Upload
tranque
View
256
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Penyebaran ajaran islam darul hadis di desa Karangmojo
Karanganyar 1970-1980
Oleh :
Tri Sunu Hartanto
C.0598056
BAB I
PENDAHULUAN
Islam datang ke Indonesia sejak abad ke-7. Tapi adapula menyebutkan
bahwa Islam telah tiba di negeri ini sekitar abad ke-5. Islam juga mengalami
banyak perubahan seiring dengan usia Islam itu sendiri. Layaknya proses, Islam
juga mengalami banyak perubahan seiring dengan modernitas dan juga banyaknya
pemikir Islam yang tentu saja ikut sumbang pikir, ide, dan gagasan dalam
menanggapi apa yang terkandung di dalam Islam tersebut. Teks itu sendiri
merupakan penggabungan ideologi dan teologi. Pencampuran mistik dan
pragmatisme, teks-teks itu cenderung menjadi non pragmatik, sehingga bahwa
inovasi tidak akan terganggu oleh doktrin yang kaku.
Namun, mengekspos aspek-aspek ideologis dari pemikiran manusia
tidaklah membuat pemikiran ideologis menjadi tidak mungkin. Mereka hanya
membaginya ke dalam bentuk-bentuk baru. Salah satunya ialah dogma. Dari
sinilah muncul berbagai macam pemikiran baru, yang sebenarnya tidak jauh apa
2
yang terdapat dalam inti ajaran, yang dalam hal ini adalah ajaran Islam.
Bayangkan saja, Islam yang nota bene berasal dari kawasan Timur Tengah, kini
telah “melebarkan sayapnya” sampai ke Indonesia bahkan pelosok dunia. Dengan
utusan-utusan yang memang sengaja dikirimkan dari negara asalnya yang tidak
lain tidak bukan bertujuan menyebarkan ajaran ini. Kita melihat sejarah, bagi
daerah-daerah pantai faktor yang memperkuat serta mempercepat proses
Islamisasi ialah kehadiran bangsa Portugis, yang disamping kegiatannya
berdagang juga menjalankan penyebaran agama Kristen. Daerah Pesisisir Jawa
dengan kota-kota pelabuhannya mempunyai komunikasi yang intensif dengan
pusat-pusat perdagangan seperti Malaka dan Pasai dan negeri-negeri diatas angin
seperti Bengala, Gujarat, dan Parsi, kesemuanya juga merupakan pusat agama
Islam dalam abad XV. Proses Islamisasi dipermudah oleh pelbagai faktor, antara
lain : 1. Suasana keterbukaan di kota-kota tersebut menciptakan kecenderungan
structural untuk mobilitas yang lebih besar, antara lain berpindah agama; 2.
Bersamaan dengan proses itu terjadi pula desintegrasi serta disorientasi
masyarakat lama, sehingga diperlukan identitas baru dengan nilai-nilai baru; 3.
Dengan merosotnya kekuasaan pusat Hindu-Jawa maka perubahan struktur
kekuasaan 1.
Sumber dinamika Islam dalam abad ke-17 dan ke-18 adalah jaringan
ulama, yang terutama berpusat di Makkah dan Madinah. Posisi penting kedua
kota suci ini, khususnya dalam kaitan dengan ibadah haji, mendorong sejumlah
besar guru (ulama) dan penuntut ilmu dari berbagai wilayah Dunia Islam,
1 Sartono, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900, Jakarta, 1993, hal. 25-26
3
termasuk dari Indonesia, untuk datang dan bermukim disana. Yang pada
gilirannya menciptakan semacam jaringan keilmuan yang menghasilkan wacana
Islam yang ilmiah dan unik. Sebagian besar mereka yang terlibat dalam jaringan
ulama ini berasal dari berbagai wilayah Dunia Muslim, membawa berbagai tradisi
keilmuan ke Makkah dan Madinah. Terdapat usaha-usaha sadar diantara ulama
dalam jaringan untuk memperbarui dan merevitalisasi ajaran-ajaran Islam. Tema
pokok pembaruan mereka adalah rekonstruksi sosio moril masyarakat-masyarakat
muslim. Karena hubungan-hubungan ekstensif dalam jaringan ulama, semangat
pembaruan tadi segera menemukan berbagai ekspresinya di banyak bagian Dunia
Muslim2. Pengembangan gagasan pembaruan dan transiminya melalui jaringan
ulama melibatkan proses-proses yang amat kompleks. Terdapat saling silang
hubungan diantara banyak ulama dalam jaringan, sebagai hasil dari proses
keilmuan mereka, khususnya dalam bidang hadits dan tasawuf.
Adalah keliru menganggap hubungan antara Islam di Nusantara dengan
Timur Tengah lebih bersifat politis ketimbang keagamaan. Setidaknya sejak abad
ke-17 hubungan diantara kedua wilayah muslim ini umumnya bersifat keagamaan
dan keilmuan.
Meski hampir dapat dipastikan kebanyakan ulama dalam jaringan
mempunyai komitmen kepada pembaruan Islam, tidak terdapat keseragaman di
antara mereka dalam hal metode dan pendekatan untuk mencapai tujuan ini.
Kebanyakan mereka memilih pendekatan damai dan evolusioner; tetapi sebagian
kecil, yang paling terkenal di antara mereka adalah Muhammad B. ‘Abd Al
2 Azra, Jaringan Ulama, Mizan, Bandung, 1994, hal.16
4
Wahhab di Semenanjung Arabia dan Utsman B. Fudi di Afrika Barat, yang pada
gilirannya juga ditempuh ulama atau gerakan pembaru3.
Beberapa tulisan Voll mebahas tentang jaringan ulama yang berpusat di
Makkah dan Madinah, dan hubungan-hubungan mereka dengan bagian-bagian
lain Dunia Muslim. Bahkan lebih jauh, ketika jaringan keilmuan itu sedikit
disinggung, kajian-kajian yang ada lebih berpusat pada aspek “organisasional”
jaringan ulamadi Timur Tengah dengan mereka yang datang dari bagian-bagian
lain Dunia Muslim. Tekanan pada telaah hadits atau sunnah Nabi, sumber kedua
hukum Islam, menuntun para ulama kita menuju apresiasi lebih besar pada makna
syariat. Para ulama kita sadar akan kenyataan bahwa ada ulama yang mengarang
hadits untuk mengejar tujuan mereka sendiri atas nama Nabi. Maka tidak
diragukan lagi, tekanan khusus yang diberikan para ulama ini pada telaah hadits
mempunyai pengaruh besar, tidak hanya dalam menghubungkan para ulama dan
berbagai “tradisi-tradisi kecil” Islam, tetapi juga dalam menimbulkan perubahan-
perubahan dalam pandangan mereka atas tasawuf (kepercayaan), terutama dalam
kaitannya dengan syariat.
Dakwah merupakan senjata yang ampuh untuk menyebarkan agama
Islam. Tapi, untuk menajamkan persoalam dakwah dengan situasi ke Indonesiaan,
maka perlu diketengahkan berbagai latar belakang alam Indonesia dengan segenap
pluralitasnya. Namun, perkembagan Islam selanjutnya, hingga dewasa ini, di
Indonesia, tentunya tidak bisa dilepaskan dari konteks historis yang membentuk
Islam kini. Masalah-masalahu kultural, politik, ekonomi, dan ideologi, turut
3 Azra, op cit, hal.18
5
mewarnai potret Islam dewasa ini, sehingga upaya dakwah (amar ma’ruf nahi
munkar), juga berkembang cukup beragam. Agama Islam juga hadir kuat dalam
tatanan kebudayaan kita, dan telah menjadi sumber inspirasi bangsa dalam
perjuangan kemerdekaan yang panjang. Bagaimana kuatnya kehadiran Islam
dalam kebudayaan Indonesia dapat terlihat pada berbagai ungkapan populer dari
kebudayaan-kebudayaan etnik yang ada.
Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) sebagai salah satu lembaga
dakwah yang memulai aktivitasnya pada tahun 1941, digerakkn oleh bapak haji
Ubaidah, seorang ustadz yang pada tahun 30-an mulai belajar syariat-syariat Islam
di negara Arab, yang kemudian kembali ke Indonesia, tepatnya di Kediri Jawa
Timur, untuk menyebarkan semua apa yang ia dapat di sana guna dipelajari
kepada masyarakat. Akan tetapi dalam prosesnya tidak sesuai apa yang ia
harapkan.Hampir semua khalayak masyarakat menentang apa yang ia ajarkan. Ini
dikarenakan, Ubaidah menganggap bahwa ajaran Islam di Indonesia pada tahun-
tahun tersebut merupakan Islam yang penuh kesesatan, dan sudah menyimpang
dari ajaran Islam yang sesungguhnya, terlebih lagi dengan apa yang ia dapat
sewaktu ia belajar di negeri Arab.
Sebaliknya, ada yang menolak, ada juga yang menerima. Sehingga
dengan segala usaha Ubaidah, sampai pula ajarannya ini ke kota Jawa Tengah,
khususnya Karanganyar. Dalam penyebarannya disini, Amin Samhudi sangat
berperan sekali. Banyak rintangan yang ia hadapi guna menyebarkan ajaran yang
berbasis murni Quran dan Hadits ini.
6
A. Perumusan Masalah
Melihat latar belakang diatas, maka akan dirumuskan masalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana latar belakang kehidupan keagamaan masyarakat
Karangmojo
2. Bagaimana metode yang digunakan para penyebar ajaran Darul
Hadits di Karangmojo
3. Bagaimana pengaruh ajaran Darul Hadits pada masyarakat
Karangmojo
B. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis mempunyai beberapa tujuan sebagai
berikut.
1. Untuk mengetahui kehidupan keagamaan masyarakat
Karangmojo
2. Untuk mengetahui metode yang digunakan para penyebar ajaran
Darul Hadis di Karangmojo.
3. Untuk mengetahui pengaruh ajaran Darul Hadis pada masyarakat
Karangmojo.
C. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan
sekaligus bahan informasi bagi pembaca mengenai latar belakang
7
penyebaran ajaran Darul Hadits di desa Karangmojo
Karanganyar.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai perkembangan studi
sejarah sosial bagi masyarakat desa Karangmojo dan sekitarnya.
D. Landasan Teori
Dalam bukunya Kyai dan Priyai di Masa Transisi karangan Supariadi,
2001, diterangkan bahwa dalam kehidupan sosial terdapat dua kelompok kyai,
yaitu kyai birokrasi dan kyai bebas. Pada kyai birokrasi, yaitu kyai yang
menduduki jabatan birokrasi, seperti reh pangulon atau abdi dalem ngulama.
Sedangkan kyai bebas, adalah kyai yang berada di luar birokrasi dan sebagian
besar merupakan pemimpin dan guru dipesantren. Namun, dalam pandanngan
masyarakat, tingkat kekyaian tetap didasarkan pada pengetahuannya dan
pemahamannya terhadap agama Islam4. Lebih lajut ia mengatakan, kedudukan
kyai sebagai pemimpin komunitas Islam pedesaan telah menjadikan mereka
sebagai simbol solidaritas dikalangan rakyat dan sekaligus pembela bagi
kepentingan masyarakat itu5.
Kemudian didalam “ratu Adil” karangan Michael Adas, 1988, disebutkan
gerakan yang dinamakan sebagai gerakan “revitalisasi” adalah label yang paling
mewakili dan berguna. Seorang peneliti, Anthony Wallace mendefinisikan
revitalisasi sebagai “ikhtiar yang disengaja, diorganisasi, dan disadari oleh para
anggota masyarakat untu membentuk budaya yang lebih memuaskan”. Proses ini
4 Supariyadi, Kyai Dan Priyai, Surakarta, 2001, hal.143 5 ibid hal.144
8
menganggap bahwa para partisipan dalam gerakan ini merasa bahwa aspek utama
dalam budaya mereka saat itu tidak lagi mampu bertahan. Revitalisasi tidak saja
melibatkan perubahan, yang mempengaruhi hal-hal yang hampir punah, tapi juga
akan mengarah pada penciptaan budaya baru. Konsep revitalisasi Wallace
menjangkau cakupam pergerakan sosial termasuk apa yang disebut sebagai
“navistik”, “messianik”, “nostalgik”, “sektarian”, “revialis” sebagai contoh label
yang paling digunakan 6. Pergerakan-pergerakan semacam ini telah menggejolak
dimana-mana, didalam masyarakat dan lokasi yang beraneka di seantero dunia. Ia
menyajikan bentuk-bentuk tertua dari segala tingkah laku kelompok yang pernah
diketahui orang, beragam, mulai dari pemberontakan lokal dan spontan sampai
kepada gerakan yang terorganisasi yang dapat menghanyutkan seluruh
masyarakat. Bentuk dan isi pergerakan “revitalisasi” juga berbeda-beda. Beberapa
diantaranya menggunakan kekerasan dan perlawanan yang rapi, sedang yang lain
lebih menekankan pada pembaharuan yang bersifat damai atau menarik diri secara
pasif. Dan banyak pula dari gerakan tersebut yang memusatkan diri pada
pembentukan sekte-sekte agama baru7. Beberapa pemikiran diungkapkan sedikit
lebih banyak dibandingkan dengan dasawarsa yang lalu bahwa gerakan
revitalisasi akan diperlakukan semata-mata sebagai rasa ingin tahu etnografis atau
sebagai episode besar dari kejadian sejarah yang lebih mendasar, dan terbukti
tidak beralasan.
Dalam buku S.N. Eisentadt yang berjudul, “Revolusi dan Transformasi
Masyarakat”, 1986, orientasi kebudayaan penting yang memperoleh bentuknya di 6 Untuk daftar label yang diberikan pada gerakan-gerakan ini, lihat Vittorio Lanternari, Nativistic and Socio-Religious Movements, hal. 486-87 7 Michael Adas, Ratu Adil, Jakarta, 1988, hal.XIII
9
dunia Islam adalah perbedaan antara alam kosmis, transdental, yaitu, pandangan
terhadap kehidupan akhirat, dan tatanan keduniaan, serta kemungkinan untuk
mengatasi ketegangan yang inheren dalam perbedaan ini berdasarkan ketaatan
sepenuhnya pada Tuhan dan kegiatan keduniaam. Cita-cita ummah, komunitas
politik keagamaan dari setiap pemeluknya yang berbeda dengan skripsi
kolektivitas primordial, dan gambaran mengenai penguasa sebagai penegak cita-
cita Islam, mengenai kemurnian ummah8. Pemisahan ideologis yang kuat dalam
komunitas Islam yang universal dan komunitas primordial yang berbeda,
menimbulkan solidaritas yang lemah diantara para penyebar dan artikulator politik
atau keagamaan model kebudayaan Islam.Kombinasi ini menyebabkan makin
tingginya derajat simbolis dan otonomi keorganisasian para elit politik.
Hal ini juga melahirkan otonomi simbolis yang relatif tingi tetapi
otonomi keorganisasian etika agama yang rendah serta pemisahan diantara
keduanya. Kepemimpinan agama sebagian besar bergantung kepada para
penguasa dan tidak berkembang ke dalam organisasi yang luas, bebas, dan
kohesif9.Pada saat yang sama, disatu pihak, di dunia Islam berkembang suatu
hubungan yang agak lemah antara heterodoksi dan pemberontakan, sedang di
pihak lain berkembang pembangunan kelembagaan10. Ada beberapa dimensi yang
di utarakan oleh Eisentadt. Dimensi pertama adalah berkembangnya bidang
keagamaan yang relatif otonom yang secara prinsip didasarkan pada persamaan
total dari pemeluknya. Dimensi ini yang tidak mudah diintegrasikan dengan
dimensi-dimensi lain atau dasar-dasar status lain, tumbuh menjadi pola-pola 8 S.N. Eisentadt, Revolusi dan Transformasi Sosial, Jakarta, 1986, hal.170 9 Eisentadt, op cit, hal.171 10 ibid, hal. 172
10
mobilitas baru yang lebih terpisah-pisah ke dalam pengukuhan agama. Dimensi
stratifikasi kedua diakibatkan oleh dampak berbagai tipe rezim Islam terutama
sekali berhubungan dengan basis stratifikasi kelompok.. Dalam hal ini dapat
tercipta saluran-saluran mobilitas yang baru dan antar hubungan diantara berbagai
kelompok dan sektor. Efeknya bisa saja memperkuat segregasi dari berbagai
macam segmen status, atau bisa pula malah kian menambah pertentangan di
antara mereka. Ciri dasar Islam bercampur ini melahirkan dimensi proses
peubahan yang spesial. Pertama, di Islam lahir beberapa parameter dasar
mengenai peralihan antara berbagai bentuk politik Islam. Orientasi universalistis
dan aktivisme Islam yang kuat menciptakan kondisi umum yang mendorong
perkembangan11. Ini juga dialami oleh Darul Hadis sendiri sebagai aliran Islam
yang bisa dibilang cukup berbeda dengan aliran Islam lainnya. Dengan sikap
ekslusif mereka terhadap golongan diluar mereka, menjadikannya sangat
ditentang oleh kalangan para kyai umum. Orang umum menganggap bahwa apa
yang diajarkan Darul Hadis tergolong ajaran yang menyesatkan, karena dalam
ajaran ini menganggap orang diluar golongan mereka adalah orang-orang kafir12.
