12
Tinjauan Pustaka Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014 PENDEKATAN DIAGNOSIS BANGKITAN ABSANS DAN BERBAGAI SINDROM EPILEPSI DENGAN GEJALA BANGKITAN ABSANS DIAGNOSTIC APPROACH IN ABSENCE SEIZURE AND VARIOUS EPILEPTIC SYNDROMES WITH ABSENCE SEIZURE Andira Larasari*, Donny H. Hamid** ABSTRACT Introduction: Absence that is identical to the laymen’s term of a blank stare is the main symptom in many epileptic syndromes. In daily practice, the symptom of a blank stare can be seen in many types of focal epilepsy such as frontal lobe and temporal lobe epilepsy (known as pseudo absences) and other non- epileptic diseases such as Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) and autism. These conditions can cause misdiagnosis and also therapeutic errors which may worsen the patient’s clinical condition and prognosis. In this article, an appropriate diagnostic approach in many epileptic syndromes with absence seizure and their differentials will be further elucidated. Keywords: Absence, epilepsy, epileptic syndrome with absence seizure. ABSTRAK Pendahuluan: Absans yang identik dengan pengertian awam bengong (pandangan kosong) merupakan gejala utama pada berbagai sindrom epilepsi absans. Dalam praktek sehari-hari gejala bengong juga dapat dijumpai pada jenis epilepsi fokal lain, seperti epilepsi lobus frontal, epilepsi lobus temporal (disebut pseudo absences) dan penyakit non epilepsi lain seperti Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dan Autisme. Keadaan ini dapat mengakibatkan kesalahan diagnosis dan kesalahan terapi yang selanjutnya dapat memperburuk klinis dan prognosis pasien. Pada makalah ini akan dibahas tentang pendekatan diagnosis berbagai sindrom epilepsi dengan gejala bangkitan absans serta diagnosis bandingnya. Kata Kunci: Absans, epilepsi, sindrom epilepsi absans. *Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, **SMF Neurologi RSUD Pasar Rebo, Jakarta. Korespondensi: [email protected] PENDAHULUAN Bangkitan absans adalah bangkitan umum yang memiliki gejala yang sangat berbeda dengan persepsi umum mengenai bangkitan epilepsi. Bangkitan tersebut secara neurofisiologis dan farmakologis sangat unik dan terapinya membutuhkan perhatian khusus. 1 Bangkitan absans umum didefinisikan sebagai hilangnya kesadaran tiba-tiba dan kembalinya kesadaran juga tiba- tiba yang berhubungan dengan aktivitas gelombang paku ombak bilateral sinkron pada pemeriksaan EEG. 2 Bangkitan absans dapat berupa absan tipikal dan absans atipikal. Absans tipikal biasanya memberikan respons yang baik terhadap terapi dan tidak disertai dengan gangguan kognitif. Sebaliknya absans atipikal respons terhadap terapi sangat buruk dan biasanya disertai dengan gangguan neurologik yang berat. 2 Tipikal dan atipikal absans perlu dibedakan karena dapat dipakai sebagai prediktor untuk menentukan prognosis pada anak dengan epilepsi absans. 2 Insidens rerata bangkitan absans diperkirakan 1/10.000 tiap tahun. Dari penelitian oleh Cavazzuti 3 didapatkan bangkitan absans meliputi 8% epilepsi anak, lebih sering ditemukan pada anak perempuan.

PENDEKATAN DIAGNOSIS BANGKITAN ABSANS DAN ...sindrom epilepsi memiliki gejala klinis utama bangkitan absans, sehingga disebut sebagai epilepsi absans. 2 Epilepsi absans memiliki semiologi,

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • Tinjauan Pustaka

    Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014

    PENDEKATAN DIAGNOSIS BANGKITAN ABSANS DAN BERBAGAI SINDROM EPILEPSI DENGAN GEJALA BANGKITAN

    ABSANS

    DIAGNOSTIC APPROACH IN ABSENCE SEIZURE AND VARIOUS EPILEPTIC SYNDROMES WITH ABSENCE SEIZURE

    Andira Larasari*, Donny H. Hamid**

    ABSTRACT

    Introduction: Absence that is identical to the laymen’s term of a blank stare is the main symptom in many epileptic syndromes. In daily practice, the symptom of a blank stare can be seen in many types of focal epilepsy such as frontal lobe and temporal lobe epilepsy (known as pseudo absences) and other non-epileptic diseases such as Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) and autism. These conditions can cause misdiagnosis and also therapeutic errors which may worsen the patient’s clinical condition and prognosis. In this article, an appropriate diagnostic approach in many epileptic syndromes with absence seizure and their differentials will be further elucidated. Keywords: Absence, epilepsy, epileptic syndrome with absence seizure. ABSTRAK

    Pendahuluan: Absans yang identik dengan pengertian awam bengong (pandangan kosong) merupakan gejala utama pada berbagai sindrom epilepsi absans. Dalam praktek sehari-hari gejala bengong juga dapat dijumpai pada jenis epilepsi fokal lain, seperti epilepsi lobus frontal, epilepsi lobus temporal (disebut pseudo absences) dan penyakit non epilepsi lain seperti Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dan Autisme. Keadaan ini dapat mengakibatkan kesalahan diagnosis dan kesalahan terapi yang selanjutnya dapat memperburuk klinis dan prognosis pasien. Pada makalah ini akan dibahas tentang pendekatan diagnosis berbagai sindrom epilepsi dengan gejala bangkitan absans serta diagnosis bandingnya. Kata Kunci: Absans, epilepsi, sindrom epilepsi absans.

