Upload
doanxuyen
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENCEGAHAN INFEKSI Aeromonas hydrophila
PADA BENIH IKAN LELE Clarias sp. YANG BERUMUR 11 HARI
MENGGUNAKAN BAWANG PUTIH DAN MENIRAN
RETNO ASTRINI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
PENCEGAHAN INFEKSI Aeromonas hydrophila PADA BENIH IKAN
LELE Clarias sp. YANG BERUMUR 11 HARI MENGGUNAKAN
BAWANG PUTIH DAN MENIRAN
Adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang telah diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2012
RETNO ASTRINI
C14080037
ABSTRAK
RETNO ASTRINI. Pencegahan infeksi Aeromonas hydrophila pada
benih ikan lele Clarias sp. yang berumur 11 hari menggunakan meniran dan
bawang putih. Dibimbing oleh DINAMELLA WAHJUNINGRUM dan MIA
SETIAWATI.
Bakteri Aeromonas hydrophila dapat menyebabkan berbagai macam penyakit
pada ikan lele. Fitofarmaka yang digunakan sebagai upaya pencegahan adalah
campuran bawang putih dan meniran. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan
dosis bawang putih dan meniran yang dicampur ke pakan dalam bentuk tepung
pada benih lele berumur 11 hari. Benih ikan lele yang digunakan berukuran
panjang 1,53±0,26 cm dan bobot 40±16 mg. Penelitian ini terbagi menjadi dua
tahap, yaitu tahap penentuan dosis dan tahap pengujian dosis. Perlakuan dilakukan
selama 21 hari, kemudian uji tantang dilakukan dengan metode perendaman
selama 60 menit dengan kepadatan bakteri A. hydrophila 104 cfu/mL. Parameter
yang diamati yaitu kelangsungan hidup, jumlah konsumsi pakan, pertumbuhan
relatif, pengamatan organ hati, dan kualitas air. Hasil penelitian membuktikan
bahwa perlakuan bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt memberikan
kelangsungan hidup benih lele sebesar 81,11±3,85%. Pencegahan infeksi bakteri
A. hydrophila dengan pakan campuran bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt
efektif dilakukan pada benih ikan lele.
Kata kunci : Aeromonas hydrophila, benih ikan lele, bawang putih, meniran.
ABSTRACT
RETNO ASTRINI. Prevention of infection Aeromonas hydrophila on catfish
Clarias sp. juvenile from 11 days to use garlic and meniran. Supervised by
DINAMELLA WAHJUNINGRUM and MIA SETIAWATI.
Aeromonas hydrophila can cause various diseases in catfish. Fitofarmaka used as
prevention is a mixture of garlic and meniran. This study aimed to determine the
dose garlic and meniran mixed into the feed in the form of flour in 11-day-old-
catfish juvenile. Catfish juvenile used a length of 1,53±0.26 cm and weight of
40±16 mg. The study was divided into two phases, the first phase was
determination of the dose and the second to testing phase. The treatment carried
out for 21 days, then the challenge test was conducted by immerse for 60 minutes
at bacterial density A.hydrophila 104 cfu/mL. Parameters observed the survival,
the amount of feed intake, relative growth, observation of the liver, and water
quality. The research proves that treatment garlic 25 ppt and meniran 5 ppt
provide seed viability catfish at 81,11±3,85%. A. Prevention of bacterial
infection A.hydrophila to feed mixture garlic 25 ppt and meniran 5 ppt effectively
carried on catfish juvenile.
Keywords: Aeromonas hydrophila, catfish seed, garlic, meniran.
PENCEGAHAN INFEKSI Aeromonas hydrophila
PADA BENIH IKAN LELE Clarias sp. YANG BERUMUR 11 HARI
MENGGUNAKAN BAWANG PUTIH DAN MENIRAN
RETNO ASTRINI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya
Departemen Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Skripsi : Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila pada Benih
Ikan Lele Clarias sp. yang Berumur 11 hari
Menggunakan Bawang Putih dan Meniran
Nama Mahasiswa : Retno Astrini
Nomor Pokok : C14080037
Menyetujui
Pembimbing I
Dr. Dinamella Wahjuningrum
NIP. 19700521 199903 2 001
Pembimbing II
Dr. Mia Setiawati
NIP. 19641026 199203 2 001
Mengetahui
Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Ir. Sukenda M.Sc
19671013 199302 1 001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan atas segala
rahmatNya sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan dengan baik. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni hingga Agustus 2012
bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor adalah mengenai
kesehatan ikan dengan judul “Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila pada
Benih Ikan Lele yang Berumur 11 Hari Menggunakan Bawang Putih dan
Meniran”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Dinamella Wahjuningrum
dan Dr. Mia Setiawati sebagai dosen pembimbing yang senantiasa memberikan
bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi, kepada Dadang Shafruddin,
M.Si atas bantuannya dalam pengadaan benih ikan untuk penelitian ini. Ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Orangtua, saudara, dan rekan-rekan
penulis terutama Pak Ranta, Bu Rini, Ka Rahman, Ka Rahmat, Ka Yesi, Ka
Shavika, Ka Ririn, Ka Nurlita, Ka Trian, Pondok Sabar (Asbul, Ojan, Daus,
Taqin, Akil), BDP Patmo khususnya Adith, Jeanni, Pika, Titi, Ulfah, Nurlita,
Yadi, Erriza, Kurnia.F, Ivan, Aldilla, BDP 46 terutama Ferdi, Arest, Hilmi,
Cahyadin, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan satu persatu, atas segala
bantuan yang telah diberikan.
Penulis berharap agar karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Bogor, November 2012
RETNO ASTRINI
C14080037
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Retno Astrini merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Penulis dilahirkan di Gunung Kidul pada tanggal 05 November 1990
dari pasangan Bapak Narto dan Ibu Kartimi. Penulis memiliki saudara kandung
laki-laki bernama Dhanu Sutomo.
Penulis memulai pendidikan pada tahun 1995 di Taman Kanak-kanak
Marita Ciledug Tangerang. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah
Dasar pada tahun 1996-2002, pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
tahun 2002-2005, dan pendidikan Sekolah Menengah Umum pada tahun 2005-
2008 di Budi Luhur Ciledug Tangerang. Kemudian penulis masuk ke Institut
Pertanian Bogor jurusan Teknologi dan Manajemen Budidaya Perairan melalui
jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama perkuliahan penulis pernah mengikuti beberapa kegiatan di
kampus antara lain, sebagai Bendahara II di HIMAKUA periode 2009/2010 dan
Bendahara Umum periode 2010/2011 di HIMAKUA. Penulis juga menjadi asisten
untuk program S1 tahun 2012 pada mata kuliah Dasar-dasar Mikrobiologi
Akuatik tahun ajaran 2010/2011 dan 2011/2012 dan Manajemen Kesehatan
Akuakultur tahun ajaran 2009/2010. Penulis juga mengikuti kegiatan praktik
lapang di PT. Nuansa Ayu Karamba, Kepulauan Seribu pada tahun 2011. Tugas
akhir di perguruan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi berjudul
“Pencegahan infeksi Aeromonas hydrophila pada benih ikan lele Clarias sp.
