Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Penanggung Jawab : Burhani A.S. Ketua Tim : M. Arief Barata Anggota : Rochmat Basuki │ Muhammad Ulil Albab │
Bayu Aji Ramadhan │ Sulthan Muhammad Shabri │ Maria Paulina Warwe │ Lusiane Noorlin Nussy │ Dedi S.
Desain Grafis : Bayu Aji Ramadhan
Penyusun
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha kuasa atas segala
nikmat dan karunia-Nya sehingga Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Provinsi Papua dapat menyusun dan menyelesaikan Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi
Papua Triwulan III Tahun 2021 dengan baik dan tepat waktu. Kajian ini disusun dalam
rangka pelaksanaan tugas Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang
memiliki fungsi pembinaan, koordinasi, dan supervisi serta berperan sebagai Regional Chief
Economist (RCE).
Kajian Fiskal Regional ini disusun untuk memberikan informasi dan gambaran mengenai
kondisi fiskal dan makro ekonomi di Provinsi Papua meliputi perkembangan ekonomi
regional, perkembangan fiskal regional, peran fiskal untuk kesejahteraan petani dan
nelayan, dan analisis peluang investasi daerah. Kajian ini diharapkan dapat digunakan oleh
para pemangku kepentingan dalam rangka pencapaian tujuan kebijakan fiskal dan makro
ekonomi.
Penyusunan Kajian Fiskal Regional ini dapat kami selesaikan berkat bantuan banyak pihak
yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih atas
partisipasi dan dukungan dari semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Kajian
Fiskal Regional Provinsi Papua Triwulan III Tahun 2021 ini.
Kami menyadari bahwa dengan segala keterbatasan yang ada, tentu Kajian Fiskal Regional
ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk peningkatan kualitas Kajian ini. Semoga informasi yang tertuang dalam
kajian ini dapat bermanfaat bagi para pemangku kepentingan.
Jayapura, November 2021
Kepala Kantor
Burhani A.S.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GRAFIK vi
DAFTAR GAMBAR vii
RINGKASAN EKSEKUTIF viii
DASHBOARD MAKRO FISKAL x
DAFTAR ISTILAH xii
BAB I ANALISIS EKONOMI REGIONAL 1
1.1. Perkembangan dan Analisis Indikator Makro Ekonomi 1
1.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 1
a. Menurut Pengeluaran 1
b. Menurut Sektoral/Lapangan Usaha 1
1.1.2. Inflasi 2
1.2. Perkembangan dan Analisis Indikator Kesejahteraan 3
1.2.1. Kemiskinan 3
1.2.2. Pengangguran 4
1.2.3. Ketimpangan Pendapatan 5
1.2.4. Nilai Tukar Petani 6
1.2.5. Nilai Tukar Nelayan 6
BAB II ANALISIS FISKAL REGIONAL 7
2.1. Pelaksanaan APBN 7
2.1.1. Pendapatan Negara 8
2.1.2. Belanja Negara 8
2.1.3. Surplus/Defisit 9
2.1.4. Prognosis Realisasi APBN Hingga Akhir Tahun 2021 9
2.1.5. Analisis Capaian Output: Layanan Dasar Publik 10
2.2. Pelaksanaan APBD 14
2.2.1. Pendapatan Daerah 15
2.2.2. Belanja Daerah 17
2.2.3. Surplus/Defisit 17
2.2.4. Prognosis Realisasi APBD Hingga Akhir Tahun 2021 17
2.3. Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian 18
2.3.1. Pendapatan Konsolidasian 19
2.3.2. Belanja Konsolidasian 20
2.3.3. Surplus/Defisit Konsolidasian 20
BAB III ANALISIS TEMATIK 21
3.1. Peran Fiskal Untuk Kesejahteraan Petani dan Nelayan: Analisis NTP dan NTN
21
3.1.1. Reviu program pemerintah untuk petani dan nelayan 24
a. Belanja K/L Sektor Pertanian di Kementerian Pertanian 24
b. Belanja K/L Sektor Perikanan di Kementerian Kelautan dan Perikanan
28
c. Belanja K/L Sektor Pertanian di Kementerian PUPR 29
d. Kredit Usaha Rakyat 30
e. DAK Fisik 32
3.1.2. Analisis Perbandingan Tren Antara Pengeluaran Pemerintah dengan NTP dan NTN
33
3.1.3. Rekomendasi Kebijakan 33
3.2. Analisis Peluang Investasi Daerah 33
3.2.1. Identifikasi peluang investasi di daerah 34
3.2.2. Informasi Pasar 38
3.2.3. Analisis Kelayakan 40
3.2.4. Faktor yang berpengaruh terhadap investasi 41
BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 43
4.1. Kesimpulan 43
4.2. Saran 44
DAFTAR PUSTAKA 46
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pagu dan Realisasi APBN s.d. Akhir Triwulan III Tahun 2020 dan 2021 7
Tabel 2.2 Prognosis Realisasi APBN Papua s.d. Akhir Tahun 2021 10
Tabel 2.3 Realisasi Capaian Output Layanan Dasar Publik Provinsi Papua Triwulan III 2021 10
Tabel 2.4 Pagu dan Realisasi APBD Seluruh Pemda (Provinsi/Kota/Kab) di Provinsi Papua s.d. Triwulan III Tahun 2020 dan 2021
14
Tabel 2.5 Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Wilayah Provinsi Papua s.d. Triwulan III Tahun 2021
19
Tabel 2.6 Pertumbuhan Pendapatan dan PDRB 19
Tabel 3.1 Realisasi Belanja Output Strategis Sektor Pertanian di Kementerian Pertanian s.d. Triwulan III Tahun 2021
24
Tabel 3.2 Realisasi Belanja Output Strategis Sektor Pertanian di Kementerian Kelautan dan Perikanan s.d. Triwulan III Tahun 2021
28
Tabel 3.3 Realisasi Belanja Output Strategis Sektor Pertanian di Kementerian PUPR s.d. Triwulan III Tahun 2021
29
Tabel 3.4 Realisasi Pembiayaan KUR Sektor Pertanian dan Perikanan s.d. Triwulan III Tahun 2021
31
Tabel 3.5 Realisasi DAK Fisik Bidang Pertanian dan Perikanan s.d. Triwulan III Tahun 2021 32
Tabel 3.6 Rincian Perkiraan Biaya Investasi Industri Pengolahan Kopi Arabika Wamena 38
Tabel 3.7 Prediksi Ekspor Kopi Untuk Amerika, Jepang, dan Malaysia 39
Tabel 3.8 Skenario Finansial Atas Proyek Pembangunan Industri Kopi Arabika Wamena 41
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Pertumbuhan PDRB 1
Grafik 1.2 Pertumbuhan PDRB 2018-2021 (y-on-y) 2
Grafik 1.3 Perkembangan Inflasi, September 2021 2
Grafik 1.4 Persentase Penduduk Miskin, Maret 2018-Maret 2021 3
Grafik 1.5 Perbandingan TPT Nasional dengan Regional Papua 4
Grafik 1.6 Perkembangan Gini Ratio, Maret 2015-Maret 2018 5
Grafik 1.7 Perkembangan NTP Papua menurut Subsektor Agustus -September 2021
6
Grafik 2.1 Hasil Perhitungan Menggunakan Metode Decomposition Untuk Realisasi Pendapatan dan Belanja APBN Tahun 2021
9
Grafik 2.2 Realisasi PAD Lingkup Papua s.d. Triwulan III Tahun 2021 16
Grafik 2.3 Komposisi Realisasi Pendapatan Transfer di Papua s.d. Triwulan III Tahun 2021
16
Grafik 2.4 Hasil Perhitungan Menggunakan Metode Decomposition Untuk Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD Tahun 2021
18
Grafik 2.5 Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan Daerah 20
Grafik 3.1 Perkembangan Luas Panen Padi di Provinsi Papua 2021-2021 22
Grafik 3.2 Perkembangan Produksi Padi di Provinsi Papua 2021-2021 23
Grafik 3.3 Tren Negara Tujuan Ekspor Kopi 2011 s.d. 2015 38
Grafik 3.4 Sebaran Pasar Kopi Nasional 38
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Struktur Pembentukan NTP dan NTN 21
Gambar 3.2 Lokasi Rencana Pembangunan Industri Pengolahan Kopi di Papua
35
Gambar 3.3 Siteplan Industri Kopi Arabika Wamena di Distrik Kemtuk Papua
36
Gambar 3.4 Desain Blockplan Industri Kopi Arabika Wamena di Distrik Kemtuk Papua
37
Gambar 3.5 Struktur Biaya Investasi Pembangunan Industri Kopi Arabika Wamena
37
RINGKASAN EKSEKUTIF
Perekonomian Papua Triwulan III Tahun 2021 tumbuh sebesar 14,54 persen (y-o-y) atau
13,99 persen (c-to-c) dengan pertumbuhan terbesar dari sisi produksi berasal dari
kategori pertambangan dan penggalian sebesar 43,09 persen. Sementara dari sisi
pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada Komponen Ekspor Luar Negeri sebesar
189,43 persen.
Perkembangan harga berbagai komoditas pada September 2021 secara umum
menunjukkan adanya penurunan. Berdasarkan hasil pemantauan BPS Provinsi Papua
di 3 kota, pada September 2021 terjadi deflasi sebesar 0,41 persen, atau terjadi
penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 104,64 pada Agustus 2021 menjadi
104,22 pada September 2021. Tingkat inflasi tahun kalender (Januari–September) 2021
sebesar -0,61 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (September 2021 terhadap
September 2020) sebesar -0,40 persen.
Dalam pelaksanaan APBN, realisasi pendapatan negara di Papua mencapai 7,34 triliun
atau 81,6 persen dari target, mengalami kenaikan sebesar 25,3 persen dibanding
periode yang sama tahun sebelumnya dengan pendapatan tertinggi berasal dari
Pendapatan Perpajakan khususnya dari PPh Pasal 21. Sedangkan untuk realisasi
belanja Negara Sampai dengan triwulan III tahun 2021 mencapai Rp35,76 triliun atau
60,7 persen dari alokasi pagu. Tren penyerapan belanja pemerintah pusat hingga akhir
triwulan III masih relatif stabil, kecuali belanja modal. Lonjakan belanja modal pada bulan
Juli hingga September didorong oleh dimulainya Kembali pembangunan serta dalam
rangka persiapan atas diselenggarakannya PON XX Papua pada bulan Oktober 2021.
Hingga akhir triwulan III tahun 2021, 3 (tiga) sektor capaian output strategis telah
direalisasikan. Untuk sektor Kesehatan, realisasi terbesar terdapat pada kelompok
output Faskes yang terpenuhi ketersediaan Alat/Obat Kontrasepsi (Alokon) yaitu
sebesar Rp3,01 miliar atau sebesar 95,52% dari pagu Rp3,14 miliar. Sementara untuk
sektor Pendidikan, realisasi terbesar terdapat pada kelompok output Mahasiswa
Penerima KIP Kuliah sebesar Rp4,01 miliar dari pagu Rp5,19 miliar. Sektor Infrastruktur
yang mempunyai banyak kelompok output mengirimkan pembangunan Jalan Trans
Papua Merauke-Sorong (MP) sebagai kelompok output dengan realisasi terbesar, hal
ini tidak lepas dari pagu yang besar pula yang telah dianggarkan untuk kelompok output
tersebut, pembangunan Jalan Trans Papua Merauke-Sorong (MP) telah terealisasi
sebesar Rp517,92 miliar dari pagu Rp1,50 triliun atau sebesar 34,51%.
Dalam pelaksanaan APBD, realisasi pendapatan daerah di Papua adalah sebesar
Rp25,11 triliun atau 49,10 persen dari target, sedangkan realisasi Belanja Daerah baru
mencapai Rp20,66 triiun atau 48,60 persen, naik 8,74 persen dibandingkan dengan
persentase realisasi pada triwulan III tahun 2020. Sementara itu, realisasi pendapatan
konsolidasian sampai dengan triwulan III tahun 2021 mengalami kenaikan sebesar
369,73 persen (y-o-y) yaitu Rp38,71 triliun, terutama disebabkan oleh kenaikan
komponen penerimaan perpajakan dan pendapatan transfer. Sementara itu, realisasi
belanja konsolidasian turun sebesar 27,79 persen dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp29,22 triliun.
Pada bulan September 2021, NTP di Provinsi Papua turun 0,42 persen dibandingkan
dengan Agustus 2021 dengan indeks NTP sebesar 102,04, lebih rendah dari NTP
Nasional sebesar 105,68. Penurunan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima
petani (It) turun sebesar 0,41 persen, sedangkan indeks harga yang dibayar petani (Ib)
naik sebesar 0,0023 persen. Sementara itu, NTN di Provinsi Papua pada bulan
September 2021 mengalami penurunan angka indeks sebesar 0,99 persen
dibandingkan dengan Agustus 2021 menjadi sebesar 107,77.
Salah satu peluang investasi daerah di Papua adalah “Pembangunan Industri
Pengolahan Kopi di Provinsi Papua”. Komoditas kopi di Papua berpeluang untuk
dikembangakan lebih lanjut dengan label “Kopi Specialty Roasted Bean Arabica
Wamena” dengan mengambil bahan baku dari kolompok tani kopi arabika Wamena atau
kelompok tani arabika dan robusta di wilayah Papua. Industri pengolahan kopi tersebut
dapat dibangun di kawasan industri bonggrang di Distrik Kemtuk, Kabupaten Jayapura,
yang memiliki luas kawasan sebesar ±98,8 Ha, dengan kebutuhan luas industri sebesar
±5 ha yang memiliki kapasitas produksi sebesar 3,9 ton.
DAFTAR ISTILAH
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan
daerah yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) adalah sebuah rencana
keuangan tahunan pemerintahan
negara yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat.
Badan Layanan Umum (BLU) adalah
instansi di lingkungan Pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan
dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.
Bea adalah pungutan yang dikenakan
atas keluar masuknya barang/
komoditas yang berkaitan yang masuk
dan keluar wilayah pabean. Pungutan
bea ini bersifat wajib dan dikenakan
pada produk hasil ekspor dan impor.
Bea yang dikenakan atas barang impor
disebut bea masuk, dan bea yang
dikenakan atas barang keluar disebut
bea keluar.
Belanja Daerah adalah kewajiban
pemerintah daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih.
Belanja Negara adalah kewajiban
pemerintah pusat yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih.
Cukai adalah pungutan negara yang
dikenakan terhadap barang-barang
tertentu yang mempunyai sifat atau
karakteristik yang ditetapkan dalam
Undang-undang Cukai.
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
yang selanjutnya disingkat DIPA adalah
dokumen pelaksanaan anggaran yang
disusun oleh Pengguna Anggaran/
Kuasa Pengguna Anggaran yang
disahkan oleh Direktur Jenderal
Anggaran atau Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
atas nama Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara.
Ekspor barang adalah transaksi
perpindahan kepemilikan ekonomi (baik
berupa penjualan, barter, hadiah
ataupun hibah) atas barang dari residen
suatu wilayah Provinsi terhadap pelaku
ekonomi luar negeri (non-resident).
Impor barang adalah transaksi
perpindahan kepemilikan ekonomi
(mencakup pembelian, barter, hadiah
ataupun hibah) atas barang dari pelaku
ekonomi luar negeri (non-resident)
terhadap residen suatu wilayah Provinsi.
