Upload
others
View
24
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI
DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS,
BELANJA OPERASI DAN BELANJA MODAL TERHADAP INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA PADA KABUPATEN/KOTA DI
SUMATERA
(Skripsi)
Oleh
YOLANDA KHARISMA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRACT
THE EFFECT OF ECONOMIC GROWTH, REGION OWN REVENUE,
GENERAL ALLOCATION FUNDS, SPECIAL ALLOCATION FUNDS,
OPERATING EXPENDITURE AND CAPITAL EXPENDITURE ON HUMAN
DEVELOPMENT INDEX IN DISTRIC /CITY IN SUMATERA
By
YOLANDA KHARISMA
The Human Development Index is one of the measurements of people's welfare.
Different levels of regional capacity to optimize regional income and
expenditures lead to inequality between regions. Therefore, this study aims to
determine the effect of Economic Growth, Regional Original Revenue, General
Allocation Funds, Special Allocation Funds, Operating Expenditures, and Capital
Expenditures on the Human Development Index in Districts / Cities on Sumatra
Island. The sampling technique carried out in this study used purposive sampling
and the number of samples obtained was 145 regencie /cities. The data used in
this study was obtained from the Directorate General of Fiscal Balance (DJPK)
and the Central Statistics Agency (BPS). Data analysis using multiple linear
regression analysis using SPSS 23 as an analysis tool. The results of statistical
tests show that Region Own Revenue have a positive and significant effect on
Sumatra HDI, Capital Expenditures have a negative and significant effect on
Sumatran HDI while Economic Growth, General Allocation Funds, Special
Allocation Funds, and Operational Expenditures have no significant effect on
HDI across Sumatra.
Keywords: Economic Growth, Region Own Revenue, General Allocation Funds,
Special Allocation Funds, Operational Expenditures, and Capital Expenditures on
the Human Development Index.
ABSTRAK
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI
DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS,
BELANJA OPERASI DAN BELANJA MODAL TERHADAP INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA PADA KABUPATEN/KOTA DI
SUMATERA
Oleh
YOLANDA KHARISMA
Indeks Pembangunan Manusia merupakan salah satu tolak ukur kesejahteraan
masyarakat.Perbedaan tingkat kemampuan daerah mengoptimalkan pendapatan
daerah dan belanja daerahnya menyebabkan terjadinya ketimpangan antar daerah.
Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untukmengetahui pengaruh dari
Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana
Alokasi Khusus, Belanja Operasi, dan Belanja Modal terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera. Teknik
sampling yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling
dan jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 145 Kabupaten/Kota.Data yang
digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Direktorat Jendral Perimbangan
Keuangan (DJPK) dan Badan Pusat Statistik (BPS).Analisis data menggunakan
analisis regresi linier berganda dengan menggunakan SPSS 23 sebagai alat
analisis. Hasil uji statistik menunjukan bahwa PAD berpengaruh positif dan
signifikan terhadap IPM se-Sumatera, Belanja Modal berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap IPM se-Sumatera sedangkan Pertumbuhan Ekonomi, DAU,
DAK dan Belanja Operasi tidak berpengaruh signifikan terhadap IPM se-
Sumatera.
Kata Kunci : Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, Dana Alokasi Khusus, Belanja Operasi, dan Belanja Modal terhadap
Indeks Pembangunan Manusia.
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI
DAERAH, DANA ALOKASI UMUM, DANA ALOKASI KHUSUS,
BELANJA OPERASI DAN BELANJA MODAL TERHADAP INDEKS
PEMBANGUNAN MANUSIA PADA KABUPATEN/KOTA DI
SUMATERA
Oleh
YOLANDA KHARISMA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 21 Juli 1997
sebagai putri ketiga dari enam bersaudara, buah hati dari
pasangan Bapak Surisman dan Ibu Herna Desrina. Penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 8 Gedung Air,
Bandar Lampung tahun 2009. Kemudian pendidikan
menengah pertama di SMP Negeri 10 Bandar Lampung tahun 2012, dan
pendidikan menengah atas di SMA Negeri 9 Bandar Lampung tahun 2015.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Lampung pada tahun 2015 melalui jalur SBMPTN. Selama menjadi
mahasiswi, penulis terdaftar sebagai anggota aktif Himakta (Himpunan
Mahasiswa Akuntansi) FEB Unila, UKM-F KSPM (Kelompok Studi Pasar
Modal) FEB Unila dan UKM-F Economics English Club (EEC) FEB Unila.
MOTTO
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
(Q.S. Al-Baqarah: 286)
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya
sesudah kesulitan ada kemudahan”
(Q.S. Al-Insyirah: 5-6)
“Failure should be our teacher, not our undertaker. Failure is delay, not defeat. It
is a temporary detour, not a dead end”
(Denis Waitley)
“Jangan takut, Tuhan telah menyiapkan banyak jalan keluar dari setiap masalah
yang kamu rasakan. Jangan khawatir, kesedihanmu akan segera berakhir,
perjuanganmu akan membuahkan hasil”
(Anonymous)
“Kegagalan anda tidak final, maka jangan putus asa. Sukses anda juga tidak final,
maka jangan sombong.”
(Mario Teguh)
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbilalamin
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga dapat terselesaikannya penulisan skripsi ini. Shalawat beriring salam
selalu disanjungagungkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Kupersembahkan skripsi ini sebagai tanda cinta dan kasih sayang yang tulus
kepada:
Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Surisman dan Ibunda Herna Desrina
yang telah memberikan seluruh cinta dan kasih sayang, dukungan, dan doa yang
tiada henti untuk kesuksesanku. Terima kasih yang tiada tara kepada ibu dan ayah
karena telah merawat, membesarkan, dan mendidikku tanpa lelah.
Kakak dan adik-adikku tersayang Adelina, Fadel, Andika, Mutiara dan
Kevin atas keceriaan, motivasi, perhatian, dan dukungan kalian selama ini.
Seluruh keluarga, sahabat, dan teman-temanku yang selalu memberikan
semangat, doa, dan dukungan tiada henti.
Almamaterku tercinta, Universitas Lampung.
SANWACANA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah,
Dana Akasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Belanja Operasi dan Belanja Modal
terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota di Sumatera”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua
pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses
penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
2. Ibu Dr. Farichah, S.E., M.Si., Akt. C.A. selaku Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
3. Ibu Yuztitya Asmaranti, S.E., M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
4. Ibu Dr. Fajar Gustiawaty Dewi, S.E., M.Si., Akt. selaku Dosen Pembimbing
Utama atas waktu, bimbingan, saran, nasihat, dan pengalaman yang telah
diberikan selama proses penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Yunia Amelia, S.E., M.Sc., Ak., C.A. selaku Dosen Pembimbing Kedua
atas waktu, bimbingan, saran, dan nasihat yang telah diberikan dengan penuh
kesabaran selama proses penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak Dr. Sudrajat, S.E., M.Acc., Akt., C.A. selaku Dosen Penguji Utama
yang telah memberikan masukan, nasihat, saran-saran yang membangun serta
diskusi yang bermanfaat mengenai pengetahuan untuk penyempurnaan skripsi
ini.
7. Ibu Dr.Agrianti Komalasari, S.E., M.Si., C.A., Akt. selaku Dosen
Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, masukan, arahan,
dan nasihat sehingga penulis dapat menyelesaikan proses belajar.
8. Seluruh Bapak/Ibu Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Lampung yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan, serta pembelajaran
selama penulis menyelesaikan pendidikan di Universitas Lampung.
9. Seluruh staf dan karyawan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Lampung, terima kasih atas semua bantuannya.
10. Orang tuaku, Bapak Surisman dan Ibu Herna Desrina. Terima kasih atas
curahan cinta dan kasih sayang, dukungan dan doa yang tiada henti, untuk
pengorbanan yang kalian berikan dalam merawat, membesarkan, dan
mendidikku sampai saat ini.
11. Kakak dan Adik-adikku tersayang Adelina Harry Santi, Fadel Rista Perdana,
Andika Ihza Mahendra, Mutiara Maharani, dan Kevin Harianto. Terima kasih
atas keceriaan, motivasi, perhatian, dan dukungan kalian untukku selama ini.
12. Keluarga besarku tercinta yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang
selalu mendukung dan mendoakan agar dapat menyelesaikan perkuliahan ini
dengan baik dan lancar. Terima kasih atas doa yang kalian berikan untuk
keberhasilan dan kesuksesanku.
13. Sahabat-sahabatku tercinta semasa kuliah, Risna Pertiwi, Rizki Annisa, Intan
Pertiwi, Elia Agusta, Ayu Fatmawati, Annisa Nadhila, Tiara Sella dan Suci
Mardina. Terima kasih tiada henti atas kebaikan kalian selama ini yang selalu
memberikan canda tawa, dukungan dalam keadaan apapun, bantuan, doa, dan
pembelajaran hidup yang sangat berharga.
14. Sahabat-sahabatku semasa SMP Sofia Hidayanti, Aresnaya Ghautsa, Nora
Mardiyani dan Rezka Maya Putri. Terima kasih atas canda tawa, pengalaman,
dan cerita yang menghiasi hari-hariku selama masa sekolah. Semoga tali
silaturahmi kita tetap terjaga selamanya.
15. Sahabat-sahabatku semasa SMA Della Visianita, Achisna Rahmatika, Adinda
Aisyah Putri, Alifa Zema Ramadhanty, Naura Nadhifah Attinia Hani Wulan,
Dary Rizky dan Faishal Makky. Terima kasih atas canda tawa, pengalaman,
dukungan, dan cerita yang menghiasi hari-hariku selama masa sekolah.
Semoga tali silaturahmi kita tetap terjaga selamanya.
16. Teman-teman S1 Akuntansi 2015, Destty, Olivia, Nadia Fitra, Erik, Dieky,
Wuri, Rona, Ardita, Famela, Merti, Hana, Cangga, Dian, Azizah, Muti, Anisa
Febriana, Resti Ayu, Resti Fahira, Susi, Citra, Novira, Laili, Bella, Adzkia,
Agnes, Ilma, Debby, Ayu Budi, Devita, Rani, Cindy, Khalid, David, Neva,
Dara, serta teman-teman S1 Akuntansi 2015 lainnya yang tidak dapat
disebutkan satu per satu. Terima kasih atas informasi perkuliahan, bantuan,
kerja sama, dan dukungannya selama masa perkuliahan. Semoga sukses untuk
kalian.
17. Keluarga KKN Desa Sumber Marga Way Jepara Lampung Timur, Kak Dita,
Ute, Dian dan Yunita. Terima kasih atas cerita dan pengalaman hidup
bersama 40 hari. Semoga tali silaturahmi kita tetap terjaga dan sukses untuk
kalian.
18. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih
atas segala dukungannya bagi keberhasilan dan kesuksesan penulis dalam
menyelesaikan studi.
Atas bantuan dan dukungannya, penulis mengucapkan terima kasih, semoga
mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari masih banyak kekurangan
dalam proses penulisan skripsi ini, maka penulis mengharapkan adanya kritik
ataupun saran yang dapat membantu penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.
Demikianlah, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang
membacanya.
