15
Definisi Biofarmasetik adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat kima obat, sediaan obat yang diberikan, rute pemberian obat, dan tingkat absrobsi obat secara sistemik. STUDI BIOEKUIVALEN Perbedaan dalam memprediksi respon atau efek samping dapat terjadi karena perbedaan individu dalam farmakokinetik dan/ atau farmakodinamik atau perbedaan bioavabilitas obat dalam sediaan. Produk bioekuivalen obat yang mempunyai bioavabilitas yang sama akan memberikan prediksi respon yang sama. DASAR PENENTUAN BIOEKUIVALEN Bioekuivalen dapat diketahui jika bioavabilitas in-vivo dari tes suatu produk obat (biasanya produk generik) tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam tingkat produk dan absropsi, karena penentuan dengan perbandingan prameter

Penggunaan Sistem Klasifikasi Biofarmasetika Dalam Pengembangan Obat Yang Cepat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sistem BCS

Citation preview

Page 1: Penggunaan Sistem Klasifikasi Biofarmasetika Dalam Pengembangan Obat Yang Cepat

Definisi

Biofarmasetik adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat kima obat, sediaan obat

yang diberikan, rute pemberian obat, dan tingkat absrobsi obat secara sistemik.

STUDI BIOEKUIVALEN

Perbedaan dalam memprediksi respon atau efek samping dapat terjadi karena

perbedaan individu dalam farmakokinetik dan/ atau farmakodinamik atau perbedaan

bioavabilitas obat dalam sediaan. Produk bioekuivalen obat yang mempunyai bioavabilitas

yang sama akan memberikan prediksi respon yang sama.

DASAR PENENTUAN BIOEKUIVALEN

Bioekuivalen dapat diketahui jika bioavabilitas in-vivo dari tes suatu produk obat

(biasanya produk generik) tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam tingkat produk

dan absropsi, karena penentuan dengan perbandingan prameter (seperti, konsentrasi obat aktif

dalam darah , ekskresi oleh urin, atau efek farmakodinamik), reference listed drug (nama

dagang produk) ketika diberikan dengan dosis yang sama pada eksperimen yang sama, dosis

tunggal atau multiple dose.

Dalam pengembangan obat, sifat biofarmasetik zat aktif obat atau formulasi produk obat

dapat mengindikasi bahwa obat mempunyai bermacam-macam masalah bioavabilitas dan/

atau bioekuivalen. Beberapa sifat biofarmasetik termasuk:

Page 2: Penggunaan Sistem Klasifikasi Biofarmasetika Dalam Pengembangan Obat Yang Cepat

1. Bahan aktif obat memiliki kelarutan rendah dalam air (contoh: kurang dari 5 mg/mL)

2. Laju disolusi yang lambat pada satu atau beberapa produk (contoh: kurang dari 50%

dalam 30 menit ketika diuji dengan metode yang spesifik oleh FDA)

3. Ukuran partikel dan/ atau luas permukaan obat aktif adalah kritis daam penentuan

bioavabilitas

4. Bentuk obat aktif (polimorf, solvates, kompleks atau modifikasi kristal) sedikit

terlarut yang mempengaruhi absropsi

5. Produk obat yang mempunyai rasio eksipien untuk bahan aktif (contoh, lebih baik

dari 5:1)

6. Bahan inaktif yang spesifik (contoh: eksipien hidrofilik atau hidrofobik dan lubrikan)

yang dapat diabsropsibahan obat aktif atau therapeutic moiety atau yang dapat

mempengaruhi absropsi

7. Bahan aktif obat, therapeutic moiety, atau sebuah prekusor yang diabsropsi dalam

bagian besar di saluran GI atau diabsropsi dari localized site.

8. Tingkat absropsiyang rendah bahan aktif obat, therapeutic moiety, atau prekusor

(contoh: kurang dari 50%, biasanya dibandingkan untuk dosis intravena), ketika

diberikan dalam sediaaan yang murni (contoh: larutan)

9. Metabolisme cepat dari therapeutic moiety di dinding usus atau hati selama proses

absropsi (first-order metabolism), sehingga laju absropsi dapat mempengaruhi efek

terapetik yang akan diberikan atau terjadi toksisitas dari produk obat.

