Upload
vuthien
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PEMIKIRAN POLITIK KALIM AL-SIDDIQUI TENTANG NATION-STATE
(NEGARA-BANGSA)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy.)
Oleh :
SAHARA BINTI ALI
NIM: 1110045200032
KONSENTRASI SIYASAH SYARIYYAH
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1435 H/2014M
i
ii
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 18 Februari2014 M
19 RabiulAkhir1435 H
Sahara Binti Ali
iv
ABSTRAK
Sahara Binti Ali. NIM 1110045200032. PEMIKIRAN POLITIK KALIM AL-
SIDDIQUI TENTANG NATION-STATE (NEGARA-BANGSA). Program Studi
Jinayah Siyasah, Konsentrasi Ketatanegaraan Islam (Siyasah Syariyyah), Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435/2014
M.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dan menambah referensi pada pandangan
Kalim al-Siddiqui mengenai nation-state (negara-bangsa) yang berhubungan dengan
nasionalisme. Menurutnya nation-state (negara-bangsa) merupakan simbol
kemunduran, kekalahan dan keterpecah-belah Umat Islam bahkan ia adalah produk
ketundukan dari penjajahan bagi mendapat sebuah kemerdekaan.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan analisis yang mana penulis
menggunakan data primer dan sekunder, kemudian menganalisanya secara
komprehensif yang berhubungan dengan nasion-state (negara-bangsa).
Hasil penelitian ini, menunjukkan Kalim al-Siddiqui menolak dan tidak setuju
akan nation-state (negara-bangsa) yang berlaku di negara-negara Muslim.
Kata kunci: Pemikiran, Nation-State (negara-bangsa), Nasionalisme, Kemerdekaan,
Kekuasaan, Kemunduran, Perubahan dan Kekuatan Korektif.
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allahu Ahad, tuhan pencipta sekalian
alam ini. Salawat serta salam buat junjungan besar Nabi Muhammad saw. sebagai
penghulu bagi sekalian Nabi, Para Sahabat, Para Istri, ahli keluarga serta seluruh
umat Islam yang tidak jemu-jemu memperjuangkan kalimah sakralLa ilaha illallah
Muhammadul Rasulullah sehingga hembusan nafas terakhir.
Skripsi berjudul:PEMIKIRAN POLITIK KALIM AL-SIDDIQUI
TENTANG NATION-STATE (NEGARA-BANGSA), ditulis untuk memenuhi
dan melengkapi syarat-syarat dalam mencapai gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
Skripsi ini dapat diselesaikan karena mendapat dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan rasa hormat penulis persembahkan rasa
terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat:
1. Pihak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, yang telah
memberikan kesempatan kami untuk menimba ilmu.
vi
2. Prof.Dr.Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, dan
Dr.Phil. JM.Muslimin MA, sebagai Dekan Fakultas Syariah & Hukum, UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta, yang telah memberikan kepercayaan kepada
penulis dalam menyusun skripsi ini.
3. Ketua Program Studi Jinayah Siyasah, dan Sekretaris Program Studi Jinayah
Siyasah, Dr. Asmawi M.Ag. dan Afwan Faizin, M.Ag. yang telah membantu
penulis sejak masa perkuliahan hingga berakhirnya skripsi ini.
4. Prof.Dr.Masykuri Abdillah, selaku pembimbing I dan ibu Masyrofah, M.
Ag, M. Si. sebagai pembimbing II yang sabar memberikan petunjuk ke arah
perfeksi penulisan, meluang waktu dan banyak memberi masukan kepada
penulis hingga tuntasnya skripsi ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum di UIN Jakarta, terutama Prof.
Dr. Amin Suma, SH, MA, MM, Prof. Dr. Yunasril Ali, Dr. Asep Saepudin
Jahar, Arskal Salim GP, Drs. H.A. Basiq Djalil, Dr. H. Muhammad Nurul
Irfan, Iding Rosyidin, Alfitra AH., M, Hum, Dr. Atep Abdurofiq, Dr.
Bambang Catur SP, Dr. Dedy Nursamsi, Dr. H. Supriyadi Ahmad, Dr. H.
Mujar Ibnu Syarif, Kamarusdiana, S.Ag., M.H, Khamami, MA, Dr. Moh.
Ali, QosimArsadani, MA dan Dr. Rumadi.
6. Seluruh dosen serta semua staf di Kolej Universiti Darul Quran terutama
almarhum Dato Tuan Guru Haji Harun Taib, Rektor Ustaz Kamaruzaman,
Ust. Soud Said, Ust. Rizki Ilyas, Ust. Asmadi, Ust. Ismail Osman, Ust.
vii
Khalil, Sir Mukhdi danUstazah Asma, jugat eman-teman KUDQI yang tidak
dapat penulis sebutkan di sini.
7. Seluruh staf perpustakaan FSH dan Perpustakaan Utama, karyawan-
karyawati, Pustakaan Nasional Republik Indonesia, Perbadanan
Perpustakaan Awam Negeri Terengganu yang banyak membantu
memfasilitasi penyelesaian penulisan skripsi ini.
8. TYT. Dato Duta Malaysia di Indonesia, Tuan Pengarah JPMI, Atasan
Agama serta seluruh staf Kedutaan Besar Malaysia atas pengawasan dan
kebajikan yang diberikan.
9. Teristimewa buat pemberi semangat nur kasihBonda tercinta Wan Melah
binti Wan Musaanakanda mengucapkan ribuan terima kasih atas segala
perhatian dan doa untuk keberhasilan anakanda. Kesabaran atas jerih payah
dan segala pengorbanan yang tidak terbalas senantisa memberikan semangat
dan motivasi tanpa jemu hingga anakanda dapat menyelesaikan pengajian,
segala jasa dan pengorbanan bonda senantiasa terpahat di ingatan. Tiada apa
yang dapat dipersembahkan sebagai balasan, melainkan hanya dengan
sebuah kejayaan. Al-fatihah buat almarhum ayahanda Ali Bin Mamat dan
kakanda kedua Anuar Bin Ali yang sentiasa dalam ingatan dan doaku
semoga di cucuri rahmat ke atas roh keduannya dan ditempatkan bersama
orang-orang soleh. Buat saudarakuyang diingati dan dikasihi, Rusdi, Zalina,
Latif, Muhammad Zulhilmi, Kak Tie dan Abang Ayub (ipar) ucapaan jutaan
terima kasih yang telah banyak membantu dan mendoakankanku.Tidak lupa
viii
juga buat si cute Solahuddin, Ikram Fikri dan Jinan, serta seluruh saudara-
mara yang penulis kasihi. Terima kasih di atas segala bantuan moral dan
material,hingga penulis dapat menyelesaikan pengajian di sini dengan
selamat, dan sempurna. Semoga amal kalian diganti ridha Al-Khaleed.
10. Sahabat seperjuangan, Khadijah, Ann, Halijah, Balqis, Sumaiyyah, Siti
Norjannah, Zuriah, Hilmi, Hapis, Muin,kakak-kakak, abang-abang, adik-
adik dan teman-teman usrah ex-Kudqi, serta teman-temanIndonesia,
antaranya, Fatimah, Fifka, Rinny, Messy, dan yang mengenali penulis yang
tidak mampu penulis catatkan satu persatu disini. Yang banyak memberi
motivasi demi keberhasilan penulisan karya ilmiah ini dan terima kasih juga
atas kebersamaan kalian dalam menemani penulis selama kuliah di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
11. Kepada senior-senior UIN muslimin dan muslimat terutamanya K. Ain, K.
Ngah, K. Faizah, Ann dan Hajar.Terima Kasih karena turut mendoakan
penulis dan banyak memberi kritikan, semangat serta motivasi. Semoga kita
tetap dalam perjuangan.
12. Pihak kedutaan besar Malaysia, Prof Juzhar, EncikLudi, Ust Aziz, Mr. Mix,
Pak Warden, PuanYahurindan lain-lain.
13. Tidak lupa kepada Pak Osman yang banyak menolong dalam urusan
imegrasi, juga kepada Pak Said serta ibu selaku tuan kosan tempat
berteduhku dan Pak Fuad yang sering mengambil dan menghantarku ke
Bandara Soekarno Hatta Internasional.
ix
14. Kerajaan Malaysia dan Pemerintah Indonesia.
Akhirnya, Sirru ala barakatillah dan semoga skripsi ini dapat
memberikan masukan yang positif kepada pembaca sekalian, segala bantuan yang
telah diberikan kepada penulis hanya Allah yang selayaknya membalas. Dalam
penulisan skripsi ini tentu tidak luput dari kekhilafan dan kesalahan, karenanya
kritikan dan saran yang bersifat konstruktif sangat diharapkan dan akan diterima
dengan baik.
-Amin Ya Rabbal Alamin-
Jakarta, 18 Februari2014M
19 RabiulAkhir 1435 H
Sahara Binti Ali
x
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING...i
PENGESAHAN PENITIA UJIAN...ii
LEMBAR PERNYATAAN.................................................................................iii
ABSTRAK ................................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 6
D. Tinjauan Pustaka/ Kajian Terdahulu (Review) ................................ 7
E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ......................................... 9
F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 12
BAB II BIOGRAFI KALIM AL-SIDDIQQUI .............................................. 13
A. Riwayat Hidup Kalim al-Siddiqui ................................................... 14
B. Latar Belakang Pendidikan .............................................................. 16
xi
C. Perjalanan Karir dan Karya-karya yang Telah Dibukukan .............. 17
BAB III KONSEP NATION-STATE (NEGARA-BANGSA) .......................... 24
A. Pengertian ........................................................................................ 25
B. Sejarah Munculnya Nation-state (negara-bangsa) .......................... 30
C. Negara yang Menganut Ideologi Nasionalisme Secara Umum ....... 34
D. Faktor-faktorTerbangunnya Nasionalisme...43
BAB IV PEMIKIRAN-PEMIKIRAN KALIM SIDDIQUI ......................... 50
A. Corak Pemikiran Politik ................................................................. 52
B. Pandangan Kalim al-Siddiqui Tentang Nation-state (negara-bangsa)
........................................................................................................ 55
C. Implementasi Hubungan Nasionalisme dalam Nation-state (negara-
bangsa) ............................................................................................ 61
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 72
A. Kesimpulan ..................................................................................... 72
B. Saran-saran ....................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 75
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Suatu gagasan tentang negara yang didirikan untuk seluruh bangsa atau untuk
seluruh umat, berdasarkan kesepakatan bersama yang menghasilkan hubungan
kontraktual dan transaksional terbuka antara pihak-pihak yang mengadakan
kesepakatan itu.1 Kontraktual muncul secara artifisal dan didesak oleh suatu
kebutuhan kontrak sosial, dengan di dalamnya terdapat sebuah ikatan timbal balik
yang berbentuk hak dan kewajiban antar nation-state (negara-bangsa) dengan
warganya.2
Telah terjadi perdebatan hebat di kalangan pemikir dan penguasa Muslim
tentang konsep-konsep Barat semacam nation-state (negara-bangsa), nasionalisme,
sovereignity (kedaulatan). Konsep nation-state (negara-bangsa) dengan demikian,
yang menciptakan ketegangan historis dan konseptual.3 Ide negara yang berbasis
nasionalisme sangat asing bagi orang Islam hinggakan setiap negara nasional ummah
adalah tidak stabil dan lemah.4
1Nurcholis Madjid, Indonesia Kita, (Jakarta: Paramadina, 2004), Cet. Ke-3, h. 42-43.
