6
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2016) 1-6 1 Abstrakterjadinya interferensi antara pengguna komunikasi radio HF yang lain tidak dapat dihindari. Sehingga, pengukuran dan karakterisasi terhadap interferensi pada pita HF perlu dilakukan. Pengukuran dilakukan pada simulasi sistem komunikasi HF untuk lintasan Surabaya Ternate pada frekuensi 7, 14, dan 21 MHz. Interferensi diterima menggunakan antena HF dipole dan kemudian didemodulasi dengan IQ Demodulator menggunakan perangkat Universal Software Radio Peripherals (USRP) dan LabVIEW kemudian diolah menggunakan software MATLAB. Dari data yang diperoleh, mean dan standard deviation tertinggi terjadi pada pukul 17.00 & 18.00 untuk frekuensi 7 MHz sebesar -41.65 dB dan -39.67. Mean dan standard deviation terendah terjadi pada pukul 03.00 & 04.00 untuk frekuensi 21 MHz sebesar 65.45 dB dan -59.59. Berdasarkan hasil cumulative distribution function terhadap variasi frekuensi, daya interferensi terbesar pada pukul 03.00 & 04.00 dan 17.30 &18.30 terjadi di frekuensi 7 MHz dan pada pukul 10.00 & 11.00 terjadi pada frekuensi 21 MHz. Berdasarkan cumulative distribution function variasi jam, daya interferensi terbesar pada frekuensi 7 MHz dan 14 MHz terjadi pada pukul 17.30 & 18.30 dan pada frekuensi 21 MHz terjadi pada pukul 10.00 & 11.00. Kata Kunci Cumulative Distribution Function, Interferensi, Komunikasi HF, Mean, Standard Deviation. I. PENDAHULUAN NDONESIA adalah sebuah negara kepulauan yang terbesar di dunia. Sekitar lebih dari 17.000 pulau besar dan kecil yang memanjang dari Sabang sampai Merauke, dengan laut yang terbentang diantara pulau-pulau tersebut. Dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan tersebut, sistem komunikasi gelombang HF merupakan salah satu teknologi alternatif yang bisa digunakan untuk melakukan komunikasi antar pulau jarak jauh. HF merupakan gelombang radio yang bekerja pada frequensi 3-30 MHz dengan panjang gelombang 10 -100 m, biasanya digunakan untuk radio komunikasi jarak jauh karena sifat gelombangnya yang dapat dipantulkan oleh lapisan ionosfer. Sistem komunikasi HF ini juga tergolong murah, karena komunikasi HF tidak membutuhkan repeater, untuk bisa mencapai jarak lebih dari 3.000 km, karena sifatnya tersebut. Namun, sistem komunikasi dengan menggunakan frekuensi HF rawan terhadap interferensi karena jarak propagasi sangat jauh. Maka dari itu, pengukuran dan karakterisasi terhadap terjadinya interferensi antara pengguna komunikasi radio HF yang lain perlu dilakukan. Pada makalah ini, kegiatan yang dilakukan adalah pengukuran interferensi pada simulasi komunikasi radio HF dan dianalisis hasilnya berdasarkan parameter-parameter yang diperlukan terutama hasil sinyal I dan Q. Sinyal I dan Q didapatkan dari pengukuran interferensi pada berbagai frekuensi dan waktu. Selanjutnya, karakterisasi interferensi dilakukan dengan berdasarkan dari hasil simulasi dan analisis sinyal interferensi yang diterima. Bab 2 dari makalah ini berisi pembahasan mengenai propagasi gelombang radio HF, antena, perangkat yang digunakan, serta interferensi. Bab 3 berisi tentang metode penelitian meliputi parameter sistem komunikasi, instalasi perangkat, perancangan program sub sistem penerima dan skenario pengambilan data. Pada bab 4 akan ditampilkan pelaksanaan pengukuran, hasil pengukuran, karakterisasi interferensi dan sintesis yang telah diperoleh berdasarkan data. Bab 5 berisi tentang kesimpulan, dan saran berdasarkan hasil yang telah dilakukan dalam penelitian ini. II. TEORI PENUNJANG A. Propagasi Gelombang Radio HF Sistem komunikasi HF merupakan sistem komunikasi yang memanfaatkan gelombang radio HF dan bekerja pada range frekuensi 3-30 MHz. Sistem komunikasi HF digunakan untuk komunikasi jarak jauh (long distance) hingga ribuan kilometer. Hal ini sesuai dengan karakteristik gelombang HF yang dapat dipantulkan oleh lapisan ionosfer pada atmosfer bumi. Gelombang yang berpropagasi melalui lapisan ionosfer ini disebut sebagai gelombang ionosfer (ionospheric wave) atau juga disebut gelombang langit (sky wave). Lapisan ionosfer ini berada pada ketinggian 50 - 500 Km terdiri dari partikel yang terionisasi oleh radiasi matahari. Gelombang yang melewati lapisan ionosfer dipantulkan oleh partikel yang terionisasi. Gelombang yang sampai disisi penerima selalu berubah-ubah sesuai dengan kondisi partikel yang ada di lapisan ionosfer. Kondisi yang baik memungkinkan gelombang yang dikirimkan dapat dipantulkan kembali ke bumi pada jarak tertentu dengan kondisi gelombang yang tidak tembus ke luar angkasa. B. Lapisan Lapisan Ionosfer Lapisan ionosfer dipengaruhi oleh radiasi matahari yang menyebabkan terjadinya pemisahan elektron bebas di Pengukuran dan Karakterisasi Interferensi Radio pada Pita High Frequency (HF) Vigor Aryaditya, Prof. Ir. Gamantyo H. , M. Eng, Ph. D. , dan Dr. Ir. A. Mauludiyanto, MT. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected], [email protected], [email protected] I

