Upload
jemrys
View
366
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH KADAR GARAM DAPUR (NaCl) DALAM
MEDIA PENDINGIN TERHADAP TINGKAT KEKERASAN
PADA PROSES PENGERASAN BAJA V-155
Skripsi
Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata 1
Untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
Nama : M. Taufan Rizal
NIM : 5214000045
Program Studi : Pendidikan Teknik Mesin S1
Jurusan : Teknik Mesin
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005
UNIVERSIT
AS NEGERI S
E
MARANG
ABSTRAK
M. Taufan Rizal, 2005. Pengaruh Kadar Garam Dapur (NaCl) dalam Media
Pendingin Terhadap Tingkat Kekerasan pada Proses Pengerasan Baja V-155.
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh garam dapur (NaCl)
dalam media pendingin air dengan kadar yang berbeda-beda yaitu 9%, 16% dan 23%
terhadap tingkat kekerasan baja V-155 yang diuji dengan Rockwell C setelah
dikeraskan pada proses hardening dan untuk mengetahui proporsi media pendingin
manakah yang menghasilkan kekerasan tertinggi dari penggunaan media pendingin
air yang ditambahkan NaCl dengan kadar yang berbeda-beda tersebut.
Bahan yang digunakan adalah baja V-155 yang diproduksi oleh PT. Bohlindo
Baja. Spesimen dalam penelitian ini berbentuk silinder dengan diameter 40 mm dan
tebal 15 mm, Jumlah spesimen keseluruhan adalah 12 buah spesimen, yang terbagi
menjadi 4 kelompok yaitu 3 buah spesimen untuk raw material (kelompok kontrol), 3
buah spesimen untuk perlakuan dengan 9% NaCl, 3 buah spesimen untuk perlakuan
dengan 16% NaCl dan 3 buah spesimen untuk perlakuan dengan 23% NaCl.
Selanjutnya dilakukan pengujian kekerasan dengan alat uji Rockwell C dan pengujian
struktur mikro. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah banyaknya kadar garam
dapur (NaCl) yang dilarutkan dalam media pendingin air dengan prosentase yang
berbeda-beda yaitu 9%, 16% dan 23%. Sedangkan variabel terikatnya adalah nilai
kekerasan bahan yang diuji dengan Rockwell C.Data hasil pengujian dianalisa dengan
teknik deskriptif dan hasil analisa ditampilkan dalam bentuk diagram batang
(histogram).
Kekerasan pada proses hardening dengan media pendingin air yang
ditambahkan garam dapur (NaCl) yang berbeda yaitu 9%, 16% dan 23% adalah 49,67
HRC, 51,11 HRC dan 53,33 HRC. Dari hasil penelitian diketahui bahwa ada
pengaruh kadar garam dapur (NaCl) dalam media pendingin terhadap tingkat
kekerasan pada proses pengerasan baja V-155. Semakin tinggi kadar garam dapur
semakin tinggi pula nilai kekerasannya. Kekerasan tertinggi dicapai pada media
pendingin dengan konsentrasi 23% NaCl yaitu sebesar 53,33 HRC disusul media
pendingin dengan konsentrasi 16% NaCl sebesar 51,11 HRC dan yang terendah
adalah media pendingin dengan konsentrasi 9% NaCl sebesar 49,67 HRC.
Untuk mendapatkan kekerasan maksimal pada proses pengerasan baja V-155
disarankan agar menggunakan media pendingin larutan garam dapur (NaCl) pada
konsentrasi jenuh yaitu 23% NaCl karena menghasilkan laju pendinginan yang paling
optimal.
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul Pengaruh
Kadar Garam Dapur (NaCl) dalam Media Pendingin Terhadap Tingkat Kekerasan
pada Proses Pengerasan Baja V-155 dapat diselesaikan dengan baik.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti tidak lepas mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak baik berupa bimbingan maupun dorongan. Pada kesempatan yang baik
ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Soesanto, M.Pd., Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
2. Drs. Pramono, Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang.
3. Drs. Murdani, M.Pd., Dosen Pembimbing I yang dengan sabar membimbing
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Drs. Budiarso Eko, M.Pd., Dosen Pembimbing II yang dengan sabar membimbing
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Puji, pembimbing lapangan atas bantuan dan arahannya.
6. Bapak dan ibukuyang selalu mendoakan dan memberikan motivasi.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga bantuan yang telah diberikan dengan tulus ikhlas kepada peneliti
mendapat imbalan dari Allah SWT.
Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat peneliti harapkan. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin
Semarang, Februari 2005
Peneliti
PERNYATAAN SELESAI BIMBINGAN
Yang bertanda tangan di bawah ini pembimbing skripsi dari mahasiswa :
Nama : M. Taufan Rizal
NIM : 5214000045
Prodi : Pend. Teknik Mesin S1
Menyatakan bahwa mahasiswa tersebut telah selesai bimbingan skripsinya yang
berjudul : Pengaruh Kadar Garam Dapur (NaCl) dalam Media Pendingin Terhadap
Tingkat Kekerasan pada Proses Pengerasan Baja V-155
Dan skripsi tersebut siap untuk diujikan.
Demikian semoga menjadi periksa.
Semarang, Februari 2005
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Murdani, M.Pd. Drs. Budiarso Eko, M.Pd. NIP. 130894848 NIP. 131285577
Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Mesin
Drs. Pramono
NIP. 131474226
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada bagian-bagian mesin sering dijumpai suatu bahan yang
memerlukan kekerasan dan keliatan, sebagai contoh roda gigi. Pada roda
gigi diperlukan suatu permukaan yang keras sedang inti tetap ulet. Pada
roda gigi dapat mengalami kerusakan berupa gigi patah, aus atau
berlubang-lubang permukaannya, serta tergores permukaannya. Untuk
mendapatkan suatu konstruksi bahan yang keras, maka dapat dilakukan
suatu proses pengerasan bahan (Hardening). Hardening dapat diartikan
sebagai pemanasan bahan hingga suhu 800 oC sampai suhu 900
oC dan
didinginkan dengan cepat (Beumer, 1994: 92).
Menurut penggunannya besi dan baja diklasifikasikan menjadi: Baja
konstruksi, baja mesin dan baja perkakas (Beumer, 1994: 85). Baja V-155
adalah termasuk baja mesin (Machinery stells). Dalam penelitian ini bahan
yang digunakan sebagai sampel adalah baja V-155 karena baja V-155 sudah
memenuhi syarat untuk dipakai dalam konstruksi permesinan atau
komponen mesin, namun masih terbatas pada pemakaian pada bagian-
bagian yang mendapat beban tidak terlalu berat dan tidak menerima
gesekan yang terlalu tinggi, karena kurang keras. Untuk memperbaiki sifat-
sifat tekniknya maka baja V-155 perlu mendapatkan perlakuan panas (Heat
treatment). Proses perlakuan panas adalah proses perubahan sifat mekanik
dengan jalan mengubah struktur melalui pemanasan dan kecepatan
pendinginan. Untuk mengubah nilai kekerasan cara yang digunakan adalah
dengan salah satu perlakuan panas yang sering disebut dengan proses
hardening atau pengerasan.
Proses pengerasan (hardening) baja karbon biasanya dilakukan
dalam dapur pemanas dan umumnya menggunakan air dan oli sebagai
media pendinginnya tanpa penambahan bahan lain. Dalam penelitian ini
digunakan media pendingin air yang ditambahkan garam dapur (NaCl)
dengan kadar yang berbeda-beda yaitu 9%, 16% dan 23%. Kadar garam
dapur maksimal dipilih sebesar 23% karena dimungkinkan pada
konsentrasi tersebut keadaan larutan jenuh, dalam arti bila kadar garam
dapur dinaikkan prosentasenya sudah tidak akan mempengaruhi efektifitas
pendinginan karena garam dapur yang terkandung dalam larutan akan
mengendap. Hal ini diperkuat dengan pendapat dari Zuhdan Kun Prasetyo
(1988), yang menyatakan bahwa larutan garam dapur akan jenuh pada
konsentrasi sebesar 23%, dan untuk mengerti secara pasti ada tidaknya
pengaruh perlakuan yang diberikan, maka dilakukan pengujian kekerasan
dengan uji kekerasan Rockwell C. Air dipakai sebagai media pendingin
karena air dapat menurunkan suhu dengan cepat yang diikuti dengan
penurunan suhu di dalam benda tersebut, sehingga diperoleh lapisan yang
keras yang lebih merata. Garam dapur (NaCl) mampu meningkatkan laju
pendinginan apabila dilarutkan dalam air. Dengan adanya penambahan
garam dapur yang berbeda-beda, kemungkinan akan menghasilkan tingkat
kekerasan yang berbeda-beda pula.
Berdasarkan pemikiran diatas, maka diadakan penelitian dengan
judul “Pengaruh Kadar Garam Dapur (NaCl) dalam Media Pendingin
terhadap Tingkat Kekerasan pada Proses Pengerasan Baja V-155”.
