Click here to load reader
Upload
anne-tjan
View
17
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Pengobatan enam bulan pada cedera otak
akibat trauma ringan hingga sedang : peran
dari APOE–e4 allele
Laury Chamelian,1,2 Marciano Reis1,3 and Anthony Feinstein1,2
1University of Toronto, 2Department of
Psychiatry, Traumatic Brain Injury
Clinic, Sunnybrook and Women’s
College Health Sciences Centre and 3Department of Clinical Pathology,
Sunnybrook and Women’s College
Health Sciences Centre, Toronto, ON,
Canada
Correspondence to: Dr Anthony
Feinstein, Department of Psychiatry,
FG08, Sunnybrook and Women’s
College Health Sciences Centre, 2075
Bayview Avenue, Toronto, ON M4N
3M5, Canada
E-mail: [email protected],
Kesimpulan
Adanya minimal satu APOE-e4 allele dapat berhubungan dengan hasil akhir yang
jelek pada pasien dengan didominasi cedera otak akibat trauma berat ( Traumatic
Brain Injury / TBI). Pada TBI sedang, diperkirakan terjadi pada 85% dari semua
kasus, peran dari APOE-e4 allele kurang jelas. Beberapa studi, sampai saat ini telah
mengandalkan pada penilaian kognitif singkat atau pengukuran kasar dari fungsi
global, yang mana membatasi kesimpulan mereka. Penelitian kami meneliti pengaruh
dari APOE-e4 allele pada 90 sampel dewasa dengan trauma otak akibat cedera ringan
hingga sedang diantaranya memiliki hasil neuropsikiatri 6 bulan setelah cedera yaitu :
(i) energi neuropsikologi yang rinci, (ii) indeks emosional distress kuisioner kesehatan
umum); (iii) diagnosis dari depresi berat (wawancara klinis terstruktur untuk DSM-
IV); (iv) pengukuran fungsi global (Glasgow Outcome Scale); (v) hasil akhir indeks
psikososial (kuisioner follow-up cedera kepala Rivermead). Tidak ditemukan adanya
hubungan antara adanya APOE-e4 allele dengan hasil akhir yang jelek lewat berbagai
pengukuran. Mengingat sifat homogen dari sampel kami (keparahan cedera ringan
sampai berat), periode follow up yang seragam (6 bulan), dan penanda komprehensif
dari pemulihan yang digunakan, data kami menunjukkan bahwa APOE-e4 allele tidak
merugikan hasil akhir pada kelompok pasien dengan TBI.
Kata kunci : APOE-e4 allele; uji kognitif; mood; hasil akhir psikososial; cedera
kepala.
Singkatan : GCS = Glasgow Coma Scale; GOS = Glasgow Outcome Scale; LOC =
loss of consciousness; MANOVA = multivariate analysis of variance; PTA = post-
traumatic amnesia; SRT = Simple Reaction Time; TBI = traumatic brain injury.
Received April 27, 2004. Revised July 5, 2004. Accepted July 28, 2004. Advanced
Access publication October 20, 2004
Pendahuluan
Telah disarankan (Sorbi et al, 1995;. Jordan et al, 1997;. Teasdale et al, 1997;.
Friedman et al, 1999;. Kerr et al, 1999;.. Crawford et al, 2002; Chiang et al , 2003)
bahwa hasil akhir setelah cedera otak traumatis (TBI) dipengaruhi oleh polimorfisme
dari gen apolipoprotein E (APOE), yang terdapat pada kromosom 19. Dari tiga allele
umum (e2, e3, e4), APOE e4-alel telah menjadi salah satu yang berhubungan dengan
kognitif yang jelek (Friedman et al, 1999;.. Crawford et al, 2002) dan fungsional
pemulihan (Teasdale et al. , 1997; Lichtman et al, 2000;. Chiang et al, 2003), deposisi
dari b-amyloid setelah cedera kepala (Roberts et al, 1994;... Nicoll et al, 1995), koma
posttraumatic berkepanjangan (Sorbi et al, 1995;. Friedman et al, 1999), lemahnya
aliran darah otak pada 24 jam pertama setelah cedera (Kerr et al, 1999) dan defisit
neurologis yang hebat pada petinju dengan riwayat 12 atau lebih pertarungan
professional (Jordan et al.. , 1997). Hal ini juga telah terlihat secara sinergis (Mayeux
et al, 1995;.. Tang et al, 1996) dan sebagai tambahan (Katzman et al, 1996) yang
berhubungan dengan adanya TBI sebagai faktor resiko untuk penyakit Alzheimer,
walaupun studi sebelumnya telah gagal untuk mendukung penemuan ini (O'Meara et
al, 1997;. Weiner et al, 1999;. Guo et al, 2000;. Plassman et al, 2000;. Jellinger et al,
2001).
