of 117 /117
PENGARUH KONSELING MENGENAI GIZI PRAKONSEPSI TERHADAP ASUPAN PROTEIN, KALSIUM, ZAT BESI, ASAM FOLAT DAN STATUS GIZI PADA WANITA USIA SUBUR DI DESA PALUH KEMIRI SKRIPSI KHAIRUN NISA P01031214030 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN MEDAN JURUSAN GIZI PROGRAM STUDI DIPLOMA IV 2018

PENGARUH KONSELING MENGENAI GIZI PRAKONSEPSI …

  • Author
    others

  • View
    8

  • Download
    2

Embed Size (px)

Text of PENGARUH KONSELING MENGENAI GIZI PRAKONSEPSI …

WANITA USIA SUBUR DI DESA PALUH KEMIRI
SKRIPSI
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV 2018
PENGARUH KONSELING MENGENAI GIZI PRAKONSEPSI TERHADAP ASUPAN PROTEIN, KALSIUM, ZAT BESI, ASAM FOLAT DAN STATUS GIZI
PADAWANITA USIA SUBUR DI KELURAHAN PALUH KEMIRI
Skripsi diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi
Diploma IV di Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Medan.
KHAIRUN NISA
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV 2018
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Judul : Pengaruh Konseling Mengenai Gizi Prakonsepsi Terhadap Asupan Protein, Kalsium, Zat Besi, Asam Folat dan Status Gizi Pada Wanita Usia Subur di Kelurahan Paluh Kemiri
Nama : Khairun Nisa
Yenni Zuraidah, SP, M.Kes Pembimbing Utama
Mahdiah, DCN, M.Kes Riris Oppusunggu, S.Pd, M.Kes Penguji I Penguji II
Mengetahui Ketua Jurusan
Tanggal Lulus : 14 Agustus 2018
v
ABSTRAK
KHAIRUN NISA “(PENGARUH KONSELING MENGENAI GIZI PRAKONSEPSI TERHADAP ASUPAN PROTEIN, KALSIUM, ZAT BESI, ASAM FOLAT DAN STATUS GIZI PADA WANITA USIA SUBUR DI KELURAHAN KEMIRI)” (DIBAWAH BIMBINGAN YENNI ZURAIDAH)
Wanita usia subur sebagai calon ibu merupakan kelompok rawan yang harus diperhatikan status kesehatannya, terutama status gizinya. Kualitas seorang generasi penerusakan ditentukan oleh kondisi ibunya sejak sebelum hamil dan selama kehamilan.Kesehatan prakonsepsi sangat penting diperhatikan termasuk status gizinya, terutama dalam upaya mempersiapkan kehamilan karena akan berkaitan erat dengan outcome kehamilan.
Tujuan mengetahui pengaruh konseling mengenai gizi prakonsepsi terhadap asupan protein, kalsium, zat besi asam folat dan status gizi pada wanita usia subur (WUS) di Kelurahan Paluh Kemiri.
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Paluh kemiri. Waktu pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Juli 2018. Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimen dengan rancangan One Group Pre and Post test Design. Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita usia subur yang sudah menikah pada periode prakonsepsi yang ada di Kelurahan Paluh Kemiri dan sampel adalah yang memenuhi kriteria inklusi yaitu sebanyak 30 orang.
Dari hasil uji statistik menunjukkan bahwa konseling yang dilakukan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pengetahuan (p=0,000), sikap (p=0,001), asupan protein (p=0,000), dan asupan zat besi (p=0,000, sedangkan asupan kalsium, asam folat dan status gizi tidak memberikan pengaruh setelah diberikan konseling.
Kata Kunci : Konseling, Gizi Prakonsepsi, Asupan Protein, Kalsium, Zat Besi, Asam
Folat, Status Gizi
ABSTRACT
KHAIRUN NISA “EFFECT OF PRECONCEPTION COUNSELING ABOUT NUTRITION TOWARDS PROTEIN, CALCIUM, IRON, FOLATE ACID INTAKE AND THE NUTRITION STATUS OF FERTILE WOMEN IN THE VILLAGE OF PALUH KEMIRI)” (CONSULTANT : YENNI ZURAIDAH)
Women of childbearing age, the prospective mothers, are vulnarable groups whose health status must be considered, especially their nutritional status. The quality of a future generation is determined through the mothers conditions before and during pregnancy period. Preconception health status, incluiding the nutrition status is very important to note, to prepare the pregnancy that is closely related to newborn quality.
The study aimed to find out thr effect to conseling about preconception nutrition towards protein, calcium, iron, folate acid intake and the nutrition status in women in childbearing age in the village of Kelurahan Paluh Kemiri
This reseaech was a Quasi Experiment study with One Group Pre and Pos Test Design, carried out in Paluh Kemiri Village,. All married woman of childbearing age in the preconception period in the Paluh Kemiri Village become a study population 30 woman are taken as samples after fulfilling the inclusion criteria. The data were collected from June to July 2018.
Through the statistical tests, it was found that the counseling gave a significant influence of increasing knowledge (p=0,000), attitude (p = 0,001), protein intake (p=0,000), and iron intake (p=0,000), while calcium intake, acid folate and nutritional status were not affected by the counseling.
Keywords : Pre-Conceptual Counceling,Nutrition, Protein Intake, Calcium, Iron, Folic Acid, Nutritional Status
vi
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi, yang berjudul “Pengaruh Konseling mengenai Gizi Prakonsepsi terhadap Asupan Protein, Kalsium, Zat Besi, Asam Folat dan Status Gizi pada Wanita Usia Subur (WUS) di Kelurahan Paluh Kemiri ”.
Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,
oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Oslida Martony, SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan Gizi Politeknik
Kesehatan Medan.
2. Bernike Doloksaribu S.ST, M.Kes selaku Ketua Jurusan Gizi Politeknik
Kesehatan Medan (Periode 2014 s/d Juli 2018).
3. Yenni Zuraidah, SP, M.Kes selaku dosen pembimbing yang selalu
memberi bimbingan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
4. Mahdiah DCN, M.Kes selaku penguji I yang memberikan saran kepada
penulis dalam penyusunan skripsi.
5. Riris Oppusunggu, S.Pd, M.Kes selaku penguji II yang memberikan
saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi
6. Kepada kedua Orang Tua penulis Bapak Ahmad Cut dan Ibu Nur
Hayati yang selalu memberi doa, semangat dan dukungan.
7. Sahabat seperjuangan Permata Muloni, Selvy Ginting, Yuni Lubis, Cut
Rafika, Rotua, Christin dan teman – teman satu bimbingan yang tidak
dapat disebutkan satu persatu,terimakasih atas kerjasama, motivasi
dan dukungannya.
kekurangan, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik guna
perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.
Penulis
vii
1. Pengertian Gizi ............................................................... 6
2. Masa Prakonsepsi .......................................................... 6
1. Protein ............................................................................ 8
2. Penilaian Status Gizi....................................................... 13
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi................ 15
D. Pengaruh Status Gizi Prakonsepsi terhadap Status Gizi
Kehamilan........................................................................... 18
3. Media Konseling ............................................................. 22
F. Kerangka Teori ................................................................... 23
G. Kerangka Konsep .............................................................. 24
H. Definisi Operasional ........................................................... 25
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data.................................... 30
E. Intervensi yang Diberikan ................................................... 31
F. Pengolahan dan Analisis Data............................................ 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 38
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................. 38
1. Letak Geografis................................................................ 38
3. Pengaruh Konseling Gizi terhadap Pengetahuan ........... 50
4. Pengaruh Konseling Gizi terhadap Sikap ....................... 52
5. Pengaruh Konseling Gizi terhadap Asupan Protein ........ 53
6. Pengaruh Konseling Gizi terhadap Asupan Kalsium....... 54
7. Pengaruh Konseling Gizi terhadap Asupan Zat Besi ...... 55
8. Pengaruh Konseling Gizi terhadap Asam Folat .............. 56
9. Pengaruh Konseling Gizi terhadap Status Gizi ............... 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 59
A. Kesimpulan ........................................................................ 59
B. Saran ................................................................................. 60
2. Klasifikasi Asam Amino ..................................................................... 8
3. Klasifikasi Indeks Masa Tubuh (IMT)................................................. 14
4. Perbedaan konseling konsultasi dan penyuluhan.............................. 19
5. Definisi Operasional .......................................................................... 25
22. Rata-rata IMT .................................................................................... 44
26. Pengaruh Konseling Gizi terhadap Asupan Protein.......................... 46
27. Pengaruh Konseling Gizi terhadap Asupan Kalsium ........................ 47
xi
29. Pengaruh Konseling Gizi terhadap Asam Folat ................................ 47
30. Pengaruh Konseling Gizi terhadap Status Gizi................................. 48
xii
2. Kerangka Konsep .............................................................................. 24
4. Alur Pengambilan Sampel ................................................................. 29
xiii
2. Lampiran 2 ........................................................................................ 67
3. Lampiran 3 ........................................................................................ 73
4. Lampiran 4 ........................................................................................ 80
5. Lampiran 5 ........................................................................................ 84
6. Lampiran 6 ........................................................................................ 89
7. Lampiran 7 ........................................................................................ 90
8. Lampiran 8 ........................................................................................ 91
9. Lampiran 9 ........................................................................................ 92
10. Lampran 10 ....................................................................................... 94
11. Lampiran 11 ...................................................................................... 95
12. Lampiran 12 ...................................................................................... 98
seimbang. Semakin beragam bahan makanan yang dikonsumsi, semakin
besar asupan gizi. Kesadaran untuk mengkonsumsi makanan yang sehat
inilah yang sampai kini belum dimiliki wanita usia subur (Dewantari, 2013).
Wanita usia subur sebagai calon ibu merupakan kelompok rawan
yang harus diperhatikan status kesehatannya, terutama status gizinya.
Kualitas seorang generasi penerusakan ditentukan oleh kondisi ibunya
sejak sebelum hamil dan selama kehamilan.Kesehatan prakonsepsi
sangat penting diperhatikan termasuk status gizinya, terutama dalam
upaya mempersiapkan kehamilan karena akan berkaitan erat dengan
outcome kehamilan (Paratmanitya, 2012).
Ibu hamil yang mengalami gizi kurang akan beresiko memiliki anak
stunting sebesar 7 kali, anak underweight 11 kali dan anak wasting 12 kali
dibandingkan dengan ibu hamil dengan status gizi baik. Ibu hamil yang
mengalami KEK beresiko mengalami intrauterine growth retardation atau
pertumbuhan janin terhambat, dan bayi yang dilahirkan akan mengalami
BBLR. ( Senbanjo, 2013 dalam Prabandari, 2016). Pada masa yang
akan datang anak yang dilahirkan dengan BBLR akan mengalami
masalah gizi kurang, penurunan perkembangan fungsi motorik dan mental
(ACC/SCN, 2000 dalam Prabandari, 2016).
Masa pra konsepsi merupakan masa sebelum hamil, wanita
prakonsepsi diasumsikan sebagai wanita dewasa atau wanita usia subur
yang siap menjadi seorang ibu, dimana kebutuhan gizi pada masa ini
berbeda dengan masa anak- anak, remaja, ataupun usia lanjut
(Rahman,dkk,2013). Status gizi prakonsepsi akan mempengaruhi kondisi
kehamilan dan kesejahteraan bayi yang akan lebih baik jika
penanggulangannya dilakukan sebelum hamil. Wanita usia 20 – 35
2
gizi terutama kekurangan energi kronik (Cetin, 2009 dalam Hamid, dkk,
2014).
