35
PRINSIP PENANGGULANGAN BENCANA (PRINSIPLE OF DISASTER MANAGEMENT) DISUSUN OLEH : SARAH JUNIAR 0318011065 ZULI EKO WAHYUDI 0618011038

Penanggulangan Bencana

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penanggulangan Bencana

PRINSIP PENANGGULANGAN BENCANA(PRINSIPLE OF DISASTER MANAGEMENT)

DISUSUN OLEH :

SARAH JUNIAR 0318011065ZULI EKO WAHYUDI 0618011038

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITASPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS LAMPUNGJUNI 2012

Page 2: Penanggulangan Bencana

BAB IPENDAHULUAN

Indonesia adalah negara dengan kondisi alam dan keanekaragaman penduduk

yang berbeda sehingga menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam,

bencana ulah manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya

akan sumber daya alam. Tanah longsor, banjir, gempa bumi hingga tsunami

menimpa berbagai daerah dari Indonesia bagian timur sampai barat. Begitu

beruntunnya bencana-bencana tersebut sehingga pemulihan suatu daerah yang

terkena bencana alam belum selesai atau bahkan belum tertangani dengan baik

sudah disusul adanya bencana di daerah lainnya. Begitu banyak korban manusia

berjatuhan yang menyebabkan seorang kehilangan keluarga atau sanak sudara,

selain itu tak terhitung kerugian material yang terjadi yang menyebabkan

suramnya masa depan mereka. Mereka yang masih hidup pastilah mengalami

trauma psikis yang tak mudah mereka lupakan atau bahkan menghantui mereka

sepanjang hidupnya.

Indonesia bila dilihat dari Letak geografis Indonesia sebagai negara kepulauan

yang berada diantara dua benua dan dua samudera terbentang di garis khatulistiwa

serta terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia merupakan

wilayah teritorial yang sangat rawan terhadap bencana seperti gempa bumi,

letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, dan kekeringan, serta kebakaran

hutan/bencana asap. Namun bencana yang datang silih berganti di berbagai

wilayah di Indonesia, tidak juga menyadarkan kita pentingnya melakukan

persiapan menghadapi bencana

Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi

(gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hydrometeorologi

(banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi

(wabah penyakit manusia,penyakit tanaman /ternak, hama tanaman) serta

kegagalan teknologi (kecelakaan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir,

pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik

antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi,

Page 3: Penanggulangan Bencana

religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari

situasi bencana pada suatu daerah konflik. Kompleksitas dari permasalahan

bencana tersebut memerlukan suatu penataan atau perencanaan yang matang

dalam penanggulangannya, sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan

terpadu. Penanggulangan yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada

langkah-langkah yang sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi

tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang penting tidak tertangani.

Guna menghindarkan kerancuan dan memperoleh efektifitas dalam

penanggulangan bencana, kita perlu memiliki wawasan mengenai prinsip

penanggulangan bencana.

Dalam penanganan bencana selalu muncul adanya permasalahan yang salah

satunya dapat disebabkan oleh karena belum optimalnya koordinasi dari instansi

yang terkait dalam penanggulangan bencana baik pada tingkat pusat, provinsi,

kota atau kabupaten sampai ke tingkat yang lebih rendah (kecamatan, kelurahan,

desa). Atau juga dapat disebabkan oleh faktor geografis (faktor alam) pada

wilayah atau daerah tersebut, khususnya daerah yang terkena bencana.sayangnya

penanggulangan yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada langkah-

langkah yang sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi tumpang tindih

dan bahkan terdapat langkah upaya yang penting tidak tertangani. Guna

menghindarkan kerancuan dan memperoleh efektivitas dalam penanggulangan

bencana, kita perlu memiliki wawasan mengenai prinsip penanggulangan

bencana. , sehingga penanggulangan bencana dapat dilaksanakan secara terarah

dan terpadu.

Hal-hal yang perlu diketahui mengenai penanggulangan bencana yaitu :

1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh

alam, manusia dan/atau oleh keduanya yang mengakibatkan korban

penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan

sarana dan prasarana, fasilitas umum, serta menimbulkan gangguan terhadap

tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Page 4: Penanggulangan Bencana

2. Letak geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada diantara dua

benua dan dua samudera terbentang di garis katulistiwa serta terletak pada

pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia merupakan wilayah teritorial

yang sangat rawan terhadap bencana seperti gempa bumi, letusan gunung

berapi, banjir, tanah longsor, dan kekeringan, serta kebakaran hutan/bencana

asap.

