Upload
meryllajane
View
211
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Balita di
Kelurahan Kebon Jeruk Terhadap Pencegahan Penyakit Diare
Dengan Metode Focus Group Discussion (FGD) Periode Juni 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-
nya yang masih tinggi.1 Di seluruh dunia lebih dari 1 milyar penduduk
mengalami satu atau lebih episode diare akut pertahun. Di USA 100 juta
orang mengalami episode diare akut pertahun. Statistik populasi untuk
kejadian diare kronis belum pasti, kemungkinan berkaitan dengan variasi
definisi dan sistem pelaporan, tetapi frekuensinya juga cukup tinggi. Di USA
prevalensinya berkisar antara 2 - 7%. Sedangkan di negara Barat,
frekuensinya berkisar antara 4-5%. Pada populasi usia tua, termasuk pasien
dengan gangguan motilitas, didapatkan prevalensi yang jauh lebih tinggi
yaitu 7 -14%.2 Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 prevalensi diare di
DKI Jakarta sebesar 8 % di bandingkan dengan prevalensi nasional total
keseluruhan propinsi.1 Pola penyebab kematian semua umur, diare
merupakan penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%.
Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab
kematian peringkat ke-3 setelah TB dan Pneumonia.1
Dari hasil SDKI 2007 didapatkan 13,7% balita mengalami diare dalam
waktu dua minggu sebelum survei, 3% lebih tinggi dari temuan SDKI 2002-
2003 (11 persen). Prevalensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23
bulan, diikuti umur 6-11 bulan dan umur 23-45 bulan. Dengan demikian
seperti yang diprediksi, diare banyak diderita oleh kelompok umur 6-35
bulan karena anak mulai aktif bermain dan berisiko terkena infeksi.1
Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik.
Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik
menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk
dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB)
diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun
2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang,
kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan
dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%),
sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah
penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.). 1
Sumber dari Subdit Surveilans dan Respon KLB Ditjen PP dan PL dilihat
berdasarkan golongan umur, kasus pada KLB diare lebih banyak terjadi pada
golongan umur 1-4 tahun kemudian golongan 20-44 tahun. Hal ini
merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan terutama diare yang
umumnya diderita oleh balita dan menjadi penyumbang kematian pada
balita. Faktor higiene dan sanitasi lingkungan, kesadaran orang tua balita
untuk berperilaku hidup bersih dan sehat serta pemberian ASI menjadi faktor
yang penting dalam menurunkan angka kesakitan diare pada balita.
Sedangkan bila dilihat dari jenis kelamin, kasus KLB diare pada tahun 2010
tidak berbeda jauh antar laki-laki (51%) dengan perempuan (49%). Hal
senada juga terjadi pada tahun 2009, tidak ada perbedaan yang signifikan
kasus KLB diare antara perempuan (51%) dengan laki-laki (49%). Hal ini
menunjukkan bahwa penyakit diare merupakan penyakit yang tidak
dipengaruhi oleh jenis kelamin. Berdasarkan data ini seolah mengatakan
bahwa kesadaran masyarakat akan pencegahan penyakit diare masih minim.
Hal tersebut dapat disebabkan oleh peran tingkat pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat terhadap pencegahan diare.1
Cara mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat
terhadap pencegahan diare, kami menggunakan metode focus group
discussion . Data hasil dari FGD yang di lakukan oleh Huda M. Haroun di
Sudan, provinsi Gezira, terjadi peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku
terhadap ibu yang memiliki balita yang umurnya di bawah 5 tahun terhadap
managemen diare di rumah, dari awalnya di dapat 28 %, 13% and 29% meningkat
setelah di lakukan intervensi menjadi 94 %, 92% and 93% .2
1.2. RUMUSAN MASALAH
Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan
utama di Indonesia, dengan insiden yang cenderung naik dari tahun 2000
sampai 2010. Masalah tersebut dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan
dan kematian akibat penyakit diare. Pada tahun 2007, diare merupakan
urutan ketiga penyebab kematian pada semua umur akibat penyakit
menular.Pada tahun 2007 didapatkan 13,7% balita mengalami diare.
Prevalensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan, diikuti umur
6-11 bulan dan umur 23-45 bulan. Selain angka kesakitan yang masih tinggi,
penyakit diare juga sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan
CFR (Case Fatality Rate) yang masih tinggi. Pada kasus diare usaha
pencegahan diare tentunya tergantung pada Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku masyarakat.1
1.3. HIPOTESIS
Ho tidak ada perbedaan bermakna antara pengetahuan ibu
mengenai pencegahan diare sebelum dan sesudah di lakukan
intervensi Focus Group Discussion.
Ha ada perbedaan bermakna antara pengetahuan ibu mengenai
pencegahan diare sebelum dan sesudah di lakukan intervensi
Focus Group Discussion.
Ho tidak ada perbedaan bermakna antara sikap ibu mengenai
pencegahan diare sebelum dan sesudah di lakukan intervensi
Focus Group Discussion.
Ha ada perbedaan bermakna antara pengetahuan ibu mengenai
pencegahan diare sebelum dan sesudah di lakukan intervensi
Focus Group Discussion.
Ha tidak ada perbedaan bermakna antara perilaku ibu mengenai
pencegahan diare sebelum dan sesudah di lakukan intervensi
Focus Group Discussion.
Ho tidak ada perbedaan bermakna antara pengetahuan ibu
mengenai pencegahan diare sebelum dan sesudah di lakukan
intervensi Focus Group Discussion.
1.4. TUJUAN
1.4.1 Tujuan umum
Untuk menilai efektivitas Focus Group Discussion (FGD) dalam meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu yang mempunyai balita terhadap
pencegahan diare.
1.4.2 Tujuan khusus
1. Diketahuinya karakteristik responden menurut umur, jumlah anak dan
tingkat pendidikan terhadap pencegahan diare di kelurahan Kebon
Jeruk.
2. Diketahuinya tingkat sebaran pengetahuan, sikap dan perilaku ibu yang
memiliki balita di kelurahan Kebon Jeruk mengenai pencegahan diare
sebelum dan sesudah mengikuti Focus Group Discussion.
3. Diketahuinya hubungan antara tingkat pengetahuan , sikap dan perilaku
tentang pencegahan diare sebelum dan sesudah Focus Group
Discussion terhadap ibu yang memiliki balita di kelurahan Kebon Jeruk.
1.5 MANFAAT
1.5.1Manfaat bagi peneliti
1. Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan
penelitian.
2. Meningkatkan kemampuan komunikasi dengan masyarakat pada
umumnya dan pemuka masyarakat pada khususnya.
3. Menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah dipelajari pada saat
kuliah.
4. Mengembangkan daya nalar, minat dan kemampuan dalam bidang
penelitian.
5. Mendapatkan masukan mengenai tingkat pengetahuan, sikap dan
perilaku ibu yang memiliki balita mengenai pencegahan diare.
6. Mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku ibu yang
memiliki balita mengenai pencegahan diare.