    *Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, **SMF Neurologi RSUD Pasar Rebo, Jakarta. Korespondensi: [email protected] PENDAHULUAN

    Bangkitan absans adalah bangkitan umum yang memiliki gejala yang sangat berbeda dengan persepsi umum mengenai bangkitan epilepsi. Bangkitan tersebut secara neurofisiologis dan farmakologis sangat unik dan terapinya membutuhkan perhatian khusus.1 Bangkitan absans umum didefinisikan sebagai hilangnya kesadaran tiba-tiba dan kembalinya kesadaran juga tiba-tiba yang berhubungan dengan aktivitas gelombang paku ombak bilateral sinkron pada pemeriksaan EEG.2

    Bangkitan absans dapat berupa absan tipikal dan absans atipikal. Absans tipikal biasanya memberikan respons yang baik terhadap terapi dan tidak disertai dengan gangguan kognitif. Sebaliknya absans atipikal respons terhadap terapi sangat buruk dan biasanya disertai dengan gangguan neurologik yang berat.2 Tipikal dan atipikal absans perlu dibedakan karena dapat dipakai sebagai prediktor untuk menentukan prognosis pada anak dengan epilepsi absans.2

    Insidens rerata bangkitan absans diperkirakan 1/10.000 tiap tahun. Dari penelitian oleh Cavazzuti3 didapatkan bangkitan absans meliputi 8% epilepsi anak, lebih sering ditemukan pada anak perempuan.

  • Tinjauan Pustaka

    Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014

    Metrakos dan metrakos4 pertama kali mengemukakan bahwa faktor keturunan berperan pada timbulnya bangkitan absans. Riwayat epilepsi pada keluarga ditemukan pada 15%-44% pasien dengan bangkitan absans.5 Faktor genetik memiliki peran terutama pada epilepsi umum idiopatik dengan bangkitan absans tipikal. Faktor bawaan juga diperkirakan berperan.2

    Diagnosis bangkitan absans ditegakkan berdasarkan gejala klinis, gambaran EEG Iktal dan interiktal. Pengetahuan mengenai gejala klinis dan gambaran EEG bangkitan absans sangat diperlukan, karena diagnosis yang tidak tepat dapat mengakibatkan pemberian terapi yang tidak tepat. Kenyataan menunjukkan bahwa 40% penderita mendapatkan obat yang dikontraindikasikan, yang tidak hanya tidak efektif tetapi juga memperburuk gejala bangkitan absans, misalnya carbamazepine dan vigabatrin.1

    Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai pedoman untuk diagnosis bangkitan absans secara tepat sehingga dapat dilakukan tatalaksana yang tepat.

    Gambar 1. Gelombang paku ombak 3 spd saat serangan absans dengan aksentuasi pada regio

    frontal.2

    Gejala Klinis dan Gambaran EEG

    Secara klinis, bangkitan absans memiliki ciri khas gangguan kesadaran tiba-tiba, biasanya disertai oleh tatapan kosong dan berhentinya aktivitas yang sedang dilakukan. Awal dan akhir bangkitan berlangsung tiba-tiba tanpa aura dan tanpa gejala post iktal dan dapat disertai oleh gejala motorik ringan atau automatisme. Adanya serangan (iktal) dapat dideteksi dengan pemeriksaan kognitif saat serangan. Frekuensi serangan bervariasi dari harian ke mingguan.2

    Bangkitan absans tipikal atau atipikal dapat dibedakaan menurut gambaran klinis dan EEG. Bangkitan absans tipikal lebih sering terjadi daripada bangkitan absans atipikal. Walaupun profil farmakologis dari kedua tipe absans relatif sama, ada empat hal yang digunakan untuk membedakan tipikal dan atipikal absans, yaitu:2

    1. Sirkuit neural yang berperan. Pada bangkitan absans tipikal, aktivitas epileptiform terbatas pada sirkuit thalamus. Pada bangkitan absans atipikal, baik sirkuit thalamokortikal maupun sirkuit limbik, juga berperan.

    2. Frekuensi gelombang paku ombak. Pada bangkitan absans tipikal frekuensi gelombang 3Hz, sedangkan pada absans atipikal frekuensinya 1-2Hz dan latar belakang lambat dibandingkan dengan usia penderita.

    3. Onset serangan. Pada absans tipikal perubahan perilaku memiliki onset yang mendadak, dan terjadinya bersamaan dengan adanya gelombang paku ombak. Pada absans atipikal gerakan volunter dan kesadaran dapat tetap terjaga saat serangan, yang kemudian akan

  • Tinjauan Pustaka

    Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014

    terjadi gangguan secara gradual, dan tidak selalu bersamaan dengan timbulnya gelombang paku ombak.

    4. Perbedaan prognosis. Anak dengan absans tipikal memiliki prognosis yang baik dan tidak mengalami gangguan kognitif. Hal ini berhubungan dengan terbatasnya cetusan di sirkuit thalamokortikal. Pada absans atipikal berhubungan dengan gangguan kognitif berat dan gangguan perkembangan.