10. Therapeutic moiety yang cepat metabolisme atau ekskresinya, memberikan

keefektifan laju disolusi dan absropsi yang diinginkan

11. Bahan obat aktif atau therapeutic moiety tidak stabil di saluran GI dan perlu

penyalutan atau formulasi (contoh: buffer, salut enterik, atau salut film) untuk

absorpsi

12. Pentingnya dosis efek terapeutik dan laju absorpsi dalam penentuan bioekuivalen

Page 3: Penggunaan Sistem Klasifikasi Biofarmasetika Dalam Pengembangan Obat Yang Cepat

REVIEW JURNAL

Sistem klasifikasi biofarmasetika (BCS) tidak hanya digunakan untuk mendapatkan

kemudahan untuk dalam bioekuivalen in vivo tetapi dapat membuat keputusan dalam

penemuan dan pengembangan obat baru. Tiga tahap untuk obat diabsropsi :

1. Pelepasan obat dari sediaan

2. Pertahanan tahap kelarutan obat melalui GI

3. Masuknya molekul obat melalui membran GI ke dalam sirkulasi hepatik.

Ada 4 tahap metebolisme enterohepatik yang mempengaruhi sistemik yang sama baiknya

ke dalam sirkulasi sistemik. The Biopharmaceutical Drug Disposition Classification System

(BDDCS) oleh Y. Wu dan L. Benet (2) mengusulkan proses absropsi lengkap termasuk

empat tahap first pass effect.

Evaluasi dari empat tahap absropsi oral adalah efikasi obat oral. Konsekuensi dalam

penentuan kelarutan, permeabilitas, dan stabilitas metabolit telah sepenuhnyah terintegrasi

dengan industri sebagai bagian high throughput screening (HTS) dan optimasi.

FDA membuat klasifikasi BCS dalam penemuan obat baru yaitu BCS 2, BCS 3, atau BCS

4 yang membutuhkan peningkatan kelarutan dan/ atau permeabilitas untuk senyawa

berikutnya. Pompa (pipeline) cenderung mempunyai kelarutan yang rendah yang

menghasilkan peningkatan senyawa BCS 2 dari 30% sampai 50-60% dan menurunkan

senyawa BCS 1 dari 40 % menjadi 10-20%. Hal ini merupakan hal yang kritis untuk industri

yang terus mengintegrasikan prinsip BCS dalam penemuan obat baru.

Peneliti farmasetika dalam pengembagan cepat menggunakan profil data farmasetik untuk

penetapan awal klasifikasi BCS untuk senyawa utama. BCS berdasarkan strategi penemuan

obat memberikan kualitas dengan merancang senyawa utama dengan pengaturan kelarutan,

permeabilitas dan sifat metabolik. BCS berdasarkan polimorf/ bentuk garam dan strategi

formula jarang mendapatkan desain yang minimum untuk efikasi yang tinggi dan harga yang

murah.

PENGUKURAN KELARUTAN DAN PERMEABILITAS DALAM PENEMUAN

ATAU PENGEMBANAGAN

Penemuan obat dimulai dengan identifikasi pharmacophore dengan studi pustaka atau

menggunakan rekombinan seri kimia menggunakan uji biologi seperti ikatan reseptor atau

Page 4: Penggunaan Sistem Klasifikasi Biofarmasetika Dalam Pengembangan Obat Yang Cepat

penghambatan oleh enzim. Perwakilan senyawa kemudain untuk profil HTS pharmaceutical.

Senyawa yang diinginkan secara biologis dan farmasetik kemudian di uji in vivo sebagai

bukti mekanisme yang dikuti dengan penambahan optimasi melalui sintesis kimia.

Penentuan Kelarutan

Pengukuran tipe kelarutan HTS mulai dari larutan DMSO. Stok larutan ini secara

otomatis ditambahkan buffer fosfat pH 7 1µl pada waktu yang sama sampai terbentuk

senyawa endapan. Efek penghamburan cahaya dihasilkan dari bahan yang mengendap yang

dilihat dengan detektor UV atau dari laser nephelometry. Alternatif, suspensi buffer DMSO

dapat diseimbangkan dan disaring. Filtrat kemudian diuji dengan UV. Sistem kelarutan

automatis mempunyai nilai komersial untuk HTS.

Penggunaan larutan DMSO keluar dari kebutuhan karena sampel padat tidak selalu

tersedia pada compund library. Pengendapan dari larutam DMSO tergantung pada kinetik

nukleus dan oleh karena itu, memperlihatkan kelarutan kinetik (kinetic solubilities).