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan
logam dalam keadaan padat sedangkan hardening adalah proses pemanasan
baja sampai suhu di daerah atau di atas daerah kritis disusul dengan
pendinginan yang cepat, sehingga akan membentuk struktur martensit pada
permukaan baja yang dapat meningkatkan kekerasan baja (Amstead, 1993:
144).
Sebagai media pendingin yang digunakan dalam penelitian ini adalah
air yang ditambah garam dapur (NaCl) dengan kadar yang berbeda-beda yaitu
9%, 16% dan 23%. Kadar garam dapur maksimal dipilih sebesar 23% karena
dimungkinkan pada konsentrasi tersebut keadaan larutan jenuh, dalam arti bila
kadar garam dapur dinaikkan prosentasenya sudah tidak akan mempengaruhi
efektifitas pendinginan karena garam dapur yang terkandung dalam larutan
akan mengendap. Adanya media pendingin pada proses hardening yang
berbeda-beda tersebut akan mengakibatkan perubahan struktur kristal baja.
Untuk memperoleh baja yang mempunyai sifat-sifat yang dikehendaki
(kekerasan tinggi, kekuatan tarik tinggi dan keuletan), bahan baja masih harus
diberi perlakuan panas. Permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul
dari adanya proses perlakuan panas pada baja V-155 adalah: Bagaimanakah
pengaruh suhu pada proses hardening terhadap tingkat kekerasan Rockwell C,
apakah waktu pendinginan mempengaruhi proses hardening, apakah proses
pengerjaan awal benda kerja mempengaruhi tingkat kekerasan baja V-155
setelah dikeraskan, apakah ada perbedaan nilai kekerasan dengan
menggunakan media pendingin air yang ditambah garam dapur (NaCl) dengan
kadar yang berbeda-beda.
2. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari kesalahpahaman dan menimbulkan masalah baru
yang menyimpang dari tujuan, maka diberikan pembatasan masalah sebagai
berikut:
a. Proses perlakuan panas yang dilakukan adalah proses hardening.
b. Media pendingin yang digunakan adalah air yang ditambah garam dapur
(NaCl) dengan kadar yang berbeda-beda yaitu 9%, 16% dan 23%.
c. Spesimen yang digunakan adalah baja V-155.
d. Pengujian kekerasan yang dilakukan dengan menggunakan pengujian
Rockwell C.
C. Permasalahan
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas maka masalah
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Adakah pengaruh kadar garam dapur (NaCl) dalam media pendingin terhadap
tingkat kekerasan baja V-155 setelah dikeraskan dalam proses hardening?
2. Proporsi media pendingin manakah yang menghasilkan kekerasan tertinggi
dari penggunaan media pendingin air yang ditambahkan garam dapur (NaCl)
dengan kadar 9%, 16% dan 23%?
D. Penegasan Istilah
Untuk menghindari adanya salah pengertian di dalam judul skripsi
ini, maka perlu ditegaskan istilah yang dianggap penting. Dengan demikian
ada kesamaan pendapat di dalam memberikan penafsiran.
1. Pengaruh
Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda
dan sebagainya) yang berkuasa atau yang berkekuatan. Pengaruh dalam
penelitian ini adalah hubungan yang mempengaruhi antara penggunaan garam
dapur (NaCl) dalam media pendingin dalam kadar yang bervariasi terhadap
kekerasan pada proses pengerasan baja V-155.
2. Garam Dapur (NaCl)
Bahan ini berupa bahan padat putih, memiliki bentuk kristal kubus
yang transparan, tidak dapat terbakar serta mempunyai titik leleh 801 oC.
(Effendie:1989).
3. Pendingin
Pendingin dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah alat untuk
mendinginkan sesuatu. Dalam penelitian ini mempunyai pengertian, yaitu
media atau alat pendingin yang digunakan untuk menurunkan temperatur
bahan yang temperaturnya tinggi (Anton Maulana, 1983: 207). Bahan
pendingin yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang ditambahkan
garam dapur (NaCl) dengan kadar NaCl masing-masing yaitu: 9 %, 16 % dan
23 %.
4. Kekerasan
Kekerasan adalah merupakan suatu tahanan dari bahan terhadap
perubahan bentuk tetap (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1989: 425). Dalam
penelitian ini adalah kemampuan dan kekuatan bahan menerima penetrasi
dari bahan lain yang terstandar, yaitu dengan menggunakan pengujian
Rockwell.
5. Proses Pengerasan (Hardening)
Hardening adalah proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau
di atas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat, sehingga akan
membentuk struktur martensit pada permukaan baja yang dapat
meningkatkan kekerasan baja (Amstead, 1993: 144).
6. Baja V-155
Baja V-155 adalah salah satu nama baja dari produk Bohler, angka
155 menunjukan kekuatan tarik maksimumnya sama dengan 1550 N/mm2.
Baja V-155 adalah baja paduan untuk konstruksi mesin dengan kadar sebagai
berikut: 0,38% C, 0,20% Si, 0,70% Mn. 1,50% Cr, 0,20% Mo dan 1,64% Ni
(Grade Bohler PT. Bohlindo Baja).
Dari penegasan istilah dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian
ini adalah meneliti seberapa besar pengaruh kadar garam dapur (NaCl)
dalam media pendingin air, apabila kadar garam dapur (NaCl) yang
digunakan 9%, 16% dan 23% terhadap kekerasan baja V-155 setelah
dikeraskan dengan proses hardening yang selanjutnya diuji dengan
pengujian Rockwell skala C.
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh kadar garam dapur (NaCl) dalam media
pendingin terhadap tingkat kekerasan baja V-155 setelah dikeraskan dalam
proses hardening?
2. Untuk mengetahui proporsi media pendingin manakah yang menghasilkan
kekerasan tertinggi dari penggunaan media pendingin air yang ditambahkan
garam dapur (NaCl) dengan kadar 9%, 16% dan 23% ?
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian “ Pengaruh Kadar Garam Dapur (NaCl) dalam
Media Pendingin terhadap Tingkat Kekerasan pada Proses Pengerasan Baja V-
155 “ adalah sebagai berikut :
1. Bagi dunia industri pengerjaan logam, merupakan masukan yang dapat
dipakai sebagai pedoman dalam produksinya, dengan maksud dapat
diketahui perlakuan panas yang akan diterapkan sesuai dengan kondisi benda
kerja, media pendingin yang dipakai, suhu pemanasan yang dikenakan dan
laju pendinginan yang diterapkan.
2. Bagi dunia pendidikan adalah suatu pengembangan dan pengalaman di
bidang pengerasan baja.
3. Bagi pembaca hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah
pengetahuan tentang pengerasan baja.
4. Bagi peneliti penelitian ini merupakan sarana untuk melatih diri agar
bertambah pengetahuan serta ketrampilan dalam melakukan penelitian.
G. Sistematika skripsi
Secara garis besar sistematika skripsi dapat dibagi menjadi tiga bagian
yaitu: bagian pendahuluan, bagian isi dan bagian akhir skripsi. Adapun rincian
sistematika skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagian awal Skripsi
Bagian ini berisi halaman judul, halaman pengesahan, abstraksi, motto dan
persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar
lampiran.
2. Bagian Isi Skripsi
Bagian ini berisi:
BAB I : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, permasalahan,
penegasan istilah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika
skripsi.
BAB II : Landasan teori dan hipotesis, berisi tentang landasan teori sebagai
telaah kepustakaan, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.
BAB III : Metode penelitian, berisi tentang populasi, sampel, variabel,
metode penyusunan data dan metode analisis data penelitian.
BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan, berisi tentang hasil penelitian
dan laporan analisis hasil.
BAB V : Penutup, berisi tentang simpulan dan saran.
3. Bagian Akhir Skripsi
Bagian akhir skripsi berisi tentang daftar pustaka dan lampiran.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Baja V-155
Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur lainya
dalam prosentase tertentu. Baja dapat didefinisikan sebagai suatu campuran
besi dan karbon, dimana unsur karbon menjadi dasar campurannya,
kandungan karbon dalam baja sekitar 0,1%-1,7% sedangkan unsur lainnya
dibatasi persentasenya (Amanto, 1999:2). Secara garis besar baja dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu baja karbon dan baja paduan. Baja karbon
dibagi menjadi tiga yaitu baja karbon rendah (< 0,3% C), baja karbon sedang
(0.3% - 0,7% C) dan baja karbon tinggi (0,7% - 1,4 % C). Sedangkan baja
paduan dibagi menjadi baja paduan rendah (jumlah paduan kurang dari 8%)
dan baja paduan tinggi (jumlah paduan lebih dari 8%) (Amstead,1993: 51).
Secara umum baja dapat dibedakan menjadi dua kelompok
berdasarkan kegunaannya, yaitu baja konstruksi dan baja perkakas.
Kandungan karbon baja konstruksi sekitar 0,06 % - 0,55 %, dibuat dalam
bentuk profil, batangan, pipa dan pelat. Baja dapat dibedakan lagi menurut
kegunaannya yaitu: baja perkakas dingin, baja perkakas panas, baja
konstruksi mesin, baja pencetak plastik, baja stainless dan baja tahan panas
(Grade Bohler PT. Bohlindo Baja). Sedangkan baja perkakas mempunyai
kadar karbon 0,5 % - 1,5 %, digunakan untuk perkakas seperti martil, pisau,
kikir, gergaji, mata bor dan sebagainya.
