Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA TERHADAP POLA MAKAN BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI
KECAMATAN MONTASIK KABUPATEN ACEH BESAR
TESIS
OLEH:
YULIA SARI 097032138/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2011
Universitas Sumatera Utara
THE INFLUENCE OF FAMILY’S SOCIO-CULTURE AND ECONOMY ON THE EATING PATTERN OF LOW WEIGHT CHILDREN UNDER FIVE
YEARS OLD IN MONTASIK SUBDISTRICT ACEH BESAR DISTRICT
T H E S I S
By
YULIA SARI 097032138/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
2011
Universitas Sumatera Utara
PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA TERHADAP POLA MAKAN BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI
KECAMATAN MONTASIK KABUPATEN ACEH BESAR
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
YULIA SARI 097032138/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2011
Universitas Sumatera Utara
Judul Tesis : PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA TERHADAP POLA MAKAN BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI KECAMATAN MONTASIK KABUPATEN ACEH BESAR
Nama Mahasiswa : Yulia Sari Nomor Induk Mahasiswa : 097032138 Program studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) ( Ketua Anggota
Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes)
Ketua Program Studi Dekan (Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.Si)
Tanggal lulus: 12 Desember 2011
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji Pada Tanggal: 12 Desember 2011 ____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Badaruddin, M.Si Anggota : 1. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes 2. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes 3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN
PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA TERHADAP POLA MAKAN BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI
KECAMATAN MONTASIK KABUPATEN ACEH BESAR
TESIS Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orangn lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Desember 2011
YULIA SARI 097032138
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Aceh Besar merupakan salah satu Kabupaten Nanggroe Aceh Darussalam yang memiliki angka yang cukup besar terhadap permasalahan gizi balita. Dari 23 kecamatan terdapat 897 balita dengan timbangan di bawah garis merah (BGM) dan 35 balita dengan gizi buruk. Kecamatan Montasik merupakan salah satu daerah administratif kecamatan yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Aceh Besar yang memiliki kasus balita Bawah Garis Merah (BGM) paling tinggi. Dari 1.661 balita yang ada, terdapat 43 keluarga yang memiliki balita dengan berat badan di Bawah Garis Merah (BGM).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sosial budaya dan ekonomi keluarga terhadap pola makan pada balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar. Jenis penelitian adalah Survey Explanatory. Penelitian dilakukan di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar. Sampel adalah seluruh ibu yang memiliki balita dengan timbangan di Bawah Garis Merah yaitu berjumlah 43 orang. Analisis data menggunakan uji regresi liniear berganda pada taraf kepercayaan 95% (α < 0,05).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh antara pengetahuan, pendidikan, dan pekerjaan terhadap pola makan balita bawah garis merah. Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap pola makan balita bawah garis merah adalah pekerjaan.
Disarankan kepada pihak Puskesmas Montasik agar mengaktifkan petugas gizi dan kader untuk melakukan kunjungan ke rumah-rumah balita BGM untuk langsung memberikan penyuluhan kepada orangtua balita tersebut mengenai pola makan balita yang sesuai umur.
Kata kunci: Budaya, Ekonomi, Pola Makan, Balita
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Aceh Besar is one of the districts in Nanggroe Aceh Darussalam with a quite big number of nutritional problems in children under five years old. In the 23 Subdistricts, there are 897 low weight children under five years old and 35 with malnutrition. Montasik Subdistrict is one of the administrative subdistricts under the District Government of Aceh Besar with the highest number of cases of low weight children under five years. Of 1.661 children under five years old, there are 43 families with low weight children under five years old.
The purpose of this survey explanatory study conducted in Montasik Subdistrict, Aceh Besar District was to analyze the influence of family’s socio-culture and economy on the eating pattern of low weight children under five years old in Montasik Subdistrict, Aceh Besar District. The sample for this study were the mother of 43 low weight children under five years. The data obtained were analyzed through multiple linear regression test at level of confidence 95% (α <0.05).
The result of this study showed that there were influence between knowledge, education, and occupation on the eating pattern of low weight children under five years old. Occupation was the most dominant variable influencing on the eating pattern of low weight children under five years old.
The management of Montasik health centre is suggested to activate the nutritionists and cadres to pay a door-to-door visit to the homes with low weight children under five years old to directly provide extension about an appropriate food for the children under five years old to the children’s parents.
Keywords: Culture, Economy, Eating Pattern, Children
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa,
atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
tesis ini dengan judul “ Pengaruh Sosial Budaya dan Ekonomi Keluarga
terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan
Montasik Kabupaten Aceh Besar”.
Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan, dan
bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini izinkan penulis untuk
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan Minat Studi
Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, serta seluruh jajarannya
yang telah memberikan bimbingan dan dorongan selama penulis mengikuti
pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
3. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dalam penulisan
tesis ini dan sebagai anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan
waktu dan pikiran dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan
bimbingan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
4. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes, Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes, Dr. Ir.
Evawany Aritonang, M.Si Sebagai komisi penguji tesis yang telah banyak
memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
5. Para dosen di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
6. Kepala Puskesmas Montasik beserta staf yang telah banyak membantu
peneliti.
7. Kedua orangtua, suami tercinta, anak-anak tersayang, yang telah memberikan
dukungan dan doa dalam menyelesaikan pendidikan ini.
8. Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah banyak memberikan bantuan moril dan materil selama mengikuti
pendidikan, penelitian, dan penulisan tesis.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga
saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan dan
diucapkan terima kasih.
Medan, Desember 2011
Penulis
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Yulia Sari, lahir pada tanggal 14 Juli 1973 di Banda Aceh, anak kedua dari
delapan bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs.Syamsul Bahri dan Ibunda Limpah
Ani.
Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di SD 30
Banda Aceh, selesai Tahun 1985, sekolah menengah pertama di SLTPN 6 Banda
Aceh, selesai Tahun 1988,Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Depkes RI di Banda
Aceh, selesai Tahun 1991, D-I Kebidanan Depkes RI Banda Aceh, selesai Tahun
1992, D-III Kebidanan Poltekkes Medan, selesai tahun 2001, D-IV Poltekkes Medan,
selesai Tahun 2008.
Penulis bekerja sebagai pegawai negeri Puskesmas Kota Cot Glie, Kabupaten
Aceh Besar, tahun 1992 sampai sekarang.
Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2009 hingga saat ini.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ...................................................................................................... i ABSTRACT ..................................................................................................... ii KATA PENGANTAR .................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ v DAFTAR ISI ................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2. Permasalahan ............................................................................. 9 1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 9 1.4. Hipotesis .................................................................................... 10 1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................... 10
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 11
2.1. Sosial Budaya ............................................................................ 11 2.2. Ekonomi dan Ketersediaan Pangan ............................................ 21 2.3. Pola Makan ................................................................................ 24
2.3.1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pola Pemberian Makan ............................................................................... 27 2.3.2. Pola Makan Sehat Anak ................................................... 28 2.3.3. Sosial Budaya dengan Pola Makan .................................. 30 2.4. Balita .......................................................................................... 32 2.4.1. Balita Bawah Garis Merah ............................................... 33 2.5. Landasan Teori ........................................................................... 34 2.6. Kerangka Konsep ....................................................................... 38
BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................ 39
3.1 . Jenis Penelitian ........................................................................... 39 3.2 . Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 39 3.2.1. Lokasi Penelitian .............................................................. 39 3.2.2. Waktu Penelitian .............................................................. 40 3.3. Populasi dan Sampel .................................................................. 40
3.3.1. Populasi ............................................................................ 40 3.3.2. Sampel .............................................................................. 40
3.4. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 40
Universitas Sumatera Utara
3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................... 41 3.5. Variabel dan Definisi Operasional ............................................. 43 3.6. Metode Pengukuran ................................................................... 46 3.7. Metode Analisis Data ................................................................. 48
BAB 4. HASIL PENELITIAN ..................................................................... 50
4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ...................................................... 50 4.2. Analisis Univariat ...................................................................... 52 4.3. Analisis Bivariat ......................................................................... 59 4.4. Analisis Multivariat .................................................................... 63
BAB 5. PEMBAHASAN ............................................................................... 66
5.1. Pengaruh sosial Budaya terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik ................ 66 5.2. Pengaruh Ekonomi terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik ................ 72
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 76
6.1. Kesimpulan ................................................................................ 76 6.2. Saran ........................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 78 LAMPIRAN .................................................................................................... 83
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 3.1 Aspek Pengukuran Variabel ................................................................. 47
4.1 Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Montasik Tahun 2010 ........... 51
4.2 Jumlah Tenaga Kesehatan di Kecamatan Montasik Tahun 2010 .......... 52
4.3 Distribusi Pengatahuan Responden di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ............................................................................................ 53 4.4 Distribusi Pendidikan Responden di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ............................................................................................ 53 4.5 Distribusi Pendistribusian Makanan di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ............................................................................................ 54 4.6 Distribusi Pantangan Makanan di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ............................................................................................ 54 4.7 Distribusi Jumlah Anggota Keluarga Responden di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ............................................................................ 55 4.8 Distribusi Pekerjaan Responden di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ............................................................................................ 55 4.9 Distribusi Penghasilan Keluarga di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ............................................................................................ 56 4.10 Distribusi Jenis Makanan di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ........... 56
4.11 Distribusi Frekuensi Makan di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ....... 57
4.12 Distribusi Pola Makan Balita di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ..... 59
4.13 Tabulasi Silang antara Pengetahuan, Pendidikan, Distribusi Makanan, Pantangan Makanan, dan Jumlah Anggota Keluarga terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ......... 59
Universitas Sumatera Utara
4.14 Tabulasi Silang antara Pekerjaan dan Penghasilan terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ......... 62 4.15 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ................................................ 65
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman 2.1 Penyebab Gizi Kurang (disesuaikan dari bagan UNICEF (1998) The State of The World’s Children 1998. Oxford Univ.Press)
2.2 Kerangka Konsep Penelitian ................................................................. 38
............... 37
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian .............................................................................. 83
2 Formulir Food Frequency ..................................................................... 90
3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ....................................................... 91
4 Hasil Univariat ....................................................................................... 96
5 Hasil Bivariat ......................................................................................... 98
6 Hasil Multivariat .................................................................................... 104
7 Hasil Food Frequency ........................................................................... 106
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Aceh Besar merupakan salah satu Kabupaten Nanggroe Aceh Darussalam yang memiliki angka yang cukup besar terhadap permasalahan gizi balita. Dari 23 kecamatan terdapat 897 balita dengan timbangan di bawah garis merah (BGM) dan 35 balita dengan gizi buruk. Kecamatan Montasik merupakan salah satu daerah administratif kecamatan yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Aceh Besar yang memiliki kasus balita Bawah Garis Merah (BGM) paling tinggi. Dari 1.661 balita yang ada, terdapat 43 keluarga yang memiliki balita dengan berat badan di Bawah Garis Merah (BGM).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sosial budaya dan ekonomi keluarga terhadap pola makan pada balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar. Jenis penelitian adalah Survey Explanatory. Penelitian dilakukan di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar. Sampel adalah seluruh ibu yang memiliki balita dengan timbangan di Bawah Garis Merah yaitu berjumlah 43 orang. Analisis data menggunakan uji regresi liniear berganda pada taraf kepercayaan 95% (α < 0,05).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh antara pengetahuan, pendidikan, dan pekerjaan terhadap pola makan balita bawah garis merah. Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap pola makan balita bawah garis merah adalah pekerjaan.
Disarankan kepada pihak Puskesmas Montasik agar mengaktifkan petugas gizi dan kader untuk melakukan kunjungan ke rumah-rumah balita BGM untuk langsung memberikan penyuluhan kepada orangtua balita tersebut mengenai pola makan balita yang sesuai umur.
Kata kunci: Budaya, Ekonomi, Pola Makan, Balita
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Aceh Besar is one of the districts in Nanggroe Aceh Darussalam with a quite big number of nutritional problems in children under five years old. In the 23 Subdistricts, there are 897 low weight children under five years old and 35 with malnutrition. Montasik Subdistrict is one of the administrative subdistricts under the District Government of Aceh Besar with the highest number of cases of low weight children under five years. Of 1.661 children under five years old, there are 43 families with low weight children under five years old.
The purpose of this survey explanatory study conducted in Montasik Subdistrict, Aceh Besar District was to analyze the influence of family’s socio-culture and economy on the eating pattern of low weight children under five years old in Montasik Subdistrict, Aceh Besar District. The sample for this study were the mother of 43 low weight children under five years. The data obtained were analyzed through multiple linear regression test at level of confidence 95% (α <0.05).
The result of this study showed that there were influence between knowledge, education, and occupation on the eating pattern of low weight children under five years old. Occupation was the most dominant variable influencing on the eating pattern of low weight children under five years old.
The management of Montasik health centre is suggested to activate the nutritionists and cadres to pay a door-to-door visit to the homes with low weight children under five years old to directly provide extension about an appropriate food for the children under five years old to the children’s parents.
Keywords: Culture, Economy, Eating Pattern, Children
Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan pada saat ini lebih banyak menempatkan masyarakat sebagai
subjek sekaligus objek pada pembangunan tersebut. Hal ini tercermin dalam sasaran
pembangunan Indonesia yakni terciptanya kualitas hidup dengan mewujudkan
masyarakat Indonesia yang seutuhnya melalui upaya pembangunan menuju sumber
daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif. Keterangan ini juga
dijelaskan dalam indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas sumber daya
manusia yaitu Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Indeks
(HDI). Pada Tahun 2005 United Nations Development Population menempatkan
Indonesia pada urutan ke 110 dari 174 negara di Dunia. Hal ini menunjukkan bahwa
pembangunan di Indonesia belum sepenuhnya mampu meningkatkan kualitas hidup
sumber daya manusia (United Nations Development Population, 2008).
Azwar (2004) menjelaskan rendahnya HDI diantaranya disebabkan oleh
karena rendahnya status gizi dan status kesehatan masyarakat. Termasuk didalamnya
kondisi gizi yang buruk pada bayi dan Balita yang mengakibatkan lebih separuh
kematian pada anak dan bayi.
Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di
Indonesia. Kekurangan gizi belum dapat diselesaikan, prevalensi masalah gizi lebih
dan obesitas mulai meningkat khususnya pada kelompok sosial ekonomi menengah
ke atas di perkotaan. Dengan kata lain, saat ini Indonesia tengah menghadapi
Universitas Sumatera Utara
masalah gizi ganda. Hal ini sangat merisaukan karena mengancam kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan di masa mendatang. Diperkirakan
masih terdapat sekitar 1,7 juta balita terancam gizi buruk yang keberadaannya
tersebar di pelosok-pelosok Indonesia. Jumlah balita di Indonesia menurut data
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Tahun 2007 mencapai
17,2% dengan laju pertumbuhan penduduk 2,7% per tahun. United Nations
Children’s Fund (UNICEF) melaporkan Indonesia berada di peringkat kelima dunia
untuk negara dengan jumlah anak yang terhambat pertumbuhannya paling besar
dengan perkiraan sebanyak 7,7 juta balita (Depkes RI, 2007).
Data Susenas tahun 2005, angka prevalensi gizi kurang anak balita 28%,
dan di antara angka tersebut 8,8 % menderita gizi buruk. Pada tahun 2008 angka
tersebut berkurang menjadi 13,0 %. Walau prevalensi gizi kurang menurun namun
anak yang stunting (pendek) masih cukup tinggi 36,8% yang berarti pernah
menderita kekurangan gizi. Sedangkan Prevalensi gizi buruk 5,4 % (Depkes, 2010).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas ) 2007, secara nasional
Selanjutnya data Departemen Kesehatan RI tahun 2010 menunjukkan
penurunan dari tahun 2007 dengan prevalensi gizi buruk 5,4% menjadi 4,9% pada
prevalensi
kekurangan gizi pada anak balita adalah sebesar 18,4% terdiri dari gizi kurang 13,0
% dan gizi buruk 5,4 %. Sementara itu Riskesdas 2010, gizi kurang tidak mengalami
perubahan dan gizi buruk mengalami peningkatan dengan prevalensi gizi kurang
balita sebesar 13% dan gizi buruk 5,9%. Untuk Provinsi Nanggro Aceh Darussalam
(NAD) sendiri prevalensi gizi buruk 7,1% dan gizi kurang 16,6%.
Universitas Sumatera Utara
tahun 2010, sementara prevalensi gizi kurang tidak mengalami perubahan, masih
13%. Sementara untuk Provinsi Nanggro Aceh Darussalam, prevalensi gizi kurang
24% (Depkes, 2010).
Masyarakat harus mengerti bahwa anak mereka membutuhkan makanan
dengan cukup zat gizi demi masa depan mereka sehingga anak tersebut tidak terkena
penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gizi. Kelompok anak balita merupakan
kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat. Anak balita
merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi
(Sediaoetama, 2006).
Kondisi gizi salah di Indonesia yang terbanyak termasuk berat badan di
bawah garis merah kebanyakan disebabkan oleh konsumsi pangan yang tidak
mencukupi kebutuhan badan. Kondisi gizi salah terutama diderita oleh anak-anak
yang sedang tumbuh dengan pesat yaitu kelompok balita (bawah lima tahun) dimana
prevalensinya pada anak balita masing tinggi + 30-40%. Kebanyakan penyakit gizi
ditandai dengan berat badan di bawah garis merah pada masa bayi dan anak ditandai
2 sindrom yaitu kwashiorkor dan marasmus (Hardjoprakoso, 1986).
Menurut Suhardjo (1986), klasifikasi keadaan berat badan balita di bawah
garis merah yang paling sederhana dan umum dipakai adalah ukuran berat menurut
umur yang kemudian dibandingkan terhadap ukuran baku, karena berat badan anak
merupakan indikator yang baik bagi penentuan status gizinya. Khususnya untuk
mereka yang berumur di bawah lima tahun, dimana keadaan seperti ini disebabkan
oleh faktor-faktor tertentu seperti: tingkat pendidikan ibu, tingkat ekonomi keluarga,
Universitas Sumatera Utara
latar belakang sosial budaya keluarga dilihat dari pantangan makanan, distribusi
makanan, keadaan fisiologi, sehingga faktor-faktor tersebut ikut menentukan
besarnya presentase balita dengan berat badan di bawah garis merah.
Kartu Menuju Sehat (KMS) dapat digunakan untuk memantau pertumbuhan
balita. Pada KMS terdapat garis yang berwarna merah. Apabila balita tersebut berada
di bawah garis merah menunujukkan bahwa anak tersebut memiliki masalah gizi dan
perlu mendapatkan perhatian yang lebih. Seorang balita yang berada di bawah garis
merah (BGM) pada KMS belum tentu menderita gizi buruk. KMS tidak dapat
dipakai untuk mengukur status gizi balita.
Pola asuh berperan penting dalam menentukan status gizi balita. Apabila pola
asuh anak kurang, dapat memengaruhi tumbuh kembang anak terutama pola asuh
makan. Begitu juga terhadap balita BGM. Bila balita BGM tidak mendapatkan
perhatian khusus dari keluarga,asupan makanannya tidak mencukupi maka dapat
mengakibatkan status gizi balita tersebut semakin menurun (Soekirman, 2000).
Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa gizi masyarakat bukan hanya
menyangkut aspek kesehatan saja, melainkan aspek-aspek terkait yang lain, seperti
ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kependudukan, dan sebagainya. Oleh sebab itu,
penanganan atau perbaikan gizi sebagai upaya terapi tidak hanya diarahkan kepada
gangguan gizi atau kesehatan saja, melainkan juga ke arah bidang-bidang yang lain.
