23
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep kedaulatan yang dianut. Kedaulatan merupakan konsepsi yang berkaitan dengan kekuasaan tertinggi dalam organisasi negara. Sebagaimana dikutip oleh Isra dalam Sarbaini (2015:105) yang menyatakan bahwa “kekuasaan tersebut biasanya dipahami sebagai sesuatu yang bersifat abstrak, tunggal dan utuh serta tidak berasal dari kekuasaan lain lebih tinggi.” Sekalipun demikian, pengakuan terhadap kekuasaan pemegang kekuasaan tertinggi di suatu negara tidak mutlak. Ia mengalami perkembangan baik dari sisi pemikiran maupun ketatanegaraan, mulai dari kedaulatan tuhan hingga gagasan kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat. (Sarbaini, 2015:105) Lebih lanjut Sarbani menjelaskan (2015:106) bahwa dalam khazanah pemikiran tentang negara dan praktik kenegaraan sepanjang peradaban manusia, dari beberapa teori tentang kedaulatan, teori kedaulatan yang saat ini paling banyak dianut oleh negara-negara di dunia sejak peradaban rasionalisme berkembang adalah kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum di mana kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi. Demokrasi telah menjadi arus utama negara-negara modern yang dalam

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah

konsep kedaulatan yang dianut. Kedaulatan merupakan konsepsi yang

berkaitan dengan kekuasaan tertinggi dalam organisasi negara. Sebagaimana

dikutip oleh Isra dalam Sarbaini (2015:105) yang menyatakan bahwa

“kekuasaan tersebut biasanya dipahami sebagai sesuatu yang bersifat abstrak,

tunggal dan utuh serta tidak berasal dari kekuasaan lain lebih tinggi.”

Sekalipun demikian, pengakuan terhadap kekuasaan pemegang kekuasaan

tertinggi di suatu negara tidak mutlak. Ia mengalami perkembangan baik dari

sisi pemikiran maupun ketatanegaraan, mulai dari kedaulatan tuhan hingga

gagasan kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat. (Sarbaini, 2015:105)

Lebih lanjut Sarbani menjelaskan (2015:106) bahwa dalam khazanah

pemikiran tentang negara dan praktik kenegaraan sepanjang peradaban

manusia, dari beberapa teori tentang kedaulatan, teori kedaulatan yang saat

ini paling banyak dianut oleh negara-negara di dunia sejak peradaban

rasionalisme berkembang adalah kedaulatan rakyat dan kedaulatan hukum di

mana kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi.

Demokrasi telah menjadi arus utama negara-negara modern yang dalam

Page 2: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

2

pelaksanaannya dijalankan atas dasar prinsip persamaan, yaitu bahwa setiap

warga negara memiliki kesamaan hak dan kedudukan di dalam Pemerintahan.

Oleh karena itu, setiap warga negara sejatinya memiliki kekuasaan yang sama

untuk memerintah. Kekuasaan rakyat inilah yang menjadi sumber legitimasi

dan legalitas kekuasaan negara.

Kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum (pemilu) dianggap

sebagai lambang sekaligus tolak ukur dari demokrasi meskipun demokrasi

tidak sama dengan pemilihan umum. Sebagaimana yang dikemukakan

Junaidi dalam Prasetyoningsih (2014:242) yang menyatakan bahwa

Pemilihan Umum merupakan wujud nyata demokrasi prosedural, meskipun

demokrasi tidak sama dengan pemilihan umum, namun pemilihan umum

merupakan salah satu aspek demokrasi yang sangat penting yang juga harus

diselenggarakan secara demokratis.

