Upload
intan-nurul-kemala
View
46
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan Negara multikultural dengan kondisi
geografis yang beragam. Sejatinya setiap daerah akan memiliki
kekhasan tersendiri berkaitan dengan karakter kepribadian individu,
perilaku, pola kebiasaan masyarakat, pekerjaan, budaya dan
kepercayaan, serta sistem pertahanan terhadap proses kehidupan
yang akan dihadapi. Penjelasan diatas mengarahkan kita untuk
berpikir bahwa hal tersebut akan berdampak pada berlangsungnya
proses pendidikan.
Secara lebih gamblang, penyelenggaraan pendidikan di kota
berbeda dengan penyelenggaraan pendidikan di pelosok-pelosok.
Latar belakang yang berbeda tentu berbeda pula tantangan
pendidikannya. Di tengah tantangan-tantangan yang ada, bagaimana
cara guru mempersiapkan dirinya untuk memenuhi tuntutan kebutuhan
siswa di pelosok agar tetap tercipta proses pembelajaran yang
berkualitas di samping keterbatasan yang menghambat proses
penyelenggaraan pendidikan. Makalah ini akan mengkaji persiapan
guru secara intern yaitu konsep kepribadian yang bagaimana yang
1 | B K U N J
dapat menjawab tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh guru
saat melangsungkan pembelajaran dengan siswa-siswa di pelosok-
pelosok Indonesia.
Kenyataan tersebut melatar belakangi pengkajian
permasalahan berkaitan dengan peranan konsep kepribadian guru
dalam menghadapi tantangan mengajar di pelosok Indonesia.
1. 2. IDENTIFIKASI MASALAH
Sesuai dengan latar belakang yang jelaskan sebelumnya, maka
permasalahan yang diidentifikasi adalah :
1. Bagaimana gambaran penyelenggaraan pendidikan di pelosok
Indonesia?
2. Bagaimana tantangan bagi guru yang akan mengajar di pelosok?
3. Kepribadian guru yang bagaimana yang mampu menjawab
tantangan-tantangan yang akan dihadapi guru yang mengajar di
pelosok Indonesia?
1. 3. PEMBATASAN MASALAH
Berdasarkan pemaparan penulis pada latar belakang dan
identifikasi masalah, maka, penulis membatasi permasalahan pada
2 | B K U N J
peran konsep kepribadian guru dalam menghadapi tantangan
mengajar di pelosok Indonesia.
1. 4. RUMUSAN MASALAH
Dari pemaparan di atas, maka rumusan masalah yang diajukan
penulis dalam penulisan makalah ini adalah seberapa jauh peranan
konsep kepribadian guru dalam menghadapi tantangan saat mengajar
di pelosok Indonesia.
1. 5. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
seberapa jauh peran konsep kepribadian guru dalam mengahadapi
tantangan mengajar di pelosok Indonesia. Dengan pembuatan
makalah ini, Penulis dapat memahami gambaran keberlangsungan
proses pembelajaran di pelosok-pelosok Indonesia serta tantangan-
tantangan yang ada. Sekaligus mengetahui konsep kepribadian yang
seperti apa yang mampu menjawab tantangan-tangan tersebut. Selain
itu, hasil dari makalah ini dapat digunakan sebagai acuan untuk
mengadakan penelitian lanjutan agar permasalahan yang terkait dapat
dikaji lebih mendalam lagi bahkan dapat memunculkan faktor-faktor
baru yang menarik untuk diteliti.