Indeks Harga konsumen (IHK) adalah
Indeks yang menghitung rata-rata
perubahan harga dari suatu paket
barang dan jasa yang dikonsumsi oleh
rumah tangga dalam kurun waktu
tertentu.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
atau Human Development Index (HDI)
adalah pengukuran perbandingan dari
harapan hidup, pendidikan, dan standar
hidup untuk semua negara. IPM
menjelaskan bagaimana penduduk
dapat mengakses hasil pembangunan
dalam memperoleh pendapatan,
kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Inflasi adalah kecenderungan naiknya
harga barang dan jasa pada umumnya
yang berlangsung secara terus
menerus.
Inventori adalah persediaan yang
dikuasai oleh unit yang menghasilkan
untuk digunakan dalam proses lebih
lanjut, dijual, atau diberikan pada pihak
lain, atau digunakan dengan cara lain.
Laju pertumbuhan ekonomi adalah
proses perubahan kondisi
perekonomian suatu negara secara
berkesinambungan menuju keadaan
yang lebih baik selama periode tertentu.
Nilai tukar adalah sejumlah uang dari
suatu mata uang tertentu yang dapat
dipertukarkan dengan unit mata uang
negara lain.
Nilai Tukar Nelayan (NTN) adalah rasio
antara indeks harga yang diterima
nelayan (It) dengan indeks harga yang
dibayar nelayan (Ib) dinyatakan dalam
persentase. Secara konsepsional, NTN
pengukur kemampuan tukar produk
perikanan tangkap yang dihasilkan
nelayan dengan barang atau jasa yang
dikonsumsi oleh rumah tangga nelayan
dan keperluan mereka dalam
menghasilkan produk perikanan
tangkap.
Nilai Tukar Petani (NTP) adalah
indikator proxy kesejahteraan petani
sebagai perbandingan antara Indeks
harga yg diterima petani (It) dengan
Indeks harga yg dibayar petani (Ib). NTP
merupakan salah satu indikator untuk
melihat tingkat kemampuan/daya beli
petani di perdesaan.
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak
yang dikenakan kepada orang pribadi
atau badan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam satu
tahun pajak. Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak
yang dikenakan pada barang yang
tergolong mewah kepada produsen
untuk menghasilkan atau mengimpor
barang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah
pajak yang dikenakan dalam setiap
proses produksi maupun
distribusi/pungutan terhadap konsumsi
Barang Kena Pajak/Jasa Kena pajak di
dalam daerah Daerah Pabean.
Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) adalah pengeluaran unit
produksi untuk menambah aset tetap
dikurangi dengan pengurangan aset
tetap bekas. Pembiayaan adalah setiap
penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan
diterima kembali, baik pada tahun
anggaran yang bersangkutan maupun
tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pendapatan Daerah adalah hak
pemerintah daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih.
Pendapatan Hibah adalah setiap
penerimaan Pemerintah Pusat dalam
bentuk uang, barang, jasa dan/atau
surat berharga yang diperoleh dari
pemberi hibah yang tidak perlu dibayar
kembali, yang berasal dari dalam negeri
atau luar negeri, yang atas pendapatan
hibah tersebut, pemerintah mendapat
manfaat secara langsung yang
digunakan untuk mendukung tugas dan
fungsi K/L, atau diteruskan kepada
Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik
Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah.
Pendapatan Negara adalah hak
pemerintah pusat yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih.
Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP) adalah seluruh penerimaan
Pemerintah Pusat yang tidak berasal
dari penerimaan perpajakan.
Penerimaan Perpajakan adalah semua
penerimaan yang terdiri dari pajak
dalam negeri dan pajak perdagangan
internasional.Pajak Penghasilan (PPh)
adalah Pengeluaran Konsumsi
Pemerintah adalah nilai seluruh jenis
output pemerintah dikurangi nilai output
untuk pembentukan modal sendiri
dikurangi nilai penjualan barang/jasa
(baik yang harganya signifikan dan tdk
signifikan secara ekonomi) ditambah
nilai barang/jasa yang dibeli dari
produsen pasar untuk diberikan pada
RT secara gratis atau dengan harga
yang tidak signifikan secara ekonomi
(social transfer in kind-purchased
market production).
Pengeluaran Konsumsi Rumah
Tangga (PKRT) merupakan
pengeluaran atas barang dan jasa oleh
rumah tangga untuk tujuan konsumsi.
Produk Domestik Bruto (PDB) adalah
jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh
seluruh unit usaha dalam suatu negara
tertentu, atau merupakan jumlah nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan
oleh seluruh unit ekonomi. PDB atas
dasar harga berlaku menggambarkan
nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga yang
berlaku pada setiap tahun, sedangkan
PDB atas dasar harga konstan
menunjukkan nilai tambah barang dan
jasa tersebut yang dihitung
menggunakan harga yang berlaku pada
satu tahun tertentu sebagai dasar.
Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) adalah jumlah nilai tambah
yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha
dalam suatu daerah tertentu, atau
merupakan jumlah nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit
ekonomi pada suatu daerah.
Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Perkapita adalah pendapatan
rata-rata penduduk di suatu daerah,
yang diperoleh dari hasil pembagian
pendapatan penduduk suatu daerah
(PDRB) dengan jumlah penduduk
regional tersebut.
Rasio gini (gini ratio) yang merupakan
salah satu alat yang mengukur tingkat
kesenjangan pembagian pendapatan
relatif antar penduduk suatu wilayah.
Rasio pajak (tax ratio) adalah
perbandingan atau persentase
penerimaan pajak terhadap produk
domestik bruto (PDB) dimana hal itu
juga merupakan salah satu indikator
untuk menilai kinerja penerimaan pajak.
Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
adalah rencana pembangunan tahunan
nasional, yang memuat prioritas
pembangunan nasional, rancangan
kerangka ekonomi makro yang
mencakup gambaran perekonomian
secara menyeluruh termasuk arah
kebijakan fiskal, serta program
kementerian/lembaga, lintas
kementerian/lembaga kewilayahan
dalam bentuk kerangka regulasi dan
pendanaan yang bersifat indikatif. RKP
merupakan pedoman bagi penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN).
Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD) merupakan penjabaran
RPJMD, memuat rancangan kerangka
ekonomi daerah, prioritas
pembangunan daerah, serta rencana
kerja dan pendanaan untuk satu tahun,
mengacu pada RKPD.
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD)
merupakan penjabaran visi, misi dan
program Gubernur terpilih yang menjadi
pedoman pelaksanaan pembangunan
dalam lima tahun pemerintahan.
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) adalah
penjabaran dari visi, misi dan program
Presiden yang penyusunannya
berpedoman pada RPJPN, yang
memuat strategi pembangunan
Nasional, kebijakan umum, program
Kementerian/Lembaga dan lintas
Kementerian/Lembaga, kewilayahan
dan lintas kewilayahan, serta kerangka
ekonomi makro yang mencangkup
gambaran perekonomian secara
menyeluruh termasuk arah kebijakan
fiskal dalam rencana kerja yang berupa
kerangka regulasi dan kerangka
pendanaan yang bersifat indikatif.
Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJP Daerah)
adalah dokumen perencanaan
pembangunan daerah untuk periode 20
(dua puluh).
Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (disingkat RPJP
Nasional) adalah dokumen
perencanaan pembangunan nasional
untuk periode 20 (dua puluh) tahun.
Suku bunga adalah persentase dari
pokok utang yang dibayarkan sebagai
imbal jasa (bunga) dalam suatu periode
tertentu.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
adalah persentase jumlah
pengangguran terhadap jumlah
angkatan kerja.
1
BAB I
ANALISIS EKONOMI REGIONAL
1.1. Perkembangan dan Analisis Indikator Makro Ekonomi
1.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
a. Berdasarkan Pengeluaran
Sumber: BPS (2021), diolah
Ekonomi Papua pada triwulan III-2021 terhadap triwulan III-2020 (y-on-y) tumbuh
sebesar 14,54 persen. Semua komponen mengalami pertumbuhan kecuali Komponen
PK-P yang terkontraksi sebesar -3,86 persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada
Komponen Ekspor yang tumbuh sebesar 149,86 persen. Pertumbuhan ini diikuti oleh
Komponen PMTB sebesar 43,55 persen; Komponen PK-LNPRT sebesar 7,44 persen;
dan Komponen PK-RT sebesar 1,39 persen. Sementara itu, Komponen Impor Luar
Negeri selaku faktor pengurang tumbuh sebesar 117,49 persen. Pertumbuhan di
komponen-komponen PDRB Pengeluaran juga disebabkan oleh kenaikan ekspor
komoditas Bijih Kerak Abu Logam yang mendominasi ekspor Papua. Sementara,
kenaikan PMTB dan Impor Luar Negeri diakibatkan oleh peningkatan impor barang
modal dengan kenaikan terbesar pada impor mesin listrik.
b. Berdasarkan Sektor Lapangan Usaha
Perekonomian Papua berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
atas dasar harga berlaku triwulan III-2021 mencapai Rp 59,05 triliun dan atas dasar
harga konstan 2010 mencapai Rp 40,33 triliun.
Ekonomi Papua dengan Pertambangan dan Penggalian triwulan III-2021 dibanding
triwulan III-2020 (y-on-y) mengalami pertumbuhan sebesar 14,54 persen, sedangkan
tanpa Pertambangan dan Penggalian tumbuh sebesar 2,42 persen. Pertumbuhan terjadi
1,39 7,44-3,86
43,55
149,86
117,49
-50
0
50
100
150
200
Konsumsi RumahTangga
Konsumsi LNPRT KonsumsiPemerintah
PMTB Ekspor Impor
Grafik 1.1 Pertumbuhan PDRB
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah PMTB Ekspor Impor
2
pada hampir semua lapangan usaha, kecuali Industri Pengolahan (-0,10%), Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (-3,98%) dan Jasa Pendidikan (-
5,82). Lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi antara lain
Pertambangan dan Penggalian (37,56%), Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor (9,30%) dan Pengadaan Listrik dan Gas (9,29%). Pertumbuhan
Pertambangan dan Penggalian didorong oleh peningkatan produksi emas dan tembaga
PT Freeport Indonesia pada triwulan III 2021 dibandingkan triwulan III tahun 2020,
pertumbuhan Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor dan
Pengadaan Listrik dan Gas didorong oleh aktivitas persiapan pelaksanaan PON XX
Papua.
Sumber: BPS (2021), diolah
1.1.2. Inflasi
Sumber: BPS (2021), diolah
Perkembangan harga berbagai komoditas pada September 2021 secara umum
menunjukkan adanya penurunan. Berdasarkan hasil pemantauan BPS Provinsi Papua
di 3 kota, pada September 2021 terjadi deflasi sebesar 0,41 persen, atau terjadi
penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 104,64 pada Agustus 2021 menjadi
104,22 pada September 2021. Tingkat inflasi tahun kalender (Januari–September) 2021
sebesar -0,61 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (September 2021 terhadap
September 2020) sebesar -0,40 persen.
-1,19-0,79
0,22
0,79
-0,27
0,53 0,66
-0,41 -0,38 -0,08
0,19
-0,42 -0,41
-2
-1
0
1
Sep-20 Okt Nov Des Jan-21 Feb Maret Apr Mei Jun Jul Agt Sep
Grafik 1.3 Perkembangan Inflasi, September 2021
-18 -18,67
-23,94 -15,11
-3,76
1,364,06
-2,79
6,92
14,27 13,14 14,54
4,59 6,27 5,68 4,75 3,43
2,76 -5,09 -4,36 -6,83
-3,77
2,81 2,42
-30
-20
-10
0
10
20
IV-2018 I-2019 II-2019 III-2019 IV-2019 I-2020 II-2020 III-2020 IV-2020 I-2021 II-2021 III-2021
Grafik 1.2 Pertumbuhan PDRB 2018-2021 (y-on-y)
Dengan Tambang Tanpa Tambang
3
Deflasi terjadi karena adanya penurunan harga yang ditunjukkan oleh turunnya indeks
kelompok pengeluaran pada: kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 1,32
persen; kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,03 persen; dan kelompok
perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,01 persen.
Beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga pada September 2021, antara
lain: cabai rawit, ikan ekor kuning, tomat, kangkung, ikan cakalang/ikan sisik. Sementara
komoditas yang mengalami kenaikan harga, antara lain: buah pinang, ikan kembung,
daging ayam ras, tarif angkutan udara, dan ikan kawalina. Pada September 2021 dari
11 kelompok pengeluaran, 3 kelompok memberikan andil/sumbangan deflasi dan 8
kelompok memberikan andil/sumbangan inflasi terhadap inflasi gabungan 3 kota di
Papua. Kelompok pengeluaran yang memberikan andil/ sumbangan deflasi, yaitu:
kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar -0,49 persen; kelompok pakaian
dan alas kaki sebesar -0,001 persen; dan kelompok perlengkapan, peralatan, dan
pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar -0,0004 persen. Sementara kelompok
pengeluaran yang memberikan andil/sumbangan inflasi terhadap inflasi gabungan 3
kota di Papua, yaitu kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga
sebesar 0,005 persen; kelompok kesehatan sebesar 0,01 persen; kelompok transportasi
sebesar 0,04 persen; kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar
0,0004 persen; kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 0,001 persen;
kelompok pendidikan sebesar 0,004 persen; kelompok penyediaan makanan dan
minuman/restoran sebesar 0,002 persen; dan kelompok perawatan pribadi dan jasa
lainnya sebesar 0,02 persen.
1.2. Perkembangan dan Analisis Indikator Kesejahteraan
1.2.1. Kemiskinan
Secara umum, pada periode
Maret 2018 - Maret 2021
tingkat kemiskinan
mengalami penurunan baik
dari sisi jumlah maupun
persentase. Tercatat
persentase penduduk miskin
pada periode tersebut turun
sebesar 4,25 persen poin, yaitu dari 31,11 persen atau berjumlah 920,52 ribu jiwa pada
Maret 2012 menjadi 26,86 persen atau 920,44 ribu jiwa pada Maret 2021. Persentase
27,7427,43 27,53
26,55 26,64 26,8 26,86
25
26
27
28
Mar 18 Sep 18 Mar 19 Sep 19 Mar 20 Sep 20 Mar 21
Grafik 1.4 Persentase Penduduk Miskin, Maret 2018-Maret 2021
Sumber: BPS (2021), diolah
4
penduduk miskin di Papua selama enam bulan terakhir justru mengalami peningkatan
sebesar 0,06 persen poin yaitu dari 26,80 persen pada September 2020 menjadi 26,86
persen pada Maret 2021. Begitu pula jika dibandingkan dengan Maret 2020, terjadi
peningkatan 0,22 persen poin (26,64 pada Maret 2020).
Dilihat menurut tipe daerahnya, penduduk miskin di Papua terkonsentrasi di daerah
perdesaan, dimana pada Maret 2021 terdapat 872,08 ribu jiwa atau 35,71 persen
penduduk miskin tinggal di perdesaan, sedangkan di perkotaan hanya sebesar 48,36
ribu jiwa atau 4,91 persen. Jika dibandingkan dengan kondisi pada periode sebelumnya
(September 2020), terdapat peningkatan persentase penduduk miskin di daerah
perkotaan sebesar 0,32 persen poin dan untuk daerah perdesaan persentase penduduk
miskin naik sebesar 0,02 persen poin.