3. Kondisi alam yang kaya namun disertai beberapa penyimpangan dalam

pemanfaatannya, jumlah penduduk yang banyak dengan berbagai latar

belakang etnis yang penyebarannya tidak merata, serta adanya ketimpangan

sosial-ekonomi lainnya secara potensial dapat memunculkan permasalahan

sosial baik yang bersifat horisontal maupun vertikal yang memicu terjadinya

eskalasi kerusuhan sosial.

4. Pada hakekatnya bencana baik yang disebabkan oleh alam maupun karena

ulah manusia yang mengakibatkan pengungsian adalah merupakan bencana

bagi bangsa Indonesia. Selama ini penanggulangannya telah diupayakan

melalui berbagai cara dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat

melalui koordinasi penanganan sejak di tingkat lokasi bencana di daerah

sampai dengan di tingkat nasional.

5. Penanggulangan bencana merupakan segala upaya dan kegiatan yang

dilakukan meliputi kegiatan pencegahan, mitigasi (penjinakan), kesiapsiagaan

pada saat sebelum terjadinya bencana, penyelamatan pada saat terjadinya

bencana, serta rehabilitasi dan rekonstruksi pada masa pasca bencana.

6. Selanjutnya yang dimaksud dengan pengungsi dampak dari suatu bencana

adalah orang/sekelompok orang yang terusir dan atau atas dasar kemauan

sendiri meninggalkan tempat kehidupan semula, karena terancam keselamatan

dan keamanannya atau karena adanya rasa ketakutan oleh ancaman dari

kelompok/ golongan sosial tertentu sebagai akibat dari konflik atau kekerasan

lain yang menyebabkan kekacauan di masyarakat lingkungannya.

Page 5: Penanggulangan Bencana

7. Penanganan pengungsi diperlukan dalam upaya penyelamatan, perlindungan

serta pemberdayaan pengungsi akibat konflik sosial, yang meliputi kegiatan

pemberian bantuan darurat, pembinaan, pengembalian, pemindahan/relokasi

dan rekonsiliasi.

Page 6: Penanggulangan Bencana

BAB IIISI

A. Definisi Bencana

UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau rangkaian

peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan

masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam

maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”. Sementara

Asian Disaster Preparedness Center (ADPC) mendefinisikan bencana dalam

formulasi “The serious disruption of the functioning of society, causing

widespread human, material or environmental losses, which exceed the ability of

the affected communities to cope using their own resources” (Abarquez &

Murshed, 2004).

Definisi bencana seperti dipaparkan diatas mengandung tiga aspek dasar, yaitu:

Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard).

Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan

fungsi dari masyarakat.

Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan

masyarakat untuk mengatasi dengan sumber daya mereka.

Bencana dapat terjadi, karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau

gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability)

masyarakat. Bila terjadi hazard, tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti

masyarakat dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu, sementara bila

kondisi masyarakat rentan, tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka

tidak akan terjadi bencana.

B. Jenis-Jenis Bencana

Bencana terdiri dari berbagai bentuk. UU No. 24 tahun 2007 mengelompokan

bencana ke dalam tiga kategori yaitu:

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa

Page 7: Penanggulangan Bencana

bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah

longsor.

Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal

modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik

sosial antarkelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

Ethiopian Disaster Preparedness and Prevention Commission (DPPC)

mengelompokkan bencana berdasarkan jenis hazard, yang terdiri dari:

Natural hazard. Ini adalah hazard karena proses alam yang manusia tidak atau

sedikit memiliki kendali. Manusia dapat meminimalisir dampak hazard

dengan mengembangkan kebijakan yang sesuai, seperti tata ruang dan

wilayah, prasyarat bangunan, dan sebagainya. Natural hazard terdiri dari

beragam bentuk seperti dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Natural Hazard

Page 8: Penanggulangan Bencana

Human made hazard. Ini adalah hazard sebagai akibat aktivitas manusia yang

mengakibatkan kerusakan dan kerugian fisik, sosial, ekonomi, dan

lingkungan. Hazard ini mencakup:

o Technological hazard sebagai akibat kecelakaan industrial,

prosedur yang berbahaya, dan kegagalan infrastruktur. Bentuk dari hazard

ini adalah polusi air dan udara, paparan radioaktif, ledakan, dan

sebagainya.

o Environmental degradation yang terjadi karena tindakan dan

aktivitas manusia sehingga merusak sumber daya lingkungan dan

keragaman hayati dan berakibat lebih jauh terganggunya ekosistem.

o Conflict adalah hazard karena perilaku kelompok manusia pada

kelompok yang lain sehingga menimbulkan kekerasan dan kerusakan pada

komunitas yang lebih luas.

