73
PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI CARBOXYMETHYLCELLULOSE SODIUM (CMC-Na) SEBAGAI BAHAN PENGENTAL TERHADAP VISKOSITAS DAN KETAHANAN BUSA PADA SEDIAAN SHAMPO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Sihendra NIM : 068114100 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010

PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

CARBOXYMETHYLCELLULOSE SODIUM (CMC-Na) SEBAGAI BAHAN

PENGENTAL TERHADAP VISKOSITAS DAN KETAHANAN BUSA

PADA SEDIAAN SHAMPO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Sihendra

NIM : 068114100

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2010

Page 2: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

ii

PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

CARBOXYMETHYLCELLULOSE SODIUM (CMC-Na) SEBAGAI BAHAN

PENGENTAL TERHADAP VISKOSITAS DAN KETAHANAN BUSA

PADA SEDIAAN SHAMPO

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Sihendra

NIM : 068114100

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2010

Page 3: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

iii

Page 4: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

iv

Page 5: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

v

Karya ini kupersembahkan untuk:

Keluargaku

Sahabat-Sahabatku

dan almamaterku

Page 6: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

vi

Page 7: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

vii

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

atas segala berkat, kasih karunia, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Peningkatan Konsentrasi

Carboxymethylcellulose Sodium sebagai Bahan Pengental terhadap Viskositas dan

Ketahanan Busa Sediaan Shampo” dengan baik sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Program Studi Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai

pihak, untuk itu pada kesempatan ini, penulis secara khusus mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Keluarga penulis yang telah memberikan dukungan, perhatian, serta doa

kepada penulis.

2. Rita Suhadi, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

3. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu untuk membimbing dan mendampingi penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Rini Dwiastuti, S.Farm., M.Sc., Apt. selaku dosen penguji atas kritik dan

saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini jadi lebih baik.

5. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt. selaku dosen penguji atas kritik dan

saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini jadi lebih baik.

Page 8: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

viii

6. Grace, rekan penulis yang selalu ada bagi penulis untuk berbagi ilmu dan

pendapat. Terima kasih atas semua dukungan, saran, pendapat, perhatian, serta

kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.

7. Teman-teman skripsi penulis di lantai 1, Wiwit, Rani, Cica, Intan, Irene, Lina,

Nia, Lulu, Shinta atas kerja sama dan kebersamaan selama menyelesaikan

skripsi ini.

8. Seluruh teman-teman Fakultas Farmasi USD angkatan 2006 atas kebersamaan

serta kehangatan yang telah diberikan selama penulis menjalani perkuliahan.

9. Pak Mus, Mas Agung, Mas Andri, dan Mas Ottok selaku laboran yang telah

banyak membantu selama penelitian.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini

masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

adanya kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi masyarakat dan ilmu pengetahuan.

Penulis

Page 9: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

ix

Page 10: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

x

INTISARI

Busa memiliki peranan penting dalam penerimaan suatu sediaan shampo.

Dengan kata lain, untuk dapat diterima oleh konsumen, suatu sediaan shampo harus dapat menghasilkan busa yang cukup melimpah serta tahan lama. Salah satu faktor yang mempengaruhi ketahanan busa adalah viskositas. Namun, viskositas sendiri dipengaruhi oleh banyaknya bahan pengental. Salah satu contoh bahan pengental yang banyak digunakan pada sediaan kosmetik adalah Carboxymethylcellulose Sodium. Namun, hingga kini, pengaruh penggunaan Carboxymethylcellulose Sodium sebagai bahan pengental terhadap viskositas dan ketahanan busa pada sediaan shampo masih belum pernah dijelaskan secara khusus. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk mencari tahu bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi Carboxymethylcellulose Sodium yang biasa digunakan sebagai bahan pengental terhadap viskositas dan ketahanan busa dari sediaan shampo.

Penelitian dilakukan dengan cara membuat suatu sediaan shampo sederhana yang terdiri dari dua macam surfaktan (Sodium Lauryl Sulfate dan Cocamidopropyl Betaine), Carboxymethylcellulose Sodium, dan beberapa bahan tambahan lain. Sediaan shampo dibuat dalam beberapa konsentrasi Carboxymethylcellulose Sodium, yaitu 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0% b/b. Sediaan shampo yang sudah dibuat kemudian diuji viskositas dan ketahanan busanya. Dari hasil uji yang dilakukan, didapatkan bahwa peningkatan konsentrasi Carboxymethylcellulose Sodium memiliki hubungan yang kuat dan bermakna terhadap peningkatan viskositas, namun hubungannya dengan ketahanan busa masih belum dapat diperkirakan secara pasti.

Kata kunci: Carboxymethylcellulose Sodium, viskositas, ketahanan busa, shampo

Page 11: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

xi

ABSTRACT

Foam has an important role in a shampoo acceptability. In other words,

to be accepted by consumer, shampoo should produce sufficient amount of stable foam. One of many factors that affect foam stability is viscosity. However, viscosity itself depend on the amount of the viscosity-increasing agent. An example of the viscosity-increasing agent that has been used in many cosmetic preparation is Carboxymethylcellulose Sodium. However, until now, the effect of using Carboxymethylcellulose Sodium as a viscosity-increasing agent to viscosity and foam stability in shampoo has not been explained spesifically. Therefore, the purpose of this research is to know how the increase of Carboxymethylcellulose Sodium concentration as a viscosity-increasing agent affect the viscosity and foam stability of shampoo.

This research was performed by making simple shampoo contain 2 types of surfactant (Sodium Lauryl Sulfate and Cocamidopropyl Betaine), Carboxymethylcellulose Sodium and other additives. This shampoo was made in several concentration, 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0% w/w, then they were tested for its viscosity and foam stability. The result showed that the increase of Carboxymethylcellulose Sodium concentration had a strong and significant correlation to the increase of viscosity, however, its relation to foam stability could not be predicted precisely. Key words: Carboxymethylcellulose Sodium, viscosity, foam stability, shampoo

Page 12: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................................................... vi

PRAKATA .......................................................................................................... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ ix

INTISARI ........................................................................................................... x

ABSTRACT ........................................................................................................ xi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii

BAB I. PENGANTAR ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

1. Perumusan masalah ........................................................................ 2

2. Keaslian penelitian ......................................................................... 3

3. Manfaat penelitian ......................................................................... 3

B. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ............................................................... 5

Page 13: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

xiii

A. Carboxymethylcellulose Sodium ......................................................... 5

B. Viskositas ............................................................................................. 6

C. Busa ..................................................................................................... 6

D. Ketahanan busa .................................................................................... 7

E. Shampo ................................................................................................ 8

F. Surfaktan .............................................................................................. 9

G. Sodium Lauryl Sulfate ......................................................................... 9

H. Betaine ................................................................................................. 10

I. Landasan Teori .................................................................................... 11

J. Hipotesis .............................................................................................. 12

BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................... 13

A. Jenis Rancangan Penelitian .................................................................. 13

B. Variabel Penelitian ............................................................................... 13

C. Definisi Operasional ............................................................................ 14

D. Bahan Penelitian .................................................................................. 14

E. Alat Penelitian ...................................................................................... 14

F. Tata Cara Penelitian ............................................................................. 15

1. Pembuatan shampo ........................................................................ 15

2. Uji viskositas dan ketahanan busa shampo .................................... 16

3. Analisis hasil .................................................................................. 17

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 18

A. Formulasi Sediaan Shampo ................................................................. 18

B. Viskositas Sediaan Shampo ................................................................. 21

Page 14: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

xiv

C. Ketahanan Busa Sediaan Shampo ........................................................ 24

D. Hubungan Viskositas dengan Ketahanan Busa Sediaan Shampo ........ 29

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 32

A. Kesimpulan .......................................................................................... 32

B. Saran .................................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 33

LAMPIRAN ........................................................................................................ 35

BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................ 56

Page 15: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hasil pengukuran viskositas shampo dan uji korelasi Pearson

antara konsentrasi CMC-Na dengan viskositas shampo ................... 22

Tabel II. Hasil uji Repeated ANOVA untuk viskositas shampo pada tiap

konsentrasi dari hari ke-2, 15, dan 30 ............................................... 23

Tabel III. Hasil uji Repeated ANOVA untuk ketahanan busa pada tiap

konsentrasi setelah hari ke-2 ............................................................. 25

Tabel IV. Hasil uji Repeated ANOVA untuk ketahanan busa pada tiap

konsentrasi setelah hari ke-15 ........................................................... 25

Tabel V. Hasil uji Repeated ANOVA untuk ketahanan busa pada tiap

konsentrasi setelah hari ke-30 ........................................................... 26

Tabel VI. Hasil pengukuran ketahanan busa dan uji korelasi Pearson antara

konsentrasi CMC-Na dengan ketahanan busa pada menit ke-10 ..... 27

Tabel VII. Hasil pengukuran ketahanan busa dan uji korelasi Pearson antara

konsentrasi CMC-Na dengan ketahanan busa pada menit ke-120 ... 27

Page 16: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Carboxymethylcellulose Sodium ........................................ 5

Gambar 2. Ilustrasi pembentukan lapisan busa saat gelembung udara

mencapai permukaan larutan surfaktan ............................................ 7