Pola makan merupakan praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan oleh
ibu/pengasuh kepada anak yang berkaitan dengan pemberian makanan. Pemberian
makanan pada anak diperlukan untuk memperoleh kebutuhan zat gizi yang cukup
Universitas Sumatera Utara
untuk kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan sesudah sakit, aktivitas,
pertumbuhan dan perkembangan. Secara fisiologik, makan merupakan suatu bentuk
pemenuhan atau pemuasan rasa lapar. Untuk seorang anak, makan dapat dijadikan
media untuk mendidik anak supaya dapat menerima, menyukai dan memilih
makanan yang baik (Santoso Ranti, 1995).
Di Indonesia pola makan terhadap anak sangat dipengaruhi oleh budaya,
unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan dalam masyarakat
yang diajarkan secara turun temurun kepada seluruh anggota keluarganya padahal
kadang-kadang unsur budaya tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi.
Aspek budaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia berkembang sesuai dengan
keadaan lingkungan,agama, adat dan kebiasaan masyarakat. Sampai saat ini aspek
budaya sangat memengaruhi perilaku kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia
(Suhardjo, 2003).
Kegiatan budaya suatu keluarga pada kelompok masyarakat mempunyai
pengaruh yang kuat dan lestari terhadap apa, kapan, dan bagaimana penduduk
makan. Kebanyakan tidak hanya menentukan jenis pangan saja, tetapi untuk siapa
dan dalam keadaan bagaimana pangan tersebut dimakan (suhardjo, 2005).
Setiap budaya mempunyai nilai-nilai tertentu terhadap pangan yang ada.
Misalnya bahan-bahan makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat dapat
dianggap tabu untuk dikonsumsi karena alasan-alasan tertentu, sementara itu ada
pangan yang dinilai sangat tinggi baik dari segi sosial karena mempunyai peranan
yang penting dalam hidangan makanan pada suatu perayaan yang berkaitan dengan
Universitas Sumatera Utara
agama atau kepercayaan. Pada masyarakat jawa barat masih terdapat pantangan
bahan makanan, yang sebenarnya bahan makanan tersebut mengandung nilai gizi
yang tinggi. Seperti contohnya anak balita dilarang makan ikan dengan anggapan
akan cacingan, dan juga dilarang makan telur karena akan timbul bisulan. Tabu yang
demikian tidak rasional, namun anggapan demikian diwariskan dari generasi-
generasi secara turun temurun. Di Aceh, air susu ibu dianggap kurang memadai
sebagai makanan bayi sehingga biasanya bayi diberi makan pisang wak yang telah
dilumatkan kemudian disulang ke mulut bayi. Setelah berumur tiga bulan, bayi diberi
pisang ditambah dengan nasi yang telah digiling halus diatas piring yang terbuat dari
tanah liat kemudian disulangkan kepada bayi sambil bayi dibaringkan diatas lonjoran
kaki pengasuh. Setelah umur delapan bulan bayi diberi makanan yang sama jenisnya
dengan makanan orang dewasa (Alfian, 1997).
Banyak budaya yang kadang kala merugikan kesehatan masyarakat,
contohnya pada beberapa kasus yang terjadi yang pernah dijumpai. Sebagai salah
satu akibat serius dari kepercayaan yaitu penyakit mata karena defisiensi vitamin A
yang prevalensinya cukup tinggi, keadaan ini timbul akibat larangan anak-anak untuk
mengkonsumsi papaya dan sayuran hijau karena pangan tersebut dianggap bersifat
dingin, padahal bahan makanan tersebut tersedia cukup banyak dan murah harganya.
Kepercayaan seseorang terhadap hal tersebut tergantung dari kuatnya kepercayaan
yang diturunkan oleh nenek moyangnya dan pengalaman yang dimiliki.
Berbagai aspek budaya yang berlaku pada kelompok masyarakat
sebagaimana dijelaskan diatas, ada yang memberikan dampak positif dan ada juga
Universitas Sumatera Utara
yang negatif. Dampak negatif berupa masukan zat gizi yang tidak sesuai dengan
kebutuhan tubuh serta kualitas konsumsi yang juga masih tergolong rendah
(Suhardjo, 1989).
Notoatmodjo (2005), juga menjelaskan keadaan sosial ekonomi merupakan
aspek sosial budaya yang sangat memengaruhi status kesehatan dan juga
berpengaruh pada pola penyakit bahkan juga berpengaruh pada kematian, misalnya
obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi
tinggi dan sebaliknya kasus malnutrisi lebih banyak ditemukan di kalangan
masyarakat yang berstatus ekonomi rendah.
Distribusi pangan banyak ditentukan oleh masyarakat-masyarakat menurut
taraf ekonominya. Golongan masyarakat dengan ekonomi kuat mempunyai
kebiasaan makan yang cenderung dengan konsumsi rata-rata melebihi angka
kecukupannya. Sebaliknya masyarakat dengan ekonomi lemah, justru pada
umumnya produsen pangan mereka mempunyai kebiasaan makan yang memberikan
nilai gizi di bawah kecukupan jumlah maupun mutunya (Khumaidi, 1994).
Beberapa penemuan peneliti menyatakan bahwa faktor budaya sangat
berperan dalam proses terjadinya masalah gizi di berbagai masyarakat dan negara.
Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan penduduk yang terkadang
bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi (Suhardjo, 1989).
Penelitian Taruna (2002) di Kabupaten Kampar Propinsi Riau menyebutkan
ada hubungan yang signifikan antara status ekonomi keluarga dengan terjadinya
kasus gizi buruk pada anak Balita. Selanjutnya penelitian Orisinal (2001) di Propinsi
Universitas Sumatera Utara
Sumatera Barat menjelaskan ada hubungan yang bermakna antara pendapatan per
kapita dengan status gizi Balita. Selanjutnya penelitian Astuti (2002) di Pedesaan
Propinsi jawa Tengah menyebutkan faktor pendidikan Ibu dan Bapak berpengaruh
terhadap status gizi Balita. Penelitian Hidayat (2005) tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi Balita di Indonesia pada tahun 2005 juga menyebutkan
pendidikan ibu berpengaruh signifikan terhadap status gizi Balita terutama di
perkotaan. Kemudian penelitian Yusrizal (2008) di wilayah pesisir Kabupaten
Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan orang
tua berpengaruh terhadap status gizi Balita. Penelitian Sri Murni (2007) menyatakan
bahwa pola makan anak balita pada keluarga dengan ekonomi tinggi lebih baik
dibandingkan dengan keluarga miskin (ekonomi rendah) terutama dalam hal jenis,
jumlah dan frekuensi makanan. Dari beberapa penelitian tersebut dapat dilihat faktor
sosial budaya dan ekonomi berpengaruh terhadap status gizi Balita.
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sebagai salah satu Propinsi Indonesia
sampai saat ini juga masih menghadapi permasalahan terkait status gizi Balita.
Berdasarkan profil kesehatan Propinsi NAD tahun 2009 diketahui bahwa dari 23
kabupaten di NAD dengan jumlah balita sebanyak 185.698 orang, terdapat 20.717
balita dengan prevalensi 11,6% yang mengalami gizi kurang (Profil Kesehatan
Nanggroe Aceh Darussalam, 2009). Sementara itu, data yang ada di Aceh Besar
menyebutkan dari 23 kecamatan terdapat 897 balita dengan timbangan di bawah
garis merah (BGM) dan 35 balita dengan gizi buruk (Profil Kesehatan Kabupaten
Aceh Besar, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Kecamatan Montasik merupakan salah satu daerah administratif kecamatan
yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Sampai saat ini Kecamatan
Montasik masih memiliki permasalahan terkait status gizi Balita yaitu dari 1.661
Balita yang ada ternyata terdapat 43 keluarga yang memiliki Balita dengan berat
badan di Bawah Garis Merah (BGM) (Laporan Puskesmas Montasik, 2011).
Beranjak dari uraian diatas maka dianggap perlu dilakukan penelitian
mengenai pengaruh sosial budaya dan ekonomi keluarga terhadap pola makan balita
Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan
dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh sosial budaya dan ekonomi keluarga
terhadap pola makan balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik
Kabupaten Aceh Besar.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh sosial
budaya dan ekonomi keluarga terhadap pola makan balita Bawah Garis Merah
(BGM) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar.
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh sosial budaya dan ekonomi keluarga terhadap pola makan
balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar.
Universitas Sumatera Utara
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan dan informasi kepada Pemerintah Kabupaten Aceh
Besar terkait dengan program penanggulangan masalah gizi Balita di Aceh
Besar.
2. Sebagai referensi untuk dapat memberikan informasi, tentang program
pendidikan gizi kepada masyarakat khususnya ibu-ibu untuk memperhatikan
status gizi balitanya.
3. Diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan pengaruh sosial budaya dan ekonomi keluarga terhadap pola makan
balita Bawah Garis Merah (BGM).
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sosial Budaya
Teori sosial sering diartikan sebagai usaha untuk mengerti hakikat
masyarakat yang memerlukan landasan pengetahuan dasar tentang kehidupan
manusia sebagai suatu sistem. Landasan ini dapat diperoleh dari ilmu sosial yang
ruang lingkupnya manusia dalam konteks sosial (Sumaatmadja, 1986).
Selanjutnya budaya dimengerti sebagai suatu perkembangan dari kata
majemuk budi daya, yang berarti daya dari budi. Dalam penjelasannya harus
dibedakan antara budaya dengan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang
berupa cipta, karsa, dan rasa. Di sisi lain kebudayaan dipahami sebagai hasil dari
cipta, karsa, dan rasa tersebut (Widagdho, 1993).
Shadily (1984) menjelaskan budaya sebagai norma-norma sosial, yakni sendi-
sendi masyarakat yang berisi sanksi atau hukuman-hukumannya yang dijatuhkan
oleh golongan bilamana peraturan yang dianggap baik untuk menjaga kebutuhan dan
keselamatan masyarakat itu, dilanggar. Norma-norma itu mengenai kebiasaan-
kebiasaan hidup, adat-istiadat atau tradisi-tradisi hidup yang dipakai turun-temurun.
Goodenough, 1971; Spradley, 1972; dan Geertz, 1973 mendefinisikan arti
kebudayaan di mana kebudayaan merupakan suatu sistem pengetahuan, gagasan, dan
ide yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai landasan
Universitas Sumatera Utara
pijak dan pedoman bagi masyarakat itu dalam bersikap dan berperilaku dalam
lingkungan alam dan sosial di tempat mereka berada (Sairin, 2002).
Menurut Anne (2008) Sosial budaya adalah segala hal yang dicipta oleh
manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya untuk kehidupan bermasyarakat atau
manusia membuat sesuatu berdasar budi dan pikirannya yang diperuntukkan dalam
kehidupan bermasyarakat.
Selanjutnya bila dilihat kaitan lebih lanjut antara sosial budaya dengan
permasalahan gizi masyarakat, perlu dipertimbangkan pendapat Pelto (1980) yang
menjelaskan kebudayan sebagai sistem pengetahuan yang memungkinkan untuk
melihat berbagai perubahan dan variasi pengetahuan yang terjadi dalam berbagai
perubahan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Termasuk di dalamnya
perubahan-perubahan gaya hidup atau perilaku jangka panjang sebagai konsekuensi
langsung ataupun tidak langsung dari perubahan sosial, budaya dan ekonomi
masyarakat. Perubahan gaya hidup pada gilirannya akan memengaruhi kebiasaan
makan, baik secara kualitas maupun kuantitas (Pelto, 1980).
Berkaitan dengan pengaruh budaya terhadap asupan makan kepada keluarga,
menarik untuk disimak pendapat Baliwati yang menyampaikan bahwa kegiatan
ekonomi, sosial dan budaya suatu keluarga, suatu kelompok masyarakat, suatu
negara atau suatu bangsa mempunyai pengaruh yang kuat dan kekal terhadap apa,
kapan, dan bagaimana penduduk makan. Kebudayaan masyarakat dan kebiasaan
pangan yang mengikutinya, berkembang sekitar arti pangan dan penggunaan yang
cocok. Pola kebudayaan ini mempengaruhi orang dalam memilih pangan, jenis
Universitas Sumatera Utara
pangan yang harus diproduksi, pengolahan, penyaluran dan penyajian (Baliwati, dkk,
2004).
Menurut Suhardjo (1986) faktor sosial budaya yang memengaruhi status gizi
adalah pengetahuan, suku/etnis, pendidikan, distribusi makanan, pantangan makanan,
dan jumlah anggota keluarga. Koentjaraningrat (1993) juga menjelaskan untuk
melihat kondisi sosial seseorang maka perlu diperhatikan faktor pendidikan.
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan ranah yang sangat penting bagi terbentuknya
perilaku pencegahan terhadap kasus gizi pada anak Balita karena perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan cenderung tidak bersifat langgeng atau berlangsung lama
(Notoatmodjo, 1993). Selanjutnya menurut Soekidjo pengetahuan adalah merupakan
hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu
obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan yang mencakup dalam ranah pengetahuan mempunyai enam
tingkatan, yaitu:
1. Tahu (know); tahu diartikan pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsang yang telah diterima. Oleh karena itu ”tahu” ini adalah merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Universitas Sumatera Utara
2. Memahami (comprehension); memahami diartikan sebagai suatu kemampuan
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham
terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebut contoh,
menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application); penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi nyata (sebenarnya).
Aplikasi disini dapat diartikan penggunaan metode, rumus, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis); analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu
struktur tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (Synthesis); sintesis menunjukkan pada kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian didalam bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation); evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting
yang dapat memengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih
tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi
Universitas Sumatera Utara
lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi
tentang gizi yang memadai (Berg, 1986).
Makin tinggi pendidikan, pengetahuan, keterampilan terdapat kemungkinan
makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pula pengasuhan anak,
dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada demikian
juga sebaliknya (Depkes, 2004). Menurut Departemen Gizi dan Kesehatan
Masyarakat FKM UI (2007), bahwa seseorang dengan pendidikan rendahpun akan
mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi, kalau orang tersebut
rajin mendengarkan atau melihat informasi tentang gizi.
Menurut Suhardjo (1986) suatu hal yang harus diperhatikan tentang
pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan:
1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.
2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang
optimal, pemeliharaan dan energi.
3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat
belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.
Pengetahuan seorang ibu mengenai gizi dan makanan seimbang sangat
diperlukan karena memengaruhi pola pemberian makan pada anaknya. Seorang Ibu
dapat memperoleh pengetahuan atau informasi lebih tentang gizi dari sarana
kesehatan yang ada di sekitar tempat tinggalnya, melalui televisi, majalah, dan lain-
lain. Semakin sering seorang ibu memperoleh informasi terkait dengan gizi ataupun
Universitas Sumatera Utara
kesehatan maka akan semakin baik pengetahuan Ibu tersebut sehingga ia dapat
mengatur pola konsumsi makan terhadap anaknya.
2. Pendidikan
Pengertian pendidikan meliputi beberapa hal, yakni :
a. Pendidikan merupakan aktivitas manusia dalam usahanya untuk
menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.
b. Pendidikan merupakan usaha manusia untuk mengembangkan
kepribadiannya dengan membina potensi-potensi pribadinya, baik jasmani
maupun rohani dan berlangsung seusia hidup.
c. Pendidikan juga berarti sebagai lembaga yang bertanggungjawab menetapkan
cita-cita (tujuan) pendidikan, isi maupun sistem pendidikan tersebut. Dan hal
ini tujuan pendidikan tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai, cita-cita dan
falsafah yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan.
d. Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mengembangkan pribadi dan
kemampuan seseorang yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah.
Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat memengaruhi
keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan
pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki akan lebih baik. Sering
masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang
memadai (Berg, 1989).
Tingkat pendidikan dalam keluarga khususnya Ibu dapat menjadi faktor yang
memengaruhi status gizi dalam keluarga. Semakin tinggi pendidikan orangtua maka
Universitas Sumatera Utara
pengetahuannya akan gizi akan lebih baik dari yang berpendidikan rendah. Salah
satu penyebab gizi kurang pada anak adalah kurangnya perhatian orang tua akan gizi
anak. Hal ini disebabka karena pendidikan dan pengetahuan gizi ibu yang rendah.
Pendidikan formal ibu akan memengaruhi tingkat pengetahuan gizi, semakin tinggi
pendidikan ibu, maka semakin tinggi kemampuan untuk menyerap kemampuan
praktis dan pendidikan formal terutama melalui media masa. Hal serupa juga
dikatakan oleh Green, Roger yang menyatakan bahwa makin baik tingkat pendidikan
ibu, maka naik pula keadaan gizi anaknya (Berg, 1986).
3. Distribusi Makanan
Menurut Khumaidi (1994) distribusi makanan sering kali dihubungkan
dengan status yang terjalin antara anggota keluarga akan gizinya:
1. Anggota masyarakat pria yang lebih tua (senior) mendapatkan jumlah dan
mutu susunan makanan yang lebih baik dari pada anak-anak kecil dan wanita-
wanita muda.
2. Anak-anak laki-laki mendapatkan prioritas yang lebih tinggi dari pada anak-
anak perempuan.
3. Cara menghidangkan atau pelayanan makanan disesuaikan pula dengan
status, sehingga cara tertentu dapat memberikan penilaian terhadap suatu
keadaan status tertentu yang menimbulkan suatu kegagalan dalam perbaikan
gizi yang diinginkan.
Foster dan Anderson menjelaskan bahwa setiap kelompok masyarakat,
betapapun sederhananya, memiliki sistem klasifikasi makanan yang didefinisikan
Universitas Sumatera Utara
secara budaya. Setiap kebudayaan memiliki pengetahuan tentang bahan makanan
yang dimakan, bagaimana makanan tersebut ditanam atau diolah, bagaimana
mendapatkan makanan, bagaimana makanan tersebut disiapkan, dihidangkan, dan
dimakan. Makanan bukan saja sumber gizi, lebih dari itu makanan memainkan
beberapa peranan dalam berbagai aspek dalam kehidupan (Foster dan Anderson,
1986).
Dalam pengertian di atas para ahli tersebut mencatat beberapa peranan
makanan yaitu makanan sebagai ungkapan ikatan sosial, makanan sebagai ungkapan
dari kesetiakawanan kelompok, makanan dan stress dan simbolis makanan dalam
bahasa. Masing-masning kebudayaan selalu memiliki suatu rangkaian aturan yang
menjelaskan siapa yang menyiapkan dan menghidangkan makanan, untuk siapa,
dimana satu kelompok atau individu makan bersama, dimana dan dalam kesempatan
apa dan aturan makan, yang semuanya itu terpola secara budaya dan merupakan
bagian cara-cara yang telah diterima dalam kehidupan setiap komunitas (Helman,
1984).
Ibu adalah orang yang menentukan dalam pengaturan pemberian makanan
untuk keluarganya. Jika Ibu memiliki pendidikan dan pengetahuan yang baik maka ia
akan memberikan makanan yang sama untuk seluruh anggota keluarganya tanpa
mengesampingkan anaknya. Pendidikan yang baik tidak akan memengaruhi seorang
ibu terhadap budaya pendistribusian makanan yaitu dengan mendahulukan kepala
rumah tangga dan membelakangkan anaknya. Sehingga dengan demikian pola
Universitas Sumatera Utara
konsumsi makan untuk anaknya dapat terkontrol dengan baik dan semua keluarga
mendapat kebutuhan gizi yang sama.