Tentu saja ini membuat masyarakat umum, khususnya orang-orang Islam “luaran”
sangat geram. Mana ada orang yang rajin Solat, rajin sodaqoh, yang pokoknya
rajin beribadah tetap saja dicap sebagai orang kafir hanya gara-gara tidak sesuai
dengan ajaran orang-orang Jamaah LDII. Maka, tidak pelak lagi kalau saja banyak
sekali pertentangan yang muncul dilingkungan masyarakat yang tentu saja
menentang ajaran ini. Sebagai contoh, di daerah Jatiroto Jawa Timur, masyarakat
11 Eisentadt, op cit, hal. 173-174 12 Bambang Irawan, Bahaya Jamaah Islam Lemkari/LDII, Jakarta, 2002, hal.43
11
mereka telah menganiaya para pentolan LDII, seperti para kyai, ulama, dan para
mubaligh, karena menganggap bahwa mereka adalah ajaran yang sesat13.
Lebih lanjut Supariadi menjelaskan, bagi masyarakat tradisional Jawa,
kyai tidak saja dipandang sebagai orang yang memiliki pengetahuan agama
melainkan juga diakui sebagai pemimpin di masyarakat. Kepemimpinan kyai
memang lebih bersifat informal dan luas pengaruhnya dalam masyarakat
didasarkan pada kharisma yang dimiliki. Meskipun sifat kepemimpinannya
informal, namun mereka merasa ikut bertanggung jawab untuk mengurusi
pendidikan agama dan pelaksanaan ritual keagamaan dalam masyarakat sekaligus
juga melakukan pelayanan sosial. Peran kyai dalam melayani kehidupan sosial
masyarakat dapat berwujud pemberian petuah atau nasehat, penengah dalam
perselisihan sosial, pembelaan terhadap kepentingan masyarakat, dan bahkan
memberi pengobatan pada orang sakit. Luasnya peran sosial kyai menjadikan
mereka sebgai simbol solidaritas di kalangan umat dan sekaligus dipercaya
sebagai pembela kepentingan masyarakat14 (2001:156).
Kyai sendiri dalam menyikapi pandangan masyarakat seperti ini
kemudian ikut memperkuatnya dengan menampakkan kesan sebagai orang yang
mempunyai kelebihan spiritual atau orang sakti. Hal demikian menyebabkan
masyarakat lebih kuat lagi kepercayaannya kepada kyai sehingga tumbuh
pandangan bahwa kyai memiliki karomah (keutamaan budi dan kharisma) serta
kyai dapat menyalurkan barokah (kemurahan dan pahala dari Tuhan). Itulah
sebabnya para santri dan masyarakat yang mempercayai berusaha untuk selalu
13 ibid, hal.133 14 Supariadi, op cit, hal.156
12
dekat dengan kyai agar dapat memperoleh restu kyai. Restu kyai merupakan
faktor pendorong bagi santri dan masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan,
baik keagamaan, sosial, ekonomi, maupun politik15.
Menurut Franz Magnis Suseno, 1988, etika jawa berporos pada dua
kunci: “Kerukunan” dan “Keselarasan”. Niels Mulder juga menyatakan dengan
tegas bahwa budaya Jawa adalah budaya yang menjauhi kritik secara terbuka.
Segala macam bentuk koreksi dan teguran secara terbuka selalu dihindari karena
akan menimbulkan retaknya konsep “kerukunan” dan “keselarasan” dalam
masyarakat. Persentuhan ajaran Islam dan budaya Jawa akhirnya mengkristal dan
membudaya menjadi cara berpikir, bertindak, dan berperilaku dalam kehidupan
sehari-hari lebih mementingkan “kesalehan pribadi”, tetapi kurang menekankan
perlunya “kesalehan sosial”. Dengan demiian, moralitas publik pun nyaris menipis
dan tidak memperoleh perhatian yang cukup dari bentuk pertemuan dan
perpaduan antara budaya Islam dan budaya Jawa16.
E. Metodologi Penelitian
Penyusunan suatu karya ilmiah yang merupakan hasil dari penelitian
diperlukan adanya suatu metodologi. Adapun metodologi yang digunakan adalah
metode historis, yakni proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman
maupun peninggalan masa lampau yang kemudian dilakukan rekonstruksi
15 Supariadi, op cit, hal.157 16 Abdullah, Dinamika Islam Kultural, Jakarta, 2000, hal.195
13
berdasarkan data-data yang ada dan kemuidian diperoleh suatu historiografi atau
penulisan sejarah17.
Tahapan-tahapan metode historis tersebut adalah sebagai berikut.
• Heuristik adalah kegiatan menghimpun jejak masa lampau yang
berupa data-data.
• Kritik adalah mengkritk atau menyelidiki keaslian dari pada sumber
sejarah bagi secara intern maupun ekstern.
• Interpretasi adalah merupakan proses penaksiran data-data yang
diperoleh dari sumber-sumber yang dapat dipercaya.
• Historiografi adalah penulisan sejarah sebagai suatu kisah sejarah
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di desa Karangmojo, kecamatan
Karanganyar, yang merupakan tempat/basis penyebaran ajaran
Darul Hadis di desa Karangmojo Karanganyar.
2. Teknik Pengumpulan Data
Bentuk penelitian ini adalah penelitian sejarah yang
menggunakan metode historis dengan melalui tahapan-tahapan
yaitu, heuristik, interpretasi dan historiografi. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan sosiologis. Untuk menunjang proses
penelitian maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
sebagai berikut.
17 Louis Gottchalk, Mengerti Sejarah, Jakarta, 1985, hal.120
14
a. Studi Dokumen, dalam penelitian ini sangat diperlukan
sebab dalam dokumen terdapat sejumlah fakta dan data sejarah.
Dokumen juga dapat menjawab apa, kapan, dimana, dan
mengapa?. Menurut Koentjaraningrat dokumen dalam arti sempit
merupakan kumpulan data verbal yang berbentuk tulisan, catatan
hariam, karangan-karangan, laporan dan sebagainya. Sedangkan
dalam arti luas dapat berbentuk monumen, artefak, foto-foto, pita
kaset dan sebagainya. Sedangkan dokumen yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain arsip daerah, arsip lembaga pemerintahn
maupun instansi yang terkait, yang berupa monografi, keputusan
pemerintah, data-data statistik, surat kabar atau majalah.
b. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya jawab antara dua orang atau lebih
secara langsung guna mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan
dari orang yang diwawancarai18. Wawancara dilakukan guna melengkapi
data yang berupa keterangan-keterangan dari interviewee dan sekaligus
menguji keabsahan dan kebenaran data.
c. Studi Kepustakaan
Salah satu metode yang dilakukan duna melengkapi data atau juga
disebut data sekunder, dengan mempelajari literatur yang berhubungan
dengan permasalahan yang diteliti. Khususnya dalam hal studi teori
pendukung
18 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, 1983, hal.16
15
3. Teknik Analisa Data
Hasil dari pengumpulan data yang dilakukan dengan studi dokumen,
wawancara, maupun studi kepustakaan kemudian akan memasuki tahapan
yang penting menganalisa data-data tersebut dengan mencocokkan urutan
waktu maupun kualitasnya yang merupakan jawaban dari persoalan-persoalan
yang muncul dan diajukan dalam penelitian, yang di sini dianalisa secara
kualitatif.
Analisa kualitatif yang dimaksud adalah suatu analisa yang didasarkan
pada hubungan sebab akibat dari fenomena historis pada scope waktu dan tempat
tertentu. Dari hasil analisa ini diperoleh sebuah tulisan yang sifatnya deskriptif
analitis, yag pemyajiannya berbentuk kisah sejarah.
Dengan metode yang dipergunakan dalam penulisan hasil penelitian ini
adalah metode historis dengan teknik analisa deskritif kualitatif.
E. Sistematika Skripsi
Bab I, merupakan pendahuluan, perumusan masalah, manfaat penelitian,
metode penelitian, serta dasar-dasar teori mengapa dilakukannya penelitian ini.
Bab II, menerangkan kondisi geografis desa Karangmojo Karanganyar.
Dilihat dari mata pencaharian, religi, pendidikan.
Bab III, menerangkan pengenalan LDII secara global, dimulai dari tahun
1941 pengangkatan imam Ubaidah pertama kali hingga bisa menyebarkan ajaran
Darul Hadis sampai ke Karangmojo kepada Amin Samhudi.
16
Bab IV, menjelaskan proses penyebaran Darul Hadis di Karangmojo oleh
Amin Samhudi, adanya pengikut, kendala, serta munculnya konflik dengan
pemerintah daerah, Danrem, dan masyarakat sekitar hingga tahun 1980.
Bab V, memberikan kesimpulan dari proses penyebaran ajaran Darul
Hadis Di desa Karangmojo kecamatan Karanganyar.
17
BAB II
POTENSI DESA
A. Kondisi Geografis
Berdasarkan Bab I pasal I (a) UU no.5 tahun 1979, definisi tentang desa
adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai satu
kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai organisasi pemerintah terendah langsung dibawah kekuasaan camat19.
Dalam hal ini desa Karangmojo dipimpin oleh seorang kepala desa, yakni posisi
dibawah seorang camat. Organisasi pemerintahan desa terdiri dari seorang kepala
desa dan lembaga-lembaga musyawarah desa (LMD). Didalam pelaksanaan
tugasnya, seorang kepala desa sebagai kepala pemerintahan dibantu oleh
perangkat-perangkat desa yaitu seorang sekretaris desa, dan beberapa kepala
dusun yang terdapat di lingkup wilayah kekuasaanya. Suatu desa mempunyai
kekuasaan penuh menyelenggarakan pemerintahan sendiri didaerahnya.
Penyelenggaraan kegiatan pemerintahan desa tersebut dilaksanakan oleh suatu
organisasi yang bergerak dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia20.
Desa Karangmojo berpenduduk 5473 jiwa. Jumlah laki-laki sebanyak
2623 orang, dan jumlah perempuan sebanyak 2850 orang. Berikut bagan
pemerintahan desa Karangmojo.
19 UU RI tahun 1979, Pokok Pokok Pemerintahan di Daerah, Jakarta, 1983, hal.6 20 Soeparmo, Mengenal Desa; Gerak dan Pengelolaannya, Jakarta, 1977, hal.15
18
Bagan I
Bagan Pemerintahan Desa Karangmojo
Kepala Desa
Lembaga Musyawarah Desa (LMD)
Sekretaris Desa
Kepala Dusun
Organisasi
Sumber : Daftar Isian Potensi Desa Karangmojo 1980
Didesa Karangmojo terdapat 7 RW (Rukun Warga), dan 42 RT (Rukun Tetangga). Sementara organisasi perempuan yang dibentuk adalah PKK dan Dharma Wanita, organisasi pemuda berupa Karang Taruna, organisasi profesi berupa kelompok tani, dan kelompok royong berupa kelompok arisan material rumah. Hanya organisasi bapak yang akan terealisasi 21.
Apabila kita meninjau dari pengertian geografis, suatu desa adalah
perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil
perpaduan tersebut adalah wujud yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiologis,
sosial, ekonomi, serta kultur yang saling berinteraksi dan berhubungan antar unsur
21 Buku Sumber Potensi Desa Karangmojo 1971.
19
yang satu dengan unsur yang lainnya22. Kemudian Sri Widyastuti dalam
skripsinya yang berjudul, “Industri Kecil Penyulingan Alkohol Tahun 1987-1997
di Desa Bekonang Mojolaban” menyebutkan ada 3 (tiga) elemen yang mendasari
terbentuknya suatu wilayah desa, yaitu, terdapatnya daerah atau suatu lokasi
pemukiman penduduk. Penduduk yang menempati lokasi tersebut serta suatu
kehidupan masyarakat yang didalamnya terdapat norma-norma atau aturan-aturan.
Aturan-aturan tersebut ditetapkan oleh pemerintah yang sah, resmi menurut UU
yang sah.
Letak sebuah desa yang berbatasan dengan desa yang lain akan
menyebabkan terjadinya interaksi social antar masyarakat desa yang satu dengan
masyarakat yang lainnya. Disamping itu, lingkungan kota juga akan memberikan
pengaruh khususnya terhadap perkembangan baik di bidang ekonomi maupun
social bagi lingkungan desa terdekatnya. Desa Karangmojo berjarak 2 Km ke ibu
kota kecamatan Karanganyar, sementara 4 km ke ibukota kabupaten Karanganyar.
Dibangun dan diperbaikinya prasarana dan sarana transportasi membuat
desa lebih terbuka sehingga membawa perubahan pandangan dan pemikiran
masyarakat terhadap aspek-aspek kehidupan yang berlaku kepada mereka.
Pandangan dan sikap mental penduduk akan meningkat ke arah yang lebih maju23.
Tersedianya sarana dan prasarana dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat di daerah pedesaan telah dapat mengubah kedudukan desa dari obyek
pembangunan menjadi subjek pembangunan yang mempunyai ketahanan di segala
bidang kehidupan, sehingga dapat memantapkan kerangka landasan pembangunan
22 Bintarto, Interaksi Desa, Kota, Dan Permasalahannya, Jakarta, 1989, hal.11-12 23 Nursid, Pengantar Studi Sosial, Jakarta 1981, hal.25
20
menuju lepas landas. Didesa Karangmojo terdapat prasarana dan sarana tersebut,
diantaranya adalah.
Tabel I
Tabel Panjang Jalan Desa Karangmojo
Keterangan Pembangunan Baik Rusak
Jalan Desa 9 Km/Unit24 9
Panjang Jalan
Aspal
0,5 Km/Unit 0,5
Panjang Jalan
Tanah
8,5 Km/Unit 8,5
Jalan Antar
Desa/Kecamatan
Panjang Jalan
Aspal
0,5 Km/Unit 0,5
Panjang Jalan
Tanah
0,5 Km/Unit 0,5
Sumber : Daftar Isian Potensi Desa Karangmojo 1980
Sedangkan pada tahun 1980 untuk angkutan transportasi hanyalah mini
bus (angkot).
B. Sistem Religi Agama mempunyai peranan yang penting dalam masyarakat. Agama
menyediakan doktrin yang dijadikan nilai yang menjadikan rujukan dasar yang
mengatur sikap manusia. Doktrin dalam agama selain berisi ajakan untuk tunduk
dan patuh kepada Tuhan juga berisi hal-hal yang bersifat antroposentris. Melalui
24 1 unit = 1 Km.
