Upload
parlindungan-pardede
View
783
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENERJEMAHAN TIGA PUISI TAUFIK ISMAIL
KE DALAM MAHASA INGGRIS
Parlindungan Pardede
AbstrakDibandingkan dengan penerjemahan jenis teks lainnya,
penerjemahan puisi merupakan aktivitas tersulit karena adanya nilai-nilai estetik (sarana penyampaian keindahan melalui penggunaan diksi, metafora, imageri, dan bahasa figuratif) dan nilai-nilai ekspresif (sarana penyampaian pikiran atau emosi pengarang melalui struktur, rima, maupun pelafalan) yang perlu dipertimbangkan selain pengalihan makna. Untuk menghasilkan terjemahan puisi yang baik, penerjemah harus memindahkan makna dan nilai-nilai tersebut dari bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa). Makalah ini membandingkan hasil analisis tiga puisi Taufik Ismail sebagai teks sumber (TSu) dengan hasil terjemahan masing-masing dalam bahasa Inggris sebagai teks sasaran (TSa) untuk melihat aspek-aspek apa saja yang membuat TSa tersebut diterima sebagai hasil penerjemahan baik. Ketiga TSa tersebut diakui sebagai hasil terjemahan yang baik sehingga turut serta diterbitkan dalam sebuah antologi terbitan Yayasan Lontar dan disponsori oleh Perhimpunan Persahabatan Indonesia Amerika (PPIA) dan The Ford Foundation.
Kata Kunci: penerjemahan, puisi, nilai-nilai estetis, nilai-nilai ekspresif, analisis makna.
Pendahuluan
Penerjemahan merupakan salah satu profesi tertua dan terpenting
dalam kebudayaan manusia. Aktivitas yang keberadaanya paling tidak
dapat ditelusuri pada zaman Menara Babel (Adewuni, 2006) ini
merupakan sarana utama dalam mengatasi kesulitan komunikasi antar
bangsa yang memiliki bahasa yang berbeda-beda. Melalui aktivitas
penerjemahan kerjasama antar bangsa menjadi mungkin. Penerjemahan
1
juga membuat akses kepada lautan pengetahuan yang begitu luas
terbuka sehingga bangsa-bangsa di dunia dapat saling memperkaya
kebudayaan dan ilmu pengetahuan masing-masing.
Diantara begitu banyak kegiatan penerjemahan, penerjemahan karya
sastra telah memainkan peran penting dalam upaya penciptaan
perdamaian dunia. Secara umum, karya sastra mengungkapkan pikiran,
perasaan, atau ide pengarang tentang kehidupan, yang didasarkan pada
pengalaman dan/atau pengamatannya tentang realita. Dengan membaca
karya sastra, pembaca dapat memahami pandangan pengarang dengan
baik. Dalam ruang lingkup yang lebih luas, penerjemahan karya sastra
dapat membantu sebuah bangsa untuk memahami karya sastra bangsa
lain dalam rangka memahami bangsa itu secara lebih mendalam. Oleh
karena itu, sejak didirikan pada tahun 1948, UNESCO, badan PBB yang
membidangi pengembangan pendidikan, ilmu dan kebudayaan, dan
bertujuan menciptakan perdamaian di hati umat manusia, telah
menggunakan penerjemahan karya-karya sastra sebagai salah satu
upaya utama untuk mencapai tujuan tersebut (Rosi, 2005).
Sebagai salah satu jenis karya sastra, puisi merupakan salah satu
target penerjemah yang penting. Puisi tergolong karya sastra tertua yang
mulai diciptahan dan dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat—baik
petani, tentara, ilmuwan, pengacara, dokter, filsuf, hingga raja dan ratu—
kira-kira sejak tahun 3000 S.M. (Microsoft Encarta, 2005). Meskipun
demikian, hingga kini puisi tetap merupakan bagian dari kehidupan
2
manusia sehari-hari. Perrine (1973: 3) menyatakan bahwa puisi
merupakan karya sastra yang penting karena memiliki sesuatu yang
khusus, sejenis nilai-nilai yang unik tentang kehidupan. Oelh sebab itu,
tidaklah mengherankan bila puisi banyak diterjemahkan ke berbagai
bahasa. Menurut Baker (2005: 170), praktik penerjemahan puisi sudah
berlangsung lebih dari 2000 tahun.
Makalah ini ditulis untuk melihat aspek-aspek apa saja yang
membuat tiga puisi terjemahan berjudul Full Moon in the Midwest, Is it the
Sound of Pines dan The Moon, yang diterjemahkan oleh John H. McGlynn
ke dalam bahasa Inggris dari tiga puisi Taufiq Ismail yang berjudul Pantun
Terang Bulan di Midwest, Adakah Suara Cemara dan Bulan, diterima
sebagai terjemahan yang baik. Untuk mencapai tujuan itu, seluruh puisi
terjemahan dan puisi asli masing-masing dianalisis, dan hasil analisis itu
dibandingkan untuk melihat dalam aspek apa saja masing-masing puisi
terjemahan dan puisi aslinya sepadan (equivalent) dan setia (faithful).
