Upload
rianisakaruniadewi
View
252
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sistem BCS
Citation preview
Definisi
Biofarmasetik adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat kima obat, sediaan obat
yang diberikan, rute pemberian obat, dan tingkat absrobsi obat secara sistemik.
STUDI BIOEKUIVALEN
Perbedaan dalam memprediksi respon atau efek samping dapat terjadi karena
perbedaan individu dalam farmakokinetik dan/ atau farmakodinamik atau perbedaan
bioavabilitas obat dalam sediaan. Produk bioekuivalen obat yang mempunyai bioavabilitas
yang sama akan memberikan prediksi respon yang sama.
DASAR PENENTUAN BIOEKUIVALEN
Bioekuivalen dapat diketahui jika bioavabilitas in-vivo dari tes suatu produk obat
(biasanya produk generik) tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam tingkat produk
dan absropsi, karena penentuan dengan perbandingan prameter (seperti, konsentrasi obat aktif
dalam darah , ekskresi oleh urin, atau efek farmakodinamik), reference listed drug (nama
dagang produk) ketika diberikan dengan dosis yang sama pada eksperimen yang sama, dosis
tunggal atau multiple dose.
Dalam pengembangan obat, sifat biofarmasetik zat aktif obat atau formulasi produk obat
dapat mengindikasi bahwa obat mempunyai bermacam-macam masalah bioavabilitas dan/
atau bioekuivalen. Beberapa sifat biofarmasetik termasuk:
1. Bahan aktif obat memiliki kelarutan rendah dalam air (contoh: kurang dari 5 mg/mL)
2. Laju disolusi yang lambat pada satu atau beberapa produk (contoh: kurang dari 50%
dalam 30 menit ketika diuji dengan metode yang spesifik oleh FDA)
3. Ukuran partikel dan/ atau luas permukaan obat aktif adalah kritis daam penentuan
bioavabilitas
4. Bentuk obat aktif (polimorf, solvates, kompleks atau modifikasi kristal) sedikit
terlarut yang mempengaruhi absropsi
5. Produk obat yang mempunyai rasio eksipien untuk bahan aktif (contoh, lebih baik
dari 5:1)
6. Bahan inaktif yang spesifik (contoh: eksipien hidrofilik atau hidrofobik dan lubrikan)
yang dapat diabsropsibahan obat aktif atau therapeutic moiety atau yang dapat
mempengaruhi absropsi
7. Bahan aktif obat, therapeutic moiety, atau sebuah prekusor yang diabsropsi dalam
bagian besar di saluran GI atau diabsropsi dari localized site.
8. Tingkat absropsiyang rendah bahan aktif obat, therapeutic moiety, atau prekusor
(contoh: kurang dari 50%, biasanya dibandingkan untuk dosis intravena), ketika
diberikan dalam sediaaan yang murni (contoh: larutan)
9. Metabolisme cepat dari therapeutic moiety di dinding usus atau hati selama proses
absropsi (first-order metabolism), sehingga laju absropsi dapat mempengaruhi efek
terapetik yang akan diberikan atau terjadi toksisitas dari produk obat.
10. Therapeutic moiety yang cepat metabolisme atau ekskresinya, memberikan
keefektifan laju disolusi dan absropsi yang diinginkan
11. Bahan obat aktif atau therapeutic moiety tidak stabil di saluran GI dan perlu
penyalutan atau formulasi (contoh: buffer, salut enterik, atau salut film) untuk
absorpsi
12. Pentingnya dosis efek terapeutik dan laju absorpsi dalam penentuan bioekuivalen
REVIEW JURNAL
Sistem klasifikasi biofarmasetika (BCS) tidak hanya digunakan untuk mendapatkan
kemudahan untuk dalam bioekuivalen in vivo tetapi dapat membuat keputusan dalam
penemuan dan pengembangan obat baru. Tiga tahap untuk obat diabsropsi :
1. Pelepasan obat dari sediaan
2. Pertahanan tahap kelarutan obat melalui GI
3. Masuknya molekul obat melalui membran GI ke dalam sirkulasi hepatik.
Ada 4 tahap metebolisme enterohepatik yang mempengaruhi sistemik yang sama baiknya
ke dalam sirkulasi sistemik. The Biopharmaceutical Drug Disposition Classification System
(BDDCS) oleh Y. Wu dan L. Benet (2) mengusulkan proses absropsi lengkap termasuk
empat tahap first pass effect.
Evaluasi dari empat tahap absropsi oral adalah efikasi obat oral. Konsekuensi dalam
penentuan kelarutan, permeabilitas, dan stabilitas metabolit telah sepenuhnyah terintegrasi
dengan industri sebagai bagian high throughput screening (HTS) dan optimasi.