2Guibernau, M., Nationalisms, The Nation-State and Nationalism in the Twentieth Century,
(Polity Press: London, 2005), h. 47. 3 Azra Azyumardi, Pergolakan Politik Islam Dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga
Post-Modernisme (Jakarta Selatan:Paramadina), Cet. Ke-1, h.10. 4Kalim Siddiqui, Negara Nasionalisme Penghalang PembentukanUmmah, (Pustaka Al-
Alami, 1985), Cet. Ke-1, h.5.
2
Negara-negara bangsa dunia Islam, khususnya negara-negara yang berada di
Timur Tengah, tidak berkembang dari proses politik mobilisasi dan integrasi, maupun
proses ekonomi pertumbuhan. Superstruktur-superstruktur yang terbentuk baru-baru
ini lebih merupakan sebuah imposisi yang terletak setelah di sosolusi Barat terhadap
tatanan Islam.5 Telah berlaku peristiwa revolusi, kericuhan dan pemberontakan telah
menggungcangkan masyarakat Muslim. Semua itu bertentangan dengan konsep
persaudaraan sesama Muslim. Terlebih lagi, kebanyakan negara Muslim dipimpin
oleh para pemimpin sipil atau militer yang otoriter dan seringkali menggunakan
ungkapan Islam untuk menunjang pemerintahan mereka. Etnisitas dan nasionalisme
justru menimbulkan perpecahan dalam masyarakat. Semua itu tentu saja merusak
nilai persaudaraan sesama Muslim.6
Nasionalisme yang menjadi ruh dari nation-state (negara-bangsa) bukanlah
merupakan gagasan yang datang bertamu secara ilmiah dan terhormat, tetapi
melalui penanaman nilai dan gagasan dalam proses kolonialisasi yang buas yang
menjadi ide asing. Berikut petikan yang menggambarkan nasionalisme dalam pikiran
Islamist;
Tidak muncul di dunia Islam secara ilmiah, juga tidak muncul karena kesulitan-
kesulitan yang dihadapi rakyat, juga bukan karena perasaan prustasi kaum
Muslimin ketika orang Eropa mulai mendominasi dunia setelah terjadinya
5Tibi Bassam, Ancaman furdamentalisme Rajutan Islam Politik Dan Kekacauan Dunia Baru,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000), Cet. Ke-1, h. 12. 6Akbar S. Ahmed, Citra Muslim Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, (Jakarta: Erlangga, 1990),
Cet. Ke-1, h. 14.
3
revolusi industri.Akan tetapi karena nasionalisme dihujankan ke dalam benak
kaum Muslimin melalui rekayasa yang tersusun rapi dan dilakukan dengan hati-
hati oleh kekuatan fisik (perang salib).7
Sehingga, nasionalisme merupakan sesuatu yang menonjol selama
berlangsungnya perjuangan untuk meraih kemerdekaan khususnya dikalangan
golongan-golongan penduduk yang mempunyai pendidikan tinggi di Eropa. Contoh
yang paling sederhana, seperti yang dialami oleh Iran atau Persia, di mana dasar
nasionalisme terbentuk oleh pengambilan Syiah Imamiyah sebagai agama kantor
yang dipermulaan pada abad keenam-belas.
Telah terjadi konvergensi dari bagian-bagian yang terpisah tersebut menuju
terbentuknya negara Islam yang dalam ketentuan yuridis tersebut menuju
terbentuknya negara Islam yang dalam istilah yuridis teologis Islam dikenal dengan
istilah khalifah atau imamah.8 Sejumlah partai politik movement (gerakan) dan
kelompok-kelompok gerilyawan Islam telah menyatakan diri untuk merestorasi
kekhalifahan dengan menyatukan bangsa-bangsa Muslim baik melalui aksi-aksi
politik damai seperti Hizbut ut-Tahrir atau melalui kekuatan fisik seperti al-
Qaeda.Islamist movement telah mengambil tujuan akhir yaitu pendirian
Kekhalifahan. Hal ini menunjukkan dalam kondisi bersamaan mereka mengkritik
gagasan nation-state (negara-bangsa) Muslim sebagai penghalang penyatuan
7 Shabir Ahmed dan Abid Karim, Akar Nasionalisme di Dunia Islam, Penerjemah: Zattira
Nadia Rahma, dari The Roots of Nationalism in the Muslim World, (Bangil, al-Izzah, 1997), h. 3. 8The Institute of Contemporaray Islamic Thought (ICIT), Obituary. Dr. Kalim Siddiqui, 1931-
1996, Artikek diakses pada16 Maret 2013 dari hht:www islamicthought.org/ks.htm.
4
Ummah.9 Misalnya, pembentukan Pakistan tidak mengarah pada penderian negara
Islam. Sebaliknya yang menjadi justru membangun nation-state (negara-bangsa)
sekuler yang sebagian besar pemimpinnya korup dan secara politis tunduk terhadap
Barat.Para pemimpin pada awal, sebagaimana pemimpin di nation-state (negara-
bangsa) Muslim lainnya dengan segera belajar menggunakan yang Kalim al-Siddiqui
sebut sebagai Islam Amerika.10
Melalui cara pandang tersebut para resim
penguasa negeri-negeri Muslim membungkus keterasingan mereka dari Islam dalam
mengokohkan paham nation-state (negara- bangsa).11
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan menganalisa
lebih mendalam pemikiran Kalim al-Siddiqui tentang nation-state (negara-bangsa).
Oleh karena itu, penulis mengangkat penelitian ini dengan judul: PEMIKIRAN
POLITIK KALIM AL-SIDDIQUI TENTANG NATION-STATE (NEGARA-
BANGSA).
9Lingkar Studi Islam Kebudyaan, Studi: Kritik Atas Negara Bangsa, Artikel diakses pada 20
Augustus dari http://lingkarstudiislamdankebudayaan.blogspot.com.html. 10
Islam Amerika merupakan istilah yang digunakan oleh Syyid Qutb untuk
menggambarkan model keislaman Muslim didikan Barat yang melakukan distori atau penyimpangan
dari jalan Islam. Istilah ini dilontarkan Sayid Qutb dalam tulisannya pada Juni 1952. Kalim mengutip
pernyertaan Sayyid Qutb di dalam Dirasat Islamiyyah: The Islam that the Americans and their aliens in
the Middles East, want is not the Islam resists communism. They do not want for Islam to rule: the
cannot bear in to rule, because it will give a new life the people when is rulesthe American and their
aliens want for the Middle East an American Islam. Lihat: Kalim Siddiqui, Seruan-Seruan Islam, h.
219. 11
Kalim Siddique, Issue in the Islamic Movement 1980-1981(1400-1401), (London:Toronto-
Pretoria: The Open Press Limited, 1982), h. 4.
5
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Supaya penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari topik yang
dibahas, maka penulis membatasi permasalahan menjadi lebih praktis dan terfokus
sehingga para pembaca mendapat manfaat mengenai seseorang tokoh politik Islam
Kalim al-Siddiqui yang juga bertumpu pada pemikiran-pemikiran tentang nation-state
(negara-bangsa) dan juga dikenali sebagai nasionalisme.
2. Perumusan Masalah
Supaya tidak menjadi pembahasan yang panjang penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah corak pemikiran politik Kalim al-Siddiqui?
2. Apakah pandangan dan argumentasi Kalim al-Siddiqui tentang nation-state
(negara-bangsa)?
3. Bagaimana implementasi dan praktek pandangan Kalim al-Siddiqui dalam
konteks Negara India?
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Merujuk pada latar belakang yang telah dijabarkan di atas penelitian ini,
penulis memiliki beberapa tujuan, antaranya:
1. Untuk menjelaskan corak pemikiran politik Kalim al-Siddiqui.
6
2. Untuk menjelaskan pandangan Kalim al-Siddiqui tentang nasionalisme dalam
hubungan nasion-state (negara-bangsa).
3. Untuk menjelaskan implementasi pandangan Kalim al-Siddiqui negara India.
Adapun manfaat yang ingin dicapai oleh penulis dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Secara akademis untuk mendapat jawaban terhadap berbagai persoalan terkait
dengan nation-state (negara-bangsa) pada pemikiran Kalim al-Siddiqui.
2. Memberi pengetahuan dan informasi tentang nasionalisme dalam hubungan
nation-state (negara-bangsa).
3. Membuka tabir perseteruan antara gerakan Islam dan nasionalisme dalam
pembentukan ideologi negara.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan sumbangan
pemikiran di ketatanegaraan Islam dan sekaligus pengembangan khazanah
keilmuan di dunia ini.
4. Tinjauan Pustaka
Sejumlah penelitian dengan bahasan tentang pemikiran politik telah
dilakukan, baik mengkaji secara spesifik maupun mengkaji secara umum yang sejalan
dengan pembahasan penelitian ini. Berikut ini merupakan paparan tinjauan umum
7
atas sebagian karya-karya penelitian tersebut baik yang berupa buku maupun skripsi,
di antaranya:
Skripsi yang ditulis oleh Iwan Marwan yang berjudul Nasionalisme Ahmad
Hassan, Studi Pemikiran Ahmad Hassan Tentang Paham Kebangsaan tahun 2007.
Skripsi ini di antaranya membahaskan tentang pemikiran Ahmad Hasan tentang
nasionalisme di Indonesia.
Sedangkan dalam bentuk tesis ada yang penulis temukan, diantarannya: Tesis
Moh. Asror Yusuf, Antara Islam dan Barat, Studi Respon Badiuzzam Said Nursi,
2001 intinya tesis ini tentang anutan kefahaman yang di pakai Nasionalisme (nation-
state) supaya penulis lebih memahami lagi.
Di samping itu terdapat beberapa sumber-sumber yang penulis rasakan
relevan untuk dijadikan rujukan penulis, di antaranya adalah:
Buku pertama, 50 Tokoh Islam Yang Mengubah Dunia. Buku ini adalah
hasil karya Zainal Adnan, Ahmad Amri dan Nurasyikin Ahmad. Di dalam buku ini
menyingkapi secara umum tentang Kalim al-Siddiqui, dimulai sejarah kehidupan
beliau, karir beliau, keterlibatan beliau dalam bidang politik dan menyatakan
pemikirannya mengenai neo-kolonialisme.
Buku kedua, Seruan-Seruan Islam: Tanggung jawab Sosial dan Kewajiban
Menegakkan Syariat. Buku ini adalah hasil karya Kalim Siddiqui. Buku ini banyak
membicarakan tentang pandangan-pandangan Kalim Siddiqui tentang nasion-state
8
(negara-bangsa) di negara Muslim serta mengkritik ideologi nasionalisme sekuler
yang tersebar di Pakistan.
Buku ketiga, Issue in the Islamic Movement 1980-1981. Buku ini adalah
hasil karya Kalim Siddiqui. Buku ini salah satu sub babnya menguraikan tentang isu-
isu dan gerakan-gerakan yang terjadi di dalam negara Islam.
Buku keempat, Shabir Ahmed dan Abid Karim, Akar Nasionalisme di Dunia
Islam, asal judulnya adalah The Roots of Nationalism in the Muslim World. Di
dalam buku ini menyajikan putusan Islam tentang nasionalisme dan langkah-langkah
praktis yang dapat diambil untuk memberantas penyakit nasionalisme yang berlaku di
dalam dunia Islam.
Buku kelima, Pergolakan Pemikiran Politik Islam. Buku ini adalah hasil
karya W.Montgomery Wat. Di dalam karya ini adalah sebuah studi sejarah tentang
kehidupan dan situasi negara-negara Islam masa pasca Barat yang ikut berpartisipasi
dalam urusan pemerintahan.