Pengukuran dan Karakterisasi Interferensi Radio pada Pita

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengukuran dan Karakterisasi Interferensi Radio pada Pita

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2016) 1-6

1

Abstrak— terjadinya interferensi antara pengguna komunikasi radio HF yang lain tidak dapat dihindari. Sehingga, pengukuran

dan karakterisasi terhadap interferensi pada pita HF perlu dilakukan. Pengukuran dilakukan pada simulasi sistem

komunikasi HF untuk lintasan Surabaya – Ternate pada frekuensi

7, 14, dan 21 MHz. Interferensi diterima menggunakan antena HF

dipole dan kemudian didemodulasi dengan IQ Demodulator

menggunakan perangkat Universal Software Radio Peripherals (USRP) dan LabVIEW kemudian diolah menggunakan software

MATLAB. Dari data yang diperoleh, mean dan standard

deviation tertinggi terjadi pada pukul 17.00 & 18.00 untuk

frekuensi 7 MHz sebesar -41.65 dB dan -39.67. Mean dan standard

deviation terendah terjadi pada pukul 03.00 & 04.00 untuk frekuensi 21 MHz sebesar 65.45 dB dan -59.59. Berdasarkan hasil

cumulative distribution function terhadap variasi frekuensi, daya

interferensi terbesar pada pukul 03.00 & 04.00 dan 17.30 &18.30

terjadi di frekuensi 7 MHz dan pada pukul 10.00 & 11.00 terjadi

pada frekuensi 21 MHz. Berdasarkan cumulative distribution function variasi jam, daya interferensi terbesar pada frekuensi 7

MHz dan 14 MHz terjadi pada pukul 17.30 & 18.30 dan pada

frekuensi 21 MHz terjadi pada pukul 10.00 & 11.00.

Kata Kunci— Cumulative Distribution Function, Interferensi,

Komunikasi HF, Mean, Standard Deviation.

I. PENDAHULUAN

NDONESIA adalah sebuah negara kepulauan yang terbesar

di dunia. Sekitar lebih dari 17.000 pulau besar dan kecil yang

memanjang dari Sabang sampai Merauke, dengan laut yang

terbentang diantara pulau-pulau tersebut. Dengan kondisi

Indonesia sebagai negara kepulauan tersebut, sistem

komunikasi gelombang HF merupakan salah satu teknologi

alternatif yang bisa digunakan untuk melakukan komunikasi

antar pulau jarak jauh. HF merupakan gelombang radio yang

bekerja pada frequensi 3-30 MHz dengan panjang gelombang

10 -100 m, biasanya digunakan untuk radio komunikasi jarak

jauh karena sifat gelombangnya yang dapat dipantulkan oleh

lapisan ionosfer. Sistem komunikasi HF ini juga tergolong

murah, karena komunikasi HF tidak membutuhkan repeater,

untuk bisa mencapai jarak lebih dari 3.000 km, karena sifatnya

tersebut.

