15
Perspektif Vol. 18 No. 2 /Des 2019. Hlm 143-157 DOI: http://dx.doi.org/10.21082/psp.v18n2.2019. 143 -157 ISSN: 1412-8004 143 Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi (SUCI WULANDARI, SUMANTO, dan SAEFUDDIN) PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI PERKEBUNAN MENDUKUNG PENGEMBANGAN BIOENERGI Plant Biomass Management in Plantations Bioindustry Supporting Bioenergy Development SUCI WULANDARI, SUMANTO, dan SAEFUDDIN Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesian Center of Estate Crops Research and Develompent Jalan Tentara Pelajar No. 1 Bogor 16111, Indonesia E-mail: [email protected] ABSTRAK Biomassa tanaman perkebunan dapat dimanfaatkan untuk pangan, pakan, dan bioenergi. Hasil penelitian dan perkembangan teknologi telah mendorong pemanfaatan biomassa bagian-bagian tanaman tersebut. Tanaman perkebunan memiliki potensi besar untuk menghasilkan biomassa yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan energi terbarukan. Pemetaan potensi biomassa telah banyak dilakukan pada tanaman perkebunan, seperti pada: tebu, kakao, kelapa sawit, kemiri sunan, jarak pagar, kopi, kelapa dalam, karet dan teh. Pengembangan sistem produksi pangan dan biomassa untuk pembangkit energi melalui sistem multi tanam berbasis komoditas perkebunan telah dikembangkan. Di Kabupaten Aceh Timur telah dilakukan pengembangan sistem agroindustri juga memanfaatkan semua produk samping, mendorong daur ulang dan pemanfaatan residu. Pemanfaatan potensi bioenergi masih dihadapkan pada berbagai kendala distribusi, kontinuitas pasokan bahan dan aspek ekonomi. Menyikapi hal tersebut langkah strategis dapat dilakukan melalui: analisis neraca karbon, alokasi lahan, pemanfaatan lahan, pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan, dukungan teknologi, fokus pada nilai tambah yang tinggi dan perbaikan tata kelola. Selanjutnya perbaikan pada pengembangan sistem pangan energi terpadu dapat ditempuh melalui: (1) sosialisasi dari inovasi teknologi, (2) membentuk kawasan-kawasan pertanian terpadu di daerah sentra pengembangan dan (3) memperkuat kelembagaan petani untuk mengembangkan agroindustri. Kata kunci: bioindustri, biomassa, tanaman perkebunan, energi terbarukan ABSTRACT Biomass from estate crops can be used for food, feed, and bioenergy. The results of research and technological developments have encouraged the utilization of biomass of these plant parts. Plantation crops have great potential to produce biomass that can be utilized in the development of renewable energy. Mapping of biomass potential has been carried out in plantation crops, such as: sugar cane, cocoa, oil palm, candlenut, jatropha, coffee, deep coconut, rubber, and tea. The development of food and biomass production systems for energy generation through a commodity- based multi-cropping system has been developed. In East Aceh District an agro-industrial system development has also been carried out utilizing all byproducts, encouraging recycling and utilizing residues. The utilization of bioenergy is still faced with various distribution constraints, continuity of material supply and economic aspects. In response to this, strategic steps can be taken through carbon balance analysis, land allocation, land use, sustainable use of resources, technology support, focus on high added value and improved governance. Furthermore, improvements to the development of integrated energy food systems can be pursued through (1) socialization of technological innovations, (2) establishing integrated agricultural areas in plant centers and (3) strengthening farmer institutions to develop agro-industries. Keywords: bioindustry, biomass, estate crops, renewable energi PENDAHULUAN Pemanfaatan biomassa menjadi salah satu isu strategis dalam pengembangan energi terbarukan. Biomassa merupakan bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetik.

PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI …

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI …

Perspektif Vol. 18 No. 2 /Des 2019. Hlm 143-157 DOI: http://dx.doi.org/10.21082/psp.v18n2.2019. 143 -157

ISSN: 1412-8004

143 Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi

(SUCI WULANDARI, SUMANTO, dan SAEFUDDIN)

PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI

PERKEBUNAN MENDUKUNG PENGEMBANGAN BIOENERGI

Plant Biomass Management in Plantations Bioindustry Supporting Bioenergy

Development

SUCI WULANDARI, SUMANTO, dan SAEFUDDIN

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Indonesian Center of Estate Crops Research and Develompent

Jalan Tentara Pelajar No. 1 Bogor 16111, Indonesia

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Biomassa tanaman perkebunan dapat dimanfaatkan

untuk pangan, pakan, dan bioenergi. Hasil penelitian

dan perkembangan teknologi telah mendorong

pemanfaatan biomassa bagian-bagian tanaman

tersebut. Tanaman perkebunan memiliki potensi besar

untuk menghasilkan biomassa yang dapat

dimanfaatkan dalam pengembangan energi

terbarukan. Pemetaan potensi biomassa telah banyak

dilakukan pada tanaman perkebunan, seperti pada:

tebu, kakao, kelapa sawit, kemiri sunan, jarak pagar,

kopi, kelapa dalam, karet dan teh. Pengembangan

sistem produksi pangan dan biomassa untuk

pembangkit energi melalui sistem multi tanam

berbasis komoditas perkebunan telah dikembangkan.

Di Kabupaten Aceh Timur telah dilakukan

pengembangan sistem agroindustri juga

memanfaatkan semua produk samping, mendorong

daur ulang dan pemanfaatan residu. Pemanfaatan

potensi bioenergi masih dihadapkan pada berbagai

kendala distribusi, kontinuitas pasokan bahan dan

aspek ekonomi. Menyikapi hal tersebut langkah

strategis dapat dilakukan melalui: analisis neraca

karbon, alokasi lahan, pemanfaatan lahan,

pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan,

dukungan teknologi, fokus pada nilai tambah yang

tinggi dan perbaikan tata kelola. Selanjutnya perbaikan

pada pengembangan sistem pangan energi terpadu

dapat ditempuh melalui: (1) sosialisasi dari inovasi

teknologi, (2) membentuk kawasan-kawasan pertanian

terpadu di daerah sentra pengembangan dan (3)

memperkuat kelembagaan petani untuk

mengembangkan agroindustri.

Kata kunci: bioindustri, biomassa, tanaman

perkebunan, energi terbarukan

ABSTRACT

Biomass from estate crops can be used for food, feed,

and bioenergy. The results of research and

technological developments have encouraged the

utilization of biomass of these plant parts. Plantation

crops have great potential to produce biomass that can

be utilized in the development of renewable energy.

Mapping of biomass potential has been carried out in

plantation crops, such as: sugar cane, cocoa, oil palm,

candlenut, jatropha, coffee, deep coconut, rubber, and

tea. The development of food and biomass production

systems for energy generation through a commodity-

based multi-cropping system has been developed. In

East Aceh District an agro-industrial system

development has also been carried out utilizing all

byproducts, encouraging recycling and utilizing

residues. The utilization of bioenergy is still faced with

various distribution constraints, continuity of material

supply and economic aspects. In response to this,

strategic steps can be taken through carbon balance

analysis, land allocation, land use, sustainable use of

resources, technology support, focus on high added

value and improved governance. Furthermore,

improvements to the development of integrated energy

food systems can be pursued through (1) socialization

of technological innovations, (2) establishing integrated

agricultural areas in plant centers and (3) strengthening

farmer institutions to develop agro-industries.

Keywords: bioindustry, biomass, estate crops,

renewable energi

PENDAHULUAN

Pemanfaatan biomassa menjadi salah satu

isu strategis dalam pengembangan energi

terbarukan. Biomassa merupakan bahan organik

yang dihasilkan melalui proses fotosintetik.

Page 2: PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI …

144 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :143 - 157 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :85 - 100

Selain digunakan untuk tujuan primer serat,

bahan pangan, pakan ternak, minyak nabati,

bahan bangunan, biomassa juga digunakan

sebagai sumber energi. Energi biomassa adalah

energi yang bersumber dari sumber alami yang

dapat diperbaharui. Bahan pembuat biomassa ini

berasal dari dua jenis yaitu hewan yang bisa

berupa mikroorganisme atau makroorganisme,

dan yang berasal dari tumbuhan. Biomassa dapat

berbentuk cair, padat, dan gas. Energi biomassa

ini muncul berdasarkan adanya siklus karbon di

bumi.

Sebagai salah satu sumber energi

terbarukan, biomassa memiliki potensi yang

sangat besar dengan total penyediaan sebesar 60

juta ton setara dengan 50 GW listrik. Secara

global, biomassa mampu menyediakan 11%

energi primer dunia (Dobermann 2007). Potensi

biomassa di Indonesia diperkirakan mencapai

145 M ton setiap tahunnya dan pemanfaatannya

belum dilakukan secara optimum (Suprihatin,

Indrasti and Aryanto 2010).