Sementara, secara informatif, penelitian ini lebih difokuskan pada subjek
dengan cedera kepala berat (Roberts et al, 1994;. Nicoll et al, 1995;. Sorbi et al,
1995;. Friedman et al, 1999;. Kerr et al, 1999.; Lichtman et al, 2000;. Crawford et al,
2002). Dengan memperhatikan pasien-pasien dengan cedera kepala sedang, yang
terhitung hampir 85% dari kasus-kasus TBI, peranan dari APOE e4-alel kurang jelas.
Sebagai tambahan, hasil akhir pengukuran sering terbatas, bergantung pada penilaian
kognitif singkat (Jordan et al, 1997;.. Crawford et al, 2002) atau berdasarkan skala
disabilitas (Jordan et al, 1997;.. Crawford et al, 2002) (seperti Glasgow Outcome
Scale) (Jennett dan Bond, 1975) yang tidak memiliki detail detail penting dalam
memberikan gambaran menyeluruh dari berbagai aspek pada penyembuhan cedera
kepala. Walupun pada studi terbaru (Liberman dkk., 2002) dengan predominan pasien
TBI sedang tercatat tidak ada hubungan yang signifikan antara status APOE e4-alel
dengan sejumlah tugas kognitif 6 minggu setelah cedera kepala, hal ini tidak menilai
fungsi psikososial. Studi kami meneliti pengaruh dari APOE e4-alel pada berbagai
pengukuran dari pemulihan neuropsikiatri pada TBI ringan hingga sedang pada
periode follow-up hingga 6 bukan setelah cedera.
Metode
Subjek dikumpulkan secara prospektif dari klinik cedera kepala traumatik pada rumah
sakit perawatan tersier. Semua pasien yang telah menderita TBI dan terlihat di ruang
gawat darurat rumah sakit secara rutin diberikan follow up klinis selama beberapa
minggu dari cedera dan dilanjutkan minimal 6 bulan. Sampel diambil secara berurutan
dari 90 klinik peserta yang terdaftar dalam studi kami saat penilaian klinik pertama.
Subjek yang diambil antara usia 18 hingga 60 tahun dan telah menderita non-penetrasi
ringan (Esselman dan Uomoto, 1995) [Glasgow Coma Scale (GCS) = 13-15,
kehilangan kesadaran (LOC) <20 menit, post-traumatic amnesia (PTA) <24 jam] atau
menderita TBI sedang [GCS = 9-12, PTA> 24 jam tetapi kurang dari 1 minggu].
Semua peserta menjalani evaluasi neuropsikiatri menyeluruh, termasuk tes kognitif
rinci 6 bulan setelah cedera kepala, dimana saat itu diambil buccal smear untuk
menentukan genotip APOE. Sampel studi / penelitian dibagi menjadi kelompok
dengan (n=19)dan tanpa (n=71) APOE e4-alel. Kedua kelompok ini dibandingkan
berdasarkan pengukuran neuropsikiatrik seperti yang diuraikan di bawah ini, yang
dilakukan tanpa mengetahui status APOE pasien.
Latar belakang informasi
Data demografi dan data yang berhbungan dengan TBI termasuk usia, jenis kelamin,
ras, perkawinan, status pekerjaan sebelum cedera, tingkat pendidikan, riwayat
penggunaan alcohol, riwayat psikiatri, cedera kepala sebelumnya, riwayat psikiatri
keluarga atau demensia/ penyakit Alzheimer, mekanisme cedera, indeks keparahan
cedera kepala, seperti GCS yang tercatat di ruang gawat darurat (Levin et al., 1987),
LOC, PTA (Russell dan Smith, 1961), hasil CT Scan otak. Sebagai tambahan, semua
subjek penelitian diperiksa/dinilai dengan Abbreviated Injury Severity Score (AISS)
(Civil and Schwab, 1988) yang menyediakan pengukuran tingkat keparahan pada
berbagai regio tubuh, termasuk kepala. Adanya nyeri fisik dan penggunaan obat juga
dicatat.
