41
1 BAB I PENDAHULUAN A. Umum Nilai-nilai kebangsaan adalah nilai yang melekat pada diri setiap warga negara atau norma kebaikan yang menjadi ciri kepribadian bangsa Indonesia. Nilai-nilai kebangsaan itu bersumber dari Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika yang dicerminkan dalam sikap dan perilaku setiap warga negara. Bangsa Indonesia selalu mengutamakan persatuan bangsa dan kesatuan wilayah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tanpa mengesampingkan tanggung jawab untuk menghargai bangsa dan negara lain. Bagi bangsa Indonesia, kedaulatan (sovereignty) tidak hanya mengandung “privilege(hak istimewa) berupa yuridiksi untuk mengatur, menegakkan hukum, dan mengadili segala hal yang berada dalam wilayah negara, tetapi juga mengandung tanggung jawab (responsibility) menghormati nilai-nilai kemanusiaan atas dasar norma, nilai, dan standar universal serta menghormati negara lain guna dapat menjamin kesejahteraan serta keamanan nasional, regional, dan internasional. Dengan demikian, pemantapan nilai-nilai kebangsaan kepada seluruh komponen bangsa perlu senantiasa dilaksanakan. Menurut Ernest Renan, bangsa adalah jiwa yang mengandung kehendak untuk bersatu atau hidup bersama (le desir d’etre ensemble). Sementara itu, Otto Van Bauer menekankan pada kesatuan karakter, yakni himpunan manusia sebagai satu kesatuan karakter (eine schiksalgemeinshaft erwachsene karaktergemeinschaft). Selain tersebut di atas, Soekarno juga mengatakan bahwa manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah yang dipijaknya. Dengan demikian pengertian tentang bangsa menurut Soekarno adalah satu kelompok manusia yang tinggal dalam satu kesatuan geopolitik (ruang hidup). Bangsa Indonesia berdiri dan dibangun dari keberagaman suku bangsa. Keberagaman, sebenarnya merupakan kondisi alamiah yang membentuk suatu sistem menjadi kokoh dan stabil. Suatu orkestra akan indah didengar manakala dibangun dari berbagai suara yang berasal dari

PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Umum

Nilai-nilai kebangsaan adalah nilai yang melekat pada diri setiap warga

negara atau norma kebaikan yang menjadi ciri kepribadian bangsa Indonesia.

Nilai-nilai kebangsaan itu bersumber dari Pancasila, Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik

Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika yang dicerminkan dalam sikap dan

perilaku setiap warga negara. Bangsa Indonesia selalu mengutamakan

persatuan bangsa dan kesatuan wilayah dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara, tanpa mengesampingkan tanggung jawab untuk

menghargai bangsa dan negara lain. Bagi bangsa Indonesia, kedaulatan

(sovereignty) tidak hanya mengandung “privilege” (hak istimewa) berupa

yuridiksi untuk mengatur, menegakkan hukum, dan mengadili segala hal yang

berada dalam wilayah negara, tetapi juga mengandung tanggung jawab

(responsibility) menghormati nilai-nilai kemanusiaan atas dasar norma, nilai,

dan standar universal serta menghormati negara lain guna dapat menjamin

kesejahteraan serta keamanan nasional, regional, dan internasional. Dengan

demikian, pemantapan nilai-nilai kebangsaan kepada seluruh komponen

bangsa perlu senantiasa dilaksanakan.

Menurut Ernest Renan, bangsa adalah jiwa yang mengandung

kehendak untuk bersatu atau hidup bersama (le desir d’etre ensemble).

Sementara itu, Otto Van Bauer menekankan pada kesatuan karakter, yakni

himpunan manusia sebagai satu kesatuan karakter (eine schiksalgemeinshaft

erwachsene karaktergemeinschaft). Selain tersebut di atas, Soekarno juga

mengatakan bahwa manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah yang

dipijaknya. Dengan demikian pengertian tentang bangsa menurut Soekarno

adalah satu kelompok manusia yang tinggal dalam satu kesatuan geopolitik

(ruang hidup).

Bangsa Indonesia berdiri dan dibangun dari keberagaman suku

bangsa. Keberagaman, sebenarnya merupakan kondisi alamiah yang

membentuk suatu sistem menjadi kokoh dan stabil. Suatu orkestra akan

indah didengar manakala dibangun dari berbagai suara yang berasal dari

Page 2: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

2

beragam instrumen musik. Demikian halnya dengan bangsa Indonesia,

keindahan bangsa akan terwujud jika seluruh komponen bangsa dapat

merajut harmoni kehidupan. Pada hakekatnya kondisi tersebut di atas

merupakan salah satu perwujudan nilai-nilai kebangsaan yang bersumber

dari Sesanti Bhinneka Tunggal Ika.

Stabilitas suatu sistem dibangun dari keberagaman, namun

pembentukan masyarakat multikultural Indonesia yang sehat tidak dapat

dilakukan secara taken for granted (diambil untuk diberikan) atau trial and

error (percobaan dan kesalahan). Sebaliknya, hal itu harus diakselerasikan

secara sistematis melalui suatu strategi, yaitu pendidikan multikultural bagi

masyarakat yang diselenggarakan melalui lembaga pendidikan, baik formal,

nonformal, maupun informal. Strategi dan pendekatannya tidak cukup hanya

berbasiskan pada proses transfer of knowledge (transfer pengetahuan), tetapi

harus diimbangi dengan transfer of know how (bagaimana bisa mentransfer),

melalui keteladanan dengan tindakan nyata.

Kebutuhan, urgensi, dan akselerasi pendidikan multikultural telah lama

dirasakan sangat mendesak bagi negara bangsa majemuk lainnya. Di

beberapa negara Barat, seperti Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat, sejak

usai Perang Dunia II masyarakatnya semakin majemuk (multikultural) karena

proses migrasi penduduk luar ke negara-negara tersebut (Hefner, 2007).

Pendidikan mutikultural menemukan momentumnya sejak dasawarsa 1970-

an, sebelumnya di Amerika Serikat (AS) dikembangkan pendidikan

interkultural. Dengan meningkatnya multikulturalisme di negara tersebut,

maka paradigma, konsep, dan praktek pendidikan multikultural semakin

relevan mengikuti perkembangan yang ada.

Demikian halnya di Indonesia, penanaman nilai-nilai kemajemukan

tidak hanya menjadi kebutuhan, akan tetapi menjadi keharusan. Upaya

penanaman nilai-nilai itu harus semakin intensif, sistematis, dan integratif,

terutama dalam menghadapi dinamika global, desentralisasi serta ego

kesukuan dan kedaerahan yang cenderung semakin menguat. Untuk

mencapai hal itu, pendidikan multikultural dan Pemantapan Nilai-Nilai

Kebangsaan yang Bersumber dari Sesanti Bhinneka Tunggal Ika harus

dilaksanakan secara terus-menerus, agar dapat diimplementasikan dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Page 3: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

3

B. Maksud dan Tujuan. Paket Instruksi (PI) ini dimaksudkan untuk memberikan

pengetahuan tentang Nilai-Nilai Kebangsaan yang Bersumber dari Sesanti

Bhinneka Tunggal Ika, dengan tujuan agar dapat memahami dan

mengimplementasikan serta mengembangkan nilai-nilai tersebut dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

C. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Ruang Lingkup Paket Instruksi (PI) ini

meliputi sejarah dan kedudukan Sesanti Bhinneka Tunggal Ika, dan

Nilai-nilai Kebangsaan yang Bersumber dari Sesanti Bhinneka Tunggal

Ika dan Implementasinya, dengan Tata Urut sebagai berikut :

1. BAB I PENDAHULUAN

2. BAB II SEJARAH DAN KEDUDUKAN SESANTI BHINNEKA

TUNGGAL IKA

3. BAB III NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI

SESANTI BHINNEKA TUNGGAL IKA

4. BAB IV IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG

BERSUMBER DARI SESANTI BHINNEKA TUNGGAL

IKA

5. BAB V PENUTUP

D. Pengertian-Pengertian

1. Adil, menurut Ensiklopedia Indonesia, berarti:

a. tidak berat sebelah atau tidak memihak kesalah satu pihak;

b. memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan hak

yang harus diperolehnya;

c. mengetahui hak dan kewajiban, mana yang benar dan yang

salah, jujur, dan tepat menurut aturan yang berlaku;

d. tidak pilih kasih dan tidak pandang bulu, setiap orang

diperlakukan dengan sesuai hak dan kewajibannya.

2. Gotong royong adalah bekerja bersama-sama dalam menyelesaikan

pekerjaan dan secara bersama-sama pula menikmati hasil pekerjaan

tersebut secara adil. Gotong royong juga berarti suatu usaha atau

Page 4: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

4

pekerjaan yang dilakukan tanpa pamrih dan sukarela oleh semua

warga menurut batas kemampuannya masing-masing.

3. Gotong royong menurut Soekanto (1984), diartikan sebagai bentuk

bekerja sama-sama yang spontan yang sudah terlembagakan yang

mengandung unsur timbal-balik yang sukarela antara warga desa dan

warga desa lainnya serta antara warga desa dan kepala desa serta

musyawarah desa untuk memenuhi kebutuhan desa, baik yang

insidental maupun yang rutin, dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan bersama.

4. Gotong royong, menurut Koentjaraningrat (1983) secara konseptual

menyebutkan bahwa gotong royong dapat diartikan sebagai model

kerja sama yang disepakati bersama dengan membagi dua jenis

gotong royong, yaitu berupa hal-hal sebagai berikut :

a. Gotong royong dalam bentuk tolong-menolong terjadi pada

aktivitas pertanian, kegiatan sekitar rumah tangga, kegiatan

pesta, kegiatan perayaan, dan pada peristiwa bencana atau

kematian.

b. Gotong royong berbentuk kerja bakti, kegiatan ini biasanya

dilakukan untuk mengerjakan suatu hal yang sifatnya untuk

kepentingan umum. Sikap dan perilaku gotong royong hampir

ditemukan pada setiap kehidupan masyarakat Indonesia.

5. Keadilan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari

kata adil yang berarti (1) sama berat; tidak memihak; (2)

berpihak kepada yang benar; berpegang pada kebenaran; (3)

sepatutnya; tidak sewenang-wenang.

6. Keadilan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berasal dari kata

adil yang berarti kejujuran, kelurusan, keikhlasan dan tidak berat

sebelah, tidak memihak, serta tidak sewenang-wenang.

7. Kerja sama, menurut Charles H. Cooley, timbul apabila orang

menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan

pada saat yang bersamaan serta mempunyai cukup pengetahuan dan

pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-

kepentingan tersebut melalui kerja sama. Pada masyarakat Indonesia

terdapat bentuk kerja sama yang disebut gotong royong.