Bila dibandingkan dengan nasional, kemiskinan di Provinsi Papua masih tertinggal jauh.
Pada Maret 2021 tingkat kemiskinan Provinsi Bengkulu sebesar 26,86%, lebih tinggi dari
tingkat nasional sebesar 10,14%. Persentase angka kemiskinan di Provinsi Papua
memang sejak bulan September 2019 terus mengalami peningkatan, termasuk dari sisi
jumlah penduduk miskin. Salah satu faktor yang mendorong naiknya tingkat kemiskinan
di Provinsi Papua yakni terus meningkatnya kasus penyebaran COVID-19 di Provinsi
Papua sehingga diterapkan kebijakan berbagai pembatasan untuk mencegah
penyebaran COVID-19 antara lain pembatasan kegiatan yang mengumpulkan massa
dalam jumlah banyak seperti kegiatan peribadatan tatap muka yang dibatasi hanya 50
persen. Selain itu perayaan hari raya keagamaan seperti Imlek, Hari Raya Injil masuk di
Tanah Papua, dan Nyepi juga dibatasi sehingga berdampak pada menurunnya
konsumsi masyarakat.
1.2.2. Pengangguran
Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT) Indonesia turun dari 7,07
persen pada Agustus 2020
menjadi 6,27 persen pada
Februari 2021. Provinsi Papua
pun menunjukkan tren serupa.
Pada Februari 2021, TPT Provinsi
Papua adalah sebesar 3,77
persen, turun 0,51 persen
dibandingkan kondisi Agustus 2020. Meskipun belum merata, hal ini menjadi salah satu
4,98 5,23 4,94
7,07 6,26
3,42 3,65 3,42 4,28 3,77
02468
Februari2019
Agustus2019
Februari2020
Agustus2020
Februari2021
Grafik 1.5 Perbandingan TPT Nasional dengan Regional Papua
Persentase TPT Nasional Persentase TPT Papua
Sumber: BPS (2021), diolah
5
tanda mulai pulihnya sektor ketenagakerjaan dan perekonomian yang sempat
terdampak oleh pandemi Covid-19.
Pada Februari 2021, penduduk usia kerja yang masih menjadi pengangguran karena
Covid-19 ada sekitar 1.694 orang, sedangkan yang bukan angkatan kerja karena Covid-
19 sebanyak 1.695 orang. Sebanyak 631 orang masih sementara tidak bekerja, dan
114.181 orang mengalami pengurangan jam kerja. DIlihat dari jenis kelaminnya,
penduduk laki-laki lebih banyak yang merasakan dampak pandemi Covid-19 terhadap
status ketenagakerjaannya dibandingkan perempuan. Sementara itu, dampak Covid-19
lebih banyak dirasakan penduduk yang bertempat tinggal di wilayah perkotaan daripada
perdesaan. Apabila dilihat berdasarkan distribusi kelompok umur, mayoritas penduduk
usia kerja yang merasakan dampak Covid-19 pada semua komponen berada pada
kelompok usia dewasa (25-59 tahun), yaitu sebesar 90,31 persen.
1.2.3. Ketimpangan Pendapatan
Secara umum, nilai Gini Ratio Provinsi Papua selama periode Maret 2015 hingga Maret
2018 mengalami trend series yang menurun. Namun pada September 2018 mengalami
kenaikan yang cukup besar dan cenderung stagnan hingga kondisi akhir Maret 2021.
Pada Maret 2021, gini ratio Provinsi Papua mencapai 0,397. Berdasarkan daerah tempat
tinggal, Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2021 adalah sebesar 0,301
mengalami peningkatan yang cukup tinggi yakni 0,010 poin dibandingkan September
2020 yang sebesar 0,291 dan menurun juga meningkat 0,005 poin dari Maret 2020 yang
sebesar 0,296. Untuk daerah perdesaan, Gini Ratio pada Maret 2021 tercatat sebesar
0,422, naik 0,006 poin dibandingkan dengan kondisi September 2020 yang sebesar
0,416 dan naik sebesar 0,008 poin dari Maret 2020 yang sebesar 0,414.
Sumber: BPS (2021), diolah
0,339 0,347
0,312 0,318 0,322
0,302 0,3120,294 0,297
0,288 0,296 0,2910,301
0,380,387 0,383
0,392 0,395
0,407
0,384
0,416 0,409 0,41 0,414 0,416 0,4220,421
0,392 0,390,399 0,397
0,3980,384
0,398 0,394 0,391 0,392 0,395 0,397
0,27
0,29
0,31
0,33
0,35
0,37
0,39
0,41
0,43
Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-17 Sep-17 Mar-18 Sep-18 Mar-19 Sep-19 Mar-20 Sep-20 Mar-21
Grafik 1.6 Perkembangan Gini Ratio, Maret 2015-Maret 2018
Kota Desa Kota+Desa
6
1.2.4. Nilai Tukar Petani
Sumber: BPS (2021), diolah
Nilai Tukar Petani (NTP) yang diperoleh dari perbandingan indeks harga diterima petani
(It) terhadap indeks harga dibayar petani (Ib) (dalam persentase) merupakan salah satu
indikator untuk melihat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga
menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa
yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif,
semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani. NTP Papua September 2021
tercatat turun 0,42 persen menjadi 102,04 dibandingkan NTP Agustus. Berdasarkan
pemantauan harga pedesaan di beberapa daerah di Papua, perubahan indeks NTP
disebabkan karena indeks harga yang diterima petani (It) turun sebesar 0,41 persen,
sedangkan indeks harga yang dibayar petani (Ib) naik sebesar 0,0023 persen.
1.2.5. Nilai Tukar Nelayan
NTN September 2021 mengalami penurunan angka indeks sebesar 0,99 persen menjadi
107,77. Hal ini disebabkan oleh penurunan It sebesar 1,04 persen lebih rendah daripada
penurunan Ib sebesar 0,05 persen. Penurunan It sebesar 1,04 persen dipicu oleh
turunnya indeks penangkapan laut sebesar 1,25 persen sedangkan indeks
penangkapan perairan umum tidak mengalami perubahan. Penurunan Ib sebesar 0,05
persen disebabkan oleh turunnya IKRT sebesar 0,02 persen dan indeks BPPBM
sebesar 0,12 persen.
102,46101,63
98,8
104,96
108,17 108,5 108,85
102,58102,04
101,28
97,28
104,52
108,74107,47 107,77
102,49
90
95
100
105
110
Papua TanamanPangan
Hortikultura TanamanPerkebunan
Rakyat
Peternakan Perikanan (PerikananTangkap)
(PerikananBudidaya)
Grafik 1.7 Perkembangan NTP Papua menurut Subsektor Agustus - September 2021
Juli Agustus
7
BAB II
ANALISIS FISKAL REGIONAL
2.1. Pelaksanaan APBN
Realisasi APBN Papua sampai dengan Triwulan III-2021 dari sisi pendapatan
mengalami sedikit peningkatan. Sebaliknya, di sisi belanja negara mengalami
penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Tabel 2.1: Pagu dan Realisasi APBN s.d. Akhir Triwulan III Tahun 2020 dan 2021
Uraian TW III 2020 TW III 2021 %
2021 Pagu Realisasi Pagu Realisasi
A. PENDAPATAN NEGARA 7.907,35 5.862,26 8.997,50 7.344,08 81,6%
I. PENERIMAAN DALAM NEGERI 7.907,35 5.862,26 8.997,50 7.344,08 81,6%
1. Penerimaan Perpajakan 7.342,25 5.380,98 8.613,94 6.993,45 81,2%
a. Pajak Dalam Negeri 6.758,99 4.525,97 7.625,33 4.686,98 61,5%
b. Pajak Perdagangan Internasional 583,27 855,01 988,61 2.306,47 233,3%
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 565,09 481,28 383,56 350,63 91,4%
II. HIBAH 0,00 0,00 00,00 0,00 0,0%
B. BELANJA NEGARA 56.035,92 42.580,98 58.913,88 35.757,20 60,7%
I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT 13.622,55 8.006,05 15.743,33 9.407,46 59,8%
1. Belanja Pegawai 4.091,32 2.854,17 4.194,83 2.994,05 71,4%
2. Belanja Barang 4.789,12 2.576,85 5.295,79 3.147,47 59,4%
3. Belanja Modal 4.618,31 2.501,51 6.119,33 3.186,26 52,1%
4. Belanja Bantuan Sosial 23,41 11,61 14,58 10,53 72,2%
5. Belanja Lain-lain 100,38 61,91 109,80 69,15 63,0%
II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA 43.002,02 34.639,89 43.179,56 26.349,74 61,0%
1. Transfer ke Daerah 37.651,63 30.758,79 37.745,49 23.451,41 62,1%
a. Dana Perimbangan 29.472,36 24.586,00 29.703,96 20.989,06 70,7%
1) Dana Alokasi Umum 20.870,26 17.424,80 20.494,06 15.783,62 77,0%
2) Dana Bagi Hasil 2.053,55 2.448,80 2.946,22 2.575,03 87,4%
3) DAK Fisik 3.607,20 3.278,40 3.610,01 951,45 26,4%
4) DAK Nonfisik 1.941,31 1.434,00 2.653,67 1.678,96 63,3%
b. Dana Otonomi Khusus 7.999,97 5.998,98 7.911,83 2.373,55 30,0%
c. Dana Insentif Daerah 179,30 172,81 129,70 88,80 68,5%
2. Dana Desa 5.350,39 3.881,10 5.434,06 2.898,33 53,3%
C. SURPLUS DEFISIT -48.146,57 -36.718,72 -49.916,38 -28.413,12 56,9%
Sumber: MEBE dan OMSPAN (2021), diolah
8
2.1.1. Pendapatan Negara
Dari sisi pendapatan APBN, pada triwulan III di Provinsi Papua baik secara persentase
maupun nominal mengalami kenaikan yang cukup signifikan, hal ini disebabkan oleh
meningkatnya pendapatan pada pajak dalam negeri maupun pajak perdagangan
internasional. Realisasi pendapatan negara sampai dengan akhir triwulan III 2021
adalah sebesar Rp7,34 triliun atau 81,6% dari target yang ditentukan, lebih tinggi jika
dibandingkan dengan realisasi pendapatan pada tahun 2020 di triwulan yang sama yaitu
sebesar Rp5,86 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 25,3% dibandingkan
triwulan yang sama di tahun sebelumnya. Selain pendapatan perpajakan yang
mengalami peningkatan, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga mengalami
kenaikan secara persentase yaitu sebesar 7,3% dan mencapai Rp350,63 miliar hingga
akhir triwulan III tahun 2021.
2.1.2. Belanja Negara
Realisasi belanja pemerintah pusat sampai dengan triwulan III 2021 baru mencapai
Rp9,41 triliun atau 59,8 persen dari pagu sebesar Rp15,73 triliun. Meski demikian,
realisasi tersebut sedikit lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya yang hanya mencapai 58,8 persen. Realisasi belanja sampai dengan
triwulan III-2021 masih didominasi oleh belanja modal yang mencapai Rp3,19 triliun.
Tingginya realisasi belanja modal tersebut dikarenakan kegiatan aktivitas perekonomian
dan pembangunan yang kembali normal setelah relaksasi atas pembatasan kegiatan
masyarakat serta program vaksinasi yang dilaksanakan secara masif.
Tren penyerapan belanja pemerintah pusat hingga akhir triwulan III masih relatif stabil,
kecuali belanja modal. Lonjakan belanja modal pada bulan Juli hingga September
didorong oleh dimulainya Kembali pembangunan serta dalam rangka persiapan atas
diselenggarakannya PON XX Papua pada bulan Oktober 2021.
Penyaluran TKDD hingga triwulan III-2021 belum menunjukkan capaian yang optimal.
Secara kumulatif, realisasi TKDD baru mencapai Rp26,35 triliun atau 61,0 persen dari
pagu Rp43,18 triliun. Realisasi tersebut turun cukup signifikan sebesar 23,9 % atau
sekitar Rp8,29 triliun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Hingga akhir triwulan III tahun 2021, semua jenis TKDD telah disalurkan ke Pemda
Papua dengan persentase yang bervariasi. Realisasi penyaluran DAU sebesar Rp15,78
triliun (77,0%) dari pagu Rp20,49 triliun, DBH sebesar Rp2,57 triliun (87,4%) dari pagu
Rp2,94 triliun, DAK Nonfisik sebesar Rp1,68 triliun (63,3%) dari pagu Rp2,65 triliun,
9
Dana Otsus sebesar Rp2,37 triliun (30,0%) dari pagu Rp7,91 triliun, DID sebesar
Rp88,80 Miliar (68,5%) dari pagu Rp129,70 miliar, Dana Desa sebesar Rp2,89 triliun
(53,3%) dari pagu Rp5,43 triliun, dan DAK Fisik, sebesar Rp951,45 miliar (26,4%) dari
pagu Rp3,61 triliun.
Selain DAK Fisik dan Dana Desa, mulai tahun 2020 KPPN Jayapura sebagai KPPN
yang berlokasi di ibukota provinsi juga menyalurkan dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS). Sampai dengan akhir Triwulan III-2021, realisasi penyaluran Dana BOS sebesar
Rp819,19 Miliar atau 65,4 persen dari pagu Rp1,25 triliun. Dana BOS tersebut disalurkan
untuk 6.665 sekolah yang tersebar di seluruh wilayah Papua.
2.1.3. Surplus/Defisit
Berdasarkan realisasi pendapatan negara dan belanja negara di Provinsi Papua, defisit
anggaran sampai dengan akhir triwulan III 2021 adalah sebesar Rp28,41 triliun atau
56,9% dari yang ditargetkan. Defisit ini lebih rendah sebesar 22,6% disbanding periode
yang sama tahun sebelumnya (Rp36,72 triliun). Hal ini dilatarbelakangi oleh
meningkatnya pendapatan negara dan menurunnya belanja negara dibandingkan
dengan triwulan III pada tahun 2020.
2.1.4. Prognosis Realisasi APBN Hingga Akhir Tahun 2021
Sumber: Hasil perhitungan dengan metode Decomposition
Dengan menggunakan metode Decomposition, diperoleh prognosis penerimaan negara
sampai akhir tahun 2021 mencapai Rp9.65 triliun atau sebesar 107,28% dari pagu,
prognosis penerimaan pada triwulan IV mencapai lebih dari 100% disebabkan oleh tren
realisasi pendapatan pada 2 periode triwulan IV yaitu pada tahun 2018 dan 2020 yang
Grafik 2.1. Hasil Perhitungan Menggunakan Metode Decomposition Untuk Realisasi
Pendapatan dan Belanja APBN Tahun 2021
Triwulan IV 2021: 107,28% Triwulan IV 2021: 96,70%
10
realisasinya lebih dari 100%, selain itu realisasi penerimaan pada sektor bea keluar yang
telah melebihi 100% juga turut mempengaruhi prognosis penerimaan negara. Hasil
prognosis pendapatan dengan metode Decomposition menghasilkan nilai Mean
Absolute Percentage Error (MAPE) sebesar 15, artinya nilai peramalan yang dihasilkan
sudah baik untuk digunakan.