C. Model Manajemen Bencana

Bencana adalah hasil dari munculnya kejadian luar biasa (hazard) pada komunitas

yang rentan (vulnerable) sehingga masyarakat tidak dapat mengatasi berbagai

implikasi dari kejadian luar biasa tersebut. Manajemen bencana pada dasarnya

berupaya untuk menghindarkan masyarakat dari bencana baik dengan mengurangi

kemungkinan munculnya hazard maupun mengatasi kerentanan. Terdapat lima

model manajemen bencana yaitu:

Disaster management continuum model.

Model ini mungkin merupakan model yang paling popular karena terdiri dari

tahap-tahap yang jelas sehingga lebih mudah diimplementasikan. Tahap-tahap

manajemen bencana di dalam model ini meliputi emergency, relief,

rehabilitation, reconstruction, mitigation, preparedness, dan early warning.

Pre-during-post disaster model.

Model manajemen bencana ini membagi tahap kegiatan di sekitar bencana.

Terdapat kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan sebelum bencana, selama

bencana terjadi, dan setelah bencana. Model ini seringkali digabungkan

dengan disaster management continuum model.

Page 9: Penanggulangan Bencana

Contract-expand model.

Model ini berasumsi bahwa seluruh tahap-tahap yang ada pada manajemen

bencana (emergency, relief, rehabilitation, reconstruction, mitigation,

preparedness, dan early warning) semestinya tetap dilaksanakan pada daerah

yang rawan bencana. Perbedaan pada kondisi bencana dan tidak bencana

adalah pada saat bencana tahap tertentu lebih dikembangkan (emergency dan

relief) sementara tahap yang lain seperti rehabilitation, reconstruction, dan

mitigation kurang ditekankan.

The crunch and release model.

Manajemen bencana ini menekankan upaya mengurangi kerentanan untuk

mengatasi bencana. Bila masyarakat tidak rentan maka bencana akan juga

kecil kemungkinannya terjadi meski hazard tetap terjadi.

Disaster risk reduction framework.

Model ini menekankan upaya manajemen bencana pada identifikasi risiko

bencana baik dalam bentuk kerentanan maupun hazard dan mengembangkan

kapasitas untuk mengurangi risiko tersebut.

Pendekatan lain adalah lingkaran manajemen bencana (disaster management

cycle) yang terdiri dari dua kegiatan besar. Pertama adalah sebelum terjadinya

bencana (pre event) dan kedua adalah setelah terjadinya bencana (post event).

Kegiatan setelah terjadinya bencana dapat berupa disaster response/emergency

response (tanggap bencana) ataupun disaster recovery. Kegiatan yang dilakukan

sebelum terjadinya bencana dapat berupa disaster preparedness (kesiapsiagaan

menghadapi bencana) dan disaster mitigation (mengurangi dampak bencana). Ada

juga yang menyebut istilah disaster reduction, sebagai perpaduan dari disaster

mitigation dan disaster preparedness (Makki, 2006).

Terkait dengan manajemen penanggulangan bencana, maka UU No. 24 tahun

2007 menyatakan “Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian

upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya

bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi”.

Page 10: Penanggulangan Bencana

Rumusan penanggulangan bencana dari UU tersebut mengandung dua pengertian

dasar yaitu:

Penanggulangan bencana sebagai sebuah rangkaian atau siklus.

Penanggulangan bencana dimulai dari penetapan kebijakan pembangunan

yang didasari risiko bencana dan diikuti tahap kegiatan pencegahan bencana,

tanggap darurat, dan rehabilitasi.

Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam UU No. 24 tahun 2007

secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:

D. Kebijakan Manajemen Bencana

Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan manajemen bencana mengalami

beberapa perubahan kecenderungan seperti dapat dilihat dalam tabel. Beberapa

kecenderungan yang perlu diperhatikan adalah:

Konteks politik yang semakin mendorong kebijakan manajemen bencana

menjadi tanggung jawab legal.

