Upload
doannguyet
View
238
Download
0
Embed Size (px)
PENGARUH KONSELING TERHADAP KECERDASAN EMOSI DAN DEPRESI LANSIA DI POSYANDU LANSIA KEMUNING KECAMATAN
NGARGOYOSO KABUPATEN KARANGANYAR
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Disusun oleh :
RETNO SAWARTUTI NIM: S520908010
PELAYANAN PROFESI KEDOKTERAN PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KELUARGA
POGRAM PASCASARJANA UNS 2010
PENGARUH KONSELING TERHADAP KECERDASAN EMOSI DAN DEPRESI LANSIA DI POSYANDU LANSIA KEMUNING KECAMATAN
NGARGOYOSO KABUPATEN KARANGANYAR
Disusun oleh :
Retno Sawartuti NIM : S520908010
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing :
Tanda tangan :
Pembimbing I : Prof. DR. Dr. Aris Sudyanto, SpKj(K) NIP. 195001311976031001 Pembimbing II : DR. dr. Muchsin Doewes, MARS NIP. 194805311976031001
Ketua Program Studi KedokteranKeluarga :
Prof. Dr.dr. Didik Tamtomo, MM., M.Kes., PAK
NIP. 194803131976101001
iii
PENGARUH KONSELING TERHADAP KECERDASAN EMOSI DAN DEPRESI LANSIA DI POSYANDU LANSIA KEMUNING KECAMATAN
NGARGOYOSO KABUPATEN KARANGANYAR
Yang dipersiapapkan dan disusun oleh: RETNO SAWARTUTI
S520908010
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal.....................2010
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
Jabatan Nama Tanda tangan tgl
Ketua Prof.Dr.Didik Tamtomo,dr.,MM.,M.Kes.,PAK NIP. 194803131976101001 ____________ _____
Sekretaris Prof.Dr.Bhisma Murti,MPH.,M.Sc.,Ph.D NIP. 195510211994121001 _____________ _____ Anggota Prof. DR. Aris Sudyanto,dr., SpKj(K) NIP.19500131197603100 _____________ ____ Anggota Dr.Muchsin Doewes,dr.,AIFO NIP. 194805311976031001 ___________ ______
Mengetahui Surakarta,.......................2010
Direktur Program Pasca Sarjana Ketua Progra Studi
Universitas Sebelas Maret Surakarta Magister Kedokteran Keluarga
Prof.Drs.Suranto ,M.Sc, PhD Prof. Dr.dr. Didik Tamtomo, MM., M.Kes., PAK NIP. 195708201985031004 NIP. 194803131976101001
iv
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : RETNO SAWARTUTI
NIM : S520908010
Menyatakan dengan sesungghnya bahwa thesis saya yang berjudul:
PENGARUH KONSELING TERHADAP KECERDASAN EMOSI DAN DEPRESI
LANSIA DI POSYANDU LANSIA KEMUNING KECAMATAN NGARGOYOSO
KABUPATEN KARANGANYAR.
Tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali naskah dalam
daftar pustaka.
Surakarta, 10 April 2010
(RETNO SAWARTUTI)
v
MOTTO
“ Kepuasan terletak pada usaha hasil. Berusaha dengan keras adalah kemenangan yang hakiki”
(Mahatma Ghandi)
Sukses berasal dari keputusan yang baik. Keputusan yang baik berasal dari pengalaman
(Arthur Jones)
“Beri saya seorang pegawai gudang yang punya cita cita dan saya akan memberi Anda seseorang yang mengukir sejarah. Beri saya seseorang tanpa cita cita dan saya akan memberi
Anda seorang pegawai gudang” (James Cash Penney)
vi
PERSEMBAHAN
Dengan segenap cinta, kasih, sayang, serta do’a karya sederhana ini penulispersembahkan untuk:
Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa memberikan kasih, sayang, dan do’a restunya kepada penulis serta berkorban dalam mengasuh, membimbing dan mengenalkan arti hidup.
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, atas petunjuk dan
rahmat yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang
berjudul :
“PENGARUH KONSELING TERHADAP KECERDASAN EMOSI DAN
DEPRESI PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA KEMUNING KECAMATAN
NGARGOYOSO KABUPATEN KARANGANYAR ”.
Adapun maksud dari penyusunan penelitian ini untuk mencapai derajat
magister pada pelayanan profesi kedokteran program studi magister kedokteran
keluarga pasca sarjana universitas sebelas maret surakarta. Terselesaikannya
penelitian tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr.dr. M. Syamsulhadi, SpKj(K) selaku rektor Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc. PhD, sebagai direktur program pasca sarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Prof .Dr.dr. Didik Tamtomo, MM., M.kes.,PAK sebagai Ketua Program Pasca
Sarjana
vii
4. Prof. DR. Dr. Aris Sudyanto, SpKj(K) sebagai Pembimbing pertam
5. DR. dr. Muchsin Doewes, MARS, sebagai Pembimbing kedua
6. Prof. Bhisma Murti,dr.,M.Sc.,MPH.,Ph.D sebagai penguji
7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal penelitian ini
yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Oleh karena terbatasnya waktu dan kemampuan, penyusun mohon kritik dan
saran yang membangun guna tercapainya kesempurnaan laporanp Penelitian ini.
Akhirnya, penyusun berharap semoga laporan penelitian ini bermanfaat bagi
kita semua.
.
Surakarta, Pebruari 2010
Penyusun
ix
DAFTAR ISI HALAMAN HALAMAN SAMPUL................................................................................ i HALAMAN JUDUL……………………………………………………… ii HALAMAN PERSETUJUAN......................…………………………...... iii HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN..................................................................... v HALAMAN MOTTO.................................................................................. vi HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................... vii KATA PENGANTAR……………………………………………………. viii DAFTAR ISI……………………………………………………………… x DAFTAR TABEL………………………………………………………… xiv DAFTAR GAMBAR...…………………………………………………… xvi DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xvii ABSTRAK..……………………………………………………………… xviii BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………… 1
A. Latar Belakang…………………………………………………. 1 B. Rumusan Masalah……………………………………………… 4 C. Tujuan Penelitian………………………………………………. 4 D. Manfaat Penelitian……………………………………………… 4
x
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….. 6
A. Tinjauan Umum.....……………………………………………... 6
1. Konseling........................................................................................ 6
a. Pengertian, Perumusan dan tujuan konseling……………. ........ 6
b. Siapa saja yang membutuhkan konseling................................. 10
c. Tahapan Konseling............................................................. 11
d. Pedoman Konseling................................................................. 11
e. Teknik Konseling..................................................................... 12
f. Konseling Pada Lanjut Usia................................................... 15 2. Kecerdasan Emosi…………......…………………………… 17
3. Depresi.........…………………………………………….. 19
a. Pengertian Depresi................................................................. 19
b. Gejala Depresi.......................................................................... 20
c. Diagnosis Depresi..................................................................... 21
d. Pengukuran depresi................................................................... 24
4. Usia Lanjut.................................................................................. 26
a. Pengertian ...................………………………………….. 26
b. Epidemiologi........................................................................ . 27
c. Depresi Lanjut Usia................................................................. 28
B. Kerangka Konsep……………….....………………............... 35
C. Hipotesis............................................................…...................... 36
xi
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……………………................... 37
A. Lokasi penelitian……………………..........................……. 37 B. Desain Penelitian……………………....…………… 37
C. Populasi dan Sampel Penelitian…………………………… 37
D. Identifikasi Variabel Penelitian.………………................... 38
E. Definisi Operasional Variabel………………………….. 39
F. Validitas dan Reliabilitas………………………………. 43
G. Bagan Penelitian……………………………………….. 47
H. Desain Analisis Statistik………………………………… 48
I. Jadwal Kegiatan Penelitian……….………………….. 49
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian ............................................................... 50
1. Orentasi kancah penelitian ................................................ ..... 50
2. Persiapan alat pengumpul data .................................... ............ 53
3. Pelaksanaan uji coba .......................................... .................... 56
4. Perhitungan validitas dan reliabilitas ....................................... 57
5. Penyusunan alat ukur untuk penelitian ..................................... 60
B. Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 61
1. Penentuan subjek penelitian ........................................ ............ 61
2. Melakukan pengumpulan data tahap pertama............................ 62
3. Melakukan konseling.................................................. ......... 62
4. Melakukan pengumpulan data tahap kedua.......................... 63
xii
5. Pelaksanaan skoring................................................................. 63
C. Uji Asumsi ................................................................................... 64
1. Uji homogenitas........................................................................ 64
D.Hasil Penelitian dan Analisa Data ................................................. 65
1. Hasil Penelitian.......................................................................... 65
2. Analisa data…………..................................………………...... 72
E. Pembahasan.............................................................................. 74
F. Keterbatasan............................................................................ 82
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. ..... 86
B. Implikasi..................................................................................... .. 86
B. Saran ............................................................................................ 87
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 88 LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………................... 89
xiii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Blue print skala kecerdasan emosi sebelum penelitian………………… 55 Tabel 2. Skala Depresi Geriatrik sebelum penelitian……………………………. 56 Tabel.3 Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner kecerdasan emosi…………. 57
Tabel 4. Skala kecerdasan emosi yang valid dan yang gugur.................................. 59
Tabel.5. Hasil Uji validitas dan reliabilitas skala depresi Geriatrik........................ .. 60 Tabel 6. Skala depresi Geriatrik yang valid dan yang gugur.................................... 61 Tabel 7 Susunan Aitem Skala Kecerdasan Emosi Untuk Penelitiandengan nomor urut baru...................................................................................................... 61
Tabel.8. Hasil uji homogenitas dengan independent sample t test untuk
kecerdasan emosi....................................................................................... 65
Tabel. 9. Hasil uji homogenitas dengan independent sample t test untuk
depresi............................................................................................................. 65
Tabel 10. Distrbusi usia lanjut menurut umur.......................................................... 66 Tabel 11. Distribusi usia lanjut menurut jenis kelamin............................................ 68 Tabel 12. Distribusi usia lanjut menurut status perkawinan..................................... 69 Tabel 13. Distribusi usia lanjut menurut pekerjaan................................................... 70 Tabel 14. Distribusi kecerdasan emosi usia lanjut sebelum konseling...................... 71 Tabel 15. Distribusi Depresi usia lanjut sbelum konseling....................................... ..71 Tabel 16. Distribusi Kecerdasan emosi usia lanjut setelah konseling................... 72 Tabel 17. Distribusi Depresi usia lanjut setelah konseling................................... 72
xiv
Tabel 18. Hasil analisa uji T independentpengaruh konseling terhadap kecerdasan
Emosi...................................................................................................... 73
Tabel 19. Hasil analisa uji T independent pengaruh konseling terhadap
depresi....................................................................................................... 73
Tabel 20. Hasil Analisis Regresi Kecerdasan Emosi Lansia................................... 74 Tabel 21.. Hasil analisis Regresi Depresi Lansia…………….…………………… 75
xv
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Histogram Usia Lanjut Menurut Umur……………………………… 67 Gambar 2. Histogram Usia Lanjut Menurut Jenis Kelamin.................................. 68 Gambar 3. Histogram Usia Lanjut Menurut Status Perkawinan............................ 69 Gambar 4. Histogram usia lanjut menurut pekerjaan.............................................. 60 Gambar.5. Boxspot kecerdasan emosi kelompok penelitian dan kelompok
kontrol sebelum konseling…………………………………………… 78
Gambar 6. Boxspot kecerdasan emosi lansia kelompok kontrol dan kelompok
penelitian sesudah konseling................................................................. 79
Gambar 7. Perbandingan perbaikan depresi antara problem solving terapi
dengan terapi konvensional ( oxman,et al,2008)................................... 81
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Kecerdasan Emosi dan skala Depresi Geriatrik
Lampiran 2.Status Konseling Klien
Lampiran 3.Hasil Uji Validitas Kuesioner Kecerdasan Emosi
Lampiran 4.Hasil Analisa Reliabilitas Kuesioner Kecerdasan Emosi
Lampiran 5.Hasil uji Validitas Skala Depresi Geriatrik
Lampiran 6.Hasil Analisa Reliabilitas Skala Depresi Geriatrik
Lampiran 7.Hasil Analisa Independent Sample T Test
Lampiran 8.Hasil Analisa Regresi
Lampiran 9.Surat Ijin Penelitian
xvii
ABSTRAK Retno Sawartuti, S520908010. 2010. Pengaruh Konseling Terhadap Kecerdasan Emosi Dan Depresi Lansia Di Posyandu Lansia Kemuning Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar. Tesis: Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Konseling adalah salah satu jenis terapi psikologik. Tujuannya untuk meningkatkan pemahaman pasien tentang dirinya sendiri secara lebih lengkap, sehingga ia menjadi lebih mampu mengadakan hubungan interpersonal yang baik dan dapat beradaptasi dan mempersepsi lingkungannya dengan lebih baik. Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan,, mengatur suasana hati, tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, kemampuan membaca perasaan terdalam orang lain ( empati ) dan berdoa, kemampuan memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta kemampuan untuk memimpin Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya kegarahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas ( Reality Testing Ability/RTA masih baik), kepribadian tetap utuh ( tidak mengalami keretakan kepribadian/splitting of personality) perilaku dapat terganggu tetapi dalam batas batas normal.
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi (2) Untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap depresi lansia. Hipotesis penelitian ini adalah ada pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia. Konseling akan meningkatkan kecerdasan emosi dan menurunkan depresi lansia. Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Cara pengambilan sample dengan simple random sampling. Analisa data mengunakan SPSS for windows versi 17, dengan uji T independent, analisa regresi holistik.
Hasil penelitian, berdasarkan perhitungan diperoleh Nilai t = 5,704, p value 0,000, unstandardized coefficients β 0,974 berarti ada pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi, Nilai t = 3,750, p value 0,001, unstandardized coefficients β 2,3621 . Lansia yang mengikuti konseling nilai kecerdasan emosinya lebih tinggi 0,974 dibandingkan yang tidak mengikuti konseling, tetapi akan mengalami depresi lebih tinggi 2,361 dibandingkan yang tidak mengikuti konseling. Hal ini disebabkan karena waktu konseling yang terlalu singat, suasana konseling yaitu konseling kelompok bukan konseling pribadi, tidak dilibatkannya keluarga lansia dan tipe lansia itu sendiri..
Kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan hasil analisis data penelitian adalah ada pengaruh konseling terhadap kecedasan emosi yaitu konseling akan meningkatkan kecerdasan emosi lansia, tetapi konseling tidak menurunkan depresi lansia.. Kata kunci : konseling, kecerdasan emosi, depresi
xviii
ABSTRACT
Retno Sawartuti, S520908010. 2010. TheEffect Of Ccounseling On Emotional Intelligence And Depression In Elderly In Elderly Posyandu Kemuning Sub District Ngargoyoso Karanganyar. Thesis: Family Medicine Master Study Program. Postgraduate courses Sebelas Maret University Surakarta. Counseling is one type of of psychological therapy. The objective is to improve patient understanding of himself more fully, so that he becomes better able to make good interpersonal relationships and can adapt and perceive their environment better. Emotional intelligence includes self-control, spirit, perseverance and ability to motivate yourself and cope with frustration, the ability to control impulses and emotions, do not exaggerate the fun, set the mood, not crippling the ability of thinking, the ability to read the deepest feelings of others (empathy), and pray, the ability to maintain relationships with the best, the ability to resolve conflicts, and the ability to lead. Depression is a feeling of natural disturbance (mood) is characterized by depression and sadness so profound and sustained loss of life of excitement, not susceptible to interference in assessing the reality (Reality Testing Ability / RTA is still good), the personality remains intact (no cracks have personality / Splitting of personality), but behavior can be disrupted in normal. The objective in this study were (1) to determine the effect of counseling on emotional intelligence (2) To determine the effect of counseling for depression elderly. The hypothesis of this research is that there are effects of counseling on emotional intelligence and depressed elderly. Counseling will enhance emotional intelligence and reduce depression elderly. Data analysis using SPSS for windows 17 version, with independent sample T test, holistik analize regression. The result of this study, based on calculations obtained value t = 5.704, p value 0.000, unstandardized coefficients β 0,974, there is the influence of counseling on emotional intelligence. The value t = 3.750, p value 0.001, unstandardized coefficients β 2,3621. Elderly followed counseling the value of emotional intelligence higher 0,974 compared to who did not follow counseling, but depression is higher 2,361 than that do not follow counseling. This was due to a very short period of time counseling, the athmosphere of counseling in the group counseling not privacy counseling, no inclusion of famyly of elderly, the type of elderly itself. Conclusions from this study based on an analiysys of research data there is influence of counseling on emotional intelligence. Counseling will increase an emotional intelligence in elderly but counseling did not reduce depression elderly. Keywords: counseling, emotional intelligence, depression, elderly.
xix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Depresi dan Lanjut Usia sebagai tahap akhir siklus perkembangan manusia.
