Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PEMBERIAN MONOSODIUM
GLUTAMAT JANGKA PENDEK TERHADAP
JARINGAN GINJAL TIKUS Sprague dawley
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH:
M. Iqbal Syauqi Al Ghiffary
NIM: 1113103000075
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2016
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 2016
M. Iqbal Syauqi Al Ghiffary
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGARUH PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMAT JANGKA
PENDEK TERHADAP JARINGAN GINJAL TIKUS Sprague dawley
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
Oleh
M. Iqbal Syauqi Al Ghiffary
NIM: 1113103000075
Pembimbing 1
dr. Lucky Brilliantina, M.Biomed
NIP.
Pembimbing 2
Chris Adhiyanto, S.Si, M.Biomed, PhD
NIP. 196905112003121001
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H/2017M
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Penelitian berjudul PENGARUH PEMBERIAN MONOSODIUM
GLUTAMAT JANGKA PENDEK TERHADAP JARINGAN GINJAL
TIKUS Sprague dawley yang diajukan oleh M. Iqbal Syauqi Al Ghiffary (NIM:
1113103000075), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan pada 28 November 2016. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program
Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.
Ciputat, 21 Januari 2017
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
dr. Lucky Brilliantina, M.Biomed
NIP.
Pembimbing 1
dr. Lucky Brilliantina, M.Biomed
NIP.
Pembimbing 2
Chris Adhiyanto, S.Si, M.Biomed, PhD
NIP. 196905112003121001
Penguji 1
dr. Witri Ardini, M. Gizi, Sp.GK
NIP. 197110232011012003
Penguji 2
dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D
FICS, FACS.
NIP. 197211032006041001
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN
Prof. Dr. Arif Sumantri, M.Kes
NIP. 196508081988031002
Ketua PSKPD FKIK UIN
dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D
FICS, FACS.
NIP. 197211032006041001
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahin
Assamalamualaikum Wr. Wb
Puji dan syukur saya haturkan ke hadirat Allah yang telah memberikan
rahmat hidayah sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad,
keluarga beliau, para sahabat, dan umatnya sampai akhir zaman.
Proses penelitan dan penulisan skripsi ini tidak dapat berjalan dengan baik
tanpa adanya bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Arif Sumantri, M.Kes selaku Dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta,
2. dr. Achmad Zaki, M. Epid, Sp.OT selaku Ketua Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN Jakarta beserta segenap jajaran
dosen yang telah memberikan ilmu selama masa perkuliahan
3. dr. Flori Ratnasari, PhD selaku penanggung jawab modul riset dan
Pembimbing Akademik.
4. dr. Lucky Brilliantiana, M.Biomed dan Pak Chris Adhiyanto, S.Si,
M.Biomed, PhD selaku dosen pembimbing penelitian dan penulisan
skripsi ini.
5. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK dan dr. Nouval Shahab, Sp.U, FICS,
FACS, Ph.D selaku penguji sidang.
6. Kementerian Agama RI, khususnya pengelola Program Beasiswa Santri
Berprestasi (PBSB), atas kesempatan studi di PSKPD UIN Jakarta.
7. Teruntuk almarhum bapak saya, Alimin Ahmad, dan ibu saya, Uswatun
Hasanah.
8. Kakak saya, dr. Hilma Tsurayya dan Ahmad Nur Khoir, dan adik saya, M.
Zulfikar Al Kautsar, serta saudari Alfi Nur Azizah Abdullah.
vi
9. Seluruh pengasuh dan keluarga besar PP. Nurul Ulum Malang.
10. Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub (alm) dan Ibu Nyai, atas dedikasi dan
prinsip yang diajarkan pada santrinya
11. Ibu Nurlaely Mida Rachmawati, Ph.D, Ibu Silvia Fitri Nasution,
M.Biomed, dan Ibu Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed atas izin
penggunaan laboratorium, beserta segenap laboran yang sangat membantu
selama proses penelitian ini.
12. Kelompok penelitian seperjuangan: Eriska Muharani, Filzah Widha, dan
Sandy Rahmando, yang sangat sering saya repotkan.
13. Seluruh keluarga besar PSPKD UIN Jakarta khususnya angkatan 2013.
14. Seluruh keluarga besar CSSMoRA UIN Jakarta, khususnya keluarga
angkatan 2013.
15. Seluruh tim Badan Semi Otonom SANTRI CSSMoRA Nasional 2016-
2017
16. Keluarga besar Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences,
khususnya mahasantri angkatan “As-Shuffah” dan santriwati asal
Grobogan yang semoga berprestasi selalu.
Saya menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna,
karena itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran agar penelitian ini dapat
terus dilanjutkan dan bermanfaat untuk berbagai pihak. Demikian laporan
penelitian ini, semoga dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikun Wr. Wb
Ciputat, 22 November 2016
Penulis
vii
ABSTRAK
ABSTRAK
M. Iqbal Syauqi A. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Pengaruh
Pemberian Monosodium Glutamat Jangka Pendek Terhadap Jaringan Ginjal Tikus
Sprague dawley. 2016.
Monosodium glutamat adalah bahan yang kerap digunakan sebagai zat aditif
makanan. Ginjal berperan penting dalam eliminasi produk akhir metabolisme
MSG. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian MSG
2,4g/kgBB/hari, 3,6g/kgBB/hari dan 4,8g/kgBB/hari selama ±14 hari terhadap
gambaran sel ginjal tikus Sprague dawley usia 8-12 minggu. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat kerusakan sel ginjal (p<0,001) pada setiap kelompok lewat
uji Mann Whitney dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dapat disimpulkan
bahwa pajanan MSG memengaruhi struktur histologi ginjal.
Kata kunci: Monosodium glutamat, sel glomerulus, nefrotoksisitas
ABSTRACT
M. Iqbal Syauqi A. Department of Medicine. Effect of Monosodium Glutamate
for short-duration administration on Kidney Histopathology in Sprague dawley
rats. 2016.
Monosodium glutamate is used as a flavor enhancer of food. Renal play a crucial
role in elimination of metabolic end products of MSG. This study was carried out
to investigated the effect of MSG 2,4g/kgBW/day, 3,6 g/kgBW/day and 4,8
g/kgBW/day for ±14 days on kidney histology in Sprague dawley rats 8-12 weeks
old. The results shown a significant destruction in kidney (p <0,001) in each MSG
treated group as compared to control group. In conclusion, the administration of
MSG have an effect of renal histological structure.
Keyword: Monosodium glutamate, glomerulus, nephrotoxicity
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ........................................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
ABSTRAK .................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR GRAFIK ....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Hipotesis ................................................................................................ 3
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
1.5.1 Bagi Institusi ................................................................................. 4
1.5.2 Bagi Peneliti .................................................................................. 4
1.5.3 Bagi Peneliti Lain ......................................................................... 4
1.5.4 Bagi Masyarakat ........................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5
2.1 Landasan Teori ....................................................................................... 5
2.1.1 Monosodium Glutamat (MSG) ..................................................... 5
2.1.1.1 Sejarah .............................................................................. 5
2.1.1.2 Struktur Kimia .................................................................. 5
2.1.1.3 Metabolisme ..................................................................... 6
2.1.1.4 Manfaat ............................................................................. 8
2.1.2 Anatomi Renal .............................................................................. 9
2.1.3 Histologi Jaringan Nefron Renal ................................................... 10
2.1.3.1 Korpuskel Renalis ............................................................. 10
2.1.3.2 Tubulus Kontortus Proksimal ........................................... 12
2.1.3.3 Ansa Henle ........................................................................ 13
ix
2.1.3.4 Tubulus Kontortus Distal ................................................. 13
2.1.3.5 Tubulus dan Duktus Koligentes ....................................... 14
2.1.4 Fisiologi Renal .............................................................................. 14
2.1.5 Penggunaan MSG pada Hewan Coba ............................................ 19
2.1.6 Efek Toksik MSG pada Ginjal ...................................................... 16
2.2 Kerangka Teori ...................................................................................... 20
2.3 Kerangka Konsep ................................................................................... 21
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 22
3.1 Desain Penelitian ................................................................................... 22
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 22
3.2.1 Waktu Penelitian ........................................................................... 22
3.2.2 Tempat Penelitian ......................................................................... 22
3.3 Populasi dan Sampel .............................................................................. 23
3.4 Bahan Penelitian .................................................................................... 23
3.5 Alat Penelitian ........................................................................................ 24
3.6 Alur Penelitian ....................................................................................... 24
3.6.1 Sebelum Perlakuan ........................................................................ 26
3.6.2 Pemberian MSG ............................................................................ 26
3.6.3 Pengambilan Organ Ginjal ............................................................. 26
3.6.4 Pembuatan Preparat/Sediaan Histologi .......................................... 26
3.6.5 Pemotretan Preparat/Sediaan Histologi ......................................... 28
3.7 Defnisi Operasional ................................................................................ 28
3.8 Pengukuran Berat Badan Tikus ............................................................. 28
3.9 Pengamatan dengan Mikroskop ............................................................. 29
3.10 Pengamatan dan Penghitungan Sel Ginjal ............................................ 30
3.11 Perhitungan dengan Perangkat Lunak ImageJ ...................................... 30
3.12 Manajemen Data ................................................................................... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 32
4.1 Hasil ........................................................................................................ 32
4.1.1 Gambaran Histologis Ginjal .......................................................... 32
4.1.2 Pembahasan Histopatologi ............................................................ 34
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 39
5.1 Simpulan ................................................................................................ 41
5.2 Saran ...................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 42
LAMPIRAN ................................................................................................. 46
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian............................................................................ 22
Tabel 3.2 Definisi Operasional ...................................................................... 28
xi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Rerata Luas Kerusakan Sel Ginjal ................................................ 34
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pembentukan dan Struktur Asam Glutamat ................................ 7
Gambar 2.2 Mekanisme Transpor Glutamat ................................................... 7
Gambar 2.3 Reaksi Katalisis L-glutamat ......................................................... 7
Gambar 2.4 Bagan Monosodium Glutamat Menginduksi Kerusakan Renal .. 9
Gambar 2.5 Monosodium Glutamat Menginduksi Produksi ROS ................. 10
Gambar 2.6 Anatomi Ginjal ............................................................................ 12
Gambar 2.7 Struktur Irisan Ginjal ................................................................... 13
Gambar 2.8 Struktur Histologis Ginjal ............................................................ 14
Gambar 2.9 Struktur glomerulus dan tubulus ................................................. 15
Gambar 2.10 Struktur korteks dan Ansa Henle ............................................... 16
Gambar 6.1 Sampel tikus ................................................................................ 43
Gambar 6.2 Pengukuran Berat Tikus .............................................................. 43
Gambar 6.3 Menimbang dosis MSG ................................................................ 43
Gambar 6.4 Alat dan Bahan untuk melarutkan MSG ..................................... 43
Gambar 6.5 Mencampurkan Bahan ................................................................. 43
Gambar 6.5 Pembuatan Larutan MSG ............................................................ 43
Gambar 6.7 Proses Sacrifice ............................................................................ 44
Gambar 6.8 Pengambilan organ ginjal ............................................................. 44
Gambar 6.9 Preparat histologi ......................................................................... 44
Gambar 6.10 Mikroskop Olympus BX4I ......................................................... 44
Gambar 6.11 Pemotretan sediaan histologi ...................................................... 44
Gambar 6.12 Penghitungan dengan ImageJ ..................................................... 44
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Tikus Sehat ................................................... 46
Lampiran 2 Surat Keterangan Monosodium Glutamat .................................. 47
Lampiran 3 Gambar Proses Penelitian ........................................................... 48
Lampiran 4 Perhitungan Dosis MSG ............................................................ 50
Lampiran 5 Berat Badan Tikus ...................................................................... 51
Lampiran 6 Riwayat Hidup Penulis ............................................................... 53
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Isu yang menjadi fokus pemerintah saat ini adalah kedaulatan pangan disertai
pengelolaan kesehatan yang berkelanjutan. Pengelolaan lalu lintas pangan di
Indonesia banyak diuji dalam berbagai tes kelayakan pangan. Pangan yang
mengandung banyak substansi kimia dan tidak ditoleransi secara adekuat oleh tubuh
bisa mengakibatkan gangguan kesehatan yang krusial.