Temuan yang diperoleh diharapkan dapat berkontribusi bagi praktik
penerjemahan puisi Indonesia ke dalam bahasa Inggris.
Ketiga puisi terjemahan McGlynn tersebut diterima sebagai
contoh hasil terjemahan yang baik dengan pertimbangan bahwa
keikutsertaannya diterbitkan dalam antologi sekaliber On Foreign
Shores: American Image in Indonesian Poetry (1990) terbitan Yayasan
Lontar dan disponsori oleh Perhimpunan Persahabatan Indonesia
Amerika (PPIA) dan The Ford Foundation merupakan sebuah bukti
3
yang kuat akan kualitas ketiga puisi terjemahan itu. Selain itu,
proses penerjemahan seluruh puisi dalam antologi tersebut juga
telah melalui tahapan konfirmasi dan diskusi dengan penulis puisi
asli masing-masing (McGlynn, 1990: viii).
On Foreign Shores: American Image in Indonesian Poetry berisikan
54 puisi karya 21 penyair Indonesia dan terjemahan masing-
masing dalam bahasa Inggris. Seluruh puisi itu ditulis ketika para
penulisnya berada di Amerika Serikat atau setelah kembali dari
negara itu dan mengungkapkan hal-hal yang tidak mereka
temukan di Indonesia. Dengan kata lain, karya-karya itu
mengungkapkan berbagai sisi kehidupan di Amerika Serikat
melalui pandangan beberapa penyair Indonesia. Latar belakang
ini menjadi alasan tambahan mengapa penulis memilih ketiga
puisi dan terjemahannya tersebut sebagai korpus dalam analisis
ini.
Hakikat Penerjemahan Puisi
Dibandingkan dengan penerjemahan jenis teks lainnya,
penerjemahan karya sastra merupakan pekerjaan tersulit karena teks
sastra memiliki unsur-unsur khusus yang disebut dengan nilai-nilai estetik
dan ekspresif (aesthetic and expressive values). Nilai-nilai estetik dalam
karya sastra digunakan sebagai sarana penyampaian keindahan melalui
penggunaan diksi, metafora, imageri, dan bahasa figuratif. Nilai-nilai
4
ekspresif digunakan untuk menyampaikan pikiran atau emosi pengarang.
Untuk menghasilkan terjemahan yang baik, penerjemah harus
memindahkan seluruh nilai-nilai tersebut dari bahasa sumber (BSu) ke
dalam bahasa sasaran (BSa).
Khusus dalam penerjemahan puisi, kesulitan tersebut terasa
semakin kompleks karena nilai-nilai keindahan (aesthetic values) puisi
tidak hanya dibangun oleh diksi, metafora, imageri, dan bahasa figuratif.
Puisi memiliki nilai-nilai estetik tersendiri, yang tidak ditemukan dalam
novel atau cerita-pendek, yaitu ritme, rima, tekanan kata (meter), nada
(tone) dan struktur yang mungkin berbeda dengan unsur-unsur serupa
dalam bahasa sehari-hari. Sehubungan dengan itu, tidaklah berlebihan
bila Newmark (1988: 162) menyatakan bahwa penerjemahan puisi
merupakan jenis yang paling sulit (most testing type) dan Dastjerdi (2004)
menyimpulkan bahwa penerjemahan puisi merupakan ujian yang berat
mengingat hakikatnya yang sangat menantang. Bahkan, sebagian ahli
berpendapat bahwa penerjemahan puisi pada hakikatnya tidak dapat
dilakukan. Penyair Amerika Robert Frost (dalam Dudek, 2003) pernah
menyatakan bahwa puisi ‘hilang’ dalam penerjemahan. Sedangkan
Merwin (dalam Kessler, 2000) menyatakan bahwa penerjemahan
puisi tidak mungkin dilakukan.
Perdebatan tentang mungkin tidaknya puisi diterjemahkan
hingga saat ini belum berkesudahan. Akan tetapi, praktik
penerjemahan puisi sudah lama dan tetap dilaksanakan. Praktisi
5
penerjemahan dan pendukung penerjemahan puisi menyatakan
bahwa penerjemahan puisi dapat dilakukan karena sebagian
besar unsur puisi dapat ditemukan, disusun dan ‘diwarnai’
kembali oleh penerjemah. Bahkan, tak jarang hasil terjemahan itu lebih
‘cemerlang’ dari versi aslinya (Dastjerdi, 2004).