Gambar 3. Kurva hubungan konsentrasi CMC-Na dengan viskositas ………... 22

Gambar 4. Kurva hubungan konsentrasi CMC-Na dengan ketahanan busa

pada menit ke-10 …………………………………………………... 28

Gambar 5. Kurva hubungan konsentrasi CMC-Na dengan ketahanan busa

pada menit ke-120 …………………………………………………. 29

Gambar 6. Ilustrasi terjadinya thinning .............................................................. 31

Page 17: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil pengukuran dan uji viskositas ........................................... 35

Lampiran 2. Hasil pengukuran dan uji ketahanan busa ................................... 38

Lampiran 3. Dokumentasi ............................................................................... 49

Page 18: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Shampo merupakan produk yang digunakan oleh semua golongan

masyarakat. Saat ini, shampo merupakan salah satu produk utama dalam pasar

produk perawatan dan pembersih rambut. Shampo mewakili lebih dari 70% total

produk yang dijual pada sektor produk untuk rambut yang menunjukan bahwa

shampo penting untuk dipertimbangkan dalam pasar. Penggunaan shampo dan

kondisioner merupakan hal yang umum dalam perawatan rambut. Dalam

penggunaan shampo, busa memiliki peranan penting dalam penerimaannya

(Limbani, 2009). Dua faktor yang paling penting dari busa adalah ketahanan

(stabilitas) dan kemampuannya untuk berbusa (Sakai, 2004). Shampo harus dapat

menghasilkan busa yang stabil dan dengan jumlah yang cukup (Limbani, 2009).

Oleh karena itu, dalam memformulasikan suatu sediaan shampo, pengetahuan

mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas dan kemampuan

menghasilkan busa menjadi penting untuk diketahui.

Salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas busa adalah viskositas.

Viskositas yang tinggi pada fase cair dapat menahan aliran cairan (drainage) pada

lapisan pembatas antar gelembung. Selain itu, viskositas yang tinggi juga dapat

menahan kehilangan cairan pada tegangan muka gelembung serta menahan

penipisan lapisan pembatas yang dapat berujung pada pecahnya gelembung

(Myers, 2006). Namun, viskositas sendiri dipengaruhi oleh banyaknya bahan

pengental.

Page 19: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

2

Beberapa contoh bahan pengental yang banyak digunakan oleh industri

kosmetik antara lain natrium klorida, gum, derivat selulosa, dan carbomer

(Fonseca, 2005). Derivat selulosa pada umumnya stabil pada pH asam,

kompatibel dengan elektrolit dan sedikit lebih tahan terhadap kontaminasi bakteri.

Salah satu derivat selulosa yang banyak digunakan adalah

Carboxymethylcellulose Sodium karena dapat larut dengan cepat di dalam air

panas maupun dingin (Lathauwer, 2004) serta secara umum dinyatakan sebagai

bahan tidak beracun dan tidak mengiritasi (Rowe, 2009). Namun, hingga kini,

pengaruh penggunaan Carboxymethylcellulose Sodium sebagai bahan pengental

terhadap viskositas dan ketahanan busa pada sediaan shampo masih belum pernah

dijelaskan secara khusus. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk meneliti

adakah pengaruh peningkatan konsentrasi Carboxymethylcellulose Sodium

sebagai bahan pengental terhadap viskositas dan ketahanan busa pada sediaan

shampo.

1. Permasalahan

a. Apakah peningkatan konsentrasi Carboxylmethylcellulose Sodium (CMC-

Na) sebagai bahan pengental berpengaruh terhadap viskositas dan

ketahanan busa pada sediaan shampo?

b. Bagaimanakah pengaruh peningkatan konsentrasi Carboxylmethylcellulose

Sodium (CMC-Na) sebagai bahan pengental terhadap viskositas dan

ketahanan busa pada sediaan shampo?

Page 20: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

3

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, pengaruh

peningkatan konsentrasi Carboxylmethylcellulose Sodium (CMC-Na) sebagai

bahan pengental terhadap viskositas dan ketahanan busa pada sediaan shampo

belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang berhubungan yang pernah

dilakukan adalah Thickening of Foaming Cosmetic Formulations (Lathauwer,

2004).

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat menambah

khasanah ilmu pengetahuan mengenai busa dan sediaan shampo.

b. Manfaat metodologis. Dari penelitian ini diharapkan dapat

menambah pengetahuan mengenai metode pengukuran busa.

c. Manfaat praktis. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui

pengaruh dari peningkatan bahan pengental terhadap viskositas dan ketahanan

busa pada sediaan shampo.

B. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui apakah peningkatan konsentrasi CMC-Na sebagai bahan

pengental berpengaruh terhadap viskositas dan ketahanan busa pada sediaan

shampo.

Page 21: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

4

b. Mengetahui bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi CMC-Na sebagai

bahan pengental terhadap viskositas dan ketahanan busa pada sediaan

shampo.

Page 22: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

5

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Carboxymethylcellulose Sodium (CMC-Na)

CMC-Na merupakan garam natrium dari polikarboksimetil eter selulosa,

mengandung tidak kurang dari 6,5% dan tidak lebih dari 9,5% natrium (Na)

dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Anonim, 1995), merupakan

senyawa anionik yang dapat digunakan sebagai thickening agent atau stabilizing

agent (Osol, 1980), dapat larut dengan cepat di dalam air panas maupun dingin

(Lathauwer, 2004). Larutan CMC-Na bersifat pseudoplastis dan thixotropi serta

stabil pada pH antara 5 dan 9 (Liebermann, 1996).

Gambar 1. Struktur Carboxymethylcellulose Sodium (Rowe, 2009)

CMC-Na digunakan pada formulasi sediaan oral, topikal, dan beberapa

sediaan parenteral. CMC-Na juga digunakan secara luas pada kosmetik,

perlengkapan mandi, dan produk makanan, serta secara umum dinyatakan sebagai

bahan tidak beracun dan tidak mengiritasi (Rowe, 2009).

Page 23: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

6

B. Viskositas

Viskositas merupakan ukuran tahanan dari suatu cairan untuk mengalir,

makin tinggi viskositas, maka tahanannya semakin besar (Martin, 1993).

Viskositas memainkan peranan yang penting dalam sejumlah sediaan

yang berbeda, viskositas merupakan faktor penting dalam menahan obat dalam

sediaan suspensi, meningkatkan kecepatan pelepasan obat pada tempat aplikasi

dan mempermudah pemakaian obat di tubuh. Farmasis di bidang compounding

secara rutin menggunakan viskositas untuk meningkatkan stabilitas dari berbagai

sediaan (Allen, 1999).

C. Busa

Busa merupakan sistem dispersi yang mengandung gelembung gas, yang

dipisahkan oleh lapisan cairan. Busa tidak terbentuk pada cairan murni, karena

pada cairan murni, gelembung gas yang masuk ke bawah permukaan cairan akan

langsung pecah ketika ada aliran cairan ke bawah (drainage) (Tadros, 2005). Agar

suatu cairan dapat membentuk busa, cairan tersebut harus dapat membentuk

membran yang bersifat elastis disekitar gelembung gas untuk melawan penipisan

lapisan cairan di antara gelembung gas sebagai akibat dari drainage. Busa tidak

dihasilkan pada cairan murni karena tidak ada mekanisme untuk mencegah

drainage terhadap lapisan cairan diantara gelembung gas ataupun untuk

menstabilkan tegangan permukaan (Myers, 2006).

Busa terbentuk saat ada gelembung udara yang terbentuk di dalam

larutan surfaktan. Ketika ada gelembung udara yang terbentuk di dalam larutan

Page 24: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

7

surfaktan, maka akan terjadi penyerapan (adsorpsi) surfaktan pada batas

antarmukanya. Gelembung yang terbentuk kemudian akan bergerak ke permukaan

cairan dan setelah mencapai permukaan cairan, gelembung tadi akan membentuk

suatu lapisan cairan yang terdiri dari dua lapisan adsorpsi surfaktan. (Exerowa,

1998). Adanya surfaktan dapat menurunkan tegangan pada permukaan serta

meningkatkan viskositas pada lapisan antarmuka antara udara dengan cairan yang

membuat busa menjadi stabil (Schramm, 2005).

Gambar 2. Ilustrasi pembentukan lapisan busa saat gelembung udara mencapai permukaan larutan surfaktan (Exerowa, 1998)

D. Ketahanan busa

Ketahanan (stabilitas) busa menyangkut ketahanan terhadap dua proses

yang berbeda, yaitu film thinning dan coalescence (film rupture). Pada kasus film

thinning, dua atau lebih gelembung mendekat dan membuat lapisan cairan yang

memisahkannya menjadi menipis, tetapi gelembung tidak benar-benar

bersentuhan dan tidak ada perubahan area total permukaan. Pada kasus

coalescence, lapisan tipis cairan diantara gelembung pecah dan gelembung

Page 25: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

8

menyatu membentuk gelembung baru yang lebih besar (Schramm, 2005).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ketahanan busa, antara lain (1)

viskositas yang tinggi, dimana viskositas yang tinggi dapat memperlambat proses

drainage, dan pada beberapa kasus dapat menahan beberapa macam gangguan

secara mekanik; (2) efek rheologi permukaan, yang dapat menahan kehilangan

cairan lewat penarikan cairan yang bersifat kental; (3) adanya interaksi tolak-

menolak (repulsive) ataupun halangan secara sterik pada cairan pembatas

(lamellae) yang dapat melawan drainage (Myers, 2006).

