasang. Di sisi lain untuk
penjualan alat rumah tangga, dari tahun ke tahun penjualannya terus meningkat.
223 Badan Pusat Statistik Kab Nunukan, Statistik Padi dan Palawijaya Kabupaten Nunukan 2013 dan 2014,
(Nunukan: BPS, 2013, 2014) 24, [buku on-line]; tersedia di http://nunukankab.bps.go.id/; Internet; diakses
pada Desember 01, 2014. 224 Emilia Pramova, et al., Mengintegrasikan Adaptasi ke dalam REDD+ Dampak Potensial dan Rentabilitas
Sosial di Setulang, Kabupaten Malinau, Indonesia (Makalah Kerja 114),(Bogor: CIFOR, 2013), 38.
88
Di tahun 2008, penjualan alat rumah tangga sekitar 500 buah, dan naik kurang
lebih 60% hingga Oktober 2014 ini, meningkat sekitar 2000 sampai 3000 buah
pertahun.225
4. Program Pelestarian Lingkungan
Dari tahun 2004 sampai sekarang, WWF melakukan banyak penyuluhan
kepada masyarakat tentang pelestarian lingkungan, seperti menjaga lingkungan
dengan baik, terutama, di daerah aliran sungai yang bermanfaat bagi kebutuhan
manusia. WWF dengan FORMADAT membuat tata tertib bagi masyarakat lokal
supaya tidak membuang sampah ke sungai, dan tidak menebang pohon di daerah
sekitar 1 km2.226
Di sisi lain, salah satu pelaksanaan program konservasi alam
yaitu pada Juli 2012 di Bario, WWF dengan FORMADAT melaksanakan acara
penanaman pohon. Program penanaman pohon telah berhasil ditanam lebih dari
3.000 pohon.227
5. Program Pengembangan Teknologi Dan Komukasi
Peran WWF mengembangkan teknologi dan komukasi di kalangan
masyarakat adat, WWF membangun tele-center atau pusat internet yang bernama
“E-Krayan”.228
Dengan beroperasinya tele-center di dataran tinggi, teknologi
225 Wawancara dengan Lasung Kaleb. 226 Ibid. 227 WWF Indonesia, “Pertemuan Tahunan Lintas Batas Masyarakat FORMADAT di Bario Menanamkan
Sebuah Masa depan untuk Tanah Air yang Berkelanjutan di Heart of Borneo”, WWF Indonesia, 19
September 2012 , [artikel on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/program/wilayah_kerja_kami/kalimantan/heart_of_borneo/?26003/Pertemuan-
Tahunan-Lintas-Batas-Masyarakat-FORMADAT-di-Bario-menanamkan-sebuah-masa-depan-untuk-Tanah-
Air-yang-Berkelanjutan-di-Heart-of-Borneo; Internet; diakses pada Oktober 15, 2014. 228 Dora Jok dan Cristina Eghenter, FORMADAT Forum Masyarakat Adat Dataran Tinggi Borneo, (Jakarta:
WWF-Indonesia, 2012) , 15.
89
digital dapat secara efektif menjembatani pembagian informasi dan memfasilitasi
jaringan komunikasi diantara masyarakat.229
Program tele-center juga menjadi salah satu faktor pendukung pemasaran
ekowisata di daerah tersebut. Dengan adanya jaringan internet maka masyarakat
bisa memanfaatkannya untuk promosi ekowisata dengan sistem on-line. Selain itu
tele-center menjadi salah satu program fasilitas ekowisata di HoB yang
menyediakan fasilitas internet.230
Tidak hanya itu, Program tele-center menjadi
salah satu kontributor dalam hal pengembangan pendidikan, internet membantu
anak-anak dalam belajar mata pelajaran TIK, membantu memudahkan
pendaftaran pendidikan secara on-line di sekolah maupun universitas yang jauh
dari jangkauan masyarakat, selain itu masyarakat bisa terus update terkait
kebijakan pemerintah melalui internet.231
Dengan adanya program pusat internet yang telah diupayakan oleh WWF,
program tersebut menjadi salah satu kontributor peningkatan pengetahuan
masyarakat di daerah dataran tinggi HoB. Ukuran yang sangat mendasar dari
tingkat pendidikan adalah angka melek huruf yang mencakup kemampuan
membaca dan menulis pada penduduk dewasa atau usia 15 tahun ke atas.
Perspektif tingkat pendidikan dalam hal melek huruf yang berkaitan erat dengan
berbagai dimensi kehidupan seperti pengembangan teknologi , sosial, ekonomi,
229 Dora Jok dan Cristina Eghenter, FORMADAT Forum Masyarakat Adat Dataran Tinggi Borneo, 15. 230 Borneo Ecotourism,” Homestay & guides,” Borneo Ecotourism, [database on-line]; tersedia di
http://www.borneo-ecotourism.com/?page_id=966; Internet; diakses pada Januari 04, 2014. 231 Ibid.
90
dan lainnya, yang menunjukan bahwa upaya-upaya menurunkan angka buta huruf
dan buta pengetahuan harus selalu menjadi prioritas.232
Gambar IV.2. di bawah menunjukan bahwa dari tahun 2012 hingga 2013,
angka melek huruf di masyarakat Kabupaten Nunukan mengalami kenaikan. Dari
total 171.602 jiwa penduduk Nunukan, pada tahun 2013, angka melek huruf telah
mencapai 94,82%, yaitu mengalami kenaikan sebesar 0,03% dari tahun 2012.
Gambar IV.2. Angka Melek Huruf Penduduk 15 tahun ke atas di Kabupaten
Nunukan 2012-2013
Sumber: Badan Pusat Statistik Daerah Kabupaten Nunukan, Indeks Pembangunan Manusia
Kabupaten Nunukan Tahun 2013, 48, [buku on-line]; tersedia di
http://nunukankab.bps.go.id/index.php?hal=publikasi_detil&id=124
Melibatkan peran masyarakat lokal dalam program HoB adalah upaya
menuju sinergi dimensi ekologi dan sosial, untuk mewujudkan pembangunan
yang berkelanjutan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan konservasi.
People centered development sebagai acuan dasar bagi prinsip pembangunan yang
melibatkan hak individu atau masyarakat dalam mengelola isu yang terjadi di
masyarakat sendiri. WWF bekerjasama dengan civil society merupakan bukti
232 Badan Pusat Statistik Daerah Kabupaten Nunukan, Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Nunukan
Tahun 2013, 48, [database on-line]; tersedia di
http://nunukankab.bps.go.id/index.php?hal=publikasi_detil&id=124; Internet diakses pada November 30,
2014.
94,79
94,82
2012 2013
91
bahwasanya masyarakat adat adalah bagian dari pembangunan dan harus
dihormati dengan hukum dan tradisi adat mereka.
Peran WWF dalam menjalin mitra dengan inisiatif lokal sesuai dengan
strategi yang dikatakan oleh Michael Edwards and David Hulme bahwasnaya
NGO membuat suatu jaringan atau networking melalui kerjasama dengan inisiatif
lokal233
dan dalam peranya tersebut WWF telah mengupayakan program- program
yang sesuai dengan konsep sustainable development. Program pengembangan
ekwosata dan beras organik “adan” sebagai pendapatan alternatif bagi masyarakat
adalah upaya sustainable development bahwasanya masyarakat mendapatkan nilai
ekonomis sambil melestarikan lingkungan sekitar. Program pengembangan tele-
center yang dilakukan WWF adalah bukti bahwasanya teknologi membuka
peluang bagi terwujudnya kesejahteraan sosial salah satunya dalam aspek
pendidikan.
233 Michael Edwards and David Hulme, “Scaling up NGO impact on development: learning from
experience,”59.
92
BAB V
KESIMPULAN
Deforestasi di sektor penggunaan lahan hutan pada 2010 menyumbang
58% dari total emisi dunia. Hal tersebut yang mendasari pemerintah Indonesia
dalam membuat kebijakan pengelolaan hutan secara kolaboratif yang tertuang
dalam dekralasi Heart of Borneo (HoB). Pada pengelolaannya, WWF adalah
aktor non negara yang satu-satunya dilibatkan dalam struktur organisasi
Kelompok Kerja (Pokja) HoB yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia.
Keputusan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor
382/Menhut-II/2011 tentang Kelompok Kerja Nasional Program HoB.
WWF merumuskan program yang secara khusus untuk membantu
program Pemerintah Indonesia dalam mengelola program HoB. Hasil analisa
terkait peran yang dilakukan oleh WWF dalam program HoB ialah pendanaan
yang berkelanjutan, membantu pemerintah daerah dalam mengembangkan
kabupaten konservasi, membangun jaringan bisnis hijau, dan meningkatkan
kapasitas sumberdaya manusia melalui kerjasama dengan inisiatif lokal.
Peran WWF dalam program pendanaan berkelanjutan di HoB, dilakukan
menggunakan strategi networking, strategi ekspansi horizontal, dan fungsi
operasional dari organisasi internasional. Program pendanaan berkelanjutan
tersebut, WWF bekerjasama dengan pihak strategis yaitu LINE Plus Corporation.
WWF juga mendapat dukungan finansial dari WWF Family dan pihak institusi
lain dalam program pendanaan berkelanjutan. Hasil dari peran WWF melalui
program pendaan berkelanjutan di HoB menunjukan bahwasanya alokasi dana
93
yang didapatkan WWF dikontribusikan untuk konservasi lingkungan di wilayah
HoB dengan upaya konservasi habitat asli orangutan dan penanaman hutan yang
gundul ataupun reconditioning hutan.