Penyelenggaraan pemilihan umum awalnya hanya ditunjukkan untuk

memilih anggota lembaga perwakilan yaitu Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Dewan Perwakilan

Daerah (DPD). Akan tetapi, setelah amandemen ke- IV Undang-Undang

Dasar 1945 tahun 2002, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres)

yang awalnya dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),

disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga Pilpres masuk ke

dalam rezim pemilu

Page 3: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

3

(http://id.m.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_di_Indonesia, diakses pada

tanggal 07 Desember 2016 pukul 21.00 WIB)

Penyelenggaraan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2004 dalam

lingkup nasional yang pada saat ini masuk ke dalam rezim pemilu menjadi

hal yang mendasari diselenggarakannya pemilihan Kepala Daerah. Hal

tersebut sejalan dengan pendapat Harahap (2016 : 17) yang menyatakan

bahwa:

“Penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

2004 secara langsung telah mengilhami dilaksanakannya

pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada)

secara langsung pula sebagaimana pemilihan umum yang

diselenggarakan atas dasar manifestasi prinsip persamaan di muka

hukum dan kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dikatakan sebagai alat untuk

meningkatan partisipasi publik dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara yang disalurkan melalui pengaturan dengan mekanisme

yang semakin mencerminkan prinsip keterbukaan dan persamaan

bagi setiap warga negara serta merupakan proses dari peralihan

pemimpin suatu daerah yang melibatkan peran nyata publik atau

rakyat secara berkedaulatan.”

Sebagaimana Masuknya Pilkada ke dalam rezim pemilu juga dapat

dilihat dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang

Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Melalui Undang-Undang tersebut,

Pilkada masuk ke dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama

Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat

dengan Pemilukada. Adapun pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

97/PPU-XI/2013, secara tegas Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa

Pemilihan Kepala Daerah bukanlah rezim pemilu. Dalam putusan tersebut,

Page 4: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

4

pemilihan umum hanya diartikan sebagai limitatif yang sesuai dengan Pasal

22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu

Pemilihan Umum yang diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden

serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dilaksanakan setiap 5 tahun

sekali. Oleh karena itu, perluasan makna tentang Pemilu yang mencakup

Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (Pemilihan Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah) merupakan inkonstitusional menurut Mahkamah

Konstitusi. Dikatakan demikian karena Pemilihan Kepala Daerah bukan

termasuk ke dalam rezim pemilu melaikan rezim Pemerintahan Daerah

(Pemda). Oleh karena itu, istilah yang paling mungkin digunakan adalah

“Pemilihan” atau setidak-tidaknya menggunakan istilah Pilkada (Pemilihan

Kepala Daerah) bukan Pemilihan Umum (Pemilu) Kepala Daerah. (Rajab,

2015:7)

Pilkada merupakan pesta demokrasi rakyat dalam memilih Kepala

Daerah beserta wakilnya yang berasal dari usulan partai politik tertentu,

gabungan partai politik atau secara independen dan yang telah memenuhi

persyaratan. (Sumarno:2005,131). Pendapat lain terkait pengertian Pilkada

juga disampaikan oleh Harahap (26 : 18) bahwa :

“Pilkada merupakan suatu aktivitas dari proses demokrasi yang

tidak terlepas dari penyelenggaraan pemilihan umum karena

Pilkada memiliki output yakni pejabat publik dan bukan memilih

pejabat administratif. Pilkada merupakan sarana bagi masyarakat

untuk ikut menentukan figur dan arah kepemimpinan daerah

untuk periode tertentu. Ketika demokrasi mendapat perhatian

yang luas dari masyarakat, maka penyelenggaraan Pilkada yang

Page 5: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

5

demokratis menjadi syarat penting dalam pembentukan

kepemimpinan suatu daerah di mana Pilkada langsung dinilai

sebagai metode nyata yang berfungsi sebagai sarana penyampaian

hak-hak demokrasi rakyat.”

Pengaturan terkait pilkada diatur dalam sejumlah Undang-Undang

mulai dari pengaturan dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah yakni

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan perubahannya Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004, hingga pengaturan tersendiri dalam Undang-Undang

mulai dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 hingga yang terakhir

yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dengan Perubahannya Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan

Walikota. (Rajab, 2015:6)

Perkembangan kehidupan yang demokratis di Indonesia bisa

dikatakan tumbuh dengan sangat pesat dan mengalami dinamika yang cukup

rumit. Sebagaimana dikutip dari salah satu website (Wikipedia, Desember

07,2016), sebelum tahun 2005, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah,

Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat dengan istilah “Pilkada”.