4. Pantangan Makanan
Menurut Suhardjo, pantangan makanan adalah suatu sikap negatif yang lebih
kuat terhadap penggunaan makanan atau makanan yang tidak dapat diterima
(Suhardjo, 1986).
Dari sudut ilmu gizi, pantangan dikategorikan dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Kelompok pertama, termasuk haram menurut agama (Islam), pantangan jenis
ini jangan dipersoalkan lagi dan harus diterima tanpa perdebatan.
2. Kelompok kedua, pantangan pangan yang tidak berdasarkan agama
(kepercayaan), jenis pantangan ini sebaiknya dihapuskan karena jelas
merugikan kesehatan.
3. Kelompok ketiga, pantangan yang tidak jelas akibatnya terhadap kesehatan
dan kondisi gizi, sebaiknya diteliti (observasi) terus melihat akibatnya dalam
jangka panjang. Sebagai bahan memutuskan apakah benar tidak merugikan.
Seorang individu akan memperoleh pelajaran kebudayaan mengenai makanan
ini pada awalnya dalam sebuah keluarga, sebagai sebuah proses sosialisasi.
Pengetahuan yang melekat akibat proses sosialisasi yang terjadi sejak bayi tersebut
boleh jadi merupakan pengetahuan lokal atau indigenous knowledge, sebagai
himpunan pengalaman yang disalurkan melalui informasi dari satu generasi ke
generasi berikutnya (Mundy, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Sebagai contoh mengenai pantangan makanan menarik untuk dilihat
penelitian Khomsan (2008) yang menyampaikan contoh kasus pantangan makanan di
wilayah Bogor. Masyarakat wilayah Bogor masih ada yang percaya bahwa kepada
bayi dan balita laki-laki tidak boleh diberikan pisang ambon karena bisa
menyebabkan alat kelaminnya membengkak. Balita perempuan tidak dibolehkan
memakan dubur ayam karena dikhawatirkan ketika mereka sudah menikah bisa
diduakan suami. Sementara di Indramayu, makanan gurih yang diberikan kepada
bayi dianggap membuat pertumbuhannya menjadi terhambat. Untuk balita
perempuan, mereka dilarang untuk makan nanas dan timun. Selain itu balita
perempuan dan laki-laki juga tidak boleh mengonsumsi ketan karena bisa
menyebabkan anak menjadi cadel. Mereka menganggap bahwa tekstur ketan yang
lengket menyebabkan anak tidak bisa menyebutkan aksara ‘r’ dengan benar.
Pantangan makanan sangat terkait dengan budaya dan tradisi adat istiadat
masyarakat setempat. Tradisi atau adat ini sangat mempengaruhi pola pemberian
makan kepada anak karena makanan-makanan yang biasa dipantangkan atau dilarang
oleh budaya pada dasarnya memilki nilai gizi yang tinggi. Maka dari itu butuh peran
seorang ibu dengan pengetahuan yang baik untuk mengatur pola konsumsi makan
anak-anaknya.
5. Jumlah Anggota Keluarga
Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga yang miskin sangat rawan
terhadap kurang gizi. Dari seluruh anggota keluarga, anak yang paling kecil biasanya
paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Sebagian memang demikian, sebab
Universitas Sumatera Utara
seandainya jumlah anggota keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak
berkurang dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang lebih tua
sering mengambil jatah makanan anak yang lebih muda. Dengan demikian anak-anak
yang muda mungkin tidak mendapatkan cukup makanan.
Jumlah anggota keluarga dan banyaknya anak dalam keluarga akan
berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pangan, jumlah anggota keluarga yang besar
dibarengi dengan distribusi pangan yang tidak merata sehingga menyebabkan anak
dalam keluarga mengalami kekurangan gizi (Suhardjo, 2003).
2.2. Ekonomi dan Ketersediaan Pangan
Ekonomi adalah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan
produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa atau dengan kata lain
usaha yang dilakukan manusia dalam rangka memenugi kebutuhan hidupnya (Anne,
2008).
Supariasa (2002), mejelaskan faktor sosial ekonomi sebagai keseluruhan data
sosial ekonomi yang meliputi keadaan penduduk, keadaan keluarga, pendidikan,
perumahan, dapur, penyimpanan makanan, sumber air, kakus, pekerjaan, pendapatan,
keluarga, kekayaan, pengeluaran dan harga makanan yang tergantung pada pasar dan
variasi musim.
Sementara Dalimunthe (1995) menyampaikan kehidupan sosial ekonomi
adalah suatu kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang menggunakan indikator
pendidikan, pekerjaan dan penghasilan sebagai tolak ukur.
Universitas Sumatera Utara
Untuk keadaan ekonomi keluarga sebenarnya relatif mudah diukur dan
berpengaruh besar pada konsumsi pangan, terutama pada golongan miskin. Hal ini
disebabkan karena penduduk golongan miskin menggunakan sebagian besar
pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan makanan. Dua perubahan ekonomi yang
cukup dominan sebagai determinan konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga
dan harga (baik harga pangan maupun harga komoditas kebutuhan dasar) (Baliwati,
2006).
Terkait dengan permasalahan gizi, faktor ekonomi sangat erat kaitannya
dengan ketersediaan makanan. Ketersediaan makanan adalah suatu kondisi dalam
penyediaan makanan yang mencakup makanan dan minuman tersebut berasal apakah
dari tanaman, ternak atau ikan bagi rumah tangga dalam kurun waktu tertentu.
Ketersediaan makanan dalam rumah tangga dipengaruhi antara lain oleh tingkat
pendapatan (Baliwati dan Roosita, 2004).
Ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang pada setiap saat dan setiap
individu yang mempunyai akses untuk memperolehnya baik secara fisik maupun
ekonomi disebut oleh Soetrisno (1998) sebagai ketahanan pangan.
Menurut Koentjaraningrat (1993) ada beberapa faktor sosial ekonomi yang
memengaruhi status gizi balita, yaitu pekerjaan dan penghasilan.
1. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa untuk dijual
kepada orang lain atau ke pasar guna memperoleh uang sebagai pendapatan bagi
Universitas Sumatera Utara
seseorang sesuai dengan nilai sosial yang berlaku. Untuk lebih jelasnya pengertian
pekerjaan mencakup beberapa hal, yakni :
a. Pekerjaan sebagai sarana memproduksi barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dan perorangan.
b. Pekerjaan sebagai sumber pendapatan.
c. Bagi masyarakat dan perorangan sebagai imbalan atas pengorbanan
energinya.
d. Pekerjaan sebagai sumber memperoleh pengakuan status sosial, harga diri
dan penghargaan dari masyarakat sebagai imbalan atas peranan dan
prestasinya.
e. Pekerjaan merupakan sumber penghidupan yang layak dan sumber
martabatnya, adalah kewajiban dan haknya sebagai warga Negara dan
manusia makhluk Tuhan (Sagir, 1992)
Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki waktu yang cukup
bagi anak-anak dan keluarga (Berg, 1986). Dalam hal ini ibu mempunyai peran
ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja. Walaupun demikian ibu
dituntut tanggung jawabnya kepada suami dan anak-anaknya, khususnya memelihara
anak (Singarimbun, 1988). Keadaan yang demikian dapat memengaruhi keadaan gizi
keluarga khususnya anak balita dan usia sekolah. Ibu-ibu yang bekerja tidak
mempunyai cukup waktu untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan
kebutuhan dan kecukupan serta kurang perhatian dan pengasuhan kepada anak (Berg,
1986).
Universitas Sumatera Utara
2. Penghasilan
Menurut Berg (1986), penghasilan merupakan faktor yang paling menentukan
kuantitas dan kualitas makanan. Ada hubungan erat antara penghasilan dan gizi yang
didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari penghasilan yang meningkat bagi
perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya. Penghasilan berkaitan dengan
keadaan gizi hampir umum terhadap semua tingkat pertambahan penghasilan.
Penghasilan keluarga juga memengaruhi ketahanan pangan keluarga. Ketahanan
pangan yang tidak memadai pada keluarga dapat mengakibatkan gizi kurang.
2.3. Pola Makan
Pola makan merupakan praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan oleh
Ibu/pengasuh kepada anak yang berkaitan dengan pemberian makanan. Pemberian
makanan pada anak diperlukan untuk memperoleh kebutuhan zat gizi yang cukup
untuk kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan sesudah sakit, aktivitas,
pertumbuhan dan perkembangan. Secara fisiologik, makan merupakan suatu bentuk
pemenuhan atau pemuasan rasa lapar. Untuk seorang anak, makan dapat dijadikan
media untuk mendidik anak supaya dapat menerima, menyukai dan memilih
makanan yang baik (Santoso, 1995).
Menurut Hong dalam Kardjati (1985) yang dikutip oleh Santoso (2004),
mengemukankan bahwa, pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan
gambaran mengenai macam dan jumlah makanan yang dimakan tiap hari oleh satu
orang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Praktek-praktek pengasuhan pemberian makan terhadap anak terdiri dari:
1. Pemberian makanan yang sesuai umur anak:
- Jenis makanan yang diberikan
- Frekuensi makan dalam sehari
2. Kepekaan Ibu mengetahui saat anak makan yaitu waktu makan
3. Upaya menumbuhkan nafsu makan anak:
Cara memberikan makan sebaiknya dengan membujuk anak sehingga
menumbuhkan nafsu makan anak
4. Menciptakan situasi makan yang baik, hangat dan nyaman (Engel et. Al, 1997).
Jenis makanan dan frekuensi makan anak harus disesuaikan dengan umur
anak (Depkes RI, 2005), yaitu:
- Umur 12-23 bulan : - ASI/PASI sesuai keinginan anak
- Nasi lembek 3x sehari, ditambah telur/ ayam/ ikan/ tempe/
tahu/daging sapi/ wortel/ bayam/ kacang hijau/ santan/
minyak
- Makanan selingan 2x sehari diantara waktu makan seperti
bubur kacang hijau, biscuit, nagasari dan sebagainya.
- Sari buah
- Umur 24-35 : - Makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3x sehari yang
terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, buah
- Beri makanan selingan 2x sehari
Universitas Sumatera Utara
- Umur 36-59 bulan : - Pemberian makanan sama dengan anak umur 24-35 bulan
yaitu 3x sehari terdiri dari nasi,lauk pauk, sayur, buah.
Nafsu makan anak dipengaruhi oleh rasa lapar dan emosi (Santoso, 1995).
Maka, pemberian makan pada anak sebaiknya pada saat anak lapar sehingga ia dapat
menikmatinya, tidak perlu dengan membuat jadwal makan yang terlalu kaku (terlalu
disiplin terhadap waktu), karena mungkin saja bila kita memaksakan anak makan
pada jam yang telah ditentukan, anak belum merasa lapar sehingga dia tidak
mempunyai napsu untuk makan. Mungkin juga pada saat jam makan yang ditentukan
anak masih merasa lelah setelah bermain, sebaiknya biarkan anak beristirahat
terlebih dahulu.
Memberi makan pada anak harus dengan kesabaran dan ketekunan, sebaiknya
menggunakan cara-cara tertentu seperti dengan membujuk anak. Jangan memaksa
anak bila dipaksa akan menimbulkan emosi pada anak sehingga anak menjadi
kehilangan nafsu makan (Pudjiadi, 2005).
Sikap ibu/pengasuh yang hangat, ramah menciptakan suasana yang nyaman,
tenang mengungkapkan kasih sayang dengan senyuman dan pelukan, dapat
menimbulkan napsu makan anak (Hurlock, 1991).
Pola asuh makan sangat menentukan status gizi anak. Ibu yang dapat
membimbing anak tentang cara makan yang sehat dan bergizi akan meningkatkan
gizi anak (Anwar, 2000). Sebaliknya pola asuh makan yang tidak memadai dapat
menyebabkan terjadinya malnutrisi pada anak (UNICEF, 1999, Kurniawan, et.al,
2001).
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pola Pemberian Makan
1. Pengetahuan Gizi Ibu
Bila pengetahuan tentang bahan makanan yang bergizi masih kurang maka
pemberian makanan untuk keluarga bisa dipilih bahan-bahan yang hanya dapat
mengenyangkan perut saja tanpa memikirkan apakah bahan makanan itu bergizi atau
tidak, sehingga kebutuhan energi dan zat gizi masyarakat dan anggota keluarga tidak
tercukupi. Menurut Soehardjo (1989), bila ibu rumah tangga memiliki pengetahuan
gizi yang baik ia akan mampu untuk memilih makanan-makanan yang bergizi untuk
dikonsumsi.
2. Pendidikan Ibu
Peranan ibu sangat penting dalam penyediaan makanan bagi anak balitanya,
pengetahun yang diperoleh baik formal maupun non formal sangat menentukan
untuk ditetapkan dalam hal pemilihan dan penentuan jenis makanan yang dikonsumsi
oleh balita dan anggota keluarga lainnya.
Pendidikan gizi Ibu bertujuan untuk meningkatkan penggunaan sumber daya
makanan yang tersedia. Dari hal tersebut dapat diasumsikann bahwa tingkat
kecukupan energi dan zat gizi pada balita relatif tinggi bila pendidikan Ibu tinggi
(Depkes RI, 2000).
3. Pendapatan Keluarga
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan
kuantitas makanan. Tetapi perlu disadari bahwa pendapatan tidak selalu membawa
perbaikan pada susunan makanan. Tingkat pendapatan juga ikut menentukan jenis
Universitas Sumatera Utara
pangan yang akan dibeli dengan tambahan uang tersebut. Orang miskin
membelanjakan sebagian pendapatan tambahan tersebut untuk makanan, sedangkan
orang kaya jauh lebih rendah. Semakin tinggi pendapatan semakin besar pula
persentase dari pendapatan tersebut dipergunakan untuk membeli buah, sayur mayur
dan berbagai jenis bahan pangan lain (Berg, A & Sajogyo, 1986).
2.3.2. Pola Makan Sehat Anak
Peran Ibu untuk menanamkan kebiasaan pola makan sehat pada anak di usia
dini sangatlah penting. Berikut adalah 10 tips untuk membentuk pola makan sehat
pada anak (Akhmadi, 2009):
1. Peranan Ibu untuk menentukan “Apa yang akan dimakan” anak sangat penting.
Tingkatkan pengetahuan tentang kebutuhan gizi balita, jenis, makanan, susunan
menu yang kreatif serta ciptakan suasana yang menyenangkan di saat makan.
2. Jangan langsung pasrah atau menyerah saat disajikan makanan, anak berkata,
“aku tidak menyukainya”. Penelitian membuktikan bahwa untuk menawari anak
makanan baru, diperlukan 10 kesempatan pada saat yang berbeda dan baru
berhasil. Moto “Coba dan Coba lagi” harus selalu diterapkan.
3. Perkenalkan rasa baru kepada anak secara rutin. Mulai dari dalam kandungan
dengan mengkonsumsi makanan ibu hamil, ASI dan makanan padat.
4. Jadilah teladan, panutan, dan idola yang baik bagi Si Kecil. Sajikan dan
makanlah berbagai macam makanan. Biarkan anak melihat ibu dan anggota
Universitas Sumatera Utara
keluarga lain menikmati makanan. Dudukanlah Si Kecil di samping Anda dan
biarkan dia bereaksi.
5. Perkuat sikap positif makan anak dengan cara memberikan komentar positif
setiap kali anak Anda mengkonsumsi makanan yang sehat dan mencoba makan
dengan benar.
6. Manfaatkan selera makan Si Kecil. Kembangkan selera makannya dan berikan
makanan sesuai waktu yang dia inginkan dan tentu saja berikan pada saat Si
Kecil lapar.
7. Lingkungan dan suasana makan harus tenang dan bebas emosi.
o Jangan melarang dan memaksakan makanan tertentu karena sikap seperti itu
akan berdampak negatif terhadap pola makan anak.
o Jangan terlalu dan selalu menekankan masalah makanan.
o Izinkan Si Kecil untuk sekali-kali mengkonsumsi minuman dan makanan
yang disukainya, dengan catatan: setelah semua makanan sehat dan baik
dikonsumsinya.
8. Ubahlah letak penyimpanan makanan.
o Makanan sehat disimpan di tempat yang mudah terlihat dan dijangkau.
o Simpan makanan kudapan ditempat yang tersembunyi sehingga Ibu bisa
memantau jenis dan jumlah yang dimakan oleh anak.
9. Tetap santai, tenang dan konsisten dan jangan menyerah pada tuntutan anak dan
emosi mereka.
Universitas Sumatera Utara
10. Tumbuhkan rasa bangga dan ucapkan selamat pada diri sendiri karena sudah
berhasil memerankan tugas dengan baik untuk membentuk sumber daya manusia
yang berkualitas dan cerdas, kunci keberhasilan di masa depan.
2.3.3. Sosial Budaya dengan Pola Makan
Pola konsumsi makan merupakan hasil budaya masyarakat yang
bersangkutan, dan mengalami perubahan terus menerus sesuai dengan kondisi
lingkungan dan tingkat kemajuan budaya masyarakat. Pola konsumsi ini diajarkan
dan bukan diturunkan secara herediter dari nenek moyang sampai generasi
mendatang (Sediaoetama, 2006). Keterangan ini juga didukung oleh pendapat
Simatupang dan Ariani (1997) yang menjelaskan faktor yang berperan dalam
pembentukan pola konsumsi adalah kebiasaan (sosio budaya) dan selera.
Salah satu kaitan pola makan dengan sosial budaya adalah tabu makanan
yang ditentukan menurut adat istiadat tradisional. Kebiasaan demikian tentu sangat
erat hubungannya dengan kepercayaan. Tabu makanan ini ada yang dapat merugikan
terhadap pemeliharaan bahan makanan yang dikonsumsi. Dengan adanya tabu ini,
maka makanan yang dikonsumsi menjadi terbatas, walaupun tidak berakibat fatal,
hanya bersifat merugikan saja. Alasan dari tabu ini terkadang tidak rasional dan tidak
dapat diterangkan secara ilmiah.
Terkait dengan permasalahan tabu makanan, segala jenis tabu atau pantangan
yang ada selalu berdasarkan pada dua hal, yakni agama dan kepercayaan. Pantangan
Universitas Sumatera Utara
itu sendiri dapat diartikan sebagai larangan atau sesuatu yang tidak benar dilakukan
(Suhardjo, 1989).
Pantangan atau tabu yang tidak berdasar agama/kepercayaan dapat
dikategorikan sebagai:
a. Tabu yang jelas merugikan kondisi gizi dan kesehatan, sebaiknya diusahakan
untuk mengurangi, bahkan kalau bisa dapat menghapusnya.
b. Tabu yang memang menguntungkan keadaan gizi dan kesehatan, diusahakan
untuk memperkuat dan melestarikannya.
c. Tabu yang jelas pengaruhnya bagi kondisi gizi dan kesehatan dapat dibiarkan,
diusahakan untuk memperkuatnya dan melestarikannya (Nurlinda, 2004).
Banyak sekali penemuan para peneliti yang menyatakan bahwa faktor budaya
sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi di berbagai masyarakat dan
negara. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk
yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi. Berbagai budaya
memberikan peranan dan nilai yang berbeda-beda terhadap pangan atau makanan.