Masa dimana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai,
serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih
sayang. Pada kenyataanya tidak semua lanjut usia mendapatkan “tiket” yang sama
untuk mengecap kondisi hidup idaman ini. Berbagai persoalan hidup yang mendera
lanjut usia sepanjang hayatnya, seperti: kemiskinan, kegagalan yang beruntun, stress
yang berkepanjangan, ataupun konflik dengan keluarga atau anak, atau kondisi lain
seperti tidak memiliki keturunan yang bisa merawatnya dan lain sebagainya. Kondisi-
kondisi hidup seperti ini dapat memicu terjadinya depresi. Tidak adanya media bagi
lanjut usia untuk mencurahkan segala perasaan dan kegundahannya merupakan
kondisi yang akan mempertahankan depresinya, karena dia akan terus menekan
segala bentuk perasaan negatifnya ke alam bawah sadar (Depsos RI, 2006).
Dengan demikian orang lanjut usia dalam meniti kehidupannya dapat
dikategorikan dalam dua macam sikap. Pertama, masa tua akan diterima dengan
wajar melalui kesadaran yang mendalam, sedangkan yang kedua, manusia usia lanjut
dalam menyikapi hidupnya cenderung menolak datangnya masa tua, kelompok ini
tidak mau menerima realitas yang ada (Gallo, Reichel & Andersen, 1998).Seperti
yang telah dikemukakan diatas, menjadi tua merupakan proses yang wajar dan terjadi
pada setiap orang. Permasalahannya adalah bagaimana lansia tersebut bisa menyadari
dan mempersiapkan diri untuk menghadapi usia tua. Di sisi lain, ada sebuah anggapan
atau pencitraan yang negatif dan positif. Semakin bisa berfikir positif, orang akan
semakin bisa menerima kenyataan namun “ menerima ” itu bukan berarti kita
menerima apa adanya. Maksudnya adalah bagaimana cara kita menyesuaikan diri
dengan usia, melakukan aktivitas secara wajar sesuai dengan kemampuan fisik dan
psikis usia tua (Darmojo, 1999).
Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan serta
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi,
kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan
kesenangan,, mengatur suasana hati, tidak melumpuhkan kemampuan berpikir,
kemampuan membaca perasaan terdalam orang lain ( empati ) dan berdoa,
kemampuan memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk
menyelesaikan konflik, serta kemampuan untuk memimpin ( Goleman, 2008 ).
Kecerdasan emosi dapat diukur. Untuk mengadakan pengukuran kecerdasan
emosi meliputi beberapa aspek, yang meliputi mengenali emosi diri, mengenali emosi
orang lain, mamahami penyebab emosi diri, memahami penyebab emosi orang lain,
memahami akibat emosi diri, memahami akibat emosi orang lain, mengendalikan emosi
diri, mengendalikan emosi orang lain, Menggunakan emosi diri menggunakan emosi
orang lain (Davis, 2008).
Orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki kendali diri,
mengalami kekurangmampuan dalam pengendalian moral ( Goleman, 2006).
. Berdasarkan pengalaman, apabila suatu masalah menyangkut pengambilan
keputusan dan tindakan, aspek perasaan sama pentingnya dan sering kali lebih
penting daripada nalar. Emosi itu memperkaya ; model pemikiran yang tidak
menghiraukan emosi merupakan model yang miskin. Nilai-nilai yang lebih tinggi
dalam perasaan manusia, seperti kepercayaan, harapan, pengabdian, cinta, seluruhnya
lenyap dalam pandangan kognitif yang dingin. Orang cenderung menekankan
pentingnya IQ dalam kehidupan manusia. Padahal kecerdasan tidaklah berarti apa apa
bila emosi yang berkuasa. Kecerdasan emosi menambahkan jauh lebih banyak sifat-
sifat yang membuat manusia menjadi lebih manusiawi. Terdapat pemikiran bahwa IQ
menyumbang paling banyak 20% bagi sukses dalam hidup, sedangkan 80%
ditentukan oleh faktor lain ( Goleman, 2006)
Banyak bukti memperlihatkan bahwa orang yang secara emosional cakap,
yang mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, dan yang
mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki
keuntungan dalam setiap bidang kehidupan, entah itu dalam hubungan asmara dan
persahabatan, hubungan kerja, ataupun pada usia lanjut ketika akan memasuki masa
berhenti dari bekerja ( Goleman, 2006 ).
Orang dengan ketrampilan emosi yang berkembang baik berarti kemungkinan
besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran
yang mendorong produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat menghimpun kendali
tertentu atas kehidupan emosinya akan mengalami pertarungan batin yang merampas
kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada karir/pekerjaan ataupun untuk
memiliki pikiran yang jernih (Davis, 2008).
. Sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk mengantisipasi hal buruk
yang mungkin akan terjadi. Stimuli yang relevan dengan rasa takut menimbulkan
reaksi bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat bahwa rasa takut mempersiapkan
individu untuk antisipasi datangnya hal tidak menyenangkan yang mungkin akan
terjadi. Secara otomatis individu akan bersiap menghadapi hal-hal buruk yang
mungkin terjadi bila muncul rasa takut (Davis, 2008).
. B .Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
Adakah pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi pada lansia
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi usia
lanjut.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui agka keberhasilan konseling dalam meningkatkan
kecerdasan emosi pada usia lanjut.
b. Mengetahui angka keberhasilan konseling dalam menurunkan depresi
pada usia lanjut.
D. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan agar diperoleh bukti-bukti empiris mengenai
pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia, sehingga
penelitian ini dapat diambil manfaatnya bagi:
1. Bagi Kepala Puskesmas
Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pikiran
untuk menjadi bahan pertimbangan hal-hal yang dapat mempengaruhi
kecerdasan emosi dan depresi lansia yaitu melalui konseling yang secara tidak
langsung dapat meningkatkan kualitas hidup lansia Penelitian ini diharapkan
dapat menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang
berhubungan dengan program kesehatan lansia dengan peningkatan
kecerdasan emosi dan penurunan depresi lansia.
2. Bagi Tenaga kesehatan puskesmas lainnya
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi tenaga kesehatan
puskesmas dalam menangani kesehatan lansia agar dapat mengetahui cara-
cara yang lebih efektif dalam mempertahankan dan meningkatkan derajat
kesehatan lansia.
3. Bagi Lansia
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan tentang
pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi.
4. Bagi Peneliti Sejenis
Diharapkan penelitian ini bisa memberikan informasi dan sumbangan ilmu
pengetahuan sebagai kajian teoretis kepada para peneliti lain yang ingin
melakukan penelitian sejenis khususnya bidang yang berkaitan dengan
psikologi dan psikiatri.
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN UMUM
1. Konseling
a. Pengertian, perumusan dan tujuan konseling
Konseling adalah salah satu jenis terapi psikologik. Tujuannya
untuk meningkatkan pemahaman pasien tentang dirinya sendiri secara lebih
lengkap, sehingga ia menjadi lebih mampu mengadakan hubungan
interpersonal yang baik dan dapat beradaptasi dan mempersepsi
lingkungannya dengan lebih baik
. Konseling tidak sama dengan memberikan nasehat. Konseling
juga tidak membantu menyelesaikan persoalan tetapi membantu mencarikan
cara bagaimana caranya menyelesaikan masalah, menuntun klien
menyelesaikan persoalannya dengan lebih baik juga agar hubungan
interpersonal, misalnya hubungan dengan anak atau cucunya, menjadi lebih
baik. Kegiatan konseling sebagai kegiatan profesional yang mencakup juga
kegiatn-kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan dan kesejahteraan
mental, mulai mempengaruhi gerakan konseling secara keseluruhan dan
dimulai ketika pada tahun 1908 terbit buku karangan Clifford Beers yang
berisikan pengalaman-pengalaman pribadinya selama tiga tahun dirawat di
Rumah Sakit Jiwa,dengan judul : A Mind That Found Itsefl. Buku tersebut
sangat berpengaruh terhadap tanggapan-tanggapan masyarakat mengenai
kesehatan mental dan mendorong dibentuknya Connecticut Society of
Mental Hygiene pada tahun 1908 ( Gunarsa, 2007; Yuwana, Draha ,2005).
Gunarsa (2007), menyusun secara kronologis berbagai
perumusan mengenai konseling sebagai berikut :
1) Suatu hubungan yang bebas dan berstruktur yang membiarkan klien
memperoleh pengertian sendiri yang membimbingnya untuk menentukan
langkah-langkah positif ke arah orientasi baru.
2) Interaksi yang:
a). Terjadi antara dua orang, yang satu disebut sebagai konselor dan yang
lain sebagai klien.
b). Berlangsung dalam kerangka profesional, dan
c). Diarahkan agar memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada
klien
3) Suatu proses yang terjadi dalam hubungan pribadi antara seseorang yang
mengalami kesulitan dengan seseorang yang profesional yang latihan dan
pengalamannya mungkin dapat dipergunakan untuk membantu orang lain
mampu memecahkan persoalan pribadinya
4) Membantu seseorang agar menyadari reaksi reaksi pribadi terhadap pengaruh
perilaku dari lingkungan dan membantu seseorang membentuk makna dari
perilakunya. Konseling juga membantu klien membentuk dan memperjelas
rangkaian dari tujuan dan nilai nilai untuk perilaku selanjutnya.
5) Adalah proses di mana seseorang yang mengalami kesulitan (klien) dibantu
untuk merasakan dan selanjutnya bertindak dengan cara yang lebih
memuaskan dirinya, melalui interaksi dengan seseorang yang tidak terlibat
yakni konselor. Konselor memberikan informasi dan reaksi untuk mendorong
klien mengembangkan perilaku untuk berhubungan secara lebih efektif
dengan diri sendiri dan lingkungan.
6) Konseling merupakan suatu usaha untuk mengubah pandangan seseorang
terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkungan fisik. Sebagai akibatnya,
seseorang dibantu untuk mencapai identitas sebagai pribadi dan menentukan
langkah-langkah untuk memupuk perasaan berharga, perasaan berarti, dan
bertanggung jawab.
7) Memberikan alternatif-alternatif, membantu klien dalam melepaskan dan
merombak pola-pola lama, memungkinkan melakukan proses pengambilan
keputusan dan menemukan pemecahan-pemecahan yang tepat terhadap
masalah.
8) Merupakan upaya menambah kekuatan pada klien untuk menghadapi, untuk
mengikuti aktivitas yang mengarah ke kemajuan, dan untuk menentukan
sesuatu keputusan. Konseling membantu klien agar mampu menguasai
masalah yang segera dihadapi dan yang mungkin terjadi pada waktu yang
akan datang.
Tujuan utama konseling adalah sebagai berikut (Gunarsa, 2007):
1). Menyediakan fasilitas untuk perubahan perilaku
Tujuan suatu konseling adalah membawa klien agar terjadi perubahan yang
memungkinkan klien hidup lebih produktif dan menikmati kepuasan hidup
sesuai dengan pembatasan-pembatasan yang ada dalam masyarakat.
2). Meningkatkan ketrampilan untuk menghadapi sesuatu.
Seseorang seringkali perlu uluran tangan dan ketersediaan orang lain untuk
membantu dan mengajarkan bagamana seharusnya dan sebaiknya menghadapi
masalah dan menyelesaikannya Hal ini bisa diberikan secara sistematis oleh
seorang konselor dan inilah salah satu dari tujuan konseling, yakni
meningkatkan ketrampilan untuk menghadapi sesuatu
3). Meningkatkan kemampuan dalam menentukan keputusan
Dalam batas tertentu, konseling diarahkan agar seseorang bisa membuat
sesuatu keputusan pada saat penting dan benar-benar dibutuhkan. Keputusan
yang diambil pada akhirnya harus merupakan keputusan yang ditentukan oleh
klien sendiri dengan bantuan dari konselor.Membuat sesuatu keputusan
seringkali harus mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh dan
memperhatikan cara-cara dalam melakukan penilaian. Namun seringkali cara
peninjauan terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dan sistematika berpikir,
masih seringkali perlu dilatih dan ditunjukkan oleh orang lain atau konselor.
4). Meningkatkan dalam hubungan antar perorangan
Konseling bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan seseorang
sehingga pandangan dan penilaian terhadap diri sendiri bisa lebih objektif
serta meningkatkan ketrampilan dalam penyesuaian dan agar lebih efektif.
5) . Menyediakan fasilitas untuk pengembangan kemampuan klien
Memberfungsikan kemampuan yang benar-benar dimiliki dengan tujuan
membantu menyediakan fasilitas, adalah tujuan dari konseling. Kalau
seseorang ternyata kemampuannya tidak efektif, mungkin penyebabnya
terletak pada gambaran dan ciri-ciri kepribadiannya atau bisa juga karena
lingkungan yang menghambat.
b. Siapa saja yang membutuhkan konseling.
Orang yang membutuhkan konseling adalah orang yang (Yuwana, 2005):
. . 1). Sedang menghadapi suatu krisis yang mendesak
2). Apabila ada faktor kerahasiaan harus dijaga. Artinya kalau ia bicara
dengan tetangga, bisa jadi gosip. Tetapi kalau dengan konselor ada kode
etiknya.
3). Menjelaskan suatu hasil pemeriksaan yang berkaitan dengan konsep diri,
misalnya: menjelaskan kepada anak perempuan yang positif hamil
setelah dites air seninya, Orang yang akan menjelaskan kepada orang
yang terkena positif HIV/AIDS.
4). Takut bicara dengan orang banyak. Ada orang yang mau privasinya dijaga,
hanya mau bicara dengan satu orang saja.
5). Merasa tidak diterima oleh kelompok sebayanya. Ia merasa terkucil, lalu
kemana dia harus berbagi.
6). Bila tidak paham atau sadar akan permasalahannya. Misalnya, dia bertanya
mengapa sih saya akhir-akhir ini maunya marah-marah saja. Konselor bisa
menuntun sampai orang itu menyadari letak permasalahannya.
7). Bila mempunyai kelainan yang tidak dapat diterima dalam
masyarakat. Misalnya, kaum homoseksual.
c. Tahapan Konseling
1). Fase eksplorasi: untuk mengerti klien secara keseluruhan,
merencanakan terapi dan membuat persetujuan yang disepakati
dengan klien.
2). Fase penyampaian tujuan: mengimplementasikan rencana terapi
3). Fase terminasi: menyimpulkan proses terapi dan mendiskusikan
dengan klien, dan latihan untuk menerapkan di masa yang akan
datang. Jadi pada waktu konseling terjalin hubungan antara
konselor dan konseli (klien). Hubungan itu diharapkan bisa
menjadi pola hubungan dia dengan orang lain, dimana pun, kapan
saja. Sehingga bisa menjadi lebih baik, diterima oleh
lingkungannya (Yuwana, 2005).
d. Pedoman Konseling
Persiapkan ruangan senyaman mungkin untuk dua orang (konselor dan
konseli). Gunakan bahasa yang dimengerti oleh pasien sesuai dengan
kapasitas dan tingkat pendidikannya. Sikap yang bersahabat, dengan sapaan,
lalu menuju ke pembicaraan yang lebih spesifik. Jelaskan bahwa kerahasiaan
terjamin. Terangkan lamanya pertemuan. Berikan perhatian penuh terhadap
apa yang disampaikan pasien. Jangan langsung membuat kesimpulan atas
masalah yang disampaikan pasien. Jangan menyerang pasien ( Gunarsa,
2007).
Gunakan pertanyaan terbuka kecuali membutuhkan data spesifik. Contoh:
1). “Ceritakanlah lebih lanjut masalah tersebut…” atau “Bagaimana perasaan
Anda tentang masalah tersebut?”
2). Menjadi pendengar yang baik: 90% dengar, 10% bicara.
3).. Bertindak sebagai cermin, merefleksikan pertanyaan pasien.
4). Reward Listening: mendengarkan secara aktif dan berempati.
Hambatan dari pihak terapis: biasanya karena adanya nilai-nilai atau budaya
yang tak sepaham dengan pasien. Dari pihak pasien: belum terbentuk trust
atau mekanisme defensi mental (Yuwana, 2005)
e. Teknik konseling.