Mengingat berbagai kesulitan yang timbul dalam
penerjemahan puisi, sebagian orang berpendapat bahwa puisi
hanya dapat diterjemahkan oleh penyair. Hingga tahap tertentu
pernyataan ini mungkin ada benarnya. Namun menurut Lazim
(2000), penerjemah dengan kualifikasi yang tinggi dipandang
dapat menghasilkan terjemahan puisi yang baik. Penerjemah
berkualifikasi tinggi dimaksud harus memenuhi paling tidak
empat persyaratan: (1) penguasaan yang baik atas BSu dan BSa;
(2) pengetahuan, minat, dan kemampuan mengapresiasi yang
tinggi atas puisi, khususnya puisi dalam BSu dan BSa; (3)
penguasaan yang baik atas metode dan prosedur penerjemahan
puisi; dan (4) pemahaman yang baik atas konsep-konsep
struktur, ritme, rima, tekanan kata (meter), nada (tone), metafora,
imageri, dan bahasa figuratif.
Metode Penerjemahan Puisi
Pada dasarnya terdapat banyak metode yang dapat
digunakan untuk menerjemahkan teks, tapi tidak semuanya
6
sesuai digunakan untuk menerjemahkan puisi. Menurut Lafevere
(dalam Bassnett-McGuire, 1980: 81-82), terdapat tujuh metode
yang digunakan dalam menerjemahkan puisi-puisi Catullu, yakni:
(1) penerjemahan fonemis (phonemic translation), (2)
penerjemahan lteral (literal translation), (3) penerjemahan metris
(metrical translation), (4) penerjemahan syair-ke-prosa (verse-to-
prose translation), (5) penerjemahan bersajak (rhymed
translation), (6) penerjemahan syair bebas (free verse
translation), dan (7) interpretasi (interpretation).
Penerjemahan fonemis adalah metode yang mencoba
menciptakan ulang bunyi-bunyi puisi dari BSu ke dalam BSa dan
pada saat yang bersamaan menyampaikan makna. Metode ini
diyakini memberikan hasil terjemahan yang kaku dan cenderung
menghilangkan sebagian makna yang asli.
Penerjemahan metris menekankan reproduksi pengucapan
TSu ke dalam TSa. Mengingat bahwa setiap bahasa memiliki
sistem pelafalan sendiri, metode menghasilkan terjemahan yang
tidak sepadan dalam segi makna dan struktur. Sedangkan
penerjemahan syair-ke-prosa akan membuat hilangnya
keindahan puisi yang asli.
Agak mirip dengan penerjemahan metris, penerjemahan
bersajak menekankan transfer rima ke dalam BSa. Hasilnya akan
7
mirip secara fisik, namun akan berbeda atau tidak sepadan
secara semantis.
Metode penerjemahan syair bebas dianggap dapat
menghasilkan terjemahan yang sepadan dan bernilai tinggi
ditinjau dari segi kesusastraan. Akan tetapi, dalam metode ini
rima dan pelafalan cenderung diabaikan. Oleh karena itu hasil
terjemahan agak berbeda secara fisik dengan yang asli namun
sepadan dari segi semantis.
Metode interpretasi mencakup dua tipe, yaitu syair (verse)
dan imitasi. Tipe syair memberikan hasil yang sama secara
semantis namun berbeda secara fisik dengan puisi asli (jadi,
metode ini mirip dengan metode penerjemahan syair bebas).
Metode imitasi menghasilkan terjemahan yang sangat berbeda
dengan puisi asli, kecuali judul, topik, dan titik awalnya yang
tetap dipertahankan.
Menurut Lafavere, kelemahan-kelemahan berbagai metode
di atas diakibatkan oleh adanya penekanan pada satu atau lebih
komponen puisi selama berlangsungnya proses penerjemahan.
Penerjemahan literal, metris, dan bersajak cenderung
menekankan “bentuk” atau “struktur puisi”. Sedangkan metode
lainnya menekankan pemindahan makna secara tepat ke dalam
BSa. Oleh sebab itu, tak satupun dari metode itu yang dapat
memenuhi kebutuhan penerjemah puisi.
8
Berbeda dengan Lafavere, Newmark (1988: 46)
mengusulkan penerjemahan semantis sebagai metode yang
sesuai digunakan untuk menterjemahkan karya-karya sastra,
termasuk puisi. Metode ini mencoba mereproduksi makna
kontekstual teks asli secara tepat dengan cara mempertahankan
nilai-nilai estetis dan komponen ekspresif, seperti pilihan kata
yang khas, makna konotatif, bahasa figuratif, metafora, imageri,
bunyi, struktur, rima, dan lain-lain. Dengan demikian, metode ini
mampu memenuhi dua tujuan utama penerjemahan: akurasi dan
ekonomi (Newmark, 1988: 47).
Prosedur Penerjemahan Puisi
Menurut Hariyanto (2002) proses penerjemahan puisi dapat
dibagi ke dalam dua tahapan, yaitu pembacaan dan penulisan
yang kemudian dibagi lagi ke dalam langkah-langkah yang lebih
kecil. Kedua langkah pokok itu merupakan pertimbangan utama
dalam penerjemahan puisi meskipun prosedur yang dilakukan
mungkin saja berbeda antara penerjemah yang satu dengan
yang lainnya.