7. Melatih bekerjasama dalam tim.
8. Melatih keterampilan cara Focus Group Discussion dimana ini
merupakan pengalaman pertama kami melaksanakan penelitian dan
sekaligus menggunakan metode eksperimen.
1.5.2Manfaat bagi perguruan tinggi
1. Realisasi Tridarma perguruan tinggi dalam melaksanakan fungsi atau
tugas perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.
2. Mewujudkan kampus Universitas Kristen Krida Wacana sebagai
masyarakat ilmiah dalam peran sertanya di bidang kesehatan.
3. Meningkatkan saling pengertian dan kerjasama antar mahasiswa dan staf
pengajar.
1.5.3 Manfaat bagi masyarakat
1. Sebagai masukan berupa hasil penelitian dan saran-saran yang
diharapkan dapat menjadi umpan balik positif bagi masyarakat,
Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat dalam
upaya pencegahan penyakit diare
2. Sebagai bahan masukan dalam melakukan upaya promotif kesehatan
untuk meningkatkan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku ibu yang
memiliki balita mengenai pencegahan diare.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Diare
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi
(buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan
konsisten tinja(menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam
sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan menurut Depkes RI
(2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi
dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya
tiga kali atau lebih dalam sehari. Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan,
bertambah cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat
relative terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu
minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu maka dikatakan diare yang
berkepanjangan.3
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan enam besar, tetapi yang
sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Penyebab
diare secara lengkap adalah sebagai berikut:
1. infeksi yang dapat disebabkan:
a. bakteri, misal: Shigella, Salmonela, E. Coli,golongan vibrio, bacillus cereus,
Clostridium perfringens, Staphyiccoccus aureus, Campylobacter dan aeromonas;
b. virus misal: Rotavirus, Norwalk dan adenovirus;
c. parasit, misal: cacing perut,Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, Blastsistis huminis,
protozoa Entamoeba histolitica, Giardia labila, Belantudium coli dan Crypto;
2. alergi
3. malabsorbsi,
4. keracunan yang dapat disebabkan;
a. keracunan bahan kimiawi
b. keracunan oleh bahan yang dikandung dan diproduksi: jasat renik, ikan, buah-buahan
dan sayur-sayuran,
5. Imunodefisiensi
6. sebab-sebab lain.4
Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat kelompok
yaitu:
a. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari (umumnya kurang
dari tujuh hari),
b. Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya,
c. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari secara terus
menerus,
d. Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten)mungkin
juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.3
Diare akut dapat mengakibatkan:
1. kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolic dan hipokalemia,
2. Gangguan sirkulasi darah,dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat diare dengan
atau tanpa disertai muntah,
3. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan
muntah.3
Diare mengakibatkan terjadinya:
a. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, dan
asidosis metabolik.
b. Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau prarenjatan sebagai
akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah, perfusi jaringan berkurang
sehingga hipoksia dan asidosismetabolik bertambah berat, kesadaran menurun dan bila
tak cepat diobati penderita dapat meninggal. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya
cairan berlebihan karena diare dan muntah, Kadang-kadang orang tuanya menghentikan
pemberian makanan karena takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila
makanan tetap diberikan dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih sering
terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal
bertambah berat badan. Sebagai akibat hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat
mengakibatkan kejang dan koma.2
2.2. Gejala Diare
Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit, terutama natrium
dan kalium dan sering disertai dengan asidosis metabolik. Dehidrasi dapat
diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan serum elektrolit. Setiap
kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan hilangnya air dari
tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila defisit melampaui 15%.3
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau lebih
dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu
makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului
diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare,
muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat
pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala- gejala lain seperti flu misalnya
agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit
kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi.5
Gejala diare yang sering ditemukan mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh
meningkat, nafsu makan berkurang, tinja mungkin disertai lendir atau darah, gejala
muntah dapat timbul sebelum dan sesudah diare. Bila penderita benyak kehilangan cairan
dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan menurun, turgor
berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut
serta kulit tampak kering.6
Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang
berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang melebihi
pemasukannya. Kehilangan cairan akibat diare menyebabkan dehidrasi yang dapat
bersifat ringan, sedang atau berat.7
2.3. Faktor – Faktor Yang Berkaitan Dengan Diare
Faktor – faktor yang berkaitan dengan diare pada balita baik langsung maupun tidak langsung
yaitu :
a. Umur Ibu
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang mendapatkan prioritas program
pemberantasan karena tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak kematian
terutama pada bayi dan balita. Umur ibu sangat berpengaruh pada kejadian diare. Umur
ibu yang lebih tua didapat kesimpulan jarang Pada aspek perilaku ibu menunjukkan
bahwa perilaku hidup bersih yang dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna
dalam mencegah terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita.
b. Pendidikan Ibu
aspek pendidikan ibu dari sebelas penelitian, lima penelitian menunjukkan hasil yang
signifikan sedangkan enam penelitian lainnya menunjukkan hasil yang tidak signifikan.
Aspek status kerja ibu ternyata tidak menunjukkan hasil yang signifikan dalam
menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita
c. Pekerjaan Ibu
Dari penelitian yang menghubungkan aspek status kerja ibu dengan kejadian diare
menunjukkan hanya satu penelitian yang menunjukkan hasil yang signifikan dalam
menyebabkan penyakit diare pada bayi. Sedangkan tiga penelitian lainnya menunjukkan
bahwa status ibu bekerja bukan merupakan faktor risiko yang signifikan dalam
menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita.
d. Penghasilan Keluarga
Penghasilan keluarga yang rendah mempunyai hubungan erat dengan kesehatan
masyarakat terutama dengan kejadian diare. Hasil penelitian didapatkan hubungan yang
bermakna antara kejadian diare dengan rendahnya penghasilan keluarga.4
Selain itu ada system informasi dan Sarana Pelayanan Kesehatan yang ikut berperan :
1. Pemantauan Gizi
Dilakukan dengan cara menimbang balita setiap bulan di posyandu. Apabilac dari 3 kali
penimbangan ditemukan balita dengan BB ( berat badan ) tidak naik atau BGM harus
dirujuk ke Puskesmas dan dilakukan pemeriksaan lanjut secara klinis.
2. Imunisasi
Setiap balita berhak mendapatkan imunisasi dasar secara gratis, baik di Posyandu
maupun di Puskesmas
3. PMT Penyuluhan / Pola Makan Gizi Seimbang
Untuk tumbuh sehat kita membutuhkan gizi seimbang dengan mengkonsumsi aneka
ragam bahan makanan.
Pola makan seimbang terdiri dari makanan pokok seperti nasi, sayur mayur, buar –
buahan, lauk pauk nabati dan lauk pauk hewani, dan garam dan gula diberikan
secukupnya,4,6
Menurut data tahun 2000 menyebutkan sekitar 3 – 4 juta balita menderita kekurangn gizi, yaitu
sebanyak 1,5 juta diantaranya bergizi buruk, pada tahun 2003 prevalensi gizi kurang sebanyak
27,5 persen dan prevalensi gizi buruk sekitar 8,5 persen. Hal ini dapat mengakibatkan mudahnya
terkena diare, infeksi dan mengalami gangguan pertumbuhan.4,5
2.4. Pencegahan Penyakit Diare
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni: pencegahan
tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan
khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini
serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang
meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi.8
2.4.1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan dan
faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme
penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan
lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan
daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan
pemberian imunisasi.
