146
i PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN CARDIAC ARREST DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD KARANGANYAR SKRIPSI “Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan” Oleh : Berlianti Diah Nawaningrum NIM S11009 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015

PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

i

PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN

CARDIAC ARREST DI INSTALASI GAWAT DARURAT

RSUD KARANGANYAR

SKRIPSI

“Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan”

Oleh :

Berlianti Diah Nawaningrum

NIM S11009

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2015

Page 2: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

ii

Page 3: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

iii

Page 4: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

iv

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmat dan karunia-Nya, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Pengalaman Perawat Dalam Penanganan Cardiac Arrest Di Instalasi

Gawat Darurat RSUD Karanganyar”. Penelitian ini disusun sebagai salah satu

persyaratan dalam menempuh mata ajar skripsi di Program Studi Ilmu

Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. Dalam penyusunan skripsi ini,

peneliti banyak mendapat bimbingan, arahan dan dukungan dari berbagai pihak,

oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.

2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi S1

Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta..

3. Wahyuningsih Safitri, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku pembimbing utama yang

telah memberikan bimbingan, arahan dan saran selama penyusunan penelitian

ini.

4. Aria Nurahman Hendra Kusuma, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku pembimbing II

yang juga telah memberikan bimbingan, masukan dan dukungan selama

penyusunan penelitian ini.

5. bc. Yeti Nurhayati, M.Kes selaku penguji yang telah memberikan arahan dan

bimbingan dalam penyusunan penelitian ini.

Page 5: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

v

6. Seluruh dosen dan staf akademik Program Studi S1 Keperawatan STIKes

Kusuma Husada Surakarta.

7. Direktur RSUD Karanganyar yang memberikan ijin dan arahan untuk peneliti

dalam melakukan studi pendahuluan proposal skripsi.

8. Orang tua tercinta dan terhebat, yaitu Bapak Suhardi, BA dan Ibu Sri Suparni,

kakakku tercinta yang selalu memberikan dukungan doa, materi dan kasih

sayangnya sepanjang waktu.

9. Partisipan yang berpartisipasi dalam penelitian ini.

10. Teman-teman seperjuangan S1-Keperawatan angkatan 2011 yang selalu

mendukung dan membantu dalam proses pembuatan skripsi ini.

11. Semua pihak yang telah memberikan dukungan moral maupun material

dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa disebutkan peneliti satu

persatu.

Semoga segala bantuan dan kebaikan, menjadi amal sholeh yang akan

mendapat balasan yang lebih baik. Pada akhirnya peneliti bersyukur kepada

Allah SWT semoga skripsi ini dapat bermanfaat kepada banyak pihak dan

peneliti sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik demi perbaikan

proposal skripsi ini sehingga dapat digunakan untuk pengembangan ilmu dan

pelayanan keperawatan.

Surakarta, 15 Agustus 2015

Penulis

Page 6: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN ii

SURAT PERNYATAAN iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

ABSTRAK xii

ABSTRACT xiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 5

1.3. Tujuan 5

1.4. Manfaat 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori 7

2.1.1 Pengertian Cardiac Arrest 7

2.1.1. Pengetahuan 22

2.1.2. Pengalaman 24

Page 7: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

vii

2.1.3. Perilaku 26

2.1.4. Konsep Kesiapan 29

2.2. Kerangka Teori 34

2.3. Fokus Penelitian 35

2.4. Keaslian Penelitian 36

BAB III METODELOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian 38

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 39

3.3. Populasi dan Sampel 39

3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data 41

3.5. Analisa Data 47

3.6. Keabsahan Data 49

3.7. Etika Penelitian 53

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Partisipan 58

4.2 Tema Hasil Penelitian 58

4.2.1 Pengetahuan perawat 58

4.2.2 Tindakan perawat 66

4.2.3 Faktor pendukung. 76

4.2.4 Faktor penghambat 81

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Pengetahuan perawat tentang penanganan cardiac arrest 84

5.2 Tindakan perawat dalam penanganan cardiac arrest 95

Page 8: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

viii

5.3 Faktor pendukung perawat dalam penanganan cardiac arrest 107

5.4 Faktor penghambat perawat dalam penanganan cardiac arrest 119

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan 125

6.2 Saran 127

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 9: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

2.1

Judul Tabel

Keaslian Penelitian

Halaman

36

Page 10: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar

Halaman

2.1 Algoritma Penatalaksanaan Henti

Jantung Pada Arithmia

11

2.3 Skema Kerangka Teori 34

2.4 Skema Fokus Penelitian

35

Page 11: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran

Lampiran 1 : F.01 Usulan Topik Penelitian

Lampiran 2 : F.02 Pengajuan Persutujuan Judul

Lampiran 3 : F.04 Pengajuan Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 4 : Lembar Pengantar Studi Pendahuluan

Lampiran 5 : Surat Tidak Keberatan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

Lampiran 6 : Surat Rekomendasi Survey Badan Perencanaan Pembangunan

Lampiran 7 : Surat Jawaban Izin Studi Pendahuluan RSUD Karanganyar

Lampiran 8 : Surat Keterangan Melakukan Penelitian

Lampiran 9 : Lembar Permohonan Menjadi Partisipan

Lampiran 10 : Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan

Lampiran 11 : Data Demografi

Lampiran 12 : Pedoman Wawancara

Lampiran 13 : Bukti Penelitian

Lampiran 14 : Analisis Tematik

Lampiran 15 : Transkip Wawancara

Lampiran 16 : Lembar Konsultasi

Lampiran 17 : Lembar Oponent Ujian Sidang Proposal Skripsi

Lampiran 18 : Lembar Audience Ujian Sidang Proposal Skripsi

Lampiran 19 : Jadwal Penelitian

Daerah

Page 12: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

xii

PROGRAM S-1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2015

Berlianti Diah Nawaningrum

Pengalaman Perawat Dalam Penanganan Cardiac Arrest di Instalasi Gawat

Darurat RSUD Karanganyar

Abstrak

Kematian jantung mendadak merupakan tidak berfungsinya kelistrikan

jantung dan menghasilkan irama jantung yang tidak normal. Hasil dari rekam

medik di RSUD Karanganyar selama bulan Januari sampai Oktober 2014 terdapat

127 pasien mengalami cardiac arrest dengan tindakan resusitasi 30 kompresi

dada dan 2 ventilasi sebanyak 5 siklus dengan hambatan karena keterbatasan

tempat penuh sehingga kekurangan tenaga kesehatan dan fasilitas.

Tujuan penelitian untuk mengetahui pengalaman perawat dalam

penanganan cardiac arrest diInstalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar.

Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif fenomenologis. Teknik

pengambilan sampel dengan purposive sampling yang melibatkan 3 partisipan.

Pengumpulan data dilakukan dengan in-depth interviewing. Teknik analisa yang

digunakan adalah metode Colaizzi.

Hasil penelitian dari 1) pengetahuan didapatkan tema (a) definisi henti

jantung, (b) penyebab henti jantung, (c) tanda dan gejala henti jantung, (d)

tindakan henti jantung. 2) tindakan perawat didapatkan tema (a) pengkajian awal

resusitasi jantung paru, (b) tindakan resusitasi jantung paru, (c) evaluasi resusitasi

jantung paru, (d) posisi recovery, (e) faktor dihentikan resusitasi jantung paru, (f)

pemberian obat – obatan emergency. 3) faktor pendukung didapatkan tema (a)

pengetahuan perawat, (b) sarana pendukung, (c) kesiapan perawat. 4) faktor

penghambat didapatkan tema (a) hambatan sarana dan prasarana, (b) faktor

pasien, (c) faktor keluarga.

Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa pengalaman perawat dalam

penanganan cardiac arrest didukung oleh pengetahuan dan kesiapan perawat

dengan hambatan sarana dan prasarana.

Kata Kunci : Pengalaman, perawat, penanganan, cardiac arrest.

DaftarPustaka : 69 (2005-2014)

Page 13: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

xiii

BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE

KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA

2015

Berlianti Diah Nawaningrum

Nurses’ Experience in Cardiac Arrest Management at the Emergency

Installation of Local General Hospital of Karanganyar

ABSTRACT

Sudden cardiac death (SCD) is a sudden, unexpected death caused by loss

of heart function (sudden cardiac arrest). The medical record of Local General

Hospital of Karanganyar shows that in the period of January up to October 2014,

there were 127 patients of cardiac arrest with resuscitation intervention of 30 chest

compressions and two ventilations as many as 5 cycles inhibited by the lack of

health workers and facilities.

The objective of the research is to investigate the nurses’ experience in the

cardiac arrest management at the Emergency Installation of Local General

Hospital of Karanganyar. The research used the phenomenological qualitative

method. The samples of research were 3 participants. They were taken by using

the purposive sampling technique. The data were collected through in-depth

interview and analyzed by using the Colaizzi’s method.

The result of the research shows that there were several themes namely:

(1) knowledge: (a) definition of cardiac arrest, (b) cause of cardiac arrest, (c) signs

and symptoms of cardiac arrest, and (d) action of cardiac arrest; (2) nurses ‘s

intervention : (a) initial assessment of cardiopulmonary resuscitation, (b)

cardiopulmonary resuscitation intervention, (c) evaluation of cardiopulmonary

resuscitation, (d) recovery position, (e) factors of the stop of cardiopulmonary

resuscitation , (f) administration of emergency drugs; (3) supporting factors: (a)

nurses’ knowledge (b) supporting facilities, (c) nurses’ preparedness ; and (4)

inhibiting factors: (a) facilities and infrastructure constraints, (b) patient factors,

(c) family factors.

Thus, the nurses’ experience in the cardiac arrest was supported by the

nurses’ knowledge and readiness but was inhibited by the lack of facilities and

infrastructures.

Keywords: Experience, nurse, management, cardiac arrest.

References: 69 (2005-2014)

Page 14: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kematian jantung mendadak atau cardiac arrest adalah berhentinya

fungsi jantung secara tiba-tiba pada seseorang yang telah atau belum

diketahui menderita penyakit jantung. Hal ini terjadi ketika sistem

kelistrikan jantung menjadi tidak berfungsi dengan baik dan menghasilkan

irama jantung yang tidak normal (American Heart Association, 2010). Henti

jantung merupakan penyebab kematian utama di dunia dan penyebab

tersering dari cardiac arrest adalah penyakit jantung koroner (Subagjo A,

2010).

Secara klinis, keadaan henti jantung ditandai dengan tidak adanya nadi

dan tanda – tanda sirkulasi lainnya. Pada tahun 2010 menurut catatan WHO

diperkirakan sekitar 17 juta orang akibat penyakit gangguan cardiovascular

setiap 5 detik 1 orang meninggal dunia akibat Penyakit Jantung Koroner

(WHO, 2010). Angka kejadian cardiac arrest di Amerika Serikat mencapai

250.000 orang pertahun dan 95 persennya diperkirakan meninggal sebelum

sampai di rumah sakit (Suharsono, 2009). Data di Indonesia tidak ada data

statistik mengenai kepastian jumlah kejadian cardiac arrest tiap tahunnya,

tetapi diperkirakan adalah 10 ribu warga. Data di ruang perawatan koroner

intensif Rumah Sakit Cipto Mangunkusuma tahun 2006, menunjukkan

Page 15: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

2

terdapat 6,7% pasien mengalami atrial fibrilasi, yang merupakan kelainan

irama jantung yang bisa menyebabkan henti jantung (Depkes, 2006).

Cardiac arrest dapat menyebabkan kematian otak dan kematian

permanen terjadi dalam jangka waktu 8 sampai 10 menit (Pusponegoro,

2010). Cardiac arrest dapat dipulihkan jika tertangani segera dengan

cardiopulmonary resusitation dan defibrilasi untuk mengembalikan denyut

jantung normal. Kesempatan pasien untuk bisa bertahan hidup berkurang 7

sampai 10 persen pada tiap menit yang berjalan tanpa cardiopulmonary

resusitation dan defibrilasi (American Heart Assosiacion, 2010).

Penanganan cardiac arrest adalah kemampuan untuk dapat mendeteksi

dan bereaksi secara cepat dan benar untuk sesegera mungkin

mengembalikan denyut jantung ke kondisi normal untuk mencegah

terjadinya kematian otak dan kematian permanen (Pusponegoro, 2010).

Berdasarkan standar kompetensi dari Vanderblit University School of

Nursing (Gebbie,dkk 2006), kesiapan perawat dalam menghadapi situasi

kegawatan adalah kemampuan untuk berfikir kritis, kemampuan untuk

menilai situasi, mempunyai ketrampilan teknis yang memadai, dan

kemampuan untuk berkomunikasi.

Kesiapan perawat dalam penanganan cardiac arrest dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu pengetahuan yang cukup dari perawat tentang

penanganan situasi kegawatan, pengalaman yang memadai, peraturan atau

protokol yang jelas, sarana dan suplai yang cukup, serta pelatihan atau

training tentang penanganan situasi kegawatan (Wolff.dkk, 2010).

Page 16: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

3

Pengetahuan berpengaruh pada ketrampilan perawat dalam

melaksanakan tugas (Cristian, 2008). Pengalaman yang memadai

mempengaruhi karena sektor klinik berperan dalam memberi kesempatan

atau tugas kepada staff perawat dengan hal-hal baru dan penanganan situasi

yang bersifat khusus untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru.

Peraturan atau protokol yang jelas karena pembuat kebijakan atau rumah

sakit mempunyai tanggung jawab membuat kebijakan untuk dijalankan oleh

setiap staff perawat dalam menjalankan tugasnya (Wolff.dkk, 2010).

Sarana dan suplai yang cukup merupakan segala sesuatu yang dapat

memudahkan dan memperlancar pelaksanaan usaha yang berupa benda –

benda (Cristian, 2008). Pelatihan membantu perawat untuk menguasai

keterampilan dan kemampuan atau kompetensi yang spesifik untuk berhasil

dalam pekerjaannya (Ivancevich, 2008). Hasil penelitian sebelumnya

menunjukkan tidak ada hubungan antara fasilitas dengan kesiapan perawat

dalam menangani cardiac arrest, dimana fasilitas tidak lengkap atau tidak

memadai sehingga perawat tidak siap menangani cardiac arrest

(Aminuddin, 2013).

Berdasarkan data dari rekam medik di RSUD Karanganyar selama

bulan Januari sampai Oktober 2014 jenis pelayanan emergency yang paling

sering dilakukan di IGD adalah penanganan pasien serangan jantung atau

payah jantung, terdapat 127 pasien mengalami cardiac arrest dan yang

meninggal dunia sebanyak 34 pasien. Ini membuktikan masih tingginya

angka kematian dan pentingnya tindakan penanganan cardiac arrest oleh

Page 17: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

4

semua perawat. Hasil observasi peneliti dari data perawat di Instalasi Gawat

Darurat berjumlah 17 perawat dengan 3 perawat pernah mengikuti pelatihan

PPGD (Pertolongan Pertama Gawat Darurat) atau BTCLS (Basic Training

Cardiac Life Support).

Hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan 3 perawat pada tanggal

30 Desember 2014, semua perawat tersebut sudah pernah melakukan

penanganan cardiac arrest dengan pertolongan cardio pulmonary

resuscitation (CPR). Satu perawat mengatakan bahwa pasien cardiac arrest

diberikan tindakan resusitasi dengan 30 kali kompresi dada dan 2 kali

ventilasi sebanyak 5 kali siklus dengan kesulitan tindakan yaitu keterbatasan

tempat penuh sehingga kekurangan tenaga kesehatan dan fasilitas. Satu

perawat lagi mengatakan bahwa yang pertama dilakukan adalah

membebaskan jalan napas dan mengalirkan darah ke tempat yang penting

dalam tubuh, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah

terjadinya kematian sel otak, walaupun usaha untuk melakukan resusitasi

tidak selalu berhasil, lebih banyak nyawa yang hilang akibat tidak

dilakukannya resusitasi dengan tepat dan cepat. Perawat terakhir

mengatakan melakukan perekaman EKG untuk mengetahui kelainan jantung

sebelum mengetahui pasien cardiac arrest dan melakukan resusitasi.

Berdasarkan data tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Pengalaman Perawat Dalam Penanganan Cardiac Arrest

di RSUD Karanganyar”.

Page 18: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

5

1.2 Rumusan Masalah

Pasien yang mengalami cardiac arrest dapat dipulihkan jika ditangani

segera dengan cardiopulmonary resusitation dan defibrilasi. Tindakan

tersebut dapat mengembalikan fungsi jantung kembali normal. Rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengalaman perawat dalam

penanganan cardiac arrest di RSUD Karanganyar.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengalaman perawat dalam penanganan cardiac

arrest di RSUD Karanganyar.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mendeskripsikan pengetahuan perawat tentang penanganan

cardiac arrest.

2. Mendeskripsikan tindakan perawat dalam penanganan cardiac

arrest.

3. Mengidentifikasi faktor pendukung perawat dalam penanganan

cardiac arrest.

4. Mengidentifikasi faktor penghambat perawat dalam penanganan

cardiac arrest.

Page 19: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Rumah Sakit Karanganyar

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan

bagi Rumah Sakit Karanganyar untuk menentukan langkah–langkah

dalam peningkatan pengetahuan dan kompetensi tentang penanganan

cardiac arrest sehingga pihak managemen Rumah Sakit diharapkan

meningkatkan ketrampilan perawat melalui pelatihan dalam

penanganan cardiac arrest dan diharapkan pelayanan kepada pasien

gawat darurat meningkat.

1.4.2 Institusi Pendidikan

Memperkaya literatur ilmu keperawatan dibidang

kegawatdaruratan kardiovaskuler sebagai penunjang dalam proses

belajar mengajar atau praktik gawat darurat.

1.4.3 Peneliti Lain

Peneliti lain dapat menambah pengetahuan tentang penanganan

cardiac arrest dan menjadikan hasil penelitian ini untuk referensi atau

acuan peneliti lainya dengan metode yang berbeda dan meneliti faktor

lain seperti peraturan atau protokol yang jelas, sarana dan suplai yang

cukup yang berhubungan dengan penanganan cardiac arrest.

1.4.4 Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti

tentang pengalaman perawat dalam penanganan cardiac arrest,

sehingga peneliti lebih memahami tentang cardiac arrest.

Page 20: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Tinjauan Teori

2.2.1 Cardiac Arrest

1. Definisi

Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara

tiba-tiba dan mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang

memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak.

Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan

sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart

Association, 2010).

Cardiac arrest adalah semua keadaan yang

memperlihatkan penghentian mendadak fungsi pemompaan

jantung, yang mungkin masih reversible jika dilakukan

intervensi dengan segera tetapi dapat menimbulkan kematian

jika tidak dilakukan intervensi. Kecenderungan keberhasilan

intervensi berhubungan dengan mekanisme terjadinya cardiac

arrest dan kondisi klinis pasien (Parnia, 2012).

Page 21: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

8

2. Etiologi Cardiac Arrest

Penyebab cardiac arrest adalah serangan jantung atau

infark miokard (aritmia jantung, khususnya fibrilasi ventrikel

dan ventrikel tachycardia tanpa nadi) terjadi akibat arteri

koroner yang menyuplai oksigen ke otot-otot jantung menjadi

keras dan menyempit akibat sebuah material (plak) yang

terbentuk di dinding dalam arteri. Semakin meningkat ukuran

plak semakin buruk sirkulasi ke jantung dan otot-otot jantung

tidak lagi memperoleh suplai oksigen yang mencukupi untuk

melakukan fungsinya, sehingga dapat terjadi infark, beberapa

jaringan jantung mati dan menjadi jaringan parut. Jaringan parut

ini dapat menghambat sistem konduksi langsung dari jantung,

meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest.

Sumbatan jalan napas oleh benda asing, tenggelam,

stroke atau CVA, overdosis obat-obatan (antidepresan trisiklik,

fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain,

digoxin, aspirin, asetominophen) dapat menyebabkan aritmia.

Tercekik, trauma inhalasi, tersengat listrik, reaksi alergi yang

hebat (anafilaksis), trauma hebat misalnya kecelakaan

kendaraan bermotor dan keracunan (Suharsono, T., & Ningsih,

D. K., 2012).

Page 22: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

9

3. Manifestasi klinis cardiac arrest

Gejala yang paling umum adalah munculnya rasa tidak

nyaman atau nyeri dada yang mempunyai karakteristik seperti

perasaan tertindih yang tidak nyaman, diremas, berat, sesak atau

nyeri. Lokasinya ditengah dada di belakang sternum. Menyebar

ke bahu, leher, rahang bawah atau kedua lengan dan jarang

menjalar ke perut bagian atas. Bertahan selama lebih dari 20

menit. Gejala yang mungkin ada atau mengikuti adalah

berkeringat, nausea atau mual, sesak nafas (nafas pendek-

pendek), kelemahan, tidak sadar (Suharsono & Ningsih, 2012).

4. Patofisiologi cardiac arrest

Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh

timbulnya aritmia yaitu fibrilasi ventrikel (VF), takhikardi

ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan asistol

(Kasron, 2012).

a. Fibrilasi ventrikel

Merupakan kasus terbanyak yang sering

menimbulkan kematian mendadak, pada keadaan ini

jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, jantung

hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang

harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau

defibrilasi.

Page 23: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

10

b. Takhikardi ventrikel

Mekanisme penyebab terjadinya takhikardi

ventrikel biasanya karena adanya gangguan otomatisasi

(pembentukan impuls) ataupaun akibat adanya gangguan

konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan

fase pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya

pengisian darah ke ventrikel juga berkurang sehingga curah

jantung akan menurun. VT dengan keadaan hemodinamik

stabil, pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih

diutamakan. Pada kasus VT dengan gangguan

hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi),

pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC

shock dan CPR adalah pilihan utama.

c. Pulseless Electrical Activity (PEA)

Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung

tidak menghasilkan kontraktilitas atau menghasilkan

kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga tekanan darah

tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba.

d. Asistole

Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya

aktifitas listrik pada jantung, dan pada monitor irama yang

terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini

tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.

Page 24: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

11

Gambar 2.1 Algoritma penatalaksanaan henti jantung pada arithmia

Sumber : (American Heart Association, 2010)

1. Henti Jantung Tanpa Nadi

a. BLS algoritma: meminta bantuan, lakukan CPR.

b. Beri oksigen bila tersedia.

c. Pasang monitor jantung.

2. VF/VT 3. Periksa irama jantung, perlu defibrilasi?

4. Beri 1 kali shock

a. Manual biphasic:

ukuran khusus (120-200 J)

b. AED : dng ukuran khusus.

c. Monophasic: 360 J

Lakukan CPR segera

7. Periksa irama jantung, perlu

defibrilasi?

5. Periksa irama jantung, perlu defibrilasi?

9. Asistol/PEA

11. Periksa irama jantung,

perlu defibrilasi?

10. Lakukan CPR segera

sebanyak 5 siklus. Ketika

telah tersedia IV/IO, beri

vasopresor. Epinephrine 1 mg

IV/IO, ulangi setiap 3-5 menit

atau beri 1 dosis vasopresin 40

unit IV/IO untuk

menggantikan epinephrine

dosis pertama dan kedua.

Atropin 1 mg IV/IO untuk

asistol atau PEA dng frekuensi

lambat, ulangi tiap 3-5 menit

(sampai 3 dosis)

8. Lanjutkan CPR , lakukan defibrilasi 1X. Segera

mulai lagi CPR setelah pamberian defibrilasi.

Berikan bersamaan dng CPR (sebelum/sesudah

defibrilasi) amiodrone 300mg IV/IO, kemudian

siapkan kemungkinan tambahan 150 mg, atau

lidocain 1-1,5 mg/kg BB dosis pertama, kemudian

0,5-0,75 mg/kg (max 3)

6. Lanjutkan pemberian CPR sementara

defibrillator di-charge kemudian berikan 1 kali

shock.

Segera mulai lagi CPR Setelah pemberian

defibrilasi.

Ketika IV/IO tersedia, berikan vasopresor dan

lanjutkan CPR (sebelum/sesudah defibrilasi)

a. Epinephrine 1 mg IV/IO : Ulangi setiap 3-5

menit.

b. Mungkin bisa diberikan 1 dosis vasopresin

40 unit IV/IO untuk menggantikan dosis

pertama dan kedua dari epinephrine.