yang berumur 11 hari menggunakan bawang putih dan meniran”.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xi I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 II. BAHAN DAN METODE ................................................................................ 3
2.1 Metode Penelitian........................................................................................ 3
2.1.1 Penyediaan dan Perbanyakan Bakteri Uji .......................................... 3 2.1.2 Uji LC50 (Mangunwardoyo 2010) ...................................................... 4 2.1.3 Pembuatan Tepung Bawang Putih dan Meniran ................................ 4 2.1.4 Pembuatan Pakan Uji ......................................................................... 4 2.1.5 Persiapan Wadah dan Ikan Uji ........................................................... 5 2.1.6 Tahap Penentuan Dosis ...................................................................... 5 2.1.7 Tahap Pengujian Dosis ....................................................................... 6
2.2 Parameter Pengamatan Tahap Pengujian Dosis .......................................... 7 2.2.1 Kelangsungan Hidup .......................................................................... 7 2.2.2 Jumlah Konsumsi Pakan .................................................................... 8 2.2.3 Pertumbuhan Relatif........................................................................... 8
2.2.4 Pengamatan Organ Hati ..................................................................... 8 2.2.5 Kualitas Air ........................................................................................ 8
2.3 Analisis Data ............................................................................................... 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 10
3.1 Hasil Tahap Penentuan Dosis.................................................................... 10 3.1.1 Kelangsungan Hidup ........................................................................ 10
3.2 Hasil Tahap Pengujian Dosis .................................................................... 10 3.2.1 Kelangsungan Hidup ........................................................................ 10
3.2.2 Jumlah Konsumsi Pakan .................................................................. 11 3.2.3 Pertumbuhan Relatif......................................................................... 12 3.2.4 Pengamatan Organ Hati ................................................................... 12 3.2.5 Kualitas Air ...................................................................................... 13
3.3 Pembahasan ............................................................................................... 16 IV. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 21
4.1 Kesimpulan ............................................................................................... 21 4.2 Saran .......................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22 LAMPIRAN ......................................................................................................... 25
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perlakuan pada tahap penentuan dosis selama 21 hari sebelum uji tantang .. 6
2. Perlakuan pada tahap pengujian dosis selama 21 hari sebelum uji tantang ... 6
3. Parameter kualitas air, satuan, dan alat ukur selama perlakuan ..................... 8
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Skema prosedur penelitian. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif,
(A) Dosis bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt, (B) Dosis bawang
putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ..................................................................... 7
2. Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap penentuan
dosis. (K-) Kontrol negatif, (A) Dosis bawang putih 20 ppt dan meniran
5 ppt, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ........................... 10
3. Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap pengujian
dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang
putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ................................................................... 11
4. Jumlah konsumsi pakan benih lele sebelum uji tantang pada tahap
pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis
bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ...................................................... 11
5. Pertumbuhan relatif benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian
dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang
putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ................................................................... 12
6. Organ hati benih lele .................................................................................... 13
7. Kandungan DO (Dissolved Oxygen) media pemeliharaan benih lele
selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+)
Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ............ 14
8. Kandungan pH media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada
tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B)
Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ............................................ 14
9. Kandungan TAN (Total Amoniak Nitrogen) media pemeliharaan benih
lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif,
(K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. ... 15
10. Kandungan suhu media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada
tahap pengujian dosis. .................................................................................. 15
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil penelitian bawang putih dan meniran pada ikan lele .......................... 26
2. Perhitungan nilai LC50 ................................................................................. 27
3. Perhitungan kepadatan bakteri A. hydrophila untuk uji tantang .................. 28
I. PENDAHULUAN
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan unggulan pada budidaya ikan air
tawar disamping ikan mas, patin, serta gurame karena teknologi budidaya ikan
lele sudah banyak dikuasai masyarakat dan memiliki peluang pasar yang cukup
tinggi. Kementrian Kelautan Perikanan (KKP 2010) menargetkan produksi ikan
lele meningkat dari 495 ribu ton pada tahun 2012 menjadi 900 ribu ton pada tahun
2014 atau kenaikan total sebanyak 450% (rata-rata 35% per tahun). Peningkatan
produksi tersebut mencakup semua kegiatan budidaya yaitu kegiatan pembenihan
dan kegiatan pembesaran.
Kegiatan pembesaran ikan lele membutuhkan pasokan benih secara
kontinu untuk memenuhi target produksi KKP pada tahun berikutnya.
Pemeliharaan dengan menggunakan kepadatan tinggi dilakukan agar mampu
memenuhi pasokan benih. Benih yang dihasilkan juga harus dalam keadaan sehat
dan terbebas dari penyakit. Benih merupakan stadia yang sangat penting dan kritis
sehingga mudah terinfeksi suatu penyakit (Tucker 1991). Pencegahan terhadap
penyakit harus dilakukan mulai dari benih agar dapat dihasilkan ikan lele yang
berkualitas.
Penyakit merupakan kendala utama untuk keberhasilan produksi.
Timbulnya penyakit dapat terjadi karena kepadatan ikan tinggi saat pemeliharaan,
transportasi benih, penanganan, dan kualitas air yang buruk (Thanikachalam
2010). Ikan lele mudah terserang penyakit akibat infeksi bakteri Aeromonas
hydrophila. Bakteri A.hydrophila dapat menyebabkan penyakit MAS (Motile
Aeromonas Septicaemia), hemorrhagic septicaemia, ulcer disease atau red-sore
disease (White 1989). Untuk mencegah terjadinya infeksi tersebut maka
dilakukan kegiatan pencegahan terhadap penyakit. Kegiatan pencegahan yang
dapat dilakukan yaitu menggunakan vaksin dan probiotik (Thanikachalam et al
2010) serta fitofarmaka (Sholikhah 2009), karena fitofarmaka memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan kegiatan pencegahan lainnya yaitu dapat dibuat dengan
teknik yang sederhana dan tidak menimbulkan kerusakan lingkungan untuk
pemakaian dalam waktu yang lama. Fitofarmaka merupakan sediaan bahan alam
dari tanaman yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah
2
dengan uji praklinis dan uji klinis dan bahan baku serta produk jadinya telah
distandarisasi (Badan POM.RI. 2005).
Aplikasi pencegahan penyakit dengan fitofarmaka pada akuakultur dapat
dilakukan dengan cara injeksi, melalui media budidaya, dan penambahan dalam
pakan. Menurut Sholikhah (2009), fitofarmaka yang dicampur dalam pakan dinilai
lebih praktis dalam hal pembuatan dan pemberiannya pada ikan lele dibandingkan
pemberian fitofarmaka secara injeksi pada penelitian Ayuningtyas (2008)
terutama dalam budidaya skala massal.
Fitofarmaka yang digunakan adalah campuran bawang putih dan meniran
yang menghasilkan nilai kelangsungan hidup ikan lele tertinggi yaitu sebesar
66,67% dibandingkan dengan fitofarmaka lainnya seperti lidah buaya, daun
pepaya, dan paci-paci pada penelitian Sartika (2011). Dosis campuran bawang
putih dan meniran dalam pakan yang efektif untuk mencegah infeksi bakteri
A.hydrophila adalah bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt pada ikan lele ukuran
±10 cm (Sholikhah 2009). Sedangkan Widiani (2011) menyatakan bahwa
pemberian pakan campuran bawang putih dan meniran yang efektif untuk
pencegahan adalah selama 21 hari. Hasil penelitian tersebut dicantumkan pada
Lampiran 1.
