Upload
-
View
253
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
gambaran tentang pengaruh jenis pupuk, dosis pupuk, waktu pemupukan, dan cara pemupukan terhadap prosuksi tanaman
Citation preview
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Kedudukan Pemupukan Dalam Sistem Produksi Tanaman
Proses produksi tanaman erat kaitannya dengan budidaya tanaman itu
sendiri. Jika dilihat dari sudut pandang Downey dan Erickson (1987) yang
memandang agribisnis sebagai suatu sistem yang terdiri dari tiga sistem yang
berkaitan yaitu, the input supply sector, the farm production sector, dan the
product marketing sector maka budidaya terletak pada sistem “the farm
production sector”. Peranan sektor ini adalah mengubah input pertanian menjadi
output atau komoditas primer pertanian.
Dalam budidaya tanaman yang dimaksud dengan merubah input menjadi
output adalah merubah bibit yang ditanam menjadi tanaman dewasa yang
menghasilkan buah, daun, batang, akar/umbi, bunga, dan lainya yang merupakan
produksi tanaman. Pada konteks ini input yang dimaksud adalah bibit dan
outputnya adalah hasil produksi tanaman yang dapat berupa buah, daun, batang,
akar/umbi, bunga, dan lain sebagainya. Output inilah yang memiliki nilai
ekonomis jika diolah atau dipasarkan.
Dalam pengelolaan input menjadi output dalam budidaya tanaman sangat
melibatkan faktor biologis tanaman. Salah satu faktor biologis tersebut adalah
kebutuhan tanaman akan unsur hara. Unsur hara dibutuhkan baik pada saat
pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Asupan unsur hara juga sangat
mempengaruhi tinggi rendahnya produksi tanaman, karena pada hakekatnya hara
yang diserap tanaman akan digunakan dalam proses pertumbuhan dan
3
perkembangannya termasuk dalam proses pembentukan cadangan makanan.
Cadangan makanan inilah yang secara umum biasanya menjadi produksi tanaman
itu. Meski pada beberapa tanaman yang produksinya berupa umbi, batang, daun,
ataupun bunga.
Melihat pentingnya unsur hara, maka salah satu cara untuk meningkatkan
produksi tanaman adalah meberikan asupan unsur hara kepada tanaman melalui
pemupukan. Dengan demikian pemupukan menjadi salah satu tindakan penting
yang harus diperhatikan dalam budidaya tanaman jika ingin mendapatkan
produksi yang tinggi. Namun ada berbagai hal yang harus diperhatikan
sehubungan dengan peningkatan produksi melalui pemupukan. Adapun hal-hal
tersebut yaitu jenis pupuk, dosis pemupukan, cara pemupukan, waktu pemupukan,
dan intensitas pemupukan.
2.2. Pengaruh Jenis Pupuk Terhadap Produksi Tanaman
Berdasarkan senyawa yang dikandungnya pupuk dibedakan kedalam dua
jenis yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik ialah pupuk yang
berupa senyawa organik. Kebanyakan pupuk alam tergolong pupuk organikseperti
pupuk kandang, kompos, dan guano. Pupuk anorganik atau mineral merupakan
pupuk yang terbuat dari senyawa anorganik melalui proses sintetis, sehingga biasa
juga disebut sebagai pupuk sintetis. Hampir semua pupuk buatan tergolong pupuk
anorganik. Seperti Urea, ZA, TSP, KCL, dan lain-lain.
Jenis pupuk yang digunakan dalam pemupukan turut menentukan produksi
tanaman pada saat panen. Kesalahan dalam memilih jenis pupuk yang digunakan
akan menyebabkan produksi yang didapatkan tidak optimal. Sehingga petani perlu
4
mempelajari dan mengetahui sifat dan karakter dari jenis pupuk yang ada. Dengan
demikian dapat diketahui jenis pupuk yang mana yang lebih efisien untuk
peningkatan produksi tanaman.