12.

a. Jika asistol kembali ke

box10.

b. Jika ada aktifitas

kelistrikan, periksa nadi,

jika tidak ada nadi,

kembali ke box 1.

c. Jika nadi teraba,

lanjutkan ke perawatan

post resusitasi.

13.

Kembali

ke box 4

Page 25: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

12

5. Prognosis

Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi

hanya dalam jangka waktu 8 sampai 10 menit dari seseorang

tersebut mengalami henti jantung. Kondisi tersebut dapat

dicegah dengan pemberian resusitasi jantung paru dan

defibrilasi segera (sebelum melebihi batas maksimal waktu

untuk terjadinya kerusakan otak), untuk secepat mungkin

mengembalikan fungsi jantung normal. Resusitasi jantung paru

dan defibrilasi yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari

korban mengalami henti jantung, akan memberikan kesempatan

korban untuk hidup rata-rata sebesar 30% sampai 45 %. Sebuah

penelitian menunjukkan bahwa dengan penyediaan defibrillator

yang mudah diakses di tempat-tempat umum seperti pelabuhan

udara, dalam arti meningkatkan kemampuan untuk bisa

memberikan pertolongan (defibrilasi) sesegera mungkin, akan

meningkatkan kesempatan hidup rata-rata bagi korban cardiac

arrest sebesar 64% (American Heart Assosiacion, 2010).

6. Resusitasi Jantung Paru / Cardio Pulmonary Resusitation.

a. Pengertian

Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan suatu

metode untuk memberikan bantuan sirkulasi. Resusitasi

Jantung Paru (RJP) dapat meningkatkan angka kelangsungan

hidup korban yang mengalami henti jantung dengan

Page 26: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

13

mengkombinasikan antara kompresi dada dan nafas buatan

untuk memberikan oksigen yang diperlukan bagi

kelangsungan fungsi sel tubuh (Suharsono, T., & Ningsih,

D. K., 2012).

Resusitasi juga dapat diartikan sebagai suatu upaya

untuk menghidupkan kembali, melalui usaha untuk

mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi

kematian biologis (Cadogan, 2010).

b. Prosedur Cardio Pulmonary Resusitation

Pada penanganan korban cardiac arrest dikenal

istilah rantai untuk bertahan hidup (chain of survival) : cara

untuk menggambarkan penanganan ideal yang harus

diberikan ketika ada kejadian cardiac arrest. Jika salah satu

dari rangkaian ini terputus, maka kesempatan korban untuk

bertahan hidup menjadi berkurang, sebaliknya jika

rangkaian ini kuat maka korban mempunyai kesempatan

besar untuk bisa bertahan hidup.

Rantai kehidupan (chain survival) terdiri dari

beberapa tahap berikut ini (AHA, 2010):

1) Mengenali tanda-tanda cardiac arrest dan segera

mengaktifkan panggilan gawat darurat (Emergency

Medical Services).

Page 27: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

14

2) Segera melakukan RJP dengan tindakan utama

kompresi dada.

3) Segera melakukan defibrilasi jika diindikasikan.

4) Segera memberi bantuan hidup lanjutan (advanced life

support).

5) Melakukan perawatan post cardiac arrest .

Prosedur CPR menurut American Heart Association

2010 adalah terdiri dari circulation, airway dan breathing :

1) Memastikan kondisi lingkungan sekitar aman bagi

penolong.

2) Memastikan kondisi kesadaran pasien.

Penolong harus segera mengkaji dan menentukan

apakah korban sadar/ tidak. Penolong harus menepuk

atau menggoyang bahu korban sambil bertanya dengan

jelas: ‘Hallo, Pak/ Bu! Apakah anda baik-baik saja?’.

Jangan menggoyang korban dengan kasar karena dapat

mengakibatkan cedera. Juga hindari gerakan leher yang

tidak perlu pada kejadian cedera kepala dan leher.

3) Mengaktifkan panggilan gawat darurat (Emergency

Medical Services)

Jika korban tidak berespon, segera panggil bantuan dan

segera menghubungi 118 untuk memanggil ambulans.

Jika ada orang lain disekitar korban, minta orang

Page 28: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

15

tersebut untuk menelpon ambulans dan ketika menelpon

memberitahukan hal-hal berikut: lokasi korban nomor

telpon yang anda pakai, apa yang terjadi pada korban,

jumlah korban, minta ambulans segera datang dan tutup

telepon hanya jika diminta oleh petugas.

4) Memastikan posisi pasien tepat

Agar resusitasi yang diberikan efektif maka korban

harus berbaring pada permukaan yang datar, keras, dan

stabil. Jika korban dalam posisi tengkurap atau

menyamping, maka balikkan tubuhnya agar terlentang.

Pastikan leher dan kepala tersangga dengan baik dan

bergerak bersamaan selam membalik pasien.

Fase-fase Resusitasi Jantung Paru sesuai Algoritma

AHA (2010) adalah :

1) Fase I: Tunjangan Hidup Dasar (Basic Life Support)

a) C (Circulation)

Mengkaji nadi/ tanda sirkulasi: Ada tidaknya

denyut jantung korban/pasien dapat ditentukan

dengan meraba arteri karotis di daerah leher korban/

pasien, dengan dua atau tiga jari tangan (jari

telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba

pertengahan leher sehingga teraba trakhea,

kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan

Page 29: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

16

atau kiri kira-kira 1–2 cm raba dengan lembut

selama 5–10 detik. Jika teraba denyutan nadi,

penolong harus kembali memeriksa pernapasan

korban dengan melakukan manuver tengadah kepala

topang dagu untuk menilai pernapasan korban/

pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan

pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan

napas.

Melakukan kompresi dada: Jika telah dipastikan

tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat

diberikan bantuan sirkulasi atau kompresi jantung

luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut :

(1) Menentukan titik kompresi (center of chest):

Cari possesus xypoideus pada sternum dengan

tangan kanan, letakkan telapak tangan kiri tepat

2 jari diatas posseus xypoideus.

(2) Melakukan kompresi dada: Kaitkan kedua jari

tangan pada lokasi kompresi dada, luruskan

kedua siku dan pastikan mereka terkunci pada

posisinya, posisikan bahu tegak lurus diatas

dada korban dan gunakan berat badan anda

untuk menekan dada korban sedalam minimal 2

inchi (5 cm), lakukan kompresi 30x dengan

Page 30: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

17

kecepatan minimal 100x/menit atau sekitar 18

detik. (1 siklus terdiri dari 30 kompresi: 2

ventilasi). Lanjutkan sampai 5 siklus CPR,

kemudian periksa nadi carotis, bila nadi belum

ada lanjutkan CPR 5 siklus lagi. Bila nadi

teraba, lihat pernafasan (bila belum ada upaya

nafas) lakukan rescue breathing dan cek nadi

tiap 2 menit.

b) A (Airway)

Tindakan ini bertujuan mengetahui ada

tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda asing.

Buka jalan nafas dengan head tilt-chin lift/ jaw

thrust.

Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan

dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat

dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah

yang dilapisi dengan sepotong kain (fingers sweep),

sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek

dengan menggunakan jari telunjuk yang

dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan teknik

Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan

berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.

Page 31: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

18

c) B (Breathing)

Bantuan napas dapat dilakukan melalui

mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke

stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan)

dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak

2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap

kali hembusan adalah 1,5–2 detik dan volume udara

yang dihembuskan adalah 7000–1000ml (10ml/kg)

atau sampai dada korban/pasien terlihat

mengembang. Konsentrasi oksigen yang dapat

diberikan hanya 16 – 17%. Penolong juga harus

memperhatikan respon dari pasien setelah diberikan

bantuan napas.

Cara memberikan bantuan pernapasan:

(1) Mulut ke mulut: penolong harus mengambil

napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong

harus dapat menutup seluruhnya mulut korban

dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat

menghembuskan napas dan juga penolong harus

menutup lubang hidung pasien dengan ibu jari

dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar

kembali dari hidung. Volume udara yang

diberikan pada kebanyakkan orang dewasa

Page 32: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

19

adalah 700–1000ml (10ml/kg). Volume udara

yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu

cepat dapat menyebabkan udara memasuki

lambung, sehingga terjadi distensi lambung.

Setelah nafas dan nadi korban ada, jika tidak

ada kontraindikasi untuk mencegah kemungkinan

jalan nafas tersumbat oleh lidah, lender, atau

muntah berikan posisi recovery pada korban dengan

langkah sebagai berikut (Suharsono, T., & Ningsih,

D. K., 2012):

(1) Letakkan tangan korban yang dekat dengan anda

dalam posisi lengan lurus dan telapak tangan

menghadap keatas kearah paha korban.

(2) Letakkan lengan yang jauh dari anda menyilang

diatas dada korban dan letakkan punggung

tangannya menyentuh pipinya.

(3) Dengan menggunakan tangan anda yang lain,

tekuk lutut korban yang jauh dari anda sampai

membentuk sudut 90˚.

(4) Gulingkan korban kearah penolong.

(5) Lanjutkan untuk memonitor denyut nadi korban,

‘tanda sirkulasi’, dan pernafasan tiap 2 menit

hingga bantuan datang.

Page 33: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

20

2) Fase II: Tunjangan Hidup Lanjutan (Advance Life

Support)

Fase kedua merupakan fase yang dilakukan setelah

tunjangan hidup dasar (basic life support) berhasil

diberikan. Fase ini terdiri dari:

a) D (Drug): pemberian obat-obatan termasuk cairan

untuk memperbaiki kondisi korban atau pasien.

b) E (ECG) : melakukan pemeriksaan diagnosis

elektrokardiografis secepat mungkin untuk

mengetahui fibrilasi ventrikel.

3) Fase III: Tunjangan Hidup Terus-Menerus (Prolonged

Life Support)

a) G (Gauge): pengukuran dan pemeriksaan untuk

monitoring penderita secara terus menerus, dinilai,

dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya.

b) H (Head): tindakan resusitasi untuk menyelamatkan

otak dan sistem saraf dari kerusakan lebih lanjut

akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat

dicegah terjadinya gangguan neurologic yang

permanen.

c) I (Intensive Care): perawatan intensif di ICU,

meliputi: tunjangan ventilasi (trakheostomi),

pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung.

Page 34: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

21

c. Obat Emergency atau Resusitasi

1) Menurut Philladelpia (2010) prinsip obat emergency

adalah :

a) Koreksi hipoksia.

b) Mempertahankan sirkulasi spontan pada kondisi

tekanan darah yang adekuat.

c) Membantu mengoptimalkan fungsi jantung.

d) Menghilangkan nyeri.

e) Koreksi asidosis.

f) Mengatasi gagal jantung kongestif.

2) Obat-obat resusitasi jantung paru dan obat-obat

perbaikan sirkulasi.

a) Oksigen.

b) Meningkatkan tekanan darah : epinefrin atau

adrenalin, vasopressin, dopamine.

c) Meningkatkan denyut jantung atau nadi (heart rate) :

atropin.

d) Menurunkan atau mengatasi aritmia supraventrikel :

adenosine, dilteazem, amiodaron.

e) Obat-obatan untuk IMA : morfin, aspirin,

fibrinolitik.

Page 35: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

22

2.2.2 Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Menurut Notoatmojo yang dikutip oleh (Wawan & Dewi,

2011), pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Pengetahuan sangat erat hubunganya dengan

pendidikan, dimana bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka

orang tersebut akan semakin luas pola pengetahuanya (Wawan

& Dewi, 2011). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang

(ovent behavior) (Wawan & Dewi, 2011).

2. Tingkat Pengetahuan

Ada 6 tingkat pengetahuan seseorang menurut Notoatmojo

(2003), yaitu:

a. Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya.

b. Memahami (Comprehention) diartikan sebagai suatu

kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek

yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Application) diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi sebenarya.

Page 36: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

23

d. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk

menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-

komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi

tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesa (Syntesis) adalah suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menggabungkan bagianbagian dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (Evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi

atau objek tertentu.

3. Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan

perawat

Mubarak & Chayatin (2009) menyatakan faktor – faktor

yang berpengaruh terhadap pengetahuan meliputi tingkat

pengetahuan perawat diantaranya :

a. Usia

Pada umumnya semakin dewasa seseorang, tingkat

pengetahuan CPR akan semakin meningkat.

b. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan menentukan mudah tidaknya

seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang

mereka peroleh sehingga akan semakin mudah dalam

menerima informasi.

Page 37: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

24

c. Pengalaman kerja (lama kerja)

Pengalaman merupkan sumber pengetahuan, hasil

interaksi dengan lingkungan (kerja) yang dapat

meningkatkan pengetahuan pada sesuatu.

d. Pelatihan kegawat daruratan yang pernah diikuti

Pendidikan dan pelatihan dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang, sehingga seseorang dapat

melakukan sesuatu dengan lebih cepat dalam melakukan

cardio pulmonary resuscitation.

e. Informasi

Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah

tetapi jika ia mendapat informasi yang baik dari berbagai

media maka hal itu akan meningkatkan pengetahuan.

2.2.3 Pengalaman

1. Pengertian Pengalaman

Menurut kamus besar bahasa indonesia (2010)

pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah (dijalani,

dirasai, ditanggung). Menurut Notoatmodjo (2010) pengalaman

merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan

dan juga merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan. Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori

episodik, yaitu memori yang menerima dan menyimpan

Page 38: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

25

peristiwa-peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada

waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi

otobiografi (Syah, 2008).

2. Indikator dari Pengalaman

Indikator pengalaman kerja menurut Foster 2001

dalam Mulyawati (2008) yaitu lama waktu atau masa kerja,

tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki,

pengetahuan merujuk pada konsep, prinsip, prosedur, kebijakan

atau informasi lain yang dibutuhkan oleh karyawan, penguasaan

terhadap pekerjaan dan peralatan.

Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah

ditempuh seseorang dapat memahami tugas – tugas suatu

pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik. Pengetahuan

juga mencakup kemampuan untuk memahami dan menerapkan

informasi pada tanggung jawab pekerjaan. Sedangkan

keterampilan merujuk pada kemampuan fisik yang dibutuhkan

untuk mencapai atau menjalankan suatu tugas atau pekerjaan.

Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek-aspek

teknik peralatan dan teknik pekerjaan (Efendi & Makhfudli,

2009).

Perawat dituntut untuk memiliki kompetensi dalam

menangani korban yang membutuhkan bantuan hidup dasar.

Salah satu upaya dalam peningkatan kompetensi tersebut

Page 39: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

26

dilakukan melalui pelatihan bantuan hidup dasar, pelatihan ini

merupakan pelatihan dasar bagi perawat dalam menangani

korban yang memerlukan bantuan hidup dasar akibat trauma dan

gangguan kardiovaskuler. Penanganan masalah tersebut

ditujukan untuk memberikan bantuan hidup dasar sehingga

dapat menyelamatkan nyawa dan meminimalisir kerusakan

organ serta kecacatan penderita (Yanti Bala, 2014).

2.2.4 Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah aksi seseorang individu terhadap reaksi

rangsangan tertentu dari hubungannya dengan lingkungan

(Suryani dalam Susilo, 2011). Perilaku adalah suatu perbuatan

atau tindakan seseorang terhadap suatu respon dan dijadikan

kebiasaan karena adanya nilai yang diyakin (Mubarak, 2012).

Dari kedua definisi perilaku tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa perilaku adalah suatu respon yang didapat dari

lingkungan dan menjadi kebiasaan seseorang, baik dapat diamati

secara sadar maupun tidak sadar, sehingga respon yang didapat

dari seseorang dalam berperilaku bermacam-macam.

2. Pengukuran Perilaku

Cara mengukur perilaku ada 2 cara (Notoatmodjo, 2010)

yaitu perilaku dapat diukur secara langsung yakni wawancara

Page 40: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

27

terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam,

hari, bulan yang lalu (recall) dan perilaku yang diukur secara

tidak langsung yakni, dengan mengobservasi tindakan atau

kegiatan responden.

Benyamin Bloom (1908) yang dikutip Notoatmodjo

(2010), membagi perilaku manusia ke dalam 3 domain ranah

atau kawasan yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective) dan

psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori ini

dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan

yakni pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan

(Notoatmodjo, 2010).

3. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Faktor yang dapat mempengaruhi perilaku adalah faktor

predisposisi, faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor

penguat (reinforcing factors). Faktor predisposisi merupakan

faktor yang mempermudah perilaku seseorang atau masyarakat

yaitu pengetahuan dan sikap seseorang terhadap apa yang akan

dilakukan. Faktor pemungkin (enabling factors) terdiri dari

faktor fasilitas, sarana atau prasarana yang memfasilitasi

terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Faktor penguat

(reinforcing factors) adalah tokoh masyarakat, peraturan,

undang-undang dan surat keputusan pejabat pemerintah maupun

Page 41: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

28

faktor penguat dalam seseorang atau masyarakat untuk

berperilaku (Notoadmojo, 2010).

4. Teori Terjadinya Perilaku

Perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu

itu sendiri dan lingkungan dimana individu itu berada. Perilaku

manusia didorong oleh motif tertentu sehingga manusia

berperilaku (Ircham, 2005) dalam Hasanah (2010).

5. Bentuk Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu

respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan

(stimulus) dari luar subjek tersebut. Respon ini berbentuk dua

macam (Suryani dalam Susilo 2011) yakni :

a. Bentuk Pasif

Respons internal yaitu yang terjadi di dalam diri

manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang

lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan

pengetahuan.

b. Bentuk Aktif

Perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung,

oleh karena perilaku mereka ini sudah tampak dalam

bentuk tindakan nyata disebut overt behavior.

Page 42: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

29

6. Klasifikasi Perilaku

Beberapa klasifikasi perilaku menurut beberapa ahli,

antara lain:

a. Berdasarkan teori “S-O-R” dalam Notoatmodjo (2010)

maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi 2,

yaitu:

1) Perilaku Tertutup (Covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap

stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain

(dari luar) secara jelas. Respons tersebut masih terbatas

dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi,

pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang

bersangkutan.

2) Perilaku terbuka (Overt Behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap

stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik

tersebut dapat diamati orang lain.

2.2.5 Konsep Kesiapan

1. Pengertian

Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang

membuatnya siap untuk memberi respon atau jawaban dengan

cara tertentu terhadap suatu situasi. Penyesuaian kondisi pada

Page 43: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

30

suatu saat akan berpengaruh atau kecenderungan untuk memberi

respon (Slameto, 2008). Seorang ahli bernama Cronbach

memberikan pengertian tentang kesiapan sebagai segenap sifat

atau kekuatan yang membuat seseorang dapat bereaksi dengan

cara tertentu. Kemampuan seseorang dalam kesiapan terdiri

dari: mempunyai kemampuan dasar umum dan kemampuan

untuk menangani hal -hal yang bersifat khusus, memberikan

perawatan yang aman kepada klien, mampu menghadapi atau

bertahan dengan kenyataan sekarang dan kemungkinan-

kemungkinan kedepan, serta mempunyai keseimbangan antara

pelaksanaan, pengetahuan dan berpikir.

Perawat dituntut tidak hanya siap dalam kondisi stabil

dan sesuatu yang sudah biasa saja, tetapi juga dalam hal-hal

bersifat khusus yang memerlukan konsentrasi tinggi dan

keadaan yang sedang berubah dan baru. Pemberian perawatan

yang aman kepada klien merupakan suatu komponen yang

penting dari praktek keperawatan. Seorang perawat yang

dikatakan siap mempunyai alasan yang menyakinkan kenapa dia

memutuskan untuk melakukan suatu tindakan keperawatan dan

mendemonstrasikan kemampuan untuk melaksanakan praktek

keperawatan sesuai dengan etika, penuh kehatihatian, dan aman

(Yanti Bala, 2014).

Page 44: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

31

Perawat harus bisa menunjukkan bahwa mereka mampu

bekerja (berfungsi) dengan realitas yang ada sekarang, dengan

segala keterbatasannya, dan mereka juga harus bisa beradaptasi

terhadap suatu yang baru dan perubahan-perubahan yang terjadi

dalam dunia kesehatan. Perawat mempunyai dasar pengetahuan

yang baik untuk mengenali situasi yang sedang terjadi dan

mampu memutuskan kapan mereka memerlukan bantuan jika

dibutuhkan. Critical Thinking yaitu kemampuan untuk membuat

keputusan yang pasti dan hati-hati tentang kondisi klien, adalah

komponen kunci dari kesiapan. Pelaksanaan tindakan

keperawatan harus didasari dengan kemampuan untuk berpikir

kritis berdasarkan pengetahuan yang cukup dari perawat

(Wolff.dkk, 2010).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Perawat dalam

Menangani Cardiac Arrest.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan perawat

dalam menangani cardiac arrest adalah pengetahuan,

pengalaman dan pelatihan atau training. Pengetahuan sangat

berhubungan erat dengan kesiapan. Sebagai contoh dalam

kondisi seseorang menghadapi pasien cardiac arrest, agar

seseorang tersebut mampu mengambil keputusan terhadap apa

yang akan dilakukan, maka dia harus mempunyai pengetahuan

tentang cardiac arrest, yaitu pada tingkat evaluasi yang

Page 45: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

32

merupakan tingkatan tertinggi dari pengetahuan. Sebagaimana

yang dikatakan oleh Notoadmodjo (1993): evaluasi yang

merupakan tingkatan tertinggi dari pengetahuan, adalah

kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap

suatu meteri atau objek, penilaian itu berdasarkan suatu kriteria

yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah

ada. Kemampuan untuk menilai, kemampuan untuk berfikir

kritis dan mengambil keputusan terhadap tindakan sesuai

dengan kondisi klien itulah yang disebut kesiapan (Wolff.dkk,

2010).

Pengalaman merupakan faktor penting yang

mempengaruhi kesiapan seseorang, dalam arti akan lebih

meningkatkan kemampuan seseorang dalam menangani sesuatu

(Simanjutak, Payama J. ,2005). Semakin luas pengalaman kerja

seseorang, semakin terampil melakukan pekerjaan dan semakin

sempurna pola berpikir dan sikap dalam bertindak untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Puspaningsih, A. 2004).

Dengan kata lain bahwa seorang yang berpengalaman akan lebih

siap bila dihadapkan pada suatu beban masalah yang sama.

Faktor lain yang mempengaruhi kesiapan adalah training.

Training yang mempunyai pengertian proses pendidikan jangka

pendek yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis

dan terorganisir, menurut Sikula dalam (Sumantri, 2010),

Page 46: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

33

bertujuan untuk mengubah perilaku kerja sekelompok pegawai

dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi (Ivancevich,

2008). Pelatihan yang efektif merupakan pelatihan yang

berorientasi proses, dimana organisasi tersebut dapat

melaksanakan program-program yang sistematis untuk

mencapai tujuan dan hasil yang dicita-citakan. Pelatihan efektif

apabila pelatihan tersebut dapat menghasilkan sumber daya

manusia yang meningkat kemampuannya, keterampilan dan

perubahan sikap yang lebih mandiri.

Simamora (2007), mengukur keefektifan pendidikan dan

pelatihan adalah bagaimana reaksi-reaksi atau perasaan

partisipan terhadap program, peningkatan pengetahuan,

keahlian, dan sikap-sikap yang diperoleh sebagai hasil dari

pelatihan, perilaku perubahan-perubahan yang terjadi pada

pekerjaan sebagai akibat dari pelatihan, hasil-hasil dampak

pelatihan pada keseluruhan yaitu efektivitas organisasi atau

pencapaian pada tujuan-tujuan organisasional, perawat yang

telah mendapatkan pelatihan penanganan cardiac arrest

diharapkan mendapatkan peningkatan pengetahuan, mempunyai

keahlian yang lebih meningkat seperti yang diajarkan dalam

pelatihan, dan menunjukkan adanya perubahan sikap yang lebih

siap bila sewaktu-waktu ada kejadian cardiac arrest di tempat

kerjanya.

Page 47: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

34

2.2 Kerangka Teori

Gambar 2.2

Kerangka Teori

Sumber : (Wolff.dkk, 2010), (Notoadmojo, 2010).

Faktor-faktor yang

mempengaruhi

kesiapan perawat

dalam menangani

kondisi kegawatan

(cardiac arrest) :

1. Pengetahuan

penanganan

cardiac arrest.

2. Pengalaman

menangani

cardiac arrest.

3. Pelatihan atau

training.