1. Penyediaan air bersih
Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70% tubuh
manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum, mandi, dan
pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO menetapkan
kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air sebagai
kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan besar dalam penularan beberapa penyakit
menular termasuk diare.9
Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air permukaan yang
merupakan air sungai, dan danau. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut
air tanah dangkal atau air tanah dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir
seperti hujan dan salju.10
Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam terjadinya penyakit
menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba patogen, sarang insekta penyebar
penyakit, bila jumlah air bersih tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat
membersihkan dirinya dengan baik, dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit.10
Dengan memahami daur/siklus air di alam semesta ini, maka sumber air dapat
diklasifikasikan menjadi; a) air angkasa seperti hujan dan air salju, b) air tanah seperti air
sumur, mata air dan artesis, c) air permukaan yang meliputi sungai dan telaga. Untuk
pemenuhan kebutuhan manusia akan air, maka dari sumber air yang ada dapat dibangun
bermacam-macam saran penyediaan air bersih yang dapat berupa perpipaan, sumur gali,
sumur pompa tangan, perlindungan mata air, penampungan air hujan, dan sumur artesis.11
Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari sumber yang
terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang ternak
dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air harus ditampung dalam
wadah yang bersih dan pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang
bersih, dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh
penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil bila dibandingkan
dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air besih.12
2. Tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.
Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit
tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare.13
Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus membuang air
besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan mencucinya secara teratur. Jika tak ada
jamban, maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari rumah, jalan dan
daerah anak bermain dan paling kurang sepuluh meter dari sumber air bersih.12
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran
manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila
memenuhi syarat kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air
permukaan, tidak dapat di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah
digunakan dan dipelihara, dan murah.14
3. Status gizi
Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan
penggunaan makanan oleh tubuh14. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan gizi. Metode
penilaian tersebut adalah; 1) konsumsi makanan; 2) pemeriksaan laboratorium, 3)
pengukuran antropometri dan 4) pemeriksaan klinis. Metode-metode ini dapat digunakan
secara tunggal atau kombinasikan untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif.10
Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak episode diare yang dialami.
Mortalitas bayi dinegara yang jarang terdapat malnutrisi protein energi (KEP) umumnya
kecil (Canada, 28,4 permil). Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan
mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk
mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang.15
4. Kebiasaan mencuci tangan
Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan penerapan
perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan
melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan
yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme patogen dengan melalui air
minum. Pada penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena lewat
tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke
tubuh manusia.15
Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan dengan penyediaan
fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja serta
menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut.
Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya
mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar, setelah
menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi makan anak dan sebelum
menyiapkan makanan. Kejadian diare makanan terutama yang berhubungan langsung
dengan makanan anak seperti botol susu, cara menyimpan makanan serta tempat keluarga
membuang tinja anak. Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare.
Tinja anak, terutama yang sedang menderita diare merupakan sumber penularan diare
bagi penularan diare bagi orang lain. Tidak hanya anak yang sakit, anak sehatpun
tinjanya juga dapat menjadi carrier asimptomatik yang sering kurang mendapat
perhatian. 16
Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare dikemukakan di Turki, orang
tua yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum merawat anak, anak
mempunyai risiko lebih besar terkena diare.17
2.4.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita diare atau
yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan
yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi.
Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi)
dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah
makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan
dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang
memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk
menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut
yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika
tanpa resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab
diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan
sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter.17
2.4.3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami kecatatan dan
kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian
fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha
rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang
dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga
keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap
memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak.
Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis
harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan
dengan teman sepermainan.17
2.5 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui
indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas
perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui
indera pendengaran dan penglihatan. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai
intensitas yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu :
1. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya
setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu
dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan.
2. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat
menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang
objek yang diketahui tersebut
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang
lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan / atau memisahkan,
kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu
masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah
sampai tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah membedakan atau
memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram terhadap pengetahuan atas objek
tersebut.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan
dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.
Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.18
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Wawancara dilakukan
dengan bercakap-cakap secara langsung (berhadapan muka) dengan responden atau tidak
berhadapan langsung dengan responden (misalnya melalui telepon). Angket berupa formulir
yang berisi pernyataan dan diajukan secara tertulis pada sekumpulan orang untuk mendapatkan
keterangan.19
2.6 Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah
melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak
setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Campbell mendefinisikan sangat sederhana, yakni: ”An
individual’s attitude is syndrome of response consistency with regard to object”. Jadi jelas
dikatakan bahwa sikap itu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek,
sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.26
Pendapat ahli yang lainnya menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum
merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku
atau tindakan (reaksi tertutup).18 Thurstone & Chave mengemukakan definisi sikap sebagai
keseluruhan kecenderungan dan perasaan, curiga atau bias, asumsi-asumsi, ide-ide, ketakutan-
ketakutan, tantangan-tantangan dan keyakinan-keyakinan manusia mengenai topik tertentu.
Aiken menambahkan bahwa sikap adalah predisposisi atau kecenderungan yang dipelajari
seseorang individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat
dan atau memadai terhadap objek, situasi, konsep atau orang lain. Definisi yang dikemukakan
Aiken ini sudah lebih aktif dan operasional, baik dalam hal mekanisme terjadinya maupun
intensitas dari sikap itu sendiri. Predisposisi yang diarahkan terhadap objek diperoleh dari proses
belajar.20
Sikap menurut Wismanto adalah suatu konsep paling penting dalam psikologi sosial.
Pembahasan yang berkaitan dengan psikologi sosial hampir selalu menyertakan unsur sikap baik
sikap individu maupun sikap kelompok sebagai salah satu pembahasannya. Banyak kajian
dilakukan untuk merumuskan pengertian sikap, proses terbentuknya sikap maupun proses
perubahannya.21
Pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting dalam pembentukan
sikap. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan
intensitasnya, sebagai berikut:
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan
(objek).
2. Menanggapi (responding)
Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau
objek yang dihadapi.
3. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai positif terhadap objek atau
stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan bahkanmengajak atau
mempengaruhi atau menganjurkan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi
atau menganjurkan orang lain merespon.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah
diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya,
dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya
risiko lain.18
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pengukuran sikap
secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan tentang stimulus atau objek
yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan
pendapat dengan menggunakan kata ”setuju” atau ”tidak setuju” terhadap pertanyaan terhadap
objek tertentu.18
2.7. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang
sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku
manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun
yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus atau rangsangan dari luar Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori
Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon. Dilihat dari bentuk
respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua:
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung
atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon
terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan
mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.22
2.7.1. Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan menurut adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau
objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan
minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok:
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance).