Genotip APOE
DNA diambil dari sel epitel buccal mengguanakan Qiagen Mini Kit, dan diperkuat
dengan PCR dengan spesifik primer untuk alel APOE e2, e3, dan e4: 5’-TCC AAG
GAG CTG CAG GCG GCG CA-3’ dan 5’-ACA GAA TTC GCC CCG GCC TGG
TAC ACT GCC A-30. Kondisi siklus adalah sebagai berikut : 94C untuk 4 menit, 35
siklus dari 94C untuk 30 detik, 66C untuk 30 detik, dan 70C untuk 1 menit 30
detik, dengan perpanjangan final hingga 70C untuk 10 menit. Amplimer dicerna
dengan restriksi endonuklease Hhal selama 2 jam dan kemudian di elektroforesis pada
4 gel agarose resolusi tinggi.
Evaluasi Neuropsikiatri
Glasgow Outcome Scale (GOS) (Jennett dan Bond, 1975)
Ini digunakan klinisi secara luas menggunakan skala penilaian global yang terdiri dari
lima poin yang disesuaikan dengan aktivitas sehari-hari dan hasil akhir umum. Satu
dari lima skor menunjukkan kembali ke level premorbid yang berfungsi dimana skor
yang rendah menunjukkan hasil akhir yang jelek.
Kuisioner Follow-up Cedera Kepala Rivermead (Rivermead Head Injury Follow-up
Questionnaire / RHFUQ) (Crawford et al, 1996.)
Ini adalah skala pribadi lima poin dengan total skor diantara 0 hingga 48. Skala ini
membahas 10 aspek fungsi pasien (hubungan, kegiatan domestik dan vokasional,
kemampuan untuk berpartisipasi dalam percakapan) setelah TBI, oleh karena itu
menunjukkan penjelasan yang rinci dari fungsi psikososial daripada GOS. Skor yang
tinggi pada RHFUQ diindikasikan sebagai pemulihan yang jelek.
Kuisioner gejala / tanda setelah sadar Rivermead (RivermeadPost Concussion
Symptoms Questionnaire / RPQ) (King et al., 1995)
Ini adalah penialaian pribadi dengan skala 5 poin yang mengukur keberadaan dan
tingkat keparahan dari 17 gejala somatik yang umum dialami setelah cedera kepala.
Skor yang tinggi pada RPQ mengindikasikan stress fisik yang hebat.
Dua puluh delapan nimor kuisioner kesehatan umum (Twenty-eight-item General
Health Questionnaire / GHQ) (Goldberg and Hiller, 1979)
Kuisioner ini menilai laporan pribadi dari tekanan emosional. Ini terdiri dari empat
sub-skala yang masing-masing terdiri dari tujuh pertanyaan, berkaitan dengan keluhan
somatik, kecemasan, dan disfungsi sosial dan depresi. Untuk tiap pertanyaan, jawaban
dipilih dari empat kemungkinan respon yang dinilai secara binomial (0-0-1-1). Skor
yang tinggi pada GHQ menunjukkan stress psikologis yang makin hebat.
Gangguan mood dari wawancara klinis terstruktur untuk DSM-IV (Mood disorder
section of the Structured Clinical Interview for the DSM-IV / SCID for DSM-IV)
(First et al., 1994)
Ini digunakan untuk menetapkan diagnosis dari depresi berat. Klinik neuropsikiatri
yang mewawancarai partisipan penelitian buta/tidak mengetahui data kognitif subjek
dan genotip APOE.
Resumption of work or studies
Pasien ditanyakan apakah mereka telah kembali bekerja atau sekolah. Mereka yang
belum kembali bekerja atau sekolah karena cedera selain TBI (n-36) dikeluarkan dari
analisis bagian ini.
Cognitive battery
Wechsler Adult Intelligence Scale-III: working memory (Wechsler,1997a).
Perhatian dari pengukuran ini dan memori kerja merupakan gabungan dari nilai yang
dihitung dari subset berikut : rentang digit, aritmetik dan urutan tulisan.