Buku keenam, Negara Nasionalisme Penghalang Pembentukan Ummah.
Buku ini adalah hasil karya Kalim Siddiqui. Buku ini membahaskan tentang gerakan-
gerakan Islam dan pefahaman nasional (nasionalisme) modern yang berusaha
membentuk sebuah negara menyebabkan keterpecah-belah di negara-negara Islam.
9
5. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian dalam tulisan ini merupakan penelitian kepustakaan (Library
Recearch), yaitu penelitian yang kajiannya dilaksanakan dengan menelaah dan
menelusuri berbagai literature, karena memang pada dasarnya sumber data yang
hendak digali lebih terfokus pada studi pustaka. Dengan demikian, penelitian ini
merupakan penelitian normative dan kualitatif deskriptif. Deskriptif di sini
dimaksudkan dengan membuat deskripsi secara sistematik dengan melihat dan
menganalisis data-data secara kualitatif.
2. Obyek Penelitian
Yang menjadi obyek dalam penelitian penulisan skripsi ini adalah pemikiran
politik Kalim al-Siddiqui, khususnya pandangan-pandangannya tentang nation-state
(negara-bangsa) di negara Muslim akan tetapi fokus utama apa yang berlaku di
Negara India.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan faktual, pengumpulan data
yang dilakukan oleh penulis, adalah melalui studi dokumentasi dari bahan-bahan
tertulis yakni dengan mencari bahan-bahan yang terkait serta memiliki relevansi
dengan obyek penelitian.
10
4. Jenis Data
Karena penelitian ini studi pustaka, maka sumber yang diambil pun
sepenuhnya adalah data-data kepustakaan yang dipandang mewakili (representative)
dan berkaitan (relevan) dengan objek penelitian yaitu yang terbagi ke dalam data
primer, data sekunder dan data tertier. Adapun rincian masing-masing sumber adalah:
a) Data Primer adalah disandarkan secara lansung yang diperolehi dari sumber
asli dari obyek penelitian, yaitu dari buku-buku yang ditulis sendiri oleh
Kalim al-Siddiqui, Negara Nasionalisme Penghalang Pembentukan Ummah
diterjemah dari Nation-States as Obstacles in the Total Transformation of the
Ummah.
b) Data Sekunder merupakan sumber pendukung dari sumber primer yang
berasal dari kepustakaan, buku-buku maupun data-data tertulis yang ada
relevansinya dengan judul penulisan ini.
c) Data tertier adalah merupakan data pelengkap yang terdiri dari kamus bahasa
Indonesia, ensiklopedi, artikel dari halaman web dan lain-lain.
5. Teknik Analisis Data
Teknis analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif dan analisis, yaitu
data-data yang (primer dan sekunder), kemudian menganalisanya secara
komprehensif agar tampak jelas rangkaian jawaban atas persoalan yang berhubungan
dengan pokok permasalahan nation-state (negara-bangsa).
6. Teknik Penulisan Skripsi
11
Penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012, buku ini
diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Sistematika Pembahasan
Materi laporan penelitian ini dibagi menjadi 6 (enam) bab. Bab Pertama
bertajuk Pendahuluan. Di dalam bab ini diuraikan pokok-pokok pikiran yang
melatarbelakangi penelitian ini, yang diorganisir menjadi 6 (enam) sub-bab, yaitu (1)
latar belakang masalah, (2) pembatasan dan perumusan masalah, (3) tujuan dan
manfaat penelitian, (4) penelitian terdahulu yang relevan, (5) metode penelitian, dan
(6) sistematika pembahasan.
Bab Kedua berjudul, akan membahaskan tentang Biografi (riwayat hidup)
Kalim al-Siddiqui adalah pendidikan dan perjalanan intelektualnya, karir di dalam
politik serta karya-karya yang telah dibukukan. Bertujuan untuk memberikan
gambaran secara ringkas tentang karya-karya.
Bab Ketiga berjudul Konsep nation-state (negara-bangsa) akan
membahaskan tentang pengertian dan definisi nation-state (negara-bangsa), sejarah
kemunculannya, negara yang menganut ideologi nasionalisme dan faktor-faktor
terbangunnya nasionalisme. Bab ini bertujuan untuk memberikan pengenalan lebih
mendalam tentang nasion-state (negara-bangsa) dan memahami tentang ideologi
nasionalisme.
12
Bab Keempat akan menguraikan tentang inti penelitian, yaitu dengan
mengemukakan pemikiran politik seterusnya pandangan-pandangan Kalim al-
Siddiqui menurutnya, corak pemikiran poltik tokoh dan implementasi hubungan
nasionalisme dalam nation-state. Penelitian ini bertujuan untuk mendalami pemikiran
politik Kalim al-Siddiqui.
Bab Kelima merupakan penutup, yang memuat kesimpulan yang merupakan
jawaban dari apa yang menjadi persoalan dalam pembatasan masalah, perumusan
masalah dan juga rekomendasi. Di samping itu, dimuat pula saran terkait tindak lanjut
atas temuan penelitian.
13
BAB II
BIOGRAFI KALIM AL-SIDDIQUI
Kalim al-Siddiqui adalah salah satu intelektual terkemuka dan aktivis gerakan
Islam di era modern. Sebagai Pendiri dan Direktur Muslim Institute, London, ia
memainkan peran utama dalam mengembangkan pemahaman politik dan pemikiran
Islam kontemporer gerakan, dan dalam globalisasi gerakan setelah Revolusi Islam di
Iran. Dia juga berjasa dalam menjembatani kesenjangan perbedaan pemikiran Muslim
Sunni dan Syiah. Buku terakhirnya yang terkenal dan yang terakhir adalah Stages of
Islamic Revolution. Ini diluncurkan di konferensi internasional yang dihadiri oleh
pemimpin-pemimpin Muslim di seluruh dunia.12
Kalim al-Siddiqui juga dikombinasikan dengan wawasan intelektual dan
pemahaman dengan gerakan aktivisme dan kepemimpinan politik. Intelektual,
kontribusi besar adalah pemikiran politik gerakan Islam, dalam serangkaian makalah
yang diterbitkan pada 1970-an dan 1980-an, yang disajikan ide-ide radikal dan
revolusioner dengan cara yang Muslim biasa ditemukan diakses dan mudah
dimengerti.13
Ide-idenya yang dihormati dikalangan aktivis Islam di seluruh pelosok
dunia termasuk juga Afrika Selatan, Sudan dan Malaysia di mana dia terakhir kali
mengunjungi pada bulan April 1994.
12
Zainal Adnan, dkk,50 Tokoh Islam Yang Mengubah Dunia, (Malaysia: PTS Millennia
SDN.BHD, 2011), Cet. Ke-IV, h. 37. 13
Shia Chat, Bekerja Menuju Transformasi Total Umat, Artikel diakses pada 5 September
2013 dari http://www.shiachat.com/forum/index.php?/topic/.
http://www.shiachat.com/forum/index.php?/topic/
14
Kalim al-Siddiqui adalah seorang tokoh senior dan dihormati dalam gerakan
Islam global. Namun, di Inggris ia tetap relatif sedikit dikenal di luar kalangan aktivis
Islam14
dan merupakan salah seorang pemikir Islam yang terkemuka di akhir abad ke-
20.15
A. Riwayat Hidup Kalim al-Siddiqui
Kalim al-Siddiqui dilahirkan di desa Dondi Lohara, Sultanpur India pada
tanggal 15 September 1931.16
Referensi lain menyebutkan ia lahir pada 2 Juli 1933.
Tanggal ini merupakan tanggal yang tercatat ketika dia mulai sekolah dan juga
terdapat dalam paspor dan dokumen resmi lainnya.17
Keluarganya yang kecil
memiliki lahan Provinsi Serikat (sekarang Uttar Pradesh), tapi18
ayahnya bekerja
sebagai inspektur sub-polisi. Kalim al-Siddiqui mengalami berbagai pengalaman
buruk semasa berada di bawah pemerintahan Inggris-India. Malah, dia pernah
ditembak oleh seorang tentera Inggris ketika berusia 11 tahun selama nasionalis di
Azamgarh di utara timur India. Sebagian besar remaja dihabiskan dalam suasana yang
sangat tidak menyenangkan dari tahun-tahun menjelang partisi, dan melarikan diri ke
Pakistan pada berusia 17 tahun. Kalim menghabiskan waktu enam tahun di Pakistan
14
Kalim Siddiqui, In Pursuit of the power of Islam, (1996), Diedit oleh Zafar Bangash.Edisi
ke-2 buku ini diterbitkan oleh Institute for Contemporary Islamic Thought, London. 15
Jalaluddin Rakhmat, Minda Rakyat, Artikel diakses pada 13 April 2013
darihttp://mindarakyat0.tripod.com.htm . 16
Kalim Siddiqui, Functions of International Conflict - A Socio-economic Study of Pakistan,
(Karachi: The RoyalBook Company, 1975), h. 2. 17
Kalim Siddiqui, Seruan-Seruan Islam: Tanggung jawab Sosial dan Kewajiban Menegakkan
Syariat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), Cet. Ke-1, h. 175. 18
Shia Chat, Bekerja Menuju Transformasi Total Umat, Artikel diakses pada 5 September
2013 dari http://www.shiachat.com/forum/index.php?/topic.
15
karena rasa tidak puas sebelum tiba di Inggris pada tahun 1954 dengan berencana
menjadi seorang jurnalis.
Setelah beranjak dewasa, yaitu pada tahun 1960 Kalim al-Siddiqui menikah
dan pada saat yang sama, dia mulai merintis pendidikannya. Hasil pernikahan Kalim
al-Siddiqui dengan istri, mereka telah dikarunia dengan tiga orang anak, salah satu
putranya bernama Iqbal Siddiqui.19
Namun demikian, Kalim al-Siddiqui adalah seorang yang sangat percaya diri
dan kreatif. Alih-alih berkompromi dengan prinsip-prinsip fundamental. Dia segera
terjun untuk mengorganisir Seminar Internasional di London di mana para sarjana
Muslim, ulama dari semua mazhad, akademis, mahasiswa, aktivis dan lain-lainnya
diundang mengikuti anjuran seminarnya. Dari tahun 1982 hingga 1988, Muslim
Institute mengorganisir sejumlah seminar.20
Kalim meninggal dunia pada 18 April 1996 di Pretoria, Afrika Selatan setelah
menghadiri satu konferensi tiga hari yang berkaitan tentang peradaban baru Islam,
beliau mengalami serangan jantung, setelah tiga kali mengalami penyakit yang
sama.21
Kalim al- Siddiqui pernah menderita serangan jantung pertama pada waktu
itu sudah mengalami sakit parah selama berbulan-bulan bahkan pada tahun 1974,
19
Jorgen S. Nielsen, News People Obituary Kalim Siddiqui, Artikel diakses pada 25
December 2013 dari http://www.independent.co.uk/-1305799.html. 20
Kalim Siddiqui, Seruan-Seruan Islam: Tanggungjawab Sosial dan Kewajiban Menegakkan
Syariat, h. 18-19. 21
Zainal Adnan, dkk, 50 Tokoh Islam Yang Mengubah Dunia,h.37.
