Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
PEMBERDAYAAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP
SANTRI
DI PONDOK PESANTREN
(Studi kasus: Pondok Pesantren Al-Ashriyyah
Nurul Iman Parung, Bogor)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh :
Deden Fajar Badruzzaman
NIM : 104046101576
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H / 2009 M
PEMBERDAYAAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP
SANTRI
DI PONDOK PESANTREN
(Studi Kasus: Pondok Pesantren Al-Ashriyyah
Nurul Iman Parung, Bogor)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat
memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh :
Deden Fajar Badruzzaman
NIM : 104046101576
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
H. Abdul Wahab Abd Muhaimin, Lc. MA Drs. H. Zainul Arfin Yusuf, M.Pd
NIP 150 238 774 NIP 150 204 484
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H / 2009 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PEMBERDAYAAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP SANTRI DI
PONDOK PESANTREN (Studi Kasus: Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman
Parung-Bogor) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 10 Maret 2009. Skripsi
ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam
(SEI) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, 10 Maret 2009
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 150 210 422
Panitia Ujian
1. Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag (……………………)
NIP. 150 289 264
2. Sekertaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag.,M.H (……………………)
NIP 150 318 308
3. Pembimbing I : H. Abdul Wahab Abd Muhaimin, Lc. MA (……………………) NIP 150 238 774
4. Pembimbing II : Drs. H. Zainul Arfin Yusuf, M.Pd (……………………) NIP 150 204 484
5. Penguji I : Dr. A. Sudirman Abbas, MA (……………………)
NIP 150 294 015
6. Penguji II : Drs. H. Burhanuddin Yusuf, MM (……………………)
NIP 150 203 012
PROGRAM STUDI MUAMMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H / 2009 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Maret 2009
Deden Fajar Badruzzaman
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis persembahkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan
hidayah, taufik, dan inayah-Nya, penulis dapat nenyelesaikan skripsi yang berjudul
"PEMBERDAYAAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP SANTRI DI PONDOK
PESANTREN (Studi kasus: Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung-Bogor)
"
Selanjutnya shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan Allah SWT kepada
Nabi dan Rasul-Nya Muhammad SAW beserta sahabat, keluarganya dan para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Keberhasilan menyelesaikan skripsi ini walaupun setelah melalui lika-liku
perjuangan, dengan beraneka ragam kendala, tidak terlepas dari bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, dari lubuk hati yang paling dalam, penulis
mengucapkan banyak terima kasih, kepada :
1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menimba ilmu dalam proses pendewasaan intelektual.
2. Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM selaku Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Euis Amalia, M.Ag., selaku Ketua Program Studi Muamalat Ekonomi Islam
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak AH. Azharudin Latif, M. Ag., selaku sekertaris Program Studi Muamalat
Ekonomi Islam Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Drs. H. Abdul Wahab Abd Muhaimin, Lc. MA. Sebagai pembimbing I, yang dengan
ikhlas di tengah-tengah kesibukan beliau yang sangat padat, masih berkenan
meluangkan waktu untuk mengarahkan penulis menyelesaikan skripsi ini.
6. Drs. H. Zainul Arfin Yusuf, M.Pd sebagai pembimbing II, yang dengan penuh
keikhlasan dan ketulusan hati telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan
bimbingan kepada penulis hingga skripsi ini terwujud menjadi kenyataan.
7. Teristimewa penulis persembahkan untuk ayahanda tercinta DR. KH. Ahmad
Dimyati Badruzzaman, MA dan ibunda tercinta Tois Yoyoh Rokayah, yang
senantiasa mendoakan penulis dan memberikan motifasi, baik moril maupun materil
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi serta menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat, kasih sayang, dan taufik-Nya serta
melimpahkan kebahagiaan kepada keduanya, di dunia maupun di akhirat. Amin.
8. kepada seluruh Dosen/Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta yang telah
mentransfer ilmunya dengan ikhlas kepada penulis, serta semua karyawan/karyawati
yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini dari awal hingga akhir.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan
dorongan, motifasi, bantuan moril maupun materil kepada penulis dalam
menyelesaikan studi penulis terutama penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan, agar semua bantuan
dan partisipasi dari berbagai pihak tersebut diberikan-Nya ganjaran dan pahala yang
berlipat ganda.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, masukan dan saran selalu penulis harapkan untuk kesempurnaannya.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi umat
Islam umumnya. Amin.
Jakarta 25 Februari 2009 M
29 Shafar 1430 H
Penulis
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN…........................................................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN............................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
DAFTAR ISI................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL........................................................................................... xi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................... 8
D. Metode Penelitian............................................................. 10
E. Kerangka Konsep ............................................................. 14
F. Tinjauan Pustaka .............................................................. 16
G. Sistematika Penulisan ....................................................... 17
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
A. Pemberdayaan Kewirausahaan.......................................... 19
1. Pengertian Pemberdayaan ........................................... 19
2. Pengertian Kewirausahaan .......................................... 24
3. Jiwa dan Perilaku Kewirausahaan ............................... 27
4. Islam dan Kewirausahaan ........................................... 30
B. Pondok Pesantren ............................................................. 34
1. Pengertian Pondok Pesantren .....................................34
2. Fungsi dan Peran Pondok Pesantren............................36
BAB III : GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN
AL-ASHRIYYAH NURUL IMAN
A. Sejarah Singkat dan Perkembangan Pondok Pesantren...... 38
B. Program Pengembangan ................................................... 42
C. Visi dan Misi .................................................................... 43
D. Struktur Organisasi........................................................... 44
E. Sarana dan Prasarana ........................................................ 45
F. Sumber Dana.................................................................... 47
G. Sektor Usaha di Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul
Iman.................................................................................
48
H. Peran Pondok Pesantren dalam Pemberdayaan
Kewirausahaan Santri .......................................................
57
BAB IV : PEMBERDAYAAN KEWIRAUSAHAAN TERHADAP SANTRI DI
PONDOK PESANTREN
A. Analisa Pemberdayaan Kewirausahaan di Pondok
Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung-Bogor ..........
60
B. Pemberdayaan Kewirausahaan di Pondok Pesantren Lain .
75
C. Faktor Pendukung dan Penghambat ..................................
78
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................... 80
B. Saran ............................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 84
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1: Tahapan Pemberdayaan .................................................................... 15
Tabel 3.1: Struktur Organisasi ........................................................................... 45
Tabel 3.2: Nama Donatur dan Kegunaan Sumbangan ........................................ 48
Tabel 3.3: Hasil Pertanian.................................................................................. 50
Tabel 4.1: Jenis Usaha dan Pelatih..................................................................... 67
Tabel 4.2: Rancangan Program Pemberdayaan Kewirausahaan.......................... 68
Tabel 4.3: Potensi Ekonomi Kyai-Ulama........................................................... 72
Tabel 4.4: Potensi Ekonomi Santri-Murid.......................................................... 73
Tabel 4.5: Potensi Ekonomi Bidang Pendidikan ................................................ 74
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah mendasar yang hingga kini menjadi tantangan terbesar
bangsa Indonesia adalah masalah pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi
akan memberikan pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi suatu bangsa. Namun
demikian, Indonesia tengah menghadapi problem yang sangat kompleks dalam
masalah pembangunan ekonomi, yang berimplikasi pada munculnya kesenjangan
ekonomi di berbagai sektor. Hal ini disebabkan karena pembangunan tidak mampu
menyerap potensi ekonomi masyarakat, termasuk angkatan kerja sebagai kontributor
bagi percepatan pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi tersebut.
Problem yang dimiliki bangsa Indonesia itu antara lain adalah pertumbuhan
ekonomi yang tidak dibarengi dengan kesempatan tenaga kerja yang merata,
sementara angka produktif penduduk Indonesia tidak berbanding lurus dengan
besarnya jumlah peluang usaha dan investasi di Indonesia. Ditambah lagi banyaknya
peluang dan kesempatan investasi tersebut tidak banyak didukung oleh kemampuan
sumber daya manusia yang kualified. Akibatnya timbul kesenjangan antara kebutuhan
lapangan pekerjaan dengan kesempatan yang diberikan oleh pelaku usaha kepada
angkatan kerja, yang pada akhirnya menyebabkan timbul dan banyaknya
pengangguran.
Departemen Tenaga Kerja mencatat pada 2008 jumlah pengangguran
terbuka di Indonesia 10.547.917 orang, sedangkan target pertumbuhan ekonomi yang
ditetapkan pemerintah adalah 6%. Jika diasumsikan setiap 1% pertumbuhan ekonomi
menghasilkan 265.000 lapangan kerja baru, berarti dengan pertumbuhan ekonomi 6%
negara ini hanya bisa menambah jumlah lapangan kerja untuk 1.590.000 orang saja.
Ini berarti masih kekurangan 8.957.917 lapangan kerja.
Lebih mengkhawatirkan lagi, 50% dari total penganggur di negeri ini adalah
sarjana. Padahal mereka inilah yang diharapkan menjadi agent of change yang bisa
membawa kemajuan bagi bangsa ini. Hal ini sebenarnya tidak terlalu mengagetkan
karena hanya 6% sarjana kita yang berwirausaha, selebihnya (80%) memilih menjadi
karyawan.1
Pola pikir yang diwujudkan dalam bentuk cita-cita menjadi pegawai
sebenarnya sudah terjadi di berbagai belahan dunia sejak puluhan tahun yang lalu.
Max Gunther, seorang penulis buku motivasi, pernah mengkritik sistem pendidikan di
Amerika Serikat tahun 70-an yang katanya hanya akan melahirkan lulusan
“sanglarstik” yang artinya mereka mempunyai mental buruh, yaitu menjadi pegawai
negeri atau pegawai swasta.2 Mereka kurang mau dan mampu menciptakan lapangan
kerja sendiri. Bahkan untuk kasus di Indonesia, hal itu masih terjadi sampai sekarang.
Masyarakat sulit untuk mau dan memulai wirausaha dengan alasan mereka
tidak diajar dan dirangsang untuk berusaha sendiri. Hal ini juga didukung oleh
lingkungan budaya masyarakat dan keluarga yang dari dulu selalu ingin anaknya
menjadi orang gajian alias pegawai. Di sisi lain para orang tua kebanyakan tidak
memiliki pengalaman dan pengetahuan untuk berusaha. Oleh karena itu, mereka
cenderung mendorong anak-anak mereka mencari pekerjaan atau menjadi karyawan.
1 Koran Pikiran Rakyat (27/11/08). 2 Kasmir, Kewirausahaan, (Jakarta: Raja Grafindo Utama, 2006), h.2.
Pandangan tentang lebih enak menjadi karyawan di negeri ini memang sudah lumrah,
kalau tidak bisa dibilang salah kaprah.3 Rupanya cita-cita ini sudah berlangsung lama
terutama di Indonesia dengan berbagai sebab. Jadi, tidak mengherankan jika setiap
tahun jumlah orang menganggur semakin terus bertambah sementara itu lapangan
kerja semakin sempit.
Selain itu, banyak pihak yang kurang yakin bahwa kewirausahaan dapat
diajarkan melalui upaya-upaya pendidikan. Mereka yang berpendapat semacam ini
bertitik tolak dari keyakinan bahwa kewirausahaan adalah suatu property budaya dan
sikap mental, oleh karena itu bersifat attitudinal dan behavioral. Seseorang menjadi
wirausaha karena dari asalnya sudah demikian. Dengan kata lain, ia menjadi
wirausaha karena dibesarkan di lingkungan tertentu, memperoleh nilai-nilai budaya
tertentu pula dari kalangan terdekatnya semenjak ia mampu menerima proses
sosialisasi sebagai proses alamiah, khususnya dari orang tuanya. Jadi, pendidikan
formal (sebagai suatu proses intervensi terencana dan terkendali yang kita kenal
sehari-hari) untuk membentuk wirausaha, tidak mereka yakini. Mereka hanya yakin
pada proses alamiah itu.4
Kini sudah saatnya bangsa Indonesia memikirkan dan mencari terobosan
dengan menanamkan sedini mungkin nilai-nilai kewirausahaan, terutama bagi
kalangan terdidik. Penanaman nilai-nilai kewirausahaan bagi banyak orang
diharapkan bisa menimbulkan jiwa kreativitas untuk berbisnis atau berwirausaha
sendiri dan tidak bergantung pada pencarian kerja yang semakin hari semakin sempit
dan ketat persaingannya. Kreativitas ini sangat dibutuhkan bagi orang yang berjiwa
3 Sasmito, Semua Orang Bisa Jadi Pengusaha, (Jakarta: Hi-Fest Publishing, 2007), h.13.
4 Benedicta Prihatin Dwi Riyanti, Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi
Kepribadian (Jakarta: PT Grasindo, 2003), h.x.
kewirausahaan untuk menciptakan sebuah peluang kerja, tidak hanya bagi dirinya
sendiri tapi juga bagi orang lain. Ini sesuai dengan keinginan Kantor Menteri
Koperasi dan UKM untuk menciptakan 20 juta usaha kecil menengah baru tahun
2020. Keinginan ini direspon positif oleh Ir. Aburizal Bakri bahwa membangun UKM
sama dengan membangun ekonomi Indonesia. Katakanlah satu UKM mempekerjakan
5 orang, maka 20 juta UKM akan menyerap lebih dari 100 juta tenaga kerja. Hal ini
tidak bisa dilakukan perusahaan besar.5
Sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam hal pendidikan kewirausahaan
(enterpreneurship), Indonesia tertinggal jauh dengan Negara-negara lain. Bahkan di
beberapa negara, pendidikan tersebut telah dilakukan puluhan tahun yang lalu.
Sementara di Indonesia, pendidikan kewirausahaan baru dibicarakan pada era 80-an
dan digalakkan pada era 90-an. Namun demikian, kita patut bersyukur karena
hasilnya dewasa ini sudah mulai berdiri sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga yang
memang berorientasi untuk menjadikan peserta didiknya sebagai calon pengusaha
unggul setelah pendidikan.6
Salah satu lembaga yang concern terhadap kewirauasahaan adalah pondok
pesantren. Dibanding masa penjajahan, memang orientasi pesantren mengalami
pergeseran yang cukup jelas. Jika di masa penjajahan misi pesantren adalah
mendampingi perjuangan politik merebut kemerdekaan dan membebaskan
masyarakat dari belenggu tindakan tiranik, maka pada masa pembangunan ini, hal itu
telah digeser menuju orientasi ekonomi.7
5 Heflin Frinces, Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis (Yogyakarta: Darussalam, 2004), h.4
6 Kasmir, Kewirausahaan, h. 5.
7 Mujamil Qomar, Pesantren: dari Transformasi Metodologi menuju Demokratisasi
Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2001), h.5.
Pondok pesantren dengan berbagai harapan dan predikat yang dilekatkan
padanya, sesungguhnya berujung pada tiga fungsi utama yang senantiasa diemban,
yaitu: Pertama, sebagai pusat pengkaderan pemikir-pemikir agama (Center of
Excellence). Kedua, sebagai lembaga yang mencetak sumber daya manusia (Human
Resource). Ketiga, sebagai lembaga yang mempunyai kekuatan melakukan
pemberdayaan pada masyarakat (Agent of Development).
Salah satu pondok pesantren yang mengembangkan sikap kemandirian
dengan cukup menonjol, adalah Pesantren al-Ashriyyah Nurul Iman, Parung-Bogor.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator yang mengarah pada terciptanya
kemandirian; misalnya dalam pengembangan sistem pendidikan pesantren, ia berani
tampil beda dengan cara konsisten membina akhlak dan kegiatan ekonomi di mana
semua unit usaha yang ada di pesantren tersebut dijalankan oleh santri sendiri.
Sehingga ia memiliki kekhasan tersendiri dan bersifat independen. Al-Ashriyyah
Nurul Iman Parung-Bogor adalah salah satu Pondok Pesantren yang diindikasikan
telah memiliki sistem pendidikan pesantren yang menginternalisasi nilai-nilai
kewirausahaan (yang memadai, terstruktur dan tertata secara sistemik) baik dilihat
dari substansinya maupun strateginya, perbedaannya dengan pesantren yang lain
adalah di pondok pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung-Bogor sejak awal
berdirinya sudah menerapkan kewirausahaan di mana seluruh kegiatan usaha dari
proses awal produksi hingga menjadi barang jadi dikerjakan oleh santri. Berbeda
dengan pesantren lain yang hanya memberdayakan santri senior saja atau
memberdayakan santri tetapi hanya sebagai penjaga saja. Begitu juga dengan sektor
usaha yang dijalankan di pondok pesantren ini, bergerak dalam berbagai sektor
seperti agrobisnis, produksi, dan jasa. Bahkan dengan kewirausahaan tersebut,
membuat biaya pendidikan di pondok pesantren ini menjadi gratis.
Penulis menilai, program pemberdayaan pesantren ini cukup penting untuk
diteliti, mengingat dampak positif yang bisa dihasilkan bagi pemberdayaan ekonomi
umat di masa mendatang. Pemberdayaan tersebut bermakna sebagai upaya sadar yang
dilakukan secara sistemik oleh Pesantren al-Ashriyyah dalam mengenalkan,
memupuk, menumbuhkan, dan mengembangkan nilai-nilai kewirausahaan, yang di
dalam penelitian ini disebut dengan “pemberdayaan kewirausahaan” di dalam pondok
pesantren. Oleh sebab itu saya merasa tertarik untuk mengangkat tema ini menjadi
sebuah skripsi dengan judul: “PEMBERDAYAAN KEWIRAUSAHAAN
TERHADAP SANTRI DI PONDOK PESANTREN (Studi Kasus: Pondok
Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung Bogor)”,
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk memfokuskan penulisan dan memudahkan analisa maka
permasalahan akan dibatasi pada permberdayaan kewirausahaan di pondok
pesantren, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Peran pondok pesantren dalam pemberdayaan sumber daya manusia melalui
kewirausahaan yang diberikan Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman.
b. Pola pemberdayaan kewirausahaan pada Pondok Pesantren Al-Ashriyyah
Nurul Iman.
c. Faktor pendukung dan penghambat dalam pemberdayaan kewirausahaan di
Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman.
2. Perumusan Masalah
Untuk dapat memberikan suatu gambaran yang lebih jelas tentang
masalah ini, maka berikut ini diajukan beberapa pertanyaan penelitian yang
dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana peran pondok pesantren dalam pemberdayaan kewirausahaan di
Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman?
b. Seperti apa pola pemberdayaan kewirausahaan pada Pondok Pesantren Al-
Ashriyyah Nurul Iman?
c. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam pemberdayaan
kewirausahaan di Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mendeskripsikan, dan menganalisis:
a. Peran pondok pesantren dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaan pada santri
Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman.
b. Pola pemberdayaan kewirausahaan pada Pondok Pesantren Al-Ashriyyah
Nurul Iman.
c. Faktor pendukung dan penghambat dalam pemberdayaan kewirausahaan di
Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman.
2. Manfaat Hasil Penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak-
pihak terkait, khususnya pada dunia pesantren. Selanjutnya, untuk
memberikan sumbangsih dalam rangka pengembangan budaya kewirausahaan
di kalangan santri dan umat Islam pada umumnya, yang pada akhimya mampu
melahirkan para wirausahawan Muslim yang handal. Selain itu, hasil
penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan Islam.
b. Manfaat Praktis
Sedangkan manfaat praktis yang diharapkan dari hasil penelitian ini
adalah dengan format pembelajaran nilai-nilai kewirausahaan yang
ditemukan, dapat digunakan sebagai acuan dalam pembinaan nilai
kewirausahaan, khususnya sikap kemandirian bagi para santri maupu
masyarakat luas, terutama di pesantren-pesantren yang memiliki kesamaan
karakter dengan pesantren yang sedang diteliti.
Dalam jangka panjang, implementasi format pembelajaran nilai
kewirausahaan bagi kalangan santri ini dapat melahirkan pekarya-pekarya
yang mandiri, baik sebagai para wirausahawan Muslim yang handal, maupun
dalam dunia kerja dan profesi lainnya yang disemangati jiwa kemandiriannya,
sehingga mampu meningkatkan citra pendidikan pesantren dan sekaligus
mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru.
D. Metode Penelitian
Metodologi digunakan sebagai suatu cara utama yang dipergunakan untuk
mendapatkan data primer metode penyusunan skripsi ini menggunakan penelitian
kualitatif dalam bentuk deskriftif analisis, Bogdan dan Taylor mendefinisikan
penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif
berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.8
Penelitian ini merupakan data yang diambil dari lapangan dengan pendekatan survei,
data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.
Penelitian deskriptif hanya melakukan analisis sampai tahap deskripsi, yaitu
menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah
dipahami dan disimpulkan,9 yaitu menggambarkan (menjelaskan secara umum).
Penelitian deskriftif ini juga ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan
fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang berifat alamiah maupun hasil
rekayasa manusia.10
Dalam hal ini, penulis melakukan penelitian dengan cara
mengamati dan mengumpulkan data dan kemudian data yang diperoleh, disusun dan
dikembangkan dan selanjutnya dikemukakan dengan seobjektif mungkin kemudian
dianalisis. Guna mendapatkan data-data yang diperlukan, maka digunakan:
1. Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data yang terdiri dari:
a. Subjek Penelitian
Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah orang yang dapat
memberikan informasi adapun yang dijadikan sebagai sumber informasi
8 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda, 2006), h.4 9 Azwar Saifudin, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1999), h. 6
10 Nana Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Rosda, 2005), h.72.
dalam penelitian ini adalah pengurus pondok pesantren, karyawan dan santri-
santri pondok pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung-Bogor.
b. Objek Penelitian
Sedangkan yang menjadi objek penelitian yaitu bagaimana proses
pemberdayaan kewirausahaan dalam menumbuhkan jiwa entrepreneurship
santri yang dilakukan oleh pondok pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman
Parung-Bogor.
2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan
dokumentasi.
a. Wawancara
Wawancara yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya
atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan
alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).11
Jenis
wawancara yang digunakan adalah wawancara berstruktur, yaitu semua
pertanyaan telah dirumuskan dengan cermat dengan bertanya secara langsung
kepada responden (Pengurus Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Parung-Bogor)
tehnik ini digunakan untuk mendapatkan keterangan dari para pengurus
pondok pesantren mengenai hal-hal yang terkait dan berhubungan dengan
pemberdayaan kewirausahaan di pondok pesantren.
11 Mohammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988),
h.25.
Setelah data terkumpul, maka akan dilakukan analisa guna
mendapatkan kesimpulan yang akurat bagi permasalahan ini, yaitu melalui
reduksi atas data-data yang terkumpul, mensortir mana data yang relevan dan
mana yang tidak. Selanjutnya dilakukan penyederhanaan dan pengolahan data
terutama data yang bersifat kuantitatif untuk disajikan dalam bentuk deskripsi
dan yang terakhir menarik kesimpulan dari keseluruhan penyajian tersebut.
b. Observasi
Merupakan pengamatan dan pencatatan yang dilakukan secara
sistematis dari fenomena yang diselidiki. Dalam hal ini penulis melakukan
pengamatan terhadap proses pemberdayaan kewirausahaan yang dilakukan
Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung-Bogor.
c. Dokumentasi
Yaitu data primer yang digunakan dalam penelitian berupa
dokumen atau data yang secara langsung oleh pihak pondok kemudian diolah.
d. Kajian Pustaka
Yaitu sumber-sumber bacaan/ pustaka yang dapat mendukung
teori-teori yang digunakan dalam penelitian. Data-data ini diperoleh dari :
Majalah, surat kabar, buku-buku cetak, mailing list, (Website/Internet) yang
berhubungan dengan pemberdayaan kewirausahaan dan untuk ayat-ayat Al-
Qur’an langsung mengutip dari terjemahan DEPAG R.I.
e. Pengolahan Data
Dari data-data yang sudah penulis peroleh, maka penulis
mempelajari berkas-berkas yang telah terkumpul kemudian penulis
melakukannya dengan cara editing sampai semua itu dinyatakan baik.
3. Analisis Data
Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, langkah selanjutnya
adalah mengklasifikasikan data-data kemudian dianalisa sesuai dengan rumusan
masalah penelitian. Setelah itu disajikan dalam dalam laporan ilmiah.
Metode analisa yang digunakan adalah metode deskriftif kualitatif,
yaitu penulis menganalisis data berdasarkan informasi-informasi yang diperoleh
dari hasil wawancara dan studi dokumentasi.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini mengacu pada: Buku
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.
E. Kerangka Konsep
Proses dan sekaligus kenyataan globalisasi tidak dapat dihindari. Ini sebuah
keniscayaan, yang diakui oleh semua orang. Maka untuk menghadapinya diperlukan
kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas,12
yaitu manusia-manusia
unggul yang mempunyai kualifikasi untuk bersaing dengan sumber daya dari luar.
Untuk itu diperlukan adanya upaya-upaya pemberdayaan dan peningkatan kualitas
diri yang tanpa henti.
Pemberdayaan dalam kamus umum bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai
upaya pendayagunaan, pemanfaatan yang sebaik-baiknya untuk mencapai hasil yang
memuaskan.13
Sedangkan dalam pengertian lain istilah pemberdayaan berarti upaya
memperluas pilihan bagi masyarakat dengan upaya pendayagunaan potensi,
pemanfaatan yang sebaik-baiknya, dengan kata lain pemberdayaan adalah
12 A. Qodri Azizy, Melawan Globalisasi: Reinterpretasi Ajaran Islam (Persiapan SDM dan
Terciptanya Masyarakat Madani (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h.vii. 13 Badudu dan Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2001) h. 318.
memampukan dan memandirikan masyarakat.14
Pemberdayaan juga dapat berarti
penyadaran tentang kelemahan atau potensi yang dimiliki sehingga menimbulkan dan
meningkatkan kepercayaan diri sendiri untuk keluar dari persoalan dan untuk
memcahkan permasalahan serta mengembangkan diri.
Minimal ada tiga tahapan dalam pemberdayaan15
. Pertama, Input yaitu
menetapkan dan menganalisis kebutuhan-kebutuhan pemberdayaan melalui
identifikasi kebutuhan dan penetapan sasaran, ini dimaksudkan untuk mencapai
tujuan yang dapat diukur dalam bentuk peningkatan dan perubahan yang lebih baik.
Kedua, proses pelaksanaan dari pemberdayaan yang direncanakan. Ketiga, Output
yaitu memantau, mengevaluasi dan menganalisis pemberdayaan.
Tabel 1.1
Tahapan pemberdayaan
Salah satu upaya untuk memberdayakan potensi ekonomi umat serta
membangun sebuah masyarakat yang mandiri adalah melahirkan sebanyak-
banyaknya wirausahawan baru. Asumsinya sederhana, kewirausahaan pada dasarnya
14 Lili Badiri, Muhammad Zen, M.Hudri, Zakat & Wirausaha, (Jakarta: CV. Pustaka Amri,
2005) h. 54.
15 Sumardi, Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Berkah Pustaka, 1984), h.23.
Input
Output
Proses
adalah kemandirian, terutama kemandirian ekonomis; dan kemandirian adalah
keberdayaan.16
Pesantren sejak pendiriannya telah memberikan perhatian yang utuh
terhadap penyiapan generasi Indonesia yang tidak saja memahami ajaran agama
dalam konteks sosial, tetapi juga mempersiapkan generasi dengan keterampilan dan
kreatifitas yang tinggi. Doktrin pesantren tentang pentingnya jiwa kewirausahaan
menjadi ajaran wajib bagi setiap pesantren. Hampir susah menemukan pesantren yang
mengajarkan santrinya untuk mengejar posisi sebagai pegawai negeri sipil. Fakta ini
memberikan kesimpulan bahwa hanya dengan bekal keterampilan dan kreatifitas
yang tinggi, maka alumni pesantren bisa menjadi bahagian masyarakat.
F. Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan skripsi ini sebelum penulis mengadakan penelitian lebih
lanjut kemudian menyusunnya menjadi satu karya ilmiah, maka langkah awal yang
penulis tempuh adalah mengkaji terlebih dahulu terhadap skripsi-skripsi terdahulu
yang mempunyai judul hampir sama dengan yang akan penulis teliti. Maksud
pengkajian ini adalah agar dapat diketahui bahwa apa yang penulis teliti sekarang
tidak sama dengan penelitian dari skripsi-skripsi terdahulu.
Adapun setelah penulis mengadakan suatu kajian kepustakaan, penulis
akhirnya menemukan beberapa tulisan yang menulis judul hampir sama dengan yang
akan penulis teliti, judul-judul tersebut antara lain adalah karya milik pertama;
Muzaini Romli. Manajemen Sumber Daya Manusia pada Pondok Pesantren Jamiyah
16 Nanih Machendrawati, Agus Ahmad Syafe’í, Pengembangan Masyarakat Islam: dari
Ideologi, Strategi sampai Tradisi (Bandung:.PT Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. 1, h.47.
Islamiyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Jurusan Muamalat tahun 1429 H/2008 lebih
memaparkan tentang Manajemen SDM dalam sebuah pesantren bukan pemberdayaan
melalui kewirausahaan.
Skripsi yang kedua; adalah milik Ahmad Suyuti, Pengembangan Model
Pendidikan Berbasis Kompetensi di Pondok Pesantren Universitas Airlangga tahun
2005 yang lebih memaparkan mengenai pemberdayaan SDM di bidang pendidikan
formal bukan di bidang kewirausahaan dan berbagai bidang usaha pesantren. Juga
dengan skripsi yang ketiga; karya Siti Irma Fatimah, Analisa Strategi Koperasi
Pondok Pesantren dalam Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (Studi Kasus pada
Koperasi Pondok Pesantren Al-Ikhlas Subang Jawa Barat) Fakultas Syari'ah dan
Hukum Jurusan Muamalat tahun 1427 H/2006 M ini juga hanya memaparkan
koperasi saja tanpa menyebutkan jenis usaha lainnya.
Berbeda dengan ketiga skripsi dan tulisan diatas bahwa penelitian yang akan
penulis lakukan pada pondok pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman adalah
memberikan gambaran mengenai seperti apa pola dan strategi pemberdayaan
kewirausahaan dalam menumbuhkan kemandirian santri dan pesantren.
Demikianlah perbedaan pokok pembahasan atau materi yang akan penulis
teliti dengan skripsi-skripsi terdahulu.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, penyusun membagi kepada
beberapa bab yakni :
BAB I. Pendahuluan. Bagian ini menjelaskan tentang latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II. Tinjauan Teori Tentang Pemberdayaan Kewirausahaan.
Bagian ini akan membahas tentang landasan teori, yaitu terdiri dari, teori
Pemberdayaan, Tahapan-tahapan Pemberdayaan dan kompleks pemberdayaan yang
harus diperjuangkan. Teori Kewirausahaan, jiwa kewirausahaan dan kewirausahaan
didalam Islam.
BAB III. Gambaran Umum Pondok Pesantren Al-Ashriyyah. Pada bab
ini menguraikan tentang sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Parung
Bogor, perkembangan, visi, misi dan tujuan Pondok Pesantren, dan struktur
organisasi kepengurusan Pondok Pesantren. Semua poin-poin tersebut dikemukakan
secara umum dan lebih difokuskan pada divisi departemen usaha Pondok Pesantren
Al-Ashriyyah Nurul Iman.
BAB IV. Pemberdayaan Kewirausahaan di Pondok Pesantren. Analisa
Pemberdayaan kewirausahaan dalam menumbuhkan dan meningkatkan kemandirian
di bawah koordinasi Pondok Pesantren Al-Ashriyyah. Pembahasan ini menguraikan
mengenai tahapan pemberdayaan, yaitu identifikasi kebutuhan, penetapan sasaran,
merancang program, pelaksanaan program dan evaluasi, serta faktor pendukung dan
penghambat serta unsur-unsur pondok pesatren yang di berdayakan di Pondok
Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung-Bogor.
BAB V. Penutup. Berisi tentang kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pemberdayaan Kewirausahaan
1. Pengertian Pemberdayaan
Pada dasarnya, agama Islam adalah agama pemberdayaan. Dalam
pandangan Islam, pemberdayaan harus merupakan gerakan tanpa henti.17
Secara
konseptual, pemberdayaan (empowerment) berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan
atau keberdayaan).18
Pemberdayaan secara etimologi berasal dari kata daya yang
berarti upaya, usaha, akal, kemampuan.19
Jadi, pemberdayaan adalah upaya untuk
membangun daya (masyarakat) dengan mendorong, memotivasi dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk
mengembangkannya.20
Pemberdayaan ini menyangkut beberapa segi yaitu Pertama,
penyadaran tentang peningkatan kemampuan untuk mengidentifikasi persoalan
dan permasalahan yang ditimbulkan serta kesulitan hidup atau penderitaan.
Kedua, meningkatkan sumber daya yang telah ditemukan, pemberdayaan
memerlukan upaya advokasi kebijakan ekonomi politik yang pada pokoknya
bertujuan untuk membuka akses golongan bawah, lemah, dan tertindas tersebut
17 Nanih Machendrawati, Agus Ahmad Syafe’í, Pengembangan Masyarakat Islam:
dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. 1, h.41. 18 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat (Bandung: Reflika
Aditama, 2005), Cet. 1, h. 57.
19 Badadu-Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan, 1997), h.
317.
20 Mubyartanto, Membangun Sistem Ekonomi (Yogyakarta: BPFE, 2000), h.263.
terhadap sumber daya yang dikuasai oleh golongan kuat atau terkungkung oleh
peraturan peraturan pemerintah dan pranata sosial.21
Menurut Suharto, pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang,
khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau
kemampuan, antara lain dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka
memiliki kebebasan (freedom). Bukan saja berarti bebas mengemukakan
pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari
kesakitan. Juga kemamppuan dalam menjangkau sumber-sumber produktif yang
memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh
barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan, serta kemampuan dalam
berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang
mempengaruhi kehidupan mereka.22
Payne, mengemukakan bahwa suatu pemberdayaan (empowerment)
pada intinya ditujukan untuk membantu klien memperoleh daya untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan
diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam
melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa
percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki, antara lain melalui transfer
daya dari lingkungannya.
Shadow, melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai
pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok, atau
komunitas berusaha membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.
21 M. Dawam Rahardjo, Islam Dan Transformasi Sosial Ekonomi, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1999), Cet. 1, h. 355.
22 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h.58
Prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang
harus ia lakukan dalam kaitan dengan upaya mengatasi permasalahan yang ia
hadapi. Sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam
membentuk hari depannya.
Jadi berdasarkan pengertian di atas, pemberdayaan adalah penyadaran
tentang kelemahan atau potensi yang dimiliki sehingga menimbulkan dan
meningkatkan kepercayaan diri sendiri untuk keluar dari persoalan dan untuk
memecahkan permasalahan serta mengembangkan diri.
Tahapan-tahapan Pemberdayaan
Adapun upaya untuk pemberdayaan masyarakat terdiri dari tiga tahapan
yaitu:
a. Menciptakan suasana iklim yang memungkinkan potensi masyarakat itu
berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia dan
masyarakat memiliki potensi (daya) yang dapat dikembangkan.
b. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat, dalam rangka
ini diperlukan langkah-langkah lebih positif dan nyata, serta pembukaan akses
kepada berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi semakin
berdaya dalam memanfaatkan peluang.23
Menurut Elly Irawan sebagaimana dikutip Lili Bariadi dan Muhammad
Zen, pola-pola pemberdayaan ekonomi masyarakat mempunyai ciri-ciri atau
unsur-unsur pokok sebagai berikut:
a. Mempunyai tujuan yang hendak dicapai
23 Gunawan Sumodiningrat, Pengembangan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat,
(Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara, 2003), cet. 2. h. 16.
b. Mempunyai wadah yang terorganisir
c. Aktivitas yang dilakukan terencana, berlanjut, serta harus sesuai dengan
kebutuhan dan sumber daya setempat.
d. Ada tindakan bersama dan keterpaduan dari berbagai aspek yang terkait
e. Ada perubahan sikap pada masyarakat sasaran selama tahap-tahap
pemberdayaan.24
Menurut Isbandi Rukminto Adi, upaya untuk memberdayakan
masyarakat dapat dilakukan dengan cara, yaitu:
a. Menumbuhkan keinginan masyarakat untuk berwiraswasta, bergelut dalam
aspek ekonomi, bertindak dengan merancang munculnya diskusi tentang apa
yang menjadi masalah dalam masyarakat.
b. Memberikan informasi tentang pengalaman kelompok lain yang telah sukses
dan sejahtera.
c. Membantu masyarakat untuk membuat analisis situasi usaha yang prospektif
secara sistematik tentang hakekat dan penyebab dari masalah berbisnis
d. Menghubungkan masyarakat dengan sumber yang dapat dimanfaatkan.25
Sedangkan menurut Syamsudin RS, ada tiga kompleks pemberdayaan
yang mendesak untuk diperjuangkan, yaitu:
1. Pemberdayaan pada mata ruhaniyah, dalam hal ini terjadi degradasi moral
atau pergeseran nilai masyarakat Islam yang sangat mengguncang kesadaran
24 Lili Bariadi, Muhamad Zen, Zakat dan Wirausaha (Jakarta: CV. Pustaka Amri,
2005), h.47
25 Isbandi Rukminto Adi, Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan
Kesejahteraan Sosial (Jakarta: UI Press, 2003), h.237-238.
Islam. Oleh karena itu, pemberdayaan jiwa dan akhlak harus lebih
ditingkatkan.
2. Pemberdayaan intelektual, yang pada saat ini dapat disaksikan bahwa umat
Islam Indonesia telah jauh tertinggal dalam kemajuan tekhnologi, untuk itu
diperlukan berbagai upaya pemberdayaan intelektual sebagai perjuangan besar
(jihad).
3. Pemberdayaan ekonomi, masalah kemiskinan menjadi kian identik dengan
masyarakat Islam Indonesia. Pemecahannya adalah tanggung jawab
masyarakat Islam sendiri. Seorang putra Islam dalam generasi Qurani awal
terbaik, Sayyidina Ali mengatakan “sekiranya kefakiran itu berwujud
manusia, sungguh aku akan membunuhnya. Untuk dapat keluar dari himpitan
ekonomi seperti sekarang ini, disamping penguasaan terhadap life skill atau
keahlian hidup, keterampilan berwirausaha pun dibutuhkan juga dalam
pengembangan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. 26
Tujuan pemberdayaan adalah mendirikan manusia atau membangun
kemampuan untuk memajukan diri ke arah yang lebih baik secara
berkesinambungan. Oleh karenanya, pemberdayaan atau pengembangan
masyarakat adalah upaya untuk memperluas pilihan bagi masyarakat. Ini berarti
masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu yang bermanfaat
bagi dirinya. Untuk itu setiap pemberdayaan diarahkan untuk peningkatan
martabat manusia sehingga menjadikan masyarakat maju dalam berbagai aspek.
26 Syamsudin RS, Dasar-dasar Pengembangan Masyarakat Islam dalam Da’wah
Islam, (Bandung: KP. HADID, 1999), h.2.
2. Pengertian Kewirausahaan
Wirausaha atau wiraswasta diartikan sebagai wira yang artinya
pahlawan, berbudi luhur; swa artinya sendiri sta artinya berdiri. Oleh karena itu
wiraswasta disimpulkan sebagai manusia teladan dalam berdiri sendiri
(berdikari).27
Dalam buku The Portable MBA in Entrepreneurship, kewirausahaan
didefinisikan sebagai: Entrepreneur is the person who perceives an opportunity
and creates an organization to pursue it.28
Pada definisi ini ditekankan bahwa
seorang wirausaha adalah orang yang melihat adanya peluang, kemudian
menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang tersebut.
Pengertian wirausaha di sini menekankan pada setiap orang yang
memulai sesuatu bisnis yang baru. Sedangkan proses kewirausahaan meliputi
semua kegiatan fungsi dan tindakan untuk mengejar dan memanfaatkan peluang
dengan cara menciptakan suatu organisasi.
Dalam tradisi peristilahan di Indonesia, istilah wirausaha menurut
Buchari Alma, pada dasarnya sama dengan istilah wiraswasta. Walaupun
rumusannya berbeda-beda tetapi isi dan karakteristiknya sama, yaitu memiliki
sifat perwira atau mulia dan mampu berdiri di atas kekuatan sendiri. Jadi, ia
memiliki kemampuan untuk berdikari, otonom, berdaulat. Atau menurut Ki Hajar
Dewantoro, merdeka lahir batin.
27 Sumarsono, Kontribusi Sikap Mental Berwiraswasta untuk Berprestasi, (Jakarta:
C.V Era Swasta, 1984), h.1.
28 Anugrah Pekerti, Falsafah Kewirausahaan (Mitos, Teori dan Aksi Pengembangan
Kewirausahaan), (Jakarta : Depdikbud Dikti, 1998), h.20.
Raymond W. Kao menyebut kewirausahaan sebagai suatu proses,
yakni proses penciptaan sesuatu yang baru (kreasi baru) dan membuat sesuatu
yang berbeda dari yang sudah ada (inovasi).29
Sedangkan menurut Peter F. Drucker sebagaimana dikutip oleh
Kasmir, mengatakan bahwa kewirausahaan merupakan kemampuan dalam
menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Artinya bahwa seorang
wirausahawan adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan
sesuatu yang baru berbeda dengan yang lain atau mampu menciptakan sesuatu
yang berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya.30
Jadi, seorang wirausaha adalah seorang usahawan yang di samping
mampu berusaha dalam bidang ekonomi umumnya dan niaga khususnya secara
tepat guna (tepat dan berguna, efektif, dan efisien), juga berwatak merdeka lahir
batin serta berbudi luhur.31
Selanjutnya, Alma juga memberikan penekanan pengertian tersebut
berdasarkan ciri-ciri wirausahawan versi Suparman Sumahamijaya, bahwa :
Seorang wirausaha adalah seseorang yang memiliki pribadi hebat, produktif,
kreatif, melaksanakan kegiatan perencanaan, bermula dari ide sendiri, kemudian mengembangkan kegiatannya dengan menggunakan tenaga orang
lain dan selalu berpegang kepada nilai-nilai disiplin dan kejujuran yang
tinggi.32
Adapun menurut Winardi, karakteristik setiap wirausahawan paling
tidak memiliki beberapa ciri sebagai berikut:
a. Kebutuhan akan keberhasilan.
29 Rambat Lupiyoadi, Kewirausahaan : From Mindset to Strategy, (Jakarta :
LPUI, 2005), h.27.
30 Kasmir, Kewirausahaan, (Jakarta: Raja Grafindo Utama, 2006), h.17
31 Buchari Alma, Panduan Kuliah Kewirausahaan. (Bandung: CV Alvabeta, 2000),
h.70. 32 Buchari Alma, Ajaran Islam dalam Bisnis. (Bandung: CV Alfabeta, 1994), h.22
b. Berani mengambil resiko.
c. Keinginan kuat untuk berbisnis.
d. Seorang oportunis yang melihat kesempatan.33
Kewirausahaan berkembang dan diawali dengan adanya inovasi. Inovasi
ini dipicu oleh faktor pribadi, lingkungan dan sosiologi. Faktor individu yang
memicu kewirausahaan adalah pencapaian Locus of control, toleransi,
pengambilan resiko, nilai-nilai pribadi, pendidikan, pengalaman, usia, komitmen,
dan ketidakpuasan. Adapun inovasi yang berasal dari lingkungan ialah peluang,
model peran, aktifitas, pesaing, incubator, sumber daya, dan kebijakan
pemerintah. Sedangkan faktor pemicu yang berasal dari lingkungan sosial
meliputi keluarga, orang tua dan jaringan kelompok.
Seperti halnya pada saat perintisan kewirausahaan, maka pertumbuhan
kewirausahaan sangat tergantung pada kemampuan organisasi dan lingkungan.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan kewirausahaan adalah
pesaing, pemasok, pelanggan, dan lembaga-lembaga keuangan yang membantu
pendanaan. Sedangkan faktor yang berasal dari pribadi adalah komitmen, visi,
kepemimpinan, dan kemampuan manajerial. Selanjutnya faktor yang berasal dari
organisasi adalah kelompok, struktur, budaya, dan strategi.34
3. Jiwa dan Perilaku Kewirausahaan
Secara sederhana, arti wirausaha (entrepreneur) adalah orang yang
berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai
33 Winardi, Entrepreneur dan Entrepreneurship, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 27.
34 Suryana, Kewirausahaan, (Jakarta: PT. Salemba Emban Patria, 2003) h.10
kesempatan. Berjiwa berani mengambil resiko artinya bermental mandiri dan
berani memulai usaha tanpa takut dan rasa cemas, sekalipun dalam kondisi tidak
pasti.35
Jiwa kewirausahaan juga berarti merupakan kemampuan dalam
menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.36
Seorang wirausaha dalam
pikirannya selalu berusaha mencari, memanfaatkan, serta menciptakan peluang
usaha yang dapat memberikan keuntungan. Resiko kerugian merupakan hal biasa
karena mereka memegang prinsip bahwa faktor kerugian pasti ada. Tidak ada
istilah rugi selama seseorang melakukan usaha dengan penuh keberanian dan
penuh perhitungan. Inilah yang disebut dengan jiwa kewirausahaan.
Berkaitan dengan perilaku kewirausahaan (entrepreneur behavior),
Nanat Fatah Natsir mendefinisikannya sebagai kegiatan-kegiatan yang polanya
dicirikan oleh unsur-unsur kewirausahaan.37
Menurut McClelland sebagaimana
dikutip Dra. Nanih Machendrawati dan Agus Ahmad Syafei. perilaku atau
karakteristik seorang wirausahawan adalah sebagai berikut:
Pertama, keinginan untuk berprestasi. Yang dimaksud dengan keinginan
untuk berprestasi adalah suatu keinginan atau dorongan dalam diri orang yang
memotivasi perilaku ke arah pencapaian tujuan.
Kedua, keinginan untuk bertanggung jawab. Seorang wirausahawan
menginginkan tanggung jawab pribadi bagi pencapaian tujuan. Mereka memilih
menggunakan sumber daya sendiri dengan cara bekerja sendiri untuk mencapai
tujuan dan bertanggung jawab sendiri terhadap hasil yang dicapai.
35 Kasmir, Kewirausahaan, (Jakarta: Raja Grafindo Utama, 2006), h.17 36 Peter F. Drucker, Inovasi dan Kewiraswastaan: Praktek & Dasar-Dasar,
(Jakarta:Erlangga, 1985) h.33. 37 Nanat Fatah Natsir, Etos Kerja Wirausaha Muslim, (Bandung: Sunan Gunung Djati
Press, 1999), h.34
Ketiga, preferensi kepada resiko-resiko menengah. Seorang
wirausahawan bukanlah penjudi (gambler). Mereka menetapkan tujuan-tujuan
yang membutuhkan tingkat kinerja tinggi, suatu tingkatan yang menuntut usaha
keras, tapi dipercaya mereka bisa penuhi.
Keempat, persepsi pada kemungkinan berhasil. Keyakinan kepada
kemampuan untuk mencapai keberhasilan adalah kualitas kepribadian seorang
wirausahawan. Seorang wirausahawan akan mempelajari fakta-fakta yang
dikumpulkan dan menilainya. Ketika fakta tidak sepenuhnya tersedia, mereka
berpaling pada sikap percaya diri mereka yang tinggi dan melanjutkan tugas
tersebut.
Kelima, rangsangan oleh umpan balik. Seorang wirausahawan
dirangsang untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi dengan mempelajari
seberapa efektif usaha mereka.
Keenam, aktifitas enerjik. Seorang wirausaha akan menunjukan energi
yang jauh lebih tinggi dari rata-rata orang. Kesadaran ini akan melahirkan sikap
untuk terlibat secara mendalam pada pekerjaan yang mereka lakukan.
Ketujuh, orientasi masa depan. Seorang wirausahawan akan melakukan
perencanaan dan berpikir ke depan. Mereka mencari dan mengantisipasi
kemungkinan yang akan terjadi jauh di masa depan.
Kedelapan, keterampilan dalam berorganisasi. Seorang wirausahawan
menunjukan keterampilan (skill) dalam mengorganisasi kerja dan orang-orang
dalam mencapai tujuan.
Kesembilan, sikap terhadap uang. Keuntungan finansial adalah nomor
dua dibanding prestasi kerja mereka. Seorang wirausahawan memandang uang
sebagai lambang konkret dari tercapainya tujuan dan sebagai pembuktian dari
kompetensi mereka. 38
Dari berbagai penjelasan diatas dapat diambil inti dari pemberdayaan
kewirausahaan, yaitu proses memampukan dan memandirikan daya dan kekuatan
(kompetensi dan kapasitas) yang ada guna membangun serta menentukan
tindakan berdasarkan keinginan mereka secara mandiri dengan mengubah pola
pikir agar menjadi berani dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan serta
memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang ada pada dirinya.
4. Islam dan Kewirausahaan
Salah satu upaya untuk memberdayakan potensi ekonomi umat serta
membangun sebuah masyarakat yang mandiri adalah melahirkan sebanyak-
banyaknya wirausahawan baru. Asumsinya sederhana, kewirausahaan pada
dasarnya adalah kemandirian, terutama kemandirian ekonomis; dan kemandirian
adalah keberdayaan.39
Semangat islam akan kemandirian banyak dijumpai dalam ayat al-
Quran maupun Hadis Nabi. Salah satunya dapat dijumpai dalam ayat:
��������� �� ��� �������� ����������� �� !"�#$⌧��&
'�� ��� �()*+� ,-.�/�.0#�� �1 23�� 456+�7 89:;+ �<�=>�
@AB�CD�☺0#�� �F “Apakah engkau tahu siapakah pendusta agama? Mereka adalah yang
menelantarkan anak yatim dan tidak perduli terhadap para fakir miskin.40
38 Nanih Machendrawati, Agus Ahmad Syafe’í, Pengembangan Masyarakat Islam:
dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi, h.47.
39 Nanih Machendrawati, Agus Ahmad Syafe’í, Pengembangan Masyarakat Islam:
dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi, h.47. 40 Q.S Al-Ma’un 1-3
Mafhum mukallaf dari ayat di atas adalah “orang kaya yang tidak
menyantuni yatim dan fakir miskin ekuivalen dengan orang miskin yang tidak
berjuang terus-menerus untuk meraih kemandirian ekonomis”. Kewajiban kaum
berpunya untuk membayar zakat, anjuran untuk bersedekah, wakaf dan kewajiban
untuk memberdayakan orang-orang yang tidak berdaya secara ekonomis
merupakan petunjuk Islam paling jelas terhadap etos kewirausahaan
(entrepreneurship).41
Allah SWT menciptakan manusia sebagai mahluk yang paling mulia,
paling sempurna, dan karena itulah manusia diberi tugas sebagai khalifah dimuka
bumi ini. Selain itu, dalam al-Quran dinyatakan bahwa umat Islam adalah “khaira
ummah” atau sebaik-baiknya umat di antara manusia. Khaira ummah dapat
terwujud jika umat Islam berilmu, berharta, dan sehat jasmani rohani, sehingga
dapat berguna dan memberi manfaat bagi orang lain yang masih dalam
kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Dengan berwirausaha maka makin
banyak kekayaannya, makin banyak pula orang yang menimati kekayaannya.
Makin banyak pekerjaannya, berarti makin banyak pula anggota keluarga yang
ditolongnya. Hidupnya menjadi bermanfaat bagi orang lain.42
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
43.)ِ ���ن ِإْ�ُ� َرَواُ� (ِ�� �ـ�ِس َأْنـَ�ُ�ـُ�ْ� ا� �ـ�ِس َ�ـْ�ـُ�
41 Nanih Machendrawati, Agus Ahmad Syafe’í, Pengembangan Masyarakat Islam:
dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi, h.47.
42 Sudrajat Rasyid, Kewirausahaan Santri: Bimbingan Santri Mandiri,(Jakarta: PT.
Citrayudha, 2006), h.32
43 Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuti, Jaami’ Al Hadits: Al Jaami’ As Shagir Wal
Jawahid Wa Al Jaami’ Al Kabir, (Beirut: Daar al Fikri, 1994), Juz IV, h.303.
“Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang lebih banyak memberi manfaat
bagi manusia lainnya”
Nabi Muhammad saw. ketika mudanya juga seorang pedagang, bahkan
terkenal sebagai pedagang yang jujur dan amanah. Nabi Muhammad juga
menganjurkan umatnya agar menjadi pengusaha atau pedagang, bukan menjadi
pekerja. Dalam hal ini Rasulullah bersabda:
اُ�َوَر. (ا�0/ـَ�َ&اِءَو ْیـِ,ـْ�َ�َوا�'+ـ&ِ+ ا� �ـِ��+ـْ�َ� َ)َ* اَ(ِ)ـْ�ُ� ا�'�ـُ&ْوُق ا�$�ـ�ِ#ـْ�ُ�44)�ِآ�4َاْ�َو ي2ِِ)ْ�ا�$ِّ
“Pedagang yang jujur lagi terpercaya, bersama para Nabi, bersama orang-orang
yang benar dan para syuhada” (HR Tirmidzi dan Hakim)
Reputasi Nabi dalam dunia bisnis dikenal sebagai orang yang sukses.
Rahasia keberhasilan Rasul adalah jujur dan adil dalam mengadakan hubungan
dagang dengan para pelanggan.45
Nabi Muhammad percaya kalau ia setia jujur
dan profesional, maka orang akan mempercayainya. Inilah dasar dan etika
wirausaha yang diletakkan oleh Rasulullah kepada umatnya dan umat manusia
seantero jagat.
Dasar-dasar kewirausahaan yang demikian itulah yang menyebabkan
pengaruh Islam berkembang pesat sampai ke pelosok dunia. Maka, jika kaum
Muslimin Indonesia ingin melakukan bisnis yang maju, maka etika, moral, dan
jiwa kewirausahaan yang dicontohkan oleh Rasul tersebut dipegang dan sungguh
tepat untuk menjawab berbagai persoalan dan tantangan hidup di dunia ini.46
44 Ibid, h.155
45 Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Pedagang, (Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy,
1997), h.26
46 Lili Badiri, Muhammad Zen, M.Hudri, Zakat & Wirausaha, (Jakarta: CV. Pustaka
Amri, 2005) h. 43.
Kemandirian dan kecukupan dalam bidang ekonomi memiliki makna
yang penting bagi setiap Muslim47
karena:
a. Dengan kekuatan ekonomi yang baik seorang Muslim akan dapat memelihara
imannya sendiri dan keluarganya dengan lebih baik.
b. Dengan kekuatan ekonomi yang baik, seorang Muslim akan lebih dapat
menjalankan aktivitas ibadah dan menjalankan syariat dengan tenang, khusyu,
dan merasa memiliki harga diri didalam komunitasnya.
c. Kekuatan ekonomi sangat diperlukan sangat dibutuhkan untuk menunjang
pelaksanaan berbagai ibadah dan kiprah di jalan Allah.
d. Kemampuan ekonomi diperlukan untuk pengembangan peradaban secara
keseluruhan, seperti pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
kebudayaan, dan kesenian serta memajukan masyarakat secara keseluruhan.
e. Kemampuan ekonomi sangat diperlukan untuk regenerasi umat agar umat ini
tumbuh lebih tangguh di masa depan.
f. Pada level organisasi kemasyarakatan yang lebih besar, misalnya sebuah
negara, kekuatan dan kemandirian dalam bidang ekonomi menjadi syarat
mutlak agar warga atau bangsa yang menghuni negara itu dapat menikmati
kesejahteraan hidup, menjadi terhormat di hadapan bangsa lain.
Jadi, berusaha di lapangan perekonomian untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup, mencari bekal dalam beribadah, dan membantu kegiatan
pembangunan umat adalah bagian yang tak terpisahkan dalam jalan hidup seorang
Muslim.
47 Miftahul Huda, Aspek Ekonomi dalam Syariat Islam, (Mataram: LKBH, 2007),
h.14.
B. Pondok Pesantren
1. Pengertian Pondok Pesantren
Menurut Manfred Ziemek, istilah pondok pesantren dimaksudkan
sebagai suatu bentuk pendidikan keislaman yang melembaga di Indonesia. Kata
pondok pesantren berarti kamar, gubuk, ruang kecil, di dalam bahasa indonesia
dipakai untuk menekan kesederhanaan bangunan. Mungkin juga pondok berasal
dari bahasa Arab yaitu funduk yang artinya ruang tidur, wisma, hotel sederhana
bagi para pelajar yang dari tempat asalnya.48
Pesantren dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti asrama, tempat
santri atau murid-murid belajar mengaji dan sebagainya.49
Mastuhu mendefinisikan pesantren sebagai lembaga pendidikan
tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran Islam dengan menekan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman
prilaku sehari-hari.50
Menurut Didin Hafidhuddin, pondok pesantren adalah salah satu
lembaga di antara lembaga-lembaga iqamatuddîn lainnya yang memiliki dua
fungsi utama, yaitu fungsi kegiatan tafaqquh fi al-dîn (pengajaran, pemahaman,
dan pendalaman ajaran agama Islam), serta fungsi indzhar (menyampaikan dan
mendakwahkan ajaran kepada masyarakat).51
48 Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1986), h.98. 49 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
(Jakarta,1986), h.177.
50 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta:INIS, 1994), h.6.
51 Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani, 1998), cet.I, h.120.
Sepanjang sejarah perjalanan umat Islam di Indonesia, ternyata kedua
fungsi utama tersebut telah dilaksanakan oleh pondok pesantren (pada umumnya).
Walaupun dengan berbagai kekurangan yang ada. Dari pondok pesantren lahir
para juru dakwah, para mualim dan ustadz, para kiayi, tokoh-tokoh masyarakat,
bahkan yang memiliki profesi sebagai pedagang, pengusaha, ataupun bidang-
bidang yang lainnya.
Hal ini tidak lain karena di dalam kegiatan pondok pesantren, terdapat
nilai-nilai yang sangat baik bagi berhasilnya suatu kegiatan pendidikan. Sehingga,
bisa dinyatakan sesungguhnya pendidikan pondok pesantren terletak pada sisi
nilai tersebut, yaitu proses pendidikan yang mengarahkan pada pembentukan
kekuatan jiwa, mental, maupun rohaniah.
Dari definisi di atas, penulis mencoba mendefinisikan pondok pesantren.
Yakni pondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan agama Islam, di
mana para santri dan kyai tinggal bersama dalam satu lingkungan asrama
(komplek). Para santri yang belajar di pondok pesantren tidak hanya dituntut
menguasai ilmu-ilmu yang diajarkan oleh kyai atau ustadz, namun sekaligus
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Istilah pondok pesantren berasal dari dua kata, yaitu pondok dan
pesantren. Pondok adalah tempat mondok, sedangkan pesantren berasal dari kata
santri. Jadi pondok pesantren adalah tempat mencari ilmu yang anak didiknya
diasramakan.
2. Fungsi dan Peran Pondok Pesantren
Pondok pesantren berfungsi sebagai lembaga pendidikan, lembaga
sosial, juga berfungsi sebagai pusat penyiaran agama Islam yang mengandung
kekuatan resistensi terhadap dampak modernisasi, sebagaimana telah diperankan
pada masa lalu dalam menentang kolonialisme.
Fungsi lainnya yaitu sebagai instrumen untuk tetap melestarikan ajaran-
ajaran Islam di bumi Nusantara, karena pondok pesantren mempunyai pengaruh
yang kuat dalam membentuk dan memelihara kehidupan sosial, kultural, politik,
keagamaan, dan sebagainya.52
Pesantren juga terkenal mampu memainkan peranan dalam
pembangunan. Menurut Afan Gaffar sebagaimana dikutip Syuthon Mahmud dan
Khusnurdilo, terdapat tiga jenis peranan yang dapat dimainkan oleh pesantren,
yaitu:
a. Mendukung dan memberdayakan masyarakat pada tingkat “grassroots” yang
sangat esensial dalam rangka menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.
b. Meningkatkan politik secara meluas, melalui jaringan, kerjasama, baik dalam
suatu negara maupun dengan lembaga-lembaga internasional lainnya.
c. Ikut mengambil bagian dalam menentukan arah dan agenda pembangunan.53
Jadi menurut penulis, fungsi pondok pesantren yaitu agar terciptanya
manusia yang bertakwa, mempunyai mental membangun, dan memiliki
keterampilan, serta berilmu pengetahuan sesuai dengan perkembangan zaman.
52 Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual, h. 120.
53 Sulthon Masyhud, Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva
Pustaka, 2005) h.13.
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG
PONDOK PESANTREN AL-ASHRIYYAH NURUL IMAN
A. Sejarah Singkat dan Perkembangan Pondok Pesantren Al-Ashriyyah
Pondok Pesantren Al-Ashriyah Nurul Iman didirikan setelah melihat
dampak kirisis moneter tahun 1998. Pada awal terjadinya krisis moneter, banyak
sekali kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Terjadinya kasus
Semanggi pada tanggal 12 Mei 1998 menyebabkan jatuh dan terpuruknya
perekonomian bangsa Indonesia. Di saat itu Al Syekh Habib Saggaf bin Mahdi bin
Syekh Abu Bakar bin Salim yang masih bertempat tinggal di kawasan perumahan
Bintaro Jaya, merasa prihatin dan sedih dengan hal tersebut. Krisis moneter itu
membuat semakin banyak para remaja yang putus sekolah serta tidak mampu
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi serta terjadinya krisis moral di mana-mana.
Hal itu menjadikan beliau bersikeras mendirikan suatu lembaga pendidikan gratis
demi meringankan beban bagi mereka yang tidak mampu, umumnya bangsa
Indonesia. Sehingga dengan tekad dan kemauan beliau yang mulia tersebut, beliau
rela meninggalkan keglamouran kota metropolitan dan mengambil keputusan untuk
menetap di desa. Beliau akhirnya pindah ke Desa Waru Jaya, Kecamatan Parung,
Jawa Barat Desa yang penduduknya di bawah garis kemiskinan di mana mayoritas
penghasilan mereka hanya mengandalkan penjualan daun melinjo serta ikan air tawar.
Kemudian, mulailah beliau membangun sebuah pondok pesantren dengan
disaksikan para undangan dari Pejabat Pemerintahan Daerah Kabupaten Bogor, para
Pejabat Tinggi Negara Republik Indonesia serta Duta Besar Negara-negara Arab,
Brunei Darussalam, Singapura, dan Malaysia, maka peletakkan batu pertama
pendirian Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman dilaksanakan pada tanggal 16
Juni 1998 di atas lahan 17 (tujuh belas) hektar. Diawali dengan peresmian peletakkan
batu pertama tersebut, maka dalam operasionalnya, Pondok Pesantren Al-Ashriyyah
Nurul Iman mendapatkan rekomendasi dari Kepala Desa Waru Jaya dan Camat
Kecamatan Parung Kabupaten Bogor tertanggal 10 Maret 1999, serta telah
didaftarkan pada kantor Departemen Agama Kabupaten Bogor sejak tanggal 12 Maret
1999 dengan nomor: MI-10/1/PP/007/825/1999 dengan akte pendirian tanggal 25
Maret 1999 No. 7 di hadapan Notaris Lasmiati Sadikin, SH.
Pada mulanya para santri menetap di asrama belakang rumah beliau,
namun karena makin banyaknya santri yang berminat maka dibangunkan sebuah
kobong (bangunan dari bambu) yang berukuran 4 X 5 meter di areal tanah yang
awalnya sebuah hutan semak belukar dan rumput ilalang. Hari ke hari semakin
banyak santri yang berminat hingga kobong tersebut tidak lagi mencukupi untuk
ditempati. Mulailah beliau membangun gedung asrama di samping kobong tersebut,
mulai dari pembangunan gedung H. Isya dengan luas 15x12 M2 pada tahun 2000.
Asrama memberikan pandangan baru terhadap tempat tinggal para santri yang
mayoritas sangat sederhana. Adanya bangunan baru tersebut menambahan semangat
belajar mereka. Namun, perkembangan tak putus begitu saja, dari tahun ke tahun
prioritas perkembangan jumlah para santri begitu drastis hingga memunculkan
asrama-asrama baru yang menjadi obyek penampungan para santri. Seperti asrama
Gandhi Seva Loka dengan luas 15x12 M2, lalu disusul dengan dibangunnya asrama
Jadid dengan luas 15x12 M2.
Pada dasarnya, sebagai pengemban tugas para santri di tuntut untuk
memproyektifitikan keseharian mereka antara pengembangan ilmu akhirat sebagai
program utama pada bidang pendidikan pondok pesantren dan pendalaman IPTEK
sebagai pendamping proyek mereka di dunia. Atas dasar itu, maka dibangun kembali
satu tempat ibadah untuk para santri dengan luas 32.5x9.50 M2, di depan pintu
gerbang Pondok. Mulai dari sinilah perkembangan demi perkembangan terlihat.
Terbukti dari munculnya asrama-asrama baru di lingkungan perkomplekan Pondok
Pesantren yang menjadi pemandangan baru di wilayah perkomplekan putra dan putri,
yaitu asrama Hanif (perkomplekan putra) dengan luas 12x6 M2, asrama H. Kosim
(perkomplekan putra) dengan luas 12x6 M2, asrama Olga Fatma (perkomplekan
putra) dengan luas 20x12 M2, asrama Anwariyyah (perkomplekan putra) dengan luas
56x12 M2, tiga lokal asrama (perkomplekan putri), asrama dengan tiga belas kamar
(perkomplekan putri), gedung belajar tingkat dua (perkomplekan putri) dan dua
tempat ibadah (Masjid) di area perkomplekan putra dengan luas 36x36 M2 dan putri
dengan luas 30x30 M2.
Dari waktu ke waktu mulailah tersebar nama Pondok Pesantren Al-
Ashriyyah Nurul Iman dengan seluruh pembiayaan pendidikan, pengobatan, makan,
dan minum serta sarana dan pra-sarana ditanggung oleh pihak yayasan (gratis), maka
para santri yang berminat belajar di Pondok Pesantren ini pun semakin banyak
berdatangan. Tidak hanya dari daerah Desa Waru Jaya, melainkan hingga daerah-
daerah jauh di dataran bumi Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke, bahkan
dari luar negeri.
Nama Al-Ashriyyah Nurul Iman sendiri dinukil dari bahasa Arab, Al-
Ashriyyah bermakna modern, yang tujuannya menjadi pusat pembinaan pendidikan
agama dan pengetahuan umum secara terpadu dan modern. Nurul Iman berawal dari
kosa kata bahasa Arab, Nûr yang bermakna cahaya, dan Al-Imân bermakna
keimanan. Dengan nama tersebut, Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman
diharapkan mampu menciptakan ulama-ulama yang memiliki ilmu pengetahuan
agama dan ilmu pengetahuan umum yang terpadu dan modern dengan diselimuti
cahaya keimanan yang tinggi. Kini walaupun semakin bertambahnya jumlah santri,
tetapi Yayasan Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman tetap senantiasa menjadi
lembaga pendidikan yang seluruh biaya pendidikannya, makan dan minumnya,
pengobatannya serta sarana dan pra-sarana lainnya ditanggung oleh Yayasan. Dengan
kata lain gratis untuk seluruh lapisan masyarakat, terutama bagi mereka dari golongan
yang tidak mampu, fakir, miskin, anak yatim serta anak-anak terlantar.
B. Program Pengembangan
Seperti layaknya lembaga pendidikan lainnya, Pesantren ini juga memiliki
program pengembangan untuk masa datang. Baik dalam bidang pendidikan maupun
dalam pengembangan bangunan di lingkungan Pondok Pesantren. Untuk pendidikan,
pesantren ini memiliki program untuk mewujudkan SDM yang berkualitas tinggi
dalam keimanan dan ketakwaan, menguasai IPTEK yang menjadi tumpangan hidup
di dunia. Oleh sebab itu diadakanlah kursus-kursus di luar pendidikan formal dalam
pembelajaran keseharian para santri. Kursus-kursus tersebut antara lain adalah kursus
bahasa, kursus komputer, kursus menjahit, pelatihan pertanian, pemanfaatan sampah-
sampah menjadi pupuk organik, peternakan ikan, dan lain-lain. Para santri pun
dituntut untuk mampu menguasai minimal tiga bahasa asing yaitu bahasa Arab,
Inggris dan Mandarin untuk bekal panduan pelepasan mereka kelak. Modal awal
seperti inilah yang terektur pada diri mereka agar mampu memproyeksikan ilmu
dunia dan ilmu akhirat, serta mampu mengaktualisasikannya dalam masyarakat
dengan menyiapkan calon pemimpin masa depan yang menguasai IPTEK,
mempunyai daya juang tinggi, kreatif, inofatif, dan tetap berada dalam landasan iman
dan takwa yang kuat. Karena itu Pesantren berusaha mengembangkan kreatifitas serta
meningkatkan pengetahuan dan profesional tenaga kependidikan sesuai
perkembangan dunia pendidikan. Hal ini yang kemudian menjadikan Pondok
Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman sebagai pondok percontohan di seluruh Indonesia
dalam pengembangan pengajaran IPTEK dan IMTAK bagi lembaga pendidikan
lainnya.
Adapun untuk program pengembangan pembangunan, Pesantren ini
memiliki program penambahan asrama untuk tempat tinggal para santri. Hal itu
diperlukan karena para santri, baik putra maupun putri, masih ada yang tidur di
masjid dan tempat-tempat yang terbuka mengingat belum cukupnya asrama-asrama
yang ada. Selain itu, karena lembaga pendidikan pimpinan Al Syekh Habib Saggaf
bin Mahdi ini berorientasi pada pendidikan padat karya, yakni mendidik para santri
untuk belajar cara membuat roti, tahu, tempe, air mineral, tata cara jahit-menjahit, dan
lain-lain, maka sangat dibutuhkan sarana-sarana yang memudahkan terlaksananya
pendidikan tersebut.54
C. Visi dan Misi
Pondok pesantren adalah tempat untuk menggembleng generasi muda agar
menguasai ilmu agama dan salah satunya mempunyai kecerdasan, baik kecerdasan
intelegensi, emosional, dan spiritual. Setiap santri yang dididik minimal mampu
mengamalkan ilmu untuk dirinya, keluarganya, dan lebih luasnya kepada masyarakat.
Adapun visi dan misi didirikannya Pondok Pesantren Al-Ashriyah Nurul
Iman, adalah:
1. Visi : Terwujudnya santri yang kreatif, bermotivasi, berakhlak, disiplin,
terampil, dinamis serta dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi.
2. Misi : Menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan.
Membangun semangat yang disiplin, terampil, serta mandiri.
Menyiapkan siswa agar mampu menciptakan lapangan kerja sendiri.
D. Struktur Organisasi
Struktur adalah cara sesuatu atau orang-orang dalam suatu organisasi
disusun atau dibangun. Sedangkan organisasi dapat diartikan sebagai susunan aturan
dari berbagai bagian, sehingga merupakan kesatuan yang teratur dan tersusun. Maka
struktur organisasi adalah kerangka, susunan-susunan yang menjadi wadah bagi
segenap kegiatan usaha pengelolaan dalam membagi dan mengelompokan pekerjaan
54 Arsip Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung-Bogor
yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun jalinan hubungan kerja di
antara satuan-satuan organisasi dan penugasannya.
Untuk melaksanakan tugas dan program yang telah dirumuskan, maka
dibentuk susunan kepengurusan Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman sebagai
berikut:
Tabel 3.1
Struktur Organisasi
Penashat : As Syekh Habib Saggaf bin Mahdi bin Syaikh Abu Bakar bin Salim
Ketua : Habib Abdullah Al Jufri
Wakil : Muhammad Rofi’i
Sekertaris : Husni Thamrin; A. Faidlur Rahman
Bendahara : Murdiono; Muchlisin
E. Sarana dan Prasarana
Adapun sarana dan prasarana Pondok Pesantren Al-Ashriyyah yang ada
sampai dengan saat ini antara lain:
KETUA
WAKIL
BENDAHARA
SEKRETARIS
PENASEHAT
1. Lab Komputer “laki-laki & perempuan”
2. Lapangan Basket “laki-laki & perempuan”
3. Lapangan Futsal
4. Masjid “laki-laki & perempuan terpisah”
5. Asrama Putra & Putri
6. YAPANI Entertainment
7. Percetakan
8. Gedung Tae kwon Do
9. Ruang Praktek Tata Boga “Pabrik Roti”
10. Ruang Praktek Pembuatan Tahu & Tempe
11. Ruang Praktek Pembuatan Air Minum kemasan Hexagonal “Ointika”
12. Ruang Praktek Pembuatan Pupuk Kompos
13. Ruang Praktek Agribisnis (pertanian, perkebunan, perikanan, penggemukan sapi)
14. Dapur Umum
PRESTASI
1. Akademik
a. Juara I MQK Musabaqah Qira’atul Kutub) Tingkat Nasional Bidang Hadits
b. Juara I Lomba Karya Tulis Tingkat Nasional Antar SLTA
c. Juara II MQL (Musabaqah Qira’atul Kutub) Tingkat Provinsi Bidang Fiqih
d. Juara II Saritilawah Tingkat Nasional Antar SLTA
e. Juara III MQK (Musbaqah Qira’atul Kutub) Tingkat Nasional Bidang Fiqih
f. Juara III Lomba Pidato Tiga Bahasa Tingkat Nasional Antar SLTA
2. NonAkademik
a. Juara I Lomba Qasidah Tingkat Kabupaten Bogor
b. Juara I Lomba Hadlrah/ Terbangan Tingkat Kabupaten Bogor
c. Juara II Lomba Marawis Tingkat Kabupaten Bogor
F. Sumber Dana
Menggalang dana adalah sebuah proses. Menggalang dana bukan
mengenai meminta uang tetapi lebih mengenai menjual ide bahwa donor dapat
mewujudkan perubahan masyarakat. Bila orang telah menerima ide itu, maka mereka
akan mau menyumbang sehingga bisa menghimpun beberapa dana dari donatur yang
bisa dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan operasional.
Adapun sumber dana pondok pesantren Al-Ashriyyah ini adalah berasal
dari donatur tetap, unit usaha yang dijalankan oleh pondok pesantren dan bisnis habib
sendiri. Namun jika masih terdapat kekurangan maka itu semua datangnya dari Allah,
atau istilahnya “min haitsu la yahtasib”55
Strategi penggalangan dana yang dilakukan dengan oleh Pondok Pesantren
Al-Ashriyyah diantaranya:
1. Mengembangkan unit-unit usaha yang ada di pondok pesantren
2. Memperluas Jaringan komunikasi
a. Adanya kerjasama baik dari lembaga sosial maupun pemerintah
b. Direct Mail dan Pendekatan Pribadi
55 Ust Subaiki, Staf Bendahara Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman, Wawancara
Pribadi, 11 Maret 2009, di Kantor Tata Usaha Pondok Pesantren.
c. Melalui Media cetak dan elektronik
d. Pandai Bergaul
3. Bisnis Habib Sendiri
Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman juga menerima dana yang
berasal dari luar Negeri dimana penggunaannya itu di tujukan untuk pembangunan
pondok pesantren.
Tabel 3.2
Nama Donatur dan Kegunaan Sumbangan
No. Nama Donatur Kegunaan Sumbangan
1. H. Isya Jakarta Pondok “Asrama Putra” H. Isya
2. Gandhi International School
Jakarta Pondok “Asrama Putra” Gandhi
3. Habib Umar Al-Jufri Kalimantan Pondok “Asrama Putra” Habib Umar
4. H. Qosim Singapura Pondok “Asrama Putra” H. Qosim
5. Ibu Olga Fatma Gobel Jakarta Pondok “Asrama Putra” Olga Fatma
6. Jamsostek Gedung Perpustakaan
7. H. Isya Jakarta Masjid Toha “Putra”
8. H. Qosim Singapura Masjid Siti Fatimah “Putri”
9. Yayasan Budha Tzu-Chi
Indonesia
Bangunan Sekolah & Lapangan
Basket
Sumber: Arsip Bendahara Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman
G. Sektor Usaha di Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman
Dasar pemikiran adanya pemberdayaan kewirausahaan di Pondok ini
adalah agar para santri selain memiliki pengetahuan agama, juga agar memiliki skill
dan keterampilan di mana keterampilan itu diharapkan bisa bermanfaat apabila
setelah keluar nanti. Mengingat saat ini persaingan semakin ketat, untuk itu para
santri dituntut agar bisa menciptakan lapangan kerja, minimal untuk dirinya sendiri
sehingga dengan keahlian berwirausaha nantinya santri dapat mandiri di tengah-
tengah masyarakat.
Adanya sektor usaha bermula ketika banyaknya sampah yang berserakan
di Pondok Pesantren. Karena mengurangi keindahan Pesantren, akhirnya sampah
tersebut diberdayakan, dengan cara dijual ke pengumpul dan dibuat juga pupuk
kompos berkualitas ekspor. Bermula dari keuntungan sampah inilah berdirinya
pabrik-pabrik dan sektor usaha Pondok Pesantren lainnya.
Berikut sektor usaha yang sudah ada di Pondok Pesantren:
1. Bidang Agribisnis
Di antara karunia Allah yang dilimpahkan kepada bangsa Indonesia
adalah air yang melimpah, tanah yang subur, beragam tumbuhan dan binatang
tersedia untuk diambil manfaatnya. Kondisi iklim di Indonesia yang tropis pun
sangat mendukung untuk melakukan usaha agribisnis.
Agribisnis merupakan salah satu bidang usaha meliputi pertanian,
perkebunan, peternakan dan perikanan yang berorientasi pada hasil budidaya dan
perdagangan hasil-hasil panennya. Jadi, tidak hanya sekedar dikonsumsi sendiri,
tetapi juga diarahkan pada meningkatnya penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
Pondok. Dengan luas lahan sekitar 135 hektar, bidang agribisnis menjadi bidang
andalan di Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman. Bidang ini mencakup
kepada beberapa kelompok usaha, yakni:
a. Pertanian dan Budidaya Tanaman
Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman menjadikan kegiatan
pertanian dan budidaya tanaman untuk menjadi suatu bidang keahlian bagi
para santri. Di bawah bimbingan para ahli, kegiatan pertanian dan budidaya
tanaman pantas kiranya untuk diacungi jempol.
Di bawah ini adalah bagan hasil pertanian yang diperoleh oleh santri
Al-Ashriyyah Nurul Iman:
Tabel 3.2
Hasil Pertanian
No. Luas Hasil Pertanian Berat
1 ± 1 Hektar Kangkung 2,8 ton
2 ± 1 Hektar Kacang Tanah 2,4 ton
3 ± 0,5 Hektar Jagung 1,8 kwintal
4 ± 1 Hektar Kacang Panjang 1,5 ton
5 ± 1 Hektar Terong 4,8 ton
6 ± 100 Hektar Padi 50 ton
Sumber : Wawancara pribadi dengan Ust.Fuad Al Anshori
Pertanian itu telah dihasilkan rata-rata dalam setiap panen. Sebagai
salah satu kehormatan dan kebanggaan bagi Pondok Pesantren Al-Ashriyyah
Nurul Iman dalam hal pertanian ini, adalah dengan berkunjungnya “Taiwan
Technical Mission” yang merupakan sekelompok tenaga ahli dalam bidang
pertanian dan peternakan dari negara Taiwan, untuk melihat langsung
kegiatan tersebut, sekaligus memberikan pengarahan bagi para santri. Santri
yang hari-harinya belajar, dapat menyempatkan waktu untuk mengolah lahan
pertanian dan menuai kesuksesan.
b. Perkebunan
Sektor agribisnis yang kedua adalah perkebunan, di atas lahan
seluas kurang lebih dua hektar. Ada tiga kategori dalam sektor perkebunan ini
yaitu perkebunan buah, bunga atau tanaman hias dan tanaman obat-obatan
(herbal), serta perkebunan pohon jarak untuk pengembangan Biodiesel yang
merupakan kerjasama dengan pemerintah setempat. Setelah berhasil dalam
penanaman sayur mayur, kini Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman
mengembangkan budidaya penanaman buah pepaya. Buah yang banyak
mengandung vitamin A ini sengaja dijadikan pilihan karena di samping proses
penanaman serta perawatannya yang tidak terlalu sulit, permintaan pasar
terhadap buah pepaya ini cukup bagus. Buah-buahan merupakan salah satu
unsur makanan yang selalu dibutuhkan orang, hampir setiap orang baik
masyarakat kecil maupun masyarakat elit, selalu memerlukan buah untuk
pelengkap makanan pokok.
Demikian juga dengan bunga dan tanaman hias, bila
dikembangkan tentu akan mendatangkan keuntungan yang tidak sedikit
mengingat sekarang banyak orang yang ingin mempercantik tempat
tinggalnya dengan tanaman hias. Akhir-akhir ini banyak bermunculan kios-
kios penjual rangkaian bunga dan banyak pula penjual tanaman di tepi jalan,
sudah tentu mereka memerlukan orang yang sanggup mensuplai tanaman
secara rutin. Ini merupakan suatu peluang bisnis yang menjanjikan.
c. Peternakan
Sektor agribisnis yang ketiga adalah peternakan. Indonesia
merupakan negara agraris yang cocok dengan pengembangan usaha
peternakan, akan tetapi saat ini Indonesia masih menjadi salah satu importir
sapi terbesar. Maka muncullah ide untuk membuat peternakan sapi. Usaha di
bidang peternakan penuh dinamika dan penuh tantangan sehingga perlu
penanganan khusus. Karena yang dihadapi adalah mahluk hidup yang
bergerak, usaha ini memang memerlukan keahlian khusus dan ketekunan.
d. Perikanan
Sektor agribisnis yang terkhir adalah perikanan. Bermula dari
masyarkat yang menjual empangnya (kolam ikan). Dari situlah kemudian
dikembangkan sektor perikanan di Pondok Pesantren ini. Kebutuhan protein
dalam tubuh manusia salah satunya dapat terpenuhi dengan mengkonsumsi
ikan. Di atas lahan seluas kurang lebih 28 hektar usaha ikan ini sangat
potensial karena kandungan protein yang cukup tinggi menjadikan ikan
sebagai pilihan menu utama makanan sehari-hari masyarakat.
Usaha perikanan terbagi dalam beberapa bidang. Yang dilakukan
di pondok pesantren ini adalah pembibitan. Pembibitan adalah pemisahan
bibit ikan dengan induknya. Biasanya satu indukan dapat bertelur dan
memijahkan ribuan bibit atau anak ikan. Bibit ini kemudian ditempatkan
dalam kolam tersendiri dan sudah siap jual atau dipelihara, di mana
keuntungannya murni untuk kepentingan Pesantren. Jenis ikan yang ada di
sini yaitu ikan mas, nila, gurame, sepat, dan ikan hias.
2. Bidang Produksi
Bidang usaha ini merupakan bidang yang banyak menyerap banyak
tenaga kerja dan banyak diminati. Karena selain memberi peluang penghasilan
yang besar, juga berorientasi pada hasil. Produksi yang dimaksud di sini adalah
proses pembuatan dari bahan dasar menjadi bahan jadi atau dari bahan setengah
jadi menjadi menjadi barang siap pakai. Bidang produksi yang dikembangkan di
pesantren ini adalah produksi pangan.
Produksi yang dikembangkan diantaranya:
a. Pabrik Roti
Dengan modal awal lebih dari Rp. 36.000.000,- yang dihasilkan
dari penjualan dan pengolahan sampah, Pondok Pesantren akhirnya berhasil
mendirikan sebuah “pabrik roti” yang dimanfaatkan sebagai salah satu
kegiatan wirausaha yang dikelola oleh para santri.
Kurang lebih 500 kilogram tepung terigu, 350 kilogram margarin
serta 100 butir telur dan bahan lainnya dihabiskan untuk memproduksi 10.000
roti dalam satu hari. Dengan 15 orang santri yang bekerja secara bergantian
setiap harinya, menjadikan santri Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman
terampil dalam hal produksi roti. Bahkan Mr. Paul Wolfoitz (Presiden Bank
Dunia) sempat kagum dan mengangkat ibu jarinya ketika mengunjungi
Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman dan mencicipi roti hasil buah
karya para santri.
b. Pabrik Tempe dan Tahu
Bermula dari seringnya santri mengkonsumsi tempe dan tahu,
maka didirikanlah pabrik tempe dan tahu ini yang dananya diambil dari
keuntungan usaha-usaha yang telah ada. Peluang produk ini sangat
menjanjikan, karena sangat digemari oleh masyarakat baik kalangan bawah
maupun kalangan atas.
Untuk pemasarannya, selain untuk keperluan Pondok sendiri,
tempe dan tahu Pondok ini juga dipasarkan untuk masyarakat.
c. Pabrik Air Minum Hexagonal
Pabrik ini bermula dari keprihatinan atas banyaknya produk
minuman yang diproduksi oleh pihak asing, timbul pertanyaan mengapa
bukan bangsa Indonesia sendiri yang memproduksinya? Karena ini negara
kita dan tanah air kita sendiri. Untuk itu didirikanlah pabrik air minum
Hexagonal ini dengan produksi sesuai kapasitas mesin, yaitu 500 galon setiap
harinya. Untuk pemasarannya, selain untuk konsumsi santri sendiri, Pondok
Pesantren Al-Ashariyah Nurul Iman juga memiliki agen di beberapa daerah di
Jakarta dan Bogor.
d. Pengolahan Sampah
Bermula dari keprihatinan atas banyaknya sampah yang bertumpuk
di sekitar Pesantren setiap harinya, maka muncullah ide untuk
memanfaatkannya. Untuk itu, Pesantren dengan para santrinya berupaya
mengumpulkan sampah-sampah tersebut. Sebagian dari sampah itu kemudian
dijual kepada para pengumpul dan sebagian lagi diolah menjadi pupuk
kompos organik berkualitas ekspor.
3. Bidang Jasa
Di dunia ini manusia tidak bisa hidup sendiri. Tanpa bantuan pihak
lain, mustahil kita bisa berinteraksi dengan sesama manusia. Bukankah secara
fitrah manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling
mengenal dan tolong menolong. Singkatnya, seluruh kebutuhan manusia tidak
bisa dilakukannya sendiri dan perlu bantuan orang lain, Itulah yang disebut
dengan jasa. Jenis jasa yang dikembangkan di Pesantren ini diantaranya yaitu:
a. Percetakan
Setelah berhasil mengembangkan kegiatan pertanian maupun pabrik
roti, Pondok Pesantren Al-Ashriyah Nurul Iman saat ini melebarkan sayap ke
dalam bidang percetakan. Salah satu bidang usaha manusia yang mengalami
perubahan yang signifikan adalah hal cetak mencetak, baik dari bahan cetak
maupun peralatannya. Dan kalau dilihat dengan seksama, banyak dari
kebutuhan manusia yang membutuhkan jasa cetak.
Percetakan Al-Ashriyyah Nurul Iman bertujuan untuk kemandirian
Pondok Pesantren memenuhi segala kebutuhan cetak-mencetak dari buku
literatur, diktat-diktat penting, dan juga cetakan-cetakan lainnya yang
berkenaan dengan keorganisasian. Di samping memenuhi kebutuhan Pondok,
Percetakan Al-Ashriyyah Nurul Iman juga menerima jasa cetak dari
masyarakat.
b. YAPANI Entertainment
Usaha ini berawal dari kebutuhan untuk mendokumentasikan setiap
ceramah Kyai dan juga mendokumentasikan setiap tamu penting yang datang
ke Pondok Pesantren ini. Maka didirikanlah YAPANI Entertainment ini,
dengan tujuan agar setiap ceramah kyai dan tamu penting yang datang,
didokumentasikan dalam bentuk visual seperti VCD, DVD dan media lainnya.
Namun dalam perkembangannya, selain untuk tujuan seperti itu, YAPANI
Entertainment ini juga bertujuan untuk kemandirian pondok pesantren
memenuhi aktivitasnya. Seperti membuat design majalah, brosur, dan lain-
lain. Begitu juga untuk pengelolaan website di internet.
c. Usaha Menjahit
Menjahit merupakan salah satu jenis usaha yang memiliki prospek
pasar yang tiada henti. Pakaian adalah kebutuhan pokok setiap orang, setiap
hari. Untuk itulah dikembangkan usaha menjahit ini agar di kemudian hari
dapat bermanfaat bagi santri ketika berada di tengah-tengah masyarakat.
H. Peran Pondok Pesantren dalam Pemberdayaan Kewirausahaan Santri
Untuk terwujudnya pemberdayaan kewirausahaan santri di Pondok Pesantren,
maka diperlukan peran Pondok Pesantren dalam membina santri. Adapun cara
menumbuhkan kemandirian santri adalah dengan memenuhi aspek-aspek sikap
kemandirian sebagai berikut:
1. Aspek kognitif (mampu mengenal, dan memahami diri sendiri dan
lingkungannya); untuk pengembangan aspek ini biasanya dilakukan proses
pembelajaran melalui pengembangan wawasan dalam hal pengembangan
kemandirian. Ini berarti seseorang diberi materi-materi ajar tentang perilaku
kemandirian. Untuk pembinaan aspek ini, santri diajarkan materi tentang
kewirausahaan.
2. Aspek afektif (keberanian, mampu mengambil keputusan untuk dan oleh diri
sendiri, bertanggung jawab, pecaya diri, optimis, sabar, tawakkal, dan ikhlas);
untuk membina aspek ini biasanya diberikan pembelajaran yang menekankan
aspek perasaan (emosional), dengan muhasabah, berdoa, ibadah ritual, khidmat,
dll.
3. Aspek konatif (mampu menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan
dinamis, mampu mengendalikan/mengarahkan diri sendiri sesuai dengan
keputusan itu, tekad kuat untuk tidak menjadi beban,); untuk itu biasanya
diberikan pembelajaran yang menumbuhkan motivasi berprestasi, yakni dengan
dobrak diri dan bangun diri agar ia mampu dan mau merubah karakter (akhlak).
4. Aspek psikomotorik (mampu mewujudkan diri sendiri (aktualisasi diri) secara
optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan-kemampuan yang dimiliki,
ahli ikhtiar); untuk itu pembelajaran yang diberikan biasanya dalam bentuk life
skill, simulasi, magang, kerja.
Modal seperti itulah yang terstruktur dalam diri mereka agar mampu
memproyeksikan ilmu dunia dan ilmu akhirat, serta mampu
mengaktualisasikannya dalam masyarakat. Demi menyiapkan calon pemimpin
masa depan yang menguasai IPTEK, mempunyai daya juang tinggi, kreatif,
inovatif, dan tetap dilandaskan iman dan takwa yang kuat, Pondok Pesantren Al-
Ashriyyah Nurul Iman berusaha mengembangkan kreatifitas serta meningkatkan
pengetahuan dan profesionalisme. Meskipun belum ada yang menjadi pengusaha
yang sukses, karena pengusaha yang sukses itu memerlukan proses yang panjang
namun sudah ada yang menciptakan lapangan kerja sendiri minimal untuk dirinya
sendiri, di pondok ini juga sudah diterapkan pernikahan antar santri dimana santri
putra dan putri yang sudah menempuh S1 dinikahkan dan diberikan lahan oleh
pihak pondok pesantren untuk dikelola.56
Sedangkan untuk pemberdayaan terhadap masyarakat berupa gratisnya
biaya pendidikan dari tahap ibtidaiyah sampai dengan tingkat perguruan tinggi,
masyarakat juga dapat memperoleh akses dan informasi mengenai kegiatan usaha
yang dijalankan oleh pondok peantren. Pihak pondok pesantren juga
mempekerjakan masyarakat dalam bidang perikanan, jadi selain dikelola oleh
santri masyarakat juga ikut dilibatkan, begitu juga dengan pertanian dimana pihak
pondok pesantren dengan masyarakat menerapkan bagi hasil dari setiap panen
yang diperoleh.
56 Ust Fuad Alanshori, Kepala Humas Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman,
Wawancara Pribadi, 29 Desember 2008, di Kantor Redaksi Pondok Pesantren.
BAB IV
PEMBERDAYAAN KEWIRAUSAHAAN
DI PONDOK PESANTREN AL ASHRIYYAH NURUL IMAN
PARUNG BOGOR
A. Analisa Pemberdayaan Kewirausahaan di Pondok Pesantren Al-Ashriyyah
Nurul Iman Parung-Bogor
Setelah sistem ekonomi konglomerasi dianggap kurang berhasil, maka
harapan ekonomi itu ditumpahkan ke lembaga-lembaga rakyat yang sudah teruji dan
lulus dalam sejarah kehidupan masyarakat dan berbangsa. Dan ternyata, yang justru
tahan di tengah badai krisis ekonomi adalah lembaga-lembaga ekonomi mikro yang
berbasis rakyat. Industri kelas menengah kecil seperti home industry justru memiliki
daya ketika berhadapan dengan krisis ekonomi.
Pondok pesantren, kenyataannya adalah lembaga potensial untuk bergerak
ke arah ekonomi berbasis rakyat, sebagaimana kekuatan yang terbukti dimilikinya. Di
samping sebagai lembaga pendidikan, pesantren sebenarnya mempunyai andil yang
cukup besar dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat, khususnya bagi masyarakat
menengah kebawah yang berada sekitar pesantren.
Pondok Pesantren Al-Ashriyah Nurul Iman Parung-Bogor yang
mempunyai lebih dari 6000 santri ini, dapat dijadikan contoh. Banyak penduduk
bekerja untuk pondok pesantren dalam berbagai sektor. Ada yang bekerja sebagai
pemangkas rambut, dry cleaning, tukang masak, memasok jajanan santri ke koperasi,
tukang bangunan, cleaning service, dll. Kebutuhan di atas merupakan kebutuhan-
kebutuhan dasar para santri dan pondok. Apalagi bila pondok mempunyai usaha
tertentu sehingga bisa melibatkan lebih banyak masyarakat lagi.
Alasan mendasar kenapa keberadaan pesantren lebih bisa memberdayakan
ekonomi masyarakat dibanding sekolah biasa, adalah karena pesantren muridnya
tinggal 24 jam di pondok. Berbeda dengan sekolah biasa yang muridnya tidak
mondok. Di samping itu, status pesantren sebagai lembaga swasta dan kondisi orang
tua murid yang mayoritas berasal dari ekonomi menengah kebawah, memaksa
pondok pesantren seperti Al-Ashriyyah Nurul Iman untuk terus mandiri dan inovatif
menciptakan lapangan-lapangan usaha baru demi mencukupi kebutuhan finansial
lembaganya.
Secara garis besar, model kelembagaan pondok pesantren dapat
dikategorikan ke dalam dua kategori sebagai berikut:57
1. Integrated Structural
Maksudnya adalah semua unit atau bidang yang ada dalam pondok
pesantren, merupakan bagian tak terpisahkan dengan pondok pesantren itu
sendiri. Artinya, semua unit atau bidang dengan berbagai ragam spesifikasi,
berada dalam suatu struktur organisasi. Model seperti ini sebenarnya tidak terlalu
bermasalah seandainya masing-masing unit atau bidang memiliki job description
yang jelas, termasuk hak dan kewenangannya. Sebaliknya, Apabila hal ini tidak
dijumpai sementara kendali organisasi berpusat hanya pada satu orang, maka
dapat dipastikan bahwa sistem keorganisasian dan kelembagaan tidak bisa
berjalan dengan baik. Inilah problem klasik kelembagaan yang biasanya banyak
dijumpai di pondok pesantren, dengan istilah yang sering didengar “semuanya
57 Ahmad Faozan, Jurnal Studi Islam dan Budaya, (Purwokerto: P3M, 2006) h.1
harus mendapat restu sang Kyai”. Maka dapat dipastikan bahwa sistem
keorganisasian dan kelembagaan tidak begitu berjalan dan aspirasi para guru
untuk pengembangan ekonomi kadang terhambat di puncak pimpinan. Meski
demikian, tidak semua pondok pesantren bisa digeneralisasikan seperti itu.
Apabila sang Kyai berfigur demokratis, maka otoritarianisme kelembagaan dapat
dihindarkan.
2. Integrated Non-Structural
Maksudnya adalah unit atau bidang usaha yang dikembangkan pondok
pesantren terpisah secara struktural organisatoris. Artinya, setiap bidang usaha
mempunyai struktur tersendiri yang independen. Meski demikian, secara
emosional dan ideologis tetap menyatu dengan pondok pesantren. Pemisahan
lembaga ini dimaksudkan sebagai upaya kemandirian lembaga, baik dalam
pengelolaan atau pengembangannya. Model kelembagaan seperti ini biasanya
mengadopsi sistem manajemen modern.
Dilihat dari dua model kelembagaan yang telah disebutkan di atas, maka
Pondok Pesantren Al-Ashriyyah dapat dikategorikan sebagai pondok pesantren yang
menerapkan model Integrated Non-Structural, di mana setiap bidang usaha
mempunyai struktur tersendiri yang independen. Kurikulum di Pondok Pesantren Al-
Ashriyyah juga telah membantu meningkatkan jiwa enterpreneurship para santri,
yaitu mengajari santri dengan ketrampilan-keterampilan yang bermanfaat untuk bekal
mereka nanti.
Adapun tahapan pemberdayaan kewirausahaan di Pondok Pesantren Al-
Ashriyyah adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi Kebutuhan Pemberdayaan Kewirausahaan di Pondok Pesantren
Kehadiran Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung-Bogor
yang memadukan pendidikan agama Islam dengan pendidikan umum termasuk
pendidikan keterampilan dengan berbagai jenis pelatihan kewirausahaan, telah
ikut menjawab tantangan zaman termasuk dalam memasuki era globalisasi yang
penuh dengan persaingan.58
Bahwa bertambah banyaknya angkatan kerja setiap tahun, sementara
peluang kerja yang tersedia sangat terbatas akan menyebabkan terjadinya
persaingan yang sangat ketat dalam memperoleh pekerjaan. Akibatnya, hanya
orang-orang yang cerdas dan memiliki keterampilan yang memadailah yang
mampu bersaing memperoleh pekerjaan sesuai dengan bidang keahliannya.
Kondisi demikian akan berdampak pada banyaknya pengangguran di negeri kita
sehingga apabila tidak segera dicarikan solusinya akan berdampak pada tingginya
angka kriminalitas.
Solusi yang paling baik dalam menghadapi masalah tersebut ialah
dengan mengembangkan keterampilan berwirausaha bagi remaja dan pemuda
kita. Pendidikan keterampilan hidup (life skill) harus dikembangkan di lembaga-
lembaga pendidikan. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam,
disamping tetap melaksanakan fungsinya sebagai pusat pendidikan dan
pendalaman ilmu-ilmu agama (tafaqquh fiddin), juga harus membekali para
santrinya dengan pendidikan keterampilan bagi para santrinya. Jiwa kemandirian
58 Ust Fuad Alanshori, Kepala Humas Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman,
Wawancara Pribadi, 02 Januari 2009, di Kantor Redaksi Pondok Pesantren.
yang telah tumbuh di lingkungan pondok pesantren merupakan modal berharga
yang harus terus dikembangkan bagi para santri. Para santri juga perlu
mempersiapkan diri untuk menghadapi dan mewujudkan masa depan yang lebih
cerah, sehingga kelak di samping mampu berdakwah dengan baik, juga mampu
berwirausaha dengan sukses.
Konsekwensinya, maka pengelola Pondok Pesantren memodernisir
sistem pendidikan dan manajemen sesuai dengan arah pergerakan masyarakat
modern dengan harapan dapat memenuhi dan menyeimbangkan kebutuhan hidup
para santri dan alumninya dengan berbagai macam pelatihan-pelatihan. Di
antaranya adalah pelatihan kewirausahaan dalam upaya menumbuhkan jiwa dan
sikap kewirausahaan santri.
Kewirausahaan di pondok pesantren dibangun di atas pondasi ilmu dan
akhlak. Ilmu yang diajarkan oleh pondok pesantren meliputi materi ma’rifatullah,
kewirausahaan, dan kepemimpinan yang diharapkan mampu membangun
kepercayaan diri para santri dalam mengembangkan potensi yang telah
dianugerahkan Allah kepadanya. Sedangkan akhlak diharapkan mampu merubah
karakter negatif menjadi positif, sehingga dalam mengembangkan potensinya para
santri memberikan kesejahteraan bagi dirinya dan ketentraman bagi lingkungan
sekitarnya dengan adanya kewirausahaan ini diharapkan akan lahir insan mandiri
dalam usaha pengembangan masyarakat.
2. Penetapan Sasaran Pemberdayaan Kewirausahaan
Adapun yang menjadi sasaran utama pada setiap pelatihan-pelatihan
yang dilaksanakan oleh Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman di bawah
Departemen Usaha, adalah seluruh santri-santri yang ada di dalamnya termasuk
santri senior, junior dan para asatidz.
3. Merancang Program Pemberdayaan Kewirausahaan
Merancang sebuah program pelatihan kewirausahaan merupakan suatu
keharusan. Berikut ini rancangan program pemberdayaan dan pelatihan
kewirausahaan di Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman:
Pertama: Penyelenggara, dalam hal ini yang menjadi penyelenggara
dalam melakukan pelatihan-pelatihan adalah Departemen Usaha Pondok
Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman. Adapun untuk pelatih atau pemberi materi,
Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman mengundang narasumber dari luar
sesuai dengan kebutuhan pelatihan yang dilaksanakan.
Kedua: Tujuan, adapun yang menjadi tujuan dari pelaksanaan
pemberdayaan kewirausahaan antara lain sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Terwujudnya kemandirian santri, membangun semangat yang disiplin,
terampil serta mandiri, serta menyiapkan siswa agar mampu menciptakan
lapangan kerja sendiri. Menghasilkan output dengan wawasan luas yang
berpengetahuan agama yang kuat berpengetahuan umum, sains, teknologi dengan
wawasan iman dan taqwa serta mempunyai keterampilan dan kewirausahaan yang
mampu memberikan manfaat bagi masyarakat umum dalam perkembangan
perekonomian.
b. Tujuan Khusus
1) Meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dapat
dimanfaatkan untuk berwirausaha guna meningkatkan penghasilan yang
layak untuk para santri di masa mendatang.
2) Berpengetahuan agama dengan sebaik-baiknya yang memiliki kualitas
keimanan dan ketaqwaan yang kuat.
