23
dwidja/2006 dwidja/2006 PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA INDONESIA oleh : oleh : Prof.Dr.H.Dwidja Prof.Dr.H.Dwidja Priyatno,SH,MH,SpN Priyatno,SH,MH,SpN

Pembaharuan Hukum Pidana

  • Upload
    wempi-s

  • View
    1.004

  • Download
    62

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dari dosen untuk mahasiswa

Citation preview

Page 1: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIAINDONESIA

oleh :oleh :

Prof.Dr.H.Dwidja Priyatno,SH,MH,SpNProf.Dr.H.Dwidja Priyatno,SH,MH,SpN

Page 2: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

Pembaharuan hukum pidana (penal reform) merupakan Pembaharuan hukum pidana (penal reform) merupakan bagian dari kebijakan/politik hukum pidana (penal Policy).bagian dari kebijakan/politik hukum pidana (penal Policy).

Pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya mengandung Pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya mengandung makna, suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan makna, suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosio-politik, sosio-filosofis dan sosio-kultural sentral sosio-politik, sosio-filosofis dan sosio-kultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum di kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia.Indonesia.

Secara singkat pembaharuan hukum pidana pada Secara singkat pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya harus ditempuh dengan pendekatan yang hakikatnya harus ditempuh dengan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan (policy-oriented approach) dan berorientasi pada kebijakan (policy-oriented approach) dan sekaligus pendekatan yang berorientasi pada nilai ( value-sekaligus pendekatan yang berorientasi pada nilai ( value-oriented approach).oriented approach).

Page 3: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

Pembaharuan Hukum Pembaharuan Hukum

PidanaPidana

H.Pidana Materiil/Substantif

H.Pidana Formal /H.Acara Pidana

H.Pelaksanaan Pidana

Page 4: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

Alasan-alasan dilakukan pembaharuan hukum pidanaAlasan-alasan dilakukan pembaharuan hukum pidana

1. Alasan Politik1. Alasan Politik : Negara R.I. Yang merdeka : Negara R.I. Yang merdeka wajar mempunyai KUHP yang diciptakan sendiri. wajar mempunyai KUHP yang diciptakan sendiri.

KUHP yang diciptakan sendiri dapat dipandang KUHP yang diciptakan sendiri dapat dipandang sebagai lambang (simbol) dan merupakan sebagai lambang (simbol) dan merupakan

kebanggaan suatu negara yang telah merdeka kebanggaan suatu negara yang telah merdeka dan yang telah melepaskan diri dari kungkungan dan yang telah melepaskan diri dari kungkungan

penjajahan politik. KUHP suatu negara yang penjajahan politik. KUHP suatu negara yang dipaksakan untuk diberlakukan di negara lain, dipaksakan untuk diberlakukan di negara lain,

dapat dipandang sebagai simbol penjajahan oleh dapat dipandang sebagai simbol penjajahan oleh negara yang membuat KUHP itu.negara yang membuat KUHP itu.

Page 5: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

2. Alasan Sosiologis2. Alasan Sosiologis : :

pengaturan dalam hukum pidana merupakan pengaturan dalam hukum pidana merupakan pencerminan ideologi politik suatu bangsa di pencerminan ideologi politik suatu bangsa di

mana hukum itu berkembang. Ini berarti bahwa mana hukum itu berkembang. Ini berarti bahwa nilai sosial budaya bangsa itu mendapat tempat nilai sosial budaya bangsa itu mendapat tempat

dalam pengaturan hukum pidana. Ukuran dalam pengaturan hukum pidana. Ukuran mengkriminalisasikan suatu perbuatan, mengkriminalisasikan suatu perbuatan,

tergantung dari nilai pandangan kolektif yang tergantung dari nilai pandangan kolektif yang terdapat dalam masyarakat tentang apa yang terdapat dalam masyarakat tentang apa yang

baik, yang benar, yang bermanfaat atau baik, yang benar, yang bermanfaat atau sebaliknya.sebaliknya.