Berdasarkan penelitian terhadap jagung manis, diperoleh fakta bahwa
penggunaan pupuk baik organik maupun anorganik mampu meningkatkan
produksi jagung. Tetapi terdapat perbedaan pada presentase tinggi rendahnya
produksi pada penggunaan kedua jenis pupuk tersebut. Produksi jagung manis
meningkat sebesar 58,91% untuk perlakuan pupuk organik dan 241,33% untuk
perlakuan pupuk anorganik dosis rekomendasi dibandingkan perlakuan tanpa
pemupukan, yaitu hanya mampu menghasilkan 3,627 ton/ha. Penggunaan pupuk
anorganik lebih meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis,
dimana hasil yang dicapai meningkat sebesar 114,8% dibandingkan perlakuan
pupuk organik yang menghasilkan 5,7635 ton/ha. Kombinasi pupuk organik 10
ton/ha + anorganik (urea) 150 kg N/ha mampu meningkatkan hasil sebesar
20,42% dibandingkan perlakuan pupuk anorganik dosis rekomendasi, dan
meningkat sebesar 158,66% dibandingkan perlakuan poupuk organik. Kombinasi
pupuk organik + urea 200 kg N/ha mampu meningkatkan hasil sebesar 17,26%
dibandingkan perlakuan pupuk anorganik dosis rekomendasi, dan bila
dibandingkan dengan pupuk organik maka hasil meningkat sebesar 151,88%.
Penggunaan pupuk anorganik memang dapat meningkatkan produksi
tanaman secara signifikan. Namun peningkatan produksi tersebut hanya terjadi
pada beberapa siklus produksi. Peningkatan produksi tertinggi mungkin terjadi
pada panen pertama, namun pada penen-panen berikutnya penambahan
5
produksinya menurun meskipun produktifitasnya meningkat. Setelah melewati
fase optimalnya, produktifitas tanaman akan menurun dari waktu ke waktu. Hal
ini terjadi karena pupuk anorganik mengandung senyawa kimia yang hanya
diperuntukkan untuk tanaman tetapi tidak untuk tanah.
Kandungan hara yang terdapat pada pupuk anorganik merupakan hara yang
siap pakai. Sehingga begitu diberikan maka tidak butuh waktu lama bagi tanaman
untuk menyerapnya dan menggunakannya. Tidak tanggung-tanggung semua hara
tersebut diserap oleh tanaman. Nutrisi atau unsur hara yang diserap itu terdiri dari
unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, S) dan unsur hara mikro (Fe, Mn, Bo, Mo,
Cu, Zmn, Cl, dan Co) dalam bentuk anion (-) dan kation (+). Oleh karena itu
maka dalam setiap panenan banyak sekali unsur hara yang terangkut dari dalam
tanah. Oleh karena itu maka kalau panenan terus menerus dilakukan pada lahan
pertanian tersebut berarti sekian banyak nutrisi yang terangkut tanpa dikembalikan
lagi kedalam tanah.
Meskipun hara yang hilang tersebut dikembalikan lagi ke tanah dengan
penggunaan pupuk anorganik tetap saja produktifitas tanaman menurun. Hal ini
terjadi karena hara/nutrisi yang diberikan oleh pupuk anorganik adalah hara untuk
tanaman. Sementara tanah juga membutuhkan nutrisi/hara tersebut untuk
kesimbangannya. Dengan demikian jelaslah bahwa penggunaan pupuk anorganik
secara terus menurus akan menurunkan produktifitas tanah.
Salah satu cara untuk memperbaiki kondisi tersebut adalah penggunaan
bahan organik sebagai pupuk. Meski pada kenyataanya pupuk organik tidak
memberikan produktifitas yang signifikan dalam beberapa siklus pertama
6
produksi namun secara jangka panjang penggunaan pupuk organik lebih efektif
daripada pupuk anorganik. Peningkatan produktifitas tanaman dengan
menggunakan pupuk organik baru dapat dilihat setalah penggunaanya dalam
jangka waktu yang lama. Hal ini dapat dilihat pada salah satu kebun percontohon
PT Mars Symbioscience Indonesia Kelurahan Noling, Kecamatan Bupon,
Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Tanaman kako yang menggunakan pupuk
kompos pada 5 tahun pertama produksinya lebih rendah daripada tanaman kakao
yang menggunakan pupuk anorganik. Tetapi setelah tahun ke-6 produksi tanaman
yang menggunakan pupuk anorganik mulai mengalami penurunan tetapi
sebaliknya tanaman kakao yang menggunakan pupuk organik mengalami
peningkatan produksi.