21
doktrinnya, agama berusaha mengkonstruksikan profil manusia yang utuh sebagai
individu dan manusia sebagai anggota dari suatu kelompok sosial. Agama
menciptakan suatu ikatan bersama diantara anggota-anggota masyarakat dan
kewajiban-kewajiban social yang membantu mempersatukan mereka25. Penduduk
desa Karangmojo memeluk agama Islam, sebanyak 5473 orang. Jumlah sarana
peribadatan sebanyak 20 bangunan, diantaranya 8 buah masjid dan 12 buah
musholla. Namun ada sebagian masyarakat yang kurang taat beragama, artinya
meski mereka mengaku menganut Islam, tetapi dalam kenyataannya jarang
menjalankan syariat Islam yang baik. Menurut Koentjaraningrat, bahwa
masyarakat agama Islam yang demikian adapat digolongkan menjadi varian santri
dan varian abangan. Varian santri adalah yang dalam kehidupan sehari-hari
menjalankan syariat agama Islam. Sedangkan varian abangan adalah mereka yang
dari kehidupannya masih menyatukan unsure-unsur pra hindu, Hindu, dan Islam
dalam keidupan sehari-hari26.
E. Pendidikan Masyarakat sebagai sebuah struktur sosial menempatkan pendidikan
sebagai salah satu saluran efektif untuk melakukan mobilitas sosial. Struktur
sosial dalam suatu masyarakat modern memberikan ruang gerak yang leluasa bagi
anggotanya untuk memperoleh kedudukan (status) dan peranan berdasarkan
tingkat pendidikan. Pendidikan sangat berpengaruh pada perkembangan pola pikir
masyarakat dan pada akhirnya akan sangat berpengaruh pada gerak dan dinamika
25 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta, 1984, hal. 78 26 Koentjaraningrat, Masalah-masalah Pembangunan; Bunga Rampe,Jakarta, 1983, hal.1-2
22
kebudayaan yang dihasilkan oleh peradaban masyarakatnya. Lembaga-lembaga
pendidikan dianggap sebagai social elevator (perantara sosial) yang bergerak dari
kedudukan yang paling tinggi dalam masyarakat27. Sementara untuk desa
Karangmojo sendiri dalam bidang pendidikan masih tertinggal, ini ditunjukkan
masih banyaknya penduduk yang belum sekolah dibandingkan dengan lulusan
perguruan tinggi. Berikut daftar lengkap pendidikan didesa Karangmojo.
Tabel II
Jenis Pendidikan Masyarakat Karangmojo
No. Golongan Keterangan
1. Belum Sekolah 332 orang
2. Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah 21 orang
3. Pernah Sekolah SD tetapi tidak tamat 58 orang
4. Tamat SD/Sederajat 350 orang
5. SLTP/Sederajat 230 orang
6. SLTA/Sederajat 290 orang
7. D-1 11 orang
8. D-2 7 orang
9. D-3 20 orang
10. S-1 13 orang
Sumber : Daftar Isian Potensi Desa Karangmojo 1980.
27 Riyanta,Pengantar Ilmu Sosiologi, Jakarta, 1984, hal. 129
23
D. Mata Pencaharian
Layaknya masyarakat agraris di Indonesia yang lain, penduduk desa
Karangmojo mayoritas bekerja sebagai buruh tani. Ditekankan disini mereka
hanya sebagai buruh tani, jadi tidak memiliki tanah sawah mereka sendiri,
melainkan menggarap sawah orang lain. Mereka biasa bercocok tanam kacang
tanah, ubi kayu, ubi jalar, cabe, bawang merah, sawi, dan melinjo. Untuk buah-
buahan mereka menanam jeruk, mangga, pepaya, belimbing, dan Pisang. Jumlah
rumah tangga yang memiliki tanah pertanian sebanyak 186 kepala keluarga,
sementara yang tidak memiliki sebanyak 98 kepala keluarga. Berikut tabel
lengkap penggolongan mata pencaharian warga.
24
Tabel III
Jenis Mata Pencaharian Warga Karangmojo
No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah
1. Petani 385 orang
2. Buruh Tani 819 orang
3. Buruh 852 orang
4. Pegawai Negeri 121 orang
5. Pengrajin 12 orang
6. Pedagang 270 orang
7. Peternak 61 orang
8. Montir 26 orang
9. Dokter 6 orang
10. Penjahit 41 orang
11. Lain-Lain -
Jumlah 2593 orang
Sumber : Daftar Isian Potensi Desa Karangmojo 1980
Menurut daftar isian tabel diatas, Karangmojo adalah desa yang bersifat
agraris, masih banyak yang berprofesi sebagai petani. Meskipun angka pekerja
produktif lebih banyak mengarah kepada warga yang berprofesi sebagai buruh
bangunan. Untuk para petani yang memiliki sawah sendiri mereka memiliki
kecenderungan untuk tidak menggarap tanah mereka sendiri, terkadang mereka
memasrahkannya kepada orang lain.
25
Sementara untuk para peternak mereka memelihara hewan peliharaan
seperti
Tabel IV
Jenis Hewan Peliharaan
No. Jenis Hewan Jumlah
1. Sapi 220 ekor
2. Kerbau 19 ekor
3. Ayam 14.560 ekor
4. Bebek 100 ekor
5. Kambing 110 ekor
6. Burung Puyuh 500 ekor
7. Burung Parkit 400 ekor
Sumber : Daftar Isian Potensi Desa Karangmojo 1980
Warga lebih memilih memelihara ayam yang memiliki tingkat resiko
lebih sedikit dibanding dengan hewan-hewan ternak lain. Ayam mempunyai daya
jual yang cukup tinggi, dan dapat berkembang biak lebih banyak dari hewan
ternak lain . Burung puyuh adalah alternatif kedua yang dipilih oleh warga
Karangmojo. Burung puyuh mudah didapat di daerah-daerah persawahan. Dan
secara pemeliharaan juga tidak begitu merepotkan. Burung puyuh biasa memakan
serangga, seperti belalang, kupu-kupu dan semut. Sementara untuk hewan ternak
ayam sendiri ada perawatan tersendiri. Selain vitamin yang diberikan tiap
seminggu sekali guna meningkatkan daya tahan tubuh, ada juga suntik vaksin
utnuk membebaskan ayam dari penyakit.
26
Biasanya hasil ternak dijual ke pasar. Untuk ayam, selain daging,
telurnya juga bisa dijual. Demikian pula dengan telur puyuh. Harga antara telur
ayam lebih mahal dari harga telur puyuh.
27
BAB III
AWAL MULA DARUL HADIS
A. Mengenal Darul Hadis
Sebenarnya kata Darul Hadis sendiri muncul pada pertengahan tahun 50-an,
ketika pendiri mereka, Haji Nur Hasan Ubaidah, mengajak warga sekitar, pada
tahun itu masih berkutat diwilayah Jawa Timur, untuk berpaling kepada ajaran
yang paling benar, shokih, dan sah menurut Al Quran dan Al Hadis. Tapi, awal
kebangkitan pergerakan mereka sejak tahun 1941 di kota Kediri Jawa Timur.
Pada saat itu Nurhasan baru saja tiba dari negeri Arab untuk menuntut ilmu.
Disana ia berhasil menguasai 21 macam bacaan Al Quran28, 48 hadis, dan ahli
hukum agama, serta waris. Kenapa di Arab?ia beranggapan bahwa ajaran Islam
yang paling benar adalah di negara asal Islam muncul, yakni Arab, lebih lanjut dia
tidak yakin dengan ajaran Islam di pesantren-pesantren di Indonesia yang penuh
dengan bid’ah (tambahan), khurofat (sesat), dan takhayul. Seketika kembali,
Nurhasan tidak lantas mengajak kepada warga sekitar, melainkan ke saudaranya
terlebih dahulu, sebagai melaksanakan kewajiban yang disebutkan dalam Al
Quran…..”Yaa ayyuhalladziina amanuu quu anfusakum wa ahlikum naaraa”.
28 Ke-21 macam bacaan ini diantaranya hanya tiga macam saja yang diketahui, seperti nahwu, ash ishtiyah, dan Shorof. Sementara ke-48 hadis, semua telah dirangkum ke dalam kitab-kitab hadis seperti, Kitabussholah (kitab sahnya Sholat), Janaiz (Jenazah), Da’awat (Doa-doa), Shifatil Jannah Wa Naar (Surga Dan Neraka), dan Sholatinnawafil (Khusus untuk Sholat Sunnah). Beberapa juga diambil dari hadis-hadis besar seperti Bukhori, Abu Daud, dan Tirmidzi.
28
Artinya, wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka….29. Hingga akhir tahun 1941, hanya lima orang yang mau menerima dan
berbai’at mengangkat beliau sebagai imam yaitu, H. Abd. Aziz (ayahnya), H.
Bahran, H. Nur Asnawi (temannya semasa belajar agama di Arab), Sanusi Dan
Azizah (adik-adiknya). Mereka takut apabila semua ibadah mereka tidak sah di
mata Allah, karena salah satu ke sohih-an sebuah amal adalah adanya seorang
imam, selain itu, telah digariskan dalam Hadis bahwa….”Hancurlah sebuah Kaum
apabila di golongan mereka tidak adanya seorang imam yang memimpin mereka”
30.
A.1. Periode 1943-1950
Pada tahun 1943, H. Nur Asnawi dijodohkan dengan adik perempuan
H.Ubaidah, Azizah, dan pada tahun yang sama H.Ubaidah menikahi janda kaya
yang bernama Al Suntikah binti H. Ali bin H. Yusuf dari Desa Mojoduwur,
Jombang. Menikah dengan janda kaya tidak membuat hidup H.Ubaidah menjadi
senang-senang, malah sebaliknya, ia bekerja keras. Salah satu contohnya, ia
pernah bekerja di sawah mencangkul mulai pagi hingga tengah malam sambil
berdo’a. Ia berhenti mencangkul hanya untuk makan dan sholat, sehingga sawah
yang biasanya dikerjakan orang satu minggu, H.Ubaidah bisa mengerjakannya
dalam sehari semalam saja. Ini membuat ia terkenal bahwa H.Ubaidah memiliki
bolo slamet (teman penolong) 31 yang tak tampak. Hal ini dilakukan untuk
merebut hati dan menanamkan kepercayaan mertua. Sementara, pada kesempatan 29 Al Quran Suroh At Tahriim ayat 6 30 H.R. Tirmidzi jilid 5 hal.34 31 Maksudnya adalah makhluk gaib, seperti arwah nenek moyang, jin dsb.
29
lain, disela-sela kesibukan bekerja, ia kadang-kadang mengajarkan ilmu pencak
silat secara gratis yang diadakn setelah sholat Isya’ kepada pemuda-pemuda
Mojoduwur dengan harapan setelah latihan, para pemuda tadi bisa diamar ma’rufi
secara persuasif (secara halus) sesuai dengan cara yang diajarkan oleh Allah
dalam Al Qur’an 32.
“Id’u ilaa sabiili rabbika bil hikmati wal maui’dhotil hasanati wa jadilhum
billatii hiya ahsanu inna rabbika huwa a’lamu biman dholla ‘an sabiili wa huwa
a’lamu bil muhtadiin”. Artinya, ajaklah manusia ke jalan Tuhanmu dengan
hikmah dan dengan nasehat yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalanNya dan Dialah yang Maha mengetahui orang-orang yang mendapatkan
petunjuk. Namun dengan jalan persuasif tadi, para pemuda tadi menolaknya.
Amar ma’ruf terus dijalankan ke sekitar daerah di Jawa Timur, seperti Kediri,
Mojoduwur, Mojowarno, Gadingmangu, Perak dan Jombang. Pada tahun 1943,
Jepang masuk ke Tanah Air, Nurhasan yang merasa sebagai Putera Daerah
akhirnya bergabung ke dalam Pembela Tanah Air (PETA) pimpinan Supriyadi.
Nurhasan beranggapan bahwa selain ia Putera Daerah yang harus membela
daerahnya sendiri, juga kewajiban sebagai Muslim untuk berjihad membela
bangsa dan negaranya. Pada masa-masa itu, Nurhasan vakum untuk mengajak
orang lain mengaji bersamanya. Baru sekitar tahun 1946, Nurhasan kembali
melakukan dakwah untuk ikut bergabung bersamanya. Pernah diceritakan, ia
berhasil mendapatkan pengikut sewaktu ia berdakwah di Pasar ketika melakukan
32 Makalah CAI, Menyimak Sejarah Dan Nilai-Nilai Perjuangan Bapak Kh. NurHasan Al Ubaidah, Kediri, 2001, hal. 112-13.
30
aksi debus. Kemudian pengikut tadi berminat untuk ikut mengaji bersamanya.
Akan tetapi, itu hanya seumur jagung, pengikut tadi hanya berminat mempelajari
ilmu debus, tidak untuk mengaji Quran dan Hadis. Pada tahun 1948,
pemberontakan DI/TII Kartosuwiryo yang dibarengi dengan pemberontakan PKI,
membuat imej buruk juga kepada pengajian Nurhasan. Masyarakat menganggap
bahwa pengajian yang diadakan Nurhasan sangat aneh. Mereka tidak mau shalat
berjamaah dengan warga sekitar, shalat ied bersama-sama. Ini memberikan
julukan ke pengajian Nurhasan sebagai PKI PUTIH.
A.2. Periode 1950-1960
Karena besarnya rintangan, pada tahun 1950, akhirnya ia terpaksa melakukan
uzlah (pindah karena sesuatu) ke pinggiran hutan di daerah Ngrimbi Mojowarno
Jawa Timur beserta istri dan anaknya selama beberapa tahun. Penyebaran dengan
metode amar ma’ruf yang persuasif tidak membuahkan hasil, yang terlihat dari
sedikitnya jumlah yang ikut mengaji bersamanya, maka H.Ubaidah mengubah tak
tik perjuangannya dengan cara yang keras, mendobrak kekolotan berfikir dengan
penuh bid’ah (tambahan), khurofat (sesat), dan takhyul dengan cara yang keras,
yaitu dengan mengkafir-kafirkan para kyai Jawa Timur pada saat itu yang
menyembunyikan kebenaran agama. Melalui cara ini membuat para pengikutnya
bertanya kepada H.Ubaidah mengapa menggunakan cara yang seperti itu, ia
menjawab, diibaratkan membangunkan orang yang tertidur lelap di bantalan rel
kereta api. Padahal kereta sudah dekat, sedangkan dibangunkan dengan kata-kata
yang lirih tidak mau bangun, maka terpaksa diseret dengan keras. Mungkin pada
31
awalnya dia akan marah-marah, tetapi ketika menyadari apa yang kan
menimpanya seandainya tidak diseret tadi, niscaya dia akan berterima kasih 33.
Ternyata dengan metode keras bisa membuahkan hasil. Tidak sedikit kyai dan
santri-santri yang penasaran sehingga menanyakan apa yang diajarkan H.Ubaidah.
Kalau yang diamalkan di masa lalu itu dikatakan salah, lantas bagaimana
benarnya? Kemudian ia menjelaskan bagaimana benarnya beribadah. Alhasil
beberapa dari para kyai dan ulama di Jawa Timur ikut bergabung bersama
H.Ubaidah, meskipun masih banyak yang merintangi dan menyerang pengajian
beliau beserta pengikutnya. Pada era 50-an, Nurhasan semakin berani
menunjukkan jati diri ajarannya. Dia berani melakukan debat terbuka dengan para
kyai dilapangan terbuka. Ini bertujuan untuk selain memberikan penjelasan
kepada masyarakat yang melihatnya, juga untuk menambah rukyah. Pada tahun
1952, atas prakarsa Lurah Bei Prawironoto, seorang Lurah Bei Gadingmangu
Jawa Timur, diadakan debat umum antara H.Ubaidah seorang diri melawan 35
orang kyai sedaerah Jombang, disaksikan oleh kurang lebih 1.000 orang dan
dihadiri aparat keamanan. Materi yang diperdebatkan saat itu adalah masalah
khilafiyah (paham-paham dalam Islam). Menurut penilaian aparat saat itu,
kebenaran ada di pihak H.Ubaidah karena berdasarkan dalil-dalil Qur’an Hadis.