Komposisi makanan masyarakat sehari-hari banyak mengandung
monosodium glutamat. Monosodium glutamat (MSG) sering ditemui pada bahan
penyedap, perasa makanan, dan bahan-bahan sejenis.1
Berdasarkan data dari Persatuan Pabrik Monosodium Glutamat & Asam
Glutamat Indonesia (P2MI), konsumsi MSG di Indonesia meningkat dari 100.568 ton
pada 1998 menjadi 122.966 ton pada 2004 (diperkirakan 1,53 gram/orang/hari).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2007, MSG dikonsumsi oleh 77,8 persen
populasi Indonesia. Negara yang paling banyak mengkonsumsi MSG per kapita
adalah Cina, sementara Amerika Serikat adalah yang paling sedikit.2
Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa bumbu penyedap dikelompokkan
dalam makanan berisiko tinggi yang terbanyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia lebih dari sekali sehari dalam sepuluh tahun terakhir dengan nilai mencapai
77,3%. Konsumsi bumbu ini mengalahkan nilai konsumsi masyarakat pada makanan
yang tergolong beresiko lainnya, yaitu makanan manis (53,1%), berlemak (40,7%)
dan kopi (29,3%).2
Hasil penelitian menyebutkan bahwa batasan metabolisme MSG
(30mg/kg/hari) berarti rerata dalam sehari dibatasi dengan tambahan maksimal
sebanyak 2,5-3,5 gram MSG untuk berat badan 50-70 kg.3
Dalam konteks Indonesia, banyak produk yang tidak menyebutkan detail
penggunaan MSG dalam campurannya. Cita rasa “umami” dari MSG menjadi satu
2
hal yang tidak bisa dipisahkan dari kebanyakan warga Indonesia, melalui berbagai
formulasi penyedap rasa. MSG disebutkan dapat memberi efek samping jangka
panjang.4 Melalui reseptor glutamat yang berada di otak, dikhawatirkan dapat
memicu gangguan organ. Akumulasi berlebih MSG dalam asupan sehari-hari, meski
dalam kadar rendah, patut diwaspadai.
Glutamat sebagai salah satu komponen MSG merupakan salah satu
neurotransmitter sel saraf di otak. Akumulasi glutamat dilaporkan dapat bersifat
eksitotoksik.4 Glutamat ini, selain di otak, juga memiliki reseptor di ginjal, jantung,
hati, plasenta dan usus.4,36
Terkait dampaknya secara anatomis dan fisiologis, banyak penelitian
dilakukan terkait signifikansi konsumsi MSG terhadap kondisi fisik tubuh. Percobaan
yang dilakukan terhadap mencit pada 1969 oleh Olney dan Ho melaporkan bahwa
ditemukan lesi di daerah nukleus arkuatus setelah injeksi subkutan 0,5-0,7 g/kg MSG
pada neonatus hewan coba mencit, kelinci dan monyet rhesus.5
Disebutkan oleh FDA, bahwa meskipun konsumsi MSG secara umum aman,
namun dapat memberikan efek jangka pendek. Kumar dalam penelitiannya
mendapatkan bahwa dalam perlakuan pemberian MSG secara oral dengan dosis 70
mg/100 gBB untuk tiga kelompok perlakuan: 30 hari, 45 hari, serta 60 hari,
ditemukan penurunan kadar hemoglobin, PCV, sel darah merah dan neutrofil. Ureum
dan kreatinin juga ditemukan meningkat pada periode 45 dan 60 hari, diikuti dengan
kerusakan histologis pada sel glomerulus dan tubulus ginjal, seperti pembengkakan
endotel glomerulus, hilangnya brush border, serta bentukan nekrotik.6
Penelitian oleh Eweka menggunakan tikus Winstar, bahwa pada pemberian
3000 mg dan 6000 mg MSG terdapat kerusakan struktur sel ginjal, meliputi
kerusakan korteks dan nekrosis. Hal ini diperkirakan akan mengganggu fungsi ginjal
terutama terkait ekskresi ureum dan kreatinin. Kerusakan ini timbul karena gangguan
dalam fungsi osmotik, toksik, serta traumatik.7, 11
Pada hewan coba mencit, Onaolapo melaporkan bahwa pemberian MSG pada
dosis 0,5 mg/kgBB, 1,0 mg/kgBB serta 1,5 mg/kg BB selama 28 hari ditemukan
adanya peningkatan berat badan dibanding kelompok kontrol. Selanjutnya, pada berat
3
organ hati dan ginjal juga ditemui peningkatan.8 Pada studi selanjutnya, peningkatan
berat badan sampai tingkat obesitas dapat berdampak pada resistensi insulin, sehingga
diperkirakan dapat menyebabkan diabetes dan gangguan organ secara sistemik.9
Penggunaan dosis dalam penelitian efek MSG terhadap hewan coba berbeda-
beda. Brilliantina (2012) menggunakan dosis MSG 1200, 2400, 4800
mg/kgBB/hari.12 Suryadi menggunakan dosis 2400, 4800 dan 9600 mg/kgBB/hari.13
Dari sekian penelitian yang ada, dosis terendah yang digunakan adalah 600
mg/kgBB/hari, sedangkan dosis tertinggi adalah 9600 mg/kgBB/hari dengan lama
perlakuan yang berbeda.
Penelitian ini akan menelaah efek jangka pendek pemberian MSG selama 14
hari dengan tiga dosis berbeda yaitu 2400 mg/kgBB, 3600 mg/kgBB dan 4800
mg/kgBB, pada gambaran jaringan ginjal.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah pemberian monosodium glutamat dengan dosis 2400mg/kgBB, 3600
mg/kgBB dan 4800 mg/kBB jangka pendek memengaruhi jaringan ginjal
tikus?
1.3. Hipotesis Penelitian
Pemberian monosodium glutamat dengan dosis 2400mg/kgBB, 3600
mg/kgBB dan 4800 mg/kBB jangka pendek dapat memengaruhi jaringan
ginjal tikus.
1.4. Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh pemberian MSG peroral pada jaringan ginjal tikus
Sprague Dawley, dengan dosis 2400 mg/kgBB, 3600 mg/kgBB, 4800
mg/kgBB.
4
1.5.Manfaat Penelitian
1.5.1. Untuk institusi pemerintah
Memberikan kejelasan mengenai pengaruh MSG tubuh, sehingga dapat dibuat
kebijakan terkait penggunaan MSG pada komposisi makanan yang diproduksi
1.5.2. Untuk peneliti lain
Memberikan kesempatan penelitian efek MSG pada tubuh lebih lanjut
1.5.3. Untuk peneliti
Awal melakukan penelitian lanjutan tentang MSG, khususnya terhadap fungsi
ginjal atau farmakologi terkait MSG..
1.5.4. Untuk keilmuan
Memperkaya referensi ilmu kesehatan dan biomedik
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Monosodium Glutamat (MSG)
2.1.1.1 Sejarah
MSG pertama kali diidentifikasi di Jepang oleh Dr. Kikunae Ikeda, yang
menemukan zat rasa unik dalam rumput laut (Laminaria japonica) yang disebut
umami (dari kata bahasa Jepang umai yang berarti lezat). Sejak penemuan itu Jepang
akhirnya mulai memproduksi MSG secara masal.1
Jepang memproduksi asam glutamat melalui ekstraksi dari bahan alamiah.
Tetapi karena permintaan pasar terus melonjak, tahun 1956 mulai diproduksi L-
glutamic acid melalui fermentasi. L-glutamic acid inilah inti dari MSG, yang
berbentuk butiran putih mirip garam. MSG sendiri sebenarnya tidak memiliki rasa.
Tetapi bila ditambahkan ke dalam makanan, akan terbentuk asam glutamat bebas
yang ditangkap oleh reseptor khusus di otak dan mempresentasikan rasa dasar dalam
makanan itu menjadi jauh lebih lezat dan gurih.
Sejak tahun 1963, Jepang bersama Korea mempelopori produksi masal MSG
yang kemudian berkembang ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Setidaknya
sampai tahun 1997 sebelum krisis moneter, produksi MSG Indonesia mencapai
254.900 ton/tahun dengan konsumsi mengalami kenaikan rata-rata sekitar 24,1% per
tahun.1, 4
2.1.1.2 Struktur Kimia
Glutamat sebagai asam amino banyak ditemukan pada makanan tinggi protein
seperti telur, daging, dan sayur-sayuran. Metabolisme tubuh juga banyak bergantung
pada keberadaan glutamat tersebut. Senyawa ini setelah ditambahkan pada bumbu
masakan, membuat teridentifikasinya rasa umami di lidah selain rasa manis, asam,
pahit, dan asin.