Namun, sistem komunikasi dengan menggunakan

frekuensi HF rawan terhadap interferensi karena jarak

propagasi sangat jauh. Maka dari itu, pengukuran dan

karakterisasi terhadap terjadinya interferensi antara pengguna

komunikasi radio HF yang lain perlu dilakukan.

Pada makalah ini, kegiatan yang dilakukan adalah

pengukuran interferensi pada simulasi komunikasi radio HF

dan dianalisis hasilnya berdasarkan parameter-parameter yang

diperlukan terutama hasil sinyal I dan Q. Sinyal I dan Q

didapatkan dari pengukuran interferensi pada berbagai

frekuensi dan waktu. Selanjutnya, karakterisasi interferensi

dilakukan dengan berdasarkan dari hasil simulasi dan analisis

sinyal interferensi yang diterima.

Bab 2 dari makalah ini berisi pembahasan mengenai

propagasi gelombang radio HF, antena, perangkat yang

digunakan, serta interferensi. Bab 3 berisi tentang metode

penelitian meliputi parameter sistem komunikasi, instalasi

perangkat, perancangan program sub sistem penerima dan

skenario pengambilan data. Pada bab 4 akan ditampilkan

pelaksanaan pengukuran, hasil pengukuran, karakterisasi

interferensi dan sintesis yang telah diperoleh berdasarkan data.

Bab 5 berisi tentang kesimpulan, dan saran berdasarkan hasil

yang telah dilakukan dalam penelitian ini.

II. TEORI PENUNJANG

A. Propagasi Gelombang Radio HF

Sistem komunikasi HF merupakan sistem komunikasi

yang memanfaatkan gelombang radio HF dan bekerja pada

range frekuensi 3-30 MHz. Sistem komunikasi HF digunakan

untuk komunikasi jarak jauh (long distance) hingga ribuan

kilometer. Hal ini sesuai dengan karakteristik gelombang HF

yang dapat dipantulkan oleh lapisan ionosfer pada atmosfer

bumi.

Gelombang yang berpropagasi melalui lapisan

ionosfer ini disebut sebagai gelombang ionosfer (ionospheric

wave) atau juga disebut gelombang langit (sky wave). Lapisan

ionosfer ini berada pada ketinggian 50 - 500 Km terdiri dari

partikel yang terionisasi oleh radiasi matahari. Gelombang yang

melewati lapisan ionosfer dipantulkan oleh partikel yang

terionisasi. Gelombang yang sampai disisi penerima selalu

berubah-ubah sesuai dengan kondisi partikel yang ada di

lapisan ionosfer. Kondisi yang baik memungkinkan gelombang

yang dikirimkan dapat dipantulkan kembali ke bumi pada jarak

tertentu dengan kondisi gelombang yang tidak tembus ke luar

angkasa.

B. Lapisan Lapisan Ionosfer

Lapisan ionosfer dipengaruhi oleh radiasi matahari

yang menyebabkan terjadinya pemisahan elektron bebas di

Pengukuran dan Karakterisasi Interferensi Radio

pada Pita High Frequency (HF)

Vigor Aryaditya, Prof. Ir. Gamantyo H. , M. Eng, Ph. D. , dan Dr. Ir. A. Mauludiyanto, MT. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

I

Page 2: Pengukuran dan Karakterisasi Interferensi Radio pada Pita

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2016) 1-6

2

atmosfer dan struktur ionosfer berubah secara terus menerus

khususnya antara siang dan malam hari. Lapisan ionosfer

terbagi menjadi lapisan D, E, dan F. Gelombang HF memantul

pada lapisan F, pada siang hari lapisan ini terbagi menjadi dua

yaitu lapisan F1 dan F2. Sedangkan, pada malam hari lapisan

ini menyatu kembali. Pada siang hari radiasi dari matahari akan

mencapai nilai maksimum dan malam hari akan mencapai nilai

minimum yang akan mempengaruhi propagasi gelombang HF.

Posisi matahari berubah-ubah terhadap titik-titik tertentu di

bumi, dimana perubahan itu bisa terjadi harian, bulanan, dan

tahunan, maka karakteristik yang pasti dari lapisan-lapisan

tersebut sulit ditentukan atau dipastikan.