Peran WWF yang selanjutnya memiliki kontribusi ialah dalam
pengembangan kabupaten konservasi di Kapuas Hulu menggunakan strategi
bekerjasama dengan pemerintah untuk membantu mencapai kebijakan yang
effisien. Untuk menjalankan progam kabupaten konservasi di kabupaten Kapuas
Hulu, WWF menggunakan strategi ekspansi horizontal dan fungsi normatif dari
organisasi internasional. Peran WWF dalam program tersebut adalah membantu
perencanaan tata ruang wilayah daerah, serta memonitor dan memfasilitasi
kegiatan pengembangan masyarakat.
Peran WWF juga terlihat melalui programnya dalam jaringan bisnis hijau
dengan menggunakan strategi networking kepada perusahaan kecil dan besar yang
beroperasi di wilayah HoB, seperti perusahaan kayu kehutanan, pertanian kelapa
sawit dan pertambangan. Selain itu, dalam melaksanakan program tersebut, WWF
melakukan strategi advokasi dan lobi, serta fungsi informasi dari organisasi
internasional dengan menawarkan rekomendasi atau ide yang bertujuan agar para
perusahaan dapat berkontribusi dalam pelestarian lingkungan dengan
menggunakan kaidah-kaidah lestari yang sesuai dengen pilar sustainable
development dalam rangkaian operasinya yaitu sebelum, ketika proses dan paska
beroperasi.
Selain itu WWF juga berperan dalam mengembangkan kapasitas
masyarakat lokal menggunakan strategi training, monitoring, dan facilitating.
94
Strategi tersebut tertuang dalam program yang telah dilakukan, meliputi
pengembangan ekowisata, pengembangan pertanian organik produk “Hujau dan
Adil” beras adan, pelatihan kreativitas kerajinan tangan, konservasi lingkungan,
dan pengembangan teknologi dan komunikasi melalui program tele-center atau
pusat internet. Adanya peran WWF tersebut membuktikan bahwasanya
masyarakat lokal, pemerintah, dan organisasi inernasional adalah salah satu aktor
yang terlibat dalam pengelolaan pembangunan berkelanjutan di HoB, dengan
upaya menuju sinergi dimensi ekologi dan sosial, untuk mewujudkan
pembangunan yang berkelanjutan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar
kawasan konservasi sesuai dengan pilar sustainable development.
Sehingga, kontribusi peran WWF dalam upaya program HoB di Indonesia
periode 2012 sampai 2013 telah menunjukan keberhasilan. Dengan demikian,
program yang telah diupayakan WWF melalui strategi networking, lobi, advokasi,
facilitating, training, meningkatkan hubungan kerjasama antara WWF dengan
Pemerintah Indonesia, meninggkatkan kapasitas masyarakat, meningkatkan
pengelolaan industri bisnis lestari, juga membuktikan bahwa program tersebut
berpengaruh dalam terwujudnya program HoB berdasarkan prinsip-prinsip
konservasi juga pilar pembangunan berkelanjutan.
xv
DAFTAR PUSTAKA
Buku: Arsher, Clive. 1983. International Organizations. London: George Allen & Unwin Ltd.
Baker, Susan. 2006. Routledge Introductions to Environment Series: Sustainable
Development. New York: Routledge 270 Madison Ave.
Callicott, J. Baird and Robert Frodeman, ed.. 2009. Encyclopedia of Environmental
Ethics and Philosophy. USA: Cengage Learning.
Cresswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design California: Sage
Publication Inc.
Drumm, Andy and Alan Moore. 2002. Ecotourism Development - A Manual for
Conservation Planners and Managers Volume 1. Virginia: The Nature
Conservancy.
Darussamin, Asril, Murdwi Astuti, et al. 2011. Buku Panduan Pelatihan Fasilitator
Prinsip dan Kriteria Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan RSPO untuk Petani.
Jakarta: Indonesian Smallhorders Working Group (INA-SWG)
Eghenter, Cristina, M. Hermayani Putera, dan Israr Ardiansyah, ed,. 2012. Masyarakat
dan Konservasi 50 Kisah yang Menginspirasi dari WWF untuk Indonesia.
Jakarta: WWF Indonesia.
Eade, Deborah and Jenny Pearce, ed. 2000. Development, NGos, and Civil Society.
Oxford: Oxfam GB.
Edwards, Michael and David Hulme. 1992. Making a Difference: NGOs and
Development in a Changing World. London: Earthscan.
Emzir. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers.
Jacobson, Harold K. 1979. Netwoks of Interdependence International Organizations and
the Global Political System Second Edition. New York: Alfred A. Knopf, Inc.
Gerard A. Persoon and Manon Osseweijer. 2008. Reflections on the Heart of Borneo.
Netherlands : Tropenbos International.
Kehl, Norbert dan Soehartini Sekartjakrarini. 2012. Potential for Ecotourism in Kapuas
Hulu and MalinauOpportunities for Green Economy Development in the Heart of
Borneo, (Jakarta: Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit
(GIZ) GmbH dan Forests and Climate Change Programme (FORCLIME).
King, Victor T. The People of Borneo. 1993. Cambridge: Blackwell Publishers.
Korten, David C dan Rudi Klauss, ed.. 1984. People- Centered Development
Contributions Toward Theory And Planning Frameworks.United States of
Amesica: Kumarian Press.
xvi
Murdiyarso, Daniel. 2003. Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi
Perubahan Iklim. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Siahaan, N.H.T. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan Edisi Kedua.
Jakarta: Erlangga.
Dokumentasi:
Badan Pusat Statistik KabNunukan. 2013. Indeks Pembangunan Manusia
Kabupaten Nunukan Tahun 2013. [database on-line]; tersedia di
http://nunukankab.bps.go.id/index.php?hal=publikasi_detil&id=124; Internet
diakses pada November 30, 2014.
--------. 2014. Statistik Padi dan Palawijaya Kabupaten Nunukan 2014. Nunukan: BPS.
[buku on-line]; tersedia di http://nunukankab.bps.go.id/; Internet; diakses pada
Desember 01, 2014.
--------. 2013. Statistik Padi dan Palawijaya Kabupaten Nunukan 2013. Nunukan: BPS.
[buku on-line]; tersedia di http://nunukankab.bps.go.id/; Internet; diakses pada
Desember 01, 2014.
Cortez, Rane dan Peter Stephen, ed. 2009. Introductory Course on Reducing Emissions
from Deforestation and Forest Degradation (REDD) A Participant Resource
Manual. GTZ.
FORCLIME, “Mendukung Konservasi Keanekaragaman Hayati di Kawasan Heart of
Borneo”, FORCLIME. [dokumentasi on-line]; tersedia di
http://www.forclime.org/images/stories/Briefing_note_HoB_Ind_April_2011.pdf;
Internet; diakses pada Oktober 23, 2014.
Forest Watch Indonesia (FWI) dan Global Forest Watch (GFW). 2001. Keadaan Hutan
Indonesia. Bogor: Forest Watch Indonesia dan Washington D.C.: Global Forest
Watch.
Government of Indonesia, Malaysia and Brunei Darussalam. Strategic Plan of Actions
The Heart of Borneo Initiative.
Government of Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 2010 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan
Hutan. Jakarta: Pemerintah Indonesia.
Herat of Borneo-National Working Group. 2009. National Strategic Plan of Action.
Jakarta: Heart of Borneo-National Working Group, 2009.
Jok, Dora dan Cristina Eghenter. 2012. FORMADAT Forum Masyarakat Adat Dataran
Tinggi Borneo. Jakarta: WWF-Indonesia.
Kementerian Kehutanan R.I. 18 Juli 2011. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
382/Menhut-II/2011 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Nasional Program
Heart of Borneo. Jakarta: Kementerian Kehutanan R.I.
xvii
---------. 18 Juli 2011. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 382/Menhut-II/2011 tentang
Pembentukan Kelompok Kerja Nasional Program Heart of Borneo. Jakarta:
Kementerian Kehutanan R.I.
---------. 2011. Statistik Kehutanan Indonesia 2010. Jakarta: Kementerian Kehutanan R.I.
---------. 2011. Heart of Borneo Indonesia. Jakarta: Kementerian Kehutanan R.I.
---------. 2013. Statistik Kehutanan Indonesia 2012. Jakarta: Kementerian Kehutanan R.I.
---------, “Laporan Hasil Pertemuan ke 8 Konvensi Keanekaragaman Hayati (Conference
of the Parties 8-Convention on Biological Diversity) Tanggal 20- 31 maret 2006
di Curitiba, Brasil”, 16-01-2007, [Dokumentasi on-line]; tersedia di
http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/2591; Internet; diakses pada
November 18, 2014.
Kementrian Lingkungan Hidup, “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan,” [dokumentasi on-line]; tersedia di
http://www.menlh.go.id/DATA/PP-Nomor-27-Tahun-2012.pdf; Internet; diakses
pada Januari 03, 2015.
---------, Laporan Hasil Verifikasi Lapangan–Proper 2013
PT. Berau Coal Site Sambarata Kabupaten Berau– Provinsi Kalimantan Timur,
(Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup, 2013) [dokumentasi on-line]; tersedia
di
http://proper.menlh.go.id/portal/filebox/131228120941PT.%20Berau%20Coal%2
0-%20Site%20Sambarata.pdf; Internet; diakses pada Januari 04, 2015.
Luca Tacconi, Krystof Obidzinski dan Ferdinandus Agung. 2004. Proses Pembelajaran
(Learning Lessons) Promosi Sertifikasi Hutan dan Pengendalian Penebangan
Liar di Indonesia. CIFOR.