Hariyanto (2002) juga mengusulkan teknik penerjemahan
yang digunakan Robert Bly dengan menggunakan puisi Berjaga
Padamukah Lampu-Lampu Ini, Cintaku karya Gunawan Muhamad
untuk menggambarkan teknik itu. Di tahap pertama, penerjemah
9
menerjemahkan puisi secara literal tanpa perlu khawatir
sekalipun hasilnya “jelek dan membosankan”. Kemudian, dengan
menggunakan pengetahuannya tentang sastra secara umum dan
puisi secara khusus, penerjemah menggali makna puisi asli yang
sebenarnya. Pada tahap ini mungkin membutuhkan bantuan dari
orang lain, terutama penutur asli BSu untuk menangkap makna
yang ingin disampaikan penyair. Makna yang dirumuskan dalam
tahap kedua ini kemudian dibandingkan dengan makna yang ada
pada versi literal. Pada tahap ketiga ini penerjemah memperbaiki
dan menulis ulang bagian-bagian versi literal yang maknanya
menyimpang dan sekaligus mengupayakan agar makna tersebut
terungkap dengan baik dalam konstruksi BSa.
Meskipun sudah bagus dalam segi makna, kemungkinan
besar teks yang diperoleh pada tahap ketiga ini masih kaku. Oleh
sebab itu, tugas selanjutnya yang harus dilakukan penerjemah
adalah ‘menyegarkan’ versi yang kaku tersebut agar terasa
alami bagi penutur BSa. Hal ini dicapai dengan menyesuaikan
ragam bahasa TSa dengan TSu. Bila bahasa Tsu bersifat formal,
maka bahasa TSa juga harus formal, dan bila bahasa puisi asli
bersifat informal, maka bahasa puisi terjemahan juga harus
informal.
Pada tahap kelima, penerjemah ‘mengoptimalkan
kupingnya’ untuk menyimak perasaan-perasaan yang
10
diungkapkan puisi asli melalui bunyi. Dengan kata lain,
penerjemah harus berupaya merealisasikan suasana (mood)
puisi tersebut. Jika suasana puisi asli menyenangkan, suasana
puisi terjemahan juga harus menyenangkan. Pada tahap inilah si
penerjemah membutuhkan kemampuan seorang penyair dalam
hal mengungkapkan suasana melalui bunyi-bunyi bahasa puitis.
Pada tahap berikutnya, penerjemah perlu memperhatikan
musik—irama puisi asli harus dipertahankan dalam puisi
terjemahan. Hal ini dapat dilakukan dengan menghafal puisi asli
dan kemudian dilafalkan pada diri sendiri serta orang lain.
Setelah itu, penerjemah perlu menanyakan pada seorang
penutur asli yang memahami unsur-unsur sastra dalam puisi asli
untuk memperbaiki hal-hal yang mungkin belum sesuai. Sebagai
tahap akhir, penerjemah perlu mempelajari puisi terjemahan itu
berulang-ulang agar dapat diapresiasi dalam BSa.
Kriteria Puisi Terjemahan yang Berhasil
Keberhasilan penerjemahan puisi hingga saat ini masih
menjadi kontroversi. Penyair Amerika kenamaan, Robert Frost
(dalam Dudek, 2003), misalnya pernah menyatakan bahwa puisi
‘tersesat dalam penerjemahan’. Oleh karena itu, tidak ada
penerjemahan puisi yang berhasil. Meskipun demikian, dalam
(Referencsics.com) berbagai ahli berpendapat bahwa
penerjemahan puisi bisa berhasil asal memenuhi dua kriteria,
11
yakni fidelity (penerjemahan memindahkan makna TSu secara
akurat ke TSa) dan transparency (hasil terjemahan terlihat alami
dalam BSa). Walaupun pengertian kedua kriteria itu masih
kontroversial, secara umum, puisi terjemahan yang memenuhi
keduanya merupakan puisi yang dapat menyampaikan makna
puisi asli. Oleh karena itu, sebuah puisi terjemahan itu adalah
puisi dalam pengertian yang sebenarnya. Dengan kata lain,
sebuah puisi terjemahan yang baik mampu menyampaikan
pesan, unsur-unsur emosi, dan nilai-nilai estetik puisi asli serta
sekaligus merupakan puisi yang baik dalam BSa.
