Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH CERAMAH DAN DEMONSTRASI TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN COMPUTER VISION SYNDROME
PADA SISWA SMKN KABUPATEN PANGKEP
THE EFFECT OF LECTURES AND DEMONSTRATIONS ON THE BEHAVIOR OF PANGKEP SMKN STUDENSTS IN
PREVENTING COMPUTER VISION SYNNDROME
MARYAM LATIEF
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
ii
PENGARUH CERAMAH DAN DEMONSTRASI TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN COMPUTER VISION SYNDROME
PADA SISWA SMKN KABUPATEN PANGKEP
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Kesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh
MARYAM LATIEF
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Maryam Latief
NIM : P1804211008
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, Mei 2013
Yang menyatakan
Maryam Latief
v
PRAKATA
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat Rahmat dan InayahNyalah sehingga penulis dapat merampungkan
tesis dengan judul “Pengaruh Ceramah dan Demonstrasi terhadap
Perilaku Pencegahan Computer Vision Synndrome pada Siswa SMKN
Kabupaten Pangkep ”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Kesehatan Masyarakat di Universitas
Hasanuddin.
Penyusunan tesis ini dapat terwujud berkat dorongan keluarga,
teman-teman, bimbingan para dosen, dan bantuan dari berbagai pihak,
oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis
menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Bapak Prof. Dr. H. Ridwan Amiruddin, SKM, M.Kes,
M.Sc.PH selaku ketua komisi penasihat dan Ibu Dr. Masni, Apt MSPH
selaku anggota komisi penasihat yang telah sabar dan banyak
meluangkan waktu dalam membimbing, memotivasi, dan memfasilitasi
selama penyusunan tesis ini. Rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya penulis sampaikan pula kepada Bapak Prof. Dr. dr.
Rasdi Nawi, M.Sc, Bapak Dr. drg. H. Andi Zulkifli, M.Kes dan Ibu Dr.
vi
Suriah, SKM, M. Kes atas kesediannya menjadi penguji yang telah
banyak memberikan arahan dan masukan berharga.
Rasa terima kasih penulis sampaikan pula kepada :
1. Dr. dr. H. Noer Bachry Noor, M.Sc selaku Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin
2. Prof. Dr. dr. H. M. Alimin Maidin, MPH selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat beserta staf
3. Prof. Dr. Ir. H. Mursalim selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin beserta staf
4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pangkep beserta staf yang telah
memberikan banyak bantuan selama pelaksanaan penelitian.
5. Direktur RSUD Kabupaten Pangkep beserta staf atas bantuan dan
kerjasamanya selama pengambilan data awal penelitian
6. Kepala Sekolah SMKN I Bungoro, SMKN I Minasate’ne, dan SMKN I
Mandalle, staf, guru-guru serta adik-adik siswa atas kerjasamanya
selama penelitian dan bersedia memberikan izin kepada penulis
7. Bapak Mohammad Ikhsyan Razak, ST yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membawakan materi selama penelitian.
8. Teman-teman seperjuangan di Magister Kesehatan Masyarakat
Angkatan 2011 “Pasukan Anti Basi” yang telah memberikan dukungan
dan motivasi selama menimba ilmu dan dalam penyelesaian tesis ini,
kalian adalah bagian dari inspirasiku.
vii
9. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu
persatu yang telah banyak membantu penulis selama ini.
Akhirnya sembah sujud dan penghargaan yang setinggi-tingginya
penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda
H. Abdul Latief dan Ibunda Hj. Hasbiah yang tak pernah putus
mendoakan dan telah begitu sabar membesarkan dan mendidik penulis.
Kepada adik-adikku tercinta Irma, Rina, dan Ira serta seluruh keluarga
besar yang telah memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna
karena berbagai hambatan dan keterbatasan penulis, oleh karena itu kritik
dan saran senantiasa diharapkan dari berbagai pihak untuk perbaikan ke
depan. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang memerlukannya dan Allah SWT senantiasa meridhoi niat baik
serta berkenan memberikan curahan rahmat-Nya kepada kita semua.
Amin Yaa Rabbal Alamin.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, Mei 2013
Maryam Latief
viii
ix
x
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGAJUAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN iv
PRAKATA v
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvii
DAFTAR ISTILAH xviii
DAFTAR SINGKATAN xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang 1
B. Rumusan Masalah 8
C. Tujuan Penelitian 9
D. Manfaat Penelitian 10
BAB II TELAAH PUSTAKA 11
A. Tinjauan Umum tentang Computer Vision Syndrome 11
B. Tinjauan Umum tentang Perilaku 30
xi
C. Tinjauan Umum tentang Pengetahuan 34
D. Tinjauan Umum tentang Sikap 38
E. Tinjauan Umum tentang Pendidikan Kesehatan 41
F. Kerangka Teori Penelitian 55
G. Kerangka Konsep Penelitian 56
H. Variabel Penelitian 59
I. Definisi Operasional Penelitian 59
J. Hipotesis Penelitian 61
BAB III METODE PENELITIAN 62
A. Jenis Penelitian 62
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 63
C. Populasi dan Sampel Penelitian 66
D. Cara Penarikan Sampel 67
E. Cara Pengumpulan Data 68
F. Instrumen Penelitian 69
G. Kontrol Kualitas 69
H. Etika Penelitian 71
I. Uraian Intervensi 71
J. Alur Penelitian 75
K. Pengolahan dan Analisis Data 75
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 78
A. Hasil 78
B. Pembahasan 111
xii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 133
A. Kesimpulan 133
B. Saran 134
DAFTAR PUSTAKA 136
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
nomor halaman
1. Tabel Sintesa Kelainan Visual pada Pengguna Komputer 29
2. Tabel Sintesa Pengatahuan, Sikap, dan Pendidikan Kesehatan 54
3. Karakteristik responden berdasarkan umur di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 83
4. Karakteristik responden berdasarkan skor pengetahuan pada
kelompok ceramah di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 86
5. Karakteristik responden berdasarkan skor pengetahuan pada kelompok demonstrasi di Kab. Pangkep, Maret-April 2013 86
6. Karakteristik responden berdasarkan skor pengetahuan pada kelompok kontrol di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 87
7. Karakteristik responden berdasarkan skor sikap pada kelompok ceramah di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 91
8. Karakteristik responden berdasarkan skor sikap pada kelompok demonstrasi di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 92
9. Karakteristik responden berdasarkan skor sikap pada kelompok kontrol di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 92
10. Uji homogenitas umur, jenis kelamin, skor pengetahuan dan skor sikap antara kelompok ceramah, demonstrasi, dan kelompok kontrol sebelum intervensi di Kab. Pangkep, Maret-April 2013 96
11. Skor pengetahuan responden pada kelompok ceramah pada saat pre test dan post test di Kab. Pangkep, Maret-April 2013 97
12. Skor pengetahuan responden kelompok ceramah dan kelompok kontrol pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 98
xiv
13. Skor sikap responden pada kelompok ceramah pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 99
14. Skor sikap responden kelompok ceramah dan kelompok kontrol pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 100
15. Skor pengetahuan responden pada kelompok demonstrasi pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 101
16. Skor pengetahuan responden kelompok demonstrasi dan kelompok kontrol pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 102
17. Skor sikap responden pada kelompok demonstrasi pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 103
18. Skor sikap responden kelompok demonstrasi dan kelompok kontrol pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 103
19. Skor pengetahuan responden kelompok ceramah dan kelompok demonstrasi pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 105
20. Skor pengetahuan responden kelompok ceramah, kelompok demonstrasi, dan kelompok demonstrasi pada saat post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 107
21. Hasil analisis Post-Hoc Bonferroni skor pengetahuan 107
22. Skor sikap responden kelompok ceramah dan kelompok demonstrasi pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 108
23. Skor sikap responden kelompok ceramah, kelompok demonstrasi, dan kelompok demonstrasi pada saat post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 109
24. Hasil analisis Post-Hoc Bonferroni skor sikap 110
xv
DAFTAR GAMBAR
nomor halaman
1. Titik-titik berisiko pada saat penggunaan komputer 21
2. Posisi Mengetik yang ideal 23
3. Layar antiglare 25
4. Posisi keyboard 26
5. Posisi Tangan pada Penggunaan Mouse 27
6. Document holder 28
7. Kerangka Teori Penelitian 55
8. Kerangka Konsep Penelitian 56
9. Desain Penelitian 62
10. Alur Penelitian 75
11. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 84
12. Karakteristik responden berdasarkan berdasarkan jenis kelamin pada kelompok ceramah, kelompok demonstrasi dan kelompok kontrol di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 85
13. Karakteristik responden berdasarkan skor pengetahuan pada kelompok ceramah, kelompok demonstrasi dan kelompok kontrol pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 88
14. Perubahan skor pengetahuan responden berdasarkan jenis kelamin di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 89
xvi
15. Perubahan skor pengetahuan responden berdasarkan asal sekolah di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 90
16. Karakteristik responden berdasarkan skor sikap pada kelompok ceramah, kelompok demonstrasi dan kelompok kontrol pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 93
17. Perubahan skor sikap responden berdasarkan jenis kelamin di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 94
18. Perubahan skor sikap responden berdasarkan asal sekolah di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 95
19. Skor pengetahuan responden kelompok ceramah dan kelompok demonstrasi pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 106
20. Skor sikap responden kelompok ceramah dan kelompok demonstrasi pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013 109
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Formulir Persetujuan Penelitian
2. Kuesioner Penelitian
3. Pedoman Intervensi Metode Ceramah
4. Pedoman Intervensi Metode Demonstrasi
5. Makalah Computer Vision Syndrome
6. Slide Computer Vision Syndrome
7. Master Tabel Penelitian
8. Uji Validitas dan Reliabilitas
9. Hasil Analisis Uji Statistik
10. Daftar Hadir Peserta
11. Dokumentasi Penelitian
12. Curiculum Vitae
13. Surat Izin Penelitian
14. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian
xviii
DAFTAR ISTILAH
Istilah Keterangan
Browsing Brigthness Contrast Font Visual Display Terminal Asthenopia Eyestrain Ciliary Glaukoma Muskuloskeletal Carval Tunnel Syndrome Dermatitis
Penjelajahan informasi di internet Tingkat terang gelapnya suatu tampilan (video/ image) Tingkat kepekaan cahaya yang dihasilkan oleh suatu sumber cahaya Jenis huruf pada komputer Layar monitor Keluhan subjektif penglihatan berupa penglihatan yang tidak nyaman, sakit dan kepekaan mata berlebihan Kelelahan Mata Cincin dari otot lurik lembut yang ada di mata manusia. Terdapat di bagian tengah lapisan vaskular yang mengontrol penyesuaian mata untuk melihat objek dengan jarak yang beragam Penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat sehingga terjadi kerusakan pada saraf mata dan menyebabkan turunnya fungsi penglihatan Sistem kompleks yang melibatkan otot-otot dan kerangka tubuh Terjepitnya syaraf di bagian pergelangan yang menyebabkan nyeri di sekujur tangan Iritasi atau peradangan kulit
xix
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Keterangan
CVS
VDT
TOT
ICT
Computer Vision Syndrome
Visual Display Terminal
Training of Trainer
Information and Communication Technology
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan komputer di berbagai sektor mengalami peningkatan dari
waktu ke waktu. Penggunaan komputer dewasa ini sudah merambah
semua lapisan masyarakat, baik komputer desktop maupun laptop.
Jumlah pengguna komputer mencapai sekitar 1 milyar pada tahun 2010
sebagai akibat dari peningkatan jumlah pengguna baru di negara
berkembang seperti Cina, India dan Rusia (Amalia dkk, 2010 dan
Bhanderi, et.al, 2008).
Aplikasi komputer yang semakin komplit dan menarik berdampak
pada meningkatnya durasi pemakaian. Nilai tambah berupa efisiensi,
kemudahan, kecepatan, ketersediaan dan validitas mendorong untuk
semakin berlomba memanfaatkan teknologi komputer dalam berbagai
aspek kehidupan termasuk dalam bidang hiburan dan edukasi (Amali,
2008). Program menarik yang sekarang ini banyak diminati baik
masyarakat umum maupun kalangan pelajar adalah penambahan fasilitas
internet. Penelitian yang dilakukan oleh Egbhokare dan Akwukwuma di
Benin Tahun 2005 menunjukkan bahwa anak remaja menghabiskan
sebagian besar waktunya di depan internet dengan aktivitas utama
mengirim email (100%), bermain game (84,78%) dan browsing (61,41%)
(Edema dan Akwukwuma, 2010).
2
Meningkatnya interaksi dengan perangkat komputer di satu sisi
menggembirakan karena memberikan nilai-nilai efisiensi dan efektifitas
tetapi di sisi lain akan merugikan kesehatan baik secara fisik maupun
psikologis (Murtopo, 2005). Dampak kesehatan tersebut sebagaimana
yang dilaporkan pada beberapa hasil penelitian antara lain: gangguan
visual dan muskuloskeletal (Seneviratne, et al, 2007, Das and Ghosh,
2010, Dehghani, et.al, 2008), computer vision syndrom (Ihemedu and
Omolase, 2010), stres (Sharma, et al, 2006), dan sakit kepala (Megwas
and Agusboshim, 2009). Blehm et al. (2005) menyatakan bahwa
gangguan visual merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling
sering terjadi pada pengguna komputer (Department of Labour, 2010).
American Optometric Association mendefinisikan Computer Vision
Syndrome (CVS) sebagai kombinasi mata dan masalah visual terkait
dengan penggunaan komputer (Rosenfield, 2011). Data dari sejumlah
penelitian menunjukkan bahwa masalah penglihatan terjadi 70%-90%
pada populasi pengguna komputer (Affandi, 2005, Sharma et al, 2006,
Talwar et al, 2009, Das and Ghosh, 2010, Shrestha et al, 2011). Bausch
and Lomb melaporkan hampir 60 juta orang mengalami masalah
penglihatan karena pekerjaan yang menggunakan komputer dan satu juta
kasus baru dilaporkan setiap tahunnya. Survei yang dilakukan oleh
optometris menunjukkan bahwa lebih dari 10 juta pemeriksaan mata
pertahun di Amerika Serikat dilakukan untuk masalah penglihatan karena
penggunaan komputer (Affandi, 2005).
3
Penelitian yang dilakukan oleh Sharma, et.al pada Tahun 2006 di
Delhi, India menunjukkan bahwa frekuensi masalah visual terkait
komputer pada kelompok studi sebesar 76%. Masalah visual yang umum
terlihat adalah kemerahan (37%), rasa panas dan atau kelelahan mata
(31,5%), sakit kepala (29,5%), rasa sakit pada mata (23,5%), gatal
(22,5%) dan mata berair (19%). Penelitian lain yang dilakukan oleh
Talwar, et al, Tahun 2009 di Delhi juga didapatkan hasil yang sama
dimana prevalensi masalah visual pada kelompok penelitian sebesar 76%.
Penelitian tersebut juga menemukan bahwa ada peningkatan secara
bertahap pada keluhan visual dengan jumlah jam yang dihabiskan di
depan komputer. Masalah visual yang paling umum adalah mata berair
(23,2%), nyeri pada mata (25,7%), iritasi mata (18,6%), panas/gatal pada
mata (29,8%), kemerahan (40,7%), mata kabur (13,2%), dan sakit kepala
(29,2%). Khusus pada sekolah, sebuah penelitian di Swedia menujukkan
prevalensi masalah visual pada anak sekolah sebesar 23,1% (Abdi,
2007).
Hasil penelitian yang dilakukan di Universitas Indonesia didapatkan
97% responden pengguna laptop mengalami keluhan kesehatan pada
bagian leher, mata, bahu, punggung bagian atas dan pergelangan tangan
(Hendra dan Octaviani, 2007). Penelitian Amalia dkk Tahun 2007 di
universitas yang sama menunjukkan prevalensi asthenopia (eyestrain/
kelelahan mata) sebesar 69,7%. Gejala yang secara signifikan terkait
dengan asthenopia pada penelitian tersebut adalah kelelahan visual (p =
4
0,031), rasa berat pada mata (p = 0,002), penglihatan kabur (p = 0,001),
dan sakit kepala di pelipis atau belakang kepala (p = 0,000), pada
penelitian tersebut sebagian besar subyek (68 orang atau 68,3%)
menggunakan komputer 3-6 jam per hari, dan hanya 7 (7,1%) yang <2
jam per hari.
Data registrasi kunjungan pada Bagian Poli Mata Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Pangkep menunjukkan bahwa pada Tahun 2011
terdapat 65 kasus asthenopia (kelelahan mata) dan Tahun 2012 sebanyak
37 kasus, dari 65 kasus asthenopia pada Tahun 2011, 34% diantaranya
berada pada kelompok remaja usia sekolah (10-24 Tahun) dan 22% pada
Tahun 2012 pada kelompok umur yang sama, dimana diketahui bahwa
asthenopia merupakan salah satu gejala utama dari CVS (Affandi, 2005).
Studi pendahuluan yang dilakukan di SMKN I Minasate’ne dan SMKN
I Bungoro pada tanggal 11 Februari 2013 pada 12 siswa kelas satu
didapatkan semua responden menyatakan belum pernah mendapatkan
pendidikan kesehatan terkait penggunaan komputer dan mereka
menyatakan bahwa hal tersebut perlu diadakan di sekolah. Berdasarkan
hasil wawancara dengan pihak kepala sekolah dan guru di SMKN I
Minasate’ne dan SMKN I Bungoro pada tanggal 11 Februari 2013 serta di
SMKN I Mandalle pada tanggal 22 Februari 2013 diketahui bahwa diketiga
sekolah tersebut belum pernah diadakan pendidikan kesehatan terkait
penggunaan komputer. Data yang diperoleh pada studi pendahuluan
tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswa menggunakan
5
komputer 1-2 jam per hari (10 siswa), dan hanya dua siswa yang kurang
dari 1 jam perhari. Rata-rata siswa mengalami lebih dari satu gejala yang
terkait dengan CVS setelah penggunaan komputer lebih dari 2 jam, yaitu:
mata berair (7 siswa), mata terasa perih (3 siswa), mata terasa tegang (1
siswa), penglihatan menjadi kabur (5 siswa), penglihatan ganda (1 siswa),
dan sakit kepala (4 siswa), selain itu mereka juga mengalami gangguan
muskuloskeletal seperti nyeri pada leher, bahu dan punggung (8 siswa).
Penglihatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting
dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam proses pendidikan.
Penglihatan juga merupakan jalur informasi utama, gangguan kesehatan
mata pada anak usia sekolah akan sangat mempengaruhi kemampuan
menyerap materi pembelajaran dan berkurangnya potensi untuk
meningkatkan kecerdasan.
Program penanggulangan masalah kesehatan mata sudah berjalan
cukup lama, namun sampai saat ini pemerintah belum memberikan
prioritas yang cukup untuk kesehatan mata (Somahita dan Nugroho,
2009). Hal ini terbukti dengan adanya program pemeriksaan kesehatan
anak sekolah dasar yang lebih difokuskan pada kesehatan gigi dan mulut,
padahal lingkungan sekolah menjadi salah satu pemicu terjadinya
penurunan ketajaman penglihatan pada anak, seperti membaca tulisan di
papan tulis dengan jarak yang terlalu jauh tanpa didukung pencahayaan
kelas yang memadai, membaca buku dengan jarak yang terlalu dekat, dan
6
sarana prasarana sekolah yang tidak ergonomis saat proses belajar
mengajar (Kholiq, 2007).
Keberadaan komputer di SMKN I Minasate’ne, SMKN I Mandalle dan
SMKN I Bungoro Kabupaten Pangkep sangat membantu dalam proses
pembelajaran dan dimasukkan dalam kurikulum pembelajaran. Diketiga
sekolah tersebut juga disediakan laboratorium komputer dan dilengkapi
dengan fasilitas internet. Sebagai institusi pendidikan yang materi
pembelajarannya banyak terkait dengan pemakaian komputer, maka
diperlukan pendidikan kesehatan tentang efek penggunaan komputer.
Pendidikan kesehatan pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan
atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan baik kepada
masyarakat, kelompok maupun individu dengan harapan mereka akan
memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik
(Notoatmodjo, 2007). Pemilihan metode pendidikan yang tepat akan
berpengaruh pada efektifitas hasil yang akan dicapai. Terdapat beberapa
jenis metode pendidikan yang biasa digunakan dalam bidang kesehatan.
Ceramah tanya jawab merupakan salah satu metode yang baik digunakan
baik untuk kelompok berpendidikan tinggi maupun rendah. Melalui metode
ini kita dapat mengontrol pokok-pokok materi yang ingin ditonjolkan,
pelaksanaannya relatif efisien dan sederhana serta penyajian materi dapat
disampaikan secara luas (Sudjana, 2011). Selain metode ceramah,
metode lain yang dapat dilakukan dalam penyampaian pesan kesehatan
adalah metode demonstrasi, melalui metode ini kita dapat memperagakan
7
materi pendidikan secara visual dengan pemberian keterangan yang lebih
jelas (Machfoedz dan Suryani, 2009).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode ceramah dan
demonstrasi efektif dalam merubah perilaku yang diukur melalui
perubahan pengetahuan dan sikap siswa. Penelitian yang dilakukan pada
siswi SMA Futuhiyyah Mranggen Kabupaten Demak dengan
menggunakan metode ceramah dan demonstrasi menunjukkan bahwa
ada peningkatan pengetahuan (p value = 0,000) dan keterampilan (p
value = 0,000) siswi tentang kanker payudara (Hidayati, dkk, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Wibawa pada Tahun 2007 juga
menunjukkan penggunaan metode demonstrasi berhasil memberikan
peningkatan pengetahuan dan perbaikan sikap positif siswa terhadap
penyakit DBD sebesar 58,97% dan 29,68%.
Kedua metode di atas dilaksanakan pada dua sekolah menengah
kejuruan berbeda dan satu sekolah menengah kejuruan lain yang
dijadikan sebagai kelompok kontrol dan tidak diberi intervensi. Ketiga
sekolah menengah kejuruan tersebut terletak pada kecamatan berbeda di
Kabupaten Pangkep. Dengan pengetahuan yang cukup diharapkan siswa
akan mampu mencegah penyakit-penyakit atau gangguan kesehatan
yang dipicu oleh penggunaan komputer khususnya computer vision
syndrome.
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan
masalah penelitian adalah:
1. Apakah ada pengaruh metode ceramah terhadap pengetahuan siswa
dalam pencegahan computer vision syndrome di SMKN I Bungoro
Kabupaten Pangkep
2. Apakah ada pengaruh metode demontrasi terhadap pengetahuan siswa
dalam pencegahan computer vision syndrome di SMKN I Minasate’ne
Kabupaten Pangkep
3. Apakah ada pengaruh metode ceramah terhadap sikap siswa dalam
pencegahan computer vision syndrome di SMKN I Bungoro Kabupaten
Pangkep
4. Apakah ada pengaruh metode demonstrasi terhadap sikap siswa dalam
pencegahan computer vision syndrome di SMKN I Minasate’ne
Kabupaten Pangkep
5. Apakah metode ceramah lebih berpengaruh dibanding metode
demonstrasi terhadap pengetahuan siswa dalam pencegahan computer
vision syndrome
6. Apakah metode ceramah lebih berpengaruh dibanding metode
demonstrasi terhadap sikap siswa dalam pencegahan computer vision
syndrome.