http://www.independent.co.uk/-1305799.html
16
dokter menyarankan dia untuk pensiun dari pekerjaannya hingga ia disuruh berhenti
bekerja. Dua serangan jantung berikutnya dia dioperasi pada tahun 1981 dan 1995.22
B. Latar Belakang Pendidikan.
Kalim al-Siddiqui mendapat pendidikan awal di sekolah asrama di Faizabad
pada tahun 1944 sampai 1945. Ketika masih kecil, dia sudah sadar tentang politik dan
mengikut aktif bersama Liga Muslim, yaitu sebuah organisasi yang menggerakan
masyarakat Muslim di India. Pada usia 17 tahun, beliau berpindah ke Kerachi, India
pada tahun 1948, beberapa bulan setelah partisi dari Inggris-India dan pembentukan
Pakistan. Di sekolah, dia menjadi seorang pemimpin pelajar dan menunjukkan bakat
yang dimilikinya dalam bidang penulisan bahkan telah mendapat kepercayaan penuh
dan di lantik sebagai editor surat kabar masyarakat setempat, yang di beri nama The
Leader.23
Sambil bekerja, Kalim melanjut pengajian ke tingkat sarjana di College
Universitas, London dalam jurusan Hubungan Antarabangsa. Pada pertengahan 1960-
an ia menempatkan dirinya melalui perguruan tinggi dan universitas, mengambil
gelar di bidang Ekonomi dan kemudian, pada tahun 1972, meraihkan gelar Phd dalam
Hubungan Internasional dari Universitas College, London24
dan juga mengajar paruh
waktu di kampus sebuah Universitas Southern California, Amerika di dekat
22
Shia Chat, Bekerja Menuju Transformasi Total Umat, Artikel diakses pada 5 September
2013 dari http://www.shiachat.com/forum/index.php?/topic. 23
Zainal Adnan, dkk, 50 Tokoh Islam Yang Mengubah Dunia, h. 34. 24
Wikipedia, Kalim Siddiqui, Artikel diakses pada 24 April 2013 dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Kalim_Siddiqui.
17
rumahnya di Slough.25
Pada masa itu, dia sudah menganggotai Gerakan Khilafat yang
berbasis di London.Kalim juga sering bolak-balik ke Paris untuk memprotes
kebijakan Perancis di Aljazair.26
Sepanjang periode ini, bagaimanapun, ia juga tetap
terlibat dalam kedua urusan Islam pada umumnya dan urusan Pakistan pada
khususnya, dan pemikiran yang membentuk dasar dari pekerjaan masa depannya
dikembangkan. Dan dia menjadi menonjol di antara para aktivis Islam yang paling
awal di Inggris. Suez melihatnya berdemonstrasi di Hyde Park, perang Aljazair
melihatnya mengemudi teman-teman ke Paris untuk menunjukkan di Champs-
Elysees.
C. Perjalanan Karir dan Karya-Karya Yang Telah Di Bukukan
Kalim al- Siddiqui mengambil keputusan untuk berhijrah ke Inggris pada
tahun 1954 untuk merambah jurnalisme. Selama 10 tahun, dia bekerja sebagai
reporter bagi beberapa surat kabar lokal. Pada tahun 1964, tak lama kemudian pindah
ke Slough, dia mula bekerja dengan majalah The Guardian, London. Kalim mula
mencipta nama sebagai reporter ketika menjawab jawatan sub-editor dengan majalah
The Guardian.27
Pada tahun 1973, Kalim mendirikan Muslim Institute forResearch and
Planningberbasis di London, yaitu sebuah gerakan Muslim antarabangsa yang
25
Kalim Siddiqui, Beyond the Muslim Nation-State, (London: Muslim Institute for Research
and Planing, 1977). 26
Zainal Adnan, dkk, 50 Tokoh Islam Yang Mengubah Dunia,h. 35. 27
Wikipedia,Kalim Siddiqui, Artikel diiakses pada 24 April 2013 dari,
http://en.wikipedia.org/wiki/Kalim_Siddiqui.
18
terkenal dengan penyelenggaraan seminar28
dan selama beberapa tahun pertemuan
mingguan di Endsleigh Street dekat Euston menjadi titik fokus untuk diskusi dan
perdebatan tentang isu-isu epistemologis dan konseptual dalam berbagai mata
pelajaran yang luar biasa. Institute ini juga meluncurkan bahasa Arab sekolah musim
panas tahunan di Universitas City, London, selama pertengahan 1970-an bekerja
sama dengan University of Riyadh. Kolaborator awal di Institute termasuk Dr. Ghias
Siddiqui, Sarwar Rija, Iqbal Asaria, Ziauddin Sardar, Ajmal Ahmed, Dawud Rosser-
Owen, Mufti Barkatulla, Dr. Maqsood Siddiqui, Dr. Zafar Bangash, Dr. Zaki Badawi
dan Dr. Yaqub Zaki. Selama periode ini Kalim al-Siddiqui bahkan mengembangkan
hubungan dengan Shaikh Jamjoum Arab Saudi dan berpartisipasi dalam pertemuan
Liga Anti-Komunis Dunia atas suruhannya. Koneksi ini memungkinkan Kalim untuk
mencapai kemandirian finansial untuk Institute.29
Sebagai pendiri dan Direktur Institute Muslim, di Bloomsbury, London, ia
memainkan peran utama dalam mengembangkan pemahaman politik dan memikirkan
gerakan Islam kontemporer, dan dalam globalisasi gerakan setelah Revolusi Islam di
Iran. Melalui institute ini, Kalim dan rakan-rakan berusaha membebaskan masyarakat
Muslim daripada kerangka sistem pemikiran Barat, terutamanya daripada segi politik.
Kalim serta bersama teman-teman yaitu Ismail Kalla dan Dr. Muhammmad
Ghayasuddin mempromosi visi institute ini ke serata dunia.30
Di bawah kepimpinan
28
Zainal Adnan, dkk, 50 Tokoh Islam Yang Mengubah Dunia, h.35. 29
Kalim Siddiqui, Beyond the Muslim Nation-State, (London: Muslim Institute for Research
and Planing, 1977) 30
Zainal Adnan, dkk, 50 Tokoh Islam Yang Mengubah Dunia, h.35.
19
Kalim al-Siddiqui Institute Muslim menjadi pusat jaringan global dan referensi serta
menyebarkan segala maklumat mengenai perkembangan dunia Islam kini dengan
berbagai cara. Di antaranya melalui media massa, internet, penerbitan buku dan
majalah, penyelenggaraan konferensi dan seminar, pendidikan dan syarahan serta
penyelidikan. Institute didanai oleh ahli anggota dan sumbangan dari Umat Islam di
seluruh dunia.31
Kalim al-Siddiqui juga salah seorang editor surat kabar Crecent
Internasional yang terbit di Toronto, Kanada. Dia juga menulis berbagai buku,
terutama yang berhubungan dengan gerakan revolusioner. Diantara bukunya yang
banyak mendapat perhatian dunia pergerakan adalah Issues on Islamic Movements
yang berisikan suntingan terhadap makalah-makalah tokoh pergerakan revolusioner
dari berbagai penjuri Dunia Islam.32
Kontribusi yang terbesar disignifikan dengan
aktivitas bersama masyarakat Muslim di Inggris. Kalim juga bertanggung jawab
mendirikan Parlemen Muslim Inggris yang diresmikan pada tanggal 4 Januari1992, ia
merupakan simbol pada solidaritas umat Islam.33
Seiring dengan Institute Muslim,
Parlemen Muslim adalah salah satu dari dua lembaga utama yang didirikan oleh
Kalim al-Siddiqui untuk mengejar visi dan dia juga telah meninggalkan ia sebagai
warisan untuk umat Islam.
31
Mohd Saiful Mohd Sahak, Bicara Agama: ICIT Kumpul Intelek Islam Global, Artikel
diakses pada 25 September 2013 dari, www.utusan.com.my/utusan/info.asp?2006=Utusan-
Malaysia,.01.htm. 32
Kalim Siddiqui, Pergerakan Islam: Sebuah Analisa Pendahuluan, (Jakarta: Minaret, 1988),
Cet. Ke-III, h. 16. 33
Zainal Adnan, dkk, 50 Tokoh Islam Yang Mengubah Dunia, h. 35-36.
20
Pada tahun 1993, Parlemen Muslim mendirikan sebuah badan amal berdaftar,
Bait al-Mal al-Islami, untuk membiayai mereka yang menderita kesulitan, skema
bantuan bagi siswa yang memiliki latar belakang miskin dan mengelola bagian-
bagian dari pekerjaannya yang amal di bawah hukum Inggris. Lembaga ketiga dari
jaringan Parlemen Muslim yaitu Otaritas Makanan Halal yang didirikan pada tahun
1994 untuk memantau dan mengatur perdagangan daging halal di Inggris, yang
sebelum itu terjadi penipuan. Pada saat yang sama, Parlemen Muslim bekerja untuk
membantu umat Islam dan gerakan Islam global di luar negeri dalam perjuangan
mereka.34
Kalim al-Siddiqui menulis beberapa buah karya dan artikel sepanjang
hidupnya. Buku pertama yaitu, Conflict, Crisis and War in Pakistan, yang diterbitkan
pada tahun 1972. Ia adalah hasil permerhatian Kalim semasa Pakistan Timur
berpecah menjadi Bangladesh akibat perang saudara35
dan di dalamnya berisi kutukan
yang sangat hebat terhadap elit pemimpin Pakistan dan ketundakan total terhadap
Barat.36
Kalim al-Siddiqui dalam tulisan-tulisannya selama tahun 1970-an sebagian
besar tulisan awalnya bersifat intelektual. Tulisan-tulisan tersebut sering
dipresentasikan dalam jargon ilmu politik pada waktu itu, karena tulisan-tulisan itu
lebih ditujukan kepada para intelektual Muslim ketimbang masyarakat Muslim biasa.
34
Shia Chat, Bekerja Menuju Transformasi Total Umat, Artikel diakses pada 5 September
2013 dari http://www.shiachat.com/forum/index.php?/topic/. 35
Zainal Adnan, dkk, 50 Tokoh Islam Yang Mengubah Dunia, h. 36. 36
Kalim Siddiqui, Seruan-Seruan Islam: Tanggung jawab Sosial dan Kewajiban Menegakkan
Syariat, h. 4.
http://www.shiachat.com/forum/index.php?/topic/235004771-/
21
Selama awal pertengahan 80-an beralih arah yang lebih banyak ditujukan
kepada masyarakat Muslim. Akan tetapi pada saat kesamaan, dia sedang
merefleksikan peristiwa-peristiwa periode itu dan memahami signifikansi historisnya
khusus dalam paper finalnya, Proceses of error, deviation, correction and
convergence in Muslim political thought (Proses kesalahan, deviasi, koreksi dan
konvergensi dalam pemikiran politik Muslim). Ini seluruhnya merupakan potongan
intelektual yang menganalisis perkembangan pemikiran politik Muslim dari masa
awal Islam dan menjelaskan situasi kontemporer dalam kacamata ini.37
Bukunya yang kedua, Towards a New Destiny (Menuju Nasib Baru) yang
diterbit pada tahun 1973. Buku ini mencakup penolakannya terhadap semua bentuk
pengetahuan dan gagasan politik Barat karena beliau berpendapat tidak sesuai
dengan umat Islam; penolakannya terhadap nasionalisme; hujatannya terhadap
negara-bangsa dan pemerintahan Muslim pasca-kolonial; pemahamannya akan
situasi, peran dan masalah-masalah sarjana Muslim yang mendapat didikan Barat dan
tradisional; dan perhatiannya akan minoritas Muslim di negara-negara Barat. Kalim
al-Siddiqui memanfaatkan konteks konferensi tersebut dengan mengkritik sebagian
besar pemikiran politik Muslim kontemporer dan menjelaskan situasi kontemporer
yang telah dia kembangkan selama masa kontemplasi dan studi yang telah dilakukan
sebelumnya.38
37
Kalim Siddiqui, Proses Kesalahan, Deviasi, Koreksi dan Konvergensi Dalam Pemikiran
Plitik Muslim, (London: The Muslim Institute, 1989), h. 347. 38
Kalim Siddiqui, Seruan-Seruan Islam: Tanggung jawab Sosial dan Kewajiban Menegakkan
Syariat, h. 9.