Page 5: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

5

8. Sesanti Bhinneka Tunggal Ika merupakan pernyataan jiwa dan

semangat bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi kesatuan,

meskipun negara dan bangsa Indonesia terdiri atas berbagai unsur

dan suku yang beraneka ragam. Semboyan itu merumuskan dengan

tegas adanya harmoni antara “hal yang satu” dan “hal yang banyak”,

kesatuan dalam kemajemukan. Keanekaragaman dalam segala aspek

kehidupan tidak terlihat sebagai ancaman bagi kesatuan bangsa

Indonesia, akan tetapi justru diharapkan mampu berperan sebagai

sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia sepanjang sejarahnya

(Hardono Hadi, 1994).

9. Toleransi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia

bermakna (1) sifat atau toleran; (2) batas ukur untuk

penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan; (3)

penyimpangan yang masih dapat diterima dalam pengukuran

kerja. Dengan kata lain, nilai toleransi merupakan satu sikap

yang mau memahami orang lain sehingga komunikasi dapat

berlangsung secara baik.

10. Toleransi secara etimologis berasal dari kata tolerare. Kata itu

berasal dari bahasa Latin yang berarti 'menanggung' atau

'membiarkan'. Toleransi mempunyai warna-warni yang perlu dipahami,

seperti etnis-sosial, religius, politis, yuridis, filosofis dan teologis

khususnya. Dalam bahasa Arab istilah itu merujuk kepada kata

tasamuh yang berarti toleransi/ tenggang rasa (Baalbaki, 1994). Hal itu

dilakukan dengan menunjukkan sikap tenggang rasa yang dapat

memelihara kerukunan hidup dan memelihara kerja sama yang baik

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Page 6: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

6

BAB II

SEJARAH DAN KEDUDUKAN

SESANTI BHINNEKA TUNGGAL IKA

A. Umum

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika merupakan rangkuman ungkapan

jiwa dan semangat bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi kesatuan dan

persatuan sebagai bangsa yang terdiri dari beragam suku, agama, ras dan

golongan. Bhinneka Tunggal Ika juga merupakan acuan hidup bagi NKRI

dalam mengatasi dan merekatkan segala bentuk perbedaan yang dapat

memicu konflik dan meretakkan kesatuan sebagai negara.

Pemikiran filsuf klasik tentang hal satu (the one) dan hal banyak (the

many) dianut oleh Plato yang kemudian dikembangkan oleh Kant, Hegel, dan

Cassirer dengan konsep unity and plurality (kesatuan dan pluralitas). Pada

abad ke-20 Wittgenstein melalui kedua tahap pemikirannya mengangkat

konsep uniformity and pluriformity sebagai sentral pemikiran (Wittgenstein

L,1969). Semboyan kebhinnekaan merumuskan dengan tegas adanya

harmoni antara “hal satu” dan “hal banyak”, yaitu kesatuan dan

kemajemukan. Keanekaragaman di dalam segala aspek kehidupannya tidak

dilihat sebagai ancaman bagi kesatuan bangsa Indonesia, tetapi justru

diharapkan mampu berperan sebagai sumber kekayaan bagi bangsa

Indonesia sepanjang sejarahnya (Hardono Hadi, 1994). Persoalan kesatuan

dan kemajemukan itulah yang mengilhami Sesanti Bhinneka Tunggal Ika

menjadi jiwa dan semangat bangsa Indonesia dalam berbangsa dan

bernegara.

Bhinneka Tunggal Ika adalah suatu keharusan untuk keutuhan bangsa

Indonesia yang merupakan hasil kesepakatan bangsa dan dikukuhkan

sebagai konsensus bersama dalam Sumpah Pemuda 1928, guna mengatasi

keanekaragaman yang ada sehingga dapat mencegah timbulnya disintegrasi

bangsa.

Dalam perjalanan bangsa Indonesia yang memiliki latar belakang,

dinamika dan tantangan yang berbeda-beda dilihat dari konteks pasang

surutnya semangat kebhinnekaan khususnya dalam menghadapi tantangan

internal (antar peradaban atau antar blok kebudayaan) dan termasuk

Page 7: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

7

tantangan eksternal (masuknya budaya asing). Indonesia sebagai salah satu

negara dan bangsa yang sarat dengan perbedaan, melalui pemahaman dan

implementasi Nilai-nilai Kebangsaan yang Bersumber dari Sesanti Bhinneka

Tunggal Ika yang lebih mengutamakan persatuan bangsa dan kesatuan

wilayah Indonesia dengan tetap menghargai dan menghormati kebhinnekaan

yang ada pada setiap aspek kehidupan dalam mengisi pembangunan

nasional untuk mencapai tujuan nasional.

Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. Hal itu dapat dilihat dari

banyaknya agama, suku, ras, budaya dan bahasa. Kemajemukan telah lama

hadir sebagai realitas empiris. Bangsa Indonesia tidak terbantahkan oleh

siapa pun yang dikenal sebagai bangsa mega culturaldiversity (menurut BPS

tahun 2010 terdapat +300 kelompok etnis atau 1.340 suku bangsa dan

menurut Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2012 terdapat jumlah

bahasa dan sub bahasa mencapai + 546 bahasa).

B. Sejarah Sesanti Bhinneka Tunggal Ika

Bangsa Indonesia lahir dari sebuah perjalanan panjang dan unik.

Bangsa itu terhimpun dari berbagai ras (ras mongoloid dan ras melanesoid),

berbagai suku bangsa (Aceh, Batak, Melayu, Sunda, Jawa, Dayak, Bali,

Ambon, Sulawesi, Papua dan lain-lain), berbagai budaya lokal, adat istiadat,

agama yang beragam (Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, dan Khong Hu

Cu) yang semuanya secara alamiah mengandung perbedaan. Namun, dalam

realita perjalanan sejarah pembentukan bangsa, berbagai perbedaan yang

ada tidak menyurutkan dan menjadi penghalang untuk bersatu. Pada masa

pergerakan nasional, sejak lahirnya kesadaran berbangsa, kebangsaan

dipahami tidak hanya sebagai himpunan suku-suku atau kelompok etnis,

tetapi sebagai suatu ”transcendence (kelebihan) atas suku-suku” (perbedaan

ciri-ciri lahiriah, adat istiadat, bahasa lokal dan bahkan agama/kepercayaan

yang telah mengakar menjadi faktor pendorong untuk mewujudkan sebuah

masyarakat baru dengan tatanan sosial baru), dengan demikian diharapkan

akan lebih mampu menjamin hajat hidup ke arah yang lebih baik.

Suku-suku tersebut pada umumnya telah memiliki tatanan sosialnya

sendiri dan juga ada yang telah memiliki struktur pemerintahan sendiri yang

Page 8: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

8

didasarkan pada nilai-nilai lokal masing-masing. Secara suka rela

mengorbankan sebagian kepentingannya, dan bahkan juga menyerahkan

kedaulatannya demi kepentingan bersama, sebagai ciri-ciri sebuah bangsa

yang besar. Pembentukan bangsa yang besar dengan kondisi yang serba

bhinneka (majemuk) diharapkan menjadi bangsa yang kuat, bersatu, hidup

dalam suasana kekeluargaan dan keharmonisan.

Idealisme untuk membentuk bangsa yang besar dan kuat dalam

perjalanan sejarah akan menjadi motivasi perjuangan dan pembebasan diri

dari cengkeraman kaum penjajah yang telah berlangsung selama berabad-

abad. Berbagai bentuk pergerakan kebangsaan yang berbasis etnis,

kedaerahan, kelompok pelajar dan agama menyatu dalam perhelatan akbar

yaitu Kongres Pemuda Tahun 1928. Kongres itu menghasilkan Sumpah

Pemuda yang telah mengantarkan segenap rakyat Indonesia mewujudkan diri

sebagai satu bangsa, yang mengilhami perjuangan membentuk bangsa dan

negara yang merdeka dan berdaulat dalam satu wadah Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI).

Semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" tercantum dalam sebuah Kitab

Sutasoma karya Mpu Tantular semasa Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14

yang berasal dari pupuh 139 Bait ke 5 berbunyi sebagai berikut:

“Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa,

Bhinneka rakwa ring apan kena parwanosen,

Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal,

Bhinneka tunggal ika tanhana dharmma mangrva.”

Terjemahan:

“Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.

Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?

Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal.

Terpecah belahlah itu, tetapi satu jualah itu. Tidak ada kerancuan

dalam kebenaran.” (http://id-wikipedia.org/wiki/Bhinneka_Tunggal_Ika).

Istilah Sesanti Bhinneka Tunggal Ika yang diambil dari Kitab Sutasoma

dipakai untuk menggambarkan kondisi Majapahit (abad ke-14) dalam hal

kehidupan beragama yang pada waktu itu ada dua agama besar (Hindu dan

Budha). Kedua agama itu hidup secara bersama rukun dan damai. Kedua

Page 9: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

9

agama besar tersebut beriringan di bawah payung Kerajaan Majapahit yang

diperintah oleh Raja Hayam Wuruk. Walaupun kedua agama tersebut

merupakan dua substansi yang berbeda, perbedaan itu tidak menimbulkan

perpecahan karena kebenaran Budha dan kebenaran Siwa bermuara pada

hal yang satu, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Mereka memang berbeda, tetapi

sesungguhnya satu jenis, tidak ada perbedaan dalam kebenaran.

Muhammad Yamin (1960) menyatakan bahwa seloka "Bhinneka

Tunggal Ika" yang dilukiskan di bawah burung garuda dan perisai Pancasila

dipetik dari Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular. Seloka tersebut hampir

sama artinya dengan seloka dalam bahasa latinnya itu e pluribus unum

yang artinya bersatu walaupun berbeda, berjenis-jenis tetapi tunggal.

Istilah Sesanti Bhinneka Tunggal Ika yang semula menunjukkan

semangat memperkuat toleransi keagamaan, kemudian diangkat menjadi

lambang negara Indonesia dan ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu

Kebangsaan. Sesanti Bhinneka Tunggal Ika sebagai lambang negara

Indonesia merupakan upaya untuk mempersatukan masyarakat yang

majemuk dengan latar belakang budaya beragam. Eka Dharmaputera (1997)

menyatakan bahwa setiap pembahasan tentang Indonesia tidak dapat

mengabaikan kedua atau salah satu dimensi dalam Sesanti Bhinneka

Tunggal Ika. Bagi bangsa Indonesia disintegrasi merupakan ancaman.

Indonesia tidak hanya berbhinneka, tetapi juga tunggal ika, oleh karena itu

integrasi bukanlah sesuatu yang mustahil.

Sesanti Bhinneka Tunggal Ika mengacu pada latar belakang historis

bangsa Indonesia yang beraneka ragam suku, bahasa, agama, dan adat

istiadat. Keanekaragaman merupakan kekayaan bangsa, dan sekaligus dapat

merupakan ancaman bagi bangsa Indonesia yang bermuara pada timbulnya

disintegrasi. Kesatuan merupakan pangkal tolak berpikir subjektif atas dasar

ekspresi-refleksif, sehingga perbedaan diterima sebagai kenyataan alamiah

yang diarahkan secara konseptual ke arah titik idealisasi. Sesanti Bhinneka

Tunggal Ika mencerminkan otonomi dan relasi. Otonomi menghargai hak

individu, sedangkan relasi terletak di antara sifat kodrat manusia, yaitu

manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.