9
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh metode ceramah dan metode demonstrasi
terhadap pengetahuan dan sikap siswa dalam pencegahan computer
vision syndrome di SMKN I Bungoro, SMKN I Minasate’ne, dan SMKN I
Mandalle Kabupaten Pangkep.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengaruh metode ceramah terhadap pengetahuan
siswa dalam pencegahan computer vision syndrome di SMKN I
Bungoro Kabupaten Pangkep
b. Mengetahui pengaruh metode demonstrasi terhadap pengetahuan
siswa dalam pencegahan computer vision syndrome di SMKN I
Minasate’ne Kabupaten Pangkep
c. Mengetahui pengaruh metode ceramah terhadap sikap siswa
dalam pencegahan computer vision syndrome di SMKN I Bungoro
Kabupaten Pangkep
d. Mengetahui pengaruh metode demonstrasi terhadap sikap siswa
dalam pencegahan computer vision syndrome di SMKN I
Minasate’ne Kabupaten Pangkep
e. Mengetahui metode mana yang lebih berpengaruh terhadap
pengetahuan siswa dalam pencegahan computer vision syndrome
10
f. Mengetahui metode mana yang lebih berpengaruh terhadap sikap
siswa dalam pencegahan computer vision syndrome.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Memberikan pemahaman kepada siswa tentang computer vision
syndrome, dampak dan cara penanggulangannya serta sebagai
tambahan literatur ilmiah terkait penanggulangan computer vision
syndrome pada siswa
2. Manfaat Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu
sumber informasi bagi sekolah dan instansi terkait dalam
meningkatkan upaya kesehatan mata di sekolah
3. Manfaat Praktis
Merupakan pengaplikasian ilmu dan wawasan peneliti dalam
bidang pencegahan dan penanggulangan computer vision
syndrome pada siswa
4. Manfaat Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
khususnya guru dan anak sekolah mengenai computer vision
syndrome sehingga dapat menerapkan perilaku hidup sehat dalam
pemakaian komputer baik di lingkungan sekolah maupun di tempat
tinggalnya.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Computer Vision Syndrome
1. Pengertian Computer Vision Syndrome
American Optometric Association mendefinisikan Computer Vision
Syndrome (CVS) sebagai kombinasi mata dan masalah visual (masalah
mata majemuk) yang berkaitan dengan pekerjaan jarak dekat yang
dialami seseorang terkait dengan penggunaan komputer (Affandi, 2005
dan Rosenfield, 2011).
2. Penyebab Computer Vision Syndrome
Penyebab utama gangguan visual akibat penggunaan komputer adalah
kelelahan pada ciliary dan extraoculer otot akibat akomodasi
penglihatan jarak dekat dalam waktu lama. Beberapa orang yang telah
mempunyai masalah penglihatan seperti koordinasi mata dan
pemfokusan yang tidak jelas pada aktivitas lain, akan menjadi masalah
besar ketika menggunakan komputer (Affandi, 2005). Faktor penyebab
lainnya adalah kekeringan pada mata akibat peningkatan ekspos pada
permukaan kornea ketika fokus melihat ke depan dan kurangnya
frekuensi berkedip (Amalia H. et al, 2010). Frekuensi berkedip biasanya
berkurang ketika bekerja dengan komputer sedangkan berkedip penting
untuk menjaga mata tetap lembab dan rileks. Kurang berkedip
menyebabkan penguapan air mata berlebihan dan mata menjadi kering
12
(Affandi, 2005). Kelelahan pada mata juga bisa disebabkan oleh
pemakaian komputer yang dipengaruhi penerangan dan jarak pandang
yang tidak sesuai kebutuhan (Koesyanto, 2006).
3. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Computer Vision Syndrome
Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya computer
vision syndrome. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Pencahayaan
Kesilauan biasanya merupakan faktor lingkungan kerja yang paling
mengganggu. Hal ini terutama disebabkan adanya perbedaan
terang cahaya pada lapangan pandang. Sebaiknya sumber cahaya
yang sangat terang dihilangkan dari lapangan pandang dan
diusahakan mendapat pencahayaan yang relatif merata. Seseorang
akan menghadapi risiko yang lebih besar mengalami silau yang
mengganggu bila sumber cahaya lebih terang dan lebih dekat ke
titik perhatian (Affandi, 2005). Sebaiknya pencahayaan jangan
terlalu redup atau terlalu terang (Department of Labour, 2010).
b. Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya
CVS dan anak-anak merupakan usia yang rentan. Menurut
American Optometric Association dampak penggunaan komputer
pada anak-anak dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: kurangnya
kesadaran pada anak-anak pada saat penggunaan komputer, tugas
dikerjakan menggunakan komputer selama berjam-jam tanpa
13
istirahat yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan CVS;
anak-anak sangat mudah beradaptasi, sehingga perubahan pada
penglihatan dianggap normal meskipun telah bermasalah; dan
stasiun kerja komputer didesain untuk orang dewasa sehingga tidak
sesuai dengan kebutuhan anak-anak (Wimalasundera, 2006).
Terjadinya CVS pada usia dewasa dipengaruhi oleh menurunnya
kemampuan akomodasi mata. Perubahan visual terjadi dengan
dengan bertambahnya usia (Department of Labour, 2010)
c. Durasi penggunaan komputer
Bekerja dalam waktu lama menggunakan komputer akan
meningkatkan risiko CVS. Berdasarkan survei di Amerika Serikat,
rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan
komputer adalah 5,8 jam atau 60 % dari total jam kerja (Wasisto,
2005 dalam Dewi dkk, 2009). Sebuah survei yang dilakukan pada
15 operator komputer di RSO Prof. Dr. Soeharso Surakarta
didapatkan bahwa 10 orang (75%) mengeluhkan penglihatan terasa
kabur setelah 1 jam di depan komputer, 12 orang (80%) merasa
perih setelah 1,5 jam dan 5 orang mengalami sakit kepala jika lebih
dari 2 jam, serta semua merasa kemampuan melihatnya menurun
bila berlama-lama di depan komputer (Koesyanto, 2006)
d. Istirahat
Penelitian yang dilakukan oleh Zairina dan Suhaila Tahun 2011
menunjukkan bahwa kelelahan visual terjadi karena istirahat tidak
14
teratur pada saat bekerja menggunakan komputer (OR = 1,78).
Selain itu orang yang mempunyai kebiasaan kurang tidur akan
memperburuk hal ini. Seperti bagian otot lainnya, mata juga
membutuhkan relaksasi. Pengguna komputer cenderung melihat
secara terus menerus ke layar monitor yang menyebabkan
kelelahan pada otot mata (Department of Labour, 2010)
e. Frekuensi berkedip
Menurut Sitzman orang yang sedang menatap komputer
mempunyai kebiasaan berkedip lebih sedikit dibanding dengan yang
tidak. Semakin lama durasi kerja semakin jarang frekuensi berkedip
yang akan menyebabkan mata terasa kering dan terbakar
(Mujaddidi, 2012). Kedipan mata berkurang sebesar 2/3 kali
dibandingkan kondisi normal saat menatap komputer (Hanum,
2008)
f. Jenis Kelamin
Penelitian yang dilakukan oleh Das and Ghosh Tahun 2010 pada
pekerja VDT (Visual Display Terminal) menunjukkan bahwa jumlah
pekerja perempuan (70%) yang mengalami gangguan visual akibat
penggunaan komputer lebih tinggi dibanding laki-laki (66%). Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan pada staf universitas
(akademik dan administrasi) Semenanjung Malaysia yang
menggunakan komputer di tempat kerja selama sedikitnya 2 jam/
15
hari dimana jenis kelamin perempuan (OR = 2,3) juga ditemukan
lebih berisiko untuk mengalami CVS (Rahman and Sanip, 2011)
g. Penyakit
Jenis-jenis penyakit yang dapat menyebabkan menurunnya
kemampuan akomodasi mata antara lain: katarak, glaukoma, dan
hipertensi. Mata yang mengalami katarak dan glaukoma bila dipakai
terlalu lama untuk melihat pada jarak dekat akan mengalami
penurunan kemampuan akomodasi, akibatnya penglihatan
berkurang sampai akhirnya menjadi kabur (Murtopo dan Sarimurni,
2005). Kelaianan visual yang tidak terkoreksi akan menjadi jelas
dengan penggunaan komputer (Department of Labour, 2010)
h. Faktor Komputer
Komputer sering dipasang sedemikian rupa sehingga membuat
mata bekerja terlalu keras. Hal lain yang dapat ikut berpengaruh
adalah jenis huruf komputer yang digunakan mungkin terlalu kecil
dan monitor diletakkan terlalu tinggi untuk penglihatan normal mata
(Affandi, 2005). Jika posisi layar monitor terlalu tinggi, bukaan mata
cenderung lebih lebar dan ekspose secara terus menerus pada
permukaan mata menyebabkan mata lelah dan kering (Department
of Labour, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Murtopo dan
Sarimurni pada Tahun 2005 pada mahasiswa Teknik Industri
menunjukkan bahwa semakin meningkat paparan radiasi layar
komputer maka kemampuan akomodasi mata semakin menurun.
16
4. Gejala Computer Vision Syndrome
Menurut Miller (2004) keluhan visual akibat penggunaan komputer
dalam jangka lama adalah: mata lelah, sakit kepala, pandangan kabur,
mata kering, mata terasa gatal, mata terasa terbakar, mata menjadi
sensitif terhadap cahaya, pandangan ganda, sakit pada leher dan
punggung (Hanum, 2008). Menurut Department of Labour (2010)
gejala-gejala ketidaknyamanan visual bervariasi pada pengguna
komputer berupa: rasa sakit pada mata, mata merah, mata berair, mata
kering, mata terasa 'berat' atau 'berpasir', penglihatan kabur, dan sakit
kepala. Komunitas dokter mata di India pada penelitian mengenai
pengetahuan, sikap dan tindakan terkait Computer Vision Syndrome
(CVS) juga menyatakan gejala-gejala CVS yang hampir sama yaitu:
kelelahan mata, sakit kepala, rasa panas pada mata, mata berair, dan
kemerahan pada mata (Bali, 2007).
Gejala-gejala di atas akan diuraikan sebagai berikut (Affandi,
2005):
a. Mata tegang
Mata tegang biasa diistilahkan dengan asthenopia oleh spesialis
mata. Kamus ilmiah penglihatan mendefinisikan asthenopia sebagai
keluhan subjektif penglihatan berupa penglihatan yang tidak nyaman,
sakit dan kepekaan mata berlebihan. Mata tegang dapat disebabkan
oleh kondisi lingkungan dan penglihatan yang berbeda-beda pada
pemakaian komputer
17
b. Mata merah dan berair
Hasil beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa mata
merah dan berair merupakan salah satu gangguan visual akibat
pemakaian komputer (Sharma et al, 2006, Megwas and Agusboshim,
2009, Das and Ghosh, 2010)
c. Sakit kepala
Para pengguna komputer lebih besar kemungkinannya mengalami
sakit kepala jenis otot tegang. Sindrom tersebut dapat dipicu oleh
berbagai bentuk stress, kondisi tempat kerja yang tidak layak,
termasuk adanya silau, cahaya kurang, dan penyusunan letak
komputer yang tidak layak
d. Penglihatan kabur
Penglihatan kabur dapat disebabkan oleh layar monitor yang kotor,
sudut penglihatan yang kurang baik, ada refleksi cahaya yang
menyilaukan atau monitor yang dipakai ternyata berkualitas buruk
atau rusak. Semua faktor tersebut harus dipertimbangkan bila terjadi
keluhan mata kabur
e. Mata kering dan mengalami iritasi
Refleks berkedip merupakan salah satu refleks yang paling cepat
pada tubuh manusia dan sudah ada sejak lahir. Kecepatan berkedip
per menit berbeda-beda pada berbagai aktivitas. Berkedip lebih
cepat bila sedang aktif, dan lebih lambat bila mengantuk atau sedang
berkonsentrasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa kecepatan
18
berkedip para pengguna komputer turun secara bermakna pada saat
bekerja di depan komputer dibandingkan dengan sebelum atau
sesudah bekerja. Kecepatan berkedip berkurang pada saat
penggunaan komputer antara lain karena konsentrasi pada tugas
atau kisaran gerak mata yang relatif terbatas.
Besarnya bukaan mata terkait dengan arah pandangan. Makin tinggi
pandangan diarahkan, mata akan terbuka lebih lebar. Banyaknya
penguapan ada kaitannya dengan besarnya bukaan mata. Bila
memandang monitor yang lebih tinggi, bukaan mata lebih lebar dan
penguapan air mata lebih banyak. Sudut pandangan yang lebih
tinggi mungkin pula mengakibatkan banyak kedipan yang tidak
lengkap
f. Sakit pada Leher dan punggung
Sistem penglihatan secara alami begitu dominan sehingga akan
merubah posisi tubuh untuk mengakomodasi kekurangan apa saja
pada cara melihat. Penggunaan komputer dalam jangka lama dapat
menyebabkan tubuh harus menyesuaikan sehingga konsentrasi
mata tetap pada layar monitor, misalnya posisi tubuh cenderung
maju ke depan yang mengakibatkan sakit pada leher dan punggung
g. Kepekaan terhadap cahaya
Mata dirancang untuk terangsang oleh cahaya dan mengontrol
jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata. Jendela terbuka dengan
cahaya matahari yang sangat terang memberi risiko silau yang tidak
19
nyaman pada saat penggunaan monitor dengan latar belakang yang
gelap sehingga ada perbedaan terang cahaya antara tugas yang
sedang dikerjakan dengan berbagai objek lain di dalam kamar.
Penyebab lain dari perbedaan besar pada terang cahaya antara lain:
adanya kertas putih di meja, permukaan meja yang berwarna terang,
lampu meja yang diarahkan langsung ke mata atau terlalu menerangi
h. Penglihatan ganda
Penglihatan ganda merupakan kondisi yang sangat tidak nyaman
dan tidak dapat diterima oleh sistem penglihatan. Hal ini merupakan
keluhan serius yang disebabkan oleh berbagai faktor. Gejala ini
merupakan indikasi untuk melakukan pemeriksaan mata secara
lengkap. Sindrom penglihatan pada pemakaian komputer adalah
salah satu efek samping dari pekerjaan melihat monitor yang lama
dan terus menerus tanpa memperhatikan higiene praktis
penglihatan. Pemahaman mengenai sistem penglihatan, dapat
menghilangkan atau mengurangi sebagian besar keluhan pada
sindrom tersebut, misalnya menjaga mata ketika menggunakan
komputer dengan sekedar mengganti posisi dan/atau lokasi dari
monitor komputer. Mata tidak dapat lama berfokus pada pixel atau
titik kecil yang membentuk bayangan pada layar monitor. Pengguna
komputer pada umumnya harus terus-menerus memfokuskan
matanya untuk menjaga agar gambar tetap tajam. Proses tersebut
20
mengakibatkan timbulnya stress yang berulang-ulang pada otot
mata.
5. Gangguan Kesehatan Akibat Penggunaan Komputer
Secara garis besar gangguan kesehatan akibat pemakaian komputer
yang salah dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu:
a. Gangguan pada bagian mata dan kepala. Gangguan pada bagian
mata dan kepala sering disebut dengan computer vision syndrome,
mulai dari nyeri atau sakit kepala, mata kering dan iritasi, mata lelah,
hingga gangguan yang lebih serius dan lebih permanen seperti
kemampuan fokus mata menjadi lemah, penglihatan kabur,
pandangan ganda, hingga disorientasi warna
b. Gangguan pada lengan dan tangan. Gangguan pada bagian lengan
dan telapak tangan mulai dari nyeri pada pergelangan tangan karena
gangguan pada otot tendon di bagian pergelangan, nyeri siku,
hingga cidera yang lebih serius seperti Carpal Tunnel Syndrome
yaitu terjepitnya syaraf di bagian pergelangan yang menyebabkan
nyeri di sekujur tangan. Cidera ini harus segera diatasi sebelum
terlambat, karena pada stadium lanjut tindakan operasi terpaksa
harus dilakukan
c. Gangguan pada leher, pundak dan punggung. Kelompok gangguan
ini berupa nyeri pada bagian leher, pundak, punggung dan pinggang.
Nyeri di bagian ini sering pula mengakibatkan gangguan nyeri di
bagian paha dan betis
21
d. Ganguan kebisingan dan radiasi. Perangkat komputer merupakan
perangkat elektronis yang telah didesain untuk digunakan di
lingkungan perkantoran yang tenang (quiet office environtment).
(Amali, 2008). Selain keempat gangguan kesehatan tersebut, radiasi
monitor komputer dapat pula menyebabkan dermatitis pada muka.
Warna kemerahan pada muka bisanya terjadi setelah seseorang
bekerja antara 2-6 jam di depan komputer serta pada tempat dengan
tingkat kelembaban yang rendah.
Sumber: Hendra dan Oktaviani (2007) Gambar 1. Titik-titik berisiko pada saat penggunaan komputer
6. Cara Pencegahan Computer Vision Syndrome
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi
terjadinya kelelahan mata pada saat bekerja dengan komputer antara
lain:
a. Letakkan posisi layar monitor sedemikian rupa sehingga dapat
meminimalisir pantulan cahaya dari lampu, jendela atau sumber
cahaya lainnya. Apabila tidak memungkinkan untuk mengatur
22
posisi layar monitor, pertimbangkan untuk memasang filter di depan
layar monitor.
b. Gunakan pencahayaan yang cukup dan tidak redup. Atur
pencahayaan ruang kerja secara optimal, cahaya yang terlalu kuat
mengakibatkan tampilan monitor tidak tajam, cahaya rendah
berpotensi menyebabkan gangguan pada mata. Hindari lampu
yang menyorot langsung ke monitor karena akan memunculkan
pantulan di layar. Usahakan posisi sejajar terhadap jendela, jangan
berhadapan atau membelakangi
c. Atur posisi sehingga jarak dengan monitor berkisar 50 cm-60 cm.
Monitor yang terlalu dekat mengakibatkan mata tegang, cepat
lelah, dan berpotensi menyebabkan gangguan penglihatan. Posisi
duduk yang baik:
1) Posisi lutut sama tinggi, paha horizontal sejajar dengan lantai
2) Posisi telapak kaki menapak ke lantai. Bila tidak, berarti posisi
duduk terlalu tinggi dan perlu manfaatkan penyangga kaki
3) Bila kursi kurang dapat diatur, bagian bawah punggung dapat
dibantu dengan diberi bantal. Bantalan kursi menopang
punggung bagian bawah, sehingga punggung tetap tegak
4) Rubah posisi duduk secara berkala selama bekerja, karena
duduk dalam posisi yang tetap dalam waktu lama bisa
menyebabkan ketidaknyamanan
5) Punggung santai tapi tidak membungkuk
23
6) Kepala tidak membungkuk atau terlalu condong ke depan
Sumber: Guidelines for using computers, Department of Labour (2010)
Gambar 2. Posisi Mengetik yang Ideal
d. Apabila mengalami kesulitan untuk melihat tampilan layar dengan
jarak 50-60 cm, coba besarkan tampilan atau resolusi layar. Juga
atur warna dan ukuran font apabila perlu
e. Atur level brightness dan contrast monitor senyaman mungkin.
Jangan terlalu redup jangan terlalu terang. Ketika kondisi cahaya di
ruangan berubah, sesuaikan lagi brightness dan contrast monitor
f. Bersihkan layar monitor secara periodik. Layar yang kotor akan
menimbulkan efek pantulan dan tampilan buram (Amali, 2008).
g. Istirahatkan mata dan diri secara rutin dalam beberapa interval
tertentu. National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH) VDT Studies and Information dan American Optometric
Association menyarankan untuk melakukan istirahat selama 15
menit pada setiap pemakaian komputer selama 2 jam atau pada
setiap 20 menit melihat komputer, melihat ke arah yang jauh
24
selama 20 detik sehingga mata dapat fokus kembali. Triyono
menganjurkan lamanya penggunaan komputer tidak lebih dari 4
jam dalam sehari (Dewi dkk, 2008).
h. Tutuplah mata secara berkala selama beberapa detik/menit setelah
bekerja dengan komputer atau melihat ke arah tak terhingga.
i. Latihan mata. Kelelahan mata akibat kesulitan fokus selama
bekerja di depan komputer dapat dikurangi dengan melakukan
sebuah latihan mata. Alihkanlah pandangan anda dari layar
komputer selama 20 menit. Pandanglah objek yang cukup jauh di
ruangan atau bisa juga melalui jendela, selama 10 atau 15 detik.
Kemudian lihatlah objek yang lebih dekat selama 10 atau 15 detik.
Lalu pandanglah lagi objek yang jauh. Lakukan ini hingga 10 kali.
j. Duduk tegak santai dengan membuncitkan perut (Affandi, 2005).
k. Gunakan layar antiglare pada monitor, Penelitian Das and Ghosh
Tahun 2010 menunjukkan bahwa stress visual baik pada pekerja
VDT pria maupun wanita berkaitan dengan lama kerja dan tanpa
menggunakan layar antiglare di monitor.
25
Sumber: Guidelines for using computers,
Department of Labour (2010)
Gambar 3. Layar antiglare
l. Setelah menatap monitor terlalu lama usahakan untuk melihat pada
jarak jauh dan jika bisa yang berwarna hijau, ini dapat
menyegarkan pikiran
m. Posisi mata dan monitor berhadapan lurus dan jangan lupa
mengedipkan mata agar tetap lembab dan rileks.
n. Perbanyak minum air putih, untuk mengurangi dehidrasi tubuh
(Ibrahim, 2011).
Selain beberapa tindakan pencegahan di atas, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam penggunaan perangkat komputer yaitu:
a. Keyboard
Beberapa saran dalam penggunaan keyboard secara benar (Amali,
2008 dan Department of Labour, 2010):
1) Tekan tombol dengan ringan saat mengetik, tidak perlu
menggunakan tenaga yang besar
26
2) Pastikan pergelangan tangan dalam posisi lurus, jika terlalu
sering dibengkokkan dapat menimbulkan cedera
3) Pastikan siku membentuk sudut 900 atau lebih (sampai 1350),
jika kurang dari itu dapat menyebabkan tekanan pada syaraf
atau rasa pegal pada pergelangan/ jari-jari tangan
4) Usahakan bahu tetap rileks dan siku di samping
5) Tetap berada di bagian tengah bagian huruf pada keyboard.
Kita cenderung menempatkan diri tidak berada di tengah-
tengah keyboard, sehingga jarak yang harus dijangkau lebih
panjang saat tombol huruf jauh.
Sumber: Guidelines for using computers,
Department of Labour (2010) dan Riyani (2011)
Gambar 4. Posisi keyboard
b. Mouse
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan mouse, yaitu:
1) Tempatkan mouse dekat dan di permukaan yang sama dengan
keyboard sehingga dapat diraih dan menggunakannya tanpa
harus meregangkan tangan ke posisi yang berbeda.
27
2) Jaga agar lengan dan tangan berada pada garis lurus. Jari-jari
harus tetap santai, pegang mouse secara ringan dan klik dengan
tegas. Gerakkan mouse dengan lengan, jangan hanya dengan
pergelangan. Jangan tumpukan pergelangan atau lengan bagian
depan di meja ketika menggerakkan mouse.
3) Untuk jenis rolling-ball mouse, bersihkan mouse secara periodik
karena mouse yang kotor akan mengganggu pergerakan kursor
dan menyebabkan pergelangan menjadi tegang.
Sumber: Guidelines for using computers, Department of Labour (2010)
Gambar 5. Posisi Tangan pada Penggunaan Mouse
c. Gunakan document holder
Tujuan utama dari penggunaan document holder adalah agar
pengguna komputer dapat melihat dokumen tanpa memutar atau
menekuk leher. Ukurannya cukup untuk mendukung penempatan
kertas kerja/ dokumen dan sebaiknya 10 mm lebih kecil dari ukuran
dokumen.
28
Sumber: Guidelines for using computers, Department of Labour (2010)
Gambar 6. Document holder
7. Pengobatan
a. Penggunaan air mata buatan atau larutan pembasah lensa kontak
dapat menjaga kelembaban mata sehingga dapat meredakan
gejala sindrom.
b. Orang yang mengalami mata tegang sedang sampai parah,
mungkin membutuhkan kacamata yang tepat untuk meredakan
gejala sindrom ini (Affandi, 2005).