Analisis
Dengan menggunakan konsep-konsep penerjemahan
puisi di atas sebagai landasan, berikut ini adalah
perbandingan hasil analisis antara tiga puisi Taufiq Ismail, Pantun
Terang Bulan di Midwest, Adakah Suara Cemara dan Bulan dengan
terjemahannya dalam bahasa Inggris, yang diberi judul: Full Moon in the
Midwest, Is it the Sound of Pines dan The Moon. Analisis dilaksanakan
dengan menggunakan meode gabungan (eklektik) antara berbagai
konsep analisis puisi yang diuraikan oleh Barnet (1993), Guchess (1980),
Hirsch (1999) dan Tylor (1981). Untuk mempermudah pembahasan,
analisis dilakukan dalam tiga tahap. Pada tahap pertama, analisis
difokuskan pada perbandingan makna antara setiap puisi asli dan
12
terjemahannya masing-masing. Setelah itu, analisis berpindah pada
perbandingan nilai-nilai estetis (diksi, metafora, imageri, dan bahasa
figuratif). Pada tahap ketiga, analisis dilanjutkan pada struktur dan nilai-
nilai ekspresif.
Perbandingan Makna
Pantun Terang Bulan di Midwest pada hakikatnya merupakan
sebuah puisi deskriptif yang mengungkapkan ketakjuban penyair terhadap
keindahan alam Midwest, Amerika. Sewaktu membaca puisi ini pembaca
seolah-olah dihadapkan pada sebuah lukisan pemandangan alam yang
memukau. Kemanapun mata memandang, yang terlihat adalah pesona
alam yang sedang ditaburi cahaya rembulan. Puisi diawali dengan
gambaran bulan purnama dengan sinar yang agak merah. Diterangi sinar
bulan, Sungai Mississippi terlihat dengan jelas, termasuk lebar dan airnya
yang keruh. Ketika mengalihkan pandangan, terlihat hamparan ladang
jagung, rawa-rawa, bukit, asap, danau, burung belibis, dan lereng bukit
yang dipenuhi phon pina. Pemandangan alam yang indah itu diiringi oleh
musik alam yang dihasilkan oleh gemuruh awan, dengungan serangga,
dan hembusan angin yang akhirnya berubah menjadi gerimis.
Sama dengan Pantun Terang Bulan di Midwest (sebagai TSu), Full
Moon in the Midwest (sebagai TSa), juga menggambarkan alam Midwest
yang sangat mempesona. Dilihat dari detail makna yang diungkapkan,
kedua puisi ini tidak memiliki perbedaan. Dengan kata lain, McGlynn
13
berhasil secara setia (faithful) menerjemahkan makna dalam Pantun
Terang Bulan di Midwest ke dalam Full Moon in the Midwest.
Berbeda dengan Pantun Terang Bulan di Midwest yang lebih
menekankan gambaran visual, Adakah Suara Cemara lebih menekankan
keindahan “musik alam”. Dilihat dari diksi “cemara” dan “lautan ladang
jagung” yang digunakan, jelaslah bahwa puisi ini juga mengungkapkan
ketakjuban penyair terhadap keindahan alam Amerika. Jika Pantun
Terang Bulan di Midwest menjelma menjadi lukisan yang indah, Adakah
Suara Cemara terdengar sebagai orkestra alam yang menakjubkan. Musik
dalam puisi ini diawali dengan desingan suara cemara yang diiringi oleh
suara daun-daun yang terlepas. Musik itu kemudian digemakan oleh bukit-
bukit dan diteruskan secara bergelombang oleh ladang jagung.
Dilihat dari detil makna yang terungkap, Adakah Suara Cemara tidak
berbeda dengan Is it the Sound of Pines. Keduanya muncul sebagai
orkestra alam yang sama dalam dua bahasa yang berbeda. Jadi, dapat
dikatakan bahwa McGlynn berhasil secara setia menerjemahkan makna
dalam Adakah Suara Cemara ke dalam Is it the Sound of Pines.
Seperti Pantun Terang Bulan di Midwest dan Adakah Suara Cemara,
Bulan merupakan puisi yang mengungkapkan keindahan alam. Namun
berbeda dengan Pantun Terang Bulan di Midwest yang menekankan
gambaran visual dan Adakah Suara Cemara yang terfokus pada
keindahan “musik alam”, Bulan mengungkapkan keindahan melalui
gerakan-gerakan yang membentuk tarian. Puisi ini dimulai dengan
14
memberlihatkan bagaimana bulan “tersangkut” di “rimba musim gugur”.
Penyair kemudian memperlihatkan gerakan sungai yang mengalir dan
daun-daun yang bertaburan dan kemudian hanyut di sungai. Setelah itu,
muncullah ayunan pohon-pohon jagung dan putaran baling-baling.
Sebelum mengulangi gambaran gerakan bulan yang tersangkut di rimba,
penyair memperlihatkan gerakan ekor lembu yang dikibas-kibaskan dan
gerakan jerami yang terlpelanting.
Setelah menelusuri detil makna yang dalam Bulan dan
terjemahannya, The Moon, terlihat bahwa keduanya sama-sama
mengungkapkan “tarian” alam yang identik. Urutan detail isi yang
disampaikan kedua puisi ini juga serupa. Jadi, dapat dikatakan bahwa
McGlynn berhasil menerjemahkan makna Bulan ke dalam The Moon
tanpa penyimpangan.