C. Maximum Usable Frequency

Maximum usable frequency adalah frekuensi tertinggi,

dimana gelombang masih bisa dipantulkan ke bumi dengan

jarak tertentu [1]. Gelombang radio HF menggunakan frekuensi

tertinggi yang sesuai untuk dipantulkan kembali ke bumi. Oleh

karena itu, komunikasi HF memerlukan frekuensi kerja yang

optimal agar sistem pengukuran dapat berjalan optimum.

Secara umum, frekuensi pada gelombang radio HF

mengalami peningkatan pada siang hari dan akan menurun pada

malam hari. Peningkatan dan penurunan frekuensi terjadi akibat

pengaruh radiasi matahari. Produksi elektron di lapisan ionosfer

akan meningkat saat siang hari dan membuat lapisan D, E, F1

dan F2 terlihat. Sedangkan pada malam hari, elektron pada

ionosfer menurun dan memunculkan lapisan F. Komunikasi

pada malam hari hanya terjadi pada lapisan F dengan maximum

usable frequency yang akan terus menurun hingga mencapai

minimum sebelum fajar tiba, seperti pada gambar 1.

D. Model dan Karakteristik Interferensi HF

Interferensi adalah sinyal pengganggu yang tidak

diinginkan. Interferensi disebabkan oleh pemancar lain yang

bekerja pada frekuensi yang sama. Interferensi pada

komunikasi HF dapat terjadi karena adanya pelanggaran

regulasi dan kondisi propagasi yang memaksa penggunaan

frekuensi yang sama oleh lebih dari satu pengguna contohnya

akibat maximum usable frequency. Interferensi sering terjadi

pada malam hari. Hal ini disebabkan rendahnya absorpsi dari

ionosfer yang membuat pengirim dari luar daerah dan luar

negeri menjadi mudah terdengar.

Jumlah interferensi HF tergantung pada kondisi

ionosfer, dan kegiatan surya. Jika Qk menunjukkan probabilitas

daya interferensi (dalam dBm) di saluran yang terletak di k th

alokasi IT dengan frekuensi tengah fk (dalam MHz) melebihi

ambang batas daya yang telah ditetapkan threshold x. Menurut

model empiris Laycock-Gott, Qk diperoleh dari [3]:

2

102

1010k

log

log x - exp 1

1 Qk

BWbBW

fbb k (1)

dimana BW (dalam kHz) adalah bandwidth saluran. Dalam

persamaan 1, β, αk, b0, b1, b2 merupakan parameter yang sesuai

atau fungsi dari frekuensi tengah, jumlah sunspot (indikasi

aktivitas matahari), dan sebagainya. Waktu transisi antara dua

interferensi dapat dimodelkan oleh distribusi eksponensial yang

rata-ratanya berada pada urutan beberapa menit. Pada

frekuensi, pemisahan dari 1 kHz dan yang lebih menghasilkan

daya interferensi yang mendekati independen. Di samping itu,

dalam dimensi ruang, daya interferensi sangat berkorelasi.

Hasil eksperimen menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

yang signifikan antara kekuatan interferensi yang diukur secara

simultan di dua lokasi yang terpisah oleh sekitar 100 km.

III. PERENCANAAN PENGUKURAN

A. Frekuensi Kerja

Berdasarkan Keputusan Ketua Umum Organisasi

Amatir Radio Indonesia Nomor: KEP-065/OP/KU/2009

tentang Pembagian dan Penggunaan Segmen Band Frekuensi

Amatir Radio (BAND PLAN) [3], frekuensi tengah yang

digunakan untuk komunikasi data pada simulasi sistem

komunikasi HF adalah 7 MHz, 14 MHz, dan 21 MHz.

Pemilihan frekuensi kerja pada simulasi komunikasi

radio HF ini adalah frekuensi untuk radio amatir dan bersifat

non-komersial yang dapat digunakan oleh umum. Selain itu,

frekuensi kerja tersebut sering digunakan pada suatu

eksperimen ilmiah dengan tujuan tertentu.