Glutamat termasuk dalam asam amino nonesensial dengan jalur biosintesis
pendek. Monosodium L-glutamat dikenal dengan nama kimia 2-amino pentanedioic
6
atau 2-amino glutaric acid (asam glutamat). Perbedaan struktur pada MSG dan asam
glutamat berada pada gugus karboksil MSG yang berikatan dengan natrium,
menggantikan posisi ikatan hidrogen.24
Gambar 2.1: Pembentukan dan struktur glutamat24
Gugus karboksil yang terionisasi akan menimbulkan rasa di lidah. Glutamat
terdiri dari 5 atom karbon dan 2 gugus karboksil yang salah satunya berikatan dengan
NH2 sebagai ciri asam amino.24 Sifat kimia asam glutamat dan MSG cenderung sama,
yakni berwarna putih, berbentuk seperti kristal yang mudah larut dalam air, serta
tidak berbau.4,12 Unsur penyusun dari MSG adalah 78,2% glutamat, 12,2% natrium
dan 9,6% air. 1 gram MSG mengandung 1,27 glutamat dan 0,122 Na.7
2.1.1.3 Metabolisme Asam Glutamat
Monosodium glutamat, sebagaimana reaksi metabolisme asam amino pada
glutamat, diproses dalam tubuh melalui sistem digestif. Pertama kali MSG
mengalami reaksi yaitu di lidah, dengan cara merangsang taste buds yang memiliki
sel epitel dengan taste receptor cells (TRC) yang merupakan reseptor pengecap.
Sinyal ini kemudian menjadi sensasi rasa di otak.12
7
Gambar 2.2 Mekanisme transpor Glutamat.36
Asam glutamat dibawa oleh tipe reseptor yaitu ionotropik dan metabotropik.11
Secara farmakologis, reseptor ionotropik untuk glutamat digolongkan sebagai
NMDA, AMPA dan reseptor kainate. Reseptor glutamat ini banyak terdapat di sistem
saraf pusat, mulut, paru, sistem pencernaan dan otot.11, 15
L-glutamat berikatan dengan mGluR-4 (metabotropic glutamate receptor).
mGluR-4 memutus senyawa ikatan L-glutamat, dan senyawa bebas itu dihantar ke
otak berikatan reseptor glutamat di otak menghasilkan sensasi rasa umami.15
Selanjutnya dalam proses metabolisme L-glutamat di hepatosit ditranspor dari
sitosol ke mitokondria. L-glutamat dikatalisis oleh L-glutamat dehidrogenase menjadi
α-ketoglutarat. Proses ini membebaskan nitrogen dalam bentuk amonia (ion
amonium), selanjutnya memasuki siklus urea.15
8
Gambar 2.3 Reaksi Katalisis L-glutamat11
2.1.1.4 Manfaat Asam Glutamat
Glutamat memiliki fungsi penting dalam metabolisme energi dan sintesis
asam amino lain, glutation, dan protein. Glutamat juga merupakan salah satu
neurotransmitter pada sinaps eksitatorik sistem saraf pusat yang diperankan mGluR-
4. Neurotransmitter glutamat ini memiliki fungsi regulasi plastisitas sinaptik,
pembelajaran, memori, aktivitas motorik dan perkembangan sel saraf. Modulasi
eksitabilitas sel serta mekanisme transmisi sinapsnya diperantarai oleh second
messenger. mGluR-4 merupakan salah satu reseptor Glutamat.
Glutamat bisa mengoksidasi asam amino, seperti leusin. Glutamat adalah
asam amino multifungsi yang memengaruhi persepsi rasa, metabolisme, dan
neurotransmisi eksitatorik. Glutamat dalam beberapa studi bisa memicu pilihan
makanan untuk populasi tertentu, dengan cara meningkatkan cita rasa makanan
dengan rasa umami.36
9
2.1.2 Anatomi Ginjal
Ginjal termasuk salah satu organ sistem perkemihan. Ginjal meregulasi
keseimbangan cairan tubuh, mempertahankan osmolaritas, mengatur konsentrasi ion
cairan ekstrasel, meregulasi volume plasma, serta mengekskresikan zat sisa dan
senyawa-senyawa asing. Mekanisme ekskresi zat sisa dan senyawa asing ini dengan
cara memproduksi urin. Zat sisa yang diekskresikan lewat urin adalah zat-zat sisa
metabolisme tubuh seperti dari makanan, obat, maupun senyawa toksin.17,18,19
Ginjal terletak secara retropritoneal di regio abdominalis posterior setinggi
vertebra T XII sampai vertebra L III. Ginjal dextra terletak lebih rendah dibandingkan
ginjal sinistra karena terdapat hepar dibagian superior ginjal dextra.17
Gambar 2.4 Anatomi Ginjal17.
Ginjal dikelilingi oleh 3 jaringan yaitu kapsula fibrosa, kapsula adiposa, dan
fascia renalis. Pada bagian superior ginjal terdapat glandula suprarenalis. Di margo
medialis ginjal terdapat hilum renalis yang terdiri dari vasa renalis, vasa lymphatica,
dan persarafan ginjal.17,18
10
Ginjal terdiri dari 2 bagian yaitu korteks renalis di bagian luar dan medulla
renalis di bagian dalam.18 Ginjal menerima aliran darah dari arteri renalis yang
merupakan cabang dari aorta abdominal. Aliran darah ini yang nantinya akan
diproses untuk diekskresikan. Saat masuk ke ginjal, arteri renalis akan bercabang
membentuk arteri segmentalis, arteri interlobares, arteri arcuatae, arteri interlobulares,
arteriol aferen, kapiler glomerulus, arteriol eferen, dan kapiler peritubular.17
Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus ras Sprague Dawley. Jenis tikus
ini digunakan karena sering digunakan dalam penelitian karena memiliki ketahanan
yang baik dan lebih tenang. Penggunaan tikus sebagai hewan penelitian
dibandingkan dengan manusia karena adanya kesamaan sistem anatomi, fisiologi,
juga metabolisme antara tikus dan manusia.
Tikus dan manusia memiliki organ dan sistem fisiologi yang mirip dalam
morfologi dan proses patogenesis. Proses ekskresi ginjal tikus juga mirip dengan
manusia.31
2.1.3 Histologi Jaringan Ginjal
Setiap ginjal terdiri atas 1 - 4 juta unit fungsional yang disebut nefron. Setiap
nefron terdiri atas:
Gambar 2.5 Struktur Irisan Ginjal18
11
2.1.3.1 Korpuskel renalis
Korpuskel renalis merupakan bagian nefron yang berdiameter sekitar 200 µm
dan mengandung kapiler, glomerulus, yang dikelilingi oleh simpai (Bowman)
glomerular. Lapisan kapsula Bowman terdiri dari lapisan viseral menyelubungi
kapiler glomerulus dan lapisan parietal. Diantara lapisan ini terdapat ruang kapsular
yang berfungsi manampung cairan yang difiltrasi. Setiap korpuskel ginjal memiliki
kutub vaskular, tempat masuknya arteriol aferen dan keluarnya arteriol eferen, serta
kutub tubular/urinarius, tempat berasalnya tubulus kontortus proksimal.27,30
Simpai Bowman lapisan parietal terdiri atas epitel selapis gepeng ditunjang
lamina basalis dan serat retikulin tipis. Untuk kutub tubular, epitelnya berubah
menjadi epitel selapis kuboid atau silindris rendah yang menjadi penanda tubulus
proksimal. Untuk lapisan viseral, terdapat modifikasi epitel yang disebut podosit.
Podosit memiliki penjuluran yaitu prosesus primer dan berlanjut menjadi prosesus
sekunder, yang tersusun berselang-seling sehingga membentuk celah filtrasi.30
Gambar 2.6 Struktur Histologis Ginjal. 20
Filtrat glomerulus dibentuk sebagai respon atas tekanan osmotik plasma,
tekanan hidrostatik darah, serta tekanan hidrostatik cairan dalam kapsula Bowman.
12
Filtrat glomerulus berkomposisi seperti plasma darah namun tidak mengandung
protein karena makromolekul tidak mudah melewati saringan glomerulus.27,30
Pada korpuskel ginjal, tunika media arteriol aferen memiliki sel otot polos
yang termodifikasi menjadi sel jukstaglomerulus, yang berfungsi mempertahankan
tekanan darah. Makula densa tubulus kontortus distal terletak dekat arteriol aferen
yang mengandung sel jukstaglomerulus yang membentuk aparatus
jukstaglomerulus.18,27
2.1.3.2 Tubulus kontortus proksimal
Pada epitel gepeng di kutub tubular korpuskel renalis berhubungan langsung
dengan epitel kuboid tubulus kontortus proksimal. Tubulus ini lebih panjang dari
tubulus kontortus distal sehingga lebih sering terlihat pada korteks ginjal. Sel tubulus
kontortus proksimal memiliki banyak mitokondria sehinga mempunyai sitoplasma
asidofilik. Terdapat banyak brush border di bagian apeks pada sel, berfungsi untuk
reabsorbsi, sehingga pada sediaan histologis lumen tubulus kontortus proksimal
tampak terisi serabut. Sel-sel tubulus kontortus proksimal berukuran besar sehingga
pada potongan melintang biasanya hanya terlihat 3-5 inti bulat.30
Gambar 2.7 Struktur Glomerulus dan tubulus21
13
2.1.3.3 Ansa Henle
Ansa Henle adalah struktur berbentuk U yang terdiri dari segmen tebal
desendens, segmen tipis desendens, segmen tipis asendens dan segmen tebal
asendens.
Kurang lebih sepertujuh dari nefron berada di perbatasan korteks dan medula,
disebut nefron jukstamedula. Seluruh nefron berperan dalam proses filtrasi, absorpsi
dan sekresi. Nefron jukstamedula ini memilikia ansa Henle yang panjangnya sampai
masuk ke area medula.