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengukur ketahanan busa

adalah dengan cara membuat larutan surfakan, kemudian dituang ke dalam labu

dan diaduk dengan kuat selama 2 menit menggunakan pengaduk mekanik elektris,

setelah itu didiamkan selama 5 menit dan diamati tinggi busanya (Edoga, 2009).

E. Shampo

Shampo merupakan sediaan kosmetik pencuci rambut yang digunakan

untuk menghilangkan kotoran dari kulit kepala dan rambut, mengobati ketombe

dan gatal serta mempertahankan rambut dalam kondisi bersih dan indah. Untuk

dapat melakukannya, sediaan shampo harus memiliki kemampuan membersih

yang cukup untuk menghilangkan semua kotoran tetapi tidak menghilangkan

terlalu banyak sebum yang sangat diperlukan oleh kulit kepala dan rambut

(Mitsui, 1997).

Shampo merupakan campuran dari surfaktan, conditioning agent, dan

bahan-bahan lainnya dalam basis air. Hampir tanpa kecuali, shampo mengandung

Page 26: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

9

larutan, emulsi, ataupun dispersi dari satu atau lebih surfaktan yang dicampur

dengan beberapa bahan tambahan untuk meningkatkan penampilan dan estetika

dari produk. Bahan tambahan digunakan untuk memberi bau dan warna,

mengentalkan, memburamkan, dan memberi kesan tertentu. Termasuk

didalamnya bahan penstabil, foam modifier, pengawet, conditioning agent, dan

bahan anti-ketombe (Barel, 2001).

F. Surfaktan

Surfaktan merupakan molekul amfifilik yang memiliki bagian non polar

atau hidrofobik, dimana bagian ini melekat pada bagian yang polar atau hidrofilik

(Tadros, 2005). Berdasarkan karakteristik muatannya, surfaktan dapat berupa

anionik, kationik, zwitterionik (amfolitik) atau non ionik. Contoh surfaktan

anionik yang paling sering digunakan adalah Sodium Lauryl Sulfate (Attwood,

2008).

G. Sodium Lauryl Sulfate

Lauryl Sulfate merupakan komponen dominan yang banyak terdapat

dalam formulasi shampo. Meskipun merupakan pembersih yang baik, namun pada

konsentrasi tinggi, alkil sulfat mempunyai kecenderungan untuk mengiritasi kulit

kepala dan menghilangkan beberapa komponen lipid dari kutikula rambut. Untuk

membuat shampo yang menggunakan alkil sulfat menjadi lebih lembut, alkil

sulfat digunakan bersamaan dengan alkil eter sulfat atau surfaktan amfoterik yang

bersifat kurang iritatif (Paye, 2006).

Page 27: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

10

Secara umum, alkil sulfat merupakan pembusa yang baik, terlebih pada

air sadah, karekteristik pembusa yang baik diperoleh pada panjang rantai antara

C12 hingga C14. Sodium Lauryl Sulfate memiliki panjang rantai 12 atom karbon

dan merupakan satu dari sekian banyak surfaktan yang umum digunakan.

Kombinasinya dengan surfaktan lain memungkinkan peningkatan terhadap

kompatibilitas dengan kulit sementara tetap menghasilkan busa yang baik (Barel,

2009).

H. Betaine

Betaine merupakan surfaktan pembusa, pembasah, serta pengemulsi yang

baik, terutama dengan adanya surfaktan anionik. Alkylamido betaine

menghasilkan busa yang lebih stabil juga merupakan bahan pengental yang lebih

baik dari alkyl dimethyl betaine. Betaine kompatibel dengan surfaktan yang lain,

dan mereka biasanya membentuk misel campuran, campuran ini terkadang

menghasilkan sifat yang unik yang tidak ditemukan pada surfaktan saat digunakan

secara terpisah (Barel, 2009)..

Betaine bersifat kurang iritatif terhadap mata dan kulit, lebih lagi, adanya

betaine dapat mengurangi efek iritatif dari surfaktan anionik. Karena

kemampuannya meningkatkan daya tahan kulit terhadap iritasi dari surfaktan

anionik, dan juga karena harganya yang mahal, maka biasanya betaine digunakan

sebagai gabungan dengan surfaktan lain (Barel, 2009).

Page 28: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

11

I. Landasan teori

Shampo merupakan sediaan kosmetik pencuci rambut yang mengandung

satu atau lebih surfaktan yang dicampur dengan beberapa bahan tambahan untuk

meningkatkan penampilan dan estetika dari produk. Pada sediaan shampo yang

dibuat, surfaktan yang dipilih adalah Lauryl Sulfate dan Betaine.

Lauryl Sulfate dipilih karena merupakan agen pembersih yang baik,

namun pada konsentrasi tinggi, Lauryl Sulfate mempunyai kecenderungan untuk

mengiritasi kulit kepala dan menghilangkan beberapa komponen lipid dari

kutikula rambut (Paye, 2006). Oleh karena itu, untuk mengurangi sifat iritatif dari

Lauryl Sulfate, maka Lauryl Sulfate digunakan bersamaan dengan Betaine yang

bersifat kurang iritatif untuk mengurangi efek iritatif dari Lauryl Sulfate (Barel,

2009).

Untuk dapat diterima oleh konsumen, suatu sediaan shampo harus dapat

menghasilkan busa yang cukup melimpah serta tahan lama. Beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi ketahanan busa, antara lain viskositas yang tinggi, efek

rheologi permukaan, serta adanya interaksi tolak-menolak (repulsive) ataupun

halangan secara sterik pada cairan pembatas (lamellae). Viskositas yang tinggi

dapat meningkatkan ketahanan busa karena dapat memperlambat proses drainage,

dan pada beberapa kasus dapat menahan beberapa macam gangguan secara

mekanik (Myers, 2006). Namun, besarnya viskositas dipengaruhi oleh banyaknya

bahan pengental.

Page 29: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

12

Sebagai bahan pengental dipilih CMC-Na karena dapat larut dengan

cepat di dalam air panas maupun dingin (Lathauwer, 2004) serta secara umum

dinyatakan sebagai bahan tidak beracun dan tidak mengiritasi (Rowe, 2009).

J. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori, diduga dengan meningkatnya konsentrasi

CMC-Na, maka viskositas dan ketahanan busa pada sediaan shampo juga akan

meningkat.

Page 30: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

13

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis rancangan penelitian

Penelitian ini merupakan rancangan quasi eksperimental untuk mencari

tahu adakah serta bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi CMC-Na sebagai

bahan pengental terhadap viskositas dan ketahanan busa sediaan shampo.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi CMC-Na sebagai

bahan pengental.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah viskositas dan ketahanan

busa.

3. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah alat dan bahan

yang digunakan, kecepatan putar pengaduk, dan lama waktu pencampuran.

4. Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini meliputi jumlah

gas (udara) yang masuk ke tabung pada saat pengukuran ketahanan busa.

Page 31: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

14

C. Definisi Operasional

1. Ketahanan busa adalah kemampuan busa untuk mempertahankan jumlah busa

yang dihasilkan setelah beberapa saat, dinilai dengan mengukur selisih tinggi

busa pada saat awal pembentukan dengan tinggi busa setelah didiamkan

selama 5 menit.

D. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Sodium lauryl sulfate,

Cocamidopropyl Betaine, Carboxylmethylcellulose Sodium, asam sitrat, methyl

paraben, air.

E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas Pyrex-

Germany, neraca Mettler-Toledo GB3002, neraca analitik Mettler-Toledo AB204,

hot plate Cenco, paddle, propeller, pH meter merk Hanna, vortex, viscotester seri

VT 04 RION-Japan.

Page 32: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

15

F. Tata Cara Penelitian

1. Pembuatan Shampo

a. Formula

Sodium lauryl sulfate 60,0 g

Cocamidopropyl Betaine 60,0 g

CMC-Na*

Methyl paraben 0,6 g

Asam sitrat (50% b/v) 0,9 ml

NaCl (25% b/v) 24,0 ml

air ad 600,0 g

*(CMC-Na: 1,2; 2,4; 3,6; 4,8; 6,0 g)

b. Cara Kerja Pembuatan Shampo. CMC-Na dikembangkan dalam

200,0 ml air selama satu hari. 60,0 g Sodium lauryl sulfate dicampur dengan 0,6 g

methyl paraben, dilarutkan dalam 250,0 ml air, panaskan pada suhu 700C hingga

larut seluruhnya. CMC-Na yang sudah dikembangkan dicampur dengan larutan

Sodium lauryl sulfate sambil diaduk menggunakan paddle dengan kecepatan 300

rpm. Tambahkan dengan 24,0 ml NaCl dan 0,9 ml asam sitrat, setelah itu

tambahkan dengan 60,0 g Cocamidopropyl Betaine sambil terus diaduk.