Penggunaan campuran bawang putih dan meniran yang telah dilakukan
pada Lampiran 1 diberikan pada ikan lele berumur 60 hari sehingga belum ada
informasi ilmiah tentang dosis pencegahan infeksi bakteri A.hydrophila untuk
ukuran ikan yang lebih kecil (1,53±0,26 cm).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis efektif bawang putih dan
meniran dalam pakan benih ikan lele yang berumur 11 hari sebagai upaya
pencegahan infeksi bakteri A.hydrophila sehingga diharapkan dapat diproduksi
pakan benih berkualitas untuk skala massal.
II. BAHAN DAN METODE
2.1 Metode Penelitian
2.1.1 Penyediaan dan Perbanyakan Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan adalah bakteri A.hydrophila yang diperoleh dari
Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bakteri tersebut
disuntikkan secara intramuskuler pada ikan lele untuk menguji virulensinya.
Setelah itu dilakukan reisolasi bakteri dengan menggoreskan jarum ose ke bagian
ginjal kemudian dibiakkan di media TSA (Trypticase Soy Agar) dan diinkubasi
selama 24 jam pada inkubator. Koloni bakteri dari isolat asli maupun hasil
reisolasi dilakukan pengamatan berdasarkan warna dan bentuk. Untuk
mendapatkan biakan murni maka setiap koloni bakteri yang tumbuh terpisah dan
berlainan morfologinya dimurnikan kembali. Karakterisasi yang dilakukan
meliputi pengamatan morfologi koloni secara visual, meliputi warna, elevasi, dan
tepian. Uji yang dilakukan meliputi pewarnaan Gram, uji motilitas, uji
oksidasi/fermentasi, uji katalase, uji oksidase, dan uji gelatin. Identifikasi yang
digunakan berdasarkan Bergey’s Mannual of Determinative Bacteriology (Holt et
al. 1998).
Hasil pengujian virulensi bakteri A.hydrophila pada ikan uji menunjukkan
bakteri tersebut adalah bakteri yang virulen karena ikan uji mengalami kelainan
klinis berupa radang. Identifikasi bakteri uji meliputi pewarnaan Gram, sifat
biokimia dan fisiologi bakteri. Karakterisasi awal dan hasil uji virulensi
menunjukkan karakter A.hydrophila. Morfologi koloni dari A.hydrophila yaitu
berwarna krem, elevasi cembung, dan tepiannya halus, sedangkan morfologi
selnya berbentuk batang dan bersifat Gram negatif. Uji sifat biokimia
menunjukkan A.hydrophila bersifat motil dan membentuk H2S, positif terhadap
uji Oksidatif/Fermentatif, oksidase, dan katalase.
Bakteri yang diuji diperbanyak terlebih dahulu sebelum digunakan. Bakteri
stok dari kultur primer sebanyak 1 ose digoreskan ke agar miring dan diinkubasi
selama 24 jam dalam inkubator. Sebanyak 1 ose bakteri diambil dari biakan
terbaru diinokulasikan ke dalam Erlenmeyer yang berisi 25 mL media TSB
4
(Trypticase Soy Broth), kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28°C pada
water shaker.
2.1.2 Uji LC50 (Mangunwardoyo 2010)
Uji LC50 merupakan penentuan konsentrasi suatu bakteri yang dapat
mematikan sekitar 50% populasi dalam suatu media (RSC 2007). Uji LC50 ini
digunakan untuk mengetahui sifat virulensi bakteri A.hydrophila pada benih ikan
lele. Pada uji LC50 ini digunakan toples yang disusun untuk 4 perlakuan dengan 2
ulangan. Toples diisi air sebanyak 2 L dengan kepadatan benih 30 ekor. Bakteri
A.hydrophila yang diuji dimulai dari kepadatan 104 sampai 10
7 cfu/mL. Uji LC50
dilakukan dengan cara perendaman A.hydrophila pada benih selama 60 menit
sesuai dengan label kepadatan bakteri di setiap toples. Pengamatan terhadap
penghitungan jumlah benih yang mati dimulai 1 hari setelah perendaman sampai
hari ke-7.
Uji LC50 ini digunakan untuk menentukan kepadatan bakteri A. hydrophila
yang akan digunakan dalam uji tahap penentuan dan pengujian dosis. Berdasarkan
uji LC50 ini didapatkan kepadatan bakteri yang mengakibatkan kematian sebesar
50% populasi ikan lele selama 7 hari adalah bakteri A. hydrophila dengan
kepadatan 104 cfu/mL (Lampiran 2).
2.1.3 Pembuatan Tepung Bawang Putih dan Meniran
Bawang putih yang telah disediakan dicuci bersih, kemudian diiris tipis.
Pengeringan dilakukan dengan cara kering-udara tanpa terkena sinar matahari
secara langsung selama 5 hari. Untuk hasil yang lebih baik maka bawang putih
dioven dengan suhu 60°C selama 1 jam. Bawang putih dihaluskan dengan cara
ditumbuk dengan mortar dan disaring dengan saringan mesh size 0,5-1 mm,
kemudian penyimpanan dilakukan pada wadah kedap udara.
Daun meniran yang telah disediakan dicuci bersih. Kemudian dikering-
udarakan tanpa terkena sinar matahari langsung selama 3 hari. Meniran ditumbuk
dengan mortar sampai halus dan disaring dengan saringan mesh size 0,5-1 mm,
kemudian penyimpanan dilakukan pada wadah kedap udara.
2.1.4 Pembuatan Pakan Uji
Pakan yang digunakan adalah pelet komersil dengan kandungan protein
sebesar 30%. Pelet dibentuk menjadi tepung kemudian dicampur dengan tepung
5
bawang putih dan meniran sesuai dosis perlakuan yang ditentukan. Pelet dicampur
dengan binder berupa CMC (Carboxyl Methyl Cellulose) sebanyak 30 ppt yang
dilarutkan dengan air hangat sebanyak 30% untuk pembuatan 1 kg pakan.
Penggunaan CMC dilakukan karena binder ini tidak memiliki efek pada pakan
yang dipakai dan daya rekatnya yang lebih kuat. Kemudian pakan dioven selama
2 jam pada suhu 60°C. setelah dioven, pakan ditumbuk kembali dengan mortar
dan disaring dengan saringan mesh size 0,5-1 mm, kemudian penyimpanan
dilakukan pada wadah kedap udara.
2.1.5 Persiapan Wadah dan Ikan Uji
Wadah yang digunakan untuk penelitian ini merupakan toples dengan
volume 3 liter sebanyak 15 unit. Sebelum digunakan, toples dicuci bersih dan
dikeringkan. Kemudian toples didesinfeksi klorin dengan konsentrasi 100 ppm
untuk wadah dan konsentrasi 30 ppm untuk air selama 24 jam. Kemudian
akuarium dinetralisir dengan tiosulfat 15 ppm selama 24 jam dan diaerasi kuat.