Lengkung Henle ini berperan penting dalam retensi air, menghasilkan urin
hipertonik sehingga dapat mempertahankan cairan tubuh. Ansa Henle menciptakan
gradien hipertonik dalam area interstitium medula yang memengaruhi konsentrasi
urin. Osmolaritas di area interstitium tersebut kurang lebih empat kali osmolaritas
darah.30
Gambar 2.8 Struktur korteks dan Ansa Henle20
14
2.1.3.4 Tubulus kontortus distal
Ansa Henle menerobos korteks, dan kemudian berkelok membentuk tubulus
kontortus distal. Tubulus ini terdiri dari selapis sel kuboid yang berukuran lebih kecil
dibanding tubulus kontortus proksimal dan tidak memiliki brush border. Pada
potongan melintang, dinding tubulus kontortus distal telihat lebih banyak inti
dibanding tubulus kontortus proksimal karena sel-selnya lebih gepeng dan lebih kecil.
Pada area jukstaglomerular, sel tubulus distal ini mengalami modifikasi dan
membentuk area yang lebih gelap, yang disebut makula densa.18,27
2.1.3.5 Tubulus dan duktus koligentes
Tubulus koligentes dilapisi oleh sel epitel kuboid dengan diameter tubulus
sekitar 40 µm. Tubulus koligentes bergabung membentuk duktus koligentes yang
dilapisi oleh sel kolumnar dengan diameter duktus mencapai 200 µm di dekat puncak
piramida medulla renalis. Sel-sel duktus koligentes banyak mengandung aquaporin
sehingga berperan penting dalam pemekatan urin di area medulla organ ginjal.30
2.1.4 Fisiologi Ginjal
Ginjal berperan mempertahankan stabilitas volume, komposisi elektrolit, dan
osmolaritas cairan ekstrasel. Selain itu ginjal juga menjaga keseimbangan H2O dan
asam basa di tubuh, mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion cairan
ekstrasel, keseimbangan asam basa, mengekskresikan produk-produk sisa
metabolisme tubuh dan senyawa asing, menghasilkan eritropoietin dan renin, serta
mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya. Ginjal juga berperan penting dalam
pembentukan urin.15
Pembentukan urin terdiri dari tiga tahap, yaitu filtrasi, reabsorpsi dan sekresi.
Filtrasi adalah proses filtrasi plasma bebas protein dari glomerulus ke dalam kapsula
Bowman. Filtrasi glomerulus bisa terjadi karena adanya gaya pasif, dari tekanan
kapiler glomerulus, tekanan osmotik koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsula
Bowman yang mendorong sebagian plasma di glomerulus. 19,20
15
Proses filtrasi glomerulus melewati tiga lapisan, yaitu dinding kapiler
glomerulus, membran basal dan lapisan dalam kapsula Bowman. Lapisan ini bersifat
semipermeabel, menahan sel darah dan protein plasma tetapi memperbolehkan
lewatnya H2O dan zat terlarut dengan ukuran molekul kecil. Dinding kapiler
glomerulus memiliki banyak pori sehingga seratus kali lebih permiabel terhadap H2O
dan zat terlarut dibandingkan kapiler di area lain. Membran basal terbentuk dari
kolagen yang menghasilkan kekuatan struktural dan glikoprotein yang menghambat
filtrasi protein plasma yang kecil. Celah filtrasi pada kapsula Bowman membentuk
cairan yang keluar menuju lumen kapsula Bowman.19
Setelah tahap filtrasi glomerulus selesai, maka dilanjutkan ke tahap
reabsorpsi. Reabsorpsi di tubulus adalah perpindahan selektif bahan-bahan yang
terfiltrasi dari lumen tubulus ke dalam kapiler peritubular meliputi material yang
dibutuhkan oleh tubuh, seperti air, natrium, glukosa dan urea. Terdapat dua jenis
reabsorpsi tubulus, yaitu reabsorpsi aktif dan reabsorpsi pasif. Reabsorpsi aktif adalah
diperlukannya energi saat perpindahan bahan dari lumen tubulus ke plasma
dikarenakan melawan gradien elektrokimia. Sedangkan, reabsorpsi pasif adalah
proses perpindahan bahan mengikuti penurunan gradien elektrokimia atau osmotik
sehingga tidak memerlukan energi.19,20
Tahap renal ketiga adalah sekresi tubulus yaitu perpindahan secara selektif
bahan-bahan yang tidak terfiltrasi dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus.
Setelah ketiga tahap di renal selesai, maka terbentuklah urin yang akan dieksresikan
melalui pelvis renalis, ureter, vesica urinaria, dan uretra.19,20
Pada ginjal yang terpajan MSG, kerusakan meliputi atrofi glomerulus, edema
sel tubulus, penyempitan lumen, serta penyempitan kapsula Bowman.7,8 Hal ini
dikarenakan adanya reaksi stres oksidatif di kapiler ginjal. Ginjal menghasilkan
ureum dan kreatinin sebagai produk akhir dari katabolisme asam amino dan protein
yang diproduksi oleh hepar dan didistribusi melalui cairan intrasel dan ekstrasel ke
dalam darah untuk difiltrasi di glomerulus.21, 25,32 Filzah (2016) mencatat adanya
peningkatan kadar ureum pada ginjal yang terpajan MSG.29
16
2.1.6 Efek Toksik MSG pada Ginjal
Pada keadaan normal kadar konsentrasi glutamat plasma lebih rendah dari
kadar di otak. Kadar di otak berukuran sekitar 10.000-12.000 lmol/L, namun hanya
0,5-2lmol/L yang berada di cairan ekstraseluler. Konsentrasi glutamat yang rendah ini
dibutuhkan untuk fungsi optimal otak dan memerlukan energi transpor, yang
dilakukan oleh Excitatory Amino Acid Transporters (EATT).5
MSG memiliki senyawa glutamat yang merupakan salah satu neurotransmitter
sel saraf di otak. Akumulasi glutamat dilaporkan dapat bersifat eksitotoksik.4
Glutamat ini, selain di otak, juga memiliki reseptor di ginjal, jantung, hati, plasenta
dan usus. Glutamat yang tidak terserap di usus akan dilepas ke aliran darah, termasuk
blood brain barrier, sehingga akan merusak neuron.4
Disebutkan oleh FDA, bahwa meskipun konsumsi MSG secara umum aman,
namun dapat memberikan efek jangka pendek. Kumar dalam penelitiannya
mendapatkan bahwa dalam pemberian MSG secara oral dengan dosis 70 mg/100 gBB
untuk tiga kelompok perlakuan: 30 hari, 45 hari, serta 60 hari, ditemukan ureum dan
kreatinin meningkat pada periode 45 dan 60 hari, diikuti dengan kerusakan histologis
pada sel glomerulus dan tubulus ginjal, seperti pembengkakan endotel glomerulus,
hilangnya brush border, serta bentukan nekrotik.6
Pada pemberian 3000 mg dan 6000 mg MSG terdapat kerusakan struktur sel
ginjal, meliputi kerusakan korteks dan nekrosis. Hal ini diperkirakan akan
mengganggu fungsi ginjal terutama terkait ekskresi ureum dan kreatinin. Kerusakan
Gambar 2.9 Bagan Monosodium Glutamat Menginduksi Kerusakan Renal11
17
ini timbul karena gangguan dalam fungsi osmotik, toksik, serta traumatik.
Selanjutnya kematian sel juga dikendalikan oleh faktor intrinsik.7, 11
Pada hewan coba mencit, Onaolapo melaporkan bahwa pemberian MSG pada
dosis 0,5 mg/kgBB, 1,0 mg/kgBB serta 1,5 mg/kg BB selama 28 hari ditemukan
adanya peningkatan berat badan dan berat organ hati dan ginjal ditemui peningkatan.8
Pada studi selanjutnya, peningkatan berat badan sampai tingkat obesitas dapat
berdampak pada resistensi insulin, sehingga diperkirakan dapat menyebabkan
diabetes dan gangguan organ secara sistemik.9
Transpor glutamat dari CES ke dalam intrasel dan konversi glutamin menjadi
glutamat oleh enzim glutaminase meningkatkan kadar glutamat.24 Saat kadar
glutamat di CES ini tinggi, maka dilakukan transpor ke darah melalui facilitative
carrier. EATT pada membran abluminal membantu perpindahan glutamat intrasel
menuju sel endotel.
Kadar glutamat yang tingi dapat menyebabkan stress oksidatif. Hal ini dipicu
oleh adanya Reactive Oxygen Species (ROS) yang menurunkan kadar enzim
antioksidan. Selanjutnya kerusakan ini memicu fibrotik sel, sehingga akan
menyebabkan kerusakan strukturan ginjal
Dilaporkan bahwa pada negara berkembang, rerata penggunaan MSG
perorang adalah 0,3-1,0 g perhari. Dosis oral yang diketahui dapat membunuh 50%
subjek (LD50) pada tikus dan mencit adalah 15.000-18.000 mg/kgBB. Kebanyakan
penelitian menyebutkan bahwa MSG ini berdampak pada neurotoksisitas di otak,
obesitas dan sindrom metabolik, “Chinese restaurant syndrome” dan efek pada sel
kelamin.4,9,13,16,34
Secara histologis, Eweka menyebutkan bahwa pemberian dosis 3000 g dan
6000 mg MSG pada tikus Winstar dewasa dengan berat sekitar 185 gram selama 14
hari menunjukkan kerusakan korpuskel ginjal.7 Pemberian dosis tinggi MSG dalam
jangka waktu lama menyebabkan perubahan degeneratif dan atrofi korpuskel ginjal
yang disebabkan terjadinya degenerasi sel.7,11,14,15,16,23 Hal ini diperkirakan karena
adanya reseptor yang menerima induksi MSG secara berlebihan. Beberapa aspek
yang memengaruhi stress oksidatif sampai terjadi kerusakan sel ginjal antara lain α-
18
ketoglutarat dehidrogenase (α-KGDH), reseptor glutamat dan cystine-glutamate
antiporter.11
Salah satu penyebab kerusakan sel ginjal adalah adanya urolitiasis. Urin yang
bersifat alkali, meskipun belum diketahui penyebabnya, tapi diperkirakan karena
tingginya hasil katabolisme glutamat di sel ginjal. Senyawa glutamat ini, pada
akhirnya akan diubah menjadi bentukan karbon dioksida dan senyawa bikarbonat
yang bersifat alkali. Kemudian diperkirakan urin alkali ini akan mengalami
pemekatan sampai terdapat bentukan batu, yang memengaruhi kerusakan dinding sel
ginjal dalam ekskresinya.