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan
agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atas sering disebut
perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit dan atau kecelakaan.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial
budaya, dan sebagainya22
2.8 Metode Foccus Group Discussion (FGD)
FGD adalah suatu metode riset yang didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan informasi
mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok.23 Dengan
perkataan lain FGD merupakan proses pengumpulan informasi bukan melalui wawancara, bukan
perorangan, dan bukan diskusi bebas tanpa topik spesifik. Metode FGD termasuk metode
kualitatif. Seperti metode kualitatif lainnya (direct observation, indepth interview, dsb) FGD
berupaya menjawab jenis-jenis pertanyaan how-and why, bukan jenis-jenis pertanyaan what-and-
how-many yang khas untuk metode kuantitatif (survei, dsb). FGD dan metode kualitatif lainnya
sebenarnya lebih sesuai dibandingkan metode kuantitatif untuk suatu studi yang bertujuan “to
generate theories and explanations”.24
Dalam FGD peneliti (moderator) hampir selalu dituntut untuk melakukan improvisasi yang
sesuai dengan keadaan atau konteks yang dihadapi di lapangan. Selain itu, dalam FGD peneliti
hanya bertindak sebagai moderator yang tidak mernihak dan pasif dalam arti tidak terlalu banyak
bertanya tetapi lebth banyak mendengarkan. Daftar pertanyaan yang lebih rinci dan lebih
operasional. Informasi kualitatif yang diharapkan terkumpul melalui FGD berkaitan dengan:
A. Apa yang dirasakan oleh kelompok peserta mengenai PSP terhadap pencegahan diare
dalam perspektif mereka sendiri,
B. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang timbul (coping mecbanism),
C. Persepsi mereka mengenai peranan PSP terhadap pencegan diare
D. Aspirasi mereka mengenai PSP terhadap pencegahan diare23
Pengelompokan FGD dan pemilihan peserta untuk diikutsertakan dalam kelompok tertentu perlu
dipersiapkan secara sangat cermat karena akan menentukan kelancaran proses FGD dan
kredibilitas hasilnya secara keseluruhan. Pemilihan peserta jelas harus mempertimbangkan
homogenitas kemampuan peserta. Ini perlu untuk mengindari diskusi yang didominasi oleh
peserta tertentu. Ada baiknya terlebih dahulu memilih asisten peneliti secara cermat. Asisten
peneliti sebaiknya dipilih dari pihak ke 3, mengetahui pengetahuan luas mengenai masalah yang
akan dihadapi, dapat diterima oleh semua kelompok masyarakat, dan energik (masih muda).
Kualifikasi terakhir ini diperlukan karena kegiatan untuk mempersiapkan penyelenggaraan FGD
pada umumnya menyita waktu dan tenaga yang lumayan. Selanjutnya peneliti mendiskusikan
secara cermat pembentukan kelompok FGD dan mempersiapkan segala sesuatunya berkaitan
dengan penyelenggaraan FGD.24
Dalam FGD peneliti bertindak sebagai moderator yang tugas utamanya memimpin diskusi
sehingga dapat belangsung lancar. Sebagai moderator ia tidak boleh berpihak (bahkan terhadap
dirinya) tetapi memperlakukan peserta secara setara (dan peserta harus memperoleh kesan ini).
Dalam studi ini FGD tidak terlalu bebas dalam arti harus diarahkan untuk memperoleh informasi
sesuai dengan studi. Untuk menempatkan diri sebagai moderator yang baik seorang peneliti
membutuhkan keterampilan substantif maupun keterampilan proses :
A. Keterampilan Substantif Keterampilan yang diperlukan moderator dalam memahami
permasalahan yang didiskusikan.
B. Keterampilan Proses: Keterampilan yang perlu dikuasai oleh moderator untuk mengatur
proses diskusi sehingga tujuan yang ingin dicapai dengan memfokuskan diskusi pada
persoalan yang hendak diteliti dapat benar-benar tercapai.23
FGD harus dipersiapkan sedemikian rupa sehingga setiap peserta mengemukakan pendapat
secara bebas, terbuka dan dalam suasana santai, tanpa ada perasaan khawatir, suasana diskusi
seperti itu hanya mungkin tercipta jika:
A. Komposisi peserta relatif homogen
B. Tempat diskusi bagi mereka tidak terlalu formal. Kecuali diskusi dengan tokoh formal,
diskusi dengan kelompok lainnya disarankan untuk dilangsungkan di tempat kediaman
salah seorang peserta.
C. Format diskusi mencerminkan kesetaraan derajat peserta diskusi, misalnya sama-sama
duduk di lantai dalarn bentuk melingkar.
D. Suasana batin peserta mendukung. Diskusi tidak dilakukan ketika sedang ada warga yang
kena musibah atau hajatan, misalnya.
E. Peneliti dapat menempatkan diri secara tepat bahwa dia berperan sekedar sebagai
moderator yang sederhana dan berasal dari kelas sosial yang tidak terlalu berbeda dengan
peserta. Penampilan dan moderator yang mengesankan eksklusivitas harus dihindari.
F. Jumlah peserta tidak terlalu banyak sehingga semua peserta memiliki kesempatan waktu
yang cukup untuk mengutarakan pendapat atau perasaan. Jumlah peserta untuk setiap
kelompok disarankan tidak lebih dan tujuh orang.