Berdasarkan data Riskesdas (2007), proporsi wanita usia subur
berisiko KEK usia 15-19 tahun yang hamil sebesar 31,3% dan yang tidak
hamil sebesar 30,9%. Pada usia 20-24 tahun yang hamil sebesar 23,8%
dan yang tidak hamil sebesar 18,2%. Pada usia 25-29 tahun yang hamil
sebesar 16,1% dan yang tidak hamil sebesar 13,1%. Pada usia 30-34
tahun yang hamil sebesar 12,7% dan yang tidak hamil sebesar 10,2%.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, proporsi wanita usia subur
KEK usia 15-19 tahun yang hamil sebanyak 38,5% dan yang tidak hamil
sebanyak 46,6%. Pada usia 20-24 tahun adalah sebanyak 30,1% yang
hamil dan yang tidak hamil sebanyak 30,6%. Pada usia 25-29 tahun
adalah sebanyak 20,9% yang hamil dan 19,3 yang tidak hamil. Pada usia
30-34 tahun adalah sebanyak 21,4% yang hamil dan 13,6% yang tidak
hamil. Hal ini menunjukkan proposi WUS resiko KEK mengalami kenaikan
dari 2007 ke tahun 2013.
Prevalensi wanita usia subur resiko KEK di Sumatera Utara menurut
riskesdas tahun 2013, umur 15-19 tahun yang hamil sebanyak 27,6% dan
yang tidak hamil sebanyak 36,9%. Pada usia 20-24 tahun yang hamil
27,6 dan yang tidak hamil sebanyak 24,3%. Pada usia 25-29 tahun 14,1%
yang hamil dan 15,9% yang tidak hamil. Pada usia 30-34 tahun adalah
sebanyak 15,5% yang hamil dan 13,1% yang tidak hamil.
Meningkatnya prevalensi KEK pada WUS menunjukkan adanya
masalah. Oleh karena itu perlu dilakukan penanganan salah satunya
dengan cara memberikan konseling. Konseling merupakan salah satu
upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan individu atau
keluarga tentang gizi.(Cornelia,dkk, 2013). Dengan pemberian konseling
diharap akan meningkatkan asupan gizi pada wanita usia subur. Asupan
gizi yang mempengaruhi prakonsepsi adalah karbohidrat, lemak, protein,
asam folat, vitamin A,E, dan B12, mineral, zinc, besi, kalsium dan omega
3 (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016).
3
kekurangan asupan protein dapat menghambat pertumbuhan janin..
berdasarkan penelitian Muchlisa, dkk tahun 2013 didapatkan hasil bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi, protein, lemak
dan zat besi dengan status gizi berdasarkan IMT dan LILA.
Zat besi penting untuk transportasi darah dan oksigen didalam tubuh.
Kaum perempuan perlu menjaga keseimbangan proses ovulasi. Studi
menunjukkan bahwa 40% wanita yang mengalami masalah ovulasi
menjadi subur setelah menambah konsumsi zat besi (Dewantari, 2013).
Pada beberapa tahun terakhir asam folat menjadi topik paling favorit
karena pencegahannya cukup penting dan beragam. Asam folat yang
diberikan sebelum terjadi kehamilan dikaitkan dengan penurunan resiko
terjadinya kelainan kongenital. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian suplemen folat pada perikonsepsi (sebelum dan sesaat setelah
terjadinya konsepsi) dapat menurunkan resiko NTD sebesar 70%
(Dewantari, 2013).
asupan kalsium rendah dan mengalami dismenorea. (Hidayati, 2015).
Kalsium juga dikaitkan dengan kesehatan reproduksi, utamanya pre–
eklampsia/eklampsia, berat badan lahir rendah, serta kelahiran prematur.
(Dewantari, 2013)
resiko kekurangan energi kronik pada wanita prakonsepsi di kota makasar
diperoleh hasil bahwa asupan gizi merupakan faktor protektif KEK pada
wanita pra konsepsi.
pendidikan kesehatan tentang nutrisi prakonsepsi terhadap tingkat
pengetahuan, sikap dan praktik konsumsi makanan sehat pranikah
diperoleh hasil bahwa peran pendidikan kesehatan meningkatkan
pengetahuan secara siginifikan dan ada kenaikan praktik konsumsi
4
pemenuhan karbohidrat dan protein, rata rata telah memenuhi kebutuhan
karbohidrat dan protein perhari. Dalam konsumsi buah, sebelum intervensi
sebagian besar tidak mengkonsumsi buah sama sekali dalam seharinya.
Setelah diberikan pendidikan kesehatan, pola konsumsi dan sayur
meningkat dengan mengkonsumsinya sebanyak 3 sajian perhari dari
gambaran data food recall.
kurus 30%, normal 40% dan obesitas 30%, sedangkan pengukuran LILA
didapatkan hasil dengan kategori KEK 30% dan tidak KEK 70%.
Berdasarkan Latar belakang tersebut, peneliti ingin meneliti tentang
“Pengaruh Konseling mengenai Gizi Prakonsepsi terhadap, Asupan
Protein, Kalsium, Zat besi Asam folat dan Status Gizi pada Wanita Usia
Subur (WUS) di Desa Paluh Kemiri”.
B. Perumusan Masalah
Adakah Pengaruh Konseling mengenai Gizi Prakonsepsi terhadap
Asupan Protein, Kalsium, Zat besi Asam folat dan Status Gizi pada
Wanita Usia Subur (WUS) di Kelurahan Paluh Kemiri?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh konseling mengenai gizi prakonsepsi terhadap
asupan protein, kalsium, zat besi asam folat dan status gizi pada wanita
usia subur (wus) di Kelurahan Paluh Kemiri.
2. Tujuan Khusus
Kelurahan Paluh Kemiri.
5
b. Menilai asupan protein, kalsium, zat besi dan asam folat sebelum
dan sesudah diberikan konseling mengenai gizi prakonsepsi pada
wanita usia subur di Kelurahan Paluh Kemiri.
c. Menilai status gizi sebelum dan sesudah diberikan konseling
mengenai gizi prakonsepsi pada wanita usia subur di Kelurahan
Paluh Kemiri.
terhadap pengetahuan dan sikap pada wanita usia subur di
Kelurahan Paluh Kemiri.
terhadap asupan protein, kalsium, zat besi dan asam folat pada
wanita usia subur di Kelurahan Paluh Kemiri.
f. Menganalisis pengaruh konseling mengenai gizi prakonsepsi
terhadap status gizi pada wanita usia subur di Kelurahan Paluh
Kemiri.
memperoleh wawasan dan pengetahuan dalam rangka penerapan ilmu
pengetahuan yang telah diterima selama kuliah.
2. Bagi Responden
mengenai pengaruh asupan makan sebagai faktor terjadinya KEK.
3. Bagi Pelayanan Kesehatan
kejadian kurang energi kronis pada WUS.
4. Bagi Peneliti Lain
6
1. Pengertian Gizi
Kata gizi berasal dari kata “gizi” berasal dari bahasa Arab gidza, yang
berarti “makanan” (Almatsier, 2010). Didalam Undang Undang Nomor 18
Tahun 2012 tentang Pangan menyatakan bahwa gizi adalah zat atau
senyawa yang terdapat dalam pangan, yang terdiri atas karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral, serat, air, dan komponen lain yang
bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
Zat Gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu mengasilkan energi, membangun dan memelihara
jaringan, serta mengatur proses – proses kehidupan (Almatsier, 2010).
2. Masa Prakonsepsi
Masa prakonsepsi merupakan masa sebelum hamil. Perempuan
prakonsepsi diasumsikan sebagai perempuan dewasa atau perempuan
usia subur yang siap menjadi seorang ibu. Kebutuhan gizi pada masa ini
berbeda dengan remaja, anak – anak, ataupun lansia. Prasyarat gizi
sempurna pada masa prakonsepsi merupakan kunci kelahiran bayi normal
dan sehat (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016).
3. Kebutuhan Gizi pada Masa Prakonsepsi
Gizi prakonsepsi merupakan persiapan untuk melahirkan generasi
lebih baik. Kecukupan gizi pada pasangan terutama pada calon ibu dapat
menurunkan risiko bayi lahir BBLR, prematur, tingkat inflamasi dan infeksi
pada bayi, serta dapat memutus mata rantai masalah kekurangan gizi
pada masa kehamilan (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016).
Asupan gizi yang cukup dan status gizi yang baik dari ibu penting
untuk perkembangan optimal janin. Diet bervariasi sehat penting sebelum
pembuahan dan selama kehamilan (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016).
Untuk mengalisis kandungan zat gizi dilakukan dengan menggunakan
Daftar Komposisis Bahan Makanan (DKBM). Kemudian menilai tingkat
7
konsumsi makanan (untuk energi dan zat gizi), diperlukan suatu standar
kecukupan yang dianjurkan atau Recomended Dietary Allowance (RDA).
Untuk Indonesia, Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang digunakan saat ini
secara nasional adalah hasil Widyakarya nasional Pangan dan Gizi VI
tahun 1998. Untuk mengetahui pencapaian tingkat konsumsi perindividu
adalah sebagai berikut (Supariasa, dkk, 2008) :
Tingkat Konsumsi Gizi = Asupan Gizi x 100%
AKG Individu
b. Baik : ≥100%
Angka kecukupan gizi yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan Gizi Wanita Usia Subur
Zat Gizi Wanita Usia Subur
16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun
Energi (kkal)
Protein (g)
B. Asupan Gizi pada Masa Prakonsepsi
Zat gizi makro dan zat gizi mikro berperan penting untuk menunjang
kesehatan WUS. Gizi yang mempengaruhi prakonsepsi adalah
karbohidrat, lemak, protein, asam folat, vitamin A, E, dan B12, mineral,
zinc, besi, kalsium dan omega 3 (Susilowati dan Kuspriyanto 2016).
1. Protein
Protein mengandung karbon, hidrogen, sulfur, serta fosfor. Protein
berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan
virus. Disistem pencernaan, protein akan diurai menjadi sejumlah peptida
yang strukturnya lebih sederhana, terdiri atas asam amino, terdiri atas
asam amino. Tubuh manusia memerlukan sembilan asam amino esensial
(asam amino yang tidak dapat disintesis sendiri oleh tubuh) dan sebagian
lagi merupakan asam amino non esensial dengan jumlah keseluruhan
sebanyak 20 asam amino (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016).
Klasifikasi asam amino dapat dilihat di tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi asam amino menurut esensial, esensial
bersyarat, dan tidak Esensial.
Leusin
Isoleusin
Prolin
Serin
Alanin
penelitian keseimbangan nitrogen adalah 0,75 gram/kg berat badan
(Almatsier, 2010).
hewani dan protein nabati. Sumber protein hewani berasal dari telur,
susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber protein nabati berasal
dari kacang kedelai dan hasil olahannya seperti tahu dan tempe, serta
kacang – kacangan lainnya (Almatsier, 2010).
Protein memiliki fungsi yang sangat penting dalam tubuh, diantaranya
(Susilowati dan Kuspriyanto, 2016) :
katabolisme).
pertumbuhan, seperti pada bayi dan balita, anak – anak, remaja,
dan pada kehamilan.
komponen enzim dan hormon.
satu manifestasi kekurangan protein akan terlihat dalam
bentuk/terjadinya oedema).
tubuh.
10
dalam transport trigleserida, kolesterol, fosfolipida, dan vitamin larut
lemak.
penyakit yang masuk ke dalam tubuh.
