125
PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA TERHADAP POLA MAKAN BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI KECAMATAN MONTASIK KABUPATEN ACEH BESAR TESIS OLEH: YULIA SARI 097032138/IKM PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 Universitas Sumatera Utara

PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA TERHADAP POLA MAKAN BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI

KECAMATAN MONTASIK KABUPATEN ACEH BESAR

TESIS

OLEH:

YULIA SARI 097032138/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2011

Universitas Sumatera Utara

Page 2: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

THE INFLUENCE OF FAMILY’S SOCIO-CULTURE AND ECONOMY ON THE EATING PATTERN OF LOW WEIGHT CHILDREN UNDER FIVE

YEARS OLD IN MONTASIK SUBDISTRICT ACEH BESAR DISTRICT

T H E S I S

By

YULIA SARI 097032138/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

2011

Universitas Sumatera Utara

Page 3: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA TERHADAP POLA MAKAN BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI

KECAMATAN MONTASIK KABUPATEN ACEH BESAR

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YULIA SARI 097032138/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2011

Universitas Sumatera Utara

Page 4: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Judul Tesis : PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA TERHADAP POLA MAKAN BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI KECAMATAN MONTASIK KABUPATEN ACEH BESAR

Nama Mahasiswa : Yulia Sari Nomor Induk Mahasiswa : 097032138 Program studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) ( Ketua Anggota

Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes)

Ketua Program Studi Dekan (Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.Si)

Tanggal lulus: 12 Desember 2011

Universitas Sumatera Utara

Page 5: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Telah diuji Pada Tanggal: 12 Desember 2011 ____________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Badaruddin, M.Si Anggota : 1. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes 2. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes 3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si

Universitas Sumatera Utara

Page 6: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

PERNYATAAN

PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA TERHADAP POLA MAKAN BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI

KECAMATAN MONTASIK KABUPATEN ACEH BESAR

TESIS Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orangn lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Desember 2011

YULIA SARI 097032138

Universitas Sumatera Utara

Page 7: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

ABSTRAK

Aceh Besar merupakan salah satu Kabupaten Nanggroe Aceh Darussalam yang memiliki angka yang cukup besar terhadap permasalahan gizi balita. Dari 23 kecamatan terdapat 897 balita dengan timbangan di bawah garis merah (BGM) dan 35 balita dengan gizi buruk. Kecamatan Montasik merupakan salah satu daerah administratif kecamatan yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Aceh Besar yang memiliki kasus balita Bawah Garis Merah (BGM) paling tinggi. Dari 1.661 balita yang ada, terdapat 43 keluarga yang memiliki balita dengan berat badan di Bawah Garis Merah (BGM).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sosial budaya dan ekonomi keluarga terhadap pola makan pada balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar. Jenis penelitian adalah Survey Explanatory. Penelitian dilakukan di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar. Sampel adalah seluruh ibu yang memiliki balita dengan timbangan di Bawah Garis Merah yaitu berjumlah 43 orang. Analisis data menggunakan uji regresi liniear berganda pada taraf kepercayaan 95% (α < 0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh antara pengetahuan, pendidikan, dan pekerjaan terhadap pola makan balita bawah garis merah. Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap pola makan balita bawah garis merah adalah pekerjaan.

Disarankan kepada pihak Puskesmas Montasik agar mengaktifkan petugas gizi dan kader untuk melakukan kunjungan ke rumah-rumah balita BGM untuk langsung memberikan penyuluhan kepada orangtua balita tersebut mengenai pola makan balita yang sesuai umur.

Kata kunci: Budaya, Ekonomi, Pola Makan, Balita

Universitas Sumatera Utara

Page 8: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

ABSTRACT

Aceh Besar is one of the districts in Nanggroe Aceh Darussalam with a quite big number of nutritional problems in children under five years old. In the 23 Subdistricts, there are 897 low weight children under five years old and 35 with malnutrition. Montasik Subdistrict is one of the administrative subdistricts under the District Government of Aceh Besar with the highest number of cases of low weight children under five years. Of 1.661 children under five years old, there are 43 families with low weight children under five years old.

The purpose of this survey explanatory study conducted in Montasik Subdistrict, Aceh Besar District was to analyze the influence of family’s socio-culture and economy on the eating pattern of low weight children under five years old in Montasik Subdistrict, Aceh Besar District. The sample for this study were the mother of 43 low weight children under five years. The data obtained were analyzed through multiple linear regression test at level of confidence 95% (α <0.05).

The result of this study showed that there were influence between knowledge, education, and occupation on the eating pattern of low weight children under five years old. Occupation was the most dominant variable influencing on the eating pattern of low weight children under five years old.

The management of Montasik health centre is suggested to activate the nutritionists and cadres to pay a door-to-door visit to the homes with low weight children under five years old to directly provide extension about an appropriate food for the children under five years old to the children’s parents.

Keywords: Culture, Economy, Eating Pattern, Children

Universitas Sumatera Utara

Page 9: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa,

atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

tesis ini dengan judul “ Pengaruh Sosial Budaya dan Ekonomi Keluarga

terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan

Montasik Kabupaten Aceh Besar”.

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan, dan

bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini izinkan penulis untuk

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku

Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan

pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan Minat Studi

Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, serta seluruh jajarannya

yang telah memberikan bimbingan dan dorongan selama penulis mengikuti

pendidikan.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

3. Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dalam penulisan

tesis ini dan sebagai anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan

waktu dan pikiran dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan

bimbingan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

4. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes, Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes, Dr. Ir.

Evawany Aritonang, M.Si Sebagai komisi penguji tesis yang telah banyak

memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

5. Para dosen di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Kepala Puskesmas Montasik beserta staf yang telah banyak membantu

peneliti.

7. Kedua orangtua, suami tercinta, anak-anak tersayang, yang telah memberikan

dukungan dan doa dalam menyelesaikan pendidikan ini.

8. Rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah banyak memberikan bantuan moril dan materil selama mengikuti

pendidikan, penelitian, dan penulisan tesis.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga

saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan dan

diucapkan terima kasih.

Medan, Desember 2011

Penulis

Universitas Sumatera Utara

Page 11: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

RIWAYAT HIDUP

Yulia Sari, lahir pada tanggal 14 Juli 1973 di Banda Aceh, anak kedua dari

delapan bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs.Syamsul Bahri dan Ibunda Limpah

Ani.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di SD 30

Banda Aceh, selesai Tahun 1985, sekolah menengah pertama di SLTPN 6 Banda

Aceh, selesai Tahun 1988,Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Depkes RI di Banda

Aceh, selesai Tahun 1991, D-I Kebidanan Depkes RI Banda Aceh, selesai Tahun

1992, D-III Kebidanan Poltekkes Medan, selesai tahun 2001, D-IV Poltekkes Medan,

selesai Tahun 2008.

Penulis bekerja sebagai pegawai negeri Puskesmas Kota Cot Glie, Kabupaten

Aceh Besar, tahun 1992 sampai sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2009 hingga saat ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ...................................................................................................... i ABSTRACT ..................................................................................................... ii KATA PENGANTAR .................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ v DAFTAR ISI ................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2. Permasalahan ............................................................................. 9 1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 9 1.4. Hipotesis .................................................................................... 10 1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 11

2.1. Sosial Budaya ............................................................................ 11 2.2. Ekonomi dan Ketersediaan Pangan ............................................ 21 2.3. Pola Makan ................................................................................ 24

2.3.1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pola Pemberian Makan ............................................................................... 27 2.3.2. Pola Makan Sehat Anak ................................................... 28 2.3.3. Sosial Budaya dengan Pola Makan .................................. 30 2.4. Balita .......................................................................................... 32 2.4.1. Balita Bawah Garis Merah ............................................... 33 2.5. Landasan Teori ........................................................................... 34 2.6. Kerangka Konsep ....................................................................... 38

BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................ 39

3.1 . Jenis Penelitian ........................................................................... 39 3.2 . Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 39 3.2.1. Lokasi Penelitian .............................................................. 39 3.2.2. Waktu Penelitian .............................................................. 40 3.3. Populasi dan Sampel .................................................................. 40

3.3.1. Populasi ............................................................................ 40 3.3.2. Sampel .............................................................................. 40

3.4. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 40

Universitas Sumatera Utara

Page 13: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................... 41 3.5. Variabel dan Definisi Operasional ............................................. 43 3.6. Metode Pengukuran ................................................................... 46 3.7. Metode Analisis Data ................................................................. 48

BAB 4. HASIL PENELITIAN ..................................................................... 50

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ...................................................... 50 4.2. Analisis Univariat ...................................................................... 52 4.3. Analisis Bivariat ......................................................................... 59 4.4. Analisis Multivariat .................................................................... 63

BAB 5. PEMBAHASAN ............................................................................... 66

5.1. Pengaruh sosial Budaya terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik ................ 66 5.2. Pengaruh Ekonomi terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik ................ 72

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 76

6.1. Kesimpulan ................................................................................ 76 6.2. Saran ........................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 78 LAMPIRAN .................................................................................................... 83

Universitas Sumatera Utara

Page 14: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 3.1 Aspek Pengukuran Variabel ................................................................. 47

4.1 Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Montasik Tahun 2010 ........... 51

4.2 Jumlah Tenaga Kesehatan di Kecamatan Montasik Tahun 2010 .......... 52

4.3 Distribusi Pengatahuan Responden di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ............................................................................................ 53 4.4 Distribusi Pendidikan Responden di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ............................................................................................ 53 4.5 Distribusi Pendistribusian Makanan di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ............................................................................................ 54 4.6 Distribusi Pantangan Makanan di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ............................................................................................ 54 4.7 Distribusi Jumlah Anggota Keluarga Responden di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ............................................................................ 55 4.8 Distribusi Pekerjaan Responden di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ............................................................................................ 55 4.9 Distribusi Penghasilan Keluarga di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ............................................................................................ 56 4.10 Distribusi Jenis Makanan di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ........... 56

4.11 Distribusi Frekuensi Makan di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ....... 57

4.12 Distribusi Pola Makan Balita di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ..... 59

4.13 Tabulasi Silang antara Pengetahuan, Pendidikan, Distribusi Makanan, Pantangan Makanan, dan Jumlah Anggota Keluarga terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ......... 59

Universitas Sumatera Utara

Page 15: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

4.14 Tabulasi Silang antara Pekerjaan dan Penghasilan terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah di Kecamatan Montasik Tahun 2011 ......... 62 4.15 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ................................................ 65

Universitas Sumatera Utara

Page 16: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman 2.1 Penyebab Gizi Kurang (disesuaikan dari bagan UNICEF (1998) The State of The World’s Children 1998. Oxford Univ.Press)

2.2 Kerangka Konsep Penelitian ................................................................. 38

............... 37

Universitas Sumatera Utara

Page 17: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian .............................................................................. 83

2 Formulir Food Frequency ..................................................................... 90

3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ....................................................... 91

4 Hasil Univariat ....................................................................................... 96

5 Hasil Bivariat ......................................................................................... 98

6 Hasil Multivariat .................................................................................... 104

7 Hasil Food Frequency ........................................................................... 106

Universitas Sumatera Utara

Page 18: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

ABSTRAK

Aceh Besar merupakan salah satu Kabupaten Nanggroe Aceh Darussalam yang memiliki angka yang cukup besar terhadap permasalahan gizi balita. Dari 23 kecamatan terdapat 897 balita dengan timbangan di bawah garis merah (BGM) dan 35 balita dengan gizi buruk. Kecamatan Montasik merupakan salah satu daerah administratif kecamatan yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Aceh Besar yang memiliki kasus balita Bawah Garis Merah (BGM) paling tinggi. Dari 1.661 balita yang ada, terdapat 43 keluarga yang memiliki balita dengan berat badan di Bawah Garis Merah (BGM).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sosial budaya dan ekonomi keluarga terhadap pola makan pada balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar. Jenis penelitian adalah Survey Explanatory. Penelitian dilakukan di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar. Sampel adalah seluruh ibu yang memiliki balita dengan timbangan di Bawah Garis Merah yaitu berjumlah 43 orang. Analisis data menggunakan uji regresi liniear berganda pada taraf kepercayaan 95% (α < 0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh antara pengetahuan, pendidikan, dan pekerjaan terhadap pola makan balita bawah garis merah. Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap pola makan balita bawah garis merah adalah pekerjaan.

Disarankan kepada pihak Puskesmas Montasik agar mengaktifkan petugas gizi dan kader untuk melakukan kunjungan ke rumah-rumah balita BGM untuk langsung memberikan penyuluhan kepada orangtua balita tersebut mengenai pola makan balita yang sesuai umur.

Kata kunci: Budaya, Ekonomi, Pola Makan, Balita

Universitas Sumatera Utara

Page 19: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

ABSTRACT

Aceh Besar is one of the districts in Nanggroe Aceh Darussalam with a quite big number of nutritional problems in children under five years old. In the 23 Subdistricts, there are 897 low weight children under five years old and 35 with malnutrition. Montasik Subdistrict is one of the administrative subdistricts under the District Government of Aceh Besar with the highest number of cases of low weight children under five years. Of 1.661 children under five years old, there are 43 families with low weight children under five years old.

The purpose of this survey explanatory study conducted in Montasik Subdistrict, Aceh Besar District was to analyze the influence of family’s socio-culture and economy on the eating pattern of low weight children under five years old in Montasik Subdistrict, Aceh Besar District. The sample for this study were the mother of 43 low weight children under five years. The data obtained were analyzed through multiple linear regression test at level of confidence 95% (α <0.05).

The result of this study showed that there were influence between knowledge, education, and occupation on the eating pattern of low weight children under five years old. Occupation was the most dominant variable influencing on the eating pattern of low weight children under five years old.

The management of Montasik health centre is suggested to activate the nutritionists and cadres to pay a door-to-door visit to the homes with low weight children under five years old to directly provide extension about an appropriate food for the children under five years old to the children’s parents.

Keywords: Culture, Economy, Eating Pattern, Children

Universitas Sumatera Utara

Page 20: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan pada saat ini lebih banyak menempatkan masyarakat sebagai

subjek sekaligus objek pada pembangunan tersebut. Hal ini tercermin dalam sasaran

pembangunan Indonesia yakni terciptanya kualitas hidup dengan mewujudkan

masyarakat Indonesia yang seutuhnya melalui upaya pembangunan menuju sumber

daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif. Keterangan ini juga

dijelaskan dalam indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas sumber daya

manusia yaitu Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Indeks

(HDI). Pada Tahun 2005 United Nations Development Population menempatkan

Indonesia pada urutan ke 110 dari 174 negara di Dunia. Hal ini menunjukkan bahwa

pembangunan di Indonesia belum sepenuhnya mampu meningkatkan kualitas hidup

sumber daya manusia (United Nations Development Population, 2008).

Azwar (2004) menjelaskan rendahnya HDI diantaranya disebabkan oleh

karena rendahnya status gizi dan status kesehatan masyarakat. Termasuk didalamnya

kondisi gizi yang buruk pada bayi dan Balita yang mengakibatkan lebih separuh

kematian pada anak dan bayi.

Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di

Indonesia. Kekurangan gizi belum dapat diselesaikan, prevalensi masalah gizi lebih

dan obesitas mulai meningkat khususnya pada kelompok sosial ekonomi menengah

ke atas di perkotaan. Dengan kata lain, saat ini Indonesia tengah menghadapi

Universitas Sumatera Utara

Page 21: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

masalah gizi ganda. Hal ini sangat merisaukan karena mengancam kualitas Sumber

Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan di masa mendatang. Diperkirakan

masih terdapat sekitar 1,7 juta balita terancam gizi buruk yang keberadaannya

tersebar di pelosok-pelosok Indonesia. Jumlah balita di Indonesia menurut data

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Tahun 2007 mencapai

17,2% dengan laju pertumbuhan penduduk 2,7% per tahun. United Nations

Children’s Fund (UNICEF) melaporkan Indonesia berada di peringkat kelima dunia

untuk negara dengan jumlah anak yang terhambat pertumbuhannya paling besar

dengan perkiraan sebanyak 7,7 juta balita (Depkes RI, 2007).

Data Susenas tahun 2005, angka prevalensi gizi kurang anak balita 28%,

dan di antara angka tersebut 8,8 % menderita gizi buruk. Pada tahun 2008 angka

tersebut berkurang menjadi 13,0 %. Walau prevalensi gizi kurang menurun namun

anak yang stunting (pendek) masih cukup tinggi 36,8% yang berarti pernah

menderita kekurangan gizi. Sedangkan Prevalensi gizi buruk 5,4 % (Depkes, 2010).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas ) 2007, secara nasional

Selanjutnya data Departemen Kesehatan RI tahun 2010 menunjukkan

penurunan dari tahun 2007 dengan prevalensi gizi buruk 5,4% menjadi 4,9% pada

prevalensi

kekurangan gizi pada anak balita adalah sebesar 18,4% terdiri dari gizi kurang 13,0

% dan gizi buruk 5,4 %. Sementara itu Riskesdas 2010, gizi kurang tidak mengalami

perubahan dan gizi buruk mengalami peningkatan dengan prevalensi gizi kurang

balita sebesar 13% dan gizi buruk 5,9%. Untuk Provinsi Nanggro Aceh Darussalam

(NAD) sendiri prevalensi gizi buruk 7,1% dan gizi kurang 16,6%.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

tahun 2010, sementara prevalensi gizi kurang tidak mengalami perubahan, masih

13%. Sementara untuk Provinsi Nanggro Aceh Darussalam, prevalensi gizi kurang

24% (Depkes, 2010).

Masyarakat harus mengerti bahwa anak mereka membutuhkan makanan

dengan cukup zat gizi demi masa depan mereka sehingga anak tersebut tidak terkena

penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gizi. Kelompok anak balita merupakan

kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat. Anak balita

merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi

(Sediaoetama, 2006).

Kondisi gizi salah di Indonesia yang terbanyak termasuk berat badan di

bawah garis merah kebanyakan disebabkan oleh konsumsi pangan yang tidak

mencukupi kebutuhan badan. Kondisi gizi salah terutama diderita oleh anak-anak

yang sedang tumbuh dengan pesat yaitu kelompok balita (bawah lima tahun) dimana

prevalensinya pada anak balita masing tinggi + 30-40%. Kebanyakan penyakit gizi

ditandai dengan berat badan di bawah garis merah pada masa bayi dan anak ditandai

2 sindrom yaitu kwashiorkor dan marasmus (Hardjoprakoso, 1986).

Menurut Suhardjo (1986), klasifikasi keadaan berat badan balita di bawah

garis merah yang paling sederhana dan umum dipakai adalah ukuran berat menurut

umur yang kemudian dibandingkan terhadap ukuran baku, karena berat badan anak

merupakan indikator yang baik bagi penentuan status gizinya. Khususnya untuk

mereka yang berumur di bawah lima tahun, dimana keadaan seperti ini disebabkan

oleh faktor-faktor tertentu seperti: tingkat pendidikan ibu, tingkat ekonomi keluarga,

Universitas Sumatera Utara

Page 23: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

latar belakang sosial budaya keluarga dilihat dari pantangan makanan, distribusi

makanan, keadaan fisiologi, sehingga faktor-faktor tersebut ikut menentukan

besarnya presentase balita dengan berat badan di bawah garis merah.

Kartu Menuju Sehat (KMS) dapat digunakan untuk memantau pertumbuhan

balita. Pada KMS terdapat garis yang berwarna merah. Apabila balita tersebut berada

di bawah garis merah menunujukkan bahwa anak tersebut memiliki masalah gizi dan

perlu mendapatkan perhatian yang lebih. Seorang balita yang berada di bawah garis

merah (BGM) pada KMS belum tentu menderita gizi buruk. KMS tidak dapat

dipakai untuk mengukur status gizi balita.