Wechsler Memory Scale-III: logical memory I and II (Wechsler, 1997b).
Ini menilai memori verbal dengan memeriksa kemampuan pasien untuk mengingat
dan menceritakan kembali dua cerita secara langsung (I) dan setelah ditunda 30 menit
(II).
California Verbal Learning Test-II: total, long delay free recall and recognition hits
(Delis et al.,2000). Ini memberikan penilaian dari pembelajaran dan memori dari
materi verbal. Subjek disajikan dengan 16 item list belanja dengan lebih dari lima kali
pencobaan. Kami mencatat rerata dari kata-kata yang diucapkan dari list A dari lima
percobaan dan dari pengucapan kembali setelah beberapa saat ataupun segera.
Brief Visuospatial Memory Test-Revised: immediate abd delayed total recall
(Benedict, 1997)
Dengan beberapa kali percobaan, memungkinkan untuk mengetahui kemampuan
pembelajaran visuospatial dan ingatan dari pasien. Tes ini mencakup menyebutkan /
menggambarkan kembali secara langsung atau beberapa saat gambaran geometris
yang dilihat.
Paced Auditory Serial Addition Task (Gronwall, 1977)
Tes ini menguji kecepatan memproses informasi secara terus menerus dan membagi
perhatian. Subjek diminta untuk menambahkan pasangan-pasangan angka yang telah
direkam lalu tiap angka ditambahkan dengan angka yang ada sebelumnya. Empat seri
digit angka disajikan, Kecepatan presentasi masing-masing angka : 2.4, 2.0, 1.6, dan
1.2 detik. Jumlah jawaban yang benar dari tiap empat seri angka akan direkam.
Controlled Oral Word Association Test (Spreen and Benton, 1969). Ini mengukur
kelancaran asosiasi verbal, lalu menigkat ke kemampuan fungsional yang lebih tinggi.
Subjek diminta mengucapkan sebanyak mungkin kata yang berawal dari huruf-huruf
yang diberikan (F, A, dan S). dilakukan tiga kali percobaan, tiap percobaan
berlangsung selama 60 detik. Kata benda, angka, dan kata yang sama dengan akhiran
yang berbeda dikecualikan. Jumlah dari kata-kata yang didapatkan pada tiga
percobaan direkam.
Wisconsin Card Sorting Test (WCST) : total and preserative responses (Heaton et al.,
1993). Tes ini menyediakan pengukuran dari fleksibilitas mental dan kemampuan
menyelesaikan masalah. Subjek diminta untuk menyusun kartu-kartu menurut
kategori tertentu (warna, bentuk, angka) berdasarkan umpan balik dari pemeriksa.
Total angka dari kategori-kategori yang dicapai dan jumlah dari respon balik direkam.
Simple Reaction Time (SRT) (Feinstein et al, 1992). Tes ini memberikan indeks dari
kecepatan psikomotor dasar. Tes ini terdiri dari 60 percobaan untuk tiap tangan.
Stimulus yang penting dimana subjek harus mengisi sebuah kotak baik ke kiri (untuk
tangan kiri) dan ke kanan (untuk tangan kanan) dari kotak kosong yang ada di tengah
layar komputer. Subjek bereaksi dengan menekan tombol kiri atau kanan pada kotak
tombol. Respon tangan kanan diselesaikan sebelum melakukan respon tangan kiri.
Yang paling penting pada urutan stimulus, sebuah anak panah muncul pada otak
tengah dan mengarah pada kotak yang harus diisi. Anak panah muncul 1.6, 0.8, atau
0.2 detik sebelum reaksi muncul, masing-masing untuk 25% dari waktu. Untuk sisa
25% anak panah yang mucul secara stimultan dengan rangsangan yang cepat.
Susunan interval waktu diberikan secara acak untuk menghindari subjek
mengantisipasi reaksi yang diberikan. Interval antara satu percobaan dan munculnya
panah pada percobaan berikutnya juga disusun secara acak antara 1 hingga 4 detik.
Choice Reaction Time (CRT) (Feinstein et al, 1992). Tes ini terdiri dari 80 percobaan.