Kesiapan

Perawat

dalam

menangani

cardiac

arrest

Dimensi kesiapan :

1. Kemampuan menilai situasi

2. Critical thinking, decision making yang tepat.

3. Pemberian asuhan keperawatan dengan

memperhatikan aspek keamanan dan perlindungan.

4. Komunikasi efektif.

Penanganan

cardiac

arrest

Faktor yang

mempengaruhi

perilaku :

1. Faktor

predisposisi.

2. Faktor

pemungkin

(enabling

factors).

3. Faktor penguat

(reinforcing

factors).

Perilaku Pengetahuan

Faktor yang

mempengaruhi

perilaku :

1. Faktor

predisposisi.

2. Faktor

pemungkin

(enabling

factors).

3. Faktor penguat

(reinforcing

factors).

Page 48: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

35

2.3 Fokus Penelitian

Gambar 2.3

Fokus Penelitian

Pengalaman

Perawat

Faktor Penghambat

Penanganan

Cardiac Arrest

Pengetahuan

Perawat

Faktor Pendukung

Page 49: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

36

2.4 Keaslian Penelitian

Tabel 2.1

Keaslian Penelitian

Nama /

Tahun

Judul

Penelitian

Metode Hasil

Aminuddin

(2013)

Analisis

faktor yang

berhubung

an dengan

kesiapan

perawat

dalam

menangani

cardiac

arrest di

ruangan

ICCU dan

ICU RSU

Anutapura

Palu

Jenis penelitian ini

adalah penelitian

analitik cros

sectional dengan

pengambilan sampel

total sampling

menggunakan

kuesioner dan

ceklist.

Uji statistic

menggunakan chi-

square.

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ada

hubungan bermakna

antara pengetahuan

dengan kesiapan perawat

dalam menangani cardiac

arrest (p = 0,001), tidak

ada hubungan bermakna

antara fasilitas dengan

kesiapan perawat dalam

menangani cardiac arrest

(p = 0,301), ada hubungan

bermakna pelatihan

dengan kesiapan perawat

dalam menangani cardiac

arrest (p = 0,025).

Pengetahuan dan pelatihan

berhubungan dengan

kesiapan perawat dalam

menangani cardiac arrest.

Fasilitas tidak

berhubungan dengan

kesiapan perawat dalam

Page 50: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

37

k

k

k

k

k

k

menagani cardiac arrest.

Diharapkan kepada

peneliti lain dapat

mengembangkan

penelitian ini dengan

variabel yang lain.

Ifa Roifah

(2014)

Metode

cardio

pulmonary

resuscitati

on untuk

meningkat

kan

survival

rates

pasien post

cardiac

arrest.

Desain penelitian ini

adalah analitik

dengan

menggunakan

pendekatan case-

control atau

retrospektive study

yang kemudian

dianalisis

menggunakan

statistik deskriptif

yaitu tabel distribusi

frekuensi dan nilai

mean.

Hasil ini membuktikan

bahwa semakin

seseoarang diberikan

jumlah siklus yang sesuai

dengan prosedur (5 siklus)

maka waktu ketahanan

hidupnya akan lebih lama

dibandingkan dengan

yang tidak diberikan,

sehingga dengan demikian

terdapat pengaruh

pemberian CPR terhadap

survival rates pasien

cardiac arrest.

Page 51: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

38

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif dilakukan karena peneliti ingin mengeksplor fenomena-fenomena

yang tidak dapat dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif seperti proses suatu

langkah kerja, formula suatu resep, pengertian-pengertian tentang suatu

konsep yang beragam, karakteristik suatu barang dan jasa, gambar-gambar,

gaya-gaya, tata cara suatu budaya, model fisik suatu artifak dan lain

sebagainya (Satori & Komariah, 2013).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

fenomenologis, menurut Rieman dalam Santana (2007) penelitian

fenomenologi bertujuan untuk menyajikan persepsi berbagai orang yang

menjadi informan di dalam sebuah masalah, melihat bagaimana pengalaman

mereka, kehidupan dan tampilan fenomenanya, serta mencari pemaknaan dari

berbagai orang yang menjadi partisipan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman perawat tentang

penanganan cardiac arrest di RSUD Karanganyar. Bertujuan khusus untuk

mendeskripsikan pengetahuan perawat tentang penanganan cardiac arrest,

mendeskripsikan tindakan perawat dalam penanganan cardiac arrest,

mengidentifikasi faktor pendukung perawat dalam penanganan cardiac arrest,

Page 52: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

39

mengidentifikasi faktor penghambat perawat dalam penanganan cardiac

arrest.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang instalasi gawat darurat (IGD)

RSUD Karanganyar.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 5 Februari sampai 21 April 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

Satori & Komariah (2013) menyatakan bahwa populasi dalam penelitian

kualitatif lebih tepat disebut sebagai sumber data pada situasi sosial tertentu

yang menjadi subjek penelitiannya adalah benda, hal atau orang yang padanya

melekat data tentang objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah 17

perawat Instalasi Gawat Darurat yang pernah menangani kasus cardiac arrest

di RSUD Karanganyar.

Sampel merupakan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh

populasi (Notoatmodjo, 2012). Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau

yang dapat dipergunakan sabagai subjek penelitian melalui sampling. Sampel

sebanyak 1 – 10 orang hingga tercapai saturasi (Afiyanti, 2014). Peneliti

mengambil partisipan perawat IGD yang pernah menangani kasus cardiac

arrest sebanyak 3 partisipan. Teknik pengambilan sampel dilakukan

Page 53: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

40

menggunakan metode purposive sampling yaitu sampel yang dipilih

berorientasi pada tujuan penelitian individu diseleksi atau dipilih secara

sengaja karena memiliki pengalaman yang sesuai dengan fenomena yang

diteliti sampel ini menetapkan terlebih dahulu kriteria – kriteria inklusi yang

telah ditetapkan. Sedangkan sampling adalah proses menyeleksi porsi dari

populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2011).

Wawancara akan dihentikan oleh peneliti ketika semua jawaban dari

partisipan sudah mencapai saturasi. Saturasi adalah ketika semua jawaban

sudah dikatakan benar sama atau jenuh (Sutopo, 2006).

Kriteria inklusi adalah subjek penelitian yang memenuhi syarat sebagai

sampel atau persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh subjek agar dapat

diikutkan dalam penelitian (Sastroasmoro dan Ismael, 2007). Dalam penelitian

ini kriteria inklusi sendiri adalah:

1) Perawat berpendidikan minimal D III Keperawatan.

2) Perawat yang telah bekerja lebih dari 3 tahun di Instalasi Gawat Darurat.

3) Perawat yang memiliki sertifikat pelatihan BTCLS atau PPGD.

4) Perawat yang pernah melakukan penanganan cardiac arrest.

5) Bersedia menjadi partisipan.

Page 54: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

41

3.4 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

3.4.1 Dalam penelitian ini menggunakan dua instrumen penelitian yaitu:

1. Instrumen Inti

Instrumen inti dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri.

Peneliti sebagai instrument inti berusaha untuk meningkatkan

kemampuan diri dalam melakukan wawancara. Usaha yang

dilakukan berlatih wawancara terlebih dahulu sebelum pengambilan

data kepada partisipan (Sugiyono, 2013).

Peneliti menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian,

sebagai perencana, pelaksana, pengumpulan data, analisis, penafsir

data, dan pengevaluasi hasil penelitian. Peneliti harus paham metode

penelitian, penguasaan teori wawancara terhadap bidang yang diteliti

dan peneliti siap untuk memasuki obyek penelitian, baik secara

akademik maupun logistiknya. Peneliti adalah seorang mahasiswi

dari program studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada

Surakarta yang ingin melakukan penelitian dan ingin mengeksplorasi

tentang pengalaman perawat dalam menangani kasus cardiac arrest

di RSUD Karanganyar.

2. Penunjang penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan tiga teknik yaitu:

a. Wawancara mendalam

Sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif

adalah berupa manusia yang dalam posisi sebagai partisipan.

Page 55: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

42

Informasi dari sumber data ini dikumpulkan dengan teknik

wawancara, dalam penelitian kualitatif khususnya dilakukan

dalam bentuk yang disebut wawancara mendalam (in-depth

interviewing) yaitu wawancara yang dilakukan untuk

menemukan permasalahan secara lebih terbuka dimana partisipan

yang diwawancara diminta pendapat, ide-idenya, peneliti

mencatat apa yang dikemukakan oleh partisipan (Sugiyono,

2013). Wawancara akan dihentikan oleh peneliti ketika semua

jawaban dari partisipan jenuh (Sutopo, 2006). Wawancara

mendalam dalam penelitian ini menggunakan:

1. Lembar Informed Consent berfungsi sebagai bukti

persetujuan dari partisipan dalam penelitian yang dilakukan

oleh peneliti.

2. Pedoman wawancara yang berisi 12 pertanyaan tentang

penanganan cardiac arrest berfungsi untuk pedoman dalam

melakukan wawancara penelitian.

3. Voice Recorder dengan smartphone dengan kapasitas memori

1 Gb yang mampu merekam suara kurang lebih 60 menit

sebanyak dua kali perekaman untuk satu partisipannya

berfungsi untuk merekam suara semua percakapan yang

dilakukan peneliti dan partisipan. Wawancara di lakukan

sebanyak dua kali.

Page 56: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

43

b. Observasi tersamar

Teknik observasi tersamar yaitu peneliti melakukan

observasi tanpa diketahui partisipan sehingga data yang

didapatkan lebih natural (Sugiyono, 2013). Teknik ini digunakan

untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa,

aktivitas, perilaku, tempat atau lokasi dan benda, serta rekaman

gambar. Observasi dalam penelitian menggunakan lembar

catatan lapangan yang berfungsi untuk catatan peneliti dalam

penelitian yang telah dilakukan.

Observasi dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak

langsung (Sutopo, 2006). Alasan peneliti melakukan observasi

adalah untuk menyajikan gambaran realitis perilaku atau

kejadian, untuk menjawab pertanyaan dan untuk evaluasi

melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu serta melakukan

umpan balik terhadap pengukuran tersebut (Sumantri, 2011).

Peneliti melakukan observasi terus terang atau tersamar yaitu

peneliti menyatakan terus terang kepada sumber data bahwa

peneliti sedang melakukan penelitian sehingga sumber

mengetahui sejak awal sampai akhir tentang aktivitas peneliti,

namun dalam suatu saat peneliti juga tidak berterus terang atau

tersamar dalam observasi untuk menghindari adanya suatu data

yang masih dirahasiakan (Sugiyono, 2013).

Page 57: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

44

c. Dokumentasi

Studi dokumen adalah teknik pengumpulan data dengan

mempelajari catatan-catatan mengenai suatu data. Dokumen

tertulis merupakan sumber data yang memiliki posisi penting

dalam penelitian kualitatif (Sutopo, 2006). Sumber data dan

dokumen pada penelitian ini diperoleh dari buku dan jurnal yang

membahas mengenai penanganan cardiac arrest. Dari data

sumber tersebut kemudian di analisis sehingga dapat memperkuat

hasil penelitian peneliti. Dokumentasi penelitian ini

menggunakan :

1. Lembar data demografi mengenai kode, nomer partisipan,

usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pengalaman lama

kerja di Instalasi Gawat Darurat dan pelatihan yang pernah

diikuti.

2. Alat tulis berfungsi untuk menulis dan mencatat segala

sesuatu yang penting dalam penelitian.

3. Bukti penelitian mengenai inisial perawat, diagnosa medis,

tindakan dan tanda tangan partisipan.

4. Camera berfungsi untuk mendokumentasikan pembicaraan

antara peneliti dengan informan atau sumber data. Dengan

adanya foto ini, maka dapat meningkatkan keabsahan

penelitian akan lebih terjamin, karena peneliti betul-betul

melakukan pengumpulan data. Camera yang digunakan

Page 58: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

45

adalah camera handphone 5 megapixel dengan kapasitas

memory 4 Gb.

3.4.2 Prosedur pengumpulan data

1. Tahap persiapan

Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menyelesaikan

ujian proposal dan diperbolehkan melakukan pengambilan data di

lapangan. Peneliti mengurus surat ijin pengambilan data mengenai

kriteria inklusi partisipan yang dikeluarkan oleh Program Studi S-1

Keperawatan STIKes Kusuma Husada kepada Kesatuan Bangsa dan

Politik (KESBANGPOL) untuk tembusan ke Bupati Karanganyar,

Kepala BAPPEDA dan Direktur serta bagian diklat RSUD

Karanganyar.

Partisipan yang memenuhi kriteria inklusi kemudian diberikan

penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian serta dampak

yang mungkin terjadi pada proses pengumpulan data. Peneliti

memberi tahu kepada partisipan bahwa akan dilakukan perekaman

wawancara dan pengambilan gambar mengenai pengalaman perawat

dalam menangani kasus cardiac arrest. Setelah diberikan penjelasan

partisipan diminta kesediaannya untuk menandatangani lembar

persetujuan menjadi partisipan. Selanjutnya peneliti dan partisipan

membuat kontrak waktu dan tempat untuk proses pengambilan data.

Page 59: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

46

2. Tahap pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan peneliti menyiapkan instrumen inti

dan penunjang. Instrumen inti ini disiapkan dengan melatih

ketrampilan wawancara kepada perawat yang bukan menjadi

partisipan, kemudian peneliti melakukan pengembangan diri

terhadap proses wawancara. Sebelum ke tahap wawancara, peneliti

mencari data atau dokumentasi angka kejadian kematian kasus

cardiac arrest di rekam medik RSUD Karanganyar. Instrumen

penunjang yang disiapkan meliputi buku, catatan, bolpoint, pedoman

pertanyaan, lembar data demografi, bukti penelitian dan kamera

untuk mendokumentasikan gambar pada saat wawancara. Alat

perekam yang sudah dipastikan dapat digunakan kembali diperiksa

dengan baik. Lembar obsevasi, buku catatan dan bolpoint disiapkan

dengan baik kemudian peneliti bertemu dengan partisipan.

Peneliti datang sesuai dengan waktu dan tempat yang telah

disepakati sebelumnya dengan partisipan. Peneliti melakukan

wawancara secara mendalam (indepth interview) dengan terstruktur.

Peneliti menggunakan pedoman pertanyaan yang berisi garis besar

pertanyaan yang diajukan kepada partisipan, pertanyaan wawancara

dikembangkan dari jawaban partisipan tetapi tidak keluar dari

pedoman yang telah dibuat. Partisipan diberikan kebebasan untuk

memberikan informasi selengkapnya dan seluas mungkin. Sehingga

Page 60: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

47

pertanyaan dan hasil wawancara yang diperoleh bervarisasi untuk

setiap partisipan.

3. Tahap terminasi

Tahap terminasi adalah tahap akhir dari pengumpulan data

yang dilakukan terminasi dengan melakukan validasi terhadap data

yang telah ditemukan kepada partisipan. Setelah dilakukan

pengambilan data wawancara selanjutnya dilakukan observasi guna

menyajikan gambaran realistis perilaku atau kejadian, dan untuk

memvalidasi hasil wawancara dengan hasil observasi apakah sama

dan akan memberikan umpan balik terhadap pengambilan data yang

telah dilakukan. Peneliti memperlihatkan hasil transkip wawancara

dan intrepetasi peneliti kepada informan, jika informan mengatakan

apa yang ditulis peneliti telah sesuai dengan apa yang dimaksud oleh

partisipan dan dilakukan terminasi dan ucapan terimakasih telah

bersedia berpartisipasi dalam penelitian dan menyampaikan bahwa

proses penelitian telah selesai.

3.5 Analisa Data

Analisa data merupakan proses pengumpulan data, mengajukan

pertanyaan-pertanyaan dari peneliti dan menulis catatan singkat sepanjang

penelitian (Creswell, 2013). Teknik analisa yang digunakan pada penelitian

ini adalah dengan menggunakan metode Colaizzi (Creswell, 2013). Metode

Colaizzi dinilai efektif digunakan dalam penelitian ini, dikarenakan dengan

Page 61: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

48

metode Colaizzi fenomena-fenomena dapat terungkap dengan jelas sesuai

dengan makna-makna yang di dapat. Adapun langkah-langkah analisa data

sebagai berikut :

3.5.1 Membuat deskripsi informan tentang fenomena dari informan dalam

bentuk narasi yang bersumber dari wawancara.

3.5.2 Membaca kembali secara keseluruhan deskripsi informasi dari

informan untuk memperoleh perasaan yang sama seperti pengalaman

informan. Peneliti melakukan 3-4 kali membaca transkip untuk

merasakan hal yang sama seperti informan.

3.5.3 Mengidentifikasi kata kunci melalui penyaringan pernyataan informan

signifikan dengan fenomena yang diteliti. Pernyataan-pernyataan yang

merupakan dan mengandung makna yang sama atau mirip maka

pernyataan ini diabaikan.

3.5.4 Memformulasikan arti dari kata kunci dengan cara mengelompokkan

kata kunci yang sejenis. Peneliti sangat berhati-hati agar tidak

membuat penyimpangan dari pernyataan informan dengan merujuk

kembali pada pernyataan yang signifikan. Cara yang perlu dilakukan

adalah menelaah kalimat satu dengan yang lain.

3.5.5 Mengorganisasikan arti-arti yang telah teridentifikasi dalam beberapa

kelompok tema. Setelah tema-tema terorganisir, peneliti menvalidasi

kembali kelompok tema tersebut.

3.5.6 Mengintegrasikan semua hasil penelitian ke dalam suatu narasi yang

menarik dan mendalam sesuai dengan topik penelitian.

Page 62: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

49

3.5.7 Mengembalikan semua hasil penelitian pada masing-masing informan

lalu diikut sertakan pada diskripsi hasil penelitian.

3.6 Keabsahan Data

Dalam pengujian keabsahan data pada penelitian ini dicapai dengan

melakukan pengecekan keabsahan temuan untuk menjamin kepercayaan hasil

penelitian. Pada penelitian kualitatif menurut Polit & Beck (2012)

mengemukakan yang dapat dicapai untuk mendapat kepercayaan tertentu

dengan 4 prinsip, meliputi uji creadibility, transferability (validitas

eksternal), dependability (reliabilitas), dan confirmability (obyektivitas).

3.6.1 Creadibility (kepercayaan data)

Kredibilitas data atau ketepatan dan keakuratan suatu data yang

dihasilkan dari studi kualitatif menjelaskan derajat atau nilai kebenaran

dari data yang dihasilkan termasuk proses analisis data tersebut dari

penelitian yang dilakukan. Suatu hasil penelitian dikatakan memiliki

kredibilitas yang tinggi atau baik ketika hasil-hasil temuan pada

penelitian tersebut dapat dikenali dengan baik oleh partisipannya

dalam konteks sosial mereka.

Pada penelitian ini kredibilitas dicapai dengan melakukan

validasi kembali hasil wawancara dan catatan lapangan untuk dilihat

dan dibaca partisipan apakah ada diantara ungkapan dan pernyataan

tidak sesuai dengan maksud partisipan. Partisipan juga diberi

kesempatan untuk memberi gambaran yang sebenarnya dirasakan oleh

Page 63: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

50

partisipan. Peneliti juga berkonsultasi dengan pembimbing terkait hasil

pengumpulan data yang diperoleh. Prinsip ini untuk mengetahui

apakah kebenaran hasil penelitian kualitatif dapat dipercaya dalam

mengungkapkan kenyataan yang sesungguhnya antara konsep peneliti

dengan konsep partisipan.

Ukuran cara memvaliditas data terdapat pada alat untuk

menjaring data, terletak pada penelitiannya yang dibantu dengan

metode interview, observasi dan studi dokumen. Dengan demikian,

yang diuji ketepatannya adalah kapasitas peneliti dalam merancang

focus, menetapkan dan memilih partisipan, melaksanakan metode

pengumpulan data, menganalisis dan menginterpretasi dan melaporkan

hasil penelitian yang kesemuanya perlu menunjukkan konsistensinya

satu sama lain.

3.6.2 Transferability (keteralihan data)

Seberapa mampu suatu hasil penelitian kualitatif dapat

diaplikasikan dan dialihkan pada keadaan suatu konteks lain atau

kelompok atau partisipan lainnya merupakan pertanyaan untuk menilai

kualitas tingkat keteralihannya atau transferabilitas. Penilaian

keteralihan suatu hasil penelitian kualitatif ditentukan oleh para

pembaca. Istilah transferabilitas dapat dipakai pada penelitian kualitatif

untuk menggantikan konsep generalisasi telah banyak dibahas dan

direspon oleh para peneliti, baik kuantitatif maupun kualitatif.

Page 64: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

51

Penulis melibatkan pembimbing dalam penulisan dan pelaporan

hasil agar mudah dipahami oleh pembaca, selain itu peneliti membuat

uraian yang diteliti dan secermat mungkin sehingga menghasilkan di

skripsi yang padat dan dapat digunakan pada setting lain dengan

konsep dan karakteristik yang sama.

3.6.3 Dependability (ketergantungan)

Dependabilitas mempertanyakan tentang konsistensi dan

reabilitas suatu instrumen yang digunakan lebih dari sekali

penggunaan. Masalah yang ada pada studi kualitatif adalah instrumen

penelitian dan peneliti sendiri sebagai manusia memiliki sifat-sifat

manusia yang sepenuhnya tidak pernah dapat konsisten dan dapat

diulang walaupun dengan kondisi dan keadaan yang sama dan sangat

dipengaruhi oleh latar belakang peneliti terutama berkaitan dengan apa

saja yang di intrepetasikan dan disimpulkan oleh peneliti tersebut.

Peneliti sebagai instrumen kunci dapat membuat kesalahan dalam

menginterpretasikan data sehingga timbul ketidakpercayaan pada

peneliti. Agar penelitian ini dapat di pertanggungjawabkan secara

ilmiah, peneliti melibatkan seseorang yang berkompeten di bidangnya

yaitu selalu melibatkan pembimbing selama penelitian, analisa data

dan penulisan hasil penelitian untuk menjaga dependabilitas hasil

penelitian (Afiyanti, 2014).

Page 65: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

52

3.6.4 Confirmability

Konfirmabilitas menggantikan aspek objektivitas pada penelitian

kualitatif, namun tidak persis sama arti dari keduanya, yaitu kesediaan

peneliti untuk mengungkap secara terbuka proses dan elemen-elemen

penelitiannya.

Aspek confirmability dipenuhi peneliti dengan melakukan

konfirmasi kembali terhadap hasil interpretasi kepada partisipan dan

pembimbing serta mengintregasikan dengan catatan lapangan dan hasil

observasi.

Strategi yang digunakan untuk memperoleh keabsahan data pada

penelitian ini adalah dengan melakukan triangulasi (Denzin & Lincoln,

2005 di dalam Rachmawati & Afiyanti, 2014). Triangulasi yang dapat

dilakukan peneliti antara lain:

1. Triangulasi data

Teknik triangulasi data, yaitu peneliti menggunakan berbagai

sumber data yang dapat digunakan selama riset dilakukan. Data

yang didapatkan dari partisipan kemudian divalidasi dengan

menggunakan dokumentasi keperawatan contohnya tindakan

dalam penanganan cardiac arrest di IGD RSUD Karangannyar.

2. Triangulasi peneliti

Teknik triangulasi peneliti, yaitu peneliti bekerja sama

dengan peneliti lain untuk mengurangi potensial bisa dari satu riset

dengan dilakukannya uji validitas. Pada penelitian ini peneliti

Page 66: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

53

menggunakan jurnal penelitian yang membahas masalah yang

sama dengan penelitian yang peniliti lakukan, hasil skripsi dan

tesis dari universitas lainnya. Pandangan dan tafsir yang dilakukan

oleh beberapa peneliti terhadap semua informasi yang berhasil

digali dan dikumpulkan yang berupa catatan, bahkan sampai

dengan simpulan sementara, diharapkan bisa terjadi pertemuan

pendapat yang pada akhirnya bisa lebih memantapkan hasil akhir

penelitan.

3. Triangulasi teori

Teknik triangulasi teori, yaitu peneliti menggunakan berbagai

perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan

yang dikaji. Peneliti menggunakan beragam teori yang membahas

mengenai tindakan dalam penanganan cardiac arrest dan

pengalaman perawat.

3.7 Etika Penelitian

Etika penelitian adalah suatu system nilai normal yang harus dipatuhi

oleh peneliti saat melakukan aktivitas penelitian yang melibatkan responden,

meliputi kebebasan dari adanya ancaman, kebebasan dari adanya eksploitasi

keuntungan dari penelitian tersebut dan resiko yang didapatkan (Polit &

Hungler, 2005).