Misalnya bahan-bahan makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat dapat
dianggap tabu untuk dikonsumsi dengan alasan-alasan tertentu, sementara itu ada
pangan yang dinilai sangat tinggi baik dari segi ekonomi maupun sosial karena
mempunyai peranan yang penting dalam hidangan makanan pada suatu perayaan
yang berkaitan dengan agama atau kepercayaan.
Di sisi yang lain, kebiasaan makan juga memiliki hubungan dengan hampir
semua agama, walaupun berlainan dari agama satu dengan agama lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Kebanyakan kelompok agama juga mempunyai peraturan tertentu terhadap makanan.
Pada mulanya, mereka mengembangkan sebagai prasangka terhadap beberapa
bahaya yang berhubungan dengan pangan yang kini dipantang atau karena faktor
lain. Apapun alasannya, jenis pangan tertentu tidak dapat diterima anggota suatu
kelompok beragama (Suhardjo, 2005).
2.4. Balita
Menurut Irianto dan Waluyo (2004), balita adalah kelompok usia 1-5 tahun.
Notoatmodjo (1996), menjelaskan balita merupakan kelompok umur yang paling
menderita akibat gizi (Kurang Kalori Protein), dan jumlahnya dalam populasi besar.
Beberapa kondisi atau anggapan yang menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan
rawan kesehatan antara lain sebagai berikut:
1. Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan
orang dewasa.
2. Biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik, atau Ibunya sudah bekerja
penuh sehingga perhatian Ibu sudah berkurang.
3. Anak balita sudah mulai main tanah, dan sudah dapat main diluar rumahnya,
sehingga lebih terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi yang
memungkinkan untuk terinfeksi dengan berbagai macam penyakit.
4. Anak balita belum dapat mengurus dirinya sendiri, termasuk dalam memilih
makanan. Di pihak lain Ibunya sudah begitu tidak memperhatikan lagi
Universitas Sumatera Utara
makanan anak balita, karena dianggap sudah dapat makan sendiri
(Notoatmodjo, 1996).
2.4.1. Balita Bawah Garis Merah
Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita yang ditimbang berat
badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS. Balita
BGM tidak selalu berarti menderita gizi buruk. Akan tetapi, itu dapat menjadi
indikator awal bahwa balita tersebut mengalami masalah gizi (Depkes, 2004).
Kartu Menuju Sehat (KMS) merupakan suatu alat yang digunakan untuk
memantau pertumbuhan dan perkembangan balita, bukan untuk menilai status gizi
balita. Itulah sebabnya balita BGM dikatakan belum berarti menderita gizi buruk.
Hal ini dikarenakan KMS diisi atas indikator BB/U, bukan TB/U. Berat badan
merupakan ukuran yang sensitif yang sangat dipengaruhi oleh perubahan status gizi.
Sedangkan tinggi badan anak tidak dipengaruhi oleh status gizi anak. Seorang anak
dikatakan tidak normal bila diukur berdasarkan BB/U. Namun, apabila diukur
berdasarkan TB/U belum tentu anak tersebut tidak normal. Itulah sebabnya status
gizi balita tidak dapat dxitentukan hanya berdasarkan pengukuran BB/U.
Seorang balita BGM dapat disebabkan oleh karena pola asuh anak yang tidak
baik dan sosial ekonomi keluarga yang rendah. Apabila balita BGM diberikan
perhatian yang lebih dan diberikan asupan gizi yang baik, balita tersebut tidak akan
mngalami gizi kurang maupun gizi buruk.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Landasan Teori
Menurut Engel et al, pola asuh adalah kemampuan masyarakat untuk
menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalam memenuhi kebutuhan fisik,
mental, dan sosial dari anak yang sedang tumbuh dalam anggota keluarga. Pola asuh
juga merupakan cara orang tua dalam mendidik anak dan membesarkan anak yang
dipengaruhi oleh banyak faktor budaya, agama, kebiasaan, dan kepercayaan serta
kepribadian orang tua. Salah satu yang menjadi bagian dari pola asuh adalah
pemberian ASI dan makanan pendamping anak (Sunarti, 2004).
Seorang Ibu memegang peranan penting dalam pengasuhan anaknya
khususnya dalam menentukan pola makan bagi anaknya. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi pola makan anak. Sajogya, dkk (1994) menyatakan pendapatan yang
rendah menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang
diperlukan. Rendahnya pendapatan mungkin disebabkan karena menganggur atau
karena susahnya memperoleh lapangan kerja. Berlainan dengan faktor pendapatan
ternyata ada penduduk atau masyarakat yang berpendapatan cukup dan lebih dari
cukup (baik di kota maupun di desa, seperti petani pemilik tanah, penggarap dan
sebagainya) dalam penyediaan makanan keluarga banyak yang tidak memanfaatkan
bahan makanan yang bergizi, hal ini disebabkan oleh faktor lain. Faktor yang lainnya
yaitu kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan
informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Besarnya keluarga juga termasuk
salah satu faktor yang memengaruhi status gizi balita, dimana jumlah pangan yang
tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya
Universitas Sumatera Utara
setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi
pada keluarga besar tersebut. Selain itu pantangan makan juga termasuk didalamnya,
dimana sikap yang tidak menyukai suatu makanan tertentu untuk dikonsumsi, hal ini
juga dapat menjadi kendala dalam memperbaiki pola pemberian makanan terhadap
anggota keluarga dengan makanan yang bergizi.
Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa gizi masyarakat bukan hanya
menyangkut aspek kesehatan saja, melainkan aspek-aspek terkait yang lain, seperti
ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kependudukan, dan sebagainya. Oleh sebab itu,
penanganan atau perbaikan gizi sebagai upaya terapi tidak hanya diarahkan kepada
gangguan gizi atau kesehatan saja, melainkan juga ke arah bidang-bidang yang lain.
Selanjutnya Notoatmodjo (2005), juga menjelaskan keadaan sosial ekonomi
merupakan aspek sosial budaya yang sangat mempengaruhi status kesehatan dan
juga berpengaruh pada pola penyakit bahkan juga berpengaruh pada kematian,
misalnya obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus
ekonomi tinggi dan sebaliknya kasus malnutrisi lebih banyak ditemukan di kalangan
masyarakat yang berstatus ekonomi rendah.
Suhardjo (1986) menjelaskan bahwa untuk melihat kondisi sosial budaya
seseorang terkait dengan masalah gizi maka perlu diperhatikan beberapa faktor yakni
pengetahuan, suku/etnis, distribusi makanan dan pantangan makanan. Selanjutnya
Supariasa (2002), mejelaskan faktor sosial ekonomi sebagai keseluruhan data sosial
ekonomi yang meliputi keadaan penduduk, keadaan keluarga, pendidikan,
perumahan, dapur, penyimpanan makanan, sumber air, kakus, pekerjaan, pendapatan,
Universitas Sumatera Utara
keluarga, kekayaan, pengeluaran dan harga makanan yang tergantung pada pasar dan
variasi musim. Dalimunthe (1995) menyampaikan kehidupan sosial ekonomi adalah
suatu kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang menggunakan indikator
pendidikan, pekerjaan dan penghasilan sebagai tolak ukur.
Semua masalah diatas pada hakekatnya dapat bersumber pada ketidakstabilan
ekonomi, politik, dan sosial bangsa dan negara. Untuk lebih singkatnya dapat
digambarkan daya tahan tubuh balita dalam konteks sosial, politik dan budaya
berikut (Soekirman, 2000):
Universitas Sumatera Utara
Dampak
Penyebab Langsung
Penyebab Tidak langsung
Kurang Pendidikan, Pengetahuan dan Keterampilan
Pokok masalah Di masyarakat
Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan
Akar Masalah (Nasional)
Gambar 2.1 Penyebab Gizi Kurang (disesuaikan dari bagan UNICEF
(1998) The State of the world’s Children 1998. Oxford Univ.Press)
Kekurangan Gizi Anak
Tidak Cukup Persediaan
pangan
Sanitasi dan Air Bersih/Pelayana
n Kesehatan Dasar Tidak
d i
Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan
Sumberdaya masyarakat
Krisis Ekonomi, Politik dan Sosial
Makan Tidak Seimbang Penyakit Infeksi
Pola Asuh
Anak Tidak Memadai
Universitas Sumatera Utara
2.6. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep di atas, diketahui bahwa variabel independen
yaitu sosial budaya dan ekonomi. Sosial budaya meliputi pengetahuan, pendidikan,
distribusi makanan, pantangan makanan dan jumlah anggota keluarga, sedangkan
ekonomi meliputi pekerjaan dan penghasilan. Variabel dependen yaitu pola makan
balita Bawah Garis Merah (BGM). Sosial budaya dan ekonomi dapat memengaruhi
pola makan balita Bawah Garis Merah (BGM).
Sosial Budaya: 1. Pengetahuan Ibu 2. Pendidikan Ibu 3. Distribusi
Makanan 4. Pantangan
Makanan 5. Jumlah Anggota
Keluarga
Ekonomi: 1. Pekerjaan Ibu 2. Penghasilan
Keluarga
Pola Makan Balita Bawah Garis Merah
1. Jenis Makanan 2. Frekuensi Makan
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survey explanatory yaitu untuk menjelaskan
pengaruh sosial budaya (pengetahuan, pendidikan, distribusi makanan, pantangan
makanan, dan jumlah anggota keluarga) dan ekonomi (pekerjaan dan penghasilan)
keluarga terhadap pola makan balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan
Montasik Kabupaten Aceh Besar (Notoatmodjo, 2002).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar.
Alasan pemilihan lokasi karena Kecamatan Montasik memiliki permasalahan Gizi
Balita yang terbesar di Kabupaten Aceh Besar. Merujuk ke Laporan Puskesmas
Montasik yang menyebutkan Kecamatan Montasik memiliki 43 kasus Balita dengan
timbangan di bawah garis merah yang berasal dari 43 keluarga. Jumlah kasus Balita
dengan timbangan di bawah garis merah ini setara dengan 2,52 persen dari total
keseluruhan jumlah Balita yang ada di Kecamatan Montasik. Selain itu bila melihat
Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Besar Tahun 2009 juga menyebutkan terdapat 897
balita (5,29%) dengan timbangan di bawah garis merah (BGM) dan 35 balita
(0,21%) dengan gizi buruk.
Universitas Sumatera Utara
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai dari Juli sampai dengan Oktober 2011.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita dengan
timbangan di bawah garis merah di Kecamatan Montasik. Berdasarkan data yang
diperoleh dari laporan Puskesmas Kecamatan Montasik tahun 2011, diketahui jumlah
Ibu yang memiliki balita di bawah garis merah yaitu 43 orang. Maka jumlah populasi
dalam penelitian ini adalah 43 orang.
3.3.2. Sampel
Mengingat jumlah populasi yang tidak besar maka jumlah populasi dijadikan
sampel, yaitu seluruh ibu yang memiliki balita dengan timbangan di bawah garis
merah dijadikan sampel. Besarnya jumlah sampel pada penelitian ini adalah 43
orang.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui wawancara dengan alat kuesioner tentang faktor sosial
budaya (pengetahuan, pendidikan, distribusi makanan, pantangan makanan dan
jumlah anggota keluarga) dan ekonomi (pekerjaan dan penghasilan) dengan pola
makan balita Bawah Garis Merah (BGM), dan melalui data form food frequency.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan bulanan di Puskesmas Kecamatan
Montasik Kabupaten Aceh Besar Tahun 2011.
3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai
yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara
mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel pada analisis
reability dengan melihat nilai correlation corrected item, dengan ketentuan jika nilai
r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya.
Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan
metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali
pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r Alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel
(Sugiyono, 2005).
Uji validitas dan reliabilitas kuesioner instrumen pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dirancang sedemikian rupa
agar relevan dengan tujuan penelitian, untuk itu kuesioner diuji coba untuk
mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Uji coba dilakukan kepada 30 orang kepala
keluarga yang memiliki balita BGM pada lokasi yang menyerupai karakteristik
wilayah penelitian di kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar, untuk melihat
reliabilitas dan validitas data (Dahlan, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Nilai r Tabel dalam penelitian ini menggunakan critical value of the product
moment pada taraf signifikan 95%, maka untuk sampel 30 orang yang diuji nilai r-
tabelnya adalah sebesar 0,361.
Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian dianalisis, maka diperoleh
hasil untuk variabel pengetahuan dengan 15 item pertanyaan, hasil validitas untuk ke
15 pertanyaan ini menunjukkan semua nilai r hitung > r tabel, sehingga disimpulkan
bahwa semua pertanyaan tersebut valid. Pada uji reliabilitanya diperoleh nilai r alpha
> r tabel (0,928 > 0,361), sehingga dapat disimpulkan bahwa semua pertanyaan
tersebut reliabel.
Hasil analisis variabel distribusi makanan menunjukkan bahwa dari 3
pertanyaan yang ada semua nilai r hitungnya > r tabel, sehingga semua pertanyaan
untuk variabel distribusi makanan valid. Pada uji reliabilitasnya diperoleh nilai r
alpha > r tabel (0,514 > 0,361), sehingga dapat disimpulkan bahwa semua pertanyaan
tersebut reliabel.
Hasil analisis variabel jenis makanan menunjukkan bahwa dari 3 pertanyaan
yang ada semua nilai r hitungnya > r tabel, sehingga semua pertanyaan untuk
variabel jenis makanan valid. Pada uji reliabilitasnya diperoleh nilai r alpha > r tabel
(0,441 > 0,361), sehingga dapat disimpulkan bahwa semua pertanyaan tersebut
reliabel.
Hasil analisis variabel frekuensi makan menunjukkan bahwa dari 3
pertanyaan yang ada semua nilai r hitungnya > r tabel, sehingga semua pertanyaan
untuk variabel frekuensi makan valid. Pada uji reliabilitasnya diperoleh nilai r alpha
Universitas Sumatera Utara
> r tabel (0,607 > 0,361), sehingga dapat disimpulkan bahwa semua pertanyaan
tersebut reliabel.
Dari hasil di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh variabel
(pengetahuan, distribusi makanan, jenis makanan, dan frekuensi makan ) dikatakan
valid dan reliabel, selanjutnya instrumen penelitian ini memenuhi syarat untuk
diujikan kepada responden sebenarnya.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
a. Variabel Independen
1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang gizi
dan cara pemberian makanan pada balita. Pengetahuan terdiri dari 15
pertanyaan dan diukur dengan menggunakan metode skoring melalui
kuesioner yang telah diberikan bobot 1-3. Berdasarkan jumlah yang telah
diperoleh maka dapat dikategorikan tingkat pengetahuan responden ke
dalam tiga kategori, yaitu:
a. Baik, bila skor yang diperoleh responden > 34
b. Sedang, bila skor yang diperoleh responden 19-33
c. Buruk, bila skor yang diperoleh responden < 18
2. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal responden yang didapatkan
responden. Pendidikan dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
a. Dasar, bila responden tamat SD/SLTP
b. Menengah, bila responden tamat SLTA
Universitas Sumatera Utara
c. Tinggi, bila responden tamat Akademi/PT
3. Distribusi makanan adalah adanya prioritas pembagian makanan dalam
keluarga setiap kali makan untuk anak balita. Distribusi makanan di bagi
menjadi dua kategori, yaitu:
a. Ada, jika ada anggota keluarga yang diprioritaskan atau didahulukan
untuk makan.
b. Tidak ada, jika tidak ada anggota keluarga yang diprioritaskan atau
didahulukan untuk makan.
4. Pantangan makanan adalah larangan mengonsumsi jenis makanan tertentu
baik berdasarkan agama, adat istiadat atau kepercayaan untuk anak balita.
Pantangan makanan dibagi menjadi dua kategori, yaitu:
a. Ada, jika ada jenis makanan yang dijadikan pantangan makanan
b. Tidak ada, jika tidak ada jenis makanan yang dijadikan pantangan
makanan
5. Jumlah anggota keluarga adalah keseluruhan anggota keluarga dan
menetap dirumah tersebut yang berada dibawah pimpinan satu orang
kepala keluarga. Jumlah anggota keluarga dibagi menjadi tiga kategori,
yaitu:
a. Kecil, jika jumlah anggota keluarga 1-2 orang
b. Sedang, jika jumlah anggota keluarga 3-4 orang
c. Besar, jika jumlah anggota keluarga > 5 orang
Universitas Sumatera Utara
6. Pekerjaan adalah jenis pekerjaan responden yang merupakan kegiatan
yang dilakukan orang tua yang bersifat menghasilkan uang. Pekerjaan
dibagi menjadi dua kategori, yaitu:
a. Tetap, jika responden bekerja sebagai PNS/TNI/POLRI
b. Tidak tetap, jika responden bekerja sebagai wiraswasta, buruh, petani,
dan lainnya.
7. Penghasilan adalah jumlah penghasilan kepala keluarga dalam satu bulan
untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Penghasilan dibagi menjadi
tiga kategori berdasarkan Penetapan Upah Minimum Provinsi Aceh 2010,
yaitu:
a. Rendah, jika penghasilan < Rp.1.350.000,-
b. Sedang, jika penghasilan Rp. 1.350.000,-
c. Tinggi, jika penghasilan > Rp. 1.350.000,-
b. Variabel Dependen
Pola Makan adalah hal-hal yang dilakukan oleh responden kepada
anaknya dalam upaya pemberian makanan terdiri dari jenis dan frekuensi
makanan yang diberikan. Pola makan di bagi ke dalam tiga kategori, yaitu:
a. Baik, jika jenis makanan lengkap dan frekuensi makanan baik
b. Sedang, jika jenis makanan kurang lengkap dan frekuensi makanan
sedang
c. Buruk, jika jenis makanan tidak lengkap dan frekuensi makanan buruk
Universitas Sumatera Utara
- Jenis makanan adalah berbagai macam bahan makanan yang diberikan
responden pada anaknya yaitu ASI, PASI, makanan utama (makanan
pokok, pangan hewani, pangan nabati, sayur/buah) atau makanan jajanan
lainnya. Jenis makanan terdiri dari 3 pertanyaan dan diukur dengan
menggunakan metode skoring melalui kuesioner yang telah diberikan
bobot 1-3. Jenis makanan di bagi ke dalam tiga kategori, yaitu:
a. Lengkap, bila skor yang diperoleh responden > 7
b. Kurang lengkap, bila skor yang diperoleh responden 5-6
c. Tidak lengkap, bila skor yang diperoleh responden < 4
- Frekuensi makan adalah berapa kali pemberian makan yang dilakukan
responden pada anaknya dalam sehari. Frekuensi makanan terdiri dari 3
pertanyaan dan diukur dengan menggunakan metode skoring melalui
kuesioner yang telah diberikan bobot 1-3. Frekuensi makan di bagi ke
dalam tiga kategori, yaitu:
a. Baik, bila skor yang diperoleh responden > 7
b. Sedang, bila skor yang diperoleh responden 5-6
c. Buruk, bila skor yang diperoleh responden < 4
3.6. Metode Pengukuran
Pengukuran terhadap variabel independen yang meliputi pengetahuan,
pendidikan, distribusi makanan, pantangan makanan, dan jumlah anggota keluarga
dan variable dependen meliputi pekerjaan dan penghasilan dilakukan dengan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan kuesioner. Jumlah item pertanyaan, kriteria, kategorisasi skor jawaban,
bobot nilai variabel seluruh indikator, dan skala ukur dapat dilihat pada table 3.1.
sebagai berikut:
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel
No Variabel Jumlah Pertanyaan Kriteria Kategori Bobot Skala
Ukur
Faktor Sosial Budaya 1 Pengetahuan 15 1.Baik
2.Sedang 3.Buruk
45 Ordinal
2 Pendidikan 1. SD, SLTP 2. SLTA 3. Akademi/PT
1. Dasar 2. Menengah 3. Tinggi
Ordinal
3 Distribusi makanan
3 1. Ada 2. Tidak ada
Ordinal
4 Pantangan Makanan
1.Ada 2.Tidak ada
Ordinal
5 Jumlah Anggota Keluarga
1. Kecil (1-2) 2. Sedang (3-4) 3. Besar (>5)
Interval
Faktor Ekonomi 1 Pekerjaan 1. PNS/TNI/
POLRI 2. Wiraswasta 3. Petani 4. Buruh 5. Lainnya
1. Tetap 2.Tidak
Tetap
Ordinal
2 Penghasilan 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
Interval
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1. Lanjutan
Pola Makan 1. Baik 2. Sedang Ordinal 3. Buruk 1 Jenis 3 1. Lengkap 9 Makanan 2. Kurang
Lengkap Ordinal
3. Tidak Lengkap
2 Frekuensi 3 1. Baik 9 Makan 2. Sedang Ordinal 3. Buruk
3.7. Metode Analisis Data
1. Analisis univariat, yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal antar
variabel baik variabel independen maupun dependen dalam bentuk
distribusi frekuensi.