Atas saran Lurah Bei Prawironoto, H.Ubaidah mengadakan pengajian umum yang
rutin di Gadingmangu, Perak Jombang Jawa Timur tiap hari rabu bertempat di
masjid Jami’. Pengajian ini berlangsung sampai dengan akhir tahun 1954 dan
tidak jarang di ganggu oleh orang-orang yang tidak senang dengan pengajian
33 Makalah CAI, op cit, hal. 113.
32
H.Ubaidah. Tahun 1955 di Pondok Pesantren Semelo Jombang Jawa Timur,
diadakan debat agama diprakarsai oleh KH. Mahfudh beserta kyai lainnya. Debat
ini mengalami jalan buntu dan berakhir dengan tawur massa karena di satu pihak
berpegang pada Qur’an Hadis, yaitu para pengikutnya dan beberapa warga yang
simpatik atas ajaran H.Ubaidah, yang lain berpegang pada kitab-kitab karangan
(kitab karangan-karangan bid’ah para ulama terdahulu, seperti kitab kuning)34.
Dari beberapa debat terbuka yang dilakukan Nurhasan, selalu dimenangkan oleh
dia, sehingga membuat warga yang melihatnya simpati dengan ajarannya dan mau
bergabung dengannya.
Selain debat terbuka di lapangan, Nurhasan juga melakukan debat didalam
masjid. Diceritakan, sewaktu berada di Semarang, sebuah jamaah Sholat Isya
yang baru selesai melaksanakan ibadah shalat, langsung dikatakan Nurhasan
bahwa sholat mereka tidak sah, karena mereka membaca niat sebelum sholat, dan
ini tidak terdapat dalam Quran atau hadis, itu adalah bid’ah (tambahan), dan
barangsiapa yang melaksanakan bid’ah adalah tempatnya dineraka….”Wa Kullu
Bid’ati Dholallah, Wa Kullu Dholalatin Fii Naar”…(Dan Tiap-tiap bid’ah adalah
sesat, dan tiap-tiap kesesatan adalah didalam Neraka)35. Dari “kebrutalan”
Nurhasan inilah, akhirnya para kyai menamakan pengajian Nurhasan sebagai
pengajian Darul Hadis.
Di sepanjang tahun 1957-1959, asrama (pengajian yang dilakukan secara
massa, dan biasanya diberi target waktu pengajian, seperti 1 bulan) Al Qur’an dan
hadis Bukhori diadakan berpindah-pindah karena gencarnya rintangan di masing-
34 Makalah CAI, op cit, hal. 114 35 Wawancara dengan Bapak Bandi Muslim, bulan Desember 2003.
33
masing tempat, diantaranya; Balungjeruk, Plemahan, Kluthuk, Kediri, Morisan
dan Klaten, atas saran dan jaminan Lurah Bei Prawironoto, asrama dilakukan
secara menetap di Gadingmangu Perak Jombang Jawa Timur. Dalam asrama-
asrama itu sampai mengkhatamkan (menyelesaikan) hadis shohih Bukhori Juz IV
pada tahun 1960, yang disusul dengan dilakukannya bai’at36 secara terbuka oleh
para peserta asrama 37.
A.3. Periode 1960-1980
Setelah dilaksanakan bai’at terbuka itu, maka perkembangan Darul Hadis
semakin lancar. Hingga tahun 60-an, pergerakan Nurhasan sudah meluas,
diantaranya Jawa Barat, Jakarta, Samarinda, dan Kalimantan. Mulai membentuk
Wakil Amir (Imam) yaitu H.Ahmad Sholeh. Kemudian pada tahun 1969
bergabung dengan Partai Golkar dengan pertimbangan bahwa organisasi politik
dan organisasi massa ada yang memusuhi jamaah 38, serta pertimbangan bahwa
Partai Golkar mempunyai kekuatan politik yang sangat besar dimasa mendatang.
Dan pada tahun tersebut, telah berdiri sebuah bangunan pesantren di desa
Margakaya Karawang Jawa Barat. Inilah pesantren pertama yang dimiliki Darul
Hadis setelah setahun berikutnya mereka mendirikan di Kediri. Di Pesantren
Margakaya inilah banyak menghasilkan mubaligh-mubaligh yang ditugaskan
untuk menyebarkan ajaran-ajaran Darul Hadis ke luar daerah Karawang, bahkan
36 Bai’at yang biasa dilakukan biasanya adalah jamaah berjabatan tangan dengan H.Ubaidah sembari mengucapkan janji dengan lafadz sami’na (mendengarkan kami), wa atho’na (taat kami), mastatho’na (semampu kami). Wawancara dengan Bpk. Bandi Muslim bulan Desember 2003. 37 Makalah CAI, op cit, hal. 115. 38 Menurut Bandi Muslim, mayoritas adalah partai-partai Islam, seperti Masyumi dan Persatuan Pembangunan.
34
ke luar Pulau Jawa. Salah satu Mubaligh yang ditugaskan Nurhasan adalah Imam
Sutopo ke kota Solo.
Menjelang pemilu pertama masa orde baru, 1971, H.Ubaidah ikut
berkampanye Golkar dengan menempatkan DMC (Djama’ah Motor Club) yang
didirikan pada tahun 1970 dengan puluhan sepeda motor besar Harley Davidson
yang dimilik oleh para pengikut Darul Hadis. Golkar menang dengan dukungan
jamaah H.Ubaidah 39.
Salah satu kunci utama keberhasilan ajaran Darul Hadis di Pulau Jawa adalah
berbedanya mereka dengan ajaran-ajaran Islam lainnya, yaitu mengedepankan
ajaran Al Quran dan Hadis yang Manqul, Musnad, Muttashil. Manqul artinya, ada
guru, ada murid. Guru menerangkan, murid mendengarkan dan mencatatnya.
Musnad artinya, hadis yang mereka pelajari adalah asli isnad dari Nabi
Muhammad SAW, sehingga amalan yang mereka kerjakan memang benar-benar
sungguh sesuai dengan amalan Nabi Muhammad. Dan para perowi (periwayat
hadis) apabila diruntut memang langsung turun dari Nabi Muhammad. Sementara
Muttashil artinya, silsilah hadis yang didapatkan langsung juga dari Nabi
Muhammad SAW, jadi benar-benar hadis sohih40.
B. Tanda-Tanda Kemajuan Cepat
B.1. Periode 1960-1970
Dengan 3 hal itulah, akhirnya Darul Hadis memperoleh banyak pengikut di
Pulau Jawa. Pada tahun 1961 saja, Darul Hadis telah mendapatkan pengikut di
39 Makalah CAI, op cit, hal. 118 40 Makalah CAI,Perjuangan Ubaidah dan Pengikutnya, Kediri, 1999, hal. 17
35
Jakarta, Semarang, Bandung, Karawang, Serang, Bogor, Pati, Kudus, Purwekerto,
Kediri dan masih banyak dikota-kota lain yang ada di Pulau Jawa. Sementara
untuk di luar pulau Jawa diantaranya, Samarinda, dan Kalimantan. Tidak ada
angka yang pasti untuk jumlah pengikutnya.
Pada tahun 1966, Darul Hadis sudah mulai mengorganisir pengajian mereka.
Meskipun mereka belum menggunakan status organisasi seperti lembaga atau
sejenisnya, akan tetapi mereka sudah berinisiatif untuk “ngurusi” para rukyah-nya.
Sesuai dengan apa yang sudah digariskan di dalam Al Qur’an dan hadis.
“Fa kullukum raai’in wa kullukum mas ulun a’an ra I’yyitihi” . Artinya, maka
setiap kalian adalah penggembala yang akan ditanya (mempertanggungjawabkan)
terhadap apa yang digembalanya41.
“ Laa Yanbaghii li rojulin an ya’ mura bi ma’rufin wa yanha a’an munkarin hatta
ya kuuna fiihi khisholun tsalaatsun : ayyamura bi rifqin wa yanha bi rifqin
‘aalimun bi maa yanha ‘adlun bi maa ya’muru ‘adlun bi maa yanha”. Artinya,
tidak pantas bagi seseorang untuk memerintah kebaikan dan mencegah
kemungkaran sehingga padanya terdapat 3 perkara : agar memerintah dengan
kasih sayang dan mencegah dengan kasih sayang, mengerti tentang yang ia
perintah (dan) mengerti tentang yang ia cegah, adil dengan apa yang ia perintah
(dan) adil dengan apa yang ia cegah 42.
Skema organisasi mereka dibentuk atas banyak imam dan pengurus, seperti;
Imam Pusat yang membawahi imam Daerah, Desa dan kelompok. Untuk tugas-
tugasnya tidak berbeda dengan Imam pusat, memimpin para rukyah. Kemudian
41 H.R. Muslim 42 H.R. Ibada Li Roqi Fi Jami’
36
untuk daerah-daerah (territory) dibagi atas 4 bagian, yaitu; Pusat, Daerah, Desa,
dan Kelompok. Pusat membawahi Daerah, sementara Daerah membawahi Desa,
dan Desa membawahi Kelompok. Masing-masing territory dilihat dari besar
kecilnya pengikut. Untuk territory pusat adalah berjumlah paling besar, kemudian
diikuti Daerah, Desa, dan yang paling sedikit jumlahnya adalah kelompok.
Berikut bagannya.
Bagan II Bagan Organisasi Darul Hadis Pada Tahun 1966
PUSAT dipimpin oleh Imam Pusat
Pengurus Pusat
DAERAH Dipimpin oleh imam daerah
Pengurus Daerah
DESA Dipimpin oleh imam desa
Pengurus Desa
37
KELOMPOK Dipimpin oleh imam kelompok
Pengurus Kelompok
Jemaah Kelompok
Antara pengurus dan imam saling berkaitan. Akan tetapi para pengurus memiliki tugasnya masing-masing,
seperti Pengurus kematian, penerobos, pengurus keuangan, pengurus nikah, pengurus pengajian.
Pada tahun yang sama Darul Hadis juga mengenal infaq. Sesuai dengan
hadis.
“ Anfiq unfiq alaika…”. Artinya, berinfaklah maka Aku akan menginfakkan
kembali kepadamu 43.
Ini berbeda dengan infaq pada pangajian kebanyakan. Mereka menamakannya sebagai IR (Infaq Rejeki). Ini sudah di ijtihadkan dari Imam Pusat (H.Ubaidah), yaitu.
1. Infaq 2,5 %. Dikenakan bagi mereka yang mempunyai rejeki dalam
satu bulan antara Rp. 10.000 – Rp. 100.000
2. Infaq 5 %. Dikenakan bagi mereka yang memiliki rejeki dalam satu
bulan antara Rp.100.000 – Rp. 1.000.000
43 H.R. Muslim
38
3. Infaq 7,5 %. Dikenakan bagi mereka yang memiliki rejeki dalam
satu bulan antara Rp. 1.000.000 – Rp. 10.000.000
4. Infaq 10, 5%. Dikenakan bagi mereka yang memiliki rejeki dalam
satu bulan antara Rp.10.000.000 ke atas 44.
Dari semua infaq yang dikumpulkan nanti akan disetorkan ke pusat yang
berada di Karawang, kemudian akan disalurkan kepada rukyah yang
membutuhkan, selain itu membangun masjid yang besar di Kediri yang nantinya
pada saat sekarang sebagai pusat LDII.
Kendala yang dialami Nurhasan dulu juga dialami oleh para mubaligh
yang menyebarkan ajaran Darul Hadis. Bahkan ada yang lebih sadis lagi, mereka
disiksa , ada yang meninggal di keroyok massa sewaktu menyebarkan ajaran
tersebut. Akan tetapi, disisi lain, ada warga yang simpatik dan tertarik untuk ikut
ke dalam Darul Hadis. Inilah salah satu hal yang menjadi keberhasilan
menyebarnya/ kian meluasnya ajaran Darul Hadis. Ada beberapa gandhangan
(pantun) yang diajarkan oleh para pengikutnya, seperti.
Onde- onde jejer loro…(onde-onde berjajar dua) Nek sampeyan ora rene, aku sing rono…(kalau kamu tidak kesini,
aku yang akan kesana.)
Jirih ora ndawake umur…(Takut tidak memanjangkan umur)
Wani ora nyendake umur…(Berani tidak memendekkan umur)45
44 Wawancara dengan Bpk. Bandi Muslim bulan Desember 2003. 45 Wawancara dengan Bpk. Bandi Muslim bulan Desember 2003
39
Dari dua gandhangan diatas menuturkan bahwa, janganlah pernah merasa
takut untuk membawa sebuah kebenaran, apabila ada yang menolak untuk ikut
ajaran benar, tetaplah diajak, kalau perlu datang langsung kerumahnya46.
Pada tahun 1971 , H.Ubaidah terjadi musibah, kecelakaan mobil sewaktu
ia dan para pengurusnya ingin kembali ke Karawang, dan tidak bisa berbicara.
Tahun 1974 ia berobat ke Makkah dan memaksimalkan ibadah di Masjidil Haram.
Walaupun sudah berusia diatas 10, ia masih terus berjuang sampai akhir hayatnya
pada tahun 1982 di usia 74 tahun, dan dimakamkan di Rawagabus, Karawang,
Jawa Barat.. Tongkat estafet dipasrahkan kepada anak pertamanya yang bernama
Abu Dhohir hingga sekarang. Untuk pengalihan kepemimpinan memang
digunakan sistem kepemimpinan demokratis, yaitu ketika Imam telah merasa
untuk mengundurkan diri, maka para pengurus akan melakukan pemilihan Imam
yang baru. Dan pada tahun 1980-an, Darul Hadis telah mencapai pengikut ribuan
diseluruh Indonesia. Dan semula Pusat berada di daerah Karawang, dialihkan ke
Kediri.
C. Imam Mustopo Di Kota Solo
Peneliti tidak dapat menemukan data yang pasti untuk Imam Mustopo.
Kebanyakan warga LDII sekarang mengenangnya sebagai Mbah Imam.
Imam Mustopo lahir di Kota Jombang Jawa Timur, dan pada usia 15
tahun pindah ke Karawang bersama pamannya. Kehidupan sehari-hari hanya
bertani kemudian menjualnya ke pasar. Pada suatu ketika, Imam Mustopo
46 Wawancara dengan Bpk. Bandi Muslim bulan Desember 2003
40
bertemu dengan Nurhasan yang sedang berdakwah di Pasar Teuyang, yang
sekarang sudah berganti nama menjdi Pasar Besar Karawang. Pada mulanya
Imam tidak begitu memperhatikan dakwah Nurhasan, tapi ketika pesantren Darul
Hadis didirikan di Karawang, ditambah ajaran yang penuh kontroversial bagi
masyarakat sekitar membuat Imam penasaran untuk mengerti lebih jauh ajaran
seperti apa yang ada di pesantren itu. Pada tahun 1962, Imam berniat untuk masuk
ke pesantren Darul Hadis. Disana ia menemukan banyak sekali perbedaan dengan
ajaran Islam pada umumnya. Mulanya ia mempelajari hadis mengenai Sholat,
kemudian diikuti dengan hadis-hadis lainnya, seperti doa, jenazah, dan kitab
waris, disamping dia diajarkan membaca dan memberi makna Al Quran.
Selama 3 tahun belajar Quran Hadis di Pesantren Darul Hadis, sudah
dirasa cukup oleh Nurhasan untuk bertugas menyebarkan ajaran ini ke luar
Karawang. Pada awalnya Imam menginginkan untuk bertugas ke Jombang saja, ia
ingin menginsyafkan keluarganya. Tapi Nurhasan berkehendak lain, Imam
ditugaskan ke Kota Solo, untuk Jombang sudah ada yang bertugas disana. Pada
tahun 1965, Imam Sutopo tiba di Kota Solo. Untuk pertama kali tiba di Solo, dia
tidak tahu siapa dan bagaimanakah mengajak amar ma’ruf nahi munkar kepada
orang-orang Solo yang nota bene mayoritas sudah ikut ke dalam organisasi
Muhammdiyah, dan selebihnya adalah abangan, tidak ada teman atau sanak
saudaranya yang akan diajak menginap. Di tengah kekalutan, akhirnya ia
beristirahat disebuah masjid. Persis di seberang jalan didaerah Gladak, dilihatnya
sebuah warung makan. Kemudian ia mencoba beristirahat disana. Setelah makan
dan minum, Imam Mustopo meminta tolong untuk bisa bermalam disitu, dengan
41
imbalan dia bisa bekerja merawat dan membersihkan rumah. Akhirnya dia bisa
menempati rumah itu yang merupakan kediaman Sholeh Marhudi di kawasan
Gladhak, ia adalah kakak dari Amin Samhudi, penggerak Darul Hadis Di
Karanganyar nantinya.