Pola asuh berperan penting dalam menentukan status gizi balita. Apabila pola

asuh anak kurang, dapat memengaruhi tumbuh kembang anak terutama pola asuh

makan. Begitu juga terhadap balita BGM. Bila balita BGM tidak mendapatkan

perhatian khusus dari keluarga,asupan makanannya tidak mencukupi maka dapat

mengakibatkan status gizi balita tersebut semakin menurun (Soekirman, 2000).

Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa gizi masyarakat bukan hanya

menyangkut aspek kesehatan saja, melainkan aspek-aspek terkait yang lain, seperti

ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kependudukan, dan sebagainya. Oleh sebab itu,

penanganan atau perbaikan gizi sebagai upaya terapi tidak hanya diarahkan kepada

gangguan gizi atau kesehatan saja, melainkan juga ke arah bidang-bidang yang lain.

Pola makan merupakan praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan oleh

ibu/pengasuh kepada anak yang berkaitan dengan pemberian makanan. Pemberian

makanan pada anak diperlukan untuk memperoleh kebutuhan zat gizi yang cukup

Universitas Sumatera Utara

Page 24: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

untuk kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan sesudah sakit, aktivitas,

pertumbuhan dan perkembangan. Secara fisiologik, makan merupakan suatu bentuk

pemenuhan atau pemuasan rasa lapar. Untuk seorang anak, makan dapat dijadikan

media untuk mendidik anak supaya dapat menerima, menyukai dan memilih

makanan yang baik (Santoso Ranti, 1995).

Di Indonesia pola makan terhadap anak sangat dipengaruhi oleh budaya,

unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan dalam masyarakat

yang diajarkan secara turun temurun kepada seluruh anggota keluarganya padahal

kadang-kadang unsur budaya tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi.

Aspek budaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia berkembang sesuai dengan

keadaan lingkungan,agama, adat dan kebiasaan masyarakat. Sampai saat ini aspek

budaya sangat memengaruhi perilaku kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia

(Suhardjo, 2003).

Kegiatan budaya suatu keluarga pada kelompok masyarakat mempunyai

pengaruh yang kuat dan lestari terhadap apa, kapan, dan bagaimana penduduk

makan. Kebanyakan tidak hanya menentukan jenis pangan saja, tetapi untuk siapa

dan dalam keadaan bagaimana pangan tersebut dimakan (suhardjo, 2005).

Setiap budaya mempunyai nilai-nilai tertentu terhadap pangan yang ada.

Misalnya bahan-bahan makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat dapat

dianggap tabu untuk dikonsumsi karena alasan-alasan tertentu, sementara itu ada

pangan yang dinilai sangat tinggi baik dari segi sosial karena mempunyai peranan

yang penting dalam hidangan makanan pada suatu perayaan yang berkaitan dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 25: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

agama atau kepercayaan. Pada masyarakat jawa barat masih terdapat pantangan

bahan makanan, yang sebenarnya bahan makanan tersebut mengandung nilai gizi

yang tinggi. Seperti contohnya anak balita dilarang makan ikan dengan anggapan

akan cacingan, dan juga dilarang makan telur karena akan timbul bisulan. Tabu yang

demikian tidak rasional, namun anggapan demikian diwariskan dari generasi-

generasi secara turun temurun. Di Aceh, air susu ibu dianggap kurang memadai

sebagai makanan bayi sehingga biasanya bayi diberi makan pisang wak yang telah

dilumatkan kemudian disulang ke mulut bayi. Setelah berumur tiga bulan, bayi diberi

pisang ditambah dengan nasi yang telah digiling halus diatas piring yang terbuat dari

tanah liat kemudian disulangkan kepada bayi sambil bayi dibaringkan diatas lonjoran

kaki pengasuh. Setelah umur delapan bulan bayi diberi makanan yang sama jenisnya

dengan makanan orang dewasa (Alfian, 1997).

Banyak budaya yang kadang kala merugikan kesehatan masyarakat,

contohnya pada beberapa kasus yang terjadi yang pernah dijumpai. Sebagai salah

satu akibat serius dari kepercayaan yaitu penyakit mata karena defisiensi vitamin A

yang prevalensinya cukup tinggi, keadaan ini timbul akibat larangan anak-anak untuk

mengkonsumsi papaya dan sayuran hijau karena pangan tersebut dianggap bersifat

dingin, padahal bahan makanan tersebut tersedia cukup banyak dan murah harganya.

Kepercayaan seseorang terhadap hal tersebut tergantung dari kuatnya kepercayaan

yang diturunkan oleh nenek moyangnya dan pengalaman yang dimiliki.

Berbagai aspek budaya yang berlaku pada kelompok masyarakat

sebagaimana dijelaskan diatas, ada yang memberikan dampak positif dan ada juga

Universitas Sumatera Utara

Page 26: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

yang negatif. Dampak negatif berupa masukan zat gizi yang tidak sesuai dengan

kebutuhan tubuh serta kualitas konsumsi yang juga masih tergolong rendah

(Suhardjo, 1989).

Notoatmodjo (2005), juga menjelaskan keadaan sosial ekonomi merupakan

aspek sosial budaya yang sangat memengaruhi status kesehatan dan juga

berpengaruh pada pola penyakit bahkan juga berpengaruh pada kematian, misalnya

obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi

tinggi dan sebaliknya kasus malnutrisi lebih banyak ditemukan di kalangan

masyarakat yang berstatus ekonomi rendah.

Distribusi pangan banyak ditentukan oleh masyarakat-masyarakat menurut

taraf ekonominya. Golongan masyarakat dengan ekonomi kuat mempunyai

kebiasaan makan yang cenderung dengan konsumsi rata-rata melebihi angka

kecukupannya. Sebaliknya masyarakat dengan ekonomi lemah, justru pada

umumnya produsen pangan mereka mempunyai kebiasaan makan yang memberikan

nilai gizi di bawah kecukupan jumlah maupun mutunya (Khumaidi, 1994).

Beberapa penemuan peneliti menyatakan bahwa faktor budaya sangat

berperan dalam proses terjadinya masalah gizi di berbagai masyarakat dan negara.

Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan penduduk yang terkadang

bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi (Suhardjo, 1989).

Penelitian Taruna (2002) di Kabupaten Kampar Propinsi Riau menyebutkan

ada hubungan yang signifikan antara status ekonomi keluarga dengan terjadinya

kasus gizi buruk pada anak Balita. Selanjutnya penelitian Orisinal (2001) di Propinsi

Universitas Sumatera Utara

Page 27: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Sumatera Barat menjelaskan ada hubungan yang bermakna antara pendapatan per

kapita dengan status gizi Balita. Selanjutnya penelitian Astuti (2002) di Pedesaan

Propinsi jawa Tengah menyebutkan faktor pendidikan Ibu dan Bapak berpengaruh

terhadap status gizi Balita. Penelitian Hidayat (2005) tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi status gizi Balita di Indonesia pada tahun 2005 juga menyebutkan

pendidikan ibu berpengaruh signifikan terhadap status gizi Balita terutama di

perkotaan. Kemudian penelitian Yusrizal (2008) di wilayah pesisir Kabupaten

Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan orang

tua berpengaruh terhadap status gizi Balita. Penelitian Sri Murni (2007) menyatakan

bahwa pola makan anak balita pada keluarga dengan ekonomi tinggi lebih baik

dibandingkan dengan keluarga miskin (ekonomi rendah) terutama dalam hal jenis,

jumlah dan frekuensi makanan. Dari beberapa penelitian tersebut dapat dilihat faktor

sosial budaya dan ekonomi berpengaruh terhadap status gizi Balita.

Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) sebagai salah satu Propinsi Indonesia

sampai saat ini juga masih menghadapi permasalahan terkait status gizi Balita.

Berdasarkan profil kesehatan Propinsi NAD tahun 2009 diketahui bahwa dari 23

kabupaten di NAD dengan jumlah balita sebanyak 185.698 orang, terdapat 20.717

balita dengan prevalensi 11,6% yang mengalami gizi kurang (Profil Kesehatan

Nanggroe Aceh Darussalam, 2009). Sementara itu, data yang ada di Aceh Besar

menyebutkan dari 23 kecamatan terdapat 897 balita dengan timbangan di bawah

garis merah (BGM) dan 35 balita dengan gizi buruk (Profil Kesehatan Kabupaten

Aceh Besar, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 28: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Kecamatan Montasik merupakan salah satu daerah administratif kecamatan

yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Sampai saat ini Kecamatan

Montasik masih memiliki permasalahan terkait status gizi Balita yaitu dari 1.661

Balita yang ada ternyata terdapat 43 keluarga yang memiliki Balita dengan berat

badan di Bawah Garis Merah (BGM) (Laporan Puskesmas Montasik, 2011).

Beranjak dari uraian diatas maka dianggap perlu dilakukan penelitian

mengenai pengaruh sosial budaya dan ekonomi keluarga terhadap pola makan balita

Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan

dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh sosial budaya dan ekonomi keluarga

terhadap pola makan balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik

Kabupaten Aceh Besar.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh sosial

budaya dan ekonomi keluarga terhadap pola makan balita Bawah Garis Merah

(BGM) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh sosial budaya dan ekonomi keluarga terhadap pola makan

balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan informasi kepada Pemerintah Kabupaten Aceh

Besar terkait dengan program penanggulangan masalah gizi Balita di Aceh

Besar.

2. Sebagai referensi untuk dapat memberikan informasi, tentang program

pendidikan gizi kepada masyarakat khususnya ibu-ibu untuk memperhatikan

status gizi balitanya.

3. Diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan

dengan pengaruh sosial budaya dan ekonomi keluarga terhadap pola makan

balita Bawah Garis Merah (BGM).

Universitas Sumatera Utara

Page 30: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sosial Budaya

Teori sosial sering diartikan sebagai usaha untuk mengerti hakikat

masyarakat yang memerlukan landasan pengetahuan dasar tentang kehidupan

manusia sebagai suatu sistem. Landasan ini dapat diperoleh dari ilmu sosial yang

ruang lingkupnya manusia dalam konteks sosial (Sumaatmadja, 1986).

Selanjutnya budaya dimengerti sebagai suatu perkembangan dari kata

majemuk budi daya, yang berarti daya dari budi. Dalam penjelasannya harus

dibedakan antara budaya dengan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang

berupa cipta, karsa, dan rasa. Di sisi lain kebudayaan dipahami sebagai hasil dari

cipta, karsa, dan rasa tersebut (Widagdho, 1993).

Shadily (1984) menjelaskan budaya sebagai norma-norma sosial, yakni sendi-

sendi masyarakat yang berisi sanksi atau hukuman-hukumannya yang dijatuhkan

oleh golongan bilamana peraturan yang dianggap baik untuk menjaga kebutuhan dan

keselamatan masyarakat itu, dilanggar. Norma-norma itu mengenai kebiasaan-

kebiasaan hidup, adat-istiadat atau tradisi-tradisi hidup yang dipakai turun-temurun.

Goodenough, 1971; Spradley, 1972; dan Geertz, 1973 mendefinisikan arti

kebudayaan di mana kebudayaan merupakan suatu sistem pengetahuan, gagasan, dan

ide yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai landasan

Universitas Sumatera Utara

Page 31: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

pijak dan pedoman bagi masyarakat itu dalam bersikap dan berperilaku dalam

lingkungan alam dan sosial di tempat mereka berada (Sairin, 2002).

Menurut Anne (2008) Sosial budaya adalah segala hal yang dicipta oleh

manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya untuk kehidupan bermasyarakat atau

manusia membuat sesuatu berdasar budi dan pikirannya yang diperuntukkan dalam

kehidupan bermasyarakat.

Selanjutnya bila dilihat kaitan lebih lanjut antara sosial budaya dengan

permasalahan gizi masyarakat, perlu dipertimbangkan pendapat Pelto (1980) yang

menjelaskan kebudayan sebagai sistem pengetahuan yang memungkinkan untuk

melihat berbagai perubahan dan variasi pengetahuan yang terjadi dalam berbagai

perubahan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. Termasuk di dalamnya

perubahan-perubahan gaya hidup atau perilaku jangka panjang sebagai konsekuensi

langsung ataupun tidak langsung dari perubahan sosial, budaya dan ekonomi

masyarakat. Perubahan gaya hidup pada gilirannya akan memengaruhi kebiasaan

makan, baik secara kualitas maupun kuantitas (Pelto, 1980).

Berkaitan dengan pengaruh budaya terhadap asupan makan kepada keluarga,

menarik untuk disimak pendapat Baliwati yang menyampaikan bahwa kegiatan

ekonomi, sosial dan budaya suatu keluarga, suatu kelompok masyarakat, suatu

negara atau suatu bangsa mempunyai pengaruh yang kuat dan kekal terhadap apa,

kapan, dan bagaimana penduduk makan. Kebudayaan masyarakat dan kebiasaan

pangan yang mengikutinya, berkembang sekitar arti pangan dan penggunaan yang

cocok. Pola kebudayaan ini mempengaruhi orang dalam memilih pangan, jenis

Universitas Sumatera Utara

Page 32: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

pangan yang harus diproduksi, pengolahan, penyaluran dan penyajian (Baliwati, dkk,

2004).

Menurut Suhardjo (1986) faktor sosial budaya yang memengaruhi status gizi

adalah pengetahuan, suku/etnis, pendidikan, distribusi makanan, pantangan makanan,

dan jumlah anggota keluarga. Koentjaraningrat (1993) juga menjelaskan untuk

melihat kondisi sosial seseorang maka perlu diperhatikan faktor pendidikan.

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan ranah yang sangat penting bagi terbentuknya

perilaku pencegahan terhadap kasus gizi pada anak Balita karena perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan cenderung tidak bersifat langgeng atau berlangsung lama

(Notoatmodjo, 1993). Selanjutnya menurut Soekidjo pengetahuan adalah merupakan

hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu

obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan yang mencakup dalam ranah pengetahuan mempunyai enam

tingkatan, yaitu:

1. Tahu (know); tahu diartikan pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsang yang telah diterima. Oleh karena itu ”tahu” ini adalah merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

2. Memahami (comprehension); memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham

terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebut contoh,

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application); penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi nyata (sebenarnya).

Aplikasi disini dapat diartikan penggunaan metode, rumus, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis); analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu

struktur tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis); sintesis menunjukkan pada kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian didalam bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru

dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation); evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting

yang dapat memengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih

tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi

Universitas Sumatera Utara

Page 34: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi

tentang gizi yang memadai (Berg, 1986).

Makin tinggi pendidikan, pengetahuan, keterampilan terdapat kemungkinan

makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pula pengasuhan anak,

dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada demikian

juga sebaliknya (Depkes, 2004). Menurut Departemen Gizi dan Kesehatan

Masyarakat FKM UI (2007), bahwa seseorang dengan pendidikan rendahpun akan

mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi, kalau orang tersebut

rajin mendengarkan atau melihat informasi tentang gizi.

Menurut Suhardjo (1986) suatu hal yang harus diperhatikan tentang

pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan:

1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu

menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang

optimal, pemeliharaan dan energi.

3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat

belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

Pengetahuan seorang ibu mengenai gizi dan makanan seimbang sangat

diperlukan karena memengaruhi pola pemberian makan pada anaknya. Seorang Ibu

dapat memperoleh pengetahuan atau informasi lebih tentang gizi dari sarana

kesehatan yang ada di sekitar tempat tinggalnya, melalui televisi, majalah, dan lain-

lain. Semakin sering seorang ibu memperoleh informasi terkait dengan gizi ataupun

Universitas Sumatera Utara

Page 35: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

kesehatan maka akan semakin baik pengetahuan Ibu tersebut sehingga ia dapat

mengatur pola konsumsi makan terhadap anaknya.

2. Pendidikan

Pengertian pendidikan meliputi beberapa hal, yakni :

a. Pendidikan merupakan aktivitas manusia dalam usahanya untuk

menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.

b. Pendidikan merupakan usaha manusia untuk mengembangkan

kepribadiannya dengan membina potensi-potensi pribadinya, baik jasmani

maupun rohani dan berlangsung seusia hidup.

c. Pendidikan juga berarti sebagai lembaga yang bertanggungjawab menetapkan

cita-cita (tujuan) pendidikan, isi maupun sistem pendidikan tersebut. Dan hal

ini tujuan pendidikan tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai, cita-cita dan

falsafah yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan.

d. Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mengembangkan pribadi dan

kemampuan seseorang yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah.

Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat memengaruhi

keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan

pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki akan lebih baik. Sering

masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang

memadai (Berg, 1989).

Tingkat pendidikan dalam keluarga khususnya Ibu dapat menjadi faktor yang

memengaruhi status gizi dalam keluarga. Semakin tinggi pendidikan orangtua maka

Universitas Sumatera Utara

Page 36: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

pengetahuannya akan gizi akan lebih baik dari yang berpendidikan rendah. Salah

satu penyebab gizi kurang pada anak adalah kurangnya perhatian orang tua akan gizi

anak. Hal ini disebabka karena pendidikan dan pengetahuan gizi ibu yang rendah.

Pendidikan formal ibu akan memengaruhi tingkat pengetahuan gizi, semakin tinggi

pendidikan ibu, maka semakin tinggi kemampuan untuk menyerap kemampuan

praktis dan pendidikan formal terutama melalui media masa. Hal serupa juga

dikatakan oleh Green, Roger yang menyatakan bahwa makin baik tingkat pendidikan

ibu, maka naik pula keadaan gizi anaknya (Berg, 1986).

3. Distribusi Makanan

Menurut Khumaidi (1994) distribusi makanan sering kali dihubungkan

dengan status yang terjalin antara anggota keluarga akan gizinya:

1. Anggota masyarakat pria yang lebih tua (senior) mendapatkan jumlah dan

mutu susunan makanan yang lebih baik dari pada anak-anak kecil dan wanita-

wanita muda.

2. Anak-anak laki-laki mendapatkan prioritas yang lebih tinggi dari pada anak-

anak perempuan.

3. Cara menghidangkan atau pelayanan makanan disesuaikan pula dengan

status, sehingga cara tertentu dapat memberikan penilaian terhadap suatu

keadaan status tertentu yang menimbulkan suatu kegagalan dalam perbaikan

gizi yang diinginkan.

Foster dan Anderson menjelaskan bahwa setiap kelompok masyarakat,

betapapun sederhananya, memiliki sistem klasifikasi makanan yang didefinisikan

Universitas Sumatera Utara

Page 37: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

secara budaya. Setiap kebudayaan memiliki pengetahuan tentang bahan makanan

yang dimakan, bagaimana makanan tersebut ditanam atau diolah, bagaimana

mendapatkan makanan, bagaimana makanan tersebut disiapkan, dihidangkan, dan

dimakan. Makanan bukan saja sumber gizi, lebih dari itu makanan memainkan

beberapa peranan dalam berbagai aspek dalam kehidupan (Foster dan Anderson,

1986).

Dalam pengertian di atas para ahli tersebut mencatat beberapa peranan

makanan yaitu makanan sebagai ungkapan ikatan sosial, makanan sebagai ungkapan

dari kesetiakawanan kelompok, makanan dan stress dan simbolis makanan dalam

bahasa. Masing-masning kebudayaan selalu memiliki suatu rangkaian aturan yang

menjelaskan siapa yang menyiapkan dan menghidangkan makanan, untuk siapa,

dimana satu kelompok atau individu makan bersama, dimana dan dalam kesempatan

apa dan aturan makan, yang semuanya itu terpola secara budaya dan merupakan

bagian cara-cara yang telah diterima dalam kehidupan setiap komunitas (Helman,

1984).