    Tabel 1. Perbedaan klinis dan gambaran EEG antara bangkitan Absans Tipikal dan Atipikal.6

    Klinis dan gambaran EEG Absans Atipikal Absans Tipikal Awal dan akhir serangan Biasanya perlahan Mendadak Kesadaran/respons Berkurang, namun tidak menghilang Bervariasi dari ringan hingga sedang Perubahan tonus Biasanya jelas Biasanya ringan Durasi Biasanya lebih panjang (kadang

    dalam hitungan menit) Biasanya singkat, sangat jarang >30-40 detik

    Post iktal Gangguan kognitif tetap ada Langsung respons EEG inter iktal Latar belakang abnormal disertai

    cetusan epileptiform yang beragam Latar belakang normal, kadang disertai cetusan epileptiform tipikal IGE

    EEG iktal Gelombang paku ombak lambat (2,5Hz)

    Fungsi neurologis normal Sangat jarang Syarat utama Tipe bangkitan lain Paling sering bangkitan tonik dan

    atonik Tergantung sindrom IGE

    Prognosis Umumnya buruk Umumnya baik

    Absans Tipikal

    Gejala klinis dan gambaran EEG absans tipikal beragam dan berhubungan dengan berbagai sindrom epilepsi.6 Gejala klasik bangkitan absans tipikal adalah gangguan kesadaran dengan onset yang mendadak dan durasinya cepat, sehingga pasien tidak respons dan terjadi interupsi aktivitas yang sedang dikerjakan. Serangan berhenti tiba-tiba, dimana fungsi mental mengalami perbaikan segera setelah bangkitan berhenti dan pasien dapat langsung melakukan aktivitas yang terhenti sebelum serangan.1,2

    Gangguan kesadaran saat serangan dapat sangat ringan (sehingga membutuhkan pemeriksaan kognitif untuk mendeteksinya) atau berat. Penelitan dengan menggunakan video EEG menunjukkan bahwa pada 94% serangan, selain gangguan kognitif, juga terjadi perubahan ekspresi wajah dan pandangan kosong. Menurut penelitian pada 339 serangan yang dialami 47 anak, didapatkan rerata durasi serangan adalah 9,4±7 detik (rentang 1–44 detik). Serangan sebagian besar timbul secara spontan, namun pada 90% pasien yang tidak diobati serangan dipresipitasi oleh hiperventilasi.2,6,7,8

    Bangkitan absans dapat memiliki gejala gangguan kesadaran saja, namun dapat juga memiliki gejala lain, yaitu:1

    • Gerakan klonik ringan dari kelopak mata, ujung bibir, atau otot lainnya • Gejala atonik yang menyebabkan kepala menunduk, batang tubuh terjatuh. • Kontraksi tonik otot yang menyebabkan retropulsi kepala dan batang tubuh kaku

    membengkok ke arah belakang. • Automatisme, misalnya gerakan membasahi bibir, mengecap, menelan, berjalan tidak

    tentu arah. • Ganggan otonom, misalnya kulit memucat, keringat dingin, kemerahan pada kulit,

    dilatasi pupil, inkontinensia urin. Bangkitan absans tipikal memiliki gambaran EEG iktal yang khas yang timbul pada lebih

    dari 90% penderita, yaitu gelombang paku ombak 3-4 spd, simetris, dan bilateral sinkron dengan predominan frontal. Cetusan EEG dapat berdurasi pendek (30 detik),

  • Tinjauan Pustaka

    Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014

    kontinyu atau terputus-putus.1,2,6,7 Gambaran EEG dipengaruhi oleh usia penderita, jenis sindrom epilepsi, kesadaran, stimulasi yang dilakukan, dan faktor intrinsik lain.9 Pada fase awal (1 detik pertama) serangan, frekuensi gelombang paku ombak lebih cepat dan tidak stabil. Pada fase inisial (3 detik pertama), frekuensi lebih regular dan stabil pada fase inisial (3 detik pertama), dan frekuensi melambat saat fase akhir (3 detik terakhir).3 Manifestasi klinis timbul jika gelombang paku ombak timbul lebih dari 3 detik, namun gangguan fungsi kognitif dapat terjadi pada durasi yang lebih pendek.2

    Latar belakang pada gambaran EEG interiktal biasanya normal, namun dapat ditemukan gelombang paroksisimal paku bilateral independen fokal di regio frontal, yang dapat disebabkan oleh proyeksi pada sistem thalamokortikal atau karena onset fokal di frontal, misalnya pada regio frontobasal atau mesial. Cetusan fokal tersebut tidak boleh diinterpretasikan sebagai bukti adanya epilepsi fokal dengan penyebaran umum sekunder, karena akan menyebabkan kesalahan diagnosis dan terapi.1,2,6

    Gambaran EEG postiktal biasanya normal, kadang terlihat cetusan paku ombak bilateral singkat, terutama pada keadaan tidur nonREM.2

    Absans Atipikal

    Dibandingkan dengan absans tipikal, bangkitan absans atipikal memiliki awal dan akhir yang kurang mendadak, durasi yang lebih lama, gangguan kesadaran yang lebih ringan dan gangguan tonus yang lebih signifikan. Serangan sering terjadi saat mengantuk dan kurang dicetuskan oleh hiperventilasi atau stimulasi fotik.8

    Gambaran Interiktal EEG pada absans atipikal menunjukkan latar belakang yang lambat, gelombang paku ombak yang iregular, asimetris, dan amplitudo rendah, dengan frekuensi dibawah 2,5Hz atau di atas 3,5Hz. Penyebab dari gelombang yang lambat masih belum diketahui, namun diketahui bahwa pada bangkitan absans atipikal aktivitas epileptiform tidak terbatas pada sirkuit talamokortikal saja, tetapi meliputi seluruh sirkuit hipokampal-talamokortikal.2,8 Pemeriksaan EEG iktal pada bangkitan absans atipikal menunjukkan gelombang paku ombak difus, iregular dengan frekuensi yang lebih rendah yaitu 2,5-3Hz, yang biasanya timbul kurang dari 10 menit.2,8