Baja V-155 merupakan baja paduan rendah yang diantaranya
digunakan untuk baling-baling, poros engkol, bantalan, roda gigi dan
sebagainya. Baja V-155 mempunyai unsur kimia sebagai berikut: 0,38% C,
0,20% Si, 0,70% Mn, 1,5% Cr, 0,2% Mo, 1,64% Ni, 96,79% Fe, 0,13% Cu,
0,05% W, 0,03% S, 0,04% Co (Bohler Steel Manual).
a. Karbon Dalam Baja
Hubungan antara karbon dan besi sebagian besar tergantung pada
dua faktor utama, yaitu:
1) Karbon dan besi secara kimiawi membentuk lapisan semen
(Cementite), tetapi ini akan keluar sebagai bahan yang terpisah
diantara struktur dan dikenal sebagai satu fasa, yang sedikit berbeda
dari fasa besi.
2) Besi adalah elemen allotropik, yaitu bisa keluar lebih dari satu bentuk
kristal.
Walaupun karbon merupakan solusi pada baja lebur, tetapi
masalah dalam baja padat timbul dalam struktur pengkristalan bukan
sebagai karbon tetapi berupa campuran kimia yang sangat keras yaitu
cementite (Fe3C) dan hal ini dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop, ini yang disebut fase kedua dari baja.
Gambar 1. Diagram kesetimbangan (Alois Sconmets, 1985: 40)
Cementite bisa tampak dalam baja dalam dua bentuk, yaitu:
campuran yang baik sekali dengan ferrite dan membentuk pearlite yang
mengandung kira-kira 13 % cementite dan 8 % ferrite, atau tampil sendiri
sebagai cementite. Kehadiran cementite bebas akan tergantung pada
jumlah karbon didalam baja dan bisa dilihat pengaruh karbon terhadap
unsur-unsur pokok, Pertama pada baja karbon rendah, sebagai contoh
baja akan lunak dengan 0,3 % C. Kandungan karbon ini tidak akan cukup
untuk merubah ferrite menjadi pearlite dan akibatnya baja akan terdiri
dari keduanya yaitu ferrite dan pearlite. Pearlite itu sangat keras sebab
adanya unsur pokok cementite, tetapi adanya cementite akan
menyebabkan kekenyalan, tergantung pada perbandingan antara ferrite
dan pearlite. Bila pearlite lebih sedikit, maka baja tersebut akan lebih
lunak, sebaliknya bila kandungan karbon naik ditemukan lebih banyak
pearlite dan bila sampai 0,85 % C, baja tersebut hampir terdiri dari
pearlite semuanya dan bila kadar karbon mendekati tingkat ini, kekerasan
dari logam akan naik dan akan diimbangi dengan berkurangnya
kekenyalan dan kekuatannya (ketahanan terhadap beban kejut). Bila
kadar karbon lebih dari 0,85 % C, baja tersebut akan terdiri dari pearlite
dan akan terbebas dari ferrite yang akan menyebabkan kekerasan dan
kerapuhan.
Banyak elemen allotropik, yaitu yang dapat keluar lebih dari satu
bentuk, misalnya karbon bisa keluar dalam bentuk intan atau grafit. Pada
temperetur normal besi murni (ferrite) adalah lunak, kenyal dan magnetis,
dan dalam keadaan ini disebut sebagai alpha (α). Bila dipanaskan sampai
suhu 910 oC, struktur kristalnya akan berubah, sifat magnetisnya akan
hilang dan volumenya akan sedikit bertambah, dan besi tersebut dikenal
sebagai besi γ (gamma). Ada dua hal penting dalam perubahan dari
bentuk α kebentuk γ. Pertama adalah γ tidak bisa mempertahankan
cementite dalam keadaan padat. Cementite akan berubah dengan cepat
dari γ ke besi α. Hal ini adalah bila kandungan karbon naik, titik kritis
(perubahan dari γ ke α) menjadi tertekan dan terjadi pada suhu terendah.
Bila kandungan karbon 0,85% atau lebih, titik kritis terjadi pada
temperatur yang lebih tinggi dan kesemuanya ini diperlihatkan pada
diagram kesetimbangan di atas. Garis atas menunjukan titik kritis atas
dan garis horisontal yang melalui titik yang paling bawah menunjukan
titik kritis bawah.
Pada temperatur diatas titik kritis atas bentuk campurannya
dikenal dengan nama austenite. Bila kadar karbon hanya 0,85%,
perubahan dari besi γ ke α menyebabkan semua cementite dikeluarkan
dari semua larutan sekaligus dan membentuk pearlite. Perubahan dari γ
ke α terjadi di sekitar daerah temperatur yang ditunjukan dengan jarak
vertikal antara titik-titik kritis atas dan bawah pada diagram.
Dengan kandungan karbon kurang dari 0,85%, ferrite nampak
pertama kali waktu pendinginan dan ketika besi γ diperkaya menjadi
0,85%, ini akan berubah menjadi pearlite. Dengan kandungan karbon
lebih dari 0,85%, cementite nampak pertam kali waktu pendinginan dan
ketika besi γ yang tersisa dikurangi menjadi 0,85% C akan berubah
menjadi pearlite. Ferrite itu lunak dan kenyal, oleh karena itu baja
karbon rendah akan menunjukan sifat-sifat yang serupa sesuai dengan
jumlah kandungan ferritenya. Pearlite sangat keras dan akan memberikan
sifatnya ini kepada baja sehingga menjadi keras. Peningkatan proporsi
pearlite membuat logam tersebut kekenyalannya berkurang dan
ketahanan terhadap deformasi meningkat, cementite sangat keras dan
getas.
b. Pengaruh Unsur Paduan Dalam Baja
Unsur campuran adalah unsur yang sangat penting dalam
pembuatan baja, jumlah persentase dan bentuknya membawa pengaruh
yang amat besar terhadap sifatnya. Pengaruh unsur paduan dalam baja
adalah sebagai berikut:
1) Unsur Karbon (C)
Unsur ini menaikan besaran kekuatan bengkok, tekan dan takik, tetapi
menurunkan keliatan dan kemampuan tarik, kemampuan tempa dan
las, sifat penghantar listrik dan panas. Penurunan keliatan akibat
bertambahnya kadar C yang diikuti dengan naiknya kekerasan dapat
diikuti dengan cara perlakuan panas.
2) Mangan (Mn)
Dapat menaikan kekuatan dengan menurunkan kecepatan
pendinginan kritis yang diperlukan untuk memperoleh struktur
martensit. Penambahan unsur mangan didalam baja paduan
menambah kekuatan dan ketahanan panas baja paduan itu serta
penampilan yang lebih bersih dan berkilat.
3) Nikel (Ni)
Nikel mempertinggi kekuatan dan regangannya sehingga baja paduan
ini menjadi liat dan tahan tarikan serta tahan karat atau korosi. Oleh
karena itu, baja paduan ini biasa digunakan untuk membuat sudu-sudu
turbin, roda gigi, bagian-bagian mobil dan sebagainya.
4) Krom (Cr)
Unsur ini memberikan kekuatan dan kekerasan baja meningkat serta
tahan karat dan tahan aus. Penambahan unsur kromium biasanya
diikuti dengan penambahan nikel. Biasanya baja paduan ini
digunakan untuk bahan poros dan roda gigi.
5) Molibdenum (Mo)
Penambahan molibdenum akan memperbaiki baja karbon menjadi
tahan terhadap suhu yang tinggi, liat, dan kuat. Untuk baja-baja
perkakas Mo dapat menggantikan Wolfram (W).baja paduan ini biasa
digunakan sebagai bahan untuk membuat alat-alat potong, misalnya
pahat.
6) Wolfram (W)
Penambahan unsur ini memberikan pengaruh yang sama seperti
penambahan molibdenum dan biasanya juga dicampur dengan unsur
Ni dan Cr.
7) Silisium (Si)
Unsur ini menurunkan kemampuan pengubahan bentuk dingin oleh
karena itu hanya diijinkan 0,2% Si. Si meningkatkan sifat tahan
elektris dan digunakan di lempeng dinamo.
8) Belerang (S)
Sulfur meningkatkan kemampuan diregangkan karena itu digunakan
sampai 0,3% didalam baja automatik (free cutting stell).
9) Vanadium (V)
Penambahan unsur ini akan memperbaiki struktur kristal baja menjadi
halus dan tahan aus terlebih bila dicampur dengan kromium. Baja
paduan ini banyak digunakan untuk membuat roda gigi, batang
penggerak, dan sebagainya.
10) Kobalt (Co)
Penambahan unsur ini akan memperbaiki sifat kekerasan baja
meningkat dan tahan aus serta tetap keras pada suhu yang tinggi. Baja
paduan ini banyak digunakan untuk konstruksi pesawat terbang atau
konstruksi yang harus tahan panas dan tahan aus.