Bandarlampung, 21 Juni 2019
Penulis,
Yolanda Kharisma
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i
ABSTRACT ......................................................................................................... ii
ABSTRAK ........................................................................................................... iii
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... iv
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. vi
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ vii
RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................viii
MOTTO ............................................................................................................... ix
PERSEMBAHAN ................................................................................................ x
SANWACANA .................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xviii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xx
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 14
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 14
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 15
1.4.1 Manfaat Teoritis................................................................. 15
1.4.2 Manfaat Praktis .................................................................. 15
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ............................................................................ 16
2.1.1 Pembangunan Manusia ...................................................... 16
2.1.1.1 KonsepPembangunan Manusia .............................. 16
2.1.1.2 Indeks Pembangunan Manusia .............................. 17
2.1.2 Pertumbuhan Ekonomi ...................................................... 19
2.1.2.1 Konsep Pertumbuhan Ekonomi ............................. 19
2.1.2.2 Produk Domestik Regional Bruto .......................... 20
2.1.3 Desentralisasi Fiskal .......................................................... 22
2.1.4 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah ............................. 24
2.1.5 Pendapatan Asli Daerah ..................................................... 25
2.1.6 Dana Perimbangan ............................................................. 26
2.1.6.1 Dana Alokasi Umum ............................................ 26
2.1.6.2 Dana Alokasi Khusus ............................................ 27
2.1.6.3 Dana Bagi Hasil ..................................................... 27
2.1.7 Belanja Daerah................................................................... 28
2.1.7.1 Belanja Operasi ..................................................... 29
2.1.7.2 Belanja Modal ........................................................ 31
2.2 Penelitian Terdahulu ................................................................... 33
2.3 Kerangka Pemikiran ................................................................... 35
2.4 Pengembangan Hipotesis ............................................................ 36
2.4.1 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap IPM ............. 36
2.4.2 Pengaruh PAD terhadap IPM .......................................... 38
2.4.3 Pengaruh DAU terhadap IPM ......................................... 39
2.4.4 Pengaruh DAK terhadap IPM ......................................... 40
2.4.5 Pengaruh Belanja Operasi terhadap IPM ........................ 41
2.4.6 Pengaruh Belanja Modal terhadap IPM .......................... 44
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ............................................................................. 46
3.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................. 46
3.3 Populasi dan Sampel .................................................................... 47
3.4 Metode Pengumpulan Data .......................................................... 48
3.5 Definisi dan Pengukuran Variabel ............................................... 48
3.5.1 Variabel Independen ....................................................... 48
3.5.1.1 Indeks Pembangunan Manusia ............................ 48
3.5.2 Variabel Dependen .......................................................... 49
3.5.2.1 Pertumbuhan Ekonomi ........................................ 49
3.5.2.2 Pendapatan Asli Daerah ...................................... 49
3.5.2.3 Dana Alokasi Umum ........................................... 50
3.5.2.4 Dana Alokasi Khusus .......................................... 50
3.5.2.5 Belanja Operasi ................................................... 51
2.5.2.6 Belanja Modal .................................................... 51
3.6 Metode Analisis Data .................................................................. 52
3.6.1 Statistik Deskriptif .......................................................... 52
3.6.2 Uji Asumsi Klasik ........................................................... 52
3.6.2.1 Uji Normalitas ..................................................... 52
3.6.2.2 Uji Multikoliniearitas .......................................... 53
3.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas ........................................ 54
3.6.2.4 Uji Autokorelasi .................................................. 54
3.6.3 Analisis Regresi Berganda .............................................. 55
3.6.4 Uji Hipotesis ................................................................... 56
3.6.4.1 Koefisien Determinasi (Adjusted R2) .................. 56
3.6.4.2 Uji Kelayakan Model Regresi (Uji Statistik F) ... 56
3.6.4.3 Uji Signifikansi Parameter Individual
(Uji Statistik t) .....................................................
4.1 Hasil Penelitian ........................................................................... 58
4.1.1 Pemilihan Sampel .............................................................. 58
4.1.2 Statistik Deskriptif ............................................................. 59
57
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.3 Uji Asumsi Klasik .............................................................. 84
4.1.3.1Uji Normalitas ........................................................ 84
4.1.3.2 Uji Multikoliniearitas............................................. 85
4.1.3.3 Uji Heteroskedastisitas .......................................... 86
4.1.3.4 Uji Autokorelasi..................................................... 87
4.1.4 Uji Hipotesis .................................................................... 88
4.1.4.1 Koefisien Determinasi (Adjusted R2) ..................... 88
4.1.4.2 Uji Kelayakan Model Regresi (Uji Statistik F) ..... 89
4.1.4.3 Uji Signifikansi Parameter Individual
(Uji Statistik t) ...................................................... 90
4.2 Pembahasan ................................................................................. 94
4.2.1 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap IPM ................ 94
4.2.2 Pengaruh PAD terhadap IPM ............................................. 96
4.2.3 Pengaruh DAU terhadapIPM ............................................. 99
4.2.4 Pengaruh DAK terhadap IPM ..........................................101
4.2.5 Pengaruh Belanja Operasi terhadap IPM .........................104
4.2.6 Pengaruh Belanja Modal terhadap IPM ...........................107
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .................................................................................110
5.2 Keterbatasan Penelitian ...............................................................111
5.3 Saran ............................................................................................111
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1 Kategori Indeks Pembangunan Manusia .............................................19
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu ...........................................................................33
Tabel 4.1 Pemilihan Sampel ...............................................................................58
Tabel 4.2 Hasil Uji Statistik Deskriptif ...............................................................59
Tabel 4.3 Angka Harapan Hidup Kab. Kep. Mentawai tahun 2013 .....................60
Tabel 4.4 Rata-rata Lama Sekolah Kab. Kep. Mentawai tahun 2013 ..................61
Tabel 4.5 Pengeluaran per Kapita Disesuaikan Kep. Mentawai tahun 2013 ........63
Tabel 4.6 Kategori IPM menurut Kab/Kota di Sumatera tahun 2013-2017 ........67
Tabel 4.7 Lapangan Usaha pembentuk PDRB pada Kabupaten Tapanuli
Selatan pada tahun 2013 .....................................................................69
Tabel 4.8 Realisasi PAD Kota Subussalam tahun 2013 ......................................71
Tabel 4.9 Realisasi PAD Kota Palembang tahun 2017........................................71
Tabel 4.10 Pendapatan Pajak Daerah Kota Palembang tahun 2017 .....................72
Tabel 4.11 Realisasi DAU Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2015 ....................73
Tabel 4.12 Realisasi DAK Kabupaten Deli Serdang 2017 ..................................75
Tabel 4.13 Realisasi DAK untuk masing-masing bidang pada Kabupaten Deli
Serdang tahun 2017 .........................................................................76
Tabel 4.14 Realisasi DAK non fisik untuk masing-masing bidang pada
Kabupaten Deli Serdang tahun 2017 ................................................77
Tabel 4.15 Reaslisasi Belanja Operasi Kab. Pakpak Bharat tahun 2013 ..............78
Tabel 4.16 Realisasi Belanja Operasi Kab. Deli Serdang tahun 2017 ..................79
Tabel 4.17 Belanja Pegawai Kab. Deli Serdang tahun 2017 ...............................80
Tabel 4.18 Realisasi Bantuan Keuangan Kab. Deli Serdang tahun 2017 .............81
Tabel 4.19 Realisasi Belanja Modal Kabupaten Rokan Hilir 2013 ......................82
Tabel 4.20 Hasil Uji Multikolinearitas ...............................................................85
Tabel 4.21 Hasil Uji Autokorelasi .....................................................................87
Tabel 4.22 Hasil Uji Koefisien Determinasi .......................................................88
Tabel 4.23 Hasil Uji Kelayakan Model Regresi (Uji Statistik F) .........................89
Tabel 4.24 Hasil Uji Satistik t ............................................................................90
Tabel 4.25 Hasil Hipotesis .................................................................................93
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1.1 IPM Indonesia tahun 2013-2017 .....................................................3
Gambar 1.2 Capaian IPM antar pulau di Indonesia tahun 2013-2017 ..................4
Gambar 1.3 Realisasi penerimaan PAD, DAU dan DAK pada Kab/Kota
di Sumatera tahun 2014-2017 ..........................................................7
Gambar 1.4 Proporsi alokasi Dana Perimbangan menurut pulau pada
tahun 2014-2017 ............................................................................8
Gambar1.5 Perbandingan Belanja Operasi dan Belanja Modal pada
Kabupaten/Kota di Sumatera tahun 2013-2017 ................................10
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran .......................................................................35
Gambar 4.1 Pendidikan tertinggi yang ditamatkan Penduduk Kab.
Kepulauan Mentawai tahun 2013 ...................................................62
Gambar 4.2 Angka Harapan Hidup Kab/Kota di Provinsi Aceh tahun 2016 .......64
Gambar 4.3 Angka Harapan Lama Sekolah Kota Banda Aceh tahun 2016 .........65
Gambar4.4 Rata-rata Lama Sekolah Kota Banda Aceh tahun 2016 ....................66
Gambar 4.5 Pengeluaran per Kapita Kota Banda Aceh tahun 2016 .....................67
Gambar 4.6 Hasil Uji Normalitas dengan Grafik P-P Plot ..................................84
Gambar 4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas dengan grafik scatterplot...................86
Gambar 4.8 Pertumbuhan Ekonomi dan IPM Kabupaten Aceh Utara
tahun 2013-2017..............................................................................95
Gambar 4.9 Pertumbuhan Ekonomi dan IPM Kota Lhokseumawe
tahun 2013-2017..............................................................................95
ii
Gambar 4.10 Realisasi PAD pada Kab/Kota di Sumatera tahun 2013-2017 ........97
Gambar 4.11 Realisasi IPM pada Kab/Kota di Sumatera tahun 2013-2017 .........97
Gambar 4.12 Realisasi DAU pada Kab/Kota di Sumatera tahun 2013-2017 .... 100
Gambar 4.13 Perbandingan PAD, DAU dan DAK pada Kab/Kota di
Sumatera tahun 2013-2017 ......................................................... 103
Gambar 4.14 Realisasi DAK pada Kab/Kota di Sumatera tahun 2013-2017 .... 103
Gambar 4.15 Perbandingan Belanja Operasi dan Belanja Modal pada
Kabupaten/Kota di Sumatera tahun 2013-2017 ........................... 104
Gambar 4.16 Pengalokasian Belanja Operasi pada berbagai belanja daerah ..... 105
Gambar 4.17 Realisasi Belanja Operasi dan IPM pada Kab/Kota di Sumatera
tahun 2013-2017 ......................................................................... 106
Gambar 4.18 Realisasi Belanja Modal dan IPM pada Kab/Kota di Sumatera
tahun 2013-2017 ......................................................................... 109
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data Sampel Penelitian
Lampiran 2 : Data IPM, Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU, DAK, Belanja
Operasi dan Belanja Modal
Lampiran 3 : Uji Statistik Deskriptif
Lampiran 4 : Uji Asumsi Klasik
Lampiran 5 : Uji Hipotesis
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan bangsa dan
pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan
pembangunanan dari suatu negara. Menurut teori pertumbuhan modern,
pertumbuhan ekonomi tidak hanya bersumber dari peningkatan jumlah faktor-
faktor produksi berupa tenaga kerja dan modal fisik (kapital) saja, tetapi juga dari
produktivitas tenaga kerja yang berkaitan erat dengan peningkatan mutu modal
manusia (Sukirno, 2014).
Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian
dari suatu periode ke periode lainnya. Pertumbuhan ekonomi sebagai
perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa
yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat
meningkat (Sukirno, 2010). Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan
distribusi pendapatan yang lebih merata akan membawa pengaruh terhadap
peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah (Raswita & Made, 2013).
Paradigma pembangunan yang sedang berkembang saat ini adalah pertumbuhan
ekonomi yang diukur dengan pembangunan manusia yang dilihat dengan tingkat
kualitas hidup manusia di setiap negara (Mirza, 2012). Secara konsep,
2
pembangunan manusia adalah upaya yang dilakukan untuk memperluas peluang
penduduk untuk mencapai hidup layak, yang secara umum dapat dilakukan
melalui peningkatan kapasitas dasar dan daya beli. Menempatkan pembangunan
manusia sebagai akhir dari proses pembangunan diharapkan dapat menciptakan
peluang-peluang yang secara langsung menyumbang upaya memperluas dan
meningkatkan kemampuan manusia dan kualitas kehidupan mereka, antara lain
melalui peningkatan layanan kesehatan, pendidikan dasar dan jaminan sosial (Sen,
1999).
Salah satu tolak ukur yang digunakan dalam melihat kualitas hidup manusia
adalah Indeks Pembangunan Manusia. Indeks Pembangunan Manusia menurut
Badan Pusat Statistik mengacu pada pengukuran capaian pembangunan manusia
berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup yang dilihat dari 3 dimensi
utama dan indikatornya yaitu dimensi umur panjang dan hidup sehat dengan
indikator angka harapan hidup pada waktu lahir, dimensi pengetahuan dengan
indikator rata-rata lama sekolah dan angka harapan lama sekolah, serta dimensi
standar hidup yang layak dengan indikator pengeluaran perkapita disesuaikan.
Selain itu juga IPM dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti ketersediaan
kesempatan kerja, yang pada gilirannya ditentukan oleh banyak faktor, terutama
pertumbuhan ekonomi, infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Berikut Indeks
Pembangunan Manusia Indonesia tahun 2013-2017:
3
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2019.
Gambar 1.1 Indeks Pembangunan Manusia Indonesia tahun 2013-2017.