FDA membuat klasifikasi BCS dalam penemuan obat baru yaitu BCS 2, BCS 3, atau BCS
4 yang membutuhkan peningkatan kelarutan dan/ atau permeabilitas untuk senyawa
berikutnya. Pompa (pipeline) cenderung mempunyai kelarutan yang rendah yang
menghasilkan peningkatan senyawa BCS 2 dari 30% sampai 50-60% dan menurunkan
senyawa BCS 1 dari 40 % menjadi 10-20%. Hal ini merupakan hal yang kritis untuk industri
yang terus mengintegrasikan prinsip BCS dalam penemuan obat baru.
Peneliti farmasetika dalam pengembagan cepat menggunakan profil data farmasetik untuk
penetapan awal klasifikasi BCS untuk senyawa utama. BCS berdasarkan strategi penemuan
obat memberikan kualitas dengan merancang senyawa utama dengan pengaturan kelarutan,
permeabilitas dan sifat metabolik. BCS berdasarkan polimorf/ bentuk garam dan strategi
formula jarang mendapatkan desain yang minimum untuk efikasi yang tinggi dan harga yang
murah.
PENGUKURAN KELARUTAN DAN PERMEABILITAS DALAM PENEMUAN
ATAU PENGEMBANAGAN
Penemuan obat dimulai dengan identifikasi pharmacophore dengan studi pustaka atau
menggunakan rekombinan seri kimia menggunakan uji biologi seperti ikatan reseptor atau
penghambatan oleh enzim. Perwakilan senyawa kemudain untuk profil HTS pharmaceutical.
Senyawa yang diinginkan secara biologis dan farmasetik kemudian di uji in vivo sebagai
bukti mekanisme yang dikuti dengan penambahan optimasi melalui sintesis kimia.
Penentuan Kelarutan
Pengukuran tipe kelarutan HTS mulai dari larutan DMSO. Stok larutan ini secara
otomatis ditambahkan buffer fosfat pH 7 1µl pada waktu yang sama sampai terbentuk
senyawa endapan. Efek penghamburan cahaya dihasilkan dari bahan yang mengendap yang
dilihat dengan detektor UV atau dari laser nephelometry. Alternatif, suspensi buffer DMSO
dapat diseimbangkan dan disaring. Filtrat kemudian diuji dengan UV. Sistem kelarutan
automatis mempunyai nilai komersial untuk HTS.
Penggunaan larutan DMSO keluar dari kebutuhan karena sampel padat tidak selalu
tersedia pada compund library. Pengendapan dari larutam DMSO tergantung pada kinetik
nukleus dan oleh karena itu, memperlihatkan kelarutan kinetik (kinetic solubilities).
Bagaimanapun, keseimbangan kelarutan (equilibrium solubilities) diperbolehkan oleh FDA
untuk klasifikasi BCS. Metode shake flask yang manual digunakan untuk pengukuram
keseimbangan larutan pada berbagai macam pH. Profil kelarutan pH tidak selasai sampai
seleksi kandidat utama. Kelarutan kinetik (kinetic solubilities) biasanya pararel tetapi sedikit
tinggi dibandingkan keseimbangan kelarutan (equilibrium solubilities).
Penetuan Permeabilitas
Pengukuran permeabilitas HTS memiliki penggunaan yang luas dengan automisasi 24
sumur dari sistem sel jaringan adekarsinoma kolon manusia (Caco-2). Pada sistem ini, sel
monolayer ditumbuhkn ke dalam penyaring yang terdiri dari kompartemen drug donor
(bagian apikal) dan akseptor (bagian basolateral). Permeabilitas diniliai dengan penampilan
obat pada kompartemen akseptor menggunakan UV langsung atau LC-MS. Ketika sistem sel
Caco-2 diautomasi dan menggunakan metode HTS, sistem sel Caco-2 ini tidak ada
kelemahan. Untuk senyawa yang dibawa melalui rute transeluler pasif, permeabilitas Caco-2
merupakan metode valid untuk memprediksi permeabilitas pada manusia. Untuk senyawa
yang dibawa melalui paraseluler atau transporter mediated process atau sangat tidak larut,
permebilitas Caco-2 menunjukan yang tidak sesuai karena tiga alasan:
1. Pompa effluks P-gp (P-glikoprotein) terlalu banyak
2. Proses reduksi rute paraseluler disebabkan lubang cairan
3. Ikatan nonspesifik pada senyawa yang tidak larut kedalam penyaring dan komponen
plastik mereduksi permeabilitas.
Klasifikasi BCS yang disetujui oleh FDA menggunakan metode in vitro Caco-2/MDCK
(pada ginjal anjing selam 3-7 hari) dan in-situ rat perfusion yang menghasilkan hasil yang
negatif apabila permeabilitas rendah.