Pemilihan Kepala Daerah yang pertama diselenggarakan berdasarkan adalah

Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2007 yang berdasarkan pada Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2007. Kemudian pada tahun 2011, terbit undang-undang

baru mengenai penyelenggaraan pemilihan umum yaitu Undang-Undang

Page 6: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

6

Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang tersebut istilah yang

digunakan bukan lagi pemilihan Kepala Daerah melainkan Pemilihan

Gubernur, Bupati dan Walikota. (DetikNews, Juli 13,2012)

Asshiddiqie (2006:103) berpendapat bahwa tujuan penyelengggaraan

pemilihan secara langsung yakni untuk memungkinkan terjadinya peralihan

kepemimpinan pemerintah secara tertib dan damai, untuk memungkinkan

terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat, untuk

melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat, dan untuk melaksanakan prinsip

hak-hak asasi warga negara. Artinya bahwa pemilihan secara langsung lebih

mengedepankan urusan dan kepentingan rakyat dalam proses pengambilan

kebijakan suatu keputusan yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang

mampu melahirkan kebijakan-kebiijakan publik yang secara prinsipil selalu

mengutamakan orientasi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat meskipun

dalam prakteknya masih ditemukan permasalahan-permasalahan.

Permasalahan utama ialah dari lemahnya kesadaran berdemokrasi

yang sehat di dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah yang dipengaruhi

oleh beberapa hal. Mulai dari lemahnya kualitas pendidikan dan pengetahuan

sampai pada unsur kemiskinan dan semakin jauhnya jarak kesenjangan sosial.

Sehingga hal-hal tersebut membuka peluang terjadinya penyimpangan dalam

pesta demokrasi oleh beberapa kelompok yang sifatnya egois untuk dapat

mewujudkan kepentingannya melalui pemilihan Kepala Daerah yang dapat

dicermati mulai dari permainan politik uang (money politics), praktek-praktek

kampanye ilegal (black campaign) yang menjatuhkan citra dan fakta

Page 7: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

7

kebenaran lawan politik, manipulasi surat suara, hingga pada sengketa hasil

Pilkada yang kemudian dilanjutkan pada pelanggaran kasus penyuapan hakim

yang menangani sengketa Pilkada.

Sebagai contoh pada kasus Suap Pilkada Lebak (Banten) yang mana

mampu melibatkan pejabat aktif negara, dalam hal ini Atut Qosi’ah (sebagai

Gubernur Banten) dan Aqil Mochtar (sebagai Hakim Konstitusi). Keduanya

telah terbukti dan diproses secara hukum karena melakukan tindak pidana

korupsi (suap) dalam menangani kasus sengketa Pilkada Lebak. Majelis

Hakim Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa Aqil terbukti menerima

suap sebagaimana dakwaannya yaitu terkait penanganan sengketa Pilkada

Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Kalimantan Tengan (Rp 3 miliar),

Pilkada Lebak (Rp 1 miliar), Pilkada Empat Lawang (Rp 10 miliar dan

500.000 dollar AS), dan Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp 3 miliar).

(Lopulalan, Desember 27, 2014)

Berbagai permasalahan yang seringkali terjadi dalam pelaksanaan

Pilkada secara langsung menjadi bahan pertimbangan Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) untuk menghapus sistem Pemilihan

Kepala Daerah secara langsung tersebut. Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia (DPR-RI) kembali mengangkat isu krusial terkait Pemilihan Kepala

Daerah dengan menyusun Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 yang

mengatur Pemilihan Kepala Daerah yang dilakukan melalui DPRD. Sidang

Paripurna DPR-RI pada tanggal 24 September 2014 memutuskan bahwa

Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung atau kembali

Page 8: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

8

dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Putusan Pemilihan

Kepala Daerah secara tidak langsung tersebut didukung oleh 226 anggota

DPR-RI yang terdiri dari Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat

Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32

orang. (KiniNEWS,September 25,2014)

Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati dan Walikota yang mengatur mekanisme Pemilihan Kepala

Daerah secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah

mendapatkan penolakan dari masyarakat luas dan dari berbagai pihak karena

dinilai sebagai langkah mundur di bidang “pembangunan” demokrasi,

sehingga masih dicarikan cara untuk menggagalkan keputusan itu melalui uji

materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bagi sebagian pihak yang lain,