Berdasarkan gambar 1.1 terlihat bahwa Indeks Pembangunan Manusia Indonesia
setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Namun terdapat permasalahan
mengenai sumber daya manusia di Indonesia yaitu menurut Badan Pusat Statistik
(2018), sumber daya manusia di Indoesia cenderung lemah karena sebagian besar
angkatan kerja di Indonesia yaitu sebesar 58% hanya berpendidikan SMP/lebih
rendah. Selanjutnya, menurut publikasi UNDP (2017), Indeks Pembangunan
Manusia Indonesia meningkat tapi kesenjangan masih tetap ada. Dalam laporan
tersebut menunjukan bahwa kemajuan belum memberi manfaat bagi semua orang
dan kesenjangan berdampak pada kelompok tertentu secara tidak
proporsional. Indonesia terlalu berfokus pada rata-rata nasional, yang sering
menutupi variasi yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat.
Menurut Badan Pusat Statistik (2013), kemajuan pencapaian IPM di tingkat
nasional sebenarnya menyembunyikan fakta bahwa kesenjangan antar provinsi
masih terjadi. Hal ini disayangkan karena peningkatan yang cukup signifikan juga
dibarengi oleh kesenjangan. Kesenjangan dapat dilihat dengan membandingkan
67
67.5
68
68.5
69
69.5
70
70.5
71
2013 2014 2015 2016 2017
Indonesia
4
antara pembangunan di Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia.
Berikut perbandingan capaian IPM antar pulau di Indonesia tahun 2013-2017:
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2019.
Gambar 1.2 Capaian Indeks Pembangunan Manusia antar pulau di
Indonesia tahun 2013-2017.
Dilihat dari gambar 1.2 kesenjangan capaian IPM dapat dilihat dengan
membandingan antara capaian IPM wilayah barat dengan wilayah timur
Indonesia. Untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah di
Indonesia maka dibutuhkan pemerataan pembangunan. Dengan adanya
pemerataan pembangunan terdapat jaminan bahwa semua penduduk dapat
menikmati hasil-hasil pembangunan tersebut (Putra dan Ulupui, 2015).
Menurut Firdaus (2013), kondisi ketimpangan pembangunan antar wilayah di
Indonesia tentu tidak dibiarkan begitu saja oleh pemerintah baik pemerintah pusat
maupun daerah. Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua
56
58
60
62
64
66
68
70
72
74
76
2013 2014 2015 2016 2017
Sumatera
Jawa
Bali dan NusaTenggara
Kalimantan
Sulawesi
Papua dan Maluku
5
undang-undang tersebut merupakan titik awal berjalannya otonomi daerah.
Otonomi daerah yang diikuti dengan desentralisasi fiskal menjadi momentum
yang diharapkan dapat meminimalisir kesenjangan capaian pembangunan antar
daerah di Indonesia. Melalui otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah
mampu mengembangkan program-program spesifik yang disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing daerah sehingga kualitas pembangunan manusia dapat
ditingkatkan.
Dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan indikator Indeks
Pembangunan Manusia, pemerintah daerah harus berusaha untuk merencanakan
struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang pro rakyat. Untuk
menjalankan pemerintahan yang diemban langsung oleh daerah, tentunya sangat
bertopang dengan pendapatan daerah tersebut. Semakin banyak pendapatan yang
dihasilkan, daerah akan mampu memenuhi dan membiayai keperluan yang
diharapkan oleh masyarakat (Putra dan Ulupui, 2015). Ada beberapa sumber
pendapatan daerah, yaitu yang diperoleh dari daerah itu sendiri dan diperoleh dari
pemerintah pusat. Pendapatan Asli Daerah (PAD ) merupakan pendapatan yang
diperoleh dari daerah itu sendiri. Sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU), Dana
Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana yang
bersumber dari transfer pemerintah pusat yang bertujuan untuk mengurangi
ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah.
Dalam pelaksanaan otonomi, Pendapatan Asli Daerah memberikan keleluasaan
kepada daerah dalam mengoptimalkan potensi pendanaan daerahnya sendiri.
Pendapatan Asli Daerah memiliki peran yang sangat penting terhadap Indeks
6
Pembangunan Manusia, peningkatan Pendapatan Asli Daerah yang diterima
pemerintah daerah menunjukan bahwa daerah memiliki cukup dana untuk belanja
daerah pada sektor-sektor yang mendukung Indeks Pembangunan Manusia seperti
bidang kesehatan, pendidikan dan infrastruktur (Rakhmawati dkk., 2017).
Dana Alokasi Umum dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah. Penggunaan DAU
diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan untuk
peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi
daerah. DAU diharapkan dapat membantu pemerintah dalam memenuhi
kebutuhan daerahnya sehingga mampu meningkatkan kualitas pembangunan
manusia di daerah tersebut.
Dana Alokasi Khusus dialokasikan untuk mendanai pelayanan publik yang ada di
daerah guna mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah. Menurut
Harahap (2011), DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-
kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan
prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau
untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. DAK sepenuhnya digunakan
untuk belanja modal untuk peningkatan fasilitas publik dengan kata lain tidak ada
bagian DAK yang digunakan untuk biaya operasional pembangunan seperti biaya
perjalanan dinas dan sebagainya. Berikut realisasi penerimaan PAD, DAU, dan
DAK Kabupaten/Kota di Sumatera tahun 2014-2017 (dalam miliar rupiah):
7
Sumber: Badan Pusat Statistik
Gambar 1.3 Realisasi Penerimaan PAD, DAU dan DAK pada
Kabupaten/Kota di Sumatera tahun 2014-2017 (dalam miliar rupiah).
Dari gambar 1.3 dapat dilihat bahwa DAU memiliki nilai tertinggi dalam
penerimaan daerah, hal tersebut mengindikasikan adanya ketergantungan yang
besar antara daerah dengan dana transfer dari pusat. Terdapat permasalahan dalam
pengalokasian dana perimbangan ke daerah yaitu awalnya transfer ke daerah ini
dialokasikan untuk mendukung pelaksanaan kebijakan otonomi. Sayangnya,
seiring berjalannya waktu, tujuan alokasi menjadi semakin jauh dari awalnya.
Sudah menjadi rahasia umum jika hampir sebagian besar daerah di Indonesia,
alokasi transfer ke daerah khususnya DAU, hanya dihabiskan untuk belanja rutin
administrasi (pegawai, barang dan perjalanan dinas). Sementara fungsi
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi menjadi terkendala. Otonomi yang
awalnya berupaya menciptakan kemandirian di daerah justru bertransformasi
menciptakan aspek ketergantungan yang luar biasa bagi daerah terhadap alokasi
transfer ke daerah (Kemenkeu, 2014).
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
2013 2014 2015 2016 2017
PAD
DAU
DAK
8
Menurut Firdaus (2013), kebijakan Dana Perimbangan, khususnya Dana Alokasi
Umum dan Dana Alokasi Khusus di Indonesia selama ini malah lebih banyak
diberikan kepada wilayah yang sudah maju. Hal ini disebabkan karena formula
yang digunakan bias ke wilayah yang lebih banyak penduduknya (Pulau jawa dan
Sumatera). Berikut proporsi alokasi dana perimbangan menurut pulau pada tahun
2014-2017 (dalam miliar rupiah):
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2017.
Gambar 1.4 Proporsi alokasi Dana Perimbangan menurut pulau pada tahun
2014-2017 (dalam miliar rupiah).
Dari gambar 1.4 dapat dilihat bahwa pengalokasian dana perimbangan lebih besar
dialokasikan ke Pulau Jawa dan Sumatera dari tahun ke tahunnya. Sedangkan
tujuan awal dari pemberian dana perimbangan tersebut untuk menciptakan
kemandirian di daerah dan mengatasi masalah ketimpangan antar wilayah, namun
pada kenyataannya pengalokasian dana perimbangan justru diberikan kepada
daerah yang sudah maju.
Pemerintah mengalokasikan dana untuk peningkatan pelayanan dalam bentuk
alokasi belanja daerah yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan kualitas
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
2014 2015 2016 2017
Sumatera
Jawa
Kalimantan
Sulawesi
Bali&NTT
Papua&Maluku
9
hidup masyarakat (Sarkoro dan Zulfikar, 2016). Belanja pemerintah yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Laporan Realisasi
Anggaran (LRA) terdiri dari belanja operasi, belanja modal dan belanja tak
terduga.
Belanja operasi adalah realisasi anggaran untuk kegiatan sehari-hari pemerintah
pusat atau daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja operasi terdiri
atas belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah
dan belanja bantuan sosial. Belanja operasi memiliki peranan penting terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat jika dialokasikan dengan tepat maka akan
menunjang kinerja dari masing-masing unit kerja dalam memberikan pelayanan
kepada rakyat (Sasana, 2012).
Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa dalam era otonomi, pemerintah daerah
harus semakin mendekatkan diri pada berbagai pelayanan dasar masyarakat. Oleh
karena itu alokasi belanja modal memegang peranan penting guna peningkatan
pelayanan. Belanja modal memiliki peranan yang sangat penting terhadap
peningkatan kesejateraan masyarakat, khususnya dalam hal peningkatan sarana
dan prasarana publik sehingga menunjang peningkatan pelayanan pada sektor
publik. Tepatnya pengalokasian belanja modal seperti pembenahan fasilitas umum
yang memadai akan meningkatkan kualitas dan kuantitas produktivitas daerah,
pendapatan masyarakat dan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia. Berikut
realisasi belanja operasi dibandingkan belanja modal pada Kabupaten/Kota di
Sumatera tahun 2013-2017 (dalam miliar rupiah):
10
Sumber: Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Gambar 1.5 Perbandingan Belanja Operasi dan Belanja Modal pada
Kabupaten/Kota di Sumatera tahun 2013-2017.
Dari gambar 1.5 dapat dilihat bahwa pengalokasian belanja daerah digunakan
untuk belanja operasi yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa,
belanja hibah serta belanja bantuan sosial dibandingkan dengan belanja modal.
Proporsi belanja yang dialokasikan ke belanja operasi sekitar 80% dari total
belanja daerah, sedangkan alokasi belanja modal hanya berkisar 16-20%.
Sehingga diharapkan dengan besarnya belanja daerah yang dialokasikan ke
belanja operasi dapat meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia.
Terdapat penelitian sebelumnya tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap
Indeks Pembangunan Manusia menunjukan hasil yang berbeda-beda diantaranya
penelitian Chalid dan Yusuf (2014) dan Mirza (2012) menyimpulkan bahwa
pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Setyowati dan
Suparwati (2012) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh
terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan
0% 20% 40% 60% 80% 100%
2013
2014
2015
2016
2017
BELANJA MODAL
BELANJA OPERASI
11
ekonomi belum dirasakan secara merata oleh masyarakat sehingga belum
memberikan pengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat secara luas.
Selanjutnya penelitian mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap
Indeks Pembangunan Manusia yang dilakukan oleh Sari dan Supadmi (2016) dan
Sarkoro dan Zulfikar (2016), menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah
berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Zulfadhly (2018) menyatakan bahwa Pendapatan
Asli Daerah berpengaruh negatif terhadap Indeks Pembangunan Manusia dan
penelitian yang dilakukan oleh Williantara dan Budiasih (2016) menyatakan
bahwa Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan
Manusia. Hal tersebut disebabkan karena PAD lebih banyak digunakan untuk
membiayai belanja pegawai dan belanja langsung lainnya daripada membiayai
belanja modal yang akan berdampak pada IPM.
Penelitain mengenai pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Indeks
Pembangunan Manusia sebelumnya telah diteliti oleh Widarwanto dkk. (2014)
dan Zaufi dkk. (2016) menyatakan bahwa DAU berpengaruh positif terhadap
Indeks Pembangunan Manusia. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Zulfadhly (2018) menyatakan bahwa DAU berpengaruh negatif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia. Serta penelitian yang dilakukan oleh Sarkoro dan
Zulfikar (2016) dan Adiputra dkk. (2015) menyatakan bahwa DAU tidak
berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Hal tersebut dikarenakan
pengalikasian DAU lebih difokuskan pada tujuan lain dan DAU sebagian besar
digunakan untuk belanja pegawai.
12
Penelitain mengenai pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks
Pembangunan Manusia sebelumnya telah diteliti oleh Putra dan Ulupui (2015)
serta Zulfadhly (2018) menyatakan bahwa DAK berpengaruh positif terhadap
Indeks Pembangunan Manusia. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Williantra dan Budiasih (2016) menyatakan bahwa DAK berpengaruh negatif
terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Serta penelitian yang dilakukan oleh
Sarkoro dan Zulfikar (2016) serta Adiputra dkk. (2015) menyatakan bahwa DAK
tidak berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Hal tersebut
dikarenakan sangat sulit dalam melihat pengaruh DAK pada kesejahteraan
masyarakat karena sebagian besar bidang mengarah pada investasi yang
pengaruhnya akan terlihat pada jangka waktu yang panjang dan juga dikarenakan
jumlah DAK yang relatif kecil dibandingkan dana lainnya.