Perrot-Lanaud, Monique, et al. 2005. UNESCO and Sustainable Development. Paris:
UNESCO. [database on-line]; tersedia di
http://unesdoc.unesco.org/images/0013/001393/139369e.pdf; Internet; diakses
pada Agustus 29, 2014.
Pramova, Emilia, et al.. 2013. Mengintegrasikan Adaptasi ke dalam REDD+ Dampak
Potensial dan Rentabilitas Sosial di Setulang, Kabupaten Malinau, Indonesia
(Makalah Kerja 114). Bogor: CIFOR.
The European External Action Service (EEAS). 2013. “Press Relase: More Than 300
SMEs toward SLVLK Certification in Three Years,” EEAS , March 11th,
2013. [dokumentasi on-line]; tersedia di
http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/documents/press_corner/20130
311_02_en.pdf; Internet; diakses pada Januari 02, 2015.
The European External Action Service (EEAS), Siaran pers: PHPL dan Legalitas Kayu
Untuk Akses Pasar Ekspor,” EEAS, 15 Oktober 2012, [dokumentasi on-line];
tersedia di
xviii
http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/documents/press_corner/20121015_0
1_id.pdf; Internet; diakses pada Januari 02, 2015.
Soutter, Rob ed., et al. 2011. WWF 50 Years of Conservation. Gland: WWF Global.
World Growth. 2011. Laporan: Manfaat Minyak Sawit bagi Perekonomian Indonesia.
World Growth, Februari 2011. [dokumentasi on-line] tersedia di
http://worldgrowth.org/site/wpcontent/uploads/2012/06/WG_Indonesian_Palm_O
il_Benefits_Bahasa_Report-2_11.pdf; diakses pada Januari 03, 2015.
Wulffraat, Stephan. 2014. Report: Environmental Status of Heart of Borneo 2014.
Jakarta: WWF‟s HoB Initiative.
Wulffraat, Stephan. 2012. Report: Environmental Status of Heart of Borneo 2012.
Jakarta: WWF‟s HoB Initiative.
WWF Indonesia and WWF Malaysia. 2011. WWF Bussines Report HoB NI 2011:
Business Solutions: Delivering The Heart of Borneo Declaration Focus On
Forestry, Palm Oil And Mining. Indonesia-Malaysia: WWF and WWF-
Malaysia.
WWF Indonesia. 2013. The Human of Heart Borneo. Jakarta: WWF Indonesia.
---------. 2013. Annual Report 2013. Jakarta: WWF-Indonesoa 2013.
---------. 2013. Strategic Plan 2009-2013. WWF Indonesia.
---------. 2012. Annual Report 2011. Jakarta: WWF Indonesia. [dokumentasi on-line];
tersedia di
http://awsassets.wwf.or.id/downloads/wwfid_annualreport_2010_2011.pdf;
Internet; diakses pada 23 Agustus 2014.
---------. 2014. Summary of Strategic Plan 2014-2018. Jakarta: WWF Indonesia.
[dokumentasi on-line]; tersedia di
http://awsassets.wwf.or.id/downloads/wwfid_strategicplan_2014_2018_summary
_final.p df; Internet; diakses pada Agustus 23, 2014.
WWF Global. A Roadmap for a Living Planet. 2008. Gland: WWF International/ Global.
[dokumentasi on-line]; tersedia di
http://d2ouvy59p0dg6k.cloudfront.net/downloads/roadmap_sign_off_fin.pdf;
Internet diakses pada Agustus 21, 2014.
----------, WWF Annual Review 2010, (Gland: WWF Global, 2011), 8-9 [database on-
line]; tersedia di
http://d2ouvy59p0dg6k.cloudfront.net/downloads/int_ar_2010.pdf; Internet;
diakses pada Agustus 23, 2014.
Buletin dan Jurnal:
Buletin Kawasan Perbatasan, “Padi Adan Dan Upaya Pembentukan Asosiasi
Kelembagaan,” Buletin Kawasan Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur Edisi
xix
06 No. 03 Desember 2012. Kalimantan Timur: Badan Pengelolaan Kawasan
Perbatasan, Pedalaman dan Daerah Tertinggal Provinsi Kalimantan Timur.
Korten, David C. “Thrid Generation NGO Strategies: A Key to People-Centered
Development,” World Development, Vol. 15, Supplement Printed in Great
Britan: Pergamon Journals Ltd. [Jurnal On-line]; tersedia di
http://livingeconomiesforum.org/sites/files/pdfs/Korten%20Third%20Generation
%20NGO%20Strategies.pdf; Internet; diakses pada Desember 31, 2014.
EU ACTIVE, “EU ACTIVE Newsletter Vol. 2/Desember 2012,” EU ACTIVE, Desember
2012, tersedia di
http://awsassets.wwf.or.id/downloads/eu_active_newsletter_vol2___latest.pdf;
Internet; diakses pada Januari 02, 2015.
Wibowo, Ari. “Konversi Hutan Menjadi Tanaman Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut:
Implikasi Perubahan Iklim dan Kebijakan, “ Jurnal Penelitian Sosial dan
Ekonomi Kehutanan VII/4 Edisi Khusus. [jurnal on-line]; tersedia di http://forda-
mof.org/files/2.KONVERSI%20HUTAN%20MENJADI%20TANAMAN%20K
ELAPA%20SAWIT%20PADA%20LAHAN%20GAMBUT%20IMPLIKASI%2
0PERUBAHAN%20IKLIM%20DAN%20KEBIJAKAN.pdf: Internet; diakses
pada Desember 30, 2014.
Database On-line:
Badan Pengelola REDD+, “ESD: Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan,” Badan
Pengelola REDD+ [database on-line]; tersedia di http://www.reddplus.go.id/21-
reddplus/148-esd-pendidikan-untuk-pembangunan-berkelanjutan; Internet;
diakses pada Januari 02, 2015.
Borneo Ecotourism,” Homestay & guides,” Borneo Ecotourism, [database on-line];
tersedia di http://www.borneo-ecotourism.com/?page_id=966; Internet; diakses
pada Januari 04, 2014.
EU FLEGT, “About FLEGT,” EU FLEGT, [database on-line]; tersedia di
http://www.euflegt.efi.int/about-flegt; Internet; diakses pada Januari 02, 2014.
FAOSTAT, EXPORTS: Countries by commodity – Top Export Palm Oil 2011- ,
FAOSTAT[database on-line]; tersedia di
http://faostat.fao.org/site/342/default.aspx; Internet; diakses pada Agustus 22,
2014.
Forest Peoples Programme (FPP), “Palm oil & RSPO Minyak Sawit dan Hak Masyarakat
Hutan,” FPP, [database on-line]; tersedia di
http://www.forestpeoples.org/id/topics/responsible-finance/private-sector/palm-
oil-rspo; Internet; diakses pada Januari 03, 2015.
Convention on Biological Diversity (CBD), “History of CBD”, CBD, [database on-line];
tersedia di http://www.cbd.int/history/; Internet; diakses pada November 15,
2014.
xx
--------, “List of Parties of CBD”, CBD, [database on-line]; tersedia di
http://www.cbd.int/information/parties.shtml; Internet; diakses pada November
15, 2014.
--------, “Indonesia Overview”, CBD, [database on-line]; tersedia di
http://www.cbd.int/countries/?country=id; Internet; diakses pada November 16,
2014.
--------, “The Conference of the Parties of CBD”, CBD, [database on-line]; tersedia di
http://www.cbd.int/cop/; Internet; diakses pada November 17, 2014.
Departemen Pertanian, “Konvensi Keanekaragaman Hayati”, BB Biogen Litbang
Departemen Pertanian, Rabu, Juni 25, 2008, [database on-line]; tersedia di
http://biogen.litbang.deptan.go.id/index.php/2008/06/konvensi-keanekaragaman-
hayati/; Internet; diakses pada November 18, 2014.
HoB Green Economy, “Bisnis & Heart of Borneo,” HoB Green Economy [database on-l
ine]; tersedia di http://www.hobgreeneconomy.org/id/bisnis-heart-of-borneo;
Internet; diakses pada Januari 03, 2015.
Heart of Borneo Initiative, “Frequently Asked Questions,” Heart of Borneo Initiative,
[database on-line]; tersedia di http://heartofborneo.or.id/en/faq; Internet; diakses
pada September 12, 2014.
---------, “HoB Organization”, Heart of Borneo Initiative, [database on-line]; tersedia di
http://heartofborneo.or.id/en/about/heart-of-borneo-in-indonesia; Internet; diakses
pada September ember 13, 2014.
--------, “Partners of Heart of Borneo Initiative,” Heart of Borneo Initiative, [database on-
line]; tersedia di http://heartofborneo.or.id/en/partner; Internet; diakses pada
September 09, 2014.
---------, “History of Heart of Borneo”, Heart of Borneo Initiative [database on-line];
tersedia di http://heartofborneo.or.id/en/about/heart-of-borneo-on-track; Internet;
diakses pada Agustus 28, 2014.
--------, “Trilateral Meeting”, Heart of Borneo Initiative, [database on-line]; tersedia di
http://heartofborneo.or.id/en/about/trilateral-meeting; Internet; diakses pada
November 19, 2014.
Kolaboratif.org, “Pengelolaan Kolaboratif di Taman Nasional Kayan Mentarang,”
Kolaboratif.org, [database on-line]; tersedia di
http://www.kolaboratif.org/index.php?option=com_pengelolaan&task=view&id=
34&Itemid=16; Internet; diakses pada Januari 03, 2015.
