Upload
poso-nasution
View
611
Download
19
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pemanfaatan sumber daya air dan hubungannya dengan perencanan drainase lingkungan
Citation preview
POSO NASUTIONTEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
4/17/20122012
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR(PSDA)
TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
HALAMAN JUDUL
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
DISUSUN OLEH :
POSO NASUTION
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya kami dapat menyelesaikan buku
yang berjudul “Pendahuluan Pengelolaan Sumber Daya Air”. Buku yang kami susun ini
merupakan salah satu tugas matakuliah PSDA. Penyusunan buku ini berfungsi untuk
menambah wawasan serta pengetahuan pembaca mengenai PSDA.
Atas tersusunnya buku ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami, hingga terselesaikannya buku ini. Namun kami menyadari,
buku yang kami susun ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
sangat kami harapkan dari berbagai pihak. Sebagai manusia biasa, kami berusaha
dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin, dan sebagai manusia biasa juga kami
tidak luput dari segala kesalahan dan kekhilafan dalam menyusun buku ini.
Untuk menyempurnakan buku ini, kami dengan senang hati akan menerima kritik
dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak. Sehingga di kemudian hari
kami dapat menyempurnakan buku ini dan kami dapat belajar dari kesalahan-kesalahan
yang telah kami lakukan.
Akhirnya kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat khusunya bagi kami dan
umumnya bagi semua pihak yang berkepentingan. Amin.
Semarang, 19 Maret 2012
3
HALAMAN JUDUL....................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................iii
Pendahuluan Pengelolaan Sumber Daya Air................................................................7
Landasan Hukum Pengelolaan Sumber Daya Air......................................................14
Kerangka Dasar Pengelolaan SDA Berbasis Wilayah Sungai...................................17
Informasi Kondisi WS, Topografi dan Batimetri; Hidrometri; Geologi; Mekanika
tanah................................................................................................................................21
Morfologi Sungai; Ekologi; Geografis dan Kependudukan; Pengembangan Wilayah
.........................................................................................................................................39
Definisi dan Komponen River Basin..........................................................................44
Komponen dan Fungsi Infrastruktur Air....................................................................50
Siklus Hidrologi dan Prinsip Water Balance..............................................................56
Pemanfaatan SDA Untuk Irigrasi, Air Baku, PLTA, Keseimbangan Ekosistem.......69
POTENSI SUMBER DAYA AIR SEBAGAI NAVIGASI, PERIKANAN,
PENGGELONTORAN DAN REKREASI.....................................................................79
Standar Kebutuhan Air Untuk Irigasi, Perkotaan, Rumah Tangga dan Industri.....103
PROYEKSI KEBUTUHAN AIR JANGKA PANJANG DENGAN METODE
ARITMATIK, GEOMETRI DAN LEAST SQUARE..................................................110
POTENSI AIR PERMUKAAN, AIR BAWAH TANAH, DAN KAJIAN ANALISA
HIDROLOGI YANG BERKAITAN DENGAN RUNOFF..........................................122
POTENSI AIR PERMUKAAN, AIR TANAH, KAJIAN ANALISIS HIDROLOGI
BERKAITAN DENGAN ALIRAN DASAR...............................................................131
INFILTRASI, EVAPOTRANSPIRASI; ANALISA HIDROGRAF DAN
KARAKTERISTIK DAERAH PENGALIRAN SUNGAI (DPS)................................135
MAKALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR..........................................141
HIDROGRAF INFLOW DAN OUTFLOW UNTUK REGULATED DAN
UNREGULATED OUTFLOW.....................................................................................141
4
POTENSI SUMBER DAYA AIR dan KOMPONEN HIDROLOGI untuk WATER
BALANCE dalam DPS.................................................................................................146
PERSAMAAN WATER BALANCE UNTUK DPS, WATER BODYS & DIRECT
RUN OFF......................................................................................................................150
PENERAPAN PERMODALAN HUJAN DAN ALIRAN PERMUKAAN............158
DENGAN METODE RASIONAL...........................................................................158
Variasi dan Karakteristik Koefisien Run Off Terhadap Karakteristik DPS, Kawasan
Terbangun, dan Belum Berkembang.............................................................................161
KARAKTERISTIK INTENSITAS HUJAN TERHADAP DEBIT PUNCAK........169
TUJUAN PERENCANAAN UNTUK MENGEMBANGKAN SDA.....................174
Perencanaan untuk Pengembangan Infrastruktur Sumber Daya Air : Tahapan
Perencanaan dan Pengambilan Data..............................................................................178
KAJIAN LINGKUNGAN........................................................................................191
ANALISA SYSTEM, PROYEK MULTI TUJUAN, DAN ALOKASI DANA
DALAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR PSDA.........................................205
KRITERIA DAN INDIKATOR DALAM PEMBANGUNAN SUMBER DAYA
AIR BERKELANJUTAN.............................................................................................212
5
PENDAHULUAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
1. Istilah dan Definisi
Pertama-tama perlu kita diketahui terlebih dahulu mengenai Istilah istilah yang
berkaitan dengan Pengelolaan Sumber Daya Air, agar lebih mempermudah untuk
memahami Pengelolaan Sumber Daya Air yang akan di bahas oleh makalah ini.
Berikut ini adalah definisi istilah-istilah di Bidang Sumber Daya Air.
Air Adalah semua air yang terdapat pada, diatas ataupun dibawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini :
Air permukaan;
Air tanah;
Air hujan;
Air laut yang ada didarat.
Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, dan air tanah
adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.
Pengertian tentang air ini menjelaskan bahwa air tanah merupakan bagian yang tidak
terpisahkan secara keseluruhan.
(UU Nomor 7 tahun 2004)
Sumber daya air merupakan bagian dari sumber daya yang mempunyai sifat yang
sangat berbeda dengan sumber daya alam lainnya. Air merupakan sumber daya yang
terbarui, bersifat dinamis mengikuti siklus hydrologi yang secara alamiah berpindah-
pindah serta mengalami perubahan bentuk dan sifat. Tergantung dari waktu dan lokasinya,
air dapat berupa zat padat sebagai es dan salju, dapat berupa air yang mengalir serta air
permukaan. Berada dalam tanah sebagai air tanah, berada di udara sebagai air hujan,
berada di laut sebagai air laut, dan bahkan berupa uap air yang didefinisikan sebagai air
udara.
6
Gambar 1 Siklus Air
Sumber Air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, diatas
ataupun dibawah permukaan tanah.
Daya Air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air yang dapat
memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta
lingkungannya, dan
Sumber Daya Air adalah air, Sumber air dan Daya air yang terkandung didalamnya.
2. Fakta – Fakta Krisis Air
Hanya 0.4% dari total air dunia yang tersedia bagi manusia.
Kini lebih dari 2 milyar manusia yang terkena dampak dari kekurangan air di lebih dari 40
negara.
263 wilayah sungai digunakan oleh dua negara atau lebih secara bersama-sama.
2 juta ton limbah manusia setiap hari terbuang di daerah aliran air.
Setengah dari populasi dunia yang berkembang terpapar oleh sumberdaya air tercemar
yang menambah tingkat penyakit.
90% dari bencana alam tahun era 1990an berhubungan dengan air.
Meningkatnya jumlah orang dari 6 milyar menjadi 9 milyar akan membuat pengelolaan
sumberdaya air menjadi demikian penting hingga 50 tahun ke depan.
7
3. Penimbangan Sumber Daya Air
Berdasarkan penimbangan tentang sumber daya Air, Bahwa dalam menghadapi
ketidakseimbangan antar ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air
yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi
social, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras.
Pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan
keterpaduan yang harmonis antarwilayah, anatarsektor, dan antar generasi. Adanya
Permasalahan air yang semakin komplek menuntut kita untuk mengelolah sumberdaya air
sehingga dapat menunjang kehidupan masyarakat dengan baik.
4. Pengertian Pengelolaan Sumber Daya Air
Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau,
dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan
sumber daya air, dan pengendalian daya air rusak.
Pengertian lain Pengelolaan sumberdaya air didefinisikan sebagai aplikasi dari cara
struktural dan non-struktural untuk mengendalikan sistem sumberdaya air alam dan buatan
manusia untuk kepentingan/manfaat manusia dan tujuan-tujuan lingkungan. (Kodoatie
Robert J dkk, 2002).
Pengelolaan di sini memiliki arti seluas-luasnya. Hal ini menekankan bahwa kita tidak
boleh hanya memusatkan pada pengembangan sumberdaya air namun kita juga harus
mengelola pengembangan sumberdaya air yang dapat memastikan kegunaan jangka
panjang yang berkelanjutan untuk generasi masa depan. (Biltonen, 2002)
5. Fungsi Pengelolaan Sumber Daya Air
Alokasi air.
Mengalokasikan air bagi pengguna air dan kegunaan air dalam skala besar,
memelihara tingkat minimal untuk penggunaan secara sosial dan lingkungan sekaligus
memelihara kesetaraan dan kebutuhan pembangunan untuk masyarakat.
Pengendalian pencemaran.
Menangani pencemaran dengan menggunakan sistem prinsip pencemar-bayar dan
insentif yang sesuai untuk mengurangi masalah pencemaran paling penting dan
meminimalisir dampak lingkungan dan sosial.
Pemantauan sumberdaya air, penggunaan air dan pencemaran.
8
Menerapkan sistem pengawasan yang efektif yang menyediakan informasi
pengelolaan yang penting dan mengidentifikasi dan merespon atas pelanggaran
terhadap hukum, peraturan dan izin.
Pengelolaan informasi.
Menyediakan data penting yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan yang jelas
dan transparan demi pembangunan dan pengelolaan berkelanjutan atas sumberdaya air.
Pengelolaan ekonomi dan keuangan.
Menerapkan instrumen ekonomi dan keuangan demi investasi, pemulihan dana dan
perubahan perilaku untuk mendukung kesetaraan akses dan manfaat berkelanjutan bagi
masyarakat dari penggunaan air.
6. Definisi atau Istilah-istilah dalam Pengelolaan Sumber Daya air
Berikut ini adalah definisi atau istilah-istilah yang terdapat pada sistim Pengelolaan
Sumber Daya Air yang diambil dari buku Undang Undang Pengelolaan Sumber Daya Air.
Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar merencanakan, melaksanakan,
memantau, dan mengevaluasi kegiatan conservasi sumber daya air, pendayagunaan
sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Perencanaan Sumber daya air adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan
yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan
pengelolaan sumber daya air.
Conservasi Sumber Daya Air adalah upaya memelihara keberadaan dan keberlanjutan
keadaan, sifat dan fungsi sumber daya air agar tersedia dalam kuantitas dan kualitas
yang memadai untuk memenuhi kebutuhan mahluk hidup, baik pada waktu sekarang
maupun di waktu yang akan datang.
Pendayagunaan Sumber Daya Air adalah upaya penatagunaa, penyediaan, penggunaan,
pengembangan dan pengusahaan sumber daya air agar berdaya guna dan berhasil guna.
Pengendalian Daya Air Rusak adalah Upaya mencegah, menanggulangi dan memulihkan
kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan daya rusak air.
Wilayah Sungai (WS) adalah Kesatuan Wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu
atau lebih daerah aliran sungan dan atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari
2.000 Km².
9
7. Permasalahan yang timbul dalam Pengelolaan Sumber Daya Air
Pengelolaan sumber daya air semakin hari semakin menghadapi berbagai permasalahan
sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk yang diiringi dengan pertumbuhan social-
ekonomi. Peningkatan kebutuhan akan air telah menimbulkan eksploitasi sumber daya air
secara berlebihan sehingga mengakibatkan penurunan daya dukung lingkungan sumber
daya air yang pada gilirannya menurunkan kemampuan pasokan air.
Permasalahan umum dalam pengelolaan sumber daya air pada dasarnya terdiri atas 3
aspek yaitu :
Too much atau terlalu banyak air (banjir)
Too little atau terlalu sedikit (Kekurangan air), dan
Too Dirty atau terlalu kotor (Pencemaran air).
Bertambahnya jumlah penduduk yang diiringi dengan pertumbuhan social-ekonomi
mengakibatkan kebutuhan air meningkat.
Degradasi Sumber Daya Air
Penggunaan air yang berlebihan dan kurang efisien.
Penyempitan dan pendangkalan sungai, danau karena desakan lahan untuk pemukiman
dan industry.
Pencemaran air permukaan dan air tanah.
Erosi tanah sebagai akibat penggundulan hutan.
Secara umum masalah pengelolaan sumberdaya air dapat dilihat dari kelemahan
mempertahankan sasaran manfaat pengelolaan sumberdaya air dalam hal pengendalian
banjir dan penyediaan air baku bagi kegiatan domestik, municipal, dan industri.
8. Upaya-upaya dalam Permasalahan Pengelolaan Sumber Daya Air
Untuk mengatasi bahaya banjir dan kerugian yang diakibatkan bahwasannya dapat
dilakukan upaya structural meliputi normalisasi sungai, pembuatan tanggul, sudetan,
waduk pengendali banjir, daerah retensi banjir dan perbaikan lahan , sedangkan upaya non
structural adalah zonasi banjir, pengaturan pada daratan banjir, peramalan banjir dan
peringatan dini, dan pemasangan peil banjir.
Masalah pengendalian banjir sebagai bagian dari upaya pengelolaan pengelolaan
sumberdaya air, sering mendapatkan hambatan karena adanya pemukiman padat di
sepanjang sungai yang cenderung mengakibatkan terhambatnya aliran sungai karena
banyaknya sampah domestik yang dibuang ke badan sungai sehingga mengakibatkan
10
berkurangnya daya tampung sungai untuk mengalirkan air yang datang akibat curah hujan
yang tinggi di daerah hulu.
Pada sisi lain penyediaan air baku yang dibutuhkan bagi kegiatan rumah tangga,
perkotaan dan industri sering mendapatkan gangguan secara kuantitas – dalam arti
terjadinya penurunan debit air baku akibat terjadinya pembukaan lahan-lahan baru bagi
pemukiman baru di daerah hulu yang berakibat pada pengurangan luas catchment area
sebagai sumber penyedia air baku. Disamping itu, secara kualitas penyediaan air baku
sering tidak memenuhi standar karena adanya pencemaran air sungai oleh limbah rumah
tangga, perkotaan, dan industri.
9. Bentuk – Bentuk Pengelolaan Sumber Daya Air
Pengelolaan Pencemaran
Pengelolaan sumberdaya air memerlukan dua unsur yang saling terkait, yaitu
pemeliharaan dan pengembangan kuantitas air yang mencukupi dengan kualitas yang
memadai berkualitas. Karena itu, pengelolaan sumberdaya air tidak dapat dilaksanakan
dengan baik tanpa memerhatikan kualitas air. Hal ini dapat dilaksanakan dengan
mengelola di titik sumber pencemaran dan di bukan titik pencemaran.
Perlindungan Air Tanah
Kerangka pengendalian pencemaran air tanah membutuhkan tindakan-tindakan
seperti:
Mengidentifikasikan ancaman terhadap air tanah dari titik sumbernya atau dari sumber
sebarannya, dan dengan berdasarkan bahan pencemar baik yang dapat terurai
maupun yang tidak dapat terurai dalam wilayah sungai;
Mengelompokkan air tanah berdasarkan kerentanannya dan mendefinisikan zona
perlindungan sumber air tanah; dan
Membuat kebijakan dan strategi pengendalian kegiatan pencemaran untuk mengurangi
atau menghapus risiko pencemaran.
Pemantauan Terhadap Sumber Daya Air
Pemantauan terhadap sumberdaya air, mutu air, penggunaan air dan pembuangan
pencemaran adalah hal penting untuk pengelolaan sumberdaya air yang efektif.
Perencanaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai
Wilayah sungai adalah unit pembukuan alamiah untuk pengelolaan air, sementara
keputusan politis dan administratif seringkali diambil berdasarkan batasan-batasan
yurisdiksi yang tidak sesuai dengan wilayah sungai. Dilema yang dihadapi langsung
11
oleh para pengelola air adalah bagaimana caranya membuat para pelaku dan pihak yang
berkepentingan yang berbeda-beda memberi sumbangan secara bersama-sama untuk
pengembangan dan pengelolaan wilayah sungai.
Teknis pengelolaan sumberdaya air
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan air akibat pertambahan penduduk dan
kegiatan ekonomi memerlukan kemampuan teknis dalam pengelolaan air baik pada
saat air tinggi maupun air rendah,
Disamping kemampuan teknis dan dukungan peralatan yang memadai diperlukan data
hidrologi yang dapat dipercaya dan menerus,
Pengelolaan secara conjunctive use antara air permukaan dan air tanah perlu mendapat
perhatian untuk pemanfaatan sumberdaya air secara efisien,
Pelaksanaan secara terintegrasi penanganan watershed untuk perlindungan dan
konservasi sumberdaya air guna menjaga kelangsungan pemanfaatan,
Proses pengambilan keputusan dalam perencanaan maupun alokasi air dapat
dilaksanakan dengan cepat melalui DSS maupun model lainnya.
10. Kesimpulan
Air merupakan sumberdaya alam yang penting, terbatas dan rentan perlu dimanfaatkan
sebaik-baiknya untuk kesejahteraan bersama, dengan upaya perlindungan,
pengembangan, penggunaan dan pengendalian yang terarah dan terpadu,
Penanganan secara holistik membutuhkan keterpaduan dalam perencanaan,
pengembangan dan pengelolaan berbagai aspek teknis, sosial, ekonomi, lingkungan dan
budaya dalam kesatuan wilayah sungai,
Reformasi sektor Pengairan perlu dilaksanakan dengan terarah untuk mencapai tujuan
pengelolaan sumberdaya air yang berkelanjutan.
12
LANDASAN HUKUM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
1. Pengertian Pengelolaan Sumber Daya Air
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 pasal 3, pengertian
pengelolaan sumber daya air dilihat dari beberapa sudut pandang :
Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air secara menyeluruh mencakup semua
bidang pengelolaan yang meliputi konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya
rusak air, serta meliputi satu sistem wilayah pengelolaan secara utuh yang mencakup
semua proses perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi.
Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air secara terpadu merupakan
pengelolaan yang dilaksanakan dengan melibatkan semua pemilik kepentingan
antarsektor dan antarwilayah administrasi.
Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air berwawasan lingkungan hidup
adalah pengelolaan yang memperhatikan keseimbangan ekosistem dan daya dukung
lingkungan.
Yang dimaksud dengan pengelolaan sumber daya air berkelanjutan adalah pengelolaan
sumber daya air yang tidak hanya ditujukan untuk kepentingan generasi sekarang tetapi
juga termasuk untuk kepentingan generasi yang akan datang.
2. Landasan Hukum Pengelolaan Sumber Daya Air
UUD 1945
Pembangunan sumberdaya air adalah bagian pembangunan nasional sebagai
pengamalan Pancasila dan perwujudan amanat Undang -Undang Dasar (UUD) 1945.
Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
keamakmuran rakyat.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Lahirnya Undang-Undang No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, telah lebih
memperjelas lagi bahwa penatagunaan air adalah merupakan bagian dari perencanaan
tata ruang mencakup perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang, yang meliputi
tata guna tanah, tata guna udara, dan tata guna sumberdaya alam lainnya. Kemudian
pasal 16 ayat (1a) menyatakan bahwa dalam pemanfaatan ruang dikembangkan pola
13
penggunaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya
alam lainnya sesuai dengan asas penataan ruang.
Di dalam penjelasan UU No, 24 tahun 1992 pasal 16 ayat (1) disebutkan bahwa
yang dimaksud dengan penatagunaan tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya
yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya
melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah, air, udara dan
sumber daya alam lainnya sebagai suatu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat
secara adil.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air
Air sebagai sumber kehidupan masyarakat secara alami keberadaannya bersifat
dinamis mengalir ke tempat yang lebih rendah tanpa mengenal batas wilayah
administrasi. Keberadaan air mengikuti siklus hidrologis yang erat hubungannya
dengan kondisi cuaca pada suatu daerah sehingga menyebabkan ketersediaan air tidak
merata dalam setiap waktu dan setiap wilayah.
Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan
masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif
terhadap kelestarian sumber daya air dan meningkatnya daya rusak air. Hal tersebut
menuntut pengelolaan sumber daya air yang utuh dari hulu sampai ke hilir dengan basis
wilayah sungai dalam satu pola pengelolaan sumber daya air tanpa dipengaruhi oleh
batas-batas wilayah administrasi yang dilaluinya. Berdasarkan hal tersebut di atas,
pengaturan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan sumber daya air oleh
Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota didasarkan pada
keberadaan wilayah sungai yang bersangkutan, yaitu:
wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan/atau wilayah sungai
strategis nasional menjadi kewenangan Pemerintah.
wilayah sungai lintas kabupaten/kota menjadi kewenangan pemerintah provinsi;
wilayah sungai yang secara utuh berada pada satu wilayah kabupaten/kota menjadi
kewenangan pemerintah kabupaten/kota;
Di samping itu, undang-undang ini juga memberikan kewenangan pengelolaan sumber
daya air kepada pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain sepanjang
kewenangan yang ada belum dilaksanakan oleh masyarakat dan/atau oleh
pemerintah di atasnya. Kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan sumber daya
air tersebut termasuk mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas peruntukan,
14
penyediaan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai
dengan tetap dalam kerangka konservasi dan pengendalian daya rusak air.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Sumber Daya Air
Pada pasal 2, Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan
lingkungan hidup dengan tujuan untuk mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang
berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Disebutkan pula dalam pasal 4,
yaitu tentang pengelolaan sumber daya air diselenggarakan dengan berlandaskan pada:
kebijakan pengelolaan sumber daya air pada tingkat nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota;
wilayah sungai dan cekungan air tanah yang ditetapkan; dan
pola pengelolaan sumber daya air yang berbasis wilayah sungai.
Pengelolan sumber daya air memerlukan perencanan yang matang, agar dapat
memberikan manfaat banyak untuk masyarakat. Pada pasal 24 yang membahas tentang
perencanaan pengelolaan sumber daya air berbunyi :
Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai dengan prosedur dan
persyaratan melalui tahapan yang ditetapkan dalam standar perencanaan yang
berlaku secara nasional yang mencakup inventarisasi sumber daya air penyusunan,
dan penetapan rencana pengelolaan sumber daya air.
3. Kesimpulan
Pengelolaan sumber daya air memiliki 4 landasan hukum, yaitu :
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Sumber Daya Air
15
KERANGKA DASAR PENGELOLAAN SDA BERBASIS WILAYAH
SUNGAI
1. Pendahuluan Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA)
Pengertian dan Konsep Pengelolaan Sumber Daya Air
Menurut Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, pengelolaan
sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan
mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber
daya air dan pengendalian rusak air. Sementara Sumber Daya Air adalah air, sumber air
dan daya air yang terkandung di dalamnya.
Dalam rangka pengelolaan sumber daya air terdapat suatu pola pengelolaan sumber
daya air yang merupakan kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan,
memantau dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan
sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Tujuan Pengelolaan Sumber Daya Air
Menurut Undang-Undang No.7 Tahun 2004, tujuan pengelolaan sumber daya air
adalah mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk
kemakmuran rakyat.
Landasan Hukum Pengelolaan Sumber Daya Air
Landasan hukum pengelolaan sumber daya air di Indonesia diatur dan dikuatkan
oleh Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
2. Kerangka Dasar Pengelolaan Sumber Daya Air Berbasis Wilayah Sungai
Sungai sebagai Sumber Daya Air
Dalam undang-undang, sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang
terkandung di dalamnya. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di
bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air
hujan dan air laut yang berada di darat.
Sungai merupakan salah satu sumber air yang banyak terdapat di berbagai daerah di
Indonesia. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari
atau sama dengan 2000 km2. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
16
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau
atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas
di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai
Sungai sebagai salah satu sumber daya air memerlukan suatu pengelolaan yang
bertujuan agar sungai dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan
masyarakat. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air juga
dimaksudkan untuk memfasilitasi strategi pengelolaan sumber daya air untuk wilayah
sungai di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan akan air dan menjamin
terselenggaranya pengelolaan tersebut secara berkelanjutan. Pengelolaan tersebut pun
dilaksanakan dengan adanya pola pengelolaan sumber daya air yang disusun
berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air
tanah.
Kerangka Dasar Pengelolaan Sumber Daya Air Berbasis Wilayah Sungai
Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar atau langkah awal dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi kegiatan konservasi
sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air
(Undang-Undang No.7 Tahun 2004). Perencanaan diperlukan dalam suatu pengelolaan
sumber daya air berbasis wilayah sungai sehingga tindakan selanjutnya terkoordinasi
untuk mencapai tujuan pengelolaan tersebut.
Kerangka dasar pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah sungai yang perlu
diperhatikan antara lain:
Tujuan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan.
Dasar pertimbangan yang digunakan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air,
antara lain mencakup analisis kondisi yang ada, asumsi, standar, dan criteria yang
ditetapkan secara jelas.
Penyusunan scenario, strategi, dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya air.
Skenario kondisi wilayah sungai merupakan aumsi tentang kondisi pada masa yang
akan dating yang mungkin terjadi, misalnya kondisi perekonomian, perubahan iklim
atau perubahan politik.
alternatif pilihan strategi pengelolaan sumber daya air untuk setiap scenario merupakan
rangkaian upaya atau kegiatan pengelolaan sumber daya air untuk mencapai tujuan
pengelolaan sumber daya air sesuai dengan kondisi wilayah sungai.
17
kebijakan operasional (arahan pokok) untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber
daya air, contoh: melalui undang-undang.
Sebagai tindak lanjut dari adanya pola pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah
sungai terdapat rencana induk pengelolaan sumber daya air yang diperlukan untuk
menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air dan disusun dengan berpedoman
kepada pola pengelolaan sumber daya air untuk wilayah sungai terkait.
Setelah rencana induk pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dilakukan:
Studi kelayakan
Program pengelolaan.
Rendana kegiatan.
Rencana rinci.
Pelaksanaan.
Operasi dan pemeliharaan.
Dalam rangka penyusunan pola pengelolaan sumber daya air maka diperlukan data
dan informasi antara lain:
Penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air yang telah dilakukan oleh pemerintan
dan atau pemerintah daerah yang bersangkutan.
Kebutuhan sumber daya air bagi semua pemanfaat di wilayah sungai yang bersagkutan,
agar tercapai keterpaduan pengelolaan sumber daya air.
Keberadaan masyarakat hukum adat setempat yang menyangkut unsure masyarakatnya,
unsure wilayah, dan unsure hubungan antara keduanya.
Sifat alami dan karakteristik sumber daya air dalan satu kesatuan sistem hidrologis.
Kepentingan manusia generasi masa kini dan mendatang
Kondisi lingkungan hidup.
Rencana pengelolaan sumber daya air dilakukan melalui inventarisasi sumber daya
air, penyusunan dan penetapan rencana pengelolaan sumber daya air. Dalam Rencana
Induk (masterplan) pengelolaan sumber daya air dimuat: pokok-pokok program
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air dan pengendalian daya
rusak air oleh masing-masing sector dan wilayah meliputi upaya fisik dan nonfisik..
3. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
18
Pengelolaan sumber daya air berbasis wilayah sungai diawali dengan adanya suatu pola
pengelolaan sumber daya air yang menjadi kerangka dasar pengelolaan sumber daya
air.
Pengelolaan sumber daya air dan pola pengelolaannya diatur melalui Undang-Undang No.
7 Tahun 2004.
19
INFORMASI KONDISI WS, TOPOGRAFI DAN BATIMETRI;
HIDROMETRI; GEOLOGI; MEKANIKA TANAH
Tahapan pengelolaan sumber daya air, meliputi beberapa aspek sebagai berikut:
1. Informasi wilayah sungai
Kriteria
Tipe wilayah sungai ditetapkan pada wilayah sungai adalah sebagai berikut:
wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
wilayah sungai lintas provinsi;
wilayah sungai lintas negara; dan
wilayah sungai strategis nasional.
Penentuan wilayah sungai tersebut diatas didasarkan pada efektivitas pengelolaan
sumber daya air dengan kriteria:
Dapat memenuhi kebutuhan konservasi sumber daya air dan pendayagunaan sumber
daya air; dan/atau telah tersedianya prasarana sumber daya air yang menghubungkan
daerah aliran sungai yang satu dengan daerah aliran sungai yang lain.
Efisiensi pengelolaan sumber daya air dengan kriteria rentang kendali pengelolaan
sumber daya air. Yang dimaksud dengan ”rentang kendali pengelolaan sumber daya
air”, misalnya besaran wilayah, besaran organisasi, kompleksitas permasalahan.
Keseimbangan pengelolaan sumber daya air pada daerah aliran sungai basah dan daerah
aliran sungai kering dengan kriteria tercukupinya hak setiap orang untuk
mendapatkan air guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. Yang
dimaksud dengan “daerah aliran sungai kering” adalah daerah aliran sungai (DAS)
yang curah hujannya secara alamiah tidak dapat memenuhi kebutuhan air untuk
kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif. Yang dimaksud dengan “daerah aliran
sungai basah” adalah DAS yang curah hujannya secara alamiah berlebih guna
memenuhi kebutuhan air untuk kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif.
Parameter
Selain memenuhi kriteria yang telah tersebut diatas, penentuan wilayah sungai juga
perlu memenuhi parameter berikut ini;
Potensi sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan lebih besar atau sama
dengan 20% dari potensi sumber daya air pada provinsi.
20
Banyaknya sektor dan jumlah penduduk dalam wilayah sungai yang bersangkutan:
jumlah sektor yang terkait dengan sumber daya air pada wilayah sungai paling kurang
16 sektor; dan
jumlah penduduk dalam wilayah sungai paling kurang 30% dari jumlah penduduk pada
provinsi.
besarnya dampak sosial terhadap pembangunan nasional;
tenaga kerja pada lapangan kerja yang terpengaruh oleh sumber daya air paling kurang
30% dari seluruh tenaga kerja pada tingkat provinsi; atau
pada wilayah sungai terdapat pulau kecil atau gugusan pulau kecil yang berbatasan
dengan wilayah negara lain;
besarnya dampak lingkungan terhadap pembangunan nasional:
terancamnya keanekaragaman hayati yang spesifik dan langka pada sumber air, yang
perlu dilindungi, atau yang ditetapkan dalam konvensi internasional;
perbandingan antara debit air sungai maksimum dengan debit air sungai minimum rata-
rata tahunan pada sungai utama melebihi 75; atau
perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan air pada wilayah sungai yang
bersangkutan melampaui angka 1,5 (satu koma lima); atau
Seringnya timbul kejadian penyakit terkait dengan air yang mengakibatkan
kematian/cacat.
Seringnya timbul kejadian penyakit terkait dengan air yang mengakibatkan
kematian/cacat tetap dalam jumlah besar.
Besarnya dampak ekonomi terhadap pembangunan nasional:
Terdapat paling kurang 1 (satu) daerah irigasi yang luasnya lebih besar atau sama
dengan 10.000 ha;
Nilai produksi industri terkait dengan sumber daya air pada wilayah sungai paling
kurang 20% dari nilai produksi industri pada tingkat provinsi; atau
Produksi pembangkit listrik tenaga air pada wilayah sungai yang bersangkutan
terkoneksi atau merupakan bagian dari jaringan listrik lintas provinsi.
Dampak negatif akibat daya rusak air terhadap pertumbuhan ekonomi mengakibatkan
tingkat kerugian ekonomi paling kurang 1% dari Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) tingkat provinsi.
Untuk menentukan pembagian wilayah sungai pemetintah provinsi bersama
pemerintah Kabupaten/kota dapat mengajukan permintaan/usulan kepada menteri
Pekerjaan umum. Jika Dewan Air atau wadah kordinasi pengelolaan sumber daya air
21
sudah terbentuk usulan tersebut perlu dikonsultasikan lebih dahulu pada Dewan
Air. Penetapan wilayah sungai dapat ditinjau kembali apabila ada perubahan fisik
dan/atau nonfisik di wilayah sungai bersangkutan yang berdasarkan kriteria yang ada
mengakibatkan perubahan batas wilayah sungai dan/atau perubahan kelompok wilayah
sungai. Yang dimaksud dengan perubahan fisik misalnya perubahan prasarana sumber
daya air, perubahan luas tutupan lahan, perubahan debit air sungai maksimum-
minimum, sedang yang dimaksud dengan perubahan nonfisik misalnya perubahan
wilayah administrasi kabupaten/kota atau provinsi, perubahan jumlah penduduk pada
wilayah sungai.
Geologi
Data geologi, yaitu data yang menunjukkan jenis-jenis tanah termasuk lapisan-
lapisan tanah yang perlu ditinjau terhadap daya dukung tanah bagi konstruksi suatu
bangunan air yang akan dibangun di atasnya.
Tujuan survei dan investigasi geoteknik (geologi) untuk mengetahui kondisi geologi
dan tanah di lokasi terutama untuk tujuan pembuatan pondasi bangunan, dimana
diperlukan data yang akurat sehingga dapat diambil keputusan yang tepat untuk
pemilihan jenis atau macam pondasi bangunan. Berbagai survei yang dapat dilakukan
antara lain meliputi survei tentang :
Jenis batuan menurut sifat-sifatnya
Pemeriksaan tegangan geser
Perubahan bentuk sebelum rusak
Karakteristik rusaknya batuan
Kesatuan batuan
Kelangsungan reformasi
Jenis jatuan menurut pelapukannya
Batuan segar
Batuan agak lapuk
Batuan lapuk sedang
Batuan sangat lapuk
Batuan lapuk
Tanah
Pengujian terhadap data geologi ialah:
22
Pengujian di Laboratorium. Pemeriksaan Petrografi, digunakan untuk menentukan
nama batuan. Hal tersebut dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu :
o Cara Makroskopis, dilaksanakan secara visual dengan melihat batuan yang
ada untuk ditentukan warna, struktur dan tekstur batuan.
o Cara Mikroskopis, dilaksanakan dengan alat mikroskop untuk dapat melihat
dan membandingkan mineral yang membentuk batuan untuk ditentukan
warna, struktur dan tekstur batuan.
Pengujian Reaksi Alkali pada Batuan. Digunakan untuk memeriksa apakah batuan
mengandung bahan-bahan yang bereaksi dengan alkali semen sehingga dapat
menimbulkan kerusakan. Ada tiga cara yang dilakukan, yang terdiri dari :
o secara kimia,
o pengujian batang uji,
o pengujian ketahan aus.
Penelitian Dan Penyelidikan Di Lapangan
o Pembuatan lubang pengujian (test Pit).
Gambar 2 Tes Pit
o Pembuatan lubang pengujian dalam (test Shaft).
Gambar 3 Tes Shaft
o Pengujian dengan alat standard penetrasi.
o Pembuatan bor inti.
23
Gambar 4 Pembuatan Bor Inti
o Pengujian seismic
Gambar 5 Uji Seismik
Mekanika tanah
Tujuan penelitian dan penyelidikan mekanika tanah adalah untuk meneliti,
mempelajari dan menyelidiki keseimbangan serta perubahan dari tanah baik dengan
tekanan maupun tanpa tekanan. Survei tanah dipergunakan untuk keperluan
pembangunan konstruksi yang dapat berupa bangunan gedung, jalan, jembatan, bandar
udara, pelabuhan termasuk bangunan-bangunan pengembangan sumberdaya
air. Adapun penelitian dan penyidikan terhadap data mekanika tanah dapat dilakukan
melalui dua cara, yaitu:
Penelitian Dan Penyelidikan di Laboratorium
Untuk melanjutkan penelitian dan penyelidikan hasil-hasil yang sudah didapat di
lapangan, haruslah dilakukan proses penelitian di laboratorium guna mendapatkan
datanya secara lebih spesifik dan akurat. Jadi sangat diperlukan adanya data dari hasil
uji laboratorium.
Adapun data laboratorium yang diperlukan meliputi hal-hal seperti :
penentuan gradasi butir
mengukur kadar air
menentukan kadar pori dan angka pori tanah
menentukan berat jenis tanah
pengujian geser langsung
24
pengujian proctor
pengujian rembesan air
pengujian konsolidasi
Penelitian Dan Penyidikan Lapangan
Penelitian dan penyelidikan harus dilakukan pada contoh tanah sesuai dengan
keadaan sebenarnya, sehingga harus diambil pada keadaan aslinya. Pengambilan
dilaksanakan dari :
pembuatan lubang pengujian (test pit)
pembuatan lubang pengujian dalam (test shaft)
pembuatan lubang pengeboran (drill hole)
pengujian dengan alat standard penetrasi (SPT)
Gambar 6 Alat Penetrasi Standar
pengujian dengan alat sondir
25
Gambar 7 Alat Sondir
Topografi
Data Topografi, merupakan pemetaan lahan yang dilengkapi garis ketinggian
(kontur) dengan profil dalam skala tertentu dan jika diperlukan dapat disertakan pula
foto-foto udaranya atau peta citra satelit.
Langkah-langkah aktiftas survai hendaknya dilakukan dalam program yang matang
rencananya secara substansial dan dalam waktu yang tepat.Hasil survai berupa data
topografi yang diperlukan untuk pemetaan yang masih perlu ditinjau lebih lanjut
kelengkapannya, misalnya mengenai adanya bangunan- bangunan seperti pabrik,
kompleks perumahan, perkantoran, pertamanan, hutan, areal pertanian dsb., yang akan
mempengaruhi pembangunan pengembangan sumberdaya air.
Untuk kelengkapan orientasi dalam langkah-langkah aktifitas survai tersebut sangat
diperlukan adanya peta topografi yang relatif masih baru dan akurat sebagai masukan
data awal.
Pelaksanaan pekerjaan pengukuran topografi dalam pelaksanaannya melalui proses
pengambilan data, pengolahan data lapangan, perhitungan, penggambaran dan
penyajian data pada laporan.
Survey topografi yang dilakukan adalah pengukuran sungai sepanjang ± 25 km ke
arah hilir sungai. Berdasarkan pemahaman dan kajian yang telah diuraikan pada bab
pemahaman umum proyek sebelumnya, Secara garis besar pengambilan data topografi
meliputi :
Pengukuran Kerangka Dasar Horisontal.
26
Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal.
Pengukuran Detail Situasi.
Pengukuran melintang.
Prosedur kerja lapangan dan studio diuraikan di bawah ini.
Peralatan yang diperlukan
Peralatan yang akan di pakai telah memenuhi persyaratan ketelitian (kalibrasi) dan
sudah di periksa dan disetujui oleh pemberi kerja.
Theodolite T1/Wild, dipergunakan untuk kegiatan pembuatan kerangka horizontal
utama, baik untuk pemetaan situasi maupun pengukuran trase.
Waterpass (WP), dipergunakan untuk kegiatan pembuatan kerangka vertical dan
pengukuran trase.
Theodolite To/Wild, dipergunakan untuk kegiatan pemetaan situasi rincikan.
EDM (Electronic Distance Measure), dipergunakan untuk pengukuran jarak akurat
poligon utama
Titik Referensi dan Pemasangan Benchmark (BM), Control Point (CP) dan patok kayu
Dalam pelaksanaan pengukuran situasi detail dan trase sungai/pantai, Konsultan
akan menggunakan titik tetap yang sudah ada sebagai titik acuan (referensi) dan harus
diketahui dan disetujui oleh pemberi kerja.
Untuk menunjang hasil kegiatan proyek, dilakukan penambahan benchmark baik
berupa BM maupun CP di beberapa lokasi untuk menjamin akurasi pengukuran pada
saat pelaksanaan konstruksi.
Dimensi patok Benchmark (BM) berukuran 20 cm x 20 cm x 100 cm terbuat dari
beton dan Control Point (CP) berukuran 10 cm x 10 cm x 80 cm atau pipa paralon
diameter 4“ diisi beton cor. Keduanya dilengkapi paku/besi beton yang dipasang
menonjol setinggi 1 cm pada bagian atas BM dan CP.
Penempatan CP dan BM pada posisi yang memudahkan kontrol pengukuran, aman
dari gangguan manusia atau hewan, tidak mengganggu transportasi dan kegiatan rutin
penduduk sekitar, diluar areal kerja/batas pembebasan tanah untuk bangunan air dan
saluran, tetapi cukup mudah dicari dan berada dicakupan lokasi kerja. Patok CP dan
BM dilengkapi dengan kode proyek, nama, nomor dan huruf yang akan dikonsultasikan
dengan direksi.
Sesuai KAK, spesifikasi rintisan dan pemasangan patok dan patok permanen (BM
dan CP) kerangka dasar pengukuran adalah sebagai berikut :
27
Pemasangan patok, BM dan CP dilaksanakan pada jalur-jalur pengukuran sehingga
memudahkan pelaksanaan pengukuran.
BM, CP dan patok di pasang sebelum pengukuran situasi sungai/pantai dilaksanakan.
BM di pasang pada setiap jarak 2.0 km dan CP di pasang pada setiap jarak 2.0 km
(berdampingan dengan BM) atau pada tempat yang diperkirakan akan di buat
bangunan penanggulangan banjir. Pilar-pilar tersebut di buat dari konstruksi beton.
BM dan CP tersebut di pasang pada tempat-tempat yang aman, stabil serta mudah
ditemukan.
Apabila tidak memungkinkan untuk mendapatkan tempat yang stabil, misalnya tanah
gembur atau rawa-rawa maka pemasangan BM dan CP tersebut harus di sangga
dengan bamboo/kayu.
Patok-patok di pasang maksimal setiap jarak 100 m pada bagian sungai yang lurus dan
< 50 m pada bagian sungai yang berkelok-kelok (disesuaikan dengan keperluan).
Patok-patok di buat dari kayu (misal kayu gelam/dolken) dengan diameter 3 – 5 cm.
Pada bagian atas patok ditandai dengan paku payung.
Jalur rintisan/pengukuran mengikuti alur sungai dan pantai.
Didalam laporan topografi akan di buat buku Diskripsi BM yang memuat, posisi BM
dan CP dilengkapi dengan foto, denah lokasi, dan nilai koordinat (x, y, z).
40
2015
6520
100
Beton 1:2:3
Pasir dipadatkan
Pen kuningan
Tulangan tiang Ø10
Sengkang Ø5-15
Pelat marmer 12 x 12
20
1020
10
Ø6 cm
Pipa pralon PVC Ø6 cm
Nomor titik
Dicor beton
Dicor beton
7525
Benchmark Control Poin t
Gambar 8 Bentuk BM dan CP
Pengukuran kerangka dasar pemetaan.
Sebelum melakukan pekerjaan pemetaan areal rencana sungai dan pantai baik
pengukuran kerangka dasar horizontal, kerangka dasar vertikal maupun pengukuran
detail situasi, terlebih dahulu dilakukan pematokan yang mengcover seluruh areal yang
28
akan dipetakan. Azimut awal akan ditetapkan dari pengamatan matahari dan
dikoreksikan terhadap azimut magnetis.
Pengukuran Jarak
Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 meter. Tingkat
ketelitian hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat tergantung
kepada cara pengukuran itu sendiri dan keadaan permukaan tanah. Khusus untuk
pengukuran jarak pada daerah yang miring dilakukan dengan cara seperti di
Gambar 9.
Jarak AB = d1 + d2 + d3
d1d2
d3
A
B2
1
Gambar 9 Pengukuran Jarak Pada Permukaan Miring
Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan juga pengukuran
jarak optis pada saat pembacaan rambu ukur sebagai koreksi.
Pengukuran Sudut Jurusan
Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat
ukur sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan dihitung
berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik poligon.
Penjelasan pengukuran sudut jurusan sebagai berikut lihat Gambar 10.
α = sudut mendatar
αAB = bacaan skala horisontal ke target kiri
αAC = bacaan skala horisontal ke target kanan
Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong biasa (B) dan
luar biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:
Jarak antara titik-titik poligon adalah 50 m.
Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.
Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100 meter.
Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).
29
Selisih sudut antara dua pembacaan 2” (dua detik).
Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus berikut.
000.5:1
22
d
ffKI
yx
Bentuk geometris poligon adalah loop.
A
B
C
AB
AC
Gambar 10 Pengukuran Sudut Antar Dua Patok
Pengamatan Azimuth Astronomis
Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal yaitu:
Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-
sudut terukur dalam jaringan poligon.
Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/poligon yang tidak terlihat satu
dengan yang lainnya.
Penentuan sumbu X untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan pengukuran
yang bersifat lokal/koordinat lokal.
Pengamatan azimuth astronomis dilakukan dengan:
Alat ukur yang digunakan Theodolite T1
Jumlah seri pengamatan 4 seri (pagi hari)
Tempat pengamatan, titik awal (BM.1)
Dengan melihat metoda pengamatan azimuth astronomis pada Gambar 11,
Azimuth Target (T) adalah:
T = M + atau T = M + ( T - M )
di mana:
T = azimuth ke target
30
M = azimuth pusat matahari
(T) = bacaan jurusan mendatar ke target
(M) = bacaan jurusan mendatar ke matahari
= sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan jurusan ke
target
Matahari
U (Geografi)
Target
A
M
T
Gambar 11 Pengamatan Azimuth Astronomis
Pengukuran kerangka dasar horizontal dilakukan dengan metoda poligon
dimaksudkan untuk mengetahui posisi horizontal, koordinat (X,Y ).
Adapun spesifikasi pengukuran kerangka dasar antara lain :
Pengukuran poligon adalah untuk menentukan koordinat titik-titik poligon yang
digunakan sebagai kerangka pemetaan.
Pengukuran polygon sebagai kerangka kontrol horisontal dan pengukuran
waterpass sebagai kerangka vertikal. Pengukuran kerangka dasar pemetaan ini
harus terikat dengan benchmark referensi dan di bagi dalam beberapa
loop/kring sesuai dengan kebutuhan.
Pengukuran poligon diikatkan pada titik tetap geodetis (titik trianggulasi) dan titik
tersebut harus masih dalam keadaan baik serta mendapatkan persetujuan dari
Direksi Pekerjaan. Pengontrolan sudut hasil pengukuran poligon dilakukan
penelitian azimuth satu sisi dengan pengamatan matahari pada setiap jarak
2.5 km.