Peneliti meyakini bahwa partisipan harus di lindungi dengan

memperhatikan aspek-aspek: self determination, privacy, anonymity,

informed consent, dan protections for discomfort (Polit & Hungler, 2005) :

Page 67: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

54

3.7.1 Self determination.

Partisipan diberikan kebebasan untuk menentukan apakah

bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian sukarela.

Peneliti memberikan kebebasan kepada partisipan untuk ikut

berpartisipasi. Peneliti memberikan penjelasan kepada calon

partisipan mengenai tujuan dan manfaat penelitian yang dilakukan.

Peneliti juga menjelaskan bahwa partisipan yang mengikuti penelitian

tidak dipungut biaya apapun, seluruh biaya sudah ditanggung peneliti.

3.7.2 Informed consent

Peneliti menegaskan kembali mengenai maksud dan tujuan

penelitian yaitu untuk mengindetifikasi pengetahuan, tindakan, faktor

pendukung dan penghambat dalam penanganan cardiac arrest.

Setelah partisipan mengerti, peneliti memberikan lembar informed

consent kepada partisipan.

3.7.3 Privacy

Selama dan sesudah penelitian, privacy partisipan dijaga secara

benar, semua partisipan diberlakukan sama, peneliti akan menjaga

kerahasiaan partisipan dari informasi yang diberikan dan hanya

digunakan untuk kegiatan penelitian serta tidak akan dipublikasikan

tanpa izin dari partisipan.

3.7.4 Anonymity

Nama partisipan selama penelitian tidak digunakan melainkan

diganti dengan nomor dan inisial penelitian. Nomor dan inisial dari

Page 68: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

55

partisipan ini digunakan dengan tujuan untuk menjaga kerahasiaan

partisipan dan mencegah kekeliruan peneliti dalam memasukkan data.

3.7.5 Protections for discomfort.

Selama pengambilan data penelitian, peneliti memberi

kenyamanan pada partisipan dengan mengambil tempat wawancara

sesuai dengan keinginan partisipan. Sehingga partisipan dapat leluasa

tanpa ada pengaruh lingkungan untuk mengungkapkan hambatan

yang dialami.

3.7.6 Beneficence

1. Bebas dari bahaya yaitu peneliti harus berusaha melindungi subyek

yang diteliti, terhindar dari bahaya atau ketidaknyamanan fisik atau

mental.

2. Bebas dari eksploitasi yaitu keterlibatan peserta dalam penelitian

tidak seharusnya merugikan mereka atau memaparkan pada situasi

yang mereka tidak disiapkam.

3. Rasio antara resiko dan manfaat adalah peneliti dan penilai

(reviewer) harus menelaah keseimbangan antara manfaat dan

resiko dalam penelitian (Hamid & Achir, 2008).

3.7.7 Non Meleficence

Mengurangi bahaya terhadap partisipan serta melindungi

partisipan (Hamid & Achir, 2008).

Page 69: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

56

3.7.8 Justice

Hak mendapatkan perlakuan yang adil adalah partisipan

mempunyai hak yang sama, sebelum, selama, dan setelah partisipasi

mereka dalam penelitian. Perlakuan yang adil mencakup aspek-aspek

berikut ini:

1. Seleksi partisipan yang adil dan tidak diskriminatif.

2. Perlakuan yang tidak menghukum bagi mereka yang menolak atau

mengundurkan diri dari kesertaannya dalam penelitian, walaupun

dia pernah menyetujui untuk berpartisipasi.

3. Penghargaan terhadap semua persetujuan yang telah dibuat antara

peneliti atau partisipan.

4. Mendapatkan penjelasan, jika diperlukan yang tidak diberikan

sebelum penelitian dilakukan atau mengklarifikasi isu yang timbul

selama penelitian.

5. Perlakuan yang penuh rasa hormat selama penelitian (Hamid &

Achir, 2008).

Page 70: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

57

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Pada bab 4 ini dipaparkan mengenai hasil penelitian terkait perawat dalam

penanganan cardiac arrest di Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar. Sesuai

tujuan khusus meliputi mendeskripsikan pengetahuan perawat tentang

penanganan cardiac arrest, mendeskripsikan tindakan perawat dalam penanganan

cardiac arrest, mengidentifikasi faktor pendukung perawat dalam penanganan

cardiac arrest dan mengidentifikasi faktor penghambat perawat dalam

penanganan cardiac arrest.

Tema- tema yang didapatkan dari penelitian ini diperoleh berdasarkan

hasil wawancara yang dilakukan pada 3 perawat di Instalasi Gawat Darurat yang

pernah menangani kasus cardiac arrest. Tema yang didapat meliputi 16 tema

yaitu definisi henti jantung, penyebab henti jantung, tanda dan gejala henti

jantung, tindakan henti jantung, pengkajian awal resusitasi jantung paru, tindakan

resusitasi jantung paru , evaluasi tindakan resusitasi jantung paru, posisi recovery,

faktor dihentikan resusitasi jantung paru, pemberian obat-obatan emergency ,

pengetahuan perawat, sarana pendukung, kesiapan perawat, hambatan sarana dan

prasarana, faktor pasien dan faktor keluarga.

Page 71: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

58

4.3 Karakteristik Partisipan

Karakteristik ketiga partisipan yang bersedia dilakukan wawancara

adalah sebagai berikut : partisipan satu (P1) adalah seorang laki-laki dengan

usia 52 tahun, pendidikan terakhir D3 keperawatan, mengikuti pelatihan

PPGD dengan pengalaman kerja di IGD RSUD Karanganyar selama 31 tahun.

Partisipan kedua (P2) adalah seorang perempuan dengan usia 39 tahun,

pendidikan terakhir S1 keperawatan dan Ners, mengikuti pelatihan PPGD dan

BTCLS dengan pengalaman kerja di IGD RSUD Karanganyar selama 12

tahun. Partisipan ketiga (P3) adalah seorang laki-laki dengan usia 40 tahun,

pendidikan terakhir S1 keperawatan mengikuti pelatihan PPGD dan BTCLS

dengan pengalaman kerja di IGD RSUD Karanganyar selama 13 tahun.

4.4 Tema Hasil Penelitian

Tema tersebut disusun oleh katakunci dan kategori pendukung. Berikut

ini hasil dari tema-tema yang ditemukan.

4.4.1 Tema dari Tujuan Khusus : Mendeskripsikan pengetahuan

perawat tentang penanganan cardiac arrest.

Tema – tema yang dihasilkan dari mendeskripsikan

pengetahuan perawat tentang penanganan cardiac arrest didapatkan 4

tema yaitu definisi henti jantung, penyebab henti jantung, tanda dan

gejala henti jantung dan tindakan henti jantung. Tema ini didapatkan

dari analisa terhadap kategori- kategori yang didapat dari ungkapan

Page 72: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

59

keseluruhan dari partisipan. Berikut penjelasan mengenai beberapa

tema tersebut:

1. Definisi henti jantung

Definisi cardiac arrest atau istilah lainnya yaitu henti jantung

dan gangguan irama jantung.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai henti jantung :

“…terjadi henti jantung.” (P2)

“Itu mendadak kok dek datangnya tapi intinya ya henti

jantung.” (P3)

“Kebanyakan pasien cardiac arrest bisa saja mengalami

kematian dalam 24 jam pertama setelah dia sudah mengalami

henti jantung.” (P3)

“Kematian penyakit jantung yang mendadak…” (P1)

“Otomatis jantung tidak berdenyut…” (P3)

Pernyataan partisipan 1, 2 dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

henti jantung meliputi kematian penyakit jantung mendadak dan

jantung tidak berdenyut.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai gangguan irama

jantung :

“…ventrikel takikardi dan ventrikel fibrilasi, VF dan VT…”

(P2)

“…VT (ventrikel takhikardi)...”(P2)

“…VT (ventrikel takhikardi) biasanya nadinya cepat sekali

dan darah ke ventrikel jadi berkurang.” (P2)

“…atau bisa juga pasien sudah asistol...”(P2)

Page 73: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

60

“Asistol yaa? Sudah tidak ada aktifitas jantung lagi dek. Kalo

dimonitor garis lurus memanjang itu loh.” (P2)

“…ventrikel fibrilasi, VF dan VT !!” (P2)

“…gambaran ventrikel fibrilasi…” (P2)

“Kalo VF (fibrilasi ventrikel) itu jantung masih getar...” (P2)

“…dan PEA (Pulseless Electrical Activity)...”(P2)

“PEA (Pulseless Electrical Activity) sih masih ada aktifitas

jantung cuman ya ga terlihat tekanan darah dan nadinya.”

(P2)

Pernyataan partisipan 2 tersebut diatas mengungkapkan gangguan

irama jantung meliputi ventrikel fibrilasi, ventrikel takhikardi,

pulseless electrical activity dan asistol.

2. Penyebab henti jantung

Penyebab cardiac arrest sebagai akibat dari serangan jantung

meliputi : gangguan sirkulasi tubuh dan suatu peristiwa.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai gangguan sirkulasi

tubuh:

“Ya sebetulnya semua sama-sama diakibatkan timbulnya

aritmia.” (P2)

“…lalu sirkulasi aliran darah keseluruh tubuh berhenti.”

(P3)

“…kita curigai karena pasien itu hipoksia.” (P3)

Pernyataan partisipan 2 dan partisipan 3 tersebut diatas

mengungkapkan gangguan sirkulasi tubuh meliputi aritmia,

sirkulasi aliran darah keseluruh tubuh berhenti dan hipoksia.

Page 74: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

61

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai peristiwa :

“…aliran jantung berhenti karena kondisi pasien disebabkan

suatu hal seperti tersengat listrik, tenggelam…” (P2)

Pernyataan partisipan 2 tersebut diatas mengungkapkan peristiwa

penyebab henti jantung meliputi tersengat listrik dan tenggelam.

3. Tanda dan gejala henti jantung

Tanda dan gejala munculnya cardiac arrest meliputi : nadi

berhenti berdenyut, penurunan kesadaran, gangguan sistem

respirasi, nyeri dada dan tekanan darah rendah.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai nadi berhenti

berdenyut:

“…mungkin denyut nadi tidak teraba lagi atau berhentilah,

jadi serangan jantung mendadak ya perlu penanganan yang

harus secara cepat dan tepat.” (P1)

“…nadinya tidak teraba. Cardiac arrest itu tidak harus

ditemukan di IGD kadang dijalan raya kita bisa temui cardiac

arrest jadi dimanapun kita bisa ketemu cardiac arrest jadi

penanganan RJP.” (P2)

“…masih ada aktifitas jantung cuman ya ga terlihat tekanan

darah dan nadinya.” (P2)

“Menurut saya ya dek, jantung tidak memompa sama sekali

dan tidak teraba nadinya.” (P3)

Pernyataan partisipan 1, 2 dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

nadi berhenti berdenyut meliputi denyut nadi tidak teraba.

Page 75: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

62

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai penurunan kesadaran :

“…sampai pasien tidak sadar dan sebagainya.” (P1)

“Apnea, hipotensi, penurunan kesadaran, yaitu!” (P2)

“…kalo pasien datang di IGD misalnya ada penurunan

kesadaran apa pasien memang sudah tidak sadar…” (P2)

“…tiba-tiba pasien apnea dan penurunan kesadaran kita

curiganya ke cardiac arrest.” (P2)

“Itu bertahan bisa lebih dari 20 menit atau pasien langsung

tidak sadarkan diri.” (P3)

Pernyataan partisipan 1, 2, dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

penurunan kesadaran meliputi pasien cardiac arrest tidak sadarkan

diri.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai gangguan sistem

respirasi :

“Ya kan langsung disini kalo langsung nyeri di uluhati, sesak

nafas.” (P1)

“…nafasnya mulai nafas pendek-pendek…” (P3)

“Apnea, hipotensi, penurunan kesadaran, yaitu!...” (P2)

“…tiba-tiba pasien apnea dan penurunan kesadaran kita

curiganya ke cardiac arrest.” (P2)

Pernyataan partisipan 1, 2 dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

gangguan sistem respirasi meliputi sesak nafas, nafas pendek dan

apnea.

Page 76: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

63

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai nyeri dada :

“…nyeri dada seperti ditusuk-tusuk, nadi cepat, keluar

keringat dingin…” (P1)

“…ada riwayat nyeri dada.” (P2)

“…kita kenali saat pasien mengeluh nyeri dada…” (P3)

Pernyataan partisipan 1, 2 dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

nyeri dada meliputi nyeri dada seperti ditusuk-tusuk.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai tekanan darah

rendah :

“Apnea, hipotensi, penurunan kesadaran...” (P2)

Pernyataan partisipan 2 tersebut diatas mengungkapkan tekanan

darah rendah meliputi hipotensi.

4. Tindakan henti jantung

Tindakan henti jantung meliputi : pemberian obat, monitor

keadaan pasien, pemberian posisi.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai pemberian obat :

“…berikan terapi obat sementara sebelum dimasukan ke ICU

jadi pasien bisa memperoleh perawatan yang lebih

definitive.” (P2)

“Kemungkinan keberhasilan tindakannya itu perlu di

pikirkan juga dengan bantuan alat-alat resusitasi yang

memadai atau dengan terapi obat-obatan, terapi cairan

juga…” (P3)

Page 77: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

64

Pernyataan partisipan 2 dan partisipan 3 tersebut diatas

mengungkapkan pemberian obat meliputi terapi obat dan terapi

cairan.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai monitor kondisi pasien:

“Pertama ya kita monitor kesadaran sama nadi dulu.” (P1)

“…trus kita monitor kondisi pasien…” (P2)

“…harusnya setelah itu monitoring keadaan pasien.” (P3)

“Jadi kita udah lakukan RJP trus nanti dalam tempo sebelum

24 jam terjadi serangan jantung lagi, makanya monitoring itu

perlu.” (P3)

“…terapi cairan juga harusnya setelah itu monitoring

keadaan pasien.” (P3)

Pernyataan partisipan 1, 2 dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

memonitor kondisi pasien meliputi monitor kesadaran, monitor

kondisi dan keadaan pasien.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai pemberian posisi :

“Kalo headlift/ chinlift itu apa ya? itu posisinya harus

ekstensi, posisi mengadah atau mendongakkan kepala pasien

istilahnya secara singkat ya ekstensi harus memberi

kelonggaran pada saluran pernafasan.” (P1)

“Tangan kiri kita memegang dahi dan tangan kanan kita

memegang dagu kita tengadahkan.” (P2)

“…dengan cara tangan kita diletakkan di kening lalu tekan ke

belakang, koyo (seperti) di dongakke (mengadah) ning mburi

(kebelakang) ngono lah dek...”(P3)

“Pernafasan dari lidah cuman caranya yang lain untuk

mengatasi pasien yang mengalami penyumbatan lidah.” (P2)

Page 78: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

65

“Head tilt/ chin lift maneuver ini tujuannya sama, sebenarnya

untuk membebaskan sumbatan to?cuman caranya yang lain.”

(P2)

“Kalo jaw thrust maneuver adanya membebaskan sumbatan

lidah yang kita curigai ada fraktur servikal jadi posisinya kita

berada diatas pasien , kita pegang rahang bawah dengan

kedua tangan, untuk pasien jika dicurigai leher fraktur

servikal.” (P2)

“Head tilt untuk membebaskan jalan nafas dari sumbatan

lidah…” (P3)

“…diangkat mandibulanya ke atas, ya ekstensi itu cuman

beda istilah saja sama tadi.” (P1)

“…jadi posisinya kita berada diatas pasien , kita pegang

rahang bawah dengan kedua tangan…” (P2)

“Trus tangan satunya pegang dagu dan angkat rahangnya ke

depan mben (agar) giginya menutup gitu.” (P3)

Pernyataan partisipan 1, 2 dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

pemberian posisi membuka jalan nafas meliputi head tilt/ chinlift

dengan posisi menengadahkan atau mendongakkan kepala pasien

untuk membebaskan jalan nafas dari sumbatan lidah dan jaw thrust

maneuver jika dicurigai leher fraktur servikal dengan cara

memegang rahang bawah dengan kedua tangan tangan satunya

pegang dagu dan angkat rahangnya ke depan agar giginya

menutup.

4.2.2 Tema dari Tujuan Khusus : Mendeskripsikan tindakan perawat

dalam penanganan cardiac arrest.

Page 79: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

66

Tema – tema yang dihasilkan dari mendeskripsikan tindakan

perawat dalam penanganan cardiac arrest didapatkan 6 tema yaitu

pengkajian awal resusitasi jantung paru, tindakan resusitasi jantung

paru, evaluasi resusitasi jantung paru, posisi recovery, faktor

dihentikan resusitasi jantung paru, dan pemberian obat-obatan

emergency. Tema ini didapatkan dari analisa terhadap kategori-

kategori yang didapat dari ungkapan keseluruhan dari partisipan.

Berikut penjelasan mengenai beberapa tema tersebut:

1. Pengkajian awal resusitasi jantung paru.

Pengalaman perawat mengenai pengkajian awal resusitasi

jantung paru pada pasien cardiac arrest meliputi: pengkajian

lokasi, pemeriksaan tingkat kesadaran, pemeriksaan nadi dan

pemeriksaan pernafasan.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai pengkajian lokasi :

“Kita amankan pasien dari lingkungan…” (P2)

“Ingat aman lingkungan, pasien, penolong...” (P3)

Pernyataan partisipan 2 dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

pengkajian lokasi meliputi mengamankan lingkungan, pasien dan

penolong.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai pengkajian tingkat

kesadaran :

Page 80: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

67

“Pertama ya kita monitor kesadaran sama nadi dulu, otomatis

dilakukan dengan posisi itu. Setelah henti nafas kita lakukan

resusitasi itu pake ambubag jadi ambubag itu suatu alat yang

ada masker untuk mendorong oksigen untuk masuk ke paru-

paru. Dia menekan merangsang bagian jantung, lalu ya

dilakukan RJP lah dek.” (P1)

“Otomatis RJP, dari kita mengkaji kesadarannya apalagi kita

ketemu pasien seperti itu masih nafas spontan atau nafas

satu-satu, langsung kita lakukan RJP.” (P2)

“…kita pastikan pasien benar-benar tidak sadar dan ga ada

nadi.” (P3)

Pernyataan partisipan 1, 2 dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

pengkajian tingkat kesadaran meliputi mengkaji kesadaran sampai

memastikan pasien benar-benar tidak sadar.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai pemeriksaan nadi :

“…lalu cek nadi kemudian kalo nadi tidak teraba…” (P2)

“…lalu kita raba denyut nadi pada arteri carotis dan femoral

selama 10 detik paling lama.” (P2)

“…periksa nadi karotis di raba disisi leher sini dek dengan

jari telunjuk 10 detik aja.” (P3)

“Langsung cek nadi…” (P3)

Pernyataan partisipan 2 dan partisipan 3 tersebut diatas

mengungkapkan pemeriksaan nadi meliputi meraba denyut nadi

pada arteri carotis dan femoral.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai pemeriksaan

pernafasan :

Page 81: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

68

“…lalu kita raba denyut nadi pada arteri carotis dan femoral

selama 10 detik paling lama.” (P2)

“…periksa nadi karotis di raba disisi leher sini dek dengan

jari telunjuk 10 detik aja.” (P3)

“…kemudian kita cek pernafasan…” (P2)

“…cek nadi dan pernafasannya ada atau tidak…” (P3)

Pernyataan partisipan 2 dan partisipan 3 tersebut diatas

mengungkapkan pemeriksaan pernafasan meliputi cek pernafasan

selama 10 detik.

2. Tindakan resusitasi jantung paru.

Pengalaman perawat mengenai penanganan sirkulasi pasien

cardiac arrest meliputi resusitasi jantung paru, kedalaman

kompresi dada, frekuensi kompresi dada, siklus kompresi dada dan

kecepatan kompresi dada.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai resusitasi jantung paru:

“Dia menekan merangsang bagian jantung, lalu ya dilakukan

RJP lah dek.” (P1)

“Otomatis RJP, dari kita mengkaji kesadarannya apalagi kita

ketemu pasien seperti itu masih nafas spontan atau nafas satu-

satu, langsung kita lakukan RJP.” (P2)

“…nafas ada tapi nadi belum teraba kita lakukan RJP .” (P2)

Pernyataan partisipan 1 dan partisipan 2 tersebut diatas

mengungkapkan resusitasi jantung paru meliputi melakukan

tindakan resusitasi jantung paru

Page 82: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

69

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai kedalaman kompresi

dada :

“…RJP nya 2 jari diatas sternum jadi di tulang dada

kedalamanya 3 -5 cm.” (P2)

“…kompresi dadanya kira-kira 5 cm dalamnya dengan

telapak tangan dipaskan ditengah tulang sternum seperti ini

dek (kedua siku diluruskan trus jari-jari tangan dibuat

terkunci gini loh) bahu kita harus tetap tegak lurus diatas

pasien ya dek...” (P3)

Pernyataan partisipan 2 dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

kedalaman kompresi dada meliputi kompresi dada kira-kira 3-5 cm

dalamnya dengan telapak tangan tepat ditengah tulang sternum.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai frekuensi kompresi

dada :

“…30 kompresi dan 2 ventilasi dek.” (P1)

“…kompresi dada dengan perbandingan 30:2 jadi 30

kompresi lalu 2 ventilasi itu…” (P2)

“Setiap 5 siklus 30 kompresi dada…” (P3)

Pernyataan partisipan 1, 2 dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

frekuensi kompresi dada adalah 30 kali kompresi.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai siklus kompresi dada :

“Biasanya ya 5 siklus…” (P1)

“…dilakukan selama 1 siklus itu selama 5 kali dalam jangka

waktu 5 menit.” (P2)

“Setiap 5 siklus 30 kompresi dada…” (P3)

Page 83: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

70

Pernyataan partisipan 1, 2 dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

siklus kompresi dada adalah 5 siklus.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai kecepatan kompresi

dada :

“…RJP nya 2 jari diatas sternum jadi di tulang dada

kedalamanya 3 -5 cm dengan frekuensi selama kurang lebih

100x/menit.” (P2)

“Kompresi dadanya kira-kira 5 cm dalamnya dengan telapak

tangan dipaskan ditengah tulang sternum seperti ini dek

(kedua siku diluruskan trus jari-jari tangan dibuat terkunci

gini loh) bahu kita harus tetap tegak lurus diatas pasien ya

dek, temponya cepat banget minimal 100x/menit.” (P3)

Pernyataan partisipan 2 dan partisipan 3 tersebut diatas

mengungkapkan kecepatan kompresi dada adalah 100x/menit.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai teknik membuka jalan

nafas :

“Jangan lupa head tilt tadi apa yang jaw thrust. Kompresi

dadanya kira-kira 5 cm dalamnya dengan telapak tangan

dipaskan ditengah tulang sternum seperti ini dek (kedua siku

diluruskan trus jari-jari tangan dibuat terkunci gini loh) bahu

kita harus tetap tegak lurus diatas pasien ya dek, temponya

cepat banget minimal 100x/menit.” (P3)

“Tapi kalo udah ada nadi tapi belum bernafas ya breathing

selama 10 kali/menit.” (P3)

“Ngitungnya tu “satu ribu, dua ribu, tiga ribu, empat ribu,

lima ribu” semenit 10 tiupan dek.” (P3)

“…pemenuhan oksigen dalam otak. Ya kita ngasih

oksigenasi dulu, buka jalan nafasnya trus yaa breathingnya

kita beri ventilasi 2 kali.” (P1)

Page 84: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

71

“…dan 2 ventilasi dek.” (P1)

“…kita beri ventilasi 2 kali kalo sudah kita lakukan…” (P2)

“…lalu 2 ventilasi itu dilakukan selama 1 siklus itu selama 5

kali dalam jangka waktu 5 menit.” (P2)

“…lalu 2 kali bantuan nafas…” (P3)

Pernyataan partisipan 1, 2 dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

teknik membuka jalan nafas meliputi head tilt dan jaw thrust,

breathing selama 10 kali/menit dan 2 kali bantuan nafas.