Dari sejumlah teknik konseling, teknik konseling secara umum adalah
yang dikenal dengan : Tiga pendekatan tradisional dalam konseling (the thtree
traditional approaches) yaitu (Gunarsa, 2007):
1). Pendekatan langsung (directive Approach)
Pendekatan langsung juga disebut sebagai pendekatan terpusat pada
konselor ( conselor centered approach ) untuk menunjukkan bahwa dalam
interaksi ini, konselor lebih banyak berperan untuk menentukan
sesuatu.Pendekatan langsung bisa diberikan secara langsung dalam berbagai
cara setelah konselor atau terapis yakin ada dasar teorinya yang mantap untuk
memberikan sesuatu seketika, sehingga dalam hal seperti ini menyerupai suatu
kegiatan dengan dasar atau pendekatan untuk segera melakukan tindakan
(action approach), sesuatu yang justru menjadi ciri khas pada pendekatan
simtomatis atau behaviouristik pada umumnya.
2). Pendekatan tidak langsung (Nondirective approach)
Ciri-ciri dari client centered therapy adalah sebagai berikut:
a). Perhatian diarahkan kepada pribadi klien dan bukan kepada masalahnya.
b). Penekanan lebih banyak terhadap faktor emosi, daripada terhadap faktor
intelek.
c). Memberi tekanan yang lebih besar terhadap keadaan yang ada sekarang
daripada terhadap apa yang sudah lewat.
d). Penekanan terhadap hubungan terapetik itu sendiri sebagai tumbuhnya
pengalaman.
Langkah langkah pada konseling tidak langsung:
a). Seseorang datang untuk meminta bantuan
b). Perumusan mengenai suasana bantuan.
c). Konselor meningkatkan keberanian klien untuk mengungkapkan perasaan-
perasaannya sehubungan dengan masalahnya.
d). Konselor menerima, mengenali dan menjelaskan berbagai perasaan
negatif.
e). Ketika perasaan-perasaan negatif telah diungkapkan sepenuhnya, pada saat
itu akan diikuti oleh ekspresi darin dorongan positif untuk berkembang
lebih lanjut.
f). Konselor menerima dan mengenali perasaan-perasaan positif yang
diungkapkan, sama dengan ketika menerima dan mengenali perasaan-
perasaan negatif.
g). Pemahaman, pengenalan dan penerimaan tentang diri sendiri, adalah
langkah berikutnya yang penting dari keseluruhan proses, yang menjadi
dasar pada diri seseorang untuk bisa maju ke tingkatan yang baru dari
integrasinya.
h). Bersama-sama dengan proses pemahaman ini adalah proses yang
memperjelas kemungkinan-kemungkinan keputusan atau tindakan yang
akan dilakukan.
i).Tindakan positif. Suatu keputusan untuk melakukan sesuatu tindakan yang
nyata, yang positif, yang tumbuh sedikit demi sedikit dari dirinya sendiri
j).Langkah selanjutnya yang tersisa tidak memakan waktu lama. Sekali
seorang mencapai tahap pemahaman dan melakukan tindakan positif,
maka aspek yang tersisa dijadikan elemen untuk perkembangan
selanjutnya.
k).Lambat laun tindakan positif dan terpadu pada klien meningkat. Ketakutan
memutuskan sesuatu berkurang dan lebih percaya diri dalam melakukan
tindakan. Hubungan konselor dengan klien pada saat ini mencapai
puncaknya.
l).Muncul pikiran dan kesadaran pada klien untuk mengurangi kebutuhan
akan bantuan dan bahwa hubungan dengan konselor akan berakhir.
Konselor menghentikan hubungan dengan klien sekalipun mungkin masih
tersisa macam-macam perasaan pada klien, yang telah melibatkannya
dengan konselor, juga sebaliknya dari pihak konselor, namun harus
diterima sebagai keterlibatan emosi yang wajar dan harus bisa dihentikan
secara baik dan sehat.
3).Pendekatan elektrik
Elektrik adalah terminologi dalam konseling dan psikoterapi yang memilih
teori yang baik atau berguna dari macam-macam teori,metode dan
pengalaman-pengalaman praktik, untuk dipergunakan bersama-sama dalam
menghadapi klien.
f. Konseling pada lanjut usia
Gangguan kesehatan atau penyakit yang sering di jumpai pada lansia:
(Yuwana,2007)
1). Penglihatan kurang jelas
2). Pendengaran menurun
3). Gangguan pada jantung dan tekanan darah tinggi
4). Penyakit saluran pernafasan
5). Gangguan pada otot dan sendi
6). Penurunan kemampuan seksual
7). Pelupa
8). Depresi (sedih, murung, cenderung menangis)
9). Pikun
10).Stroke
11).Diabetes melitus
Pendampingan dan konseling pada lansia bergantung pada tipe psikologik lansia
seperti yang telah diuraikan di atas
.Konseling Lansia Tipe Konstruktif
Tipe ini tidak perlu konseling, hanya pendampingan bagi yang membutuhkan,
misalnya menemani jalan kaki pada pagi atau sore hari, main catur, nonton piala
dunia di TV, berdiskusi tentang berbagai masalah sambil minum teh. Kalau masih
punya anak, pasangan hidup masih ada, cukup merasa didampingi, berarti jangan
dipaksakan.
Konseling Lansia Tipe Ketergantungan
Konseling diberikan dengan tujuan agar lansia dapat memahami bahwa
kemampuan dan pengalamannya masih dapat bermanfaat bagi orang lain. Dengan
demikian konselor membangkitkan keinginannya untuk berbuat sesuatu bagi
orang lain. Konselor perlu memberikan penyuluhan tentang makanan yang sehat
bagi lansia dan olahraga yang sesuai dengan kondisi lansia. Misalnya diajak main
tenis, main catur
.Konseling Lansia Tipe Defensif
Pendekatan harus hati-hati, sabar dan penuh pengertian sebab pada dasarnya tipe
ini menolak bantuan konseling. Bertujuan lebih banyak mendengarkan lansia,
sebelum perlahan-lahan mengubah persepsi lansia yang tidak suka menjadi tua
dan pensiun sehingga ia berubah dapat menerima masa pensiun dan hari tuanya.
Konseling Lansia Tipe Bermusuhan
Tipe ini paling sulit didekati. Mungkin lebih baik dimulai dengan pendampingan
saja seperti pada tipe konstruktif. Bila pendamping sudah mendapat kepercayaan
oleh lansia dan rasa curiga dan bermusuhan hilang, baru dapat dilakukan
konseling.
Konseling Lansia Tipe Menyalahkan Diri Sendiri
Pada tipe ini konseling bertujuan menghilangkan persepsi yang negatif tentang
dirinya – saya ini jelek, hidupnya dulu jelek – serta memberi dukungan psikologik
serta mencegah kemungkinan keinginan untuk melakukan bunuh diri. Konseling
disini bersifat memberikan support.
2. Kecerdasan emosi
Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan serta
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi,
kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-
lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, tidak melumpuhkan kemampuan
berpikir, kemampuan membaca perasaan terdalam orang lain ( empati ) dan berdoa,
kemampuan memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk
menyelesaikan konflik, serta kemampuan untuk memimpin ( Goleman, 2008 ).
Orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki kendali diri,
mengalami kekurangmampuan dalam pengendalian moral .
Berdasarkan pengalaman, apabila suatu masalah menyangkut pengambilan
keputusan dan tindakan, aspek perasaan sama pentingnya dan sering kali lebih
penting daripada nalar. Emosi itu memperkaya ; model pemikiran yang tidak
menghiraukan emosi merupakan model yang miskin. Nilai-nilai yang lebih tinggi
dalam perasaan manusia, seperti kepercayaan, harapan, pengabdian, cinta,
seluruhnya lenyap dalam pandangan kognitif yang dingin .Orang cenderung
menekankan pentingnya IQ dalam kehidupan manusia. Padahal kecerdasan tidaklah
berarti apa apa bila emosi yang berkuasa. Kecerdasan emosi menambahkan jauh
lebih banyak sifat-sifat yang membuat manusia menjadi lebih manusiawi. Terdapat
pemikiran bahwa IQ menyumbang paling banyak 20% bagi sukses dalam hidup,
sedangkan 80% ditentukan oleh faktor lain ( Goleman, 2008).
Banyak bukti memperlihatkan bahwa orang yang secara emosional cakap, yang
mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, dan yang mampu
membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki keuntungan
dalam setiap bidang kehidupan, entah itu dalam hubungan asmara dan
persahabatan, hubungan kerja, ataupun pada usia lanjut ketika akan memasuki masa
berhenti dari bekerja ( Goleman, 2008 ).
Orang dengan ketrampilan emosi yang berkembang baik berarti
kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai
kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat
menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosinya akan mengalami
pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada
karir/pekerjaan ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih ( Goleman, 2008).
Sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk mengantisipasi hal buruk
yang mungkin akan terjadi. Stimuli yang relevan dengan rasa takut menimbulkan
reaksi bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat bahwa rasa takut mempersiapkan
individu untuk antisipasi datangnya hal tidak menyenangkan yang mungkin akan
terjadi. Secara otomatis individu akan bersiap menghadapi hal-hal buruk yang
mungkin terjadi bila muncul rasa takut ( Goleman, 2006).
3. Depresi
a. Pengertian depresi
Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai
dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga
hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (
Reality Testing Ability/RTA masih baik), kepribadian tetap utuh ( tidak
mengalami keretakan kepribadian/splitting of personality) perilaku dapat
terganggu tetapi dalam batas batas normal. ( Hawari, 2008 )
Frekuensi depresi tampak bertambah sesuai usia, meski laju relaps, yaitu
waktu antara dua episode depresi tampak berkurang. Frekuensi bunuh diri juga
naik tajam dengan penuaan. Namun ada bukti bahwa ciri tertentu depresi, yaitu
gangguan obsesional dan fobik berkurang dngan penuaan ( Kaplan & Sadock,
1997 ).
Gejala yang tampak mungkin berbeda pada pasien lanjut usia yang
terdepresi dibandingkan yang ditemukan pada dewasa muda karena peningkatan
penekanan pada keluhan somatik pada lanjut usia. Lanjut usia secara khusus
adalah rentan terhadap episode depresi berat dengan ciri melankolik, ditandai oleh
afek ( mood ) depresif, hipokondriasis, harga diri yang rendah, perasaan tidak
berharga dan kecenderungan menyalahkan diri sendiri (terutama tentang seks dan
rasa berdosa), dengan ide paranoid dan bunuh diri ( Kaplan & Sadock, 1997 ).
b. Gejala depresi
Gangguan mood mayor memiliki gejala dan tanda yang lebih banyak
serta keparahan yang lebih berat, sedangkan distimia dan siklotimia lebih
sedikit. Tanda tanda dan gejala depresi yang sering terlihat adalah:
(Tomb,2004 )
Gambaran emosi
Mood depresi, sedih atau murung
Iritabilitas, ansietas
Anhedonia, kehilangan minat
Kehilangan semangat
Ikatan emosi berkurang
Menarik diri dari hubungan interpersonal
Preokupasi dengan kematian
Gambaran kognitif
Mengkritik diri sendiri, perasaan tidak berharga, rasa bersalah
Pesimis, tidak ada harapan dan putus asa
Perhatiannya mudah teralih, konsentrasi buruk
Tidak pasti dan ragu-ragu
Berbagai obsesi
Keluhan somatik (terutama pada orang tua)
Gangguan memori
Waham dan halusinasi
Gambaran vegetatif
Lesu, tidak ada tenaga
Insomnia atau hipersomnia
Anoreksia atau hipereksia
Penurunan berat badan atau penambahan berat badan
Retardasi psikomotor
Agitasi psikomotor
Libido terganggu
Variasi diurnal yang sering
Tanda tanda depresi
Berhenti dan lambat bergerak
Wajah sedih dan selalu berlinang air mata
Kulit dan mulut kering
Konstipasi
c. Diagnosis depresi
Diagnosis episode depresi didasarkan pada pedoman berikut ( Direktorat
Jenderal kesehatan jiwa, 1996 ):
Gejala utama (Pada derajat ringan, sedang dan berat):
1). Afek depresif
2). Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
3).Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
( rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya
1). Konsentrasi dan perhatian berkurang
2). Harga diri dan kepercaayaan diri berkurang
3). Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4). Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik
5). Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
6). Tidur terganggu
7). Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut
diperlukan masa sekurang kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis,
akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa
beratnya dan berlangsung cepat.
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1),
dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang
pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasi di bawah salah satu
diagnosis gangguan depresif berulang (F33)
1). Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami
(minimal 2):
a). Suasana perasaan ( mood ) yang depresif
b). Kehilangan minat dan kegembiraan
c). Berkurangnya energi yang menuju kepada keadaan mudah lelah dan
berkurangnya aktifitas
2). Keadaan di atas akan disertai gejala gejala berikut ( minimal 2 ), selama
paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari dialami :
a). Konsentrasi hilang dan perhatian berkurang
b). Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c). Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna
d). Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik
e). Gangguan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f). Tidur terganggu
g). Nafsu makan berkurang
3). Gejala dari a dan b menyebabkan hendaya / Hambatan dalam fungsi
psikososial ( Disabilitas dalam fungsi pekerjaan, hubungan sosial dan
kegiatan sehari hari )
c. Pengukuran depresi
Derajat depresi dapat dikategorikan menjadi enam yaitu episode depresif
ringan, episode depresif sedang, episode depresif berat tanpa gejala psikotik,
episode depresif berat dengan gejala psikotik, episode depresif lainnya dan episode
depresif ytt dengan pedoman diagnostik sebagai berikut ( Direktorat Jenderal
Kesehatan Jiwa , 1996 ).
1). EpisideDepresif ringan
a). Sekurang kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti
tersebut di atas.
b). Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: ( a) sampai dengan
( g )
c). Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
d). Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang kurangnya sekitar 2
minggu
e). Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya.
2). Episode Depresif sedang
a). Sekurang kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti pada
episode depresif ringan
b). Ditambah sekurang kurangnya 3 ( dan sebaiknya 4 ) dari gejala lainnya
c). Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu
d). Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
dan urusan rumah tangga.
3). Episode Depresif berat tanpa gejala psikotik
a). Semua 3 gejala utama depresi harus ada
b). Ditambah sekurang kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat.
c). Bila ada gejala penting ( misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian penilaian
secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat dbenarkan.
d). Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu
kurang dari 2 minggu
e). Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas.
4). Episode Depresif berat dengan gejala psikotik
a). Episode depresi berat yang memenuhi kriteria seperti di atas
b). Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam dan pasien bertanggung jawab atas hal ini. Halusinasi
auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau
menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor
yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau
halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek
( mood congruent )
4. Usia lanjut
a. Pengertian usia lanjut
Usia lanjut adalah seseorang yang sudah berusia di atas 60 tahun. Pada
umumnya memiliki tanda tanda terjadinya penurunan fungsi-funsi biologis,
psikologis dan ekonomi ( BKKBN, 2005 ).
b. Epidemiologi
Jumlah absolut usia lanjut dan proporsinya dalam negara industri di dunia
semakin bertambah dalam abad ini. Di Amerika Serikat sekitar 4% populasi
berumur 65 atau lebih pada tahun 1900 ( sekitar 3 juta orang ), kini lebih dari 10%
populasi Amerika Serikat atau sekitar 30 juta berusia itu. ). Sementara sumber
data dari World Bank tahun 1994 membeberkan usia harapan hidup rata-rata
penduduk Indonesia ditahun 1960 hanyalah 46 tahun, tetapi ditahun 1990 usia
harapan hidup melonjak menjadi 59 tahun, sedangkan ditahun 1994 adalah 62
tahun. Lantas ditahun 2000 meningkat lagi menjadi minimal 70 tahun (Gallo,
1998).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Staistik pada tahun 2007, jumlah lansia
di Indonesia mencapai 18,96 juta orang. Dari jumlah tersebut , 14% di antaranya
berada di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta atau yang merupakan daerah
paling tinggi jumlah lansianya, disusul provinsi Jawa Tengah (11,16%), Jawa
Timur (11,14%), dan Bali (11,02). Pada 2010 hingga 2020 jumlah lansia
diperkirakan naik mencapai 11,34% dari jumlah penduduk di Indonesia. Pada
tahun 2005 terjadi ledakan lansia di Indonesia, jumlah lansia akan mencapai 16,2
juta jiwa atau 7,4 % dari total penduduk yang berjumlah sekitar 216,6 juta
jiwa.Memang datangnya masa tua tidak dapat ditentukan dengan pasti sesuai
dengan kedudukannya sebagai suatu bagian yang tidak terpisah dari proses hidup
seluruhnya sesuai pula dengan kenyataan bahwa semua berlaku menurut hukum
alam yang berlaku. Hal ini dikuatkan dari hasil studi kasus yang telah dilakukan
oleh peneliti bahwa lansia merasa tidak nyaman saat kondisinya sedang drop
(kesehatan menurun), lansia sering mengeluh tidak diperhatikan serta cenderung
memperhatikan perilakunya seperti pola makan yang sangat diatur. Berdasarkan
penelitian yang pernah dilakukan bahwa dalam kehidupan lansia ternyata
sebagian besar orang usia lanjut masih mampu mengisi hari-hari tuanya dengan
berbagai kegiatan seperti kegiatan keagamaan, mengasuh cucu, memantau
pekerjaan sehari-hari, membuat kerajinan seperti menyulam dan lain-lain
(BKKBN,2005 ; BPS, 2010).
c. Depresi pada usa lanjut
Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering
diwarnai dengan kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor
yang menyebabkan seorang lansia megalami gangguan mental seperti depresi.