29
Tabel 1. Tabel sintesa kelainan visual pada pengguna komputer
N
O
Judul/(Peneliti
/Tahun)
Karakteristik Hasil
Subjek Instrument Metode
1 Accomodative
Insufficiency as Cause of Asthenopia in
Computer-Using Students (Husnun Amalia, 2010)
99
Mahasiswa
Kuesioner Cross-
sectional Study
Prevalensi asthenopia 69,7%. Gejala
yang secara signifikan terkait dengan asthenopia adalah kelelahan visual (P = 0,031), rasa berat pada mata (p =
0,002), penglihatan kabur (p = 0,001), dan sakit kepala di pelipis atau belakang kepala (p = 0,000).
2 Visual Problems among Video Display Terminal
(VDT) Users in Nepal (G. S. Shrestha, et.al,
2011)
76 subjek: mahasiswa, operator
komputer, pekerja kantor,
pegawai bank, guru, guide,
dan fotografer
Kuesioner, Royal Air Force
Rule, Horizontal Prism
Bars, Bonocular Flipper
Lens
Cross-sectional study
Abnormalitas ocular dilaporkan 92,1% dari total subyek. Perubahan ocular umum adalah accoomodative infacility.
Gejala yang paling umum (p <0,001) adalah mata lelah (88,2%) dan sakit kepala (85,5%).
3 A Study of Visual
and Musculoskeletal Health Disorders among Computer
Proffesionals in NCR Dehli (Richa Talwar, et al, 2009)
200
profesional komputer yang bekerja
di Delhi dan NCR (National
Capital Region) tahun 2007 :
Software developers, pegawai call
center dan pegawai entri data.
Kuesioner Cross-
sectional Study
Prevalensi masalah visual pada
kelompok penelitian sebesar 76% (152/200), dan masalah muskuloskeletal sebesar 76,5% (153/200). Ditemukan
pula bahwa ada peningkatan secara bertahap pada keluhan visual dan masalah muskuloskeletal dengan jumlah
jam yang dihabiskan di depan komputer . Masalah visual yang paling umum : mata berair (23,2%), nyeri pada mata
(25,7%), iritasi mata (18,6%), panas / gatal pada mata (29,8%), kemerahan (40,7%), mata kabur (13,2%), dan sakit
kepala (29,2%) Masalah visual kurang pada subjek yang menggunakan layar antiglare, dan mereka dengan
pencahayaan yang cukup di dalam ruangan.
4 Pengaruh Radiasi
Layar Komputer terhadap Kemampuan Daya
Akomodasi Mata Mahasiswa Pengguna Komputer
di Universitas Muhammadiyah Surakarta (Ichwan
Murtopo dan Sarimurni, 2005)
120
Mahasiswa
Optotif
Snellen, Reading Card, dan
Ruler Prince
Cross-
sesctional
Semakin meningkat paparan radiasi
layar komputer maka kemapuan akomodasi mata semakin menurun. (X2 trend= 16,568 dan P= 1,00E-05
5 Computer Vision
Syndrom : A study of Knowledge, attitudes and
practice in Indian opthalmologist (Jatinder Bali, et al.,
2007)
15% dari
dokter mata yang menghadiri
Komperensi tahunan Komunitas
Dokter Mata India
Kuesioner
Cross-
sectional Study
Semua responden menyadari/
mengetahui tentang CVS. Menurut mereka gejala-gejala utama adalah kelelahan mata (97,8%), sakit kepala
(82,1%), kelelahan dan rasa panas (79,1%), mata berair (66,4%) dan kemerahan (61,2%). Pemberian
treatmen yg disarankan: tetes mata (p=0,002,X
2 test) sedatives/anxiolytics
(p=0,04,X2
test), berkedip lebih sering
(p=0,03,X2
test), dan divergence exercise (p=0,02,X
2 test).
Sumber: Beberapa artikel ilmiah
30
B. Tinjauan Umum tentang Perilaku
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku
merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan
(respon). Perilaku pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap
stimulus. Respon tersebut bersifat aktif yaitu berupa tindakan yang nyata
sedangkan stimulusnya dapat berupa sakit, penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, dan lingkungan (Notoatmodjo, 2003).
Detels (2002) menyatakan bahwa perilaku individu marupakan salah
satu determinan personal terjadinya penyakit atau masalah kesehatan
lainnya. Determinan yang mempengaruhi terjadinya penyakit atau
masalah kesehatan lainnya terdiri atas: perilaku, kebudayaan, sosial,
psikologi, biologi atau faktor fisik. Studi tentang keterkaitan antara waktu,
tempat dan orang membantu untuk mengidentifikasi agen penyebab,
faktor-faktor lingkungan dan juga menggambarkan riwayat alamiah
penyakit yang kemudian memungkinkan epidemiolog untuk menentukan
target dalam intervensi dengan tujuan pencegahan penyakit (Amiruddin,
2011).
Penelitian tentang determinan perkembangan dari penyakit
merupakan salah satu orientasi utama epidemiologi. Penelitian ini
diarahkan pada determinan perilaku yang dinilai melalui pengetahuan dan
sikap. Pemilihan siswa yang duduk di kelas 1 sebagai responden pada
penelitian ini bertujuan agar pengetahuan tentang pencegahan computer
vision syndrome dapat diberikan lebih dini sehingga mereka terhindar dari
31
penggunaan komputer yang tidak ergonomis. Materi tentang bagaimana
berperilaku ergonomis dalam pemakaian komputer disajikan oleh pamateri
baik melalui metode ceramah maupun demonstrasi.
Perilaku dapat dibedakan menjadi dua menurut bentuk respon
terhadap stimulus, yaitu: perilaku yang tidak tampak (covert behavior) dan
perilaku yang tampak (overt behavior). Perilaku yang tidak tampak dapat
berupa: berpikir, tanggapan, sikap, pengetahuan, persepsi, dan emosi,
sedangkan perilaku yang tampak antara lain: berbicara, berjalan, dan
berpakaian (Machfoedz dan Suryani, 2009). Perilaku pencegahan
computer vision syndrome dalam penelitian ini dinilai dari aspek perilaku
yang tidak tampak berupa pengetahuan dan sikap yang diukur melalui
kuesioner.
Pembentukan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor
intern mencakup pengetahuan, sikap, kecerdasan, persepsi, emosi, dan
motivasi sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, sosial
ekonomi, dan kebudayaan.
Pembentukan perilaku sangat baik diterapkan di sekolah dimana
tempat ini merupakan perpanjangan tangan keluarga dalam meletakkan
dasar perilaku untuk kehidupan anak selanjutnya, termasuk perilaku
kesehatan. Populasi anak sekolah di dalam suatu komunitas cukup besar,
antara 20%-30%. Pendidikan kesehatan di sekolah merupakan langkah
32
yang strategis dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat yang
didasari pada beberapa pemikiran (Notoatmodjo, 2010):
1. Sekolah merupakan lembaga yang sengaja didirikan untuk membina
dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik fisik, mental,
moral, maupun intelektual
2. Pendidikan kesehatan melalui komunitas sekolah ternyata paling efektif
diantara upaya kesehatan yang lain, khususnya dalam pengembangan
perilaku hidup sehat, karena anak usia sekolah mempunyai persentase
yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok umur yang lain dan
telah terorganisasi, sehingga mudah dijangkau dalam rangka
pelaksanaan usaha kesehatan masyarakat. Selain itu, anak sekolah
merupakan kelompok yang sangat peka untuk menerima perubahan
atau pembaruan, karena mereka berada dalam taraf pertumbuhan dan
perkembangan. Anak usia sekolah pada umumnya peka terhadap
stimulus sehingga mudah dibimbing, diarahkan dan ditanamkan
kebiasaan-kebiasaan yang baik, termasuk kebiasaan pemakaian
komputer yang benar.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni
dengan wawancara atau melalui daftar pertanyaan berupa kuesioner
terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh responden.
Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni dengan
mengobservasi (melihat langsung) kegiatan responden.
33
Perilaku terbentuk oleh tiga faktor yaitu:
1. Faktor-faktor predisposisi, terwujud dalam sikap, kepercayaan,
keyakinan, dan nilai-nilai. Faktor predisposisi terkait CVS dapat
berupa: pengetahuan siswa tentang efek penggunaan komputer,
bagaimana mereka menyikapi permasalahan kesehatan terkait efek
pemakaian komputer, kebiasaan dan durasi pemakaian komputer,
serta nilai-nilai yang dianut dalam keluarga.
2. Faktor-faktor pendukung, terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia
atau tidaknya fasilitas/ sarana. Contohnya sarana dan prasarana
pembelajaran di sekolah seperti: tersedianya laboratorium komputer
dan bagaimana sistim pencahayaan ruangan di sekolah
3. Faktor-faktor pendorong, terwujud dalam sikap dan perilaku dari
petugas kesehatan yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat. Contohnya: Sikap dan perilaku guru di sekolah, sikap dan
perilaku orang tua, dan peraturan yang ada di sekolah (Notoatmodjo,
2003).
Tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan yang dimiliki
mempunyai pengaruh yang kuat pada perilaku. Pendidikan adalah salah
satu faktor penentu dari gaya hidup dan status kehidupan seseorang
dalam masyarakat. Pekerjaan merupakan suatu aktivitas yang biasanya
dilakukan oleh kepala keluarga untuk mendapatkan suatu penghasilan
dalam memenuhi kebutuhannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan
penghasilan diharapkan seseorang akan memiliki perilaku yang baik pula.
34
Sistim pelayanan kesehatan juga merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap perilaku masyarakat (Notoatmodjo, 2003).
Pada perkembangan lebih lanjut dan untuk kepentingan pengukuran
hasil pendidikan, maka para ahli pendidikan kemudian membagi perilaku
ke dalam tiga domain yaitu:
1. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
(knowledge).
2. Sikap dan tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan (attitude).
3. Praktek dan tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan
dengan materi pendidikan yang diberikan (practice).
C. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dan sebagainya). Kegiatan penginderaan sampai dihasilkannya
pengetahuan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh
melalui indera pendengaran dan indera penglihatan (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain terpenting bagi
terbentuknya sebuah tindakan. Menurut Sunaryo (2004) Perilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibanding dengan perilaku
yang tanpa didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan diperlukan sebagai
dorongan psikis dalam menumbuhkan sikap dan perilaku sehingga dapat
35
dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi dari sebuah tindakan
(Kholid, 2012).
Menanamkan pengetahuan tentang gangguan-gangguan kesehatan
terkait dengan penggunaan komputer khususnya computer vision
syndrome pada siswa diharapkan dapat menumbuhkan sikap positif
dalam melakukan tindakan pencegahan terkait masalah tersebut. Tujuan
jangka panjang yang diharapkan adalah selain dapat melakukan tindakan
pencegahan, mereka juga dapat menularkan pengetahuan ini kepada
teman-teman di sekolah, lingkungan tempat tinggal dan keluarganya.
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai enam tingkatan,
yaitu:
1. Tahu (Know)
Diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut,
tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi harus dapat
menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui pada situasi yang lain.
36
4. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum
atau meletakkan dalam satu hubungan logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki.
5. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-
komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang
diketahui.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.
Cara untuk memperoleh pengetahuan pada dasarnya dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
1. Cara tradisional atau non ilmiah
Cara tradisional dipakai untuk memperoleh kebenaran pengetahuan
sebelum ditemukannya metode penemuan secara logis dan sistematik.
Cara-cara yang dipergunakan antara lain:
a. Cara coba salah (trial and error), dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan-kemungkinan dalam pemecahan suatu masalah,
apabila sebuah kemungkinan tidak berhasil memecahkan masalah
maka dicoba dengan kemungkinan yang lain. Cara ini dipakai
37
sebelum adanya kebudayaan bahkan mungkin sebelum adanya
peradaban.
b. Cara kekuasaan atau otoritas, prinsip dari cara ini adalah dengan
menerima pendapat dari seseorang tanpa membuktikan
kebenarannya terlebih dahulu baik secara empiris maupun
penalaran sendiri.
c. Berdasarkan pengalaman pribadi, hal ini dilakukan dengan
mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan pada masa yang lalu.
d. Melalui jalan pikiran, kebenaran pengetahuan diperoleh melalui
jalan pikiran baik melalui proses induksi maupun deduksi.
2. Cara modern atau ilmiah
Cara ini lebih sistematik, logis, dan ilmiah. Dilakukan dengan
mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan-pencatatan
terhadap semua fakta sehubungan dengan objek penelitiannya (Kholid,
2012).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara atau
angket yang berisi serangkaian pertanyaan tentang isi materi yang ingin
diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan
yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkat
pengetahuan di atas (Notoatmodjo, 2003).
38
D. Tinjauan Umum Tentang Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon tertutup seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek tertentu. Ada berbagai batasan tentang sikap
yang salah satunya dikemukakan oleh Cardno (1955), yakni:
”Attitude entails an existing predisposition to respons to social objects which in interactionals variables, guides and direct the object behavior of the individual”.
Jadi sikap memerlukan faktor predisposisi dalam merespon objek sosial.
Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu pada perilaku tertutup (Notoatmodjo, 2007).
Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa
sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu, dengan kata lain, fungsi sikap
belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktifitas, akan tetapi
merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup
(Notoatmodjo, 2007). Azwar (1995) menyatakan sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu,
bentuk reaksinya bisa positif maupun negatif (Kholid, 2012).
Menurut Allport (1954), sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu :
1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek
3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
Komponen-komponen di atas secara bersama-sama membentuk
sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini,
39
pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting,
sebagai suatu contah: pemberian pendidikan kesehatan di sekolah baik
yang dilakukan oleh guru maupun praktisi lain mengenai CVS (pengertian,
penyebab, akibat, pencegahan dan lain sebagainya), maka pengetahuan
yang diperoleh diharapkan membawa siswa untuk berpikir dan berusaha
untuk melakukan pencegahan terhadap CVS.
Sikap mempunyai tingkat berdasarkan intensitasnya, yakni :
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima
stimulus yang diberikan (objek)
2. Menanggapi (responding)
Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi
3. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai positif
terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang
lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan
orang lain merespon
4. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab
terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil
sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil
risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain.
40
Menurut Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi suatu
perilaku baru, maka terlebih dahulu terjadi suatu proses dalam diri orang
tersebut yang meliputi:
1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu adanya suatu stimulus
2. Interest (tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut, dalam tahap ini
sikap sudah mulai timbul
3. Evaluation (menimbang-nimbang) tentang baik tidaknya suatu stimulus
terhadap dirinya. Ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi
4. Trial (mencoba), dimana subjek sudah mulai mencoba melakukan
sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus
5. Adoption, subjek sudah mengadopsi perilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian pada penelitian lebih lanjut, Rogers menemukan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melalui seluruh proses di atas.
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior). Terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata memerlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain
adalah fasilitas, selain itu diperlukan juga faktor dukungan (support) dari
pihak lain.
Pengukuran sikap dapat dilakukan baik secara langsung maupun
tidak langsung (Notoatmodjo, 2007). Pengukuran secara langsung dengan
menanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap
41
suatu objek. Pengukuran secara tidak langsung dilakukan dengan
pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat
responden. Misalnya, penggunaan komputer dalam waktu lama dapat
mengganggu kesehatan mata (setuju, tidak setuju).
E. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan Kesehatan
1. Pengertian
Pendidikan Kesehatan menurut Mico dan Ross (1975) sebagaimana
yang dikutip oleh Azrul (1983) adalah sejumlah pengalaman yang
menguntungkan terhadap kebiasaan, sikap, dan pengetahuan yang ada
hubungannya dengan kesehatan perorangan, masyarakat, dan bangsa
(Machfoedz dan Suryani, 2009). Definisi lain mengenai pendidikan
kesehatan dikemukakan oleh Notoatmodjo (2007) sebagai suatu upaya
atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif
untuk kesehatan dan berupaya agar masyarakat menyadari atau
mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatan, menghindari atau
mencegah hal-hal yang merugikan kesehatan. Pendidikan kesehatan
terkait dengan penerapan konsep pendidikan di dalam bidang
kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan
merupakan suatu pedagogik praktis atau praktek pendidikan, oleh
sebab itu, konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan
yang diaplikasikan pada bidang kesehatan.
42
2. Bentuk-Bentuk Metode Pendidikan Kesehatan
Ada berbagai metode yang dapat diterapkan dalam pendidikan
kesehatan baik yang berupa pendidikan individual, kelompok maupun
massa (Notoatmodjo, 2007).
a. Metode Pendidikan Individual
Metode pendidikan individual merupakan metode yang digunakan
dalam membina perilaku baru atau seseorang yang telah mulai
tertarik dengan suatu perubahan perilaku atau inovasi, contohnya
seorang siswa yang tertarik untuk mempergunakan filter di depan
layar monitor karena baru saja memperoleh edukasi tentang cara
penggunaan komputer yang aman. Pendekatan yang dapat
dilakukan adalah secara perorangan sehingga siswa tersebut
mampu menanamkan kebiasaan ini dan secara bertahap juga
menularkan pengetahuannya kepada teman-teman lain dan
keluarganya. Bentuk pendekatan perorangan, antara lain:
1) Bimbingan dan penyuluhan (guidance and conseling)
Melalui pendekatan ini petugas secara intensif melakukan kontak
dengan klien sehingga permasalahan yang dihadapi dapat
dikorek dan dibantu penyelesaiannya.
2) Wawancara (interview)
Wawancara pada dasarnya merupakan bagian dari bimbingan
dan penyuluhan. Melalui metode ini, informasi mengenai
mengapa klien tidak atau belum menerima perubahan dapat
43
digali. Apabila klien belum mempunyai pengertian dan
kesadaran yang kuat tentang perilaku yang sudah atau akan
diadopsi, maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam.
b. Metode Pendidikan Kelompok
Metode pendidikan kelompok mempunyai beberapa bentuk baik
yang sifat komunikasinya berpusat pada pemateri maupun yang
berpusat pada peserta (Sudjana, 2011). Beberapa bentuk metode
pendidikan kelompok yaitu:
1) Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan metode yang baik untuk
sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Kunci dan
keberhasilan metode ini adalah penceramah harus menguasai
materi dan sasaran ceramah. Oleh karena itu, seorang
penceramah harus bersikap dan berpenampilan meyakinkan,
suara hendaknya cukup keras dan jelas, pandangan harus
tertuju kepada seluruh peserta, berdiri di depan atau di tengah
dan menggunakan alat-alat bantu lihat semaksimal mungkin.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan metode
ceramah adalah:
a) Persiapan
Keberhasilan sebuah ceramah ditentukan oleh penguasaan
materi ceramah yang akan dibawakan, untuk itu seorang
penceramah harus mempersiapkan diri dengan: mempelajari
44
materi secara sistematik dan bila perlu disusun dalam diagram
atau skema serta menyiapkan alat-alat bantu pengajaran
(makalah singkat, slide, transparan, sound system dan
sebagainya).
b) Pelaksanaan
Kunci keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah harus
menguasai sasaran ceramah (secara psikologis), untuk itu
dapat dilakukan beberapa hal berikut: sikap dan penampilan
yang meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah;
suara jelas dan sebaiknya cukup keras; pandangan tertuju
kepada seluruh peserta; usahakan berdiri di depan
(pertengahan), tidak boleh duduk; dan menggunakan alat-alat
bantu lain (AVA) semaksimal mungkin (Notoatmodjo, 2007).
Metode ceramah mempunyai beberapa kelebihan dan
kelemahan (Sudjana, 2011).
Kelebihan metode ceramah antara lain:
a) Metode ini relatif murah dan mudah untuk dilaksanakan
karena tidak memerlukan persiapan dan peralatan-peralatan
yang rumit
b) Dapat menyajikan materi secara lebih luas, artinya materi
yang banyak dapat dirangkum dan dijelaskan pokok-pokoknya
dalam waktu yang singkat
45
c) Dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan
sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai
d) Melalui metode ini keadaan kelas dapat dengan mudah
dikontrol
e) Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam
Sedangkan kelemahan metode ini antara lain:
a) Materi yang dikuasai siswa terbatas pada apa yang dikuasai
oleh pemateri
b) Ceramah yang tidak disertai peragaan dapat mengakibatkan
terjadinya verbalisme yaitu tahu kata tapi tidak tahu
maknanya.
c) Ceramah sering dianggap metode yang membosankan
d) Sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti
dengan apa yang telah dijelaskan atau belum.
Usaha yang dilakukan untuk mengatasi berbagai kelemahan
di atas dalam penelitian adalah dengan menggunakan media
slide disertai gambar yang menarik serta sesi tanya jawab
mengenai materi yang diberikan.
2) Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan metode pembelajaran yang
memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta
mengenai suatu proses, situasi, atau benda tertentu baik berupa
benda sebenarnya maupun hanya sekedar benda tiruan. Proses
46
penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan
secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik
dan sempurna, selain itu peserta dapat mengamati dan
memperhatikan apa yang diperlihatkan selama pelajaran
berlangsung.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan metode
demonstrasi adalah:
a) Persiapan
Pada tahap persiapan ada berbagai hal yang harus dilakukan,
yaitu: merumuskan tujuan yang harus dicapai siswa setelah
proses demonstrasi berakhir dan mempersiapkan garis besar
langkah-langkah demonstrasi yang akan dilakukan.
b) Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan adalah:
mengatur tempat duduk yang memungkinkan semua peserta
dapat memperhatikan dengan jelas apa yang
didemonstrasikan, mengemukakan tujuan apa yang harus
dicapai oleh peserta, mengemukakan tugas-tugas apa yang
harus dilakukan oleh peserta misalnya peserta ditugaskan
untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting dalam
pelaksanaan demonstrasi, memulai demontrasi dengan
kegiatan-kegiatan yang merangsang peserta untuk berpikir
misalnya melalui teka-teki yang mendorong peserta untuk
47
memperhatikan demonstrasi, menciptakan suasana yang
nyaman dan tidak menegangkan, meyakinkan bahwa semua
peserta mengikuti jalannya demonstrasi dengan
memperhatikan reaksi peserta, memberikan kesempatan
kepada peserta untuk aktif memikirkan lebih lanjut sesuai
dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi.
c) Penutup
Memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya dengan
pelaksanaan demontrasi serta melakukan evaluasi bersama
mengenai jalannya proses demontrasi.
Kelebihan metode demonstrasi:
a) Menghindari terjadinya verbalisme karena peserta langsung
memperhatikan bahan pelajaran/ materi yang dijelaskan
b) Proses pembelajaran akan lebih menarik, sebab siswa tidak
hanya mendengar tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi
c) Dengan pengamatan secara langsung maka peserta dapat
membandingkan antara teori dan kenyataan sehingga mereka
akan meyakini kebenaran materi yang disampaikan.
Kelemahan dari metode ini adalah:
a) Memerlukan persiapan yang lebih matang, sebab tanpa
persiapan yang memadai metode ini menjadi tidak efektif.
b) Memerlukan pembiayaan yang lebih mahal dibandingkan
metode ceramah
48
3) Diskusi kelompok
Pengaturan formasi duduk para peserta harus diatur sedemikian
rupa sehingga mereka dapat saling berhadapan atau saling
memandang satu sama lain, misalnya bentuk lingkaran atau segi
empat. Hal ini penting, agar para peserta dapat bebas
berpartisipasi dalam diskusi. Pemimpin diskusi harus
memberikan pancingan-pancingan berupa pertanyaan atau
kasus terkait dengan topik yang dibahas.
4) Curah pendapat
Metode ini pada dasarnya sama dengan metode diskusi
kelompok. Namun dalam metode ini, pada awal diskusi
pemimpin kelompok memancing dengan satu masalah,
kemudian tiap peserta memberikan tanggapan atau jawaban.