Page 10: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

10

C. Kedudukan Sesanti Bhinneka Tunggal Ika

Sesanti Bhinneka Tunggal Ika bagi bangsa Indonesia merupakan

semboyan untuk menata dan mengatur kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara guna menghormati dan mengharmoniskan

hubungan perbedaan suku, ras, agama, bahasa dan budaya. Semboyan itu

menjadi kekuatan untuk menyangga dan menjaga persatuan bangsa

Indonesia yang tersebar dalam wilayah nusantara, membangun hubungan

yang harmonis, menjaga keseimbangan dengan mengakui dan

mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan (Suparlan, 2003).

Kebhinnekaan mempersyaratkan adanya nilai-nilai dasar untuk membentuk

keutuhan atau kesatuan. Tanpa adanya nilai-nilai dasar tersebut,

kebhinnekaan cenderung akan menimbulkan disintegrasi. Sebaliknya apabila

nilai-nilai dasar tersebut dapat diwujudkan, kebhinnekaan akan menghasilkan

integrasi.

Sesanti Bhinneka Tunggal Ika merupakan sarana untuk memberikan

keleluasan (kebebasan) bagi semua warga bangsa untuk mengembangkan

kebudayaan, adat istiadat, tradisi, agama, bahasa dan tata kehidupan sesuai

dengan lingkungan masyarakatnya demi memperkuat persatuan bangsa dan

hubungan antar warga yang harmonis. Keleluasaan untuk mengembangkan

diri tidak boleh saling mendiskreditkan, mengganggu, dan merendahkan

warga atau kelompok lainnya. Oleh karena itu tidaklah heran kalau nilai-nilai

“kebhinnekaan dalam satu persatuan” menjadi inspirasi dan mewarnai UUD

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal ini merupakan konstitusi Negara

Kesatuan Republik Indonesia, dan menjadi sumber berbagai ketentuan dan

perundangan-undangan yang akan mengatur dan menata kehidupan

berbangsa dan bernegara. Secara eksplisit, UUD Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 pasal 32 ayat (1) menyatakan bahwa “Negara memajukan

kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin

kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai

budayanya”.

Tidak dapat disangkal bahwa, bangsa Indonesia merupakan bangsa

dan negara dengan tingkat kemajemukan yang paling tinggi di dunia. Secara

geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari

17.504 pulau, baik yang dihuni maupun tidak dihuni. Jika ditinjau dari gatra

Page 11: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

11

demografi, menurut perkiraan BKKBN jumlah penduduk Indonesia Tahun

2013 mencapai 250.000.000 jiwa yang terdiri atas berbagai suku bangsa, ras,

bahasa, budaya, adat istiadat, dan agama. Para ahli mencatat bahwa di

Indonesia terdapat kurang lebih 358 suku bangsa dan 200 sub suku bangsa

(Yaqin, 2005). Demikian juga mengenai kehidupan beragama, jika dilihat dari

pemeluknya, terdapat beberapa agama (yang diakui pemerintah) dan dipeluk

oleh penduduk Indonesia, yakni Islam sebanyak 87,18%, Kristen sebanyak

6,96% dan Katolik sebanyak 2,91%, Hindu sebanyak 1,69%, Budha

sebanyak 0,72% dan Khong Hu Cu sebanyak 0,05% yang lainnya 0,5% (BPS

2010). Jika melihat penjelasan di atas, adanya keanekaragaman dalam

berbagai bidang tersebut, menyebabkan Indonesia mendapat julukan sebagai

masyarakat yang multi etnik, multiagama, multibudaya, multibahasa, dan

sebagainya, sehingga Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk

(plural society).

Dari kenyataan ini tidak dapat dipungkiri bahwa secara kultural,

Indonesia dibangun atas dasar kultur nusantara asli (berbagai suku, etnik,

dan budaya). Keberagaman atau kemajemukan merupakan modal dasar

untuk membangun bangsa yang besar dan kuat, jika perbedaan tersebut

disatukan berdasarkan asas komplementari atau saling melengkapi satu

sama lain secara harmonis.

Bangsa Indonesia lahir dari kesadaran sejarah dan kesadaran politik

karena persamaan nasib dan perjuangan yang sama untuk membentuk

bangsa dan negara yang merdeka. Kesadaran kemerdekaan tersebut telah

dirintis melalui berbagai perjuangan rakyat di berbagai daerah yang

menekankan aspek-aspek mistis dan mesiani. Perjuangan itu terus berlanjut

dan diterjemahkan dalam pola-pola perjuangan yang terorganisasi secara

modern oleh kaum terpelajar.

Kemampuan mengintegrasikan perjuangan dan kesadaran nasional

yang melahirkan Sumpah Pemuda, yakni tekad para pemuda yang mengaku:

1. Bertumpah darah yang satu tanah air Indonesia, 2. Mengaku berbangsa

yang satu bangsa Indonesia, 3. Menjunjung bahasa persatuan bahasa

Indonesia. Sumpah Pemuda tidak muncul secara spontan pada 28 Oktober

1928, akan tetapi muncul dari tekad para pemuda sebagai momentum

sejarah pertumbuhan bangsa yang didorong oleh adanya roh bangsa.

Page 12: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

12

Bangsa Indonesia merupakan satu kesatuan geografis, sosial dan

politis dengan penduduk yang terikat satu sama lain. Bangsa Indonesia

memiliki satu karakter bangsa, kesadaran dan cita-cita sosial politik yang

tumbuh dari perkembangan sejarah dan tantangan yang sama untuk

mewujudkan negara kebangsaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan

makmur.

Bangsa Indonesia selain mempunyai nilai konkret berupa penduduk,

wilayah, dan aneka ragam budaya, juga mempunyai satu semangat, satu nilai

rohaniah, yakni berupa persatuan dan kesatuan. Persatuan dan kesatuan itu

telah mampu mengintegrasikan unsur bangsa yang berbeda-beda, baik aspek

etnik, daerah, golongan sosial maupun agama.

Wawasan persatuan dan kesatuan telah membuktikan mampu menjadi

inspirasi dan motivasi untuk menyatukan ribuan pulau besar dan kecil,

ratusan budaya dan bahasa, penduduk berbagai etnik, dan ras membentuk

berdirinya negara Indonesia. Terbentuknya Negara Kesatuan Republik

Indonesia merupakan suatu keberhasilan (achievement) yang luar biasa.

Walaupun kita juga menyadari dalam lingkup pergaulan antar bangsa

(internasional), kita masih harus meningkatkan prestasi dalam hal

pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, hankam, dan ilmu

pengetahuan serta teknologi. Dewasa ini terdapat kekhawatiran adanya

kemerosotan semangat Bhinneka Tunggal Ika dalam masyarakat. Terdapat

kekawatiran bahwa Bhinneka Tunggal Ika tidak lagi menjadi roh bagi proses

kehidupan. Munculnya pola-pola baru berupa sektarianisme, eksklusifisme

dan diskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kesetiaan memegang simbol-simbol Bhinneka Tunggal Ika dari waktu

ke waktu tampak mengalami perubahan. Bentuk perjuangan pada generasi

tua dan generasi muda dalam mengisi kemerdekaan sudah pasti berbeda.

Namun, bentuk perjuangan itu memiliki semangatpengikat roh bangsa, yaitu

semangat Bhinneka Tunggal Ika yang secara terus menerus dibangkitkan.

Page 13: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

13

BAB III

NILAI-NILAI KEBANGSAAN YANG BERSUMBER DARI

SESANTI BHINNEKA TUNGGAL IKA

A. Umum

Nilai-nilai Kebangsaan pada hakekatnya merupakan nilai yang

disepakati dan dipandang baik, yang juga telah melekat pada diri setiap

warga negara Indonesia berupa norma dan etika kebaikan yang menjadi ciri

kepribadian bangsa, yang bersumber dari Pancasila, Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik

Indonesia dan Sesanti Bhinneka Tunggal Ika yang dicerminkan dari sikap dan

perilaku setiap warga negara sebagai bangsa Indonesia dengan

mengutamakan persatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa mengesampingkan

tanggung jawab untuk menghargai bangsa dan negara lain.

Pemahaman dan pemantapan nilai-nilai Kebangsaan menjadi suatu

kebutuhan bagi setiap warga negara Indonesia yang diharapkan dapat

membentuk warga negara yang memiliki watak, moral, etika, menguasai ilmu

pengetahuan, cerdas, mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif,

sehingga bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa lain dalam

persaingan global serta mampu menjaga kesatuan dan persatuan bangsa

serta keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan

Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kemunculan nilai-nilai baru yang berkembang dan sering disebut

dengan nilai-nilai universal merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan oleh

masyarakat karena nilai tersebut terinteraksi langsung dalam era globalisasi.

Oleh karena itu sebaiknya perlu dibangun suatu sistem yang dapat

menumbuh suburkan kebhinnekaan (social local culture), sehingga dengan

kesuburan itulah dapat menghimpun dan memelihara kekayaan budaya

(social and cultural capital) sebagai ketahanan terhadap pengaruh luar yang

bersifat merusak tatanan budaya, juga sebagai early warning system yang

pada akhirnya dapat memelihara integrasi dan keutuhan bangsa Indonesia.

Nilai-nilai Sesanti Bhinneka Tunggal Ika merupakan salah satu bidang

studi atau Paket Instruksi (PI) pokok pemantapan nilai-nilai kebangsaan. Nilai-

Page 14: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

14

nilai ini merupakan salah satu Paket Instruksi (PI) yang patut diketahui

bersama dan harus dimengerti, dipahami, dihayati dan diimplementasikan,

baik oleh seluruh peserta pemantapan maupun segenap masyarakat

Indonesia dalam menjalani kehidupannya. Embrio kesepakatan The Founding

Fathers bersama segenap pejuang dan seluruh rakyat Indonesia untuk hidup

bernegara dengan konsep nation sudah ada sejak dahulu sejak masa

perjuangan Budi Utomo 1908. Kemudian masuk pada era perjuangan

Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang selanjutnya terwujud serta

terkristalisasi dalam momentum yang sangat bersejarah yaitu Proklamasi

Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Momentum ini mewujudkan Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila sebagai ideologi

negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

sebagai Konstitusi Negara. Pada kesempatan itu telah disepakati bersama

bahwa bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman suku, ras, etnis, budaya,

agama, dan norma kehidupan yang dicerminkan dalam Bhinneka Tunggal

Ika.

Bangsa Indonesia telah memetik hasil dari setiap kesadaran terhadap

perjuangan yang telah dilakukan untuk merebut kemerdekaan bangsa dari

tangan para penjajah dengan keyakinan bahwa penjajahan di atas dunia

harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri

keadilan. Sejak itu pula timbul komitmen bersama seluruh rakyat dan bangsa

Indonesia agar tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsanya, menjaga

martabat dan kedaulatannya serta menjunjung tinggi kehormatan dirinya.

Bangsa Indonesia tidak lagi memberikan kesempatan kepada pihak mana

pun mempertanyakan, merongrong, dan mengganggu eksistensi Negara

Kesatuan Republik Indonesia secara keseluruhan dari Sabang sampai

Merauke yang terbentang luas di wilayah laut, darat, dan udara.