Selama menetap disana, Imam Mustopo tidak henti-hentinya meng-
“amar ma’ruf nahi munkar” kepada Sholeh Marhudi dan keluarga. Karena dinilai
Imam Mustopo anak baik, dan terlihat rajin mengerjakan sholat dan membaca Al
Quran, keluarga Sholeh Marhudi ikut mengaji bersamanya. Waktu pengajian
dilakukan setelah maghrib dan sehabis Shubuh. Ini dilakukan hingga beberapa
bulan terakhir. Sampai akhirnya Sholeh Marhudi mengajak adik kandungnya,
Amin Samhudi, untuk bisa mengaji bersamanya47
47 Wawancara dengan Mbah Arif desember 2003
42
BAB IV
DARUL HADIS DI DESA KARANGMOJO
A. Awal Mula Penyebaran
Amin Samhudi lahir pada tahun 1932 didesa Karangmojo Karanganyar.
Ayahnya yang bernama Badrun Harsono, atau sering disebut Mbah Badrun
didesanya, adalah seorang yang taat beragama. Amin Samhudi anak ke-4 dari
tujuh bersaudara, yaitu Muhammad Sholeh, Aminah, Sholeh Marhudi, Zulfikar,
Nur Jannah, dan Siti Masithoh memang sering diikutkan ke dalam pengajian.
Ayahnya selain seorang muslim yang taat, juga ikut keorganisasian
Muhammadiyah pada tahun 1940. Dan pada usia 8 tahun Amin kecil sudah resmi
menjadi pemuda Muhammadiyah yang aktif. Hari-harinya diisi dengan bersekolah
di pagi hari, dan ikut pengajian disore harinya. Tidak ada yang terlalu istimewa
dengan Amin Samhudi sewaktu kecil, dia adalah anak yang riang, sering bermain,
gampang bergaul, berani, sering membaca buku-buku agama, tapi kritis. Pernah,
43
dia bertengkar dengan teman sepengajiannya hanya dipicu anak itu tidak mencuci
kakinya ketika hendak masuk ke Masjid48.
Menginjak remaja, 19 tahun, kekritisan Amin bertambah. Pada masa itu
ia masih aktif mengikuti Muhammadiyah. Ia selalu bertanya kepada ayahnya
mengapa dalam Sholat selalu menggunakan niat yang dibaca dalam bahasa Arab,
Apakah Allah tidak mengerti bahasa Indonesia? Ditambah lagi dengan masalah
tidak diurusnya pengikut Muhammadiyah, dan hal-hal agama yang lain. Karena ia
tidak mendapatkan jawaban yang jelas dari sang ayah, akhirnya pada tahun 1950-
an Amin Samhudi pindah “aliran”49, dari Muhammadiyah ke Nahdlatul Ulama.
Tidak dijelaskan dengan detail, mengapa Amin berpindah aliran. Disinilah Amin
memulainya dengan baru. Bukannya dia semakin bertambah mengerti akan Islam,
dikatakannya Nahdlatul Ulama semakin membuatnya bingung. Tidak ada yang
pas dengan Islam yang diajarkan Muhammadiyah keadaannya semakin berbalik50.
Di Nahdlatul Ulama, Amin hanya mengikutinya selama 3 bulan, dan
selepasnya, Amin tidak mengikuti organisasi apapun. Ia hanya mengikuti
pengajian-pengajian biasa yang ada dikampungnya, dan terkadang ia sesekali
mengajarkan ilmu baca tulis Alquran, atau ilmu Tajwid. Selain itu, kegiatan
bersawah dan berjualnya ke Pasar adalah aktifitas sehari-harinya. Akhirnya genap
usia 19 tahun, ia resmi menikah dengan isteri pertamanya51 yang bernama Sri
48 Wawancara dengan H. Amin Samhudi Desember 2003 49 Menurut Hussain dalam bukunya “Menuju Jama’atul Muslimin; Telaah sistem Jamaah dalam Gerakan Islam” diterangkan bahwa sebuah kaum atau golongan kerap menamakan jenis ajaran mereka sebagai aliran. Ini untuk memudahkan penyebutan saja.Rabbani Press. Jakarta 1993. hal. 25 50 Diceritakan oleh Amin, pada pembacaan niat sebelum sholatnya saja sudah banyak berbeda. Belum lagi pada hadis-hadis yang lain. Banyak sekali yang janggal. Tidak ada perowi yang jelas. 51 Sekarang Amin Samhudi mempunyai 4 (empat) istri dan 15 anak.
44
Rejeki yang pada saat itu baru berusia 15 tahun, yang ia kenal sama-sama
berdagang di Pasar.
A.1. Periode 1960-1970
Meskipun ia berada di Karangmojo, tapi tali silaturahmi dengan sang
kakak, Soleh Marhudi yang menetap di Gladhak Solo, tidak pernah putus. Ia
sering berkunjung ke sana. Hingga pada tahun 1965, sang kakak yang pada waktu
itu sudah bergabung ke dalam Darul Hadis, mencoba untuk meng-amar mar’rufi
Amin. Ditengah ke galauan Amin tentang ajaran Islam yang semakin
membingungkan, ajakan Soleh tidak digubrisnya. Tapi, karena kegigihan Soleh
untuk terus ajak-ajak52 adiknya untuk bergabung mengaji bersamanya, akhirnya
berhasil. Pada mulanya, Amin hanya mengaji dua kali dalam seminggu. Pelajaran
pertama yang ia terima mengenai cara sahnya Sholat53 yang diajarkan oleh Imam
Mustopo.
Disela-sela pengajiannya, terkadang Imam Mustopo menambahkan
hadis-hadis pemantapan keimanan. Seperti hadis;
…..”Laa Islama Bil Jamaah, Wa Laa Jamaah Bil Imaroh, Wa Laa Imaroh Bit
Thoah” 54.
“Qolallahu azza wa jalla wa tashimuu bi hablillahi jamiian wa laa tafarraqu wadzkuruu ni’matallahu a’laikum idz kuntum a’daan fa allafa bayna quluubikum fa ashbahtum bi ni’matihi ikhwanan wa kuntum a’laa syafaa hufrotin minannar fa anqadzakum minhaa kadzaalika yubayyinullahulakum aayyaatihi laa’llakum tahtaduuna”
52 Istilah amar ma’ruf nahi munkar dikalangan LDII 53 Menurut Bandi Muslim, pada rukyah pertama yang masuk ke LDII memang diajarkan bagaimana cara sahnya Sholat. Semua terdapat dalam Kitabussholah (Kitab Hadis Kumpulan Sholat). 54 H.R. Bukhori
45
Artinya, Allah berfirman Dan berpegang teguhlah kamu dengan talinya Allah secara berjamaah dan jangan bercerai berai. Dan ingatlah bahwa nikmat Allah selalu dilimpahkan atas kamu, ketika berselisih kamu sekalian dengan saudaramu maka Allah akan merukunkan diantara hati kamu. Jadikanlah dengan segala nikmatnya Allah menyaudara dan sesungguhnya telah ada pada kalian didalam pinggirnya jurang neraka dan Allah telah menyelamatkan kamu dengan segala petunjukNya melalui ayat-ayatnya 55.
Selain itu, hadis seperti;
……”Man Buhbuhatal Jannah. Fal Yal Zamil Jamaah” 56. Artinya, barangsiapa
yang mengnginkan tengah-tengahnya surga maka tetapilah agama secara
berjama’ah.
Dikatakan Imam, bahwa ajaran yang sedang dianut olehnya dan Soleh
sudah sesuai dengan ajaran Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, Al Quran dan
Hadis, dan bentuk Darul Hadis ini adalah jamaah57, dan barangsiapa yang
menghendaki tengah-tengahnya surga, maka tetapilah jamaah. Dengan adanya
dalil yang seperti itu, dan ditambah dengan dalil-dalil pemantapan yang lain serta
nasihat-nasihat, akhirnya Amin ikut mengaji dengan Soleh. Setelah mantap
dengan Darul Hadis, ia kemudia berangkat ke Kediri untuk berbai’at kepada
H.ubaidah yang pada saat itu sudah menjadi Imam bagi seluruh warga jamaah
Darul Hadis. Bai’at ini dilakukan agar ia mengakui keimaman Ubaidah sehingga
semua amalan yang Amin kerjakan hukumnya akan sah. Dan kegiatan ini
dikerjakan kepada semua warga jamaah Darul Hadis yang sudah merasa mantap
untuk ikut bergabung ke dalam Darul Hadis. Akan tetapi yang berhak untuk
membai’at hanya Imam Pusat saja, sementara untuk Imam daerah, Imam Desa dan 55 Al Quran Suroh Ali Imron ayat 103 56 Makalah CAI, Pemantapan Pemuda Jamaah, Kediri. 1998. hal. 18 57 Menurut Hussain, di dalam al-mu’jam al-wasith jamaah diartikan dengan sejumlah besar manusia atau sekelompok manusia yang berhimpun untuk mencapai tujuan yang sama. Dan Syatibi menguatkan bahwa yang dimaksud dengan jamaah ialah Jama’atul Muslimin apabila mereka menyepekati seorang amir (Imam). Op cit. Hal 21.
46
Imam kelompok tidak berhak membai’at karena hak mutlak hanya dimiliki Imam
Pusat. Hal ini dulu juga dilakukan oleh Nabi Muhammad S.A.W kepada para
kaumnya.
“Qola Allahu taa’la innalladziina yubaayiuunaka innamaa yiuunallaha yadullahi fauqa aydihim fa man nakatsa fainnamaa yankutsu a’laa nafsihi wa man awfa bimaa aa’hada a’laihullaha fasayu’tiihi ajron a’dhiimaa”
Artinya, Allah Taa’la berfirman sesungguhnya orang-orang yang berbai’at pada
engkau Muhammad sesungguhnya berbaiat mereka kepada Ku karena tanganKu
berada diatas tangan mereka maka barangsiapa yang merusak baiat mereka sendiri
maka dia juga akan merusak dirinya sendiri dan barangsiapa yang menetapi
dengan janjinya maka Allah akan mendatangkan janji (surga) pada orang itu58 .
Amin merasa berkewajiban untuk ajak-ajak kepada keluarganya. Soleh
sebenarnya sudah melakukan itu kepada sang ayah, akan tetapi ditolaknya. Tapi
itu tidak menyurutkan semangat Amin untuk amar ma’ruf nahi munkar ke
keluarganya. Hasilnya, sama saja dengan yang dilakukan Soleh, sang ayah tetap
menolak ajakan Amin Samhudi. Ini tidak cuma ayahnya, melainkan juga keluarga
besarnya. Karena merasa belum mendapatkan jalan untuk amar ma’ruf
keluarganya, Amin berniat untuk mengajak warga sekitar. Disinilah letak konflik
muncul.
B. Kendala Dan Konflik
Sebelum kita lebih lanjut membahas kendala dan konflik penyebaran
ajaran Darul Hadis di desa Karangmojo ini, ada baiknya kita menilik terlebih
dahulu apakah tujuan umum bagi seorang penyebar Jama’atul Muslimin.
58 Al Quran Suroh Al Fath ayat 10
47
Dalam bukunya Hussain yang berjudul, “Menuju Jama’atul Muslimin”,
1993, menerangkan bahwa ada tujuan-tujuan umum bagi sebuah Jama’atul
Muslimin.
1. Supaya Manusia Menyembah Rabbi Yang Maha Satu.
Karena akan menentukan nasib manusia kelak, ke surga atau neraka.
Ibadah kepada Allah merupakan satu-satunya jalan menuju surga, dan
memalingkan ibadah kepada selain-Nya adalah jalan menuju neraka.
2. Menjalankan Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
Umat Islam terutama Jama’atul Muslimin adalah umat terbaik, karena ia melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan beriman kepada Allah.
3. Menyampaikan Dakwah Islam Kepada Semua Manusia.
4. Menghapuskan Fitnah dari Seluruh Dunia.
5. Menaklukkan Roma, Ibu Kota Italia.
6. Memerangi Semua Manusia Sehingga Mereka Bersaksi dengan Kesaksian
yang Benar.
Menurut keterangan diatas, memang sebagai kewajiban Muslim adalah
memerangi kebatilan, dan memerintahkan kaum untuk kembali ke jalan yang
benar 59. Demikian juga yang dilakukan oleh Amin. Setelah ia tahu bab-bab
perjuangan agama, dan merasa mantap untuk menjalankan ajaran Darul Hadisnya,
59 Lebih lanjut Hussain menerangkan bahwa ada rambu-rambu dari Sirah Nabi dalam menegakkan Jama’ah yang berisi enam karakteristik pokok sebuah jama’ah, antara lain.
• Nasyr al-mabaadi’ad-da’wah (Menyebarkan Prinsip-Prinsip Dakwah) • At-takwin ‘ala ad-da’wah (Pembentukan Da’wah) • Al-mujabahah al-Musallahah (Konfrontasi Bersenjata) • As-sirriyyah fi binaa’ al-jama’ah (Sirriyah dalam membina jama’ah) • Ash-shabru ‘ala al-adza (Bersabar atas gangguan manusia) • Al-Ib’aad ‘an Saahah al-Ma’rakah (Menghindari medan pertempuran). Op cit. 1993, hal.
xvii
48
ia pun mulai berdakwah 60. Untuk pertama kalinya ia telah berhasil mengamar
ma’rufi Sri Rejeki, istrinya. Karena dari faktor keluarga tidak ada respon,
akhirnya ia bergerak ke komunitas warga sekitar. Meskipun mereka Islam, hanya
beberapa saja yang benar-benar mengerjakan ibadah secara syariat Islam,
sebagian besar dari mereka adalah abangan61. Selain itu, Amin Samhudi
beranggapan banyak masyarakat desa Karangmojo yang mengerjakan amalan-
amalan bid’ah 62 sehingga amalan apaun yang berdasarkan pada bid’ah tidak akan
diterima Allah. Seperti dalam hadis berikut;
“An nabiyyu Sholallahu a’laihi wa salam qola man qola fii kitaabillahi azza wa jalla bi ra’yihi fa ashoba fa qod’akhtoa”
Artinya, Nabi Muhammad S.A.W bersabda Barangsiapa yang mengartikan
kitabullah (Al Quran) dengan penafsirannya sendiri, meskipun itu benar akan
tetapi masih tetap saja salah63 .
60 Dakwah menurut Hussain adalah menyebarkan prinsip-prinsip ajarannya dengan jalan yang ditempuh adalah dengan mengemukakan prinsip-prinsip dan pemikiran-pemikiran tersebut, juga disesuaikan dengan kapasitas pemahaman dan kemampuan intelektual manusia dalam memahami dan menguasainya. Ibid, hal. 175 61 Menurut Zaini Muchtarom, abangan adalah kepercayaan religius yang merupakan campuran khas penyembahan penyembahan unsur-unsur alamiah secara animis yang berakar dalam agama-agama Hinduisme yang semuanya telah ditumpangi oleh ajaran Islam. Dan ibadah orang abangan meliputi upacara perjalanan, penyembahan roh halus, upacara cocok tanam dan tatacara pengobatan yang semuanya berdasarkan kepercayaan kepada roh baik dan roh jahat. Upacara pokok dalam agama Jawa tradisional ialah slametan (selamatan, kenduri). Islam di Jawa. Salemba Diniyah. Jakarta. 2002. hal. 54. 62 Bid’ah menurut syariat adalah metode baru dalam agama yang diserupakan dengan syariat dengan tujuan untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Pengertian ini mencakup segala sesuatau yang baru dalam agama yang tidak mempunyai landasan dalil dari syariat. Sementara menurut bahasa, bid’ah berarti membuat sesuatu yang baru yang belum pernah ada. Tindakan memunculkan suatu id’ah untuk dijalani disebut sebagai ibtida’, sementara bentuknya disebut bid’ah. Dari pengertian ini, maka amalan yang tida mempunyai dalil dan syar’I disebut sebagai bid’ah. Nashir Al-Faqihi, Kriteria Bid’ah & Dampak Negatifnya terhadap Umat, Al Qowam. Solo. 2002. hal. 25-26 63 H.R. Abu Dawud Kitabul Ilmi
49
“An nabiyyu Sholallahu a’laihi wa salam qola Ittaqul hadiitsa annii illa ma
alimtum fa man kadzaba a’layya muta amidan fal ya tabawwa’ maq’adahu
minannar”
Artinya, Nabi Muhammad S.A.W bersabda takutlah kamu sekalian pada hadisku
yang telah kamu tafsirkan sendiri dengan sengaja maka orang seperti itu akan
ditempatkan didalam neraka, dan barangsiapa yang menafsirkan al Quran dengan
penafsirannya sendiri maka orang tersebut tempatnya adalah neraka64 .