Kementerian Kehutanan R.I “Keputusan Bupati Kapuas Hulu Nomor : 144 Tahun 2003
Tentang Penetapan Kabupaten Kapuas Hulu Sebagai Kabupaten Konservasi”
Kemenhut 2013, [database on-line]; tersedia di
http://www.dephut.go.id/index.php/news/otresults/1301; Internet; diakses pada
Oktober 22, 2014.
xxi
TFCA Kalimantan, “Kabupaten Target,” TFCA Kalimantan, [database on-line]; tersedia
di http://tfcakalimantan.org/tentang-tfca/target-district/?lang=id; Internet; diakses
pada Desember 31, 2014.
The European External Action Service (EEAS), “Press Relase: More Than 300 SMEs
toward SLVLK Certification in Three Years,” EEAS , March 11th, 2013,
[dokumentasi on-line]; tersedia di
http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/documents/press_corner/20130311_0
2_en.pdf; Internet; diakses pada Januari 02, 2015.
WWF Indonesia, “Solution Hob,”, WWF Indonesia, [database on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/hob/solutionhob/; Internet;
diakses pada Oktober 20, 2014.
---------, “Borneo Ecotourism,” WWF Indonesia, [database on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/pds/social_development/commun
itybase decotourism/borneoecotourism/; Internet; diakses pada Oktober 13, 2014
---------, “About Climate & Energy”, WWF Indonesia [database on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/climate/about/; Internet; diakses
pada Agustus 24, 2014.
---------, “About Forest, Fresh Water, and Terrestrial Species”, WWF Indonesia [database
on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/forest_species/about_forest_spec
ies/; Internet; diakses pada Agustus 26, 2014.
----------, “Marine Species : Where we work”, WWF Indonesia [database on-line];
tersedia di
http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/marine_species/where_we_work/
; Internet; diakses pada Agustus 27, 2014.
---------, “Social Development”, WWF Indonesia [database on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/pds/social_development/;
Internet; diakses pada Agustus 26, 2014.
---------, “Program Development and Sustainability”, WWF Indonesia [database on-line];
tersedia di http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/pds/; Internet; diakses
pada Agustus 26, 2014.
--------, “Strategies,” WWF Indonesia, [database on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/forest_species/strategies/;
Internet; diakses pada November 09, 2014.
--------, “What We Do”, WWF Indonesia, [database on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whatwedo/; Internet; diakses pada Agustus
22, 2014.
--------, “History of WWF Indonesia”, WWF Indonesia, [database on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/en/about_wwf/whoweare/history/; Internet; diakses pada
Agustus 22, 2014.
xxii
WWF Global, “Heart of Borneo,” WWF Global, [database on-line] tersedia di
http://wwf.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/; Internet;
diakses pada Maret 10, 2014.
---------, “Global Initiatives”, WWF Global [database on-line]; tersedia di
http://wwf.panda.org/what_we_do/how_we_work/key_initiatives/; Internet;
diakses pada August 21, 2014.
--------, “What does WWF do?”, WWF Global [database on-line]; tersedia di
http://wwf.panda.org/what_we_do/; Internet; diakses pada Agustus 21, 2014.
--------, “WWF in the 60's”, WWF Global [database on-line]; tersedia di
http://wwf.panda.org/who_we_are/history/sixties/; Internet; diakses pada Agustus
20, 2014.
--------, “Business solutions,“ WWF Global, [database on-line];tersedia di
http://wwf.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/borneo_rainf
orest_conservation/greenbusinessnetwork/businesssolutions/; Internet; diakses
pada Oktober 01, 2014.
--------, “Conservation District,” WWF Global , [database on-line]; tersedia di
http://wwf.panda.org/what_we_do/where_we_work/borneo_forests/borneo_rainf
orest_conservation/conservation_districts/; Internet; diakses pada Oktober 16,
2014.
Artikel On-line:
Abidin, Zaenal, ed., “Penangkaran Arwana Yang Menjanjikan,” Antara News Kalbar,
Juli 1, 2012, [artikel on-line]; tersedia di
http://www.antarakalbar.com/berita/304068/penangkaran-arwana-yang-
menjanjikan: Internet; diakses pada Januari 02, 2015.
Berita Satu, “Incar Pasar Eropa, Ratusan UKM Ajukan Sertifikasi Kayu Legal,” Berita
Satu, 11 Maret 2013, [artikel on-line]; tersedia di
http://www.beritasatu.com/industri-perdagangan/101363-incar-pasar-eropa-
ratusan-ukm-ajukan-sertifikasi-kayu-legal.html; Internet; diakses pada Januari 02,
2014.
Borneo Climate Change, “Pemkab Kapuas Hulu: Komit Mendorong Sentra Wirausaha
Madu Hutan,” Borneo Climate Change, Juni 26, 2013, [artikel on-line]; tersedia
di http://borneoclimatechange.org/berita-644-pemkab-kapuas-hulu-komit-
mendorong-sentra-wirausaha-madu-hutan.html; Internet; diakses pada Januari 02,
2014
----------, “Keberhasilan Konservasi Arwana dari Danau Empangau,” Borneo Climate
Change, Desember 27, 2012, [artikel on-line]; tersedia di
http://borneoclimatechange.org/berita-517-keberhasilan-konservasi-arwana-dari--
danau-empangau.html; Internet; diakses pada Januari 02, 2015.
Darmawan, Eko. “Madu Maniskan Kapuas Hulu,” Suara Uncak Kapuas (Suka) News,
Juni 28, 2013, [artikel on-line]; tersedia di
xxiii
http://www.sukanews.com/2013/06/madu-maniskan-kapuas-hulu.html; Internet;
diakses pada Januari 02, 2014.
Dewi, Tjandra. “Produk Hijau dan Adil dari Delapan Kawasan Konservasi Indonesia,”
Tempo, Agustus 02, 2010, [artikel on-line]; tersedia di
http://www.tempo.co/read/news/2010/08/02/095268037/Produk-Hijau-dan-Adil-
dari-Delapan-Kawasan-Konservasi-Indonesia; Internet; diakses pada Januari 03,
2015.
Fachrizal, Andi “Mengintip Jantung Kalimantan Lewat „Crystal Eye‟,” Mongabay, Juni
30, 2013, [artikel on-line]; tersedia di
http://www.mongabay.co.id/2013/06/30/mengintip-jantung-kalimantan-lewat-
crystal-eye/; Interenet; diakses pada Januari 01, 2015.
Global Timber, “Indonesia,” Global Timber, [artikel on-line]; tersedia di
http://www.globaltimber.org.uk/indonesia.htm; Internet; diakses pada Maret 10,
2014.
Heart of Borneo Initiative, “Wujudkan Pembangunan Hijau, Pemkab Mahakam Ulu
Bekerjasama dengan WWF Indonesia,” Heart of Borneo Initiative [artikel on-
line]; tersedia di http://heartofborneo.or.id/id/news/detail/126/wujudkan-
pembangunan-hijau-pemkab-mahakam-ulu-bekerjasama-dengan-WWF ; Internet;
diakses pada September 9, 2014.
---------, “Partisipasi HoB di APEC Unthinkable Week 2013,” Heart of Borneo
Indonesia, [artikel on-line]; tersedia di
http://heartofborneo.or.id/id/news/detail/122/partisipasi-hob-di-apec-unthinkable-
week-2013; Internet; diakses pada Januari 03, 2015.
---------, “Pendidikan Berkelanjutan di Heart of Borneo,” Heart of Borneo Indonesia,
Desember 2012, [artikel on-line]; tersedia di
http://heartofborneo.or.id/id/news/detail/104/pendidikan-berkelanjutan-di-heart-
of-borneo; Internet; diakses pada Januari 02, 2014.
Hijauku, “Diluncurkan! Buku Crystal Eye Kapuas Hulu, Heart of Borneo” Hijauku, Juni
20, 2013, [artikel on-line]; tersedia di
http://www.hijauku.com/2013/06/20/diluncurkan-buku-crystal-eye-kapuas-hulu-
heart-borneo/; Internet; diakses pada Januari 01, 2015.
Horwitz, Josh, “Line finally reveals its monthly active user count,” Tech in Asia Oktober
9, 2014, [artikel on-line]; tersedia di https://www.techinasia.com/line-japanese-
messaging-app-has-170-million-monthly-active-users/; Internet; [artikel on-line];
diakses pada November 10, 2014.
Jawa Pos National Network (JPNN), “Risiko Kepunahan Arwana Makin Tinggi,” JPNN,
Juni 11, 2012, [artikel on-line]; tersedia di
http://www.jpnn.com/read/2011/02/06/83796/index.php?mib=berita.detail&id=1
30222; Internet; diakses pada Januari 01, 2015.
Jurnal Nasional, “Labian-Leboyan Jadi Kawasan Strategis,” Jurnal Nasional, Januari 26,
2012, [artikel on-line]; tersedia di http://www.jurnas.com/halaman/16/2012-01-
26/196781; Internet; diakses pada Januari 01, 2015.
xxiv
Kementerian Lingkungan Hidup R.I, “Peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional
(HCPSN),” Kementerian Lingkungan Hidup R., 16 November 2011, [artikel on-
line]; tersedia di http://www.menlh.go.id/peringatan-hari-cinta-puspa-dan-satwa-
nasional-hcpsn-2011/; Internet; diakses pada Maret 8, 2014.