G. Waktu diskusi tidak terlalu lama (1,5 – 2,0 jam) dan harus dihentikan sebelum peserta
merasa jenuh.24
Keseluruhan hasil FGD harus dikomunikasikan oleh peneliti kepada pembaca melalui laporan
yang credible dari segi isi maupun teknik. Laporan itu sekaligus menggambarkan kinerja peneliti
sebingga perlu disiapkan secara cermat. Begitu diskusi dengan suatu kelompok FGD selesai
maka peneliti (dan asisten jika perlu) harus segera memeriksa kelengkapan cacatan-catatan
tambahan (hampir selalu diperlukan untuk menambah penjelasan) dan mengorganisasikannya
sedemikian rupa sehingga mempermudah pembuatan laporan awal. Pekerjaan-pekerjaan itu
harus dilakukan segera tanpa menunggu hari esok karena ada risiko terlupakan. Laporan awal itu
pada umumnya harus diedit berulang kali sebelum menjadi laporan akhir. (Idealnya laporan
akhir harus dilengkapi transkripsi diskusi).25
Laporan harus mencakup penjelasan mengenai proses FGD dan temuan-temuan keseluruhan
studi. Deskripsi mengenai konteks sosial-geografis dalam suatu studi kualitatif sangat penting
karena temuan studi hanya dapat dipahami secara benar jika diletakkan dalam konteksnya yang
tepat. Deskripsi mengenai konteks yang meyakinkan sebenarnya hanya dapat diperoleh melalui
pengamatan peneliti secara langsung di lapangan. Sumber lain yang potensial dapat diperoleh
dari literatur yang relevan, atau hasil penelitian sebelumnya (jika ada). Laporan FGD perlu
dilengkapi penjelasan singkat mengenai proses diskusi termasuk proses pembentukan kelompok
FGD (dan rasional yang melatarbelakanginya), tempat dan waktu atau durasi, suasana batin
peserta, dan kelancaran diskusi. Penjelasan itu akan membantu pembaca memahami konteks
studi secara lebih baik dan bahkan dapat menambah bahan evaluasi mengenai kredibilitas FGD
dan validitas temuan-temuannya.25
Bagian utama laporan FGD tentunya merupakan temuan-temuan yang diperoleh dari keseluruhan
studi, tidak hanya berdasarkan FGD tetapi juga berdasarkan pengamatan, wawancara mendalam,
wawancara informal-spontan, atau sumber informasi lainnya. Dalam menyajikan temuan-temuan
yang penting adalah peneliti menyajikannya sedemikian rupa sehingga pembaca dapat
membedakan:
(1) mana yang merupakan fakta, mana yang merupakan opini subyektif peneliti,
(2) mana temuan yang meyakinkan atau well-verified dan mana yang merupakan
kasus khusus yang tak perlu dibesar-besarkan,
(3) bagian laporan mana yang penting, bagian mana yang trivial. Hal penting lainnya
mengenai temuan studi adalah kecermatan peneliti dalam melakukan verifikasi
mengenai suatu informasi. Peneliti tidak boleh begitu saja “mempercayai”
informasi yang diperoleh dari seorang informan tanpa melakukan pemeriksaan
dengan membandingkannya dengan informasi dari, paling tidak, dua informan
lainnya. Verifikasi seperti itu tetap diperlukan bahkan untuk informasi yang sudah
“sesuai” atau sudah make-sense bagi peneliti.25
Termasuk temuan studi yang perlu dilaporkan adalah hal-hal yang tidak diantisipasi yang akan
terjadi. Informasi mengenai latar belakang atau penjelasan di balik gejala yang
tidak diantisipasi itu sangat perlu untuk dilaporkan.
a. (konteks, proses FGD, temuan-temuan)
b. Kombinasi fakta dan opini peneliti
c. Deskriptif v.s Bahasa Evaluatif
d. Verifikasi Informasi. 24
Bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi yang ada dan menganalisanya sehingga
diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan atau
tidak dilakukan. Pembahasannya meliputi:
a) FGD untuk memicu arti dan baha diare
b) FGD untuk memicu rasa pentingnya cuci cara tangan yang benar
c) FGD untuk memicu hal-hal yang berkaitan dengan cara penyimpanan air bersih
d) FGD menyangkut pentingnya jamban yang sehat25
FGD ini berlangsung ketika masyarakat sudah terpicu dan ingin berubah, namun terhambat
dengan permasalahan cara melakukannya sulit. Apabila masyarakat mengatakan bahwa
membangun cara melakukannya itu sulit, maka harus diberikan solusi dengan menimbulkan lagi
petingnya pencegahan diare dan bahaya diare. Metode yang dilakukan ini bertujuan untuk
memicu masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku, dengan adanya
pemicuan ini target utama dapat tercapai yaitu: meningkatkan pengetahuan, merubah sikap dan
perilaku sanitasi dari masyarakat yang masih belum melakukan pencegahan diare.
Menurut penelitian yang sudah dilakukan dengan melakukan FGD sebanyak 12 sesi di Sudan,
dengan total populasi 11264 orang, kriteria inkulsi semua ibu yang mempunyai minimal 1 anak
yang berumur kurang dari 25 tahun dengan teknik sistematic random sampling terpilihlah 118
orang ibu. FGD dibagi 24 grup, di setiap grup disupervisi oleh 1 relawan, yang diawasi oleh
pengawas. 1 Pengawas mengawasi 3 relawan. 1 Sesi setiap minggu selama 3 bulan, dengan
tempat bertemu berpindah – pindah setiap rumah. Diberikan pre dan post test setelah perlakuan,
data diolah dengan SPSS. Dengan hasil yang didapat peningkatan dari 29 % menjadi 93%
dengan hasil analisis stastistik terjadi peningkatan sangat bermakna.2
Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan FGD :
A. Pemilihan anggota kelompok
Diharapkan pemilihan anggota kelompok yang mempunyai pengalaman yang sesuai
dengna topic penelitian, yang tertarik dengan topiknya. Pemilihan sampel dengan metode
snowballing yang paling baik. Ketika mencari siapa orang yang tertarik untuk mengikuti
diskusi
B. Besar dari grup
Paling baik sebanyak 6 – 12 orang. Tidak terlalu besar karena akan berkurang pratisipasi
dari setiap anggota kelompok maupun terlalu kecil karena hasil yang dicapai tidak akan
mencakup semua keterangan dibandingkan dengan interview secara individu. Kelompok
yang kecil akan mudah untuk dipimpin sedangkan kelompok yang besar akan lebih sulit
yang dapay menyebabkan masing – masing anggota kelompok frustasi. Bagaimana pun
jumlah anggota kelompok kembali lagi dari objektif tujuan peneletian
C. Sesi dari FGD
Semakin banyak sesi akan semakin baik karena akan semakin banyak informasi yang
didapat. Tetapi kembali lagi kita memperhitungkan biaya, waktu dan kesediaan dari
masing – masing anggota kelompok
D. Komposisi FGD
Tergantung dari tujuan peneletian itu sendiri. Semakin heterogen akan meningkatatkan
kualitas dari diskusi tetapi bila terlalu heterogen juga akan berdampak tidak baik dan
menghambat dari diskusi itu sendiri. Sedangkan kelompok yang homeogen akan
membuat diskusi berjalan secara lebih bebas dalam membagikan pengalaman tetapi kita
sulit mengembangkan diskusi lebih kaya karena homogenisitas itu sendiri. Yang ideal
adalah gabungan dari 2 kelompok extreme di atas
E. Penyusunan tempat duduk melakukan FGD
Harus direncanakan secara hati – hati membuat suasana yang kondusif dan nyaman.
Ditempat yang tidak sulit dijangkau oleh anggota diskusi. Di tempat yang tidak ada
gangguan dari luar. Diatur tempat duduknya agar bisa saling mendengar satu dengan
yang lainnya
F. Keterampilan moderator dan pencatat
Moderator mempunyai peranan yang penting bukan hanya untuk menuntun anggota
kelompok diskusi tetapi membuat diskusi menjadi dinamis bagi setiap anggota kelompok.
Penulis harus dapat menulis semua nama anggota kelompok dan pendapat – pendapatnya
secara keseluruhan dan bisa mendapatkan informasi yang tepat dan benar
G. Jalannya Diskusi
Diskusi harus berjalan tidak terlalu lama dan tidak terlalu cepat kira 45 – 90 menit.