22
Tahun berikutnya, dia menulis tentang Beyond the Muslim Nation-State
(Melampaui Negara-bangsa Muslim), di dalamnya mengkritik pendekatan modernis
Muslim terhadap pemikiran politik, menolak struktur negara-bangsa karena asing
bagi etos Islam dan konsep penyatuan ummah, dan menyeru kepada ilmuan sosial
Muslim untuk menciptakan teori politik baru yang lebih berakar kepada tradisi Islam
ketimbang Barat.39
Dalam masa bersamaan dia mempresentasikan pemahaman
tentang situasi sejarah Islam yang ia meluncurkan karya yang berjudul Prospektus
Draft dari Institute Muslim pada tahun 1974.
Semenjak tahun 1978, Kalim al-Siddiqui telah mengamati dan meneliti
Revolusi Islam di Iran. Beliau juga banyak menulis dan bercakap tentangnya. Buku
ini mengungkapi tentang Revolusi Islam di Iran. Dalam buku Ke Arah Revolusi Islam
ini menimbulkan fakta Revolusi Islam di luar apa yang berlaku di Iran. Revolusi
Islam adalah fenomena yang tidak dapat dipisahkan dari proses evolusi masyarakat
Islam. Kalim al-Siddiqui menyifatkan Revolusi Islam sebagai sebuah proses ilmiah
yang bisa berulang. Dia percaya bahawa banyak Revolusi Islam baru sedang berjalan.
Kesemua ini adalah bagian dari regenerasi kekuatan Islam.40
Kertas kerja beliau yang
bertajuk Proceses of Error, Deviation, Correction and Convergence in Muslim
Political Thought pada tahun 1989 dipindah bahasa dan menjadi referensi gerakan
39
Ibid, h. 13. 40
The Reading Group Malaysia, Ke Arah Revolusi Islam, Artikel diakses pada 25 Augustus
2013 dari http://.blogspot.com/2010/09/.html.
http://.blogspot.com/2010/09/.html
23
Islam sedunia. Media Inggris menggelar ia sebagai Ayatollah Inggris karena mati-
matian mempertahankan Revolusi Iran.41
41
Zainal Adnan, dkk, 50 Tokoh Islam Yang Mengubah Dunia, h. 36.
24
BAB III
KONSEP NATION-STATE (NEGARA-BANGSA)
Nation-State (negara-bangsa) ialah negara yang didirikan pada kebangkitan
semangat kebangsaan untuk membangun sebuah negara yang berdaulat dan bebas
dari ancaman pengaruh yang dapat menggugat dan menghancurkan gagasan serta
wawasan negara-bangsa.42
Gabungan semangat kebangsaan (nation hood) dan
gagasan negara (state) inilah yang kemudian dikenal dengan negara-bangsa.43
Kebanyakan negara-bangsa yang terbentuk setelah merdeka terkena berbagai bentuk
Ekstremisme yang menggugat keamanan negara, ketertiban awan dan stabilitas
politik. Negara-bangsa adalah laksana batu pejal yang besar yang merintangi jalan
kita akibat kejahatan sejarah berlaku pada masa lampau.44
Satu tantangan yang menjadi utama nation-state (negara-bangsa) adalah
mempertahankan keamanan dan membendung berbagai anasir serta pengaruh
ekstremis yang menyebabkan ancaman dan menimbulkan banyak masalah kepada
survival nation-state (negara-bangsa). Ektremisme bermaksud pelampau atau
42
Abd.Rahim Abd.Rashid, Patriotisme: Agenda Pembinaan Bangsa, (Malaysia: Maziza
SDN.BHD, 2004), Cet. Ke-1, h. 19. 43
Syamsir Salam, Jaenal Aripin, dkk, Menuju Islam Berkadaban. (Jakarta: Kerjasama
Lembaga Penelitian UIN Jakarta Press, 2007), Cet. Ke-1, h. 124. 44
Kalim Siddiqui, Negara Penghalang Pembentukan Ummah, (Kuala Lumpur: Pustaka
Alami, 1985), Cet. Ke-1, h. 5.
25
golongan radikal yang menakutkan, mengkhawatirkan dan dapat mendatangkan
dampak buruk kepada orang lain, masyarakat dan negara.45
A. Pengertian Nation-State (Negara-Bangsa)
Secara etimologis, negara berasal dari bahasa asing Staat (Belanda,
Jerman), atau State (Inggris) dan Etat (Perancis). Kata Staat atau State pun
berasal dari bahasa Latin, yaitu status atau statum yang berarti menempatkan dalam
keadaan berdiri, membuat berdiri, dan menempatkan. Kata status itu dalam bahasa
Latin klasik sesuatu yang memiliki sifat-sifat tegak dan tetap.46
Beberapa pengertian negara menurut pakar kenegaraan yaitu:
1. George Jellinek: Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok
manusia yang mendiami wilayah tertentu.47
2. Kranenburg: Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena dari suatu
golongan atau bangsanya sendiri.48
3. Max Weber: Negara adalah satu-satunya lembaga yang memiliki keabsahan
untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap warganya.49
45
Abd.Rahim Abd.Rashid, Patriotisme: Agenda Pembinaan Bangsa, (Malaysia: Maziza
SDN.BHD, 2004), Cet.Ke-1, h.19. 46
F.Isjwara, Pengantar Ilmu Politik, (Bandung: Binacipta, 1980), Cet. Ke-7, h. 92. 47
Moh.Kusnardi dan Bintan D.Saragih, Ilmu Negara, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1995),
Cet. Ke-4, h. 38. 48
Dr. Nimatul Huda, Ilmu Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), Cet. Ke-1, h. 13. 49
Arief Budiman, Teori; Negara, Kekuasaan dan Ideologi, h.6.
26
4. Logeman: Negara itu pada hakekatnya adalah suatu organisasi kekuasaan
yang meliputi atau menyatukan kelompok manusia yang kemudian disebut
bangsa.50
Dalam kajian Islam, istilah negara bisa bermakna daulah, khilafah, hukumah,
imamah, dan kesultanan.
1. Daulah dapat diartikan sebagai kelompak sosial yang menetap pada suatu
wilayah tertentu dan diorganisasi oleh suatu pemerintahan yang mengatur
kepentingan dan kemaslahatan.
2. Khilafah mengandungi arti kepemimpinan umum bagi seluruh Muslimin di
kehidupan dunia, untuk menegakkan hukum-hukum Islam, dan
mengembangkan dakwah Islamiyah ke seluruh penjuru alam.51
3. Hukumah bermakna pemerintah yang berhubungan dengan sistem
pemerintahan ia digunakan untuk menunjukkan kepada jabatan.52
4. Imamah pada pendapat Sjadzali dengan mengutip pendapat Mawardi
mengatakan bahwa adalah khalifah, raja, sultan atau kepala negara.53
5. Kesultanan dapat diartikan wewenang yang lebih khusus kepada kekuasaan
yang lebih efektif lagi.
50
Prof. H. Abu Daud Busroh, S.H, Ilmu Negara, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), Cet. Ke-7,
h. 24-25. 51
Syamsuddin Ramadhan, Menegakkan Kembali Khilafah Islamiyah, (Jakarta: Anggota
IKAPI, 2003), Cet. Ke-1, h. 5. 52
Dr. Nimatul Huda, Ilmu Negara, h. 13. 53
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: UI
Press), h.63.
27
Dari uraian di atas, tampaknya bahwa istilah negara dalam Islam memiliki
beragam corak.Menurut sejarah hampir semua istilah tersebut pernah dipraktikan oleh
umat Islam.54
Jadi dari pengertian diatas, negara adalah satu kesatuan organisasi yang
didalamnya ada sekelompok manusia (rakyat), wilayah yang permanent (tetap) dan
memiliki kekuasaan yang mana di atur oleh pemerintahan yang berdaulat serta
memiliki ikatan kerja yang mempunyai tujuan untuk mengatur dan memelihara segala
instrumen-instrumen yang ada di dalamnya dengan kekuasaan yang ada.55
Dari segi bahasa kata nation yang berarti bangsa. Bangsa mempunyai dua
pengertian, yaitu: dalam pengertian antrapologis serta sosiologis, dan dalam
pengertian politis.56
Dalam pengertian antropologis dan sosiologis, bangsa adalah
suatu masyarakat yang merupakan suatu persekutuan hidup yang terdiri sendiri dan
masing-masing merasa satu kesatuan ras, bahasa, agama, sejarah dan istiadat. Adapun
yang dimaksud bangsa dalam pengertian politik adalah masyarakat dalam suatu
daerah yang sama dan mereka tunduk kepada kedaulatan negaranya sebagai suatu
kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam.57
Bangsa secara eksklusif milik suatu masa
tertentu yang secara historis masih baru. Bangsa hanya merupakan suatu kesatuan
54
Dr. Nimatul Huda, Ilmu Negara, h. 13. 55
Moh.Kusnardi dan Bintan D.Saragih, Ilmu Negara, h. 101. 56
Aminuddin Nur, Pengantar studi Sejarah Penggerakan Nasional, (Jakarta: Pembimbing
Massa, 1967), h.87. 57
Muhammad Ramadhan Subky Bin Abdullah, Kajian Terhadap Faham Nasionalisme
Melayu Dalam Partai UMNO, (Jakarta: Skripsi S1Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 16.
28
sosial sejauh ini berkaitan dengan negara teritorial modern tertentu yang terkaitan
dengan negara-bangsa.58
Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa kebenaran
politik (political legitimacy). Para nasionalis, suatu bangsa tidak bisa
melangsungkan hidupnya kalau tidak terdapat ketiga sasaran ini dalam derajat yang
memadai adalah suatu gerakan ideologis untuk mencapai dan mempertahankan
otonomi, kesatuan, dan identitas bagi suatu populasi, yang sejumlah anggotanya
bertekad untuk membentuk suatu bangsa yang aktual atau bangsa yang potensial.
Inilah definisi kerja yang didasarkan pada unsur umum dari ideal nasionalis yang
mempunyai gayasendiri, sehingga berkarakter induktif.59
Sesungguhnya, setiap
nation-state (negara-bangsa) mengejar sasaran identitas nasional ini dalam tingkatan
yang berbeda-beda. Tetapi, selalu akan kembali kepada ideal bangsa itu sendiri. Suatu
ideologi yang hanya memperjuangkan bangsa semata-mata, dan berupaya
mempertinggi serajat dan keberadaan bangsa itu sebagai simbol perjuangan bangsa.60
Pengertian utama dari bangsa, dan yang paling sering dikemukakan dalam
literature, adalah pengertian politis. Pengertian ini menyamakan rakyat dan negara
menurut Revolusi Amerika dan Perancis, suatu penyamaan yang biasa dijumpai
dalam ungkapan-ungkapan seperti negara-bangsa (nation-state), Perserikatan
58
E.J. Hobsbawm, Nasionalisme Menjelang Abad XXI, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992),
Cet. Ke-1, h. 9. 59
Anthony D. Smith, Nasionalisme Teori, Ideologi, Sejarah, (Jakarta: Erlangga, 2003), h.11. 60
Qamarudin Khan, Pemikiran Politik Ibnu Taimiyyah, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1983),
Cet. Ke-1, h. 171.