3 | B K U N J
BAB II
KERANGKA TEORITIS
2.1. KONSEP KEPRIBADIAN
Pengertian kepribadian
Kepribadian merupakan hasil proses interaksi seumur hidup
antara organisme dan lingkungan. Pengaruh faktor eksternal
memungkinkan perbedaan sistematis dalam perilaku khas perseorangan
yang dibesarkan dalam budaya yang berbeda (John W. Berry, et.al,
1999). Allport (Baharuddin, 2009) mendefinisikan kepribadian sebagai
suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang
memberikan corak yang khas dalam caranya menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Allport menekankan kepribadian dalam tiga domain, yaitu
(1) traits (sifat), attitude (sikap), dan (3) intentions (intensi). Sifat
merupakan tendensi detereminasi dan pre-disposisi. Disposisi disini
dimaksudkan bahwa adanya kecenderungan-kecenderungan masa lalu
atau pengalaman masa lampau. Sifat merupakan ciri-ciri tingkah laku
yang banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam dalam individu seperti
pembawaan, minat, konstitusi tubuh, dan cenderung bersifat stabil.
Beberapa macam sifat yang saling berkaitan satu sama lain akan
terkonstruk menjadi sebuah pola tingkah laku yang akan menentukan
4 | B K U N J
bagaimana watak dan karakter individu tersebut. Yang kedua adalah
sikap. Sikap merupakan cara individu bereaksi terahadap rangsangan.
Dengan kata lain sikap seseorang akan terbentuk sesuai dengan
rangsangan atau situasi yang dihadapi individu. Perbedaan sikap yang
ada pada individu terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan dalam
beberapa hal, yaitu perbedaan bakat, minat, pengalaman, pengetahuan,
intensitas perasaan, dan juga situasi lingkungan. Yang terakhir adalah
intensi. Intensi berkaitan dengan harapan, keinginan, ambisi dan cita-cita
seseorang. Intensi sangat menentukan kepribadian seseorang karena
dengan adanya intensi, individu akan mengarahkan dirinya sesuai
dengan apa yang menjadi intensinya.
Karakter guru profesional
Dewasa ini karakter dibedakan dari istiilah kepribadian tetapi
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dengan begitu karakter masih
termasuk dalam bagian dari kepribadian. Masyarakat menyebut karakter
secara umum sebagai tampakan dari diri seseorang. Dalam hal ini yang
akan dipaparkan adalah karakter dari seorang guru yang profesional.
Guru yang berkarakter akan menghasilkan siswa yang berkarakter pula.
Dalam sebuah proses pendidikan di sekolah, karakter dapat
diinternalisasikan dalam kompetensi-kompetensi guru yang terbagi ke
dalam empat bagian, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi sosial,
5 | B K U N J
kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional (Mulyasa, 2009).
Fokus analisis terdapat pada kompetensi kepribadian. Sri Martini dalam
bukunya Pengantar Ilmu Pendidikan, Kompetensi kepribadian
merupakan kemampuan menggambarkan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif dan bijaksana, berwibawa, berakhlak mulia, menjadi
teladan bagi peserta didik dan masyarakat, mengevaluasi kinerja sendiri,
serta mengembangkan diri secara berkelanjutan.
2.2. GAMBARAN PENDIDIKAN DI PELOSOK
Undang-Undang Dasar 1945 adalah landasan ideologi dan
konstitusional dalam pengembangan bangsa. Pengembangan bangsa
diwujudkan secara nyata dengan usaha-usaha pembangunan sebagai
upaya untuk mewujudkan ketahanan nasional dalam rangka mencapai
cita-cita bangsa (Sri Martini, 2009). Pendidikan merupakan hak segala
bangsa sekalipun untuk daerah pelosok atau terpencil. Daerah terpencil
adalah daerah yang terisolir dari akses-akses ke pusat. Akses-akses
tersebut seperti akses untuk mendapatkan sarana dan prasarana sehari-
sehari, pendidikan, kebutuhan listrik, fasilitas publik seperti sekolah yang
layak, rumah sakit, kantor-kantor pemerintahan, tempat hiburan dan lain
sebagainya.