Mekanisme pembentukan ROS, dalam hal ini dipengaruhi oleh peningkatan
aktivitas enzim α-ketoglutarat dehidrogenase sebagai pembentuk ROS. Peningkatan
kalsium ekstraseluler melalui reseptor glutamat yang tereksitasi meningkatkan radikal
bebas dan peroksidasi lipid. Selanjutnya, inhibisi senyawa sistein bisa menurunkan
GSH yang juga turut memengaruhi kerusakan sel ginjal via ROS. Produksi ROS juga
dipengaruhi oleh reseptor glutamat yaitu NMDA (N-Methyl-D-Aspartate). MSG
Gambar 2.10 Monosodium Glutamat Menginduksi Produksi ROS11
19
menyebabkan peningkatan Ca2+ intrasel via NMDA sehingga mengaktivasi nitrat
oksida sintase dan protein kinase C. Aktivasi nitrat oksida sintase dan protein kinase
C menyebabkan aktivasi radikal bebas dan peroksidasi lipid yang berperan dalam
terjadinya stress oksidatif.4, 11, 35
Asam glutamat disebutkan sebagai salah satu asam amino yang digunakan
oleh ginjal dalam proses glukoneogenesis dengan prekursor lainnya seperti laktat,
gliserol, glutamin, glutamat, serta asam amino lainnya untuk menjalankan fungsi
ginjal.23 Peningkatan influks dan uptake substansi glutamat oleh ginjal berhubungan
dengan terjadinya stress oksidatif.23,25 Keadaan ini mengakibatkan kelebihan radikal
bebas yang akan bereaksi dengan lemak, protein, dan asam nukleat seluler sehingga
terjadi kerusakan lokal dan disfungsi organ tertentu.
Kerusakan ginjal ini banyak ditemui di area korteks karena reseptor NMDA
dan mGluR yang berinteraksi dengan glutamat banyak berada di area korteks
tepatnya di tubulus proksimal. Tubulus proksimal mengalami kerusakan lebih parah
dibanding distal karena aktivitas reabsorpsi yang tinggi sehingga lebih mudah
kekurangan ATP. Selain itu kerusakan pada glomerulus dan nefron terdistribusi
secara multifokal karena diperkirakan perbedaan sensitifitas terhadap MSG.8,14,15
20
2.2 Kerangka Teori
Kerusakan
struktur sel
Monosodium Glutamat
Glutamat
Karbon
(produk
katabolisme)
Dikonversi
menjadi
karbon-
dioksida
Anion
bikarbonat
Urin alkali
Urolitiasis
Cedera tubular
Suksinil CoA
ligase
Konsumsi
suksinil CoA
↑aktivitas α-
KGDH
Katalisasi
NADH-
dependent
superoxide
Gliseraldehid 3-
fosfat
dehidrogenase
↓barrier
terhadap
α-KGDH
↑influks Ca2+
ke intrasel via
NMDA
Aktivasi nitrat
oksida sintase
& protein
kinase C
Aktivasi
radikal bebas
↑ROS
Stress oksidatif
Fibrosis tubulo-
interstisial
↑produksi asam laktat
Disfungsi kanal Na+/K+
ATPase
Influks Na+ & H2O ke dalam sel
Pembengkakan ginjal
Kerusakan ginjal ↓ Fungsi ginjal
↓antioksidan
21
2.3 Kerangka Konsep
Variabel bebas : larutan monosodium glutamat 2400 mg/kgBB/hari, 3600
mg/kgBB/hari, dan 4800 mg/kgBB/hari
Variabel terikat : Kerusakan sel glomerulus dengan penampakan penyempitan
kapsula bowman, degenerasi pars viseral dan pars parietal, serta edema sel.
Monosodium Glutamat
Glutamat
Peningkatan Reactive
Oxygen Species
(ROS)
Stres oksidatif
Fibrosis
tubulointerstitial
Pembengkakan
sel
Hiperplasia sel Penyempitan
kapsula Bowman Nekrosis sel
22
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in vivo dengan
menggunakan terdiri dari kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
3.2 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Histologi dan Anatomi FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta., Jl. Kertamukti, Ciputat - Tangerang Selatan. Pembuatan
sediaan histopatologi dilakukan di Laboratorium Cito, Depok.
Waktu penelitian ini dilakukan mulai April 2016 - Oktober 2016, dengan
rincian sebagai berikut:
No Kegiatan Bulan Kegiatan
April Mei Jun Jul Agu Sep Okt
1 Studi Pustaka
dan penulisan
proposal
x
2 Persiapan
bahan dan
peranti
penelitian
x
3 Penelitian x x x
4 Analisis Data X x
5 Penulisan x
23
3.3 Populasi dan Sampel
Penelitian ini menggunakan tikus putih betina (Ratus novergicus) strain
Sprague-Dawley, usia 2-6 bulan, berat 150-200 gram. Jumlah sampel dihitung
dengan rumus Federer:
(t-1)(n-1) > 15
(4-1) (n-1) > 15
3 (n-1) > 15
n-1 > 5
n > 6
dengan t sebagai jumlah kelompok penelitian dan n sebagai jumlah ulangan sampel.
Dalam penelitian ini menggunakan 8 tikus dalam tiap kelompok.
Kelompok penelitian dibagi menjadi 4 kelompok, terdiri dari 3 kelompok
perlakuan dan 1 kelompok kontrol. Kelompok kontrol dinamakan kelompok 1, adalah
kelompok dengan pelarut (akuades). Kelompok perlakuan terdiri dari:
- Kelompok 2: kelompok dengan pemberian MSG 2400 mg/kgBB/ hari dalam 4
ml akuades
- Kelompok 3: kelompok dengan pemberian MSG 3600 mg/kgBB/ hari dalam 4
ml akuades
- Kelompok 4: kelompok dengan pemberian MSG 4800 mg/kgBB/ hari dalam 4
ml akuades
3.4 Bahan Penelitian
- Hewan Coba
Penelitian ini menggunakan tikus putih strain Sprague-Dawley betina usia 8-
12 minggu, berat 100-150 g, sebanyak 32 ekor di dapat dari iRATCo Animal
Facility and Modeling Provider, Bogor.
- Monosodium Glutamat (MSG)
MSG merupakan sodium I Glutamate monohydrate (C5H8NnaO4) M=187.13
g/mol diperoleh dari Merck Jerman. Sediaan bentuk kristal putih, LD50 15800
mg/kgBB. Cat No. K39104445 935 .
24
- Pakan dan air minum
Pakan : Pakan tikus berupa pellet ayam buatan PT. Comfeed (Cirebon)
Air Minum : Air ledeng dengan saringan Pure it yang diminumkan lewat
botol.
Pemberian makan dan minum dilakukan secara ad libitum.
- Akuades Destilata
- Pembius Eter aktif
3.5 Alat Penelitian
- Alat timbangan tikus
- Alat ukur bahan
- Sonde lambung
- Spuit 5 cc
- Minor set bedah
- Meja operasi
- Kandang tikus dan alat makan-minum
- Mikrotom jaringan
- Kaca objek dan kaca penutup
- Tempat larutan warna
- Cotton bud dan kapas
- Bunsen
- Mikroskop cahaya dengan perbesaran lensa objektif 4x dan 40x
3.6 Alur Penelitian
Sebelum dilakukan percobaan, tikus diseleksi dengan syarat hewan yang
digunakan adalah hewan yang sehat, berumur 8-12 minggu dengan berat badan antara
100-150 g. Setelah seleksi hewan coba, hewan coba diaklimatisasi selama seminggu
di Animal House Laboratorium FKIK UIN Syarif Hidayatullah.
Hewan coba dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol
murni yang diberikan pelarut (akuades), kelompok perlakuan dosis MSG 2400
25
mg/kgBB, kelompok perlakuan dosis MSG 3600 mg/kgBB dan kelompok perlakuan
dosis MSG 4800 mg/kgBB. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 32 ekor tikus.
Bagan penelitian sebagai berikut:
26
3.6.1 Masa Sebelum Perlakuan
Hewan percobaan diadaptasikan di animal house selama 1 minggu. Pemberian
asupan makan dan minum dilakukan secara ad libitum.
3.6.2 Pemberian MSG
Tikus yang telah diaklimatisasi diberi perlakuan secara induksi peroral, tiap
tikus diberikan larutan MSG sebanyak 4 ml secara peroral 1x/ hari, dengan pemberian
makan pellet dan minum dengan hasil dari penyaring air Pure it dilakukan selama 14
hari.
3.6.3 Pengambilan Organ Ginjal
Setelah perlakuan setiap kelompok selama 14 hari, tikus dinekropsi. Tikus
coba dimasukan ke toples yang telah diisi kapas yang dibasahi eter. Hewan coba yang
sudah mati diletakkan di meja bedah untuk diambil organ ginjalnya dengan minor set.
Organ yang diambil dibersihkan dari darah dan dimasukkan ke dalam tempat yang
berisi larutan fisiologis (NaCl). Kemudian organ dimasukkan ke dalam plastik
biohazard yang terisi formalin 10% untuk selanjutnya dilakukan pembuatan preparat
di laboratorium Patologi Anatomi FKUI, Jakarta.
3.6.4 Pembuatan Preparat/Sediaan Histologi
Pembuatan sediaan dilakukan di Laboratorium Cito, Depok. Penelitian ini
menggunakan pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE) dengan tujuan untuk melihat
gambaran sel glomerulus serta tubulus di area korteks. Organ ginjal untuk sediaan
direndam di dalam larutan formalin 10% selama 24 jam, proses ini disebut proses
fiksasi.
Selanjutnya proses dehidrasi, untuk menghilangkan kandungan air dan larutan
fiksasi yang ada pada jaringan. Proses ini dilakukan dengan merendam organ secara
berseri dalam urutan sebagai berikut :
Etanol 70% selama 2 jam
Etanol 80% selama 2 jam
27
Etanol 90% selama 2 jam
Etanol absolut selama 2 jam
Etanol absolut selama 2 jam
Xylol selama 2 jam
Xylol selama 2 jam
Setelah proses dehidrasi, proses selanjutnya adalah embedding, yaitu
perendaman organ dalam parafin cair dengan suhu 60⁰C di dalam tempat cetakan.