2. Analisis bivariat, yaitu analisis yang dilakukan untuk mengetahui adanya
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dengan
menggunakan uji Chi Square yaitu untuk melihat hubungan sosial budaya
(pengetahuan, pendidikan, distribusi makanan, pantangan makanan dan
jumlah anggota keluarga) ekonomi ( pekerjaan dan penghasilan ) keluarga
dengan pola makan balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan
Montasik Kabupaten Aceh Besar.
3. Analisis multivariat, yaitu analisis lanjutan yang memungkinkan dilakukan
untuk mengetahui variabel independen yang paling dominan berhubungan
dengan variabel dependen. Uji statistik yang digunakan Regresi Linier
Universitas Sumatera Utara
Berganda yaitu untuk mengetahui variabel independen yang paling
dominan pengaruh terhadap variabel dependen.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Lokasi Penelitian
4.1.1. Geografi dan Demografi Kecamatan Montasik
Kecamatan Montasik merupakan salah satu Kecamatan yang ada di
Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), dengan luas
wilayah 94,10 Km2
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Blang Bintang, Kecamatan Mesjid
Raya, dan Kecamatan Ingin Jaya.
(9.410 Ha) dan terdiri dari 39 desa. Adapun batas wilayah
Kecamatan Montasik adalah sebagai berikut:
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kuta Malaka.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Suka Makmur.
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Indrapuri.
Jumlah penduduk Kecamatan Montasik pada tahun 2010 sebanyak 17.382
jiwa, terdiri dari laki-laki 8.788 jiwa dan perempuan 8.594 jiwa. Sebagian besar
penduduk di Kecamatan Montasik mempunyai mata pencaharian sebagai petani.
4.1.2. Sarana dan Tenaga Kesehatan
Kecamatan Montasik memiliki sarana kesehatan berupa 1 Puskesmas, 3
Pustu, dan 17 Polindes. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1. Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Montasik Tahun 2010
No Nama Gampong Sarana kesehatan
Rumah Sakit Puskesmas Pustu Rumah
Bersalin Polindes
1. Weu Bada - - - - - 2. Piyeung Lhang - - - - - 3. Piyeung Datu - - - - 1 4. Piyeung Mane - - - - 1 5. Kuweu - - - - 1 6. Bueng Daroh - - - - - 7. Cot Lampoh Soh - - - - - 8. Mon Ara - - 1 - - 9. Cot Lhok - - - - - 10. Bueng Raya - - - - - 11. Atong - - 1 - - 12. Teubang Phui Mesjid - 1 - - - 13. Lamme Garot - - - - - 14. Reudeup - - - - 1 15. Bakeirih - - - - 1 16. Meunasah tutong - - - - 1 17. Empee Tanong - - - - - 18. Dayah Daboh - - - - - 19. Lampaseh krueng - - - - - 20. Lemnga - - 1 - - 21. Lampaseh Lhok - - - - 1 22. Baroh - - - - - 23. Mata Ie - - - - - 24. Weu Krueng - - - - 1 25. Alue - - - - - 26. Weu Lhok - - - - - 27. Warabo - - - - - 28. Teubang Phui Baro - - - - 1 29. Bueng Tujoh - - - - - 30. Bira Lhok - - - - - 31. Bira Cot - - - - 1 32. Peurumping - - - - 1 33. Bak Dilip - - - - 1 34. Ulee Lhat - - - - 1 35. Seubam Lhok - - - - 1 36. Lam Raya - - - - - 37. Cot Seunong - - - - 1 38. Seubam Cot - - - - 1 39. Seumet - - - - 1 Jumlah - 1 3 - 17
Sumber: BPS Kabupaten Aceh Besar 2010
Universitas Sumatera Utara
Tenaga kesehatan yang dimiliki Kecamatan Montasik dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 4.2. Jumlah Tenaga Kesehatan di Kecamatan Montasik Tahun 2010
No Tenaga Kesehatan Jumlah 1. Dokter Spesialis - 2. Dokter Umum 2 3. Dokter Gigi - 4. Dokter Keluarga - 5. Perawat 8 6. Bidan 42 7. Farmasi 1 8. Sanitasi 6 9. Gizi 1 10. Kesmas 2 11. Medis 2 12. Tehnisi Medis 1 13. Apoteker - 14. Ass.Apoteker 1 15. D3 Farmasi - 16. S1 Farmasi - 17. D-IV/S1 Gizi 1 18. D3 Gizi - 19. D1 Gizi 1 20 Analisi Lab 1
Sumber: BPS Kabupaten Aceh Besar 2010 4.2. Analisis Univariat
Analisis ini menggambarkan secara tunggal antar variabel baik variabel
independen maupun dependen dalam bentuk distribusi frekuensi.
Universitas Sumatera Utara
4.2.1. Gambaran Sosial Budaya
4.2.1.1. Pengetahuan Ibu
Ibu yang berpengetahuan baik sangat sedikit yaitu 5 orang (11,6%)
sedangkan pengetahuan Ibu yang berada pada kategori sedang dan buruk cukup
tinggi yaitu sebesar 46,5% dan 41,9%. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4.3. Distribusi Pengetahuan Responden di Kecamatan Montasik Tahun 2011
No Pengetahuan Ibu Jumlah % 1 Baik 5 11,6 2 Sedang 20 46,5 3 Buruk 18 41,9
Jumlah 43 100,0 4.2.1.2. Pendidikan Ibu Kelompok pendidikan paling banyak adalah kelompok pendidikan pada
kategori menengah (SLTA) yaitu ada 21 orang (48,8%) dan jumlah Ibu dengan
kelompok pendidikan yang paling sedikit adalah kelompok pendidikan pada kategori
tinggi (Perguruan Tinggi) ada 4 orang (9,3%). Secara rinci dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.4. Distribusi Pendidikan Responden di Kecamatan Montasik Tahun 2011
No Pendidikan Ibu Jumlah % 1 Dasar 18 41,9 2 Menengah 21 48,8 3 Tinggi 4 9,3
Jumlah 43 100,0
Universitas Sumatera Utara
4.2.1.3. Distribusi Makanan
Adanya prioritas pembagian makanan yang diberikan Ibu dalam keluarga
yaitu sebesar 12 orang (27,9%), dan tidak ada prioritas 31 orang,1%), lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.5. Distribusi Distribusi Makanan di Kecamatan Montasik Tahun 2011 No Distribusi Makanan Jumlah % 1 Ada prioritas 12 27,9 2 Tidak ada prioritas 31 72,1
Jumlah 43 100,0
4.2.1.4. Pantangan Makanan
Ada tidaknya pantangan pada balita diketahui dengan melihat ada tidaknya
satu atau lebih jenis makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh anak. Hasil
Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tidak ada pantangan makanan yang
diberikan Ibu kepada balitanya untuk dikonsumsi yaitu ada 37 orang (86,0%).
Tabel 4.6. Distribusi Pantangan Makanan di Kecamatan Montasik Tahun 2011 No Pantangan Makanan Jumlah % 1 Ada pantangan 6 14,0 2 Tidak ada pantangan 37 86,0
Jumlah 43 100,0
4.2.1.5. Jumlah Anggota Keluarga
Banyaknya anggota keluarga dapat memengaruhi pembagian makanan
terhadap keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga
paling banyak termasuk dalam kategori sedang (3-4 orang dalam 1 keluarga) yaitu
Universitas Sumatera Utara
21 responden (48,8%). Sedangkan keluarga yang memiliki jumlah anggota dengan
kategori banyak (> 5 orang dalam 1 keluarga) jumlahnya tidak jauh dari kategori
sedang, yaitu sebanyak 14 responden (32,6%). Secara rinci dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4.7. Distribusi Jumlah Anggota Keluarga di Kecamatan Montasik Tahun 2011
No Jumlah Anggota Keluarga Jumlah % 1 Kecil 8 18,6 2 Sedang 21 48,8 3 Besar 14 32,6
Jumlah 43 100,0
4.2.2. Gambaran Ekonomi
4.2.2.1. Pekerjaan Ibu
Sebagian besar Ibu bermata pencaharian sebagai pekerja tidak tetap yaitu 41
Ibu (95,3%), dimana 33 Ibu bekerja sebagai petani dan 7 orang sebagai Ibu Rumah
Tangga, dan 1 orang sebagai honorer. Sedangkan 2 Ibu (4,7%) bekerja sebagai PNS.
Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.8. Distribusi Pekerjaan Responden di Kecamatan Montasik Tahun 2011
No Pekerjaan Ibu Jumlah % 1 Tetap 2 4,7 2 Tidak tetap 41 95,3
Jumlah 43 100,0
Universitas Sumatera Utara
4.2.2.2. Penghasilan Keluarga
Penghasilan keluarga dibagi kedalam tiga kategori berdasarkan Upah
Minimum Provinsi yaitu rendah (< Rp.1.350.000,-), sedang (Rp.1.350.000,-), dan
tinggi (> Rp.1.350.000,-). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 11 keluarga
(25,6%) berpenghasilan rendah, 28 keluarga (65,1%) berpenghasilan sedang,
sedangkan yang memiliki pendapatan tinggi hanya 4 keluarga (9,3%) saja. Secara
rinci dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9. Distribusi Penghasilan Responden di Kecamatan Montasik Tahun 2011
No Penghasilan Keluarga Jumlah % 1 Rendah 11 25,6 2 Sedang 28 65,1 3 Tinggi 4 9,3
Jumlah 43 100,0
4.2.3. Pola Makan Balita Bawah Garis Merah
4.2.3.1. Jenis Makanan
Ibu yang memberikan makanan lengkap kepada balitanya hanya sedikit yaitu
9 orang (20,9%), sedangkan yang memberikan makanan kurang lengkap kepada
balitanya ada 22 orang (51,2%). Secara rinci dapat dilihat pada tabel dibwah ini:
Tabel 4.10. Distribusi Jenis Makanan di Kecamatan Montasik Tahun 2011
No Jenis Makanan Jumlah % 1 Lengkap 9 20,9 2 Kurang lengkap 22 51,2 3 Tidak lengkap 12 27,9
Jumlah 43 100,0
Universitas Sumatera Utara
4.2.3.2. Frekuensi Makan
Frekuensi makan dengan kategori baik yang diberikan Ibu kepada anaknya
hanya sedikit yaitu 5 Ibu (211,6%), sedangkan yang terbanyak adalah yang tergolong
dalam kategori sedang yaitu sebanyak 24 Ibu (55,8%). Secara rinci dapat dilihat pada
tabel dibwah ini:
Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Makan di Kecamatan Montasik Tahun 2011 No Frekuensi Makan Jumlah % 1 Baik 5 11,6 2 Sedang 24 55,8 3 Buruk 14 32,6
Jumlah 43 100,0
Frekuensi makan juga dapat dilihat dari hasil formulir food frequency. Hasil
dari formulir food frequency menunjukkan bahwa untuk bahan makanan pokok,
paling banyak Ibu memberikan beras kepada balitanya yaitu 39 Ibu (90,7%) dengan
frekuensi konsumsi > 1x/hari. Kemudian untuk lauk pauk hewani, 22 Ibu (51,7%)
memberikan ikan kepada balitanya dan yang memberikan telur ada 12 Ibu (27,9%)
dengan frekuensi konsumsi keduanya yaitu > 1x/hari. Sedangkan konsumsi daging,
dari 43 Ibu, 30 Ibu tidak pernah memberikan daging untuk dikonsumsi oleh
balitanya, 13 Ibu lainnya memberikan daging pada frekuensi 4-6x/minggu, 1-
3x/minggu, dan 1x/bulan. Untuk lauk pauk nabati, tempe paling banyak diberikan
pada balita dengan frekuensi makan 4-6x/minggu (9 orang), sedangkan frekuensi
makan > 1x/hari hanya 7 Ibu (16,3%). Tahu diberikan oleh 9 Ibu (20,9%) pada
Universitas Sumatera Utara
frekuensi makan 4-6x/minggu, dan kacag-kacangan, 22 Ibu (51,2%) tidak pernah
memberikan pada balitanya.
Sayur-sayuran seperti daun ubi, paling banyak diberikan oleh Ibu pada
frekuensi makan 1-3x/minggu yaitu 12 Ibu (27,9%), 10 Ibu (23,3%) memberikan
kangkung pada frekuensi paling banyak 4-6x/minggu, dan 13 Ibu (30,2%)
memberikan bayam pada frekuensi paling banyak 4-6x/minggu. Selanjutnya untuk
konsumsi buah-buahan, 4 Ibu (9,3%) memberikan pisang dengan frekuensi 1x/hari, 4
Ibu (9,3%) dengan frekuensi 1-3x/minggu, dan 5 (11,6%) Ibu dengan frekuensi
1x/bulan. Yang memberikan pepaya ada 7 responden (16,3%). Selanjutnya untuk
konsumsi makanan kecil, yang memberikan biskuit ada 12 Ibu (27,9%) dengan
frekuensi konsumsi 1x/hari, 3 responden (7,0%) dengan frekuensi konsumsi 4-
6x/minggu, dan 4 Ibu (9,3%) dengan frekuensi konsumsi 1-3x/minggu. Yang
memberikan kue ada 7 Ibu (16,3%) dengan frekuensi konsumsi 1x/hari, dan 2 Ibu
dengan frekuensi konsumsi 1-3x/minggu. Yang memberikan roti ada 6 Ibu (14,0%)
dengan frekuensi konsumsi 1x/hari, 4 Ibu (9,3%) dengan frekuensi 1-3x/minggu, dan
2 Ibu (4,7%) dengan frekuensi konsumsi 1x/bulan.
4.2.3.3. Pola Makan Balita
Ibu yang menerapkan pola makan dengan kategori baik paling sedikit yaitu
ada 6 orang (14,0%), sedangkan yang paling banyak adalah dengan kategori sedang
yaitu 25 orang (58,1%). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.12. Distribusi Pola Makan Balita di Kecamatan Montasik Tahun 2011 No Pola Makan Jumlah % 1 Baik 6 14,0 2 Sedang 25 58,1 3 Buruk 12 27,9
Jumlah 43 100,0 4.3. Analisis Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan sosial budaya (pengetahuan,
pendidikan, distribusi makanan, pantangan makanan dan jumlah anggota keluarga)
dan ekonomi ( pekerjaan dan penghasilan ) keluarga terhadap pola makan balita
Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar.
4.3.1. Hubungan Sosial Budaya dengan Pola Makan Balita Bawah Garis Merah
Hubungan sosial budaya dengan pola makan balita bawah garis merah dapat
dilihat pada tabel tabulasi silang di bawah ini:
Tabel 4.13. Tabulasi Silang antara Pengetahuan, Pendidikan, Distribusi Makanan, Pantangan Makanan, dan Jumlah Anggota Kaluarga terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah di Kecamatan Montasik Tahun 2011
Variabel Pola Makan Jumlah P Baik Sedang Buruk
n % n % n % n % Pengetahuan Baik 3 60,0 2 40,0 0 0 5 100
0,026 Sedang 2 10,0 11 55,0 7 35,0 20 100 Buruk 1 5,6 12 66,7 5 27,8 18 100 Total 6 14,0 25 58,1 12 27,9 43 100
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.13. Lanjutan
Pendidikan Dasar 1 5,6 10 55,6 7 38,9 18 100 Menengah 2 9,5 14 66,7 5 23,8 21 100 0,005 Tinggi 3 75,0 1 25,0 0 0 4 100 Total 6 14,0 25 58,1 12 27,9 43 100 Distribusi Makanan Ada 1 8,3 6 50,0 5 41,7 12 100 Tidak ada 5 16,1 19 61,3 7 22,6 31 100 0,428 Total 6 14,0 25 58,1 12 27,9 43 100 Pantangan Makanan Ada 1 16,7 2 33,3 3 50,0 6 100 Tidak ada 5 13,5 23 62,2 9 24,3 37 100 0,369 Total 6 14,0 25 58,1 12 27,9 43 100 Jlh Anggota Keluarga Kecil 2 25,0 2 25,0 4 50,0 8 100 Sedang 2 9,5 13 61,9 6 28,6 21 100 0,256 Besar 2 14,3 10 71,4 2 14,3 14 100 Total 6 14,0 25 58,1 12 27,9 43 100
Tingkat pengetahuan paling tinggi berada pada kategori sedang, dimana
pengetahuan kategori sedang dengan pola makan yang baik ada 2 orang (10%),
pengetahuan sedang dengan pola makan sedang ada 11 orang (55%), dan
pengetahuan sedang dengan pola makan buruk ada 7 orang (35%). Sedangkan Ibu
dengan pengetahuan buruk dan pola makan sedang ada 12 orang dan Ibu yang
berpengetahuan baik dengan pola makan baik hanya 3 orang. Hasil uji statistik Chi
Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan Ibu dengan
pola makan dimana nilai p = 0,026 < α 0,05.
Berdasarkan pendidikan, pendidikan Ibu berada pada kategori menengah
(SLTA) dan dasar (SLTP dan SD). Jenjang pendidikan paling tinggi berada pada
kategori menengah, dimana pendidikan kategori menengah dengan pola makan yang
Universitas Sumatera Utara
baik ada 2 orang (9,5%), pola makan sedang ada 14 orang (66,7%), dan pola makan
buruk ada 5 orang (23,8%). Sedangkan Ibu yang berpendidikan rendah dengan pola
makan baik hanya 1 orang saja, selanjutnya responden berpendidikan baik dan pola
makan baik hanya ada 3 orang. Hasil uji statistik Chi Square menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan Ibu dengan pola makan dimana nilai p =
0,005 < α 0,05.