Tambahkan dengan air hingga beratnya 600,0 g. Aduk selama 15 menit. Shampo

yang sudah dibuat kemudian dibagi 3 ke wadah yang berbeda (masing-masing

200 g) untuk disimpan selama 2 hari, 15 hari, dan 30 hari sebelum dilakukan

Page 33: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

16

pengukuran. Lakukan replikasi sebanyak 3 kali untuk tiap konsentrasi CMC-Na

yang digunakan.

2. Uji Viskositas dan Ketahanan Busa Shampo

a. Uji Viskositas. Sebanyak 200 ml shampo dimasukkan perlahan-lahan

ke dalam wadah dan dipasang pada viscotester. Diamkan 5 menit agar sediaan

mempunyai kesempatan untuk menstabilkan diri lebih dahulu. Nyalakan alat dan

lihat viskositasnya dengan mengamati gerakan jarum penunjuk pada viscotester.

Uji dilakukan tiga kali, yaitu 2 hari, 15 hari, dan 30 hari setelah shampo selesai

dibuat untuk melihat stabilitas shampo.

b. Uji Ketahanan Busa. Buat larutan shampo 0,1% (b/v) dengan cara

melarutkan 0,5 g shampo dalam 49,5 ml aquadest panas. Ambil 10,0 ml larutan

shampo yang sudah dibuat, masukkan perlahan-lahan lewat dinding ke dalam

tabung reaksi berskala ukuran 25 ml yang sudah ditempelkan dengan kertas

milimeter blok untuk mengukur tinggi busa. Larutan shampo dimasukkan secara

perlahan-lahan lewat dinding tabung agar tidak terbentuk busa. Tutup bagian atas

tabung reaksi dan vortex selama 2 menit. Catat tinggi awal busa yang dihasilkan,

diamkan selama 5 menit, kemudian catat tinggi akhir busa. Ketahanan busa dinilai

dari selisih tinggi busa pada saat awal dan setelah didiamkan selama 5 menit. Uji

dilakukan tiga kali, yaitu 2 hari, 15 hari, dan 30 hari setelah shampo selesai

dibuat untuk melihat stabilitas busa yang dihasilkan.

Page 34: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

17

3. Analisis Hasil

Hasil nilai viskositas dan ketahanan busa yang didapat diuji statistik

dengan korelasi Pearson dan repeated ANOVA menggunakan program SPSS

versi 16. Signifikansi didapat jika nilai p<0,05. Kekuatan hubungan dilihat dari

nilai koefisien korelasi yang didapat dari uji korelasi Pearson.

Page 35: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

18

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Formulasi Sediaan Shampo

Shampo merupakan sedian kosmetik yang digunakan untuk mencuci atau

membersihkan kotoran yang menempel pada kulit kepala dan rambut. Untuk

dapat membersihkan kotoran yang menempel di kulit kepala serta rambut, maka

suatu sediaan shampo harus mempunyai kemampuan untuk melarutkan kotoran

yang menempel pada rambut lewat penggunaan surfaktan. Oleh karena itu,

komponen dasar pada sediaan shampo adalah surfaktan, disamping bahan-bahan

tambahan lain yang dapat bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan stabilitas

sediaan shampo. Dalam penelitian ini, formula shampo yang digunakan terdiri

dari surfaktan, bahan pengental, bahan pengatur keasaman, bahan pengatur

kekentalan, pengawet, serta air demineralisata.

Surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu Sodium

Lauryl Sulfate (SLS) yang merupakan surfaktan anionik, serta Cocamidopropyl

Betaine yang merupakan surfaktan amfoterik. SLS dipilih karena merupakan

penghasil busa dan pembersih yang baik, hal ini dapat dilihat dari nilai HLB SLS

yang tinggi, yaitu 40. Nilai ini memberikan arti bahwa SLS bersifat sangat

hidrofil, sehingga, setelah digunakan, SLS dapat dengan mudah dibilas

menggunakan air. Umumnya, suatu surfaktan dapat bersifat sebagai pembersih

jika nilai HLB-nya lebih besar dari 12. Cocamidopropyl Betaine sebagai surfaktan

amfoterik dipilih karena memiliki sifat yang kurang iritatif sehingga dapat

Page 36: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

19

mengurangi sifat iritatif dari SLS. Selain itu, tujuan penggunaan lebih dari satu

jenis surfaktan adalah untuk meningkatkan kemampuan membusa, serta untuk

meningkatkan kestabilan busa yang dihasilkan. Sebelum pencampuran, SLS

dilarutkan terlebih dahulu di dalam air hangat (40-700C), tujuannya adalah untuk

memudahkan proses pencampuran. SLS dilarutkan di dalam air hangat karena

kelarutan SLS di dalam air dingin rendah.

Bahan pengental yang dipilih dalam penelitian ini adalah

Carboxymethylcellulose Sodium (CMC-Na) karena lebih cepat larut di dalam air

panas maupun dingin dibandingkan CMC biasa. CMC-Na merupakan bahan

pengental anionik semi-sintetik, sehingga lebih tahan terhadap pertumbuhan

mikroorganisme dibanding bahan pengental lain yang bersifat alami, selain itu,

CMC-Na juga mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjaga viskositas

yang dihasilkannya tetap stabil dalam jangka waktu yang cukup lama.

Bahan pengatur keasaman yang dipilih adalam asam sitrat. Sesuai dengan

namanya, fungsi asam sitrat adalah untuk menurunkan pH dari sediaan shampo.

pH sediaan shampo biasanya dibuat cenderung asam karena jika sediaan shampo

dibuat pada pH basa (di atas 8,5), maka pada saat digunakan, ikatan disulfida pada

rambut dapat putus sehingga rambut menjadi rusak. Penurunan pH sediaan juga

dapat menurunkan viskositas sediaan karena penurunan pH akan menurunkan

gaya tolak menolak antar molekul CMC sehingga secara tidak langsung ikut

mengurangi kemampuan molekul CMC untuk mengembang. Hal ini disebabkan

pada kondisi asam, ion H+ berada dalam jumlah yang berlebihan sehingga dapat

mendorong gugus COO- pada molekul CMC untuk berikatan dengan ion H+ dari

Page 37: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

20

asam sitrat membentuk gugus COOH. Dengan terbentuknya gugus COOH pada

molekul CMC, maka gaya tolak-menolak antar molekulnya juga akan berkurang

sehingga secara tidak langsung ikut mengurangi kemampuan molekul CMC untuk

mengembang dan pada akhirnya membuat viskositas sediaan menjadi turun.

Namun, pH yang terlalu rendah (di bawah 4) juga tidak baik karena selain dapat

mengiritasi kulit, pH yang terlalu rendah juga dapat menyebabkan terjadinya

reaksi hidrolisis pada polimer CMC-Na yang mengakibatkan pemutusan rantai

CMC-Na, sehingga, secara tidak langsung menurunkan viskositas sediaan secara

drastis. Oleh karena itu, pH sediaan yang dibuat diatur agar berada pada rentang

5,0 sampai dengan 6,0 yang juga merupakan rentang pH kulit kepala dan rambut.

Bahan pengatur kekentalan yang dipilih adalah NaCl. Bahan pengatur

kekentalan diperlukan untuk menurunkan viskositas sediaan karena viskositas

yang terlalu tinggi dapat menyebabkan shampo menjadi sukar untuk mengalir

sehingga sulit untuk dituang dan menjadi tidak nyaman untuk digunakan. NaCl

dapat berfungsi sebagai bahan pengatur kekentalan karena jika dilarutkan, NaCl

bersifat sebagai elektrolit kuat yang menyediakan ion Na+. Dengan adanya

tambahan ion Na+ dalam sediaan, CMC-Na akan mengalami efek ion senama

(common ion effect) yang karenanya akan mengurangi kemampuan CMC-Na

untuk mengion sehingga secara tidak langsung mengurangi kemampuan CMC-Na

untuk mengembang tanpa membuatnya mengendap. Hal ini dapat terjadi karena

derajat ionisasi dari NaCl lebih besar, sehingga gugus COONa yang derajat

ionisasinya lebih rendah akan sulit mengion dan terdesak ke bentuk molekulnya.

Page 38: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

21

Pengawet yang digunakan adalah nipagin atau methyl paraben karena

methyl paraben efektif pada rentang pH yang luas serta memiliki aktivitas

antimikroba dengan spektrum luas, selain itu, kelarutan methyl paraben dalam air

paling tinggi diantara jenis paraben lainnya sehingga cocok untuk digunakan

sebagai bahan pengawet dalam medium berair.

Air yang digunakan untuk membuat sediaan shampo adalah air

demineralisata, hal ini bertujuan untuk menghindari adanya kemungkinan air yang

digunakan bersifat sadah karena air sadah banyak mengandung logam-logam

bimetal seperti Ca2+ dan Mg2+ yang dapat mengurangi kemampuan surfaktan

menghasilkan busa.

B. Viskositas Sediaan Shampo

Viskositas sediaan diukur menggunakan viscotester Rion seri VT 04.

