35
71 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011 Pembangunan Daerah Berbasis Model Pengembangan Kota Terpadu Mandiri 1 Oleh Irfan Sayuti 2 ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT Program Pembangunan dan Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (PP KTM) in Barito Kuala District is an effort to develop transmigration area development into new growth centers This study aims to determine pro- gram implementation PPKTM Cahaya Baru, the involvement of stake- holders in the implementation of PPKTM Cahaya Baru, in Barito Kuala District, and the outcomes obtained by migrants and residents about the program The research approach used was qualitative research with evaluative research designs The results showed that the PPKTM Cahaya Baru, is still not running according to plan Construction and develop- ment activities tend to be the direction from top (top down approach). Realization of activities conducted since 2007 to 2009 was focused on physical activity in infrastructure. While economic and community de- velopment efforts there is still no activity. A. PENDAHULUAN A. 1. Latar Belakang Masalah Sejak dilaksanakannya program transmigrasi dari era kolonisasi pada zaman penjajahan Belanda, hingga Orde Lama sampai dengan Orde Baru harus diakui akselerasi perkembangan sebagian besar kawasan pemukiman transmigrasi yang telah dibuka terkesan berjalan 1 Ditulis ulang dari Tesis berjudul “Analisis Pelaksanaan Program Pengembangan Kota Terpadu Mandiri di Kabupaten Barito Kuala” yang dibuat oleh Irfan Sayuti dibawah bimbingan Prof Dr Luthfi Fatah MS Prof Dr Luthfi Fatah MS Prof Dr Luthfi Fatah MS Prof Dr Luthfi Fatah MS Prof Dr Luthfi Fatah MS dan Ir Umi Salawati MSi. Ir Umi Salawati MSi. Ir Umi Salawati MSi. Ir Umi Salawati MSi. Ir Umi Salawati MSi. 2 Irfan Sayuti Irfan Sayuti Irfan Sayuti Irfan Sayuti Irfan Sayuti adalah mahasiswa Program Magister Sains AdministrasiPembangunan Universitas Lambung Mangkurat (MSAP UNLAM) angkatan II, dan status pekerjaannya saat itu adalah PNS di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kalimantan Selatan.

Pembangunan Daerah Berbasis Model Pengembangan Kota T ... · Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian disebutkan sebagai upaya mengembangkan Wilayah Pengembangan Transmigrasi

  • Upload
    dongoc

  • View
    217

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

71FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Pembangunan Daerah Berbasis Model

Pengembangan Kota Terpadu Mandiri1

Oleh Irfan Sayuti2

ABSTRACTABSTRACTABSTRACTABSTRACTABSTRACT

Program Pembangunan dan Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (PPKTM) in Barito Kuala District is an effort to develop transmigration areadevelopment into new growth centers This study aims to determine pro-gram implementation PPKTM Cahaya Baru, the involvement of stake-holders in the implementation of PPKTM Cahaya Baru, in Barito KualaDistrict, and the outcomes obtained by migrants and residents about theprogram The research approach used was qualitative research withevaluative research designs The results showed that the PPKTM CahayaBaru, is still not running according to plan Construction and develop-ment activities tend to be the direction from top (top down approach).Realization of activities conducted since 2007 to 2009 was focused onphysical activity in infrastructure. While economic and community de-velopment efforts there is still no activity.

A. PENDAHULUANA. 1. Latar Belakang Masalah

Sejak dilaksanakannya program transmigrasi dari era kolonisasi

pada zaman penjajahan Belanda, hingga Orde Lama sampai dengan

Orde Baru harus diakui akselerasi perkembangan sebagian besar

kawasan pemukiman transmigrasi yang telah dibuka terkesan berjalan

1 Ditulis ulang dari Tesis berjudul “Analisis Pelaksanaan Program Pengembangan KotaTerpadu Mandiri di Kabupaten Barito Kuala” yang dibuat oleh Irfan Sayuti dibawahbimbingan Prof Dr Luthfi Fatah MSProf Dr Luthfi Fatah MSProf Dr Luthfi Fatah MSProf Dr Luthfi Fatah MSProf Dr Luthfi Fatah MS dan Ir Umi Salawati MSi.Ir Umi Salawati MSi.Ir Umi Salawati MSi.Ir Umi Salawati MSi.Ir Umi Salawati MSi.

2 Irfan SayutiIrfan SayutiIrfan SayutiIrfan SayutiIrfan Sayuti adalah mahasiswa Program Magister Sains AdministrasiPembangunanUniversitas Lambung Mangkurat (MSAP UNLAM) angkatan II, dan status pekerjaannyasaat itu adalah PNS di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi KalimantanSelatan.

72 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

lamban. Fase-fase perkembangan sangat tergantung pada faktor inter-

nal dan eksternal, seperti faktor kemampuan sumberdaya manusianya

dan potensi sumberdaya alam serta lingkungannya. Oleh karena itu

ketika program akhirnya berhasil dalam proses perkembangannya

biasanya membutuhkan waktu panjang.

Bertitik tolak dari perkembangan. kawasan transmigrasi selama

ini baru mencapai tingkat kemandirian dalam kurun waktu yang relatif

lama, berkisar antara 20 tahun hingga 30 tahun setelah pembukaan

kawasan transmigrasi dilakukan, maka Pemerintah melalui

Kementerian Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI berupaya membuat

terobosan baru dengan membuat program Pembangunan dan

Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (PP KTM) di daerah-daerah

yang memiliki potensi untuk percepatan pertumbuhan ekonomi.

Pada tahun 2008, Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan

Selatan dipilih menjadi salah satu daerah yang ditetapkan untuk

melaksanakan Program PP KTM. Program PP KTM berdasarkan UU

Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian disebutkan sebagai

upaya mengembangkan Wilayah Pengembangan Transmigrasi (WPT)

menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru, dan mendukung pusat-pusat

pertumbuhan yang sudah ada. Pembangunan dan pengembangan

WPT tersebut akan mengacu kepada teori pengembangan wilayah

melalui pembangunan daerah transmigrasi yang meliputi kawasan

pembangunan transmigrasi. yang sudah dilaksanakan dan masih

dilakukan program pembinaan maupun yang sudah diakhiri masa

pembinaannya kepada pemerintah daerah (Lampiran III, Bab IV, Pasal

18-22 UU Nomor 15 Tahun 1997).

Dalam sejarahnya, program transmigrasi di Kabupaten Barito

Kuala sebenarnya sudah di mulai sejak tahun 1937, dengan

ditempatkannya sebanyak 95 Kepala Keluarga (KK) penduduk asal

Jawa Timur ke lokasi Purwosari atau yang kemudian dikenal dengan

sebutan Anjir. Setelah itu berbagai kawasan seperti Puntik Tarantang,

Barambai, Tabunganen, Kuripan, dan Wanaraya ikut dibuka dengan

ditempatkannya transmigran dari daerah Pulau Jawa, Bali, dan Nusa

Tenggara. Kawasan-kawasan tersebut ada yang berkembang cepat dan

ada juga yang lamban.

73FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Meskipun dalam proses yang lama, lokasi transmigran di

Kabupaten Barito Kuala itu akhirnya cukup berkembang maju, bahkan

kemudian menjadi. Ibukota Kecamatan,. seperti Kecamatan Wanaraya

dan Anjir. Hingga tahun tahun 2009, di Kabupaten Barito Kuala ada

lima Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) yang dilakukan pembinaan,

yaitu: UPT Sampurna Cahaya Baru, Sawahan, Simpang Arja, Simpang

Nungki, dan Jejangkit Timur. Di wilayah yang mencakup lima UPT

tersebut dan ditambah dengan beberapa eks UPT yang lain kemudian

ditetapkan sebagai PP KTM dengan nama KTM Cahaya Baru.

Secara teoritik, program. PP KTM sebenarnya sangat prospektif.

Pertama, pemerintah daerah yang wilayahnya termasuk program ini

dapat memanfaatkannya untuk membuat perencanaan dan

melaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing.

Hal ini tentu membawa angin segar bagi daerah yang sedang berupaya

membangun kawasan yang didasari dari keinginan dari bawah, yaitu

dapat menggali apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dan kondisi

riil di lapangan. Kedua, pendekatan program PP KTM adalah.

pembangunan dan pengembangan yang bertujuan menciptakan

kawasan pertumbuhan ekonomi. Hal itu akan menimbulkan dampak

perubahan ekonomi yang positif bagi penduduk kawasan sekitar.

Untuk menunjang langkah-langkah tersebut Pemerintah

Kabupaten Barito Kuala sudah membuat Peraturan Daerah (Perda)

Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Kota Terpadu Mandiri yang menetapkan

kawasan seluas 51.945 Ha di enam wilayah Kecamatan, yakni.

Mandastana (sebagian desa), Jejangkit, Belawang (sebagian desa),

Rantau Bedauh (sebagian desa), Barambai (sebagian desa), dan Cerbon

(sebagian desa). Dalam perkembangannya, Perda tersebut direvisi lagi

dengan memasukkan sebagian wilayah Kecamatan Marabahan dan

lainnya sebagai wilayah pengembangan. Sedangkan jumlah desa yang

masuk dalam program ini sebanyak 47 desa, 24 Unit UPT yang telah

diakhiri status pembinaannya dan 5 UPT yang masih di lakukan

pembinaan. Sedangkan ruang lingkup dalam program PP KTM pada

dasarnya adalah kawasan yang dikategorikan daerah pedesaan.

Pembangunan pedesaan merupakan salah satu program pembangunan

daerah. Pembangunan desa mengarah pada perluasan kesempatan

74 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

kerja, menggali potensi yang ada dan meningkatkan kemampuan

masyarakatnya.