Sudut polygon diusahakan tidak ada sudut lancip, alat ukur yang di pakai adalah
Theodolite T2 atau yang sederajat dengan ketelitian 20” dan Elektronik
Distance Meter (EDM).
31
Kerangka cabang dilakukan dengan ketentuan panjang sisi poligon maksimum
100 m. Jarak kerangka cabang diukur ketinggiannya dengan waterpass.
Selisih sudut antara dua pembacaan < 2” (dua detik).
Persyaratan pengukuran poligon utama mempunyai kesalahan sudut (toleransi)
adalah 10”n detik pada loop tertutup dimana n adalah jumlah titik poligon.
Pada poligon cabang toleransi kesalahan sudut adalah 20”n detik dengan n
adalah jumlah titik poligon.
Salah penutup utama jarak fd <1:7.500, dimana fd adalah jumlah penutup jarak.
Pengukuran waterpass setiap seksi dilakukan pergi-pulang yang harus dilakukan
dalam satu hari.
Jalur pengukuran waterpass harus merupakan jalur yang tertutup dengan toleransi
kesalahan beda tinggi 10√D (mm) dimana D = panjang jarak (km).
Pengukuran sudut dilakukan dua seri (biasa dan luar biasa) muka belakang.
Jarak di ukur dengan pita ukur.
Jalur poligon di buat dalam bentuk geometris poligon kring tertutup (loop)
melalui BM dan patok kayu dan bagian sungai/pantai berada dalam kring
tersebut.
Gambar 12 Contoh Pengukuran Topografi
Hidrologi-Hidrometri Sungai
Data hidrologi, secara garis besar data ini haruslah merupakan rekaman data hujan
berskala waktu lebih dari sepuluh tahun, sehingga diharapkan dapat memberikan
informasi dan besaran-besaran yang merupakan masukan yang penting untuk dapat
dilakukan analisis selanjutnya secara komprehensif.
32
Penelitian hidrologi dilakukan untuk mendapatkan informasi besaran debit air yang
selanjutnya digunakan untuk patokan rancangan perhitungan pada bangunan-bangunan
pengembangan sumberdaya air.
Hidrologi berkaitan langsung dengan air didalam tanah, sungai, danau, telaga,
waduk, sawah, dan semua air yang terdapat di atmosfir baik dalam keadaan diam
ataupun bergerak (mengalir).
Pekerjaan survai hidrologi & hidrometri dimaksudkan untuk memperoleh data
lapangan (primer dan sekunder) tentang karakteristik sungai, anak/cabang sungai yang
akan mendukung dalam analisis hidrologi maupun hidrolika. Dengan melakukan survei
terlebih dahulu dengan sungai yang akan di ambil data lapangannya
Kegiatan survai hidrologi meliputi :
Pengumpulan data curah hujan terbaru minimum selama 10 tahun dari beberapa
stasiun-stasiun terdekat minimum 3 stasiun pos hujan.
Pengumpulan data klimatologi (temperatur, kelembaban udara, kecepatan angin,
penguapan dsb.) terbaru minimum selama 5 tahun dari stasiun-stasiun terdekat.
Pengumpulan data/informasi banjir (tinggi, lamanya perkiraan luas genangan dan
dampaknya).
Pengumpulan data yang berkaitan dengan karakteristik DPS antara lain : keadaan
vegetasi daerah pengaliran, sifat dan jenis tanah dan debit rata-rata pada waktu
keadaan normal, tahun kering dan tahun basah.
Kegiatan survai hidrometri meliputi :
Pengukuran kecepatan aliran.
Pengukuran kecepatan aliran sungai dilakukan pada bagian aliran (di sungai)
yang tidak terpengaruh pasang surut, kegiatan pengukuran dilakukan di 3 titik yang
ditempatkan di hulu sungai, hilir sungai dan sungai cabang dengan ketentuan sebagai
berikut :
Jika kedalaman air > 0,50 m, di pakai alat Current Meter.
Untuk kedalaman aliran > 1,50 m, pengukuran kecepatan dilakukan pada
kedalaman 0,20, 0,60 dan 0,80 dari kedalaman aliran untuk masing-masing lokasi
(bagian tengah dan pinggir aliran).
Untuk kedalaman aliran antara 0,50 – 1,50 m, pengukuran kecepatan
dilakukan pada kedalaman 0,50 m dari kedalaman aliran pada bagian tengah
aliran.
33
Jika kedalaman aliran < 0,50 m, di pakai alat metode pengukuran kecepatan aliran
dengan menggunakan pelampung.
Interval pias pengukuran terhadap lebar permukaan sungai adalah :
B < 50 m, jumlah 3 pias.
B = 50-100 m, jumlah 4 pias.
B = 100 – 200 m, jumlah 5 pias.
B = 200 – 400 m, jumlah 6 pias.
Kedalaman pengukuran (D) dan perhitungan kecepatan rata - rata (Vm) :
D < 0.60 m, satu titik pengukuran, Vm = V0.6
D = 0.60 – 1.50 m, dua titik pengukuran, Vm = ½ (V0.2 + V0.8)
D > 1.50 m, tiga titik pengukuran, Vm = ¼ (V0.2 +2V0.6 + V0.8)
Pengukuran penampang sungai di titik pengukuran debit.
Pengikatan muka air sungai dan bak ukur muka air (peil schaal) dengan patok topografi
untuk mendapatkan kesatuan sistim elevasi tanah dengan muka air.
Pengamatan muka air sungai khususnya di hilir sungai (titik pengukuran debit) tiap 1
jam selama 24 jam saat pasang tinggi (spring tide) dan pasang rendah (neap tide)
berdasarkan data HIDRAL (Hidro Oceanografi AL) di pelabuhan terdekat.
Pengambilan Contoh Sedimen.
Contoh sedimen yang di ambil terdiri dari sedimen layang dan material dasar,
dengan ketentuan sebagai berikut :
Jika ketinggian air > 1,00 m maka pengambilan contoh sedimen dilakukan dengan
menggunakan alat Suspended Sampler (untuk sedimen layang) dan Bed Material
Sampler (untuk material dasar).
Jika ketinggian air < 1,00 m maka pengambilan contoh sedimen dilakukan dengan
tabung sample (untuk sedimen layang) dan Bed Material Sampler (untuk material
dasar).
Pengambilan contoh sedimen dilakukan pada bagian pinggir aliran dan tengah aliran.
Contoh sedimen dimasukan ke dalam tabung sample.
Pengamatan Pasang Surut Muka Air Sungai/Laut.
Pengamatan pasang surut dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
Lokasi pengamatan di daerah muara sungai, dimana muka airnya tidak
bergelombang/berombak baik akibat lalu lintas perahu maupun gelombang air laut.
Pengamatan dilakukan selama 15 hari x 24 jam berturut-turut dengan interval
pengamatan setiap 1 jam.
34
Pengamatan harus maliputi pasang purnama.
Pada lokasi pengamatan di pasang peil schaal.
Bathimetri Sungai
Bathimetri adalah studi tentang kedalaman air danau atau dasar lautan. Dengan kata
lain, bathimetri adalah setara dengan hypsometry bawah air. Peta bathimetri
(hidrografi) biasanya diproduksi untuk mendukung keselamatan navigasi permukaan
atau sub-permukaan, dan biasanya menunjukkan relief dasar laut atau daerah dasar laut
sebagai garis kontur (isodepth) dan pemilihan kedalaman (sounding), dan biasanya juga
menyediakan informasi mengenai navigasi permukaan . Peta Bathimetri dapat juga
dibuat dengan menggunakan Digital Terrain Model dan teknik pencahayaan buatan
untuk menggambarkan kedalaman yang digambarkan.
Pengukuran Posisi Fix Point Cara Ikatan Ke Muka.
Posisi fix point dengan cara ikatan ke muka dengan maksud agar koordinat fix
point satu sistem dengan koordinat peta topografi seperti seperti dijelaskan sebagai
berikut :
Gambar 12 Penentuan posisi fix point cara ikatan ke muka
35
D
BSD
AS
B (Xb,Yb)A (Xa,Ya)
D AB = jarak basis
Lihat Segitiga ASB
D AB
sin γ=
DAS
sin β=
DBS
sin α
Penentuan Jarak
Menentukan jarak DAS
DAS . sin = DAB . sin
DAS =
DAB sin β
sin γ (1)
Menentukan jarak DBS
DBS
sin α=
D AB
sin γ
DBS . sin = DAB . sin
DBS =
DAB sin α
sin γ (2)
Penentuan Absis dan Ordinat Titik S (XS, YS)
Dari titik A
XS1 = XA + DAS sin AZAS
YS1 = YA + DAS cos AZAS (3)
Dari titik B
YS2 = XA + DAS sin AZBS
YS2 = YB + DBS cos AZBS
Koordinat rata-rata (Sr)
XS r=XS1+XS2
2
YSr=YS1+ZS2
2 (4)
Dimana :
DAB = Jarak basis hasil ukuran poligon.
DAS = Jarak titik A-S.
DBS = Jarak titik B-S.
= Sudut BAS.
= Sudut ABS.
= Sudut ASB : 180 – ( + ).
36
Az = Azimuth.
X = Absis.
Y = Ordinat.
Koreksi Bacaan Kedalaman.
Tiap-tiap pengukuran kedalaman dengan Echosounder harus di koreksi dengan
korelasi indeks atau koreksi alat dan koreksi pasang surut. Koreksi-koreksi yang harus
diberikan pada hasil pengukuran kedalaman dengan Echosounder adalah :
Koreksi alat.
Koreksi kedudukan transducer terhadap permukaan air.
Koreksi kedalaman karena perubahan kecepatan gelombang.
Koreksi pasang surut.
Yang paling dominan diperhitungkan untuk koreksi kedalaman adalah koreksi
kedudukan transducer yang ditentukan di lapangan dan kondisi posisi pasang surut
selama sounding bathimetri dilakukan.
MORFOLOGI SUNGAI; EKOLOGI; GEOGRAFIS DAN
KEPENDUDUKAN; PENGEMBANGAN WILAYAH
1. Morfologi Sungai
Morfologi sungai merupakan ilmu yang mempelajari tentang bentuk ataupun system
dari sungai tersebut. Pemanfaatan sungai untuk navigasi dan pertambahan aktivitas
manusia pada umumnya memerlukan pengontrolan sungai dengan cara melakukan
perbaikan pengukuran perubahan sungai yang telah dilakukan. Hal ini karena banyak
sungai mempunyai kecenderungan alam untuk berubah terus menerus pada alur sungainya,
misalnya proses meander dan braided sungai dan pengaruh perkembangan di sekitarnya
misalnya konstruksi jembatan, adanya perkotaan di sekitar sungai, tempat berlabuhnya
kapal dan sebagainya, yang memerlukan alignmen sungai yang tetap pada beberapa
37
tempat. Kegiatan tersebut dapat meningkatkan erosi tanggul, erosi sekitar pilar jembatan,
sedimentasi di saluran untuk navigasi, dan sebagainya, yang akan menyebabkan
perubahan morfologi sungai secara alami.
Fenomena alam di atas merupakan fenomena yang sangat kompleks. Usaha-usaha
untuk mendekati fenomena tersebut hingga dapat dijadikan sebagai referensi solusi
pendekatan dari permasalahan sungai di atas, adalah dengan melakukan penelitian-
penelitian.
Model fisik atau matematika sering digunakan untuk memperkirakan perubahan
morfologi sungai. Sampai sekarang sudah banyak model matematik morfologi satu
dimensi yang dikembangkan. Biasanya model matematik satu dimensi tersebut untuk
memperkirakan perubahan morfologi pada jangka waktu yang lama dan skala panjang.
Untuk memprediksi pengaruh bend cut-off pada saluran yang digunakan untuk navigasi,
pengaruh stabilitas alignment saluran , dan lain-lain, terhadap perubahan morfologi sungai
diperlukan aplikasi model morfologi dua dimensi (horisontal). Demikian juga dengan
adanya intake air, outlet, adanya anak sungai (tributary), pertemuan aliran (confluence),
percabangan aliran (bifurcation) dan river bend, aplikasi model morfologi dua dimensi
sangat relevan. Khususnya pada percabangan (bifurcation), perkiraan distribusi angkutan
sedimen dan komposisi sedimen sangat penting. Hal ini karena distribusi dan komposisi
sedimen akan mempengaruhi perkembangan morfologi sungai dalam jangka waktu lama.
Gambar 13 Morfologi Sungai
2. Ekologi
Ekologi adalah ilmu yangmempelajari interaksi antara organisme dengan lingkunganny
a dan yang lainnya. Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan
berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik antara
lain suhu, air, kelembaban, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk
hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga
38
berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi,
komunitas, dan ekosistem yang saling memengaruhi dan merupakan suatu sistem yang
menunjukkan kesatuan.
Ekologi mempelajari hal berikut :
Perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup yang
lain ke dalam lingkungannya dan faktor-faktor yang menyebabkannya.
Perubahan populasi atau spesies pada waktu yang berbeda dalam faktor-faktor yang
menyebabkannya.
Terjadi hubungan antarspesies (interaksi antarspesies) makhluk hidup dan hubungan
antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Konsep Ekologi
Hubungan keterkaitan dan ketergantungan antara seluruh komponen ekosistem harus
dipertahankan dalam kondisi yang stabil dan seimbang (homeostatis). Perubahan pada
salah satu komponen akan mempengaruhi komponen lainnya. Homeostatis adalah
kecenderungan sistem biologi untuk menahan perubahan dan selalu berada dalam
keseimbangan.
Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatic yang mempunyai peran penting
dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi
daerah disekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh
karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan disekitarnya. Sebagai suatu ekosistem,
perairan sungai mempunyai berbagai komponen biotik danabiotik yang saling
berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional yang saling mempengaruhi.
Komponen pada ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama.
Di beberapa tempat, sungai bahkan menyediakan pasokan air yang cukup penting
bagi sektor pertanian dan perkebunan. Bahkan batu-batu yang ada disungai mensuplai
sebagian besar bahan bangunan bagi rumah penduduk di sekitar daerah aliran sungai.
Dengan demikian, keberadaan sungai menjadi sangat penting bagi kehidupan bahkan
sampai sekarang. Namun sayang, kita kurang begitu peduli dengan pelestarian dan
kebersihan sungai disekitar kita. Padahal disamping bermanfaat untuk hal diatas, sungai
di jaman sekarang bisa pula di gunakan untuk pembangkit tenaga listrik, wisata air serta
aneka kegiatan yang berhubungan dengan air dan perairan.
Sungai yang terawat serta terjaga kebersihannya akan membawa dampak positif bagi
masyarakat yang hidup disekitarnya. Karena dapat menghindarkan diri dari resiko
banjir serta dapat mendatangkan devisa bagi industri pariwisata di sekitar bantaran
39
sungai. Sudah saatnya kita menjaga kebersihan sungai karena dari sanalah roda
kehidupan itu mengalir.
Gambar 14 Contoh Sungai
3. Pengembangan Wilayah Sungai
Dampak negatif pembangunan sungai selama hamper 300 tahun ini membawa
pendekatan baru dalam studi pembangunan sungai berikutnya. Studi pembangunan sungai
tidak lagi didominasi para insinyur rekayasa sipil hidro murni, namun secara realistis
harus melibatkan para Naturwissenschaft, yaitu para ilmuwan dan praktisi yang bergerak
di bidang ekologi, pertanian, perikanan, kehutanan, dan lingkungan hidup. Masuknya
disiplin ilmu baru ini ternyata telah memulai babak baru pemikiran pengembangan sungai
ke arah restorasi.
Ekosistem sungai sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia di daerahali ran
sungai (DAS). Aktivitas manusia di Daerah Aliran Sungai sangat eratkaitannya
dengan pemanfaatan air sungai di daerah pemukiman, industri, danirigasi
pertanian. Dengan demikian secara langsung atau tidak, sampah ataulimbah
pemukiman, industri, dan pertanian masuk ke dalam sungai. Sampah atau limbah
tersebut mengakibatkan menurunnya kualitas air dan berubahnyakom pos i s i sub s t r a t
da s a r sunga i menyebabkan o rgan i sme yang h idup d i dalamnya yakni hewan
makrobentos terganggu.
Jika wilayah sungai dikembangkan maka secara umum manfaat yang kita tahu dari
sungai itu adalah:
Sumber air rumah tangga
Sumber air industry
Irigasi
Perikanan
Transportasi
Rekreasi
40
Sumber bahan bangunan (pasir dan batu)
Untuk itu sungai perlu dijaga kelestariannya,antara lain dengan cara:
Menjaga kelestarian hutan di bagian hulu DAS
Menjaga kelestarian tanah di wilayah pertanian
Membuat sabuk hijau di sekitar tebing sungai
Melarang pembuangan limbah ke sungai.
Melarang pembuangan sampah di sungai
Pengambilan bahan bangunan tidak berlebihan
Meningkatkan kegiatan prokasih.
4. Keadaan Geografis Sungai
Keadaan geografis suatu wilayah berbeda-beda. Dikarenakan letak geograrisnya juga
berbeda. Begitu juga halnya dengan keadaan geografis suatu sungai. Yaitu dapat dilihat
dari berbagai macam faktor. Misalnya faktor kuantitas pemakaian dari air tersebut,
maksudnya adalah seberapa banyak air sungai itu dipakai oleh masyarakat sekitar, faktor
seberapa sering air hujan turun didaerah tersebut bahkan adanya faktor besar maupun kecil
sungai yang ada. Biasanya kedaan geografis sungai dapat dilihat dari keadaan dari
geograis daerah ataupun masyarakat yang tinggal disana.
5. Kependudukan dan Pengembangan Wilayah Sungai
Kependudukan atau demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika kependudukan
manusi. Meliputi di dalamnya ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana
jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta penuaan.
Analisis kependudukan dapat merujuk masyarakat secara keseluruhan atau kelompok
tertentu yang didasarkan kriteria seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama, atau
etnisitas tertentu. Maksudnya disini adalah bagaimana pengaruh kependudukan terhadap
wilayah sungai. Jika disuatu daerah yang memiliki sungai terdapat jumlah penduduknya
lebih banyak daripada jumlah penduduk yang sedikit, maka kedaan sungai akan pasti
berbeda. Jumlah penduduk yang banyak akan memepengaruhi keadaan sungai. Karena
secara otomatis semakin ramai orang yang akan tinggal didaerah sungai tersebut.
Penduduk mempunyai andil yang besar untuk menentukan kondisi perkembangan di
wilayah sungai. Contoh : penduduk sekitar sungai musi memanfaatkan sungai untuk
diambil ikan nya, dan di sekitar sungainya juga dijadikan lokasi wisata. Berbeda halnya
dengan sungai tembalang, banyak warga yang kurang peduli akan menjaga kebersihan
41
sungai sehingga sungai kotor banyak sampah dan bila air tdk mengalir dapat menimbulkan
bau tidak sedap. Jika penduduk lebih sering memanfaatkan sungai sebagai air baku maka
secara otomatis akan mempengaruhi fungsi sungai.
6. Kesimpulan
Sungai tempat air mengalir dan membawa berbagai kebutuhan hidup manusia dan
makhluk hidup lain yang dilaluinya sehingga ada hubungan timbal balik antara sungai
dan makhluk hidup tersebut.
Sungai yang memiliki morfologi yang berubah baik dari segi aliran maupun kegunaannya
akan mempengaruhi pengembangan wilayah sungai.
Jika penduduk lebih sering memanfaatkan sungai sebagai air baku maka secara otomatis
akan mempengaruhi fungsi sungai ataupun bentuk dari sungai itu
42
DEFINISI DAN KOMPONEN RIVER BASIN
1. Pengertian
River Basin atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai Daerah Aliran Sungai ( DAS)
adalah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas topografi secara alami
sedemikian rupa sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam DAS tersebut akan mengalir
melalui titik tertentu (titik pengukuran di sungai) dalam DAS tersebut.
Daerah aliran sungai (DAS) juga bisa diartikan sebagai daerah yang dibatasi
punggung-punggung (igir-igir) gunung, air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan
ditampung oleh punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke
sungai utama (Asdak, 1995: 4).
Pengertian DAS tersebut menggambarkan bahwa DAS adalah suatu wilayah yang
mengalirkan air yang jatuh di atasnya beserta sedimen dan bahan terlarut melalui titik
yang sama sepanjang suatu aliran atau sungai. Dengan demikian DAS atau watershed
dapat terbagi menjadi beberapa sub DAS dan sub-sub DAS, sehingga luas DAS pun akan
bervariasi dari beberapa puluh meter persegi sampai ratusan ribu hektar tergantung titik
pengukuran ditempatkan.
Gambar 15 Ilustrasi Daerah Aliran Sungai
Daerah aliran sungai terbagi menjadi tiga daerah yaitu bagian hulu, bagian tengah, dan
bagian hilir.
DAS Bagian Hulu (Upperland), daerah ini memiliki ciri ciri:
Merupakan daerah konservasi.
Mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi.
Merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (> 15%).
Bukan merupakan daerah banjir.
43
Pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase.
Jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan.
Laju erosi lebih cepat daripada pengendapan.
Pola penggerusan tubuh sungai berbentuk huruf “V”.
DAS Bagian Tengah (Middle Land)
DAS bagian tengah merupakan daerah peralihan antara bagian hulu dengan bagian
hilir dan mulai terjadi pengendapan. Ekosistem tengah sebagai daerah distributor dan
pengatur air, dicirikan dengan daerah yang relatif datar. Daerah aliran sungai bagian
tengah menjadi daerah transisi dari kedua karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda
antara hulu dengan hilir.
DAS Bagian Hilir (Lowerland), dicirikan dengan:
Merupakan daerah pemanfaatan atau pemakai air.
Merupakan zone sedimentasi
Kerapatan drainase kecil.
Merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat kecil (kurang
dari 8%).
Pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan).
Pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi.
Jenis vegetasi didominasi oleh tanaman pertanian kecuali daerah estuaria yang
didominasi hutan bakau/gambut.
Pola penggerusan tubuh sungai berbentuk huruf “U”
Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) bagian hulu akan berpengaruh sampai pada
hilir. Oleh karenanya DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena
mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS, jadi apabila terjadi
pengelolan yang tidak benar terhadap bagian hulu maka dampak yang ditimbulkan akan
dirasakan juga pada bagian hilir. Misalnya, erosi yang terjadi tidak hanya berdampak
bagi daerah dimana erosi tersebut berlangsung yang berupa terjadinya penurunan
kualitas lahan, tetapi dampak erosi juga akan dirasakan dibagian hilir, dampak yang
dapat dirasakan oleh bagian hilir adalah dalam bentuk penurunan kapasitas tampung
waduk ataupun sungai yang dapat menimbulkan resiko banjir sehingga akan
menurunkan luas lahan irigasi (Asdak, 1995:12).
Jika digambarkan maka, Daerah Aliran Sungai memiliki komponen komponen yang
khas sebagai berikut :
44
Gambar 16 Komponen DAS
Anak sungai (Tributaries) merupakan sungai kecil yang mengalir ke sungai yang
lebih besar. Sebuah DAS ( Watershed) adalah daerah dataran tinggi di sekitar aliran
sungai. Tempat pertemuan ( Confluence) yaitu tempat di mana sungai bergabung
sungai lain. Sumber ( source ) adalah awal sungai.
Mulut (mouth ) yaitu Dimana sungai bertemu dengan danau, laut atau samudra.
2. Fungsi Daerah Aliran Sungai
Beberapa proses alami dalam DAS dapat memberikan dampak menguntungkan kepada
sebagian kawasan DAS, tetapi pada saat yang sama dapat merugikan bagian yang lain.
Bencana alam banjir dan kekeringan silih berganti yang terjadi di suatu wilayah atau
daerah merupakan dampak negatif kegiatan manusia pada suatu DAS, dapat dikatakan
bahwa kegiatan manusia telah menyebarkan DAS gagal dalam menjalankan fungsinya
sebagai penampung air hujan, penyimpan, dan pendistribusian air ke saluran-saluran atau
sungai. Air permukaan baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa)
dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan
berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen
siklus hidrologi yang membentuk sistem daerah aliran sungai (DAS). Jumlah air di bumi
secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya.
Fungsi suatu DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh faktor
yang ada pada DAS tersebut, yaitu vegetasi, bentuk wilayah (topografi), tanah, dan
manusia. Apabila salah satu faktor tersebut mengalami perubahan, maka hal tersebut akan
mempengaruhi juga ekosistem DAS tersebut dan akan menyebabkan gangguan terhadap
bekerjanya fungsi DAS. Apabila fungsi suatu DAS telah terganggu, maka sistem
45
hidrologisnya akan terganggu, penangkapan curah hujan, resapan dan penyimpanan airnya
menjadi sangat berkurang atau sistem penyalurannya menjadi sangat boros. Kejadian itu
akan menyebabkan melimpahnya air pada musim penghujan dan sangat minimum pada
musim pada musim kemarau, sehingga fluktuasi debit sungai antara musim hujan dan
musim kemarau berbeda tajam.
Agus, F. Dan Widianto (2004:186) mengemukakan bahwa sebuah DAS yang sehat
dapat menyediakan:
1) Unsur hara bagi tumbuh-tumbuhan.
2) Sumber makanan bagi manusia dan hewan
3) Air minum yang sehat bagi manusia dan makhluk lainnya.
4) Tempat berbagai aktivitas manusia dan hewan.
3. Dampak Kerusakan Daerah Aliran Sungai
Sumber daya alam utama yang terdapat dalam suatu DAS yang harus diperhatikan
dalam pengelolaan DAS adalah sumberdaya hayati, tanah dan air. Sumberdaya tersebut
peka terhadap berbagai macam kerusakan (degradasi) seperti kehilangan keanekaragaman
hayati (biodiversity), kehilangan tanah (erosi), kehilangan unsur hara dari daerah
perakaran (kemerosotan kesuburan tanah atau pemiskinan tanah), akumulasi garam
(salinisasi), penggenangan (water logging), dan akumulasi limbah industri atau limbah
kota (pencemaran) (Rauschkolb, 1971; ElSwaify, et. al. 1993).
Apabila ada kegiatan di suatu DAS maka kegiatan tersebut dapat mempengaruhi aliran
air di bagian hilir baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Penebangan hutan secara
sembarangan di bagian hulu suatu DAS dapat mengganggu distribusi aliran sungai di
bagian hilir. Pada musim hujan air sungai akan terlalu banyak bahkan sering menimbulkan
banjir tetapi pada musim kemarau jumlah air sungai akan sangat sedikit atau bahkan
kering. Disamping itu kualitas air sungai pun menurun, karena sedimen yang terangkut
akibat meningkatnya erosi cukup banyak. Perubahan penggunaan lahan atau penerapan
agroteknologi yang tidak cocok pun dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas air yang
mengalir ke bagian hilir.
Salah satu jenis kerusakan DAS yang memerlukan penanganan khusus adalah erosi.
Dampak negatif erosi terjadi pada dua tempat yaitu pada tanah tempat erosi terjadi, dan
pada tempat sedimen diendapkan. Kerusakan utama yang dialami pada tanah tempat erosi
terjadi adalah kemunduran kualitas sifat-sifat biologi, kimia, dan fisik tanah yang berupa :
46
kehilangan keanekaragaman hayati, unsur hara dan bahan organik yang terbawa oleh
erosi
tersingkapnya lapisan tanah yang miskin hara dan sifat-sifat fisik yang menghambat
pertumbuhan tanaman
menurunnya kapasitas infiltrasi dan kapasitas tanah menahan air
meningkatnya kepadatan tanah dan ketahanan penetrasi serta berkurangnya
kemantapan struktur tanah.
Penurunan infiltrasi akibat kerusakan DAS mengakibatkan meningkatnya aliran
permukaan (run off) dan menurunnya pengisian air bawah tanah (groundwateri)
mengakibatkan meningkatnya debit aliran sungai pada musim hujan secara drastis dan
menurunnya debit aliran pada musim kemarau. Pada keadaan kerusakan yang ekstrim
akan terjadi banjir besar di musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Hal ini
mengindikasikan bahwa terjadi kehilanghan air dalam jumlah besar di musim hujan yaitu
mengalirnya air ke laut dan hilangnya mata air di kaki bukit akibat menurunnya
permukaan air bawah tanah. Dengan perkataan lain, pengelolaan DAS yang tidak
memadai akan mengakibatkan rusaknya sumberdaya air.
4. Cara pengelolaan DAS
Untuk menjaga produktivitas lahan, maka penggunaan lahan harus sesuai dengan
kemampuan lahan serta penggunaan agroteknologi harus disertai dengan penerapan teknik
konservasi tanah dan air yang memadai. Tipe teknik konservasi tanah dan air yang banyak
diterapkan di seluruh dunia termasuk dalam pengelolaan DAS di Indonesia dapat
dikelompokkan ke dalam empat kelompok utama yaitu agronomi, vegetatif, struktur, dan
manajemen (WASWC, 1998).
Teknik konservasi tanah dan air yang dikelompokkan ke dalam kelompok agronomi
antara lain penanaman tanaman campuran (tumpang sari), penananam berurutan (rotasi),
Teknik konservasi tanah dan air yang dikelompokkan ke dalam kelompok vegetatif antara
lain penanaman tanaman pohon atau tanaman tahunan (seperti kopi, teh, tebu, pisang),
penanaman tanaman tahunan di batas lahan (tanaman pagar),
Teknik konservasi tanah dan air yang dikelompokkan ke dalam kelompok struktur
antara lain saluran penangkap aliran permukaan, saluran pembuangan air, saluran teras,
parit penahan air (rorak), sengkedan, guludan, teras guludan, teras bangku, dam penahan
air.
47
Teknik konservasi tanah dan air yang dikelompokkan ke dalam kelompok manajemen
antara lain perubahan pengunaan lahan menjadi lebih sesuai, pemilihan usaha pertanian
yang lebih cocok, pemilihan peralatan dan masukan komersial yang lebih tepat, penataan
pertanian.
5. Kesimpulan
DAS adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas topografi secara alami
sedemikian rupa sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam DAS tersebut akan
mengalir melalui titik tertentu (titik pengukuran di sungai) dalam DAS tersebut.
Daerah aliran sungai terbagi menjadi tiga daerah yaitu bagian hulu, bagian tengah, dan
bagian hilir.
Daerah Aliran Sungai memilikikomponen komponen yang khas yaitu anak sungai
(tributaries), tempat pertemuan( confluence),watershed (DAS), Muara ( mouth)
Fungsi suatu DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh faktor
yang ada pada DAS tersebut, yaitu vegetasi, bentuk wilayah (topografi), tanah, dan
manusia.
Untuk menjaga produktivitas lahan, maka penggunaan lahan harus sesuai dengan
kemampuan lahan serta penggunaan agroteknologi harus disertai dengan penerapan
teknik konservasi tanah dan air yang memadai
48
KOMPONEN DAN FUNGSI INFRASTRUKTUR AIR
Infrakstruktur dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem
struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat sebagai
layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Jadi
jika dikaitkan dengan air, infrakstruktur merupkan sarana untuk penyediaan air bagi
penggunanya yang bersifat layanan.
Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan,
drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi (Grigg, 1988).
Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan ekonomi
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai
fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang
dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi
masyarakat (Grigg, 2000).
Macam-macam infraktruktur air :
1. Waduk
Waduk merupakan kolam besar tempat menyimpan air sediaan untuk berbagai
kebutuhan. Waduk dapat terjadi secara alami maupun dibuat manusia. Contohnya waduk
yang terjadi secara alami adalah waduk di Kabupaten Gresik yakni waduk Banjaranyar di
Bunder, Waduk Lowayu di Kecamatan Dukun, Waduk Sumengko dan Waduk Kali Ombo
di Kecamatan Duduksampeyan, serta waduk Gedang Kulud.Waduk buatan dibangun
dengan cara membuat bendungan yang lalu dialiri air sampai waduk tersebut penuh.
Contohnya adalah waduk Gajah Mungkur di Wonogiri, waduk Jatiluhur di Jawa Barat.
49
Gambar 17 Waduk Jatiluhur
Berdasarkan fungsinya waduk dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
Waduk Tunggal Guna (singel purpose)
Waduk tunggal guna adalah wadunk yang hanya berguna hanya untuk satu
kegunaan/manfaat, misalnya
Waduk untuk irigasi
Waduk pembangkit llistrik tenaga air
Waduk untuk pengendalian air
Waduk Serba Guna (multi purpose)
Waduk serba guna adalah waduk yang fungsinya digunakan untuk memenuhi
berbagai keperluan sekaligus secara bersamaan antara lain untuk keperluan:
Irigasi
Pembangkit llistrik tenaga air
Pengendalian banjir
Rekreasi
Perikanan
Pengontrolan
Air minum
Dan lain- lain
Sistem tata air waduk berbeda dengan danau alami. Pada waduk komponen tata
airnya pada umumnya telah direncanakan sedemikian rupa sehingga volume,
kedalaman, luas, presepitasi, debit inflow/outflow dan waktu tinggal air diketahui
dengan pasti. Waduk memiliki beberapa komponen yaitu :
Bendungan (DAM)
50
Bendungan (DAM) adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air
menjadi waduk. Seringkali bendungan juga digunakan untuk mengalirkan air ke
sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air. Kebanyakan Dam juga memiliki bagian yang
disebut pintu air untuk membuang air yang tidak diperlukan secara bertahap atau
berkelanjutan. DAM berfungsi untuk menahan atau membelokkan arah aliran air.
Pelimpah (Spillway)
Bangunan air yang bernama spillway ini mempunyai kegunaan untuk
mengendalikan tinggi air pada waktu saat terjadinya banjir, dimana pengendalian
spillway ini yakni dengan mengatur kedudukan pintunya. Pada saat terjadi hujan
dengan curah yang tinggi, maka kemungkinan permukaan air untuk itu guna
menghindari meluapnya air yang tinggi tersebut maka dapat diatasi dengan
membuka pintu spillway agar kedudukan air pada waduk dalam keadaan stabil.
Selain itu spillway juga berfungsi mengurangi banyak sedimen yang masuk ke
dalam waduk dengan cara yang sama yakni mengatur buka dan tutupnya pintu air
spillway. Konstruksi bangunan pelimpah terbuat dari beton, urugan batu, urugan
tanah atau gabungan dari ketiganya.
Tailrace Outlate (Pintu Keluar Saluran Akhir)
Suatu konstruksi khusus tempat keluarnya air dari spillway atau air buangan
rumah pembangkit. Konstruksinya dari beton.
Pembangkit listrik (Power House)
Power house hanya terdapat pada bendungan pembangkit listrik, atau dapat
disebut sebagai rumah pembangkit merupakan konstruksi tehnik khusus yang
berfungsi sebagai tempat merubah energi air menjadi energi listrik yang melalui
turbin. Konstruksi umumnya dari beton.
2. Penampungan Air
Penampungan air adalah alat untuk menampung air yang bertujuan sebagai tolak ukur
dari debit air yang dibutuhkan. Contohnya penampungan air hujan, tangki penampungan
air, bak penampungan air dll.
Fungsi dari penampungan air itu sendiri secara garis besar untuk menyediakan air untuk
berbagai keperluan.
51
Gambar 18 Penampungan Air
3. Sistem Transmisi Air
Sistem transmisi air besih adalah sistem perpipaan dari bangunan pengambilan air baku
ke bangunan pengolahan air bersih. Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan
sistem transmisi air adalah :
Tipe pengairan jaringan pipa transmisi yang meliputi sistem permompaan, sistem gravitasi
dan sistem gabungan pemompaan dan gravitai. Sistem pemompaan diterapkan pada
kondisi dimana letak dari bangunan intake lebih rendah dari bangunan pengolahan.
Sebaliknya sistem gravitasi diterapkan pada kondii dimana elevasi letak bangunan
penangkap air lebih tinggi atau sama dengan bangunan pengolahan air. Sistem
gabungan diterapkan pada kondisi topologi bangunan intake ke bangunan pengolahan
yang naik turun.
Menentukan tempat bak pelepas tekan. Bak pelepas tekan dibuat untuk menghindari
tekanan yang tinggi, sehingga tidak akan meruak sistem perpipaan yang ada. Bak ini
dibuat di tempat dimana tekanan tertinggi semakin mungkin terjadi atau pada stasiun
penguat ( boaster pump) sepanjang pipa transmisi.
Menghitung panjang dan diameter pipa. Panjang pipa dihitung berdasarkan jarak dari
penangkap air ke bangunan pengolahan, sedangkan diameter pipa ditentukan sesuai
dengan debit hari maksimum.
52
Jalur pipa sebaiknya mengikuti jalan raya dan dipilih jalur yang tidak memerlukan banyak
perlengkapan.
Adapun perlengkapan yang ada pada sistem transmisi perpipaan air bersih :
Wash out: Berfungsi untuk penggelontor sedimen atau endapan yang ada pada pipa
Air valve: Berfungsi untuk mengurangi tekanan pada pipa sehingga pipa tidak pecah
Blow off
Gate valve: Berfungsi untuk mengatur debit aliran
Pompa
Adapun fungsi transmisi (transmission) untuk mengalirkan air dari sumbernya
(collection system) ke awal sistem distribusi. Jarak antara sumber air dan sistem distribusi
boleh jadi berkilo-kilometer tetapi bisa juga dekat, hanya satu dua kilometer. Kualitas air
yang ditransmisikannya bisa berupa air baku, bisa juga air bersih (olahan, baik setengah
diolah maupun sudah selesai diolah). Jenis salurannya dikelompokkan menjadi tiga
macam, yaitu saluran terbuka (open channel, free-flow conduit), saluran tertutup
(aquiduct, closed conduit), dan pipa. Sepanjang jalurnya disediakan fasilitas bangunan
pelengkap seperti jembatan pipa, sifon, terowongan (tunnel), pintu air, beragam jenis
valve, dll. Secara fungsi, saluran terbuka selalu digunakan untuk mengalirkan air baku
sedangkan saluran tertutup bisa untuk air baku bisa juga untuk air bersih tapi dengan
pengamanan. Adapun pipa dapat digunakan untuk menyalurkan air baku dan air bersih.
4. Sistem Distribusi
Sistem distribusi air bersih merupakan salah satu bagian penting dalam penyediaan air.
Ada dua komponen utama di dalam sistem distribusi air minum, yaitu reservoir (dan
perlengkapannya) dan perpipaan (dan perlengkapannya). Fungsi reservoir distribusi adalah
penyimpan air pada waktu debit air yang masuk ke reservoir lebih besar daripada yang
keluar dari reservoir. Fluktuasi atau variasi penggunaan air ini terjadi setiap hari sehingga
permukaan air di reservoir distribusi naik turun antara level maksimum dan minimumnya.
Dengan demikian, volume atau dimensi reservoir bisa diperoleh. Reservoir berfungsi
untuk mengatur tekanan air di daerah distribusi dan ini bergantung pada lokasi
reservoirnya. Fungsi ketiga ialah sebagai pembagi air ke seluruh konsumen.
Perancangan sistem distribusi air bersih yang dilakukan meliputi : penaksiran
kebutuhan air bersih, pemilihan sistem penyedian dan pipa air bersih, penentuan kapasitas
dan dimensi dari tangki air, penentuan diameter pipa air serta pemilihan pompa air yang
tepat. Setelah itu dilakukan modifikasi sistem distribusi air bersih yang ada agar dapat
53
mencukupi kebutuhan air sebagai akibat peningkatan kebutuhan air bersih. Hasil yang
didapatkan untuk mengatasi lonjakan kebutuhan air bersih adalah dengan memodifikasi
sistem distribusi air bersih seperti menambah volume tangki air pada Pump House 4 dan
Passenger Terminal Building menambah atau mengganti pompa distribusi air.
Adapun Sistem pendistribusian air ke daerah pelayanan ada beberapa :
Sistem Jaringan Pipa adalah Sistem Pendistribusian air melalui jaringan pipa dengan cara
gravitasi ke daerah pelayanan
Sistem Pelayanan Air Tangki adalah Armada tangki siap beroperasi melayani kebutuhan
masyarakat secara langsung selama 24 jam.
Sistem Kran Umum dan Terminal Air adalah Merupakan sarana pelayanan air bersih
untuk daerah pemukiman tertentu yang dinilai cukup padat dan sebagai penduduknya
belum mampu menjadi pelanggan air minum melalui sambungan rumah dan
menggunakan tarif sosial.
Dengan demikian dari makala ini dapat diambil kesimpulan bawah :
Infrastruktur air adalah kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem struktur yang
diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat sebagai layanan dan
fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Jadi jika
dikaitkan dengan air, infrakstruktur merupkan sarana untuk penyediaan air bagi
penggunanya yang bersifat layanan.
Komponen – komponen infrastruktur air meliputi waduk, penampungan air, sistem
transmisi air dan sistem distribusi air.
54
SIKLUS HIDROLOGI DAN PRINSIP WATER BALANCE
1. Pengertian Siklus Hidrologi
Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari
atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi, dan
transpirasi.
Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi
tersebut yang berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai
presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet).
Siklus hidrologi menurut Suyono (2006) adalah air yang menguap ke udara dari
permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan
kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan.
Sedangkan siklus hidrologi menurut Soemarto (1987) adalah gerakan air laut ke udara,
yang kemudian jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain,
dan akhirnya mengalir ke laut kembali.
2. Unsur-unsur Siklus Hidrologi
Gambar 19. Siklus Air
Perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau
langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah
mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang
berbeda:
Evaporasi / transpirasi
Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dan sebagainya. Kemudian
akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan
55
jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun
(precipitation) dalam bentuk hujan, salju, dan es.
Infiltrasi / Perkolasi
Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah adalah air yang bergerak ke dalam tanah melalui
celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak
akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah
permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
Air Permukaan
Air Permukaan adalah air bergerak diatas permukaan tanah dekat denganaliran
utama dan danau, makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran
permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah
urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang
membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa),
dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai
dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan terjadi dalam komponen-
komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS).
Jumlah air di bumi secara keseluruhanrelatif tetap, yang berubah adalah wujud dan
tempat.
3. Macam-Macam dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi
Siklus Pendek atau Siklus Kecil
Gambar 20. Siklus Pendek
1. Air laut menguap menjadi uap gas karena panas matahari
2. Terjadi kondensasi dan pembentukan awan
3. Turun hujan di permukaan laut
56
Siklus Sedang
Gambar 21. Siklus Sedang
1. Air laut menguap menjadi uap gas karena panas matahari
2. Terjadi kondensasi
3. Uap bergerak oleh tiupan angin ke darat
4. Pembentukan awan
5. Turun hujan di permukaan daratan
6. Air mengalir di sungai menuju laut kembali
Siklus Panjang
Gambar 22. Siklus Panjang
1. Air laut menguap menjadi uap gas karena panas matahari
2. Uap air mengalami sublimasi
3. Pembentukan awan yang mengandung kristal es
4. Awan bergerak oleh tiupan angin ke darat
5. Pembentukan awan
6. Turun salju
7. Pembentukan gletser
8. Gletser mencair membentuk aliran sungai
9. Air mengalir di sungai menuju darat dan kemudian ke laut
57
4. Prinsip Water Balance
Siklus hidrologi merupakan konsep dasar tentang keseimbangan dan pergerakan air
dimuka bumi. Siklus hidrologi meliputi beberapa tahap utama yaitu:
Penguapan air dari permukaan bumi yang berasal dari permukaan badan air,tanah dan dari
jaringan tumbuhan
Kondensasi uap air pada lapisan troposfer sehingga terbentuk awan;
Perpindahan awan mengikuti arah angin
Presipitasi dalam bentuk cair (hujan) atau padat (salju dan kristal es) yangmengembalikan
air dari atmosfer ke permukaan bumi
Mengalirnya air mengikuti gaya gravitasi (dari tempat yang tinggi ke tempat yanglebih
rendah) baik dalam bentuk aliran permukaan maupun aliran bawah/tanah
Gambar 23. Siklus Hidrologi
Berdasarkan siklus hidrologi tersebut, maka persamaan kesetimbangan air (water
balance) dapat dituliskan sebagaiberikut:
P = ET + RO + I ± ∆S
Dimana:
P = Curah hujan (mm/hari)
ET = Evapotranspirasi (mm/hari)
RO = Limpasan permukaan (mm/hari)
I = Infiltrasi (mm/hari)
Δ S = Perubahan daya tampung air tanah(mm/hari)
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk mencegah penurunan muka air
tanah, yang berarti mengecilnya nilai ΔS sebagai akibat adanya kerusakan tutupan hutan
(membesarnya nilai ET) dan adanya parit dan saluran terbuka (membesarnyanilai RO),
maka perlu dilakukan pengendalian terhadap nilai RO yang besar [catatan:asumsi nilai
curah hujan (P) dan infiltrasinya (I) konstan].
58
Gambar 24. Prinsip Utama dalam Penyekatan Parit dan Saluran
Salah satu cara untuk mengendalikan nilai limpasan permukaan (RO) di lahan gambut
adalah melalui penyekatan parit dan saluran yang tadinya bebas terbuka, seperti
digambarkan pada gambar diatas dan dalam diagram alir di bawah. Dengan penyekatan ini
diharapkan muka air tanah di lahan gambut akan meningkat dan gambut tidak mengalami
kekeringan.
5. Keseimbangan Air
Siklus air yang dikatakan seimbang adalah apabila besarnya aliran air yang masuk /
ketersediaan (Inflow) dan keluar kebutuhan (Outflow) siklus adalah sama, sedangkan
ketidakseimbangan air adalah sebaliknya.
6. Kebutuhan air (Water requirement)
Kebutuhan air di sini adalah suatu gambaran besarnya kebutuhan air untuk keperluan
tumbuhnya tanaman sampai tanaman (padi) itu siap panen. Kebutuhan air ini harus
dipertimbangkan terhadap jenis tanaman, keadaan medan tanah, sifat-sifat tanah, cara
pemberian air, pengolahan tanah, iklim, waktu tanam (pola tanaman), kandungan air
tanah, efisiensi irigasi, curah hujan efektif, koefisien tanaman bulanan, pemakaian air
konsumtif, perkolasi, kebutuhan air untuk tanaman, dan kebutuhan air di sawah.