    Absans atipikal timbul terutama pada epilepsi simptomatik atau kriptogenik berat pada anak dengan gangguan belajar yang juga mengalami bangkitan lain. Sering terjadi pada sindrom Lennox-Gastaut, ensefalopati epileptik dengan gelombang paku ombak kontinyu saat tidur (continous spike and wave during sleep), dan epilepsi dengan bangkitan mioklonik-astatik.6 Sindrom Epilepsi dengan Bangkitan Absans

    Istilah absans merujuk pada bangkitan, bukan epilepsi. Namun, beberapa epilepsi atau sindrom epilepsi memiliki gejala klinis utama bangkitan absans, sehingga disebut sebagai epilepsi absans.2 Epilepsi absans memiliki semiologi, genetik, dan farmakologi yang tidak homogen. International League Against Epilepsy (ILAE) telah membuat klasifikasi sindrom epilepsi yang memiliki gejala absans tipikal, meliputi Childhood Absence Epilepsy (CAE), Juvenile Absence Epilepsy (JAE), Juvenile Myoclonic Epilepsy (JME), dan Myoclonic Absence Epilepsy (MAE). Empat sindrom tersebut merupakan bagian dari epilepsi umum idiopatik (Idiopathic Generalized Epilepsies/IGE).2,7

    Pada klasifikasi revisi ILAE 2010 ditambahkan dua tipe bangkitan absans dengan klinis tertentu, yaitu Perioral mioklonus dengan bangkitan absans (Perioral myoclonia with absences/PMA) dan Mioklonia kelopak mata disertai absans (Eyelid myoclonia with absence/EMA). Selain yang telah disebutkan, ada beberapa sindrom IGE dengan gejala klinis bangkitan absans yang sedang diteliti lebih lanjut dan belum diakui secara resmi oleh ILAE.10

    Sulit untuk membedakan antara masing-masing sindrom tanpa perbandingan EEG dan rekaman saat serangan. EMA paling mudah dibedakan karena durasinya sangat singkat, gejala

  • Tinjauan Pustaka

    Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014

    utamanya adalah mioklonia kelopak mata dan gangguan kesadaran minimal, cetusan EEG terutama polyspikes, dan fotosensitif. MAE dan mioklonia perioral yang disertai dengan bangkitan absans gejala utamanya adalah sentakan mioklonia dan cetusan EEG memperlihatkan gambaran polyspikes. Yang paling sulit adalah membedakan JAE dan JME yang bila diawali oleh gejala absans jauh sebelum timbulnya sentakan mioklonik.7

    Gambar 2. Gambaran EEG dari berbagai sindrom epilepsi yang memiliki gejala absans.7

    • Childhood Absence Epilepsy (CAE)

    CAE (pyknolepsy) adalah epilepsi pada anak yang paling sering timbul, mencakup 10-17% epilepsi anak. Definisi CAE menurut ILAE tahun 1989 adalah: pyknolepsy timbul pada anak usia sekolah dengan predisposisi genetik yang kuat. Lebih sering timbul pada anak perempuan dibandingkan laki-laki. Ditandai dengan serangan yang sangat sering. Pada EEG didapatkan gambaran paku ombak bilateral sinkron simetris 3Hz, dengan latar belakang normal. Saat remaja dapat timbul bangkitan umum tonik klonik (30-40% kasus), atau dapat mengalami remisi, atau (lebih jarang) tetap timbul dengan bangkitan absans saja.7,8

    Pada tahun 2005 ILAE menambahkan kriteria CAE, yaitu usia onset antara 4-10 tahun, dengan puncak antara 5-7 tahun. Loiseau and Panayiotopoulos membuat kriteria inklusi dan eksklusi untuk membantu penegakkan diagnosis CAE (Tabel 2), di mana kriteria yang digunakan tidak jauh berbeda dengan kriteria CAE menurut ILAE (1989).2,8

    Dengan diagnosis yang tepat, prognosis CAE sangat baik. CAE berespons, baik dengan pemberian ethosuximide maupun sodium valproate (monoterapi mengontrol 80% serangan), serta mengalami remisi antara 2-5 tahun setelah onset.1,6 Tabel 2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi CAE6 Kriteria Inklusi CAE

    • Onset usia antara 4-10 tahun dengan puncak 5-7 tahun • Fungsi neurologis dan tumbuh kembang normal

  • Tinjauan Pustaka

    Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014

    • Durasi singkat (4-20 detik, jarang lebih lama) dan frekuensi sering (±10 kali per hari). Serangan mendadak dan gangguan kesadaran berat. Automatisme sering timbul, namun tidak signifikan terhadap diagnosis

    • Gambaran EEG iktal menunjukkan gelombang paku ombak umum, ritmik dengan frekuensi 3Hz. Durasi antara 4-20 detik.

    Kriteria Eksklusi CAE • Timbulnya bangkitan lain, misalnya bangkitan umum atau sentakan mioklonik sebelum atau saat

    serangan absans timbul. • Mioklonia kelopak mata, mioklonia perioral, sentakan ekstremitas ritmik, dan sentakan mioklonik

    pada kepala, batang tubuh, atau ekstremitas. Mioklonik ringan pada mata, alis, dan kelopak mata dapat timbul, terutama pada 3 detik pertama serangan.