3. Evaluasi resusitasi jantung paru.

Pengalaman perawat mengenai mengevaluasi pasien cardiac

arrest setelah resusitasi jantung paru meliputi pemeriksaan nadi

dan pernafasan.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai pemeriksaan nadi dan

pernafasan :

“Kalo satu siklus itu sudah kita lakukan kita cek nadi dan

pernafasan kalo nafas ada tapi nadi belum teraba kita

lakukan RJP lagi 1 siklus lagi lalu kita lakukan cek nadi lagi

itu…” (P2)

“Kalo sudah ada tanda-tanda membaik ada nadi, terus nafas

spontan tadi atau pasien sudah dinyatakan meninggal itu

pupil kalo sudah melebar mediatris maksimal jadi pasien

sudah meninggal.” (P2)

“…jadi ya perawat harus selalu siap tenaga dan kondisi

soalnya nanti selesei siklus ke 5 terus dicek nadi lagi.” (P3)

“…di periksa lagi nadi sama pernafasan pasien dek setiap 2

menit...” (P3)

“…di periksa lagi nadi sama pernafasan pasien dek setiap 2

menit...” (P3)

Page 85: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

72

Pernyataan partisipan 2 dan partisipan 3 tersebut diatas

mengungkapkan pemeriksaan nadi dan pernafasan meliputi

memeriksa ada nadi dan nafas spontan setiap 2 menit.

4. Posisi recovery

Pengalaman perawat mengenai pemberian posisi recovery

meliputi posisi sisi mantap dan teknik posisi sisi mantap.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai posisi sisi mantap:

“…saumpama sudah muncul semua ya tinggal di posisikan

recovery.” (P3)

“…boleh aja gaperlu posisi recovery seperti tadi, tidur

terlentang biasa ya gamasalah.” (P3)

Pernyataan partisipan 3 tersebut diatas mengungkapkan posisi sisi

mantap adalah posisi recovery.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai teknik posisi sisi

mantap :

“Gimana ya jelasinnya dek, kalo ga keadaan terlentang ya

bingung, pokoknya punggung tangan kanan menyentuh pipi

dan kepala tapi kakinya ditekuk 900 gini…” (P3)

“…posisi telapak tangan satunya menghadap atas dan

kakinya diluruskan…” (P3)

Pernyataan partisipan 3 tersebut diatas mengungkapkan teknik

posisi sisi mantap yaitu pasien terlentang dengan punggung tangan

kanan menyentuh pipi dan kepala, telapak tangan satunya

Page 86: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

73

menghadap atas. Salah satu kaki ditekuk 900 dan posisi kaki

satunya diluruskan.

5. Faktor dihentikan resusitasi jantung paru.

Pengalaman perawat mengenai faktor dihentikan resusitasi

jantung paru meliputi henti nafas dan meninggal.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai henti nafas:

“…nafas dihitung normalnya 28x/ menit ya dalam satu menit

dua menit tiga kali nafas atau beberapa sampai 15 menit di

RJP tidak berespon ya itu dah henti nafas.” (P1)

Pernyataan partisipan 1 tersebut diatas mengungkapkan setelah di

RJP pasien tidak berespon merupakan henti nafas.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai meninggal:

“…atau pasien sudah dinyatakan meninggal itu pupil kalo

sudah melebar mediatris maksimal jadi pasien sudah

meninggal.” (P2)

Pernyataan partisipan 2 tersebut diatas mengungkapkan RJP

dihentikan saat pasien sudah dinyatakan meninggal.

6. Pemberian obat-obatan emergency

Pengalaman perawat mengenai pemberian obat-obatan

emergency meliputi jenis obat emergency atau resusitasi jantung

paru dan fungsi obat emergency atau resusitasi jantung paru.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai jenis obat emergency

atau resusitasi jantung paru :

Page 87: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

74

“Paling ya dopamine, epineprine, vasonepressin, atropine.”

(P1)

“Terapi injeksinya? Kalo terapi injeksi itu jane dokter ya,

cuma sepengetahuanku itu epineprin sama amiodaron…”

(P2)

“…kalo pasien kehilangan kesadaran apa hipotensi berat ya

epineprin kalo amiodaron…” (P2)

“Kalo morfin itu untuk mengurangi nyeri dadanya, untuk

pasien kayak AMI, infark, angina beta blockres itu perlu

morfin itu sejenis penenang dosis tinggi, kalo nyeri tingkat

tinggi kita kasih morfin…” (P2)

“…adrenalin itu untuk tensi ngedrop itu baru dikasih,

dopamine itu juga untuk hipotensi itu.” (P2)

“Biasanya itu ya epinefrin…” (P3)

“…apa adrenalin satu ampul sama aja 1 mg itu untuk henti

jantung, fibrilasi, takikardi bisa juga menaikkan tekanan

darah gitu dek.” (P3)

“…Amiodaron ya ada, dopamin atau dobutamin jika tekanan

darahnya sistolik 70-100 mmHg. Atropin itu menaikkan

denyut nadi dek.” (P3)

Pernyataan partisipan 1, 2 dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

jenis obat emergency atau resusitasi jantung paru meliputi

dopamine atau dobutamin, epineprine, vasonepressin, atropine,

amiodaron dan morfin.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai fungsi obat emergency

atau resusitasi jantung paru :

“Kalo amiodaron itu fungsinya untuk melenturkan otot-otot

jantung jadi suplai O2 sama darahnya bisa lancar lagi jadi

aliran darah keseluruh tubuh berhenti berartikan jadi aliran ke

otak otomatis juga tidak ada atau berkurang nanti kalo

menyebabkan hipoksia itu berlarut-larut akan menyebabkan

kematian.” (P2)

Page 88: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

75

“Seorang perawat tidak berhak boleh memberikan terapi

cuman melakukan perintah memberikan terapi bisa biar

pasien itu gak nyeri...” (P1)

“Kalo morfin itu untuk mengurangi nyeri dadanya.” (P2)

“…sama mengoptimalkan fungsi jantung.” (P1)

“…dopamine itu juga untuk hipotensi itu.” (P2)

“…dopamin atau dobutamin jika tekanan darahnya sistolik

70-100 mmHg.” (P3)

“…adrenalin itu untuk tensi ngedrop itu baru dikasih…” (P2)

“…untuk pasien kayak AMI, infark, angina beta blockres itu

perlu morfin itu sejenis penenang dosis tinggi, kalo nyeri

tingkat tinggi kita kasih morfin…” (P2)

“Biasanya itu ya epinefrin apa adrenalin satu ampul sama aja

1 mg itu untuk henti jantung, fibrilasi, takikardi bisa juga

menaikkan tekanan darah gitu dek.” (P3)

“Atropin itu menaikkan denyut nadi dek.” (P3)

Pernyataan partisipan 1, 2 dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

fungsi obat emergency atau resusitasi jantung paru meliputi

amiodaron berfungsi untuk melenturkan otot-otot jantung sehingga

suplai O2 dan darah dapat lancar kembali. Morfin berfungsi untuk

mengurangi nyeri dada. Dopamine atau dobutamin berfungsi untuk

tekanan darah sistolik 70-100 mmHg atau hipotensi. Adrenalin dan

epinefrin berfungsi untuk henti jantung, fibrilasi, takikardi dan

menaikkan tekanan darah. Atropin berfungsi untuk menaikkan

denyut nadi.

Page 89: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

76

4.2.3 Tema dari Tujuan Khusus : Mengidentifikasi faktor pendukung

perawat dalam penanganan cardiac arrest.

Tema – tema yang dihasilkan dari mengidentifikasi faktor

pendukung perawat dalam penanganan cardiac arrest didapatkan 3

tema yaitu pengetahuan perawat, sarana pendukung dan kesiapan

perawat. Tema ini didapatkan dari analisa terhadap kategori- kategori

yang didapat dari ungkapan keseluruhan dari partisipan. Berikut

penjelasan mengenai beberapa tema tersebut:

1. Pengetahuan perawat

Pengalaman perawat mengenai faktor yang mempengaruhi

tingkat pengetahuan perawat dalam penanganan cardiac arrest

meliputi tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan pelatihan.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai tingkat pendidikan :

“…serta latar belakang pendidikan mereka pendidikan

minimal D3…” (P1)

“Rata-rata sudah berpendidikan S1 keperawatan dan sudah

mengikuti pelatihan PPGD kalo yang baru ini ada 3 perawat

dek lulusan D3…” (P3)

Pernyataan partisipan 1 dan partisipan 3 tersebut diatas

mengungkapkan tingkat pendidikan meliputi latar belakang

pendidikan lulusan D3 dan S1.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai pengalaman kerja :

“…dan pengalaman kerja yang sudah cukup…” (P1)

Page 90: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

77

“Ini yang paling mempengaruhi itu pengalaman, ilmu. Lebih

baik ke pengalaman daripadi ilmu soalnya jika punya ilmu

tapi tidak diterapkan itu ya percuma kemudian itu ilmu

pengalaman.” (P2)

“…perawat disini punya skill yang terampil juga dan

tenaganya roso-roso loh dek.hehhe.” (P3)

“…kan makin lama usia makin lama pengalamannya.” (P3)

Pernyataan partisipan 1 dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

pengalaman kerja meliputi lama pengalaman dan ilmu

pengalaman.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai pelatihan :

“…apalagi yang sudah mengikuti pelatihan.” (P1)

“…jadi jika mau melakukan RJP itu harus dengan orang

yang sudah terlatih karena itu resikonya besar ke fraktur

costa kalo sampai terjadikan kita nanti bisa di tuntut.” (P2)

“…pelatihan , kondisi fisik perawat...” (P2)

“…dan sudah mengikuti pelatihan PPGD dan BTCLS…”

(P3)

“Seperti pengetahuan dan kompetensi dari pelatihan atau

penerapan pengetahuannya pas dibangku kuliah yang perawat

miliki biasanya di sharingkan ke teman-teman seprofesi.”

(P3)

Pernyataan partisipan 1, 2 dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

pelatihan meliputi pengetahuan dan kompetensi dari pelatihan,

pelatihan PPGD dan BTCLS.

Page 91: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

78

2. Sarana Pendukung

Sarana di ruangan yang mendukung dalam tindakan

penanganan pasien henti jantung meliputi peralatan yang lengkap.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai peralatan :

“Soal peralatan ada tapi kalo lengkapnya dikatakan bisa,

pasang ETT (endotracheal tube) ada, laringoscope ada, EKG

ada”. (P1)

“Disini itu sarana fasilitasnya mendukung dan lengkap, ada

DC shock, ambu bag, oksigen ada.” (P2)

“Dalam menjalankan pekerjaan itu kita sudah didukung oleh

fasilitas yang lengkap...” (P3)

“Ada disini juga, ambubag adanya disini, khusus resusitasi

masker dengan bola didorong ada yang menekan pada dada,

yang elektrik juga ada tapi lali aku, tapi jarang dilakukan

disini, biasanya pada istilahnya cuma pake manual gitu.” (P1)

“Cobo tak sebutke siji-siji dek. Infus, oksigenasi, masker

oksigen, kateter, ambu bag, suction, bed, alat steril, alat tensi,

EKG, ventilator, DC shock, defibrillator sama obat-obatan

emergency. Pokoknya ada dek.” (P3)

Pernyataan 1, 2 dan 3 partisipan tersebut diatas mengungkapkan

peralatan resusitasi meliputi ETT (endotracheal tube),

laringoscope, EKG, ambu bag, suction, bed, alat steril, alat tensi,

ventilator, defibrillator dan obat-obatan emergency.

3. Kesiapan perawat

Faktor kesiapan perawat dalam penanganan pasien cardiac

arrest meliputi berpikir kritis, fokus, melindungi diri dan

melakukan tindakan dengan tepat.

Page 92: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

79

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai berpikir kritis :

“Ya kita selalu standby apapun situasi yang terjadi, yang

penting kita bisa membuat keputusan saat penanganan...”

(P1)

“Nyawa pasien itu kita yang perjuangkan jadi harus bisa

memberi keputusan…” (P3)

“…makanya kita perlu berpikir kritis jadi kita bisa siap

dalam menghadapi apapun itu kondisi yang dialami pasien.”

(P3)

“…dan hati-hati dek bagaimanapun kondisi pasien yang

datang.” (P1)

“Perawat itu melakukan tindakan itu harus memperhatikan

kedepannya.” (P2)

“…berhati-hati saat RJP” (P3)

“Yaa seperti itulah dek, simple tapi hati-hati.” (P3)

“…ketelitian itu juga penting loh dek, saumpama nadi pasien

sudah ada tapi kita kira-kira belum ya bahaya itu. Tambah

nyesek malahan pasiennya…” (P3)

Pernyataan partisipan 1, 2 dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

perawat berpikir kritis meliputi dapat membuat keputusan saat

penanganan, berhati-hati, setiap tindakan memperhatikan

kedepannya dan teliti.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai fokus :

“Setiap kita melakukan RJP otomatis yang kompresi itu tidak

perlu menghitung yang berkewajiban menghitung kompresi

itu yang ventilator saja, soalnya nanti konsentrasi kita akan

terbagi. Yang menghitung siklus ya ventilatornya yang

pegang ambubag itu.” (P2)

“Ya kondisi perawat itu sendiri harus prima dan kuat agar

saat tindakan kita dapat berkonsentrasi...” (P3)

Page 93: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

80

Pernyataan partisipan 2 dan 3 tersebut diatas mengungkapkan

fokus meliputi berkonsentrasi saat tindakan.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai melindungi diri :

“...itu bakal akibatnya apa trus kondisi pasien akan

bagaimana selain itu kita harus proteksi diri selain itu

saumpama tidak ada ambubag kita menangani pasien dijalan

raya kita perlu pakai mounth to mounth.” (P2)

“Kalo kompresi oke saja hanya dengan tangan kalo ventilasi

saumpama pasien ada TB paru atau HIV jadi keamanan

perawat juga harus diperhatikan. Kalo mounth to mounth

langsung itu sangat berbahaya sekali.” (P2)

Pernyataan partisipan 2 tersebut diatas mengungkapkan

melindungi diri meliputi proteksi diri dan memperhatikan

keamanan perawat.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai tindakan perawat :

“Ya langsung di RJP segera setelah kita ketahui tandanya tadi.

Tim perawat akan memulai persiapan, ada yang akan

langsung kompresi dada, ada yang ambil alat ventilator atau

mengeset alat defribilator tapi jangan lupa harus ada yang

menghubungi dokter jaga, sama persiapan obat tapi itu sesuai

kewenangan dokter. Semua itu buat jagani kalo pasien tidak

tertangani gitu dek. Pokoknya kita lakukan semua sesuai

aturan.” (P3)

Pernyataan partisipan 3 tersebut diatas mengungkapkan tindakan

perawat meliputi memulai persiapan, mengompresi dada,

Page 94: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

81

mengambil alat ventilator atau mengeset alat defribilator,

menghubungi dokter jaga dan persiapan obat

.

4.2.4 Tema dari Tujuan Khusus : Mengidentifikasi faktor penghambat

perawat dalam penanganan cardiac arrest.

Tema – tema yang dihasilkan dari mengidentifikasi faktor

penghambat perawat dalam penanganan cardiac arrest didapatkan 3

tema yaitu hambatan sarana dan prasarana, faktor pasien dan faktor

keluarga. Tema ini didapatkan dari analisa terhadap kategori- kategori

yang didapat dari ungkapan keseluruhan dari partisipan. Berikut

penjelasan mengenai beberapa tema tersebut:

1. Hambatan sarana dan prasarana.

Pengalaman perawat mengenai hambatan sarana dan

prasarana dalam penanganan cardiac arrest meliputi: tempat dan

keterbatasan alat.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai tempat :

“Tempat penuh, menghambatnya tidak bisa melakukan

dek...soalnya kan yang harus diruangan malah masih di rawat

di IGD, jadi selain kita melayani pasien yang baru datang

juga yang masih di rawat disini.” (P1)

Pernyataan partisipan 1 tersebut diatas mengungkapkan hambatan

sarana adalah tempat penuh.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai keterbatasan alat :

“…terus di RJP di sini ya lumayan kualahan kan, alatnya

juga terbatas hanya beberapa saja kecuali kalo dengan

Page 95: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

82

manual ventilatornya pake mounth to mounth tapi ya bahaya

juga sih untuk perawatnya dek, tapi kan satu shift ada 4

perawat dan adik-adik praktikan.” (P3)

Pernyataan partisipan 3 tersebut diatas mengungkapkan

keterbatasan alat meliputi alat di ruang IGD terbatas atau hanya

beberapa.

2. Faktor pasien

Faktor pasien yang menghambat dalam penanganan cardiac

arrest meliputi : penolakan tindakan dan kondisi pasien.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai penolakan tindakan :

“…edukasi dengan keluarga pasien itu kadang ada faktor

pendukung ya atau tidak, jika pasien tidak setuju ya kita

harus ngikut tapi jika pasien kooperatif.” (P2)

“…pasien menolakpun ada hitam diatas putihnya.” (P2)

Pernyataan partisipan 2 tersebut diatas mengungkapkan penolakan

tindakan meliputi pasien tidak setuju atau menolak di resusitasi.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai kondisi pasien :

“Ya tadi dek, pasiennya yang sudah menderita penyakitnya

lama…” (P3)

“…dan sudah makin tua juga gak bisa menahan rasa sakitnya

itu. Yang penting kita sebagai perawat itu sudah berusaha.”

(P3)

Page 96: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

83

Pernyataan partisipan 3 tersebut diatas mengungkapkan kondisi

pasien meliputi menderita penyakit yang lama dan faktor usia

pasien sudah tua.

3. Faktor keluarga

Faktor keluarga yang menghambat dalam penanganan

cardiac arrest meliputi : Penolakan keluarga.

Berikut ungkapan dari partisipan mengenai penolakan keluarga :

“Paling kalo dari pasien itu keluarganya ada yang tidak

menghendaki melakukan RJP karena mbahe mpun sepuh

mungkin mboten tegel, tapi dengan syarat ada

pendokumentasian misal nama pasien, alamat, umur, kondisi

pasien seperti ini, harus ada tanda tangan dokter missal…”

(P2)

“Sebetulnya perawat harus menanyakan terlebih dahulu dek

sama keluarga atau kerabat yang bersama pasien, walaupun

memang harus di RJP yaaa tapi kan keluarga pasien menolak

yaudah dek kita hentikan kompresinya. Kan ada itu keluarga

yang tidak kooperatif sama tindakan medis.” (P3)

“…harus dengan ijin keluarga…” (P2)

Pernyataan partisipan 2 tersebut diatas mengungkapkan penolakan

keluarga meliputi keluarga pasien tidak menghendaki pasien di

resusitasi jantung paru dan keluarga tidak kooperatif.

Page 97: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

84

BAB V

PEMBAHASAN

5.5 Pengetahuan perawat tentang penanganan cardiac arrest.

5.1.1 Definisi henti jantung

Hasil penelitian menyatakan bahwa definisi henti jantung meliputi

henti jantung dan gangguan irama jantung berupa kematian penyakit

jantung mendadak, jantung tidak berdenyut, ventrikel takikardi, ventrikel

fibrilasi, pulseless electrical activity dan asistol.

Henti jantung (cardiac arrest) adalah keadaan di mana sirkulasi

darah berhenti akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara

efektif. Keadaan henti jantung ditandai dengan tidak adanya nadi dan

tanda–tanda sirkulasi lainnya (American Heart Association, 2010).

Kematian jantung mendadak adalah berhentinya fungsi jantung secara

tiba-tiba pada seseorang yang telah atau belum diketahui menderita

penyakit jantung. Waktu dan kejadiannya tidak diduga-duga, yakni

segera setelah timbul keluhan. Kejadian cardiac arrest yang

menyebabkan kematian mendadak terjadi ketika sistem kelistrikan

jantung menjadi tidak berfungsi dengan baik dan menghasilkan irama

jantung yang tidak normal yaitu hantaran listrik jantung menjadi cepat

(ventricular tachycardia) atau tidak beraturan (ventricular fibrillation)

(Subagjo A, 2011).

Page 98: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

85

Henti jantung primer (cardiac arrest) adalah ketidaksanggupan

curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen ke otak dan organ

vital lainnya secara mendadak dan dapat balik normal jika dilakukan

tindakan yang tepat atau akan menyebabkan kematian dan kerusakan

otak menetap jika tindakan tidak adekuat. Sebagian besar henti jantung

disebabkan oleh ventricle fibrillation atau takikardia tanpa denyutan (80-

90%) terutama kalau terjadinya di luar rumah sakit, asistole (± 10%) dan

electro-mechanical dissociation (± 5%) (Nolan J. P. et al, 2010).

Lima dari 1000 pasien yang dirawat di rumah sakit dibeberapa

negara berkembang diperkirakan mengalami henti jantung dan kurang

dari 20% dari jumlah pasien tersebut tidak mampu bertahan hingga

keluar dari rumah sakit (Goldbelger, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengertian henti jantung

yang di ungkapkan oleh partisipan sesuai dengan pernyataan yang sudah

ada pada teori yaitu mengungkapkan bahwa henti jantung merupakan

kematian penyakit jantung yang mendadak dan jantung tidak berdenyut

atau denyut nadi tidak teraba sehingga sirkulasi aliran darah keseluruh

tubuh berhenti yang ditandai oleh gangguan irama jantung yaitu

ventrikel takikardi, ventrikel fibrilasi, pulseless electrical activity dan

asistol.

.

Page 99: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

86

5.1.2 Penyebab henti jantung

Hasil penelitian menyatakan bahwa penyebab henti jantung

meliputi suatu peristiwa dan gangguan sirkulasi tubuh berupa tersengat

listrik, tenggelam, aritmia, sirkulasi aliran darah keseluruh tubuh

berhenti dan hipoksia.

Peristiwa penyebab terjadinya pasien henti jantung adalah suatu

situasi trauma akibat kecelakaan, seperti tenggelam juga merupakan

kasus kegawatan pernafasan karena mengakibatkan gangguan paru, jadi

sebagian besar memerlukan tindakan resusitasi untuk menolong korban

dari ancaman kematian (Muhiman, Muhardi.dkk. 2012). Tenggelam

(drawning) adalah kematian yang disebabkan oleh aspirasi cairan ke

dalam pernapasan akibat terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke

dalam cairan (Onyekwelu, 2008).

Onyekwelu (2008) menyatakan beberapa kegawatdaruratan yang

dapat terjadi pada keadaan near drowning yakni pada korban hampir

tenggelam menunjukkan bradikardi berat. Bradikardi dapat timbul

karena refleks fisiologis saat berenang di air dingin atau karena hipoksia.

Perubahan pada fungsi kardiovaskuler yang terjadi pada hampir

tenggelam sebagian besar akibat perubahan tekanan parsial oksigen

arterial (PaO2) dan gangguan keseimbangan asam-basa. Henti nafas

terjadi dalam keadaan seperti: tenggelam atau lemas, stroke, obstruksi

jalan nafas, epiglotitis, overdosis obat-obat, tersengat listrik, infark

Page 100: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

87

miokard, tersambar petir, koma akibat berbagai macam kasus

(Suharsono, T., & Ningsih, D. K., 2012).

Irama denyut jantung yang tidak teratur (arrhythmia)

menyebabkan jantung berhenti berdenyut secara mendadak. Kejadian

cardiac arrest disebabkan karena perlambatan denyut jantung yang

berlebihan (bradycardia) (American Heart Association, 2010). Penyebab

cardiac arrest menurut ACLS 2010 adalah hypoxia. Hypoxia merupakan

keadaan berkurangnya oksigen di dalam tubuh.

Berdasarkan hasil penelitian pernyataan mengenai penyebab henti

jantung yang di ungkapkan oleh partisipan sesuai dengan pernyataan

yang sudah ada pada teori yaitu aliran jantung berhenti karena kondisi

pasien yang disebabkan oleh tersengat listrik dan tenggelam. Partisipan

mencurigai karena pasien hypoxia, jantung berhenti berdenyut

diakibatkan timbulnya aritmia dan sirkulasi aliran darah keseluruh tubuh

berhenti.

5.1.3 Tanda dan gejala henti jantung

Hasil penelitian menyatakan bahwa tanda dan gejala henti jantung

meliputi nadi berhenti berdenyut, penurunan kesadaran, gangguan sistem

respirasi, nyeri dada dan tekanan darah rendah berupa denyut nadi tidak

teraba, pasien cardiac arrest tidak sadarkan diri, sesak nafas, nafas

pendek, apnea, nyeri dada seperti ditusuk-tusuk dan hipotensi.

