Upload
kendy-livi-danawati
View
100
Download
22
Embed Size (px)
DESCRIPTION
lap
Citation preview
Praktikum yang dilakukan bertujuan untuk menetapkan kadar besi dalam
sampel dengan cara kolorimetri. Sampel yang akan dianalisis kadar besinya
adalah air mineral Ades, air mineral padjadjaran, dan air minum rumahan. Secara
visual, ketiga jenis sampel tersebut berwarna bening. Adapun instrument alat
yang digunakan, yaitu : Spektrofotometer Uv-Vis. Perhitungan kadar Fe dengan
kolorimetri berprinsip pada pembentukkan kompleks besi (II) dengan 1,10-
fenantrolin, Fe(C12H8N2)32+ yang berwarna dan absorbansinya dapat diukur dengan
spektrofotometer visibel. Kolorimetri adalah suatu metode analisa kimia yang
berdasarkan pada perbandingan intensitas warna larutan dengan warna larutan
standarnya. Metode ini merupakan bagian dari analisis fotometri.
Sebelum memulai penelitian, hal yang dilakukan pertama kali adalah
membuat sejumlah pengenceran larutan standar besi dengan konsentrasi 0.1, 0.2,
0.5, 1.0 dan 2.5 ppm yang diambil dari larutan standar 0.0702 g ferrous
ammonium sulfate, Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dalam 1 L aquadest. Dibuat larutan
standar bertujuan untuk membuat kurva kalibrasi yang nantinya akan digunakan
untuk menghitung kadar besi dalam sampel air.
Lalu digunakan air destilasi sebagai blanko. Labu ukur 10 mL digunakan
untuk sampel yang akan diukur dengan variasi konsentrasi 0.1 , 0.5, 1.0 , 0.2, dan
2.5 ppm. Lalu setiap tabung ditambahkan 100 µL larutan hidroksil ammonium
klorida dan 0,5 mL larutan 1,10-fenantrolin. Hidroksilamin digunakan untuk
mereduksi bentuk feri (Fe3+) menjadi bentuk fero (Fe2+) dan menjaga agar tetap
pada bentuk fero. Sedangkan 1,10-fenantrolin, Fe(C12H8N2)32+ akan membentuk
komplek dengan besi (II) yang berwarna dan absorbansinya dapat diukur dengan
spektrofotometer visibel. Setiap larutan ditambahkan larutan penyangga sebanyak
0,8 mL, sedangkan larutan penyangga yang digunakan adalah larutan natrium
asetat, natrium asetat dapat menghasilkan warna merah ferro 1,10-fenantrolin.
Natrium asetat sebagai penyangga dapat menyangga pH pada rentang pH dari 3.7
hingga 5.6 dimana kompleks besi (II) – fenantrolin terbentuk pada pH antara 2
hingga 9. Natrium asetat dapat menetralisasi asam yang ada dan membuat pH
menjadi antara 2 hingga 9 dimana kompleks dapat terbentuk.
Selanjutnya semua larutan dibiarkan selama ±15 menit setelah reagen
ditambahkan tapi sebelum dilakukan pengukuran absorbansi agar kompleks warna
seluruhnya terbentuk. Sejak pertama kompleks terbentuk, warna larutan akan
konstan selama satu jam. Selanjutnya tiap larutan diencerkan tepat 10 mL dengan
aquadest. Kemudian dilakukan pengukuran menggunakan alat spektroskopi
visible.
Kelima larutan standar ini dilihat dengan alat spektrometri visible pada
panjang gelombang 400-700 nm untuk dilihat absorbansinya. Sehingga akan di
peroleh data abosorbansi kelima larutan standar tersebut dan dapat diketahui
absorbansi tertinggi berada di panjang gelombang ke berapa. Dalam satu kali
kerja, alat spektrometri uv-vis mampu melakukan pengukuran secara triplo
sehingga akan membantu dalam mengurangi terjadinya kesalahan pengukuran,
yang terlihat adalah garis warna merah, hitam dan biru.
Syarat analisis menggunakan uv-visible adalah cuplikan yang dianalisis
bersifat stabil membentuk kompleks dan larutan berwarna. Oleh karena itu, dalam
penetuan kadar besi dalam air, perlu ditambahkan hidroksilamin-HCl 5% untuk
mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+. Besi dalam keadaan Fe2+ akan lebih stabil
dibandingkan besi Fe3+. Dalam keadaan dasar, larutan besi tidak berwarna
sehingga perlu ditambahkan larutan orto-fenantrolin agar membentuk kompleks
larutan berwarna.