Bagaimanapun, keseimbangan kelarutan (equilibrium solubilities) diperbolehkan oleh FDA

untuk klasifikasi BCS. Metode shake flask yang manual digunakan untuk pengukuram

keseimbangan larutan pada berbagai macam pH. Profil kelarutan pH tidak selasai sampai

seleksi kandidat utama. Kelarutan kinetik (kinetic solubilities) biasanya pararel tetapi sedikit

tinggi dibandingkan keseimbangan kelarutan (equilibrium solubilities).

Penetuan Permeabilitas

Pengukuran permeabilitas HTS memiliki penggunaan yang luas dengan automisasi 24

sumur dari sistem sel jaringan adekarsinoma kolon manusia (Caco-2). Pada sistem ini, sel

monolayer ditumbuhkn ke dalam penyaring yang terdiri dari kompartemen drug donor

(bagian apikal) dan akseptor (bagian basolateral). Permeabilitas diniliai dengan penampilan

obat pada kompartemen akseptor menggunakan UV langsung atau LC-MS. Ketika sistem sel

Caco-2 diautomasi dan menggunakan metode HTS, sistem sel Caco-2 ini tidak ada

kelemahan. Untuk senyawa yang dibawa melalui rute transeluler pasif, permeabilitas Caco-2

merupakan metode valid untuk memprediksi permeabilitas pada manusia. Untuk senyawa

yang dibawa melalui paraseluler atau transporter mediated process atau sangat tidak larut,

permebilitas Caco-2 menunjukan yang tidak sesuai karena tiga alasan:

1. Pompa effluks P-gp (P-glikoprotein) terlalu banyak

2. Proses reduksi rute paraseluler disebabkan lubang cairan

Page 5: Penggunaan Sistem Klasifikasi Biofarmasetika Dalam Pengembangan Obat Yang Cepat

3. Ikatan nonspesifik pada senyawa yang tidak larut kedalam penyaring dan komponen

plastik mereduksi permeabilitas.

Klasifikasi BCS yang disetujui oleh FDA menggunakan metode in vitro Caco-2/MDCK

(pada ginjal anjing selam 3-7 hari) dan in-situ rat perfusion yang menghasilkan hasil yang

negatif apabila permeabilitas rendah.

BCS BERDASARKAN SCREENING BENTUK GARAM/ POLIMORF

Dekade terakhir, industri farmasetik mengalami gangguan persedian atau dapat disebut

produk komersial ketika terjadi perubahan bentuk polimorf dalam pembuatan API atau

selama penyimpanan produk obat. Bentuk polimorf berbeda dalam energi kisi kristal yang

mengahasilkan perubahan kelarutan oleh karena itu, tingkat disolusi juga berubah dan

mempengaruhi bioavabilitas. Screening polimorf harus menjadi aktivitas penting untuk

industri. Berbeda dengan screening garam yang cepat berdasarkan pengunaan garam yang

sama melalu uji pre-klinik dan kilinik, screening polimorf biasanya dilkukan terakhir pada

siklus pengembangan.

FDA menyatakan “ untuk obat yang disolusinya terbatas, berbagai macam bentuk

polimorf menunjukan perbedaan kelarutan yang besar untuk mempengaruhi BA/BE. Di sisi

lain, untuk obat yang diabsropsi terbatas dengan permeabilitas intestinal, berbagai macam

bentuk polimorf menunjukan perbedaan kelarutan yang sedikit untuk mempengaruhi BA/BE.

Sejauh ini, ketika kelarutan bentuk polimorf cukup tinggi dan disolusi obat cepat pada

pengosongan lambung, berbagai macam bentuk polimorf tidak menunjukan perbedaan

kelarutan untuk mempengaruhi BA/BE”. Dengan kata lain, FDA menyatakan bahwa

polimorfisme tidak untuk senyawa kelas BCS 1 dan 3, tetapi untuk senyawa kelas BCS 2 dan

4.

Walaupun screening polimorf dan garam ideal untuk menseleksi bentuk padat yang

optimum dari senyawa penuntun ke uji farmakokinetik pada hewan (PK), uji screening ini

mahal dan membutuhkan waktu. Karena klasifikasi BCS dapat mengunakan profil HTS,

dengan waktu yang rasional. Pada skema 1 merupakan jalan efisien untuk memprioritaskan

screening garam dan polimorf pada hewan.