2. Kalsium (Ca)
Kalsium didalam tubuh, sebagian besar terdapat pada jaringan keras
seperti tulang, gigi dan sisanya tersebar dalam bagin tubuh lain. Sumber
kalsium yang baik adalah bahan pangan hewani seperti susu, keju, dan
sejenisnya. Kalsium juga terdapat pada kacang kacangan, roti, ikan, dan
sebagainya. Asupan yang cukup untuk remaja dan dewasa adalah 1000 –
1300 mg perhari (Darawati, 2016).
Faktor – faktor yang membantu penyerapan kalsium adalah vitamin D,
keasaman lambung, laktosa, dan kebutuhan akan kalsium. Faktor yang
menghambat penyerapan kalsium dalam tubuh ditemukan dalam bentuk
ion kalsium bebas dalam darah dan hidroksiapatit dalam tulang.(Darawati,
2016). Semakin tinggi kebutuhan dan semakin rendah persedian kalsium
dalam tubuh semakin efesien absorpsi kalsium. Peningkatan kebutuhan
terjadi pada pertumbuhan, kehamilan, menyusui, defesiensi kalsium dan
tingkat aktivitas fisik meningkatkan densitas tulang (Almatsier, 2010).
Kalsium juga dikaitkan dengan kesehatan reproduksi, utamanya pre –
eklampsia/eklampsia, berat badan lahir rendah, serta kelahiran prematur.
Kalsium juga meningkatkan pH tubuh, yang menguntungkan bagi sperma
dan telur sudah dibuahi (Dewantari, 2013).
Kekurangan dapat mengakibatkan janin mengambil persediaan
kalsium pada tulang ibu yang menyebabkan ibu menderita kerapuhan
tulang atau osteoporosis (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016).
3. Zat Besi (Fe)
Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini
diperlukan dalam hemopobosis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesis
11
hemoglobin (Hb). (Paath, dkk, 2016). Zat besi berperan dalam pengikatan
oksigen dan karbondioksida dari paru dan mengikat CO2 dari sel – sel,
dikeluarkan melalui paru dengan hemoglobin.(Agria, dkk, 2012). Menurut
AKG 2013 angka kecukupan zat besi pada wanita subur adalah sebanyak
26 mg/hari.
pengaturannya tergantung kebutuhan tubuh. Setelah diserap oleh usus,
Fe diangkut oleh darah dan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh
dalam keadaan terikat pada protein transferin. Zat besi tersebut antara
lain digunakan untuk sintesis enzim – enzim pernafasan, Fe dalam plasma
darah, produksi hemoglobin dan sel darah merah dalam tulang, didalam
hati, limfa, dan lain – lain. Konsumsi daging, ayam, ikan, dan vitamin C
akan meningkatkan penyerapan zat besi dari makanan nabati sampai 2 -3
kali. Adapun adanya serat pangan, asam fitat, asam oksalat, minuman
berkarbonasi, teh, dan kopi dapat menurunkan penyerapan zat besi
(Darawati, 2016).
(Almatsier, 2010) :
Didalam tiap sel, besi bekerja sama dengan rantai protein pengangkut
elektron, yang berperan dalam langkah – langkah akhir metabolisme
energi. Protein ini memindahkan hidrogen dan elektron yang berasal dari
zat gizi penghasil energi ke oksigen, sehingga membentuk air. Sebagian
besar besi berada didalam hemoglobin, yaitu molekul protein
mengandung besi dari sel merah dan mioglobin didalam otot. Hemoglobin
didalam darah membawa oksigen dari paru – paru ke seluruh jaringan
tubuh dan membawa kembali karbondioksida dari seluruh sel ke paru –
paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Sebanyak kurang lebih 80% besi tubuh
berada didalam hemoglobin. Selebihnya terdapat didalam mioglobin dari
protein lai yang mengandung besi.
12
kekebalan tubuh oleh limfosit-T terganggu karena berkurangnya
pembentukan sel – sel tersebut, yang kemungkinan disebabkan oleh
berkurangnya sintesis DNA. Berkurangnya sintesis DNA ini disebabkan
oleh gangguan enzim reduktase ribonukleotida yang membutuhkan besi
untuk bekerja secara efektif dalam keadaan tubuh kekurangan besi.
4. Asam Folat (B9)
Asam folat Asam folat sangat berperan pada masa pembuahan dan
kehamilan trimester pertama.Menurut Sandjaja (2010) dalam Kamus Gizi
menyatakan asam folat adalah salah satu bagian dari vitamin B kompleks
yang diperlukan untuk replikasi dan perkembangan sel, metabolisme
asam amino, dan sintesis nukleat.
Folat terdapat luas didalam bahan makanan terutama dalam bentuk
poliglutamat. Folat terutama terdapat didalam sayuran hijau, hati, daging,
serealia utuh, biji – bijian, kacang – kacangan, dan jeruk. Karena asam
folat mudah rusak pada pemanasan, dianjurkan tiap hari makan buah dan
sayur mentah, atau sayur yang dimasak tidak terlalu matang (Almatsier,
2010).
Akibatnya terjadi perubahan dalam morfologi inti sel terutama sel – sel
yang sangat cepat membelah, seperti sel darah merah, sel darah putih
serta sel sel pitel lambung dan usus, vagina dan serviks rahim.
Kekurangan folat mengambat pertumbuhan, menyebabkan anemia dan
gangguan darah lainnya (Almatsier, 2010). Wanita dengan asam folat
yang tidak mencukupi berisiko tinggi melahirkan bayi dengan kecatatan
tabung saraf atau neural tube defects. Status asam folat yang tidak
adekuat juga dikaitkan dengan berat badan, prematur, dan retardasi
pertumbuhan janin. Angka kecukupan folat bagi wanita usia subur adalah
400 mcg (NIH, 2016).
tertentu (Supariasa, dkk, 2008).
ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi, adanya keseimbangan
antara jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis
seperti perkembangan fisik, perkembangan, aktivitas atau produktifitas,
pemeliharaan kesehatan dan lain – lain (Depkes, 2003).
2. Penilaian Status Gizi
dengan cara langsung dan tidak langsung.Penilaian status gizi secara
langsung dibagi menjadi empat yaitu antropometri, biokimia, klinis dan
biofisik. Sedangkan penilaian tidak langsung terdiri dari survey konsumsi
makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
3. Pengukuran Antropometri
digunakan untuk menilai status gizi seseorang. Antropometri artinya
ukuran tubuh manusia. Dari sudut pandang gizi, antropometri
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa,
dkk, 2008).
manusia. Dalam bidang ilmu gizi digunakan untuk menilai status gizi.
Salah satu cara untuk memantau status gizi orang dewasa adalah
dengan mengukur indeks masa tubuh telah dikembangkan grafik IMT
orang dewasa (umur diatas 18 tahun) dengan menggunakan indeks berat
badan menurut tinggi badan (Supariasa, dkk, 2008).
14
Kategori IMT
berat
<17.0
ringan
Sumber : Depkes, 2011.
mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan
makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga dan
perorangan serta faktor –faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi
makanan tersebut. Salah satu metode pengukuran konsumsi makanan
untuk individu adalah metode Food Recall 24 jam. Dalam metode ini,
responden disuruh menceritakan semua yang dimakan dan diminum
selama 24 jam yang lalu. Biasanya dimulai sejak ia bangun pagi kemarin
sampai dia istirahat tidur malam harinya. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa beturut – turut, dapat
menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal. (Supariasa, dkk,
2008).
kekurangan, sebagai berikut (Supariasa, dkk, 2008) :
15
Kelebihan :
b. Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan
tempat yang luas untuk wawancara.
c. Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden
d. Dapat memberikan gambaran nyata yang benar – benar dikonsumsi
individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.
Kekurangan :
a. Tidak dapat menggambarkan asupan sehari – hari, bila hanya dilakukan
recall satu hari.
c. Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari
penelitian.
d. Untuk mendapatkan gambaran konsumsi makanan sehari – hari recall
jangan dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pekan, pada
saat melakukan upacara – upacara keagamaan, selamatan dan lain –
lain.
Menurut Supariasa (2008) dalam Penilaian Status Gizi faktor-faktor
yang mempengaruhi status gizi yaitu :
a. Faktor Langsung
1) Keadaan Infeksi
penyakit menular dalam badan manusia atau binatang termasuk juga
bagaimana badan pejamu bereaksi terhadap agent tadi meskipun hal ini
tidak selalu tampak secara nyata. Menurut Scrimshaw, et.al (1959) seperti
yang dikutip oleh Supariasa at al (2008) menyatakan bahwa ada hubungan
yang sangat erat antara infeksi (bakteri, virus, dan parasit) dengan
malnutrisi. Mereka menekankan interaksi yang sinergis antara malnutrisi
dengan penyakit infeksi, dan juga infeksi akan mempengaruhi status gizi
dan mempercepat malnutrisi.
Pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui
kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna
untuk mengukur status gizi. Di amerika serikat survei konsumsi mkanan
digunakan sebagai salah satu cara dalam penentuan status gizi, sedangkan
di Indonesia survey konsumsi sering digunakan dalam penelitian dibidang
gizi (Supariasa, dkk, 2008).
suatu zat yang bergizi yang dikonsumsi, diminum atau dimasukkan ke
dalam tubuh dengan maksud untuk mempertahankan kehidupan, memberi
energi, meningkatkan pertumbuhan dan lain – lain.
3) Pengaruh Budaya
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain
sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi
pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat
pantangan, tahayul, tabu dalam mesyarakat yang menyebabkan konsumsi
makanan menjadi rendah.
manusia. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan, karena tingkat pendidikan
yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki
tentang gizi khususnya konsumsi makanan yang lebih baik. (Muliawati,
2013).
Namun seseorang dengan pendidikan rendah belum tentu kurang
mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan
dengan orang lain yang pendidikannya lebih tinggi. Jika orang tersebut rajin
mendengarkan atau melihat informasi mengenai gizi, bukan mustahil
pengetahuan gizi nya akan lebih baik (Putri, 2017).
17
seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga
dan bisa mengambil tindakan yang cepat (Muliawati, 2012).
2) Pekerjaan
mampu memiliki akses terhadap pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik
karena proses selekse yang relatif lebih terbuka (Sianturi, 2002 dalam
Najoan, 2011). Karakteristik pekerjaan seseorang dapat mencerminkan
pendapatan, status sosial, pendidikan serta masalah kesehatan.
(Timmreck, 2005 dalam Najoan, 2011).
Hasil survey sosial ekonomi, hampir 50 persen perempuan dipedesaan
bekerja sebagai pekerja yang tidak dibayar. Angka dan fakta tersebut
menunjukkan, bahwa perempuan hanya dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan pasar demi kepentingan ekonomi negara. Oleh karena itu
perempuan adalah “pintu masuk” menuju perbaikan kesejahteraan keluarga
(Najoan, 2011).
3) Pendapatan
kecilnya pemenuhan kebutuhan hidup sehari – hari dalam keluarga.
(Najoan, 2011).
dengan penghasilan yang ada. Persiapan finansial bagi pasangan yang
menghadapi kehamilan akan sangat mempengaruhi pendapat ibu tentang
kesiapan kehamilan. Persiapan finansial yang dimiliki untuk mencukupi
kebutuhan selama kehamilan berlangsung sampai masa persalinan dan
masa pengasuhan (Oktalia, 2015).