Tabel 2.2: Prognosis Realisasi APBN Papua s.d. Akhir Tahun 2021
(dalam miliar rupiah)
Uraian
Pagu
Realisasi s.d.
Triwulan III
Perkiraan Realisasi s.d.
Akhir Tahun
Rp % Rp %
Pendapatan Negara 8.997,50 7.344,08 81,6% 9.652,52 104,3%
Belanja Negara 58.913,88 35.757,20 60,7% 56.969,72 97,9%
Surplus/Defisit -49.916,38 -28.413,12 56,9% (47.317,20) 94,8%
Sumber: Omspan 2021, diolah
Sementara itu, prognosis belanja negara akan mencapai Rp56,97 triliun atau sebesar
96,70% dari pagu sampai akhir tahun anggaran 2021. Prognosis belanja negara
menggunkan metode Decomposition menghasilkan nilai MAPE sebesar 9, artinya hasil
peramalan yang dihasilkan sudah baik untuk digunakan.
2.1.5. Analisis Capaian Output: Layanan Dasar Publik
Tabel 2.3: Realisasi Capaian Output Layanan Dasar Publik Provinsi Papua Triwulan III
2021 (dalam miliar rupiah)
Sektor Kelompok Output
Belanja Kinerja (rincian output)
Pagu Realisasi Persentase Satuan
Capaian
Output
(NVRO)
Persentase
Kesehatan
Faskes yang
terpenuhi
ketersediaan
Alat/Obat
Kontrasepsi (Alokon)
3,15 3,01 95,52% Faskes 44 93,62%
Desa Pangan Aman 0,62 0,37 58,94% Desa 7 87,50%
Sampel Makanan
yang Diperiksa oleh
BB/BPOM
0,42 0,28 66,29% Persen 251 51,65%
11
Sektor Kelompok Output
Belanja Kinerja (rincian output)
Pagu Realisasi Persentase Satuan
Capaian
Output
(NVRO)
Persentase
Sampel Makanan
yang Diperiksa oleh
Loka POM I
0,01 0,01 64,61% Persen 47 85,45%
Sampel Makanan
yang Diperiksa oleh
Loka POM II
0,01 0,01 73,99% Persen 36 72,00%
Sarana Distribusi
Obat, Obat
Tradisional,
Kosmetik, Suplemen
Kesehatan dan
Makanan yang
Diperiksa oleh
BB/BPOM
0,99 0,72 72,76% Persen 762 98,20%
Sarana Distribusi
Obat, Obat
Tradisional,
Kosmetik, Suplemen
Kesehatan dan
Makanan yang
Diperiksa oleh Loka
POM I
0,20 0,11 58,42% Persen 222 74,00%
Sarana Distribusi
Obat, Obat
Tradisional,
Kosmetik, Suplemen
Kesehatan dan
Makanan yang
Diperiksa oleh Loka
POM II
0,18 0,14 76,12% Persen 82 55,41%
Pasar aman dari
bahan berbahaya 0,42 0,33 79,22% Pasar 6 75,00%
perkara di bidang
penyidikan obat dan
makanan di bbpom
jayapura
0,80 0,46 58,14% Persen 3 100,00%
perkara di bidang
penyidikan obat dan 0,13 0,05 36,97% Persen 1 100,00%
12
Sektor Kelompok Output
Belanja Kinerja (rincian output)
Pagu Realisasi Persentase Satuan
Capaian
Output
(NVRO)
Persentase
makanan di loka
pom kab merauke
perkara di bidang
penyidikan obat dan
makanan di loka
pom kabupaten
mimika
0,09 0,08 89,60% Persen 3 150,00%
Sekolah dengan
Pangan Jajanan
Anak Sekolah
(PJAS) aman
0,63 0,27 42,66% Sekolah 24 60,00%
Pendidikan
Siswa SMTK/SMAK
Penerima BOS 2,48 1,25 50,49% Orang 54 3,19%
Siswa MTs
Penerima BOS 1,14 0,52 45,64% Orang 49 7,81%
Siswa MA Penerima
BOS 0,75 0,35 47,37% Orang 113 51,13%
Mahasiswa
Penerima KIP Kuliah 5,19 4,01 77,14% Orang 371 70,53%
Mahasiswa
Penerima KIP Kuliah 2,64 1,89 71,75% Orang 145 58,00%
Guru Non PNS
Penerima Tunjangan
Khusus (3T)
1,44 0,72 50,00% Orang 0 0,00%
Tunjangan Profesi
Guru PAI Non PNS 2,05 1,16 56,54% Orang 79 4,72%
Guru Non-PNS
penerima Tunjangan
Profesi
3,05 1,51 49,42% Orang 254 13,07%
Infra-
struktur
Bandar Udara 267,71 148,40 55,43% Paket 19 61,29%
Bandar Udara 190,92 123,89 64,89% Paket 1 33,33%
Bandara Wamena
(Major Project) 50,00 9,90 19,80% Paket 0 0,00%
Pembangunan
Infrastruktur
Permukiman
Berbasis Masyarakat
di Perkotaan
9,33 8,29 88,83% Hektar 1 100,00%
13
Sektor Kelompok Output
Belanja Kinerja (rincian output)
Pagu Realisasi Persentase Satuan
Capaian
Output
(NVRO)
Persentase
Kapal Laut 15,83 9,94 62,78% Layanan 5 55,56%
Fasilitas Pelabuhan
Laut 4,34 1,89 43,66% Layanan 1 100,00%
Fasilitas Pelabuhan
Laut 23,72 18,86 79,50% Layanan 2 66,67%
Bandar Udara Baru 378,49 227,93 60,22% Paket 11 100,00%
Pembangunan Jalan 187,69 30,99 16,51% km 7 29,17%
Pembangunan Jalan
Trans Papua
Merauke-Sorong
(MP)
497,34 189,41 38,08% km 25 43,86%
Pembangunan
Jembatan Trans
Papua Merauke-
Sorong (MP)
283,48 114,86 40,52% m 292 60,46%
Jalan Trans Papua
Merauke-Sorong
(MP)
1.500,9
0 517,92 34,51% km 128 54,47%
Jalan Trans Papua
Merauke-Sorong
(MP)
247,35 118,57 47,94% m 955 55,20%
Prasarana irigasi
yang dibangun 52,01 43,07 82,80% unit 0 0,00%
Irigasi yang
dioperasi dan
dipelihara
28,63 17,92 62,59% Km 7 9,86%
Pembangunan
Jembatan 228,91 140,92 61,56% m 3.680 38,55%
Rumah Susun
Asrama Pendidikan
Tinggi
28,81 22,54 78,25% Unit 0 0,00%
Rumah Susun
Hunian
ASN/TNI/POLRI
25,88 10,47 40,45% Unit 0 0,00%
Rumah Susun
Hunian MBR/Pekerja 23,48 17,50 74,55% Unit 0 0,00%
Hingga akhir triwulan III tahun 2021, 3 (tiga) sektor capaian output strategis telah
direalisasikan. Untuk sektor Kesehatan, realisasi terbesar terdapat pada kelompok
14
output Faskes yang terpenuhi ketersediaan Alat/Obat Kontrasepsi (Alokon) yaitu
sebesar Rp3,01 miliar atau sebesar 95,52% dari pagu Rp3,14 miliar. Sementara untuk
sektor Pendidikan, realisasi terbesar terdapat pada kelompok output Mahasiswa
Penerima KIP Kuliah sebesar Rp4,01 miliar dari pagu Rp5,19 miliar. Sektor Infrastruktur
yang mempunyai banyak kelompok output mengirimkan pembangunan Jalan Trans
Papua Merauke-Sorong (MP) sebagai kelompok output dengan realisasi terbesar, hal
ini tidak lepas dari pagu yang besar pula yang telah dianggarkan untuk kelompok output
tersebut, pembangunan Jalan Trans Papua Merauke-Sorong (MP) telah terealisasi
sebesar Rp517,92 miliar dari pagu Rp1,50 triliun atau sebesar 34,51%.
2.2. Pelaksanaan APBD
Tabel 2.4. Pagu dan Realisasi APBD Seluruh Pemda (Provinsi/Kota/Kab) di Provinsi
Papua s.d. Triwulan III Tahun 2020 dan 2021 (miliar rupiah)
Uraian 2020 2021
Pagu Realisasi Pagu Realisasi
PENDAPATAN 54.337,93 38.471,76 51.135,76 25.105,49
PAD 3.069,10 1.791,82 3.634,86 3.142,19
Pajak Daerah 1.680,19 1.015,62 2.055,92 1.373,71
Retribusi Daerah 172,82 84,00 175,73 73,72
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang
Dipisahkan 165,43 86,77 361,81 99,65
Lain-Lain PAD yang Sah 1.050,67 605,42 1.041,41 1.595,11
Pendapatan Transfer 46.755,46 35.959,00 46.970,74 21.409,02
Transfer Pemerintah Pusat - Dana
Perimbangan 34.263,06 24.585,97 30.643,29 20.867,87
Transfer Pemerintah Pusat – Lainnya 5.278,82 9.988,78 14.908,40 3.343,56
Transfer Pemerintah Provinsi 654,59 1.262,78 673,91 541,15
Transfer Bantuan Keuangan 6.558,99 121,47 745,14 309,86
Lain-lain pendapatan daerah yang sah 4.513,36 720,95 530,16 554,28
Pendapatan Hibah 503,20 455,82 165,19 21,68
Pendapatan Dana Darurat - - - -
Pendapatan Lainnya 4.010,17 265,13 364,97 532,60
JUMLAH PENDAPATAN 54.337,93 38.471,76 51.135,76 25.105,39
BELANJA 45.564,18 19.002,39 42.504,35 20.656,56
Belanja Pegawai 15.175,36 7.226,05 14.432,07 7.382,39
Belanja Barang 14.068,78 6.571,29 15.029,84 6.089,86
Belanja Bunga 92,55 41,20 69,78 46,40
Belanja Subsidi 78,47 37,41 54,51 21,30
Belanja Hibah 5.460,35 1.626,52 3.935,04 2.259,21
15
Uraian 2020 2021
Pagu Realisasi Pagu Realisasi
Belanja Bantuan Sosial 686,42 672,11 727,61 337,81
Belanja Modal 9.810,67 2.263,19 7.816,07 1.820,79
Belanja Tidak Terduga 191,57 564,62 439,42 349,89
TRANSFER PEMERINTAH DAERAH 10.272,07 3.072,53 10.193,56 2.349,02
Transfer/Bagi Hasil 956,27 288,67 802,55 282,86
Transfer Bantuan Keuangan 9.315,80 2.783,86 9.391,02 2.066,17
JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER 55.836,25 22.074,91 52.697,92 45.762,05
SURPLUS/DEFISIT (1.498,32) 16.396,85 (1.562,15) 4.448,93
Sumber: SIKD (2021), diolah
Struktur APBD Papua sampai dengan Triwulan III Tahun 2021 dilihat dari sisi
pendapatan, masih didominasi oleh Pendapatan Transfer sebesar 85,28 persen dari
total realisasi pendapatan, sedangkan PAD hanya memiliki porsi sebesar 12,52 persen,
dan sisanya sebesar 6,35 persen berasal dari Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah.
Dari sisi belanja, realisasi Belanja sampai dengan triwulan III-2021 mencapai Rp20,66
triliun atau sebesar 48,61 persen dari pagu, naik 8,74 persen dibandingkan dengan
persentase realisasi pada triwulan III-2020.
2.2.1. Pendapatan Daerah
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Sampai dengan triwulan III-
2021 realisasi PAD seluruh
pemda di Papua sebesar
Rp3,14 triliun atau hanya
sebesar 12,52 persen dari
total pendapatan daerah.
Realisasi masing-masing
komponen PAD dari porsi
terbesar yaitu Pajak Daerah
mencapai 43,72 persen,
diikuti Lain-Lain PAD yang
Sah mencapai 50,76 persen, Retribusi Daerah mencapai 2,35 persen, dan Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan mencapai 3,17 persen. Daerah yang
menyumbang PAD terbesar adalah Provinsi Papua sebesar 63,91 persen dari total
realisasi PAD di seluruh Papua, diikuti Kabupaten Mimika sebesar 17,33 persen dan
51%44%
3% 2%
Grafik 2.2. Realisasi PAD Lingkup Papuas.d. Triwulan III Tahun 2021 (miliar)
Lain-lain PAD yang Sah Pajak Daerah
Retribusi Daerah HPKDYD
Sumber: SIKD (2021), diolah
16
Kota Jayapura sebesar 5,31 persen sebagai penyumbang PAD terbesar kedua dan
ketiga.
b. Pendapatan Transfer
Pendapatan transfer merupakan jenis pendapatan dengan proporsi paling besar dalam
APBD di Papua yang mencapai 85,28 persen dari total realisasi pendapatan. Secara
agregat realisasi pendapatan transfer di Papua sampai dengan triwulan III-2021 sebesar
Rp21,40 triliun atau 45,58 persen dari total target pendapatan transfer sebesar Rp46,97
triliun.
Dari seluruh komponen
pendapatan transfer, hingga
triwulan III-2021 porsi terbesar
berasal dari DAU yang
mencapai Rp15,78 triliun atau
26 persen dari total
pendapatan transfer. Hal ini
menunjukkan bahwa
ketergantungan Papua
terhadap dana transfer
pemerintah pusat untuk
mendanai pemerintahan di
daerah cukup besar. Sementara itu, sampai dengan triwulan III-2021, komponen
pendapatan transfer yang lain yaitu DBH realisasi sebesar Rp2,57 triliun, DAK realisasi
sebesar Rp2,63 triliun, Dana Otsus, Penyesuaian, DID, dan Dana Desa Rp5,36 triliun,
Transfer Provinsi Rp292,13 miliar, dan Transfer Bantuan Keuangan realisasi sebesar
Rp309,86 miliar.
c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Realisasi penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah sampai dengan triwulan
III-2021 mencapai Rp554,28 miliar atau 104,55 persen dari target. Realisasi lain-lain
pendapatan daerah yang sah terdiri dari pendapatan hibah Rp21,68 miliar dan
pendapatan lainnya Rp532,60 miliar.
14%
26%
30%
9%
21%
Grafik 2.3. Komposisi Realisasi Pendapatan Transfer di Papua s.d.
Triwulan III Tahun 2021
Dana Otsus, DID, dan DD Dana Alokasi Umum
Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Khusus Fisik
Dana Alokasi Khusus NonFisik
Sumber: SIKD (2021), diolah
17
2.2.2. Belanja Daerah
Sampai dengan triwulan III-2021, total realisasi belanja daerah di Papua baru mencapai
47,11 persen dari total pagu yaitu sebesar Rp34,26 triliun. Realisasi belanja tertinggi
yang sudah melebihi 40 persen yaitu belanja belanja bunga (66,49%), belanja tidak
terduga (79,62%), dan belanja pegawai (51,15%). Realisasi belanja tidak terduga
tersebut digunakan untuk penanganan Covid-19 di Papua sejalan dengan kebijakan
pemerintah untuk mengalokasikan APBD dalam rangka penanganan Covid-19 dan
memberikan stimulus dalam rangka mengurangi dampak pandemi Covid-19. Sementara
itu, jenis belanja yang realisasinya masih sangat rendah yaitu belanja modal yang baru
terealisasi sebesar 23,29 persen atau Rp1,82 triliun dari total pagu.
