61
Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Balita di Kelurahan Kebon Jeruk Terhadap Pencegahan Penyakit Diare Dengan Metode Focus Group Discussion (FGD) Periode Juni 2012

penelitian ilmiah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: penelitian ilmiah

Peningkatan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Balita di

Kelurahan Kebon Jeruk Terhadap Pencegahan Penyakit Diare

Dengan Metode Focus Group Discussion (FGD) Periode Juni 2012

Page 2: penelitian ilmiah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di

negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-

nya yang masih tinggi.1 Di seluruh dunia lebih dari 1 milyar penduduk

mengalami satu atau lebih episode diare akut pertahun. Di USA 100 juta

orang mengalami episode diare akut pertahun. Statistik populasi untuk

kejadian diare kronis belum pasti, kemungkinan berkaitan dengan variasi

definisi dan sistem pelaporan, tetapi frekuensinya juga cukup tinggi. Di USA

prevalensinya berkisar antara 2 - 7%. Sedangkan di negara Barat,

frekuensinya berkisar antara 4-5%. Pada populasi usia tua, termasuk pasien

dengan gangguan motilitas, didapatkan prevalensi yang jauh lebih tinggi

yaitu 7 -14%.2 Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 prevalensi diare di

DKI Jakarta sebesar 8 % di bandingkan dengan prevalensi nasional total

keseluruhan propinsi.1 Pola penyebab kematian semua umur, diare

merupakan penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%.

Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab

kematian peringkat ke-3 setelah TB dan Pneumonia.1

Dari hasil SDKI 2007 didapatkan 13,7% balita mengalami diare dalam

waktu dua minggu sebelum survei, 3% lebih tinggi dari temuan SDKI 2002-

2003 (11 persen). Prevalensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23

bulan, diikuti umur 6-11 bulan dan umur 23-45 bulan. Dengan demikian

seperti yang diprediksi, diare banyak diderita oleh kelompok umur 6-35

bulan karena anak mulai aktif bermain dan berisiko terkena infeksi.1

Page 3: penelitian ilmiah

Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen

Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik.

Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik

menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk

dan tahun 2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB)

diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun

2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang,

kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan

dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%),

sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah

penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.). 1

Sumber dari Subdit Surveilans dan Respon KLB Ditjen PP dan PL dilihat

berdasarkan golongan umur, kasus pada KLB diare lebih banyak terjadi pada

golongan umur 1-4 tahun kemudian golongan 20-44 tahun. Hal ini

merupakan masalah kesehatan yang perlu diperhatikan terutama diare yang

umumnya diderita oleh balita dan menjadi penyumbang kematian pada

balita. Faktor higiene dan sanitasi lingkungan, kesadaran orang tua balita

untuk berperilaku hidup bersih dan sehat serta pemberian ASI menjadi faktor

yang penting dalam menurunkan angka kesakitan diare pada balita.

Sedangkan bila dilihat dari jenis kelamin, kasus KLB diare pada tahun 2010

tidak berbeda jauh antar laki-laki (51%) dengan perempuan (49%). Hal

senada juga terjadi pada tahun 2009, tidak ada perbedaan yang signifikan

kasus KLB diare antara perempuan (51%) dengan laki-laki (49%). Hal ini

menunjukkan bahwa penyakit diare merupakan penyakit yang tidak

dipengaruhi oleh jenis kelamin. Berdasarkan data ini seolah mengatakan

bahwa kesadaran masyarakat akan pencegahan penyakit diare masih minim.

Hal tersebut dapat disebabkan oleh peran tingkat pengetahuan, sikap dan

perilaku masyarakat terhadap pencegahan diare.1

Cara mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat

terhadap pencegahan diare, kami menggunakan metode focus group

Page 4: penelitian ilmiah

discussion . Data hasil dari FGD yang di lakukan oleh Huda M. Haroun di

Sudan, provinsi Gezira, terjadi peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku

terhadap ibu yang memiliki balita yang umurnya di bawah 5 tahun terhadap

managemen diare di rumah, dari awalnya di dapat 28 %, 13% and 29% meningkat

setelah di lakukan intervensi menjadi 94 %, 92% and 93% .2

1.2. RUMUSAN MASALAH

Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan

utama di Indonesia, dengan insiden yang cenderung naik dari tahun 2000

sampai 2010. Masalah tersebut dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan

dan kematian akibat penyakit diare. Pada tahun 2007, diare merupakan

urutan ketiga penyebab kematian pada semua umur akibat penyakit

menular.Pada tahun 2007 didapatkan 13,7% balita mengalami diare.

Prevalensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan, diikuti umur

6-11 bulan dan umur 23-45 bulan. Selain angka kesakitan yang masih tinggi,

penyakit diare juga sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan

CFR (Case Fatality Rate) yang masih tinggi. Pada kasus diare usaha

pencegahan diare tentunya tergantung pada Pengetahuan, Sikap dan

Perilaku masyarakat.1

1.3. HIPOTESIS

Ho tidak ada perbedaan bermakna antara pengetahuan ibu

mengenai pencegahan diare sebelum dan sesudah di lakukan

intervensi Focus Group Discussion.

Ha ada perbedaan bermakna antara pengetahuan ibu mengenai

pencegahan diare sebelum dan sesudah di lakukan intervensi

Focus Group Discussion.

Ho tidak ada perbedaan bermakna antara sikap ibu mengenai

pencegahan diare sebelum dan sesudah di lakukan intervensi

Focus Group Discussion.

Page 5: penelitian ilmiah

Ha ada perbedaan bermakna antara pengetahuan ibu mengenai

pencegahan diare sebelum dan sesudah di lakukan intervensi

Focus Group Discussion.

Ha tidak ada perbedaan bermakna antara perilaku ibu mengenai

pencegahan diare sebelum dan sesudah di lakukan intervensi

Focus Group Discussion.

Ho tidak ada perbedaan bermakna antara pengetahuan ibu

mengenai pencegahan diare sebelum dan sesudah di lakukan

intervensi Focus Group Discussion.

1.4. TUJUAN

1.4.1 Tujuan umum

Untuk menilai efektivitas Focus Group Discussion (FGD) dalam meningkatkan

pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu yang mempunyai balita terhadap

pencegahan diare.

1.4.2 Tujuan khusus

1. Diketahuinya karakteristik responden menurut umur, jumlah anak dan

tingkat pendidikan terhadap pencegahan diare di kelurahan Kebon

Jeruk.

2. Diketahuinya tingkat sebaran pengetahuan, sikap dan perilaku ibu yang

memiliki balita di kelurahan Kebon Jeruk mengenai pencegahan diare

sebelum dan sesudah mengikuti Focus Group Discussion.

3. Diketahuinya hubungan antara tingkat pengetahuan , sikap dan perilaku

tentang pencegahan diare sebelum dan sesudah Focus Group

Discussion terhadap ibu yang memiliki balita di kelurahan Kebon Jeruk.

1.5 MANFAAT

Page 6: penelitian ilmiah

1.5.1Manfaat bagi peneliti

1. Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan

penelitian.

2. Meningkatkan kemampuan komunikasi dengan masyarakat pada

umumnya dan pemuka masyarakat pada khususnya.

3. Menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah dipelajari pada saat

kuliah.

4. Mengembangkan daya nalar, minat dan kemampuan dalam bidang

penelitian.

5. Mendapatkan masukan mengenai tingkat pengetahuan, sikap dan

perilaku ibu yang memiliki balita mengenai pencegahan diare.

6. Mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku ibu yang

memiliki balita mengenai pencegahan diare.

7. Melatih bekerjasama dalam tim.

8. Melatih keterampilan cara Focus Group Discussion dimana ini

merupakan pengalaman pertama kami melaksanakan penelitian dan

sekaligus menggunakan metode eksperimen.

1.5.2Manfaat bagi perguruan tinggi

1. Realisasi Tridarma perguruan tinggi dalam melaksanakan fungsi atau

tugas perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan

pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

2. Mewujudkan kampus Universitas Kristen Krida Wacana sebagai

masyarakat ilmiah dalam peran sertanya di bidang kesehatan.

3. Meningkatkan saling pengertian dan kerjasama antar mahasiswa dan staf

pengajar.

1.5.3 Manfaat bagi masyarakat

1. Sebagai masukan berupa hasil penelitian dan saran-saran yang

diharapkan dapat menjadi umpan balik positif bagi masyarakat,

Page 7: penelitian ilmiah

Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat dalam

upaya pencegahan penyakit diare

2. Sebagai bahan masukan dalam melakukan upaya promotif kesehatan

untuk meningkatkan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku ibu yang

memiliki balita mengenai pencegahan diare.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 8: penelitian ilmiah

2.1. Pengertian Diare

Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi

(buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan

konsisten tinja(menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam

sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan menurut Depkes RI

(2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi

dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya

tiga kali atau lebih dalam sehari. Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan,

bertambah cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat

relative terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu

minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu maka dikatakan diare yang

berkepanjangan.3

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan enam besar, tetapi yang

sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Penyebab

diare secara lengkap adalah sebagai berikut:

1. infeksi yang dapat disebabkan:

a. bakteri, misal: Shigella, Salmonela, E. Coli,golongan vibrio, bacillus cereus,

Clostridium perfringens, Staphyiccoccus aureus, Campylobacter dan aeromonas;

b. virus misal: Rotavirus, Norwalk dan adenovirus;

c. parasit, misal: cacing perut,Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, Blastsistis huminis,

protozoa Entamoeba histolitica, Giardia labila, Belantudium coli dan Crypto;

2. alergi

3. malabsorbsi,

4. keracunan yang dapat disebabkan;

a. keracunan bahan kimiawi

b. keracunan oleh bahan yang dikandung dan diproduksi: jasat renik, ikan, buah-buahan

dan sayur-sayuran,

5. Imunodefisiensi

6. sebab-sebab lain.4

Page 9: penelitian ilmiah

Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat kelompok

yaitu:

a. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari (umumnya kurang

dari tujuh hari),

b. Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya,

c. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas hari secara terus

menerus,

d. Diare dengan masalah lain; anak yang menderita diare (diare akut dan persisten)mungkin

juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.3

Diare akut dapat mengakibatkan:

1. kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi,

asidosis metabolic dan hipokalemia,

2. Gangguan sirkulasi darah,dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat diare dengan

atau tanpa disertai muntah,

3. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare dan

muntah.3

Diare mengakibatkan terjadinya:

a. Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, dan

asidosis metabolik.

b. Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau prarenjatan sebagai

akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah, perfusi jaringan berkurang

sehingga hipoksia dan asidosismetabolik bertambah berat, kesadaran menurun dan bila

tak cepat diobati penderita dapat meninggal. Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya

cairan berlebihan karena diare dan muntah, Kadang-kadang orang tuanya menghentikan

pemberian makanan karena takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila

makanan tetap diberikan dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih sering

terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal

bertambah berat badan. Sebagai akibat hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat

mengakibatkan kejang dan koma.2

Page 10: penelitian ilmiah

2.2. Gejala Diare

Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit, terutama natrium

dan kalium dan sering disertai dengan asidosis metabolik. Dehidrasi dapat

diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan serum elektrolit. Setiap

kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari merupakan hilangnya air dari

tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan apabila defisit melampaui 15%.3

Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali atau lebih

dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu

makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului

diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare,

muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat

pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala- gejala lain seperti flu misalnya

agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit

kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi.5

Gejala diare yang sering ditemukan mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh

meningkat, nafsu makan berkurang, tinja mungkin disertai lendir atau darah, gejala

muntah dapat timbul sebelum dan sesudah diare. Bila penderita benyak kehilangan cairan

dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan menurun, turgor

berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut

serta kulit tampak kering.6

Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan tinja yang

berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang melebihi

pemasukannya. Kehilangan cairan akibat diare menyebabkan dehidrasi yang dapat

bersifat ringan, sedang atau berat.7

2.3. Faktor – Faktor Yang Berkaitan Dengan Diare

Page 11: penelitian ilmiah

Faktor – faktor yang berkaitan dengan diare pada balita baik langsung maupun tidak langsung

yaitu :

a. Umur Ibu

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang mendapatkan prioritas program

pemberantasan karena tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak kematian

terutama pada bayi dan balita. Umur ibu sangat berpengaruh pada kejadian diare. Umur

ibu yang lebih tua didapat kesimpulan jarang Pada aspek perilaku ibu menunjukkan

bahwa perilaku hidup bersih yang dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna

dalam mencegah terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita.

b. Pendidikan Ibu

aspek pendidikan ibu dari sebelas penelitian, lima penelitian menunjukkan hasil yang

signifikan sedangkan enam penelitian lainnya menunjukkan hasil yang tidak signifikan.

Aspek status kerja ibu ternyata tidak menunjukkan hasil yang signifikan dalam

menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita

c. Pekerjaan Ibu

Dari penelitian yang menghubungkan aspek status kerja ibu dengan kejadian diare

menunjukkan hanya satu penelitian yang menunjukkan hasil yang signifikan dalam

menyebabkan penyakit diare pada bayi. Sedangkan tiga penelitian lainnya menunjukkan

bahwa status ibu bekerja bukan merupakan faktor risiko yang signifikan dalam

menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita.

d. Penghasilan Keluarga

Penghasilan keluarga yang rendah mempunyai hubungan erat dengan kesehatan

masyarakat terutama dengan kejadian diare. Hasil penelitian didapatkan hubungan yang

bermakna antara kejadian diare dengan rendahnya penghasilan keluarga.4

Selain itu ada system informasi dan Sarana Pelayanan Kesehatan yang ikut berperan :

1. Pemantauan Gizi

Dilakukan dengan cara menimbang balita setiap bulan di posyandu. Apabilac dari 3 kali

penimbangan ditemukan balita dengan BB ( berat badan ) tidak naik atau BGM harus

dirujuk ke Puskesmas dan dilakukan pemeriksaan lanjut secara klinis.

Page 12: penelitian ilmiah

2. Imunisasi

Setiap balita berhak mendapatkan imunisasi dasar secara gratis, baik di Posyandu

maupun di Puskesmas

3. PMT Penyuluhan / Pola Makan Gizi Seimbang

Untuk tumbuh sehat kita membutuhkan gizi seimbang dengan mengkonsumsi aneka

ragam bahan makanan.