Di Indonesia setiap tahun dihasilkan ratusan

juta ton limbah pertanian seperti jerami, kulit

padi, seresah tebu, tandan kosong kelapa sawit

dan-lain-lain. Limbah pertanian yang berpotensi

lainnya seperti: ampas tebu, tongkol jagung,

jerami, tempurung dan ampas kelapa, sampah

pasar yang terdiri dari kulit buah-buahan dan

buah-buahan yang mengalami pembusukan, dan

sisa-sisa pengolahan hasil-hasil pertanian lainnya

yang umumnya menjadi sampah dan berpotensi

sebagai pencemar lingkungan (Khaidir 2016).

Tanaman perkebunan yang dibudidayakan

dan potensial untuk sumber bahan bakar nabati

antara lain kelapa sawit, kelapa, jarak pagar,

tebu, dan sagu (Prastowo, 2007). Sistem pertanian

bioindustri terpadu yang berlandaskan pada

pemanfaatan berulang zat hara serta

pemanfaatan biomassa merupakan pilihan sistem

pertanian masa depan karena tidak saja

meningkatkan nilai tambah dari lahan tetapi juga

ramah lingkungan, namun demikian,

pengembangan sistem pertanian bioindustri

diduga masih terbatas.

Sebagian besar limbah pertanian belum

dimanfaatkan, dan lebih banyak dibakar di lahan.

Sebagai bahan bakar padat, limbah pertanian dan

biomassa lainnya dapat secara efektif

dioptimalkan dengan cara mengkonversinya

menjadi bahan bakar gas melalui sebuah reaktor.

Manfaat yang dapat diperoleh melalui daur

ulang bahan organik, nutrien atau mineral dari

limbah pertanian yaitu menghasilkan bioenergi,

mengurangi penggunaan pupuk anorganik,

meningkatkan produktivitas akibat perbaikan

karakteristik tanah (fisik, kimia dan

mikrobiologis), dan mengurangi beban

pencemaran lingkungan. Praktek ini

berkontribusi terhadap pengembangan pertanian

berkesinambungan (sustainable agriculture), yang

merupakan tuntutan bagi praktek pertanian

modern (Suprihatin, Indrasti and Aryanto 2010).

Transformasi pertanian dilaksanakan

dengan pendekatan Sistem Pertanian Bioindustri

Berkelanjutan yang mencakup Sistem Usaha

Pertanian Terpadu (SUPT) tingkat mikro, Sistem

Rantai Nilai Terpadu (SRNT) pada tingkat

industri atau rantai pasok, dan Sistem Pertanian

Bioindustri Terpadu (SPBT) pada tingkat industri

atau komoditas (Kementerian Pertanian, 2013).

Sistem Energi Pangan Terpadu (Integrated Food

Energi System) merupakan sistem secara

bersamaan mampu menghasilkan pangan dan

energi, sebagai cara mencapai komponen energi

melalui intensifikasi tanaman berkelanjutan

melalui pendekatan ekosistem.

Sistem Energi Pangan Terpadu terdiri dari 2

tipe (Bogdanski et al. 2010), tipe pertama,

menggabungkan produksi pangan dan biomassa

untuk pembangkitan energi di lahan yang sama,

melalui sistem multi-tanam atau sistem

pencampuran tahunan dan spesies tanaman

tahunan. Sedangkan tipe kedua, sistem tersebut

dapat dikombinasikan dengan produksi ternak

dan ikan. Tipe kedua memaksimalkan sinergi

antara tanaman, ternak, ikan dan sumber energi

terbarukan yang dicapai melalui adopsi teknologi

agroindustri (seperti gasifikasi atau anaerobik

pencernaan) yang memungkinkan pemanfaatan

semua produk samping, mendorong daur ulang,

dan pemanfaatan residu.

POTENSI BIOMASSA TANAMAN

PERKEBUNAN

Kebijakan energi nasional melalui terbitnya

Peraturan Presiden No. 5 tahun 2006 tentang

Page 3: PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI …

145 Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi

(SUCI WULANDARI, SUMANTO, dan SAEFUDDIN)

Kebijakan Enersi Nasional menetapkan sasaran

penggunaan bahan bakar nabati menjadi lebih

dari 5 % terhadap konsumsi enersi nasional pada

tahun 2025. Kebijakan tersebut diikuti dengan

Instruksi Presiden No. 1 tahun 2006, antara lain

menginstruksikan kepada Kementerian Pertanian

untuk mendorong penyediaan tanaman termasuk

fasilitasi penyediaan benih dan bibitnya,

penyuluhan, dan mengintegrasikan kegiatan

pengembangan dan kegiatan pasca panen bahan

tanaman, untuk mendukung penyediaan bahan

bakar nabati.

Salah satu bagian dari ekonomi berbasis bio

adalah pemanfaatan bioenergi. Pada masa lalu

pemanfaatan bioenergi di Indonesia masih

terbatas pada penggunaan kayu bakar untuk

rumah tangga yang termasuk dalam energi non

komersial. Saat ini pengembangan bioenergi telah

mengarah pemanfaatannya sebagai energi

komersial. Bioenergi telah dimanfaatkan sebagai

bahan bakar maupun untuk pembangkit listrik.

Pemanfatan bioenergi sebagai bahan bakar sudah

dilaksanaan sesuai dengan kebijakan mandatori

Bahan Bakar Nabati (BBN). Kebijakan mandatori

BBN sudah dilaksanakan sejak tahun 2008 dan

saat ini yang paling besar pemanfaatannya untuk

biodiesel dalam bentuk biosolar (15% biodiesel)

yang mencapai 13,9 juta KL pada tahun 2015.

Selain itu bioenergi juga sudah mulai digunakan

khususnya di industri kelapa sawit, pulp dan

kertas serta industri gula. Industri kelapa sawit

banyak menghasilkan limbah padat (cangkang,

serat, dan tandan kosong) dan limbah cair

(POME). Cangkang dan serat digunakan sebagai

bahan bakar untuk boiler sedangkan tandan

kosong digunakan sebagai pupuk. Limbah cair

dapat digunakan untuk menghasilkan biogas

sebagai bahan bakar untuk PLTG. Industri pulp

dan kertas memanfaatkan produk samping yang

berupa bark dan lindi hitam (black liquor) serta

non-condensate gas dan bio-sludge sebagai sumber

energi untuk proses industri. Industri gula

memanfaatkan bagasse tebu sebagai bahan bakar

untuk proses industri.

Bioenergi memiliki potensi yang besar untuk

dikembangkan di Indonesia mengingat

ketersediaan bahan baku dan lahan cukup

melimpah. Berdasarkan sumbernya, bioenergi

dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu

perkebunan sebagai sumber energi, produk

samping dan residu, serta limbah organik.

Sedangkan bentuk fisik bioenergi dapat

berbentuk padat, cair dan gas. Secara umum

yang bisa dijadikan bioenergi diantaranya

mencakup: kayu bakar, limbah penebangan,

limbah industri kayu, limbah pertanian, briket

kayu, arang, serta briket arang. Teknologi

produksi dan pemanfaatan bioenergi juga terus

berkembang dan banyak terobosan baru yang

sudah ditemukan.

Pengembangan bioenergi bisa menjadi salah

satu program untuk mendukung kegiatan

ekonomi berbasis bio. Sebagai contoh

pengembangan perkebunan energi seluas 10 juta

hektar mampu menghasilkan bioenergi sebesar

40 juta ton per tahun atau setara dengan produksi

bahan bakar minyak (BBM) sebesar 750 ribu barel

per hari (Sugiyono et al., 2014). Energi

perkebunan ini penting untuk dipertimbangkan

mengingat impor BBM terus meningkat serta

dapat meningkatkan ketahanan energi nasional

dalam jangka panjang.

Pengembangan ekonomi berbasis bio di

Indonesia secara historis dapat ketahui dari

pengembangan sektor pertanian, perkebunan dan

kehutanan. Sejak dicanangkan Pembangunan

Lima Tahun (Pelita) pada tahun 1969,

Pemerintah Indonesia sangat memperhatikan

sektor pertanian. Pada Pelita I (1969-1973) sampai

Pelita IV (1984-1989) pemerintah

memprioritaskan pembangunan di sektor

pertanian. Mulai Pelita V (1989-1994)

menitikberatkan pada sektor pertanian yang

didukung oleh industri. Pengembangan sektor

pertanian yang didukung sektor industri dapat

dimaknai sebagai wujud dari pemanfaatan

biomassa yang modern. Pola dasar Pelita tersebut

relevan dengan arah pengembangan

perekonomian dunia yangkembali

mengembangkan biomassa untuk mendukung

perekonomian secara keseluruhan. Sektor

pertanian dan ditambah dengan sektor

perkebunan dan kehutanan dimasa datang bisa

dikembangkan sebagai sumber pasokan energi

tebarukan dan penghasil material dan bahan

kimia khusus yang mempunyai nilai tambah

tinggi. Meskipun saat ini perekonomian

Indonesia masih berbasis fosil, namun secara

Page 4: PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI …

146 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :143 - 157 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :85 - 100

historis dan perencanaan ke depan dapat

diarahkan menjadi ekonomi berbasis bio.