Penelitain mengenai pengaruh belanja operasi terhadap Indeks Pembangunan
Manusia sebelumnya telah diteliti oleh Pradana (2018) menyatakan bahwa belanja
operasi berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia.
Penelitain mengenai pengaruh belanja modal terhadap Indeks Pembangunan
Manusia sebelumnya telah diteliti oleh Sari dan Supadmi (2016) dan Mirza (2012)
menyatakan bahwa belanja modal berpengaruh positif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Pradana
(2018) serta Dewi dan Supadmi (2016) menyatakan bahwa belanja modal
berpengaruh negatif terhadap Indeks Pembangunan Manusia dan penelitian yang
dilakukan oleh Zaufi dkk. (2016) menyatakan bahwa belanja modal tidak
berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Hal tersebut dikarenakan
13
adanya proyek pemerintah yang tersendat bahkan gagal serta proyek belanja
modal yang dilakukan oleh pemerintah tetapi manfaatnya baru akan dirasakan
ketika tahun anggaran berikutnya. Serta belum optimalnya penggunaan belanja
modal yang dialokasikan ke Indeks Pembangunan Manusia.
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sarkoro dan Zulfikar
(2016) berjudul Pengaruh Belanja daerah, DAU, DAK dan PAD terhadap IPM
pada Pemerintah Provinsi se-Indonesia dengan beberapa perbedaan. Perbedaan
pertama, pada penelitian ini menambahkan variabel pertumbuhan ekonomi
sebagai variabel independen. Perbedaan kedua, variabel belanja daerah
diproksikan dengan variabel belanja operasi dan belanja modal. Perbedaan ketiga,
periode penelitian pada penelitian ini adalah tahun 2013 sampai dengan tahun
2017. Perbedaan keempat, penelitian ini dilakukan pada Kabupaten dan Kota di
Sumatera.
Dari pemaparan latar belakang diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian
dengan judul: “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah,
Dana Akasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Belanja Operasi dan Belanja Modal
terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota di Sumatera”.
14
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka pertanyaan penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Sumatera?
2. Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Sumatera?
3. Apakah Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Sumatera?
4. Apakah Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Sumatera?
5. Apakah Belanja Operasi berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan
Manusia pada Kabupaten/Kota di Sumatera?
6. Apakah Belanja Modal berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan
Manusia pada Kabupaten/Kota di Sumatera?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari Pertumbuhan Ekonomi,
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Belanja
Operasi, dan Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada
Kabupaten/Kota di Sumatera.
15
1.4 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap penelitian-
penelitian terdahulu mengenai kajian atas pengaruh pertumbuhan ekonomi,
pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, belanja operasi
dan belanja modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota
di Sumatera.
Memberikan bahan masukan bagi pengambil kebijakan pembangunan daerah
dalam rangka penyempurnaan pemerintahan daerah, terutama yang membidangi
program perencanaan pembangunan daerah dan sebagai bahan dalam rangka
evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan yang sudah berjalan, serta sebagai
bahan perencanaan strategi kedepan bagi pengambilan keputusan khususnya
dalam kaitan pembangunan manusia.
1.4.1. Manfaat Teoritis
1.4.2. Manfaat Praktis
16
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1. Pembangunan Manusia
2.1.1.1 Konsep Pembangunan Manusia
Hakikat pembangunan adalah membentuk manusia-manusia atau individu-
individu yang otonom, yang memungkinkan mereka dapat mengaktualisasikan
segala potensi terbaik yang dimilikinya secara optimal. Inilah yang menjadi
landasan kokoh bagi terwujudnya manusia-manusia unggulan sebagai modal
utama terbentuknya daya saing nasional dalam menghadapi persaingan
internasional. Secara umum hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan
manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat.
Menurut Human Development Report (1990), pembangunan manusia adalah
suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia. Dari definisi ini
dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu negara adalah
penduduk karena penduduk adalah kekayaan nyata suatu negara. Dalam konsep
pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari
sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan ekonominya.
17
Sebagaimana dari Human Development Report (1995), sejumlah premis penting
dalam pembangunan manusia diantaranya:
1. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian.
2. Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk,
tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka, oleh karena itu konsep
pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara keseluruhan, dan
bukan hanya pada aspek ekonomi saja.
3. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan
kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan
kemampuan manusia tersebut secara optimal.
4. Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu produktifitas,
pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan.
5. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan
dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya. Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia
berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup.
2.1.1.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia mengacu pada pengukuran capaian pembangunan
manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup yang dilihat dari tiga
dimensi dasar dan indikatornya yaitu:
a. Dimensi umur panjang dan hidup sehat dengan indikator angka harapan
hidup pada waktu lahir.
18
b. Dimensi pengetahuan dengan indikator rata-rata lama sekolah dan angka
harapan lama sekolah.
c. Dimensi standar hidup yang layak dengan indikator pengeluaran perkapita
disesuaikan.
Indeks Pembangunan Manusia digunakan untuk mengklasifikasikan apakah suatu
negara atau daerah itu maju, berkembang maupun tertinggal, serta untuk
mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. Adapun
Komponen Indeks Pembangunan Manusia sebagai berikut :
1. Angka Harapan Hidup (AHH)
Angka Harapan Hidup saat lahir merupakan rata-rata perkiraan banyak
tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup. AHH
mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat.
2. Harapan Lama Sekolah (HLS)
Harapan Lama Sekolah merupakan lamanya sekolah (dalam tahun) yang
diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu dimasa
mendatang.
3. Rata-Rata Lama Sekolah (RLS)
Rata-Rata Lama Sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan
oleh penduduk usia 15 tahun keatas dalam menjalani pendidikan formal.
4. Pengeluaran Riil per Kapita yang disesuaikan
Pengeluaran Riil per Kapita yang disesuaikan digunakan untuk mengukur
standar hidup layak menggunakan rata-rata pengeluaran per kapita riil
yang disesuaikan dengan formula antitokson.
19
Tabel 2.1 Kategori Indeks Pembangunan Manusia
Nilai IPM Kategori
IPM < 60 Rendah
60 < IPM < 70 Sedang
70 < IPM < 80 Tinggi
IPM > 80 Sangat Tinggi
Sumber: Badan Pusat Statistik
2.1.2 Pertumbuhan Ekonomi
2.1.2.1 Konsep Pertumbuhan Ekonomi
Kuznet (1971) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi suatu negara sebagai
kemampuan negara itu untuk menyediakan barang-barang ekonomi yang terus
meningkat bagi penduduknya, pertumbuhan kemampuan ini berdasarkan pada
kemajuan teknologi dan kelembagaan serta penyesuaian ideologi yang
dibutuhkannya.
Menurut Sukirno (2010), Pertumbuhan ekonomi sebagai perkembangan kegiatan
dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam
masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat. Pertumbuhan ekonomi
mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke
periode lainnya.
Lamboturuan dan Hidayat (2013) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai
proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan
menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi
dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu
perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional.
20
Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan
ekonomi.
Menurut Todaro dan Smith (2006), terdapat tiga faktor atau komponen utama
dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu:
a. Akumulasi modal, meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang
ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal atau sumber daya manusia.
b. Pertumbuhan penduduk, yang pada akhirnya akan memperbanyak jumlah
angkatan kerja.
c. Kemajuan teknologi, berupa cara-cara baru atau perbaikan cara-cara lama
mengenai pekerjaan.
Sedangkan Menurut Sukirno (2014), beberapa faktor yang dapat mewujudkan
pertumbuhan ekonomi, antara lain:
1. Tanah dan Kekayaan alam lainnya.
2. Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja
3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi.
4. Sistem ekonomi dan sikap masyarakat.
2.1.2.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB adalah salah satu indikator yang digunakan untuk melihat keberhasilan
pembangunan atau laju pertumbuhan ekonomi daerah. Tujuan dan kegunaan
Produk Domestik Regional Bruto adalah untuk memperoleh gambaran secara
umum maupun rinci (sektoral) tentang keadaan perekonomian suatu daerah.
Penyajian yang berkesinambungan dari tahun ke tahun akan memberikan
21
gambaran tentang tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat kemakmuran, tingkat
inflasi, maupun deflasi gambaran struktur perekonomian suatu daerah dan
berguna bagi pemerintah sebagai acuan untuk mengevaluasi keberhasilan
pembangunan.
Menurut Badan Pusat Statistik, PDRB dapat diartikan ke dalam tiga pengertian
yaitu :
a. Menurut pengertian produksi
PDRB adalah sejumlah nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh
berbagai unit produksi di dalam suatu wilayah (region) dalam jangka waktu
tertentu (satu tahun).
b. Menurut pengertian pendapatan
PDRB adalah sejumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi
yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah atau daerah dalam
jangka waktu tertentu (satu tahun). Balas jasa faktor produksi meliputi upah
dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan, semuanya sebelum
dipotong pajak penghasilan dan pajak tidak langsung lainnya.
c. Menurut pengertian pengeluaran
PDRB adalah jumlah pengeluaran yang dilakukan untuk konsumsi rumah
tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi Pemerintah,
pembentukan modal tetap bruto, perubahan stock dan ekspor netto (ekspor
dikurangi impor).
Menurut Badan Pusat Statistik, penghitungan nilai PDRB dapat dilakukan dengan
2 jenis harga, yaitu :
22
1. Menggunakan pendekatan atas dasar harga berlaku (ADHB)
Pendekatan ini disebut sebagai harga berlaku karena seluruh agregat dinilai
dengan menggunakan harga pada tahun berjalan. Metode ini digunakan untuk
melihat pergeseran dan struktur ekonomi suatu wilayah.
2. pendekatan atas dasar harga konstan (ADHK).
Pendekatan harga konstan penilaiannya didasarkan kepada harga satu tahun
tertentu yang dijadikan sebagai tahun dasar. Metode ini digunakan untuk
menunjukan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor
ekonomi dari tahun ke tahun.
2.1.3. Desentralisasi Fiskal
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Pasal 1 ayat 7 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 8, desentralisasi
adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Sidik (2002), desentralisasi merupakan sebuah instrumen untuk
mencapai salah satu tujuan bernegara, yaitu terutama memberikan pelayanan
publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik
yang lebih demokratis. Dengan desentralisasi, akan diwujudkan dalam
pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah untuk
melakukan pembelanjaan, kewenangan untuk memungut pajak (taxing power),
23
terbentuknya dewan yang dipilih oleh rakyat, kepala dan adanya bantuan dalam
bentuk transfer dari Pemerintah Pusat.
Menurut Mardiasmo (2009) secara teoritis, ada dua manfaat yang dapat
diharapkan dari desentralisasi yaitu :
1. Mendorong partisipasi, prakarsa dan kreativitas masyarakat di dalam
pembangunan serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan di
seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia
di masing-masing daerah.
2. Memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran
pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang paling rendah
yang memiliki informasi yang paling lengkap.
Menurut Suparmoko (2002), tujuan yang hendak dicapai melalui kebijakan
desentralisasi adalah :
1. Mewujudkan keadilan antara kemampuan dan hak daerah.
2. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah dan pengurangan subsidi dari pemerintah
pusat.
3. Mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing
daerah.
Desentralisasi fiskal merupakan salah satu bentuk dan komponen utama dalam
desentralisasi. Kebijakan desentralisasi fiskal banyak dipergunakan negara-negara
sedang berkembang untuk menghindari ketidakefektifan dan ketidakefisienan
pemerintahan, ketidakstabilan ekonomi makro, dan ketidakcukupan pertumbuhan
ekonomi (Bahl dan Linn, 1992). Saragih (2003) menjelaskan konsep
24
Desentralisasi fiskal secara singkat dapat diartikan sebagai suatu proses distribusi
anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang
lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan
publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang
dilimpahkan.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pusat dan Daerah, berikut prinsip desentralisasi fiskal :
1. Desentralisasi fiskal harus tetap memperhatikan dan merupakan bagian
pengaturan yang tidak terpisahkan dari sistem keuangan kegara sebagai
konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah pusat dan daerah.
