25
PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA Karya Tulis ini dibuat untuk melengkapi persyaratan kepaniteraan klinik di bagian PSIKIATRI FK USU Oleh: Nama : Ranap Hadiyanto Gultom NIM : 060100070 Nama pembimbing: Prof. dr. H. SYAMSIR BS, SpKJ (K) PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER 1

Penatalaksanaan Skizofrenia 2003

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penatalaksanaan Skizofrenia 2003

PENATALAKSANAAN SKIZOFRENIA

Karya Tulis ini dibuat untuk melengkapi persyaratan kepaniteraan klinik di

bagian PSIKIATRI FK USU

Oleh:

Nama : Ranap Hadiyanto Gultom

NIM : 060100070

Nama pembimbing: Prof. dr. H. SYAMSIR BS, SpKJ (K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN PSIKIATRI

2010

1

Page 2: Penatalaksanaan Skizofrenia 2003

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Skizofrenia adalah gangguan mental yang parah, membuat individu yang

menderitanya menjadi tidak berdaya. Skizofrenia berupa sindrom yang heterogen,

di mana diagnosisnya belum dapat ditegakkan memakai suatu uji laboratorium

tertentu. Diagnosisnya ditegakkan berdasarkan sekumpulan simtom yang

dinyatakan karakteristik untuk skizofrenia. Skizofrenia dimulai antara masa

remaja menengah sampai dewasa muda, tetapi lebih sering mengenai lelaki

daripada perempuan, dan lelaki bila menderita skizofrenia lebih parah daripada

perempuan. Skizofrenia adalah suatu gangguan yang bersifat kronik, dan karena

permulaan serangan pada usia muda maka individu dengan skizofrenia menjadi

beban keluarga dan memerlukan penanggulangan yang berlangsung lama, dalam

usaha agar individu dapat mencapai kembali taraf yang dimilikinya sebelum

sakit.1

Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara

bervariasi terentang dari satu sampai satu setengah persen; konsisten dengan

angka tersebut, penelitian Epidemological Catchment Area (ECA) yang disponsori

oleh National Institue of Mental Helath (NIHM) melaporkan prevalensi seumur

hidup sebesar 1,3 %. Skizofrenia adalah sama-sama prevalensinya antara laki-laki

dan wanita. Tetapi, dua jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam

onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset lebih awal daripada

wanita. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun; untuk

wanita usia puncak adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10

tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang.2

Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa laki-laki adalah lebih

mungkin daripada wanita untuk terganggu oleh gejala negatif dan bahwa wanita

lebih mungkin memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki. Pada

2

Page 3: Penatalaksanaan Skizofrenia 2003

umumnya, hasil akhir untuk pasien skizofrenik wanita adalah lebih baik daripada

hasil akhir untuk pasien skizofrenik laki-laki.1

1.2. Batasan masalah

Makalah ini membahas tentang defenisi skizofrenia secara umum dan

penatalaksanaan skizofrenia baik secara hospitalisasi, farmakoterapi, psikoterapi,

maupun terapi elektro konvulsi.

BAB II

3

Page 4: Penatalaksanaan Skizofrenia 2003

PEMBAHASAN

2.1. Defenisi

Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak

yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau

"deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada

perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai

oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi,

serta oleh afek yang tidak wajar (inappropiate) atau tumpul (blunted). Kesadaran

yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap

terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.3

2.2. Pedoman diagnostik

Skizofrenia ditandai adanya distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas,

dan adanya afek yang tidak wajar atau tumpul.1

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi

ketiga (PPDGJ III) membagi simtom skizofrenia dalam kelompok-kelompok

penting, dan yang sering terdapat secara bersama-sama untuk diagnosis.

Kelompok simtom tersebut:3

a. Thought echo, thought insertion, thought withdrawal, dan thought

broadcasting.

b. Waham dikendalikan, waham dipengaruhi, atau passivity yang jelas

merujuk pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau

pikiran, perbuatan atau perasaan khusus, dan persepsi delusional.

c. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terhadap perilaku

pasien atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri, atau

jenis suara halusinasi lain yang berasal dari satu bagian tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap

tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai identitas

4

Page 5: Penatalaksanaan Skizofrenia 2003

keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan manusia super

(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan

makhluk asing dari dunia lain).

e. Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apakah disertai baik oleh

waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk

tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan yang

menetap atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau

berbulan-bulan terus-menerus.

f. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat

inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.

g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah, sikap tubuh tertentu,

atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme, dan stupor.

h. Simtom negatif, seperti sikap apatis, pembicaraan terhenti, dan respons

emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan

penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi

harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau

medikasi neuroleptika.

i. Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan

dari beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya

minat, tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri, dan penarikan diri

secara sosial.

Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia harus ada sedikitnya satu simtom

tersebut di atas yang amat jelas (dan biasanya dua simtom atau lebih, apabila

simtom tersebut kurang tajam atau kurang jelas) dari simtom yang termasuk salah

satu dari kelompok (a) sampai dengan (d) tersebut di atas, atau paling sedikit dua

simtom dari kelompok (e) sampai dengan (h) yang harus selalu ada secara jelas

selama kurun waktu satu bulan atau lebih.1

2.3. Penatalaksanaan Skizofrenia

5

Page 6: Penatalaksanaan Skizofrenia 2003

Walaupun terapi antipsikotik merupakan pengobatan yang penting untuk

skizofrenia, penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial, termasuk

psikoterapi, dapat mendukung perbaikan klinis. Modalitas psikososial harus

diintegrasikan secara cermat ke dalam regimen terapi obat dan harus mendukung

regimen tersebut. Sebagian besar pasien skizofrenia mendapatkan manfaat dari

pemakaian kombinasi pengobatan antipsikotik dan psikososial.2,4,5,6,8

2.3.1. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalisasi)

Indikasi utama untuk perawatan di rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,

menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau

membunuh, dan perilaku yang sangat kacau atau tidak sesuai, termasuk

ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, pakaian,

dan tempat berlindung. Tujuan utama perawatan di Rumah Sakit yang harus

ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung

masyarakat.2,4,5,6,8

Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu

mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan di rumah sakit

tergantung pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan

rawat jalan. Penelitian telah menunjukkan bahwa perawatan singkat di rumah

sakit (empat sampai enam minggu) adalah sama efektifnya dengan perawatan

jangka panjang di rumah sakit dan bahwa rumah sakit dengan pendekatan perilaku

yang aktif adalah lebih efektif daripada institusi yang biasanya dan komunitas

terapetik berorientasi-tilikan.2,4,5,6,8

Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke

arah masalah kehidupan, perawatan diri sendiri, kualitas hidup, pekerjaan, dan

hubungan social. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat

pasien dengan fasilitas pascarawat, termasuk keluarganya, keluarga angkat, board-

and-care homes, dan half-way house, pusat perawatan di siang hari (day care

center) dan kunjungan rumah kadang-kadang dapat membantu pasien tetap di luar

6

Page 7: Penatalaksanaan Skizofrenia 2003

rumah sakit untuk periode waktu yang lama dan dapat memperbaiki kualitas

kehidupan sehari-hari pasien.2,4,5,6,8

2.3.2. Farmakoterapi

Obat antipsikotik, diperkenalkan pada awal tahun 1950, telah mengalami

perkembangan yang revolusioner dalam pengobatan skizofrenia. Kira-kira dua

sampai empat kali banyaknya pasien yang kambuh ketika diterapi dengan plasebo

dibandingkan dengan terapi dengan obat antipsikotik. Akan tetapi obat ini

menyembuhkan gejala dari penyakit dan tidak mengobati skizofrenia.4

Obat antipsikotik terdiri dari dua kelas mayor: antagonis reseptor dopamin

(misalnya chlorpromazine, haloperidol) dan SDAs (misalnya risperidon) dan

Clozapin.4

Indikasi pemberian obat antipsikotik pada skizofrenia adalah pertama

untuk mengendalikan gejala aktif dan kedua mencegah kekambuhan. Efektivitas

antipsikotik dalam pengobatan skizofrenia telah dibuktikan oleh berbagai

penelitian buta ganda yang terkontrol. Untuk antipsikotik tipikal atau generasi

pertama, tidak ada bukti bahwa obat yang satu lebih daripada yang lain untuk

gejala-gejala tertentu.7

Penggunaan obat antipsikotik dalam pengobatan skizofrenia harus

mengikuti lima prinsip utama yaitu:4

1. Klinisi harus secara hati-hati menentukan target simptom untuk diterapi.

2. Antipsikotik yang telah bekerja dengan baik sebelumnya pada pasien

harus digunakan lagi. Pada kejadian yang tidak mendapatkan informasi,

pilihan antipsikotik biasanya didasarkan pada efek samping dari obat

tersebut.