Proses konversi biomassa dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu termokimia,

kimia fisik, dan bio kimia. Dari hasil proses ini,

bioenergi yang dapat berbentuk padat, cair dan

gas. Proses konversi biomassa yang konvensional

tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut

melalui pengembangan sistem integrase hulu

sampai hilir menjadi biorefinery. Di Indonesia

pemikiran dan program menuju terciptanya

ekonomi berbasis bio melalui pengembangan

biorefinery terus berjalan dan dilakukan. Proyek i-

Biol merupakan salah satu contoh

pengembangan biorefinery di Indonesia. Proyek

ini merupakan hasil kolaborasi implementasi

pendanaan dari JST-JICA Science and Technology

Research Partnership for Sustainable Development

(JST-JICA SATREPS) pada tahun 2013-2018.

Teknologi pengembangan BBN generasi

pertama memanfaatkan hasil utama pertanian

seperti minyak kelapa sawit, minyak kelapa,

minyak nyamplung, minyak jarak, molases, umbi

ubikayu, dan lainnya. Di sisi lain, tersedia limbah

pertanian dan kehutanan sebagai sumber

lignoselulosa yang dapat menjadi sumber energi

yang menjanjikan. Pemanfaatan limbah tersebut

diharapkan akan mengurangi masalah

lingkungan serta mendatangkan keuntungan

dengan menjadikan tingginya nilai tambah dari

limbah tersebut. Pengembangan BBN generasi

dua mengacu kepada biofuel yang dibuat dari

bahan non pangan. Bahan non pangan adalah

bahan non pangan atau biomassa padat yang

merupakan bahan berlignoselulosa, misalnya:

limbah padat pertanian dan kehutanan seperti

jerami, sekam, tandan kosong kelapa sawit, bagas

tebu, kayu-kayuan, rumput dan bahan lainnya.

Prinsip pemanfaatan yaitu bahwa bahan

biomassa yang diproduksi tidak terlalu

tergantung kepada luasan lahan maupun

produktivitas hasil pokok tanaman tersebut

(Prastowo and Richana 2014).

Biomassa mengandung bahan organik tinggi

yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang

memiliki kadar energi (Iskandar and Siswati

2012). Biomassa dapat dibedakan dalam tiga

kelompok besar, yaitu biomassa kayu, biomassa

bukan kayu, dan bahan-bakar sekunder (Calle

2007). Biomassa dapat juga dibagi ke dalam

empat kategori: (1) biomassa hutan dan limbah

hutan, (2) tanaman energi, (3) limbah pertanian

dan (4) limbah organik (Biomass Energi Europe.

2010). Klasifikasi potensi energi biomassa

menurut Biomass Energi Europe, terdapat lima

jenis potensi sumber energi biomassa yaitu

biomassa teoritis, teknis, ekonomis, implementasi

dan implementasi berkelanjutan (Biomass Energi

Europe 2010):

a. Potensi Teoritis adalah jumlah maksimum

keseluruhan biomassa yang secara teoritis

tersedia untuk produksi bioenergi dengan

batasan biofisika dasar. Potensi teoritis

biasanya dinyatakan dalam joule energi

primer, yaitu energi yang terkandung dalam

bahan mentah biomassa, yang belum

diproses. Energi primer diubah menjadi

energi sekunder, seperti listrik, bahan bakar

cair, dan bahan bakar gas. Dalam kasus

biomassa dari tanaman dan hutan, potensi

teoritis menggambarkan produktivitas

maksimum di bawah pengelolaan optimal

teoritis dengan mempertimbangkan batasan-

batasan seperti kondisi tanah, suhu, radiasi

matahari, dan curah hujan.

b. Potensi Teknis adalah bagian dari potensi

teoritis yang tersedia di bawah kondisi tekno-

struktural dengan teknologi yang tersedia,

misalnya teknik panen, infrastruktur dan

aksesibilitas, dan teknik pengolahan. Potensi

teknis juga mempertimbangkan kondisi

spasial terkait penggunaan lahan (misal

untuk produksi pangan, pakan, dan serat)

termasuk aspek ekologis (yaitu cadangan

alami) dan kandala akibat kemungkinan

penggunaan non-teknis. Potensi teknis

biasanya dinyatakan dalan Joule energi

primer, tapi terkadang juga dinyatakan

dalam satuan sekunder untuk energi.

c. Potensi Ekonomis adalah bagian dari potensi

teknis yang memenuhi kriteria keuntungan

ekonomis dalam kondisi tertentu. Potensi

ekonomi pada umumnya mengacu kepada

energi bio sekunder walaupun kadang-

kadang energi bio primer juga

dipertimbangkan. Hasil akhir dari penilaian

potensi ekonomis adalah dalam bentuk

Supply Curve (Rp/ton).

Page 5: PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI …

147 Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi

(SUCI WULANDARI, SUMANTO, dan SAEFUDDIN)

d. Potensi Implementasi adalah bagian dari

potensi ekonomis yang dapat diterapkan

pada periode waktu tertentu dan pada

kondisi sosio-politik, mencakup hambatan

ekonomi, institutional dan sosial. Potensi

implementasi fokus pada kelayakan atau

dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial

dari kebijakan bioenergi.

e. Potensi Implementasi Berkelanjutan adalah

gabungan kriteria-kriteria keberlanjutan

lingkungan, ekonomi, dan sosial dari

penilaian sumber biomassa.

Secara teknis limbah biomassa pertanian dan

perkebunan memiliki kandungan lignoselulosa

yang cukup tinggi yang dapat didegradasi

menjadi bentuk yang lebih sederhana yaitu

glukosa sebagai bahan baku bioetanol. Oleh

karena itu, limbah perkebunan dapat menjadi

sumber energi alternatif, baik diproses menjadi

cairan bioetanol maupun proses gasifikasi

menjadi gas. Teknologi biofuel generasi baru

yang banyak dibahas saat ini adalah dengan

mengembangkan proses konversi bio untuk

menghasilkan dan konversi-termal untuk

menghasilkan gas, yang sebenarnya dapat

diproses menjadi biodiesel ataupun bioavtur dan

sejenisnya. Teknologi ini dikenal sebagai

teknologi biofuel generasi kedua dan banyak

dikembangkan berbagai negara (Prastowo and

Richana, 2014).

Pertanian bioindustri merupakan

pemanfaatan potensi dengan meninggalkan

sedikit mungkin limbah yang tidak bermanfaat

dan menggunakan sesedikit mungkin input

produksi dan energi dari luar (Prastowo 2015).

Pertanian bioindustri juga mengacu kepada

pemahaman terbangunnya keseimbangan karena

siklus pertanian (Sumanto dan Prastowo 2016).

Pada uraian dibawah ini dibahas pohon biomassa

berbagai tanaman perkebunan sebagai hasil

penelitian yang dilaksanakan pada 2015-2017.

Ketersediaan bobot biomassa diperkirakan dari

perkalian luas areal TM komoditas dikalikan

dengan potensi biomassa per hektar yang

diperoleh dari hasil penelitian.

1. Tanaman Tebu

Pohon biomassa tanaman tebu yang

potensial terukur meliputi daun, batang dan

akarnya, dengan bobot sebagian besar berada

pada bagian batang yaitu sekitar 84,76-92,0 %

dari bobot biomassa tanaman tebu secara

keseluruhan baik umur 6 bulan maupun 12 bulan

(Tabel 1). Walaupun diproses lebih lanjut

menjadi bagas dan nira, bobot bagas masih

paling besar dibandingkan dengan daun maupun

akarnya. Untuk diubah menjadi bioetanol

sebenarnya adalah biomassa yang menggandung

hemiselulosa dan selulosa tinggi. Akar yang

selulosanya tinggi tetapi bobotnya rendah. Jadi

pada tebu batang yang menjadi biomassa utama

yang dikenal selama ini yaitu memanfaatkan

bagasnya.