Depresi dan Lanjut Usia sebagai tahap akhir siklus perkembangan manusia. Masa
dimana semua orang berharap akan menjalani hidup dengan tenang, damai, serta
menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh kasih
sayang. Pada kenyataanya tidak semua lanjut usia mendapatkan “tiket” yang sama
untuk mengecap kondisi hidup idaman ini. Berbagai persoalan hidup yang
mendera lanjut usia sepanjang hayatnya, seperti: kemiskinan, kegagalan yang
beruntun, stress yang berkepanjangan, ataupun konflik dengan keluarga atau anak,
atau kondisi lain seperti tidak memiliki keturunaama yang bisa merawatnya dan
lain sebagainya. Kondisi-kondisi hidup seperti ini dapat memicu terjadinya
depresi. Tidak adanya media bagi lanjut usia untuk mencurahkan segala perasaan
dan kegundahannya merupakan kondisi yang akan mempertahankan depresinya,
karena dia akan terus menekan segala bentuk perasaan negatifnya kealam bawah
sadar (Depsos,2006).
Cita-cita seseorang untuk dapat hidup bersama dan mendapatkan
perawatan dari keluarga terutama anak/cucu pada saat lanjut usia bukanlah sebuah
jaminan, sebab ada beberapa faktor, sehingga lanjut usia tidak mendapatkan
perawatan dari keluarga, seperti: tidak memiliki keturunan, punya keturunan tapi
telah lebih dahulu meninggal, anak tidak mau direpotkan untuk mengurus orang
tua, anak terlalu sibuk dan sebagainya.. Nilai-nilai seperti anak harus berbakti
pada kedua orang tua yang masih kuat mengakar pada masyarakat, menjadi beban
tersendiri bagi lanjut usia untuk melepaskan ketergantungan (baca: hidup bersama
anak) dari anak-anaknya. perasaan-perasaan negatif akan muncul dalam benak
lansia, perasaan kecewa, tidak dihargai, sedih, dendam, marah dan sebagainya.
sikap bersabar dan mencoba menerima kondisi hidup apa adanya merupakan obat
penawar yang cukup efektif untuk jangka pendek, akan tetapi sikap sabar tidak
dengan sendirinya atau secara otomatis akan menghilangkan perasaan-perasaan
tersebut, sikap sabar tidak lain merupakan mekanisme pertahanan ego yang
dinamakan represi. pada saat-saat tertentu perasaan-perasaan tersebut akan
muncul dan menimbulkan depresi (Depsos,2006).
Secara individu pengaruh proses ketuaan menimbulkan berbagai
masalah baik secara fisik, mental, maupun sosial ekonominya. Dengan
menurunnya fungsi berbagai organ, maka usia lanjut menjadi rentan penyakit baik
yang bersifat kronik maupun akut (Ismayadi, 2004).
Lebih dari 80% penduduk usia lanjut menderita penyakit fisik yang
mengganggu fungsi mandirinya. Sejumlah 30% terutama depresi dan kecemasan.
Data prevalensi depresi pada lansia di Indonesia diperoleh oleh ruang rawat akut
geriatrik dengan kejadian depresi sebanyak 76,3%. Proporsi pasien depresi ringan
adalah 44,1%, depresi sedang 18%, depresi berat 3,2%. Studi untuk populasi di
Indonesia tengah di kabupaten balikpapan, kalimantan barat pada tahun 2003
dengan subyek sebanyak 401 orang lansia (Ismayadi, 2004).
Frank J.Bruno mengemukan bahwa ada beberapa tanda dan gejala
depresi, yakni:
1). Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan
yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak memberikan kesenangan.
2). Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat
sedang cenderung untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika
kondisinya telah parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah
makan.
3). Gngguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor
penentu, sebagian orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi dilain pihak
banyak orang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur.
4). Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami
depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih dari kemampuannya
dalam setiap usaha untuk mengkomunikasikan idenya. “Ya,kan? saya
tidak mengalami depresi?”.dilain pihak, seseorang lainnya yang
mengalami depresi mungkin akan gampang letih dan lemah.
5). Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk
mengatakan atau merasa,”saya selalu merasah lelah” atau ”saya capai”.
Ada anggapan bahwa gejala itu disebabkan oleh faktor-faktor emosional,
bukan faktor biologis.
6). Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak
efektif. orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti,
”saya menyia-nyiakan hidup saya,” atau ”saya tidak bisa mencapai banyak
kemajuan”, seringkali terjadi.
7). Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan jernih dan untuk
memecahkan masalah secara efektif. Orang yang mengalami depresi
merasa kesulitan untuk menfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah
untuk jangka waktu tertentu. Keluhan umum yang sering terjadi adalah,
”saya tidak bisa berkonsentrasi”.
8). Perilaku merusak diri tidak langsung. contohnya: penyalahgunaan
alkohol/narkoba, nikotin, dan obat-obat lainnya. makan berlebihan,
terutama kalau seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti misalnya
menjadi gemuk, diabetes, hypoglycemia, atau diabetes, bisa juga
diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara
tidak langsung.
9). Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri. (tentu saja, bunuh diri yang
sebenarnya), merupakan perilaku merusak diri sendiri secara langsung.
Bruno menambahkan bahwa tidak ada aturan yang pasti untuk setiap
orang. tetapi merupakan konvensi untuk menyatakan bahwa kalau lima
atau lebih dari tanda-tanda atau gejala itu ada dan selalu terjadi, maka
sangat mungkin seseorang mengalami depresi. Lain halnya jika seseorang
mengalami gejala pada nomor 9, yakni punya keinginan untuk bunuh diri,
maka Bruno menganjurkan seseorang untuk segera mencari bantuan
profesional secepat mungkin.
. Aktivitas Fisik dan Depresi menurut Bruno bahwa seseorang yang
mengalami depresi perlu diberikan aktivitas fisik terutama olah-raga. Setidaknya
ada dua alasan penting mengapa olah raga perlu untuk penderita depresi. pertama,
olah raga meningkatkan kesadaran sistem syaraf sentral. Denyut nadi meningkat
dan anda menjadi sadar. Anda membangkitkan semua sistem anda. hal ini
berlawanan dengan penurunan kesadaran syaraf sentral akibat adanya depresi.
kedua, olah raga bisa memacu sistem syaraf sentral. endorphin adalah molekul
organik yang seperti halnya norepinephrine dan serotonin, berfungsi sebagai kurir
kimiawi. Kadang endorphin dianggap sebagai candu (opium) alami yang
berfungsi untuk meningkatkan proses biologis untuk mengatasi depresi.
Karenanya pekerja sosial diharapkan bisa mengidentifikasi olah-raga yang
disenangi oleh klien yang terindikasi depresi dan mendesainnya menjadi sebuah
program yang kontinyu dan rutin, pekerja sosial dapat bekerjasama dan
berkonsultasi dengan tenaga medis mengenai berbagai bentuk gerak yang efektif
yang bisa menstimulus detak jantung (Bruno, 2009).
Depresi Dan Makanan Ringan Bruno mengemukakan bahwa depresi
berhubungan dengan tingkat kesadaran yang rendah. kesadaran mengacu pada
proses psikologis yang meliputi hal-hal seperti misalnya kemampuan untuk
memusatkan perhatian seseorang dan kemampuan untuk bekerja secara efektif.
Makanan berat secara otomatis akan memicu tindakan bagian syaraf parasimpatik
yakni cabang dari sistem syaraf otonom yang menurunkan kesadaran. Darah
dialirkan ke proses pencernaan untuk membantu seseorang mencerna makanan
yang dimakan. Sewaktu darah meninggalkan otak dan tangan serta kaki, tubuh
akan merasa lemas dan mengantuk, karena itu makan makan berat cenderung
memicu depresi. Karena itu dianjurkan untuk makan makanan ringan, ketika lapar
diantara jam-jam makan, akan tetapi sebaiknya menghindari makanan yang
mengandung kadar gula yang tingi. Sementara kudapan yang rendah kalori dan
berprotein tinggi akan membuat seseorang tetap segar, memuaskan rasa lapar, dan
tidak mengganggu kesadaran optimal seseorang (Bruno, 2009).
. Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa depresi timbul akibat
adanya dorongan negatif dari super-ego yang diresepsi dan lambat laun akan
tertimbun dialam bawah sadar. Sehingga depresi adalah sebentuk penderitaan
emosional. Kekecewaan ataupun ketidakpuasan secara emosional yang direpresi
tidak secara otomatis akan hilang, melainkan sewaktu-waktu akan muncul (return
of the repressed). oleh karena itu sebagai toksin (racun) penyebab depresi yang
ada pada diri lanjut usia perlu digali dan dikeluarkan, salah satu medianya dengan
percakapan. Psikoterapi malah sering didefinisikan dengan penyembuhan melalui
percakapan. Menurut para ahli psikoterapi percakapan efektif untuk
menyembuhkan kepribadian yang terluka, jika dirancang dan didesain secara
tepat, kontinyu, dilaksanakan dengan perhatian yang tulus, dimulai dengan
hubungan baik, serta mampu menumbuhkan harapan klien (Bruno, 2009).
B. Kerangka Konsep
LANSIA
Tuntutan hidup tetap - Mengalami berbagai penurunan fungsi atau ketidakmampuan
- Pengaruh lingkungan
Kemampuan lansia merespon tuntutan Kecerdasan emosi menurun Depresi meningkat
Problem Statement
Mencari sumberpotensi
Alternatif Sollution
Implementation
Evaluation
Termination
KONSELING
KECERDASANEMOSI MENINGKAT
DEPRESI MENURUN
C. Hipotesis
- Ada pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia
- Konseling akan meningkatkan kecerdasan emosi lansia
- Konseling akan menurunkan depresi lansia
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Posyandu lansia kemuning, desa kemuning kecamatan
Ngargoyoso Karanganyar
B. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian eksperimental .
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi penelitian
Popolasi penelitian yaitu Anggota Posyandu Lansia Desa Kemuning ,
Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar berjumlah 176 lansia (N),
dan 38 anggota posyandu lansia desa Kemuning sebagai subjek penelitian dan
anggota posyandu lansia segorogunung berjumlah 36 orang sebagai subjek try
out.
2. Tehnik sampling:
a. Simple Random Sampling
Memberi nomor undian pada masing masing populasi dan mengambil
secara acak sampai sejumlah 38 subjek penelitian.
b. Besar sampel
Dengan cara randomisasi, ditentukan dari 38 subjek penelitian menjadi
terdiri 19 orang kelompok perlakuan dan 19 orang kelompok kontrol. Besar
sampel ini diperoleh dari rumus berikut ini:
1 2 x (Zα + Zβ)2 x p x (1-p)
n = ___ x ____________________
1-f (po-pi)2
n = 1 2x ((1,96x0,1)+(1,96x0,05))x0,7x(1-0,7)
_____ x _________________________________ 0,9 (0,73-0,7)² n = 1,111x34,20 = 38,004 n = 38 n = besar sampel
pi = proporsi kesakitan pada kelompok terpajan faktor resiko =0,7
po = proporsi kesakitan pada kelompok tanpa faktor resiko = 0,73
α = level of confidence uji dua ekor = 0,1
β = power of test = 0,05
f = estimasi presentase non respons = 0,1
p= proporsi = 0,7 ( Chandra, 2008 ; Murti, B,2006 ).
D.Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel independent :
Konseling
Variabel dependent :
Kecerdasan emosi
Depresi pada lansia
Variabel Perancu
Umur
Jenis kelamin
Pekerjaan
Status perkawinan
Tingkat intelektual (I Q)
Pendidikan
E. Defiisi Operasional Variabel
1. Konseling
Konseling adalah salah satu jenis terapi psikologik. Tujuannya untuk
meningkatkan pemahaman pasien tentang dirinya sendiri secara lebih lengkap,
sehingga ia menjadi lebih mampu mengadakan hubungan interpersonal yang baik
dan dapat beradaptasi dan mempersepsi lingkungannya dengan lebih baik.
(Yuwana, ,2005).
Pelayanan konseling dan edukasi pasien yang efektif mempunyai
peranan penting dalam menyelesaikan masalah masalah klien. Selain masalah,
penting juga untuk diketahui apa yang menjadi masalah klien. Target dari
intervensi adalah memberikan informasi dan menggali informasi yang penting.
Bagaimanapun juga, perubahan perilaku lebih rumit daripada hanya memberikan
informasi kepada pasien untuk diingat. Konselor perlu untuk menilai dan
mengetahui motivasi untuk berubah (South-Paul, et al, 2004)
Tahapan Konseling yang dilakukan pada penelitian ini dengan cara: (Yuwana,
2009 )
a. Fase eksplorasi: untuk mengerti klien secara keseluruhan, merencanakan terapi
dan membuat persetujuan yang disepakati dengan klien, meliputi problem
statement dan mencari sumber potensi yang dimiliki
b. Fase penyampaian tujuan: Alternative sollution dan mengimplementasikan
rencana terapi
c. Fase terminasi dan evaluasi: menyimpulkan proses terapi dan mendiskusikan
dengan klien, dan latihan untuk menerapkan di masa yang akan datang. Jadi
pada waktu konseling terjalin hubungan antara konselor dan konseli (klien).
Hubungan itu diharapkan bisa menjadi pola hubungan dia dengan orang lain,
dimana pun, kapan saja. Sehingga bisa menjadi lebih baik, diterima oleh
lingkungannya.
2. Kecerdasan emosi
Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan serta
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi,
kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-
lebihkan kesenangan,, mengatur suasana hati, tidak melumpuhkan kemampuan
berpikir, kemampuan membaca perasaan terdalam orang lain ( empati ) dan berdoa,
kemampuan memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk
menyelesaikan konflik, serta kemampuan untuk memimpin ( Goleman, 2000 ).
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala dan tes. Skala
tersebut dibuat sesuai dengan definisi operasional yang telah disusun berdasarkan
aspek-aspek tiap variabel.
a. Skala kecerdasan emosi.
Skala kecerdasan emosi adalah alat pengumpul data yang digunakan oleh peneliti untuk
mengungkapkan tingkat kecerdasan emosi. Penyusunan skala kecerdasan emosi ini
merupakan hasil modifikasi dari skala kecerdasan emosi dari Mark Davis ( 2008).
Peneliti melakukan modifikasi dengan cara mengubah beberapa item yang memiliki
kekaburan makna akibat memiliki dua kondisi, kondisi disesuaikan dengan subjek
penelitian. Serta modifikasi dilakukan pula pada jumlah alternatif pilihan dari 4 pilihan
menjadi 2 pilihan. Skala Mark Davis ini mencakup aspek mengenali emosi diri,
mengenali emosi orang lain, memahami penyebab emosi diri, memahami penyebab
emosi orang lain, memahami akibat emosi diri, memahami akibat emosi orang lain
mengendalikan emosi diri, mengendalikan emosi orag lain, menggunakan emosi diri
dan menggunakan emosi orang lain. Jumlah aitem skala sebanyak 230 butir, terdiri dari
115 aitem favourable dan 115 aitem unfavourable. Skala kecerdasan emosi terdiri 2
pilihan, yaitu ya dan Tidak. Jawaban sesuai kunci bernilai 1. Susunan aitem skala
kecerdasan emosi sebelum penelitian dapat dilihat pada tabel 1 ( Davis, 2008 ).