B. Skenario Pengambilan Data dan Lokasi Pengukuran

Untuk melakukan pengukuran interferensi, langkah

yang dilakukan adalah pengimplementasian simulasi sistem

komunikasi HF secara langsung pada lintasan Surabaya-

Ternate dengan jarak lintasan sepanjang 1845 km. Prosedur

sistem pengukuran dilakukan dengan beberapa persiapan,

diantaranya sebagai berikut:

1. Membuat susunan jadwal pengukuran selama rentang

waktu yang telah ditentukan

2. Persiapan dan konfigurasi perangkat pada sistem

pemancar di Laboratorium Antena Propagasi ITS

Surabaya

3. Persiapan dan konfigurasi perangkat pada sistem

penerima di Gedung Elektro UNKHAIR, Ternate

4. Sinkronisasi waktu antara Surabaya dan Ternate

dengan menggunakan GPS sehingga waktu transmit

dan waktu receive sama dan data IQ yang diterima

dapat terekam utuh

5. Persiapan penyimpanan folder khusus untuk data hasil

pengukuran

Gambar. 1. Peta Maximum Usable Frequency [2]

Page 3: Pengukuran dan Karakterisasi Interferensi Radio pada Pita

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2016) 1-6

3

6. Masing-masing USRP terkoneksi dengan PC melalui

Gigabit Ethernet Interface dan operator sistem

pemancar dan penerima 1 pada posisi siap

7. Sinyal interferensi direkam pada penerima sebelum

sistem pemancar mengirim sinyal.

8. Lama interferensi yang direkam pada penerima adalah

selama 5 detik

Pada pengukuran ini, simulasi sistem komunikasi HF

dilakukan dengan meletakan sistem pemancar di Gedung B

Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya dan sistem penerima di

Gedung Teknik Elektro, UNKHAIR, Ternate.

IV. PENGUKURAN SISTEM DAN ANALISA

A. Pelaksanaan Pengukuran

Pada pengukuran, tahap awal yang dilakukan adalah

pengimplimentasian simulasi sistem komunikasi HF.

Penempatan lokasi pemasangan antena pemancar berada pada

lantai 4 Gedung B yang melintang hingga ke gedung AJ Teknik

Elektro, ITS, Surabaya. Sedangkan antena penerima berada

pada Gedung Teknik Elektro, Universitas Khairun, Ternate.

Waktu pengukuran dilakukan selama tiga hari yaitu pada

tanggal 13 -15 Mei 2015. Pengukuran dilakukan pada pukul

03.00 WIB, 04.00 WIB, 10.00 WIB, 11.00 WIB, 17.30 WIB,

dan 18.30 WIB. Untuk waktu penerimaan data interferensi pada

penerima, lama waktunya adalah 5 detik.

Pengukuran interferensi dilakukan di tiga frekuensi kerja

yang digunakan untuk simulasi komunikasi HF. Tiga frekuensi

itu adalah 7, 14, dan 21 MHz. Hasil sinyal interferensi yang

diterima adalah sinyal I dan Q dalam format .tdms.

Maximum Usable Frequency, Frequency of Optimum Traffic,

dan Highest Possible Frequency

Tabel 1 menunjukkan prediksi Maximum Usable

Frequency,Frequency of Optimum Traffic, dan Highest

Possible Frequency pada tanggal 13 – 15 Mei 2015 untuk

masing-masing jam berdasarkan VOACAP.

B. Hasil Pengukuran dan Karakterisasi

Pengukuran interferensi dilakukan dengan mengambil

data dari sinyal yang diterima antena penerima. Kemudian

sinyal interferensi tersebut dikuatkan dengan LNA agar level

sinyal tidak terlalu kecil. Selanjutnya, sinyal yang telah

dikuatkan masuk ke dalam USRP yang dikontrol dengan

sebuah laptop untuk menjalankan proses demodulasi serta

menampilkan hasil sinyal demodulasi berupa I dan Q.

Gambar 2 menunjukkan contoh bentuk sinyal interferensi

yang diterima saat pengukuran dengan mencuplik sebagian

bentuk sinyal I dan Q yang diterima yaitu dari 0 detik hingga

0.0014 detik dari total 5 detik yang diterima oleh antena

penerima.