Penekanan yang semakin besar pada peningkatan ketahanan masyarakat atau

pengurangan kerentanan.

Solusi manajemen bencana ditekankan pada pengorganisasian masyarakat dan

proses pembangunan.

Dalam penetapan sebuah kebijakan manajemen bencana, proses yang pada

umumnya terjadi terdiri dari beberapa tahap, yaitu penetapan agenda,

Page 11: Penanggulangan Bencana

pengambilan keputusan, formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, dan

evaluasi kebijakan. Di dalam kasus Indonesia, Pemerintah Pusat saat ini berada

pada tahap formulasi kebijakan (proses penyusunan beberapa Peraturan

Pemerintah sedang berlangsung) dan implementasi kebijakan (BNPB telah

dibentuk dan sedang mendorong proses pembentukan BPBD di daerah).

Sementara Pemerintah Daerah sedang berada pada tahap penetapan agenda dan

pengambilan keputusan. Beberapa daerah yang mengalami bencana besar sudah

melangkah lebih jauh pada tahap formulasi kebijakan dan implementasi

kebijakan.

Kebijakan manajemen bencana yang ideal selain harus dikembangkan melalui

proses yang benar, juga perlu secara jelas menetapkan hal-hal sebagai berikut:

Pembagian tanggung jawab antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Alokasi sumberdaya yang tepat antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta

antara

berbagai fungsi yang terkait.

Perubahan peraturan dan kelembagaan yang jelas dan tegas.

Mekanisme kerja dan pengaturan antara berbagai portofolio lembaga yang

terkait dengan bencana.

Page 12: Penanggulangan Bencana

Sistem kelembagaan penanggulangan bencana yang dikembangkan di Indonesia

dan menjadi salah satu fokus studi bersifat kontekstual. Di daerah terdapat

beberapa lembaga dan mekanisme yang sebelumnya sudah ada dan berjalan.

Kebijakan kelembagaan yang didesain dari Pemerintah Pusat akan berinteraksi

dengan lembaga dan mekanisme yang ada serta secara khusus dengan orang-orang

yang selama ini terlibat di dalam kegiatan penanggulangan bencana.

Melalui UU No. 24 tahun 2007, Pemerintah Indonesia telah memulai proses

penyusunan kebijakan menajemen bencana. Beberapa PP yang terkait telah

dikeluarkan (PP No. 21, 22, 23 tahun 2008), sementara beberapa PP lain sedang

dipersiapkan.

E. Pembagian Tanggung Jawab Manajemen Bencana

UU No. 24 tahun 2007 telah menetapkan bahwa pemerintah (pusat) memiliki

tanggung jawab dalam penyelenggaraan pennggulangan bencana. Tanggung

jawab tersebut mencakup:

1. pengurangan risiko bencana (PRB) dan pemaduan pengurangan risiko bencana

dengan program pembangunan;

2. perlindungan masyarakat dari dampak bencana;

3. penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana

secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum;

4. pemulihan kondisi dari dampak bencana;

5. pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara yang memadai;

6. pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap

pakai; dan

7. pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak

bencana.

Sementara tanggung jawab Pemerintah Daerah dirumuskan sebagai berikut:

a. penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana

sesuai dengan standar pelayanan minimum;

b. perlindungan masyarakat dari dampak bencana;

Page 13: Penanggulangan Bencana

c. pengurangan risiko bencana (PRB) dan pemaduan pengurangan risiko bencana

dengan program pembangunan; dan

d. pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah yang memadai.

Pada tataran operasional, UU No. 24 tahun 2007 telah mengamanatkan

pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang

ditindaklanjuti dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 8 tahun 2008.

Di dalam Peraturan Presiden tersebut dinyatakan BNPB memiliki tugas sebagai

berikut:

a. memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan

bencana

b. yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat,

rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara;

c. menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan

bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan;

d. menyampaikan informasi kegiatan penanggulangan bencana kepada

masyarakat;

e. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap

sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat

bencana;

f. menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional

dan internasional;

g. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

h. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

dan

i. menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

Selain ketiga pihak yang telah disebutkan di atas yaitu Pemerintah Pusat,

Pemerintah Daerah, dan BNPB, UU No. 24 tahun 2007 juga mengenali peran

serta pihak lain, yaitu lembaga usaha dan lembaga internasional. Pasal 28 UU No.