Perbandingan Nilai-Nilai Estetis
Sebagai sebuah puisi deskriptif yang melukiskan keindahan
pemandangan alam, Pantun Terang Bulan di Midwest banyak
menggunakan imageri visual yang merangsang indera penglihatan
pembaca. Kebanyakan dari baris-baris dalam kelima bait puisi ini
menggunakan kata-kata yang menstimulir indera penglihatan, seperti:
“Bersinar agak merah”, “Lebar dan keruh”, “Ladang-ladang jagung”, dan
“Biru abu-abu”. Dalam Full Moon in the Midwest, imageri ini diterjemahkan
dengan tepat menjadi “Sheds rosy light”, “Wide and muddy”, “Fields of
15
corn”, dan “grayish blue.” Jadi, ditinjau dari segi penggunaan imageri, Full
Moon in the Midwest merupakan terjemahan yang baik dari Pantun
Terang Bulan di Midwest.
Berbeda dengan Pantun Terang Bulan di Midwest yang didominasi
oleh imageri visual, Adakah Suara Cemara, menggunakan banyak imageri
auditorial. Hal ini sangat tepat mengingat tujuan penulisan puisi ini
sebagai puisi tentang keindahan “musik” alam, Baris-baris dalam ketiga
bait puisi ini menggunakan kata-kata yang menstimulir indera
pendengaran, seperti: “suara”, “mendesing”, “menderu”, dan “menyeru”.
Dalam Is it the Sound of Pines, imageri ini diterjemahkan dengan tepat
menjadi “sound”, “hiss”, “roar”, dan “knell”. Oleh karena itu, ditinjau dari
segi penggunaan imageri, Is it the Sound of Pines merupakan terjemahan
yang baik dari Adakah Suara Cemara.
Sebagai puisi yang mengungkapkan keindahan gerakan-gerakan
atau “tarian” alam, Bulan banyak menggunakan imageri kinestetik. Baris-
baris dalam kelima bait puisi ini menggunakan verba yang
memperlihatkan gerakan, seperti: “tersangkut”, “mengangkut”,
“mendesing”, berpusing” “mengibas-ngibaskan”, dan “terpelanting”. Dalam
versi terjemahannya, The Moon, imageri ini diterjemahkan dengan tepat
menjadi “snared”, “shoulder”, “buzzling”, “twirl” dan “swish”. Yang kurang
memadai hanyalah penerjemahan “terpelanting” menjadi “broken”.
Bulan dan The Moon juga sama-sama menggunakan beberapa
personifikasi untuk meningkatkan kesan “lively” kedua puisi tersebut.
16
Dalam Bulan, terdapat personifikasi “Sungai pun lelah” serta “Dan
mengangkut”, yang dalam The Moon diterjemahkan menjadi “The weary
river” dan “Shoulders”. Penggunaan “Shoulders”, yang menyatakan bahwa
sungai “memundak” daun-daun yang bertaburan dalam konteks ini bahkan
berhasil mempertegas fungsinya sebagai personifikasi. Sehubungan
dengan itu, ditinjau dari segi penggunaan imageri dan personifikasi, The
Moon merupakan terjemahan yang relatif baik dari Bulan.
Perbandingan Struktur dan Nilai-Nilai Ekspresif
Pantun Terang Bulan di Midwest memiliki struktur yang sangat rapi.
Puisi ini ditulis dalam lima bait, dan setiap bait terdiri dari empat baris
dengan rima akhir (end-rhyme) yang ketat, yaitu: a-b-a-b. Pola tekanan
kata (meter) seluruh baris dalam setiap bait juga relatif baik. Sebagai
contoh, baris pertama dan ketiga bait kedua sama-sama mengandung
enam suku kata, sedangkan baris kedua dan keempat sama-sama
mengandung lima suku kata. Struktur, rima, dan ‘meter’ ini membuat puisi
ini indah didengar. Jika dibaca bersuara, puisi ini terdengar seperti pantun,
jadi sangat sesuai dengan judul yang diberikan padanya.
Sama dengan Pantun Terang Bulan di Midwest, Full Moon in the
Midwest memiliki struktur yang rapi—ditulis dalam lima bait dan masing-
masing bait terdiri dari empat baris. Akan tetapi kesamaan dalam hal
struktur ini tidak diikuti oleh kesamaan dalam hal ‘meter’ dan rima.
Sebagai contoh, keempat baris pada bait pertama menggunakan rima
17
akhir yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, dilihat dari segi struktur dan
nilai-nilai ekspresif, Full Moon in the Midwest tidak sepadan dengan puisi
aslinya.