7. Ketersediaan air (Water availability)
Ketersediaan air adalah berapa besar cadangan air yang tersedia untuk keperluan
irigasi. Ketersediaan air ini biasanya terdapat pada air permukaan seperti sungai, danau,
59
dan rawa-rawa, serta sumber air di bawah permukaan tanah. Pada prinsipnya perhitungan
ketersediaan air ini bersumber dari banyaknya curah hujan, atau dengan perkataan lain
hujan yang jatuh pada daerah tangkapan hujan(catchment area/ watershed) sebagian akan
hilang menjadi evapotranspirasi, sebagian lagi menjadi limpasan langsung (direct run off),
sebagian yang lain akan masuk sebagai infiltrasi. Infiltrasi ini akan menjenuhkan tanah
atas (top soil), kemudian menjadi perkolasi ke ground water yang akan keluar
menjadi base flow.
Ketidakseimbangan air ini dikarenakan oleh perbedaan antara kebutuhan air yang lebih
banyak dibandingkan dengan ketersediaan air yang ada. Besarnya perbedaan antara
ketersediaan dan kebutuhan air ini di sebabkan oleh salah satunya adalah kerusakan
Daerah Aliran Sungai (DAS) bila tahun-tahun lalu air hujan masih bisa tertampung dan
tersimpan dalam tanah kini tidak lagi. Pasalnya kerusakan DAS dan hutan-hutan sebagai
daerah tangkapan air hujan kini mengalami kerusakan parah. Akibatnya, air hujan itu
langsung mengalir ke laut lepas. Diperparah lagi dengan adanya konversi lahan yang tidak
pada tempatnya.
Pada dasarnya analisis hidrologi mempunyai asumsi bahwa siklus hidrologi pada
daerah pengamatan adalah suatu sistem, di mana terdapat input dan output sistem. Sistem
dalam analisis hidrologi disebut WATER BALANCE, keseimbangan air, neraca air
(memperhitungkan inflow dan outflow), Keseimbangan air dalam siklus hidrologi
tergantung pada daerah yang diamati sesuai dengan inflow dan outflow.
8. Kesimpulan
Siklus air atau siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari
atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi, dan
transpirasi.
Unsur-unsur siklus hidrologi yaitu: evaporasi / transpirasi, infiltrasi / perkolasi, dan air
permukaan. Macam-macam siklus hidrologi yaitu: siklus pendek, siklus sedang, dan siklus
panjang.
Prinsip Water Balance: P = ET + RO + I ± ∆S. Siklus air yang dikatakan seimbang
adalah apabila besarnya aliran air yang masuk / ketersediaan (Inflow) dan keluar
kebutuhan (Outflow) siklus adalah sama, sedangkan ketidakseimbangan air adalah
sebaliknya.
60
9. Potensi SDA Permukaan (Sungai dan Danau); Rawa dan Pantai; Air Tanah
Air permukaan adalah air yang terdapat di sungai, danau, atau rawa air tawar. Air
permukaan secara alami dapat tergantikan dengan presipitasi dan secara alami menghilang
akibat aliran menuju lautan, penguapan, dan penyerapan menuju ke bawah permukaan.
Meski satu-satunya sumber alami bagi perairan permukaan hanya presipitasi dalam area
tangkapan air, total kuantitas air dalam sistem dalam suatu waktu bergantung pada banyak
faktor. Faktor-faktor tersebut termasuk kapasitas danau, rawa, dan reservoir buatan,
permeabilitas tanah di bawah reservoir, karakteristik aliran pada area tangkapan air,
ketepatan waktu presipitasi dan rata-rata evaporasi setempat. Semua faktor tersebut juga
memengaruhi besarnya air yang menghilang dari aliran permukaan.
Aktivitas manusia memiliki dampak yang besar dan kadang-kadang menghancurkan
faktor-faktor tersebut. Manusia seringkali meningkatkan kapasitas reservoir total dengan
melakukan pembangunan reservoir buatan, dan menguranginya dengan mengeringkan
lahan basah. Manusia juga sering meningkakan kuantitas dan kecepatan aliran permukaan
dengan pembuatan sauran-saluran untuk berbagai keperluan, misalnya irigasi.
Kuantitas total dari air yang tersedia pada suatu waktu adalah hal yang penting.
Sebagian manusia membutuhkan air pada saat-saat tertentu saja. Misalnya petani
membutuhkan banyak air ketika akan menanam padi dan membutuhkan lebih sedikit air
ketika menanam palawija. Untuk mensuplai petani dengan air, sistem air permukaan
membutuhkan kapasitas penyimpanan yang besar untuk mengumpulkan air sepanjang
tahun dan melepaskannya pada suatu waktu tertentu.
Sedangkan penggunaan air lainnya membutuhkan air sepanjang waktu, misalnya
pembangkit listrik yang membutuhkan air untuk pendinginan, atau pembangkit listrik
tenaga air. Untuk mensuplainya, sistem perairan permukaan harus terisi ketika aliran arus
rata-rata lebih rendah dari kebutuhan pembangkit listrik.
Perairan permukaan alami dapat ditambahkan dengan mengambil air permukaan dari
area tangkapan hujan lainnya dengan kanal atau sistem perpipaan. Dapat juga
ditambahkan secara buatan dengan cara lainnya, namun biasanya jumlahnya diabaikan
karena terlalu kecil.
10. Potensi SDA Permukaan
Sungai adalah suatu torehan dipermukaan lahan yang didalamnya terdapat air dan
mengalir secara terus menerus ataupun pada waktu tertentu. Daerah sungai meliputi: aliran
air, bantaran, tanggul, dan areal yang dinyatakan sebagai daerah sungai. Indonesia
memiliki sangat banyak sungai dan anak-anak sungai yang berpotensi untuk menyediakan
61
sumber air yang dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan air bagi masyarakat.
Penyediaan air untuk masyarakat sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan menunjang dalam peningkatan pembangunan suatu daerah. Kekurangan
air dapat mengakibatkan suatu daerah tidak dapat berkembang karena pembangunan tidak
dapat ditingkatkan. Penyediaan air berkaitan erat dengan berapa sebenarnya
potensi/ketersediaan sumber daya air yang tersedia pada suatu daerah. Beberapa daerah
yang wilayahnya dilalui sungai memanfaatkan potensi sungai untuk memenuhi kebutuhan
baku. Contohnya adalah provinsi Sumatera Utara memanfaatkan potensi dan prasarana
wilayah sungainya untuk memenuhi kebutuhan air baku untuk beberapa sector
pembangunan antara lain:
Sektor Pertanian
Sektor Perikanan
Sektor Suplai Air Baku
Sektor Penggelontoran Kota
Sektor Intrusi Air Asin
Sektor Energi / Hidro Power
Sektor Kualitas Air.
Danau merupakan cekungan alamiah dipermukaan bumi dan terdapat genangan air
yang mempunyai volume yang besar. Sangat potensial dalam penyediaan sumber daya air
yang sangat besar, sehingga dalam pengelolaan dan pemanfaatannya akan memerlukan
bangunan air lainnya. Potensi danau diantaranya sektor perikanan dimana masyarakat
sekitar danau memanfaatkan danau untuk membuat tambak ikan dan sektor periwisata.
Gambar 25 Danau Toba sebagai Pariwisata
11. Potensi SDA Waduk
Waduk adalah kolam besar tempat menyimpan air sediaan untuk berbagai kebutuhan[.
Waduk dapat terjadi secara alami maupun dibuat manusia. Waduk buatan dibangun
dengan cara membuat bendungan yang lalu dialiri air sampai waduk tersebut penuh.
Waduk berfungsi menampung kelebihan air dalam periode kelebihan air yang akan
62
digunakan selama musim kering berikutnya. Digunakan juga sebagai tempat menampung
air banjir untuk sementara waktu dan dilepas / dibuang ke hilir pada waktu banjir surut.
Fungsi utama: memperbaiki dan menstabilkan aliran air sungai, baik dengan pengaturan
penyediaan air yang tidak tetap dari suatu aliran sungai.
Beberapa potensi waduk diantaranya untuk sumber PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga
Air) seperti pada waduk Jatiluhur, perikanan dengan membuat tambak-tambak ikan di
wilayah waduk serta pariwisata.
12. Potensi SDA Rawa dan Pantai
Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-menerus atau musiman
akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika, kimiawi
dan biologis. Rawa bersifat payau dan mengandung kadar asam yang cukup tinggi, dan
sering disertai lahan gambut. Pantai daerah rawa dengan ditandai oleh tumbuhan bakau
dan atau mangrove. Ekosistem lahan rawa bersifat marjinal dan rapuh yang rentan
terhadap perubahan baik oleh karena faktor alam (kekeringan, kebakaran, dan kebanjiran),
maupun karena faktor kesalahan pengelolaan (reklamasi, pembukaan, budidayaintensif).
Jenis tanah di kawasan rawa tergolong tanah bermasalah yang mempunyai banyak
kendala. Misalnya tanah gambut mempunyai sifat kering tak balik (reversible drying),
mudah ambles (subsidence), dan penurunan kadar hara (nutrients deficiency). Reklamasi
rawa: upaya meningkatkan fungsi dan pemanfaatan rawa untuk kepentingan masyarakat
luas.
Jaringan reklamasi -> saluran primer, sekunder, tersier, bangunan pelengkap, dan
pembagian penggunaan air.
Penyelenggaraan Konservasi Rawa:
Perlindungan pengawetan secara lestari
Peningkatan fungsi
Pemanfaatan rawa sebagai ekosistem sumber
Peningkatan fungsi serta pemanfaatan rawa dapat diselenggarakan oleh pemerintah
ataupun swasta.
Pemanfaatan lahan rawa dapat dijadikan lahan alternatif untuk pengembangan
pertanian, meskipun perlu pengelolaan yang tepat, dukungan kelembagaan yang baik dan
profesional serta pemantauan secara terus menerus.
Potensi lahan rawa di Indonesia adalah seluas 33,43 juta hektar yang terdiri dari 20,15
juta hektar rawa pasang surut dan 13,28 juta hektar rawa lebak. Lahan rawa yang telah
63
dibuka atau direklamasi mencapai 5 juta hektar, luas tersebut sudah termasuk bekas lahan
pertanian lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan Tengah.
Meskipun pemerintah sudah dilakukan pembangunan terhadap lahan rawa, tetap
diperlukan pengembangan pertanian yang baik. Apabila tidak demikian sangat
dimungkinkan pembangunan lahan rawa tersebut tidak akan mendapatkan hasil pertanian
secara optimal. Hal itu disebabkan karena karakteristik dari ekosistem lahan rawa yang
bersifat marjinal dan rapuh.
13. Potensi SDA Air Tanah
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah
permukaan tanah. Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang keberadaannya
terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang luas serta pemulihannya
sulit dilakukan. Letak air tanah dapat mencapai beberapa puluh bahkan beberapa ratus
meter di bawah permukaan bumi. Lapisan batuan ada yang lolos air (permeable) dan ada
pula yang tidak lolos/kedap air (impermeable). Lapisan lolos air misalnya terdiri dari
kerikil, pasir, batuapung, dan batuan yang retak-retak, sedangkan lapisan kedap air antara
lain terdiri dari napal dan tanah liat atau tanah lempung. Sebetulnya tanah lempung dapat
menyerap air, namun setelah jenuh air, tanah jenis ini tidak dapat lagi menyerap air.
14. Jenis-jenis air tanah
Gambar 26 Air tanah
Menurut letaknya, air tanah dapat dibedakan atas: air tanah dangkal (air tanah preatik)
yaitu air tanah yang terdapat di atas lapisan kedap air yang paling dekat dengan
permukaan bumi, dan air tanah dalam (air tanah aretesis) yaitu air tanah yang terdapat
pada lapisan lolos air yang terletak di antara dua lapisan batuan kedap air. Air tanah jenis
ini memungkinkan terjadinya sumber air artesis, manakala ia dapat muncul sebagai mata
air dengan tekanan cukup tinggi.
64
Menurut asal airnya, air tanah dapat dibedakan atas: air tanah yang berasal dari
atmosfer (air meteorik), yaitu air tanah yang berasal dari serapan presipitasi baik dari
hujan atau salju; dan air taanah yang berasal dari dalam bumi, misalnya:
Air tanah turbir (conate water), yaitu air tanah yang tersimpan di dalam batuan sedimen;
Air tanah juvelin (juvelin water), yaitu air tanah yang bersumber dari air yang naik dari
maagma bila gas-gasnya dibebaskan melalui mata air panas.
15. Potensi air tanah
Di daerah endapan, air tanah pada umumnya berupa air payu, kecuali di daerah
bentukan endapan sungai delta, tanggul pantai, dan tanggul sungai, airnya berasa tawar.
Air tanah bergerak secara sangat lambat baik gerak vertikal maupun horizontal, gerakan
air tanah ini rata-rata hanya mencapai dua meter per hari. Pada lapisan batuan padas
misalnya, gerakannya akan jauh lebih lambat, yakni hanya sekitar lima belas meter per
tahun.
Di daerah pantai sering terdapat kantong-kantong air tawar di antara serapan air asin.
Kantong air tawar ini ada karena air hujan yang jatuh di atas wilayah ini mengalami
perembesan ke arah bawah (infiltrasi dan perkolasi) dan akhirnya terakumulasi di bawah
permukaan bumi, sehingga menyerupai suatu kantong yang sangat besar.
16. Wilayah air tanah
Secara vertikal, di dalam bumi terdapat berbagai wilayah air tanah, yaitu:
Gambar 27 Wilayah Air Tanah
Wilayah yang masih dipengaruhi oleh udara luar
65
Pada bagian atas wilayah ini terdapat lapisan tanah yang mengandung air, yang
dimanfaatkan oleh tanaman. Bila lapisan/zona ini telah jenuh maka disebut “tanah
jenuh air” (field capacity). Karena adanya gaya berat, maka air di zona ini akan
bergerak turun. Air yang bergerak bebas karena gravitasi lini disebut “air bebas”, yang
satuannya dinyatakan dalam prosen terhadap volume tanah. Air tanah yang tidak bebas
akan ditahan oleh butir-butir batuan. Jumlah air yang ditahan oleh butir-butir batuan
ktersebut juga dinyatakan dengan prosen terhadap volume tanah dan disebut
“kemampuan menahan air” (holding capacity).
Wilayah jenuh air
Wilayah jenuh air mengacu kedapa kedalaman muka air tanah, yang dapat diamati
dari beberapa sumur. Kedalaman wilayah jenuh air sangat ditentukan oleh kondisi
topografi dan jenis batuannya.
Wilayah kapiler air
Wilayah kapiler air merupakan peralihan antara wilayah terpengaruh udara dengan
wilayah jenuh air. Air tanahnya diperoleh dari proses kapilarisasi (perambatan kie arah
atas).
Wilayah air dalam
Wilayah ini terdapat di dalam batuan, dan biasanya terletak di antara dua lapisan
kedap air.
Sungai dan air tanah mempunyai hubungan yang sangat erat. Misalnya, sebagian air
sungai berasal dari air tanah, sebaliknya ada air tanah yang berasal dari remebesan air
sungai. Air sungai yang berasal dari air tanah dapat terjadi apabila permukaan (freatik) air
tanah lebih tinggi dari pada muka air sungai. Namun apabila permukaan air tanah lebih
rendah dari pada muka air sungai, maka air tanah mendapat rembesan dari air sungai.
17. KESIMPULAN
Air permukaan adalah air yang terdapat di sungai, danau, atau rawa air tawar. Air
permukaan secara alami dapat tergantikan dengan presipitasi dan secara alami menghilang
akibat aliran menuju lautan, penguapan, dan penyerapan menuju ke bawah permukaan.
Sungai adalah suatu torehan dipermukaan lahan yang didalamnya terdapat air dan
mengalir secara terus menerus ataupun pada waktu tertentu. Danau merupakan cekungan
alamiah dipermukaan bumi dan terdapat genangan air yang mempunyai volume yang
besar. Waduk dapat Menampung kelebihan air dalam periode kelebihan air yang akan
digunakan selama musim kering berikutnya.
66
PEMANFAATAN SDA UNTUK IRIGRASI, AIR BAKU, PLTA,
KESEIMBANGAN EKOSISTEM
1. Pemanfaatan Air Untuk Irigasi
Karena air hujan tidak dapat mencukupi kebutuhan pengairan sawah, terutama di
musim kemarau, maka dipakai pemanfaatan sumber air sungai untuk irigasi, perlu
dilakukan peninjauan dalam satu sistem, bahwa managemen untuk pemanfaatan sumber
daya air dibawah satu kebijakan dalam pengelolaannya. Hal ini untuk menghindari adanya
konflik, kerancuan ataupun overlaping dan pemanfaatan sumber daya air yang
berkelebihan.
Dengan demikian pengelolaan sumber daya air dalam satu kesatuan dan untuk
memenuhi semua kebutuhan sumber air yang ada dalam sistem tersebut perlu ditinjau
secara menyeluruh. Maka pemanfaatan air, sumber daya air untuk irigasi perlu
memperhatikan :
1. Kebutuhan air (tanaman, pada petak sawah/lahan, pada tingkat jaringan irigasi
dan pada intake)
2. Kualitas air (persyaratan untuk masing-masing tanaman)
3. Metode pemberian air yang cocok
4. Bangunan-bangunan irigasi yang diperlukan supaya lebih efisien
5. Manajemen pemanfaatan air yang baik dari sumbernya sampai pada tingkat
pemakai air
Gambar 28 irigasi di makassar
Gambar 29 irigasi di persawahan
68
2. Pemanfaatan Air Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air
Semakin maju pembangunan suatu negara semakin banyak listrik yang digunakan
antara lain untuk:
1. Penerangan
2. Industri
3. Alat-alat rumahtangga
4. Dan lain sebagainya
Karena air adalah sumber daya alam yang banyak, tidak ada polusi serta topografi yang
menunjung, maka sumber daya air dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air.
Untuk tinggi terjunan minimum 3m, dapat dibuat pembangkit tenaga air mikro hidro,
untuk keperluan listrik desa. Sedangkan pada daerah yang mempunyai potensi air cukup
banyak dibuat bendungan sehingga mempunyai tinggi jatuh yang cukup yang dapat dibuat
pembangkit listrik tenaga air seperti PLTA Jatiluhur, PLTA Saguling, PLTA Cirata, dan
sebagainya.
Daya listrik dihasilkan akibat tinggi jatuh air, memberi tekanan yang memutar turbin
dan selanjutnya memutar generator, mengubah energi potensial menjadi energi kinetik dan
dihasilkan listrik, melalui transmisi disalurkan ke daerah-daerah yang membutuhkan.
Gambar 30 PLTA Jatiluhur
Gambar 31 PLTA Cirata
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) bekerja dengan cara merubah energi potensial
(dari dam atau air terjun) menjadi energi mekanik (dengan bantuan turbin air) dan dari
energi mekanik menjadi energi listrik(dengan bantuan generator). Komponen – komponen
dasar PLTA berupa dam, turbin, generator dan transmisi.
69
Dam/Waduk/Bendungan berfungsi untuk menampung air dalam jumlah besar karena
turbin memerlukan pasokan air yang cukup dan stabil. Selain itu dam juga berfungsi untuk
pengendalian banjir. contoh waduk Jatiluhur yang berkapasitas 3 miliar kubik air dengan
volume efektif sebesar 2,6 miliar kubik.
Turbin berfungsi untuk mengubah energi potensial menjadi energi mekanik. Air akan
memukul susu – sudu dari turbin sehingga turbin berputar. Perputaran turbin ini di
hubungkan ke generator. Turbin terdiri dari berbagai jenis seperti turbin Francis, Kaplan,
Pelton, dll.
Generator dihubungkan ke turbin dengan bantuan poros dan gearbox. Memanfaatkan
perputaran turbin untuk memutar kumparan magnet didalam generator sehingga terjadi
pergerakan elektron yang membangkitkan arus AC. Travo digunakan untuk menaikan
tegangan arus bolak balik (AC) agar listrik tidak banyak terbuang saat dialirkan melalui
transmisi. Travo yang digunakan adalah travo step up.
Transmisi berguna untuk mengalirkan listrik dari PLTA ke rumah – rumah atau
industri. Sebelum listrik kita pakai tegangannya di turunkan lagi dengan travo step down.
Pembangkit listrik tenaga air konvensional bekerja dengan cara mengalirkan air dari
dam ke turbin setelah itu air dibuang. Saat ini ada teknologi baru yang dikenal dengan
pumped-storage plant.
Pumped-storage plant memiliki dua penampungan yaitu:
Waduk Utama (upper reservoir) seperti dam pada PLTA konvensional. Air dialirkan
langsung ke turbin untuk menghasilkan listrik.
Waduk cadangan (lower reservoir). Air yang keluar dari turbin ditampung di lower
reservoir sebelum dibuang disungai.
Pada saat beban puncak air dalam lower reservoir akan di pompa ke upper reservoir
sehingga cadangan air pada Waduk utama tetap stabil.
Kapasitas PLTA diseluruh dunia ada sekitar 675.000 MW ,setara dengan 3,6 milyar barrel
minyak atau sama dengan 24 % kebutuhan listrik dunia yang digunakan oleh lebih 1
milyar orang.
PLTA merubah energi yang disebabkan gaya jatuh air untuk menghasilkan listrik.
Turbin mengkonversi tenaga gerak jatuh air ke dalam daya mekanik. Kemudian generator
mengkonversi daya mekanik tersebut dari turbin ke dalam tenaga elektrik.
Jenis PLTA bermacam-macam, mulai yang berbentuk “mikro-hidro” dengan
kemampuan mensupalai untuk beberapa rumah saja sampai berbentuk raksasa seperti
Bendungan Karangkates yang menyediakan listrik untuk berjuta-juta orang-orang. Photo
70
dibawah ini menunjukkan PLTA di Sungai Wisconsin, merupakan jenis PLTA menengah
yang mampu mensuplai listrik untuk 8.000 orang.
Gambar 32 Komponen PLTA
Komponen PLTA dan cara kerjanya :
Bendungan
Berfungsi menaikkan permukaan air sungai untuk menciptakan tinggi jatuh air.
Selain menyimpan air, bendungan juga dibangun dengan tujuan untuk menyimpan
energi.
Turbin
Gaya jatuh air yang mendorong baling-baling menyebabkan turbin berputar. Turbin
air kebanyakan seperti kincir angin, dengan menggantikan fungsi dorong angin untuk
memutar baling-baling digantikan air untuk memutar turbin. Selanjutnya turbin
merubah energi kenetik yang disebabkan gaya jatuh air menjadi energi mekanik.
Generator
Dihubungkan dengan turbin melalui gigi-gigi putar sehingga ketika baling-baling
turbin berputar maka generator juga ikut berputar. Generator selanjutnya merubah
energi mekanik dari turbin menjadi energi elektrik. Generator di PLTA bekerja seperti
halnya generator pembangkit listrik lainnya.
71
Gambar 33 Generator
Jalur Transmisi
Berfungsi menyalurkan energi listrik dari PLTA menuju rumah-rumah dan pusat
industri.
Pipa Pesat (Penstock)
Berfungsi untuk menyalurkan dan mengarahkan air ke cerobong turbin. Salah satu
ujung pipa pesat dipasang pada bak penenang minimal 10 cm diatas lantai dasar bak
penenang. Sedangkan ujung yang lain diarahkan pada cerobong turbin. Pada bagian
pipa pesat yang keluar dari bak penenang, dipasang pipa udara (Air Vent) setinggi 1 m
diatas permukaan air bak penenang. Pemasangan pipa udara ini dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya tekanan rendah (Low Pressure) apabila bagian ujung pipa pesat
tersumbat. Tekanan rendah ini akan berakibat pecahnya pipa pesat. Fungsi lain pipa
72
udara ini untuk membantu mengeluarkan udara dari dalam pipa pesat pada saat start
awal PLTMH mulai dioperasikan. Diameter pipa udara ± ½ inch.
3. Pemanfaatan Air Untuk Keseimbangan Ekosistem
Ekosistem adalah tempat saling memberi dan menerima antara makhluk hidup dengan
lingkungannya. Ekosistem terdiri dari komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik
terdiri dari tumbuhan dan hewan. Sedangkan komponen abiotik terdiri dari batu, tanah, air,
sungai, dan lain-lain.Dalam suatu ekosistem harus ada keseimbangan antara produsen dan
konsumen. Kehidupan dapat tetap berlangsung jika jumlah produsen lebih besar dari
konsumen tingkat I. Konsumen tingkat I lebih banyak dari konsumen tingkat II dan
seterusnya.
Banyak sekali ekosistem yang meliputi pemanfaatan air, contohnya ekosistem sawah ,
danau , air laut serta sungai. Sehingga ketika komposisi didalamnya itu terganggu maka
terganggu juga keseimbangan ekosistem tersebut.
4. Pemanfaatan Air Untuk Air Baku
Air baku adalah air bersih yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan air minum, air
rumah tangga, dan industri.
Untuk memenuhi kebutuhan air baku yang semakin hari semakin bertambah, maka air
baku dapat diperoleh dari air sungai, air tanah, dan lain sebagainya. Air yang dipakai
untuk air baku harus memenuhi standar persyaratan sesuai dengan kegunaanya.
Sumber daya air sungai untuk penyediaan air baku ditampung untuk memenuhi pola
distribusi kebutuhan air yang kadang-kadang tidak sesuai dengan pola debit aliran.
73
PDAM, biasanya melakukan pengolahan secara fisika dan kimiawi dalam proses
penyediaan air bersih. Secara umum, skema pengolahan air bersih di daerah-daerah di
Indonesia terlihat seperti pada gambar di bawah. Terdapat 3 bagian penting dalam sistem
pengolahannya.
Bangunan Intake
Bangunan intake ini berfungsi sebagai bangunan pertama untuk masuknya air dari
sumber air. Pada umumnya, sumber air untuk pengolahan air bersih, diambil dari sungai.
Pada bangunan intake ini biasanya terdapat bar screen yang berfungsi untuk menyaring
benda-benda yang ikut tergenang dalam air. Selanjutnya, air akan masuk ke dalam sebuah
bak yang nantinya akan dipompa ke bangunan selanjutnya, yaitu WTP – Water Treatment
Plant.
Water Treatment Plant
Water Treatment Plant atau lebih populer dengan akronim WTP adalah bangunan
utama pengolahan air bersih. Biasanya bagunan ini terdiri dari 4 bagian, yaitu : bak
koagulasi, bak flokulasi, bak sedimentasi, dan bak filtrasi. Nah, sekarang kita bahas satu
per satu bagian-bagian ini.
Koagulasi
Dari bangunan intake, air akan dipompa ke bak koagulasi ini. Pada proses
koagulasi ini dilakukan proses destabilisasi partikel koloid, karena pada dasarnya air
sungai atau air-air kotor biasanya berbentuk koloid dengan berbagai partikel koloid
yang terkandung di dalamnya. Destabilisasi partikel koloid ini bisa dengan
penambahan bahan kimia berupa tawas, ataupun dilakukan secara fisik dengan rapid
mixing (pengadukan cepat), hidrolis (terjunan atau hydrolic jump), maupun secara
mekanis (menggunakan batang pengaduk). Biasanya pada WTP dilakukan dengan
cara hidrolis berupa hydrolic jump. Lamanya proses adalah 30 – 90 detik.
Flokulasi
Setelah dari unit koagulasi, selanjutnya air akan masuk ke dalam unit flokulasi.
Unit ini ditujukan untuk membentuk dan memperbesar flok. Teknisnya adalah
dengan dilakukan pengadukan lambat (slow mixing).
74
Gambar 34 Proses Flokulasi Partikel Koloid
Sedimentasi
Setelah melewati proses destabilisasi partikel koloid melalui unit koagulasi dan
unit flokulasi, selanjutnya perjalanan air akan masuk ke dalam unit sedimentasi. Unit
ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel koloid yang sudah
didestabilisasi oleh unit sebelumnya. Unit ini menggunakan prinsip berat jenis. Berat
jenis partikel koloid (biasanya berupa lumpur) akan lebih besar daripada berat jenis
air. Dalam bak sedimentasi, akan terpisah antara air dan lumpur.
Gambar 35 Proses Sedimentasi
Gambar 36 Unit Aselator pada Water Treatment Plant
75
Filtrasi
Setelah proses sedimentasi, proses selanjutnya adalah filtrasi. Unit filtrasi ini,
sesuai dengan namanya, adalah untuk menyaring dengan media berbutir. Media
berbutir ini biasanya terdiri dari antrasit, pasir silica, dan kerikil silica denga
ketebalan berbeda. Dilakukan secara grafitasi.
Gambar 37 Unit Filtrasi
Selesailah sudah proses pengolahan air bersih. Biasanya untuk proses tambahan,
dilakukan disinfeksi berupa penambahan chlor, ozonisasi, UV, pemabasan, dan lain-
lain sebelum masuk ke bangunan selanjutnya, yaitu reservoir.
Reservoir
Setelah dari WTP dan berupa clear water, sebelum didistribusikan, air masuk ke
dalam reservoir. Reservoir ini berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air
bersih sebelum didistribusikan melalui pipa-pipa secara grafitasi. Karena
kebanyakan distribusi di kita menggunakan grafitasi, maka reservoir ini biasanya
diletakkan di tempat dengan eleveasi lebih tinggi daripada tempat-tempat yang
menjadi sasaran distribusi. Biasanya terletak diatas bukit, atau gunung.
Gambar 38 Reservoir air bersih
Gabungan dari unit-unit pengolahan air ini disebut IPA – Instalasi Pengolahan
Air. Untuk menghemat biaya pembangunan, biasanya Intake, WTP, dan Reservoir
dibangun dalam satu kawasan dengan ketinggian yang cukup tinggi, sehingga tidak
diperlukan pumping station dengan kapasitas pompa dorong yang besar untuk
76
menyalurkan air dari WTP ke reservoir. Barulah, setelah dari reservoir, air bersih
siap untuk didistribusikan melalui pipa-pipa dengan berbagai ukuran ke tiap daerah
distribusi.
Gambar 39 Penyaluran air bersih
5. Kesimpulan
Karena air adalah sumber daya alam yang banyak, tidak ada polusi serta topografi yang
menunjung, maka sumber daya air dapat dimanfaatkan untuk bermacam-macam
kebutuhan baik itu kebutuhan manusia maupun demi keutuhan lingkungan.
77
POTENSI SUMBER DAYA AIR SEBAGAI NAVIGASI, PERIKANAN,
PENGGELONTORAN DAN REKREASI
1. POTENSI SUMBER DAYA AIR SEBAGAI NAVIGASI
Navigasi atau pandu arah adalah penentuan kedudukan (position) dan arah perjalanan
baik di medan sebenarnya atau di peta, dan oleh sebab itulah pengetahuan tentang
pedoman arah (compass) dan peta serta teknik penggunaannya haruslah dimiliklki dan
dipahami. Navigasi juga merupakan penetuan posisi dan arah perjalanan, baik di medan
perjalanan atau di peta. Navigasi terdiri atas navigasi darat, sungai, pantai, rawa dan laut,
namun yang umum digunakan adalah navigasi darat. Namun dalam hubungannya dengan
sumber daya air jadi navigasi yang akan dibahas adalah navigasi sungai, pantai dan rawa.
Navigasi Sungai
Dalam perjalanan menyusuri sungai, baik berjalan kaki atau dengan perahu, kita
dituntut untuk menguasai navigasi sungai seperti halnya navigasi darat dalam
perjalanan gunung hutan. Secara praktis ilmu navigasi sungai telah lama dikenal oleh
orang dayak di pedalaman kalimantan. Sebab sungai merupakan satu-satunya sarana
angkutan bagi mereka. Dan dalam penentuan kedudukannya di sungai, mereka
menggunakan tanda-tanda alam yang berupa riam, belokan sungai,
penyempitan/pelebaran sungai, muara dan lainnya.
Navigasi sungai adalah teknik untuk menentukan kedudukan secara tepat dalam
perjalanan penyusuran sungai. Perbedaan yang mendasar antara navigasi sungai dan
navigasi darat terletak pada acuan dasar untuk menentukan kedudukan. Pada navigasi
darat, yang diambil sebagai acuan dasar adalah bentuk permukaan fisik bumi yang
digambarkan oleh garis kontur, sedang pada navigasi sungai acuan dasarnya adalah
bentuk dari tepi kiri dan kanan sungai, yaitu belokan-belokan sungai yang tergambar di
peta.
Perlengkapan Navigasi sungai
a. Peta
Ada dua macam peta yang digunakan yaitu:
1. Peta situasi sungai, peta ini tidak mempunyai garis kontur, yang tergambar
adalah sungai dan desa yang ada di sepanjang daerah aliran sungai. Skala
peta yang dipakai sebaiknya 1:50.000 atau 1:25.000, yang cukup jelas
menggambarkan kondisi fisik sungai. Peta ini umumnya dibuat oleh
78
perorangan yang pernah tinggal atau melakukan survey dan pemetaan
disepanjang sungai tersebut.
2. Peta topografi, mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan peta situasi
karena dapat membantu membaca kondisi alam di sekitar sungai seperti
berupa rawa, tebing, bukit maupun pegunungan.
b. Kompas
Digunakan untuk menentukan sudut belokan-belokan sungai, kompas bidik dan
kompas orienteering dengan keakuratan yang baik dapat digunakan untuk keperluan ini.
c. Alat Tulis
Berupa kertas tulis, busur derajat, penggaris dan alat tulis. Dipakai untuk
menentukan posisi, setelah terlebih dahulu membidik sudut kompas dari sungai dan
melakukan penaksiran jarak.
d. Altimeter
Altimeter bukan merupakan peralatan yang paling utama untuk menentukan posisi,
tetapi lebih tepat untuk mengetahui gradien sungai, yaitu beda tinggi antara dua titik di
sungai dalam jarak 1 km (contoh gradien sungai 9 m/km, yaitu beda tinggi 9 m antara
dua titik yang berjarak 1 km). Karena perbedaan tinggi pada penurunan sungai relatif
kecil untuk tiap km panjang sungai, maka sebaiknya digunakan altimeter yang cukup
teliti, misalnya dengan kemampuan membaca perbedaan tinggi sampai 10 meter
(sebagai gambaran, untuk sungai yang berarus deras dan banyak air terjunnya,
perbedaan sungai rata-rata untuk tiap kilometer hanya sekitar 40 meter).
Menentukan Kedudukan Pada Peta
Dilakukan dengan cara bergerak menyusuri sungai sambil memperhatikan
perubahan arah belokan sungai, dibantu dengan tanda-tanda alam tertentu yang terdapat
disepanjang sungai. Ada dua cara yang dapat dipakai untuk menentukan kedudukan:
A. Dengan Bantuan Tanda-Tanda alam
Misalnya kita sedang melakukan penyusuran sungai dari titik A ke titik B, kemudian
pada suatu tempat dijumpai sebuah muara anak sungai di sebelah kiri, untuk
menentukan kedudukan pada saat ini adalah: Lakukan orientasi peta, kemudian amati
sekitar medan dengan teliti, ukur sudut kompas (azimuth) dari lintasan sungai pada
belokan di depan dan di belakang dengan menggunakan kompas, ingat tanda alam
sebelumnya yang terdapat di belakang ( misalnya di belakang kita terdapat sebuah
79
delta) dan lihat juga tanda alam di depan (misalnya belokan sungai ke arah kiri),
kemudian gambar situasi sungai yang telah di dapat, kemudian cari padanannya pada
peta (perlu diketahui bahwa delta yang terdapat pada sungai adalah delta yang cukup
besar, tidak tertutup pada saat banjir, dan di tumbuhi pepohonan, jika tidak memenuhi
persyaratan tersebut tidak akan digambarkan pada peta.) apabila masih kurang jelas,
maka perlu dilakukan penyusuran sampai pada tanda alam berikutnya yang dapat lebih
memperjelas kedudukan kita.
B. Membuat Peta Sendiri
Teknik pelaksanaannya yaitu dengan penaksiran jarak dan pengukuran sudut
kompas (azimuth). Sebelum melakukan cara ini, sebaiknya mata kita di latih dahulu
untuk menaksir jarak, misalnya untuk jarak 50 meter atau 100 meter. Cara termudah
adalah dengan berlatih di jalan raya dengan bantuan sepeda motor atau mobil yang
penunjuk jaraknya masih berlaku dengan baik, dapat juga dengan bantuan tiang listrik
(setiap 50 meter), patok kecil di sepanjang jalan raya (100 meter). Jika mata sudah
terlatih, dapat dipraktekkan pada jalan dalam kota yang banyak belokannya. Untuk
sungai di daerah hulu yang sempit dan banyak tikungannya, maka di pakai patokan
jarak setiap 50 meter dengan sisa ukuran terkecil adalah 10 meter. Sedangkan untuk
sungai di daerah tengah dan hilir yang relatifr lebih lebar dan lurus (kecuali pada daerah
meander), atau jari-jari belokan besar (sudut belokannya relatif kecil untuk jarak 100
meter), maka dipakai patokan jarak setiap kelipatan 100 meter dengan sisa ukuran
terkecil 25 meter.
Jadi kita membuat sungai menjadi sebuah batang yang terdiri dari banyak ruas
panjang dan pendek, yang berbelok-belok sesuai dengan sudutnya. Langkah-langkah
yang harus diperhatikan dalam pembuatan sungai adalah : sediakan peralatan yang
diperlukan, buat tabel pada kertas yang terdiri dari dua kolom, kolom pertama untuk
derajat (azimuth)dan kolom kedua untuk jarak (meter). Jika ingin lebih teliti dapat
ditambahkan dua kolom lagi, yaitu untuk lebar sungai dan keterangan yang diperlukan
(misalnya jika ada penyempitan, batu besar di tengah sungai, tebing terjal di kiri dan
kanan sungai dan lainnya), bidik kompas pada awal pergerakan, dan taksir jaraknya
dengan mata yang sudah terlatih, isikan hasil bidikan pada kolom 1 dan 2, jika
menggunakan perahu sebaiknya dilakukan dari tengah sungai, hitung jaraknya sambil
bergerak maju setiap 50 dan 100 meter. Setelah sampai pada batas yang telah
ditentukan dari ruas sungai, lakukan pembidikan dan taksirkan jaraknya kembali, ulangi
80
sampai melampaui 3 belokan sungai, kemudian buat gambar sungai tersebut
berdasarkan hasil catatan yang ada pada tabel, skala dapat di misalkan 1 cm untuk 100
meter atau lebih kecil lagi, kemudian cari padanan atau bentuk yang mirip dari gambar
sungai yang kita buat dengan peta sungai yang kita bawa, dengan demikian kedudukan
kita di peta dapat ditentukan yaitu pada titik terakhir yang kita buat, jika belum di dapat
juga ulangi sampai beberapa belokan lagi.
a. Navigasi Pantai
Navigasi pantai adalah teknik berjalan dan menentukan posisi dengan tepat di
daerah pantai. Navigasi pantai jauh lebih mudah jika dibandingkan dengan navigasi
rawa dan sungai, sebab sebuah garis posisi sudah diketahui, yaitu sebuah garis tepi
pantai, jadi hanya dibutuhkan sebuah tanda lagi untuk melakukan resection. Tanda-
tanda medan yang dapat dijadikan patokan adalah sudut arah dari garis pantai, tanjung
atau teluk, muara sungai, pulau atau karang yang terdapat disekitar pantai, bukit yang
terdapat didaerah pantai, kampung nelayan. Jika sudah terlatih navigasi gunung hutan,
maka navigasi di daerah pantai tidak menjadi masalah, karena pada navigasi pantai
lebih ditekankan pembacaan peta. Tanpa bantuan kompaspun sebenarnya kita dapat
berjalan di tepi pantai, kompas dibutuhkan jika harus melakukan perjalanan potong
kompas, menghindari rintangan yang berupa tebing terjal yang tidak mungkin untuk
dilewati.
Adapun langkah-lagkah yang harus dilakukan dalam navigasi pantai:
1) Plot posisi kita dengan cara resection.
2) Berjalan mengikuti garis pantai selama masih memungkinkan.
3) Catat waktu perjalanan untuk waktu yang berbeda atau tiap menjumpai tanda yang
mudah dikenal. Ini dilakukan untuk mempermudah kita jika kehilangan posisi.
Periksa posisi kita di peta setiap menjumpai tanda-tanda medan yang mudah
dikenal, misalnya tanjung dan muara sungai.
4) Jika menemui rintangan yang berupa tebing karang yang tidak mungkin dilewati,
lakukan resection untuk menentukan posisi terakhir sebelum tebing tersebut.
Setelah itu rencanakan perjalanan melambung dengan bantuan kompas sampai
melewati rintangan. Pada tebing karang, umumnya perjalanan harus melewati
tanjakan dan turunan yang terjal.
81
b. Navigasi Rawa
Navigasi rawa adalah teknik berjalan dan menentukan posisi dengan tepat di
medan rawa. Navigasi rawa merupakan navigasi pada daerah dataran sehingga
prinsipnya sama dengan navigasi gurun pasir. Tidak ada tanda ekstrim (bukit atau
lembah) yang dapat dijadikan patokan. Jika pada rawa daerahnya datar dan kadang di
penuhi aliran sungai yang dapat berubah akibat banjir, maka pada gurun pasir pun
daerahnya selalu berubah-ubah akibat tiupan angin. Seperti pada navigasi darat
(gunung hutan), maka langkah pertama yang paling penting sebelum memulai
perjalanan adalah mengetahui letak titik pemberangkatan di peta. Tanda-tanda medan
yang dapat dijadikan sebagai patokan adalah sungai, lokasi desa terdekat, garis pantai
(jika dekat dengan pantai), jadi perlu diperhitungkan kecermatan orientasi medan yang
teliti.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam navigasi rawa adalah:
1. tentukan titik pemberangkatan kita di peta.
2. bidik arah perjalanan yang diambil, catat sudut kompasnya.
3. ukur dan catat jarak tempuh perjalanan dengan sudut kompas tersebut, lakukan
terus untuk setiap bagian perjalanan sampai menemukan tanda yang dapat
dijadikan patokan, misalnya sungai, jika belum dijumpai, lakukan terus sambil
mencari tempat beristirahat. Cara mengukur jarak: a) Dengan penaksiran jarak
(jika sudah mahir), seperti navigasi man to man atau pemakaian back azimuth pada
navigasi gunung hutan, pemegang kompas berjalan di belakang dan rekan lainnya
berjalan menurut sudut kompas. Batas jarak pengukuran untuk satu segmen
tergantung dari mata dan telinga, artinya sampai batas pengelihatan jika medannya
tertutp atau sampai batas pendengaran jika medannya terbuka, jadi panjang suatu
segmen relatif, tergantung medan yang dihadapi; b) Dengan menggunakan pita
ukur atau tali, caranya sama seperti di atas, tetapi didapat hasil yang lebih teliti; c)
Dengan alat bantu ukur yang di pasang pada pinggang pemegang kompas, yaitu
pemegang kompas berjalan paling belakang, rekan yang di depan membuka jalur
sesuai arah sudut kompas, ikat ujung benang pada titik awal pada saat membelok
atau merubah arah, lihat angka yang tertera pada alat pengukur tersebut. Putuskan
benang dan ikat kembali ujung yang baru pada titik belok; d) Dengan alat
pengukur langkah yang dipasang pada pinggang bagian depan. Catat jumlah
langkah untuk setiap arah sudut kompas. Ambil patokan 10 langkah sama dengan
beberapa meter, atau kelipatan yang habis dibagi dengan 10;
82
4. Plot hasil pengukuran tersebut pada peta, pergunakan skala peta yang sesuai
dengan skala peta yang dimiliki, jika pengukuran jarak dan sudut kompas teliti
maka akan didapat hasil yang akurat.
5. Pemeriksaan posisi akhir dengan orientasi medan. Jika tersesat, minimal kita
mempunyai catatan perjalanan untuk kembali ke tempat semula.
6. Jika sudut kompas dan jarak tempuh sudah ditentukan, maka plot di peta arah
lintasan kita. Lakukan perjalanan dengan sudut kompas tersebut dan pergunakan
cara melambung jika medannya tidak memungkinkan untuk dilalui, dengan tidak
melupakan poin 2 dan 3.
6.
2. POTENSI SUMBER DAYA AIR SEBAGAI PERIKANAN
Sumber daya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari ekosistem
perikanan berperan sebagai faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan
suatu output yang bernilai ekonomi masa kini maupun masa mendatang. Disisi
lain, sumber daya perikanan bersifat dinamis, baik dengan ataupun tanpa intervensi
manusia. Sebagai ilustrasi, pada sumber daya perikanan tangkap, secara
sederhana dinamika stok ikan ditunjukkan oleh keseimbangan yang disebabkan oleh
pertumbuhan stok, baik sebagai akibat dari pertumbuhan individu (individu
growth) maupun oleh perkembangbiakan (recruitment) stok itu sendiri.
sumber daya perikanan pada suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh perairan, baik
perairan laut maupun perairan umum. Potensi perairan yang ada di wilayah tersebut
sangat besar baik ditinjau dari sisi pemanfaatannya sebagai sarana dan prasarana
transportasi sungai dan laut, maupun dari sisi sumberdaya yang terkandung di
dalamnya seperti wilayah perairan tersebut merupakan aliran utama sungai kampar,
sedangkan wilayah/daerah lautnya berdekatan dengan selat dan pertemuan arus.
Sumberdaya perikanan perairan umum dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
memenuhi berbagai kebutuhan baik bersifat komersil maupun non komersil.
Jenis pemanfaatan sumber daya perairan yang bersifat komersil diantaranya adalah
perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Sementara, jenis pemanfaatan yang
bersifat non komersil diantaranya adalah pemanfaatan sumberdaya air untuk kegiatan
mandi, cuci dan air minum.