Seperti pada SRT, stimulus/reaksi yang cepat dimana subjek harus mengisi kotak baik
ke kiri atau ke kanan dari kotak kosong di tengah. Gabungan dari peringatan dan
isyarat pada tes CRT digunakan. Pada percobaan peringatan, sebuah tanda silang
muncul pada pertengahan kotak sebelumnya untuk stimulus penting. Ini mengindikasi
pada stimulus yang akan muncul, tapi bukan pada salah satu sisi. Pada percobaan
isyarat, sebuah panah muncul pada kotak tengah mengarah pada kotak yang harus
diisi. Ke delapan puluh percobaan dibagi secara acak dan rata antara respon
peringatan dan isyarat. Dari tiap 40 percobaan, setengah dari respon adalah kiri dan
setengahnya adalah kanan. Waktu munculnya tanda silang atau panah pada tiap
stimulus diatur seperti SRT dan disusun secara acak untuk mencegak antisipasi
respon.
Vocabulary subscale of the Wechsler Abbreviated Intellegence Scale (Wechsler,
1999). Tes ini digunakan untuk memberikan perkiraan premorbid intellegence
quotient (IQ).
Analisis statistik
Kelompok pasien dengan atau tanpa APOE-e4 alleldibandingkan dengan
menggunakan test t untuk kelanjutan cedera, psikososial dan variable kognitif dan
analisis x2 untuk variable-variabel kategori. Tes tepat dari Fisher juga dilaporkan bila
dibutuhkan. 1% level dari signifikansi dipilih untuk menyesuaikan berbagai
perbandingan. Sebagai tambahan, dua analisis multivarian dari varian yang terpisah
(MANOVAs) dilakukan pada 6 bulan pengukuran hasil neuropsikiatri dan kognitif.
Untuk masing-masing varian MANOVA, nilai maksimum P diatur pada 0.05 (dua tes
beriringan) seperti yangdianjurkan pada beberapa perbandingan (Keppel, 1982)
Etika
Harus ada persetujuan tertulis dari tiap subjek pemeriksaan. Studi ini disetujui oleh
Sunnybrook dan dewan etika penelitian WCH.
Hasil
Usia rata-rata untuk sampel penelitian (N+90) adalah 33 tahun (SD 12.6).
Subyek penelitian didominasi laki-laki (60%), Kaukasia (76,7%) dan yang telah
mengalami cedera kepala ringan (56,7%). Frekuensi untuk APOE –e2, e3, dan e4 allel
masing-masing adalah 14,71, dan 15% dengan genotype sebagai berikut: APOE
2/3=14 (15,5%), APOE 2/4=3 (3,3%), APOE 3/3=57 (63,3%), APOE ¾=16 (17,8%).
Tidak ada homozigot untuk APOE-e2 dan APOE-e4 allel.
Perbandingan antara sampel dengan dan tanpa APOE-e4 allel menunjukkan
tidak ada perbedaan yang signifikan antara hubungan variable demografi dan cedera
(Tabel 1). Dalam hal global, fungsi fisik dan psikososial, kedua kelompok ini
memiliki hasil yang sama, termasuk kembali bekerja dan kembali sekolah setelah 6
bulan cedera (Tabel 2). Fungsi kognitif tidak berbeda antara kelompok pada semua
tindakan yang diuji (Tabel 3). Pada MANOVAs, tidak ada perbedaan yang signifikan
untuk hasil neuropsikiatri [F(7,61)=0,4. P=0,9] dan kognitif [F(20,56=0,6, P=0,9].
Diskusi
Kami tidak menemukan adanya hubungan antara peran APOE-e4 allel dan
hasil yang buruk dibeberapa perilaku domain 6 bulan setelah TBI ringan-sedang.
Temuan ini didukung oleh kelompok pencocokan dari pasien dengan dan tanpa
APOE-e4 allel dengan variable demografi dan cedera yang dapat mempengaruhi
pemulihan dari TBI ringan-sedang (Williams et al, 1990, van der Naalt, 2001).
Hingga saat ini, penelitian kami adalah yang pertama untuk hasil yang berasal dari
sampel homongen dari pasien TBI (keparahan cedera dari ringan sampai sedang).
Pada periode follow up (6 bulan) dengan array yang luas dari tes yang dimasukkan,
divalidasi, dan didapatkan indeks dari gangguan suasana hati, perilaku, dan gangguan
kognitif.