Setiap tanggapan atau jawaban yang diberikan ditulis di flipchart
atau papan tulis. Setelah semua peserta mengeluarkan
pendapatnya, tiap anggota dapat mengomentari dan pada
akhirnya terjadi diskusi.
5) Permainan peran
Metode ini dilakukan dengan permainan peran oleh beberapa
anggota kelompok. Contohnya: sebagai masyarakat dan
penyuluh kesehatan.
49
c. Metode pendidikan Massa (Publik)
Metode ini ditujukan kepada masyarakat yang sifatnya massa atau
publik. Sasarannya bersifat umum yaitu tidak membedakan umur,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status sosial ekonomi dan
sebagainya. Pendekatan ini bisanya untuk menggugah perhatian
atau kesadaran masyarakat akan suatu inovasi. Adapun beberapa
bentuk pendekatan yang dapat dilakukan adalah: ceramah umum,
pidato-pidato diskusi, simulasi melalui televisi atau radio, dan
tulisan-tulisan di majalah atau koran.
3. Media Pendidikan Kesehatan
Pesan kesehatan harus dikemas semenarik mungkin untuk menarik
perhatian masyarakat atau klien. Salah satu cara yang digunakan
untuk mempermudah penyampaian dan penerimaan pesan-pesan
kesehatan adalah penggunaan media pendidikan kesehatan. Media
pendidikan kesehatan pada dasarnya adalah Alat Bantu Pendidikan
(AVA). Disebut media pendidikan karena alat-alat tersebut merupakan
alat saluran (channel) untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan
kesehatan.
Media pendidikan dibagi menjadi tiga macam berdasarkan
fungsinya:
a. Media cetak, contohnya:
1) Booklet merupakan media penyampaian pesan dalam bentuk
buku
50
2) Leaflet merupakan media penyampaian informasi atau pesan-
pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat
dalam bentuk kalimat atau gambar, atau kombinasi keduanya.
3) Flyer, seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan
4) Flipchart (lembar balik), biasanya dalam bentuk buku dimana tiap
lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan baliknya berisi
kalimat sebagai pesan atau informasi terkait gambar.
5) Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar, jurnal, atau majalah
6) Poster merupakan bentuk media cetak berisi pesan atau informasi
kesehatan dan bisanya ditempel di tembok-tembok, tempat-
tempat umum atau di kendaraan umum
7) Foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan
8) Modul
b. Media elektronik
Terdapat berbagai jenis media elektronik yang dipergunakan sebagai
sarana penyampaian pesan, contohnya:
1) Televisi
Penyampaian pesan atau informasi kesehatan melalui televisi
dapat berupa: sandiwara, sinetron, forum diskusi atau tanya
jawab, quiz, atau cerdas cermat.
2) Radio
Penyampaian pesan dapat berupa: obrolan, ceramah, radio spot,
dan sebagainya.
51
3) Video
Penyampaian pesan atau informasi kesehatan dapat melalui
video. Media ini dapat memberikan realita yang mungkin sulit
direkam kembali oleh mata dan pikiran sasaran, serta dapat
memacu diskusi mengenai sikap dan perilaku.
4) Slide
Media slide cocok digunakan untuk sasaran yang jumlahnya
relatif besar, dan pembuatannya relatif murah dan mudah
digunakan.
5) Film strip
c. Media papan Bill board yang dipasang di tempat-tempat umum yang
berisi pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan
(Notoatmodjo, 2003).
Penggunaan alat bantu visual berupa media slide dan video dalam
penelitian ini adalah untuk mempermudah penerimaan informasi
sasaran pendidikan. Hasil penelitian para ahli indera menunjukkan
bahwa mata merupakan saluran informasi pengetahuan utama ke otak.
Kurang lebih 75% sampai 87% pengetahuan manusia diperoleh/
disalurkan melalui mata dan hanya 13% sampai dengan 25% melalui
indera lainnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa alat-alat visual akan
lebih mempermudah penyampaian dan penerimaan informasi
(Machfoedz dan Suryani, 2009).
52
Para petugas kesehatan telah mengakui bahwa pendidikan
kesehatan penting dalam menunjang berbagai program kesehatan
yang lain. Namun seringkali program-program pelayanan kesehatan
kurang melibatkan pendidikan kesehatan, atau pelaksanaannya yang
kurang optimal. Hal ini disebabkan karena pendidikan kesehatan
merupakan “behavioral investment” jangka panjang, dimana hasilnya
tidak mudah dilihat atau diukur sebagaiman program kuratif. Dalam
waktu pendek, pendidikan kesehatan hanya akan menghasilkan
peningkatan pengetahuan, dimana pengetahuan akan berpengaruh
kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah, dan outcome yang
diharapkan adalah perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada
meningkatnya indikator kesehatan.
Green dalam Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa perilaku
dilatarbelakangi dan dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yaitu: faktor-
faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai, dan
sebagainya), faktor-faktor yang mendukung (ketersediaan sumber-
sumber/ fasilitas seperti fasilitas kesehatan dan fasilitas yang ada di
sekolah), dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong (sikap
dan perilaku petugas), oleh sebab itu pendidikan kesehatan harus
diarahkan kepada ketiga faktor tersebut.
Pelaksanaan pendidikan kesehatan diharapkan dapat merubah
perilaku individu, kelompok atau masyarakat sesuai dengan nilai-nilai
kesehatan. Pendidikan kesehatan dapat diartikan sebagai suatu usaha
53
untuk menyediakan kondisi psikologis dari sasaran agar mereka
berperilaku sesuai dengan tuntutan nilai-nilai kesehatan (Notoatmodjo,
2003).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan baik
dengan metode ceramah maupun demonstrasi efektif dalam merubah
perilaku yang diukur dengan meningkatkan pengetahuan dan sikap
siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Hastuti dan Adriyani Tahun 2009
menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan kesehatan gigi
menggunakan metode ceramah dan metode demonstrasi dalam
meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan gigi pada siswa (p=
0,0001). Penelitian lain yang dilakukan oleh Wibawa pada Tahun 2007
juga menunjukkan bahwa penggunaan metode demonstrasi berhasil
memberikan peningkatan pengetahuan dan perbaikan sikap positif
siswa terhadap penyakit DBD sebesar 58,97% dan 29,68%.
54
Tabel 2. Tabel sintesa pengetahuan, sikap, dan pendidikan kesehatan
NO Judul/(Peneliti
/Tahun)
Karakteristik Hasil
Subjek Instrument Metode
1 Hubungan antara
Sikap dengan Perilaku Orang Tua
terhadap Kelainan Refraksi pada Anak (Somahita,
T., 2009)
48
responden (orang tua siswa)
Kuesioner
Cross-
sectional study
Ada hubungan bermakna antara
sikap dengan perilaku orangtua terhadap kelainan refraksi pada anak (p=0,003).
Tingkat sikap 29 orang (61%) baik, 17 orang (35%) sedang, dan 2 orang (4%)memiliki sikap yang
kurang. Tingkat pesrilaku 20 orang (42%) baik, 17 orang (35%) sedang, dan 11 orang (23%) memiliki
perilaku kurang.
2 Perbedaan Pengaruh
Pedidikan Kesehatan Gigi dalam
Meningkatkan Pengetahuan tentang Kesehatan
Gigi pada Anak di SD Negeri 2 Sambi Kecamatan Sambi
Kabupaten Boyolali (Hastuti, S. dan Andriyani,
A. 2010)
60 siswa SD Kuesioner
Quasi Eksperi
men one group pretest-
posttest
Ada pengaruh pendidikan kesehatan gigi menggunakan
metode ceramah dan metode demonstrasi dalam meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan
gigi pada siswa (p= 0,0001). Metode ceramah lebih efektif dibanding metode demontrasi (p= 0,002)
3 Perbedaan Efektifitas Metode
Demonstrasi dengan Pemutaran Video Tentang
Pemberantasan DBD Terhadap Peningkatan
Pengetahuan dan Sikap Anak SD di Kecamatan
Wedarijaksa Kabupaten Pati (Wibawa, C. 2007)
30 siswa SD Negeri
Pagerharjo, dan 30 siswa SD
Negeri Tluwuk
Kuesioner
Quasi Experim
ent with Non equivale
nt control group
design
Terdapat peningkatan pengetahuan dan perbaikan sikap positif siswa
terhadap penyakit DBD sebesar 58,97% dan 29,68%.
4 Pengaruh Pendidikan
Kesehatan melalui Metode Ceramah dan Demonstrasi
dalam Meningkatkan pengetahuan TENTANG Kanker
Payudara dan Ketrampilan Praktik Sadari
(Hidayati, A. Salawat,T. dan Istiana, S. 2011)
55 siswi SMA
Futuhiyyah
Kuesioner checklist
Quasi eksperi
men
Ada perbedaan pengetahuan tentang kanker
payudara dan keterampilan SADARI siswi sebelum dan sesudah penyuluhan
(p value = 0,000)
Sumber: Beberapa artikel ilmiah
55
F. Kerangka Teori Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan, dapat disusun
kerangka teori sebagai berikut:
Diadaptasi dari konsep Blum dan Green (Notoatmodjo, 2003)
Gambar 7. Kerangka Teori
Status Kesehatan
(computer vision syndrome)
Faktor Predisposisi :
a. Pengetahuan tentang efek
komputer (CVS)
b. Sikap dalam pemakaian
komputer (CVS)
c. Kebiasaan dan durasi
pemakaian komputer,
kebiasaan kurang tidur
d. Nilai-nilai yang dianut dalam keluarga
Faktor Pendukung
a. Sarana dan prasarana
pembelajaran seperti
pencahayaan ruangan
b. Fasilitas di sekolah
seperti lab komputer
Faktor Pendorong
a. Sikap dan perilaku
guru
b. Sikap dan perilaku
orang tua
c. Peraturan sekolah
Pendidikan kesehatan
Perilaku
Keturunan Lingkungan Pelayanan Kesehatan
Komputer:
a. Posisi layar
b. Penempatan
mouse dan
keyboard
c. Besar huruf
d. Contrass dan
brighhtness
Usia
Jenis kelamin
56
G. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka teori sebelumnya, dapat dibuat kerangka konsep
sesuai tujuan penelitian sebagai berikut:
Keterangan:
Gambar 8. Kerangka Konsep Penelitian
Faktor Predisposisi :
a. Pengetahuan tentang
computer vision
syndrome
b. Sikap terhadap
computer vision
syndrome
Faktor Pendukung
a. Sarana dan prasarana
pembelajaran seperti
pencahayaan ruangan
b. Fasilitas di sekolah
seperti lab komputer
Faktor Pendorong
a. Sikap dan perilaku guru
b. Sikap dan perilaku
orang tua
c. Peraturan sekolah
Perilaku
(Peningkatan pengetahuan
dan sikap tentang CVS)
c. Kebiasaan dan durasi
pemakaian komputer,
kebiasaan kurang tidur
d. Nilai-nilai yang dianut
dalam keluarga
a. Status sekolah b. Jurusan c. Kelas yang
diintervensi d. Pemateri e. Durasi
Intervensi f. Waktu
pengukuran
hasil intervensi
Pendidikan kesehatan a. Metode Ceramah b. Metode Demonstrasi
: Diteliti
: Tidak Diteliti
: Intervensi dan diteliti
: Variabel kontrol
57
Pendidikan kesehatan penting dalam menunjang berbagai
program kesehatan yang lain. Pendidikan kesehatan melalui komunitas
sekolah ternyata paling efektif diantara upaya kesehatan yang lain dalam
merubah perilaku karena pada umumnya anak usia sekolah peka
terhadap stimulus sehingga mudah dibimbing, diarahkan dan ditanamkan
kebiasaan-kebiasaan yang baik, termasuk kebiasaan pemakaian
komputer yang benar.
Perilaku terbentuk oleh tiga faktor yaitu: (1) faktor-faktor predisposisi,
yang terwujud dalam sikap, kepercayaan, keyakinan, dan nilai-nilai. Faktor
predisposisi terkait CVS dapat berupa: pengetahuan siswa tentang efek
penggunaan komputer, bagaimana mereka menyikapi permasalahan
kesehatan terkait efek pemakaian komputer, kebiasaan dan durasi
pemakaian komputer, serta nilai-nilai yang dianut dalam keluarga. (2)
Faktor-faktor pendukung, yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia
atau tidaknya fasilitas/ sarana. Contohnya sarana dan prasarana
pembelajaran di sekolah seperti: tersedianya laboratorium komputer dan
bagaimana sistim pencahayaan ruangan di sekolah. (3) Faktor-faktor
pendorong, Contohnya: Sikap dan perilaku guru di sekolah, sikap dan
perilaku orang tua, dan peraturan yang ada di sekolah.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pendidikan kesehatan
menggunakan metode ceramah dan metode demonstrasi terhadap
perilaku pencegahan computer vision syndrome yang dinilai melalui
pengetahuan dan sikap. Variabel bebas (independen) pada penelitian ini
58
adalah pendidikan kesehatan metode ceramah dan metode demonstrasi
karena beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua metode ini
efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa. Variabel terikat
(dependen) adalah pengetahuan dan sikap siswa tentang computer vision
syndrome. Variabel kontrol adalah: status sekolah, jurusan, kelas yang
diintervensi, pemateri, durasi intervensi, dan waktu pengukuran hasil
intervensi. Sekolah yang dipilih adalah sekolah dengan status sebagai
sekolah negeri dan terletak pada kecamatan yang berbeda. Semua
sampel berasal dari jurusan dan kelas yang sama yaitu Jurusan Teknik
Komputer dan Jaringan kelas satu dari masing-masing sekolah. Pemateri
adalah Kasi ketenagakerjaan Dinas Sosial Kabupaten Pangkep yang telah
mengikuti beberapa Diklat (Pendidikan dan Pelatihan) terkait Kesehatan
dan Keselamatan kerja (K3) seperti: Diklat Fungsional Pegawai Pengawas
Ketenagakerjaan Tahun 2005, Diklat Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) Tahun 2009, TOT HIV AIDS di Tempat Kerja Tahun 2009, TOT
Petugas K3 Tahun 2011, dan TOT SMK3 Tahun 2012 didampingi oleh
peneliti dan satu orang tenaga honorer Dinas Kesehatan Kabupaten
Pangkep. Durasi intervensi sama pada kedua kelompok intervensi yaitu
selama satu jam. Waktu pengukuran hasil intervensi sama pada semua
kelompok penelitian yaitu 5 minggu setelah pretest.
59
H. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri dari variabel dependen (terikat) dan variabel
independen (bebas).
1. Variabel dependen
a. Pengetahuan siswa tentang computer vision syndrome
b. Sikap siswa terhadap computer vision syndrome
2. Variabel Independen
Pendidikan kesehatan berupa:
a. Metode ceramah
b. Metode demonstrasi
I. Definisi Operasional Penelitian
1. Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan pada penelitian ini adalah pemberian informasi
tentang pengertian, penyebab, gejala, faktor-faktor yang
mempengaruhi, cara pencegahan, dan gangguan kesehatan lainnya
terkait computer vision syndrome(CVS) melalui metode ceramah tanya
jawab dengan media slide dan metode demonstrasi dengan media
video serta makalah CVS.
2. Metode ceramah tanya jawab adalah penyampaian materi dengan
media slide yang diberikan kepada siswa tentang pengertian,
penyebab, gejala, faktor-faktor yang mempengaruhi, cara pencegahan,
pengobatan, dan gangguan kesehatan lain terkait computer vision
60
syndrome (CVS) dengan durasi 45 menit yang dilanjutkan dengan
diskusi tanya jawab mengenai isi ceramah selama 15 menit.
3. Metode demonstrasi adalah penyampaian materi dengan media video
yang berisi tulisan, suara dan gambar terkait computer vision syndrome
dengan durasi 15 menit yang dilanjutkan dengan pembagian dan
diskusi kelompok selama 5 menit, kegiatan peragaan selama 25 menit
serta diskusi dan evaluasi selama 15 menit.
4. Pengetahuan
Pengetahuan pada penelitian ini adalah kemampuan siswa untuk
menjawab tentang pengertian, penyebab, gejala, faktor-faktor yang
mempengaruhi, cara pencegahan, dan gangguan kesehatan lainnya
terkait computer vision syndrome(CVS) yang diukur dengan 15
pertanyaan dan diberi skor nol untuk setiap jawaban yang salah dan
skor satu untuk setiap jawaban yang benar. Selanjutnya dijumlahkan
jawaban yang benar dari setiap responden dibagi dengan jumlah
responden untuk mengetahui rata-rata skor pengetahuan responden.
Pengukuran pengetahuan dilakukan sebelum dan setelah intervensi.
5. Sikap
Sikap pada penelitian ini adalah tanggapan responden terhadap
computer vision syndrome yang diukur dengan 13 pernyataan.
Pernyataan positif (skor 1 jika menjawab setuju dan skor 0 jika
menjawab tidak setuju) dan pernyataan negatif (skor 0 jika menjawab
setuju dan skor 1 jika menjawab tidak setuju). Selanjutnya dijumlahkan
61
jawaban yang benar dari setiap responden dibagi dengan jumlah
responden untuk mengetahui rata-rata skor sikap responden.
Pengukuran sikap dilakukan sebelum dan dan setelah intervensi.
J. Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh metode ceramah terhadap pengetahuan siswa dalam
pencegahan computer vision syndrome di SMKN I Bungoro Kabupaten
Pangkep
2. Ada pengaruh metode demonstrasi terhadap pengetahuan siswa dalam
pencegahan computer vision syndrome di SMKN I Minasate’ne
Kabupaten Pangkep
3. Ada pengaruh metode ceramah terhadap sikap siswa dalam
pencegahan computer vision syndrome di SMKN I Bungoro Kabupaten
Pangkep
4. Ada pengaruh metode demonstrasi terhadap sikap siswa dalam
pencegahan computer vision syndrome di SMKN I Minasate’ne
Kabupaten Pangkep
5. Metode ceramah lebih berpengaruh dibanding metode demonstrasi
terhadap pengetahuan siswa dalam pencegahan computer vision
syndrome
6. Metode ceramah lebih berpengaruh dibanding metode demonstrasi
terhadap sikap siswa dalam pencegahan computer vision syndrome.
62
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Eksperimen Semu (Quasi
eksperiment) dengan rancangan Nonrandomized Control Group Pretest
Posttest Design (Zainuddin, 1988). Penelitian ini tidak dapat digolongkan
sebagai eksperimen murni (True Experiment) karena tidak dapat
sepenuhnya mengontrol variabel-variabel luar yang ikut mempengaruhi
pelaksanaan eksperimen. Penelitian ini menggunakan tiga kelompok
yaitu: kelompok intervensi satu yang diberi perlakuan pendidikan
kesehatan dengan metode ceramah, kelompok intervensi dua yang diberi
perlakuan pendidikan kesehatan dengan metode demonstrasi dan
kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan. Bentuk desain adalah
sebagai berikut:
Pre test Perlakukan Post test
Gambar 9. Desain Penelitian
01 P1 02
03 P2 04
05 - 06
63
01, 03, dan 05 adalah pre test, yaitu penilaian sebelum intervensi
pendidikan kesehatan dilakukan baik pada kelompok ceramah, kelompok
demonstrasi, maupun pada kelompok kontrol untuk mengetahui
pengetahuan dan sikap responden mengenai computer vision syndrome.
02, 04, dan 06 adalah post test, yaitu penilaian sesudah intervensi
pendidikan kesehatan baik pada kelompok ceramah, kelompok
demonstrasi, maupun pada kelompok kontrol untuk mengetahui
pengetahuan dan sikap responden mengenai computer vision syndrome.
P1 adalah intervensi yang dilakukan yaitu metode ceramah dan P2
adalah intervensi yang dilakukan yaitu metode demonstrasi.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri I Bungoro di Kecamatan
Bungoro, SMKN I Minasate’ne di Kecamatan Minasate’ne, dan SMKN I
Mandalle di Kecamatan Mandalle Kabupaten Pangkep. Pemilihan
lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa belum pernah
diadakan pendidikan kesehatan terkait efek penggunaan komputer
pada ketiga sekolah tersebut (berdasarkan hasil survei awal pada
ketiga sekolah melalui wawancara dengan pihak sekolah dan siswa
pada tanggal 11 Februari dan 22 Februari 2013). Selain itu, ketiga
sekolah tersebut merupakan sekolah negeri yang terletak di kecamatan
berbeda sehingga intervensi yang diberikan lebih dapat dikontrol.
64
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2013 dengan rincian
kegiatan sebagai berikut:
1. Tahap awal penelitian dengan melakukan administrasi persuratan,
penjajakan lokasi, pengumpulan data awal, dan penentuan waktu
intervensi pada ketiga sekolah yaitu: SMKN I Bungoro, SMKN I
Minasate’ne, dan SMKN I Mandalle Kabupaten Pangkep pada
tanggal 5-7 Maret 2013.
2. Mengadakan pre test dan pembagian makalah CVS untuk kelompok
metode ceramah di SMKN I Bungoro Kabupaten Pangkep pada
tanggal 7 Maret 2013. Jumlah siswa yang mengisi kuesioner pada
saat pre test sebanyak 30 orang. Penambahan siswa sebanyak 5
orang pada saat pre test dilakukan untuk menghindari berkurangnya
siswa pada saat pelaksanaan intervensi dan post test sehingga
jumlah sampel tetap sesuai dengan jumlah yang diharapkan yaitu
sebanyak 25 responden.
3. Mengadakan pre test dan pembagian makalah CVS untuk kelompok
metode demonstrasi di SMKN I Minasate’ne Kabupaten Pangkep
pada tanggal 8 Maret 2013. Jumlah siswa yang mengisi kuesioner
pada saat pre test sebanyak 30 orang. Alasan penambahan jumlah
siswa sama pada kelompok metode ceramah.
4. Mengadakan pre test untuk kelompok kontrol di SMKN I Mandalle
Kabupaten Pangkep pada tanggal 9 Maret 2013. Jumlah siswa yang
65
mengisi kuesioner pada saat pelaksanaan pre test hanya 25 orang
dari 26 siswa yang hadir. Satu orang tidak terpilih sebagai sampel
karena tidak memenuhi kriteria inklusi.
5. Mengadakan intervensi untuk kelompok metode ceramah di SMKN I
Bungoro Kabupaten Pangkep pada tanggal 13 Maret 2013. Jumlah
siswa yang mengikuti intervensi metode ceramah hanya 28 orang
dari 30 orang yang mengisi kuesioner.
6. Mengadakan intervensi untuk kelompok metode demonstrasi di
SMKN I Minasate’ne Kabupaten Pangkep pada tanggal 14 Maret
2013. Jumlah siswa yang mengikuti intervensi metode demonstrasi
hanya 26 orang dari 30 orang yang mengisi kuesioner.
7. Mengadakan post test untuk kelompok metode demonstrasi di SMKN
I Minasate’ne Kabupaten Pangkep pada tanggal 10 April 2013.
Perencanaan awal pelaksanaan post test dilakukan terlebih dahulu di
SMKN I Bungoro, namun pada tanggal 10 April 2013, terdapat
kegiatan perlombaan kebersihan di sekolah tersebut sehingga
pelaksanaan post test dimajukan di SMKN I Minasate’ne. Siswa yang
diikutkan dalam post test adalah siswa yang mengikuti kegiatan
intervensi. Jumlah siswa yang mengikuti post test sama pada saat
pelaksanaan intervensi yaitu sebanyak 26 orang.
8. Mengadakan post test untuk kelompok metode ceramah di SMKN I
Bungoro Kabupaten Pangkep pada tanggal 11 April 2013. Siswa
yang diikutkan dalam post test adalah siswa yang mengikuti kegiatan
66
intervensi metode ceramah. Jumlah siswa yang mengikuti post test
sebanyak 25 orang dari 28 orang yang ikut dalam kegiatan
intervensi.