Struktur Adakah Suara Cemara dibentuk cukup rapi. Puisi yang
ditulis dalam tiga bait ini memiliki jumlah baris yang sama—empat baris—
di setiap bait. Rima akhir (end-rhyme) setiap baik tidak begitu ketat. Bait
pertama berpola a-b-c-c; bait kedua berpola a-a-b-b; sedangkan bait
ketiga berpola a-b-c-b; Variasi rima akhir ini mungkin dimaksudkan untuk
mencegah kemonotonan bunyi. Selain itu, agar pembaca dapat segera
akrab, penyair menggunakan pengulangan, yakni menggunakan seluruh
baris pertama dan kedua bait pertama sebagai baris pertama dan kedua
bait ketiga. Fungsi pengulangan ini dapat dibandingkan dengan fungsi
penggunaan “refrain” dalam lagu.
Is it the Sound of Pines juga terdiri dari tiga bait, dan masing-masing
bait terdiri dari empat baris. Seperti halnya Adakah Suara Cemara, pola
rima akhir Is it the Sound of Pines tidak begitu ketat. Pengulangan baris
pertama dan kedua bait pertama di bait ketiga juga dilakukan oleh
McGlynn. Sehubungan dengan itu, dapat dikatakan bahwa Is it the Sound
of Pines merupakan terjemahaan yang sepadan dengan teks aslinya.
Dilihat dari segi struktur, Bulan dan terjemahannya, The Moon tidak
berbeda. Keduanya sama-sama memiliki lima bait. Bait pertama dan
kedua masing-masing puisi ini dibentuk oleh tiga baris, dan bait ketiga
hingga kelima kedua puisi ini juga sama, yakni empat baris. Kedua puisi
18
ini juga sama-sama menggunakan baris-baris yang pendek, berkisar
antara tiga hingga delapan suku kata. Dengan demikian, dilihat dari
struktur dan nilai-nilai ekspresif, The Moon merupakan hasil terjemahan
yang sepadan dengan Bulan.
Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
a. Berdasarkan analisis di atas, terungkap bahwa dari segi makna,
nilai-nilai estetis, dan struktur, Full Moon in the Midwest, Is it the
Sound of Pines dan The Moon merupakan hasil terjemahan yang
setia (“faithful translation”) dari Pantun Terang Bulan di Midwest,
Adakah Suara Cemara, dan Bulan. Masing-masing TSa itu berhasil
mempertahankan makna TSu masing-masing. Dengan kata lain,
penerjemahan ketiga puisi tersebut dapat memenuhi persyaratan
fidelity.
b. Dilihat dari segi nilai-nilai ekspresif (khususnya aspek ‘meter’
dan rima) penerjemahan ketiga puisi tersebut tidak begitu setia,
karena TSu dan TSa memiliki beberapa perbedaan. Pada dasarnya
hal ini dapat diterima mengingat bahwa bahasa Indonesia (sebagai
BSu) memiliki perbedaan yang sangat besar dalam hal pelafalan
(pronounciation) dengan bahasa Inggris (sebagai BSa). Akibatnya,
‘meter’ dan rima BSu tidak mungkin dipaksakan ke dalam BSa tanpa
merusak kealamian (naturalitas) TSa bagi pembaca target (penutur
19
asli bahasa Inggris). Karena ketiga TSa muncul sebagai puisi yang
alami bagi penutur asli bahasa Inggris, dapat dikatakan bahwa
penerjemahan itu mampu memenuhi kriteria transparency.
2. Saran
a. Karena analisis ini hanya menggunakan tiga pasang puisi asli dan
terjemahannya, untuk memperoleh kesimpulan yang lebih valid,
analisis terhadap lebih banyak pasangan puisi asli dan
terjemahannya sangat disarankan.
b. Melihat keberhasilan penerjemahan ketiga puisi Taufik Ismail
tersebut ke dalam bahasa Inggris oleh John H. McGlynn, dapat
dipastikan bahwa penerjemah menggunakan prosedur dan metode
yang baik untuk menerjemahkan puisi bahasa Indonesia ke dalam
bahasa Inggris. Selain itu, McGlynn pasti memiliki kompetensi yang
dibutuhkan untuk menjadi penerjemah puisi yang baik. Oleh karena
itu, penelitian terhadap prosedur dan metode yang digunakan
McGlynn dan kompetensi yang dimilikinya sangat direkomendasikan.
Daftar Pustaka
Adewuni, Salawu. 2006 “Narrowing the Gap between Theory and Practice of Translation”, Diunduh pada tanggal 10 Desember 2008 dari: http://accurapid.com/ journal/36yoruba.htm.
Baker, Mona (ed.). 2005. Routledge Encyclopedia of Translation Studies. New York: Routledge.
20
Barnet, Sylvan. 1993. An Introduction to Literature. New York: Harper Collins College Publishers.
Bassnett-McGuire. 1980. Translation Studies. NY: Mathuen & Co. Ltd.
Bell, Roger T. 1991. Translation and Translating: Theory and Practice. London: Longman.
Berman D. & Epstein M. D. (1983). The Health Guide to Poetry. Massachusetts: D.C. Heath and Company.