    • Gangguan kesadaran ringan atau tidak ada selama timbulnya cetusan 3-4Hz. • Gelombang paku ombak 3-4Hz singkat 4 detik, yang berhubungan dengan gangguan kesadaran dan kadang terdapat automatisme. Gambaran EEG normal dapat ditemukan pada pasien yang telah diobati.

    Kriteria Eksklusi JAE • Disertai dengan mioklonia kelopak mata, atau mioklonia perioral, atau sentakan mioklonik ritmik

    tungkai atau batang tubuh • Gangguan kesadaran ringan atau tidak ada selama timbulnya cetusan 3-4Hz. • Gelombang paku ombak 3-4Hz aritmik dan iregular. • Gejala klinis secara konsisten dibangkitkan oleh stimulasi visual (fotik) atau stimlasi sensorik lain.

    Namun, pada pemeriksaan EEG stimulasi fotik intermiten dapat menimbulkan serangan absans. • Juvenile Myoclonic Eplepsy (JME)

    Bangkitan absans timbul pada 1/3 pasien JME, biasanya timbul beberapa tahun sebelum sentakan mioklonik dan atau bangkitan umum tonik klonik.2 • Absence Epilepsy of Early Childhood

    Sindrom ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960, yaitu bangkitan absans dengan onset awal kurang dari usia 5 tahun, dengan kemungkinan timbulnya bangkitan umum atau

  • Tinjauan Pustaka

    Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014

    myoclonic-astatic, gambaran EEG menunjukkan gelombang paku ombak 2-3 Hz yang irregular, dengan prognosis yang buruk.7 • Myoclonic Absence Epilepsy (MAE)

    MAE adalah tipe bangkitan yang jarang terjadi, dan lebih sering terjadi pada laki-laki dengan rentang usia 9 bulan hingga 12 tahun (usia puncak 7 tahun).2 Sindrom ini pertama kali dideskripsikan sebagai bangkitan absans yang disertai sentakan mioklonik ritmik dari bahu, lengan, tungkai dan kontraksi tonik sekitar bahu. Intensitas sentakan lebih kuat dari yang dapat dilihat pada bangkitan absans tipikal. Durasi serangan bervariasi antara 10-60 detik. Kesadaran terhadap timbulnya sentakan dapat masih terjaga.2,7

    Pemeriksaan EEG iktal menunjukkan gelombang paku ombak, seperti pada absans tipikal, namun dapat diselingi oleh gelombang polyspike, dan aktivitas EMG saat serangan berkorelasi dengan gelombang tersebut.2 Prognosis MAE kurang baik, karena resisten terhadap terap dan dapat berevolusi menjadi epilepsi tipe lain, misalnya sindrom Lennox-Gastaut.7

    • Mioklonus pada kelopak mata yang disertai bangkitan absans (eyelid myoclonia with

    absence /EMA/Jeavons Syndrome)

    Manifestasi klinis ini pertama kali dikemukakan oleh Jeavons pada tahun 1970 sebagai bagian dari epilepsi fotosensitif. Definisi sindrom ini menurut Panyiotopoulos adalah: sindrom epilepsi idiopatik dengan manifestasi klinis mioklonia kelopak bola mata yang kadang disertai dengan bangkitan absans. Onset timbul antara 2-14 tahun (puncak 6-8 tahun).2,6,7

    Ciri khas dari sindrom ini adalah serangan terutama timbul setelah menutup mata dengan durasi singkat (3-6 detik). Serangan berupa getaran singkat pada kelopak mata (sering berupa deviasi ke atas bola mata dan retropulsi kepala) yang timbul selama serangan, dengan atau tanpa absans.2,7

    Gambaran EEG menunjukkan gelombang paku ombak 3-6 Hz yang sering timbul setelah menutup mata di ruangan dengan cahaya cukup, serangan diinhibisi oleh kegelapan total. Respons fotoparoksismal dapat timbul pada pasien muda yang belum diobati.2,7

    Seluruh penderita sangat fotosensitif pada usia muda, namun berkurang dengan bertambahnya usia. Mioklonia kelopak mata tampa absans sering terjadi, terutama pada pasien dewasa dan telah diobati, kadang tanpa disertai abnormalitas EEG.7

    Prognosis serangan pada sindrom ini buruk dan memerlukan terapi jangka panjang, namun serangan absans akan berkurang dengan bertambahnya usia. Bangkitan umum tonik klonik jarang timbul, biasanya timbul karena kurang tidur atau kelelahan.7 • Perioral Mioklonus yang disertai dengan bangkitan absans (Perioral Myoclonia with

    absences/PMA)

    Definisi sindrom ini menurut Panayiotopulous adalah: epilepsi umum idiopatik dengan onset usia anak dan remaja, dengan gejala serangan absans tipikal disertai gejala iktal mioklonus ritmik dari otot perioral (mioklonik bibir) atau otot pengunyah (mioklonik rahang). Serangan absans tipikal biasanya singkat (2-10 detik). Pada gambaran EEG menunjukkan gelombang paku ombak umum dan polyspikes 3-5Hz. Tidak berhubungan dengan menutup mata dan fotosensitivitas. Bangkitan umum dapat terjadi beberapa tahun setelah onset, yang biasanya diawali oleh serangan absans berulang. Sindrom ini memerlukan pengobatan jangka panjang dan kemungkinan resisten terhadap terapi.2 • Phantom Absences

    Phantom absans (disebut juga absans subklinis) adalah istilah untuk gejala absans tipikal yang sangat ringan, sehingga tidak terdeteksi oleh pasien maupun orang di sekitar pasien. Gelaja