9. Mengadakan post test untuk kelompok kontrol di SMKN I Mandalle
Kabupaten Pangkep pada tanggal 12 April 2013. Jumlah siswa yang
mengikuti post test sama pada saat pelaksanaan pre test yaitu
sebanyak 25 orang.
10. Melengkapi data penelitian sampai tanggal 15 April 2013.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Target
Populasi target penelitian adalah semua siswa kelas I yang terdaftar di
SMKN I Bungoro, SMKN I Minasate’ne, dan SMKN I Mandalle
Kabupaten Pangkep sebanyak 897 siswa (578 siswa di SMK Negeri I
Bungoro, 184 siswa SMKN I Minasate’ne, dan 135 siswa di SMKN I
Mandalle).
2. Populasi Sampel
Populasi sampel penelitian adalah siswa kelas I Jurusan Teknik
Komputer dan jaringan yang terdaftar di SMK Negeri I Bungoro, SMKN
I Minasate’ne, dan SMKN I Mandalle Kabupaten Pangkep sebanyak
230 siswa (122 siswa di SMKN I Bungoro, 79 siswa di SMKN I
Minasate’ne, dan 29 siswa di SMKN I Mandalle) yang ditetapkan
dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
67
3. Sampel
Sampel dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan asal sekolah:
a. Siswa Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan di SMK Negeri I
Bungoro yang terpilih sebagai sampel
b. Siswa Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan di SMKN I
Minasate’ne yang terpilih sebagai sampel.
c. Siswa Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan di SMKN I Mandalle
yang terpilih sebagai sampel.
D. Cara Penarikan Sampel
Penarikan sampel pada penelitian ini dilakukan secara purposive
sampling yaitu penarikan sampel berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan tertentu.
Sampel pada penelitian ini ditetapkan dengan kriteria inklusi, yaitu:
1. Siswa yang duduk di kelas 1, bertujuan untuk persamaan karakteristik
responden dan agar pengetahuan tentang pencegahan computer vision
syndrome dapat diberikan lebih dini
2. Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan dengan pertimbangan bahwa
jurusan inilah yang tersedia pada ketiga sekolah dan mata pelajarannya
banyak terkait dengan penggunaan komputer. Pemilihan sekolah yang
berbeda agar perlakuan/ intervensi yang akan diberikan lebih dapat
dikontrol
3. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani formulir
persetujuan penelitian.
68
Kriteria Eksklusi :
1. Pernah mendapatkan informasi tentang computer vision syndrome
2. Siswa yang mengalami gangguan penglihatan seperti penyakit katarak
3. Tidak bersedia ikut dalam penelitian
4. Tidak mengikuti seluruh tahapan penelitian
Menurut Roscoe dalam buku Research Method for Business ukuran
sampel yang layak untuk penelitian eksperimen sederhana yang
menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah 10 s/d
20 orang untuk masing-masing kelompok (Sugiyono, 2009). Jumlah
sampel pada penelitian sebanyak 25 responden untuk masing-masing
kelompok mengingat penelitian yang dilaksanakan bukan eksperimen
laboratorium sehingga makin besar sampel yang digunakan diharapkan
semakin dapat mewakili populasi. Jumlah sampel sebanyak 75 orang
yang dibagi menjadi tiga kelompok.
E. Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner
tentang pengetahuan dan sikap responden tentang computer vision
syndrome.
2. Data Sekunder
a. Data siswa dan sekolah diperoleh dari bagian administrasi SMKN I
Bungoro, SMKN I Minasate’ne, dan SMKN I Mandalle Kabupaten
Pangkep
69
b. Data penyakit atau kelainan pada mata diperoleh dari bagian
registrasi kunjungan poli mata RSUD Kab. Pangkep.
F. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner yang telah diuji
validitas dan reliabilitasnya. Kuesioner tersebut meliputi: data karakteristik,
pengetahuan dan sikap siswa terhadap computer vision syndrome.
Jumlah pertanyaan/ pernyataan sebanyak 28, terdiri dari: 15 pertanyaan
tentang pengetahuan, 13 pernyataan tentang sikap terkait computer vision
syndrome.
G. Kontrol Kualitas
1. Uji Instrumen
Uji instrumen (kuesioner) dilakukan pada 10 responden di luar dari
sampel yang mempunyai karakteristik yang sama dengan responden
yang diteliti yaitu pada siswa kelas I Jurusan Perkantoran SMKN I
Mandalle pada tanggal 22 Februari 2013. Untuk menguji validitas
kuesioner digunakan uji korelasi Pearson product moment (r)
sedangkan untuk menguji reliabilitas kuesioner digunakan uji alpha
Cronbach’s (Riyanto,2010).
Hasil uji validitas dan realibilitas adalah sebagai berikut :
1) Uji validitas : jika r hitung (r pearson) > r tabel maka pertanyaan
valid
2) Uji reliabilitas : jika r alpha > nilai konstanta (0,6) maka pertanyaan
reliable.
70
Hasil uji validitas menunjukkan bahwa dari 28 pertanyaan/pernyataan,
terdapat 17 pertanyaan/ pernyataan yang nilai r hitungnya lebih kecil
dari r tabel (0,632) yaitu: pertanyaan (3,4,5,7,8,9,12,13, dan 15), dan
pernyataan (2,3,5,7,8,11,12 dan 13) sehingga hanya 11 pertanyaan/
pernyataan yang dinyatakan valid dan dilanjutkan dengan pengujian
reliabilitas. Nilai r Alpha (0,967) > nilai konstanta (0,6), sehingga
kesebelas pertanyaan/pernyataan tersebut dinyatakan reliable.
Keseluruhan pertanyaan/ pernyataan yang dinyatakan tidak valid
ditingkatkan kesulitannya dan ditambahkan option jawaban untuk
setiap pertanyaan serta menyeimbangkan antara pernyataan positif
dan pernyataan negatif. Hasil uji validitas dan reliabilitas terlampir.
2. Pemilihan Lokasi penelitian
Pemilihan sekolah yang berbeda untuk kepentingan kualitas kontrol
penelitian sehingga ketiga kelompok tersebut tidak terekspose dengan
jenis intervensi yang berbeda pada masing-masing kelompok
penelitian dan diharapkan perlakuan/ intervensi yang diberikan lebih
dapat dikontrol.
H. Etika Penelitian
Informed consent (formulir persetujuan) diberikan kepada siswa yang
bersedia mengikuti penelitian dengan terlebih dahulu menjelaskan
tujuan, tindakan yang akan dilakukan dan hal-hal lain yang terkait
dengan penelitian.
71
I. Uraian Intervensi
Pelaksanaan intervensi dilakukan di dua sekolah berbeda yaitu:
SMKN I Bungoro dengan metode ceramah dan SMKN I Minasate’ne
dengan metode demonstrasi.
1. Metode ceramah
Metode ceramah dilaksanakan selama satu jam dengan uraian
sebagai berikut:
a. Materi
Materi yang diberikan dalam bentuk makalah dan slide.
Sebelum pelaksanaan intervensi ceramah, siswa yang telah
mengisi kuesioner pada saat pre test dibagikan makalah terkait
CVS (makalah terlampir). Pelaksanaan intervensi dilaksanakan
satu minggu setelah pre test. Materi disajikan melalui ceramah
tanya jawab dengan media slide yang berisi tentang: pengertian,
penyebab, gejala, faktor-faktor yang mempengaruhi, gangguan
kesehatan terkait CVS, cara pencegahan, dan pengobatan
CVS.
b. Pemateri
Pemateri bernama Mohammad Ikhsyan Razak, ST (Kasi
Pengawasan Ketenagakerjaan Dinas Kesehatan Sosial Kab.
Pangkep). Pemateri telah mengikuti beberapa Diklat
(Pendidikan dan Pelatihan) terkait Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) seperti: Diklat Fungsional Pegawai Pengawas
72
Ketenagakerjaan Tahun 2005, Diklat Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS) Tahun 2009, TOT HIV AIDS di Tempat Kerja
Tahun 2009, TOT Petugas K3 Tahun 2011, dan TOT SMK3
Tahun 2012.
c. Frekuensi
Pelaksanaan ceramah dilakukan satu kali.
d. Durasi
Durasi intervensi selama satu jam: 45 menit untuk ceramah dan
15 menit untuk diskusi
e. Metode
Metode yang digunakan adalah ceramah dan diskusi tanya
jawab
f. Media
Media yang digunakan adalah media elektronik berupa slide.
2. Metode demonstrasi
Metode demonstrasi dilaksanakan selama satu jam dengan uraian
sebagai berikut:
a. Materi
Materi yang diberikan dalam bentuk makalah dan video.
Sebelum pelaksanaan intervensi demonstrasi, siswa yang telah
mengisi kuesioner pada saat pre test dibagikan makalah terkait
CVS (makalah terlampir). Pelaksanaan intervensi dilaksanakan
satu minggu setelah pre test. Materi disajikan melalui
73
demonstrasi dengan media video yang berisi tulisan
(pengertian, penyebab, gejala, faktor-faktor yang
mempengaruhi, gangguan kesehatan, cara pencegahan, dan
pengobatan), suara dan gambar terkait computer vision
syndrome.
b. Pemateri
Pemateri bernama Mohammad Ikhsyan Razak, ST (Kasi
Pengawasan Ketenagakerjaan Dinas Kesehatan Sosial Kab.
Pangkep). Pemateri telah mengkuti beberapa Diklat (Pendidikan
dan Pelatihan) terkait Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
seperti: Diklat Fungsional Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan
Tahun 2005, Diklat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
Tahun 2009, TOT HIV AIDS di Tempat Kerja Tahun 2009, TOT
Petugas K3 Tahun 2011, dan TOT SMK3 Tahun 2012.
c. Frekuensi
Pelaksanaan demonstrasi dilakukan satu kali.
d. Durasi
Durasi intervensi selama satu jam: 15 menit untuk pemutaran
video, 5 menit untuk pembagian dan diskusi kelompok, 25 menit
untuk kegiatan peragaan serta 15 menit untuk diskusi dan
evaluasi isi video.
74
e. Metode
Metode yang digunakan adalah metode demonstrasi baik dalam
bentuk video maupun peragaan langsung.
f. Media
Media yang digunakan adalah media elektronik berupa video.
75
J. Alur Penelitian
Gambar 10. Alur Penelitian
K. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan data, meliputi:
a) Editing
Setelah data terkumpul dilakukan pemeriksaan kembali terhadap
kelengkapan isi kuesioner
Setelah 4 minggu
Setelah 1 minggu
Pengolahan dan analisis data
Pendidikan Kesehatan metode
ceramah di SMKN I Bungoro
Mengadakan post test pada ketiga kelompok
penelitian
Pendidikan Kesehatan metode
demonstrasi di SMKN I Minasate’ne
Populasi : Siswa kelas 1 SMKN I Bungoro
SMKN I Minasate’ne, dan SMKN I Mandalle
Subjek yang terpilih sebagai sampel dan bersedia menandatangani informed consent
Mengadakan pre test dengan pembagian kuesioner tentang CVS pada ketiga
kelompok penelitian dan pembagian makalah untuk kelompok intervensi
76
b) Coding
Data yang telah terkumpul dan selesai diedit diberi pengkodean
variabel sebelum dimasukkan pada aplikasi SPSS for Windows 20.
c) Input data
Masing-masing variabel diinput berdasarkan nomor responden
dalam kuesioner
d) Cleaning data
Cleaning data dilakukan untuk membersihkan kesalahan yang
mungkin terjadi selama proses input data. Dilakukan penginputan
kembali untuk data yang missing.
2. Analisis Data
a) Analisis Univariat
1). Analisis univariat dilakukan dengan menghitung nilai tengah
(mean, median), nilai maksimun, nilai minimun dan standar
deviasi untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal.
2). Mendeskripsikan karakteristik responden dengan tabel dan grafik
yang disertai dengan narasi.
b) Analisis Bivariat
1) Untuk melihat pengaruh metode ceramah dan metode
demonstrasi terhadap skor pengetahuan dan skor sikap
responden sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan
digunakan uji t berpasangan karena data berdistribusi normal
dengan tingkat kepercayaan 95%.
77
2) Untuk melihat pengaruh metode ceramah dan metode
demonstrasi terhadap skor pengetahuan dan dan skor sikap antar
dua kelompok penelitian digunakan uji t tidak berpasangan
karena data berdistribusi normal dengan tingkat kepercayaan
95%.
3) Untuk melihat pengaruh metode ceramah dan metode
demonstrasi terhadap skor pengetahuan dan skor sikap antar tiga
kelompok penelitian digunakan uji One Way-ANOVA karena data
berdistribusi normal dengan tingkat kepercayaan 95%.
78
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan pada tiga sekolah menengah kejuruan
berbeda yang ada di Kabupaten Pangkep yaitu: SMKN I Bungoro,
SMKN I Minasate’ne, dan SMKN I Mandalle pada tanggal 7 Maret
sampai 15 April 2013. Sampel dibagi menjadi tiga kelompok
berdasarkan asal sekolah dan jenis intervensi yang diberikan yaitu:
kelompok ceramah berupa pendidikan kesehatan metode ceramah
pada siswa kelas I SMKN I Bungoro, kelompok demonstrasi berupa
pendidikan kesehatan metode demonstrasi pada siswa kelas I SMKN I
Minasate’ne dan kelompok kontrol yang tidak diberi intervensi baik
ceramah maupun demonstrasi pada siswa kelas I SMKN I Mandalle
Kab. Pangkep. Gambaran umum masing-masing sekolah diuraikan
sebagai berikut:
a. SMKN I Bungoro
SMKN I Bungoro merupakan salah satu sekolah menengah
kejuruan yang ada di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
Sekolah ini didirikan pada tanggal 24 Desember 1969 berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Pendidikan Republik Indonesia Nomor:
170/UKKS/1969 dengan visi “Mewujudkan lulusan yang unggul,
79
mandiri, kompetitif, berakhlak mulia, berjiwa wirausaha, dan
berbudaya lingkungan”.
Secara geografis sekolah ini mudah dijangkau dengan
kendaraan umum yaitu di Jalan Sambung Jawa Kelurahan
Samalewa Kecamatan Bungoro. Luas lahan sekolah 30.050 m2.
Tahun 1973-1974 sekolah ini hanya terdiri dari dua Jurusan,
namun sampai Tahun 2012/2013 telah berkembang menjadi lima
jurusan/ program keahlian yaitu: Kompetensi Keahlian Akuntansi,
Kompetensi Keahlian Administrasi Perkantoran, Kompetensi
Keahlian Pemasaran, Kompetensi Keahlian Teknik Komputer dan
Jaringan, dan Kompetensi Keahlian Multimedia.
Jumlah tenaga pendidik di sekolah ini sebanyak 90 orang yang
terdiri dari: 58 PNS dan 32 Non PNS. Jumlah siswa untuk tahun
ajaran 2012/2013 sebanyak 1.615 orang yang terdiri dari: 562 siswa
kelas I (119 orang Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan, 166
orang Jurusan Administrasi Perkantoran, 81 orang Jurusan
Multimedia, 122 orang Jurusan Akuntansi, dan 74 orang Jurusan
Pemasaran), 563 siswa kelas II (140 orang Jurusan Teknik Komputer
dan Jaringan, 196 orang Jurusan Administrasi Perkantoran, 68 orang
Jurusan Multimedia, 100 orang Jurusan Akuntansi, dan 59 orang
Jurusan Pemasaran), dan 490 siswa kelas III (90 orang Jurusan
Teknik Komputer dan Jaringan, 167 orang Jurusan Administrasi
80
Perkantoran, 69 orang Jurusan Multimedia, 81 orang Jurusan
Akuntansi, dan 83 orang Jurusan Pemasaran).
Sarana dan prasarana yang tersedia yaitu: ruang kepala
sekolah, ruang wakil kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha,
ruang perpustakaan, ruang kelas, ruang workshop, ruang
laboratorium komputer, ruang laboratorium bahasa, ruang
laboratorium pemasaran, koperasi, ruang model kantor, kantin
sekolah, lapangan basket, ruang mushallah, ruang aula, ruang ICT
Center, Studio Radio Pendidikan, ruang Pramuka/OSIS/UKS, toilet
dan ruang gudang.
b. SMKN I Minasate’ne
SMKN I Minasate’ne didirikan pada tanggal 17 Mei 2004
berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah Kabupaten Pangkajene
dan Kepulauan Nomor: 256/2004 dengan visi menghasilkan tamatan
yang profesional dan mandiri sesuai kebutuhan dunia kerja dan misi
menyiapkan siswa menjadi tenaga kerja yang terampil, produktif dan
mandiri serta memilki imtak dan menguasai iptek.
Sekolah ini beralamat di Jalan Pendidikan Kelurahan Biraeng
Kecamatan Minasate’ne Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
dengan luas lahan 3.755 m2. Program keahlian yang ada di sekolah
terdiri dari tiga jurusan yaitu: Teknik Komputer dan Jaringan, Teknik
Gambar dan Bangunan serta Teknik Listrik.
81
Jumlah tenaga pendidik yang ada di sekolah ini sebanyak 38
orang dengan status guru tetap 27 orang dan guru tidak tetap
sebanyak 11 orang. Jumlah siswa untuk tahun ajaran 2012/2013
sebanyak 451 orang yang terdiri dari: 184 siswa kelas I (79 orang
Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan, 32 orang Jurusan Teknik
Gambar Bangunan, dan 73 orang Jurusan Teknik Listrik), 131 siswa
kelas II (60 orang Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan, 28 orang
Jurusan Teknik Gambar Bangunan, dan 43 orang Jurusan Teknik
Listrik), dan 136 siswa kelas III (37 orang Jurusan Teknik Komputer
dan Jaringan, 38 orang Jurusan Teknik Gambar Bangunan, dan 61
orang Jurusan Teknik Listrik).
Sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah terdiri dari: (1)
ruang pembelajaran umum: ruang kelas, ruang laboratorium fisika,
ruang laboratorium kimia, ruang laboratorium biologi, ruang
laboratorium bahasa, ruang laboratorium komputer, ruang
laboratorium multimedia, ruang praktek gambar teknik, ruang
perpustakaan konvensional, dan ruang perpustakaan multimedia, (2)
ruang pembelajaran khusus: ruang khusus (praktik), ruang
praktek/bengkel/workshop, ruang praktek teknik gambar bangunan,
ruang praktek teknik instalasi tenaga listrik, dan ruang praktek teknik
komputer dan jaringan, dan (3) ruang penunjang: ruang kepala
sekolah, ruang wakil kepala sekolah, ruang pelayanan administrasi,
ruang Bimbingan Pelajar dan Bimbingan Kesiswaan (BP/BK), ruang
82
OSIS, ruang pramuka, UKS, ruang ibadah, aula, kantin, toilet,
gudang, ruang penjaga sekolah, dan ruang unit produksi.
c. SMKN I Mandalle
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri I Mandalle merupakan salah
satu lembaga diklat tingkat menengah yang didirikan pada tanggal
02 Januari 2009 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan
Republik Indonesia Nomor: 649/A.AIII/KU/29 dengan visi “Menjadi
sekolah menengah kejuruan yang bertaraf nasional serta
menghasilkan sumber daya manusia yang cerdas, terampil,
profesional, dan berahlak mulia dengan kompetensi yang memadai”.
Sekolah ini berdiri di atas lahan + 10.120 m2 dan secara geografis
mudah dijangkau dengan kendaraan umum yaitu di Jl. Muh. Tahir
Dg. Liong (Poros Makassar-Pare, KM 83) Kecamatan Mandalle
Kabupaten Pangkep.
Program keahlian yang tersedia di sekolah ini yaitu: Administrasi
Perkantoran, Teknik Otomotif, serta Teknik Komputer dan Jaringan
dengan jumlah pengajar sebanyak 25 orang dan staf administrasi
sebanyak 9 orang. Jumlah siswa untuk tahun ajaran 2012/2013
sebanyak 273 orang yang terdiri dari: 136 siswa kelas I (72 orang
Jurusan Administrasi Perkantoran, 34 orang Jurusan Teknik
Otomotif, dan 30 orang Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan), 69
siswa kelas II (25 orang Jurusan Administrasi Perkantoran, 25 orang
Jurusan Teknik Otomotif, dan 19 orang Jurusan Teknik Komputer
83
dan Jaringan), 68 siswa kelas III (32 orang Jurusan Administrasi
Perkantoran dan 36 orang Jurusan Teknik Otomotif). Proses
kegiatan belajar mengajar untuk siswa kelas I, II, dan III
menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-
masing satuan pendidikan.
Sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah ini terdiri dari:
ruang kantor, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha,
ruang perpustakaan, ruang belajar, ruang workshop, ruang
laboratorium, lapangan olahraga, dan toilet.
2. Karakteristik Responden
a. Umur
Karakteristik responden berdasarkan umur pada ketiga
kelompok penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Karateristik responden berdasarkan umur di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Umur (th) Ceramah Demonstrasi Kontrol
14 15 16 17 18
2 16 7 0 0
2 16 5 1 1
1 16 7 1 0
Mean Median
SD
15,20 15,00 0,58
15,32 15,00 0,85
15,32 15,00 0,63
Sumber: Data primer
84
Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata umur responden pada
ketiga kelompok penelitian adalah 15 tahun. Umur terendah pada
kelompok ceramah adalah 14 tahun dan tertinggi adalah 16 tahun,
sedangkan pada kelompok demonstrasi dan kelompok kontrol umur
terendah juga 14 tahun dan tertinggi masing-masing 18 tahun dan
17 tahun.
b. Jenis Kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat
pada gambar berikut:
Sumber : Data primer
Gambar 11. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Gambar 11 menunjukkan bahwa dari 75 responden yang
terpilih sebagai sampel 56% (42 orang) diantaranya berjenis
kelamin laki-laki. Karakteristik responden berdasakan jenis kelamin
pada ketiga kelompok penelitian dapat dilihat pada gambar 12.
56%
44%
laki-laki Perempuan
85
Sumber: Data primer
Gambar 12. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin pada kelompok ceramah, kelompok demonstrasi dan kelompok kontrol di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Gambar 12 menunjukkan bahwa jenis kelamin pada kelompok
ceramah hampir berimbang antara responden yang berjenis
kelamin laki-laki (13 orang) dan perempuan (12 orang), pada
kelompok demonstrasi, Jenis kelamin perempuan lebih banyak
dibanding laki-laki sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan
hal sebaliknya dimana jenis kelamin laki-laki lebih banyak.
c. Pengetahuan
Karakteristik responden berdasarkan skor pengetahuan pada
ketiga kelompok penelitian dapat dilihat pada tabel 4-6.
0
5
10
15
2013
9
20
12
16
5
Laki-Laki Perempuan
Ceramah Demonstrasi Kontrol
86
Tabel 4. Karakteristik responden berdasarkan skor pengetahuan pada kelompok ceramah di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Nilai Statistik Skor Pengetahuan
Pre test Post test
Minimum
Maksimum
Mean
SD
4
10
7,20
1,683
10
15
13,32
1,435
Sumber: Data primer
Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata skor pengetahuan
responden tentang CVS pada kelompok ceramah pada saat pre
test adalah 7,20 dengan standar deviasi 1,683 sedangkan pada
saat post test meningkat 85% menjadi 13,32 dengan standar
deviasi 1,435. Skor pengetahuan terendah pada saat pre test
adalah 4 dan tertinggi adalah 10 sedangkan pada saat post test
skor pengetahuan terendah adalah 10 dan tertinggi adalah 15.
Tabel 5. Karakteristik responden berdasarkan skor pengetahuan pada kelompok demonstrasi di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Nilai Statistik Skor Pengetahuan
Pre test Post test
Minimum
Maksimum
Mean
SD
4
13
7,92
1,956
7
15
11,80
2,102
Sumber: Data primer
87
Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata skor pengetahuan
responden tentang CVS pada kelompok demonstrasi pada saat pre
test adalah 7,92 dengan standar deviasi 1,956 sedangkan pada
saat post test meningkat 48,9% menjadi 11,80 dengan standar
deviasi 2,102. Skor pengetahuan terendah pada saat pre test
adalah 4 dan tertinggi adalah 13 sedangkan pada saat post test
skor pengetahuan terendah adalah 7 dan tertinggi adalah 15.