11) Alumunium (Al)
Meninggikan pengerasan dari baja nitrat dengan membentuk Al-
nitrat. Juga memperbaiki ketahanan terhadap api. Dalam penelitian ini
digunakan baja V-155 yang merupakan baja paduan dengan
komponen-komponen paduan terdiri dari: 0,38% C, 0,20% Si, 0,70%
Mn, 1,5% Cr, 0,2% Mo dan 1,64% Ni. Baja V-155 merupakan salah
satu nama baja dari produk Bohler yang sering digunakan untuk
pembuatan baling-baling, poros engkol, bantalan, roda gigi dan
sebagainya.
2. Proses Pengerasan Baja (Hardening)
Proses pengerasan baja dilakukan melalui dua tahap, yaitu:
a. Pemanasan
Pada saat pemanasan menuju suhu pengerasan harus dilakukan
secara bertahap, yakni pemanasan pendahuluan dan pemanasan akhir,
agar tegangan akibat pemanasan sedapat mungkin tetap rendah. Benda
kerja harus dilakukan pemanasan pendahuluan secara perlahan-lahan
hingga menuju ke intinya. Benda kerja yang besar dan suhu akhir yang
tinggi memerlukan beberapa tahap pelaksanaan, yang setiap tahapnya
membutuhkan cukup waktu untuk peralihan panas. Pemanasan akhir
menuju suhu pengerasan harus berlangsung cepat untuk mencegah rongga
terak, penyerapan arang permukaan dan pembentukan butiran kasar.
Kenaikan suhu sedapat mungkin harus berlangsung merata ke arah inti
benda kerja.
Peralihan wujud struktur baja oleh pemanasan mengikuti diagram
fasa karbon. Diagram fasa merupakan peta yang menunjukan hubungan
antara temperatur, komposisi dan struktur kristal yang terdapat dalam
sistem pada kesetimbangan tertentu. (Alexander, 1990: 49).
Melalui perlakuan panas struktur baja dapat berubah. Bila baja
eutektoid dipanaskan dengan suhu 723 oC, maka karbida besi (sementit)
akan terurai menjadi besi (Fe) dan karbon (C). unsur karbon tersebut
menjadi bebas terlarut di dalam besi. Kemampuan melarutkan karbon
tersebut hanya dimiliki oleh besi gamma. Larutan ini terjadi pada suhu
ketika baja masih padat, karenanya disebut larutan padat (austenit). Baja
eutektoid beralih menjadi austenite pada saat melampaui suhu 723 oC.
Dengan adanya unsur-unsur yang terkandung didalam baja maka akan
berpengaruh pada suhu kritis yang berdampak pada perubahan pengaruh
suhu 723 oC. Di dalam penelitian ini suhu yang digunakan untuk
memanaskan baja adalah 850 oC.
Gambar 2. Diagram besi karbida (Amstead, 1993: 140)
Peralihan wujud struktur baja pemanasan lambat akan berlaku
sebaliknya bila dilakukan pendinginan lambat. Kristal besi akan terurai
bila suhu menurun akibatnya austenite akan berubah kembali menjadi
pearlite pada suhu lebih kecil dari 723 oC. Dipandang dari segi kisi ruang,
maka kisi γ yang terpusat bidang akan berubah menjadi kisi α yang
terpusat ruang. Apabila pendinginan dilakukan dengan cepat, austenite
dihalangi untuk menguraikan kristal besi atau cementite menjadi pearlite.
Kisi γ terpusat bidang akan menjadi kisi α terpusat ruang, tetapi bagi
atom karbon tidak cukup waktu untuk meninggalkan pusat kubus. Atom
besi akan menempati pusat kubus α pada waktu yang bersamaan. Oleh
karena itu tidak cukup tempat dua atom, massa kisi α akan mengalami
suatu keadaan paksaan yang akan menimbulkan tegangan. Tegangan
tersebut akan mengakibatkan struktur baja yang keras dan getas yang
dikenal dengan martensit.
b. Pendinginan
Setelah benda kerja memperoleh suhu pengerasan yang merata
hingga ke intinya, maka benda kerja segera didinginkan dengan cepat
(dikejutkan). Akibatnya keadaan austenite tetap dipertahankan hingga
mencapai suhu yang rendah dan membentuk martensit. Suhu
pembentukan martensit akan makin rendah bila kandungan karbon makin
tinggi.
Pada kenyataannya laju pendinginan sangat mempengaruhi hasil
proses hardening, bahkan bila dibandingkan pengaruh pemanasan maka
pengaruh laju pendinginan lebih besar dan lebih nyata. Laju pendinginan
yang cepat akan menghasilkan logam dengan kekerasan yang lebih tinggi
bila dibandingkan dengan laju pendinginan yang lambat. Waktu yang
diperlukan untuk mencapai kekerasan maksimal adalah kurang dari satu
menit. Laju pendinginan ini dipengaruhi oleh viskositas atau kekentalan
bahan pendingin. Jika bahan pendingin berupa cairan, semakin rendah
viskositasnya akan lebih mudah menyerap panas sehingga laju
pendinginan logam pada proses hardening akan semakin cepat karena laju
perpindahan kalor dari benda ke bahan pendingin lebih besar. Berbeda
dengan bahan pendingin yang mempunyai viskositas yang semakin tinggi
maka penyerapan panas juga akan semakin lambat atau bahkan bertahap.
Laju pendinginan yang cepat akan menghasilkan besi atau baja dengan
kekerasan yang lebih tinggi.
Diagram fasa besi karbon seperti yang ditunjukan pada gambar
diatas tidak menggambarkan pengaruh dari berbagai laju pendinginan,
waktu pemanasan dan struktur baja yang didapat jika pendinginan ditunda
pada suhu tertentu. Diagram waktu-suhu-alih wujud (diagram WSA)
seperti ditunjukan pada gambar.
Gambar 3. Diagram WSA suatu baja dengan kadar 0,4% C (Alois
Sconmets, 1985: 44)
Diagram WSA mempunyai skala suhu tegak lurus dan skala waktu
mendatar. Jika baja yang diwakili oleh diagram ini didinginkan dengan
cepat dari suhu pengerasan (sekitar 820 oC sampai 860
oC) menuju sekitar
600 oC,. maka setelah sekitar satu detik mulai berlangsung peralihan
wujud menjadi pearlite di titik A pada garis liku S kiri, yang berakhir
kira-kira sepuluh detik di titik B. Jika kita lakukan pengejutan menuju
suhu 320 oC, maka setelah sekitar satu menit mulai berlangsung
pembentukan struktur tahap antara di titik C, yang berakhir di titik D
setelah sekitar sembilan menit. Jika dilakukan pengejutan menuju suhu
yang lebih rendah pada kecepatan yang sama, maka pada sekitar 180 oC
mulai berlangsung peralihan wujud menjadi martensit. Bila peralihan
wujud berlangsung lebih perlahan-lahan, misalnya di sebelah dalam
benda-benda yang besar, maka disana baja akan lebih lambat mencapai
suhu pengejutan dan garis pendinginan 2 dalam gambar 3 yang kini
kecuramannya berkurang dapat memotong garis liku S pertama di dua
titik secara bergantian, dalam kasus ini berlangsung juga wujud tahap
pearlite atau tahap antara yang termasuk ke dalam daerah suhu yang
terpotong (Alois Sconmets, 1985: 44).
Diagram WSA selalu menampilkan daerah suhu yang
mencerminkan kecenderungan terbesar austenit melakukan peralihan
wujud dan kecepatan pendinginan yang dibutuhkan untuk membentuk
martensit tanpa melalui struktur pearlite. Untuk ini garis-garis
pendinginan tidak boleh memotong garis liku S pertama di titik manapun.
Makin kecil kandungan karbon dalam baja, maka akan makin ke kiri letak
garis liku S pertama dan akan makin curam pula garis pendinginan 1,
yang berarti bahwa pendinginan harus dilakukan lebih cepat supaya
terbentuk martensit. Diagram WSA yang ditunjukan oleh gambar 3
adalah untuk baja dengan kadar 0,4% C. Setiap jenis baja memiliki
diagram WSA sendiri-sendiri, tetapi pada prinsipnya adalah sama.
3. Struktur Baja yang Dikeraskan
Bila baja Hipoeutektoid didinginkan secara perlahan-lahan, austenit
bertransformasi ferit menjadi perlit. Baja dengan susunan demikian lunak dan
ulet. Bila baja didinginkan dengan lebih cepat baja akan mempunyai susunan
berlainan, baja akan lebih keras tetapi kurang ulet. Pencelupan di dalam air
akan menyebabkan pendinginan yang cepat dan menghasilkan struktur
martensit. Martens, seorang ilmuwan kebangsaan Jerman menemukan
struktur ini pada tahun 1878. Martensit didapatkan dengan mencelupkan baja
karbon dalam air dan terbentuklah fase transisi yang terjadi dekomposisi
austenit dengan cepat dan merupakan larutan padat karbon. Di bawah
mikroskop tampak jarum-jarum, lihat gambar 4.