Umumnya keberadaan danau-danau di berbagai wilayah sangat berperan dalam
menunjang usaha perikanan di daerah tersebut seperti memiliki potensi penangkapan
(perikanan tangkap) dan budidaya (keramba).
83
Dan berikut adalah beberapa cara dalam potensi sumber daya air sebagai perikanan
dalam perairan waduk secara optimal:
Perikanan Tangkap
Pengelolaan perikanan tangkap meliputi berbagai kegiatan yang ditujukan untuk
memanfaatkan sumberdaya peri kanan secara optimal dan berkelanjutan. Dalam
pengelolaan perikanan tangkap, diharapkan kesejahteraan hidup masyarakat dapat
meningkat, khususnya yang berada di sekitar waduk dan mereka yang terkena
pembangunan waduk, oleh sebab itu inventarisasi mengenai keinginan, harapan dan
prefensi masyarakat perlu dilakukan (Kartamihardja, 1993).
Hal- hal yang perlu diperhatikan agar dicapai tingkat pemanfaatan yang optimal
dan berkelanjutan, adalah :
A. Pengelolaan Habitat
Pembendungan aliran sungai akan me mbentuk ekosistem baru yang sangat
berlainan dengan ekosistem sungai .Sungai yang merupakan perairan mengalir
sebagai habitat ikan sungai, akan mengalami perubahan menjadi perairan waduk.
dan mungkin hanya beberapa jenis ikan saja yang mampu menyesuaikan diri untuk
hidup dan berkembangbiak dalam menyelesai kan daur hi dupnya.Perairan waduk yang
terbentuk mungki n hanya cocok sebagai daerah pertumbuhan, tetapi tidak sebagai
daerah pemijahan bagi beberapa jenis ikan asli sungai, sehingga ikan tersebut hanya
dapat tumbuh namun ti dak dapat melanjutkan keturunannya. Oleh sebab itu, maka di
dalam pengelolaan sumberdaya perairan waduk, salah satu hal yang penti g untuk
diperhatikan adalah kondisi habitat agar habitat baru tersebut sesuai bagi persyaratan
perkembangan populasi ikan untuk menyelesaikan daur hidupnya.
Agar produksi perikanan di perairan waduk meningkat dan sesuai dengan sasaran
yang diharapkan, maka pengelola perikanan harus mampu memanipulasi dan
memodifikasi habitat waduk sehingga sesuai dengan persyaratan yang diperlukan oleh
populasi ikan. Hal ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan pembersihan
tumbuhan sebelum waduk diairi, penyediaan daerah pemijahan dan
jalu r ik an, pengelolaan daerah hilir bendungan, dan pengendalian tanaman air.
B. Pengelolaan Populasi Ikan
Perubahan ekosistem sungai menjadi ekosistem waduk akan berpengaruh terhadap
populasi ikan. Pada awal penggenangan, siklus hidup ikan akan terganggu. Jenis ikan
84
yang dapat beradaptasi dengan lingkungan waduk akan tumbuh dan berkembang biak
serta biasanya merupakan ikan yang mendominasi. Sebaliknya, jenis ikan yang kurang
atau tidak mampu beradaptasi, pada jangka panjang akan menghilang meskipun
mungki n pada ta hun pertama penggenangan jumlahnya melimpah.
Ukuran populasi ikan ditentukan oleh l aju peremajaan dan pertumbuhan. Apabila
ketersediaan daerah pemijahan dan daerah makanan ikan terbatas maka ukuran populasi
akan semakin menurun. Penurunan tersebut akan dipercepat dengan meningkatnya
upaya penangkapan.Perikanan waduk bertujuan untuk meningkatkan produksi ikan dan
mempertahankan produksi tersebut pada tingkat produktivitas maksimumnya, oleh
sebab itu maka pengelolaan populasi ikan harus ditujukan bagi tercapainya kondisi
perairan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan populasi ikan yang
diharapkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka di dalam pengelolaan populasi ikan di waduk,
harus mempertimbangkan kondisi lingkungan, faktor-faktor yang membatasi ukuran
populasi dan tujuan serta sasaran perikanan waduk. Teknik-teknik yang dapat dilakukan
dalam pengelolaan populasi ikan untuk mencapai tingkat produksi ikan yang tinggi
antara lain : pemberantasan jenis ikan yang tidak disukai, introduksi dan penebaran,
pengaturan permukaan air dan pencegahan serta pengendalian hama penyakit dan
parasit.
C. Pengelolaan Penangkapan
Pola usaha penangkapan i kan yang di kembangkan di suatu perairan waduk harus
didasarkan pada pengetahuan tentang populasi ikan seperti formasi populasi, dinamika
populasi, kelimpahan stok dan biomass, dan produksi maksimum lestari
yang dapat dicapai.
Usaha penangkapan diarahkan pada rasionalisasi pemanfaatan sumber yang optimal
dengan memperhati kan kelestarian sumber. Dengan sasaran itu, maka pola pembinaan
pengelolaan di daerah padat menurut Widana dan Martosubroto (1986) dilakukan
dengan upaya sebagai berikut :
1. pembatasan upaya baik jumlah alat tangkap maupun musi m penangkapan.
2. pembatasan ukuran mata jaring atau alat lain
3. membangun reservat baru dan meningkatkan fungsi reservat yang sudah
ada, serta perlu adanya pengawasan terhadap kegiatan nelayan yang
85
merugikan fungsi reservet tersebut dan perlu adanya penyuluhan tentang
arti penting suatu reservat.
4. mengadakan penebaran yang harus ditunjang dengan penyediaan benih
yang cukup dengan jalan meningkatkan fungsi BBI lokal.
5. mengingat perairan waduk merupakan peranan yang tertutup dan
dibeberapa tempat di manfaatkan untuk berbagai tujuan, maka pengelolaan
harus dilaksanakan secara koordinatif dan terpadu dengan di tunjang oleh
peraturan yang memadai.
6. diversivikasi usaha kebidang lain, terutama kebidang usaha budidaya
diperairan waduk.
7. perlu penyuluhan yang intensif kepada masyarakat mengenai pentingnya
kelestarian sumber.
Teknik penangkapan yang diterapkan harus didasarkan pada teknologi tepat guna,
yaitu teknologi yang sedarhana, mudah diterapkan, rancang bangunnya tidak
memerlukan pengetahuan yang tinggi, produktivitasnya tinggi tetapi tidak merusak
sumberdaya peri kanan. Sebagai contoh, di waduk Jatiluhur, penangkapan ikan
dengan jaring insang menggunakan bahan pelampung yang terbuat dari styrofoam
bekas, potongan kayu atau bambu. Jumlah, jenis dan tipe alat tangkap yang di
gunakan harus di sesuaikan dengan potensi sumberdaya ikan dan daya pulih stok.
Jenis alat tangkap yang umumnya banyak digunakan di perairan waduk adalah:
1. jaring insang, rawei , jala, dan pancing.
2. Penggunaan alat tangkap ikan yang menggunakan arus listrik , bahan peledak
atau racun (bahan-bahan yang bersifat toksik) harus dilarang karena akan
memusnahkan stok ikan mulai dari larva hingga dewasa, serta biota lainnya.
3. Penggunaan alat tangkap yang sifatnya menguras stok ikan seperti pukat
harimau harus dilarang sebab selain menangkap ikan tidak selektif, juga dapat
merusak habitat biota dasar perairan.
Pengendalian penangkapan ikan antara lain dapat dilakukan dengan cara:
1. Menetapkan daerah dan musim atau bulan larangan penangkapan ikan,
yang bertujuan untuk memberi kesempatan ikan berkembang biak dan
bertumbuh.
2. Pengaturan ukuran terkecil yang boleh ditangkap, yaitu dengan penetapan
ukuran terkecil mata jaring in sang dan ukuran mata pancing rawai yang
boleh dipakai oleh nelayan.
86
3. Pengaturan upaya penagkapan, misalnya dengan mengatur jumlah nelayan
dan atau unit alat tangkap.
4. Larangan penggunaan alat tangkap ikan yang dapat membahayakan
kelestarian sumberdaya perikanan, misalnya larangan penggunaan bahan
peledak dan bahan beracun berbahaya (B3), alat tangkap berarus listrik dan
pukat harimau.
Perikanan Budidaya
A. Pengelolaan Budidaya
Pengelolaan budidaya ikan harus ditujukan untuk mendapatkan produksi ikan
optimal dengan tetap memperhatikan daya dukung dan kelestarian sumberdaya
perairan. Prinsip dari budidaya ikan adal ah pemeliharaan ikan pada kondisi
perairan yang dapat dikendalik an lingkungannya. Waduk merupakan salah satu
perairan umum yang mempunyai wilayah yang memenuhi syarat untuk budi daya ik
an. Saat ini budidaya yang masih cocok untuk perairan waduk adalah pemeliharaan
ikan dalam keramba jaring apung. Keramba jaring apung merupakan salah satu
jenis usaha keramba yang dominan yang di usahakan oleh petani . Jika ditinjau dari
segi ketersediaan sumberdaya pertanian, profit abilitas usaha dan pasar, terutama
pasar ekspor, usaha keramba jaring apung mempunyai prospek untuk dikembangkan
dan merupakan lapangan pekerjaan yang penting bagi masyarakat di sekitarnya. Ada
indikasi bahwa usaha keramba jaring apung bersifat terintegrasi mulai dari
penyediaan benih, usaha pembesaran ikan hingga pemasaran mempunyai
profitabilitas yang lebih tinggi.
Usaha ini pada awalnya dicoba di waduk Jatiluhur oleh Lembaga Penelitian
Perikanan Darat. Pemanfaatan waduk untuk usaha perikanan dengan keramba lebih
berkembang di Jawa dibanding dengan daerah lain di Indonesia.Tujuan utama
budidaya ikan adalah optimasi produksi ikan pada tingkat biaya yang minimum,
oleh kerenanya setiap budidayawan harus tahu dan menguasai seluruh konsep
sistem budidaya dan secara efektif dapat mengendalikan setiap
tahapan operasional budidaya yang dimulai dari tahap pembuatan unit budidaya
dan pemilih an lokasi untuk budidaya ikan meliputi faktor fisik, kimia, dan biologi
perairan, kemudahan jangkauan dan ketersediaan sarana dan prasarana, serta faktor
keamanan.
87
B. Operasional Budidaya
Sebelum operasional budidaya dilakukan, perlu dibuatkan jadwal pelaksanaanya
yang memuat semua kegiatan yang akan dilaksanakan mulai dari persiapan,
pengadaan sarana, bahan dan peralatan, penebaran ikan, pemberian pakan,
perawatan dan pengawasan, pemantau an stok ikan dan kualitas perairan sampai
dengan panen dan distribusi.
Apabila lokasi budiday a t elah dipilih, f asilit as bu diday a su dah len gk ap
tersedia dan wadah pemeliharaan suda h ditebari ikan, maka budidayawan ikan
harus mempunyai keyaki nan bahwa ik an yang dipeli ara tumbuh dengan l aju
pertumbuhan yang di harapkan, kehilangan ikan baik yang disebabkan penyakiot,
hama maupun lolos keluar jaring minimum, dilakukan pemeliharaan jaring secara
rutin , pemberian pakan dilakukan secara efisien dan tepat, dan pengecekan stok
ikan serta kualitas air dilaku kan secara rutin selama pemeliharaan .
Panen sebaiknya disesuaikan dengan rencana yang tel ah di tetapkan, ukuran ikan
sesuai dengan permintaan dan tersedianya pasar serta produk yang dihasilkan
sebaiknya memenuhi mutu terbaik dan higienis.
3. POTENSI SUMBER DAYA AIR SEBAGAI PENGGELONTORAN
Salah satu pemanfaatan sumber daya air adalah untuk penggelontoran sungai yang
tercemar oleh limbah industri, limbah rumah tangga, dan sebagainya. Terutama dikota
besar seperti Jakarta (waduk jatiluhur menggelontor sungai ciliwung) dan Surabaya
(kali surabaya menggelontro kali jagir).
Bendungam yang membentuk waduk/reservoir berguna untul berbagai macam
tujuan, antara lain sebagai pengendali banjir, PLTA, irigasi, persediaan air baku, dan
lain-lain. Pembendungan sungai akan menurunkan kecepatan aliran, dan akibatnya
sedimen yang terbawa aliran sungai akan mengendap, dan mengurangi kapasitas
waduk.
Sebagian besar bendungan direncanakan dan dioperasikan untuk umur tertentu, yaitu
oleh karena adanya akumulasi endapan lumpur dan bukan oleh karena keusangan
kontruksi. Pada saat perencanaan harus sudah dipersiapkan alokasi ruang utnuk
endapan sedimen (Dead Strorage) yang cukup, agar endapan tidak mengganggu fungsi
bendungan selama umur rencana. Dimana umur rencana di definisikan sebagai: umur
waduk yang sama dengan waktu penuhnya tampungan mati oleh endapan lebih besar
dari laju endapan rencana, maka umur bendungan akan lebih pendek dari umur rencana
88
semula. Di Indonesia pada umunya, laju endapan yang masuk ke bendungan cukup
tinggi. Bendungan Wonogiri laju pengurangan kapasitas akibat sedimentasi rata-rata
2,70% per tahun. Hal ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan laju pengurangan
kapasitas reservoir akibat sedimentasi dunia yang rata-rata 1%.
Salah satu usaha untuk mengurangi/mengeluarkan endapan yang telah terlanjur
masuk dan atau mengendap didalam reservoir, yaitu dengan pemgbilasan hidrolis
(Hydraulic Flushing) dan Penggalian / manual (Dredging).
Ada tiga jenis cara pembilasan hidrolis, yaitu pengoperasian pembilasan (Sluicing
Operation), pengoperasian pembuangan aliran lumpur (Venting of density current) dan
pengoperasian penggelontoran (Flusing Operation).
Pengoperasian pembilasan (sluicing) adalah pengeluaran dengan mengendalikan
sedimen yang masuk ke waduk supaya tidak segera mengendap dengan menurunkan
muka air waduk. Sluicing biasanya dilakukan disaat banjir.
Pengoperasian pembuangan aliran lumpur (Venting) adalah mengendalikan muatan
sedimen agar tidak mengenda, dan dikeluarkan secara menerus dengan pintu bawah
bendungan, tanpa menurunkan muka air waduk.
Definisi Flushing
Prinsip dari metode penggelontoran sedimen dengan energi potensial air waduk
(flushing) adalah mengeluarkan sedimen deng an mengambil manfaat energi hidrolik
akibat beda tinggi antara muka air di depan dan belakang bendungan, untuk mensuplai
energi pada sediment flushing system.
pengoperasian penggelontoran (Flushing) adalah penggelontoran yang ditujukan
untuk menggerus sedimen yang telah mengendap di dasar waduk. Endapan sedimen
yang telah tergerus atau tererosi akan terbawa ke hilir oleh aliran air dalam waduk dan
keluar melalui pintu penggelontor. Teknik pengoperasian ini diterapkan dengan
meningkatkan kecepatan aliran pada pintu pembungan, sehingga kecepatan di dalam
waduk lebih besar dan sukup untuk menggerus / menggelontor sedimen yang telah
terakumulasi melalui sistem pintu pembuangan.
Teknik penggelontoran ini secara efektif diterapkan pada level muka air waduk yang
rendah dan mencapai kondisi aliran bebas (free flow condition). Pengoperasian flushing
akan lebih efektif bila dilakukan dengan pengosongan reservoir, tetapi hal ini harus
mengorbankan tampungan air dalam reservoit. Flushing sebetulnya juga dapat
dilakukan dengan atau tanpa menurunkan muka air waduk yang rendah. Cara
89
penggelontoran (Hodraulic Flushing) adalah cara yang lebih baik untuk mengembalikan
kapasitas reservoir bila dibanding dengan cara lain, misalnya dredging.
Klasifikasi Flushing
Menurut Fan ( 1985 ) secara umum flushing dapat diklasifikasikan kedalam 2
kategori yaitu Empty or Free-flow Flus hing dan Flushing With Partial Drawdown.
1. Empty or free-flow flushing :
Yaitu flushing dilaksanakan dengan cara mengosongkan air waduk, sedangkan
aliran air sungai tetap di pertahankan masuk kedalam waduk, untuk selanjutnya
digunakan sebagai penggelontor sedimen keluar waduk melalui bottom outlet.
Waktu pelaksanaannya ada 2 cara, yaitu :
- Empty Flushing During Flood Season
Flushing dilaksanakan pada saat musim hujan atau musim basah.
- Empty Flushing During Non Flood Season
Flushing dilaksanakan pada saat musim kemarau atau musim kering.
2. Flushing With Partial Drawdown
Yaitu penggelontoran sedimen dengan cara elevasi air waduk dipertahankan dalam
keadaan tinggi, endapan sedimen diarahkan keluar waduk melalui bottom outlet.
Dalam pelaksanaannya ada 2 macam cara, yaitu:
- Pressure Flushing
Pada saat flushing dilaksanakan, elevasi air waduk ditutunkan ke elevasi paling
rendah yang diijinkan (minimun operation level)
- Flushing With High-Level Outlet
Flushing dilaksanakan dengan membuat Underwater Dike di waduk untuk
menaikkan endapan sedimen ke High Level Bypass Channel yang elevasinya lebih
tinggi dari elevasi intake.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Flushing
Efektif tidaknya hasil penggelontoran sedimen (flushing) dipengaruhi oleh beberapa
faktor sebagai berikut:
a. Dimensi dari flushing outlet
b. Posisi dari flushing outlet
c. Penampang waduk dan kecuraman dasar waduk
90
d. Panjang, pendek, lebar dan tidaknya waduk
e. Lurus tidaknya waduk kearah outlet
f. Distribusi dan kepadatan sedimen
g. Ketersediaan air waduk unt uk penggelontoran sedimen
h. Frekuensi penggelontoran sedimen
i. Kondisi cathment area dari waduk
4. POTENSI SUMBER DAYA AIR SEBAGAI REKREASI
Penggunaan air untuk rekreasi biasanya sangatlah kecil, namun terus berkembang.
Air yang digunakan untuk rekreasi biasanya berupa air yang ditampung dalam bentuk
reservoir, dan jika air yang ditampung melebihi jumlah yang biasa ditampung dalam
reservoir tersebut, maka kelebihannya dikatakan digunakan untuk kebutuhan
rekreasional. Pelepasan sejumlah air dari reservoir untuk kebutuhan arung jeram atau
kegiatan sejenis juga disebut sebagai kebutuhan rekreasional. Hal lainnya misalnya air
yang ditampung dalam reservoir buatan (misalnya kolam renang).
Penggunaan rekreasional umumnya non-konsumtif, karena air yang dilepaskan dapat
digunakan kembali. Pengecualian terdapat pada penggunaan air di lapangan golf, yang
umumnya sering menggunakan air dalam jumlah berlebihan terutama di daerah kering.
Namun masih belum jelas apakah penggunaan ini dikategorikan sebagai penggunaan
rekreasional atau irigasi, namun tetap memberikan efek yang cukup besar bagi sumber
daya air setempat. Sebagai tambahan, penggunaan rekreasional mungkin akan
mengurangi ketersediaan air bagi kebutuhan lainnya di suatu tempat pada suatu waktu
tertentu.
Saat ini rekreasi sudah menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat kota akibat adanya
rutinitas kerja yangn membuat kejenuhan. Sarana pemanfaatan air untuk rekreasi
anatara lain: waduk, sungai dan laut dapat dijadikan tempat rekreasi dengan
pemandangannya yang indah, olahraga air, berperahu dan memancing.
Contoh sebagai rekreasi:
a. Arung Jeram (Rafting)
Arum jeram dapat dikategorikan sebagai wisata olahraga. Wisata olah raga ini
merupakan salah satu cara yang sering dilakukan bagi sebagian orang yang menyukai
tantangan sebagai suatu kegiatan wisata. Arum jeram selain memerlukan tenaga yang
ekstra juga memerlukan keberanian. Pada umumnya medan yang digunakan adalah
berarus deras dan berbatu.
91
Rafting atau dikenal arung jeram adalah kegiatan olahraga mengarungi jeram sungai
dengan perlengkapan tertentu. Perlengkapan utama yang biasa digunakan adalah perahu
karet. Arung jeram pada awalnya hanya diminati beberapa orang tertentu yang
menyukai kegiatan petualangan. Saat ini masyarakat umum bisa menikmati olahraga
petualangan yang menarik ini dengan ikut program wisata arung jeram.
Rafting merupakan rekreasi yang memanfaatkan sungai. Aliran sungai yang cukup
deras dimanfaatkan untuk menjelajah menggunakan perahu karet. Dengan arus sungai
yang cukup deras kita bisa memacu adrenalin dengan segala kondisi aliran sungai yang
beragam.
Gambar 40 Arung Jeram
b. Pantai
Pantai adalah tempat yang memiliki banyak fungsi. Salah satunya adalah sebagai
tempat untuk berekreasi dan menghirup udara segar yang berguna bagi kesehatan serta
fungsi-fungsi lingkungan lainnya yang banyak manfaatnya bagi kehidupan di
sekitarnya. Ukuran fungsi yang sedikit telah disinggung di sini adalah fungsi yang
tentunya bersinggungan dengan kehidupan makhluk hidup, khususnya makhluk hidup
yang bernama manusia.
Pantai di berbagai wilayah negara terlihat mengalami perkembangan yang sangat
bervariasi. Namun pada dasarnya, wilayah pantai merupakan wilayah yang menjadi
salah satu tempat favorit bagi upaya pengembangan dan pemekaran wilayah, baik pada
nantinya wilayah pantai itu telah menjadi suatu bagian pengembangan wilayah yang
sangat dekat dengan pembangunan wilayah perkotaan maupun masih merupakan
bagian wilayah yang pembangunan wilayahnya masih tergolong dalam wilayah
pedesaan.
Sumber daya air yang ada di laut biasa dimanfaatkan oleh banyak orang untuk
berenang, bermain air atau bahkan berselancar disekitar pantai. Melihat potensi yang
92
ada seperti ini biasannya pemerintah setempat memanfaatkanya sebagai sarana rekreasi
pantai untuk masyarakat yang membutuhkan tempak wisata terutama untuk di daerah
perkotaan.
Gambar 41 Pantai
Waduk
Pemanfaatan sumberdaya alam secara luas dan efisien merupakan tuntunan dalam
pembangunan nasional. Keperluan akan sumberdaya air terus menerus meningkat baik
ditujukan bagi pengairan, keperlua n umum dan pemukiman, pengembangan industri,
pembangkit tenaga, perikanan, perhubungan, pariwisata maupun maksud lainnya.
Upaya pembendungan DAS, genangan atau bentuk sumberdaya air lainnya telah
banyak dilakukan dalam rangka meme nuhi keperluan air dan tenaganya, untuk itu
dibentuk waduk ( reservoir/man made lakes).
Pembuatan waduk melalui pembendungan aliran sungai pada hakekatnya akan
merubah ekosistem sungai dan daratan menjadi ekosistem waduk. Perubahan ini akan
mempunyai dampak, baik positif maupun negatif terhadap sumberdaya dan
lingkungannya.
Dampak positif maupun negatif yang ditimbulkna adalah sesuai dengan fungsi
waduk tersebut, sedangkan dampak ne gatif dan permasalahan yang paling menonjol
adalah pemukiman kembali penduduk asal kawasan yang digenangi, pengadaan
lapangan kerja, hilangnya dara tan, hutan, perkebunan, dan sumberdaya lainnya
termasuk flora, fauna serta dampak ekologi yang merugikan lainnya baru akan terasa
dalam jangka panjang. Oleh sebab itu, maka pembangunan waduk perlu dinilai dan
dikaji de ngan memperhitungkan arti dan peran pentingnya bagi pembangunan
ekonomi dan kemudian mema ntapkan cara dan teknik pengelolaan sumberdaya
perairan waduk agar diperoleh hasil optimal dengan meminimalkan efek atau dampak
negatif ya ng tidak diinginkan.
93
Contoh waduk yang dijadikan tempat rekreasi:
1. Waduk PLTA Jatiluhur
Gambar 42 Waduk Jatiluhur
Salah satu waduk yang dimanfaatkan sebagai rekreasi adalah waduk jatiluhur.
Waduk Jatiluhur dapat dijadikan sebagai alternatif sebagai tempat rekreasi bersama
keluarga. dengan fasilitas yang memadai waduk ini memang pantas dijuluki sebagai
waduk serbaguna. Fasilitas-fasilitas yang ada di lokasi ini antara lain, hotel atau
bungalow, bar dan tempat makan, lapangan tenis, bilyard, perkemahan, kolam renang
yang dilengkapi dengan water slide, ruang pertemuan, sarana rekreasi, dan olahraga air,
dan playground.
Selain itu, di lokasi ini juga terdapat tempat budidaya ikan keramba jaring apung.
Wisatawan yang memiliki hobi memancing dapat memburu ikan saat siang ataupun
malam. Bila malam tiba, suasana menjadi semakin seru sambil menikmati ikan bakar.
Selain untuk wisata, Waduk Jatiluhur juga berfungsi sebagai penyedia air irigasi
untuk 242.000 hektar sawah, air baku untuk minum, budi daya perikanan, dan
pengendali banjir. Di dalam waduk, terpasang 6 unit turbin daya 187 MW yang dapat
memproduksi listrik rata-rata 1.000 juta kwh setiap tahun.
Di lokasi ini wisatwan juga dapat melihat Stasiun Satelit Bumi yang dikelola oleh
PT Indosat Tbk. sebagai alat komunikasi internasional. Dapat dibayangkan waduk yang
satu ini memang sangat multifungsi. Selain berwisata alam pengunjung juga bisa
mempelajari banyak hal di tempat ini.
Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta (±9 km
dari pusat Kota Purwakarta).Bendungan Jatiluhur adalah bendungan terbesar di
Indonesia. Bendungan itu dinamakan oleh pemerintah Waduk Ir. H. Juanda, dengan
panorama danau yang luasnya 8.300 ha. Bendungan ini mulai dibangun sejak tahun
1957 oleh kontraktor asal Perancis, dengan potensi air yang tersedia sebesar 12,9 miliar
m3 / tahun dan merupakan waduk serbaguna pertama di Indonesia.
94
Di dalam Waduk Jatiluhur, terpasang 6 unit turbin dengan daya terpasang 187 MW
dengan produksi tenaga listrik rata-rata 1.000 juta kwh setiap tahun, dikelola oleh PT.
PLN (Persero). Selain dari itu Waduk Jatiluhur memiliki fungsi penyediaan air irigasi
untuk 242.000 ha sawah (dua kali tanam setahun), air baku air minum, budi daya
perikanan dan pengendali banjir yang dikelola oleh Perum Jasa Trita II.
Selain berfungsi sebagai PLTA dengan sistem limpasan terbesar di dunia, kawasan
Jatiluhur memiliki banyak fasilitas rekreasi yang memadai, seperi hotel dan bungalow,
bar dan restaurant, lapangan tenis, bilyard, perkemahan, kolam renang dengan water
slide, ruang pertemuan, sarana rekreasi dan olahraga air, playground dan fasilitas
lainnya. Sarana olahraga dan rekreasi air misalnya mendayung, selancar angin, kapal
pesiar, ski air, boating dan lainnya.
Di perairan Danau Jatiluhur ini juga terdapat budidaya ikan keramba jaring apung,
yang menjadi daya tarik tersendiri. Di waktu siang atau dalam keheningan malam kita
dapat memancing penuh ketenangan sambil menikmati ikan bakar.
2. Waduk PLTA Saguling
Gambar 43 Waduk Saguling
Waduk Saguling adalah waduk buatan yang terletak di Kabupaten Bandung Barat
pada ketinggian 643 m di atas permukaan laut.[1] Waduk ini merupakan salah satu dari
tiga waduk yang membendung aliran Sungai Citarum yang merupakan sungai terbesar
di Jawa Barat. Dua waduk lainnya adalah Waduk Jatiluhur dan Waduk Cirata.
3. Waduk PLTA Cirata
Gambar 44 Waduk Cirata
95
Cirata, selain berpungsi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) danau yang
berketinggian sekitar 223 meter di atas permukaan laut itu, dikelilingi bukit menjadikan
keindahan alam yang sangat menarik.
PLTA Cirata merupakan Proyek Induk Pembangkit Hidro Jawa Barat (Pikitdro
Jabar) yang dapat membangkitkan energi listrik rata-rata sebesar 1.426 juta kilowat/jam
pertahun Bila melakukan perjalanan dari Kota Purwakarta melalui Plered, kita akan tiba
di Cirata dalam waktu kurang lebih 40 menit. Dalam perjalanan itu, dapat dinikmati
keindahan alam di sepanjang jalan Plered-Cirata.
Ke depan danau Cirata akan dikembangkan menjadi tempat educationol tourism bagi
para pelajar dan mahasiswa dan sarana rekreasi, terutama rekreasi air seperti halnya
Obyek Wisata Jatiluhur.
96
KESIMPULAN
Navigasi atau pandu arah adalah penentuan kedudukan (position) dan arah
perjalanan baik di medan sebenarnya atau di peta, dan oleh sebab itulah pengetahuan
tentang pedoman arah (compass) dan peta serta teknik penggunaannya haruslah
dimiliki dan dipahami. Navigasi juga merupakan penetuan posisi dan arah perjalanan,
baik di medan perjalanan atau di peta. Navigasi terdiri atas navigasi darat, sungai,
pantai, rawa dan laut, namun yang umum digunakan adalah navigasi darat. Namun
dalam hubungannya dengan sumber daya air jadi navigasi yang akan dibahas adalah
navigasi sungai, pantai dan rawa.
Sumber daya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari ekosistem
perikanan berperan sebagai faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan
suatu output yang bernilai ekonomi masa kini maupun masa mendatang. Disisi
lain, sumber daya perikanan bersifat dinamis, baik dengan ataupun tanpa intervensi
manusia. Sebagai ilustrasi, pada sumber daya perikanan tangkap, secara
sederhana dinamika stok ikan ditunjukkan oleh keseimbangan yang disebabkan oleh
pertumbuhan stok, baik sebagai akibat dari pertumbuhan individu (individu
growth) maupun oleh perkembangbiakan (recruitment) stok itu sendiri.
Prinsip dari metode penggelontoran sedimen dengan energi potensial air waduk
(flushing) adalah mengeluarkan sedimen deng an mengambil manfaat energi hidrolik
akibat beda tinggi antara muka air di depan dan belakang bendungan, untuk mensuplai
energi pada sediment flushing system. pengoperasian penggelontoran (Flushing)
adalah penggelontoran yang ditujukan untuk menggerus sedimen yang telah
mengendap di dasar waduk. Endapan sedimen yang telah tergerus atau tererosi akan
terbawa ke hilir oleh aliran air dalam waduk dan keluar melalui pintu penggelontor.
Teknik pengoperasian ini diterapkan dengan meningkatkan kecepatan aliran pada pintu
pembungan, sehingga kecepatan di dalam waduk lebih besar dan sukup untuk
menggerus / menggelontor sedimen yang telah terakumulasi melalui sistem pintu
pembuangan.
Penggunaan air untuk rekreasi biasanya sangatlah kecil, namun terus berkembang.
Air yang digunakan untuk rekreasi biasanya berupa air yang ditampung dalam bentuk
reservoir, dan jika air yang ditampung melebihi jumlah yang biasa ditampung dalam
reservoir tersebut, maka kelebihannya dikatakan digunakan untuk kebutuhan
97
rekreasional. Pelepasan sejumlah air dari reservoir untuk kebutuhan arung jeram atau
kegiatan sejenis juga disebut sebagai kebutuhan rekreasional. Hal lainnya misalnya air
yang ditampung dalam reservoir buatan (misalnya kolam renang). Penggunaan
rekreasional umumnya non-konsumtif, karena air yang dilepaskan dapat digunakan
kembali. Pengecualian terdapat pada penggunaan air di lapangan golf, yang umumnya
sering menggunakan air dalam jumlah berlebihan terutama di daerah kering. Namun
masih belum jelas apakah penggunaan ini dikategorikan sebagai penggunaan
rekreasional atau irigasi, namun tetap memberikan efek yang cukup besar bagi sumber
daya air setempat. Sebagai tambahan, penggunaan rekreasional mungkin akan
mengurangi ketersediaan air bagi kebutuhan lainnya di suatu tempat pada suatu waktu
tertentu.
98
STANDAR KEBUTUHAN AIR
UNTUK IRIGASI, PERKOTAAN, RUMAH TANGGA DAN INDUSTRI
Standar kelayakan kebutuhan air bersih untuk manusia sangatlah penting
dikarenakan bisa mengukur kebutuhan air yang sehari-hari digunakan untuk kegiatan
misalnya irigasi dan industry,semakin besar tingkat pendapatan seorang manusia maka
semakin besar juga kebutuhan air yang diperlukan untuk kesehariannya. Standar
kelayakan kebutuhan air bersih adalah 49,5 liter/kapita/hari. Untuk kebutuhan tubuh
manusia air yang diperlukan adalah 2,5 lt perhari. Standar kebutuhan air pada manusia
biasanya mengikuti rumus 30 cc per kilo gram berat badan per hari. Artinya jika
seseorang dengan berat badan 60 kg, maka kebutuhan air tiap harinya sebanyak 1800 cc
atau 1,8 liter. Badan dunia UNESCO sendiri pada tahun 2002 telah menetapkan hak
dasar manusia atas air yaitu sebesar 60 lt/org/hari. Standar kebutuhan air ini sangat
penting dikarenakan air bisa menjadi kebutuhan kegiatan manusia dan juga sebagai
kebutuhan pokok, maka standar kebutuhan air ini dibagi berdasarkan untuk
irigasi,perkotaan,rumah tangga dan industry
Untuk Irigasi
Kebutuhan air selain untuk irigasi yaitu kebutuhan air untuk tambak atau
kolam,industry maupun air minum yang diambil dari saluran irigasi.
Air irigasi merupakan air yang diambil dari suatu sungai atau waduk melalui
saluran-saluran irigasi yang disalurkan ke lahan pertanian guna menjaga keseimbangan
air dan kepentingan pertanian (Suhardjono, 1994 dalam Gunawan, 2008). Air sangat
dibuthkan untuk produksi pangan, seandainya pasokan air tidak berjalan baik maka hasl
pertannian pn akan terpengaruh (Sutawan, 2001). Air irigasi dapat berasal dari air hujan
maupun air permukaan atau sungai. Pemanfaatan air irigasi tidak hanya untuk pertanian
saja melainkan dapat juga dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang lain seperti
perikanan atau peternakan. Kebutuhan air irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu kebutuhan untuk penyiapan lahan (IR), kebutuhan air konsumtif untuk tanaman
(Etc), perkolasi (P), kebutuhan air untuk penggantian lapisan air (RW), curah hujan
99
efektif (ER), efisiensi air irigasi (IE), dan luas lahan irigasi (A) (SNI,2002). Untuk
menghitung kebutuhan.
Keterangan :
IG = kebutuhan air irigasi (m3),
Etc = kebutuhan air konsumtif (mm/hari),
IR = kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm/hari),
RW = kebutuhan air untuk mengganti lapisan air (mm/hari),
P = perkolasi (mm/hari),
ER = hujan efektif (mm/hari),
EI = efisiensi irigasi (-),
A = luas areal irigasi (m2).
Kebutuhan air konsumtif
Kebutuhan air konsumsi memiliki makna bahwa setiap tanaman akan memiliki
kebutuhan tertentu terhadap air sehingga antara tanaman satu dengan lainnya akan
memiliki kebutuhan yang berbeda dalam menggunakan air. Dengan menggunakan
standar yang sudah ada maka besarnya kebutuhan air konsumtif dapat dihitung
menggunakan rumus berikut.
Etc = kebutuhan air konsumtif (mm/hari),
Eto = evapotranspirasi (mm/hari),
kc = koefisien tanaman.
Evapotranspirasi dapat dihitung menggunakan metode Penman sedangkan
koefisien tanaman dapat melihat panduan dari FAO yang ada dalam standar irigasi
Tabel 2 Koefisien Tanaman, kc
100
Sumber: Direktorat Pengairan dan Irigasi Bappenas. 2006
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan
Perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan ditentukan oleh kebutuhan
maksimum irigasi. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan air untuk
penyiapan lahan adalah (1) lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pekerjaan penyiapan lahan, dan (2) jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Perhitungan kebutuhan air yang digunakan didasarkan dari penelitian van de Goor dan
Zijlstra (1968) (dalam Direktorat Pengairan Irigasi, 2006).
Keterangan :
IR = kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari),
M = kebutuhan air untuk menganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di
sawah yang telah dijenuhkan,= Eo + P, Eo = 1,1 x Eto; P = Perkolasi (mm/hari),
T = jangka waktu penyiapan lahan (hari) dan k = M x (T/S),
S = kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm.
Perhitungan kebutuhan air untuk penyiapan lahan digunakan T = 30 hari dan S =
250 mm. Ini sudah termasuk banyaknya air untuk penggenangan setalah transplantasi,
yaitu sebesar 50 mm serta kebutuhan untuk persemaian.
Gambar Standar Kebutuhan Air untuk Irigasi
101
1. Untuk Perkotaan
Kebutuhan air per orang per hari disesuaikan dengan standar yang biasa digunakan
serta criteria pelayanan berdasarkan pada kategori kotanya . Di dalamnya setiap
kategori tertentu kebutuhan air per orang perhari berbeda-beda
Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum membagi lagi standar
kebutuhan air minum tersebut berdasarkan lokasi wilayah sebagai berikut:
a. Pedesaan dengan kebutuhan 60 liter / per kapita / hari.
b. Kota Kecil dengan kebutuhan 90 liter / per kapita / hari.
c. Kota Sedang dengan kebutuhan 110 liter / per kapita / hari.
d. Kota Besar dengan kebutuhan 130 liter / per kapita / hari.
e. Kota Metropolitan dengan kebutuhan 150 liter / per kapita / hari.
102
2. Untuk Rumah Tangga
Tabel 1 Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kota dan
Jumlah Penduduk.
Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kota dan Jumlah Penduduk.
Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU dalam Direktorat
Pengairan dan Irigasi Bappenas. 2006.
dimana :
Q (DMI) = kebutuhan air untuk kebutuhan domestik (m³/tahun)
q(u) = konsumsi air pada daerah perkotaan (liter/kapita/hari)
q(r) = konsumsi air daerah pedesaan (liter/kapita/hari)
P(u) = jumlah penduduk kota
P(r) = jumlah penduduk pedesaan
Kebutuhan air domestik akan dipengaruhi juga oleh pola konsumsinya seperti
penduduk kota menggunakan air lebih banyak dibandingkan penduduk desa.
Berdasarkan SNI tahun 2002 tentang sumberdaya air penduduk kota membutuhkan
120L/hari/kapita, sedang penduduk pedesaan memerlukan 60L/hari/kapita. Berdasarkan
asumsi tersebut maka dapat diformulasikan kebutuhan air penduduk desa maupun kota
(SNI, 2002).
Kebutuhan air penduduk pedesaan = penduduk x 365 x 60 L = ………. L/Tahun.
Kebutuhan air penduduk perkotaan = penduduk x 365 x 120 L = ………. L/Tahun.
3. Untuk Industri
Kebutuhan air untuk industry merupakan kebtuhan untuk kegiatan produksi
meliputi bahan baku, pekerja, industry dan kebutuhan pendukung industry lainnya
(Gunawan, 2008). Menurut Erwan dkk (1996) dalam SNI 2002) , untuk
memperoleh data yang akan digunakan untuk menghitung kebutuhan air industry
103
diperlukan kuesioner dan wawancara langsung, namun jika datanya terbatas maka
prediksi penggunaan air dapat menggunakan standar dari Direktorat Teknik
Penyehatan, Ditjen Cipta Karya Depertemen Pekerjaan Umum. Besar kebutuhan
rata-ratanya adalah 2.000 lt/unit/hari atau 500 lt/hari/karyawan (Nippon Koei, 1995
dalam SNI, 2002).
Tabel 4. Kebutuhan Air Industri Berdasarkan Beberapa Proses Industri
Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU.
Proyeksi kebutuhan air industri sangat kompleks dengan segala faktor-faktor yang
ikut mendukungnya. Semakin besar suatu industri maka pemanfaatan air akan semakin
banyak, hal ini juga dipengeruhi oleh jenis industri yang diusahakan misalnya industri
sedang minuman ringan lebih kecil kebutuhannya dibandingkan industri besar
minuman ringan.
Tabel 5 Standar kebutuhan air untuk berbagai sector
Sumber: Standar Nasional Indonesia, 2002
Gambar Standar Kebutuhan Air Untuk Industri
104
Kesimpulan
Air merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia.
Adanya pengelolaan dan pemanfaatan yang optimal serta berwawasan lingkungan
diharapkan kebutuhan manusia dapat terpenuhi tanpa mengganggu kesimbangan alam
dan ketersediaan air terjaga sehingga air dapat dimanfaatkan secara lestari.
Ketersediaan akan berbenturan dengan kebutuhan, maka selayaknya fungsi manajemen
kebutuhan sangat penting untuk dilakukan sperti dalam manajemen air untuk irigasi,
industry, peternakan, irigasi, perikanan serta pemanfaatan lain yang juga harus
diperhatikan.
106
PROYEKSI KEBUTUHAN AIR JANGKA PANJANG DENGAN
METODE ARITMATIK, GEOMETRI DAN LEAST SQUARE
1. ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH
TINJAUAN UMUM
Analisis kebutuhan air bersih untuk masa mendatang menggunakan standart – standart
perhitungan yang telah ditetapkan. Kebutuhan air untuk fasilitas – fasilitas sosial ekonomi
harus dibedakan sesuai peraturan PDAM dan memperhatikan kapasitas produksi sumber
yang ada, tingkat kebocoran dan pelayanan. Faktor utama dalam analisis kebutuhan air
adalah jumlah penduduk pada daerah studi. Untuk menganalisis proyeksi 10 tahun ke
depan dipakai metode Aritmatik dan metode Geometrik. Dari proyeksi tersebut, kemudian
dihitung jumlah kebutuhan air dari sektor domestik dan sektor nondomestik berdasarkan
kriteria Ditjen Cipta Karya 1996.
Dengan adanya analisis kebutuhan air bersih ini ditargetkan kebutuhan air bersih
masyarakat dapat dipenuhi dengan tingkat pelayanan hingga 100 % dari jumlah penduduk
Kecamatan Gunem pada masa mendatang di mana dengan menggunakan data penduduk
terakhir tahun 2006 dan kemudian sampai dengan 10 tahun ke depan yaitu tahun 2016.
ANALISIS SEKTOR DOMESTIK
Analisis sektor domestik merupakan aspek penting dalam menganalisis uhan
penyediaan di masa mendatang. Analisis sektor domestik untuk masamendatang
dilaksanakan dengan dasar analisis pertumbuhan penduduk pada wilayah yang
direncanakan. Kebutuhan air domestik untuk kota dibagi dalam beberapa kategori, yaitu :
1. ™ Kota kategori I ( Metropolitan )
2. ™ Kota kategori II ( Kota Besar )
3. ™ Kota kategori III ( Kota Sedang )
4. ™ Kota kategori IV ( Kota Kecil )
5. ™ Kota kategori V ( Desa )
Untuk mengetahui kriteria perencanaan air bersih pada tiap – tiap kategori dapatdilihat
pada tabel berikut ini :
108
Analisis Pertumbuhan Penduduk
Tabel diatas memberikan data penduduk Kecamatan Gunem dari tahun 1997 –
2006. Dari data tersebut kemudian dihitung tingkat pertumbuhan tiap tahunnya dengan
menggunakan metode Geometrik dan Aritmatik. Ratio pertumbuhan tersebut kemudian
dirata – rata untuk dapat memproyeksikan pertumbuhan penduduk 10 tahun ke depan.
109
Metode Geometrik
Rumus dasar metode geometrik yaitu :
Pn = Po ( 1 + r )n
Dari data di atas didapat :
Po = 23290 jiwa
r = + 0,71 %
= + 0,0071
didapat persamaan forward projection :
Pn = 23290 ( 1 + 0, 0071 )n
B. Metode Aritmatik
Rumus dasar metode aritmatrik yaitu :
Pn = Po + n r r = tP P t o ) ( −
dari data di atas didapat :
Pt = jumlah penduduk pada tahun 1997
= 21856 jiwa
Po = 23290 jiwa
To = 2006
Tt = 1997
110
r =
) 1997 2006 (
) 21856 23290 (
−
−
r = 159,333
didapat persamaan aritmatik :
Pn = Po + nr
Pn = 23290 + 159,333 n
Grafik Proyeksi Penduduk Kecamatan Gunem Tahun 2006 s/d 2016
Dari analisis di atas didapat jumlah penduduk Kecamatan Gunem pada tahun 2016
berjumlah 24940 jiwa (proyeksi 10 tahun), maka sesuai Tabel 5.1, Kecamatan Gunem
111
termasuk dalam kategori kota kecil dengan jumlah penduduk berkisar 20.000 – 100.000
jiwa.
Standart Analisis
Menurut kriteria perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas PU, maka :
1). Konsumsi sambungan rumah tangga : 70 liter/orang/hari.
2). Konsumsi sambungan hidran umum adalah : 30 liter/orang/hari.
3). Perbandingan antara sambungan rumah tangga dan hidran umum
adalah : SR : HU = 70 : 30 Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 5.1.
ANALISIS SEKTOR NON DOMESTIK
Analisis sektor non domestik dilaksanakan dengan berpegangan pada analisis data
pertumbuhan terakhir fasilitas – fasilitas sosial ekonomi yang ada pada wilayah perencanaan.