Sinyal interferensi berupa sinyal I dan Q yang diterima

antena penerima kemudian diolah menggunakan MATLAB

untuk mendapatkan karakterisasinya. Langkah awal yang

dilakukan adalah menggabungkan seluruh sample sinyal

interferensi menjadi 9 kelompok besar. Kelompok besar

tersebut terdiri dari:

Tabel 1

Maximum Usable Frequency, Frequency of Optimum Traffic, dan

Highest Possible Frequency [5]

Waktu MUF

(MHz) FOT

(MHz) HPF

(MHz)

01.00 13.1 10.5 15.6

02.00 12.2 9.8 14.5

03.00 11.6 9.2 13.8

04.00 12.1 9.6 14.4

05.00 15.1 12.7 17.5

06.00 21.4 18.0 24.8

07.00 29.4 24.7 34.1

08.00 25.2 22.4 28.2

09.00 26.3 23.4 29.4

10.00 36.5 31.7 40.5

11.00 35.0 30.4 38.8

12.00 34.0 29.5 37.7

13.00 33.0 27.8 36.0

14.00 31.4 26.4 34.2

15.00 28.5 23.9 31.1

16.00 24.5 20.6 26.7

17.00 20.4 17.6 24.5

18.00 17.4 14.9 20.8

19.00 15.4 13.3 18.5

20.00 14.1 12.1 16.9

21.00 13.0 10.8 15.5

22.00 12.8 10.6 15.2

23.00 13.1 10.9 15.6

24.00 13.5 11.2 16.0

Gambar 2. Contoh hasil rekam interferensi.

1. Kombinasi waktu dan frekuensi pukul 03.00 &

04.00 menggunakan frekuensi 7 MHz.

2. Kombinasi waktu dan frekuensi pukul 03.00 &

04.00 menggunakan frekuensi 14 MHz.

3. Kombinasi waktu dan frekuensi pukul 03.00 &

04.00 menggunakan frekuensi 21 MHz.

4. Kombinasi waktu dan frekuensi pukul 10.00 &

11.00 menggunakan frekuensi 7 MHz.

5. Kombinasi waktu dan frekuensi pukul 10.00 &

11.00 menggunakan frekuensi 14 MHz.

Page 4: Pengukuran dan Karakterisasi Interferensi Radio pada Pita

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2016) 1-6

4

6. Kombinasi waktu dan frekuensi pukul 10.00 &

11.00 menggunakan frekuensi 21 MHz.

7. Kombinasi waktu dan frekuensi pukul 17.30 &

18.30 menggunakan frekuensi 7 MHz.

8. Kombinasi waktu dan frekuensi pukul 17.30 &

18.30 menggunakan frekuensi 14 MHz.

9. Kombinasi waktu dan frekuensi pukul 17.30 &

18.30 menggunakan frekuensi 21 MHz.

Kemudian, masing-masing kelompok dicari dayanya

menggunakkan persamaan: 2

jQIW (2)

Dimana W merupakan daya interferensi yang diterima dalam

watt.

Hasil Mean dan Standard Deviation

Tahap selanjutnya untuk pengarakterisasian

interferensi adalah mencari mean dan standard deviation untuk

tiap kelompok. Mean adalah daya rata-rata dari sinyal

interferensi yang diterima. Standard deviation adalah sebaran

data sample sinyal interferensi yang diterima. Mean untuk tiap

kelompok ditunjukkan oleh tabel 2.

Tabel 2

Hasil perhitungan Mean untuk tiap kelompok

Mea

n

Jam Frekuensi

7 MHz 14 MHz 21 MHz

Jam 3-4 -54,41 dB -57,26 dB -65,45 dB

Jam 10-11 -50,33 dB -56,82 dB -46,59 dB

Jam 17-18 -41,65 dB -48,69 dB -54,21 dB

Dari tabel 2 dapat disimpulkan bahwa daya rata-rata

interferensi tertinggi terjadi pada pukul 17.00 & 18.00 untuk

frekuensi 7 MHz. Selain itu, daya rata-rata interferensi terendah

terjadi pada pukul 03.00 & 04.00 untuk frekuensi 21 MHz.

Tabel 3

Hasil perhitungan standard deviation untuk tiap kelompok

Sta

nd

ard

Dev

iati

on

Jam Frekuensi

7 MHz 14 MHz 21 MHz

Jam 3-4 -51,59 -54,75 -59.59

Jam 10-11 -46,14 -53,74 -41,54

Jam 17-18 -39,67 -47,52 -50,87

Dari tabel 3 dapat disimpulkan bahwa pada pukul 17.30 &

18.30 untuk frekuensi 7 MHz, sebaran data sample daya

interferensi yang diterima merupakan yang terbesar bila

dibandingkan dengan yang lain. Selain itu, standard deviation

terkecil terjadi pada pukul 03.00 & 04.00 untuk frekuensi 21

MHz.