Kekerasan martensit tergantung pada kadar karbon dan berkisar antara
Rockwell C 45 dan C 67. Martensit sukar dipotong, bahannya rapuh dan
bersifat magnetik (Amstead, 1993: 147).
Gambar 4. a. Struktur baja tahan karat dicelup dalam air untuk
menampilkan austenit.
b. Struktur baja SAE 1095 yang dicelup dalam air. Terlihat
martensit, pembesaran 562 x (Amstead, 1993: 146).
4. Kekerasan Maksimum Baja
Kekerasan maksimum yang dapat dicapai tergantung pada kadar
karbon. Kekerasan maksimum dapat dicapai bila austenit seluruhnya berubah
menjadi martensit dan nilai kekerasannya dapat mencapai 66 sampai 67
Rockwell C. Untuk mencapai hal ini maka kadar kadar karbon harus sama
atau lebih dari 0,60 %.
Gambar 5. Kekerasan maksimum sebagai fungsi dari kadar karbon (Amstead,
1993: 147).
Untuk mencapai kekerasan maksimum karbon harus larut sempurna
dalam austenit. Laju pendinginan maksimal yang dapat menghasilkan 100%
martensit disebut kecepatan pendinginan atau pencelupan kritis. Selain itu
harus diusahakan agar jumlah austenit sisa dapat ditekan seminimal mungkin
karena austenit sisa akan melunakkan sturktur (Amstead, 1993: 147).
Untuk menyepuh keras atau hardening kita memanaskan benda pada
suhu 800 oC sampai 900
oC tergantung pada kadar zat arang dan selanjutnya
dapat didinginkan dengan cepat. Pada saat penyepuhan keras banyak terjadi
tegangan yang dapat menjurus pada perubahan bentuk dan retakan benda
kerja.
5. Bahan Pendingin (Quenching Medium)
Tujuan dari proses quenching adalah untuk mendapatkan kekerasan
yang optimal. Kekerasan (hardness) adalah sifat mekanik yang berhubungan
dengan kekuatan dan merupakan fungsi dari kadar karbon dalam baja.
Sebagai media pendingin yang dipakai di dalam penelitian ini dipergunakan
air yang ditambahkan garam dapur (NaCl) dengan kadar yang bervariasi
yaitu: 9%, 16% dan 23%.
a. Air (H2O)
Air adalah suatu jenis zat yang dalam kondisi tertentu bisa
berbentuk padat, cair dan gas dengan rumus kimia H2O. Air membeku
pada suhu 273oK = 0
oC, dan menguap di bawah tekanan normal pada
373oK = 100
oC, air memiliki berat jenis pada suhu 277
oK = 4
oC.
Air mempunyai sifat pendinginan yang baik sehingga dalam
proses pengerasan logam banyak dipakai sebagai media pendingin. Pada
baja dengan kadar karbon rendah dan sedang sangat cocok dilakukan
dengan pendinginan air.
b. Garam Dapur (NaCl)
Bahan ini berupa bahan padat putih, memiliki bentuk kristal kubus
yang transparan, tidak dapat terbakar serta mempunyai titik leleh 801oC
(Effendie: 1989). Garam dapur merupakan senyawa yang tersusun dari
asam kuat HCl dan basa kuat NaOH. Apabila unsur ini direaksikan, maka
akan terbentuk NaCl dan H2O. Hasil dari bahan tadi bila disatukan akan
membentuk suatu larutan yang disebut larutan garam. Larutan yang
terbentuk merupakan campuran yang homogen, partikel-partikelnya
sangat kecil namun tersebar merata meskipun dibiarkan dalam waktu
yang lama. NaCl atau garam dapur tidak akan mengendap bila dibiarkan
dan tidak dapat dipisahkan dari air dengan cara penyaringan. Partikel-
partikel NaCl, ion-ionnya dalam air tidak akan dapat terlihat dengan
mikroskop. Zat terlarut dan pelarutnya benar-benar tercampur secara
homogen (Benny Karyadi: 1996).
Mengingat asam dalam air akan menghasilkan H+ dan basa dalam
air akan menghasilkan OH-, maka bila kedua larutan tersebut
dicampurkan, kedua ion tersebut akan membentuk H2O dan kedua sifat
larutan akan hilang, dengan kata lain asam dinetralkan oleh basa, dan
basa dinetralkan oleh asam.
H+ + OH H2O
HCl + NaOH NaCl + H2O
Reaksi yang saling menghilangkan disebut reaksi penetralan, jadi
dalam reaksi penetralan asam oleh basa dan basa oleh asam akan
dihasilkan garam dan air. Pada reaksi penetralan asam kuat oleh basa kuat
atau basa kuat oleh asam kuat hampir semua ion H+ dan ion OH- bereaksi
membentuk air dan pH larutan menjadi 7 atau netral (Hiskia Ahmad:
1996).
Apabila NaCl dilarutkan dalam air, maka ikatan ion positif dan ion
negatif terputus dan ion-ion tersebut berinteraksi dengan molekul air. Ion-
ion ini dikelilingi oleh molekul air dan peristiwa ini disebut hidrasi. Ion-
ion Na+
dan Cl- yang dikelilingi oleh molekul air ditulis sebagai Na
+(aq)
dan Cl-(Aq). Penguraian senyawa elektrolit ini dalam air dinyatakan
dengan persamaan reaksi yang disebut reaksi ionisasi. Kristal NaCl yang
dilarutkan dalam air dapat dituliskan dengan persamaan reaksi ionisasi
sebagai berikut :
NaCl + H2O NaOH + HCl.
Sehingga apabila baja (Fe3C) dicelupkan dalam medium pendingin
larutan air garam akan terjadi pendinginan yang cepat karena apabila
airnya telah menguap akan terjadi selubung uap air tetapi ada bintik-
bintik ion Na+
(Aq) + Cl-(Aq) pada seluruh permukaan benda kerja, maka
selubung uap air tersebut diceraikan oleh bintik-bintik ion Na+ dan ion
Cl-. Keadaan yang demikian itu berlangsung terus menerus dan
mengakibatkan pendinginan tidak terhambat, sehingga benda kerja akan
cepat dingin dan hasil kekerasan akan tinggi.
6. Pengujian Kekerasan
Kekerasan dapat didefinisikan sebagai ketahanan bahan terhadap
penetrasi pada permukaannya. Pengujian kekerasan dalam penelitian ini
adalah menggunakan pengujian Rockwell. Kekerasan Rockwell merupakan
indeks kekerasan lain yang digunakan dalam teknik dan ada hubungannya
bilangan kekerasan Brinell (BKB).
Besaran ini ditentukan dengan menghitung kedalaman penetrasi suatu
penekanan standar yang kecil. Dengan menggunakan bentuk penekanan dan
beban yang berbeda-beda diperoleh beberapa skala rockwell. Jadi berbeda
dengan kekuatan yang menjadi ukuran dari tegangan yang diperlukan untuk
merubah bentuk atau mematahkan bahan (Lawrence Van Vlack, 1991: 11).
Pada pengujian Rockwell pengukurannya dilakukan dengan ukuran
dalamnya penekanan, jadi bukan luas bekas penekanan. Makin keras bahan
maka makin dangkal masuknya intan atau bola baja (indentor), dan
sebaliknya apabila bahan itu makin lunak maka makin dalam masuknya
indentor. Indentor yang digunakan adalah berbentuk kerucut intan dan
bersudut 120 derajat untuk menguji logam yang mempunyai kekerasan diatas
200 HB, dan pembulatan pada ujungnya dengan jari-jari 0,2 mm tercantum
dalam skala C (cone). Sedangkan diameter indentor bola baja berdiameter
1/16”, 1/8”, 1/4” dan 1/2”, dipergunakan untuk menguji logam-logam yang
lunak di bawah 200 HB (kekerasan Brinell).
Pengujian dengan cara rockwell mempunyai beberapa kelebihan
dibanding dengan pengujian yang lain, namun juga terdapat kerugian-
kerugian.
a. Keuntungan dari pengujian Rockwell adalah:
1) Dengan kerucut intan dapat diukur kekerasan baja yang disepuh
keras.
2) Dengan bekas tekanan yang kecil benda kerja rusak akan lebih
sedikit.
3) Penentuan kekerasan akan berlangsung cepat oleh karena penekanan
pada benda dan pengukuran pembesaran dalamnya bekas penekanan
adalah satu pelaksanaan.
b. Kerugian dari pengujian Rockwell adalah:
1) Dengan bekas penekanan yang kecil maka kekerasan rata-rata tidak
dapat ditentukan untuk bahan yang tidak homogen, seperti besi tuang.
2) Dengan pembesaran dalamnya bekas tekanan yang kecil terdapat
kemungkinan kesalahan yang besar dalam pengukuran (Beumer,
1994: 29).
Dalam pengukuran Rockwell ada beberapa skala ukuran, yaitu A, B,
C, D sampai K. Tabel di bawah ini menunjukan beberapa skala yang sering
digunakan dalam pengujian kekerasan Rockwell.
