320
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2012 POSO NASUTION TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 4/17/2012

Pengelolaan Sumber Daya Air

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pemanfaatan sumber daya air dan hubungannya dengan perencanan drainase lingkungan

Citation preview

POSO NASUTIONTEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

4/17/20122012

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR(PSDA)

TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

HALAMAN JUDUL

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

DISUSUN OLEH :

POSO NASUTION

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2012

2

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya kami dapat menyelesaikan buku

yang berjudul “Pendahuluan Pengelolaan Sumber Daya Air”. Buku yang kami susun ini

merupakan salah satu tugas matakuliah PSDA. Penyusunan buku ini berfungsi untuk

menambah wawasan serta pengetahuan pembaca mengenai PSDA.

Atas tersusunnya buku ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu kami, hingga terselesaikannya buku ini. Namun kami menyadari,

buku yang kami susun ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran

sangat kami harapkan dari berbagai pihak. Sebagai manusia biasa, kami berusaha

dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin, dan sebagai manusia biasa juga kami

tidak luput dari segala kesalahan dan kekhilafan dalam menyusun buku ini.

Untuk menyempurnakan buku ini, kami dengan senang hati akan menerima kritik

dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak. Sehingga di kemudian hari

kami dapat menyempurnakan buku ini dan kami dapat belajar dari kesalahan-kesalahan

yang telah kami lakukan.

Akhirnya kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat khusunya bagi kami dan

umumnya bagi semua pihak yang berkepentingan. Amin.

Semarang, 19 Maret 2012

3

HALAMAN JUDUL....................................................................................................ii

KATA PENGANTAR.................................................................................................iii

Pendahuluan Pengelolaan Sumber Daya Air................................................................7

Landasan Hukum Pengelolaan Sumber Daya Air......................................................14

Kerangka Dasar Pengelolaan SDA Berbasis Wilayah Sungai...................................17

Informasi Kondisi WS, Topografi dan Batimetri; Hidrometri; Geologi; Mekanika

tanah................................................................................................................................21

Morfologi Sungai; Ekologi; Geografis dan Kependudukan; Pengembangan Wilayah

.........................................................................................................................................39

Definisi dan Komponen River Basin..........................................................................44

Komponen dan Fungsi Infrastruktur Air....................................................................50

Siklus Hidrologi dan Prinsip Water Balance..............................................................56

Pemanfaatan SDA Untuk Irigrasi, Air Baku, PLTA, Keseimbangan Ekosistem.......69

POTENSI SUMBER DAYA AIR SEBAGAI NAVIGASI, PERIKANAN,

PENGGELONTORAN DAN REKREASI.....................................................................79

Standar Kebutuhan Air Untuk Irigasi, Perkotaan, Rumah Tangga dan Industri.....103

PROYEKSI KEBUTUHAN AIR JANGKA PANJANG DENGAN METODE

ARITMATIK, GEOMETRI DAN LEAST SQUARE..................................................110

POTENSI AIR PERMUKAAN, AIR BAWAH TANAH, DAN KAJIAN ANALISA

HIDROLOGI YANG BERKAITAN DENGAN RUNOFF..........................................122

POTENSI AIR PERMUKAAN, AIR TANAH, KAJIAN ANALISIS HIDROLOGI

BERKAITAN DENGAN ALIRAN DASAR...............................................................131

INFILTRASI, EVAPOTRANSPIRASI; ANALISA HIDROGRAF DAN

KARAKTERISTIK DAERAH PENGALIRAN SUNGAI (DPS)................................135

MAKALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR..........................................141

HIDROGRAF INFLOW DAN OUTFLOW UNTUK REGULATED DAN

UNREGULATED OUTFLOW.....................................................................................141

4

POTENSI SUMBER DAYA AIR dan KOMPONEN HIDROLOGI untuk WATER

BALANCE dalam DPS.................................................................................................146

PERSAMAAN WATER BALANCE UNTUK DPS, WATER BODYS & DIRECT

RUN OFF......................................................................................................................150

PENERAPAN PERMODALAN HUJAN DAN ALIRAN PERMUKAAN............158

DENGAN METODE RASIONAL...........................................................................158

Variasi dan Karakteristik Koefisien Run Off Terhadap Karakteristik DPS, Kawasan

Terbangun, dan Belum Berkembang.............................................................................161

KARAKTERISTIK INTENSITAS HUJAN TERHADAP DEBIT PUNCAK........169

TUJUAN PERENCANAAN UNTUK MENGEMBANGKAN SDA.....................174

Perencanaan untuk Pengembangan Infrastruktur Sumber Daya Air : Tahapan

Perencanaan dan Pengambilan Data..............................................................................178

KAJIAN LINGKUNGAN........................................................................................191

ANALISA SYSTEM, PROYEK MULTI TUJUAN, DAN ALOKASI DANA

DALAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PSDA.........................................205

KRITERIA DAN INDIKATOR DALAM PEMBANGUNAN SUMBER DAYA

AIR BERKELANJUTAN.............................................................................................212

5

PENDAHULUAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

1. Istilah dan Definisi

Pertama-tama perlu kita diketahui terlebih dahulu mengenai Istilah istilah yang

berkaitan dengan Pengelolaan Sumber Daya Air, agar lebih mempermudah untuk

memahami Pengelolaan Sumber Daya Air yang akan di bahas oleh makalah ini.

Berikut ini adalah definisi istilah-istilah di Bidang Sumber Daya Air.

Air Adalah semua air yang terdapat pada, diatas ataupun dibawah permukaan tanah,

termasuk dalam pengertian ini :

Air permukaan;

Air tanah;

Air hujan;

Air laut yang ada didarat.

Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, dan air tanah

adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.

Pengertian tentang air ini menjelaskan bahwa air tanah merupakan bagian yang tidak

terpisahkan secara keseluruhan.

(UU Nomor 7 tahun 2004)

Sumber daya air merupakan bagian dari sumber daya yang mempunyai sifat yang

sangat berbeda dengan sumber daya alam lainnya. Air merupakan sumber daya yang

terbarui, bersifat dinamis mengikuti siklus hydrologi yang secara alamiah berpindah-

pindah serta mengalami perubahan bentuk dan sifat. Tergantung dari waktu dan lokasinya,

air dapat berupa zat padat sebagai es dan salju, dapat berupa air yang mengalir serta air

permukaan. Berada dalam tanah sebagai air tanah, berada di udara sebagai air hujan,

berada di laut sebagai air laut, dan bahkan berupa uap air yang didefinisikan sebagai air

udara.

6

Gambar 1 Siklus Air

Sumber Air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, diatas

ataupun dibawah permukaan tanah.

Daya Air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air yang dapat

memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta

lingkungannya, dan

Sumber Daya Air adalah air, Sumber air dan Daya air yang terkandung didalamnya.

2. Fakta – Fakta Krisis Air

Hanya 0.4% dari total air dunia yang tersedia bagi manusia.

Kini lebih dari 2 milyar manusia yang terkena dampak dari kekurangan air di lebih dari 40

negara.

263 wilayah sungai digunakan oleh dua negara atau lebih secara bersama-sama.

2 juta ton limbah manusia setiap hari terbuang di daerah aliran air.

Setengah dari populasi dunia yang berkembang terpapar oleh sumberdaya air tercemar

yang menambah tingkat penyakit.

90% dari bencana alam tahun era 1990an berhubungan dengan air.

Meningkatnya jumlah orang dari 6 milyar menjadi 9 milyar akan membuat pengelolaan

sumberdaya air menjadi demikian penting hingga 50 tahun ke depan.

7

3. Penimbangan Sumber Daya Air

Berdasarkan penimbangan tentang sumber daya Air, Bahwa dalam menghadapi

ketidakseimbangan antar ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air

yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi

social, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras.

Pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan

keterpaduan yang harmonis antarwilayah, anatarsektor, dan antar generasi. Adanya

Permasalahan air yang semakin komplek menuntut kita untuk mengelolah sumberdaya air

sehingga dapat menunjang kehidupan masyarakat dengan baik.

4. Pengertian Pengelolaan Sumber Daya Air

Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau,

dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan

sumber daya air, dan pengendalian daya air rusak.

Pengertian lain Pengelolaan sumberdaya air didefinisikan sebagai aplikasi dari cara

struktural dan non-struktural untuk mengendalikan sistem sumberdaya air alam dan buatan

manusia untuk kepentingan/manfaat manusia dan tujuan-tujuan lingkungan. (Kodoatie

Robert J dkk, 2002).

Pengelolaan di sini memiliki arti seluas-luasnya. Hal ini menekankan bahwa kita tidak

boleh hanya memusatkan pada pengembangan sumberdaya air namun kita juga harus

mengelola pengembangan sumberdaya air yang dapat memastikan kegunaan jangka

panjang yang berkelanjutan untuk generasi masa depan. (Biltonen, 2002)

5. Fungsi Pengelolaan Sumber Daya Air

Alokasi air.

Mengalokasikan air bagi pengguna air dan kegunaan air dalam skala besar,

memelihara tingkat minimal untuk penggunaan secara sosial dan lingkungan sekaligus

memelihara kesetaraan dan kebutuhan pembangunan untuk masyarakat.

Pengendalian pencemaran.

Menangani pencemaran dengan menggunakan sistem prinsip pencemar-bayar dan

insentif yang sesuai untuk mengurangi masalah pencemaran paling penting dan

meminimalisir dampak lingkungan dan sosial.

Pemantauan sumberdaya air, penggunaan air dan pencemaran.

8

Menerapkan sistem pengawasan yang efektif yang menyediakan informasi

pengelolaan yang penting dan mengidentifikasi dan merespon atas pelanggaran

terhadap hukum, peraturan dan izin.

Pengelolaan informasi.

Menyediakan data penting yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan yang jelas

dan transparan demi pembangunan dan pengelolaan berkelanjutan atas sumberdaya air.

Pengelolaan ekonomi dan keuangan.

Menerapkan instrumen ekonomi dan keuangan demi investasi, pemulihan dana dan

perubahan perilaku untuk mendukung kesetaraan akses dan manfaat berkelanjutan bagi

masyarakat dari penggunaan air.

6. Definisi atau Istilah-istilah dalam Pengelolaan Sumber Daya air

Berikut ini adalah definisi atau istilah-istilah yang terdapat pada sistim Pengelolaan

Sumber Daya Air yang diambil dari buku Undang Undang Pengelolaan Sumber Daya Air.

Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar merencanakan, melaksanakan,

memantau, dan mengevaluasi kegiatan conservasi sumber daya air, pendayagunaan

sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

Perencanaan Sumber daya air adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan

yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan

pengelolaan sumber daya air.

Conservasi Sumber Daya Air adalah upaya memelihara keberadaan dan keberlanjutan

keadaan, sifat dan fungsi sumber daya air agar tersedia dalam kuantitas dan kualitas

yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mahluk hidup, baik pada waktu sekarang

maupun di waktu yang akan datang.

Pendayagunaan Sumber Daya Air adalah upaya penatagunaa, penyediaan, penggunaan,

pengembangan dan pengusahaan sumber daya air agar berdaya guna dan berhasil guna.

Pengendalian Daya Air Rusak adalah Upaya mencegah, menanggulangi dan memulihkan

kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan daya rusak air.

Wilayah Sungai (WS) adalah Kesatuan Wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu

atau lebih daerah aliran sungan dan atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari

2.000 Km².

9

7. Permasalahan yang timbul dalam Pengelolaan Sumber Daya Air

Pengelolaan sumber daya air semakin hari semakin menghadapi berbagai permasalahan

sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk yang diiringi dengan pertumbuhan social-

ekonomi. Peningkatan kebutuhan akan air telah menimbulkan eksploitasi sumber daya air

secara berlebihan sehingga mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan sumber

daya air yang pada gilirannya menurunkan kemampuan pasokan air.

Permasalahan umum dalam pengelolaan sumber daya air pada dasarnya terdiri atas 3

aspek yaitu :

Too much atau terlalu banyak air (banjir)

Too little atau terlalu sedikit (Kekurangan air), dan

Too Dirty atau terlalu kotor (Pencemaran air).

Bertambahnya jumlah penduduk yang diiringi dengan pertumbuhan social-ekonomi

mengakibatkan kebutuhan air meningkat.

Degradasi Sumber Daya Air

Penggunaan air yang berlebihan dan kurang efisien.

Penyempitan dan pendangkalan sungai, danau karena desakan lahan untuk pemukiman

dan industry.

Pencemaran air permukaan dan air tanah.

Erosi tanah sebagai akibat penggundulan hutan.

Secara umum masalah pengelolaan sumberdaya air dapat dilihat dari kelemahan

mempertahankan sasaran manfaat pengelolaan sumberdaya air dalam hal pengendalian

banjir dan penyediaan air baku bagi kegiatan domestik, municipal, dan industri.

8. Upaya-upaya dalam Permasalahan Pengelolaan Sumber Daya Air

Untuk mengatasi bahaya banjir dan kerugian yang diakibatkan bahwasannya dapat

dilakukan upaya structural meliputi normalisasi sungai, pembuatan tanggul, sudetan,

waduk pengendali banjir, daerah retensi banjir dan perbaikan lahan , sedangkan upaya non

structural adalah zonasi banjir, pengaturan pada daratan banjir, peramalan banjir dan

peringatan dini, dan pemasangan peil banjir.

Masalah pengendalian banjir sebagai bagian dari upaya pengelolaan pengelolaan

sumberdaya air, sering mendapatkan hambatan karena adanya pemukiman padat di

sepanjang sungai yang cenderung mengakibatkan terhambatnya aliran sungai karena

banyaknya sampah domestik yang dibuang ke badan sungai sehingga mengakibatkan

10

berkurangnya daya tampung sungai untuk mengalirkan air yang datang akibat curah hujan

yang tinggi di daerah hulu.

Pada sisi lain penyediaan air baku yang dibutuhkan bagi kegiatan rumah tangga,

perkotaan dan industri sering mendapatkan gangguan secara kuantitas – dalam arti

terjadinya penurunan debit air baku akibat terjadinya pembukaan lahan-lahan baru bagi

pemukiman baru di daerah hulu yang berakibat pada pengurangan luas catchment area

sebagai sumber penyedia air baku. Disamping itu, secara kualitas penyediaan air baku

sering tidak memenuhi standar karena adanya pencemaran air sungai oleh limbah rumah

tangga, perkotaan, dan industri.

9. Bentuk – Bentuk Pengelolaan Sumber Daya Air

Pengelolaan Pencemaran

Pengelolaan sumberdaya air memerlukan dua unsur yang saling terkait, yaitu

pemeliharaan dan pengembangan kuantitas air yang mencukupi dengan kualitas yang

memadai berkualitas. Karena itu, pengelolaan sumberdaya air tidak dapat dilaksanakan

dengan baik tanpa memerhatikan kualitas air. Hal ini dapat dilaksanakan dengan

mengelola di titik sumber pencemaran dan di bukan titik pencemaran.

Perlindungan Air Tanah

Kerangka pengendalian pencemaran air tanah membutuhkan tindakan-tindakan

seperti:

Mengidentifikasikan ancaman terhadap air tanah dari titik sumbernya atau dari sumber

sebarannya, dan dengan berdasarkan bahan pencemar baik yang dapat terurai

maupun yang tidak dapat terurai dalam wilayah sungai;

Mengelompokkan air tanah berdasarkan kerentanannya dan mendefinisikan zona

perlindungan sumber air tanah; dan

Membuat kebijakan dan strategi pengendalian kegiatan pencemaran untuk mengurangi

atau menghapus risiko pencemaran.

Pemantauan Terhadap Sumber Daya Air

Pemantauan terhadap sumberdaya air, mutu air, penggunaan air dan pembuangan

pencemaran adalah hal penting untuk pengelolaan sumberdaya air yang efektif.

Perencanaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai

Wilayah sungai adalah unit pembukuan alamiah untuk pengelolaan air, sementara

keputusan politis dan administratif seringkali diambil berdasarkan batasan-batasan

yurisdiksi yang tidak sesuai dengan wilayah sungai. Dilema yang dihadapi langsung

11

oleh para pengelola air adalah bagaimana caranya membuat para pelaku dan pihak yang

berkepentingan yang berbeda-beda memberi sumbangan secara bersama-sama untuk

pengembangan dan pengelolaan wilayah sungai.

Teknis pengelolaan sumberdaya air

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan air akibat pertambahan penduduk dan

kegiatan ekonomi memerlukan kemampuan teknis dalam pengelolaan air baik pada

saat air tinggi maupun air rendah,

Disamping kemampuan teknis dan dukungan peralatan yang memadai diperlukan data

hidrologi yang dapat dipercaya dan menerus,

Pengelolaan secara conjunctive use antara air permukaan dan air tanah perlu mendapat

perhatian untuk pemanfaatan sumberdaya air secara efisien,

Pelaksanaan secara terintegrasi penanganan watershed untuk perlindungan dan

konservasi sumberdaya air guna menjaga kelangsungan pemanfaatan,

Proses pengambilan keputusan dalam perencanaan maupun alokasi air dapat

dilaksanakan dengan cepat melalui DSS maupun model lainnya.

10. Kesimpulan

Air merupakan sumberdaya alam yang penting, terbatas dan rentan perlu dimanfaatkan

sebaik-baiknya untuk kesejahteraan bersama, dengan upaya perlindungan,

pengembangan, penggunaan dan pengendalian yang terarah dan terpadu,

Penanganan secara holistik membutuhkan keterpaduan dalam perencanaan,

pengembangan dan pengelolaan berbagai aspek teknis, sosial, ekonomi, lingkungan dan

budaya dalam kesatuan wilayah sungai,

Reformasi sektor Pengairan perlu dilaksanakan dengan terarah untuk mencapai tujuan

pengelolaan sumberdaya air yang berkelanjutan.

12

LANDASAN HUKUM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

1. Pengertian Pengelolaan Sumber Daya Air

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 pasal 3, pengertian

pengelolaan sumber daya air dilihat dari beberapa sudut pandang :

Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh mencakup semua

bidang pengelolaan yang meliputi konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya

rusak air, serta meliputi satu sistem wilayah pengelolaan secara utuh yang mencakup

semua proses perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi.

Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air secara terpadu merupakan

pengelolaan yang dilaksanakan dengan melibatkan semua pemilik kepentingan

antarsektor dan antarwilayah administrasi.

Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air berwawasan lingkungan hidup

adalah pengelolaan yang memperhatikan keseimbangan ekosistem dan daya dukung

lingkungan.

Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air berkelanjutan adalah pengelolaan

sumber daya air yang tidak hanya ditujukan untuk kepentingan generasi sekarang tetapi

juga termasuk untuk kepentingan generasi yang akan datang.

2. Landasan Hukum Pengelolaan Sumber Daya Air

UUD 1945

Pembangunan sumberdaya air adalah bagian pembangunan nasional sebagai

pengamalan Pancasila dan perwujudan amanat Undang -Undang Dasar (UUD) 1945.

Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang

terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

keamakmuran rakyat.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

Lahirnya Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, telah lebih

memperjelas lagi bahwa penatagunaan air adalah merupakan bagian dari perencanaan

tata ruang mencakup perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang, yang meliputi

tata guna tanah, tata guna udara, dan tata guna sumberdaya alam lainnya. Kemudian

pasal 16 ayat (1a) menyatakan bahwa dalam pemanfaatan ruang dikembangkan pola

13

penggunaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya

alam lainnya sesuai dengan asas penataan ruang.

Di dalam penjelasan UU No, 24 tahun 1992 pasal 16 ayat (1) disebutkan bahwa

yang dimaksud dengan penatagunaan tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah, air, udara dan

sumber daya alam lainnya sebagai suatu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat

secara adil.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan

Sumber Daya Air

Air sebagai sumber kehidupan masyarakat secara alami keberadaannya bersifat

dinamis mengalir ke tempat yang lebih rendah tanpa mengenal batas wilayah

administrasi. Keberadaan air mengikuti siklus hidrologis yang erat hubungannya

dengan kondisi cuaca pada suatu daerah sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak

merata dalam setiap waktu dan setiap wilayah.

Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan

masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif

terhadap kelestarian sumber daya air dan meningkatnya daya rusak air. Hal tersebut

menuntut pengelolaan sumber daya air yang utuh dari hulu sampai ke hilir dengan basis

wilayah sungai dalam satu pola pengelolaan sumber daya air tanpa dipengaruhi oleh

batas-batas wilayah administrasi yang dilaluinya. Berdasarkan hal tersebut di atas,

pengaturan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan sumber daya air oleh

Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota didasarkan pada

keberadaan wilayah sungai yang bersangkutan, yaitu:

wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan/atau wilayah sungai

strategis nasional menjadi kewenangan Pemerintah.

wilayah sungai lintas kabupaten/kota menjadi kewenangan pemerintah provinsi;

wilayah sungai yang secara utuh berada pada satu wilayah kabupaten/kota menjadi

kewenangan pemerintah kabupaten/kota;

Di samping itu, undang-undang ini juga memberikan kewenangan pengelolaan sumber

daya air kepada pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain sepanjang

kewenangan yang ada belum dilaksanakan oleh masyarakat dan/atau oleh

pemerintah di atasnya. Kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan sumber daya

air tersebut termasuk mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas peruntukan,

14

penyediaan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai

dengan tetap dalam kerangka konservasi dan pengendalian daya rusak air.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang

Pengelolaan Sumber Daya Air

Pada pasal 2, Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan

lingkungan hidup dengan tujuan untuk mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang

berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Disebutkan pula dalam pasal 4,

yaitu tentang pengelolaan sumber daya air diselenggarakan dengan berlandaskan pada:

kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat nasional, provinsi, dan

kabupaten/kota;

wilayah sungai dan cekungan air tanah yang ditetapkan; dan

pola pengelolaan sumber daya air yang berbasis wilayah sungai.

Pengelolan sumber daya air memerlukan perencanan yang matang, agar dapat

memberikan manfaat banyak untuk masyarakat. Pada pasal 24 yang membahas tentang

perencanaan pengelolaan sumber daya air berbunyi :

Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai dengan prosedur dan

persyaratan melalui tahapan yang ditetapkan dalam standar perencanaan yang

berlaku secara nasional yang mencakup inventarisasi sumber daya air penyusunan,

dan penetapan rencana pengelolaan sumber daya air.

3. Kesimpulan

Pengelolaan sumber daya air memiliki 4 landasan hukum, yaitu :

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan

Sumber Daya Air

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang

Pengelolaan Sumber Daya Air

15

KERANGKA DASAR PENGELOLAAN SDA BERBASIS WILAYAH

SUNGAI

1. Pendahuluan Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA)

Pengertian dan Konsep Pengelolaan Sumber Daya Air

Menurut Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, pengelolaan

sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan

mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber

daya air dan pengendalian rusak air. Sementara Sumber Daya Air adalah air, sumber air

dan daya air yang terkandung di dalamnya.

Dalam rangka pengelolaan sumber daya air terdapat suatu pola pengelolaan sumber

daya air yang merupakan kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan,

memantau dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan

sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

Tujuan Pengelolaan Sumber Daya Air

Menurut Undang-Undang No.7 Tahun 2004, tujuan pengelolaan sumber daya air

adalah mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk

kemakmuran rakyat.

Landasan Hukum Pengelolaan Sumber Daya Air

Landasan hukum pengelolaan sumber daya air di Indonesia diatur dan dikuatkan

oleh Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

2. Kerangka Dasar Pengelolaan Sumber Daya Air Berbasis Wilayah Sungai

Sungai sebagai Sumber Daya Air

Dalam undang-undang, sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang

terkandung di dalamnya. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di

bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air

hujan dan air laut yang berada di darat.

Sungai merupakan salah satu sumber air yang banyak terdapat di berbagai daerah di

Indonesia. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam

satu atau lebih daerah aliran sungai dan atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari

atau sama dengan 2000 km2. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang

merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi

16

menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau

atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas

di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai

Sungai sebagai salah satu sumber daya air memerlukan suatu pengelolaan yang

bertujuan agar sungai dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan

masyarakat. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air juga

dimaksudkan untuk memfasilitasi strategi pengelolaan sumber daya air untuk wilayah

sungai di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan akan air dan menjamin

terselenggaranya pengelolaan tersebut secara berkelanjutan. Pengelolaan tersebut pun

dilaksanakan dengan adanya pola pengelolaan sumber daya air yang disusun

berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air

tanah.

Kerangka Dasar Pengelolaan Sumber Daya Air Berbasis Wilayah Sungai

Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar atau langkah awal dalam

merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan konservasi

sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air

(Undang-Undang No.7 Tahun 2004). Perencanaan diperlukan dalam suatu pengelolaan

sumber daya air berbasis wilayah sungai sehingga tindakan selanjutnya terkoordinasi

untuk mencapai tujuan pengelolaan tersebut.

Kerangka dasar pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah sungai yang perlu

diperhatikan antara lain:

Tujuan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan.

Dasar pertimbangan yang digunakan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air,

antara lain mencakup analisis kondisi yang ada, asumsi, standar, dan criteria yang

ditetapkan secara jelas.

Penyusunan scenario, strategi, dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya air.

Skenario kondisi wilayah sungai merupakan aumsi tentang kondisi pada masa yang

akan dating yang mungkin terjadi, misalnya kondisi perekonomian, perubahan iklim

atau perubahan politik.

alternatif pilihan strategi pengelolaan sumber daya air untuk setiap scenario merupakan

rangkaian upaya atau kegiatan pengelolaan sumber daya air untuk mencapai tujuan

pengelolaan sumber daya air sesuai dengan kondisi wilayah sungai.

17

kebijakan operasional (arahan pokok) untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber

daya air, contoh: melalui undang-undang.

Sebagai tindak lanjut dari adanya pola pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah

sungai terdapat rencana induk pengelolaan sumber daya air yang diperlukan untuk

menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air dan disusun dengan berpedoman

kepada pola pengelolaan sumber daya air untuk wilayah sungai terkait.

Setelah rencana induk pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dilakukan:

Studi kelayakan

Program pengelolaan.

Rendana kegiatan.

Rencana rinci.

Pelaksanaan.

Operasi dan pemeliharaan.

Dalam rangka penyusunan pola pengelolaan sumber daya air maka diperlukan data

dan informasi antara lain:

Penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air yang telah dilakukan oleh pemerintan

dan atau pemerintah daerah yang bersangkutan.

Kebutuhan sumber daya air bagi semua pemanfaat di wilayah sungai yang bersagkutan,

agar tercapai keterpaduan pengelolaan sumber daya air.

Keberadaan masyarakat hukum adat setempat yang menyangkut unsure masyarakatnya,

unsure wilayah, dan unsure hubungan antara keduanya.

Sifat alami dan karakteristik sumber daya air dalan satu kesatuan sistem hidrologis.

Kepentingan manusia generasi masa kini dan mendatang

Kondisi lingkungan hidup.

Rencana pengelolaan sumber daya air dilakukan melalui inventarisasi sumber daya

air, penyusunan dan penetapan rencana pengelolaan sumber daya air. Dalam Rencana

Induk (masterplan) pengelolaan sumber daya air dimuat: pokok-pokok program

konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya

rusak air oleh masing-masing sector dan wilayah meliputi upaya fisik dan nonfisik..

3. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :

18

Pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah sungai diawali dengan adanya suatu pola

pengelolaan sumber daya air yang menjadi kerangka dasar pengelolaan sumber daya

air.

Pengelolaan sumber daya air dan pola pengelolaannya diatur melalui Undang-Undang No.

7 Tahun 2004.

19

INFORMASI KONDISI WS, TOPOGRAFI DAN BATIMETRI;

HIDROMETRI; GEOLOGI; MEKANIKA TANAH

Tahapan pengelolaan sumber daya air, meliputi beberapa aspek sebagai berikut:

1. Informasi wilayah sungai

Kriteria

Tipe wilayah sungai ditetapkan pada wilayah sungai adalah sebagai berikut:

wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;

wilayah sungai lintas kabupaten/kota;

wilayah sungai lintas provinsi;

wilayah sungai lintas negara; dan

wilayah sungai strategis nasional.

Penentuan wilayah sungai tersebut diatas didasarkan pada efektivitas pengelolaan

sumber daya air dengan kriteria:

Dapat memenuhi kebutuhan konservasi sumber daya air dan pendayagunaan sumber

daya air; dan/atau telah tersedianya prasarana sumber daya air yang menghubungkan

daerah aliran sungai yang satu dengan daerah aliran sungai yang lain.

Efisiensi pengelolaan sumber daya air dengan kriteria rentang kendali pengelolaan

sumber daya air.  Yang dimaksud dengan ”rentang kendali pengelolaan sumber daya

air”, misalnya besaran wilayah, besaran organisasi, kompleksitas permasalahan.

Keseimbangan pengelolaan sumber daya air pada daerah aliran sungai basah dan daerah

aliran sungai kering dengan kriteria tercukupinya hak setiap orang untuk

mendapatkan air guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif.  Yang

dimaksud dengan “daerah aliran sungai kering” adalah daerah aliran sungai (DAS)

yang curah hujannya secara alamiah tidak dapat memenuhi kebutuhan air untuk

kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. Yang dimaksud dengan “daerah aliran

sungai basah” adalah DAS yang curah hujannya secara alamiah berlebih guna

memenuhi kebutuhan air untuk kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif.

Parameter

Selain memenuhi kriteria yang telah tersebut diatas, penentuan wilayah sungai juga

perlu memenuhi parameter berikut ini;

Potensi sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan lebih besar atau sama

dengan 20% dari potensi sumber daya air pada provinsi.

20

Banyaknya sektor dan jumlah penduduk dalam wilayah sungai yang bersangkutan:

jumlah sektor yang terkait dengan sumber daya air pada wilayah sungai paling kurang

16 sektor; dan

jumlah penduduk dalam wilayah sungai paling kurang 30% dari jumlah penduduk pada

provinsi.

besarnya dampak  sosial terhadap pembangunan nasional;

tenaga kerja pada lapangan kerja yang terpengaruh oleh sumber daya air paling kurang

30% dari seluruh tenaga kerja pada tingkat provinsi; atau

pada wilayah sungai terdapat pulau kecil atau gugusan pulau kecil yang berbatasan

dengan wilayah negara lain;

besarnya dampak  lingkungan terhadap pembangunan nasional:

terancamnya keanekaragaman hayati yang spesifik dan langka pada sumber air, yang

perlu dilindungi, atau yang ditetapkan dalam konvensi internasional;

perbandingan antara debit air sungai maksimum dengan debit air sungai minimum rata-

rata tahunan pada sungai utama melebihi 75; atau

perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan air pada wilayah sungai yang

bersangkutan melampaui angka 1,5 (satu koma lima); atau

Seringnya timbul kejadian penyakit terkait dengan air yang mengakibatkan

kematian/cacat.

Seringnya timbul kejadian penyakit terkait dengan air yang mengakibatkan

kematian/cacat tetap dalam jumlah besar.

Besarnya dampak  ekonomi terhadap pembangunan nasional:

Terdapat paling kurang 1 (satu) daerah irigasi yang luasnya lebih besar atau sama

dengan 10.000 ha;

Nilai produksi industri terkait dengan sumber daya air pada wilayah sungai paling

kurang 20% dari nilai produksi industri pada tingkat provinsi; atau

Produksi pembangkit listrik tenaga air pada wilayah sungai yang bersangkutan

terkoneksi atau merupakan bagian dari jaringan listrik lintas provinsi.

Dampak negatif akibat daya rusak air terhadap pertumbuhan ekonomi mengakibatkan

tingkat kerugian ekonomi paling kurang 1% dari Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) tingkat provinsi.

Untuk menentukan pembagian wilayah sungai pemetintah provinsi bersama

pemerintah Kabupaten/kota dapat mengajukan permintaan/usulan kepada menteri

Pekerjaan umum.  Jika Dewan Air atau wadah kordinasi pengelolaan sumber daya air

21

sudah terbentuk usulan tersebut perlu dikonsultasikan lebih dahulu pada Dewan

Air. Penetapan wilayah sungai dapat ditinjau kembali apabila ada perubahan fisik

dan/atau nonfisik di wilayah sungai bersangkutan yang berdasarkan kriteria yang ada

mengakibatkan perubahan batas wilayah sungai dan/atau perubahan kelompok wilayah

sungai.  Yang dimaksud dengan perubahan fisik misalnya perubahan prasarana sumber

daya air, perubahan luas tutupan lahan, perubahan debit air sungai maksimum-

minimum, sedang yang  dimaksud dengan perubahan nonfisik misalnya perubahan

wilayah administrasi kabupaten/kota atau provinsi, perubahan jumlah penduduk pada

wilayah sungai.

Geologi

Data geologi, yaitu data yang menunjukkan jenis-jenis tanah termasuk lapisan-

lapisan tanah yang perlu ditinjau terhadap daya dukung tanah bagi konstruksi suatu

bangunan air yang akan dibangun di atasnya.

Tujuan survei dan investigasi geoteknik (geologi) untuk mengetahui kondisi geologi

dan tanah di lokasi terutama untuk tujuan pembuatan pondasi bangunan, dimana

diperlukan data yang akurat sehingga dapat diambil keputusan yang tepat untuk

pemilihan jenis atau macam pondasi bangunan.  Berbagai survei yang dapat dilakukan

antara lain meliputi survei tentang :

Jenis batuan menurut sifat-sifatnya

Pemeriksaan tegangan geser

Perubahan bentuk sebelum rusak

Karakteristik rusaknya batuan

Kesatuan batuan

Kelangsungan reformasi

Jenis jatuan menurut pelapukannya

Batuan segar

Batuan agak lapuk

Batuan lapuk sedang

Batuan sangat lapuk

Batuan lapuk

Tanah

Pengujian terhadap data geologi ialah: 

22

Pengujian di Laboratorium. Pemeriksaan Petrografi, digunakan untuk menentukan

nama batuan. Hal tersebut dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu :

o Cara Makroskopis, dilaksanakan secara visual dengan melihat batuan yang

ada untuk ditentukan warna, struktur dan tekstur batuan.

o Cara Mikroskopis, dilaksanakan dengan alat mikroskop untuk dapat melihat

dan membandingkan mineral yang membentuk batuan  untuk ditentukan

warna, struktur dan tekstur batuan.

Pengujian Reaksi Alkali pada Batuan. Digunakan untuk memeriksa apakah batuan

mengandung bahan-bahan yang bereaksi dengan alkali semen sehingga dapat

menimbulkan kerusakan. Ada tiga cara yang dilakukan, yang terdiri dari  :

o secara kimia,

o pengujian batang uji,

o pengujian ketahan aus.

Penelitian Dan Penyelidikan Di Lapangan

o Pembuatan lubang pengujian (test Pit).

Gambar 2 Tes Pit

o Pembuatan lubang pengujian dalam (test Shaft).

Gambar 3 Tes Shaft

o Pengujian dengan alat standard penetrasi.

o Pembuatan bor inti.

23

Gambar 4 Pembuatan Bor Inti

o Pengujian seismic

Gambar 5 Uji Seismik

Mekanika tanah

Tujuan penelitian dan penyelidikan mekanika tanah adalah untuk meneliti,

mempelajari dan menyelidiki keseimbangan serta perubahan dari tanah baik dengan

tekanan maupun tanpa tekanan. Survei tanah dipergunakan untuk keperluan

pembangunan konstruksi yang dapat berupa bangunan gedung, jalan, jembatan, bandar

udara, pelabuhan termasuk bangunan-bangunan pengembangan sumberdaya

air. Adapun penelitian dan penyidikan terhadap data mekanika tanah dapat dilakukan

melalui dua cara, yaitu:

Penelitian Dan Penyelidikan di Laboratorium

Untuk melanjutkan penelitian dan penyelidikan hasil-hasil yang sudah didapat di

lapangan, haruslah dilakukan proses penelitian di laboratorium guna mendapatkan

datanya secara lebih spesifik dan akurat. Jadi sangat diperlukan adanya data dari hasil

uji laboratorium.

Adapun data laboratorium yang diperlukan meliputi hal-hal seperti :

penentuan gradasi butir

mengukur kadar air

menentukan kadar pori dan angka pori tanah

menentukan berat jenis tanah

pengujian geser langsung

24

pengujian proctor

pengujian rembesan air

pengujian konsolidasi

Penelitian Dan Penyidikan Lapangan

Penelitian dan penyelidikan harus dilakukan pada contoh tanah sesuai dengan

keadaan sebenarnya, sehingga harus diambil pada keadaan aslinya. Pengambilan

dilaksanakan dari :

pembuatan lubang pengujian (test pit)

pembuatan lubang pengujian dalam (test shaft)

pembuatan lubang pengeboran (drill hole)

pengujian dengan alat standard penetrasi (SPT)

Gambar 6 Alat Penetrasi Standar

pengujian dengan alat sondir

25

Gambar 7 Alat Sondir

Topografi

Data Topografi, merupakan pemetaan lahan yang dilengkapi garis ketinggian

(kontur) dengan profil dalam skala tertentu dan jika diperlukan dapat disertakan pula

foto-foto udaranya atau peta citra satelit.

Langkah-langkah aktiftas survai hendaknya dilakukan dalam program yang matang

rencananya secara substansial dan dalam waktu yang tepat.Hasil survai berupa data

topografi yang diperlukan untuk pemetaan yang masih perlu ditinjau lebih lanjut

kelengkapannya, misalnya mengenai adanya bangunan- bangunan seperti pabrik,

kompleks perumahan, perkantoran, pertamanan, hutan, areal pertanian dsb., yang akan

mempengaruhi pembangunan pengembangan sumberdaya air.

Untuk kelengkapan orientasi dalam langkah-langkah aktifitas survai tersebut sangat

diperlukan adanya peta topografi yang relatif masih baru dan akurat sebagai masukan

data awal.

Pelaksanaan pekerjaan pengukuran topografi dalam pelaksanaannya melalui proses

pengambilan data, pengolahan data lapangan, perhitungan, penggambaran dan

penyajian data pada laporan.

Survey topografi yang dilakukan adalah pengukuran sungai sepanjang ± 25 km ke

arah hilir sungai. Berdasarkan pemahaman dan kajian yang telah diuraikan pada bab

pemahaman umum proyek sebelumnya, Secara garis besar pengambilan data topografi

meliputi :

Pengukuran Kerangka Dasar Horisontal.

26

Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal.

Pengukuran Detail Situasi.

Pengukuran melintang.

Prosedur kerja lapangan dan studio diuraikan di bawah ini.

Peralatan yang diperlukan

Peralatan yang akan di pakai telah memenuhi persyaratan ketelitian (kalibrasi) dan

sudah di periksa dan disetujui oleh pemberi kerja.

Theodolite T1/Wild, dipergunakan untuk kegiatan pembuatan kerangka horizontal

utama, baik untuk pemetaan situasi maupun pengukuran trase.

Waterpass (WP), dipergunakan untuk kegiatan pembuatan kerangka vertical dan

pengukuran trase.

Theodolite To/Wild, dipergunakan untuk kegiatan pemetaan situasi rincikan.

EDM (Electronic Distance Measure), dipergunakan untuk pengukuran jarak akurat

poligon utama

Titik Referensi dan Pemasangan Benchmark (BM), Control Point (CP) dan patok kayu

Dalam pelaksanaan pengukuran situasi detail dan trase sungai/pantai, Konsultan

akan menggunakan titik tetap yang sudah ada sebagai titik acuan (referensi) dan harus

diketahui dan disetujui oleh pemberi kerja.

Untuk menunjang hasil kegiatan proyek, dilakukan penambahan benchmark baik

berupa BM maupun CP di beberapa lokasi untuk menjamin akurasi pengukuran pada

saat pelaksanaan konstruksi.

Dimensi patok Benchmark (BM) berukuran 20 cm x 20 cm x 100 cm terbuat dari

beton dan Control Point (CP) berukuran 10 cm x 10 cm x 80 cm atau pipa paralon

diameter 4“ diisi beton cor. Keduanya dilengkapi paku/besi beton yang dipasang

menonjol setinggi 1 cm pada bagian atas BM dan CP.

Penempatan CP dan BM pada posisi yang memudahkan kontrol pengukuran, aman

dari gangguan manusia atau hewan, tidak mengganggu transportasi dan kegiatan rutin

penduduk sekitar, diluar areal kerja/batas pembebasan tanah untuk bangunan air dan

saluran, tetapi cukup mudah dicari dan berada dicakupan lokasi kerja. Patok CP dan

BM dilengkapi dengan kode proyek, nama, nomor dan huruf yang akan dikonsultasikan

dengan direksi.

Sesuai KAK, spesifikasi rintisan dan pemasangan patok dan patok permanen (BM

dan CP) kerangka dasar pengukuran adalah sebagai berikut :

27

Pemasangan patok, BM dan CP dilaksanakan pada jalur-jalur pengukuran sehingga

memudahkan pelaksanaan pengukuran.

BM, CP dan patok di pasang sebelum pengukuran situasi sungai/pantai dilaksanakan.

BM di pasang pada setiap jarak 2.0 km dan CP di pasang pada setiap jarak 2.0 km

(berdampingan dengan BM) atau pada tempat yang diperkirakan akan di buat

bangunan penanggulangan banjir. Pilar-pilar tersebut di buat dari konstruksi beton.

BM dan CP tersebut di pasang pada tempat-tempat yang aman, stabil serta mudah

ditemukan.

Apabila tidak memungkinkan untuk mendapatkan tempat yang stabil, misalnya tanah

gembur atau rawa-rawa maka pemasangan BM dan CP tersebut harus di sangga

dengan bamboo/kayu.

Patok-patok di pasang maksimal setiap jarak 100 m pada bagian sungai yang lurus dan

< 50 m pada bagian sungai yang berkelok-kelok (disesuaikan dengan keperluan).

Patok-patok di buat dari kayu (misal kayu gelam/dolken) dengan diameter 3 – 5 cm.

Pada bagian atas patok ditandai dengan paku payung.

Jalur rintisan/pengukuran mengikuti alur sungai dan pantai.

Didalam laporan topografi akan di buat buku Diskripsi BM yang memuat, posisi BM

dan CP dilengkapi dengan foto, denah lokasi, dan nilai koordinat (x, y, z).

40

2015

6520

100

Beton 1:2:3

Pasir dipadatkan

Pen kuningan

Tulangan tiang Ø10

Sengkang Ø5-15

Pelat marmer 12 x 12

20

1020

10

Ø6 cm

Pipa pralon PVC Ø6 cm

Nomor titik

Dicor beton

Dicor beton

7525

Benchmark Control Poin t

Gambar 8 Bentuk BM dan CP

Pengukuran kerangka dasar pemetaan.

Sebelum melakukan pekerjaan pemetaan areal rencana sungai dan pantai baik

pengukuran kerangka dasar horizontal, kerangka dasar vertikal maupun pengukuran

detail situasi, terlebih dahulu dilakukan pematokan yang mengcover seluruh areal yang

28

akan dipetakan. Azimut awal akan ditetapkan dari pengamatan matahari dan

dikoreksikan terhadap azimut magnetis.

Pengukuran Jarak

Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 meter. Tingkat

ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat tergantung

kepada cara pengukuran itu sendiri dan keadaan permukaan tanah. Khusus untuk

pengukuran jarak pada daerah yang miring dilakukan dengan cara seperti di

Gambar 9.

Jarak AB = d1 + d2 + d3

d1d2

d3

A

B2

1

Gambar 9 Pengukuran Jarak Pada Permukaan Miring

Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan juga pengukuran

jarak optis pada saat pembacaan rambu ukur sebagai koreksi.

Pengukuran Sudut Jurusan

Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat

ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan dihitung

berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik poligon.

Penjelasan pengukuran sudut jurusan sebagai berikut lihat Gambar 10.

α = sudut mendatar

αAB = bacaan skala horisontal ke target kiri

αAC = bacaan skala horisontal ke target kanan

Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong biasa (B) dan

luar biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:

Jarak antara titik-titik poligon adalah 50 m.

Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.

Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter.

Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).

29

Selisih sudut antara dua pembacaan 2” (dua detik).

Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus berikut.

000.5:1

22

d

ffKI

yx

Bentuk geometris poligon adalah loop.

A

B

C

AB

AC

Gambar 10 Pengukuran Sudut Antar Dua Patok

Pengamatan Azimuth Astronomis

Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal yaitu:

Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-

sudut terukur dalam jaringan poligon.

Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/poligon yang tidak terlihat satu

dengan yang lainnya.

Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan pengukuran

yang bersifat lokal/koordinat lokal.

Pengamatan azimuth astronomis dilakukan dengan:

Alat ukur yang digunakan Theodolite T1

Jumlah seri pengamatan 4 seri (pagi hari)

Tempat pengamatan, titik awal (BM.1)

Dengan melihat metoda pengamatan azimuth astronomis pada Gambar 11,

Azimuth Target (T) adalah:

T = M + atau T = M + ( T - M )

di mana:

T = azimuth ke target

30

M = azimuth pusat matahari

(T) = bacaan jurusan mendatar ke target

(M) = bacaan jurusan mendatar ke matahari

= sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan jurusan ke

target

Matahari

U (Geografi)

Target

A

M

T

Gambar 11 Pengamatan Azimuth Astronomis

Pengukuran kerangka dasar horizontal dilakukan dengan metoda poligon

dimaksudkan untuk mengetahui posisi horizontal, koordinat (X,Y ).

Adapun spesifikasi pengukuran kerangka dasar antara lain :

Pengukuran poligon adalah untuk menentukan koordinat titik-titik poligon yang

digunakan sebagai kerangka pemetaan.

Pengukuran polygon sebagai kerangka kontrol horisontal dan pengukuran

waterpass sebagai kerangka vertikal. Pengukuran kerangka dasar pemetaan ini

harus terikat dengan benchmark referensi dan di bagi dalam beberapa

loop/kring sesuai dengan kebutuhan.

Pengukuran poligon diikatkan pada titik tetap geodetis (titik trianggulasi) dan titik

tersebut harus masih dalam keadaan baik serta mendapatkan persetujuan dari

Direksi Pekerjaan. Pengontrolan sudut hasil pengukuran poligon dilakukan

penelitian azimuth satu sisi dengan pengamatan matahari pada setiap jarak

2.5 km.