Pilkada tidak langsung atau langsung dinilai sama saja. Tetapi satu hal prinsip

yang harus digarisbawahi (walaupun dalam pelaksanaan Pilkada tidak

langsung nantinya dapat menyenangkan rakyat) adalah karena Pilkada tidak

langsung menyebabkan hak pilih rakyat hilang dan Pilkada tidak langsung

menyebabkan anggota DPRD mendapat dua hak sekaligus, yakni hak pilih

dan hak legislasi. Padahal jika Pilkada secara langsung diselenggarakan, hal

tersebut tidak menyebabkan hak pilih anggota DPRD (sebagai warga negara)

hilang atau dengan kata lain hak pilihnya tetap ada. (Ikhsan, 2013:142)

Menanggapi arus penolakan terhadap Undang–Undang Nomor 22

Tahun 2014 tersebut, selanjutnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Page 9: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

9

mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU)

Nomor 1 Tahun 2014 yang disahkan DPR melalui sidang paripurna di mana

semua fraksi menyetujuinya yang kemudian disahkan menjadi Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang. Dalam PERPPU

tersebut masih dikehendaki bahwa Pemilihan Kepala Daerah harus dilakukan

secara langsung oleh rakyat. (Wulandari, 2016 :16)

Menurut Agustino sebagaimana dikutip dalam Ikhsan (2013:140),

sejumlah alasan akan terjadinya perubahan sistem Pemilihan Kepala Daerah

dari dipilih oleh DPRD menjadi dipilih langsung oleh masyarakat adalah

karena mekanisme pemilihan secara langsung akan menghadirkan legitimasi

yang lebih kuat bagi Kepala Daerah dibandingkan dengan pemilihan yang

dilakukan oleh DPRD. Alasan lain terkait hal tersebut yakni dalam pemilihan

Kepala Daerah yang dipilih langsung oleh rakyat akan melibatkan partisipasi

politik masyarakat secara nyata, serta dapat mengukuhkan akuntabilitas

pemimpin kepada masyarakatnya. Ketiga alasan konsep tersebut diikat oleh

satu konsep yaitu mengukuhkan demokrasi di tingkat lokal.

Februari 2015, DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Dengan

disahkannya undang-undang tersebut, maka sistem pemilihan Kepala Daerah

kembali dipilih oleh rakyat secara langsung (Wulandari, 2016:8). Ketentuan

di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor

Page 10: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

10

1 Tahun 2014 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dirasa masih

terdapat beberapa inkonsistensi dan menyisakan sejumlah kendala apabila

dilaksanakan sehinnga perlu untuk disempurnakan serta selaras dengan tugas

menegakkan demokrasi berdasarkan Pancasila maka Pilkada dengan

dinamika yang beragam dalam usahanya mencapai tujuan kedaulatan rakyat

pada tanggal 18 Maret 2015, Pemerintah menetapkan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2015 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2015 Tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Salah satu tujuan dari pelaksanaan Pilkada yang diselenggarakan

secara langsung dan serentak ialah untuk menghemat anggaran Pilkada

sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Direktur Eksekutif Perludem

Titi Anggraini dalam Wulandari et.al (2016) mengatakan bahwa :

“secara umum Pilkada langsung dan serentak ini hadir untuk

menguatkan konsolidasi demokrasi lokal di Indonesia. Menurut

paling tidak terdapat tiga hal yang hendak dijawab dari hadirnya

pilkada serentak : Pertama, untuk menciptakan penyelenggaraan

pemilu yang efisien, dan efektif. Kedua, untuk memperkuat derajat

keterwakilan antara masyarakat dengan kepala daerahnya. Ketiga,

menciptakan pemerintahan daerah yang efektif dan efisien dalam

rangka menegaskan sistem pemerintahan presidensialisme.”

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Komisioner Komisi Pemilihan

Umum (KPU) Arief Budiman dalam Rapat Koordinasi Persiapan dan

Page 11: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

11

Pengelolaan Anggaran Pilkada Serentak tahun 2015 yang menjelaskan

bahwa tujuan dilaksanakannya Pemilihan Kepala Daerah serentak supaya

tercipta efektivitas dan efisiensi anggaran.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tersebut, diatur

mengenai KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sebagai lembaga

penyelenggara Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Selain itu,

implementasi dari diterbitkannya Undang-Undang ini, muncul skema

pemilihan Kepala Daerah yang dilaksanakan dalam 3 gelombang. Yakni,

gelombang pertama untuk Kepala Daerah dengan Akhir Masa Jabatan 2015

sampai dengan Juni 2016, maka pemilihan Dilaksanakan Desember 2015.