Ketersediaan bobot biomassa tanaman tebu

secara nasional cukup besar yaitu 18.866.263 ton

per tahun, biomassa tersebut terdiri atas batang

daun dan akar yang dapat dimanfaatkan untuk

berbagai sumber energi. Bagian batang berupa

ampas tebu oleh Pabrik gula pada umumnya

digunakan untuk menghidupkan turbin, listrik

yang dihasilkan digunakan untuk menggerakan

mesin prosesing tebu menjadi gula. Demikian

juga pada perajin gula merah ampas tebu

digunakan untuk mengolah nira tebu menjadi

gula merah. Sedang daun yang tertinggal saat

panen belum dimanfaatkan secara optimal

biasanya petani membakar daun kering di lahan

Tabel 1. Ketersediaan bobot biomassa tanaman tebu

No Bagian Tanaman Potensi per rumpun

(berat kering kg)

Potensi per ha

(20.000 rumpun

ton/ha)

Potensi Nasional (ton)*

1 Batang 1,65 32.980 8.175.181.340

2 Daun 0,34 6.820 1.690.562.060

3 Akar 0,09 1.740 431.316.420

Jumlah 2,07 41.54 10.297.060

Sumber: Prastowo, 2015; Ditjenbun 2019a, *data perhitungan

Page 6: PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI …

148 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :143 - 157 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :85 - 100

pertanaman tebu setelah panen. Dengan asumsi

luas lahan sebesar 247.883 ha, maka biomassa

daun tebu yang tertinggal besarnya secara

nasional 1.690.562.060 ton (Tabel 1) seharusnya

dapat dimanfaatkan sebagai sumber bioenergi.

2. Tananaman Karet

Berdasarkan pengukuran bagian tanaman

karet diperoleh bahwa bagian batang merupakan

bagian paling berat dibanding dengan bagian

yang lain yaitu sebesar 216,81 kg (43,15%) per

tanaman sedang cabang merupakan bagian

terbesar kedua setelah batang yaitu sebesar

209,03 kg (41,6%). Sedangkan daun merupakan

bagian terecil sebesar 22,63 kg (4,51%)

Karet merupakan tanaman berkayu dan

dapat tumbuh besar selain sebagai sumber

biomassa batang tanaman karet dapat digunakan

sebagai bahan bangunan karena mutu kayu

tersebut rendah sehingga pemanfaatan sebagai

bahan bangunan sangat terbatas. Pemanfaatan

karet sebagai biomassa masih sangat minim oleh

petani dan hanya digunakan sebagai kayu bakar.

Dengan luas areal sebesar 3.680.428 ha, secara

nasional ketersediaan biomassa dari tanaman

karet sangat besar yaitu 880.655.424.944 ton

(Tabel 2). Pemanfaatan biomassa tanaman karet

secara maksimal sebagai bioenergi antara lain

untuk pembangkit listrik atau dalam bentuk

selulose akan mengurangi penggunaan energi

fosil.

3. Tanaman Kelapa Sawit

Batang kelapa sawit merupakan komponen

tanaman yang paling tinggi sebesar 448,36 kg

(53,57%) dibanding dengan bagian yang lain.

Sedang komponen tertinggi ke dua adalah

pelepah dan daun sebesar 280,67 kg (33,53%)

kedua bagian ini merupakan bagian tanaman

yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber

bioenergi tapi belum banyak dimanfaatkan.

Luas tanaman sawit di Indonesia diatas

10.448.224 hektar sehingga ketersediaan bobot

biomassa tanaman sawit sangat besar

1.620.617.755.706 ton (Tabel 3). Pemanfaatan dari

biomassa tanaman sawit masih sangat minim,

penggunaanya saat ini sebatas kayu bakar,

bahkan pada saat replanting perusahaan

perkebunan sawit membuang bagian tanaman

berupa batang dan pelepah daun melapuk dan

membusuk. Untuk itu pemanfaatan biomassa

sawit untuk lebih optimal diperlukan teknologi

pemanfaatan batang dan pelepah sawit.

4. Tanaman Teh

Hasil pengamatan tanaman teh diperoleh,

bahwa bagian biomassa tertinggi pada tanaman

teh adalah bagian batang, bagian akar, serta

Tabel 2. Ketersediaan bobot biomassa tanaman karet

No. Bagian tanaman Potensi per tanaman

(berat kering kg)

Potensi per ha

populasi 476 tanaman

per ha (ton/ha)

Potensi Nasional (ton)*

1. Batang 216,81 103.242,75 379.977.507.897

2. Cabang 209,03 99.538,00 366.342.442.264

3. Akar 54,02 25.723,78 94.674.520.178

4. Daun 22,63 10.776,18 39.660.954.605

Jumlah 502,48 239.280,71 880.655.424.944

Sumber: Prastowo, 2017; Ditjenbun 2019b, *data perhitungan

Tabel 3. Ketersediaan bobot biomassa tanaman kelapa sawit

No. Bagian tanaman Potensi per tanaman

(berat kering kg)

Potensi per ha

populasi 138/ha

(ton/ha)

Potensi Nasional (ton)*

1. Batang 448,36 61.873,68 646.470.068.344

2. Pelepah dan daun 280,67 38.732,46 404.685.418.151

3. Akar 108,01 14.905.38 155.734.749.045

Jumlah 837,04 155.109,4 1.620.617.755.706

Sumber: Prastowo, 2015; Ditjenbun 2019c, *data perhitungan

Page 7: PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI …

149 Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi

(SUCI WULANDARI, SUMANTO, dan SAEFUDDIN)

cabang dan renting dan bagian yang paling

rendah yaitu bagian daun berturut-turut 7,12 kg,

6,53 kg, 2,09 kg, dan 0,56 kg (Tabel 4).

Potensi biomassa tanaman teh cukup besar

namun pemanfaatannya sebagai bioenergi belum

banyak dilakukan pada saat peremajaan

umumnya petani/perusahaan perkebunan

membakar setelah kering. Dengan luas areal

sebesar 88.799 ha, maka ketersediaan biomassa

mencapai 13.402.965.864 ton.

4. Tanaman Kakao

Biomassa sebagian besar tanaman kakao

adalah dari ranting kecil, ranting cabang sampai

pada batang utamanya, berturut-turut 7,89%,

26,93%, dan 32,11% (Tabel 5). Jika dijumlahkan

bobotnya sekitar 77% dari bobot biomassa

tanaman umur 22 tahun dan sekitar 74 % untuk

tanaman umur sekita 5 tahun. Jumlah ini dapat

dimanfaatkan saat peremajaan pertanaman,

sedangkan daun digunakan sebagai bahan pakan

maupun bahan pupuk organik.

Secara nasional potensi biomassa tanaman

kakao cukup besar yaitu 43.660.074.096 ton dari

luasan sebesar 801.264 ha. Hasil peremajaan pada

umumnya belum digunakan sebagai bioenergi

secara maksimal, petani biasanya kayu hasil

bongkaran kakao hanya digunakan sebagai kayu

bakar.

5. Tanaman Kopi Arabika

Sebagian besar biomassa tanaman kopi

arabika adalah bagian batang, cabang dan

ranting. Bagian batang sebesar 4,48 kg (27,95%),

bagian cabang dan ranting sebesar 4,07 (25,39%)

sedang bagian biomassa terendah pada bagian

buah sebesar 1,98 kg (12,35%) (Tabel 8). Potensi

biomassa tanaman kopi arabika belum terlalu

besar, tanaman kopi arabika ditanam pada

dataran tinggi dan jumlah masih terbatas.

6. Tanaman Kopi Robusta

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

biomassa tertinggi tanaman kopi robusta adalah

bagian batang sebesar 17,09 kg (40,71%), bagian

akar merupakan bagian tertinggi kedua setelah

batang sebesar 10,18 kg (24,25%),bagian cabang

dan ranting sebesar 9,16 kg (21,82%), daun

sebesar 3,34 kg (7,96%) dan terendah bagian buah

seberat 2,21 kg (5,26.%) (Tabel 7).

Secara nasional potensi biomassa kopi

robusta cukup besar yaitu 4.983.794.779 ton

namun pemanfaatannya saat peremajaan masih

sangat terbatas hanya untuk kayu bakar saja

Tabel 4. Ketersediaan bobot biomassa tanaman teh

No. Bagian tanaman Potensi per tanaman

(berat kering kg)

Potensi per ha dengan

populasi 9,260

tanaman per ha

(ton/ha)

Potensi Nasional (ton)*

1. Daun 0,56 5.185,60 460.476.094

2. Cabang dan ranting 2,09 19.353,40 1.718.562.567

3. Batang 7,12 65.931,20 5.854.624.629

4. Akar 6,53 60.467,80 5.369.480.172

Jumlah 16,30 150.936,0 13.402.965.864

Sumber: Prastowo, 2017; Ditjenbun 2019d, *data perhitungan

Tabel 5. Ketersediaan bobot biomassa tanaman kakao

No. Bagian tanaman Potensi per tanaman

berat kering (kg)

Potensi per ha

(ton/ha) Potensi Nasional (ton)*

1. Batang 11,58 1.737,0 1.391.795.568

2. Daun 7,98 1.236,9 991.083.442

3. Cabang dan ranting 12,55 1.882,5 1.508.379.480

4. Akar 3,73 559,5 448.307.208

5. Buah 0,22 330,0 264.417.120

Jumlah 36,05 54.489 43.660.074.096

Sumber: Prastowo, 2015; Ditjenbun 2019e, *data perhitungan

Page 8: PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI …

150 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :143 - 157 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :85 - 100

bahkan hanya dibiarkan di kebun sampai

melapuk.