Pola makan seimbang terdiri dari makanan pokok seperti nasi, sayur mayur, buar –

buahan, lauk pauk nabati dan lauk pauk hewani, dan garam dan gula diberikan

secukupnya,4,6

Menurut data tahun 2000 menyebutkan sekitar 3 – 4 juta balita menderita kekurangn gizi, yaitu

sebanyak 1,5 juta diantaranya bergizi buruk, pada tahun 2003 prevalensi gizi kurang sebanyak

27,5 persen dan prevalensi gizi buruk sekitar 8,5 persen. Hal ini dapat mengakibatkan mudahnya

terkena diare, infeksi dan mengalami gangguan pertumbuhan.4,5

2.4. Pencegahan Penyakit Diare

Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni: pencegahan

tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan

khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini

serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang

meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi.8

2.4.1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan dan

faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme

penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan

lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan

daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan

pemberian imunisasi.

1. Penyediaan air bersih

Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70% tubuh

manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum, mandi, dan

Page 13: penelitian ilmiah

pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO menetapkan

kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air sebagai

kebutuhan pokok manusia, juga dapat berperan besar dalam penularan beberapa penyakit

menular termasuk diare.9

Sumber air yang sering digunakan oleh masyarakat adalah: air permukaan yang

merupakan air sungai, dan danau. Air tanah yang tergantung kedalamannya bisa disebut

air tanah dangkal atau air tanah dalam. Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir

seperti hujan dan salju.10

Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam terjadinya penyakit

menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba patogen, sarang insekta penyebar

penyakit, bila jumlah air bersih tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat

membersihkan dirinya dengan baik, dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit.10

Dengan memahami daur/siklus air di alam semesta ini, maka sumber air dapat

diklasifikasikan menjadi; a) air angkasa seperti hujan dan air salju, b) air tanah seperti air

sumur, mata air dan artesis, c) air permukaan yang meliputi sungai dan telaga. Untuk

pemenuhan kebutuhan manusia akan air, maka dari sumber air yang ada dapat dibangun

bermacam-macam saran penyediaan air bersih yang dapat berupa perpipaan, sumur gali,

sumur pompa tangan, perlindungan mata air, penampungan air hujan, dan sumur artesis.11

Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil dari sumber yang

terlindungi atau tidak terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang ternak

dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air harus ditampung dalam

wadah yang bersih dan pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung yang

bersih, dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh

penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil bila dibandingkan

dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air besih.12

2. Tempat pembuangan tinja

Page 14: penelitian ilmiah

Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.

Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit

tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare.13

Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus membuang air

besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan mencucinya secara teratur. Jika tak ada

jamban, maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari rumah, jalan dan

daerah anak bermain dan paling kurang sepuluh meter dari sumber air bersih.12

Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran

manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila

memenuhi syarat kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air

permukaan, tidak dapat di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah

digunakan dan dipelihara, dan murah.14

3. Status gizi

Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan

penggunaan makanan oleh tubuh14. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan

menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan gizi. Metode

penilaian tersebut adalah; 1) konsumsi makanan; 2) pemeriksaan laboratorium, 3)

pengukuran antropometri dan 4) pemeriksaan klinis. Metode-metode ini dapat digunakan

secara tunggal atau kombinasikan untuk mendapatkan hasil yang lebih efektif.10

Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak episode diare yang dialami.

Mortalitas bayi dinegara yang jarang terdapat malnutrisi protein energi (KEP) umumnya

kecil (Canada, 28,4 permil). Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan

mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk

mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang.15

4. Kebiasaan mencuci tangan

Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan penerapan

perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan

melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air atau bahan

Page 15: penelitian ilmiah

yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme patogen dengan melalui air

minum. Pada penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena lewat

tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke

tubuh manusia.15

Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan dengan penyediaan

fasilitas yang dapat menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja serta

menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut.

Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya

mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar, setelah

menangani tinja anak, sebelum makan atau memberi makan anak dan sebelum

menyiapkan makanan. Kejadian diare makanan terutama yang berhubungan langsung

dengan makanan anak seperti botol susu, cara menyimpan makanan serta tempat keluarga

membuang tinja anak. Anak kecil juga merupakan sumber penularan penting diare.

Tinja anak, terutama yang sedang menderita diare merupakan sumber penularan diare

bagi penularan diare bagi orang lain. Tidak hanya anak yang sakit, anak sehatpun

tinjanya juga dapat menjadi carrier asimptomatik yang sering kurang mendapat

perhatian. 16

Hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare dikemukakan di Turki, orang

tua yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum merawat anak, anak

mempunyai risiko lebih besar terkena diare.17

2.4.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang telah menderita diare atau

yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan

yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi.

Page 16: penelitian ilmiah

Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi)

dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah

makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan

dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang

memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk

menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut

yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika

tanpa resep dokter. Dokter akan menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab

diarenya misal bakteri, parasit. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan

sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter.17

2.4.3. Pencegahan Tertier

Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami kecatatan dan

kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian

fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha

rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang

dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga

keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap

memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak.

Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis

harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan

dengan teman sepermainan.17

2.5 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui

indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu

penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas

perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui

indera pendengaran dan penglihatan. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai

intensitas yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu :

1. Tahu (know)

Page 17: penelitian ilmiah

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya

setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu

dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan.

2. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat

menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang

objek yang diketahui tersebut

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat

menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang

lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan / atau memisahkan,

kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu

masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah

sampai tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah membedakan atau

memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram terhadap pengetahuan atas objek

tersebut.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan

dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.18

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan

tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Wawancara dilakukan

dengan bercakap-cakap secara langsung (berhadapan muka) dengan responden atau tidak

Page 18: penelitian ilmiah

berhadapan langsung dengan responden (misalnya melalui telepon). Angket berupa formulir

yang berisi pernyataan dan diajukan secara tertulis pada sekumpulan orang untuk mendapatkan

keterangan.19

2.6 Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah

melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak

setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Campbell mendefinisikan sangat sederhana, yakni: ”An

individual’s attitude is syndrome of response consistency with regard to object”. Jadi jelas

dikatakan bahwa sikap itu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek,

sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.26

Pendapat ahli yang lainnya menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk

bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum

merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku

atau tindakan (reaksi tertutup).18 Thurstone & Chave mengemukakan definisi sikap sebagai

keseluruhan kecenderungan dan perasaan, curiga atau bias, asumsi-asumsi, ide-ide, ketakutan-

ketakutan, tantangan-tantangan dan keyakinan-keyakinan manusia mengenai topik tertentu.

Aiken menambahkan bahwa sikap adalah predisposisi atau kecenderungan yang dipelajari

seseorang individu untuk merespon secara positif atau negatif dengan intensitas yang moderat

dan atau memadai terhadap objek, situasi, konsep atau orang lain. Definisi yang dikemukakan

Aiken ini sudah lebih aktif dan operasional, baik dalam hal mekanisme terjadinya maupun

intensitas dari sikap itu sendiri. Predisposisi yang diarahkan terhadap objek diperoleh dari proses

belajar.20

Sikap menurut Wismanto adalah suatu konsep paling penting dalam psikologi sosial.

Pembahasan yang berkaitan dengan psikologi sosial hampir selalu menyertakan unsur sikap baik

sikap individu maupun sikap kelompok sebagai salah satu pembahasannya. Banyak kajian

dilakukan untuk merumuskan pengertian sikap, proses terbentuknya sikap maupun proses

perubahannya.21

Pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting dalam pembentukan

sikap. Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan

intensitasnya, sebagai berikut:

Page 19: penelitian ilmiah

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan

(objek).

2. Menanggapi (responding)

Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau

objek yang dihadapi.

3. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai positif terhadap objek atau

stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan bahkanmengajak atau

mempengaruhi atau menganjurkan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi

atau menganjurkan orang lain merespon.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah

diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya,

dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya

risiko lain.18

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Pengukuran sikap

secara langsung dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan tentang stimulus atau objek

yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan

pendapat dengan menggunakan kata ”setuju” atau ”tidak setuju” terhadap pertanyaan terhadap

objek tertentu.18

2.7. Pengertian Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang

sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,

membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku

manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun

yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang

terhadap stimulus atau rangsangan dari luar Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses

adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori

Page 20: penelitian ilmiah

Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon. Dilihat dari bentuk

respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua:

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung

atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada

perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang

menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon

terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan

mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.22

2.7.1. Klasifikasi Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan menurut adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau

objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan

minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3

kelompok:

1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance).

Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan

agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.

2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atas sering disebut

perilaku pencairan pengobatan (health seeking behavior).

Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita

penyakit dan atau kecelakaan.

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial

budaya, dan sebagainya22

Page 21: penelitian ilmiah

2.8 Metode Foccus Group Discussion (FGD)

FGD adalah suatu metode riset yang didefinisikan sebagai suatu proses pengumpulan informasi

mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok.23 Dengan

perkataan lain FGD merupakan proses pengumpulan informasi bukan melalui wawancara, bukan

perorangan, dan bukan diskusi bebas tanpa topik spesifik. Metode FGD termasuk metode

kualitatif. Seperti metode kualitatif lainnya (direct observation, indepth interview, dsb) FGD

berupaya menjawab jenis-jenis pertanyaan how-and why, bukan jenis-jenis pertanyaan what-and-

how-many yang khas untuk metode kuantitatif (survei, dsb). FGD dan metode kualitatif lainnya

sebenarnya lebih sesuai dibandingkan metode kuantitatif untuk suatu studi yang bertujuan “to

generate theories and explanations”.24

Dalam FGD peneliti (moderator) hampir selalu dituntut untuk melakukan improvisasi yang

sesuai dengan keadaan atau konteks yang dihadapi di lapangan. Selain itu, dalam FGD peneliti

hanya bertindak sebagai moderator yang tidak mernihak dan pasif dalam arti tidak terlalu banyak

bertanya tetapi lebth banyak mendengarkan. Daftar pertanyaan yang lebih rinci dan lebih

operasional. Informasi kualitatif yang diharapkan terkumpul melalui FGD berkaitan dengan:

A. Apa yang dirasakan oleh kelompok peserta mengenai PSP terhadap pencegahan diare

dalam perspektif mereka sendiri,

B. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang timbul (coping mecbanism),

C. Persepsi mereka mengenai peranan PSP terhadap pencegan diare

D. Aspirasi mereka mengenai PSP terhadap pencegahan diare23

Pengelompokan FGD dan pemilihan peserta untuk diikutsertakan dalam kelompok tertentu perlu

dipersiapkan secara sangat cermat karena akan menentukan kelancaran proses FGD dan

kredibilitas hasilnya secara keseluruhan. Pemilihan peserta jelas harus mempertimbangkan

homogenitas kemampuan peserta. Ini perlu untuk mengindari diskusi yang didominasi oleh

peserta tertentu. Ada baiknya terlebih dahulu memilih asisten peneliti secara cermat. Asisten

peneliti sebaiknya dipilih dari pihak ke 3, mengetahui pengetahuan luas mengenai masalah yang

akan dihadapi, dapat diterima oleh semua kelompok masyarakat, dan energik (masih muda).

Kualifikasi terakhir ini diperlukan karena kegiatan untuk mempersiapkan penyelenggaraan FGD

Page 22: penelitian ilmiah

pada umumnya menyita waktu dan tenaga yang lumayan. Selanjutnya peneliti mendiskusikan

secara cermat pembentukan kelompok FGD dan mempersiapkan segala sesuatunya berkaitan

dengan penyelenggaraan FGD.24

Dalam FGD peneliti bertindak sebagai moderator yang tugas utamanya memimpin diskusi

sehingga dapat belangsung lancar. Sebagai moderator ia tidak boleh berpihak (bahkan terhadap

dirinya) tetapi memperlakukan peserta secara setara (dan peserta harus memperoleh kesan ini).

Dalam studi ini FGD tidak terlalu bebas dalam arti harus diarahkan untuk memperoleh informasi

sesuai dengan studi. Untuk menempatkan diri sebagai moderator yang baik seorang peneliti

membutuhkan keterampilan substantif maupun keterampilan proses :

A. Keterampilan Substantif Keterampilan yang diperlukan moderator dalam memahami

permasalahan yang didiskusikan.

B. Keterampilan Proses: Keterampilan yang perlu dikuasai oleh moderator untuk mengatur

proses diskusi sehingga tujuan yang ingin dicapai dengan memfokuskan diskusi pada

persoalan yang hendak diteliti dapat benar-benar tercapai.23

FGD harus dipersiapkan sedemikian rupa sehingga setiap peserta mengemukakan pendapat

secara bebas, terbuka dan dalam suasana santai, tanpa ada perasaan khawatir, suasana diskusi

seperti itu hanya mungkin tercipta jika:

A. Komposisi peserta relatif homogen

B. Tempat diskusi bagi mereka tidak terlalu formal. Kecuali diskusi dengan tokoh formal,

diskusi dengan kelompok lainnya disarankan untuk dilangsungkan di tempat kediaman

salah seorang peserta.

C. Format diskusi mencerminkan kesetaraan derajat peserta diskusi, misalnya sama-sama

duduk di lantai dalarn bentuk melingkar.

D. Suasana batin peserta mendukung. Diskusi tidak dilakukan ketika sedang ada warga yang

kena musibah atau hajatan, misalnya.

E. Peneliti dapat menempatkan diri secara tepat bahwa dia berperan sekedar sebagai

moderator yang sederhana dan berasal dari kelas sosial yang tidak terlalu berbeda dengan

peserta. Penampilan dan moderator yang mengesankan eksklusivitas harus dihindari.

Page 23: penelitian ilmiah

F. Jumlah peserta tidak terlalu banyak sehingga semua peserta memiliki kesempatan waktu

yang cukup untuk mengutarakan pendapat atau perasaan. Jumlah peserta untuk setiap

kelompok disarankan tidak lebih dan tujuh orang.