Berdasarkan distribusi makanan, dari 43 Ibu, 31 orang menunjukkan tidak
ada prioritas dalam pemberian makanan di keluarganya, dimana yang tidak ada
prioritas dengan pola makan baik ada 5 orang, tidak ada prioritas dengan pola makan
sedang ada 19 orang dan yang tidak ada prioritas dengan pola makan buruk ada 7
orang. Sedangkan adanya anggota keluarga yang diprioritaskan untuk mendapatkan
makanan dengan pola makan baik ada 1 orang (8,3%), pola makan sedang ada 6
orang (50,0%), dan pola makan buruk ada 5 orang (41,7%). Hasil uji statistik Chi
Square menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara distribusi makanan
dengan pola makan dimana nilai p = 0,428 > α 0,05.
Berdasarkan pantangan makanan, dari 43 orang Ibu, 37 orang menyatakan
tidak ada pantangan makanan, dimana yang tidak ada pantangan dengan pola makan
baik ada yang diprioritaskan untuk mendapatkan makanan dengan pola makan baik
ada 5 orang (13,5%), pola makan sedang ada 23 orang (62,2%), dan pola makan
buruk ada 9 orang (24,3%). Sedangkan yang ada pantangan dengan pola makan baik
hanya 1 orang (16,7%) dan pola makan buruk ada 3 orang (50%). Hasil uji statistik
Universitas Sumatera Utara
Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pantangan
makanan dengan pola makan dimana nilai p = 0,369 > α 0,05.
Berdasarkan jumlah anggota keluarga, hasil tabulasi silang paling besar
berada pada jumlah anggota keluarga dan pola makan dengan kategori sedang,
dimana jumlah anggota keluarga sedang dengan pola makan yang baik ada 2 orang
(9,5%), pola makan sedang ada 13 orang (61,9%), dan pola makan buruk ada 6 orang
(28,6%). Hasil uji statistik Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara jumlah anggota keluarga dengan pola makan dimana nilai p = 0,256
> α 0,05.
4.3.2. Hubungan Ekonomi dengan Pola Makan Balita Bawah Garis Merah
Hubungan ekonomi dengan pola makan balita bawah garis merah dapat
dilihat pada tabel tabulasi silang di bawah ini:
Tabel 4.14. Tabulasi Silang antara Pekerjaan dan Penghasilan terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah di Kecamatan Montasik Tahun 2011
Variabel Pola Makan Jumlah P Baik Sedang Buruk
n % n % N % n % Pekerjaan Tetap 2 100 0 0 0 0 2 100
0,002 Tidak tetap 4 9,8 25 61,0 12 29,3 41 100 Total 6 14,0 25 58,1 12 27,9 43 100 Penghasilan Rendah 1 9,1 5 45,5 5 45,5 11 100 Sedang 3 10,7 18 64,3 7 25, 28 100 0,132 Tinggi 2 50,0 2 50,0 0 0 4 100 Total 6 14,0 25 58,1 12 27,9 43 100
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pekerjaan, Ibu yang
bekerja tidak tetap dengan pola makan buruk memiliki pengaruh dibandingkan
dengan yang bekerja tetap. Ibu yang bekerja tidak tetap dengan pola makan baik ada
4 orang (9,8%), pola makan sedang ada 25 (561,0%), dan pola makan buruk ada 12
orang (29,3%). Hasil uji statistik Chi Square menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara pekerjaan dengan pola makan dimana nilai p = 0,002 < α 0,05.
Sedangkan berdasarkan penghasilan, keluarga yang berpenghasilan rendah
menunjukkan pengaruh yang tinggi terhadap pola makan, dimana penghasilan
kategori rendah dengan pola makan baik ada 1 (9,1%), pola makan sedang ada 5
(45,5%), dan pola makan buruk ada 5 (45,5%). Hasil uji statistik Chi Square
menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara penghasilan keluarga
dengan pola makan dimana nilai p = 0,132 > α 0,05.
4.4. Hasil Uji Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel independen yang
paling dominan berhubungan dengan variabel dependen. Uji statistik yang digunakan
Regresi Linier Berganda yaitu untuk mengetahui variabel-variabel sosial budaya dan
ekonomi yang paling dominan ber pengaruh terhadap pola makan balita Bawah Garis
Merah (BGM) melalui langkah-langkah berikut:
1. Melakukan analisis univariat untuk mengetahui kenormalan data.
2. Melakukan analisis bivariat untuk menentukan variabel yang menjadi kandidat
model. Setiap variabel independen dihubungkan dengan variabel dependen dan
Universitas Sumatera Utara
dilihat p valuenya. Jika nilai p < 0,25 maka variabel tersebut dapat masuk ke
dalam kandidat model multivariat.
3. Selanjutnya melakukan analisis secara bersama-sama dengan metode enter untuk
mengidentifikasi variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap pola makan
balita Bawah Garis Merah (BGM) pada nilai p < 0,05
Berdasarkan hasil uji statistik bivariat diketahui bahwa variabel pengetahuan,
pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan menunjukkan p-value<0,25, sehingga
variabel-variabel tersebut dapat dilanjutkan analisis multivariat regresi linier
berganda. Hasil uji statistik regresi linier berganda dengan tingkat kepercayaan 95%
(α=0,05) menunjukkan bahwa:
1. Terdapat pengaruh yang bermakna antara variabel pendidikan (ρ=0,027) dan
pekerjaan (ρ=0,023) terhadap pola makan balita Bawah Garis Merah (BGM)
karena nilai (ρ<0,05).
2. Jika dilihat dari nilai signifikan dan nilai β, maka variabel yang paling
berpengaruh adalah pekerjaan dimana (ρ=0,023) dan β=0,151.
3. Koefisien determinan (R Square) menunjukkan nilai 0,270 ini berarti regresi
linier berganda yang digunakan dapat menjelaskan pengaruh karakteristik
pekerjaan terhadap pola makan balita Bawah Garis Merah sebasar 27% dan
selebihnya 73% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam
penelitian ini. Variabel lain tersebut misalnya penyakit infeksi, kekurangaktifan
petugas kesehatan, kader posyandu, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
4. Hasil uji Anova memiliki nilai F hitung (F =3,516) dan ρ < 0,05 menunjukkan
variabel independen (pekerjaan) mampu menjelaskan secara nyata terhadap
variabel dependen (pola makan balita Bawah Garis Merah) pada tingkat
kepercayaan 95%.
Hasil regresi tersebut sesuai dengan tabel berikut ini.
Tabel 4.15. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
No Variabel Taraf Signifikan
β R R Square
ρ Value
1 Pengetahuan 0,287 -0,257 2 Pendidikan 0,027 -0,572 3 Pekerjaan 0,023 0,151 4 Pendapatan 0,630 -0,081
0,520 0,270 0,015
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Sosial Budaya terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah
(BGM) di Kecamatan Montasik
Hasil uji statistik Chi Square menunjukkan bahwa ada hubungan antara
variabel pengetahuan dengan pola makan balita Bawah Garis Merah (p = 0,026 < α
0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian Yusrizal (2008) yang menyatakan bahwa
tingkat pengetahuan orangtua berhubungan dengan status gizi balita. Hasil penelitian
ini juga sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (1993) yang menyatakan bahwa
pengetahuan merupakan ranah yang sangat penting bagi terbentuknya perilaku
pencegahan terhadap kasus gizi pada anak Balita karena perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan cenderung tidak bersifat langgeng atau berlangsung lama.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa Ibu yang berpengetahuan baik
ada sebesar 55% (11 orang) menerapkan pola makan pada kategori sedang. Hal ini
sesuai dengan tingkat pendidikan Ibu dimana paling banyak berada pada tingkat
pendidikan menengah yaitu 21 orang. Pengetahuan mendukung seseorang untuk
bertindak, karena pengetahuan memengaruhi perilaku seseorang. Pengetahuan
mendukung seorang Ibu dalam merawat dan mengasuh anaknya, termasuk
pemberian makan pada anak sehingga akan berdampak pada kondisi gizi anak.
Pengetahuan yang baik di dukung oleh tingkat pendidikan yang baik, walaupun
budaya dan tradisi yang ada di masyarakat juga dapat memengaruhi pemberian pola
makan balita Bawah Garis Merah (BGM).
Universitas Sumatera Utara
Kehidupan di lingkungan tempat tinggal dapat memengaruhi pengetahuan
ibu dalam pemberian makanan pada balita. Budaya yang ada di masyarakat dapat
memengaruhi pemberian makanan pada anak, tetapi dengan adanya pengetahuan Ibu
mengenai gizi, maka Ibu dapat memilih budaya mana yang dapat diterapkan dan
yang tidak dapat diterapkan dalam pemberian makanan pada anaknya.
Hasil uji statistik Chi Square untuk pendidikan menunjukkan bahwa ada
hubungan antara pendidikan dengan pola makan balita Bawah Garis Merah (BGM)
dengan nilai signifikansi (p= 0,005 < α 0,05). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Astuti (2002) yang menyatakan bahwa pendidikan ibu dan bapak di pedesaan
berpengaruh terhadap status gizi balita. Begitu juga dengan penelitian Hidayat (2005)
yang menyatakan bahwa pendidikan Ibu berpengaruh terhadap status gizi balita.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Berg (1989) yang menyatakan
bahwa pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat memengaruhi
keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan
pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki akan lebih baik. Sering
masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang
memadai. Dari seluruh Ibu, 48,8% berada pada kategori pendidikan tingkat
menengah (SLTA) yaitu 21 orang dan dasar (SD dan SLTP) yaitu 18 orang.
Tingkat pendidikan dalam keluarga khususnya ibu dapat menjadi faktor yang
memengaruhi status gizi dalam keluarga. Semakin tinggi pendidikan orangtua maka
pengetahuannya akan gizi akan lebih baik dari yang berpendidikan rendah. Salah
satu penyebab gizi kurang pada anak adalah kurangnya perhatian orang tua akan gizi
Universitas Sumatera Utara
anak. Hal ini disebabkan karena pendidikan dan pengetahuan gizi ibu yang rendah.
Pendidikan formal ibu akan memengaruhi tingkat pengetahuan gizi, semakin tinggi
pendidikan ibu, maka semakin tinggi kemampuan untuk menyerap kemampuan
praktis dan pendidikan formal terutama melalui masa media. Hal serupa juga
dikatakan oleh Green, Roger yang menyatakan bahwa makin baik tingkat pendidikan
ibu, maka naik pula keadaan gizi anaknya (Berg, 1986).
Hasil uji statistik Chi Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara distribusi makanan dengan pola makan balita Bawah Garis Merah
(BGM) dimana nilai signifikansi (p= 0,428 > α 0,05). Dari 43 Ibu, 31 menyatakan
tidak ada prioritas dalam mendistribusikan makanan sehingga tidak berpengaruh
terhadap pola makan balita. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat
Khumaidi (1994) yang menyatakan bahwa distribusi makanan sering kali
dihubungkan dengan status yang terjalin antara anggota keluarga, hal ini terkait
dengan anggota keluarga mana yang diprioritaskan untuk mendapatkan makanan,
terlebih jika dihubungkan dengan budaya di masyarakat, pria yang lebih tua (senior)
mendapatkan jumlah dan mutu susunan makanan yang lebih baik dari pada anak-
anak kecil dan wanita-wanita muda.
Hasil penelitian diketahui bahwa masyarakat di Kecamatan Montasik (72,1%)
memberikan pembagian makanan secara merata pada anggota keluarganya baik dari
segi kualitas maupun kuantitasnya. Makanan yang dimasak Ibu setiap harinya
didistribusikan ke semua anggota keluarga, orang tua dan anak mendapatkan lauk
pauk dan sayur dengan frekuensi makan 3x sehari, hanya saja porsinya disesuaikan
Universitas Sumatera Utara
dengan bobot tubuh dan usia. Untuk balitanya pada dasarnya mendapatkan jenis
makanan yang sama, walaupun ada sayur akan tetapi anak hanya diberi nasi dengan
lauk pauk saja, tidak dibiasakan oleh Ibu untuk mengkonsumsi sayur karena
sibuknya Ibu bekerja sehingga Ibu berfikir sudah cukup dengan hanya memberikan
lauk pauk saja. Anak hanya sebatas diberi makan tanpa mempertimbangkan mutu
gizi dalam makanannya, sehingga ketika dianjurkan untuk memberikan sayur,
balitanya tidak mau memakannya karena sudah terbiasa atau dibiasakan tidak
mengkonsumsi sayur. Hal inilah yang menyebabkan balita kekurangan zat gizi yang
berasal dari sayuran.
Jika dilihat dari hasil food frequency terlihat bahwa pemberian sayur-sayuran
pada balita sangat jarang frekuensinya, ditambah lagi pemberian makanan tambahan
seperti roti, biskuit, dan lain-lain juga jarang. Jadi pada dasarnya bukan karena ada
prioritas pemberian makanan yang diberikan Ibu yang menyebabkan anak BGM
tetapi karena pekerjaan dan pengetahuan Ibu yang kurang.
Hasil uji statistik Chi Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara pantangan makanan dengan pola makan balita Bawah Garis Merah
(BGM) dimana nilai signifikansi (p= 0,369 > α 0,05), hal ini disebabkan karena tidak
ada makanan yang dipantangkan atau dilarang Ibu untuk diberikan kepada balita.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Suhardjo (1986) yang menyatakan
bahwa budaya memengaruhi pemberian makanan sehingga berpengaruh terhadap
pola makan. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Khomsan (2008), yaitu masyarakat wilayah Bogor masih ada yang percaya
Universitas Sumatera Utara
bahwa kepada bayi dan balita laki-laki tidak boleh diberikan pisang ambon karena
bisa menyebabkan alat kelaminnya membengkak. Balita perempuan tidak dibolehkan
memakan dubur ayam karena dikhawatirkan ketika mereka sudah menikah bisa
diduakan suami.
Pada penelitian ini 86% Ibu menyatakan tidak ada makanan yang
dipantangkan untuk diberikan pada balitanya, 14% lainnya menyatakan ada
pantangan yaitu melarang balitanya memakan makanan seperti coklat, es, hanya
demi alasan kesehatan semata bukan karena budaya dan tradisi masyarakat sekitar.
Selanjutnya variabel terakhir dari sosial budaya adalah jumlah anggota
keluarga. Hasil uji statistik Chi Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara jumlah anggota keluarga dengan pola makan balita Bawah
Garis Merah (BGM) dimana nilai signifikansi (p= 0,256 > α 0,05). Dari 43 Ibu,
paling banyak memiliki jumlah anggota keluarga dengan kategori sedang, yaitu
48,8% (3-4 orang dalam satu keluarga). Sementara yang memiliki jumlah anggota
keluarga dengan kategori banyak (> 5 orang) ada 32,6% sehingga dengan demikian
jumlah anggota keluarga dari hasil penelitian ini tidak berpengaruh terhadap pola
makan balita. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Suhardjo (2003) yang
menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga dan banyaknya anak dalam keluarga
akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pangan, jumlah anggota keluarga yang
besar dibarengi dengan distribusi pangan yang tidak merata sehingga menyebabkan
anak dalam keluarga mengalami kekurangan gizi.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya bila dilihat kaitan lebih lanjut antara sosial budaya dengan
permasalahan gizi masyarakat, Pelto (1980) menjelaskan kebudayan sebagai sistem
pengetahuan yang memungkinkan untuk melihat berbagai perubahan dan variasi
pengetahuan yang terjadi dalam berbagai perubahan sosial, budaya, dan ekonomi
masyarakat. Termasuk di dalamnya perubahan-perubahan gaya hidup atau perilaku
jangka panjang sebagai konsekuensi langsung atau pun tidak langsung dari
perubahan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat. Perubahan gaya hidup pada
gilirannya akan mempengaruhi kebiasaan makan, baik secara kualitas maupun
kuantitas.
Menurut Baliwati (2004), Kegiatan ekonomi, sosial dan budaya suatu
keluarga, suatu kelompok masyarakat, suatu negara atau suatu bangsa mempunyai
pengaruh yang kuat dan kekal terhadap apa, kapan, dan bagaimana penduduk makan.
Kebudayaan masyarakat dan kebiasaan pangan yang mengikutinya, berkembang
sekitar arti pangan dan penggunaan yang cocok. Pola kebudayaan ini memengaruhi
orang dalam memilih pangan, jenis pangan yang harus diproduksi, pengolahan,
penyaluran dan penyajian. Sedangkan menurut Suhardjo (1986) faktor sosial budaya
yang memengaruhi status gizi adalah pengetahuan, pendidikan, distribusi makanan,
pantangan makanan dan jumlah anggota keluarga.
Universitas Sumatera Utara
5.2. Pengaruh Ekonomi terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik
Hasil uji statistik Chi Square terhadap pekerjaan menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan pola makan balita Bawah Garis
Merah (BGM) dimana nilai signifikansi (p= 0,002 < α 0,05). Dari 43 Ibu, hampir
seluruhnya bekerja ke dalam kategori tidak tetap, yaitu 95,3%. Pekerjaan tidak tetap
yang dilakukan Ibu adalah bekerja sebagai petani. Hasil penelitian ini sesuai dengan
pendapat Berg (1986) yang menyatakan bahwa Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga
sore tidak memiliki waktu yang cukup bagi anak-anak dan keluarga. Dalam hal ini
ibu mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja.
Walaupun demikian ibu dituntut tanggung jawabnya kepada suami dan anak-
anaknya, khususnya memelihara anak (Singarimbun, 1988).
Berg (1986) juga menyatakan bahwa Ibu-ibu yang bekerja tidak mempunyai
cukup waktu untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan kebutuhan
dan kecukupan serta frekuensi pemberian makanan juga bisa berkurang dalam satu
hari. Hal ini lah yang dapat menyebabkan kurangnya asupan makanan bagi anak
sehingga bisa menyebabkan anak menjadi kurang gizi.
Pada penelitian ini diketahui bahwa Ibu yang bekerja tidak tetap yaitu sebagai
petani, bekerja dari pagi hingga sore hari sehingga balitanya dititipkan pada orang
tuanya atau anak tertua yang menjaganya. Dengan demikian ibu tidak mempunyai
waktu untuk mengasuh terutama memperhatikan pola makan anaknya. Ibu hanya
menitipkan makanan sekedarnya saja untuk makan anaknya karena pagi-pagi
Universitas Sumatera Utara
sebelum berangkat kerja, Ibu hanya sebatas menyiapkan nasi dan lauk saja.
Sementara itu belum tentu yang menjaga anaknya memberikan makanan tambahan.
Sedangkan Ibu yang bekerja tetap yaitu PNS (guru) mempunyai waktu lebih untuk
merawat dan memperhatikan pola makan anaknya karena waktu bekerjanya hanya
sampai siang hari saja dan selebihnya dia dapat mengasuh dan memperhatikan pola
makan anaknya. Walaupun anaknya dititipkan dari pagi hingga siang, akan tetapi
karena adanya pengetahuan Ibu maka kebutuhan gizi anaknya tetap terpenuhi dengan
menyiapkan makanan yang lengkap dan memberitahu yang menjaga anaknya untuk
memberikan pola makan yang baik pada anaknya.