Status gizi sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila status gizi ibu normal pada
sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang
sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Dengan kata lain kualitas
bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan
selama hamil (Agria, dkk, 2012)
Gizi optimal pada masa prakonsepsi berperan sangat sangat penting
dalam proses pembuahan dan kehamilan. Kecukupan gizi ibu hamil akan
mempengaruhi kondisi janin dalam tubuh kembangnya selama kehamilan.
Kekurangan gizi pada masa kehamilan akan menyebabkan ibu kekurangan
gizi dan berdampak janin yang dikandungnya juga mengalami kekurangan
gizi (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016).
Janin yang kekurangan gizi dapat menyebabkan kondisi bayi berat lahir
rendah (BBLR) yang lebih rentan terhadap infeksi dan bayi prematur. Bayi
dengan kondisi kekurangan gizi apabila asupan gizinya tidak diperbaiki akn
tumbuh dan berkembang menjadi anak dan remaja yang kekurangan gizi.
Kondisi ini akan terus berlangsung sampai dewasa. Siklus ini tidak akan
berhenti apabila tidak ada perbaikan status gizi pada masa prakonsepsi.
Dampaknya, akan menyebabkan calon ibu dengan status gizi kurang
(Susilowati dan Kuspriyanto, 2016).Kondisi kesehatan ibu yang baik,
sistem reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan
gizi pada masa prahamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi yang
lebih sehat (Agria, dkk, 2012)
Kenaikan berat badan harus dijaga selama masa kehamilan, ibu hamil
tidak dianjurkan melakukan diet untuk menurunkan berat nadan selama
kehamilan. Hal ini yang perlu dilakukan adalah mengelola bert badan
selama kehamilan untuk memaksimalkan kesehatan ibu dan bayi. Akan
tetapi, kenaikan berat badan yangberlebihan juga harus dihindari, karena
kenaikan berat badan yang berlebih selama kehamilan memiliki resiko
lebih tinggi dari pada komplikasi yang terkait dengan kelebihan berat badan
19
Berat badan ibu hamil harus memadai, bertambah sesuai umur
kehamilan, berat badan yang bertambah normal akan menghasilkan anak
normal. Kenaikan berat badan ideal ibu hamil 7 kg untuk ibu yang gemuk
dan 12,5 kg untuk ibu yang tidak gemuk (Paath, dkk, 2016).
E. Konseling Gizi
adalah suatu proses komunikasi dua arah antara konselor dan pasien/klien
mengenali dan mengatasi masalah gizi. Menurut Cornelia, dkk (2013)
dalam Konseling Gizi menyatakan konseling adalah suatu bentuk
pendekatan yang digunakan dalam asuhan gizi untuk menolong individu
dan keluarga memperoleh pengertian yang lebih baik tentang dirinya serta
permasalahan yang dihadapi.
mengubah perilaku yang berkaitan dengan gizi, status gizi dan kesehatan
klien menjadi lebih baik (Supariasa, 2012).
Perbedaan konseling konsultasi dan penyuluhan dapat dilihat di tabel 4.
Tabel 4. Perbedaan Konseling, Konsultasi, dan Penyuluhan.
Aspek Konseling Konsultasi Penyuluhan
Kelompok
Menurut Cornelia, dkk dalam Konseling Gizi terdapat beberapa teori
tentang perubahan perilaku, salah satunya model tranteoretikal.Dalam
model transteoretikal terdapat enam tahapan yang harus dilalui, yaitu
sebagai berikut.:
a. Prekontemplasi, yaitu pada tahap ini klien belum menyadari adanya
masalah. Oleh karena itu, memerlukan informasi untuk
menimbulkan kesadaran akan adanya masalah.
b. Kontemplasi, yaitu sudah timbul kesadaran akan tetapi masih ada
keraguan, antara ingin berubah dan tidak berubah.
c. Preparasi, yaitu kesempatan untuk melangkah maju atau kembali
ke tahap sebelumnya. Klien perlu bantuan dalam menentukan
strategi perubahan yang dapat diterima, dapat dicapai dan layak.
d. Aksi, yaitu, klien mulai menyadari perubahan. Tujuannya adalah
dihasilkannya perubahan perilaku sesuai masalah.
21
dicapai dan mencegah kekambuhan.
dimulai dari tahap pertama kembali.
2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Konseling
Perubahan perilaku adalah tujuan dari konseling. Terdapat 3 faktor
yang mempengaruhi perubahan perilaku individu maupun kelompok yaitu
(Notoatmojo, 2012) :
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap terhadap kesehatan,
tradisi dan kepercayaan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Faktor-faktor ini
terutama yang positif mempermudah terjadinya perilaku, maka sering
disebut faktor pemudah.
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana fasilitas
kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas ini pada
hakikatnya mendukung terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor ini
disebut faktor pendukung atau pemungkin.
c. Faktor penguat (Reinforcing factors)
Faktor pendorong yaitu faktor yang memperkuat perubahan perilaku
seseorang dikarenakan adanya sikap dan perilaku yang lain seperti sikap
suami, orang tua, tokoh masyarakat atau petugas kesehatan.
3. Media Konseling
seseorang dalam menyampaikan bahan, materi atau pesan kesehatan.
Berdasarkan fungsinya, media dibagi menjadi tiga, yaitu (Notoatmodjo,
2012) :
22
kesehatan sangan bervariasi, antara lain sebagai berikut :
1) Booklet, ialah suatu media untuk menyampaikan informasi dalam
bentuk buku, baik berupa tulisan maupun gambar.
2) Leaflet, ialah bentuk penyampaian informasi melalui lembaran
dilipat, baik dalam bentuk kalimat maupun gambar atau kombinasi.
3) Flyer, bentuk seperti leaflet, tetapi tidak berlipat.
4) Flip chart (lembar balik), ialah media dalam bentuk buku dimana
tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan lembar
baliknyaberisi kalimat sebagai pesan yang berkaitan dengan
gambar tersebut.
5) Rubrik atau tulisan – tulisan pada surat kabar atau majalah yang
membahassuatu masalah.
tembok, ditempat umum atau kendaraan umum.
b. Media Elektronik
pesan berbeda jenisnya, yaitu :
tentang pesan – pesan atau informasi.
23
mengubah asupan dan status gizi WUS.
Faktor pendukung (sarana-prasarana kesehatan yaitu ketersediaan
makanan yang bergizi serta fasilitas pelayanan, jika sarana prasarana
mendukung tentunya akan mempermudah perubahan perilaku responden
khususnya untuk asupan dan status gizi WUS.
Faktor penguat meliputi faktor dukungan yang meliputi sikap dan perilaku
keluarga, lingkungan, dan petugas. Jika faktor ini mendukung secara efektif
maka arah perubahan perilaku pun akan lebih mudah khususnya dalam
perubahan asupan makan sehingga berdampak terhadap status gizi WUS.
Untuk mencapai pengetahuan, asupan makan yang baik dan status gizi
normal maka diberikan intervensi berupa konseling, sehingga hubungan antara
intervensi terhadap faktor perilaku untuk membina dan meningkatkan kesehatan
dapat disimpulkan sebagai berikut :
Faktor Tidak Langsung
Sumber L.Green, 1993 dalam Notoatmodjo 2012
24
(konseling gizi), variabel perancu (pengetahuan dan sikap), serta variabel
terikat (asupan zat gizi).
Konseling Gizi
1 Pengetahuan Segala bentuk
Rasio
wanita usia subur sebelum
Tidak Setuju : 2 Sangat Tidak Setuju : 1 Penilaian pernyataan
negatif: Sangat Setuju : 1
Skor maksimal adalah 40
dan skor minimal 10
Asupan protein=.......... gr Rasio
Asupan Kalsium =........mg Rasio
5 Asam Folat Jumlah rata – rata
makanan, minuman dan
suplemen yang dikonsumsi
yang mengandung asam
Asupan asam folat.=.....mcg Rasio
pengetahuan dan sikap pada WUS
Ha2 : Ada pengaruh konseling mengenai gizi prakonsepsi terhadap
asupan protein, kalsium, zat besi dan asam folat pada WUS
Ha3 : Ada pengaruh konseling mengenai gizi prakonsepsi terhadap status
gizi pada WUS.
5 Status gizi
Penelitian ini dilakukan di desa Paluh kemiri. Waktu penelitian ini
berlangsung dari bulan Oktober 2017 – Juli 2018. Sedangkan
pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni–Juli 2018.
B. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian Quasi Eksperimen dengan rancangan
One Group Pre and Post test Design. Bentuk rancangan ini di gambarkan
sebagai berikut (Notoatmodjo, 2005) :
Keterangan :
protein,kalsium, zat besi, asam folat dan status gizi sebelum
perlakuan
02 : Post test, yaitu pengukuran pengetahuan, sikap, asupan
protein,kalsium, zat besi, asam folat dan status gizi setelah
perlakuan.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita usia subur yang
sudah menikah pada periode prakonsepsi yang ada di Kelurahan Paluh
Kemiri, jumlah wanita usia subur di kelurahan paluh kemiri sebanyak 528
orang.
01 X 02
dengan melakukan screening sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
Adapun kriteria inklusi sampel adalah :
1) Bersedia menjadi sampel
3) Sudah menikah
5) Sampel tidak menderita penyakit kronis
6) Tidak menggunakan alat kontrasepsi
Sedangkan kriteria eksklusinya adalah :
1) Tidak ikut dalam penelitian secara lengkap selama 1 bulan.
2) Pindah dari lokasi penelitian
Gambar 3. Alur pengambilan sampel
Pada uraian diatas, sampel yang yang diteliti berjumlah 30 orang
yang ditentukan pada kriteria inklusi dan eksklusi.
Populasi Sumber Wanita Usia Subur di Kelurahan Paluh Kemiri (n: 528)
Berdasarkan Perhitungan Kriteria Inklusi sudah menikah dengan
umur 18 – 35 tahun (n: 211)
Berdasarkan Perhitungan Kriteria Inklusi tidak mempunyai penyakit
kronis (n:180 )
alat kontrasepsi (n:60 )
30
1. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer
dan data sekunder, yang meliputi:
a. Data Primer
dan pekerjaan. Pengumpulan data identitas sampel yaitu dengan
mengisi formulir data diri melalui wawancara.
2) Data pengetahuan awal dan akhir diukur mengunakan kuesioner
yang diisi oleh responden
3) Data sikap awal dan akhir diukur menggunakan kuesioner yang
diisi oleh responden
4) Data berat badan wanita usia subur awal dan akhir diukur langsung
dengan menggunakan timbangan dengan ketelitian 0,1 kg.
5) Data tinggi badan wanita usia subur awal dan akhir diukur langsung
dengan menggunakan microtoise dengan 0,1 cm.
6) Data asupan makan awal dan akhir diperoleh dengan lembar food
recall 24 jam selama 2 hari secara tidak berurutan
b. Data Sekunder
kantor lurah Keluruhan Paluh Kemiri.
2. Cara Pengumpulan Data
a. Formulir data identitas sampel untuk mendapatkan karakteristik
sampel
7) Formulir penelitian (food recall 24 jam), buku foto makanan SDT
(Studi Diet Total) dan alat tulis menulis .
b. Formulir IC (Infirmed Consent) atau tanda persetujuan responden
untuk mengikuti kegiatan penelitian.
Modul konseling yang diberikan adalah berupa leaflet yang
didalamnya memuat seluruh materi konseling, yang meliputi :
i. Materi 1 : Pentingnya gizi prakonsepsi
ii. Materi 2 : Kebutuhan gizi pada masa prakonsepsi
iii. Materi 3 : Gaya hidup dan asupan gizi prakonsepsi
iv. Materi 4 : Pengaturan Makanan Sehari Wanita Prakonsepsi
Penelitian ini dibantu oleh 4 enumerator untuk mengumpulkan data
pengetahuan, sikap, asupan, berat badan, dan tinggi badan .