3. Waktu minimum pemberian permulaan antipsikotik adalah empat sampai

enam minggu dengan dosis yang adekuat. Jika permulaan tidak berhasil,

obat antipsikotik yang berbeda, biasanya dari kelas yang berbeda, dapat

dicoba. Akan tetapi reaksi yang tidak menyenangkan dari pasien pada

7

Page 8: Penatalaksanaan Skizofrenia 2003

pemberian dosis pertama obat antipsikotik berhubungan erat dengan

ketidaktaatan dan respon yang jelek ke depannya.

4. Pada umumnya, penggunaan lebih dari satu obat antipsikotik pada saat

yang bersamaan jarang, jika pernah, atas indikasi. Akan tetapi, pada terapi

yang khusus pasien resisten kombinasi obat antipsikotik dengan obat yang

lain, sebagai contoh, carbamazepin (tegretol) bisa diindikasikan.

5. Pasien harus diberikan terapi rumatan dengan dosis minimal yang efektif.

Dosis rumatan lebih rendah dibandingkan dengan dosis selama kontrol

simtom selama episode psikotik.

Skizofrenia adalah suatu gangguan yang berlangsung lama dan fase

psikotiknya memiliki tiga fase yaitu fase akut, stabilisasi, dan fase stabil.

Penanggulangan memakai antipsikotik diindikasikan terhadap semua fase

tersebut.1

Antipsikotik dibedakan atas:1

1. Antipsikotik tipikal (antipsikotik generasi pertama)

a. Klorpromazin

b. Flufenazin

c. Tioridazin

d. Haloperidol

e. Dan lain-lain

2. Antipsikotik atipikal (antipsikotik generasi kedua)

a. Klozapin

b. Olanzapin

c. Risperidon

d. Quetapin

e. Aripiprazol

f. Dan lain-lain

Pemakaian antipsikotik dalam menanggulangi skizofrenia telah mengalami

pergeseran. Bila mulanya menggunakan antipsikotik tipikal, kini pilihan beralih

8

Page 9: Penatalaksanaan Skizofrenia 2003

ke antipsikotik atipikal, yang dinyatakan lebih superior dalam menanggulangi

simtom negatif dan dan kemunduran kognitif.1

Adanya perbedaan efek samping yang nyata antara antipsikotik atipikal

dan antipsikotik tipikal antara lain bahwa antipsikotik atipikal:1

a. Menimbulkan lebih sedikit efek samping neurologis

b. Lebih besar kemungkinan dalam menimbulkan efek samping metabolik,

misalnya pertambahan berat badan, diabetes melitus, atau sindroma

metabolik

Penanggulangan memakai antipsikotik diusahakan sesegera, bila

memungkinkan secara klinik, karena eksaserbasi psikotik akut melibatkan distres

emosional, perilaku individu membahayakan diri sendiri, orang lain, dan merusak

sekitar. Individu terlebih dahulu menjalani pemeriksaan kondisi fisik, vital signs,

dan pemeriksaan laboratorium dasar, sebelum memperoleh antipsikotik.1

2.3.2.1. Penanggulangan berdasarkan fase

Strategi pengobatan tergantung pada fase penyakit apakah akut atau kronis. Fase

akut biasanya ditandai oleh gejala psikotik (yang baru dialami atau yang kambuh)

yang perlu segera diatasi. Tujuan pengobatan di sini adalah mengurangi gejala

psikotik yang parah. Dengan fenotiazin biasanya waham dan halusinasi hilang

dalam waktu dua sampai tiga minggu. Biarpun masih ada waham dan halusinasi,

penderita tidak begitu terpengaruh lagi dan menjadi lebih kooperatif, mau ikut

serta dalam kegiatan lingkungannya dan mau turut terapi kerja.7

Setelah empat sampai delapan minggu, pasien masuk ke tahap stabilisasi

sewaktu gejala-gejala sedikit banyak sudah teratasi, tetapi resiko relaps masih

tinggi, apalagi bila pengobatan terputus atau pasien mengalami stres. Sesudah

gejala-gejala mereda, maka dosis dipertahankan selama beberapa bulan lagi, jika

serangan itu baru yang pertama kali. Jika serangan skizofrenia itu sudah lebih dari