Tabel 6. Karakteristik responden berdasarkan skor pengetahuan pada kelompok kontrol di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Nilai Statistik Skor Pengetahuan
Pre test Post test
Minimum
Maksimum
Mean
SD
3
10
6,60
1,683
1
13
7,08
2,629
Sumber: Data primer
Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata skor pengetahuan
responden tentang CVS pada kelompok kontrol pada saat pre test
adalah 6,60 dengan standar deviasi 1,683 sedangkan pada saat
post test meningkat 7,3% menjadi menjadi 7,08 dengan standar
deviasi 2,629. Skor pengetahuan terendah pada saat pre test
adalah 3 dan tertinggi adalah 10 sedangkan pada saat post test
skor pengetahuan terendah adalah 1 dan tertinggi adalah 13.
88
Perbandingan rata-rata pengetahuan responden pada ketiga
kelompok penelitian pada saat pre test dan post test dapat dilihat
pada gambar berikut:
Sumber: Data primer
Gambar 13. Karakteristik responden berdasarkan skor pengetahuan pada kelompok ceramah, kelompok demonstrasi dan kelompok kontrol pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Gambar 13 menunjukkan bahwa rata-rata skor pengetahuan
responden pada saat pre test tertinggi pada kelompok demonstrasi
dan terendah pada kelompok kontrol, namun pada saat post test
terjadi peningkatan rata-rata skor pengetahuan, skor tertinggi pada
kelompok ceramah dan terendah pada kelompok kontrol.
Perubahan skor pengetahuan pada ketiga kelompok penelitian
berdasarkan jenis kelamin dan asal sekolah dapat dilihat pada
gambar 14 dan 15.
0 5 10 15
Ceramah
Demonstrasi
Kontrol
7.2
7.92
6.6
13.32
11.8
7.08
Postest
Pretest
89
Sumber: Data primer
Gambar 14. Perubahan skor pengetahuan responden berdasarkan jenis kelamin di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Gambar 14 menunjukkan bahwa jumlah responden yang
mengalami peningkatan skor pengetahuan lebih tinggi pada yang
berjenis kelamin perempuan (94%) dibanding laki-laki (64%),
sedangkan hal sebaliknya terjadi pada jumlah responden yang
mengalami penurunan skor pengetahuan, dimana jenis kelamin
laki-laki lebih tinggi (26%) dibanding perempuan (3%).
0
20
40
60
80
100
Menurun Tetap Meningkat
Pengetahuan
26%10%
64%
3% 3%
94%
Laki-laki
Perempuan
90
Sumber: Data primer
Gambar 15. Perubahan skor pengetahuan responden berdasarkan asal sekolah di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Gambar 15 menunjukkan bahwa peningkatan skor
pengetahuan paling tinggi pada responden yang berasal dari SMKN
I Bungoro (100%) dan paling rendah pada responden yang berasal
dari SMKN I Mandalle (44%).
0
20
40
60
80
100
Menurun Tetap Meningkat
0% 0%
100%
0%
12%
88%
48%
8%
44%
SMKN I Bungoro
SMKN I Minasate'ne
SMKN I Mandalle
91
d. Sikap
Karakteristik responden berdasarkan skor sikap pada ketiga
kelompok penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7. Karakteristik responden berdasarkan skor sikap pada kelompok ceramah di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Nilai Statistik Skor Sikap
Pre test Post test
Minimum
Maksimum
Mean
SD
3
12
7,48
1,939
7
13
11,04
1,947
Sumber: Data primer
Tabel 7 menunjukkan bahwa rata-rata skor sikap responden
tentang CVS pada kelompok ceramah pada saat pre test adalah
7,48 dengan standar deviasi 1,939 sedangkan pada saat post test
meningkat 47,5% menjadi 11,04 dengan standar deviasi 1,947.
Skor sikap terendah pada saat pre test adalah 3 dan tertinggi
adalah 12 sedangkan pada saat post test skor sikap terendah
adalah 7 dan tertinggi adalah 13.
92
Tabel 8. Karakteristik responden berdasarkan skor sikap pada kelompok demontrasi di Kabupaten Pangkep Maret-April 2013
Nilai Statistik Skor Sikap
Pre test Post test
Minimum
Maksimum
Mean
SD
4
11
6,84
2,173
8
13
11,32
1,725
Sumber: Data primer
Tabel 8 menunjukkan bahwa rata-rata skor sikap responden
tentang CVS pada kelompok demontrasi pada saat pre test adalah
6,84 dengan standar deviasi 2,173 sedangkan pada saat post test
meningkat 65,5% menjadi 11,32 dengan standar deviasi 1,725.
Skor sikap terendah pada saat pre test adalah 4 dan tertinggi
adalah 11 sedangkan pada saat post test skor sikap terendah
adalah 8 dan tertinggi adalah 13.
Tabel 9. Karakteristik responden berdasarkan skor sikap pada kelompok kontrol di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Nilai Statistik Skor sikap
Pre test Post test
Minimum
Maksimum
Mean
SD
6
10
7,44
1,193
6
12
7,92
1,605
Sumber: Data primer
93
Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata skor sikap responden
tentang CVS pada kelompok kontrol pada saat pre test adalah 7,44
dengan standar deviasi 1,193 sedangkan pada saat post test rata-
rata skor sikap meningkat 6,4% menjadi 7,92 dengan standar
deviasi 1,605. Skor sikap terendah pada saat pre test adalah 6 dan
tertinggi adalah 10 sedangkan pada saat post test skor sikap
terendah adalah 6 dan tertinggi adalah 12.
Perbandingan rata-rata sikap responden pada ketiga kelompok
penelitian pada saat pre test dan post test dapat dilihat pada
gambar berikut:
Sumber: Data primer
Gambar 16. Karakteristik responden berdasarkan skor sikap pada kelompok ceramah, kelompok demonstrasi dan Kelompok Kontrol pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Gambar 16 menunjukkan bahwa rata-rata skor sikap responden
pada saat pretest tertinggi pada kelompok ceramah dan terendah
pada kelompok demonstrasi, namun pada saat post test rata-rata
0 2 4 6 8 10 12
Ceramah
Demonstrasi
Kontrol
7.48
6.84
7.44
11.04
11.32
7.92
Postest
Pretest
94
skor sikap tertinggi pada kelompok demonstrasi dan terendah pada
kelompok kontrol.
Sumber: Data primer
Gambar 17. Perubahan skor sikap responden berdasarkan jenis kelamin di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Gambar 17 menunjukkan bahwa jumlah responden yang
mengalami peningkatan skor sikap lebih tinggi pada yang berjenis
kelamin perempuan (88%) dibanding laki-laki (69%), sedangkan hal
sebaliknya terjadi pada jumlah responden yang mengalami
penurunan skor sikap, dimana jenis kelamin laki-laki lebih tinggi
(17%) dibanding perempuan (3%).
0
20
40
60
80
100
Menurun Tetap Meningkat
17% 14%
69%
3%9%
88%
Laki-laki
Perempuan
95
Sumber: Data primer
Gambar 18. Perubahan skor sikap responden berdasarkan asal sekolah di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Gambar 18 menunjukkan bahwa peningkatan skor sikap paling
tinggi pada responden yang berasal dari SMKN I Minasate’ne
(100%) dan paling rendah pada responden yang berasal dari
SMKN I Mandalle (40%).
3. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui kesetaraan ketiga
kelompok responden sebelum diberikan intervensi. Hasil uji
homogenitas dapat dilihat pada tabel 10.
0
20
40
60
80
100
Menurun Tetap Meningkat
4% 4%
92%
0% 0%
100%
28% 32%40%
SMKN I Bungoro
SMKN I Minasate'ne
SMKN I Mandalle
96
Tabel 10. Uji homogenitas umur, jenis kelamin, skor pengetahuan dan skor sikap antara kelompok ceramah, demonstrasi, dan kelompok kontrol sebelum intervensi di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Karakteristik dan Variabel Sig.
Umur Responden ,371
Jenis Kelamin ,001
Skor Pengetahuan ,790
Skor Sikap ,009
Sumber: Data primer
Tabel 10 menunjukkan bahwa umur responden dan
pengetahuan sebelum intervensi pada ketiga kelompok penelitian
mempunyai varians data yang sama atau homogen dengan nilai p
masing-masing sebesar 0,371 dan 0,790 (p > 0,05), sedangkan
jenis kelamin dan sikap responden sebelum pelaksanaan
intervensi tidak homogen dimana diperoleh nilai p masing-masing
sebesar 0,001 dan 0,009 (p < 0,05).
Penyetaraan variabel sebelum intervensi dilakukan pula pada
variabel kontrol. Variabel kontrol meliputi: status sekolah, jurusan,
kelas yang diintervensi, pemateri, durasi intervensi, dan waktu
pengukuran hasil intervensi. Ketiga sekolah yang dipilih adalah
sekolah dengan status sebagai sekolah negeri dan terletak pada
kecamatan yang berbeda. Semua sampel berasal dari jurusan dan
kelas yang sama yaitu Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan
kelas satu dari masing-masing sekolah. Pemateri adalah Kasi
97
ketenagakerjaan Dinas Sosial Kabupaten Pangkep yang telah
mengikuti beberapa Diklat (Pendidikan dan Pelatihan) terkait
Kesehatan dan Keselamatan kerja (K3), materi CVS disampaikan
oleh pemateri yang sama pada kedua kelompok intervensi. Durasi
intervensi sama pada kedua kelompok intervensi yaitu selama satu
jam. Waktu pengukuran hasil intervensi juga sama pada semua
kelompok penelitian yaitu 5 minggu setelah pretest.
4. Pengaruh Metode Ceramah
Analisis pengaruh metode ceramah untuk skor pengetahuan
dan skor sikap dilakukan melalui uji t berpasangan pada kelompok
ceramah dan uji t tidak berpasangan antara kelompok ceramah
dan kelompok kontrol (tidak ada intervensi) sebagai pembanding.
a. Pengaruh Metode Ceramah terhadap Pengetahuan
Skor pengetahuan responden pada kelompok ceramah
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 11. Skor pengetahuan responden pada kelompok ceramah pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Nilai Statistik Skor pengetahuan
Pre test Post test
Mean
SD
SE
7,20
1,683
0,337
13,32
1,435
0,287
p value 0,000
Sumber: Data primer
98
Tabel 11 menunjukkan bahwa ada peningkatan rata-rata
skor pengetahuan responden tentang CVS setelah
dilaksanakannya metode ceramah. Hasil uji statistik didapatkan
nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang menunjukkan bahwa ada
perbedaan signifikan rata-rata skor pengetahuan responden
sebelum dan setelah pelaksanaan metode ceramah, sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh metode ceramah
terhadap pengetahuan responden tentang CVS.
Tabel 12. Skor pengetahuan responden kelompok ceramah dan kelompok kontrol pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Nilai Statistik
Pre test Post test
Ceramah Kontrol Ceramah Kontrol
Mean
SD
SE
7,20
1,683
0,337
6,60
1,683
0,337
13,32
1,435
0,287
7,08
2,629
0,526
p value 0,214 0,000
Sumber: Data primer
Hasil uji statistik pada saat pre test didapatkan nilai p =
0,214 (p > 0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan rata-rata skor pengetahuan responden
antara kelompok ceramah dan kelompok kontrol sedangkan
pada saat post test didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang
menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan rata-rata skor
pengetahuan responden setelah pelaksanaan intervensi pada
kedua kelompok penelitian. Skor pengetahuan pada kelompok
99
metode ceramah meningkat sebesar 85% setelah intervensi
sedangkan pada kelompok kontrol hanya 7,3% sehingga dapat
disimpulkan bahwa peningkatan skor pengetahuan karena
adanya pengaruh metode ceramah.
b. Pengaruh Metode Ceramah terhadap Sikap
Skor sikap responden pada kelompok ceramah disajikan
pada tabel berikut:
Tabel 13. Skor sikap responden pada kelompok ceramah pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Nilai Statistik Skor sikap
Pre test Post test
Mean
SD
SE
7,48
1,939
0,388
11,04
1,947
0,389
p value 0,000
Sumber: Data primer
Tabel 13 menunjukkan bahwa ada peningkatan rata-rata
skor sikap responden tentang CVS setelah dilaksanakannya
metode ceramah. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,000 (p
< 0,05) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan
rata-rata skor sikap responden sebelum dan setelah
pelaksanaan metode ceramah, sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh metode ceramah terhadap sikap
responden tentang CVS.
100
Tabel 14. Skor sikap responden kelompok ceramah dan kelompok kontrol pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Nilai Statistik
Pre test Post test
Ceramah Kontrol Ceramah Kontrol
Mean
SD
SE
7,48
1,939
0,388
7,44
1,193
0,239
11,04
1,947
0,389
7,92
1,605
0,321
p value 0,930 0,000
Sumber: Data primer Hasil uji statistik pada saat pre test didapatkan nilai p =
0,930 (p > 0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan rata-rata skor sikap responden antara
kelompok ceramah dan kelompok kontrol sedangkan pada saat
post test didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang
menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan rata-rata skor
sikap responden setelah pelaksanaan intervensi pada kedua
kelompok penelitian. Skor sikap pada kelompok metode
ceramah meningkat sebesar 47,5% setelah intervensi
sedangkan pada kelompok kontrol hanya 6,4% sehingga dapat
disimpulkan bahwa peningkatan skor sikap karena adanya
pengaruh metode ceramah.
5. Pengaruh Metode Demontrasi
Analisis pengaruh metode demontrasi untuk skor pengetahuan dan
skor sikap dilakukan melalui uji t berpasangan pada kelompok
101
demontrasi dan uji t tidak berpasangan antara kelompok
demonstrasi dan kelompok kontrol sebagai pembanding.
a. Pengaruh Metode Demonstrasi terhadap Pengetahuan
Skor pengetahuan responden pada kelompok demonstrasi
disajikan pada tabel 15.
Tabel 15. Skor pengetahuan responden pada kelompok demonstrasi pada saat pretest dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Nilai Statistik Skor pengetahuan
Pre test Post test
Mean
SD
SE
7,92
1,956
0,391
11,80
2,102
0,420
p value 0,000
Sumber: Data primer
Tabel 15 menunjukkan bahwa ada peningkatan rata-rata
skor pengetahuan responden tentang CVS setelah
dilaksanakannya metode demonstrasi. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang menunjukkan bahwa
ada perbedaan signifikan rata-rata skor pengetahuan
responden sebelum dan setelah pelaksanaan metode
demonstrasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
metode demonstrasi terhadap pengetahuan responden tentang
CVS.
102
Tabel 16. Skor pengetahuan responden kelompok demonstrasi dan kelompok kontrol pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Nilai Statistik
Pre test Post test
Demonstrasi Kontrol Demonstrasi Kontrol
Mean
SD
SE
7,92
1,956
0,391
6,60
1,683
0,337
11,80
2,102
0,420
7,08
2,629
0,526
p value 0,014 0,000
Sumber: Data primer
Hasil uji statistik pada saat pre test didapatkan nilai p =
0,014 (p < 0,05) dan pada saat post test nilai p = 0,000 (p <
0,05) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan rata-
rata skor pengetahuan responden antara kelompok
demonstrasi dan kelompok kontrol baik pada saat pre test
maupun post test. Skor pengetahuan pada kelompok metode
demonstrasi meningkat sebesar 48,9% setelah intervensi
sedangkan pada kelompok kontrol hanya 7,3% sehingga dapat
disimpulkan bahwa peningkatan skor pengetahuan karena
adanya pengaruh metode demonstrasi.
b. Pengaruh Metode Demonstrasi terhadap Sikap
Skor sikap responden pada kelompok demonstrasi
disajikan pada tabel 17.
103
Tabel 17. Skor sikap responden pada kelompok demonstrasi pada saat pretest dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Nilai Statistik Skor sikap
Pre test Post test
Mean
SD
SE
6,84
2,173
0,435
11,32
1,725
0,345
p value 0,000
Sumber: Data primer
Tabel 17 menunjukkan bahwa ada peningkatan rata-rata
skor sikap responden tentang CVS setelah dilaksanakannya
metode demontrasi. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,000
(p < 0,05) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan
rata-rata skor sikap responden sebelum dan setelah
pelaksanaan metode demontrasi, sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh metode demonstrasi terhadap sikap
responden tentang CVS.
Tabel 18. Skor sikap responden kelompok demonstrasi dan kelompok kontrol pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Nilai Statistik
Pre test Post test
Demonstrasi Kontrol Demonstrasi Kontrol
Mean
SD
SE
6,84
2,173
0,435
7,44
1,193
0,239
11,32
1,725
0,345
7,92
1,605
0,321
p value 0,234 0,000
Sumber: Data primer
104
Hasil uji statistik pada saat pre test didapatkan nilai p =
0,234 (p > 0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan rata-rata skor sikap responden antara
kelompok demonstrasi dan kelompok kontrol sedangkan pada
saat post test didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang
menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan rata-rata skor
sikap responden setelah pelaksanaan intervensi pada kedua
kelompok penelitian. Skor sikap pada kelompok metode
demonstrasi meningkat sebesar 65,5% setelah intervensi
sedangkan pada kelompok kontrol hanya 6,4% sehingga dapat
disimpulkan bahwa peningkatan skor sikap karena adanya
pengaruh metode demonstrasi.
6. Perbandingan pengaruh metode ceramah dan metode demonstrasi terhadap pengetahuan dan sikap siswa dalam pencegahan computer vision syndrome
Analisis perbedaan skor pengetahuan dan skor sikap tentang
CVS antara responden yang mendapat metode ceramah dan
metode demonstrasi menggunakan uji t tidak berpasangan.
a. Perbandingan pengaruh metode ceramah dan metode demonstrasi terhadap pengetahuan siswa dalam pencegahan computer vision syndrome
Perbedaan pengaruh kedua jenis metode di atas terhadap
skor pengetahuan responden disajikan pada tabel 19.
105
Tabel 19. Skor pengetahuan responden kelompok ceramah dan kelompok demonstrasi pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Nilai Statistik
Pre test Post test
Ceramah Demonstrasi Ceramah Demonstrasi
Mean
SD
SE
7,20
1,683
0,337
7,92
1,956
0,391
13,32
1,435
0,287
11,80
2,102
0,420
p value 0,169 0,004
Sumber: Data primer
Hasil uji statistik pada saat pre test didapatkan nilai p =
0,169 (p < 0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan rata-rata skor pengetahuan responden
antara kelompok ceramah dan kelompok demonstrasi, namun
pada saat post test didapatkan nilai p = 0,004 (p < 0,05) yang
menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan rata-rata skor
pengetahuan responden setelah pelaksanaan intervensi pada
kedua kelompok penelitian. Perbandingan rata-rata skor
pengetahuan antara kelompok ceramah dan kelompok
demonstrasi dapat dilihat pada gambar 19.
106
Sumber: Data primer
Gambar 19. Skor pengetahuan responden kelompok ceramah dan kelompok demonstrasi pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Gambar 19 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-
rata skor pengetahuan responden baik pada kelompok
ceramah (7,20 menjadi 13,32) maupun pada kelompok
demonstrasi pada saat post test (7,92 menjadi 11,80). Rata-
rata peningkatan skor pengetahuan responden pada kelompok
ceramah lebih tinggi (85%) dibanding kelompok demonstrasi
(48,9%). Pengujian perbedaan hasil tersebut dilakukan pula
menggunakan Uji One Way-ANOVA dan didapatkan hasil
sebagaimana yang tercantum pada tabel 20.
Pretest Postest
7,20
13.32
7.92
11,80
Ceramah Demonstrasi
107
Tabel 20. Skor pengetahuan responden kelompok ceramah, kelompok demonstrasi dan kelompok kontrol pada saat post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Nilai Statistik Kelompok Intervensi
Ceramah Demonstrasi Kontrol
Mean
SD
SE
13,32
1,435
0,287
11,80
2,102
0,420
7,08
2,629
0,526
p value 0,000
Sumber: Data primer
Hasil uji statistik pada tabel 20 didapatkan nilai p=0,000,
berarti pada alpha 5% dapat disimpulkan ada perbedaan yang
signifikan rata-rata peningkatan skor pengetahuan pada ketiga
kelompok penelitian. Perbedaan skor pengetahuan dianalisis
lebih lanjut melalui Post Hoc Test menggunakan uji Bonferroni
dan hasilnya disajikan pada tabel berikut:
Tabel 21. Hasil analisis Post-Hoc Bonferroni skor pengetahuan
Kelompok intervensi Perbedaan
Rerata 95% CI
Min Max p
value
Ceramah vs kontrol
Demonstrasi vs kontrol
Ceramah vs demonstrasi
6,240
4,720
1,520
4,78
3,26
0,06
7,70
6,18
2,98
0,000
0,000
0,039
Sumber: Data primer
Tabel 21 menunjukkan bahwa kelompok yang berbeda
secara signifikan untuk variabel pengetahuan adalah antara
kelompok ceramah dan kelompok kontrol (p = 0,000 < 0,05)
108
antara kelompok demonstrasi dan kelompok kontrol (p = 0,000
< 0,05), dan antara kelompok ceramah dan kelompok
demonstrasi (p = 0,039 < 0,05).
b. Perbandingan pengaruh metode ceramah dan metode demonstrasi terhadap sikap siswa dalam pencegahan computer vision syndrome
Perbedaan pengaruh kedua jenis metode di atas terhadap
skor sikap responden disajikan pada tabel berikut:
Tabel 22. Skor sikap responden kelompok ceramah dan kelompok demonstrasi pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep Maret-April 2013
Nilai Statistik
Pre test Post test
Ceramah Demontrasi Ceramah Demontrasi
Mean
SD
SE
7,48
1,939
0,388
6,84
2,173
0,435
11,04
1,947
0,389
11,32
1,725
0,345
p value 0,277 0,593
Sumber: Data primer
Tabel 22 menunjukkan bahwa baik pada saat pre test (p =
0,277 > 0,05) maupun post test (p = 0,593 > 0,05) tidak ada
perbedaan signifikan rata-rata skor sikap responden antara
kelompok ceramah dan kelompok demonstrasi. Perbandingan
rata-rata skor sikap antara kedua kelompok tersebut dapat
dilihat pada gambar 20.
109
Sumber: Data primer
Gambar 20 Skor sikap responden kelompok ceramah dan kelompok demonstrasi pada saat pre test dan post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Gambar 20 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-
rata skor sikap responden baik pada kelompok ceramah (7,48
menjadi 11,04) maupun pada kelompok demonstrasi pada saat
post test (6,84 menjadi 11,32). Peningkatan skor sikap
responden pada kelompok demonstrasi lebih tinggi (65,5%)
dibanding kelompok ceramah (47,6%). Pengujian perbedaan
hasil tersebut dilakukan pula melalui Uji One Way-ANOVA.