BCS BERDASARKAN SCREENING BENTUK GARAM/ POLIMORF
Dekade terakhir, industri farmasetik mengalami gangguan persedian atau dapat disebut
produk komersial ketika terjadi perubahan bentuk polimorf dalam pembuatan API atau
selama penyimpanan produk obat. Bentuk polimorf berbeda dalam energi kisi kristal yang
mengahasilkan perubahan kelarutan oleh karena itu, tingkat disolusi juga berubah dan
mempengaruhi bioavabilitas. Screening polimorf harus menjadi aktivitas penting untuk
industri. Berbeda dengan screening garam yang cepat berdasarkan pengunaan garam yang
sama melalu uji pre-klinik dan kilinik, screening polimorf biasanya dilkukan terakhir pada
siklus pengembangan.
FDA menyatakan “ untuk obat yang disolusinya terbatas, berbagai macam bentuk
polimorf menunjukan perbedaan kelarutan yang besar untuk mempengaruhi BA/BE. Di sisi
lain, untuk obat yang diabsropsi terbatas dengan permeabilitas intestinal, berbagai macam
bentuk polimorf menunjukan perbedaan kelarutan yang sedikit untuk mempengaruhi BA/BE.
Sejauh ini, ketika kelarutan bentuk polimorf cukup tinggi dan disolusi obat cepat pada
pengosongan lambung, berbagai macam bentuk polimorf tidak menunjukan perbedaan
kelarutan untuk mempengaruhi BA/BE”. Dengan kata lain, FDA menyatakan bahwa
polimorfisme tidak untuk senyawa kelas BCS 1 dan 3, tetapi untuk senyawa kelas BCS 2 dan
4.
Walaupun screening polimorf dan garam ideal untuk menseleksi bentuk padat yang
optimum dari senyawa penuntun ke uji farmakokinetik pada hewan (PK), uji screening ini
mahal dan membutuhkan waktu. Karena klasifikasi BCS dapat mengunakan profil HTS,
dengan waktu yang rasional. Pada skema 1 merupakan jalan efisien untuk memprioritaskan
screening garam dan polimorf pada hewan.
Kesimpulan, screening polimorf dapat selesai untuk uji farmakokinetik (PK) pada hewan
untuk senyawa non-BCS 1 yang terlepas bebas atau bentuk garam. Penambahan bentuk
garam dapat berdasarkan peningkatan penampilan farmakokinetik dan/ atau pembuatan
bentuk bebas.
STRATEGI FORMULASI BCS
Klasifikasi BCS tidah hanya digunakan pada strategi seleksi garam/ polimorf yang
rasional, tetapi juga strategi pembuatan formula ke hewan dan manusia.
Formulasi Hewan
Pengembangan formula pada hewan jarang memiliki tantangan daripada pengembagan
formula kepada manusia disebabkan rentang dosis yang tinggi untuk mengeksplorasi
toksisitas untuk penanda batas keamanan pada hewan yang akan diuji kepada manusia.
BCS berdasarkan keputusan dari pengembangan formula hewan pada bagan yang
ditunjukkan pada skema 2. Untuk komponene kelas 1, vehicle adalah API pada kapsul untuk
anjing dan larutan atau suspensi untuk tikus, mencit, dan monyet. Untuk senyawa kelas 3
dengan kelarutan yang tinggi dan permeabilitas yang rendah, peningkat absropsi dapat
dipertimbangkan untuk formulasi manusia tetapi tidak untuk formulasi pada hewan. Untuk
dosis 1000 mg/kg BB, rasio a modest 1:2 obat/kg BB yang diperbolehkan dosis eksipien
2000 mg/Kg BB. Nilai ini jarang sangat tinggi untuk eksipien tanpa mengurangi exicipient-
related-toxcity. API pada kapsul, larutan atau suspensi dapat menjadi pilihan untuk formula
toksikologi untuk BCS kelas 3.
Untuk senyawa BCS 2, pilihan formulasi lebih luas. Pertama, API dapt dimicronized
untuk memperluas permukaan dan kecepatan disolusi. Kedua, surfaktan atau peningkat
kelarutan dapat ditambahkan untuk meningkatkan pembasahan dan disolusi. Pada kasus
dimana senyawa adalah ion, pH modifier (asam atau basa) dapat digunakan untuk
meningkatkan kelarutan. Bagaimanapun, penggunaan modifikasi dapat dievaluasi
pengendapan in-gut disebabkan gradien pH GI. Untuk contoh, komponen dasar dengan pKa
sekitar 7 dapat dilarutkan 1000 fold pada pH 4 dengan penambahan asam sitrat.
Bagaimanapun, komponen larut dalam asam nitrat dapat mengendap pada pH 7 di GI bagian
bawah. Fenomena ini jarang membawa truncted absorption phase Tmax (kurang dari satu
jam dosis diberikan pada fasted state). Penambahan surfaktan dapat menghambat nucleation
dan pengendapan in-gut perlahan yang telah diberikan surfaktan bersama dengan obat pada
saluran GI. Kombinasi pemggunaaan pH modifier dan surfaktan dapat lebih efektif dalam
peningkatan laju absropsi dibandingkan pemberin pH saja.