6 | B K U N J
Kesulitan mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas
adalah salah satu wajah pendidikan di pelosok. Hal yang jelas terlihat
adalah keterbatasan sarana dan prasarana penunjang berlangsungnya
proses belajar mengajar. Selain itu akses jalan menuju sekolah yang sulit
dan jauh serta terbatasnya SDM (guru dan stake holder sekolah) yang
jumlahnya sangat terbatas. Kesemua itu menjadi gambaran pendidikan di
daerah pelosok. Dilihat dari kisah-kisah para guru muda dalam buku
“Indonesia Mengajar” terdapat beberapa hal yang dapat dilihat sebagai
gambaran pendidikan di pelosok. Berikut ini merupakan kriteria-kriteria
yang menghambat keberlangsungan pendidikan di daerah pelosok (Dian
Nur, 2010).
1. Berbentuk komunitas kecil
2. Tertutup dan homogen
3. Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan
4. Pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau
5. Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi sub sistem
6. Peralatan teknologinya sederhana
7. Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam
setempat relatif tinggi
8. Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi, dan politik.
7 | B K U N J
BAB III
KERANGKA BERPIKIR
Indonesia merupakan Negara dengan kondisi geografis yang
beragam. Dilihat dari segi kesempatan mengenyam pendidikan, daerah
Indonesia terbagi menjadi menjadi daerah perkotaan dan pelosok. Dalam hal
ini penulis mendefinisikan daerah perkotaan sebagai daerah yang memiliki
akses pendidikan yang baik dan sangat baik, lalu sebaliknya daerah pelosok
sebagai daerah yang minim kesempatan untuk mendapatkan pendidikan
yang layak. Kriteria ini berkaitan dengan tersedianya SDM (guru) yang
jumlahnya memenuhi dan berkualitas, tersedianya sarana dan prasarana
serta terjangkaunya akses jalan menuju sekolah yang mudah dan aman.
Seperti yang digambarkan dalam kisah-kisah para pengajar muda dalam
buku “Indonesia Mengajar”, kondisi penyelenggaraan pendidikan di daerah
pelosok di Indonesia sangat berbeda dari apa yang terjadi di kota.
Fokus kepada permasalahan pendidikan di pelosok, tentunya
menghujat ketidakadilan pemerintah atas ketidakmerataan pendidikan di
daerah pelosok tidak akan menghasilkan banyak perubahan. Kita sebagai
kaum intelektual sudah sepatutnya mampu untuk melihat secara lebih
komprehensif mengenai gambaran pendidikan di pelosok beserta hambatan-
hambatan yang ada. Hal ini bertujuan agar kita mampu menganalisis
8 | B K U N J
kebutuhan serta fokus pada solusi pemecahan masalah. Jika kita mampu
mengolah itu semua menjadi sebuah ide perbaikan, maka dimulailah pijakan
perubahan pendidikan bangsa Indonesia.
Salah satu upaya untuk melakukan perbaikan adalah dengan berkaca
pada kenyataan hari ini dan masa kemarin untuk mempersiapkan masa
depan. Program “Indonesia Mengajar” mengajak kita untuk berpikir bahwa di
dalam kondisi keterbatasan, terdapat upaya yang tidak terbatas. Bukan
bagaimana kita mengeluhkan keterbatasan, tapi bagaimana kita menjadikan
keterbatasan tersebut sebagai semangat untuk menyelenggarakan
pendidikan yang berkualitas. Penyelenggaraan pendidikan di pelosok tidak
terbatas pada pola formal dan kaku, tetapi dilakukan secara lebih fleksibel
dan bebas tanpa menghilangkan kekhasan masyarakatnya. Seperti yang
dipaparkan pada Bab II, terdapat hambatan-hambatan yang dihadapi dalam
penyelenggeraan pendidikan di daerah pelosok secara umum.