Upaya pemberdayaan masyarakat desa yang berprinsip lokalitas

sebenarnya membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat (Friedman,

1992). Merujuk pada Sajogyo (Sarman, 1998), pengembangan

masyarakat itu mestinya memperhatikan tingkat kemampuan

sumberdaya manusianya, penyediaan akses, dan pengembangan

kelembagaan yang membela kepentingan mereka. Hal itulah akar-akar

dari gerakan masyarakat yang sebenarnya diidamkan. Dengan

demikian wujud nyata pembangunan sebagai manifestasi dari

kebutuhan dan keinginan dari masyarakat akan dapat terlaksana dan

berhasil tanpa harus mengurangi sasaran dan tujuan pembangunan

yang telah ditetapkan.

Oleh sebab itu meskipun program PP KTM Cahaya Baru sudah

direncanakan secara komprehensif dan terstruktur dengan baik,

seharusnya perlu dievaluasi apakah dalam pelaksanaannya benar-

benar berorientasi pada pemberdayaan masyarakat yang partisipatif

sehingga program tersebut benar-benar bermanfaat bagi transmigran

yang nota bene merupakan sasaran target program.

A. 2. Pokok Permaasalahan

Program. PP KTM. Cahaya. Baru adalah program Pemerintah

Pusat, namun dalam pelaksanaannya diserahkan kepada instansi di

daerah, dan karena itu Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kabupaten Barito Kuala adalah leading sector dalam program ini.

Secara struktural Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten

Barito Kuala (selanjutnya disingkat dengan sebutan Instansi Pelaksana)

seharusnya bertanggung jawab untuk merencanakan teknis program,

mengkoordinasikannya dengan segala pihak terkait. Tugas fungsional

tersebut secara teknis tidaklah mudah karena menyangkut kemampuan

komunikasi dan pengorganisasian. Berdasarkan pengamatan awal

untuk penelitian ini tampaknya kinerja Instansi Pelaksana belumlah

optimal. Pertanyaannya adalah, apakah dengan kinerja yang tidak

optimal itu akan dapat dicapai sasaran program sebagaimana yang

direncanakan; dan bagaimana dampaknya terhadap kelompok

75FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

masyarakat yang diandaikan sebagai subyek sasaran program? Oleh

karena itulah persoalan kapasitas dan kapabilitas organisasi Instansi

Pelaksana ini kemudian menjadi fokus perhatian dalam penelitian ini.

A. 3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan, maka fokus

masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Sampai sejauh

mana keterlibatan stakeholders dalam program pengembangan KTM

Cahaya Baru, dan apakah sudah ada manfaat program tersebut bagi transmigran

dan masyarakat di sekitar lokasi proyek?

A. 4. Tujuan Kegunaan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

kinerja pelaksana kebijakan program pengembangan KTM Cahaya

Baru dalam mengimplementasikan rencana yang disusun untuk pro-

gram pengembangan tersebut, dan faktor-faktor apa yang mungkin

menjadi penghambatnya.

B. METODOLOGIB. 1. Teorisasi Masalah

Program PP KTM Cahaya Baru di Kabupaten Barito Kuala

merupakan salah satu operasionalisasi dari opsi strategi dalam

pembangunan yang berorientasi pada pengembangan potensi wilayah

berbasis pemberdayaan masyarakat. Dalam program ini yang dijadikan

fokus dalam pelaksanaannya adalah menekankan pada pembangunan

dan pengembangan wilayah beserta masyarakat yang tinggal di dalam

kawasan tersebut.

Menurut Budiman (1996), konsep pembangunan secara umum

dapat diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan

masyarakat dan warganya. Seringkali kemajuan yang dimaksud

terutama adalah kemajuan material, maka pembangunan seringkali

diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat di

bidang ekonomi. Pembangunan sebenarnya meliputi dua unsur pokok:

pertama, masalah materi yang mau dihasilkan dan dibagi; kedua,

masalah manusia yang menjadi pengambil inisiatif, yang menjadi

76 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

manusia pembangunan. Sedangkan Siagian (2008) menafsirkan konsep

pembangunan. sebagai suatu usaha pertumbuhan dan perubahan

berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan

pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (na-

tion building).

Merujuk pada Kunarjo (2002), dewasa ini keinginan negara-negara

yang sedang berkembang menggebu-gebu untuk melakukan

pembangunan, terutama pembangunan di bidang ekonomi. Padahal

perubahan di bidang ekonomi bukan hanya satu-satunya arti yang

terkandung dalam pembangunan. Pembangunan harus diartikan lebih

dari pemenuhan kebutuhan materi di dalam kehidupan manusia.

Padahal apabila menggunakan pemahaman. Todaro (2003), hakikat

pembangunan adalah suatu proses multidimensional. yang mencakup

perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta

pengentasan kemiskinan. Dengan kata lain, pembangunan itu harus

mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian

sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman

kebutuhan dasar dan keinginan individual dan kelompok sosial yang

ada. menuju suatu kondisi kehidupan lebih baik, baik materi maupun

spiritual.

Dalam konteks strategi pembangunan masyarakat, Sukirno (1976)

berpendapat bahwa terdapat banyak kriteria yang digunakan untuk

menetapkan suatu ruang sebagai kesatuan perkembangan kehidupan

fisik, sosial, dan ekonomi. Pada umumnya digunakan tiga kriteria untuk

menetapkan suatu kesatuan ruang yang disebut sebagai daerah,

wilayah, atau region, yaitu:

(1)Kriteria homogenitas, apabila di suatu ruang tersebut terdapat

kegiatan sosial ekonomi. yang sifatnya sama.

(2)Kriteria daerah nodal, bahwa wilayah atau region adalah suatu

ruang yang dikuasai atau menjadi orbitasi dari satu atau beberapa

pusat kegiatan sosial ekonomi tertentu.

(3)Kriteria menggunakan azas administratif, yaitu wilayah atau daerah

adalah suatu ruang yang dibatasi oleh batas administrasi tertentu

seperti, kabupaten atau provinsi.

77FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Analisis dalam rangka pengembangan wilayah pada dasarnya

memberikan penekanan pada penggunaan potensi sumber daya

daerah, baik sumber daya manusia, sumber daya alam maupun

kelembagaan yang ada guna mengantisipasi berbagai permasalahan

dan kebutuhan daerah (Anonimous, 2003). Sehubungan dengan hal

itu, Soetomo (2008), menguraikan, bahwa di samping itu juga

diperlukan upaya mengembangkan kebijakan pembangunan pada

tingkat daerah untuk merangsang perkembangan sosial ekonomi

daerah yang bersangkutan, termasuk menciptakan dan mengantisipasi

berbagai peluang.

Dilihat dari analisis ekonomi, pembangunan daerah perlu

memperhatikan dan memperhitungkan beberapa faktor yaitu:

sumberdaya alam, tenaga kerja, investasi, entrepreneurship,

transportasi, komunikasi, komposisi industri, teknologi, luas daerah,

pasar ekspor, situasi ekonomi internasional, kapasitas pemerintah

daerah, pengeluaran pemerintah pusat, dan bantuan-bantuan

pembangunan (Arsyad, 1997). Dalam konsep pengembangan wilayah,

pendekatan pembangunan kawasan dalam penanganan masalah

kemiskinan adalah serangkaian upaya yang melihat suatu kawasan

sebagai kesatuan ruang yang utuh. Hal ini berbeda dengan

pembangunan sektoral. Apabila dilakukan hanya berdasarkan per

sektor maka dipastikan tidak akan komprehensif dan terintegrasi.

Dengan demikian hubungan saling mendukung, saling mengisi, saling

melengkapi, antar sektor sangat diharapkan. Faktor koordinasi dan

integrasi dalam hal ini menjadi sangat penting.

Dalam banyak kasus, strategi dan program pembangunan kota

dan pedesaan harus dilaksanakan secara terpadu. Menurut Adisasmita

(2005), pada kenyataannya kota dan wilayah pedesaan adalah saling

ketergantungan dan saling menunjang secara ekonomi. Keluaran

ekonomi yang satu merupakan masukan sumber daya yang lainnya.

Perbaikan pusat-pusat kota yang ada sekarang ini adalah untuk

menampung peningkatan penduduk kota sejalan dengan peningkatan

produksi industri. Perbaikan tersebut dimaksudkan untuk, yaitu: (a)

mencegah akibat-akibat negatif dari aglomerasi di wilayah perkotaan

yang. berlebihan seperti kongesti lalu lintas, pencemaran dan lain-lain;

78 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

dan, (b) memperbaiki ketidakseimbangan standar hidup di kota dan

pedesaan.

Pusat-pusat kota memungkinkan produksi dilaksanakan dengan

biaya yang efesien dan distribusi barang-barang esensial dan jasa-jasa

melalui skala dan spesialisasi tenaga kerja. Kota-kota merupakan mo-

tor perubahan dan sangat vital untuk pertumbuhan ekonomi. Di lain

pihak wilayah-wilayah pedesaan mempunyai arti penting pula yaitu:

(a) mensuplai bahan makanan; (b) menyediakan banyak bahan baku

untuk produksi industri; dan, (c) merupakan pasar lokal untuk barang-

barang dan jasa-jasa yang dihasilkan industri di kota.

Dengan demikian kunci untuk strategi pembangunan kawasan

semacam KTM itu sebaiknya adalah pembangunan industri-industri

agro secara padat karya dan aplikasi teknologi tepat guna secara luas

untuk meningkatkan produktivitas pertanian di wilayah pedesaan,

seperti manajemen air, pemanfaatan tanah, eksplorasi energi, land re-

form,. pemasaran, kesehatan, keluarga berencana dan jasa-jasa

penunjang secara institusional. Sasaran dari strategi pembangunan

semacam itu adalah memperoleh “full employment” tenaga kerja dan

sumber daya fisik di wilayah pedesaan dan mengusahakan agar

penduduk desa mempunyai rangsangan ekonomi yang cukup untuk

tetap tinggal di wilayah pedesaan. Dengan terciptanya distribusi

ekonomi yang seimbang maka tidak akan muncul salah satunya seperti

problem besarnya angka arus urbanisasi.