Tabel 6. Jadwal Penelitian
No Tanggal Kegiatan Keterangan
pengukuran BB, TB & LILA Sebelum
konseling 23 Juni 2018 Melakukan recall 24 jam hari ke-2
& pengisian kuesioner
dan II
dan IV
Waktu pemberian konseling :
pengisian kuesioner Setelah
pengukuran BB, TB & LILA
E. Intervensi yang Diberikan
32
akan dilakukan :
4. Membuat formulir data responden dan formulir food recall 24 jam.
5. Pengembangan kuesioner tentang pengetahuan dan sikap
mengenai gizi prakonsepsi. Kuesioner disusun berdasarkan materi
konseling yang dikembangkan dalam leaflet. Jumlah kuesioner
pengetahuan adalah 10 multiple choice test dan 10 kuesioner
sikap.
7. Selanjutnya sebelum dilakukan pre test, responden terlebih dahulu
diberikan penjelasan mengenai penelitian. Setelah itu responden
diminta mengisi formulir persetujuan (Informed Consent).
8. Kemudian peneliti melakukan pre test dengan melakukan recall 24
jam 2 secara tidat berurutan, pengukuran BB, TB dan pengisian
kuesioner.
Intervensi :
meningkatkan pengetahuan, asupan protein, kalsium, zat besi, asam folat
dan status gizi. Peneliti memberikan materi secara berurutan mulai dari
materi 1 sampai materi 4. Kemudian responden akan menerima konseling
sebanyak 3 kali, dimana pada pertemuan ke-1 responden mendapat
materi 1 dan 2, pada pertemuan ke-2 responden mendapat materi 3 dan
4, dan pada pertemuan ke-3 pengulangan materi 1 sampai dengan 4.
Menurut Azzahra (2015) lama waktu pemberian konseling adalah 20
sampai 30 menit dan media yang digunakan dalam pemberian konseling
adalah leaflet . Konseling akan dilaksanakan secara home visit dengan
suasana kondusif, dimana hanya ada reponden dan peneliti. Setelah
dilakukan konseling peneliti mewawancarai kembali responden mengenai
asupan yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu selama 2
hari tidak berturut – turut dan responden diminta untuk mengisi kembali
33
badan, dan tinggi badan responden.
F. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
komputer dengan tahapan secara berikut :
1) Memeriksa kelengkapan data
b. Data Asupan Protein, Kalsium, Zat Besi dan Asam Folat
. Data diperoleh dengan metode food recall 24 jam, dengan
menggunakan formulir food recall 24 jam dilakukan 2 hari secara tidak
berturut – turut dan menunjukkan ukuran masing-masing bahan
makananan pada buku foto makanan SDT (Studi Diet Total) kepada
responden sebelum dan setelah diberikan konseling, kemudian dientri
menggunakan komputer ke dalam program Nutrisurvey, yang kemudian
asupan tersebut dirata – ratakan dan dibandingkan dengan AKG 2013
berdasarkan jenis kelamin perempuan dengan usia 18 – 35 tahun
Persen asupan protein dapat diperoleh dengan menggunakan rumus
yaitu :
59 gr usia 16-18, 56 gr usia 19-29,
57 gr usia 30-49
1200 mg usia 16-18, 1100 mg usia 19-29,
1000 mg usia 30-49
26 mg
400 mcg
1) Baik apabila tingkat konsumsi >100%
2) Sedang apabila tingkat konsumsi 80 – 99%
3) Kurang apabila tingkat konsumsi 70 – 80%
4) Defisit apabila tingkat konsumsi <70%
c. Data Status Gizi
Prosedur penimbangan berat badan dengan timbangan injak digital :
1) Tempatkan timbangan injak pada permukaan yang rata, datar dan
tidak licin.
2) Injak timbangan hingga muncul angka nol
3) Petugas berada di sebelah kanan responden yang akan di timbang
4) Responden yang akan di timbang di minta membuka alas kaki dan
jaket serta mengeluarkan isi kantong yang berat seperti kunci,
hand phone, dll
dengan pandangan lurus ke depan, tegak lurus dan tidak
berpegangan.
menunjukkan angka tertentu
7) Catat hasil penimbangan dan mintalah subyek untuk turun dari
timbangan
35
microtoise di dinding agar tegak lurus.
2) Letakan alat pengukur di lantai yang datar tidak jauh dari bandul
tersebut dan menempel pada dinding. Dinding jangan ada lekukan
atau tonjolan (rata).
3) Tarik papan penggeser tegak lurus keatas, sejajar dengan benang
berbandul yang tergantung dan tarik sampai angka pada jendela
baca menunjukkan angka 0 (nol).
4) Kemudian dipaku atau direkat dengan lakban pada bagian atas
microtoise. Untuk menghindari terjadi perubahan posisi pita, beri
lagi perekat pada posisi sekitar 10 cm dari bagian atas microtoise
5) Minta responden melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi
(penutup kepala).
6) Reponden diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser .
7) Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit
menempel pada dinding tempat microtoise di pasang.
8) Turunkan microtoise hingga mengenai /menyentuh rambut subjek
namun tidak terlalu menekan (pas dengan kepala) dan posisi
microtoise tegak lurus.
1) Kurus apabila IMT <18.5
2) Normal apabila IMT berada dikisaran 18.5 – 25.0
3) Overweight apabila IMT berada dikisaran 25.1 – 27.0
4) Obesitas apabila IMT >27.0
d. Data Pengetahuan
dijawab oleh sampel sebelum dan sesudah diberikan konseling gizi
dengan menggunakan 10 pertanyaan. Setiap pertanyaan diberi skor
tertinggi 1 dan skor terendah 0. Maka didapatkan total skor tertinggi
36
pengetahuan kategorikal dimana menurut Arikunto (2006) pengetahuan
seseorang dapat diketahui dan diinterpretasi dengan skala yang bersifat
kualitatif, yaitu :
Kurang : hasil persentase < 56%
sampel pada saat sebelum dan sesudah diberikan konseling gizi dengan
menggunakan 10 pernyataan sikap yaitu 5 pernyataan positif dan 5
pernyataan negatif dengan kategori sangat setuju, setuju, tidak setuju dan
sangat tidak setuju. Hasil kuesioner dientri dan diolah program komputer,
jika pernyataan positif maka nilai untuk pilihan sangat setuju adalah 4,
setuju 3, tidak setuju 2 dan sangat tidak setuju bernilai 1 sedangkan pada
pernyataan negatif maka nilai untuk pilihan sangat setuju adalah 1, setuju
2, tidak setuju 3 dan sangat tidak setuju bernilai 4. Total skor tertinggi
adalah 40 dan terendah 10. Nilai sikap kemudian diklasifikasikan menjadi
nilai pengetahuan kategorikal dimana menurut Arikunto (2006)
pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasi dengan skala
yang bersifat kualitatif, yaitu :
Kurang : hasil persentase < 56%
karakteristik setiap variabel, yaitu : nama, usia, pekerjaan, pendidkan,
pengetahuan, sikap, asupan protein, kalsium, zat besi, asam folat dan
status gizi yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.
b. Analisis Bivariat
37
pengetahuan WUS.
sikap WUS.
asupan protein WUS.
asupan kalsium WUS.
asupan zat besi WUS .
asupan asam folat WUS .
status gizi WUS.
Pada uji statistik apabila data berdistribusi normal maka uji yang
digunakan T-dependent, namun jika data tidak berdistribusi normal maka
digunakan uji Wilcoxon, dengan kesimpulan, jika diperoleh nilai p ≤0,05
maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan rata – rata pengetahuan, sikap,
asupan dan status gizi sebelum dan sesudah konseling gizi terhadap
pengetahuan, sikap, asupan protein, kalsium, zat besi, asam folat dan
status gizi di Kelurahan Paluh Kemiri.
38
1. Letak Geografis
kecamatan Lubuk Pakam. Luas wilayah kelurahan paluh kemiri yaitu 187
Ha, terdapat IV lingkungan, dan 3501 jiwa penduduk. Berikut batas-batas
wilayah kelurahan Paluh Kemiri :
- Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Morawa
- Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kelurahan Petapahan
2. Demografi
perempuan sebanyak 1742 orang, dan jumlah KK sebanyak 936 KK.
B. Hasil Penelitian
karakteristik setiap variabel, yaitu : nama, usia, pekerjaan, pendidkan,
pengetahuan, sikap, asupan protein, kalsium, zat besi, asam folat dan
status gizi yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.
a. Karakteristik Sampel
a) Umur Sampel
39
No Kategori Umur N %
Total 30 100
Pada tabel 7 diatas menunjukkan bahwa umur sampel yang paling
banyak adalah pada umur 27-35 tahun yaitu sebesar 86,7 % dengan
jumlah 26 orang.
b) Pendidikan Sampel
Tabel8.
No Tingkat pendidikan N %
Total 30 100
Pada tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan sampel yang
paling banyak adalah SMA 10%, yang paling sedikit adalah S1 yaitu
6,7%, sedangkan SD dan SMA adalah 30%.
c) Pekerjaan Sampel
Tabel 9. Pekerjaan Sampel
1 PNS 1 3,3
2 IRT 24 80 3 Peg.Swasta 1 3,3 4 Wiraswasta 1 3,3
5 Guru 2 6,7 6 Buruh 1 3,3
Total 30 100
Pada tabel 9 menunjukkan bahwa rata rata pekerjaan sampel yaitu
Ibu Rumah Tangga (IRT) atau tidak bekerja.
40
kuesioner dengan 10 pertanyaan. Skor pengetahuan diukur sebelum dan
sesudah intervensi. Rata-rata skor pengetahuan sampel adalah sebagai
berikut :
Waktu Pengukuran Rata – Rata Std. Deviasi
Sebelum Intervensi 6,40 1,923 Sesudah Intervensi 9,10 1,125
Peningkatan Pengetahuan 2,7
sebelum intervensi sebesar 6,40 dengan standar deviasi 1,923.
Sedangkan rata – rata skor pengetahuan sesudah intervensi yaitu 9,10
dengan standar deviasi 1,125. Rata-rata pengetahuan ini meningkat
setelah intervensi sebesar 2,7. Kategori pengetahuan sampel berdasarkan
jawaban yang diberikan adalah sebagai berikut :
Tabel 11. Kategori Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Intervensi
Kategori Pengetahuan Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi
n % n %
Baik 10 33,3 27 90 Cukup 9 30,0 3 10
Kurang 11 36,7 0 0
Total 30 100 30 100
Kategori pengetahuan sampel sebelum diberikan intervensi yang
paling banyak adalah kategori kurang sebesar 36,7 sementara kategori
baik hanya sebesar 33,3%. Sedangkan setelah diberikan intervensi 90%
sampel memiliki pengetahuan dengan kategori baik dan tidak ada lagi
sampel yang memiliki pengetahuan dengan kategori kurang.
c. Sikap
Dalam penelitian ini sikap diukur dengan menggunakan kuesioner
dengan 10 pertanyaan, yang terdiri dari 5 pertanyaan positif dan 5
41
Rata-rata skor sikap sampel adalah sebagai berikut :
Tabel 12. Rata – Rata Sikap
Waktu Pengukuran Rata – Rata Std. Deviasi
Sebelum Intervensi 30,43 3,181 Sesudah Intervensi 33,73 3,028
Peningkatan sikap 3,3
intervensi yaitu 33,73 dengan standar deviasi 3,028. Rata-rata
pengetahuan ini meningkat setelah intervensi sebesar 3,3. Sedangkan
Kategori sikap sampel berdasarkan jawaban yang diberikan disajikan
pada tabel 13.