Hambatan-hambatan yang terjadi merupakan sebuah tantangan-
tantangan bagi guru yang mengajar di pelosok. Lalu bagaimana guru
mempersiapkan dirinya untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut
bergantung pada kualitas diri guru tersebut. Kualitas diri seorang guru
merupakan akumulasi dari kompetensi-kompetensi yang terdapat pada guru
yang mantap dan sesuai dengan kebutuhan siswanya. Pendidikan di daerah
pelosok menuntut guru untuk memiliki kesiapan mental dan kepribadian yang
9 | B K U N J
baik agar dapat keluar dari jalur pendidikan konvensional yang tidak akan
memberikan kemajuan. Secara lebih spesifik, penulis akan membagi dua
bagian analisis bagi guru untuk mengetahui gambaran tantangan mengajar di
daerah pelosok dari segi karakteristik siswa dan proses belajar mengajar itu
sendiri. Sesuai dengan titik berat makalah ini, pemikiran akan mengarah
pada peran konsep kepribadian guru dalam menjawab tantangan mengajar di
daerah pelosok.
1. Karakteristik siswa di pelosok Indonesia.
Hakikat manusia sebagai makhluk sosial menjadi landasan
bahwa setiap karakter atau kepribadian individu adalah hasil bentukan
lingkungan sosialnya. Hal ini sejalan dengan pemahaman bahwa
pribadi diyakini sebagai hal yang terjelma karena relasi sosial, ke
dalam mana seseorang dimasukkan dan dilukiskan bukan menurut
sifat-sifat, tetapi menurut relasi sosial (John W. Berry, et.al, 1999)
Daerah pelosok yang jarang tersentuh dengan kebudayaan luar
memungkinkan masyarakatnya berada dalam keterjeratan budaya.
Kaitannya dalam hal ini adalah terdapat kemungkinan latar belakang
budaya siswa yang berbanding terbalik dengan latar belakang guru
yang berasal dari luar daerah mereka. Disinilah keunikan itu tampak
jelas. Tidak menutup kemungkinan, guru akan dihadapkan dengan
suasana konflik etnis diantara siswa yang merupakan pengaruh
10 | B K U N J
bawaan dari orang-orang dewasa di sekitarnya. Hal ini serupa dengan
konsep ke-kami-an lebih baik dari ke-mereka-an yang dikenal sebagai
etnosentrime (John W. Berry, et.al, 1999). Selain pengaruh lingkungan
sosial, lingkungan fisik pun turut andil dalam pembentukkan karakter
siswa. Siswa di daerah pelosok terbiasa untuk berinteraksi dengan
alam secara langsung. Hal seperti itu bukan pilihan, namun
keterbatasan fasilitas ke-kota-an lah yang menjadikan mereka sangat
bergantung pada alam dengan tidak tersentuh dengan teknologi
informasi maupun komunikasi. Secara umum gambaran karakteristik
yang dipaparkan para pengajar muda pada bab belajar rendah hati
dalam buku “Indonesia Mengajar” adalah cerdas kinestetik, kompetitif,
ceria, antusias, memiliki rasa ingin tahu yang besar, kaku, sulit bicara,
tertutup dengan hal baru, pemalu, serta terbiasa dengan suasana
yang membebaskan (tanpa paksaan). Gambaran diatas tentunya
dilihat ketika para pengajar muda datang untuk mengajar mereka.
Seperti itulah sedikitnya gambaran mengenai karakter siswa di
pelosok.
Bukan perkara mudah menghadapi keberagaman dalam
sebuah situasi pembelajaran. Disinilah dibutuhkannya seorang guru
yang memiliki kepribadian yang stabil untuk tetap konsisten pada
intensinya, kedewasaan untuk menghadapi segala perbedaan siswa,
arif dan bijaksana dalam berpikir serta mengambil keputusan, b
11 | B K U N J
erwibawa dalam menjalankan perannya sebagai guru, berakhlak
mulia, serta mampu menjadi teladan bagi siswa ditengah keterbatasan
yang ada. Sebagai contoh dalam menghadapi situasi konflik etnis
diantara siswa. Tidak mudah untuk menjadi pemersatu sebuah
perbedaan yang sudah mengakar. Tetapi bukan berarti tidak dapat
diatasi. Keberanian dan keterbukaan pada guru berperan penting
ketika guru berusaha untuk membuka sedikit peluang dalam upaya
mengikis tembok-tembok pemisah dengan tidak menghilangkan
keunikan-keunikan siswa. Seperti halnya yang dilakukan M. Rangga
Septiyadi (salah satu pengajar muda di Bengkalis dalam program
Indonesia Mengajar) yang membaur beberapa etnis dalam satu team
dalam permainan sepak bola yang dilakukan oleh siswa-siswa di salah
satu SD di Bengkalis.