Page 101: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

88

Nadi berhenti berdenyut merupakan rambatan dari denyut jantung

yang dihitung tiap menitnya dengan hitungan repetisi (kali/menit),

dengan denyut nadi normal 60- 100 kali/menit (Majid, 2010). Henti

jantung dibuktikan dengan pulsasi nadi yang tidak teraba. Akibat dari

tidak adekuatnya sirkulasi otak, pasien dapat mengalami penurunan

kesadaran dan dapat mengalami henti napas (Parnia, 2007).

Henti jantung merupakan kematian diartikan sebagai hilangnya

kesadaran dan semua refleks, disertai berhentinya pernafasan dan

peredaran darah yang irreversibel. Oleh karena itu resusitasi merupakan

segala usaha untuk mengembalikan fungsi sistem pernafasan, peredaran

darah dan saraf yang terhenti atau terganggu sedemikian rupa sehingga

fungsinya dapat berhenti sewaktu-waktu, agar kembali menjadi normal

seperti semula (Judarwanto, 2012).

Kegawatan pernafasan adalah sindroma gawat nafas, sindroma

gawat nafas terjadi dalam waktu 24 - 48 jam. Penderita akan merasakan

sesak nafas, pernafasan yang cepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar

oksigen dalam darah, kulit terlihat pucat atau biru dan organ lain seperti

jantung dan otak akan mengalami kelainan fungsi sehingga cardiac

arrest (Judarwanto, 2012). Pada saat terjadi henti jantung, secara

langsung akan terjadi henti sirkulasi. Henti sirkulasi ini akan dengan

cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan oksigen. Pernafasan

yang terganggu merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung.

Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba disertai

Page 102: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

89

kebiruan atau pucat, pernafasan berhenti atau satu-satu, dilatasi pupil tak

bereaksi terhadap rangsang cahaya dan pasien tidak sadar (Suharsono,

T., & Ningsih, D. K., 2012).

Berdasarkan hasil penelitian pernyataan mengenai tanda dan gejala

henti jantung yang di ungkapkan oleh partisipan sesuai dengan

pernyataan yang sudah ada pada teori yaitu pasien datang ke IGD

dengan penurunan kesadaran atau pasien memang sudah tidak sadar,

tiba-tiba pasien apnea sehingga dapat di curigai ke cardiac arrest yang

dapat bertahan lebih dari 20 menit atau pasien langsung tidak sadarkan

diri. Cardiac arrest ditandai denyut nadi tidak teraba atau berhenti, jadi

serangan jantung mendada dan jantung tidak memompa sama sekali

sehingga diperlukan penanganan secara cepat dan tepat.

Pasien mengeluhkan nyeri di uluhati, sesak nafas, nafasnya mulai nafas

pendek-pendek, apnea, hipotensi, dan keluar keringat dingin yang di

curigai ke cardiac arrest.

5.1.4 Tindakan henti jantung

Hasil penelitian menyatakan bahwa tindakan henti jantung meliputi

pemberian obat, monitor keadaan pasien dan pemberian posisi berupa

terapi obat, terapi cairan, monitor kesadaran, monitor kondisi dan

keadaan pasien, pemberian posisi membuka jalan nafas dengan head tilt/

chinlift dan jaw thrust.

Page 103: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

90

Tindakan atau ketrampilan (practice) merupakan aktifitas (fisik)

yang mencerminkan kemampuan motorik dalam psikomotor seseorang

(Mubarak, 2011). Tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan

yaitu praktik terpimpin (seseorang melakukan suatu kegiatan tetapi

masih tergantung atau menggunakan panduan), praktik secara

mekanisme (tindakan seseorang yang dilakukan secara otomatis), adopsi

(tindakan yang sudah dikembangkan) (Notoatmojo, 2010).

Drugs and fluid intravenous infusion (pemberian obat-obatan dan

cairan melalui infus intravena tanpa menunggu hasil EKG). Bantuan

hidup lanjut (korban dinyatakan belum mati dan belum timbul denyut

jantung spontan) dapat diberikan berupa obat-obatan yaitu : adrenalin,

natrium bikarbonat, sulfat atropine, lidokain, isoproterenol, propranolol,

kortikosteroid, natrium bikarbonat ntuk melawan metabolik asidosis,

diberikan iv dengan dosis awal: 1 mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun

dalam infus setelah selama periode 10 menit. Dapat juga diberikan

intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai, pemberian

harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan

hiperosmolalitas, jika belum ada sirkulasi yang efektif maka ulangi lagi

pemberian dengan dosis yang sama (Soerianata S, 2008).

Electrocardioscopy (Cardiography) adalah monitoring EKG

dilakukan untuk melihat bentuk henti jantung apakah asistol ventrikular,

fibrilasi ventrikular atau kompleks aneh yang lain seperti disosiasi

elektromekani. Fibrilation treatment (terapi fibrilasi atau defibrilasi)

Page 104: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

91

adalah cara mengatasi fibrilasi jika mulanya henti jantung disaksikan

dengan EKG dilakukan precordial thumb, apabila tidak berhasil

dilakukan defibrilasi eksternal dengan syok listrik dan obat-obatan. Jika

penanganan belum berhasil, dapat diberi lignokain (lidokain) 1-2 mg/kg

BB IV untuk menurunkan ambang rangsang. Jika diperlukan dapat

diteruskan dengan tetesan infus (1-4 mg/menit). Kemudian ulangi syok

listrik, jika belum berhasil dapat diberi prokainamid 1-2 mg/kg BB IV

dengan tetap mengulangi syok listrik, jika gagal juga dapat diberikan

bretilium dapat ditinggikan hingga 10 mg/kg BB sampai dosis total 30

mg/kg BB. Bretilium ini merupakan obat terakhir yang tersedia apabila

dengan obat ini juga tidak berhasil maka ditegakkan diagnosis kematian

jantung (Alexander RH, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian bahwa pernyataan mengenai

pemberian obat yang di ungkapkan oleh partisipan sesuai dengan

pernyataan yang sudah ada pada teori yaitu memberikan terapi obat-

obatan dan terapi cairan kepada pasien post cardiac arrest sehingga

memperoleh perawatan yang lebih definitive.

Memonitor kondisi pasien dengan cara melihat pupil yang normal

akan sama antara mata kiri dan kanan, berukuran 2-4 mm. Pupil yang

mengalami dilatasi dan terfiksir, menunjukkan kematian batang otak dan

hipoksia berat pada tingkat akhir. Bentuk pupil yang normal adalah

bulat, pupil memberikan reaksi yang cepat terhadap cahaya terang

karena pupil berfungsi sebagai diafragma yang mengatur jumlah sinar

Page 105: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

92

yang sampai ke retina. Jika reaksi tersebut lambat, menunjukkan adanya

penekanan parsial pada nervus III, sedangkan jika penekanan tersebut

komplit maka reaksi tersebut tidak akan dijumpai. Pupil yang unisokor

pada orang yang sadar penuh tidak menunjukkan efek massa. Tanda vital

sangat penting dalam observasi pasien cardiac arrest karena dapat

memberikan banyak informasi mengenai keadaan pasien dengan

perubahan tanda-tanda vital terlebih dahulu. Tanda vital tersebut

mencakup suhu, nadi, dan tekanan darah. Metabolisme meningkat

sekitar 10% untuk setiap derajat peningkatan suhu tubuh. Hal ini sangat

berdampak buruk terhadap pasien tersebut yang memang sudah

mengalami gangguan suplai oksigen dan glukosa. Takikardia sebagai

respons autonom terhadap kerusakan hipotalamus juga dapat dijumpai

pada tahap akhir dari peningkatan tekanan intrakranial. Aritmia dapat

ditemukan jika terdapat darah dalam lesi fossa posterior. Hipotensi dapat

memperburuk keadaan pasien, perfusi otak yang kurang dapat

menyebabkan kerusakan sel-sel otak secara menyeluruh. Pola dan

frekwensi pernafasan dapat memberikan gambaran tentang keadaan

jantung. Jika frekwensi nafasnya cepat (> 28 kali permenit) dan tidak

teratur, merupakan keadaan emergensi yang harus segera dilaporkan

kepada dokter (Aucken, J, Crawford, 2011).

Pernyataan mengenai monitor keadaan dan kondisi pasien cardiac

arrest yang di ungkapkan oleh partisipan sesuai dengan teori yang sudah

ada tetapi partisipan tidak mengungkapkan cara melakukannya yaitu

Page 106: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

93

partisipan melakukan tindakan pertama dengan memonitor kesadaran

dan nadi kemudian memeriksa kondisi pasien dengan memperhatikan

terapi cairan kemudian kembali memonitoring keadaan pasien, karena

sesudah melakukan RJP dalam tempo sebelum 24 jam ada kemungkinan

terjadi serangan jantung lagi.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa pernyataan mengenai tindakan

henti jantung yang di ungkapkan oleh partisipan sesuai dengan

pernyataan yang sudah ada pada teori yaitu pemberian posisi membuka

jalan nafas meliputi head tilt/ chinlift dengan posisi menengadahkan atau

mendongakkan kepala pasien untuk membebaskan jalan nafas dari

sumbatan lidah dan jaw thrust maneuver jika dicurigai leher fraktur

servikal dengan cara memegang rahang bawah dengan kedua tangan

tangan satunya pegang dagu dan angkat rahangnya ke depan agar

giginya menutup. Setelah pasien henti jantung di IGD maka perawat

memonitor kondisi pasien dalam kurung waktu sebelum 24 jam terjadi

serangan jantung kembali dengan memberikan terapi obat-obatan dan

terapi cairan sementara sebelum dimasukan ke ICU sehingga pasien

memperoleh perawatan yang lebih definitive atau menggunakan bantuan

alat-alat resusitasi yang memadai.

Pernyataan mengenai teknik pemberian posisi saat airway yang di

ungkapkan oleh partisipan mengenai head tilt-chin lift tidak sesuai

dengan teori yang sudah ada yaitu teknik dasar pembukaan jalan napas

atas dengan mengangkat kepala-angkat dagu. Teknik dasar ini akan

Page 107: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

94

efektif apabila obstruksi napas disebabkan lidah atau relaksasi otot pada

jalan napas atas. Pasien yang menderita trauma diduga mengalami

cedera leher, lakukan penarikan rahang tanpa mendorong kepala. Jaw

trust adalah memegang pada angulus mandibulae, dorong mandibula ke

depan (ventral). Manuver ini aman dilakukan pada pasien trauma.

Pernyataan mengenai tujuan pemberian posisi head tilt-chin lift

yang di ungkapkan oleh partisipan sesuai dengan teori yang sudah ada

karena mengelola jalan napas yang terbuka dan memberikan ventilasi

merupakan prioritas, maka mendorong kepala lalu menarik dagu apabila

penarikan rahang saja tidak membuka jalan napas adalah teknik head tilt

dan chin lift yang efektif untuk membuka jalan napas tetapi harus

dihindari pada kasus cedera tulang leher atau servikal (American Heart

Association, 2010).

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti bahwa terapi cairan

dan obat-obatan penunjang resusitasi di IGD sudah lengkap walaupun

dari segi monitoring kondisi pasien lebih intensif dan lengkap alat di

ICU. Dalam pemberian posisi membuka jalan nafas partisipan

memberikan dengan head tilt/ chinlift dan jaw thrust tetapi ada

perbedaan dalam melakukannya sesuai teori yang sudah ada.

Page 108: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

95

5.2 Tindakan perawat dalam penanganan cardiac arrest.

5.2.1 Pengkajian awal resusitasi jantung paru

Hasil penelitian menyatakan bahwa pengkajian awal resusitasi

jantung paru meliputi pengkajian lokasi, pemeriksaan tingkat kesadaran,

pemeriksaan nadi dan pemeriksaan pernafasan berupa mengamankan

lingkungan, pasien dan penolong, mengkaji kesadaran sampai

memastikan pasien benar-benar tidak sadar, meraba denyut nadi pada

arteri carotis dan femoral, pemeriksaan pernafasan selama 10 detik.

Menurut American Heart Association (2010) setelah memeriksa

keamanan pasien, penolong dan lingkungan dilanjutkan dengan

memeriksa kemampuan respon penderita, sambil meminta pertolongan

untuk mengaktifkan sistem gawat darurat dan menyediakan AED.

Memeriksa respon dengan memanggil dan menepuk-nepuk pundak atau

menggoyangkan badan penderita (Check responsiveness). Pemeriksaan

denyut nadi merupakan cara untuk mengetahui sirkulasi darah yang

paling sederhana. Denyut nadi merupakan sebagaian besar indeks

pekerjaan jantung tetapi elastilitas pembuluh darah yang lebih besar,

viskositas darah, resistensi arteriol dan kapiler memegang peranan dalam

menetapkan sifat-sifat tertentu dari denyut nadi (Hairy, 2013).

Sebelum pelaksanaan prosedur, nilai kondisi pasien secara

berturut-turut: pastikan pasien tidak sadar, pastikan tidak bernafas,

pastikan nadi tidak berdenyut, dan interaksi yang konstan dengan pasien

(Krisanty. dkk, 2009).

Page 109: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

96

Penelitian yang telah dilakukan mengenai resusitasi

menunjukkan baik penolong awam maupun tenaga kesehatan mengalami

kesulitan dalam melakukan pemeriksaan pulsasi arteri carotis. Sehingga

untuk hal tertentu pengecekan pulsasi tidak diperlukan, seperti: penolong

tidak perlu memeriksa nadi dan langsung mengasumsikan penderita

menderita henti jantung jika penderita mengalami pingsan mendadak,

atau tidak berespons tidak bernapas, atau bernapas tidak normal.

Penilaian pulsasi sebaiknya dilakukan kurang dari 10 detik. Jika dalam

10 detik penolong belum bisa meraba pulsasi arteri, maka segera lakukan

kompresi dada. Jika teraba nadi berikan 1 kali napas tiap 5-6 detik. Cek

nadi tiap 2 menit. Jika tidak teraba nadi lanjutkan dengan kompresi

(American Heart Association, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian pernyataan mengenai pengkajian awal

resusitasi jantung paru yang di ungkapkan oleh partisipan sesuai dengan

pernyataan yang sudah ada pada teori yaitu perawat memastikan bahwa

lingkungan sekitar, pasien dan penolong sudah aman untuk melakukan

pertolongan resusitasi. Memastikan pasien benar-benar tidak sadar.

Memeriksa denyut nadi pada arteri carotis dan femoral dengan cara nadi

carotis diraba disisi leher dengan jari telunjuk selama kurang dari 10

detik kemudian memeriksaan pernafasan. Tetapi partisipan tidak

menyebutkan cara melakukan pemeriksaan tingkat kesadaran,

pemeriksaan nadi secara jelas dan pemeriksaan pernafasan pasien.

Page 110: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

97

5.2.2 Tindakan resusitasi jantung paru

Hasil penelitian menyatakan bahwa tindakan resusitasi jantung

paru meliputi resusitasi jantung paru, kedalaman kompresi dada,

frekuensi kompresi dada, siklus kompresi dada, kecepatan kompresi

dada dan teknik membuka jalan nafas berupa melakukan tindakan

resusitasi jantung paru setelah pasien berhenti nadi dan pernafasannya,

kompresi dada 3-5 cm, frekuensi kompresi dada selama 30 kali

kompresi, siklus kompresi dada selama 5 siklus, kecepatan kompresi

dada selama 100x/menit, head tilt dan jaw thrust, breathing.

Resusitasi jantung paru dan defibrilasi yang diberikan antara 5

sampai 7 menit dari korban mengalami henti jantung, akan memberikan

kesempatan korban untuk hidup rata-rata sebesar 30% sampai 45 %.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dengan penyediaan defibrillator

yang mudah diakses di tempat-tempat umum seperti pelabuhan udara,

dalam arti meningkatkan kemampuan untuk bisa memberikan

pertolongan (defibrilasi) sesegera mungkin, akan meningkatkan

kesempatan hidup rata-rata bagi korban cardiac arrest sebesar 64%

(American Heart Assosiacion, 2010). Resusitasi jantung paru (RJP)

adalah upaya mengembalikan fungsi nafas dan atau sirkulasi yang

berhenti dan membantu memulihkan kembali fungsi jantung dan paru ke

keadaan normal. Bantuan hidup dasar meliputi aktivasi respon sistem

gawat darurat, dan defibrilasi dengan menggunakan defibrillator

(Shaharudin, N. A., 2010).

Page 111: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

98

Berdasarkan penelitian Aehlert (2011) bahwa chest compression

dilakukan untuk mempertahankan sirkulasi darah saat jantung tidak

berdetak. Chest Compression dikombinasikan dengan bantuan

pernapasan untuk mengoksidasi darah. Kombinasi bantuan pernafasan

dan external chest compression ini disebut cardiopulmonary

resuscitation. Kompresi dada dilakukan dengan pemberian tekanan

secara kuat dan berirama pada setengah bawah sternum. Membuat garis

bayangan antara kedua papila mammae memotong mid line pada

sternum kemudian meletakkan tangan kiri diatas tangan kanan atau

sebaliknya. Yang dipakai adalah tumit tangan, bukan telapak tangan.

Siku lengan harus lurus dengan sumbu gerakan menekan adalah pinggul

bukan bahu.

AHA Guidelines (2010) merekomendasikan untuk melakukan

kompresi dada setidaknya 2 inchi (5cm) pada dada. Untuk dewasa,

kedalaman minimal 5 cm (2 inch). Kompresi dada di dua jari diatas

sternum di tulang dada kedalamanya 3 - 5 cm dengan telapak tangan

dipaskan ditengah tulang sternum, kedua siku diluruskan dengan jari-jari

tangan dibuat terkunci, bahu tetap tegak lurus diatas pasien. Komponen

yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada yaitu frekuensi

minimal 100 kali permenit. Memberikan kesempatan untuk dada

mengembang kembali secara sempurna setelah setiap kompresi. Tujuan

primer pemberian napas bantuan adalah untuk mempertahankan

oksigenasi yang adekuat dengan tujuan sekunder untuk membuang CO2.

Page 112: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

99

Sesuai dengan revisi panduan yang dikeluarkan American Hearth

Association, penolong tidak perlu melakukan observasi napas spontan

dengan Look, Listen, Feel, karena langkah pelaksanaan tidak konsisten

dan menghabiskan banyak waktu. Hal yang perlu diperhatikan dalam

melakukan bantuan napas antara lain memasang mouth barrier untuk

proteksi diri, memberikan napas bantuan dalam waktu 1 detik,

disesuaikan dengan volume tidal yang cukup untuk mengangkat dinding

dada, memberikan 2 kali napas bantuan setelah 30 kompresi, pada

kondisi terdapat dua orang penolong atau lebih, dan telah berhasil

memasukkan alat untuk mempertahankan jalan napas (seperti pipa

endotrakheal, combitube, atau sungkup laring), maka napas bantuan

diberikan setiap 6-8 detik, sehingga menghasilkan pernapasan dengan

frekuensi 8-6 kali permenit (Aucken, J, Crawford, 2011). AHA Guidelines

(2010) merekomendasikan untuk melakukan kompresi dada dengan

kecepatan minimal 100x/menit, dimana dengan kecepatan ini 30

kompresi memerlukan waktu sekitar 18 detik

Teknik membuka jalan nafas untuk membantu ventilasi dan

memperbaiki oksigenasi tubuh. Tindakan ini sebaiknya dilakukan oleh

orang yang sudah menerima pelatihan Bantuan Hidup Dasar atau tenaga

kesehatan profesional dengan menggunakan teknik angkat kepala –

angkat dagu (head Tilt-Chin Lift) pada penderita yang diketahui tidak

mengalami cedera leher. Pada penderita yang dicurigai menderita trauma

servikal, teknik head tilt chin lift tidak bisa dilakukan. Teknik yang

Page 113: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

100

digunakan pada keadaan tersebut adalah menarik rahang tanpa

melakukan ekstensi kepala (Jaw Thrust). Pada penolong yang hanya

mampu melakukan kompresi dada saja, belum didapatkan bukti ilmiah

yang cukup untuk melakukan teknik mempertahankan jalan napas secara

pasif, seperti hiperekstensi leher (American Heart Assosiacion, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pernyataan yang di

ungkapkan oleh partisipan sesuai dengan teori yang sudah ada yaitu

melakukan resusitasi jantung paru untuk memberi bantuan pernapasan

setelah keadaan pasien ditandai dengan nafas ada tetapi nadi belum

teraba atau masih nafas spontan. Langkah awal dengan kompresi dada di

2 jari diatas sternum tulang dada kedalamanya 3-5 cm dengan telapak

tangan tepat ditengah tulang sternum kedua siku lurus dengan jari-jari

tangan dibuat terkunci, bahu tetap tegak lurus diatas pasien. Kompresi

dada dengan perbandingan 30:2 atau 30 kompresi dan 2 ventilasi dengan

frekuensi selama kurang lebih 100x/menit selama 5 siklus. Membuka

jalan nafas sesuai teknik head tilt / jaw thrust. Memberikan 2 kali

bantuan nafas dengan hitungan “satu ribu, dua ribu, tiga ribu, empat ribu,

lima ribu dan seterusnya selama 10 kali/menit.

5.2.3 Evaluasi tindakan resusitasi jantung paru

Hasil penelitian menyatakan bahwa evaluasi tindakan resusitasi

jantung paru meliputi pemeriksaan nadi dan pernafasan berupa

memeriksa ada nadi dan nafas spontan setiap 2 menit.

Page 114: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

101

Evaluasi dilakukan secara menyeluruh mencakup urutan dan

prioritas langkah- langkah RJP dan disesuaikan untuk mengidentifikasi

faktor yang mempunyai dampak terbesar pada kelangsungan hidup.

Menurut American Heart Association (2010) bahwa setelah 5 siklus

atau 2 menit diperiksa pulsasi arteri carotis. Segera lakukan RJP selama

2 menit atau 5 siklus. Setelah 2 menit lakukan evaluasi apabila irama

yang terlihat dimonitor adalah irama yang harus diberikan kejut listrik

(Shockable rhytm) yaitu VT tanpa nadi atau VF, maka lakukan

pemberian kejut listrik kembali. apabila irama yang terlihat adalah PEA

atau asistol, maka lakukan pemberian RJP selama 2 menit atau 5 siklus

(Alexander RH, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian mengenai evaluasi tindakan resusitasi

jantung paru yang di ungkapkan oleh partisipan sesuai dengan

pernyataan yang sudah ada pada teori yaitu setiap satu siklus perawat

mengecek nadi dan pernafasan setiap 2 menit apabila nafas sudah ada

tetapi nadi belum teraba maka dilakukan RJP 1 siklus lagi. Dihentikan

apabila terdapat tanda-tanda membaik berupa nadi dan nafas spontan

atau pasien sudah dinyatakan meninggal jika pupil pasien sudah melebar

mediatris maksimal dikatakan meninggal.

5.2.4 Posisi recovery

Hasil penelitian menyatakan bahwa posisi recovery meliputi

pemberian posisi sisi mantap dan teknik posisi sisi mantap.

Page 115: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

102

Posisikan pasien pada posisi mantap (recovery position) jika tidak

ada riwayat trauma leher. Apabila tidak ada pernafasan pasien

diposisikan telentang, buka jalan nafas dan bersihkan sumbatan yang

terlihat didalam mulut pasien dan berikan bantuan pernafasan buatan

(American Heart Association, 2010).

Menurut buku dari Suharsono, T., & Ningsih, D. K (2012) :

Setelah nafas dan nadi korban ada, jika tidak ada kontraindikasi untuk

mencegah kemungkinan jalan nafas tersumbat oleh lidah, lender, atau

muntah berikan posisi recovery pada korban dengan langkah sebagai

berikut meletakkan tangan korban yang dekat dengan anda dalam posisi

lengan lurus dan telapak tangan menghadap keatas kearah paha korban,

meletakkan lengan yang jauh dari anda menyilang diatas dada korban

dan letakkan punggung tangannya menyentuh pipinya, dengan

menggunakan tangan anda yang lain maka tekuk lutut korban yang jauh

dari anda sampai membentuk sudut 90˚, menggulingkan korban kearah

penolong, melanjutkan untuk memonitor denyut nadi korban, tanda

sirkulasi dan pernafasan tiap 2 menit.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai posisi recovery yang di

ungkapkan oleh partisipan tidak sesuai dengan pernyataan yang sudah

ada pada teori yaitu posisi recovery seperti tidur terlentang biasa,

punggung tangan kanan menyentuh pipi dan kepala, kaki ditekuk 900.