Bangsa Indonesia dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia

terus-menerus telah membangun masyarakat di berbagai bidang kehidupan

hingga saat ini. Salah satunya adalah berupaya untuk memahami dan

menghayati Nilai-nilai Sesanti Bhinneka Tunggal Ika yang telah lama dimiliki

oleh masyarakat dan bangsa Indonesia sejak dahulu. Tujuannya adalah

menuju negara Indonesia yang kuat dan kokoh, walaupun mendapat berbagai

Page 15: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

15

hambatan dan tantangan, baik dari dalam maupun luar secara terus menerus

silih berganti.

Untuk mengisi pembangunan nasional, telah ditempuh berbagai

kebijakan di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan

keamanan yang berlandaskan Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Nilai-nilai Sesanti

Bhinneka Tunggal Ika. Dengan demikian, bangsa Indonesia benar-benar

menjadi bangsa dan negara yang bersatu, berdaulat, dan bermartabat,

seperti halnya dambaan dan harapan setiap negara merdeka di dunia.

Cara-cara yang ditempuhpun bervariasi terlebih pada era

pemerintahan masa lalu. Kadang-kadang masyarakat sudah tidak lagi

mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan yang senantiasa dihormati dan

dijunjung tinggi termasuk nilai-nilai kehidupan yang berlandaskan hukum

formal, norma, etika, dan moral; selain itu, masyarakat juga kurang

menghargai antar sesama anak bangsa, bahkan mereka bermusuhan dengan

mengatasnamakan primordialisme yang berlebihan.

Pengamalan nilai-nilai dimaksud, pada hakekatnya dapat

menumbuhkan, membangkitkan rasa dan paham nasionalisme, generasi

muda Indonesia yang kelak menjadi ahli waris bangsa ini. Di sisi lain kondisi

yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini apabila dihadapkan pada dinamika

globalisasi dapat mengubah geopolitik suatu bangsa dan negara. Nilai-nilai

luhur bangsa Indonesia berupa nilai Sesanti Bhinneka Tunggal Ika juga dapat

diperkaya sesuai perkembangan kehidupan masyarakat itu sendiri.

B. Nilai-Nilai Kebangsaan Yang Bersumber dari Sesanti Bhinneka Tunggal

Ika

Perjuangan bangsa Indonesia dalam memelihara dan menjaga satu

kesatuan sebagai bangsa “nation” penuh dengan dinamika dalam

mempertahankannya. Dari sejarah perjuangan bangsa, terjadi berbagai

peristiwa yang ingin memisahkan diri dari keutuhan wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia di beberapa daerah, hal ini menjadi catatan penting bagi

bangsa dan negara. Untuk itu diperlukan komitmen bersama dalam

menjunjung tetap tegaknya kedaulatan bangsa. Berbagai peristiwa

pengkhianatan, bahkan perjuangan politik yang ilegal terjadi di beberapa

Page 16: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

16

daerah yang dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat guna memecah

belah persatuan bangsa. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman dan

tidak diimplementasikannya nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari

Sesanti Bhinneka Tunggal Ika.

Nilai-nilai Sesanti Bhinneka Tunggal Ika yang selama ini menjadi nilai

dasar pemersatu bagi seluruh bangsa Indonesia khususnya dalam

penanaman nilai-nilai toleransi, keadilan dan gotong royong untuk

pengembangan dan peningkatan rasa, jiwa dan semangat pemersatu bangsa

dalam melaksanakan pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita dan

tujuan nasional. Implementasi nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari

sesanti Bhinneka Tunggal Ika saat ini cenderung mengalami suatu

kemunduran (degradasi) khususnya dalam rasa, jiwa dan semangat

kebangsaan. Indikasi dari degradasi tersebut terlihat semakin menipisnya

kesadaran dan kurang dihayatinya tatanan kehidupan bersama sebagai

bangsa yang majemuk. Oleh karena itulah kita perlu mengangkat kembali

nilai-nilai kebangsaan khususnya yang bersumber dari Sesanti Bhinneka

Tunggal Ika demi menegakkan jati diri bangsa dalam membangun kesadaran

semangat mempertahankan dan menjaga keutuhan serta menegakkan

kedaulatan NKRI dari pengaruh arus globalisasi yang bersifat

multidimensional.

Bangsa Indonesia adalah bangsa majemuk yang diperlihatkan melalui

kehadirannya dalam kehidupan masyarakat sebagai realitas empirik yang

tidak terbantahkan oleh siapa pun yang kemudian dikenal masyarakat

majemuk yang kaya dengan perbedaan, tetapi diikat dengan semboyan

Bhinneka Tunggal Ika yang menyebutkan “Berbeda- berbeda namun tetap

satu.”

Nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari Sesanti Bhinneka Tunggal

Ika adalah nilai-nilai yang dapat mendukung terciptanya kehidupan berbangsa

yang harmonis dalam keberagaman, nilai-nilai yang dapat memperkuat

persatuan bangsa dan dapat mempertahankan keutuhan dan tetap tegaknya

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nilai-nilai tersebut adalah:

1. Nilai Toleransi, merupakan satu sikap yang mau memahami orang

lain sehingga komunikasi dapat berlangsung secara baik;

Page 17: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

17

2. Nilai Keadilan, merupakan satu sikap mau menerima haknya dan

tidak mau mengganggu hak orang lain;

3. Nilai Gotong Royong/ Kerja sama, merupakan satu sikap untuk

membantu pihak/orang yang lemah agar sama-sama mencapai tujuan.

Ada sikap saling mengisi kekurangan orang lain. Hal ini merupakan

konsekuensi dari hakikat manusia yang tidak bisa memenuhi semua

keperluannya sendiri, dan daerah yang memiliki kemampuan yang

berbeda dalam konteks otonomi daerah.

4. Nilai Solidaritas, sebagai sikap hidup keseharian yang didasari oleh

kesadaran, rasa peduli dan tanggung jawab dari seluruh warga

masyarakat untuk ikut serta menangani berbagai masalah sosial yang

ada di tengah-tengah masyarakat menurut kemampuannya masing-

masing.

5. Nilai Kejujuran, merupakan kemuliaan yang dapat membawa kita

kepada kebahagiaan hidup yang sejati, sedangkan kebohongan adalah

kehinaan yang dapat membawa kita kepada kesengsaraan.

6. Nilai Kepercayaan, kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang

lain di mana kita memiliki keyakinan padanya. Kepercayaan

merupakan kondisi mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan

konteks sosialnya.

7. Nilai Tanggung Jawab, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggung

jawab timbul karena telah diterima wewenang. Tanggung jawab juga

membentuk hubungan tertentu antara pemberi wewenang dan

penerima wewenang.

8. Nilai Kepedulian, adalah sikap mengindahkan, memperhatikan, dan

menghiraukan terhadap suatu masalah atau objek.

9. Nilai Produktivitas, hubungan antara hasil nyata maupun phisik

(barang-barang atau jasa) dengan maksud yang sebenarnya.

Dilihat dari kesembilan nilai-nilai tersebut di atas, maka nilai yang

paling dominan yang merupakan kristalisasi dari semua nilai-nilai tersebut,

yang menjadi rumusan nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari Sesanti

Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara adalah: Nilai Toleransi, Nilai Keadilan dan Nilai Gotong

Page 18: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

18

Royong. Bila diterjemahkan lebih jauh, nilai-nilai tersebut sebagai nilai-nilai

yang menjadikan rakyat/ warga negara dapat hidup untuk menata kehidupan

bersama dengan harmonis dan bersatu.

Lebih lanjut dalam merumuskan nilai-nilai kebangsaan yang bersumber

dari sesanti Bhinneka Tunggal Ika, dapat merujuk beberapa pendapat,

diantaranya sebagai berikut:

1. Menurut Kementerian Agama RI ( 2012), yang termasuk nilai Sesanti

Bhinneka Tunggal Ika antara lain, adalah:

a. bekerja adalah ibadah;

b. beramal dengan ikhlas;

c. bermusyawarah dan saling menasehati;

d. bersabar;

e. memberi;

2. Menurut Edi Sediawati (1977), pedoman penanaman budipekerti

antara lain, adalah:

a. tanggung jawab q. berdisiplin

b. sopan santun r. pengabdian

c. rendah hati s. terbuka

d. rela berkorban t. sportif

e. pemurah u. tekun

f. pemaaf v. produktif

g. pengendalian diri w. kreatif

h. berhati lembut x. musyawarah

i. bersyukur y. pengabdian

j. sikap adil z. silaturahim

k. sikap tertib aa. rasa sukarela

l. sikap hormat bb. beradaptasi

m. setia cc. moral

n. mawas diri dd. rasa ikhlas

o. jujur ee. bekerja keras

p. bijaksana ff. bersemangat

3. Menurut Kementerian Hukum dan HAM RI (2010), yang termasuk nilai

Sesanti Bhinneka Tunggal Ika antara lain, adalah:

a. rasa keadilan sosial

Page 19: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

19

b. rasa keadilan politik

c. pemerataan ekonomi

d. keterbukaan

e. good governance

f. keseimbangan

g. persamaan dan non kontradiksi

h. pemberian hak kepada pihak yang berhak

i. pelimpahan wujud berdasarkan tingkat kelayakan

j. kepercayaan

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diklasifikasikan sesuai

pengelompokan sebagai berikut:

No Nilai Realitas Keterangan

1. Toleransi Beramal dengan ikhlas

Bersabar

Sopan santun

Rendah hati

Rela berkorban Rela berkorban juga bagian dari gotong royong

Pemurah

Pemaaf

Pengendalian diri

Berhati lembut

Bersyukur

Sikap hormat

Setia

Mawas diri

Jujur Jujur juga bagian dari nilai keadilan

Terbuka

Sportif

Musyawarah Musyawarah juga bagian dari nilai gotong royong

Rasa iklhas Rasa ikhlas juga bagian dari nilai Gotong royong

Tekun

Rasa keadilan politik

Rasa keadilan politik juga bagain dari nilai Keadilan

Keterbukaan Keterbukaan juga bagian dari nilai Gotong royong

Good governance Good governance juga bagian dair nilai Keadilan dan Gotong royong

Keseimbangan Kesimbangan,persamaan dan non kontradiksi, dan Kepercayaan juga bagian dari

Persamaan dan non kontradiksi

Page 20: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

20

Kepercayaan nilai Keadilan

2. Keadilan Sikap adil

Sikap tertib

Bijaksana

Berdisiplin

Moral

Rasa keadilan sosial

Pemerataan ekonomi

Rasa keadilan sosial, Pemerataan ekonomi juga bagian dari nilai Gotong Royong

Pemberian hak kepada pihak yang berhak

Pelimpahan wujud berdasarkan tingkat kelayakan

3. Gotong Royong

Bekerja adalah Ibadah

Bermusyawarah dan saling menasehati

Memberi

Tanggung jawab

Pengabdian

Silaturahim

Rasa sukarela

Beradaptasi

Bekerja keras

Bersemangat

Produktif

Kreatif

Dari klasifikasi pengelompokan nilai di atas, terlihat dengan jelas

bahwa realitas sikap manusia sejatinya tidak dapat dipisahkan secara tegas

dan masing-masing sikap menunjukkan kecenderungan nilai yang paling

dominan.