  • Tinjauan Pustaka

    Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014

    hanya berupa gangguan kesadaran, kadang disertai kedipan mata. Sering terjadi pada pasien IGE. Karena gejalanya yang sangat ringan, penderita biasanya baru berobat setelah timbul bangkitan umum, jauh setelah awal onset bangkitan absans.1,7

    Pada pemeriksaan EEG dengan hiperventilasi disertai menghitung angka, dapat gelombang paku ombak 3Hz singkat (3-4 detik) yang disertai gejala gangguan kongitif ringan dan berhentinya menghitung hitungan angka.7 Prognosis jangka panjang tergantung dari sindrom IGE yang dialami pasien. Biasanya penderita tetap bisa menjalani aktivitas sehari-hari dengan normal dan fungsi intelegensi terjaga. Status absans terjadi pada 50% penderita. Bila pasien dicurigai mengalami status absans, dapat diberikan benzodiazepin rektal.6,7

    • Bangkitan Absans Simptomatik

    Kelainan penyebab absans yang pernah dilaporkan adalah malformasi arteri vena, autisme, gangguan biokimia, tumor otak, absess serebri, mikrosefali kongenital, kraniostenosis, sindrom down, ketergantungan obat, ensefalitis, gangguan endokrin, trauma kepala, hidrosefalus, lesi hipotalamus, penyakit Batten, ensefalopati mitokondrial, perdarahan intrakranial pada neonatus, pubertas prekoksia, sindrom sturge weber, meningitis tuberkulosis, tuberous sklerosis. Penderita umumnya berusia tua dan tidak cocok dengan karakteristik CAE.2

    Penyebab diperkirakan adalah lesi subtentorial, karena dapat merusak saluran osilatori kortikotalamik. Prognosis tergantung dari penyakit penyebab.2

    Patofisiologi

    Bangkitan absans diprovokasi oleh sirkuit thalamokortikal yang abnormal dapat mengaktivasi irama osilatori yang abnormal, sehingga mencetuskan gelombang paku ombak 3 Hz khas bangkitan absans. Mekanisme selular yang mendasari aktivitas ini melibatkan channel kalsium T voltase rendah.1

    GABAb merupakan neurotransmitter yang berperan penting, dengan aktivitas mencetuskan hiperpolarisasi yang diperlukan untuk mengaktifkan channel kalsium voltase rendah untuk dalam menginisiasi cetusan. Serangan terutama ditimbulkan oleh aktivitas inhibisi (terutama GABAb), berbeda dengan bangkitan umum lain atau bangkitan fokal di mana terjadi aktifitas eksitasi yang berlebihan. GABAb agonis (misalnya baclofen) mencetuskan serangan absans, sedangkan GABAb antagonis mencegah kejang. Vigabatrin dan tiagabin adalah obat dengan aktivitas GABA-ergik yang mempengaruhi degradasi atau re-uptake GABA sehingga mencetuskan serangan absans.1,6

  • Tinjauan Pustaka

    Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014

    Gambar 3. Teori penyebab timbulnya cetusan umum yang berhubungan dengan bangkitan absans dan bangkitan umum tonik klonik.6

    Hingga kini masih terjadi kontroversi apakah penyebab terjadinya gelombang

    epileptiform pada bangkitan absans adalah korteks, thalamus, atau keduanya. Terdapat juga hipotesis bahwa cetusan epileptiform dari bangkitan absans disebabkan oleh hubungan respirokal neuron di thalamus dan korteks. Penelitian pada pasien bangkitan absans dengan menggunakan EEG-fMRI menunjukkan gambaran aktivitas pada korteks frontal dan parietal, serta thalamus, dimana peningkatan dan penurunan signal bervariasi di setiap tempat.8,11

    Diagnosis

    Untuk menegakkan diagnosis bangkitan absans dengan tepat, harus didapatkan deskripsi bangkitan secara tepat. Deskripsi meliputi ada atau tidaknya aura, peristiwa yang terjadi saat serangan, ada tidaknya gejala postiktal, dan durasi serta frekuensi serangan. Hal lain yang penting didapatkan adalah riwayat keluarga dengan epilepsi dan riwayat tumbuh kembang pasien.2 Bila dari EEG rutin tidak didapatkan gelombang paku ombak, maka perlu dilakukan deprivasi tidur, hiperventilasi, dan stimulasi fotik. Pemeriksaan neurologis dan imaging biasanya normal.2 Pada absans mioklonik, diagnosis ditegakkan dengan obervasi klinis dan pemeriksaan EEG dengan rekaman video yang disertai pemeriksaan elektromielografi (EMG) pada otot bahu dan lengan.2

    Diferensial Diagnosis

    Istilah absans sendiri hanya merupakan deskripsi singkat dari gejala klinis yang dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme fisiologi. Gejala bangkitan absans cukup khas, sehingga sebenarnya cukup mudah didiagnosis, karena itu riwayat lengkap dari kejadian sangatlah penting. Bangkitan absans harus dibedakan dengan kondisi nonepilepsi (gangguan atensi dan gangguan perilaku), seperti pada ADHD, dan autisme atau dengan epilepsi fokal.2 Kondisi nonepilepsi yang menyerupai gejala absans biasanya berupa pandangan kosong. Hal tersebut dapat dibedakan dengan mengamati waktu terjadinya serangan dan kesadaran saat serangan. Kondisi nonepilepsi biasanya timbul pada waktu-waktu tertentu, misalnya saat menonton televisi atau sedang makan, sedangkan serangan epilepsi dapat terjadi kapan saja. Pada kondisi nonepileptik bila penderita disentuh, ia akan langsung bereaksi, sedangkan pada serangan epilepsi tidak.12