Page 6: Penggunaan Sistem Klasifikasi Biofarmasetika Dalam Pengembangan Obat Yang Cepat

Kesimpulan, screening polimorf dapat selesai untuk uji farmakokinetik (PK) pada hewan

untuk senyawa non-BCS 1 yang terlepas bebas atau bentuk garam. Penambahan bentuk

garam dapat berdasarkan peningkatan penampilan farmakokinetik dan/ atau pembuatan

bentuk bebas.

STRATEGI FORMULASI BCS

Klasifikasi BCS tidah hanya digunakan pada strategi seleksi garam/ polimorf yang

rasional, tetapi juga strategi pembuatan formula ke hewan dan manusia.

Formulasi Hewan

Pengembangan formula pada hewan jarang memiliki tantangan daripada pengembagan

formula kepada manusia disebabkan rentang dosis yang tinggi untuk mengeksplorasi

toksisitas untuk penanda batas keamanan pada hewan yang akan diuji kepada manusia.

BCS berdasarkan keputusan dari pengembangan formula hewan pada bagan yang

ditunjukkan pada skema 2. Untuk komponene kelas 1, vehicle adalah API pada kapsul untuk

anjing dan larutan atau suspensi untuk tikus, mencit, dan monyet. Untuk senyawa kelas 3

dengan kelarutan yang tinggi dan permeabilitas yang rendah, peningkat absropsi dapat

dipertimbangkan untuk formulasi manusia tetapi tidak untuk formulasi pada hewan. Untuk

dosis 1000 mg/kg BB, rasio a modest 1:2 obat/kg BB yang diperbolehkan dosis eksipien

2000 mg/Kg BB. Nilai ini jarang sangat tinggi untuk eksipien tanpa mengurangi exicipient-

Page 7: Penggunaan Sistem Klasifikasi Biofarmasetika Dalam Pengembangan Obat Yang Cepat

related-toxcity. API pada kapsul, larutan atau suspensi dapat menjadi pilihan untuk formula

toksikologi untuk BCS kelas 3.

Untuk senyawa BCS 2, pilihan formulasi lebih luas. Pertama, API dapt dimicronized

untuk memperluas permukaan dan kecepatan disolusi. Kedua, surfaktan atau peningkat

kelarutan dapat ditambahkan untuk meningkatkan pembasahan dan disolusi. Pada kasus

dimana senyawa adalah ion, pH modifier (asam atau basa) dapat digunakan untuk

meningkatkan kelarutan. Bagaimanapun, penggunaan modifikasi dapat dievaluasi

pengendapan in-gut disebabkan gradien pH GI. Untuk contoh, komponen dasar dengan pKa

sekitar 7 dapat dilarutkan 1000 fold pada pH 4 dengan penambahan asam sitrat.

Bagaimanapun, komponen larut dalam asam nitrat dapat mengendap pada pH 7 di GI bagian

bawah. Fenomena ini jarang membawa truncted absorption phase Tmax (kurang dari satu

jam dosis diberikan pada fasted state). Penambahan surfaktan dapat menghambat nucleation

dan pengendapan in-gut perlahan yang telah diberikan surfaktan bersama dengan obat pada

saluran GI. Kombinasi pemggunaaan pH modifier dan surfaktan dapat lebih efektif dalam

peningkatan laju absropsi dibandingkan pemberin pH saja.

Pada beberapa kasus, pemaparan hewan dari suspensi yang mengandung surfaktan/ pH

modifier menghasilkan studi toksikologi yang rendah, energi padat yang tinggi dapat dibuat

dengan dispersi pada matriks polimer sebagai dispersi padat atau dengan extensive grinding

menjadi partikel nano. Bentuk amorf memiliki energi yang tinggi dengan disolusi yang cepat.

Alternatif lain, jika komponen sangat larut dalam pelarut seperti poliols, gliserida, dan

fosfolipid, larutan bukan air dapat dipertimbangkan. Untuk senyawa BCS kelas 3 dan 4,

pembawaannya cepat dari formula larutan yang memberikan penambahan keuntungan pada

lapisan permeabilitas rendah. Kolaborasi dengan pakar toksikologi diperlukan untuk

meyakinkan bahwa plasebo tidak menghasilkan efek samping.