Setelah itu diisi air sebanyak 2 liter setelah sebelumnya air diberi perlakuan
penambahan garam dan kapur. Benih ikan yang digunakan berumur 11 hari
dengan rata-rata bobot awal 40±16 mg dan panjang awal 1,53±0,26 cm. Padat
tebar yang digunakan adalah 30 ekor/liter, sehingga dalam satu toples berisi 60
ekor ikan. Benih mulai diadaptasikan dalam wadah uji saat berumur 9 hari.
Pemberian pakan dengan kandungan dosis bawang putih dan meniran yang
berbeda dimulai saat benih berumur 11 hari dan dilakukan sampai benih berumur
32 hari. Frekuensi pemberian pakan dilakukan pada pukul 09.00, 13.00, dan 17.00
WIB secara at satiation. Penyiponan dilakukan setiap pagi hari sebelum
pemberian pakan. Selain itu, pengukuran suhu dilakukan saat sebelum pemberian
pakan.
2.1.6 Tahap Penentuan Dosis
Uji in vivo tahap penentuan dosis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
terbaik dari dosis bawang putih dan meniran yang telah dicampurkan ke dalam
pakan terhadap kelangsungan hidup ikan setelah dilakukan perendaman dengan A.
hydrophila. Perlakuan pada tahap penentuan dosis selama 21 hari sebelum uji
tantang dapat dilihat pada Tabel 1.
6
Tabel 1 Perlakuan pada tahap penentuan dosis selama 21 hari sebelum uji tantang
Perlakuan Dosis BP (ppt)
dalam pakan
Dosis M (ppt)
dalam pakan
Perendaman 104 cfu/mL A.hydrophila
Kontrol negatif (K-) 0 0 Tidak
Dosis A 20 5 Ya
Dosis B 25 5 Ya
Keterangan : BP : Bawang Putih
M : Meniran
2.1.7 Tahap Pengujian Dosis
Tahap pengujian dosis mengacu dari hasil pada tahap penentuan dosis.
Pada tahap pengujian dosis ini, hasil yang tidak berbeda nyata dengan K- (kontrol
negatif) pada tahap sebelumnya digunakan kembali dan dibandingkan dengan K+
(kontrol positif) dan K- (kontrol negatif) serta dikaji parameter lain yang lebih
luas seperti jumlah konsumsi pakan, pertumbuhan relatif, pengamatan organ hati,
dan kualitas air. Hasil dari tahap penentuan dosis adalah dosis B dengan dosis
bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt. Perlakuan pada tahap pengujian dosis
selama 21 hari sebelum uji tantang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perlakuan pada tahap pengujian dosis selama 21 hari sebelum uji tantang
Perlakuan Dosis BP (ppt)
dalam pakan
Dosis M (ppt)
dalam pakan
Perendaman 104 cfu/mL A.hydrophila
Kontrol negatif (K-) 0 0 Tidak
Kontrol Positif (K+) 0 0 Ya
B 25 5 Ya
Keterangan : BP : Bawang Putih
M : Meniran
Uji in vivo pada tahap penentuan dosis dan pengujian dosis dilakukan
dengan cara pemberian pakan yang dicampur bawang putih dan meniran selama
21 hari. Benih ikan lele sebanyak 60 ekor per toples masing-masing dengan 3
ulangan diberi pakan sesuai perlakuan dalam Tabel 1 dan 2. Kemudian diinfeksi
dengan bakteri A. hydrophila kepadatan 104 cfu/mL (hasil LC50) dengan cara
perendaman. Perendaman ini dilakukan selama 60 menit pada wadah yang
berbeda dengan wadah pemeliharaan. Bakteri A. hydrophila disuspensikan
sebanyak 0,2 mL dalam 2 liter air. Perhitungan pengenceran kepadatan bakteri
A.hydrophila untuk uji tantang dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengamatan
parameter dilakukan 1 hari setelah perendaman sampai hari ke-7. Skema prosedur
penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
7
Gambar 1 Skema prosedur penelitian. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif,
(A) Dosis bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt, (B) Dosis bawang
putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.
2.2 Parameter Pengamatan Tahap Pengujian Dosis
2.2.1 Kelangsungan Hidup
Pengamatan kelangsungan hidup ikan dilakukan setiap hari dimulai 1 hari
setelah uji tantang hingga hari ke-7 akhir uji tantang. Perhitungan kelangsungan
hidup dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut.
Kelangsungan hidup = Nt x 100%
No
Keterangan :
Nt : Jumlah ikan akhir (ekor)
No : Jumlah ikan awal (ekor)
Perlakuan tanpa perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL
K-
Hari ke-0 hari ke-22 hari ke-30
perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL
(uji tantang)
K+
Hari ke-0 hari ke-22 hari ke-30
perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL
(uji tantang)
A
Hari ke-0 hari ke-22 hari ke-30
perendaman A.hydrophila 104 cfu/mL
(uji tantang)
B
Hari ke-0 hari ke-22 hari ke-30
8
2.2.2 Jumlah Konsumsi Pakan
Jumlah konsumsi pakan dihitung setiap hari dari awal perlakuan hingga
akhir perlakuan selama 21 hari. Jumlah konsumsi pakan ditentukan berdasarkan
jumlah pakan yang masuk ke dalam tubuh benih atau yang dikonsumsi oleh benih.
Perhitungan jumlah konsumsi pakan dilakukan dengan cara menimbang jumlah
sisa pakan yang tidak termakan oleh benih.
2.2.3 Pertumbuhan Relatif
Pertumbuhan relatif dapat dilihat dari pertambahan bobot benih dari awal
perlakuan hingga akhir setelah uji tantang. Pengukuran bobot tubuh benih
dilakukan setiap 7 hari sekali dengan menggunakan timbangan digital dengan
ketelitian 0,001 g. Perhitungan pertumbuhan relatif terhadap bobot benih dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Pertumbuhan Relatif = bobot akhir – bobot awal x 100%
bobot awal
2.2.4 Pengamatan Organ Hati
Pengamatan organ hati dilakukan pada akhir setelah uji tantang untuk
perlakuan K- (kontrol negatif) dan K+ (kontrol positif). Sedangkan pengamatan
organ hati untuk perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) dilakukan
sebelum uji tantang. Pengamatan organ hati untuk membedakan warna hati benih
di setiap perlakuan karena fungsi hati sebagai organ ekskresi utama dalam tubuh.
2.2.5 Kualitas Air
Pengamatan kualitas air dilakukan pada saat awal perlakuan, sebelum uji
tantang, dan akhir setelah uji tantang. Parameter kualitas air yang diukur adalah
DO (oksigen terlarut), pH, TAN (total amoniak nitrogen), dan suhu (Tabel 3).
Tabel 3 Parameter kualitas air, satuan, dan alat ukur selama perlakuan
Parameter Satuan Alat ukur
DO (Oksigen terlarut) mg/L DO meter
pH unit pH meter
TAN (total amoniak nitrogen) ppm Spektrofotometer
Suhu °C Termometer
9
2.3 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dan di
analisis menggunakan ANOVA single factor, kemudian dilakukan uji lanjut untuk
beda nyata dengan uji Duncan. Parameter yang dilakukan analisis secara
kuantitatif adalah kelangsungan hidup, jumlah konsumsi pakan, dan pertumbuhan
relatif. Sedangkan parameter yang dilakukan analisis secara deskriptif adalah
pengamatan organ hati dan kualitas air.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Tahap Penentuan Dosis
3.1.1 Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup ikan diamati sampai 7 hari setelah uji tantang.