Page 6: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

3. Alasan Praktis ( Kebutuhan dalam praktek)3. Alasan Praktis ( Kebutuhan dalam praktek)

Teks resmi KUHP masih bahasa Belanda, maka Teks resmi KUHP masih bahasa Belanda, maka sebenarnya apabila kita hendak menerapkan KUHP sebenarnya apabila kita hendak menerapkan KUHP itu secara tepat, maka orang harus mengerti itu secara tepat, maka orang harus mengerti bahasa Belanda, kiranya hal ini tidak mungkin bahasa Belanda, kiranya hal ini tidak mungkin diharapkan dari bangsa yang sudah merdeka dan diharapkan dari bangsa yang sudah merdeka dan mempunyai bahasa nasionalnya sendiri. Teks yang mempunyai bahasa nasionalnya sendiri. Teks yang tercantum dalam KUHP yang disusun oleh Prof tercantum dalam KUHP yang disusun oleh Prof Moeljatno, R Soesilo dan lain-lain merupakan Moeljatno, R Soesilo dan lain-lain merupakan terjemahan belaka; terjemahan partikelir dan terjemahan belaka; terjemahan partikelir dan bukan terjemahan resmi yang disahkan oleh suatu bukan terjemahan resmi yang disahkan oleh suatu undang-undang.undang-undang.

Page 7: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

4. Alasan Adaptif4. Alasan Adaptif , ,

Hukum pidana ( KUHP Nasional) di Hukum pidana ( KUHP Nasional) di masa mendatang harus dapat masa mendatang harus dapat menyesuaikan diri dengan menyesuaikan diri dengan perkembangan-perkembangan perkembangan-perkembangan Internasional yang sudah disepakati Internasional yang sudah disepakati oleh masyarakat beradab.oleh masyarakat beradab.

Page 8: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

Cara-cara melakukan Pembaharuan Hukum Pidana di Cara-cara melakukan Pembaharuan Hukum Pidana di IndonesiaIndonesia

1. Kriminalisasi1. Kriminalisasi , perubahan nilai menyebabkan , perubahan nilai menyebabkan sejumlah perbuatan yang tadinya merupakan sejumlah perbuatan yang tadinya merupakan

perbuatan yang tidak tercela dan tidak tiunutt perbuatan yang tidak tercela dan tidak tiunutt pidana, berubah menjadi perbuatan yang dipandang pidana, berubah menjadi perbuatan yang dipandang tercela dan perlu dipidana. Ini merupakan delik baru tercela dan perlu dipidana. Ini merupakan delik baru

yang bila dihadapkan kepada KUHP yang ada yang bila dihadapkan kepada KUHP yang ada sekarang (sebagai hukum pidana lama) sama sekarang (sebagai hukum pidana lama) sama

sekalai tidak dapat dituntut, meskipun masyarakat sekalai tidak dapat dituntut, meskipun masyarakat pada umumnya memandang sebagai perbuatan pada umumnya memandang sebagai perbuatan

jahat (delik) yang patut dipidana.jahat (delik) yang patut dipidana.2. Dekriminalisasi2. Dekriminalisasi , yaitu perubahan penilaian , yaitu perubahan penilaian

terhadap sejumlah perbuatan yang diancam pidana terhadap sejumlah perbuatan yang diancam pidana menjadi perbuatan yang dipandang sebagai bukan menjadi perbuatan yang dipandang sebagai bukan

kejahatan yang perlu dipidana.kejahatan yang perlu dipidana.

Page 9: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

3. Rekriminalisasi3. Rekriminalisasi , perubahan penilaian terhadap , perubahan penilaian terhadap sejumlah perbuatan yang diancam pidana menjadi sejumlah perbuatan yang diancam pidana menjadi

perbuatan yang dipandang sebagai bukan kejahatan yang perbuatan yang dipandang sebagai bukan kejahatan yang perlu dipidana tetapi dalam perkembangannya perbuatan perlu dipidana tetapi dalam perkembangannya perbuatan

tersebut perlu dijadikan delik kembali.Contoh UU No. 17 tersebut perlu dijadikan delik kembali.Contoh UU No. 17 tahun 1964 mengancam pidana berat bagi penarik cek tahun 1964 mengancam pidana berat bagi penarik cek

kosong dengan tujuan penipuan dan manipulasi moneter. kosong dengan tujuan penipuan dan manipulasi moneter. Tetapi setelah UU tersebut dicabut dengan UU No. 1 Prp Tetapi setelah UU tersebut dicabut dengan UU No. 1 Prp

Tahun 1971, maka persoalan cek kosong diselesaikan Tahun 1971, maka persoalan cek kosong diselesaikan menurut Hukum perdata. Karena di dalamnya ada unsur menurut Hukum perdata. Karena di dalamnya ada unsur penipuan, maka hal ini dituntut melalui Pasal 378 KUHP. penipuan, maka hal ini dituntut melalui Pasal 378 KUHP.