Hasil Cumulative Distribution Function

Tahap selanjutnya adalah mencari cumulative

distribution function (CDF) terhadap variasi frekuensi.

Gambar 3. CDF pada Pukul 03.00 dan 04.00

Dari hasil grafik pada gambar 3 dapat disimpulkan

bahwa daya interferensi terbesar yang diterima pada pukul

03.00 & 04.00 terjadi pada frekuensi 7 MHz. Hal ini

diakibatkan oleh maximum usable frequency. Berdasarkan

gambar 1, maximum usable frequency pada pukul 03.00 &

04.00 adalah 12-13 MHz sehingga penggunaan frekuensi 14

MHz dan 21 MHz untuk komunikasi HF menjadi jarang.

Dengan begitu, interferensi pada frekuensi 7 MHz pada pukul

03.00 & 04.00 lebih mudah terjadi karena pengguna frekuensi

7 MHz untuk komunikasi HF sangat banyak.

Gambar 4. CDF pada Pukul 10.00 dan 11.00

Dari hasil grafik pada gambar 4 dapat disimpulkan

bahwa interferensi terbesar yang diterima pada pukul 10.00 &

11.00 terjadi pada frekuensi 21 MHz. Berdasarkan gambar 1,

maximum usable frequency pada pukul 10.00 & 11.00 adalah

24-25 MHz sehingga penggunaan frekuensi 7 MHz, 14 MHz

dan 21 MHz untuk komunikasi HF menjadi umum. Seharusnya,

interferensi yang diterima antara frekuensi 7 MHz, 14 MHz,

dan 21 MHz tidak berbeda jauh. Namun, berdasarkan hasil

grafik dapat diambil hipotesa bahwa komunikasi HF pada pukul

10.00 & 11.00 banyak pengguna yang memilih frekuensi 21

MHz dan 7 MHz.

Page 5: Pengukuran dan Karakterisasi Interferensi Radio pada Pita

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2016) 1-6

5

Gambar 5. CDF pada Pukul 17.30 dan 18.30

Dari hasil grafik pada gambar 5 dapat disimpulkan

bahwa interferensi terbesar yang diterima pada pukul 17.30 &

18.30 terjadi pada frekuensi 7 MHz. Berdasarkan gambar 1,

maximum usable frequency pada pukul 17.30 & 18.30 adalah

14-15 MHz sehingga penggunaan frekuensi 21 MHz untuk

komunikasi HF menjadi jarang. Berdasarkan hasil grafik dapat

diambil hipotesa bahwa komunikasi HF pada pukul 17.30 &

18.30 banyak terjadi pada frekuensi 7 MHz. Sedangkan untuk

frekuensi 14 MHz, interferensi yang diterima lebih sedikit

karena berada pada batas maximum usable frequency sehingga

penggunaan frekuensi 14 MHz memiliki resiko beberapa sinyal

tidak dipantulkan oleh ionosfer.

Tahap selanjutnya adalah mencari CDF terhadap

variansi waktu.

Gambar 6. CDF pada Frekuensi 7

Dari hasil grafik pada gambar 6 dapat disimpulkan

bahwa daya interferensi terbesar yang diterima pada frekuensi

7 MHz terjadi pada pukul 17.30 & 18.30. Penggunaan frekuensi

7 MHz lebih mudah mendapatkan interferensi. Hal ini terjadi

karena frekuensi 7 MHz dapat dipantulkan oleh ionosfer

kapanpun sehingga banyak digunakan untuk komunikasi HF.

Gambar 7. CDF pada Frekuensi 14

Dari hasil grafik pada gambar 7 dapat disimpulkan

bahwa interferensi terbesar yang diterima pada frekuensi 14

MHz terjadi pada pukul 17.30 & 18.30. Frekuensi 14 MHz

dapat dipantulkan oleh ionosfer pada pukul 10.00 & 11.00 dan

17.30 & 18.30. Namun, berdasarkan hasil grafik dapat diambil

hipotesa bahwa penggunaan frekuensi 14 MHz lebih banyak

terjadi pada pukul 17.30 & 18.30.