Sejak reformasi pada tahun 1998 yang lalu, begitu banyak perubahan

kehidupan berbangsa dan bernegara bila dilihat dari perspektif nilai-nilai

kebangsaan. Oleh karena itu, sudah sewajarnya dan sudah saatnya bangsa

dan negara dapat mengangkat dan membumikan kembali nilai-nilai

kebangsaan Indonesia yang bersumber dari empat konsensus dasar bangsa,

Page 21: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

21

yang dikembangkan secara dinamis sesuai dengan perkembangan dan

perubahan zaman. Salah satunya adalah nilai-nilai kebangsaan yang

bersumber dari Sesanti Bhinneka Tunggal Ika yang di dalamnya terdapat tiga

nilai, yaitu: nilai toleransi, berupa hubungan yang baik, hierarkis, senioritas,

status, keharmonisan dalam kelompok, keamanan, kesejahteraan keluarga,

sopan santun, rendah hati, rela berkorban dan pemurah; nilai keadilan,

adalah rasa keadilan sosial, rasa keadilan politik, pemerataan ekonomi,

keterbukaan, keseimbangan, persamaan, nonkontradiksi, pemberian hak

kepada pihak yang berhak, sikap hormat dan bijaksana; nilai gotong-

royong,adalah persamaan derajat, persatuan, kerja sama, tata kehidupan,

sederhana, demokrasi, berpartisipasi, membantu, dan ketergantungan (R.

Bintarto, 1980).

Toleransi dalam kehidupan masyarakat Indonesia telah dibingkai oleh

kearifan lokal yang terinspirasi oleh nilai-nilai lokal dan mampu menjadi suatu

model yang dapat merajut harmoni, toleransi, dan kedamaian di tengah-

tengah kehidupan masyarakat. Nilai toleransi merupakan kristalisasi

pembelajaran hasil interaksi dan internalisasi nilai-nilai manusia terhadap

lingkungannya yang bergerak secara berkelanjutan dari generasi ke generasi

walaupun hidup berdampingan dengan suasana perbedaan suku, agama, ras

dan golongan.

Masyarakat Indonesia telah hidup bertoleransi dan rukun dalam gerak

kehidupan sosial budaya, ekonomi, dan agama secara harmoni dan damai.

Perbedaan agama justru terjadi dalam suatu keluarga secara utuh diikat satu

adat istiadat yang melekat pada dirinya. Dengan kata lain, nilai-nilai

keagamaan, adat istiadat, dan budaya merupakan manifestasi pandangan

hidup dan etos spiritual dalam kemajemukan yang dimiliki bangsa Indonesia.

Agama yang telah ada dan hidup di Indonesia mencerminkan

keyakinan dan keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sesuai dengan

UU No. 1/PNPS/1965 tentang agama yang dipeluk oleh penduduk di

Indonesia adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu

Cu. Meskipun ada penganut agama lainnya seperti Shinto dan agama pribumi

yang diwarisi oleh keyakinan para leluhur, mereka mendapat jaminan penuh

seperti yang diberikan oleh pasal (29) ayat (2) dan mereka dibiarkan adanya,

Page 22: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

22

asal tidak melanggar ketentuan yang terdapat dalam peraturan ini atau

peraturan perundangan lain.

Masyarakat telah hidup bertoleransi dan rukun dalam gerak kehidupan

sosial budaya, ekonomi, dan agama secara harmoni dan damai sejak

beratus-ratus tahun. Di beberapa daerah di Indonesia, perbedaan agama

justru terjadi dalam satu keluarga secara utuh yang diikat satu adat istiadat

yang melekat pada dirinya.

Kesepahaman dan saling pengertian atau toleransi antar masyarakat

di seluruh daerah di Indonesia telah diwariskan oleh pendahulu kita melalui

kearifan lokal. Kearifan lokal tersebut telah mampu menjadi role model dalam

merajut harmoni, toleransi, dan kedamaian di tengah-tengah masyarakat.

Kearifan lokal merupakan sumber nilai yang penting dalam kehidupan

masyarakat karena hampir semua adat dan kebudayaan suku bangsa di

tanah air ini terinspirasi oleh nilai-nilai lokal dan gagasan yang bersumber dari

kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Dengan kata lain, nilai-nilai

keagamaan, adat istiadat, dan budaya merupakan manifestasi pandangan

hidup dan etos spiritual masyarakat. Nilai-nilai itu menjadi nyata dan berwujud

bentuk perilaku dan tindakan yang ditampilkan setiap saat dalam

bersosialisasi.

Berikut ini dapat dikemukakan beberapa contoh kearifan lokal yang

mampu merajut dan merawat kemajemukan masyarakat di berbagai daerah

di Indonesia, seperti Pela Gandong dari Maluku, Sai Bumi Ruwah Juai dari

Lampung, Tepo Seliro dari Jawa, Rumah Betang (rumah panjang) dari

Kalimantan, dan Bakar Batu dari Papua. Pepatah di mana bumi dipijak di situ

langit dijunjung merupakan pepatah dari Sumatera Barat. Nilai-nilai dan tata

cara adat, tradisi, dan budaya lokal sebagaimana disebut di atas, merupakan

perwujudan atas pemahaman nilai-nilai spiritual keagamaan yang

dimanifestasikan dalam bentuk tatanan hidup dan sosial masyarakat yang

penuh dengan toleransi.

Kebebasan setiap pemeluk agama untuk menjalankan ibadah sesuai

dengan keyakinannya merupakan bagian dari nilai-nilai toleransi termasuk

rasa saling menghormati antarumat beragama untuk menjalankan ibadahnya.

Sementara itu, kata toleransi berdasarkan Kamus Dewan adalah

perkataan ‘toleran’ yang berarti “sedia menghormati atau menerima pendapat

Page 23: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

23

orang lain yang berbeda dari pendapat sendiri”. Selain itu toleransi adalah

penghormatan, penerimaan, dan penghargaan tentang keragaman yang kaya

akan kebudayaan, ekspresi, dan tata cara manusia sebagai makhluk sosial.

Disamping itu, toleransi adalah harmoni dalam perbedaan (Unesco-APNIEVE,

2000). Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata toleransi dengan

kelapangan dada dalam arti suka kepada siapa pun, membiarkan orang

berpendapat atau berpendirian lain, tidak menganggu kebebasan berpikir dan

berkeyakinan lain.

Dalam bermasyarakat terjadi hubungan antar umat beragama,

sehingga toleransi itu dapat berupa toleransi ajaran atau toleransi

dogmatis.Namun, ada juga toleransi yang bukan ajaran atau toleransi

praksis. Penerapan toleransi dogmatis terhadap pemeluk agama tidak

menonjolkan keunggulan ajaran agamanya masing-masing, sedangkan

toleransi praksis terhadap pemeluk agama akan membiarkan pemeluk agama

lain melaksanakan keyakinannya masing-masing (Schumann, 2006).

Dari penjelasan di atas, toleransi dapat dirumuskan sebagai suatu

sikap saling terbuka untuk mendengar pandangan yang berbeda. Toleransi

berfungsi dua arah, yakni mengemukakan dan menerima pandangan serta

tidak merusak pegangan agama, keyakinan, dan nilai budaya masing-masing.

Rumusan toleransi bukan hanya perbedaan agama melainkan keyakinan dan

nilai budaya dalam ruang lingkup yang telah disepakati bersama.

Pemahaman ini akan melahirkan konsep kedamaian dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Keadilan merupakan sikap untuk menyadari apa yang menjadi

kewajibannya sebagai warga masyarakat sekaligus mau memperlakukan

orang lain, dan memberikan apa yang menjadi haknya sebagai manusia,

warga masyarakat dan warga negara.

Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)

dinyatakan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat).

Hal itu mengandung arti seluruh warga negara dan pemerintah dalam

melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan tidak berdasar atas

kekuasaan belaka (machsstaat), tetapi harus berdasarkan hukum. Oleh

karena itu, hukum sebagai batas penentu, dasar, dan tindakan oleh

pemerintah digunakan untuk melindungi seluruh warga negara Indonesia

Page 24: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

24

yang hendak mencari keadilan. Namun realitasnya banyak permasalahan

berupa ketidakadilan, pelanggaran hak azasi manusia (HAM) yang terjadi di

tengah-tengah masyarakat. Adanya aparat penegak hukum yang cenderung

mempermainkan hukum dengan jual beli perkara. Akibatnya para pencari

keadilan masih merasakan begitu sulit untuk mendapatkan keadilan

berdasarkan kebenaran yang telah diatur dan dijamin sepenuhnya oleh

konstitusi negara.

Indonesia pada dasarnya menjunjung tinggi nilai keadilan dalam

proses penegakan hukum. Namun, pada kenyataannya, sebagian

masyarakat masih belum merasakan adanya keadilan dalam proses

penegakan hukum. Dengan kata lain, masih terjadi perlakuan yang

diskriminatif dalam penegakan hukum. Seharusnya keadilan menjadi merata

dan tidak memandang dari kalangan apa pun karena setiap warga negara

berhak memperoleh hak yang sama.

Sesuai semangat dan cita-cita para pendiri bangsa sebagaimana

terkandung dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

negara Indonesia adalah negara hukum yang menjamin dan melindungi

segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta memajukan

kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu,

hukum harus menjadi pedoman dasar terhadap setiap tindakan pemerintah

guna melindungi segenap warga negara Indonesia yang hendak mencari

keadilan yang telah diatur dan diberikan kewenangan berdasarkan undang-

undang yang berlaku.

Dapat disadari bahwa begitu banyak permasalahan yang telah dialami

dan dihadapi oleh warga negara Indonesia, baik masyarakat yang ada di

pedesaan maupun di perkotaan. Masalah itu, terutama yang berkaitan

dengan proses penegakan hukum serta masih adanya pelanggaran HAM.

Oleh karena itu, setiap warga negara berhak mendapatkan kepastian hukum

dengan harapan keadilan selalu berpihak kepada kebenaran. Dalam

realitasnya masih banyak aparat penegak hukum yang mempermainkan

hukum, diskriminasi hukum dan jual-beli perkara. Hal itu dilakukan dengan

motivasi kepentingan pribadi sesaat untuk memperkaya diri. Oleh karena itu,

para pencari keadilan di negeri ini masih merasakan begitu sulitnya untuk

mendapatkan sebuah keadilan berdasarkan kebenaran yang telah diatur dan

Page 25: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

25

dijamin sepenuhnya oleh konstitusi negara.