Perhitungan dilakukan dengan mencatat kematian per hari dari setiap perlakuan.
Nilai kelangsungan hidup perlakuan A (bawang putih 20 ppt dan meniran 5 ppt)
sebesar 24,24±6,94% dan perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt)
sebesar 56,82±24,58% memiliki hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05).
Perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) memiliki nilai
kelangsungan hidup tidak berbeda nyata terhadap kelangsungan hidup perlakuan
K- (kontrol negatif) sebesar 89,39±9,19% dan perlakuan A (bawang putih 20 ppt
dan meniran 5 ppt) dengan perlakuan K- (kontrol negatif) memiliki hasil
kelangsungan hidup yang berbeda nyata. Sehingga hasil dari tahap penentuan
dosis yang digunakan pada tahap pengujian dosis adalah perlakuan B (bawang
putih 25 ppt dan meniran 5 ppt). Kelangsungan hidup benih lele setelah uji
tantang pada tahap penentuan dosis dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap penentuan
dosis. (K-) Kontrol negatif, (A) Dosis bawang putih 20 ppt dan meniran
5 ppt, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.
3.2 Hasil Tahap Pengujian Dosis
3.2.1 Kelangsungan Hidup
Nilai kelangsungan hidup perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran
5 ppt) yang digunakan pada tahap pengujian dosis ini merupakan dosis terbaik
dengan nilai yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif) pada
tahap penentuan dosis. Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada
89.39
24.24
56.82
0
20
40
60
80
100
K- A B
kel
an
gsu
ng
an
hid
up
(%)
a b ab
11
tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai kelangsungan hidup
pada perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 81,11±3,85%
memiliki hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif) sebesar
100±0,00% dan K+ (kontrol positif) sebesar 23,00±5,77%.
Gambar 3 Kelangsungan hidup benih lele setelah uji tantang pada tahap pengujian
dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang
putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.
3.2.2 Jumlah Konsumsi Pakan
Jumlah konsumsi pakan ini menunjukkan adanya respons makan pada ikan
yang diberi pakan perlakuan fitofarmaka dan pakan tanpa fitofarmaka. Jumlah
konsumsi pakan pada perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt)
sebesar 6,42±0,01 g memiliki hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K-
(kontrol negatif) sebesar 6,58±0,00 g dan K+ (kontrol positif) sebesar 6,566±0,02
g. Jumlah konsumsi pakan benih lele sebelum uji tantang pada tahap pengujian
dosis dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Jumlah konsumsi pakan benih lele sebelum uji tantang pada tahap
pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis
bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.
100
23
81.11
0
20
40
60
80
100
K- K+ B
kel
an
gsu
ng
an
hid
up
(%)
6.59 6.57 6.42
0
1
2
3
4
5
6
7
K- K+ B
Ju
mla
h K
on
sum
si
Pa
ka
n (
g)
a c b
a a a
12
3.2.3 Pertumbuhan Relatif
Pertumbuhan relatif pada benih diukur sebelum perlakuan (bobot awal)
dan setelah uji tantang (bobot akhir). Pertumbuhan relatif benih pada perlakuan B
(bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 7,22±2,22 % memiliki hasil
yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif) sebesar 7,54±0,07
% dan K+ (kontrol positif) sebesar 6,39±0,96 %. Pertumbuhan relatif benih lele
selama perlakuan pada tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Pertumbuhan relatif benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian
dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang
putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.
3.2.4 Pengamatan Organ Hati
Pengamatan organ hati perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5
ppt) dilakukan sebelum uji tantang. Sedangkan pada perlakuan K- (kontrol
negatif) dan K+ (kontrol positif) dilakukan setelah uji tantang. Pada perlakuan K-
(kontrol negatif) yang tidak dilakukan uji tantang memiliki warna hati merah
kecoklatan dan terlihat segar. Perlakuan K+ (kontrol positif) memiliki warna hati
merah pucat dan pada perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt)
memiliki warna hati merah (Gambar 6).
7.54 6.39 7.22
0
2
4
6
8
K- K+ B
Per
tum
bu
ha
n R
elati
f (%
)
a a a
13
Gambar 6 Organ hati benih lele
3.2.5 Kualitas Air
Parameter kualitas air ini diukur pada awal perlakuan, sebelum uji tantang,
dan setelah uji tantang. Parameter kualitas air yang dilakukan pengukuran adalah
DO (dissolved oxygen), pH, dan TAN (total amoniak nitrogen). Selain itu
dilakukan pengukuran suhu yang dilakukan setiap pagi, siang, dan sore selama
perlakuan 21 hari.
Kandungan oksigen pada awal perlakuan masih menunjukkan rentang
yang sama yaitu sebesar 7,3 mg/L. Kemudian pada pengukuran sebelum uji
tantang terjadi penurunan mencapai 5,3 mg/L pada perlakuan K+ (kontrol positif),
5,7 mg/L pada perlakuan K- (kontrol negatif), dan 5,9 mg/L pada perlakuan B
(bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt). Saat setelah uji tantang terjadi
peningkatan DO kembali mencapai 7,0 mg/L pada perlakuan K- (kontrol negatif),
sedangkan perlakuan K+ (kontrol positif) dan B (bawang putih 25 ppt dan
meniran 5 ppt) hanya mencapai 6,5 mg/L. Kandungan DO masih berada pada
kisaran optimal yaitu >4 mg/L (Tucker 1991). Kandungan DO (Dissolved
Oxygen) media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian
dosis dapat dilihat pada Gambar 7.
B (dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt)
K- (kontrol negatif) K+ (kontrol positif)
0,5 cm
0,5 cm 0,5 cm
14
Gambar 7 Kandungan DO (Dissolved Oxygen) media pemeliharaan benih lele
selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif,
(K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5
ppt.
Pengukuran pH pada awal perlakuan sekitar 8,05 dan termasuk pH basa.
Sedangkan pengukuran pH pada saat sebelum uji tantang dan setelah uji tantang
didapatkan hasil yang sama pada perlakuan K- (kontrol negatif) sebesar 7,67, K+
(kontrol positif) sebesar 7,72, dan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt)
sebesar 7,45. Kandungan pH masih berada pada kisaran normal untuk budidaya
yaitu antara 7 sampai 8,5 (Tucker 1991). Kandungan pH media pemeliharaan
benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis dapat dilihat pada Gambar
8.
Gambar 8 Kandungan pH media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada
tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol negatif, (K+) Kontrol positif, (B)
Dosis bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt.