2.3. Pengaruh Dosis Pupuk Terhadap Produksi Tanaman
Pupuk harus diberikan sesuai dosis yang direkomendasikan. Dosis pupuk
dinyatakan dalam bentuk kg pupuk/ha atau kg hara/ha. Pemberian pupuk atau hara
dibawah dosis yang direkomendasikan akan menyebabkan produksi tanaman
menjadi tidak optimal. Pemberian pupuk atau hara melebihi dosis yang
direkomendasikan akan berabahaya bagi tanaman itu sendiri karena dapat
menimbulkan keracunan pada tanah dan tanaman, selain itu terjadi pemborosan
pupuk. Sehingga pemupukan terbaik berada pada kisaran jumlah optimal.
J. Von Liebig pada sekitar pertengahan abad ke-19 berpendapat atau
melahirkan hipotesa yang dikenal dengan “Hukum Minimum” yang menyatakan
“Pertumbuhan dan perkembangan tanaman itu akan demikian bergantung dari
tersedianya faktor-faktor yang esensial yang berada dalam minimum”. Yang
7
dimaksud dengan faktor-faktor esensial yang berada dalam minimum yaitu faktor
unsur hara yang esensial, yang dalam keberadaan/ketersediaanya adalah yang
paling minim dibandingkan dengan faktor-faktor lainnya, atau faktor (unsur hara)
dengan intensitas kerjanya yang paling sedikit. Kemudian baik atau buruknya
pertumbuhan/perkembangan tanaman itu atau meningkat dan berkurangnya hasil
yang diberikan tanaman tersebut, dapat terjadi kalau faktor yang minim itu
dipengaruhi oleh adanya pertambahan dan pengurangan.
Pertambahan dan pengurangan yang dimaksud adalah tinggi rendahnya
jumlah hara (dosis) pada pemupukan. Tinggi rendahnya jumlah hara yang
diberikan atau dosis pupuk turut menentukan produksi tanaman. Berdasarkan
perlakuan dosis pupuk organik pada ubi jalar lokal ungu diperoleh kesimpulan
bahwa dosis pupuk berpengaruh nyata tehadap jumlah umbi/tanaman. Jumlah
umbi/tanaman terbanyak dicapai pada dosis pupuk15 ton/ha sebesar 4,37 dan
terendah tanpa perlakuan dosis 0 ton/ha sebesar 2,85.
Tabel Dosis Pupuk Organik Terhadap Jumlah Umbi/Tanaman Ubi Jalar Lokal Ungu
Dosis Pupuk Organik ton/ha Indeks Panenan
0 2,85
5 3,23
10 3,50
15 4,37
Pada pertanian intensif, pemberian penambahan dosis yang diperlukan
tanaman sebaiknya diperhatikan pula tentang adanya “Hukum Penambahan Hasil
Yang Makin Berkurang, dengan demikian penambahan dosis terhadap
8
pemupukan dapat memberikan hasil yang efektif dan ekonomis. Hukum itu
berbunyi”Bila jumlah yang makin besar dari satu faktor variabel ditambah pada
jumlah tertentu dari satu faktor tetap, akhirnya akan dicapai satu keadaan dimana
setiap tambahan satu unit faktor variabel menambah lebih sedikit kepada produk
keseluruhan daripada satu unit faktor variabel sebelumnya”.