Dalam kondisi saat itu terbukti bahwa nilai sebuah keadilan sangatlah

mahal dan sulit untuk didapatkan. Bahkan, keadilan itu jauh dari harapan

masyarakat pencari keadilan. Keadilan, dari waktu ke waktu, tidak kunjung

datang untuk dinikmati, baik secara lahir maupun batin walaupun rakyat telah

berusaha berjuang mencari dan berteriak tentang sebuah keadilan. Lebih

ironisnya lagi adalah pada saat rakyat sadar tentang hukum dan mengerti

makna keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang terjadi

adalah keputusan atas dasar “keadilan” cenderung memihak kepada

kepentingan orang-orang kuat dalam kekuasaan atau kuat dalam keuangan.

Sesungguhnya, masyarakat telah mengerti bahwa keadilan yang sejati telah

dijamin berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun

1945 sebagai sumber dari segala sumber hukum dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Manusia pada dasarnya merupakan makhluk individu yang sekaligus

juga merupakan makhluk sosial. Oleh karena itu, manusia memiliki

karakteristik khas yang membedakan dirinya dengan manusia yang lain serta

selalu hidup berkelompok.

Kepentingan kelompok inilah yang kemudian mendorong terjadinya

hubungan antarmanusia yang satu dengan yang lainnya. Semakin

bertambahnya jumlah manusia maka jumlah kelompok juga bertambah.

Selain itu, frekuensi serta kualitas hubungan antarkelompok manusia juga

meningkat sebagai akibat dari kemajuan teknologi komunikasi, informasi, dan

transportasi yang menjadikan pola interaksi manusia seolah-olah tidak ada

batas (global village).

Budaya gotong royong adalah bagian kehidupan berkelompok

masyarakat Indonesia yang merupakan warisan budaya bangsa. Nilai dan

perilaku gotong royong bagi masyarakat Indonesia sudah menjadi pandangan

hidup sehingga tidak bisa dipisahkan dari aktivitas kehidupannya sehari-hari.

Gotong royong menjadikan kehidupan masyarakat lebih berdaya dan

sejahtera. Namun, perilaku kegotongroyongan cenderung mulai memudar

akibat pengaruh budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa

Indonesia, seperti budaya individualisme, dan Paket Instruksi (PI)alisme yang

mulai merambah daerah perkotaan.

Page 26: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

26

Kehidupan manusia dalam bermasyarakat tidak terlepas dari adanya

interaksi sosial antarsesamanya karena pada dasarnya manusia, sesuai

dengan fitrahnya, merupakan makhluk sosial yang memerlukan pertolongan

orang lain. Oleh sebab itu, dalam kehidupan masyarakat diperlukan sikap

gotong royong dan tolong-menolong dengan tujuan segala sesuatu yang akan

dikerjakan lebih mudah dan cepat serta diselesaikan secara lancar. Bangsa

Indonesia yang dikenal memiliki sikap ramah tamah, kekeluargaan, dan

perilaku gotong royong dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan wujud

kepribadian bangsa.

Sikap gotong royong merupakan budaya yang telah berakar kuat

dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terutama di pedesaan. Gotong

Royong sudah menjadi kegiatan turun-temurun dari nenek moyang. Kegiatan

yang dilakukan oleh anggota masyarakat dengan bekerja bersama-sama dan

tolong-menolong secara sukarela tanpa adanya imbalan dalam mengerjakan

sesuatu membuat pekerjaan menjadi lebih mudah dan lebih cepat.

Kegiatan gotong royong yang terus berkembang pada kehidupan

masyarakat desa selama ini perlu untuk terus diarahkan dan dibina sehingga

dapat menunjang pembangunan nasional yang terus-menerus dilaksanakan

oleh pemerintah.

Masyarakat Indonesia secara realita terdiri atas beragam suku, ras,

adat istiadat, bahasa, dan agama. Sejak dahulu kala, jauh sebelum bangsa

dan negara Indonesia merdeka, nenek moyang kita memiliki jiwa dan

semangat yang kuat dan tinggi dalam hal tolong-menolong antarsesama

mereka. Hal ini terjadi terlebih pada masyarakat pedesaan yang lebih

mengedepankan keterikatan yang kuat, baik secara komunitas satu desa atau

kampung maupun antara satu desa dan desa tetangganya.

Perkembangan adat dan budaya yang selama ini dimiliki oleh

masyarakat Indonesia dapat menghasilkan begitu banyak kegiatan-kegiatan

yang bernuansa positif. Kegiatan-kegiatan tersebut membawa perbaikan

bersama mulai dari perbaikan kebutuhan yang sangat primer sampai

sekunder (kebutuhan pangan dan sandang) sehingga dirasakan dan dinikmati

bersama oleh masyarakat.

Dari latar belakang kehidupan masyarakat desa, sebagaimana

digambarkan di atas, gotong royong tumbuh dan berkembang terus sampai

Page 27: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

27

memasuki zaman revolusi kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal ini

ditunjukkan oleh para anak bangsa dengan begitu rela berjuang bersama

dengan tulus ikhlas untuk memperjuangkan kemerdekaan Negara Kesatuan

Republik Indonesia sehingga pada puncaknya kemerdekaan diproklamasikan

tanggal 17 Agustus 1945 oleh the founding father. Sejarah telah membuktikan

bahwa dahsyatnya kekuatan kebersamaan dapat melahirkan bangsa dan

negara ini dan ke luar dari kekuatan besar para penjajah.

Kerja sama dan gotong royong yang telah dimiliki oleh seluruh rakyat

pada waktu itu dapat mengilhami pemikiran-pemikiran cerdas oleh salah satu

proklamator bangsa Indonesia, yaitu Bung Hatta, yang melahirkan dan

mewujudkan gotong royong dan bekerja bersama-sama ditandai yang

berdirinya koperasi. Koperasi ini merupakan upaya dari bangsa dan negara

Indonesia untuk mengangkat ekonomi rakyat secara menyeluruh, baik di

daerah pedesaan maupun daerah perkotaan, yang kini telah mengkristal

pada setiap anak bangsa dari generasi ke generasi.

Hingga saat ini gotong royong, bekerja bersama-sama, dan koperasi

telah menjadi jiwa dan semangat seluruh rakyat Indonesia. Gotong royong

masih tetap dipelihara, dipertahankan, dan dikembangkan oleh masyarakat

bersama pemerintah sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi

dengan tetap mempertahankan nilai-nilai kehidupan yang telah digali dari

nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Hal demikian inilah dapat memberi

inspirasi cemerlang bagi pendiri bangsa sehingga dapat mencetuskan dan

menetapkan kata gotong royong dan koperasi dengan lambang rantai emas

sebagai salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari lambang negara

Republik Indonesia, yaitu Burung Garuda. Kehidupan masyarakat Indonesia

yang berlandaskan kerja sama dan gotong royong sampai kapan pun akan

tetap dipertahankan sebagai warisan budaya bangsa.

Hal tersebut merupakan bagian dari Nilai-nilai Sesanti Bhinneka

Tunggal Ika. Pada dasarnya nilai-nilai gotong royong bukanlah merupakan

nilai sosial baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Gotong royong

merupakan bekerja bersama-sama untuk berbagi dan menyelesaikan

masalah dalam bentuk kepedulian terhadap lingkungan. Namun, dalam

perkembangan zaman yang selalu diikuti dengan perubahan nilai-nilai sosial

budaya, nilai-nilai gotong royong mulai tergerus oleh berbagai kepentingan

Page 28: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

28

sesuai dengan perkembangan era globalisasi. Sebagai contoh, adanya

kecenderungan sebagian masyarakat pada tataran tertentu memberikan

imbalan sebagai bentuk pengganti partisipasi dalam kegiatan gotong royong.

Page 29: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

29

BAB IV

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KEBANGSAAN

YANG BERSUMBER DARI SESANTI BHINNEKA TUNGGAL IKA

A. Hakikat dan Perkembangan

Hakikat toleransi dalam kehidupan masyarakat yang majemuk

merupakan satu prasyarat utama bagi setiap individu yang menghendaki

kehidupan yang aman dan tenteram. Dengan demikian, dalam toleransi akan

terwujud interaksi dan kesepahaman yang baik di kalangan masyarakat

majemuk melalui pendekatan yang harmonis meskipun berbeda dalam

agama yang dianut, suku, ras, budaya, dan bahasa.

Hal tersebut menunjukkan perlunya setiap individu atau kelompok

melaksanakan perilaku yang dilandasi oleh sikap demokratis, toleransi,

empati, solidaritas, rela berkorban, rendah hati, tolong menolong, dan

kekeluargaan. Dengan demikian, dapat memelihara dan mewujudkan

kehidupan masyarakat yang dilandasi oleh nilai-nilai lokal. Nilai-nilai itu dapat

diwujudkan dengan berpakaian nasional (batik). Selain itu, saat masyarakat

sedang mengalami bencana dilakukan dialog dan bermusyawarah yang

melibatkan pemerintah, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat.

Pada umumnya arah pemahaman toleransi mencakup berlakunya

keyakinan, norma, atau nilai sampai ke sistem nilai pada level religius, sosial,

etika, politis, dan filosofis. Hal itu juga termasuk tindakan-tindakan yang

selaras dengan keyakinan tersebut di tengah mayoritas yang memiliki

keyakinan lain dalam suatu masyarakat atau komunitas. Para penganut

agama yang ada di Indonesia diberi kebebasan untuk menjalankan

agamanya dengan melaksanakan suara hati serta kebebasan budaya kepada

setiap kelompok minoritas yang ada. Dalam dunia modern, toleransi

menyangkut hak asasi manusia (HAM), yang dapat dibedakan menjadi

toleransi formal (dalam hukum resmi) dan toleransi isi (dalam hidup setiap

hari dengan menghargai keyakinan minoritas). Dalam kondisi pencerahan

toleransi, setiap orang melaksanakan kebebasan berpikir dan berdemokrasi.

Untuk itu sekarang masyarakat diberi ruang dalam berbeda pendapat untuk

berkembang. Di samping itu, masyarakat juga diberi tawaran kampanye

norma dan nilai yang fair kepada masyarakat dunia yang modern guna

Page 30: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

30

memahami norma dan nilai secara universal yang berlaku sebagai

kebudayaan bagi umat manusia.

Adapun ide dasarnya adalah bahwa tidak ada satu manusia pun yang

dapat memiliki nilai-nilai kebenaran yang utuh. Nilai kebenaran yang

sempurna hanya milik Tuhan Yang Maha Pencipta. Oleh karena itu, pada

gilirannya manusia akan mampu menemukan kebenaran secara sempurna

yang berlandaskan pada perintah Tuhan pencipta alam semesta. Hal itu

disebabkan oleh pencarian kebenaran diakui sebagai proses majemuk yang

menyejarah tidak sekali jadi. Selain itu, toleransi diperlukan agar setiap suara

hati dapat berfungsi secara wajar dan saling menghargai. Dalam masyarakat

majemuk, sesungguhnya nilai-nilai toleransi diperlukan untuk membangun

dan mempererat hubungan timbal balik antarsesama warga masyarakat

sesuai dengan norma-norma yang telah disepakati dan berlaku secara

universal. Nilai-nilai itu dipakai guna mengatur tata kehidupan bermasyarakat,

seraya memungkinkan pendapat masyarakat berkembang demi perubahan

dan kemajuan masyarakat. Di sisi lain juga diharapkan orang-orang yang

memiliki perbedaan pendapat tidak ditentang, dikucilkan, dan mendapat

perlakuan diskriminanif dalam kehidupan antarsesama. Toleransi membuka

ruang untuk terjadinya saling komunikasi yang sehat dan efektif. Toleransi

digunakan dengan cara yang cerdas untuk mengatasi semua bentuk konflik

sosial secara damai.