2.2.3. Surplus/Defisit
Berdasarkan realisasi pendapatan dan belanja daerah di Provinsi Papua, surplus
anggaran sampai dengan akhir triwulan III 2021 adalah sebesar Rp4,45 triliun atau (-
284,8%) dari yang ditargetkan, hal ini terjadi karena secara kebijakan yang diambil
umumnya untuk APBN maupun APBD menggunakan kebijakan anggaran deficit
sehingga terjadi persentase minus sesuai yang tertulis di atas. Surplus ini lebih rendah
sebesar 73,9% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (Rp16,39 triliun). Hal
ini dilatarbelakangi oleh menurunnya realisasi baik pendapatan maupun belanja
dibandingkan dengan triwulan III pada tahun 2020.
2.2.4. Prognosis Realisasi APBD Hingga Akhir Tahun 2021
Prognosis realisasi APBD di Papua dihitung menggunakan pendekatan/metode
Decomposition menggunakan data realisasi pendapatan dan belanja beberapa tahun
sebelumnya. Hasil pengujian menggunakan pendekatan/metode Decomposition
dituangkan dalam grafik sebagai berikut:
18
Dengan menggunakan metode Decomposition, diperoleh prognosis penerimaan daerah
sampai dengan akhir tahun 2021 mencapai Rp50.83 triliun atau sebesar 99,40% dari
pagu. Hasil prognosis pendapatan dengan metode Decomposition menghasilkan nilai
Mean Absolute Percentage Error (MAPE) sebesar 14, artinya nilai peramalan yang
dihasilkan sudah baik untuk digunakan.
Sementara itu, prognosis belanja daerah akan mencapai Rp46.92 triliun atau sebesar
89,04% dari pagu sampai akhir tahun anggaran 2021. Prognosis belanja daerah
menggunkan metode Decomposition menghasilkan nilai MAPE sebesar 26, artinya hasil
peramalan yang dihasilkan sudah layak untuk digunakan.
2.3. Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian
Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian (LKPK) adalah laporan yang disusun
berdasarkan konsolidasian Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah Konsolidasian dalam periode tertentu.
Grafik 2.4. Hasil Perhitungan Menggunakan Metode Decomposition Untuk Realisasi
Pendapatan dan Belanja APBD Tahun 2021
Triwulan IV 2021 : 50.831,20 Triwulan IV 2021 : 46.922,40
Sumber: Hasil perhitungan dengan metode Decomposition
19
Tabel 2.5. Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Wilayah Provinsi Papua
s.d. Triwulan III Tahun 2021 (miliar rupiah)
Uraian Pusat
2021
Naik/Turun 2020
Konsolidasi Daerah Konsolidasi
Pendapatan Negara 7.694,43 31.023,11 38.717,54 369,73% 8.242,58
Penenerimaan Perpajakan 7.343,80 1.443,98 8.787,78 37,38% 6.396,61
Penerimaan Bukan Pajak 350,64 1.804,28 2.154,92 55,99% 1.381,42
Hibah - 21,79 21,79 -95,22% 455,82
Transfer - 27.753,05 27.753,05 - 8,72
Belanja Negara 22.179,94 12.859,46 21.107,83 -27,79% 29.229,51
Belanja Pemerintah 5.874,82 11.861,81 17.736,63 -35,79% 27.621,49
Transfer 16.305,12 997,65 3.371,20 109,65% 1.608,02
Surplus/(Defisit) (14.485,51) 18.163,64 17.609,71 -183,91% (20.986,93)
Pembiayaan - 502,30 502,30 9,84% 457,32
Penerimaan Pembiayaan - 1.223,92 1.223,92 47,94% 827,28
Pengeluaran Pembiayaan - 721,63 721,63 95,05% 369,97
SiLPA (14.485,51) 18.665,94 18.112,00 -188,22% (20.529,61)
Sumber: LKPK Kanwil, 2021 (diolah)
Realisasi pendapatan konsolidasian sampai dengan triwulan III-2021 mengalami
kenaikan sebesar 369,73 persen (yoy) yaitu Rp38,71 triliun, terutama disebabkan oleh
kenaikan komponen penerimaan perpajakan dan pendapatan transfer. Sementara itu,
realisasi belanja konsolidasian turun sebesar 27,79 persen dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp29,22 triliun.
2.3.1. Pendapatan Konsolidasian
Analisis Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kenaikan Realisasi Pendapatan
Konsolidasian
Pada triwulan III- 2021, PDRB Provinsi Papua mengalami pertumbuhan sebesar 14,54
persen (yoy). Sementara itu, Realisasi pendapatan juga meningkat sebesar 33,16
persen. Hal ini mengindikasikan bahwa naiknya pendapatan konsolidasian mempunyai
korelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi.
20
Tabel 2.6. Pertumbuhan Pendapatan dan PDRB
Uraian Triwulan III 2020
(miliar rupiah)
Triwulan III 2021
(miliar rupiah)
Kenaikan/Penurunan
(%)
Penerimaan Perpajakan 6396,61 8.787,78 37,38%
PNBP 1381,42 2.154,92 55,99%
Hibah 455,82 21,79 -95,22%
Total 8.233,86 10.964,49 33,16%
PDRB/Pert. Ekonomi 33.231,14 37.597,78 14,54%
Sumber: BPS, LKPK Kanwil, 2021 (diolah)
2.3.2. Belanja Konsolidasian
Analisis Proporsi dan Perbandingan
Realisasi belanja konsolidasian didominasi oleh belanja pemerintah daerah dengan
kontribusi sebesar 66,88 persen, sedangkan sisanya sebesar 33,12 persen berasal dari
belanja pemerintah pusat. Tingginya kontribusi belanja pemerintah daerah antara lain
berasal dari jenis belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi,
belanja hibah, belanja bantuan sosial dan belanja tak terduga, sedangkan pemerintah
pusat berkontribusi lebih besar pada belanja modal dan belanja lain-lain.
Grafik 2.5. Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan Daerah (miliar rupiah)
Sumber: LKPK Kanwil, 2021 (diolah)
2.3.3. Surplus/Defisit Konsolidasian
Berdasarkan hasil konsolidasian pendapatan dan belanja pusat dan daerah di Provinsi
Papua, surplus konsolidasian anggaran sampai dengan akhir triwulan III 2021 adalah
sebesar Rp17,61 triliun atau (-183,9%) dari yang ditargetkan, hal ini terjadi karena
secara kebijakan yang diambil umumnya untuk APBN maupun APBD menggunakan
kebijakan anggaran defisit sehingga terjadi persentase minus sesuai yang tertulis di
atas.
21
BAB III
ANALISIS TEMATIK
3.1. Peran Fiskal Untuk Kesejahteraan Petani dan Nelayan: Analisis NTP & NTN
Salah satu kerangka pengembangan wilayah Papua untuk mempercepat pembangunan
dan pengurangan kesenjangan wilayah adalah dengan penguatan pusat pertumbuhan
sebagai penggerak utama pertumbuhan (engine of growth) dengan menggali potensi
dan keunggulan daerah di setiap wilayah adat. Dalam hal ini diperlukan pengembangan
industri pengolahan produk pertanian, perkebunan, perikanan, dan/atau peternakan di
wilayah penyangga (hinterland) yang diiringi pengembangan lokasi pemasaran, dan
peningkatan skill Orang Asli Papua (OAP) agar aktif terlibat dalam pengembangan
sektor unggulan tersebut.
Berbicara sektor pertanian dan perikanan, Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar
Nelayan (NTN) merupakan salah satu data strategis yang digunakan sebagai dasar
penentuan kebijakan pemerintah, terutama dalam bidang pertanian dan perikanan. NTP
digunakan sebagai indikator dalam menggambarkan daya tukar (terms of trade) dari
produk pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang/jasa yang dikonsumsi dan
biaya produksi yang dikeluarkan petani. NTP dihitung dengan membandingkan antara
Indeks Harga yang Diterima Petani (It) terhadap Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib)
dikalikan angka 100. Semakin tinggi NTP, secara relatif, semakin kuat pula tingkat
kemampuan/daya beli petani.
Sumber: Kemenkeu
22
Pada bulan September 2021, NTP di Provinsi Papua turun 0,42 persen dibandingkan
dengan Agustus 2021 dengan indeks NTP sebesar 102,04, lebih rendah dari NTP
Nasional sebesar 105,68. Penurunan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima
petani (It) turun sebesar 0,41 persen, sedangkan indeks harga yang dibayar petani (Ib)
naik sebesar 0,0023 persen. Sementara itu, NTN di Provinsi Papua pada bulan
September 2021 mengalami penurunan angka indeks sebesar 0,99 persen
dibandingkan dengan Agustus 2021 menjadi sebesar 107,77. Hal tersebut disebabkan
oleh penurunan It sebesar 1,04 persen lebih rendah daripada penurunan Ib sebesar 0,05
persen. Penurunan It sebesar 1,04 persen dipicu oleh turunnya indeks penangkapan
laut sebesar 1,25 persen sedangkan indeks penangkapan perairan umum tidak
mengalami perubahan.
Perkembangan NTP Papua bulan September 2021 dibandingkan dengan bulan
sebelumnya menunjukkan perubahan angka indeks yang terjadi yaitu subsektor
tanaman pangan turun 0,34 persen, hortikultura turun 1,53 persen, tanaman perkebunan
rakyat turun 0,41 persen, perikanan turun 0,94 persen, sedangkan subsektor peternakan
naik 0,52 persen.
Meskipun angka indeks di sebagian besar subsektor mengalami penurunan jika
dibandingkan bulan sebelumnya, realisasi hasil tanaman pangan terutama padi dari
Januari hingga September 2021 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi panen padi di Provinsi Papua
sepanjang Januari hingga September 2021 sebesar 49.468 hektar, atau mengalami
Grafik 3.1. Perkembangan Luas Panen Padi di Provinsi Papua 2021-2021 (Hektar)
Sumber: BPS Papua
23
peningkatan sekitar 1.669 hektar (3,49 persen) dibandingkan 2020 yang sebesar 47.799
hektar.
Sementara itu, potensi panen sepanjang Oktober hingga Desember 2021 sebesar 5.658
hektar. Dengan demikian, total potensi luas panen padi pada 2021 diperkirakan
mencapai 55.125 hektar, atau mengalami kenaikan sekitar 2.398 hektar (4,55 persen)
dibandingkan 2020 yang sebesar 52.728 hektar. Luas panen tertinggi pada 2021 terjadi
pada April, yaitu sebesar 13.205 hektar, sementara luas panen terendah terjadi pada
bulan Februari, yaitu sebesar 674 hektar.
Produksi padi di Provinsi Papua sepanjang Januari hingga September 2021 diperkirakan
sekitar 230.140 ton GKG, atau mengalami peningkatan sekitar 80.026 ton GKG (53,31
persen) dibandingkan 2020 yang sebesar 150.114 ton GKG. Sementara itu, potensi
produksi sepanjang Oktober hingga Desember 2021 sebesar 18.219 ton GKG. Dengan
demikian, total potensi produksi padi pada 2021 diperkirakan mencapai 248.359 ton
GKG, atau mengalami kenaikan sebanyak 82.357 ton GKG (49,61 persen) dibandingkan
2020 yang sebesar 166.002 ton GKG.
Produksi padi tertinggi pada 2021 terjadi pada bulan April, yaitu sebesar 57.200 ton GKG
sementara produksi terendah terjadi pada bulan November, yaitu sebesar 2.221 ton
GKG. Berbeda dengan produksi pada 2021, produksi tertinggi pada 2020 terjadi pada
bulan Mei.
Grafik 3.2. Perkembangan Produksi Padi di Provinsi Papua 2021-2021 (Ton-GKG)
Sumber: BPS Papua
24
3.1.1. Reviu Program Pemerintah Untuk Petani dan Nelayan
Belanja Pemerintah yang disalurkan melalui Kementerian Pertanian dan Kementerian
Kelautan dan Perikanan secara tidak langsung berpengaruh pada indeks harga yang
dibayar petani/nelayan (Ib) yakni pada komponen biaya produksi dan penambahan
barang modal.
Disamping itu, kebijakan pemerintah yang diambil di bidang pertanian dan perikanan
baik berupa kebijakan input pertanian maupun kebijakan output pertanian turut
mempengaruhi NTP dan NTN. Kebijakan tersebut antara lain diwujudkan melalui
pemberian Bantuan Pemerintah untuk petani yang disalurkan melalui Kementerian
Pertanian, Bantuan Pemerintah untuk nelayan yang disalurkan melalui Kementerian
Kelautan dan Perikanan, pemberian subsidi pupuk dan subsidi energi, pemberdayaan
usaha mikro dan kecil melalui KUR dan UMi, serta kebijakan harga dasar komoditas
pertanian seperti gabah, beras, gula, dan kedelai.
a. Belanja K/L Sektor Pertanian di Kementerian Pertanian
Total belanja K/L sektor pertanian Kementerian Pertanian di Papua sampai dengan
September 2021 terealisasi sebesar Rp27,05 miliar atau 64,26 persen dari total pagu
sebesar Rp42,10 miliar. Pagu terbesar dialokasikan untuk kegiatan pengelolaan sistem
perbenihan tanaman pangan dan penyediaan benih dan bibit tanaman.