Ibu adalah orang yang menentukan dalam pengaturan pemberian makanan

untuk keluarganya. Jika Ibu memiliki pendidikan dan pengetahuan yang baik maka ia

akan memberikan makanan yang sama untuk seluruh anggota keluarganya tanpa

mengesampingkan anaknya. Pendidikan yang baik tidak akan memengaruhi seorang

ibu terhadap budaya pendistribusian makanan yaitu dengan mendahulukan kepala

rumah tangga dan membelakangkan anaknya. Sehingga dengan demikian pola

Universitas Sumatera Utara

Page 38: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

konsumsi makan untuk anaknya dapat terkontrol dengan baik dan semua keluarga

mendapat kebutuhan gizi yang sama.

4. Pantangan Makanan

Menurut Suhardjo, pantangan makanan adalah suatu sikap negatif yang lebih

kuat terhadap penggunaan makanan atau makanan yang tidak dapat diterima

(Suhardjo, 1986).

Dari sudut ilmu gizi, pantangan dikategorikan dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Kelompok pertama, termasuk haram menurut agama (Islam), pantangan jenis

ini jangan dipersoalkan lagi dan harus diterima tanpa perdebatan.

2. Kelompok kedua, pantangan pangan yang tidak berdasarkan agama

(kepercayaan), jenis pantangan ini sebaiknya dihapuskan karena jelas

merugikan kesehatan.

3. Kelompok ketiga, pantangan yang tidak jelas akibatnya terhadap kesehatan

dan kondisi gizi, sebaiknya diteliti (observasi) terus melihat akibatnya dalam

jangka panjang. Sebagai bahan memutuskan apakah benar tidak merugikan.

Seorang individu akan memperoleh pelajaran kebudayaan mengenai makanan

ini pada awalnya dalam sebuah keluarga, sebagai sebuah proses sosialisasi.

Pengetahuan yang melekat akibat proses sosialisasi yang terjadi sejak bayi tersebut

boleh jadi merupakan pengetahuan lokal atau indigenous knowledge, sebagai

himpunan pengalaman yang disalurkan melalui informasi dari satu generasi ke

generasi berikutnya (Mundy, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Page 39: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Sebagai contoh mengenai pantangan makanan menarik untuk dilihat

penelitian Khomsan (2008) yang menyampaikan contoh kasus pantangan makanan di

wilayah Bogor. Masyarakat wilayah Bogor masih ada yang percaya bahwa kepada

bayi dan balita laki-laki tidak boleh diberikan pisang ambon karena bisa

menyebabkan alat kelaminnya membengkak. Balita perempuan tidak dibolehkan

memakan dubur ayam karena dikhawatirkan ketika mereka sudah menikah bisa

diduakan suami. Sementara di Indramayu, makanan gurih yang diberikan kepada

bayi dianggap membuat pertumbuhannya menjadi terhambat. Untuk balita

perempuan, mereka dilarang untuk makan nanas dan timun. Selain itu balita

perempuan dan laki-laki juga tidak boleh mengonsumsi ketan karena bisa

menyebabkan anak menjadi cadel. Mereka menganggap bahwa tekstur ketan yang

lengket menyebabkan anak tidak bisa menyebutkan aksara ‘r’ dengan benar.

Pantangan makanan sangat terkait dengan budaya dan tradisi adat istiadat

masyarakat setempat. Tradisi atau adat ini sangat mempengaruhi pola pemberian

makan kepada anak karena makanan-makanan yang biasa dipantangkan atau dilarang

oleh budaya pada dasarnya memilki nilai gizi yang tinggi. Maka dari itu butuh peran

seorang ibu dengan pengetahuan yang baik untuk mengatur pola konsumsi makan

anak-anaknya.

5. Jumlah Anggota Keluarga

Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga yang miskin sangat rawan

terhadap kurang gizi. Dari seluruh anggota keluarga, anak yang paling kecil biasanya

paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Sebagian memang demikian, sebab

Universitas Sumatera Utara

Page 40: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

seandainya jumlah anggota keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak

berkurang dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang lebih tua

sering mengambil jatah makanan anak yang lebih muda. Dengan demikian anak-anak

yang muda mungkin tidak mendapatkan cukup makanan.

Jumlah anggota keluarga dan banyaknya anak dalam keluarga akan

berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pangan, jumlah anggota keluarga yang besar

dibarengi dengan distribusi pangan yang tidak merata sehingga menyebabkan anak

dalam keluarga mengalami kekurangan gizi (Suhardjo, 2003).

2.2. Ekonomi dan Ketersediaan Pangan

Ekonomi adalah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan

produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa atau dengan kata lain

usaha yang dilakukan manusia dalam rangka memenugi kebutuhan hidupnya (Anne,

2008).

Supariasa (2002), mejelaskan faktor sosial ekonomi sebagai keseluruhan data

sosial ekonomi yang meliputi keadaan penduduk, keadaan keluarga, pendidikan,

perumahan, dapur, penyimpanan makanan, sumber air, kakus, pekerjaan, pendapatan,

keluarga, kekayaan, pengeluaran dan harga makanan yang tergantung pada pasar dan

variasi musim.

Sementara Dalimunthe (1995) menyampaikan kehidupan sosial ekonomi

adalah suatu kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang menggunakan indikator

pendidikan, pekerjaan dan penghasilan sebagai tolak ukur.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Untuk keadaan ekonomi keluarga sebenarnya relatif mudah diukur dan

berpengaruh besar pada konsumsi pangan, terutama pada golongan miskin. Hal ini

disebabkan karena penduduk golongan miskin menggunakan sebagian besar

pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan makanan. Dua perubahan ekonomi yang

cukup dominan sebagai determinan konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga

dan harga (baik harga pangan maupun harga komoditas kebutuhan dasar) (Baliwati,

2006).

Terkait dengan permasalahan gizi, faktor ekonomi sangat erat kaitannya

dengan ketersediaan makanan. Ketersediaan makanan adalah suatu kondisi dalam

penyediaan makanan yang mencakup makanan dan minuman tersebut berasal apakah

dari tanaman, ternak atau ikan bagi rumah tangga dalam kurun waktu tertentu.

Ketersediaan makanan dalam rumah tangga dipengaruhi antara lain oleh tingkat

pendapatan (Baliwati dan Roosita, 2004).

Ketersediaan pangan yang cukup bagi setiap orang pada setiap saat dan setiap

individu yang mempunyai akses untuk memperolehnya baik secara fisik maupun

ekonomi disebut oleh Soetrisno (1998) sebagai ketahanan pangan.

Menurut Koentjaraningrat (1993) ada beberapa faktor sosial ekonomi yang

memengaruhi status gizi balita, yaitu pekerjaan dan penghasilan.

1. Pekerjaan

Pekerjaan adalah kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa untuk dijual

kepada orang lain atau ke pasar guna memperoleh uang sebagai pendapatan bagi

Universitas Sumatera Utara

Page 42: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

seseorang sesuai dengan nilai sosial yang berlaku. Untuk lebih jelasnya pengertian

pekerjaan mencakup beberapa hal, yakni :

a. Pekerjaan sebagai sarana memproduksi barang dan jasa untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat dan perorangan.

b. Pekerjaan sebagai sumber pendapatan.

c. Bagi masyarakat dan perorangan sebagai imbalan atas pengorbanan

energinya.

d. Pekerjaan sebagai sumber memperoleh pengakuan status sosial, harga diri

dan penghargaan dari masyarakat sebagai imbalan atas peranan dan

prestasinya.

e. Pekerjaan merupakan sumber penghidupan yang layak dan sumber

martabatnya, adalah kewajiban dan haknya sebagai warga Negara dan

manusia makhluk Tuhan (Sagir, 1992)

Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki waktu yang cukup

bagi anak-anak dan keluarga (Berg, 1986). Dalam hal ini ibu mempunyai peran

ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja. Walaupun demikian ibu

dituntut tanggung jawabnya kepada suami dan anak-anaknya, khususnya memelihara

anak (Singarimbun, 1988). Keadaan yang demikian dapat memengaruhi keadaan gizi

keluarga khususnya anak balita dan usia sekolah. Ibu-ibu yang bekerja tidak

mempunyai cukup waktu untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan

kebutuhan dan kecukupan serta kurang perhatian dan pengasuhan kepada anak (Berg,

1986).

Universitas Sumatera Utara

Page 43: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

2. Penghasilan

Menurut Berg (1986), penghasilan merupakan faktor yang paling menentukan

kuantitas dan kualitas makanan. Ada hubungan erat antara penghasilan dan gizi yang

didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari penghasilan yang meningkat bagi

perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya. Penghasilan berkaitan dengan

keadaan gizi hampir umum terhadap semua tingkat pertambahan penghasilan.

Penghasilan keluarga juga memengaruhi ketahanan pangan keluarga. Ketahanan

pangan yang tidak memadai pada keluarga dapat mengakibatkan gizi kurang.

2.3. Pola Makan

Pola makan merupakan praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan oleh

Ibu/pengasuh kepada anak yang berkaitan dengan pemberian makanan. Pemberian

makanan pada anak diperlukan untuk memperoleh kebutuhan zat gizi yang cukup

untuk kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan sesudah sakit, aktivitas,

pertumbuhan dan perkembangan. Secara fisiologik, makan merupakan suatu bentuk

pemenuhan atau pemuasan rasa lapar. Untuk seorang anak, makan dapat dijadikan

media untuk mendidik anak supaya dapat menerima, menyukai dan memilih

makanan yang baik (Santoso, 1995).

Menurut Hong dalam Kardjati (1985) yang dikutip oleh Santoso (2004),

mengemukankan bahwa, pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan

gambaran mengenai macam dan jumlah makanan yang dimakan tiap hari oleh satu

orang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Praktek-praktek pengasuhan pemberian makan terhadap anak terdiri dari:

1. Pemberian makanan yang sesuai umur anak:

- Jenis makanan yang diberikan

- Frekuensi makan dalam sehari

2. Kepekaan Ibu mengetahui saat anak makan yaitu waktu makan

3. Upaya menumbuhkan nafsu makan anak:

Cara memberikan makan sebaiknya dengan membujuk anak sehingga

menumbuhkan nafsu makan anak

4. Menciptakan situasi makan yang baik, hangat dan nyaman (Engel et. Al, 1997).

Jenis makanan dan frekuensi makan anak harus disesuaikan dengan umur

anak (Depkes RI, 2005), yaitu:

- Umur 12-23 bulan : - ASI/PASI sesuai keinginan anak

- Nasi lembek 3x sehari, ditambah telur/ ayam/ ikan/ tempe/

tahu/daging sapi/ wortel/ bayam/ kacang hijau/ santan/

minyak

- Makanan selingan 2x sehari diantara waktu makan seperti

bubur kacang hijau, biscuit, nagasari dan sebagainya.

- Sari buah

- Umur 24-35 : - Makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3x sehari yang

terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, buah

- Beri makanan selingan 2x sehari

Universitas Sumatera Utara

Page 45: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

- Umur 36-59 bulan : - Pemberian makanan sama dengan anak umur 24-35 bulan

yaitu 3x sehari terdiri dari nasi,lauk pauk, sayur, buah.

Nafsu makan anak dipengaruhi oleh rasa lapar dan emosi (Santoso, 1995).

Maka, pemberian makan pada anak sebaiknya pada saat anak lapar sehingga ia dapat

menikmatinya, tidak perlu dengan membuat jadwal makan yang terlalu kaku (terlalu

disiplin terhadap waktu), karena mungkin saja bila kita memaksakan anak makan

pada jam yang telah ditentukan, anak belum merasa lapar sehingga dia tidak

mempunyai napsu untuk makan. Mungkin juga pada saat jam makan yang ditentukan

anak masih merasa lelah setelah bermain, sebaiknya biarkan anak beristirahat

terlebih dahulu.

Memberi makan pada anak harus dengan kesabaran dan ketekunan, sebaiknya

menggunakan cara-cara tertentu seperti dengan membujuk anak. Jangan memaksa

anak bila dipaksa akan menimbulkan emosi pada anak sehingga anak menjadi

kehilangan nafsu makan (Pudjiadi, 2005).

Sikap ibu/pengasuh yang hangat, ramah menciptakan suasana yang nyaman,

tenang mengungkapkan kasih sayang dengan senyuman dan pelukan, dapat

menimbulkan napsu makan anak (Hurlock, 1991).

Pola asuh makan sangat menentukan status gizi anak. Ibu yang dapat

membimbing anak tentang cara makan yang sehat dan bergizi akan meningkatkan

gizi anak (Anwar, 2000). Sebaliknya pola asuh makan yang tidak memadai dapat

menyebabkan terjadinya malnutrisi pada anak (UNICEF, 1999, Kurniawan, et.al,

2001).

Universitas Sumatera Utara

Page 46: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

2.3.1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pola Pemberian Makan

1. Pengetahuan Gizi Ibu

Bila pengetahuan tentang bahan makanan yang bergizi masih kurang maka

pemberian makanan untuk keluarga bisa dipilih bahan-bahan yang hanya dapat

mengenyangkan perut saja tanpa memikirkan apakah bahan makanan itu bergizi atau

tidak, sehingga kebutuhan energi dan zat gizi masyarakat dan anggota keluarga tidak

tercukupi. Menurut Soehardjo (1989), bila ibu rumah tangga memiliki pengetahuan

gizi yang baik ia akan mampu untuk memilih makanan-makanan yang bergizi untuk

dikonsumsi.

2. Pendidikan Ibu

Peranan ibu sangat penting dalam penyediaan makanan bagi anak balitanya,

pengetahun yang diperoleh baik formal maupun non formal sangat menentukan

untuk ditetapkan dalam hal pemilihan dan penentuan jenis makanan yang dikonsumsi

oleh balita dan anggota keluarga lainnya.

Pendidikan gizi Ibu bertujuan untuk meningkatkan penggunaan sumber daya

makanan yang tersedia. Dari hal tersebut dapat diasumsikann bahwa tingkat

kecukupan energi dan zat gizi pada balita relatif tinggi bila pendidikan Ibu tinggi

(Depkes RI, 2000).

3. Pendapatan Keluarga

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan

kuantitas makanan. Tetapi perlu disadari bahwa pendapatan tidak selalu membawa

perbaikan pada susunan makanan. Tingkat pendapatan juga ikut menentukan jenis

Universitas Sumatera Utara

Page 47: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

pangan yang akan dibeli dengan tambahan uang tersebut. Orang miskin

membelanjakan sebagian pendapatan tambahan tersebut untuk makanan, sedangkan

orang kaya jauh lebih rendah. Semakin tinggi pendapatan semakin besar pula

persentase dari pendapatan tersebut dipergunakan untuk membeli buah, sayur mayur

dan berbagai jenis bahan pangan lain (Berg, A & Sajogyo, 1986).

2.3.2. Pola Makan Sehat Anak

Peran Ibu untuk menanamkan kebiasaan pola makan sehat pada anak di usia

dini sangatlah penting. Berikut adalah 10 tips untuk membentuk pola makan sehat

pada anak (Akhmadi, 2009):

1. Peranan Ibu untuk menentukan “Apa yang akan dimakan” anak sangat penting.

Tingkatkan pengetahuan tentang kebutuhan gizi balita, jenis, makanan, susunan

menu yang kreatif serta ciptakan suasana yang menyenangkan di saat makan.

2. Jangan langsung pasrah atau menyerah saat disajikan makanan, anak berkata,

“aku tidak menyukainya”. Penelitian membuktikan bahwa untuk menawari anak

makanan baru, diperlukan 10 kesempatan pada saat yang berbeda dan baru

berhasil. Moto “Coba dan Coba lagi” harus selalu diterapkan.

3. Perkenalkan rasa baru kepada anak secara rutin. Mulai dari dalam kandungan

dengan mengkonsumsi makanan ibu hamil, ASI dan makanan padat.

4. Jadilah teladan, panutan, dan idola yang baik bagi Si Kecil. Sajikan dan

makanlah berbagai macam makanan. Biarkan anak melihat ibu dan anggota

Universitas Sumatera Utara

Page 48: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

keluarga lain menikmati makanan. Dudukanlah Si Kecil di samping Anda dan

biarkan dia bereaksi.

5. Perkuat sikap positif makan anak dengan cara memberikan komentar positif

setiap kali anak Anda mengkonsumsi makanan yang sehat dan mencoba makan

dengan benar.

6. Manfaatkan selera makan Si Kecil. Kembangkan selera makannya dan berikan

makanan sesuai waktu yang dia inginkan dan tentu saja berikan pada saat Si

Kecil lapar.

7. Lingkungan dan suasana makan harus tenang dan bebas emosi.

o Jangan melarang dan memaksakan makanan tertentu karena sikap seperti itu

akan berdampak negatif terhadap pola makan anak.

o Jangan terlalu dan selalu menekankan masalah makanan.

o Izinkan Si Kecil untuk sekali-kali mengkonsumsi minuman dan makanan

yang disukainya, dengan catatan: setelah semua makanan sehat dan baik

dikonsumsinya.

8. Ubahlah letak penyimpanan makanan.

o Makanan sehat disimpan di tempat yang mudah terlihat dan dijangkau.

o Simpan makanan kudapan ditempat yang tersembunyi sehingga Ibu bisa

memantau jenis dan jumlah yang dimakan oleh anak.

9. Tetap santai, tenang dan konsisten dan jangan menyerah pada tuntutan anak dan

emosi mereka.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

10. Tumbuhkan rasa bangga dan ucapkan selamat pada diri sendiri karena sudah

berhasil memerankan tugas dengan baik untuk membentuk sumber daya manusia

yang berkualitas dan cerdas, kunci keberhasilan di masa depan.

2.3.3. Sosial Budaya dengan Pola Makan

Pola konsumsi makan merupakan hasil budaya masyarakat yang

bersangkutan, dan mengalami perubahan terus menerus sesuai dengan kondisi

lingkungan dan tingkat kemajuan budaya masyarakat. Pola konsumsi ini diajarkan

dan bukan diturunkan secara herediter dari nenek moyang sampai generasi

mendatang (Sediaoetama, 2006). Keterangan ini juga didukung oleh pendapat

Simatupang dan Ariani (1997) yang menjelaskan faktor yang berperan dalam

pembentukan pola konsumsi adalah kebiasaan (sosio budaya) dan selera.

Salah satu kaitan pola makan dengan sosial budaya adalah tabu makanan

yang ditentukan menurut adat istiadat tradisional. Kebiasaan demikian tentu sangat

erat hubungannya dengan kepercayaan. Tabu makanan ini ada yang dapat merugikan

terhadap pemeliharaan bahan makanan yang dikonsumsi. Dengan adanya tabu ini,

maka makanan yang dikonsumsi menjadi terbatas, walaupun tidak berakibat fatal,

hanya bersifat merugikan saja. Alasan dari tabu ini terkadang tidak rasional dan tidak

dapat diterangkan secara ilmiah.

Terkait dengan permasalahan tabu makanan, segala jenis tabu atau pantangan

yang ada selalu berdasarkan pada dua hal, yakni agama dan kepercayaan. Pantangan

Universitas Sumatera Utara

Page 50: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

itu sendiri dapat diartikan sebagai larangan atau sesuatu yang tidak benar dilakukan

(Suhardjo, 1989).

Pantangan atau tabu yang tidak berdasar agama/kepercayaan dapat

dikategorikan sebagai:

a. Tabu yang jelas merugikan kondisi gizi dan kesehatan, sebaiknya diusahakan

untuk mengurangi, bahkan kalau bisa dapat menghapusnya.

b. Tabu yang memang menguntungkan keadaan gizi dan kesehatan, diusahakan

untuk memperkuat dan melestarikannya.

c. Tabu yang jelas pengaruhnya bagi kondisi gizi dan kesehatan dapat dibiarkan,

diusahakan untuk memperkuatnya dan melestarikannya (Nurlinda, 2004).

Banyak sekali penemuan para peneliti yang menyatakan bahwa faktor budaya

sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi di berbagai masyarakat dan

negara. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk

yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi. Berbagai budaya

memberikan peranan dan nilai yang berbeda-beda terhadap pangan atau makanan.