Jaringan diposisikan sehingga seluruh jaringan terendam parafin. Parafin yang
merendam jaringan dibiarkan membeku lalu dikeluarkan dari cetakan sehingga
membentuk blok parafin. Blok parafin kemudian disimpan dalam suhu -20⁰C.
Selanjutnya adalah proses pemotongan blok parafin. Pemotongan dilakukan
dengan alat pemotong mekanis berupa mikrotom dengan ketebalan 3-4 μm. Irisan
yang dihasilkan diletakkan di permukaan air dalam waterbath dengan suhu 46⁰C.
Selanjutnya hasil irisan ditempelkan pada kaca objek yang telah diolesi albumin
kemudian ditempatkan pada suhu 60⁰C.
Kaca objek yang berisi jaringan dilakukan proses pewarnaan. Proses
pewarnaan dilakukan dengan merendam object glass ke dalam larutan secara berseri
dengan urutan sebagai berikut :
Xylol selama 3 menit
Xylol selama 3 menit
Etanol absolut selama 3 menit
Etanol absolut selama 3 menit
Etanol 90% selama 3 menit
Etanol 80% selama 3 menit
Bilas dengan akuades selama 1 menit
Larutan hematoksilin selama 6-7 menit
Bilas dengan akuades selama 1 menit
Alkaline selama 1 menit
Akuades selama 1 menit
28
Larutan eosin selama 1-5 menit
Bilas dengan akuades selama 1 menit
Etanol 80% sebanyak 10 celupan
Etanol 90% sebanyak 10 celupan
Etanol absolut pertama sebanyak 10 celupan
Etanol absolut kedua selama 1 menit
Xylol selama 3 menit
Xylol selama 3 menit
Xylol selama 3 menit
Kemudian kaca objek diangkat dalam keadaan basah dan diteteskan Canada
Balsom dan ditutup dengan kaca penutup. Sediaan sudah dapat diamati pada
mikroskop.
3.6.5 Pemotretan Sediaan Histologi
Pemotretan sediaan histologi dilakukan di Laboratorium Histologi dan
Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Sediaan dilihat menggunakan Mikroskop Olympus BX41
dengan perangkat lunak DP2-BSW pada perbesaran 400x dengan 10 lapang pandang.
3.7 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
opersional
Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1 Berat
Badan
Tikus
Berat tikus yang
diukur sejak
hari pertama
pemberian
MSG
Timbangan
Analitik
Tikus diletakkan pada
sebuah toples,
sebelumnya timbangan
telah di kalibrasi dengan
berat toples terlebih
dahulu, lalu ditimbang
Numerik
29
2
Jaringan
ginjal
normal
Adalah
kelompok sel
pada korteks
ginjal, meliputi
glomerulus dan
tubulus
Mikroskop
Olympus
BX41
Jaringan ginjal dilihat
dengan pengukuran
menggunakan ImageJ.
Gambaran normal jika
gambaran lumen kapsula
jelas dan nefron tampak
tersusun dari selapis epitel
pipih. Kerusakan jaringan
ginjal diukur dalam
persentase (%) luas
kerusakan.
Numerik
3.8 Pengukuran Berat Badan Tikus Sprague-Dawley Betina
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari, sebelum perlakuan pemberian
MSG pada tikus sampai hari ke 14. Setelah dilakukan pemberian MSG berat badan
tikus kembali diukur setelah dilakukan pembiusan dengan eter. Pengukuran
menggunakan timbangan analitik dengan perhitungan 2 angka desimal.
3.9 Pengamatan dengan Mikroskop
Pemotretan preparat histologi dilakukan di Laboratorium Histologi dan
Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Preparat diamati menggunakan Mikroskop Olympus BX41
dengan perangkat lunak DP2-BSW pada perbesaran 400x dengan 5 lapang pandang.
30
3.10 Pengamatan dan Penghitungan Sel Ginjal
Pengamatan sel ginjal dilakukan dengan membuat foto preparat dan
menganalisa kerusakan glomerulus dan tubulus pada 5 lapang pandang pada tiap
preparat. Dari setiap lapang pandang, peneliti menghitung luas lapang pandang dan
luas kerusakan dengan bantuan perangkat lunak ImageJ dan dinyatakan dalam
persentase. Pengambilan bagian ini dilakukan dengan cara randomisasi menggunakan
undian. Gambaran glomerulus yang dilihat adalah gambaran normal, penyempitan
kapsula Bowman, edema sel dan nekrosis sel.7,15 Gambaran normal kapiler
glomerulus jika gambaran lumen jelas dan tampak kapsula Bowman yang tersusun
atas selapis epitel pipih.
Pada perubahan histopatologis di daerah korteks, kerusakan berupa edema
glomerulus dan tubulus. Gambaran lumen kapiler dan glomerulus hilang. Sel epitel
tubulus mengalami edema yitu sel membesar dengan sitoplasma pucat dan hilangnya
gambaran lumen tubulus dan brush border.15
Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan. Kematian sel ini ditandai dengan
inti sel yang mati dan menjadi kecil, kromatin kehilangan serabut halus retikuler dan
menjadi berlipat-lipat, sel menjadi lebih padat, eosinofilik dan homogen.
3.11 Perhitungan Sel dengan Perangkat Lunak ImageJ
1. Membuka perangkat lunak ImageJ
2. Buka gambar yang akan dihitung jumlah sel nya dengan meng-klik File, lalu
pilih Open, pilih gambar yang akan dihitung.
3. Klik Polygon Tool, kemudian daerah yang mengalami kerusakan.
Selanjutnya daerah yang mengalami kerusakan dibatasi dengan polygon tool.
4. Daerah rusak yang sudah dibatasi dihitung dengan klik analyze kemudian
klik measure. Selanjutnya akan muncul tabel daerah yang ditandai/dibatasi.28
5. Melakukan perbandingan dengan seluruh luas lapang pandang. Sebelumnya,
area lapang pandang dihitung dengan rectangle tool.
6. Dibuat persentase luas kerusakan tiap sampel dan kelompok dengan program
Microsoft Excel
31
3.12 Manajemen Data
Setelah mendapatkan data dari pengamatan, data dikalkulasikan dan dicari
nilai rata-rata (mean) dari setiap kelompok dan perlakuan. Kemudian dilakukan
pengujian normalitas data terhadap variabel yang dianalisis. Data diolah dengan
perangkat lunak SPSS versi 19.0.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik numerik yang tidak berpasangan,
dengan kelompok lebih dari dua kelompok. Digunakan uji Oneway ANOVA jika
distribusi dan varian data normal. Uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk dan
uji homogenitas varians menggunakan uji statistic Levene. Jika distribusi data tidak
normal maka digunakan uji Kruskall-Wallis. Jika normal, maka dilanjutkan dengan
uiji Oneway ANOVA. Bila hasilnya signifikan (p<0,05), maka dilanjutkan dengan uji
Post Hoc untuk mengetahui angka signifikan dari setiap kelompok. dan uji
homogenitas varians.
Jika distribusi data tidak normal, maka dilakukan transformasi data, dan jika
distribusi normal dilanjutkan ke Oneway ANOVA. Namun apabila distribusi hasil
transformasi masih belum normal, maka dilakukan uji Kruskal Wallis dan apabila
signifikan dilakukan uji Post Hoc Mann Whitney dengan membandingkan masing-
masing kelompok yang ada.
32
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Berat Badan Tikus
Setelah dilakukan perlakuan selama 14 hari dengan dosis yang berbeda pada
tiap-tiap kelompok perlakuan, didapatkan data rerata berat badan sebagai berikut:
Dari hasil pengukuran berat badan, didapatkan adanya peningkatan pada tiap-
tiap kelompok. Selanjutnya didapatkan hasil penghitungan sebagai berikut:
Kelompok
Rata-rata Berat Badan (gram) ± SD Peningkatan Berat Badan
(g) ± SD Sebelum Perlakuan Sesudah Perlakuan
1 117,5±12.03 132,5±7,94 15±10,60
2 115±12,31 136±12,03 21±14,85
3 119,5±7,26 139,3±14,39 19,83±14,02
4 121,83±10,68 14,83±11,92 20±14,14
Rata-rata Peningkatan Berat Badan 18.96±2.69
117,5 115 119,5 122132,5 136 140 142
0
20
40
60
80
100
120
140
160
K P1 P2 P3
Rata-Rata Berat Badan Tikus
Rata-rata BB sebelum perlakuan (kg) Rata-rata BB Sesudah perlakuan (kg)
33
Hasil rata-rata peningkatan berat badan tikus adalah 18,96 g. Tabel di atas
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan berat badan pada masing-masing
kelompok tikus antara sebelum dilakukan perlakuan dan setelah dilakukan perlakuan.
Pada kelompok 1 terdapat peningkatan berat badan sebesar 15 g. Pada kelompok 2
terdapat peningkatan berat badan sebesar 21 g. Pada kelompok 3 terdapat
peningkatan berat badan sebesar 19,83 g. Pada kelompok 4 terdapat peningkatan
berat badan sebesar 20 g. Selanjutnya perbedaan peningkatan berat badan tiap tikus
dapat dilihat sebagai berikut:
Angka peningkatan berat badan kelompok kontrol berada di bawah rata-rata,
berbeda dengan kelompok 1, 2 dan 3 yang mengalami peningkatan berat badan di
atas rata-rata. Tidak didapatkan data pendukung mengenai perbedaan peningkatan
berat badan berdasarkan dosis pemberian. Namun diduga ada hubungan dengan
peningkatan nafsu makan pada tikus sehingga memengaruhi signifikansi naiknya
berat badan. Hal ini didukung oleh penelitian Rogers yang menyatakan secara
fisiologis, pemberian MSG pada subjek manusia menunjukkan respon rasa lapar lebih
cepat. Stimulasi reseptor orosensori dan rasa umami dari MSG memengaruhi sensasi
rasa dan nutrisi makanan sebelumnya, sehingga subjek yang mengonsumsi MSG
memiliki respon untuk lebih banyak makan.38
Gambar 4.2 Gambaran grafik peningkatan rasa lapar pada subjek yang diberikan MSG.38
34
4.1.2 Gambaran Histopatologi
Penelitian dilakukan selama 14 hari pada 32 ekor tikus putih betina Sprague
dawley usia reproduktif (8-12 minggu) yang diinduksi akuades dan MSG dengan
berbagai dosis untuk setiap perlakuan. Selanjutnya hasil preparasi histologi ginjal
diidentifikasi kerusakannya. Daerah yang rusak dirasterisasi/dibatasi dan dibuat
persentase luas kerusakannya.