Diusahakan tidak terlalu monoton, pertama dengan perkenalan, ice breaker, tidak ada
pendapat yang salah atau benar, hanya untuk mendengarkan pendapat.25
2.6 Kerangka Teori
2.7 Kerangka Konsep
Pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap pencegahan diare
Host
Usia ibu
Tingkat pendidikan Ibu
Pekerjaan Ibu
Agent
Informasi
Sarana Pelayanan Kesehatan
Lingkungan
Tingkat pendapatan
Sarana Air bersih
Sarana Jamban
Pencegahan diare
PengetahuanSikap
Perilaku
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan adalah studi eksperimental quasi, mengenai peningkatan
pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu yang memiliki balita terhadap pencegahan diare dengan
focus group discussion di Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 3 minggu sejak tanggal 11 Juni 2012 sampai tanggal 31
Juni 2012 di Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
3.3 Sumber Data
Sumber data terdiri dari :
a. Data primer diambil dari responden dengan kuesioner yang sudah diuji coba terhadap
ibu yang memiliki balita di Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk.
b. Data sekunder diambil dari data puskesmas Kelurahan Kebon Jeruk dan Duri Kepa,
Kecamatan Kebon Jeruk dan hasil penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan
pengetahuan, sikap dan perilaku diare.
3.4 Populasi dan sampel
Populasi adalah ibu yang memiliki balita di Kelurahan Kebon Jeruk dan Duri Kepa,
Kecamatan Kebon Jeruk sebanyak 16.191 orang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini
adalah menggunakan non-probability sampling dengan teknik accidental sampling. Responden
adalah 32 orang ibu yang memiliki balita di Kelurahan Duri Kepa.
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a. Kriteria Inklusi adalah semua ibu yang memiliki balita yang bertempat tinggal di
Kelurahan Kebon Jeruk dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian.
b. Kriteria Eksklusi adalah ibu yang memenuhi kriteria inklusi, namun menolak untuk
mejadi sampel penelitian.
3.6 Sampel
Besar Sampel yang digunakan adalah 32 orang ibu yang memiliki balita di Kelurahan Kebon
Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk.
3.7 Identifikasi Variabel
Dalam penelitian ini digunakan variabel perlakuan, variabel tercoba, dan variabel luar.
Variabel perlakuan berupa peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu-ibu yang memiliki
balita di Kelurahan Kebon Jeruk dan Duri Kepa, Kecamatan Kebon Jeruk. Variabel tercoba
adalah pencegahan diare.
3.8 Cara Kerja
1. Menghubungi Lurah Kelurahan Kebon Jeruk yang menjadi daerah penelitian untuk
melaporkan tujuan diadakannya penelitian di daerah tersebut
2. Menghubungi petugas dan ibu-ibu kader agar membantu kegiatan penelitian
3. Melakukan pengumpulan data dengan mengunakan instrumen penelitian berupa
kuesioner di posyandu RT01/ RW 12 Kelurahan Kebon Jeruk.
4. Melakukan focus group discussion sesi pertama, dibagi 3 kelompok dengan 1 kelompok
terdiri dari 10 – 11 orang.
5. Melakukan focus group discussion sesi kedua 4 hari setelah sesi pertama, dibagi 3
kelompok dengan 1 kelompok terdiri dari 10 – 11 orang.
6. Melakukan pengumpulan data setelah intervensi dengan menggunakan instrumen
penelitian berupa kuesioner Kelurahan Kebon Jeruk.
7. Melakukan pengolahan, analisis, dan interpretasi data
8. Penulisan laporan penelitian
9. Pelaporan penelitian
3.8.1. Pengolahan Data
Terhadap data-data yang telah dikumpulkan dilakukan dikelola dengan proses editing,
verifikasi, dan koding. Selanjutnya dimasukkan dan diolah dengan menggunakan komputer,
yaitu program SPSS.
3.8.2. Penyajian Data
Data yang didapat disajikan secara tekstular, tabular, dan chart.
3.8.3. Analisis Data
Terhadap data yang telah diolah akan dilakukan analisis sesuai dengan cara uji statistik
menggunakan analisis univariat dengan uji parametrik, yaitu uji t-test (dependent).
3.8.4. Interpretasi Data
Data diinterpretasi secara deskriptif korelatif antar variabel-variabel yang telah
ditentukan.
3.8.5. Pelaporan Data
Data disusun dalam bentuk pelaporan penelitian yang selanjutnya akan dipresentasikan
dihadapan staf pengajar Program Pendidikan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) pada hari forum pendidikan Ilmu Kesehatan
Masyarakat FK UKRIDA.
3.9. Definisi Operasional
3.9.1. Data Umum
A. Responden
Tiga puluh dua ibu di Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk yang memiliki
balita berusia 0-5 tahun.
B. Usia Responden
Adalah usia yang diukur dari tanggal lahir pasien yang sesuai dengan yang tercantum
dalam KTP atau Kartu Keluarga dikurangi tanggal saat pasien diwawancara. Jika ada
kelebihan usia, kurang dari 6 bulan dibulatkan ke bawah, dan bila terdapat kelebihan usia
lebih atau sama dengan 6 bulan dibulatkan ke atas.
C. Pendidikan
Adalah jenjang pendidikan formal dari suatu institusi tertentu yang mencakup tingkat SD
atau sederajat, SMP atau sederajat, SMU atau yang sederajat dan akademi/ perguruan
tinggi atau yang sederajat.
Tingkat Pendidikan Rendah :
- Buta Huruf
- Tidak tamat/ tamat SD atau sederajat
- Tidak tamat/ tamat SMP atau sederajat
- Tidak tamat SMA atau sederajat
Tingkat Pendidikan Sedang
- Tamat SMA atau sederajat
- Tidak tamat akademi atau perguruan tinggi atau sederajat
Tingkat Pendidikan Tinggi
- Tamat akademi atau perguruan tinggi atau sederajat
Koding :
Kode 1 : Tingkat Pendidikan Tinggi
Kode 2 : Tingkat Pendidikan Sedang
Kode 3 : Tingkat Pendidikan Rendah
D. Jumlah anak
Jumlah anak hidup yang dimiliki oleh responden pada saat penelitian berlangsung.
3.9.2 Data Khusus
A. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala informasi yang diketahui yang berkaitan dengan proses
pembelajaran. Proses pembelajaran ini dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam seperti
motivasi dan faktor dari luar seperti informasi. Hal yang ingin diteliti adalah pengetahuan
responden mengenai diare.
Koding :
Kode 1 : Pengetahuan baik
Kode 2 : Pengetahuan cukup
Kode 3 : Pengetahuan kurang
B. Sikap
Sikap adalah tanggapan atau reaksi responden berdasarkan pendirian, pendapatan dan
keyakinan individu tersebut. Hal yang ingin diteliti adalah bagaimana sikap responden
mengenai diare.
Koding :
Kode 1 : Sikap baik
Kode 2 : Sikap cukup
Kode 3 : Sikap kurang
C. Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk kepentingan
atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai dan
norma kelompok yang bersangkutan serta merupakan konsekuensi yang logis (ideal dan
normatif) dari eksistensi pengetahuan budaya atau pola pikir yang dimaksud. Hal yang
diteliti adalah perilaku responden mengenai diare.