Sudut polygon diusahakan tidak ada sudut lancip, alat ukur yang di pakai adalah

Theodolite T2 atau yang sederajat dengan ketelitian 20” dan Elektronik

Distance Meter (EDM).

31

Kerangka cabang dilakukan dengan ketentuan panjang sisi poligon maksimum

100 m. Jarak kerangka cabang diukur ketinggiannya dengan waterpass.

Selisih sudut antara dua pembacaan < 2” (dua detik).

Persyaratan pengukuran poligon utama mempunyai kesalahan sudut (toleransi)

adalah 10”n detik pada loop tertutup dimana n adalah jumlah titik poligon.

Pada poligon cabang toleransi kesalahan sudut adalah 20”n detik dengan n

adalah jumlah titik poligon.

Salah penutup utama jarak fd <1:7.500, dimana fd adalah jumlah penutup jarak.

Pengukuran waterpass setiap seksi dilakukan pergi-pulang yang harus dilakukan

dalam satu hari.

Jalur pengukuran waterpass harus merupakan jalur yang tertutup dengan toleransi

kesalahan beda tinggi 10√D (mm) dimana D = panjang jarak (km).

Pengukuran sudut dilakukan dua seri (biasa dan luar biasa) muka belakang.

Jarak di ukur dengan pita ukur.

Jalur poligon di buat dalam bentuk geometris poligon kring tertutup (loop)

melalui BM dan patok kayu dan bagian sungai/pantai berada dalam kring

tersebut.

Gambar 12 Contoh Pengukuran Topografi

Hidrologi-Hidrometri Sungai

Data hidrologi, secara garis besar data ini haruslah merupakan rekaman data hujan

berskala waktu lebih dari sepuluh tahun, sehingga diharapkan dapat memberikan

informasi dan besaran-besaran yang merupakan masukan yang penting untuk dapat

dilakukan analisis selanjutnya secara komprehensif.

32

Penelitian hidrologi dilakukan untuk mendapatkan informasi besaran debit air yang

selanjutnya digunakan untuk patokan rancangan perhitungan pada bangunan-bangunan

pengembangan sumberdaya air.

Hidrologi berkaitan langsung dengan air didalam tanah, sungai, danau, telaga,

waduk, sawah, dan semua air yang terdapat di atmosfir baik dalam keadaan diam

ataupun bergerak (mengalir).

Pekerjaan survai hidrologi & hidrometri dimaksudkan untuk memperoleh data

lapangan (primer dan sekunder) tentang karakteristik sungai, anak/cabang sungai yang

akan mendukung dalam analisis hidrologi maupun hidrolika. Dengan melakukan survei

terlebih dahulu dengan sungai yang akan di ambil data lapangannya

Kegiatan survai hidrologi meliputi :

Pengumpulan data curah hujan terbaru minimum selama 10 tahun dari beberapa

stasiun-stasiun terdekat minimum 3 stasiun pos hujan.

Pengumpulan data klimatologi (temperatur, kelembaban udara, kecepatan angin,

penguapan dsb.) terbaru minimum selama 5 tahun dari stasiun-stasiun terdekat.

Pengumpulan data/informasi banjir (tinggi, lamanya perkiraan luas genangan dan

dampaknya).

Pengumpulan data yang berkaitan dengan karakteristik DPS antara lain : keadaan

vegetasi daerah pengaliran, sifat dan jenis tanah dan debit rata-rata pada waktu

keadaan normal, tahun kering dan tahun basah.

Kegiatan survai hidrometri meliputi :

Pengukuran kecepatan aliran.

Pengukuran kecepatan aliran sungai dilakukan pada bagian aliran (di sungai)

yang tidak terpengaruh pasang surut, kegiatan pengukuran dilakukan di 3 titik yang

ditempatkan di hulu sungai, hilir sungai dan sungai cabang dengan ketentuan sebagai

berikut :

Jika kedalaman air > 0,50 m, di pakai alat Current Meter.

Untuk kedalaman aliran > 1,50 m, pengukuran kecepatan dilakukan pada

kedalaman 0,20, 0,60 dan 0,80 dari kedalaman aliran untuk masing-masing lokasi

(bagian tengah dan pinggir aliran).

Untuk kedalaman aliran antara 0,50 – 1,50 m, pengukuran kecepatan

dilakukan pada kedalaman 0,50 m dari kedalaman aliran pada bagian tengah

aliran.

33

Jika kedalaman aliran < 0,50 m, di pakai alat metode pengukuran kecepatan aliran

dengan menggunakan pelampung.

Interval pias pengukuran terhadap lebar permukaan sungai adalah :

B < 50 m, jumlah 3 pias.

B = 50-100 m, jumlah 4 pias.

B = 100 – 200 m, jumlah 5 pias.

B = 200 – 400 m, jumlah 6 pias.

Kedalaman pengukuran (D) dan perhitungan kecepatan rata - rata (Vm) :

D < 0.60 m, satu titik pengukuran, Vm = V0.6

D = 0.60 – 1.50 m, dua titik pengukuran, Vm = ½ (V0.2 + V0.8)

D > 1.50 m, tiga titik pengukuran, Vm = ¼ (V0.2 +2V0.6 + V0.8)

Pengukuran penampang sungai di titik pengukuran debit.

Pengikatan muka air sungai dan bak ukur muka air (peil schaal) dengan patok topografi

untuk mendapatkan kesatuan sistim elevasi tanah dengan muka air.

Pengamatan muka air sungai khususnya di hilir sungai (titik pengukuran debit) tiap 1

jam selama 24 jam saat pasang tinggi (spring tide) dan pasang rendah (neap tide)

berdasarkan data HIDRAL (Hidro Oceanografi AL) di pelabuhan terdekat.

Pengambilan Contoh Sedimen.

Contoh sedimen yang di ambil terdiri dari sedimen layang dan material dasar,

dengan ketentuan sebagai berikut :

Jika ketinggian air > 1,00 m maka pengambilan contoh sedimen dilakukan dengan

menggunakan alat Suspended Sampler (untuk sedimen layang) dan Bed Material

Sampler (untuk material dasar).

Jika ketinggian air < 1,00 m maka pengambilan contoh sedimen dilakukan dengan

tabung sample (untuk sedimen layang) dan Bed Material Sampler (untuk material

dasar).

Pengambilan contoh sedimen dilakukan pada bagian pinggir aliran dan tengah aliran.

Contoh sedimen dimasukan ke dalam tabung sample.

Pengamatan Pasang Surut Muka Air Sungai/Laut.

Pengamatan pasang surut dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

Lokasi pengamatan di daerah muara sungai, dimana muka airnya tidak

bergelombang/berombak baik akibat lalu lintas perahu maupun gelombang air laut.

Pengamatan dilakukan selama 15 hari x 24 jam berturut-turut dengan interval

pengamatan setiap 1 jam.

34

Pengamatan harus maliputi pasang purnama.

Pada lokasi pengamatan di pasang peil schaal.

Bathimetri Sungai

Bathimetri adalah studi tentang kedalaman air danau atau dasar lautan. Dengan kata

lain, bathimetri adalah setara dengan hypsometry bawah air. Peta bathimetri

(hidrografi) biasanya diproduksi untuk mendukung keselamatan navigasi permukaan

atau sub-permukaan, dan biasanya menunjukkan relief dasar laut atau daerah dasar laut

sebagai garis kontur (isodepth) dan pemilihan kedalaman (sounding), dan biasanya juga

menyediakan informasi mengenai navigasi permukaan . Peta Bathimetri dapat juga

dibuat dengan menggunakan Digital Terrain Model dan teknik pencahayaan buatan

untuk menggambarkan kedalaman yang digambarkan. 

Pengukuran Posisi Fix Point Cara Ikatan Ke Muka.

Posisi fix point dengan cara ikatan ke muka dengan maksud agar koordinat fix

point satu sistem dengan koordinat peta topografi seperti seperti dijelaskan sebagai

berikut :

Gambar 12 Penentuan posisi fix point cara ikatan ke muka

35

D

BSD

AS

B (Xb,Yb)A (Xa,Ya)

D AB = jarak basis

Lihat Segitiga ASB

D AB

sin γ=

DAS

sin β=

DBS

sin α

Penentuan Jarak

Menentukan jarak DAS

DAS . sin = DAB . sin

DAS =

DAB sin β

sin γ (1)

Menentukan jarak DBS

DBS

sin α=

D AB

sin γ

DBS . sin = DAB . sin

DBS =

DAB sin α

sin γ (2)

Penentuan Absis dan Ordinat Titik S (XS, YS)

Dari titik A

XS1 = XA + DAS sin AZAS

YS1 = YA + DAS cos AZAS (3)

Dari titik B

YS2 = XA + DAS sin AZBS

YS2 = YB + DBS cos AZBS

Koordinat rata-rata (Sr)

XS r=XS1+XS2

2

YSr=YS1+ZS2

2 (4)

Dimana :

DAB = Jarak basis hasil ukuran poligon.

DAS = Jarak titik A-S.

DBS = Jarak titik B-S.

= Sudut BAS.

= Sudut ABS.

= Sudut ASB : 180 – ( + ).

36

Az = Azimuth.

X = Absis.

Y = Ordinat.

Koreksi Bacaan Kedalaman.

Tiap-tiap pengukuran kedalaman dengan Echosounder harus di koreksi dengan

korelasi indeks atau koreksi alat dan koreksi pasang surut. Koreksi-koreksi yang harus

diberikan pada hasil pengukuran kedalaman dengan Echosounder adalah :

Koreksi alat.

Koreksi kedudukan transducer terhadap permukaan air.

Koreksi kedalaman karena perubahan kecepatan gelombang.

Koreksi pasang surut.

Yang paling dominan diperhitungkan untuk koreksi kedalaman adalah koreksi

kedudukan transducer yang ditentukan di lapangan dan kondisi posisi pasang surut

selama sounding bathimetri dilakukan.

MORFOLOGI SUNGAI; EKOLOGI; GEOGRAFIS DAN

KEPENDUDUKAN; PENGEMBANGAN WILAYAH

1. Morfologi Sungai

Morfologi sungai merupakan ilmu yang mempelajari tentang bentuk ataupun system

dari sungai tersebut. Pemanfaatan sungai untuk navigasi dan pertambahan aktivitas

manusia pada umumnya memerlukan pengontrolan sungai dengan cara melakukan

perbaikan pengukuran perubahan sungai yang telah dilakukan. Hal ini karena banyak

sungai mempunyai kecenderungan alam untuk berubah terus menerus pada alur sungainya,

misalnya proses meander dan braided sungai dan pengaruh perkembangan di sekitarnya

misalnya konstruksi jembatan, adanya perkotaan di sekitar sungai, tempat berlabuhnya

kapal dan sebagainya, yang memerlukan alignmen sungai yang tetap pada beberapa

37

tempat. Kegiatan tersebut dapat meningkatkan erosi tanggul, erosi sekitar pilar jembatan,

sedimentasi di saluran untuk navigasi, dan sebagainya, yang akan menyebabkan

perubahan morfologi sungai secara alami.

Fenomena alam di atas merupakan fenomena yang sangat kompleks. Usaha-usaha

untuk mendekati fenomena tersebut hingga dapat dijadikan sebagai referensi solusi

pendekatan dari permasalahan sungai di atas, adalah dengan melakukan penelitian-

penelitian.

Model fisik atau matematika sering digunakan untuk memperkirakan perubahan

morfologi sungai. Sampai sekarang sudah banyak model matematik morfologi satu

dimensi yang dikembangkan. Biasanya model matematik satu dimensi tersebut untuk

memperkirakan perubahan morfologi pada jangka waktu yang lama dan skala panjang.

Untuk memprediksi pengaruh bend cut-off pada saluran yang digunakan untuk navigasi,

pengaruh stabilitas alignment saluran , dan lain-lain, terhadap perubahan morfologi sungai

diperlukan aplikasi model morfologi dua dimensi (horisontal). Demikian juga dengan

adanya intake air, outlet, adanya anak sungai (tributary), pertemuan aliran (confluence),

percabangan aliran (bifurcation) dan river bend, aplikasi model morfologi dua dimensi

sangat relevan. Khususnya pada percabangan (bifurcation), perkiraan distribusi angkutan

sedimen dan komposisi sedimen sangat penting. Hal ini karena distribusi dan komposisi

sedimen akan mempengaruhi perkembangan morfologi sungai dalam jangka waktu lama.

Gambar 13 Morfologi Sungai

2. Ekologi

Ekologi adalah ilmu yangmempelajari interaksi antara organisme dengan lingkunganny

a dan yang lainnya. Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan

berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara

lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk

hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga

38

berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi,

komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan merupakan suatu sistem yang

menunjukkan kesatuan.

Ekologi mempelajari hal berikut :

Perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup yang

lain ke dalam lingkungannya dan faktor-faktor yang menyebabkannya.

Perubahan populasi atau spesies pada waktu yang berbeda dalam faktor-faktor yang

menyebabkannya.

Terjadi hubungan antarspesies (interaksi antarspesies) makhluk hidup dan hubungan

antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

Konsep Ekologi

Hubungan keterkaitan dan ketergantungan antara seluruh komponen ekosistem harus

dipertahankan dalam kondisi yang stabil dan seimbang (homeostatis). Perubahan pada

salah satu komponen akan mempengaruhi komponen lainnya. Homeostatis adalah

kecenderungan sistem biologi untuk menahan perubahan dan selalu berada dalam

keseimbangan.

Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatic yang mempunyai peran penting

dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi

daerah disekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh

karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan disekitarnya. Sebagai suatu ekosistem,

perairan sungai mempunyai berbagai komponen biotik danabiotik yang saling

berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional yang saling mempengaruhi.

Komponen pada ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama.

Di beberapa tempat, sungai bahkan menyediakan pasokan air yang cukup penting

bagi sektor pertanian dan perkebunan. Bahkan batu-batu yang ada disungai mensuplai

sebagian besar bahan bangunan bagi rumah penduduk di sekitar daerah aliran sungai.

Dengan demikian, keberadaan sungai menjadi sangat penting bagi kehidupan bahkan

sampai sekarang. Namun sayang, kita kurang begitu peduli dengan pelestarian dan

kebersihan sungai disekitar kita. Padahal disamping bermanfaat untuk hal diatas, sungai

di jaman sekarang bisa pula di gunakan untuk pembangkit tenaga listrik, wisata air serta

aneka kegiatan yang berhubungan dengan air dan perairan.

Sungai yang terawat serta terjaga kebersihannya akan membawa dampak positif bagi

masyarakat yang hidup disekitarnya. Karena dapat menghindarkan diri dari resiko

banjir serta dapat mendatangkan devisa bagi industri pariwisata di sekitar bantaran

39

sungai. Sudah saatnya kita menjaga kebersihan sungai karena dari sanalah roda

kehidupan itu mengalir.

Gambar 14 Contoh Sungai

3. Pengembangan Wilayah Sungai

Dampak negatif pembangunan sungai selama hamper 300 tahun ini membawa

pendekatan baru dalam studi pembangunan sungai berikutnya. Studi pembangunan sungai

tidak lagi didominasi para insinyur rekayasa sipil hidro murni,  namun secara realistis

harus melibatkan para Naturwissenschaft, yaitu para ilmuwan dan praktisi yang bergerak

di bidang ekologi, pertanian, perikanan, kehutanan, dan lingkungan hidup. Masuknya

disiplin ilmu baru ini ternyata telah memulai babak baru pemikiran pengembangan sungai

ke arah restorasi.

Ekosistem sungai sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia di daerahali ran

sungai (DAS). Aktivitas manusia di Daerah Aliran Sungai sangat eratkaitannya

dengan pemanfaatan air sungai di daerah pemukiman, industri, danirigasi

pertanian. Dengan demikian secara langsung atau tidak, sampah ataulimbah

pemukiman, industri, dan pertanian masuk ke dalam sungai. Sampah atau limbah

tersebut mengakibatkan menurunnya kualitas air dan berubahnyakom pos i s i sub s t r a t

da s a r sunga i menyebabkan o rgan i sme yang h idup d i dalamnya yakni hewan

makrobentos terganggu.

Jika wilayah sungai dikembangkan maka secara umum manfaat yang kita tahu dari

sungai itu adalah:

Sumber air rumah tangga

Sumber air industry

Irigasi

Perikanan

Transportasi

Rekreasi

40

Sumber bahan bangunan (pasir dan batu)

Untuk itu sungai perlu dijaga kelestariannya,antara lain dengan cara:

Menjaga kelestarian hutan di bagian hulu DAS

Menjaga kelestarian tanah di wilayah pertanian

Membuat sabuk hijau di sekitar tebing sungai

Melarang pembuangan limbah ke sungai.

Melarang pembuangan sampah di sungai

Pengambilan bahan bangunan tidak berlebihan

Meningkatkan kegiatan prokasih.

4. Keadaan Geografis Sungai

Keadaan geografis suatu wilayah berbeda-beda. Dikarenakan letak geograrisnya juga

berbeda. Begitu juga halnya dengan keadaan geografis suatu sungai. Yaitu dapat dilihat

dari berbagai macam faktor. Misalnya faktor kuantitas pemakaian dari air tersebut,

maksudnya adalah seberapa banyak air sungai itu dipakai oleh masyarakat sekitar, faktor

seberapa sering air hujan turun didaerah tersebut bahkan adanya faktor besar maupun kecil

sungai yang ada. Biasanya kedaan geografis sungai dapat dilihat dari keadaan dari

geograis daerah ataupun masyarakat yang tinggal disana.

5. Kependudukan dan Pengembangan Wilayah Sungai

Kependudukan atau demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan

manusi. Meliputi di dalamnya ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana

jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan.

Analisis kependudukan dapat merujuk masyarakat secara keseluruhan atau kelompok

tertentu yang didasarkan kriteria seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama, atau

etnisitas tertentu. Maksudnya disini adalah bagaimana pengaruh kependudukan terhadap

wilayah sungai. Jika disuatu daerah yang memiliki sungai terdapat jumlah penduduknya

lebih banyak daripada jumlah penduduk yang sedikit, maka kedaan sungai akan pasti

berbeda. Jumlah penduduk yang banyak akan memepengaruhi keadaan sungai. Karena

secara otomatis semakin ramai orang yang akan tinggal didaerah sungai tersebut.

Penduduk mempunyai andil yang besar untuk menentukan kondisi perkembangan di

wilayah sungai. Contoh : penduduk sekitar sungai musi memanfaatkan sungai untuk

diambil ikan nya, dan di sekitar sungainya juga dijadikan lokasi wisata. Berbeda halnya

dengan sungai tembalang, banyak warga yang kurang peduli akan menjaga kebersihan

41

sungai sehingga sungai kotor banyak sampah dan bila air tdk mengalir dapat menimbulkan

bau tidak sedap. Jika penduduk lebih sering memanfaatkan sungai sebagai air baku maka

secara otomatis akan mempengaruhi fungsi sungai.

6. Kesimpulan

Sungai tempat air mengalir dan membawa berbagai kebutuhan hidup manusia dan

makhluk hidup lain yang dilaluinya sehingga ada hubungan timbal balik antara sungai

dan makhluk hidup tersebut.

Sungai yang memiliki morfologi yang berubah baik dari segi aliran maupun kegunaannya

akan mempengaruhi pengembangan wilayah sungai.

Jika penduduk lebih sering memanfaatkan sungai sebagai air baku maka secara otomatis

akan mempengaruhi fungsi sungai ataupun bentuk dari sungai itu

42

DEFINISI DAN KOMPONEN RIVER BASIN

1. Pengertian

River Basin atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai Daerah Aliran Sungai ( DAS)

adalah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh   batas-batas topografi secara alami

sedemikian rupa sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam DAS tersebut akan mengalir

melalui titik tertentu (titik pengukuran di sungai) dalam DAS tersebut.

Daerah aliran sungai (DAS) juga bisa diartikan sebagai daerah yang dibatasi

punggung-punggung (igir-igir) gunung, air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan

ditampung oleh punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke

sungai utama (Asdak, 1995: 4).

Pengertian DAS tersebut menggambarkan bahwa DAS adalah suatu wilayah yang

mengalirkan air yang jatuh di atasnya beserta sedimen dan bahan terlarut melalui titik

yang sama  sepanjang suatu aliran atau sungai. Dengan demikian DAS atau watershed

dapat terbagi menjadi beberapa sub DAS dan sub-sub DAS, sehingga luas DAS pun akan

bervariasi dari beberapa puluh meter persegi sampai ratusan ribu hektar tergantung titik

pengukuran ditempatkan.

Gambar 15 Ilustrasi Daerah Aliran Sungai

Daerah aliran sungai terbagi menjadi tiga daerah yaitu bagian hulu, bagian tengah, dan

bagian hilir.

DAS Bagian Hulu (Upperland), daerah ini memiliki ciri ciri:

Merupakan daerah konservasi.

Mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi.

Merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (> 15%).

Bukan merupakan daerah banjir.

43

Pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase.

Jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan.

Laju erosi lebih cepat daripada pengendapan.

Pola penggerusan tubuh sungai berbentuk huruf “V”.

DAS Bagian Tengah (Middle Land)

DAS bagian tengah merupakan daerah peralihan antara bagian hulu dengan bagian

hilir dan mulai terjadi pengendapan. Ekosistem tengah sebagai daerah distributor dan

pengatur air, dicirikan dengan daerah yang relatif datar. Daerah aliran sungai bagian

tengah menjadi daerah transisi dari kedua karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda

antara hulu dengan hilir.

DAS Bagian Hilir (Lowerland), dicirikan dengan:

Merupakan daerah pemanfaatan atau pemakai air.

Merupakan zone sedimentasi

Kerapatan drainase kecil.

Merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat kecil (kurang

dari 8%).

Pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan).

Pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi.

Jenis vegetasi didominasi oleh tanaman pertanian kecuali daerah estuaria yang

didominasi hutan bakau/gambut.

Pola penggerusan tubuh sungai berbentuk huruf “U”

Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) bagian hulu akan berpengaruh sampai pada

hilir. Oleh karenanya DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena

mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS, jadi apabila terjadi

pengelolan yang tidak benar terhadap bagian hulu maka dampak yang ditimbulkan akan

dirasakan juga pada bagian hilir. Misalnya, erosi yang terjadi tidak hanya berdampak

bagi daerah dimana erosi tersebut berlangsung yang berupa terjadinya penurunan

kualitas lahan, tetapi dampak erosi juga akan dirasakan dibagian hilir, dampak yang

dapat dirasakan oleh bagian hilir adalah dalam bentuk penurunan kapasitas tampung

waduk ataupun sungai yang dapat menimbulkan resiko banjir sehingga akan

menurunkan luas lahan irigasi (Asdak, 1995:12).

Jika digambarkan maka, Daerah Aliran Sungai memiliki komponen komponen yang

khas sebagai berikut :

44

Gambar 16 Komponen DAS

Anak sungai (Tributaries) merupakan sungai kecil yang mengalir ke sungai yang

lebih besar. Sebuah DAS ( Watershed) adalah daerah dataran tinggi di sekitar aliran

sungai. Tempat pertemuan ( Confluence) yaitu tempat di mana sungai bergabung

sungai lain. Sumber ( source ) adalah awal sungai.

Mulut (mouth ) yaitu Dimana sungai bertemu dengan danau, laut atau samudra.

2. Fungsi Daerah Aliran Sungai

Beberapa proses alami dalam DAS dapat memberikan dampak menguntungkan kepada

sebagian kawasan DAS, tetapi pada saat yang sama dapat merugikan bagian yang lain.

Bencana alam banjir dan kekeringan silih berganti yang terjadi di suatu wilayah atau

daerah merupakan dampak negatif kegiatan manusia pada suatu DAS, dapat dikatakan

bahwa kegiatan manusia telah menyebarkan DAS gagal dalam menjalankan fungsinya

sebagai penampung air hujan, penyimpan, dan pendistribusian air ke saluran-saluran atau

sungai. Air permukaan baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa)

dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan

berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen

siklus hidrologi yang membentuk sistem daerah aliran sungai (DAS). Jumlah air di bumi

secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.

Fungsi suatu DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh faktor

yang ada pada DAS tersebut, yaitu vegetasi, bentuk wilayah (topografi), tanah, dan

manusia. Apabila salah satu faktor tersebut mengalami perubahan, maka hal tersebut akan

mempengaruhi juga ekosistem DAS tersebut dan akan menyebabkan gangguan terhadap

bekerjanya fungsi DAS. Apabila fungsi suatu DAS telah terganggu, maka sistem

45

hidrologisnya akan terganggu, penangkapan curah hujan, resapan dan penyimpanan airnya

menjadi sangat berkurang atau sistem penyalurannya menjadi sangat boros. Kejadian itu

akan menyebabkan melimpahnya air pada musim penghujan dan sangat minimum pada

musim pada musim kemarau, sehingga fluktuasi debit sungai antara musim hujan dan

musim kemarau berbeda tajam.

Agus, F. Dan Widianto (2004:186) mengemukakan bahwa sebuah DAS yang sehat

dapat menyediakan:

1) Unsur hara bagi tumbuh-tumbuhan.

2) Sumber makanan bagi manusia dan hewan

3) Air minum yang sehat bagi manusia dan makhluk lainnya.

4) Tempat berbagai aktivitas manusia dan hewan.

3. Dampak Kerusakan Daerah Aliran Sungai

Sumber daya alam utama yang terdapat dalam suatu DAS yang harus diperhatikan

dalam pengelolaan DAS adalah sumberdaya hayati, tanah dan air. Sumberdaya tersebut

peka terhadap berbagai macam kerusakan (degradasi) seperti kehilangan keanekaragaman

hayati (biodiversity), kehilangan tanah (erosi), kehilangan unsur hara dari daerah

perakaran (kemerosotan kesuburan tanah atau pemiskinan tanah), akumulasi garam

(salinisasi), penggenangan (water logging), dan akumulasi limbah industri atau limbah

kota (pencemaran) (Rauschkolb, 1971; ElSwaify, et. al. 1993).

Apabila ada kegiatan di suatu DAS maka kegiatan tersebut dapat mempengaruhi aliran

air di bagian hilir baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Penebangan hutan secara

sembarangan di bagian hulu suatu DAS dapat mengganggu distribusi aliran sungai di

bagian hilir. Pada musim hujan air sungai akan terlalu banyak bahkan sering menimbulkan

banjir tetapi pada musim kemarau jumlah air sungai akan sangat sedikit atau bahkan

kering. Disamping itu kualitas air sungai pun menurun, karena sedimen yang terangkut

akibat meningkatnya erosi cukup banyak. Perubahan penggunaan lahan atau penerapan

agroteknologi  yang tidak cocok pun dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas air yang

mengalir ke bagian hilir.

Salah satu jenis kerusakan DAS yang memerlukan penanganan khusus adalah erosi.

Dampak negatif erosi terjadi pada dua tempat yaitu pada tanah  tempat erosi terjadi, dan

pada tempat sedimen diendapkan. Kerusakan utama yang dialami pada tanah tempat erosi

terjadi adalah kemunduran kualitas sifat-sifat biologi, kimia, dan fisik tanah yang berupa :

46

kehilangan keanekaragaman hayati, unsur hara dan bahan organik yang terbawa oleh

erosi

tersingkapnya lapisan tanah yang miskin hara dan sifat-sifat fisik yang menghambat

pertumbuhan tanaman

menurunnya kapasitas infiltrasi dan kapasitas tanah menahan air

meningkatnya kepadatan tanah dan ketahanan penetrasi serta berkurangnya

kemantapan struktur tanah.

Penurunan infiltrasi akibat kerusakan DAS mengakibatkan meningkatnya aliran

permukaan (run off) dan menurunnya pengisian air bawah tanah (groundwateri)

mengakibatkan meningkatnya debit aliran sungai pada musim hujan secara drastis dan

menurunnya debit aliran pada musim kemarau. Pada keadaan kerusakan yang ekstrim

akan terjadi banjir besar di musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Hal ini

mengindikasikan bahwa terjadi kehilanghan air dalam jumlah besar di musim hujan yaitu

mengalirnya air ke laut dan hilangnya mata air di kaki bukit akibat menurunnya

permukaan air bawah tanah. Dengan perkataan lain, pengelolaan DAS yang tidak

memadai akan mengakibatkan rusaknya sumberdaya air.

4. Cara pengelolaan DAS

Untuk menjaga produktivitas lahan, maka penggunaan lahan harus sesuai dengan

kemampuan lahan serta penggunaan agroteknologi harus disertai dengan penerapan teknik

konservasi tanah dan air yang memadai. Tipe teknik konservasi tanah dan air yang banyak

diterapkan di seluruh dunia termasuk dalam pengelolaan DAS di Indonesia dapat

dikelompokkan ke dalam empat kelompok utama yaitu agronomi, vegetatif, struktur, dan

manajemen (WASWC, 1998).

Teknik konservasi tanah dan air yang dikelompokkan ke dalam kelompok agronomi

antara lain penanaman tanaman campuran (tumpang sari), penananam berurutan (rotasi),

Teknik konservasi tanah dan air yang  dikelompokkan ke dalam kelompok vegetatif antara

lain penanaman tanaman pohon atau tanaman tahunan (seperti kopi, teh, tebu, pisang),

penanaman tanaman tahunan di batas lahan (tanaman pagar),

Teknik konservasi tanah dan air yang dikelompokkan ke dalam kelompok struktur

antara lain saluran penangkap aliran permukaan, saluran pembuangan air, saluran teras,

parit penahan air (rorak), sengkedan, guludan, teras guludan, teras bangku, dam penahan

air.

47

Teknik konservasi tanah  dan air yang dikelompokkan ke dalam kelompok manajemen

antara lain perubahan pengunaan lahan menjadi lebih sesuai, pemilihan usaha pertanian

yang lebih cocok, pemilihan peralatan dan masukan komersial yang lebih tepat, penataan

pertanian.

5. Kesimpulan

DAS adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh   batas-batas topografi secara alami

sedemikian rupa sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam DAS tersebut akan

mengalir melalui titik tertentu (titik pengukuran di sungai) dalam DAS tersebut.

Daerah aliran sungai terbagi menjadi tiga daerah yaitu bagian hulu, bagian tengah, dan

bagian hilir.

Daerah Aliran Sungai memilikikomponen komponen yang khas yaitu anak sungai

(tributaries), tempat pertemuan( confluence),watershed (DAS), Muara ( mouth)

Fungsi suatu DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh faktor

yang ada pada DAS tersebut, yaitu vegetasi, bentuk wilayah (topografi), tanah, dan

manusia.

Untuk menjaga produktivitas lahan, maka penggunaan lahan harus sesuai dengan

kemampuan lahan serta penggunaan agroteknologi harus disertai dengan penerapan

teknik konservasi tanah dan air yang memadai

48

KOMPONEN DAN FUNGSI INFRASTRUKTUR AIR

Infrakstruktur dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem

struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat sebagai

layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Jadi

jika dikaitkan dengan air, infrakstruktur merupkan sarana untuk penyediaan air bagi

penggunanya yang bersifat layanan.

Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan,

drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk

memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi (Grigg, 1988).

Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan ekonomi

dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai

fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang

dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi

masyarakat (Grigg, 2000).

Macam-macam infraktruktur air :

1. Waduk

Waduk merupakan kolam besar tempat menyimpan air sediaan untuk berbagai

kebutuhan. Waduk dapat terjadi secara alami maupun dibuat manusia. Contohnya waduk

yang terjadi secara alami adalah waduk di Kabupaten Gresik yakni waduk Banjaranyar di

Bunder, Waduk Lowayu di Kecamatan Dukun, Waduk Sumengko dan Waduk Kali Ombo

di Kecamatan Duduksampeyan, serta waduk Gedang Kulud.Waduk buatan dibangun

dengan cara membuat bendungan yang lalu dialiri air sampai waduk tersebut penuh.

Contohnya adalah waduk Gajah Mungkur di Wonogiri, waduk Jatiluhur di Jawa Barat.

49

Gambar 17 Waduk Jatiluhur

Berdasarkan fungsinya waduk dibagi menjadi 2 macam, yaitu :

Waduk Tunggal Guna (singel purpose)

Waduk tunggal guna adalah wadunk yang hanya berguna hanya untuk satu

kegunaan/manfaat, misalnya

Waduk untuk irigasi

Waduk pembangkit llistrik tenaga air

Waduk untuk pengendalian air

Waduk Serba Guna (multi purpose)

Waduk serba guna adalah waduk yang fungsinya digunakan untuk memenuhi

berbagai keperluan sekaligus secara bersamaan antara lain untuk keperluan:

Irigasi

Pembangkit llistrik tenaga air

Pengendalian banjir

Rekreasi

Perikanan

Pengontrolan

Air minum

Dan lain- lain

Sistem tata air waduk berbeda dengan danau alami. Pada waduk komponen tata

airnya pada umumnya telah direncanakan sedemikian rupa sehingga volume,

kedalaman, luas, presepitasi, debit inflow/outflow dan waktu tinggal air diketahui

dengan pasti. Waduk memiliki beberapa komponen yaitu :

Bendungan (DAM)

50

Bendungan (DAM) adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air

menjadi waduk. Seringkali bendungan juga digunakan untuk mengalirkan air ke

sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air. Kebanyakan Dam juga memiliki bagian yang

disebut pintu air untuk membuang air yang tidak diperlukan secara bertahap atau

berkelanjutan. DAM berfungsi untuk menahan atau membelokkan arah aliran air.

Pelimpah (Spillway)

Bangunan air yang bernama spillway ini mempunyai kegunaan untuk

mengendalikan tinggi air pada waktu saat terjadinya banjir, dimana pengendalian

spillway ini yakni dengan mengatur kedudukan pintunya. Pada saat terjadi hujan

dengan curah yang tinggi, maka kemungkinan permukaan air untuk itu guna

menghindari meluapnya air yang tinggi tersebut maka dapat diatasi dengan

membuka pintu spillway agar kedudukan air pada waduk dalam keadaan stabil.

Selain itu spillway juga berfungsi mengurangi banyak sedimen yang masuk ke

dalam waduk dengan cara yang sama yakni mengatur buka dan tutupnya pintu air

spillway. Konstruksi bangunan pelimpah terbuat dari beton, urugan batu, urugan

tanah atau gabungan dari ketiganya.

Tailrace Outlate (Pintu Keluar Saluran Akhir)

Suatu konstruksi khusus tempat keluarnya air dari spillway atau air buangan

rumah pembangkit. Konstruksinya dari beton.

Pembangkit listrik (Power House)

Power house hanya terdapat pada bendungan pembangkit listrik, atau dapat

disebut sebagai rumah pembangkit merupakan konstruksi tehnik khusus yang

berfungsi sebagai tempat merubah energi air menjadi energi listrik yang melalui

turbin. Konstruksi umumnya dari beton.

2. Penampungan Air

Penampungan air adalah alat untuk menampung air yang bertujuan sebagai tolak ukur

dari debit air yang dibutuhkan. Contohnya penampungan air hujan, tangki penampungan

air, bak penampungan air dll.

Fungsi dari penampungan air itu sendiri secara garis besar untuk menyediakan air untuk

berbagai keperluan.

51

Gambar 18 Penampungan Air

3. Sistem Transmisi Air

Sistem transmisi air besih adalah sistem perpipaan dari bangunan pengambilan air baku

ke bangunan pengolahan air bersih. Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan

sistem transmisi air adalah :

Tipe pengairan jaringan pipa transmisi yang meliputi sistem permompaan, sistem gravitasi

dan sistem gabungan pemompaan dan gravitai. Sistem pemompaan diterapkan pada

kondisi dimana letak dari bangunan intake lebih rendah dari bangunan pengolahan.

Sebaliknya sistem gravitasi diterapkan pada kondii dimana elevasi letak bangunan

penangkap air lebih tinggi atau sama dengan bangunan pengolahan air. Sistem

gabungan diterapkan pada kondisi topologi bangunan intake ke bangunan pengolahan

yang naik turun.

Menentukan tempat bak pelepas tekan. Bak pelepas tekan dibuat untuk menghindari

tekanan yang tinggi, sehingga tidak akan meruak sistem perpipaan yang ada. Bak ini

dibuat di tempat dimana tekanan tertinggi semakin mungkin terjadi atau pada stasiun

penguat ( boaster pump) sepanjang pipa transmisi.

Menghitung panjang dan diameter pipa. Panjang pipa dihitung berdasarkan jarak dari

penangkap air ke bangunan pengolahan, sedangkan diameter pipa ditentukan sesuai

dengan debit hari maksimum.

52

Jalur pipa sebaiknya mengikuti jalan raya dan dipilih jalur yang tidak memerlukan banyak

perlengkapan.

Adapun perlengkapan yang ada pada sistem transmisi perpipaan air bersih :

Wash out: Berfungsi untuk penggelontor sedimen atau endapan yang ada pada pipa

Air valve: Berfungsi untuk mengurangi tekanan pada pipa sehingga pipa tidak pecah

Blow off

Gate valve: Berfungsi untuk mengatur debit aliran

Pompa

Adapun fungsi transmisi (transmission) untuk mengalirkan air dari sumbernya

(collection system) ke awal sistem distribusi. Jarak antara sumber air dan sistem distribusi

boleh jadi berkilo-kilometer tetapi bisa juga dekat, hanya satu dua kilometer. Kualitas air

yang ditransmisikannya bisa berupa air baku, bisa juga air bersih (olahan, baik setengah

diolah maupun sudah selesai diolah). Jenis salurannya dikelompokkan menjadi tiga

macam, yaitu saluran terbuka (open channel, free-flow conduit), saluran tertutup

(aquiduct, closed conduit), dan pipa. Sepanjang jalurnya disediakan fasilitas bangunan

pelengkap seperti jembatan pipa, sifon, terowongan (tunnel), pintu air, beragam jenis

valve, dll. Secara fungsi, saluran terbuka selalu digunakan untuk mengalirkan air baku

sedangkan saluran tertutup bisa untuk air baku bisa juga untuk air bersih tapi dengan

pengamanan. Adapun pipa dapat digunakan untuk menyalurkan air baku dan air bersih.

4. Sistem Distribusi

Sistem distribusi air bersih merupakan salah satu bagian penting dalam penyediaan air.

Ada dua komponen utama di dalam sistem distribusi air minum, yaitu reservoir (dan

perlengkapannya) dan perpipaan (dan perlengkapannya). Fungsi reservoir distribusi adalah

penyimpan air pada waktu debit air yang masuk ke reservoir lebih besar daripada yang

keluar dari reservoir. Fluktuasi atau variasi penggunaan air ini terjadi setiap hari sehingga

permukaan air di reservoir distribusi naik turun antara level maksimum dan minimumnya.

Dengan demikian, volume atau dimensi reservoir bisa diperoleh. Reservoir berfungsi

untuk mengatur tekanan air di daerah distribusi dan ini bergantung pada lokasi

reservoirnya. Fungsi ketiga ialah sebagai pembagi air ke seluruh konsumen.

Perancangan sistem distribusi air bersih yang dilakukan meliputi : penaksiran

kebutuhan air bersih, pemilihan sistem penyedian dan pipa air bersih, penentuan kapasitas

dan dimensi dari tangki air, penentuan diameter pipa air serta pemilihan pompa air yang

tepat. Setelah itu dilakukan modifikasi sistem distribusi air bersih yang ada agar dapat

53

mencukupi kebutuhan air sebagai akibat peningkatan kebutuhan air bersih. Hasil yang

didapatkan untuk mengatasi lonjakan kebutuhan air bersih adalah dengan memodifikasi

sistem distribusi air bersih seperti menambah volume tangki air pada Pump House 4 dan

Passenger Terminal Building menambah atau mengganti pompa distribusi air.

Adapun Sistem pendistribusian air ke daerah pelayanan ada beberapa :

Sistem Jaringan Pipa adalah Sistem Pendistribusian air melalui jaringan pipa dengan cara

gravitasi ke daerah pelayanan

Sistem Pelayanan Air Tangki adalah Armada tangki siap beroperasi melayani kebutuhan

masyarakat secara langsung selama 24 jam.

Sistem Kran Umum dan Terminal Air adalah Merupakan sarana pelayanan air bersih

untuk daerah pemukiman tertentu yang dinilai cukup padat dan sebagai penduduknya

belum mampu menjadi pelanggan air minum melalui sambungan rumah dan

menggunakan tarif sosial.

Dengan demikian dari makala ini dapat diambil kesimpulan bawah :

Infrastruktur air adalah kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem struktur yang

diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat sebagai layanan dan

fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Jadi jika

dikaitkan dengan air, infrakstruktur merupkan sarana untuk penyediaan air bagi

penggunanya yang bersifat layanan.

Komponen – komponen infrastruktur air meliputi waduk, penampungan air, sistem

transmisi air dan sistem distribusi air.

54

SIKLUS HIDROLOGI DAN PRINSIP WATER BALANCE

1. Pengertian Siklus Hidrologi

Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari

atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi, dan

transpirasi.

Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi

tersebut yang berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai

presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet).

Siklus hidrologi menurut Suyono (2006) adalah air yang menguap ke udara dari

permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan

kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan.

Sedangkan siklus hidrologi menurut Soemarto (1987) adalah gerakan air laut ke udara,

yang kemudian jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain,

dan akhirnya mengalir ke laut kembali.

2. Unsur-unsur Siklus Hidrologi

Gambar 19. Siklus Air

Perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau

langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah

mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang

berbeda:

Evaporasi / transpirasi

Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dan sebagainya. Kemudian

akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan

55

jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun

(precipitation) dalam bentuk hujan, salju, dan es.

Infiltrasi / Perkolasi

Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah adalah air yang bergerak ke dalam tanah melalui

celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak

akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah

permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.

Air Permukaan

Air Permukaan adalah air bergerak diatas permukaan tanah dekat denganaliran

utama dan danau, makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran

permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah

urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang

membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.

Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa),

dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai

dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan terjadi dalam komponen-

komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS).

Jumlah air di bumi secara keseluruhanrelatif tetap, yang berubah adalah wujud dan

tempat.

3. Macam-Macam dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

Siklus Pendek atau Siklus Kecil

Gambar 20. Siklus Pendek

1. Air laut menguap menjadi uap gas karena panas matahari

2. Terjadi kondensasi dan pembentukan awan

3. Turun hujan di permukaan laut

56

Siklus Sedang

Gambar 21. Siklus Sedang

1. Air laut menguap menjadi uap gas karena panas matahari

2. Terjadi kondensasi

3. Uap bergerak oleh tiupan angin ke darat

4. Pembentukan awan

5. Turun hujan di permukaan daratan

6. Air mengalir di sungai menuju laut kembali

Siklus Panjang

Gambar 22. Siklus Panjang

1. Air laut menguap menjadi uap gas karena panas matahari

2. Uap air mengalami sublimasi

3. Pembentukan awan yang mengandung kristal es

4. Awan bergerak oleh tiupan angin ke darat

5. Pembentukan awan

6. Turun salju

7. Pembentukan gletser

8. Gletser mencair membentuk aliran sungai

9. Air mengalir di sungai menuju darat dan kemudian ke laut

57

4. Prinsip Water Balance

Siklus hidrologi merupakan konsep dasar tentang keseimbangan dan pergerakan air

dimuka bumi. Siklus hidrologi meliputi beberapa tahap utama yaitu:

Penguapan air dari permukaan bumi yang berasal dari permukaan badan air,tanah dan dari

jaringan tumbuhan

Kondensasi uap air pada lapisan troposfer sehingga terbentuk awan;

Perpindahan awan mengikuti arah angin

Presipitasi dalam bentuk cair (hujan) atau padat (salju dan kristal es) yangmengembalikan

air dari atmosfer ke permukaan bumi

Mengalirnya air mengikuti gaya gravitasi (dari tempat yang tinggi ke tempat yanglebih

rendah) baik dalam bentuk aliran permukaan maupun aliran bawah/tanah

Gambar 23. Siklus Hidrologi

Berdasarkan siklus hidrologi tersebut, maka persamaan kesetimbangan air (water

balance) dapat dituliskan sebagaiberikut:

P = ET + RO + I ± ∆S

Dimana:

P = Curah hujan (mm/hari)

ET = Evapotranspirasi (mm/hari)

RO = Limpasan permukaan (mm/hari)

I = Infiltrasi (mm/hari)

Δ S = Perubahan daya tampung air tanah(mm/hari)

Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk mencegah penurunan muka air

tanah, yang berarti mengecilnya nilai ΔS sebagai akibat adanya kerusakan tutupan hutan

(membesarnya nilai ET) dan adanya parit dan saluran terbuka (membesarnyanilai RO),

maka perlu dilakukan pengendalian terhadap nilai RO yang besar [catatan:asumsi nilai

curah hujan (P) dan infiltrasinya (I) konstan].

58

Gambar 24. Prinsip Utama dalam Penyekatan Parit dan Saluran

Salah satu cara untuk mengendalikan nilai limpasan permukaan (RO) di lahan gambut

adalah melalui penyekatan parit dan saluran yang tadinya bebas terbuka, seperti

digambarkan pada gambar diatas dan dalam diagram alir di bawah. Dengan penyekatan ini

diharapkan muka air tanah di lahan gambut akan meningkat dan gambut tidak mengalami

kekeringan.

5. Keseimbangan Air

Siklus air yang dikatakan seimbang adalah apabila besarnya aliran air yang masuk /

ketersediaan (Inflow) dan keluar kebutuhan (Outflow) siklus adalah sama, sedangkan

ketidakseimbangan air adalah sebaliknya.

6. Kebutuhan air (Water requirement)

Kebutuhan air di sini adalah suatu gambaran besarnya kebutuhan air untuk keperluan

tumbuhnya tanaman sampai tanaman (padi) itu siap panen. Kebutuhan air ini harus

dipertimbangkan terhadap jenis tanaman, keadaan medan tanah, sifat-sifat tanah, cara

pemberian air, pengolahan tanah, iklim, waktu tanam (pola tanaman), kandungan air

tanah, efisiensi irigasi, curah hujan efektif, koefisien tanaman bulanan, pemakaian air

konsumtif, perkolasi, kebutuhan air untuk tanaman, dan kebutuhan air di sawah.