Misalnya bahan-bahan makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat dapat

dianggap tabu untuk dikonsumsi dengan alasan-alasan tertentu, sementara itu ada

pangan yang dinilai sangat tinggi baik dari segi ekonomi maupun sosial karena

mempunyai peranan yang penting dalam hidangan makanan pada suatu perayaan

yang berkaitan dengan agama atau kepercayaan.

Di sisi yang lain, kebiasaan makan juga memiliki hubungan dengan hampir

semua agama, walaupun berlainan dari agama satu dengan agama lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 51: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Kebanyakan kelompok agama juga mempunyai peraturan tertentu terhadap makanan.

Pada mulanya, mereka mengembangkan sebagai prasangka terhadap beberapa

bahaya yang berhubungan dengan pangan yang kini dipantang atau karena faktor

lain. Apapun alasannya, jenis pangan tertentu tidak dapat diterima anggota suatu

kelompok beragama (Suhardjo, 2005).

2.4. Balita

Menurut Irianto dan Waluyo (2004), balita adalah kelompok usia 1-5 tahun.

Notoatmodjo (1996), menjelaskan balita merupakan kelompok umur yang paling

menderita akibat gizi (Kurang Kalori Protein), dan jumlahnya dalam populasi besar.

Beberapa kondisi atau anggapan yang menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan

rawan kesehatan antara lain sebagai berikut:

1. Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan

orang dewasa.

2. Biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik, atau Ibunya sudah bekerja

penuh sehingga perhatian Ibu sudah berkurang.

3. Anak balita sudah mulai main tanah, dan sudah dapat main diluar rumahnya,

sehingga lebih terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi yang

memungkinkan untuk terinfeksi dengan berbagai macam penyakit.

4. Anak balita belum dapat mengurus dirinya sendiri, termasuk dalam memilih

makanan. Di pihak lain Ibunya sudah begitu tidak memperhatikan lagi

Universitas Sumatera Utara

Page 52: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

makanan anak balita, karena dianggap sudah dapat makan sendiri

(Notoatmodjo, 1996).

2.4.1. Balita Bawah Garis Merah

Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita yang ditimbang berat

badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS. Balita

BGM tidak selalu berarti menderita gizi buruk. Akan tetapi, itu dapat menjadi

indikator awal bahwa balita tersebut mengalami masalah gizi (Depkes, 2004).

Kartu Menuju Sehat (KMS) merupakan suatu alat yang digunakan untuk

memantau pertumbuhan dan perkembangan balita, bukan untuk menilai status gizi

balita. Itulah sebabnya balita BGM dikatakan belum berarti menderita gizi buruk.

Hal ini dikarenakan KMS diisi atas indikator BB/U, bukan TB/U. Berat badan

merupakan ukuran yang sensitif yang sangat dipengaruhi oleh perubahan status gizi.

Sedangkan tinggi badan anak tidak dipengaruhi oleh status gizi anak. Seorang anak

dikatakan tidak normal bila diukur berdasarkan BB/U. Namun, apabila diukur

berdasarkan TB/U belum tentu anak tersebut tidak normal. Itulah sebabnya status

gizi balita tidak dapat dxitentukan hanya berdasarkan pengukuran BB/U.

Seorang balita BGM dapat disebabkan oleh karena pola asuh anak yang tidak

baik dan sosial ekonomi keluarga yang rendah. Apabila balita BGM diberikan

perhatian yang lebih dan diberikan asupan gizi yang baik, balita tersebut tidak akan

mngalami gizi kurang maupun gizi buruk.

Universitas Sumatera Utara

Page 53: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

2.5. Landasan Teori

Menurut Engel et al, pola asuh adalah kemampuan masyarakat untuk

menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalam memenuhi kebutuhan fisik,

mental, dan sosial dari anak yang sedang tumbuh dalam anggota keluarga. Pola asuh

juga merupakan cara orang tua dalam mendidik anak dan membesarkan anak yang

dipengaruhi oleh banyak faktor budaya, agama, kebiasaan, dan kepercayaan serta

kepribadian orang tua. Salah satu yang menjadi bagian dari pola asuh adalah

pemberian ASI dan makanan pendamping anak (Sunarti, 2004).

Seorang Ibu memegang peranan penting dalam pengasuhan anaknya

khususnya dalam menentukan pola makan bagi anaknya. Banyak faktor yang dapat

mempengaruhi pola makan anak. Sajogya, dkk (1994) menyatakan pendapatan yang

rendah menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang

diperlukan. Rendahnya pendapatan mungkin disebabkan karena menganggur atau

karena susahnya memperoleh lapangan kerja. Berlainan dengan faktor pendapatan

ternyata ada penduduk atau masyarakat yang berpendapatan cukup dan lebih dari

cukup (baik di kota maupun di desa, seperti petani pemilik tanah, penggarap dan

sebagainya) dalam penyediaan makanan keluarga banyak yang tidak memanfaatkan

bahan makanan yang bergizi, hal ini disebabkan oleh faktor lain. Faktor yang lainnya

yaitu kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan

informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Besarnya keluarga juga termasuk

salah satu faktor yang memengaruhi status gizi balita, dimana jumlah pangan yang

tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya

Universitas Sumatera Utara

Page 54: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi

pada keluarga besar tersebut. Selain itu pantangan makan juga termasuk didalamnya,

dimana sikap yang tidak menyukai suatu makanan tertentu untuk dikonsumsi, hal ini

juga dapat menjadi kendala dalam memperbaiki pola pemberian makanan terhadap

anggota keluarga dengan makanan yang bergizi.

Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa gizi masyarakat bukan hanya

menyangkut aspek kesehatan saja, melainkan aspek-aspek terkait yang lain, seperti

ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kependudukan, dan sebagainya. Oleh sebab itu,

penanganan atau perbaikan gizi sebagai upaya terapi tidak hanya diarahkan kepada

gangguan gizi atau kesehatan saja, melainkan juga ke arah bidang-bidang yang lain.

Selanjutnya Notoatmodjo (2005), juga menjelaskan keadaan sosial ekonomi

merupakan aspek sosial budaya yang sangat mempengaruhi status kesehatan dan

juga berpengaruh pada pola penyakit bahkan juga berpengaruh pada kematian,

misalnya obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus

ekonomi tinggi dan sebaliknya kasus malnutrisi lebih banyak ditemukan di kalangan

masyarakat yang berstatus ekonomi rendah.

Suhardjo (1986) menjelaskan bahwa untuk melihat kondisi sosial budaya

seseorang terkait dengan masalah gizi maka perlu diperhatikan beberapa faktor yakni

pengetahuan, suku/etnis, distribusi makanan dan pantangan makanan. Selanjutnya

Supariasa (2002), mejelaskan faktor sosial ekonomi sebagai keseluruhan data sosial

ekonomi yang meliputi keadaan penduduk, keadaan keluarga, pendidikan,

perumahan, dapur, penyimpanan makanan, sumber air, kakus, pekerjaan, pendapatan,

Universitas Sumatera Utara

Page 55: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

keluarga, kekayaan, pengeluaran dan harga makanan yang tergantung pada pasar dan

variasi musim. Dalimunthe (1995) menyampaikan kehidupan sosial ekonomi adalah

suatu kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang menggunakan indikator

pendidikan, pekerjaan dan penghasilan sebagai tolak ukur.

Semua masalah diatas pada hakekatnya dapat bersumber pada ketidakstabilan

ekonomi, politik, dan sosial bangsa dan negara. Untuk lebih singkatnya dapat

digambarkan daya tahan tubuh balita dalam konteks sosial, politik dan budaya

berikut (Soekirman, 2000):

Universitas Sumatera Utara

Page 56: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Dampak

Penyebab Langsung

Penyebab Tidak langsung

Kurang Pendidikan, Pengetahuan dan Keterampilan

Pokok masalah Di masyarakat

Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan

Akar Masalah (Nasional)

Gambar 2.1 Penyebab Gizi Kurang (disesuaikan dari bagan UNICEF

(1998) The State of the world’s Children 1998. Oxford Univ.Press)

Kekurangan Gizi Anak

Tidak Cukup Persediaan

pangan

Sanitasi dan Air Bersih/Pelayana

n Kesehatan Dasar Tidak

d i

Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan

Sumberdaya masyarakat

Krisis Ekonomi, Politik dan Sosial

Makan Tidak Seimbang Penyakit Infeksi

Pola Asuh

Anak Tidak Memadai

Universitas Sumatera Utara

Page 57: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

2.6. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep di atas, diketahui bahwa variabel independen

yaitu sosial budaya dan ekonomi. Sosial budaya meliputi pengetahuan, pendidikan,

distribusi makanan, pantangan makanan dan jumlah anggota keluarga, sedangkan

ekonomi meliputi pekerjaan dan penghasilan. Variabel dependen yaitu pola makan

balita Bawah Garis Merah (BGM). Sosial budaya dan ekonomi dapat memengaruhi

pola makan balita Bawah Garis Merah (BGM).

Sosial Budaya: 1. Pengetahuan Ibu 2. Pendidikan Ibu 3. Distribusi

Makanan 4. Pantangan

Makanan 5. Jumlah Anggota

Keluarga

Ekonomi: 1. Pekerjaan Ibu 2. Penghasilan

Keluarga

Pola Makan Balita Bawah Garis Merah

1. Jenis Makanan 2. Frekuensi Makan

Universitas Sumatera Utara

Page 58: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survey explanatory yaitu untuk menjelaskan

pengaruh sosial budaya (pengetahuan, pendidikan, distribusi makanan, pantangan

makanan, dan jumlah anggota keluarga) dan ekonomi (pekerjaan dan penghasilan)

keluarga terhadap pola makan balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan

Montasik Kabupaten Aceh Besar (Notoatmodjo, 2002).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar.

Alasan pemilihan lokasi karena Kecamatan Montasik memiliki permasalahan Gizi

Balita yang terbesar di Kabupaten Aceh Besar. Merujuk ke Laporan Puskesmas

Montasik yang menyebutkan Kecamatan Montasik memiliki 43 kasus Balita dengan

timbangan di bawah garis merah yang berasal dari 43 keluarga. Jumlah kasus Balita

dengan timbangan di bawah garis merah ini setara dengan 2,52 persen dari total

keseluruhan jumlah Balita yang ada di Kecamatan Montasik. Selain itu bila melihat

Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Besar Tahun 2009 juga menyebutkan terdapat 897

balita (5,29%) dengan timbangan di bawah garis merah (BGM) dan 35 balita

(0,21%) dengan gizi buruk.

Universitas Sumatera Utara

Page 59: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari Juli sampai dengan Oktober 2011.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita dengan

timbangan di bawah garis merah di Kecamatan Montasik. Berdasarkan data yang

diperoleh dari laporan Puskesmas Kecamatan Montasik tahun 2011, diketahui jumlah

Ibu yang memiliki balita di bawah garis merah yaitu 43 orang. Maka jumlah populasi

dalam penelitian ini adalah 43 orang.

3.3.2. Sampel

Mengingat jumlah populasi yang tidak besar maka jumlah populasi dijadikan

sampel, yaitu seluruh ibu yang memiliki balita dengan timbangan di bawah garis

merah dijadikan sampel. Besarnya jumlah sampel pada penelitian ini adalah 43

orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh melalui wawancara dengan alat kuesioner tentang faktor sosial

budaya (pengetahuan, pendidikan, distribusi makanan, pantangan makanan dan

jumlah anggota keluarga) dan ekonomi (pekerjaan dan penghasilan) dengan pola

makan balita Bawah Garis Merah (BGM), dan melalui data form food frequency.

Universitas Sumatera Utara

Page 60: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan bulanan di Puskesmas Kecamatan

Montasik Kabupaten Aceh Besar Tahun 2011.

3.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai

yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara

mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel pada analisis

reability dengan melihat nilai correlation corrected item, dengan ketentuan jika nilai

r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya.

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan

metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali

pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r Alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel

(Sugiyono, 2005).

Uji validitas dan reliabilitas kuesioner instrumen pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dirancang sedemikian rupa

agar relevan dengan tujuan penelitian, untuk itu kuesioner diuji coba untuk

mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Uji coba dilakukan kepada 30 orang kepala

keluarga yang memiliki balita BGM pada lokasi yang menyerupai karakteristik

wilayah penelitian di kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar, untuk melihat

reliabilitas dan validitas data (Dahlan, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 61: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Nilai r Tabel dalam penelitian ini menggunakan critical value of the product

moment pada taraf signifikan 95%, maka untuk sampel 30 orang yang diuji nilai r-

tabelnya adalah sebesar 0,361.

Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian dianalisis, maka diperoleh

hasil untuk variabel pengetahuan dengan 15 item pertanyaan, hasil validitas untuk ke

15 pertanyaan ini menunjukkan semua nilai r hitung > r tabel, sehingga disimpulkan

bahwa semua pertanyaan tersebut valid. Pada uji reliabilitanya diperoleh nilai r alpha

> r tabel (0,928 > 0,361), sehingga dapat disimpulkan bahwa semua pertanyaan

tersebut reliabel.

Hasil analisis variabel distribusi makanan menunjukkan bahwa dari 3

pertanyaan yang ada semua nilai r hitungnya > r tabel, sehingga semua pertanyaan

untuk variabel distribusi makanan valid. Pada uji reliabilitasnya diperoleh nilai r

alpha > r tabel (0,514 > 0,361), sehingga dapat disimpulkan bahwa semua pertanyaan

tersebut reliabel.

Hasil analisis variabel jenis makanan menunjukkan bahwa dari 3 pertanyaan

yang ada semua nilai r hitungnya > r tabel, sehingga semua pertanyaan untuk

variabel jenis makanan valid. Pada uji reliabilitasnya diperoleh nilai r alpha > r tabel

(0,441 > 0,361), sehingga dapat disimpulkan bahwa semua pertanyaan tersebut

reliabel.

Hasil analisis variabel frekuensi makan menunjukkan bahwa dari 3

pertanyaan yang ada semua nilai r hitungnya > r tabel, sehingga semua pertanyaan

untuk variabel frekuensi makan valid. Pada uji reliabilitasnya diperoleh nilai r alpha

Universitas Sumatera Utara

Page 62: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

> r tabel (0,607 > 0,361), sehingga dapat disimpulkan bahwa semua pertanyaan

tersebut reliabel.

Dari hasil di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh variabel

(pengetahuan, distribusi makanan, jenis makanan, dan frekuensi makan ) dikatakan

valid dan reliabel, selanjutnya instrumen penelitian ini memenuhi syarat untuk

diujikan kepada responden sebenarnya.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

a. Variabel Independen

1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang gizi

dan cara pemberian makanan pada balita. Pengetahuan terdiri dari 15

pertanyaan dan diukur dengan menggunakan metode skoring melalui

kuesioner yang telah diberikan bobot 1-3. Berdasarkan jumlah yang telah

diperoleh maka dapat dikategorikan tingkat pengetahuan responden ke

dalam tiga kategori, yaitu:

a. Baik, bila skor yang diperoleh responden > 34

b. Sedang, bila skor yang diperoleh responden 19-33

c. Buruk, bila skor yang diperoleh responden < 18

2. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal responden yang didapatkan

responden. Pendidikan dibagi menjadi tiga kategori yaitu:

a. Dasar, bila responden tamat SD/SLTP

b. Menengah, bila responden tamat SLTA

Universitas Sumatera Utara

Page 63: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

c. Tinggi, bila responden tamat Akademi/PT

3. Distribusi makanan adalah adanya prioritas pembagian makanan dalam

keluarga setiap kali makan untuk anak balita. Distribusi makanan di bagi

menjadi dua kategori, yaitu:

a. Ada, jika ada anggota keluarga yang diprioritaskan atau didahulukan

untuk makan.

b. Tidak ada, jika tidak ada anggota keluarga yang diprioritaskan atau

didahulukan untuk makan.

4. Pantangan makanan adalah larangan mengonsumsi jenis makanan tertentu

baik berdasarkan agama, adat istiadat atau kepercayaan untuk anak balita.

Pantangan makanan dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

a. Ada, jika ada jenis makanan yang dijadikan pantangan makanan

b. Tidak ada, jika tidak ada jenis makanan yang dijadikan pantangan

makanan

5. Jumlah anggota keluarga adalah keseluruhan anggota keluarga dan

menetap dirumah tersebut yang berada dibawah pimpinan satu orang

kepala keluarga. Jumlah anggota keluarga dibagi menjadi tiga kategori,

yaitu:

a. Kecil, jika jumlah anggota keluarga 1-2 orang

b. Sedang, jika jumlah anggota keluarga 3-4 orang

c. Besar, jika jumlah anggota keluarga > 5 orang

Universitas Sumatera Utara

Page 64: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

6. Pekerjaan adalah jenis pekerjaan responden yang merupakan kegiatan

yang dilakukan orang tua yang bersifat menghasilkan uang. Pekerjaan

dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

a. Tetap, jika responden bekerja sebagai PNS/TNI/POLRI

b. Tidak tetap, jika responden bekerja sebagai wiraswasta, buruh, petani,

dan lainnya.

7. Penghasilan adalah jumlah penghasilan kepala keluarga dalam satu bulan

untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Penghasilan dibagi menjadi

tiga kategori berdasarkan Penetapan Upah Minimum Provinsi Aceh 2010,

yaitu:

a. Rendah, jika penghasilan < Rp.1.350.000,-

b. Sedang, jika penghasilan Rp. 1.350.000,-

c. Tinggi, jika penghasilan > Rp. 1.350.000,-

b. Variabel Dependen

Pola Makan adalah hal-hal yang dilakukan oleh responden kepada

anaknya dalam upaya pemberian makanan terdiri dari jenis dan frekuensi

makanan yang diberikan. Pola makan di bagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

a. Baik, jika jenis makanan lengkap dan frekuensi makanan baik

b. Sedang, jika jenis makanan kurang lengkap dan frekuensi makanan

sedang

c. Buruk, jika jenis makanan tidak lengkap dan frekuensi makanan buruk

Universitas Sumatera Utara

Page 65: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

- Jenis makanan adalah berbagai macam bahan makanan yang diberikan

responden pada anaknya yaitu ASI, PASI, makanan utama (makanan

pokok, pangan hewani, pangan nabati, sayur/buah) atau makanan jajanan

lainnya. Jenis makanan terdiri dari 3 pertanyaan dan diukur dengan

menggunakan metode skoring melalui kuesioner yang telah diberikan

bobot 1-3. Jenis makanan di bagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

a. Lengkap, bila skor yang diperoleh responden > 7

b. Kurang lengkap, bila skor yang diperoleh responden 5-6

c. Tidak lengkap, bila skor yang diperoleh responden < 4

- Frekuensi makan adalah berapa kali pemberian makan yang dilakukan

responden pada anaknya dalam sehari. Frekuensi makanan terdiri dari 3

pertanyaan dan diukur dengan menggunakan metode skoring melalui

kuesioner yang telah diberikan bobot 1-3. Frekuensi makan di bagi ke

dalam tiga kategori, yaitu:

a. Baik, bila skor yang diperoleh responden > 7

b. Sedang, bila skor yang diperoleh responden 5-6

c. Buruk, bila skor yang diperoleh responden < 4

3.6. Metode Pengukuran

Pengukuran terhadap variabel independen yang meliputi pengetahuan,

pendidikan, distribusi makanan, pantangan makanan, dan jumlah anggota keluarga

dan variable dependen meliputi pekerjaan dan penghasilan dilakukan dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 66: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

menggunakan kuesioner. Jumlah item pertanyaan, kriteria, kategorisasi skor jawaban,

bobot nilai variabel seluruh indikator, dan skala ukur dapat dilihat pada table 3.1.

sebagai berikut:

Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel

No Variabel Jumlah Pertanyaan Kriteria Kategori Bobot Skala

Ukur

Faktor Sosial Budaya 1 Pengetahuan 15 1.Baik

2.Sedang 3.Buruk

45 Ordinal

2 Pendidikan 1. SD, SLTP 2. SLTA 3. Akademi/PT

1. Dasar 2. Menengah 3. Tinggi

Ordinal

3 Distribusi makanan

3 1. Ada 2. Tidak ada

Ordinal

4 Pantangan Makanan

1.Ada 2.Tidak ada

Ordinal

5 Jumlah Anggota Keluarga

1. Kecil (1-2) 2. Sedang (3-4) 3. Besar (>5)

Interval

Faktor Ekonomi 1 Pekerjaan 1. PNS/TNI/

POLRI 2. Wiraswasta 3. Petani 4. Buruh 5. Lainnya

1. Tetap 2.Tidak

Tetap

Ordinal

2 Penghasilan 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi

Interval

Universitas Sumatera Utara

Page 67: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Tabel 3.1. Lanjutan

Pola Makan 1. Baik 2. Sedang Ordinal 3. Buruk 1 Jenis 3 1. Lengkap 9 Makanan 2. Kurang

Lengkap Ordinal

3. Tidak Lengkap

2 Frekuensi 3 1. Baik 9 Makan 2. Sedang Ordinal 3. Buruk

3.7. Metode Analisis Data

1. Analisis univariat, yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal antar

variabel baik variabel independen maupun dependen dalam bentuk

distribusi frekuensi.