Pengukuran dilakukan tiga kali, yaitu 2 hari, 15 hari, dan 30 hari setelah sediaan

selesai dibuat. Hal ini dilakukan untuk melihat profil viskositas dari sediaan

selama penyimpanan. Pengukuran pertama tidak dilakukan sesaat setelah

pembuatan, melainkan 2 hari setelah pembuatan, tujuannya adalah untuk

meminimalkan pengaruh gaya geser selama pengadukan serta memberikan

kesempatan relaksasi pada sediaan yang sudah dibuat sehingga dapat mengurangi

kemungkinan hasil yang didapat tidak sesuai. Nilai viskositas yang didapat

kemudian dianalisis menggunakan korelasi Pearson. Hubungan antara

peningkatan konsentrasi CMC-Na terhadap viskositas diuji menggunakan korelasi

Pearson karena korelasi Pearson merupakan uji yang digunakan untuk

Page 39: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

22

membandingkan dua variabel kontinu yang dipilih dari populasi berdistribusi

normal (De Muth, 1999).

Tabel I. Hasil pengukuran viskositas shampo dan uji korelasi Pearson antara konsentrasi CMC-Na dengan viskositas shampo

Konsentrasi

CMC-Na (%b/b)

Rata-rata viskositas (cps)

2 hari 15 hari 30 hari

0,2 0,4 0,6 0,8 1,0

3366,67 ± 550,76 4033,33 ± 550,76 4600,00 ± 264,58 6000,00 ± 0,00 7000,00 ± 0,00

3633,33 ± 709,46 4433,33 ± 923,76 6800,00 ± 984,89 7650,00 ± 785,81 8983,33 ± 1025,10

3933,33 ± 513,16 4833,33 ± 1040,83 6666,67 ± 763,76 7833,33 ± 1040,83 8666,67 ± 763,76

r 0,986 0,987 0,992 p 0,002 0,002 0,001

0100020003000400050006000700080009000

10000

0,2 0,4 0,6 0,8 1

konsentrasi CMC-Na (%b/b)

visk

osita

s (c

ps)

hari ke-2 hari ke-15 hari ke-30

Gambar 3. Kurva hubungan konsentrasi CMC-Na dengan viskositas

Dari tabel I, diketahui bahwa nilai SD yang diperoleh sangat bervariasi.

Hal ini kemungkinan disebabkan karena viskositas tidak hanya tergantung dari

konsentrasi bahan pengentalnya saja, tetapi juga dipengaruhi oleh interaksi antara

polimer dengan pelarut serta interaksi muatan dari polimer. Tetapi, dari hasil uji

statistik, didapatkan nilai koefisien korelasi (r) yang lebih besar dari 0,80 serta

Page 40: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

23

nilai p yang kurang dari 0,05. Hal ini menandakan bahwa peningkatan konsentrasi

CMC-Na memiliki hubungan yang kuat dan bermakna terhadap viskositas. Hasil

yang sama juga dapat dilihat pada Gambar 3, dimana pada hari yang sama,

dengan meningkatnya konsentrasi CMC-Na, maka viskositas sediaan juga

meningkat. Hasil ini sesuai dengan teori yang ada, dimana dengan meningkatnya

konsentrasi bahan pengental, maka viskositas sediaan juga akan meningkat.

Tabel II. Hasil uji Repeated ANOVA untuk viskositas shampo pada tiap konsentrasi dari

hari ke-2, 15, dan 30

Konsentrasi

CMC-Na

(%b/b)

Hasil

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

viskositas hari ke-2 dengan hari ke-30 berbeda

viskositas hari ke-2, 15, dan 30 tidak berbeda

viskositas hari ke-2 dengan hari ke-30 berbeda

viskositas hari ke-2, 15, dan 30 tidak berbeda

viskositas hari ke-2, 15, dan 30 tidak berbeda

Setelah itu dilakukan perbandingan antara nilai viskositas hari ke-2, 15,

dan 30 menggunakan repeated ANOVA untuk melihat apakah nilai viskositas

yang diperoleh berbeda antara hari ke-2, 15, dan 30.

Secara umum, dari hasil uji repeated ANOVA (tabel II) dapat dikatakan

bahwa nilai viskositas yang diperoleh pada hari ke-2, 15, dan 30 tidak berbeda.

Namun, untuk konsentrasi CMC-Na 0,2% dan 0,6%, nilai viskositas yang

diperoleh pada hari ke-2 berbeda dengan nilai viskositas yang diperoleh pada hari

ke-30. Perubahan nilai viskositas ini kemungkinan disebabkan adanya hidrasi

Page 41: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

24

lebih lanjut dari bahan pengental di dalam sediaan selama masa penyimpanan

yang menyebabkan peningkatan viskositas dari sediaan setelah beberapa hari dari

waktu pembuatan (Liebermann, 1996).

C. Ketahanan Busa Sediaan Shampo

Ketahanan busa sediaan shampo dinilai dari besarnya selisih ketinggian

busa pada saat menit ke-0 dan menit ke-5, dimana semakin kecil selisihnya

menandakan bahwa busa yang dihasilkan semakin stabil. Sebenarnya, selain

dinilai dari selisih tinggi busa, ketahanan busa juga dapat dinilai dari selisih

volume busa yang dihasilkan. Namun, pada penelitian ini, ketahanan busa dinilai

dari selisih tinggi busa. Cara ini dipilih karena hasil yang diperoleh pada

pengukuran menggunakan tinggi memiliki skala yang lebih kecil, yaitu 0,1 cm,

sedangkan pengukuran menggunakan volume, skala terkecilnya sebesar 0,2 ml

sehingga pengukuran menggunakan tinggi memiliki sensitivitas hasil yang lebih

tinggi daripada pengukuran menggunakan volume.

Penentuan menit ke-5 sebagai patokan untuk mengukur selisih tinggi

busa diperoleh dari prosedur yang dilakukan oleh Edoga (2009), namun, menurut

prosedur yang dilakukan oleh Amaral, das Neves, Oliveira, dan Bahia (2008),

pengukuran selisih tinggi busa dilakukan setelah 60 dan 120 menit. Oleh karena

itu, untuk memastikan apakah ada perbedaan hasil yang diperoleh jika

pengukuran dilakukan pada waktu yang berbeda, maka pengukuran dilakukan

pada menit ke 5, 10, 30, 60, 90, dan 120 setelah pengadukan.

Page 42: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

25

Selain itu, untuk menentukan apakah ketahanan busa juga dipengaruhi

oleh lama waktu penyimpanan, maka pengukuran ketahanan busa juga dilakukan

tiga kali, yaitu setelah 2 hari, 15 hari, dan 30 hari dari waktu pembuatan sediaan

shampo. Namun, karena keterbatasan peneliti, maka pengukuran pada menit ke 5,

10, 30, 60, 90, dan 120 setelah pengadukan hanya dilakukan setelah hari ke-15

dan hari ke-30, sedangkan untuk hari ke-2, pengukuran hanya dilakukan pada

menit ke-5 dan ke-10 setelah pengadukan.

Tabel III. Hasil uji Repeated ANOVA untuk ketahanan busa pada tiap konsentrasi setelah hari ke-2

Konsentrasi

CMC-Na (%b/b)

Hasil

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

tidak ada perbedaan hasil antara menit ke 5 dengan menit ke 10

tidak ada perbedaan hasil antara menit ke 5 dengan menit ke 10

tidak ada perbedaan hasil antara menit ke 5 dengan menit ke 10

tidak ada perbedaan hasil antara menit ke 5 dengan menit ke 10

tidak ada perbedaan hasil antara menit ke 5 dengan menit ke 10

Tabel IV. Hasil uji Repeated ANOVA untuk ketahanan busa pada tiap konsentrasi setelah hari ke-15

Konsentrasi

CMC-Na (%b/b)

Hasil

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

tidak ada perbedaan hasil antara menit ke 5 dengan menit ke 10, 30, 60, 90, dan 120

hasil yang diperoleh berbeda setelah menit ke 30

tidak ada perbedaan hasil antara menit ke 5 dengan menit ke 10,

30, 60, 90, dan 120

hasil yang diperoleh berbeda setelah menit ke 60

hasil yang diperoleh berbeda setelah menit ke 60

Page 43: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

26

Tabel V. Hasil uji Repeated ANOVA untuk ketahanan busa pada tiap konsentrasi setelah hari ke-30

Konsentrasi

CMC-Na (%b/b)

Hasil

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

hasil yang diperoleh berbeda setelah menit ke 30

hasil yang diperoleh berbeda setelah menit ke 30

hasil yang diperoleh berbeda setelah menit ke 60

tidak ada perbedaan hasil antara menit ke 5 dengan menit ke 10, 30, 60, 90, dan 120

hasil yang diperoleh berbeda setelah menit ke 30

Dari hasil uji repeated ANOVA (tabel III, IV dan V), terlihat bahwa hasil

yang diperoleh untuk tiap konsentrasinya berbeda-beda setelah lewat 10 menit

dari waktu pengadukan, baik pada hari ke-2, 15, dan 30, sehingga dapat dikatakan

bahwa waktu pengukuran yang berbeda memberikan hasil yang berbeda pula. Hal

ini kemungkinan dapat disebabkan jarak waktu pengukuran yang semakin panjang

akan memberikan sensitivitas yang semakin tinggi, dimana jika terdapat

perbedaan hasil, meskipun sangat kecil, maka hasil yang didapat juga akan

berbeda. Oleh karena itu, penarikan kesimpulan terhadap hubungan konsentrasi

CMC-Na dengan ketahanan busa dilihat dari data ketahanan busa pada menit ke-

10 setelah pengadukan pada hari ke-2, 15, dan 30 yang merupakan waktu

pendiaman terlama pada saat pengukuran pada hari ke 2, serta menit ke-120

setelah pengadukan pada hari ke-15 dan 30 yang merupakan waktu pendiaman

terlama pada saat pengukuran pada hari ke-15 dan 30.