29
Bangsa-bangsa (United Nations), atau retorika para Presiden akhir abad ke-20.
Bangsa seperti yang digambarkan adalah kelompok para warganegara yang
berdaulatan kolektifnya membentuk suatu negara yang merupakan ekspresi politik
mereka.61
Sebuah nation-state (negara-bangsa) adalah satu konsep atau
bentuk kenegaraan yang memperoleh pengesahan politiknya pengesahan dengan
menjadi sebuah entitas berdaulat bagi suatu bangsa sebagai sebuah (unit) wilayah
yang berdaulat, yang pada prinsipnya adalah tipe masyarakat yang sama, terorganisir
oleh latar belakang suku atau budaya yang sama di suatu wilayah. Di sebuah nation-
state (negara-bangsa), biasanya setiap orang akan berbicara dengan bahasa yang
sama, menganut agama atau aliran agama yang sama, dan memiliki nilai budaya
nasional. Contohnya adalah negara Jepang, karena nasionalisme dan bahasa yang
seragam.62
Di dalam Islam bangsa dan suku-suku berfungsi sebagai pemberi identitas,
dan dengan demikian meletakkan fondasi pluralitas dalam Islam.63
Di sini penulis
mendatangkan satu firman Allah yang menjadikan manusia pelbagai bangsa;
61
E.J. Hobsbawm, Nasionalisme Menjelang Abad XXI, h. 21. 62
Gilang, Makalah Pendidikan Kewarganegaraan, Artikel diakses pada 24 Oktober 2013 dari
http://381992.blogspot.com.html. 63
Ziauddin Sardar, Kembali ke Masa Depan Syariat Sebagai Metodologi Pemecahan
Masalah, (Jakarta: PT Serambi Imu Semesta Anggota IKPAI, 2005), Cet. Ke-, h. 133.
http://381992.blogspot.com.html/
30
Artinya:
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku agar kamu saling mengenal.Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling takwa.Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha teliti.
(QS al-Hujurat 49:13)
B. Sejarah Munculnya Nation-State (Negara-Bangsa)
Adapun nation-state (negara-bangsa) sendiri baru lahir pada akhir abad ke-18
dan awal abad ke-19. Negara-bangsa adalah negara-negara yang lahir karena
semangat nasionalisme untuk mendapatkan kemerdekaan. Semangat nasionalisme
yang pertama muncul di Eropa adalah nasionalisme romantis (romantic nationalism)
demi kehidupan tani yang murni, sederhana dan tidak korup yang kemudian
dipercepat oleh munculnya Revolusi Perancis dan penaklukan daerah-daerah selama
era Napoleon Bonaparte. Beberapa gerakan nasionalisme pada waktu ini bersifat
separatis, karena kesadaran nasionalisme mendorong gerakan untuk melepaskan diri
dari kekaisaran atau kerajaan tertentu. Misalnya, setelah kejatuhan Napoleon
Bonaparte, Kongres Wina pada tahun 1814 memutuskan bahwa Belgia yang
31
sebelumnya dikuasai Perancis menjadi milik Belanda, dan lima belas tahun kemudian
menjadi negara nasional yang merdeka.
Begitu pula revolusi Yunani tahun 1821-1829 dimana Yunani ingin
melepaskan diri dari dibelenggu kekuasaan Kekaisaran Ottoman dari Turki.
Sementara di belahan Eropa lain, nasionalisme muncul sebagai kesadaran untuk
menyatukan wilayah atau daerah yang terpecah-belah. Misalnya, Italia di bawah
pimpinan Giuseppe Mazzini, Camillo Cavour, dan Giusepe Garibaldi, yang
mempersatukan dan membentuk Italia menjadi sebuah negara-kebangsaan tahun
1848. Di Jerman sendiri, kelompok-kelompok negara kecil akhirnya membentuk
sebuah negara kesatuan Jerman dengan nama Prusia pada tahun 1871 di bawah Otto
von Bismarck. Banyak negara kecil di bawah kekuasaan kekaisaran Austria pun
membentuk negara-bangsa sejak awal abad 19 sampai masa setelah Perang Dunia I.
Sementara itu, Revolusi 1917 di Rusia juga telah melahirkan negara-bangsa Rusia.64
Kesadaran berbangsa dalam pengertian nation-state (negara-bangsa)dipicu
oleh gerakan Reformasi Protestan yang dipelopori oleh Martin Luther di Jerman.65
Saat itu, Luther yang menentang Gereja Katolik Roma menerjemahkan Perjanjian
Baru kedalam bahasa Jerman dengan menggunakan gaya bahasa yang memukau dan
kemudian merangsang rasa kebangsaan Jerman. Terjemahan Injil membuka luas
64
Anita Shiva, Sejarah Nasionalisme dan Perkembangannya, Artikel diakses pada 25
Oktober 2013 dari http://blogdetik.com .my. 65
Adhyaksa Dault, Islam dan Nasionalisme: Reposisi Wacana Universal Dalam Konteks
Nasional, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), h. 4.
32
penafsiran pribadi yang sebelumnya merupakan hak eksklusif bagi mereka yang
menguasai bahasa Latin. Implikasi yang sedikit demi sedikit muncul adalah
kesadaran tentang bangsa dan kebangsaan yang memiliki identitas sendiri. Bahasa
Jerman yang digunakan Luther untuk menerjemahkan Injil mengurangi dan secara
bertahap menghilangkan pengaruh bahasa Latin yang saat itu merupakan bahasa
ilmiah dari kesadaran masyarakat Jerman. Mesin cetak yang ditemukan oleh Johan
Gothenberg turut mempercepat penyebaran kesadaran bangsa dan kebangsaan.66
Pada perang dunia II antara negara-negara Eropa yang melibatkan kesultanan
Turki Utsmani di dalamnya, begitu besar dalam memengaruhi terjadi perubahan
terutama bagi pembentukan berbagai nation-state (negara-bangsa) di dunia
Islam.Benih-benih kesadaran seperti itu bagi umat Islam yang saat itu hampir
majoritas sedang berada di bawah cengkeraman imperialis Barat. Justru itu, memberi
kesempatan pada makna nasionalisme sebagai sebuah satu loncatan bukan hanya
sekadar ideologi politik untuk menuju kemerdekaannya, tetapi lama-kelamaan
dijadikan sebagai metode simbolisasi bagi upaya-upaya mengurusi rumah tangga
kebangsaanya sendiri.67
Selain itu, populasi nation-state (negara-bangsa) teritorial besar hampir
senantiasa terlalu heterogen untuk mengaku memiliki kesukaan etnik bahkan bila kita
menyampingkan imigrasi medoren, dan bagaimanapun juga sejarah demografik dari
66
Badri Yatim, Soekarno, Islam, Dan Nasionalisme, (Bandung: Nuansa, 2001), h. 63. 67
Ajib Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etro-Linguistik dan Geo-Politik,
(Jakarta: PT Raja Gafindo Persada, 2009), Cet. Ke-1, h. 97.
33
negara-negara besar Eropa adalah kelompok-kelompok etnis, khususnya ketika
daerahdikosongkan dan diisi lagi dari waktu ke waktu, seperti di daerah yang luas di
Eropa tengah, timur dan tenggara, bahkan di bagian-bagian negara Perancis.68
Pada
periode yang sama menjadi saksi klimaks nasionalisme Eropa, yang memuncak pada
Nazisme dan pembunuhan missal yang terjadi dalam Perang Dunia Kedua, pada sisi
lain disusul dengan nasionalisme di Asia dan Afrika yang mengambil bentuk gerakan
kemerdekaan yang antikolonial.
Ketika itu, secara luas muncul anggapan bahwa kekuatannya telah habis,
nasionalisme justru kembali bersemi dengan gerakan otonomi etnis di Barat pada
tahun 1960-an dan 1970-an di Catalon dan Euzkadi, Corsica dan Brittany, Flanders,
Skotlandia dan Wales, serta Quebec redup kembali pada tahun 1980-an, lalu bangkit
ketika peresroika dan glasnost mendorong nasionalisme di negara-negara republik
bagian Uni Soviet pada tahun 1988, yang kemudian berperan dalam merontokan Uni
Soviet 1991. Dalam atmostir pengharapan yang besar ini, kita menyaksikan tragedi-
tragedi nasionalisme etnis baru berlangsung pada dekade terakhir abad kedua puluh di
anak benua India, Timur-Tengah dan Horn Afrika, di Rwanda, di Caucasus, lebih-
lebih lagi dalam perang Yugoslavia beserta kelanjutan yang serba tidak menentu.69
Kesimpulan yang ada dalam sejarah ini, dapat dilihat bahwa munculnya latar
belakang nation-state (negara-bangsa) ini adalah, pertama menuntut kemerdekaan
68
E.J. Hobsbawm, Nasionalisme Menjelang Abad XXI, h. 70. 69
Anthony D.smith, Nasionalisme Teori, Ideologi, Sejarah, (Jakarta: Penerbit Erlangga,
2003), h.109.
34
kedua kolonial Barat, ketiga penyebaran pemikiran, dan keempat kepentingan dalam
membentuk pemerintahan.
C. Negara Yang Menganut Ideologi Nasionalisme Secara Umum
Nasionalisme adalah salah satu dari kekuatan yang menentukan dalam sejarah
modern.Ia berasal dari Eropa Barat pada abad ke-18, selama abad ke-19 itu telah
tersebar di seluruh Eropa dan dalam abad ke-20 itu telah menjadi suatu pergerakan
sedunia dari tahun ke tahun artinya makin bertambah penting di Asia dan Afrika. Ini
merupakan suatu peristiwa sejarah, jadi ditentukankan oleh ide-ide politik dan
susunan masyarakat dari berbagai negara di mana ia berakar.70
Perkembangan
nasionalisme di negara-negara yang telah mapan seperti Inggris dan Perancis, tidak
terlalu intensif dipelajari. Eksistensi dari kesenjangan ini diilustrasikan di Inggris
dengan penyia-nyiaan terhadap persoalan-persoalan yang berkaitan dengan
nasionalisme Inggris itu suatu istilah yang kedengarannya enak di telinga.71
Sesungguhnya ide nasionalisme sudah ada sejak dahulu lagi, semenjak adanya suatu
masyarakat manusia. Namun waktu itu nasionalisme masih disebut fanatisme atau
Ashabiah. Sebab Ashabiahlah yang berperan sebagai pemersatu anggota suatu suku
yang menjadi cikal-bakal sebutan nasionalisme.72
70
Hans Kohn, Nasionalisme Arti dan Sejarahnya, (Jakarta: Erlanga, 1984), Cet. Ke-4. h. 5. 71
E.J. Hobsbawm, Nasionalisme Menjelang Abad XXI, h. 11. 72
Fathi Yakan, Islam di Persimpangan Paham Modern, (Jakarta: Gma Insani Press, 1995),
Cet. Ke-6, h.71.