G. Waktu diskusi tidak terlalu lama (1,5 – 2,0 jam) dan harus dihentikan sebelum peserta

merasa jenuh.24

Keseluruhan hasil FGD harus dikomunikasikan oleh peneliti kepada pembaca melalui laporan

yang credible dari segi isi maupun teknik. Laporan itu sekaligus menggambarkan kinerja peneliti

sebingga perlu disiapkan secara cermat. Begitu diskusi dengan suatu kelompok FGD selesai

maka peneliti (dan asisten jika perlu) harus segera memeriksa kelengkapan cacatan-catatan

tambahan (hampir selalu diperlukan untuk menambah penjelasan) dan mengorganisasikannya

sedemikian rupa sehingga mempermudah pembuatan laporan awal. Pekerjaan-pekerjaan itu

harus dilakukan segera tanpa menunggu hari esok karena ada risiko terlupakan. Laporan awal itu

pada umumnya harus diedit berulang kali sebelum menjadi laporan akhir. (Idealnya laporan

akhir harus dilengkapi transkripsi diskusi).25

Laporan harus mencakup penjelasan mengenai proses FGD dan temuan-temuan keseluruhan

studi. Deskripsi mengenai konteks sosial-geografis dalam suatu studi kualitatif sangat penting

karena temuan studi hanya dapat dipahami secara benar jika diletakkan dalam konteksnya yang

tepat. Deskripsi mengenai konteks yang meyakinkan sebenarnya hanya dapat diperoleh melalui

pengamatan peneliti secara langsung di lapangan. Sumber lain yang potensial dapat diperoleh

dari literatur yang relevan, atau hasil penelitian sebelumnya (jika ada). Laporan FGD perlu

dilengkapi penjelasan singkat mengenai proses diskusi termasuk proses pembentukan kelompok

FGD (dan rasional yang melatarbelakanginya), tempat dan waktu atau durasi, suasana batin

peserta, dan kelancaran diskusi. Penjelasan itu akan membantu pembaca memahami konteks

studi secara lebih baik dan bahkan dapat menambah bahan evaluasi mengenai kredibilitas FGD

dan validitas temuan-temuannya.25

Bagian utama laporan FGD tentunya merupakan temuan-temuan yang diperoleh dari keseluruhan

studi, tidak hanya berdasarkan FGD tetapi juga berdasarkan pengamatan, wawancara mendalam,

wawancara informal-spontan, atau sumber informasi lainnya. Dalam menyajikan temuan-temuan

Page 24: penelitian ilmiah

yang penting adalah peneliti menyajikannya sedemikian rupa sehingga pembaca dapat

membedakan:

(1) mana yang merupakan fakta, mana yang merupakan opini subyektif peneliti,

(2) mana temuan yang meyakinkan atau well-verified dan mana yang merupakan

kasus khusus yang tak perlu dibesar-besarkan,

(3) bagian laporan mana yang penting, bagian mana yang trivial. Hal penting lainnya

mengenai temuan studi adalah kecermatan peneliti dalam melakukan verifikasi

mengenai suatu informasi. Peneliti tidak boleh begitu saja “mempercayai”

informasi yang diperoleh dari seorang informan tanpa melakukan pemeriksaan

dengan membandingkannya dengan informasi dari, paling tidak, dua informan

lainnya. Verifikasi seperti itu tetap diperlukan bahkan untuk informasi yang sudah

“sesuai” atau sudah make-sense bagi peneliti.25

Termasuk temuan studi yang perlu dilaporkan adalah hal-hal yang tidak diantisipasi yang akan

terjadi. Informasi mengenai latar belakang atau penjelasan di balik gejala yang

tidak diantisipasi itu sangat perlu untuk dilaporkan.

a. (konteks, proses FGD, temuan-temuan)

b. Kombinasi fakta dan opini peneliti

c. Deskriptif v.s Bahasa Evaluatif

d. Verifikasi Informasi. 24

Bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi yang ada dan menganalisanya sehingga

diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan atau

tidak dilakukan. Pembahasannya meliputi:

a) FGD untuk memicu arti dan baha diare

b) FGD untuk memicu rasa pentingnya cuci cara tangan yang benar

c) FGD untuk memicu hal-hal yang berkaitan dengan cara penyimpanan air bersih

d) FGD menyangkut pentingnya jamban yang sehat25

FGD ini berlangsung ketika masyarakat sudah terpicu dan ingin berubah, namun terhambat

dengan permasalahan cara melakukannya sulit. Apabila masyarakat mengatakan bahwa

Page 25: penelitian ilmiah

membangun cara melakukannya itu sulit, maka harus diberikan solusi dengan menimbulkan lagi

petingnya pencegahan diare dan bahaya diare. Metode yang dilakukan ini bertujuan untuk

memicu masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan sikap dan perilaku, dengan adanya

pemicuan ini target utama dapat tercapai yaitu: meningkatkan pengetahuan, merubah sikap dan

perilaku sanitasi dari masyarakat yang masih belum melakukan pencegahan diare.

Menurut penelitian yang sudah dilakukan dengan melakukan FGD sebanyak 12 sesi di Sudan,

dengan total populasi 11264 orang, kriteria inkulsi semua ibu yang mempunyai minimal 1 anak

yang berumur kurang dari 25 tahun dengan teknik sistematic random sampling terpilihlah 118

orang ibu. FGD dibagi 24 grup, di setiap grup disupervisi oleh 1 relawan, yang diawasi oleh

pengawas. 1 Pengawas mengawasi 3 relawan. 1 Sesi setiap minggu selama 3 bulan, dengan

tempat bertemu berpindah – pindah setiap rumah. Diberikan pre dan post test setelah perlakuan,

data diolah dengan SPSS. Dengan hasil yang didapat peningkatan dari 29 % menjadi 93%

dengan hasil analisis stastistik terjadi peningkatan sangat bermakna.2

Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan FGD :

A. Pemilihan anggota kelompok

Diharapkan pemilihan anggota kelompok yang mempunyai pengalaman yang sesuai

dengna topic penelitian, yang tertarik dengan topiknya. Pemilihan sampel dengan metode

snowballing yang paling baik. Ketika mencari siapa orang yang tertarik untuk mengikuti

diskusi

B. Besar dari grup

Paling baik sebanyak 6 – 12 orang. Tidak terlalu besar karena akan berkurang pratisipasi

dari setiap anggota kelompok maupun terlalu kecil karena hasil yang dicapai tidak akan

mencakup semua keterangan dibandingkan dengan interview secara individu. Kelompok

yang kecil akan mudah untuk dipimpin sedangkan kelompok yang besar akan lebih sulit

yang dapay menyebabkan masing – masing anggota kelompok frustasi. Bagaimana pun

jumlah anggota kelompok kembali lagi dari objektif tujuan peneletian

C. Sesi dari FGD

Semakin banyak sesi akan semakin baik karena akan semakin banyak informasi yang

didapat. Tetapi kembali lagi kita memperhitungkan biaya, waktu dan kesediaan dari

masing – masing anggota kelompok

D. Komposisi FGD

Page 26: penelitian ilmiah

Tergantung dari tujuan peneletian itu sendiri. Semakin heterogen akan meningkatatkan

kualitas dari diskusi tetapi bila terlalu heterogen juga akan berdampak tidak baik dan

menghambat dari diskusi itu sendiri. Sedangkan kelompok yang homeogen akan

membuat diskusi berjalan secara lebih bebas dalam membagikan pengalaman tetapi kita

sulit mengembangkan diskusi lebih kaya karena homogenisitas itu sendiri. Yang ideal

adalah gabungan dari 2 kelompok extreme di atas

E. Penyusunan tempat duduk melakukan FGD

Harus direncanakan secara hati – hati membuat suasana yang kondusif dan nyaman.

Ditempat yang tidak sulit dijangkau oleh anggota diskusi. Di tempat yang tidak ada

gangguan dari luar. Diatur tempat duduknya agar bisa saling mendengar satu dengan

yang lainnya

F. Keterampilan moderator dan pencatat

Moderator mempunyai peranan yang penting bukan hanya untuk menuntun anggota

kelompok diskusi tetapi membuat diskusi menjadi dinamis bagi setiap anggota kelompok.

Penulis harus dapat menulis semua nama anggota kelompok dan pendapat – pendapatnya

secara keseluruhan dan bisa mendapatkan informasi yang tepat dan benar

G. Jalannya Diskusi

Diskusi harus berjalan tidak terlalu lama dan tidak terlalu cepat kira 45 – 90 menit.