2. Analisis bivariat, yaitu analisis yang dilakukan untuk mengetahui adanya

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dengan

menggunakan uji Chi Square yaitu untuk melihat hubungan sosial budaya

(pengetahuan, pendidikan, distribusi makanan, pantangan makanan dan

jumlah anggota keluarga) ekonomi ( pekerjaan dan penghasilan ) keluarga

dengan pola makan balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan

Montasik Kabupaten Aceh Besar.

3. Analisis multivariat, yaitu analisis lanjutan yang memungkinkan dilakukan

untuk mengetahui variabel independen yang paling dominan berhubungan

dengan variabel dependen. Uji statistik yang digunakan Regresi Linier

Universitas Sumatera Utara

Page 68: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Berganda yaitu untuk mengetahui variabel independen yang paling

dominan pengaruh terhadap variabel dependen.

Universitas Sumatera Utara

Page 69: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian

4.1.1. Geografi dan Demografi Kecamatan Montasik

Kecamatan Montasik merupakan salah satu Kecamatan yang ada di

Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), dengan luas

wilayah 94,10 Km2

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Blang Bintang, Kecamatan Mesjid

Raya, dan Kecamatan Ingin Jaya.

(9.410 Ha) dan terdiri dari 39 desa. Adapun batas wilayah

Kecamatan Montasik adalah sebagai berikut:

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kuta Malaka.

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Suka Makmur.

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Indrapuri.

Jumlah penduduk Kecamatan Montasik pada tahun 2010 sebanyak 17.382

jiwa, terdiri dari laki-laki 8.788 jiwa dan perempuan 8.594 jiwa. Sebagian besar

penduduk di Kecamatan Montasik mempunyai mata pencaharian sebagai petani.

4.1.2. Sarana dan Tenaga Kesehatan

Kecamatan Montasik memiliki sarana kesehatan berupa 1 Puskesmas, 3

Pustu, dan 17 Polindes. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Page 70: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Tabel 4.1. Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Montasik Tahun 2010

No Nama Gampong Sarana kesehatan

Rumah Sakit Puskesmas Pustu Rumah

Bersalin Polindes

1. Weu Bada - - - - - 2. Piyeung Lhang - - - - - 3. Piyeung Datu - - - - 1 4. Piyeung Mane - - - - 1 5. Kuweu - - - - 1 6. Bueng Daroh - - - - - 7. Cot Lampoh Soh - - - - - 8. Mon Ara - - 1 - - 9. Cot Lhok - - - - - 10. Bueng Raya - - - - - 11. Atong - - 1 - - 12. Teubang Phui Mesjid - 1 - - - 13. Lamme Garot - - - - - 14. Reudeup - - - - 1 15. Bakeirih - - - - 1 16. Meunasah tutong - - - - 1 17. Empee Tanong - - - - - 18. Dayah Daboh - - - - - 19. Lampaseh krueng - - - - - 20. Lemnga - - 1 - - 21. Lampaseh Lhok - - - - 1 22. Baroh - - - - - 23. Mata Ie - - - - - 24. Weu Krueng - - - - 1 25. Alue - - - - - 26. Weu Lhok - - - - - 27. Warabo - - - - - 28. Teubang Phui Baro - - - - 1 29. Bueng Tujoh - - - - - 30. Bira Lhok - - - - - 31. Bira Cot - - - - 1 32. Peurumping - - - - 1 33. Bak Dilip - - - - 1 34. Ulee Lhat - - - - 1 35. Seubam Lhok - - - - 1 36. Lam Raya - - - - - 37. Cot Seunong - - - - 1 38. Seubam Cot - - - - 1 39. Seumet - - - - 1 Jumlah - 1 3 - 17

Sumber: BPS Kabupaten Aceh Besar 2010

Universitas Sumatera Utara

Page 71: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Tenaga kesehatan yang dimiliki Kecamatan Montasik dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 4.2. Jumlah Tenaga Kesehatan di Kecamatan Montasik Tahun 2010

No Tenaga Kesehatan Jumlah 1. Dokter Spesialis - 2. Dokter Umum 2 3. Dokter Gigi - 4. Dokter Keluarga - 5. Perawat 8 6. Bidan 42 7. Farmasi 1 8. Sanitasi 6 9. Gizi 1 10. Kesmas 2 11. Medis 2 12. Tehnisi Medis 1 13. Apoteker - 14. Ass.Apoteker 1 15. D3 Farmasi - 16. S1 Farmasi - 17. D-IV/S1 Gizi 1 18. D3 Gizi - 19. D1 Gizi 1 20 Analisi Lab 1

Sumber: BPS Kabupaten Aceh Besar 2010 4.2. Analisis Univariat

Analisis ini menggambarkan secara tunggal antar variabel baik variabel

independen maupun dependen dalam bentuk distribusi frekuensi.

Universitas Sumatera Utara

Page 72: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

4.2.1. Gambaran Sosial Budaya

4.2.1.1. Pengetahuan Ibu

Ibu yang berpengetahuan baik sangat sedikit yaitu 5 orang (11,6%)

sedangkan pengetahuan Ibu yang berada pada kategori sedang dan buruk cukup

tinggi yaitu sebesar 46,5% dan 41,9%. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 4.3. Distribusi Pengetahuan Responden di Kecamatan Montasik Tahun 2011

No Pengetahuan Ibu Jumlah % 1 Baik 5 11,6 2 Sedang 20 46,5 3 Buruk 18 41,9

Jumlah 43 100,0 4.2.1.2. Pendidikan Ibu Kelompok pendidikan paling banyak adalah kelompok pendidikan pada

kategori menengah (SLTA) yaitu ada 21 orang (48,8%) dan jumlah Ibu dengan

kelompok pendidikan yang paling sedikit adalah kelompok pendidikan pada kategori

tinggi (Perguruan Tinggi) ada 4 orang (9,3%). Secara rinci dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.4. Distribusi Pendidikan Responden di Kecamatan Montasik Tahun 2011

No Pendidikan Ibu Jumlah % 1 Dasar 18 41,9 2 Menengah 21 48,8 3 Tinggi 4 9,3

Jumlah 43 100,0

Universitas Sumatera Utara

Page 73: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

4.2.1.3. Distribusi Makanan

Adanya prioritas pembagian makanan yang diberikan Ibu dalam keluarga

yaitu sebesar 12 orang (27,9%), dan tidak ada prioritas 31 orang,1%), lebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.5. Distribusi Distribusi Makanan di Kecamatan Montasik Tahun 2011 No Distribusi Makanan Jumlah % 1 Ada prioritas 12 27,9 2 Tidak ada prioritas 31 72,1

Jumlah 43 100,0

4.2.1.4. Pantangan Makanan

Ada tidaknya pantangan pada balita diketahui dengan melihat ada tidaknya

satu atau lebih jenis makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh anak. Hasil

Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tidak ada pantangan makanan yang

diberikan Ibu kepada balitanya untuk dikonsumsi yaitu ada 37 orang (86,0%).

Tabel 4.6. Distribusi Pantangan Makanan di Kecamatan Montasik Tahun 2011 No Pantangan Makanan Jumlah % 1 Ada pantangan 6 14,0 2 Tidak ada pantangan 37 86,0

Jumlah 43 100,0

4.2.1.5. Jumlah Anggota Keluarga

Banyaknya anggota keluarga dapat memengaruhi pembagian makanan

terhadap keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga

paling banyak termasuk dalam kategori sedang (3-4 orang dalam 1 keluarga) yaitu

Universitas Sumatera Utara

Page 74: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

21 responden (48,8%). Sedangkan keluarga yang memiliki jumlah anggota dengan

kategori banyak (> 5 orang dalam 1 keluarga) jumlahnya tidak jauh dari kategori

sedang, yaitu sebanyak 14 responden (32,6%). Secara rinci dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 4.7. Distribusi Jumlah Anggota Keluarga di Kecamatan Montasik Tahun 2011

No Jumlah Anggota Keluarga Jumlah % 1 Kecil 8 18,6 2 Sedang 21 48,8 3 Besar 14 32,6

Jumlah 43 100,0

4.2.2. Gambaran Ekonomi

4.2.2.1. Pekerjaan Ibu

Sebagian besar Ibu bermata pencaharian sebagai pekerja tidak tetap yaitu 41

Ibu (95,3%), dimana 33 Ibu bekerja sebagai petani dan 7 orang sebagai Ibu Rumah

Tangga, dan 1 orang sebagai honorer. Sedangkan 2 Ibu (4,7%) bekerja sebagai PNS.

Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.8. Distribusi Pekerjaan Responden di Kecamatan Montasik Tahun 2011

No Pekerjaan Ibu Jumlah % 1 Tetap 2 4,7 2 Tidak tetap 41 95,3

Jumlah 43 100,0

Universitas Sumatera Utara

Page 75: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

4.2.2.2. Penghasilan Keluarga

Penghasilan keluarga dibagi kedalam tiga kategori berdasarkan Upah

Minimum Provinsi yaitu rendah (< Rp.1.350.000,-), sedang (Rp.1.350.000,-), dan

tinggi (> Rp.1.350.000,-). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 11 keluarga

(25,6%) berpenghasilan rendah, 28 keluarga (65,1%) berpenghasilan sedang,

sedangkan yang memiliki pendapatan tinggi hanya 4 keluarga (9,3%) saja. Secara

rinci dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.9. Distribusi Penghasilan Responden di Kecamatan Montasik Tahun 2011

No Penghasilan Keluarga Jumlah % 1 Rendah 11 25,6 2 Sedang 28 65,1 3 Tinggi 4 9,3

Jumlah 43 100,0

4.2.3. Pola Makan Balita Bawah Garis Merah

4.2.3.1. Jenis Makanan

Ibu yang memberikan makanan lengkap kepada balitanya hanya sedikit yaitu

9 orang (20,9%), sedangkan yang memberikan makanan kurang lengkap kepada

balitanya ada 22 orang (51,2%). Secara rinci dapat dilihat pada tabel dibwah ini:

Tabel 4.10. Distribusi Jenis Makanan di Kecamatan Montasik Tahun 2011

No Jenis Makanan Jumlah % 1 Lengkap 9 20,9 2 Kurang lengkap 22 51,2 3 Tidak lengkap 12 27,9

Jumlah 43 100,0

Universitas Sumatera Utara

Page 76: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

4.2.3.2. Frekuensi Makan

Frekuensi makan dengan kategori baik yang diberikan Ibu kepada anaknya

hanya sedikit yaitu 5 Ibu (211,6%), sedangkan yang terbanyak adalah yang tergolong

dalam kategori sedang yaitu sebanyak 24 Ibu (55,8%). Secara rinci dapat dilihat pada

tabel dibwah ini:

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Makan di Kecamatan Montasik Tahun 2011 No Frekuensi Makan Jumlah % 1 Baik 5 11,6 2 Sedang 24 55,8 3 Buruk 14 32,6

Jumlah 43 100,0

Frekuensi makan juga dapat dilihat dari hasil formulir food frequency. Hasil

dari formulir food frequency menunjukkan bahwa untuk bahan makanan pokok,

paling banyak Ibu memberikan beras kepada balitanya yaitu 39 Ibu (90,7%) dengan

frekuensi konsumsi > 1x/hari. Kemudian untuk lauk pauk hewani, 22 Ibu (51,7%)

memberikan ikan kepada balitanya dan yang memberikan telur ada 12 Ibu (27,9%)

dengan frekuensi konsumsi keduanya yaitu > 1x/hari. Sedangkan konsumsi daging,

dari 43 Ibu, 30 Ibu tidak pernah memberikan daging untuk dikonsumsi oleh

balitanya, 13 Ibu lainnya memberikan daging pada frekuensi 4-6x/minggu, 1-

3x/minggu, dan 1x/bulan. Untuk lauk pauk nabati, tempe paling banyak diberikan

pada balita dengan frekuensi makan 4-6x/minggu (9 orang), sedangkan frekuensi

makan > 1x/hari hanya 7 Ibu (16,3%). Tahu diberikan oleh 9 Ibu (20,9%) pada

Universitas Sumatera Utara

Page 77: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

frekuensi makan 4-6x/minggu, dan kacag-kacangan, 22 Ibu (51,2%) tidak pernah

memberikan pada balitanya.

Sayur-sayuran seperti daun ubi, paling banyak diberikan oleh Ibu pada

frekuensi makan 1-3x/minggu yaitu 12 Ibu (27,9%), 10 Ibu (23,3%) memberikan

kangkung pada frekuensi paling banyak 4-6x/minggu, dan 13 Ibu (30,2%)

memberikan bayam pada frekuensi paling banyak 4-6x/minggu. Selanjutnya untuk

konsumsi buah-buahan, 4 Ibu (9,3%) memberikan pisang dengan frekuensi 1x/hari, 4

Ibu (9,3%) dengan frekuensi 1-3x/minggu, dan 5 (11,6%) Ibu dengan frekuensi

1x/bulan. Yang memberikan pepaya ada 7 responden (16,3%). Selanjutnya untuk

konsumsi makanan kecil, yang memberikan biskuit ada 12 Ibu (27,9%) dengan

frekuensi konsumsi 1x/hari, 3 responden (7,0%) dengan frekuensi konsumsi 4-

6x/minggu, dan 4 Ibu (9,3%) dengan frekuensi konsumsi 1-3x/minggu. Yang

memberikan kue ada 7 Ibu (16,3%) dengan frekuensi konsumsi 1x/hari, dan 2 Ibu

dengan frekuensi konsumsi 1-3x/minggu. Yang memberikan roti ada 6 Ibu (14,0%)

dengan frekuensi konsumsi 1x/hari, 4 Ibu (9,3%) dengan frekuensi 1-3x/minggu, dan

2 Ibu (4,7%) dengan frekuensi konsumsi 1x/bulan.

4.2.3.3. Pola Makan Balita

Ibu yang menerapkan pola makan dengan kategori baik paling sedikit yaitu

ada 6 orang (14,0%), sedangkan yang paling banyak adalah dengan kategori sedang

yaitu 25 orang (58,1%). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Page 78: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Tabel 4.12. Distribusi Pola Makan Balita di Kecamatan Montasik Tahun 2011 No Pola Makan Jumlah % 1 Baik 6 14,0 2 Sedang 25 58,1 3 Buruk 12 27,9

Jumlah 43 100,0 4.3. Analisis Bivariat

Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan sosial budaya (pengetahuan,

pendidikan, distribusi makanan, pantangan makanan dan jumlah anggota keluarga)

dan ekonomi ( pekerjaan dan penghasilan ) keluarga terhadap pola makan balita

Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik Kabupaten Aceh Besar.

4.3.1. Hubungan Sosial Budaya dengan Pola Makan Balita Bawah Garis Merah

Hubungan sosial budaya dengan pola makan balita bawah garis merah dapat

dilihat pada tabel tabulasi silang di bawah ini:

Tabel 4.13. Tabulasi Silang antara Pengetahuan, Pendidikan, Distribusi Makanan, Pantangan Makanan, dan Jumlah Anggota Kaluarga terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah di Kecamatan Montasik Tahun 2011

Variabel Pola Makan Jumlah P Baik Sedang Buruk

n % n % n % n % Pengetahuan Baik 3 60,0 2 40,0 0 0 5 100

0,026 Sedang 2 10,0 11 55,0 7 35,0 20 100 Buruk 1 5,6 12 66,7 5 27,8 18 100 Total 6 14,0 25 58,1 12 27,9 43 100

Universitas Sumatera Utara

Page 79: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Tabel 4.13. Lanjutan

Pendidikan Dasar 1 5,6 10 55,6 7 38,9 18 100 Menengah 2 9,5 14 66,7 5 23,8 21 100 0,005 Tinggi 3 75,0 1 25,0 0 0 4 100 Total 6 14,0 25 58,1 12 27,9 43 100 Distribusi Makanan Ada 1 8,3 6 50,0 5 41,7 12 100 Tidak ada 5 16,1 19 61,3 7 22,6 31 100 0,428 Total 6 14,0 25 58,1 12 27,9 43 100 Pantangan Makanan Ada 1 16,7 2 33,3 3 50,0 6 100 Tidak ada 5 13,5 23 62,2 9 24,3 37 100 0,369 Total 6 14,0 25 58,1 12 27,9 43 100 Jlh Anggota Keluarga Kecil 2 25,0 2 25,0 4 50,0 8 100 Sedang 2 9,5 13 61,9 6 28,6 21 100 0,256 Besar 2 14,3 10 71,4 2 14,3 14 100 Total 6 14,0 25 58,1 12 27,9 43 100

Tingkat pengetahuan paling tinggi berada pada kategori sedang, dimana

pengetahuan kategori sedang dengan pola makan yang baik ada 2 orang (10%),

pengetahuan sedang dengan pola makan sedang ada 11 orang (55%), dan

pengetahuan sedang dengan pola makan buruk ada 7 orang (35%). Sedangkan Ibu

dengan pengetahuan buruk dan pola makan sedang ada 12 orang dan Ibu yang

berpengetahuan baik dengan pola makan baik hanya 3 orang. Hasil uji statistik Chi

Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan Ibu dengan

pola makan dimana nilai p = 0,026 < α 0,05.

Berdasarkan pendidikan, pendidikan Ibu berada pada kategori menengah

(SLTA) dan dasar (SLTP dan SD). Jenjang pendidikan paling tinggi berada pada

kategori menengah, dimana pendidikan kategori menengah dengan pola makan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 80: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

baik ada 2 orang (9,5%), pola makan sedang ada 14 orang (66,7%), dan pola makan

buruk ada 5 orang (23,8%). Sedangkan Ibu yang berpendidikan rendah dengan pola

makan baik hanya 1 orang saja, selanjutnya responden berpendidikan baik dan pola

makan baik hanya ada 3 orang. Hasil uji statistik Chi Square menunjukkan ada

hubungan yang signifikan antara pendidikan Ibu dengan pola makan dimana nilai p =

0,005 < α 0,05.

Berdasarkan distribusi makanan, dari 43 Ibu, 31 orang menunjukkan tidak

ada prioritas dalam pemberian makanan di keluarganya, dimana yang tidak ada

prioritas dengan pola makan baik ada 5 orang, tidak ada prioritas dengan pola makan

sedang ada 19 orang dan yang tidak ada prioritas dengan pola makan buruk ada 7

orang. Sedangkan adanya anggota keluarga yang diprioritaskan untuk mendapatkan

makanan dengan pola makan baik ada 1 orang (8,3%), pola makan sedang ada 6

orang (50,0%), dan pola makan buruk ada 5 orang (41,7%). Hasil uji statistik Chi

Square menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara distribusi makanan

dengan pola makan dimana nilai p = 0,428 > α 0,05.