Page 44: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

27

Tabel VI. Hasil pengukuran ketahanan busa dan uji korelasi Pearson antara konsentrasi CMC-Na dengan ketahanan busa pada menit ke-10

Konsentrasi

CMC-Na (%b/b)

Ketahanan busa (cm)

2 hari 15 hari 30 hari

0,2 0,4 0,6 0,8 1,0

1,10 ± 0,53 0,47 ± 0,15 1,27 ± 0,31 1,37 ± 0,35 1,30 ± 0,72

0,87 ± 0,40 0,70 ± 0,30 0,60 ± 0,10 0,90 ± 0,26 0,90 ± 0,17

0,93 ± 0,31 0,83 ± 0,12 0,50 ± 0,20 0,87 ± 0,60 1,07 ± 0,32

r 0,560 0,301 0,240 p 0,326 0,623 0,697

Tabel VII. Hasil pengukuran ketahanan busa dan uji korelasi Pearson antara konsentrasi CMC-Na dengan ketahanan busa pada menit ke-120

Konsentrasi

CMC-Na (%b/b)

Ketahanan busa (cm)

15 hari 30 hari

0,2 0,4 0,6 0,8 1,0

1,10 ± 0,30 1,07 ± 0,38 1,03 ± 0,25 1,20 ± 0,17 1,40 ± 0,20

1,67 ± 0,35 1,63 ± 0,38 1,43 ± 0,38 1,67 ± 0,51 1,77 ± 0,29

r 0,779 0,303 p 0,120 0.620

Hubungan antara konsentrasi CMC-Na dengan ketahanan busa kemudian

diuji menggunakan uji korelasi Pearson. Dari hasil uji korelasi Pearson yang

diperoleh (tabel VI dan VII), didapatkan nilai koefisien korelasi ( r ) yang kurang

dari 0,80 serta nilai p yang lebih besar dari 0,05. Hal ini menandakan bahwa

peningkatan konsentrasi CMC-Na tidak memiliki hubungan yang kuat serta tidak

bermakna terhadap ketahanan busa. Hasil yang serupa juga dapat dilihat pada

Gambar 4 dan 5, dimana dengan meningkatnya konsentrasi CMC-Na, nilai

ketahanan busa yang diperoleh belum tentu meningkat. Meskipun demikian, jika

Page 45: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

28

dilihat dari nilai SD-nya yang relatif besar, maka dapat dikatakan bahwa hasil

yang diperoleh masih belum dapat menggambarkan hubungan antara peningkatan

konsentrasi CMC-Na dengan ketahanan busa secara pasti karena hasil yang

diperoleh terlalu bervariasi. Hal ini dapat disebabkan ukuran tiap busa yang

dihasilkan pada saat pengukuran berbeda-beda, sehingga ketahanan tiap busanya

juga berbeda-beda. Ukuran busa yang lebih kecil akan lebih tahan daripada

ukuran busa yang lebih besar karena ukuran busa yang lebih besar memiliki

tegangan permukaan yang lebih besar yang membuatnya lebih mudah pecah

(rupture). Perbedaan ketahanan tiap busa inilah yang menyebabkan kecepatan

pecahnya tiap busa menjadi berbeda-beda sehingga hasil yang didapatkan pada

tiap pengukuran menjadi sangat bervariasi.

0,000,20

0,400,60

0,801,00

1,201,40

1,60

0,2 0,4 0,6 0,8 1

konsentrasi CMC-Na (%b/b)

keta

hana

n bu

sa (c

m)

hari ke-2 hari ke-15 hari ke-30

Gambar 4. Kurva hubungan konsentrasi CMC-Na dengan ketahanan busa pada menit ke-10

Page 46: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

29

0,000,200,400,600,801,001,201,401,601,802,00

0,2 0,4 0,6 0,8 1

konsentrasi CMC-Na (%b/b)

keta

hana

n bu

sa (c

m)

hari ke-15 hari ke-30

Gambar 5. Kurva hubungan konsentrasi CMC-Na dengan ketahanan busa pada menit ke-120

D. Hubungan Viskositas dengan Ketahanan Busa Sediaan Shampo

Sama halnya dengan pengaruh peningkatan konsentrasi CMC-Na

terhadap ketahanan busa, maka hubungan antara viskositas dengan ketahanan

busa juga tidak dapat digambarkan secara jelas. Namun, jika dilihat dari hasil

yang diperoleh pada tabel II, III, IV, dan V, maka dapat disimpulkan bahwa

viskositas kemungkinan tidak berpengaruh terhadap ketahanan busa. Hal ini

dikarenakan meskipun nilai viskositas yang diperoleh pada hari ke-2, 15, dan 30

tidak berbeda (pada konsentrasi CMC-Na 0,4%; 0,6%; dan 1,0% b/v), tetapi nilai

ketahanan busa yang diperoleh dapat berbeda-beda (konsentrasi CMC-Na 0,6%

dan 1,0% b/v pada hari ke-15 dan 30).

Secara teori, peningkatan konsentrasi CMC-Na sebagai bahan pengental

pada sediaan shampo akan meningkatkan viskositas dan ketahanan busa yang

dihasilkan.

Page 47: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

30

Viskositas dapat meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi

bahan pengental karena peningkatan konsentrasi bahan pengental di dalam

sediaan akan meningkatkan interaksi muatan dari polimer yang membuat polimer

semakin tolak menolak sehingga secara tidak langsung meningkatkan ketahanan

dari sediaan terhadap gaya geser (meningkatkan viskositas).

Ketahanan busa dapat meningkat seiring dengan meningkatnya

konsentrasi bahan pengental karena peningkatan konsentrasi bahan pengental di

dalam sediaan akan meningkatkan viskositas dan peningkatan viskositas

menyebabkan peningkatan elastisitas permukaan serta penurunan kecepatan aliran

ke bawah dari cairan pembatas pada permukaan busa (drainage). Selain itu,

peningkatan konsentrasi bahan pengental juga akan meningkatkan gaya tolak-

menolak (repulsive) pada lapisan permukaan baik secara elektrik maupun sterik

sehingga busa yang dihasilkan akan lebih tahan lama (stabil).

Elastisitas permukaan yang tinggi dapat meningkatkan ketahanan busa

karena dapat meningkatkan kemampuan untuk menahan gangguan secara

mekanik. Kecepatan drainage dapat menurun seiring dengan meningkatnya

viskositas karena peningkatan viskositas meningkatkan ketahanan terhadap gaya

gravitasi yang merupakan faktor utama terjadinya drainage. Peningkatan gaya

tolak-menolak (repulsive) pada lapisan permukaan baik secara elektrik maupun

sterik dapat meningkatkan ketahanan busa karena dapat mencegah penipisan

(thinning) pada lapisan cairan (lamellae). Thinning sendiri disebabkan adanya

aliran cairan ke bawah akibat gaya gravitasi (drainage) serta dorongan ke atas

oleh udara yang terjebak di dalam lamellae. Jika thinning terus berlanjut, maka

Page 48: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

31

lama kelamaan busa yang dihasilkan akan pecah karena tidak dapat menahan

tegangan permukaan yang semakin besar.

Gambar 6. Ilustrasi terjadinya thinning (Anonim)

drainage drainage

Page 49: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

32

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Peningkatan konsentrasi CMC-Na sebagai bahan pengental pada sediaan

shampo memiliki hubungan yang kuat dan bermakna terhadap peningkatan

viskositas, namun hubungannya dengan ketahanan busa masih belum dapat

diperkirakan secara pasti.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lain mengenai pengaruh peningkatan

konsentrasi CMC-Na sebagai bahan pengental pada sediaan shampo terhadap

ketahanan busa menggunakan metode pengukuran ketahanan busa yang berbeda.