Dalam komunitas politik, nilai-nilai toleransi mutlak sangat diperlukan

demi tetap tegaknya dan berlangsungnya sistem demokrasi. Oleh karena itu,

toleransi dalam berpolitik adalah suatu kebutuhan bagi kesetaraan semua

warga dan diharapkan toleransi dapat mendorong terwujudnya sopan santun,

pengendalian diri, sikap hormat, mawas diri, terbuka, dan sportif bagi semua

anggota masyarakat.

Toleransi bukanlah sesuatu yang dapat diberikan oleh kekuasaan

negara atau kekuatan politik mana pun sebab toleransi merupakan tuntutan

sifat dan kodrat manusia. Oleh karena itu, semangat persatuan dan kesatuan

tidak boleh pudar hanya karena perbedaan agama, suku, ras, adat istiadat,

bahasa, dan golongan politik. Untuk itu, kita harus menempatkan diri sebagai

warga masyarakat yang memelihara dan mewujudkan kehidupan yang

Page 31: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

31

dilandasi oleh nilai-nilai budaya nasional sebagai bagian yang utuh dari

bangsa Indonesia.

Semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia telah terpelihara

cukup baik walaupun terdapat perbedaan antarumat beragama dan

keberagaman sosial budaya dapat terkendali sehingga tidak mengarah pada

pertentangan sosial yang dapat mengancam disintegrasi bangsa. Hal itu

terlihat dalam keluarga tertentu yang menganut perbedaan agama dan

keyakinan. Oleh karena itu, yang sangat diperlukan sekarang ini adalah

mengadakan dialog yang melibatkan para tokoh agama, tokoh adat, dan

tokoh masyarakat bersama pemerintah pusat dan daerah.

Nilai keadilan diperlukan setiap warga negara Indonesia, dengan nilai

keadilan yang diyakininya itu dapat mengetahui, memahami dan menghayati

nilai-nilai kemanusiaan lainnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,

karena nilai-nilai tersebut bersumber dari sosiokultural bangsa Indonesia yang

sangat majemuk. Hal itu akan membuat setiap warga negara mampu untuk

bersikap adil, tertib, disiplin, bijaksana, serta bermoral menurut hati nurani

dalam setiap menjalankan kehidupannya. Berdasarkan hal itu, diharapkan

akan tercapai dan tercipta suatu kondisi kehidupan masyarakat yang santun,

rukun, damai, dan bahagia serta terwujud rasa keadilan sosial dalam tata

kehidupan nasional.

Hakikat keadilan dalam kehidupan masyarakat majemuk merupakan

suatu ukuran keabsahan dalam suatu tatanan kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. Ada tiga ciri khas yang selalu menandai keadilan

yaitu sebagai berikut.

1. Keadilan tertuju pada orang lain, yaitu masalah keadilan atau ketidak-

adilan hanya bisa timbul dalam konteks antarmanusia.

2. Keadilan harus ditegakkan, yaitu keadilan tidak cukup sebatas

diharapkan atau dianjurkan saja. Keadilan mengikat kita sehingga kita

mempunyai kewajiban karena keadilan itu sendiri selalu berkaitan

dengan hak-hak yang harus dipenuhi.

3. Keadilan menuntut persamaan(equality),yaitu atas dasar keadilan, kita

harus memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya,

tanpa terkecuali.

Page 32: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

32

Keadilan sangat berkaitan erat dengan konteks ekonomi dan hukum,

tidak cukup hanya sebatas perasaan dan batin, tetapi menyangkut

kepentingan yang dituntut oleh berbagai pihak.

Indonesia telah menjalankan berbagai upaya reformasi hukum dan

kelembagaan yang bertujuan untuk menciptakan lembaga penegakan hukum

yang akuntabel dan mampu menghasilkan pemerintahan yang bersih. Adanya

penyelenggaraan kemandirian yudisial, seperti yang disebut dengan

“peradilan satu atap”, masih merupakan cita-cita dan harapan masyarakat

Indonesia.

Gotong royong dalam kehidupan masyarakat majemuk terjadi akibat

didorong oleh adanya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi sendiri, dan

dibantu oleh akal pikiran yang dimilikinya. Setiap orang sangat merasakan

banyak manfaat serta keuntungannya dari nilai gotong royong (bekerja

bersama-sama), yang juga dapat memunculkan berbagai kepentingan

kelompok tersebut.

Nilai gotong royong merupakan salah satu wujud kebudayaan dalam

bentuk ketergantungan dan saling membutuhkan antarindividu dalam

pemenuhan kebutuhannya. Dengan demikian, hubungan antarindividu,

kelompok, atau negara sebaiknya dibangun melalui kebudayaan yang

ditunjukkan melalui nilai, norma, dan kaidah. Manusia dalam kehidupannya

mencari sesuatu yang bernilai untuk dijadikan landasan dalam berperilaku.

Nilai atau norma yang ada dalam suatu masyarakat dapat menjembatani

perbedaan yang ada pada setiap suku, agama, ras, antargolongan, bangsa

dan negara karena nilai dan norma, tersebut dapat meningkatkan kehidupan

masyarakat dalam bergotong royong.

Bagi bangsa Indonesia, gotong royong tidak hanya bermakna sebagai

perilaku sebagaimana pengertian yang dikemukakan di atas. Namun, gotong

royong juga berperan sebagai nilai-nilai moral. Artinya, gotong royong

menjadi acuan perilaku dan pandangan hidup bangsa Indonesia dalam

kehidupan bermasyarakat.

Penerapan atau pelaksanaan nilai gotong royong di Indonesia

mengalami pasang surut yang dinamis mengikuti pola hidup masyarakat itu

sendiri. Kata gotong royong telah digunakan oleh semua lapisan masyarakat.

Page 33: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

33

Dalam kehidupan masyarakat, nilai gotong royong telah mengalami

pergeseran nilai. Hal ini dapat kita lihat di perkotaan. Masyarakat kota

semakin jarang melakukan gotong royong. Masyarakat kota memiliki kegiatan

yang padat dan sulit menemukan waktu yang luang di samping juga

masyarakat kota cenderung mempunyai sifat hidup yang individualistis

sehingga mereka tidak ikut serta untuk melakukan gotong royong, misalnya

ronda, membersihkan lingkungan, dan sebagai kompensasinya mereka

memberikan uang, makanan, dan minuman. Sebaliknya di daerah pedesaan,

dan pinggiran kota, masih kita jumpai perilaku gotong royong, baik untuk

pribadi maupun umum untuk pribadi misalnya hajatan pengantin atau

sunatan, sedangkan untuk kepentingan umum misalnya musibah atau

bencana alam. Nilai gotong royong masih dipegang sangat teguh oleh

penduduk desa sebagai Nilai-nilai Sesanti Bhinneka Tunggal Ika yang

terdapat dalam Pancasila.

Gotong royong sebagai sebuah etika nilai-nilai ketimuran merupakan

sebuah budaya yang harus tetap dipelihara oleh seluruh masyarakat,

termasuk dalam suasana duka. Pemberian bantuan selain uang juga dapat

ditafsirkan sebagai bentuk empati yang bersifat dukungan moril yang justru

dapat dirasakan sebagai ungkapan tulus oleh keluarga yang sedang

mengalami duka. Data di atas menunjukkan bahwa sikap gotong royong di

dalam masyarakat tinggi yang terjadi bila ada musibah kematian.

B. Implementasi Nilai-nilai Kebangsaan Yang Bersumber dari Sesanti

Bhinneka Tunggal Ika

Nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari sesanti Bhinneka Tunggal Ika

yang terdiri dari nilai toleransi, nilai keadilan, dan nilai gotong royong, perlu

dipahami, dihayati, dan dikembangkan, serta diimplementasikan sehingga nilai-

nilai tersebut senantiasa menjiwai perilaku bangsa Indonesia dalam

melaksanakan tugas sesuai profesinya masing-masing.

Implementasi nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari sesanti

Bhinneka Tunggal Ika, diharapkan dapat disesuaikan dengan perkembangan

dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sehingga dapat

dirasakan langsung manfaatnya dalam menciptakan suatu kehidupan yang

harmonis.

Page 34: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

34

Implementasi dapat dipandang dari berbagai sudut pandang, konteks,

dan kepentingannya, sungguh banyak kegiatan yang merupakan implementasi

nilai-nilai kebangsaan tersebut. Penjelasan berikut merupakan sebagian kecil

contoh implementasi nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari sesanti

Bhinneka Tunggal Ika yang terdiri dari nilai toleransi, nilai keadilan, dan nilai

gotong royong.

1. Implementasi Nilai Toleransi

Sebagai bagian dari nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari

sesanti Bhinneka Tunggal Ika, nilai toleransi harus dipahami dan

diimplementasikan oleh setiap individu untuk menyegarkan suasana

perbedaan dalam setiap sendi-sendi kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara. Memahami dan mengimplementasikan

makna perbedaan merupakan proses yang harus berjalan seiring

dengan kompleksitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara pada era global saat ini.

Untuk menunjukkan sikap toleransi dan kerukunan masyarakat,

dapat diimplementasikan dan dikembangkan melalui beberapa metode

pendekatan antara lain sebagai berikut.

a. Dialog

Pendekatan dalam bentuk dialog perlu dirancang dengan

baik agar tidak menimbulkan ketegangan di kalangan

masyarakat Indonesia sebagai masyarakat majemuk jika dilihat

dari suku, agama, ras dan antargolongan. Hal itu perlu

digerakkan oleh seluruh komponen bangsa tanpa melihat dan

memandang perbedaan etnik atau paham politik. Adapun

pelaksanaan dialog dengan melibatkan tokoh agama, tokoh

masyarakat, dan tokoh adat, dengan bersikap terbuka dan

ikhlas untuk mendengar dan menyerap pandangan-pandangan

yang berbeda.

Dialog dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan

solusi terbaik dari permasalahan yang dihadapi, solusi yang

dapat diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Hal itu dilakukan guna membiasakan dan memaknai

toleransi yang sesungguhnya disesuaikan pada kehidupan

Page 35: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

35

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga terwujud

kondisi kehidupan masyarakat yang harmonis, sopan, hormat,

dan saling memaafkan.

b. Pendidikan

Upaya untuk mengembangan sikap toleransi dapat

dilaksanakan melalui kegiatan pendidikan baik formal maupun

nonformal, dengan memperhatikan mata pelajaran yang

berorientasi pada pengembangan akhlak, bela negara, dan

moralitas. Hal itu terdapat dalam bentuk latihan-latihan

pengamalan sikap, watak, kepribadian, jujur, terbuka,

pengendalian diri, dan percaya diri untuk membangun

kehidupan yang toleran dalam kebersamaan. Berdasarkan

pertimbangan di atas, diperlukan program pendidikan baik

formal maupun nonformal secara terus menerus agar setiap

siswa/orang mendapatkan latihan-latihan yang bermakna

terkait dengan pengembangan sikap toleransi dan

kebersamaan.