Tabel 1 Blue Print Skala Kecerdasan Emosi Sebelum Penelitian ASPEK NO ITEM
FAVOURABLE NO ITEM UNFAVOURABLE
TOTAL
Mengenali emosi diri
1,3,4,5,8, 2,6,7, 9,10 10
Mengenali emosi orang lain
11,12,15,16,19, 171,172,174, 176, 179
13,14,17,18,20,173, 175, 177, 178, 180
20
Mamahami penyebab emosi diri
21,22,23,26,29, 103, 104, 107, 108, 110
24,25,27,28,30, 101, 102,105, 106, 109
20
Memahami penyebab emosi orang lain
31, 33, 36, 37, 39, 181, 182, 186, 188, 190
32, 34, 35, 38, 40, 183, 184, 185, 187, 189
20
Memahami akibat emosi diri
41,42,43,45,48,111, 114,116,117, 119
44,46,47,49,50, 112, 113, 115, 118, 120
20
Memahami akibat emosi orang lain
51,52,5456,59,161,162, 164,168,170 181,182186,188,190,
53,55.57,58,60, 163,165,166,167,169 183,184185187,189
30
Mengendalikan emosi diri
61,65,67,69,70, 121, 125, 126, 128, 129, 191,192, 194, 195, 196
62,63,64,66,68, 122, 123, 124, 127, 130 193, 197, 198, 199, 200
30
Mengendalikan emosi orang lain
71, 72, 74, 76, 80,131, 133, 134, 136, 140 201,202, 204, 207, 209
3,5,7,8,9, 132, 135, 137, 138, 139 202, 205, 206, 208, 210
30
Menggunakan emosi diri
81, 83, 85, 87, 89,, 144, 145, 146, 147, 150
82, 84, 86, 88, 90, 141, 142, 143, 148, 149
20
Menggunakan emosi orang lain
91, 94, 95, 96, 97,152, 153, 154, 156, 159 211, 212, 215, 216, 217
92, 93, 98, 99, 100, 151, 155, 157, 158, 160213, 214, 218, 219, 220
30
Jawaban yang sesuai kunci, bernilai 1. Untuk masing masing kategori, kecerdasan
emosi baik sekali jika bernilai 8,75-10, baik jika 7,5-8,74, rata-rata jika 5,25-7,49,
kurang jika 5,24 atau kurang.
Skala yang digunakan kategrikal ( Ordinal )
3. Depresi
Depresi adalah suatu gangguan perasaan ( mood ) yang disertai komponen
psikologik misalnya rasa sedih, susah, tidak ada harapan, putus asa san komponen
somatik misalnya anoreksia, konstipasi, keringat dingin. Komponen psikologik dan
komponen somatik tersebut timbul pada depresi disebabkan karena manusia bereaksi
secara holistik
• Alat ukur yang digunakan : Geriatric Depression scale ( GDS ) yang
diadaptasi dari buku Gerontologi yang ditulis oleh Gallo, et al, (1998)
• Responden diberi daftar pertanyaan yang terdiri dari 15 butir pertanyaan
dengan jawaban hanya ya atau tidak, jawaban yang sesuai kunci bernilai 1,
skore lebih dari 5 menunjukkan depresi
• Dari 15 item tersebut, item yang Favourable adalah item no 2, 3, 4, 6, 9, 10,
12, 14, 15.
• Sedangkan item yang unfafourable adalah item no. 1, 5, 7, 8,11,13. .
• Skala pengukuran : Kategorikal ( ordinal )
F. Validitas dan Reliabilitas
Validitas dan reliabilitas merupakn dua hal yang saling berkaitan dan sangat berperan
dalam menentukan kualitas alat ukur dan keberhasilan hasil penelitian. Suatu alat
ukur dikatakan representatif, fungsional dan akurat bila alat ukur memiliki unsur
validitas dan reliabilitas yang tinggi, oleh karena itu sebelum alat ukur tersebut
dikenakan pada subjek penelitian yang sesungguhnya, dilakukan uji coba untuk
memperoleh validitas dan reliabilitas.
1.Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Lebih lanjut suatu
alat ukur dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila instrument atau alat dapat
menjelaskan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang ssuai dengan
maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Chandra,2008 ; Murti, B, 1997).
Dengan kata lain suatu alat ukur dapat dikatakan valid apabila alat tersebut
mengukur apa yang seharusnya diukur. Pengujian validitas dalam alat ukur ini
dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh item-item tersebut dapat
mengungkap dengan jitu dan teliti gejala yang diukur. Prinsip validitas adalah
mengkolerasikan antara nilai item maupun faktor dengan kriterianya. Untuk
menguji validitas skala kecerdasan emosi yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan uji validitas internal validation yaitu dengan jalan mencari kolerasi
skor tiap-tiap item dengan skor total item. Teknik kolerasi yang digunakan adalah
teknik kolerasi product moment dari Pearson (Priyatno,2008; Trihendradi ,2009).
Yang formulasinya ditunjukkan sebagai berikut:
rxy = (∑xy) – (∑X)(∑Y) N____________ √{∑X²-(∑X)² }{∑Y²(∑Y)² } N N keterangan:
rxy : koefisien kolerasi antara skor nilai item (X) dan skor nilai total item (Y).
∑XY : jumlah hasil kali skor nilai tiap-tiap item (X) dengan skor nilai total item
(Y).
∑X : jumlah nilai tiap-tiap item.
∑Y : jumlah nilai total item.
N : jumlah subjek yang diselidiki. ( Chandra, 2008; Murti, B, 1997 )
Lebih jauh Chandra (2008) menambahkan bahwa korelasi (rxy) dihasilkan dari
perhitungan kasar dengan teknik Product moment belum dapat menunjukkan
validitas yang sebenarnya berhubung ada kelebihan bobot yang diakibatkan oleh
terikutnya skor aitem dalam skor total. Adapun untuk menghilangkan kelebihan
bobot hasil korelasi dan supaya lebih teliti memperoleh validitas, dikoreksi
dengan teknik Part Whole, dengan rumus sebagai berikut :
rbt = (гtp)(SDt – SDp________ √(SDt²) - (SDp²)- 2(rtp)(SDt)(SDp)
keterangan:
rbt : koefisien kolerasi part whole antara x dan y
rtp : koefisien kolerasi product moment.
SDt : standart deviasi skor item.
SDp : standart deviasi skor total. (Chandra, 2008 ; Murti, B.1997).
Dalam penelitian ini peneliti tetap melakukan pengujian validitas walaupun skala
yang dipakai adalah skala terpakai yang telah diuji validitasnya.
Alasan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Subjek penelitian yang dipakai dalam pengukuran lama dan subjek yang
diukur peneliti berbeda.
2. Norma pengukuran yang dipakai berbeda.
2. Reliabilitas
Istilah reliabilitas sering disamakan dengan consistency stability atau dependebility
pada prinsipnya menunjukkan sejauh mana pengukuran itu dapat memberikan hasil
yang relatif tidak berbada bila dilakukan pengukuran kembali terhadap subjek yang
sama. Hal ini senada dengan ungkapan bahwa suatu alat ukur merupakan
konsistensi hasil pengukuran oleh alat ukur terhadap subjek yang sama dalam waktu
yang berbeda (Priyatno, 2008; Trihendradi 2009). Adapun pengujian alat ukur
dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analysis variant dari Hoyt,
dengan formulasi sebagai berikut:
rtt = 1- Mke
Mks
Keterangan:
rtt : koefisien reliabilitas
1 : angka mutlak
Mke : mean kuadrat interaksi antara subjek dengan item
Mks : mean kuadrat antar subjek (Chandra, 2008 ; Murti, B, 1997).
Alasan peneliti menggunakan Teknik Analisis Varians dri Hoyt yaitu,
dapat dipergunakan untuk pengukuran untuk masing-masing skornya dikotomi
maupun non dikotomi.
Dalam penelitian ini peneliti tetap melakukan pengujian reliabilitas
walaupun skala yang dipakai adalah skala terpakai yang telah diuji reliabilitasnya.
Alasan peneliti adalah sebagai berikut:
a. Subjek penelitian yang dipakai dalam pengukuran lama dan subjek yang
diukur peneliti berbeda.
b. Norma pengukuran yang dipakai berbeda.
G. Bagan Penelitian
Lansia di posyanduLansia kemuning
Simple Random Sampling
Subjek Penelitian
Kecerdasan emosi Depresi
Konseling + Konseling -
Tinggi
Kecerdasan emosi Depresi
Rendah RendahTinggi Tinggi RendahTinggi Rendah
ANALISIS DATA DENGAN SPSS FOR WINDOWS VERSI 17,00
H. Desain Research Analisis Statistik
Desain research yang dipakai adalah penelitian eksperimental, kualitatif.
Model analisis yang digunakan untuk mengetahui Pengaruh konseling
terhadap kecerdasan emosi dan depresi pada lanjut usia dengan analisis parametrik
dengan independent-sample T test untuk menguji hipotesis dan analisa regresi untuk
menguji pengaruh faktor lain terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia.
Analisis data dilakukan dengan program SPSS for windows versi 17
I. JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
NO KEGIATAN Okt 2009
Nov 2009
Des 2009
Jan 2010
Pebr 2010
Maret 2010
April 2010
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 9. 10. 11 12.
Penyusunan Proposal Bimbingan penyusunan proposal Seminar Proposal Revisi Proposal Mengurus izin Penelitian Pengumpulan data Pengolahan dan analisa data Bimbingan penyusunan tesis Ujian tesis Revisi Tesis Pengumpulan tesis yang telah direvisi
X X
X
X X X X
X X
X X
X
X X X X
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
1. Orientasi kancah penelitian
Salah satu tahap yang harus dilalui sebelum penelitian dilaksanakan
adalah perlunya memahami kancah atau tempat penelitian dan persiapan segala
sesuatu yang berkenaan dengan jalannya penelitian. Tempat yang digunakan
untuk penelitian ini adalah Posyandu lansia kemuning kelurahan kemuning
kecamatan Ngargoyoso, sementara pelaksanaan try out dilaksanakan di Posyandu
lansia segorogunung kelurahan segorogunung kecamatan Ngargoyoso Kabupaten
Karanganyar, wilayah kerja puskesmas Ngargoyoso Kabupaten karanganyar.
a. Puskesmas Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar
Puskesmas Ngargoyoso terletak di Wilayah kecamatan
Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar. Luas wilayah kecamatan Ngargoyoso
adalah 68,26 km² yang terdiri dari 9 desa yaitu Puntukrejo, Berjo, Girimulyo,
Segorogunung, kemuning, Ngargoyoso, Jatirejo, Dukuh, Nglegok. Batas
wilayah kecamatan Ngargoyoso, sebelah utara berbatasan dengan kecamatan
kerjo dan Jenawi, sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Karangpandan
dan Mojogedang, sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan karangpandan
dan sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Tawangmangu dan Propinsi
Jawa Timur. Puskesmas Ngargoyoso mempunyai 1 puskesmas Induk dengan
3 puskesmas pembantu, 8 pos kesehatan desa, 68 posyandu balita, 9 posyandu
lansia.
Sesuai dengan fungsi pokok puskesmas, Puskesmas Ngargoyoso
melakukan 3 fungsi pokok pelayanan yaitu : (Dirjen Binkesmas, 2009)
1). Melaksanakan dan mengembangkan upaya kesehatan dalam rangka
meningkatkan status kesehatan masyarakat.
2). Mengurangi penderita sakit.
3) Membina masyarakat di wilayah kerja untuk berperan serta aktif dan
diharapkan mampu menolong diri sendiri dibidang kesehatan.
Maka pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas Ngargoyoso adalah
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Untuk menunjang keberhasilan
program programnya, puskesmas Ngargoyoso mempunyai visi, misi dan strategi
sebagai berikut :
1). VISI
TULUS MELAYANI
MENUJU SEHAT MANDIRI
2). MISI
a). Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan yaitu mengupayakan
agar pelaksanaan pembangunan mengacu, berorientasi dan memperhatikan
faktor kesehatan sebagai pertimbangan utama.
b). Memberdayakan serta mendorong kemandirian masyarakat dan keluarga
dalam pembangunan kesehatan dengan mengupayakan agar perilaku hidup
bersih dan sehat menjadi kebutuhan masyarakat
c). Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama yang bermutu, merata
dan terjangkau.
3). STRATEGI
a). Melaksanakan pembangunan selalu mempertimbangkan dampak kesehatan
Pendekatan kepada para pelaku pembanguan atas dampak yang dapat
timbul.
b). Meningkatkan Kerjasama Lintas Program dan Lintas Sektor yang terkait.
c). Menyelenggarakan program upaya peningkatan kesehatan masyarakat
melalui kegiatan pembinaan dan pemeliharaan kesehatan masyarakat
meliputi promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan
lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga termasuk KB
dan pengobatan dasar serta upaya kesehatan masyarakat lainnya sesuai
kebutuhan.
d). Meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan petugas dalam
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakat.
e). Berupaya menyelenggarakan pelayanan rawat jalan yang bermutu, merata
dan terjangkau melalui pelayanan rawat jalan di Puskesmas, Puskesmas
Pembantu dan Puskesmas Keliling.
b. Posyandu Lansia Segorogunung
Posyandu Lansia segorogunung terletak di dusun mener kelurahan
segorogunung kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar.Desa
segorogunung mempunyai luas wilayah 17,37 km ², dengan jumlah penduduk
1792 jiwa yang terdiri dari 892 penduduk laki laki dan 900 penduduk
perempuan. Posyandu lansia segorogunung mempunyai anggota sekitar 36
lansia, yang berusia 60 tahun ke atas.
c. Posyandu Lansia Kemuning
Posyandu Lansia kemuning terletak di desa kemuning kecamatan
Ngargoyoso kabupaten karanganyar. Desa kemuning mempunyai luas wilayah
6,66 km², dengan jumlah penduduk sebanyak 6532 jiwa, yang terdiri dari
3250 penduduk laki laki dan 3282 penduduk perempuan. Desa kemuning
merupakan desa erpenduduk paling padat di kecamatan ngargoyoso, dengan
jumlah KK sebanyak 1561 KK.
Posyandu lansia kemuning beranggotakan 176 lansia dari
seluruh desa di kelurahan kemuning. Anggota posyandu lansia kemuning
sebagian besar berusia lebih dari 60 tahun, dengan mata pencaharian beragam,
baik petani, pensiunan, pedagang maupun swasta.
2. Persiapan alat pengumpul data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
skala dan tes. Skala tersebut dibuat sesuai dengan definisi operasional yang
telah disusun berdasarkan aspek-aspek tiap variabel. Dalam penelitian ini
digunakan skala kecerdasan emosi dan skala depresi geriatrik.
a. Skala kecerdasan emosi.
Skala kecerdasan emosi adalah alat pengumpul data yang
digunakan oleh peneliti untuk mengungkapkan tingkat kecerdasan emosi.
Penyusunan skala kecerdasan emosi ini merupakan hasil modifikasi dari
skala kecerdasan emosi yang disusun oleh Davis, M, (2008). Peneliti
melakukan modifikasi dengan cara pengurangan dan penambahan item
dan mengubah beberapa item yang memiliki kekaburan makna akibat
memiliki dua kondisi, kondisi disesuaikan dengan subjek penelitian. Serta
modifikasi dilakukan pula pada jumlah alternatif pilihan dari 4 pilihan
menjadi 2 pilihan. Skala ini disusun menurut pendapat Davis, M, (2008)
yang mencakup aspek mengenali emosi diri, mengenali emosi orang lain,
memahami penyebab emosi diri, memahami penyebab emosi orang lain,
memahami akibat emosi diri, memahami akibat emosi orang lain
mengendalikan emosi diri, mengendalikan emosi orang lain,
menggunakan emosi diri dan menggunakan emosi orang lain. Jumlah
aitem skala sebanyak 230 butir, terdiri dari 115 aitem favourable dan 115
aitem unfavourable. Skala kecerdasan emosi terdiri 2 pilihan, yaitu ya dan
Tidak. Penilaian aitem favourable dan unfavourable bergerak dari skor 1
( ya) dan 0 ( Tidak ). Susunan aitem skala kecerdasan emosi sebelum
penelitian dapat dilihat pada tabel 1 ( Davis, M, 2008 ).