    Pada bangkitan parsial kompleks, seperti pada epilepsi lobus temporal mesial (dahulu disebut “pseudoabsences” atau “temporal lobe absences.”), dapat memiliki gejala yang menyerupai bangkitan absans, yaitu pandangan kosong dan automatisme (Tabel 4). Automatisme merupakan gejala yang sering terjadi pada epilepsi dan tidak dapat dijadikan patokan diagnosis epilepsi fokal. Epilepsi lobus temporal biasanya diawali oleh aura dengan durasi lebih dari 1 menit dan diikuti oleh gejala postiktal.6,7

    Bangkitan yang berasal dari lobus frontal (dahulu disebut typical absence seizures) kadangkala sulit dibedakan dengan bangkitan absans, karena kadang tidak menunjukkan gejala fokal. Bancaurd dkk menyatakan bahwa stimulasi ringan pada korteks frontal menyebabkan bangkitan yang menyerupai absans, dan stimulasi yang lebih kuat menyebabkan bangkitan tonik klonik. Bangkitan absans diperkirakan sebagai gejala minimal dari epileptogenesitas lobus frontal. Bangkitan dari lobus frontal menyebar sangat cepat, sehingga seringkali dianggap sebagai bangkitan umum. Bangkitan dari lobus frontal memiliki durasi pendek, awal, dan akhir bangkitan berlangsung tiba-tiba yang mirip dengan bangkitan absans umum.2

    Gambaran EEG dapat membantu membedakan bangkitan absans dengan bangkitan lainnya bila hasilnya tidak normal. Bila hasil EEG normal sedangkan kecurigaan diagnosis epilepsi tinggi perlu dilakukan EEG monitoring disertai perekaman video sebagai baku emas untuk diagnosis epilepsi untuk menentukan tipe bangkitan.2

  • Tinjauan Pustaka

    Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014

    Gambaran EEG pada bangkitan absans menunjukkan gelombang paku ombak bilateral sinkron 3Hz. Bangkitan parsial kompleks menunjukkan gambaran EEG gelombang paku fokal, sedangkan pada bangkitan dari lobus frontal dapat menunjukkan gambaran perlambatan bilateral di lobus frontal, cetusan iktal asimetrik, fokus interiktal di frontal pada gambaran EEG. Pada epilepsi fokal dapat didapatkan abnormalitas pada pemeriksaan MRI.2,4 Pada pada bangkitan absans mioklonik dapat ditemukan kontraksi tonik pada lengan. Bila gejala motorik asimetris, perlu dipikirkan bangkitan fokal.2

    Tabel 4. Perbedaan klinis dan gambaran EEG bangkitan absans dan bangkitan parsial kompleks. Perbedaan utama diberi garis bawah.6

    Absans Tipikal Parsial Kompleks Klinis Durasi >30 detik Syarat utama Sangat jarang Durasi >1 menit Sangat jarang Syarat utama Status epileptikus non-konvulsivus Sering Jarang Frekuensi harian Syarat utama Jarang Automatisme sederhana Sering Sering Automatisme kompleks Sangat jarang Sering Halusinasi atau ilusi sederhana dan kompleks Sangat jarang Sering Mioklonik bilateral di wajah atau kelopak mata Sering Sangat jarang Berubah menjadi bangkitan fokal lain Tidak pernah Sering Awal dan akhir serangan yang mendadak Syarat utama Sering Gejala post iktal Tidak pernah Sering Dipresipitasi oleh hiperventilasi Syarat utama Sangat jarang Ditimbulkan oleh stimulasi fotik Sering Sangat jarang Gambaran EEG Gelombang paku ombak 3-4 Hz saat iktal Selalu Tidak pernah Cetusan umum saat inter iktal Sering Sangat jarang Gelombang lambat fokal saat inter iktal Sangat jarang Sering Normal EEG bila pasien tidak mengkonsumsi obat

    Sangat jarang Sering

    Terapi

    Obat pilihan pada absans tipikal adalah ethosuximide, valproat, atau lamotrigin. Penelitian pada penderita CAE tahun 2010 menyebutkan bahwa ethosuximide dan valproat secara signifikan meningkatkan angka bebas kejang dibandingkan lamotrigin. Pengguna ethosuximide lebih sedikit yang mengalami gangguan atensi dibandingkan pengguna asam valproat.2,8

    Ethosuximide berhasil mengontrol serangan pada 70% pasien yang belum pernah mengonsumsi obat sebelumnya. Dosis inisial adalah 15mg/kgbb/hari dan dapat ditingkatkan hingga dosis pemeliharaan 20-40mg/kgbb/hari.2

    Bila pasien tetapi mengalami serangan setelah pengobatan, memgalami bangkitan absans atipikal, atau juga disertai oleh bangkitan umum tonik klonik, maka harus dipertimbangkan untuk memberikan asam valproat atau lamotrigin. Kedua obat tersebut merupakan obat antiepilepsi (OAE) spektrum luas dan efektif untuk mengobati bangkitan absans maupun bangkitan umum lainnya.2

    Dosis pemeliharaan asam valproat untuk anak-anak adalah 20-40mg/kgbb/hari dengan 2 dosis terbagi, diberikan tiap 12 jam. Untuk menghindari efek samping pada anak, dosis inisal biasanya 1/3 dari dosis pemeliharaan, ditingkatkan 1/3 tiap 4-5 hari hingga dosis pemeliharaan