Gelombang kedua, untuk Kepala Daerah dengan Akhir Masa Jabatan Juli

sampai dengan Desember 2016 dan 2017 yang pemilihannya dilaksanakan

Februari 2017. Dan gelombang ketiga, untuk pemilihan Kepala Daerah

dengan Akhir Masa Jabatan 2018 dan 2019 yang pemilihannya dilaksanakan

Juni 2018. Dari rangkaian pemilihan serentak yang terbagi ke dalam 3

gelombang ini nantinya akan melebur dalam Pemilihan Serentak Nasional

yang akan dilaksanakan oleh seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota di

Indonesia pada tahun 2027. Gelombang pertama Pemilihan Serentak telah

dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2015. Tercatat sebanyak 269 daerah

meliputi 9 Provinsi, 224 Kabupaten, dan 36 Kota di Indoneisa telah

menggelar Pemilihan secara langsung dan serentak. (Wulandary, Februari 24,

2015)

Page 12: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

12

Dalam pelaksanaannya, Pilkada langsung dan serentak sebagai metode

baru di Indonesia dalam pemilihan Kepala Daerah tidak luput dari berbagai

permasalahan. Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini dalam Wulandari

et. al (2016) menjelaskan bahwa :

“ Pilkada serentak yang hadir di bawah payung hukum UU

Nomor 8 Tahun 2015 dalam prakteknya ternyata belum mampu

sepenuhnya mencapai tujuan pilkada serentak itu sendiri. Sebagai

contoh dalam hal efisiensi anggaran di mana penyelenggaraan

Pilkada serentak yang belum sepenuhnya dapat dilakukan dalam

waktu yang bersamaan diseluruh kabupaten/kota dalam satu

provinsi. Hal tersebut tentu akan berdampak pada

membengkaknya biaya penyelenggaraan Pilkada yang harus

dibayarkan pada waktu yang berbeda untuk kedua kalinya. Hal

tersebut tentu tidak akan terjadi apabila Pilkada diselenggarakan

pada waktu yang bersamaan di seluruh kabupaten/kota dalam satu

provinsi karena negara hanya mengeluarkan satu kali honor

penyelenggara untuk dua pemilu yang berbeda.

Inefisiensi anggaran Pilkada serentak gelombang pertama ini juga

disinyalir karena dibiayainya empat aspek kampanye oleh APBD

mulai dari debat publik, iklan media massa elektronik dan cetak,

alat peraga kampanye, dan distribusi alat peraga kampanye.

Seharusnya tidak perlu sepenuhnya dibebankan kepada anggaran

negara dalam membiayai seluruh kebutuhan kampanye,

melaiknan hanya debat publik dan iklan di media massa saja yang

seharusnya dibiayai oleh negara.

Pada sisi lain, jika ditinjau dari segi tahapan penyelenggaraan

pemilu, masih terdapat beberapa persoalan dalam Pilkada

serentak 2015 yang mengganggu efektifitas penyelenggaraan

Pilkada itu sendiri seperti adanya pergeseran anggaran biaya

penyelenggaraan Pilkada yang semula dibebankan pada ABPN ke

APBD. Dalam prakteknya, hal tersebut mengganggu kepastian

pelaksanaan Pilkada di beberapa daerah karena masih belum

memiliki kepastian terkait anggaran. Selain itu, dibebankannya

anggaran Pilkada ke APBD membuka ruang conflict of interest

calon kepala daerah yang berasal dari incumbent.