Berdasarkan pantangan makanan, dari 43 orang Ibu, 37 orang menyatakan

tidak ada pantangan makanan, dimana yang tidak ada pantangan dengan pola makan

baik ada yang diprioritaskan untuk mendapatkan makanan dengan pola makan baik

ada 5 orang (13,5%), pola makan sedang ada 23 orang (62,2%), dan pola makan

buruk ada 9 orang (24,3%). Sedangkan yang ada pantangan dengan pola makan baik

hanya 1 orang (16,7%) dan pola makan buruk ada 3 orang (50%). Hasil uji statistik

Universitas Sumatera Utara

Page 81: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pantangan

makanan dengan pola makan dimana nilai p = 0,369 > α 0,05.

Berdasarkan jumlah anggota keluarga, hasil tabulasi silang paling besar

berada pada jumlah anggota keluarga dan pola makan dengan kategori sedang,

dimana jumlah anggota keluarga sedang dengan pola makan yang baik ada 2 orang

(9,5%), pola makan sedang ada 13 orang (61,9%), dan pola makan buruk ada 6 orang

(28,6%). Hasil uji statistik Chi Square menunjukkan tidak ada hubungan yang

signifikan antara jumlah anggota keluarga dengan pola makan dimana nilai p = 0,256

> α 0,05.

4.3.2. Hubungan Ekonomi dengan Pola Makan Balita Bawah Garis Merah

Hubungan ekonomi dengan pola makan balita bawah garis merah dapat

dilihat pada tabel tabulasi silang di bawah ini:

Tabel 4.14. Tabulasi Silang antara Pekerjaan dan Penghasilan terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah di Kecamatan Montasik Tahun 2011

Variabel Pola Makan Jumlah P Baik Sedang Buruk

n % n % N % n % Pekerjaan Tetap 2 100 0 0 0 0 2 100

0,002 Tidak tetap 4 9,8 25 61,0 12 29,3 41 100 Total 6 14,0 25 58,1 12 27,9 43 100 Penghasilan Rendah 1 9,1 5 45,5 5 45,5 11 100 Sedang 3 10,7 18 64,3 7 25, 28 100 0,132 Tinggi 2 50,0 2 50,0 0 0 4 100 Total 6 14,0 25 58,1 12 27,9 43 100

Universitas Sumatera Utara

Page 82: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pekerjaan, Ibu yang

bekerja tidak tetap dengan pola makan buruk memiliki pengaruh dibandingkan

dengan yang bekerja tetap. Ibu yang bekerja tidak tetap dengan pola makan baik ada

4 orang (9,8%), pola makan sedang ada 25 (561,0%), dan pola makan buruk ada 12

orang (29,3%). Hasil uji statistik Chi Square menunjukkan ada hubungan yang

signifikan antara pekerjaan dengan pola makan dimana nilai p = 0,002 < α 0,05.

Sedangkan berdasarkan penghasilan, keluarga yang berpenghasilan rendah

menunjukkan pengaruh yang tinggi terhadap pola makan, dimana penghasilan

kategori rendah dengan pola makan baik ada 1 (9,1%), pola makan sedang ada 5

(45,5%), dan pola makan buruk ada 5 (45,5%). Hasil uji statistik Chi Square

menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara penghasilan keluarga

dengan pola makan dimana nilai p = 0,132 > α 0,05.

4.4. Hasil Uji Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel independen yang

paling dominan berhubungan dengan variabel dependen. Uji statistik yang digunakan

Regresi Linier Berganda yaitu untuk mengetahui variabel-variabel sosial budaya dan

ekonomi yang paling dominan ber pengaruh terhadap pola makan balita Bawah Garis

Merah (BGM) melalui langkah-langkah berikut:

1. Melakukan analisis univariat untuk mengetahui kenormalan data.

2. Melakukan analisis bivariat untuk menentukan variabel yang menjadi kandidat

model. Setiap variabel independen dihubungkan dengan variabel dependen dan

Universitas Sumatera Utara

Page 83: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

dilihat p valuenya. Jika nilai p < 0,25 maka variabel tersebut dapat masuk ke

dalam kandidat model multivariat.

3. Selanjutnya melakukan analisis secara bersama-sama dengan metode enter untuk

mengidentifikasi variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap pola makan

balita Bawah Garis Merah (BGM) pada nilai p < 0,05

Berdasarkan hasil uji statistik bivariat diketahui bahwa variabel pengetahuan,

pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan menunjukkan p-value<0,25, sehingga

variabel-variabel tersebut dapat dilanjutkan analisis multivariat regresi linier

berganda. Hasil uji statistik regresi linier berganda dengan tingkat kepercayaan 95%

(α=0,05) menunjukkan bahwa:

1. Terdapat pengaruh yang bermakna antara variabel pendidikan (ρ=0,027) dan

pekerjaan (ρ=0,023) terhadap pola makan balita Bawah Garis Merah (BGM)

karena nilai (ρ<0,05).

2. Jika dilihat dari nilai signifikan dan nilai β, maka variabel yang paling

berpengaruh adalah pekerjaan dimana (ρ=0,023) dan β=0,151.

3. Koefisien determinan (R Square) menunjukkan nilai 0,270 ini berarti regresi

linier berganda yang digunakan dapat menjelaskan pengaruh karakteristik

pekerjaan terhadap pola makan balita Bawah Garis Merah sebasar 27% dan

selebihnya 73% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam

penelitian ini. Variabel lain tersebut misalnya penyakit infeksi, kekurangaktifan

petugas kesehatan, kader posyandu, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 84: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

4. Hasil uji Anova memiliki nilai F hitung (F =3,516) dan ρ < 0,05 menunjukkan

variabel independen (pekerjaan) mampu menjelaskan secara nyata terhadap

variabel dependen (pola makan balita Bawah Garis Merah) pada tingkat

kepercayaan 95%.

Hasil regresi tersebut sesuai dengan tabel berikut ini.

Tabel 4.15. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

No Variabel Taraf Signifikan

β R R Square

ρ Value

1 Pengetahuan 0,287 -0,257 2 Pendidikan 0,027 -0,572 3 Pekerjaan 0,023 0,151 4 Pendapatan 0,630 -0,081

0,520 0,270 0,015

Universitas Sumatera Utara

Page 85: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Sosial Budaya terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah

(BGM) di Kecamatan Montasik

Hasil uji statistik Chi Square menunjukkan bahwa ada hubungan antara

variabel pengetahuan dengan pola makan balita Bawah Garis Merah (p = 0,026 < α

0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian Yusrizal (2008) yang menyatakan bahwa

tingkat pengetahuan orangtua berhubungan dengan status gizi balita. Hasil penelitian

ini juga sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (1993) yang menyatakan bahwa

pengetahuan merupakan ranah yang sangat penting bagi terbentuknya perilaku

pencegahan terhadap kasus gizi pada anak Balita karena perilaku yang tidak didasari

oleh pengetahuan cenderung tidak bersifat langgeng atau berlangsung lama.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa Ibu yang berpengetahuan baik

ada sebesar 55% (11 orang) menerapkan pola makan pada kategori sedang. Hal ini

sesuai dengan tingkat pendidikan Ibu dimana paling banyak berada pada tingkat

pendidikan menengah yaitu 21 orang. Pengetahuan mendukung seseorang untuk

bertindak, karena pengetahuan memengaruhi perilaku seseorang. Pengetahuan

mendukung seorang Ibu dalam merawat dan mengasuh anaknya, termasuk

pemberian makan pada anak sehingga akan berdampak pada kondisi gizi anak.

Pengetahuan yang baik di dukung oleh tingkat pendidikan yang baik, walaupun

budaya dan tradisi yang ada di masyarakat juga dapat memengaruhi pemberian pola

makan balita Bawah Garis Merah (BGM).

Universitas Sumatera Utara

Page 86: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Kehidupan di lingkungan tempat tinggal dapat memengaruhi pengetahuan

ibu dalam pemberian makanan pada balita. Budaya yang ada di masyarakat dapat

memengaruhi pemberian makanan pada anak, tetapi dengan adanya pengetahuan Ibu

mengenai gizi, maka Ibu dapat memilih budaya mana yang dapat diterapkan dan

yang tidak dapat diterapkan dalam pemberian makanan pada anaknya.

Hasil uji statistik Chi Square untuk pendidikan menunjukkan bahwa ada

hubungan antara pendidikan dengan pola makan balita Bawah Garis Merah (BGM)

dengan nilai signifikansi (p= 0,005 < α 0,05). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

Astuti (2002) yang menyatakan bahwa pendidikan ibu dan bapak di pedesaan

berpengaruh terhadap status gizi balita. Begitu juga dengan penelitian Hidayat (2005)

yang menyatakan bahwa pendidikan Ibu berpengaruh terhadap status gizi balita.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Berg (1989) yang menyatakan

bahwa pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat memengaruhi

keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan

pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki akan lebih baik. Sering

masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang

memadai. Dari seluruh Ibu, 48,8% berada pada kategori pendidikan tingkat

menengah (SLTA) yaitu 21 orang dan dasar (SD dan SLTP) yaitu 18 orang.

Tingkat pendidikan dalam keluarga khususnya ibu dapat menjadi faktor yang

memengaruhi status gizi dalam keluarga. Semakin tinggi pendidikan orangtua maka

pengetahuannya akan gizi akan lebih baik dari yang berpendidikan rendah. Salah

satu penyebab gizi kurang pada anak adalah kurangnya perhatian orang tua akan gizi

Universitas Sumatera Utara

Page 87: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

anak. Hal ini disebabkan karena pendidikan dan pengetahuan gizi ibu yang rendah.

Pendidikan formal ibu akan memengaruhi tingkat pengetahuan gizi, semakin tinggi

pendidikan ibu, maka semakin tinggi kemampuan untuk menyerap kemampuan

praktis dan pendidikan formal terutama melalui masa media. Hal serupa juga

dikatakan oleh Green, Roger yang menyatakan bahwa makin baik tingkat pendidikan

ibu, maka naik pula keadaan gizi anaknya (Berg, 1986).

Hasil uji statistik Chi Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara distribusi makanan dengan pola makan balita Bawah Garis Merah

(BGM) dimana nilai signifikansi (p= 0,428 > α 0,05). Dari 43 Ibu, 31 menyatakan

tidak ada prioritas dalam mendistribusikan makanan sehingga tidak berpengaruh

terhadap pola makan balita. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat

Khumaidi (1994) yang menyatakan bahwa distribusi makanan sering kali

dihubungkan dengan status yang terjalin antara anggota keluarga, hal ini terkait

dengan anggota keluarga mana yang diprioritaskan untuk mendapatkan makanan,

terlebih jika dihubungkan dengan budaya di masyarakat, pria yang lebih tua (senior)

mendapatkan jumlah dan mutu susunan makanan yang lebih baik dari pada anak-

anak kecil dan wanita-wanita muda.

Hasil penelitian diketahui bahwa masyarakat di Kecamatan Montasik (72,1%)

memberikan pembagian makanan secara merata pada anggota keluarganya baik dari

segi kualitas maupun kuantitasnya. Makanan yang dimasak Ibu setiap harinya

didistribusikan ke semua anggota keluarga, orang tua dan anak mendapatkan lauk

pauk dan sayur dengan frekuensi makan 3x sehari, hanya saja porsinya disesuaikan

Universitas Sumatera Utara

Page 88: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

dengan bobot tubuh dan usia. Untuk balitanya pada dasarnya mendapatkan jenis

makanan yang sama, walaupun ada sayur akan tetapi anak hanya diberi nasi dengan

lauk pauk saja, tidak dibiasakan oleh Ibu untuk mengkonsumsi sayur karena

sibuknya Ibu bekerja sehingga Ibu berfikir sudah cukup dengan hanya memberikan

lauk pauk saja. Anak hanya sebatas diberi makan tanpa mempertimbangkan mutu

gizi dalam makanannya, sehingga ketika dianjurkan untuk memberikan sayur,

balitanya tidak mau memakannya karena sudah terbiasa atau dibiasakan tidak

mengkonsumsi sayur. Hal inilah yang menyebabkan balita kekurangan zat gizi yang

berasal dari sayuran.

Jika dilihat dari hasil food frequency terlihat bahwa pemberian sayur-sayuran

pada balita sangat jarang frekuensinya, ditambah lagi pemberian makanan tambahan

seperti roti, biskuit, dan lain-lain juga jarang. Jadi pada dasarnya bukan karena ada

prioritas pemberian makanan yang diberikan Ibu yang menyebabkan anak BGM

tetapi karena pekerjaan dan pengetahuan Ibu yang kurang.

Hasil uji statistik Chi Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara pantangan makanan dengan pola makan balita Bawah Garis Merah

(BGM) dimana nilai signifikansi (p= 0,369 > α 0,05), hal ini disebabkan karena tidak

ada makanan yang dipantangkan atau dilarang Ibu untuk diberikan kepada balita.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Suhardjo (1986) yang menyatakan

bahwa budaya memengaruhi pemberian makanan sehingga berpengaruh terhadap

pola makan. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Khomsan (2008), yaitu masyarakat wilayah Bogor masih ada yang percaya

Universitas Sumatera Utara

Page 89: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

bahwa kepada bayi dan balita laki-laki tidak boleh diberikan pisang ambon karena

bisa menyebabkan alat kelaminnya membengkak. Balita perempuan tidak dibolehkan

memakan dubur ayam karena dikhawatirkan ketika mereka sudah menikah bisa

diduakan suami.

Pada penelitian ini 86% Ibu menyatakan tidak ada makanan yang

dipantangkan untuk diberikan pada balitanya, 14% lainnya menyatakan ada

pantangan yaitu melarang balitanya memakan makanan seperti coklat, es, hanya

demi alasan kesehatan semata bukan karena budaya dan tradisi masyarakat sekitar.

Selanjutnya variabel terakhir dari sosial budaya adalah jumlah anggota

keluarga. Hasil uji statistik Chi Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan antara jumlah anggota keluarga dengan pola makan balita Bawah

Garis Merah (BGM) dimana nilai signifikansi (p= 0,256 > α 0,05). Dari 43 Ibu,

paling banyak memiliki jumlah anggota keluarga dengan kategori sedang, yaitu

48,8% (3-4 orang dalam satu keluarga). Sementara yang memiliki jumlah anggota

keluarga dengan kategori banyak (> 5 orang) ada 32,6% sehingga dengan demikian

jumlah anggota keluarga dari hasil penelitian ini tidak berpengaruh terhadap pola

makan balita. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Suhardjo (2003) yang

menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga dan banyaknya anak dalam keluarga

akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pangan, jumlah anggota keluarga yang

besar dibarengi dengan distribusi pangan yang tidak merata sehingga menyebabkan

anak dalam keluarga mengalami kekurangan gizi.

Universitas Sumatera Utara

Page 90: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Selanjutnya bila dilihat kaitan lebih lanjut antara sosial budaya dengan

permasalahan gizi masyarakat, Pelto (1980) menjelaskan kebudayan sebagai sistem

pengetahuan yang memungkinkan untuk melihat berbagai perubahan dan variasi

pengetahuan yang terjadi dalam berbagai perubahan sosial, budaya, dan ekonomi

masyarakat. Termasuk di dalamnya perubahan-perubahan gaya hidup atau perilaku

jangka panjang sebagai konsekuensi langsung atau pun tidak langsung dari

perubahan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat. Perubahan gaya hidup pada

gilirannya akan mempengaruhi kebiasaan makan, baik secara kualitas maupun

kuantitas.

Menurut Baliwati (2004), Kegiatan ekonomi, sosial dan budaya suatu

keluarga, suatu kelompok masyarakat, suatu negara atau suatu bangsa mempunyai

pengaruh yang kuat dan kekal terhadap apa, kapan, dan bagaimana penduduk makan.

Kebudayaan masyarakat dan kebiasaan pangan yang mengikutinya, berkembang

sekitar arti pangan dan penggunaan yang cocok. Pola kebudayaan ini memengaruhi

orang dalam memilih pangan, jenis pangan yang harus diproduksi, pengolahan,

penyaluran dan penyajian. Sedangkan menurut Suhardjo (1986) faktor sosial budaya

yang memengaruhi status gizi adalah pengetahuan, pendidikan, distribusi makanan,

pantangan makanan dan jumlah anggota keluarga.

Universitas Sumatera Utara

Page 91: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

5.2. Pengaruh Ekonomi terhadap Pola Makan Balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik

Hasil uji statistik Chi Square terhadap pekerjaan menunjukkan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan pola makan balita Bawah Garis

Merah (BGM) dimana nilai signifikansi (p= 0,002 < α 0,05). Dari 43 Ibu, hampir

seluruhnya bekerja ke dalam kategori tidak tetap, yaitu 95,3%. Pekerjaan tidak tetap

yang dilakukan Ibu adalah bekerja sebagai petani. Hasil penelitian ini sesuai dengan

pendapat Berg (1986) yang menyatakan bahwa Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga

sore tidak memiliki waktu yang cukup bagi anak-anak dan keluarga. Dalam hal ini

ibu mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja.

Walaupun demikian ibu dituntut tanggung jawabnya kepada suami dan anak-

anaknya, khususnya memelihara anak (Singarimbun, 1988).

Berg (1986) juga menyatakan bahwa Ibu-ibu yang bekerja tidak mempunyai

cukup waktu untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan kebutuhan

dan kecukupan serta frekuensi pemberian makanan juga bisa berkurang dalam satu

hari. Hal ini lah yang dapat menyebabkan kurangnya asupan makanan bagi anak

sehingga bisa menyebabkan anak menjadi kurang gizi.

Pada penelitian ini diketahui bahwa Ibu yang bekerja tidak tetap yaitu sebagai

petani, bekerja dari pagi hingga sore hari sehingga balitanya dititipkan pada orang

tuanya atau anak tertua yang menjaganya. Dengan demikian ibu tidak mempunyai

waktu untuk mengasuh terutama memperhatikan pola makan anaknya. Ibu hanya

menitipkan makanan sekedarnya saja untuk makan anaknya karena pagi-pagi

Universitas Sumatera Utara

Page 92: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

sebelum berangkat kerja, Ibu hanya sebatas menyiapkan nasi dan lauk saja.

Sementara itu belum tentu yang menjaga anaknya memberikan makanan tambahan.

Sedangkan Ibu yang bekerja tetap yaitu PNS (guru) mempunyai waktu lebih untuk

merawat dan memperhatikan pola makan anaknya karena waktu bekerjanya hanya

sampai siang hari saja dan selebihnya dia dapat mengasuh dan memperhatikan pola

makan anaknya. Walaupun anaknya dititipkan dari pagi hingga siang, akan tetapi

karena adanya pengetahuan Ibu maka kebutuhan gizi anaknya tetap terpenuhi dengan

menyiapkan makanan yang lengkap dan memberitahu yang menjaga anaknya untuk

memberikan pola makan yang baik pada anaknya.