Selanjutnya hasil uji statistik Chi Square terhadap penghasilan menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara penghasilan keluarga dengan pola
makan balita Bawah Garis Merah (BGM) dimana nilai signifikansi (p= 0,132 > α
0,05). Dari 43 Ibu, 65,1% keluarganya berpenghasilan Rp.1.350.000,-. Dengan
penghasilan yang dikategorikan pada tingkat sedang, tidak memengaruhi pola makan
balita, hal ini bisa terjadi karena jumlah anggota keluarga yang ditanggung dari hasil
penelitian ini juga tidak besar, berada pada kategori sedang dengan jumlah 3-4 orang
dalam satu keluarga. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Orisinal
(2001) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendapatan per
kapita dengan status gizi balita. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan
penelitian Sri Murni (2007) yang menyatakan bahwa pola makan anak balita pada
keluarga dengan ekonomi tinggi lebih baik dibandingkan dengan keluarga miskin
terutama dalam hal jenis, jumlah, dan frekuensi makanan. Namun hasil penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan pendapat Berg & Sajogyo (1986) yang menyatakan bahwa pendapatan
merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan, tetapi
pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada susunan makanan.
Hasil dari food frekuensi juga dapat memberikan gambaran seberapa sering
balita diberi makanan dengan gizi yang seimbang. Bahan makanan pokok yang
dikonsumsi balita adalah beras dengan frekuensi > 1x/hari, lauk pauk hewani yang
sering dikonsumsi adalah ikan dan telur, sementara untuk konsumsi daging jarang
sekali (1x/bulan), sedangkan daging merupakan sumber zat gizi yang baik bagi
pertumbuhan balita. Dari bahan makanan yang ada, yang jarang dikonsumsi adalah
sayur-sayuran, frekuensinya konsumsinya 1-3x/minggu, paliang banyak hanya 6
responden yang memberikan sayur-sayuran kepada anaknya dalam frekuens >
1x/hari. Kesibukan ibu dengan pekerjaannya juga menjadi faktor yang menyebabkan
hal ini. Waktu yang sedikit dapat menjadi penyebab bagi ibu untuk menyajikan
makanan yang cepat dan mudah, tanpa memperhatikan kebutuhan gizi anaknya.
Hasil food frekuensi juga menunjukkan bahwa, balita kurang diberikan makanan
selingan ataupun makanan tambahan seperti buah-buahan, roti, biscuit, dan lain-lain.
Buah-buahan juga merupakan zat gizi tambahan bagi pertumbuhan dan
perkembangan balita.
Sedangkan dari hasil uji Regresi Linear Berganda menunjukkan bahwa dari
empat variabel yang dianggap berpengaruh (pengetahuan, pendidikan, penghasilan,
pekerjaan) dengan memperhatikan nilai signifikansi hasil uji bivariat dimana p<0,25,
maka pekerjaan merupakan faktor yang paling dominan memengaruhi pola makan
Universitas Sumatera Utara
balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik, dimana p = 0,007< α
0,05 dan nilai β = 0,288. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Berg (1986)
yang menyatakan bahwa Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki
waktu yang cukup bagi anak-anak dan keluarga. Dalam hal ini ibu mempunyai peran
ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja.
5.3. Keterbatasan Peneliti
1. Pada saat penelitian , peneliti mengalami kesulitan saat melakukan pengumpulan
data. Para ibu sebagai responden sulit untuk ditemui karena penelitian ini
dilakukan bertepatan dengan jam kerja, sehingga melakukan kunjungan ulang
pada sore hari untuk melakukan pengumpulan data. Karena waktu yang terbatas,
membuat waktu pengumpulan data lebih lama.
2. Jarak rumah responden juga menjadi kendala dalam melakukan penelitian ini.
Jarak rumah responden yang satu dengan yang lainnya sangat jauh karena 43
responden tersebar di beberapa desa yang ada di Kecamatan Montasik, sehingga
membuat penelitian menjadi agak lama.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Dari seluruh variabel Sosial budaya (pengetahuan, pendidikan, distribusi
makanan, pantangan makanan, dan jumlah anggota keluarga), yang memiliki
hubungan signifikan dengan pola makan balita Bawah Garis Merah (BGM) di
Kecamatan Montasik adalah pengetahuan dan pendidikan
2. Variabel ekonomi yang memiliki hubungan signifikan dengan pola makan
balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik adalah pekerjaan,
dimana hampir seluruh Ibu bekerja sebagai petani.
3. Hasil uji multivariat menunjukkan bahwa variabel pekerjaan memiliki
pengaruh paling dominan terhadap pola makan balita Bawah Garis Merah
(BGM) di Kecamatan Montasik.
6.2. Saran
1. Perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat yang ada di Kecamatan
Montasik agar memahami mengenai asupan gizi untuk balita.
2. Penyuluhan kesehatan kepada Ibu-Ibu perlu ditingkatkan agar pengetahuan
tentang pola makan meningkat, maka petugas kesehatan harus berperan aktif
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar status gizi pada balita
tidak lagi menjadi masalah kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
3. Kepada Kepala Puskesmas Montasik disarankan agar mengaktifkan petugas
gizi dan kader untuk melakukan kunjungan ke rumah-rumah balita BGM
untuk langsung memberikan penyuluhan kepada orangtua balita dan yang
mengasuh balita tersebut mengenai pola makan balita yang sesuai umur.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA Adisasmito W, 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Akhmadi, 2009. 10 Tips Membentuk Pola Makan Sehat Anak. http://puskesmas-
oke.blogspot.com/2009/01/pola-makan-1.html. Diakses 23 Februari 2011. Alfian, 1997. Segi-Segi Sosial Budaya Masyarakat. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Anne, 2008. Sistem Perekonomian Indonesia. Anwar, 2000. Peranan Gizi dan Pola Asuh dalam Meningkatkan Kualitas Tumbuh
Kembang Anak. Jakarta: Depkes RI Astuti, R, 2004. Peran Penyakit Infeksi, Sosial Ekonomi dan Sanitasi Lingkungan
Dalam Mempengaruhi Status Gizi Balita di Pedesaan Propinsi Jawa Tengah Tahun 2002. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia:Jakarta.
Atmarita, 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Azwar A, 2004. Kecendrungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Depan. Jakarta. Baliwati F.Y, dkk, 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: CV
Rajawali. .............................., 2004. Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. .............................., 2006. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Berg A, 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: CV Rajawali. ..........., 1989. Peranan Gizi dalam Pembangunan. Jakarta: CV Rajawali. Biro Pusat Statistik, 2004. Survey Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2003. Jakarta:
BPS. Dahlan, 2008. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran
dan Kesehatan. Jakarta, Seri Tiga: CV Sagung Seto.
Universitas Sumatera Utara
Dalimunthe, R.F, 1995. Analisis Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Bekas Pemilik Lahan Kawasan Industri Medan. Medan: Sekolah Pasca Sarjana USU.
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007. Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Depkes RI, 2000. Pengukuran Status Gizi. Jakarta: Dep Kes RI. ................., 2003. Program Penanggulangan Anemia Gizi Pada Wanita Usia Subur
(WUS). Jakarta: DEPKES RI. ................., 2004. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. ................., 2005. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Bandung: PT.Enka Parahiyangan. ................., 2005. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (BALITA).
Jakarta: Dep Kes RI. ................., 2007. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal (SPM),
Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat. ................., 2011. Standar Gizi Balita. Depkes RI Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Profil Kesehatan
Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2009. Banda Aceh. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar, 2010. Profil Kesehatan Kabupaten Aceh
Besar Tahun 2009. Engle et al, 1997. Care and Nutrition. New York: Hill.
Foster G & Barbara G, Anderson, 1986. Antropologi Kesehatan. Penerjemah: Priyanti S, Pakan dan Meutia Swasono. Jakarta: UI Press.
Helman C, 1984. Culture, Health, and Illness. John Wright & Sons, Ltd. Hidayat, J, 2005. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita di Indonesia.
Jakarta: Program Pasca Sarjana UI. Hurlock, E.B,1991. Perkembangan Anak, Jilid 2. Jakarta: Erlangga
Irianto K dan Waluyo K, 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung: Yrama Widya.
Universitas Sumatera Utara
Khomsan, A., 2008. Mengetahui Status Gizi Balita Anda. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Khumaidi M, 1994. Gizi Masyarakat. Jakarta: Gunung Mulia. Koentjaraningrat, 1993. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Kurniawan, A.I, Latief, D, 2001. Childhood Malnutrition In Indonesia, Its Current
Situation, Joint Symposium Between Departement Of Nutrion, Departement Of Pediatrics, Sebelas Maret University, Surakarta, February, 19-21st
, 2001.
Marwati, 2000. Pengetahuan Masakan Indonesia. Jakarta:Adicita. Mundy, Pahil A, 1995. Indegeneous Comminocation and Indigeneous Knowledge.
The Culture Dimention of Development Indegeneous Knowledge System. (D.M. Warren L, J. Slikkerveer & D. Brokensha, ed). Intermediate Tecnology Publication.
Notoadmodjo, 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Yogyakarta: Andi Offset. ……………., 1996. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta:
Rineka Cipta. ……………., 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT.Rineka Cipta. ....................., 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. ....................., 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. ....................., 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Nurlinda, 2004. Kajian Budaya Terhadap Pola Makana. http://tatikbahar.blogspot.
com/2011/01/kajian-budaya-terhadap-pola-makan_17.html
. Diakses tanggal 23 Februari 2011.
Orisinal, 2001. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita di Sumatera Barat. Jakarta: Program Pasca Sarjana UI.
Pelto G, 1980. Antropological Contribution to Nutrition Education Research. Jurnal
of Nutrion Education, Vol.13 (1): 2-8. Pudjiadi S, 2005. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: Balai penerbit FK UI
Universitas Sumatera Utara
Puskesmas Montasik, 2011. Laporan Puskesamas Montasik Tahun 2010. Montasik. Riskesdas, 2007. Status Gizi Balita. Riset Kesehatan dasar. Sagir, 1992. Kesempatan Kerja Ketahanan Nasional dan Pembangunan Manusia
Seutuhnya. Bandung: Alumni. Sairin, S. 2002. Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia. Yogyakarta : Gajah Mada
Univesity Press. Santoso S, Ranti, L.A., 1995. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT. Rineka Cipta
......................................, 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sediaoetama, A.D., 2006. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian
Rakyat. Shadily H, 1984. Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: Bina Aksara. Simatupang, P. dan M. Ariani. 1997. Hubungan Antara Pendapatan Rumah Tangga
dan Pergeseran Preferensi Terhadap Pangan. Majalah Pangan No. 33 Vol. IX. Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Soetrisno, N, 1998. Ketahanan Pangan. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Suhardjo, 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta: UI Press. .............., 1989. Sosio Budaya Gizi. Jakarta: Depdikbbud Pendidikan Tinggi Pusat. .............., 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bogor: Bumi Aksara. .............., 2005. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bogor: Bumi Aksara. Sumaatmadja N, 1986. Perspektof Studi Sosial. Bandung: Alumni. Sunarti E, 2004. Mengasuh dengan Hati Tantangan yang Menengah. Jakarta: Media
Kompotindo.
Universitas Sumatera Utara
Supariasa, 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Sajogya dkk, 1994. Menuju Gizi Baik yang Merata dipedesaan dan di Kota.
Yogyakarta : Gajah Mada Univesity Press Taruna J, 2002. Hubungan Status Ekonomi Keluarga dengan Terjadinya Kasus Gizi
Buruk pada Anak Balitadi Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jakarta: Program Pasca Sarjana UI.
UNDP, 2008. Indonesia The Human Development Index-Going Beyond Income. Widagdho D, 1993. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. Yusrizal, 2008. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap
Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. Medan: Sekolah Pasca Sarjana USU.
Universitas Sumatera Utara
KUESIONER PENELITIAN PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA TERHADAP
POLA MAKAN PADA BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI KECAMATAN MONTASIK KABUPATEN ACEH BESAR
Nomor Responden :.............................................................. Hari/Tanggal Wawancara :.............................................................. Waktu : Pukul_____s.d_____ Alamat Responden :...............................................................
Identitas Responden
1. Nama Responden :...............................................................
:
2. Umur Responden :............................................................... 3. Pendidikan Responden :
a. SD b. SLTP c. SLTA d. Perguruan Tinggi
4. Pekerjaan Responden : a. PNS/TNI/POLRI b. Wiraswasta c. Petani d. Buruh e. Lainnya ...................
5. Pendapatan Keluarga :
a. Dibawah Rp 1.350.000,- b. Rp 1.350.000,- c. Diatas Rp 1.350.000,-
6. Jumlah Anggota Keluarga : a. 1-2 orang b. 3-4 orang c. > 5 orang
Universitas Sumatera Utara
a. Pengetahuan
Faktor Sosial Budaya:
1. Menurut Ibu, susunan menu makanan yang baik diberikan kepada Anak Balita
adalah?
a. Nasi, Ikan/Daging, sayur, buah, dan susu (3)
b. Nasi, Ikan/Daging, sayur, dan buah (2)
c. Nasi dan Ikan/Daging (1)
2. Menurut Ibu, bahan makanan pokok selain nasi adalah?
a. Sagu, Singkong, Jagung dan Kentang (3)
b. Apel (2)
c. Tidak Tahu (1)
3. Menurut Ibu, yang disebut makanan yang berfungsi sebagai zat pembangun
tubuh adalah?
a. Ayam Goreng, Telur Rebus, Udang Bakar, Tahu Goreng dan Susu (3)
b. Ikan Bakar (2)
c. Tidak Tahu (1)
4. Menurut Ibu, yang disebut makanan yang berfungsi sebagai zat tenaga tubuh
adalah?
a. Ubi kayu, ubi jalar, jagung, roti dan nasi (3)
b. Roti dan nasi (2)
c. Tidak Tahu (1)
5. Menurut Ibu, makanan yang baik bagi Balita harus memenuhi sumber?
a. Karbohidrat, Protein, Lemak, Vitamin, dan Mineral (3)
b. Karbohidrat, Protein dan Lemak (2)
c. Tidak Tahu (1)
6. Menurut Ibu, jenis makanan yang banyak mengandung Vitamin A adalah?
a. Sambal Hati Sapi, Juice Wortel, Kerupuk Melinjo, dan Daun Singkong (3)
b. Ubi Rebus (2)
c. Tidak Tahu (1)
Universitas Sumatera Utara
7. Menurut Ibu, jenis makanan yang banyak mengandung zat besi adalah?
a. Daun Singkong, Kangkung, dan Sayuran Hijau (3)
b. Daun Singkong (2)
c. Tidak Tahu (1)
8. Menurut Ibu, pengolahan sayur bayam yang baik agar zat gizi yang
terkandung di dalam sayur tidak berkurang adalah?
a. Sayur bayam dicuci dengan air yang mengalir sebentar lalu dipotong (3)
b. Sayur bayam dicuci dengan cara merendamnya dan baru
kemudian dipotong (2)
c. Tidak Tahu (1)
9. Kapan Ibu memberikan makan pada anak:
a. Pada saat anak merasa lapar (3)
b. Saat jam makan yang sudah ditentukan (2)
c. Waktu anak sedang bermain (1)
10. Apakah ibu tahu arti anak yang sehat?
a. Anak yang selalu naik berat badannya (3)
b. Anak yang tidak pernah sakit (2)
c. Tidak tahu (1)
11. Bagaimana memantau pertumbuhan anak agar tetap sehat?
a. Membawa rutin ke posyandu/Puskesmas (3)
b. Memberi makan sebanyak-banyaknya setiap hari (2)
c. Tidak tahu (1)
12. Bagaimana Anda mengetahui anak yang sehat melalui KMS?
a. Anak yang naik berat badannya dalam salah satu pita warna (3)
b. Anak yang naik berat badannya dan berpindah pada pita warna
diatasnya (2)
c. Tidak tahu (1)
Universitas Sumatera Utara
13. Apakah ibu tahu manfaat dari melakukan penimbangan secara rutin pada
anak?
a. Mengetahui secara dini setiap ada gangguan pertumbuhan pada anak (3)
b. Dapat mengetahui dengan cepat kepintaran anak (2)
c. Tidak tahu (1)
14. Apakah Ibu tahu arti dari anak BGM?
a. Anak yang berat badannya di bawah garis merah (3)
b. Anak dengan status gizi buruk (2)
c. Tidak tahu (1)
15. Apakah Ibu tahu apa yang dilakukan jika anak BGM?
a. Membawa anak ke puskesmas dan minta nasehat yang harus
dilakukan pada anak (3)
b. Memberi makan pada anak sesering mungkin tanpa membawa
ke puskesmas (2)
c. Tidak tahu (1)
b. Distribusi Makanan
1. Apakah ibu mendampingi anak pada saat memberikan makan?
a. Ya
b. Tidak
2. Pada saat memberikan makanan apakah kepala keluarga diprioritaskan atau
didahulukan untuk mendapatkan makanan?
a. Ya, Alasan:..................................................................
b. Tidak
3. Pada saat memberikan makanan pada anak ibu, apakah ada anak yang
diprioritaskan terlebih dahulu?
a. Ya, Alasan:................................................................................
b. Tidak
Universitas Sumatera Utara
c. Pantangan Makanan
1. Apakah anak ibu mempunyai makanan yang tidak boleh
dimakan/dipantangkan?
a. Ya
b. Tidak
2. Jika ya, makanan yang tidak boleh dimakan/dipantangkan pada anak ibu?
(sebutkan)...........................................................................................................