Kompas, “8 Produk Petani Lokal yang Berkeadilan,” Kompas, 29 Juli 2010, [artikel on-
line]; tersedia di
http://female.kompas.com/read/2010/07/29/18555069/8.Produk.Petani.Lokal.yan
g.Berkeadilan.-12; Internet; diakses pada Januari 04, 2015.
Metrotvnews.com, “Line Donasikan Rp 750 Juta kepada WWF Indonesia,”29 Mei 2013,
Metrotvnews.com, [artikel on-line]; tersedia di
http://microsite.metrotvnews.com/tekno/read/2013/05/29/941/157408/Line-
Donasikan-Rp750-Juta-kepada-WWF ; Internet; diakses pada Desember 31,
2014.
Mutadi, “Labian-Leboyan jadi KSK Kapuas Hulu,” Kalbar On-line, Januari 25, 2012,
[artikel on-line]; tersedia di http://kalbar-
online.com/news/ragam/lingkungan/labian-leboyan-jadi-ksk-kapuas-hulu;
Internet; diakses pada Januari 01, 2014.
---------, “Delapan Induk Arwana Dilepas ke Danau,” Kalbar On-line, Juni 8, 2012,
[artikel on-line]; tersedia di
http://kalbaronline.com/news/ragam/lingkungan/delapan-induk-arwana- dilepas-
ke-danau; Internet; diakses pada Januari 01, 2015.
Pahlevi, Aseanty. “Ikan Arwana Sukses Kembali ke Habitatnya,” Tempo, Desember 29,
2012, [artikel on-line]; tersedia di
http://www.tempo.co/read/news/2012/12/29/206450962/Ikan-Arwana-Sukses-
Kembali-ke-Habitatnya; Internet; diakses pada Januari 01, 2015.
REDD Indonesia, “Hutan dan Perubahan Iklim”, REDD Indonesia, [artikel on-line]
tersedia di http://www.redd-indonesia.org/tentang-redd/hutan-dan-perubahan-
iklim; Internet; diakses pada Juni 19, 2014.
Susanto, Ichwan, “Alih Fungsi Hutan Desak Populasi Gajah Kerdil Borneo,” Kompas, 18
April 2012, [artikel on-line]; tersedia di
http://sains.kompas.com/read/2012/04/18/14431296/twitter.com; Internet; diakses
pada Januari 02, 2015.
Samantha, Gloria, “Mengantar Kayu Legal Indonesia ke Pasar Global (1),” National
Geographic Indonesia, 23 Januari 2014, [artikel on-line]; tersedia di
http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/01/mengantar-kayu-legal-indonesia-
ke-pasar-global-1; Internet; diakses pada Januari 02, 2015.
Suara Pembaruan-Berita Satu, “Semarakkan Hari Bumi, WWF-Line Luncurkan Stiker
Orangutan,” Suara Pembaruan-Berita Satu, 23 April 2013, [artikel on-line];
tersedia di http://sp.beritasatu.com/home/semarakkan-hari-bumi-wwf-line-
luncurkan-stiker-orangutan/34339; Internet; diakses pada Desember 31, 2014.
xxv
Tentangkayu.com , “Sertifikasi Produk Kayu,” Tentangkayu.com [database on-line];
tersedia di http://www.tentangkayu.com/2011/06/sertifikasi-produk-kayu.html;
Internet; diakses pada Januari 02, 2015.
The Borneo Post, “From the Heart of Borneo,” The Borneo Post, Desember 25, 2011,
[artikel on-line]; tersedia di http://www.theborneopost.com/2011/12/25/from-the-
heart-of-borneo/; Internet; diakses pada Januari 04, 2015.
The Star, “WWF and Formadat Initiate Collaboration to Engage Communities Across
Borneo,” The Star On-line, Maret 29, 2014, [artikel on-line]; tersedia di
http://www.thestar.com.my/News/Community/2014/03/29/Forging-crossborder-
conservation-tieup-WWF-and-Formadat-initiate-collaboration-to-engage-
communities/; Internet; diakses pada Januari 03, 2014.
WWF Indonesia, “Pertemuan Tahunan Lintas Batas Masyarakat FORMADAT di Bario
Menanamkan Sebuah Masa depan untuk Tanah Air yang Berkelanjutan di Heart
of Borneo”, WWF Indonesia, 19 September 2012 , [artikel on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/program/wilayah_kerja_kami/kalimantan/heart_of_borneo/
?26003/Pertemuan-Tahunan-Lintas-Batas-Masyarakat-FORMADAT-di-Bario-
menanamkan-sebuah-masa-depan-untuk-Tanah-Air-yang-Berkelanjutan-di-
Heart-of-Borneo; Internet; diakses pada Oktober 15, 2014.
---------, “FASDA dan Membangun Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Lestari,” WWF
Indonesia 21 Juni 2013, [artikel on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/program/wilayah_kerja_kami/kalimantan/heart_of_borneo/
?28601/ FASDA-dan-Membangun-Perkebunan-Kelapa-Sawit-Rakyat-Lestari;
Internet; diakses pada Oktober 07, 2014.
---------, “Langkah penting menuju perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di Kalimantan
Timur,” WWF Indonesia, 28 Juni 2012, [artikel on-line]; tersedia di
http://www.wwf.or.id/program/wilayah_kerja_kami/kalimantan/heart_of_borneo/
?25480/ Langkah-penting-menuju-perkebunan-kelapa-sawit-berkelanjutan-di-
Kalimantan-Timur; Internet; diakses pada September 29, 2014.
Skripsi:
Chomah Sari, Isti. 2013. Peran WWF Dalam Upaya Melindungi Satwa Langka
Orangutan di Indonesia melalui Program Sahabat Orangutan tahun 2011-
2013. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Muliandari, Natasya. 2001. Implementasi WWF Coral Triangle Program dalam
Melestarikan Ekosistem Kawasan Segitiga Terumbu Karang pada 2008- 2010.
Bandung: Universitas Parahyangan.
Saputra, Aditya N. 2011. Pengaruh Kerjasama Trilateral Indonesia, Malaysia, Brunei
Darussalam melalui Program HoB (Heart of Borneo) terhadap Penanganan
Masalah Kerusakan Hutan di wilayah Perbatasan Kalimanan Timur. Bandung:
Indonesia Computer University.
xxvi
Lampiran 1: DEKLARASI INISIATIF HEART OF BORNEO
xxvii
Lampiran 2: PETA AREA HEART OF BORNEO
Sumber: wwf.panda.org
xxviii
Lampiran 3: DEKLARASI MORGES MANIFESTO
xxix
xxx
xxxi
Lampiran 4: PERATURAN PEMERINTAH KAPUAS HULU NO 144
TAHUN 2003
KEPUTUSAN BUPATI KAPUAS HULU NOMOR : 144 TAHUN 2003
TENTANG
PENETAPAN KABUPATEN KAPUAS HULU SEBAGAI KABUPATEN KONSERVASI
BUPATI KAPUAS HULU,
Menimbang: 1. bahwa sumberdaya alam hayati yang dimiliki Kapupaten Kapuas Hulu
memiliki arti dan peranan penting bagi kehidupan mahluk hidup, sehingga perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari,selaras,serasi dan seimbang bagi kesejahteraan seluruh masyarakat, baik masa kini maupun masa depan;
2. bahwa unsur-unsur sumbererdaya alam hayati dan ekosistemnya pada dasarnya saling tergantung antara satu dengan lainnya dan saling mempengaruhi sehingga kerusakan dan kepunahan salah satu unsuakan berakibat terganggunya lingkungan secara keseluruhan;
3. bahwa untuk menjamin kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistem yang dimiliki, perlu dilakukan pengaturan pemanfaatannya secara rasional dengan prinsip kehati-hatian dan berkelanjutan;
4. bahwa malalui penetapan mengenai Tamn Nasional dan Hutan Lindung,telah meliputi sebagian besar wilayah Kabupaten Kapuas Hulu, sehingga Kabupaten Kapuas Hulu perlu ditetapkan sebagai Kabupaten Konservasi;
5. bahwa sehubungan dengan hati-hati di atas, dipandang perlu menetapkan Keputusan Bupati Kapuas Hulu tentang Penetapan Kabupaten Kapuas Hulu sebagai Kabupaten Konservasi.
Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-
undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 72 Tambahan Lembaran Negara Nomor 1820);
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberday Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Conventions on Biological Diversity ( Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai keanekaragaman ,(Lembar Negara Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3556);
4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara NOMOR 3839);
xxxii
6. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 1998 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidng Kehutanan kepada Daerah;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952).
M E M U T U S K A N
Menetapkan: PERTAMA : Kabupaten Kapuas Hulu selain sebagai daerah otonom, ditetapkan
sebagai Kabupaten Konservasi, sebagaimana tercantum pada lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan keputusan ini.
KEDUA : Menginstruksikan kepada: 1. Seluruh instansi Pemerintah di Wilayah Kabupaten Kapuas Hulu; 2. Perorangan maupun Badan Usaha yang melakukan aktivitas
maupun akan melakukan aktivitas di Wilayah Kabupaten Kapuas Hulu;
3. Lembaga Swadaya Masyarakat; 4. Seluruh Warga masyarakat dalam Wilayah Kabupaten Kapuas
Hulu; Agar supaya:
1. Setiap aktivitas yang dilakukan senantiasa berpedoman pada prinsip pemanfaatan sumberdaya alam secara rasional,optimal dan pelestarian lingkungan.
2. Melakukan upaya-upaya konservasi guna menjaga keseimbangan ekosistem wilayah Kabupaten Kapuas Hulu.
3. Melakukan pencegahan terhadap aktivitas yang dilakukan pihak lain, baik langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kerusakan ekosistem dan lingkungan hidup.
KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Putussibau
Pada tanggal 1 Oktober 2003 BUPATI KAPUAS HULU,
ttd. DRS. H. ABANG TAMBUL HUSIN
xxxiii
Lampiran 5: WAWANCARA DENGAN ELISABETH WETIK
Nama Responden : Elisabeth Wetik
Jabatan : Heart of Borneo (HoB) Stakeholder Engagement and
Program Facilitation Officer, WWF-Indonesia
Jenis Wawancara : Wawancara melalui email ([email protected])
Tanggal : 15 September 2014 dan 20 Oktober 2014
1. Adakah bantuan finansial dari Pemerintah Indonesia kepada WWF
Indonesia dalam program Heart of Borneo?
Program Heart of Borneo (HoB) di WWF-Indonesia tidak tidak pernah menerima
bantuan finansial dari Pemerintah Indonesia, justru sebaliknya sebagian dana yang
WWF-Indonesia dapatkan di program HoB digunakan untuk mendukung
Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) HoB yang isinya adalah 10 kementerian
terkait dan untuk kegiatan langsung di level provinsi, kabupaten dan desa serta
masyarakat. Yang saya tau sebagian besar dana WWF yang digunakan untuk
program HoB berasal dari jaringan WWF.
Mohon maaf sebelumnya karena sekarang ini kami sedang sibuk-sibuknya
kegiatan. Oleh karena itu saat ini saya belum bisa menjawab 11 pertanyaan yang
mba sampaikan. Berikut saya lampirkan link laporan dan dokumentasi dari
WWF-Indonesia mengenai Program HoB. Mba bisa down load dan baca beberapa
publikasi HoB dari link dibawah ini sebagai bahan bacaan dan semoga juga bisa
membantu menjawab 11 pertanyaan mba.
xxxiv
Lampiran 6: WAWANCARA DENGAN STEPHAN WULFRAAT
Nama Responden : Stephan Wulfraat
Jabatan : HoB Monitoring and Evaluation, WWF-Indonesia
Jenis Wawancara : Wawancara melalui email ([email protected])
Tanggal : 15 September 2014
1. Penyebab dari kehilangan hutan (deforestatsi) adalah konversi hutan alam
ke penggunaan lain non-hutan seperti perkebunan, kebakaran hutan,
pembukaan lahan secara illegal (contoh perambahan kedalam kawasan
yang dilindungi), apa yang dimaksud dengan pembukaan lahan secara
illegal?
Pembukaan hutan secara illegal dapat dilihatkan diseluruh Kalimantan, terutama
di daerah2 dimana diberikan akses baru dengan pembangunan jalan baru, jalan
umum maupun jalan logging atau mining. Sering sekali terjadi ada masyarakat
pendatang maupun masyarakat lokal yang ambil kesempatan untuk menebang dan
atau membakar hutan dan kemudian dikonversi menjadi lahan pertanian (tetap
atau sementara). Padahal status hukum kawasan tersebut bukan untuk hutan
konversi atau APL areal pengunaan lain. Yang palng sering dihantam sebenarnya
merupakan HPT Hutan Produksi Terbatas atau HL Hutan Lindung dimana belum
ada badan pengawasan, management atau pengelolaan.
2. Apakah penyebab deforestasi di kawasan Kalimantan HoB dengan
kawasan di Indonesia lainya sama atau berbeda?
Penyebab deforestasi di Kalimantan HoB tidak terlalu jauh berbeda dengan di
daerah lain di Indonesia; kusus untuk didalam daerah HoB cukup banyak hutan
dengan status Hutan Lindung dan kawasan-kawasan itu relatif gampang dapat
diambil karena pengawasan sangat terbatas.
xxxv
Lampiran 7: WAWANCARA DENGAN DONNY PRASMONO
Nama Responden : Donny Prasmono
Jabatan : Fundraiser Program Officer, WWF-Indonesia
Jenis Wawancara : Wawancara melalui email ([email protected])
Tanggal : 11 November 2014
1. Sejak berdiri Donasi LINE stiker orangutan tahun 2013, sampai saat ini 2014,
berapa jumlah donasi yang terkumpul?
LINE STICKER DOWNLOADS AMMOUNT
MONTH
STATUS TOTAL PAID FREE
Updated JUNE'13 Rp70.277.200 Rp70.277.200
Update JUNE'14 Rp190.623.818 Rp72.643.818 Rp117.980.000
2. Adakah peningkatan jumlah donasi oragutan di tahun 2014 dibandingkan 2013
(Berapa jumlah donasi di tahun 2013 dan berapa jumlah donasi di tahun 2014)?
Yearly Nominal Noted
FY 2013 23.152.223.382 IDR
FY 2014 25.870.089.521 IDR
Note: Donasi semua program WWF-Indonesia
xxxvi
Lampiran 8: WAWANCARA DENGAN CRISTINA EGHENTER
Nama Responden : Cristina Eghenter
Jabatan : Deputy Director for Social Development, and Civil
Society Thematic Lead, WWF Borneo Programme
Jenis Wawancara : Wawancara melalui email ([email protected])
Tanggal : 19 November 2014
1. Dalam menjalankan programnya, WWF-Indonesia bekerjasama dengan civil
society, khususnya di kawasan Heart of Borneo, WWF Indonesia telah
bekerjasama dengan FORMADAT sejak tahun 2004, bagaimana peran dan
mekanisme WWF-Indonesia dalam kerja sama tersebut?
WWF-Indonesia bekerjasama dengan multi pihak, salah satunya civil society. Di
kawasan HoB, civil society dan secara khusus masyarakat adat menjadi mitra
WWF-Indonesia dalam kegiatan konservasi dan pemberdayaan masyarakat.
FORMADAT (Forum Musyawarah Masyarakat Adat Dataran Tinggi) adalah
salah satunya organisasi masyarakat adat lintas batas (Malaysia-Indonesia) yang
menjadi mitra WWF-Indonesia dalam kerja konservasi dan pembangunan
berkelanjutan di HoB. FORMADAT didirikan atas inisiatif pemimpin masyarakat
dan komunitas di daerah perbatasan Krayan-Bario/Ba Kelalan/Long Pasia pada
tahun 2004. WWF-Indonesia sejak awal mendukung kegiatan dan program
FORMADAT yang banyak tentang membantu masyarakat merintis kegiatan
ekonomi yang ramah lingkungan (pertanian organic khususnya padi adan;
ekowisata; tele-center atau pusat internet; sekolah budaya dan kesenian) dan
mempromosikan inisiatif ini pada pihak luar di tingkat masyarakat, pulau Borneo,
nasional, dan internasional (rapat dan seminar; menghadiri rapat Trilateral;
presentasi dalam beberapa konferensi dan pertemuan internasional). Kerjasama
resmi antara WWF-Indonesia, WWF-Malaysia dan FORMADAT ) ditandatangani
pada bulan Maret 2014 (Memorandum of Understanding). Dukungan WWF
kepada FORMADAT dalam bentuk dukungan dana, ilmu& tehnis dan fasilitasi.
Untuk diketahui bahwa kerjasama dengan civil society ataupun organisasi
non-pemerintah (LSM), dan masyarakat adat bukan hanya dengan FORMADAT.
Apalagi, FORMADAT hanya di dataran tinggi Borneo yaitu mencakupi
Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan (Nunukan, Kalimantan Utara) dan
Bario/Ba Kelalan/Long Semadoh (Sarawak) dan Long Pasia (Sabah). Banyak
kerjasama lainnya di KalBar (Kapuas Hulu dan Melawi), KalTeng (Katingan,
Barito Utara, dll); KalTim (Kutai Barat dan Mahakam Hulu).
xxxvii
2. Bagaimana implikasi dari kerjasama tersebut terhadapat lingkungan kawasan
konservasi HoB, secara sosial, ekonomi dll ?
Kerjasama ini masih baru (belum berjalan lama) sehingga agak sulit
melihat secara langsung dan terukur dampak terhadap lingkungan dan konservasi
di Dataran Tinggi Borneo. Namun WWF-Indonesia meyakini bahwa program
konservasi apapun perlu dijalankan bersama masyarakat dan civil society yang
merupakan „rights holders‟, terutama kalau kegiatan dikerjakan di wilayah yang
secara adat dimiliki dan dikelola oleh masyarakat adat. Kemitraan dan kerjasama
seperti ini menjadi jaminan untuk mencapai tujuan dan pembangunan
berkelanjutan dan adil di daerah dengan nilai konservasi yang tinggi. Konservasi
itu bukan untuk WWF, namun untuk masyarakat dan alam yang menjadi sumber
kehidupan kita semua.
Di tingkat lokal, sudah mulai ada hasil baik daripada kegiatan seperti
pertanian: training, peningkatan mutu produk, promosi dan pemasaran produk
unggulan (beras adan hitam dan garam gunung); ekowisata (promosi); budaya
(ada tempat pelatihan untuk kesenian; kelompok tarian anak-anak sekolah; dll.
Apalagi secara internasional perwakilan FORMADAT sudah diundangan dalam
beberapa acara konferensi tentang pertanian organic tingkat asia dll.
3. Bagaimana implikasi dari produksi dan penjualan “Green & Fair Product”
terhadapat ekonomi, sosial dan lingkungan?
Inisiatif „Green & Fair Products‟ adalah inisiatif WWF-Indonesia untuk
meningkatkan nilai pasar produk yang dibudidaya/dikelola/dipanen secara
berkelanjutan tanpa merusak lingkungan di daerah konservasi, kemudian mereka
membawa manfaat ekonomi secara langsung (dengan harga premium) kepada
produsen (masyarakat). Produk “Green& Fair” terdapat di beberapa wilayah
kawasan konservasi di Indonesia.