Diusahakan tidak terlalu monoton, pertama dengan perkenalan, ice breaker, tidak ada

pendapat yang salah atau benar, hanya untuk mendengarkan pendapat.25

2.6 Kerangka Teori

Page 27: penelitian ilmiah

2.7 Kerangka Konsep

Pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap pencegahan diare

Host

Usia ibu

Tingkat pendidikan Ibu

Pekerjaan Ibu

Agent

Informasi

Sarana Pelayanan Kesehatan

Lingkungan

Tingkat pendapatan

Sarana Air bersih

Sarana Jamban

Pencegahan diare

PengetahuanSikap

Perilaku

Page 28: penelitian ilmiah

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan adalah studi eksperimental quasi, mengenai peningkatan

pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu yang memiliki balita terhadap pencegahan diare dengan

focus group discussion di Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Page 29: penelitian ilmiah

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 3 minggu sejak tanggal 11 Juni 2012 sampai tanggal 31

Juni 2012 di Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

3.3 Sumber Data

Sumber data terdiri dari :

a. Data primer diambil dari responden dengan kuesioner yang sudah diuji coba terhadap

ibu yang memiliki balita di Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk.

b. Data sekunder diambil dari data puskesmas Kelurahan Kebon Jeruk dan Duri Kepa,

Kecamatan Kebon Jeruk dan hasil penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan

pengetahuan, sikap dan perilaku diare.

3.4 Populasi dan sampel

Populasi adalah ibu yang memiliki balita di Kelurahan Kebon Jeruk dan Duri Kepa,

Kecamatan Kebon Jeruk sebanyak 16.191 orang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini

adalah menggunakan non-probability sampling dengan teknik accidental sampling. Responden

adalah 32 orang ibu yang memiliki balita di Kelurahan Duri Kepa.

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi adalah semua ibu yang memiliki balita yang bertempat tinggal di

Kelurahan Kebon Jeruk dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian.

b. Kriteria Eksklusi adalah ibu yang memenuhi kriteria inklusi, namun menolak untuk

mejadi sampel penelitian.

3.6 Sampel

Page 30: penelitian ilmiah

Besar Sampel yang digunakan adalah 32 orang ibu yang memiliki balita di Kelurahan Kebon

Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk.

3.7 Identifikasi Variabel

Dalam penelitian ini digunakan variabel perlakuan, variabel tercoba, dan variabel luar.

Variabel perlakuan berupa peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu-ibu yang memiliki

balita di Kelurahan Kebon Jeruk dan Duri Kepa, Kecamatan Kebon Jeruk. Variabel tercoba

adalah pencegahan diare.

3.8 Cara Kerja

1. Menghubungi Lurah Kelurahan Kebon Jeruk yang menjadi daerah penelitian untuk

melaporkan tujuan diadakannya penelitian di daerah tersebut

2. Menghubungi petugas dan ibu-ibu kader agar membantu kegiatan penelitian

3. Melakukan pengumpulan data dengan mengunakan instrumen penelitian berupa

kuesioner di posyandu RT01/ RW 12 Kelurahan Kebon Jeruk.

4. Melakukan focus group discussion sesi pertama, dibagi 3 kelompok dengan 1 kelompok

terdiri dari 10 – 11 orang.

5. Melakukan focus group discussion sesi kedua 4 hari setelah sesi pertama, dibagi 3

kelompok dengan 1 kelompok terdiri dari 10 – 11 orang.

6. Melakukan pengumpulan data setelah intervensi dengan menggunakan instrumen

penelitian berupa kuesioner Kelurahan Kebon Jeruk.

7. Melakukan pengolahan, analisis, dan interpretasi data

8. Penulisan laporan penelitian

9. Pelaporan penelitian

3.8.1. Pengolahan Data

Terhadap data-data yang telah dikumpulkan dilakukan dikelola dengan proses editing,

verifikasi, dan koding. Selanjutnya dimasukkan dan diolah dengan menggunakan komputer,

yaitu program SPSS.

3.8.2. Penyajian Data

Data yang didapat disajikan secara tekstular, tabular, dan chart.

Page 31: penelitian ilmiah

3.8.3. Analisis Data

Terhadap data yang telah diolah akan dilakukan analisis sesuai dengan cara uji statistik

menggunakan analisis univariat dengan uji parametrik, yaitu uji t-test (dependent).

3.8.4. Interpretasi Data

Data diinterpretasi secara deskriptif korelatif antar variabel-variabel yang telah

ditentukan.

3.8.5. Pelaporan Data

Data disusun dalam bentuk pelaporan penelitian yang selanjutnya akan dipresentasikan

dihadapan staf pengajar Program Pendidikan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) pada hari forum pendidikan Ilmu Kesehatan

Masyarakat FK UKRIDA.

3.9. Definisi Operasional

3.9.1. Data Umum

A. Responden

Tiga puluh dua ibu di Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Kebon Jeruk yang memiliki

balita berusia 0-5 tahun.

B. Usia Responden

Adalah usia yang diukur dari tanggal lahir pasien yang sesuai dengan yang tercantum

dalam KTP atau Kartu Keluarga dikurangi tanggal saat pasien diwawancara. Jika ada

kelebihan usia, kurang dari 6 bulan dibulatkan ke bawah, dan bila terdapat kelebihan usia

lebih atau sama dengan 6 bulan dibulatkan ke atas.

C. Pendidikan

Adalah jenjang pendidikan formal dari suatu institusi tertentu yang mencakup tingkat SD

atau sederajat, SMP atau sederajat, SMU atau yang sederajat dan akademi/ perguruan

tinggi atau yang sederajat.

Tingkat Pendidikan Rendah :

Page 32: penelitian ilmiah

- Buta Huruf

- Tidak tamat/ tamat SD atau sederajat

- Tidak tamat/ tamat SMP atau sederajat

- Tidak tamat SMA atau sederajat

Tingkat Pendidikan Sedang

- Tamat SMA atau sederajat

- Tidak tamat akademi atau perguruan tinggi atau sederajat

Tingkat Pendidikan Tinggi

- Tamat akademi atau perguruan tinggi atau sederajat

Koding :

Kode 1 : Tingkat Pendidikan Tinggi

Kode 2 : Tingkat Pendidikan Sedang

Kode 3 : Tingkat Pendidikan Rendah

D. Jumlah anak

Jumlah anak hidup yang dimiliki oleh responden pada saat penelitian berlangsung.

3.9.2 Data Khusus

A. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala informasi yang diketahui yang berkaitan dengan proses

pembelajaran. Proses pembelajaran ini dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam seperti

motivasi dan faktor dari luar seperti informasi. Hal yang ingin diteliti adalah pengetahuan

responden mengenai diare.

Koding :

Kode 1 : Pengetahuan baik

Kode 2 : Pengetahuan cukup

Kode 3 : Pengetahuan kurang

Page 33: penelitian ilmiah

B. Sikap

Sikap adalah tanggapan atau reaksi responden berdasarkan pendirian, pendapatan dan

keyakinan individu tersebut. Hal yang ingin diteliti adalah bagaimana sikap responden

mengenai diare.

Koding :

Kode 1 : Sikap baik

Kode 2 : Sikap cukup

Kode 3 : Sikap kurang

C. Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk kepentingan

atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai dan

norma kelompok yang bersangkutan serta merupakan konsekuensi yang logis (ideal dan

normatif) dari eksistensi pengetahuan budaya atau pola pikir yang dimaksud. Hal yang

diteliti adalah perilaku responden mengenai diare.