3. Kenapa makanan tersebut dipantangkan pada anak ibu?
a. Alasan kesehatan:
(Sebutkan).....................................................................................................
b. Alasan dari leluhur:
(Sebutkan).....................................................................................................
c. Alasan lain:
(Sebutkan).....................................................................................................
a. Jenis Makanan
Pola Makan:
1. (Pertanyaan disesuaikan dengan umur anak responden)
- Untuk responden dengan umur anak 12-23 bulan
Makanan apa saja yang Ibu berikan kepada anak:
a. ASI/PASI nasi lembek dengan ditambahkan makanan selingan,
sari buah. (3)
b. ASI, nasi lembik (2)
c. Tidak mendapat ASI/PASI lagi hanya nasi lembek dengan makanan
selingan saja (1)
Universitas Sumatera Utara
- Untuk responden dengan umur anak 24-35 bulan:
Makanan apa saja yang Ibu berikan kepada anak:
a. Nasi, lauk pauk, sayur, buah, makanan selingan (3)
b. Nasi, lauk pauk, sayur (2)
c. Nasi, lauk pauk (1)
- Untuk responden dengan umur anak 36-59 bulan:
Makanan apa saja yang Ibu berikan kepada anak:
a. Nasi, lauk pauk, sayur, buah (3)
b. Nasi, lauk pauk, sayur (2)
c. Nasi, lauk pauk (1)
2. Makanan selingan yang diberikan kepada anak ibu?
a. Biskuit, roti, bubur kacang hijau (3)
b. Kue (2)
c. Kerupuk (1)
3. Buah-buahan yang diberikan pada anak ibu?
a. Pisang, pepaya, jeruk (3)
b. Apel, sawo (2)
c. Tidak ada (1)
b. Frekuensi Makan
1. (Pertanyaan disesuaikan dengan umur anak responden)
- Untuk responden dengan umur anak 12-23 bulan
Berapa kali Ibu memberikan nasi lembek kepada anak:
a. Tiga kali sehari (3)
b. Dua kali sehari (2)
c. Kadang-kadang 1x sehari, kadang-kadang 2x sehari (1)
Universitas Sumatera Utara
- Untuk responden dengan umur anak 24-35 bulan:
Berapa kali Ibu memberi makan nasi dengan lauk pauk sehari:
a. Tiga kali sehari (3)
b. Dua kali sehari (2)
c. Kadang-kadang 1x sehari, kadang-kadang 2x sehari (1)
- Untuk responden dengan umur anak 36-59 bulan:
Berapa kali ibu memberi makan nasi dengan lauk pauk sehari:
a. Tiga kali sehari (3)
b. Dua kali sehari (2)
c. Satu kali sehari (1)
2. Berapa kali anak ibu diberi makanan selingan dalam sehari?
a. 2 kali sehari (3)
b. 1 kali sehari (2)
c. Tidak pernah (1)
3. Berapa kali ibu memberikan susu dalam sehari?
a. 3 kali sehari (3)
b. 2 atau 1 kali sehari (2)
c. Tidak pernah (1)
Universitas Sumatera Utara
FORMULIR FOOD FREQUENCY
Nama Responden : No. Responden : Hari/Tanggal : Nama Bahan Makanan Frekuensi Konsumsi
>1x/hr 1x/hr 4-6x/mgg 1-3x/mgg 1x/bln Tik pernah
ket
1. Bahan Makanan Pokok a. Beras b. Ubi c. Sagu d. Tepung Terigu e. Dll
2. Lauk Pauk Hewani a. Ikan b. Telur c. Daging d. Dll
3. Lauk Pauk Nabati a. Tempe b. Tahu c. Kacang-kacangan d. Dll
4. Sayur-sayuran a. Daun Ubi b. Kangkung c. Bayam d. Dll
5. Buah-buahan a. Pisang b. Pepaya c. Jeruk d. Mangga e. Jambu air f. Dll
6. Dan lain-lain (makanan kecil) a. Biskuit b. Kue c. Roti d. Dll
Universitas Sumatera Utara
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
No Variabel r tabel r hasil r alpha Keterangan 1 Pengetahuan
0,361
0,928
Pengetahuan 1 0,553 Valid & Reliabel Pengetahuan 2 0,428 Valid & Reliabel Pengetahuan 3 0,874 Valid & Reliabel Pengetahuan 4 0,883 Valid & Reliabel Pengetahuan 5 0,874 Valid & Reliabel Pengetahuan 6 0,874 Valid & Reliabel Pengetahuan 7 0,874 Valid & Reliabel Pengetahuan 8 0,874 Valid & Reliabel Pengetahuan 9 0,412 Valid & Reliabel Pengetahuan 10 0,773 Valid & Reliabel Pengetahuan 11 0,773 Valid & Reliabel Pengetahuan 12 0,874 Valid & Reliabel Pengetahuan 13 0,874 Valid & Reliabel Pengetahuan 14 0,883 Valid & Reliabel Pengetahuan 15 0,874 Valid & Reliabel
2 Distribusi Makanan Distribusi Makanan 1
0,361 0,675
0,514 Valid & Reliabel
Distribusi Makanan 2 0,699 Valid & Reliabel Distribusi Makanan 3 0,393 Valid & Reliabel
3 Jenis Makanan Jenis Makanan 1
0,361 0,423
0,441 Valid & Reliabel
Jenis Makanan 2 0,444 Valid & Reliabel Jenis Makanan 3 0,465 Valid & Reliabel
4 Frekuensi Makan Frekuensi Makan 1
0,361 0,475
0,607 Valid & Reliabel
Frekuensi Makan 2 0,523 Valid & Reliabel Frekuensi Makan 3 0,368 Valid & Reliabel
Universitas Sumatera Utara
Reliability ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** _ R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Mean Std Dev Cases 1. P1 2.1333 .3457 30.0 2. P2 2.0667 1.0148 30.0 3. P3 1.0667 .3651 30.0 4. P4 1.0333 .1826 30.0 5. P5 1.0667 .3651 30.0 6. P6 1.0667 .3651 30.0 7. P7 1.0667 .3651 30.0 8. P8 1.0667 .3651 30.0 9. P9 2.0000 .4120 30.0 10. P10 1.5667 .5683 30.0 11. P11 1.5667 .5683 30.0 12. P12 1.0667 .3651 30.0 13. P13 1.0667 .3651 30.0 14. P14 1.0333 .1826 30.0 15. P15 1.0667 .3651 30.0 N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE 19.9333 21.8575 4.6752 15 Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted P1 17.8000 20.0276 .5527 .9259 P2 17.8667 17.2230 .4279 .9582 P3 18.8667 18.9471 .8736 .9180 P4 18.9000 20.3690 .8830 .9238 P5 18.8667 18.9471 .8736 .9180 P6 18.8667 18.9471 .8736 .9180 P7 18.8667 18.9471 .8736 .9180 P8 18.8667 18.9471 .8736 .9180 P9 17.9333 21.8575 .4120 .9326 P10 18.3667 17.8264 .7727 .9195 P11 18.3667 17.8264 .7727 .9195 P12 18.8667 18.9471 .8736 .9180 P13 18.8667 18.9471 .8736 .9180 P14 18.9000 20.3690 .8830 .9238
Universitas Sumatera Utara
P15 18.8667 18.9471 .8736 .9180 _ R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Reliability Coefficients N of Cases = 30.0 N of Items = 15 Alpha = .9279
Reliability ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** _ R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Mean Std Dev Cases 1. DM1 1.0667 .2537 30.0 2. DM2 1.3000 .4661 30.0 3. DM3 1.4000 .4983 30.0 N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE 3.7667 .8057 .8976 3 Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted DM1 2.7000 .7000 .6750 .4700 DM2 2.4667 .2575 .6999 .4286 DM3 2.3667 .3782 .3926 .5106
Universitas Sumatera Utara
Reliability Coefficients N of Cases = 30.0 N of Items = 3 Alpha = .5136
Reliability ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** _ R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Mean Std Dev Cases 1. JM1 1.9333 .5833 30.0 2. JM2 1.8667 .5074 30.0 3. JM3 1.3000 .6513 30.0 N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE 5.1000 1.1276 1.0619 3 Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted JM1 3.1667 .7644 .4250 .3165 JM2 3.2333 .6678 .4439 .3892 JM3 3.8000 .7172 .4650 .4333 Reliability Coefficients N of Cases = 30.0 N of Items = 3 Alpha = .4407
Universitas Sumatera Utara
Reliability ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** _ R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Mean Std Dev Cases 1. FM1 2.5000 .5085 30.0 2. FM2 1.7333 .5833 30.0 3. FM3 1.0667 .2537 30.0 N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE 5.3000 1.1138 1.0554 3 Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted FM1 2.8000 .5103 .4746 .4144 FM2 3.5667 .3920 .5225 .3519 FM3 4.2333 .8747 .3682 .6307 Reliability Coefficients N of Cases = 30.0 N of Items = 3 Alpha = .6068
Universitas Sumatera Utara
Hasil Univariat Frequencies
Statistics
43 43 43 43 43 43 43 430 0 0 0 0 0 0 0
.644 .213 .655 .710 .674 .482 .351 .70472 84 59 92 99 58 80 89
ValidMissing
N
Std. DeviationSum
pendidikanresponden
kategori
pekerjaanresponden
kategori
pendapatankeluargakategori
JumlahAggota
Keluargakategori
Pengetahuankategori
Distribusimakanankategori
pantanganmakanankategori
pola makankategori
Frequency Table
pendidikan responden ka tegori
18 41.9 41.9 41.921 48.8 48.8 90.7
4 9.3 9.3 100.043 100.0 100.0
Dasar (SD, SLTP)Menengah (SLTA)Tinggi (Perguruan t inggi)Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
pekerjaan responden kategori
2 4.7 4.7 4.7
41 95.3 95.3 100.0
43 100.0 100.0
Tetap (PNS/TNI/POLRI)Tidak tetap (W iraswasta,petani, buruh, lainnya)Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
pendapatan keluarga kategori
31 72.1 72.1 72.1
8 18.6 18.6 90.74 9.3 9.3 100.0
43 100.0 100.0
Rendah (< Rp.1.350.000,-)Sedang (Rp.1.350.000,-)Tinggi (> Rp.1.350.000,-)Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Universitas Sumatera Utara
Jumlah Aggota Keluarga ka tegori
8 18.6 18.6 18.621 48.8 48.8 67.414 32.6 32.6 100.043 100.0 100.0
Kecil (1-2 orang)Sedang (3-4 orang)Besar (> 5 orang)Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Penge tahuan kategori
5 11.6 11.6 11.6
20 46.5 46.5 58.1
18 41.9 41.9 100.0
43 100.0 100.0
Baik (j ika menjawab> 75%)Sedang (jikamenjawab 40-75%)Buruk (jikamenjawab <40%)Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Distribusi makanan ka tegori
28 65.1 65.1 65.1
15 34.9 34.9 100.0
43 100.0 100.0
Ada (jika ada anggotakeluarga yangdirioritaskan)Tidak ada (jika tidakada anggota keluargayang diprioritaskan)Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
pantangan makanan kategori
6 14.0 14.0 14.0
37 86.0 86.0 100.0
43 100.0 100.0
Ada (jika ada makananyang dipantangkan)Tidak ada (jika tidakada makanan yangdipantangkan)Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Universitas Sumatera Utara
pola makan kategori
9 20.9 20.9 20.922 51.2 51.2 72.112 27.9 27.9 100.043 100.0 100.0
BaikSedangBurukTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Hasil Bivariat Crosstabs
Case Processing Summary
43 100.0% 0 .0% 43 100.0%
43 100.0% 0 .0% 43 100.0%
43 100.0% 0 .0% 43 100.0%
43 100.0% 0 .0% 43 100.0%
43 100.0% 0 .0% 43 100.0%
pendidikan respondenkategori * pola makantotalJumlah AggotaKeluarga kategori *pola makan totalPengetahuan kategori* pola makan totalDistribusi makanantotal * pola makan totalpantangan makanankategori * pola makantotal
N Percent N Percent N PercentValid Missing Total
Cases
Universitas Sumatera Utara
pendidikan responden kategori * pola makan total Crosstab
1 10 7 18
5.6% 55.6% 38.9% 100.0%
2 14 5 21
9.5% 66.7% 23.8% 100.0%
3 1 0 4
75.0% 25.0% .0% 100.0%
6 25 12 43
14.0% 58.1% 27.9% 100.0%
Count% within pendidikanresponden kategoriCount% within pendidikanresponden kategoriCount% within pendidikanresponden kategoriCount% within pendidikanresponden kategori
Dasar (SD, SLTP)
Menengah (SLTA)
Tinggi (Perguruan tinggi)
pendidikanrespondenkategori
Total
1 2 3pola makan total
Total
Chi-Square Tests
14.948a 4 .00511.014 4 .026
6.967 1 .008
43
Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)
5 cells (55.6%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is .56.
a.
Jumlah Aggota Keluarga kategori * pola makan total
Crosstab
2 2 4 8
25.0% 25.0% 50.0% 100.0%
2 13 6 21
9.5% 61.9% 28.6% 100.0%
2 10 2 14
14.3% 71.4% 14.3% 100.0%
6 25 12 43
14.0% 58.1% 27.9% 100.0%
Count% within Jumlah AggotaKeluarga kategoriCount% within Jumlah AggotaKeluarga kategoriCount% within Jumlah AggotaKeluarga kategoriCount% within Jumlah AggotaKeluarga kategori
Kecil (1-2 orang)
Sedang (3-4 orang)
Besar (> 5 orang)
Jumlah AggotaKeluarga kategori
Total
1 2 3pola makan total
Total
Universitas Sumatera Utara
Chi-Square Tests
5.317a 4 .2565.541 4 .236
.931 1 .335
43
Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)
6 cells (66.7%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is 1.12.
a.
Pengetahuan kategori * pola makan total
Crosstab
3 2 0 5
60.0% 40.0% .0% 100.0%
2 11 7 20
10.0% 55.0% 35.0% 100.0%
1 12 5 18
5.6% 66.7% 27.8% 100.0%
6 25 12 43
14.0% 58.1% 27.9% 100.0%
Count% within PengetahuankategoriCount% within PengetahuankategoriCount% within PengetahuankategoriCount% within Pengetahuankategori
Baik (jika menjawab> 75%)
Sedang (jikamenjawab 40-75%)
Buruk (jikamenjawab <40%)
Pengetahuankategori
Total
1 2 3pola makan total
Total
Chi-Square Tests
11.030a 4 .0269.269 4 .055
3.451 1 .063
43
Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)
5 cells (55.6%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is .70.
a.
Universitas Sumatera Utara
Distribusi makanan total * pola makan total Crosstab
1 6 5 12
8.3% 50.0% 41.7% 100.0%
5 19 7 31
16.1% 61.3% 22.6% 100.0%
6 25 12 43
14.0% 58.1% 27.9% 100.0%
Count% within Distribusimakanan totalCount% within Distribusimakanan totalCount% within Distribusimakanan total
Ada pantangan
Tidak ada pantangan
Distribusi makanantotal
Total
1 2 3pola makan total
Total
Chi-Square Tests
1.696a 2 .4281.657 2 .437
1.530 1 .216
43
Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)
3 cells (50.0%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is 1.67.
a.
pantangan makanan kategori * pola makan total
Crosstab
1 2 3 6
16.7% 33.3% 50.0% 100.0%
5 23 9 37
13.5% 62.2% 24.3% 100.0%
6 25 12 43
14.0% 58.1% 27.9% 100.0%
Count% within pantanganmakanan kategoriCount% within pantanganmakanan kategori
Count% within pantanganmakanan kategori
Ada (jika ada makananyang dipantangkan)
Tidak ada (jika tidakada makanan yangdipantangkan)
pantanganmakanankategori
Total
1 2 3pola makan total
Total
Universitas Sumatera Utara
Chi-Square Tests
1.994a 2 .3691.913 2 .384
.641 1 .423
43
Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)
3 cells (50.0%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is .84.
a.
Crosstabs
Case Processing Summary
43 100.0% 0 .0% 43 100.0%
43 100.0% 0 .0% 43 100.0%
pekerjaan respondenkategori * pola makantotalpendapatan keluarga* pola makan total
N Percent N Percent N PercentValid Missing Total
Cases
pekerjaan responden kategori * pola makan total
Crosstab
2 0 0 2
100.0% .0% .0% 100.0%
4 25 12 41
9.8% 61.0% 29.3% 100.0%
6 25 12 43
14.0% 58.1% 27.9% 100.0%
Count% within pekerjaanresponden kategoriCount% within pekerjaanresponden kategoriCount% within pekerjaanresponden kategori
Tetap (PNS/TNI/POLRI)
Tidak tetap (Wiraswasta,petani, buruh, lainnya)
pekerjaanrespondenkategori
Total
1 2 3pola makan total
Total
Universitas Sumatera Utara
Chi-Square Tests
12.935a 2 .0028.540 2 .014
6.665 1 .010
43
Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)
3 cells (50.0%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is .28.
a.
pendapatan keluarga * pola makan total
Crosstab
1 5 5 11
9.1% 45.5% 45.5% 100.0%
3 18 7 28
10.7% 64.3% 25.0% 100.0%
2 2 0 4
50.0% 50.0% .0% 100.0%
6 25 12 43
14.0% 58.1% 27.9% 100.0%
Count% within pendapatankeluargaCount% within pendapatankeluargaCount% within pendapatankeluargaCount% within pendapatankeluarga
Dibawah Rp.1.350.000,-
Rp.1.350.000,-
Diatas Rp.1.350.000,-
pendapatankeluarga
Total
1 2 3pola makan total
Total
Chi-Square Tests
7.068a 4 .1326.555 4 .161
4.455 1 .035
43
Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)
6 cells (66.7%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is .56.
a.
Universitas Sumatera Utara
Hasil Multivariat Regression
Variables Entered/Removedb
pendapatan keluarga,Pengetahuankategori,pekerjaanrespondenkategori,pendidikanrespondenkategori
a
. Enter
Model1
VariablesEntered
VariablesRemoved Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: pola makan kategorib.
Model Summary
.520a .270 .193 .632Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Predictors: (Constant), pendapatan keluarga,Pengetahuan kategori, pekerjaan responden kategori,pendidikan responden kategori
a.
ANOVAb
5.616 4 1.404 3.516 .015a
15.174 38 .39920.791 42
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), pendapatan keluarga, Pengetahuan kategori, pekerjaanresponden kategori, pendidikan responden kategori
a.
Dependent Variable: pola makan kategorib.
Universitas Sumatera Utara
Coefficients a
2.941 1.526 1.927 .061 -.268 .248 -.257 -1.080 .287 -.625 .271 -.572 -2.301 .027
.499 .542 .151 .921 .023 -.099 .204 -.081 -.485 .630
(Constant) Pengetahuan kategori pendidikan responden kategori pekerjaan responden kategori pendapatan keluarga
Model 1
B Std. Error
Unstandardized Coefficients
Beta
Standardized Coefficients
t Sig.
Dependent Variable: pola makan kategori a.
Universitas Sumatera Utara
Hasil Food Frequency
Nama Bahan Makanan
Frekuensi Konsumsi
>1x/ hr 1x/ hr 4-6x/mgg 1-3x/ mgg 1x/ bln Tidak pernah jumlah
n % n % n % n % n % n % n % Bahan Makanan Pokok 1. Beras 39 90,7 4 9,3 0 0 0 0 0 0 0 0 43 100 2. Ubi 1 2,3 2 4,7 4 9,3 1 2,3 7 16,3 28 65,1 43 100 3. Sagu 0 0 1 2,3 0 0 2 4,7 1 2,3 39 90,7 43 100 4. Tepung Terigu
1 2,3 2 4,7 5 11,6 5 11,6 1 2,3 29 67,4 43 100
Lauk Pauk Hewani 1. Ikan 22 51,2 7 16,3 3 7,0 5 11,6 0 0 6 14,0 43 100 2. Telur 12 27,9 9 20,9 8 18,6 2 4,7 0 0 12 27,9 43 100 3. Daging 0 0 0 0 1 2,3 1 2,3 11 25,6 30 69,8 43 100 Lauk Pauk Nabati 1.Tempe 7 16,3 9 20,9 10 23,3 8 18,6 2 4,7 7 16,3 43 100 2.Tahu 3 7,0 8 18,6 9 20,9 5 11,6 2 4,7 16 37,2 43 100 3.Kacang kacangan 3 7,0 2 4,7 5 11,6 7 16,3 4 9,3 22 51,2 43 100
Sayur-sayuran 1. Daun Ubi 3 7,0 5 11,6 5 11,6 12 27,9 1 2,3 17 39,5 43 100 2.Kangkung 5 11,6 5 11,6 10 23,3 3 7,0 2 4,7 18 41,9 43 100 3.Bayam 6 14,0 6 14,0 13 30,2 8 18,6 0 0 10 23,3 43 100 Buah-buahan 1. Pisang 0 0 4 9,3 0 0 4 9,3 5 11,6 30 69,8 43 100 2. Pepaya 0 0 0 0 0 0 0 0 7 16,3 36 83,7 43 100 3. Jeruk 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4. Mangga 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5. Jambu air 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Makanan kecil 1.Biskuit 0 0 12 27,9 3 7,0 4 9,3 0 0 24 55,8 43 100 2.Kue 0 0 7 16,3 0 0 2 4,7 0 0 34 79,1 43 100 3.Roti 0 0 6 14,0 0 0 4 9,3 2 4,7 31 72,7 43 100
106
Universitas Sumatera Utara