Pengukuran TAN (total amoniak nitrogen) yang terukur pada awal
perlakuan sebesar 0,02 ppm. Pada pengukuran sebelum uji tantang terjadi
peningkatan kandungan TAN menjadi 0,19 ppm pada K- (kontrol negatif), K+
(kontrol positif) sebesar 0,77 ppm, dan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt)
sebesar 0,10 ppm. Kandungan TAN semakin meningkat pada pengukuran akhir
0 1 2 3 4 5 6 7 8
awal tengah akhir D
O (
mg
/L)
masa pemeliharaan
K-
K+
B
4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14
awal tengah akhir
pH
(u
nit
)
masa pemeliharaan
K-
K+
B
15
setelah uji tantang menjadi sebesar 0,43 ppm pada K- (kontrol negatif), K+
(kontrol positif) sebesar 0,21 ppm, dan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt)
sebesar 0,84 ppm. Kandungan TAN selama penelitian masih berada dalam kisaran
normal yaitu <1,00 ppm (Tucker 1991). Kandungan TAN (Total Amoniak
Nitrogen) media pemeliharaan benih lele selama perlakuan pada tahap pengujian
dosis dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Kandungan TAN (Total Amoniak Nitrogen) media pemeliharaan benih
lele selama perlakuan pada tahap pengujian dosis. (K-) Kontrol
negatif, (K+) Kontrol positif, (B) Dosis bawang putih 25 ppt dan
meniran 5 ppt.
Pengukuran suhu dilakukan setiap hari saat sebelum pemberian makan
pada pukul 09.00, 13.00, dan 17.00 WIB. Suhu media pemeliharaan masih berada
dalam kisaran optimal pemeliharaan benih ikan lele yaitu 26-28 °C (Tucker 1991).
Tetapi terdapat beberapa pengukuran yang tidak masuk ke dalam kisaran optimal
karena fluktuasi suhu pada perairan yang dipengaruhi cuaca harian. Kisaran suhu
selama perlakuan, pada pagi hari berkisar antara 23-25 °C, pada siang hari
berkisar antara 24-28 °C, dan pada sore hari berkisar antara 26-30 °C (Gambar
10).
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
awal tengah akhir
TA
N (
pp
m)
masa pemeliharaan
K-
K+
B
20
22
24
26
28
30
32
awal tengah akhir
suh
u (°C
)
masa pemeliharaan
pagi
siang
sore
Gambar 10 Kandungan suhu media pemeliharaan benih lele selama perlakuan
pada tahap pengujian dosis.
16
3.3 Pembahasan
Bakteri uji yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri Aeromonas
hydrophila. Bakteri tersebut telah dilakukan uji identifikasi untuk memastikan
bahwa bakteri yang digunakan merupakan kultur murni. Uji in vivo tidak
dilakukan dengan cara injeksi ke tubuh ikan satu per satu seperti yang dilakukan
oleh Ayuningtyas (2008) tetapi dilakukan secara perendaman. Karena tubuh benih
ikan lele yang masih kecil dengan bobot rata-rata 40 mg, sehingga pemberian uji
tantang ini diberikan melalui lingkungan budidaya benih (perendaman). Karena
air dapat menjadi perantara bagi penularan penyakit (White 1989).
Waktu lama perendaman untuk uji in vivo mengacu pada Muttaqin (2012)
yang dilakukan selama 60 menit pada ikan patin dengan hormon tiroksin. Uji
tantang dengan teknik perendaman diharapkan bakteri A.hydrophila akan masuk
ke dalam tubuh benih ikan melalui insang dan kulit (Mangunwardoyo 2010).
Hasil LC50 memperlihatkan bahwa infeksi bakteri A. hydrophila yang dapat
mematikan sekitar 50% populasi benih ikan lele adalah pada kepadatan 104
cfu/mL selama 7 hari. Uji LC50 ini menunjukkan bahwa bakteri A. hydrophila
yang digunakan masih bersifat virulen. Bakteri A. hydrophila dapat ditingkatkan
virulensinya dengan cara isolasi ulang bakteri dari ikan yang telah diinfeksi oleh
bakteri tersebut.
Pada tahap penentuan dosis, perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan
meniran 5 ppt) memberikan tingkat kelangsungan hidup terbaik sebesar
56,82±24,583% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif)
setelah benih diinfeksi bakteri A. hydrophila. Sehingga perlakuan B (bawang
putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) inilah yang digunakan kembali dalam penelitian
tahap pengujian dosis dan dibandingkan kembali dengan perlakuan K- (kontrol
negatif) dan K+ (kontrol positif).
Tahap pengujian dosis menghasilkan nilai kelangsungan hidup paling baik
sebesar 100±0,00% pada K- (kontrol negatif). Karena pada K- (kontrol negatif)
tidak diberikan infeksi bakteri A. hydrophila sehingga ikan tetap sehat sampai
akhir penelitian. Sedangkan pada K+ (kontrol positif) tanpa perlakuan fitofarmaka
yang diberikan infeksi bakteri A. hydrophila memiliki nilai kelangsungan hidup
sebesar 23,33±5,77%. Nilai kelangsungan hidup ini berbeda nyata dengan
17
perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) sebesar 81,11±3,85%.
Perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) memiliki nilai
kelangsungan hidup yang berbeda nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif)
dan K+ (kontrol positif). Artinya, pakan dengan fitofarmaka bawang putih 25 ppt
dan meniran 5 ppt memberikan tingkat kesehatan benih yang lebih baik dan
berbeda secara nyata bila dibandingkan dengan benih yang tidak diberikan pakan
fitofarmaka.
Bawang putih dapat berperan sebagai perangsang aktivitas sel sehingga
meremajakan semua fungsi tubuh dan sistem imun dengan cara merangsang
makrofag dalam pembentukan sel darah putih yang mampu menghancurkan
material asing (Derrida 2003 dalam Matthew 2009). Kandungan senyawa
flavonoid dalam meniran akan menempel ke sel imun dan memberikan
rangsangan untuk mengaktifkan kerja sel imun lebih baik (Junieva 2006), bekerja
secara sinergis dengan allicin yang terdapat pada bawang putih yang berperan
dalam aktivitas anti-bakteri (Derrida 2003 dalam Matthew 2009). Hal ini dapat
dilihat dari tingkat kelangsungan hidup benih pada perlakuan B (bawang putih 25
ppt dan meniran 5 ppt) yang berbeda nyata dibandingkan dengan K+ (kontrol
positif) atau benih yang tidak diberikan pakan fitofarmaka. Meniran memacu
sistem imun melalui aktivasi limfosit sel T dan sel B yang membuat sistem tubuh
lebih aktif menjalankan tugasnya, Jika sistem imun meningkat, maka daya tahan
tubuh terhadap serangan berbagai bakteri juga meningkat (BBPBAT 2010).
Setelah uji tantang dengan bakteri A. hydrophila, benih mengalami gejala
klinis seperti kulit yang kemerahan, berenang tidak beraturan (White 1989), dan
adanya kerusakan pada sirip (Yuasa et al 2003 dalam Mangunwardoyo 2010).
Tetapi tidak semua benih mengalami sakit maupun gejala klinis saat terjadi
serangan patogen. Beragam faktor mempengaruhi masing-masing individu dalam
menanggapi suatu patogen. Patogen harus dapat menembus sistem imun benih
untuk dapat menimbulkan penyakit. Daya tahan alami benih memungkinkan
setiap individu menjadi terbebas dari serangan patogen. Masing-masing individu
memiliki daya tahan yang berbeda, hal ini ditentukan dari umur, jenis kelamin,
status nutrisi, dan stres (Irianto 2005).