Koding :
Kode 1 : Perilaku baik
Kode 2 : Perilaku cukup
Kode 3 : Perilaku kurang
3.9.2 Etika Penelitian
Responden yang diwawancara untuk pengisian kuesioner pada penelitian ini diberikan
jaminan kerahasiaan terhadap data-data yang diberikan dan berhak menjadi responden.
BAB III
HASIL PENELITIAN
Dari 32 ibu yang mempunyai balita di Kelurahan Kebon Jeruk yang bersedia
mengikuti penelitian, telah mengisi kuesioner postest yang diberikan
sebelum mendapatkan intervensi berupa Focus Group Discussion (FGD)
sebaiknya dapat dilakukan secara intensif, dengan frekuensi pertemuan
yang lebih sering, dan dengan cakupan polulasi yang lebih bervariatif. Dapat
pula diadakan Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas mengenai
tema yang berbeda, sehingga warga dapat memperoleh solusi terhadap
masalah kesehatan di lingkungannya.. Kemudian mengisi kuesioner prestest
setelah mendapatkan intervensi. Dari data tersebut diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 1. Karakteristik Ibu Menurut Umur
Variabel Minimum Maximum Mean SD
Umur 19.00 45.00 30.062 5.656
Grafik 1. Karakteristik ibu menurut tingkat pendidikan
Tabel 2. Karakteristik Ibu Menurut Jumlah Anak
Variabel Minimum Maximum Mean SD
Jumlah 1.00 4.00 1.75 0.762
Mean 1.7812
SD : 0.70639
37,5%
46.9%
15.6%
Anak
Tabel 3. Perbandingan Rata-Rata Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pretest
dan Postest
Variabel Mean SD
Pengetahuan Pretest 24.8 3.889
Post test 29.9 3.915
Sikap Pretest 37.766 3.52
Post test 39.3 3.12
Perilaku Pretest 25.833 1.641
Post test 26.533 1.431
Tabel 4. Analisis Statistik Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Sebelum dan
Setelah Mendapatkan Intervensi
Mean SD 95%
Confidence
Interval of
the
Difference
T df Sig
(2-
tailed)
Pengetahua
n Pretest-
Post test
-5.1 4.105 -6.632 -3.567 -6.805 29 0.000
Sikap
Pretest-Post
test
-1.533 3.963 -3.013 -0.053 -2.119 29 0.043
Perilaku
Pretest-Post
test
-0.7 1.643 -1.313 -0.086 -2.333 29 0.027
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan data, rata-rata umur ibu adalah 30 tahun. Pada usia ini
seorang ibu sudah cukup matang untuk dapat mengikuti Focus Group
Discussion (FGD) dengan serius dan dapat mengemukakan pendapat dengan
baik. Hasil data tingkat pendidikan ibu yang ikut serta dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi dan sedang menempati
62,5% atau sebanyak 20 orang. Seseorang yang telah mempunyai dasar
pendidikan yang cukup, dapat lebih cepat menangkap dan memahami suatu
pengetahuan yang baru. Dengan metode FGD ini dituntut keatifan dari
setiap peserta dalam mengemukakan pendapat dan membahas solusi,
diharapkan dengan tingkat pendidikan yang cukup proses FGD dapat
berjalan dengan baik.
Berdasarkan hasil analitik diperoleh rata – rata ibu yang memiliki
jumlah anak sebanyak 2 orang. Dengan maksimum jumlah anak sebanyak 4
orang, dan jumlah minimum sebanyak 1 orang anak. Semakin banyak jumlah
anak maka perhatian ibu terhadap pencegahan diare akan semakin
berkurang. Dengan rata – rata jumlah anak sebanyak 2, diharapkan
perhatian ibu tentang pengetahuan sikap dan perilaku ibu mengenai
pencegahan diare setelah diadakan FGD dapat diterapkan pada kehidupan
sehari – hari.
Secara statistik, terdapat perbedaan bermakna antara pengetahuan
ibu mengenai pencegahan diare sebelum dilakukan intervensi berupa Focus
Group Discussion (FGD) dengan pengetahuan ibu setelah dilakukan
intervensi (Confidence Interval = -3.567- -6.805 ,Sig two-tailed=0.000). Pada
penelitian ini digunakan Significance two-tailed, dengan Ho = tidak ada
perbedaan bermakna antara pengetahuan ibu mengenai pencegahan diare
sebelum dilakukan intervensi berupa Focus Group Discussion (FGD) dengan
pengetahuan ibu setelah dilakukan intervensi. Pada hasil statistik sikap ibu
terhadap pencegahan diare sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
didapatkan Confidence Interval = -3.013- -0.053,Sig two-tailed=0.043.
Dengan Ho= tidak ada perbedaan bermakna antara sikap ibu mengenai
pencegahan diare sebelum dilakukan intervensi berupa Focus Group
Discussion (FGD) dengan sikap ibu setelah dilakukan intervensi. Sesuai
dengan hasil analisis T-test, didapatkan Ho ditolak, dimana terdapat
perbedaan bermakna antara sikap ibu mengenai pencegahan diare sebelum
dilakukan intervensi berupa Focus Group Discussion (FGD) dengan sikap ibu
setelah dilakukan intervensi.
Terdapat perbedaan bermakna pula antara perilaku ibu mengenai
pencegahan diare sebelum dilakukan intervensi berupa Focus Group
Discussion (FGD) dengan perilaku ibu setelah dilakukan intervensi
(Confidence Interval =-1.313- -0.086, Sig two-tailed=0.027).
Berdasarkan hasil analisa T-test data pengetahuan, sikap, dan perilaku
tersebut, ketiganya mempunyai hasil perbedaan bermakna sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi berupa Focus Group Discussion (FGD), dengan
menolak Ho. Menunjukkan bahwa metode Focus Group Discussion (FGD)
dapat digunakan sebagai media diskusi yang baik sehingga setiap peserta
dapat memperoleh tambahan pengetahuan dan diharapkan dapat
memperbaiki sikap dan perilaku seseorang. Seorang ibu yang telah memiliki
pengetahuan yang baik mengenai diare, cara penularan diare, dan
pencegahan diare, diharapkan pula dapat menjadi dasar bersikap dan
berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.
Perilaku ibu terhadap pencegahan diare pada balita antara lain
dipengaruhi oleh sikap dan pengetahuan ibu, usia ibu, jumlah anak, tingkat
pendidikan, sosial budaya, informasi yang tersedia, tingkat pendapatan
keluarga, sosial ekonomi lingkungan, sarana air bersih, dan sarana jamban
yang tersedia. Faktor- faktor tersebut tidak seluruhnya dibahas pada
penelitian ini dikarenakan adanya keterbatasan sumber daya yang ada
(waktu, dana, tenaga, dan alat ukur yang tepat untuk meneliti). Pada
penelitian ini, Focus Group Discussion (FGD) dibagi dalam 3 kelompok yang
masing – masing kelompok terdiri dari 10 – 11 orang. Hal ini sesuai dengan
teori bahwa FGD sebaiknya dilakukan dalam kelompok kecil yang terdiri dari
6 – 12. Sesi Focus Group Discussion (FGD) pada penelitian ini hanya
dilakukan sebanyak 2 kali dikarenakan adanya keterbatasan waktu dan
tempat penelitian, sehingga hasil yang didapatkan kurang optimal
dibandingkan dengan hasil penelitian dilakukan di Sudan dengan
menggunakan teknik Focus Group Discussion (FGD) sebanyak 12 kali.