35
Gerakan kesusteraan Arab-Nasrani dan program Turkinisasi dan gerakan
Turkia Muda membangkitkan sentimen-sentimen nasionalis yang pertama dalam
kekuasaan imperium Utsmaniah. Nasionalisme Arab dan Mesir di Timur Tengah,
namun belum benar-benar berkembang sampai sesudah Perang Dunia Pertama (1914-
1918) dan hal itu diakibatkan oleh tiga pengaruh terbesar: (1) keruntuhan imperium
Utsmaniah sehabis Perang Dunia Pertama dan kemunculan negara-negara baru pada
bekas wilayahnya yang tidak lagi sama menganut ideologi umum yang berakar pada
agama Islam dan tidak lagi sama memperlakukan susunan sosio-politik yang
berdasarkan hukum agama; dan (2) pengaruh ideologi Salafiyah dari murid Afghani,
yakni Muhammad Abduh dan Rashid Ridha; dan (3) perjuangan kemerdekaan yang
sengit dari dominasi politik dan religius-kultural dari pihak imperialisme Eropa.73
Dengan demikian, nasionalisme tersebut berkembang di negara-negara Muslim
setelah banyak negara-negara Muslim memperoleh kemerdekaannya dari
kolonialisme. Negara-negara Muslim tumbuh sebagai negara-bangsa dengan corak
budaya, bahasa dan ideologinya masing-masing, di mana satu dengan lainnya
memiliki perbedaan.74
Sepanjang sejarah Islam seringkali Mesir beroleh kedudukan yang terpisah
dari kekuasaan sentral dan beroleh identitas regional. Selain itu, Perasaan memiliki
identitas terpisah yang kuat tercermin dalam perkembangan nasionalisme Mesir.
73
John L.Esposito, Islam dan Politik, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1990), Cet. Ke-1, h.83. 74
John L Esposito, Islam and Politics, (Syracuse: Syracuse University, Press, 1985), Cet. Ke-
1, h.83.
36
Sekalipun Mesir dianggap pemuka nasionalisme Arab, tapi perkembangan gerakan
nasionalis di Mesir pada masa-masa permulaan dipusatkan pada patriotisme Mesir
yang bersifat lokal teritorial, dipengaruhi oleh nasionalime Barat yang liberal dan
sekuler, berakar pada perasaan sejarah dan identitas Mesir yang terpisah, tersebab itu
merupakan suatu bangsa dengan kebangsaannya.75
Mesir telah menjadi negara
penting di dunia Muslim pada ada tahun 1950, nasionalisme Mesir dipimpin oleh
sekelompok elit perkotaan yang dipengaruhi oleh Barat, tetapi mereka harus
mempertahankan Islam untuk mendapatkan dukungan dari massa Muslim. Selama
dua dekade setelah kemerdekaan, radikal Arab rezim Mesir, Suriah, Irak dan Aljazair
antara lain muncul di Timur Tengah. Dari jumlah tersebut baru, jadi disebut
'progresif' dan 'sosialis' rezim, Mesir di bawah Nasser menjadi paling menonjol.76
Wilayah Islam bersentuhan dengan ide nasionalisme Perancis, ketika
Napoleon menduduki Mesir tahun 1789. Salah satu ide yang dibawa Napoleon adalah
ide kebangsaan yang terkandung dalaminformasinyabahwa orang Prancis merupakan
suatu bangsa (nation) dan kaum Mamluk adalah orang asing yang datang ke Mesir
dari Kaukakus. Jadi sungguhnya Mamluk Islam, tetapi berkaitan bangsa dengan
Mesir.77
Di negara Asia dan Afrika merasakan dampak dari nasionalisme di abad
kesembilan belas.Adalah Ottoman Empire terganggu oleh serangan nasional sentimen
75
John L.Esposito, Islam dan Politik, h.91. 76
G W Choudhury, Islam and the Modern Muslim World, (England, London: Ltd, Victoria
House, Buckhurst Hill, Essex, 1993), Cet. Ke-1, h. 109. 77
Prof. Dr.Harun Nasation, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
(Jakarta: PT Bulan Bintang, 1995), Cet. Ke-9, h. 32.
37
dari semua negara kekaisaran sudah tercerai-berai dan menjadi negara merdeka,
wilayah, dan sekuler.78
Kunci persoalan dalam perjuangan kemerdekaan di Afrika
Utara, yang mengatasi persaingan tradisonal antara Barber dan Arab, adalah identitas
dan otentitas. Warisan Islam dan masa lampau penduduk Afrika Utara memberikan
titik-tolak yang wajar bagi penduduk di situ.Islam memberikan sejarah bersama,
kelompok kepercayaan, lambang, dan bahasa yang oleh para pembaharuan Islam dan
kaum nasionalis yang mula-mula digunakan membangkitkan identitas dan
kebanggaan.79
Negara-negara Asia Tenggara, Cina, dan Jepang muncul sebagai negara
nasional di abad ke-19. India juga di paruh kedua abad ke-19 menjadi sadar sentimen
ini dan berjuang melawan pemerintah Inggris untuk menciptakan sebuah negara
merdeka. Sesungguhnya, dapat dikatakan bahwa nasionalisme pada abad ke-19 dan
abad ke-20, telah menjadi salah satu ideologi politik yang paling eksplosif yang
mendominasi seluruh dunia.80
Namun, apa pun hubungan nasionalisme terhadap
negara-negara abad ke-19, negara menghadapi kekuatan nasionalisme sebagai suatu
kekuatan politik yang terpisah dari negara, sangat jauh dari patriotisme negara yang
ditoleransinya. Namun, nasionalisme dapat menjadi suatu asset pemerintah yang
78
Dr Zeenath Kausar, Islam and Nationalism: An Analysis of the views of Azad, Iqbal and
Maududi (Kuala Lumpur: A.S. Noordeen Pustaka Hayati, 1994), Cet. Ke-I, h. 243. 79
John L.Esposito, Islam dan Politik, h. 104. 80
Dr Zeenath Kausar, Islam and Nationalism: An Analysis of the views of Azad, Iqbal and
Maududi, h. 243.
38
sangat besar jika dapat diintegrasikan ke dalam patriotisme negara dan menjadi
komponen emosionalnya yang sentral.81
Dalam perkembangannya nasionalisme Eropa berpindah haluan menjadi
persaingan fanatisme nasional antar bangsa-bangsa Eropa yang melahirkan
penjajahan terhadap negeri-negeri yang saat itu belum memiliki identitas kebangsaan
(nasionalisme) di benua Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Fakta ini merujuk pada dua
hal yaitu, pertama; ledakan ekonomi Eropa pada masa itu yang berakibat pada
melimpahnya hasil produksi dan hal kedua; pandangan pemikir Italia, Nicolo
Machiaveli, yang menganjurkan seorang penguasa untuk melakukan apapun demi
menjaga eksistensi kekuasaannya.82
Pada awal abad ke-20 kebanyakkan pengamat politik memandang Marokko
itu di bawah kekuasaan asing adalah sebuah kerajaan yang lemah, lapisan elite
keagamaan yang suka damai, dan pula keterbagian yang sudah berusia berabad-abad
antara suku Arab dan Barber. Islam memainkan peranan penting dalam
perkembangan partai politik terbesar di Morokko, yakni partai Istiqla (Merdeka),
yang diorganisir tahun 1931 oleh pemuka Salafiyyah. Pada mulanya cuma merupakan
kelompok angkatan muda terpelajar penduduk kota-kota yang bersemangat tapi
keterbekangan partai Istiqla itu menerima dan menampung organisasi-organisasi
Thariqat. John Waterbury mencatat pengaruh Islam dalam nasionalisme Marokko itu
81
E.J. Hobsbawm, Nasionalisme Menjelang Abad XXI, h. 103. 82
Badri Yatim, Soekarno, Islam, Dan Nasionalisme, h. 65.
39
dengan kalimat: Nasionalisme tidak membikin kemajuan yang nyata dan penting
sampai gerakan itu mengambil bentuk ukhuwah keagamaan; berbentuk nasionalis
zawiyah.83
Dan akhirnya, sangat tidak jelas apakah identitas religius yang berbeda,
bagaimanapun kuatnya, dengan sendirinya bisa dianggap sebagai nasionalisme.84
Nasionalisme Iran berkembang selama abad ke-19 sebagai jawaban bagi
ancaman yang meningkat terhadap kemerdekaan Iran dan juga terhadap Islam dengan
penerobosan kekuasaan-kekuasaan kolonial Barat beserta ikhtiar memperkenalkan
batas-batas resmi sepanjang konstitusional terhadap pemerintahan Qajar yang
otokratis dan despotis.85
Manakala, nasionalisme Tunisia menerima dorongan terbesar
dari pembaharu Islam, Abdul Aziz Al Tsaalabi, tokoh nasionalis yang pertama
megorganisir Destour Party (Partai Konstitusi) pada tahun 1920. Destour menegaskan
identitas nasionalis berdasarkan warisan Islam dan Arab di Tunisia, bahasa Arab, dan
nilai-nilai Islam. Tunisia bersikap modern tapi menolak penyerapan kultural kolonial
perancis.86
Studi tentang hubungan Islam dan nasionalisme mulai dari kawasan Timur
Tengah. Seperti di Indonesia, sejumlah pelajar Timur Tengah yang belajar di Eropa
kembali dengan membawa konsep nasionalisme yang dipelajari di Barat. Konsep
Barat tentang patria (tanah air) memengaruhi kata wathan dalam bahasa Arab dengan
memberi pengertian politik padanya. Mereka percaya bahwa kemajuan yang dicapai
83
John L.Esposito, Islam dan Politik, h. 108. 84
E.J. Hobsbawm, Nasionalisme Menjelang Abad XXI, h. 9. 85
Ibid, h. 114. 86
John L.Esposito, Islam dan Politik, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1990), Cet. Ke-1, h. 111.
40
Eropa dipengaruhi oleh kuatnya patriotisme individu dan masyarakat terhadap
negara.Hal ini tergambar dari pernyataan Al-Tahtawi, seorang teoritisi nasionalisme
Arab berpengaruh, bahwa Patriotisme adalah sumber kemajuan dan kekuatan, sarana
untuk mengatasi jarak antara wilayah Islam dengan Eropa.87
Perkembangan
pemikiran nasionalisme sekular berdampak pada tatanan politik umat Islam. Bentuk
negara-bangsa yang diadopsi dari Barat dan dijadikan sebagai satu-satunya bentuk
pemerintahan yang sah dalam pergaulan internasional. Kenyataan ini berdampak pada
terpecah-belahnya dunia Islam menjadi banyak negara-bangsa yang tidak lagi
berdasar pada ajaran Islam yang baku. Basis material negara-bangsa yang hanya
berpatok pada etnisitas, kultur, bahasa, dan wilayah dan mengabaikan kategori
religius (keimanan).88
Nasionalisme dan negara-bangsa yang terkonsolidasi Eropa, dan gagasan
nasionalismenya telah mencapai wilayah Muslim Afrika Utara, Timur tengah dan
Timur Dekat. Di wilayah ini, munculnya nasionalisme telah menimbulkan
perpecahan dunia Islam ke dalam negara-negara bangsa. Merupakan fakta sejarah
bahwa para pemula dan para pemimpin nasionalisme Arab awal adalah orang-orang
Arab Kristen dan Yahudi yang tetap menginginkan agar dunia Islam tetap berpecah-
belah dan berselisih satu sama lain. Fakta ini di dukung sejarah dunia Arab modern
dan kontemporer. Nasionalisme Arab menyebabkan bangsa Arab tetap terasing dari
87
Adhyaksa Dault, Islam dan Nasionalisme: Reposisi Wacana Universal Dalam Konteks
Nasional, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), h.186. 88
Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, (Bandung: Mizan, 1997), h.62.