Kebutuhan air non domestik menurut kriteria perencanaan pada Dinas PU dapat dilihat dalam
Tabel 2.3 sampai Tabel 2.5 berikut ini :
112
Keterangan : [a] = Nomer urut
[b] = Tahun proyeksi (tahun perencanaan)
[c] = Hasil perhitungan proyeksi jumlah penduduk (tabel 5.3)
[d] = Tabel 5.1 no.12 kolom 5 (kota kecil)
[e] = [c] x [d]
[f] = Kriteria perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas PU
[g] = [e] x [f]
[h] = [g] / (24 x 60 x 60)
113
5.4.2 Sektor Non Domestik
1). Fasilitas Pendidikan
Fasilitas pendidikan berfungsi untuk melayani masyarakat sehingga pertumbuhan
pelajar diasumsikan sama atau seiring dengan angka pertumbuhan penduduk
Kecamatan Gunem. Dari peraturan Ditjen Cipta Karya Dep.PU faktor yang
diperhitungkan adalah jumlah murid dengan kebutuhan air 10 liter / orang / hari.
2). Fasilitas Peribadatan
Fasilitas peribadatan digunakan masyarakat sebagai sarana menjalankan ibadah
sehingga pertumbuhan jumlah peribadatan diasumsikan sama dengan tingkat
pertumbuhan penduduk Kecamatan Gunem. Pada peraturan yang ditetapkan Ditjen
Cipta Karya Dep. PU didapat kebutuhan air bersih untuk Masjid sebesar 3000
liter/unit/hari dan Mushola sebesar 2000 liter/unit/hari. Proyeksi jumlah masjid
diasumsikan untuk masjid tiap 5 tahun bertambah 1 unit, dan untuk mushola tiap 2
tahun bertambah 1 unit. Perhitungan kebutuhan air untuk masjid dan mushola dapat
dilihat pada Tabel 5.5 sebagai berikut:
114
3). Fasilitas Pasar
Terdapat pula fasilitas pasar yang melayani kebutuhan – kebutuhan pokok sehari –
hari. Di dalam pasar tersebut memerlukan tersedianya air bersih. Analisis kebutuhan air
bersih untuk fasilitas pasar dapat dilihat pada tabel 5.10.
115
Keterangan : [a] = Nomer urut
[b] = Tahun proyeksi (tahun perencanaan)
[c] = Hasil perhitungan proyeksi jumlah penduduk (tabel 5.3)
[d] = Kriteria perencanaan Ditjen Cipta Karya Dinas PU
[e] = [c] x [d]
[f] = Tabel 5.4
[g] = [e] x [f]
[h] = [g] / (24 x 60 x 60)
4). Fasilitas Olahraga
Fasilitas lapangan olah raga antara lain sepakbola, lapangan bola volley, dan
lapangan bulu tangkis, semuanya dihitung dengan menggunakan unit/banyaknya
pemakai lapangan tersebut. Menurut Tabel 5.4, perhitungan kebutuhan air bersih untuk
1 orang pemakai lapangan olah raga yaitu 10 liter/orang/detik. Perhitungan kebutuhan
air untuk fasilitas olahraga diasumsikan dalam proyeksi 10 tahun yaitu konstan,
maksudnya tidak ada pertambahan fasilitas olahraga.
116
5). Fasilitas Perkantoran Dan Pertokoan
Perhitungan kebutuhan air :
• Kebutuhan air untuk perkantoran sebesar 10 liter/pegawai/hari.
• Kebutuhan air untuk pertokoan sebesar 10 liter/pegawai/hari.
Asumsi untuk proyeksi jumlah pegawai perkantoran yaitu bertambah 2 pegawai tiap
tahunnya dan untuk proyeksi jumlah pegawai pertokoan juga bertambah 2 pegawai tiap
tahunnya, atau diasumsikan tiap tahun bertambah 1 unit pertokoan ( asumsi 1 unit =
2 pegawai ). Perhitungan kebutuhan air untuk perkantoran dan pertokoan dapat dilihat
pada tabel 5.12 sebagai berikut :
117
6). Fasilitas Puskesmas
Perkembangan fasilitas kesehatan sampai tahun 2016 diasumsikan bersifat konstan,
artinya tidak ada pertambahan untuk fasilitas jenis ini, maka jumlah kebutuhan air
untuk fasilitas ini tetap dari tahun 2006 – 2016.
Keterangan : [a] = Nomer urut
[b] = Tahun proyeksi (tahun perencanaan)
[c] = Jumlah fasilitas puskesmas tahun 2006 yaitu 1 unit di peroleh
dari sumber BPS Rembang dalam angka tahun 2006.
Perhitungan proyeksi jumlah puskesmas diasumsikan konstan.
[d] = Tabel 5.4
[e] = [c] x [d]
[f] = [e] /(24 x 60 x 60)
118
KEBUTUHAN AIR BERSIH KECAMATAN GUNEM
Dari hasil perhitungan kebutuhan air bersih di Kecamatan Gunem, maka dapat
dibuat tabel rekapitulasi kebutuhan air bersih seperti dapat dilihat pada Tabel 5.14.
Pada tahun 2006 (awal tahun rencana) diketahui bahwa total kebutuhan air bersih di
Kecamatan Gunem adalah sebesar 19,725 liter/detik dan pada tahun 2016 (proyeksi 10
tahun) didapat total kebutuhan air bersih di Kecamatan Gunem adalah sebesar 21,079
liter/detik. Dalam melakukan analisis berikutnya maka dari hasil perhitungan total
kebutuhan air bersih pada Tabel 5.14 (kebutuhan normal), selanjutnya dihitung untuk
kebutuhan air bersih pada hari maksimum dan jam puncak, seperti terlihat pada Tabel
5.15. Kebutuhan air bersih pada hari maksimum dengan mengalikan faktor 1,15 (tabel
5.1), pada tahun 2006 sebesar 22.684 liter/detik dan pada tahun 2016 (proyeksi 10
tahun) sebesar 24,241 liter/detik. Sedangkan kebutuhan pada jam puncak dengan
mengalikan faktor 1,75 (tabel 5.1), tahun 2006 sebesar 34,519 liter/detik dan pada
tahun 2016 (proyeksi 10 tahun) didapat sebesar 36,888 liter/detik.
Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 5.14 dan Tabel 5.15 sebagai berikut :
119
POTENSI AIR PERMUKAAN, AIR BAWAH TANAH, DAN KAJIAN
ANALISA HIDROLOGI YANG BERKAITAN DENGAN RUNOFF
A. Potensi Air Permukaan dan Air Tanah
Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang jatuh dari atmosfer dan keluar dari mata air,
kemudian mengalir di atas permukaan tanah, masuk ke sungai besar dan sungai kecil,
kolam-kolam, danau-danau, rawa, dan sumur.
Air Tanah
Air tanah adalah air yang terdapat di lapisan dalam tanah. Dan sekitar 1.036 juta km3
air tawar di sungai, danau, rawa, dan benda-benda basah di daratan muka bumi, sekitar
1.015,3 juta km3 (98%) tersimpan berupa air tanah.
Air tanah di lapisan dangkal disebut phreatic dan dilapisan dalam disebut air tanah
dalam. Sumur gali berair banyak dan tetap jika galiannya mencapai lapisan phreatic.
Mata-mata air sumbernya berasal dari lapisan phreatic dan air tanah dalam.
Air tanah merupakan air tawar yang paling bersih. Hal ini disebabkan terserapnya air
permukaan ke dalam lapisan batuan tanah. Air ini dibersihkan dan dinetralkan derajat
120
kesamaannya. Air tanah atau air di bawah permukaan bumi ini menjadi sumber mata
air, anak sungai, induk sungai, dan mengisi sumur-sumur. Air tanah berasal dari :
a. hujan
b. salju yang mencair
c. bentuk curahan lain, misalnya perembesan dari buangan rumah tangga dan laut
d. uap dari magma
Jumlah air yang merembes ke dalam tanah bergantung pada hal-hal berikut ini :
a. jumlah total curahan
b. tingkat pencurahan (jika hujannya tidak begitu besar, air akan mudah meresap ke
dalam tanah, tetapi jika hujannya besar, air lebih banyak mengalir sebagai air
permukaan)
c. kemiringan lereng, makin curang lereng maik air permukaan akan mengalir
dengan cepat dan perembesannya sedikit
d. keadaan lubang-lubang (liang-liang) bantuan
e. formasi tanah yang memungkinkan air merembes (jika bantuang atau tanahnya
permeable maka tanah itu tidak dapat ditembus atau dilewati)
f. kemiringan batuan (jika lapisan batuan datar, kecepatan air mengalir lebih lambat
disbanding lapisan batuan yang miring
g. jumlah uap air dalam atmosfer juka akan menentukan seberapa jauh air akan
menembus ke dalam tanah.
Potensi Air Permukaan dan Air Tanah
Potensi air permukaan dan air tanah, yaitu sebagai berikut :
a. Sebagai sumber air minum, baik melalui sumur maupun pengeboran
b. Sebagai sumber tenaga, yaitu tenaga air waduk atau danau dibuat PLTA
(Pembangkit Listrik Tenaga Air)
c. Sebagai irigasi (dari waduk atau danau)
d. Air di sungai merupakan tempat persediaan ikan secara alami, air di waduk dibuat
jaring terapung
e. Sebagai sarana transportasi, seperti yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal
di pinggir sungai besar maupun danau
f. Sebagai bahan pembantu dalam proses industri
121
g. Sebagai sarana olahraga, misalnya arung jeram, lomba dayung, renang, dan
sebagainya.
5.
B. Air Bawah Tanah
Lebih dari 98 persen dari semua air di daratan tersembunyi di bawah permukaan
tanah dalam pori-pori batuan dan bahan-bahan butiran. Dua persen sisanya terlihat
sebagai air di sungai, danau dan reservoir. Setengah dari dua persen ini disimpan di
reservoir buatan. Sembilan puluh delapan persen dari air di bawah permukaan disebut
air tanah dan digambarkan sebagai air yang terdapat pada bahan yang jenuh di bawah
muka air tanah. Dua persen sisanya adalah kelembaban tanah.
6.
Pengertian Air Bawah Tanah / Air Tanah
Air bawah tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah yang tidak kedap
air (preatis) dan air tanah yang kedap air (artesis).
7. Air bawah tanah terdiri atas air freatis dan air artesis
a. Air freatis adalah air tanah permukaan atau air tanah yang letaknya dekat dengan
permukaan tanah. Usaha pemanfaatannya dapat dilakukan dengan alat sederhana,
contohnya sumur.
b. Air artesis adalah air tanah dalam yang letaknya jauh di dalam lapisan tanah.
Untuk memanfaatkannya, kita perlu menggunakan alat modern, misalnya melalui
pengeboran. Sumur artesis biasa dibuat disuatu daerah yang tidak terjangkau oleh
fasilitas PAM.
1. Konservasi Air Bawah Tanah
Konservasi air bawah tanah adalah pengelolaan air bawah tanah untuk menjamin
ketersediaannya dengan tetap memelihara serta meningkatkan mutunya. Konservasi
122
tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan, melakukan perlindungan,
serta melakukan pelestarian air bawah tanah dan lingkungan sekitarnya. Konservasi air
bawah tanah sendiri didasarkan pada asas kemanfaatan, ketersediaan, serta kelestarian
air bawah tanah dan lingkkungan sekitarnya.
upaya yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan konservasi air bawah tanah antara lain
sebagai beriku :
a. Memaksimalkan pengimbuhan atau pengisian air bawah tanah
b. Melakukan pengaturan dalam pengambilan air bawah tanah
c. Melakukan perlindungan terhadap air bawah tanah
2. Pengendalian Pemanfaatan Air Bawah Tanah
Pengendalian pemanfaatan air tanah perlu dilakukan karena untuk menghindari
pengambilan air tanah secara berlebihan yang dapat mengakibatkan berbagai dampak
negatif.
Pengertian pengendalian menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Nomor: 1451 K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan
Tugas Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah. Pengendalian adalah
segala usaha yang mencakup kegiatan pengaturan, penelitian dan pemantauan
pengambilan air bawah tanah untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana demi
menjaga kesinambungan ketersediaan dan mutunya.
Pengendalian air bawah tanah adalah kegiatan yang mengatur pengambilan air
bawah tanah termasuk pengeringan air tanah setempat (dewatering). Untuk menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana demi menjaga kesinambungan ketersediaan dan
mutu serta dampaknya tidak menggangu lingkungan. Pengertian Pengambilan air
bawah tanah adalah setiap kegiatan pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah
yang dilakukan dengan cara pemboran, penggalian atau penurapan yang digunakan
oleh orang pribadi atau badan untuk berbagai keperluan .
Menurut Kodoatie et.al. (2007) kebijakan yang diambil dalam rangka pengendalian
pemanfaatan air tanah antara lain pengaturan persyaratan dalam pemberian izin
pengeboran, penurapan mata air dan pengambilan, serta pembatasan debit
pengambilan. Kebijakan ini bertujuan mempertahankan kesinambungan keberadaaan
air tanah agar mampu menopang kebutuhan untuk jangka panjang dan masa datang.
Disebutkan Peraturan Pemerintah tentang air tanah dalam pemanfaatan
(penggunaan) air tanah, dilakukan dengan cara:
123
a. Mengatur kedalaman akuifer yang disadap;
b. Mengatur kedalaman pengeboran atau penggalian air tanah;
c. Mengatur jarak antar sumur bor air tanah;
d. Membatasi debit penggunaan air tanah; dan/atau
e. Membatasi penyadapan air tanah pada akuifer yang sudah rawan dan kritis dengan
mengurangi jumlah pengambilan dan penggunaan air tanah.
Pengendalian pemanfaatan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat terutama
ditujukan pada:
a. Akuifer yang air tanahnya banyak dieksploitasi;
b. Daerah lepasan air tanah yang mengalami degradasi akibat pengambilan air tanah
yang intensif.
3. Dampak Pengambilan Air Bawah Tanah
Pemanfataan air tanah yang tidak terkendali dapat menyebabkan dampak negatif.
Menurut Kodoatie (2005: 205) pengambilan air tanah melalui sumur-sumur akan
mengakibatkan lengkung penurunan muka air tanah (depression cone). Jika laju
pengambilan air tanah dari sejumlah sumur jauh lebih besar dari pengisiannya, maka
lengkung-lengkung penurunan muka air tanah antara sumur satu dengan lainnya akan
menyebabkan terjadinya penurunan muka air tanah secara permanen. Sedangkan pada
daerah pantai, penurunan air tanah dapat menyebabkan intrusi air laut. Pengambilan
air tawar yang berlebihan mengakibatkan penurunan muka air tanah tawar dan
kenaikan muka air laut sehingga mengakibatkan terjadinya intrusi air laut
Kajian Analisa Hidrologi Yang Berkaitan Dengan Run Off
1. Pengertian Run Off (Aliran Permukaan)
Aliran permukaan (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Air hujan yang jatuh ke
permukaan tanah ada yang langsung masuk ke dalam tanah atau disebut air infiltrasi.
Sebagian lagi tidak sempat masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya mengalir di atas
permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah. Ada juga bagian dari air hujan yang
telah masuk ke dalam tanah, terutama pada tanah yang hampir atau telah jenuh, air
tersebut ke luar ke permukaan tanah lagi dan lalu mengalir ke bagian yang lebih
124
rendah. Aliran air permukaan yang disebut terakhir sering juga disebut air larian atau
limpasan.
Bagian penting dari air larian dalam kaitannya dengan rancang bangun pengendali
air larian adalah besarnya debit puncak, Q (peak flow atau debit air yang tertinggi) dan
waktu tercapainya debit puncak, volume dan penyebaran air larian. Curah hujan yang
jatuh terlebih dahulu memenuhi air untuk evaporasi, intersepsi, infiltrasi, dan mengisi
cekungan tanah baru kemudian air larian berlangsung ketika curah hujan melampaui
laju infiltrasi ke dalam tanah.
Semakin lama dan semakin tinggi intensitas hujan akan menghasilkan air larian
semakin besar. Namun intensitas hujan yang terlalu tinggi dapat menghancurkan
agregat tanah sehingga akan menutupi pori-pori tanah akibatnya menurunkan kapasitas
infiltrasi. Volume air larian akan lebih besar pada hujan yang intensif dan tersebar
merata di seluruh wilayah DAS dari pada hujan tidak merata, apalagi kurang intensif.
Disamping itu, faktor lain yang mempengaruhi volume air larian adalah bentuk dan
ukuran DAS, topografi, geologi dan tataguna lahan.
Kerapatan daerah aliran (drainase) mempengaruhi kecepatan air larian. Kerapatan
daerah aliran adalah jumlah dari semua saluran air/sungai (km) dibagi luas DAS (km2).
Makin tinggi kerapatan daerah aliran makin besar kecepatan air larian sehingga debit
puncak tercapai dalam waktu yang cepat.
Vegetasi dapat menghalangi jalannya air larian dan memperbesar jumlah air
infiltrasi dan masuk ke dalam tanah.
2. Perhitungan Koefisien Runoff
8. Koefisien Air Larian
Koefisien air larian (C) adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan
antara besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan.
C=Air Larian(mm)
Curah Hujan(mm) (dalam suatu DAS)
Atau
C=∑1
12 (di x 86400 xQ )(P x A)
Dimana :
di = Jumlah hari dalam bulan ke i
125
Q = Debit rata-rata bulanan (m3 / detik) dan 86400 = jumlah detik dalam jam
P = Curah hujan rata-rata setahun (m/tahun)
A = Luas DAS (m2)
Misalnya C untuk hutan adalah 0,1 arti nya 10% dari total curah hujan akan menjadi
air larian. Angka C ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan apakah suatu
DAS telah mengalami gangguan fisik. Nilai C yang besar berarti sebagian besar air
hujan menjadi air larian, maka ancaman erosi dan banjir akan besar. Besaran nilai C
akan berbeda -beda tergantung dari tofografi dan penggunaan lahan. Semakin curam
kelerengan lahan semakin besar nilai C lahan tersebut. Nilai C pada berbagai topografi
dan penggunaan lahan bisa dilihat pada tabel di bawah ini
9. Tabel Nilai C pada berbagai topografi dan penggunaan lahan
Kondisi Daerah Nilai C
Pegunungan yang curam 0.75 – 0.90
Pegunungan tersier 0.70 – 0.80
Tanah bergelombang dan
hutan0.50 – 0.75
Tanah dataran yang ditanami 0.45 – 0.60
Persawahan yang diairi 0.70 – 0.80
Sungai di daerah pegunungan 0.75 – 0.85
Sungai kecil di dataran 0.45 – 0.75
Sungai besar di dataran 0.50 – 0.75
Sumber : Dr. Mononobe dalam Suyono S. (1999)
Perhitungan Debit Puncak Aliran Permukaan
Metoda Rasional
Metoda rasional (U.S. Soil Consevation Service, 1973) adalah metoda yang
digunakan untuk memperkirakan besarnya air larian puncak (peak runoff). Metoda ini
relatif mudah digunakan karena diperuntukkan pemakaian pada DAS berukuran kecil,
kurang dari 300 ha (Goldman et al, 1986).
Persamaan matematik metoda rasional :
Qp = 0,0028 C ip A
126
Dimana :
Qp = Air larian (debit) puncak (m3/dt)
C = Koefisien air larian
ip = Intensitas hujan (mm/jam)
A = Luas Wilayah DAS (ha)
Intensitas hujan ditentukan dengan memperkirakan waktu konsentrasi ( time of
concentration, Tc) untuk DAS bersangkutan dan menghitung intensitas hujan
maksimum untuk periode berulang (return period) tertentu dan waktu hujan sama
dengan Tc. Bila Tc=1 jam maka intensitas hujan terbesar yang harus digunakan adalah
curah hujan 1-jam.
Contoh :
1. Perhitungan debit puncak (Qp)
Suatu daerah dengan luas 250 ha memiliki koefisien runoff (C=0,35),
intensitas hujan terbesar (ip= 0,75 mm/jam). Hitung debit air larian puncak
(m3/dt) ?
Penyelesaian
Qp = 0,0028 C ip A
= 0,0028 . 0,35 . 0,75 . 250 m3/dt
= 0.18 m3/dt
2. Perhitungan P, Q dan C
10. Perhitungan jumlah air yang mengalir melalui outlet dengan ukuran DAS
(200ha)
Bulan
Debit Rata-
rata
Jumlah
hariTotal Debit
Curah
Hujan
Q (m3/dt) (d)d x 86400 x
Q (m3)(mm)
Januari 0.15 31 401760 369
127
Pebuari 0.1 28 241920 291
Maret 0.08 31 214272 289
April 0.06 30 155520 271
Mei 0.05 31 133920 188
Juni 0.05 30 129600 132
Juli 0.02 31 53568 132
Agustu
s0.01 31 26784 67
Septem
ber0.04 30 103680 78
Oktobe
r0.06 31 160704 144
Nopem
ber0.08 30 207360 226
Desem
ber0.21 31 562464 355
Total Setahun 3391552 2542
Tahap-tahap yang perlu dilakukan :
a. Volume hujan setahun seluas 200 ha,
P = CH/1000 x A
dimana,
CH = curah hujan (mm/tahun)
A = luas DAS (m2) (1 ha = 10000 m2)
P = (2542/1000) x 200 x 10000 m3
= 5.084.000 m3
b. Total Q setahun
Q=∑1
12
(d x 86400 xQ )
= 2.391.552 m3
128
c. Koefisien air larian (C) kemudian dapat dihitung, yaitu :
Q=∑1
12 (d x 86400 x Q )(CH /1000)
(A )
C = 2391552 m3 / 5084000 m3
=0.47
POTENSI AIR PERMUKAAN, AIR TANAH, KAJIAN ANALISIS
HIDROLOGI BERKAITAN DENGAN ALIRAN DASAR
1. AIR TANAH DAN AIR PERMUKAAN
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan
di bawah permukaan tanah. Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang
129
keberadaannya terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang luas serta
pemulihannya sulit dilakukan.
Air tanah di lapisan dangkal disebut phreatic dan di lapisan dalam disebut air tanah dalam
Sumur gali berair banyak dan tetap jika galiannya mencapailapisan phreatic. Mata-mata
air sumbernya berasal dari lapisan phreatic danair tanah dalam
Selain air sungai dan air hujan, air tanah juga mempunyai peranan yangsangat
penting terutama dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk
kepentingan rumah tangga (domestik) maupun untuk kepentinganindustri. Dibeberapa daerah,
ketergantungan pasokan air bersih dan air tanah telah mencapai ± 70%.
Air tanah dapat kita bagi lagi menjadi dua,yaitu :
1. Air tanah Preatis
2. Air tanah Artesis
A Air Tanah Preatis adalah air tanah yang letaknya tidak jauh dari permukaan
tanahserta berada di atas lapisan kedap air / impermeable
b. Air tanah artesis letaknya sangat jauh di dalam tanah serta berada di antara
dualapisan kedap air.
Air tanah dapat berasal dari bermacam sumber,yaitu :
1. Air meteorik adalah air tanah yang berasal dari peresapan air permukaan.
2. Air juvenil adalah air tanah yang berasal dari senyawa antara unsur hidrogen dan
oksigen yang terdapat dalam magma pada waktu magma bergerak naik ke atas.
3. Air konat adalah air tanah yang berasal dariair yang terjebak pada
waktu pembentukan batuan sedimen.
Muka air tanah biasanya merupakan pencerminan dari keadaan topografinya.
Ada bermacam tipe muka air tanah berdasarkan pada sifatnya, yaitu :
Muka air tanah bebas (unconfined water table) adalah muka air tanah
yangkedudukannya sangat dipengaruhi oleh musim.
Muka air tanah tertekan (confined water table) adalah air tanah yangterdapat
pada batuan yang ditutupi oleh lapisan batuan yang kedap air (impermeable)
Muka air tanah terjebak (perched water table) adalah muka air tanah yang
terjebak oleh lapisan batuan kedap air di bawahnya.
130
Sifat fisik batuan yang dapat mempengaruhi jumlah air tanah adalah:
1. Porositas,merupakan jumlah atau persentase pori atau rongga dalam totalvolume batuan
atau sedimen
2. Permeabilitas,merupakan kemampuan batuan atau tanah untuk melewatkan atau
meloloskan air
2. Air Permukaan
Air Permukaan adalah adalah air yang berada di permukaan tanah dandapat dengan mudah
dilihat oleh mata kita. Contoh air permukaan seperti laut,sungai, danau, kali, rawa,
empang, dan lain sebagainya. Air permukaan dapatdibedakan menjadi dua jenis yaitu :
1. Perairan darat adalah air permukaan yang ada di atas daratan seperti rawa-rawa, danau,
sungai dan sebagainya
2. Perarian Laut adalah Perairan yang ada di lautan luas seperti air laut
Potensi Air permukaan dan Air tanah :
• Potensi air permukaan dan air tanah, yaitu sebagai berikut :
• sebagai sumber air minum, baik melalui sumur maupun pengeboran
• sebagai sumber tenaga, yaitu dari tenaga air waduk atau danau dibuatPLTA
(Pembangkit Listrik Tenaga Air)
• sebagai irigasi (dari waduk atau danau)
• sebagai sarana transportasi, seperti yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di
pinggir sungai besar maupun danau
• sebagai bahan pembantu dalam proses industri
• sebagai sarana olahraga, misalnya arung jeram, lomba dayung, renang,dan
sebagainya.
3. Analisa Hidrologi
Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan
bangunan-bangunan hidraulik. Pengertian yang terkandung di dalamnya adalah bahwa
informasi dan besaran-besaran yang diperoleh dalam analisis hidrologi merupakan masukan
penting dalam analisis selanjutnya. Bangunan hidraulik berupa gorong-gorong, bendung,
bangunan pelimpah, tanggul penahan banjir, dan sebagainya. Ukuran dan karakter bangunan-
bangunan tersebut sangat tergantung dari tujuan pembangunan dan informasi yang diperoleh
dari analisis hidrologi. Sebelum informasi yang jelas tentang sifat-sifat dan besaran hidrologi
diketahui, hampir tidak mungkin dilakukan analisis untuk menetapkan berbagai sifat dan
131
besaran hidrauliknya. Demikian juga pada dasarnya bangunanbangunan tersebut harus
dirancang berdasarkan suatu standar perancangan yang benar sehingga diharapkan akan dapat
menghasilkan rancangan yang memuaskan.
Dalam hal ini yang akan kami bahas yaitu aliran dasar dalam analisa tersebut.
Baseflow dapat diartikan aliran dasar,digunakan untuk menggambarkan aliran dasar yang
terjadi pada saat limpasan sehingga dapat dihitung tinggi puncak hidrograf yang terjadi.
Dalam pemodelan digunakan metode recession (resesi) dengan asumsi bahwa aliran dasar
selalu ada dan mempunyai puncak hidrograf pada satu satuan waktu dan mempunyai
keterkaitan dengan curah hujan (presipitasi). Parameter yang digunakan dalam model resesi
ini adalah initial flow, recession ratio dan treshold flow. Initial flow merupakan nilai aliran
dasar awal yang dapat dihitung atau dari data observasi, recession ratio constant adalah nilai
rasio antara aliran yang terjadi sekarang dan kemarin secara konstan mempunyai nilai 0
sampai 1. Sedangkan treshold flow adalah nilai ambang pemisahan aliran limpasan dan aliran
dasar. Untuk menghitung nilai ini bisa digunakan cara exponential atau diasumsikan dengan
nilai besar rasio dari puncak ke puncak (peak to peak).
Contoh modelnya ialah sebagai berikut:
132
PENUTUP
Kesimpulan :
• Air tanah di bagi menjadi 2, yaitu Air tanah Preatis adalah air tanah yang letaknya
tidak jauh dari permukaan tanahserta berada di atas lapisan kedap air / impermeable.
• Air tanah artesis adalah air tanah letaknya sangat jauh di dalam tanah serta berada di
antara dualapisan kedap air
Air Permukaan ada 2 yaitu :
1. Perairan Darat Perairan darat adalah air permukaan yang berada di atas daratan
misalnya seperti rawa-rawa, danau, sungai, dan lain sebagainya
2. Perairan Laut Perairan laut adalah air permukaan yang berada di lautan luas. Contohnya
sepertiair laut yang berada di laut.
133
INFILTRASI, EVAPOTRANSPIRASI; ANALISA HIDROGRAF DAN
KARAKTERISTIK DAERAH PENGALIRAN SUNGAI (DPS)
1. Infiltrasi
Infiltrasi adalalah proses meresapnya air/proses pelaluan air ke dalam tanah
melewati permukaan tanah. Sedangkan kebalikan dari kejadian ini misalkan mata air
(spring), perembesan (seepage).
Menurut ilmu hidrologi, infiltrasi merupakan aliran air ke dalam tanah melalui
permukaan tanah. Di dalam infiltrasi dikenal dua istilah yaitu kapasitas infiltrasi dan
laju infiltrasi, yang dinyatakan dalam mm/jam. Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi
maksimum yang ditentukan oleh jenis tanah dimana terjadinya infiltrasi, sedangkan laju
infiltrasi adalah kecepatan infiltrasi yang dinilai tergantung pada kondisi tanah dan
kapasitas hujan. Suatu tanah dalam kondisi kering memiliki daya serap yang tinggi
sehingga laju infiltrasi semakin besar, dan akan berkurang perlahan-lahan apabila
tanah tersebut jenuh terhadap air.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi yaitu genangan dan tebal
lapisan jenuh, kelembaban tanah, pemampatan oleh hujan, penyumbatan oleh butir
halus, tanaman penutup, topografi, dan intensitas hujan.
Proses Terjadinya Infitrasi
(sumber : http://science.howstuffworks.com/nature/climate-weather/storms/trees-affect-
weather1.htm)
Ketika air hujan menyentuh permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan
tersebut masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses masuknya air
hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah.
Laju air infiltrasi yang dipengaruhi oeh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter
134
pori-pori tanah. Dibawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir tegak lurus ke
dalam tanah melalui profil tanah. Pada sisi yang lain, gaya kapiler bersifat mengalirkan
air tersebut tegak lurus ke atas, ke bawah dan ke arah horizontal. Gaya kapiler tanah ini
bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relatif kecil (USDA NRCS, 1998).
Dapat dikatakan bahwa, proses infiltrasi melibatkan tiga proses yang saling tidak
tergantung satu sama lain, yaitu (1) proses masuknya air hujan melalui pori-pori
permukaan tanah, (2) tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah, (3) proses
mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping, dan atas). Meskipun tidak
saling tergantung, ketiga proses tersebut saling terkait. Besarnya laju infiltrasi pada
tanah tidak bervegetasi tidak akan pernah melebihi laju intensitas hujan (Asdak, 1995).
Evapotranspirasi
(sumber : http://science.howstuffworks.com/nature/climate-weather/storms/trees-
affect-weather1.htm)
Evapotranspirasi atau dapat disebut sebagai evaporasi total yaitu merupakan
peristiwa evaporasi dan transpirasi yang terjadi bersama-sama. Biasanya dalam
mempelajarikeadaan air dari suatu DAS dianggap tidak praktis untuk memisahkan
transpirasi dan evaporasi.
Pengertian dari evaporasi sendiri yaitu proses pertukaran molekul air (liquid/solid) di
permukaan menjadi mulekul uap air (gas) di atmosfer melalui kekuatan panas (heat
energy). Dengan kata lain evaporasi merupakan proses penguapan dari benda-benda
mati yang merupakanproses perubahan dari wujud air menjadi gas. Evaporasi dapat
terjadi pada sungai, danau, laut, dan reservoir ( permukaan air bebas), permukaan
135
tanah.faktor-faktor yang mempengaruuhi proses evaporasi berupa faktor-faktor
meteorologis yaitu suhu air, suhu udara/ atmosfer, kelembaban, kecepatan angin,
tekanan udara, sinar matahari (radiasi).
Sedangkan transpirasi merupakan proses penguapan pada tumbuhan-tumbuhan,
lewat sel-sel stomata.faktor-faktor yang mempengaruhi transpirasi diantaranya ada
faktor meteorologis terutama matahari, jenis tumbuh-tumbuhannya, dan jenis tanahnya.
Dengan demikian Evapotranspirasi, yaitu proses penggabungan antara evaporasi dan
transpirasi. Intinya merupakan proses penguapan secara keseluruhan.
Analisa Hidrograf
Hidrograf adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara unsur-unsur aliran
(tinggi dan debit) dengan waktu (stage hydrograph, ducharge hydrograph). Hidrograf
merupakan responsi dari hujan yang terjadi. Kurva tersebut memberikan gambaran
mengenai berbagai kondisi yang ada di suatu daerah pada waktu yang bersamaan.
Apabila karakteristik daerah itu berubah-ubah, maka bentuk hidrograf juga akan
berubah.
Unit Hydrograph (U.H) didefinisikan sebagai berikut : apabila suatu kejadian hujan
1 satuan (mm/inchi) menghasilkan runoff (limpasan) pada suatu daerah pengaliran
maka hydrograph aliran tersebut dianggap sebagai unit hidrograf yang merupakan sifat
khas dari daerah pengaliran tersebut. Penerapan dari unit hidrograf pada hujan efektif
yang tidak sama dengan 1 satuan (mm/inchi) dapat dilakukan dengan cara mengalikan
hujan efektif dengan ordinat-ordinat unit hidrograf yang mempunyai interval waktu
sama atau time duration dari curah hujan sama.
Hidrograf terdiri dari 3 bagian:
a. Sisi naik (rising limb or concentration curve)
b. Puncak (crest or peak discharge)
c. Sisi turun (falling limb or recession curve)
136
Sifat-sifat hidrograf antara lain :
a. Time Lag (L): waktu dari titik berat hujan sampai puncak hidrograf.
b. Waktu naik (rising time) tp : waktu mulai hujan sampai puncak.
c. Waktu konsentrasi tc: waktu dari akhir hujan sampai titik belok pada sisi turun.
d. Waktu turun (recession time) tr : waktu dari puncak sampai akhir limpasan permukaan.
e. Waktu dasar (base time) tb: waktu dari awal sampai akhir limpasan permukaan.
Unit hidrograf merupakan korelasi dari hujan efektif dan limpasan permukaan.
Hujan efektif adalah sisa hujan dalam bentuk limpasan sesudah semua kehilangan
akibat evaporasi, intersepsi dan infiltrasi diperhitungkan. Limpasan permukaan adalah
hidrograp limpasan dikurangi dengan aliran dasar (base flow).
Ada 3 prinsip dari metode Unit Hidrograf :
o Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,
intensitas yang berbeda tetapi memiliki durasi yang sama akan menghasilkan limpasan
dengan periode sama, meskipun jumlahnya berbeda. Kurva warna merah dan biru
merupakan hidrograf dari sebuah daerah aliran akibat dari hujan efektif dengan
intensitas yang berbeda tetapi durasinya sama. Intensitas hujan yang membentuk kurva
merah lebih besar dari intensitas hujan yang membentuk kurva biru.
137
Gambar Prinsip pertama Hidrograf Satuan Umboro Lasminto VII - 2
o Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,
intensitas hujan yang sama tetapi memiliki durasi yang berbeda menghasilkan hidrograf
limpasan dimana ordinatnya setiap waktu sembarang memiliki proporsi yang sama
terhadap satu sama lainnya seperti intensitas hujan.
Gambar Prinsip kedua Hidrograf Satuan
o Prinsip superposisi dipakai pada hidrograp yang dihasilkan oleh hujan efektif
berintensitas seragam yang memiliki periode-periode yang berdekatani. Hidrograf H1
diperoleh dengan mengalikan unit hidrograf dengan tinggi hujan efektif R1 dan awal
hidrograf pada saat terjadinya curah hujan R1, Hidrograf H2 diperoleh dengan
mengalikan unit hidrograf dengan tinggi hujan efektif R2 dan awal hidrograf pada saat
terjadinya curah hujan R2 dan Hidrograf H3 diperoleh dengan mengalikan unit
hidrograf dengan tinggi hujan efektif R3 dan awal hidrograf pada saat terjadinya curah
hujan R3. Sedangkan hidrograf Htot diperoleh dengan menjumlahkan ordinat dari
hidrograf-hidrograf akibat curah hujan R1, R2 dan R3.
138
Daerah Pengaliran Sungai (DPS)
Secara teknis, yang disebut sebagai “daerah pengaliran sungai” atau disingkat DPS
adalah suatu kesatuan tata air yang terbentuk secara alamiah,ketika air meresap dan
atau air mengalir melalui sungai dan anak anak sungainya ke danau atau ke laut,
termasuk dibawahnya cekungan air bawah tanah. Definisi tersebut menunjukan bahwa
dari gunung tempat air hujan jatuh, melalui sungai dan aliran air bawah tanah hingga
bermuara ke laut/danau merupakan satu kesatuan hidrologis dari DPS.
a. Karakteristik sungai
Sungai mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan dalam suatu daerah tertentu
dan mengalirkannya ke laut. Sungai itu dapt digunakan juga untuk berjenis-jenis aspek
seperti pembangkit tenaga listrik, pelayaran, pariwisata, perikanan, dan lain-lain. Dalam
bidang pertanian sungai itu berfungsi sebagai sumber air yang penting untuk irigasi.
b. Daerah pengaliran
Daerah pengaliran sebuah sungai adalah daerah tempat presipitasi itu
mengkonsentrasi ke sungai. Garis batas daerah-daerah aliran yang berdampingan
disebut batas daerah pengaliran. Luas daerah pengaliran diperkirakan dengan
pengukuran daerah itu pada peta topografi. Daerah pengaliran, topografi, tumbuh-
tumbuhan dan geologi mempunyai pengaruh terhadap debit banjir,corak banjir, debit
pengaliran dasar dan seterusnya.
c. Corak dan karakteristik daerah pengaliran
Daerah pengaliran berbentuk bulu burung
Jalur daerah di kiri sungai utama di mana anak-anak sungai mengalir ke sungai
utama disebut daearh pengaliran bulu burung. Daerah pengaliran sedemikian
mempunyai debit banjir yangb kecil, oleh karena waktu tiba banjir dari anak-anak
sungai itu berbeda-beda. Sebaliknya banjirnya berlangsung agak lama.
Daerah pengaliran radial
Daerah pengaliran yang berbentuk kipas atau lingkaran dan dimana anak-anak
sungainya mengkonsentrasi ke suatu titik secara radial disebut daerah pengaliran
radial. Daerah pengaliran dengan corak sedemikian mempunyai banjir yang besar di
dekat titik pertemuan anak-anak sungai.
Daerah pengaliran yang kompleks
139
Hanya beberapa buah daerah aliran yang mempunyai benruk-bentuk ini dan
disebut daerah pengaliran yang kompleks.
KESIMPULAN
Infiltrasi adalalah proses meresapnya air/proses pelaluan air ke dalam tanah melewati
permukaan tanah.
Evapotranspirasi atau dapat disebut sebagai evaporasi total yaitu merupakan peristiwa
evaporasi dan transpirasi yang terjadi bersama-sama.
Hidrograf adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara unsur-unsur aliran
(tinggi dan debit) dengan waktu (stage hydrograph, ducharge hydrograph
Karakteristik daerah aliran sungai mempengaruhi bentuk hidrograf. Jika karakteristik
aliran sungainya berubah maka bentuk hidrografnya pun berubah.
140
MAKALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
HIDROGRAF INFLOW DAN OUTFLOW UNTUK REGULATED DAN
UNREGULATED OUTFLOW
1. Pengertian, jenis dan bentuk Hidrograf
Pengertian
Hidrograf adalah penyajian grafis antara salah satu unsur aliran
dengan waktu. Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS yang
bersangkutan, hidrograf aliran selalu berubah sesuai dengan besaran
dan waktu terjadinya masukan.
Menurut Suyono dalam bukunya berjudul Hidrolika dalam
Pengaliran, hidrograf adalah kurva yang menggambarkan variasi
debit atau permukaan air menurut waktu. Kurva tersebut
memberikan gambaran mengenai berbagai kondisi di daerah
tersebut secara bersama-sama. Hidrograf aliran selalu berubah
sesuai dengan besaran dan waktu terjadinya masukan.
Analisis hidrograf bertujuan untuk menduga run off yang terjadi di
daerah aliran sungai berdasarkan data curah hujan. Dalam analisis
hidrograf dibedakan komponen-komponen yang membentuk debit
total. Aliran total/Debit Total dibagi menjadi dua bagian utama, aliran
limpasan langsung (storm ataudirect run off ) danaliran dasar (base
flow). Pada dasarnya bentuk hidrograf yang dihasilkan dalam periode
hujan tertentu terdiri atas tiga bentuk utama, bagian yang naik
“rising limb”, puncak “peak ”dan resesi “resession”, sebagaimana
dapat dilihat pada Gambar 1
141
Gambar 1. Kurva Hidrograf
Kurva Rising Limb menunjukkan pemasukan air ke dalam sistem pengaliran.
Pemasukan air ini disebabkan oleh curah hujan yang jatuh pada basin, sehingga debit
aliran akan naik. Setelah mencapai puncak “Peak”, aliran akan turun. Terjadi
pengeluaran air dari sistem pengaliran pada penyimpanan air basin. Kurva Resesi,
relatif lebih stabil dari pengaruh curah hujan yang jatuh,dibanding-kan dengan kurva
yang lain dalam hidrograf. Jika curah hujan jatuh pada saat terjadi resesi dari hujan
sebelumnya sedangkan resesi hujan sebelumnya masih dalam tahap perkembangan,
maka resesi yang timbul kacau secara alami. Bentuk kurva resesi mencerminkan sifat
khas daerah basin, makauntuk menentukan komponen aliran dalam analisis hidrograf
dipakai kurva resesi.
Jenis-jenis hidrograf
Beberapa jenis hidrograf yang dikenal (Sasongko, 1978):
Hidrograf muka air (stagehydrograph), yaitu hubungan antara perubahan tinggi
muka air dengan waktu. Hidrograf ini tidak lain adalah merupakan hasil rekaman
Automatic Water Level Record (AWLR).
Hidrograf debit (discharge hydrograph), yaitu hubungan antara debit dengan waktu.
Dalam pengertian sehari-hari, bila tidak disebut lain, hidrograf debit ini sering disebut
sebagai ‘hidrograf’. Hidrograf ini dapat diperoleh dari hidrograf muka air dan rating
curve.
Hidrograf sedimen (sediment hydrograph), yaitu hubungan antara kandungan
sedimen dengan waktu. Hidrograf terdiri dari tiga bagian (SriHarto, 1993), yaitu sisi
naik (rising limb), puncak (crest), dan sisi resesi (recession limb). Bentuk hidrograf
dapat ditandai dengan tiga sifat pokoknya, yaitu waktu naik (time of rise), debit puncak
(peak discharge), dan waktu dasar (base time).
142
Bentuk Hidrograf
Bentuk hidrograf sangat dipengaruhi oleh sifat hujan yang terjadi dan sifat DAS
yang lain. Seyhan (1997) mengemukakan bahwa hidrograf periode pendek terdiri atas
cabang naik, puncak dan cabang turun. Sedangkan hidrograf periode panjang dibedakan
menjadi 3, yaitu hidrograf bergigi, hidrograf halus dan hidrograf yang ditunjukkan oleh
sungai-sungai besar.
Waktu naik (TR) adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai naik sampai
waktu terjadinya debit puncak. Debit puncak adalah debit maksimum yang terjadi pada
suatu kasus tertentu. Waktu dasar adalah waktu yang diukur dari saat hidrograf mulai
naik sampai waktu dimana debit kembali pada suatu besaran yang ditetapkan. Besaran-
besaran tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk tentang kepekaan sistem DAS
terhadap pengaruh masukan hujan.
Karakter kontribusi air tanah pada aliran banjir sangat berbeda dari limpasan
permukaan, maka kontribusi air tanah harus dianalisis secara terpisah, dan oleh
karenganya salah satu syarat utama analisis hidrograf adalah memisahkan hal tersebut.
2.1 Pengertian inflow dan outflow
Inflow adalah aliran yang masuk ke DAS yang berasal dari berbagai sumber air.
Atau bisa juga dikatakan bahwa inflow adalah limpasan air yang masuk ke DAS.
Kecepatan aliran inflow tergantung dengan besarnya debit air. Sedangkan outflow
berarti aliran air yang keluar dari DAS
2.2 Hidrograf regulated dan unregulated flow
Regulated flow adalah aliran yang debitnya sudah terukur. Karena debitnya sudah
terukur, maka dari data regulated flow kita dapat membuat hidrograf. Sedangkan untuk
hidrograf unregulated flow (aliran yang debitnya belum ditentukan) tidak dapat dibuat
hidrografnya. Karena sesuai definisi, hidrograf dibuat dari hubungan antara debit dan
waktu.
Berikut ini contoh hidrograf inflow dan outflow untuk regulated flow
143
Gambar 2. Hidrograf Inflow Regulated Flow
Bentuk hidrograf pada umumnya sangat dipengaruhi oleh sifat hujan yang terjadi,
akan tetapi juga dapat dipengaruhi oleh sifat DAS yang lain.
Menurut Sasongko 1967 sifat hujan yang sangat mempengaruhi bentuk hidrograf
ada 3 macam, yaitu intensitas hujan, lama hujan, dan arah gerak hujan.
144
BAB III
KESIMPULAN
Hidrograf adalah penyajian grafis antara salah satu unsur aliran dengan waktu.
Sesuai dengan sifat dan perilaku DAS yang bersangkutan, hidrograf aliran selalu
berubah sesuai dengan besaran dan waktu terjadinya masukan.
Menurut Suyono dalam bukunya berjudul Hidrolika dalam Pengaliran, hidrograf
adalah kurva yang menggambarkan variasi debit atau permukaan air menurut waktu.
Kurva tersebut memberikan gambaran mengenai berbagai kondisi di daerah tersebut
secara bersama-sama. Analisis hidrograf bertujuan untuk menduga run off yang terjadi
di daerah aliran sungai berdasarkan data curah hujan.
Regulated flow adalah aliran yang debitnya sudah terukur. Karena debitnya
sudah terukur, maka dari data regulated flow kita dapat membuat hidrograf. Sedangkan
untuk hidrograf unregulated flow (aliran yang debitnya belum ditentukan) tidak dapat
dibuat hidrografnya.