2. Pemberian sumber keuangan negara kepada pemerintah daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi didasarkan pada penyerahan tugas pemerintah
daerah dengan memperhatikan stabilitas perekonomian nasional dan
keseimbangan fiskal antara pusat dengan daerah dan antardaerah.
3. Perimbangan Keuangan Negara antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah
merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan atas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
2.1.4 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, laporan
keuangan pemerintah daerah merupakan media pertanggungjawaban pengelolaan
keuangan daerah oleh gubernur/bupati/walikota selaku pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan daerah. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan (PSAP) No. 1 dalam Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010,
25
laporan keuangan adalah laporan terstruktur mengenai posisi keuangan dan
transaksi transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan. Laporan keuangan
meliputi:
1. Laporan Realisasi Anggaran
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
3. Neraca
4. Laporan Arus Kas
5. Laporan Operasional
6. Laporan Perubahan Ekuitas
7. Catatan atas Laporan Keuangan
2.1.5 Pendapatan Asli Daerah
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, Pendapatan Asli Daerah adalah
penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya
sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber
penerimaan daerah yang asli digali di daerah tersebut yang digunakan untuk
modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha
daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.
Adapun sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 yaitu :
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
26
c. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang
dipisahkan
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
2.1.6 Dana Perimbangan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, dana
perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan dibagi menjadi:
2.1.6.1 Dana Alokasi Umum
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan
antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Jumlah alokasi DAU ditetapkan sekurang- kurangnya 26% dari
pendapatan dalam negeri neto dan ditetapkan dalam APBN. Dana Alokasi Umum
adalah merupakan transfer yang bersifat umum (block grant) yang diberikan
kepada semua kabupaten dan kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara
kapasitas dan kebutuhan fiskalnya dan didistribusikan dengan formula
berdasarkan prinsip-pinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa
daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak dari pada daerah
kaya. Dengan kata lain tujuan alokasi DAU adalah dalam rangka mengurangi
27
ketimpangan kemampuan keuangan dan pemerataan kemampuan penyediaan
pelayanan publik antar pemerintah daerah di Indonesia.
2.1.6.2 Dana Alokasi Khusus
Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ,
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang
dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan khusus yang merupakan
urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional dengan tetap memperhatikan
ketersediaan dana dalam APBN. DAK diprioritaskan untuk membantu daerah-
daerah dengan kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional, dalam rangka
mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar.
DAK dapat juga disebut dana infrastuktur karena merupakan belanja modal untuk
membiayai investasi pengadaan dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik
dengan umur ekonomis yang panjang. Namun dalam keadaan tertentu, DAK dapat
juga membantu biaya pengoperasian dan pemeliharaan sarana dan prasarana
tertentu untuk periode terbatas.
2.1.6.3 Dana Bagi Hasil
Menurut Undang Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN,
yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil
berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. Tujuan utama dari pemberian DBH adalah
untuk mengurangi ketimpangan fiskal vertikal antara pemerintah pusat dan
28
daerah. Dana Bagi Hasil itu sendiri dapat bersumber dari pajak dan sumber daya
alam. Dana Bagi Hasil merupakan dana perimbangan yang bersifat block grants
seperti DAU sehingga pengelolaan maupun penggunaanya merupakan wewenang
pemerintah daerah. Khusus untuk DBH, istilah block grants sebenarnya kurang
tepat karena ada beberapa komponen DBH yang penggunaannya ditentukan oleh
negara berdasarkan peraturan terkait.
2.1.7 Belanja Daerah
Menurut Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, belanja daerah didefinisikan sebagai kewajiban pemerintah
daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja daerah
tersebut merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara
adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat
tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Sedangkan
menurut Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 2 dalam
Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010, belanja daerah meliputi semua
pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana
lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak
akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Klasifikasi belanja menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintah
untuk tujuan pelaporan keuangan menjadi:
29
2.1.7.1 Belanja Operasi
Belanja operasi adalah realisasi anggaran untuk kegiatan sehari-hari pemerintah
pusat atau daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja operasi meliputi:
1. Belanja pegawai
Belanja Pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk
uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Aparatur Sipil Negara
(ASN) dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum
berstatus ASN sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan
kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Contoh
Belanja Pegawai adalah gaji dan tunjangan, honorarium, lembur, kontribusi
sosial dan lain-lain yang berhubungan dengan pegawai.
2. Belanja barang
Belanja barang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional
pemerintahan untuk pengadaan barang dan jasa yang manfaatnya kurang
dari 12 (duabelas) bulan yang digunakan dalam melaksanakan program dan
kegiatan pemerintah daerah.
3. Belanja bunga
Belanja Bunga adalah pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga
atas kewajiban penggunaan pokok utang yang dihitung berdasarkan posisi
pinjaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
4. Belanja subsidi
Belanja subsidi digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi
kepada perusahaan/lembaga tertentu yang menghasilkan produk atau jasa
30
pelayanan umum masyarakat agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan
dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. Belanja subsidi tersebut
dialokasikan melalui BUMN/BUMD dan perusahaan swasta.
5. Belanja hibah
Belanja hibah adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang/barang
atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah lainnya, perusahaan
daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik
telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat
serta tidak secara terus menerus.
6. Belanja bantuan sosial
Belanja Bantuan Sosial adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk
uang/barang atau jasa kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat, yang sifatnya tidak terus-menerus, selektif dan
memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya.
2.1.7.2 Belanja Modal
Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 53 ayat 1 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa belanja modal adalah belanja
daerah yang digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai
nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan
pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Sedangkan menurut
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 2 dalam Peraturan
31
Pemerintah No. 71 tahun 2010, belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk
perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu
periode akuntansi. Belanja modal dapat diaktegorikan ke dalam 5 kategori utama,
yaitu:
1. Belanja Modal Tanah
Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan/pembelian/pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah,
pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat,
dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan
sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan
untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas
peralatan dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih
dari 12 (dua belas) bulan, dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam
kondisi siap pakai.
3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan
untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk
perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan
bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud
dalam kondisi siap pakai.
4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
32
Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan
pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk
perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang
menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi
siap pakai.
5. Belanja Modal Fisik Lainnya
Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan
serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam
kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan
jalan irigasi dan jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal
kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan
barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal
ilmiah.
33
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.2 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul
Penelitian
Variabel Hasil
Penelitian
1. Pradana
(2018)
Alokasi Belanja
Pemerintah dan
Indeks pembangunan
Manusia di
Indonesia
Variabel
Independen :
Belanja Operasi Belanja Modal
Belanja tak
terduga
Variabel
Dependen : IPM
1. Belanja Operasi
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap IPM.
2. Belanja Modal
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
IPM.
3. Belanja tak terduga berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap
IPM.
2. Sarkoro dan Zulfikar
(2016)
Pengaruh Belanja Daerah,
DAU, DAK, dan
PAD terhadap IPM pada
Pemerintah
Provinsi se-
Indonesia.
Variabel Independen :
Belanja Daerah,
DAU, DAK, dan PAD.
Variabel
Dependen : IPM.
1.Belanja Daerah dan PAD berpengaruh
terhadap IPM.
2.DAU dan DAK tidak berpengaruh terhadap
IPM.
3. Sari dan
Supadmi (2016)
Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah dan
Belanja Modal
terhadap Indeks
Pembangunan Manusia
Variabel
Independen : Pendapatan Asli
Daerah
Belanja Modal
Variabel
Dependen :
IPM
1. Pendapatan Asli Daerah
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Indeks Pembangunan
Manusia.
2. Belanja Modal berpengaruh positif dan
signifikan terhadap IPM.
4. Putra dan
Ulupui (2015)
Pendapatan Asli
Daerah, Dana
Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus untuk
Meningkatkan
IPM.
Variabel
Independen :
PAD, DAU DAK
Variabel
Dependen :
IPM
1. PAD dan DAK
berpengaruh positif
terhadap IPM
2. DAU berpengaruh negatif terhadap IPM
34
5. Widarwanto
dkk. (2014)
Pengaruh DAU,
DAK, PAD,
DBH dan BKP terhadap Indeks
Pembangunan
Manusia dengan Belanja
Pelayanan Dasar
Sebagai variabel moderating.
Variabel
Independen :
DAU, DAK, DBH, PAD dan
BPK
Variabel
Dependen :
IPM
Variabel
moderating :
Belanja Pelayanan Dasar
1. Dana Alokasi Umum,
Pendapatan Asli Daerah
dan Dana Bagi Hasil berpengaruh signifikan
positif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia. 2. Dana Alokasi Khusus
dan Bantuan Keuangan
Provinsi tidak berpengaruh signifikan
terhadap Indeks
Pembangunan Manusia.
3. Belanja Pelayanan Dasar (BPD) sebagai
variabel moderating
mampu memoderasi hubungan antara variabel
DAU, DAK, PAD,
DBH, BKP dengan
Indeks Pembangunan Manusia
6. Mirza
(2012)
Pengaruh
Kemiskinan, Pertumbuhan
Ekonomi dan
Belanja Modal
terhadap Indeks Pembangunan
Manusia di Jawa
Tengah.
Variabel
Independen : Kemiskinan,
Pertumbuhan
ekonomi,
Belanja Modal
Variabel
Dependen : IPM
1. Kemiskinan
mempunyai pengaruh negatif dan signifikan
terhadap IPM.
2. Pertumbuhan ekonomi
mempunyai pengaruh positif dan signifikan.
terhadap IPM.
3. Belanja modal yang berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
IPM.
7. Harahap (2011)
Pengaruh DAU, DAK dan DBH
terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada
Kab/Kota di
Sumatera Utara
Variabel Independen :
DAU, DAK dan
DBH
Variabel
Dependen : IPM
1. Pengujian secara simultan menunjukkan
bahwa DAU, DAK dan
DBH berpengaruh terhadap IPM.
2. Secara parsial DAU,
DAK dan DBH tidak berpengaruh terhadap
IPM.
Sumber : Google Schoolar data diolah peneliti, 2019.
35
2.3 Kerangka Pemikiran
Beradasarkan latar belakang masalah dan penelitian terdahulu yang dikemukakan
di atas, maka penelitian ini adalah pengujian secara empiris mengenai pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana
Alokasi Khusus, Belanja Operasi dan Belanja Modal terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Di Sumatera. Berikut kerangka
pemikiran dalam penelitian ini :
H1 (+)
H2(+)
H3 (+)
H4 (+)
H5 (+)
H6 (+)
PE
PAD
DAU
DAK
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran.
Pradana (2018)
Mirza (2012)
Sari dan Supadmi
(2016)
Sarkoro dan Zulfikar (2016)
Sari dan Supadmi (2016)
Widarwanto dkk. (2014) dan
Zaufi dkk. (2016)
Putra dan Ulupui (2015) dan
Zulfadhly (2018)
Pertumbuhan Ekonomi
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM)
Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Khusus
(DAK)
Belanja Operasi (BO)
Belanja Modal (BM)
Mirza (2012)
Muda dkk. (2014)
Chalid dan Yusuf (2014)
36
2.4 Pengembangan Hipotesis
2.4.1 Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan
Manusia
Eren et al (2014), menyatakan bahwa PDB per kapita mempenaruhi tingkat
pembangunan. Peningkatan ini akan meningkatkan daya beli masyarakat dan pada
akhirnya akan meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan. Peningkatan
kualitas pendidikan dan kesehatan pada akhirnya akan meningkatkan kualitas
pembangunan manusia.
Teori yang dikemukakan oleh Professor Kuznet di mana salah satu karakteristik
pertumbuhan ekonomi modern adalah tingginya pertumbuhan output per kapita
(Todaro dan Smith, 2006). Pertumbuhan output yang dimaksudkan adalah PDRB
per kapita, tingginya pertumbuhan output menjadikan perubahan pola konsumsi
dalam pemenuhan kebutuhan. Artinya semakin meningkatnya pertumbuhan
ekonomi maka akan semakin tinggi pertumbuhan output per kapita dan mengubah
pola konsumsi dalam hal ini tingkat daya beli masyarakat juga akan semakin
tinggi. Tingginya daya beli masyarakat akan meningkatkan Indeks Pembangunan
Manusia karena daya beli masyarakat merupakan salah satu indikator komposit
dalam IPM. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pertumbuhan ekonomi
maka akan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (Mirza, 2012).