7. Tanaman Kelapa

Biomassa tertinggi pada tanaman kelapa

adalah bagian batang sebesar 622,75 kg (63,85%)

dan biomassa tertinggi adalah bagian akar

sebesar 230,01 kg (23,58%) selanjutnya bagian

pelepah dan daun sebesar 96,19 kg (9,86%) dan

terendah bagian buah sebesar 26,19 kg (2,69%)

Tabel 8.

Secara nasional biomassa tanaman kelapa

yaitu 394.838.451.478 ton dari luasan sebesar

2.594.849 (Tabel 8). Tanaman kelapa hampir

menyebar seluruh Indonesia tanaman yang

sudah tua banyak digunakan sebagai bahan

bangunan namun selebihnya biasanya petani

menggunakan sebagai kayu bakar baik batang

yang masih muda, pelepah daun, sabut,

tempurung dan bagian lainnya.

KEGIATAN PENELITIAN DAN

PENGEMBANGAN MENDUKUNG

PEMANFAATAN BIOMASSA

Pembangunan bioindustri yang terpadu

dengan sumber biomassa sesuai konsep

biorefinery merupakan langkah awal strategis

untuk meningkatkan nilai tambah hasil pertanian

dan sekaligus mengurangi ketergantungan

pengolahan hasil pertanian dari energi fosil

melalui pemanfaatan limbah pertanian sebagai

sumber energi untuk pengolahan (Kementerian

Pertanian 2013). Transformasi menuju Sistem

Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan dilaksanakan

secara bertahap dengan titik berat yang berbeda

yaitu:

1. Tahap pertama, pembangunan Sistem

Pertanian Bioindustri Berkelanjutan akan

dititikberatkan pada pengembangan Sistem

Pertanian-Energi Terpadu (SPET). Pada

subsistem usahatani primer, SPET

Tabel 6. Ketersediaan bobot biomassa tanaman kopi arabika

No. Bagian tanaman Potensi per tanaman

(berat kering kg)

Potensi per ha dengan

populasi 1.600

tanaman per ha

(ton/ha)

Potensi Nasional (ton)*

1. Cabang dan ranting 4,07 6.512 2.151.395

2. Batang 4,85 7.760 2.563.702

3. Buah 1,98 3.168 1.046.624

4. Daun 2,91 4.656 1.538.221

5. Akar 2,22 3.552 1.173.488

Jumlah 16,03 25.648 8.473.432

Sumber: Prastowo, 2016; Ditjenbun 2016a, *data perhitungan

Tabel 7. Ketersediaan bobot biomassa tanaman kopi robusta

No. Bagian tanaman Potensi per tanaman

berat kering (kg)

Potensi per ha dengan

populasi 1.333

tanaman per ha

(ton/ha)

Potensi Nasional (ton)*

1. Cabang dan ranting 9,16 12.210,28 1.087.459.747

2. Batang 17,09 22.780,97 2.028.895.969

3. Buah 2,21 2.945,93 262.367.471

4. Daun 3,34 4.452,22 396.519.165

5. Akar 10,18 13.569,94 1.208.552.426

Jumlah 41,98 55.959,34 4.983.794.779

Sumber: Prastowo, 2016; Ditjenbun 2016b, *data perhitungan

Page 9: PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI …

151 Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi

(SUCI WULANDARI, SUMANTO, dan SAEFUDDIN)

didasarkan pada inovasi bioteknologi yang

mampu menghasilkan biomassa setinggi

mungkin untuk dijadikan sebagai feedstock

dalam menghasilkan bioenergi. Pengem-

bangan SPET juga merupakan strategi yang

tepat untuk meningkatkan kesejahteraan

petani kecil dan pengentasan kemiskinan di

perdesaan;

2. Tahap kedua, pengembangan sistem

bioindustri (primer dan sekunder) yang

terpadu dengan sistem pertanian

agroekologis di perdesaan melalui

pengembangan industri biorefinery primer

utamanya yang menghasilkan karbohidrat

untuk mensubstitusi produk-produk impor

dalam rangka mewujudkan kedaulatan

pangan. Pada tahapan ini dikembangkan

pula biorefinery sekunder yang mensubstitusi

produk-produk berbasis fosil dan tidak

terbarukan dengan bioproduk. Pada akhir

tahapan ini, perekonomian Indonesia telah

mengalami transformasi menjadi

perekonomian berbasis bioindustri;

3. Tahap ketiga, dititikberatkan pada

pengembangan sektor bioservice yakni,usaha

jasa berkaitan dengan bioekonomi seperti

jasa penelitian dan pengembangan, jasa

konstruksi biorefinery, jasa pengembangan

biobisnis, jasa biomedis, jasa bioremediasi

lingkungan, jasa pengujian dan standardisasi

bioproduk dan biotools, dan sebagainya.

Sektor jasa sangat padat ilmu pengetahuan

hayati dan bioengineering termaju;

4. Tahap keempat, adalah pembangunan Sistem

Pertanian Bioindustri Berkelanjutan yang

berimbang dan berbasis ilmu pengetahuan

dan teknologi maju. Bila tahap ini dapat

dicapai, maka perekonomian Indonesia

mengalami revolusi bioekonomi. Pada

tahapan inilah terwujud Indonesia yang

bermartabat, mandiri, maju, adil dan

makmur.

Energi terbarukan adalah energi yang

bersumber dari alam dan secara

berkesinambungan dapat terus diproduksi.

Sumber alam yang dimaksud dapat berasal dari

matahari, panas bumi (geothermal), angin, air

(hydropower) dan berbagai bentuk dari biomassa.

Kelebihan dari energi terbarukan di antaranya

dapat dirubah menjadi tenaga listrik, dan dapat

dikemas dalam bentuk cair untuk kepraktisan

pendistribusiannya. Karakteristik energi

terbarukan yang demikian sangat sesuai dengan

perkembangan teknologi di sektor pertanian,

misalnya mesin pertanian berbahan bakar

biodiesel atau bioetanol alat pengeringan dan

penyimpanan, dan alat komunikasi pertanian

yang bertenaga listrik (Prastowo, 2007).

Mekanisasi pertanian pada aspek budidaya dan

pengembangan agroindustri tingkat pedesaan

akan terus mengalami perkembangan dan

membutuhkan energi yang mudah terjangkau

baik dari sisi tempat, jumlah, maupun harga.

Biomassa juga dapat diubah menjadi biogas

menggunakan reaktor digestasi anaerob, di mana

bakteri akan mendigestasi biomassa dan

menghasilkan biogas, yang dapat dimanfaatkan

untuk pengoperasian mesin-mesin pengering di

pedesaan (Prastowo et al. 2010).

Tingkat potensi biomassa berdasarkan

ketersediaan pasokan sumber daya yang tidak

termanfaatkan yang dapat diperoleh dari sisa

hasil pertanian menunjukkan potensi besar untuk

energi alternatif kelistrikan (Papilo et al., 2018).

Tabel 8. Ketersediaan bobot biomassa tanaman kelapa

No. Bagian tanaman Potensi per tanaman

(berat kering kg)

Potensi per ha

populasi 156 per ha

(ton/ha)

Potensi Nasional (ton)*

1. Batang 622,75 97.149,0 252.086.985.501

2. Buah 26,19 4.085,64 10.601.618.868

3. Pelepah dan daun 96,45 15.046,2 39.042.617.024

4. Akar 230,01 35.881,56 93.107.230.084

Jumlah 975,4 152.162,4 394.838.451.478

Sumber: Prastowo, 2016; Ditjenbun 2019f, *data perhitungan

Page 10: PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI …

152 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :143 - 157 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :85 - 100

Keberhasilan pengembangan biomassa di

Indonesia bergantung pada pengembangan

produk biomassa skala industri yang

dikombinasikan dengan inovasi teknologi.