Tetapi ternyata tidak sedikit orang yang menjadi korban Tetapi ternyata tidak sedikit orang yang menjadi korban penarikan cek kosong, sehingga sebagian warga penarikan cek kosong, sehingga sebagian warga

masyarakat mendukung kriminalisasi kembali masyarakat mendukung kriminalisasi kembali (rekriminalisasi) terhadap penarikan cek kosong dengan (rekriminalisasi) terhadap penarikan cek kosong dengan

jalan mengaturnya dalam suatu peratuan hukum yang jalan mengaturnya dalam suatu peratuan hukum yang dapat memidana pelaku tersebut.dapat memidana pelaku tersebut.

Page 10: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

4.Mitigering4.Mitigering, adalah merubah , adalah merubah ketentuan sanksi pidana yang berat ketentuan sanksi pidana yang berat

menjadi sanksi pidana yang lebih menjadi sanksi pidana yang lebih ringan, atau pengurangan beratnya ringan, atau pengurangan beratnya suatu sanksi dalam katagori sanksi suatu sanksi dalam katagori sanksi yang sama, termasuk di dalamnya yang sama, termasuk di dalamnya dari sanksi pidana menjadi sanksi dari sanksi pidana menjadi sanksi

keperdataan atau sanksi keperdataan atau sanksi administratif, administratif,

Page 11: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

Perkembangan hukum pidana nasionalPerkembangan hukum pidana nasional sampai saat ini mengikuti sampai saat ini mengikuti pelbagai pendekatan (pelbagai pendekatan (reform approachreform approach) sebagai berikut :) sebagai berikut :

Pendekatan evolusionerPendekatan evolusioner melalui pelbagai melalui pelbagai amandemen pasal-pasal tertentu baik yang berupa amandemen pasal-pasal tertentu baik yang berupa kriminalisasi (misalnya Pasal 156a KUHP Jo. UU No. kriminalisasi (misalnya Pasal 156a KUHP Jo. UU No. 1 Tahun 1965 ) maupun dekriminalisasi sebagai 1 Tahun 1965 ) maupun dekriminalisasi sebagai konsekuensi Pasal V UU No. 1 Tahun 1946);konsekuensi Pasal V UU No. 1 Tahun 1946);Pendekatan semi-globalPendekatan semi-global dengan munculnya dengan munculnya pelbagai tindak pidana khusus di luar KUHP seperti pelbagai tindak pidana khusus di luar KUHP seperti UU Tindak Pidana Korupsi, UU tentang Pencucian UU Tindak Pidana Korupsi, UU tentang Pencucian Uang, Tindak Pidana Terorisme dan sebagainya, Uang, Tindak Pidana Terorisme dan sebagainya, mengingat kekhususan-kekhususan pengaturan mengingat kekhususan-kekhususan pengaturan baik di bidang hukum pidana materiil maupun baik di bidang hukum pidana materiil maupun hukum pidana formil;hukum pidana formil;

Page 12: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

Pendekatan kompromiPendekatan kompromi, dengan pengaturan , dengan pengaturan suatu Bab baru dalam KUHP akibat ratifikasi suatu Bab baru dalam KUHP akibat ratifikasi konvensi internasional yang signifikan konvensi internasional yang signifikan (misalnya Bab XXIX A KUHP Jo. UU No. 4 Tahun (misalnya Bab XXIX A KUHP Jo. UU No. 4 Tahun 1976 sebagai konsekuensi ratifikasi terhadap 1976 sebagai konsekuensi ratifikasi terhadap Konvensi-konvensi Montreal, Tokyo dan Konvensi-konvensi Montreal, Tokyo dan Konvensi The Haque tentang Kejahatan Konvensi The Haque tentang Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan Terhadap Sarana Penerbangan dan Kejahatan Terhadap Sarana Penerbangan) ;Penerbangan) ;Pendekatan komplementerPendekatan komplementer dengan munculnya dengan munculnya hukum pidana administrative hukum pidana administrative (administrative (administrative penal law)penal law) di mana sanksi hukum pidana di mana sanksi hukum pidana digunakan untuk memperkuat sanksi hukum digunakan untuk memperkuat sanksi hukum administrasi (UU Pers, UU tentang HAKI, UU administrasi (UU Pers, UU tentang HAKI, UU Perlindungan Konsumen dan sebagainya).Perlindungan Konsumen dan sebagainya).