3) Menginternalisasi nilai-nilai budi pekerti yang luhur sehingga memiliki
kecakapan sosial yang baik.
4) Memiliki berbagai ilmu pengetahuan umum dengan mampu berteknologi
yang intelektualitas.
5) Memiliki jiwa kemandirian dan kepemimpinan yang sanggup menjadi
agent of change dengan unggul dimasa yang akan datang.
6) Mempunyai jiwa kewirausahaan dan keterampilan sehingga menjadi
motor kehidupan social ekonomi
Ketiga: Materi, dalam hal ini materi yang diberikan secara umum
adalah disesuaikan dengan jenis pelatihan yang dilaksanakan.
Keempat: Metode, adapun metode yang diterapkan dalam
melaksanakan pemberdayaan dan pelatihan kewirausahaan apabila
dipersentasikan adalah 30% berbentuk teori dan 70% berbentuk praktek.
4. Pelaksanaan Program Pemberdayaan dan Pelatihan di Pondok Pesantren
Al-Ashriyyah Nurul Iman
Dalam pemberdayaan dan pelatihan kewirausahaan, pengaplikasiannya
tidak terlepas dari rencana-rencana yang telah disusun. Diantaranya dalam bentuk
workshop, seminar, dan lain-lain. Akan tetapi metode yang lebih menjadi acuan
bagi pihak Pondok Pesantren lebih cenderung menggunakan metode learning by
doing (belajar sambil bekerja).
Berikut ini adalah jenis-jenis pemberdayaan kewirausahaan yang telah
dilaksanakan oleh Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung-Bogor:
Tabel 4.1
Jenis Usaha Dan Pelatih
No. Jenis Usaha Pelatih
1 Agrobisnis Taiwan Technical Mission
2 Pabrik Roti Bpk. Asdodi
3 Pabrik Tahu & Tempe H. Abdurrahman
4 Pabrik Air Mineral Hexagonal PT. Tirtamas Jaya
5 Pengolahan Sampah H. Zakaria
6 Percetakan Bpk. Suparto
7 YAPANI Entertaintment Bpk. Rama Setiawan
8 Usaha Menjahit Hj. Nani Suryani
Sumber: Wawancara Pribadi Dengan Ust. Subaiki
5. Evaluasi Pemberdayaan Kewirausahaan
Evaluasi pemberdayaan kewirausahaan dilakukan pada setiap satu
bulan sekali terhadap santri pada masing-masing unit usaha. Setelah itu dilakukan
rolling (perputaran) sampai ditemukan bakat yang cocok pada santri.
Adapun masalah keuangan atau omzet pada usaha yang dijalankan
oleh santri, pihak Pondok Pesantren lebih menanamkan kejujuran (keimanan)
pada santri. Karena dalam hal ini, pengawas keuangan yang masuk pada unit
usaha yang dijaga oleh santri setiap harinya tidak ada, melainkan melalui waskat
(pengawasan malaikat).
a. Pengelola Program
Pengelola program pemberdayaan ini adalah Departemen Usaha
Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman yang dilaksanakan oleh Pengurus
Departemen Usaha Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman.
b. Rancangan Program Pemberdayaan
Tabel 4.2
Rancangan Program Pemberdayaan Kewirausahaan
No. Waktu Materi Narasumber Tempat
1 08:00-09:00 Pembukaan Habib Sagaf
bin Mahdi Masjid
2 09:00-09:30 Break Panitia Masjid
3 09:30-12:00 Pemberian Tausyiah
dan Motivasi Para Asatidz Masjid
4 13:00-14:00 Pemberian Teori Pelatih Lokasi
Usaha
5 14:00-15:00 Teknik Operasional
Unit Usaha Pelatih
Lokasi
Usaha
Wawancara Pribadi dengan Ust. Subaiki
Pondok pesantren sebagai sebuah lembaga yang lahir atas prakarsa dan
inisiatif (tokoh) masyarakat dan bersifat otonom, sejak awal berdirinya merupakan
potensi strategis yang ada di tengah kehidupan masyarakat. Kendati kebanyakan
pesantren memposisikan dirinya (hanya) sebagai institusi pendidikan dan
keagamaan, namun beberapa pesantren telah berupaya melakukan reposisi dalam
menyikapi berbagai persoalan masyarakat, seperti ekonomi. Menurut Zamaksyari
Dhofier unsur-unsur yang terdapat di dalam pesantren yaitu: Kyai, Santri dan
pendidikan.59
Berikut ini unsur-unsur yang diberdayakan di dalam lingkungan
Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung-Bogor.
Kyai – Ulama
Kyai-ulama adalah figur yang merupakan elemen paling esensial dalam
pondok pesantren. Kyai-ulama adalah orang yang memimpin pesantren dengan
kharisma tinggi, ibadah yang tekun serta pengetahuan keagamaan yang luas dan
mendalam. Oleh sebab itu, para kyai-ulama, di samping memberikan pelajaran
agama dan menjadi pemimpin spiritual para santrinya, tidak jarang juga menjadi
konsultan bagi masyarakat.
Sebagaimana telah disinggung, keunikan sekaligus sebagai magnet
pondok pesantren adalah figur kyai-ulama pemimpin pondok pesantren. Dalam
konteks ini, muncul faktor yang sangat penting sekaligus sebagai syarat dalam
tradisi Islam, yaitu seorang kyai-ulama adalah pemegang ilmu-ilmu agama. Tugas
ini tidak dapat dilimpahkan kepada masyarakat umum karena berhubungan dengan
kepercayaan bahwa ulama merupakan pewaris Nabi, seperti disebutkan dalam
sebuah Hadis. Dengan demikian, keunikan kepemimpinan Kyai-ulama Pondok
59 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3S, 1983) h.44
Pesantren Al-AShriyyah Nurul Iman Parung-Bogor ini dapat dipandang sebagai
potensi pondok pesantren yang bernilai ekonomis.
Setidaknya ada tiga hal yang dapat dijadikan kelebihan melalui unsur
Kyai-ulama ini: Pertama, dengan “menjual” figur Kyai-ulama karena kedalaman
ilmunya. Artinya, figur seorang Kyai-ulama pondok pesantren merupakan magnet
(daya tarik) yang luar biasa bagi calon santri, wali santri, dan masyarakat untuk
berburu ilmu. Kedalaman ilmu sang Kyai-ulama inilah yang menjadikan awal
potensi ekonomi Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung-Bogor
terbangun.
Ini tidak berarti komersialisasi ilmu, tetapi sudah seharusnya orang-
orang yang berilmu itu memperoleh penghargaan meski tidak selalu berupa materi.
Meski potensi berasal dari figur seorang Kyai pondok pesantren, tetapi karena
institusi pondok pesantren biasanya melekat dengan figur sang Kyai-ulama, maka
pemanfaatan potensi tersebut juga untuk kemaslahatan pondok pesantren.
Kedua, seorang Kyai-ulama adalah tokoh panutan masyarakat dan
pemerintah. Ketokohan seorang Kyai-ulama ini memunculkan sebuah kepercayaan,
dan dari kepercayaan melahirkan akses. Dari sinilah jalur-jalur komunikasi, baik
dalam kerangka ekonomis, politis, maupun yang lainnya terbangun dengan
sendirinya. Ketiga, seorang Kyai-ulama, sebelum membangun sebuah pondok
pesantren, telah mandiri secara ekonomi yaitu sebagai pengusaha dan sebagainya.
Pada pondok pesantren ini para santri bahkan belajar bertani dan berdagang kepada
sang Kyai-ulama. Kyai-ulama semacam ini sering menjadi tumpuan keuangan
pondok pesantren.
Ini berarti sejak awal Kyai-ulama telah mempersiapkan diri secara
sungguh-sungguh. Tidak hanya dari aspek mental, tetapi juga sosial dan ekonomi.
Jiwa dan semangat entrepreneurship inilah yang mendasari kemandirian
perekonomian pondok pesantren. Apabila aset dan jiwa entrepreneurship ini
dipadukan, maka hasilnya dapat dijadikan dasar membangun tatanan ekonomi
pondok pesantren. Ketiga potensi ekonomi Kiai-ulama ini apabila diskemakan,
dapat tergambar sebagai berikut.
Tabel 4.3
Potensi Ekonomi Kyai-Ulama
Santri – Murid
Potensi ekonomi kedua yang melekat pada Pondok Pesantren Al-
AShriyyah Nurul Iman Parung-Bogor adalah santri, atau murid, atau siswa. Analisis
potensi diri ini, bahwa para santri tersebut sering mempunyai potensi/bakat bawaan,
seperti kemampuan membaca al-Qur’an, kaligrafi, pertukangan, dan sebagainya.
Bakat bawaan ini selalu dipupuk dan dikembangkan. Karena itulah, di dalam
Kyai-Ulama
Santri, Masyarakat dan
Jiwa
Ilmu
Kepercayaan/Akse
Aset Ekonomi
Pengembangan Pesantren
pondok pesantren diterapkan penelusuran potensi/bakat dan minat santri, kemudian
dibina dan dilatih.
Dengan demikian, dalam Ponpes tersebut perlu juga dikembangkan
semacam Wadah Apresiasi Potensi Santri (WAPOSI), wadah semacam ini, sudah
ada di Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung-Bogor, dan diatur
supaya produktif. Untuk itu diperlukan keberanian manajerial dari para pengasuh
untuk mewarnai manajemen pondok pesantren secara lebih profesional dan modern.
Tabel 4.4
Potensi Ekonomi Santri-Murid
Pendidikan
Keunikan pondok pesantren terletak pada sistem pendidikannya yang
integral. Artinya, model pendidikan khas pondok pesantren, seperti sorogan
dipadukan dengan model pendidikan modern. Di samping itu, juga disiplin ilmu
yang ditekuninya, tidak hanya ilmu agama, melainkan sekaligus pelajaran umum
lainnya, seperti bahasa Inggris, matematika, sosiologi, antropologi, dan sebagainya
karena pondok pesanten ini sekaligus mengelola lembaga pendidikan formal.
Pondok Pesantren
Wadah Apresiasi Santri
Pengembangan
Potensi Diri
Penggalian Potensi Diri
santri
Pemberdayaan Ekonomi
Pengembangan Pesantren
Untuk itu, potensi ekonomi dari pendidikan pesantren ini sebagaimana
lazimnya pendidikan, di dalamnya pasti ada murid-siswa, guru, sarana, dan
prasarana. Untuk kelancaran proses pembelajaran, diperlukan seperangkat buku,
kitab, dan alat-alat tulis. Dari sini bisa dikembangkan salah satu unit usaha pondok
pesantren yang menyediakan sarana belajar tersebut, semisal toko buku atau kitab,
alat tulis, dan foto copy, belum lagi dari sisi kebutuhan sehari-hari seperti makan,
minum, air, telepon, asrama, pakaian, dan sebagainya.
Tabel 4.5
Potensi Ekonomi Bidang Pendidikan
Apabila ketiga pilar utama ini terpenuhi, pondok pesantren telah
memenuhi tiga fungsi utamanya, yaitu Pertama, sebagai pusat pengkaderan
pemikir-pemikir agama (center of excellence). Kedua, sebagai lembaga yang
mencetak sumber daya manusia (human resource). Ketiga, sebagai lembaga yang
melakukan pemberdayaan pada masyarakat (agent of development).
B. Pemberdayaan Kewirausahaan di Pondok Pesantren Lain
1. Pondok Pesantren Al-Wasilah, Cipanas, Kabupaten Garut
Pondok Pesantren
Sarana Prasarana KBM dan
Kebutuhan Santri/Murid
Umum Agama Formal
Kitab/buku, Asrama,
Makan/Minum, dll.
Pondok pesantren Al-Wasilah yang dipimpin KH. Ahmad Thanthowi
Djauhari Musaddad, belakangan ini banyak bergerak dalam merehabilitasi
pemukiman penduduk, perbukitan bahkan lahan-lahan kritis yang dimiliki
Perhutani di Kawean Garut. Dibawah forum komunikasi yang dibentuknya
pondok pesantren Al-Wasilah memimpin santri dari banyak pesantren di
kabupaten Garut dan masyarakat untuk bekerjasama dalam suatu gerakan
konservasi.
Para ulama di kabupaten Garut bahkan lebih jauh. Dengan inisiatif
Pondok Pesantren Al-Wasilah para ulama mengeluarkan fatwa bahwa perusakan
alam sangat bertentangan dengan hukum-hukum Islam.
K.H. Ahmad Tanthowi yang mencetus gagasan ini tampak melakukan
hal ini dengan sepenuh hati. Ia juga membuat suatu pujian dalam bentuk “salawat
lingkungan” dalam bahasa sunda. Pesan yang dimaksudkannya adalah
pengagungan Nabi Muhammad SAW dan memasukkan pesan-pesan lingkungan.
Ia mempopulerkan salawat ini dan secara perlahan menjadi bagian dari rius shalat
jumat, pengajian dan ritual keagamaan lainnya. Bersama dengan pengikut
pengajiannya, sebanyak 575 pondok pesantren di Kabupaten Garut, dalam
berbagai tingkat, menjadi penjaga hutan yang ada di sekitarnya dari perusakkan
dan pembalakan liar.
Di samping pondok pesantren, kelompok-kelompok tani, koperasi
pedasaan dan organisasi pemuda, turut bergabung dalam gerakan ini.
2. Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Kabupaten Bandung
Pondok pesantren al ittifaq merupakan salah satu pesantren agrobisnis
yang berbasis masyarakat. Pesantren ini berada di desa Alam Endah kecamatan
Rancabali Kabupaten Bandung Jawa barat. Kiprah pesantren ini dalam membantu
meningkatkan kesejahteraan dan pendidikan masyarakat telah diakui berbagai
pihak, baik swasta maupun pemerintah. Kontribusi pondok pesantren al ittifaq
kepada masyarakat tidak lepas dari peran serta pimpinannya, Fuad Affandi, yang
selalu berusaha memberdayakan sumberdaya yang berada di desa Alam Endah.
Dalam berbisnis, Kerja sama yang dijalin al ittifaq merupakan kerja
sama yang lintas agama, dan lintas golongan. Kebersamaan ini adalah hasil kerja
keras Fuad Affandi yang selalu berusaha menanamkan kebersamaan dalam jiwa
santrinya dan jiwa masyarakat sekitar pondok. Al ittifaq bersifat terbuka
terhadap perubahan perubahan yang terjadi di sekitarnya yang dianggap berguna
bagi keberlangsungan pondok、sehingga hal ini memudahkan pihak manapun
untuk bekerjasama dengan al ittifaq.
Kunci kesuksesan al ittifaq adalah kebersamaan yang selalu
ditanamkan fuad affandi kepada para anggotanya, mereka dididik untuk tidak
mementingkan kepentingan diri sendiri, mereka dituntut untuk saling tolong
menolong dalam segala hal.
Bentuk kerjasama antar warga masyarakat diwadahi dalam Kelompok
Tani. Fuad affandi sendiri pertama kali mendirikan kelompok tani pada tahun
1988. jumlah kelompok tani yang berada dibawah naungan pesantren al ittifaq
adalah 5 kelompok tani dengan jumlah KK atau kepala keluarga kurang lebih 446
KK. Berikut perinciannya:
a. Kelompok tani Al-Ittifaq dengan jumlah anggota kurang lebih 300 orang,
terdiri dari santri dan guru.
b. Kelompok tani one dengan jumlah anggota kurang lebih 380 petani.
c. Kelompok tani HMS ( Hasil Melak Sayur ) dengan jumlah anggota kurang
lebih 28 orang.
d. Kelompok tani Jampang Endah dengan jumlah anggota kurang lebih 25 orang.
e. Kelompok Tani Tunggul Endah dengan jumlah anggota kurang lebih 13
orang.
Perbedaan Pondok Pesantren Al-AShriyyah Nurul Iman Parung-Bogor
dengan pondok diatas adalah bahwa kedua pondok pesantren tadi hanya fokus di
bidang agribisnis saja sedangkan Pondok Pesantren Al-AShriyyah Nurul Iman
Parung-Bogor selain fokus di bidang agribisnis, juga ada bidang produksi dan jasa
C. Faktor Pendukung dan Penghambat
Di dunia pondok pesantren sejak dasawarsa terakhir telah muncul
kesadaran untuk mengambil langkah-langkah tertentu guna meningkatkan kualitas
sumber daya manusia (SDM) yang mampu menjawab tantangan dan kebutuhan
transformasi sosial (pembangunan). Dari sinilah timbul berbagai model
pengembangan sumber daya manusia, baik dalam bentuk perubahan kurikulum
pondok pesantren yang lebih berorientasi kepada konteks kekinian atau dalam bentuk
kelembagaan baru semacam pesantren agribisnis atau sekolah-sekolah umum di
lingkungan pondok pesantren.
Penekanan pada bidang keterampilan ini pondok pesantren semakin
dituntut untuk self supporting dan self financing. Karena itu Pondok Pesantren Al-
Ashriyyah Nurul Iman mengarahka pada santrinya untuk terlibat dalam kegiatan-
kegiatan unit-unit usaha yang ada di pesantren meliputi: Agrobisnis, Produksi dan
Jasa melalui kegiatan kerterampilan ini minat kewirausahaan para santri
dibangkitkan, untuk kemudian diarahkan menuju pengembangan pengelolaan usaha-
usaha ekonomi bila sang santri kembali ke masyarakat.
Namun terlepas dari itu semua faktor pendukung dan penghambat akan
mempengaruhi kegiatan pemberdayaan kewirausahaan, faktor pendukung dan
penghambat itu antara lain:
1. Faktor Pendukung
Beberapa faktor yang dapat berperan sebagai pendukung pelaksanaan
pemberdayaan kewirausahaan di Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman
yaitu:
a. Manajemen pengelolaan Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman yang
memberikan peran dominan kepada santri sehingga terjadi proses belajar
kemandirian terhadap santri sekaligus manajemen kepemimpinan yang
mampu mengelola setiap kegiatan yang ada.
b. Sistem disiplin yang ketat dalam siklus kegiatan di Pondok Pesantren Al-
Ashriyyah Nurul Iman ini. Semua kegiatan mulai bangun tidur, shalat, mandi,
belajar di kelas baik untuk kegiatan intrakulikuler maupun kegiatan
ekstrakulikuler.
c. Ketersediaan fasilitas atau sarana dan prasarana terhadap kegiatan
pemberdayaan kewirausahaan yang dilakukan meliputi: Lahan pertanian,
perkebunan, empang/kolam ikan, dll.
d. Kesediaan pelatih yang baik dan profesional
2. Faktor Penghambat:
Sedangkan faktor penghambat pelaksanaan pemberdayaan kewirausahaan
di Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman antara lain:
a. Timbulnya perasaan jenuh atau malas yang kadang-kadang timbul pada santri
dikarenakan masalah pribadi ataupun hal lain disaat bekerja.
b. Mesin atau peralatan yang kadang-kadang rusak sehingga kegiatan produksi
menjadi sedikit terganggu.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan data dan pembahasan hasil penelitian, dapat
disimpulkan beberapa kesimpulan di atas yaitu:
Untuk terwujudnya pemberdayaan kewirausahaan santri di pondok
pesantren maka diperlukan peran pondok pesantren dalam membina santri. Adapun
peran Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung-Bogor dalam
menumbuhkan kemandirian santri dengan cara memenuhi aspek-aspek sikap
kemandirian sebagai berikut:
5. Aspek kognitif (mampu mengenal, dan memahami diri sendiri dan
lingkungannya); untuk pengembangan aspek ini biasanya dilakukan proses
pembelajaran melalui pengembangan wawasan, dalam hal pengembangan
kemandirian berarti seseorang diberi materi-materi ajar tentang perilaku
kemandirian. Untuk pembinaan aspek ini pada program santri mukim diajarkan
materi tentang kewirausahaan).
6. Aspek afektif (keberanian, mampu mengambil keputusan untuk dan oleh diri
sendiri, bertanggung jawab, pecaya diri, optimis, sabar tawakkal, dan ikhlas );
untuk membina aspek ini biasanya diberikan pembelajaran yang menekankan
aspek perasaan (emosional), dengan muhasabah, berdoa, ibadah ritual, khidmat,
dll.
7. Aspek konatif (mampu menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan
dinamis, mampu mengendalikan/mengarahkan diri sendiri sesuai dengan
keputusan itu, tekad kuat untuk tidak menjadi beban,); untuk itu biasanya
diberikan pembelajaran yang menumbuhkan motivasi berprestasi, yakni dengan
dobrak diri dan bangun diri agar ia mampu dan mau merubah karakter (akhlak).
8. Aspek psikomotorik (mampu mewujudkan diri sendiri (aktualisasi diri) secara
optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan-kemampuan yang dimiliki
ahli ikhtiar); untuk itu pembelajaran yang diberikan biasanya dalam bentuk life
skill, simulasi, magang kerja.
Peran pondok pesantren dalam pemberdayaan kewirausahaan di Pondok
Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung-Bogor untuk menumbuhkan jiwa
entrepreneur santri diaplikasikan dalam sebuah pola yang terdiri dari: Input, yaitu, 1.
Identifikasi kebutuhan pelatihan kewirausahaan, dengan melihat tiga sisi; Pertama,
dilihat dari kebutuhan santri, Kedua, kebutuhan pesantren dan Ketiga, kebutuhan
organisasi. 2. Penetapan Sasaran, penetapan sasaran ini dilakukan secara selektif,
karena tidak keseluruhan santri bisa mengikutinya. Proses, yaitu Merancang program
pemberdayaan, rancangan program terdiri dari penyelenggara yaitu Pondok Pesantren
(Departemen Usaha) Al-Ashriyyah Nurul Iman, dengan tujuan terwujudnya
kemandirian dengan menumbuhkan jiwa kewirausahaan santri. Serta materi dan
metode yang dijalankan disesuaikan dengan peatihan yang dilaksanakan. Selanjutnya,
pelaksanaan program pemberdayaan kewirausahaan yang dilakukan dengan cara
pemberian teori melalui seminar, workshop dan lain-lain yang kemudian dipraktekan
di lapangan dan unit-unit usaha yang ada.
Out put, yaitu memantau dan mengevaluasi program pemberdayaan
kewirausahaan yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali dan dilakukan rolling
(pertukaran) pada unit usaha hingga ditemukan bakat yang cocok pada santri. Dan
pengaruhnya dirasakan sangat baik bagi para santri.
Namun terlepas dari itu semua faktor pendukung dan penghambat akan
mempengaruhi kegiatan pemberdayaan kewirausahaan, faktor pendukung dan
penghambatnya antara lain:
3. Faktor Pendukung
Beberapa faktor yang dapat berperan sebagai pendukung pelaksanaan
pemberdayaan kewirausahaan di Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman
yaitu:
e. Manajemen pengelolaan Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman yang
memberikan peran dominan kepada santri sehingga terjadi proses belajar
kemandirian terhadap santri sekaligus manajemen kepemimpinan yang
mampu mengelola setiap kegiatan yang ada.
f. Sistem disiplin yang ketat dalam siklus kegiatan di Pondok Pesantren Al-
Ashriyyah Nurul Iman ini. Semua kegiatan mulai bangun tidur, shalat, mandi,
belajar di kelas baik untuk kegiatan intrakulikuler maupun kegiatan
ekstrakulikuler.
g. Ketersediaan fasilitas atau sarana dan prasarana terhadap kegiatan
pemberdayaan kewirausahaan yang dilakukan meliputi : Lahan pertanian,
perkebunan, empang/kolam ikan, dll.
h. Kesediaan pelatih yang baik dan professional
4. Faktor Penghambat:
Sedangkan faktor penghambat pelaksanaan pemberdayaan
kewirausahaan di Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman antara lain:
a. Timbulnya perasaan jenuh atau malas yang kadang-kadang timbul pada santri
dikarenakan masalah pribadi ataupun hal lain disaat bekerja.
b. Mesin atau peralatan yang kadang-kadang rusak sehingga kegiatan produksi
menjadi sedikit terganggu.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Pengembangan kegiatan belajar mengajar dalam melaksanakan pemberdayaan
kewirausahaan dalam upaya menumbuhkan jiwa entrepreneur santri hendaknya
menyeimbangkan antara pembekalan teori dan praktek secara proporsional.
Pengembangan materi pelatihan yang diberikan kepada santri sebaiknya tidak
hanya berkaitan dengan pembelajaran keterampilan praktis saja, melainkan harus
juga diberikan materi kewirausahaan secara teori yang lebih mendalam, sehingga
mereka benar-benar mempunyai bekal untuk menjadi wirausahawan kelak.
2. Praktek pengembangan pembelajaran keterampilan melalui kerja nyata pada unit-
unit usaha yang ada pada pondok pesantren tersebut diharapkan lebih melihat
terhadap minat santri, agar setiap santri lebih siap untuk hidup mandiri dengan
bekal kewirausahaan yang dimiliki dan dijadwalkan dengan rapi sehingga tidak
mengganggu pelajaran sekolah maupun mengaji dan kegiatan lain.
3. Upaya pondok pesantren untuk membekali santrinya dengan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta berbagai keterampilan praktis diharapkan menjadi solusi yang
tepat untuk mempersiapkan mereka menjadi orang-orang yang mandiri dengan
kegiatan wirausaha.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto Pemikiran-pemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial,
Jakarta: UI Press, 2003.
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Pedagang, Jakarta: Yayasan Swarna Bhumy, 1997.
Alma, Buchari Panduan Kuliah Kewirausahaan. Bandung: CV Alvabeta, 2000.
---------------, Ajaran Islam dalam Bisnis. Bandung: CV Alfabeta, 1994.
As-Suyuti, Jalaluddin Abdurrahman, Jaami’ Al Hadits: Al Jaami’ As Shagir Wal Jawahid
Wa Al Jaami’ Al Kabir, Beirut: Daar al Fikri, 1994.
Azizy, A. Qodri, Melawan Globalisasi: Reinterpretasi Ajaran Islam (Persiapan SDM
dan Terciptanya Masyarakat Madani, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Badudu dan Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
2001.
Badiri, Lili, Muhammad Zen, M. Hudri, Zakat & Wirausaha, Jakarta: CV. Pustaka Amri,
2005.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
1986.
Dhofier, Zamaksyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1983.
Drucker, Peter F, Inovasi dan Kewiraswastaan: Praktek & Dasar-dasar, Jakarta:
Erlangga, 1985.
Frinces, Heflin, Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis, Yogyakarta: Darussalam, 2004.
Hafidhuddin, Didin, Dakwah Aktual, Jakarta: Gema Insani, 1998.
Huda, Miftahul Aspek Ekonomi dalam Syariat Islam, Mataram: LKBH, 2007.
Jurnal Studi Islam dan Budaya, Purwokerto: P3M, 2006.
Kasmir, Kewirausahaan, Jakarta: Raja Grafindo Utama, 2006.
Lupiyoadi, Rambat, Kewirausahaan : From Mindset to Strategy, Jakarta :
LPUI, 2005.
Machendrawati, Nanih, dan Agus Ahmad Syafe’í, Pengembangan Masyarakat Islam:
dari Ideologi, Strategi sampai Tradisi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2001.
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994.
Masyhud, Sulthon, dan Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva
Pustaka, 2005.
Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda, 2006.
Mubyartanto, Membangun Sistem Ekonomi, Yogyakarta: BPFE, 2000.
Natsir, Nanat Fatah, Etos Kerja Wirausaha Muslim, Bandung: Sunan Gunung Djati Press,
1999.
Nazir, Mohammad, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.
Pekerti, Anugrah, Falsafah Kewirausahaan (Mitos, Teori dan Aksi Pengembangan
Kewirausahaan), Jakarta: Depdikbud Dikti, 1998.
Qomar, Mujamil, Pesantren: dari Transformasi Metodologi menuju Demokratisasi
Institusi, Jakarta: Erlangga, 2001.
Rahardjo, M. Dawam, Islam Dan Transformasi Sosial Ekonomi, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1999.
Rasyid, Sudrajat, Kewirausahaan Santri: Bimbingan Santri Mandiri, Jakarta: PT.
Citrayudha, 2006.
Riyanti, Benedicta Prihatin Dwi, Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi
Kepribadian, Jakarta: PT Grasindo, 2003.
Saifudin, Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
Sasmito, Semua Orang Bisa Jadi Pengusaha, Jakarta: Hi-Fest Publishing, 2007.
Suharto, Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Bandung: Reflika
Aditama, 2005.
Sukmadinata, Nana, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Rosda, 2005.
Sumardi, Pemberdayaan Masyarakat, Bandung: Berkah Pustaka, 1984.
Sumodiningrat, Gunawan, Pengembangan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat,
Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara, 2003.
Suryana, Kewirausahaan, Jakarta: PT. Salemba Emban Patria, 2003.
Syamsudin R.S., Dasar-dasar Pengembangan Masyarakat Islam dalam Da’wah Islam,
Bandung: KP. HADID, 1999.
Sumarsono, Kontribusi Sikap Mental Berwiraswasta untuk Berprestasi, Jakarta: C.V Era
Swasta, 1984.
Winardi, Entrepreneur dan Entrepreneurship, Jakarta: Kencana, 2008.
Ziemek, Manfred Pesantren dalam Perubahan Sosial, Jakarta: P3M, 1986.
PEDOMAN WAWANCARA
1. Bagaimana gambaran umum Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman yang
meliputi:
- Sejarah Berdiri
- Visi Misi
- Sarana dan Prasarana
2. Bagaimana pemberdayaan kewirausahaan di Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul
Iman yang meliputi:
- Identifikasi kebutuhan
- Penetapan sasaran
- Rancangan pemberdayaan
- Pelaksanaan pemberdayaan
- Jenis unit usaha yang telah dilaksanakan
3. Apa saja faktor pendukung dan penghambatnya?
Tanggal : 02 Januari 2009
Tempat : Kantor Redaksi
Narasumber : Ustadz Fuad al-Anshori
T : Bagaimana gambaran umum atau profil Pondok Pesantren Al-Ashriyyah
Nurul Iman?
J : Untuk hal itu silahkan lihat di brosur.
T : Bagaimanakah pemberdayaan kewirausahaan disini?
J : Kehadiran Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung-Bogor yang
memadukan pendidikan agama Islam dengan pendidikan umum termasuk
pendidikan keterampilan dengan berbagai jenis pelatihan kewirausahaan, telah
ikut menjawab tantangan zaman termasuk dalam memasuki era globalisasi
yang penuh dengan persaingan. Pemberdayaan kewirausahaan di Pondok
Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman ini dilakukan dengan cara mendirikan
dan mengembangkan berbagai macam unit usaha selain itu disini juga
dilakukan pelatihan kepada setiap santri.
T : Bagaimana sistem pelatihan disini, dan yang pertama bagaimana
mengidentifikasi kebutuhan pelatihan kewirausahaan?
J : Dalam mengidentifikasi pelatihan pertama dilihat dari bakat santri yang akan
dilatih dan terlebih melihat kebutuhan pesantren yang perlu mengembangkan
usaha dan menggali sumber dana.
T : Bagaimana pelaksanaan pelatihan di ponpes ini dan darimana pelatihnya?
J : Pelatihan dilaksanakan melalui seminar, workshop dll. dan kemudian
dipraktekan langsung dilapangan. Adapun pelatihnya disesuaikan dengan
bidangnya pada setiap pelatihan.
T : Bagaimana merancang program pelatihan, diantaranya bagaimana metode,
media, dan materinya?
J : Untuk metodenya kami lebih menekankan kepada metode learning by doing
sedangkan materi serta medianya disesuaikan dengan jenis pelatihan.
T : Bagaimana menetapkan sasaran peserta pelatihan di ponpes ini, apakah semua
santri dilibatkan dalam pelatihan ini?
J : Dalam menetapkan sasaran pelatihan semua santri dilibatkan, namun pertama-
tama di pilih dulu beberapa santri senior kemudian santri senior tersebut
menularkan ilmunya kepada adik-adiknya dan begitu seterusnya.
T : Cara mengevaluasi pelatihan seperti apa?
J : Evaluasi dilakukan setiap setiap satu bulan sekali namun pada dua bulan
sekali dilakukan rolling pada tempat yang lain sehingga terlihat kecondongan
pada usaha mana mereka cocok dan berbakat.
T : Masalah keuangan bagaimana cara mengawasinya?
J : Santri lebih ditekankan kepada penanaman keimanan dengan mengedepankan
kejujuran dan yang mengawasinya adalah waskat atau pengawasan malaikat.
T : Dari santri yang ditempatkan di setiap unit usaha diberikan insentif/upah atau
tidak?
J : Semua santri yang di tempatkan di unit usaha tidak kami berikan upah,
seluruh keuntungan diberikan untuk kemajuan pondok pesantren, tapi insentif
yang diberikan kepada santri berupa di gratiskannya semua biaya selama
mondok disini.
T : Apa saja faktor pendukung dan penghambat pemberdayaan kewirausahaan di
Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman?
J : Faktor pendukung adanya pemberdayaan kewirausahaan disini yaitu
manajemen pengelolaan Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman yang
memberikan peran dominan kepada santri sehingga terjadi proses belajar
kemandirian terhadap santri sekaligus manajemen kepemimpinan yang
mampu mengelola setiap kegiatan yang ada.
Selanjutnya yaitu sistem disiplin yang ketat dalam siklus kegiatan di Pondok
Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman ini. Semua kegiatan mulai bangun tidur,
shalat, mandi, belajar di kelas baik untuk kegiatan intrakulikuler maupun
kegiatan ekstrakulikuler.
Selain itu ketersediaan fasilitas atau sarana dan prasarana terhadap kegiatan
pemberdayaan kewirausahaan yang dilakukan meliputi : Lahan pertanian,
perkebunan, empang/kolam ikan, dll. sangat membantu pemberdayan
kewirausahaan di ponpes ini. Dan yang terakhir adnya kesediaan pelatih yang
baik dan professional.
Sedangkan faktor penghambat pelaksanaan pemberdayaan
kewirausahaan di Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman biasanya
timbul perasaan jenuh atau malas yang kadang-kadang timbul pada santri
dikarenakan masalah pribadi ataupun hal lain di saat bekerja atau juga mesin
atau peralatan yang kadang-kadang rusak sehingga kegiatan produksi menjadi
sedikit terganggu. Ya mungkin itu saja.