Berikut keterangan singkat dalam Bahasa Inggris:
”Green and Fair products are products that are produced or harvested
naturally and sustainably by local communities, respect local traditions and
regulations, are sold directly on the markte for a fair price and real market value
of the products. The products are also “fair” because they are local, tell a
conservation story, and provide a sustainable economic alternative for local
communities. Consumers choosing Green& Fair products not only buy directly
from the producers/farmers, they also help manage natural resources in ways to
avoid overexploitation, and contribute to a more sustainable lifestyle.”
xxxviii
Kriteria HIJAU:
- Produk hijau karena berasal dari kawasan hutan, laut, dan ladang/kebun,
atau kawasan konservasi yang dikelola oleh masyarakat atau bersama
masyarakat
- Produk hijau karena terbuat dari bahan alami atau dipanen secara
berkelanjutan
- Produk hijau karena produk pertanian organis yang dibudidaya oleh
masyarakat setempat tanpa penggunaan pestisida atau bahan kimia, dan
diolah dengan sistim ICS
Kriteria KEADILAN:
Produk adil karena hasil dari penjualannya dapat meningkatkan kehidupan
masyarakat dan membantu masyarakat mengelola lahan dan sumber daya alam
secara berkelanjutan
- Produk adil karena semua hasil dari penjualannya kembali kepada
masyarakat lokal dan membantu perekonomian setempat
- Produk adil karena dijual dengan nilai pasar yang pas dan harga yang adil
bagi produsen
- Produk adil karena cara produksinya sesuai dengan kondisi setempat dan
dikelola secara baik tanpa memberatkan bagi pihak produsen
Dalam kerjasama dengan FORMADAT, ada (2) produk yang termasuk dalam
skema Green& Fair: beras adan dan garam gunung, keduanya produk khas dan
tradisional dari dataran tinggi Krayan. Petani sedang dilatih untuk penerapan
Internal Control System (ICS) agar mutu produk dan organis menjadi labih baik
dan terjamin (untuk skema sertifikasi nantinya).
4. Adakah data statistik pertahun mengenai jumlah penjulan “Green & Fair
Product” khususnya mengenai, Produk olahan Aloe Vera, Manik Banuaka dan
Beras Adan "Tana Tam" ?
Data itu mungkin ada dengan para produsen (masyarakat) namun yang pasti
bahwa peningkatan mutu produk sudah lebih baik, promosi dan pemasaran di
tingkat lokal dan propinsi meningkat (terutama produk kerajinan tangan (kalung,
gelang, dll), dan produk lainnya juga. Pasar sangat tertarik dengan beras adan
hitam (Jakarta, Surabaya) namun ongkos transportasi masih tinggi, dan beras ini
juga mulai dijual dengan harga premium di Sarawak.
xxxix
Lampiran 9: WAWANCARA DENGAN LASUNG KALEB
Nama Responden : Lasung Kaleb, S.H.
Jabatan : Ketua FORMADAT Kalimantan Timur (2004-2014)
Jenis Wawancara : Wawancara melalui telephone ( 081350056991)
Tanggal : 26 Oktober 2014, 28 Oktober 2014 dan 05 Desember
2014
1. Bagaimana sejarah terbentuknya Forum Masyarakat Adat Dataran Tinggi
Borneo (FORMADAT)?
Awal sejarah terbentuknya FORMADAT yaitu banyak orang Indonesia,
khususnya masyarakat Krayan Induk dan Krayan Selatan datang ke Malaysia
(daerah Sabah dan Serawak) untuk menjual hasil kerajinan, dan pertanian tetapi
sering dipermainkan harganya (dengan nilai ekonomi rendah) padalah kualitasnya
jauh lebih bagus dengan masyarakat lain, oleh karena itu saya (sebagai salah satu
pencetus ide) mengajak perwakilan masyarakat dataran tinggi Borneo di Indonesia
dan Malaysia untuk membuat suatu forum/ aliansi masyarakat yang bisa mengajak
masyarakat Malaysia dan Indonesia untuk peduli hasil bumi supaya dihargai
dengan nilai ekonomi tinggi yang bisa menguntungkan kedua pihak, yaitu
masyarakat pihak Indonesia dan Malaysia. Banyak yang mengusulkan nama untuk
forum ini, tapi yang diterima usulanya adalah nama dari saya yaitu Forum
Masyarakat Adat Dataran Tinggi Borneo disingkat menjadi FORMADAT.
2. Sejak kapan WWF-Indonesia bekerjasama dengan FORMADAT?
Sejak tahun berdirinya FORMADAT Oktober 2004, WWF-Indonesia adalah salah
satu NGO yang mendukung terbentuknya inisiatif ini untuk mengajak masyarakat
adat dataran tinggi Borneo untuk peduli terhadap lingkungan alam. Sampai saat
inipun WWF-Indonesia mendukung penuh kegiatan FORMADAT, yaitu dengan
adanya nota kesepahaman (MoU) dalam kerjasama lanjutan bulan Maret 2014
lalu.
3. Apa yang melatarbelakangi (alasan) kerjasama antara FORMADAT
dengan WWF-Indonesia?
Alasan yang paling mendasar dalam kerjasama ini adalah FORMADAT dan
WWF-Indonesia mempunyai kesamaan visi dan misi, dimana keduanya
memfokuskan dan peduli terhadap pemberdayaan masyarakat adat dengan
xl
membangun ekonomi berkelanjutan, pelestarian lingkungan berkelanjutan,
pelestarian budaya adat, dll.
4. Apa saja peran WWF-Indonesia dalam kerjasama dengan FORMADAT?
WWF-Indonesia berperan sebagai pendonor (finansial) yang mendanai kegiatan
dan teknik bekerjasama dengan FORMADAT untuk mengembangkan
masyarakat, dimana dana tersebut digunakan oleh masyarakat untuk kegiatan
pertanian organik, meningkatkan kerajinan tangan, pelestarian alam,
pengembangan ekowisata dan pengembangan teknologi dan komunikasi.
5. Bagaimana mekanisme pemberian dana dari WWF-Indonesia kepada
masyarakat melalui FORMADAT?
Sejak terbentuknya, FORMADAT selalu melaksanakan rapat tahunan. Di dalam
rapat tahunan tersebut kami dan berbagai pihak lain yang kami undang
merumuskan suatu program untuk satu tahun kedepan. Dari program tersebut
kami usulkan kepada pihak pendonor, seperti WWF-Indonesia dan Pemerintah
daerah (Pemda) untuk mendukung secara finansial dalam program kami. Rata-
rata WWF-Indonesia memberikan bantuan sebesar 80% dari total anggaran
program yang kami ajukan kepada WWF-Indonesia. Sisanya kami memakai uang
kas, sumbangan dari masyarakat serta dari Pemda setempat. Terkadang
masyarakat setempat membantu dalam hal akomodasi dan konsumsi.
6. Bagaimana dampak dari peran WWF-Indonesia terhadap pegembangan
pertanian organik masyarakat?
Beras organik adan adalah hasil bumi masyarakat Krayan dan Krayan Selatan
yang sudah terkenal dengan kualitasnya. Padi sawah yang dihasilkan di dua
kecamatan ini memiliki kualitas yang bagus dan karakteristik yang berbeda
dengan padi pada umumnya. Padi sawah di Krayan dipanen setiap 6 bulan sekali
menggunakan sistem perairan alamiah dan metode ICS, sedangkan padi biasanya
dipanen setiap 3-4 bulan sekali. FORMADAT didampingi WWF-Indonesia
berperan memonitoring kegiatan pertanian organik dan juga melakukan beberapa
pelatihan bagaimana bercocok tanam dengan lestari dengan metode ICS.
Hasil panen dari padi adan, di dua kecamatan berbeda, karena beda luas lahan
padi sawah di kecamatan tersebut, dan hasil panen juga ditentukan dengan cuaca
atau musim di wilayah tersebut. Disisi lain, produksi beras organik adan di
Kecamatan Krayan Selatan, tidak sebanyak yang ada di wilayah Krayan.
Kendalanya adalah di wilayah tersebut ladang pertaniannya sedikit.
xli
7. Bagaimana dampak dari peran WWF-Indonesia terhadap pengembangan
kerajinan tangan?
Dalam mengembangkan kerajinan tangan masyarakat, WWF-Indonesia
bekerjasama dengan FORMADAT memfasilitasi pelatihan kerajinan masyarakat
berdasarkan dengan tata kelola ramah lingkungan. Sampai saa ini, hasil kerajinan
tersebut diekspor ke Malaysia dan Brunei. Kerajinan tangan yang berasal dari
masyarakat Kryan berupa sendal, baju dari kulit kayu, peralatan rumah tangga
seperti anyaman tikar, saung, nyiru dll. Untuk sendal yang berasal dari masyarakat
kami, di Malaysia dihargai dengan nilai tinggi karena kualitasnya dan digunakan
untuk stok sendal hotel di daerah Malaysia. Sendal tersebut dihargai RM. 30
ringgit/pasang atau senilai Rp. 105.000/pasang, dibandingkan dengan harga jual di
daerah Indonesia, khususnya di Kalimantan sendiri sekitar Rp. 30.000/pasang.
Disisi lain untuk penjualan alat rumah tangga yang berasal dari masyarakat kami,
dari tahun ke tahun penjualannya terus meningkat. Di tahun 2008, penjualan alat
rumah tangga sekitar 500 buah, dan naik kurang lebih 60% hingga Oktober 2014
ini, meningkat sekitar 2000-3000 buah pertahun.