Page 8: Penggunaan Sistem Klasifikasi Biofarmasetika Dalam Pengembangan Obat Yang Cepat

Formulasi pada Manusia

Industri farmasi mengikuti pendekatan untuk formula first in human (FIH) :

1. Formulasi aktif saja contoh: serbuk dalam botol atau serbuk dalam kapsul

2. Bonafide formulation

Ada keuntungan dan kerugian pada formula ini. Ketika formulasi aktif saja dapat

berpindah cepat ke dalam fase 1 uji klinik. Pengembangan skala formulasi fase 2 dapat

dimulai segera setelah fase 1. Studi farmakokinetik diperlukan untuk meyakinkan keamanan

dan efikasi yang konsisten dengan formulasi yang baru. Untuk komponen dengan kelarutan

rendah dan/ atau permeabilitas rendah, bioekuivalen antara dua tipe formulasi diatas dapat

memberikan penyesuain dosis yng berbeda. Pendekatan bonafide formulation yang

memberikan scalable fase 2 pada formula dapat mengurangi waktu transisi antara fase klinik

dan siklus pengembangan obat yang pendek.

Formulasi manusia memiliki perbedaaan degan formulasi hewan. Formulasi padat

(kapsul/ tablet) daripada larutan/ suspensi adalah harus diberikan untuk pasien yang setuju

Page 9: Penggunaan Sistem Klasifikasi Biofarmasetika Dalam Pengembangan Obat Yang Cepat

kecuali life-saving conditions. Jumlah eksipien digunakan pada formulasi oral padat sangat

terbatas (kurang dari 1 g). Oleh karena itu, toksisitas eksipien jarang terlihat pada manusia.

Pemilihan eksipien untuk formulasi pada manusia lebih luas daripada untuk formula hewan.

Bagaimanapun, berat tablet yang rendah atau volume kapsul yang kecil dibutuhkan untuk

drugs loading yang sangat tinggi. Formulasi kelarutan jarang tidak sesuai untuk komponen

dengan dosis yang tinggi atau potensi yang rendah. Perbandingan formulasi hewan dan

manusi ditunjukkan pada tabel 1.

Teknologi yang memungkinkan

Dengan tingginya screening dan pertanyaan untuk potensi nanomolar pada IC50 atau EC

50, lebih dan lebih komponen lipofilik dan hidrofobik ditemukan. Komponen pipeline tidak

larut dalam air, membran GI yang tidak permeabel dan mempunyai ukuran molekuler yang

besar dengan berat molekuler yang tinggi lebih dari 500Da. Pengunaan formulasi yang simple

dengan eksipien tradisional jarang menghasilkan kegagalan untuk memperoleh potensi dan/

atau pemaparan yang cukup untuk batas aman kesehatan. Oleh karena itu, formula dengan

eksipien yang nonkonvesional memperoleh popularitas dalam tahun terakhir ini untuk

komponen dalam uji preklinik dan klinik.

Kesimpulan

Strategi formulasi dapat efisien dengan pertimbangan klasifikasi BCS. Objektif formulasi

FIH adalah untuk mendapatkan dosis yang linear dan mengurangi keragaman inter atau intra

subjek dan untuk memberikan komponon non-BCS 1 dapat dikembangkan. Formulasi

pertama yang benar adalah essensial untuk memastikan konsistetnsi pada database dan

Page 10: Penggunaan Sistem Klasifikasi Biofarmasetika Dalam Pengembangan Obat Yang Cepat

mengurangi waktu siklus R&D. Strategi BCS adalah sesuai dengan FDA tahun 2000 yaitu

mengatur resiko dan 2004 critical path yang inisiatif untuk memberikan uji klinis dan

mempercepat pengembangan obat baru yaitu kualitas dengan menrancang untuk produk

farmasetika.

Page 11: Penggunaan Sistem Klasifikasi Biofarmasetika Dalam Pengembangan Obat Yang Cepat

DAFTAR PUSTAKA

Ku, Sherry.M. 2008. Use of The Biopharmaceutical Classification System in Early Drug

Development. American Association of Pharaceutical Scientists.

Shargel, Leon, dkk. 2004. Applied Biopharmaceutis and Pharmacokinetics Fifth Edition.

McGraw-Hill’s.