Kategori Sikap Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi
n % n %
Baik 15 50,0 25 83,3 Cukup 15 50,0 5 16,7
Total 30 100 30 100
Kategori sikap sampel sebelum diberikan intervensi adalah kategori
baik 50 % dan kategori cukup 50%. Sedangkan setelah diberikan
intervensi 83,3% sampel memiliki sikap dengan kategori baik dan 16,7%
sampel lagi yang memiliki sikap dengan kategori cukup.
d. Asupan Gizi
Dalam penelitian ini asupan gizi yang diteliti yaitu Protein, Kalsium, Zat
Besi dan Asam Folat. Data diperoleh dengan metode food recall 24 jam,
dengan menggunakan formulir food recall 24 jam dilakukan 2 hari secara
tidak berturut – turut, yang kemudian asupan tersebut dirata – ratakan dan
dibandingkan dengan AKG 2013 berdasarkan jenis kelamin perempuan
dengan usia 18 – 35 tahun. Berikut rata-rata asupan responden
berdasarkan jumlah yang dikonsumsi adalah sebagai berikut :
42
Sebelum Intervensi 60,23 5,844 Sesudah Intervensi 66,31 8,306
Peningkatan Asupan Protein 6,08
deviasi 8,306. Rata-rata asupan protein terjadi peningkatan setelah
intervensi sebesar 6,08. Sedangkan asupan protein berdasarkan
kategori dapat dilihat pada tabel 15.
Tabel 15. Kategori Asupan Protein Sebelum dan Sesudah Intervensi
Kategori Protein Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi
n % n %
Baik 20 66,7 27 90 Sedang 10 33,3 3 10
Total 30 100 30 100
Kategori asupan protein sebelum diberikan intervensi adalah kategori
baik 66,7%, dan sedang 33,3%. Setelah diberikan intervensi kategori baik
meningkat menjadi 90% dan kategori sedang berkurang menjadi 10 %.
b) Kalsium
Sebelum Intervensi 251,48 80,11
Sesudah Intervensi 244,05 68,74
Peningkatan Asupan Kalsium 7,43
deviasi 68,74. Rata-rata asupan kalsium terjadi peningkatan setelah
43
kategori dapat dilihat pada tabel 17.
Tabel 17. Kategori Asupan Kalsium Sebelum dan Sesudah Intervensi
Kategori Kalsium Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi
n % n %
Asupan kalsium sebelum dan sesudah diberikan intervesi dalam
kategori defisit.
Waktu Pengukuran Rata – Rata Std. Deviasi
Sebelum Intervensi 10,273 1,849
Sesudah Intervensi 12,227 2,353
Tabel 18 menunjukkan bahwa rata – rata asupan zat besi sebelum
intervensi sebesar 10,273 dengan standar deviasi 1,849. Sedangkan rata
– rata asupan zat besi sesudah intervensi yaitu 12,227 dengan standar
deviasi 2,353. Rata-rata asupan zat besi terjadi peningkatan setelah
intervensi sebesar 2,05. Sedangkan asupan zat besi berdasarkan
kategori dapat dilihat pada tabel 19.
Tabel 19. Kategori Asupan Zat Besi Sebelum dan Sesudah Intervensi
Kategori Zat Besi Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi
n % n %
Asupan zat besi sebelum dan sesudah diberikan intervesi dalam
kategori defisit.
Waktu Pengukuran Rata – Rata Std. Deviasi
Sebelum Intervensi 174,96 31,71 Sesudah Intervensi 183,98 32,93
Peningkatan Asupan Asam Folat 9,02
Tabel 20 menunjukkan bahwa rata – rata asupan asam folat sebelum
intervensi sebesar 174,96 dengan standar deviasi 31,71. Sedangkan rata
– rata asupan asam folat sesudah intervensi yaitu 183,98 dengan standar
deviasi 32,93. Rata-rata asam folat terjadi peningkatan setelah intervensi
sebesar 9,02. Sedangkan asupan Asam Folat berdasarkan kategori dapat
dilihat pada tabel 21.
Tabel 21. Kategori Asupan Asam Folat Sebelum dan Sesudah Intervensi
Kategori Asam Folat Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi
n % n %
Asupan asam folat sebelum dan sesudah diberikan intervesi dalam
kategori defisit.
IMT
Waktu Pengukuran Rata – Rata Std. Deviasi
Sebelum Intervensi 24,91 6,054
Sesudah Intervensi 25,04 5,824
Tabel 22 menunjukkan bahwa rata – rata status gizi berdasarkan IMT
sebelum intervensi sebesar 24,91 dengan standar deviasi 6,054.
Sedangkan rata – rata IMT sesudah intervensi yaitu 25,04 dengan
45
dilihat pada tabel 23.
Kategori IMT Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi
n % n %
Kategori status gizi berdasarkan IMT responden sebelum diberikan
intervensi adalah kategori kurus 10%, dan normal 16%. Sedangkan
setelah diberikan intervensi responden memiliki IMT dengan kategori
kurus 6,7 % dan 17% responden yang memiliki IMT dengan kategori
normal. Untuk kategori overweight dan obesitas tidak ada perubahan
sebelum dan setelah diberikan intervensi.
2. Analisa Bivariat
pemberian edukasi terhadap pengetahuan, sikap, asupan dan status gizi
sebelum dan sesudah konseling gizi terhadap pengetahuan, sikap,
asupan protein, kalsium, zat besi, asam folat dan status gizi di Kelurahan
Paluh Kemiri.
Terhadap Pengetahuan
Sebelum Intervensi 6,40 1,923 0,000
Sesudah Intervensi 9,10 1,125
uji Wicoxon diperoleh nilai p=0,000 < 0,05 terlihat adanya perbedaan
yang signifikan sebelum dan sesudah intervensi, artinya adanya pengaruh
konseling mengenai gizi prakonsepsi terhadap pengetahuan WUS.
b. Pengaruh Pemberian Konseling Mengenai Gizi Prakonsepsi
Terhadap Sikap
Sebelum Intervensi 30,43 3,181 0,001
Sesudah Intervensi 33,73 3,028
Berdasarkan tabel 25. menunjukkan hasil uji statistik menggunakan
uji Paired T Test diperoleh nilai p=0,001 < 0,05 terlihat adanya perbedaan
yang signifikan sebelum dan sesudah intervensi, artinya adanya pengaruh
konseling mengenai gizi prakonsepsi terhadap sikap WUS.
c. Pengaruh Pemberian Konseling Mengenai Gizi Prakonsepsi
Terhadap Protein
Sebelum Intervensi 60,23 5,844 0,000
Sesudah Intervensi 66,31 8,306
Peningkatan Asupan Protein 6,08
Berdasarkan tabel 26. menunjukkan hasil uji statistik menggunakan
uji Paired T Test diperoleh nilai p=0,000 < 0,05 terlihat adanya perbedaan
yang signifikan sebelum dan sesudah intervensi, artinya adanya pengaruh
konseling mengenai gizi prakonsepsi terhadap asupan protein WUS.
47
Terhadap Kalsium
Sebelum Intervensi 251,48 80,11 0,548
Sesudah Intervensi 244,05 68,74
Peningkatan Asupan Kalsium 7,43
Berdasarkan tabel 27. menunjukkan hasil uji statistik menggunakan uji
Paired T Test diperoleh nilai p=0,548. Hal ini sesuai dengan penarikan
kesimpulan uji statistik dengan syarat p>0,05 maka H0 diterima. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa jika pemberian konseling tidak
memberikan dampak yang signifikan terhadap asupan kalsium.
e. Pengaruh Pemberian Konseling Mengenai Gizi Prakonsepsi
Terhadap Zat Besi
Waktu Pengukuran Rata – Rata Std. Deviasi P Value
Sebelum Intervensi 10,273 1,849 0,000
Sesudah Intervensi 12,227 2,353
Berdasarkan tabel 28. menunjukkan hasil uji statistik menggunakan
uji Paired T Test diperoleh nilai p=0,000 < 0,05 terlihat adanya perbedaan
yang signifikan sebelum dan sesudah intervensi, artinya adanya pengaruh
konseling mengenai gizi prakonsepsi terhadap asupan zat besi WUS.
f. Pengaruh Pemberian Konseling Mengenai Gizi Prakonsepsi
Terhadap Asam Folat
Waktu Pengukuran Rata – Rata Std. Deviasi P Value
Sebelum Intervensi 174,96 31,71 0,124
Sesudah Intervensi 183,98 32,93
48
Berdasarkan tabel 29. menunjukkan hasil uji statistik menggunakan uji
Paired T Test diperoleh nilai p=0,124. Hal ini sesuai dengan penarikan
kesimpulan uji statistik dengan syarat p>0,05 maka H0 diterima. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa jika pemberian konseling tidak
memberikan dampak yang signifikan terhadap asupan asam folat.
g. Pengaruh Pemberian Konseling Mengenai Gizi Prakonsepsi
Terhadap Status Gizi
Waktu Pengukuran Rata – Rata Std. Deviasi P Value
Sebelum Intervensi 24,91 6,054 0,135
Sesudah Intervensi 25,04 5,824 Peningkatan IMT 0,13
Berdasarkan tabel 30. menunjukkan hasil uji statistik menggunakan uji
Paired T Test diperoleh nilai p=0,135. Hal ini sesuai dengan penarikan
kesimpulan uji statistik dengan syarat p>0,05 maka H0 diterima. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa jika pemberian konseling tidak
memberikan dampak yang signifikan terhadap asupan status gizi.
C. Pembahasan
untuk mengetahui usia atau umur seseorang. Rentang umur wanita usia
subur yaitu 18-49 tahun (BKKBN, 2011). Menurut penelitian Meyclin dkk
tahun 2013 menyatakan bahwa setiap ibu hamil dan bersalin >35 tahun
berpengaruh terhadap kematian perinatal karena kehamilan >35 tahun
lebih memungkinkan terjadinya keguguran, bayi lahir mati atau cacat dan
kematian ibu.
Berdasarkan hasil yang didapatkan sampel yang paling banyak
adalah pada umur 27-35 tahun yaitu sebesar 86,7 % dengan jumlah 26
orang, yang memungkinkan mereka masih mampu menangkap informasi
yang diberikan dan bisa mengingat kembali.
49
seseorang, semakin matang usia akan semakin bang pula daya tangkap
dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin baik.
Menurut penelitian Maulan (2012) menyatakan usia seseorang sangat
mempengaruhi faktor pengetahuan karena pada kelompok uasia dewasa,
suia reproduktif dalam teori Notoatmodjo (2005), seseorang akan semakin
mudah untuk memanfaatkan waktu untuk berkemmengikuti segala
kegiatannya.
merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.
Berdasarkan hasil yang didapatkan Tingkat pendidikan sampel yang
paling banyak adalah SMA 10%, hal ini menunjukkan bahwa sampel bisa
menerima konseling dengan baik.
akan meningkatkan pengetahuan, sehingga dapat menerapkan gizi
prakonseps dikehidupan sehari - harinya. Sampel yang memiliki riwayat
pendidikan yang tinggi akan mudah menerima informasi yang di berikan
BIasanya semakin tinggi pendidikan seseorang maka makin semakin baik
pula dalam menyaring informasi yang baik dan buruk sesuai dengan
kebutuhanya (Langitan, 2007).