Posisi telapak tangan satunya menghadap atas dan kakinya diluruskan.

Menurut peneliti bahwa sebelum melakukan pertolongan pertama posisi

Page 116: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

103

pemulihan untuk korban pasca resusitasi harus dipastikan korban tidak

memiliki cedera leher, tulang punggung, dan cedera lainnya.

5.2.5 Faktor dihentikan resusitasi jantung paru

Hasil penelitian menyatakan bahwa faktor dihentikan resusitasi

jantung paru meliputi henti nafas dan meninggal.

Indikasi dihentikannya resusitasi jantung paru hingga kini masih

menjadi perdebatan, tidak ada batasan waktu yang tegas disebutkan oleh

para ahli namun beberapa hal menjadi pertimbangan antara lain korban

telah menunjukan tanda-tanda kematian atau sudah ada respon dari

korban (nafas dan nadi mulai ada). Menurut Suharsono, T., & Ningsih,

D. K (2012) bahwa henti nafas ditandai dengan tidak adanya gerakan

dada dan aliran udara pernafasan dari korban atau pasien. Resusitasi

jantung paru boleh dihentikan oleh penolong apabila terjadi hal-hal

berikut ini yaitu timbul nadi dan nafas spontan pada korban, penolong

terlalu lelah, datang bantuan yang lebih professional, pasien dinyatakan

sudah meninggal.

Upaya pemberian bantuan hidup dasar dihentikan pada beberapa

kondisi kembalinya sirkulasi dan ventilasi spontan, ada yang lebih

bertanggung jawab dan penolong lelah atau sudah 30 menit tidak

ada respon, tanda kematian yang ireversibel. Beberapa tanda kematian

yang dapat diidentifikasi yaitu lebam mayat, muncul sekitar 20-30 menit

setelah kematian, darah akan berkumpul pada bagian tubuh yang paling

Page 117: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

104

rendah akibat daya tarik bumi, terlihat sebagai warna ungu pada kulit,

kaku mayat (rigor mortis), kaku pada tubuh dan anggota gerak setelah

kematian dan pupil melebar (midriasis) dan refleks terhadap cahaya

negative dan cedera mematikan (Alexander RH, 2013).

Hasil penelitian lain menyatakan bahwa salah satu faktor

dihentikan resusitasi jantung paru merupakan kematian. Penghentian

RJP dengan mempertimbangkan durasi RJP dan kondisi pasien

dilakukan untuk memberi kesempatan pada klien untuk meninggal

dengan tenang (Oktavianus, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor dihentikan resusitasi

jantung paru yang di ungkapkan oleh partisipan sesuai dengan

pernyataan yang sudah ada pada teori yaitu dihentikan resusitasi jantung

paru karena setelah di resusitasi jantung paru pasien tidak berespon dan

henti nafas atau dinyatakan meninggal jika pupil sudah melebar

mediatris maksimal, tetapi pernyataan tersebut kurang lengkap dan

dijelaskan tentang penyebab pasien meninggal.

5.2.6 Pemberian obat-obatan emergency

Hasil penelitian menyatakan bahwa pemberian obat-obatan

emergency meliputi jenis obat emergency dan fungsi obat emergency

atau resusitasi jantung paru.

Pelaksanaan RJP tidak dapat dilakukan seorang diri. Pelaksanaan

RJP dilakukan oleh tim yang terdiri dari leader, ventilator, kompresor,

Page 118: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

105

dan sirkulator. Sirkulasi juga dipengaruhi oleh intervensi pemberian

obat. Manajemen obat adalah salah satu faktor penting dalam

menentukan keberhasilan RJP. Obat dapat membantu mengembalikan

status hemodinamik tubuh. Dokter adalah profesi kesehatan yang

memiliki wewenang untuk memberikan obat-obatan pada pasien.

Sehingga untuk pemberian obat saat resusitasi pasien tergantung

keputusan dokter. Kehadiran dokter menjadi faktor yang sangat berperan

untuk keberhasilan RJP. Inisiasi awal pembebasan jalan napas,

pemberian ventilasi dan kompresi dilanjutkan dengan pemberian obat

sesuai advis dokter dapat menolong pasien yang mengalami arrest

(Lionell, 2006).

Advance life support (Drug and Fluid, Disability, Deferential

diagnose) merupakan usaha untuk mempertahankan dan mengembalikan

sirkulasi spontan, dan stabilitas system cardiovasculer dengan obat-

obatan dan terapi cairan seperti adrenalin, natrium bikarbonat, lidokain,

atropine, dopamine dan pemberian cairan sesuai dengan penyebab dan

tujuan pemberian terapi (terapi cairan). Tujuan terapi cairan intravena

adalah resusitasi untuk menggantikan segera kehilangan cairan untuk

mengembalikan sirkulasi darah.

Keberhasilan resusitasi jantung - paru yang ditandai dengan

kembalinya sirkulasi spontan (return of spontaneous circulation/ ROSC)

yaitu terabanya nadi karotis, yang sebenarnya adalah langkah awal dari

tujuan pengelolaan secara menyeluruh pada pasien henti jantung.

Page 119: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

106

Pengelolaan pasca henti jantung dilaporkan dapat menurunkan mortalitas

akibat tidak stabilnya hemodinamik, bahkan dapat menurunkan

morbiditas dan mortalitas akibat gagal multi organ dan brain injury

(Neumar, 2008).

Penggunaan adrenalin telah terbukti meningkatkan ROSC, tetapi

tidak ada obat resusitasi atau alat bantu napas tingkat lanjut yang terbukti

meningkatkan kelangsungan hidup setelah henti jantung. Setiap siklus

secara umum sama, dengan total 2 menit RJP diberikan sebelum menilai

irama. adrenalin 1mg dan amiodarone 300 mg segera setelah kompresi

dilanjutkan. Amiodarone diberikan apabila setelah pemberian shock

ketiga masih terdapat irama VT/VF. Dosis diberikan secara bolus

sebanyak 300mg dan dapat diberikan dosis ulangan sebesar 150mg

untuk VT/VF refrakter, diikuti dengan infus 900 mg selama 24 jam.

Lidokain 1mg/kgBB dapat diberikan sebagai alternatif dari amiodarone

(Poerwanto, 2013).

Berdasarkan pernyataan mengenai pemberian obat-obatan

emergency yang di ungkapkan oleh partisipan hampir sesuai dengan

pernyataan yang sudah ada pada teori meliputi dopamine atau

dobutamine, epineprine, amiodaron vasonepressin, atropine dan

adrenalin. Amiodaron berfungsi untuk melenturkan otot-otot jantung

sehingga suplai O2 dan darah dapat lancar kembali, karena aliran darah

keseluruh tubuh berhenti sehingga aliran ke otak berkurang apabila di

biarkan menyebabkan hipoksia kemudian kematian. Morfin berfungsi

Page 120: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

107

untuk mengurangi nyeri dada. Dopamine atau dobutamin berfungsi

untuk tekanan darah sistolik 70-100 mmHg atau hipotensi. Adrenalin

dan epinefrin berfungsi untuk henti jantung, fibrilasi, takikardi dan

menaikkan tekanan darah. Atropin berfungsi untuk menaikkan denyut

nadi. Seorang perawat tidak berhak untuk memberikan terapi apapun,

tetapi dapat melakukan perintah untuk memberikan terapi agar

pengobatan ke pasien dapat diberikan sesuai prosedur. Pemberian obat

atau terapi injeksi dan dosisnya berdasarkan perintah dokter dan perawat

hanya memberikan obatnya kepada pasien yang terserang cardiac arrest.

5.3 Faktor pendukung perawat dalam penanganan cardiac arrest

5.3.1 Pengetahuan perawat

Hasil penelitian menyatakan bahwa pengetahuan perawat meliputi

tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan pelatihan berupa latar

belakang pendidikan lulusan D3 dan S1, lama pengalaman, ilmu

pengalaman, kompetensi dari pelatihan, pelatihan PPGD dan BTCLS.

Menurut Notoatmojo yang dikutip oleh (Wawan & Dewi, 2011),

pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan

sangat erat hubunganya dengan pendidikan, dimana bahwa dengan

pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pola

pengetahuanya (Wawan & Dewi, 2011). Pengetahuan atau kognitif

Page 121: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

108

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang (ovent behavior) (Wawan & Dewi, 2011).

Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan perawat

menurut Mubarak & Chayatin (2009) menyatakan faktor – faktor yang

berpengaruh terhadap pengetahuan meliputi tingkat pengetahuan

perawat diantaranya usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja (lama

kerja), pelatihan kegawat daruratan yang pernah diikuti dan informasi.

Pendidikan adalah proses untuk mempelajari dan meningkatkan

ilmu yang diperoleh, pendidikan yang lebih tinggi secara otomatis akan

berbanding lurus dengan pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo,

2007) sejalan dengan yang dikemukakan oleh keraf (2001) bahwa

semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin baik

pengetahuan yang dimiliki.

Adanya hubungan antara pengetahuan dengan perawat dalam

menangani cardiac arrest dalam penelitian ini didukung oleh teori

Notoadmodjo (2010) yang menyatakan bahwa pengetahuan diperoleh

dari sekumpulan informasi yang saling terhubung secara sistematik

sehingga memiliki makna. Informasi diperoleh dari data yang sudah

diolah sehingga mempunyai arti. Selanjutnya data ini akan dimiliki

seseorang dan akan tersimpan dalam neuron-neuron (menjadi memori)

di otaknya. Kemudian ketika manusia dihadapkan pada suatu masalah,

maka informasi yang tersimpan dalam neuron-neuronnya dan terkait

dengan permasalahan tersebut, akan saling terhubung dan tersusun

Page 122: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

109

secara sistematik sehingga memiliki model untuk memahami atau

memiliki pengetahuan yang terkait dengan permasalahan yang

dihadapinya. Kemampuan memiliki pengetahuan atas objek masalah

yang dihadapi sangat ditentukan oleh pengalaman, latihan atau proses

belajar.

Keterampilan merupakan keahlian yang dimiliki seseorang dalam

melakukan suatu pekerjaan dengan dilandasi pendidikan, keahlian yang

tinggi serta bertanggung jawab terhadap pekerjaannya tersebut (Abidin,

2011). Masa kerja juga merupakan suatu hal yang dapat mempengaruhi

pengetahuan serta ketrampilan, karena seseorang yang memiliki masa

kerja yang lama secara otomatis akan terbentuk pengalaman kerja yang

memadai serta tercipta pola kerja yang efektif dan dapat menyelesaikan

berbagai persoalan berdasarkan pengalaman ketrampilan serta tercipta

pola kerja yang efektif dan dapat menyelesaikan berbagai persoalan

berdasarkan pengalaman, ketrampilan, serta pengetahuannya (Erlita,

2008).

Menurut INTC (International Nurse Traininhg Centre) (2009)

kompetensi perawat dalam melaksanakan pelayanan kegawatdaruratan,

hal ini terkait dengan pernah tidaknya mengikuti pelatihan tentang

penanganan gawat darurat serta pelatihan Basic Trauma Cardiac Life

Support (BTCLS) sebagai kompetensi dasar. Penanggulangan Penderita

Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan

oleh kecepatan ditemukan penderita, kecepatan meminta pertolongan,

Page 123: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

110

dan kecepatan dalam kualitas pertolongan yang diberikan untuk

menyelamatkannya.

Adanya hubungan antara pelatihan dengan pengetahuan perawat

dalam menangani cardiac arrest dalam penelitian ini didukung oleh

pendapat Ivancevich (2008) yang menyatakan bahwa pelatihan

berorientasi ke masa sekarang dan membantu pegawai untuk menguasai

keterampilan dan kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil

dalam pekerjaannya, sebagai contoh seorang perawat dapat melakukan

tidakan penanganan cardiac arrest ketika sudah memiliki keterampilan

dan kemampuan. Kemampuan memiliki pengetahuan atas objek masalah

yang dihadapi sangat ditentukan oleh pengalaman dan latihan atau

proses belajar. Pelatihan efektif apabila pelatihan tersebut dapat

menghasilkan sumber daya manusia yang meningkat kemampuannya,

keterampilan dan perubahan sikap yang lebih mandiri. Keefektifan

pelatihan akan mempengaruhi kualitas kinerja sumber daya manusia

yang dihasilkannya (Wolff, 2010). Pelatihan bantuan hidup dasar

merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan atau

keterampilan perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terutama

korban yang memerlukan bantuan hidup dasar, karena pelayanan korban

bantuan hidup dasar harus dilakukan dengan cepat, tanggap, terampil,

teliti, serta konsentrasi penuh, mengingat setiap kesalahan yang kita

lakukan akan mengakibatkan efek yang sangat fatal serta kesalahan

Page 124: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

111

tersebut tidak dapat diperbaiki pada pertolongan selanjutnya (Cristian,

2009).

Berdasarkan hasil penelitian pernyataan mengenai pengetahuan

perawat yang di ungkapkan oleh partisipan sesuai dengan pernyataan

yang sudah ada pada teori yaitu latar belakang pendidikan perawat di

Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar adalah pendidikan minimal

D3 dan sebagian besar berpendidikan S1 keperawatan serta mengikuti

pelatihan kegawatdaruratan. Tingginya tingkat pendidikan akan

mempengaruhi pengetahuan seseorang dan lama pengalaman perawat

bekerja di Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar adalah sebagian

besar lebih dari 10 tahun dan 3 perawat lainya dengan pendidikan D3

lama kerja kurang dari 3 tahun. Partisipan menyebutkan bahwa

penerapan ilmu yang dimiliki individu sangatlah penting untuk

menunjang pengalaman dalam menangani pasien kegawatan dan

semakin lama usia seseorang maka semakin lama pengalamannya.

Ketiga partisipan sudah mengikuti berbagai macam pelatihan

kegawatdaruratan seperti PPGD atau BTCLS. Perawat di IGD RSUD

Karanganyar biasanya berbagi ilmu pengetahuan dan kompetensi dari

pelatihan atau penerapan pengetahuan yang perawat miliki kepada

teman-teman seprofesi. Perbedaan jenis pelatihan gawat darurat tidak

menunjukkan ada perbedaan kerja perawat atau dalam penanganan

cardiac arrest.

Page 125: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

112

Menurut peneliti berdasarkan pernyataan dan observasi kepada

partisipan adalah semakin tinggi tingkat pengetahuan dan pelatihan

berpengaruh kepada tindakan penanganan cardiac arrest yang tepat dan

benar tetapi pengalaman kerja yang lebih lama tidak berpengaruh karena

pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan perawat dalam penanganan

cardiac arrest merupakan hal utama yang harus dikuasai oleh seorang

perawat sebelum melakukan tindakan tersebut. Oleh karena itu perawat

dituntut untuk memiliki kompetensi dalam menangani korban yang

membutuhkan bantuan hidup dasar. Salah satu upaya dalam peningkatan

kompetensi tersebut dilakukan melalui pelatihan bantuan hidup dasar,

pelatihan ini merupakan pelatihan dasar bagi perawat dalam menangani

korban yang memerlukan bantuan hidup dasar akibat trauma dan

gangguan kardiovaskuler untuk menyelamatkan nyawa dan

meminimalisir kerusakan organ serta kecacatan penderita. Intinya adalah

bagaimana menguasai dan membebaskan jalan napas, bagaimana

membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh,

sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah terjadinya

kematian sel otak. Peran RJP sangatlah besar, seperti orang-orang yang

mengalami henti jantung tiba-tiba. Henti jantung menjadi penyebab

utama kematian walaupun usaha untuk melakukan resusitasi tidak selalu

berhasil, lebih banyak nyawa yang hilang akibat tidak dilakukannya

resusitasi dengan tepat dan cepat.

Page 126: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

113

5.3.2 Sarana pendukung

Hasil penelitian menyatakan bahwa sarana pendukung tindakan

cardiac arrest meliputi peralatan yang lengkap berupa ETT

(endotracheal tube), laringoscope, EKG, ambu bag, suction, bed, alat

steril, alat tensi, ventilator, defibrillator dan obat-obatan emergency.

Adanya hubungan antara fasilitas dengan faktor pendukung yang

mempermudah perawat dalam menagani cardiac arrest sesuai dengan

teori yang dikemukakan oleh Arikunto (2008) bahwa fasilitas adalah

segala sesuatu yang dapat memudahkan dan memperlancar pelaksanaan

usaha ini dapat berupa benda - benda maupun uang, jadi dalam hal ini

fasilitas dapat disamakan dengan sarana yang ada di Rumah Sakit.

Ketersediaan alat yang lengkap sudah menjadi standar pelayanan rumah

sakit. Kelengkapan alat menjadi kebutuhan vital yang harus tersedia saat

dilakukannya RJP. Perlengkapan yang biasa diperlukan yaitu ambu bag,

selang oksigen, oksigen, suction, selang suction, gudel, endotrakeal tube

beserta mandrainnya, laringoskop, senter, obat emergency seperti

adrenalin, SA, atau amiodaron. Adanya papan untuk RJP akan

memberikan kesempatan kompresi lebih maksimal dilakukan pada

pasien. Sirkulasi darah ke otak akan maksimal karena darah dipompa

manual secara maksimal oleh perawat.

Berdasarkan hasil penelitian pernyataan mengenai sarana

pendukung yang di ungkapkan oleh partisipan tidak sesuai dengan

pernyataan yang sudah ada pada teori yaitu ketersediaan peralatan

Page 127: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

114

merupakan faktor yang meningkatkan keberhasilan RJP bagi partisipan.

Partisipan menyatakan bahwa faktor yang meningkatkan keberhasilan

RJP adalah adanya fasilitas yang mendukung dan lengkap di ruangan

Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar yaitu ETT (endotracheal

tube), laringoscope, ambu bag, oksigen, ventilator, DC shock,

defibrillator, EKG dan obat-obatan emergency) resusitasi masker

elektrik tetapi di IGD menggunakan yang manual.

Menurut peneliti berdasarkan observasi bahwa daya tampung di

ruang IGD RSUD Karanganyar hanya 12 pasien tetapi sering di isi

kurang lebih 30 pasien. Fasilitas di ruang IGD masih standart fasilitas

RSUD tipe C, sehingga adanya perasaan tidak nyaman oleh petugas

kesehatan ataupun pasien dan keluarga karena keterbatasan tersebut.

5.3.3 Kesiapan perawat

Hasil penelitian menyatakan bahwa kesiapan perawat dalam

penanganan cardiac arrest meliputi berpikir kritis, fokus, melindungi

diri dan melakukan tindakan dengan tepat berupa membuat keputusan

saat penanganan, berhati-hati, setiap tindakan memperhatikan

kedepannya, teliti, proteksi diri, memperhatikan keamanan perawat,

memulai persiapan, mengompresi dada, mengambil alat ventilator atau

mengeset alat defribilator, menghubungi dokter jaga dan mempersiapkan

terapi obat.

Page 128: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

115

Dalam International Journal of Nursing menyatakan bahwa

penggunaan kata kesiapan (readiness) dalam literatur keperawatan

tidaklah didefinisikan dengan pasti dan dikembangkan sebagai suatu

konsep. Kemampuan untuk menilai, kemampuan untuk berfikir kritis

dan mengambil keputusan terhadap tindakan sesuai dengan kondisi klien

yang disebut kesiapan. Memberikan perawatan yang aman kepada klien.

Pemberian perawatan yang aman kepada klien merupakan suatu

komponen yang penting dari praktek keperawatan.

Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya

siap untuk memberi respon atau jawaban dengan cara tertentu terhadap

suatu situasi. Penyesuaian kondisi pada suatu saat akan berpengaruh atau

kecenderungan untuk memberi respon (Slameto, 2008). Seorang ahli

bernama Cronbach memberikan pengertian tentang kesiapan sebagai

segenap sifat atau kekuatan yang membuat seseorang dapat bereaksi

dengan cara tertentu. Kemampuan seseorang dalam kesiapan terdiri dari:

mempunyai kemampuan dasar umum dan kemampuan untuk menangani

hal -hal yang bersifat khusus, memberikan perawatan yang aman kepada

klien, mampu menghadapi atau bertahan dengan kenyataan sekarang dan

kemungkinan-kemungkinan kedepan, serta mempunyai keseimbangan

antara pelaksanaan, pengetahuan dan berpikir.

Hasil penelitian Wolff (2010) menyatakan bahwa ada beberapa

faktor yang mempengaruhi kesiapan perawat, antara lain pengetahuan,

pengalaman dan training. Ketiga faktor tersebut akan saling menguatkan

Page 129: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

116

untuk membentuk suatu kesiapan. Kemampuan memiliki pengetahuan

atas objek masalah yang dihadapi sangat ditentukan oleh pengalaman

dan latihan atau proses belajar. Seorang perawat yang dikatakan siap

mempunyai alasan yang menyakinkan kenapa dia memutuskan untuk

melakukan suatu tindakan keperawatan dan mendemonstrasikan

kemampuan untuk melaksanakan praktek keperawatan sesuai dengan

etika, penuh kehati-hatian dan aman. Mampu menghadapi atau bertahan

dengan kenyataan sekarang dan kemungkinan-kemungkinan ke depan.

Pengetahuan yang baik sangat berpengaruh pada ketrampilan

perawat. Ketrampilan asal dari kata “terampil” yang bermakna cakap

dalam melaksanakan tugas, mampu dan cekatan atau dalam arti lain

keterampilan atau kemampuan seseorang menerapkan pengetahuan yang

dimiliki kedalam bentuk tindakan. Perawat harus memiliki keterampilan

baik dalam komunikasi efektif, objektifitas dan kemampuan dalam

membuat keputusan klinis secara cepat dan tepat agar perawatan setiap

pasien menjadi maksimal (Dunnete, 2007 dalam Cristian, 2008).

Di unit gawat darurat dan instalasi care unit pengetahuan dan

ketrampilan perawat sangat dibutuhkan terutama dalam pengambilan

keputusan klinis dimana ketrampilan sangat penting dalam penilaian

awal, perawat harus mampu memprioritaskan perawatan pasien atas

dasar pengambilan keputusan yang tepat, untuk mendukung hal tersebut

dibutuhkan pengetahuan dan ketrampilan dalam hal melakukan tindakan

keperawatan. Pengetahuan dan ketrampilan perawat sangat penting di

Page 130: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

117

dalamnya karena perawat merupakan ujung tombak utama dalam senuah

pelayanan khususnya pelayanan di ruang gawat darurat (Oman, 2008).

Keterlambatan dalam semenit saja sangat mempengaruhi prognosis

penderita, sebab kegagalan system otak dan jantung selama 4-6 menit

dapat menyebabkan kematian klinis sementara kematian biologis dapat

terjadi setelahnya (Sterz, 2008). Pengetahuan sangat berhubungan erat

dengan kesiapan dalam kondisi seseorang menghadapi pasien cardiac

arrest, agar seseorang tersebut mampu mengambil keputusan terhadap

apa yang akan dilakukan, maka dia harus mempunyai pengetahuan

tentang cardiac arrest yaitu pada tingkat evaluasi yang merupakan

tingkatan tertinggi dari pengetahuan (Notoadmodjo, 2010).

Langkah-langkah bantuan hidup dasar merupakan proteksi diri,

memastikan kesalamatan penolong dan korban apabila menemukan

penderita, hal yang paling utama sebelum melakukan bantuan adalah

proteksi diri, mengingat saat ini begitu banyak penyakit penyakit

menular yang beredar dimasyarakat (American Heart Assosiacion,

2010). Permasalahan yang sering dihadapi oleh perawat adalah cara

menangani kegawatan pulmonal serta kegawatan kardiovaskuler lewat

resusitasi jantung paru dengan tindakan dan teknik pelaksanaan yang

tepat (Soerianata, 2008). Kompetensi perawat menguasai panduan RJP

dan kolaborasi dengan dokter menentukan kualitas resusitasi yang

diberikan kepada pasien (Oktavianus, 2010).