2. Proses belajar mengajar di pelosok Indonesia
Komponen pengajaran ialah bagian-bagian yang saling
berinteraksi dan berinterfungsi mencapai tujuan belajar, yang terdiri
dari tujuan, materi, metode, media, pengelolaan, evaluasi,
pengembangan, sarana, guru dan siswa (pip). Komponen-
komponen tersebut tidak mudah didapatkan dalam penyelenggaraan
pendidikan di pelosok. Hal yang paling substansial dalam proses
belajar mengajar selain SDM adalah sarana dan prasarana. Sulitnya
12 | B K U N J
mendapatkan sarpras yang mendukung merupakan menjadi
gambaran proses belajar mengajar di pelosok. Untuk itu, menemukan
cara-cara baru sangatlah substansial untuk menciptakan pendidikan
yang bermutu, mudah diakses dengan peralatan yang sederhana, dan
terjangkau bagi masyarakat.
Dengan segala kondisi yang serba terbatas (sarana dan
prasarana), seorang guru dituntut untuk tetap menciptakan
pembelajaran yang menarik, tepat sasaran, sederhana, bermakna,
serta membelajarkan siswa. Artinya, dengan perlengkapan yang
sederhana, guru harus bisa menciptakan hal yang luar biasa. Berbeda
dengan sekolah di kota, sekolah di pelosok lebih bersifat fleksibel.
Tentunya tidak mudah untuk memberlakukan metode belajar yang
sesuai dengan siswa yang memiliki latar belakang kehidupan yang
berbeda dengan siswa pada umumnya. Dibutuhkan analisis yang
kompleks untuk menyajikan sebuah proses belajar dan mengajar yang
sesuai dengan karakteristik siswa maupun karakteristik lingkungannya
(fisik dan sosialnya).
Berdasarkan analisis diatas, maka konsep-konsep kepribadian
tertentu yang dapat menjawab tantangan-tantangan mengajar di
pelosok. Terdapat beberapa karakter guru profesional yang
dibutuhkan oleh para guru, yaitu :
13 | B K U N J
1. Rendah hati
Rendah hati akan membuat guru berpikiran terbuka dengan hal-
hal baru. Jujur apa adanya tentang keilmuannya. Tidak
membodohi siswa sekalipun siswa berada dalam
keterbelakangan pengetahuan, serta tidak menutup diri untuk
terus belajar dari siapapun dan kondisi apapun.
2. Pandai mengelola waktu
Pendidikan di pelosok lebih bersifat fleksibel. Untuk itu
menejemen waktu diperlukan untuk menciptakan pembelajaran
yang efektif dan efisien.
3. Menghargai proses
Tidak perlu mempermasalahkan media yang digunakan dalam
pembelajaran, yang terpenting adalah setia pada proses.
Karakter guru yang menghargai proses, tidak akan menyerah
pada kegagalan. Sehingga selalu ada upaya untuk mencoba dan
mencoba tanpa mengenal menyerah sebelum ia mampu
mengambil makna dari setiap proses pembelajaran. Selain itu
akan selalu ada upaya untuk melakukan inovasi-inovasi baru
untuk menciptakan temuan-temuan baru.
4. Berpikiran terbuka
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tidak akan
pernah terhenti. Keterbukaan pikiran menjadikan kita sebagai
14 | B K U N J
individu yang selalu tanggap wawasan dan mampu
memanfaatkan setiap pengetahuan yang ada. Tidak cepat
merasa puas dengan ilmu yang ada pada dirinya, dan terbuka
dengan kritik dari luar dirinya. Guru yang berpikiran terbuka akan
terus memperbaiki keilmuannya samapai waktu yang tidak
terbatas.