24 tahun 2007 merumuskan peran lembaga usaha dengan “Lembaga usaha

Page 14: Penanggulangan Bencana

mendapatkan kesempatan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik

secara tersendiri maupun secara bersama dengan pihak lain.” Lebih jauh lagi

diatur bahwa lembaga usaha yang terlibat dalam penyelenggaraan

penanggulangan bencana perlu “menyesuaikan kegiatan dengan kebijakan

penyelenggaraan penanggulangan bencana”, “menyampaikan laporan kepada

pemerintah dan/atau badan yang diberi tugas…”, “mengindahkan prinsip

kemanusiaan”. Peran serta lembaga internasional dan lembaga asing non

pemerintah dalam penanggulangan bencana dijamin melalui Pasal 30 ayat (1) UU

No. 24 tahun 2007. Tata cara berperan dalam penangulangan bencana telah diatur

melalui Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2008.

F. Tujuan Penanggulangan Bencana

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana pada pasal 4 dijelaskan mengenai tujuan

penanggulangan bencana, yaitu :

1. Memberikan pelindungan kepada masyarakat dari ancaman

bencana

2. Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada

3. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara

terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh

4. Menghargai budaya lokal

5. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta

6. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan

kedermawanan

7. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara.

G. Kebijakan Dan Strategi Penanggulangan Bencana

Kebijakan dalam penanggulangan bencana mengacu pada kebijakan pemerintah

pusat atau BAKORNAS Penanggulangan Bencana, dengan konsep umum

penanggulangan bencana dilaksanakan sejak dari pencegahan, kesiap siagaan,

tanggap darurat, dan pemulihan. Konsep tersebut harus dilakukan secara berurutan

Page 15: Penanggulangan Bencana

dan dalam waktu yang cepat dan tepat, dengan langkah-langkah sebagai berikut

(Badan Kesbang dan Linmas Prov. Jateng) :

a. Penanganan Lapis Pertama

Penanganan oleh bupati atau walikota setempat dalam hal evakuasi

penduduk ke tempat yang lebih aman, peningkatan kegiatan dapur umum

dan posko penanggulangan bencana, perbaikan saran dan prasaran,

pemberian pengobatan massal, pencegahan penyakit yang muncul pasca

bencana, dan sebagainya.

b. Penanganan Lapis Kedua

Badan Koordinasi Lingkungan (Bakorlin) yang merupakan ujung tombak

Gubernur dalam memberikan langkah awal atau darurat penanganan

bencana, antara lain memberikan bantuan awal pada saat kejadian, misalnya

berupa bantuan uang yang besarnya sesuai dengan garis kebijakan Gubernur,

bantuan bahan sandang dan pangan, memobilisasikan peralatan yang

diperlukan termasuk bantuan dari daerah lain, dan penanganan lainnya

apabila pemerintah kota atau kabupaten tidak mampu menangani secara

internal.

c. Penanganan Lapis Ketiga

Satuan Koordinasi Lapangan (Satkorlak) atau Gubernur yang bertanggung

jawab untuk menangani bencana yang tidak dapat ditangani lapis pertama

dan kedua. Penanganan bencana lapis ketiga biasanya pada bencana yan

memiliki skala dan kategori berat yang memerlukan penangan dan bantuan

dari pemerintah provinsi.

d. Penanganan Lapis Keempat

Badan Koordinasi Nasional PB yang bertanggung jawab apabila penanganan

bencana membutuhkan biaya, sarana dan prasarana yang ukup besar, dan

besifat permanen. Funsi dari Bakornas PB adalah untuk merumusan dan

penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi

dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien; dan

pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara

terencana, terpadu, dan menyeluruh

Page 16: Penanggulangan Bencana

Sedangkan menurut Ir. Djoko Kirmanto, Dipl. HE, Direktur Jenderal Perumahan

Dan Permukiman, kebijakan dalam penanggulangan bencana, antara lain adalah :

1. Kebijakan Umum

a. Dalam setiap upaya penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi,

perlu adanya persepsi yang sama bagi semua pihak baik jajaran aparat

pemerintah maupun segenap unsur masyarakat yang ketentuan langkahnya

diatur dalam pedoman umum, petunjuk pelaksanaan dan prosedur tetap

yang dikeluarkan oleh instansi yang bersangkutan sesuai dengan bidang

tugas unit masing-masing.

b. Penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dilaksanakan secara

terpadu dan terkoordinir yang melibatkan seluruh potensi pemerintah dan

masyarakat baik sebelum terjadi, saat terjadi maupun setelah terjadi

bencana/ pengungsi yang diwujudkan dalam upaya/tindakan preventif,

represif dan rehabilitatif.

c. Penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi merupakan salah satu

fungsi pemerintah, oleh karena itu dilakukan oleh pemerintah bersama

segenap unsur swasta maupun masyarakat luas dengan memberdayakan

sarana dan prasarana yang tersedia serta menempatkan pemerintah sebagai

fasilitator dan penanggungjawab utama.

d. Kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi secara

nasional dirumuskan dan ditetapkan oleh Badan Koordinasi Nasional

Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (BAKORNAS

PBP).

2. Strategi Umum

a. Penanggulangan Bencana

1. Pada tahap pencegahan, strategi yang ditempuh mengutamakan

upaya preventif agar kerusakan dan korban jiwa dapat diminimalkan

jika terjadi bencana.

2. Pada tahap tanggap darurat, dilakukan upaya penyelamatan, tempat

penampungan sementara, bantuan pangan dan pelayanan medis bagi

korban bencana.

Page 17: Penanggulangan Bencana

3. Pada tahap rehabilitasi, dilakukan upaya perbaikan fisik dan non

fisik serta pemberdayaan dan mengembalikan harkat hidup terhadap

korban bencana secara manusiawi.

4. Pada tahap rekonstruksi , dilakukan upaya pembangunan kembali

sarana/ prasarana serta fasilitas umum yang rusak, agar kehidupan

masyarakat dapat dipulihkan kembali.

b. Penanganan Pengungsi

1. Pada tahap penyelamatan saat kerusuhan terjadi, dilakukan dengan

memberikan pertolongan, perlindungan dan penampungan

sementara, bantuan pangan, sandang, obat-obatan, air bersih, sanitasi

dan pembinaan serta pemberdayaan tanpa membedakan perlakuan.

2. Pada tahap pemberdayaan dilakukan upaya perbaikan fisik dan non

fisik serta pemberdayaan, membina kerukunan dan mengembalikan

harkat hidup pengungsi secara manusiawi sebagai warga negara yang

memiliki hak hidup di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia.

3. Pada tahap rekonsiliasi dilakukan pembinaan terhadap tokoh

masyarakat, pemuka agama dan tokoh adat yang berpengaruh pada

masing-masing pihak serta mendamaikan kembali dengan

pendekatan sosial budaya, HAM dan hukum.

4. Pada tahap penempatan, pengungsi diarahkan pada 3 (tiga) alternatif

yaitu: diutamakan kembali ke tempat semula, penyisipan pada lokasi/

desa yang terdekat atau ke permukiman baru (resettlement) atau

transmigrasi lokal yang aman.

H. Pokok-Pokok Kegiatan Penanggulangan Bencana

1. Kegiatan Operasional

a. Penanggulangan Bencana

Penanggulangan bencana adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan

sejak sebelum, pada saat dan setelah terjadinya bencana yang dimulai dengan

pencegahan, mitigasi, kesiap siagaan, tanggap darurat dan pemulihan.

Page 18: Penanggulangan Bencana

Rangkaian kegiatan tersebut apabila digambarkan dalam siklus

penanggulangan bencana adalah sebagai berikut :

Bencana

Kesiap siagaan Tanggap darurat

Pencegahan

dan Mitigasi Pemulihan

Siklus Penanggulangan Bencana

Siklus bencana yang digambarkan di atas, sebaiknya tidak dipahami sebagai suatu

pembagian tahapan yang tegas, dimana kegiatan pada tahap tertentu akan berakhir

pada saat tahapan berikutnya dimulai. Akan tetapi harus dipahami bahwa setiap

waktu semua tahapan dilaksanakan secara bersama-sama dengan porsi kegiatan

yang berbeda. Misalnya pada tahap pemulihan, kegiatan utamanya adalah

pemulihan tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi juga sudah dimulai untuk

mengantisipasi bencana yang akan datang.