Page 13: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

Sepanjang berkaitan dengan RUU KUHP baru Sepanjang berkaitan dengan RUU KUHP baru pendekatan yang dilakukan adalah bersifat pendekatan yang dilakukan adalah bersifat menyeluruh dan bukan bersifat ‘amandemen’ menyeluruh dan bukan bersifat ‘amandemen’ dengan maksud untuk menggantikan WvS warisan dengan maksud untuk menggantikan WvS warisan Belanda dengan KUHP Nasional, sehingga Belanda dengan KUHP Nasional, sehingga pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan pendekatan global global ((global approach), global approach), yang tidak mungkin bisa yang tidak mungkin bisa difahami secara sepotong-sepotong difahami secara sepotong-sepotong (fragmented)(fragmented) seperti yang tersirat dalam polemik di masyarakat seperti yang tersirat dalam polemik di masyarakat akhir-akhir ini.. Usaha ini sudah berlangsung akhir-akhir ini.. Usaha ini sudah berlangsung lebih dari 40 tahun (1963) semenjak Seminar lebih dari 40 tahun (1963) semenjak Seminar Hukum Nasional I di Semarang yang dimotori oleh Hukum Nasional I di Semarang yang dimotori oleh BPHN Departemen Kehakiman.. Tokoh-tokohnya BPHN Departemen Kehakiman.. Tokoh-tokohnya seperti Prof. Oemar Senoadji, Prof. Sudarto, Prof seperti Prof. Oemar Senoadji, Prof. Sudarto, Prof Ruslan Saleh bahkan sudah wafat. Ruslan Saleh bahkan sudah wafat.

Page 14: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

Karakteristik pendekatan globalKarakteristik pendekatan global ini nampak ini nampak terutama dalam pengaturan-pengaturan yang terutama dalam pengaturan-pengaturan yang mendasar, baik yang berkaitan dengan asas-asas mendasar, baik yang berkaitan dengan asas-asas hukum pidana (hukum pidana (criminal law principlescriminal law principles) ) sebagaimana diatur dalam Buku I KUHP, maupun sebagaimana diatur dalam Buku I KUHP, maupun dalam pengaturan 3 (tiga) permasalahan pokok dalam pengaturan 3 (tiga) permasalahan pokok hukum pidana yaitu pengaturan tentang hukum pidana yaitu pengaturan tentang pelbagai perbuatan yang bersifat melawan pelbagai perbuatan yang bersifat melawan hukum (hukum (criminal act)criminal act), pengaturan tentang , pengaturan tentang pertanggungjawaban pidana pertanggungjawaban pidana (criminal (criminal responsibility)responsibility) dan pengaturan tentang sanksi dan pengaturan tentang sanksi baik yang berupa pidana (baik yang berupa pidana (punishment, straf)punishment, straf) maupun tindakan maupun tindakan (treatment, maatregel)(treatment, maatregel)..

Page 15: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

PELAKSANAAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI PELAKSANAAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIAINDONESIA

1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 19461. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946

a. Pasal V “Peraturan hukum pidana, yang a. Pasal V “Peraturan hukum pidana, yang seluruhnya atau sebagian sekarang, tidak dapat seluruhnya atau sebagian sekarang, tidak dapat dijalankan, atau bertentangan dengan dijalankan, atau bertentangan dengan kedududkan R.I. sebagai negara merdeka, atau kedududkan R.I. sebagai negara merdeka, atau tidak mempunyai arti lagi, harus dianggap tidak mempunyai arti lagi, harus dianggap seluruhnya atau sebagian sementara tidak seluruhnya atau sebagian sementara tidak berlaku lagi “berlaku lagi “

b. Pasal VI mengubah secara resmi W.v.S.N.I. b. Pasal VI mengubah secara resmi W.v.S.N.I. menjadi W.v.S dapat disebut Kitab Undang-menjadi W.v.S dapat disebut Kitab Undang-undang Hukum Pidana.undang Hukum Pidana.

Page 16: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

2. UU No. 20 Tahun 19462. UU No. 20 Tahun 1946 Menambah jenis pidana pokok yang terdapat dalam Pasal Menambah jenis pidana pokok yang terdapat dalam Pasal

10 a KUHP dan Pasal 6 a KUHP Tentara dengan satu pidana 10 a KUHP dan Pasal 6 a KUHP Tentara dengan satu pidana pokok baru, yaitu pidana tutupan.pokok baru, yaitu pidana tutupan.