satu kali, maka sesudah gejala-gejal mereda, obat diberi terus selama satu atau dua

tahun.7

9

Page 10: Penatalaksanaan Skizofrenia 2003

Setelah enam bulan, pasien masuk fase rumatan (maintenance) yang

bertujuan untuk mencegah kekambuhan. Kepada pasien dengan skizofrenia

menahun, neuroleptika diberi dalam jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya

dengan dosis yang naik turun sesuai dengan keadaan pasien (seperti juga

pemberian obat kepada pasien dengan penyakit badaniah yang menahun, misalnya

diabetes melitus, hipertensi, payah jantung, dan sebagainya). Senantiasa kita harus

waspada terhadap efek samping obat.7

Strategi rumatan adalah menemukan dosis efektif terendah yang dapat

memberikan perlindungan terhadap kekambuhan dan tidak mengganggu fungsi

psikososial pasien. Hasil pengobatan akan lebih baik bila antipsikotik mulai diberi

dalam dua tahun pertama dari penyakit. Tidak ada dosis standar untuk obat ini,

tetapi dosis ditetapkan secara individual. Pemilihan obat lebih banyak berdasarkan

profil efek samping dan respon pasien pada pengobatan sebelumnya. Ada

beberapa kondisi khusus yang perlu diperhatikan, misalnya pada wanita hamil

lebih dianjurkan haloperidol, karena obat ini mempunyai data keamanan yang

paling baik. Pada pasien yang sensitif terhadap efek samping ekstrapiramidal lebih

baik diberi antipsikotik atipik, demikian pula pada pasien yang menunjukkan

gejala kognitif atau gejala negatif yang menonjol.7

Untuk pasien yang pertama kali mengalami episode skizofrenia,

pemberian obat harus diupayakan agar tidak terlalu meberikan efek samping,

karena pengalaman yang buruk dengan pengobatan akan mengurangi

ketaatberobatan (compliance) atau kesetiaberobatan (adherence). Dianjurkan

untuk menggunakan antipsikotik atipik atau antipsikotik tipikal tetapi dengan

dosis yang rendah.7

Demikian penanggulangan skizofrenia memakai antipsikotik berdasarkan

fase diperinci sebagai berikut ini:1

10

Page 11: Penatalaksanaan Skizofrenia 2003

1. Fase akut

a. Lama: empat sampai delapan minggu

b. Simtom psikotik akut: halusinasi, waham, pembicaraan, dan

perilaku yang kacau

c. Target penanggulangan: mengurangi simtom psikotik dan

melindungi individu dari perilaku psikotik yang berbahaya

2. Fase stabilisasi

a. Lama: dua sampai enam bulan

b. Simtom mulai berkurang, akan tetapi individu masih vulnerable

untuk mendapat serangan ulang, bila dosis dikurangi, atau adanya

stresor psikososial, serta memperhatikan, adanya perbaikan, dari

fungsi-fungsi individu

c. Target penanggulangan: mengurangi simtom yang masih ada dan

merencanakan pengobatan jangka panjang.

3. Fase stabil

a. Lama: tidak terbatas

b. Simtom positif sudah minimal atau tidak dijumpai lagi, dan simtom

negatif masih dominan pada gambaran klinik individu

c. Target penanggulangan: mencegah muncul kembali psikosis,

mengurangi simtom negatif dan menfasilitasi individu untuk

rehabilitasi sosial

2.3.3. Terapi psikososial2,4,5,6,8

Terapi psikososial terdiri dari berbagai metode untuk meningkatkan kemampuan

sosial, pengembangan diri, keterampilan praktis, dan komunikasi interpersonal

pasien skizofrenia. Tujuan utamanya adalah untuk memampukan pasien yang

menderita penyakit serius dalam mengembangkan keterampilan sosial untuk

kehidupan yang mandiri.