Selanjutnya hasil uji statistik Chi Square terhadap penghasilan menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara penghasilan keluarga dengan pola

makan balita Bawah Garis Merah (BGM) dimana nilai signifikansi (p= 0,132 > α

0,05). Dari 43 Ibu, 65,1% keluarganya berpenghasilan Rp.1.350.000,-. Dengan

penghasilan yang dikategorikan pada tingkat sedang, tidak memengaruhi pola makan

balita, hal ini bisa terjadi karena jumlah anggota keluarga yang ditanggung dari hasil

penelitian ini juga tidak besar, berada pada kategori sedang dengan jumlah 3-4 orang

dalam satu keluarga. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Orisinal

(2001) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pendapatan per

kapita dengan status gizi balita. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan

penelitian Sri Murni (2007) yang menyatakan bahwa pola makan anak balita pada

keluarga dengan ekonomi tinggi lebih baik dibandingkan dengan keluarga miskin

terutama dalam hal jenis, jumlah, dan frekuensi makanan. Namun hasil penelitian ini

Universitas Sumatera Utara

Page 93: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

sesuai dengan pendapat Berg & Sajogyo (1986) yang menyatakan bahwa pendapatan

merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan, tetapi

pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada susunan makanan.

Hasil dari food frekuensi juga dapat memberikan gambaran seberapa sering

balita diberi makanan dengan gizi yang seimbang. Bahan makanan pokok yang

dikonsumsi balita adalah beras dengan frekuensi > 1x/hari, lauk pauk hewani yang

sering dikonsumsi adalah ikan dan telur, sementara untuk konsumsi daging jarang

sekali (1x/bulan), sedangkan daging merupakan sumber zat gizi yang baik bagi

pertumbuhan balita. Dari bahan makanan yang ada, yang jarang dikonsumsi adalah

sayur-sayuran, frekuensinya konsumsinya 1-3x/minggu, paliang banyak hanya 6

responden yang memberikan sayur-sayuran kepada anaknya dalam frekuens >

1x/hari. Kesibukan ibu dengan pekerjaannya juga menjadi faktor yang menyebabkan

hal ini. Waktu yang sedikit dapat menjadi penyebab bagi ibu untuk menyajikan

makanan yang cepat dan mudah, tanpa memperhatikan kebutuhan gizi anaknya.

Hasil food frekuensi juga menunjukkan bahwa, balita kurang diberikan makanan

selingan ataupun makanan tambahan seperti buah-buahan, roti, biscuit, dan lain-lain.

Buah-buahan juga merupakan zat gizi tambahan bagi pertumbuhan dan

perkembangan balita.

Sedangkan dari hasil uji Regresi Linear Berganda menunjukkan bahwa dari

empat variabel yang dianggap berpengaruh (pengetahuan, pendidikan, penghasilan,

pekerjaan) dengan memperhatikan nilai signifikansi hasil uji bivariat dimana p<0,25,

maka pekerjaan merupakan faktor yang paling dominan memengaruhi pola makan

Universitas Sumatera Utara

Page 94: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik, dimana p = 0,007< α

0,05 dan nilai β = 0,288. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Berg (1986)

yang menyatakan bahwa Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki

waktu yang cukup bagi anak-anak dan keluarga. Dalam hal ini ibu mempunyai peran

ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja.

5.3. Keterbatasan Peneliti

1. Pada saat penelitian , peneliti mengalami kesulitan saat melakukan pengumpulan

data. Para ibu sebagai responden sulit untuk ditemui karena penelitian ini

dilakukan bertepatan dengan jam kerja, sehingga melakukan kunjungan ulang

pada sore hari untuk melakukan pengumpulan data. Karena waktu yang terbatas,

membuat waktu pengumpulan data lebih lama.

2. Jarak rumah responden juga menjadi kendala dalam melakukan penelitian ini.

Jarak rumah responden yang satu dengan yang lainnya sangat jauh karena 43

responden tersebar di beberapa desa yang ada di Kecamatan Montasik, sehingga

membuat penelitian menjadi agak lama.

Universitas Sumatera Utara

Page 95: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Dari seluruh variabel Sosial budaya (pengetahuan, pendidikan, distribusi

makanan, pantangan makanan, dan jumlah anggota keluarga), yang memiliki

hubungan signifikan dengan pola makan balita Bawah Garis Merah (BGM) di

Kecamatan Montasik adalah pengetahuan dan pendidikan

2. Variabel ekonomi yang memiliki hubungan signifikan dengan pola makan

balita Bawah Garis Merah (BGM) di Kecamatan Montasik adalah pekerjaan,

dimana hampir seluruh Ibu bekerja sebagai petani.

3. Hasil uji multivariat menunjukkan bahwa variabel pekerjaan memiliki

pengaruh paling dominan terhadap pola makan balita Bawah Garis Merah

(BGM) di Kecamatan Montasik.

6.2. Saran

1. Perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat yang ada di Kecamatan

Montasik agar memahami mengenai asupan gizi untuk balita.

2. Penyuluhan kesehatan kepada Ibu-Ibu perlu ditingkatkan agar pengetahuan

tentang pola makan meningkat, maka petugas kesehatan harus berperan aktif

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat agar status gizi pada balita

tidak lagi menjadi masalah kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 96: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

3. Kepada Kepala Puskesmas Montasik disarankan agar mengaktifkan petugas

gizi dan kader untuk melakukan kunjungan ke rumah-rumah balita BGM

untuk langsung memberikan penyuluhan kepada orangtua balita dan yang

mengasuh balita tersebut mengenai pola makan balita yang sesuai umur.

Universitas Sumatera Utara

Page 97: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

DAFTAR PUSTAKA Adisasmito W, 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Akhmadi, 2009. 10 Tips Membentuk Pola Makan Sehat Anak. http://puskesmas-

oke.blogspot.com/2009/01/pola-makan-1.html. Diakses 23 Februari 2011. Alfian, 1997. Segi-Segi Sosial Budaya Masyarakat. Jakarta: Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan. Anne, 2008. Sistem Perekonomian Indonesia. Anwar, 2000. Peranan Gizi dan Pola Asuh dalam Meningkatkan Kualitas Tumbuh

Kembang Anak. Jakarta: Depkes RI Astuti, R, 2004. Peran Penyakit Infeksi, Sosial Ekonomi dan Sanitasi Lingkungan

Dalam Mempengaruhi Status Gizi Balita di Pedesaan Propinsi Jawa Tengah Tahun 2002. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia:Jakarta.

Atmarita, 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Azwar A, 2004. Kecendrungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Depan. Jakarta. Baliwati F.Y, dkk, 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: CV

Rajawali. .............................., 2004. Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. .............................., 2006. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. Berg A, 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: CV Rajawali. ..........., 1989. Peranan Gizi dalam Pembangunan. Jakarta: CV Rajawali. Biro Pusat Statistik, 2004. Survey Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2003. Jakarta:

BPS. Dahlan, 2008. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran

dan Kesehatan. Jakarta, Seri Tiga: CV Sagung Seto.

Universitas Sumatera Utara

Page 98: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Dalimunthe, R.F, 1995. Analisis Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Bekas Pemilik Lahan Kawasan Industri Medan. Medan: Sekolah Pasca Sarjana USU.

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007. Gizi dan Kesehatan

Masyarakat. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Depkes RI, 2000. Pengukuran Status Gizi. Jakarta: Dep Kes RI. ................., 2003. Program Penanggulangan Anemia Gizi Pada Wanita Usia Subur

(WUS). Jakarta: DEPKES RI. ................., 2004. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta. ................., 2005. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Bandung: PT.Enka Parahiyangan. ................., 2005. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (BALITA).

Jakarta: Dep Kes RI. ................., 2007. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal (SPM),

Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat. ................., 2011. Standar Gizi Balita. Depkes RI Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2010. Profil Kesehatan

Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2009. Banda Aceh. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar, 2010. Profil Kesehatan Kabupaten Aceh

Besar Tahun 2009. Engle et al, 1997. Care and Nutrition. New York: Hill.

Foster G & Barbara G, Anderson, 1986. Antropologi Kesehatan. Penerjemah: Priyanti S, Pakan dan Meutia Swasono. Jakarta: UI Press.

Helman C, 1984. Culture, Health, and Illness. John Wright & Sons, Ltd. Hidayat, J, 2005. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita di Indonesia.

Jakarta: Program Pasca Sarjana UI. Hurlock, E.B,1991. Perkembangan Anak, Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Irianto K dan Waluyo K, 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung: Yrama Widya.

Universitas Sumatera Utara

Page 99: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Khomsan, A., 2008. Mengetahui Status Gizi Balita Anda. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Khumaidi M, 1994. Gizi Masyarakat. Jakarta: Gunung Mulia. Koentjaraningrat, 1993. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia. Kurniawan, A.I, Latief, D, 2001. Childhood Malnutrition In Indonesia, Its Current

Situation, Joint Symposium Between Departement Of Nutrion, Departement Of Pediatrics, Sebelas Maret University, Surakarta, February, 19-21st

, 2001.

Marwati, 2000. Pengetahuan Masakan Indonesia. Jakarta:Adicita. Mundy, Pahil A, 1995. Indegeneous Comminocation and Indigeneous Knowledge.

The Culture Dimention of Development Indegeneous Knowledge System. (D.M. Warren L, J. Slikkerveer & D. Brokensha, ed). Intermediate Tecnology Publication.

Notoadmodjo, 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.

Yogyakarta: Andi Offset. ……………., 1996. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta:

Rineka Cipta. ……………., 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT.Rineka Cipta. ....................., 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. ....................., 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. ....................., 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Nurlinda, 2004. Kajian Budaya Terhadap Pola Makana. http://tatikbahar.blogspot.

com/2011/01/kajian-budaya-terhadap-pola-makan_17.html

. Diakses tanggal 23 Februari 2011.

Orisinal, 2001. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita di Sumatera Barat. Jakarta: Program Pasca Sarjana UI.

Pelto G, 1980. Antropological Contribution to Nutrition Education Research. Jurnal

of Nutrion Education, Vol.13 (1): 2-8. Pudjiadi S, 2005. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta: Balai penerbit FK UI

Universitas Sumatera Utara

Page 100: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Puskesmas Montasik, 2011. Laporan Puskesamas Montasik Tahun 2010. Montasik. Riskesdas, 2007. Status Gizi Balita. Riset Kesehatan dasar. Sagir, 1992. Kesempatan Kerja Ketahanan Nasional dan Pembangunan Manusia

Seutuhnya. Bandung: Alumni. Sairin, S. 2002. Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia. Yogyakarta : Gajah Mada

Univesity Press. Santoso S, Ranti, L.A., 1995. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT. Rineka Cipta

......................................, 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sediaoetama, A.D., 2006. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian

Rakyat. Shadily H, 1984. Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: Bina Aksara. Simatupang, P. dan M. Ariani. 1997. Hubungan Antara Pendapatan Rumah Tangga

dan Pergeseran Preferensi Terhadap Pangan. Majalah Pangan No. 33 Vol. IX. Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Soetrisno, N, 1998. Ketahanan Pangan. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia. Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta. Suhardjo, 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta: UI Press. .............., 1989. Sosio Budaya Gizi. Jakarta: Depdikbbud Pendidikan Tinggi Pusat. .............., 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bogor: Bumi Aksara. .............., 2005. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bogor: Bumi Aksara. Sumaatmadja N, 1986. Perspektof Studi Sosial. Bandung: Alumni. Sunarti E, 2004. Mengasuh dengan Hati Tantangan yang Menengah. Jakarta: Media

Kompotindo.

Universitas Sumatera Utara

Page 101: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Supariasa, 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Sajogya dkk, 1994. Menuju Gizi Baik yang Merata dipedesaan dan di Kota.

Yogyakarta : Gajah Mada Univesity Press Taruna J, 2002. Hubungan Status Ekonomi Keluarga dengan Terjadinya Kasus Gizi

Buruk pada Anak Balitadi Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jakarta: Program Pasca Sarjana UI.

UNDP, 2008. Indonesia The Human Development Index-Going Beyond Income. Widagdho D, 1993. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. Yusrizal, 2008. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Terhadap

Status Gizi Anak Balita di Wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. Medan: Sekolah Pasca Sarjana USU.

Universitas Sumatera Utara

Page 102: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA TERHADAP

POLA MAKAN PADA BALITA BAWAH GARIS MERAH (BGM) DI KECAMATAN MONTASIK KABUPATEN ACEH BESAR

Nomor Responden :.............................................................. Hari/Tanggal Wawancara :.............................................................. Waktu : Pukul_____s.d_____ Alamat Responden :...............................................................

Identitas Responden

1. Nama Responden :...............................................................

:

2. Umur Responden :............................................................... 3. Pendidikan Responden :

a. SD b. SLTP c. SLTA d. Perguruan Tinggi

4. Pekerjaan Responden : a. PNS/TNI/POLRI b. Wiraswasta c. Petani d. Buruh e. Lainnya ...................

5. Pendapatan Keluarga :

a. Dibawah Rp 1.350.000,- b. Rp 1.350.000,- c. Diatas Rp 1.350.000,-

6. Jumlah Anggota Keluarga : a. 1-2 orang b. 3-4 orang c. > 5 orang

Universitas Sumatera Utara

Page 103: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

a. Pengetahuan

Faktor Sosial Budaya:

1. Menurut Ibu, susunan menu makanan yang baik diberikan kepada Anak Balita

adalah?

a. Nasi, Ikan/Daging, sayur, buah, dan susu (3)

b. Nasi, Ikan/Daging, sayur, dan buah (2)

c. Nasi dan Ikan/Daging (1)

2. Menurut Ibu, bahan makanan pokok selain nasi adalah?

a. Sagu, Singkong, Jagung dan Kentang (3)

b. Apel (2)

c. Tidak Tahu (1)

3. Menurut Ibu, yang disebut makanan yang berfungsi sebagai zat pembangun

tubuh adalah?

a. Ayam Goreng, Telur Rebus, Udang Bakar, Tahu Goreng dan Susu (3)

b. Ikan Bakar (2)

c. Tidak Tahu (1)

4. Menurut Ibu, yang disebut makanan yang berfungsi sebagai zat tenaga tubuh

adalah?

a. Ubi kayu, ubi jalar, jagung, roti dan nasi (3)

b. Roti dan nasi (2)

c. Tidak Tahu (1)

5. Menurut Ibu, makanan yang baik bagi Balita harus memenuhi sumber?

a. Karbohidrat, Protein, Lemak, Vitamin, dan Mineral (3)

b. Karbohidrat, Protein dan Lemak (2)

c. Tidak Tahu (1)

6. Menurut Ibu, jenis makanan yang banyak mengandung Vitamin A adalah?

a. Sambal Hati Sapi, Juice Wortel, Kerupuk Melinjo, dan Daun Singkong (3)

b. Ubi Rebus (2)

c. Tidak Tahu (1)

Universitas Sumatera Utara

Page 104: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

7. Menurut Ibu, jenis makanan yang banyak mengandung zat besi adalah?

a. Daun Singkong, Kangkung, dan Sayuran Hijau (3)

b. Daun Singkong (2)

c. Tidak Tahu (1)

8. Menurut Ibu, pengolahan sayur bayam yang baik agar zat gizi yang

terkandung di dalam sayur tidak berkurang adalah?

a. Sayur bayam dicuci dengan air yang mengalir sebentar lalu dipotong (3)

b. Sayur bayam dicuci dengan cara merendamnya dan baru

kemudian dipotong (2)

c. Tidak Tahu (1)

9. Kapan Ibu memberikan makan pada anak:

a. Pada saat anak merasa lapar (3)

b. Saat jam makan yang sudah ditentukan (2)

c. Waktu anak sedang bermain (1)

10. Apakah ibu tahu arti anak yang sehat?

a. Anak yang selalu naik berat badannya (3)

b. Anak yang tidak pernah sakit (2)

c. Tidak tahu (1)

11. Bagaimana memantau pertumbuhan anak agar tetap sehat?

a. Membawa rutin ke posyandu/Puskesmas (3)

b. Memberi makan sebanyak-banyaknya setiap hari (2)

c. Tidak tahu (1)

12. Bagaimana Anda mengetahui anak yang sehat melalui KMS?

a. Anak yang naik berat badannya dalam salah satu pita warna (3)

b. Anak yang naik berat badannya dan berpindah pada pita warna

diatasnya (2)

c. Tidak tahu (1)

Universitas Sumatera Utara

Page 105: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

13. Apakah ibu tahu manfaat dari melakukan penimbangan secara rutin pada

anak?

a. Mengetahui secara dini setiap ada gangguan pertumbuhan pada anak (3)

b. Dapat mengetahui dengan cepat kepintaran anak (2)

c. Tidak tahu (1)

14. Apakah Ibu tahu arti dari anak BGM?

a. Anak yang berat badannya di bawah garis merah (3)

b. Anak dengan status gizi buruk (2)

c. Tidak tahu (1)

15. Apakah Ibu tahu apa yang dilakukan jika anak BGM?

a. Membawa anak ke puskesmas dan minta nasehat yang harus

dilakukan pada anak (3)

b. Memberi makan pada anak sesering mungkin tanpa membawa

ke puskesmas (2)

c. Tidak tahu (1)

b. Distribusi Makanan

1. Apakah ibu mendampingi anak pada saat memberikan makan?

a. Ya

b. Tidak

2. Pada saat memberikan makanan apakah kepala keluarga diprioritaskan atau

didahulukan untuk mendapatkan makanan?

a. Ya, Alasan:..................................................................

b. Tidak

3. Pada saat memberikan makanan pada anak ibu, apakah ada anak yang

diprioritaskan terlebih dahulu?

a. Ya, Alasan:................................................................................

b. Tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 106: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

c. Pantangan Makanan

1. Apakah anak ibu mempunyai makanan yang tidak boleh

dimakan/dipantangkan?

a. Ya

b. Tidak

2. Jika ya, makanan yang tidak boleh dimakan/dipantangkan pada anak ibu?

(sebutkan)...........................................................................................................