Page 131: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

118

Perawat dituntut memberikan pelayanan yang cepat, tepat, dan

cermat dengan tujuan mendapatkan kesembuhan tanpa kecacatan. Oleh

karena itu perawat perlu membekali dirinya dengan pengetahuan dan

perlu meningkatkan keterampilan yang spesifik yang berhubungan

dengan kasus-kasus kegawatdaruratan utamanya kasus kegawatan

pernafasan dan kegawatan jantung (Maryuani, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian pernyataan mengenai kesiapan

perawat yang di ungkapkan oleh partisipan sesuai dengan pernyataan

yang sudah ada pada teori yaitu mengungkapkan bahwa perawat dalam

situasi apapun harus dapat membuat keputusan yang benar dan tepat,

berpikir kritis dengan memperhatikan kedepannya dengan berhati-hati

dan ketelitian agar tidak ada kesalahan dalam mendiagnosa saat

penanganan pasien dengan cardiac arrest. Tim perawat memulai

persiapan seperti pemeriksaan kondisi pasien sebelum kompresi dada,

mengambil alat ventilator atau mengeset alat defribilator, menghubungi

dokter jaga dan mepersiapkan terapi obat sesuai kewenangan dokter.

Saat melakukan kompresi perawat tidak perlu menghitung siklus tetapi

yang menghitung kompresi adalah pemegang ventilator agar perawat

dapat berkonsentrasi. Pentingnya proteksi diri dalam setiap tindakan

apabila diharuskan melakukan mounth to mounth harus diperhatikan

keamanan perawat karena sangat berbahaya jika pasien riwayat TB paru

atau HIV.

Page 132: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

119

5.4 Faktor penghambat perawat dalam penanganan cardiac arrest.

5.4.1 Hambatan sarana dan prasarana

Hasil penelitian menyatakan bahwa hambatan sarana dan prasarana

meliputi keterbatasan tempat dan alat berupa tempat penuh dan alat di

ruang IGD terbatas.

Perawat harus mengetahui dan memahami hak penderita serta

beberapa keadaan yang mengakibatkan RJP tidak perlu dilaksanakan

seperti henti jantung terjadi dalam sarana atau fasilitas kesehatan

(Worthington, 2012). Sarana dan suplai yang cukup merupakan segala

sesuatu yang dapat memudahkan dan memperlancar pelaksanaan usaha

yang berupa benda – benda (Cristian, 2008).

Menurut Herkutanto (2008), ketersediaan tenaga kesehatan dalam

jumlah yang cukup sesuai kebutuhan adalah syarat yang harus dipenuhi

oleh IGD. Selain dokter jaga yang siap di IGD, rumah sakit juga harus

menyiapkan spesialis lain (bedah, penyakit dalam, anak, dll) untuk

memberikan dukungan tindakan medis spesialistis bagi pasien yang

memerlukannya.

Berdasarkan hasil penelitian pernyataan mengenai hambatan sarana

dan prasarana yang di ungkapkan oleh partisipan sesuai dengan

pernyataan yang sudah ada pada teori yaitu mengungkapkan bahwa di

Instalasi Gawat Darurat RSUD Karangnyar keterbatasan tempat penuh

karena pasien yang seharusnya sudah diruangkan masih di rawat di IGD

sehingga kekurangan tenaga kesehatan untuk melayani pasien yang baru

Page 133: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

120

datang dan melayani pasien yang masih di rawat di IGD maka alatnya

juga terbatas.

5.4.2 Faktor pasien

Hasil penelitian menyatakan bahwa faktor pasien meliputi

penolakan tindakan dan kondisi pasien berupa pasien tidak setuju atau

menolak di resusitasi, menderita penyakit yang lama dan faktor usia

pasien sudah tua.

Pada awal dan akhir resusitasi, perbedaan etik dan norma-norma

budaya harus dipertimbangkan. Meskipun prinsip-prinsip etik tentang

beneficence, non maleficence, autonomy dan justice dapat diterima di

seluruh budaya, tetapi prioritas prinsip-prinsip etik ini dapat bervariasi

antara kebudayaan yang berbeda. Di Amerika Serikat sebagian besar

penekanan pada otonomi individual. Di Eropa lebih menekankan pada

penyedia layanan kesehatan otonomi yang menjadi tugas mereka dalam

mengambil keputusan bila timbul masalah yang muncul. Sedangkan di

Asia keputusan kelompok masyarakat mendominasi tentang keputusan

yang diambil bila timbul masalah yang timbul. Sehingga dokter harus

memainkan peranan penting dalam mengambil keputusan berdasarkan

data ilmiah dan keinginan (preferensi) pasien (Worthington, 2012).

Faktor kondisi dalam hal ini adalah penyebab atau penyakit

penyerta yang memicu terjadinya cardiac arrest pada pasien tersebut

diantaranya adanya infark miokard kronis, penyakit jantung koroner,

Page 134: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

121

sepsis, serta syok kardiogenik, dan tidak hanya berhenti pada kondisi

pasien saja namun adanya indikasi untuk dihentikannya resusitasi juga

mempengaruhi pemberian siklus misalnya saat muncul lebam mayat

maka CPR harus dihentikan. Aehlert (2011) menyatakan apabila

pencetusnya adalah ventrikel fibrilasi maka outcome masih baik, namun

jika pencetusnya PEA atau asistole maka outcomenya cenderung buruk.

Usia bukan merpakan salah satu kontraindikasi dilakukannya

tindakan RJP. Walaupun dikatakan proses penuaan berkaitan dengan

akumulasi berbagai kelemahan dan penyakit dimana terdapat perawatan

jangka panjang dan penurunan fungsi tubuh, masih menjadi salah satu

perkiraan hasil RJP yang buruk (Hilberman, 2007).

Gray (2012) dalam bukunya mendukung pernyataan Goldberger,

menyatakan bahwa penuntun pemberian CPR yang paling membantu

adalah dokter atau perawat senior yang mengetahui kondisi pasien, serta

catatan kasus yang informatif. Laki-laki yang mengalami arrest lebih

memiliki kesempatan untuk hidup kembali setelah mendapatkan RJP.

Usia yang lebih muda juga merupakan preditor keberhasilan RJP. Pasien

dengan penyebab non cardiac (henti napas) memiliki kesempatan yang

lebih besar untuk selamat. Pulseless Electrical Activity (PEA) atau

asistol merupakan prediktor yang buruk untuk keberhasilan RJP . Faktor

lain yang mempengaruhi keberhasilan RJP antara lain non cancer

diagnosis, kanker tanpa metastase, fungsi ginjal yang bagus, infeksi

Page 135: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

122

yang diketahui, tekanan darah yang normal dan pasien tidak terisolasi

pada suatu ruangan.

Berdasarkan hasil penelitian pernyataan mengenai faktor pasien

yang di ungkapkan oleh partisipan sesuai dengan pernyataan yang sudah

ada pada teori yaitu mengungkapkan bahwa perawat mengedukasi

keluarga pasien jika pasien atau keluarga tidak setuju maka perawat

harus mengikuti hak keputusan keluarga tersebut dengan surat hitam

diatas putih untuk bukti pendokumentasian. Keluarga pasien yang tidak

kooperatif pasrah dan kasihan melihat anggota keluarganya di kompresi

karena sudah menderita penyakit yang lama dan usia sudah terlalu tua.

Terpenting bahwa sebagai perawat sudah berusaha.

5.4.3 Faktor keluarga

Hasil penelitian menyatakan bahwa faktor keluarga meliputi

penolakan keluarga berupa keluarga pasien tidak menghendaki pasien di

resusitasi jantung paru dan keluarga tidak kooperatif.

Keputusan tentang Resusitasi Jantung Paru (RJP) sangat rumit dan

sering dibuat dalam hitungan detik oleh tenaga medik tanpa mengetahui

apakah penderita mempunyai advanced directives atau tidak. Advanced

directives adalah dokumen yang sah secara hukum, yang ditulis sebelum

penderita menderita penyakit yang bersifat incapacitating. Petunjuk

yang ada dalam advanced directives ini dapat membebas tugaskan

tenaga medik dalam mengambil keputusan, dengan kata lain advanced

Page 136: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

123

directives adalah pernyataan tentang keinginan penderita mengenai

tindakan medik apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan pada

waktu penderita itu dalam keadaan incompetency. Beberapa penelitian

menunjukkan pemberian RJP sering bertentangan dengan keinginan

pasien. Padahal setiap keputusan harus dibuat dengan belas kasih,

berdasarkan prinsip-prinsip etik dan referensi ilmiah yang ada

(Worthington, 2012).

Gray (2012) dalam bukunya mendukung pernyataan Goldberger,

menyatakan usaha resusitasi yang jelas tidak sesuai dengan usia pasien

atau kondisi medis dasar yang tidak hanya menyebabkan frustasi bagi

tim CPR namun juga potensial berbahaya untuk pasien, serta dapat

menyebabkan kesedihan mental pada keluarga pasien. Tidak adanya

indikasi jelas untuk menghentikan usaha resusitasi lebih awal, seperti

pada penyakit terminal, lanjutkan usaha resusitasi selama kurang lebih

30 menit, yang terbukti telah menyediakan oksigenasi jaringan yang

adekuat (yaitu pH dan gas darah yang memuaskan), jika masih belum

ada aktivitas jantung spontan setelah 30 menit, resusitasi lebih lanjut

sangat tidak bermanfaat. Tanpa oksigenasi adekuat, kerusakan otak

ireversibel dimulai setelah 3 menit dan usaha resusitasi yang berhasil

setelah lebih dari 10 menit kemungkinan besar dapat menyebabkan

kecacatan.

Berdasarkan hasil penelitian pernyataan mengenai faktor keluarga

yang di ungkapkan oleh partisipan tidak sesuai dengan pernyataan yang

Page 137: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

124

sudah ada pada teori yaitu mengungkapkan bahwa sebelum melakukan

tindakan harus ada pendidikan kesehatan karena setiap keluarga ada

yang kooperatif dan tidak mengerti dengan tindakan medis. Tindakan

yang akan dilakukan harus dengan ijin keluarga. Keluarga pasien ada

yang tidak menghendaki melakukan RJP karena kasihan terhadap pasien

yang sudah tua dan lama penyakit penderita, tetapi dengan syarat ada

pendokumentasian misalnya nama pasien, alamat, umur, keadaan

kondisi pasien dan tanda tangan dokter. Perawat harus menanyakan

terlebih dahulu dengan keluarga atau kerabat pasien walaupun harus di

resusitasi tetapi keluarga pasien menolak tetap tindakan resusitasi tidak

dapat dilakukan.

Page 138: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

125

BAB VI

PENUTUP

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan analisa dari kata kunci yang telah didapat dalam

penelitian ini maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

6.1.1 Mendeskripsikan pengetahuan perawat tentang penanganan cardiac

arrest.

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dalam penelitian

didapatkan empat tema yaitu definisi henti jantung meliputi henti

jantung dan gangguan irama jantung. Penyebab henti jantung meliputi

peristiwa dan gangguan sirkulasi tubuh. Tanda dan gejala henti

jantung meliputi nadi berhenti berdenyut, penurunan kesadaran,

gangguan sistem respirasi, nyeri dada dan tekanan darah rendah.

Tindakan henti jantung meliputi pemberian obat, monitor kondisi

pasien dan pemberian posisi.

Henti jantung merupakan kematian penyakit jantung yang

mendadak dan jantung tidak berdenyut atau denyut nadi tidak teraba

sehingga sirkulasi aliran darah keseluruh tubuh berhenti yang ditandai

oleh gangguan irama jantung yaitu ventrikel takikardi, ventrikel

fibrilasi, pulseless electrical activity dan asistol

Page 139: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

126

6.1.2 Mendeskripsikan tindakan perawat dalam penanganan cardiac arrest.

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dalam penelitian

didapatkan enam tema yaitu pengkajian awal resusitasi jantung paru

meliputi pengkajian lokasi, pemeriksaan tingkat kesadaran,

pemeriksaan nadi, pemeriksaan pernafasan. Tindakan resusitasi

jantung paru meliputi resusitasi jantung paru, kedalaman kompresi

dada, frekuensi kompresi dada, siklus kompresi dada, kecepatan

kompresi dada dan teknik membuka jalan nafas. Evaluasi resusitasi

jantung paru meliputi pemeriksaan nadi dan pernafasan. Posisi

recovery meliputi posisi sisi mantap dan teknik posisi sisi mantap.

Faktor dihentikan resusitasi jantung paru meliputi henti nafas dan

meninggal. Pemberian obat-obatan emergency meliputi jenis obat

emergency atau resusitasi jantung paru dan fungsi obat emergency

atau resusitasi jantung paru.

6.1.3 Mengidentifikasi faktor pendukung perawat dalam penanganan

cardiac arrest.

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dalam penelitian

didapatkan tiga tema yaitu pengetahuan perawat meliputi tingkat

pendidikan, pengalaman kerja dan pelatihan. Sarana pendukung

meliputi peralatan. Kesiapan perawat meliputi berpikir kritis, fokus,

melindungi diri dan tindakan perawat.

Page 140: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

127

6.1.4 Mengidentifikasi faktor penghambat perawat dalam penanganan

cardiac arrest.

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan dalam penelitian

didapatkan tiga tema yaitu hambatan sarana dan prasarana meliputi

tempat penuh dan keterbatasan alat. Faktor pasien meliputi penolakan

tindakan dan kondisi pasien. Faktor keluarga meliputi penolakan

keluarga.

Sarana dan suplai yang memadai merupakan sesuatu yang dapat

memudahkan dan memperlancar pelaksanaan asuhan keperawatan.

Ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah yang cukup sesuai

kebutuhan adalah syarat yang harus dipenuhi oleh IGD. Fasilitas di

ruang IGD masih standart fasilitas RSUD tipe C, sehingga diharapkan

peningkatan kualitias dan kuantitas baik fasilitas dan tenaga kerja di

ruang IGD agar tercipta perasaan lebih nyaman oleh pasien atau

keluarga pasien dan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan

kesehatan.

6.2 SARAN

6.2.1 Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan

bagi Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar untuk menentukan

langkah – langkah dalam peningkatan pengetahuan dan kompetensi

tentang penanganan cardiac arrest sehingga pihak managemen Rumah

Page 141: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

128

Sakit diharapkan meningkatkan ketrampilan perawat melalui pelatihan

dalam penanganan cardiac arrest dan diharapkan pelayanan kepada

pasien gawat darurat meningkat.

6.2.2 Institusi Pendidikan

Memperkaya literatur ilmu keperawatan dibidang

kegawatdaruratan kardiovaskuler sebagai penunjang dalam proses

belajar mengajar atau praktik gawat darurat.

6.2.3 Peneliti Lain

Peneliti lain dapat menambah pengetahuan tentang penanganan

cardiac arrest dan menjadikan hasil penelitian ini untuk referensi atau

acuan peneliti lainya dengan metode yang berbeda dan meneliti faktor

lain seperti peraturan atau protokol yang jelas, sarana dan suplai yang

cukup yang berhubungan dengan penanganan cardiac arrest.

6.2.4 Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti

tentang pengalaman perawat dalam penanganan cardiac arrest,

sehingga peneliti lebih memahami tentang cardiac arrest.

Page 142: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. M. (2011). Makalah tentang Profesionalisme Perawat. Dari

http://www.masbid.com diakses 20 Juni 2015.

Aehlert, Barbara. (2010). Emergency Medical Technician EMT in Action.

Southwest: EMS Education, Inc. Mc Graw, Hill Higher Education.

Afiyanti, Yati dan Rachmawati Imami. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif

dalam Riset Keperawatan. Jakarta : PT Raja Grafindo

Alexander RH, Proctor HJ. (2013). Advance Trauma Life Support Course for

Physicians. Chicago: The American College of Surgeons 5th Edition

American Heart Association. (2010). Scientific Position Risk Factors & Coronary

Heart Disease. AHA Scientific Position. December 20, 2014.

American Heart Association. (2010). Management of Cardiac Arrest. Circulation

; 112;IV-58-IV-66. Lippincott Williams & Wilkins, a division of Wolters

Kluwer Health, 351 West Camden Street, Baltimore.

Aminuddin. (2013) Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of

Nursing), Volume 8, No.3, Nopember 2013. Dari

http://jtptunimus.gdl.santosotri.ac.id diakses 20 Desember 2014.

Anon. Panduan Program Perawatan Didepan advance care planning guide. Dari

www.healthynh.com/fhc/initiatives/Indonesian/20_Adv/20Direct_.pdf

diakses 20 Juli 2015.

April Poerwanto B. (2013). Materi Pelatihan GELS (General Emergency Life

Support). RSUD Dr.Soetomo. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta

Aucken, J, Crawford, S. (2011). Neurological observations: Neuro-oncology for nurses.

London: Whurr. 29-65.

Cresswell, J.W. (2013). Qualitative Research. 3th ed. Thousand Oaks : Sage

Publications.

Christian, P. (2008). Keterampilan dalam Keperawatan Kamus Elektronik. Dari

http://petracristian.com diakses tanggal 2 Januari 2015.

Page 143: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

Chung, Edward K. (2010). 100 Tanya Jawab Mengenai Serangan Jantung dan

Masalah-masalah yang terkait dengan Jantung. Jakarta: PT. Indeks.

Dede Kharisma Yanti Bala, Abdul Rakhmat, Junaidi. Jurnal Ilmiah Kesehatan

Diagnosis Volume 4 Nomor 4 Tahun 2014. ISSN : 2302-1721.

Departemen Kesehatan. (2006). Pharmaceutical care untuk pasien penyakit

jantung koroner : Fokus sindrom koroner akut.

Ethical Issues. (2010). American Heart Association Guidelines for

Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care.

Part 2: Journal of American Heart Association Circulation; 112;IV-6-IV-

11.

Erlita, R. (2008). Kajian tentang Manajemen Pengetahuan. Dari

http://www.content.com diakses tanggal 22 Juni 2015.

Foster, Bill. (2001). Pembinaan Untuk Peningkatan Kinerja Karyawan. PPM.

Jakarta.

Gebbie, K., Qureshi, K. (2006). Historical Chalenge: Perawat dan Keadaan

Darurat. OJIN: The Journal Isue on Nursing. Vol 11 No 3.

Goldberger, Z. D., Chan, P. S., Berg, R. A. (2012). Duration of Resuscitation

Efforts and Survival After in-hospital Cardiac Arrest: an Observational

Study. 380.

Hamid, Achir Yani S. (2008). Buku Ajar Riset Keperawatan, Konsep Etika dan

Instrumentasi. Jakarta: EGC.

Hasanah U. (2010). Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku

Perawatan. Demak.

Hilberman M, Kutner J, Parsons D, Murphy DJ. (2007). Marginally effective

medikal care: ethical analysis of issues in cardiopulmonary resuscitation

(CPR). Journal of Medical Ethics ;23:361–7.

Iskandar, Rizki Ismailia Puteri. (2008). Ancaman Henti Jantung Lebih Tinggi

Laki-Laki. Dari http//www.klikdokter.com diakses 10 Desember 2014.

Ivancevich, John M. dkk. (2008). Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jilid 1

dan 2. Jakarta. Erlangga

Jameson, JN St C.; Dennis L. Kasper, Harrison, Tinsley Randolph; Braunwald,

Eugene; Fauci, Anthony S.; Hauser, Stephen L; Longo, Dan L. (2005).

Harrison prinsip-prinsip kedokteran internal . New York: McGraw-Hill

Medical Publishing Division. ISBN 0-07-140235-7. Dari

http//enwikipedia.org diakses 25 Desember 2014.

Page 144: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

Judarwanto, Widodo. (2012). Penanganan Terkini Acute Respiratory Distress

Syndrome (ARDS). FKUI. Jakarta.

Kasron. (2012). Buku Ajar Anatomi Fisiologi Kardiovaskuler. Yogyakarta: Nuha

Medika

Krisanty, Paula. dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans

Info Media.

Lincoln, Y. S., & Guba, E. G. (2005). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills, CA:

Sage Publications, Inc.

Lionell H Opie, Saunders Elsevier. 6 th ed. (2006). Drugs for the heart.

Philladelphia.

Makhfudli,& Effendi, Ferry. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas : teori

dan praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba medika.

Maryuani. (2009). Asuhan Kegawatdaruratan. Jakarta.: Trans Info Media.

Mubarak & Chayatin. (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi.

Salemba Medika: Jakarta.

Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakiarta: Nuha Medikal.

Nettina, Sandra M. (2006). Lippincott. Manual of Nursing Practice. Eight edition.

Philadelphia. London. New York. Lippincott Williams and Wilkins. A

Wolter Kluwer Company.

Neumar RW, Nolan JP, Adrie C etal. (2008). Post-cardiac 1. arrest syndrome:

epidemiology, pathophysiology, treatment, and prognostication.

Circulation:118;2452-2483.

Nolan J. P. et al. (2010). European Resuscitation Council Guidelines for

Resuscitation.

Notoadmodjo, S. (2007). Pengantar Pendidikan dan Ilmu Penelitian Kesehatan.

Yogyakarta: Andi offset.

Notoadmojo, S. (2010). Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. (Edisi Revisi:

2010). Rineka Cipta : Jakarta.

Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian

Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Oman, K., Koziol, J., Scheetz. (2008). Panduan Belajar Emergency. EGC:

Jakarta.

Page 145: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

Parnia, S; Spearpoint, K, Fenwick, PB (August 2012). Near death experiences,

cognitive function and psychological outcomes of surviving cardiac

arrest. Resuscitation.

Polit, D.F. & Beck, C.T. (2012). Nursing research: generating and assesing

evidance for nursing practice. 9th edition. Philadelphia : Lippincott

Williams & Wilkins.

Polit, DF & Hungler, BP. (2005). Nursing Research : Priciples and Methods, 6th

edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.

Pusponegoro, A.D. (2010). Basic Trauma Life Support & Basic Cardiac Life

Support. Jakarta : YAGD 118.

Ridwan, M. (2010). Mengenal Mencegah Mengatasi Silent Killer. Jakarta :

Pustaka Wydyamara.

Santana, Septiawan. (2007). Menulis Ilmiah Metode Kualitatif. Jakarta : Yayasan

Obor Indonesia.

Sastroasmoro, S. & Ismail, S. (2007). Dasar-dasar Penelitian Klinis. (3th

edition). Jakarta: Sagung Seto

Satori, Djam’an & Aan Komariah. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung : Alfabeta.

Simamora, H, (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Bagian

Penerbitan STIE.

Simanjutak, Payama J. (2005) Manajemen & Evaluasi Kinerja. Penerbit FE UII

Slameto. (2008). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta:

Rineka Cipta.

Smeltzer, S. C., Bare, B. G. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth, Vol 1.EGC. Jakarta.

Soerianata S. (2008). Resusitasi Jantung Paru, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

S.P Hasibuan, Malayu. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi

Aksara.

Subagiyo, A. Achyar. Ratnaningsih, E. Suginman, T. Kosasih, A. Agustinus, R.

(2011). Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Dasar. Jakarta : PP

PERKI.

Page 146: PENGALAMAN PERAWAT DALAM PENANGANAN …digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/26/01-gdl-berliantid... · Populasi dan Sampel 39 3.4. Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data

Sudoyo dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. FKUI. Jakarta:

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam.

Suharsono, T. Ningsih, D. (2012). Penatalaksanaan Henti Jantung Di Luar

Rumah Sakit. Malang : UMM Press.

Sugiyono. (2013). Memahami penelitian kualitatif. Cetakan kedelapan. Bandung:

Alfabeta.

Sumantri, S. (2010). Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.

Bandung: Fakultas Psikologi Unpad.

Susilo R. (2011). Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan. Yogyakarta: Nuha

Medika.

Sutopo HB. (2006). Metodelogi penelitian kualitatif. Edisi 2. Surakarta:

Universitas Sebelas Maret.

Thygerson,Alton L. (2006) First aid, CPR, and AED. 5th Ed. American College

of Emergency Physicians, London W67pA. Jones and Batlett Publisher

International. Dari http//www.american.emergency.co.id diakses 5

Desember 2014.

Wawan A, & Dewi M. (2011). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Perilaku dan

Perilaku Manusia. Nuha Medika: Yogyakarta.

Wolff, Angela C., Regan, Sandra., Pesut, Barbara.,& Black, Joyce. (2010). Ready

for what? An Exploration of the Meaning of New Graduate Nurses

Readiness for Practice. International Journal of Nursing Education

Scholarship. Article. Dari http//www.bepress.com/ijnes/vol7/iss1/art7

diakses 12 Desember 2014.

Worthington R. (2012). Clinical issues on consent: some philosophical concerns.

Journal of Medical Ethics Law and ethics ; 28:377-380

WHO (2008). World Health Statistic. Dari http//www.who.int diakses 12

Desember 2014.