Tabel 1. Skala Rockwell
Skala Simbol Indentor Gaya
(Kgf) Untuk Bahan
A
B
C
D
E
F
G
H
K
HRA
HRB
HRC
HRD
HRE
HRF
HRG
HRH
HRK
Kerucut intan 120o
Bola baja 1/16”
Kerucut intan 120o
Kerucut intan 120o
Bola baja 1/8”
Bola baja 1/16”
Bola baja 1/16”
Bola baja 1/8”
Bola baja 1/8”
60
100
150
100
100
60
150
60
150
Baja tipis dan yang
dikeraskan
Baja lunak dan tidak
dikeraskan
Baja temper, baja
paduan sepuh keras
Baja sepuh keras
Besi tuang, paduan
Al, paduan Mg
Tembaga dan
kuningan (loyang)
Perunggu, perunggu
meriam, dan
tembaga berilium
Thermoplastin dan
alumunium lunak
Alumunium, paduan
magnesium
(Engkos Koswara, 1999: 16)
Baja V-155 merupakan baja paduan maka baja ini tepat untuk diuji
kekerasannya dengan memakai uji kekerasan Rockwell pada skala C (HRC).
Setelah dikenai perlakuan panas (pengerasan) skala Rockwell C tetap dapat
digunakan.
Prosedur penekanan dan pembacaan hasil pada pengujian Rockwell C
(HRC) adalah sebagai berikut:
a. Bahan yang diletakan di atas landasan dinaikan hingga menyentuh
kerucut dimana jarum mulai bergerak
b. Bahan ditekan dengan beban awal yang besarnya 10 kg. Kedalaman
masuknya penekanan oleh beban awal ini dinyatakan dengan h1. (lihat
gambar 6.1). Pemberian beban awal ini dimaksudkan agar perbedaan
tingkat kekerasan bagian permukaan dari benda uji yang dimungkinkan
akan berbeda dengan bagian dalam dapat dihindari, sekaligus dapat
diketahui secara akurat (Engkos Koswara, 1999: 18).
c. Beban utama (150 kg) ditambahkan secara berangsur-angsur sehingga
jarum berputar berlawanan arah dengan arah putaran jarum jam. Bila
jarum berhenti berarti penambahan beban utama sudah penuh. Kedalaman
masuknya penekanan oleh beban utama ini dinyatakan dengan h2 (lihat
gambar 6.2).
d. Setelah jarum berhenti ditunggu selama kurang lebih dua detik.
Kemudian beban utama dihilangkan sehingga jarum berputar searah
dengan putaran jarum jam. Sesudah beban utama dihilangkan maka
kerucut akan terangkat sedikit sehingga kedalaman masuknya penekanan
yang dinyatakan dengan h3 yang lebih kecil dari h2 (lihat gambar 6.3)
selisih dari h2 dan h3 adalah pantulan elastis dari bahan.
e. Hasil kekerasan dapat langsung dibaca yaitu penunjuk jarum setelah
beban utama dihilangkan dimana beban awal masih menekan bahan.
f. Selanjutnya beban awal dihilangkan sehingga jarum kembali kedalam
keadaan bebas.
Benda uji Benda uji Benda uji h1 h2 h3
p utama p awal
120o
120o
saat beban awal saat beban utama bekas injakan
1 2 3
Gambar 6. Proses penekanan pada Rockwell C (Engkos Koswara, 1999: 21)
Jadi pada pengujian Rockwell ada tiga tahap pengukuran, yaitu:
a. Tahap pertama dengan beban mula (minor load) Po = 10 kg. Pemberian
beban awal ini dimaksudkan agar perbedaan tingkat kekerasan bagian
permukaan dari benda uji yang dimungkinkan akan berbeda dengan
bagian dalam dapat dihindari, sekaligus dapat diketahui secara akurat
(Engkos Koswara, 1999: 18).
b. Tahap kedua dengan beban akhir (mayor load) Pi menurut masing-masing
skala.
c. Tahap pengukuran kekerasan pada beban 10 kg, setelah beban mayor
dihilangkan.
Untuk menghitung angka kekerasan bahan, rumus kekerasan
Rockwell ditulis (Beumer, 1994: 23):
R = c
)1h3h(k −−………………………………(Beumer, 1994: 23)
Keterangan:
k : Angka ketetapan bahan: 0,20 untuk kerucut intan dan 0,26 untuk
bola baja.
H3 : Dalamnya penekanan indentor setelah beban utama dihilangkan.
H1 : Dalamnya penekanan pada beban mula.
C : Angka skala pembagi pada mesin pembagi (0,002 mm tiap skala)
(Beumer, 1994: 23).
Dengan demikian untuk penekanan indentor kerucut intan
dirumuskan sebagai berikut:
R = 002,0
)1h3h(20,0 −− = 100 -
002,0
)1h3h( −……..(Beumer, 1994: 23)
B. Kerangka Berpikir
Hardening adalah proses pemanasan baja sampai suhu di daerah kritis
dilanjutkan dengan pendinginan yang cepat. Cara yang baik adalah memanaskan
dan mencelupkan beberapa potong baja pada berbagai media pendingin
kemudian disusul dengan pengujian kekerasan.
Pada proses perlakuan panas akan selalu dihadapkan pada berbagai
macam variabel yang saling mempengaruhi seperti: komposisi bahan, temperatur
pemanasan, holding time, media pendingin serta teknik pendinginan. Setiap
proses perlakuan panas menuntut adanya ketepatan nilai pendinginan agar
dicapai sifat-sifat bahan yang diinginkan sesuai dengan tujuannya. Nilai
pendinginan untuk proses pengerasan dituntut tinggi, oleh karena itu perlu
dipertimbangkan penggunaan media pendingin yang mempunyai nilai
pendinginan yang tinggi. Pada proses pengerasan baja V-155 dalam penelitian ini
dipilih media pendingin larutan garam dapur (NaCl) sebagai pendingin karena
dimungkinkan akan memberikan efektifitas pendinginan yang lebih besar jika
dibandingkan dengan air. Agar dapat diketahui ada tidaknya perbedaan pengaruh
dari kadar garam dapur yang berbeda-beda, maka dalam penelitian ini digunakan
kadar garam dapur yang bervariasi yaitu: 9%, 16% dan 23%, dengan volume
pendinginan yang sama yaitu 4 liter. Untuk mengetahui secara pasti ada tidaknya
pengaruh perlakuan yang diberikan, maka dilakukan pengujian kekerasan dengan
mesin uji kekerasan Rockwell C.
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka peneliti mengajukan
hipotesis sebagai berikut: “Ada perbedaan pengaruh kadar garam dapur yang
bervariasi yaitu 9%, 16% dan 23% dalam media pendingin air terhadap nilai
kekerasan akibat proses pengerasan baja V-155”
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam kegiatan
penelitian sehingga pelaksanaan dan hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yaitu suatu metode
untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan
oleh peneliti, dengan mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain yang bisa
mengganggu.
A. Bahan
Bahan penelitian ini adalah baja V-155 (VCN 150) produksi dari
perusahaan BOHLER (PT. BOHLINDO BAJA), yang dalam penjualannya
berbentuk besi lonjoran (silinder) dengan berbagai ukuran. Baja V-155
mempunyai kadar sebagai berikut: 0,38% C, 0,20% Si, 0,70% Mn. 1,50% Cr,
0,20% Mo dan 1,64% Ni (Grade Bohler PT. Bohlindo Baja).
Spesimen yang dipakai dalam penelitian ini tebal (panjang) benda kerja
yaitu 15 mm dengan diameter 40 mm. Jumlah benda uji secara keseluruhan
adalah 12 buah dengan perincian: Untuk pendinginan air ditambah 9 % NaCl 3
buah, pendinginan air ditambah 16 % NaCl 3 buah, pendinginan air ditambah 23
% 3 buah dan kontrol 3 buah.
B. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mesin gergaji besi, digunakan untuk memotong bahan menjadi ukuran
spesimen yang telah ditetapkan.
2. Mesin bubut, digunakan untuk meratakan dan menghaluskan spesimen yang
telah dipotong dengan mesin gergaji.
3. Dapur pemanas, digunakan untuk memanaskan benda uji sampai pada suhu
850 oC.
4. Tempat atau wadah pendingin, digunakan untuk menempatkan media
pendingin.
5. Mesin Uji kekerasan bahan, digunakan untuk menguji kekerasan bahan
setelah dilakukan proses hardening.
C. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kadar garam dapur, yaitu
banyaknya garam dapur yang dilarutkan ke dalam media pendingin air dengan
prosentase yang berbeda yaitu: 9%, 16% dan 23%.
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah nilai kekerasan bahan yang
diuji dengan Rockwell setelah dilakukan proses hardening dengan pendingin
air yang ditambah garam dapur dengan prosentase yang berbeda-beda.
3. Variabel kontrol
Variabel kontrol yang dimaksud disini adalah semua faktor yang
mempengaruhi hasil Hardening yaitu: dapur pemanas, temperatur pemanasan,
waktu pemanasan serta alat uji kekerasan.
D. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pengujian
kekerasan Rockwell C dari masing-masing perlakuan kemudian dicatat secara
lengkap. Eksperimen dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Universitas Gajah
Mada.
Tabel 2. Data hasil pengujian
No Spesimen Nilai Kekerasan Bahan (HRC)
1 2 3 Rata-rata
1 Raw material
2 9% NaCl
3 16% NaCl
4 23% NaCl
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses pengumpulan data yaitu:
1. Persiapan Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang perlu dipersiapkan dalam penelitian ini adalah baja
V-155 produksi perusahaan BOHLER (PT. BOLINDO BAJA), air dan garam
dapur (NaCl). Sedangkan alat yang perlu dipersiapkan meliputi mesin gergaji,
jangka sorong, mesin bubut, neraca, gelas ukur, dapur pemanas listrik
otomatis, mesin uji kekerasan Rockwell dan tempat pendingin.
2. Pembentukan Spesimen
Langkah-langkah dalam pembentukan spesimen dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Pemotongan Bahan
Pemotongan bahan yang berupa baja V-155 (VCN 150) dalam
bentuk silinder dengan diameter 40 mm dengan ketebalan 15 mm ditambah
untuk pemotongan dan pemakanan perataan. Pemotongan ini dilakukan
dengan mesin gergaji besi.
Gambar 7. Bentuk dan ukuran spesimen
b. Meratakan Permukaan Benda kerja pada Mesin Bubut
Untuk meratakan permukaan benda kerja dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Memasang benda kerja pada cekam dan kencangkan
2) Memasang pahat setinggi senter
3) Mesin dihidupkan dan lakukan pemakanan pada permukaan benda
kerja
40 mm 15 mm
4) Mematikan mesin dan memeriksa permukaan benda kerja, bila sudah
rata lakukan finishing.
5) Melakukan pembubutan untuk semua benda kerja.
3. Pengujian Komposisi
Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur yang
terkandung di dalam baja V-155 (VCN 150). Pengujian dilakukan di PT.
ITOKOH CEPERINDO Klaten.
a. Memasang benda kerja pada landasan
b. Kemudian menyalakan sumber sinar yang digunakan untuk menghasilkan
warna spektro baja.
c. Memposisikan lensa pengubah warna spektro, sehingga warna-warna
tersebut diubah menjadi data.
d. Mengoperasikan mesin printer untuk mencetak data komposisi, dimana
datanya terlampir.
4. Penakaran Media Pendingin
Langkah-langkah yang perlu dipersiapkan adalah sebagai berikut:
a. Menakar garam dapur (NaCl) dalam neraca/timbangan.
b. Menakar air dalam gelas ukur.
c. Mencampurkan garam dapur (NaCl) dan air ke dalam tempat bahan
pendingin.
d. Mengaduk larutan garam dapur (NaCl) dan air agar rata.
5. Proses hardening
Untuk proses hardening dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Pemanasan Spesimen
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Memasukan semua benda kerja ke dalam dapur pemanas.
2) Kemudian menutup dapur pemanas dan mengatur suhu yang telah
ditentukan, yaitu diatur pada suhu pemanasan 850 oC dengan waktu
penahanan 1 jam, kemudian hidupkan mesin pemanas.
3) Mengambil benda kerja dari dapur pemanas menggunakan penjepit
benda kerja dan benda kerja siap didinginkan.
Gambar 8. Dapur Pemanas (Oven)
b. Pendinginan Spesimen pada Media Pendingin
Untuk pendinginan spesimen pada media pendingin dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1) Pengambilan spesimen dari mesin pemanas menggunakan penjepit
benda kerja, dan memasukannya ke dalam media pendingin yang telah
disediakan.
2) Melakukan pendinginan pada semua bahan secara bersama-sama
dengan perincian 3 buah spesimen didinginkan dalam air ditambah 9 %
NaCl, 3 buah spesimen didinginkan dalam air ditambah 16 % NaCl dan
3 buah spesimen didinginkan dalam air ditambah 23 % NaCl.
3) Menunggu beberapa saat agar dingin, kemudian benda kerja
dibersihkan.
4) Benda kerja siap untuk diuji kekerasannya dengan mesin uji Rockwell.
6. Pengujian Kekerasan
Pengujian ini dilakukan dengan mesin uji kekerasan Rockwell.
Langkah kerja pengujian Rockwell sebagai berikut:
a. Bahan yang diletakan di atas landasan dinaikan hingga menyentuh
kerucut dimana jarum mulai bergerak
b. Bahan ditekan dengan beban awal yang besarnya 10 kg.
c. Beban utama (150 kg) ditambahkan secara berangsur-angsur sehingga
jarum berputar berlawanan arah dengan arah putaran jarum jam. Bila
jarum berhenti berarti penambahan beban utama sudah penuh.
d. Setelah jarum berhenti ditunggu selama kurang lebih dua detik.
Kemudian beban utama dihilangkan sehingga jarum berputar searah
dengan putaran jarum jam.
e. Hasil kekerasan dapat langsung dibaca yaitu penunjuk jarum setelah
beban utama dihilangkan dimana beban awal masih menekan bahan.
Hasil pengujian dari masing-masing kelompok perlakuan tersebut
kemudian dicatat secara lengkap, kemudian masing-masing kelompok
perlakuan dibandingkan untuk mengetahui perbedaannya.
Gambar 9. Mesin Uji Kekerasan
7. Foto Mikro
Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Spesimen yang akan dilakukan uji foto mikro harus rata terhadap bidang
ukur. Maka setelah spesimen tersebut diamplas, lakukan finishing dengan
menggosok spesimen dengan autosol.
b. Nyalakan mikroskop dengan menekan ON pada power switch.
c. Letakan spesimen pada stage.
d. Pilih cahaya yang sesuai dengan memutar light intensity control knop.
e. Pilih perbesaran lensa dengan memutar revolving nosepiece.
f. Lihat gambar pada eyepiece yaitu pada lensa okuler.
g. Fokuskan gambar.
h. Pilih lokasi yang akan diinginkan dengan memutar stage drive control
knop.
Gambar 10. Mikroskop Optik
i. Pemotretan: masukan film pada kamera, pilih spesifik gambar yang akan
diambil dengan photo unit adjuster dial, dan tekan expose untuk
melakukan pemotretan.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan
statistik deskriptif yang dilakukan dengan cara melukiskan dan merangkum
pengamatan dari penelitian yang telah dilakukan. Metode deskriptif, yaitu suatu
metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi,
suatu sistem pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan
dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskriptif, gambaran atau
lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1983 : 63).
F. Alur Penelititan
Baja karbon
Spesimen
Uji Komposisi
Proses Hardening Raw material
Pendingin
Air + 9% NaCl
Pendingin
Air + 16% NaCl
Pendingin
Air + 23% NaCl
Pengujian Kekerasan Rockwel
Analisis Data dan Pembahasan
Simpulan
Uji Foto Mikro
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Data yang dihasilkan dari penelitian ini berupa angka dan grafik yang meliputi
uji komposisi, pengujian kekerasan dan pengamatan foto mikro pada material baja
V-155.
1. Uji Komposisi
Klasifikasi pada uji komposisi ini ditentukan berdasarkan pada unsur
karbon dan unsur-unsur lain yang terkandung dalam suatu material. Sifat-sifat
baja seperti keuletan, kekerasan, kekuatan dan lain sebagainya sangat
dipengaruhi oleh komposisi kimia dari bahan tersebut. Uji komposisi
dilakukan untuk mengetahui prosentase unsur-unsur kimia yang terkandung
dalam baja dan untuk mengetahui bahan tersebut termasuk jenis baja yang
digunakan. Adapun hasil pengujian komposisi kimia pada spesimen baja
V-155 adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Uji Komposisi
Unsur Kadar (%) Unsur Kadar (%)
Fe
C
Mn
P
Students
Si
Cu
Ni
95,23
0,390
0,620
0,017
0,027
0,027
0,138
1,638
Cr
Mo V
Ti
Al
W
Nb
1,406
0,218 0,00
0,00
0,00
0,04
0,01
Baja paduan dibagi menjadi baja paduan rendah (jumlah paduan
kurang dari 8%) dan baja paduan tinggi (jumlah paduan lebih dari 8%)
(Amstead, 1993 : 51).
Dari data yang didapat pada pengujian komposisi kimia spesimen
mengandung bahan paduan kurang dari 8%. Maka baja V-155 yang digunakan
sebagai spesimen dapat diklasifikasikan ke dalam baja paduan rendah.
2. Uji Kekerasan
Pengujian kekerasan menghasilkan data harga kekerasan dari spesimen
seperti yang terlihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 4. Hasil Pengujian Kekerasan
No
Spesimen
Nilai kekerasan (HRC)
1 2 3 Rata-rata
1 Raw material (A0) 34,33 32,33 32 32,89
2 9% NaCl (A1) 50 49,33 49,67 49,67
3 16% NaCl (A2) 51,67 51 50,67 51,11
4 23% NaCl (A3) 53 52,33 54,67 53,33
Data hasil pengujian kekerasan pada tabel diatas lalu diolah dalam
bentuk grafik seperti terlihat dibawah ini:
32.89
49.6751.11 53.33
0
10
20
30
40
50
60
Kekera
san (
HR
C)
Spesimen
A0
A1
A2
A3
Gambar 11. Grafik Rata-rata Nilai Kekerasan
Dari hasil eksperimen pengujian kekerasan didapatkan nilai rata-rata
kekerasan pada setiap spesimen adalah sebagai berikut:
a. Pada kelompok spesimen raw material (A0) mempunyai nilai kekerasan
32,89 HRC berfungsi sebagai pembanding (kelompok kontrol).
b. Data hasil kekerasan spesimen A1 sebesar 49,67 HRC mengalami
kenaikan nilai kekerasan sebesar 33,78% terhadap raw material.