Tabel 3.1. Realisasi Belanja Output Strategis Sektor Pertanian di Kementerian Pertanian
s.d. Triwulan III Tahun 2021 (rupiah)
NO NM
PROGRAM
KD
GIAT NM GIAT
KD
OUTPUT PAGU REALISASI %
1
Program
Pendidikan
dan Pelatihan
Vokasi 1812
Penguatan
Penyelenggaraan
Penyuluhan
Pertanian FBA 497.116.000 389.726.463 78,40%
2
Program
Pendidikan
dan Pelatihan
Vokasi 1812
Penguatan
Penyelenggaraan
Penyuluhan
Pertanian QDC 6.455.280.000 4.092.804.720 63,40%
3
Program
Pendidikan
dan Pelatihan
Vokasi 1812
Penguatan
Penyelenggaraan
Penyuluhan
Pertanian QDD 419.200.000 407.050.000 97,10%
25
NO NM
PROGRAM
KD
GIAT NM GIAT
KD
OUTPUT PAGU REALISASI %
4
Program Nilai
Tambah dan
Daya Saing
Industri 5885
Pasca Panen,
Pengolahan dan
Pemasaran Hasil
Tanaman Pangan ADC 61.000.000 61.000.000 100,00%
5
Program Nilai
Tambah dan
Daya Saing
Industri 5885
Pasca Panen,
Pengolahan dan
Pemasaran Hasil
Tanaman Pangan AEA 605.660.000 281.660.000 46,50%
6
Program Nilai
Tambah dan
Daya Saing
Industri 5885
Pasca Panen,
Pengolahan dan
Pemasaran Hasil
Tanaman Pangan BMA 47.080.000 31.400.000 66,69%
7
Program Nilai
Tambah dan
Daya Saing
Industri 5885
Pasca Panen,
Pengolahan dan
Pemasaran Hasil
Tanaman Pangan CAG 2.604.558.000 2.464.530.000 94,62%
8
Program
Ketersediaan,
Akses dan
Konsumsi
Pangan
Berkualitas 1761
Pengelolaan
Produksi Aneka
Kacang dan Umbi
Tanaman Pangan AEA 1.150.000.000 565.754.000 49,20%
9
Program
Ketersediaan,
Akses dan
Konsumsi
Pangan
Berkualitas 1761
Pengelolaan
Produksi Aneka
Kacang dan Umbi
Tanaman Pangan CAI 2.048.500.000 0 0,00%
10
Program
Ketersediaan,
Akses dan
Konsumsi
Pangan
Berkualitas 1761
Pengelolaan
Produksi Aneka
Kacang dan Umbi
Tanaman Pangan RAI 2.100.000.000 1.580.350.000 75,25%
11
Program
Ketersediaan,
Akses dan
Konsumsi
Pangan
Berkualitas 1762
Pengelolaan
Produksi Tanaman
Serealia Tanaman
Pangan AEA 110.000.000 108.000.000 98,18%
26
NO NM
PROGRAM
KD
GIAT NM GIAT
KD
OUTPUT PAGU REALISASI %
12
Program
Ketersediaan,
Akses dan
Konsumsi
Pangan
Berkualitas 1762
Pengelolaan
Produksi Tanaman
Serealia Tanaman
Pangan RAI 541.250.000 0 0,00%
13
Program
Ketersediaan,
Akses dan
Konsumsi
Pangan
Berkualitas 1785
Penyediaaan Benih
dan Bibit Serta
Peningkatan
Produksi Ternak QEH 4.874.270.000 2.528.518.102 51,87%
14
Program
Ketersediaan,
Akses dan
Konsumsi
Pangan
Berkualitas 1794
Pengelolaan Air
Irigasi Untuk
Pertanian AEA 103.000.000 57.000.000 55,34%
15
Program
Ketersediaan,
Akses dan
Konsumsi
Pangan
Berkualitas 1794
Pengelolaan Air
Irigasi Untuk
Pertanian RBK 624.000.000 595.500.000 95,43%
16
Program
Ketersediaan,
Akses dan
Konsumsi
Pangan
Berkualitas 1794
Pengelolaan Air
Irigasi Untuk
Pertanian RDK 1.950.000.000 1.950.000.000 100,00%
17
Program
Ketersediaan,
Akses dan
Konsumsi
Pangan
Berkualitas 1795
Perluasan dan
Perlindungan
Lahan Pertanian AEA 120.000.000 51.000.000 42,50%
18
Program
Ketersediaan,
Akses dan
Konsumsi 1795
Perluasan dan
Perlindungan
Lahan Pertanian RBO 1.520.800.000 1.205.613.925 79,27%
27
NO NM
PROGRAM
KD
GIAT NM GIAT
KD
OUTPUT PAGU REALISASI %
Pangan
Berkualitas
19
Program
Ketersediaan,
Akses dan
Konsumsi
Pangan
Berkualitas 4579
Pengelolaan
Sistem Perbenihan
Tanaman Pangan ADC 392.371.000 279.889.000 71,33%
20
Program
Ketersediaan,
Akses dan
Konsumsi
Pangan
Berkualitas 4579
Pengelolaan
Sistem Perbenihan
Tanaman Pangan AEA 621.500.000 541.860.000 87,19%
21
Program
Ketersediaan,
Akses dan
Konsumsi
Pangan
Berkualitas 4579
Pengelolaan
Sistem Perbenihan
Tanaman Pangan BKB 323.430.000 222.870.000 68,91%
22
Program
Ketersediaan,
Akses dan
Konsumsi
Pangan
Berkualitas 4579
Pengelolaan
Sistem Perbenihan
Tanaman Pangan CAG 821.350.000 728.615.000 88,71%
23
Program
Ketersediaan,
Akses dan
Konsumsi
Pangan
Berkualitas 4579
Pengelolaan
Sistem Perbenihan
Tanaman Pangan RAI 14.106.000.000 8.908.539.000 63,15%
T O T A L 42.096.365.000 27.051.680.210 64,26%
28
b. Belanja K/L Sektor Perikanan di Kementerian Kelautan dan Perikanan
Total belanja K/L sektor pertanian Kementerian Kelautan dan Perikanan di Papua
sampai dengan September 2021 terealisasi sebesar Rp51,40 juta atau 41,57 persen
dari total pagu sebesar Rp123,65 juta. Pagu terbesar dialokasikan untuk kegiatan
pengelolaan kawasan dan kesehatan ikan dan pengelolaan produksi dan usaha
pembudidayaan ikan.
Tabel 3.2. Realisasi Belanja Output Strategis Sektor Pertanian di Kementerian Kelautan
dan Perikanan s.d. Triwulan III Tahun 2021 (rupiah)
NO NM PROGRAM KD GIAT NM GIAT KD OUTPUT PAGU REALISASI %
1
Program
Pengelolaan
Perikanan dan
Kelautan 2338
Pengelolaan
Pelabuhan
Perikanan BAH 3.000.000 900.000 30,00%
2
Program
Pengelolaan
Perikanan dan
Kelautan 2338
Pengelolaan
Pelabuhan
Perikanan BGA 32.000.000 17.100.000 53,44%
3
Program
Pengelolaan
Perikanan dan
Kelautan 2339
Pengelolaan
Perizinan dan
Kenelayanan FBA 8.300.000 3.500.000 42,17%
4
Program
Pengelolaan
Perikanan dan
Kelautan 2339
Pengelolaan
Perizinan dan
Kenelayanan QDC 900.000 0 0,00%
5
Program
Pengelolaan
Perikanan dan
Kelautan 2345
Pengelolaan
Kawasan dan
Kesehatan Ikan QJC 44.450.000 9.900.000 22,27%
6
Program
Pengelolaan
Perikanan dan
Kelautan 2346
Pengelolaan
Produksi dan
Usaha
Pembudidayaan
Ikan BAB 35.000.000 20.000.000 57,14%
T O T A L 123.650.000 51.400.000 41,57%
29
c. Belanja K/L Sektor Pertanian di Kementerian PUPR
Total belanja K/L sektor pertanian Kementerian PUPR di Papua sampai dengan
September 2021 terealisasi sebesar Rp210,10 miliar atau 60,89 persen dari total pagu
sebesar Rp345,04 miliar. Pagu terbesar dialokasikan untuk kegiatan pengelolaan
drainase dan pengembangan jaringan irigasi.
Tabel 3.3. Realisasi Belanja Output Strategis Sektor Pertanian di Kementerian PUPR s.d.
Triwulan III Tahun 2021 (rupiah)
NO NM PROGRAM KD GIAT NM GIAT KD OUTPUT PAGU REALISASI %
1
Program
Ketahanan
Sumber Daya Air 5036
Pengembangan
Jaringan Irigasi
Permukaan,
Rawa, dan Non-
Padi CBG 52.013.855.000 43.068.675.875 82,80%
2
Program
Ketahanan
Sumber Daya Air 5036
Pengembangan
Jaringan Irigasi
Permukaan,
Rawa, dan Non-
Padi CBR 3.637.948.000 1.982.764.530 54,50%
3
Program
Ketahanan
Sumber Daya Air 5036
Pengembangan
Jaringan Irigasi
Permukaan,
Rawa, dan Non-
Padi CBS 59.129.657.000 51.854.337.650 87,70%
4
Program
Ketahanan
Sumber Daya Air 5037
Pengendalian
Banjir, Lahar,
Pengelolaan
Drainase Utama
Perkotaan, dan
Pengaman
Pantai CBH 54.640.486.000 23.977.059.888 43,88%
5
Program
Ketahanan
Sumber Daya Air 5037
Pengendalian
Banjir, Lahar,
Pengelolaan
Drainase Utama
Perkotaan, dan
Pengaman
Pantai CBR 3.500.000.000 2.013.522.192 57,53%
6
Program
Ketahanan
Sumber Daya Air 5037
Pengendalian
Banjir, Lahar,
Pengelolaan CBS 118.826.826.000 56.346.380.654 47,42%
30
NO NM PROGRAM KD GIAT NM GIAT KD OUTPUT PAGU REALISASI %
Drainase Utama
Perkotaan, dan
Pengaman
Pantai
7
Program
Ketahanan
Sumber Daya Air 5037
Pengendalian
Banjir, Lahar,
Pengelolaan
Drainase Utama
Perkotaan, dan
Pengaman
Pantai RBS 30.187.676.000 21.114.575.080 69,94%
8
Program
Ketahanan
Sumber Daya Air 5039
Pengembangan
Bendungan,
Danau, dan
Bangunan
Penampung Air
Lainnya CBG 9.190.062.000 4.595.030.920 50,00%
9
Program
Ketahanan
Sumber Daya Air 5039
Pengembangan
Bendungan,
Danau, dan
Bangunan
Penampung Air
Lainnya CBR 3.400.886.000 1.700.443.000 50,00%
10
Program
Ketahanan
Sumber Daya Air 5039
Pengembangan
Bendungan,
Danau, dan
Bangunan
Penampung Air
Lainnya RBG 6.208.588.000 3.442.486.100 55,45%
11
Program
Ketahanan
Sumber Daya Air 5039
Pengembangan
Bendungan,
Danau, dan
Bangunan
Penampung Air
Lainnya RBR 4.308.074.000 0 0,00%
T O T A L 345.044.058.000 210.095.275.889 60,89%
d. Kredit Usaha Rakyat
Realisasi penyaluran KUR di papua untuk sektor pertanian adalah sebesar Rp270,18
miliar dengan penyaluran terbesar ada di Kabupaten Merauke. Sementara itu, untuk
31
sektor perikanan penyaluran KUR sebesar Rp32,58 miliar dengan penyaluran terbesar
ada di Kota Jayapura.
Tabel 3.4. Realisasi Pembiayaan KUR Sektor Pertanian dan Perikanan s.d. Triwulan III
Tahun 2021 (rupiah)
No Nama
Kab/Kota
Total Penyaluran Sektor Pertanian-Kehutanan Sektor Perikanan
Jml
Debitur Penyaluran (Rp)
%
total
Papua
Jml
Debitur
Penyaluran
(Rp)
% thd
total
Jml
Debitur
Penyaluran
(Rp)
%
thd
total
1 Kota
Jayapura
8.356
375.917.552.740 22,9%
530
24.105.028.094 6,4%
289
14.165.000.000 3,8%
2 Kab.
Merauke
5.299
244.426.875.382 14,9%
2.322
82.356.550.920 33,7%
49
1.951.000.000 0,8%
3 Kab. Nabire
3.283
198.736.006.475 12,1%
842
38.423.000.000 19,3%
148
6.381.000.000 3,2%
4 Kab. Mimika
3.506
175.811.335.000 10,7%
517
26.202.425.000 14,9%
32
2.323.000.000 1,3%
5 Kab.
Jayapura
3.518
124.372.988.000 7,6%
500
12.910.000.000 10,4%
91
1.600.000.000 1,3%
6 Kab. Biak
Numfor
2.441
99.074.300.000 6,0%
193
7.285.000.000 7,4%
69
1.302.000.000 1,3%
7 Kab.
Keerom
1.709
91.625.450.000 5,6%
1.101
55.650.000.000 60,7%
11
329.000.000 0,4%
8 Kab.
Jayawijaya
1.628
87.543.901.168 5,3%
154
5.495.500.000 6,3%
9
520.000.000 0,6%
9
Kab.
Kepulauan
Yapen
1.323
55.060.400.000 3,4%
383
5.642.500.000 10,2%
63
1.166.000.000 2,1%
10 Kab. Boven
Digul
1.053
38.209.100.000 2,3%
61
1.355.100.000 3,5%
5
123.000.000 0,3%
11 Kab. Sarmi
1.023
30.744.110.000 1,9%
151
2.727.000.000 8,9%
72
1.929.000.000 6,3%
12 Kab. Mappi
726
23.791.500.000 1,5%
46
1.546.000.000 6,5%
16
287.000.000 1,2%
13 Kab.
Waropen
687
19.881.600.000 1,2%
19
495.000.000 2,5%
-
- 0,0%
14
Kab.
Pegunungan
Bintang
363
12.513.470.000 0,8%
4
81.000.000 0,6%
-
- 0,0%
15 Kab. Asmat
298
11.884.000.000 0,7%
8
555.000.000 4,7%
3
125.000.000 1,1%
16 Kab.
Yahukimo
262
11.075.850.000 0,7%
19
278.900.000 2,5%
-
- 0,0%
17 Kab. Paniai
284
10.670.000.000 0,7%
37
1.505.000.000 14,1%
-
- 0,0%
32
No Nama
Kab/Kota
Total Penyaluran Sektor Pertanian-Kehutanan Sektor Perikanan
Jml
Debitur Penyaluran (Rp)
%
total
Papua
Jml
Debitur
Penyaluran
(Rp)
% thd
total
Jml
Debitur
Penyaluran
(Rp)
%
thd
total
18 Kab. Supiori
213
6.366.600.000 0,4%
16
251.000.000 3,9%
10
260.000.000 4,1%
19
Kab.
Mamberamo
Raya
261
5.114.830.000 0,3%
91
1.937.000.000 37,9%
6
108.000.000 2,1%
20 Kab. Dogiyai
107
4.653.000.000 0,3%
24
950.000.000 20,4%
1
10.000.000 0,2%
21 Kab.
Tolikara
25
3.710.673.526 0,2%
4
75.673.526 2,0%
-
- 0,0%
22 Kab. Deiyai
(Deliyai
71
2.972.000.000 0,2%
3
125.000.000 4,2%
-
- 0,0%
23 Kab. Intan
Jaya
74
2.798.000.000 0,2%
4
123.000.000 4,4%
-
- 0,0%
24 Kab. Lanny
Jaya
17
2.146.000.000 0,1%
1
23.000.000 1,1%
-
- 0,0%
25 Kab. Puncak
Jaya
70
418.113.916 0,0%
2
80.000.000 19,1%
-
- 0,0%
26 Kab. Yalimo
4
350.000.000 0,0%
-
- 0,0%
-
- 0,0%
27 Papua
1
250.000.000 0,0%
-
- 0,0%
-
- 0,0%
28
Kab.
Mamberamo
Tengah
2
205.000.000 0,0%
-
- 0,0%
-
- 0,0%
29 Kab. Puncak
1
32.500.000 0,0%
-
- 0,0%
-
- 0,0%
TOTAL 36.605 1.640.355.156.207 100% 7.032 270.177.677.540 16,5% 874 32.579.000.000 2,0%
e. DAK Fisik
Tabel 3.5. Realisasi DAK Fisik Bidang Pertanian dan Perikanan s.d. Triwulan III Tahun
2021 (rupiah)
No Bidang Pagu Realisasi
1 Pertanian
37.301.608.000
26.633.339.269
2 Kelautan dan Perikanan
100.411.757.000
68.794.447.954
Total 137.713.365.000 95.427.787.223
Realisasi DAK Fisik di Papua sampai dengan September 2021 untuk bidang pertanian
mencapai Rp26,63 miliar atau sekitar 71,39 persen dari pagu sebesar Rp37,30 miliar.
Untuk sektor perikanan realisasi sampai dengan September 2021 adalah sebesar
Rp68,79 miliar atau 68,51 persen dari pagu sebesar Rp137,71 miliar.