145
POTENSI SUMBER DAYA AIR DAN KOMPONEN HIDROLOGI
UNTUK WATER BALANCE DALAM DPS
Pada bagian ini akan dijelaskan apa yang dimaksud dengan potensi sumber
daya air dan komponen hidrologi untuk water balance dalam daerah pengaliran
sungai .Namun untuk lebih jelasnya akan dijelaskan terlebih dahulu pengertian dari
masing-masing sub judul di atas.
Pertama adalah pengertian dari potensi sumber daya air. Pengertian sumber daya air
di sini adalah kemampuan dan kapasitas potensi air yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia untuk kegiatan sosial ekonomi.Sedangkan potensinya meliputi penggunaan di
bidang pertanian, industri, rumah tangga, rekreasi, dan aktivitas lingkungan.
Salah satu komponen dari hidrologi adalah siklus hidrologi , sirkulasi air ini tidak
pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi,
presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi
dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh
tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus
bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dsb.
kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada
keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan
turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-
celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat
aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan
tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.
Air Permukaan - Air bergerak di atas permukaan tanah dekat dengan aliran utama
dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran
permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah
urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang
membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.
Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa),
dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan
berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponen-komponen
siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS).Jumlah air di
146
bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan
tempatnya.Tempat terbesar tejadi di laut.
Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu
tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air tersebut
kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit).Kegunaan mengetahui kondisi air pada
surplus dan defisit dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi, serta dapat
pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya.
Persamaan untuk Water Balance adalah :
P=Q+E+∆ S
P = presipitasi
Q = Surface Runoff
E = Evapotranspirasi
ΔS = Perubahan penyimpanan air di dalam tanah
Presipitasi
Pengertian dari presipitasi adalah adalah setiap produk dari kondensasi uap air
di atmosfer.Hal ini terjadi ketika atmosfer (yang merupakan suatu larutan gas raksasa)
menjadi jenuh dan air kemudian terkondensasi dan keluar dari larutan tersebut
(terpresipitasi). Udara menjadi jenuh melalui dua proses, pendinginan atau penambahan
uap air.Presipitasi yang mencapai permukaan bumi dapat menjadi beberapa bentuk,
termasuk diantaranya hujan, hujan beku, hujan rintik, salju, sleet, and hujan es.
Surface Runoff
Pengertian dari Surface Runoff adalah limpasan air atau aliran air yang
mengalir diatas permukaan tanah karena tanah telah kelebihan kapasitas.
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi terdiri dari dua kata , yaitu evaporasi dan transpirasi .
Evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam keadaan cair (contohnya air)
dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Proses ini adalah kebalikan dari
kondensasi. Umumnya penguapan dapat dilihat dari lenyapnya cairan secara berangsur-
angsur ketika terpapar pada gas dengan volume signifikan.Sedangkan transpirasi adalah
hilangnya uap air dari bagian tanaman ( mirip dengan berkeringat), terutama pada daun
tetapi juga di batang , bunga dan akar.
Perubahan penyimpanan air dalam tanah
Perubahan kandungan air tanah merupakan selisih kandungan air tanah antara satu
periode dengan periode sebelumnya secara berurutan. Nilai ΔS yang positif
147
menunjukkan terjadinya penambahan kandungan air tanah. Penambahan ini akan
terhenti setelah kapasitas lapang terpenuhi.
Manfaat secara umum yang dapat diperoleh dari analisis neraca air antara lain:
1. Digunakan sebagai dasar pembuatan bangunan penyimpana dan pembagi air serta
saluran-salurannya. Hal ini terjadi jika hasil analisis neraca air didapat banyak bulan-bulan
yang defisit air.
2. Sebagai dasar pembuatan saluran drainase dan teknik pengendalian banjir. Hal ini terjadi
jika hasil analisis neraca air didapat banyak bulan-bulan yang surplus air.
3. Sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian seperti tanaman
pangan – hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga perikanan.
Daerah aliran sungai merupakan suatu megasistem kompleks yang dibangun atas
sistem fisik (physical systems), sistem biologis (biological systems) dan sistem manusia
(human systems). Setiap sistem dan sub-sub sistem di dalamnya saling berinteraksi.
Dalam proses ini peranan tiap-tiap komponen dan hubungan antar komponen sangat
menentukan kualitas ekosistem DAS. Tiap-tiap komponen tersebut memiliki sifat yang
khas dan keberadaannya tidak berdiri sendiri, melainkan berhubungan dengan
komponen lainnya membentuk kesatuan sistem ekologis (ekosistem). Gangguan
terhadap salah satu komponen ekosistem akan dirasakan oleh komponen lainnya dengan
sifat dampak yang berantai. Keseimbangan ekosistem akan terjamin apabila kondisi
hubungan timbal balik antar komponen berjalan dengan baik dan optimal.
(Kartodihardjo, 2008).
Dari penjabaran judul di atas dapat dijelaskan bahwa maksud dari Potensi Sumber
Daya Air dan Komponen Hidrologi untuk Water Balance dalam DPS adalah
pemanfaatan potensi sumber daya air suatu sungai untuk kegiatan manusia seperti
pertanian , industri ,rumah tangga dll.Misalnya suatu sungai digunakan untuk irigasi ,
irigasi merupakan potensi sumber daya air dari sungai.Ternyata curah hujan antara hulu
dan hilir jauh berbeda dimana bagian hulu merupakan daerah pegunungan dengan curah
hujan yang tinggi sedangkan daerah hilir yang di wakili daerah pertanian merupakan
daerah dengan curah hujan yang rendah.Curah hujan adalah salah satu komponen
hidrologi .Di saat musim penghujan terjadi limpasan atau runoff yang besar ,berarti
perubahan penyimpanan air dalam tanah sudah jenuh.Sedangkan di saat musim kemarau
terjadi kekeringan yang berarti penyimpanan air dalam tanah kecil.Dapat dilihat bahwa
dengan menggunakan persamaan water balance dapat diketahui kapan dan daerah mana
saja yang terjadi surplus maupun defisit air.Data ini kemudian digunakan untuk
perencanaan pengelolaan sumber daya air di sekitar das tersebut secara ruang dan waktu.
148
Lebih lanjut solusi dari masalah ini dapat berupa pembangunan waduk di bagian
tengah sungai untuk menampung air yang besar saat musim penghujan dan juga sebagai
cadangan ketersediaan air saat musim kemarau.Dengan waduk ini maka water balance
atau neraca air dalam das akan seimbang karena air akan terus tersedia sepanjang tahun
sepanjang aliran sungai. Selain itu akan muncul potensi lain dari sumberdaya air ini ,
waduk dapat digunakan untuk pembangkit listrik dan tempat rekreasi.
149
PERSAMAAN WATER BALANCE UNTUK DPS, WATER BODYS &
DIRECT RUN OFF
1.Pengertian Water Balance
Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu
tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air tersebut
kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit).
Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara jumlah air yang
masuk ke, yang tersedia di, dan yang keluar dari sistem (sub sistem) tertentu. Secara
umum persamaan neraca air dirumuskan dengan :
2.
+ SI O
Secara umum persamaan neraca air dirumuskan dengan :
I = O ± ΔS
dimana : I = masukan (inflow); O = keluaran (outflow)
atau bentuk umum persamaan water balance adalah:
P = Ea + ΔGS + TRO
dengan:
P = presipitasi.
Ea = evapotranspirasi.
ΔGS = perubahan groundwater storage .
TRO = total run off.
Kegunaan mengetahui kondisi air pada surplus dan defisit dapat
mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi, serta dapat pula untuk
mendayagunakan air sebaik-baiknya.
Manfaat secara umum yang dapat diperoleh dari analisis neraca air antara lain:
1. Digunakan sebagai dasar pembuatan bangunan penyimpanan dan pembagi air serta
saluran-salurannya. Hal ini terjadi jika hasil analisis neraca air didapat banyak bulan-
bulan yang defisit air.
150
2. Sebagai dasar pembuatan saluran drainase dan teknik pengendalian banjir. Hal ini
terjadi jika hasil analisis neraca air didapat banyak bulan-bulan yang surplus air.
3. Sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian seperti
tanaman pangan – hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga perikanan.
Untuk menyederhanakan system neraca air yang terjadi di lapang maka digunakan
suatu persamaan. Persamaan neraca air yang umum pada suatu lahan pertanian adalah
sebagai berikut :
CH+ I=D+Runoff +ETP+∆ KAT
Dimana:
CH : Curah Hujan
I : Irigasi
D : Drainase
Runoff : Aliran Permukaan
∆KAT : Perubahan kandungan air tanah
Thornhtwaite dan Mather (1957) membuat persamaan yang sederhana menggunakan
input hanya dari curah hujan saja. Pada metode ini semua aliran masuk dan keluar air
serta nilai kapasitas cadangan air tanah pada lokasi dengan kondisi tanaman tertentu
digunakan untuk mendapatkan besarnya kadar air tanah, kehilangan air, surplus, dan
defisit.
3. CH=ETP+∆ KAT +Ro
Dimana:
CH : Curah hujan
ETP : Evapotranspirasi
∆KAT : Perubahan kandungan air tanah
Ro : Aliran Permukaan
Sedangkan persamaan neraca air menurut Chang (1974) sebagai berikut :
4. CH+ I=ETP+∆ KAT+Pc+Ro
CH : Curah Hujan
I : Irigasi
D : Drainase
151
Runoff : Aliran Permukaan
∆KAT : Perubahan kandungan air tanah
Pc : Perkolasi
Prosedur perhitungan neraca air menurut Thornthwaite and Mather (1957)
menggunakan sistem tata buku yaitu dengan membuat sebuah tabel dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
1. Mengisi curah hujan (CH)
2. Mengisi kolom evapotranspirasi potensial (ETP)
3. APML (Accumulation of Potensial Water Loss).
Nilai APWL merupakan akumulasi CH-ETP dari waktu ke waktu. Akumulasi air
yang hilang secara potensial ini akan menentukan kandungan air tanah pada saat curah
hujan lebih kecil dari evapotranspirasi potensial.
4. Kadar air tanah.
Kandungan air tanah dapat maksimum pada suatu periode dimana CH-ETP bernilai
positif. Sedangkan apabila CH-ETP bernilai negatif maka kandungan air tanah akan
ditentukan:
AT= KL- TLP
5. dKAT (Perubahan Kandungan Air Tanah)
Perubahan kandungan air tanah merupakan selisih kandungan air tanah antara satu
periode dengan periode sebelumnya secara berurutan.Nilai dKAT yang positif
menunjukkan terjadinya penambahan kandungan air tanah. Penambahan ini akan
terhenti setelah kapasitas lapang terpenuhi.
6. ETA (Evapotranspirasi actual)
Bila curah hujan lebih besar dari nilai evapotranspirasi maka nilai ETA sama dengan
nilai ETP. Namun bila curah hujan jauh lebih kecil dari nilai ETP maka tanah akan
mulai mengering dan ETA menjadi lebih rendah dari nilai potensialnya. Pada kondisi ini
maka nilai ETA akan sama dengan nilai CH+dKAT.
7. Defisit
Defisit berarti berkurangnya air untuk keperluan evapotranspirasi potensial sehingga
defisit air adalah perbedaan atau selisih antara nilai ETP dan ETA. Nilai defisit
152
merupakan jumlah air yang perlu ditambahkan untuk memenuhi keperluan ETP
tanaman.
8. Surplus
Setelah simpan air mencapai kapasitas lapang maka kelebihan curah hujan akan
dihitung sebagai surplus. Air ini merupakan kelebihan setelah air tanah terisi kembali.
Dengan demikian surplus dihitung sebagai nilai curah hujan dikurangi dengan nilai ETP
dan perubahan kadar air tanah (CH-ETP-dKAT)
2.Daerah Pengaliran Sungai (DPS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh
topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dimana presipitasi yang jatuh
di atasnya mengalir melalui titik keluar tertentu (outlet) yang akhirnya bermuara ke
danau atau laut. Batas‐batas alami DAS dapat dijadikan sebagai batas ekosistem alam,
yang dimungkinkan bertumpang‐tindih dengan ekosistem buatan, seperti wilayah
administratif dan wilayah ekonomi.Namun seringkali batas DAS melintasi batas
kabupaten, propinsi, bahkan lintas negara.Suatu DAS dapat terdiri dari beberapa sub
DAS, daerah Sub DAS kemudian dibagi‐bagi lagi menjadi sub‐sub DAS.
Model NRECA {National Rural Electric Cooperative Association) dikembangkan
oleh Norman H. Crowford (USA) pada tahun 1985, merupakan penyederhanaan dari
Stanford Watershed Model IV (SWM). Pada model SWM terdapat 34 parameter
sedangkan NRECA hanya menggunakan 5 parameter. Model ini dapat digunakan untuk
menghitung debit bulanan dari hujan bulanan berdasarkan keseimbangan air di DAS.
Persamaan keseimbangan tersebut adalah sebagai berikut:
Hujan - Evapotranspirasi aktual + Perubahan tampungan = Limpasan.
Model NRECA membagi aliran bulanan menjadi dua, yaitu limpasan langsung
(limpasan permukaan dan bawah permukaan) dan aliran dasar. Tampungan juga dibagi
dua yaitu tampungan kelengasan (moisture storage) dan tampungan air tanah (ground
water storage).
Sisa dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan bersama aliran dasar
bergerak masuk menuju alur sungai. Aliran total yang ada kemudian dikalikan dengan
Luas DAS. Hasil dari perkalian tersebut merupakan keluaran {output) dari model
NRECA yang berupa debit aliran sungai sesuai periode rencana (Badan Litbang
Departemen PU, 1994).
Q = (GF + DRF) x A
153
dengan: A = Luas DAS (km2); DRF = Limpasan Langsung (mm); GF
= Limpasan air tanah (mm)
Pola Aliran Sungai Pola aliran sungai apabila dilihat dari atas tampak menyerupai
beberapa bentuk, seperti menyerupai percabangan pohon (dendritik), segi empat
(rectangular), jari‐jari lingkaran (radial), dan trellis.Pola aliran ini dapat merupakan
petunjuk awal tentang jenis dan struktur batuan yang ada.
a. Pola dendritik : umumnya terdapat pada daerah dengan batuan sejenis dan
penyebaran yang luas, misalnya kawasan yang tertutup endapan sedimen yang terluas
dan terletak pada bidang horizontal, seperti di dataran rendah bagian timur Sumatera
dan Kalimantan.
b. Pola rectangular : Umumnya terdapat di daerah berbatuan kapur, seperti di
kawasan Gunung Kidul, Yogya.
154
c. Pola radial : umumnya dijumpai di daerah lereng gunung berapi, seperti G.
Semeru, G. Ijen, G. Merapi. d. Pola trellis : dijumpai di daerah dengan lapisan sedimen
di daerah pegunungan lipatan, seperti di Sumatera Barat dan Jawa Tengah
3.Water Bodies
Merupakan kumpulan air yang besarnya antara lain bergantung pada relief
permukaan bumi, kesarangan batuan pembendungnya, curah hujan, dsb. Missal sungai,
rawa, danau, laut, dan samudra.
Menurut Wiersum (1979, dalam Lieshout, tanpa tahun) selama siklus atau sub siklus
hidrologi maka air akan mempengaruhi kondisi lingkungan baik secara fisik, kimia
ataupun biologi. Efek fisik akan terlihat selama proses gerakan air sehingga
menimbulkan erosi pada bagian hulu dan sedimentasi pada bagian hilir. Efek kimia
terlihat setelah proses kimiawi antara air yang mengandung bahan larutan tertentu
dengan kimia batuan sehingga batuan tersebut terlapukkan, sedangkan efek biologi
terutama sebagai media transport bagi perpindahan binatang karang serta media bagi
pertumbuhantanaman.
Analisis kuantitatif dari konsep siklus hidrologi dapat didekati dengan dua cara yang
berbeda, yaitu sederhana dan komplek. Pendekatan sederhana berlandaskan pada
persamaan kontinuitas dalam bentuk neraca air atau hidrologi (lihat Persamaan 1)
Inflow = Outflow ± Storage ............................... 1.
Persamaan ini cenderung hanya memperhatikan aliran masuk dan keluar serta
cadangan air tapi tidak memperhatikan proses yang terjadi di antara keduanya, sehingga
dari pandangan konsep mekanistik maka pendekatan pertama kurang sempurna.
Berdasarkan keterbatasan tersebut maka pendekatan kedua yang lebih komplek layak
untuk diperhitungkan. Pendekatan kuantitatif kedua dari siklus hidrologi adalah diawali
dengan pengertian bahwa suatu siklus dibatasi oleh kondisi fisik tertentu seperti DAS
atau sebidang lahan, dan di dalamnya menerima masukan (input), proses, dan keluaran
(output). Masukan (input) mencakup presipitasi dengan berbagai bentuknya. Keluaran
(output) mencakup dua keluaran utama yaitu evaporasi dan limpasan serta bocoran
akifer, sedangkan proses meliputi berbagai transfer air yang terjadi dalam system siklus
tersebut. Pendekatan kedua ini apabila dikaji lebih jauh bentuknya sama dengan
pendekatan pertama yaitu neraca air atau hidrologi, namun prosedur perhitungannya
lebih komplek (lihat Persamaan 2)
P – (Q + ET) ± L = S ............................... 2.
155
dimana:
P=presipitasi total
Q = total limpasan dan aliran sungai termasuk aliran air bumi
ET = total evaporasi dan transpirasi
L = bocoran (leakage) air yang keluar dari system atau bocoran air yang masuk ke dalam
sistem
S = perubahan cadangan air dalam sistem dan dipertimbangkan setiap periode waktu
tertentu
Metode untuk mengukur dan mengestimasi unsur-unsur yang terdapat dalam
Persamaan 1 dan 2. akan dibincangkan lebih jauh dalam kajian atau analisis neraca air
secara khusus, yaitu neraca air lahan, daerah aliran sungai dan global.
4.Direct Runoff
Apabila intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi, maka air hujan yang jatuh akan
menjadi aliran permukaan (surface runoff) dan kemudian menuju sungai atau badan air
terdekat. Aliran permukaan ini juga merupakan salah satu energi yang dapat menggerus
partikel tanah di permukaan dan menyebabkan erosi.Aliran permukaan semakin besar
dengan semakin tingginya intensitas hujan, lereng yang semakin curam, semakin
berkurangnya kekasaran permukaan tanah, dan semakin kecilnya kapasitas infiltrasi.
Komposisi aliran air di dalam sungai terdiri dari aliran permukaan (surface runoff),
aliran bawah permukaan (sub surface runoff), dan aliran air tanah (groundwater). Di
dalam aliran air yang mengalir senantiasa membawa bahan dan mineral yang dapat larut
dan tidak larut. Bahan yang dibawa aliran air kemudian diendapkan secara selektif.
Untuk menafsirkan secara kuantitatif siklus hidrologi dapat dicapai dengan
persamaan umum yang dikenal dengan persamaan neraca air, yaitu bahwa dalam selang
waktu tertentu, masukan air total pada suatu ruang tertentu harus sama dengan keluran
total ditambah perubahan bersih dalam cadangan (Seyhan, 1993). Neraca hidrologi dari
suatu wilayah dapat ditulis sebagai berikut :
Perolehan (Input) = Keluaran (output) + simpanan
P = (R - G - E - T) + ∆S
dimana : peubah P adalah presipitasi (hujan), R adalah aliran permukaan, G adalah
air tanah, E adalah evporasi, T adalah transpirasi, dan ∆S adalah perubahan simpanan.
Persamaan inilah yang dikenal sebagai persamaan dasar hidrologi.
156
Persamaan neraca air dapat digunakan untuk menentukan besarnya nilai proses
hidrologi yang tidak diketahui. Misalnya besarnya evapotranspirasi (ET) yang terjadi di
suatu DAS yang besar tidak diketahui, karena peralatan untuk pengukurannya tidak ada.
Namun data hujan (P), aliran permukaan (R) , air tanah (G) dan simpanan air (S) untuk
DAS tersebut terukur. Dengan demikian besarnya nilai ET dapat ditentukan dengan
mengurangi P dengan R, G, dan S (atau ET = P - R - G - S).
KESIMPULAN
Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu tempat
pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan
(surplus) ataupun kekurangan (defisit).
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan dibatasi oleh
topografi alami berupa punggung bukit atau pegunungan, dimana presipitasi yang
jatuh di atasnya mengalir melalui titik keluar tertentu (outlet) yang akhirnya bermuara
ke danau atau laut.
Merupakan kumpulan air yang besarnya antara lain bergantung pada relief permukaan
bumi, kesarangan batuan pembendungnya, curah hujan, dsb. Missal sungai, rawa,
danau, laut, dan samudra.
Apabila intensitas hujan melebihi kapasitas infiltrasi, maka air hujan yang jatuh akan
menjadi aliran permukaan (surface runoff) dan kemudian menuju sungai atau badan air
terdekat.
157
PENERAPAN PERMODALAN HUJAN DAN ALIRAN PERMUKAAN
DENGAN METODE RASIONAL
1. Pengertian Metode Rasional
Menurut Wanielista (1990) Metoda Rasional adalah salah satu dari metode tertua dan
awalnya digunakan hanya untuk memprkirakan debit puncak (peak discharge). Ide yang
melatarbelakangi metode rasional adalah jika surah hujan dengan intensitas I terjadi
secara terus menerus, maka laju limpasan langsung akan bertambah sampai mencapai
waktu konsentrasi (Tc). Waktu konsentrasi Tc tercapai ketika seluruh bagian DAS telah
memberikan kontribusi aliran di outlet. Laju masukan pada sistem (IA) adalah hasil dari
curah hujan dengan intensitas I pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju
masukan dengan laju debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat Tc dinyatakan sebagai
run off coefficient (C) dengan (0≤C≤I) (Chow, 1988). Hal di atas di ekspresikan dalam
formula rasional sebagai berikut ini (Chow, 1988):
Q=0,277 ×C × I × A
keterangan:
Q : debit puncak (m3/dtk)
C : koefisien run off, tergantung pada karakteristik DAS (tak berdimensi)
I : intensita curah hujan, untuk durasi hujan (D) sama dengan waktu konsentrasi (Tc)
(mm/jam)
A : luas DAS (km2)
konstanta 0,277 : faktor konversi debit puncak ke satuan (m3/detik) (Seyhan, 1990)
Beberapa asumsi dasar untuk menggunakan formula rasional adalah sebagai beriktu
(Wanielista,1990):
a. curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam satu jangka waktu tertentu,
setidaknya sama dengan waktu konsentrasi.
b. limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas
yang tetap, sama dengan waktu konsentrasi.
c. koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan.
d. luas DAS tidak berubah selama durasi hujan.
5.
2. Faktor Debit Puncak Berdasar Metode Rasional
a. Koefisien Limpasan (run off coeffisien) (C)
158
Dalam penghitungan debit banjir menggunakan metode rasional diperlukan data
koefisien limpasan (run off coeffisien). koefisien limpasan adlah rasio jumlah limpasan
terhadap jumlah curah hujan, dimana nilainya tergantung pada teksrtur tanah,
kemiringan lahan, dan jenis penutupan lahan. Pada daerah aliran sungai (DAS) berhutan
dengan tekstur tanah liat berpasir, nilai koefisien limpasan berkisar antara 0,10-0,30.
Pada lahan pertanian dengan tekstur tanah yang sama, nilai koefisien limpasan adalah
0,30-0,50.
a. Intensitas Hujan (I)
Perhitungan debit banjir dengan metode rasional memerlukan data intensitas curah
hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu
kurun waktu di mana air tersebut terkonsentrasi (Loebis, 1992). Intensitas curah hujan
dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam. Durasi adalah lamanya suatu
kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi
pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat lias. Hujan yang meliputi daerah luas,
jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup
panjng. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang
terjadi, apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air ditumpahakan dari langit.
Sri Harto (1993) menyebukan bahwa analisis IDF memerlukan analisis frekuensi
dengan menggunakan sei data yang diperoleh dari rekaman data hujan. Jika tidak
tersedia waktu untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau disebabkan oleh karena
alatnya tidak ada, dapat ditempuh cara-cara empiris dengan menggunakan rumus-rumus
eksperimental seperti rumus Talbot, Mononobe, Sherman dan Ishigura (Suryono dan
Takeda 1993)
Intensitas hujan adalah volume rata-rata curah hujan yang terjadi selama satu unit
waktu (mm/jam). Intensitas hujan juga bisa diekspresikan sebagai intensitas sesaat atau
intensitas rata-rata selama kejadian hujan. Intensitas rata-rata curah hujan secara umum
dirumuskan sebagai berikut:
I= PTd
keterangan: I : intensitas hujan (mm/jam)
P : jumlah hujan (mm)
Td : lama hujan (jam)
Waktu konsentrasi (Tc) dapat dihitung berdasarkan persamaan Kirpich, 1940 dalam
Chow,et.al,1988 sebagai berikut:
159
T c=3,97 × L0,77 × S−0,385
keterangan: Tc : waktu konsentrasi (jam)
L : panjang sungai (km)
S : landai sungai (m/m)
b. Luas DAS (A)
Wilayah sub DAS ditentukan berdasar batas-batas tangkapan hujan dalam peta
topografi skala 1:50.000. Batas dari DAS ditentukan dengan melihat garis batas DAS
dan berdasarkan garis ketinggian dan arah aliran air.
Faktor karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menghasilkan besarnya aliran
permukaan adalah:
Relief (kemiringan lereng).
Infiltrasi.
Vegetasi Penutup
Timbunan permukaan (Kerapatan Aliran).
Perhitungan Koefisien Aliran Permukaan
160
VARIASI DAN KARAKTERISTIK KOEFISIEN RUN OFF TERHADAP
KARAKTERISTIK DPS, KAWASAN TERBANGUN, DAN BELUM
BERKEMBANG
1. Aliran permukaan (run off)
Aliran permukaan (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Air hujan yang jatuh ke
permukaan tanah ada yang langs ung masuk ke dalam tanah atau disebut air infiltrasi.
Sebagian lagi tidak sempat masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya mengalir di atas
permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah. Ada juga bagian dari air hujan yang telah
masuk ke dalam tanah, terutama pada tanah yang hampir atau telah jenuh, air tersebut ke
luar ke permukaan tanah lagi dan lalu mengalir ke bagian yang lebih rendah. . Aliran air
permukaan yang disebut terakhir sering juga disebut air larian atau limpasan. Bagian
penting dari air larian dalam kaitannya dengan rancang bangun pengendali air larian
adalah besarnya debit puncak, Q (peak flow atau debit air yang tertinggi) dan waktu
tercapainya debit puncak, volume dan penyebaran air larian.
Run Off atau limpasan merupakan sisa air yang keluar dari hujan yang jatuh ke
permukaan dan tidak teresap ke dalam tanah. Sebagian curah hujan yang mencapai
permukaan tanah akan diserap ke dalam tanah, dan sebagian lagi yang tidak teresap akan
menjadi limpasan permukaan. Jumlah yang disimpan didalam tanah tergantung dari
kondisi kandungan kandungan air tanah pada saat presipitasi. Limpasan terjadi saat air
yang sampai ke permukaan tanah melebihi tingkat infiltrasi atau kemampuan tanag
menyerap air. Ketika tingkat infiltrasi dilampaui, maka air mulai menggenang pada
permukaan tanah. Namun setelah tahanan permukaan terlampaui, air mulai mengalir
diatas permukaan tanah san mengumpul di saluran alam .
Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengatuhi limpasan :
a. Intensitas Curah Hujan
Karakteristik hujan memegang peranan penting dalam limpasan yang akan terjadi.
Hujan kecil mungkin akan semuanya terintersepsi oleh tumbuhan atau disimpan tanah.
Hujan deras dengan durasi singkat dapat menyebabkan limpasan yang besar karena
tingkat hujan yang jauh melampaui kemampuan kapasitas infiltrasi.
b. Karakteristik Daerah Pengaliran
161
Karakteristik daerah dimana hujan turun juga berperan penting dalam menentukan
kuantitas limpasan yang akan terjadi. Ukuran dan bentuk daeah pengaliran juga
memegang peranan.
Daerah pengaliran yang panjang dan sempit biasanya memiliki tingkat limpasan yang
lebih rendah dibandingkan daerah pengaliran yang luas
c. Kondisi Topografi daerah pengaliran
Elevasi daerah pengaliran mempunyai hubungan yang penting terhadap curah hujan.
Gradiennya mempunyai hubungan dengan infiltrasi, limpasan permukaan, kelembaban,
dan pengisian air tanah. Gradien daerah pengaliran adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi waktu pengalirannya aliran permukaan ( waktu konsentrasi )
d. Kondisi penggunaan lahan ( landuse )
Hidrograf sebuah sungai dipengaruhi oleh kondisi penggunaan lahan dalam daerah
pengaliran itu. Daerah hutan yang ditutupi tumbuh-tumbuhan yang lebat membuat sulit
air menyebabkan limpasan permukaan kare na kapasitas infiltrasi yang besar. Apabila
daerah tersebut dijadikan pemukiman maka kapasitas infiltrasi daerah tersebut akan
turun karena pemampatan permukaan tanah.
Kawasan Terbangun adalah ruang dalam kawasan permukiman yang
mempunyai cirri dominasi penggunaan lahan secara terbangun atau lingkungan binaan
untuk mewadahi kegiatan daerah
2.2 Nilai Koefisien Run Off
Koefisien run off merupakan elemen penting yang berfungsi untuk mengonversikan
curah hujan rata-rata dengan periode ulang tertentu ke dalam intensitas run off puncak
pada frekuensi yang sama. Karena itu, koefisien run off berperan untuk banyak
fenomena kompleks mengenai proses run off. Nilai dari koefisien run off bergantung
pada kelembaban, kemiringan lahan, permukaan lahan, penurunan tampungan,
kelembaban tanah, bentuk area drainase, kecepatan aliran air permukaan, intensitas
hujan, dll. Sekarang ini dipertimbangkan bahwa koefisien run off adalah tetap untuk
jenis drainase tertentu. Pertimbangan inilah yang menyebabkan banyaknya kritik
terhadap metode rasional.
Koefisien limpasan adalah suatu angka yang memberikan pengertian berapa persen
air yang mengalir dari bermacam-macam permukaan akibat terjadinya hujan pada suatu
wilayah, atau perbandingan antara jumlah limpasan yang terjadi dengan jumlah curah
hujan yang ada. Angka ini dikenal dengan koefisien limpasan C. Nilai C yang besar
menunjukan bahwa lebih banyak air hujan yang menjadi limpasn.
162
Hal ini kurang menguntungkan bagi konservasi sumber daya air karena besarnya air
yang menjadiair tanah akan berkurang. Kerugian lainnya adalah semakin besarnya
jumlah air hujan yang menjadi air limpasan, maka ancaman terjadinya erosi dan banjir
menjadi lebih besar. Nilai koefisien ini tergantung pada beberapa faktor yang
mempengaruhi seperti karakteristik dari daerak tangkapan hujan, yang termasuk
didalamnya :
Tata guna lahan tersebut
Relief atau kelandaian daerah tangkapan
Karakteristik daerah, seperti perlindungan vegetasi, jenis penutup permukaan, jenis
ranah dan daerah kedap air .
Tabel 2.2.1 Nilai Koefisien Run Off (C)
TIPE
DAERAH BENTUK LAHAN HARGA C
163
Perumputan
Perdagangan
Perumahan
Tanah pasir datar, 2 %
Tanah pasir, rata-rata 2-7 %
Tanah pasir, curam 7 % Tanah
gemuk, datar 2 % Tanah
gemuk. rata-rata 2-7 % Tanah
gemuk, curam 7 % Daerah
Kota Lama
Daerah Kota Baru Daerah
“single family” “Multi
Unit”, terpisah-pisah
“Multi Unit”, tertutup
“Suburban”
Daerah rumah-rumah apartemen
Daerah ringan
Daerah berat
0,05 – 0,10
0,10 – 0,15
0,15 – 0,20
0,13 – 0,17
0,18 – 0,22
0,25 – 0,35
0,75 – 0,95
0,50 – 0,70
0,30 – 0,50
0,40 – 0,60
0,60 – 0,75
0,25 – 0,40
0,50 – 0,70
0,50 – 0,80
0,60 – 0,90
0,10 – 0,25
0,20 – 0,35
0,20 – 0,40
Sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah Air (Puslitbang Air), 1984
164
Tabel 2.2.2 Nilai Koefisien Run Off (C)
JENIS
TANAH TIPE DAERAH ALIRAN
LOAM
BERPA
LEMPUN
G
LEMPUN
G
Hutan
Padang Rumput /
Semak- semak
Kemirin
gan
0 – 5
%
5 – 10
%
10 – 30 %
Kemiringan
0,
10
0,
25
0,
30
0,
30
0,
35
0,
50
0,40
0,50
0,60
0,40Sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah Air (Puslitbang Air), 1984
2.3 Perhitungan Koefisien Runoff
Koefisien air larian (C) adalah bilangan yang menunjukkan
perbandingan antara besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan.
(dalam suatu DAS)
Air Larian
(mm) C =
–––––––––––––––––
Curah hujan
(mm)
atau
12
C = (di x 86400 x Q) / (P x A)
1
165
Dimana :
di = Jumlah hari dalam bulan ke -i
Q = Debit rata-rata bulanan (m 3/detik) dan 86400 = jumlah detik dalam 24
jam.
P = Curah hujan rata -rata setahun (m/tahun)
A = Luas DAS (m 2)
Misalnya C untuk hutan adalah 0,1 arti nya 10% dari total curah hujan
akan menjadi air larian. Angka C ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan
apakah suatu DAS telah mengalami gangguan fisik. Nilai C yang besar berarti
sebagian besar air hujan menjadi air larian, maka ancaman erosi dan banjir akan besar.
Besaran nilai C akan berbeda -beda tergantung dari tofografi dan penggunaan
lahan. Semakin curam kelerengan lahan semakin besar nilai C lahan tersebut. Nilai
C pada berbagai topografi dan penggunaan lahan bisa dilihat pada table dibawah ini :
Tabel 2.3.1 Nilai C pada berbagai topografi dan penggunaan lahan
Sumber : Dr. Mononobe dalam Suyono S. (1999 )
Harga koefisien run off untuk berbagai daerah:
a) Daerah kota
Tabel 2.3.2 Koefisien Runoff Daerah Kota
166
Kondisi daerah Nilai CPegunungan yang curam 0.75 – 0.90Pegunungan tersier 0.70 – 0.80Tanah bergelombang dan hutan 0.50 – 0.75Tanah dataran yang ditanami 0.45 – 0.60Persawahan yang diairi 0.70 – 0.80Sungai di daerah pegunungan 0.75 – 0.85Sungai kecil di dataran 0.45 – 0.75Sungai dengan tanah dan hutan dibagian atas dan 0,50 – 0,75Sungai besar di dataran 0.50 – 0.75
b) Daerah Desa dengan Luas < 10 km2
Tabel 2.3.3 Koefisien Runoff Daerah Desa
Untuk daerah yang memilki tipe permukaan yang berbeda, koefisien gabungan dapat
dicari dengan memperhitungkan pembagian tiap tipe daerah dalam area tinjauan total,
mengalikan tiap karakterisitk daerah dengan koefisien yang cocok dengan daerah
tersebut, dan menjumlahkan hasil dari tiap semua tipe permukaan. Koefisien yang ada
nantinya adalah untuk mencerminkan kondisi pada akhir periode desain.
KESIMPULAN
Aliran permukaan (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan
Koefisien run off merupakan elemen penting yang berfungsi untuk
mengonversikan curah hujan rata-rata dengan periode ulang tertentu ke dalam
intensitas run off puncak pada frekuensi yang sama.
Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengatuhi limpasan :
a. Intensitas Curah Hujan
b. Karakteristik Daerah Pengaliran
c. Kondisi Topografi daerah pengaliran
d. Kondisi penggunaan lahan ( landuse )
Nilai koefisien ini tergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi seperti
karakteristik dari daerak tangkapan hujan, yang termasuk didalamnya :
- Tata guna lahan tersebut
- Relief atau kelandaian daerah tangkapan
167
- Karakteristik daerah, seperti perlindungan vegetasi, jenis penutup
permukaan, jenis ranah dan daerah kedap air .
Nilai C yang besar berarti sebagian besar air hujan menjadi air larian, maka
ancaman erosi dan banjir akan besar. Semakin curam kelerengan lahan
semakin besar nilai C lahan tersebut.
168
KARAKTERISTIK INTENSITAS HUJAN TERHADAP DEBIT
PUNCAK
1. Metode Rasional
Menurut Wanielista (1990) metode rasional adalah salah satu dari metode
tertua dan awalnya digunakan hanya untuk memperkirakan debit puncak (peak
discharge). Ide yang melatarbelakangi metode Rasional adalah jika curah hujan
dengan intensitas I terjadi secara terus menerus, maka laju limpasan langsung
akan bertambah sampai mencapai waktu konsentrasi (Tc). Waktu konsentrasi Tc
tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan kontribusi aliran di outlet.
Laju masukan pada sistem (IA) adalah hasil dari curah hujan dengan intensitas I
pada DAS dengan luas A. Nilai perbandingan antara laju masukan dengan laju
debit puncak (Qp) yang terjadi pada saat Tc dinyatakan sebagai run off coefficient
(C) dengan (0 ≤ C ≤ 1) (Chow 1988). Hal di atas diekspresikan dalam formula
Rasional sebagai berikut ini (Chow, 1988) :
Q = 0,277 C I A ……………………………… (1)
Keterangan :
Q : debit puncak (m3/dtk)
C : koefisien run off, tergantung pada karakteristik DAS (tak berdimensi)
I : intensitas curah hujan, untuk durasi hujan (D) sama dengan waktu
konsentrasi (Tc) (mm/jam)
A : luas DAS (km2)
Konstanta 0,277 adalah faktor konversi debit puncak ke satuan (m3/dtk)
(Seyhan, 1990).
Persamaan lain adalah yang dikembangkan oleh Burkli-Ziegler:
Q = C I A [S/A]0,25 ....................................... (2)
dimana:
Q : debit puncak (cfs)
169
C : koefisien limpasan
I : intensitas hujan (inch/jam)
A : luas DAS
S: kemiringan permukaan tanah rata-rata
Beberapa asumsi dasar untuk menggunakan formula Rasional adalah sebagai
berikut (Wanielista 1990) :
a. Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam satu jangka waktu
tertentu, setidaknya sama dengan waktu konsentrasi.
b. Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas
yang tetap, sama dengan waktu konsentrasi.
c. Koefisien run off dianggap tetap selama durasi hujan.
d. Luas DAS tidak berubah selama durasi hujan.
2. Koefisien Limpasan (runoff coeffisien) (C)
Dalam penghitungan debit banjir menggunakan Metode Rasional diperlukan
data koefisien limpasan (runoff coeffisien). Koefisien limpasan adalah rasio
jumlah limpasan terhadap jumlah curah hujan, dimana nilainya tergantung pada
tekstur tanah, kemiringan lahan, dan jenis penutupan lahan. Pada daerah aliran
sungai (DAS) berhutan dengan tekstur tanah liat berpasir, nilai koefisien limpasan
berkisar antara 0,10 – 0,30. Pada lahan pertanian dengan tekstur tanah yang
sama, nilai koefisien limpasan adalah 0,30 – 0,50. Dalam tulisan ini data
koefisien limpasan disesuaikan dengan kondisi lapangan seperti pada Tabel 2.1
Tabel 2.1
Kondisi
daerah
Nilai
CPegunungan yang curam 0.75 –
0.90Pegunungan tersier 0.70 –
0.80Tanah bergelombang dan hutan 0.50 –
0.75Tanah dataran yang ditanami 0.45 –
0.60Persawahan yang diairi 0.70 –
0.80Sungai di daerah pegunungan 0.75 –
0.85Sungai kecil di dataran 0.45 –
0.75
170
Sungai besar di dataran 0.50 –
0.75
3. Intensitas hujan (I)
Perhitungan debit banjir dengan metode rasional memerlukan data intensitas
curah hujan. Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi
pada suatu kurun waktu di mana air tersebut terkonsentrasi (Loebis 1992).
Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam. Durasi
adalah lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada
umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak
sangat luas. Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas
tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari
intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila
terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit.
Sri Harto (1993) menyebutkan bahwa analisis IDF memerlukan analisis
frekuensi dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari rekaman data hujan.
Jika tidak tersedia waktu untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau
disebabkan oleh karena alatnya tidak ada, dapat ditempuh cara-cara empiris
dengan mempergunakan rumus-rumus eksperimental seperti rumus Talbot,
Mononobe, Sherman dan Ishigura (Suyono dan Takeda 1993).
Rumus Monobe
I=R24
24(24
t)2/3
Dimana
I = Intensitas Curah Hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
Rumus Talbot
I=at+b
a=[ I . t ] [ I2 ]−[ I 2 .t ] [ I ]N [ I2 ]−[ I ] [ I ]
b=[ I ] [ I .t ]−N [ I 2 .t ]N [I 2 ]−[ I ] [ I ]
171
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (jam)
a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya curah hujan yang terjadi di
daerah aliran
Rumus Ishguro
I=a
√ t+b
a=[ I .√ t ] [I 2 ]−[ I 2 .√t ] [ I ]N [ I2 ]−[ I ] [ I ]
b=[ I ] [ I .√t ]−N [ I 2 .√ t ]N [I 2 ]−[ I ] [ I ]
Rumus Sherman
I = a/tn
Loq a = Σ(loq I) x Σ(loq t)2 – Σ(loq t x loq I) x Σ(loq t)
n x Σ(loq t)2 – Σ(loq t) x Σ(loq t) x Σ(loq t)
n = Σ(loq I) x Σ(loq t) – n x Σ(loq t x loq I)
n x Σ(loq t)2 – Σ(loq t) x Σ(loq t)
Intensitas hujan adalah volume rata-rata curah hujan yang terjadi selama satu
unit waktu (mm/jam). Intensitas hujan juga bisa diekspresikan sebagai intensitas
sesaat atau intensitas rata-rata selama kejadian hujan. Intensitas rata-rata curah
hujan secara umum dirumuskan sebagai berikut :
i= PT d ………………………………………… (2)
Keterangan : i = intensitas hujan (mm/jam)
P = jumlah hujan (mm)
Td = lama hujan (jam)
Waktu konsentrasi (Tc) dapat dihitung berdasarkan persamaan Kirpich, 1940
dalam Chow, et. al, 1988 sebagai berikut.
Tc = 3,97*L0.77*S-0.385 …………….…………….. (3)
172
Keterangan :
Tc = waktu konsentrasi (jam);
L = panjang sungai (km);
S = landai sungai (m/m).
Contoh Soal
Pe r h it un g a n deb it pun c a k ( Qp )
Suatu daerah dengan luas 250 ha memiliki koefisien runoff
(C=0,35), intensitas hujan terbesar (ip= 0,75 mm/jam). Hitung debit air
larian puncak (m3/dt) ?
Pemecahan :
Qp = 0,0028 C I A
= 0,0028 . 0,35 . 0,75 . 250 m 3/dt
= 0.18 m3/dt
KESIMPULAN
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu
kurun waktu di mana air tersebut terkonsentrasi. Intensitas curah hujan
dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam.
Dilihat dari rumus Q = 0,277 C I A, dimana Q adalah debit puncak, C adalah
koefisien , dimana Q adalah debit puncak, C adalah koefisien run off, I intensitas
curah hujan, dan A adalah luas daerah aliran sungai, maka besarnya intensitas
hujan akan berbanding lurus dengan besarnya debit puncak.
173
TUJUAN PERENCANAAN UNTUK MENGEMBANGKAN SDA
1. Sejarah Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air di Indonesia
Kebijakan pembangunan infrastruktur di Indonesia telah dimulai sejak masa
Hindia-Belanda, terutama untuk sektor sumber daya air dengan dikeluarkannya
Peraturan Umum tentang Air (Algemeene Water Reglement (AWR) pada tahun
1936 dan Algemeene Waterbeheersverordening pada tahun 1937) dan diikuti
dengan Peraturan Air tingkat Propinsi Provinciale Water Reglement (Jawa Timur
dan Jawa Barat) pada tahun 1940. Pada masa setelah kemerdekaan, peraturan
yang ditetapkan sejalan dengan UUD 1945.
Pembangunan infrastruktur secara menyeluruh selanjutnya dimulai dengan
disusunnya Rencana Pembangunan Lima Tahun – I (REPELITA I) periode
1968/1969 – 1973/1974 termasuk sektor sumber daya air, transportasi, dan listrik.
Pembangunan infrastruktur dilaksanakan secara cepat selama pelaksanaan
REPELITA I hingga VI. Pembangunan infrastruktur di sektor sumber daya air
telah berhasil meningkatkan produksi pangan hingga mencapai swasembada
pangan pada tahun 1980. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, telah
dikembangkan juga infrastruktur pengairan dan sanitasi terutama sejak
pelaksanaan REPELITA III. Namun demikian, pembangunan tidak dapat
mengimbangi pertumbuhan penduduk dimana cakupan pelayanan hanya dapat
mencapai sekitar 55% dari jumlah penduduk di Indonesia.
Mengingat pengembangan sumber daya air di Indonesia selalu mengalami
peningkatan dan perubahan dari waktu ke waktu, maka dari itu sangat diperlukan
untuk melakukan pengembangan dan peningkatan sektor sumber daya air baik
dari segi kebijakan, peraturan dan perundang-undangan, aspek kelembagaan,
maupun pelaksanaan di lapangan. Hal tersebut perlu diintegrasikan dengan
paradigm pembangunan nasional dan pembangunan sumber daya air secara
keseluruhan.