Data kami mendukung dan memperluas hasil penelitian (Libermen dkk, 2002)
yang menguji disfungsi kognitif 6 minggu setelah TBI ringan sampai berat. Tidak ada
hubungan antara kinerja kognitif dan APOE-e4 allel yang kami temukan. Dalam
laporan ini, keparahan TBI didasarkan pada satu variable yaitu GCS, cognitive
battray, terbatas dalam lingkup, dan tidak ada tindakan dari suasana hati dan pikiran
yang dimasukkan. Meskipun keterbatasan ini, data yang diberikan merupakan bukti
bahwa pemulihan dari TBI ringan sampai sedang fase subakut tidak tergantung pada
genetik marker, kesimpulan bahwa data kami sekarang meluas ke 6 bulan, dengan
tambahan suasana hati, distres psikologi atau tambahan aspek kognisi untuk
dihubungan dengan adanya peran APOE-e4 allel. Keparahan TBI, dibatasi pada 3
variabel yaitu GCS, PTA, dan durasi LOC, menambah bobot penelitian kami. Selain
itu, sampel kami memberikan keterwakilan yang adil dari pasien dengan cedera
kepala ringan, tidak seperti laporan sebelumnya. Kami memasukkan subyek dengan
riwayat psikiatri premorbid dengan masalah penggunaan alkohol dan narkoba,
membuat hasil kami digeneralisasikan. Dalam hal ini, kelompok yang posotif APOE-
e4 dengan tingkat kerja yang rendah, meskipun dengan tingkat pendidikan yang tinggi
dan kejadian TBI sebelumnya yang lebih besar, riwayat penyakit jiwa, alcohol dan
penyalahgunaan zat, depresi berat, dan kelainan CT-Scan otak. Meskipun tidak ada
temuan yang mendekati signifikansi statistic, mungkin ada secara teoritis hubungan
antara adanya peran APOE-e4 allel dan disfungsi neurokognitif, yang pada gilirannya
menyebabkan pasien mengalami peningkatan resiko dari cedera. Namun metode
kami, tidak memungkinkan untuk menjawab pertanyaan. Untuk melakukannya,
diperlukan memasukkan kelompok subyek ketiga yang terdiri dari pasien dengan
positif APOE-e4 tapi tidak pernah menderita cedera otak akibat trauma.
Dukungan tidak langsung untuk temuan kami berasal dari sumber lain. Dalam
penelitian MIRAGE (Bachman et,el., 2003), dimana berbagai factor etiologi yang
mungkin untuk penyakit Alzheimer diperiksa di 443 Afrika Amerika dan 2336
Kaukasia Amerika, tidak ada hubungan signifikan yang ditemukan antara APOE-e4
allel dan sejumlah factor resiko dari hasil yang buruk, yang antara lain TBI. Rincian
ras sampel diperlukan, mengingat semakin tinggi pravelensi APOE-e4 allel pada
pasien keturunan Afrika (Zekraoui et al., 1997; Corbo dan Scacchi, 1999). Dalam hal
ini, erat untuk dicatat bahwa terjadinya tingkatan 15% untuk APOE-e4 allel dalam
sampel adalah konsisten dengan mayoritas penduduk Caucasian yang datang ke RS
dan menjadi sampel penelitian. Sebuah penelitian yang unik (Nathoo et al., 2003)
yang berfokus khusus suku Zhu di Afrika Selatan yang menemukan bahwa, meskipun
pravelensi yang tinggi dari APOE-e4 allel di 110 subyek, diikuti hasil yang sebagian
besar TBI ringan-sedang tidak terkait dengan APOE polymorphism. Hambatan bahasa
mungkin telah menghalangi rincian penilain kognitif dalam menentukan pemulihan
yang secara eksklusif berbasis pada GOS.