  • Tinjauan Pustaka

    Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014

    tercapai. Untuk pasien dewasa yang belum pernah diobati, dosis 15-20mg/kgbb/hari biasanya cukup untuk mengontrol kejang, dan dapat diberikan satu kali sehari tiap sore hari.2

    Lamotrigin dapat menjadi pilihan terutama untuk pasien wanita. Dosis inisial untuk anak dibawah 12 tahun adalah 0,6mg/kgbb/hari dengan dua dosis terbagi untuk 2 minggu pertama, dan untuk 2 minggu berikutnya 1,2mg/kgbb/hari. Dosis tersebut dititrasi 1,2mg/kgbb tiap 1-2 minggu hingga tercapai dosis pemeliharaan 5-15mg/kgbb/hari atau maksimum 400mg per hari. Bila pasien juga mengonsumsi asam valproat, dosis titrasi 50% dari dosis yang disebutkan di atas, dosis pemeliharaan 1-5mg/kgbb/hari dengan maksimal dosis 200mg. Dosis lamotrigin pada anak lebih dari 12 tahun dan dewasa 25mg/hari selama 2 minggu pertama dan 50mg/hari selama 2 minggu berikutnya. Dosis dinaikkan 50mg tiap satu atau dua minggu hingga dosis pemeliharaan 200-400mg/hari.2

    Bila monoterapi ethosuximide atau asam valproat telah mencapai dosis maksimal yang dapat ditoleransi dan tetap tidak respons, terapi kombinasi asam valproat dan lamotrigin dapat dipertimbangkan.2 Selain itu, jika terapi dengan kombinasi obat tersebut juga tidak memberikan hasil yang diharapkan, dapat dipertimbangkan pemberian OAE lain, misalnya topiramat, clobazam, zonesamide. Clonazepam dapat dipertimbangkan sebagai terapi tambahan pada pasien dengan gejala mioklonik.1,2

    Carbamazepin, vigabatrin, dan tiagabin dikontraindikasikan pada pasien dengan bangkitan absans karena dapat mengiduksi terjadinya serangan absans. Phenytoin, phenobarbital, dan gabapentin tidak efektif untuk pengobatan bangkitan absans.1

    Penghentian terapi tergantung dari sindrom yang dialami. Pada CAE murni pengobatan dapat diturunkan bertahap tiap 3-6 bulan setelah 2-3 tahun bebas kejang. Pada sindrom lain, pengobatan dilakukan dalam jangka waktu panjang.1

    KESIMPULAN

    Bangkitan absans merupakan jenis bangkitan yang cukup sering terjadi dan berhubungan dengan berbagai jenis sindrom epilepsi. Gejalanya sangat berbeda dengan persepsi umum mengenai bangkitan epilepsi, namun karena gejalanya yang khas sebenarnya cukup mudah didiagnosis, dan absans tipikal, khususnya CAE, memiliki prognosis yang baik dengan pengobatan yang tepat. Selain gambaran EEGnya yang khas, anamnesis yang lengkap dan pengetahuan mengenai gejala bangkitan absans, serta diagnosis bandingnya sangat diperlukan oleh klinisi untuk menegakkan diagnosis dengan tepat, karena ketidaktepatan diagnosis akan menyebabkan ketidaktepatan tatalaksana, serta akan memperburuk serangan dan prognosis pasien.

  • Tinjauan Pustaka

    Neurona Vol. 31 No. 4 September 2014

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Panayiotopulous CP. Typical absence seizures and their treatment. Arch Dis Child. 1999;81:351-355. 2. Stefan H, Snead OC, Eeg-Olofsson O. Typical and atypical absence seizures, myoclonic absences and

    eyelid myoclonia. Dalam: Engel J, Pedley TA, editor. Epilepsy: a comprehensive textbook. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 2008.

    3. Cavazzuti GB. Epidemiology of different types of epilepsy in school age children of Modena, Italy. Epilepsia. 1980;21:57–62.

    4. Metrakos JD, Metrakos K. Childhood epilepsy of subcortical (“centrencephalic”) origin. Clin Pediatr. 1966;5:536–542.

    5. Lennox WG, Davis JP. Clinical correlates of the fast and slow spike wave electroencephalogram. Pediatrics. 1950;5:626–644.

    6. Panayiotopulous CP. A clinical guide to epileptic syndromes and their treatment. Edisi ke-2. London: Springer; 2007.

    7. Hirsch E, Thomas P, Panayiotopulous CP. Childhood and juvenile absence epilepsies. Dalam: Engel J, Pedley TA, editor. Epilepsy: a comprehensive textbook. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins; 2008.

    8. Tenney JR, Glauser TA. The current state of absence epilepsy: can we have your attention?. Epilepsy Curr. 2013;13(3):135–140.

    9. Sadleir LG, Scheffer IE, Smith S, Carstensen B, Farrell K, Connolly MB. EEG features of absence seizures ini idiopathic generalized epilepsy: impact of syndrome, age, and state. Epilepsia. 2009;50(6):1572-1578.

    10. Panayiotopulous CP. The new ILAE report on terminology and concept for organization of epileptic seizures: a clinician’s critical view and contribution. Epilepsia. 2011;52(12):2155–2160.

    11. Berman R, Negishi M, Vestal M, Spann M, Chung MH, Bai X, dkk. Simultaneous EEG, fMRI, and behavior in typical absence seizures. Epilepsia. 2010;51(10):2011-2022.

    12. Gilbert DL. Staring off: is it boredom or a seizure?. AAP News. 2010;31:1.