Dasar penentu kadar besi (II) dengan orto-Fenantrolin. Senyawa ini
memiliki warna sangat kuat dan kestabilan relatif lama dapat menyerap sinar
tampak secara maksimal pada panjang gelombang tertentu. Pada persiapan
larutan, sebelum pengembangan warna perlu ditambahkan didalamnya pereduksi
seperti hidroksilamina. HCl yang akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+. PH larutan
harus dijaga pada 6-7 dengan cara menambahkkan ammonia dan natrium asetat.
Sampel kemudian juga dihitung absorbansinya dengan cara yang sama
seperti standar. Absorbansi standar diplot terhadap konsentrasi dalam ppm. Dari
plot ini dan absobansi dari sampel, ditentukan konsentrasi akhir dari besi dari
berbagai larutan sampel yang tidak diketahui kadar besinya. Kemudian jumlah
mikrogram besi yang terkandung dalam sampel bersama absortivitas molar dan
spektrum kompleks besi (II) – fenantrolin terdeteksi.
Dari hasil instrumentasi yang dilakukan, diperoleh data untuk rata-rata
larutan baku adalah sebagai berikut: larutan baku pertama dengan konsentrasi 0,1
ppm diperoleh absorbansi sebesar 0,022907; larutan baku kedua dengan
konsentrasi 0,2 ppm diperoleh absorbansi sebesar 0,028166; larutan baku ketiga
dengan konsentrasi 0,5 ppm diperoleh absorbansi sebesar 0,050798; larutan baku
keempat dengan konsentrasi 1 ppm diperoleh absorbansi sebesar 0,100268; dan
larutan baku kelima dengan konsentrasi 2,5 ppm diperoleh absorbansi sebesar
0,101183.
Hasil absorbansi yang diperoleh larutan sampel adalah sebagai berikut:
sampel air mineral Ades dengan konsentrasi 0.1, 0.2, 0.5, 1.0 dan 2.5 adalah -
0,008683, 0,00735, dan 0,002767, 0,000683 dan 0,00775 ; sampel air mineral
padjadjaran dengan konsentrasi 0.1, 0.2, 0.5, 1.0 dan 2.5 adalah 0,00155,
0,006583, -0,00177, -0,00293 dan 0,010083; dan sampel air minum rumahan
dengan konsentrasi 0.1, 0.2, 0.5, 1.0 dan 2.5 adalah 0,00185, -0,00117, -0,00225,
0,0002 dan -0,00308.
Dari hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa pada air mineral
Ades memiliki absorbansi yang paling besar diantara sampel lainnya. Analisis
seperti ini, didasarkan pada kemampuan suatu logam yang akan membentuk
kompleks berupa larutan berwarna merah jika larutan sampel tersebut
mengandung unsur logam. Hal ini diakibatkan oleh pereaksi yang digunakan,
yaitu larutan 1,10-fenantrolin. Pereaksi ini akan bereaksi dengan logam,
khususnya besi yang ada dalam sampel.
Dari pengukuran absorbansi larutan standar, dibuat kurva kalibrasinya
dengan memplotkan konsentrasi larutan standar terhadap instrumen respon
(absorbansi) nya. Persamaan garis kurva kalibrasi diatas adalah y = 0,00149x +
0,015699. Dari grafik, terlihat tidak linier diakibatkan jarak antara konsentrasi
standar yang terlalu jauh. Berdasarkan persamaan garis kurva kalibrasi, maka
dapat ditentukan konsentrasi Fe dalam masing-masing sampel.
Setelah dihitung berdasarkan kurva kalibrasi, didapatkan konsentrasi
sampel air mineral Ades pada konsentrasi 0.1, 0.2, 0.5, 1.0, dan 2.5 sebesar
4,77389 ; 5,6603356 ; 8,679195 ; 10,07785 dan 5,334899 ppm, sampel air
mineral padjadjaran dengan konsentrasi 0.1, 0.2 0.5, 1.0, dan 2.5 sebesar
9,495973; 6,118121; 11,724161; 12,502684 dan 3,769128 ppm dan sampel air
minum rumahan dengan konsentrasi 0.1, 0.2, 0.5, 1.0, dan 2.5 sebesar 9,294631;
11,724161; 12,046309; 10,402013 dan 12,603356 ppm. Hasil absorbansi yang
positif menandakan bahwa hasil pengukuran sampel mendapatkan serapan yang
baik dan berdasarkan hukum Beer-Lambert, absorbansi akan sebanding dengan
konsentrasi.