7. Ketersediaan air (Water availability)

Ketersediaan air adalah berapa besar cadangan air yang tersedia untuk keperluan

irigasi. Ketersediaan air ini biasanya terdapat pada air permukaan seperti sungai, danau,

59

dan rawa-rawa, serta sumber air di bawah permukaan tanah. Pada prinsipnya  perhitungan

ketersediaan air ini bersumber dari banyaknya curah hujan, atau dengan perkataan lain

hujan yang jatuh pada daerah tangkapan hujan(catchment area/ watershed) sebagian akan

hilang menjadi evapotranspirasi, sebagian lagi menjadi limpasan langsung (direct run off),

sebagian yang lain akan masuk sebagai infiltrasi. Infiltrasi ini akan menjenuhkan tanah

atas (top soil), kemudian menjadi perkolasi ke ground water yang akan keluar

menjadi base flow.

Ketidakseimbangan air ini dikarenakan oleh perbedaan antara kebutuhan air yang lebih

banyak dibandingkan dengan ketersediaan air yang ada.  Besarnya perbedaan antara

ketersediaan dan kebutuhan air ini di sebabkan oleh salah satunya adalah kerusakan

Daerah Aliran Sungai (DAS) bila tahun-tahun lalu air hujan masih bisa tertampung dan

tersimpan dalam tanah kini tidak lagi. Pasalnya kerusakan DAS dan hutan-hutan sebagai

daerah tangkapan air hujan kini mengalami kerusakan parah. Akibatnya, air hujan itu

langsung mengalir ke laut lepas. Diperparah lagi dengan adanya konversi lahan yang tidak

pada tempatnya.

Pada dasarnya analisis hidrologi mempunyai asumsi bahwa siklus hidrologi pada

daerah pengamatan adalah suatu sistem, di mana terdapat input dan output sistem. Sistem

dalam analisis hidrologi disebut WATER BALANCE, keseimbangan air, neraca air

(memperhitungkan inflow dan outflow), Keseimbangan air dalam siklus hidrologi

tergantung pada daerah yang diamati sesuai dengan inflow dan outflow.

8. Kesimpulan

Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari

atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi, dan

transpirasi.

Unsur-unsur siklus hidrologi yaitu: evaporasi / transpirasi, infiltrasi / perkolasi, dan air

permukaan. Macam-macam siklus hidrologi yaitu: siklus pendek, siklus sedang, dan siklus

panjang.

Prinsip Water Balance: P = ET + RO + I ± ∆S. Siklus air yang dikatakan seimbang

adalah apabila besarnya aliran air yang masuk / ketersediaan (Inflow) dan keluar

kebutuhan (Outflow) siklus adalah sama, sedangkan ketidakseimbangan air adalah

sebaliknya.

60

9. Potensi SDA Permukaan (Sungai dan Danau); Rawa dan Pantai; Air Tanah

Air permukaan adalah air yang terdapat di sungai, danau, atau rawa air tawar. Air

permukaan secara alami dapat tergantikan dengan presipitasi dan secara alami menghilang

akibat aliran menuju lautan, penguapan, dan penyerapan menuju ke bawah permukaan.

Meski satu-satunya sumber alami bagi perairan permukaan hanya presipitasi dalam area

tangkapan air, total kuantitas air dalam sistem dalam suatu waktu bergantung pada banyak

faktor. Faktor-faktor tersebut termasuk kapasitas danau, rawa, dan reservoir buatan,

permeabilitas tanah di bawah reservoir, karakteristik aliran pada area tangkapan air,

ketepatan waktu presipitasi dan rata-rata evaporasi setempat. Semua faktor tersebut juga

memengaruhi besarnya air yang menghilang dari aliran permukaan.

Aktivitas manusia memiliki dampak yang besar dan kadang-kadang menghancurkan

faktor-faktor tersebut. Manusia seringkali meningkatkan kapasitas reservoir total dengan

melakukan pembangunan reservoir buatan, dan menguranginya dengan mengeringkan

lahan basah. Manusia juga sering meningkakan kuantitas dan kecepatan aliran permukaan

dengan pembuatan sauran-saluran untuk berbagai keperluan, misalnya irigasi.

Kuantitas total dari air yang tersedia pada suatu waktu adalah hal yang penting.

Sebagian manusia membutuhkan air pada saat-saat tertentu saja. Misalnya petani

membutuhkan banyak air ketika akan menanam padi dan membutuhkan lebih sedikit air

ketika menanam palawija. Untuk mensuplai petani dengan air, sistem air permukaan

membutuhkan kapasitas penyimpanan yang besar untuk mengumpulkan air sepanjang

tahun dan melepaskannya pada suatu waktu tertentu.

Sedangkan penggunaan air lainnya membutuhkan air sepanjang waktu, misalnya

pembangkit listrik yang membutuhkan air untuk pendinginan, atau pembangkit listrik

tenaga air. Untuk mensuplainya, sistem perairan permukaan harus terisi ketika aliran arus

rata-rata lebih rendah dari kebutuhan pembangkit listrik.

Perairan permukaan alami dapat ditambahkan dengan mengambil air permukaan dari

area tangkapan hujan lainnya dengan kanal atau sistem perpipaan. Dapat juga

ditambahkan secara buatan dengan cara lainnya, namun biasanya jumlahnya diabaikan

karena terlalu kecil.

10. Potensi SDA Permukaan

Sungai adalah suatu torehan dipermukaan lahan yang didalamnya terdapat air dan

mengalir secara terus menerus ataupun pada waktu tertentu. Daerah sungai meliputi: aliran

air, bantaran, tanggul, dan areal yang dinyatakan sebagai daerah sungai. Indonesia

memiliki sangat banyak sungai dan anak-anak sungai yang berpotensi untuk menyediakan

61

sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan air bagi masyarakat.

Penyediaan air untuk masyarakat sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan menunjang dalam peningkatan pembangunan suatu daerah. Kekurangan

air dapat mengakibatkan suatu daerah tidak dapat berkembang karena pembangunan tidak

dapat ditingkatkan. Penyediaan air berkaitan erat dengan berapa sebenarnya

potensi/ketersediaan sumber daya air yang tersedia pada suatu daerah. Beberapa daerah

yang wilayahnya dilalui sungai memanfaatkan potensi sungai untuk memenuhi kebutuhan

baku. Contohnya adalah provinsi Sumatera Utara memanfaatkan potensi dan prasarana

wilayah sungainya untuk memenuhi kebutuhan air baku untuk beberapa sector

pembangunan antara lain:

Sektor Pertanian

Sektor Perikanan

Sektor Suplai Air Baku

Sektor Penggelontoran Kota

Sektor Intrusi Air Asin

Sektor Energi / Hidro Power

Sektor Kualitas Air.

Danau merupakan cekungan alamiah dipermukaan bumi dan terdapat genangan air

yang mempunyai volume yang besar. Sangat potensial dalam penyediaan sumber daya air

yang sangat besar, sehingga dalam pengelolaan dan pemanfaatannya akan memerlukan

bangunan air lainnya. Potensi danau diantaranya sektor perikanan dimana masyarakat

sekitar danau memanfaatkan danau untuk membuat tambak ikan dan sektor periwisata.

Gambar 25 Danau Toba sebagai Pariwisata

11. Potensi SDA Waduk

Waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air sediaan untuk berbagai kebutuhan[.

Waduk dapat terjadi secara alami maupun dibuat manusia. Waduk buatan dibangun

dengan cara membuat bendungan yang lalu dialiri air sampai waduk tersebut penuh.

Waduk berfungsi menampung kelebihan air dalam periode kelebihan air yang akan

62

digunakan selama musim kering berikutnya. Digunakan juga sebagai tempat menampung

air banjir untuk sementara waktu dan dilepas / dibuang ke hilir pada waktu banjir surut.

Fungsi utama: memperbaiki dan menstabilkan aliran air sungai, baik dengan pengaturan

penyediaan air yang tidak tetap dari suatu aliran sungai.

Beberapa potensi waduk diantaranya untuk sumber PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga

Air) seperti pada waduk Jatiluhur, perikanan dengan membuat tambak-tambak ikan di

wilayah waduk serta pariwisata.

12. Potensi SDA Rawa dan Pantai

Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-menerus atau musiman

akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika, kimiawi

dan biologis. Rawa bersifat payau dan mengandung kadar asam yang cukup tinggi, dan

sering disertai lahan gambut. Pantai daerah rawa dengan ditandai oleh tumbuhan bakau

dan atau mangrove. Ekosistem lahan rawa bersifat marjinal dan rapuh yang rentan

terhadap perubahan baik oleh karena faktor alam (kekeringan, kebakaran, dan kebanjiran),

maupun karena faktor kesalahan pengelolaan (reklamasi, pembukaan, budidayaintensif).

Jenis tanah di kawasan rawa tergolong tanah bermasalah yang mempunyai banyak

kendala. Misalnya tanah gambut mempunyai sifat kering tak balik (reversible drying),

mudah ambles (subsidence), dan penurunan kadar hara (nutrients deficiency). Reklamasi

rawa: upaya meningkatkan fungsi dan pemanfaatan rawa untuk kepentingan masyarakat

luas.

Jaringan reklamasi -> saluran primer, sekunder, tersier, bangunan pelengkap, dan

pembagian penggunaan air.

Penyelenggaraan Konservasi Rawa:

Perlindungan pengawetan secara lestari

Peningkatan fungsi

Pemanfaatan rawa sebagai ekosistem sumber

Peningkatan fungsi serta pemanfaatan rawa dapat diselenggarakan oleh pemerintah

ataupun swasta.

Pemanfaatan lahan rawa dapat dijadikan lahan alternatif untuk pengembangan

pertanian, meskipun perlu pengelolaan yang tepat, dukungan kelembagaan yang baik dan

profesional serta pemantauan secara terus menerus.

Potensi lahan rawa di Indonesia adalah seluas 33,43 juta hektar yang terdiri dari 20,15

juta hektar rawa pasang surut dan 13,28 juta hektar rawa lebak. Lahan rawa yang telah

63

dibuka atau direklamasi mencapai 5 juta hektar, luas tersebut sudah termasuk bekas lahan

pertanian lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan Tengah.

Meskipun pemerintah sudah dilakukan pembangunan terhadap lahan rawa, tetap

diperlukan pengembangan pertanian yang baik. Apabila tidak demikian sangat

dimungkinkan pembangunan lahan rawa tersebut tidak akan mendapatkan hasil pertanian

secara optimal. Hal itu disebabkan karena karakteristik dari ekosistem lahan rawa yang

bersifat marjinal dan rapuh.

13. Potensi SDA Air Tanah

Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah

permukaan tanah. Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang keberadaannya

terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang luas serta pemulihannya

sulit dilakukan. Letak air tanah dapat mencapai beberapa puluh bahkan beberapa ratus

meter di bawah permukaan bumi. Lapisan batuan ada yang lolos air (permeable) dan ada

pula yang tidak lolos/kedap air (impermeable). Lapisan lolos air misalnya terdiri dari

kerikil, pasir, batuapung, dan batuan yang retak-retak, sedangkan lapisan kedap air antara

lain terdiri dari napal dan tanah liat atau tanah lempung. Sebetulnya tanah lempung dapat

menyerap air, namun setelah jenuh air, tanah jenis ini tidak dapat lagi menyerap air.

14. Jenis-jenis air tanah

Gambar 26 Air tanah

Menurut letaknya, air tanah dapat dibedakan atas: air tanah dangkal (air tanah preatik)

yaitu air tanah yang terdapat di atas lapisan kedap air yang paling dekat dengan

permukaan bumi, dan air tanah dalam (air tanah aretesis) yaitu air tanah yang terdapat

pada lapisan lolos air yang terletak di antara dua lapisan batuan kedap air. Air tanah jenis

ini memungkinkan terjadinya sumber air artesis, manakala ia dapat muncul sebagai mata

air dengan tekanan cukup tinggi.

64

Menurut asal airnya, air tanah dapat dibedakan atas: air tanah yang berasal dari

atmosfer (air meteorik), yaitu air tanah yang berasal dari serapan presipitasi baik dari

hujan atau salju; dan air taanah yang berasal dari dalam bumi, misalnya:

Air tanah turbir (conate water), yaitu air tanah yang tersimpan di dalam batuan sedimen;

Air tanah juvelin (juvelin water), yaitu air tanah yang bersumber dari air yang naik dari

maagma bila gas-gasnya dibebaskan melalui mata air panas.

15. Potensi air tanah

Di daerah endapan, air tanah pada umumnya berupa air payu, kecuali di daerah

bentukan endapan sungai delta, tanggul pantai, dan tanggul sungai, airnya berasa tawar.

Air tanah bergerak secara sangat lambat baik gerak vertikal maupun horizontal, gerakan

air tanah ini rata-rata hanya mencapai dua meter per hari. Pada lapisan batuan padas

misalnya, gerakannya akan jauh lebih lambat, yakni hanya sekitar lima belas meter per

tahun.

Di daerah pantai sering terdapat kantong-kantong air tawar di antara serapan air asin.

Kantong air tawar ini ada karena air hujan yang jatuh di atas wilayah ini mengalami

perembesan ke arah bawah (infiltrasi dan perkolasi) dan akhirnya terakumulasi di bawah

permukaan bumi, sehingga menyerupai suatu kantong yang sangat besar.

16. Wilayah air tanah

Secara vertikal, di dalam bumi terdapat berbagai wilayah air tanah, yaitu:

Gambar 27 Wilayah Air Tanah

Wilayah yang masih dipengaruhi oleh udara luar

65

Pada bagian atas wilayah ini terdapat lapisan tanah yang mengandung air, yang

dimanfaatkan oleh tanaman. Bila lapisan/zona ini telah jenuh maka disebut “tanah

jenuh air” (field capacity). Karena adanya gaya berat, maka air di zona ini akan

bergerak turun. Air yang bergerak bebas karena gravitasi lini disebut “air bebas”, yang

satuannya dinyatakan dalam prosen terhadap volume tanah. Air tanah yang tidak bebas

akan ditahan oleh butir-butir batuan. Jumlah air yang ditahan oleh butir-butir batuan

ktersebut juga dinyatakan dengan prosen terhadap volume tanah dan disebut

“kemampuan menahan air” (holding capacity).

Wilayah jenuh air

Wilayah jenuh air mengacu kedapa kedalaman muka air tanah, yang dapat diamati

dari beberapa sumur. Kedalaman wilayah jenuh air sangat ditentukan oleh kondisi

topografi dan jenis batuannya.

Wilayah kapiler air

Wilayah kapiler air merupakan peralihan antara wilayah terpengaruh udara dengan

wilayah jenuh air. Air tanahnya diperoleh dari proses kapilarisasi (perambatan kie arah

atas).

Wilayah air dalam

Wilayah ini terdapat di dalam batuan, dan biasanya terletak di antara dua lapisan

kedap air.

Sungai dan air tanah mempunyai hubungan yang sangat erat. Misalnya, sebagian air

sungai berasal dari air tanah, sebaliknya ada air tanah yang berasal dari remebesan air

sungai. Air sungai yang berasal dari air tanah dapat terjadi apabila permukaan (freatik) air

tanah lebih tinggi dari pada muka air sungai. Namun apabila permukaan air tanah lebih

rendah dari pada muka air sungai, maka air tanah mendapat rembesan dari air sungai.

17. KESIMPULAN

Air permukaan adalah air yang terdapat di sungai, danau, atau rawa air tawar. Air

permukaan secara alami dapat tergantikan dengan presipitasi dan secara alami menghilang

akibat aliran menuju lautan, penguapan, dan penyerapan menuju ke bawah permukaan.

Sungai adalah suatu torehan dipermukaan lahan yang didalamnya terdapat air dan

mengalir secara terus menerus ataupun pada waktu tertentu. Danau merupakan cekungan

alamiah dipermukaan bumi dan terdapat genangan air yang mempunyai volume yang

besar. Waduk dapat Menampung kelebihan air dalam periode kelebihan air yang akan

digunakan selama musim kering berikutnya.

66

67

PEMANFAATAN SDA UNTUK IRIGRASI, AIR BAKU, PLTA,

KESEIMBANGAN EKOSISTEM

1. Pemanfaatan Air Untuk Irigasi

Karena air hujan tidak dapat mencukupi kebutuhan pengairan sawah, terutama di

musim kemarau, maka dipakai pemanfaatan sumber air sungai untuk irigasi, perlu

dilakukan peninjauan dalam satu sistem, bahwa managemen untuk pemanfaatan sumber

daya air dibawah satu kebijakan dalam pengelolaannya. Hal ini untuk menghindari adanya

konflik, kerancuan ataupun overlaping dan pemanfaatan sumber daya air yang

berkelebihan.

Dengan demikian pengelolaan sumber daya air dalam satu kesatuan dan untuk

memenuhi semua kebutuhan sumber air yang ada dalam sistem tersebut perlu ditinjau

secara menyeluruh. Maka pemanfaatan air, sumber daya air untuk irigasi perlu

memperhatikan :

1. Kebutuhan air (tanaman, pada petak sawah/lahan, pada tingkat jaringan irigasi

dan pada intake)

2. Kualitas air (persyaratan untuk masing-masing tanaman)

3. Metode pemberian air yang cocok

4. Bangunan-bangunan irigasi yang diperlukan supaya lebih efisien

5. Manajemen pemanfaatan air yang baik dari sumbernya sampai pada tingkat

pemakai air

Gambar 28 irigasi di makassar

Gambar 29 irigasi di persawahan

68

2. Pemanfaatan Air Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air

Semakin maju pembangunan suatu negara semakin banyak listrik yang digunakan

antara lain untuk:

1. Penerangan

2. Industri

3. Alat-alat rumahtangga

4. Dan lain sebagainya

Karena air adalah sumber daya alam yang banyak, tidak ada polusi serta topografi yang

menunjung, maka sumber daya air dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air.

Untuk tinggi terjunan minimum 3m, dapat dibuat pembangkit tenaga air mikro hidro,

untuk keperluan listrik desa. Sedangkan pada daerah yang mempunyai potensi air cukup

banyak dibuat bendungan sehingga mempunyai tinggi jatuh yang cukup yang dapat dibuat

pembangkit listrik tenaga air seperti PLTA Jatiluhur, PLTA Saguling, PLTA Cirata, dan

sebagainya.

Daya listrik dihasilkan akibat tinggi jatuh air, memberi tekanan yang memutar turbin

dan selanjutnya memutar generator, mengubah energi potensial menjadi energi kinetik dan

dihasilkan listrik, melalui transmisi disalurkan ke daerah-daerah yang membutuhkan.

Gambar 30 PLTA Jatiluhur

Gambar 31 PLTA Cirata

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) bekerja dengan cara merubah energi potensial

(dari dam atau air terjun) menjadi energi mekanik (dengan bantuan turbin air) dan dari

energi mekanik menjadi energi listrik(dengan bantuan generator). Komponen – komponen

dasar PLTA berupa dam, turbin, generator dan transmisi.

69

Dam/Waduk/Bendungan berfungsi untuk menampung air dalam jumlah besar karena

turbin memerlukan pasokan air yang cukup dan stabil. Selain itu dam juga berfungsi untuk

pengendalian banjir. contoh waduk Jatiluhur yang berkapasitas 3 miliar kubik air dengan

volume efektif sebesar 2,6 miliar kubik.

Turbin berfungsi untuk mengubah energi potensial menjadi energi mekanik. Air akan

memukul susu – sudu dari turbin sehingga turbin berputar. Perputaran turbin ini di

hubungkan ke generator. Turbin terdiri dari berbagai jenis seperti turbin Francis, Kaplan,

Pelton, dll.

Generator dihubungkan ke turbin dengan bantuan poros dan gearbox. Memanfaatkan

perputaran turbin untuk memutar kumparan magnet didalam generator sehingga terjadi

pergerakan elektron yang membangkitkan arus AC. Travo digunakan untuk menaikan

tegangan arus bolak balik (AC) agar listrik tidak banyak terbuang saat dialirkan melalui

transmisi. Travo yang digunakan adalah travo step up.

Transmisi berguna untuk mengalirkan listrik dari PLTA ke rumah – rumah atau

industri. Sebelum listrik kita pakai tegangannya di turunkan lagi dengan travo step down.

Pembangkit listrik tenaga air konvensional bekerja dengan cara mengalirkan air dari

dam ke turbin setelah itu air dibuang. Saat ini ada teknologi baru yang dikenal dengan

pumped-storage plant.

Pumped-storage plant memiliki dua penampungan yaitu:

Waduk Utama (upper reservoir) seperti dam pada PLTA konvensional. Air dialirkan

langsung ke turbin untuk menghasilkan listrik.

Waduk cadangan (lower reservoir). Air yang keluar dari turbin ditampung di lower

reservoir sebelum dibuang disungai. 

Pada saat beban puncak air dalam lower reservoir akan di pompa ke upper reservoir

sehingga cadangan air pada Waduk utama tetap stabil.

Kapasitas PLTA diseluruh dunia ada sekitar 675.000 MW ,setara dengan 3,6 milyar barrel

minyak atau sama dengan 24 % kebutuhan listrik dunia yang digunakan oleh lebih 1

milyar orang.

PLTA merubah energi yang disebabkan gaya jatuh air untuk menghasilkan listrik.

Turbin mengkonversi tenaga gerak jatuh air ke dalam daya mekanik. Kemudian generator

mengkonversi daya mekanik tersebut dari turbin ke dalam tenaga elektrik.

Jenis PLTA bermacam-macam, mulai yang berbentuk “mikro-hidro” dengan

kemampuan mensupalai untuk beberapa rumah saja sampai berbentuk raksasa seperti

Bendungan Karangkates yang menyediakan listrik untuk berjuta-juta orang-orang. Photo

70

dibawah ini menunjukkan PLTA di Sungai Wisconsin, merupakan jenis PLTA menengah

yang mampu mensuplai listrik untuk 8.000 orang. 

Gambar 32 Komponen PLTA

Komponen PLTA dan cara kerjanya :

Bendungan

Berfungsi menaikkan permukaan air sungai untuk menciptakan tinggi jatuh air.

Selain menyimpan air, bendungan juga dibangun dengan tujuan untuk menyimpan

energi.

Turbin

Gaya jatuh air yang mendorong baling-baling menyebabkan turbin berputar. Turbin

air kebanyakan seperti kincir angin, dengan menggantikan fungsi dorong angin untuk

memutar baling-baling digantikan air untuk memutar turbin. Selanjutnya turbin

merubah energi kenetik yang disebabkan gaya jatuh air menjadi energi mekanik.

Generator

Dihubungkan dengan turbin melalui gigi-gigi putar sehingga ketika baling-baling

turbin berputar maka generator juga ikut berputar. Generator selanjutnya merubah

energi mekanik dari turbin menjadi energi elektrik. Generator di PLTA bekerja seperti

halnya generator pembangkit listrik lainnya.

71

Gambar 33 Generator

Jalur Transmisi

Berfungsi menyalurkan energi listrik dari PLTA menuju rumah-rumah dan pusat

industri.

Pipa Pesat (Penstock)

Berfungsi untuk menyalurkan dan mengarahkan air ke cerobong turbin. Salah satu

ujung pipa pesat dipasang pada bak penenang minimal 10 cm diatas lantai dasar bak

penenang. Sedangkan ujung yang lain diarahkan pada cerobong turbin. Pada bagian

pipa pesat yang keluar dari bak penenang, dipasang pipa udara (Air Vent) setinggi 1 m

diatas permukaan air bak penenang. Pemasangan pipa udara ini dimaksudkan untuk

mencegah terjadinya tekanan rendah (Low Pressure) apabila bagian ujung pipa pesat

tersumbat. Tekanan rendah ini akan berakibat pecahnya pipa pesat. Fungsi lain pipa

72

udara ini untuk membantu mengeluarkan udara dari dalam pipa pesat pada saat start

awal PLTMH mulai dioperasikan. Diameter pipa udara ± ½ inch.

3. Pemanfaatan Air Untuk Keseimbangan Ekosistem

Ekosistem adalah tempat saling memberi dan menerima antara makhluk hidup dengan

lingkungannya. Ekosistem terdiri dari komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik

terdiri dari tumbuhan dan hewan. Sedangkan komponen abiotik terdiri dari batu, tanah, air,

sungai, dan lain-lain.Dalam suatu ekosistem harus ada keseimbangan antara produsen dan

konsumen. Kehidupan dapat tetap berlangsung jika jumlah produsen lebih besar dari

konsumen tingkat I. Konsumen tingkat I lebih banyak dari konsumen tingkat II dan

seterusnya.

Banyak sekali ekosistem yang meliputi pemanfaatan air, contohnya ekosistem sawah ,

danau , air laut serta sungai. Sehingga ketika komposisi didalamnya itu terganggu maka

terganggu juga keseimbangan ekosistem tersebut.

4. Pemanfaatan Air Untuk Air Baku

Air baku adalah air bersih yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan air minum, air

rumah tangga, dan industri.

Untuk memenuhi kebutuhan air baku yang semakin hari semakin bertambah, maka air

baku dapat diperoleh dari air sungai, air tanah, dan lain sebagainya. Air yang dipakai

untuk air baku harus memenuhi standar persyaratan sesuai dengan kegunaanya.

Sumber daya air sungai untuk penyediaan air baku ditampung untuk memenuhi pola

distribusi kebutuhan air yang kadang-kadang tidak sesuai dengan pola debit aliran.

73

PDAM, biasanya melakukan pengolahan secara fisika dan kimiawi dalam proses

penyediaan air bersih. Secara umum, skema pengolahan air bersih di daerah-daerah di

Indonesia terlihat seperti pada gambar di bawah. Terdapat 3 bagian penting dalam sistem

pengolahannya.

Bangunan Intake

Bangunan intake ini berfungsi sebagai bangunan pertama untuk masuknya air dari

sumber air. Pada umumnya, sumber air untuk pengolahan air bersih, diambil dari sungai.

Pada bangunan intake ini biasanya terdapat bar screen yang berfungsi untuk menyaring

benda-benda yang ikut tergenang dalam air. Selanjutnya, air akan masuk ke dalam sebuah

bak yang nantinya akan dipompa ke bangunan selanjutnya, yaitu WTP – Water Treatment

Plant.

Water Treatment Plant

Water Treatment Plant atau lebih populer dengan akronim WTP adalah bangunan

utama pengolahan air bersih. Biasanya bagunan ini terdiri dari 4 bagian, yaitu : bak

koagulasi, bak flokulasi, bak sedimentasi, dan bak filtrasi. Nah, sekarang kita bahas satu

per satu bagian-bagian ini.

Koagulasi

Dari bangunan intake, air akan dipompa ke bak koagulasi ini. Pada proses

koagulasi ini dilakukan proses destabilisasi partikel koloid, karena pada dasarnya air

sungai atau air-air kotor biasanya berbentuk koloid dengan berbagai partikel koloid

yang terkandung di dalamnya. Destabilisasi partikel koloid ini bisa dengan

penambahan bahan kimia berupa tawas, ataupun dilakukan secara fisik dengan rapid

mixing (pengadukan cepat), hidrolis (terjunan atau hydrolic jump), maupun secara

mekanis (menggunakan batang pengaduk). Biasanya pada WTP dilakukan dengan

cara hidrolis berupa hydrolic jump. Lamanya proses adalah 30 – 90 detik.

Flokulasi

Setelah dari unit koagulasi, selanjutnya air akan masuk ke dalam unit flokulasi.

Unit ini ditujukan untuk membentuk dan memperbesar flok. Teknisnya adalah

dengan dilakukan pengadukan lambat (slow mixing).

74

Gambar 34 Proses Flokulasi Partikel Koloid

Sedimentasi

Setelah melewati proses destabilisasi partikel koloid melalui unit koagulasi dan

unit flokulasi, selanjutnya perjalanan air akan masuk ke dalam unit sedimentasi. Unit

ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel koloid yang sudah

didestabilisasi oleh unit sebelumnya. Unit ini menggunakan prinsip berat jenis. Berat

jenis partikel koloid (biasanya berupa lumpur) akan lebih besar daripada berat jenis

air. Dalam bak sedimentasi, akan terpisah antara air dan lumpur.

Gambar 35 Proses Sedimentasi

Gambar 36 Unit Aselator pada Water Treatment Plant

75

Filtrasi

Setelah proses sedimentasi, proses selanjutnya adalah filtrasi. Unit filtrasi ini,

sesuai dengan namanya, adalah untuk menyaring dengan media berbutir. Media

berbutir ini biasanya terdiri dari antrasit, pasir silica, dan kerikil silica denga

ketebalan berbeda. Dilakukan secara grafitasi.

Gambar 37 Unit Filtrasi

Selesailah sudah proses pengolahan air bersih. Biasanya untuk proses tambahan,

dilakukan disinfeksi berupa penambahan chlor, ozonisasi, UV, pemabasan, dan lain-

lain sebelum masuk ke bangunan selanjutnya, yaitu reservoir.

Reservoir

Setelah dari WTP dan berupa clear water, sebelum didistribusikan, air masuk ke

dalam reservoir. Reservoir ini berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air

bersih sebelum didistribusikan melalui pipa-pipa secara grafitasi. Karena

kebanyakan distribusi di kita menggunakan grafitasi, maka reservoir ini biasanya

diletakkan di tempat dengan eleveasi lebih tinggi daripada tempat-tempat yang

menjadi sasaran distribusi. Biasanya terletak diatas bukit, atau gunung.

Gambar 38 Reservoir air bersih

Gabungan dari unit-unit pengolahan air ini disebut IPA – Instalasi Pengolahan

Air. Untuk menghemat biaya pembangunan, biasanya Intake, WTP, dan Reservoir

dibangun dalam satu kawasan dengan ketinggian yang cukup tinggi, sehingga tidak

diperlukan pumping station dengan kapasitas pompa dorong yang besar untuk

76

menyalurkan air dari WTP ke reservoir. Barulah, setelah dari reservoir, air bersih

siap untuk didistribusikan melalui pipa-pipa dengan berbagai ukuran ke tiap daerah

distribusi.

Gambar 39 Penyaluran air bersih

5. Kesimpulan

Karena air adalah sumber daya alam yang banyak, tidak ada polusi serta topografi yang

menunjung, maka sumber daya air dapat dimanfaatkan untuk bermacam-macam

kebutuhan baik itu kebutuhan manusia maupun demi keutuhan lingkungan.

77

POTENSI SUMBER DAYA AIR SEBAGAI NAVIGASI, PERIKANAN,

PENGGELONTORAN DAN REKREASI

1. POTENSI SUMBER DAYA AIR SEBAGAI NAVIGASI

Navigasi atau pandu arah adalah penentuan kedudukan (position) dan arah perjalanan

baik di medan sebenarnya atau di peta, dan oleh sebab itulah pengetahuan tentang

pedoman arah (compass) dan peta serta teknik penggunaannya haruslah dimiliklki dan

dipahami. Navigasi juga merupakan penetuan posisi dan arah perjalanan, baik di medan

perjalanan atau di peta. Navigasi terdiri atas navigasi darat, sungai, pantai, rawa dan laut,

namun yang umum digunakan adalah navigasi darat. Namun dalam hubungannya dengan

sumber daya air jadi navigasi yang akan dibahas adalah navigasi sungai, pantai dan rawa.

Navigasi Sungai

Dalam perjalanan menyusuri sungai, baik berjalan kaki atau dengan perahu, kita

dituntut untuk menguasai navigasi sungai seperti halnya navigasi darat dalam

perjalanan gunung hutan. Secara praktis ilmu navigasi sungai telah lama dikenal oleh

orang dayak di pedalaman kalimantan. Sebab sungai merupakan satu-satunya sarana

angkutan bagi mereka. Dan dalam penentuan kedudukannya di sungai, mereka

menggunakan tanda-tanda alam yang berupa riam, belokan sungai,

penyempitan/pelebaran sungai, muara dan lainnya.

Navigasi sungai adalah teknik untuk menentukan kedudukan secara tepat dalam

perjalanan penyusuran sungai. Perbedaan yang mendasar antara navigasi sungai dan

navigasi darat terletak pada acuan dasar untuk menentukan kedudukan. Pada navigasi

darat, yang diambil sebagai acuan dasar adalah bentuk permukaan fisik bumi yang

digambarkan oleh garis kontur, sedang pada navigasi sungai acuan dasarnya adalah

bentuk dari tepi kiri dan kanan sungai, yaitu belokan-belokan sungai yang tergambar di

peta.

Perlengkapan Navigasi sungai

a. Peta

Ada dua macam peta yang digunakan yaitu:

1. Peta situasi sungai, peta ini tidak mempunyai garis kontur, yang tergambar

adalah sungai dan desa yang ada di sepanjang daerah aliran sungai. Skala

peta yang dipakai sebaiknya 1:50.000 atau 1:25.000, yang cukup jelas

menggambarkan kondisi fisik sungai. Peta ini umumnya dibuat oleh

78

perorangan yang pernah tinggal atau melakukan survey dan pemetaan

disepanjang sungai tersebut.

2. Peta topografi, mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan peta situasi

karena dapat membantu membaca kondisi alam di sekitar sungai seperti

berupa rawa, tebing, bukit maupun pegunungan.

b. Kompas

Digunakan untuk menentukan sudut belokan-belokan sungai, kompas bidik dan

kompas orienteering dengan keakuratan yang baik dapat digunakan untuk keperluan ini.

c. Alat Tulis

Berupa kertas tulis, busur derajat, penggaris dan alat tulis. Dipakai untuk

menentukan posisi, setelah terlebih dahulu membidik sudut kompas dari sungai dan

melakukan penaksiran jarak.

d. Altimeter

Altimeter bukan merupakan peralatan yang paling utama untuk menentukan posisi,

tetapi lebih tepat untuk mengetahui gradien sungai, yaitu beda tinggi antara dua titik di

sungai dalam jarak 1 km (contoh gradien sungai 9 m/km, yaitu beda tinggi 9 m antara

dua titik yang berjarak 1 km). Karena perbedaan tinggi pada penurunan sungai relatif

kecil untuk tiap km panjang sungai, maka sebaiknya digunakan altimeter yang cukup

teliti, misalnya dengan kemampuan membaca perbedaan tinggi sampai 10 meter

(sebagai gambaran, untuk sungai yang berarus deras dan banyak air terjunnya,

perbedaan sungai rata-rata untuk tiap kilometer hanya sekitar 40 meter).

Menentukan Kedudukan Pada Peta

Dilakukan dengan cara bergerak menyusuri sungai sambil memperhatikan

perubahan arah belokan sungai, dibantu dengan tanda-tanda alam tertentu yang terdapat

disepanjang sungai. Ada dua cara yang dapat dipakai untuk menentukan kedudukan:

A. Dengan Bantuan Tanda-Tanda alam

Misalnya kita sedang melakukan penyusuran sungai dari titik A ke titik B, kemudian

pada suatu tempat dijumpai sebuah muara anak sungai di sebelah kiri, untuk

menentukan kedudukan pada saat ini adalah: Lakukan orientasi peta, kemudian amati

sekitar medan dengan teliti, ukur sudut kompas (azimuth) dari lintasan sungai pada

belokan di depan dan di belakang dengan menggunakan kompas, ingat tanda alam

sebelumnya yang terdapat di belakang ( misalnya di belakang kita terdapat sebuah

79

delta) dan lihat juga tanda alam di depan (misalnya belokan sungai ke arah kiri),

kemudian gambar situasi sungai yang telah di dapat, kemudian cari padanannya pada

peta (perlu diketahui bahwa delta yang terdapat pada sungai adalah delta yang cukup

besar, tidak tertutup pada saat banjir, dan di tumbuhi pepohonan, jika tidak memenuhi

persyaratan tersebut tidak akan digambarkan pada peta.) apabila masih kurang jelas,

maka perlu dilakukan penyusuran sampai pada tanda alam berikutnya yang dapat lebih

memperjelas kedudukan kita.

B. Membuat Peta Sendiri

Teknik pelaksanaannya yaitu dengan penaksiran jarak dan pengukuran sudut

kompas (azimuth). Sebelum melakukan cara ini, sebaiknya mata kita di latih dahulu

untuk menaksir jarak, misalnya untuk jarak 50 meter atau 100 meter. Cara termudah

adalah dengan berlatih di jalan raya dengan bantuan sepeda motor atau mobil yang

penunjuk jaraknya masih berlaku dengan baik, dapat juga dengan bantuan tiang listrik

(setiap 50 meter), patok kecil di sepanjang jalan raya (100 meter). Jika mata sudah

terlatih, dapat dipraktekkan pada jalan dalam kota yang banyak belokannya. Untuk

sungai di daerah hulu yang sempit dan banyak tikungannya, maka di pakai patokan

jarak setiap 50 meter dengan sisa ukuran terkecil adalah 10 meter. Sedangkan untuk

sungai di daerah tengah dan hilir yang relatifr lebih lebar dan lurus (kecuali pada daerah

meander), atau jari-jari belokan besar (sudut belokannya relatif kecil untuk jarak 100

meter), maka dipakai patokan jarak setiap kelipatan 100 meter dengan sisa ukuran

terkecil 25 meter.

Jadi kita membuat sungai menjadi sebuah batang yang terdiri dari banyak ruas

panjang dan pendek, yang berbelok-belok sesuai dengan sudutnya. Langkah-langkah

yang harus diperhatikan dalam pembuatan sungai adalah : sediakan peralatan yang

diperlukan, buat tabel pada kertas yang terdiri dari dua kolom, kolom pertama untuk

derajat (azimuth)dan kolom kedua untuk jarak (meter). Jika ingin lebih teliti dapat

ditambahkan dua kolom lagi, yaitu untuk lebar sungai dan keterangan yang diperlukan

(misalnya jika ada penyempitan, batu besar di tengah sungai, tebing terjal di kiri dan

kanan sungai dan lainnya), bidik kompas pada awal pergerakan, dan taksir jaraknya

dengan mata yang sudah terlatih, isikan hasil bidikan pada kolom 1 dan 2, jika

menggunakan perahu sebaiknya dilakukan dari tengah sungai, hitung jaraknya sambil

bergerak maju setiap 50 dan 100 meter. Setelah sampai pada batas yang telah

ditentukan dari ruas sungai, lakukan pembidikan dan taksirkan jaraknya kembali, ulangi

80

sampai melampaui 3 belokan sungai, kemudian buat gambar sungai tersebut

berdasarkan hasil catatan yang ada pada tabel, skala dapat di misalkan 1 cm untuk 100

meter atau lebih kecil lagi, kemudian cari padanan atau bentuk yang mirip dari gambar

sungai yang kita buat dengan peta sungai yang kita bawa, dengan demikian kedudukan

kita di peta dapat ditentukan yaitu pada titik terakhir yang kita buat, jika belum di dapat

juga ulangi sampai beberapa belokan lagi.

a. Navigasi Pantai

Navigasi pantai adalah teknik berjalan dan menentukan posisi dengan tepat di

daerah pantai. Navigasi pantai jauh lebih mudah jika dibandingkan dengan navigasi

rawa dan sungai, sebab sebuah garis posisi sudah diketahui, yaitu sebuah garis tepi

pantai, jadi hanya dibutuhkan sebuah tanda lagi untuk melakukan resection. Tanda-

tanda medan yang dapat dijadikan patokan adalah sudut arah dari garis pantai, tanjung

atau teluk, muara sungai, pulau atau karang yang terdapat disekitar pantai, bukit yang

terdapat didaerah pantai, kampung nelayan. Jika sudah terlatih navigasi gunung hutan,

maka navigasi di daerah pantai tidak menjadi masalah, karena pada navigasi pantai

lebih ditekankan pembacaan peta. Tanpa bantuan kompaspun sebenarnya kita dapat

berjalan di tepi pantai, kompas dibutuhkan jika harus melakukan perjalanan potong

kompas, menghindari rintangan yang berupa tebing terjal yang tidak mungkin untuk

dilewati.

Adapun langkah-lagkah yang harus dilakukan dalam navigasi pantai:

1) Plot posisi kita dengan cara resection.

2) Berjalan mengikuti garis pantai selama masih memungkinkan.

3) Catat waktu perjalanan untuk waktu yang berbeda atau tiap menjumpai tanda yang

mudah dikenal. Ini dilakukan untuk mempermudah kita jika kehilangan posisi.

Periksa posisi kita di peta setiap menjumpai tanda-tanda medan yang mudah

dikenal, misalnya tanjung dan muara sungai.

4) Jika menemui rintangan yang berupa tebing karang yang tidak mungkin dilewati,

lakukan resection untuk menentukan posisi terakhir sebelum tebing tersebut.

Setelah itu rencanakan perjalanan melambung dengan bantuan kompas sampai

melewati rintangan. Pada tebing karang, umumnya perjalanan harus melewati

tanjakan dan turunan yang terjal.

81

b. Navigasi Rawa

Navigasi rawa adalah teknik berjalan dan menentukan posisi dengan tepat di

medan rawa. Navigasi rawa merupakan navigasi pada daerah dataran sehingga

prinsipnya sama dengan navigasi gurun pasir. Tidak ada tanda ekstrim (bukit atau

lembah) yang dapat dijadikan patokan. Jika pada rawa daerahnya datar dan kadang di

penuhi aliran sungai yang dapat berubah akibat banjir, maka pada gurun pasir pun

daerahnya selalu berubah-ubah akibat tiupan angin. Seperti pada navigasi darat

(gunung hutan), maka langkah pertama yang paling penting sebelum memulai

perjalanan adalah mengetahui letak titik pemberangkatan di peta. Tanda-tanda medan

yang dapat dijadikan sebagai patokan adalah sungai, lokasi desa terdekat, garis pantai

(jika dekat dengan pantai), jadi perlu diperhitungkan kecermatan orientasi medan yang

teliti.

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam navigasi rawa adalah:

1. tentukan titik pemberangkatan kita di peta.

2. bidik arah perjalanan yang diambil, catat sudut kompasnya.

3. ukur dan catat jarak tempuh perjalanan dengan sudut kompas tersebut, lakukan

terus untuk setiap bagian perjalanan sampai menemukan tanda yang dapat

dijadikan patokan, misalnya sungai, jika belum dijumpai, lakukan terus sambil

mencari tempat beristirahat. Cara mengukur jarak: a) Dengan penaksiran jarak

(jika sudah mahir), seperti navigasi man to man atau pemakaian back azimuth pada

navigasi gunung hutan, pemegang kompas berjalan di belakang dan rekan lainnya

berjalan menurut sudut kompas. Batas jarak pengukuran untuk satu segmen

tergantung dari mata dan telinga, artinya sampai batas pengelihatan jika medannya

tertutp atau sampai batas pendengaran jika medannya terbuka, jadi panjang suatu

segmen relatif, tergantung medan yang dihadapi; b) Dengan menggunakan pita

ukur atau tali, caranya sama seperti di atas, tetapi didapat hasil yang lebih teliti; c)

Dengan alat bantu ukur yang di pasang pada pinggang pemegang kompas, yaitu

pemegang kompas berjalan paling belakang, rekan yang di depan membuka jalur

sesuai arah sudut kompas, ikat ujung benang pada titik awal pada saat membelok

atau merubah arah, lihat angka yang tertera pada alat pengukur tersebut. Putuskan

benang dan ikat kembali ujung yang baru pada titik belok; d) Dengan alat

pengukur langkah yang dipasang pada pinggang bagian depan. Catat jumlah

langkah untuk setiap arah sudut kompas. Ambil patokan 10 langkah sama dengan

beberapa meter, atau kelipatan yang habis dibagi dengan 10;

82

4. Plot hasil pengukuran tersebut pada peta, pergunakan skala peta yang sesuai

dengan skala peta yang dimiliki, jika pengukuran jarak dan sudut kompas teliti

maka akan didapat hasil yang akurat.

5. Pemeriksaan posisi akhir dengan orientasi medan. Jika tersesat, minimal kita

mempunyai catatan perjalanan untuk kembali ke tempat semula.

6. Jika sudut kompas dan jarak tempuh sudah ditentukan, maka plot di peta arah

lintasan kita. Lakukan perjalanan dengan sudut kompas tersebut dan pergunakan

cara melambung jika medannya tidak memungkinkan untuk dilalui, dengan tidak

melupakan poin 2 dan 3.

6.

2. POTENSI SUMBER DAYA AIR SEBAGAI PERIKANAN

Sumber daya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari ekosistem

perikanan berperan sebagai faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan

suatu output yang bernilai ekonomi masa kini maupun masa mendatang. Disisi

lain, sumber daya perikanan bersifat dinamis, baik dengan ataupun tanpa intervensi

manusia. Sebagai ilustrasi, pada sumber daya perikanan tangkap, secara

sederhana dinamika stok ikan ditunjukkan oleh keseimbangan yang disebabkan oleh

pertumbuhan stok, baik sebagai akibat dari pertumbuhan individu (individu

growth) maupun oleh perkembangbiakan (recruitment) stok itu sendiri.

sumber daya perikanan pada suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh perairan, baik

perairan laut maupun perairan umum. Potensi perairan yang ada di wilayah tersebut

sangat besar baik ditinjau dari sisi pemanfaatannya sebagai sarana dan prasarana

transportasi sungai dan laut, maupun dari sisi sumberdaya yang terkandung di

dalamnya seperti wilayah perairan tersebut merupakan aliran utama sungai kampar,

sedangkan wilayah/daerah lautnya berdekatan dengan selat dan pertemuan arus.

Sumberdaya perikanan perairan umum dimanfaatkan oleh masyarakat untuk

memenuhi berbagai kebutuhan baik bersifat komersil maupun non komersil.

Jenis pemanfaatan sumber daya perairan yang bersifat komersil diantaranya adalah

perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Sementara, jenis pemanfaatan yang

bersifat non komersil diantaranya adalah pemanfaatan sumberdaya air untuk kegiatan

mandi, cuci dan air minum.