Koding :

Kode 1 : Perilaku baik

Kode 2 : Perilaku cukup

Kode 3 : Perilaku kurang

3.9.2 Etika Penelitian

Responden yang diwawancara untuk pengisian kuesioner pada penelitian ini diberikan

jaminan kerahasiaan terhadap data-data yang diberikan dan berhak menjadi responden.

Page 34: penelitian ilmiah

BAB III

HASIL PENELITIAN

Dari 32 ibu yang mempunyai balita di Kelurahan Kebon Jeruk yang bersedia

mengikuti penelitian, telah mengisi kuesioner postest yang diberikan

sebelum mendapatkan intervensi berupa Focus Group Discussion (FGD)

sebaiknya dapat dilakukan secara intensif, dengan frekuensi pertemuan

yang lebih sering, dan dengan cakupan polulasi yang lebih bervariatif. Dapat

pula diadakan Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas mengenai

Page 35: penelitian ilmiah

tema yang berbeda, sehingga warga dapat memperoleh solusi terhadap

masalah kesehatan di lingkungannya.. Kemudian mengisi kuesioner prestest

setelah mendapatkan intervensi. Dari data tersebut diperoleh hasil sebagai

berikut:

Tabel 1. Karakteristik Ibu Menurut Umur

Variabel Minimum Maximum Mean SD

Umur 19.00 45.00 30.062 5.656

Grafik 1. Karakteristik ibu menurut tingkat pendidikan

Tabel 2. Karakteristik Ibu Menurut Jumlah Anak

Variabel Minimum Maximum Mean SD

Jumlah 1.00 4.00 1.75 0.762

Mean 1.7812

SD : 0.70639

37,5%

46.9%

15.6%

Page 36: penelitian ilmiah

Anak

Tabel 3. Perbandingan Rata-Rata Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Pretest

dan Postest

Variabel Mean SD

Pengetahuan Pretest 24.8 3.889

Post test 29.9 3.915

Sikap Pretest 37.766 3.52

Post test 39.3 3.12

Perilaku Pretest 25.833 1.641

Post test 26.533 1.431

Tabel 4. Analisis Statistik Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Sebelum dan

Setelah Mendapatkan Intervensi

Mean SD 95%

Confidence

Interval of

the

Difference

T df Sig

(2-

tailed)

Pengetahua

n Pretest-

Post test

-5.1 4.105 -6.632 -3.567 -6.805 29 0.000

Sikap

Pretest-Post

test

-1.533 3.963 -3.013 -0.053 -2.119 29 0.043

Perilaku

Pretest-Post

test

-0.7 1.643 -1.313 -0.086 -2.333 29 0.027

Page 37: penelitian ilmiah

BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan data, rata-rata umur ibu adalah 30 tahun. Pada usia ini

seorang ibu sudah cukup matang untuk dapat mengikuti Focus Group

Discussion (FGD) dengan serius dan dapat mengemukakan pendapat dengan

baik. Hasil data tingkat pendidikan ibu yang ikut serta dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi dan sedang menempati

62,5% atau sebanyak 20 orang. Seseorang yang telah mempunyai dasar

pendidikan yang cukup, dapat lebih cepat menangkap dan memahami suatu

pengetahuan yang baru. Dengan metode FGD ini dituntut keatifan dari

setiap peserta dalam mengemukakan pendapat dan membahas solusi,

Page 38: penelitian ilmiah

diharapkan dengan tingkat pendidikan yang cukup proses FGD dapat

berjalan dengan baik.

Berdasarkan hasil analitik diperoleh rata – rata ibu yang memiliki

jumlah anak sebanyak 2 orang. Dengan maksimum jumlah anak sebanyak 4

orang, dan jumlah minimum sebanyak 1 orang anak. Semakin banyak jumlah

anak maka perhatian ibu terhadap pencegahan diare akan semakin

berkurang. Dengan rata – rata jumlah anak sebanyak 2, diharapkan

perhatian ibu tentang pengetahuan sikap dan perilaku ibu mengenai

pencegahan diare setelah diadakan FGD dapat diterapkan pada kehidupan

sehari – hari.

Secara statistik, terdapat perbedaan bermakna antara pengetahuan

ibu mengenai pencegahan diare sebelum dilakukan intervensi berupa Focus

Group Discussion (FGD) dengan pengetahuan ibu setelah dilakukan

intervensi (Confidence Interval = -3.567- -6.805 ,Sig two-tailed=0.000). Pada

penelitian ini digunakan Significance two-tailed, dengan Ho = tidak ada

perbedaan bermakna antara pengetahuan ibu mengenai pencegahan diare

sebelum dilakukan intervensi berupa Focus Group Discussion (FGD) dengan

pengetahuan ibu setelah dilakukan intervensi. Pada hasil statistik sikap ibu

terhadap pencegahan diare sebelum dan sesudah dilakukan intervensi

didapatkan Confidence Interval = -3.013- -0.053,Sig two-tailed=0.043.

Dengan Ho= tidak ada perbedaan bermakna antara sikap ibu mengenai

pencegahan diare sebelum dilakukan intervensi berupa Focus Group

Discussion (FGD) dengan sikap ibu setelah dilakukan intervensi. Sesuai

dengan hasil analisis T-test, didapatkan Ho ditolak, dimana terdapat

perbedaan bermakna antara sikap ibu mengenai pencegahan diare sebelum

dilakukan intervensi berupa Focus Group Discussion (FGD) dengan sikap ibu

setelah dilakukan intervensi.

Terdapat perbedaan bermakna pula antara perilaku ibu mengenai

pencegahan diare sebelum dilakukan intervensi berupa Focus Group

Page 39: penelitian ilmiah

Discussion (FGD) dengan perilaku ibu setelah dilakukan intervensi

(Confidence Interval =-1.313- -0.086, Sig two-tailed=0.027).

Berdasarkan hasil analisa T-test data pengetahuan, sikap, dan perilaku

tersebut, ketiganya mempunyai hasil perbedaan bermakna sebelum dan

sesudah dilakukan intervensi berupa Focus Group Discussion (FGD), dengan

menolak Ho. Menunjukkan bahwa metode Focus Group Discussion (FGD)

dapat digunakan sebagai media diskusi yang baik sehingga setiap peserta

dapat memperoleh tambahan pengetahuan dan diharapkan dapat

memperbaiki sikap dan perilaku seseorang. Seorang ibu yang telah memiliki

pengetahuan yang baik mengenai diare, cara penularan diare, dan

pencegahan diare, diharapkan pula dapat menjadi dasar bersikap dan

berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.

Perilaku ibu terhadap pencegahan diare pada balita antara lain

dipengaruhi oleh sikap dan pengetahuan ibu, usia ibu, jumlah anak, tingkat

pendidikan, sosial budaya, informasi yang tersedia, tingkat pendapatan

keluarga, sosial ekonomi lingkungan, sarana air bersih, dan sarana jamban

yang tersedia. Faktor- faktor tersebut tidak seluruhnya dibahas pada

penelitian ini dikarenakan adanya keterbatasan sumber daya yang ada

(waktu, dana, tenaga, dan alat ukur yang tepat untuk meneliti). Pada

penelitian ini, Focus Group Discussion (FGD) dibagi dalam 3 kelompok yang

masing – masing kelompok terdiri dari 10 – 11 orang. Hal ini sesuai dengan

teori bahwa FGD sebaiknya dilakukan dalam kelompok kecil yang terdiri dari

6 – 12. Sesi Focus Group Discussion (FGD) pada penelitian ini hanya

dilakukan sebanyak 2 kali dikarenakan adanya keterbatasan waktu dan

tempat penelitian, sehingga hasil yang didapatkan kurang optimal

dibandingkan dengan hasil penelitian dilakukan di Sudan dengan

menggunakan teknik Focus Group Discussion (FGD) sebanyak 12 kali.