2.3.3.1. Latihan keterampilan sosial (terapi perilaku)2,4,5,6,8

11

Page 12: Penatalaksanaan Skizofrenia 2003

Terapi ini dapat secara langsung membantu dan berguna bagi pasien selama terapi

farmakologis. Disamping gejala personal dari skizofrenia, beberapa gejala

skizofrenia yang paling terlihat adalah menyangkut hubungan pasien dengan

orang lain, termasuk kontak mata yang buruk, keterlambatan respon yang tidak

lazim, ekspresi wajah yang aneh, tidak adanya spontanitas dalam situasi sosial,

dan persepsi yang tidak akurat atau tidak adanya persepsi emosi terhadap orang

lain. Perilaku tersebut secara spesifik dipusatkan di dalam latihan keterampilan

perilaku. Latihan keterampilan perilaku melibatkan penggunaan kaset video orang

lain dan pasien, permainan-simulasi (role playing) dalam terapi, dan pekerjaan

rumah tentang keterampilan yang telah dilakukan.

2.3.3.2. Terapi berorientasi keluarga

Hal ini berguna dalam pengobatan skizofrenia. Karena pasien skizofrenia

seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluarga dimana pasien

skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang

singkat tetapi intensif (setiap hari). Pusat dari terapi harus pada situasi segera dan

harus termasuk mengidentifikasi dan menghindari situasi yang kemungkinan

menimbulkan kesulitan. Jika masalah memang timbul pada pasien di dalam

keluarga, pusat terapi harus pada pemecahan masalah secara cepat.2,4,5,6,8

Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas di dalam

terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya.

Sering sekali, anggota keluarga, di dalam cara yang jelas, mendorong sanak

saudaranya yang menderita skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu

cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang

sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli

terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi

terlalu mengecilkan hati. 2,4,5,6,8

Terapi keluarga selanjutnya dapat diarahkan kepada berbagai macam

penerapan strategi menurunkan stres dan mengatasi masalah dan pelibatan

12

Page 13: Penatalaksanaan Skizofrenia 2003

kembali pasien ke dalam aktivitas. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa

terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. 2,4,5,6,8

2.3.3.3. Terapi kelompok2,4,5,6,8

Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah,

dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara

perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi

kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan,

dan meningkatkan tes realitas bagi pasien dengan skizofrenia. Kelompok yang

memimpin dalam cara yang suportif, bukannya dalam cara interpretatif,

tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.

2.3.3.4. Terapi perilaku kognitif2,4,5,6,8

Terapi perilaku kognitif telah digunakan pada pasien skizofrenia untuk

meningkatkan distorsi kognitif, menurunkan distractibility, dan mengoreksi

penyimpangan tilikan (judgment).

2.3.3.5. Psikoterapi individual

Jenis terapi yang diteliti adalah psikoterapi suportif dan psikoterapi berorientasi-

tilikan. Suatu konsep penting dalam psikoterapi bagi seorang pasien skizofrenia

adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien secara aman

adalah kritis. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayainya ahli

terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi

seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. 2,4,5,6,8

Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di

dalam pengobatan pasien nonpsikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit

dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap

keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan bersikap curiga, cemas,

bermusuhan, atau teregresi jika seseorang berusaha mendekati. Pengamatan yang

cermat dari jarak jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati,

dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas

13

Page 14: Penatalaksanaan Skizofrenia 2003

yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri.

Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan

kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.

Dalam konteks hubungan professional, fleksibilitas adalah penting dalam

menegakkan hubungan kerja dengan pasien. Ahli terapi mungkin harus makan

dengan pasien, duduk di lantai, berjalan-jalan, makan di restoran, menerima dan

member hadiah, bermain tenis meja, mengingat hari ulang tahun pasien, atau

hanya duduk diam bersama pasien. Tujuan utama adalah untuk menyampaikan

gagasan bahwa ahli terapi dapat dipercaya, ingin memahami pasien, dan akan

mencoba melakukannya, dan memiliki kepercayaan tentang kemampuan pasien

sebagai manusia, tidak peduli betapa terganggunya, bermusuhannya, atau

kacaunya pasien pada suatu saat. Mandred Bleuler menyatakan bahwa sikap

terapetik yang benar terhadap pasien skizofrenia adalah dengan menerima mereka,

bukannya mengamati mereka sebagai orang yang tidak dapat dipahami dan

berbeda dengan ahli terapi. 2,4,5,6,8

2.3.4. Terapi elektro konvulsi

Cara kerja elektro konvulsi belum diketahui dengan jelas. Dapat dikatakan bahwa

terapi konvulsi dapat memperpendek serangan skizofrenia dan mempermudah

kontak dengan penderita. Akan tetapi terapi ini tidak dapat mencegah serangan

yang akan datang.7

Terapi elektro konvulsi baik hasilnya pada jenis katatonik terutama stupor.