18
Pada hari pertama setelah uji tantang telah terjadi kematian terhadap benih
ikan. Hal ini diduga karena bakteri A. hydrophila yang telah berkembang dengan
baik telah menginfeksi benih. Karena pertumbuhan bakteri A. hydrophila optimal
terjadi pada fase eksponensial yaitu pada jam ke-4 sampai ke-12 (Moat et al. 2002
dalam Mangunwardoyo 2010). Sedangkan pada hari ke-2 dan ke-3 merupakan
tingkat kematian benih yang paling banyak. Karena ikan lele merupakan salah
satu inang A. hydrophila sehingga bakteri yang ada di dalam tubuh benih
mendapatkan lingkungan dengan suhu, pH, dan nutrisi yang cukup untuk hidup
dan memperbanyak diri (Robert 1993 dalam Mangunwardoyo 2010). Setelah itu
terjadi penurunan kematian pada hari ke-3 sampai hari ke-7 setelah uji tantang.
Hal ini diduga karena bakteri A. hydrophila telah mengalami fase kematian atau
fase declining setelah melewati fase stationary sampai 48 jam (Moat et al. 2002
dalam Mangunwardoyo 2010).
Benih diberi pakan perlakuan pada umur 11 hari setelah sebelumnya diberi
makan berupa cacing sutra. Jumlah konsumsi pakan yang terukur menunjukkan
tingkat respons benih terhadap pakan. Respons benih terhadap pakan setiap
harinya mengalami peningkatan di semua perlakuan. Tetapi pada saat-saat
tertentu, nafsu makan ikan menurun. Hal ini diduga terjadi karena adanya
fluktuasi suhu harian yang menyebabkan ikan stress sehingga menurunkan nafsu
makan (Irianto 2005).
Konsumsi pakan benih pada hari pertama perlakuan memiliki jumlah yang
rendah. Hal ini diakibatkan benih masih dalam kondisi adaptasi. Menurut
Winarlin (1984), ikan lele dapat dilatih memakan pakan buatan berbentuk tepung
karena ikan lele selalu menyambar makanan yang berada dibawah permukaan air.
Pada hari selanjutnya, jumlah konsumsi pakan mengalami peningkatan di semua
perlakuan. Hal ini didasari bahwa benih telah mampu mengonsumsi pakan buatan
dengan baik. Jumlah konsumsi pakan ini memiliki nilai yang tidak berbeda nyata
pada setiap perlakuan. Walaupun terdapat bau yang menyengat pada pakan
perlakuan yang telah dicampur dengan bawang putih dan meniran. Bau
menyengat ini berasal dari allicin yang memiliki bau bawang putih yang khas saat
struktur bawang putih rusak (Jabar 2007) tetapi benih tetap mengonsumsi pakan
perlakuan yang diberikan.
19
Ikan memerlukan nutrien dan energi dari luar untuk pertumbuhannya
(Hastuti 1984). Nutrien dan energi tersebut diperoleh dari makanannya. Sehingga
jumlah konsumsi pakan akan mempengaruhi pertumbuhan benih. Pertumbuhan
relatif pada perlakuan B (bawang putih 25 ppt dan meniran 5 ppt) tidak berbeda
nyata dengan perlakuan K- (kontrol negatif) maupun K+ (kontrol positif). Bawang
putih dan meniran yang terkandung dalam pakan perlakuan B (bawang putih 25
ppt dan meniran 5 ppt) dapat dikatakan tidak mempengaruhi pertumbuhan benih.
Pakan yang masuk ke dalam tubuh benih tidak semuanya digunakan untuk
pertumbuhan. Pertumbuhan benih ditentukan oleh banyaknya makanan yang
dikonsumsi serta distribusi penggunaannya (Hastuti 1984).
Pengamatan organ dalam dilakukan pada hati karena A.hydrophila banyak
ditemukan pada luka infeksi, hati, dan ginjal (Astuti 2003). Pengamatan organ hati
dilakukan untuk melihat adanya perbedaan warna dari hati tersebut. Perbedaan
warna hati ini disebabkan oleh adanya enzim dan toksin produk ekstraseluler yang
merupakan racun dari bakteri A.hydrophila terhadap ikan (Munro 1982 dalam
Abdullah 2008). Warna merah segar terdapat pada perlakuan B (bawang putih 25
ppt dan meniran 5 ppt), pada perlakuan K- (kontrol negatif) memiliki warna hati
merah kecoklatan sesuai dengan Abdullah (2008), dan warna hati coklat pucat
pada perlakuan K+ (kontrol positif) karena meningkatnya kerja hati untuk
mengumpulkan, mengubah, menetralkan, dan menghilangkan zat-zat toksin
(Dharma 1982 dalam Abdullah 2008).
Kualitas air pada pemeliharaan benih ikut mendukung adanya
patogenisitas bakteri. Kualitas air yang kurang baik akan mempercepat datangnya
suatu penyakit karena penyakit tidak hanya disebabkan adanya bakteri patogen
saja, tetapi karena adanya hubungan antara lingkungan, inang, dan patogen. Suhu
yang fluktuatif dapat menyebabkan ikan stres dan dapat menyebabkan kematian.
Setiap spesies mungkin dapat mentoleransi suhu dari 5-36 °C, tapi kisaran yang
dapat memberikan pertumbuhan maksimum dari 25-30 °C. Spesies tropis tidak
akan tumbuh baik jika suhu air berada di bawah 26 °C dan suhu di bawah 10 °C
dapat membunuhnya (Boyd 1990). Suhu pada pagi hari sekitar 23-25 °C,
kemudian pada siang hari suhu mencapai 24-28 °C, dan suhu pada sore hari
sekitar 26-30 °C. Fluktuasi suhu ini terjadi karena cuaca yang kurang mendukung.
20
Kisaran suhu yang optimal untuk pertumbuhan benih sekitar 26-28 °C (Tucker
1991).
Fitofarmaka yang ditambahkan ke dalam pakan benih terbukti mampu
mencegah penyakit infeksi bakteri A. hydrophila. Selain itu, fitofarmaka berupa
bawang putih dan meniran ini dapat diaplikasikan pada budidaya ikan lele karena
kedua bahan ini ketersediaannya cukup melimpah, tidak menimbulkan resisten
terhadap bakteri, dan tidak merusak lingkungan. Bakteri yang telah bersifat
resisten ini tidak akan hilang dari tubuh ikan, sehingga penyakit ini akan
mengancam kehidupan manusia karena A. hydrophila termasuk penyakit zoonotic
atau merupakan penyakit yang dapat menyebar dari hewan ke manusia (White
1989). Penerapan pemberian fitofarmaka lebih cocok dengan metode
pencampuran ke dalam pakan karena dalam satu kali pembuatan dapat disimpan
dalam jangka waktu yang lama pada dalam wadah kedap udara. Hal ini
merupakan nilai tambah metode ini dibandingkan dengan metode perendaman dan
penyemprotan ekstrak pada pakan.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Perlakuan pencegahan melalui pakan dengan campuran 25 ppt bawang
putih dan 5 ppt meniran efektif terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila
pada benih ikan lele Clarias sp. yang berumur 11 hari, dengan tingkat
kelangsungan hidup 81,11±3,85% dan pertumbuhan relatif 7,22±2,22%.