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia
dipengaruhi oleh 2 jalur utama yaitu aktivitas rumah tangga serta jalur belanja dan
kebijakan pemerintah. Aktivitas rumah tangga memberikan kontribusi yang besar
37
terhadap peningkatan indikator pembangunan manusia melalui belanja rumah
tangga untuk makanan, air bersih, pemeliharaan kesehatan dan sekolah (UNDP,
1996). Sejalan dengan yang dikemukakan Ranis (2004), Pertumbuhan ekonomi
memberikan manfaat langsung terhadap peningkatan pembangunan manusia
melalui peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan akan meningkatkan
alokasi belanja rumah tangga untuk makanan yang lebih bergizi dan pendidikan,
terutama pada rumah tangga miskin. Dengan kata lain, peningkatan pendapatan
memberikan kontribusi secara langsung terhadap peningkatan kapabilitas
penduduk (Sen, 1999)
Jalur kedua melalui kebijakan dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini,
pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan nasional/daerah
memperbesar kapasitas pemerintah dalam belanja publik untuk penyediaan
fasilitas sosial, pendidikan, dan kesehatan mampu meningkatkan pembangunan
manusia pada periode tertentu (Ezkirianto dan A Findi, 2013). Menurut
Lamboturuan dan Hidayat (2013), pertumbuhan ekonomi meningkatkan
persediaan sumber daya yang dibutuhkan pembangunan manusia. Peningkatan
sumber daya bersama dengan alokasi sumber daya yang tepat serta distribusi
peluang yang semakin luas, khususnya kesempatan kerja akan mendorong
pembangunan manusia lebih baik.
Penelitian Shah (2016) dan Caglayan-Akay dan Van (2017) menunjukan bahwa
pertumbuhan ekonomi (GDP per kapita) berpengaruh terhadap Indeks
Pembangunan Manusia. Serta penelitian yang dilakukan oleh Mirza (2012), Muda
dkk. (2014), serta Chalid dan Yusuf (2014) menunjukan pertumbuhan ekonomi
38
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah:
H1: Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM.
2.4.2 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan
Manusia
Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber pembiayaan yang paling penting
dalam mendukung kemampuan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
Menurut Halim dan Kusufi (2012), peningkatan PAD dapat mencerminkan tingkat
kemandirian keuangan daerah yang dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan
dalam otonomi daerah di Indonesia.
Setiap daerah diberikan kewenangan dan tanggung jawab untuk menggali dan
memaksimalkan sumber pendapatan yang ada didaerahnya. PAD sangat
diharapkan sebagai sumber pembiayaan untuk peningkatan pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat. Penerimaan daerah yang bersumber dari PAD
diharapkan dapat meningkatkan investasi belanja modal pemerintah daerah,
sehingga akan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Peningkatan pelayanan
publik tentunya akan berdampak pada semakin sejahteranya masyarakat dan
meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (Putra dan Ulupui, 2015).
Besar kecilnya PAD akan menentukan besar kecilnya belanja daerah baik belanja
operasional maupun belanja modal tergantung persentasinya masing-masing.
Menurut Setyowati dan Suparwati (2012), realisasi dari PAD dialokasikan
terhadap kebutuhan pembangunan daerah seperti sarana dan prasarana
39
transportasi, tempat ibadah, sarana pendidikan dan pembangunan lainnya yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan menurut
Rakhmawati dkk. (2017), peningkatan PAD yang diterima pemerintah daerah
berarti daerah memiliki cukup dana cukup untuk belanja daerah pada sektor-
sektor yang mendukung IPM, seperti pembangunan di bidang kesehatan,
pendidikan dan infrastruktur.
Penelitian yang dilakukan oleh Sarkoro dan Zulfikar (2016) serta Sari dan
Supadmi (2016) menunjukkan bahwa PAD berpengaruh positif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat
dirumuskan adalah:
H2: Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM
2.4.3 Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Indeks Pembangunan
Manusia
Dana Alokasi Umum diberikan oleh pemerintah pusat untuk mengurangi
kesenjangan fiskal antar daerah sehingga terjadi pembangunan yang merata di
setiap daerah. Dana Alokasi Umum diberikan pemerintah pusat untuk membiayai
kekurangan dari pemerintah daerah dalam memanfaatkan PAD. DAU bersifat
Block Grant yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan
prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.
Menurut Sarkoro dan Zulfikar (2016), DAU diharapkan dapat membantu
pemerintah dalam memenuhi kebutuhan daerahnya sehingga mampu
40
meningkatkan kualitas pembangunan manusia di daerah tersebut. Oleh sebab itu,
pemerintah daerah diharapkan mampu mengelola dana ini dengan baik dan
mengalokasikan untuk membiayai pengeluaran daerah yang berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan dan perbaikan
pelayanan kepada masyarakat yang dialokasikan pada belanja bidang pendidikan,
kesehatan, infrastuktur dan bidang kesejahteraan sosial.
Penelitian yang dilakukan oleh Widarwanto dkk. (2014) dan Zaufi dkk. (2016)
menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Indeks
Pembangunan Manusia. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat
dirumuskan adalah:
H3: Dana Alokasi Umum berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM
2.4.4 Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks Pembangunan
Manusia
Menurut Harahap (2011), Dana Alokasi Khusus dimaksudkan untuk membantu
membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan
daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai
kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum
mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan
daerah. DAK sepenuhnya digunakan untuk belanja modal untuk peningkatan
fasilitas publik dengan kata lain tidak ada bagian DAK yang digunakan untuk
biaya operasional pembangunan seperti biaya perjalanan dinas dan sebagainya.
41
Dana Alokasi Khusus dialokasikan untuk mendanai pelayanan publik yang ada di
daerah Kabupaten/Kota guna mengurangi kesenjangan pelayanan publik
antardaerah. Jika dilihat pengeluaran-pengeluaran yang diperuntukkan dari DAK,
pengeluaran tersebut sebagian besar merupakan pengeluaran yang dialokasikan
pada belanja modal seperti pembangunan rumah sakit, jalan, pasar, irigasi dan air
bersih. Oleh sebab itu, DAK akan sangat berpengaruh pada peningkatan belanja
modal guna meningkatkan pelayanan publik di daerah tersebut. Penggunaan DAK
dalam alokasi belanja modal secara optimal akan mampu meningkatkan kualitas
pembangunan manusia, baik di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, maupun
pelayanan umum (Sarkoro dan Zulfikar, 2016).
Penelitian Putra dan Ulupui (2015) dan Zulfadhly (2018) menunjukkan bahwa
DAK berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Berdasarkan
penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah:
H4: Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM
2.4.5 Pengaruh Belanja Operasi terhadap Indeks Pembangunan Manusia
Belanja operasi yang sesuai untuk peningkatan Indeks Pembangunan Manusia
ialah belanja operasi urusan edukasi, dan urusan kesehatan. Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, urusan edukasi, dan
kesehatan ialah urusan wajib provinsi dan pemkab/kota.
Belanja operasi jenis belanja pegawai digunakan untuk penyediaan tenaga
kesehatan dan tenaga pendidik. Dengan tersedianya tenaga kesehatan yang baik
diharapkan Angka Harapan Hidup dan IPM semakin meningkat. Selain itu,
42
tersedianya tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang memadai dan
berkualitas dapat meningkatkan angka partisipasi sekolah, Harapan Lama
Sekolah, Indeks Pendidikan, dan IPM semakin meningkat (Pradana, 2018).
Menurut Badrudin (2012), belanja barang dan Jasa dalam kelompok belanja
operasi digunakan untuk membiayai operasional pelaksanaan program dan
kegiatan. Program dan kegiatan tersebut diharapkan dapat mendukung upaya
pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat di wilayahnya. Belanja barang dan
jasa pemerintah akan menimbulkan permintaan barang dan jasa yang akan
direspon oleh produsen untuk menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan
kebutuhan. Hal ini akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan
pendapatan masyarakat, yang pada akhir akan berpengaruh pada kesejahteraan.
Pane dkk. (2011) menyatakan bahwa belanja hibah yang diberikan kepada
masyarakat adalah sebagai salah satu bentuk hubungan antara pemerintah daerah
dengan masyarakat untuk mendukung pelaksanaan kegiatan daerah dan partisipasi
masyarakat dalam pencapaian tujuan pembangunan suatu daerah khususnya
peningkatan kualitas dan kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya menurut
Badrudin (2012), pemanfaatan belanja bantuan sosial (bansos) digunakan untuk
menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan atau barang kepada
masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Sasana (2012), secara konseptual belanja tidak langsung atau belanja
operasi memang tidak atau kurang menyentuh pada kebutuhan masyarakat umum
dalam menjalankan usaha mereka. Namun demikian dengan alokasi penggunaan
belanja operasi seperti belanja pegawai yang dilakukan secara tepat, akan
43
menunjang kinerja dari masing-masing unit kerja dalam pelayanan publik,
pelayanan publik semakin baik akan menciptakan iklim investasi yang baik dan
kondusif sehingga meningkatkan kegiatan perekonomian. Kemudian pada
akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, menurut Dewi
dan Supadmi (2016), pengalokasian belanja rutin pada sektor-sektor
pembangunan kualitas manusia secara tepat akan turut berkontribusi dalam upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat, seperti alokasi dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS), adanya puskesmas dan jaminan kesehatan.
Penelitian Pradana (2018) menjelaskan bahwa belanja operasi berefek positif
terhadap IPM. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat
dirumuskan adalah:
H5: Belanja operasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM
2.4.6 Pengaruh Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia
Belanja modal merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang
memberikan manfaat lebih dari satu tahun, cakupan belanja modal tidak hanya
sebatas aset fisik yang dikuasai pemerintah melainkan lebih luas termasuk
didalamnya aset yang akan diserahkan kepada masyarakat yang bertujuan
memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Menurut Badrudin (2011), belanja modal dialokasikan oleh pemerintah daerah
untuk mendanai kegiatan pembangunan yang ditujukan untuk kepentingan
44
masyarakat. Kegiatan pemerintah daerah ini mengakibatkan dibangunnya
berbagai fasilitas publik seperti fasilitas jalan, jembatan, telekomunikasi, listrik,
gedung sekolah, gedung rumah sakit, pasar, dan berbagai fasilitas publik lainnya
yang akan dimanfaatkan oleh masyarakat. Beberapa jenis fasilitas publik tersebut
akan memudahkan aksesibilitas masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi.
Di samping itu, masyarakat juga dapat memanfaatkan untuk aktivitas non
ekonomi khususnya dalam melakukan aktivitas sosial kemasyarakatan di berbagai
ruang publik yang tersedia sehingga berperan dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Menurut Christy dan Adi (2009), untuk meningkatkan kemajuan daerah dan
mensejahterakan masyarakat daerah diperlukan pengalokasian dan belanja modal
yang lebih besar berupa pembenahan bangunan dan infrastruktur yang memadai.
Peningkatan infrastruktur publik dan penanaman modal pemerintah seperti
pembenahan segala penunjang pendidikan, kesehatan dan prasarana lain sehingga
dapat memaksimalkan pelayanan sektor publik secara berkesinambungan yang
akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Jika fasilitas publik
dapat terpenuhi maka masyarakat merasa nyaman dan dapat menjalankan
usahanya dengan efisien dan efektif sehingga pada akhirnya akan menciptakan
hidup yang sehat dan harapan hidup lebih panjang, meningkatkan kualitas
pendidikan serta standar kehidupan masyarakat (Sarkoro dan Zulfikar, 2016).
Mardiasmo (2002), menyatakan bahwa dalam era otonomi, pemerintah daerah
harus semakin mendekatkan diri pada berbagai pelayanan dasar masyarakat. Oleh
karena itu alokasi belanja modal memegang peranan penting guna peningkatan
45
pelayanan. Sejalan dengan peningkatan pelayanan itu dapat meningkatkan
kualitas pembangunan manusia. Tingginya belanja modal yang dialokasikan
untuk pembangunan sarana dan prasarana fisik akan terlaksana sehingga dengan
tersedianya pelayanan masyarakat yang memadai akan berpengaruh terhadap
Indeks Pembangunan Manusia.
Penelitian yang dilakukan oleh Mirza (2012), Chalid dan Yusuf (2014) serta Sari
dan Supadmi (2016) menunjukan bahwa belanja modal berpengaruh positif
terhadap IPM. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat
dirumuskan adalah:
H6: Belanja Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM
46
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk
menjelaskan suatu fenomena empiris yang disertai data statistik, karakteristik dan
pola hubungan antar variabel. Penelitian ini akan menjelaskan seberapa besar
pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus, Belanja Operasi dan Belanja Modal terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Sumatera tahun 2013-2017.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut
Sugiyono (2014), data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh
peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh
pihak lain). Sumber data penelitian ini adalah :
1. Data realisasi Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi
Khusus, Belanja Operasi dan Belanja Modal diperoleh dari data Laporan
Realisasi APBD yang diperoleh dari situs Dirjen Perimbangan Keuangan
Pemerintah Daerah (www.djpk.kemenkeu.go.id).