Gambar 8. CDF pada Frekuensi 21

Dari hasil grafik pada gambar 8 dapat disimpulkan bahwa

interferensi terbesar yang diterima pada frekuensi 21 MHz

terjadi pada pukul 10.00 & 11.00. Berdasarkan gambar 2.7,

frekuensi 21 MHz dapat dipantulkan oleh ionosfer pada pukul

10.00 & 11.00 sehingga penggunaan frekuensi 21 MHz banyak

terjadi. Karena itu, interferensi pada frekuensi 21 MHz pada

pukul 10.00 & 11.00 lebih banyak terjadi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari setelah dilakukan

pengukuran dan karakterisasi interferensi radio pada pita HF

adalah interferensi lebih sering terjadi di malam hari yaitu pada

pukul 17.30 dan 18.30. Selain itu, interferensi lebih sering

terjadi pada frekuensi rendah yaitu 7 MHz.

Pada pukul 03.00 & 04.00, komunikasi HF untuk antar

pulau di Indonesia daerah timur dapat menggunakan frekuensi

14 MHz dan 21 MHz untuk jarak dekat (jarak efektif propagasi

line of sight dan ground wave) karena penggunaan frekuensi

tersebut jarang sehingga interferensi dapat dikurangi.

Sedangkan untuk jarak jauh seperti Surabaya - Ternate,

komunikasi HF dapat menggunakan frekuensi 7 MHz karena

berada di bawah maximum usable frequency. Selain itu, pada

pukul 03.00 & 04.00, interferensi yang didapat merupakan yang

terstabil sehingga mempermudah pengurangan pengaruh

interferensi terhadap sinyal yang diinginkan. Namun,

penggunaan frekuensi 7 MHz memiliki resiko mendapatkan

interferensi yang tinggi.

Pada pukul 10.00 & 11.00, komunikasi HF dapat

menggunakan frekuensi 7 MHz, 14 MHz, dan 21 MHz baik

untuk komunikasi jarak dekat maupun jarak jauh. Untuk

frekuensi 14 MHz, interferensi yang diterima merupakan yang

terstabil sehingga dapat dimanfaatkan untuk mempermudah

pengurangan pengaruh interferensi terhadap sinyal yang

diinginkan.

Pada pukul 17.30 & 18.30, komunikasi HF untuk antar

pulau di Indonesia daerah timur dapat menggunakan frekuensi

21 MHz untuk jarak dekat (jarak efektif propagasi line of sight

dan ground wave) karena penggunaan frekuensi tersebut jarang

sehingga interferensi dapat dikurangi. Untuk frekuensi 21 MHz,

Page 6: Pengukuran dan Karakterisasi Interferensi Radio pada Pita

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2016) 1-6

6

interferensi yang diterima merupakan yang terstabil sehingga

dapat dimanfaatkan untuk mempermudah pengurangan

pengaruh interferensi terhadap sinyal yang diinginkan.

Sedangkan untuk jarak jauh seperti Surabaya - Ternate,

komunikasi HF dapat menggunakan frekuensi 7 MHz dan 14

MHz karena berada di bawah maximum usable frequency.

Namun, penggunaan frekuensi 7 MHz memiliki resiko

mendapatkan interferensi yang tinggi. Penggunaan frekuensi 14

MHz memiliki resiko sebagian sinyal tidak dipantulkan oleh

ionosfer karena nilai maximum usable frequency pada jam

tersebut semakin malam akan semakin turun.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim HF dan

seluruh rekan Laboratorium Antena dan Propagasi B-306, ITS,

Surabaya atas ilmu dan bimbingan yang telah diberikan dalam

mengerjakan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Rappaport, Theodore S. “Wireless Communication Principles and Practice”. Prential Hall, USA. 2002.

[2] Adhitya, Aryo Darma. “SUB SISTEM PENERIMA PADA SISTEM PENGUKURAN KANAL HF PADA LINTASAN

MERAUKE-SURABAYA”. Elektro ITS, Surabaya, 2014.

[3] Orari. Pembagian dan Penggunaan Segmen Band Frekuensi Amatir

Radio (BANDPLAN). Kep-065/Op/Ku/2009.

[4] Uysal, M. dan Heidarpur, MR. (2012), “ Cooperative

Communication Techniques for Future-Generation HF Radio”.IEEE Communication Magazine.

[5] MUF,FOT, HPF values. Diakses pada tanggal 13 Januari 2016.

VOACAP. http://www.voacap.com/mufdays.html.