Tidak hanya cukup sampai di situ, persoalan hak pilih yang

bersumber dari mekanisme pendaftaran pemilih dan sumber data

pemutakhiran daftar pemilih masih menjadi persoalan klasik

Page 13: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

13

yang berulang di mana persoalan tersebut juga terjadi dalam

tahapan kampanye yakni dengan masih terjadinya money politics

menjelang hari pemungutan suara sebagai sarana kandidat untuk

meraih suara terbanyak. Hal lain yang menjadi pesoalan dalam

Pilkada serentak 2015 ialah munculnya fenomena calon tunggal

serta adanya persoalan penegakan hukum pemilu yakni sengketa

pencalonan dan hasil pemilu yang berlarut-larut. Berbagai

persoalan yang muncul dalam Pilkada serentah 2015 tersebut

tentunya akan berpengaruh pada tujuan dan kualitas

penyelenggaraan Pilkada serentak itu sendiri.

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dengan metode

pemilihan secara langsung dan serentak merupakan metode yang pertama kali

dilakukan di Indonesia. Penyelenggaraan Pilkada secara langsung dan

serentak merupakan perwujudan dari implementasi kebijakan Pemilihan

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berdasarkan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Jones (1984 : 166) mengemukakan teori implementasi kebijakan terdiri dari 3

aktivitas utama yang sangat penting dalam implementasi kebijakan publik,

yaitu organization, interpretation, and application. Di dalam implementasi

kebijakan terdapat beberapa model dalm implementasi kebijakan. Salah satu

model implementasi kebijakan ialah yang dikemukakan oleh George Edward

III di mana dalam model implementasi ini komunikasi, sumberdaya, disposisi

sikap serta struktur birokrasi menjadi hal yang saling berkaitan antara satu

dengan yang lainnya dalam keberhasilan sebuah implementasi kebijakan.

Berkaitan dengan implementasi Kebijakan pemilihan Kepala Daerah

secara langsung dan serentak, salah satu daerah yang melaksanakan pesta

Page 14: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

14

demokrasi (pemilu) serentak dan langsung adalah Kabupaten Sidoarjo, Jawa

Timur. Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu kabupaten yang terletak di

Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Kota Surabaya dan

Kabupaten Gresik di utara, Selat Madura di timur, Kabupaten Pasuruan di

selatan, serta Kabupaten Mojokerto di barat. Bersama dengan Gresik,

Sidoarjo merupakan salah satu penyangga utama Kota Surabaya dan termasuk

dalam kawasan Gerbangkertosusilo. Kabupaten Sidoarjo terletak antara 112’5

dan 112’9 Bujur Timur dan antara 7’3 dan 7’5 Lintang Selatan. Pembagian

administratif Kabupaten Sidoarjo yaitu terdiri atas 18 kecamatan yang dibagi

atas 353 desa dan kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Sidoarjo kurang lebih

719,63 Kilo meter persegi. Jumlah populasi yang berada di Kabupaten

Sidoarjo pada tahun 2010 jumlahnya 1.945.252 jiwa dengan kepadatan

sekitar 2.703,13 jiwa per kilo meter persegi. (sidoarjokab, Desember 07,2016)

Sampai saat ini, Pemilihan Kepala Daerah secara langsung yang telah

dilakasanakan di Kabupaten Sidoarjo sudah dilakukan sebanyak 3 kali proses

Pilkada secara langsung yakni :

1. Pilkada Kabupaten Sidoarjo Tahun 2005

Pilkada tahun 2005 ini merupakan Pilkada pertamakalinya yang

dilakukan oleh Kabupaten Sidoarjo secara langsung. Pilkada ini

dilaksanakan pada tanggal 25 September 2005 untuk memilih Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah periode 2005-2010. Pilkada ini

diikuti oleh 3 pasang calon Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo. Ialah

Page 15: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

15

Win Hendarso – Saiful Ilah, Sjamsu Bahri – Fatmah Thota Assegaf,

dan Nadhim – Salam. Pilkada Sidoarjo pada tahun 2005 ini

dimenangkan oleh Drs. H. Win Hendarso, M.Si dan H. Saiful Illah,

S.H yang memperoleh 459.206 ribu suara atau sekitar 67,85 %

mengungguli 2 pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten

Sidoarjo lainnya.