Inilah yang menjadi target utama dalam kegiatan dakwah Amin. Untuk
percobaan awal ia masuk ke dalam arena-arena perjudian yang terdapat
dibeberapa blok-blok desa Karangmojo. Ia tidak lantas mengobrak-abrik arena
perjudian tersebut, melainkan ia berbicara dengan masing-masing pemain judi
bahwa sebenarnya bermain judi tidak diperbolehkan oleh Islam. Dengan
mengedepankan dalil Quran;
…..”Innal Mubaddzirina Ikhwanass Sayathin” 65. Artinya, barangsiapa yang
sering memubadzirkan sesuatu, termasuk dalam golongan Syaithon. Dengan dalil
tadi ada yang tergerak hatinya untuk mengaji bersamanya, ada yang tidak66.
Lain halnya dengan Sukirman yang di tahun 1966 baru menginjak usia 8
tahun. Ia berujar bahwa Amin pernah mendatangi dirinya untuk ikut mengaji
bersama anak-anak sebaya desa lainnya. Dia menolak karena telah mengetahui
64 H.R. Tirmidzi juz 11 ha. 67 65 Amin mengatakan bahwa, selain dalil tadi ia sering kali mengucapkan bahwa judi adalah barang haram yang akan menyusahkan anak turun mereka. Tidak ada kebaikan, melainkan kemudhorotan dan keashoran dalam hidup. Tidak ada barang haram yang bisa masuk surga. 66 Amin mengisahkan, ada seorang tukang becak yang menghampiri dirinya setelah ia berdakwah disebuah arena perjudian. Ia menangis-nangis minta diberi uang untuk anak istrinya, karena uang penghasilannya habis untuk berjudi. Asal ia memberi uang, tukang becak tersebut berjanji akan ikut mengaji bersamanya.
50
tidak ada pengajian anak-anak seusianya yang dibina oleh Amin Samhudi. Selain
itu dari orang tuanya juga berpesan jangan sampai terpengaruh oleh ajakan Amin
Samhudi meskipun diiming-imingi apapun. Demikian pula dengan Paidi. Ia
mengakui bahwa antara tahun 1966-1970, Amin Samhudi telah membuat geger
kampung. Meskipun Paidi tidak pernah didatangi atau di ajak mengaji bersama
Amin Samhudi tapi ia tahu bahwa Darul Hadis telah eksis didesanya. Ia bercerita
pada kala itu, Amin yang memang dipandang sangat saleh beragama, berdakwah
di masjid di desanya setelah melaksanakan shalat waajib Maghrib mengajak
kepada segenap jama’ah shalat Maghrib untuk kembali ke jalan yang benar,
mengerjakan amalan-amalan Islam yang lepas dari bid’ah, yang berdasarkan
Qur’an Hadis. Sebenarnya Paidi dan kawan-kawannya yang hadir pada saat itu
ingin langsung beranjak pulang, akan tetapi ia malu sehingga diurungkan niatnya.
Selain dengan perjuangan fisik, Amin Samhudi juga memperjuangkan
agama dengan materi (harta)nya. Bagaimanapun, ia berfikir, bahwa
memperjuangkan hanya lewat fisik saja terkadang kurang begitu sukses. Ia
kemudian menjual barang-barang pribadi miliknya, seperti jam tangan, pakaian,
sarung bahkan beras untuk dijadikan modal perjuangan agamanya. Ia merasa tidak
semua orang mau mengaji bersamanya hanya melalui perkataan, akan tetapi
apabila diajak lewat media harta barangkali ada beberapa yang ingin bergabung
mengaji bersamanya. Ini terbukti memang ada beberapa yang mau ikut didalam
pengajiannya, akan tetapi emua itu hanya keperluan materi semata, mereka
mengaji bersama Amin hanya dalahitungan minggu. Tapi semua itu tidak
menyurutkan semangat Amin untuk terus menyebarkan ajaran Darul Hadis. Kalau
51
toh memang ada yang menolak ada pula yang tertarik untuk ikut bersamanya itu
adalah hidayah dari Allah. Ia tidak nerasa rendah hati untuk terus mengamar
ma’rufi warga sekitar dan teman-temannya Amin yakin, Allah akan menolong
hambaNya yang berjihad berjuang untuk menyebarkan ajaran yang benar dan hak
ini, yaitu ajaran yang asli berdasarkan Quran Hadis dan tida berdasarkan bid’ah,
khurofat dan takhyul. Apabila ada yang mau mengaji bersamanya, ia bersyukur
karena ia telah berhasi membawa orang-orang tersebut yang mulanya dari jurang
api neraka menuju ke pintu surga. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad S.A.W;
“Taraktu fiikum amraini lan tadhillu maa tamassaktum bihima kitabillahi wa sunnatinnabiyyihi”
Artinya, Telah kutinggalkan dua perkara yang tidak akan menyesatkan dirimu
apabila kamu memegang teguh dua perkara tersebut, yaitu kitabillah (Al Quran)
dan sunahku (Hadis).
Hingga tahun 1967, baru tujuh orang saja yang mau mengaji
bersamanya. Tapi, ia ramut, ia urusi. Dengan bantuan sang kakak, berupa
beberapa kitab Al Quran, ia mulai mengaji dalam satu rumah, sebelumnya mereka
hanya mengaji satu per satu mendatangi Amin dirumahnya. Sementara dari pihak
keluarganya sendiri tidak mempermasalahkan pengajian Amin. Tujuh orang
tersebut adalah, Suparno, Dasimin, Bandi Muslim67, Sudarno, Karno, Sutiyem, Sri
Rejeki, dan Amin sendiri. Sementara Darul Hadis di kota Solo sudah mulai
meluas. Suparno dan Dasimin adalah teman akrab Amin. Sewaktu kecil mereka
67 Sekarang ia menjabat sebagai Imam Daerah LDII Karanganyar kota. Ia masuk Darul hadis setelah mendapat ajakan dari Amin Samhudi. Dulu, mereka adalah teman satu pengajian. Meskipun berada di berbeda tempat, Bandi di daerah Jongke Karanganyar, akan tetapi mereka sama-sama dalam satu perkumpulan pemuda Muhammadiyah. Saat ini rukyahnya mencapai 1.067 orang yang terdiri dari beberapa kelompok dan desa. Diantaranya adalah, Jongke, Wonorejo, Gerdu, Tegal Asri, dan Bejen.
52
sering mengarit (mencari rumput) bersama. Dari ketujuh orang inilah, cikal bakal
meluasnya Darul Hadis di Karanganyar.
B.1. Periode 1970-1971
Tidak ada kebaikan yang berjalan dengan mulus. Begitu pula dengan
Amin beserta kawan-kawan. Setiap individu yang mengaji Darul Hadis,
ditugaskan untuk mengamar ma’rufi rukyah sebanyak-banyaknya. Secara teori,
mereka berdakwah lewat mengikuti perkumpulan. Selain itu, keluarga mereka
adalah target utama. Sebagai contoh, Bandi Muslim, mengawali dakwahnya
dengan melakukan debat dengan beberapa ulama di daerahnya. Sudah beberapa
kali dia dipanggil oleh Danrem Polisi Militer, karena sering melakukan debat
yang berbuntut kericuhan antar ulama, akan tetapi semuanya tidak berbuntut
panjang, Bandi Muslim hanya dikenai hukuman 1 hari tahanan dan wajib lapor ke
Danrem selama 3 bulan. Hal seperti ini tidak hanya dialami oleh Bandi Muslim
saja, melainkan seluruh pengikut Amin juga mengalaminya. Suparno yang
berdomisili di Papahan juga pernah dipanggil oleh RT/RW setempat setelah
mendapat pengaduan warga bahwa ia sering mengajak tetangganya untuk mengaji
bersamanya. Lain halnya dengan Sutiyem yang bekerja sebagai pedagang di Pasar
Tasikmadu. Ia pernah dikucilkan oleh beberapa temannya karena ia dicap sebagai
orang yang sombong. Ia dicap sebagai orang aneh, karena tidak mau sholat
bersama-sama dengan yang lain. Mengapa? Didalam anggapan orang-orang
jamaah Darul Hadis bahwa orang selain golongan mereka adalah najis, atau biasa
disebut dengan orang luar. Istilah ini lebih memudahkan bagi kalangan Darul
53
Hadis untuk bisa membedakan manakah warga mereka sendiri dengan orang luar.
Sementara untuk kalangan mereka sendiri, mereka biasa memakai istilah orang
kita/orang iman/orang jamaah. Mengapa demikian? Untuk sebutan orang kita
adalah orang yang dianggap sebagai golongan “kita”, yaitu makna kita disini
bermaksud sebagai kita golongan Darul Hadis. Untuk orang iman, mereka
memang mengklaim diri mereka sebagai golongan orang-orang beriman, karena
bisa masuk ke dalam pengajian Darul Hadis ditunjukkan oleh hidayah Allah,
sehingga memang benar-benar orang beriman, dan hanya orang-orang berimanlah
yang hanya diberikan hidayah dan petunjuk oleh Allah. Sementara untuk sebutan
orang jamaah adalah mereka bergabung ke dalam pengajian yang berbentuk
jamaah, yang mempunyai imam dan rukhyah (pengikut). Jamaah Darul Hadis
menganggap bahwa orang luar ini tidak tahu menahu masalah najis, berbeda
dengan warga jamaah mereka sendiri yang memang mempelajarinya didalam
pengajian. Karena apabila tubuh manusia sudah terkena barang najis maka segala
bentuk amalan agama apapun tidak akan diterima oleh Allah S.W.T. Sesuai
dengan Hadis;
“Sofwan Ibn Assal qola : fii Safarin amarona an laa nanjiahu tsalatsan illaa min janabatin wa lakin min ghoitin wa baulin wa naumin” Artinya, Sofwan Ibn Assal berkata Aku bepergian bersama Nabi Muhammad
S.A.W dan Nabi memerintahkan padaku supaya melepas mujah68 ku selama
68 Stocking yang terbuat dari kulit
54
3(tiga) hari kecuali ketika junub, akan tetapi tidak sewaktu buang air besar,
kencing, dan tidur 69.
Seperti buang air kecil contohnya, mereka memiliki ilmu tersendiri agar
najis yang ada pada air seni bisa terjaga dengan baik. Dibedakan antara posisi
buang air kecil antara laki-laki dan perempuan. Untuk laki-laki, posisi yang benar
adalah harus melepaskan pakaian keseluruhan, dan ketika sedang membuang air
seni dilarang jongkok akan tetapi harus berdiri karena air seni yang keluar dari
penis tidak begitu kencang berbeda dengan perempuan, setelah itu seluruh badan
dibersihkan dengan air layaknya orang sedang mandi pada umumnya. Sedangkan
untuk perempuan, posisi yang benar adalah harus melepaskan pakaian
keseluruhan, tetap pada posisi berdiri akan tetapi kedua kaki disilangkan, ini untuk
mencegah agar najis yang ada di air seni tidak terkena ke seluruh tubuh karena air
seni yang keluar dari vagina sangat kencang, setelah selesai barulah seluruh tubuh
dibersihkan dengan air layaknya orang sedang mandi. Mengapa harus dibersihkan
ke seluruh tubuh, ini agar lebih mutawariknya (hati-hati) mereka terhadap najis.
Kemudian untuk pakaian sendiri, warga jamaah Darul Hadis mudah
untuk dikenali. Untuk yang laki-laki dilarang memakai celana dibawah mata kaki,
diharuskan diatas mata kaki. Sementara untuk perempuan diharuskan berjilbab,
apabila ingin menggunakan cadar juga diperbolehkan tapi tidak diharuskan. Pada
tahun 1970-an memang perempuan desa Karangmojo dan sekitarnya sangat jarang
sekali yang menggunakan jilbab, kecuali bagi mereka yang memliki keyakinan
Islam yang sangat kuat. Ini memang diatur didalam hadis berikut;
69 H.R. Bukhori hal.98
55
“An Abi Hurairah qola baynamaa rojulun yushollii musbilan izaarohu faqoola lahu rosululloh sholallohu a’laihi wa salam idzhab’ fatawaddho’ fadzahaba fatawadhoa tsumma jaa’a faqoola idzhab’ fatawaddho’ faqoola lahu rojulun yaa rosuululloh maa laka amartahu an yatawaddho’a tsumma sakata a’nhu qola innahu kaana yushlli wa huwa musbilun izaarohu wa inna allahu ta’aala laa yaq’balu sholaata rojulin musbilin”
Artinya, Dari Abu Hurairah berkata pada suatu hari ada seorang laki-laki yang
sedang sholat akan tetapi ia menurunkan pakaiannya (menutupi mata kaki). Maka
Nabi berkata kepadanya “Wahai rojul, pergilah engkau untuk berwudhu” , maka
rojul kembali berwudhu kemudian dia mengerjakan sholat, kemudian Nabi
berkata “Wahai rojul, pergilah engkau untuk berwudhu”, maka rojul bertanya
kepada Nabi,”Kenapa Engkau memerintahkan padaku supaya terus berwudhu?”,
Nabi menjawab bahwasanya didalam menurunkan pakaian (menutupi mata kaki)
Allah Taa’la tidak akan menerima sholatmu 70.
“Qola Rasulullahu a’laihi wa salam izaraatul muslimi ila nishfissaaqi wa laa haroja awlaa junaaha fiimaa baynahu wa baynal ka’bayni maa kaana asfala minalka’bayni fahuwa finnaar man jarro ijaarohu bathoron lam yandhurillahu ilaihi”
Artinya, Nabi Bersabda, adapun pakaian (celana) yang tepat untuk seorang laki-
laki muslim adalah separuh betis hingga diatas mata kaki dan tidak akan dosa
apabila kamu mengerjakannya, dan sebaliknya kamu menurunkan pakaianmu
dengan sombong maka Allah tidak akan melihat kepadamu 71.
“Aninnabiyyi sholallohu a’laihi wa salam qola maa asfala minal ka’bayni minal izaari fafinnar”
Artinya, Nabi bersabda apa-apa (sarung/celana) yang berada di bawah mata kaki
akan membawa ke dalam api neraka 72.
70 H.R. Abu Dawud Kitabu Libas 71 ibid 72 ibid
56
Pembedaan istilah ini semakin memperkuat bahwa warga jamaah Darul
Hadis memang berbeda dengan orang-orang pada umumnya. Mereka
berkeyakinan selagi orang luar tidak mau bertobat dan masuk ke dalam Darul
Hadis maka hidupnya tidak akan dijamin ke dalam surga, masih hidup didalam
dunia jahiliyah (kebodohan), tidak tahu mana najis atau suci, tidak tahu barang
haram atau halal, tidak tahu pengamalan sah atau tidak sah.
Sutarmi, 75 tahun, salah satu teman satu desa dengan Sutiyem. Ia
mengatakan bahwa Sutiyem tidak pernah shalat berjamaah bersama mereka lagi
ketika Sutiyem sudah aktif di Darul Hadis. Ketika ditanya kenapa ia tidak ingin
shalat di masjid kampungnya, Sutiyem menjawab bahwa masjid di kampug
mereka tidak terjaga oleh najis, sehingga meskipun shalat berapapun rakaatnya
tetap tidak akan diterima oleh Allah SWT. Selain itu, amalan shalat mereka sudah
tidak berdasarkan Quran Hadis lagi, sudah banyak tambahan (bid’ah) sana sini,
padahal Allah tidak akan menerima amalan yang sudah ber bid’ah.