Didapatkan peningkatan rerata kerusakan antara kelompok perlakuan dan
kontrol, dapat dilihat melalui grafik berikut (rerata dinyatakan dalam angka desimal)
Grafik 1 Rerata Luas Kerusakan Ginjal Tiap Kelompok
Berikut gambaran histologi ginjal dari setiap kelompok:
35
Gambar 4.3 Gambaran histologi ginjal perbesaran 400x.
Keterangan:
Panah biru menunjukkan gambaran normal. Tampak perbedaan kondisi glomerulus antar
kelompok.
Panah hitam menunjukkan lumen glomerulus yang menyempit dan ketidakberaturan dinding
kapsula Bowman. Pada kelompok 1 kapsula Bowman masih lebar dengan pars parietal yang
rapi. Pada kelompok 2, mulai tampak adanya penyempitan lumen, dan pada kelompok 3
mulai tampak lumen yan semakin sempit. Pada kelompok 4, glomerulus sudah tidak
beraturan.
Panah kuning menunjukkan adanya penyempitan lumen tubulus dan edema sel tubulus.
1 2
3 4
36
Untuk mengidentifikasi apakah kerusakan itu disebabkan oleh pemotongan
preparat atau karena kerusakan sel, peneliti membandingkan dengan gambaran
glomerulus dan sel tubulus pada lapang pandang lainnya.
Selanjutnya peneliti memasukkan data ke program SPSS versi 19.00 untuk
diuji secara statistik (data terlampir). Uji Shapiro Wilk menghasilkan distribusi data
penelitian ini tidak normal, dilanjutkan dengan transformasi.
Setelah transformasi dilakukan uji Kruskal Wallis. Uji ini menunjukkan
paling tidak ada peningkatan kerusakan antar kelompok, setiap kelompok semakin
meningkat. Karena hasil p signifikan, dilanjutkan dengan uji Post Hoc Mann
Whitney.
Hasil uji Mann Whitney dengan membandingkan masing-masing kelompok
menunjukkan bahwa terdapat kerusakan di kelompok 1, dibandingkan dengan
kelompok 2, 3 dan 4 (p=0,001)
Luas kerusakan sel ginjal Kelompok 4 lebih besar dibanding kelompok 2 dan
3 (p=0,001). Sedangkan untuk kerusakan kelompok 3 lebih besar dari kelompok 2
(p=0,001). Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kerusakan antar kelompok
2, 3 dan 4 yang semakin meningkat. (statistik terlampir)
Kerusakan ditandai edema glomerulus dan tubulus. Gambaran lumen kapiler
dan glomerulus hilang. Sel epitel tubulus mengalami edema yitu sel membesar
dengan sitoplasma pucat dan hilangnya gambaran lumen tubulus dan brush border.
Gambaran glomerulus yang dilihat adalah gambaran normal, penyempitan kapsula
Bowman, edema sel dan nekrosis sel. Pada pengamatan, tampak adanya kerusakan
dinding pars parietal dari kapsula Bowman.
4.2 Pembahasan Histopatologi
Gambaran glomerulus yang dilihat adalah gambaran normal, penyempitan
kapsula Bowman, edema sel dan nekrosis sel.7,15 Gambaran normal kapiler
glomerulus jika gambaran lumen jelas dan tampak kapsula Bowman yang tersusun
atas selapis epitel pipih.
37
Pada perubahan histopatologis di daerah korteks, kerusakan berupa edema
glomerulus dan tubulus. Gambaran lumen kapiler dan glomerulus hilang. Sel epitel
tubulus mengalami edema yitu sel membesar dengan sitoplasma pucat dan hilangnya
gambaran lumen tubulus dan brush border.15
Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan. Kematian sel ini ditandai dengan
inti sel yang mati dan menjadi kecil, kromatin kehilangan serabut halus retikuler dan
menjadi berlipat-lipat, sel menjadi lebih padat, eosinofilik dan homogeny.
Kelompok 1 merupakan kelompok dengan pemberian akuades 4 ml/hari
selama 14 hari dan tidak diinduksi MSG sama sekali. Pada gambaran histologi,
terlihat bahwa gambaran glomerulus dan tubulus yang paling banyak adalah normal.
Kelompok 2 merupakan kelompok dengan induksi MSG 2.400 mg/kgBB/hari
selama 14 hari. Pada gambaran histologi, terlihat bahwa kapsula Bowman mulai
menyempit, sel tubulus normal masih banyak, dan terjadi nekrosis pada beberapa sel.
Pars parietal kapsula Bowman masih terlihat. Keadaan ini menunjukkan derajat
kerusakan dibandingkan dengan kelompok 1 yang normal.
Pada kelompok 3 kapsula Bowman sudah semakin sempit, diikuti dengan
degenerasi pars parietal kapsula Bowman. Penyempitan tersebut dikarenakan edema
sel glomerulus. Begitu juga gambaran tubulus tampak mengalami penyempitan
lumen. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kerusakan pada ginjal dibanding
kelompok 2.
Kelompok 4 merupakan kelompok dengan induksi MSG 4.800 mg/kgBB/hari
selama 14 hari. Gambaran histologi menunjukkan kerusakan yang lebih parah. Hal ini
dibuktikan dengan adanya hitung permukaan luas kerusakan. Edema sel epitel
dipengaruhi oleh gangguan aktivitas kanal yang dipengaruhi oleh ATP. Semakin
tinggi dosis MSG yang diberikan, maka struktur sel tubulus dan glomerulus akan
semakin sulit dikenali.
Perbedaan kerusakan ini dibandingkan secara kualitatif antar kelompok
perlakuan. Dalam hal ini peneliti tidak menggunakan derajat atau skoring tertentu.
Kerusakan yang diidentifikasi sejalan dengan hasil penelitian Singh bahwa pada
pemberian MSG pada dosis 3mg/gBB mencit didapatkan degenerasi sel, penyempitan
38
glomerulus, hilangnya brush border. Pada pemberian 6 mg/gBB menunjukkan
gambaran infiltrasi kronik di intersisial dan vakuolisasi glomerulus, diserta
penyempitan kapsula Bowman.21
Gambaran hasil penelitian Singh:
Gambar 4.2 Kerusakan glomerulus dan korteks ginjal. 21Histological changes in kidney of adult rats treated with monosodium glutamate: a light microscopic study
Pada uji Post Hoc Mann Whitney dibandingkan antar kelompok didapatkan
nilai signifikan, menunjukkan adanya perbedaan tingkat kerusakan histopatologi. Hal
ini sesuai dengan hasil yang ditemukan Siagian, Eweka, dan Onaolapo.7,10,15
Kerusakan Selanjutnya ditinjau lebih lanjut fungsi ginjalnya melalui uji ureum dan
kreatinin. Berdasarkan penelitian Filzah (2016), didapatkan penurunan kadar ureum
serum yang signifikan pada kelompok perlakuan jika dibandingkan dengan kontrol
disebabkan adanya pengaruh dari kerusakan hepar. Peningkatan kadar kreatinin
serum yang signifikan pada kelompok perlakuan jika dibandingkan dengan kelompok
kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan yang signifikan kadar ureum
serum pada pemberian MSG 2400mg/kgBB/hari dan 4800mg/kgBB/hari jika
dibandingkan dengan kontrol. Hal ini terjadi kemungkinan karena adanya kerusakan
renal dan kerusakan hepar yang dipicu oleh peningkatan ROS. Kerusakan hepar
menyebabkan terganggunya katabolisme protein sehingga memicu penurunan
produk-produk katabolik protein, seperti ureum. Sehingga terjadi penurunan kadar
ureum serum.
kontrol Pemberian 6mg/gBB
39
Mekanisme yang mendasari kerusakan pada tubulus dan glomerulus diduga
berasal dari aktivasi berlebihan reseptor glutamat pada penyusun struktur sel. Kadar
glutamat plasma akan meningkat, dan asam amino difiltrasi glomerulus secara bebas,
sehingga hasil filtrasi sama dengan konsentrasi di plasma. Glutamat hasil filtrasi
dapat mengaktivasi reseptor ionotropik dan metabotropik glutamat di sel tubulus,
salah satunya reseptor NMDA. Aktivasi ini diikuti denga peningkatan kadar ion
kalsium di sitoplasma, menimbulkan gangguan kanal Na-K ATPase. Edema sel
timbul karena akumulasi air di sitoplasma.
Reseptor banyak terdapat di daerah korteks, terutama di daerah tubulus
proksimal. Pada pengamatan histologis, dapat diamati adanya penyempitan lumen-
lumen tubulus. Mekanisme kerusakan ini didasari oleh proses reabsorpsi yang
membutuhkan ATP lewat reseptor yang lebih banyak, sehingga sel lebih rentan rusak.
Penurunan fungsi ginjal dan kerusakan histologi ini diduga bisa menyebabkan
penyakit ginjal, seperti gagal ginjal kronik, nefropati dan sebagainya.
4.3 Kekurangan penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa kekurangan dan keterbatasan, yaitu:
1. Berat badan organ tidak ditimbang. Hal ini bisa memiliki peran terhadap
adanya perubahan anatomi organ secara makros.
2. Pemberian MSG hanya dilakukan selama 14 hari. Dibutuhkan waktu yang
lebih lama untuk mendeteksi adanya kerusakan anatomis ginjal dan
pengaruhnya terhadap fungsi ginjal sehingga berdampak pada penyakit ginjal,
seperti Gagal Ginjal Kronis dan sebagainya.
3. Penelitian ini tidak menggunakan sistem skoring, sehingga perbedaan jenis
kerusakan secara kuantitatif tidak didapatkan.
4. Adanya kemungkinan kekurangtepatan penggunaan perangkat lunak karena
subyektifitas peneliti
5. Studi ini tidak dilengkapi dengan pengamatan perilaku tikus selama
perlakuan.