Pada subsistem bioindustri, SPET

didasarkan pada inovasi bioengineering untuk

mengolah feedstock yang dihasilkan pada

subsistem usahatani primer menjadi energi dan

bioproduk, termasuk pupuk untuk usahatani

sehingga trade-off ketahanan pangan dan

ketahanan energi akan dapat dihindarkan

(Kementerian Pertanian 2013). Melalui kegiatan

kemitraan telah dilakukan kegiatan penelitian

dan pengembangan dalam rangka

mengembangkan model SPET berbasis

komoditas perkebunan. Kegiatan ini merupakan

upaya untuk mengimplementasikan berbagai

model SPET yang menggunakan pendekatan

bioindustri melalui kegiatan kemitraan. Beberapa

judul tersebut diantaranya adalah sebagai

berikut: (1) Pengembangan Model Pertanian

Terpadu Berbasis Seraiwangi di Sulawesi Selatan,

(2) Pengembangan Tanaman Perkebunan dan

Hortikultura Integrasi dengan Ternak di

Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan, (3)

Dukungan Inovasi Teknologi Badan Litbang

Pertanian Untuk Pengembangan Bioindustri

Pertanian di Kabupaten Aceh Timur, (4) Model

BioIndustri Berbasis Kemiri Sunan, (5)

Pengembangan Proses Produksi Bioetanol Fuel

Grade Tipe Mobile Berbasis Tanaman

Perkebunan, (6) Model Penerapan Teknologi

Kemiri Sunan [Reutealis trisperma (Blanco) Airy

Shaw] Dengan Tanaman Pangan Berwawasan

Konservasi di Lahan Bekas Tambang Emas

Kabupaten Buru Provinsi Maluku, (7) Model

Pengembangan Kemiri Sunan [Reutealis

trisperma (Blanco) Airy Shaw] Dengan Tanaman

Pangan di Lahan Bekas Tambang Batubara

Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi

Kalimantan Timur, (8) Pengembangan Proses

Produksi Bioetanol Fuel Grade Tipe Mobile

Berbasis Tanaman Perkebunan, (9) Model

Pengembangan Tanaman Seraiwangi Berbasis

Kawasan, (10) Penerapan Teknologi Model

Pengembangan Kopi Arabika Di Kabupaten

Garut Jawa Barat, (11) Optimalisasi Pemanfaatan

Lahan dan Diversifikasi Produk Tanaman Kelapa

di Dumai Provinsi Riau, dan (12) Peningkatan

Kualitas Tanaman, Relokasi Kebun Plasma

Nutfah Kopi Serta Pemeliharaan Sarana dan

Prasarana Pendukungnya Menuju Sistem

Pertanian Bioindustri Berkelanjutan

“Dukungan Inovasi Teknologi Badan

Litbang Pertanian untuk Pengembangan

Bioindustri Pertanian di Kabupaten Aceh Timur”

merupakan kegiatan kemitraan yang bertujuan

untuk mengembangkan sistem bioindustri. Hal

ini dilatarbelakangi oleh produktivitas tanaman

kakao rakyat yang masih rendah. Hal ini

disebabkan oleh rendahnya populasi, banyaknya

tanaman rusak, dan serangan hama dan

penyakit. Hal yang sama juga terjadi pada

tanaman pisang, dalam kurun waktu lima tahun

terakhir, tanaman pisang diserang oleh penyakit

yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia

solanacearum sehingga luas dan produksi

tanaman pisang menurun masing-masing 30%-

35%. Penurunan produksi ini menyebabkan

pendapatan petani menjadi semakin rendah.

Melalui kegiatan pengembangan sistem industri

diharapkan akan terjadi peningkatan produksi

kakao dan pisang melalui pendekatan

pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu

hasil penerapan teknologi Badan Litbang

Pertanian di Kabupaten Aceh Timur (Syakir and

Ferry 2011).

Sistem pertanian bioindustri merupakan

sistem yang mengoptimalkan semua potensi

yang terdapat di lokasi, tidak terkecuali limbah

dari suatu proses budidaya dan pasca panen.

Pola tanam kakao, pisang, dan ternak tidak

hanya mengoptimalkan penggunaan lahan tetapi

juga membuka peluang diversifikasi produk,

penyediaan pakan ternak dan penyediaan pupuk

organik. Terdapat peluang untuk meningkatkan

pendapatan petani, yaitu dengan diversifikasi

pertanaman untuk memperkuat usahatani

perkebunan. Optimalisasi lahan perkebunan

kakao dapat ditempuh dengan pola tanam kakao

dan tanaman pisang. Agar tidak terjadi

persaingan diperlukan inovasi teknologi pola

tanam kakao pisang berbasis pengelolaan

tanaman terpadu.

Budidaya tanaman kakao dan tanaman

pisang merupakan penerapan teknologi pola

tanam yang memberikan keuntungan dan

meningkatkan daya guna lahan. Tanaman kakao

Page 11: PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI …

153 Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi

(SUCI WULANDARI, SUMANTO, dan SAEFUDDIN)

yang rusak direhabilitasi dan tanaman pisang

kembali ditanam di dalam baris tanaman kakao,

dengan jarak tanam 9 x 9 m. Sebagai penyediaan

benih dibangun kebun induk pisang sehat, dan

juga ternak untuk mendukung pemanfaatan

limbah dari serasah, kulit buah kakao menjadi

kompos dan pakan ternak. Penerapan budidaya

kakao dan pisang akan mendorong berdirinya

kembali industri rumah tangga dan industri

berbahan baku pisang lainnya yang didukung

oleh produksi biji cokelat dan pasta, yang

akhirnya meningkatkan pendapatan petani.

Tanaman kakao dan pisang menghasilkan

biomassa dalam jumlah relatif besar. Tanaman

kakao melalui pemangkasan wiwilan dan

produksi menghasilkan daun yang dapat

digunakan sebagai pakan ternak, hal yang sama

juga terjadi pada pisang, baik dari kulit buah

maupun daun dan batang pisang. Potensi

penyediaan pakan ternak tersebut memberikan

peluang untuk dintegrasikan dengan ternak

kambing. Pemberian pakan ternak kambing dari

daun kakao, berpengaruh pada pelaksanaan

pangkasan tunas air dan cabang atau ranting

yang tidak produktif sehingga kanopi tanaman

kakao menjadi lebih baik dan setting buah

meningkat. Selain itu kotoran kambing menjadi

bahan yang dapat memperkaya kompos yang

dibuat dari biomassa kakao dan pisang sebagai

pupuk organik ke dua tanaman tersebut.

KENDALA SISTEM PERTANIAN

BIOINDUSTRI BERKELANJUTAN

Transformasi menuju Bioindustri

Perkebunan Berkelanjutan masih dihadapkan

pada berbagai permasalahan. Permasalahan

tersebut meliputi: pengembangan sistem

bioindustri, pemanfaatan potensi bioenergi dan

maupun pemanfaatan biomassa. Pemanfaatan

potensi bioenergi masih dihadapkan pada

berbagai kendala yaitu distribusi dan kontinuitas

pasokan bahan. Sumber limbah pertanian

diperoleh dari komoditi tanaman pangan dan

ketersediaannya dipengaruhi oleh pola tanam

dan luas areal panen dari tanaman pangan di

suatu wilayah (Lima, 2012).

Secara umum teknologi konversi biomassa

menjadi bahan bakar dapat dibedakan menjadi

tiga tahapan: pembakaran langsung, konversi

termokimia dan konversi biokimia. Pembakaran

langsung merupakan teknologi yang paling

sederhana karena pada umumnya biomassa telah

dapat langsung dibakar. Beberapa biomassa

perlu dikeringkan terlebih dahulu dan

didensifikasi untuk kepraktisan dalam

penggunaan. Konversi termokimiawi merupakan

teknologi yang memerlukan perlakuan termal

untuk memicu terjadinya reaksi kimia dalam

menghasilkan bahan bakar. Sedangkan konversi

biokimiawi merupakan teknologi konversi yang

menggunakan bantuan mikroba dalam

menghasilkan bahan bakar(Arhamsyah 2010).

Sebagai bahan bakar, biomassa perlu

dilakukan pengolahan terlebih dahulu agar dapat

lebih mudah dipergunakan yang dikenal sebagai

konversi biomassa. Teknologi konversi biomassa

tentu saja membutuhkan perbedaan pada alat

yang digunakan untuk mengkonversi biomassa

dan menghasilkan perbedaan bahan bakar yang

dihasilkan. Kendala teknologi terkait

pemanfaatan biomassa relatif kecil, walaupun

beberapa teknologi masih diperoleh dari negara

lain. Kendala yang dihadapi bukanlah masalah

teknologi, tetapi lebih pada kontinuitas pasokan

bahan padatan, distribusi, dan bentuk akhir

konversi energi yang tepat pakai oleh masyarakat

(Prastowo 2007).

Permasalahan terkait dengan

pengembangan sistem bioindustri, pemanfaatan

potensi bioenergi, dan pemanfaatan biomassa

sangat dipengaruhi tanaman yang menjadi bahan

baku. Pembuatan bioetanol dari bahan baku ubi

kayu dan produksi bioetanol dari biomassa tebu

dihadapkan pada permasalahan yang berbeda.