Kegiatan penanggulangan bencana yang bersifat upaya operasional dan harus

dilaksanakan secara koordinatif meliputi:

1. Pencegahan (prevention), adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah

terjadinya bencana dan jika mungkin dengan meniadakan bahaya yang

mungkin terjadi melalui penyiapan peraturan perundang-undangan,

penyusunan prosedur penanggulangan serta melaksanakan kegiatan

penyuluhan dan pelatihan.

Page 19: Penanggulangan Bencana

2. Mitigasi (mitigation), yakni meminimalkan dampak bencana terhadap

kehidupan manusia, sehingga kerugian jiwa dan material serta kerusakan yang

terjadi dapat segera diatasi melalui upaya mitigasi, yang meliputi

kesiapsiagaan (preparedness) serta penyiapan kesiapan fisik, kewaspadaan dan

kemampuan. Contoh : melalui pembuatan bangunan-bangunan fisik, maupun

non fisik-struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan.

Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua)

bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif.

Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah:

a. Penyusunan peraturan perundang-undangan

b. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.

c. Pembuatan pedoman/standar/prosedur

d. Pembuatan brosur/leaflet/poster

e. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana

f. Pengkajian / analisis risiko bencana

g. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan

h. Pembentukan satuan tugas bencana

i. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat

j. Pengarus-utamaan (mainstreaming) PB dalam pembangunan

Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara

lain:

a. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan

memasuki daerah rawan bencana dsb.

b. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan

ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang

berkaitan dengan pencegahan bencana.

c. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.

d. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang

lebih aman.

e. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.

Page 20: Penanggulangan Bencana

f. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalurjalur evakuasi jika

terjadi bencana.

g. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,

mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana,

seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa dan

sejenisnya. Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi

mitigasi yang bersifat non-struktural (berupa peraturan, penyuluhan,

pendidikan) dan yang bersifat struktural (berupa bangunan dan

prasarana).

3. Tanggap Darurat, yang dilaksanakan secara terencana, terkoordinir dan

terpadu pada kondisi darurat dan segera dengan tujuan untuk menolong,

menyelamatkan jiwa/harta benda dan lingkungan serta mengurangi dampak

akibat bencana melalui pemberian bantuan moral dan material kepada korban

bencana. Contoh : berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan

pengungsian. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai

teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:

a. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsurpendukungnya.

b. Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor

penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan

umum).

c. Penyiapan dukungan / stok logistik.

d. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna

mendukung tugas kebencanaan.

e. Penyiapan peringatan dini (early warning)

f. Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)

g. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan

h. Pembuatan standar bantuan dan pelayanan.

4. Pemulihan

Upaya pemulihan dilakukan dengan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi.

a. Rehabilitasi

Untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba

tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan

Page 21: Penanggulangan Bencana

penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali. Kegiatan-kegiatan yang

dilakukan meliputi:

a. Perbaikan sarana/prasarana yang rusak agar dapat berfungsi kembali

sesuai dengan kebutuhan seperti memperbaiki tempat tinggal maupun

saran dan prasarana umum.

b. Penanggulangan kejiwaan pasca bencana (post traumatic stress)

melalui penyuluhan, konseling, terapi kelompok (disekolah) dan

perawatan.

c. Pemulihan gizi/kesehatan.

d. Pemulihan sosial ekonomi sebagai upaya peningkatan ketahanan

masyarakat (antara lain: penciptaan lapangan kerja, pemberian modal

usaha, dll).

b. Rekonstruksi

merupakan tahap untuk membangun kembali sarana dan prasarana yang

rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna, serta memerlukan

waktu dan perencanaan yang cukup lama, Seperti perbaikan rumah

korban, perbaikan sekolah yang bersifat permanen. Oleh sebab itu

pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan yang

didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait. Kegiatan-

kegiatan yang dilaksanakan:

a. Melakukan kajian dan inventarisasi berbagai kerusakan

b. Penyusunan rencana pembangunan kembali secara konseptual, agar

hasilnya lebih baik dari kondisi semula.

c. Melakukan penelitian sebab-sebab kerusakan.

d. Menentukan prioritas pelaksanaan pembangunan.

e. Melakukan monitoring dan evaluasi.