Dastjerdi, Hossein Vahid. (2004). “Translation of Poetry: Sa`di’s Oneness of Mankind Revisited.” Diunduh pada tanggal 16 Mei 2009 dari: http://accurapid.com/journal/30liter.htm
Dudek, S. (2003). “Can Translated Poetry matter?”. Diunduh pada tanggal 8 Oktober 2008 dari: http://www.poetryinternational.org
Guches, Richard C. 1980. Sequel: A Handbook for the Critical Analysis for Literature. Palo Alto: Peek Publications.
Hariyanto, Sugeng. 2002. “Steps in Translating Poetry”. Diunduh pada tanggal 8 Oktober 2008 dari: www.TranslationDirectory.com
Hirsch, Edward. 1999. How to Read a Poem and Fall in Love with Poetry. New York: Harcourt Brace.
Kessler, S. 2000. “Forgery & Possession: The Poet as Translator.” Diunduh pada tanggal 2 Juni 2009 dari: http://www.poetryflash.org /archive.286.kessler.htm
Lazim, Hashim G. 2000. “Poetry Translation”. Diunduh pada tanggal 2 Juni 2009 dari: www.TranslationDirectory.com
McGlynn, John H. (Ed. & Transl.). 1990. On Foreign Shores: American Images in Indonesian Poetry. Jakarta: The Lontar Foundation.
Microsoft® Encarta® Online Encyclopedia 2005. (2005). “Poetry.” Diunduh pada tanggal 2 Mei 2009 dari: http://encarta.msn.com
Munday, Jeremy. 2001. Introducing Translation Strategies: Theories and Practice. London: Routledge.
Newmark, Peter. 1988a. A Textbook of Translation. New York: Prentice Hall.
_____. 1988b. Approaches to Translation. Oxford: Pergamon Press.
21
_____. 1991. About Translation. Clevedon: Multilingual Matters Ltd.
Perrine, L. (1973). Sound and Sense. New York: Harcount Brace Jovanovich INC.
Referensic.com. (n.d). “Translation Resources Diunduh pada tanggal 10 April 2009 dari: http://www.referensics.com/T/translation.php
Rosi, Mauro. 2005. “UNESCO's Programmes in Favour of Literary Translation: History and Perspectives”. UNESCO, (Diunduh pada tanggal 6 Desember 2008 dari: http://portal.unesco.org/ en/ev.php
Taylor, Richard. 1981. Understanding the Elements of Literature. New York: Prentice Hall Inc.
Jakarta, 29 Agustus 2009
Lampiran 1
Pantun Terang Bulan di Midwest
Sebuah bulan sempurna
Bersinar agak merah
Lingkarannya di sana
Awan menggaris bawah
Full Moon in the Midwest
A perfect moon
Sheds rosy light
An aureole around it
An underline of clouds
22
Sungai Mississippi
Lebar dan keruh
Bunyi-bunyi sepi
Awan gemuruh
Ladang-ladang jagung
Rawa-rawa dukana
Serangga mendengung
Sampaikah suara
Cuaca musim gugur
Bukit membisu
Asap yang hancur
Biru abu-abu
Danau yang di sana
Seribu burung belibis
Lereng pohon pina
Angin pun gerimis
(Taufiq Ismail)
The Mississippi
Wide and muddy
Sounds of solence
Roll like thunder
Fields of corn
Sensual swamps
Insects buzzing
Do you hear the sound?
In the autum air
Hills lie mute
Smoke transforms
To grayish blue
On the lake beyond
A thousand ducks
The hillside pines
Even the wind is wet
(Translator: John H. McGlynn)
Adakah Suara Cemara
buat Ati
Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah melintas sepintas
Gemersik dedaunan lepas
Is it the Sound of Pines
for Ati
Is it the sound of the pines
That hiss and roar at you
Is it the fleeting passage
Of rustling leaves
23
Deretan bukit-bukit biru
Menyeru lagu itu
Gugusan mega
Ialah hiasan kencana
Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah lautan ladang jagung
Mengombakkan suara itu
(Taufiq Ismail)
A line of blue hills
Knell the song
A cluster of cloud
Is the bracelet’s jewel
Is it the sound of the pines
That hiss and roar at you
Is it the sea of corn fields
Throwing up waves of sound
(Translator: John H. McGlynn)
Bulan
Bulan pun merah
Dan tersangkut
Pada rimba musim gugur
The Moon
The blushing moon
Is snared
By the autumn woods
The weary river
24
Sungai pun lelah
Dan mengangkut
Daun-daun bertabur
Padang-padang jagung
Serangga mendesing
Baling-baling
Berpusing
Lembu mengibas-ngibaskan
Ekornya
Jerami
Terpelanting
Bulan merah
Tersangkut
Ke bawah rimba
Musim gugur.
(Taufiq Ismail)
Shoulders
A dappling of leaves
Fields of corn
Insects buzzling
Whirligigs twirl
In midair
Cows swish their tails
Straw lies
Broken
On the ground
The blushing moon
Is snared
Beneath the woods
Of autumn.
(Translator: John H. McGlynn)
25