40
6. Kerusakan minimal pada sel sulit dideteksi, sehingga membutuhkan analisa
lebih lanjut baik dengan biomarker atau mikroskop elektron.
41
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
- Pemberian MSG peroral jangka pendek merusak gambaran histologi jaringan
ginjal tikus betina (Sprague dawley) pada kelompok perlakuan dengan persentase
kerusakan yang meningkat dari kelompok dengan dosis lebih rendah.
5.2 Saran
- Peneliti menyarankan penelitian lebih lanjut tentang efek pemberian MSG
terhadap gambaran histologi ginjal dengan dosis yang lebih beragam dan waktu
perlakuan yang lebih lama.
- Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya menggunakan lapang
pandang yang lebih luas agar hasil lebih representatif.
- Peneliti menyarankan penelitian selanjutnya menggunakan teknik perhitungan
sel ginjal yang lebih detail.
Penelitian selanjutnya disertakan dengan uji fungsi ginjal, baik serum maupun
urinalisis.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Ardyanto TD. MSG dan kesehatan: sejarah, efek dan kontroversinya.
INOVASI. 2004 Aug; 1(16): 52-6
2. Riset Kesehatan Dasar. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013
3. FDA. FDA and monosodium glutamate (MSG). 1995. Available from URL:
http://www.fda.gov/opacom/backgrounders/msg.html. diakses 28 Agustus
2016
4. Husarova. V, Ostatnikova, Daniela. Monosodium glutamate toxic effects and
their implications for human intake. JMED Research, Vol. 2013 (2013)
5. Olney JW. Brain lesions, obesity, and other disturbances in mice treated with
monosodium glutamate. Science 1969 May 9; 164(3880): 719-21.
6. Kumar. S, Kumar, N, Kumar, B. Evaluation Of Mono Sodium Glutamate
Induced Nephrotoxicity In Adult Wistar Albino Rats. World Journal Of
Pharmacy And Pharmaceutical Sciences, Volume 4, Issue 04, 846-862
7. Eweka AO. Histological studies of the effects of monosodium glutamate on
the kidney of adult Wistar rats. The Internet Journal of Health. 2006; 6(2): 1-4
8. Onaolapo, Adejoke Yetunde, et.al. A Histological Study Of The Hepatic And
Renal Effects Of Subchronic Low Dose Oral Monosodium Glutamate In
Swiss Albino Mice
9. A.E. Hirata, et.al. Monosodium glutamate (MSG)-obese rats develop glucose
intolerance and insulin resistance to peripheral glucose uptake. Brazilian
Journal of Medical and Biological Research (1997) 30
10. Al Agha, Salam. Histological, histochemical and ultrastructural studies on the
kidney of rats after administration of monosodium glutamate
11. Sharma A. Monosodium glutamate-induced oxidative kidney damage and
possible mechanisms: a mini-review. Journal of Biomedical Science. 2015;
22(93): 1-6
43
12. Brilliantina L. Pengaruh pemberian monosodium glutamat pada induk tikus
hamil terhadap berat badan dan perkembangan otak anaknya pada usia 7 dan
14 hari. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012
13. Suryadi E, Iryani D, Suyono SK. Perubahan sel-sel Leydig tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan dewasa setelah pemberian monosodium glutamat peroral.
Jurnal Anatomi Indonesia 2007; 1(3): 129-32
14. Tawfik. MS, Al-Badr. N. adverse effects of monosodium glutamate on liver
and kidney functions in adult rats and potential protective effect of vitamins C
and E. Food and Nutrition Sciences, 2012, 3, 651-659
15. Siagian. M, Jusuf. AA, Handini. M. Pengaruh pajanan monosodium glutamat
terhadap fungsi dan gambaran histologis ginjal tikus pasca penghentian
pajanan. J Indon Med Assoc, Vol: 64, No: 7, Juli 2014
16. Abass MA, El-Haleem MR. Evaluation of monosodium glutamate induced
neurotoxicity and nephrotoxicity in adult male Albino rats. Journal of
American Science. 2011; 7(8): 264-76
17. Moore. KL, Dalley. AF. Clinically Oriented Anatomy 5th Edition. 2006.
Lippincott Williams & Wilkins
18. Tortora GJ, Derrickson B. Principles Of Anatomy And Physiology 12th
Edition. United States. WILEY: 2009.
19. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem Edisi 6. 2011.
Jakarta: EGC.
20. Hall, John. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton dan Hall edisi 11. 2009.
Jakarta: EGC
21. Singh BR, Gajbe U, Reddy AK, Kumbhare V. Histological changes in kidney
of adult rats treated with monosodium glutamate: a light microscopic study.
Int J Med Res Health Sci. 2014 Jun 5; 4(1): 1-6
22. Heywood. R, Worden. A.N. Glutamate toxicity in laboratory animals dalam
glutamic acid: advance in biochemistry and physiology. 1979. New York:
Raven Press.
44
23. Amal AA, Mahmoud MS, Arafa A.A. Effect of honey on monosodium
glutamate induced nephrotoxicity. J Am Sci 2012;8(1s):146-156
24. Murray RK., Granner, DK, et.al. Harper's Illustrated Biochemistry, Twenty-
Seventh Edition. 2006. The McGraw-Hill Companies
25. María del Carmen Contini et al. Kidney and liver functions and stress
oxidative markers of monosodium glutamate-induced obese rats. Food and
Public Health 2012, 2(5): 168-177
26. K Beyreuther, et.al. Consensus meeting: monosodium glutamate – an update.
European Journal of Clinical Nutrition (2006), 1–10.
27. Ross. MH, Wojciech P. 2011. Histology: a text and atlas: with correlated cell
and molecular biology 6th edition. Lippincott Williams & Wilkins.
28. GK Rangan; GH Tesch. Methods in renal research quantification of renal
pathology by image analysis. Nephrology 2007; 12, 553–558.
29. Wasilah, Filzah W. Pengaruh pemberian MSG (monosodium glutamat)
selama ±14 hari terhadap kadar ureum dan kreatinin serum (fungsi renal) pada
tikus sprague dawley usia 8-12 minggu. 2016
30. Mescher AL. Histologi Dasar Junqueira: Teks Dan Atlas edisi 11. 2011.
Jakarta: EGC
31. Demetrius, Lloyd. Aging in Mouse and Human Systems A Comparative
Study. Ann. N.Y. Acad. Sci. 1067: 66–82 (2006)
32. Zulfiani, et.al. Pengaruh pemberian vitamin c dan e terhadap gambaran
histologis ginjal mencit (Mus musculus L.) yang dipajankan monosodium
glutamat (MSG)
33. von Diemen, V; Trindade, M. Effect of the oral administration of
monosodium glutamate during pregnancy and breast-feeding in the offspring
of pregnant Wistar rats. Acta Cirúrgica Brasileira - Vol. 25 (1) 2010
34. Eweka AO; Om’Iniabohs FAE. Histological studies of the effects of
monosodium glutamate on the ovaries of adult wistar rats. Ann Med Health
Sci Res Jan 2011; 1(1) 37-44
35. Kumar V, et al. 2010. Robbins And Cotran Pathologic Basis Of Disease 8th
Edition. McGraw Hill
45
36. S. Jinap, P. Hajeb. Research review: Glutamate its applications in food and
contribution to health. Appetite 55 (2010) 1–10
37. Niels C. Danbolt. Glutamate uptake. Progress in Neurobiology 65 (2001) 1–
105
38. Rogers. Peter, Blundell. J. Umami and appetite: effects of monosodium
glutamate on hunger and food intake in human subjects. Physiology of
Behaviour, Vol. 48 pp. 801-804.
46
LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Keterangan Tikus Sehat
47
Lampiran 2
Identifikasi MSG
48
Gambar 6.2 Pengukuran Berat Badan
Tikus
Gambar 6.6 Melarutkan MSG Gambar 6.5 Mencampurkan Bahan
Gambar 6.4 Alat dan Bahan untuk
melarutkan MSG
Gambar 6.3 Menimbang dosis MSG
yang dibutuhkan
Gambar 6.1 Sampel Tikus
Lampiran 3
Gambar Proses Penelitian
49
Gambar 6.8 Pengambilan
Organ Renal
Gambar 6.7 Proses Sacrificed
Menggunakan Eter
Gambar 6.11 Pemotretan
Sediaan Histologi
Gambar 6.9 Preparat Histologi
Gambar 6.12 Perhitungan Sel dengan
ImageJ
Gambar 6.10 Mikroskop
Olympus BX41
50
Lampiran 4
Cara Perhitungan Dosis Pemberian MSG
1. Dosis 2400mg/kgBB/hari = 2,4 g
1000gx150g
= 0,36g/hari
Konsentrasi = 0,36g/4mL
=0,09g/mL
2. Dosis 3600mg/kgBB/hari= 3,6 g
1000gx150g
= 0,54g/hari
Konsentrasi = 0,54g/4mL
=0,135g/mL
3. Dosis 4800mg/kgBB/hari= 4,8 g
1000gx150g
= 0,72g/hari
Konsentrasi = 0,72g/4mL
=0,18g/mL
51
Lampiran 5
Berat Badan Tikus
Perlakuan BB sebelum perlakuan
(kg)
BB Sesudah perlakuan
(kg)
K 1 105 132
2 117 127
3 123 143
4 122 133
5 103 121
6 135 139
P1 1 125 141
2 106 125
3 133 155
4 105 126
5 103 127
6 118 142
P2 1 106 118
2 123 149
3 127 158
4 119 128
5 123 141
6 119 142
52
P3 1 135 157
2 113 136
3 133 154
4 120 135
5 122 143
6 108 126
53
Lampiran 6
Riwayat Hidup Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas:
Nama : M. Iqbal Syauqi Al Ghiffary
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Malang, 30 Januari 1996
Agama : Islam
Alamat : Jl. Gading no. 45 RT 06 RW 06 Gading Kasri – Kota
Malang
Email : [email protected] / [email protected]
Riwayat Pendidikan
2000 : TK Muslimat NU 27
2001 – 2007 : SDN Gading Kasri
2007 – 2010 : MTs Nurul Ulum
2010 – 2013 : MA Nurul Ulum
2013 – sekarang : Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta