16
Pemeriksaan Radiologi dalam Bidang THT A. Sinus Paranasal Pemeriksaan radiologis membuat para ahli radiologi dapat memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan- kelainan patologis pada sinus paranasal dan struktur tulang sekitarnya, sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih dini. Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi sinus paranasal adalah: 1. Pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas 2. Pemeriksaan tomogram 3. Pemeriksaan CT-Scan Pasien-pasien dengan keluhan klinis khas yang mengarah pada dugaan adanya sinusitis, antara lain pilek kronik, nyeri kepala, nyeri kepala satu sisi, nyeri lokal, nafas berbau, mengeluarkan discharge yang bau, atau kelainan-kelainan lain pada sinus paranasal misalnya mukokel, pembentukan cairan dalam sinus-sinus, atau tumor, trauma atau pembengkakan sekitar sinus paranasal, diperlukan informasi mengenai keadaan sinus tersebut. 1. Pemeriksaan Foto Kepala Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas berbagai macam posisi, antara lain:

Pemeriksaan Radiologi dalam Bidang THT.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Pemeriksaan Radiologi dalam Bidang THT

A. Sinus Paranasal

Pemeriksaan radiologis membuat para ahli radiologi dapat memberikan gambaran

anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan patologis pada sinus paranasal dan struktur

tulang sekitarnya, sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.

Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi sinus

paranasal adalah:

1. Pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas

2. Pemeriksaan tomogram

3. Pemeriksaan CT-Scan

Pasien-pasien dengan keluhan klinis khas yang mengarah pada dugaan adanya sinusitis,

antara lain pilek kronik, nyeri kepala, nyeri kepala satu sisi, nyeri lokal, nafas berbau,

mengeluarkan discharge yang bau, atau kelainan-kelainan lain pada sinus paranasal misalnya

mukokel, pembentukan cairan dalam sinus-sinus, atau tumor, trauma atau pembengkakan

sekitar sinus paranasal, diperlukan informasi mengenai keadaan sinus tersebut.

1. Pemeriksaan Foto Kepala

Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas berbagai

macam posisi, antara lain:

a. Foto kepala posisi anterior-posterior (AP atau posisi Caldwell)

b. Foto kepala lateral

c. Foto kepala posisi Waters

d. Foto kepala posisi Submentoverteks

e. Foto Rhese

f. Foto basis kranii dengan sudut optimal

g. Foto proyeksi Towne

Pemeriksaan foto polos kepala adalah pemeriksaan yang paling baik dan paling

utama untuk mengevaluasi sinus paranasal. Karena banyaknya unsur-unsur tulang dan

jaringan lunak yang tumpang tindih pada daerah sinus paranasal, kelainan jaringan lunak,

erosi tulang kadang sulit di evaluasi. Pemeriksaan ini dari sudut biaya cukup ekonomis

dan pasien hanya mendapat radiasi yang minimal.

Semua pemeriksaan harus dilakukan dengan proteksi radiasi yang baik, arah sinar

yang cukup teliti dan digunakan fokal spot yang kecil. Posisi pasien yang paling baik

adalah posisi duduk. Apabila dilakukan pada posisi tiduran, paling tidak posisi Waters

dilakukan pada posisi duduk. Diusahakan untuk memperoleh hasil yang dapat

mengevaluasi adanya air fluid level dalam sinus-sinus. Apabila pasien tidak dapat duduk,

dianjurkan untuk melakukan foto lateral dengan film diletakkan pada posisi kontralateral

dengan sinar X horizontal.

Pemeriksaan kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas berbagai

macam posisi, antara lain:

a. Foto kepala posisi anterior-posterior (posisi Caldwell)

Foto ini diambil pada posisi kepala menghadap kaset, bidang midsagital kepala

tegak lurus pada film. Posisi ini didapat dengan meletakkan hidung dan dahi diatas meja

sedemikian rupa sehingga garis orbito-meatal (yang menghubungkan kantus lateralis

mata dengan batas superior kanalis auditorius eksterna) tegak lurus terhadap film. Sudut

sinar rontgen adalah 15 derajat kraniokaudal dengan titik keluarnya nasion. Foto Rontgen

ini digunakan untuk melihat kelainan pada bagian depan maksila dan mandibula,

gambaran sinus frontalis, sinus ethmoidalis, serta tulang hidung.

Gambar 1. Posisi Caldwell

b. Foto kepala lateral

Foto lateral kepala dilakukan dengan kaset terletak sebelah lateral dengan sentrasi

diluar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar sinus maksila berhimpit satu

sama lain. Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan sekitar lateral tulang

muka, diagnosa fraktur dan keadaan patologis tulang tengkorak dan muka.

Gambar 2. Posisi lateral

c. Foto kepala posisi Waters

Posisi ini yang paling sering digunakan. Pada foto waters, secara ideal piramid

tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maksilaris. Maksud dari posisi ini adalah

untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak dibawah antrum maksila sehingga

kedua sinus maksilaris dapat dievaluasi seluruhnya. Hal ini didapatkan dengan

menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan

meja. Bidang yang melalui kantus medial mata dan tragus membentuk sudut lebih kurang

37 derajat dengan film. Foto waters umumnya dilakukan pada keadaan mulut tertutup.

Pada posisi mulut terbuka akan dapat menilai daerah dinding posterior sinus sphenoid

dengan baik. Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat sinus maksilaris, sinus

ethmoidalis, sinus frontalis, rongga orbita, sutura zigomatiko frontalis, dan rongga

nasal.