8. Bagaimana dampak dari peran WWF-Indonesia terhadap pegembangan
pelestarian alam?
Dari tahun 2004 sampai sekarang WWF-Indonesia bekerjasama dengan
FORMADAT banyak melakukan penyuluhan kepada masyarakat setempat agar
menjaga lingkungan dengan baik khususnya, di daerah aliran sungai yang sangat
memberikan manfaat banyak. Contohnya membuat penyuluhan aturan dilarang
membuang sampai ke sungai, dan tidak boleh menebang pohon diarea sekitar 1
km2. Dari usaha penyuluhan tersebut selama 8 tahun, masyarakat setempat
medapatkan hasilnya bisa terhindar banjir dan mendapatkan ikan banyak dari
sungai tersebut.
9. Bagaimana dampak dari peran WWF-Indonesia terhadap pegembangan
ekowisata di Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM)?
Sejak dimulainya aktivitas WWF-Indonesia untuk mengembangkan ekowisata
TNKM, WWF-Indonesia aktif melibatkan masyarakat setempat untuk andil dalam
menjaga kawasan ekowisata TNKM. WWF-Indonesia melatih masyarakat lokal
untuk menjadi pemandu wisata (guide) di TNKM. Tapi disayangkan pengunjung
TNKM tidak sebanyak dengan pengunjung lain, banyak laporan ke saya karena
xlii
kurangnya infastruktruk jalan dan transportasi menuju TNKM dari kota-kota
Kalimantan, yang menyebabkan minimnya minat pengunjung ke TNKM.
10. Bagaimana dampak dari peran WWF-Indonesia terhadap pengembangan
teknologi dan komunikasi?
WWF-Indonesia mendanai kami berupa pemanfaatan informasi dan teknologi
melalui internet. Dengan bantuan sektor swasta lain selaku penyalur tenaga
teknik, tahun 2010 adalah waktu pembuatan tower internet, dan sampai saat ini
sudah 4 tahun berjalan. Kami, masyarakat disini mengucapkan banyak
terimakasih banyak kepada WWF-Indonesia yang telah peduli terhadap kami
untuk “melek”teknologi dan komunikasi. Banyak sekali manfaat yang kami
rasakan, diantaranya: di bidang pendidikan, internet sangat membantu kemajuan
anak-anak sekolah dalam mata pelajaran TIK, membantu memudahkan
pendaftaran pendidikan secara on-line di sekolah maupun universitas yang jauh
dari jangkauan kami, serta kami bisa terus update terkait kebijakan program
pemerintah melalui internet.
\
xliii
LAMPIRAN 10: WAWANCARA DENGAN ROBERTSON DAVID
Nama Responden :Robertson David, S.Hut.
Jabatan : Ketua FORMADAT Wilayah Krayan (Rangkap
Jabatan Komisi Pertanian Organik FORMADAT
Krayan)
Jenis Wawancara : Wawancara melalui telephone (081347745393)
Tangal : 28 Oktober 2014, 29 Oktober 2014, dan 4 Desember
2014.
1. Apa itu pertanian organik yang dikelola oleh masyarakat Krayan dan
didampingi oleh FORMADAT dan WWF-Indonesia?
Pertanian organik itu adalah hasil dari pertanian masyarakat dengan tidak
memakai bahan kimia, seperti pupuk kimia, pestisida. Petani disini diajarkan
memanan dengan metode ramah lingkungan artinya semua produk yang
dihasilkan tidak merusak lingkungan, dan proses pengelolaan menggunakan
Internal Control System- Sistem Pengawasan Internal (ICS) yaitu metode yang
digunakan dalam pengawasan kualitas produk organik yang dihasilkan oleh
kelompok petani kecil dengan cara memonitoring secara berkala dan juga
mencatat semua proses yang dilakukan oleh petani, dari mulai proses tanam,
produksi dan juga penjualan. Metode ICS dijadikan tolak ukur tahap pertama
suatu produk pertanian jika ingin disertifikasi.
2. Jenis pertanian organik apa saja di daerah tersebut?
Pertanian organik unggulan adalah beras organik Adan yang sudah terkenal
kualitasnya. Ada tiga macam beras, putih, hitam dan merah.
3. Bagaimana perkembangan penjualan beras organik Adan?
Untuk data statistik produksi bisa dilihat di statistik padi sawah Kec Krayan dan
Kec atau di Statistik Kab Nunukan. Padi atau beras adan termasuk ke dalam padi
sawah.
xliv
Lampiran 11: WAWANCARA DENGAN ALEX BALANG
Nama Responden : Alex Balang, S.Pd.
Jabatan : Komisi Ekowisata FORMADAT Kalimantan
Jenis Wawancara : Wawancara melalui telephone (085247057469)
Tanggal : 28 Oktober 2014
1. Bagaimana peran WWF-Indonesia dalam kerjasama dengan
FORMADATuntuk pengembangan ekowisata berbasis masyarakat?
Kerjasama WWF Indonesia dengan FORMADAT memberikan dampak
positif bagi kemajuan ekowisata dengan mengajak masyarakat berpartisipasi di
dalamnya. Banyak sekali yang WWF-Indonesia lakukan dalam pengembangan
ekowisata, diantaranya: WWF-Indonesia membantu mendanai perkembangan
tracking, melatih masyarakat setempat bagaimana menjadi pemandu wisata,
mempromosikan objek wisata TN di situs resmi WWF-Indonesia dan juga
mempromosikan dalam event internasional, melatih masyarakat untuk
mengembangkan homestay bagi turis, menjadi fasilitator bagi turis yang akan
datang ke TN dengan mekanisme pemberian informasi mengenai petunjuk wisata,
lewat on-line (website-email) ataupun off-line.
2. Bagaimana perkembangan pengunjung ekowisata di Taman Nasional di
derah perbatasan?
Setiap tahun, pengembangannya kurang stabil, karena kendala dalam akses
transportasi. Letak lokasi wisata yang terpencil di daerah perbatasan
menyebabkan aksesibilitas sangat kurang. Transportasi adalah kunci utama bagi
turis. Transportasi dari kota ke TN sangat kurang. Jika ingin berkunjung ke TN,
turis harus memesan (booking) tiket pesawat 1 bulan sebelumnya, dikarenakan
sedikitnya jam terbang pesawat dari kota ke tujuan wisata, khususnya ke TNKM,
dan dikarenakan pesawat adalah satu-satunya alat transportasi di daerah tersebut.
3. Bagaimana dampak dari Peran WWF-Indonesia terhadap perkembangan
masyarakat di kawasan ekowisata?
Masyarakat menjadi terbantu dalam masalah ekonominya terutama di daerah
TNKM, karena sebagian pengelolaan ekowisata diserahkan kepada masyarakat,
seperti akomodasi dan konsumsi yang mencangkup homestay.
xlv
Lampiran 12: WAWANCARA DENGAN TEIS NURAINI
Nama Responden : Teis Nuraini
Jabatan : Bidang Kerjasama Teknik- Pusat Kerjasama Luar
Negeri, Kementrian Kehutanan R.I
Jenis Wawancara : Wawancara langsung di Kantor Bidang Kerjasama
Teknik Pusat Kerjasama Luar Negeri, Kementrian
Kehutanan R.I, Blok VII Lantai 4, Gedung Manggala
Wanabakti.
Tanggal : 24 Oktober 2014
1. Apa yang melatarbelakangi (alasan)Pemerintah Indonesia bekerjasama
dengan WWF-Indonesia?
Alasan utama dalam kerjasama tersbut yaitu dapat mengisi gap tujuan pemerintah
khususnya renstra (rencana strategis) kementrian kehutanan, dimana pemerintah
belum bisa maksimal dalm mencapai tujuannya, oleh karena itu pemerintah
bekerjasama dengan pihak lain, salah saunya WWF-Indonesia. Dalam mencapai
tujuannya Kementrian Kehutanan bekerjasama dengan banyak mitra strategis
secara bilateral, regional, dll dengan negara ataupun aktor non-negara. Dalam
lingkup bilateral Kemenhut bekerjasama dengan Jerman (GIZ), Japan, dll.
Sedangkan dalam regional contohnya HoB itu sendiri.
2. Bagaimana peran kerjasama WWF-Indonesia dalam kerjasama tersebut?
Adakah financial assistance yang diberikan oleh Pemerintah kepada WWF-
Indonesia dalam program HoB?
Mengenai bantuan finansial yang diberikan pemerintah kepada WWF-Indonesia
itu tidak ada. Bentuk kerjasama ini adalah kerjasama teknis. Pemerintah Indonesia
di tingkat nasional, provinsi, kabupaten dan lokal bekerjasama dengan WWF-
Indonesia mengenai perencanaan dan pengelolaan tata ruang, seperti pembuatan
peta dll. Dan juga WWF-Indonesia sebagai salah satu fasilitator pelaksana kerja
dari program Kementrian Kehutanan di HoB.
3. Sampai saat ini, apakah dampak yang signifikan dari kerjasama tersebut?
1) Kerjasama masih berjalan baik, dibuktikan dengan masih berlanjutnya trilateral
meeting dengan pemerintah 3 negara dan didukung oleh mitra kerjasama mereka.
2) Pada 2014, Program Green Development and Green Economy masih menjadi
program highlight HoB, yang dikembangkan dari ide-ide tahun sebelumnya.
3) Masih berjalannya Jasa Lingkungan di HoB.