Berbagai macam rintangan yang dihadapi tidak membuat pengikut Amin
turun semangat, bahkan dibalik pemanggilan ke Danrem atau dikucilkan sesama
teman di Pasar, banyak juga yang simpati terhadap ajaran Darul Hadis yang
dibawa oleh tiap-tiap ke tujuh orang tersebut. Bandi mempunyai rukyah sendiri,
begitu pula dengan yang lain. Sementara Amin sendiri sudah bisa menambah
rukyah diberbagai tempat, karena ia memang aktif untuk ajak-ajak, tidak hanya
untuk warga Karangmojo, tapi juga didaerah lain. Ajak-ajak ini sendiri dilakukan
dengan cara berdakwah diberbagai tempat. Ketika mereka berada di pasar,
silahkan untuk berdakwah di pasar, ketika berada di warung, silahkan untuk
57
berdakwah di warung. Namun, mayoritas para penyebar ajaran Darul Hadis ini
melakukannya dengan pendekatan man to man (antar manusia). Dari yang hanya
tujuh orang, pada tahun 1971 sudah menjadi berpuluh-puluh orang, di
Karangmojo, Tasikmadu, Bonjot Karanganyar, Karanganyar Kota, Papahan, dan
Mboto. Pengajian mereka dipusatkan dirumah Amin, di Karangmojo. Pengajian
diselenggarakan 3 kali dalam seminggu, setiap malam rabu, malam jumat, dan
malam senin. Materi pengajian mereka hanya mengaji Al Quran, dilanjutkan
dengan memberi makna Hadis, dan nasihat agama. Pada tahun itulah, Amin yang
semula mengaji ke Gladhak bersama Imam Sutopo, meminta ijin kepada
kakaknya untuk bisa mengaji sendiri di Karangmojo bersama rukyahnya. Tahun
1971, Karangmojo resmi menjadi status Kelompok Darul Hadis73, dan Amin
Samhudi diangkat sebagai Imam Kelompok Karangmojo. Pada tahun inilah, para
pengikut Amin Samhudi beramai-ramai pergi ke kediri untuk berbai’at kepada H.
Ubaidah sebagai imam pusat mereka.
B.2. Periode 1971-1975
Berubah menjadi Kelompok Darul Hadis dengan jumlah rukyah
(pengikut) yang semakin besar, semakin mendapatkan respon negatif, terutama
dari warga Karangmojo. Amin menceritakan, dari tahun 1971 hingga pertengahan
tahun tujuh puluhan, pengajian mereka sering mendapat gangguan dari warga.
73 Pada saat ini, Karangmojo sudah berstatus sebagai Daerah. Jumlah rukyah mereka sudah mencapai ratusan, terdiri dari beberapa desa dan kelompok. Setiap sebulan sekali diadakan pengajian yang dipusatkan di masjid Daerah mereka, yang biasa disebut sebagai pengajian daerahan. Materi pengajian sama seperti pengajian reguler, Al Quran, disambung Hadis, kemudian dilanjutkan nasihat agama yang biasanya dibawakan oleh Amin sendiri selaku Imam Daerah Karangmojo.
58
Pernah, atap rumah Amin dilempari batu-batu kecil sewaktu mengadakan
pengajian rutin. Kemudian, pengajian mereka diserbu massa karena warga menilai
pengajian mereka tidak lazim dengan yang diajarkan Islam.
Darul Hadis sangat ekslusif. Mereka tidak mau sholat bersama-sama
warga kecuali dengan kalangan mereka sendiri74. Ini sangat memicu kemarahan
warga yang tidak menerima kehadiran darul Hadis. Apalagi dimata masyarakat
Karangmojo, mereka tidak mau bersosialisasi terhadap warga sekitar. Jamaah
Darul Hadis tidak mau menghadiri acara slametan, ataupun kerja bakti. Kalaupun
mereka memang ajaran Islam yang benar, sehendaknya jamaah Darul Hadis bis
memberikan contoh tauladan ataupun menjadi motivator kepada warga sekitar
untuk bisa bergerak lebih maju, bukan untuk menjelek-jelekkan sesama manusia,
bahkan mengkafir-kafirkan. Kemudian warga berinisiatif untuk mengadukannya
kepada pihak yang berwajib. Hal ini dikemukakan oleh Teguh, 54 tahun, ia
memang mengetahui sebenarnya Darul Hadis adalah ajaran Islam, akan tetapi
mereka tidak mencerminkan Islam yang ukhuwah islamiyah, jamaah Darul Hadis
adalah kelompok pengajian yang hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak
memikirkan warga sekitar. Ia pernah shalat Maghrib berjamaah di masjid desa
Karangmojo, tiba-tiba Amin Samhudi yang baru datang di masjid langsung naik
ke podium dan berceramah, “bahwa sebenarnya ajaran Islam yang benar adalah
ajaran Islam yang dibawa oleh saya, ajaran yang tidak berbau syirik, tidak
seperti ajaran di desa ini, kalau semua mau masuk surga, ayo ngaji bersana
74 Mbah Ali, salah seorang warga Karangmojo, menceritakan, pernah suatu kali kyai kenamaan Karangmojo mendatangi pengikut Darul Hadis, dan mengajak mereka untuk sholat tarawih bersama-sama warga lain. Akan tetapi Amin mengatakan bahwa ia dan pengikutnya sudah mempunyai tempat peribadatan sendiri, sehingga sholat tarawih tidak harus bersama-sama dengan warga.
59
Darul Hadis, tapi kalau masih mengerjakan agama Islam yang seperti ini, siap-
siap masuk neraka”. Alhasil, pada malam pengajian berikutnya, polisi datang dan
menangkap Amin untuk dibawa ke kantor polisi. Selanjutnya, setelah diinterogasi
oleh polisi, Amin dilepaskan karena dinilai pengajiannya tidak bertentangan
dengan Pemerintah Republik Indonesia75.
Tidak semua orang yang sudah masuk menjadi golongan Darul Hadis
bisa mengikuti ajaran mereka dan yakin. Beberapa diantaranya keluar dengan
alasan hanya ikut-ikutan atau hanya ingin mengetahui rasa penasaran saja. Akan
tetapi setelah mereka tahu ternyata banyak yang berbeda didalam ajaran Darul
Hadis, seperti ajaran sholat yang tidak membaca niat “usholli nawaitu….”dan
lainnya, akhirnya mereka memilih untuk keluar. Sementara untuk yang lain adalah
hanya terbujuk karena diming-imingi harta, uang atau hewan ternak, saja.
Sekitar tahun 1976 hingga akhir tahun tujuh puluhan, konflik mulai
mereda, karena telah dikeluarkannya ijtihad Imam Pusat, yang pada masa itu
masih dipimpin Ubaidah Lubis, bahwa satu-satunya Jamaah haruslah berbudi
luhur dan luhuring budi, jangan andap ashor atau berbuat ashor76. Ini dilakukan
agar, jangan terjadi kekacauan dan kericuhan dimana-mana77. Siasat ini
dimunculkan agar Darul Hadis bisa diterima oleh masyarakat umum, anggapan
Darul Hadis sebagai ajaran yang tidak mempunyai rasa sosial bisa dihilangkan.
75 Ia ditanya mengenai latar belakang kehidupannya, apakah pernah mengikuti G 30 S/PKI, DI TII atau tidak. Selain itu, apakah ajarannya akan mengacu ke arah pemberontakan (coup) kepada Republik Indonesia. 76 Dengan dikeluarkannya ijtihad tersebut, maka zaman babad alas yang selama ini di gembor-gemborkan oleh Ubaidah, mulai berganti dengan zaman budi luhur. 77 Karena selain di Karangmojo, daerah-daerah lain juga mengalami hal yang sama. Mereka ditawur, diancam, pengajian mereka diserbu massa, masjid mereka dirobohkan, hingga para ulama mereka dibunuh.
60
Serta yang lebih penting adalah, tempat-tempat pengajian, entah masjid atau
rumah, tidak lagi diserang massa. Selain itu, jamaah Darul Hadis berharap mudah-
mudahan dengan cara halus seperti ini bisa mengambil simpati warga sekitar,
sehingga semakin banyak orang yang menjadi pengikut Darul Hadis. Di desa
Karangmojo misalnya, warga jamaah yang berdomisili disana sudah mau diajak
untuk acara kumpulan, kenduri/slametan. Ponaryo, 75 tahun, dulu pernah tidak
mau mengundag Amin untuk menghadiri khitana anaknya. Ini ia lakukan karena
mendengar dari pembicaraan beberapa warga bahwa Amin Samhudi dan
pengikutnya memang tidak mau menghadiri acara apapun yang diadakan oleh
warga. Akan tetapi ia pernah melihat Amin datang untuk acara kenduri
tetangganya. Begitu juga dengan Jasimun, 60 tahun, ia sebenarnya agak ragu
untuk bergaul bersama Amin Samhudi meskipun dulu mereka sempat berteman, ia
merasa segan dengan Amin yang katanya sudah bergabung dengan pengajian
orang-orang sesat sehingga Jasimunpun tidak mau ikut-ikutan sesat. Apalagi
ditambah keekslusifan Amin dan kawan-kawan membuat Jasimun menjauh. Akan
tetapi sewaktu warga desa Karangmojo mengadakan kerja bakti pada hari
Minggu, Jasimun terperangah melihat Amin Samhudi sudah datang lebih awal
dan membawa pacul. Bagaimanapun juga sifat keekslusifan mereka sangatlah
ditentang oleh warga yang ditempati oleh ajaran Darul Hadis.
Selain itu, 5 bab dalam jamaah harus ditingkatkan, yaitu; ngaji, ngamal,
mbelo, sambung, dan taat. Mengaji berarti selalu haus akan ilmu, selalu membuka
Quran dan Hadisnya, dan selalu manqul kepada yang sudah berilmu. Ngamal
berarti, setelah mengaji, haruslah ilmu itu diamalkan untuk menambah berat
61
timbangan amal baik di akhirat. Mbelo artinya, setelah mengaji, kemudian
diamalkan, selanjutnya dibelani, caranya lewat fisik atau harta78. Sambung
artinya, setiap rukyah, tiap-tiap individu yang mengaji Darul Hadis haruslah
sambung79, sambung kepada Imam Pusat, Imam Daerah, Imam Desa, atau Imam
kelompok, sehingga menambah kepahaman jamaah didalam Darul Hadis.
Sedangkan taat artinya, tiap-tiap jamaah haruslah taat kepada allah, kepada Rasul,
dan para amir (pengatur). Sesuai dengan dalil;
…..” Yaa Ayyuhalladziina Amanu Athiu Alloha, Wa Athiu Rosula, Wa Ulil Amri
Minkum” 80. Artinya, Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah,
kepada rosulmu, dan kepada amirmu.
Selain itu, tiap-tiap jama’ah harus taat kepada Pemerintah Indonesia,
patuh kepada peraturan-peraturannya, yang sesuai dengan Pancasila dan UUD
1945. Dengan ijtihad inilah, Darul Hadis menumbuhkan generus-generus
(generasi Penerus) dan rukyah yang militan dan paham kepada ajarannya, selain
mengakui kedaulatan Negara yang sah, Republik Indonesia. Pergerakan mereka
lebih halus dibandingkan dengan tahun-tahun terdahulunya. Selalu berbudi luhur
dan luhuring budi kepada warga sekitar. Meskipun secara teoritis agama, Darul
Hadis selalu memegang teguh kepercayaan mereka, bahwa mereka berbeda
dengan Islam lainnya, yaitu agama yang telah berdasarkan manqul, musnad,
muttashil. Selain itu, memperjuangkan ajaran Darul Hadis adalah semangat jihad
78 Pembelaan harta mereka diatur ke dalam IR (Infaq Rejeki) seperti 2,5%, 5%, 7,5% atau 10%. 79 Kata sambung disini adalah mengaji. Peneliti pernah mendengarkan ceramah Bandi Muslim sewaktu pengajian daerahan di Tegal Asri, bahwa yang namanya sambung diistilahkan sebagai aliran listrik pada sebuah lampu. Apabila lampu tersebut nyala, berarti jaringan kabelnya saling menyambung, tapi apabila lampu itu tidak menyala berarti jaringan kabelnya tidak saling menyambung, sehingga tidak ada aliran listrik. 80 Taat ini adalah hukumnya mutlak. Tiap-tiap pengikut harus mempunyai sifat taat dalam dirinya.
62
yang ada di hati masing-masing pengikutnya. Tidak heran mereka berani mati
untuk menyebarkan ajaran ini. Tidak hanya fisik, kalau perlu harta juga ikut
digunakan untuk perjuangan. Karena apa? Jaminan surga sudah ada didepan mata
bagi mereka yang bersungguh-sungguh untuk memperjuangkan ajaran Darul
Hadis. Apakah ini salah atau sia-sia? Bagi mereka jawabannya adalah tidak,
sesuatu yang diperjuangkan berdasarkan kebenaran dan keikhlasan adalah pahala
yang besar, tidak ada kesia-siaan atau mubadzir untuk membela kebenaran.
Tenaga, nyawa, dan harta adalah sementara, akan tetapi pahala akan kekal, dan
apabila selama didunia kita bisa menetapi agama yang benar, surga adalah
jaminannya, akan tetapi apabila bagi mereka yang menolak atau malah membenci
pada agama Allah yang benar, neraka adalah jaminannya81
C. Pengajian Yang Berorganisasi
Dalam perjalanan mereka menuju proses penyebaran Jama’atul
Muslimin, ada beberapa poin yang patut kita perhatikan didalam tubuh Darul
Hadis. Mereka tidak semata-mata hanyalah mengaji bersama tanpa adanya
koordinasi yang bersifat dan bertujuan ngurusi, memperhatikan satu sama lain.
Tidak berbeda dengan pengajian-pengajian Darul Hadis lainnya pada
masa itu, di kelompok Karangmojo juga mempunyai “kepemimpinan struktural”.
Kepemimpinan struktural nanti inilah yang membuat Darul Hadis begitu lain
dengan bentuk pengajian lainnya. Struktur mereka sangat rapi dan teratur.
81 Wawancara dengan H. Amin Samhudi Desember 2003
63
Pada kedudukan kepemimpinan di percaya oleh seorang Imam,
kemudian dibantu oleh beberapa pengurus. Pada tahun 1971, sewaktu pengajian
Amin Samhudi beralih status menjadi Kelompok Pengajian Darul Hadis
Karangmojo, jamaah langsung mengangkat Amin Samhudi sebagai Imam
Kelompok mereka. Kemudian Amin menunjuk beberapa pengurusnya untuk
membantu tugasnya, diantaranya adalah.
1. Bandi Muslim sebagai penerobos. Tugasnya adalah tetap menjaga kestabilan
keimanan para jamaah. Memberi nasihat kepada jamaah, apabila ada jamaah
yang mulai goyah keimanannya.
2. Suparno sebagai pengurus keuangan. Bertugas untuk mengurus keuangan,
baik yang berasal dari infaq kelompok hingga infaq rejeki yang disetorkan ke
Pusat di Kediri.
3. Ahmad Samsudin sebagai pengurus Muda Mudi. Berfungsi sebagai ketua dari
Perkumpulan muda-mudi jamaah Darul Hadis kelompok Karangmojo.
Memantapkan keimanan para pemuda dan memobilisasi mereka menjadi
generasi penerus yang militan.
4. Sutaryo sebagai pengurus keimanan. Tugasnya hampir sama dengan
penerobos.
5. Budi Guntoro sebagai pengurus agniya (orang-orang kaya). Bertugas untuk
mendata berapa saja orang kaya yang ada di kelompok Karangmojo, dan
mengatur mereka agar bisa membantu perjuangan pemyebaran Darul Hadis
lewat harta mereka.
64
6. Dasimin sebagai pengurus dhuafa (orang-orang miskin). Bertugas mendata
siapa saja orang-orang miskin yang ada di kelompok Karangmojo. Dan
meminta bantuan para agniya (orang kaya) berupa harta mereka, untuk bisa
dibelikan keperluan para dhuafa. Pengurus ini berkaitan erat dengan pengurus
agniya.
Sementara perkembangan anggota yang pesat sangat signifikan
ditunjukkan dengan tabel berikut.