Gambar 3. Posisi Waters

Gambar 3a. Posisi Waters mulut terbuka Gambar 3b. Posisi waters mulut tertutup

d. Foto kepala posisi Submentoverteks

Posisi submentoverteks diambil dengan meletakkan film pada vertex, kepala

pasien menengadah sehingga garis infraorbito meatal sejajar dengan film. Sentrasi tegak

lurus kaset dalam bidang midsagital melalui sella tursika ke arah vertex. Banyak variasi-

variasi sudut sentrasi pada posisi submentoverteks, agar mendapatkan gambaran yang

baik pada beberapa bagian basis kranii, khususnya sinus frontalis dan dinding posterior

sinus maksilaris. Foto ini bisa digunakan untuk melihat dasar tengkorak, posisi

kondilus, sinus sphenoidalis, lengkung mandibula, dinding lateral sinus maksila, dan

arcus zigomatikus.

Gambar 4. Posisi Submentovertikal

e. Posisi Rhese

Posisi rhese atau oblik dapat mengevaluasi bagian posterior sinus etmoid, kanalis

optikus dan lantai dasar orbita sisi lain.

Gambar 4. Posisi rhese

f. Foto proyeksi Towne

Posisi towne diambil dengan berbagai variasi sudut angulasi antara 30-60 ke arah

garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm di atas glabela dari foto polos

kepala dalam bidang midsagital. Proyeksi ini adalah posisi yang paling baik untuk

menganalisis dinding posterior sinus maksilaris, fisura orbita inferior, kondilus

mandibularis, dan arkus zigomatikus posterior. Foto Rontgen ini digunakan untuk

pasien yang kondilusnya mengalami perpindahan tempat dan juga dapat digunakan

untuk melihat dinding postero lateral pada maksila.

Gambar 7. Posisi Towne

2. Pemeriksaan Tomogram.

Pemeriksaan tomogram pada sinus paranasal biasanya digunakan

multidirection tomogram. Sejak digunakannya CT-Scan, pemeriksaan tomogram

penggunaannya agak tergeser. Tetapi pada fraktur daerah sinus paranasal,

pemeriksaan tomogram merupakan suatu tehnik yang terbaik untuk menyajikan

fraktur-fraktur tersebut dibandingkan dengan pemeriksaan aksial dan coronal CT-

Scan. Pemeriksaan tomogram biasanya dilakukan pada kepala dengan posisi AP atau

Waters.

3. Pemeriksaan Komputer Tomografi CT-Scan

Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang sangat unggul

untuk mempelajari sinus paranasal, karena dapat menganalisis dengan baik tulang-

tulang secara rinci dan bentuk-bentuk jaringan lunak. Irisan aksial merupakan standar

pemeriksaan paling baik yang dilakukan dalam bidang inferior orbitomeatal (IOM),

dengan irisan setebal 5 mm, dimulai dari sinus maksilaris sampai sinus frontalis.

Pemeriksaan ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari gigigeligi, sinus-sinus dan

palatum, terrmasuk ekstensi intrakranial dari sinus frontalis.

Gambar 8a. CT-scan potongan koronal

Gambar 8b. CT-scan potongan aksial

Irisan melalui bidang IOM dapat menyajikan anatomi paranasalis dengan baik

dan gampang dibandingkan dengan atlas standar cross section. Dapat juga mempelajari

nervus optikus dan mengevaluasi orbita. Bidang IOM berjalan sejajar dengan palatum

durum, sebagian dasar orbita, sebagian besar dasar fossa kranialis anterior (dasar sinus

nasalis, sinus-sinus etmoidalis, dan orbita). Dalam hal ini gampang sekali

membandingkan sisi kanan dan sisi kiri. Pada irisan ini dapat memperlihatkan volum,

penyakit/kelainan jaringan lunak diantara tulang-tulang atau erosi yang kecil.

B. Mastoid

Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga biasanya mengungkapkan

mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit

dibandingkan mastoid yang normal. erosi tulang, terutama pada daerah atik member

kesan kolesteatom.

Proyeksi radiografi yang biasa digunakan adalah:

1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah

lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi

sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi

ini sangat membantu ahli bedah dalam menghindari dura atau sinus lateral.

2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah anterior telinga tengah. Tampak

gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui adanya

kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.

3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang pyramid petrosus dan yang

lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis

semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga

dapat menunjukkan adanya pembesaran akibat kolesteatom.

4. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat

memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.

Politomografi \dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena

kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat

fistula pada kanalis semisirkulatis horizontal.

C. Faring dan Laring

Kelainan yang terdapat pada faring dan laring mungkin terlibat pada kondisi patologis

tertentu. Evaluasi pada kepala dan leher telah berkembang pesat dengan adanya CT scan

dan MRI sebagaimana kedua pencitraan ini menampilkan kedalaman infiltrasi tumor,

pertumbuhan submukosa dan keterlibatan kontralateral, invasi tulang rawan, invasi

sumsum tulang, dan adenopati yang tidak dapat dipalpasi. Hal yang tidak dapat terdeteksi

oleh CT atau MRI adalah inflamasi pada kepala dan leher. Indikasi diagnosisnya adalah

abses retrotonsil dan faring dan berikut komplikasinya.

DISKUSI TOPIK

Radiologi Dalam Bidang THT

(Sinus Paranasal)

Oleh:

Nama: Defitaria Permatasari

NIM: 11109005

SMF TELINGA, HIDUNG & TENGGOROKAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER SOEDARSO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK2013

Lembar Pengesahan Makalah

Diskusi Topik

Radiologi Dalam Bidang THT

(Sinus Paranasal)

Pontianak, 22 Oktober 2013

Dosen Pembimbing Mahasiswa

dr. Eni Nuraeni, M.Kes, Sp.THT-KL Defitaria Permatasari