SMA dan sarjana lebih mudah memahami konseling yang diberikan
dibanding sampel yang berpendidikan SMP dan SD. Untuk itu pendidikan
juga berpengaruh terhadap penyampain konseling yang diberikan.
c. Pekerjaan
guna memenuhi kebutuhan hidup individu/keluarga.
50
Hasil menunjukkan bahwa rata rata pekerjaan sampel yaitu Ibu
Rumah Tangga (IRT) atau tidak bekerja. Yang beraati bahwa Wanita Usia
Subur tidak memiliki kesibukan lain selain mengurus urusan rumah tangga
dan menurus anak, sehingga diharapkan dapat mengubah prilaku dan
status gizi wanita usia subur.
2. Konseling Mengenai Gizi Prakonsepsi
Secara umum, tujuan konseling adalah membantu klien dalam upaya
mengubah perilaku yang berkaitan dengan gizi, status gizi dan kesehatan
klien menjadi lebih baik (Supariasa, 2012).
Dalam penelitian ini konseling gizi ditujukan kepada wanita usia
subur (WUS) untuk menghadapi kehamilan atau masa prakonsepsi.
Konseling yang dilakukan yaitu mengenai gizi masa prakonsepsi.
Pemberian materi langsung dilakuakn oleh peneliti dengan bantuan
enumerator yang didampingi oleh kader posyandu. Pemberian materi
menggunakan metode tanya jawab. Pelaksanaan edukasi dilakukan
dengan menggunakan leaflet. Konseling dilakukan sebanyak 3 kali yaitu
pada pertemuan pertama penyampaian materi 1 dan materi 2, pada
pertemuan kedua penyampaian materi 3 dan 4 dan pada pertemuan
ketiga pengulangan materi 1 sampai materi 4. Pada awal pemberian
edukasi, sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang kurang
mengenai gizi prakonsepsi. Setelah pemberian edukasi pengetahuan
sampel cenderung meningkat.
Pendidikan kesehatan merupakan suatu cara penunjang program –
program kesehatan yang dapat menghasilkan perubahan dan peningkatan
pengetahuan dalam jangka waktu yang pendek (Utari dkk, 2014).
Pengetahuan merupakan salah satu dari tiga komponen yang
mempengaruhi perilaku manusia. Proses yang didasari oleh pengetahuan
kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan langgeng.
51
Secara umum, terdapat perubahan pengetahuan responden setelah
diberikan intervensi berupa konseling. Skor pengetahuan responden yang
paling rendah adalah 6 dan tertinggi adalah 10 dari total skor 10.
Rata – rata pengetahuan sampel sebelum diberikan intervensi adalah
64,0 dengan standar deviasi 19,226. Hal ini berarti sebelum diberikan
konseling, responden hanya menguasai 64% dari semua pertanyaan yang
diberikan. Kategori pengetahuan sampel secara umum adalah kurang.
Sebelum diberikan konseling, ada 3 pertanyaan tentang pengetahuan
yang >50% dijawab salah oleh sampel, yaitu pertanyaan tentang
pengertian prakonsepsi (nomor 1); rentang waktu masa prakonsepsi
(nomor 2); dan porsi nasi (nomor 10) .
Setelah diberikan konseling gizi, diperoleh hasil bahwa pengetahuan
responden meningkat mengenai pertanyaan tersebut. Semua pertanyaan
telah dijawab sampel dengan persentase >80%.
Setelah diberikan konseling, skor pengetahuan yang paling rendah
adalah 6 dan tertinggi adalah 10. Rata-rata skor pengetahuan responden
meningkat sebesar 27,0 menjadi 91,0 dengan standar deviasi 1,125.
Sejalan dengan hal tersebut, kategori pengetahuan sampel juga berubah
menjadi baik dengan peningkatan persentase pengetahuan menjadi 91%.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata
pengetahuan sampel sebelum dan sesudah diberikan konseling. Nilai
signifikan juga diperoleh p = 0,000 (< 0,05) yang artinya ada pengaruh
konseling terhadap peningkatan pengetahuan sampel.
Adanya perubahan pengetahuan sesudah diberikan intervensi. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tiara et al (2014) di
Semarang dimana ibu yang mempunyai anak Stunting Usia 1-2 tahun
diberikan konseling gizi dan terdapat perbedaan yang signifikan terhadap
pengetahuan sebelum dan sesudah mendapatkan konseling. Penelitian
serupa juga dilakukan oleh Khodijah (2015) mengenai konseling tentang
52
seks.
Sikap menurut Notoatmodjo (2003) adalah merupakan reaksi respon
seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.
Sebelum diberikan konseling, skor sikap yang paling rendah adalah 24
dan tertinggi adalah 36 dari total skor 40. Rata-rata sikap awal sampel
adalah 75,83 dengan standar deviasi 8,060. Hal ini berarti sebelum
diberikan konseling responden sudah menguasai 75,8% dari semua
pertanyaan yang diberikan. Kategori sikap sampel secara umum adalah
cukup.
Sebelum diberikan konseling, ada 4 pertanyaan tentang sikap yang
responden masih memberikan jawaban yang salah yaitu <75% , yaitu
pernyataan nomor 3 mengenai konsumsi asam folat, pertanyaan nomor
4 tentang makanan tinggi asam folat dan fe sebelum hamil, pertanyaan
nomor 8 mengenai kurangnga konsumsi kalsium, asam folat dan fe dan
pertanyaan nomor 10 tentang konsumsi teh dan kopi setelah makan.
Setelah diberikan konseling, skor sikap yang paling rendah adalah 25
dan tertinggi adalah 39. Rata-rata skor sikap sampel meningkat sebesar
8,3 menjadi 84,13 dengan standar deviasi 7,624. Sejalan dengan hal
tersebut, kategori sikap sampel juga berubah menjadi baik dengan
peningkatan persentase sikap mencapai 84,3%. Hal ini membuktikan
bahwa konseking dapat meningkatkan atau merubah sikap WUS
mengenai Gizi Prakonsepsi. Perubahan sikap sampel setelah diberikan
konseling dikarenakan media promosi berupa leaflet yang mudah
dimengert. Hal ini dapat membantu WUS untuk mempersiapkan
kehamilan selanjutnya dengan menerapkan dikehidupan sehari –sehari
materi mengenai gizi prakonsepsi sehingga terhidar dari kekurangan
protein, fe, kalsium dan asam folat.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada WUS dengan
hasil uji statistik menunjukkan p=0,001 (p<0,05), hal ini menunjukkan
53
sejalan dengan penelitian Margareta dan Lilatul (2015) yang menunjukkan
adanya pengaruh konseling tentang pertumbuhan dan pemberian makan
balita terhadap sikap ibu ( p = 0,014).
Konseling meningkatkan sikap karena konselor dan klien berpikir
untuk memecahkan masalah secara bersama –sama. Hal ini mengandung
unsir kognitif dan afektif yang menimbulkan perubahan sikap dalam diri
seseorang (Ngestiningrum, 2010).
Protein mengandung karbon, hidrogen, sulfur, serta fosfor. Protein
berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan
virus (Susilowati dan Kuspriyanto, 2016).
Kekurangan protein salah satunya dapat meyebabkan KEK. KEK
dapat memberikan dampak buruk bagi ibu dan janin. Kekurangan gizi
pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat
menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal,
cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam
kandungan) dan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Efek
jangka pendek KEK diantaranya yaitu anemia, perkembangan organ tidak
optimal dan pertumbuhan fisik kurang, sehingga mengakibatkan kurang
produktifnya seseorang. Sehingga perlu ada pencegahan terhadap
kejadian KEK (Umisah dan Dyah, 2017).
Hasil penelitian diperoleh p=0,000 yang menunjukkan ada pengaruh
konseling mengenai gizi prakonsepsi terhadap asupan protein. Hal ini
sesuai dengan penarikan kesimpulan uji statistik dengan syarat p<0,05
maka H0 ditolak. Asupan protein sebelum diberikan konseling sudah
terpenuhi karena sampel sudah mengkonsumsi lauk hewani 3 kali dalam
sehari, setelah diberikan konseling rata – rata sampel menambah
konsumsi lauk nabati 2 kali dalam sehari berupa tahu atau tempe. Rata-
rata asupan sampel setelah intervensi yaitu 66,3 gr, asupan protein yang
54
dikonsumsi sampel sudah sesuai dengan asupan AKG yaitu 59 gr usia 16-
18, 56 gr usia 19-29, 57 gr usia 30-49.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Anny tahun 2012 yang
menyebutkan bahwa ada peningkatan asupan protein setelah diberikan
pendidikan kesehatan tentang nutrisi prakonsepsi yaitu p=0,000.
6. Pengaruh Konseling Gizi terhadap Asupan Kalsium
Kalsium didalam tubuh, sebagian besar terdapat pada jaringan
keras seperti tulang, gigi dan sisanya tersebar dalam bagin tubuh lain.
Kalsium juga dikaitkan dengan kesehatan reproduksi, utamanya pre–
eklampsia/eklampsia, berat badan lahir rendah, serta kelahiran prematur.
Kalsium juga meningkatkan pH tubuh, yang menguntungkan bagi sperma
dan telur sudah dibuahi (Dewantari, 2013).
Kekurangan kalsium dapat mengakibatkan janin mengambil
persediaan kalsium pada tulang ibu yang menyebabkan ibu menderita
kerapuhan tulang osteoporosis (Susilowati dan Kuspriyanto 2016).
Hasil penelitian diperoleh p=0,548 yang menunjukkan tidak ada
pengaruh konseling mengenai gizi prakonsepsi terhadap asupan kalsium.
Hal ini sesuai dengan penarikan kesimpulan uji statistik dengan syarat
p>0,05 maka H0 diterima.
Rata – rata asupan kalsium sampel sebelum intervensi 251,48 mg
dan sesudah intervensi meningkat menjadi 244,05 mg, sedangkan
kebutuhan kalsium untuk WUS umur 18 – 35 tahun yaitu 1000-1200
mg/hari. Hal ini menunjukkan bahwa asupan kalsium masih jauh dari
Angka Kecukupan Gizi (AKG). Sampel jarang mengkonsumsi sumber
kalsium seperti susu, dalam 100 gr susu mengandung 125 mg, susu
sangat membantu untuk memenuhi sumber kalsium. Setelah dilakukan
wawancara ternyata banyak sampel yang tidak suka mengkonsumsi susu.
Sumber kalsium yang sering dikonsumsi sampel adalah ikan terutama
ikan kembung, dalam 100 gr ikan kembung mengandung 29,19 mg
kalsium (Susanti dkk, 2016).
faktor fisik dan faktor psikologis. Sedangkan faktor eksternal yang
mempengaruhi perilaku makan adalah budaya, ekonomi, norma sosial,
pengetahuan, dan media (Pujiati et al, 2015).
7. Pengaruh Konseling Gizi terhadap Asupan Zat Besi
Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini
diperlukan dalam hemopobosis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesis
hemoglobin (Hb). (Paath, dkk, 2016). Zat besi berperan dalam pengikatan
oksigen dan karbondioksida dari paru dan mengikat CO2 dari sel – sel,
dikeluarkan melalui paru dengan hemoglobin.(Agria, dkk, 2012).
Kekurangan zat besi pada calon ibu bisa menyebabkan anemia
dengan menunjukkan gejala lelah, sulit konsentrasi dan gampang infeksi.