47
2. Data Laju Pertumbuhan PDRB berdasarkan harga konstan (pertumbuhan
ekonomi) dan data Indeks Pembangunan Manusia diperoleh dari situs Badan
Pusat Statistik (www.bps.go.id).
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/Kota di Sumatera, yang berjumlah 154
Kabupaten/Kota. Penelitian ini memiliki rentang waktu 5 tahun yaitu mulai dari
tahun 2013 sampai dengan tahun 2017.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimilik oleh populasi
tersebut, sampel yang diambil dari populasi tersebut harus betul-betul
representative (Sugiyono, 2014). Dalam penelitian ini teknik sampel yang
digunakan adalah purposive sampling, dengan kriteria sebagai berikut:
1. Menerbitkan Laporan Realisasi Anggaran yang telah diaudit untuk tahun 2013-
2017.
2. Memiliki data IPM dan Laju Pertumbuhan PDRB harga konstan selama 2013-
2017.
3. Memiliki data lengkap sesuai variabel yang diteliti yaitu PAD, DAU, DAK,
Belanja Operasi dan Belanja Modal selama tahun 2013-2017.
4. Bukan daerah pemekaran baru tahun 2013.
48
3.4 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data dilakukan dengan cara:
1. Studi dokumentasi yang dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder,
mencatat dan mengolah data yang berkaitan dengan penelitian ini.
2. Studi pustaka yaitu pengambilan data sebagai landasan teori serta penelitian
terdahulu yang diperoleh dari dokumen, buku, artikel serta sumber tertulis
lainnya yang terkait dengan topik penelitian.
3.5 Definisi dan Pengukuran Variabel
3.5.1 Variabel Dependen
3.5.1.1 Indeks Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia merupakan indeks komposit yang digunakan untuk
mengukur pencapaian kualitas hidup rata-rata suatu negara/daerah untuk tiga hal
mendasar pembangunan manusia, yaitu:
1. Indeks kesehatan diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir.
2. Indeks pendidikan, yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka
harapan lama sekolah untuk penduduk berusia 7 tahun keatas.
3. Indeks standar hidup layak, yang diukur dengan pengeluaran perkapita
disesuaikan.
Dalam penelitian ini pengukuran variabel IPM dilakukan dengan melihat angka
capaian IPM tiap Kabupaten/Kota di Sumatera yang diperoleh dari situs Badan
Pusat Statistik.
49
3.5.2 Variabel Independen
3.5.2.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan dari kegiatan perekonomian yang
berdampak pada jumlah produksi barang dan jasa yang semakin bertambah
sehingga kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno, 2010). Pertumbuhan
ekonomi daerah diproksikan dengan menggunakan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB). PDRB yaitu total atas keseluruhan nilai barang dan jasa yang
diperoleh dari seluruh kegiatan perekonomian yang dilakukan di daerah.
Menurut Sukirno (2010), laju pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat diukur
dengan menggunakan laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan, dengan
rumus :
PE = 𝑃𝐷𝑅𝐵𝑡−𝑃𝐷𝑅𝐵t−1
𝑃𝐷𝑅𝐵t−1 x 100%
Mengacu pada penelitian Muda dkk. (2014), dalam penelitian ini tingkat
pertumbuhan ekonomi suatu daerah diproksi melalui nilai laju pertumbuhan
PDRB atas dasar harga konstan pada suatu wilayah yang diperoleh dari angka
data yang diperoleh dari situs Badan Pusat Statistik.
3.5.2.2 Pendapatan Asli Daerah
Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah
penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri
yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah yang diperoleh dari sektor pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Dalam penelitian ini Pendapatan Asli Daerah diproksikan melalui realisasi
50
Pendapatan Asli Daerah dalam Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Daerah
pada tiap-tiap Kabupaten/Kota di Sumatera dalam satuan rupiah.
3.5.2.3 Dana Alokasi Umum
Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dalam penelitian ini Dana Alokasi Umum diproksikan melalui realisasi Dana
Alokasi Umum dalam Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Daerah pada tiap-
tiap Kabupaten/Kota di Sumatera dalam satuan rupiah.
3.5.2.4 Dana Alokasi Khusus
Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang
dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan khusus yang merupakan
urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional dengan tetap memperhatikan
ketersediaan dana dalam APBN. Dalam penelitian ini Dana Alokasi Khusus
diproksikan melalui realisasi Dana Alokasi Khusus dalam Laporan Realisasi
Anggaran Pemerintah Daerah pada tiap-tiap Kabupaten/Kota di Sumatera dalam
satuan rupiah.
51
3.5.2.5 Belanja Operasi
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 2 dalam
Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010, belanja operasi adalah realisasi
anggaran untuk kegiatan sehari-hari pemerintah pusat atau daerah yang memberi
manfaat jangka pendek. Belanja operasi terdiri atas belanja pegawai, belanja
barang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah dan belanja bantuan sosial.
Dalam penelitian belanja operasi diproksikan melalui realisasi belanja operasi
dalam Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Daerah pada Kabupaten/Kota di
Sumatera, diukur dalam satuan rupiah.
3.5.2.6 Belanja Modal
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 2 dalam
Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010, belanja modal adalah pengeluaran
anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih
dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal
untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, dan aset tak berwujud.
Dalam penelitian belanja modal diproksikan melalui realisasi belanja modal
dalam Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Daerah pada Kabupaten/Kota di
Sumatera, diukur dalam satuan rupiah.
52
3.6 Metode Analisis Data
3.6.1 Statistik Deskriptif
Menurut Ghozali (2016), statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi
suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian,
maksimum, minimum, range, kurtosis, dan kemencengan distribusi (skewness).
Analisis statistik deskriptif merupakan teknik deskriptif yang memberikan
informasi mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud menguji hipotesis.
Analisis ini hanya digunakan untuk menyajikan dan menganalisis data disertai
dengan perhitungan agar dapat memperjelas keadaan atau karakteristik data yang
bersangkutan.
3.6.2 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui kelayakan penggunaan model
dalam penelitian ini. Pengujian ini juga bertujuan untuk memastikan bahwa di
dalam model regresi tidak terdapat multikolenieritas, heteroskedastisitas,
autokolerasi serta memastikan bahwa data yang dihasilkan terdistribusi normal
(Ghozali, 2016). Pengujian ini meliputi:
3.6.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel
terikat dan variabel bebas mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi
yang baik adalah memiliki distribusi normal atau mendekati normal (Ghozali,
2016). Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual
adalah dengan melihat grafik normal probability plot. Pada prinsipnya normalitas
dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari
53
grafik P-P Plot. Dasar pengambilan keputusan menurut Ghozali (2016) adalah
sebagai berikut:
1. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal atau garis histogramnya menunjukkan pola distribusi normal,
maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis
diagonal atau garis histogramnya menunjukkan pola distribusi tidak
normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.
3.6.2.2 Uji Multikoliniearitas
Uji multikoliniearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Ghozali,
2016). Uji multikoliniearitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
melihat nilai VIF (variance Inflaction Factor) dan nilai Tolerance yang
dihasilkan melalui pengolahan data dengan bantuan software SPSS. Dasar
pengambilan keputusan pada uji multikoliniearitas sebagai berikut:
1. Jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10, maka tidak terjadi
multikolonieritas pada data yang diuji.
2. Jika nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka terjadi multikolonieritas
pada data yang diuji.
54
3.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model
regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi
Heteroskedastisitas. Penelitian ini menguji heteroskedastisitas dengan melihat
pola titik-titik pada scatterplots regresi. Dasar pengambilan keputusan uji
heteroskedastisitas adalah:
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y,maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
3.6.2.4 Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah keadaan dimana variabel gangguan pada periode tertentu
berkorelasi dengan variabel gangguan pada periode lain. Model regresi yang baik
adalah yang bebas autokorelasi. Untuk mengetahui apakah terjadi autokorelasi
dalam suatu model regresi, maka dalam penelitian ini uji aotokorelasi dilakukan
dengan melihat nilai uji Durbin-Watson (DW). Menurut Sunyoto (2013), salah
satu ukuran dalam menentukan ada tidaknya masalah autokorelasi dengan uji
Durbin-Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Terjadi autokorelasi positif jika nilai DW dibawah -2 (DW < -2).
55
b. Tidak terjadinya masalah autokorelasi, jika nilai DW berada diantara -2
dan +2 atau -2<DW< +2.
c. Terjadi autokorelasi negatif jika nilai DW diatas +2 (DW > +2).
3.6.3 Analisis Regresi Berganda
Menurut Ghozali (2016), analisis regresi digunakan untuk mengukur hubungan
antara dua variabel atau lebih, juga menunjukan arah hubungan antara variabel
dependen dengan independen. Persamaan regresi dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
IPM = α +𝜷𝟏 𝑷𝑬 +β2PAD+ β3 DAU + β4 DAK + β5 BO + β6 BM+ ε
Dimana :
IPM = IPM pada tiap Kabupaten/Kota di Sumatera pada tahun t
PE = Pertumbuhan Ekonomi pada tiap Kabupaten/Kota di Sumatera
PAD = Pendapatan Asli Daerah pada tiap Kabupaten/Kota di Sumatera
DAU = Dana Alokasi Umum pada tiap Kabupaten/Kota di Sumatera
DAK = Dana Alokasi Khusus pada tiap Kabupaten/Kota di Sumatera
BO = Belanja Operasi pada tiap Kabupaten/Kota di Sumatera
BM = Belanja Modal pada tiap Kabupaten/Kota di Sumatera
α = konstanta regresi
𝛽 = koefien regresi
ε = error term
56
3.6.4 Uji Hipotesis
Untuk menguji pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel
dependen baik secara parsial maupun simultan. Pengujian yang digunakan dalam
analisis ini adalah uji koefisien determinasi (Adjusted R2), uji kelayakan model
regresi (uji statistik F), dan uji signifikansi parameter individual (uji statistik t).
3.6.4.1 Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Uji koefisien determinasi (Adjusted R2) digunakan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi dari variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil
menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan
variabel dependen sangatlah terbatas. Nilai R2 yang mendekati satu menunjukkan
variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memperbaiki variabel dependen (Ghozali, 2016). Semakin
besar R2 maka menunjukkan semakin kuat pengaruh dari variabel bebas terhadap
variabel terikat.
3.6.4.2 Uji Kelayakan Model Regresi (Uji Statistik F)
F-test digunakan untuk menguji apakah variabel independen atau bebas yang
dimasukkan dalam model regresi secara bersama-sama atau simultan
mempengaruhi variabel dependen atau terikat (Ghozali, 2016). Kriteria
pengujiannya (Uji-F) adalah seperti berikut:
1. Ha ditolak yaitu apabila value > 0,05 atau bila nilai signifikansi lebih dari nilai
α 0,05 berarti model regresi dalam penelitian ini tidak layak (fit) untuk
digunakan dalam penelitian.
57
2. Ha diterima yaitu apabila value = 0,05 atau bila nilai signifikansi kurang dari
atau sama dengan nilai α 0,05 berarti model regresi dalam penelitian ini layak
(fit) untuk digunakan dalam penelitian.
3.6.4.3 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Pengujian signifikansi parameter individual ini digunakan untuk mengetahui
pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen
(Ghozali, 2016). Kriteria pengujian hipotesis adalah seperti berikut ini:
1. Ha ditolak, yaitu apabila value > 0.05 atau bila nilai signifikansi lebih dari nilai
α 0,05 berarti variabel independen secara individual tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen.
2. Ha diterima, yaitu apabila value = 0.05 atau nilai signifikansi kurang dari atau
sama dengan nilai α 0,05 berarti variabel independen secara individual
berpengaruh terhadap variabel dependen.
110
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari Pertumbuhan Ekonomi,
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Belanja
Operasi, dan Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada
Kabupaten/Kota di Sumatera tahun 2013-2017. Penelitian ini menggunakan
analisis regresi berganda sebagai alat analisis hipotesis. Berdasarkan hasil
pengujian hipotesis maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Sumatera tahun 2013-
2017.
2. Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Indeks Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Sumatera tahun
2013-2017.
3. Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Sumatera tahun 2013-
2017.