Dengan meningkatnya permintaan masyarakat untuk sumber daya air baik
secara kuantitas maupun kualitas, maka dapat mendorurng untuk penguatan nilai
ekonomi sumber daya air dibandingkan dengan nilai sosial dan berpotensi untuk
terjadi konflik kepentingan antar sector, antar wilayah dan antar berbagai pihak
yang terkait sumber daya air. Pengelolaan sumber daya air yang lebih
174
mempertimbangkan nilai ekonomi akan cenderung untuk memberikan manfaat
yang lebih banyak kepada kepentingan penguatan ekonomi dan akan
mengesampingkan kepentingan sosial dan pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat terhadap air. Hal ini akan menjadi kerugian bagi kelompok
masyarakan yang tidak mampu bersaing karena rendahnya kemampuan ekonomi,
bahkan akan menyebabkan hak dasar setiap orang untuk mendapatkan air tidak
dapat dipenuhi. Mengingat sumber daya air merupakan sumber kehidupan,
pemerintah wajib melindungi kepentingan kelompok masyarakat berkemampuan
ekonomi rendah untuk mendapatkan sumber daya air secara adil dengan
menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya air yang mampu
menyeimbangkan antara nilai sosial dan nilai ekonomi sumber daya air.
2. Status dan Karakteristik Sumber Daya Air di Indonesia
Secara umum, sektor sumber daya air di Indonesia menghadapi permasalahan
jangka panjang terkait dengan pengelolaan dan tantangan investasi , yang akan
mempengaruhi pembangunan ekonomi negara dan menyebabkan berkurangnya
keamanan pangan, kesehatan masyarakat dan kerusakan lingkungan. Pada tingkat
kebijakan dan pelaksanaan, Indonesia menghadapi beberapa permasalahan
spesifik seperti sebagai berikut:
a. Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan dalam perspektif
ruang dan waktu. Indonesia yang terletak di daerah tropis merupakan negara
kelima terbesar di dunia dalam hal ketersediaan air. Namun, secara alamiah
Indonesia menghadapi kendala dalam memenuhi kebutuhan air karena distribusi
yang tidak merata baik secara spasial maupun waktu, sehingga air yang dapat
disediakan tidak selalu sesuai dengan kebutuhan, baik dalam perspektif jumlah
maupun mutu.
b. Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumber
daya air, baik air permukaan maupun air tanah. Kerusakan lingkungan yang
semakin luas akibat kerusakan hutan secara signifikan telah menyebabkan
penurunan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam menahan dan
menyimpan air. Hal yang memprihatinkan adalah indikasi terjadinya proses
percepatan laju kerusakan daerah tangkapan air. Kelangkaan air yang terjadi
cenderung mendorong pola penggunaan sumber air yang tidak bijaksana, antara
lain pola eksploitasi air tanah secara berlebihan sehingga mengakibatkan
175
terjadinya penurunan permukaan dan kualitas air tanah, intrusi air laut, dan
penurunan permukaan tanah
c. Menurunnya kemampuan penyediaan air. Berkembangnya daerah
permukiman dan industri telah menurunkan area resapan air dan mengancam
kapasitas lingkungan dalam menyediakan air. Pada sisi lain, kapasitas
infrastruktur penampung air seperti waduk dan bendungan makin menurun
sebagai akibat meningkatnya sedimentasi, sehingga menurunkan keandalan
penyediaan air untuk irigasi maupun air baku. Kondisi ini diperparah dengan
kualitas operasi dan pemeliharaan yang rendah sehingga tingkat layanan
prasarana sumber daya air menurun semakin tajam.
d. Meningkatnya potensi konflik air. Sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk dan kualitas kehidupan masyarakat, jumlah kebutuhan air baku bagi
rumah tangga, permukiman, pertanian maupun industri juga semakin meningkat.
Pada tahun 2003, secara nasional kebutuhan air mencapai 112,3 miliar meter-
kubik dan diperkirakan pada tahun 2009 kebutuhan air akan mencapai 117,7
miliar meter-kubik. Kebutuhan air yang semakin meningkat pada satu sisi dan
ketersediaan yang semakin terbatas pada sisi yang lain, secara pasti akan
memperparah tingkat kelangkaan air.
Untuk peningkatan sumber daya air di Indonesia, masih banyak diperlukan
pembangunan bendungan, waduk, dan sistim jaringan irigasi yang handal untuk
menunjang kebijakan ketahanan pangan pemerintah. Di samping itu untuk
menjamin ketersediaan air baku, tetap perlu dilakukan normalisasi sungai dan
pemeliharaan daerah aliran sungai yang ada di beberapa daerah. Pemeliharaan
dan pengembangan Sistem Wilayah Sungai tersebut didekati dengan suatu
rencana terpadu dari hulu sampai hilir yang dikelola secara profesional. Untuk itu
perlu dikembangkan teknologi rancang bangun Bendungan Besar, Bendung
Karet, termasuk terowongan, teknologi Sabo, sistem irigasi maupun rancang
bangun pengendali banjir.
Saat ini terdapat beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang memiliki peran
penting dalam penyediaan sumber air sebagian telah mengalami kerusakan yaitu
62 DAS rusak dari total 470 DAS, sehingga mengakibatkan menurunnya nilai
kemanfaatan air sehubungan penurunan fungsi daerah tangkapan dan resapan air.
Saat ini jaringan irigasi terbangun mencapai 6,77 juta ha (1,67 juta ha belum
176
berfungsi), dan jaringan irigasi rawa 1,8 juta ha yang berfungsi untuk mendukung
Program Ketahanan Pangan Nasional.
Namun di sisi lain perkembangan fisik wilayah telah memberikan dampak
pada terjadinya alih fungsi lahan pertanian sekitar 35 ribu ha per tahun.
KESIMPULAN
Infrastruktur dan dampaknya terhadap lingkungan adalah konsumsi terhadap
sumberdaya (energi, air,bahan dan lahan) selama konstruksi dan operasi.
Pengurangan emisi sebagai limbah dari sampah, gas rumah kaca, dan sebagainya
perlu dipertimbangkan untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air, pemerintah sebagai
regulator perlu mensosialisasikan pentingnya pelaksanaan pembangunan dengan
mempertimbangkan faktor lingkungan sehingga dapat tercapai efisiensi baik dari
sisi ekonomi maupun ekologi. Hal ini perlu dipertimbangkan mengingat eskalasi
harga minyak dunia akan mempengaruhi harga bahan bangunan. Di sisi lain,
kekhawatiran terhadap peningkatan limbah material bangunan sejalan dengan
pemahaman masyarakat mengenai pembangunan berbasis lingkungan. Pada
akhirnya, pelaksanaan konstruksi perlu menekan sebanyak mungkin efek terhadap
polusi air, udara, dan suara.
Pemanfaatan bahan bangunan yang ramah terhada lingkungan perlu didukung
semaksimal mungkin, dengan perhatian khusus dan insentif terhadap harga pasar.
Penggunaan tidak hanya didasarkan pada material buatan manufaktur, tetapi perlu
juga mempertimbangkan material alami.
Penguatan masyarakat perlu ditingkatkan untuk mendukung pembangunan
infrastruktur berbasis eco-efficient. Indonesia telah menerapkan pembangunan
partisipatif untuk meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat pada
pembangunan, operasi dan pemeliharaan infrastruktur perdesaan.
177
PERENCANAAN UNTUK PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR
SUMBER DAYA AIR : TAHAPAN PERENCANAAN DAN
PENGAMBILAN DATA
STATUS PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA
Sejarah Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air di Indonesia
Kebijakan pembangunan infrastruktur di Indonesia telah dimulai sejak masa
Hindia-Belanda, terutama untuk sektor sumber daya air dengan dikeluarkannya
Peraturan Umum tentang Air (Algemeene Water Reglement (AWR) pada tahun
1936 dan Algemeene Waterbeheersverordening pada tahun 1937) dan diikuti
dengan Peraturan Air tingkat Propinsi Provinciale Water Reglement (Jawa Timur
dan Jawa Barat) pada tahun 1940. Pada masa setelah kemerdekaan, peraturan
yang ditetapkan sejalan dengan UUD 1945.
Pembangunan infrastruktur secara menyeluruh selanjutnya dimulai dengan
disusunnya Rencana Pembangunan Lima Tahun – I (REPELITA I) periode
1968/1969 – 1973/1974 termasuk sektor sumber daya air, transportasi, dan listrik.
Pembangunan infrastruktur dilaksanakan secara cepat selama pelaksanaan
REPELITA I hingga VI. Pembangunan infrastruktur di sektor sumber daya air
telah berhasil meningkatkan produksi pangan hingga mencapai swasembada
pangan pada tahun 1980. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, telah
dikembangkan juga infrastruktur pengairan dan sanitasi terutama sejak
pelaksanaan REPELITA III. Namun demikian, pembangunan tidak dapat
mengimbangi pertumbuhan penduduk dimana cakupan pelayanan hanya dapat
mencapai sekitar 55% dari jumlah penduduk di Indonesia.
Mengingat pengembangan sumber daya air di Indonesia selalu mengalami
peningkatan dan perubahan dari waktu ke waktu, maka dari itu sangat diperlukan
untuk melakukan pengembangan dan peningkatan sektor sumber daya air baik
dari segi kebijakan, peraturan dan perundang-undangan, aspek kelembagaan,
maupun pelaksanaan di lapangan. Hal tersebut perlu diintegrasikan dengan
paradigma pembangunan nasional dan pembangunan sumber daya air secara
keseluruhan.
Dengan meningkatnya permintaan masyarakat untuk sumber daya air baik
secara kuantitas maupun kualitas, maka dapat mendorurng untuk penguatan nilai
178
ekonomi sumber daya air dibandingkan dengan nilai sosial dan berpotensi untuk
terjadi konflik kepentingan antar sector, antar wilayah dan antar berbagai pihak
yang terkait sumber daya air. Pengelolaan sumber daya air yang lebih
mempertimbangkan nilai ekonomi akan cenderung untuk memberikan manfaat
yang lebih banyak kepada kepentingan penguatan ekonomi dan akan
mengesampingkan kepentingan sosial dan pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat terhadap air. Hal ini akan menjadi kerugian bagi kelompok
masyarakan yang tidak mampu bersaing karena rendahnya kemampuan ekonomi,
bahkan akan menyebabkan hak dasar setiap orang untuk mendapatkan air tidak
dapat dipenuhi. Mengingat sumber daya air merupakan sumber kehidupan,
pemerintah wajib melindungi kepentingan kelompok masyarakat berkemampuan
ekonomi rendah untuk mendapatkan sumber daya air secara adil dengan
menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya air yang mampu
menyeimbangkan antara nilai sosial dan nilai ekonomi sumber daya air.
Status dan Karakteristik Sumber Daya Air di Indonesia
Secara umum, sektor sumber daya air di Indonesia menghadapi permasalahan
jangka panjang terkait dengan pengelolaan dan tantangan investasi , yang akan
mempengaruhi pembangunan ekonomi negara dan menyebabkan berkurangnya
keamanan pangan, kesehatan masyarakat dan kerusakan lingkungan. Pada tingkat
kebijakan dan pelaksanaan, Indonesia menghadapi beberapa permasalahan
spesifik seperti sebagai berikut:
a. Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan dalam perspektif
ruang dan waktu. Indonesia yang terletak di daerah tropis merupakan negara
kelima terbesar di dunia dalam hal ketersediaan air. Namun, secara alamiah
Indonesia menghadapi kendala dalam memenuhi kebutuhan air karena distribusi
yang tidak merata baik secara spasial maupun waktu, sehingga air yang dapat
disediakan tidak selalu sesuai dengan kebutuhan, baik dalam perspektif jumlah
maupun mutu.
b. Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumber
daya air, baik air permukaan maupun air tanah. Kerusakan lingkungan yang
semakin luas akibat kerusakan hutan secara signifikan telah menyebabkan
penurunan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam menahan dan
menyimpan air. Hal yang memprihatinkan adalah indikasi terjadinya proses
percepatan laju kerusakan daerah tangkapan air. Kelangkaan air yang terjadi
179
cenderung mendorong pola penggunaan sumber air yang tidak bijaksana, antara
lain pola eksploitasi air tanah secara berlebihan sehingga mengakibatkan
terjadinya penurunan permukaan dan kualitas air tanah, intrusi air laut, dan
penurunan permukaan tanah
c. Menurunnya kemampuan penyediaan air. Berkembangnya daerah
permukiman dan industri telah menurunkan area resapan air dan mengancam
kapasitas lingkungan dalam menyediakan air. Pada sisi lain, kapasitas
infrastruktur penampung air seperti waduk dan bendungan makin menurun
sebagai akibat meningkatnya sedimentasi, sehingga menurunkan keandalan
penyediaan air untuk irigasi maupun air baku. Kondisi ini diperparah dengan
kualitas operasi dan pemeliharaan yang rendah sehingga tingkat layanan
prasarana sumber daya air menurun semakin tajam.
d. Meningkatnya potensi konflik air. Sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk dan kualitas kehidupan masyarakat, jumlah kebutuhan air baku bagi
rumah tangga, permukiman, pertanian maupun industri juga semakin meningkat.
Pada tahun 2003, secara nasional kebutuhan air mencapai 112,3 miliar meter-
kubik dan diperkirakan pada tahun 2009 kebutuhan air akan mencapai 117,7
miliar meter-kubik. Kebutuhan air yang semakin meningkat pada satu sisi dan
ketersediaan yang semakin terbatas pada sisi yang lain, secara pasti akan
memperparah tingkat kelangkaan air.
e. Kurang optimalnya tingkat layanan jaringan irigasi. Jaringan irigasi
terbangun di Indonesia berpotensi melayani 6,77 juta hektar sawah. Dari jaringan
irigasi yang telah dibangun tersebut diperkirakan sekitar 1,67 juta hektar, atau
hampir 25 persen, masih belum atau tidak berfungsi. Untuk jaringan irigasi rawa,
hanya sekitar 0,8 juta hektar (44 persen) yang berfungsi dari 1,80 juta hektar yang
telah dibangun. Selain penurunan keandalan layanan jaringan irigasi, luas sawah
produktif beririgasi juga makin menurun karena alih fungsi lahan menjadi non-
pertanian terutama untuk perumahan
f. Makin meluasnya abrasi pantai. Perubahan lingkungan dan abrasi pantai
mengancam keberadaan lahan produktif dan wilayah pariwisata. Selain itu, abrasi
pantai pada beberapa daerah perbatasan dapat menyebabkan bergesernya garis
perbatasan dengan negara lain. Dengan demikian di wilayah-wilayah tersebut,
pengamanan garis pantai mempunyai peran strategis dalam menjaga keutuhan
180
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) Indonesia
g. Lemahnya koordinasi, kelembagaan, dan ketatalaksanaan. Perubahan
paradigma pembangunan sejalan dengan semangat reformasi memerlukan
beberapa langkah penyesuaian tata kepemerintahan, peran masyarakat, peran
BUMN/BUMD, dan peran swasta dalam pengelolaan infrastruktur sumber daya
air. Penguatan peran masyarakat, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, dan swasta
diperlukan dalam rangka memperluas dan memperkokoh basis sumber daya.
Meskipun prinsip-prinsip dasar mengenai hal tersebut telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, namun masih
diperlukan upaya tindak lanjut untuk menerbitkan beberapa produk peraturan
perundangan turunan dari undang-undang tersebut sebagai acuan operasional.
Pada aspek institusi, lemahnya koordinasi antarinstansi dan antardaerah otonom
telah menimbulkan pola pengelolaan sumber daya air yang tidak efisien, bahkan
tidak jarang saling berbenturan. Pada sisi lain, kesadaran dan partisipasi
masyarakat, sebagai salah satu prasyarat terjaminnya keberlanjutan pola
pengelolaan sumber daya air, masih belum mencapai tingkat yang diharapkan
karena masih terbatasnya kesempatan dan kemampuan.
h. Rendahnya kualitas pengelolaan data dan sistem informasi. Pengelolaan
sumber daya air belum didukung oleh basis data dan sistem informasi yang
memadai. Kualitas data dan informasi yang dimliki belum memenuhi standar
yang ditetapkan dan tersedia pada saat diperlukan. Berbagai instansi
mengumpulkan serta mengelola data dan informasi tentang sumber daya air,
namun pertukaran data dan informasi antar instansi masih banyak mengalami
hambatan. Masalah lain yang dihadapi adalah sikap kurang perhatian dan
penghargaan akan pentingnya data dan informasi
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA
Pengembangan Infrastruktur Sumber Daya Air
Untuk peningkatan sumber daya air di Indonesia, masih banyak diperlukan
pembangunan bendungan, waduk, dan sistim jaringan irigasi yang handal. Di
samping itu untuk menjamin ketersediaan air baku, tetap perlu dilakukan
normalisasi sungai dan pemeliharaan daerah aliran sungai yang ada di beberapa
daerah. Pemeliharaan dan pengembangan Sistem Wilayah Sungai tersebut
didekati dengan suatu rencana terpadu dari hulu sampai hilir yang dikelola secara
181
profesional. Untuk itu perlu dikembangkan teknologi rancang bangun Bendungan
Besar, Bendung Karet, termasuk terowongan, teknologi Sabo, sistem irigasi
maupun rancang bangun pengendali banjir.
Saat ini terdapat beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang memiliki peran
penting dalam penyediaan sumber air sebagian telah mengalami kerusakan yaitu
62 DAS rusak dari total 470 DAS, sehingga mengakibatkan menurunnya nilai
kemanfaatan air sehubungan penurunan fungsi daerah tangkapan dan resapan air.
Saat ini jaringan irigasi terbangun mencapai 6,77 juta ha (1,67 juta ha belum
berfungsi), dan jaringan irigasi rawa 1,8 juta ha. Namun di sisi lain perkembangan
fisik wilayah telah memberikan dampak pada terjadinya alih fungsi lahan
pertanian sekitar 35 ribu ha per tahun.
Pelaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Air
Indonesia telah melakukan langkah maju dalam pelaksanaan Kebijakan
Pengelolaan Sumber Daya Air secara terpadu (Integrated Water Resources
Management – IWRM) yang menjadi perhatian dunia internasional untuk
meningkatkan pengelolaan sumber daya air dalam mencapai kesejahteraan umum
dan pelestarian lingkungan. Sejalan dengan konsep IWRM yang berkembang di
forum internasional, beberapa tindakan telah diambil di tingkat nasional dan
daerah dalam rangka reformasi kebijakan sumber daya air.
Reformasi dalam pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu tindakan
penting untuk mengatasi pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan
konservasi sumber daya alam. Dalam pelaksanaannya, telah diterbitkan beberapa
kebijakan antara lain diberlakukannya Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air (UU SDA) yang sejalan dengan prinsip-prinsip IWRM.
Undang-undang ini bertujuan untuk pelaksanaan pengelolaan sumber daya air
secara menyeluruh, berkelanjutan, dan melalui pendekatan terbuka sehingga
memberikan pilihan bagi masyarakat bisnis dan organisasi non-pemerintah untuk
berpartisipasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan sumber
daya air terpadu.
Undang-Undang Sumber Daya Air menyatakan visi, misi, dan prinsip-prinsip
pengelolaan sumber daya air di Indonesia, sebagai dasar untuk pelaksanaan
IWRM. Visi untuk pengelolaan sumber daya air berdasarkan UU SDA adalah
“Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan
lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang
182
berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” (Pasal 3 UU SDA).
Untuk menjalankan visi tersebut, telah diidentifikasi lima misi pengelolaan
sumber daya air, yaitu: 1) konservasi sumber daya air, 2) pendayagunaan sumber
daya air; 3) pengendalian daya rusak air; 4) pemberdayaan dan peningkatan peran
masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah; dan 5) perbaikan data dan informasi
yang ketersediaan dan transparansi. Selanjutnya, dalam rangka untuk mencapai
misi tersebut, pengelolaan sumber daya air dilaksanakan berdasarkan prinsip-
prinsip harmoni, kesetaraan, kesejahteraan umum, integritas, keadilan, otonomi,
transparansi dan akuntabilitas
Pelaksanaan Pengelolaan Irigasi
Indonesia telah memulai untuk melaksanakan reformasi terhadap kebijakan
pengelolaan irigasi sejak diterapkannya Kebijakan Operasi dan Pemeliharaan
Irigasi (Irrigation Operation and Maintenance Policy – IOMP) pada tahun 1987.
Upaya reformasi tersebut merupakan respon terhadap kurangnya pembiayaan,
kapasitas kelembagaan dan institusi, permasalahan kinerja yang dihadapi
Pemerintah dalam rangka menjaga irigasi yang keberlanjutan.
Pada tahun 1999, pemerintah menerapkan kebijakan baru yang disebut
Reformasi Kebijakan Pengelolaan Irigasi karena pelaksanaan IOMP tahun 1987
tidak sesuai dengan yang diharapkan dan krisis moneter yang terjadi pada tahun
1997 telah mendorong pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan pelayanan
publik termasuk untuk pengelolaan irigasi. Kedua kebijakan tersebut telah
membuka ruangan yang lebih besar dan menuntut peran utama petani untuk
pengelolaan irigasi melalui Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Penerapan
kedua kebijakan tersebut memberlakukan kembali komitmen pemerintah untuk
perubahan pengelolaan irigasi dari dominasi institusi pemerintah menjadi bentuk
baru dalam pengaturan kelembagaan yang mengedepankan kerjasama antara
pemerintah dengan petani. Sebagai bentuk baru pengaturan kelembagaan,
diperlukan penguatan P3A dan kerjasama yang berkesinambungan menjadi
agenda penting dalam perubahan pengelolaan irigasi.
Pada tahun 2006, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20
Tahun 2006 tentang Irigasi sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang No 7
tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. PP tentang irigasi tersebut mendorong
Pembangunan dan Pengelolaan Sistem Irigasi parisipatif (PPSIP) sebagai
pelaksanaan irigasi berbasis partisipasi petani mulai, perencanaan, pengambilan
183
keputusan, dan pelaksanaan kegiatan pada tahap pembangunan, peningkatan,
operasi dan pemeliharaan, serta rehabilitasi untuk menjaga pemanfaatan air dalam
bidang pertanian berdasarkan prinsip partisipatif, kesetaraan, kesejahteraan
umum, keadilan, otonomi, transparansi dan akuntabilitas, serta berwawasan
lingkungan.
Pengelolaan sistem irigasi partisipatif melibatkan semua pihak yang
berkepintingan dengan mengedepankan kepentigan dan peran serta petani.
Pelaksaannnya difasilitasi oleh Pemerintah tingkat Pusat, Provinsi, maupun
Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya dan memberikan bantuan sesuasi
dengan yang dibutuhkan oleh P3A dengan tetap memperhatikan prinsip
kemandirian.
Pemberdayaan dan pendayagunaan kelembagaan pengelolaan irigasi perlu
dilakukan untuk menjamin pengelolaan irigasi. Kelembagaan pengelolaan irigasi
tersebut meliputi instansi pemerintah, perkumpulan petani pemakai air (P3A), dan
komisi irigasi. Perkumpulan petani pemakai air dibentuk secara demokratis pada
setiap daerah layanan/petak tersier atau desa dan dapat membentuk gabungan
perkumpulan petani pemakai air (GP3A) pada daerah layanan/blok sekunder,
gabungan beberapa blok sekunder, atau satu daerah irigasi. Selain itu perlu
dibentuk juga induk perkumpulan petani pemakai air (IP3A) pada daerah
layanan/blok primer, gabungan beberapa blok primer, atau satu daerah irigasi.
Sementara itu, Komisi Irigasi dibentuk untuk mewujudkan keterpaduan
pengelolaan sistem irigasi pada setiap provinsi dan kabupaten/kota.
PERENCANAAN, PELAKSANAAN KONSTRUKSI, OPERASI DAN
PEMELIHARAAN INFRASTRUKTUR SUMBER DAYA AIR
Pengelolaan sumber daya air, atau konkritnya infrastruktur sumber daya air
memiliki siklus (life-cycle) yang kerap disingkat dengan akronim SIDLAKOM
(Survai, Investigasi, Design, land Acquisition, Konstruksi, Operation dan
Maintenance) secara umum adalah meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan
konstruksi, operasi dan pemeliharaan.
1. Perencanaan
Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun untuk menghasilkan sebagai
pedoman dan arahan dalam pelaksanaan konservasi sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air. Rencana pengelolaan sumber daya air merupakan
salah satu unsur dalam penyusunan, peninjauan kembali, dan/atau
184
penyempurnaan tata ruang wilayah. Perencanaan pengelolaan sumber daya air
disusun sesuai dengan prosedur dan persyaratan melalui tahapan yang ditetapkan
dalam standar perencanaan yang berlaku secara nasional yang mencakup
inventarisasi sumber daya air. Inventarisasi sumber daya air dilakukan pada setiap
wilayah sungai di seluruh wilayah Indonesia, secara terkoordinasi oleh pengelola
sumber daya air. Penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air dilaksanakan
secara terkoordinasi oleh instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya
dengan mengikutsertakan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya
air dan masyarakat. Instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya
mengumumkan secara terbuka rancangan pengelolaan sumber daya air kepada
masyarakat. Masyarakat berhak menolak rancangan pemgelolaan sumber daya air
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kondisi setempat.
2. Pelaksanaan Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan
Pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air dilakukan berdasarkan
norma, standar, pedoman, dan manual (NSPM) dengan memanfaatkan teknologi
dan sumber daya lokal serta mengutamakan keselamatan, keamanan kerja, dan
keberlanjutan fungsi ekologis sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Setiap orang atau badan usaha dilarang melakujkan kegiatan pelaksanaan
konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada NSPM.
Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air serta operasi dan
pemeliharaan prasarana sumber daya air.
Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sumber daya air dilakukan oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau pengelola sumber daya air sesuai
dengan kewenangannya untuk menjamin kelestarian fungsi dan manfaat sumber
daya air.
Metode Pengambilan Data
Metode pengambilan data yang dilakukan dalam perencanaan untuk
pengembangan infrastruktur sumber daya air.
Metodenya antara lain dengan cara:
1. Metode literatur yaitu suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan data
dengan mengumpulkan, mengidentifikasi, mengolah data.
185
2. Metode observasi yaitu metode yang digunakan untuk mendapatkan data
dengan cara melakukan survey langsung ke lokasi. Hal ini sangat diperlukan
untuk mengetahui kondisi lokasi sebenarnya.
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SUMBER DAYA AIR YANG
BERKELANJUTAN
Pembangunan berkelanjutan sangat memperhatikan optimalisasi manfaat
sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan cara menyelaraskan aktivitas
manusia dengan kemampuan sumber daya alam untuk menopangnya. Komisi
dunia untuk lingkungan dan pembangunan mendefinisikan pembangunan
berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang.
Tujuan pembangunan berkelanjutan yang bermutu adalah tercapainya standar
kesejahteraan hidup manusia yang layak, sehngga tercapai taraf kesejahteraan
masyarakat secara menyeluruh. Taraf kesejahteraan ini diusahakan dicapai
dengan menjaga kelestarian lingkungan alam serta tetap tersediannya sumber
daya yang diperlukan. Salah satu konsep terkait dengan pembangunan yang
memperhatikan dampak terkecil dari kerusakan lingkungan tetapi menghasilkan
manfaat yang optimal adalah kosep Eco-Efficiency.
Konsep Eco- Efficiency
Eco-efficiency untuk pertama kalinya dipromosikan dalam The World
Business Council on Sustainable Development (WBCSD) sebagai konsep bisnis
untuk memperbaiki kinerja ekonomi dan kondisi lingkungan pada setiap
perusahaan. Eco-efficiency telah dipertimbangkan dengan memperhitungkan
penghematan sumber daya dan pencegahan polusi dari industri manufaktur
sebagai pemicu untuk inovasi dan daya saing di semua jenis perusahaan. Pasar
uang juga mulai mengenali nilai eco-efficiency karena banyak perusahaan yang
menerapkan eco-efficiency dapat menghasilkan performa yang lebih baik secara
finansial.
Menurut Tamlyn, pengertian eco-efficiency perlu memperhatikan dampak
lingkungan meliputi pertimbangan ekologi dan ekonomi yang merupakan strategi
untuk mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan nilai produksi. Dengan
mempertimbangkan hal-hal tersebut maka akan terdapat upaya untuk mengurangi
dampak lingkungan namun dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun
186
hal yang penting untuk dicatat adalah terjadinya hubungan yang memberikan
peluang untuk saling berubah secara posistif antara satu dengan yang lainnya.
WBCSD telah mengidentifikasi 7 (tujuh) elemen yang dapat digunakan dalam
menjalankan bisnis perusahaan untuk meningkatkan eko-efisiensi proses
bisnisnya yaitu: 1) mengurangi penggunaan bahan baku; 2) mengurangi
penggunaan energi; 3) mengurangi limbah beracun dari hasil produksi; 4)
meningkatkan kemampuan daur ulang; 5) memaksimalkan penggunaan energi
terbarukan; 6) memperpanjang daya tahan produk; dan 7) meningkatkan
intensitas layanan.
Indikator eco-efficiency pada tingkat penrusahaan dapat diterapkan untuk
mengukur seberapa besar tingkat efisiensi sumberdaya yang digunakan dalam
suatu usaha. Misalnya seberapa besar sumber daya energi, air dan bahan baku
utama yang digunakan untuk mentransformasikan menjadi produk yang layak
jual. WBCSD menyarankan agar menggunakan ratio antara nilai produk atau jasa
per pengaruh lingkungan. Dari pernyataan WBCSD tersebut selanjutanya oleh
Fuse, Horikoshi, Y.Kumai dan Taniguchi, dalam penerapannya disebut sebagai
faktor eco-efficiency yang dapat diformulasikan dalam bentuk persamaan sebagai
berikut:
Keterkaitan Eco-Efficiency dengan Infrastruktur Sumber Daya Air
Eco-efficient dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air merupakan
upaya untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan yang disebabkan
oleh kegiatan konstruksi, dalam hal ini adalah konstruksi infrastruktur sumber
daya air yang memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam
penerapan eco-efficiency, bahan baku yang digunakan perlu mempertimbangkan
berasal dari dalam negeri. Hal ini akan mengurangi biaya pengiriman bahan baku
sehingga akan lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar, yang pada akhirnya
dapat mengurangi emisi karbon. Pemanfaatan bahan bangunan dan teknologi
ramah lingkungan perlu disosialisasikan dan dilaksanakan secara optimal untuk
mengurangi dampak kerusakan ekologis dalam pembangunan infrastruktur
sumber daya air, serta operasi dan pemeliharaannya.
187
3. Penerapan Eco-Efficiency dalam Pembangunan Infrastruktur Sumber
Daya Air
Dalam rangka penerapan konsep eco-efficiency dalam pembangunan
infrastruktur sumber daya air, Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya
yang dijelaskan di bawah ini:
Konservasi Sumber Daya Air
Konservasi sumber daya air dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia
dilatarbelakangi pada beberapa hal sebagai berikut:
Perlunya keseimbangan kebutuhan air saat ini dan di masa mendatang
Penggunaan persediaan air yang ditampung pada saat musim hujan
untuk digunakan pada musim kemarau
Meningkatkan ketersediaan air tanah
Perbandingan infrastruktur skala besar dengan infrastruktur skala kecil
Kebijakan Pemerintah Indonesia: peningkatan embung yang dikelola
oleh petani di perdesaan dan daerah pertanian.
Berdasarkan pengalaman, Pemerintah Indonesia saat ini mencoba untuk
meminimalkan dampak pembangunan infrastruktur sumber daya air melalui
pembangunan skala mikro yang meningkatkan partisipasi masyarakat untuk
mendukung konsep ramah lingkungan. Dengan partisipasi masyarakat, biaya
operasi dan pemeliharaan dapat lebih efisien dan anggaran dapat dikurangi.
Perbandingan dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air ditampilkan
dalam tabel berikut.
Tabel 1: Perbandingan Bendungan dan Embung
Kriteria BendunganField Reservoir
(Embung)
Fungsi Jangka Panjang Jangka Pendek
Investasi Tinggi Rendah/Moderat
Partisipasi
MasyarakatRendah Tinggi
Dampak Sosial Tinggi Rendah/Moderat
Kapasitas Besar Kecil/Medium
Dampak
LingkunganResiko Tinggi
Ramah
Lingkungan
188
Sebagai tambahan pengembangan waduk dan embung, pemerintah juga
mendorong konservasi sumber daya air lainnya yang memberikan lebih banyak
pada peningkatan air tanah dan penguranan limpasan air permukaan. Konservasi
sumber daya air yang diperkenalkan oleh Handojo (2008) dapat dibagi menjadi
konservasi di hulu, tengah dan hilir sungai wilayah.
Daerah Hulu (Parit resapan)
1. Parit resapan merupakan penampungan air sementara untuk menampung
limpasan air permukaan supaya terserap ke dalam tanah.
2. Fungsi dari parit resapan tersebut adalah untuk mengurangi air limpasan,
menyaring polutan, dan meningkatkan pengisian ulang air tanah.
3. Parit resapan dibuat dengan kedalaman kurang dari 1 m dan lebar 80 cm.
Parit dapat diisi dengan kerikil atau dikominasikan dengan pipa.
Gambar 45 Parit Resapan di Daerah Hulu
Daerah Tengah (Embung resapan)
1. Membuat embung resapan: efektif dengan pendekatan keteknikan yang
ringan, berdasarkan pada proses alami untuk mengantisipasi banjir dan
kekeringan.
2. Menyediakan waktu untuk air dapat terserap
3. Menampung air hujan yang dapat digunakan saat musim kemarau
4. Meningkatkan kualitas air
189
Gambar 46 Embung Resapan di Daerah Tengah
Daerah hilir (Sumur resapan)
1. Membangun sumur resapan.
2. Meningkatkan pengisian kembali air tanah.
3. Sebagai upaya untuk mengatasi ekstrasi air tanah yang akan
mengakibatkan penurunan tanah.
4. Berkontribusi dalam mengurangi limpasan air permukaan.
Gambar 47 Sumur Resapan di Daerah Hilir
KESIMPULAN
Infrastruktur dan dampaknya terhadap lingkungan adalah konsumsi terhadap
sumberdaya (energi, air,bahan dan lahan) selama konstruksi dan operasi.
Pengurangan emisi sebagai limbah dari sampah, gas rumah kaca, dan sebagainya
perlu dipertimbangkan untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air, pemerintah sebagai
regulator perlu mensosialisasikan pentingnya pelaksanaan pembangunan dengan
mempertimbangkan faktor lingkungan sehingga dapat tercapai efisiensi baik dari
sisi ekonomi maupun ekologi. Di sisi lain, kekhawatiran terhadap peningkatan
limbah material bangunan sejalan dengan pemahaman masyarakat mengenai
190
pembangunan berbasis lingkungan. Pada akhirnya, pelaksanaan konstruksi perlu
menekan sebanyak mungkin efek terhadap polusi air, udara, dan suara.
Pemanfaatan bahan bangunan yang ramah terhadap lingkungan perlu didukung
semaksimal mungkin, dengan perhatian khusus dan insentif terhadap harga pasar.
Penggunaan tidak hanya didasarkan pada material buatan manufaktur, tetapi perlu
juga mempertimbangkan material alami.
191
KAJIAN LINGKUNGAN
1. KAJIAN LINGKUNGAN STRATEGIS
PENGERTIAN KLHS
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) atau Strategic Environmental
Assesment (SEA) adalah suatu alat bantu untuk mengatasi persoalan lingkungan
hidup dengan melakukan sebuah langkah/tindakan dalam menuntun,
mengarahkan, dan menjamin efek negatif terhadap lingkungan dan keberlanjutan
dipertimbangkan dalam Kebijakan, Rencana, dan Program tata ruang dalam
mengatasi persoalan lingkungan hidup.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah sebuah tindakan strategil
dalam menuntun, mengarahkan, dan menjamin efek negatif terhadap lingkungan
dan keberlanjutan dipertimbangkan dalam KRP tata ruang. Posisinya berada pada
relung pengambilan keputusan. Oleh karena siklus dan bentuk pengambilan
keputusan dalam perencanaan tata ruang tidak selalu gamblang, maka manfaat
KLHS bersifat khusus bagi masing masing RTRW. KLHS bisa menentukan
substansi RTRW, bisa memperkaya proses penyususnan dan evaluasi keputusan,
bisa dimanfaatkan sebagai instrumen metodologis pelengkap (komplementer)
atau tambahan (suplementer) dari penjabaran RTRW atau kombinasi beberapa
atau semua fungsi-fungsi diatas.
Berdasarkan uraian tersebut, maka diperlukan suatu instrumen yang nantinya
dapat dipergunakan untuk memastikan aspek lingkungan telah terintegrasi dalam
penyusunan tata ruang. Instrumen tersebut saat ini dikenal dengan nama Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Dimana KLHS ini sesuai dengan Pertauan
Menteri Lingkungan Hidup No. 27 Tahun 2009 adalah sebuah proses
mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup dalam pengambilan keputusan terhadap kebijakan, rencana,atau program
(KRP).
KLHS diperlukan untuk memastikan bahwa prinsp pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan integrasi dalam kebijakan, rencana, da
/atau program RTRW suatu daerah. Apabila dalam KRP RTRW tersebut
pertimbangan – pertimbangan lingkungan belum diperhitungkan atau dimasukan,
adalah fungsi KLHS untuk melakukan perbaikan dalam kerangka pikir
perencanaan tata ruang wilayah. Hal ini dilakukan untuk mengatasi atau
192
meminimalisasi persoalan lingkungan hidup yang berdampak akan terjadi akibat
KRP RTRW suatu daerah tersebut.
2. MODEL PENDEKATAN / KELEMBAGAAN KLHS
UNEP (2002) dan Sadler (2005) mengidentifikasi adanya 4 model
pendekatan.kelembagaan KLHS, antara lain :
1. KLHS dengan kerangka dasar AMDAL (EIA Mainframe)
KLHS dalam model ini secara formal ditetapkan sebagai bagian dari
peratuaran perundangan AMDAL atau melalui peraturan lain namun memiliki
prosedur yang terkait dengan AMDAL
2. KLHS sebagai kajian penilaian keberlanjutan lingkunga (Environmental
Appraisal Style)
KLHS model ini menggunakan proses yang terpisan dengan sistem AMDAL.
Prosedur dan pendekatannya telah dimodifikasi hingga memiliki karakteristik
sebagai penilaian lingkungan.
3. KLHS sebagai kajian terpadu atau penilaian keberlanjutan (Integrated
Assesment/Sustainability Appraisal)
KLHS ditempatkan sebagai bagian dari kajian yang lebih luas untuk
menilai/menganalisis dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup secara
terpadu. Banyak pihak menempakan model ini bukan sebagai KLHS melainkan
Kajian Terpadu untuk Jaminan Keberlanjutan (ISA)
4. KLHS sebagai pendekatan untuk pengelolaan berkelanjutan sumberdaya
alam (Susainable Resource Management)
KLHS diaplikasikan dala kerangka pembangunan berkelanjutan dan
dilaksanakan sebagai bagian tak terpisahkan dari hierarki sistem perencanaan
penggunaan lahan dan sumberdaya alam serta sebagai bagian dari strategi spesifk
pengelolaan sumberdaya alam.
3. DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN HIDUP
Permasalahan Pengelolaan Sumberdaya Air di Pulau Jawa
Kebutuhan Air Semakin Meningkat
Meskipun Indonesia termasuk 10 negara di dunia yang mempunyai sumber
daya air besar, hal itu tidak menjamin akses terhadap sumber daya tersebut secara
mudah dapat diperoleh. Masalahnya, krisis air di Indonesia merupakan masalah
193
kronis karena hampir selalu terjadi setiap tahun. Penyebabnya karena distribusi
ketersediaan air di Indonesia tidak merata. Pulau Jawa tergolong pulau yang
kritis air (water stress area) dimana setiap penduduk di Jawa hanya terpenuhi
kebutuhan airnya dalam satu tahun sebesar 1.750 meter kubik per kapita. Suatu
wilayah masuk dalam kategori kritis air karena pemenuhan kebutuhan airnya
sudah di bawah 2.000 meter kubik per kapita per tahun yang dipersyaratkan.
2.2.2 Perubahan Penutupan Lahan
Hasil penafsiran citra landsat tahun 2005, hutan alam di pulau Jawa tinggal
lebih kurang 400.000 hektar, sedangkan total penutupan lahan oleh vegetasi
(hutan, perkebunan, mangrove dan lain-lain) hanya mencapai 21 persen sehingga
lebih rendah dari yang disyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang, yaitu setiap Daerah Aliran Sungai (DAS) minimal 30
persen harus berupa hutan dan pada daerah perkotaan 30 persennya berupa Ruang
Terbuka Hijau (RTH). Luas penutupan sawah tinggal 2,63 juta hektar (20,8
persen) yang dalam kurun waktu 15 tahun telah terjadi penurunan luas sawah
sebesar 7 persen.
Perubahan alih fungsi lahan di Jawa memang tidak dapat di hindari terkait
dengan tekanan jumlah penduduk dan tuntutan kebutuhan kehidupan yang terus
meningkat. Upaya moratorium alih fungsi lahan misalanya melalui Instruksi
Presiden tentang pelarangan konversi lahan irigasi teknis tidak sepenuhnya
berhasil, malah dalam kenyataan sebaliknya terutama terjadi di daerah hinterland
perkotaan. Hasil perhitungan Jejak ekologi menunjukkan daya dukung lahan di
semua provinsi di jawa sudah terlampaui yaitu baik menggunakan standar
kebutuhan lahan sangat sederhana (0,256 hektar/kapita), atau dengan standar
kebutuhan lahan sedang (0,78 hektar/kapita).
Banjir dan Kekeringan dalam Siklus Hidrologi
Dalam siklus hidrologi sering terjadi dua hal yang ekstrim yitu kekeringan dan
banjir. Untuk memahami keadaan kedua ekstrim tersebut diperlukan pemahaman
bagaimana air dapat disimpan dengan baik didalam maupun dipermukaan tanah
dan bagaimana agar siklus air bekerja secara alamiah. Beberapa faktor yang
menjadi penyebab banjir, ternyata bukan hanya disebabkan karena curah hujan
yang tinggi, akan tetapi juga diakibatkan karena kondisi iklim global yang
194
menyebabkan naiknya air laut, sehingga air hujan tidak dapat mengalir dengan
lancar ke laut.
Musim kemarau utamanya di Pulau Jawa selalu mengalami kekeringan dan
kesulitan air. Jumlah wilayah yang menderita kekeringan dari tahun ketahun
terlihat semakin meningkat dan meluas. Hal ini diakibatkan tidak hanya oleh
rusaknya lingkungan di daerah tangkapan air, akan tetapi juga diakibatkan oleh
pesatnya pembangunan fisik serta rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam
penggunaan air yang tidak diikuti dengan upaya menjaga dan melestarikan
sumber daya air.
Menurut Badan Meteorologi dan Geofisika setidaknya terdapat 30 kabupaten
yang mengalami kesulitan air, dan tergolong parah adalah yaitu di 13 kabupaten
di provinsi Jawa Timur, 12 kabupaten di Jawa Tengah, 3 di Jawa Barat, 2 di DI.
Yogyakarta, dan 2 kabupaten di provinsi Banten. Sedangkan menurut data BPS
tahun 2000, desa yang rawan air bersih meliputi desa-desa di kabupaten Serang,
Tangerang, Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu, Cirebon, Garut, Sukabumi,
Grobogan, Demak, Blora, Rembang, Brebes, Wonogiri dan Cilacap.
Penurunan Kualitas Air
Penggundulan hutan yang semakin lama semakin ke arah hulu sungai
membuat kemampuan DAS menyerap air berkurang. Jumlah air permukaan yang
mengalir menjadi lebih banyak. Dengan menggunakan istilah run off coefficient,
yaitu jumlah air yang mengalir dibanding jumlah air hujan yang turun sebagai
indikasi dari rusaknya hutan. Curah hujan yang tidak merata sepanjang tahun,
kondisi DAS yang rusak dapat dikendalikan dengan pembangunan saluran irigasi.
Namun, kondisi prasarana irigasi yang dibangun pemerintah serta waduk dan
saluran irigasi banyak yang rusak parah. Dari total jaringan irigasi di pulau Jawa
seluas 3,28 juta hektar, 379,761 ribu hektar rusak. Kerusakan sebesar lebih dari
10 persen ini amat mengganggu. Upaya untuk menyeimbangkan debit maksimum
dan minimum rasionya dapat dilakukan dengan pembangunan waduk. Hujan
yang jatuh di hulu karena kondisi DAS rusak semua mengalir ke bawah,
ditampung waduk yang pada musim kemarau dapat sebagai cadangan air untuk
irigari, air baku, dan kebutuhan lainnya.
Pencemaran Air
195
Pencemaran air pada umumnya diakibatkan oleh kegiatan manusia. Besar
kecilnya pencemaran akan tergantung dari jumlah dan kualitas limbah yang
dihasilkan. Sampah organik yang dibuang ke sungai menyebabkan berkurangnya
jumlah oksigen terlarut, karena sebagian besar digunakan bakteri untuk proses
pembusukannya. Apabila sampah anorganik yang dibuang ke sungai, cahaya
matahari dapat terhalang dan menghambat proses fotosintesis dari tumbuhan air
dan alga, yang menghasilkan oksigen. Penggunaan deterjen secara besar-besaran
juga meningkatkan senyawa fosfat pada air sungai atau danau. Fosfat ini
merangsang pertumbuhan ganggang dan eceng gondok. Pertumbuhan ganggang
dan eceng gondok yang tidak terkendali menyebabkan permukaan air danau atau
sungai tertutup sehingga menghalangi masuknya cahaya matahari dan
mengakibatkan terhambatnya proses fotosintesis.
Kerusakan Pesisir dan Pantai
Secara ekologis berpotensi sebagai perlindungan terhadap wilayah pesisir dan
pantai dari ancaman sedimentasi, abrasi, dan intrusi air laut. Kawasan mangrove
di pantai utara Jawa Tengah pada umumnya tergolong rusak berat dan rusak
sedang dengan luas masing-masing 43.903 hektar dan 32.502 hektar. Penyebab
kerusakan adalah terjadinya alih fungsi hutan mangrove menjadi perumahan,
tambak, polusi laut, reklamasi, serta kawasan wisata pantai. Potensi kawasan
mangrove di wilayah DKI Jakarta saja pada tahun 1939 tercatat 1.210 hektar, saat
sekarang tercatat tinggal 310,50 hektar. Dari potensi luasan tersebut, 168 hektar
diantaranya berada di pantai Jakarta, meliputi: (a) kawasan Hutan Lindung (44,0
hektar), Suaka Alam (25,0 hektar), dan hutan wisata mangrove (99,0 hektar).