33
3.1.2. Analisis Perbandingan Tren Antara Pengeluaran Pemerintah dengan NTP
dan NTN
Perubahan harga komoditas yang dihasilkan petani ditunjukkan oleh indeks harga yang
diterima petani (It). Pada September 2021, It Papua sebesar 107,04 atau turun 0,41
persen dibandingkan It Agustus. Perubahan It terjadi karena perubahan indeks di
beberapa sektor yaitu subsektor Tanaman Pangan turun 0,33 persen, subsektor
Hortikutura turun 1,52 persen, subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat turun 0,50
persen, subsektor Perikanan turun 0,99 persen, sedangkan subsektor peternakan naik
0,53 persen.
Fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan,
khususnya petani baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun untuk keperluan
produksi hasil pertanian dapat diketahui melalui indeks harga dibayar petani (Ib). Pada
September 2021, Ib Papua sebesar 104,90 atau naik 0,002 persen dibandingkan Ib
bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 104,897. Perubahan Ib gabungan tersebut
didorong oleh Ib pada subsektor Tanaman Pangan naik 0,01 persen, subsektor
Hortikultura naik 0,01 persen, subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat turun 0,09
persen, subsektor Perikanan turun sebesar 0,05 persen, sedangkan subsektor
Peternakan naik 0,01 persen.
3.1.3. Rekomendasi Kebijakan
1) Sektor pertanian dan pertambangan di Provinsi Papua perlu mendapatkan
perhatian yang lebih mengingat NTP Provinsi Papua masih ada di bawah NTP
Nasional.
2) Sektor pertanian dan perikanan di Papua perlu di dorong lagi untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi karena selama ini sektor pertambangan sangat
mendominasi di Papua.
3) Salah satu upaya untuk mendorong sektor pertanian dan perikanan adalah dengan
mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan kepada sektor-sektor produktif
yang memiliki dampak tinggi terhadap penyerapan tenaga kerja.
3.2. Analisis Peluang Investasi Daerah
Sesuai dengan RPJMD Provinsi Papua 2019-2023, penguatan dan percepatan
perekonomian Papua dilakukan berbasis potensi unggulan lokal dan pengembangan
wilayah berbasis kultural secara berkelanjutan. Salah satu dari sasaran pembangunan
di Papua adalah meningkatnya daya saing dan realisasi investasi pada sektor-sektor
andalan daerah. Terdapat 3 orientasi pembangunan di Papua yaitu orientasi
34
pembangunan manusia, orientasi pertumbuhan dan potensi unggulan, serta orientasi
pemerataan keadilan dan wilayah. Untuk orientasi pertumbuhan dan potensi unggulan,
Papua memiliki sektor pertanian dan perkebunan, kelautan dan perikanan, kehutanan,
pariwisata, industri, serta UMKM.
Pengembangan ekonomi wilayah adat secara umum disesuaikan berdasarkan potensi
pengembangan komoditas lokal, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup,
serta prospek pasar. Sebagai perwujudan pengembangan keterkaitan ekonomi hulu dan
hilir di Papua terdapat arah pengembangan klaster (cluster) pertanian, perkebunan,
peternakan, perikanan, dan pariwisata di Papua. Penentuan lokasi klaster telah
mempertimbangkan potensi komoditas lokal, kedudukan dan fungsi lokasi dalam sistem
perkotaan, kondisi infrastruktur pendukung, arahan KLHS, serta penetapan fungsi
lindung dan budidaya dalam RTRWP.
Terdapat 3 sektor yang dapat menjadi sumber pertumbuhan alternatif di Provinsi Papua
yang selama ini masih didominasi oleh sektor pertambangan, adapun investasi pada
sektor-sektor tersebut akan berdampak positif terhadap peningkatan pertumbuhan
PDRB dan juga penyerapan tenaga kerja. Tiga sektor tersebut adalah perikanan dengan
pangsa PDRB 4,7%, pertanian dan perkebunan dengan pangsa PDRB 5,21%, serta
pariwisata dengan pangsa PDRB sebesar 7,7%. Dampak peningkatan 1% investasi di
masing-masing sektor tersebut akan meningkatkan PDRB sebesar 0,03% (perikanan),
0,02% (pertanian dan perkebunan), dan 0,08% (pariwisata). Dengan demikian, potensi
investasi yang berasal dari 3 sektor unggulan tersebut, dapat menciptakan peluang
investasi baru di Provinsi Papua yang diharapkan mampu menjadi pendorong
pertumbuhan ekonomi di Papua.
3.2.1. Identifikasi Peluang Investasi Daerah
Salah satu komoditas unggulan Papua dari sektor perkebunan adalah kopi. Sebagai
salah satu komoditas unggulan Papua, kopi memiliki prospek pengembangan yang
pesat. Namun, sebagai salah satu produsen kopi di Indonesia, kopi Papua dinilai belum
mampu memenuhi kebutuhan pasar secara optimal.
Kopi Papua memiliki potensi besar untuk menjadi komoditi ekspor ke luar negeri. Kopi
Papua terutama varian kopi arabika dari pegunungan Papua, sudah sangat terkenal di
kalangan penikmat dan pecinta kopi di Indonesia bahkan di dunia. Hal ini karena kualitas
rasa dari kopi Papua yang premium, disebabkan kopi Papua dengan varian arabika
tersebut ditanam di perkebunan dengan ketinggian 1800 sampai 3000 meter di atas
permukaan laut (mdpl). Dengan ketinggian tersebut, kopi yang ditanam memiliki kualitas
35
yang sangat baik. Selain tidak tercemar polusi udara juga didukung suhu udara yang
sejuk dan struktur tanah yang baik, sehingga kopi arabika Papua memiliki sensasi rasa
dan aroma yang khas dan berkualitas. Tiga kabupaten yang terkenal sebagai penghasil
kopi di Papua adalah Wamena, Lanny jaya, dan Tolikara.
Belum mampunya Papua memenuhi kebutuhan pasar disebabkan antara lain karena
belum dibentuknya kelompok tani secara menyeluruh di daerah produsen kopi Papua,
pemanfatan teknologi dalam produksi kopi oleh petani yang masih minim, dan belum
adanya industri pengolahan kopi berskala besar yang dikelola oleh Pemerintah Daerah.
Dengan demikian, salah satu peluang investasi daerah di Papua adalah “Pembangunan
Industri Pengolahan Kopi di Provinsi Papua”.
a. Analisis Aspek Legal
Komoditas kopi di Papua berpeluang
untuk dikembangakan lebih lanjut
dengan label “Kopi Specialty Roasted
Bean Arabica Wamena” dengan
mengambil bahan baku dari kolompok
tani kopi arabika Wamena atau
kelompok tani arabika dan robusta di
wilayah Papua. Industri pengolahan
kopi tersebut dapat dibangun di
kawasan industri bonggrang dengan
titik koordinat lokasi 140°17’26.754” E -
140°17’3.816” E dan 2°35’26.201” S -
2°35’3.919” S, di Distrik Kemtuk, Kabupaten Jayapura, yang memiliki luas kawasan
sebesar ±98,8 Ha, dengan kebutuhan luas industri sebesar ±5 ha yang memiliki
kapasitas produksi sebesar 3,9 ton.
Kawasan industri bonggrang sendiri merupakan lahan yang memiliki hak ulayat,
sehingga memerlukan dukungan masyarakat adat terhadap rencana kawasan industri.
Pemda dapat memfasilitasi lebih lanjut terkait pelepasan tanah ulayat dalam rangka
proses pembebasan lahan, antara lain dengan cara disubstitusi dengan peluang bisnis
yang lain. Disamping itu, perlu dilakukan diskusi dengan produsen/pelaku industri kopi
untuk melihat kualitas, ketersediaan lahan untuk kapasitas produksi, intervensi produksi
untuk dikembangkan, dan kemitraan atau hubungan yang baik dengan petani untuk
menjaga sustainabilitas bahan baku.
Gambar 3.2. Lokasi Rencana Pembangunan
Industri Pengolahan Kopi di Papua
Sumber: Kementerian Investasi/BKPM, Dinas
PMPTSP Provinsi Papua
36
Proyek industri pengolahan kopi di Kampung Bonggrang diharapkan dapat memberikan
dampak positif untuk masyarakat secara berkelanjutan (multiplier effect). Dalam survey
awal yang dilakukan Pemda bekerjasama dengan Kementerian Investasi/BKPM, konsep
perencanaan penetapan kawasan industri sudah dijelaskan dan secara umum direspon
positif oleh masyarakat. Kedepan perlu ditetapkan skema kepemilikan lahan investasi
dengan Pemda karena masyarakat menghendaki agar tanah adat tidak boleh
diperjualbelikan, hanya diperbolehkan dengan sistem sewa lahan. Memperhatikan
kondisi tersebut, arah dari kegiatan investasi industri pengolahan kopi tersebut adalah
dengan melibatkan masyarakat dan membentuk perusahaan dengan status kepemilikan
masyarakat adat Distrik Kemtuk. Disamping itu, Masyarakat perlu diberi edukasi dalam
bidang pertanian dan perkebunan agar kolaborasi yang diharapkan dari investasi dan
peran masyarakat dapat diwujudkan dengan optimal.
b. Analisis Aspek Teknis
Rencana pembangunan Industri
Pengolahan Kopi di Distrik Kemtuk,
Kawasan Industri Bonggrang, telah di
dukung oleh infrastruktur yang
memadai. Aksebilitas dan jarak ke
pusat kota Kawasan Industri Kemtuk
dengan kota Sentani hanya ±21 Km
yang dihubungkan dengan jalan
kolektor. Disamping itu kawasan
industri tersebut juga dekat dengan pembangkit listrik yang berada di Genyem dan
Nimbokrang, dekat dengan sumber air baku yang berasal dari tanah dan danau Sentani,
dan direncanakan akan dibangun jaringan pengelolaan air limbah (IPAL) terpadu.
Jarak kawasan industri Kemtuk dengan kawasan sekitar juga tidak terlalu jauh. Jarak
dengan Distrik Ganyem ±21 Km atau sekitar 30 menit, dengan Distrik Nimbokrang ±21
Km atau sekitar 40 menit, dengan bandara Sentani ±26 Km atau sekitar 40 menit,
dengan pelabuhan Depapre ±30 Km atau sekitar 60 menit, dan dengan Pelabuhan
Jayapura ±73 Km atau sekitar 90 menit.
Gambar 3.3. Siteplan Industri Kopi Arabika
Wamena di Distrik Kemtuk Papua
Sumber: Kementerian Investasi/BKPM, Dinas
PMPTSP Provinsi Papua
37
Industri pengolahan kopi di Distrik
Kemtuk rencana akan berada di
Kawasan Industri Bonggrang dengan
luas lahan ±5 ha. Lebar jalan utama di
kawasan industri dibuat 16 m untuk
mengakomodir kelancaran pergerakan
truk besar dan transportasi lain. Lebar
tersebut dihitung dengan pertimbangan
8 m cukup untuk sirkulasi alat berat dan
truk besar (jalur dua arah) dengan
perkiraan dimensi truk besar/container
yaitu PxL adalah 12 m dikalikan 3,5 m.
c. Analisis Aspek Biaya
Analisis aspek biaya memberikan informasi perkiraan kasar besarnya investasi yang
diperlukan. Setidaknya ada 2 (dua) unsur biaya utama yang perlu dikaji yaitu: (1) biaya
modal (Capital Expenditure-CAPEX) yang merupakan biaya total yang diperlukan untuk
modal awal usaha/proyek. Biaya modal tersebut digunakan untuk meningkatkan kinerja
dan keuntungan usaha/proyek; dan (2) Biaya operasional atau modal kerja (Operational
Expenditure-OPEX) yang merupakan biaya yang dikeluarkan ketika investasi/proyek
sudah beroperasi. Biaya operasional digunakan untuk mendukung kegiatan operasional
usaha/proyek.
Dalam pembangunan industri pengolahan kopi di Distrik Kemtuk, biaya investasi
(Investment Cost) disamping biaya CAPEX dan OPEX juga terdapat biaya pendahuluan
(Venture Initiation Cost). Struktur biaya-biaya tersebut adalah sebagai berikut.
Gambar 3.4. Desain Blockplan Industri Kopi
Arabika Wamena di Distrik Kemtuk Papua
Sumber: Kementerian Investasi/BKPM, Dinas
PMPTSP Provinsi Papua
Gambar 3.5. Struktur Biaya Investasi Pembangunan Industri Kopi Arabika Wamena
Sumber: Kementerian Investasi/BKPM, Dinas PMPTSP Provinsi Papua
38
Biaya modal (CAPEX) antara lain digunakan untuk biaya beli/sewa tanah/lahan pabrik,
biaya bangunan pabrik, serta biaya peralatan dan mesin. Biaya operasional (OPEX)
digunakan antara lain untuk operasional pabrik, biaya tenaga kerja, biaya
logistik/distribusi, biaya bahan baku, dan biaya pemasaran. Sedangkan biaya
pendahuluan (Venture Initiation Cost) digunakan antara lain untuk biaya perizinan, biaya
lisensi, pelatihan karyawan, pemberdayaan petani, biaya studi kelayakan, dan alokasi
biaya ulayat. Total perkiraan biaya investasi (Invesment Cost) untuk pembangunan
Industri Pengolahan Kopi Arabika Wamena adalah sekitar Rp232.448.862.190 (dua
ratus tiga puluh dua miliar empat ratus empat puluh delapan juta delapan ratus enam
puluh dua ribu seratus sembilan puluh rupiah).
3.2.2. Informasi Pasar
Kopi merupakan salah satu komoditas yang relatif ramai diperdagangkan di dunia.
Beberapa negara tujuan ekspor potensial antara lain Amerika, Jepang, dan Malaysia.
Sepanjang tahun 2011 sampai dengan tahun 2015, tren permintaan ekspor Jepang
menurun, sedangkan tren permintaan ekspor AS dan Malaysia naik. Produk industri
pengolahan kopi arabika Wamena direncanakan 70% dapat untuk memenuhi kebutuhan
ekspor ke negara tujuan ekspor potensial tersebut, sedangkan 30% sisanya untuk
memenuhi segmen khusus penikmat kopi di Indonesia yang sebagian besar berada di
pulau Jawa.
Tabel 3.6. Rincian Perkiraan Biaya Investasi Industri Pengolahan Kopi Arabika Wamena
No Jenis Biaya Jumlah (Rupiah)
1 Venture Initiation Cost 1.210.000.000
2 Capital Expenditure (CAPEX) 144.691.577.190
3 Operational Expenditure (OPEX) 86.547.285.000
TOTAL 232.448.862.190
Sumber: Kementerian Investasi/BKPM, Dinas PMPTSP Provinsi Papua
Grafik 3.3. Tren Negara Tujuan Ekspor Kopi
2011 s.d. 2015 (ton)
Sumber: Kementerian Investasi/BKPM, Dinas
PMPTSP Provinsi Papua
Grafik 3.4. Sebaran Pasar Kopi Nasional
Sumber: Kementerian Investasi/BKPM,
Dinas PMPTSP Provinsi Papua
39
Industri kopi merupakan pasar persaingan sempurna yang terdapat banyak penjual
(multi seller) dan banyak pembeli (multi buyer), dimana konsumen dalam posisi bebas
memilih sehingga daya saing produk dan promosi menjadi faktor penentu keberhasilan
produk. Dari sisi penawaran, industri pengolahan kopi di Papua akan memiliki beberapa
kompetitor nasional yang merupakan perusahaan manufaktur berskala besar seperti
Santos Jaya Abadi, Nestlle Indonesia, Rolas Nusantara Mandiri, dan Torabika Eka
Semesta. Sedangkan beberapa kompetitor lokal di Papua antara lain CV. Prima Garden,
Kopi Garda Mas, Highland Coffe, dan Otentik Kopi.