Tabel 1 Blue Print Skala Kecerdasan Emosi Sebelum Penelitian ASPEK NO ITEM
FAVOURABLE NO TEM UNFAVOURABLE
TOTAL
Mengenali emosi diri
1,3,4,5,8, 2,6,7, 9,10 10
Mengenali emosi orang lain
11,12,15,16,19, 171,172,174, 176, 179
13,14,17,18,20,173, 175, 177, 178, 180
20
Mamahami penyebab emosi diri
21,22,23,26,29, 103, 104, 107, 108, 110
24,25,27,28,30, 101, 102,105, 106, 109
20
Memahami penyebab emosi orang lain
31, 33, 36, 37, 39, 181, 182, 186, 188, 190
32, 34, 35, 38, 40, 183, 184, 185, 187, 189
20
Memahami akibat emosi diri
41,42,43,45,48,111, 114,116,117, 119
44,46,47,49,50, 112, 113, 115, 118, 120
20
Memahami akibat emosi orang lain
51,52,5456,59,161,162, 164,168,170 181,182186,188,190,
53,55.57,58,60, 163,165,166,167,169 183,184185187,189
30
Mengendalikan emosi diri
61,65,67,69,70, 121, 125, 126, 128, 129, 191,192, 194, 195, 196
62,63,64,66,68, 122, 123, 124, 127, 130 193, 197, 198, 199, 200
30
Mengendalikan emosi orang lain
71, 72, 74, 76, 80,131, 133, 134, 136, 140 201,202, 204, 207, 209
3,5,7,8,9, 132, 135, 137, 138, 139 202, 205, 206, 208, 210
30
Menggunakan emosi diri
81, 83, 85, 87, 89,, 144, 145, 146, 147, 150
82, 84, 86, 88, 90, 141, 142, 143, 148, 149
20
Menggunakan emosi orang lain
91, 94, 95, 96, 97,152, 153, 154, 156, 159 211, 212, 215, 216, 217
92, 93, 98, 99, 100, 151, 155, 157, 158, 160213, 214, 218, 219, 220
30
Sumber : Mark Davis (2008)
Jawaban yang sesuai kunci, bernilai 1. Untuk masing masing kategori,
kecerdasan emosi baik sekali jika bernilai 8,75-10, baik jika 7,5-8,74, rata-
rata jika 5,25-7,49, kurang jika 5,24 atau kurang.
Skala yang digunakan kategrikal ( Ordinal )
b. Skala Depresi Geriatrik
Skala depresi geriatrik terdiri dari 15 butir pertanyaan, yang penulis ambil
dari buku Gerontologi yang ditulis oleh Gallo, et al (1998). Responden
diberi daftar pertanyaan yang terdiri dari 15 butir pertanyaan dengan
jawaban hanya ya atau tidak, jawaban yang sesuai kunci bernilai 1, skore
lebih dari 5 menunjukkan depresi. Skala pengukuran : Ordinal
Susunan aitem skala depresi geriatrik sebelum penelitian dapat dilihat pada tabel 2
Tabel 2. Skala depresi geriatrik sebelum penelitian NO ITEM FAVOURABLE ITEM NON
FAVOURABLE TOTAL
1 2,3,4,6,9,10,12,14 1,5,7,8,11,13 15
Sumber: Gallo, et al (1998)
3. Pelaksanaan uji coba
Uji coba alat ukur dilakukan setelah alat ukur yang akan dipergunakan
telah siap. Uji coba alat ukur dilaksanakan pada tanggal 2 Desember 2009. Subjek
untuk uji coba adalah anggota posyandu lansia segorogunung yang berjumlah 36
lansia. Adapun alat ukur yang diuji cobakan adalah skala kecerdasan emosi dan
skala depresi geriatrik. Alasan peneliti melaksanakan uji coba adalah untuk
mencari validitas dan reliabilitas alat ukur yang baru karena skala yang digunakan
adalah terpakai yang telah dimodifikasi oleh peneliti, dimana modifikasi
dilakukan peneliti dengan cara pengurangan dan penambahan item dan mengubah
beberapa item yang memiliki kekaburan makna akibat memiliki dua kondisi,
kondisi disesuaikan dengan subjek penelitian. Serta modifikasi dilakukan pula
pada jumlah alternatif pilihan dari 4 pilihan menjadi 2 pilihan.
Dari 36 eksemplar skala yang dibagikan pada subjek, terkumpul 30 eksemplar
yang memenuhi syarat untuk diskor dan dianalisis. Selanjutnya peneliti memberi
nilai pada setiap butir aitem. Data inilah yang digunakan untuk perhitungan
validitas dan reliabilitas dari alat ukur tersebut.
4. Perhitungan validitas dan reliabilitas
a. Skala kecerdasan emosi
Perhitungan mengenai validitas dan reliabilitas alat ukur yang dipakai
dalam penelitian ini menggunakan program spss for windows versi 17 . Menu
yang digunakan yaitu: Items analysis-correlate-bivariate-pearson Parameter
indeks daya beda atau kesahihan aitem diperoleh melalui korelasi antara skor
masing-masing aitem dengan skor total, sehingga dapat ditentukan aitem layak
dan yang tidak layak untuk dimasukkan dalam skala penelitian. Seleksi atau dasar
pengambilan keputusan aitem yang valid dengan mencocokkan dengan r tabel, uji
2 sisi dengan N 30.Jika korelasi suatu aitem lebih dari r tabel yaitu 0,361 maka
aitem dinyatakan valid, dan jika kurang maka dinyatakan gugur.(Priyatno, 2008;
Trihendradi 2009) .
Tabel.3 Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner kecerdasan emosi NO KOMPONEN SKOR TOTAL ALPHA
CRONBACH 1. 2.
Item 2 Item 3
0,429 0,373
0,747 0,739
3. 4. 5. 6. 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Item 13 Item 14 Item 17 Item 20 Item 22 Item 44 Item 49 Item 59 Item 60 Item 64 Item 69 Item 71 Item 75 Item 76 Item 79 Item 81 Item 82 Item 85 Item 87 Item 99 Item 111 Item 118 Item 121 Item 125 Item 129 Item 136 Item 149 Item 152 Item 156 Item 162 Item 164 Item 173 Item 174 Item 176 Item 179 Item 190 Item 191 Item 194 Item 195 Item 196 Item 203 Item 205 Item 230
0,368 0,449 0,490 0,408 0,469 0,475 0,370 0,468 0,476 0,453 0,553 0,483 0,362 0,483 0,495 0,479 0,454 0,382 0,419 0,407 0,476 0,397 -0,394 0,488 0,408 0,395 0,618 0,429 0,362 0,464 0,394 0,581 0,500 0,382 0,470 0,496 0,571 0.666 -0,404 0,436 0,385 0,426 0,362
0,727 0,751 0,739 0,733 0,734 0,743 0,747 0,741 0,732 0,744 0,727 0,737 0,738 0,725 0,742 0,740 0,746 0,751 0,745 0,724 0,744 0,761 0,733 0,735 0,742 0,729 0,735 0,737 0,733 0,730 0,730 0,729 0,748 0,733 0,736 0,727 0,722 0,766 0,732 0,730 0,744 0,754 0,735
Sumber : Data Primer 2010
Tabel 4. Skala kecerdasan emosi yang valid dan gugur
ASPEK Item favourable yang valid
Item favourable yang gugur
Item Unfavourable yang valid
Item unfafourable yang gugur
To
tal
Mengenali emosi diri
3 1,4,5,8 2 6,7,9,10 2
Mengenali emosi orang lain
174,176,179 11,12,15,16,19,
171,172,
13,14,17
,20, 173
18 175,
177, 178,
180
8
Mamahami penyebab emosi diri
22 21,23,26,
29
- 24,25,27
,28,30
1
Memahami penyebab emosi orang lain
190 31, 33, 36, 37,39, 41,42,43,45,48,103,104,107,108, 110
49,44 32, 34, 35, 38,40, 46,47,,50, 101, 102,105, 106, 109
3
Memahami akibat emosi diri
111 114,116,117, 119 118 112, 113,
115, 120
2
Memahami akibat emosi orang lain
59, 162,164 51,52,54, 56,161,,168,170
60 53,55.57
,58,
4
Mengendalikan emosi diri
69,121,125,129,191,
194,195,196
61,65,67,70, 126,128, 129, ,192,
64 62,63,64,66,68, 122, 123, 124, 127, 130
9
Mengendalikan
71,76, 136 72, 74, 131, 133, 134,
75,79 73,,77,78, 132,
5
emosi orang lain
135, 137, 138, 139
Menggunakan emosi diri
203,205,81,85, 87 81,83, 89144, 145, 146,
147, 150
82, 149 84, 86, 88, 90, 141, 142, 143, 148,
6
Menggunakan emosi orang lain
152,156,230 91, 94, 95, 96, 97, 151, 153, 158, 159, 211, 212, 215, 216, 217
99 92, 93, 98, 99 155,157, 158, 160, 213, 214, 218, 219, 220
5
Sumber : Data primer 2010
b. Skala Depresi Geriatrik
Dari 1 item yang diujicobakan, seluruhnya mempunyai nilai korelasi lebih
dari r tabel , yaiti 0,361,dan nilai alpha cronbach lebih dari 0,514 jadi semua item
dari skala depresi geriatrik dinyatakan valid dan reliabel.
Tabel. 5. Hasil Uji validitas dan reliabilitas skala depresi Geriatrik NO KOMPONEN SKOR TOTAL ALPHA
CRONBACH 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Item 1 Item 2 Item 3 Item 4 Item 5 Item 6 Item 7 Item 8 Item 9 Item 10 Item 11 Item 12 Item 13 Item 14 Item 15
1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Sumber : Data primer 2010
Tabel 6 Susunan Item skala depresi geriatrik yang Valid dan Gugur
NO Item favourable yang valid
Item favourable yang gugur
Item unfavourable
yang valid
Item unfavourable yang gugur
Total
1 2,3,4,6,9,10,12,14 - 1,5,7,8,11,13 - 15
Sumber : Data Primer 2010
5. Penyusunan alat ukur untuk penelitian
Setelah melakukan uji validitas dan reliabilitas, langkah selanjutnya butir-
butir aitem yang sahih dipergunakan untuk mengambil data penelitian, sedangkan
butir-butir yang gugur tidak diikutsertakan dalam pengambilan data penelitian
karena tidak memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Adapun distribusi ulang
skala untuk penelitian dapat dilihat pada tabel 5 dan 6.
Tabel 7 Susunan Item Skala Kecerdasan Emosi Untuk Penelitian dengan nomor urut baru
ASPEK NO ITEM FAVOURABLE
NOMOR ITEM UNFAVOURABLE
TOTAL
Mengenali emosi diri
2 1 2
Mamahami penyebab emosi diri
35,36,37 3 ,4, 5,6, 34 8
Mamahami penyebab emosi diri
7 1
Memahami penyebab emosi orang lain
38 8,9 3
Memahami akibat emosi diri
23 24 2
Memahami akibat emosi orang lain
10, 32, 33 11 4
Mengendalikan emosi diri
13, 25, 26, 27, 39, 40, 41, 42
12 9
Mengendalikan emosi orang lain
14, 16, 28 15, 17 5
Menggunakan emosi diri
18, 20, 21, 43, 44 19, 29 7
Menggunakan emosi orang lain
30, 31, 45 22 4
TOTAL 45
Sumber : Data Primer 2010
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Penentuan subjek penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah anggota posyandu lansia kemuning
kecamatan Ngargoyoso kabupaten karanganyar yang berjumlah 130 orang.
Peneliti melakukan teknik random sampling sehingga diperoleh subjek penelitian
sejumlah 38 orang. Kemudian dilakukan tekning random sampling lagi untuk
membagi menjadi dua kelompok, yaitu 19 orang kelompok penelitian dan 19
orang kelompok kontrol.
2. Melakukan pengumpulan data tahap pertama
Pengumpulan data awal dilakukan pada tanggal 9 Desember 2009, dengan
cara membagikan kuesioner yang berisi data pribadi responden, skala kecerdasan
emosi dan skala depresi geriatrik. Dari 38 eksemplar kuesioner yang dibagikan
pada subjek,seluruhnya terkumpul kembali dan memenuhi syarat untuk diskor dan
dianalisis.
3. Melakukan konseling
Dari 19 orang responden yang terpilih dilakukan konseling melalui
beberapa tahap. Tahap pertama dilakukan pada hari kamis tanggal 10 desember
2009, dimana seluruh responden sejumlah 19 0rang dibagikan kertas dan diminta
menuliskan problem dan unek unek yang ada di benak masing masing. Hari itu
juga dilakukan wawancara untuk mengelompokkan responden ke dalam tipe tipe
lansia. Setelah dilakukan identifikasi masalah dan tipe tipe lansia, diapatkan 4
kelompok masalah lansia dan 4 kelompok tipe lansia, yaitu lansia yang berkonflik
dengan anak, lansia yang selalu konflik dengan pasangan dan lansia lain, lansia
yang merasa tiak dibutuhkan lagi, dan lansia yang merasa selalu kekurangan dari
segi ekonomi. Sedagkan empat tipe lansia yaitu lansia tipe konstruktif,
ketergantungan, defensif dan bermusuhan. Kemudian subjek dibagi menjadi
empat kelompok berdasarkan jenis masalahnya untuk dilakukan konseling. Hari
Selasa bulan desember untuk mereka yang mempunyai masalah merasa tidak
dibutuhkan lagi,, Kamis bulan desember untuk yang bermasalah dengan anak.
Selasa bulan Januari untuk yang mempunyai masalah dengan pasangan dan lansia
lain, kamis bulan Januari untuk yang selalu merasa kekurangan dari segi
ekonomi., Masing masing kelompok dilakukan konseling 4-6 minggu, dan tahap
konseling untuk semua kelompok dinyatakan selesai pada hari kamis 28 Januari
2010.
4. Melakukan pengumpulan data tahap kedua
Pada hari kamis tanggal 4 Pebruari 2010 dilakukan pengumpulan data
tahap kedua, dengan cara seluruh responden baik kelompok perlakuan maupun
kelompok kontrol dikumpulkan lagi, kemudian masing masing dibagikan
kuesioner untuk diisi, yang berisi data pribadi, skala kecerdasan emosi dan skala
depresi geriatik. Dari 38 eksemplar kuesioner yang dibagikan pada
subjek,seluruhnya terkumpul kembali dan memenuhi syarat untuk diskor dan
dianalisis.
5.Pelaksanaan skoring Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya melakukan skoring
untuk keperluan analisis data. Skor aitem skala kecerdasan emosi bergerak dari 0
sampai 10 sedangkan depresi geriatrik bergerak dari 0 sampai 15 Pemberian skor
dilakukan berdasarkan jawaban subjek dan memperhatikan sifat aitem yaitu
favourable dan unfavourable. Skor dari masing-masing aitem dijumlahkan dan
nilai totalnya digunakan untuk uji
asumsi dan analisis data.
C. Uji Asumsi
1.Uji Homogenitas.
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah beberapa varian
populasi adalah sama atau tidak. Uji ini dilakukan sebagai prasyarat dalam
analisis independent t test . Asumsi yang mendasari adalah bahwa varian dari
populasi adalah sama. Sebagai kriteria pengujian, jika nilai signifikansi lebih dari
0,05 maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok data adalah
sama. Dari uji homogenitas ditentukan Ho adalah kedua kelompok baik kelompok
perlakuan maupun kelompok kontrol, sebelum dan sesudah konseling mempunyai
varian yang sama, dan Ha adalah kedua kelompok baik kelompok kontrol atau
kelompok perlakuan mempunyai varian yang berbeda . Kriteria pengujian
berdasaran probabilitas/signifikansi, Ho diterima jika P value >0,05 dan Ho
ditolak jika P value <0,05.
Tabel.8. Hasil uji homogenitas dengan independent sample t test untuk
kecerdasan emosi
F Sig
Nilai Kecerdasan emosi 0,56 0,814
Dari data diatas terlihat bahwa nilai sig 0,814 lebih dari nilai ά 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa kedua kelompok yaitu kelompok konseling dan kelompok
kontrol mempunyai varian yang sama.
Tabel. 9. Hasil uji homogenitas dengan independent sample t test untuk depresi
F Sig
Depresi 1,816 0,186
Dari data diatas terlihat bahwa nilai sig 0,186 lebih dari nilai ά 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa kedua kelompok yaitu kelompok konseling dan kelompok
kontrol mempunyai varian yang sama.