Kelompok spesimen A2 sebesar 51,11 HRC mengalami kenaikan nilai
kekerasan sebesar 2,82% terhadap spesimen A1. Sedangkan kelompok
spesimen A3 yang mempunyai nilai kekerasan sebesar 53,33 HRC
mengalami kenaikan kekerasan sebesar 4,16% terhadap kelompok
spesimen A2.
c. Nilai kekerasan kelompok spesimen A2 sebesar 51,11 HRC mengalami
kenaikan nilai kekerasan terhadap raw material sebesar 35,65%. Untuk
kelompok spesimen A3 yang mempunyai nilai kekerasan sebesar 53,33
HRC mengalami kenaikan nilai kekerasan sebesar 38,33% terhadap raw
material dan 6,86% terhadap A1.
Jadi pada kelompok spesimen yang dilakukan perlakuan panas dengan
pendingin air garam (NaCl) yang berbeda yaitu 9%, 16% dan 23% mengalami
kenaikan nilai kekerasan.
Untuk lebih jelasnya lihat tabel dibawah ini:
Tabel 5. Hasil nilai kekerasan
No Spesimen Kenaikan nilai kekerasan (%)
1
2
3
4
5
6
A0 � A1
A0 � A2
A0 � A3
A1 � A2
A1 � A3
A2 � A3
33,78
35,56
38,33
2,82
6,86
4,16
3. Foto Struktur Mikro
Berikut ini adalah hasil foto mikro dari eksperimen yang telah
dilakukan:
a. Foto struktur mikro raw material tanpa perlakuan menunjukan struktur kristal
yang kasar.
Pearlit
Ferrit
Gambar 12. Foto struktur mikro raw material (A0), pembesaran 200 X
b. Gambar di bawah ini menunjukan foto struktur mikro spesimen A1 yang telah
dihardening dengan media pendingin 9% NaCl menunjukan struktur kristal
yang lebih halus dibandingkan dengan raw material.
Gambar 13. Foto struktur mikro kelompok spesimen A1, pembesaran 200 X
c. Pada gambar dibawah ini menunjukan foto struktur mikro spesimen A2 yang
telah dihardening dengan media pendingin 16% NaCl menunjukan struktur
kristal yang lebih halus dibandingkan dengan raw material dan kelompok A1.
Pearlit
Ferrit
d. Pada gambar di bawah ini menunjukan foto struktur mikro spesimen A3 yang
telah dihardening dengan media pendingin 23% NaCl menunjukan struktur
kristal yang lebih halus dibandingkan dengan raw material, kelompok
spesimen A1 dan A2.
Gambar 15. Foto struktur mikro kelompok spesimen A3, pembesaran 200 X
B. Pembahasan
Data hasil penelitian yang dideskripsikan dalam bentuk diagram batang
(grafik histogram) diketahui ada perbedaan tingkat kekerasan dari spesimen yang
dihardening dengan media pendingin air garam (NaCl) yang berbeda yaitu 9%,
16% dan 23%.
Data-data yang diperoleh dari hasil pengujian kelompok spesimen raw
material tanpa perlakuan mempunyai nilai rata-rata kekerasan yang lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok spesimen A1, A2 dan A3.
Gambar 14. Foto struktur mikro kelompok spesimen A2, pembesaran 200 X
Pearlit
Ferrit
Eksperimen kedua adalah kelompok spesimen A1 yang dihardening dengan
media pendingin 9% NaCl mempunyai nilai rata-rata kekerasan lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok spesimen A2 dan A3 tetapi mempunyai nilai
kekerasan lebih tinggi dibandingkan dengan raw material.
Pada eksperimen ketiga yaitu pengujian kelompok spesimen A2 yang
dihardening dengan media pendingin 16% NaCl mempunyai nilai kekerasan lebih
rendah dibandingkan dengan kelompok spesimen A3 tetapi mempunyai nilai
kekerasan lebih tinggi dibandingkan dengan raw material dan kelompok spesimen
A1.
Pada eksperimen yang keempat yaitu kelompok spesimen A3 yang
dihardening dengan media pendingin 23% NaCl mempunyai nilai rata-rata
kekerasan yang paling tinggi dibandingkan dengan raw material dan kelompok
spesimen A1 dan A2.
Dari data-data yang diperoleh diatas dapat dilihat bahwa perubahan nilai
kekerasan yang terjadi pada setiap kelompok spesimen disebabkan beberapa
faktor yang mempengaruhinya, diantaranya seberapa banyak kadar garam dapur
(NaCl) dalam media pendingin pada proses hardening. Dalam penelitian ini pada
saat baja dipanaskan terbentuklah kristal-kristal berbutir halus yang seragam pada
semua bagian ketika baja masih padat, karenanya disebut larutan padat (Austenit).
Apabila baja dalam keadaan austenit kemudian didinginkan secara perlahan-
lahan, maka akan kembali seperti semula sebelum dipanaskan. Tetapi apabila
didinginkan dengan cepat maka dapat dikatakan keadaan larutan padat (Austenit)
itu juga tetap berada dalam keadaan dingin sebab tidak ada waktu untuk
membentuk kristal-kristal yang besar. Keadaan ini disebut martensit. Kristal
martensit kecil sekali (halus) sehingga baja mempunyai sifat sangat kuat dan
keras (Amanto, 1999 :77).
Pada hasil foto mikro kelompok raw material terlihat struktur mikronya
tampak kasar dan mempunyai tingkat kekerasan paling rendah. Kelompok
spesimen A1 terlihat struktur mikronya tampak lebih halus dibandingkan dengan
raw material dan tingkat kekerasan pada spesimen A1 lebih besar dari pada raw
material. Pada kelompok spesimen A2 struktur mikronya tampak lebih halus
dibandingkan dengan raw material dan kelompok spesimen A1. Tingkat
kekerasan kelompok spesimen A2 juga lebih besar dari pada raw material dan
kelompok A1. Pada spesimen A3 struktur kristalnya lebih halus dan nilai
kekerasannya lebih tinggi dari pada kelompok spesimen raw material, A1 dan
A2. Jadi semakin halus struktur mikro dalam baja maka baja akan semakin keras
pula.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Ada pengaruh kadar garam dapur (NaCl) dalam media pendingin terhadap
nilai kekerasan pada proses pengerasan baja V-155. Semakin tinggi kadar
garam dapur (NaCl) dalam media pendingin semakin tinggi pula nilai
kekerasannya.
2. Dari ketiga variasi kadar garam dapur (NaCl) yang berbeda-beda yaitu 9%,
16% dan 23%, yang menghasilkan nilai kekerasan yang tertinggi adalah
media pendingin dengan 23% NaCl sebesar 53,33 HRC disusul media
pendingin dengan 16% NaCl sebesar 51,11 HRC dan yang terendah adalah
media pendingin dengan 9% NaCl sebesar 49,67 HRC.
B. SARAN
1. Untuk mendapatkan kekerasan maksimal pada pengerasan baja V-155
disarankan agar menggunakan larutan garam dapur (NaCl) sebagai media
pendinginnya dengan konsentrasi larutan jenuh yaitu 23 % NaCl.
2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk media pendingin larutan garam dapur
(NaCl) diatas 23 % NaCl.
DAFTAR PUSTAKA
Amstead. B. H, Sriati Djaprie, 1997. Teknologi Mekanik Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Arikunto Suharsimi, 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta
Balai Pustaka. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Daryanto, Hari, 1971. Ilmu Bahan. Jakarta : Bumi Aksara
Djaprie Sriati, 1997. Ilmu dan Teknologi Bahan. Jakarta : Erlangga
Gruber Karl, Alois Schonmetz, 1985. Pengetahuan Bahan dalam Pengerjaan Logam.
Bandung: Angkasa
Mudjijana, 2000. Pelatihan Teknisi Jurusan Teknik Mesin Lab. Bahan Teknik.
Yogyakarta : Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UGM
Sucahyo Bagyo,1999. Ilmu logam. Surakarta : Tiga Serangkai
Sudjana Hardi, Engkos Koswara, 1999. Pengujian Logam. Bandung : Humaniora
Utama Pers
Sumanto, 1996 Pengetahuan Bahan Untuk Mesin dan Listrik, Yogyakarta : Andi
Offset
Surdia Tata, 2000. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta : PT. Pradnya Paramita
Zakharov, B. 1962. Heat Treatment of Metals. Moscow: Peace Publisher
Hiskia Ahmad. 1996. Kimia Larutan. Bandung : Citra Aditya Bakti