2. Pilkada Sidoarjo Tahun 2010

Pilkada Sidoarjo tahun 2010 ini diselenggarakan pada tanggal 25

Juli 2010 yang diikuti oleh lima pasangan calon Kepala Daerah dan

Wakilnya untuk periode 2010-2015. Kelima pasangan calon tersebut

yakni Yuniawati-Sarto, Emy Susanti-Khulaim Junaidi, Agung Subaly-

Samsul Wahid, Saiful Ilah-Hadi Sutjipto, dan Bambang Prasetyo

Widodo-Khoirul Huda. Dalam Pilkada Sidoarjo tahun 2010 ini

berdasarkan jumlah perolehan suara dimenangkan oleh pasangan

Saiful Ilah – Hadi Sutjipto unggul dengan perolehan suara 450.586

suara (60,45%).

3. Pilkada Sidoarjo Tahun 2015

Pilkada Sidoarjo tahun 2015 ini diselenggarakan bersama-sama

dengan Pilkada daerah lainnya atau dengan kata lain diselenggarakan

secara serentak dengan beberapa daerah di Indonesia pada tanggal 9

Desember 2015. Hal tersebut sesuai berdasarkan pada Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa “Pemilihan

Page 16: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

16

Gubernur, Bupati dan Walikota dilaksanakan setiap 5 tahun sekali

secara serentak diseluruh wilayah Kesatuan Negara Republik

Indonesia.”

Pilkada Sidoarjo tahun 2015 diikuti oleh 4 pasangan calon Bupati

dan Wakil Bupati dengan 1.367.945 pemilih dan total jumlah suara

yang sah sebanyak 720.064 suara. Keempat pasangan calon tersebut

ialah 1) Hadi Sutjipto – Abdul Kholik, 2) Utsman Ikhsan – Ida Astuti,

3) Saiful Ilah – Nur Ahmad Syaifuddin, dan 4) Warih Andono – Imam

Sugiri.

Dalam Pilkada Sidoarjo tahun 2015 ini, dimenangkan oleh

pasangan Saiful Ilah – Nur Ahmad Syaifuddin dengan perolehan suara

424.611 suara (58, 96 %), sedangkan pasangan lainnya masing-

masing medapat 192.414 suara (26, 71 %) yang diperoleh pasangan

Hadi Sutjipto – Abdul Kholik, kemudian Utsman Ikhsan – Tan Mei

Hwa yang mendapat 64.375 suara (8,94 %), serta Warih Handono –

Imam Sugiri dengan perolehan suara sebanyak 38.664 suara (5,36 %).

(http://kpud-sidoarjokab.go.id/, diakses pada 07 Desember 2016 pukul

18.30 WIB)

Dalam pelaksanannya, Pilkada Sidoarjo tahun 2015 yang dilaksanakan

secara langsung dan serentak masih terdapat berbagai permasalahan yang

terjadi di lapangan seperti persoalaan keaslian ijazah peserta Pilkada yang

telah ditetapkan sebagai pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati oleh KPU

Page 17: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

17

Sidoarjo dan persoalan ancaman pembunuhan terhadap salah satu anggota

Panwaslu setempat. Selain itu, dalam terjadi pula dinamisasi politik yang

berkaitan dengan Alat Peraga Kampanye. (Eddy, September 07, 2015)

Secara teoritis maupun teknis, Implementasi Kebijakan Pemilihan

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung dan serentak di

Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 berdasarkan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota merupakan

topik yang sangat menarik untuk dibahas karena pada saat ini Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2015 merupakan hal yang mendasari pelaksanaan

Pilkada secara langsung dan serentak secara nasional. Selain itu, Pelaksanaan

Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Sidoarjo merupakan momentum awal

dari penerapan untuk dilaksanakannya Undang-Undang tersebut.

Berdasarkan hal-hal di atas, peneliti terinspirasi untuk melakukan

penelitian dalam sebuah kajian ilmiah dengan mempelajari dan menganalisis

bahwa sejauh mana pelaksanaan nilai demokratis dalam implementasi

Pemilihan Kepala Daerah secara langsung dan serentak di Kabupaten

Sidoarjo dapat direalisasikan sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015. Apakah sudah berjalan secara

maksimal dengan mekanisme yang baik atau masih belum terealisasi secara

efektif dan efisien karena berbagai kendala atau permasalahan yang terjadi di

lapangan dengan judul penelitian “Implementasi Kebijakan Pemilihan Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (Studi implementasi

Page 18: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

18

kebijakan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara

langsung dan serentak di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sidoarjo

Tahun 2015).