Page 50: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

33

DAFTAR PUSTAKA

Allen, L.V., 1999, Featured Excipient:Viscosity-Increasing Agents for Aqueous Systems, International Journal of Pharmaceutical Compounding, Vol.III, No.6, 479

Amaral, M.H., das Neves, J., Oliveira, A.Z., dan Bahia, M.F., 2008, Foamability

of Detergent Solution Prepared with Different Types of Surfactant and Water, Journal of Surfactant and Detergent, No. 11, 276

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 175, Departemen Kesehatan R I,

Jakarta Attwood, D., Alexander, T.F., 2008, Fast Track: Physical Pharmacy, 43, 84,

Pharmaceutical Press, London Barel, A.O., Paye, M., Maibach, H.I., 2001, Handbook of Cosmetic Science and

Technology, 581, Marcel Dekker, Inc., New York Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I., 2009, Handbook of Cosmetic Science

and Technology, 3rd edition, 771, 777, Informa Healthcare USA, Inc., New York

De Muth, J., 1999, Basic Statistics and Pharmaceutical Statistical Application,

298, Marcel Dekker, Inc., New York Edoga, M. O., 2009, Comparison of Various Fatty Acid Sources for Making Soft

Soap (Part 1): Qualitative Analysis, Journal of Engineering and Applied Sciences Vol.4 No. 2, 110-112

Exerowa, D., dan Kruglyakov, P.M., 1998, Foam and Foam Films: Theory,

Experiment, Application, 1-2, Elsevier Science B.V., Netherlands Fonseca, S., 2005, Basics of Compounding for Hair Care – Part 1: Medicated

Shampoos, International Journal of Pharmaceutical Compounding Vol. 9 No. 2, 140

Lathauwer, G.D., Rycke, D.D., Duynslager, Annelies, Tanghe, Stijn, 2004,

Thickening of Foaming Cosmetic Formulation, Proceeding 6th World Surfactant Congress CESIO, 154, Germany

Liebermann, H.A., Rieger, M.M., dan Banker, G.S., 1996, Pharmaceutical

Dosage Forms: Disperse System, volume 1, 2nd edition, 157-158, 291, Marcel Dekker, Inc., New York

Page 51: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

34

Liebermann, H.A., Martin, M.R., Gilbert, S.B., 1996, Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse System, volume 2, 2nd edition, 124, 161-162, 203, Marcel Dekker, Inc., New York

Limbani, M., Dabhi, M.R., Raval, M.K., Sheth, N.R., 2009, Clear Shampoo: An

Important Formulation Aspect with Consideration of the Toxicity of Commonly Used Shampoo Ingredients, Cosmetic Science Technology 2009, 1, Saurashtra University, India

Martin, A., Swarbick, J., Cammarata, A., 1993, Farmasi Fisik 2 Edisi 3, 1077-

1119, diterjemahkan oleh Yoshita, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta Mitsui, T., 1997, New Cosmetic Science, 406-407, Elsevier Science B.V.,

Netherlands Myers, D., 2006, Surfactant Science and Technology: Third Edition, 245-249,

John Wiley & Sons, Inc., New Jersey Osol, A., 1980, Remington’s Pharmaceutical Science, 16th edition, 1192, Mack

Publishing Company, Easton, Pennsylvania Paye, M., Andre, O.B., Howard, I.M., 2006, Handbook of Cosmetic Science and

Technology 2nd Edition, 509, Marcel Dekker, Inc., New York Rosen, M.J., 2004, Surfactants and Interfacial Phenomena, 3rd edition, 1-3, John

Wiley & Sons, Inc., New Jersey Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Quinn, M.E., 2009, Handbook of Pharmaceutical

Excipient,s 6th edition, 118, 441-442, Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association, United Kingdom

Sakai, T. dan Kaneko, Y., 2004, The effect of Some Foam Boosters on the

Foamability and Foam Stability of Anionic Systems, Journal of Surfactants and detergents, Vol. VII, No.3, AOC5 Press, Japan, 291

Schramm, L.L., 2005, Emulsions, Foams, and Suspensions: Fundamentals and

applications, 7, 142, 227, WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim

Tadros, T.F., 2005, Applied Surfactants: Principles and Applications, 267,

WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim

Page 52: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

35

Lampiran 1. Hasil pengukuran dan uji viskositas

1 cps = 0,01 dPas

Hasil pengukuran viskositas

Replikasi Konsentrasi

CMC-Na (%b/b)

Viskositashari ke-2

(cps)

Viskositashari ke-15 (cps)

Viskositas hari ke-30 (cps)

R1

0,2 0,4 0,6 0,8 1

3100 4600 4500 6000 7000

3000 3900 7900 8500 10000

3800 4500 6000 7000 8500

R2

0,2 0,4 0,6 0,8 1

4000 4000 4900 6000 7000

4400 5500 6500 7500 9000

4500 6000 7500 9000 9500

R3

0,2 0,4 0,6 0,8 1

3000 3500 4400 6000 7000

3500 3900 6000 6950 7950

3500 4000 6500 7500 8000

Hasil uji distribusi untuk viskositas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

viskositas_2hari .207 5 .200* .953 5 .758

viskositas_15hari .199 5 .200* .945 5 .699

viskositas_30hari .183 5 .200* .948 5 .722 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Page 53: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

36

Hasil uji repeated ANOVA untuk viskositas dengan konsentrasi CMC-Na 0,2%

Pairwise Comparisons

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference (I-J)

Std. Error

Sig.a 95% Confidence Interval for

Differencea

Lower Bound Upper Bound

1 2 -266.667 185.592 .287 -1065.205 531.872

3 -566.667* 66.667 .014 -853.510 -279.823 *. The mean difference is significant at the ,05 level.

Hasil uji repeated ANOVA untuk viskositas dengan konsentrasi CMC-Na 0,4%

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1 2 -400.000 635.085 .593 -3132.551 2332.551

3 -800.000 624.500 .329 -3487.006 1887.006

Hasil uji repeated ANOVA untuk viskositas dengan konsentrasi CMC-Na 0,6%

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1 2 -2200.000 600.000 .067 -4781.592 381.592

3 -2066.667* 317.980 .023 -3434.823 -698.510 *. The mean difference is significant at the ,05 level.

Page 54: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

37

Hasil uji repeated ANOVA untuk viskositas dengan konsentrasi CMC-Na 0,8%

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1 2 -1650.000 453.689 .068 -3602.064 302.064

3 -1833.333 600.925 .093 -4418.906 752.239

Hasil uji repeated ANOVA untuk viskositas dengan konsentrasi CMC-Na 1,0%

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1 2 -1983.333 591.843 .079 -4529.827 563.160

3 -1666.667 440.959 .063 -3563.958 230.625

Hasil uji analisis Pearson antara konsentrasi CMC-Na dengan Viskositas

Correlations

konsentrasi viskositas_2hari

viskositas_15hari

viskositas_30hari

konsentrasi

Pearson Correlation 1 .986** .987** .992**

Sig. (2-tailed) .002 .002 .001 N 5 5 5 5

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Page 55: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

38

Lampiran 2. Hasil pengukuran dan uji ketahanan busa

Hasil pengukuran ketahanan busa pada hari ke-2

Replikasi Konsentrasi

CMC-Na (%b/b)

Selisih busa (cm)

5 menit 10 menit

R1

0,2 0,4 0,6 0,8 1

0,9 0,1 0,8 1,2 1

1,7 0,3 1,6 1,7 2,1

R2

0,2 0,4 0,6 0,8 1

0,6 0,4 0,7 1,2 0,8

0,9 0,6 1

1,4 1,1

R3

0,2 0,4 0,6 0,8 1

0,7 0,5 1 1

0,3

0,7 0,5 1,2 1

0,7

Hasil pengukuran ketahanan busa pada hari ke-15

Replikasi Konsentrasi

CMC-Na (%b/b)

Selisih busa (cm) 5

menit10

menit 30

menit 60

menit 90

menit 120

menit

R1

0,2 0,4 0,6 0,8 1

0,2 0,8 0,4 0,7 0,7

0,4 1

0,6 1,2 1

0,6 1,2 0,7 1,3 1,1

0,7 1,3 0,8 1,3 1,4

0,8 1,4 1

1,4 1,4

0,8 1,5 1

1,4 1,4

R2

0,2 0,4 0,6 0,8 1

1 0,4 0,5 0,7 0,7

1,1 0,7 0,5 0,8 0,7

1,1 0,7 0,5 0,8 0,9

1,1 0,9 0,5 1,1 1,1

1,1 0,9 0,7 1,2 1,1

1,1 0,9 0,8 1,1 1,2

R3

0,2 0,4 0,6 0,8 1

1 0,3 0,4 0,4 0,9

1,1 0,4 0,7 0,7 1

1,2 0,5 1 1

1,4

1,2 0,5 1,1 1

1,5

1,4 0,7 1,2 1,1 1,6

1,4 0,8 1,3 1,1 1,6

Page 56: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

39

Hasil pengukuran ketahanan busa pada hari ke-30

Replikasi Konsentrasi

CMC-Na (%b/b)

Selisih busa (cm) 5

menit10

menit 30

menit 60

menit 90

menit 120

menit

R1

0,2 0,4 0,6 0,8 1

0,9 0,8 0,6 0,3 1,1

1,2 0,9 0,7 0,3 1,3

1,6 1,1 1,1 0,7 1,5

1,7 1,8 1,6 1,6 1,6

1,7 1,8 1,6 1,8 1,6

1,7 1,8 1,7 1,8 1,6

R2

0,2 0,4 0,6 0,8 1

0,5 0,4 0,4 0,7 0,5

0,6 0,7 0,5 0,8 0,7

1,1 0,9 0,6 1

0,9

1,3 1,2 1

1,1 1,1

1,3 1,2 1

1,1 1,1

1,3 1,2 1

1,1 1,6

R3

0,2 0,4 0,6 0,8 1

1 0,6 0,2 0,4 1

1 0,9 0,3 1,5 1,2

1,3 1,1 1

1,5 1,5

1,5 1,2 1

1,9 1,5

1,5 1,7 1

1,9 2

2 1,9 1,6 2,1 2,1

Hasil uji distribusi untuk ketahanan busa

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

busa_2hari .239 5 .200* .961 5 .815

busa_15hari .203 5 .200* .937 5 .648

busa_30hari .201 5 .200* .926 5 .573 a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Page 57: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

40

Hasil uji repeated ANOVA untuk ketahanan busa dengan konsentrasi CMC-Na 0,2% pada hari ke-2

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1 2 -.367 .233 .257 -1.371 .637

2 1 .367 .233 .257 -.637 1.371

Hasil uji repeated ANOVA untuk ketahanan busa dengan konsentrasi CMC-Na

0,2% pada hari ke-15

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1

2 -.133 .033 .057 -.277 .010

3 -.233 .088 .118 -.613 .146

4 -.267 .120 .157 -.784 .250

5 -.367 .145 .128 -.992 .258

6 -.367 .145 .128 -.992 .258

Page 58: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

41

Hasil uji repeated ANOVA untuk ketahanan busa dengan konsentrasi CMC-Na 0,2% pada hari ke-30

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1

2 -.133 .088 .270 -.513 .246

3 -.533* .120 .047 -1.050 -.016

4 -.700* .100 .020 -1.130 -.270

5 -.700* .100 .020 -1.130 -.270

6 -.867* .067 .006 -1.154 -.580 *. The mean difference is significant at the ,05 level.