Pendidikan yang baik akan mengembangkan wawasan

dan pola pikir serta kebijakan dalam pengambilan keputusan,

pertimbangan-pertimbangan rasional akan lebih dominan dalam

menyikapi fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

c. Seni Budaya

Masyarakat Indonesia sejak dahulu dikenal kaya dengan

potensi lokal terutama bidang seni budaya yang dimiliki oleh

setiap daerah di seluruh wilayah nusantara dari Sabang sampai

Merauke. Kenyataan itu telah menjadi modal kekayaan bangsa

dalam mempersatukan bangsa Indonesia yang telah diwariskan

secara turun temurun yang dapat dipakai sebagai alat

pemersatu bangsa dan memperkenalkan Indonesia, baik dalam

forum lokal, nasional, maupun internasional.

Kekayaan seni budaya sebagai kearifan lokal juga

menunjukkan identitas setiap daerah sebagai bagian kekayaan

seni budaya bangsa Indonesia dan secara nyata dapat diterima

Page 36: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

36

baik oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Derasnya

pengaruh nilai-nilai budaya global, sejalan dengan proses

modernisasi, masyarakat kita harus tetap memelihara eksistensi

jati diri bangsa Indonesia melalui pertukaran budaya

antardaerah. Hal itu dapat dilakukan dengan cara mengirim

duta-duta budaya ke berbagai negara serta menggunakan batik

sebagai pakaian nasional. Hal itu menunjukkan sikap yang

menjunjung tinggi setia, musyawarah, terbuka, hormat, rasa

ikhlas dan sopan santun yang diharapkan akan meningkatkan

persatuan dan kesatuan bangsa. Hal tersebut dilakukan guna

mewujudkan negara Indonesia yang kokoh dengan

mempertahankan eksistensi Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

2. Implementasi Nilai Keadilan

Untuk menunjukkan sikap keadilan dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dapat diimplementasikan

dan dikembangkan melalui metode pendekatan antara lain sebagai

berikut:

a. Reformasi Hukum

Indonesia telah menjalankan upaya reformasi hukum dan

kelembagaan yang bertujuan untuk menciptakan lembaga

penegakkan hukum yang mampu menghasilkan pemerintahan

yang bersih dengan membentuk:

1) Komisi Yudisial dengan harapan terciptanya peradilan

atap;

2) Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang;

3) Komisi pengawas terhadap lembaga yudisial, yaitu

Kejaksaan dan Kepolisian.

Terbentuknya berbagai lembaga penegakkan hukum

tersebut tetap memerlukan usaha yang berkesinambungan

untuk menjamin perubahan yang dapat membawa keadilan

lebih dirasakan oleh masyarakat sehingga rasa keadilan sosial

dalam penegakan hukum dapat terpenuhi.

b. Penyediaan Pelayanan Hukum

Page 37: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

37

Penyediaan pelayanan hukum dilakukan dengan

membangun dukungan publik terhadap permintaan pencari

keadilan untuk dapat menegakkan dan mempertahankan hak-

hak khususnya bagi masyarakat miskin, rentan, dan marginal.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar adanya

tiga jenis sengketa yang paling lazim dilaporkan oleh

masyarakat, yaitu kejahatan, konflik tanah, dan sengketa

keluarga. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk

mengatasinya secara serempak dengan melibatkan

pemerintah, penegak hukum, tokoh adat dan tokoh masyarakat.

Dengan demikian, masyarakat diharapkan dapat memiliki nilai

pemberian hak pada pihak yang berhak dan memiliki rasa

keadilan sosial serta rasa pemerataan ekonomi untuk dapat

memperkuat rasa persatuan dan kesatuan.

3. Implementasi Nilai Gotong Royong

Gotong royong sudah merupakan kepribadian dan budaya

bangsa Indonesia yang menjadi salah satu ciri khas bangsa dan yang

telah berakar kuat dalam perilaku kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. Seiring dengan waktu, perilaku

kegotongroyongan cenderung mulai memudar akibat pengaruh era

globalisasi (budaya luar) yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa

Indonesia, seperti individualisme dan Paket Instruksi (PI)alisme,

khususnya yang merambah daerah perkotaan. Namun, kita patut

bersyukur bahwa sistem budaya kita yang dilandasi oleh nilai-nilai

kebangsaan yang bersumber dari Sesanti Bhinneka Tunggal Ika

merupakan benteng kokoh dalam menghadapi arus perubahan

tersebut.

Untuk dapat meningkatkan sikap dan perilaku gotong royong

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kita dapat

saling bermusyawarah, saling menasehati, saling memberi dengan

rasa sukarela, bersemangat, bekerja keras, silaturahmi, beradaptasi,

produktif dan kreatif. Hal itu dapat diimplementasikan dan

dikembangkan melalui pendekatan nonformal dengan mengumpulkan

anggota masyarakat di Balai Pertemuan Warga dengan tujuan

Page 38: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

38

memberikan penjelasan bahwa sikap gotong royong seharusnya

dimiliki seluruh elemen atau lapisan masyarakat. Dengan demikian,

segala sesuatu dapat dikerjakan dengan lebih mudah dan dapat

diselesaikan dengan lebih cepat sehingga meningkatkan hubungan

persaudaran, tanggung jawab, saling menasihati, rasa sukarela,

pemahamannya bahwa bekerja adalah ibadah dan silaturahmi akan

semakin erat. Untuk meningkatkan kesadaran tersebut perlu diketahui

latar belakang dan alasan pentingnya bergotong royong dalam

kehidupan bermasyarakat yaitu sebagai berikut :

a. Manusia membutuhkan sesamanya untuk mencapai

kesejahteraan baik jasmani maupun rohani.

b. Manusia dikatakan berarti dalam kehidupannya apabila ia

berada dalam kehidupan sesamanya.

c. Manusia sebagai makhluk berbudi luhur memiliki rasa saling

mencintai, mengasihi dan tenggang rasa terhadap sesamanya.

d. Dasar keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha

Esa mengharuskan setiap manusia bekerja sama dan

bergotong royong untuk mencapai kesejahteraan hidupnya baik

di dunia maupun di akhirat.

e. Usaha yang dilakukan secara gotong royong akan menjadikan

suatu kegiatan terasa lebih ringan, mudah dan lancar.

Page 39: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

39

BAB V

PENUTUP

Rasa kebangsaan adalah jiwa dan semangat kebangsaan yang bersumber

dari Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Sesanti Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini

dicerminkan dalam sikap dan perilaku warga negara yang senantiasa

mengutamakan persatuan bangsa dan kesatuan wilayah dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sesanti Bhinneka Tunggal Ika merupakan pernyataan jiwa dan semangat

bangsa Indonesia persatuan dan kesatuan bangsa dalam keberagaman. Semboyan

Bhinneka Tunggal Ika merumuskan dengan tegas adanya harmoni antara "hal yang

satu" dengan "hal yang banyak", yakni kesatuan dalam kemajemukan.

Keanekaragaman dalam segala aspek kehidupan tidak menjadi ancaman bagi

persatuan dan kesatuan bangsa, tetapi justru diharapkan menjadi kekayaan bagi

bangsa Indonesia sepanjang sejarahnya.

Penulis

Page 40: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

40

DAFTAR PUSTAKA

1. Bintarto, R. 1980. Gotong Royong : Suatu Karakteristik Bangsa

Indonesia.Surabaya: PT. Bina Ilmu.

2. Darmodihardjo, D. dkk. 1991. Santiaji Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional.

3. Darmodihardjo,D. 1990. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Malang:

IKIP Malang.

4. Darmaputera, Eka. 1997. Pancasila: Identitas dan Modernitas Tinjauan Etis

dan Budaya. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

5. Ditap Translai Universal Deputi Bidang Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan,

2012, Naskah Akhir Pemahaman Nilai-nilai Sesanti Bhinneka Tunggal Ika di

12 Provinsi (Aceh, Kepri, Jambi, Bengkulu, Sumsel, Bangka Belitung, Jatim,

NTB, Sulut, Maluku, Maluku Utara, dan Papua), Lemhannas RI.

6. Hardono, Hadi. 1994. Hakikat dan Muatan Filsafat Pancasila. Yogyakarta:

Kanisius.

7. Hefner, Robert W. 2007. “Multikulturalisme dan Kewarganegaraan di

Malaysia, Singapore, dan Indonesia”, dalam Politik Multikulturalisme:

Menggugat Realitas Kebangsaan. Ed. Robert W. Hefner ter. Bernardus

Hidayat. Yogyakarta: Kanisius.

8. Ismail, Faisal. 2012. Republik Bhinneka Tunggal Ika, Mengurai Isu-Isu Konflik,

Multikulturalisme Agama dan Sosial Budaya. Jakarta: Kementerian Agama RI,

Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan.

9. Kaelan.1987. Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Liberty.

10. Marijan, K. 1999.”Wajah Demokrasi Kita”. Dalam Republika, 23 Januari.

11. Naisbitt, J. 1997. Mega Trend 2000. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

12. Sedyawati, Edy dkk. 1997. Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur.

Jakarta: Balai Pustaka.

13. Sudaryono, 2006. “Mengoptimalkan Semangat Bhinneka Tunggal Ika dalam

Kemajemukan Bangsa Guna Melaksanakan Pembangunan Nasional dalam

Rangka Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Jakarta: Taskap

KSA XIV Lemhannas RI.

14. Suparlan, Parsudi. 2003. ”Bhinneka Tunggal Ika: keanekaragaman suku

bangsa atau kebudayaan?”. Dalam Antropologi Indonesia. Vol 27 No. 72.

Jakarta: Universitas Indonesia (UI).

Page 41: PENDAHULUAN A. Umum - Itenas

41

15. Syarbaitu, S. dkk. 2002. Sosiologi dan Poliik. Jakarta: Ghalia.

16. Syukur, Abdul. 2005. Ensiklopedia Umum untuk Pelajar, Jilid 6. Jakarta:

Ichtiar Baru van Hoeve.

17. Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani. 1999. Transformasi

Bangsa Menuju Masyarakat Madani.

18. Tim Penyusun Lemhannas RI, 2012. Buku Induk Nilai-Nilai Kebangsaan

Indonesia yang Bersumber dari Empat Konsensus Dasar Bangsa, Jakarta,

Lemhannas RI.

19. Wittgenstein L. 1969. Tractatus Logoco-Philosophicus, Fourth Impression,

with a new Translation by D. F. Pears and B.F. Mc. Guinnes, London:

Routledge and Kegan Paul Ltd.

20. Yamin, Muhammad. 1954. 6000 Tahun Sang Merah Putih. Siguntang.

21. Yaqin, M.A. 2005. Pendidikan Multicultural Cross-Cultural Understanding

untuk Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media.

22. Zaprulkhan. 2012. Filsafat Umum. Sebuah Pendekatan Tematik. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.