Kompisi peserta FGD pada penelitian ini adalah heterogen dengan adanya

perbedaan faktor usia dan tingkat pendidikan, hal ini memiliki keuntungan

diperolehnya pendapat yang luas dan bervariasi dibandingkan dengan

Page 40: penelitian ilmiah

kelompok yang homogen, tetapi terdapat kelemahan sepeti : sulitnya

memimpin jalannya Focus Group Discussion (FGD) yang teratur dan dinamis.

Penyusunan tempat duduk yang baik dimana peserta dapat mendengar

pendapat dari masing – masing peserta dengan jelas tanpa ada gangguan

dari luar. Namun keterbasan tempat dan situasi (banyaknya anak balita yang

dibawa oleh ibu) sehingga Focus Group Discussion (FGD) tidak dapat

berjalan dengan optimal. Keterampilan moderator dan pencatat dalam

memimpin Focus Group Discussion (FGD) sangat mempengaruhi

keberhasilan Focus Group Discussion (FGD). Pada penelitian ini, kami

memiliki keterbatasan dengan kurangnya pengalaman moderator dan

pencatat dalam memimpin Focus Group Discussion (FGD) karena memimpin

Focus Group Discussion (FGD) salah satu dari bagian pembelajaran kami

dalam penelitian ini.

Untuk dapat lebih meningkatkan hasil dari pelaksanaan Focus Group

Discussion (FGD), diharapkan Focus Group Discussion (FGD) dapat dilakukan

secara intensif, dengan frekuensi pertemuan yang lebih sering, dan dengan

cakupan polulasi yang lebih bervariatif. Karena sulitnya mengubah sikap dan

perilaku seseorang dalam waktu singkat. Dapat pula diadakan Focus Group

Discussion (FGD) untuk membahas mengenai tema yang berbeda, sehingga

warga dapat memperoleh solusi terhadap masalah kesehatan di

lingkungannya. Dibandingkan dengan hasil penelitian yang terdahulu yang

dilakukan di Sudan terjadi peningkatan sangat bermakna mungkin

dikarenakan dengan teknik FGD yang dilakukan oleh tenaga professional dari

WHO dan dengan intensitas pertemuan sebanyak 12 kali dibandingkan

dengan penelitian kami yang hanya 2 kali.

Page 41: penelitian ilmiah

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Metode Focus Group Discussion (FGD) cukup berhasil dalam meningkatkan

pengetahuan, sikap, dan perilaku seseorang. yang dibuktikan dari hasil

analisa data eksperimen terhadap 32 ibu yang mempunyai balita di wilayah

Kelurahan Kebon Jeruk selama periode Juni 2012.

6.2 Saran

Agar teknik Focus Group Discussion lebih dikembangkan lagi dan

dipopulerkan dalam proses promosi kesehatan yang baru sebagai suatu

metode yang baru sehingga proses promosi lebih menghasilkan peningkatan

yang bermakna. Diperlukan adanya peningkatan frekuensi Focus Group

Discussion agar dapat memperoleh hasil yang optimal. Kelurahan Kebon

Jeruk dapat pula menggunakan tehnik Focus Group Discussion untuk

memmbahas berbagai masalah kesehatan yang terjadi sehingga

Page 42: penelitian ilmiah

masyakaratpun dapat lebih memahami dan berperan serta dalam mengatasi

masalah kesehatan yang terjadi di lingkungan.

Diharapkan peneletian selanjutnya dapat mengungkapkan lagi

seberapa besar efektifitas dan efisiensi dengan metopde Focus Group

Discussion dibandingkan dengan metode promosi kesehatan lainnya..

Diharapkan agar hasil penelitian ini digunakan sebagai masukan dan dapat

menjadi umpan balik positif bagi ibu yang mempunyai balita Kelurahan

Kebon Jeruk dan Puskesmas Kelurahan Kebon Jeruk dalam upaya

pencegahan penyakit diare balita. Ibu dapat lebih mengetahui tentang

penyebab terjadinya diare dan berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk

mencegah terjadinya diare pada balita sehingga dapat meningkatkan

perilaku ibu mengenai pencegahan diare balita. Puskesmas juga dapat

bergerak tanggap terhadap masalah diare pada balita yang terjadi di

lingkungan kerjanya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Situasi Diare di Indonesia. Pusat Penelitian Departemen Kesehatan RI. 2011

2. J Family Community Med. 2010. Experimental studies in Sudan. 17(3): 141–146.

3. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Edisi ke-5. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. 2007

4. Widaya W. Permasalahan dan Kebijakan Pemerintah untuk Penanggulangan Diare,

disampaikan dalam Seminar Nasional Diare Perkembangan Terkini dan

Permasalahannya. Yogyakarta. 2004

5. Amiruddin R. Current Issue Kematian Anak (Penyakit Diare). Universitas Hasanuddin.

Makassar. 2007

Page 43: penelitian ilmiah

6. Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. Penerbit Erlangga, Jakarta. 2005

7. Suharyono. Diare Akut. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,

Jakarta. 1986

8. Nasry N. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

1997

9. Sanropie D, Ristanto B. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih APK-TS.

Pusdiklat Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 1983: 1-347

10. Soemirat J. Kesehatan Lingkungan. Balai penerbit Universitas Gajah Mada,

Yogyakarta. 1996

11. Sumini, Margono, Purwanto. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih. Pusdiklat

Depkes RI, Jakarta. 1983

12. Andrianto P. Penatalaksanaan dan Pencegahan Diare Akut. Penerbit EGC, Jakarta.

1995.

13. Haryoto K. Kesehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

1983

14. Notoatmodjo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit EGC, Jakarta. 1996

15. Suharyono. Diare Akut. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,

Jakarta. 1986

16. Howard G, Bartram J. Domestic Water Quantity, Service Level and Health. 2003.

Diunduh dari http://www.who.int/water sanitation_health

17. Fahrial SA. Pengobatan Diare yang Tepat. 2006. Diunduh dari http://www.

Medicastore.Com

18. Notoatmodjo S. Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

2005: 50-6.

19. Herijulianti E, Indriani TS, Artini S. Pendidikan kesehatan gigi. Penerbit EGC, Jakarta.

2001: 92-3.

20. Ramdhani N. Sikap dan beberapa definisi untuk memahaminya. 2010. Diunduh dari

http://neila.staff.ugm.ac.id

21. Wismanto YB. Pengaruh sikap terhadap perilaku kajian meta analisis korelasi. Diunduh

dari http://www.unika.ac.id

Page 44: penelitian ilmiah

22. Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Penerbit Renika Cipta, Jakarta.

2003

23. Irwanto. Focus Group Discussion. Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat. 1998

24. Morgan DL, Kruger. When to Use Focus Group and Why. Morgan Successful Focus

Groups. 1993

25. Knodel. The Design and Analysis of Focus Goup Studies, A Practical Approach. Morgan

Successful Focus Groups. 1993