Hasil uji repeated ANOVA untuk ketahanan busa dengan konsentrasi CMC-Na

0,4% pada hari ke-2

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1 2 -.133 .067 .184 -.420 .154

2 1 .133 .067 .184 -.154 .420

Page 59: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

42

Hasil uji repeated ANOVA untuk ketahanan busa dengan konsentrasi CMC-Na 0,4% pada hari ke-15

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1

2 -.200 .058 .074 -.448 .048

3 -.300* .058 .035 -.548 -.052

4 -.400 .100 .057 -.830 .030

5 -.500* .058 .013 -.748 -.252

6 -.567* .067 .014 -.854 -.280 *. The mean difference is significant at the ,05 level.

Hasil uji repeated ANOVA untuk ketahanan busa dengan konsentrasi CMC-Na 0,4% pada hari ke-30

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1

2 -.233 .067 .073 -.520 .054

3 -.433* .067 .023 -.720 -.146

4 -.800* .115 .020 -1.297 -.303

5 -.967* .088 .008 -1.346 -.587

6 -1.033* .145 .019 -1.658 -.408 *. The mean difference is significant at the ,05 level.

Page 60: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

43

Hasil uji repeated ANOVA untuk ketahanan busa dengan konsentrasi CMC-Na 0,6% pada hari ke-2

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1 2 -.433 .186 .145 -1.232 .365

2 1 .433 .186 .145 -.365 1.232

Hasil uji repeated ANOVA untuk ketahanan busa dengan konsentrasi CMC-Na

0,6% pada hari ke-15

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1

2 -.167 .088 .199 -.546 .213

3 -.300 .173 .225 -1.045 .445

4 -.367 .203 .212 -1.239 .506

5 -.533 .176 .094 -1.292 .226

6 -.600 .173 .074 -1.345 .145 *. The mean difference is significant at the ,05 level.

Page 61: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

44

Hasil uji repeated ANOVA untuk ketahanan busa dengan konsentrasi CMC-Na 0,6% pada hari ke-30

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1

2 -.100 .000 . -.100 -.100

3 -.500 .173 .102 -1.245 .245

4 -.800* .115 .020 -1.297 -.303

5 -.800* .115 .020 -1.297 -.303

6 -1.033* .233 .047 -2.037 -.029 *. The mean difference is significant at the ,05 level.

Hasil uji repeated ANOVA untuk ketahanan busa dengan konsentrasi CMC-Na 0,8% pada hari ke-2

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1 2 -.233 .145 .250 -.858 .392

2 1 .233 .145 .250 -.392 .858

Page 62: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

45

Hasil uji repeated ANOVA untuk ketahanan busa dengan konsentrasi CMC-Na 0,8% pada hari ke-15

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1

2 -.300 .115 .122 -.797 .197

3 -.433 .167 .122 -1.150 .284

4 -.533* .067 .015 -.820 -.246

5 -.633* .067 .011 -.920 -.346

6 -.600* .100 .027 -1.030 -.170 *. The mean difference is significant at the ,05 level.

Hasil uji repeated ANOVA untuk ketahanan busa dengan konsentrasi CMC-Na 0,8% pada hari ke-30

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1

2 -.400 .351 .373 -1.911 1.111

3 -.600 .252 .140 -1.683 .483

4 -1.067 .338 .088 -2.522 .389

5 -1.133 .367 .091 -2.711 .444

6 -1.200 .404 .097 -2.939 .539

Page 63: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

46

Hasil uji repeated ANOVA untuk ketahanan busa dengan konsentrasi CMC-Na 1,0% pada hari ke-2

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1 2 -.600 .252 .140 -1.683 .483

2 1 .600 .252 .140 -.483 1.683

Hasil uji repeated ANOVA untuk ketahanan busa dengan konsentrasi CMC-Na 1,0% pada hari ke-15

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1

2 -.133 .088 .270 -.513 .246

3 -.367 .088 .053 -.746 .013

4 -.600* .100 .027 -1.030 -.170

5 -.600* .100 .027 -1.030 -.170

6 -.633* .067 .011 -.920 -.346 *. The mean difference is significant at the ,05 level.

Page 64: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

47

Hasil uji repeated ANOVA untuk ketahanan busa dengan konsentrasi CMC-Na 1,0% pada hari ke-30

Pairwise Comparisons

Measure:MEASURE_1

(I) waktu

(J) waktu

Mean Difference (I-

J) Std. Error Sig.a

95% Confidence Interval for Differencea

Lower Bound Upper Bound

1

2 -.200 .000 . -.200 -.200

3 -.433* .033 .006 -.577 -.290

4 -.533* .033 .004 -.677 -.390

5 -.700* .153 .044 -1.357 -.043

6 -.900* .200 .046 -1.761 -.039 *. The mean difference is significant at the ,05 level.

Hasil uji analisis Pearson antara konsentrasi CMC-Na dengan ketahanan busa pada menit ke-120

Correlations

konsentrasi busa_15hari busa_30hari

konsentrasi

Pearson Correlation

1 .779 .303

Sig. (2-tailed) .120 .620

N 5 5 5

busa_15hari

Pearson Correlation

.779 1 .792

Sig. (2-tailed) .120 .110

N 5 5 5

busa_30hari

Pearson Correlation

.303 .792 1

Sig. (2-tailed) .620 .110

N 5 5 5

Page 65: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

48

Hasil uji analisis Pearson antara konsentrasi CMC-Na dengan ketahanan busa pada menit ke-10

Correlations

konsentrasi busa_2hari busa_15hari busa_30hari

konsentrasi

Pearson Correlation

1 .560 .301 .240

Sig. (2-tailed) .326 .623 .697

N 5 5 5 5

busa_2hari

Pearson Correlation

.560 1 .379 .008

Sig. (2-tailed) .326 .529 .989

N 5 5 5 5

busa_15hari

Pearson Correlation

.301 .379 1 .879*

Sig. (2-tailed) .623 .529 .049

N 5 5 5 5

busa_30hari

Pearson Correlation

.240 .008 .879* 1

Sig. (2-tailed) .697 .989 .049

N 5 5 5 5 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Page 66: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

49

Lampiran 3. Dokumentasi

Foto sediaan shampo konsentrasi CMC 0,2% b/b

Foto sediaan shampo konsentrasi CMC 0,4% b/b

Foto sediaan shampo konsentrasi CMC 0,6% b/b

Page 67: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

50

Foto sediaan shampo konsentrasi CMC 0,8% b/b

Foto sediaan shampo konsentrasi CMC 1,0% b/b

Foto propeller dengan paddle untuk mengaduk

Page 68: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

51

Foto viscotester seri VT 04 RION-Japan

Foto saat pengukuran viskositas

Page 69: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

52

Foto saat pengadukan menggunakan vortex

Foto busa pada menit ke-0 setelah pengadukan

Page 70: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

53

Foto busa pada menit ke-5 setelah pengadukan

Foto busa pada menit ke-10 setelah pengadukan

Page 71: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

54

Foto busa pada menit ke-30 setelah pengadukan

Foto busa pada menit ke-60 setelah pengadukan

Page 72: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

55

Foto busa pada menit ke-90 setelah pengadukan

Foto busa pada menit ke-120 setelah pengadukan

Page 73: PENGARUH PENINGKATAN KONSENTRASI

56

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Sihendra, dilahirkan di

Palembang pada tanggal 19 November 1988.

Penulis terlahir dari pasangan See Chee Seng dan

Lim Peh Hoa sebagai anak ke-enam dari enam

bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di TK

Hossana Palembang pada tahun 1993-1994, SD

Hossana Palembang pada tahun 1994-2000, SLTP

Hossana Palembang pada tahun 2000-2001, pada

tahun 2001-2003, dan SMU Tarsisius II Jakarta

pada tahun 2003-2006. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2006. Penulis pernah

mengikuti PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) berjudul “Uji Toksisitas Akut

Jus Wortel (Daucus Carota L.)”. Penulis juga pernah memiliki pengalaman

bekerja sebagai asisten Praktikum Kimia Organik (2008) dan Praktikum

Spektroskopi (2008). Selain itu, penulis juga pernah terlibat dalam kegiatan

kemahasiswaan seperti Pharmacy Performance 2008.