Pembuatan bioetanol dari bahan baku ubi

kayu yang umumnya dilakukan oleh industri

skala menengah dan besar, dihadapkan pada

permasalahan aspek teknis yaitu: (1) kontinuitas

bahan baku, di mana untuk kebutuhan produksi

bioetanol dan (2) persaingan bahan baku antara

penggunaan untuk pangan (tapioca) dan sebagai

bahan baku bioethanol (Agustian, 2015).

Ampas tebu sebagai limbah pabrik gula

merupakan salah satu bahan lignoselulosa yang

potensial untuk dikembangkan menjadi sumber

energi seperti bioetanol. Produksi dan aplikasi

bioetanol dari biomassa lignoselulosa, termasuk

Page 12: PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI …

154 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :143 - 157 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :85 - 100

ampas tebu, masih menghadapi berbagai

hambatan dan kendala. Selain masalah teknologi

yang belum sepenuhnya dikuasai, harga

bioetanol dari biomassa lignoselulosa masih

tinggi sehingga sulit bersaing dengan harga

bahan bakar minyak yang masih disubsidi

pemerintah (Hermiati et al. 2010).

Pada skala rumah tangga, potensi penerapan

teknologi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pada

petani yang memiliki usahatani yang

menerapkan konsep integrasi tanaman dan

ternak, potensi penerapan teknologi pengolahan

limbah pertanian relatif tinggi. Adopsi teknologi

pengolahan limbah pertanian bervariasi,

teknologi pembuatan kompos 25-35%, teknologi

pengolahan pakan 35-40%, sedangkan teknologi

biogas belum diadopsi. Berbagai faktor pembatas

di tingkat petani di antaranya: (1) informasi

teknologi pengolahan limbah belum menyebar

dan (2) penguasaan teknologi pengolahan limbah

masih rendah, dimana sebagian besar petani

mengetahui teknologi tetapi belum menerapkan

karena belum menguasai teknis pelaksanaannya

(Hosen, 2012).

STRATEGI MENDORONG

PEMANFAATAN BIOMASSA

Perekonomian berbasis bio tidak hanya

bergantung pada sumber daya fosil tetapi

mengacu pada semua kegiatan yang

memanfaatkan biomassa untuk penggerak

perekonomian. Kegiatan industri bioteknologi

dan aplikasinya untuk pertanian, kesehatan,

kimia atau energi merupakan salah satu contoh

perekonomian berbasis bio.

Pemanfaatan biomassa meskipun termasuk

terbarukan tetapi mempunyai kendala waktu

untuk tumbuh, keterbatasan lahan, serta

ketersediaan unsur hara tanah dan air.

Persaingan antara produksi biomassa untuk

keperluan pangan dan energi juga perlu

dipertimbangkan dalam pengembangan ekonomi

berbasis bio. Dalam pengembangan ekonomi

berbasis bio diperlukan perbaikan dalam kualitas

dan kuantitas produksi biomassa, peningkatan

efisiensi pengolahan di sisi hilir dan

keberlanjutan sistem produksi.

Ketersediaan bahan baku akan terus menjadi

isu penting dalam ekonomi berbasis bio.

(Langeveld et al., 2010) tantangan terbesar dalam

ekonomi berbasis bio yaitu cara memproduksi

biomassa yang berkelanjutan untuk jangka

panjang. Bahan baku biomassa yang tersedia saat

ini belum tentu optimal untuk dimanfaatkan

sehingga perlu rekayasa untuk memperoleh

karakteristik yang tepat. Sistem produksi bahan

baku perlu mempertimbangkan proses daur

ulang, meningkatkan efisiensi penggunaan

sumber daya alam yang terbatas dan

meningkatkan penggunan sumber terbarukan.

Prioritas pertama dalam produksi biomassa yang

berkelanjutan adalah untuk memastikan proses

konservasi, regenerasi, daur ulang dan substitusi

sumber daya dapat terlaksana dengan tetap

menjaga keanekaragaman hayati dan modal

sosial.

Metode tambahan untuk meningkatkan

keberlanjutan proses produksi adalah dengan

memperhatikan prinsip dan proses ekologi.

Produksi biomassa harus tetap memperhatikan

keragaman sistem pertanian dan tanaman,

tanaman waktu penanaman (rotasi) dan ruang

(lokasi lahan, tumpang sari, dan varietas tanaman

campuran). Peningkatan produksi biomassa

dapat dilakukan dengan pemilihan tanaman

yang produktivitasnya tinggi serta memperluas

lahan sesuai dengan kondisi jenis tanamannya.

Transisi dari pasca energi fosil menuju

ekonomi berbasis bio harus sejalan dengan

transisi menuju pertanian dan transportasi yang

berkelanjutan serta peningkatan pemanfaatan

energi terbarukan. Ekonomi berbasis bio dapat

berdampak positif bagi perekonomian, namun

belum menjamin bermanfaat secara ekologi dan

sosial. Oleh karena itu perlu diinventarisasi

faktor-faktor penting supaya pengembangan

ekonomi berbasis bio tidak salah arah. Kebijakan

yang dapat dipertimbangkan dalam

pengembangan ekonomi berbasis bio sebagai

berikut (Eickhout, 2012):

1. Analisis neraca karbon. Penurunan emisi GRK

sering menjadi dasar untuk mendukung

pengembangan ekonomi berbasis bio. Secara

definisi ekonomi berbasis bio tidak

mengakibatkan pengurangan emisi. Siklus

karbon secara keseluruhan perlu dianalisis

Page 13: PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI …

155 Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi

(SUCI WULANDARI, SUMANTO, dan SAEFUDDIN)

karena dalam pengelolaan lahan sering terjadi

perubahan penggunaan lahan.

2. Pengaturan alokasi lahan. Lahan pertanian

yang sudah ada terutama digunakan untuk

produksi pangan. Dalam transisi menuju

ekonomi berbasis bio, lahan tersebut juga

digunakan untuk produksi bioenergi dan

biomaterial lainnya yang bisa memicu

terjadinya persaingan antara pangan dan

energi.

3. Pemanfaatan lahan. Salah satu faktor penting

dalam produksi biomassa adalah ketersediaan

lahan. Lahan merupakan sumber daya yang

terbatas sehingga produksi biomassa yang

dapat dilakukan secara berkelanjutan juga

terbatas. Peningkatan produksi biomassa

karena pertumbuhan kebutuhan energi akan

meningkatkan kebutuhan lahan, yang dapat

diperoleh melalui konversi dari hutan.

Konversi ini dapat mengurangi biodiversitas

yang penting dalam ekosistem.

4. Pemanfaatan sumber daya secara

berkelanjutan. Produksi biomassa membutuh

kan sumber daya lain selain lahan, yaitu air

dan unsur hara. Seperti lahan, ketersediaan air

dan unsur hara juga terbatas. Penggunaan air

dan unsur hara yang tidak tepat akan

mengakibatkan ekonomi berbasis bio tidak

akan berkelanjutan untuk jangka panjang.

5. Dukungan teknologi. Pemilihan teknologi

harus tepat supaya dapat mengurangi emisi

GRK serta mengurangi ketergantungan pada

penggunaan sumber daya fosil. Bioteknologi

merupakan teknologi yang berperan penting

dalam produksi biomaterial, bahan kimia dan

obat-obatan.

6. Fokus pada nilai tambah yang tinggi. Transisi

ke ekonomi berbasis bio akan meningkatkan

permintaan biomassa dari waktu ke waktu.

Bila semua kebutuhan produk yang beragam

harus dipenuhi, maka kurva permintaan

biomassa akan menjadi curam dan

penyediaan biomassa tidak bisa berkelanjutan.

Oleh karena itu disamping memproduksi

bioenergi, perlu berfokus pada produksi

biomaterial yang mempunyai nilai tambah

yang tinggi.

7. Perbaikan tata kelola. Ekonomi berbasis bio

akan dapat berkembang bila mendapatkan

dukungan penuh melalui koherensi kebijakan.

Kerjasama dan konsistensi dalam

melaksanakan kebijakan merupakan kunci

sukses untuk mengimplementasikan ekonomi

berbasis bio. Tata kelola menjadi tantangan

untuk mewujudkan ekonomi berbasis bio

yang berkelanjutan.