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, kiranya peneliti akan menguraikan beberapa pokok

permasalahan yaitu:

1. Bagaimana implementasi kebijakan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dalam Pemilihan Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah secara langsung dan serentak di Komisi

Pemilihan Umum Kabupaten Sidoarjo tahun 2015 ?

2. Bagaimana hasil dari implementasi kebijakan Pemilihan Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015

Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dalam Pemilihan Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung dan serentak di Komisi

Pemilihan Umum Kabupaten Sidoarjo tahun 2015?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang penulis kemukakan di atas, maka maksud

dan tujuan dalam penelitian ini ialah:

Page 19: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

19

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis implementasi kebijakan

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah menurut Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan

Walikota dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara

langsung dan serentak di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sidoarjo

tahun 2015.

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis hasil dari implementasi kebijakan

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah menurut Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan

Walikota dalam Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara

langsung dan serentak di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sidoarjo

tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, maka diharapkan hasil penelitian dapat

memberikan manfaat :

1. Secara Akademis

a) Dapat dijadikan bahan referensi dalam memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan pada umumnya dan sumbangan pemikiran bagi

pengembangan Ilmu Administrasi Publik pada khususnya mengenai

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung

dan serentak di Kabupaten Sidoarjo.

Page 20: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

20

b) Sebagai bahan untuk dijadikan referensi yang dapat dimanfaatkan oleh

peneliti lain untuk mengembangkan studi lebih lanjut yang berkaitan

dengan penelitian ini.

2. Secara Praktis

a) Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan

wawasan khususnya terkait implementasi kebijakan pemilihan kepala

daerah secara langsung dan serentak.

b) Dapat digunakan sebagai kajian KPUD setempat agar lebih memahami

secara mekanisme pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

secara langsung dan serentak.

c) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai (value),

sumbangan pemikiran dan masukan positif bagi KPUD Kabupeten

Sidoarjo dalam melaksanakan kebijakan yang diambil, khususnya

terkait dengan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

secara langsung dan serentak.

1.5 Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan ini menggambarkan tentang apa yang

dikemukakan dalam skripsi ini dengan tujuan untuk mempermudah berbagai

pihak yang ingin memperoleh gambaran tentang penelitian ini. Secara garis besar

sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab, yaitu :

Page 21: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

21

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan

masalah dan manfaat penelitian serta sistematika penelitian. Dari

bab ini diharapkan pembaca dapat memahami secara garis besar

dari penulisan skripsi ini dengan terstruktur dan sistematis

mengenai implementasi kebijakan Pemilihan Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dalam

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara

langsung dan serentak di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten

Sidoarjo tahun 2015.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat tentang kepustakaan teori-teori yang digunakan

oleh peneliti sebagai landasan dalam pemecahan masalah yang ada.

Adapun teori-teori yang digunakan berkaitan dengan konsep yang

akan dibahas meliputi Konsep Administrasi Publik, Paradigma

Administrasi Publik, Kebijakan Publik, Siklus Kebijakan

Publik,Konsep Implementasi Kebijakan Publik, Model

Implementasi Kebijakan Publik, Demokrasi dan Pemilu, dan

Pengertian Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota serta

Pemilihan Kepala Daerah secara langsung dan serentak.

Page 22: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

22

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang digunakan

yang meliputi jenis penelitian, fokus penelitian, lokasi dan situs

penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data,

instrumen penelitian, dan analisis data yang dipergunakan serta

keabsahan data.

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian

yang berkaitan dengan rumusan masalah dan fokus yang diteliti

terkait Implementasi kebijakan Pemilihan Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dalam

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara

langsung dan serentak di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten

Sidoarjo tahun 2015. Data yang disajikan kemudian dianalisis dan

dibahas atau diintrepretasikan oleh penulis.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil pembahasan dan saran yang

diberikan oleh penulis sesuai dengan permasalahan dalam

penelitian ini yakni terkait implementasi kebijakan Pemilihan

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah menurut Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan

Walikota dalam Pemilihan Kepala Daerah secara langsung dan

Page 23: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/3690/2/BAB I.pdf · 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar yang menentukan banguan suatu negara adalah konsep

23

serentak di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sidoarjo tahun

2015