Kerusakan lingkungan yang dialami wilayah pesisir utara Pulau Jawa, makin
lama makin parah, penyebabnya adalah terjadinya abrasi, pengikisan daratan oleh
air laut. Diperparah lagi, tanaman bakau dan terumbu karang yang menjadi
pertahanan pantai utara ikut hancur. Akibat abrasi berbagai infrastruktur rusak,
lingkungan hancur, ekosistem berubah. Dan secara sosial ekonomi juga
menciptakan bencana terhadap penduduk. Pencemaran industri dan abrasi yang
jadi penyebabnya. Bencana alam di daerah itu, seperti rob dan pencemaran
lingkungan semakin tak terelakkan. Sekitar 84 kilometer bibir pantai di bagian
utara Jawa Tengah mengalami kerusakan akibat abrasi yang melanda kawasan
pesisir. Panjang bibir pantai utara Jawa Tengah yang mencapai 441 kilometer,
membanting dari wilayah Brebes hingga Rembang, telah mengalami kerusakan
196
4. PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN
HIDUP
Pencegahan, Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup
Instrumen pencegahan kerusakan lingkungan hidup terdiri atas : (1) KLHS; (2)
Tata ruang; (3) Baku mutu lingkungan hidup; (4) Kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup; (5) Amdal; (6) UKL-UPL; (7) Perizinan; (8) Instrumen
ekonomi lingkungan hidup; (9) Peraturan perundang-undangan berbasis
lingkungan hidup; (10) Anggaran berbasis lingkungan hidup; (11) Analisis risiko
lingkungan hidup; (12) Audit lingkungan hidup; (13) Instrumen lain sesuai
dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi
dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan,
rencana, dan/atau program, maka sesuai amanat UU No. 32 tahun 2009 bahwa
Pemerintah dan Pemerintah Daerah diwajibkan untuk membuat Kajian
Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Adapun dalam KLHS sedikitnya harus
memuat :
(1) Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
(2) Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;
(3) Kinerja layanan/jasa ekosistem;
(4) Efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam;
(5) Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim;
(6) Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
Penanggulangan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup
Penanggulangan kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup adalah
upaya untuk menghentikan meluas dan meningkatnya kerusakan dan atau
pencemaran lingkungan hidup serta dampaknya.
197
Gambar 2. Tahapan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup
Pemulihan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup
Pemulihan kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup adalah upaya
untuk mengembalikan fungsi hutan dan atau lahan yang berkaitan dengan
kebakaran hutan dan atau lahan sesuai dengan daya dukungnya, adapun upaya
pemulihan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
Gambar 3. Tahapan
Pemulihan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup
Pemeliharaan Lingkungan Hidup
Pemeliharaan lingkungan hidup adalah upaya yang dilakukan untuk menjaga
pelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya penurunan atau
kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh perbuatan manusia.
Pemeliharaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui konservasi dan pencadangan
sumberdaya alam serta pelestarian fungsi atmosfer. Konservasi sumberdaya alam
meliputi kegiatan pencadangan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari
sumberdaya alam. Pencadangan sumberdaya alam merupakan sumberdaya alam
yang tidak dapat dikelola dalam kurun waktu tertentu. Pelsetarian sumberdaya
alam meliputi upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, perlindungan lapisan
ozon, dan perlindungan terhadap hujan asam.
5. KONSEP KLHS DALAM PERENCANAAN TATA RUANG
Efektivitas KLHS sebagai instrumen pengelolaan LH menuju pembangunan
berkelanjutan karena kajian lingkungan tersebut dilaksanakan pada tahap awal
proses pengambilan keputusan perencanaan pembangunan. Pada tahap awal ini
198
terdapat berbagai alternatif yang belum tertutup oleh keputusan tertentu. Dengan
demikian, sebuah studi dampak lingkungan atas KRP memberi kesempatan untuk
memasukkan aspek LH dalam proses perencanaan pada tahap sangat awal
sehingga dapat sepenuhnya memprakirakan dampak lingkungan potensial,
termasuk yang bersifat kumulatif jangka panjang dan sinergistik, baik pada
tingkat lokal, regional, nasional maupun global (Lee dan Walsh, 1992;
Partidario, 1996; Annandale dan Bailey, 1999; Therivel, 2004).
Dengan kata lain, KLHS bergerak di bagian hulu dari suatu proses
pengambilan keputusan, yaitu KRP. Untuk memudahkan pemahaman KLHS,
berikut ini adalah definisi KLHS yang digunakan sebagai acuan. Definisi serupa,
tapi berbeda perspektif dan penekanannya dapat dilihat sebagai berikut:
“SEA is a systematic process for evaluating the environmental consequences
of proposed policy,plan, or program initiatives in order to ensure they are fully
included and appropriately addressed at the earliest appropriate stage of
decision-making on par with th economic and social considerations” (Sadler dan
Verheem, 1996).
Definisi tersebut menunjukkan bahwa Skala sasaran kajian KLHS lebih luas
daripada instrumen pengelolaan LH lain, misalnya AMDAL karena analisis
dampak KRP mempunyai implikasi dampak lebih luas/makro. Selain itu, KLHS
fokusnya adalah pada tataran konsep dan bukan pada tataran disain teknis yang
bersifat fisik. Yang terakhir ini menjadi tekanan/fokus studi AMDAL.
Kata “stratejik” dalam KLHS menjadi kata kunci yang membedakan antara
instrumeninstrumen pengelolaan lingkungan yang telah dilaksanakan dan
instrumen KLHS. Istilah “stratejik” dalam konteks KLHS secara umum dapat
diartikan secara konseptual berkaitan dengan “akar” permasalahan yang harus
menjadi fokus kajian lingkungan yang dilakukan, yaitu proses dan hasil
pengambilan keputusan. Pengertian “stratejik” dalam KLHS pada umumnya
berasosiasi dengan tiga hal berikut (Partidario, 1994):
1. strategis dalam konteks pengambilan keputusan;
2. keberlanjutan proses pengambilan keputusan, yaitu proses penyempurnaan
KRP secara terusmenerus;
199
3. fokus pada manfaat hasil keputusan, merujuk pada beragamnya alternatif
pilihan KRP dalam proses perencanaan pembangunan yang bersifat
“strategis”.
Pertanyaannya adalah: pilihan KRP apa yang mungkin dilakukan untuk
menangani satu persoalan khusus atau kebutuhan yang spesifik?; konsekuensi
lingkungan apa yang akan terjadi sebagai respons dari pilihan tersebut?, dan
pilihan KRP mana yang dari segi lingkungan terbaik? Jawaban
pertanyaanpertanyaan ini jauh lebih penting (dari kepentingan lingkungan)
daripada menunjukkan rencana kegiatan yang akan dilakukan, kemudian
mempertanyakan: dampak lingkungan apa yang akan terjadi? Kasus yang terakhir
adalah pola pendekatan yang dilakukan dalam AMDAL.
CONTOH PENERAPAN KLHS DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA
AIR
Sebagai instrumen baru, belum banyak pemerintah daerah yang sudah
menyusun KLHS. Salah satu daerah yang sudah memiliki dokumen KLHS adalah
Provinsi DIY. Penyusunan KLHS di DIY diinisiasi dan selanjutnya
dikoordinasikan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH). BLH DIY merencanakan
KLHS dibagi untuk tiga kawasan berdasarkan homogenitas sifat fisik dan
keterkaitan isu. Ketiga kawasan tersebut adalah Kartamantul dengan isu
sumberdaya air, Gunungkidul dengan isu pengelolaan kawasan karst, serta
Kulonprogo dengan isu bencana longsor. Salah satu KLHS yang sudah disusun
adalah KLHS untuk Kartamantul , dimana Penulis juga terlibat dalam
penyusunannya.
KLHS Kartamantul dengan fokus pada konservasi sumberdaya air didasari
pada kenyataan perkembangan wilayah Sleman sbagai kawasan
penyangga sudah mengkhawatirkan dari sisi konservasi. Perubahan tata guna lahan
cukup tinggi dan cenderung meningkat. Perubahan tertinggi adalah konversi dari
lahan pertanian ke lahan terbangun. Perubahan tersebut sebagian besar terjadi
untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti untuk permukiman, pendidikan,
wisata dan tempat peristirahatan. Pada akhirnya perubahan tersebut telah
mengurangi fungsi konservasi. Di sisi lain, wilayah tengah yaitu Kota Yogyakarta
merupakan pusat perekonomian berupa perdagangan, jasa, dan industri dan
menjadi tempat tujuan bagi warga Kabupaten Sleman (kawasan hulu) dan
200
warga Kabupaten Bantul (kawasan hilir) untuk mencari rejeki. Dengan demikian
terjadi hubungan timbal balik yang saling membutuhkan antara kawasan utara
(hulu), tengah dan selatan (hilir).
Sebagaimana paparan di atas permasalahan lingkungan hidup paling krusial
untuk Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta adalah
sektor sumberdaya air. Secara garis besar dibutuhkan kebijakan komprehensif
dan holistik untuk pengelolaan sumberdaya air di ketiga wilayah tersebut.
Oleh karena itu, KLHS ini akan berfokus pada aspek kebijakan pengelolaan
sumberdaya air atau dapat dikatakan KLHS ini termasuk tipe kombinasi
sektoral-kebijakan.
Hasil KLHS telah mengidentifikasi banyak isu spesifik terkait sumberdaya air,
baik dari aspek lingkungan fisik, kebijakan dan kelembagaan, tata ruang, ekonomi,
dan sosial kependudukan. Kompleksitas isu tersebut mencakup lintas wilayah,
lintas sektor, dan lintas kelembagaan. Untuk mengurai atau mencari benang merah
dalam rangka menentukan solusi permasalahan, diperlukan langkah yang sifatnya
prioritatif dan memiliki cakupan komprehensif dan holistik. Langkah tersebut
merupakan representasi dari pelingkupan isu-isu yang ada. Pelingkupan isu yang
dilakukan diarahkan pada bagaimana kebijakan yang seharusnya diputuskan untuk
meminimalisasi isu utama tersebut. Pelingkupan isu sumberdaya air di Kabupaten
Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul antara lain adalah :
a. Konversi lahan pertanian ke lahan terbangun
b. Kurang optimalnya penataan dan pengendalian ruang
c. Belum ada kebijakan khusus untuk pengelolaan sumberdaya air Kabupaten
Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul
d. Kurangnya sarana peresapan air hujan
e. Kurangnya monitoring pencemaran airtanah dan air sungai
f. Kesadaran sosial dan budaya terhadap lingkungan kurang dan belum tergerak
masif
Alternatif kebijakan yang direkomendasikan untuk pengelolaan lingkungan dan
sumberdaya air di Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul adalah
sebagai berikut :
a. Kebijakan koordinasi tata ruang
b. Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang
c. Kebijakan pengembangan sarana peresapan atau penangkapan air hujan
201
d. Kebijakan pengendalian pencemaran air
e. Kebijakan partisipasi sosial budaya
Kebijakan-kebijakan di atas perlu dirincikan, baik substansi, mekanisme, dan
siapa yang bertanggungjawab. Kajian mendalam perlu dilakukan, seperti dalam
valuasi ekonomi dan penentuan prioritas kebijakan dari multi kriteria yang ada.
Kebijakan-kebijakan tersebut tidak harus berdiri sendiri dan merupakan produk
baru. Akan lebih efektif jika bersifat mengevaluasi atau melengkapi yang sudah
ada serta dapat tercakup dalam beberapa kebijakan saja. Yang perlu diperhatikan
lagi adalah realistis dan optimal tanpa mengurangi hal yang ideal. Siapa, apa, dan
bagaimana merupakan kunci manajerial kebijakan tersebut. Hal ini merupakan
rambu-rambu atau pijakan bagi kelanjutan pelaksanaan KLHS agar tetap fokus
dan berkesinambungan. Kunci penting lainnya adalah sistem pengelolaan yang
adaptif terhadap dinamika, sehingga setiap ada perubahan tidak membutuhkan
kajian yang lama lagi, melainkan tinggal updating data dan koordinasi untuk
penyikapan kebijakan.
Hasil akhir dalam KLHS adalah bagaimana pengelolaan dan pemantauannya.
KLHS merekomendasikan pengelolaan Kartamantul kaitannya dengan konservasi
airtanah. Kawasan Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul
dapat dibagi dalam 3 (tiga) kriteria kawasan konservasi resapan air yang wajib
untuk dipertahankan dan ditingkatkan yaitu:
1. Kawasan Sangat Intensif
Merupakan kawasan air tanah tanah sekaligus kawasan lindung untuk resapan air
dimana perubahan lahan dari non terbangun menjadi terbangun sebaiknya tidak
dilakukan lagi
2. Kawasan Intensif
Merupakan kawasan konservasi air tanah sekaligus kawasan budidaya pertanian
lahan basah dan kering dimana untuk konservasi air tanahnya dilakukan dengan sangat
membatasi perubahan lahan dari non terbangun menjadi terbangun dan diarahkan untuk
pengembangannya secara vertikal.
3. Kawasan Restorasi
Merupakan kawasan konservasi air tanah sekaligus sebagai kawasan
pengembangan lahan terbangun, karena fokusnya pada pengembangan lahan terbangun
maka koservasi air tanah yang dilakukan di kawasan ini lebih banyak bersifat mekanis
202
seperti biopori, sumur resapan dan teknologi lain yang bisa dilakukan untuk infiltrasi
air tanah.
Ancaman terhadap konservasi airtanah paling besar adalah konversi lahan yang
tinggi. Oleh karena itu perlu prioritas pengendalian pemanfaatan ruangdalam rangka
pengendalian laju konversi lahan. Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang dan
pembangunan adalah sebagai berikut :
1) Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang didasarkan pada arahan-arahan yang
tercantum dalam RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota, RTRK, RDTRK, dan
RTBL;
2) Pengendalian pemanfaatan ruang meliputi sistem kegiatan, pemanfaatan ruang
publik dan privat, ketentuan teknis bangunan, berbagai sektor kegiatan, sistem
prasarana wilayah serta fasilitas dan utilitas kawasan;
3) Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui kegiatan perijinan,
pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang.
4) Apabila mekanisme pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pembangunan tidak
memenuhi ketentuan yang ditetapkan maka akan dilakukan penertiban dengan (1)
pencabutan ijin, atau (2) pembongkaran dan atau (3) pengenaan denda progresif/
disintensif.
Mendasarkan pertimbangan sebelumnya, diperlukan kebijakan daerah yang secara
spesifik berisi upaya pengelolaan sumberdaya air di Kabupaten Sleman, Kota
Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul. Selama ini kebijakan utama sudah ada, yaitu
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Konsep RTRW secara umum bisa
megakomodasi kebutuhan pengaturan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan
ruang serta pengelolaan kawasan konservasi sumberdaya air. Oleh karena itu terdapat
dua alternatif yang dapat dipertimbangkan, yaitu :
1. Peraturan mensejajarkan kebutuhan upaya pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Peraturan yang dapat disusun adalah Peraturan Gubernur Tentang
Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang. Pada tahap berikutnya adalah
menyiapkan serial Peraturan Gubernur tentang Pemanfaatan dan Pengendalian
Pemanfaatan Ruang. Artinya tidak hanya satu tetapi ada beberapa peraturan yang
dibutuhkan. Misalnya dapat disiapkan seri Peraturan Gubernur tentang :
a. Petunjuk Pelaksanaan Pengaturan Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan
Ruang
b. Pengorganisasian Pengaturan Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
203
c. Insentif dan Disinsetif dalam Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
d. Partisipasi Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
e. Pembiayaan Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
f. Pengelolaan Kawasan Lindung
g. Pengelolaan Kawasan Budidaya
h. dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
2. Peraturan yang mengatur pengelolaan kawasan lindung merupakan penjabaran
dari peraturan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pengelolaan kawasan
lindung diatur dengan Peraturan Gubernur. Pada tahap berikutnya adalah disiapkan
serial Peraturan Gubernur tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Kawasan
Lindung. Artinya tidak hanya satu tetapi ada beberapa peraturan yang
dibutuhkan. Misalnya dapat disiapkan seri Peraturan Gubernur tentang :
a. Pengorganisasian Pengelolaan Kawasan Lindung
b. Penetapan Kawasan Lindung Diluar Kawasan Hutan
c. Penetapan Kawasan Lindung Lainnya
d. Insentif dan Disinsetif dalam Pengelolaan Kawasan Lindung
e. Partisipasi Pengelolaan Kawasan Lindung
f. Pembiayaan Pengelolaan Kawasan Lindung
g. dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
Selain kebijakan juga perlu disiapkan kelembagaan/instiusinya. Institusi
pengelolaan tata ruang dan kawasan konservasi di Kartamantul dapat dikoordinasikan
pada sebuah forum atau lembaga. Beberapa alternatif lembaga atau forum tersebut
diantaranya :
1. Mengembangkan yang sudah ada, misalnya :
Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi DIY. Karena
kebutuhan dan kekhasannya, Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan
Kabupaten Bantul dapat menjadai Sub Bagian tersendiri. Konsekuensinya
lembaga ini diperkuat Tupoksi-nya agar lebih optimal
Sekretariat Bersama (Sekber) Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan
Kabupaten Bantul (Kartamantul). Konsekuensinya lembaga ini harus
diperluas kewenangan dan bidang garapnya.
2. Membuat forum/lembaga koordinasi baru
204
a. Diperlukan pula instansi yang melakukan monitoring dan evaluasi secara
definitif. Selama ini fungsi pengawasan pengendalian pembangunan atau
tata ruang sangat minim terlaksana. Beberapa alternatif yang dapat
melakukannya adalah :
b. Menjadi bagian dalam instansi pelaksana pengelolaan, misalnya menjadi
bidang khusus pada BKPRD atau Sekber Kartamantul.
c. Terpisah dengan instansi pelaksana pengelolaan, misal :
d. Meletakkan kewenangan pada Inspektorat Daerah, dengan memperluas
Tupoksinya menjadi semacam Inspektorat Pembangunan Daerah
e. Mengoptimalkan BAPEDA dengan bidang khusus yang lebih optimal
f. Membentuk lembaga pengawasan dan pengendalian baru
KESIMPULAN
1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis merupakan suatu instrumen yang
dibutuhkan dalam perencanaan tata ruang, yang berfungsi untuk melakukan
perbaikan dalam kerangka pikir perencanaan tata ruang wilayah sesuai dengan
hukum perlindungan lingkungan yang berlaku.
2. Adapun beberapa hal yang harus dimuat dalam KLHS, yaitu :
(1) Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
(2) Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;
(3) Kinerja layanan/jasa ekosistem;
(4) Efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam;
(5) Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim;
(6) Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati
205
ANALISA SYSTEM, PROYEK MULTI TUJUAN, DAN
ALOKASI DANA DALAM PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR
PSDA
1. Analisis Sistem
Pengambilan keputusan adalah bagian dari perencanaan yang akan selalu
dihadapi oleh setiap pengelola suatu usaha. Pihak berwenang akan memilih
alternatif terbaik dari yang tersedia. Tetapi pertanyaan berikutnya adalah
bagaimana menetukan alternatif mungkin dapat dilakukan tanpa banyak
mengalami kesulitan, tetapi untuk sistem yang kompleks diperlukan metode
tertentu untuk menghadapinya. Dalam konsep sistem tersedia metodologi untuk
menghadapi persoalan di atas, yaitu analisis sistem. Pada garis besarnya analisis
sistem adalah menganalisis dan memecahkan masalah pengambilan keputusan
dengan memilih alternatif yang terbaik, dengan melihat sumber daya yang
diperlukan dibandingkan manfaat yang akan diperoleh, termasuk pengkajian
risiko yang mungkin dihadapi. Pemilihan di atas dilakukan dengan simulasi, atau
metode matematis yang lain sebelum memberi kesimpulan dan mengambil
keputusan berdasarkan judgment (penilaian) atas dasar pengalaman.
2. Proses Analisis Sistem
Telah disebutkan di atas bahwa analisis sistem adalah proses mempelajari
suatu kegiatan, lazimnya dengan cara-cara matematis, untuk menentukan
(mengambil keputusan) tujuan, kemudian menyusun prosedur operasi dalam
rangka mencapai tujuan tersebut secara efisien. Dalam perkembangan
selanjutnya, analisis sistem tidak hanya menggunakan cara matematis tetapi juga
non matematis. Untuk membantu dan memudahkan pengambilan keputusan,
analisis sistem acapkali mempergunakan model. Model ini dapat berbentuk fisik,
formulasi matematik, atau program komputer. Proses analisis sistem terdiri dari
beberapa tahap, yaitu formulasi, penelitian, analisis/kesimpulan, dan verifikasi.
Pada tahap pertama, adalah formulasi atau merumuskan ide yang timbul. Awal
dari ide tersebut dapat berupa gagasan yang masih berupa konsep, kemudian
dikembangkan dengan memberikan penjelasan perihal tujuan, lingkup, risiko, dan
lain-lain.
206
Tahap berikutnya adalah penelitian yang mengumpulkan dan mempelajari data
dan informasi perihal gagasan tersebut. Pada tahap ini, komponen sistem dan
hubungan diantaranya didentifikasi, kemudian sumber daya yang diperlukan dan
antisipasi hambatan yang mungkin timbul diperkirakan. Selanjutnya, alternatif
untuk mencapai tujuan yang dimaksud disajikan.
Periode selanjutnya, adalah analisis yang membuahkan kesimpulan. Pada
tahap ini umumnya dibuat model untuk membandingkan alternatif-alternatif, yang
hasilnya diajukan kepada yang berwenang untuk diambil keputusan.
Tahap akhir adalah verifikasi, disini kesimpulan yang telah diambil diuji coba
dalam praktek atau penggunaannya secara nyata, dengan demikian akan diketahui
kebenaran atau kekurangan kesimpulan yang telah diambil.
Dari proses di atas terlihat bahwa metode analisis sistem relatif memerlukan
waktu untuk menyelesaikan langkah-langkah yang diperlukan sebelum sampai
kepada suatu kesimpulan, tetapi menyajikan suatu cara yang logis dan konsisten.
Oleh karena itu, apabila yang dihadapi adalah pemilihan berbagai macam
alternatif, maka metode ini dapat menghasilkan keputusan yang lebih akurat
dibanding pertimbangan yang hanya bersifat intuitif
Gambar. Proses analisis sistem
3. PROYEK MULTI TUJUAN
Tahap Perencanaan
Tahap awal dari proses perencanaan adalah dengan cara mengidentifikasi dan
mendefinisikan isu dan permasalahan yang ada, yang menyangkut kerusakan
sumber daya alam, konflik penggunaan, pencemaran, dimana perlu dilihat
penyebab dan sumber permasalahan tersebut. Selanjutnya juga perlu diperhatikan
207
6
MENGAMBIL
KEPUTUSAN
Mengambil keputusan Menentukan tindakan
selanjutnya
5
MENGKAJI
ALTERNATIF
Analisis kepekaan Kontinjensi Titik Impas
4
MENYUSUN MODEL
Tentukan model yang diperlukan
Jalankan model
3
TEKNIK EVALUASI
Pilih teknik yang sesuai
(simulasi, programming,
matematika, dan lain-lain)
2
KRITERIA EVALUASI
Tentukan kriteria Identifikasi risiko Tentukan data dan informasi
yang diperlukan
1
PENDEKATAN ANALISIS
Formulasi persoalan Tujuan analisis Konstrain Pendekatan yang akan digunakan
sumber daya alam dan ekosistem yang ada yang menyangkut potensi, daya
dukung, status, tingkat pemanfaatan, kondisi sosial ekonomi dan budaya setempat
seperti jumlah dan kepadatan penduduk, keragaman suku, jenis mata pencaharian
masyarakat lokal, sarana dan prasarana ekonomi dan lain-lain. Berdasarkan
pendefinisian masalah yang dipadukan dengan informasi tentang sumber daya
alam dan ekosistem serta aspirasi masyarakat selanjutnya disusun tujuan dan
sasaran yang ingin dicapai. Berdasarkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai
serta melihat peluang dan kendala yang ada selanjutnya mulai dibuat perencanaan
berupa kegiatan pembangunan dalam bentuk program dan proyek. Perencanaan
yang telah disusun perlu disosialisasikan kembali kepada masyarakat luas untuk
mendapat persetujuan, setelah mendapat pesetujuan rencana ini baru dimasukkan
dalam agenda pembangunan baik daerah maupun nasional.
Dalam penyusunan rencana pengelolaan ini, perlu juga diperhatikan bahwa
konsep pengelolaan sumber daya pesisir terpadu berbasis masyarakat diharapkan
akan mampu untuk (1) meningkatkan kesadaran masyarakat, akan pentingnya
SDA dalam menunjang kehidupan mereka (2) meningkatkan kemampuan
masyarakat, sehingga mampu berperan serta dalam setiap tahapan pengelolaan
dan (3) meningkatkan pendapatan masyarakat, dengan bentuk-bentuk
pemanfaatan yang lestari dan berkelanjutan serta berwawasan lingkungan
(Zamani dan Darmawan, 2000).
Tahap Pelaksanaan (Implementasi) Rencana
Pada tahap implementasi perencanaan, diperlukan kesiapan dari
semua pihak yang terlibat didalamnya, seperti masyarakat itu sendiri, tenaga
pendamping lapangan dan pihak lainnya. Selain itu juga diperlukan koordinasi
dan keterpaduan antar sektor dan stakeholder yang ada sehingga tidak terjadi
tumpang tindih kepentingan dan ego sektoral. Dalam hal ini diperlukan adanya
lembaga pelaksana yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan seperti
Pemerintah Daerah, masyarakat lokal, Investor/swasta, instansi sektoral,
Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Pada tahap implementasi ini juga diperlukan kesamaan persepsi antara
masyarakat lokal dengan lembaga atau orang-orang yang terlibat dalam
pelaksanaan kegiatan ini sehingga masyarakat benar-benar memahami rencana
yang akan dilaksanakan. Menurut Zamani dan Darmawan (2000) kegiatan-
208
kegiatan yang perlu dilakukan pada tahap implementasi ini adalah: (1) integrasi
ke dalam masyarakat, dengan melakukan pertemuan dengan masyarakat untuk
menjawab seluruh pertanyaan yang berhubungan dengan penerapan konsep dan
mengidentifikasi pemimpin potensial yang terdapat di lembaga masyarakat lokal.
(2) pendidikan dan pelatihan masyarakat, metoda pendidikan dapat dilakukan
secara non formal menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan cara tatap
muka sehingga dapat diperoleh informasi dua arah dan pengetahuan masyarakat
lokal (indigenous knowledge) dapat dikumpulkan untuk dimasukkan dalam
konsep penerapan (3) memfasilitasi arah kebijakan, dalam hal ini segenap
kebijakan yang berasal dari masyarakat dan telah disetujui oleh koordinator
pelaksana hendaknya dapat didukung oleh pemerintah daerah, sehingga kebijakan
bersama tersebut mempunyai kekuatan hukum yang jelas, dan (4) penegakan
hukum dan peraturan, yang dimaksudkan agar seluruh pihak yang terlibat akan
dapat menyesuaikan tindakannya dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Tahap Monitoring dan Evaluasi
Monitoring yang dilakukan sejak dimulainya proses
implementasi perencanaan dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas kegiatan,
permasalahan yang timbul dalam implementasi kegiatan. Monitoring dilakukan
dengan melibatkan seluruh pihak yang ada. Setelah monitoring selanjutnya
dilakukan evaluasi bersama secara terpadu dengan melibatkan seluruh pihak yang
berkepentingan. Melalui evaluasi ini akan diketahui kelemahan dan kelebihan
dari perencanaan yang ada guna perbaikan untuk pelaksanaan tahap berikutnya.
3. ALOKASI DANA
Pengembangan Infrastruktur Sumber Daya Air
Untuk peningkatan sumber daya air di Indonesia, masih banyak diperlukan
pembangunan bendungan, waduk, dan sistim jaringan irigasi yang handal untuk
menunjang kebijakan ketahanan pangan pemerintah. Di samping itu untuk
menjamin ketersediaan air baku, tetap perlu dilakukan normalisasi sungai dan
pemeliharaan daerah aliran sungai yang ada di beberapa daerah. Pemeliharaan
dan pengembangan Sistem Wilayah Sungai tersebut didekati dengan suatu
rencana terpadu dari hulu sampai hilir yang dikelola secara profesional. Untuk itu
perlu dikembangkan teknologi rancang bangun Bendungan Besar, Bendung
209
Karet, termasuk terowongan, teknologi Sabo, sistem irigasi maupun rancang
bangun pengendali banjir.
Saat ini terdapat beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang memiliki peran
penting dalam penyediaan sumber air sebagian telah mengalami kerusakan yaitu 62
DAS rusak dari total 470 DAS, sehingga mengakibatkan menurunnya nilai
kemanfaatan air sehubungan penurunan fungsi daerah tangkapan dan resapan air. Saat
ini jaringan irigasi terbangun mencapai 6,77 juta ha (1,67 juta ha belum berfungsi), dan
jaringan irigasi rawa 1,8 juta ha yang berfungsi untuk mendukung Program Ketahanan
Pangan Nasional. Namun di sisi lain perkembangan fisik wilayah telah memberikan
dampak pada terjadinya alih fungsi lahan pertanian sekitar 35 ribu ha per tahun.
a. Pembiayaan Pembangunan Sumber Daya Air
Dana infrastruktur sumber daya air dianggarkan di tingkat pemerintah pusat
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan di tingkat
daerah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Penganggaran di tingkat pusat dilakukan melalui koordinasi antara lembaga-
lembaga yang melibatkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS) dalam mengembangkan Rencana Kerja Pemerintah tahunan.
APBN dapat bersumber dari mata uang lokal, pinjaman, dan hibah dari
Negara/lembaga donor.
Penganggaran di tingkat daerah prosesnya sama dengan proses penganggaran
di tingkat pusat. Sumber untuk Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pinjaman atau hibah yang
dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain
itu, anggaran untuk Pemerintah Daerah dapat berasal dari Dana Alokasi Umum
(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang
dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang berlaku.
b. Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air yang Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan sangat memperhatikan optimalisasi manfaat
sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan cara menyelaraskan aktivitas
manusia dengan kemampuan sumber daya alam untuk menopangnya. Komisi
dunia untuk lingkungan dan pembangunan mendefinisikan pembangunan
berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang.
210
Tujuan pembangunan berkelanjutan yang bermutu adalah tercapainya standar
kesejahteraan hidup manusia yang layak, sehingga tercapai taraf kesejahteraan
masyarakat secara menyeluruh. Taraf kesejahteraan ini diusahakan dicapai
dengan menjaga kelestarian lingkungan alam serta tetap tersediannya sumber
daya yang diperlukan. Salah satu konsep terkait dengan pembangunan yang
memperhatikan dampak terkecil dari kerusakan lingkungan tetapi menghasilkan
manfaat yang optimal adalah konsep Eco-Efficiency.
Eco-efficient dalam pembangunan infrastruktur sumber daya air merupakan
upaya untuk mengurangi dampak negative terhadap lingkungan yang disebabkan
oleh kegiatan konstruksi, dalam hal ini adalah konstruksi infrastruktur sumber
daya air yang memiliki dampak signifikan terhadap lingkungan sekitarnya. Dalam
penerapan eco-efficiency, bahan baku yang digunakan perlu mempertimbangkan
berasal dari dalam negeri. Hal ini akan mengurangi biaya pengiriman bahan baku
sehingga akan lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar, yang pada akhirnya
dapat mengurangi emisi karbon. Pemanfaatan bahan bangunan dan teknologi
ramah lingkungan perlu disosialisasikan dan dilaksanakan secara optimal untuk
mengurangi dampak kerusakan ekologis dalam pembangunan infrastruktur
sumber daya air, serta operasi dan pemeliharaannya.
c. Penerapan Eco-Efficiency dalam Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya
Air
Dalam rangka penerapan konsep eco-efficiency dalam pembangunan
infrastruktur sumber daya air, Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya
yang dijelaskan di bawah ini:
1. Konservasi Sumber Daya Air
Konservasi sumber daya air dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia
dilatarbelakangi pada beberapa hal sebagai berikut:
Perlunya keseimbangan kebutuhan air saat ini dan di masa mendatang
Penggunaan persediaan air yang ditampung pada saat musim hujan untuk
digunakan pada musim kemarau
Meningkatkan ketersediaan air tanah
Perbandingan infrastruktur skala besar dengan infrastruktur skala kecil
211
2. Pemanfaatan Teknologi Lokal Tepat Guna
a. Infrastruktur Irigasi
Dalam pembangunan saluran irigasi, terdapat beberapa hal yang menjadi
pertimbangan Pemerintah Indonesia untuk membangung saluran irigasi baru.
Pertimbangan yang biasa umum dilakukan dalam membangunan saluran dengan
bahan beton dan batu adalah tingginya investasi untuk mengembangkan
infrastruktur irigasi dan kurangnya ketersediaan batu. Untuk mendukung
pendekatan eco-efficient, Pemerintah mempertimbangkan untuk mengembangkan
teknologi yang dapat mengurangi penggunaan batu sebagai konstruksi saluran
irigasi, penggunaan biaya yang rendah dan penguatan partisipasi masyarakat,
serta pertimbangan penggunaan material yang dapat mengurangi penggunaan
batu sehingga eksploitasi batu di sungai dapat dikurangi. Berdasarkan hasil yang
pernah dilakukan, efisiensi biaya dalam pembangunan irigasi mencapai 62,6%
untuk saluran sekunder dan 58,16% untuk saluran tersier.
Dalam mengurangi penggunaan kayu sebagai material pembangunan
infrastruktur, maka didorong untuk dapat memanfaatkan bambu mengingat
material tersebut mudah ditemui di sisi sungai. Selain itu biaya dari material
tersebut relatif rendah, mudah untuk digunakan sehingga dapat mendorong
partisipasti masyarakat, relatif rendah dalam penggunaan air, dan dapat
mempertahankan infiltrasi air untuk penambahan persediaan air tanah.
b. Pembangkit Listrik Mikrohidro
Saat ini isu kelangkaan energi listrik yang menjadi fokus utama pemerintah.
Pasokan listrik di desa-desa juga merupakan perhatian utama. Untuk mengatasi
hal tersebut pemerintah mendorong partisipasi masyarakat dalam penyediaan
energi. Partisipasi diperlukan karena kurangnya persediaan energy listrik terutama
di desa-desa terpencil, harga bahan bakar yang tinggi, dan terdapat potensi untuk
mengembangkan pembangkit listrik mikrohidro.
KESIMPULAN
Analisis sistem adalah menganalisis dan memecahkan masalah pengambilan
keputusan dengan memilih alternatif yang terbaik, dengan melihat sumber daya
yang diperlukan dibandingkan manfaat yang akan diperoleh, termasuk
pengkajian risiko yang mungkin dihadapi.
212
Proyek Multi tujuan meliputi beberapa tahapan diantaranya : tahap perencanaan,
tahap pelaksanaan (implementasi) rencana, tahap monitoring dan evaluasi
Alokasi dana meliputi Pengembangan Infrastruktur Sumber Daya Air,
Pembiayaan Pembangunan Sumber Daya Air, Pembangunan Infrastruktur
Sumber Daya Air yang Berkelanjutan, dan Penerapan Eco-Efficiency dalam
Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air.
213
KRITERIA DAN INDIKATOR DALAM PEMBANGUNAN
SUMBER DAYA AIR BERKELANJUTAN
1. SUMBER DAYA AIR
Berdasarkan UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, Air adalah semua
air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk
dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada
di darat. Pengelolaan sumberdaya air didefinisikan sebagai aplikasi dari cara
struktural dan non-struktural untuk mengendalikan sistem sumberdaya air alam
dan buatan manusia untuk kepentingan/manfaat manusia dan tujuan-tujuan
lingkungan (Kodoatie Robert J dkk, 2002).
Sumber daya air merupakan bagian dari sumber daya yang mempunyai sifat
yang sangat berbeda dengan sumber daya alam lainnya. Air adalah sumber daya
yang terbarui, bersifat dinamis mengikuti siklus hydrologi yang secara alamiah
berpindah-pindah serta mengalami perubahan bentuk dan sifat. Tergantung dari
waktu dan lokasinya, air dapat berupa zat padat sebagai es dan salju, dapat berupa
air yang mengalir serta air permukaan. Berada dalam tanah sebagai air tanah,
berada di udara sebagai air hujan, berada di laut sebagai air laut, dan bahkan
berupa uap air yang didefinisikan sebagai air udara.
2. STATUS DAN KARAKTERISTIK SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA
Secara umum, sektor sumber daya air di Indonesia menghadapi permasalahan
jangka panjang terkait dengan pengelolaan dan tantangan investasi , yang akan
mempengaruhi pembangunan ekonomi negara dan menyebabkan berkurangnya
keamanan pangan, kesehatan masyarakat dan kerusakan lingkungan. Pada tingkat
kebijakan dan pelaksanaan, Indonesia menghadapi beberapa permasalahan
spesifik seperti sebagai berikut:
a. Ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan dalam perspektif ruang dan
waktu.
b. Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumber daya air,
baik air permukaan maupun air tanah.
c. Menurunnya kemampuan penyediaan air.
d. Meningkatnya potensi konflik air.
214
e. Kurang optimalnya tingkat layanan jaringan irigasi
f. Makin meluasnya abrasi pantai.
g. Lemahnya koordinasi, kelembagaan, dan ketatalaksanaan.
h. Rendahnya kualitas pengelolaan data dan sistem informasi.
3. PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 33 ayat 3
disebutkan,bahwa :
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat secara adil dan merata”.
Pernyataan pasal di atas mengingatkan kepada pengelola sumberdaya air tentang
pentingnya peran air bagi kehidupan manusia dan lingkungannya.
Salah satu cara yang harus diperhatikan dalam pengelolaan air adalah
pengelolaan yang berdasarkan pada ‘watershed’ (Daerah Aliran Sungai/DAS).
Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di
laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Dengan pengelolaan air berdasarkan DAS maka diharapkan akan tercipta
kesinambungan sumber daya air karena air tidak bisa dilihat satu bagian wilayah
saja. Pengelolaan air pada suatu daerah tidak bisa begitu saja hanya
memperhatikan variabel–variabel hidrologis pada wilayah itu saja Seluruh
masalah pengelolaan sumber daya air harus memperhitungkan keseluruhan DAS
karena bagaimanapun juga bahkan sebuah titik di ujung terluar DAS pun
memiliki pengaruh terhadap keberadaan dan kualitas air di sungai utama. Jadi
pengelolaan sumber daya air yang bersifat parsial harus ditinggalkan.
Selain itu, untuk mengelola sumber daya air berbasis DAS ini, kita harus
mengacu pada aspek–aspek yang ada dalam DAS tersebut. “Bukan hanya dibatasi
pada aspek fisika saja. Tapi juga sosial–budaya, kualitas air, aktivitas industri,
politik, ekonomi, demografi (kependudukan).
4. PENDEKATAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
Daerah aliran sungai (DAS) menurut definisi adalah suatu daerah yang
dibatasi (dikelilingi) oleh garis ketinggian dimana setiap air yang jatuh di
215
permukaan tanah akan dialirkan melalui satu outlet. Komponen yang ada di
dalam sistem DAS secara umum dapat dibedakan dalam 3 kelompok, yaitu
komponen masukan yaitu curah hujan, komponen output yaitu debit aliran dan
polusi / sedimen, dan komponen proses yaitu manusia, vegetasi, tanah, iklim, dan
topografi. Sehingga pengelolaan DAS adalah melakukan pengelolaan setiap
komponen DAS sehingga dapat mencapai tujuan yang dimaksud.
Tujuan dari pengelolaan DAS adalah melakukan pengelolaan sumberdaya
alam secara rasional supaya dapat dimanfaatkan secara maksimum lestari dan
berkelanjutan sehingga dapat diperoleh kondisi tata air yang baik. Sedangkan
pembangunan berkelanjutan adalah pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya
alam bagi kepentingan umat manusia pada saat sekarang ini dengan masih
menjamin kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk generasi yang akan
datang.
Dalam sistem DAS mempunyai arti penting terutama bila hubungan
ketergantungan antara hulu dan hilir. Perubahan komponen DAS di daerah hulu
akan sangat mempengaruhi komponen DAS pada daerah hilirnya, oleh sebab itu
perencanaan daerah hulu menjadi sangat penting.Dalam setiap aktifitas
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan di dalam sistem DAS, sangat diperlukan
indikator yang mampu digunakan untuk menilai apakah pelaksanaan kegiatan
tersebut telah berjalan sesuai dengan perencanaan atau belum. Indikator yang
dimaksud adalah indikator yang dengan mudah dapat dilihat oleh seluruh
masyarakat luas sehingga dapat digunakan peringatan awal dalam pelaksanaan
kegiatan.
5. INDIKATOR PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
Secara umum pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan paling sedikit
harus memenuhi indikator lestari dan berkelanjutan dibawah ini, yaitu:
Pengelolaan yang mampu mendukung produktifitas optimum bagi
kepentingan kehidupan (indikator ekonomi)
Pengelolaan yang mampu memberikan manfaat merata bagi kepentingan
kehidupan (sosial)
Pengelolaan yang mampu mempertahankan kondisi lingkungan untuk
tidak terdegradasi (indikator lingkungan)
216
Pengelolaan dengan menggunakan teknologi yang mampu dilaksanakan
oleh kondisi penghidupan setempat, sehingga menstimulir tumbuhnya
sistem institusi yang mendukung (indikator teknologi)
Pada pengelolaan DAS indikator paling memungkinkan adalah melihat kondisi
tata airnya. Yang dimaksud indikator tata air kondisi tata air yang meliputi:
a. Indikator kuantitas air. Kondisi kuantitas air ini sangat berkaitan dengan
kondisi tutupan vegetasi lahan di DAS yang bersangkutan. Bila tutupan
vegetasi lahan DAS yang bersangkutan berkurang dapat dipastikan
perubahan kuntitas air akan terjadi. Sehingga setiap pelaksanaan
kegiatan yang bermaksud mengurangi tutupan lahan pada suatu tempat
maka harus diiringi dengan usaha konservasi. Indikator ini dapat dilihat
dari besarnya air limpsan permukaan maupun debit air sungai.
b. Indikator kualitas air. Kondisi kualitas air disamping dipengaruhi oleh
tutupan vegetasi lahan seperti pada kondisi kuantitas, tetapi juga
dipengaruhi oleh buangan domestik, buangan industri, pengolahan lahan,
pola tanam, dll. Dengan demikian bila sistem pengelolaan limbah,
pengolahan lahan, dan pola tanam dapat dengan mudah diketahui
kejanggalannya dengan melihat indikator kualitas air. Kualitas air ini
dapat dilihat dari kondisi kualitas air limpasan, air sungai ataupun air
sumur.
c. Indikator perbandingan debit maksimum dan minimum. Yang dimaksud
disini adalah perbandingan antara debit puncak maksimum dengan debit
puncak minimum sungai utama (di titik outlet DAS). Indikator ini
mengisyaratkan kemampuan lahan untuk menyimpan. Bila kemampuan
menyimpan air dari suatu daerah masih bagus maka fluktuasi debit air
pada musim hujan dan kemarau adalah kecil. Kemampuan menyimpan
air ini sangat bergantung pada kondisi permukaan lahan seperti kondisi
vegetasi, tanah, dll
d. Indikator muka air tanah. Indikator ini dapat dilihat dari ketinggian
muka air tanah di suatu lahan. Indikator muka air tanah ini
mengisyaratkan besarnya air masukan ke dalam tanah dikurangi dengan
pemanfaatan air tanah. Yang mempengaruhi besarnya air masuk
kedalam tanah adalah vegetasi, kelerengan, kondisi tanahnya sendiri, dll.
Ketinggian muka air tanah ini dapat dilihat dari ketinggian muka air
217
tanah dalam (aquifer) ataupun ketinggian air tanah dangkal (non-
aquifer).
e. Indikator curah hujan. Besarnya curah hujan suatu tempat sangat
dipengaruhi oleh kondisi klimatologi daerah sekitarnya, sedangkan
kondisi klimatologi ini diperanguhi perubahan tutupan lahan, ataupun
aktifitas lainnya. Sehingga bila terjadi perubahan secara besar pada
tutupan lahan maka akan mempengaruhi klimatologi dan juga curah
hujan yang terjadi.
Dengan demikian dengan mengetahui indikator tata air yang dapat dengan
mudah dilihat dengan pengamatan masyarakat umum diharapkan dengan
demikian kontrol pelaksanaan pembangunan dapat dilakukan dengan lebih
terbuka. Sebagai gambaran bahwa suatu daerah aliran sungai dapat dikatakan
masih baik apabila:
Memberikan produksi tinggi bagi keperluan kehidupan dalam DAS yang
bersangkutan
Menjamin kelestarian DAS, dimana erosi yang terjadi dibawah erosi
yang dapat ditoleransi
Terdapat kelenturan, dimana bila terjadi gangguan pada salah satu
bagian, maka bagian lain mampu memberikan supply / bantuan
Bersifat pemerataan, dimana setiap stake holder yang ada di dalam DAS
mampu berperan sesuai dengan kemampuan yang dipunyai dan
mendapatkan imbalan yang sesuai
Sedangkan dari aspek biofisik, suatu DAS dikatakan baik apabila:
1. Debit sungai konstan dari tahun ke tahun
2. Kualitas air baik dari tahun ke tahun
3. Fluktuasi antara debit maksimum dan minimum kecil
4. Ketinggian muka air tanah konstan dari tahun ke tahun
5. Kondisi curah hujan tidak mengalami perubahan dalam kurun waktu
tertentu
218