Umumnya keberadaan danau-danau di berbagai wilayah sangat berperan dalam

menunjang usaha perikanan di daerah tersebut seperti memiliki potensi penangkapan

(perikanan tangkap) dan budidaya (keramba).

83

Dan berikut adalah beberapa cara dalam potensi sumber daya air sebagai perikanan

dalam perairan waduk secara optimal:

Perikanan Tangkap

Pengelolaan perikanan tangkap meliputi berbagai kegiatan yang ditujukan untuk

memanfaatkan sumberdaya peri kanan secara optimal dan berkelanjutan. Dalam

pengelolaan perikanan tangkap, diharapkan kesejahteraan hidup masyarakat dapat

meningkat, khususnya yang berada di sekitar waduk dan mereka yang terkena

pembangunan waduk, oleh sebab itu inventarisasi mengenai keinginan, harapan dan

prefensi masyarakat perlu dilakukan (Kartamihardja, 1993).

Hal- hal yang perlu diperhatikan agar dicapai tingkat pemanfaatan yang optimal

dan berkelanjutan, adalah :

A. Pengelolaan Habitat

Pembendungan aliran sungai akan me mbentuk ekosistem baru yang sangat

berlainan dengan ekosistem sungai .Sungai yang merupakan perairan mengalir

sebagai habitat ikan sungai, akan mengalami perubahan menjadi perairan waduk.

dan mungkin hanya beberapa jenis ikan saja yang mampu menyesuaikan diri untuk

hidup dan berkembangbiak dalam menyelesai kan daur hi dupnya.Perairan waduk yang

terbentuk mungki n hanya cocok sebagai daerah pertumbuhan, tetapi tidak sebagai

daerah pemijahan bagi beberapa jenis ikan asli sungai, sehingga ikan tersebut hanya

dapat tumbuh namun ti dak dapat melanjutkan keturunannya. Oleh sebab itu, maka di

dalam pengelolaan sumberdaya perairan waduk, salah satu hal yang penti g untuk

diperhatikan adalah kondisi habitat agar habitat baru tersebut sesuai bagi persyaratan

perkembangan populasi ikan untuk menyelesaikan daur hidupnya.

Agar produksi perikanan di perairan waduk meningkat dan sesuai dengan sasaran

yang diharapkan, maka pengelola perikanan harus mampu memanipulasi dan

memodifikasi habitat waduk sehingga sesuai dengan persyaratan yang diperlukan oleh

populasi ikan. Hal ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan pembersihan

tumbuhan sebelum waduk diairi, penyediaan daerah pemijahan dan

jalu r ik an, pengelolaan daerah hilir bendungan, dan pengendalian tanaman air.

B. Pengelolaan Populasi Ikan

Perubahan ekosistem sungai menjadi ekosistem waduk akan berpengaruh terhadap

populasi ikan. Pada awal penggenangan, siklus hidup ikan akan terganggu. Jenis ikan

84

yang dapat beradaptasi dengan lingkungan waduk akan tumbuh dan berkembang biak

serta biasanya merupakan ikan yang mendominasi. Sebaliknya, jenis ikan yang kurang

atau tidak mampu beradaptasi, pada jangka panjang akan menghilang meskipun

mungki n pada ta hun pertama penggenangan jumlahnya melimpah.

Ukuran populasi ikan ditentukan oleh l aju peremajaan dan pertumbuhan. Apabila

ketersediaan daerah pemijahan dan daerah makanan ikan terbatas maka ukuran populasi

akan semakin menurun. Penurunan tersebut akan dipercepat dengan meningkatnya

upaya penangkapan.Perikanan waduk bertujuan untuk meningkatkan produksi ikan dan

mempertahankan produksi tersebut pada tingkat produktivitas maksimumnya, oleh

sebab itu maka pengelolaan populasi ikan harus ditujukan bagi tercapainya kondisi

perairan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan populasi ikan yang

diharapkan.

Berdasarkan uraian di atas, maka di dalam pengelolaan populasi ikan di waduk,

harus mempertimbangkan kondisi lingkungan, faktor-faktor yang membatasi ukuran

populasi dan tujuan serta sasaran perikanan waduk. Teknik-teknik yang dapat dilakukan

dalam pengelolaan populasi ikan untuk mencapai tingkat produksi ikan yang tinggi

antara lain : pemberantasan jenis ikan yang tidak disukai, introduksi dan penebaran,

pengaturan permukaan air dan pencegahan serta pengendalian hama penyakit dan

parasit.

C. Pengelolaan Penangkapan

Pola usaha penangkapan i kan yang di kembangkan di suatu perairan waduk harus

didasarkan pada pengetahuan tentang populasi ikan seperti formasi populasi, dinamika

populasi, kelimpahan stok dan biomass, dan produksi maksimum lestari

yang dapat dicapai.

Usaha penangkapan diarahkan pada rasionalisasi pemanfaatan sumber yang optimal

dengan memperhati kan kelestarian sumber. Dengan sasaran itu, maka pola pembinaan

pengelolaan di daerah padat menurut Widana dan Martosubroto (1986) dilakukan

dengan upaya sebagai berikut :

1. pembatasan upaya baik jumlah alat tangkap maupun musi m penangkapan.

2. pembatasan ukuran mata jaring atau alat lain

3. membangun reservat baru dan meningkatkan fungsi reservat yang sudah

ada, serta perlu adanya pengawasan terhadap kegiatan nelayan yang

85

merugikan fungsi reservet tersebut dan perlu adanya penyuluhan tentang

arti penting suatu reservat.

4. mengadakan penebaran yang harus ditunjang dengan penyediaan benih

yang cukup dengan jalan meningkatkan fungsi BBI lokal.

5. mengingat perairan waduk merupakan peranan yang tertutup dan

dibeberapa tempat di manfaatkan untuk berbagai tujuan, maka pengelolaan

harus dilaksanakan secara koordinatif dan terpadu dengan di tunjang oleh

peraturan yang memadai.

6. diversivikasi usaha kebidang lain, terutama kebidang usaha budidaya

diperairan waduk.

7. perlu penyuluhan yang intensif kepada masyarakat mengenai pentingnya

kelestarian sumber.

Teknik penangkapan yang diterapkan harus didasarkan pada teknologi tepat guna,

yaitu teknologi yang sedarhana, mudah diterapkan, rancang bangunnya tidak

memerlukan pengetahuan yang tinggi, produktivitasnya tinggi tetapi tidak merusak

sumberdaya peri kanan. Sebagai contoh, di waduk Jatiluhur, penangkapan ikan

dengan jaring insang menggunakan bahan pelampung yang terbuat dari styrofoam

bekas, potongan kayu atau bambu. Jumlah, jenis dan tipe alat tangkap yang di

gunakan harus di sesuaikan dengan potensi sumberdaya ikan dan daya pulih stok.

Jenis alat tangkap yang umumnya banyak digunakan di perairan waduk adalah:

1. jaring insang, rawei , jala, dan pancing.

2. Penggunaan alat tangkap ikan yang menggunakan arus listrik , bahan peledak

atau racun (bahan-bahan yang bersifat toksik) harus dilarang karena akan

memusnahkan stok ikan mulai dari larva hingga dewasa, serta biota lainnya.

3. Penggunaan alat tangkap yang sifatnya menguras stok ikan seperti pukat

harimau harus dilarang sebab selain menangkap ikan tidak selektif, juga dapat

merusak habitat biota dasar perairan.

Pengendalian penangkapan ikan antara lain dapat dilakukan dengan cara:

1. Menetapkan daerah dan musim atau bulan larangan penangkapan ikan,

yang bertujuan untuk memberi kesempatan ikan berkembang biak dan

bertumbuh.

2. Pengaturan ukuran terkecil yang boleh ditangkap, yaitu dengan penetapan

ukuran terkecil mata jaring in sang dan ukuran mata pancing rawai yang

boleh dipakai oleh nelayan.

86

3. Pengaturan upaya penagkapan, misalnya dengan mengatur jumlah nelayan

dan atau unit alat tangkap.

4. Larangan penggunaan alat tangkap ikan yang dapat membahayakan

kelestarian sumberdaya perikanan, misalnya larangan penggunaan bahan

peledak dan bahan beracun berbahaya (B3), alat tangkap berarus listrik dan

pukat harimau.

Perikanan Budidaya

A. Pengelolaan Budidaya

Pengelolaan budidaya ikan harus ditujukan untuk mendapatkan produksi ikan

optimal dengan tetap memperhatikan daya dukung dan kelestarian sumberdaya

perairan. Prinsip dari budidaya ikan adal ah pemeliharaan ikan pada kondisi

perairan yang dapat dikendalik an lingkungannya. Waduk merupakan salah satu

perairan umum yang mempunyai wilayah yang memenuhi syarat untuk budi daya ik

an. Saat ini budidaya yang masih cocok untuk perairan waduk adalah pemeliharaan

ikan dalam keramba jaring apung. Keramba jaring apung merupakan salah satu

jenis usaha keramba yang dominan yang di usahakan oleh petani . Jika ditinjau dari

segi ketersediaan sumberdaya pertanian, profit abilitas usaha dan pasar, terutama

pasar ekspor, usaha keramba jaring apung mempunyai prospek untuk dikembangkan

dan merupakan lapangan pekerjaan yang penting bagi masyarakat di sekitarnya. Ada

indikasi bahwa usaha keramba jaring apung bersifat terintegrasi mulai dari

penyediaan benih, usaha pembesaran ikan hingga pemasaran mempunyai

profitabilitas yang lebih tinggi.

Usaha ini pada awalnya dicoba di waduk Jatiluhur oleh Lembaga Penelitian

Perikanan Darat. Pemanfaatan waduk untuk usaha perikanan dengan keramba lebih

berkembang di Jawa dibanding dengan daerah lain di Indonesia.Tujuan utama

budidaya ikan adalah optimasi produksi ikan pada tingkat biaya yang minimum,

oleh kerenanya setiap budidayawan harus tahu dan menguasai seluruh konsep

sistem budidaya dan secara efektif dapat mengendalikan setiap

tahapan operasional budidaya yang dimulai dari tahap pembuatan unit budidaya

dan pemilih an lokasi untuk budidaya ikan meliputi faktor fisik, kimia, dan biologi

perairan, kemudahan jangkauan dan ketersediaan sarana dan prasarana, serta faktor

keamanan.

87

B. Operasional Budidaya

Sebelum operasional budidaya dilakukan, perlu dibuatkan jadwal pelaksanaanya

yang memuat semua kegiatan yang akan dilaksanakan mulai dari persiapan,

pengadaan sarana, bahan dan peralatan, penebaran ikan, pemberian pakan,

perawatan dan pengawasan, pemantau an stok ikan dan kualitas perairan sampai

dengan panen dan distribusi.

Apabila lokasi budiday a t elah dipilih, f asilit as bu diday a su dah len gk ap

tersedia dan wadah pemeliharaan suda h ditebari ikan, maka budidayawan ikan

harus mempunyai keyaki nan bahwa ik an yang dipeli ara tumbuh dengan l aju

pertumbuhan yang di harapkan, kehilangan ikan baik yang disebabkan penyakiot,

hama maupun lolos keluar jaring minimum, dilakukan pemeliharaan jaring secara

rutin , pemberian pakan dilakukan secara efisien dan tepat, dan pengecekan stok

ikan serta kualitas air dilaku kan secara rutin selama pemeliharaan .

Panen sebaiknya disesuaikan dengan rencana yang tel ah di tetapkan, ukuran ikan

sesuai dengan permintaan dan tersedianya pasar serta produk yang dihasilkan

sebaiknya memenuhi mutu terbaik dan higienis.

3. POTENSI SUMBER DAYA AIR SEBAGAI PENGGELONTORAN

Salah satu pemanfaatan sumber daya air adalah untuk penggelontoran sungai yang

tercemar oleh limbah industri, limbah rumah tangga, dan sebagainya. Terutama dikota

besar seperti Jakarta (waduk jatiluhur menggelontor sungai ciliwung) dan Surabaya

(kali surabaya menggelontro kali jagir).

Bendungam yang membentuk waduk/reservoir berguna untul berbagai macam

tujuan, antara lain sebagai pengendali banjir, PLTA, irigasi, persediaan air baku, dan

lain-lain. Pembendungan sungai akan menurunkan kecepatan aliran, dan akibatnya

sedimen yang terbawa aliran sungai akan mengendap, dan mengurangi kapasitas

waduk.

Sebagian besar bendungan direncanakan dan dioperasikan untuk umur tertentu, yaitu

oleh karena adanya akumulasi endapan lumpur dan bukan oleh karena keusangan

kontruksi. Pada saat perencanaan harus sudah dipersiapkan alokasi ruang utnuk

endapan sedimen (Dead Strorage) yang cukup, agar endapan tidak mengganggu fungsi

bendungan selama umur rencana. Dimana umur rencana di definisikan sebagai: umur

waduk yang sama dengan waktu penuhnya tampungan mati oleh endapan lebih besar

dari laju endapan rencana, maka umur bendungan akan lebih pendek dari umur rencana

88

semula. Di Indonesia pada umunya, laju endapan yang masuk ke bendungan cukup

tinggi. Bendungan Wonogiri laju pengurangan kapasitas akibat sedimentasi rata-rata

2,70% per tahun. Hal ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan laju pengurangan

kapasitas reservoir akibat sedimentasi dunia yang rata-rata 1%.

Salah satu usaha untuk mengurangi/mengeluarkan endapan yang telah terlanjur

masuk dan atau mengendap didalam reservoir, yaitu dengan pemgbilasan hidrolis

(Hydraulic Flushing) dan Penggalian / manual (Dredging).

Ada tiga jenis cara pembilasan hidrolis, yaitu pengoperasian pembilasan (Sluicing

Operation), pengoperasian pembuangan aliran lumpur (Venting of density current) dan

pengoperasian penggelontoran (Flusing Operation).

Pengoperasian pembilasan (sluicing) adalah pengeluaran dengan mengendalikan

sedimen yang masuk ke waduk supaya tidak segera mengendap dengan menurunkan

muka air waduk. Sluicing biasanya dilakukan disaat banjir.

Pengoperasian pembuangan aliran lumpur (Venting) adalah mengendalikan muatan

sedimen agar tidak mengenda, dan dikeluarkan secara menerus dengan pintu bawah

bendungan, tanpa menurunkan muka air waduk.

Definisi Flushing

Prinsip dari metode penggelontoran sedimen dengan energi potensial air waduk

(flushing) adalah mengeluarkan sedimen deng an mengambil manfaat energi hidrolik

akibat beda tinggi antara muka air di depan dan belakang bendungan, untuk mensuplai

energi pada sediment flushing system.

pengoperasian penggelontoran (Flushing) adalah penggelontoran yang ditujukan

untuk menggerus sedimen yang telah mengendap di dasar waduk. Endapan sedimen

yang telah tergerus atau tererosi akan terbawa ke hilir oleh aliran air dalam waduk dan

keluar melalui pintu penggelontor. Teknik pengoperasian ini diterapkan dengan

meningkatkan kecepatan aliran pada pintu pembungan, sehingga kecepatan di dalam

waduk lebih besar dan sukup untuk menggerus / menggelontor sedimen yang telah

terakumulasi melalui sistem pintu pembuangan.

Teknik penggelontoran ini secara efektif diterapkan pada level muka air waduk yang

rendah dan mencapai kondisi aliran bebas (free flow condition). Pengoperasian flushing

akan lebih efektif bila dilakukan dengan pengosongan reservoir, tetapi hal ini harus

mengorbankan tampungan air dalam reservoit. Flushing sebetulnya juga dapat

dilakukan dengan atau tanpa menurunkan muka air waduk yang rendah. Cara

89

penggelontoran (Hodraulic Flushing) adalah cara yang lebih baik untuk mengembalikan

kapasitas reservoir bila dibanding dengan cara lain, misalnya dredging.

Klasifikasi Flushing

Menurut Fan ( 1985 ) secara umum flushing dapat diklasifikasikan kedalam 2

kategori yaitu Empty or Free-flow Flus hing dan Flushing With Partial Drawdown.

1. Empty or free-flow flushing :

Yaitu flushing dilaksanakan dengan cara mengosongkan air waduk, sedangkan

aliran air sungai tetap di pertahankan masuk kedalam waduk, untuk selanjutnya

digunakan sebagai penggelontor sedimen keluar waduk melalui bottom outlet.

Waktu pelaksanaannya ada 2 cara, yaitu :

- Empty Flushing During Flood Season

Flushing dilaksanakan pada saat musim hujan atau musim basah.

- Empty Flushing During Non Flood Season

Flushing dilaksanakan pada saat musim kemarau atau musim kering.

2. Flushing With Partial Drawdown

Yaitu penggelontoran sedimen dengan cara elevasi air waduk dipertahankan dalam

keadaan tinggi, endapan sedimen diarahkan keluar waduk melalui bottom outlet.

Dalam pelaksanaannya ada 2 macam cara, yaitu:

- Pressure Flushing

Pada saat flushing dilaksanakan, elevasi air waduk ditutunkan ke elevasi paling

rendah yang diijinkan (minimun operation level)

- Flushing With High-Level Outlet

Flushing dilaksanakan dengan membuat Underwater Dike di waduk untuk

menaikkan endapan sedimen ke High Level Bypass Channel yang elevasinya lebih

tinggi dari elevasi intake.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Flushing

Efektif tidaknya hasil penggelontoran sedimen (flushing) dipengaruhi oleh beberapa

faktor sebagai berikut:

a. Dimensi dari flushing outlet

b. Posisi dari flushing outlet

c. Penampang waduk dan kecuraman dasar waduk

90

d. Panjang, pendek, lebar dan tidaknya waduk

e. Lurus tidaknya waduk kearah outlet

f. Distribusi dan kepadatan sedimen

g. Ketersediaan air waduk unt uk penggelontoran sedimen

h. Frekuensi penggelontoran sedimen

i. Kondisi cathment area dari waduk

4. POTENSI SUMBER DAYA AIR SEBAGAI REKREASI

Penggunaan air untuk rekreasi biasanya sangatlah kecil, namun terus berkembang.

Air yang digunakan untuk rekreasi biasanya berupa air yang ditampung dalam bentuk

reservoir, dan jika air yang ditampung melebihi jumlah yang biasa ditampung dalam

reservoir tersebut, maka kelebihannya dikatakan digunakan untuk kebutuhan

rekreasional. Pelepasan sejumlah air dari reservoir untuk kebutuhan arung jeram atau

kegiatan sejenis juga disebut sebagai kebutuhan rekreasional. Hal lainnya misalnya air

yang ditampung dalam reservoir buatan (misalnya kolam renang).

Penggunaan rekreasional umumnya non-konsumtif, karena air yang dilepaskan dapat

digunakan kembali. Pengecualian terdapat pada penggunaan air di lapangan golf, yang

umumnya sering menggunakan air dalam jumlah berlebihan terutama di daerah kering.

Namun masih belum jelas apakah penggunaan ini dikategorikan sebagai penggunaan

rekreasional atau irigasi, namun tetap memberikan efek yang cukup besar bagi sumber

daya air setempat. Sebagai tambahan, penggunaan rekreasional mungkin akan

mengurangi ketersediaan air bagi kebutuhan lainnya di suatu tempat pada suatu waktu

tertentu.

Saat ini rekreasi sudah menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat kota akibat adanya

rutinitas kerja yangn membuat kejenuhan. Sarana pemanfaatan air untuk rekreasi

anatara lain: waduk, sungai dan laut dapat dijadikan tempat rekreasi dengan

pemandangannya yang indah, olahraga air, berperahu dan memancing.

Contoh sebagai rekreasi:

a. Arung Jeram (Rafting)

Arum jeram dapat dikategorikan sebagai wisata olahraga. Wisata olah raga ini

merupakan salah satu cara yang sering dilakukan bagi sebagian orang yang menyukai

tantangan sebagai suatu kegiatan wisata. Arum jeram selain memerlukan tenaga yang

ekstra juga memerlukan keberanian. Pada umumnya medan yang digunakan adalah

berarus deras dan berbatu.

91

Rafting atau dikenal arung jeram adalah kegiatan olahraga mengarungi jeram sungai

dengan perlengkapan tertentu. Perlengkapan utama yang biasa digunakan adalah perahu

karet. Arung jeram pada awalnya hanya diminati beberapa orang tertentu yang

menyukai kegiatan petualangan. Saat ini masyarakat umum bisa menikmati olahraga

petualangan yang menarik ini dengan ikut program wisata arung jeram.

Rafting merupakan rekreasi yang memanfaatkan sungai. Aliran sungai yang cukup

deras dimanfaatkan untuk menjelajah menggunakan perahu karet. Dengan arus sungai

yang cukup deras kita bisa memacu adrenalin dengan segala kondisi aliran sungai yang

beragam.

Gambar 40 Arung Jeram

b. Pantai

Pantai adalah tempat yang memiliki banyak fungsi. Salah satunya adalah sebagai

tempat untuk berekreasi dan menghirup udara segar yang berguna bagi kesehatan serta

fungsi-fungsi lingkungan lainnya yang banyak manfaatnya bagi kehidupan di

sekitarnya. Ukuran fungsi yang sedikit telah disinggung di sini adalah fungsi yang

tentunya bersinggungan dengan kehidupan makhluk hidup, khususnya makhluk hidup

yang bernama manusia.

Pantai di berbagai wilayah negara terlihat mengalami perkembangan yang sangat

bervariasi. Namun pada dasarnya, wilayah pantai merupakan wilayah yang menjadi

salah satu tempat favorit bagi upaya pengembangan dan pemekaran wilayah, baik pada

nantinya wilayah pantai itu telah menjadi suatu bagian pengembangan wilayah yang

sangat dekat dengan pembangunan wilayah perkotaan maupun masih merupakan

bagian wilayah yang pembangunan wilayahnya masih tergolong dalam wilayah

pedesaan.

Sumber daya air yang ada di laut biasa dimanfaatkan oleh banyak orang untuk

berenang, bermain air atau bahkan berselancar disekitar pantai. Melihat potensi yang

92

ada seperti ini biasannya pemerintah setempat memanfaatkanya sebagai sarana rekreasi

pantai untuk masyarakat yang membutuhkan tempak wisata terutama untuk di daerah

perkotaan.

Gambar 41 Pantai

Waduk

Pemanfaatan sumberdaya alam secara luas dan efisien merupakan tuntunan dalam

pembangunan nasional. Keperluan akan sumberdaya air terus menerus meningkat baik

ditujukan bagi pengairan, keperlua n umum dan pemukiman, pengembangan industri,

pembangkit tenaga, perikanan, perhubungan, pariwisata maupun maksud lainnya.

Upaya pembendungan DAS, genangan atau bentuk sumberdaya air lainnya telah

banyak dilakukan dalam rangka meme nuhi keperluan air dan tenaganya, untuk itu

dibentuk waduk ( reservoir/man made lakes).

Pembuatan waduk melalui pembendungan aliran sungai pada hakekatnya akan

merubah ekosistem sungai dan daratan menjadi ekosistem waduk. Perubahan ini akan

mempunyai dampak, baik positif maupun negatif terhadap sumberdaya dan

lingkungannya.

Dampak positif maupun negatif yang ditimbulkna adalah sesuai dengan fungsi

waduk tersebut, sedangkan dampak ne gatif dan permasalahan yang paling menonjol

adalah pemukiman kembali penduduk asal kawasan yang digenangi, pengadaan

lapangan kerja, hilangnya dara tan, hutan, perkebunan, dan sumberdaya lainnya

termasuk flora, fauna serta dampak ekologi yang merugikan lainnya baru akan terasa

dalam jangka panjang. Oleh sebab itu, maka pembangunan waduk perlu dinilai dan

dikaji de ngan memperhitungkan arti dan peran pentingnya bagi pembangunan

ekonomi dan kemudian mema ntapkan cara dan teknik pengelolaan sumberdaya

perairan waduk agar diperoleh hasil optimal dengan meminimalkan efek atau dampak

negatif ya ng tidak diinginkan.

93

Contoh waduk yang dijadikan tempat rekreasi:

1. Waduk PLTA Jatiluhur

Gambar 42 Waduk Jatiluhur

Salah satu waduk yang dimanfaatkan sebagai rekreasi adalah waduk jatiluhur.

Waduk Jatiluhur dapat dijadikan sebagai alternatif sebagai tempat rekreasi bersama

keluarga. dengan fasilitas yang memadai waduk ini memang pantas dijuluki sebagai

waduk serbaguna. Fasilitas-fasilitas yang ada di lokasi ini antara lain, hotel atau

bungalow, bar dan tempat makan, lapangan tenis, bilyard, perkemahan, kolam renang

yang dilengkapi dengan water slide, ruang pertemuan, sarana rekreasi, dan olahraga air,

dan playground. 

Selain itu,  di lokasi ini juga terdapat tempat budidaya ikan keramba jaring apung.

Wisatawan yang memiliki hobi memancing dapat memburu ikan saat siang ataupun

malam. Bila malam tiba, suasana menjadi semakin seru sambil menikmati ikan bakar.

Selain untuk wisata, Waduk Jatiluhur juga berfungsi sebagai penyedia air irigasi

untuk 242.000 hektar sawah, air baku untuk minum, budi daya perikanan, dan

pengendali banjir. Di dalam waduk, terpasang 6 unit turbin daya 187 MW yang dapat

memproduksi listrik rata-rata 1.000 juta kwh setiap tahun. 

Di lokasi ini wisatwan juga dapat melihat Stasiun Satelit Bumi yang dikelola oleh

PT Indosat Tbk. sebagai alat komunikasi internasional. Dapat dibayangkan waduk yang

satu ini memang sangat multifungsi. Selain berwisata alam pengunjung juga bisa

mempelajari banyak hal di tempat ini.

Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta (±9 km

dari pusat Kota Purwakarta).Bendungan Jatiluhur adalah bendungan terbesar di

Indonesia. Bendungan itu dinamakan oleh pemerintah Waduk Ir. H. Juanda, dengan

panorama danau yang luasnya 8.300 ha. Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun

1957 oleh kontraktor asal Perancis, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 miliar

m3 / tahun dan merupakan waduk serbaguna pertama di Indonesia.

94

Di dalam Waduk Jatiluhur, terpasang 6 unit turbin dengan daya terpasang 187 MW

dengan produksi tenaga listrik rata-rata 1.000 juta kwh setiap tahun, dikelola oleh PT.

PLN (Persero). Selain dari itu Waduk Jatiluhur memiliki fungsi penyediaan air irigasi

untuk 242.000 ha sawah (dua kali tanam setahun), air baku air minum, budi daya

perikanan dan pengendali banjir yang dikelola oleh Perum Jasa Trita II.

Selain berfungsi sebagai PLTA dengan sistem limpasan terbesar di dunia, kawasan

Jatiluhur memiliki banyak fasilitas rekreasi yang memadai, seperi hotel dan bungalow,

bar dan restaurant, lapangan tenis, bilyard, perkemahan, kolam renang dengan water

slide, ruang pertemuan, sarana rekreasi dan olahraga air, playground dan fasilitas

lainnya. Sarana olahraga dan rekreasi air misalnya mendayung, selancar angin, kapal

pesiar, ski air, boating dan lainnya.

Di perairan Danau Jatiluhur ini juga terdapat budidaya ikan keramba jaring apung,

yang menjadi daya tarik tersendiri. Di waktu siang atau dalam keheningan malam kita

dapat memancing penuh ketenangan sambil menikmati ikan bakar.

2. Waduk PLTA Saguling

Gambar 43 Waduk Saguling

Waduk Saguling adalah waduk buatan yang terletak di Kabupaten Bandung Barat

pada ketinggian 643 m di atas permukaan laut.[1] Waduk ini merupakan salah satu dari

tiga waduk yang membendung aliran Sungai Citarum yang merupakan sungai terbesar

di Jawa Barat. Dua waduk lainnya adalah Waduk Jatiluhur dan Waduk Cirata.

3. Waduk PLTA Cirata

Gambar 44 Waduk Cirata

95

Cirata, selain berpungsi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) danau yang

berketinggian sekitar 223 meter di atas permukaan laut itu, dikelilingi bukit menjadikan

keindahan alam yang sangat menarik.

PLTA Cirata merupakan Proyek Induk Pembangkit Hidro Jawa Barat (Pikitdro

Jabar) yang dapat membangkitkan energi listrik rata-rata sebesar 1.426 juta kilowat/jam

pertahun Bila melakukan perjalanan dari Kota Purwakarta melalui Plered, kita akan tiba

di Cirata dalam waktu kurang lebih 40 menit. Dalam perjalanan itu, dapat dinikmati

keindahan alam di sepanjang jalan Plered-Cirata.

Ke depan danau Cirata akan dikembangkan menjadi tempat educationol tourism bagi

para pelajar dan mahasiswa dan sarana rekreasi, terutama rekreasi air seperti halnya

Obyek Wisata Jatiluhur.

96

KESIMPULAN

Navigasi atau pandu arah adalah penentuan kedudukan (position) dan arah

perjalanan baik di medan sebenarnya atau di peta, dan oleh sebab itulah pengetahuan

tentang pedoman arah (compass) dan peta serta teknik penggunaannya haruslah

dimiliki dan dipahami. Navigasi juga merupakan penetuan posisi dan arah perjalanan,

baik di medan perjalanan atau di peta. Navigasi terdiri atas navigasi darat, sungai,

pantai, rawa dan laut, namun yang umum digunakan adalah navigasi darat. Namun

dalam hubungannya dengan sumber daya air jadi navigasi yang akan dibahas adalah

navigasi sungai, pantai dan rawa.

Sumber daya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari ekosistem

perikanan berperan sebagai faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan

suatu output yang bernilai ekonomi masa kini maupun masa mendatang. Disisi

lain, sumber daya perikanan bersifat dinamis, baik dengan ataupun tanpa intervensi

manusia. Sebagai ilustrasi, pada sumber daya perikanan tangkap, secara

sederhana dinamika stok ikan ditunjukkan oleh keseimbangan yang disebabkan oleh

pertumbuhan stok, baik sebagai akibat dari pertumbuhan individu (individu

growth) maupun oleh perkembangbiakan (recruitment) stok itu sendiri.

Prinsip dari metode penggelontoran sedimen dengan energi potensial air waduk

(flushing) adalah mengeluarkan sedimen deng an mengambil manfaat energi hidrolik

akibat beda tinggi antara muka air di depan dan belakang bendungan, untuk mensuplai

energi pada sediment flushing system. pengoperasian penggelontoran (Flushing)

adalah penggelontoran yang ditujukan untuk menggerus sedimen yang telah

mengendap di dasar waduk. Endapan sedimen yang telah tergerus atau tererosi akan

terbawa ke hilir oleh aliran air dalam waduk dan keluar melalui pintu penggelontor.

Teknik pengoperasian ini diterapkan dengan meningkatkan kecepatan aliran pada pintu

pembungan, sehingga kecepatan di dalam waduk lebih besar dan sukup untuk

menggerus / menggelontor sedimen yang telah terakumulasi melalui sistem pintu

pembuangan.

Penggunaan air untuk rekreasi biasanya sangatlah kecil, namun terus berkembang.

Air yang digunakan untuk rekreasi biasanya berupa air yang ditampung dalam bentuk

reservoir, dan jika air yang ditampung melebihi jumlah yang biasa ditampung dalam

reservoir tersebut, maka kelebihannya dikatakan digunakan untuk kebutuhan

97

rekreasional. Pelepasan sejumlah air dari reservoir untuk kebutuhan arung jeram atau

kegiatan sejenis juga disebut sebagai kebutuhan rekreasional. Hal lainnya misalnya air

yang ditampung dalam reservoir buatan (misalnya kolam renang). Penggunaan

rekreasional umumnya non-konsumtif, karena air yang dilepaskan dapat digunakan

kembali. Pengecualian terdapat pada penggunaan air di lapangan golf, yang umumnya

sering menggunakan air dalam jumlah berlebihan terutama di daerah kering. Namun

masih belum jelas apakah penggunaan ini dikategorikan sebagai penggunaan

rekreasional atau irigasi, namun tetap memberikan efek yang cukup besar bagi sumber

daya air setempat. Sebagai tambahan, penggunaan rekreasional mungkin akan

mengurangi ketersediaan air bagi kebutuhan lainnya di suatu tempat pada suatu waktu

tertentu.

98

STANDAR KEBUTUHAN AIR

UNTUK IRIGASI, PERKOTAAN, RUMAH TANGGA DAN INDUSTRI

Standar kelayakan kebutuhan air bersih untuk manusia sangatlah penting

dikarenakan bisa mengukur kebutuhan air yang sehari-hari digunakan untuk kegiatan

misalnya irigasi dan industry,semakin besar tingkat pendapatan seorang manusia maka

semakin besar juga kebutuhan air yang diperlukan untuk kesehariannya. Standar

kelayakan kebutuhan air bersih adalah 49,5 liter/kapita/hari. Untuk kebutuhan tubuh

manusia air yang diperlukan adalah 2,5 lt perhari. Standar kebutuhan air pada manusia

biasanya mengikuti rumus 30 cc per kilo gram berat badan per hari. Artinya jika

seseorang dengan berat badan 60 kg, maka kebutuhan air tiap harinya sebanyak 1800 cc

atau 1,8 liter. Badan dunia UNESCO sendiri pada tahun 2002 telah menetapkan hak

dasar manusia atas air yaitu sebesar 60 lt/org/hari. Standar kebutuhan air ini sangat

penting dikarenakan air bisa menjadi kebutuhan kegiatan manusia dan juga sebagai

kebutuhan pokok, maka standar kebutuhan air ini dibagi berdasarkan untuk

irigasi,perkotaan,rumah tangga dan industry

Untuk Irigasi

Kebutuhan air selain untuk irigasi yaitu kebutuhan air untuk tambak atau

kolam,industry maupun air minum yang diambil dari saluran irigasi.

Air irigasi merupakan air yang diambil dari suatu sungai atau waduk melalui

saluran-saluran irigasi yang disalurkan ke lahan pertanian guna menjaga keseimbangan

air dan kepentingan pertanian (Suhardjono, 1994 dalam Gunawan, 2008). Air sangat

dibuthkan untuk produksi pangan, seandainya pasokan air tidak berjalan baik maka hasl

pertannian pn akan terpengaruh (Sutawan, 2001). Air irigasi dapat berasal dari air hujan

maupun air permukaan atau sungai. Pemanfaatan air irigasi tidak hanya untuk pertanian

saja melainkan dapat juga dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang lain seperti

perikanan atau peternakan. Kebutuhan air irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu kebutuhan untuk penyiapan lahan (IR), kebutuhan air konsumtif untuk tanaman

(Etc), perkolasi (P), kebutuhan air untuk penggantian lapisan air (RW), curah hujan

99

efektif (ER), efisiensi air irigasi (IE), dan luas lahan irigasi (A) (SNI,2002). Untuk

menghitung kebutuhan.

Keterangan :

IG = kebutuhan air irigasi (m3),

Etc = kebutuhan air konsumtif (mm/hari),

IR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari),

RW     = kebutuhan air untuk mengganti lapisan air (mm/hari),

P = perkolasi (mm/hari),

ER      = hujan efektif (mm/hari),

EI        = efisiensi irigasi (-),

A         = luas areal irigasi (m2).

Kebutuhan air konsumtif

Kebutuhan air konsumsi memiliki makna bahwa setiap tanaman akan memiliki

kebutuhan tertentu terhadap air sehingga antara tanaman satu dengan lainnya akan

memiliki kebutuhan yang berbeda dalam menggunakan air. Dengan menggunakan

standar yang sudah ada maka besarnya kebutuhan air konsumtif dapat dihitung

menggunakan rumus berikut.

Etc     = kebutuhan air konsumtif (mm/hari),

Eto     = evapotranspirasi (mm/hari),

kc       = koefisien tanaman.

Evapotranspirasi dapat dihitung menggunakan metode Penman sedangkan

koefisien tanaman dapat melihat panduan dari FAO yang ada dalam standar irigasi

Tabel 2 Koefisien Tanaman, kc

100

Sumber: Direktorat Pengairan dan Irigasi Bappenas. 2006

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan

Perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan ditentukan oleh kebutuhan

maksimum irigasi. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air untuk

penyiapan lahan adalah (1) lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan

pekerjaan penyiapan lahan, dan (2) jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.

Perhitungan kebutuhan air yang digunakan didasarkan dari penelitian van de Goor dan

Zijlstra (1968) (dalam Direktorat Pengairan Irigasi, 2006).

Keterangan :

IR = kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari),

M = kebutuhan air untuk menganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di

sawah yang telah dijenuhkan,= Eo + P, Eo = 1,1 x Eto; P = Perkolasi (mm/hari),

T = jangka waktu penyiapan lahan (hari) dan k = M x (T/S),

S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm.

Perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan digunakan T = 30 hari dan S =

250 mm. Ini sudah termasuk banyaknya air untuk penggenangan setalah transplantasi,

yaitu sebesar 50 mm serta kebutuhan untuk persemaian.

Gambar Standar Kebutuhan Air untuk Irigasi

101

1. Untuk Perkotaan

Kebutuhan air per orang per hari disesuaikan dengan standar yang biasa digunakan

serta criteria pelayanan berdasarkan pada kategori kotanya . Di dalamnya setiap

kategori tertentu kebutuhan air per orang perhari berbeda-beda

Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum membagi lagi standar

kebutuhan air minum tersebut berdasarkan lokasi wilayah sebagai berikut:

a. Pedesaan dengan kebutuhan 60 liter / per kapita / hari.

b. Kota Kecil dengan kebutuhan 90 liter / per kapita / hari.

c. Kota Sedang dengan kebutuhan 110 liter / per kapita / hari.

d. Kota Besar dengan kebutuhan 130 liter / per kapita / hari.

e. Kota Metropolitan dengan kebutuhan 150 liter / per kapita / hari.

102

2. Untuk Rumah Tangga

Tabel 1 Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kota dan

Jumlah Penduduk.

Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kota dan Jumlah Penduduk.

Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU dalam Direktorat

Pengairan dan Irigasi Bappenas. 2006.

dimana :

Q (DMI)     = kebutuhan air untuk kebutuhan domestik (m³/tahun)

q(u)             = konsumsi air pada daerah perkotaan (liter/kapita/hari)

q(r)              = konsumsi air daerah pedesaan (liter/kapita/hari)

P(u)             = jumlah penduduk kota

P(r)              = jumlah penduduk pedesaan

 

Kebutuhan air domestik akan dipengaruhi juga oleh pola konsumsinya seperti

penduduk kota menggunakan air lebih banyak dibandingkan penduduk desa.

Berdasarkan SNI tahun 2002 tentang sumberdaya air penduduk kota membutuhkan

120L/hari/kapita, sedang penduduk pedesaan memerlukan 60L/hari/kapita. Berdasarkan

asumsi tersebut maka dapat diformulasikan kebutuhan air penduduk desa maupun kota

(SNI, 2002).

Kebutuhan air penduduk pedesaan = penduduk x 365 x 60 L = ………. L/Tahun.

Kebutuhan air penduduk perkotaan = penduduk x 365 x 120 L = ………. L/Tahun.

3. Untuk Industri

Kebutuhan air untuk industry merupakan kebtuhan untuk kegiatan produksi

meliputi bahan baku, pekerja, industry dan kebutuhan pendukung industry lainnya

(Gunawan, 2008). Menurut  Erwan dkk (1996) dalam SNI 2002) , untuk

memperoleh data yang akan digunakan untuk menghitung kebutuhan air industry

103

diperlukan kuesioner dan wawancara langsung, namun jika datanya terbatas maka

prediksi penggunaan air dapat menggunakan standar dari Direktorat Teknik

Penyehatan, Ditjen Cipta Karya Depertemen Pekerjaan Umum. Besar kebutuhan

rata-ratanya adalah 2.000 lt/unit/hari atau 500 lt/hari/karyawan (Nippon Koei, 1995

dalam SNI, 2002).

Tabel 4. Kebutuhan Air Industri Berdasarkan Beberapa Proses Industri

Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU.

Proyeksi kebutuhan air industri sangat kompleks dengan segala faktor-faktor yang

ikut mendukungnya. Semakin besar suatu industri maka pemanfaatan air akan semakin

banyak, hal ini juga dipengeruhi oleh jenis industri yang diusahakan misalnya industri

sedang minuman ringan lebih kecil kebutuhannya dibandingkan industri besar

minuman ringan.

Tabel 5 Standar kebutuhan air untuk berbagai sector

Sumber: Standar Nasional Indonesia, 2002

Gambar Standar Kebutuhan Air Untuk Industri

104

105

Kesimpulan

Air merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia.

Adanya pengelolaan dan pemanfaatan yang optimal serta berwawasan lingkungan

diharapkan kebutuhan manusia dapat terpenuhi tanpa mengganggu kesimbangan alam

dan ketersediaan air terjaga sehingga air dapat dimanfaatkan secara lestari.

Ketersediaan akan berbenturan dengan kebutuhan, maka selayaknya fungsi manajemen

kebutuhan sangat penting untuk dilakukan sperti dalam manajemen air untuk irigasi,

industry, peternakan, irigasi, perikanan serta pemanfaatan lain yang juga harus

diperhatikan.

106

107

PROYEKSI KEBUTUHAN AIR JANGKA PANJANG DENGAN

METODE ARITMATIK, GEOMETRI DAN LEAST SQUARE

1. ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH

TINJAUAN UMUM

Analisis kebutuhan air bersih untuk masa mendatang menggunakan standart – standart

perhitungan yang telah ditetapkan. Kebutuhan air untuk fasilitas – fasilitas sosial ekonomi

harus dibedakan sesuai peraturan PDAM dan memperhatikan kapasitas produksi sumber

yang ada, tingkat kebocoran dan pelayanan. Faktor utama dalam analisis kebutuhan air

adalah jumlah penduduk pada daerah studi. Untuk menganalisis proyeksi 10 tahun ke

depan dipakai metode Aritmatik dan metode Geometrik. Dari proyeksi tersebut, kemudian

dihitung jumlah kebutuhan air dari sektor domestik dan sektor nondomestik berdasarkan

kriteria Ditjen Cipta Karya 1996.

Dengan adanya analisis kebutuhan air bersih ini ditargetkan kebutuhan air bersih

masyarakat dapat dipenuhi dengan tingkat pelayanan hingga 100 % dari jumlah penduduk

Kecamatan Gunem pada masa mendatang di mana dengan menggunakan data penduduk

terakhir tahun 2006 dan kemudian sampai dengan 10 tahun ke depan yaitu tahun 2016.

ANALISIS SEKTOR DOMESTIK

Analisis sektor domestik merupakan aspek penting dalam menganalisis uhan

penyediaan di masa mendatang. Analisis sektor domestik untuk masamendatang

dilaksanakan dengan dasar analisis pertumbuhan penduduk pada wilayah yang

direncanakan. Kebutuhan air domestik untuk kota dibagi dalam beberapa kategori, yaitu :

1. ™ Kota kategori I ( Metropolitan )

2. ™ Kota kategori II ( Kota Besar )

3. ™ Kota kategori III ( Kota Sedang )

4. ™ Kota kategori IV ( Kota Kecil )

5. ™ Kota kategori V ( Desa )

Untuk mengetahui kriteria perencanaan air bersih pada tiap – tiap kategori dapatdilihat

pada tabel berikut ini :

108

Analisis Pertumbuhan Penduduk

Tabel diatas memberikan data penduduk Kecamatan Gunem dari tahun 1997 –

2006. Dari data tersebut kemudian dihitung tingkat pertumbuhan tiap tahunnya dengan

menggunakan metode Geometrik dan Aritmatik. Ratio pertumbuhan tersebut kemudian

dirata – rata untuk dapat memproyeksikan pertumbuhan penduduk 10 tahun ke depan.

109

Metode Geometrik

Rumus dasar metode geometrik yaitu :

Pn = Po ( 1 + r )n

Dari data di atas didapat :

Po = 23290 jiwa

r = + 0,71 %

= + 0,0071

didapat persamaan forward projection :

Pn = 23290 ( 1 + 0, 0071 )n

B. Metode Aritmatik

Rumus dasar metode aritmatrik yaitu :

Pn = Po + n r r = tP P t o ) ( −

dari data di atas didapat :

Pt = jumlah penduduk pada tahun 1997

= 21856 jiwa

Po = 23290 jiwa

To = 2006

Tt = 1997

110

r =

) 1997 2006 (

) 21856 23290 (

r = 159,333

didapat persamaan aritmatik :

Pn = Po + nr

Pn = 23290 + 159,333 n

Grafik Proyeksi Penduduk Kecamatan Gunem Tahun 2006 s/d 2016

Dari analisis di atas didapat jumlah penduduk Kecamatan Gunem pada tahun 2016

berjumlah 24940 jiwa (proyeksi 10 tahun), maka sesuai Tabel 5.1, Kecamatan Gunem

111

termasuk dalam kategori kota kecil dengan jumlah penduduk berkisar 20.000 – 100.000

jiwa.

Standart Analisis

Menurut kriteria perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas PU, maka :

1). Konsumsi sambungan rumah tangga : 70 liter/orang/hari.

2). Konsumsi sambungan hidran umum adalah : 30 liter/orang/hari.

3). Perbandingan antara sambungan rumah tangga dan hidran umum

adalah : SR : HU = 70 : 30 Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5.1.

ANALISIS SEKTOR NON DOMESTIK

Analisis sektor non domestik dilaksanakan dengan berpegangan pada analisis data

pertumbuhan terakhir fasilitas – fasilitas sosial ekonomi yang ada pada wilayah perencanaan.