Data kami menyangkal tiga penemuan dari studi sebelumnya (Jordan
et al., 1997; Teasdale et al., 1997; Chiang e al., 2003) yang melaporkan adanya
hubungan antara adanya APOE-e4 allel dan hasil akhir yang jelek pada sebagian besar
kasus cedera kepala traumatik ringan hingga berat. Dua diantaranya (Teasdale et al.,
1997; Chian et al., 2003). Hasil akhir hanya dari satu pengukuran, yaitu GOS
(Glasgow Outcome Scale) sebuah skala lima poin Likert yang menunjukkan
pengukuran kasar fungsional setelah cedera kepala. Tak satu pun dari studi ini
mempertimbangkan mood atau kesadara, dua indeks yang memberikan pengukuran
yang paling sensitif pada cedera otak baik ringan maupun sedang. Pada studi ke
tida )Jordan et al., 1997), efef buruk pada cedera kepala traumatic sedang berulang
diteliti pada 30 petinju yang aktif maupun pensiun. Untuk menilai hasil akhir, penulis
merancang skala cedera kepala kronis yang terdiri dari 10 poin yang dergabung dlm 3
dimensi yang disebut pergerakan, pengetahuan dan perilaku. Para petinju yang
dianggap pernah menerima “paparan/eksposur yang hebat”, (seperti mereka dengan
lebih dari 11 pertarungan professional) dan ditemukan positif APOE-e4 allel
merupakan yang paling buruk. Bagaimanapun, penilaian pengetahuan hanya
berdasarkan Pemeriksaan Keadaan Mental Singkat / Mini Mental State Examination
(MMSE) (Folstein et al., 1975), dimana kurang sensitivitas pada pasien dengan
spektum TBI kurang berat. Sebagai tambahan, kekurangan pada Skala Cedera Kepala
Kronis tampaknya dihitung berdasarkan observasi klinis, dimana instrumen-instrumen
pemeriksaan standar tidak digunakan (kecuali MMSE). Selanjutnya, ukuran sampel
yang kecil menjadi penyulit tambahan ketika akan dilakukan interpretasi data.
Bukti terbaik yang menghubungkan APOE-e4 alel dengan hasil buruk datang
dari pasien yang mengalami cedera kepala traumatik berat. Tetapi, sekali lagi,
beberapa keterbatasan metodologis melekat pada kelompok cedera kepala traumatic
ringan dan sedang. Terutama tidak adanya pengukuran yang tepat dari aktivitas
mental. (Sorbi et al., 1995; Friedman et al., 1999; Kerr et al., 1999; Lichtman et al.,
2000; Crawford et al., 2002). Pada dua penelitian, keduanya dengan ukuran sampel
yang kecil, penekanannya adalah pada hasil akhir dari indeks psikososial dan pedah
saraf, dan pada data ini menunjukkan adanya hubungan antara APOE-e4 allel dan
durasi koma yang berkepanjangan (Sorbi et al., 1995) dan penurunan dari aliran darah
serebral pada 24 jam pertama setelah trauma. (Kerr et al., 1999). Kemudian,
kombinasi dari APOE-e4 allel dan penurunan aliran darah dikaitkan dengan hasil 3
bulan yang buruk, sebagaimana dinilai dengan GOS dan Disability Rating Scale.
Sebagai catatan, bagaimanapun, hasil yang buruk didefinisikan sebagai ‘mati’ atau
‘vegetatif’ berdasarkan peringkat GOS, demikian juga dengan kategori ‘cacat berat’,
dimana diterapkan pada kelompok tanpa APOE–e4 allel, tidak dimasukkan pada
kelompok hasil negatif. Akibatnya, metodologi ini dapat membuat penulis
menafsirkan terlalu tinggi dampak dari APOE-e4 allel pada pemulihan yang buruk.
Pada penelitian lain dengan ukuran sampel yang lebih besar dengan penanda
hasil yang lebih komprehensif, tidak jelas apakah menggunakan prosedur
pemeriksaan yang sah. Sebuah investigasi (Friedman et al., 1999) dari 69 pasien
dengan cedera kepala traumatik berat ditemukan bahwa pasien dengan APOE–e4 allel
hampir enam kali memiliki kemungkinan koma hingga 7 hari dan 14 kali
kemungkinan lenih kecil untuk memiliki hasil fungsional yang baik 6-8 bulan setelah
cedera kepala traumatik. Indeks hasil global berasal ini gabungan beberapa
pemeriksaan, antara lain : mobilitas, kejang, kemampuan bicara, mood / suasana hati,
dan kognisi. Namun tidak dijelaskan pada protokol bagaimana dua indeks terakhir
dinilai. Selain itu, hasil akhir keseluruhan ditetapkan sebagai hasil yang baik
dibandingkan berdasarkan cut-off poin suboptimal yang dapat berubah-ubah.