Tabel V
Daftar Penambahan Anggota Darul Hadis di Kelompok Karangmojo Tahun 1970-1980
Nomor Tahun Jumlah
1. 1965-1970 7 orang
2. 1970-1971 15 orang
3. 1971-1972 35 orang
4. 1972-1973 60 orang
5. 1973-1974 -
6. 1974-1975 70 orang
7. 1975-1976 84 orang
8. 1976-1977 102 orang
9. 1977-1979 134 orang
10. 1979-1980 167 orang
Sumber : Dokumen Kelompok Darul Hadis 1970-1980
Sementara untuk bagan kepengurusan adalah sebagai berikut
Bagan III
Bagan Keorganisasian Darul Hadis
Imam Kelompok
65
Penerobos Keimanan Keuangan Muda Mudi Agniya Dhuafa
JAMAAH
Sumber : Wawancara dengan H. Amin Samhudi Desember 2003
Dengan diberlakukannya sistem kepengurusan seperti itu, jamaah
kelompok Karangmojo tidak hanya semata-mata mengikuti pengajian semata,
mereka juga secara tidak langsung masuk ke dalam sebuah wadah organisasi.
Mereka memang benar-benar diperhatikan dari berbagai sektor, dari yang bersifat
keagamaan (ibadah) hingga sosialisasi. Sebagai contoh, dalam segi infaq dan
sodaqoh, mereka memberlakukan IR (Infaq Rejeki). Mereka melakukan ini diniati
dengan semangat jihad fii sabilillah sesuai dengan dalil Nabi;
“Qouluhu azza wa jalla Yaa ayyuhalladziina aamanu hal adullukum a’laa
tijarotin tunjiikum min adzaabin aliim tu’minuuna billahi wa rosulihi wa
tujahiduuna fii sabiilillahi bi amwalikum wa anfusikum dzaalikum khoirullakum
ing kuntum ta’lamuuna yaghfirlakum dzunuubakum wa yud’khilkum jannaatin
taj’rii min tahtihal anharu wa masaakin thoyyibatan fii jannatin ad’nin dzaalikal
66
fauzul adhiim wa ukhro tuhibbuunaha nashruun minallohi wa fathun qoriibun wa
basyyiril mu’minin”
Artinya, Allah S.W.T berfirman Hai orang-orang yang beriman adakah kamu
sekalian ingin Aku tunjukkan atas perkara yang bisa menyelamatkan engkau dari
siksa yang pedih, maka berimanlah kamu dengan allah dan utusanNya dan
berjuanglah di dalam jalan Allah dengan harta atau diri kamu maka dengan
demikian itu lebih baik pada kamu sekalian jika kamu mengetahuinya. Allah akan
mengampuni dosa-dosa kamu dan memasukkan engkau sekalian ke dalam surga
yang mana mengalir beberapa sungai dan beberapa tempat yang indah-indah di
dalam surga yang kekal maka dengan demikian itu keadaan surga akan menjadi
keuntungan yang besar bagi dirimu selain mendapatkan pertolongan Allah dan
kemenangan yang dekat serta kabar gembira bagi orang-orang iman82 .
“Wa hajaruu wa jahaduu fii sabilillah bi amwalihim wa angfusihim a’dhomu
darojatan I’ndallahi wa uuulaika humulfaaizuuna yubasyiruhukm rabbuhum
birohmatin minhu wa ridhwanin wa jannaatin lahum fiihaa naiimun muqiimun”
Artinya, Dan hijrah serta jihad mereka pada jalan Allah dengan harta dan diri
mereka, nanti akan lebih tinggi derajatnya disisi Allah maka mereka adalah
termasuk orang-orang yang beruntung, berilah kabar gembira dari Tuhan mereka
dengan kerohmatan dan kesenangan dari beberapa surga yang nikmat dan kekal83 .
82 Al Quran Suroh As Shof ayat 12-13 83 Al Quran Suroh At Taubah 20-21
67
“Fa qoola Yaa rosululloh ayyunnasu afdholu qola man jaahada binafsihi wa
maalihi fii sabiilillahi qola tsumma man yaa rosululloh qola tsumma mu’minun fii
syi’bin minasyiaabi yattaqillaha wa yad’unnnaasa min syarrihi”
Artinya, Seorang Rojul bertanya kepada Nabi Muhammad S.A.W Hai Nabi
siapakah manusia yang paling utama? Nabi menjawab orang yang berjihad
dengan dirinya atau hartanya didalam jalan Allah kemudian Rojul bertanya lagi
kemudian siapa lagi? Nabi menjawab orang yang lebih mementingkan
keimanannya sehingga harus hijrah dari lingkungan yang sesat karena takut akan
dosa 84.
Ini tidak hanya dilakukan oleh jamaah kelompok Karangmojo saja, akan
tetapi diseluruh kelompok pengajian Darul Hadis, sementara pengaturan nominal
dilakukan dari pusat, seperti.
1. 2,5 % = Bagi jamaah yang mempunyai penghasilan/rejeki dalam 1 (satu)
bulan yang berjumlah Rp. 10.000 – Rp. 100.000
2. 5 % = Bagi jamaah yang mempunyai penghasilan/rejeki dalam 1(satu)
bulan yang berjumlah Rp. 100.000 – Rp. 1.000.000
3. 7,5 % = Bagi jamaah yang mempunyai penghasilan/rejeki dalam 1(satu)
bulan yang berjumlah Rp. 1.000.000 – Rp. 10.000.000
4. 10 % = Bagi jamaah yang mempunyai penghasilan/rejeki dalam 1(satu)
bulan yang berjumlah Rp. 10.000.000 ke atas.
Sumber : Wawancara dengan H. Amin Samhudi Desember 2003
84 H.R. Nasai hal. 11
68
Infaq rejeki ini adalah mutlak milik pusat yang nantinya akan dikelola
berupa masjid atau bantuan-bantuan bagi para jamaah dhuafa (miskin) yang
membutuhkan bantuan. Sementara untuk sosialisasi mereka menerapkan sistem
roda berputar, maksudnya yang lemah dibantu yang kuat dan yang kuat
membantu yang lemah. Jaring perekonomian yang berputar seperti ini membuat
Darul Hadis tidak mengenal kasta atau golongan. Mereka hanya semata-mata
menuju pahala dan niat ibadah. Yang kaya membantu yang miskin. Solidaritas
mereka memang dikenal cukup kuat antar jamaah. Bahkan barangsiapa yang tidak
menyodakohkan sebagian harta mereka kepada fakir miskin, apalagi itu adalah
saudara jamaah mereka sendiri, golongan yang seperti itu tadi akan dicap sebagai
kafirnya jamaah.
Terlepas dari IR (Infaq Rejeki) seperti yang diterangkan diatas, masih
ada infaq-infaq yang lain, tapi bersifat tidak wajib. Seperti, infaq pakaian, infaq di
bulan Ramadhan, infaq pada malam Lailatul Qadar, dan infaq pengajian.
Untuk jenis-jenis infaq diatas bersifat tidak wajib seperti Infaq Rejeki
yang selalu disetor tiap bulan ke Pusat. Untuk infaq pakaian sendiri misalnya,
biasanya dilakukan setiap akan masuk hari raya Iedul Fitri (Lebaran), gunanya
adalah membantu jamaah yang lain yang tidak mampu untuk membeli baju baru.
Untuk infaq pengajian, tiap-tiap kelompok akan mengelolanya sendiri dengan
tujuan uangnya bisa digunakan untuk kepentingan masjid/ tempat pengajian di
kelompok tersebut 85. Sementara untuk infaq di bulan Ramadhan atau malam
85 Tapi ini lebih bersifat fleksibel, tergantung dengan apa acara pengajiannya. Apabila pada malam itu adalah malam pengajian untuk desa maka semua infaq yang ditarik pada malam itu adalah sepenuhnya milik desa. Akan tetapi apabila pada malam itu adalah malam pengajian untuk kelompok maka infaq yang ditarik sepenuhnya bisa dimiliki oleh kelompok.
69
Lailatul Qadar hanya bertujuan bagi jamaah itu sendiri untuk menambah amalan
pahala mereka 86.
Sifat kemandirian para jamaah Darul Hadis ditunjukkan dengan mereka
bisa membangun beberapa masjid emereka sendiri tanpa minta bantuan kepada
orang lain. Uang yang telah di infakkan, entah itu infaq rejeki yang disetorkan ke
Pusat atau infaq-infaq pengajian, memang dari umat untuk umat. Tidak ada
dokumen laporan keuangan yang khusus untuk menerangkan pembelian barang-
barang dari infaq pengajian, akan tetapi sebagai contoh, warga jamaah Darul
Hadis desa Karangmojo pada tahun 1973 bisa membeli tikar, karpet, dan merehab
tempat pengajian mereka dengan biaya sendiri, yaitu dengan uag hasil infaq
mereka. Sementara untuk pusat, bisa menyalurkan dana ke beberapa daerah untuk
membangun masjid jamaah Darul Hadis di tempat lain, dan disamping itu untuk
membangun masjid di Kediri sebagai pusat Darul Hadis di Indonesia, dan
kegiatan pondok pesantren di Kediri sendiri dan di Karawang.
Semua ketaatan jamaah dalam menerapkan amalan Infaq ini memang
diharuskan dari Imam Pusat. Apabila ada salah seorang warga jamaah yang
sebenarnya mampu untuk infaq ternyata tidak menginfakkan hartanya, maka akan
didoakan oleh Imam Pusat akan melarat di dunia, dan sengsara di akherat 87
86 Wawancara dengan H. Bandi Muslim, Januari 2003. 87 Wawancara dengan H. Bandi Muslim, Januari 2003
70
BAB V
KESIMPULAN
Munculnya Darul Hadis di desa Karangmojo Karanganyar pada tahun
1970 menyebabkan konflik di sekelilingnya. Baik dari tokoh agama atau tokoh
masyarakat desa Karangmojo memprotes adanya ajaran ini. Ketidak senangan
warga timbul karena Darul Hadis terkesan ekslusif, artinya jamaah Darul Hadis
berani mengkafir-kafirkan warga Karangmojo dengan melandaskan bahwa ajaran
warga Karangmojo adalah ajaran yang sesat, yang tidak berdasarkan Al Qur’an
dan Hadis yang secara manqul, musnad, muttashil.
Apabila kita melihat secara sejarah pemunculan Darul Hadis ini pada
tahun 1941, semenjak ajaran ini dibawa oleh H. Ubaidah, praktis Darul Hadis
adalah ajaran yang ditentang oleh masyarakat. Jamaah Darul Hadis menganggap
bahwa orang yang tidak masuk ke dalam ajaran mereka adalah orang luar, ini
berarti bahwa masyarakat umum memang berbeda dengan para jamaah Darul
Hadis. Seperti, diharamkan bagi warga jamaah Darul Hadis untuk sholat bersama
orang luar sehingga sholatnya tidak sah, sarung atau mukenah yang habis dipakai
orang luar adalah barang najis maka harus dicuci karena barang najis tidak
71
mensahkan amalan agama. Tidak pelak, banyak protes masyarakat yang
menyarankan kepada pemerintah setempat agar jamaah Darul Hadis segera
dibubarkan karena telah mengganggu ukhuwah Islamiyah (tali persaudaraan antar
muslim) di daerah mereka.
Demikian pula yang terjadi di desa Karangmojo Karanganyar pada
tahun 1970 hingga 1980. Pnyebutan para jamaah Darul Hadis terhadap warga
masyarakat desa Karangmojo sebagai orang luar adalah penyimpangan.
Penganggapan yang seperti inilah yang menyebabkan konflik warga desa dengan
jamaah Darul Hadis, sehingga Islam yang merupakan juru damai bagi seluruh
umat manusia dan manusia sebagai Kafilah Fiil Ardh (wakil di dunia) telah
disalah artikan oleh jamaah Darul Hadis.
Sifat heroisme akan menghinggapi bagi mereka yang telah berhasil
mengamar ma’rufi orang luar, terlebih bagi mereka yang berhasil membawa
ajaran Darul Hadis di suatau daerah. Warga jamaah yang lebih junior akan
memanggil mereka sebagai awalul mukminin (orang iman yang awal). Dan orang-
orang awalul mukminin ini akan masuk ke dalam surga, bahkan hukumnya pasti
akan masuk surga.
Dalam masalah pernikahan, orang yang sudah masuk ke dalam jamaah
Darul Hadis harus menikah dengan sesama warga jamaah Darul Hadis. Haram
hukumnya bagi jamaah arul Hadis menikah dengan orang luar, karena orang iman
tidak pantas menikah dengan orang yang tidak iman. Apabila ada jamaah yang
melakukan seperti itu, maka akan dicap sebagai orang kafir.
72
Meskipun dengan semangat jihad fii sabilillah (berjuang di jalan Allah)
dalam menyebarkan ajaran mereka, sepatutnya mereka bisa memikirkan
bahwasanya mereka tinggal di dunia sosial (social community), mereka
berinteraksi satu sama lain, dan membutuhkan satu sama lain. Tidaklah lazim
apabila seseorang dengan berani mengkafir-kafirkan orang lain padahal dia sendiri
belum tentu benar. Sesuai dengan perkataan sahabat Nabi Muhammad, Umar bin
Khattab, “Sebenarnya yang aku takutkan bukanlah orang yang musyrik, akan
tetapi orang yang telah menghina kepada orang lain. Belum tentu dia telah
berucap akan masuk surga kecuali dia akan masuk neraka”. Maka dengan dalih
inilah, warga desa Karangmojo mengkritik keberadaan ajaran Darul Hadis di
daerah mereka
73
DAFTAR PUSTAKA
Azyumardi Azra. 1994. Jaringan Ulama. Mizan : Bandung
Ali Bin Muhammad Nashir Al Faqihi. 2002. Kriteria Bid’ah dan Dampak Negatifnya Terhadap Umat. Al Qowam : Solo
Bambang Irawan. 2002. Bahaya Jamaah Islam LEMKARI/ LDII. LPPI : Jakarta Hussain Bin Muhammad Bin Ali Jabir. 1999. Menuju Jama’atul Muslimin:Telaah
Sistem Jamaah dalam Gerakan Islam. Robbani Press : Jakarta Koentjaraningrat. 1983. Masalah Pembangunan:Bunga Rampe. LP3ES : Bandung _________ . 1984. Kebudayaan Jawa. Balai Pustaka : Jakarta Louis Gottschalk. 1985. Mengerti Sejarah terjemahan Nugroho Notosusanto. UI
Press : Jakarta Michael Adas. 1988. Ratu Adil. Rajawali Press : Jakarta Muhammad Amin Abdullah. 2000. Dinamika Islam Kultural. Mizan : Bandung Nursid Sumaatmaja. 1981. Pengantar Studi Sosial. Alumni : Bandung R. Soeparmo. 1977. Mengenal Desa, Gerak dan Pengelolaannya. PT. Inter Masa :
Jakarta Riyanta. 1984. Pengantar Ilmu Sosiologi. UNS Press : Surakarta R. Bintarto. 1989. Interaksi Desa, Kota, dan Permasalahannya. Ghalia Indonesia
: Jakarta Sartono Kartodirdjo. 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900.
Gramedia : Jakarta S.N. Eisentadt. 1986. Revolusi dan Transformasi Sosial. C.V. Rajawali Press :
Jakarta Supariyadi. 2001. Kyai dan Priyai. Pustaka Cakra : Jakarta Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. 2006. Membedah Firqoh-Firqoh Sesat. Al
Qowam : Solo
74
UU RI tahun 1979. 1983. Pokok-Pokok Pemerintahan Desa. Aneka Ilmu :
Semarang Zaini Muchtarom. 2002. Islam di Jawa dalam Perspektif Santri dan Abangan.
Salemba Diniyah : Jakarta Makalah;
Tim Pembinaan Generus LDII. Pemantapan Pemuda Jamaah. 1998. Kediri
__________. Perjuangan Ubaidah dan Pengikutnya. 1999. Kediri
__________. Menyimak Sejarah dan Nilai-Nilai Perjuangan Bapak KH. Nur Hasan Al Ubaidah. 2001. Kediri