Fe sangat penting bagi calon ibu untuk memperlancar ovulasi dan
mengurangi resiko ibu hamil mengalami anemia gizi besi yang dapat
membahayakan ibu dan kandungannya (Susilowati dan Kuspriyanto
2016).
pengaruh konseling mengenai gizi prakonsepsi terhadap asupan zat besi.
Hal ini sesuai dengan penarikan kesimpulan uji statistik dengan syarat
p<0,05 maka H0 ditolak.
Penelitian ini didukung oleh penelitian Astuti dan Wijayanti tahun 2014
yang berjudul “Pengaruh Pemberian Konseling Gizi dan Pemberian Tablet
Zat Besi terhadap Kenaikan Kadar HB pada Ibu Hamil Trimester II”. Dari
dua kali intervensi sudah terlihat adanya kenaikan kadar HB yaitu >0,5 gr
%. Kenaikan kadar hemoglobin kemungkinan dipengaruhi oleh asupan
gizi terutama asupan zat besi, umur maupun paritas.
Asupan zat besi masih dalam kategori defisit yaitu dengan rata rata
asupan zat besi sebelum intervensi 10,27 mg dan setelah intervesi 12,22
mg, sedangkan asupan zat besi yang seharusnya dikonsumsi WUS
adalah 26 mg. Hal ini menunjukkan bahwasanya asupan zat besi sebelum
intervensi masih 40 %.
Kekurangan asam folat terutama menyebabkan metabolisme DNA.
Akibatnya terjadi perubahan dalam morfologi inti sel terutama sel – sel
yang sangat cepat membelah, seperti sel darah merah, sel darah putih
serta sel sel pitel lambung dan usus, vagina dan serviks rahim.
Kekurangan folat mengambat pertumbuhan, menyebabkan anemia dan
gangguan darah lainnya (Almatsier, 2010).
Asam folat sangat berperan pada masa pembuahan dan kehamilan
trimester pertama. Kecukupan nutrisi asam folat dapat mengurangi risiko
bayi lahir kecatatan sistem saraf dengan neural tube defect (NTD)
(Susilowati dan Kuspriyanto 2016).
pengaruh konseling mengenai gizi prakonsepsi terhadap asupan asam
folat. Hal ini sesuai dengan penarikan kesimpulan uji statistik dengan
syarat p>0,05 maka H0 diterima.
Rata – rata asupan folat sampel sebelum intervensi 174,96 mcg dan
sesudah intervensi meningkat menjadi 183,98 mcg, sedangkan kebutuhan
asam folat untuk WUS umur 18 – 35 tahun yaitu 400 mcg/hari. Hal ini
menunjukkan bahwa asupan asupan asam folat masih jauh dari Angka
Kecukupan Gizi (AKG). Sampel sangat sedikit mengkonsumsi sumber
asam folat seperti sayuran bayam dan brokoli, bayam mengandung asam
folat 104 mcg/100 gr dan brokoli 63 mcg, sayuran hijau sangat membantu
untuk memenuhi sumber asam folat. Setelah dilakukan wawancara
ternyata sampel mengkonsumsi sayur hanya sedikit. Dan konsumsi buah
sampel juga kurang dikarenakan sampel tidak membiasakan untuk
menyetok buah dirumah.
sehingga dapat meningkatkan asupan asam folat.
57
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi
untuk anak diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status
gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status
gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri
(Supariasa, 2010).
status gizi seseorang berdasarkan data antropometri dengan
membandingkan antara berat badan dan kuadrat tinggi badan, sehingga
diketahui berat badan yang ideal untuk tinggi badan tertentu (Shanti dkk,
2017).
pengaruh konseling gizi terhadap status gizi berdasarkan IMT. Hal ini
sesuai dengan penarikan kesimpulan uji statistik dengan syarat p<0,05
maka H0 diterima. Status gizi pada penelitian ini tidak berubah, karena
pemberian edukasi melalui konseling memberikan pengaruh secara tidak
langsung terhadap perubahan status gizi. Hal ini diperkuat oleh penelitian
Zakaria (2012) tentang pengaruh konseling gizi terhadap perubahan berat
badan yang menunjukkan bahwa berat badan setelah konseling gizi tidak
menunjukkan perubahan yang bermakna yaitu p=0,583.
Menurut supariasa (2002) bahwa perubahan berat badan dipengaruhi
banyak faktor, faktor langsung yaitu asupan dan penyakit infeksi serta
faktor tidak langsung salah satunya yaitu pengetahuan dan pengaturan
diet melalui konseling, namun jika WUS yang obesitas dan yang kurus
tidak mampu menerapkan pengetahuan dan dietnya dalam
mengkonsumsi makanan yang sesuai dengan masalah gizinya atau
kesulitan dalam menerapkannya sehingga tidak terjadi perubahan berat
badan yang diinginkan.
status gizi sampel.
prinsip gizi seimbang dengan status gizi pada Wanita Usia Subur,
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Peningkatan rata – rata pengetahuan 2,7 dan sikap 3,3 setelah
pemberian intervensi.
2. Peningkatan rata – rata asupan protein 6,08, kalsium 7,43, zat besi
2,05, dan asam folat 9,02 setelah pemberian intervensi.
3. Peningkatan rata – rata status gizi 0,13 setelah pemberian intervensi.
4. Ada pengaruh pengetahuan WUS sebelum dan sesudah pemberian
konseling mengenai gizi prakonsepsi dengan hasil, nilai p = 0,000
<0,05.
<0,05.
6. Ada pengaruh asupan protein WUS sebelum dan sesudah pemberian
konseling mengenai gizi prakonsepsi dengan hasil, nilai p = 0,000
<0,05.
7. Tidak ada pengaruh asupan kalsium WUS sebelum dan sesudah
pemberian konseling mengenai gizi prakonsepsi dengan hasil, nilai p
= 0,548 >0,05.
8. Ada pengaruh asupan zat besi WUS sebelum dan sesudah
pemberian konseling mengenai gizi prakonsepsi dengan hasil, nilai p
= 0,000 <0,05.
9. Tidak ada pengaruh asupan asam folat WUS sebelum dan sesudah
pemberian konseling mengenai gizi prakonsepsi dengan hasil, nilai p
= 0,124 >0,05.
10. Tidak ada pengaruh status gizi WUS sebelum dan sesudah
pemberian konseling mengenai gizi prakonsepsi dengan hasil, nilai p
= 0,135 >0,05.
B. SARAN
mengubah perilaku Wanita Usia Subur tentang pentingnya pemberian
konseling mengenai gizi prakonsepsi.
Prakonsepsi dalam setiap konseling untuk Wanita Usia Subur.
3. Sebaiknya penelitian dalam waktu jangka panjang minimal 3 bulan,
untuk memaksimalkan penelitian dalam melihat status gizi Wanita
Usai Subur.
Yogyakarta:Fitramaya.
Pustaka Utama.
Pengetahuan dan Sikap pemberian MP-ASI. Media Gizi Indonesia.
Universitas Airlangga. Vol. 10, No.1: 20-25.
Cornelia, Edith S, Irfanny A, Rita R, Sri I, Triyani K, dan Hera N.2012.
Konseling Gizi. Jakarta:Penebar Plus.
Departemen Kesehatan. 2003. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta
Departemen Kesehatan. 2011. Pedoman Praktis Memantau Status Gizi
orang Dewasa. Jakarta.
Resiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia Subur (WUS)
di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.
Skripsi.Universitas Lampung.
Jurnal Skala Husada. Vol.10, No.2:219-224.
Fauziah, Anny. 2012. Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Nutrisi
Prakonsepsi terhadap Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Praktik
Konsumsi Makanan Sehat Pranikah. Tesis. Universitas Indonesia.
Hamid,F, A.Razak T, dan Abdul S. 2014. Analisis Faktor Resiko
Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada Wanita Prakonsepsi di Kota
Makasar. Jurnal. Universitas Hasanuddin.
terhadap Pengetahuan, Sikap, Praktik Ibu dalam Pemberian Makan
Anak dan Asupan Zat Gizi Anak Stunting Usia 1-2 Tahun di
Kecamatan Semarang. Journal of Nutrition College. Vol 3, No 1.
Kemenkes RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta
62
Muliawati, Siti. 2012. Faktor Penyebab Ibu Hamil Kurang Energi Kronis di
Puskesmas Sambi Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali. Jurnal
Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan. Vol.3, No.3.
Najoan, Johanis A dan Aaltje E.M. 2011. Hubungan Tingkat Sosial
Ekonomi dengan Kurang Energi Kronik pada Ibu Hamil di
Kelurahan Kombos Barat Kecamatan Singkil Kota Manado.
Laporan Penelitian. Universitas Sam Ratulangi Manado.
National Institute of Health. 2016. Dietary Supplement Fact Sheet: Folat,
(Online), (http://ods.od.nih.gov./factsheets/Folate-
Ngestiningrum, A.H (2010). Perbandingan Antara Pengaruh Layanan
Informasi dan Konseling Kelompok terhadap Sikap tentang
Kesehatan Reproduksi Remaja. Jurnal Penelitian Kesehatan
Suara Forikes, 1 (1), 7-15.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku
Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta.
dan Faktor-faktornya yang Mempengaruhinya. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kesehatan. Vol.3, No.2:147-159.
Paath, Erna Francin, Yuyum Rumdasih, dan Heryati. 2016. Gizi dalam
Kesehatan Reproduksi. Jakarta:ECG.
Asupan Makan, dan Status Gizi Wanita Usia Subur
Pranikah.Jurnal Gizi klinik Indonesia. Vol.8, No.3:126-134.
Prabandari,Y, Diffah H, Risya C.AR, dan Dono, I.Hubungan Kurang
Energi Kronik dan Anemia pada Ibu Hamil dengan Status Gizi Bayi
Usia 6-12 Bulan di Kabupaten Boyolali. Penelitian Gizi dan
Makanan. Vol.39, No.1:1-8.
Pujiati, Arneliwati dan Siti R. 2015. Hubungan Antara Perilaku Makan
denga Status Gizi pada Remaja Putri. JOM. Vol.2, No,2.
Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia Subur (Wus) di
Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi.
Universitas Lampung.
Pengetahuan dan Sikap Wanita Prakonsepsi tentang Kapsul Gizi
Mikro terhadap Kepatuhan Mengkonsumsi di Kota Makasar. Jurnal.
Universitas Hasanuddin.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Sandjaja, Basuki B, Rina, H, Nurfi A, Moesijanti S, Gustina S, Suharyati,
Sudikno dan Dewi P.2010. Kamus Gizi. Jakarta:Kompas.
Shanti, Karina Muthia,dkk. 2017. Asupan Serat dan IMT Wanita Usia
Subur Suku Madura di Kota Malang. Indonesian Journal of Human
Nutrition. Vol, 4,No.1.
Sibuea, M.D, Hermie M.M.T dan Freddy W.W. 2013. Persalinan pada Usia
>35 tahun di RSU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-
Biomedik. Vol 1, No.1.
Susanti, Nia, Yulia S dan Ida M. 2016. Analisi Kalium dan Kalsium Ikan
Kembung dan Ikan Gabus. IJPST. Vol.3, No.1.
Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachyar Bakri, dan Ibnu Fajar. 2008.
Penilaian Status Gizi. Jakarta:ECG.
Kehidupan.Bandung:Refika Aditama.
Kesehatan terhadap Peningkatan Pengetahuan Keluarga tentang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jurnal. Universitas Riau.
Umisah, Igna N.A dan Dyah I.P. 2017. Perbedaan Pengetahuan Gizi
Prakonsepsi dan Ting