Tabel 23. Skor sikap responden kelompok ceramah, kelompok demonstrasi dan kelompok kontrol pada saat post test di Kabupaten Pangkep, Maret-April 2013
Nilai Statistik Kelompok Intervensi
Ceramah Demonstrasi Kontrol
Mean
SD
SE
11,04
1,947
0,389
11,32
1,725
0,345
7,92
1,605
0,321
p value 0,000
Sumber: Data primer
Pretest Postest
7.48
11.04
6.84
11.32
Ceramah Demonstrasi
110
Hasil uji statistik pada tabel 23 didapatkan nilai p=0,000,
berarti pada alpha 5% dapat disimpulkan ada perbedaan
signifikan rata-rata peningkatan skor sikap pada ketiga
kelompok penelitian. Perbedaan skor sikap dianalisis lebih
lanjut melalui Post Hoc Test menggunakan uji Bonferroni dan
hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 24. Hasil analisis Post-Hoc Bonferroni skor sikap
Kelompok intervensi Perbedaan
Rerata 95% CI
Min Max p
value
Ceramah vs kontrol
Demonstrasi vs kontrol
Ceramah vs demonstrasi
3,120
3,400
2,80
1,90
2,18
-0,94
4,34
4,62
1,50
0,000
0,000
1,000
Sumber: Data primer
Tabel 24 menunjukkan bahwa kelompok yang berbeda
secara signifikan adalah antara kelompok ceramah dan
kelompok kontrol (p = 0,000 < 0,05) dan antara kelompok
demonstrasi dan kelompok kontrol (p = 0,000 < 0,05)
sedangkan kelompok ceramah dan demonstrasi tidak berbeda
secara signifikan (p = 1,000 < 0,05).
111
B. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan eksperimen semu
(Quasi eksperiment) dengan rancangan Nonrandomized Control Group
Pre Test Post Test Design pada 75 responden yang berasal dari tiga
sekolah menengah umum kejuruan negeri yang ada di Kabupaten
Pangkep, yaitu: SMKN I Bungoro, SMKN I Minasate’ne, dan SMKN I
Mandalle. Pemilihan kelompok yang diberi intervensi dilakukan secara
simple random sampling dengan cara diundi. Kelompok yang terpilih
sebagai kelompok ceramah adalah SMKN I Bungoro, kelompok
demonstrasi adalah SMKN I Minasate’ne dan kelompok kontrol adalah
SMKN I Mandalle. Pelaksanaan penelitian selama kurang lebih dua bulan
yaitu pada Bulan Maret sampai dengan Bulan April Tahun 2013.
Jarak antara pelaksanaan pre test dan post test selama kurang lebih
satu bulan. Hal ini sesuai dengan Transtheoretical Theory Model (TTM)
yang dikemukakan oleh Prochasca yang menyatakan bahwa untuk
mengukur perubahan yang masih dalam tahap persiapan (orang berniat
untuk mengambil tindakan dalam waktu dekat yang dalam hal ini bisa
diartikan sebagai sikap) diperlukan waktu satu bulan (Kholid, 2012).
Hasil analisis data yang dilakukan pada 75 responden pada ketiga
sekolah yang terpilih sebagai sampel diuraikan sebagai berikut:
1. Pengaruh metode ceramah terhadap pengetahuan
Metode ceramah merupakan salah satu metode yang sampai saat
ini masih digunakan sebagai metode pembelajaran, baik untuk sasaran
112
yang berpendidikan tinggi maupun rendah, karena mudah dan praktis
untuk digunakan (Sudjana, 2011). Metode ini merupakan metode yang
paling banyak digunakan di kelas pembelajaran.
Metode ceramah diberikan pada siswa di SMKN I Bungoro yang
terpilih sebagai sampel dan ditetapkan sebagai kelompok ceramah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh metode ceramah
terhadap peningkatan skor pengetahuan responden tentang computer
vision syndrome setelah intervensi (p = 0,000).
Peningkatan skor pengetahuan pada kelompok ceramah
dibandingkan pula dengan hasil post test antara kelompok ceramah
dan kelompok kontrol. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah
perubahan skor pengetahuan betul-betul karena metode ceramah yang
diterima responden. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada
perbedaan signifikan rata-rata skor pengetahuan responden antara
kelompok ceramah dan kelompok kontrol (p = 0,000). Peningkatan rata-
rata skor pengetahuan kelompok ceramah lebih tinggi (85%) dibanding
kelompok kontrol (7,3%) sehingga dapat disimpulkan bahwa
peningkatan skor pengetahuan karena adanya pengaruh metode
ceramah.
Peningkatan pengetahuan responden setelah mendapatkan
pendidikan kesehatan metode ceramah sesuai dengan teori pendidikan
dan perilaku kesehatan. A Joint Committee on Terminology in Health
Education of United States menyatakan bahwa pendidikan kesehatan
113
adalah pengalaman belajar yang bertujuan untuk mempengaruhi
pengetahuan, sikap dan perilaku yang ada hubungannya dengan
kesehatan perorangan ataupun kelompok. Proses ini mencakup
dimensi dan kegiatan-kegiatan dari intelektual, psikologi, dan sosial
yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengambil
keputusan secara sadar (Machfoedz dan Suryani, 2009).
WHO menyebutkan bahwa tujuan dari pendidikan kesehatan
adalah untuk merubah perilaku orang atau masyarakat dari yang tidak
sehat menjadi sehat. Merubah perilaku seseorang bukanlah hal yang
mudah sehingga pendidikan kesehatan haruslah melalui tahapan-
tahapan yang hati-hati secara ilmiah. Tahapan-tahapan tersebut
menurut Hanlon meliputi: sensitisasi, publisitas, edukasi, dan motivasi
(Machfoedz dan Suryani, 2009).
Penelitian ini diarahkan pada tahap edukasi yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, merubah sikap serta mengarahkan
kepada perilaku penggunaan komputer yang sehat dalam rangka
pencegahan computer vision syndrome. Penelitian yang dilakukan oleh
Toama et al (2012) pada pengguna komputer di Alexandria
menemukan bahwa pendidikan kesehatan melalui pemberian pedoman
ergonomis penggunaan komputer secara signifikan meningkatkan
pengetahuan responden tentang cara penggunaan komputer yang
aman dari 33,70% menjadi 85,40%. Pada penelitian ini, penggunaan
114
komputer secara ergonomis juga dimasukkan dalam materi ceramah
dengan bantuan media pembelajaran.
Salah satu kunci keberhasilan metode ceramah adalah dengan
menggunakan alat-alat bantu (media) pembelajaran semaksimal
mungkin. Kriteria pemilihan media yang paling utama adalah harus
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin
dicapai (Kholid, 2012). Pemilihan media slide pada metode ceramah
dimaksudkan untuk merangsang visual dan auditori responden
sehingga mereka mudah menyerap materi CVS.
Metode ceramah disajikan oleh pemateri dengan menonjolkan
pokok-pokok materi sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin
dicapai. Pada akhir pembelajaran disediakan pula sesi tanya jawab
mengenai materi yang diberikan dan beberapa siswa menanyakan
berbagai hal yang masih kurang dipahaminya terkait dengan masalah
kesehatan penggunaan komputer.
Meningkatnya rata-rata skor pengetahuan responden tentang
computer vision syndrome setelah mendapatkan ceramah sejalan
dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya. Penelitian yang
dilakukan pada 200 mahasiswa kedokteran di Fayoum University Mesir
tentang perawatan pranikah menunjukkan adanya peningkatan secara
signifikan skor pengetahuan responden (62.44 menjadi 69.37 dengan
nilai p = 0.001) setelah mendapatkan pendidikan kesehatan metode
ceramah dengan durasi satu jam (Azeem et al, 2011). Hasil penelitian
115
Nederifar et al di Iran pada Tahun 2008 juga menunjukkan bahwa ada
perbedaan signifikan skor pengetahuan responden setelah
mendapatkan metode ceramah, rata-rata skor pengetahuan responden
pada saat pre test adalah 8,1 dan meningkat menjadi 12,27 pada saat
post test.
Penelitian yang dilakukan oleh Pulungan (2007) di Sumatera Utara
untuk melihat pengaruh ceramah terhadap peningkatan pengetahuan
dan sikap dokter kecil dalam pemberantasan sarang nyamuk demam
berdarah menunjukkan adanya peningkatan nilai rerata pengetahuan
responden dari 13,17 menjadi 18,87 (p = 0,001). Penelitian lain yang
dilakukan oleh Hastuti dan Adriyani tahun 2010 juga menunjukkan ada
pengaruh pendidikan kesehatan gigi menggunakan ceramah dan
metode demonstrasi dalam meningkatkan pengetahuan tentang
kesehatan gigi pada siswa (p= 0,0001).
2. Pengaruh metode demontrasi terhadap pengetahuan
Metode demonstrasi merupakan metode pembelajaran yang
memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta mengenai suatu
proses, situasi, atau benda tertentu baik berupa benda sebenarnya
maupun hanya sekedar benda tiruan (Sudjana, 2011). Metode ini telah
terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan pada beberapa
penelitian sebelumnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh metode
demonstrasi terhadap peningkatan rata-rata skor pengetahuan
116
responden tentang computer vision syndrome setelah intervensi (p =
0,000). Perbandingan hasil post test antara kelompok demonstrasi dan
kelompok kontrol juga dilakukan untuk mengetahui bahwa peningkatan
skor pengetahuan responden betul-betul karena pengaruh metode
demontrasi. Meskipun skor pengetahuan kedua kelompok sama-sama
meningkat, namun hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada
perbedaan signifikan rata-rata skor pengetahuan antara kedua
kelompok tersebut pada saat pelaksanaan post test (p = 0,000).
Peningkatan skor pengetahuan kelompok demonstrasi lebih tinggi
(48,9%) dibanding kelompok kontrol (7,3%) sehingga dapat disimpulkan
bahwa peningkatan skor pengetahuan karena adanya pengaruh
metode demonstrasi.
Meningkatnya skor pengetahuan responden setelah mendapatkan
metode demonstrasi tidak terlepas dari kelebihan metode ini. Melalui
metode demontrasi, verbalisme dapat dihindari karena peserta
langsung memperhatikan bahan pelajaran/ materi yang dijelaskan,
proses pembelajaran lebih menarik, sebab siswa tidak hanya
mendengar tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi, dengan
pengamatan secara langsung maka peserta dapat membandingkan
antara teori dan kenyataan sehingga mereka akan meyakini kebenaran
materi yang disampaikan.
Efektifitas metode demontrasi menggunakan video juga terlihat
pada penelitian Goldstain et al (2006). Pada penelitian tersebut media
117
video disajikan kepada penderita low vision untuk melihat efeknya
terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap responden terhadap
terapi yang dijalaninya. Setelah intervensi terjadi peningkatan secara
signifikan pada pengetahuan responden (p = 0,001). Hasil yang sama
juga ditunjukkan pada penelitian lain yang dilakukan oleh Jahan et al
(2009) di Iran dimana penggunaan media audio visual menggunakan
film juga meningkatkan skor rata-rata pengetahuan secara signifikan
(p=0,003).
Hasil penelitian ini sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan
oleh Wibawa pada tahun 2007 yang menunjukkan bahwa penggunaan
metode demonstrasi berhasil memberikan peningkatan pengetahuan
tentang penyakit DBD sebesar 58,97%.
3. Pengaruh metode ceramah terhadap sikap
Teori Rosenberg menyatakan bahwa pengetahuan dan sikap
berhubungan secara konsisten. Bila komponen kognitif (pengetahuan)
berubah maka akan diikuti pula dengan adanya perubahan sikap
(Hutauruk, 2009). Sesuai dengan teori tersebut, peningkatan skor
pengetahuan responden pada penelitian ini setelah intervensi metode
ceramah diikuti pula oleh peningkatan skor sikapnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh metode
ceramah terhadap peningkatan rata-rata skor sikap responden tentang
computer vision syndrome setelah dilaksanakannya metode ceramah (p
118
= 0,000). Meningkatnya skor sikap karena pengaruh intervensi ceramah
dibuktikan pula melalui perbandingan hasil post test antara kelompok
ceramah dan kelompok kontrol yang tidak diberi intervensi apapun.
Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang
menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan rata-rata skor sikap
responden antara kelompok ceramah dan kelompok kontrol pada saat
pelaksanaan post test. Peningkatan rata-rata skor sikap kelompok
ceramah lebih tinggi (47,6%) dibanding kelompok kontrol (6,4%)
sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan skor sikap karena
adanya pengaruh metode ceramah.
Metode ceramah pada dasarnya digolongkan sebagai metode
didaktik yaitu metode pembelajaran satu arah (one way method)
dimana hanya pendidik/pemateri yang aktif dan peserta hanya bersifat
pasif (Machfoedz dan Suryani, 2009). Keterbatasan tersebut
menyebabkan sulit untuk menilai sejauh mana tingkat pemahaman
peserta, sehingga dalam penelitian ini metode ceramah dilaksanakan
secara dua arah dengan memberi kesempatan kepada peserta
menanyakan materi yang belum dimengerti.
Metode ceramah dalam penelitian ini berhasil meningkatkan skor
sikap responden secara signifikan. Hal ini tidak terlepas dari
penguasaan materi dan penggunaan alat bantu semaksimal mungkin
oleh pemateri. Meskipun ceramah merupakan metode yang tradisional
dan sering dianggap sebagai metode yang membosankan, namun hal
119
ini diatasi dengan penggunaan media slide dengan warna dan gambar
yang menarik serta bahasa yang mudah dimengerti, hal ini terlihat dari
antusias peserta dalam mengikuti materi.
Penelitian untuk melihat pengaruh metode ceramah terhadap sikap
telah banyak dilakukan sebelumnya, salah satunya adalah penelitian
yang dilakukan oleh Mahmoodabad et al (2008). Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa ada peningkatan skor sikap secara
signifikan (p = 0,001) dalam pencegahan Brucellosis pada siswa SMA
di Iran setelah mendapatkan pendidikan kesehatan metode ceramah
dan media slide. Penelitian lain yang dilakukan di Mesir juga
memperlihatkan hal yang sama dimana skor sikap responden
meningkat pula secara signifikan (p = 0.001) setelah mendapat metode
ceramah dengan durasi satu jam (Azeem et al, 2011).
Hasil di atas sejalan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pulungan (2007) di Sumatera Utara untuk melihat pengaruh ceramah
terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap dokter kecil dalam
pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah. Metode ceramah
dalam penelitian tersebut berhasil meningkatkan nilai rerata sikap
responden dari 12,95 menjadi 17,52 (p = 0,001).
4. Pengaruh metode demontrasi terhadap sikap
Penanaman ide, kepercayaan, dan konsep tentang pentingnya
mempelajari efek penggunaan komputer dan bagaimana menggunakan
120
komputer secara ergonomis disajikan dalam bentuk demonstrasi baik
melalui media video maupun dengan peragaan langsung. Metode
demontrasi telah terbukti efektif dalam meningkatkan sikap positif
responden terhadap suatu objek pada beberapa penelitian sebelumnya,
melalui metode ini siswa dapat mencari jawaban dengan usaha sendiri
berdasarkan fakta atau data yang benar (Sudjana, 2011).
Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya pengaruh metode
demonstrasi terhadap peningkatan rata-rata skor sikap responden
tentang computer vision syndrome setelah dilaksanakannya intervensi
(p = 0,000). Meningkatnya skor sikap karena pengaruh intervensi
demonstrasi dibuktikan pula melalui perbandingan hasil post test antara
kelompok demonstrasi dan kelompok kontrol. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang menunjukkan bahwa ada
perbedaan signifikan rata-rata skor sikap responden antara kelompok
demonstrasi dan kelompok kontrol pada saat pelaksanaan post test.
Peningkatan rata-rata skor sikap kelompok demonstrasi lebih tinggi
(65,5%) dibanding kelompok kontrol (6,4%) sehingga dapat disimpulkan
bahwa peningkatan skor sikap karena adanya pengaruh metode
intervensi yang diberikan. Krostabulasi antara perubahan skor sikap
dan asal sekolah juga menunjukkan bahwa kelompok kontrol yang
berasal dari SMKN I Mandalle mengalami penurunan skor sikap positif
sebesar 28% pada saat post test.
121
Perubahan atau penerimaan perilaku baru yang didasari oleh
pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif akan bersifat lebih
langgeng (long lasting) dibanding perubahan yang terjadi tanpa didasari
oleh pengetahuan dan kesadaran (Notoatmodjo, 2003). Perubahan
sikap terhadap computer vision syndrome dan cara penggunaan
komputer yang ergonomis pada kelompok intervensi diharapkan akan
bersifat lebih langgeng karena didasari oleh kesadaran dan ketertarikan
siswa terhadap materi yang telah diterima.
Pemilihan metode demonstrasi dengan media video cocok
digunakan sebagai salah satu metode pendidikan kesehatan bagi siswa
di sekolah. Media ini dapat memberikan realita yang mungkin sulit
direkam kembali oleh mata dan pikiran sasaran, serta dapat memacu
diskusi mengenai sikap dan perilaku (Arsyad, 2004).
Oishi (2007) dan Hoover (2006) menyatakan bahwa media video
dapat menarik perhatian siswa dan memotivasi mereka untuk belajar.
Menampilkan video di awal pelajaran dapat menstimulasi diskusi dan
menunjukkan relevansi topik yang akan dibicarakan dengan kehidupan
siswa sendiri (Bennet and Maniar, 2007).
Pelaksanaan metode demonstrasi dalam penelitian ini mengikuti
teori di atas yaitu mengawali sesi pembelajaran dengan pemutaran
video tentang computer vision syndrome selama 15 menit dilanjutkan
dengan pembagian dan diskusi kelompok selama 5 menit, peragaan
masing-masing anggota kelompok selama 25 menit dan 15 menit
122
terakhir digunakan untuk kegiatan diskusi dan evalusi isi video.
Responden pada kelompok demonstrasi terlihat antusias pada saat
mengikuti materi dan mendemonstrasikan kembali apa yang dilihat
pada gambar di video.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Jahan et al (2009) di Iran, dimana hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa penggunaan media audio visual menggunakan film hanya
berhasil meningkatkan skor rata-rata pengetahuan (p=0,003) namun
tidak pada skor sikap (p = 0.084). Hal yang sebaliknya ditemukan pada
penelitian yang dilakukan Wibawa (2007), dimana penggunaan metode
demonstrasi dalam penelitian tersebut juga berhasil memberikan
perbaikan sikap positif siswa terhadap penyakit DBD sebesar 29,68%.
Penelitiah lain yang dilakukan oleh Kapti di Depok Tahun 2007
untuk melihat efektifitas audiovisual sebagai media penyuluhan
kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap menggunakan
media video juga menunjukkan hal yang sama yaitu ada peningkatan
signifikan rata-rata nilai sikap responden setelah pelaksanaan
intervensi (p=0,000).
5. Perbandingan pengaruh metode ceramah dan metode demonstrasi terhadap pengetahuan siswa dalam pencegahan computer vision syndrome
Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau
usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat,
123
kelompok atau individu dengan harapan mereka dapat memperoleh
pengetahuan yang lebih baik tentang kesehatan dan pada akhirnya
dapat berpengaruh pada perilakunya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi berhasil tidaknya suatu pendidikan kesehatan yaitu:
metode yang digunakan, pendidik/ petugas yang melakukan, dan
media/ alat peraga pendidikan yang digunakan (Notoatmodjo, 2003).
Hasil beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ada
perbedaan peningkatan skor pengetahuan responden setelah
mendapatkan intervensi dengan metode yang berbeda. Penelitian ini
juga menggunakan dua jenis metode pembelajaran dengan media yang
berbeda. Metode pertama berupa metode ceramah menggunakan
media slide dan metode kedua berupa demontrasi dengan media video.
Kedua metode ini diberikan pada kelompok responden yang berbeda
untuk mengetahui bagaimana perbedaan pengaruh keduanya terhadap
pengetahuan dan sikap responden.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan
(p = 0,004) rata-rata skor pengetahuan responden antara yang
mendapatkan metode ceramah dengan metode demonstrasi setelah
intervensi. Pengujian perbedaan hasil tersebut dilakukan pula
menggunakan Uji One Way-ANOVA dan didapatkan adanya perbedaan
signifikan rata-rata peningkatan skor pengetahuan responden pada
ketiga kelompok penelitian setelah pos test (p=0,000).
124
Analisis lebih lanjut melalui Post Hoc Test dengan menggunakan uji
Bonferroni membuktikan bahwa kelompok yang berbeda secara
signifikan untuk variabel pengetahuan adalah antara kelompok
ceramah dan kelompok demonstrasi (p = 0,039), antara kelompok
ceramah dan kelompok kontrol (p = 0,000), dan antara kelompok
demonstrasi dan kelompok kontrol (p = 0,000). Perbedaan skor
pengetahuan antara kelompok ceramah dan kelompok demonstrasi
dapat dilihat pada perbandingan hasil pre test dan post testnya, dimana
peningkatan rata-rata skor pengetahuan responden pada kelompok
ceramah lebih tinggi dibanding kelompok demonstrasi. Skor
pengetahuan pada kelompok metode ceramah meningkat sebesar 85%
sedangkan pada kelompok metode demonstrasi meningkat hanya
sebesar 48,9%.
Peningkatan rata-rata skor pengetahuan yang lebih tinggi pada
kelompok ceramah dibanding kelompok demonstrasi diasumsikan
karena adanya beberapa kelebihan yang dimiliki metode tersebut.
Kelebihan metode ceramah dibanding metode demontrasi yaitu: pada
metode ceramah materi dapat disajikan secara lebih luas, artinya
materi yang banyak dapat dirangkum dan dijelaskan pokok-pokoknya
dalam waktu yang singkat, penanaman tentang pengertian lebih mudah
diberikan, pemateri dapat mengontrol materi mana yang perlu
ditonjolkan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai
serta melalui metode ini keadaan kelas dapat dengan mudah dikontrol.
125
Selain itu, metode ini merupakan metode yang paling banyak
digunakan dalam kelas pembelajaran di sekolah sehingga anak-anak
sudah mampu beradaptasi dengan baik.
Metode ceramah yang digunakan dalam penelitian ini berupa
komunikasi dua arah dimana pemberian materi dilakukan secara tatap
muka sehingga pemateri dapat secara langsung mengetahui respon
siswa dan terjadi interaksi timbal balik berupa diskusi tanya jawab.
Selain itu untuk menghindari kebosanan responden dalam penerimaan
materi maka metode ini dilengkapi pula dengan penggunaan slide.
Bandler dalam Accelerated Learning for the 21st Century
menyatakan bahwa ada tiga gaya belajar dan komunikasi, yaitu: visual
yakni belajar melalui melihat sesuatu, auditori yaitu belajar melalui
mendengar sesuatu, dan kinestetik yaitu belajar melalui aktivitas fisik
dan keterlibatan langsung (Pasaribu, 2005). Penelitian ini mencoba
melibatkan lebih banyak panca indera peserta dalam penerimaan
materi.
Penyampaian ceramah dengan bantuan slide menggunakan
bahasa dan gambar yang menarik diharapkan dapat merangsang visual
dan auditori peserta, sehingga secara kinestik mereka mau terlibat
langsung pada saat diskusi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian
Stegeman and Zydney (2010) yang melakukan kajian literatur dari
berbagai penelitian yang menggunakan multimedia. Mereka
126
menyimpulkan bahwa penggunaan multimedia bermanfaat dalam
melengkapi gaya mengajar tradisional (Roberts, 2012).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmiastuty (2003) juga
menemukan adanya perbedaan signifikan (p = 0,000) rata-rata skor
pengetahuan responden antara yang mendapatkan metode ceramah
tanya jawab dengan metode demonstrasi berupa peragaan dalam
bentuk simulasi, namun pada penelitian tersebut peningkatan rata-rata
skor pengetahuan responden terlihat lebih tinggi pada kelompok yang
mendapatkan demonstrasi berupa simulasi (29,43) dibanding kelompok
metode ceramah (25,47) pada saat post test.
Peningkatan skor pengetahuan yang lebih tinggi pada kelompok
ceramah pada penelitian ini tidak terlepas pula dari karakteristik
sekolah, meskipun ketiga sekolah yang terpilih sebagai tempat
penelitian berstatus sebagai sekolah negeri dan sama-sama terletak di
kecamatan, namun sekolah (SMKN I Bungoro) tempat dilaksanakannya
intervensi metode ceramah merupakan sekolah menengah kejuruan
yang paling pertama dibangun diantara kedua sekolah lainnya. Sekolah
ini juga memilki tenaga pengajar yang lebih banyak. Jumlah tenaga
pengajar di sekolah ini sebanyak 90 orang, sedangkan di SMKN I
Minasate’ne dan SMKN I Mandalle masing-masing hanya sebanyak 38
orang dan 25 orang. Jumlah tenaga pengajar yang lebih banyak akan
memberi kesempatan yang lebih besar kepada siswa untuk
menanyakan berbagai informasi yang didapatkannya dari luar sekolah.