41
Islam dan nasionalisme parokial lain, seperti Pakistan, Iran, Afghanistan dan
Indonesia, yang telah mengurung umat Islam keseluruhan agar tidak bersatu di atas
dasar Islam.89
Nasionalisme Arab merupakan temuan Amerika dan Inggris. Mereka
memperkenalkan nasionalisme ketika mereka berkehendak untuk memecah-belah
Arab dan Turki.90
Gerakan pertama nasionalisme Arab yang modern mulai bergerak
ketika Napoleon membawa pemikiran-pemikiran Revolusi Perancis di Mesir.
Mesirlah yang pertama mengambil langkah-langkah permulaan ke arah
modernisasi.91
Satu ide yang muncul dan diterima oleh negara-negara Islam secara meluas
adalah nasionalisme. Paham ini secara khusus pernah dipakai di dalam perjuangan
melawan kekuasaan kolonalisme dan imperalisme orang-orang Barat. Hak
menentukan nasib bagi suatu bangsa, secara teoritis akan mempersulitkan para
penguasa dalam mengarahkan sasaran kekuasaannya.92
Sehingga, nasionalisme
merupakan sesuatu yang menonjol selama berlangsungnya perjuangan meraih
kemerdekaan khususnya dikalangan golongan-golongan penduduk yang mempunyai
pendidikan tinggi di Eropa. Contoh yang paling sederhana, seperti yang dialami oleh
89
Kalim Siddiqui, Seruan-Seruan Islam: Tanggung jawab Sosial dan Kewajiban Menegakkan
Syariat, (Yogkarta: Pustaka Pelajar, 2002), Cet. Ke-1, h. 64. 90
Ibid, h.70. 91
Barbara Ward, Lima Pokok Pikiran Yang Mengubah Dunia, (Jakarta Pusat: PT Dunia
Pustaka Jaya, 1983), Cet. Ke-3, h. 40. 92
W.Montgomery Wat, Pergolakan Pemikiran Politik Islam (Sebuah Kajian Sejarah),
(Jakarta Barat: PT.Beunebi Cipta,1987), Cet. Ke-1, h. 141.
42
Iran atau Persia, di mana dasar nasionalisme terbentuk oleh pengambilan Syiah
Imamiyah sebagai agama pejabat yang dipermulaan abad keenam belas. Dalam
beberapa saat penguasa-penguasa kerajaan Ottoman mencoba beralih ke dasar
nasionalisme yang hipotesis, tetapi konsep ini hanya mendapat sedikit respon, sedang
konsep saingan, yaitu nasionalisme Turki terbukti lebih kuat dan disumbangkan
kepada pembentukan Republik Turki. Pemimpin-pemimpin Turki selalu waspada
agar nasionalisme mereka tidak meluas sampai kepada rakyat Turki di Asia Tengah,
sebab itu akan meyerupai ekspansionisme dan mungkin akan meyebabkan adanya
komplikasi-komplikasi internasional.93
Meskinpun Arab Saudi muncul sebagai negara Islam yang memproklamasikan
dirinya sendiri, mayoritas negara Muslim berusaha membangun negara modern
dengan paradigma Barat yang diperlunak dengan undang-undang seperti persyaratan
bahwa kepala negara harus orang Muslim. Negara-negara tersebut didasarkan pada
bentuk-bentuk nasionalisme liberal, nasionalisme liguistik dan territorial, atau
pelbagai macam nasionalisme dan sosialisme pan-Arab.94
Seperti di Turki, Mesir, dan Pakistan, teoritisi nasionalisme di negara-negara
Muslim sangat tergantung pada cita-cita Islam. Sebaliknya, pikir Eropa Pencerahan,
yang gagasan nasionalisme adalah produk sampingan, yang dikembangkan dengan
latar belakang abad pertengahan Eropa yang terlibat dalam perang berdarah dalam
93
Ibid, h.142. 94
John L.Esposito, Langkah Barat Menghadang Islam, (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2004),
Cet. Ke-1, h. xxii.
43
nama agama.95
Manakala di Saudi memiliki hukum diundangkan membedakan antara
'Saudi' dan 'Ajnabi' (alien). Tarif upah untuk pekerjaan yang sama lebih tinggi untuk
Saudi. Hanya Saudi dapat dirawat di rumah sakit paling modern Riyadh multi kepada
juta dolar. Bahkan 'Hari Nasional' telah diperkenalkan termasuk membesarkan sebuah
tim sepak bola.96
D. Faktor-Faktor Terbangunnya Nasionalisme
Nasionalisme adalah suatu kefahaman, yang berpendapat bahwa kesetiaan
tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Perasaan sangat
mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan tradisi-
tradisi setempat dan peguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu ada di sepanjang
sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda. Kefahaman nasionalisme ini makin lama
makin kuat peranannya dalam membentuk semua bagi kehidupan, baik yang bersifat
umum maupun yang bersifat peribadi. Berabad-abad lamanya cita dan tujuan politik
bukanlah negara-kebangsaan melainkan, setidak-tidaknya dalam teori: imperium yang
meliputi seluruh dunia, melingkupi berbagai bangsa dan golongan-golongan etnis di
atas dasar peradaban yang sama serta untuk menjamin perdamaian bersama.97
95
Abdullah al-Ahsan, Ummah or Nation?Identity Crisis in Contemporary Muslim Societ,
(United Kingdom: The Islamic Foundation, 1992), Cet. Ke-I, h .61. 96
Kalim Siddiqui, Issues in the Islamic movement, 1980-81 (1400-1401), (London-Toronto-
Pretoria: The Open Press Limited, 1982), h. 40.
97Hans Kohn, Nasionalisme Arti dan Sejarahnya, (Jakarta: Erlanga, 1984), Cet. Ke-4, h. 11.
44
Terdapat faktor-faktor dan pendapat-pendapat yang berkaitan dengan
nasionalisme itu beraneka ragam.98
Dapat memastikan bahwa nasionalisme modern
didasarkan atas (kesamaan) bahasa, sejarah, kesastraan, adat-istiadat dan kualitas-
kualitas tertentu.99
Tidak mengejutkan bahwa nasionalisme menyebar begitu pesat
dari tahun 1870-an hingga 1914. Ini merupakan suatu akibat gabungan perubahan-
perubahan politik maupun sosial, kemungkinan ditambah lagi oleh situasi
internasional yang memberikan banyak alasan untuk mengungkapkan berbagai rasa
permusuhan terhadap orang-orang asing.100
Untuk menjelaskan mengapa nasionalisme dinegara-negara jajahan tidak lagi
menggunakan identitas-identitas religius dan etnis, Emerson menyebutkan dua faktor
penyebabnya. Pertama, semakin masyarakat lama hancur oleh pengaruh kekuatan
Barat dalam bentuk pembangunan adminstrasi dan institusi ekonomi modern,
disamping tekanan penduduk asli, semakin kuat dan lengkap pula perasaan
nasionalisme masyarakat bersangkutan. Kedua, tampilnya elit berpendidikan dari
Barat. Para elit ini sebagai kaum terdidik dan profesional yang menerjemahkan
pengalaman-pengalaman nasionalis mereka dan ideologi Barat ke tingkat lokal,
menjadi pusat kristalisasi rasa ketidakpuasan massa terhadap penguasa kolonial.101
98
Dr. M. Amin Rais, dkk, Islam dan Pembaharuan Ensiklopedi Masalah-masalah, (Jakarta:
Citra Niaga Rajawali Pers, 1993), Cet. Ke-III,h.144. 99
Ibid, h. 145. 100
E.J. Hobsbawm, Nasionalisme Menjelang Abad XXI, h. 124. 101
Asyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: Dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga
Post-Modernisme, (Jakarta: Paramadina, 1996), h.
45
Dalam rangka kita menjejak akar nasionalisme, seharusnya kita menghimbau
kembali intipati era renaissance, karena di sana ada beberapa faktor rinci yang telah
mencetus dan merangsang nasionalisme dalam bangsa Eropa serta dunia secara
amnya. Pertama, jatuhnya hukuman pembakaran hidup-hidup ke atas Rektor
Universitas Praha (Prague), John Hus di Konstanz (Konstanz adalah satu daerah di
perbatasan antara Switzeland dan Jerman).Kedua, terjadinya peperangan Hussenitz di
Bohemia dan Moravia sehinggga membangkitkan semangat nasionalisme di kalangan
rakyat Czech. Perlu diketahui, peperangan Hussenitz ini tercetus ekoran reaksi
amarah rakyat Czech terhadap pembunuhan John Hus. Ketiga, kelahiran gerakan
reformasi pimpinan Martin Luther yang lantang mengkritik keburukan institusi gereja
Katolik. Dan keempat, terdapatnya terjemahan kitab Bible dalam bahasa Jerman
sehingga ia menerbitkan rasa keunggulan bangsa Aryan di dalam rakyat Jerman.
Maka dari keempat-empat faktor ini dapat kita rumuskan bahwa nasionalisme adalah
ideologi Eropa ketika era renaissance di mana salah satu objektifnya asalnya adalah
untuk menanamkan kesedaran nasional di kalangan rakyatnya yang telah sekian lama
ditindas dan dizalimi.
Sementara itu dalam sejarah Islam, ideologi nasionalisme mula menyerap
kedalam pemikiran ummah ketika penghujung era kekaisaran Ottoman yang ketika itu
di bawah kepimpinan Sultan Abdul Hamid II di Turki. Ketika ini, empayar Ottoman
sedang menghadapi krisis internal yang kronis di serata tanah naungannya. Dalam
kondisi inilah, negara Barat (seperti Inggris dan Perancis) telah bijak mengambil
46
kesempatan dengan mengalakkan pembentukan pergerakan-pergerakan yang
berunsurkan nasionalisme di samping untuk mencoba membudayakan sistem
kepartaian di tanah air Muslim.
Secara umum, nasionalisme muncul di dunia Muslim, yaitu ketika terjadi
pemberangusan lembaga kekhalifahan di Turki oleh Mustafa Kamal. Senada dengan
asumsi itu ialah apa yang dikatakn P.J Vatikios, bahwa nasionalisme yang menjadi
sebab langsung terbentuknya negara-bangsa, berasal dari Barat, yaitu ketika agama
dibatasi pada kehidupan individual di Barat, diekspor ke Timur Tengah oleh
Napoleon. Nasionalisme ini pada dasarnya tidak sesuai dengan Muslim karena
identitas Islamlah sebagai agama yang menegaskan jati diri umat. Kalim, yang anti
demokrasi dengan tegas dan lugas, menyatakan bahwa nasionalisme itu tidak Islami.
Namun demikian, dalam gerakan Islam tentu saja ada kendala-kendala dan
yang paling tragis adalah bahwa ternyata kolonial Barat tidak pergi begitu saja dari
wilayah-wilayah Islam akan tetapi juga sudah mentraining siapa saja yang
menurutnya sesuai dengan vestedinterest mereka di negeri-negeri yang mereka
tinggalkan. Mereka adalah para penguasa korup negara-bangsa yang sudah dicuci
bersih otaknya dengan gagasan-gagasan filosofis Barat.102
Pada umumnya berpendapat bahwa Nasionalisme dapat ditelusuri dari sejarah
pembubaran kekaisaran Romawi. Namun, ada kesepakatan umum di antara unsur-
102
Kalim Siddiqui, Seruan-Seruan Islam: Tanggung jawab Sosial dan Kewajiban Menegakkan
Syariat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), Cet. Ke-1, h. x.
47
unsur dasar nasionalisme dapat ditelusuri dari zaman dahulu. Hans Kohn
menga