4. Dana Alokasi Khusus tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Sumatera tahun 2013-
2017.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
111
5. Belanja Operasi tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Sumatera tahun 2013-
2017.
6. Belanja Modal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Sumatera tahun 2013-
2017.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini peneliti hanya meneliti pada Kabupaten/Kota di
Sumatera.
2. Pada penelitian ini menggunakan IPM tahun berjalan sebagai variabel
dependen, sehingga tidak mampu melihat efek jangka panjang dari belanja
modal, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan saran,
yaitu:
1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas penelitian dengan
menambahkan sampel tidak hanya terfokus pada Kabupaten/Kota di
Sumatera, sehingga dapat diperoleh hasil penelitian dengan tingkat
generalisasi yang lebih tinggi dan lebih baik.
112
2. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan IPM tahun-tahun berikutnya untuk
melihat pengaruh jangka panjang dari belanja modal, Dana Alokasi Umum
dan Dana Alokasi Khusus terhadap IPM.
1
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra, I Made Pradana, Ni Kadek D. Dwiyantari, dan Dewa Kadek Darma.
2015. Pengaruh PAD, Dana Perimbangan, dan SiLPA Terhadap Kualitas
Pembangunan Manusia dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening
(Studi Pada Kab/Kota di Bali). Simposium Nasional Akuntansi XVIII
Medan.
Ardiansyah dan Vitalis Ari Widyaningsih. 2014. Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Indeks
Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Tengah.
Simposium Nasional Akuntansi XVII Lombok.
Badan Pusat Statistik. 2013. Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten
Kepulauan Mentawai 2013. BPS: Kepulauan Mentawai.
Badan Pusat Statistik. 2013. Laporan Pembangunan Manusia Indonesia 2013.
BPS: Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota
2013-2014. BPS: Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota
2014-2015. BPS: Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik Kesejahteraan Rakyat Kota Banda Aceh.
BPS: Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik. 2016. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan
Usaha Kota Lhokseumawe 2012-2016. BPS: Lhokseumawe.
Badan Pusat Statistik. 2017. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan
Usaha Kabupaten Tapanuli Selatan 2013-2017. BPS: Tapanuli Selatan.
Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota
2016-2017. BPS: Jakarta.
2
Badan Pusat Statistik. 2019. Indeks Pembangunan Manusia Menurut
Kabupaten/Kota 2013-2017. Diakses Pada 27 Januari 2019.
Badan Pusat Statistik. 2019. Laju Pertumbuhan PDRB berdasarkan harga konstan
Menurut Kabupaten/Kota 2013-2017. Diakses Pada 27 Januari 2019.
Badrudin, Rudy. 2011. Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Belanja Modal,
Pertumbuhan Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten/kota
Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 19.
No. 1.
Badrudin, Rudy. 2012. Ekonomika Otonomi Daerah. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN.
Bahl, R. J. Lihn. 1992. Urban Public Finance in Developing Countries. Oxford
Univerdsity Press. Washington DC.
Caglayan-Akay, E dan M.H.Van. 2017. Determinant of the levels of development
Based on Human Development Index: Bayesian Ordered Probit Model.
International Journal of Economics and Financial Issues. Vol. 7. No. 5.
Chalid, Nursiah dan Yusbar Yusuf. 2014. Pengaruh Tingkat Kemiskinan, Tingkat
Pengangguran, Upah Minimum Kabupaten/Kota dan Laju Pertumbuhan
Ekonomi terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Riau. Jurnal
Ekonomi. Vol. 22. No. 2.
Christy, Fhino Andrea dan Priyo Hari Adi. 2009. Hubungan antara DAU, Belanja
Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia. The 3rd National Conference
UKWMS.
Dewi, I G A Agung Astia dan Ni Luh Supadmi. 2016. Pengaruh Alokasi Belanja
Rutin dan Belanja Modal pada Indeks pembangunan Manusia. Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana. Vol. 14. No. 1.
Deswanto, Dwi Bambang, Asniar Ismail dan Hendarmin. 2017. Pengaruh Belanja
Daerah Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi terhadap Pertumbuhan Ekonomi
dan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2010 – 2015. Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol.
6. No. 3.
Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan. 2019. Data Keuangan daerah.
www.djpk.kemenkeu.go.id diakses tanggal 1 maret 2019.
Eren, M., A.K. Celik dan A. Kubar. 2014. Determinant of the levels of
development Based on Human Development Index: A Comparasion of
Regression Models for Limited Dependent Variabels. Review of European
Studies. Vol. 6. No. 1.
3
Ezkirianto, Ryan dan M. Findi A. 2013. Analisis Keterkaitan antara Indeks
Pembangunan Manusia dan PDRB Perkapita di Indonesia. Jurnal Ekonomi
dan Kebijakan Pembangunan. Vol. 2. No. 1.
Firdaus, Muhammad. 2013. Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah di
Indonesia: Fakta dan Strategi Inisiatif. Orasi Ilmiah Guru Besar Institut
Pertanian Bogor.
Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS 23.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Halim, Abdul dan Kusufi M. Syam. 2012. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta:
Salemba Empat.
Harahap, Riva Ubar. 2011. Pengaruh DAU, DAK dan DBH terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada Kab/Kota Provinsi Sumatera Utara. Jurnal
Riset Akuntansi dan Bisnis. Vol. 11. No. 1.
Kementrian Keuangan Republik Indonesia. 2014. Audit Belanja dan Reformasi
Anggaran ke Daerah. https://www.kemenkeu.go.id/media/4424/audit-dan-
reformasi-anggaran-ke-daerah_0.pdf diakses pada 1 April 2019.
Kuznets, Simon. 1971. Economics Growth of Nations. Cambridge: Harvard
University Press.
Lumbantoruan, Eka Pratiwi dan Paidi Hidayat. 2013. Analisis Pertumbuhan
Ekonomi dan Indeks Pembangunan Manusia Provinsi-Provinsi di Indonesia.
Jurnal Ekonomi dan Keuangan. Vol. 2. No. 2.
Mardiasmo. 2002. Otonomi Daerah sebagai Upaya Memperkokoh Basis
Perekomomian Daerah. Makalah Disampaikan dalam Seminar Pendalaman
Ekonomi Rakyat.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mirza, Denni Sulistio. 2012. Pengaruh Kemiskinan, Pertumbuhan Ekonomi dan
Belanja Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Tengah
tahun 2006-2009. Economics Development Analysis Journal. Vol. 1. No. 2.
Muda, Iskandar, Syafrizal Helmi dan Azizul Kholis. 2014. Kajian Pengaruh
Indeks Kemahalam Konstruksi, Pertumbuhan Ekonomi dan Alokasi Belanja
Modal terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Sumatra Utara. Jurnal
Dinamika Akuntansi dan Bisnis. Vol. 1. No. 1.
Pane, R. H., Zulkarnaini dan Ekowarso, H. (2011). Kinerja Belanja Hibah Untuk
Usaha Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan di Kota Pekanbaru. Jurnal
Sosial Ekonomi Pembangunan. Vol. II. No. 4.
4
Putra, Putu Gde Mahendra dan I Gusti Ketut Agung Ulupui. 2015. Pendapatan
Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, untuk
Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana. Vol 11. No. 3.
Pradana, Mahirsyah. 2018. Alokasi Belanja Pemerintah dan Indeks pembangunan
Manusia di Indonesia. Jurnal Develop. Vol. 2. No. 1.
Rakhmawati, Zuraida , Mohamad Rafki Nazar, dan Djusnimar Zultilisna. 2017.
Pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan belanja daerah terhadap
Indeks Pembangunan Manusia. e-Proceeding of Management. Vol.4. No. 2.
Ranis, Gustav. 2004. Human Development and Economic Growth. Working
Papers 887. Economic Growth Center Discussion. New Haven : Yale
University.
Raswita, Ngakan Putu Mahesa Eka dan Made Suyana Utama. 2013. Analisis
Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan Antar Kecamatan Di
Kabupaten Gianyar. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas
Udayana. Vol.2. No. 3.
Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintah Daerah.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2005 Tentang
Dana Perimbangan.
Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 Tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Republik Indonesia. 2006. Peraturan Mentri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan.
Republik Indonesia. 2011. Peraturan Mentri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2011
Tentang Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah.
5
Romer, Paul.1994. The Origin of Endogenous Growth. Journal Economic
Perspective. Vol. 8. No.1.
Rudibdo dan Hadi Sasana. 2017. Pengaruh Belanja Langsung, Belanja Tidak
Langsung, Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Wilayah Ekskeresidenan Semarang Pada Era Otonomi Daerah dan
Desentralisasi Fiskal. Jurnal Riset Ekonomi Pembangunan. Vol 2. No. 2.
Saragih, Juli panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan keuangan Daerah dalam
Otonomi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Sari, Ida Ayu C. Y., dan Ni Luh Supadmi. 2016. Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah dan Belanja Modal Pada Peningkatan Indeks Pembangunan
Manusia. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. Vol. 15. No. 3.
Sarkoro, Hastu dan Zulfikar. 2016. Pengaruh Belanja Daerah, Dana Alokasi
Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks
Pembangunan Manusia pada Pemerintah Provinsi se-Indonesia. Jurnal Riset
Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Vol. 1. No. 1.
Sasana, Hadi. 2012. Pengaruh Belanja Pemerintah Daerah dan Pendapatan
Perkapita terhadap Indeks Pembangunan Manusia (Studi kasus di Kab/Kota
Provinsi Jawa Tengah). Jurnal Ekonomi dan Manajemen. Vol. 25. No. 1.
Sen, A. K. 1999. Development as Freedom. New York: Oxford University Press.
Setyowati, Lilis dan Yohana Kus Suparwati. 2012. Pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi, DAU, DAK, PAD dengan Pengalokasian Anggaran Belanja
Modal sebagai Variabel Intervening (Studi Empiri pada Pemerintah
Kabupaten dan Kota se-Jawa Tengah). Jurnal Prestasi. Vol. 9. No. 1.
Shah, S. 2016. Determinant of Human Development Index: A Cross Country
Empirical Analysis. Munich Personal RePec Archive (MRPA). Paper No.
73759.
Sidik, Machfud. 2002. Format Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan
Daerah yang Mengacu Pada Pencapaian Tujuan Nasional. Departemen
Keuangan RI. Seminar Nasional Public Sector Scorecard. Jakarta, 17-18
April 2002.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukirno, Sadono. 2010. Makro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta :
PT. Raja Grasindo Persada.
Sukirno, Sadono. 2014. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar
Kebijakan Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
6
Suliswanto, M. Sri Wahyudi. 2010. Pengaruh PDB dan IPM Terhadap Angka
Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 8. No. 2.
Sunyoto, Danang. 2013. Metodologi Penelitian Akuntansi. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Suparmoko, M. 2002. Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan
Daerah. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi di Dunia
Ketiga Edisi Kesembilan. Jakarta: Penertbit Erlangga.
UNDP. 1990. Human Development Report. New York: Oxford University Press.
UNDP. 1995. Human Development Report. New York: Oxford University Press.
UNDP. 1996. Economic Growth and Human Development. Human Development
Report 1996. New York: Oxford University Press.
UNDP. 2017. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia Meningkat tapi
Kesenjangan Masih Tetap Ada. www.id.undp.org/content/indonesia diakses
pada 7 Februari 2019.
UNDP. 2018. Human Development Report. http://hdr.undp.org/en/countries
diakes pada 30 januari 2019.
Widarwanto, Atanasius, Erlina dan Idhar Yahya . 2014. Pengaruh Dana Alokasi
Umum, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil
dan Bantuan Keuangan Provinsi terhadap Indeks Pembangunan Manusia
dengan Belanja Pelayanan Dasar Sebagai variabel moderating. Jurnal
Telaah dan Riset Akuntansi. Vol. 7. No. 2.
Williantara, Gede Ferdi dan I Gusti Ayu Nyoman Budiasih. 2016. Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan
Dana Bagi Hasil terhadap Indeks Pembangunan Manusia. E-Jurnal
Akuntansi Universitas Udayana. Vol. 16. No. 3.
Zaufi, M. Yafiz, Taufeni taufik dan Restu Agusti. 2016. Pengaruh Desentralisasi
Fiskal, DAU, DAK dan PAD terhadap Indeks Pembangunan Manusia
dengan Belanja Modal sebagai variabel Intervening di 12 Kab/Kota Se-
Provinsi Riau. Jurnal Ekonomi. Vol 24. No. 3.
Zulfadhly. 2018. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana
Alokasi Khusus terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi
Sumatra Barat. Jurnal Akuntansi. Vol 6. No. 1.