Terhadap terapi skizofrenia simpleks efeknya mengecewakan: bila gejala hanya

ringan lantas diberi terapi elektro konvulsi, kadang-kadang gejala menjadi lebih

berat.7

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

14

Page 15: Penatalaksanaan Skizofrenia 2003

3.1. Kesimpulan

Skizofrenia adalah gangguan mental yang parah, membuat individu yang

menderitanya menjadi tidak berdaya. Skizofrenia berupa sindrom yang heterogen,

di mana diagnosisnya belum dapat ditegakkan memakai suatu uji laboratorium

tertentu. Diagnosisnya ditegakkan berdasarkan sekumpulan simtom yang

dinyatakan karakteristik untuk skizofrenia.

Untuk penatalaksanaan skizofrenia diantaranya adalah hospitalisasi; terapi

farmakologi; psikoterapi yang meliputi terapi perilaku (latihan keterampilan

sosial), terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, terapi perilaku kognitif,

psikoterapi individual; terapi elektro konvulsi.

3.2. Saran

Untuk keberhasilan penanggulangan skizofrenia agar mencapai hasil yang

diharapkan, diperlukan:

1. Dukungan dari keluarga, baik dalam menciptakan suasana yang tidak

menimbulkan stressor dari segi finansial/pembelian antipsikotik.

2. Melibatkan individu dalam bersosialisasi/rehabilitasi.

3. Memberikan dukungan atau motivasi kepada pasien dalam hal yang

menyangkut kehidupannya, misalnya mengusahakan agar pasien mencari

pekerjaan atau berusaha supaya bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

15

Page 16: Penatalaksanaan Skizofrenia 2003

1. Loebis B. Skizofrenia: penanggulangan memakai antipsikotik. 2007.

Diunduh dari:

http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2007/ppgb_2007_bahagia_loebis

.pdf ( tanggal 1 Agustus 2010 ).

2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Skizofrenia. Dalam: Kaplan, HI,

Sadock BJ, Grebb JA, editor. Kaplan dan sadock sinopsis psikiatri ilmu

pengetahuan perilaku psikiatri klinis – edisi ketujuh jilid satu. 685 – 729.

3. Maslim R. Skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham. Dalam:

Maslim R, editor. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas dari PPDGJ –

III. Jakarta: Bagian ilmu kedokteran jiwa FK – Unika Atmajaya; 2001. h.

46 – 47.

4. Sadock BJ, Sadock VA. Treatment. In: Sadock BJ, Sadock VA, editors.

Kaplan and sadock’s concise textbook of clinical psychiatry – 2nd ed.

Philadelphia: Lippincott William and Wilkins; 150 – 153.

5. Kane JM, Stroup TS, and Marder SR. Schizophrenia: pharmacological

treatment. In: Sadock BJ, Sadock VA, and Ruiz P, editors. Kaplan and

sadock’s comprehensive textbook of psychiatry – 9th ed volume I.

Philadelphia: Lippincott William and Wilkins; 2007. 1547 – 1556.

6. Tenhula WN, Bellack AS, and Drake RE. Schizophrenia: psychosocial

approaches. In: Sadock BJ, Sadock VA, and Ruiz P, editors. Kaplan and

sadock’s comprehensive textbook of psychiatry – 9th ed volume I.

Philadelphia: Lippincott William and Wilkins; 2007. 1556 – 1572.

7. Maramis WF, Maramis AA. Pengobatan. Dalam: Maramis WF, Maramis

AA, editor. Catatan ilmu kedokteran jiwa – edisi kedua. Surabaya:

Airlangga University Press; 2009. 276 – 281.

8. Sadock BJ, Sadock VA. Treatment. In: Sadock BJ, Sadock VA, editors.

Kaplan and sadock’s synopsis of psychiatry behavioral sciences/clinical

psychiatry – 10th ed. Philadelphia: Lippincott William and Wilkins, a

Wolters Kluwer Business; 2007. 488 -497.

16