Kompisi peserta FGD pada penelitian ini adalah heterogen dengan adanya
perbedaan faktor usia dan tingkat pendidikan, hal ini memiliki keuntungan
diperolehnya pendapat yang luas dan bervariasi dibandingkan dengan
kelompok yang homogen, tetapi terdapat kelemahan sepeti : sulitnya
memimpin jalannya Focus Group Discussion (FGD) yang teratur dan dinamis.
Penyusunan tempat duduk yang baik dimana peserta dapat mendengar
pendapat dari masing – masing peserta dengan jelas tanpa ada gangguan
dari luar. Namun keterbasan tempat dan situasi (banyaknya anak balita yang
dibawa oleh ibu) sehingga Focus Group Discussion (FGD) tidak dapat
berjalan dengan optimal. Keterampilan moderator dan pencatat dalam
memimpin Focus Group Discussion (FGD) sangat mempengaruhi
keberhasilan Focus Group Discussion (FGD). Pada penelitian ini, kami
memiliki keterbatasan dengan kurangnya pengalaman moderator dan
pencatat dalam memimpin Focus Group Discussion (FGD) karena memimpin
Focus Group Discussion (FGD) salah satu dari bagian pembelajaran kami
dalam penelitian ini.
Untuk dapat lebih meningkatkan hasil dari pelaksanaan Focus Group
Discussion (FGD), diharapkan Focus Group Discussion (FGD) dapat dilakukan
secara intensif, dengan frekuensi pertemuan yang lebih sering, dan dengan
cakupan polulasi yang lebih bervariatif. Karena sulitnya mengubah sikap dan
perilaku seseorang dalam waktu singkat. Dapat pula diadakan Focus Group
Discussion (FGD) untuk membahas mengenai tema yang berbeda, sehingga
warga dapat memperoleh solusi terhadap masalah kesehatan di
lingkungannya. Dibandingkan dengan hasil penelitian yang terdahulu yang
dilakukan di Sudan terjadi peningkatan sangat bermakna mungkin
dikarenakan dengan teknik FGD yang dilakukan oleh tenaga professional dari
WHO dan dengan intensitas pertemuan sebanyak 12 kali dibandingkan
dengan penelitian kami yang hanya 2 kali.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Metode Focus Group Discussion (FGD) cukup berhasil dalam meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan perilaku seseorang. yang dibuktikan dari hasil
analisa data eksperimen terhadap 32 ibu yang mempunyai balita di wilayah
Kelurahan Kebon Jeruk selama periode Juni 2012.
6.2 Saran
Agar teknik Focus Group Discussion lebih dikembangkan lagi dan
dipopulerkan dalam proses promosi kesehatan yang baru sebagai suatu
metode yang baru sehingga proses promosi lebih menghasilkan peningkatan
yang bermakna. Diperlukan adanya peningkatan frekuensi Focus Group
Discussion agar dapat memperoleh hasil yang optimal. Kelurahan Kebon
Jeruk dapat pula menggunakan tehnik Focus Group Discussion untuk
memmbahas berbagai masalah kesehatan yang terjadi sehingga
masyakaratpun dapat lebih memahami dan berperan serta dalam mengatasi
masalah kesehatan yang terjadi di lingkungan.
Diharapkan peneletian selanjutnya dapat mengungkapkan lagi
seberapa besar efektifitas dan efisiensi dengan metopde Focus Group
Discussion dibandingkan dengan metode promosi kesehatan lainnya..
Diharapkan agar hasil penelitian ini digunakan sebagai masukan dan dapat
menjadi umpan balik positif bagi ibu yang mempunyai balita Kelurahan
Kebon Jeruk dan Puskesmas Kelurahan Kebon Jeruk dalam upaya
pencegahan penyakit diare balita. Ibu dapat lebih mengetahui tentang
penyebab terjadinya diare dan berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya diare pada balita sehingga dapat meningkatkan
perilaku ibu mengenai pencegahan diare balita. Puskesmas juga dapat
bergerak tanggap terhadap masalah diare pada balita yang terjadi di
lingkungan kerjanya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Situasi Diare di Indonesia. Pusat Penelitian Departemen Kesehatan RI. 2011
2. J Family Community Med. 2010. Experimental studies in Sudan. 17(3): 141–146.
3. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Edisi ke-5. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2007
4. Widaya W. Permasalahan dan Kebijakan Pemerintah untuk Penanggulangan Diare,
disampaikan dalam Seminar Nasional Diare Perkembangan Terkini dan
Permasalahannya. Yogyakarta. 2004
5. Amiruddin R. Current Issue Kematian Anak (Penyakit Diare). Universitas Hasanuddin.
Makassar. 2007
6. Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. Penerbit Erlangga, Jakarta. 2005
7. Suharyono. Diare Akut. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Jakarta. 1986
8. Nasry N. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
1997
9. Sanropie D, Ristanto B. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih APK-TS.
Pusdiklat Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 1983: 1-347
10. Soemirat J. Kesehatan Lingkungan. Balai penerbit Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta. 1996
11. Sumini, Margono, Purwanto. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih. Pusdiklat
Depkes RI, Jakarta. 1983
12. Andrianto P. Penatalaksanaan dan Pencegahan Diare Akut. Penerbit EGC, Jakarta.
1995.
13. Haryoto K. Kesehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
1983
14. Notoatmodjo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit EGC, Jakarta. 1996
15. Suharyono. Diare Akut. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Jakarta. 1986
16. Howard G, Bartram J. Domestic Water Quantity, Service Level and Health. 2003.
Diunduh dari http://www.who.int/water sanitation_health
17. Fahrial SA. Pengobatan Diare yang Tepat. 2006. Diunduh dari http://www.
Medicastore.Com
18. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
2005: 50-6.
19. Herijulianti E, Indriani TS, Artini S. Pendidikan kesehatan gigi. Penerbit EGC, Jakarta.
2001: 92-3.
20. Ramdhani N. Sikap dan beberapa definisi untuk memahaminya. 2010. Diunduh dari
http://neila.staff.ugm.ac.id
21. Wismanto YB. Pengaruh sikap terhadap perilaku kajian meta analisis korelasi. Diunduh
dari http://www.unika.ac.id
22. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Penerbit Renika Cipta, Jakarta.
2003
23. Irwanto. Focus Group Discussion. Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat. 1998
24. Morgan DL, Kruger. When to Use Focus Group and Why. Morgan Successful Focus
Groups. 1993
25. Knodel. The Design and Analysis of Focus Goup Studies, A Practical Approach. Morgan
Successful Focus Groups. 1993