5. Kesiapsiagaan

a. Sosialisasi, kepada msyarakat guna meningkatkan pengetahuan dan

kewaspdaan terhadap bahaya bencana.

b. Pengkajian Resiko Bencana, meningkatkan kemampuan daerah agar

mampu mengidentifikasikan daerah-daerah yang rawanterhadap bencana,

Page 22: Penanggulangan Bencana

serta mampu membuat peta resiko melalui kerja sama stakeholder dan

pakar-pakar.

c. Perencanaan Kontinensi, untuk menyiapkan dan memobilisasi sumber

daya yang dimiliki yang disusun secara bersama oleh semua pemangku

kepentingan.

d. Mendorong Sumber Daya, sedekat mungkin dengan daerah yang rawan

terhadap bencana.

e. Pelatihan, ini diarahkan pada peningkatan pengetahuan kepada masyarakat

melalui sekolah dan luar sekolah tentang bencana. Pelatihan diberikan

kepada para petugas pelaksana, maupun kepada masyarakat.

I. Mekanisme Penanggulangan Bencana

1. Tahap Pra Bencana

a. Memberikan informasi secara dini tentang perubahan cuaca dan iklim

sesuai dengan rekomendasi dari Badan Meteorologi dan Geofisika

setempat atau situasi tertentu yang diduga dapat mengakibatkan bencana.

b. Menyiapkan masyarakat untuk mengambil langkah-langkah secara

umum maupun spesifik.

c. Menginventarisir sekaligus menyiapkan bahan-bahan penanggulangan

bencana seperti bantuan pangan, obat-obatan, alat berat, dan lain-lain.

d. Memberitahukan kepada pemerintah setempat untuk mengambil

langkah-langkah secara dini untuk persiapan penanganan bila terjadi

bencana.

2. Tahap Saat Bencana

a. Melakukukan evakuasi korban bencana, yang meliputi pencarian,

penyelamatan jiwa, dan material.

b. Memberikan bantuan untuk korban bencana meliputi tempat

penampungan bagi pengungsi , bahan makanan dan lauk pauk, sandang,

dan obat-obatan.

c. Melakukan perbaikan sementara atas infrastruktur yang mengalami

kerusakan dan yang dapat mengganggu aktivitas penduduk sehari-hari,

seperti pembuatan jalan darurat, pembersihan tanah lonsor, pembuatan

jamban dan dapur umum, dan sebagainya.

Page 23: Penanggulangan Bencana

3. Tahap Pasca Bencana

a. melakukan inventarisir kerusakan, kerugian dan mentaksir biaya

rehabilitasi atau rekontruksi sesuai dengan tingkat kewenangan,

kemampuan daerah dan situasi yang bersifat khusus.

b. Melakukan rehabilitasi atau rekontruksi sarana dan prasarana yang

bersifat permanen.

c. Melakukan relokasi pemukiman penduduk apabila diperlukan.

J. Penanganan Pengungsi

Kegiatan penanganan pengungsi meliputi upaya operasional yang bersifat

koordinatif dilaksanakan dalam bentuk kegiatan :

1. Penyelamatan, yakni berupa pemberian pertolongan, perlindungan dan

pemberian bantuan tanggap darurat kepada korban kerusuhan/ konflik/

berupa penampungan sementara, bahan makanan pangan/ sandang,

pelayanan kesehatan, serta bantuan darurat lainnya.

2. Pemberdayaan, berupa kegiatan pembinaan kemampuan dan kemandirian

para pengungsi agar dapat melaksanakan kegiatan sosial dan ekonomis

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

3. Penempatan, yakni menempatkan dan mengembalikan pengungsi dari

tempat penampungan sementara ke tempat yang tetap berupa pengembalian

ke tempat semula, penyisipan pada lokasi pemukiman yang telah ada dan

penempatan di lokasi yang baru.

4. Rekonsiliasi, berupa dukungan upaya untuk menciptakan kedamaian

kembali pihak-pihak yang bertikai dengan pendekatan sosial, budaya, Hak

Asasi Manusia dan aspek hukum.

Page 24: Penanggulangan Bencana

DAFTAR PUSTAKA

Ir. Djoko Kirmanto. 2001. Pedoman Umum Penanggulangan Bencana Dan Penanganan Pengungsi,Sekretariat Bakornas PBPP. internet.

Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Bakornas PB).2002. Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana Di Daerah. http:\\www.bakornaspb.go.id

DPR RI. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. http:\\www bapedajabar.go.id.pdf.