127
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kahar (2003) yang menemukan bahwa ada peningkatan signifikan (p =
0,000) rata-rata pengetahuan responden tentang upaya pencegahan
dini skoliosis setelah intervensi metode ceramah dan metode
demonstrasi. Skor rata-rata pengetahuan kelompok metode ceramah
(10,16 pada saat pre test meningkat menjadi 11,68 pada saat post test)
lebih tinggi dibanding metode demonstrasi (10,84 pada saat pre test
meningkat menjadi 11,48).
6. Perbandingan pengaruh metode ceramah dan metode demonstrasi terhadap sikap siswa dalam pencegahan computer vision syndrome
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan dalam
berinteraksi atau berkomunikasi dengan peserta didik (Sudjana, 2011).
Pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif bila ditunjang dengan
penggunaan media yang tepat.
Heinich (2002) menyatakan bahwa dunia pendidikan telah
mencatat penggunaan media dan teknologi berpengaruh banyak dalam
pendidikan dan menawarkan banyak kemungkinan untuk terjadinya
peningkatan kegiatan belajar. Keberadaan media penting dalam
memfasilitasi komunikasi antara sumber informasi dan penerima
informasi. Bentuk media dapat berupa: teks, gambar, video, televisi,
internet, dan buku (Handayani, L. dan Ristrini. 2010).
128
Penggunaan metode dan media yang berbeda dapat berpengaruh
pada perbedaan pengetahuan dan sikap yang dihasilkannya, namun
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan
rata-rata skor sikap responden antara kelompok ceramah dan
kelompok demonstrasi baik pada saat pre test (p = 0,277) maupun post
test (p = 0,593). Meskipun demikian, kedua kelompok ini mengalami
peningkatan skor sikap dibanding kelompok kontrol.
Uji Post Hoc Test dengan menggunakan uji Bonferroni
memperlihatkan bahwa ada perbedaan signifikan peningkatan skor
sikap antara kelompok ceramah dan kelompok kontrol (p = 0,000 <
0,05) dan antara kelompok demonstrasi dan kelompok kontrol (p =
0,000 < 0,05), namun antara kelompok ceramah dan kelompok
demonstrasi didapatkan nilai p = 1,000.
Perbedaan peningkatan skor sikap antara kelompok ceramah dan
kelompok demonstrasi dapat dilihat pada perbandingan hasil pre test
dan post testnya, dimana peningkatan rata-rata skor sikap responden
pada kelompok demonstrasi lebih tinggi dibanding kelompok ceramah
meskipun secara statistik perbedaannya tidak signifikan. Rata-rata skor
sikap pada kelompok metode demonstrasi meningkat sebesar 65,5%
sedangkan pada kelompok metode ceramah meningkat hanya sebesar
47,6%
Peningkatan rata-rata skor sikap yang lebih tinggi pada kelompok
demonstrasi dibanding kelompok ceramah tidak terlepas dari pengaruh
129
media pembelajaran yang digunakan. Penggunaan alat bantu visual
berupa video pada kelompok demonstrasi selain mempermudah
penerimaan informasi juga dapat merangsang kesadaran (awareness)
dan ketertarikan (interest) responden terhadap stimulus yang diberikan
sehingga pada akhirnya mereka dapat bersikap postif dan mau
mencoba serta mengadopsi penggunaan komputer secara ergonomis
dalam rangka pencegahan computer vision syndrome.
Metode demonstrasi juga memperagakan langsung materi
computer vision syndrome di ruangan pembelajaran. Kelompok
demonstrasi melibatkan lebih banyak indra yaitu melihat, mendengar
dan memperagakan dibandingkan metode ceramah yang hanya melihat
dan mendengarkan saja.
Penelitian para ahli indera menemukan bahwa mata merupakan
saluran informasi pengetahuan utama ke otak. Kurang lebih 75%
sampai 87% pengetahuan manusia diperoleh/ disalurkan melalui mata
dan hanya 13% sampai dengan 25% melalui indera lainnya. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa alat-alat visual akan lebih mempermudah
penyampaian dan penerimaan informasi (Machfoedz dan Suryani,
2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al Tahun 2006 untuk
melihat efektivitas video interaktif terhadap pembelajaran yang
dibandingkan metode ceramah menunjukkan bahwa media video
130
secara signifikan lebih bermakna dalam menarik minat belajar siswa (p
= 0,001).
Media pembelajaran yang menarik akan disenangi oleh peserta
didik mengingat usia mereka yang masih tergolong dalam usia remaja.
Rata-rata umur responden pada ketiga kelompok penelitian adalah 15
tahun. Umur 14 s/d 17 tahun merupakan masa yang paling menarik
dan menantang dalam kehidupan seorang anak remaja. Masa
peralihan dari SMP ke SMA. Mereka haus akan pengalaman dan
informasi sehingga penggunaan metode dan media pembelajaran yang
tepat akan berdampak pada minat belajar mereka.
Syah (2005) menyatakan bahwa pada umur 7-15 tahun, anak-anak
berada dalam tahap membina sikap terhadap diri sendiri, kelompok,
atau masyarakat, belajar memainkan peran serta kesadaran atas
kemampuan diri, sehingga pengetahuan dan sikap akan mudah diubah
dengan memberi perlakuan yang tepat sesuai kebutuhan mereka.
Belajar pada tahap ini cukup representatif mempengaruhi
perkembangan usia selanjutnya (Wibawa, 2007).
Responden perempuan pada kelompok demonstrasi juga lebih
banyak (64%) dibanding laki-laki dimana peningkatan rata-rata skor
sikap terlihat lebih tinggi pada responden perempuan. Hal ini
diasumsikan karena perempuan pada umumnya lebih tekun dalam
mempelajari sesuatu. Responden perempuan pada kelompok
demonstrasi terlihat lebih antusias dalam kegiatan peragaan posisi-
131
posisi ergonomis di depan komputer dan mereka pun aktif bertanya dan
mengeluarkan pendapat pada saat diskusi evaluasi peragaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Amilasan (2010) juga menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan signifikan skor sikap responden terhadap
kesehatan reproduksi antara kelompok yang diberi intervensi ceramah
dan intervensi video (p=0,426), namun pada penelitian tersebut
peningkatan skor sikap responden pada kelompok ceramah lebih tinggi
dibanding kelompok demonstrasi.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Sulastri (2012) di SMAN 9
Balikpapan sejalan dengan hasil penelitian ini. Penelitian tersebut
membandingkan dua metode yaitu penyuluhan kesehatan
menggunakan video SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) dan
penyuluhan kesehatan tanpa video dan setelah intervensi ditemukan
adanya perbedaan skor sikap pada kedua kelompok penelitian dimana
kelompok yang menggunakan video rerata sikapnya (33,46) lebih besar
dibanding yang tanpa video (25,94).
7. Keterbatasan Penelitian
a. Dalam penelitian ini tidak dilakukan Uji coba kelayakan secara
khusus tehadap video CVS yang digunakan sehingga sulit untuk
mengukur sejauh mana tingkat pemahaman audiens terhadap isi
video sebelum penelitian dilaksanakan.
132
b. Tidak adanya modul standar yang khusus tentang CVS sehingga
materi yang diberikan dalam penelitian baik dalam bentuk makalah,
video maupun slide berdasarkan kumpulan referensi yang diperoleh
peneliti dari berbagai sumber.
c. Tidak dilakukannya replikasi intervensi baik dengan metode
ceramah maupun metode demonstrasi sehingga mengurangi
validitas internal penelitian karena keterbatasan waktu dan biaya
penelitian.
d. Terdapatnya beberapa hari libur dan jadwal ujian pada saat
pelaksanaan penelitian sehingga jadwal awal yang telah
direncanakan harus menyesuaikan kembali dengan jadwal
pembelajaran di sekolah.
133
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat ditarik
beberapa kesimpulan:
1. Ada pengaruh metode ceramah terhadap pengetahuan siswa dalam
pencegahan computer vision syndrome di SMKN I Bungoro Kabupaten
Pangkep, artinya metode ceramah efektif dalam meningkatkan
pengetahuan tentang computer vision syndrome
2. Ada pengaruh metode demonstrasi terhadap pengetahuan siswa dalam
pencegahan computer vision syndrome di SMKN I Minasate’ne
Kabupaten Pangkep, artinya metode demonstrasi efektif dalam
meningkatkan pengetahuan tentang computer vision syndrome
3. Ada pengaruh metode ceramah terhadap sikap siswa dalam
pencegahan computer vision syndrome di SMKN I Bungoro Kabupaten
Pangkep, artinya metode ceramah efektif dalam meningkatkan sikap
tentang computer vision syndrome
4. Ada pengaruh metode demonstrasi terhadap sikap siswa dalam
pencegahan computer vision syndrome di SMKN I Minasate’ne
Kabupaten Pangkep, artinya metode demonstrasi efektif dalam
meningkatkan sikap tentang computer vision syndrome
134
5. Metode ceramah lebih berpengaruh dibanding metode demonstrasi
terhadap pengetahuan siswa dalam pencegahan computer vision
syndrome
6. Metode demonstrasi lebih berpengaruh dibanding metode ceramah
terhadap sikap siswa dalam pencegahan computer vision syndrome.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan observasi di lapangan, maka peneliti
menyarankan beberapa hal berikut:
1. Pendidikan kesehatan tentang computer vision syndrome dengan
menggunakan metode ceramah dan metode demonstrasi dapat
dijadikan pilihan dalam meningkatkan perilaku pencegahan computer
vision syndrome pada siswa khususnya di SMKN Kabupaten Pangkep
2. Pihak sekolah sebaiknya memasukkan pendidikan kesehatan tentang
computer vision syndrome dalam kurikulum pembelajaran dan diberikan
secara berkala di sekolah khususnya pada sekolah menengah kejuruan
yang mata pelajarannya banyak terkait dengan penggunaan komputer
3. Departemen Kesehatan sebaiknya mengembangkan modul tentang
computer vision syndrome sebagai acuan bagi para praktisi kesehatan
dalam meningkatkan program promosi kesehatan khususnya
kesehatan mata pengguna komputer baik di kalangan pelajar, pekerja,
maupun masyarakat umum
135
4. Perlu adanya replikasi penelitian menggunakan metode ceramah dan
metode demonstrasi terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap
tentang computer vision syndrome atau dengan mengkombinasikan
kedua metode tersebut agar lebih efektif dalam mengukur peningkatan
pengetahuan dan sikap tentang computer vision syndrome
5. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai berbagai metode
pendidikan kesehatan yang tepat dalam meningkatkan perilaku
pencegahan computer vision syndrome.
136
DAFTAR PUSTAKA
Abdi, Saber. 2007. Asthenopia in Children. Karolinska Institute, Stockholm Sweden. Documenta Optalmologica. III: 65-72.
Affandi, E.S. 2005. Sindrom Penglihatan Komputer (Computer Vision
Syndrome). Majalah Kedokteran Indonesia. Vol. 55. 3: 297-300. Amali, L.N. 2008. Pendekatan Ergonomi Untuk Mengurangi Gangguan
Kesehatan Akibat Penggunaan Komputer. Jurnal Teknik.Vol.6. 2: 207-219.
Amalia, H., Suardana, G.G. dan Artini, W. 2010. Accomodative
Insufficiency as Cause of Asthenopia in Computer-Using Students. Universa Medica. Vol. 29. 2: 78-82.
Amilasan, A.T. 2010. The Effect of Film Showing with Interactive
Discussions Versus Lecture Regarding Adolescent Reproductive Health on the Knowledge, Attitude and Skills of 4th Year High School Students in Kabasalan Zamboanga Sibugay. The Faculty of Ateneo De Zamboanga University School of Medicine
Amiruddin, R. 2011. Peranan Epidemiologi dalam Perencanaan
kesehatan. (online), (http://ridwanamiruddin.com/2011/03/03/peranan-epidemiologi) dalam-perencanaan-kesehatan/), diakses 21 Mei 2013.
Azeem, S.T. A., Elsayed, E.T., Sherbiny, N.A,E.K and Ahmed, L.A.E.
2011. Promotion of knowledge and attitude towards premarital care: An interventional study among medical student in Fayoum University. Journal of Public Health and Epidemiology. Vol. 3(3): 121-128.
Bali, J. Navin, N. And Thakur, B.R. 2007. Computer Vision Syndrom : A
study of Knowledge, attitudes and practice in Indian opthalmologist. Indian Journal Opthalmol. Vol.55. 4:289-94.
Bennet, E. and Maniar, N. 2007. Are videoed lectures an effective
teaching tool?. UK: Department of Creative Technologies, University of Portsmouth.
Bhanderi, D.J., Choudhary, S. and Doshi, V.G. 2008. A Community-Based
Study of Asthenopia in Computer Operators. Indian Journal Ophthalmology. 56(1): 51–55.
137
Darmiastuty, M. 2003. Efektifitas Metode Ceramah Tanya Jawab dan Simulasi dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Pencegahan Dini Penyalahgunaan Narkoba pada Remaja SLTP I Borobudur Kabupaten Magelang. Semarang: Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro
Das, B. and Ghosh, T. 2010.Assesment of Ergonomical and Occupational
Health Related Problems among VDT Workers of West Bengal, India. Asian Journal of Medical Sciences. 1: 26-31.
Dewi, Y.K., Sitorus, R.J. dan Hasyim H. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata pada Operator Komputer di Kantor Samsat Palembang Tahun 2009. Fakultas Kesehatan Masyarakat-Universitas Sriwijaya.
Dehghani, Tavakoli,M., Akhlaghi, M., Naderi,A. and EslamiA,F. 2008.
Prevalence of Ocular Sympton and Sign among Professional Computer Users in Asfhan, Iran. JRMS. Vol. 13. 6: 303-307.
Department of Labour New Zealand. 2010. Guidelines for using
computers-Preventing and managing discomfort, pain and injury Computer.(online),(http://www.osh.dol.govt.nz/order/catalogue/computers.shtml), diakses 21 Januari 2013.
Edema, O.T. and Akwukwuma. 2010. Asthenopia and Use of Glasses
among Visual Display Terminal (VDT) Users. Int. J. Trop. Med. 5 (2): 16-19.
Goldstein, R.B, Dugan, E., Trachtenberg, F. and Peli, E. 2006. The
Impact of a Video Intervention on the Use of Low Vision Assistive Devices. Boston: Harvard Medical School
Handayani, L. dan Ristrini. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran
Kesehatan Menggunakan Multimedia terhadap Perubahan Pengetahuan dan Sikap Siswa SLTP Terkait Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. Vol. 13 (4): 334–343.
Hanum, I. F. 2008. Efektifitas Penggunaan Screen pada Monitor Komputer
untuk Mengurangi Kelelahan mata Pekerja Call Centre di PT Indosat NSR tahun 2008. Medan: Pasca sarjana-Universitas Sumatera Utara. USU Respiratory.
Hastuti, S. dan Andriyani, A. 2010. Perbedaan Pengaruh Pedidikan
Kesehatan Gigi dalam Meningkatkan Pengetahuan tentang
138
Kesehatan Gigi pada Anak di SD Negeri 2 Sambi Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali. Gaster. Vol. 7. 2: 624 – 632.
Hendra dan Octaviani, .D.F. 2007. Keluhan Kesehatan Akibat
Penggunaan Laptop pada Mahasiswa FKM UI. Fakultas Kesehatan masyarakat-Universitas Indonesia.
Hidayati, A. Salawat,T. dan Istiana, S. 2011. Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Melalui Metode Ceramah dan Demonstrasi dalam Meningkatkan Pengetahuan tentang Kanker Payudara dan Ketrampilan Praktik Sadari (Studi Pada Siswi Sma Futuhiyyah Mranggen Kabupaten Demak). Surabaya: Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan-Universitas Muhammadiyah Semarang Kedungmundu Raya.
Hutauruk, M. R. 2009. Hubungan antara Pengetahuan dengan Sikap Orangtua tentang Kelainan Refraksi pada Anak. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Ibrahim, Zaim. 2011. Pengaruh Radiasi Layar Monitor Komputer terhadap
Kesehatan. Universitas Negeri Surabaya. (online), (http://elearning.unesa.ac.id), diakses 21 Januari 2013.
Ihemedu, C.O. and Omolase, C.O. 2010. The Level of Awareness and
Utilization of Computer Shields among Computer Users in a Nigerian Community. Asian Journal of Medical Science. 1: 49-52.
Jahan, R., Ghaffari, Tavakoli, R. and Rafati. 2009. The Impact of Group
Discussion and Film on Promoting Knowledge and Attitudes about HIV/AIDS in Medical University Students: A Comparing Study. World Applied Sciences Journal. 6 (7): 961-965.
Kahar, M. 2003. Pengaruh Efektifitas Metode Ceramah dan Demonstrasi
pada Peningkatan Pengetahuan Guru terhadap Upaya Pencegahan Dini Skoliosis Murid Sekolah Dasar. Makassar: Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.
Kapti, R.E. 2010. Efektifitas Audiovisual sebagai Media Penyuluhan
Kesehatan terhadap Peningkatan Pengetahuan dan sikap Ibu dalam Tatalaksana Balita dengan Diare di Dua Rumah Sakit Kota Malang. Depok: Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Kholid, A. 2012. Promosi Kesehatan: Dengan Pendekatan Teori Perilaku,
Media, dan Aplikasinya untuk Mahasiswa dan Praktisi Kesehatan. Jilidi I. Jakarta: Rajawali Press.
139
Kholiq, H.M. Analisa Nilai Pencahayaan Proses Belajar Sekolah Dasar di
Malang, 2007. Malang: Teknik Industri-Universitas Muhammadiyah Malang.
Koesyanto, H. 2006. Pengaruh Penerangan Dan Jarak Pandang Pada
Komputer Terhadap Kelelahan Mata. Jurnal Kesmas. Vol.1 No.2. Kozein. 2009. Impact of computer use on children’s vision. Hippokratia.
Vol. 13. 4: 230-231 Machfoedz, I. dan Suryani, E. 2009. Pendidikan Kesehatan Bagian dari
Promosi Kesehatan. Jilid VII. Yogyakarta: Fitramaya. Megwas, A.U. and Agusboshim, R.C. 2009. Visual Symptoms among Non-
Presbyopic Video Display Terminal (VDT) Operators in Owweri, Nigeria. JNOA. Vol. 15: 33-36.
Mahmoodabad, S.S.M., Barkhordari, A., Nabizadeh, M. and Ayatollahi, J. 2008. The Effect of Health Education on Knowledge, Attitude and Practice (KAP) of High School Students' Towards Brucellosis in Yazd. World Applied Sciences Journal. 5 (4): 522-524.
Mujaddidi, H. R. A. 2012. Analisis Faktor-Faktor terhadap Kejadian
Computer Vision Syndrome (CVS) pada Pekerja Layout Editor di CV. “X” Tembalang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 1. 2:731 – 737.
Murtopo, I. dan Sarimurni. 2005. Pengaruh Radiasi Layar Komputer
Terhadap Kemampuan Daya Akomodasi Mata Mahasiswa Pengguna Komputer Di Universitas Muhamadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi. Vol.6. 2: 153-163.
Naderifar, Akbarizadeh, and Bayat. 2008. The impact of lecturing and
video playing methods (lecturing and video playing) on the knowledge of third grade male students about prevention of accidents and injuries in Zahedan. Journal of Jahrom University of Medical Sciences. Vol. 9. (4): 41-47
Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Jilid II. Jakarta : Rineka Cipta. ___________________. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jilid
I. Jakarta : Rineka Cipta. ___________________. 2010. Promosi Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
140
Pasaribu. H.E.R. 2005. Perbandingan Penyuluhan Kesehatan Metode Ceramah Tanya Jawab dengan Penyuluhan Kesehatan Menggunakan Buku Kecacingan dalam Mencegah Reinfeksi Ascaris lumbricoides pada Anak Sekolah Dasar. Semarang: Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro
Pulungan, R. 2007. Pengaruh Metode Penyuluhan Terhadap Peningkatan
Pengetahun Dan Sikap Dokter Kecil dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah (PSN DBD) di Kecamatan Helvetia Tahun 2007. Medan: Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
Rahman, Z.A. and Sanip, S. 2011. Computer User : Demographic and
Computer Related Factors that Predispose User to Get Computer Vision Syndrom. International Journal of Business, Humanities and Technology. Vol. 1. 2: 84-91
Riyani. 2011. Keselamatan Kerja Pengguna Komputer. (online),
(http://riyani87.files.wordpress.com/2011/12/keselamatan-kerja-penggunaan-komputer1.pdf), diakses 12 Februari 2013.
Riyanto, A. 2010. Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Jilid III.
Yogyakarta: Mulia Medika. Rosenfield. 2011. Computer Vision Syndrome: A Review of Ocular
Causes and Potential Treatments. OPO The Journal of The Collage of Ophthometrists. 31: 502–515
Roberts, A. 2012. Beyond the Lecture: Interactive Strategies in the Health
Profession Education Curriculum. Journal of Career and Technical Education. Vol. 27 (1): 48-55
Seneviratne, D.R.D.A., Sewwandi, G.K.K. and Sharmilee, S. 2007. Visual
and Musculosceletal Problems among Video Display Terminal (VDT) Operators and The Ergonomic and Working Conditions. Colombo: Faculty of Medicine- University of Colombo.
Sharma, A.K., Khera, S. and Khandekar, J. 2006. Computer Related
Health Problems among Information Technology Proffesionals in Dehli. Indian Journal of Community Medicine. Vol.31. 1: 36-38.
Shrestha, G. S., Mohamed, F.N. and Shah, D.N. 2011. Visual Problems among Video Display Terminal (VDT) Users in Nepal. J Optom. 4 (2): 56-62.
Somahita, T. dan Nugroho, T. 2009 Hubungan antara Sikap dengan
Perilaku Orangtua terhadap Kelainan Refraksi pada Anak.
141
Semarang: Fakultas Kedokteran-Universitas Diponegoro. Sudjana, N. 2011. Teori Belajar untuk Pembelajaran. Jilid IV. Bekasi:
Binamitra Publishing. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dan R & D.
Jilid VIII. Bandung : Alfabeta. Sulastri, Thaha, R.M. dan Russeng, S.S. 2012. Pengaruh Penyuluhan
Kesehatan Menggunakan Video dalam Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) terhadap Perubahan Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri di SMAN 9 Balikpapan Tahun 2012. Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
Talwar, R., Kapoor, R., Puri, K., Bansal, K. and Singh, S. 2009. A Study of
Visual and Musculoskeletal Health Disorders among Computer Proffesionals in NCR Delhi. Indian Journal Community Med. 34(4): 326–328.
Toama, Z., Mohamed, A.A., and Hussein, N.K.A. 2012. Impact of a
Guideline Application on the Prevention of Occupational Overuse Syndrome for Computer Users. Journal of American Science. 8 (2): 265-282
Wibawa, C. 2007. Perbedaan Efektifitas Metode Demonstrasi dengan
Pemutaran Video Tentang Pemberantasan DBD Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Anak SD di Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Vol. 2.2: 115-129.
Wimalasundera, S. 2006. Computer vision syndrome. Galle Medical
Journal. Vol 1. 1: 25-29 Zainuddin. 1988. Metodologi Penelitian. Surabaya. Zhang, D., Zhou, L., Briggs, R.O., and Nunamaker, J.F. 2006. Instructional
video in e-learning: Assessing the Impact of Interactive Video on Learning Effectiveness. Elsevier. Information & Management. 43: 15–27.