Secara spesifik, pengetahuan yang dapat

diperoleh dari pengembangan sistem pertanian

terpadu yaitu informasi terkait keuntungan dan

strategi perbaikan sistem. Keuntungan

pengembangan sistem pangan energi terpadu (1)

meningkatkan produktivitas tanaman dan

menurunkan serangan penyakit, (2) penyediaan

bahan baku untuk meningkatkan industri rumah

tangga, (3) meningkatkan pemanfaatan lahan,

pemanfaatan pangkasan, dan memproduksi

pupuk organik secara mandiri, (4) diversifikasi

pendapatan, dan (5) pertanian berwawasan

lingkungan. Penerapan sistem pertanian terpadu,

perbaikan kinerja dapat dilakukan melalui: (1)

sosialisasi dari inovasi teknologi, (2) membentuk

kawasan-kawasan pertanian terpadu di daerah

sentra tanaman, dan (3) memperkuat

kelembagaan petani untuk mengembangkan

agroindustri (Syakir and Ferry, 2011).

PENUTUP

Sistem Perkebunan Berkelanjutan dilakukan

melalui pemanfaatan biomassa seluruh bagian

tanaman, baik yang sesuai untuk untuk pangan,

pakan, dan bahan bioenergi dengan seminimal

mungkin menyisakan limbah yang tidak

bermanfaat. Hasil penelitian dan perkembangan

teknologi yang ada menyediakan teknik untuk

pemanfaatan biomassa bagian-bagian tanaman

tersebut, termasuk pemanfaatan bagian tanaman

yang dahulu dianggap sebagai sisa-sisa tak

bermanfaat. Oleh karena itu, bioindustri

perkebunan dikembangkan dengan terintegrasi

dan berkelanjutan dengan memanfaatkan

biomassa seluruh bagian tanaman, baik untuk

menghasilkan pangan, pakan maupun bioenergi

serta produk bernilai tinggi lainnya.

Page 14: PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI …

156 Volume 18 Nomor 2, Des 2019 :143 - 157 Volume 17 Nomor 2, Des 2018 :85 - 100

Dalam penerapannya, sistem ini masih

dihadapkan oleh berbagai kendala yaitu

distribusi, kontinuitas pasokan bahan dan aspek

keekonomian. Langkah strategis yang dapat

dilakukan untuk mengatasi dengan melakukan

pendekatan yang lebih holistik, termasuk analisis

neraca karbon, kajian alokasi lahan dan

pemanfaatan lahan, serta lebih fokus pada

peningkatan nilai tambah yang tinggi dari

produknya. Selanjutnya untuk pengembangan

bioindustri dapat diinisiasi melalui: sosialisasi

dari inovasi teknologi, membentuk kawasan-

kawasan pertanian terpadu di daerah sentra

tanaman, dan memperkuat kelembagaan petani.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada

Prof. Dr. Bambang Prastowo yang telah

memberikan informasi terkait dengan “Potensi

Biomassa Tanaman Perkebunan untuk Bioenergi

Mendukung Pertanian Bioindustri”.

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, A. (2015) Pengembangan Bioenergi di

Sektor Pertanian: Potensi dan Kendala

Pengembangan Bioenergi Berbahan Baku

Ubi Kayu Analisis Kebijakan Pertanian. 13

(1), 19–38.

Arhamsyah (2010) Pemanfaatan Biomassa Kayu

sebagai Sumber Energi Terbarukan. Jurnal

Riset Industri Hasil Hutan. 2 (1), 42–48.

Bogdanski, A. et al. (2010) Environment and

Natural Resources Management Working

Paper Making Integrated Systems Work for

People and Climate. FAO.

Biomass Energi Europe. (2010) Harmonization of

biomass resource assessments, Volume I:

Best Practices and Methods Handbook.

BEE: Freiburg-Germany.

Calle RF. (2007) Overview of Bioenergi, In:

TheBiomass Assessment Handbook.

Bioenergi for a Sustainable Environment,

Rosillo-Calle F., de Groot P., Hemstock

S.L., Woods J. (Eds.), Earthscan, London,

Sterling, 1-26.

Ditjenbun (2019a) Tebu, Statistik Perkebunan

2017-2019 Direktorat Jenderal Perkebunan,

Kementerian Pertanian.

Ditjenbun (2019b) Karet, Statistik Perkebunan

2017-2019 Direktorat Jenderal Perkebunan,

Kementerian Pertanian

Ditjenbun (2019c) Sawit, Statistik Perkebunan

2017-2019 Direktorat Jenderal Perkebunan,

Kementerian Pertanian.

Ditjenbun (2019d) Teh, Statistik Perkebunan 2017-

2019 Direktorat Jenderal Perkebunan,

Kementerian Pertanian.

Ditjenbun (2019e) Kakao, Statistik Perkebunan

2017-2019 Direktorat Jenderal Perkebunan,

Kementerian Pertanian.

Ditjenbun (2016a) Kopi Robusta, Statistik

Perkebunan 2015-2017 Direktorat Jenderal

Perkebunan, Kementerian Pertanian.

Ditjenbun (2016b) Kopi Arabika, Statistik

Perkebunan 2015-2017 Direktorat Jenderal

Perkebunan, Kementerian Pertanian.

Dobermann, A (2007) Integrated food – Biofuel

Systems, Depart. of Agronomy and

Horticuture, Univ.of Nesbraska. Lincoln.

Eickhout, B. (2012) A Strategy for a Bio-based

Economy, Green New Deal Series

volume 9, Green European Foundation,

Brussels.

Hermiati, E. Mangunwidjaja D, Sunarti TC,

Suparno O, dan Prasetya B. (2010)

Pemanfaatan Biomassa Lignoselulosa

Ampas Tebu untuk Produksi Bioetanol.

Jurnal Litbang Pertanian. 29 (4) pp.121–130.

Hosen, N. (2012) Adopsi Teknologi Pengolahan

Limbah Pertanian oleh Petani Anggota

Gapoktan PUAP di Kabuapaten Agam,

Sumatera Barat. Jurnal Penelitian Pertanian

Terapan. 12 (2), pp.89–95.

Iskandar, T. dan Siswati, N. (2012) Pemanfaatan

Limbah Pertanian sebagai Energi Alternatif

Melalui Konversi Thermal. Buana Sains. 12

(1). pp.117–122.

Kementerian Pertanian (2013) Konsep Strategi

Induk Pembangunan Pertanian 2013-2045

Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan Solusi

Pembangunan Indonesia Masa Depan.

Khaidir (2016) Pengolahan Limbah Pertanian

Sebagai Bahan Bakar Alternatif.

Agricultural Waste Processing As Alternative

Page 15: PENGELOLAAN BIOMASSA TANAMAN DALAM BIOINDUSTRI …

157 Pengelolaan Biomassa Tanaman dalam Bioindustri Perkebunan Mendukung Pengembangan Bioenergi

(SUCI WULANDARI, SUMANTO, dan SAEFUDDIN)

Fuels Khaidir. 13 (September) pp.63–68.

Lima, D. (2012) Produksi Limbah Pertanian dan

Limbah Peternakan Serta Pemanfaatannya

di Kecamatan Huamual Belakang dan

Taniwel Kabupaten Seram Bagian Barat.

Jurnal Agroforestri. VII (1) pp. 1–7.

Papilo P, Kunaifi, Hambali H, Nurmiati, Pari RF.

(2018) Penilaian Potensi Biomassa sebagai

Alternatif Energi Kelistrikan. Jurnal PASTI

IX (2) pp.164 – 176

Prastowo, B. (2007) Potensi Sektor Pertanian

Sebagai Penghasil dan Pengguna Energi

Terbarukan. Perspektif. 6 (2), pp.84–92.

Prastowo B, Indrawanto C, dan Effendi DS. (2010)

Mekanisasi Pertanian dalam Perspektif

Pengembangan BBN di Indonesia.

Perspektif 9 (1) 47-54

Prastowo, B. dan Richana, N. (2014) Biodiesel

Generasi-1 Generasi-2. IAARD Press.

Prastowo, B. (2015) Pokok-Pokok Pikiran

Pengembangan Bioindustri. Infotek

Perkebunan 7 (2) pp.1.

Sumanto dan Prastowo, B. (2016) Pertanian

Bioindustri: Peranan Biomassa untuk

pupuk, pakan dan energi (termasuk

bioavtur) dalam Mendukung Pertanian

Bioindustri. Perspektif 15 (2) 146-156.

Suprihatin, S., Indrasti, N.S. & Aryanto, A.Y.

(2010) Potensi Limbah Biomassa Pertanian

Sebagai Bahan Baku Produksi Bioenergi

(Biogas).In: Prosiding Seminar Tjipto Utomo

Intitut Teknologi Nasional. (September),

pp.B7-1-B7-11.

Syakir, M. dan Ferry, Y. (2011) Inovasi Teknologi

Bioindustri Berbasis Kakao, Pisang, dan

Ternak Kambing Terpadu: Sebuah

Pelajaran dari Kabuptane Aceh Timur. In:

Bunga Rampai: Inovasi Teknologi Bioindustri

Kakao. pp.129–140.