Logika produksi marjinal yang semakin berkurang ialah bahwa faktor
tetap (dalam hal ini bidang tanah yang tetap luas dan kemampuannya), tetap
membatasi jumlah hasil tambahan yang dapat diperoleh dengan jalan
menambahnkan lebih banyak faktor variabel (dosis pupuk). Berikut contonya
Bidang Tanah Dosis Pupuk Indeks Hasil Panen Keterangan
=A= - 100 Tanpa dipupuk
=A= A 150 Peningktan ( makin
ditambah dosisnya,
hasilnya tidak
sebanding dengan
penambahan pertama)
=A= 2a 175
=A= 3a 187.5
=A= 4a 193,75
=A= 5a 196,87
=A= 6a 198,43 Optimum
=A= 7a 196,87 Penurunan
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa penentuan dosis pemupukan
diakategorikan kedalam tiga kondisi yaitu, kondisi defisensi, kondisi optimum,
dan kondisi berlebihan. Keefisienan pemupukan berada pada kondisi optimum.
Untuk menjaga pemupukan tetap berada disekitar kondisi optimum maka
diperlukan penentuan dosis yang tepat pada setiap pemupukan agar pada
9
pemupukan berikutnya tidak terjadi penurunan produksi yang signifikan. Berikut
contoh konsentrasi hara pada kelapa sawit pada kondisi difisiensi, optimum, dan
berlebihan
Unsur
Hara
Satuan Difisiensi Optimum Berlebihan
<6tahun >6tahun <6tahun >6tahun <6tahun >6tahun
N % <2,5 <2,3 2,6-2,9 2,4-2,8 >3,1 >3,0
P % <0,15 <0,14 0,16-0,19 0,15-0,18 >0,25 >0,25
K % <1,00 <0,75 1,10-1,30 0,90-1,20 >1,90 >1,90
Mg % <0,20 <0,20 0,30-0,45 1,25-1,40 >0,70 >0,70
Ca % <0,30 <0,25 0,50-0,70 1,50-0,75 >1,00 >1,00
S % <0,20 <0,20 0,25-0,40 0,25-0,35 >0,60 >0,60
Cl % <0,25 <0,25 0,50-0,70 0,50-0,70 >1,00 >1,00
2.4. Pengaruh Waktu Pemupukan Terhadap Produksi Tanaman
Waktu pemupukan harus didasarkan oleh beberapa faktor penentu seperti
iklim (terutama curah hujan), sifat fisik tanah, logistik (pengadaan) pupuk, serta
adanya sifat sinergis dan anatogonis atar-unsur hara. Ketepatan dalam
mempertimbangkan atau memperhitungkan faktor-faktor tersebut sangat
menentukan keefisienan pemupukan. Semakin efisien suatu pemupukan maka
semakin optimal pula produksi tanaman yang dapat dicapai.
Respon tanaman terhadap pemberian pupuk tergantung pada dua kondisi
yang saling berhubungan, yaitu keadaan tanaman itu sendiri dan ketersediaan hara
di dalam tanah. Hubungan antara kedua faktor ini dapat bersifat langsung
10
sehingga pada saat aplikasi pupuk maka tanaman harus tanaman diperlakukan
sedemikian rupa agar tanggap terhadap pemberian pupuk. Semakin besar respon
tanaman maka semakin banyak unsur hara dalam tanah (pupuk) yang dapat
diserap oleh tanaman untuk pertumbuhan dan produksi.
Pengetahuan teknis tentang sifat sinergis dan antagonis serapan hara pada
beberapa unsur sangat penting diketahui saat melakukan pemupukan. Secara
umum, sifat sinergis dan antagonis yaitu N-K (sinergis), dan N-P, N-Mg, K-Mg
(antagonis).Pemberian pupuk N dan P, yang berpotensi antagonisme secara
langsung menyebabkan terjadinya periode dimana unsur N yang rersedia tidak
begitu banyak diserap tanaman karena kurangnya energi akibat P belum tersedia
walaupun sudah diaplikasikan. Oleh karena itu pemberian P harus lebih awal .