C. Hasil penelitian danAnalisis Data
1. Hasil Penelitian
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari penelitian terhadap subjek yang
terdiri dari para usia lanjut di posyandu lansia kemuning,yaitu umur, jenis
kelamin, pekerjaan, status perkawinan, kecerdasan emosi lansia sebelum
konseling, kecerdasan emosi lansia sesudah konseling, depresi lansia sebelum
konseling dan depresi lansia sesudah konseling, dapat dikemukakan hasil
penelitian sebagai berikut:
Tabel 10. Distribusi usia lanjut menurut umur
No Umur ( tahun ) Jumlah Prosentase
1. 2 3. 4
60 – 64 65 - 69 70 – 74 > 75
19 10 4 5
50,0 % 26,3 % 10,5 % 13,1 %
Jumlah 38 100 %
Sumber: DataPrimer Januari 2010
Berdasarkan umur usia lanjut, dapat digambarkan dalam histogram seperti di
bawah ini :
8075706560
umur
8
6
4
2
0
Freq
uenc
y
Mean =66.21 Std. Dev. =5.137
N =38
Histogram
Gambar.1. Histogram Usia lanjut Menurut Umur
Dalam penelitian ini didapatkan prosentase tertinggi pada distribusi umur
60 tahun sampai 64 tahun yaitu sebanyak 19 usia lanjut ( 50,0 % ) dan prosentase
terendah pada distribusiumur 70 tahun sampai 74 tahun yaitu sebanyak 4 usia
lanjut ( 10,5 % ). Mean 66,21 dan standar deviasi 5,137
Tabel 11. Distribusi usia lanjut menurut jenis kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase
1. 2.
Laki – laki Perempuan
15 23
39,5 % 60,5 %
Jumlah 38 100 %
Sumber : Data primer Januari 2010
Usia lanjut menurut Jenis kelamin dapat digambarkan dalam histogram di bawah ini :
2.42.11.81.51.20.90.6
jenkel
30
20
10
0
Freq
uenc
y
Mean =1.61 Std. Dev. =0.495
N =38
Histogram
Gambar. 2. Histogram Usia lanjut menurut Jenis Kelamin
Dalam penelitian ini didapatkan prosentase tertinggi pada distribusi jenis
kelamin perempuan yaitu sebanyak 23 usia lanjut ( 60,5% ) dan prosentase
terendah pada distribusi jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 15 usia lanjut
( 39,5)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mean 1,61 dengan standar deviasi
sebesar 0,495.
Tabel 12. Distribusi usia lanjut menurut stratus perkawinan
No Status Perkawinan Jumlah Prosentase
1 2.
Menikah Janda/duda
10 28
26,3 % 73,7 %
Jumlah 38 100 %
Sumber Data Primer Januari 2010
Histogram usia lanjut menurut status perkawinan dapat digambarkan sebagai berikut:
2.42.11.81.51.20.90.6
status
40
30
20
10
0
Freq
uenc
y
Mean =1.74 Std. Dev. =0.446
N =38
Histogram
Gambar 3. Usia lanjut menurut status perkawinan
Dari penelitian ini didapatkan prosentase tertinggi pada janda atau duda
yaitu sebanyak 28 lansia ( 73,7% ) dan prosentase terendah pada usia lanjut yang
masih menikah yaitu sebanyak 10 lansia ( 26,3% ). Mean 1,74, standar deviasi
0,446.
Tabel 13. Distribusi usia lanjut menurut pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah Prosentase
1 2 3 2
Petani Pedagang Pensiunan Tidak bekerja
12 6 10 10
31,6 % 15,8 % 26,3 % 26,3 %
Jumlah 38 100 %
Sumber: Data Primer Januari 2010
Menurut pekerjaan, usia lanjut dapat digambarkan seperti histogram berikut ini:
420
pekerjaan
12.5
10.0
7.5
5.0
2.5
0.0
Freq
uenc
y
Mean =2.47 Std. Dev. =1.202
N =38
Histogram
Gambar.4. Histogram Usia lanjut menurut pekerjaan
Dari penelitian ini didapatkan prosentase tertinggi petani yaitu sebanyak 12 lansia
(31,6%) dan prosentase terendah pada pedagang yaitu 6 lansia (15,8%). Mean
2,47 dan standar deviasi 1,202.
Tabel 14. Distribusi kecerdasan emosi usia lanjut sebelum konseling
No Kecerdasan emosi Jumlah Prosentase
1. 2. 3. 4.
Baik sekali (8,75-10) Baik ( 7,5 – 8,74 ) Rata-rata ( 5,25 -7,49) Kurang ( dibawah 5,24)
- 1 15 22
0% 2,6% 39,4% 58%
Jumlah 38 100%
Sumber : Data Primer Januari 2010
Dari Penelitian ini didapatkan Prosentase tertinggi Lansia dengan kecerasan
emosi kurang, dengan nilai dibawah 5,24 yaitu sebanyak 22 usia lanjut ( 58 % )
dan prosentase terendah usia lanjut dengan kecerdasan emosi baik engan milai 7,5
sampai 8,74 yaitu sebanyak 1 usia lanjut ( 2,6 % ), Sedangan usia lanjut dengan
kecerdasan emosi baik sekali tidak didapatkan ( 0%).
Tabel 15 Distribusi depresi usia lanjut sebelum konseling
No Depresi Jumlah Prosentase
1. Depresi Tidak depresi
28 10
73,6% 26,4%
Jumlah 38 100%
Sumber: Data Primer Januari 2010
Dari penelitian ini didapatkan prosentase tertinggi usia lanjut dengan depresi yaitu
sebanyak 28 ( 73,6% ) usia lanjut dan prosentase terendah usia lanjut yang tidak
depresi yaitu sebanyak 10 usia lanjut ( 26,4% )
Tabel 16 Distribusi kecerdasan emosi usia lanjut setelah konseling
No Kecerdasan emosi Jumlah Prosentase
1. 2. 3. 4.
Baik sekali (8,75-10) Baik ( 7,5 – 8,74 ) Rata-rata ( 5,25 -7,49) Kurang ( dibawah 5,24)
- 1 25 12
0% 2,6% 65,8% 31,6%
Jumlah 38 100%
Sumber: Data Primer Januari 2010
Dari penelitian ini didapatkan prosentase tertinggi pada usia lanjut dengan
kecerdasan emosi rata-rata dengan nilai antara 5,25 sampai 7,49 yaitu sebanyak
25 usia lanjut ( 65,8% ), dan prosentase terendah pada usia lanjut dengan
kecerdasan emosi baik dengan nilai antara 7,5 sampai 8,74 yaitu sebanyak 1 usia
lanjut ( 2,6% ).
Tabel 17. Distribusi depresi usia lanjut setelah konseling
No Depresi Jumlah Prosentase
1. 2.
Depresi Tidak depresi
17 21
44,7% 55,3%
Jumlah 38 100%
Sumber: Data Primer Januari 2010
Dari penelitian ini didapatkan prosentase tertinggi pada usia lanjut dengan tidak
depresi yaitu sebanyak 21 usia lanjut (55,3%), dan prosentase terendah pada usia
lanjut dengan depresi yaitu sebanyak 17 usia lanjut ( 444,7%)
2. Analisa Data
a. Uji T Independent
Dari data yang terkumpul, dianalisa dengan uji T independent untuk
mengetahui pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia.
Hasil analisa data dengan menggunakan uji T independent dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 18. Hasil analisa uji T independent pengaruh konseling terhadap kecerdasan
emosi
KOMPONEN N MEAN SD T P
Kelompok konseling 19 6,1737 0,96427 3,713 0,001
Kelompok kontrol 19 5,0842 0,84015 3,713 0,001
Dari Hasil analisa di atas , dapat dilihat bahwa t untuk kecerdasan emosi
yaitu 3,713, lebih dari t tabel yaitu 2,101 dan pvalue kurang dari ½ α yaitu
0,025 maka hipothesis diterima yaitu ada pengaruh konseling terhadap
kecerdaan emosi lansia
Tabel 19. Hasil analisa uji T independent pengaruh konseling terhadap depresi
KOMPONEN N MEAN SD T P
Kelompok konseling 19 3,6842 2,26207 2,393 0,022
Kelompok kontrol 19 1,8421 2,47797 2,393 0,022
Dari Hasil analisa di atas , dapat dilihat bahwa t untuk depresi yaitu
2,393 lebih dari t tabel yaitu 2,101 dan pvalue kurang dari ½ α yaitu 0,025
maka hipothesis diterima yaitu ada pengaruh konseling terhadap kecerdaan
emosi lansia
b. Analisis Regresi Holistik
Analisis regresi holistik dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia , yaitu
variabel konseling, umur, jenis kelamin, pekerjaan dan status perkawinan.
Hasil analisis regresi berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat di bawah
ini:
Tabel.20. Hasil Analisis Regresi kecerdasan emosi lansia
Mode Unstrandardized Coefficients
B
t Sig.
1 (Constant) ------------------------
Konselin ------------------------
Jenkel ------------------------
Umur ------------------------
Pekerjaan ------------------------
Status
3,188 -------------------
0,974 -------------------
-0,561 -------------------
0,037 -------------------
0,114 -------------------
0,065
1,597 ------------------
3,213 ------------------
-1,790 ------------------
1,288 ------------------
0,918 ------------------
0.195
0,120 ------------------
0,003 ------------------
0,083 ------------------
0,207 ------------------
0,365 ------------------
0,846
Berdasarkan hasil analisis sebagaimana terlihat pada tabel di atas, terlihat bahwa
konseling memiliki signifikansi sebesar 0,003 lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05
berarti koefisien konseling sigifkan, tetapi secara klinis kurang bermakna karena pada
unstandardized coefficients B yang mengikuti konseling nilainya hanya lebih tinggi
0,974 dibandingkan dengan yang tidak mengikuti koneling.Nilai t yaitu 3,213 lebih
besar dari t tabel yaitu 2,102 maka ada pengaryh konseling terhadap kecerdasan
emosi lansia. Sedangkan empat variabel lain masing-masing jenis kelamin memiliki
nilai signifikansi sebesar 0,083, umur sebesar 0,207,pekerjaan sebesar 0,365 dan
status perkawinan sebesar 0,846 dan keempatnya memiliki nilai signifikansi lebih
besar dari taraf signifikansi 0,05. Karena itulah maka disimpulkan bahwa dari kelima
variabel bebas, yang berpengaruh signifikan terhadap kecerdasan emosi lansia adalah
konseling. Sedangkan keempat variabel yaitu jenis kelamin, umur, pekerjaan dan
status perkawinan tidak berpengaruh terhadap kecerdasan emosi lansia
Tabel. 21. Hasil Analisis Regresi depresi lansia
Mode Unstrandardized Coefficients
B
T Sig.
1 (Constant) ------------------------
Konseling ------------------------
Jenkel ------------------------
Umur ------------------------
Pekerjaan ------------------------
Status
-10,517 -------------------
2,351 -------------------
0,656 -------------------
0,192 -------------------
0,376 -------------------
-1,476
-2,264 ------------------
3,333 ------------------
0,900 ------------------
2,856 ------------------
1,306 ------------------
-1,903
0,031 ------------------
0,002 ------------------
0,375 ------------------
0,007 ------------------
0,201 ------------------
0,066
Berdasarkan hasil analisis sebagaimana terlihat pada tabel di atas, terlihat
bahwa konseling memiliki signifikansi sebesar 0,002 lebih kecil dari taraf signifikansi
0,05, berarti koefisien konseling signifikan. Tetapi pada Unstandardized Coefficients
B terlihat bahwa yang mengikuti konseling depresinya akan lebih tinggi 2,351
dibandingkan yang tidak mengikuti konseling. Berarti konseling tidak menurunkan
depresi lansia. Umur memiliki signifikansi sebesar 0,007 juga lebih kecil dari taraf
signifikansi 0,05. Sedangkan tiga variabel lain masing-masing jenis kelamin memiliki
nilai signifikansi sebesar 0,375 pekerjaan sebesar 0,201 dan status perkawinan
sebesar 0,066 dan ketiganya memiliki nilai signifikansi lebih besar dari taraf
signifikansi 0,05. Karena itulah maka disimpulkan bahwa dari kelima variabel bebas,
yang berpengaruh signifikan terhadap depresi lansia adalah konseling dan umur.
Sedangkan ketiga variabel yaitu jenis kelamin, pekerjaan dan status perkawinan tidak
berpengaruh terhadap kecerdasan emosi lansia.
.
D. Pembahasan
Pada tabel 1 dengan analisa statistik deskriptif didapatkan dengan N sejumlah
38 didapatkan usia minimun lansia adalah 60, sedangkan usia maksimum 79
rata rata umur lansia di posyandu lansia kemuning adalah 66,21 dan standar deviasi
5,137,. Untuk jumlahnya, terendah pada usia 69, 70 dan 74 tahun dan terbanyak pada
usia 60 dan 61. Hal ini hampir sesuai dengan data dari Biro Pusat Statistik bahwa
menurut sensus penduduk tahun 2000, usia harapan hidup penduduk Indonesia adalah
65,5 tahun (Biro Pusat Statistik, 2010). Usia rata rata anggota posyandu lansia
kemuning lebih tinggi dari usia harapan hidup penduduk Indonesia kemungkinan
disebabkan karena pola makan sebagian besar penduduk yang bergizi seimbang dan
aktivitas fisik yang dijalani sejak muda sampai sekarang sebagai petani.
Pada tabel 2 dengan analisa statistik deskriptif didapatkan mean untuk jenis
kelamin adalah 1,61 dengan standar deviasi sebesar 0,495. Jumlah lansia perempuan
lebih banyak daripada lansia laki-laki. Hal ini sesuai dengan situs resmi menko kesra
yang menyebutkan bahwa usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dari laki laki
sehingga banyak lansia perempuan yang menjadi janda (Kemkokesra, 2010).
Pada tabel 3 dengan analisa statistik deskriptif didapatkan bahwa variabel
status dengan jumlah data (N) 38 mempunyai mean Mean 1,74, standar deviasi 0,446.
Jumlah lansia yang memiliki status janda/duda lebih banyak daripada yang masih
mempunyai pasangan. Hal ini sesuai dengan situs resmi menko kesra yang
menyebutkan bahwa usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dari laki laki
sehingga banyak lansia perempuan yang menjadi janda (Kemkokesra, 2010).
Pada tabel 4 dengan analisa statistik deskriptif didapatkan bahwa variabel
pekerjaan dengan jumlah data (N) 38 mempunyai mean Mean 2,47 dan standar
deviasi 1,202. Terbanyak lansia yang memiliki mata pencaharian sebagai petani dan
paling sedikit dengan mata pencaharian pedagang. Hal ini sesuai dengan data Biro
Pusat Statistik tahun 2000 bahwa dari jumlah penduduk Jawa tengah sejumlah
30.775.846 jiwa mata pencaharian paling banyak adalah di sektor pertanian (42,34%)
(Biro Pusat Statistik, 2010).
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh didapatkan ada pengaruh
antara konseling dengan kecerdasan emosi pada lansia, yang ditunjukkan oleh nilai
sig. Sebesar 0,003, t hitung 3,213 lebih besar dari t tabel yaitu 2,101. Tetapi kurang
bermakna secara klinis, yaitu lansia yang mengikuti konseling nilainya hanya lebih
tinggi 0, 974 dibandingkan yang tidak mengikuti konseling.
Secara grafis, pengaruh konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi
lansia dapat dilihat pada boxspot dan diagram balok di bawah ini:
10
KONS
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
kesb
lm
4
Gambar.5. Boxspot kecerdasan emosi kelompok penelitian dan
Kelompok kontrol sebelum konseling.
Dari boxplot tersebut nampak jelas bahwa nilai rata-rata kelompok kontrol
dan kelompok penelitian memiliki garis yang hampir sama tinggi. Garis hitam tebal
mendatar tersebut menunjukkan posisi rata-rata dari kelompok penelitian dan
kelompok kontrol. Lebih lanjut lagi, garis vertical tipis menunjukkan rentang data
(Murti, B.2007). Berdasarkan garis tersebut dapat dijelaskan bahwa garis pada
kelompok penelitian dan kelompok kontrol hampir sama tinggi. Berdasarkan garis
tersebut maka dapat diketahui bahwa rentang nilai kelompok penelitian hampir sama
dibandingkan dengan rentang nilai kelompok kontrol.
10
Kons
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
kess
dh
34
Gambar 6. Boxspot kecerdasan emosi lansia kelompok kontrol dan
kelompokpenelitian sesudah konseling
Dari boxplot tersebut nampak jelas bahwa nilai rata-rata kelompok
penelitian memiliki garis yang lebih tinggi. Garis hitam tebal mendatar tersebut
menunjukkan posisi rata-rata dari kelompok penelitian. Sedangkan pada kelompok
kontrol sangat jelas berada di bawah jauh dari rata-rata kelompok penelitian. Lebih
lanjut lagi, garis vertical tipis menunjukkan rentang data. Berdasarkan garis tersebut
dapat dijelaskan bahwa garis pada kelompok kontrol lebih panjang dibandingkan
dengan garis pada kelompok penelitian. Berdasarkan garis tersebut maka dapat
diketahui bahwa rentang nilai kelompok kontrol lebih banyak dibandingkan dengan
rentang nilai kelompok penelitian.