Kebutuhan air non domestik menurut kriteria perencanaan pada Dinas PU dapat dilihat dalam

Tabel 2.3 sampai Tabel 2.5 berikut ini :

112

Keterangan : [a] = Nomer urut

[b] = Tahun proyeksi (tahun perencanaan)

[c] = Hasil perhitungan proyeksi jumlah penduduk (tabel 5.3)

[d] = Tabel 5.1 no.12 kolom 5 (kota kecil)

[e] = [c] x [d]

[f] = Kriteria perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas PU

[g] = [e] x [f]

[h] = [g] / (24 x 60 x 60)

113

5.4.2 Sektor Non Domestik

1). Fasilitas Pendidikan

Fasilitas pendidikan berfungsi untuk melayani masyarakat sehingga pertumbuhan

pelajar diasumsikan sama atau seiring dengan angka pertumbuhan penduduk

Kecamatan Gunem. Dari peraturan Ditjen Cipta Karya Dep.PU faktor yang

diperhitungkan adalah jumlah murid dengan kebutuhan air 10 liter / orang / hari.

2). Fasilitas Peribadatan

Fasilitas peribadatan digunakan masyarakat sebagai sarana menjalankan ibadah

sehingga pertumbuhan jumlah peribadatan diasumsikan sama dengan tingkat

pertumbuhan penduduk Kecamatan Gunem. Pada peraturan yang ditetapkan Ditjen

Cipta Karya Dep. PU didapat kebutuhan air bersih untuk Masjid sebesar 3000

liter/unit/hari dan Mushola sebesar 2000 liter/unit/hari. Proyeksi jumlah masjid

diasumsikan untuk masjid tiap 5 tahun bertambah 1 unit, dan untuk mushola tiap 2

tahun bertambah 1 unit. Perhitungan kebutuhan air untuk masjid dan mushola dapat

dilihat pada Tabel 5.5 sebagai berikut:

114

3). Fasilitas Pasar

Terdapat pula fasilitas pasar yang melayani kebutuhan – kebutuhan pokok sehari –

hari. Di dalam pasar tersebut memerlukan tersedianya air bersih. Analisis kebutuhan air

bersih untuk fasilitas pasar dapat dilihat pada tabel 5.10.

115

Keterangan : [a] = Nomer urut

[b] = Tahun proyeksi (tahun perencanaan)

[c] = Hasil perhitungan proyeksi jumlah penduduk (tabel 5.3)

[d] = Kriteria perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas PU

[e] = [c] x [d]

[f] = Tabel 5.4

[g] = [e] x [f]

[h] = [g] / (24 x 60 x 60)

4). Fasilitas Olahraga

Fasilitas lapangan olah raga antara lain sepakbola, lapangan bola volley, dan

lapangan bulu tangkis, semuanya dihitung dengan menggunakan unit/banyaknya

pemakai lapangan tersebut. Menurut Tabel 5.4, perhitungan kebutuhan air bersih untuk

1 orang pemakai lapangan olah raga yaitu 10 liter/orang/detik. Perhitungan kebutuhan

air untuk fasilitas olahraga diasumsikan dalam proyeksi 10 tahun yaitu konstan,

maksudnya tidak ada pertambahan fasilitas olahraga.

116

5). Fasilitas Perkantoran Dan Pertokoan

Perhitungan kebutuhan air :

• Kebutuhan air untuk perkantoran sebesar 10 liter/pegawai/hari.

• Kebutuhan air untuk pertokoan sebesar 10 liter/pegawai/hari.

Asumsi untuk proyeksi jumlah pegawai perkantoran yaitu bertambah 2 pegawai tiap

tahunnya dan untuk proyeksi jumlah pegawai pertokoan juga bertambah 2 pegawai tiap

tahunnya, atau diasumsikan tiap tahun bertambah 1 unit pertokoan ( asumsi 1 unit =

2 pegawai ). Perhitungan kebutuhan air untuk perkantoran dan pertokoan dapat dilihat

pada tabel 5.12 sebagai berikut :

117

6). Fasilitas Puskesmas

Perkembangan fasilitas kesehatan sampai tahun 2016 diasumsikan bersifat konstan,

artinya tidak ada pertambahan untuk fasilitas jenis ini, maka jumlah kebutuhan air

untuk fasilitas ini tetap dari tahun 2006 – 2016.

Keterangan : [a] = Nomer urut

[b] = Tahun proyeksi (tahun perencanaan)

[c] = Jumlah fasilitas puskesmas tahun 2006 yaitu 1 unit di peroleh

dari sumber BPS Rembang dalam angka tahun 2006.

Perhitungan proyeksi jumlah puskesmas diasumsikan konstan.

[d] = Tabel 5.4

[e] = [c] x [d]

[f] = [e] /(24 x 60 x 60)

118

KEBUTUHAN AIR BERSIH KECAMATAN GUNEM

Dari hasil perhitungan kebutuhan air bersih di Kecamatan Gunem, maka dapat

dibuat tabel rekapitulasi kebutuhan air bersih seperti dapat dilihat pada Tabel 5.14.

Pada tahun 2006 (awal tahun rencana) diketahui bahwa total kebutuhan air bersih di

Kecamatan Gunem adalah sebesar 19,725 liter/detik dan pada tahun 2016 (proyeksi 10

tahun) didapat total kebutuhan air bersih di Kecamatan Gunem adalah sebesar 21,079

liter/detik. Dalam melakukan analisis berikutnya maka dari hasil perhitungan total

kebutuhan air bersih pada Tabel 5.14 (kebutuhan normal), selanjutnya dihitung untuk

kebutuhan air bersih pada hari maksimum dan jam puncak, seperti terlihat pada Tabel

5.15. Kebutuhan air bersih pada hari maksimum dengan mengalikan faktor 1,15 (tabel

5.1), pada tahun 2006 sebesar 22.684 liter/detik dan pada tahun 2016 (proyeksi 10

tahun) sebesar 24,241 liter/detik. Sedangkan kebutuhan pada jam puncak dengan

mengalikan faktor 1,75 (tabel 5.1), tahun 2006 sebesar 34,519 liter/detik dan pada

tahun 2016 (proyeksi 10 tahun) didapat sebesar 36,888 liter/detik.

Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 5.14 dan Tabel 5.15 sebagai berikut :

119

POTENSI AIR PERMUKAAN, AIR BAWAH TANAH, DAN KAJIAN

ANALISA HIDROLOGI YANG BERKAITAN DENGAN RUNOFF

A. Potensi Air Permukaan dan Air Tanah

Air Permukaan

Air permukaan adalah air yang jatuh dari atmosfer dan keluar dari mata air,

kemudian mengalir di atas permukaan tanah, masuk ke sungai besar dan sungai kecil,

kolam-kolam, danau-danau, rawa, dan sumur.

Air Tanah

Air tanah adalah air yang terdapat di lapisan dalam tanah. Dan sekitar 1.036 juta km3

air tawar di sungai, danau, rawa, dan benda-benda basah di daratan muka bumi, sekitar

1.015,3 juta km3 (98%) tersimpan berupa air tanah.

Air tanah di lapisan dangkal disebut phreatic dan dilapisan dalam disebut air tanah

dalam. Sumur gali berair banyak dan tetap jika galiannya mencapai lapisan phreatic.

Mata-mata air sumbernya berasal dari lapisan phreatic dan air tanah dalam.

Air tanah merupakan air tawar yang paling bersih. Hal ini disebabkan terserapnya air

permukaan ke dalam lapisan batuan tanah. Air ini dibersihkan dan dinetralkan derajat

120

kesamaannya. Air tanah atau air di bawah permukaan bumi ini menjadi sumber mata

air, anak sungai, induk sungai, dan mengisi sumur-sumur. Air tanah berasal dari :

a. hujan

b. salju yang mencair

c. bentuk curahan lain, misalnya perembesan dari buangan rumah tangga dan laut

d. uap dari magma

Jumlah air yang merembes ke dalam tanah bergantung pada hal-hal berikut ini :

a. jumlah total curahan

b. tingkat pencurahan (jika hujannya tidak begitu besar, air akan mudah meresap ke

dalam tanah, tetapi jika hujannya besar, air lebih banyak mengalir sebagai air

permukaan)

c. kemiringan lereng, makin curang lereng maik air permukaan akan mengalir

dengan cepat dan perembesannya sedikit

d. keadaan lubang-lubang (liang-liang) bantuan

e. formasi tanah yang memungkinkan air merembes (jika bantuang atau tanahnya

permeable maka tanah itu tidak dapat ditembus atau dilewati)

f. kemiringan batuan (jika lapisan batuan datar, kecepatan air mengalir lebih lambat

disbanding lapisan batuan yang miring

g. jumlah uap air dalam atmosfer juka akan menentukan seberapa jauh air akan

menembus ke dalam tanah.

Potensi Air Permukaan dan Air Tanah

Potensi air permukaan dan air tanah, yaitu sebagai berikut :

a. Sebagai sumber air minum, baik melalui sumur maupun pengeboran

b. Sebagai sumber tenaga, yaitu tenaga air waduk atau danau dibuat PLTA

(Pembangkit Listrik Tenaga Air)

c. Sebagai irigasi (dari waduk atau danau)

d. Air di sungai merupakan tempat persediaan ikan secara alami, air di waduk dibuat

jaring terapung

e. Sebagai sarana transportasi, seperti yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal

di pinggir sungai besar maupun danau

f. Sebagai bahan pembantu dalam proses industri

121

g. Sebagai sarana olahraga, misalnya arung jeram, lomba dayung, renang, dan

sebagainya.

5.

B. Air Bawah Tanah

Lebih dari 98 persen dari semua air di daratan tersembunyi di bawah permukaan

tanah dalam pori-pori batuan dan bahan-bahan butiran. Dua persen sisanya terlihat

sebagai air di sungai, danau dan reservoir. Setengah dari dua persen ini disimpan di

reservoir buatan. Sembilan puluh delapan  persen dari air di bawah permukaan disebut

air tanah dan digambarkan sebagai air yang terdapat pada bahan yang jenuh di bawah

muka air tanah. Dua persen sisanya adalah kelembaban tanah.

6.

Pengertian Air Bawah Tanah / Air Tanah

Air bawah tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah yang tidak kedap

air (preatis) dan air tanah yang kedap air (artesis).

7. Air bawah tanah terdiri atas air freatis dan air artesis

a. Air freatis adalah air tanah permukaan atau air tanah yang letaknya dekat dengan

permukaan tanah. Usaha pemanfaatannya dapat dilakukan dengan alat sederhana,

contohnya sumur.

b. Air artesis adalah air tanah dalam yang letaknya jauh di dalam lapisan tanah.

Untuk memanfaatkannya, kita perlu menggunakan alat modern, misalnya melalui

pengeboran. Sumur artesis biasa dibuat disuatu daerah yang tidak terjangkau oleh

fasilitas PAM.

1. Konservasi Air Bawah Tanah

Konservasi air bawah tanah adalah pengelolaan air bawah tanah untuk menjamin

ketersediaannya dengan tetap memelihara serta meningkatkan mutunya. Konservasi

122

tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan, melakukan perlindungan,

serta melakukan pelestarian air bawah tanah dan lingkungan sekitarnya. Konservasi air

bawah tanah sendiri didasarkan pada asas kemanfaatan, ketersediaan, serta kelestarian

air bawah tanah dan lingkkungan sekitarnya.

upaya yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan konservasi air bawah tanah antara lain

sebagai beriku :

a. Memaksimalkan pengimbuhan atau pengisian air bawah tanah

b. Melakukan pengaturan dalam pengambilan air bawah tanah

c. Melakukan perlindungan terhadap air bawah tanah

2. Pengendalian Pemanfaatan Air Bawah Tanah

Pengendalian pemanfaatan air tanah perlu dilakukan karena untuk menghindari

pengambilan air tanah secara berlebihan yang dapat mengakibatkan berbagai dampak

negatif.

Pengertian pengendalian menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya

Mineral Nomor: 1451 K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan

Tugas Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah. Pengendalian adalah

segala usaha yang mencakup kegiatan pengaturan, penelitian dan pemantauan

pengambilan air bawah tanah untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana demi

menjaga kesinambungan ketersediaan dan mutunya.

Pengendalian air bawah tanah adalah kegiatan yang mengatur pengambilan air

bawah tanah termasuk pengeringan air tanah setempat (dewatering). Untuk menjamin

pemanfaatannya secara bijaksana demi menjaga kesinambungan ketersediaan dan

mutu serta dampaknya tidak menggangu lingkungan. Pengertian Pengambilan air

bawah tanah adalah setiap kegiatan pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah

yang dilakukan dengan cara pemboran, penggalian atau penurapan yang digunakan

oleh orang pribadi atau badan untuk berbagai keperluan .

Menurut Kodoatie et.al. (2007) kebijakan yang diambil dalam rangka pengendalian

pemanfaatan air tanah antara lain pengaturan persyaratan dalam pemberian izin

pengeboran, penurapan mata air dan pengambilan, serta pembatasan debit

pengambilan. Kebijakan ini bertujuan mempertahankan kesinambungan keberadaaan

air tanah agar mampu menopang kebutuhan untuk jangka panjang dan masa datang.

Disebutkan Peraturan Pemerintah tentang air tanah dalam pemanfaatan

(penggunaan) air tanah, dilakukan dengan cara:

123

a. Mengatur kedalaman akuifer yang disadap;

b. Mengatur kedalaman pengeboran atau penggalian air tanah;

c. Mengatur jarak antar sumur bor air tanah;

d. Membatasi debit penggunaan air tanah; dan/atau

e. Membatasi penyadapan air tanah pada akuifer yang sudah rawan dan kritis dengan

mengurangi jumlah pengambilan dan penggunaan air tanah.

Pengendalian pemanfaatan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat terutama

ditujukan pada:

a. Akuifer yang air tanahnya banyak dieksploitasi;

b. Daerah lepasan air tanah yang mengalami degradasi akibat pengambilan air tanah

yang intensif.

3. Dampak Pengambilan Air Bawah Tanah

Pemanfataan air tanah yang tidak terkendali dapat menyebabkan dampak negatif.

Menurut Kodoatie (2005: 205) pengambilan air tanah melalui sumur-sumur akan

mengakibatkan lengkung penurunan muka air tanah (depression cone). Jika laju

pengambilan air tanah dari sejumlah sumur jauh lebih besar dari pengisiannya, maka

lengkung-lengkung penurunan muka air tanah antara sumur satu dengan lainnya akan

menyebabkan terjadinya penurunan muka air tanah secara permanen. Sedangkan pada

daerah pantai, penurunan air tanah dapat menyebabkan intrusi air laut. Pengambilan

air tawar yang berlebihan mengakibatkan penurunan muka air tanah tawar dan

kenaikan muka air laut sehingga mengakibatkan terjadinya intrusi air laut

Kajian Analisa Hidrologi Yang Berkaitan Dengan Run Off

1. Pengertian Run Off (Aliran Permukaan)

Aliran permukaan (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas

permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan.  Air hujan yang jatuh ke

permukaan tanah ada yang langsung masuk ke dalam tanah atau disebut air infiltrasi.  

Sebagian lagi tidak sempat masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya mengalir di atas

permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah.  Ada juga bagian dari air hujan yang

telah masuk ke dalam tanah, terutama pada tanah yang hampir atau telah jenuh, air

tersebut ke luar ke permukaan tanah lagi dan lalu mengalir ke bagian yang lebih

124

rendah.  Aliran air permukaan yang disebut terakhir sering juga disebut air larian atau

limpasan.

Bagian penting dari air larian dalam kaitannya dengan rancang bangun pengendali

air  larian adalah besarnya debit puncak, Q (peak flow atau debit air yang tertinggi) dan

waktu tercapainya debit puncak, volume dan penyebaran air larian.  Curah hujan yang

jatuh terlebih dahulu memenuhi air untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi, dan mengisi

cekungan tanah baru kemudian air larian berlangsung ketika curah hujan melampaui

laju infiltrasi ke dalam tanah.

Semakin lama dan semakin tinggi intensitas  hujan akan menghasilkan air larian

semakin besar.  Namun intensitas hujan yang terlalu tinggi dapat menghancurkan

agregat tanah sehingga akan menutupi pori-pori tanah akibatnya menurunkan kapasitas

infiltrasi. Volume air larian akan lebih besar pada hujan yang intensif dan  tersebar

merata di seluruh wilayah DAS dari pada hujan tidak merata, apalagi kurang intensif.  

Disamping itu, faktor lain yang mempengaruhi volume air larian adalah bentuk dan

ukuran DAS, topografi, geologi dan tataguna lahan.

Kerapatan daerah aliran (drainase) mempengaruhi kecepatan air larian. Kerapatan

daerah aliran adalah jumlah dari semua saluran air/sungai (km) dibagi luas DAS (km2). 

Makin tinggi kerapatan daerah aliran makin besar kecepatan air larian sehingga debit

puncak tercapai dalam waktu yang cepat.

Vegetasi dapat menghalangi jalannya air larian dan memperbesar jumlah air

infiltrasi dan masuk ke dalam tanah.

2. Perhitungan Koefisien Runoff

8. Koefisien Air Larian

Koefisien air larian (C) adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan

antara besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan.

C=Air Larian(mm)

Curah Hujan(mm) (dalam suatu DAS)

Atau

C=∑1

12 (di x 86400 xQ )(P x A)

Dimana :

di = Jumlah hari dalam bulan ke i

125

Q = Debit rata-rata bulanan (m3 / detik) dan 86400 = jumlah detik dalam jam

P = Curah hujan rata-rata setahun (m/tahun)

A = Luas DAS (m2)

Misalnya C untuk hutan adalah 0,1 arti nya 10% dari total curah hujan akan menjadi

air larian. Angka C ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah suatu

DAS telah mengalami gangguan fisik. Nilai C yang besar berarti sebagian besar air

hujan menjadi air larian, maka ancaman erosi dan banjir akan besar. Besaran nilai C

akan berbeda -beda tergantung dari tofografi dan penggunaan lahan. Semakin curam

kelerengan lahan semakin besar nilai C lahan tersebut. Nilai C pada berbagai topografi

dan penggunaan lahan bisa dilihat pada tabel di bawah ini

9. Tabel Nilai C pada berbagai topografi dan penggunaan lahan

Kondisi Daerah Nilai C

Pegunungan yang curam 0.75 – 0.90

Pegunungan tersier 0.70 – 0.80

Tanah bergelombang dan

hutan0.50 – 0.75

Tanah dataran yang ditanami 0.45 – 0.60

Persawahan yang diairi 0.70 – 0.80

Sungai di daerah pegunungan 0.75 – 0.85

Sungai kecil di dataran 0.45 – 0.75

Sungai besar di dataran 0.50 – 0.75

Sumber : Dr. Mononobe dalam Suyono S. (1999)

Perhitungan Debit Puncak Aliran Permukaan

Metoda Rasional

Metoda rasional (U.S. Soil Consevation Service, 1973) adalah metoda yang

digunakan untuk memperkirakan besarnya air larian puncak (peak runoff). Metoda ini

relatif mudah digunakan karena diperuntukkan pemakaian pada DAS berukuran kecil,

kurang dari 300 ha (Goldman et al, 1986).

Persamaan matematik metoda rasional :

Qp = 0,0028 C ip A

126

Dimana :

Qp = Air larian (debit) puncak (m3/dt)

C = Koefisien air larian

ip = Intensitas hujan (mm/jam)

A = Luas Wilayah DAS (ha)

Intensitas hujan ditentukan dengan memperkirakan waktu konsentrasi ( time of

concentration, Tc) untuk DAS bersangkutan dan menghitung intensitas hujan

maksimum untuk periode berulang (return period) tertentu dan waktu hujan sama

dengan Tc. Bila Tc=1 jam maka intensitas hujan terbesar yang harus digunakan adalah

curah hujan 1-jam.

Contoh :

1. Perhitungan debit puncak (Qp)

Suatu daerah dengan luas 250 ha memiliki koefisien runoff (C=0,35),

intensitas hujan terbesar (ip= 0,75 mm/jam). Hitung debit air larian puncak

(m3/dt) ?

Penyelesaian

Qp = 0,0028 C ip A

= 0,0028 . 0,35 . 0,75 . 250 m3/dt

= 0.18 m3/dt

2. Perhitungan P, Q dan C

10. Perhitungan jumlah air yang mengalir melalui outlet dengan ukuran DAS

(200ha)

Bulan

Debit Rata-

rata

Jumlah

hariTotal Debit

Curah

Hujan

Q (m3/dt) (d)d x 86400 x

Q (m3)(mm)

Januari 0.15 31 401760 369

127

Pebuari 0.1 28 241920 291

Maret 0.08 31 214272 289

April 0.06 30 155520 271

Mei 0.05 31 133920 188

Juni 0.05 30 129600 132

Juli 0.02 31 53568 132

Agustu

s0.01 31 26784 67

Septem

ber0.04 30 103680 78

Oktobe

r0.06 31 160704 144

Nopem

ber0.08 30 207360 226

Desem

ber0.21 31 562464 355

Total Setahun 3391552 2542

Tahap-tahap yang perlu dilakukan :

a. Volume hujan setahun seluas 200 ha,

P = CH/1000 x A

dimana,

CH = curah hujan (mm/tahun)

A = luas DAS (m2) (1 ha = 10000 m2)

P = (2542/1000) x 200 x 10000 m3

= 5.084.000 m3

b. Total Q setahun

Q=∑1

12

(d x 86400 xQ )

= 2.391.552 m3

128

c. Koefisien air larian (C) kemudian dapat dihitung, yaitu :

Q=∑1

12 (d x 86400 x Q )(CH /1000)

(A )

C = 2391552 m3 / 5084000 m3

=0.47

POTENSI AIR PERMUKAAN, AIR TANAH, KAJIAN ANALISIS

HIDROLOGI BERKAITAN DENGAN ALIRAN DASAR

1. AIR TANAH DAN AIR PERMUKAAN

Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan

di bawah permukaan tanah. Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang

129

keberadaannya terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang luas serta

pemulihannya sulit dilakukan.

Air tanah di lapisan dangkal disebut  phreatic dan di lapisan dalam disebut air tanah dalam

Sumur gali berair banyak dan tetap jika galiannya mencapailapisan phreatic. Mata-mata

air sumbernya berasal dari lapisan phreatic danair tanah dalam

Selain air sungai dan air hujan, air tanah juga mempunyai peranan yangsangat

penting terutama dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk

kepentingan rumah tangga (domestik) maupun untuk kepentinganindustri. Dibeberapa daerah,

ketergantungan pasokan air bersih dan air tanah telah mencapai ± 70%.

Air tanah dapat kita bagi lagi menjadi dua,yaitu :

1. Air tanah Preatis

2. Air tanah Artesis

A Air Tanah Preatis adalah air tanah yang letaknya tidak jauh dari permukaan

tanahserta berada di atas lapisan kedap air / impermeable

 b. Air tanah artesis letaknya sangat jauh di dalam tanah serta berada di antara

dualapisan kedap air.

Air tanah dapat berasal dari bermacam sumber,yaitu :

1. Air meteorik adalah air tanah yang berasal dari peresapan air permukaan.

2. Air juvenil adalah air tanah yang berasal dari senyawa antara unsur hidrogen dan

oksigen yang terdapat dalam magma pada waktu magma bergerak naik ke atas.

3. Air konat adalah air tanah yang berasal dariair yang terjebak pada

waktu pembentukan batuan sedimen.

Muka air tanah biasanya merupakan pencerminan dari keadaan topografinya.

Ada bermacam tipe muka air tanah berdasarkan pada sifatnya, yaitu :

Muka air tanah bebas (unconfined water table) adalah muka air tanah

yangkedudukannya sangat dipengaruhi oleh musim.

Muka air tanah tertekan (confined water table) adalah air tanah yangterdapat

pada batuan yang ditutupi oleh lapisan batuan yang kedap air (impermeable)

Muka air tanah terjebak (perched water table) adalah muka air tanah yang

terjebak oleh lapisan batuan kedap air di bawahnya.

130

Sifat fisik batuan yang dapat mempengaruhi jumlah air tanah adalah:

1. Porositas,merupakan jumlah atau persentase pori atau rongga dalam totalvolume batuan

atau sedimen

2. Permeabilitas,merupakan kemampuan batuan atau tanah untuk melewatkan atau

meloloskan air

2. Air Permukaan

Air Permukaan adalah adalah air yang berada di permukaan tanah dandapat dengan mudah

dilihat oleh mata kita. Contoh air permukaan seperti laut,sungai, danau, kali, rawa,

empang, dan lain sebagainya. Air permukaan dapatdibedakan menjadi dua jenis yaitu :

1. Perairan darat adalah air permukaan yang ada di atas daratan seperti rawa-rawa, danau,

sungai dan sebagainya

2. Perarian Laut adalah Perairan yang ada di lautan luas seperti air laut

Potensi Air permukaan dan Air tanah :

• Potensi air permukaan dan air tanah, yaitu sebagai berikut :

• sebagai sumber air minum, baik melalui sumur maupun pengeboran

• sebagai sumber tenaga, yaitu dari tenaga air waduk atau danau dibuatPLTA

(Pembangkit Listrik Tenaga Air)

• sebagai irigasi (dari waduk atau danau)

• sebagai sarana transportasi, seperti yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di

pinggir sungai besar maupun danau

• sebagai bahan pembantu dalam proses industri

• sebagai sarana olahraga, misalnya arung jeram, lomba dayung, renang,dan

sebagainya.

3. Analisa Hidrologi

Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan

bangunan-bangunan hidraulik. Pengertian yang terkandung di dalamnya adalah bahwa

informasi dan besaran-besaran yang diperoleh dalam analisis hidrologi merupakan masukan

penting dalam analisis selanjutnya. Bangunan hidraulik berupa gorong-gorong, bendung,

bangunan pelimpah, tanggul penahan banjir, dan sebagainya. Ukuran dan karakter bangunan-

bangunan tersebut sangat tergantung dari tujuan pembangunan dan informasi yang diperoleh

dari analisis hidrologi. Sebelum informasi yang jelas tentang sifat-sifat dan besaran hidrologi

diketahui, hampir tidak mungkin dilakukan analisis untuk menetapkan berbagai sifat dan

131

besaran hidrauliknya. Demikian juga pada dasarnya bangunanbangunan tersebut harus

dirancang berdasarkan suatu standar perancangan yang benar sehingga diharapkan akan dapat

menghasilkan rancangan yang memuaskan.

Dalam hal ini yang akan kami bahas yaitu aliran dasar dalam analisa tersebut.

Baseflow dapat diartikan aliran dasar,digunakan untuk menggambarkan aliran dasar yang

terjadi pada saat limpasan sehingga dapat dihitung tinggi puncak hidrograf yang terjadi.

Dalam pemodelan digunakan metode recession (resesi) dengan asumsi bahwa aliran dasar

selalu ada dan mempunyai puncak hidrograf pada satu satuan waktu dan mempunyai

keterkaitan dengan curah hujan (presipitasi). Parameter yang digunakan dalam model resesi

ini adalah initial flow, recession ratio dan treshold flow. Initial flow merupakan nilai aliran

dasar awal yang dapat dihitung atau dari data observasi, recession ratio constant adalah nilai

rasio antara aliran yang terjadi sekarang dan kemarin secara konstan mempunyai nilai 0

sampai 1. Sedangkan treshold flow adalah nilai ambang pemisahan aliran limpasan dan aliran

dasar. Untuk menghitung nilai ini bisa digunakan cara exponential atau diasumsikan dengan

nilai besar rasio dari puncak ke puncak (peak to peak).

Contoh modelnya ialah sebagai berikut:

132

PENUTUP

Kesimpulan :

• Air tanah di bagi menjadi 2, yaitu Air tanah Preatis adalah air tanah yang letaknya

tidak jauh dari permukaan tanahserta berada di atas lapisan kedap air / impermeable.

• Air tanah artesis adalah air tanah letaknya sangat jauh di dalam tanah serta berada di

antara dualapisan kedap air

Air Permukaan ada 2 yaitu :

1. Perairan Darat Perairan darat adalah air permukaan yang berada di atas daratan

misalnya seperti rawa-rawa, danau, sungai, dan lain sebagainya

2. Perairan Laut Perairan laut adalah air permukaan yang berada di lautan luas. Contohnya

sepertiair laut yang berada di laut.

133

INFILTRASI, EVAPOTRANSPIRASI; ANALISA HIDROGRAF DAN

KARAKTERISTIK DAERAH PENGALIRAN SUNGAI (DPS)

1. Infiltrasi

Infiltrasi adalalah proses meresapnya air/proses pelaluan air ke dalam tanah

melewati permukaan tanah. Sedangkan kebalikan dari kejadian ini misalkan mata air

(spring), perembesan (seepage).

Menurut ilmu hidrologi, infiltrasi merupakan aliran air ke dalam tanah melalui

permukaan tanah. Di dalam infiltrasi dikenal dua istilah yaitu kapasitas infiltrasi dan

laju infiltrasi, yang dinyatakan dalam mm/jam. Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi

maksimum yang ditentukan oleh jenis tanah dimana terjadinya infiltrasi, sedangkan laju

infiltrasi adalah kecepatan infiltrasi yang dinilai tergantung pada kondisi tanah dan

kapasitas hujan. Suatu tanah dalam kondisi kering memiliki daya serap yang tinggi

sehingga laju infiltrasi semakin besar, dan akan berkurang perlahan-lahan apabila

tanah tersebut jenuh terhadap air.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi yaitu genangan dan tebal

lapisan jenuh, kelembaban tanah, pemampatan oleh hujan, penyumbatan oleh butir

halus, tanaman penutup, topografi, dan intensitas hujan.

Proses Terjadinya Infitrasi

(sumber : http://science.howstuffworks.com/nature/climate-weather/storms/trees-affect-

weather1.htm)

Ketika air hujan menyentuh permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan

tersebut masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses masuknya air

hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah.

Laju air infiltrasi yang dipengaruhi oeh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter

134

pori-pori tanah. Dibawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir tegak lurus ke

dalam tanah melalui profil tanah. Pada sisi yang lain, gaya kapiler bersifat mengalirkan

air tersebut tegak lurus ke atas, ke bawah dan ke arah horizontal. Gaya kapiler tanah ini

bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relatif kecil (USDA NRCS, 1998).

Dapat dikatakan bahwa, proses infiltrasi melibatkan tiga proses yang saling tidak

tergantung satu sama lain, yaitu (1) proses masuknya air hujan melalui pori-pori

permukaan tanah, (2) tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah, (3) proses

mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping, dan atas). Meskipun tidak

saling tergantung, ketiga proses tersebut saling terkait. Besarnya laju infiltrasi pada

tanah tidak bervegetasi tidak akan pernah melebihi laju intensitas hujan (Asdak, 1995).

Evapotranspirasi

(sumber : http://science.howstuffworks.com/nature/climate-weather/storms/trees-

affect-weather1.htm)

Evapotranspirasi atau dapat disebut sebagai evaporasi total yaitu merupakan

peristiwa evaporasi dan transpirasi yang terjadi bersama-sama. Biasanya dalam

mempelajarikeadaan air dari suatu DAS dianggap tidak praktis untuk memisahkan

transpirasi dan evaporasi.

Pengertian dari evaporasi sendiri yaitu proses pertukaran molekul air (liquid/solid) di

permukaan menjadi mulekul uap air (gas) di atmosfer melalui kekuatan panas (heat

energy). Dengan kata lain evaporasi merupakan proses penguapan dari benda-benda

mati yang merupakanproses perubahan dari wujud air menjadi gas. Evaporasi dapat

terjadi pada sungai, danau, laut, dan reservoir ( permukaan air bebas), permukaan

135

tanah.faktor-faktor yang mempengaruuhi proses evaporasi berupa faktor-faktor

meteorologis yaitu suhu air, suhu udara/ atmosfer, kelembaban, kecepatan angin,

tekanan udara, sinar matahari (radiasi).

Sedangkan transpirasi merupakan proses penguapan pada tumbuhan-tumbuhan,

lewat sel-sel stomata.faktor-faktor yang mempengaruhi transpirasi diantaranya ada

faktor meteorologis terutama matahari, jenis tumbuh-tumbuhannya, dan jenis tanahnya.

Dengan demikian Evapotranspirasi, yaitu proses penggabungan antara evaporasi dan

transpirasi. Intinya merupakan proses penguapan secara keseluruhan.

Analisa Hidrograf

Hidrograf adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara unsur-unsur aliran

(tinggi dan debit) dengan waktu (stage hydrograph, ducharge hydrograph). Hidrograf

merupakan responsi dari hujan yang terjadi. Kurva tersebut memberikan gambaran

mengenai berbagai kondisi yang ada di suatu daerah pada waktu yang bersamaan.

Apabila karakteristik daerah itu berubah-ubah, maka bentuk hidrograf juga akan

berubah.

Unit Hydrograph (U.H) didefinisikan sebagai berikut : apabila suatu kejadian hujan

1 satuan (mm/inchi) menghasilkan runoff (limpasan) pada suatu daerah pengaliran

maka hydrograph aliran tersebut dianggap sebagai unit hidrograf yang merupakan sifat

khas dari daerah pengaliran tersebut. Penerapan dari unit hidrograf pada hujan efektif

yang tidak sama dengan 1 satuan (mm/inchi) dapat dilakukan dengan cara mengalikan

hujan efektif dengan ordinat-ordinat unit hidrograf yang mempunyai interval waktu

sama atau time duration dari curah hujan sama.

Hidrograf terdiri dari 3 bagian:

a. Sisi naik (rising limb or concentration curve)

b. Puncak (crest or peak discharge)

c. Sisi turun (falling limb or recession curve)

136

Sifat-sifat hidrograf antara lain :

a. Time Lag (L): waktu dari titik berat hujan sampai puncak hidrograf.

b. Waktu naik (rising time) tp : waktu mulai hujan sampai puncak.

c. Waktu konsentrasi tc: waktu dari akhir hujan sampai titik belok pada sisi turun.

d. Waktu turun (recession time) tr : waktu dari puncak sampai akhir limpasan permukaan.

e. Waktu dasar (base time) tb: waktu dari awal sampai akhir limpasan permukaan.

Unit hidrograf merupakan korelasi dari hujan efektif dan limpasan permukaan.

Hujan efektif adalah sisa hujan dalam bentuk limpasan sesudah semua kehilangan

akibat evaporasi, intersepsi dan infiltrasi diperhitungkan. Limpasan permukaan adalah

hidrograp limpasan dikurangi dengan aliran dasar (base flow).

Ada 3 prinsip dari metode Unit Hidrograf :

o Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,

intensitas yang berbeda tetapi memiliki durasi yang sama akan menghasilkan limpasan

dengan periode sama, meskipun jumlahnya berbeda. Kurva warna merah dan biru

merupakan hidrograf dari sebuah daerah aliran akibat dari hujan efektif dengan

intensitas yang berbeda tetapi durasinya sama. Intensitas hujan yang membentuk kurva

merah lebih besar dari intensitas hujan yang membentuk kurva biru.

137

Gambar Prinsip pertama Hidrograf Satuan Umboro Lasminto VII - 2

o Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,

intensitas hujan yang sama tetapi memiliki durasi yang berbeda menghasilkan hidrograf

limpasan dimana ordinatnya setiap waktu sembarang memiliki proporsi yang sama

terhadap satu sama lainnya seperti intensitas hujan.

Gambar Prinsip kedua Hidrograf Satuan

o Prinsip superposisi dipakai pada hidrograp yang dihasilkan oleh hujan efektif

berintensitas seragam yang memiliki periode-periode yang berdekatani. Hidrograf H1

diperoleh dengan mengalikan unit hidrograf dengan tinggi hujan efektif R1 dan awal

hidrograf pada saat terjadinya curah hujan R1, Hidrograf H2 diperoleh dengan

mengalikan unit hidrograf dengan tinggi hujan efektif R2 dan awal hidrograf pada saat

terjadinya curah hujan R2 dan Hidrograf H3 diperoleh dengan mengalikan unit

hidrograf dengan tinggi hujan efektif R3 dan awal hidrograf pada saat terjadinya curah

hujan R3. Sedangkan hidrograf Htot diperoleh dengan menjumlahkan ordinat dari

hidrograf-hidrograf akibat curah hujan R1, R2 dan R3.

138

Daerah Pengaliran Sungai (DPS)

Secara teknis, yang disebut sebagai “daerah pengaliran sungai” atau disingkat DPS

adalah suatu kesatuan tata air yang terbentuk secara alamiah,ketika air meresap dan

atau air mengalir melalui sungai dan anak anak sungainya ke danau atau ke laut,

termasuk dibawahnya cekungan air bawah tanah. Definisi tersebut menunjukan bahwa

dari gunung tempat air hujan jatuh, melalui sungai dan aliran air bawah tanah hingga

bermuara ke laut/danau merupakan satu kesatuan hidrologis dari DPS.

a. Karakteristik sungai

Sungai mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah tertentu

dan mengalirkannya ke laut. Sungai itu dapt digunakan juga untuk berjenis-jenis aspek

seperti pembangkit tenaga listrik, pelayaran, pariwisata, perikanan, dan lain-lain. Dalam

bidang pertanian sungai itu berfungsi sebagai sumber air yang penting untuk irigasi.

b. Daerah pengaliran

Daerah pengaliran sebuah sungai adalah daerah tempat presipitasi itu

mengkonsentrasi ke sungai. Garis batas daerah-daerah aliran yang berdampingan

disebut batas daerah pengaliran. Luas daerah pengaliran diperkirakan dengan

pengukuran daerah itu pada peta topografi. Daerah pengaliran, topografi, tumbuh-

tumbuhan dan geologi mempunyai pengaruh terhadap debit banjir,corak banjir, debit

pengaliran dasar dan seterusnya.

c. Corak dan karakteristik daerah pengaliran

Daerah pengaliran berbentuk bulu burung

Jalur daerah di kiri sungai utama di mana anak-anak sungai mengalir ke sungai

utama disebut daearh pengaliran bulu burung. Daerah pengaliran sedemikian

mempunyai debit banjir yangb kecil, oleh karena waktu tiba banjir dari anak-anak

sungai itu berbeda-beda. Sebaliknya banjirnya berlangsung agak lama.

Daerah pengaliran radial

Daerah pengaliran yang berbentuk kipas atau lingkaran dan dimana anak-anak

sungainya mengkonsentrasi ke suatu titik secara radial disebut daerah pengaliran

radial. Daerah pengaliran dengan corak sedemikian mempunyai banjir yang besar di

dekat titik pertemuan anak-anak sungai.

Daerah pengaliran yang kompleks

139

Hanya beberapa buah daerah aliran yang mempunyai benruk-bentuk ini dan

disebut daerah pengaliran yang kompleks.

KESIMPULAN

Infiltrasi adalalah proses meresapnya air/proses pelaluan air ke dalam tanah melewati

permukaan tanah.

Evapotranspirasi atau dapat disebut sebagai evaporasi total yaitu merupakan peristiwa

evaporasi dan transpirasi yang terjadi bersama-sama.

Hidrograf adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara unsur-unsur aliran

(tinggi dan debit) dengan waktu (stage hydrograph, ducharge hydrograph

Karakteristik daerah aliran sungai mempengaruhi bentuk hidrograf. Jika karakteristik

aliran sungainya berubah maka bentuk hidrografnya pun berubah.

140

MAKALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

HIDROGRAF INFLOW DAN OUTFLOW UNTUK REGULATED DAN

UNREGULATED OUTFLOW

1. Pengertian, jenis dan bentuk Hidrograf

Pengertian

Hidrograf adalah penyajian grafis antara salah satu unsur aliran

dengan waktu. Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS yang

bersangkutan, hidrograf aliran selalu berubah sesuai dengan besaran

dan waktu terjadinya masukan.

Menurut Suyono dalam bukunya berjudul Hidrolika dalam

Pengaliran, hidrograf adalah kurva yang menggambarkan variasi

debit atau permukaan air menurut waktu. Kurva tersebut

memberikan gambaran mengenai berbagai kondisi di daerah

tersebut secara bersama-sama. Hidrograf aliran selalu berubah

sesuai dengan besaran dan waktu terjadinya masukan.

Analisis hidrograf bertujuan untuk menduga run off yang terjadi di

daerah aliran sungai berdasarkan data curah hujan. Dalam analisis

hidrograf dibedakan komponen-komponen yang membentuk debit

total. Aliran total/Debit Total dibagi menjadi dua bagian utama, aliran

limpasan langsung (storm ataudirect run off ) danaliran dasar (base

flow). Pada dasarnya bentuk hidrograf yang dihasilkan dalam periode

hujan tertentu terdiri atas tiga bentuk utama, bagian yang naik

“rising limb”, puncak “peak ”dan resesi “resession”, sebagaimana

dapat dilihat pada Gambar 1

141

Gambar 1. Kurva Hidrograf

Kurva Rising Limb menunjukkan pemasukan air ke dalam sistem pengaliran.

Pemasukan air ini disebabkan oleh curah hujan yang jatuh pada basin, sehingga debit

aliran akan naik. Setelah mencapai puncak “Peak”, aliran akan turun. Terjadi

pengeluaran air dari sistem pengaliran pada penyimpanan air basin. Kurva Resesi,

relatif lebih stabil dari pengaruh curah hujan yang jatuh,dibanding-kan dengan kurva

yang lain dalam hidrograf. Jika curah hujan jatuh pada saat terjadi resesi dari hujan

sebelumnya sedangkan resesi hujan sebelumnya masih dalam tahap perkembangan,

maka resesi yang timbul kacau secara alami. Bentuk kurva resesi mencerminkan sifat

khas daerah basin, makauntuk menentukan komponen aliran dalam analisis hidrograf

dipakai kurva resesi.

Jenis-jenis hidrograf

Beberapa jenis hidrograf yang dikenal (Sasongko, 1978):

Hidrograf muka air (stagehydrograph), yaitu hubungan antara perubahan tinggi

muka air dengan waktu. Hidrograf ini tidak lain adalah merupakan hasil rekaman

Automatic Water Level Record (AWLR).

Hidrograf debit (discharge hydrograph), yaitu hubungan antara debit dengan waktu.

Dalam pengertian sehari-hari, bila tidak disebut lain, hidrograf debit ini sering disebut

sebagai ‘hidrograf’. Hidrograf ini dapat diperoleh dari hidrograf muka air dan rating

curve.

Hidrograf sedimen (sediment hydrograph), yaitu hubungan antara kandungan

sedimen dengan waktu. Hidrograf terdiri dari tiga bagian (SriHarto, 1993), yaitu sisi

naik (rising limb), puncak (crest), dan sisi resesi (recession limb). Bentuk hidrograf

dapat ditandai dengan tiga sifat pokoknya, yaitu waktu naik (time of rise), debit puncak

(peak discharge), dan waktu dasar (base time).

142

Bentuk Hidrograf

Bentuk hidrograf sangat dipengaruhi oleh sifat hujan yang terjadi dan sifat DAS

yang lain. Seyhan (1997) mengemukakan bahwa hidrograf periode pendek terdiri atas

cabang naik, puncak dan cabang turun. Sedangkan hidrograf periode panjang dibedakan

menjadi 3, yaitu hidrograf bergigi, hidrograf halus dan hidrograf yang ditunjukkan oleh

sungai-sungai besar.

Waktu naik (TR) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai

waktu terjadinya debit puncak. Debit puncak adalah debit maksimum yang terjadi pada

suatu kasus tertentu. Waktu dasar adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai

naik sampai waktu dimana debit kembali pada suatu besaran yang ditetapkan. Besaran-

besaran tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk tentang kepekaan sistem DAS

terhadap pengaruh masukan hujan.

Karakter kontribusi air tanah pada aliran banjir sangat berbeda dari limpasan

permukaan, maka kontribusi air tanah harus dianalisis secara terpisah, dan oleh

karenganya salah satu syarat utama analisis hidrograf adalah memisahkan hal tersebut.

2.1 Pengertian inflow dan outflow

Inflow adalah aliran yang masuk ke DAS yang berasal dari berbagai sumber air.

Atau bisa juga dikatakan bahwa inflow adalah limpasan air yang masuk ke DAS.

Kecepatan aliran inflow tergantung dengan besarnya debit air. Sedangkan outflow

berarti aliran air yang keluar dari DAS

2.2 Hidrograf regulated dan unregulated flow

Regulated flow adalah aliran yang debitnya sudah terukur. Karena debitnya sudah

terukur, maka dari data regulated flow kita dapat membuat hidrograf. Sedangkan untuk

hidrograf unregulated flow (aliran yang debitnya belum ditentukan) tidak dapat dibuat

hidrografnya. Karena sesuai definisi, hidrograf dibuat dari hubungan antara debit dan

waktu.

Berikut ini contoh hidrograf inflow dan outflow untuk regulated flow

143

Gambar 2. Hidrograf Inflow Regulated Flow

Bentuk hidrograf pada umumnya sangat dipengaruhi oleh sifat hujan yang terjadi,

akan tetapi juga dapat dipengaruhi oleh sifat DAS yang lain.

Menurut Sasongko 1967 sifat hujan yang sangat mempengaruhi bentuk hidrograf

ada 3 macam, yaitu intensitas hujan, lama hujan, dan arah gerak hujan.

144

BAB III

KESIMPULAN

Hidrograf adalah penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan waktu.

Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS yang bersangkutan, hidrograf aliran selalu

berubah sesuai dengan besaran dan waktu terjadinya masukan.

Menurut Suyono dalam bukunya berjudul Hidrolika dalam Pengaliran, hidrograf

adalah kurva yang menggambarkan variasi debit atau permukaan air menurut waktu.

Kurva tersebut memberikan gambaran mengenai berbagai kondisi di daerah tersebut

secara bersama-sama. Analisis hidrograf bertujuan untuk menduga run off yang terjadi

di daerah aliran sungai berdasarkan data curah hujan.

Regulated flow adalah aliran yang debitnya sudah terukur. Karena debitnya

sudah terukur, maka dari data regulated flow kita dapat membuat hidrograf. Sedangkan

untuk hidrograf unregulated flow (aliran yang debitnya belum ditentukan) tidak dapat

dibuat hidrografnya.

145

POTENSI SUMBER DAYA AIR DAN KOMPONEN HIDROLOGI

UNTUK WATER BALANCE DALAM DPS

Pada bagian ini akan dijelaskan apa yang dimaksud dengan potensi sumber

daya air dan komponen hidrologi untuk water balance dalam daerah pengaliran

sungai .Namun untuk lebih jelasnya akan dijelaskan terlebih dahulu pengertian dari

masing-masing sub judul di atas.

Pertama adalah pengertian dari potensi sumber daya air. Pengertian sumber daya air

di sini adalah kemampuan dan kapasitas potensi air yang dapat dimanfaatkan oleh

manusia untuk kegiatan sosial ekonomi.Sedangkan potensinya meliputi penggunaan di

bidang pertanian, industri, rumah tangga, rekreasi, dan aktivitas lingkungan.

Salah satu komponen dari hidrologi adalah siklus hidrologi , sirkulasi air ini tidak

pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi,

presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi

dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh

tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus

bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:

Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb.

kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada

keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan

turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.

Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-

celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat

aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan

tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.

Air Permukaan - Air bergerak di atas permukaan tanah dekat dengan aliran utama

dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran

permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah

urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang

membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.

Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa),

dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan

berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen

siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS).Jumlah air di

146

bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan

tempatnya.Tempat terbesar tejadi di laut.

Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu

tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air tersebut

kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit).Kegunaan mengetahui kondisi air pada

surplus dan defisit dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi, serta dapat

pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya.

Persamaan untuk Water Balance adalah :

P=Q+E+∆ S

P = presipitasi

Q = Surface Runoff

E = Evapotranspirasi

ΔS = Perubahan penyimpanan air di dalam tanah

Presipitasi

Pengertian dari presipitasi adalah adalah setiap produk dari kondensasi uap air

di atmosfer.Hal ini terjadi ketika atmosfer (yang merupakan suatu larutan gas raksasa)

menjadi jenuh dan air kemudian terkondensasi dan keluar dari larutan tersebut

(terpresipitasi). Udara menjadi jenuh melalui dua proses, pendinginan atau penambahan

uap air.Presipitasi yang mencapai permukaan bumi dapat menjadi beberapa bentuk,

termasuk diantaranya hujan, hujan beku, hujan rintik, salju, sleet, and hujan es.

Surface Runoff

Pengertian dari Surface Runoff adalah limpasan air atau aliran air yang

mengalir diatas permukaan tanah karena tanah telah kelebihan kapasitas.

Evapotranspirasi

Evapotranspirasi terdiri dari dua kata , yaitu evaporasi dan transpirasi .

Evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam keadaan cair (contohnya air)

dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Proses ini adalah kebalikan dari

kondensasi. Umumnya penguapan dapat dilihat dari lenyapnya cairan secara berangsur-

angsur ketika terpapar pada gas dengan volume signifikan.Sedangkan transpirasi adalah

hilangnya uap air dari bagian tanaman ( mirip dengan berkeringat), terutama pada daun

tetapi juga di batang , bunga dan akar.

Perubahan penyimpanan air dalam tanah

Perubahan kandungan air tanah merupakan selisih kandungan air tanah antara satu

periode dengan periode sebelumnya secara berurutan. Nilai ΔS yang positif

147

menunjukkan terjadinya penambahan kandungan air tanah. Penambahan ini akan

terhenti setelah kapasitas lapang terpenuhi.

Manfaat secara umum yang dapat diperoleh dari analisis neraca air antara lain:

1. Digunakan sebagai dasar pembuatan bangunan penyimpana dan pembagi air serta

saluran-salurannya. Hal ini terjadi jika hasil analisis neraca air didapat banyak bulan-bulan

yang defisit air.

2. Sebagai dasar pembuatan saluran drainase dan teknik pengendalian banjir. Hal ini terjadi

jika hasil analisis neraca air didapat banyak bulan-bulan yang surplus air.

3. Sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian seperti tanaman

pangan – hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga perikanan.

Daerah aliran sungai merupakan suatu megasistem kompleks yang dibangun atas

sistem fisik (physical systems), sistem biologis (biological systems) dan sistem manusia

(human systems). Setiap sistem dan sub-sub sistem di dalamnya saling berinteraksi.

Dalam proses ini peranan tiap-tiap komponen dan hubungan antar komponen sangat

menentukan kualitas ekosistem DAS. Tiap-tiap komponen tersebut memiliki sifat yang

khas dan keberadaannya tidak berdiri sendiri, melainkan berhubungan dengan

komponen lainnya membentuk kesatuan sistem ekologis (ekosistem). Gangguan

terhadap salah satu komponen ekosistem akan dirasakan oleh komponen lainnya dengan

sifat dampak yang berantai. Keseimbangan ekosistem akan terjamin apabila kondisi

hubungan timbal balik antar komponen berjalan dengan baik dan optimal.

(Kartodihardjo, 2008).

Dari penjabaran judul di atas dapat dijelaskan bahwa maksud dari Potensi Sumber

Daya Air dan Komponen Hidrologi untuk Water Balance dalam DPS adalah

pemanfaatan potensi sumber daya air suatu sungai untuk kegiatan manusia seperti

pertanian , industri ,rumah tangga dll.Misalnya suatu sungai digunakan untuk irigasi ,

irigasi merupakan potensi sumber daya air dari sungai.Ternyata curah hujan antara hulu

dan hilir jauh berbeda dimana bagian hulu merupakan daerah pegunungan dengan curah

hujan yang tinggi sedangkan daerah hilir yang di wakili daerah pertanian merupakan

daerah dengan curah hujan yang rendah.Curah hujan adalah salah satu komponen

hidrologi .Di saat musim penghujan terjadi limpasan atau runoff yang besar ,berarti

perubahan penyimpanan air dalam tanah sudah jenuh.Sedangkan di saat musim kemarau

terjadi kekeringan yang berarti penyimpanan air dalam tanah kecil.Dapat dilihat bahwa

dengan menggunakan persamaan water balance dapat diketahui kapan dan daerah mana

saja yang terjadi surplus maupun defisit air.Data ini kemudian digunakan untuk

perencanaan pengelolaan sumber daya air di sekitar das tersebut secara ruang dan waktu.

148

Lebih lanjut solusi dari masalah ini dapat berupa pembangunan waduk di bagian

tengah sungai untuk menampung air yang besar saat musim penghujan dan juga sebagai

cadangan ketersediaan air saat musim kemarau.Dengan waduk ini maka water balance

atau neraca air dalam das akan seimbang karena air akan terus tersedia sepanjang tahun

sepanjang aliran sungai. Selain itu akan muncul potensi lain dari sumberdaya air ini ,

waduk dapat digunakan untuk pembangkit listrik dan tempat rekreasi.

149

PERSAMAAN WATER BALANCE UNTUK DPS, WATER BODYS &

DIRECT RUN OFF

1.Pengertian Water Balance

Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu

tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air tersebut

kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit). 

Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara jumlah air yang

masuk ke, yang tersedia di, dan yang keluar dari sistem (sub sistem) tertentu. Secara

umum persamaan neraca air dirumuskan dengan :

2.

+ SI O

Secara umum persamaan neraca air dirumuskan dengan :

I = O ± ΔS

dimana : I = masukan (inflow); O = keluaran (outflow)

atau bentuk umum persamaan water balance adalah:

P = Ea + ΔGS + TRO

dengan:

P = presipitasi.

Ea = evapotranspirasi.

ΔGS = perubahan groundwater storage .

TRO = total run off.

Kegunaan mengetahui kondisi air pada surplus dan defisit dapat

mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi, serta dapat pula untuk

mendayagunakan air sebaik-baiknya. 

Manfaat secara umum yang dapat diperoleh dari analisis neraca air antara lain:

1. Digunakan sebagai dasar pembuatan bangunan penyimpanan dan pembagi air serta

saluran-salurannya. Hal ini terjadi jika hasil analisis neraca air didapat banyak bulan-

bulan yang defisit air.

150

2. Sebagai dasar pembuatan saluran drainase dan teknik pengendalian banjir. Hal ini

terjadi jika hasil analisis neraca air didapat banyak bulan-bulan yang surplus air. 

3. Sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian seperti

tanaman pangan – hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga perikanan.

Untuk menyederhanakan system neraca air yang terjadi di lapang maka digunakan

suatu persamaan. Persamaan neraca air yang umum pada suatu lahan pertanian adalah

sebagai berikut :

CH+ I=D+Runoff +ETP+∆ KAT

Dimana:

CH : Curah Hujan

I : Irigasi

D : Drainase

Runoff : Aliran Permukaan

∆KAT : Perubahan kandungan air tanah

Thornhtwaite dan Mather (1957) membuat persamaan yang sederhana menggunakan

input hanya dari curah hujan saja. Pada metode ini semua aliran masuk dan keluar air

serta nilai kapasitas cadangan air tanah pada lokasi dengan kondisi tanaman tertentu

digunakan untuk mendapatkan besarnya kadar air tanah, kehilangan air, surplus, dan

defisit.

3. CH=ETP+∆ KAT +Ro

Dimana:

CH : Curah hujan

ETP : Evapotranspirasi

∆KAT : Perubahan kandungan air tanah

Ro : Aliran Permukaan

Sedangkan persamaan neraca air menurut Chang (1974) sebagai berikut :

4. CH+ I=ETP+∆ KAT+Pc+Ro

CH : Curah Hujan

I : Irigasi

D : Drainase

151

Runoff : Aliran Permukaan

∆KAT : Perubahan kandungan air tanah

Pc : Perkolasi

Prosedur perhitungan neraca air menurut Thornthwaite and Mather (1957)

menggunakan sistem tata buku yaitu dengan membuat sebuah tabel dengan langkah-

langkah sebagai berikut :

1. Mengisi curah hujan (CH)

2. Mengisi kolom evapotranspirasi potensial (ETP)

3. APML (Accumulation of Potensial Water Loss).

Nilai APWL merupakan akumulasi CH-ETP dari waktu ke waktu. Akumulasi air

yang hilang secara potensial ini akan menentukan kandungan air tanah pada saat curah

hujan lebih kecil dari evapotranspirasi potensial.

4. Kadar air tanah.

Kandungan air tanah dapat maksimum pada suatu periode dimana CH-ETP bernilai

positif. Sedangkan apabila CH-ETP bernilai negatif maka kandungan air tanah akan

ditentukan:

AT= KL- TLP

5. dKAT (Perubahan Kandungan Air Tanah)

Perubahan kandungan air tanah merupakan selisih kandungan air tanah antara satu

periode dengan periode sebelumnya secara berurutan.Nilai dKAT yang positif

menunjukkan terjadinya penambahan kandungan air tanah. Penambahan ini akan

terhenti setelah kapasitas lapang terpenuhi.

6. ETA (Evapotranspirasi actual)

Bila curah hujan lebih besar dari nilai evapotranspirasi maka nilai ETA sama dengan

nilai ETP. Namun bila curah hujan jauh lebih kecil dari nilai ETP maka tanah akan

mulai mengering dan ETA menjadi lebih rendah dari nilai potensialnya. Pada kondisi ini

maka nilai ETA akan sama dengan nilai CH+dKAT.

7. Defisit

Defisit berarti berkurangnya air untuk keperluan evapotranspirasi potensial sehingga

defisit air adalah perbedaan atau selisih antara nilai ETP dan ETA. Nilai defisit

152

merupakan jumlah air yang perlu ditambahkan untuk memenuhi keperluan ETP

tanaman.

8. Surplus

Setelah simpan air mencapai kapasitas lapang maka kelebihan curah hujan akan

dihitung sebagai surplus. Air ini merupakan kelebihan setelah air tanah terisi kembali.

Dengan demikian surplus dihitung sebagai nilai curah hujan dikurangi dengan nilai ETP

dan perubahan kadar air tanah (CH-ETP-dKAT)

2.Daerah Pengaliran Sungai (DPS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh

topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dimana presipitasi yang jatuh

di atasnya mengalir melalui titik keluar tertentu (outlet) yang akhirnya bermuara ke

danau atau laut. Batas‐batas alami DAS dapat dijadikan sebagai batas ekosistem alam,

yang dimungkinkan bertumpang‐tindih dengan ekosistem buatan, seperti wilayah

administratif dan wilayah ekonomi.Namun seringkali batas DAS melintasi batas

kabupaten, propinsi, bahkan lintas negara.Suatu DAS dapat terdiri dari beberapa sub

DAS, daerah Sub DAS kemudian dibagi‐bagi lagi menjadi sub‐sub DAS.

Model NRECA {National Rural Electric Cooperative Association) dikembangkan

oleh Norman H. Crowford (USA) pada tahun 1985, merupakan penyederhanaan dari

Stanford Watershed Model IV (SWM). Pada model SWM terdapat 34 parameter

sedangkan NRECA hanya menggunakan 5 parameter. Model ini dapat digunakan untuk

menghitung debit bulanan dari hujan bulanan berdasarkan keseimbangan air di DAS.

Persamaan keseimbangan tersebut adalah sebagai berikut:

Hujan - Evapotranspirasi aktual + Perubahan tampungan = Limpasan.

Model NRECA membagi aliran bulanan menjadi dua, yaitu limpasan langsung

(limpasan permukaan dan bawah permukaan) dan aliran dasar. Tampungan juga dibagi

dua yaitu tampungan kelengasan (moisture storage) dan tampungan air tanah (ground

water storage).

Sisa dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan bersama aliran dasar

bergerak masuk menuju alur sungai. Aliran total yang ada kemudian dikalikan dengan

Luas DAS. Hasil dari perkalian tersebut merupakan keluaran {output) dari model

NRECA yang berupa debit aliran sungai sesuai periode rencana (Badan Litbang

Departemen PU, 1994).

Q = (GF + DRF) x A

153

dengan: A = Luas DAS (km2); DRF = Limpasan Langsung (mm); GF

= Limpasan air tanah (mm)

Pola Aliran Sungai Pola aliran sungai apabila dilihat dari atas tampak menyerupai

beberapa bentuk, seperti menyerupai percabangan pohon (dendritik), segi empat

(rectangular), jari‐jari lingkaran (radial), dan trellis.Pola aliran ini dapat merupakan

petunjuk awal tentang jenis dan struktur batuan yang ada.

a. Pola dendritik : umumnya terdapat pada daerah dengan batuan sejenis dan

penyebaran yang luas, misalnya kawasan yang tertutup endapan sedimen yang terluas

dan terletak pada bidang horizontal, seperti di dataran rendah bagian timur Sumatera

dan Kalimantan.

b. Pola rectangular : Umumnya terdapat di daerah berbatuan kapur, seperti di

kawasan Gunung Kidul, Yogya.

154

c. Pola radial : umumnya dijumpai di daerah lereng gunung berapi, seperti G.

Semeru, G. Ijen, G. Merapi. d. Pola trellis : dijumpai di daerah dengan lapisan sedimen

di daerah pegunungan lipatan, seperti di Sumatera Barat dan Jawa Tengah

3.Water Bodies

Merupakan kumpulan air yang besarnya antara lain bergantung pada relief

permukaan bumi, kesarangan batuan pembendungnya, curah hujan, dsb. Missal sungai,

rawa, danau, laut, dan samudra.

Menurut Wiersum (1979, dalam Lieshout, tanpa tahun) selama siklus atau sub siklus

hidrologi maka air akan mempengaruhi kondisi lingkungan baik secara fisik, kimia

ataupun biologi. Efek fisik akan terlihat selama proses gerakan air sehingga

menimbulkan erosi pada bagian hulu dan sedimentasi pada bagian hilir. Efek kimia

terlihat setelah proses kimiawi antara air yang mengandung bahan larutan tertentu

dengan kimia batuan sehingga batuan tersebut terlapukkan, sedangkan efek biologi

terutama sebagai media transport bagi perpindahan binatang karang serta media bagi

pertumbuhantanaman.

Analisis kuantitatif dari konsep siklus hidrologi dapat didekati dengan dua cara yang

berbeda, yaitu sederhana dan komplek. Pendekatan sederhana berlandaskan pada

persamaan kontinuitas dalam bentuk neraca air atau hidrologi (lihat Persamaan 1)

Inflow = Outflow ± Storage ............................... 1.

Persamaan ini cenderung hanya memperhatikan aliran masuk dan keluar serta

cadangan air tapi tidak memperhatikan proses yang terjadi di antara keduanya, sehingga

dari pandangan konsep mekanistik maka pendekatan pertama kurang sempurna.

Berdasarkan keterbatasan tersebut maka pendekatan kedua yang lebih komplek layak

untuk diperhitungkan. Pendekatan kuantitatif kedua dari siklus hidrologi adalah diawali

dengan pengertian bahwa suatu siklus dibatasi oleh kondisi fisik tertentu seperti DAS

atau sebidang lahan, dan di dalamnya menerima masukan (input), proses, dan keluaran

(output). Masukan (input) mencakup presipitasi dengan berbagai bentuknya. Keluaran

(output) mencakup dua keluaran utama yaitu evaporasi dan limpasan serta bocoran

akifer, sedangkan proses meliputi berbagai transfer air yang terjadi dalam system siklus

tersebut. Pendekatan kedua ini apabila dikaji lebih jauh bentuknya sama dengan

pendekatan pertama yaitu neraca air atau hidrologi, namun prosedur perhitungannya

lebih komplek (lihat Persamaan 2)

P – (Q + ET) ± L = S ............................... 2.

155

dimana:

P=presipitasi total

Q = total limpasan dan aliran sungai termasuk aliran air bumi

ET = total evaporasi dan transpirasi

L = bocoran (leakage) air yang keluar dari system atau bocoran air yang masuk ke dalam

sistem

S = perubahan cadangan air dalam sistem dan dipertimbangkan setiap periode waktu

tertentu

Metode untuk mengukur dan mengestimasi unsur-unsur yang terdapat dalam

Persamaan 1 dan 2. akan dibincangkan lebih jauh dalam kajian atau analisis neraca air

secara khusus, yaitu neraca air lahan, daerah aliran sungai dan global.

4.Direct Runoff

Apabila intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi, maka air hujan yang jatuh akan

menjadi aliran permukaan (surface runoff) dan kemudian menuju sungai atau badan air

terdekat. Aliran permukaan ini juga merupakan salah satu energi yang dapat menggerus

partikel tanah di permukaan dan menyebabkan erosi.Aliran permukaan semakin besar

dengan semakin tingginya intensitas hujan, lereng yang semakin curam, semakin

berkurangnya kekasaran permukaan tanah, dan semakin kecilnya kapasitas infiltrasi.

Komposisi aliran air di dalam sungai terdiri dari aliran permukaan (surface runoff),

aliran bawah permukaan (sub surface runoff), dan aliran air tanah (groundwater). Di

dalam aliran air yang mengalir senantiasa  membawa bahan dan mineral yang dapat larut

dan tidak larut. Bahan yang dibawa aliran air kemudian diendapkan secara selektif.

Untuk menafsirkan secara kuantitatif siklus hidrologi dapat dicapai dengan

persamaan umum yang dikenal dengan persamaan neraca air, yaitu bahwa dalam selang

waktu tertentu, masukan air total pada suatu ruang tertentu harus sama dengan keluran

total ditambah perubahan bersih dalam cadangan (Seyhan, 1993). Neraca hidrologi dari

suatu wilayah dapat ditulis sebagai berikut :

Perolehan (Input) = Keluaran (output) + simpanan

P = (R - G - E - T) + ∆S

dimana : peubah P adalah presipitasi (hujan), R adalah aliran permukaan, G adalah

air tanah, E adalah evporasi, T adalah transpirasi, dan  ∆S adalah perubahan simpanan.

Persamaan inilah yang dikenal sebagai persamaan dasar hidrologi.

156

Persamaan neraca air dapat digunakan untuk menentukan besarnya nilai proses

hidrologi yang tidak diketahui. Misalnya besarnya evapotranspirasi (ET) yang terjadi di

suatu DAS yang besar tidak  diketahui, karena peralatan untuk pengukurannya tidak ada.

Namun data hujan (P), aliran permukaan (R) , air tanah (G) dan simpanan air (S) untuk

DAS tersebut terukur. Dengan demikian besarnya nilai ET dapat ditentukan dengan

mengurangi P dengan R, G, dan S (atau ET = P - R - G - S).

KESIMPULAN

Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu tempat

pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan

(surplus) ataupun kekurangan (defisit).

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh

topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dimana presipitasi yang

jatuh di atasnya mengalir melalui titik keluar tertentu (outlet) yang akhirnya bermuara

ke danau atau laut.

Merupakan kumpulan air yang besarnya antara lain bergantung pada relief permukaan

bumi, kesarangan batuan pembendungnya, curah hujan, dsb. Missal sungai, rawa,

danau, laut, dan samudra.

Apabila intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi, maka air hujan yang jatuh akan

menjadi aliran permukaan (surface runoff) dan kemudian menuju sungai atau badan air

terdekat.

157

PENERAPAN PERMODALAN HUJAN DAN ALIRAN PERMUKAAN

DENGAN METODE RASIONAL

1. Pengertian Metode Rasional

Menurut Wanielista (1990) Metoda Rasional adalah salah satu dari metode tertua dan

awalnya digunakan hanya untuk memprkirakan debit puncak (peak discharge). Ide yang

melatarbelakangi metode rasional adalah jika surah hujan dengan intensitas I terjadi

secara terus menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai

waktu konsentrasi (Tc). Waktu konsentrasi Tc tercapai ketika seluruh bagian DAS telah

memberikan kontribusi aliran di outlet. Laju masukan pada sistem (IA) adalah hasil dari

curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju

masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat Tc dinyatakan sebagai

run off coefficient (C) dengan (0≤C≤I) (Chow, 1988). Hal di atas di ekspresikan dalam

formula rasional sebagai berikut ini (Chow, 1988):

Q=0,277 ×C × I × A

keterangan:

Q : debit puncak (m3/dtk)

C : koefisien run off, tergantung pada karakteristik DAS (tak berdimensi)

I : intensita curah hujan, untuk durasi hujan (D) sama dengan waktu konsentrasi (Tc)

(mm/jam)

A : luas DAS (km2)

konstanta 0,277 : faktor konversi debit puncak ke satuan (m3/detik) (Seyhan, 1990)

Beberapa asumsi dasar untuk menggunakan formula rasional adalah sebagai beriktu

(Wanielista,1990):

a. curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam satu jangka waktu tertentu,

setidaknya sama dengan waktu konsentrasi.

b. limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas

yang tetap, sama dengan waktu konsentrasi.

c. koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan.

d. luas DAS tidak berubah selama durasi hujan.

5.

2. Faktor Debit Puncak Berdasar Metode Rasional

a. Koefisien Limpasan (run off coeffisien) (C)

158

Dalam penghitungan debit banjir menggunakan metode rasional diperlukan data

koefisien limpasan (run off coeffisien). koefisien limpasan adlah rasio jumlah limpasan

terhadap jumlah curah hujan, dimana nilainya tergantung pada teksrtur tanah,

kemiringan lahan, dan jenis penutupan lahan. Pada daerah aliran sungai (DAS) berhutan

dengan tekstur tanah liat berpasir, nilai koefisien limpasan berkisar antara 0,10-0,30.

Pada lahan pertanian dengan tekstur tanah yang sama, nilai koefisien limpasan adalah

0,30-0,50.

a. Intensitas Hujan (I)

Perhitungan debit banjir dengan metode rasional memerlukan data intensitas curah

hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu

kurun waktu di mana air tersebut terkonsentrasi (Loebis, 1992). Intensitas curah hujan

dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam. Durasi adalah lamanya suatu

kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi

pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat lias. Hujan yang meliputi daerah luas,

jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup

panjng. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang

terjadi, apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air ditumpahakan dari langit.

Sri Harto (1993) menyebukan bahwa analisis IDF memerlukan analisis frekuensi

dengan menggunakan sei data yang diperoleh dari rekaman data hujan. Jika tidak

tersedia waktu untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau disebabkan oleh karena

alatnya tidak ada, dapat ditempuh cara-cara empiris dengan menggunakan rumus-rumus

eksperimental seperti rumus Talbot, Mononobe, Sherman dan Ishigura (Suryono dan

Takeda 1993)

Intensitas hujan adalah volume rata-rata curah hujan yang terjadi selama satu unit

waktu (mm/jam). Intensitas hujan juga bisa diekspresikan sebagai intensitas sesaat atau

intensitas rata-rata selama kejadian hujan. Intensitas rata-rata curah hujan secara umum

dirumuskan sebagai berikut:

I= PTd

keterangan: I : intensitas hujan (mm/jam)

P : jumlah hujan (mm)

Td : lama hujan (jam)

Waktu konsentrasi (Tc) dapat dihitung berdasarkan persamaan Kirpich, 1940 dalam

Chow,et.al,1988 sebagai berikut:

159

T c=3,97 × L0,77 × S−0,385

keterangan: Tc : waktu konsentrasi (jam)

L : panjang sungai (km)

S : landai sungai (m/m)

b. Luas DAS (A)

Wilayah sub DAS ditentukan berdasar batas-batas tangkapan hujan dalam peta

topografi skala 1:50.000. Batas dari DAS ditentukan dengan melihat garis batas DAS

dan berdasarkan garis ketinggian dan arah aliran air.

Faktor karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menghasilkan besarnya aliran

permukaan adalah:

Relief (kemiringan lereng).

Infiltrasi.

Vegetasi Penutup

Timbunan permukaan (Kerapatan Aliran).

Perhitungan Koefisien Aliran Permukaan

160

VARIASI DAN KARAKTERISTIK KOEFISIEN RUN OFF TERHADAP

KARAKTERISTIK DPS, KAWASAN TERBANGUN, DAN BELUM

BERKEMBANG

1. Aliran permukaan (run off)

Aliran permukaan (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas

permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Air hujan yang jatuh ke

permukaan tanah ada yang langs ung masuk ke dalam tanah atau disebut air infiltrasi.

Sebagian lagi tidak sempat masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya mengalir di atas

permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah. Ada juga bagian dari air hujan yang telah

masuk ke dalam tanah, terutama pada tanah yang hampir atau telah jenuh, air tersebut ke

luar ke permukaan tanah lagi dan lalu mengalir ke bagian yang lebih rendah. . Aliran air

permukaan yang disebut terakhir sering juga disebut air larian atau limpasan. Bagian

penting dari air larian dalam kaitannya dengan rancang bangun pengendali air larian

adalah besarnya debit puncak, Q (peak flow atau debit air yang tertinggi) dan waktu

tercapainya debit puncak, volume dan penyebaran air larian.

Run Off atau limpasan merupakan sisa air yang keluar dari hujan yang jatuh ke

permukaan dan tidak teresap ke dalam tanah. Sebagian curah hujan yang mencapai

permukaan tanah akan diserap ke dalam tanah, dan sebagian lagi yang tidak teresap akan

menjadi limpasan permukaan. Jumlah yang disimpan didalam tanah tergantung dari

kondisi kandungan kandungan air tanah pada saat presipitasi. Limpasan terjadi saat air

yang sampai ke permukaan tanah melebihi tingkat infiltrasi atau kemampuan tanag

menyerap air. Ketika tingkat infiltrasi dilampaui, maka air mulai menggenang pada

permukaan tanah. Namun setelah tahanan permukaan terlampaui, air mulai mengalir

diatas permukaan tanah san mengumpul di saluran alam .

Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengatuhi limpasan :

a. Intensitas Curah Hujan

Karakteristik hujan memegang peranan penting dalam limpasan yang akan terjadi.

Hujan kecil mungkin akan semuanya terintersepsi oleh tumbuhan atau disimpan tanah.

Hujan deras dengan durasi singkat dapat menyebabkan limpasan yang besar karena

tingkat hujan yang jauh melampaui kemampuan kapasitas infiltrasi.

b. Karakteristik Daerah Pengaliran

161

Karakteristik daerah dimana hujan turun juga berperan penting dalam menentukan

kuantitas limpasan yang akan terjadi. Ukuran dan bentuk daeah pengaliran juga

memegang peranan.

Daerah pengaliran yang panjang dan sempit biasanya memiliki tingkat limpasan yang

lebih rendah dibandingkan daerah pengaliran yang luas

c. Kondisi Topografi daerah pengaliran

Elevasi daerah pengaliran mempunyai hubungan yang penting terhadap curah hujan.

Gradiennya mempunyai hubungan dengan infiltrasi, limpasan permukaan, kelembaban,

dan pengisian air tanah. Gradien daerah pengaliran adalah salah satu faktor yang

mempengaruhi waktu pengalirannya aliran permukaan ( waktu konsentrasi )

d. Kondisi penggunaan lahan ( landuse )

Hidrograf sebuah sungai dipengaruhi oleh kondisi penggunaan lahan dalam daerah

pengaliran itu. Daerah hutan yang ditutupi tumbuh-tumbuhan yang lebat membuat sulit

air menyebabkan limpasan permukaan kare na kapasitas infiltrasi yang besar. Apabila

daerah tersebut dijadikan pemukiman maka kapasitas infiltrasi daerah tersebut akan

turun karena pemampatan permukaan tanah.

Kawasan Terbangun adalah ruang dalam kawasan permukiman yang

mempunyai cirri dominasi penggunaan lahan secara terbangun atau lingkungan binaan

untuk mewadahi kegiatan daerah

2.2 Nilai Koefisien Run Off

Koefisien run off merupakan elemen penting yang berfungsi untuk mengonversikan

curah hujan rata-rata dengan periode ulang tertentu ke dalam intensitas run off puncak

pada frekuensi yang sama. Karena itu, koefisien run off berperan untuk banyak

fenomena kompleks mengenai proses run off. Nilai dari koefisien run off bergantung

pada kelembaban, kemiringan lahan, permukaan lahan, penurunan tampungan,

kelembaban tanah, bentuk area drainase, kecepatan aliran air permukaan, intensitas

hujan, dll. Sekarang ini dipertimbangkan bahwa koefisien run off adalah tetap untuk

jenis drainase tertentu. Pertimbangan inilah yang menyebabkan banyaknya kritik

terhadap metode rasional.

Koefisien limpasan adalah suatu angka yang memberikan pengertian berapa persen

air yang mengalir dari bermacam-macam permukaan akibat terjadinya hujan pada suatu

wilayah, atau perbandingan antara jumlah limpasan yang terjadi dengan jumlah curah

hujan yang ada. Angka ini dikenal dengan koefisien limpasan C. Nilai C yang besar

menunjukan bahwa lebih banyak air hujan yang menjadi limpasn.

162

Hal ini kurang menguntungkan bagi konservasi sumber daya air karena besarnya air

yang menjadiair tanah akan berkurang. Kerugian lainnya adalah semakin besarnya

jumlah air hujan yang menjadi air limpasan, maka ancaman terjadinya erosi dan banjir

menjadi lebih besar. Nilai koefisien ini tergantung pada beberapa faktor yang

mempengaruhi seperti karakteristik dari daerak tangkapan hujan, yang termasuk

didalamnya :

Tata guna lahan tersebut

Relief atau kelandaian daerah tangkapan

Karakteristik daerah, seperti perlindungan vegetasi, jenis penutup permukaan, jenis

ranah dan daerah kedap air .

Tabel 2.2.1 Nilai Koefisien Run Off (C)

TIPE

DAERAH BENTUK LAHAN HARGA C

163

Perumputan

Perdagangan

Perumahan

Tanah pasir datar, 2 %

Tanah pasir, rata-rata 2-7 %

Tanah pasir, curam 7 % Tanah

gemuk, datar 2 % Tanah

gemuk. rata-rata 2-7 % Tanah

gemuk, curam 7 % Daerah

Kota Lama

Daerah Kota Baru Daerah

“single family” “Multi

Unit”, terpisah-pisah

“Multi Unit”, tertutup

“Suburban”

Daerah rumah-rumah apartemen

Daerah ringan

Daerah berat

0,05 – 0,10

0,10 – 0,15

0,15 – 0,20

0,13 – 0,17

0,18 – 0,22

0,25 – 0,35

0,75 – 0,95

0,50 – 0,70

0,30 – 0,50

0,40 – 0,60

0,60 – 0,75

0,25 – 0,40

0,50 – 0,70

0,50 – 0,80

0,60 – 0,90

0,10 – 0,25

0,20 – 0,35

0,20 – 0,40

Sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah Air (Puslitbang Air), 1984

164

Tabel 2.2.2 Nilai Koefisien Run Off (C)

JENIS

TANAH TIPE DAERAH ALIRAN

LOAM

BERPA

LEMPUN

G

LEMPUN

G

Hutan

Padang Rumput /

Semak- semak

Kemirin

gan

0 – 5

%

5 – 10

%

10 – 30 %

Kemiringan

0,

10

0,

25

0,

30

0,

30

0,

35

0,

50

0,40

0,50

0,60

0,40Sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah Air (Puslitbang Air), 1984

2.3 Perhitungan Koefisien Runoff

Koefisien air larian (C) adalah bilangan yang menunjukkan

perbandingan antara besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan.

(dalam suatu DAS)

Air Larian

(mm) C =

–––––––––––––––––

Curah hujan

(mm)

atau

12

C = (di x 86400 x Q) / (P x A)

1

165

Dimana :

di = Jumlah hari dalam bulan ke -i

Q = Debit rata-rata bulanan (m 3/detik) dan 86400 = jumlah detik dalam 24

jam.

P = Curah hujan rata -rata setahun (m/tahun)

A = Luas DAS (m 2)

Misalnya C untuk hutan adalah 0,1 arti nya 10% dari total curah hujan

akan menjadi air larian. Angka C ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan

apakah suatu DAS telah mengalami gangguan fisik. Nilai C yang besar berarti

sebagian besar air hujan menjadi air larian, maka ancaman erosi dan banjir akan besar.

Besaran nilai C akan berbeda -beda tergantung dari tofografi dan penggunaan

lahan. Semakin curam kelerengan lahan semakin besar nilai C lahan tersebut. Nilai

C pada berbagai topografi dan penggunaan lahan bisa dilihat pada table dibawah ini :

Tabel 2.3.1 Nilai C pada berbagai topografi dan penggunaan lahan

Sumber : Dr. Mononobe dalam Suyono S. (1999 )

Harga koefisien run off untuk berbagai daerah:

a) Daerah kota

Tabel 2.3.2 Koefisien Runoff Daerah Kota

166

Kondisi daerah Nilai CPegunungan yang curam 0.75 – 0.90Pegunungan tersier 0.70 – 0.80Tanah bergelombang dan hutan 0.50 – 0.75Tanah dataran yang ditanami 0.45 – 0.60Persawahan yang diairi 0.70 – 0.80Sungai di daerah pegunungan 0.75 – 0.85Sungai kecil di dataran 0.45 – 0.75Sungai dengan tanah dan hutan dibagian atas dan 0,50 – 0,75Sungai besar di dataran 0.50 – 0.75

b) Daerah Desa dengan Luas < 10 km2

Tabel 2.3.3 Koefisien Runoff Daerah Desa

Untuk daerah yang memilki tipe permukaan yang berbeda, koefisien gabungan dapat

dicari dengan memperhitungkan pembagian tiap tipe daerah dalam area tinjauan total,

mengalikan tiap karakterisitk daerah dengan koefisien yang cocok dengan daerah

tersebut, dan menjumlahkan hasil dari tiap semua tipe permukaan. Koefisien yang ada

nantinya adalah untuk mencerminkan kondisi pada akhir periode desain.

KESIMPULAN

Aliran permukaan (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas

permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan

Koefisien run off merupakan elemen penting yang berfungsi untuk

mengonversikan curah hujan rata-rata dengan periode ulang tertentu ke dalam

intensitas run off puncak pada frekuensi yang sama.

Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengatuhi limpasan :

a. Intensitas Curah Hujan

b. Karakteristik Daerah Pengaliran

c. Kondisi Topografi daerah pengaliran

d. Kondisi penggunaan lahan ( landuse )

Nilai koefisien ini tergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti

karakteristik dari daerak tangkapan hujan, yang termasuk didalamnya :

- Tata guna lahan tersebut

- Relief atau kelandaian daerah tangkapan

167

- Karakteristik daerah, seperti perlindungan vegetasi, jenis penutup

permukaan, jenis ranah dan daerah kedap air .

Nilai C yang besar berarti sebagian besar air hujan menjadi air larian, maka

ancaman erosi dan banjir akan besar. Semakin curam kelerengan lahan

semakin besar nilai C lahan tersebut.

168

KARAKTERISTIK INTENSITAS HUJAN TERHADAP DEBIT

PUNCAK

1. Metode Rasional

Menurut Wanielista (1990) metode rasional adalah salah satu dari metode

tertua dan awalnya digunakan hanya untuk memperkirakan debit puncak (peak

discharge). Ide yang melatarbelakangi metode Rasional adalah jika curah hujan

dengan intensitas I terjadi secara terus menerus, maka laju limpasan langsung

akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi (Tc). Waktu konsentrasi Tc

tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan kontribusi aliran di outlet.

Laju masukan pada sistem (IA) adalah hasil dari curah hujan dengan intensitas I

pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju

debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat Tc dinyatakan sebagai run off coefficient

(C) dengan (0 ≤ C ≤ 1) (Chow 1988). Hal di atas diekspresikan dalam formula

Rasional sebagai berikut ini (Chow, 1988) :

Q = 0,277 C I A ……………………………… (1)

Keterangan :

Q : debit puncak (m3/dtk)

C : koefisien run off, tergantung pada karakteristik DAS (tak berdimensi)

I : intensitas curah hujan, untuk durasi hujan (D) sama dengan waktu

konsentrasi (Tc) (mm/jam)

A : luas DAS (km2)

Konstanta 0,277 adalah faktor konversi debit puncak ke satuan (m3/dtk)

(Seyhan, 1990).

Persamaan lain adalah yang dikembangkan oleh Burkli-Ziegler:

Q = C I A [S/A]0,25 ....................................... (2)

dimana:

Q : debit puncak (cfs)

169

C : koefisien limpasan

I : intensitas hujan (inch/jam)

A : luas DAS

S: kemiringan permukaan tanah rata-rata

Beberapa asumsi dasar untuk menggunakan formula Rasional adalah sebagai

berikut (Wanielista 1990) :

a. Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam satu jangka waktu

tertentu, setidaknya sama dengan waktu konsentrasi.

b. Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas

yang tetap, sama dengan waktu konsentrasi.

c. Koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan.

d. Luas DAS tidak berubah selama durasi hujan.

2. Koefisien Limpasan (runoff coeffisien) (C)

Dalam penghitungan debit banjir menggunakan Metode Rasional diperlukan

data koefisien limpasan (runoff coeffisien). Koefisien limpasan adalah rasio

jumlah limpasan terhadap jumlah curah hujan, dimana nilainya tergantung pada

tekstur tanah, kemiringan lahan, dan jenis penutupan lahan. Pada daerah aliran

sungai (DAS) berhutan dengan tekstur tanah liat berpasir, nilai koefisien limpasan

berkisar antara 0,10 – 0,30. Pada lahan pertanian dengan tekstur tanah yang

sama, nilai koefisien limpasan adalah 0,30 – 0,50. Dalam tulisan ini data

koefisien limpasan disesuaikan dengan kondisi lapangan seperti pada Tabel 2.1

Tabel 2.1

Kondisi

daerah

Nilai

CPegunungan yang curam 0.75 –

0.90Pegunungan tersier 0.70 –

0.80Tanah bergelombang dan hutan 0.50 –

0.75Tanah dataran yang ditanami 0.45 –

0.60Persawahan yang diairi 0.70 –

0.80Sungai di daerah pegunungan 0.75 –

0.85Sungai kecil di dataran 0.45 –

0.75

170

Sungai besar di dataran 0.50 –

0.75

3. Intensitas hujan (I)

Perhitungan debit banjir dengan metode rasional memerlukan data intensitas

curah hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi

pada suatu kurun waktu di mana air tersebut terkonsentrasi (Loebis 1992).

Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam. Durasi

adalah lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada

umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak

sangat luas. Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas

tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari

intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila

terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit.

Sri Harto (1993) menyebutkan bahwa analisis IDF memerlukan analisis

frekuensi dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman data hujan.

Jika tidak tersedia waktu untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau

disebabkan oleh karena alatnya tidak ada, dapat ditempuh cara-cara empiris

dengan mempergunakan rumus-rumus eksperimental seperti rumus Talbot,

Mononobe, Sherman dan Ishigura (Suyono dan Takeda 1993).

Rumus Monobe

I=R24

24(24

t)2/3

Dimana

I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam)

t = lamanya curah hujan (jam)

R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

Rumus Talbot

I=at+b

a=[ I . t ] [ I2 ]−[ I 2 .t ] [ I ]N [ I2 ]−[ I ] [ I ]

b=[ I ] [ I .t ]−N [ I 2 .t ]N [I 2 ]−[ I ] [ I ]

171

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

t = lamanya curah hujan (jam)

a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya curah hujan yang terjadi di

daerah aliran

Rumus Ishguro

I=a

√ t+b

a=[ I .√ t ] [I 2 ]−[ I 2 .√t ] [ I ]N [ I2 ]−[ I ] [ I ]

b=[ I ] [ I .√t ]−N [ I 2 .√ t ]N [I 2 ]−[ I ] [ I ]

Rumus Sherman

I = a/tn

Loq a = Σ(loq I) x Σ(loq t)2 – Σ(loq t x loq I) x Σ(loq t)

n x Σ(loq t)2 – Σ(loq t) x Σ(loq t) x Σ(loq t)

n = Σ(loq I) x Σ(loq t) – n x Σ(loq t x loq I)

n x Σ(loq t)2 – Σ(loq t) x Σ(loq t)

Intensitas hujan adalah volume rata-rata curah hujan yang terjadi selama satu

unit waktu (mm/jam). Intensitas hujan juga bisa diekspresikan sebagai intensitas

sesaat atau intensitas rata-rata selama kejadian hujan. Intensitas rata-rata curah

hujan secara umum dirumuskan sebagai berikut :

i= PT d ………………………………………… (2)

Keterangan : i = intensitas hujan (mm/jam)

P = jumlah hujan (mm)

Td = lama hujan (jam)

Waktu konsentrasi (Tc) dapat dihitung berdasarkan persamaan Kirpich, 1940

dalam Chow, et. al, 1988 sebagai berikut.

Tc = 3,97*L0.77*S-0.385 …………….…………….. (3)

172

Keterangan :

Tc = waktu konsentrasi (jam);

L = panjang sungai (km);

S = landai sungai (m/m).

Contoh Soal

Pe r h it un g a n deb it pun c a k ( Qp )

Suatu daerah dengan luas 250 ha memiliki koefisien runoff

(C=0,35), intensitas hujan terbesar (ip= 0,75 mm/jam). Hitung debit air

larian puncak (m3/dt) ?

Pemecahan :

Qp = 0,0028 C I A

= 0,0028 . 0,35 . 0,75 . 250 m 3/dt

= 0.18 m3/dt

KESIMPULAN

Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu

kurun waktu di mana air tersebut terkonsentrasi. Intensitas curah hujan

dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam.

Dilihat dari rumus Q = 0,277 C I A, dimana Q adalah debit puncak, C adalah

koefisien , dimana Q adalah debit puncak, C adalah koefisien run off, I intensitas

curah hujan, dan A adalah luas daerah aliran sungai, maka besarnya intensitas

hujan akan berbanding lurus dengan besarnya debit puncak.

173

TUJUAN PERENCANAAN UNTUK MENGEMBANGKAN SDA

1. Sejarah Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air di Indonesia

Kebijakan pembangunan infrastruktur di Indonesia telah dimulai sejak masa

Hindia-Belanda, terutama untuk sektor sumber daya air dengan dikeluarkannya

Peraturan Umum tentang Air (Algemeene Water Reglement (AWR) pada tahun

1936 dan Algemeene Waterbeheersverordening pada tahun 1937) dan diikuti

dengan Peraturan Air tingkat Propinsi Provinciale Water Reglement (Jawa Timur

dan Jawa Barat) pada tahun 1940. Pada masa setelah kemerdekaan, peraturan

yang ditetapkan sejalan dengan UUD 1945.

Pembangunan infrastruktur secara menyeluruh selanjutnya dimulai dengan

disusunnya Rencana Pembangunan Lima Tahun – I (REPELITA I)  periode

1968/1969 – 1973/1974 termasuk sektor sumber daya air, transportasi, dan listrik.

Pembangunan infrastruktur dilaksanakan secara cepat selama pelaksanaan

REPELITA I hingga VI. Pembangunan infrastruktur di sektor sumber daya air

telah berhasil meningkatkan produksi pangan hingga mencapai swasembada

pangan pada tahun 1980. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, telah

dikembangkan juga infrastruktur pengairan dan sanitasi terutama sejak

pelaksanaan REPELITA III. Namun demikian, pembangunan tidak dapat

mengimbangi pertumbuhan penduduk dimana cakupan pelayanan hanya dapat

mencapai sekitar 55% dari jumlah penduduk di Indonesia.

Mengingat pengembangan sumber daya air di Indonesia selalu mengalami

peningkatan dan perubahan dari waktu ke waktu, maka dari itu sangat diperlukan

untuk melakukan pengembangan dan peningkatan sektor sumber daya air baik

dari segi kebijakan, peraturan dan perundang-undangan, aspek kelembagaan,

maupun pelaksanaan di lapangan. Hal tersebut perlu diintegrasikan dengan

paradigm pembangunan nasional dan pembangunan sumber daya air secara

keseluruhan.

Dengan meningkatnya permintaan masyarakat untuk sumber daya air baik

secara kuantitas maupun kualitas, maka dapat mendorurng untuk penguatan nilai

ekonomi sumber daya air dibandingkan dengan nilai sosial dan berpotensi untuk

terjadi konflik kepentingan antar sector, antar wilayah dan antar berbagai pihak

yang terkait sumber daya air. Pengelolaan sumber daya air yang lebih

174

mempertimbangkan nilai ekonomi akan cenderung untuk memberikan manfaat

yang lebih banyak kepada kepentingan penguatan ekonomi dan akan

mengesampingkan kepentingan sosial dan pemenuhan kebutuhan dasar

masyarakat terhadap air. Hal ini akan menjadi kerugian bagi kelompok

masyarakan yang tidak mampu bersaing karena rendahnya kemampuan ekonomi,

bahkan akan menyebabkan hak dasar setiap orang untuk mendapatkan air tidak

dapat dipenuhi. Mengingat sumber daya air merupakan sumber kehidupan,

pemerintah wajib melindungi kepentingan kelompok masyarakat berkemampuan

ekonomi rendah untuk mendapatkan sumber daya air secara adil dengan

menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya air yang mampu

menyeimbangkan antara nilai sosial dan nilai ekonomi sumber daya air.

2. Status dan Karakteristik Sumber Daya Air di Indonesia

Secara umum, sektor sumber daya air di Indonesia menghadapi permasalahan

jangka panjang terkait dengan pengelolaan dan tantangan investasi , yang akan

mempengaruhi pembangunan ekonomi negara dan menyebabkan berkurangnya

keamanan pangan, kesehatan masyarakat dan kerusakan lingkungan. Pada tingkat

kebijakan dan pelaksanaan, Indonesia menghadapi beberapa permasalahan

spesifik seperti sebagai berikut:

a.       Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan dalam perspektif

ruang dan waktu. Indonesia yang terletak di daerah tropis merupakan negara

kelima terbesar di dunia dalam hal ketersediaan air. Namun, secara alamiah

Indonesia menghadapi kendala dalam memenuhi kebutuhan air karena distribusi

yang tidak merata baik secara spasial maupun waktu, sehingga air yang dapat

disediakan tidak selalu sesuai dengan kebutuhan, baik dalam perspektif jumlah

maupun mutu.

b.      Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumber

daya air, baik air permukaan maupun air tanah. Kerusakan lingkungan yang

semakin luas akibat kerusakan hutan secara signifikan telah menyebabkan

penurunan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam menahan dan

menyimpan air. Hal yang memprihatinkan adalah indikasi terjadinya proses

percepatan laju kerusakan daerah tangkapan air. Kelangkaan air yang terjadi

cenderung mendorong pola penggunaan sumber air yang tidak bijaksana, antara

lain pola eksploitasi air tanah secara berlebihan sehingga mengakibatkan

175

terjadinya penurunan permukaan dan kualitas air tanah, intrusi air laut, dan

penurunan permukaan tanah

c.       Menurunnya kemampuan penyediaan air. Berkembangnya daerah

permukiman dan industri telah menurunkan area resapan air dan mengancam

kapasitas lingkungan dalam menyediakan air. Pada sisi lain, kapasitas

infrastruktur penampung air seperti waduk dan bendungan makin menurun

sebagai akibat meningkatnya sedimentasi, sehingga menurunkan keandalan

penyediaan air untuk irigasi maupun air baku. Kondisi ini diperparah dengan

kualitas operasi dan pemeliharaan yang rendah sehingga tingkat layanan

prasarana sumber daya air menurun semakin tajam.

d.      Meningkatnya potensi konflik air. Sejalan dengan meningkatnya jumlah

penduduk dan kualitas kehidupan masyarakat, jumlah kebutuhan air baku bagi

rumah tangga, permukiman, pertanian maupun industri juga semakin meningkat.

Pada tahun 2003, secara nasional kebutuhan air mencapai 112,3 miliar meter-

kubik dan diperkirakan pada tahun 2009 kebutuhan air akan mencapai 117,7

miliar meter-kubik. Kebutuhan air yang semakin meningkat pada satu sisi dan

ketersediaan yang semakin terbatas pada sisi yang lain, secara pasti akan

memperparah tingkat kelangkaan air.

Untuk peningkatan sumber daya air di Indonesia, masih banyak diperlukan

pembangunan bendungan, waduk, dan sistim jaringan irigasi yang handal untuk

menunjang kebijakan ketahanan pangan pemerintah. Di samping itu untuk

menjamin ketersediaan air baku, tetap perlu dilakukan normalisasi sungai dan

pemeliharaan daerah aliran sungai yang ada di beberapa daerah. Pemeliharaan

dan pengembangan Sistem Wilayah Sungai tersebut didekati dengan suatu

rencana terpadu dari hulu sampai hilir yang dikelola secara profesional. Untuk itu

perlu dikembangkan teknologi rancang bangun Bendungan Besar, Bendung

Karet, termasuk terowongan, teknologi Sabo, sistem irigasi maupun rancang

bangun pengendali banjir.

Saat ini terdapat beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang memiliki peran

penting dalam penyediaan sumber air sebagian telah mengalami kerusakan yaitu

62 DAS rusak dari total 470 DAS, sehingga mengakibatkan menurunnya nilai

kemanfaatan air sehubungan penurunan fungsi daerah tangkapan dan resapan air.

Saat ini jaringan irigasi terbangun mencapai 6,77 juta ha (1,67 juta ha belum

176

berfungsi), dan jaringan irigasi rawa 1,8 juta ha yang berfungsi untuk mendukung

Program Ketahanan Pangan Nasional.

Namun di sisi lain perkembangan fisik wilayah telah memberikan dampak

pada terjadinya alih fungsi lahan pertanian sekitar 35 ribu ha per tahun.

KESIMPULAN

Infrastruktur dan dampaknya terhadap lingkungan adalah konsumsi terhadap

sumberdaya (energi, air,bahan dan lahan) selama konstruksi dan operasi.

Pengurangan emisi sebagai limbah dari sampah, gas rumah kaca, dan sebagainya

perlu dipertimbangkan untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.

Dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air, pemerintah sebagai

regulator perlu mensosialisasikan pentingnya pelaksanaan pembangunan dengan

mempertimbangkan faktor lingkungan sehingga dapat tercapai efisiensi baik dari

sisi ekonomi maupun ekologi. Hal ini perlu dipertimbangkan mengingat eskalasi

harga minyak dunia akan mempengaruhi harga bahan bangunan. Di sisi lain,

kekhawatiran terhadap peningkatan limbah material bangunan sejalan dengan

pemahaman masyarakat mengenai pembangunan berbasis lingkungan. Pada

akhirnya, pelaksanaan konstruksi perlu menekan sebanyak mungkin efek terhadap

polusi air, udara, dan suara.

Pemanfaatan bahan bangunan yang ramah terhada lingkungan perlu didukung

semaksimal mungkin, dengan perhatian khusus dan insentif terhadap harga pasar.

Penggunaan tidak hanya didasarkan pada material buatan manufaktur, tetapi perlu

juga mempertimbangkan material alami.

Penguatan masyarakat perlu ditingkatkan untuk mendukung pembangunan

infrastruktur berbasis eco-efficient. Indonesia telah menerapkan pembangunan

partisipatif untuk meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat pada

pembangunan, operasi dan pemeliharaan infrastruktur perdesaan.

177

PERENCANAAN UNTUK PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR

SUMBER DAYA AIR : TAHAPAN PERENCANAAN DAN

PENGAMBILAN DATA

STATUS PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA

Sejarah Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air di Indonesia

Kebijakan pembangunan infrastruktur di Indonesia telah dimulai sejak masa

Hindia-Belanda, terutama untuk sektor sumber daya air dengan dikeluarkannya

Peraturan Umum tentang Air (Algemeene Water Reglement (AWR) pada tahun

1936 dan Algemeene Waterbeheersverordening pada tahun 1937) dan diikuti

dengan Peraturan Air tingkat Propinsi Provinciale Water Reglement (Jawa Timur

dan Jawa Barat) pada tahun 1940. Pada masa setelah kemerdekaan, peraturan

yang ditetapkan sejalan dengan UUD 1945.

Pembangunan infrastruktur secara menyeluruh selanjutnya dimulai dengan

disusunnya Rencana Pembangunan Lima Tahun – I (REPELITA I)  periode

1968/1969 – 1973/1974 termasuk sektor sumber daya air, transportasi, dan listrik.

Pembangunan infrastruktur dilaksanakan secara cepat selama pelaksanaan

REPELITA I hingga VI. Pembangunan infrastruktur di sektor sumber daya air

telah berhasil meningkatkan produksi pangan hingga mencapai swasembada

pangan pada tahun 1980. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, telah

dikembangkan juga infrastruktur pengairan dan sanitasi terutama sejak

pelaksanaan REPELITA III. Namun demikian, pembangunan tidak dapat

mengimbangi pertumbuhan penduduk dimana cakupan pelayanan hanya dapat

mencapai sekitar 55% dari jumlah penduduk di Indonesia.

Mengingat pengembangan sumber daya air di Indonesia selalu mengalami

peningkatan dan perubahan dari waktu ke waktu, maka dari itu sangat diperlukan

untuk melakukan pengembangan dan peningkatan sektor sumber daya air baik

dari segi kebijakan, peraturan dan perundang-undangan, aspek kelembagaan,

maupun pelaksanaan di lapangan. Hal tersebut perlu diintegrasikan dengan

paradigma pembangunan nasional dan pembangunan sumber daya air secara

keseluruhan.

Dengan meningkatnya permintaan masyarakat untuk sumber daya air baik

secara kuantitas maupun kualitas, maka dapat mendorurng untuk penguatan nilai

178

ekonomi sumber daya air dibandingkan dengan nilai sosial dan berpotensi untuk

terjadi konflik kepentingan antar sector, antar wilayah dan antar berbagai pihak

yang terkait sumber daya air. Pengelolaan sumber daya air yang lebih

mempertimbangkan nilai ekonomi akan cenderung untuk memberikan manfaat

yang lebih banyak kepada kepentingan penguatan ekonomi dan akan

mengesampingkan kepentingan sosial dan pemenuhan kebutuhan dasar

masyarakat terhadap air. Hal ini akan menjadi kerugian bagi kelompok

masyarakan yang tidak mampu bersaing karena rendahnya kemampuan ekonomi,

bahkan akan menyebabkan hak dasar setiap orang untuk mendapatkan air tidak

dapat dipenuhi. Mengingat sumber daya air merupakan sumber kehidupan,

pemerintah wajib melindungi kepentingan kelompok masyarakat berkemampuan

ekonomi rendah untuk mendapatkan sumber daya air secara adil dengan

menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya air yang mampu

menyeimbangkan antara nilai sosial dan nilai ekonomi sumber daya air.

Status dan Karakteristik Sumber Daya Air di Indonesia

Secara umum, sektor sumber daya air di Indonesia menghadapi permasalahan

jangka panjang terkait dengan pengelolaan dan tantangan investasi , yang akan

mempengaruhi pembangunan ekonomi negara dan menyebabkan berkurangnya

keamanan pangan, kesehatan masyarakat dan kerusakan lingkungan. Pada tingkat

kebijakan dan pelaksanaan, Indonesia menghadapi beberapa permasalahan

spesifik seperti sebagai berikut:

a.       Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan dalam perspektif

ruang dan waktu. Indonesia yang terletak di daerah tropis merupakan negara

kelima terbesar di dunia dalam hal ketersediaan air. Namun, secara alamiah

Indonesia menghadapi kendala dalam memenuhi kebutuhan air karena distribusi

yang tidak merata baik secara spasial maupun waktu, sehingga air yang dapat

disediakan tidak selalu sesuai dengan kebutuhan, baik dalam perspektif jumlah

maupun mutu.

b.      Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumber

daya air, baik air permukaan maupun air tanah. Kerusakan lingkungan yang

semakin luas akibat kerusakan hutan secara signifikan telah menyebabkan

penurunan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam menahan dan

menyimpan air. Hal yang memprihatinkan adalah indikasi terjadinya proses

percepatan laju kerusakan daerah tangkapan air. Kelangkaan air yang terjadi

179

cenderung mendorong pola penggunaan sumber air yang tidak bijaksana, antara

lain pola eksploitasi air tanah secara berlebihan sehingga mengakibatkan

terjadinya penurunan permukaan dan kualitas air tanah, intrusi air laut, dan

penurunan permukaan tanah

c.       Menurunnya kemampuan penyediaan air. Berkembangnya daerah

permukiman dan industri telah menurunkan area resapan air dan mengancam

kapasitas lingkungan dalam menyediakan air. Pada sisi lain, kapasitas

infrastruktur penampung air seperti waduk dan bendungan makin menurun

sebagai akibat meningkatnya sedimentasi, sehingga menurunkan keandalan

penyediaan air untuk irigasi maupun air baku. Kondisi ini diperparah dengan

kualitas operasi dan pemeliharaan yang rendah sehingga tingkat layanan

prasarana sumber daya air menurun semakin tajam.

d.      Meningkatnya potensi konflik air. Sejalan dengan meningkatnya jumlah

penduduk dan kualitas kehidupan masyarakat, jumlah kebutuhan air baku bagi

rumah tangga, permukiman, pertanian maupun industri juga semakin meningkat.

Pada tahun 2003, secara nasional kebutuhan air mencapai 112,3 miliar meter-

kubik dan diperkirakan pada tahun 2009 kebutuhan air akan mencapai 117,7

miliar meter-kubik. Kebutuhan air yang semakin meningkat pada satu sisi dan

ketersediaan yang semakin terbatas pada sisi yang lain, secara pasti akan

memperparah tingkat kelangkaan air.

e.       Kurang optimalnya tingkat layanan jaringan irigasi. Jaringan irigasi

terbangun di Indonesia berpotensi melayani 6,77 juta hektar sawah. Dari jaringan

irigasi yang telah dibangun tersebut diperkirakan sekitar 1,67 juta hektar, atau

hampir 25 persen, masih belum atau tidak berfungsi. Untuk jaringan irigasi rawa,

hanya sekitar 0,8 juta hektar (44 persen) yang berfungsi dari 1,80 juta hektar yang

telah dibangun. Selain penurunan keandalan layanan jaringan irigasi, luas sawah

produktif beririgasi juga makin menurun karena alih fungsi lahan menjadi non-

pertanian terutama untuk perumahan

f.       Makin meluasnya abrasi pantai. Perubahan lingkungan dan abrasi pantai

mengancam keberadaan lahan produktif dan wilayah pariwisata. Selain itu, abrasi

pantai pada beberapa daerah perbatasan dapat menyebabkan bergesernya garis

perbatasan dengan negara lain. Dengan demikian di wilayah-wilayah tersebut,

pengamanan garis pantai mempunyai peran strategis dalam menjaga keutuhan

180

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Zona Ekonomi

Eksklusif (ZEE) Indonesia

g.      Lemahnya koordinasi, kelembagaan, dan ketatalaksanaan. Perubahan

paradigma pembangunan sejalan dengan semangat reformasi memerlukan

beberapa langkah penyesuaian tata kepemerintahan, peran masyarakat, peran

BUMN/BUMD, dan peran swasta dalam pengelolaan infrastruktur sumber daya

air. Penguatan peran masyarakat, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, dan swasta

diperlukan dalam rangka memperluas dan memperkokoh basis sumber daya.

Meskipun prinsip-prinsip dasar mengenai hal tersebut telah diatur dalam Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, namun masih

diperlukan upaya tindak lanjut untuk menerbitkan beberapa produk peraturan

perundangan turunan dari undang-undang tersebut sebagai acuan operasional.

Pada aspek institusi, lemahnya koordinasi antarinstansi dan antardaerah otonom

telah menimbulkan pola pengelolaan sumber daya air yang tidak efisien, bahkan

tidak jarang saling berbenturan. Pada sisi lain, kesadaran dan partisipasi

masyarakat, sebagai salah satu prasyarat terjaminnya keberlanjutan pola

pengelolaan sumber daya air, masih belum mencapai tingkat yang diharapkan

karena masih terbatasnya kesempatan dan kemampuan.

h.      Rendahnya kualitas pengelolaan data dan sistem informasi. Pengelolaan

sumber daya air belum didukung oleh basis data dan sistem informasi yang

memadai. Kualitas data dan informasi yang dimliki belum memenuhi standar

yang ditetapkan dan tersedia pada saat diperlukan. Berbagai instansi

mengumpulkan serta mengelola data dan informasi tentang sumber daya air,

namun pertukaran data dan informasi antar instansi masih banyak mengalami

hambatan. Masalah lain yang dihadapi adalah sikap kurang perhatian dan

penghargaan akan pentingnya data dan informasi

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA

Pengembangan Infrastruktur Sumber Daya Air

Untuk peningkatan sumber daya air di Indonesia, masih banyak diperlukan

pembangunan bendungan, waduk, dan sistim jaringan irigasi yang handal. Di

samping itu untuk menjamin ketersediaan air baku, tetap perlu dilakukan

normalisasi sungai dan pemeliharaan daerah aliran sungai yang ada di beberapa

daerah. Pemeliharaan dan pengembangan Sistem Wilayah Sungai tersebut

didekati dengan suatu rencana terpadu dari hulu sampai hilir yang dikelola secara

181

profesional. Untuk itu perlu dikembangkan teknologi rancang bangun Bendungan

Besar, Bendung Karet, termasuk terowongan, teknologi Sabo, sistem irigasi

maupun rancang bangun pengendali banjir.

Saat ini terdapat beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang memiliki peran

penting dalam penyediaan sumber air sebagian telah mengalami kerusakan yaitu

62 DAS rusak dari total 470 DAS, sehingga mengakibatkan menurunnya nilai

kemanfaatan air sehubungan penurunan fungsi daerah tangkapan dan resapan air.

Saat ini jaringan irigasi terbangun mencapai 6,77 juta ha (1,67 juta ha belum

berfungsi), dan jaringan irigasi rawa 1,8 juta ha. Namun di sisi lain perkembangan

fisik wilayah telah memberikan dampak pada terjadinya alih fungsi lahan

pertanian sekitar 35 ribu ha per tahun.

Pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Air

Indonesia telah melakukan langkah maju dalam pelaksanaan Kebijakan

Pengelolaan Sumber Daya Air secara terpadu (Integrated Water Resources

Management – IWRM) yang menjadi perhatian dunia internasional untuk

meningkatkan pengelolaan sumber daya air dalam mencapai kesejahteraan umum

dan pelestarian lingkungan. Sejalan dengan konsep IWRM yang berkembang di

forum internasional, beberapa tindakan telah diambil di tingkat nasional dan

daerah dalam rangka reformasi kebijakan sumber daya air.

Reformasi dalam pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu tindakan

penting untuk mengatasi pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan

konservasi sumber daya alam. Dalam pelaksanaannya, telah diterbitkan beberapa

kebijakan antara lain diberlakukannya Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang

Sumber Daya Air (UU SDA) yang sejalan dengan prinsip-prinsip IWRM.

Undang-undang ini bertujuan untuk pelaksanaan pengelolaan sumber daya air

secara menyeluruh, berkelanjutan, dan melalui pendekatan terbuka sehingga

memberikan pilihan bagi masyarakat bisnis dan organisasi non-pemerintah untuk

berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumber

daya air terpadu.

Undang-Undang Sumber Daya Air menyatakan visi, misi, dan prinsip-prinsip

pengelolaan sumber daya air di Indonesia, sebagai dasar untuk pelaksanaan

IWRM. Visi untuk pengelolaan sumber daya air berdasarkan UU SDA adalah

“Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan

lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang

182

berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” (Pasal 3 UU SDA).

Untuk menjalankan visi tersebut, telah diidentifikasi lima misi pengelolaan

sumber daya air, yaitu: 1) konservasi sumber daya air, 2) pendayagunaan sumber

daya air; 3) pengendalian daya rusak air; 4) pemberdayaan dan peningkatan peran

masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah; dan 5) perbaikan data dan informasi

yang ketersediaan dan transparansi. Selanjutnya, dalam rangka untuk mencapai

misi tersebut, pengelolaan sumber daya air dilaksanakan berdasarkan prinsip-

prinsip harmoni, kesetaraan, kesejahteraan umum, integritas, keadilan, otonomi,

transparansi dan akuntabilitas

Pelaksanaan Pengelolaan Irigasi

Indonesia telah memulai untuk melaksanakan reformasi terhadap kebijakan

pengelolaan irigasi sejak diterapkannya Kebijakan Operasi dan Pemeliharaan

Irigasi (Irrigation Operation and Maintenance Policy – IOMP) pada tahun 1987.

Upaya reformasi tersebut merupakan respon terhadap kurangnya pembiayaan,

kapasitas kelembagaan dan institusi, permasalahan kinerja yang dihadapi

Pemerintah dalam rangka menjaga irigasi yang keberlanjutan.

Pada tahun 1999, pemerintah menerapkan kebijakan baru yang disebut

Reformasi Kebijakan Pengelolaan Irigasi karena pelaksanaan IOMP tahun 1987

tidak sesuai dengan yang diharapkan dan krisis moneter yang terjadi pada tahun

1997 telah mendorong pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan pelayanan

publik termasuk untuk pengelolaan irigasi. Kedua kebijakan tersebut telah

membuka ruangan yang lebih besar dan menuntut peran utama petani untuk

pengelolaan irigasi melalui Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Penerapan

kedua kebijakan tersebut memberlakukan kembali komitmen pemerintah untuk

perubahan pengelolaan irigasi dari dominasi institusi pemerintah menjadi bentuk

baru dalam pengaturan kelembagaan yang mengedepankan kerjasama antara

pemerintah dengan petani. Sebagai bentuk baru pengaturan kelembagaan,

diperlukan penguatan P3A dan kerjasama yang berkesinambungan menjadi

agenda penting dalam perubahan pengelolaan irigasi.

Pada tahun 2006, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20

Tahun 2006 tentang Irigasi sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang No 7

tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. PP tentang irigasi tersebut mendorong

Pembangunan dan Pengelolaan Sistem Irigasi parisipatif (PPSIP) sebagai

pelaksanaan irigasi berbasis partisipasi petani mulai, perencanaan, pengambilan

183

keputusan, dan pelaksanaan kegiatan pada tahap pembangunan, peningkatan,

operasi dan pemeliharaan, serta rehabilitasi untuk menjaga pemanfaatan air dalam

bidang pertanian berdasarkan prinsip partisipatif, kesetaraan, kesejahteraan

umum,  keadilan, otonomi, transparansi dan akuntabilitas, serta berwawasan

lingkungan.

Pengelolaan sistem irigasi partisipatif melibatkan semua pihak yang

berkepintingan dengan mengedepankan kepentigan dan peran serta petani.

Pelaksaannnya difasilitasi oleh Pemerintah tingkat Pusat, Provinsi, maupun

Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya dan memberikan bantuan sesuasi

dengan yang dibutuhkan oleh P3A dengan tetap memperhatikan prinsip

kemandirian.

Pemberdayaan dan pendayagunaan kelembagaan pengelolaan irigasi perlu

dilakukan untuk menjamin pengelolaan irigasi. Kelembagaan pengelolaan irigasi

tersebut meliputi instansi pemerintah, perkumpulan petani pemakai air (P3A), dan

komisi irigasi. Perkumpulan petani pemakai air dibentuk secara demokratis pada

setiap daerah layanan/petak tersier atau desa dan dapat membentuk gabungan

perkumpulan petani pemakai air (GP3A) pada daerah layanan/blok sekunder,

gabungan beberapa blok sekunder, atau satu daerah irigasi. Selain itu perlu

dibentuk juga induk perkumpulan petani pemakai air (IP3A) pada daerah

layanan/blok primer, gabungan beberapa blok primer, atau satu daerah irigasi.

Sementara itu, Komisi Irigasi dibentuk untuk mewujudkan keterpaduan

pengelolaan sistem irigasi pada setiap provinsi dan kabupaten/kota.

PERENCANAAN, PELAKSANAAN KONSTRUKSI, OPERASI DAN

PEMELIHARAAN INFRASTRUKTUR SUMBER DAYA AIR

Pengelolaan sumber daya air, atau konkritnya infrastruktur sumber daya air

memiliki siklus (life-cycle) yang kerap disingkat dengan akronim SIDLAKOM

(Survai, Investigasi, Design, land Acquisition, Konstruksi, Operation dan

Maintenance) secara umum adalah meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan

konstruksi, operasi dan pemeliharaan.

1. Perencanaan

Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun untuk menghasilkan sebagai

pedoman dan arahan dalam pelaksanaan konservasi sumber daya air, dan

pengendalian daya rusak air. Rencana pengelolaan sumber daya air merupakan

salah satu unsur dalam penyusunan, peninjauan kembali, dan/atau

184

penyempurnaan tata ruang wilayah. Perencanaan pengelolaan sumber daya air

disusun sesuai dengan prosedur dan persyaratan melalui tahapan yang ditetapkan

dalam standar perencanaan yang berlaku secara nasional yang mencakup

inventarisasi sumber daya air. Inventarisasi sumber daya air dilakukan pada setiap

wilayah sungai di seluruh wilayah Indonesia, secara terkoordinasi oleh pengelola

sumber daya air. Penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air dilaksanakan

secara terkoordinasi oleh instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya

dengan mengikutsertakan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya

air dan masyarakat. Instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya

mengumumkan secara terbuka rancangan pengelolaan sumber daya air kepada

masyarakat. Masyarakat berhak menolak rancangan pemgelolaan sumber daya air

dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kondisi setempat.

2. Pelaksanaan Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan

Pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air dilakukan berdasarkan

norma, standar, pedoman, dan manual (NSPM) dengan memanfaatkan teknologi

dan sumber daya lokal serta mengutamakan keselamatan, keamanan kerja, dan

keberlanjutan fungsi ekologis sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Setiap orang atau badan usaha dilarang melakujkan kegiatan pelaksanaan

konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada NSPM.

Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air serta operasi dan

pemeliharaan prasarana sumber daya air.

Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air dilakukan oleh

pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau pengelola sumber daya air sesuai

dengan kewenangannya untuk menjamin kelestarian fungsi dan manfaat sumber

daya air.

Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data yang dilakukan dalam perencanaan untuk

pengembangan infrastruktur sumber daya air.

Metodenya antara lain dengan cara:

1. Metode literatur yaitu suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan data

dengan mengumpulkan, mengidentifikasi, mengolah data.

185

2. Metode observasi yaitu metode yang digunakan untuk mendapatkan data

dengan cara melakukan survey langsung ke lokasi. Hal ini sangat diperlukan

untuk mengetahui kondisi lokasi sebenarnya.

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SUMBER DAYA AIR YANG

BERKELANJUTAN

Pembangunan berkelanjutan sangat memperhatikan optimalisasi manfaat

sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan cara menyelaraskan aktivitas

manusia dengan kemampuan sumber daya alam untuk menopangnya. Komisi

dunia untuk lingkungan dan pembangunan mendefinisikan pembangunan

berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa

mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang.

Tujuan pembangunan berkelanjutan yang bermutu adalah tercapainya standar

kesejahteraan hidup manusia yang layak, sehngga tercapai taraf kesejahteraan

masyarakat secara menyeluruh. Taraf kesejahteraan ini diusahakan dicapai

dengan menjaga kelestarian lingkungan alam serta tetap tersediannya sumber

daya yang diperlukan. Salah satu konsep terkait dengan pembangunan yang

memperhatikan dampak terkecil dari kerusakan lingkungan tetapi menghasilkan

manfaat yang optimal adalah kosep Eco-Efficiency.

Konsep Eco- Efficiency

Eco-efficiency untuk pertama kalinya dipromosikan dalam The World

Business Council on Sustainable Development (WBCSD) sebagai konsep bisnis

untuk memperbaiki kinerja ekonomi dan kondisi lingkungan pada setiap

perusahaan. Eco-efficiency telah dipertimbangkan dengan memperhitungkan

penghematan sumber daya dan pencegahan polusi dari industri manufaktur

sebagai pemicu untuk inovasi dan daya saing di semua jenis perusahaan. Pasar

uang juga mulai mengenali nilai eco-efficiency karena banyak perusahaan yang

menerapkan eco-efficiency dapat menghasilkan performa yang lebih baik secara

finansial.

Menurut Tamlyn, pengertian eco-efficiency perlu memperhatikan dampak

lingkungan meliputi pertimbangan ekologi dan ekonomi yang merupakan strategi

untuk mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan nilai produksi. Dengan

mempertimbangkan hal-hal tersebut maka akan terdapat upaya untuk mengurangi

dampak lingkungan namun dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun

186

hal yang penting untuk dicatat adalah terjadinya hubungan yang memberikan

peluang untuk saling berubah secara posistif antara satu dengan yang lainnya.

WBCSD telah mengidentifikasi 7 (tujuh) elemen yang dapat digunakan dalam

menjalankan bisnis perusahaan untuk meningkatkan eko-efisiensi proses

bisnisnya yaitu: 1) mengurangi penggunaan bahan baku; 2) mengurangi

penggunaan energi; 3) mengurangi limbah beracun dari hasil produksi; 4)

meningkatkan kemampuan daur ulang; 5) memaksimalkan penggunaan energi

terbarukan; 6) memperpanjang daya tahan produk; dan 7) meningkatkan

intensitas layanan.

Indikator eco-efficiency pada tingkat penrusahaan dapat diterapkan untuk

mengukur seberapa besar tingkat efisiensi sumberdaya yang digunakan dalam

suatu usaha. Misalnya seberapa besar sumber daya energi, air dan bahan baku

utama yang digunakan untuk mentransformasikan menjadi produk yang layak

jual. WBCSD menyarankan agar menggunakan ratio antara nilai produk atau jasa

per pengaruh lingkungan. Dari pernyataan WBCSD tersebut selanjutanya oleh

Fuse, Horikoshi, Y.Kumai dan Taniguchi, dalam penerapannya disebut sebagai

faktor eco-efficiency yang dapat diformulasikan dalam bentuk persamaan sebagai

berikut:

Keterkaitan Eco-Efficiency dengan Infrastruktur Sumber Daya Air

Eco-efficient dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air merupakan

upaya untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan yang disebabkan

oleh kegiatan konstruksi, dalam hal ini adalah konstruksi infrastruktur sumber

daya air yang memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam

penerapan eco-efficiency, bahan baku yang digunakan perlu mempertimbangkan

berasal dari dalam negeri. Hal ini akan mengurangi biaya pengiriman bahan baku

sehingga akan lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar, yang pada akhirnya

dapat mengurangi emisi karbon. Pemanfaatan bahan bangunan dan teknologi

ramah lingkungan perlu disosialisasikan dan dilaksanakan secara optimal untuk

mengurangi dampak kerusakan ekologis dalam pembangunan infrastruktur

sumber daya air, serta operasi dan pemeliharaannya.

187

3. Penerapan Eco-Efficiency dalam Pembangunan Infrastruktur Sumber

Daya Air

Dalam rangka penerapan konsep eco-efficiency dalam pembangunan

infrastruktur sumber daya air, Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya

yang dijelaskan di bawah ini:

Konservasi Sumber Daya Air

Konservasi sumber daya air dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia

dilatarbelakangi pada beberapa hal sebagai berikut:

Perlunya keseimbangan kebutuhan air saat ini dan di masa mendatang

Penggunaan persediaan air yang ditampung pada saat musim hujan

untuk digunakan pada musim kemarau

Meningkatkan ketersediaan air tanah

Perbandingan infrastruktur skala besar dengan infrastruktur skala kecil

Kebijakan Pemerintah Indonesia: peningkatan embung yang dikelola

oleh petani di perdesaan dan daerah pertanian.

Berdasarkan pengalaman, Pemerintah Indonesia saat ini mencoba untuk

meminimalkan dampak pembangunan infrastruktur sumber daya air melalui

pembangunan skala mikro yang meningkatkan partisipasi masyarakat untuk

mendukung konsep ramah lingkungan. Dengan partisipasi masyarakat, biaya

operasi dan pemeliharaan dapat lebih efisien dan anggaran dapat dikurangi.

Perbandingan dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air ditampilkan

dalam tabel berikut.

Tabel 1:  Perbandingan Bendungan dan Embung

Kriteria BendunganField Reservoir

(Embung)

Fungsi Jangka Panjang Jangka Pendek

Investasi Tinggi Rendah/Moderat

Partisipasi

MasyarakatRendah Tinggi

Dampak Sosial Tinggi Rendah/Moderat

Kapasitas Besar Kecil/Medium

Dampak

LingkunganResiko Tinggi

Ramah

Lingkungan

188

Sebagai tambahan pengembangan waduk dan embung, pemerintah juga

mendorong konservasi sumber daya air lainnya yang memberikan lebih banyak

pada peningkatan air tanah dan penguranan limpasan air permukaan. Konservasi

sumber daya air yang diperkenalkan oleh Handojo (2008) dapat dibagi menjadi

konservasi di hulu, tengah dan hilir sungai wilayah.

Daerah Hulu (Parit resapan)

1. Parit resapan merupakan penampungan air sementara untuk menampung

limpasan air permukaan supaya terserap ke dalam tanah.

2. Fungsi dari parit resapan tersebut adalah untuk mengurangi air limpasan,

menyaring polutan, dan meningkatkan pengisian ulang air tanah.

3. Parit resapan dibuat dengan kedalaman kurang dari 1 m dan lebar 80 cm.

Parit dapat diisi dengan kerikil atau dikominasikan dengan pipa.

Gambar 45 Parit Resapan di Daerah Hulu

Daerah Tengah (Embung resapan)

1. Membuat embung resapan: efektif dengan pendekatan keteknikan yang

ringan, berdasarkan pada proses alami untuk mengantisipasi banjir dan

kekeringan.

2.      Menyediakan waktu untuk air dapat terserap

3.      Menampung air hujan yang dapat digunakan saat musim kemarau

4.      Meningkatkan kualitas air

189

Gambar 46 Embung Resapan di Daerah Tengah

Daerah hilir (Sumur resapan)

1. Membangun sumur resapan.

2. Meningkatkan pengisian kembali air tanah.

3. Sebagai upaya untuk mengatasi ekstrasi air tanah yang akan

mengakibatkan penurunan tanah.

4. Berkontribusi dalam mengurangi limpasan air permukaan.

Gambar 47 Sumur Resapan di Daerah Hilir

KESIMPULAN

Infrastruktur dan dampaknya terhadap lingkungan adalah konsumsi terhadap

sumberdaya (energi, air,bahan dan lahan) selama konstruksi dan operasi.

Pengurangan emisi sebagai limbah dari sampah, gas rumah kaca, dan sebagainya

perlu dipertimbangkan untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.

Dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air, pemerintah sebagai

regulator perlu mensosialisasikan pentingnya pelaksanaan pembangunan dengan

mempertimbangkan faktor lingkungan sehingga dapat tercapai efisiensi baik dari

sisi ekonomi maupun ekologi. Di sisi lain, kekhawatiran terhadap peningkatan

limbah material bangunan sejalan dengan pemahaman masyarakat mengenai

190

pembangunan berbasis lingkungan. Pada akhirnya, pelaksanaan konstruksi perlu

menekan sebanyak mungkin efek terhadap polusi air, udara, dan suara.

Pemanfaatan bahan bangunan yang ramah terhadap lingkungan perlu didukung

semaksimal mungkin, dengan perhatian khusus dan insentif terhadap harga pasar.

Penggunaan tidak hanya didasarkan pada material buatan manufaktur, tetapi perlu

juga mempertimbangkan material alami.

191

KAJIAN LINGKUNGAN

1. KAJIAN LINGKUNGAN STRATEGIS

PENGERTIAN KLHS

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) atau Strategic Environmental

Assesment (SEA) adalah suatu alat bantu untuk mengatasi persoalan lingkungan

hidup dengan melakukan sebuah langkah/tindakan dalam menuntun,

mengarahkan, dan menjamin efek negatif terhadap lingkungan dan keberlanjutan

dipertimbangkan dalam Kebijakan, Rencana, dan Program tata ruang dalam

mengatasi persoalan lingkungan hidup.

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah sebuah tindakan strategil

dalam menuntun, mengarahkan, dan menjamin efek negatif terhadap lingkungan

dan keberlanjutan dipertimbangkan dalam KRP tata ruang. Posisinya berada pada

relung pengambilan keputusan. Oleh karena siklus dan bentuk pengambilan

keputusan dalam perencanaan tata ruang tidak selalu gamblang, maka manfaat

KLHS bersifat khusus bagi masing masing RTRW. KLHS bisa menentukan

substansi RTRW, bisa memperkaya proses penyususnan dan evaluasi keputusan,

bisa dimanfaatkan sebagai instrumen metodologis pelengkap (komplementer)

atau tambahan (suplementer) dari penjabaran RTRW atau kombinasi beberapa

atau semua fungsi-fungsi diatas.

Berdasarkan uraian tersebut, maka diperlukan suatu instrumen yang nantinya

dapat dipergunakan untuk memastikan aspek lingkungan telah terintegrasi dalam

penyusunan tata ruang. Instrumen tersebut saat ini dikenal dengan nama Kajian

Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Dimana KLHS ini sesuai dengan Pertauan

Menteri Lingkungan Hidup No. 27 Tahun 2009 adalah sebuah proses

mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan

hidup dalam pengambilan keputusan terhadap kebijakan, rencana,atau program

(KRP).

KLHS diperlukan untuk memastikan bahwa prinsp pembangunan

berkelanjutan telah menjadi dasar dan integrasi dalam kebijakan, rencana, da

/atau program RTRW suatu daerah. Apabila dalam KRP RTRW tersebut

pertimbangan – pertimbangan lingkungan belum diperhitungkan atau dimasukan,

adalah fungsi KLHS untuk melakukan perbaikan dalam kerangka pikir

perencanaan tata ruang wilayah. Hal ini dilakukan untuk mengatasi atau

192

meminimalisasi persoalan lingkungan hidup yang berdampak akan terjadi akibat

KRP RTRW suatu daerah tersebut.

2. MODEL PENDEKATAN / KELEMBAGAAN KLHS

UNEP (2002) dan Sadler (2005) mengidentifikasi adanya 4 model

pendekatan.kelembagaan KLHS, antara lain :

1. KLHS dengan kerangka dasar AMDAL (EIA Mainframe)

KLHS dalam model ini secara formal ditetapkan sebagai bagian dari

peratuaran perundangan AMDAL atau melalui peraturan lain namun memiliki

prosedur yang terkait dengan AMDAL

2. KLHS sebagai kajian penilaian keberlanjutan lingkunga (Environmental

Appraisal Style)

KLHS model ini menggunakan proses yang terpisan dengan sistem AMDAL.

Prosedur dan pendekatannya telah dimodifikasi hingga memiliki karakteristik

sebagai penilaian lingkungan.

3. KLHS sebagai kajian terpadu atau penilaian keberlanjutan (Integrated

Assesment/Sustainability Appraisal)

KLHS ditempatkan sebagai bagian dari kajian yang lebih luas untuk

menilai/menganalisis dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup secara

terpadu. Banyak pihak menempakan model ini bukan sebagai KLHS melainkan

Kajian Terpadu untuk Jaminan Keberlanjutan (ISA)

4. KLHS sebagai pendekatan untuk pengelolaan berkelanjutan sumberdaya

alam (Susainable Resource Management)

KLHS diaplikasikan dala kerangka pembangunan berkelanjutan dan

dilaksanakan sebagai bagian tak terpisahkan dari hierarki sistem perencanaan

penggunaan lahan dan sumberdaya alam serta sebagai bagian dari strategi spesifk

pengelolaan sumberdaya alam.

3. DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN HIDUP

Permasalahan Pengelolaan Sumberdaya Air di Pulau Jawa

Kebutuhan Air Semakin Meningkat

Meskipun Indonesia termasuk 10 negara di dunia yang mempunyai sumber

daya air besar, hal itu tidak menjamin akses terhadap sumber daya tersebut secara

mudah dapat diperoleh. Masalahnya, krisis air di Indonesia merupakan masalah

193

kronis karena hampir selalu terjadi setiap tahun. Penyebabnya karena distribusi

ketersediaan air di Indonesia tidak merata.  Pulau Jawa tergolong pulau yang

kritis air (water stress area) dimana setiap penduduk di Jawa hanya terpenuhi

kebutuhan airnya dalam satu tahun sebesar 1.750 meter kubik per kapita. Suatu

wilayah masuk dalam kategori kritis air karena pemenuhan kebutuhan airnya

sudah di bawah 2.000 meter kubik per kapita per tahun yang dipersyaratkan.

2.2.2 Perubahan Penutupan Lahan

Hasil penafsiran citra  landsat tahun 2005, hutan alam di pulau Jawa tinggal

lebih kurang 400.000 hektar, sedangkan total penutupan lahan oleh vegetasi

(hutan, perkebunan, mangrove dan lain-lain) hanya mencapai 21 persen sehingga

lebih rendah dari yang disyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007

tentang Penataan Ruang, yaitu setiap Daerah Aliran Sungai (DAS) minimal 30

persen harus berupa hutan dan pada daerah perkotaan 30 persennya berupa Ruang

Terbuka Hijau (RTH). Luas penutupan sawah tinggal 2,63 juta hektar (20,8

persen) yang dalam kurun waktu 15 tahun telah terjadi penurunan luas sawah

sebesar 7 persen.

Perubahan alih fungsi lahan di Jawa memang tidak dapat di hindari terkait

dengan tekanan jumlah penduduk dan tuntutan kebutuhan kehidupan yang terus

meningkat. Upaya moratorium alih fungsi lahan misalanya melalui Instruksi

Presiden tentang pelarangan konversi lahan irigasi teknis tidak sepenuhnya

berhasil, malah dalam kenyataan sebaliknya terutama terjadi di daerah hinterland

perkotaan. Hasil perhitungan Jejak ekologi menunjukkan daya dukung lahan di

semua provinsi di jawa sudah terlampaui yaitu baik menggunakan standar

kebutuhan lahan sangat sederhana (0,256 hektar/kapita), atau dengan standar

kebutuhan lahan sedang (0,78 hektar/kapita).

Banjir dan Kekeringan dalam Siklus Hidrologi

Dalam siklus hidrologi sering terjadi dua hal yang ekstrim yitu kekeringan dan

banjir. Untuk memahami keadaan kedua ekstrim tersebut diperlukan pemahaman

bagaimana air dapat disimpan dengan baik didalam maupun dipermukaan tanah

dan bagaimana agar siklus air bekerja secara alamiah. Beberapa faktor yang

menjadi penyebab banjir, ternyata bukan hanya disebabkan karena curah hujan

yang tinggi, akan tetapi juga diakibatkan karena kondisi iklim global yang

194

menyebabkan naiknya air laut, sehingga air hujan tidak dapat mengalir dengan

lancar ke laut.

Musim kemarau utamanya di Pulau Jawa selalu mengalami kekeringan dan

kesulitan air. Jumlah wilayah yang menderita kekeringan dari tahun ketahun

terlihat semakin meningkat dan meluas. Hal ini diakibatkan tidak hanya oleh

rusaknya lingkungan di daerah tangkapan air, akan tetapi juga diakibatkan oleh

pesatnya pembangunan fisik serta rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam

penggunaan air yang tidak diikuti dengan upaya menjaga dan melestarikan

sumber daya air.

Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika setidaknya terdapat 30 kabupaten

yang mengalami kesulitan air, dan tergolong parah adalah yaitu di 13 kabupaten

di provinsi Jawa Timur, 12 kabupaten di Jawa Tengah, 3 di Jawa Barat,  2 di DI.

Yogyakarta, dan 2 kabupaten di provinsi Banten. Sedangkan menurut data BPS

tahun 2000, desa yang rawan air bersih meliputi desa-desa di kabupaten Serang,

Tangerang, Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu, Cirebon, Garut, Sukabumi,

Grobogan, Demak, Blora, Rembang, Brebes, Wonogiri dan Cilacap.

Penurunan Kualitas Air

Penggundulan hutan yang semakin lama semakin ke arah hulu sungai

membuat kemampuan DAS menyerap air berkurang. Jumlah air permukaan yang

mengalir menjadi lebih banyak. Dengan menggunakan istilah run off coefficient,

yaitu jumlah air yang mengalir dibanding jumlah air hujan yang turun sebagai

indikasi dari rusaknya hutan. Curah hujan yang tidak merata sepanjang tahun,

kondisi DAS yang rusak dapat dikendalikan dengan pembangunan saluran irigasi.

Namun, kondisi prasarana irigasi yang dibangun pemerintah serta waduk dan

saluran irigasi banyak yang rusak parah. Dari total jaringan irigasi di pulau Jawa

seluas 3,28 juta hektar, 379,761 ribu hektar rusak. Kerusakan sebesar lebih dari

10 persen ini amat mengganggu. Upaya untuk menyeimbangkan debit maksimum

dan minimum rasionya  dapat dilakukan dengan pembangunan waduk. Hujan

yang jatuh di hulu karena kondisi DAS rusak semua mengalir ke bawah,

ditampung waduk yang pada musim kemarau dapat sebagai cadangan air untuk

irigari, air baku, dan kebutuhan lainnya.

Pencemaran Air

195

Pencemaran air pada umumnya diakibatkan oleh kegiatan manusia. Besar

kecilnya pencemaran akan tergantung dari jumlah dan kualitas limbah yang

dihasilkan. Sampah organik yang dibuang ke sungai menyebabkan berkurangnya

jumlah oksigen terlarut, karena sebagian besar digunakan bakteri untuk proses

pembusukannya. Apabila sampah anorganik yang dibuang ke sungai, cahaya

matahari dapat terhalang dan menghambat proses fotosintesis dari tumbuhan air

dan alga, yang menghasilkan oksigen. Penggunaan deterjen secara besar-besaran

juga meningkatkan senyawa fosfat pada air sungai atau danau. Fosfat ini

merangsang pertumbuhan ganggang dan eceng gondok. Pertumbuhan ganggang

dan eceng gondok yang tidak terkendali menyebabkan permukaan air danau atau

sungai tertutup sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari dan

mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis.

Kerusakan Pesisir dan Pantai

Secara ekologis berpotensi sebagai perlindungan terhadap wilayah pesisir dan

pantai dari ancaman sedimentasi, abrasi, dan intrusi air laut. Kawasan mangrove

di pantai utara Jawa Tengah pada umumnya tergolong rusak berat dan rusak

sedang dengan luas masing-masing 43.903 hektar dan 32.502 hektar. Penyebab

kerusakan adalah terjadinya alih fungsi hutan mangrove menjadi perumahan,

tambak, polusi laut, reklamasi, serta kawasan wisata pantai.  Potensi kawasan

mangrove di wilayah DKI Jakarta saja pada tahun 1939 tercatat 1.210 hektar, saat

sekarang tercatat tinggal 310,50 hektar. Dari potensi luasan tersebut, 168 hektar

diantaranya berada di pantai Jakarta, meliputi: (a) kawasan Hutan Lindung (44,0

hektar), Suaka Alam (25,0 hektar), dan hutan wisata mangrove (99,0 hektar).

Kerusakan lingkungan yang dialami wilayah pesisir utara Pulau Jawa, makin

lama makin parah, penyebabnya adalah terjadinya abrasi, pengikisan daratan oleh

air laut. Diperparah lagi, tanaman bakau dan terumbu karang yang menjadi

pertahanan pantai utara ikut hancur. Akibat abrasi berbagai infrastruktur rusak,

lingkungan hancur, ekosistem berubah. Dan  secara sosial ekonomi juga

menciptakan bencana terhadap penduduk. Pencemaran industri dan abrasi yang

jadi penyebabnya. Bencana alam di daerah itu, seperti rob dan pencemaran

lingkungan semakin tak terelakkan. Sekitar 84 kilometer bibir pantai di bagian

utara Jawa Tengah mengalami kerusakan akibat abrasi yang melanda kawasan

pesisir. Panjang bibir pantai utara Jawa Tengah  yang mencapai 441 kilometer,

membanting dari wilayah Brebes hingga Rembang, telah mengalami kerusakan

196

4. PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN

HIDUP

Pencegahan, Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup

Instrumen pencegahan kerusakan lingkungan hidup terdiri atas : (1) KLHS; (2)

Tata ruang; (3) Baku mutu lingkungan hidup; (4) Kriteria baku kerusakan

lingkungan hidup; (5) Amdal; (6) UKL-UPL; (7) Perizinan; (8) Instrumen

ekonomi lingkungan hidup; (9) Peraturan perundang-undangan berbasis

lingkungan hidup; (10) Anggaran berbasis lingkungan hidup; (11) Analisis risiko

lingkungan hidup; (12) Audit lingkungan hidup; (13) Instrumen lain sesuai

dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi

dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan,

rencana, dan/atau program, maka sesuai amanat UU No. 32 tahun 2009 bahwa

Pemerintah dan Pemerintah Daerah diwajibkan untuk membuat Kajian

Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Adapun dalam KLHS sedikitnya harus

memuat :

(1)   Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

(2)   Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;

(3)   Kinerja layanan/jasa ekosistem;

(4)   Efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam;

(5)   Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim;

(6)   Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.

Penanggulangan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup

Penanggulangan kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup adalah

upaya untuk menghentikan meluas dan meningkatnya kerusakan dan atau

pencemaran lingkungan hidup serta dampaknya.

197

Gambar 2. Tahapan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup

Pemulihan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup

Pemulihan kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup adalah upaya

untuk mengembalikan fungsi hutan dan atau lahan yang berkaitan dengan

kebakaran hutan dan atau lahan sesuai dengan daya dukungnya, adapun upaya

pemulihan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

Gambar 3. Tahapan

Pemulihan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup

Pemeliharaan Lingkungan Hidup

Pemeliharaan lingkungan hidup adalah upaya yang dilakukan untuk menjaga

pelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya penurunan atau

kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perbuatan manusia.

Pemeliharaan  lingkungan hidup dilaksanakan melalui konservasi dan pencadangan

sumberdaya alam serta pelestarian fungsi atmosfer. Konservasi sumberdaya alam

meliputi kegiatan pencadangan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari

sumberdaya alam. Pencadangan sumberdaya alam merupakan sumberdaya alam

yang tidak dapat dikelola dalam kurun waktu tertentu. Pelsetarian sumberdaya

alam meliputi upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, perlindungan lapisan

ozon, dan perlindungan terhadap hujan asam.

5. KONSEP KLHS DALAM PERENCANAAN TATA RUANG

Efektivitas KLHS sebagai instrumen pengelolaan LH menuju pembangunan

berkelanjutan karena kajian lingkungan tersebut dilaksanakan pada tahap awal

proses pengambilan keputusan perencanaan pembangunan. Pada tahap awal ini

198

terdapat berbagai alternatif yang belum tertutup oleh keputusan tertentu. Dengan

demikian, sebuah studi dampak lingkungan atas KRP memberi kesempatan untuk

memasukkan aspek LH dalam proses perencanaan pada tahap sangat awal

sehingga dapat sepenuhnya memprakirakan dampak lingkungan potensial,

termasuk yang bersifat kumulatif jangka panjang dan sinergistik, baik pada

tingkat lokal, regional, nasional maupun global (Lee dan Walsh, 1992;

Partidario, 1996; Annandale dan Bailey, 1999; Therivel, 2004).

Dengan kata lain, KLHS bergerak di bagian hulu dari suatu proses

pengambilan keputusan, yaitu KRP. Untuk memudahkan pemahaman KLHS,

berikut ini adalah definisi KLHS yang digunakan sebagai acuan. Definisi serupa,

tapi berbeda perspektif dan penekanannya dapat dilihat sebagai berikut:

“SEA is a systematic process for evaluating the environmental consequences

of proposed policy,plan, or program initiatives in order to ensure they are fully

included and appropriately addressed at the earliest appropriate stage of

decision-making on par with th economic and social considerations” (Sadler dan

Verheem, 1996).

Definisi tersebut menunjukkan bahwa Skala sasaran kajian KLHS lebih luas

daripada instrumen pengelolaan LH lain, misalnya AMDAL karena analisis

dampak KRP mempunyai implikasi dampak lebih luas/makro. Selain itu, KLHS

fokusnya adalah pada tataran konsep dan bukan pada tataran disain teknis yang

bersifat fisik. Yang terakhir ini menjadi tekanan/fokus studi AMDAL.

Kata “stratejik” dalam KLHS menjadi kata kunci yang membedakan antara

instrumeninstrumen pengelolaan lingkungan yang telah dilaksanakan dan

instrumen KLHS. Istilah “stratejik” dalam konteks KLHS secara umum dapat

diartikan secara konseptual berkaitan dengan “akar” permasalahan yang harus

menjadi fokus kajian lingkungan yang dilakukan, yaitu proses dan hasil

pengambilan keputusan. Pengertian “stratejik” dalam KLHS pada umumnya

berasosiasi dengan tiga hal berikut (Partidario, 1994):

1. strategis dalam konteks pengambilan keputusan;

2. keberlanjutan proses pengambilan keputusan, yaitu proses penyempurnaan

KRP secara terusmenerus;

199

3. fokus pada manfaat hasil keputusan, merujuk pada beragamnya alternatif

pilihan KRP dalam proses perencanaan pembangunan yang bersifat

“strategis”.

Pertanyaannya adalah: pilihan KRP apa yang mungkin dilakukan untuk

menangani satu persoalan khusus atau kebutuhan yang spesifik?; konsekuensi

lingkungan apa yang akan terjadi sebagai respons dari pilihan tersebut?, dan

pilihan KRP mana yang dari segi lingkungan terbaik? Jawaban

pertanyaanpertanyaan ini jauh lebih penting (dari kepentingan lingkungan)

daripada menunjukkan rencana kegiatan yang akan dilakukan, kemudian

mempertanyakan: dampak lingkungan apa yang akan terjadi? Kasus yang terakhir

adalah pola pendekatan yang dilakukan dalam AMDAL.

CONTOH PENERAPAN KLHS DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA

AIR

Sebagai instrumen baru, belum banyak pemerintah daerah yang sudah

menyusun KLHS. Salah satu daerah yang sudah memiliki dokumen KLHS adalah

Provinsi DIY. Penyusunan KLHS di DIY diinisiasi dan selanjutnya

dikoordinasikan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH). BLH DIY merencanakan

KLHS dibagi untuk tiga kawasan berdasarkan homogenitas sifat fisik dan

keterkaitan isu. Ketiga kawasan tersebut adalah Kartamantul dengan isu

sumberdaya air, Gunungkidul dengan isu pengelolaan kawasan karst, serta

Kulonprogo dengan isu bencana longsor. Salah satu KLHS yang sudah disusun

adalah KLHS untuk Kartamantul , dimana Penulis juga terlibat dalam

penyusunannya.

KLHS Kartamantul dengan fokus pada konservasi sumberdaya air didasari

pada kenyataan perkembangan wilayah Sleman sbagai kawasan

penyangga sudah mengkhawatirkan dari sisi konservasi. Perubahan tata guna lahan

cukup tinggi dan cenderung meningkat. Perubahan tertinggi adalah konversi dari

lahan pertanian ke lahan terbangun. Perubahan tersebut sebagian besar terjadi

untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti untuk permukiman, pendidikan,

wisata dan tempat peristirahatan. Pada akhirnya perubahan tersebut telah

mengurangi fungsi konservasi. Di sisi lain, wilayah tengah yaitu Kota Yogyakarta

merupakan pusat perekonomian berupa perdagangan, jasa, dan industri dan

menjadi tempat tujuan bagi warga Kabupaten Sleman (kawasan hulu) dan

200

warga Kabupaten Bantul (kawasan hilir) untuk mencari rejeki. Dengan demikian

terjadi hubungan timbal balik yang saling membutuhkan antara kawasan utara

(hulu), tengah dan selatan (hilir).

Sebagaimana paparan di atas permasalahan lingkungan hidup paling krusial

untuk Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta adalah

sektor sumberdaya air. Secara garis besar dibutuhkan kebijakan komprehensif

dan holistik untuk pengelolaan sumberdaya air di ketiga wilayah tersebut.

Oleh karena itu, KLHS ini akan berfokus pada aspek kebijakan pengelolaan

sumberdaya air atau dapat dikatakan KLHS ini termasuk tipe kombinasi

sektoral-kebijakan.

Hasil KLHS telah mengidentifikasi banyak isu spesifik terkait sumberdaya air,

baik dari aspek lingkungan fisik, kebijakan dan kelembagaan, tata ruang, ekonomi,

dan sosial kependudukan. Kompleksitas isu tersebut mencakup lintas wilayah,

lintas sektor, dan lintas kelembagaan. Untuk mengurai atau mencari benang merah

dalam rangka menentukan solusi permasalahan, diperlukan langkah yang sifatnya

prioritatif dan memiliki cakupan komprehensif dan holistik. Langkah tersebut

merupakan representasi dari pelingkupan isu-isu yang ada. Pelingkupan isu yang

dilakukan diarahkan pada bagaimana kebijakan yang seharusnya diputuskan untuk

meminimalisasi isu utama tersebut. Pelingkupan isu sumberdaya air di Kabupaten

Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul antara lain adalah :

a. Konversi lahan pertanian ke lahan terbangun

b. Kurang optimalnya penataan dan pengendalian ruang

c. Belum ada kebijakan khusus untuk pengelolaan sumberdaya air Kabupaten

Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul

d. Kurangnya sarana peresapan air hujan

e. Kurangnya monitoring pencemaran airtanah dan air sungai

f. Kesadaran sosial dan budaya terhadap lingkungan kurang dan belum tergerak

masif

Alternatif kebijakan yang direkomendasikan untuk pengelolaan lingkungan dan

sumberdaya air di Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul adalah

sebagai berikut :

a. Kebijakan koordinasi tata ruang

b. Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang

c. Kebijakan pengembangan sarana peresapan atau penangkapan air hujan

201

d. Kebijakan pengendalian pencemaran air

e. Kebijakan partisipasi sosial budaya

Kebijakan-kebijakan di atas perlu dirincikan, baik substansi, mekanisme, dan

siapa yang bertanggungjawab. Kajian mendalam perlu dilakukan, seperti dalam

valuasi ekonomi dan penentuan prioritas kebijakan dari multi kriteria yang ada.

Kebijakan-kebijakan tersebut tidak harus berdiri sendiri dan merupakan produk

baru. Akan lebih efektif jika bersifat mengevaluasi atau melengkapi yang sudah

ada serta dapat tercakup dalam beberapa kebijakan saja. Yang perlu diperhatikan

lagi adalah realistis dan optimal tanpa mengurangi hal yang ideal. Siapa, apa, dan

bagaimana merupakan kunci manajerial kebijakan tersebut. Hal ini merupakan

rambu-rambu atau pijakan bagi kelanjutan pelaksanaan KLHS agar tetap fokus

dan berkesinambungan. Kunci penting lainnya adalah sistem pengelolaan yang

adaptif terhadap dinamika, sehingga setiap ada perubahan tidak membutuhkan

kajian yang lama lagi, melainkan tinggal updating data dan koordinasi untuk

penyikapan kebijakan.

Hasil akhir dalam KLHS adalah bagaimana pengelolaan dan pemantauannya.

KLHS merekomendasikan pengelolaan Kartamantul kaitannya dengan konservasi

airtanah. Kawasan Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul

dapat dibagi dalam 3 (tiga) kriteria kawasan konservasi resapan air yang wajib

untuk dipertahankan dan ditingkatkan yaitu:

1. Kawasan Sangat Intensif

Merupakan kawasan air tanah tanah sekaligus kawasan lindung untuk resapan air

dimana perubahan lahan dari non terbangun menjadi terbangun sebaiknya tidak

dilakukan lagi

2.  Kawasan Intensif

Merupakan kawasan konservasi air tanah sekaligus kawasan budidaya pertanian

lahan basah dan kering dimana untuk konservasi air tanahnya dilakukan dengan sangat

membatasi perubahan lahan dari non terbangun menjadi terbangun dan diarahkan untuk

pengembangannya secara vertikal.

3.  Kawasan Restorasi

Merupakan kawasan konservasi air tanah sekaligus sebagai kawasan

pengembangan lahan terbangun, karena fokusnya pada pengembangan lahan terbangun

maka koservasi air tanah yang dilakukan di kawasan ini lebih banyak bersifat mekanis

202

seperti biopori, sumur resapan dan teknologi lain yang bisa dilakukan untuk infiltrasi

air tanah.

Ancaman terhadap konservasi airtanah paling besar adalah konversi lahan yang

tinggi. Oleh karena itu perlu prioritas pengendalian pemanfaatan ruangdalam rangka

pengendalian laju konversi lahan. Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang dan

pembangunan adalah sebagai berikut :

1) Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang didasarkan pada arahan-arahan yang

tercantum dalam RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota, RTRK, RDTRK, dan

RTBL;

2) Pengendalian pemanfaatan ruang meliputi sistem kegiatan, pemanfaatan ruang

publik dan privat, ketentuan teknis bangunan, berbagai sektor kegiatan, sistem

prasarana wilayah serta fasilitas dan utilitas kawasan;

3) Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui kegiatan perijinan,

pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.

4) Apabila mekanisme pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pembangunan tidak

memenuhi ketentuan yang ditetapkan maka akan dilakukan penertiban dengan (1)

pencabutan ijin, atau (2) pembongkaran dan atau (3) pengenaan denda progresif/

disintensif.

Mendasarkan pertimbangan sebelumnya, diperlukan kebijakan daerah yang secara

spesifik berisi upaya pengelolaan sumberdaya air di Kabupaten Sleman, Kota

Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul. Selama ini kebijakan utama sudah ada, yaitu

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Konsep RTRW secara umum bisa

megakomodasi kebutuhan pengaturan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan

ruang serta pengelolaan kawasan konservasi sumberdaya air. Oleh karena itu terdapat

dua alternatif yang dapat dipertimbangkan, yaitu :

1.  Peraturan mensejajarkan kebutuhan upaya pemanfaatan dan pengendalian

pemanfaatan ruang. Peraturan yang dapat disusun adalah Peraturan Gubernur Tentang

Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Pada tahap berikutnya adalah

menyiapkan serial Peraturan Gubernur tentang Pemanfaatan dan Pengendalian

Pemanfaatan Ruang. Artinya tidak hanya satu tetapi ada beberapa peraturan yang

dibutuhkan. Misalnya dapat disiapkan seri Peraturan Gubernur tentang :

a. Petunjuk Pelaksanaan Pengaturan Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan

Ruang

b. Pengorganisasian Pengaturan Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

203

c. Insentif dan Disinsetif dalam Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

d. Partisipasi Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

e. Pembiayaan Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

f. Pengelolaan Kawasan Lindung

g. Pengelolaan Kawasan Budidaya

h. dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan

2. Peraturan yang mengatur pengelolaan kawasan lindung merupakan penjabaran

dari peraturan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pengelolaan kawasan

lindung diatur dengan Peraturan Gubernur. Pada tahap berikutnya adalah disiapkan

serial Peraturan Gubernur tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Kawasan

Lindung. Artinya tidak hanya satu tetapi ada beberapa peraturan yang

dibutuhkan. Misalnya dapat disiapkan seri Peraturan Gubernur tentang :

a. Pengorganisasian Pengelolaan Kawasan Lindung

b. Penetapan Kawasan Lindung Diluar Kawasan Hutan

c. Penetapan Kawasan Lindung Lainnya

d. Insentif dan Disinsetif dalam Pengelolaan Kawasan Lindung

e. Partisipasi Pengelolaan Kawasan Lindung

f. Pembiayaan Pengelolaan Kawasan Lindung

g. dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan

Selain kebijakan juga perlu disiapkan kelembagaan/instiusinya. Institusi

pengelolaan tata ruang dan kawasan konservasi di Kartamantul dapat dikoordinasikan

pada sebuah forum atau lembaga. Beberapa alternatif lembaga atau forum tersebut

diantaranya :

1.  Mengembangkan yang sudah ada, misalnya :

Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi DIY. Karena

kebutuhan dan kekhasannya, Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan

Kabupaten Bantul dapat menjadai Sub Bagian tersendiri. Konsekuensinya

lembaga ini diperkuat Tupoksi-nya agar lebih optimal

Sekretariat Bersama (Sekber) Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan

Kabupaten Bantul (Kartamantul). Konsekuensinya lembaga ini harus

diperluas kewenangan dan bidang garapnya.

2. Membuat forum/lembaga koordinasi baru

204

a. Diperlukan pula instansi yang melakukan monitoring dan evaluasi secara

definitif. Selama ini fungsi pengawasan pengendalian pembangunan atau

tata ruang sangat minim terlaksana. Beberapa alternatif yang dapat

melakukannya adalah :

b. Menjadi bagian dalam instansi pelaksana pengelolaan, misalnya menjadi

bidang khusus pada BKPRD atau Sekber Kartamantul.

c. Terpisah dengan instansi pelaksana pengelolaan, misal :

d. Meletakkan kewenangan pada Inspektorat Daerah, dengan memperluas

Tupoksinya menjadi semacam Inspektorat Pembangunan Daerah

e. Mengoptimalkan BAPEDA dengan bidang khusus yang lebih optimal

f. Membentuk lembaga pengawasan dan pengendalian baru

KESIMPULAN

1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis merupakan suatu instrumen yang

dibutuhkan dalam perencanaan tata ruang, yang berfungsi untuk melakukan

perbaikan dalam kerangka pikir perencanaan tata ruang wilayah sesuai dengan

hukum perlindungan lingkungan yang berlaku.

2. Adapun beberapa hal yang harus dimuat dalam KLHS, yaitu :

(1)   Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

(2)   Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;

(3)   Kinerja layanan/jasa ekosistem;

(4)   Efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam;

(5)   Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim;

(6)   Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati

205

ANALISA SYSTEM, PROYEK MULTI TUJUAN, DAN

ALOKASI DANA DALAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR

PSDA

1. Analisis Sistem

Pengambilan keputusan adalah bagian dari perencanaan yang akan selalu

dihadapi oleh setiap pengelola suatu usaha. Pihak berwenang akan memilih

alternatif terbaik dari yang tersedia. Tetapi pertanyaan berikutnya adalah

bagaimana menetukan alternatif mungkin dapat dilakukan tanpa banyak

mengalami kesulitan, tetapi untuk sistem yang kompleks diperlukan metode

tertentu untuk menghadapinya. Dalam konsep sistem tersedia metodologi untuk

menghadapi persoalan di atas, yaitu analisis sistem. Pada garis besarnya analisis

sistem adalah menganalisis dan memecahkan masalah pengambilan keputusan

dengan memilih alternatif yang terbaik, dengan melihat sumber daya yang

diperlukan dibandingkan manfaat yang akan diperoleh, termasuk pengkajian

risiko yang mungkin dihadapi. Pemilihan di atas dilakukan dengan simulasi, atau

metode matematis yang lain sebelum memberi kesimpulan dan mengambil

keputusan berdasarkan judgment (penilaian) atas dasar pengalaman.

2. Proses Analisis Sistem

Telah disebutkan di atas bahwa analisis sistem adalah proses mempelajari

suatu kegiatan, lazimnya dengan cara-cara matematis, untuk menentukan

(mengambil keputusan) tujuan, kemudian menyusun prosedur operasi dalam

rangka mencapai tujuan tersebut secara efisien. Dalam perkembangan

selanjutnya, analisis sistem tidak hanya menggunakan cara matematis tetapi juga

non matematis. Untuk membantu dan memudahkan pengambilan keputusan,

analisis sistem acapkali mempergunakan model. Model ini dapat berbentuk fisik,

formulasi matematik, atau program komputer. Proses analisis sistem terdiri dari

beberapa tahap, yaitu formulasi, penelitian, analisis/kesimpulan, dan verifikasi.

Pada tahap pertama, adalah formulasi atau merumuskan ide yang timbul. Awal

dari ide tersebut dapat berupa gagasan yang masih berupa konsep, kemudian

dikembangkan dengan memberikan penjelasan perihal tujuan, lingkup, risiko, dan

lain-lain.

206

Tahap berikutnya adalah penelitian yang mengumpulkan dan mempelajari data

dan informasi perihal gagasan tersebut. Pada tahap ini, komponen sistem dan

hubungan diantaranya didentifikasi, kemudian sumber daya yang diperlukan dan

antisipasi hambatan yang mungkin timbul diperkirakan. Selanjutnya, alternatif

untuk mencapai tujuan yang dimaksud disajikan.

Periode selanjutnya, adalah analisis yang membuahkan kesimpulan. Pada

tahap ini umumnya dibuat model untuk membandingkan alternatif-alternatif, yang

hasilnya diajukan kepada yang berwenang untuk diambil keputusan.

Tahap akhir adalah verifikasi, disini kesimpulan yang telah diambil diuji coba

dalam praktek atau penggunaannya secara nyata, dengan demikian akan diketahui

kebenaran atau kekurangan kesimpulan yang telah diambil.

Dari proses di atas terlihat bahwa metode analisis sistem relatif memerlukan

waktu untuk menyelesaikan langkah-langkah yang diperlukan sebelum sampai

kepada suatu kesimpulan, tetapi menyajikan suatu cara yang logis dan konsisten.

Oleh karena itu, apabila yang dihadapi adalah pemilihan berbagai macam

alternatif, maka metode ini dapat menghasilkan keputusan yang lebih akurat

dibanding pertimbangan yang hanya bersifat intuitif

Gambar. Proses analisis sistem

3. PROYEK MULTI TUJUAN

Tahap Perencanaan

Tahap awal dari proses perencanaan adalah dengan cara mengidentifikasi dan

mendefinisikan isu dan permasalahan yang ada, yang menyangkut kerusakan

sumber daya alam, konflik penggunaan, pencemaran, dimana perlu dilihat

penyebab dan sumber permasalahan tersebut. Selanjutnya juga perlu diperhatikan

207

6

MENGAMBIL

KEPUTUSAN

Mengambil keputusan Menentukan tindakan

selanjutnya

5

MENGKAJI

ALTERNATIF

Analisis kepekaan Kontinjensi Titik Impas

4

MENYUSUN MODEL

Tentukan model yang diperlukan

Jalankan model

3

TEKNIK EVALUASI

Pilih teknik yang sesuai

(simulasi, programming,

matematika, dan lain-lain)

2

KRITERIA EVALUASI

Tentukan kriteria Identifikasi risiko Tentukan data dan informasi

yang diperlukan

1

PENDEKATAN ANALISIS

Formulasi persoalan Tujuan analisis Konstrain Pendekatan yang akan digunakan

sumber daya alam dan ekosistem yang ada yang menyangkut potensi, daya

dukung, status, tingkat pemanfaatan, kondisi sosial ekonomi dan budaya setempat

seperti jumlah dan kepadatan penduduk, keragaman suku, jenis mata pencaharian

masyarakat lokal, sarana dan prasarana ekonomi dan lain-lain. Berdasarkan

pendefinisian masalah yang dipadukan dengan informasi tentang sumber daya

alam dan ekosistem serta aspirasi masyarakat selanjutnya disusun tujuan dan

sasaran yang ingin dicapai. Berdasarkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai

serta melihat peluang dan kendala yang ada selanjutnya mulai dibuat perencanaan

berupa kegiatan pembangunan dalam bentuk program dan proyek. Perencanaan

yang telah disusun perlu disosialisasikan kembali kepada masyarakat luas untuk

mendapat persetujuan, setelah mendapat pesetujuan rencana ini baru dimasukkan

dalam agenda pembangunan baik daerah maupun nasional.

Dalam penyusunan rencana pengelolaan ini, perlu juga diperhatikan bahwa

konsep pengelolaan sumber daya pesisir terpadu berbasis masyarakat diharapkan

akan mampu untuk (1) meningkatkan kesadaran masyarakat, akan pentingnya

SDA dalam menunjang kehidupan mereka (2) meningkatkan kemampuan

masyarakat, sehingga mampu berperan serta dalam setiap tahapan pengelolaan

dan (3) meningkatkan pendapatan masyarakat, dengan bentuk-bentuk

pemanfaatan yang lestari dan berkelanjutan serta berwawasan lingkungan

(Zamani dan Darmawan, 2000).

 

Tahap Pelaksanaan (Implementasi) Rencana

Pada tahap implementasi perencanaan, diperlukan kesiapan dari

semua pihak yang terlibat didalamnya, seperti masyarakat itu sendiri, tenaga

pendamping lapangan dan pihak lainnya. Selain itu juga diperlukan koordinasi

dan keterpaduan antar sektor dan stakeholder yang ada sehingga tidak terjadi

tumpang tindih kepentingan dan ego sektoral. Dalam hal ini diperlukan adanya

lembaga pelaksana yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan seperti

Pemerintah Daerah, masyarakat lokal, Investor/swasta, instansi sektoral,

Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Pada tahap implementasi ini juga diperlukan kesamaan persepsi antara

masyarakat lokal dengan lembaga atau orang-orang yang terlibat dalam

pelaksanaan kegiatan ini sehingga masyarakat benar-benar memahami rencana

yang akan dilaksanakan. Menurut Zamani dan Darmawan (2000) kegiatan-

208

kegiatan yang perlu dilakukan pada tahap implementasi ini adalah: (1) integrasi

ke dalam masyarakat, dengan melakukan pertemuan dengan masyarakat untuk

menjawab seluruh pertanyaan yang berhubungan dengan penerapan konsep dan

mengidentifikasi pemimpin potensial yang terdapat di lembaga masyarakat lokal.

(2) pendidikan dan pelatihan masyarakat, metoda pendidikan dapat dilakukan

secara non formal menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan cara tatap

muka sehingga dapat diperoleh informasi dua arah dan pengetahuan masyarakat

lokal (indigenous knowledge) dapat dikumpulkan untuk dimasukkan dalam

konsep penerapan (3) memfasilitasi arah kebijakan, dalam hal ini segenap

kebijakan yang berasal dari masyarakat dan telah disetujui oleh koordinator

pelaksana hendaknya dapat didukung oleh pemerintah daerah, sehingga kebijakan

bersama tersebut mempunyai kekuatan hukum yang jelas, dan (4) penegakan

hukum dan peraturan, yang dimaksudkan agar seluruh pihak yang terlibat akan

dapat menyesuaikan tindakannya dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

 

Tahap Monitoring dan Evaluasi

Monitoring yang dilakukan sejak dimulainya proses

implementasi perencanaan dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas kegiatan,

permasalahan yang timbul dalam implementasi kegiatan. Monitoring dilakukan

dengan melibatkan seluruh pihak yang ada. Setelah monitoring selanjutnya

dilakukan evaluasi bersama secara terpadu dengan melibatkan seluruh pihak yang

berkepentingan. Melalui evaluasi ini akan diketahui kelemahan dan kelebihan

dari perencanaan yang ada guna perbaikan untuk pelaksanaan tahap berikutnya.

3. ALOKASI DANA

Pengembangan Infrastruktur Sumber Daya Air

Untuk peningkatan sumber daya air di Indonesia, masih banyak diperlukan

pembangunan bendungan, waduk, dan sistim jaringan irigasi yang handal untuk

menunjang kebijakan ketahanan pangan pemerintah. Di samping itu untuk

menjamin ketersediaan air baku, tetap perlu dilakukan normalisasi sungai dan

pemeliharaan daerah aliran sungai yang ada di beberapa daerah. Pemeliharaan

dan pengembangan Sistem Wilayah Sungai tersebut didekati dengan suatu

rencana terpadu dari hulu sampai hilir yang dikelola secara profesional. Untuk itu

perlu dikembangkan teknologi rancang bangun Bendungan Besar, Bendung

209

Karet, termasuk terowongan, teknologi Sabo, sistem irigasi maupun rancang

bangun pengendali banjir.

Saat ini terdapat beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang memiliki peran

penting dalam penyediaan sumber air sebagian telah mengalami kerusakan yaitu 62

DAS rusak dari total 470 DAS, sehingga mengakibatkan menurunnya nilai

kemanfaatan air sehubungan penurunan fungsi daerah tangkapan dan resapan air. Saat

ini jaringan irigasi terbangun mencapai 6,77 juta ha (1,67 juta ha belum berfungsi), dan

jaringan irigasi rawa 1,8 juta ha yang berfungsi untuk mendukung Program Ketahanan

Pangan Nasional. Namun di sisi lain perkembangan fisik wilayah telah memberikan

dampak pada terjadinya alih fungsi lahan pertanian sekitar 35 ribu ha per tahun.

a. Pembiayaan Pembangunan Sumber Daya Air

Dana infrastruktur sumber daya air dianggarkan di tingkat pemerintah pusat

melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara  (APBN) dan di tingkat

daerah  melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Penganggaran di tingkat pusat dilakukan melalui koordinasi antara lembaga-

lembaga yang melibatkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

(BAPPENAS) dalam mengembangkan Rencana Kerja Pemerintah  tahunan.

APBN dapat bersumber dari mata uang lokal, pinjaman, dan hibah dari

Negara/lembaga donor.

Penganggaran di tingkat daerah prosesnya sama dengan proses penganggaran

di tingkat pusat. Sumber untuk Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pinjaman atau hibah yang

dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain

itu, anggaran untuk Pemerintah Daerah dapat berasal dari Dana Alokasi Umum

(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang

dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang berlaku.

b. Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air yang Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan sangat memperhatikan optimalisasi manfaat

sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan cara menyelaraskan aktivitas

manusia dengan kemampuan sumber daya alam untuk menopangnya.  Komisi

dunia untuk lingkungan dan pembangunan mendefinisikan pembangunan

berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa

mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang.

210

Tujuan pembangunan berkelanjutan yang bermutu adalah tercapainya standar

kesejahteraan hidup manusia yang layak, sehingga tercapai taraf kesejahteraan

masyarakat secara menyeluruh. Taraf kesejahteraan ini diusahakan dicapai

dengan menjaga kelestarian lingkungan alam serta tetap tersediannya sumber

daya yang diperlukan. Salah satu konsep terkait dengan pembangunan yang

memperhatikan dampak terkecil dari kerusakan lingkungan tetapi menghasilkan

manfaat yang optimal adalah konsep Eco-Efficiency.

Eco-efficient dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air merupakan

upaya untuk mengurangi dampak negative terhadap lingkungan yang disebabkan

oleh kegiatan konstruksi, dalam hal ini adalah konstruksi infrastruktur sumber

daya air yang memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam

penerapan eco-efficiency, bahan baku yang digunakan perlu mempertimbangkan

berasal dari dalam negeri. Hal ini akan mengurangi biaya pengiriman bahan baku

sehingga akan lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar, yang pada akhirnya

dapat mengurangi emisi karbon. Pemanfaatan bahan bangunan dan teknologi

ramah lingkungan perlu disosialisasikan dan dilaksanakan secara optimal untuk

mengurangi dampak kerusakan ekologis dalam pembangunan infrastruktur

sumber daya air, serta operasi dan pemeliharaannya.

c. Penerapan Eco-Efficiency dalam Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya

Air

Dalam rangka penerapan konsep eco-efficiency dalam pembangunan

infrastruktur sumber daya air, Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya

yang dijelaskan di bawah ini:

1. Konservasi Sumber Daya Air

Konservasi sumber daya air dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia

dilatarbelakangi pada beberapa hal sebagai berikut:

Perlunya keseimbangan kebutuhan air saat ini dan di masa mendatang

Penggunaan persediaan air yang ditampung pada saat musim hujan untuk

digunakan pada musim kemarau

Meningkatkan ketersediaan air tanah

Perbandingan infrastruktur skala besar dengan infrastruktur skala kecil

211

2. Pemanfaatan Teknologi Lokal Tepat Guna

a.       Infrastruktur Irigasi

Dalam pembangunan saluran irigasi, terdapat beberapa hal  yang menjadi

pertimbangan Pemerintah Indonesia untuk membangung saluran irigasi baru.

Pertimbangan yang biasa umum dilakukan dalam membangunan saluran dengan

bahan beton dan batu adalah tingginya investasi untuk mengembangkan

infrastruktur irigasi dan kurangnya ketersediaan batu. Untuk mendukung

pendekatan eco-efficient, Pemerintah mempertimbangkan untuk mengembangkan

teknologi yang dapat mengurangi penggunaan batu sebagai konstruksi saluran

irigasi, penggunaan biaya yang rendah dan penguatan partisipasi masyarakat,

serta pertimbangan penggunaan material yang dapat mengurangi penggunaan

batu sehingga eksploitasi batu di sungai dapat dikurangi. Berdasarkan hasil yang

pernah dilakukan, efisiensi biaya dalam pembangunan irigasi mencapai 62,6%

untuk saluran sekunder dan 58,16% untuk saluran tersier.

Dalam mengurangi penggunaan kayu sebagai material pembangunan

infrastruktur, maka didorong untuk dapat memanfaatkan bambu mengingat

material tersebut mudah ditemui di sisi sungai. Selain itu biaya dari material

tersebut relatif rendah, mudah untuk digunakan sehingga dapat mendorong

partisipasti masyarakat, relatif rendah dalam penggunaan air, dan dapat

mempertahankan infiltrasi air untuk penambahan persediaan air tanah.

b.      Pembangkit Listrik Mikrohidro

Saat ini isu kelangkaan energi listrik yang menjadi fokus utama pemerintah.

Pasokan listrik di desa-desa juga merupakan perhatian utama. Untuk mengatasi

hal tersebut pemerintah mendorong partisipasi masyarakat dalam penyediaan

energi. Partisipasi diperlukan karena kurangnya persediaan energy listrik terutama

di desa-desa terpencil, harga bahan bakar yang tinggi, dan terdapat potensi untuk

mengembangkan pembangkit listrik mikrohidro.

KESIMPULAN

Analisis sistem adalah menganalisis dan memecahkan masalah pengambilan

keputusan dengan memilih alternatif yang terbaik, dengan melihat sumber daya

yang diperlukan dibandingkan manfaat yang akan diperoleh, termasuk

pengkajian risiko yang mungkin dihadapi.

212

Proyek Multi tujuan meliputi beberapa tahapan diantaranya : tahap perencanaan,

tahap pelaksanaan (implementasi) rencana, tahap monitoring dan evaluasi

Alokasi dana meliputi Pengembangan Infrastruktur Sumber Daya Air,

Pembiayaan Pembangunan Sumber Daya Air, Pembangunan Infrastruktur

Sumber Daya Air yang Berkelanjutan, dan Penerapan Eco-Efficiency dalam

Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air.

213

KRITERIA DAN INDIKATOR DALAM PEMBANGUNAN

SUMBER DAYA AIR BERKELANJUTAN

1. SUMBER DAYA AIR

Berdasarkan UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, Air adalah semua

air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk

dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada

di darat. Pengelolaan sumberdaya air didefinisikan sebagai aplikasi dari cara

struktural dan non-struktural untuk mengendalikan sistem sumberdaya air alam

dan buatan manusia untuk kepentingan/manfaat manusia dan tujuan-tujuan

lingkungan (Kodoatie Robert J dkk, 2002).

Sumber daya air merupakan bagian dari sumber daya yang mempunyai sifat

yang sangat berbeda dengan sumber daya alam lainnya. Air adalah sumber daya

yang terbarui, bersifat dinamis mengikuti siklus hydrologi yang secara alamiah

berpindah-pindah serta mengalami perubahan bentuk dan sifat. Tergantung dari

waktu dan lokasinya, air dapat berupa zat padat sebagai es dan salju, dapat berupa

air yang mengalir serta air permukaan. Berada dalam tanah sebagai air tanah,

berada di udara sebagai air hujan, berada di laut sebagai air laut, dan bahkan

berupa uap air yang didefinisikan sebagai air udara.

2. STATUS DAN KARAKTERISTIK SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA

Secara umum, sektor sumber daya air di Indonesia menghadapi permasalahan

jangka panjang terkait dengan pengelolaan dan tantangan investasi , yang akan

mempengaruhi pembangunan ekonomi negara dan menyebabkan berkurangnya

keamanan pangan, kesehatan masyarakat dan kerusakan lingkungan. Pada tingkat

kebijakan dan pelaksanaan, Indonesia menghadapi beberapa permasalahan

spesifik seperti sebagai berikut:

a. Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan dalam perspektif ruang dan

waktu.

b. Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumber daya air,

baik air permukaan maupun air tanah.

c. Menurunnya kemampuan penyediaan air.

d. Meningkatnya potensi konflik air.

214

e. Kurang optimalnya tingkat layanan jaringan irigasi

f. Makin meluasnya abrasi pantai.

g. Lemahnya koordinasi, kelembagaan, dan ketatalaksanaan.

h. Rendahnya kualitas pengelolaan data dan sistem informasi.

3. PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 33 ayat 3

disebutkan,bahwa :

“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai negara dan

dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat secara adil dan merata”.

Pernyataan pasal di atas mengingatkan kepada pengelola sumberdaya air tentang

pentingnya peran air bagi kehidupan manusia dan lingkungannya.

Salah satu cara yang harus diperhatikan dalam pengelolaan air adalah

pengelolaan yang berdasarkan pada ‘watershed’ (Daerah Aliran Sungai/DAS).

Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan

dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,

menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke

laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di

laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Dengan pengelolaan air berdasarkan DAS maka diharapkan akan tercipta

kesinambungan sumber daya air karena air tidak bisa dilihat satu bagian wilayah

saja. Pengelolaan air pada suatu daerah tidak bisa begitu saja hanya

memperhatikan variabel–variabel hidrologis pada wilayah itu saja Seluruh

masalah pengelolaan sumber daya air harus memperhitungkan keseluruhan DAS

karena bagaimanapun juga bahkan sebuah titik di ujung terluar DAS pun

memiliki pengaruh terhadap keberadaan dan kualitas air di sungai utama. Jadi

pengelolaan sumber daya air yang bersifat parsial harus ditinggalkan.

Selain itu, untuk mengelola sumber daya air berbasis DAS ini, kita harus

mengacu pada aspek–aspek yang ada dalam DAS tersebut. “Bukan hanya dibatasi

pada aspek fisika saja. Tapi juga sosial–budaya, kualitas air, aktivitas industri,

politik, ekonomi, demografi (kependudukan).

4. PENDEKATAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

Daerah aliran sungai (DAS) menurut definisi adalah suatu daerah yang

dibatasi (dikelilingi) oleh garis ketinggian dimana setiap air yang jatuh di

215

permukaan tanah akan dialirkan melalui satu outlet. Komponen yang ada di

dalam sistem DAS secara umum dapat dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu

komponen masukan yaitu curah hujan, komponen output yaitu debit aliran dan

polusi / sedimen, dan komponen proses yaitu manusia, vegetasi, tanah, iklim, dan

topografi. Sehingga pengelolaan DAS adalah melakukan pengelolaan setiap

komponen DAS sehingga dapat mencapai tujuan yang dimaksud.

Tujuan dari pengelolaan DAS adalah melakukan pengelolaan sumberdaya

alam secara rasional supaya dapat dimanfaatkan secara maksimum lestari dan

berkelanjutan sehingga dapat diperoleh kondisi tata air yang baik. Sedangkan

pembangunan berkelanjutan adalah pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya

alam bagi kepentingan umat manusia pada saat sekarang ini dengan masih

menjamin kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk generasi yang akan

datang.

Dalam sistem DAS mempunyai arti penting terutama bila hubungan

ketergantungan antara hulu dan hilir. Perubahan komponen DAS di daerah hulu

akan sangat mempengaruhi komponen DAS pada daerah hilirnya, oleh sebab itu

perencanaan daerah hulu menjadi sangat penting.Dalam setiap aktifitas

perencanaan dan pelaksanaan kegiatan di dalam sistem DAS, sangat diperlukan

indikator yang mampu digunakan untuk menilai apakah pelaksanaan kegiatan

tersebut telah berjalan sesuai dengan perencanaan atau belum. Indikator yang

dimaksud adalah indikator yang dengan mudah dapat dilihat oleh seluruh

masyarakat luas sehingga dapat digunakan peringatan awal dalam pelaksanaan

kegiatan.

5. INDIKATOR PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

Secara umum pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan paling sedikit

harus memenuhi indikator lestari dan berkelanjutan dibawah ini, yaitu:

Pengelolaan yang mampu mendukung produktifitas optimum bagi

kepentingan kehidupan (indikator ekonomi)

Pengelolaan yang mampu memberikan manfaat merata bagi kepentingan

kehidupan (sosial)

Pengelolaan yang mampu mempertahankan kondisi lingkungan untuk

tidak terdegradasi (indikator lingkungan)

216

Pengelolaan dengan menggunakan teknologi yang mampu dilaksanakan

oleh kondisi penghidupan setempat, sehingga menstimulir tumbuhnya

sistem institusi yang mendukung (indikator teknologi)

Pada pengelolaan DAS indikator paling memungkinkan adalah melihat kondisi

tata airnya. Yang dimaksud indikator tata air kondisi tata air yang meliputi:

a. Indikator kuantitas air. Kondisi kuantitas air ini sangat berkaitan dengan

kondisi tutupan vegetasi lahan di DAS yang bersangkutan. Bila tutupan

vegetasi lahan DAS yang bersangkutan berkurang dapat dipastikan

perubahan kuntitas air akan terjadi. Sehingga setiap pelaksanaan

kegiatan yang bermaksud mengurangi tutupan lahan pada suatu tempat

maka harus diiringi dengan usaha konservasi. Indikator ini dapat dilihat

dari besarnya air limpsan permukaan maupun debit air sungai.

b. Indikator kualitas air. Kondisi kualitas air disamping dipengaruhi oleh

tutupan vegetasi lahan seperti pada kondisi kuantitas, tetapi juga

dipengaruhi oleh buangan domestik, buangan industri, pengolahan lahan,

pola tanam, dll. Dengan demikian bila sistem pengelolaan limbah,

pengolahan lahan, dan pola tanam dapat dengan mudah diketahui

kejanggalannya dengan melihat indikator kualitas air. Kualitas air ini

dapat dilihat dari kondisi kualitas air limpasan, air sungai ataupun air

sumur.

c. Indikator perbandingan debit maksimum dan minimum. Yang dimaksud

disini adalah perbandingan antara debit puncak maksimum dengan debit

puncak minimum sungai utama (di titik outlet DAS). Indikator ini

mengisyaratkan kemampuan lahan untuk menyimpan. Bila kemampuan

menyimpan air dari suatu daerah masih bagus maka fluktuasi debit air

pada musim hujan dan kemarau adalah kecil. Kemampuan menyimpan

air ini sangat bergantung pada kondisi permukaan lahan seperti kondisi

vegetasi, tanah, dll

d. Indikator muka air tanah. Indikator ini dapat dilihat dari ketinggian

muka air tanah di suatu lahan. Indikator muka air tanah ini

mengisyaratkan besarnya air masukan ke dalam tanah dikurangi dengan

pemanfaatan air tanah. Yang mempengaruhi besarnya air masuk

kedalam tanah adalah vegetasi, kelerengan, kondisi tanahnya sendiri, dll.

Ketinggian muka air tanah ini dapat dilihat dari ketinggian muka air

217

tanah dalam (aquifer) ataupun ketinggian air tanah dangkal (non-

aquifer).

e. Indikator curah hujan. Besarnya curah hujan suatu tempat sangat

dipengaruhi oleh kondisi klimatologi daerah sekitarnya, sedangkan

kondisi klimatologi ini diperanguhi perubahan tutupan lahan, ataupun

aktifitas lainnya. Sehingga bila terjadi perubahan secara besar pada

tutupan lahan maka akan mempengaruhi klimatologi dan juga curah

hujan yang terjadi.

Dengan demikian dengan mengetahui indikator tata air yang dapat dengan

mudah dilihat dengan pengamatan masyarakat umum diharapkan dengan

demikian kontrol pelaksanaan pembangunan dapat dilakukan dengan lebih

terbuka. Sebagai gambaran bahwa suatu daerah aliran sungai dapat dikatakan

masih baik apabila:

Memberikan produksi tinggi bagi keperluan kehidupan dalam DAS yang

bersangkutan

Menjamin kelestarian DAS, dimana erosi yang terjadi dibawah erosi

yang dapat ditoleransi

Terdapat kelenturan, dimana bila terjadi gangguan pada salah satu

bagian, maka bagian lain mampu memberikan supply / bantuan

Bersifat pemerataan, dimana setiap stake holder yang ada di dalam DAS

mampu berperan sesuai dengan kemampuan yang dipunyai dan

mendapatkan imbalan yang sesuai

Sedangkan dari aspek biofisik, suatu DAS dikatakan baik apabila:

1. Debit sungai konstan dari tahun ke tahun

2. Kualitas air baik dari tahun ke tahun

3. Fluktuasi antara debit maksimum dan minimum kecil

4. Ketinggian muka air tanah konstan dari tahun ke tahun

5. Kondisi curah hujan tidak mengalami perubahan dalam kurun waktu

tertentu

218