Keterbatasan dari penelitian ini dihindari oleh Lichtman et al. (2000), yang
menggunakan Pengukuran Fungsional Mandiri / Functional Independence Measures
(FIM) untk mempelajari pengaruh APOE-e4 allel dalam pemulihan pada kelompok
pasien yang menyelesaikan suatu program rehabilitasi pasien akut. FIM menilai
fungsi pasien dalam enam area : kognisi perawatan diri, kontrol sfingter, mobilitas,
daya, komunikasi dan kognisi sosial. Walaupun APOE-e4 allel dikaitkan dengan nilai
yang rendah pada subskala motorik, tidak ditemukan adanya hubungan dengan
kognisi. Ketika tes psikometri yang lebih sensitive digunakan, hasil yang didapatkan
lebih baik, dengan 6 bukan korelasi dilaporkan antara APOE-e4 allel dan defisit
memori, sesuai dengan Tes Pembelajaran Verbal California / California Verbal
Learning Test (Crawford et al., 2002). Namun, hubungan ini tidak meluas hingga
pengukuran fungisi eksekutif, dan sekali lagi mood/suasana hati bukan bagian dari
peniaian. Investigasi ini, yang termasuk subjek dengan trauma kepala ringan hingga
sedang, diabaikan untuk mengendalikan depresi ketika evaluasi kognitif dilakukan
meskipun bukti-bukti dari literatul menunjukkan hubungan yang kuat antara depresi
berat dan kinerja yang buruk pada tes kognitif setelah cedera kepala traumatic ringan
hingga sedang. (Barth et al, 1983; Bornstein et al, 1989; Levin et al, 2001; Fann et al,
2001).
Sebagai kesimpulan, penelitian kami, yang mana menggunakan kelompok
kontrol yang baik dan banyak digunakan, dengan pengukuran suasana hati yang tepat,
perilaku dan kognisi, gagal untuk menjelaskan adanya predisposisi genetik yang
merugikan dalam 6 bulan setelah trauma. Temuan ini adalah relevansi klinis.
Emosional (Mooney and Speed, 2001), nilai fisik dan ekonomis (Feinstein and
Rapoport, 2000; Yasuda et al., 2001) dari cedera kepala ringan cukup besar. Upaya
untuk memberika perawatan rutin pada semua pasien telah mengecewakan dalam hal
mengurangi angka mobiditas (King et al., 1997; Wade et al., 1997, 1998; Paniak et
al., 1998, 2000). Menemukan penanda yang dapat menunjukkan hasil akhir yang jelek
dapat memberikan berbagai keuntungan, sehingga sumber daya difokuskan dengan
segera pada pasien yang dianggap rentan. APOE-e4 allel merupakan penanda yang
mungkin dalam hal ini, namun data yang ada jauh dari yang diperkirakan, setidaknya,
mereka dengan cedera kepala traumatic ringan hingga sedang, hasil akhir mungkin
lebih berhubungan dengan faktor-faktor yang lain. penelitian mendatang melibatkan
katekolaminergik (McAllister et al., 2004) dan reseptor subtipe 5-HT (Lopez-
Figueroa et al., 2004; Roth et al., 2004) mungkin memberikan petunjuk-petunjuk
tambahan sehubungan dengan pengaruh genetik pada hasil akhir cedera kepala
traumatic ringan hingga sedang. Bagaimanapun, sebelum pertanyaan ini bisa dijawab
dengan kepastian besar, hasil dari penelitian follow uo 25 tahun pada pasien dengan
cedera kepala berat (Millar et al., 2003) yang gagal menemukan hubungan antara hasil
akhir yang jelek dan genotip APOE yang membutuhkan replikasi, tapi saat ini
subjekmya adalah cedera kepala yang lebih ringan. Dimana 15% dari pasien cedera
kepala traumarik ringan tetap menunjukkan gejala selama 1 tahun setelah cedera
(Alexander, 1995), perpanjangan periode follow up mungkin dapat menyingkap
defisit yang ada pada bagian modulasi genetik.
Ucapan terima kasih
A. F didukug dana dari Institut Penelitian Kesehatan Kanada, Grant 36535. Kami juga
ingin berterima ksih pada Marilyn Slater, MLT, untuk pengujian genetik molekular