Manfaat pemupukan yang maksimum dapat tercapai bila curah hujan antara
100-250 mm per bulan. Pada masa ini, kondisi tanah cukup basah tetapi
belumjenuh sehingga memudahkan terserapnya unsur hara oleh tanaman. Untuk
kondisi Indonesia, periode optimal tersebut terjadi di antara 4-6. Periode
setelahnya termasuk bulan yang terlalu basah atau terlalu kering. Sehingga sangat
penting untuk memperhatikan hal ini demi keefisienan pemupukan.
Aplikasi pupuk urea pada musim kemarau (curah hujan kurang dari 100 mm
per bulan) tidak disarankan karena memliki potensi penguapan yang tinggi.
Sebaliknya, pada kondisi curah hujan lebih dari 250 mm per bulan, aplikasi pupuk
yang mudah larut seperti urea, ZA, kieserit, MOP, TSP, CuSO4, dan ZnSO4 juga
tidak disarankan karena berpotensi kehilangan tinggi melalui proses pencucian
oleh aliran permukaan dan erosi. Jika terjadi prose penguapan atau pencucian
11
kadar hara yang ada dalam pupuk akan menipis sehingga efisiensi dari dosis yang
direkomendasikan menjadi tidak optimal. Ketidak optimalan tersebut
berpengaruh terhadap produksi tanaman.
Faktor lain yang harus diperhatikan sehubungan dengan waktu pemberian
pupuk adalah fase-fase atau proses pertumbuhan tanaman. Kebutuhan tanaman
akan bermacam-macam pupuk selama pertumbuhan dan perkembangannya
terutama dalam hal pengambilan atau pengisapannya adalah tidak sama,
membutuhkan waktu yang berbeda dan tidak sama banyaknya. Sebab selama
pertumbuhan dan perkembangannya dari kecambah hingga matinya tanaman
terdapat berbagai prose pertumbuhan yang intensitasnya berbeda-beda. Ini berarti
bahwa sepanjang pertumbuhannya ada saat-saat dimana tanaman itu memerlukan
pertukaran zat secara intensif agar pertumbuhannya berlangsung dengan baik, ada
saat-saat pembungaan, pembuahan, dan dengan sendirinya ada saat-saat
diperlukannya unsur hara yang cukup bagi pembentukan bagian-bagian tanaman.
Misalnya pada tanaman padi ada waktu bagi pembentukan rumpun (anak), pada
tanaman teh ada waktu untuk bertunas, pada tanaman mentimun setelah berbunga
banyak melakukan pembentukan buah, yang kenyataanya pada waktu-waktu
tersebut diperlukan unsur hara/zat-zat pembentuk yang cukup sesuai dengan
kegiatan pertukaran zatnya yang intensif.
Dengan kata lain, bahwa sesuai dengan kegiatan kepentingan proses
fisiologisnya, tanaman itu memerlukan unsur hara yang cukup. Berdasar kegiatan
kepentingannya itu perlu pemupukan yang sesuai dengan keperluannya yang
menurut hasil-hasil penyelidikan berada dalam kekurangan tersedianya dalam
12
tanah. Dengan demikian maka jelaslah bahwa pemupukan itu tidak boleh
dilakukan sembarang waktu, harus memperhatikan waktu dibutuhkannya serta
macamnya unsur hara yang berada dalam keadaan defesiensif. Dengan demikian
pula maka pemberian pupuk akan bermanfaat.
2.5. Pengaruh Cara Pemupukan Terhadap Produksi Tanaman
Cara menempatkan pupuk yang akan diaplikasikan sangat mempengaruhi
jumlah pupuk yang dapat diserap akar tanaman. Dengan penempatan/aplikasi
yang tepat, kapasitas bawa (carrying capacity) pupuk dapat ditingkatkan.
Peningkatan efisiensi pemupupukan ini mencakup aspek upaya bagaimana pupuk
itu lebih cepat zampai kezona yang dibutuhkan dan seminimum mungkin hilang
karena adanya aliran permukaan dan penguapan. Dengan terjadinya efisiensi
pemupukan maka produksi tanaman dapat optimal sesuai dengan tujuan
pemupukan tersebut.