Namun yang perlu diperhatikan kondisi “full employment” itu

tidak akan muncul begitu saja. Menurut Wrihatmolo dan Dwidjowiyoto

(2007), untuk mencapai tujuan pembangunan, yaitu terwujudnya

masyarakat yang makmur dan sejahtera secara adil dan merata,

sebenarnya membutuhkan intervensi pemerintah. Intervensi

pemerintah itu berupa kebijakan-kebijakan. yang akan mendorong

terciptanya kondisi yang mendekati asumsi-asumsi ideal, semisal

pembangunan harus memberi ruang yang lebih besar kepada rakyat

untuk berpartisipasi dapat bersinergi dengan upaya untuk

menanggulangi masalah pengangguran, kemiskinan, dan

ketidakmerataan.

Dalam kaitan itulah program pemberdayaan masyarakat berbasis

model KTM mestinya perlu dievaluasi untuk mengetahui dimana letak

79FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

pentingnya partisipasi dan dimana kendalanya. Meminjam definisi

umum dari Scriven (1967), Glas (1969), Stuffiebeam (1974,) evaluasi

merupakan hasil penilaian atas manfaat atau guna (Pilipus, 2002).

Sedangkan makna evaluasi dalam analisis kebijakan secara umum

dapat disamakan dengan penafsiran (appraisal), pemberian angka (rat-

ing) dan penilaian (assessment), kata-kata yang menyatakan usaha

untuk menganalisa hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya atau

dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi

informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil

kebijakan pada kenyataannya mempunyai nilai, hal ini karena hasil

tersebut memberi sumbangan pada tujuan atau sasaran. Dalam hal ini

dapat dikatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat

kinerja yang bermakna, yang berarti bahwa masalah-masalah

kebijakan dibuat jelas atau diatasi (Dunn, 2000).

Fungsi evaluasi dalam analisis kebijakan menurut Dunn adalah

memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja

kebijakan, yakni seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah

dapat dicapai melalui tindakan publik. Dalam hal ini, evaluasi

mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu dan target

tertentu telah dicapai, serta memberi sumbangan pada klarifikasi dan

kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan tar-

get. Nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan

dan target. Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara sistematis

kepantasan tujuan dan target dalam hubungan dengan masalah yang

dituju.

Dalam konteks implementasi kebijakan program KTM Cahaya

Baru, seharusnya muncul sejumlah aktivitas yang berkaitan dengan

persiapan mengembangkan kawasan itu menjadi suatu kawasan yang

mandiri secara ekonomi. Diasumsikan, di kawasan itu niscaya banyak

mengalami perubahan berkaitan dengan pembangunan infrastruktur.

yang dibutuhkan untuk menunjang kelangsungan pelaksanaan

perencanaan program, peningkatan penguasaan teknologi pertanian,

adanya investor yang akan menanamkan modal usaha dan semakin

terbukanya kawasan setempat tentu akan membawa dampak yang

cukup besar bagi kehidupan masyarakat setempat. Dan mestinya,

80 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

semua kegiatan itu mengundang partisipasi semua pihak, termasuk

para transmigran dan masyarakat sekitar, yang diperkirakan akan ikut

menerima dampak dari adanya program pengembangan kawasan

tersebut.

B.2. Kerangka KonseptualSecara konseptual, Kota Terpadu Mandiri (KTM) adalah kawasan

transmigrasi yang pembangunan dan pengembangannya dirancang

menjadi pusat pertumbuhan yang mempunyai fungsi perkotaan melalui

pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan (Anonimous, 2007).

KTM memposisikan kaum transmigran sebagi subyek pembangunan

untuk melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya alam secara

berkelanjutan. Adapun pencantuman. istilah “Kota” dalam pengertian

tersebut dimaksudkan untuk menyatukan visi tentang kawasan

transmigrasi yang akan dibangun dan dikembangkan memenuhi fungsi-

fungsi perkotaan. Sehingga program transmigrasi ke depan diharapkan

secara psikologis mempunyai dampak positif untuk menarik minat kaum

muda bertransmigrasi, sekaligus mengurangi terjadinya perpindahan

penduduk yang tidak terarah ke kota-kota besar (deurbanisasi) serta

sebagai kota penyangga dalam konteks pembangunan perwilayahan.

Sedangkan yang dimaksud dengan fungsi perkotaan adalah

tersedianya berbagai fasilitas yang meliputi:

1) Pusat kegiatan ekonomi wilayah;

2) Pusat kegiatan industri pengolahan hasil;

3) Pusat pelayanan jasa dan perdagangan;

4) Pusat pelayanan kesehatan;

5) Pusat pendidikan dan pelatihan;

6) Sarana pemerintahan; dan

7) Fasilitas umum dan sosial.

Adapun yang dimaksud dengan pengelolaan sumberdaya alam

yang berkelanjutan adalah pemanfaatan sumberdaya alam untuk

memenuhi kebutuhan generasi sekarang, tanpa meninggalkan

degradasi lingkungan untuk generasi yang akan datang. Kebijakan

program KTM di kawasan transmigrasi dirancang mengacu kepada

teori pengembangan wilayah melalui pembangunan wilayah

81FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

pengembangan transmigrasi (WPT), dan kegiatannya meliputi:

1) Kawasan yang sudah dilaksanakan pembangunan transmigrasi

terdiri dari pemukiman transmigrasi yang sudah diserahkan kepada

pemerintah daerah dan pemukiman transmigrasi yang masih ada

dan dibina oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

2) Kawasan potensial yang sedang dibangun permukiman transmigrasi

baru.

3) Kawasan potensial yang dapat dikembangkan untuk calon

pemukiman tranmigrasi.

4) Kawasan desa sekitar.

Merujuk pada Buku Pedoman Umum Kota Terpadu Mandiri

(Anonimous, 2007) program pengembangan KTM pada dasarnya

bertujuan untuk:

a) Untuk menciptakan sentra-sentra agribisnis dan agroindustri yang

mampu menarik kehadiran investasi swasta.

b) Sebagai penggerak perekonomian para transmigran dan penduduk

sekitar menjadi. pusat-pusat pertumbuhan baru.

c) Membuka kesempatan kerja dan peluang usaha.

Diasumsikan, dengan terbentuknya sentra-sentra agribisnis dan

agroindustri di kawasan transmigrasi, maka diharapkan akan

meningkatkan kemudahan-kemudahan bagi para transmigran dan

penduduk sekitar untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar mereka.

Pada akhirnya apabila proses tersebut berjalan lancar maka dengan

sendirinya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para

transmigran dan penduduk sekitar di kawasan tersebut.

Dengan demikian, konsep dasar pembangunan KTM pada

hakekatnya adalah mewujudkan kawasan perkotaan yang dapat

mengatur dan menyediakan kebutuhan kota itu sendiri tanpa

tergantung dari kawasan kota lain. Suatu kota mandiri bukan sebuah

kota tanpa interaksi dengan daerah belakangnya, karena pada

dasarnya tetap didukung dan mendukung kegiatan usaha ekonomi

daerah belakangnya. Karena itu pengembangan KTM dilakukan pada

kawasan non produktif maupun kawasan produktif,. yang memiliki

dasar infrastruktur dengan pengembangan yang terencana dan

82 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

terintegrasi dengan kawasan di sekitarnya, serta harus berwawasan

lingkungan.

Dalam skenarionya, kawasan KTM dibangun dengan

menggunakan konsep pembangunan kawasan lengkap, tidak hanya

kawasan permukiman, tapi harus didukung oleh tersedianya

infrastruktur yang dapat memenuhi kebutuhan sosial ekonomi

masyarakat secara seimbang. KTM merupakan konsep nyata dari

pemikiran sistem konsep transmigrasi nasional dengan paradigma baru,

wujud dari pembangunan kawasan transmigrasi secara holistik dan

komprehensif. Konsep KTM akan menciptakan nilai tambah berbagai

produk yang dihasilkan kawasan transmigrasi, di dalam kawasan KTM

tersebut juga akan dibangun kawasan industri, lahan budidaya, fasilitas

sosial (sekolah, rumah sakit), fasilitas ekonomi (pasar, terminal, bank),

kantor pengelola, kantor manajemen pengelolaan desa, dan

infrastruktur.

Dengan demikian, pada dasarnya KTM adalah bentuk lain dari

strategi pengembangan wilayah, namun dengan kekhususan untuk

mengembangkan kawasan transmigrasi. Namun, merujuk pada

Tjokrowinoto (1999), konsep pengembangan wilayah di Indonesia

tampaknya tidak terlalu dapat diandalkan dalam tataran

implementasinya, karena:

(1)Program pengembangan wilayah pada tingkat makro cenderung

berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan menempatkan

penanggulangan kemiskinan pada posisi sekunder.

(2)Pada tingkat pelaksana gagasan, tidak cukup komitmen dalam

melaksanakannya sehingga program pengembangan tersebut

cenderung disfungsional.

(3)Pengembangan wilayah pada tingkat mezzo, mengintegrasikan

sifat-sifat positif seperti pengembangan kapasitas dan

kelembagaan melalui learning process yang dimungkinkan oleh

time-frame yang lentur dan berjangka panjang. Akan tetapi

integrasi itu amat diwarnai oleh pendekatan sektoral daripada

pendekatan kawasan. Pada tingkat ini. pengembangan kawasan

dilaksanakan melalui program pengembangan wilayah dengan

tujuan menanggulangi kemiskinan melalui pembinaan kapasitas

dan pembinaan kelembagaan pada tingkat Kabupaten ke bawah.

83FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

(4)Pengembangan kawasan pada tingkat mikro karena time-frame

yang amat pendek cenderung melihat masing-masing proyek

sebagai enclave project yang terpisah satu sama lain dan melihat

kelompok sasaran sebagai obyek melalui sikap yang patronizing.

Pada. tingkat ini pengembangan kawasan terpadu dengan tujuan

utama meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat di desa-

desa yang mempunyai permasalahan khusus secara langsung

melalui peningkatan kehidupan sosial ekonomi masyarakat,

peningkatan dampak program pembangunan desa, pemerataan

upaya pembangunan, peningkatan kemampuan pelayanan

pedesaan dan peningkatan kemampuan mekanisme perencanaan

pembangunan dari tingkat desa.

Padahal meminjam pemikiran Adisasmita (2005), pada

pelaksanaan pembangunan sekarang ini, tantangan utama yang perlu

diatasi dalam jangka pendek adalah mengurangi jumlah penduduk

miskin melalui pendekatan kemanusiaan yang menekankan kebutuhan

dasar, pendekatan kesejahteraan melalui peningkatan dan

pengembangan ekonomi produktif, serta penyediaan jaminan sosial

dan perlindungan pengentasan kemiskinan agar dilakukan secara

komprehensif dan terpadu yang melibatkan semua pihak, baik

pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga swadaya

masyarakat, organisasi kemasyarakatan, maupun masyarakat miskin

itu sendiri. Maksudnya adalah agar program pembangunan itu dapat

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi perbaikan kondisi

sosial ekonomi dan budaya, serta peningkatan kesejahteraan

masyarakat miskin.

Oleh karena itu tampaknya perlu dipahami bahwa antara tujuan

pembangunan dan motivasi pelaku pembangunan tidak selalu singkron;

dan kadangkala persoalannya menjadi semakin rumit manakala

dikaitkan dengan pentingnya unsur pembiayaan pembangunan itu

sendiri (Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, 2007). Tujuan pembangunan,

motivasi pelaku pembangunan, dan pembiayaan pembangunan

bertemu dengan dilema antara efektivitas dan efisiensi. Jika efektivitas

dipahami sebagai mengoptimalkan semua input tersedia, efisiensi

dipahami sebagai menurunkan input seoptimal mungkin. Jika input

84 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

itu adalah tujuan pembangunan, motivasi pelaku pembangunan, dan

pembiayaan pembangunan, pilihannya adalah: (1) mengoptimalkan

penggunaan tujuan pembangunan, mengoptimalkan motivasi

pembangunan, dan mengoptimalkan pembiayaan pembangunan,

dengan orientasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; atau

(2) menurunkan penggunaan tujuan pembangunan, dan menurunkan

pembiayaan pembangunan, dengan orientasi untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Kedua pilihan itu seringkali tidak dipilih

salah satunya, tetapi sama-sama dipakai. Kontradiksi ini (dalam

pengertian penerapan dua pilihan yang berlainan makna)

sesungguhnya dapat membentuk pilihan yang salah (adverse selec-

tion) dan dapat pula membentuk penyelewengan (moral hazard).

Kedua hal itu selanjutnya dapat menimbulkan biaya transaksi baru

(dan tentu saja pemborosan) dalam kegiatan pembangunan.

Dengan demikian, mestinya pelaksanaan program KTM Cahaya

Baru dalam setiap aktivitasnya harus tepat dan bermanfaat, agar dapat

mencapai target sasaran untuk meningkatkan perbaikan kesejahteraan

bagi warga masyarakat sekitar lokasinya. Agar. tercapai sasaran yang

diinginkan semua pihak yang terlibat harus memiliki pemahaman yang

sama tentang proses yang dijalankan. Jangan sampai hanya. bagus di

tingkat konsep tetapi jelek dalam implementasinya. Dalam rancangan

perencanaannya boleh saja disebutkan untuk mencapai tujuan

perbaikan penghasilan masyarakat, tetapi bisa saja terjadi dalam

implementasinya yang disebut kelompok sasaran itu malah

terpinggirkan. Itulah sebabnya dalam suatu rencana program yang

berhubungan dengan kebijakan publik harus senantiasa dapat dinilai

atau dievaluasi. Menurut Anderson (Wahab, 1990),. kebijakan adalah

langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor

atau sejumlah aktor. berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan

tertentu. yang dihadapi. Mestinya program KTM pun bukanlah sebuah

perkecualian, niscaya melibatkan aktor untuk melaksanakannya guna

mencapai tujuan program yang telah dirancang sebelumnya.

Merujuk pada buku pedoman program KTM, secara konseptual

sudah cukup memadai bagaimana kerangka pikir yang mendasari

pentingnya program KTM berbasis pada perencanaan wilayah berbasis

partisipasi masyarakat. Paling tidak, pedoman itu. menunjukkan

85FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

prinsip-prinsip apa saja yang harus dianut dalam menyusun program

aksi untuk menunjang keberhasilan program KTM yang akuntabel.

Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah:

• Pembangunan dan Pengembangan Kota Terpadu Mandiri di

kawasan. transmigrasi dirancang mengacu kepada teori

pengembangan wilayah melalui pembangunan Wilayah

Pengembangan Transmigrasi (WPT), dan secara teknis meliputi:

(1)Kawasan yang sudah dilaksanakan pembangunan transmigrasi

terdiri dari permukiman transmigrasi yang sudah diserahkan

kepada Pemerintah Daerah dan Pemukiman Transmigrasi yang

ada dan masih dibina oleh Kementerian Tenaga Kerja dan

Transmigrasi;

(2)Kawasan potensial yang dapat dikembangkan untuk calon

pemukiman transmigrasi; dan,

(3)Kawasan Desa sekitar.

• Kriteria dan Persyaratan KTM, secara teknis meliputi:

(1)Masuk ke dalam kawasan budidaya non kehutanan;

(2)Luasan minimal 18.000 hektar yang diasumsikan berdaya

tampung 9.000 KK terdiri dari transmigran dan penduduk sekitar;

(3) Mempunyai potensi untuk mengembangkan komoditi unggulan

dan memenuhi skala ekonomis;

(4)Mempunyai kemudahan hubungan dengan Puasat-pusat

pertumbuhan yang telah ada;

(5)Kawasan yang diusulkan tidak tumpang tindih dengan

peruntukan pihak lain, tidak berpotensi masalah sosial,

merupakan aspirasi masyarakat setempat dan atau badan usaha;

(6)Usulan pembangunan dan pengembangan KTM merupakan

kesepakatan bersama antara Pemerintah Kabupaten/Kota dan

DPRD Kabupaten/Kota, dikoordinasikan oleh pemerintah

Provinsi, serta lolos seleksi dari Tim Pemerintah;

(7)Kebutuhan lahan yang diperlukan untuk pembangunan dan

pengembangan KTM adalah untuk Pusat bibit/benih dan

demfarm 230 hektar, pembangunan sarana dan pra sarana pusat

KTM 120 hektar, pengembangan pemukiman transmigrasi baru

86 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

minimal 1000 hektar, pengembangan transmigrasi swakarsa

mandiri minimal 500 hektar.

• Perolehan tanah kawasan KTM dapat berasal dari:

(1)Tanah Negara bebas, tanah hak dan ulayat yang perolehannya

sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku;

(2)Hak pengelolaan (HPL) Kementerian Tenaga Kerja dan

Transmigrasi, dimana sebagian HPL dapat dilepaskan untuk

diproses menjadi Hak Guna Usaha (HGU) Badan Usaha melalui

BPN;.

(3)Tanah berasal dari HGU Badan Usaha, dimana sebagian HGU

tersebut dapat dilepaskan menjadi HPL Kementerian Tenaga

Kerja dan Transmigrasi yang akan dibagikan kepada

Transmigran dan penduduk sekitar yang mengikuti program

transmigrasi.

• Rencana struktur tata ruang kawasan KTM harus mengacu kepada

amanat UU Nomor 15 Tahun 1997 Tentang Ketransmigrasian pada

Pasal 22, bahwa Pembangunan Wilayah Pengembangan

Transmigrasi (WPT) dilaksanakan secara terencana dan bertahap

serta terpadu dengan pembangunan sektoral dan pembangunan

daerah, yang secara teknis dapat ditafsirkan sebagai kriteria:

(1) Dalam WPT terdapat beberapa Satuan Kawasan Pengembangan

(SKP), sedangkan setiap SKP terdiri dari Satuan Pemukiman (SP);

(2)SKP merupakan kumpulan SP transmigrasi dan desa sekitar yang

terhubungkan oleh jaringan transportasi dan memiliki desa

utama sebagai pusat kegiatan dari SKP;

(3)Dari beberapa SKP ditentukan satu pusat pengembangan utama

tingkat WPT untuk menjadi Pusat KTM yang mempunyai fungsi

perkotaan, (4) Pusat KTM mempunyai keterkaitan dan

keterikatan dengan Desa-desa utama yang merupakan Pusat SKP

dan Desa-desa sekitarnya.

• Pengembangan usaha, , , , , yang harus dilihat dari perspektif:

(1) Pengembangan usaha masyarakat pada KTM diarahkan kepada

pengembangan komoditas unggulan melalui sistem agribisnis dan

agroindustri dari hulu ke hilir yang bekerjasama dengan investor;

87FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

(2) Bidang usaha pertanian dan non pertanian merupakan kegiatan

yang saling mendukung.

• Pengembangan masyarakat, , , , , yang harus dipahami dalam konteks:

(1)Bidang pengembangan masyarakat terdiri dari: aspek ekonomi,

aspek sosial budaya, aspek mental spritual, aspek kelembagaan,

dan aspek keamanan;

(2) Pengembangan masyarakat diarahkan untuk membentuk

masyarakat pertanian modern yang direncanakan dengan

pendekatan partisipatif, berbasis kebutuhan dan melibatkan

pelaku usaha dan pemerintah daerah;

(3)Pelaksanaan pengembangan masyarakat meliputi penguatan

kelembagaan masyarakat, penguatan kapasitas SDM,

pengembangan kemitraan dan pelayanan jasa pemerintah;

(4)Untuk pengembangan masyarakat diarahkan untuk mencapai

perilaku masyarakat yang produktif, efesien, berwawasan luas,

peduli lingkungan dan berpikiran modern menuju masyarakat

madani.

Dengan demikian, apabila merujuk pada prinsip-prinsip tersebut

di atas mestinya pelaksana program dapat mengeliminir kendala dan

lebih mampu mengatasi hambatan yang muncul dalam implementasi

program di lapangan.

B. 3. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Barito Kuala, khususnya di

kawasan yang termasuk dalam lokasi proyek PP-KTM Cahaya Baru,

yaitu: Desa, UPT, dan eks UPT yang termasuk dalam kawasan pro-

gram PP KTM Cahaya Baru Kabupaten Barito Kuala, yang meliputi 47

Desa, 24 Eks UPT, dan 5 UPT Binaan. Penelitian ini pada dasarnya

dimaksudkan untuk menilai implementasi program PP KTM Cahaya

Baru yang nota bene sudah mulai dilaksanakan sejak Januari 2008;

sehingga praktis sudah berlangsung selama 2 tahun hingga penelitian

ini dilakukan pada bulan Desember 2009. Karena program KTM Cahaya

Baru ini dirancang akan berlangsung hingga tahun 2012, maka evaluasi

dimaksud sebenarnya berpola evaluasi proses (evaluasi formatif).

88 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Sesuai dengan tujuan penelitian, penelitian ini menggunakan

pendekatan penelitian deskriptif dengan desain penelitian evaluatif

berbasis metode survai. Desain evaluatif digunakan untuk menelaah

proses perencanaan hingga pelaksanan program yang dilakukan oleh

pengelola PP KTM Cahaya Baru. Meskipun menggunakan metode

survai, tetapi instrumen penelitian berupa kuesioner disampaikan

kepada responden dalam bentuk wawancara berstruktur; karena

secara teknis hal itu lebih mungkin dilakukan daripada kuesionernya

diserahkan kepada responden untuk ditanggapi. Sebagai responden

dalam penelitian ini adalah warga masyarakat yang berada di wilayah

KTM Cahaya Baru yang diasumsikan terlibat atau mengetahui kegiatan

proyek KTM; dan secara purposive ditentukan 90 orang responden yang

dikategorikan sebagai: (1) Perwakilan Desa (ditentukan 50 orang);. (2)

Perwakilan eks UPT (30 orang); dan (3) Perwakilan UPT yang masih

dibina (10 orang).

C. HASIL PENELITIANC. 1. Program KTM dalam Perspektif Kondisi Obyektif Barito

Kuala

Lokasi yang menjadi tempat dilaksanakannya Program PP KTM

Cahaya Baru adalah di wilayah Kabupaten Barito Kuala, tepatnya di

enam wilayah Kecamatan terpilih (dari 17 kecamatan di Kabupaten

Barito Kuala), yakni: Jejangkit, Mandastana, Belawang, (sebagian)

Barambai, Rantau Badauh, (sebagian) Cerbon, dan (sebagian)

Marabahan. Pusat PP KTM Cahaya Baru berada di Kecamatan

Marabahan, yang merupakan ibukota Kabupaten Barito Kuala

(Anonimous, 2009). Secara kluster, wilayah PP KTM Cahaya Baru itu

dikelompokkan dalam status Satuan Kawasan Pengembangan (SKP),.

yakni: Kecamatan Jejangkit (SKP 1),. Kecamatan Mandastana (SKP 2),

Kecamatan Belawang (SKP 3), Kecamatan Barambai (SKP 4),.

Kecamatan Rantau Badauh (SKP 5) dan sebagian Kecamatan

Marabahan, Kecamatan Cerbon dan. sebagian Kecamatan Barambai

termasuk kedalam (SKP-P). Keseluruhan luas areal. wilayah KTM

dirancang kurang lebih. 60.568 Ha (lihat Tabel 1), meskipun yang

dimasukkan dalam Perda KTM Cahaya Baru hanya seluas 51.945 hektar

89FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

saja. Dari kawasan SKP tersebut terdapat 29 Unit Pemukiman

Transmigrasi yang terdiri dari 24 UPT yang telah diserahkan dan 4

yang masih dibina. Sedangkan untuk rencana wilayah desa, eks UPT,

dan UPT yang masih dibina menyebar di berbagai Kecamatan, seperti

terlihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 1. Cakupan Rencana Wilayah PP KTM Cahaya Baru.Tabel 1. Cakupan Rencana Wilayah PP KTM Cahaya Baru.Tabel 1. Cakupan Rencana Wilayah PP KTM Cahaya Baru.Tabel 1. Cakupan Rencana Wilayah PP KTM Cahaya Baru.Tabel 1. Cakupan Rencana Wilayah PP KTM Cahaya Baru.

Sumber: Disnakertrans Kabupaten Batola, 2009.

Melalui Peraturan Daerah Kabupaten Barito Kuala Nomor 6

Tahun 2008 telah ditetapkan Kota Terpadu Mandiri (KTM), yang

meliputi kawasan di enam kecamatan itu, meliputi areal seluas 51.945

Ha. Dari kawasan seluas 51.945 Ha tersebut dibuat perencanaan tata

ruang yang akan menghasilkan susunan pusat-pusat permukiman dan

sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai

pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara heirarkis

memiliki hubungan fungsional. Selain itu juga akan menghasilkan

distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah, meliputi peruntukan

ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budidaya. Lahan PP KTM

90 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Cahaya Baru berada pada Kawasan Budidaya dan Menurut Rencana

Tata Guna Hutan termasuk Areal Penggunaan Lain (APL). Kawasan

KTM. ini tidak bertentangan dengan RTRW Provinsi Kalimantan

Selatan dan RTRW Kabupaten Barito Kuala (Perda Nomor 09 Tahun

2003), meskipun dalam kawasan ini termasuk beberapa UPT lama dan

UPT yang masih dalam pembinaan dan desa asal.

Kawasan KTM pada umumnya dikuasai oleh masyarakat namun

dapat dikembangkan sesuai komoditas unggulan ekonomis, dengan

catatan harus sepenuhnya melibatkan masyarakat secara langsung.

Sebagai contoh, lahan pengembangan permukiman di UPT Sawahan,

Kecamatan Cerbon. Potensi unggulan Kawasan KTM Cahaya Baru

adalah sentra persawahan produktif dan dipadukan dengan budidaya

hortikultura (jeruk, rambutan dan nenas). Kawasan ini sering disebut

dengan Kawasan Agropolitan Jeruk Berbasis Padi. Pada kawasan ini

pula telah dikembangkan kebun kelapa sawit dan budidaya ikan

keramba.

Tabel 2. Daftar Desa yang masuk wilayah PP KTMTabel 2. Daftar Desa yang masuk wilayah PP KTMTabel 2. Daftar Desa yang masuk wilayah PP KTMTabel 2. Daftar Desa yang masuk wilayah PP KTMTabel 2. Daftar Desa yang masuk wilayah PP KTM

Sumber : Diolah dari data Disnakertrans Kabupaten Batola, 2009.

91FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Untuk kondisi lahan yang dikembangkan semuanya merupakan

daerah lahan basah. Pola penggunaan lahan di Kawasan KTM Cahaya

Baru sesuai dengan pola penyebaran penduduk yang ada akumulasi

penduduk sebagian besar terdapat pada lokasi-lokasi yang

dikembangkan oleh pemerintah, seperti pusat pemerintahan dan

perdagangan, lokasi transmigrasi di mana daerah-daerah tersebut

sudah mempunyai prasarana dan sarana yang memadai. Penggunaan

lahan di wilayah Kawasan KTM Cahaya Baru terdiri dari permukiman,

persawahan, tegalan/pertanian lahan kering, kebun campuran,

perkebunan, hutan, danau/rawa dan alang-alang.

Dari observasi lapang yang dilakukan memang kondisi di wilayah-

wilayah tersebut masih minim sarana infrastruktur, terutama dari aspek

sarana transportasi. Hubungan antar wilayah dipisahkan oleh

hamparan hutan galam, bahkan terputus oleh sungai besar, seperti

Sungai Barito. Ini terjadi pada wilayah Kecamatan Barambai dan

Kecamatan Rantau Badauh. Melihat kondisi yang ada di lapangan

tersebut, seharusnya perlu segera dibuat jalan penghubung sehingga

antar wilayah menjadi satu kesatuan yang saling terhubung.

Tabel 3. Daftar Eks UPT yang masuk wilayahTabel 3. Daftar Eks UPT yang masuk wilayahTabel 3. Daftar Eks UPT yang masuk wilayahTabel 3. Daftar Eks UPT yang masuk wilayahTabel 3. Daftar Eks UPT yang masuk wilayah

KTM Cahaya BaruKTM Cahaya BaruKTM Cahaya BaruKTM Cahaya BaruKTM Cahaya Baru

Sumber : diolah dari data Disnakertrans Kabupaten Batola, 2009.

Persyaratan bagi penggunaan lahan yang dapat dimanfaatkan

bagi pengembangan Kawasan KTM Cahaya Baru harus memenuhi

ketentuan/kriteria status hutan, yaitu:

92 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

(1)Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dan Areal Penggunaan Lain (APL)

merupakan daerah yang berfungsi bagi penggunaan dan

perencanaan lain,. dapat langsung ditindaklanjuti.

(2)Hutan Produksi Biasa (HPB) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT),.

proyeksi lahan hanya bisa dilanjutkan apabila sudah dikelola

pengalihan status.

(3)Hutan lindung, Hutan Suaka Alam, Taman Nasional,. proyeksi

lahan tidak dapat dimanfaatkan / digunakan sama sekali.

Kawasan KTM Cahaya Baru seluruhnya termasuk dalam Areal

Penggunaan Lain (APL). Berdasarkan hasil penelusuran perencanaan

sebelumnya, ternyata Program Transmigrasi yang telah ada dikawasan

PP KTM Cahaya Baru telah ditunjang dengan Surat Keputusan HPL

(Tabel 4).

Tabel 4. Status Lahan di kawasan KTM Cahaya BaruTabel 4. Status Lahan di kawasan KTM Cahaya BaruTabel 4. Status Lahan di kawasan KTM Cahaya BaruTabel 4. Status Lahan di kawasan KTM Cahaya BaruTabel 4. Status Lahan di kawasan KTM Cahaya Baru

berdasarkan SK HPLberdasarkan SK HPLberdasarkan SK HPLberdasarkan SK HPLberdasarkan SK HPL

Sumber: Disnakertrans Kabupaten Batola

Pola penggunaan lahan pada hakekatnya adalah merupakan

gambaran pemanfaatan ruang dari hasil jenis usaha dan tingkat

teknologi di suatu wilayah dan sejauh mana aktivitas manusia dalam

memanfaatkan sumber daya lahan baik oleh pemerintah, swasta,

maupun masyarakat.

93FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Pola penggunaan lahan di Kawasan KTM Cahaya Baru sesuai

dengan pola penyebaran penduduk yang ada akumulasi penduduk

sebagian besar terdapat pada lokasi-lokasi yang dikembangkan oleh

pemerintah, seperti pusat pemerintahan dan perdagangan, lokasi

transmigrasi dimana daerah-daerah tersebut sudah mempunyai

prasarana dan sarana yang memadai.

Penggunaan lahan di wilayah Kawasan KTM Cahaya Baru terdiri

dari permukiman, persawahan, tegalan/pertanian lahan kering, kebun

campuran, perkebunan, hutan, danau/rawa dan alang-alang. Kondisi

lahan berdasarkan hasil penilaian kesesuaian lahan dari studi terdahulu

yaitu: sistem Lahan Kahayan adalah sesuai bagi pengembangan

beberapa komoditas seperti tersebut. di bawah ini:

ooooo Tanaman Padi dan Palawija (Ubi Kayu, Jagung, Kacang-Kacang

dan Sayuran) Tanaman Padi, Ubi kayu, Jagung, Kacang-

kacangan dan Sayuran merupakan tanaman semusim (annual

plant).

ooooo Tanaman Buah-buahan; beberapa tanaman buah-buahan yang

cukup banyak ditanam para petani di lokasi penelitian adalah

Jeruk, Rambutan, Nangka, Mangga, dan Nenas. Kelima jenis

tanaman ini tersebut merupakan jenis tanaman. yang

berkembang baik pada daratan rendah, dan mempunyai

persyaratan tumbuh tanaman yang hampir sama.

ooooo Tanaman Keras; tanaman keras yang cukup banyak ditanam para

petani di lokasi penelitian adalah kelapa hibrida. Kelapa jenis

tanaman yang hidup baik pada dataran rendah dan dataran

tinggi. Tanaman ini diusahakan secara monokultur maupun

secara bersama-sama dengan tanaman lain di kebun-kebun

campuran.

Pola penggunaan lahan di kawasan perencanaan PP KTM Cahaya

Baru, terbagi atas kawasan terbangun dan kawasan tak terbangun.

Penggunaan lahan untuk kawasan terbangun yakni digunakan sebagai

kawasan permukiman, yang terbagi lagi atas kawasan permukinan

perkotaan dan pemukiman perdesaan, fasilitas sosial ekonomi, jaringan

jalan dan lainnya. Sedangkan pola penggunaan lahan kawasan tak

94 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

terbangun sebagian besar terbentuk atas penggunaan lahan pertanian,

perkebunan, hutan, semak belukar, lahan kosong dan tegalan yang

menyebar pada masing-masing kecamatan. Berdasarkan pengamatan

di lapangan, ternyata tanaman padi sawah dikembangkan bersama-

sama dengan tanaman buah-buahan, khususnya jeruk. Penanaman

padi dengan jeruk dilakukan dengan sistem tumpang sari.

Dari persektif sosiokultural, karakter sosial budaya pada kawasan

KTM Cahaya Baru bercirikan suku Banjar dan Bakumpai, atau

campuran keduanya. Kultur masyarakat Banjar dan Bakumpai ini

dipengaruhi oleh faktor agama, khususnya agama Islam, dan ia tampak

pada pola kehidupan sehari-hari masyarakat yang cenderung agamis.

Sedangkan untuk masyarakat pendatang, terutama yang tinggal di

daerah transmigrasi, sebagian besar berasal dari pulau Jawa,. dan

sebagian kecil. transmigran yang berasal dari pulau Bali membawa

pengaruh budaya Bali dan agama Hindu. Meskipun tidak dimaksudkan

untuk mendeskripsikan korelasinya, tetapi jumnlah penduduk yang

berstatus miskin (Pra-Sejahtera) lebih banyak ditemukan di kecamatan

Mandastana (Tabel 5).

Tabel 5. Kondisi sosial ekonomi kawasan KTM Cahaya Baru.Tabel 5. Kondisi sosial ekonomi kawasan KTM Cahaya Baru.Tabel 5. Kondisi sosial ekonomi kawasan KTM Cahaya Baru.Tabel 5. Kondisi sosial ekonomi kawasan KTM Cahaya Baru.Tabel 5. Kondisi sosial ekonomi kawasan KTM Cahaya Baru.

Sumber : BPS Kabupaten Batola

C. 2. Implementasi Program KTM Cahaya Baru.

Ada sejumlah rencana pengembangan potensi ekonomi di lokasi

program KTM Cahaya Baru, antara lain sebagaiberikut:

(a)Rencana Pengembangan Komoditas Melalui Agrobisnis (Kemitraan),

meliputi:

• Padi dan hortikultura, seperti jeruk dan nanas

• Kelapa sawit

95FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

• Ternak sapi dan unggas

• Perikanan budidaya kolam dan keramba jaring apung

• Industri kecil rumah tangga

(b)Rencana Pengembangan intesifikasi padi

(c) Rencana pengembangan jeruk dengan luas tanam sebanyak 4.377,9

Ha dan luas panen jeruk sebanyak 2.182 Ha.

(d) Rencana Pengembangan produksi jeruk sebanyak 34,724 Ton dengan

produktifitas 16,72 Ton/Ha.

(e) Rencana Pengembangan Perkebunan besar. kelapa sawit.

(f) Rencana Pengembangan plasma kelapa sawit sebanyak 3.300 Ha.

(g) Rencana Pengembangan Ternak Sapi.

(h) Rencana Pengembangan unggas ayam dan puyuh.

(i) Rencana Pengembangan keramba dan kolam.

(j) Rencana pengembangan lapangan penumpukan batu bara dan

eksploitasi. gas metana.

Berdasarkan laporan master plan yang dibuat oleh konsultan

Itnasindo (2008), penyusunan rencana tata. ruang Kota Terpadu

Mandiri Cahaya Baru, merupakan upaya untuk mengatur,

memanfaatkan dan mengembangkan setiap bagian wilayah secara

optimal dan terpadu, sehingga diperoleh keseimbangan dan keserasian

perkembangan wilayah secara menyeluruh selama jangka waktu

perencanaan. Prinsip yang dianut adalah pengintegrasian dari sistem

jaringan jalan, serta sistem pusat-pusat kegiatan fungsional wilayah.

Sistem jaringan jalan pada dasarnya adalah untuk menghubungkan

setiap pusat-pusat kegiatan fungsional wilayah dan sekaligus memberi

bentuk pada perkembangan fisik wilayah.

Selain pembangunan dan pengembangan SKP Pusat,. pusat-pusat

kegiatan dibawahnya yaitu SKP 1, SKP 2, SKP 3, SKP 4 dan SKP 5,

dilakukan dengan mengembangkan prasarana dan sarana sosial

ekonomi, sehingga. berfungsi sebagai pusat SKP yang melayani wilayah

belakangnya dan berfungsi sebagai pusat pelayanan lokal bagi desa-

desa di sekitarnya (Tabel 6.a dan Tabel 6.b).

96 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Tabel 6. Analisa Tata Ruang Satuan KawasanTabel 6. Analisa Tata Ruang Satuan KawasanTabel 6. Analisa Tata Ruang Satuan KawasanTabel 6. Analisa Tata Ruang Satuan KawasanTabel 6. Analisa Tata Ruang Satuan Kawasan

Pengembangan KTMPengembangan KTMPengembangan KTMPengembangan KTMPengembangan KTM

Sumber: Master-Plan PP KTM Cahaya Baru.

97FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Desain master plan Pusat PP KTM Cahaya Baru dibuat itu sesuai

dengan pedoman tentang Pembangunan dan Pengembangan KTM yang

dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Namun

dalam praktiknya ternyata ada sejumlah rencana yang tidak konsisten,

terutama yang berkaitan dengan letak posisi dari pembangunan pusat

KTM. Dalam proses penentuan letak posisi pusat KTM itu mengalami

beberapa “tarik ulur” sehingga konsep KTM itu beberapa kali pula

direvisi. Bahwasanya kemudian posisi Pusat KTM ada di kecamatan

Marabahan (ibukota Kabupaten Barito Kuala) sebenarnya merupakan

hasil kompromi antara kepentingan Pemda dan DPRD setempat,

meskipun secara teoritik hal itu bisa mempengaruhi tingkat keberhasilan

akselerasi PP KTM di masa mendatang. Dilihat dari letak posisinya, Pusat

KTM Cahaya Baru itu sebenarnya belum sepenuhnya mengacu kepada

pedoman baku yang telah ditetapkan Departemen Transmigrasi.

Seharusnya, Pusat KTM terletak di posisi yang strategis di tengah-tengah

wilayah pengembangan, sehingga mudah diakses semua desa, eks UPT,

maupun UPT yang masih dibina; sedangkan Marabahan (sebagai pusat

KTM) agak di utara kawasan pengembangan.

Merujuk pada konsep kebijakan Pemerintah Provinsi tentang

Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D) untuk

Kabupaten Batola (Dinas Kimpraswil, 2002), kawasan yang dianggap

potensial adalah Desa Tabing Rimbah dan sekitarnya yang masuk

Kecamatan Mandastana dan Desa Kolam Makmur. Kecamatan

Wanaraya, Desa Jejangkit Pasar dan sekitarnya di Kecamatan Jejangkit,

dan Desa Punggu Baru dan sekitarnya di Kecamatan Anjir Muara.

Dengan demikian, penempatan lokasi Pusat KTM di Marabahan boleh

jadi akan menyebabkan akselerasi pertumbuhan ekonomi di kawasan

itu kurang optimal. Apalagi jikalau dikaitkan dengan program

unggulan lain untuk daerah ini, yakni program agropolitan. Program

agropolitan merupakan kegiatan pembangunan pertanian dalam arti

luas (tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan,

perikanan dan kelautan); dan program ini diarahkan untuk mendukung

keberadaan Kabupaten Barito Kuala sebagai daerah penunjang pro-

gram ketahanan pangan nasional, karena potensinya sebagai daerah

penghasil beras terbesar (sekitar 20%) di Kalimantan Selatan. Program

98 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

tersebut, sesuai SK Bupati Barito Kuala Nomor 369 tahun 2003

dipusatkan pada kawasan daerah pengairan Terantang dan daerah

pengairan Belawang, diikuti pengembangan beberapa kawasan sentra

produksi lainnya, yaitu:

• Kawasan sentra produksi jeruk dan hortikultura lainnya berbasis

padi, di Kecamatan Belawang, Barambai, Cerbon, Mandastana

dan Marabahan.

• Kawasan sentra pengembangansapi potong dan kambing berbasis

padi dan Palawija di Kecamatan Wanaraya dan Barambai.

• Kawasan sentra kelapa rakyat di Kecamatan Tamban, Mekarsari

dan Alalak.

• Kawasan sentra perikanan dan kelautan di Kecamatan

Tabunganen.

Dengan kata lain, ada ketidaksingkronan antara rencana pusat

KTM dengan pusat pengembangan agropolitan di Kabupaten Barito

Kuala; padahal dua program itu mestinya saling mendukung dan

melengkapi.

C. 3. Pembahasan

Merujuk pada buku pedoman PP KTM (Anonimous, 2007), secara

garis besarnya mentitikberatkan pada dua kegiatan utama, yaitu

pembangunan infrastruktur dan pengembangan usaha serta

pengembangan kemasyarakatan. Namun, dalam realisasi rencana

kegiatan yang dilakukan ternyata belum menyentuh semua bidang yang

direncanakan. Padahal kalau dilihat dari potensi wilayah, baik dari

sumber daya alam maupun sumber daya manusianya, Kawasan PP

KTM Cahaya Baru memiliki prospek untuk dikembangkan. Salah satu

sebabnya ternyata karena proyek KTM itu oleh Instansi Pelaksananya

lebih menaruh perhatian pada pembangunan sarana dan prasaran fisik,

terutama pembangunan jalan dan gedung di Pusat PP KTM, Kelurahan

Ulu Benteng Kecamatan Marabahan. Hal itu dapat dilihat dari realisasi

pelaksanaan proyek sbb:

a. Pelaksanaan Proyek KTM Cahaya Baru 2007-2008:

99FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

(1)Pembangunan Pintu Gerbang (APBD 2007)

(2)Pembangunan Tugu KTM Cahaya Baru (APBD 2007)

(3)Pembangunan Taman Kota di Tugu KTM (APBN 2008)

(4)Pembangunan Taman Kota di Pusat KTM (APBN 2008)

b. Pelaksanaan Proyek KTM Cahaya Baru 2009

(1) Pembangunan Kantor Pengelola (700 m2). : Rp 2.100.000.000,-

(2) Pembangunan Rumah Pintar (250 m2) : Rp. 625.000.000,-

(3) Pembangunan Guest House (325 m2) : Rp. 975.000.000,-

(4) Pembangunan Jalan ke Pusat KTM(3.980 m) : Rp 3.316.528.000,-

(5) Pembangunan Jalan Boulevard (3.295 m) : Rp. 681.472.000,-

(6) Pembangunan Transmigrasi Baru:

• UPT Sawahan 100. KK : Rp 3.779.739.000,-

• UPT Jejangkit. 98 KK : Rp 5.079.544.000,-

• Pemugaran pemukiman

di Desa Jejangkit 35 KK : Rp 2.175.544.000,-

Bahkan apabila diperhatikan dengan seksama rencana

pengembangan kawasan KTP untuk anggaran tahun 2010 (Tabel 7),

tampak sekali kurangnya keberpihakan Instansi Pelaksana terhadap

rencana pengembangan sumberdaya ekonomi masyarakat setempat.

Tetapi, verifikasi dari aparat pelaksana proyek, kebijakan tersebut

ditempuh karena memang sudah disetujui oleh Departemen

Transmigrasi. Analoginya adalah, KTM itu butuh “panggung”, dan

yang dimaksud dengan analogi itu adalah infrastruktur pendukung,

terutama jalan dan gedung-gedung perkantorannya.

Tabel 7. Perencanaan PP KTM tahun 2010Tabel 7. Perencanaan PP KTM tahun 2010Tabel 7. Perencanaan PP KTM tahun 2010Tabel 7. Perencanaan PP KTM tahun 2010Tabel 7. Perencanaan PP KTM tahun 2010

Sumber: Disnakertrans Kabupaten Batola, 2010.

Untuk realisasi rencana pengembangan usaha ekonomi dan

100 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

masyarakat selama program kebijakan PP KTM lima tahun ke depan

yang dimulai sejak tahun 2008 sampai dengan 2012 sebenarnya telah

dibuat rencana program aksi bersama dengan jajaran stakeholders,

terutama yang menangani sektor pertanian, peternakan, dan perikanan.

Namun verifikasi terhadap para stakeholders dimaksud, ternyata

menunjukkan fakta bahwa program aksi dimaksud belum berjalan

efektif, terutama karena persoalan koordinasi (Hasil wawancara

dengan seorang pejabat Dinas Transmigrasi Provinsi Kalimantan

Selatan, tanggal 27 Desember 2009). Ada gagasan, bahwa seharusnya

ada semacam Badan Pengelola yang bertugas dan berwenang khusus

menangani pembangunan di kawasan KTM sehingga kontribusi peran

stakeholders bisa lebih optimal.

Seorang pejabat Pemda mengakui bahwa program KTM Cahaya

Baru itu masih berpola “trial and error”. Pejabat lainnya mengakui

bahwa pembangunan dalam konteks KTM Cahaya Baru masih terfokus

pada pembangunan fisik di pusat KTM, yakni di Kelurahan Ulu

Benteng Kecamatan Marabahan, karena memang demikian arahan

yang mereka terima dari pihak atasan. Tetapi pengakuan tersebut

sebenarnya tidak menunjukkan fakta bahwa para pejabat yang

berwenang dalam pelaksanaan rencana program KTM telah

memahami substansi masalah, bahwa diluncurkannya program KTM

itu terutama adalah untuk memberdayakan masyarakat di kawasan

transmigrasi agar jadi lebih mandiri secara ekonomi dan mampu

memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada untuk perbaikan

kesejahteraan hidup mereka; di samping tujuan lain untuk

mengembangkan kawasan tersebut menjadi lebih maju.

Dalam konsep pengembangan wilayah, pendekatan

pembangunan kawasan dalam penanganan masalah kemiskinan

adalah serangkaian upaya yang melihat suatu kawasan sebagai

kesatuan ruang yang utuh. Tetapi merujuk pada pengakuan sejumlah

pejabat yang notabene merupakan stakeholders program KTM, tampak

sekali pola pikir sektoral begitu dominan. Mereka semua mengakui

memiliki program yang berorientasi pada pemberdayaan dan

pengembangan potensi masyarakat, tetapi tidak ada satupun yang

dapat menunjukkan perannya dalam konteks pengembangan KTM

Cahaya Baru. Dalam kaitan itu Instansi Pelaksana sebagai “leading

101FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

sector” terbukti tidak mampu menjalankan perannya sebagai

koordinator, yang seharusnya dapat mendamaikan ego sektoral yang

ada di berbagai instansi terkait dan seharusnya terlibat dalam

pengembangan KTM Cahaya Baru.

Namun demikian, apakah program KTM sama sekali tidak ada

imbasnya terhadap kehidupan masyarakat di lokasi pengembangan?

Penelitian ini, melalui pengakuan para responden, membuktikan bahwa

secara umum memang warga masyarakat setempat tidak merasakan

manfaat yang signifikan, tetapi secara spesifik beberapan kelompok

masyarakat masih melihat positif program KTM tersebut. Dengan

mengambil sampel lokasi di 5 Desa, 3 Eks-UPT, dan 1 UPT yang masih

dibina; diperoleh 90 orang responden yang diasumsikan dapat

merepresentasikan warga masyarakat di lokasi KTM Cahaya Baru.

Representasi dimaksud dikaitkan dengan jenis pekerjaan responden

yang umumnya petani, karena program KTM sebenarnya untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat transmigran, dan bidang

usahanya yang ditekuni oleh umumnya transmigran di Kabupaten

Barito Kuala adalah pertanian.

Kepada responden ditanyakan apakah pernah mengetahui

adanya program pembangunan yang bertajuk KTM Cahaya Baru(?),

dan jawaban responden ternyata sangat mengejutkan, karena 78%

responden mengaku tidak tahu. Responden yang mengaku program

KTM itu hanya pada kelompok responden yang mewakili UPT Binaan;

dan itupun terbatas pada mereka yang berstatus sebagai perangkat

desa dan. pengurus Kelompok Tani. Uniknya, mengenai sumber.

informasi mereka justru tidak mendapatkannya dari Instansi Pelaksana;

dan yang dimaksud dengan “mengetahui” adalah semata-mata pernah

mendengar informasi tantang hal itu tetap tidak juga lalu dapat

ditafsirkan sebagai memahaminya dengan baik, seperti yang

diungkapkan oleh MX.

“Pernah dulu diberitahu pihak Kecamatan. Cuma tidak ada

kelanjutannya. Pemberitahuannya juga disampaikan sekilas

secara lisan oleh Camat,” (Wawancara dengan MX,. tanggal 19

Februari 2010).

102 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Responden yang mengaku tahu ihwal program KTM umumnya

berasal dari UPT Binaan. Hal itu menjadi terasa wajar, karena mereka

masih melakukan komunikasi intens dengan aparatur Instansi

Pelaksana. Tetapi ketika mereka menjawab bahwa program KTM terasa

ada manfaatnya (dibanding responden lain di luar komunitas itu yang

justru mengaku tidak merasakannya sama sekali), tampaknya ada bias

informasi. Seolah-olah segala program yang diterima oleh transmigran

di UPT tersebut identik dengan program KTM, padahal sebenarnya

berbeda. Faktanya, mereka memang menerima bantuan paket untuk

pengembangan ternak kambing sebanyak 45 ekor (di luar bantuan

paket regular seperti jaminan hidup dan sarana produksi pertanian);

tetapi paket program tersebut tidak terdaftar sebagai bagian dari pro-

gram KTM Cahaya Baru, tetapi kabarnya merupakan imbas dari

kunjungan seorang pejabat Direktorat Jendral Departemen Tenaga

Kerja dan Transmigrasi RI ke lokasi UPT tersebut.

Pada dasarnya warga masyarakat setempat memang

membutuhkan program KTM, karena sebanyak 55% responden

mengaku perlu dan pentingnya prasarana transportasi berupa jalan

darat untuk mendukung eksistensi mereka sebagai petani transmigran.

Menurut mereka,. prasarana tersebut perlu ada (dansekarang ini masih

bermasalah) dalam rangka memperlancar kegiatan ekonomi pertanian

mereka, seperti misalnya menjual hasil bumi. Bahkan ketika diandaikan

apa yang diinginkan dari program KTM, 33% responden dengan

mantap berharap ada bantuan modal untuk mengembangkan usaha

pertanian mereka (dan justru bantuan dimaksud belum pernah ada

dalam wacana formal berkaitan dengan adanya program KTM Cahaya

Baru di sekitar lokasi mukim mereka). Hal itu menjadi semacam ironi,

karena sebanyak 67% responden masih membayangkan adanya

harapan bantuan dari Pemerintah (baca: Instansi Pelaksana KTM)

untuk mengatasi kesulitan mereka dalam kegiatan produksi pertanian,

terutama dalam hal ketersediaan saprodi, pupuk, dan pestisida.

Sedangkan 33% responden lainnya justru berhajat dalam hal

ketersediaan peralatan pasca panen seperti. mesin perontok padi (power

treaser). dan mesin penggilingan padi (rice milling unit).

Tatkala segala keluhan dan pengharapan masyarakat transmigran

yang kebetulan dijadikan responden dalam penelitian ini

103FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

dikomparasikan dengan verifikasi yang diberikan oleh apatur

pelaksana program KTM, maka tampaklah sejumlah kendala program

sebagai berikut:

• Aparatur dari Instansi Pelaksana merasa dukungan anggaran

untuk melaksanakan semua rencana kegiatan prohgram KTM

itu penting, namun mereka masih tergantung dengan anggaran

APBN, sedangkan dukungan dana APBD masih amat kurang.

• Pelaksana Program PP KTM Cahaya Baru masih belum mampu

melakukan koordinasi yang baik dengan para stakeholders pro-

gram; dan hal itu dialaskan pada belum dibentuknya. Badan

Pengelola KTM.

• Dalam konteks kegiatan pemberdayaan masyarakat dan

pengembangan potensi ekonomi lokal, pihak Instansi Pelaksana

menilai rendahnya tanggapan dan dukungan masyarakat karena

kurang sosialisasi; tetapi di lain pihak, warga masyarakat sendiri

tidak melihat adanya urgensi program KTM tersebut karena tidak

jelas manfaatnya bagi kehidupan mereka sebagai transmigran

yang berbasis pada usaha pengembangan pertanian.

• Merujuk pada master plan yang ada, sejumlah pejabat yang

berwenang menilai konsep KTM Cahaya Baru masih belum

sempurna; dan karena ketidaksempurnaan itulah pihak investor

swasta belum mau terlibat dalam usaha pengembangan KTM

Cahaya Baru.

D. KesimpulanBerdasarkan penelitian lapang dapat dikemukakan kesimpulan

temuan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan rencana Program KTM Cahaya Baru patut dinilai

masih belum optimal kinerjanya karena terlalu berorientasi top

down dan Instansi Pelaksana program tidak sepenuhnya mampu

memainkan perannya sebagai “leading sector” yang seharusnya

mampu melakukan koordinasi secara proaktif dengan stakehold-

ers program yang ada di Kabupaten.

2. Program KTM masih belum dirasakan manfaatnya oleh

penduduk di lokasi proyek karena aktivitas program masih sangat

terbatas pada pembangunan fisik infrasruktur dan tidak

104 FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

menyentuh kegiatan program pemberdayaan yang justru lebih

dibutuhkan oleh masyarakat petani transmigran yang sebenarnya

merupakan kelompok sasaran program KTM.

3. Program KTM seharusnya bisa menjadi faktor pemicu

pertumbuhan daerah, namun karena kurangnya kemampuan

koordinasi Instansi Pelaksana menyebabkan program ini tidak

bersifat komplementer dengan program pembangunan lainnya

yang relevan, seperti misalnya program agropolitan, yang sasaran

programnya serupa.

DAFTAR RUJUKAN

Adisasmita, H.R., 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Graha

Ilmu,Yogyakarta.

Adi, Siswo, 2002. Evaluasi. Pelaksanaan. Pemasukan. Pendapatan Asli.

Daerah Dalam. Menunjang. Pelaksanaan. Otonomi Daerah.

(Studi. Kasus di Kabupaten Nganjuk). Program Pascasarjana

Universitas Brawijaya, Malang.

Anonimous, 2007. Pedoman. Pembangunan. dan. Pengembangan KTM.

Depnakertrans RI, Jakarta.

_________, 2008. Laporan Master Plan KTM Cahaya Baru. Itnasindo.

_________. 2008. Peraturan. Daerah. KTM. Pemkab Batola, Marabahan.

_________, 2009. Barito. Kuala. Dalam. Angka. BPS Kabupaten Barito

Kuala, Marabahan.

Arsyad, Lincolin, 1997. Ekonomi Pembangunan. STIE-YKPN,

Yogyakarta.

Budiman, Arif, 1996. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Dunn, William N., 2000. Pengantar Analisis Kebijakan. Publik. Gajah

Mada University Press, Yogyakarta.

Friedman, John. 1992. Empowerment The Politics Alternatif Develop-

ment. Blackwell, Oxpord. USA.

ISEI. Bandung, 2003. Analisis. Ekonomi. Jawa Barat. Unpad Press,

Bandung.

105FOCUS Volume 1, Nomor 1, Januari - Juni 2011

Kuncoro,. Mundrajad. 1997. Ekonomika. Pembangunan, Teori,.

Masalah,. dan Kebijakan. UPPM STIM YKPN. Jogjakarta.

Kunarjo. 2002. Perencanaan Dan Pengendalian Program

Pembangunan. UI. Jakarta.

Manuwiyoto, Mirwanto, 2008. Mengenal dan Memahami Transmigrasi.

Depnakertrans, Jakarta.

Muzzakar, A.G., 1999. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan dan

Pelaksanaan Pembangunan. Program Pascasarjana Univeristas

Brawijaya, Malang.

Sarman, Mukhtar, 1998. Dimensi Kemiskinan: Agenda Pemikiran

Sayogyo. P3R-. YAE, Bogor.

_______________, 2004. Pengantar Metodologi Penelitian Sosial.

Pustaka Fisip Unlam, Banjarmasin.

_______________, 2008. Dinamika Pedesaan: Sebuah Pendekatan

Sosiologis. Program MSAP UNLAM, Banjarbaru.

Siagian, Sondang P., 2008. Administrasi Pembangunan: Konsep.

Dimensi dan Strateginya. Bumi Aksara, Jakarta.

Soetomo, 2008. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka

Pelajar, Yogyakarta.

Sukirno, Sadono, 1978. Ekonomi Pembangunan: Proses Masalah dan

Dasar Kebijakan. UI Press, Jakarta.

Suparno, Erman, 2008. Paradigma Baru Transmigrasi: Menuju

Kemakmuran. Rakyat. Depnakertrans RI, Jakarta.

Tjokroamidjojo, Bintoro, 1995. Pengantar Administrasi Pembangunan.

LP3ES, Jakarta.

Todaro, MP dan Stephen C. Smith, 2004. Pembangunan Ekonomi di

Dunia Ketiga. (Terjemahan) Erlangga. Jakarta.

Wahab, Solichin Abdul, 1997. Pengantar Analisis Kebijaksanaan

Negara. PT Bumi Aksara,. Jakarta.

Wrihatnolo, R.R. dan R.R. Dwidjowijoto, 2006. Manajemen

Pwmbangunan Indonesia. PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

Wrihatnolo, R.R. dan R.N. Dwidjowijoto, 2007. Manajemen

Pemberdayaan: Sebuah Pengantar dan Panduan Masyarakat.

PT Elek Media Komputindo, Jakarta.