Pada beberapa kasus, pemaparan hewan dari suspensi yang mengandung surfaktan/ pH
modifier menghasilkan studi toksikologi yang rendah, energi padat yang tinggi dapat dibuat
dengan dispersi pada matriks polimer sebagai dispersi padat atau dengan extensive grinding
menjadi partikel nano. Bentuk amorf memiliki energi yang tinggi dengan disolusi yang cepat.
Alternatif lain, jika komponen sangat larut dalam pelarut seperti poliols, gliserida, dan
fosfolipid, larutan bukan air dapat dipertimbangkan. Untuk senyawa BCS kelas 3 dan 4,
pembawaannya cepat dari formula larutan yang memberikan penambahan keuntungan pada
lapisan permeabilitas rendah. Kolaborasi dengan pakar toksikologi diperlukan untuk
meyakinkan bahwa plasebo tidak menghasilkan efek samping.
Formulasi pada Manusia
Industri farmasi mengikuti pendekatan untuk formula first in human (FIH) :
1. Formulasi aktif saja contoh: serbuk dalam botol atau serbuk dalam kapsul
2. Bonafide formulation
Ada keuntungan dan kerugian pada formula ini. Ketika formulasi aktif saja dapat
berpindah cepat ke dalam fase 1 uji klinik. Pengembangan skala formulasi fase 2 dapat
dimulai segera setelah fase 1. Studi farmakokinetik diperlukan untuk meyakinkan keamanan
dan efikasi yang konsisten dengan formulasi yang baru. Untuk komponen dengan kelarutan
rendah dan/ atau permeabilitas rendah, bioekuivalen antara dua tipe formulasi diatas dapat
memberikan penyesuain dosis yng berbeda. Pendekatan bonafide formulation yang
memberikan scalable fase 2 pada formula dapat mengurangi waktu transisi antara fase klinik
dan siklus pengembangan obat yang pendek.
Formulasi manusia memiliki perbedaaan degan formulasi hewan. Formulasi padat
(kapsul/ tablet) daripada larutan/ suspensi adalah harus diberikan untuk pasien yang setuju
kecuali life-saving conditions. Jumlah eksipien digunakan pada formulasi oral padat sangat
terbatas (kurang dari 1 g). Oleh karena itu, toksisitas eksipien jarang terlihat pada manusia.
Pemilihan eksipien untuk formulasi pada manusia lebih luas daripada untuk formula hewan.
Bagaimanapun, berat tablet yang rendah atau volume kapsul yang kecil dibutuhkan untuk
drugs loading yang sangat tinggi. Formulasi kelarutan jarang tidak sesuai untuk komponen
dengan dosis yang tinggi atau potensi yang rendah. Perbandingan formulasi hewan dan
manusi ditunjukkan pada tabel 1.
Teknologi yang memungkinkan
Dengan tingginya screening dan pertanyaan untuk potensi nanomolar pada IC50 atau EC
50, lebih dan lebih komponen lipofilik dan hidrofobik ditemukan. Komponen pipeline tidak
larut dalam air, membran GI yang tidak permeabel dan mempunyai ukuran molekuler yang
besar dengan berat molekuler yang tinggi lebih dari 500Da. Pengunaan formulasi yang simple
dengan eksipien tradisional jarang menghasilkan kegagalan untuk memperoleh potensi dan/
atau pemaparan yang cukup untuk batas aman kesehatan. Oleh karena itu, formula dengan
eksipien yang nonkonvesional memperoleh popularitas dalam tahun terakhir ini untuk
komponen dalam uji preklinik dan klinik.
Kesimpulan
Strategi formulasi dapat efisien dengan pertimbangan klasifikasi BCS. Objektif formulasi
FIH adalah untuk mendapatkan dosis yang linear dan mengurangi keragaman inter atau intra
subjek dan untuk memberikan komponon non-BCS 1 dapat dikembangkan. Formulasi
pertama yang benar adalah essensial untuk memastikan konsistetnsi pada database dan
mengurangi waktu siklus R&D. Strategi BCS adalah sesuai dengan FDA tahun 2000 yaitu
mengatur resiko dan 2004 critical path yang inisiatif untuk memberikan uji klinis dan
mempercepat pengembangan obat baru yaitu kualitas dengan menrancang untuk produk
farmasetika.
DAFTAR PUSTAKA
Ku, Sherry.M. 2008. Use of The Biopharmaceutical Classification System in Early Drug
Development. American Association of Pharaceutical Scientists.
Shargel, Leon, dkk. 2004. Applied Biopharmaceutis and Pharmacokinetics Fifth Edition.
McGraw-Hill’s.