Untuk mencapai efisiensi tersebut maka yang harus diperhatikan adalah
cara aplikasi/pemberian pupuk. Cara aplikasi pupuk pada tanaman berbeda-beda
tergantung dari jenis tanaman dan jenis pupuk yang digunakan. Berikut ini adalah
beberapa cara aplikasi/penempatan pupuk yang dapat dilakukan agar efisiensi
pemupukan optimal.
a) Penyebaran
Biasanya pupuk yang tidak larut dalam air dan yang bagian-bagian utamnya
terikat sacara kimiawi, disebarkan secara merata, dilakukan setelah atau sebelum
pengolahan tanah dan selanjutnya dibenamkan.
13
b) Plow Sole Palcement
Dilakukan pada saat pengolahan tanah dengan menempatkan pupuk yang
diperlukan secara langsung di belakang pembajaknya. Dengan cara inipun
pemupukan dapat merata dan terbenam dalam tanah. Biasanya pupuk yang tidak
mudah larut. Biassanya pemupukan seperti ini diterapakan pada tanaman
semusim.
c) Side Band Placement
Dengan cara ini pupuk ditempatkan pada tanah selain benih atau tanaman.
Pada sisi satu atau pada kedua sisinya, dengan jarak masing-masing 5 cm-7,5 cm
dari tempat benih atau tumbuh tanaman dan dalamnya sekitar 2,5 cm -5 cm dari
permukaan tanah. Salah satu contohnya adalah pemupukan pada tanaman jagung.
d) In The Row Placement
Dengan cara menempatkan pupuk pada lubang-lubang benih atau sepanjang
larikan dimana benih-benih ditanam. Biasanya cara seperti ini digunakan untuk
penebaran pupuk dasar/awal yang biasanya dilakukan pada saat penanaman.
Pupuk biasanya ditaburkan terlebih dahulu pada lubang tanah, lalu ditimbun
dengan tanah, baru kemudian bibit dimasukkan kedalam lubang tanam, dan
selanjutnya ditimbun secara keseluruhan hingga lubang tanam tertutup.
e) Top Dressed/Side Dressed Placement
Pupuk yang diperlukan ditempatkan pupuk diatas permukaan tanah di
sekitar tempat tumbuh tanaman. Biasanya dalam menempatkan pupuk di atas
permukaan tempat tumbuh tanaman atau di sisi tanaman, tanahnya dikorek sedikit
agar penempatan pupuk berlangsung dengan baik, kemudian ditutup agar tidak
14
tercuci atau terangkut oleh air hujan. Pemupukan sebaiknya dilakukan menjelang
musim hujan dan minggu pertama sesudah musim penghujan, dengan demikian
pencucian atau pengangkutan oleh air dapat terhindarkan.
f) Penyemprotan
Penyemprotan hanya dapat dilakukan dengan pupuk yang mudah melarut
dalam air dan tujuannya agar unsur-unsur yang terkandung dalam larutan pupuk
buatan itu dapat dihisap oleh daun atau batang tanaman. Jadi tidak saja akar yang
dapat mengisap unsur-unsur yang terkandung dalam pupuk, daun-daun
tanamanpun dapat melakukannya.
Dari berbagai cara aplikasi pupuk tersebut ada dua inti penting yaitu
pupuk yang sukar melarut dan pupuk yang mudah melarut. Pada prinsipnya untuk
pupuk yang sukar melarut butuh waktu bagi tanaman untuk dapat
menggunakannya yaitu pada saat zat hara pupuk tersebut melarut. Sehingga pupuk
yang sukar melarut harus terbenam kedalam tanah agar tidak menguap saat terjadi
pemanasan dan tidak tercuci saat hujan turun. Sementara untuk pupuk yang
mudah larut dapat diaplikasikan langsung ketanaman dengan cara penyemprotan
karena dapat segera di hisap dan digunakan oleh tanaman.
15