4.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap bawang putih dan meniran
pada benih lele dengan infeksi patogen yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Y. 2008. Efektivitas ekstrak daun paci-paci Leucas lavandulaefolia
untuk pencegahan dan pengobatan infeksi penyakit MAS Motile Aeromonas
Septicaemia ditinjau dari patologi makro dan hematologi ikan lele dumbo
Clarias sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Astuti AB. 2003. Interaksi pestisida dan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila
pada ikan lele dumbo (Clarias sp.) [Skripsi]. Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Ayuningtyas A. 2008. Efektivitas campuran meniran Phyllanthus niruri dan
bawang putih Allium sativum untuk pengendalian infeksi bakteri Aeromonas
hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Departemen
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Badan POM. RI. 2005, No.HK.00.05.4.1384. Tentang kriteria dan tata laksana
Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fitofarmaka,
http://ulpk.pom.go.id [31 Oktober 2012].
BBPBAT Sukabumi. 2010. Penggunaan bahan anti mikroba nabati meniran untuk
peningkatan daya tahan tubuh ikan mas. www.bbpbat.net [08 September
2012].
Boyd CE. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama: Birmingham
Publishing Co.
Hastuti MS. 1984. Jumlah makanan yang dikonsumsi burayak ikan lele (Clarias
batrachus L.) [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Holt, JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, dan Williams ST. 1998. Bergey’s
Manual of Determinative Bacteriology. Williams & Wilkins. Baltimore.
Irianto A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada
Press.
Jabar MA dan Amina AM. 2007. Susceptibility of some multiple resistant bacteria
to garlic extract. African Journal of Biotechnology, Vol.6(6):771-776.
Junieva PN. 2006. Pengaruh pemberian ekstrak meniran (Phyllanthus sp.)
terhadap gambaran mikroskopik paru tikus wistar yang diinduksi karbon
tetraklorida [karya tulis ilmiah]. Fakultas Kedokteran. Universitas
Diponegoro. Semarang.
23
KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan). 2010. Sembilan komoditas
unggulan. www.dkp.go.id [31 Oktober 2011].
Kurniawan D. 2010. Efektivitas campuran tepung meniran Phyllanthus niruri dan
bawang putih Allium sativum dalam pakan untuk pencegahan infeksi bakteri
Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi].
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mangunwardoyo W, Ratih I, dan Etty R. 2010. Uji patogenisitas dan virulensi
Aeromonas hydrophila stanier pada ikan nila (Oreochromis niloticus Lin.)
melalui postulat koch. J. Ris Akuakultur, 5(2):245-255.
Matthew, T. 2009. Efficacy of Allium sativum (garlic) bulbs extract on some
enteric (pathogenic) bacteria. New York Science Journal. 2 (6), ISSN 1554-
0200.
Muttaqin M. 2012. Efektivitas perendaman hormon tiroksin dan rekombinan
hormon pertumbuhan terhadap perkembangan dan pertumbuhan awal larva
ikan patin Pangasionodon hypopthalmus. [Skripsi]. Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
RSC (Royal Society of Chemistry). 2007. Environment, health, and safety
committee note on: “LD50 [lethal dose 50%]”. www.rsc.org [31 Oktober
2012].
Sartika Y. 2011. Efektivitas fitofarmaka dalam pakan untuk pencegahan infeksi
bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi].
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sholikhah EH. 2009. Efektivitas campuran meniran Phyllanthus niruri dan
bawang putih Allium sativum dalam pakan untuk pengendalian infeksi
bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi].
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Thanikachalam K, Marimutu K, and Xavier R. 2010. Effect of garlic peel on
growth, hematological parameters and disease resistance against Aeromonas
hydrophila in african catfish Clarias gariepinus (Bloch) fingerlings. Asian
Pasific Journal of Tropical Medicine, p.614-618.
Tucker CS. 1991. Water quantity and quality requirements for channel catfish
hatcheries. http://www.lssu.edu/faculty/gsteinhart/GBS-LSSU/BIOL372-
Fish_Culture_files/Water_quality.pdf [07 September 2012].
24
White MR. 1989. Diagnosis and treatment of “Aeromonas hydrophila” infection
of fish. Animal Disease Diagnostic Laboratory. Purdue University. Sea
Grant IL-IN-SG-FS-91-2.
Widiani I. 2011. Lama pemberian pakan mengandung tepung meniran
Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum untuk pencegahan
infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp.
[Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Winarlin. 1984. Kebiasaan makanan ikan lele (Clarias batrachus Linn.) ukuran
sejari [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
26
Lampiran 1 Hasil penelitian bawang putih dan meniran pada ikan lele
Bentuk bahan
perlakuan
Konsentrasi
bahan terbaik
Stadia
ikan
Metode
pemberian
Lama
pemberian
Kelangsungan
hidup Pustaka
Ekstrak
meniran dan
bawang putih
5 ppt meniran
20 ppt bawang
putih
11-13 cm Penyuntikan 14 hari 73,33±11,55% Ayuningtyas
(2008)
Ekstrak
meniran dan
bawang putih
5 ppt meniran
20 ppt bawang
putih
11-13 cm
Spray
melalui
pakan
14 hari 58,33±21,52% Sholikhah
(2009)
Tepung
meniran dan
bawang putih
2,1% (1:2) 12,08 cm Formulasi
dalam pakan 14 hari 60±20%
Kurniawan
(2010)
Tepung
meniran dan
bawang putih
2,1% (1:2) 7,81 g Formulasi
dalam pakan 14 hari 66,67±11,55%
Sartika
(2011)
Tepung
meniran dan
bawang putih
2,1% (1:2)
11,67 cm
dan
12,44 g
Formulasi
dalam pakan 21 hari 93,33±11,54%
Widiani
(2011)
Tepung
meniran dan
bawang putih
25 ppt bawang
putih 5 ppt
meniran
1,53 cm
dan 40 mg
Formulasi
dalam pakan 21 hari 81,11±3,849% Penelitian ini
27
Lampiran 2 Perhitungan nilai LC50
Konsentrasi
Patogen Mati Hidup
Akumulasi
Mati Hidup Rasio Persentase
103 21 39 21 137 21/158 13,29
104 20 40 41 98 41/139 29,50
105 34 26 75 58 75/133 56,39
106 40 20 115 32 115/147 78,23
107 48 12 163 12 163/175 93,14
negative log kematian diatas 50%
SP x faktor pengenceran (log 10)
Jadi, nilai LD50 yang diperoleh adalah 104, maka bakteri Aeromonas hydrophila
dengan kepadatan 104 cfu/mL dapat mengakibatkan populasi ikan lele mati
sebanyak 50% selama 7 hari.
28
Lampiran 3 Perhitungan kepadatan bakteri A. hydrophila untuk uji tantang
M1 x V1 = M2 x V2
108 cfu/mL x V1 = 10
4 cfu/mL x 2000 mL
V1 = 104 cfu/mL x 2000 mL
108 cfu/mL
V1 = 10-4
x 2000 mL
V1 = 0,2 mL
Keterangan :
M1 = kepadatan bakteri kultur
M2 = kepadatan bakteri infeksi
V1 = volume bakteri infeksi
V2 = volume media yang digunakan untuk infeksi