3. Kenapa makanan tersebut dipantangkan pada anak ibu?

a. Alasan kesehatan:

(Sebutkan).....................................................................................................

b. Alasan dari leluhur:

(Sebutkan).....................................................................................................

c. Alasan lain:

(Sebutkan).....................................................................................................

a. Jenis Makanan

Pola Makan:

1. (Pertanyaan disesuaikan dengan umur anak responden)

- Untuk responden dengan umur anak 12-23 bulan

Makanan apa saja yang Ibu berikan kepada anak:

a. ASI/PASI nasi lembek dengan ditambahkan makanan selingan,

sari buah. (3)

b. ASI, nasi lembik (2)

c. Tidak mendapat ASI/PASI lagi hanya nasi lembek dengan makanan

selingan saja (1)

Universitas Sumatera Utara

Page 107: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

- Untuk responden dengan umur anak 24-35 bulan:

Makanan apa saja yang Ibu berikan kepada anak:

a. Nasi, lauk pauk, sayur, buah, makanan selingan (3)

b. Nasi, lauk pauk, sayur (2)

c. Nasi, lauk pauk (1)

- Untuk responden dengan umur anak 36-59 bulan:

Makanan apa saja yang Ibu berikan kepada anak:

a. Nasi, lauk pauk, sayur, buah (3)

b. Nasi, lauk pauk, sayur (2)

c. Nasi, lauk pauk (1)

2. Makanan selingan yang diberikan kepada anak ibu?

a. Biskuit, roti, bubur kacang hijau (3)

b. Kue (2)

c. Kerupuk (1)

3. Buah-buahan yang diberikan pada anak ibu?

a. Pisang, pepaya, jeruk (3)

b. Apel, sawo (2)

c. Tidak ada (1)

b. Frekuensi Makan

1. (Pertanyaan disesuaikan dengan umur anak responden)

- Untuk responden dengan umur anak 12-23 bulan

Berapa kali Ibu memberikan nasi lembek kepada anak:

a. Tiga kali sehari (3)

b. Dua kali sehari (2)

c. Kadang-kadang 1x sehari, kadang-kadang 2x sehari (1)

Universitas Sumatera Utara

Page 108: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

- Untuk responden dengan umur anak 24-35 bulan:

Berapa kali Ibu memberi makan nasi dengan lauk pauk sehari:

a. Tiga kali sehari (3)

b. Dua kali sehari (2)

c. Kadang-kadang 1x sehari, kadang-kadang 2x sehari (1)

- Untuk responden dengan umur anak 36-59 bulan:

Berapa kali ibu memberi makan nasi dengan lauk pauk sehari:

a. Tiga kali sehari (3)

b. Dua kali sehari (2)

c. Satu kali sehari (1)

2. Berapa kali anak ibu diberi makanan selingan dalam sehari?

a. 2 kali sehari (3)

b. 1 kali sehari (2)

c. Tidak pernah (1)

3. Berapa kali ibu memberikan susu dalam sehari?

a. 3 kali sehari (3)

b. 2 atau 1 kali sehari (2)

c. Tidak pernah (1)

Universitas Sumatera Utara

Page 109: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

FORMULIR FOOD FREQUENCY

Nama Responden : No. Responden : Hari/Tanggal : Nama Bahan Makanan Frekuensi Konsumsi

>1x/hr 1x/hr 4-6x/mgg 1-3x/mgg 1x/bln Tik pernah

ket

1. Bahan Makanan Pokok a. Beras b. Ubi c. Sagu d. Tepung Terigu e. Dll

2. Lauk Pauk Hewani a. Ikan b. Telur c. Daging d. Dll

3. Lauk Pauk Nabati a. Tempe b. Tahu c. Kacang-kacangan d. Dll

4. Sayur-sayuran a. Daun Ubi b. Kangkung c. Bayam d. Dll

5. Buah-buahan a. Pisang b. Pepaya c. Jeruk d. Mangga e. Jambu air f. Dll

6. Dan lain-lain (makanan kecil) a. Biskuit b. Kue c. Roti d. Dll

Universitas Sumatera Utara

Page 110: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

No Variabel r tabel r hasil r alpha Keterangan 1 Pengetahuan

0,361

0,928

Pengetahuan 1 0,553 Valid & Reliabel Pengetahuan 2 0,428 Valid & Reliabel Pengetahuan 3 0,874 Valid & Reliabel Pengetahuan 4 0,883 Valid & Reliabel Pengetahuan 5 0,874 Valid & Reliabel Pengetahuan 6 0,874 Valid & Reliabel Pengetahuan 7 0,874 Valid & Reliabel Pengetahuan 8 0,874 Valid & Reliabel Pengetahuan 9 0,412 Valid & Reliabel Pengetahuan 10 0,773 Valid & Reliabel Pengetahuan 11 0,773 Valid & Reliabel Pengetahuan 12 0,874 Valid & Reliabel Pengetahuan 13 0,874 Valid & Reliabel Pengetahuan 14 0,883 Valid & Reliabel Pengetahuan 15 0,874 Valid & Reliabel

2 Distribusi Makanan Distribusi Makanan 1

0,361 0,675

0,514 Valid & Reliabel

Distribusi Makanan 2 0,699 Valid & Reliabel Distribusi Makanan 3 0,393 Valid & Reliabel

3 Jenis Makanan Jenis Makanan 1

0,361 0,423

0,441 Valid & Reliabel

Jenis Makanan 2 0,444 Valid & Reliabel Jenis Makanan 3 0,465 Valid & Reliabel

4 Frekuensi Makan Frekuensi Makan 1

0,361 0,475

0,607 Valid & Reliabel

Frekuensi Makan 2 0,523 Valid & Reliabel Frekuensi Makan 3 0,368 Valid & Reliabel

Universitas Sumatera Utara

Page 111: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Reliability ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** _ R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Mean Std Dev Cases 1. P1 2.1333 .3457 30.0 2. P2 2.0667 1.0148 30.0 3. P3 1.0667 .3651 30.0 4. P4 1.0333 .1826 30.0 5. P5 1.0667 .3651 30.0 6. P6 1.0667 .3651 30.0 7. P7 1.0667 .3651 30.0 8. P8 1.0667 .3651 30.0 9. P9 2.0000 .4120 30.0 10. P10 1.5667 .5683 30.0 11. P11 1.5667 .5683 30.0 12. P12 1.0667 .3651 30.0 13. P13 1.0667 .3651 30.0 14. P14 1.0333 .1826 30.0 15. P15 1.0667 .3651 30.0 N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE 19.9333 21.8575 4.6752 15 Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted P1 17.8000 20.0276 .5527 .9259 P2 17.8667 17.2230 .4279 .9582 P3 18.8667 18.9471 .8736 .9180 P4 18.9000 20.3690 .8830 .9238 P5 18.8667 18.9471 .8736 .9180 P6 18.8667 18.9471 .8736 .9180 P7 18.8667 18.9471 .8736 .9180 P8 18.8667 18.9471 .8736 .9180 P9 17.9333 21.8575 .4120 .9326 P10 18.3667 17.8264 .7727 .9195 P11 18.3667 17.8264 .7727 .9195 P12 18.8667 18.9471 .8736 .9180 P13 18.8667 18.9471 .8736 .9180 P14 18.9000 20.3690 .8830 .9238

Universitas Sumatera Utara

Page 112: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

P15 18.8667 18.9471 .8736 .9180 _ R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Reliability Coefficients N of Cases = 30.0 N of Items = 15 Alpha = .9279

Reliability ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** _ R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Mean Std Dev Cases 1. DM1 1.0667 .2537 30.0 2. DM2 1.3000 .4661 30.0 3. DM3 1.4000 .4983 30.0 N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE 3.7667 .8057 .8976 3 Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted DM1 2.7000 .7000 .6750 .4700 DM2 2.4667 .2575 .6999 .4286 DM3 2.3667 .3782 .3926 .5106

Universitas Sumatera Utara

Page 113: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Reliability Coefficients N of Cases = 30.0 N of Items = 3 Alpha = .5136

Reliability ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** _ R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Mean Std Dev Cases 1. JM1 1.9333 .5833 30.0 2. JM2 1.8667 .5074 30.0 3. JM3 1.3000 .6513 30.0 N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE 5.1000 1.1276 1.0619 3 Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted JM1 3.1667 .7644 .4250 .3165 JM2 3.2333 .6678 .4439 .3892 JM3 3.8000 .7172 .4650 .4333 Reliability Coefficients N of Cases = 30.0 N of Items = 3 Alpha = .4407

Universitas Sumatera Utara

Page 114: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Reliability ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** _ R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Mean Std Dev Cases 1. FM1 2.5000 .5085 30.0 2. FM2 1.7333 .5833 30.0 3. FM3 1.0667 .2537 30.0 N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE 5.3000 1.1138 1.0554 3 Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted FM1 2.8000 .5103 .4746 .4144 FM2 3.5667 .3920 .5225 .3519 FM3 4.2333 .8747 .3682 .6307 Reliability Coefficients N of Cases = 30.0 N of Items = 3 Alpha = .6068

Universitas Sumatera Utara

Page 115: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Hasil Univariat Frequencies

Statistics

43 43 43 43 43 43 43 430 0 0 0 0 0 0 0

.644 .213 .655 .710 .674 .482 .351 .70472 84 59 92 99 58 80 89

ValidMissing

N

Std. DeviationSum

pendidikanresponden

kategori

pekerjaanresponden

kategori

pendapatankeluargakategori

JumlahAggota

Keluargakategori

Pengetahuankategori

Distribusimakanankategori

pantanganmakanankategori

pola makankategori

Frequency Table

pendidikan responden ka tegori

18 41.9 41.9 41.921 48.8 48.8 90.7

4 9.3 9.3 100.043 100.0 100.0

Dasar (SD, SLTP)Menengah (SLTA)Tinggi (Perguruan t inggi)Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

pekerjaan responden kategori

2 4.7 4.7 4.7

41 95.3 95.3 100.0

43 100.0 100.0

Tetap (PNS/TNI/POLRI)Tidak tetap (W iraswasta,petani, buruh, lainnya)Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

pendapatan keluarga kategori

31 72.1 72.1 72.1

8 18.6 18.6 90.74 9.3 9.3 100.0

43 100.0 100.0

Rendah (< Rp.1.350.000,-)Sedang (Rp.1.350.000,-)Tinggi (> Rp.1.350.000,-)Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Universitas Sumatera Utara

Page 116: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Jumlah Aggota Keluarga ka tegori

8 18.6 18.6 18.621 48.8 48.8 67.414 32.6 32.6 100.043 100.0 100.0

Kecil (1-2 orang)Sedang (3-4 orang)Besar (> 5 orang)Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Penge tahuan kategori

5 11.6 11.6 11.6

20 46.5 46.5 58.1

18 41.9 41.9 100.0

43 100.0 100.0

Baik (j ika menjawab> 75%)Sedang (jikamenjawab 40-75%)Buruk (jikamenjawab <40%)Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Distribusi makanan ka tegori

28 65.1 65.1 65.1

15 34.9 34.9 100.0

43 100.0 100.0

Ada (jika ada anggotakeluarga yangdirioritaskan)Tidak ada (jika tidakada anggota keluargayang diprioritaskan)Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

pantangan makanan kategori

6 14.0 14.0 14.0

37 86.0 86.0 100.0

43 100.0 100.0

Ada (jika ada makananyang dipantangkan)Tidak ada (jika tidakada makanan yangdipantangkan)Total

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Universitas Sumatera Utara

Page 117: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

pola makan kategori

9 20.9 20.9 20.922 51.2 51.2 72.112 27.9 27.9 100.043 100.0 100.0

BaikSedangBurukTotal

ValidFrequency Percent Valid Percent

CumulativePercent

Hasil Bivariat Crosstabs

Case Processing Summary

43 100.0% 0 .0% 43 100.0%

43 100.0% 0 .0% 43 100.0%

43 100.0% 0 .0% 43 100.0%

43 100.0% 0 .0% 43 100.0%

43 100.0% 0 .0% 43 100.0%

pendidikan respondenkategori * pola makantotalJumlah AggotaKeluarga kategori *pola makan totalPengetahuan kategori* pola makan totalDistribusi makanantotal * pola makan totalpantangan makanankategori * pola makantotal

N Percent N Percent N PercentValid Missing Total

Cases

Universitas Sumatera Utara

Page 118: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

pendidikan responden kategori * pola makan total Crosstab

1 10 7 18

5.6% 55.6% 38.9% 100.0%

2 14 5 21

9.5% 66.7% 23.8% 100.0%

3 1 0 4

75.0% 25.0% .0% 100.0%

6 25 12 43

14.0% 58.1% 27.9% 100.0%

Count% within pendidikanresponden kategoriCount% within pendidikanresponden kategoriCount% within pendidikanresponden kategoriCount% within pendidikanresponden kategori

Dasar (SD, SLTP)

Menengah (SLTA)

Tinggi (Perguruan tinggi)

pendidikanrespondenkategori

Total

1 2 3pola makan total

Total

Chi-Square Tests

14.948a 4 .00511.014 4 .026

6.967 1 .008

43

Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)

5 cells (55.6%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is .56.

a.

Jumlah Aggota Keluarga kategori * pola makan total

Crosstab

2 2 4 8

25.0% 25.0% 50.0% 100.0%

2 13 6 21

9.5% 61.9% 28.6% 100.0%

2 10 2 14

14.3% 71.4% 14.3% 100.0%

6 25 12 43

14.0% 58.1% 27.9% 100.0%

Count% within Jumlah AggotaKeluarga kategoriCount% within Jumlah AggotaKeluarga kategoriCount% within Jumlah AggotaKeluarga kategoriCount% within Jumlah AggotaKeluarga kategori

Kecil (1-2 orang)

Sedang (3-4 orang)

Besar (> 5 orang)

Jumlah AggotaKeluarga kategori

Total

1 2 3pola makan total

Total

Universitas Sumatera Utara

Page 119: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Chi-Square Tests

5.317a 4 .2565.541 4 .236

.931 1 .335

43

Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)

6 cells (66.7%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is 1.12.

a.

Pengetahuan kategori * pola makan total

Crosstab

3 2 0 5

60.0% 40.0% .0% 100.0%

2 11 7 20

10.0% 55.0% 35.0% 100.0%

1 12 5 18

5.6% 66.7% 27.8% 100.0%

6 25 12 43

14.0% 58.1% 27.9% 100.0%

Count% within PengetahuankategoriCount% within PengetahuankategoriCount% within PengetahuankategoriCount% within Pengetahuankategori

Baik (jika menjawab> 75%)

Sedang (jikamenjawab 40-75%)

Buruk (jikamenjawab <40%)

Pengetahuankategori

Total

1 2 3pola makan total

Total

Chi-Square Tests

11.030a 4 .0269.269 4 .055

3.451 1 .063

43

Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)

5 cells (55.6%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is .70.

a.

Universitas Sumatera Utara

Page 120: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Distribusi makanan total * pola makan total Crosstab

1 6 5 12

8.3% 50.0% 41.7% 100.0%

5 19 7 31

16.1% 61.3% 22.6% 100.0%

6 25 12 43

14.0% 58.1% 27.9% 100.0%

Count% within Distribusimakanan totalCount% within Distribusimakanan totalCount% within Distribusimakanan total

Ada pantangan

Tidak ada pantangan

Distribusi makanantotal

Total

1 2 3pola makan total

Total

Chi-Square Tests

1.696a 2 .4281.657 2 .437

1.530 1 .216

43

Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)

3 cells (50.0%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is 1.67.

a.

pantangan makanan kategori * pola makan total

Crosstab

1 2 3 6

16.7% 33.3% 50.0% 100.0%

5 23 9 37

13.5% 62.2% 24.3% 100.0%

6 25 12 43

14.0% 58.1% 27.9% 100.0%

Count% within pantanganmakanan kategoriCount% within pantanganmakanan kategori

Count% within pantanganmakanan kategori

Ada (jika ada makananyang dipantangkan)

Tidak ada (jika tidakada makanan yangdipantangkan)

pantanganmakanankategori

Total

1 2 3pola makan total

Total

Universitas Sumatera Utara

Page 121: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Chi-Square Tests

1.994a 2 .3691.913 2 .384

.641 1 .423

43

Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)

3 cells (50.0%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is .84.

a.

Crosstabs

Case Processing Summary

43 100.0% 0 .0% 43 100.0%

43 100.0% 0 .0% 43 100.0%

pekerjaan respondenkategori * pola makantotalpendapatan keluarga* pola makan total

N Percent N Percent N PercentValid Missing Total

Cases

pekerjaan responden kategori * pola makan total

Crosstab

2 0 0 2

100.0% .0% .0% 100.0%

4 25 12 41

9.8% 61.0% 29.3% 100.0%

6 25 12 43

14.0% 58.1% 27.9% 100.0%

Count% within pekerjaanresponden kategoriCount% within pekerjaanresponden kategoriCount% within pekerjaanresponden kategori

Tetap (PNS/TNI/POLRI)

Tidak tetap (Wiraswasta,petani, buruh, lainnya)

pekerjaanrespondenkategori

Total

1 2 3pola makan total

Total

Universitas Sumatera Utara

Page 122: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Chi-Square Tests

12.935a 2 .0028.540 2 .014

6.665 1 .010

43

Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)

3 cells (50.0%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is .28.

a.

pendapatan keluarga * pola makan total

Crosstab

1 5 5 11

9.1% 45.5% 45.5% 100.0%

3 18 7 28

10.7% 64.3% 25.0% 100.0%

2 2 0 4

50.0% 50.0% .0% 100.0%

6 25 12 43

14.0% 58.1% 27.9% 100.0%

Count% within pendapatankeluargaCount% within pendapatankeluargaCount% within pendapatankeluargaCount% within pendapatankeluarga

Dibawah Rp.1.350.000,-

Rp.1.350.000,-

Diatas Rp.1.350.000,-

pendapatankeluarga

Total

1 2 3pola makan total

Total

Chi-Square Tests

7.068a 4 .1326.555 4 .161

4.455 1 .035

43

Pearson Chi-SquareLikelihood RatioLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)

6 cells (66.7%) have expected count less than 5. Theminimum expected count is .56.

a.

Universitas Sumatera Utara

Page 123: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Hasil Multivariat Regression

Variables Entered/Removedb

pendapatan keluarga,Pengetahuankategori,pekerjaanrespondenkategori,pendidikanrespondenkategori

a

. Enter

Model1

VariablesEntered

VariablesRemoved Method

All requested variables entered.a.

Dependent Variable: pola makan kategorib.

Model Summary

.520a .270 .193 .632Model1

R R SquareAdjustedR Square

Std. Error ofthe Estimate

Predictors: (Constant), pendapatan keluarga,Pengetahuan kategori, pekerjaan responden kategori,pendidikan responden kategori

a.

ANOVAb

5.616 4 1.404 3.516 .015a

15.174 38 .39920.791 42

RegressionResidualTotal

Model1

Sum ofSquares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), pendapatan keluarga, Pengetahuan kategori, pekerjaanresponden kategori, pendidikan responden kategori

a.

Dependent Variable: pola makan kategorib.

Universitas Sumatera Utara

Page 124: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Coefficients a

2.941 1.526 1.927 .061 -.268 .248 -.257 -1.080 .287 -.625 .271 -.572 -2.301 .027

.499 .542 .151 .921 .023 -.099 .204 -.081 -.485 .630

(Constant) Pengetahuan kategori pendidikan responden kategori pekerjaan responden kategori pendapatan keluarga

Model 1

B Std. Error

Unstandardized Coefficients

Beta

Standardized Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: pola makan kategori a.

Universitas Sumatera Utara

Page 125: PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN EKONOMI KELUARGA …

Hasil Food Frequency

Nama Bahan Makanan

Frekuensi Konsumsi

>1x/ hr 1x/ hr 4-6x/mgg 1-3x/ mgg 1x/ bln Tidak pernah jumlah

n % n % n % n % n % n % n % Bahan Makanan Pokok 1. Beras 39 90,7 4 9,3 0 0 0 0 0 0 0 0 43 100 2. Ubi 1 2,3 2 4,7 4 9,3 1 2,3 7 16,3 28 65,1 43 100 3. Sagu 0 0 1 2,3 0 0 2 4,7 1 2,3 39 90,7 43 100 4. Tepung Terigu

1 2,3 2 4,7 5 11,6 5 11,6 1 2,3 29 67,4 43 100

Lauk Pauk Hewani 1. Ikan 22 51,2 7 16,3 3 7,0 5 11,6 0 0 6 14,0 43 100 2. Telur 12 27,9 9 20,9 8 18,6 2 4,7 0 0 12 27,9 43 100 3. Daging 0 0 0 0 1 2,3 1 2,3 11 25,6 30 69,8 43 100 Lauk Pauk Nabati 1.Tempe 7 16,3 9 20,9 10 23,3 8 18,6 2 4,7 7 16,3 43 100 2.Tahu 3 7,0 8 18,6 9 20,9 5 11,6 2 4,7 16 37,2 43 100 3.Kacang kacangan 3 7,0 2 4,7 5 11,6 7 16,3 4 9,3 22 51,2 43 100

Sayur-sayuran 1. Daun Ubi 3 7,0 5 11,6 5 11,6 12 27,9 1 2,3 17 39,5 43 100 2.Kangkung 5 11,6 5 11,6 10 23,3 3 7,0 2 4,7 18 41,9 43 100 3.Bayam 6 14,0 6 14,0 13 30,2 8 18,6 0 0 10 23,3 43 100 Buah-buahan 1. Pisang 0 0 4 9,3 0 0 4 9,3 5 11,6 30 69,8 43 100 2. Pepaya 0 0 0 0 0 0 0 0 7 16,3 36 83,7 43 100 3. Jeruk 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4. Mangga 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5. Jambu air 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Makanan kecil 1.Biskuit 0 0 12 27,9 3 7,0 4 9,3 0 0 24 55,8 43 100 2.Kue 0 0 7 16,3 0 0 2 4,7 0 0 34 79,1 43 100 3.Roti 0 0 6 14,0 0 0 4 9,3 2 4,7 31 72,7 43 100

106

Universitas Sumatera Utara