Ketersediaan bahan baku Kopi Arabika Wamena (roasted bean) sebagian besar berasal
dari wilayah Wamena/Kabupaten Jayawijaya. Kapasitas rata-rata di wilayah tersebut
kurang lebih sebesar 528 ton/tahun (20,7% dari total di Papua) yang masih dalam bentuk
biji kering. Asumsi penyerapan oleh industri sebesar 45% karena biji kopi merupakan
bahan baku yang spesifik. Dari persentase tersebut dapat dihitung jumlah bahan baku
kopi yang terserap industri secara indikatif yaitu 528 ton dikalikan dengan 45% yaitu
sebesar 240 ton/tahun. Jika di asumsikan faktor penyusutan ketika diproses menjadi
roasted bean adalah sebesar 20%, maka keluaran industri menjadi 240 ton dikalikan
dengan 80% yaitu sebesar 192 ton/tahun.
Struktur supply chain dan skenario ekspor produk industri Kopi Arabika Wamena yaitu
bahan baku kopi dikumpulkan melalui pengepul/distributor kemudian diproses lebih
lanjut oleh Industri Pengolahan Kopi di Distrik Kemtuk. Selanjutnya, produk kopi jadi siap
diekspor untuk memenuhi 70% kebutuhan ekspor dan sisanya untuk memenuhi
kebutuhan segmen khusus nasional melalui Pelabuhan Depapre Kabupaten Jayapura
dan Pelabuhan Jayapura di Kota Jayapura.
Prediksi ekspor produk kopi untuk 3 negara tujuan ekspor potensial yaitu Amerika,
Jepang, dan Malaysia rata-rata sebesar 37.479 ton/tahun. Kontribusi produksi kopi
Papua secara nasional adalah sebesar 0,4%, sehingga potensi ekspor Papua adalah
Tabel 3.7. Prediksi Ekspor Kopi Untuk Amerika, Jepang, dan Malaysia (ton)
Tahun Amerika Jepang Malaysia
2021 60.274,88 16.790,09 41.277,93
2022 60.154,57 13.004,82 42.231,55
2023 60.034,26 9.219,56 43.185,18
2024 59.913,95 5.434,29 44.138,81
2025 59.793,64 1.649,03 45.092,44
Sumber: BPS
40
37.479 ton dikalikan 0,45% yaitu 149 ton/tahun. Dari perhitungan tersebut dapat dilihat
bahwa potensi roasted bean sebesar 192 ton/tahun dapat mengcover ekspor sebesar
78% (target sebesar 70%), sedangkan sisa kapasitas dapat dialokasikan untuk pasar
regional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa potensi bahan baku yang ada
dapat memenuhi target ekspor secara berkelanjutan (sustain).
3.2.3. Analisis Kelayakan
Analisis kelayakan dilakukan untuk mengetahui prospek dari suatu proyek investasi
yang akan mendasari pengambilan keputusan diterima atau ditolaknya investasi
tersebut. Dalam kajian ini analisis kelayakan yang dilakukan terhadap proyek
pembangunan Industri Pengolahan Kopi Arabika Wamena adalah metode analisis
kelayakan keuangan/finansial. Beberapa metode analasisi yang digunakan antara lain:
a. Minimum Attractive Rate of Return (MARR)
MARR adalah suku bunga bank yang menarik karena besarnya lebih kecil daripada suku
bunga investasi. Hal ini dapat membantu memperlancar pembayaran pinjaman
berdasarkan nilai sekarang. Tingkat suku bunga tersebut akan dijadikan dasar
keputusan manajemen sehubungan dengan pemilihan alternatif-alternatif investasi. Jika
suku bunga investasi lebih besar dari suku bunga bank atau MARR, maka investasi
tersebut dapat dilakukan, jika tidak maka lebih ekonomis menyimpan uang di bank.
b. Financial Internal Rate of Return (FIRR)
FIRR adalah tingkat pengembalian internal keuangan, digunakan untuk mengukur
kelayakan suatu investasi berdasarkan tingkat suku bunga yang dapat menjadikan
jumlah nilai keuntungan sekarang yang diharapkan sama dengan jumlah nilai sekarang
dari biaya modal. Dalam metode ini, time value of money telah diperhitungkan, sehingga
arus kas yang diterima telah didiskontokan atas dasar biaya modal atau tingkat bunga
yang diterapkan. Suatu investasi dikatakan layak, jika nilai FIRR yang dihasilkan lebih
besar dari tingkat bunga yang diterapkan, dan sebaliknya.
c. Payback Period (PBP)
PBP adalah masa pengembalian, digunakan untuk mengukur kecepatan pengembalian
investasi. Satuan ukuran yang dihasilkan bukan dalam bentuk persentase ataupun
rupiah, melainkan waktu. Jika nilai PBP lebih cepat atau lebih singkat dari yang
dipersyaratkan, artinya investasi memiliki kelayakan. Sebaliknya, apabila nilai PBP lebih
lambat atau lama berarti mengindikasikan tidak layaknya suatu investasi.
41
Nilai MARR, FIRR, PBP, dan beberapa skenario finansial atas proyek pembangunan
Industri Pengolahan Kopi Arabika Wamena sebagai berikut, dapat digunakan oleh
manajemen untuk menentukan layak tidaknya investasi atas Industri Pengolahan Kopi
Arabika Wamena, termasuk kemungkinan adanya kajian lebih lanjut.
3.2.4. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Investasi
Analisis faktor pendukung dan peghambat atas proyek pembangunan Industri Kopi
Arabika Wamena dilakukan dengan melakukan identifikasi potensi risiko. Jenis-jenis
risiko tersebut dipetakan sebagai berikut:
a. Risiko permintaan (demand)
Terdapat potensi peningkatan demand yang signifikan dan potensi produk yang tidak
terserap dengan baik.
b. Risiko lahan dan perizinan
Tidak ada peluang untuk pembelian lahan sebagai hak milik industri, dan adanya potensi
pengambil alihan hak lahan industri oleh masyarakat di kemudian hari.
c. Infrastruktur pendukung
Pembukaan akses jalan darat menuju Pelabuhan Depapre tidak signifikan dan
membutuhkan waktu yang lama untuk meningkatkan kapasitas Pelabuhan Depapre.
Tabel 3.8. Skenario Finansial Atas Proyek Pembangunan Industri Kopi Arabika Wamena
Asumsi Skenario Pesimistic Most Likely Optimistic
Kapasitas Kapasitas tahun
pertama 70%,
peningkatan 5%
tahun kedua –
keempat, 10% tahun
kelima – ketujuh, dan
15% di atas tahun
ketujuh
Kapasitas tahun
pertama 70%,
peningkatan 10% per
tahun
Kapasitas 100% mulai
tahun kesatu sampai
dengan tahun
kesepuluh
Sewa Lahan 5 USD/M²/Bulan 3 USD/M²/Bulan 2 USD/M²/Bulan
Inflasi 4% 3% 2%
Bangunan Rp3.100.000/M² Rp2.100.000/M² Rp1.750.000/M²
Parameter Keuangan/Finansial
MARR 10% 10% 10%
IRR 13% 22% 32%
PBP 6 Tahun 6 Bulan 4 Tahun 7 Bulan 2 Tahun 9 Bulan
Sumber: Kementerian Investasi/BKPM, Dinas PMPTSP Provinsi Papua
42
d. Implementasi Industri
Pemberdayaan masyarakat lokal yang belum dapat dilakukan secara menyeluruh di
dalam industri dan adanya potensi perubahan harga sewa lahan yang dapat
mempengaruhi biaya.
e. Desain Industri
Perlu adaptasi terkait standar desain industri yang kuat dan adanya potensi limbah
karena kegiatan industri.
f. Regulasi dan Politik
Adanya pergantian pemerintahan sehingga kebijakan terkait industri berganti, disamping
itu regulasi terhadap penggunaan lahan, lebih bergantung pada aturan adat atau
kesepakatan masyarakat adat.
g. Pembiayaan dan Nilai Tukar Mata Uang
Adanya perubahan nilai tukar mata uang yang signifikan serta potensi tingginya inflasi
dan perbedaan harga yang signifikan sehingga mempengaruhi seluruh biaya.
h. Force Majeure dan Lingkungan
Terdapat potensi kebencanaan di Papua (gempa, banjir, dan angin) dan adanya
perubahan ekologis di sekitar wilayah industri (contoh: kualitas udara, kualitas air).
i. Operasional Industri
Adanya perbedaan kualitas bahan baku dan perlunya kesesuaian kebutuhan tenaga
kerja industustri dengan tenaga kerja yang tersedia.
43
BAB IV
4.1. Kesimpulan
Dari uraian bab-bab sebelumnya dapat disampaikan kesimpulan Kajian Fiskal Regional
Provinsi Papua Triwulan III Tahun 2021 sebagai berikut:
1. Perekonomian Papua Triwulan III Tahun 2021 tumbuh sebesar 14,54 persen (y-o-
y) atau 13,99 persen (c-to-c) dengan pertumbuhan terbesar dari sisi produksi
berasal dari kategori pertambangan dan penggalian sebesar 43,09 persen.
Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada Komponen
Ekspor Luar Negeri sebesar 189,43 persen.
2. Dalam pelaksanaan APBN, realisasi pendapatan negara di Papua mencapai 7,34
triliun atau 81,6 persen dari target, mengalami kenaikan sebesar 25,3 persen
dibanding periode yang sama tahun sebelumnya dengan pendapatan tertinggi
berasal dari Pendapatan Perpajakan khususnya dari PPh Pasal 21. Sedangkan
untuk realisasi belanja Negara Sampai dengan triwulan III tahun 2021 mencapai
Rp35,76 triliun atau 60,7 persen dari alokasi pagu.
3. Dalam pelaksanaan APBD, realisasi pendapatan daerah di Papua adalah sebesar
Rp25,11 triliun atau 49,10 persen dari target, sedangkan realisasi Belanja Daerah
baru mencapai Rp20,66 triiun atau 48,60 persen, naik 8,74 persen dibandingkan
dengan persentase realisasi pada triwulan III tahun 2020.
4. Realisasi pendapatan konsolidasian sampai dengan triwulan III tahun 2021
mengalami kenaikan sebesar 369,73 persen (y-o-y) yaitu Rp38,71 triliun, terutama
disebabkan oleh kenaikan komponen penerimaan perpajakan dan pendapatan
transfer. Sementara itu, realisasi belanja konsolidasian turun sebesar 27,79
persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar
Rp29,22 triliun.
5. Pada bulan September 2021, NTP di Provinsi Papua turun 0,42 persen
dibandingkan dengan Agustus 2021 dengan indeks NTP sebesar 102,04, lebih
rendah dari NTP Nasional sebesar 105,68. Penurunan NTP terjadi karena indeks
harga yang diterima petani (It) turun sebesar 0,41 persen, sedangkan indeks harga
yang dibayar petani (Ib) naik sebesar 0,0023 persen. Sementara itu, NTN di
Provinsi Papua pada bulan September 2021 mengalami penurunan angka indeks
sebesar 0,99 persen dibandingkan dengan Agustus 2021 menjadi sebesar 107,77.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
44
6. Salah satu peluang investasi daerah di Papua adalah “Pembangunan Industri
Pengolahan Kopi di Provinsi Papua”. Komoditas kopi di Papua berpeluang untuk
dikembangakan lebih lanjut dengan label “Kopi Specialty Roasted Bean Arabica
Wamena” dengan mengambil bahan baku dari kolompok tani kopi arabika
Wamena atau kelompok tani arabika dan robusta di wilayah Papua. Industri
pengolahan kopi tersebut dapat dibangun di kawasan industri bonggrang di Distrik
Kemtuk, Kabupaten Jayapura, yang memiliki luas kawasan sebesar ±98,8 Ha,
dengan kebutuhan luas industri sebesar ±5 ha yang memiliki kapasitas produksi
sebesar 3,9 ton.
4.2. Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang diambil, dapat diberikan beberapa
rekomendasi sebagai berikut:
a. Untuk Pemerintah Daerah
1. Pemerintah Daerah perlu menggali potensi alam/sumber-sumber yang dapat
memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan PDRB Papua, sehingga mengurangi
ketergantungan pada sektor penggalian dan pertambangan yang selama ini
menjadi andalan.
2. Sektor pertanian dan pertambangan di Provinsi Papua perlu mendapatkan
perhatian yang lebih dari Pemerintah Daerah mengingat NTP Provinsi Papua
masih ada di bawah NTP Nasional. Sektor pertanian dan perikanan di Papua perlu
di dorong lagi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi karena selama ini sektor
pertambangan sangat mendominasi di Papua.
3. Dalam rangka mendukung investasi daerah di Papua, Pemerintah Daerah harus
bekerjasama dan berkoordinasi dengan berbagai pihak baik dalam rangka
menggali peluang-peluang investasi daerah di Papua maupun untuk mencari
dukungan investasi atau pembiayaan untuk proyek-proyek strategis Pemerintah
Daerah.
b. Untuk Pemerintah Pusat
1. Melaksanakan Intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan secara optimal agar
meningkatkan penerimaan perpajakan di daerah.
2. Kebijakan alokasi anggaran terutama transfer ke daerah harus disempurnakan
untuk memastikan bahwa tidak hanya alokasi anggaran ke daerah yang tepat
namun eksekusi atas anggaran tersebut juga harus optimal.
45
3. Terus melakukan penyempurnaan proses pelaksanaan anggaran agar proses
penyaluran APBN ke daerah termasuk di dalamnya DAK Fisik, Dana Desa, dan
BOS dapat dilaksanakan dengan optimal.
4. Mengoptimalkan program-program untuk memberdayakan ekonomi mikro seperti
KUR dan UMi serta menciptakan program-program baru untuk menggerakkan
ekonomi rakyat yang bersifat kedaerahan atau dengan mempertimbangkan unsur
kearifan lokal di daerah.
5. Pemerintah agar mendorong sektor pertanian dan perikanan di daerah, antara lain
dengan mengoptimalkan penyaluran kredit dan pembiayaan kepada sektor-sektor
produktif yang memiliki dampak tinggi terhadap penyerapan tenaga kerja.
6. Pemerintah agar meningkatkan sinergi dengan Pemda dan pihak-pihak terkait
lainnya, untuk mendorong investasi di daerah, serta mendukung dari sisi
pembiayaan maupun kerjasama investasi dengan Pemerintah Daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Transfer ke
Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2021 Dalam Rangka Mendukung
Penanganan Pendemi Corona Viruse Disease 2019 (COVID-19) dan
Dampaknya.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/PMK.07/2021 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2021 Dalam Rangka
Mendukung Penanganan Pendemi Corona Viruse Disease 2019 (COVID-19)
dan Dampaknya.
https://bi.go.id.
https://bps.go.id.
https://covid19papua.go.id.
https://djpk.kemenkeu.go.id.
https://fiskal.kemenkeu.go.id.
https://papua.bps.go.id.
https://sikp.kemenkeu.go.id.
https://sikd.djpk.kemenkeu.go.id.
https://sikp.umi.id.