5. Percaya diri
Guru sudah sepautnya memiliki kepercayaan diri yang baik. Saat
mengajar, diperlukan rasa percaya pada kemampuan diri agar
terhindar dari keterbataan yang mungkin terjadi. Selain itu
berpikiran positif menjadi bagian dari guru yang memiliki
kepercayaan diri yang matang.
Karakter-karakter guru seperti penjelasan diatas akan mampu
menjawab tantangan-tantangan mengajar di pelosok Indonesia.
Bila guru-guru di pelosok memiliki konsep kepribadian seperti itu,
maka terhindar lah masalah-masalah penyelenggaraan
pendidikan di pelosok Indonesia.
15 | B K U N J
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN SERTA IMPLEMENTASI
4.1. KESIMPULAN
Tantangan-tantangan mengajar dipelosok menuntut kecakapan-
kacakapan diri seorang guru untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
siswa. Beragamnya karakter siswa dengan segala keunikan latar
belakangnya, maka konsep kepribadian guru yang matang sangatlah
penting dalam menjawab tantangan-tantangan yang ada ketika proses
belajar mengajar berlangsung. Situasi-situasi yang kompleks (dalam
pertimbangan sosial budaya) serta kondisi geografis yang ekstrim dan
terisolir, menciptakan sebuah pola kebiasaan hidup yang unik. Sehingga
membutuhkan perlakuan-perlakuan yang tepat dan profesional demi
terciptanya pendidikan di pelosok yang kompetitif dan bermutu. Dengan
segala keterbatasan-keterbatasan yang ada, karakter pribadi yang
matang akan mampu mengubah keterbatasan manjadi hal yang di luar
batas pemikiran yang konvensional.
4.2. SARAN DAN IMPLEMENTASI
Penyelenggaraan pendidikan akan berhasil jika siswa
mendapatkan sebuah pembelajaran yang bermanfaat bagi dirinya.
Keberhasilan tersebut dapat diupayakan dengan cara menganalisis
16 | B K U N J
kebutuhan siswa untuk kemudian merancang pembelajaran yang tepat
guna. Analisis kebutuhan siswa tentunya berbeda antara siswa di satu
kelompok dengan kelompok lainnya. Untuk itu diperlukan pemikiran yang
lebih komprehensif untuk mendapatkan hasil yang tepat.
Pemaparan penulis dalam makalah ini memberikan gambaran-
gambaran mengenai peranan konsep kepribadian guru dalam
menghadapi tantangan-tantangan ketika mengajar di pelosok.
Penjelasan dalam makalah ini memberikan informasi mengenai
gambaran proses berlangsungnya pendidikan di daerah pelosok. Untuk
itu diharapkan pembaca dapat mengetahui dan memahami setiap
bahasan agar dapat diinternalisasikan. Hal ini berguna bagi guru-guru
yang akan mengajar di pelosok sebagai bentuk persiapan diri.
Tidak ada sebuah kecukupan dalam perbaikan ilmu
pengetahuan. Untuk itu makalah ini masih membutuhkan kajian lebih
lanjut untuk memperluas kajian-kajian yang lebih spesfifik dan
mendalam. Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan akan
bermunculan temuan-temuan baru yang menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Penelitian-penilitian lanjutan diharapkan dapat menghadirkan data yang
lebih representatif agar hasil penelitian dapat digunakan secara
universal.
17 | B K U N J
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin, H. 2009. Psikologi Pendidikan-Refleksi Teoritis Terhadap
Fenomena. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.
Berry, John W., dkk. 1999. Psikologi Lintas Budaya: Riset dan Aplikasi.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Mulyasa. 2009. Menjadi Guru Profesional-Menciptakan Pembelajaran Kreatif
dan Menyenangkan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Meilani, Sri Martini. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: FIP UNJ.
Pengajar Muda. 2012. Indonesia Mengajar. Bandung: Bentang.
18 | B K U N J