Sedangkan hasil analisis regresi untuk depresi didapatkan pada
unstandardized coefficients B, lansia yang mengikuti konseling depresinya justru
lebih tinggi 2,351 dibandingkan yang tidak mengikuti depresi. Sesuai dengan
penelitian Oxman, et al (2008) yang embandingkan terapi depresi dengan problem
solving terapi dibandingkan dengan penelitian konvensional. Maka selama minggu -4
sampai minggu ke dua, yang mengikuti problem solving terapi depresinya justru akan
mengalami peningkatan dibandingkan mereka yang mengikuti terapi konvensional.
Kemudian pada minggu ke tiga mereka yang mengikuti problem solving terapi akan
lebih cepat mengalami penurunan depresi dibandingkan terapi konvensional sampai
pada minggu ke 35 (total 39 minggu) dengan problem solving terapi penurunan
depresi akan lebih nyata dibandingkan terapi konvensional. Pada terapi konvensional,
mulai minggu ke 0 sudah terjadi penurunan depresi, tetapi hanya selama empat
minggu. Pada minggu minggu berikutnya depresi justru akan mengalami peningkatan
bahkan melebihi kondisi sebelum pengobatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar di bawah ini
Gambar 7. Perbandingan perbaikan depresi antara problem solving terapi dengan
terapi konvensional ( oxman,et al,2008)
Pada penelitian ini, konseling hanya dilakukan selama empat sampai enam
minggu karena keterbatasan waktu, sehingga depresi masih mengalami kenaikan
sesuai dengan penelitian oxman, (2008). Kalau konseling dilanjutkan sampai
tigapuluh sembilan minggu, kemungkinan depresi akan mengalami penurunan.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1st Qtr 2nd Qtr 3rd Qtr 4th Qtr
East
West
North
Selain itu, konseling yang dilakukan pada lansia, tidak bisa dilakukan secara
terpisah tanpa memperhatikan fungsi keluarga. Keluarga lansia sedapat mungkin
dilibatkan dalam proses konseling sehingga mereka juga akan bisa memahami fungsi
serta peran masing-masing dalam mengatasi permasalahan dalam keluarga yang
melibatkan lansia. Pada penelitian ini, konseling hanya dilakukan terhadap lansia itu
sendiri tanpa dilakukan juga konseling terhadap keluarga sehingga tujuan konseling
tidak dapat tercapai ( South-Paul, J, et al, 2004)
Penyebab lain sehingga pada penelitian ini konseling tidak bisa menurunkan
depresi adalah tipe dari lansia itu sendiri. Sebagian besar dari subjek penelitian adalah
lansia tipe defensif dan bermusuhan yang menolak konseling. Pada lansia jenis ini
seharusnya dilakukan pendekatan dulu beberapa waktu sampai didapatkan
kepercayaan dari lansia. Setelah tebina saling percaya, baru dilakukan konseling.
Pada penelitian ini pendekatan untuk membina raport hanya dilakukan dalam waktu
singkat, sehingga kepercayaan lansia pada konselor belum maksimal, sehingga hasil
dari konseling untuk menurunkan depresi lansia juga tidak maksimal (Yuwana, et
al,2005)
Penyebab yang terakhir adalah konseling pada penelitian ini dilakukan secara
kelompok, bukan perseorangan. Pada konseling secara perseorangan hasilnya akan
lebih maksimal karena privasi terjaga, klien akan lebih bebas mengungkapkan isi
hatinya. Pada konseling secara kelompok, bisa dilakukan jika antar anggota kelompok
tersebut sudah saling percaya, sudah tidak ada lagi sekat yang meghalangi mereka
(Gunarsa, 2007 ). Hal ini sesuai dengan yang dilansir dari situs www.depsos.co.id
(2006), yaitu tidak adanya media bagi lanjut usia untuk mencurahkan segala perasaan
dan kegundahannya merupakan kondisi yang akan mempertahankan depresinya,
karena dia akan terus menekan segala bentuk perasaan negatifnya ke alam bawah
sadar (Depsos, RI, 2006).
Ketika konselor berkomunikasi secara efektif, klien lebih cenderung
mengikuti pengobatan dan nasihat.Upaya untuk mengevaluasi perubahan perilaku
setelah konseling dilakukan dengan menemukan peningkatan dalam pengetahuan,
kepercayaan diri dan pengembangan diri yang merupakan unsur dari kecerdasan
emosi, tetapi tidak harus dalam pengembangan keterampilan ( Bell & Cole , 2008,
Gunarsa, 2007).
Selain itu, Keberhasilan konseling akan sangat dipengaruhi oleh interaksi
antara konselor dengan klien. Martino, et al, 2008 mengemukakan bahwa interaksi
konselor dengan klien seperti kerjasama, semangat dari klien sendiri, dan
kepercayaan klien akan menuju ke arah perubahan perilaku dan memperbaiki
kepercayaan diri klien yang merupakan unsur dari kecerdasan emosi. Tetapi dalam
hal ini dibutuhkan skill dari konselor, baik yang termasuk mikroskill berupa
pertanyaan terbuka, afirmasi dan refleksi dari konseling yang memberi spirit maupun
advance skill yaitu mengatasi pembelokan pembicaraan maupun memecahkan
kebekuan komunikasi dari klien serta pendekatan untuk mencegah inkonsistensi
pembicaraan, misalnya konfrontasi percakapan dan meningkatkan motivasi klien
selama sesi berlangsung ( Martino, et al, 2008 ).
Bell & Cole (2008) mengemukakan bahwa konseling dalam bentuk
motivasional interview merupakan cara yang efektif untuk merubah perilaku pasien
ke arah kehidupan yang lebih berkualitas, sehingga dengan meningkatnya kualitas
hidup depresi akan dapat dicegah ( Bell & Cole, . 2008 ).
E. Keterbatasan
Keterbatasan penelitian pada umumnya disebabkan oleh situasi dan kondisi
objek penelitian yang hampir tidak mungkin dikendalikan oleh peneliti. Apalagi
objek penelitian yang berupa manusia, sangat beragam karakteristiknya sehingga
peneliti hanya dapat mengambil asumsi-asumsi tertentu untuk dapat melakukan
penelitian. Dalam penelitian ini, penelitian hanya melibatkan satu variabel bebas dan
dua variabel terikat sebagai topic inti permasalahan, yaitu konseling, kecerdasan
emosi dan depresi lansia
Waktu penelitian yang terlalu singkat juga merupakan keterbatasan penelitian,
sehingga konseling yang dilakukan kurang maksimal. Kesempatan untuk membina
raport dan mendapatkan kepercayaan klien dalam hal ini lansia untuk keberhasilan
proses konseling itu sendiri seharusnya dilakukan dalam waktu yang lama.
Pelibatan variabel lain dalam penelitian ini, yaitu variabel umur, jenis
kelamin, pekerjaan dan status perkawinan merupakan usaha untuk mengetahui
variabel lain yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Pelibatan variabel tersebut
dapat dikatakan sebagai suatu kekurangan karena hanya empat variabel saja.
Sedangkan masih banyak variabel lain yang mungkin lebih berpengaruh terhadap
kecerdasan emosi dan depresi lansia, contohnya pada penelitian ini depresi lansia
selain dipengaruhi variabel konseling juga dipengaruhi variabel umur.
Selain itu, pada penelitian ini belum dilaksanakan cross design , sehingga
belum diketahui, kelompok penelitian yang menjadi kelompok kontrol jika
dilaksanakan cross design hasilnya juga akan sama atau berbeda.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh konseling terhadap kecerdasan
emosi dimana konseling akan meningkatkan kecerdasan emosi lansia .tetapi
konseling tidak menurnkan depresi lansia.
B. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, diketahui
bahwa kecerdasan emosi dan depresi merupakan salah satu komponen yang penting
bagi kualitas hidup lansia, dan konseling akan membantu meningkatkan kecerdasan
emosi dan menurunkan depresi sehingga akan meningkatkan kualitas hidup lansia.
Oleh karena itu berdasarkan hal-hal di atas dan hasil penelitian ini, maka penulis
dapat memberikan saran kepada:
1. Bagi Kepala Puskesmas, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
kecerdasan emosi lansia tergolong rendah dan depresi tergolong tinggi,
diharapkan dapat mengantisipasi kondisi tersebut. Di sisi lain diharapkan dapat
meningkatkan kecerdaan emosi lansia yang masih tergolong rendah, hal ini dapat
dilakukan dengan cara: merevitalisasi posyandu lansia dengan kegiatan kegiatan
yang lebih bermanfaat dan efektif sehingga lansia akan lebih tertarik dan
berusaha mengeksplorasi semua potensi atau kemampuan yang dimiliki.
2. Bagi Petugas pengelola program, diharapkan dapat mencermati tingkah laku
lansia yang dibinanya agar dapat mengetahui cara-cara yang lebih efektif dalam
mengembangkan kecerdasan emosi dan menurunkan depresi lansia.
3. Bagi Lansia, diharapkan dapat mempertahakan kecerdasan emosi yang tergolong
tinggi dan meningkatkan bagi mereka yang masih tergolong rendah, dan
mencegah timbulnya depresi dengan cara memperluas wawasan untuk dijadikan
inspirasi dalam mengoptimalkan potensi kreativitasnya dan meningkatkan
aktivitas yang bermanfaat.
4. Bagi Program Pasca Sarjana, diharapkan menindaklanjuti hasil penelitian untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pengaruh konseling
terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia
5. Bagi Peneliti Sejenis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan penelitian
yang lebih komprehensif khususnya yang berhubungan dengan pengaruh
konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia sehingga memberi
kontribusi yang lebih luas kepada kemajuan kesehatan lansia.
C. Saran
Dari hasil penelitian dan pembahasan, diketahui bahwa konseling akan
meningkatkan kecerdasan emosi tetapi tidak menurunkan depresi karena waktu
konseling yang terlalu singkat. Oleh karena itu disarankan agar jika melakukan
konseling terutama terhadap lansia minimal dalam jangka waktu delapan bulan,
sehingga hasil nyata akan diperoleh.
2. Bagi Petugas pengelola program, diharapkan dapat mencermati tingkah laku
lansia yang dibinanya agar dapat mengetahui cara-cara yang lebih efektif dalam
mengembangkan kecerdasan emosi dan menurunkan depresi lansia. Petugas
diharapkan selalu mempelajari tenik teknik konseling dan mengaplikasikannya
pada lansia sehingga kualitas hidup lansia akan meningkat.
3. Bagi Lansia, diharapkan dapat mempertahakan kecerdasan emosi yang tergolong
tinggi dan meningkatkan bagi mereka yang masih tergolong rendah, dan
mencegah timbulnya depresi dengan cara memperluas wawasan untuk dijadikan
inspirasi dalam mengoptimalkan potensi kreativitasnya dan meningkatkan
aktivitas yang bermanfaat.
4. Bagi Program Pasca Sarjana, diharapkan menindaklanjuti hasil penelitian untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pengaruh konseling
terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia
5. Bagi Peneliti Sejenis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan penelitian
yang lebih komprehensif khususnya yang berhubungan dengan pengaruh
konseling terhadap kecerdasan emosi dan depresi lansia sehingga memberi
kontribusi yang lebih luas kepada kemajuan kesehatan lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Bell, K., Cole, B. 2008. Improving Medical Students’ Success in Promoting Health
BehaviorChange: A Curriculum Evaluation, (www.pubmedcentral.nih.gov). 5 Februari 2010
Biro Pusat Statistik, 2010. Struktur Penduduk, ( www.datastatistik.indonesia.com ) 5 Februari 2010
BKKBN, 2005, Bersinergi Dengan Kesehatan,( www.bkkbn.go.id ). 12 Februari 2010
Bruno, JF, 2009. Depression in Older Adult, University of Michigan Depression Center, University of Michigan Gateway,( www.Pubmedcentral.nih.gov ). 13
Februari 2010 Chandra, B. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 1-20, 51-125. Chapman, A. 2009. Emotional Intelligency (IQ), Bussinesballs.com,
ww.bussinessballs.com. 12 Oktober 2009 Darmojo,B. 1999. Buku Ajar Geriatri, Balai Penerbit Fakultas kedokteran UI, Jakarta Davis, M. 2008. Tes EQ, Mitra Media, Jakarta Departemen Sosial Republik Indonesia, 2006. Depresi Pada Lansia,
www.depsos.co.id. 5 September 2009 Dirjen Binkesmas , 2009. Pedoman Penilaian Kinerja Puskesmas, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta Direktorat Jenderal Kesehatan Jiwa, 1996. Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Ganguan Jiwa III, Jakarta : 64-67 Gallo,J.J., Reichel,W., Andersen,L.M. 1998. Gerontologi, 1-95, 166-196, edisi 2,
Aspen Publishers, Inc Gaithersburg, Maryland, U.S.A:1-13, 17-95, Goleman, D. 2006. Emotional Intelligence, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta :
43-233. Golleman, D. 2008. Emotional intelligency Question and answer, Hay Group,
www.haygroup.com . 10 Oktober 2009 Gunarsa, S.2007. Konseling Dan Psikoterapi, PT. BPK. Gunung Mulia, Jakarta Guze,B., Richeimer.S., Siegel,D.J.. 1997, The Handbook of Psychiatry, first edition,
Year Book Medical Publishers, California. Hawari, D. 2006. IQ, EQ, CQ & SQ Kriteria Sumber Daya Manusia ( Pemimpin)
Berkualitas, cetakan 2, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta : 20-28.
Hawari, D. 2008. Manajemen Stres Cemas dan Depresi, cetakan 2, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta : 85-106.
Ismayadi, 2004. Proses Menua ( Aging Process ), digital.lib.usu.edu. 12 Nopember 2009
Juliandi, 2007. Teknik Pengujian Validitas dan Reliabilitas, www.azuarjuliandi.com. 23 Januari 2010
Kaplan, H.I., Sadock.B.J. 1997. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi 7 Jilid Satu, Bina Rupa Aksara, Jakarta : 777- 834
Kemkokesra, 2010. Usia harapan Hidup Penduduk Indonesia, Online Data Dan Informasi Bidang Kesejahteraan Rakyat, data.menkokesra.go.id. 12 Februari 2010
Martino, S., Ball, S., Nich, C., Frankforter, T., Caroll, K.2008. Community Program Therapist Adherence and Competence in Motivational Enhancement Therapy, (www.pubmedcentral.nih.gov). 14 Februari 2010
Murti, B. 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, cetakan I., Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Murti, B. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan , Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Murti, B. 2007. Bahan Ajar Biostastitik dan Epidemiologi, Semester 1 Pasca Sarjana
UNS Surakarta Mustofa, B. 2009. Pedoman Penulisan Prorosal Penelitian Skripsi dan Tesis, Panji
Pustaka, Yogyakarta. Oxman, T. Hegel, M. Hull, J. Dietrich, A. 2008. Problem-Solving Treatment and
Coping Styles in Primary CareMinor Depression, (www.pubmedcentral.nih.gov ), 14 Februari 2010
Pratiknya, A.W.2008. Dasar-Daar Metodologi Penelitian Kedokteran & Kesehatan, edisi 7, Raja Grafindo Persada, Jakarta Priyatno,D. 2008. SPSS (Statistical Product and Service Sollution) untuk Analisis
Data & Uji Statistik, Mediakom, Yogyakarta South-Paul, J.E, Matheny,S.C, Lewis, E.L, 2004. Current Diagnosis & Treatment in
Family Medicine, International edition, McGraw-Hill Companies, United States of America
Trihendradi, C. 2009. 7 Langkah mudah melakukan Analisis statistik menggunakan SPSS 17, ANDI offset, Yogyakarta : 59-96, 115-119, 136-142.
Tomb, D.A. 2004. Hos Psychiatry, 6th edition, Lippincott Williams & Wilkins Inc, USA : 47-66, 311-320. University of Michigan Depression Center,2006, Depression and Other Medical Conditions University of Michigan Gateway, www.Pubmedcentral.nih.gov,
12 Oktober 2009 Yuwana,S. Draha, T. 2005. Mendampingi Para Lanjut Usia, NCW I, Lk3, www. Bs-
ba..com, 14 Oktober 2009