3. UU No. 73 Tahun 19583. UU No. 73 Tahun 1958 Pasal I menyatakan UU No. 1 Tahun 1946 tentanhg Pasal I menyatakan UU No. 1 Tahun 1946 tentanhg

peraturan Hukum Pidana dinyatakan berlaku untuk seluruh peraturan Hukum Pidana dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah R.I. Hal ini untuk menghilangkan dualisme hukum wilayah R.I. Hal ini untuk menghilangkan dualisme hukum pidana ; memasukkan beberapa p[asal baru dalam KUHP , pidana ; memasukkan beberapa p[asal baru dalam KUHP , yaitu Pasal 52a , 1421 dan 154a , semuanya menyangkut yaitu Pasal 52a , 1421 dan 154a , semuanya menyangkut bendera Indonesia.bendera Indonesia.

4. Lembaran Negara No. 1 Tahun 19604. Lembaran Negara No. 1 Tahun 1960 Sanksi pidana yang diancamkan kepada tiga delik culpous Sanksi pidana yang diancamkan kepada tiga delik culpous

dinaikkan menjadi maksimum lima tahun penajra atau satu dinaikkan menjadi maksimum lima tahun penajra atau satu tahun kurungan ( Pasal 188, 359 dan 360 KUHP)tahun kurungan ( Pasal 188, 359 dan 360 KUHP)

Page 17: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

4. UU No. 16/Prp/ 19604. UU No. 16/Prp/ 1960 Mengubah kriteria beberapa kejahatan ringan Mengubah kriteria beberapa kejahatan ringan

dalam KUHP seperti Pasal 364 KUHP pencurian dalam KUHP seperti Pasal 364 KUHP pencurian ringan , Pasal 373 KUHP, penggelapan ringan, ringan , Pasal 373 KUHP, penggelapan ringan, Pasal 379 KUHP penipuan ringan, Pasal 384 Pasal 379 KUHP penipuan ringan, Pasal 384 KUHP kecurangan dalam penjualan ringan, Pasal KUHP kecurangan dalam penjualan ringan, Pasal 407 ayat (1) tentang perusakan barang ringan , 407 ayat (1) tentang perusakan barang ringan , dari dari vijf en twintig guldenvijf en twintig gulden menjadi dua ratus menjadi dua ratus lima puluh rupiah, alasan perubahan karena lima puluh rupiah, alasan perubahan karena kemerosotan nilai rupiah pada waktu itu.kemerosotan nilai rupiah pada waktu itu.

5.5. UU No. 18/Prp/1960UU No. 18/Prp/1960 Sanksi pidana denda yang tercantum dalam Sanksi pidana denda yang tercantum dalam

KUHP harus dibaca dalam mata uang rupiah dan KUHP harus dibaca dalam mata uang rupiah dan jumlahnya dilipatgandakan menjadi lima belas jumlahnya dilipatgandakan menjadi lima belas kali.kali.

Page 18: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

6. UU No. 1 Pnps Tahun 19656. UU No. 1 Pnps Tahun 1965 Menyisipkan satu Pasal baru yaitu Pasal 156a Menyisipkan satu Pasal baru yaitu Pasal 156a

KUHP, mengatur tentang ( di muka umum) sifat KUHP, mengatur tentang ( di muka umum) sifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan agama yang dianut di Inddoensia dan melakukan agama yang dianut di Inddoensia dan melakukan perbuatan agar orang tidak menganut agama perbuatan agar orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang apapun juga yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha EsaMaha Esa

7. UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban 7. UU No. 7 Tahun 1974 tentang Penertiban PerjudianPerjudian

Merubah Pasal 542 KUHP menjadi Pasal 303 Bis Merubah Pasal 542 KUHP menjadi Pasal 303 Bis KUHP dan semua perjudian adalah kejahatan dan KUHP dan semua perjudian adalah kejahatan dan ancaman pidana dalam Pasal 303 dan 303 bis ancaman pidana dalam Pasal 303 dan 303 bis KUHP dinaikkan serta sistem perumusannya dari KUHP dinaikkan serta sistem perumusannya dari sistem alternatif ke sistem kumulatif (…dan….)sistem alternatif ke sistem kumulatif (…dan….)

Page 19: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

8.UU No. 4 Tahun 19768.UU No. 4 Tahun 1976 Mengisi kekosongan yang terdapat dalam KUHP, khususnya Mengisi kekosongan yang terdapat dalam KUHP, khususnya

yang menyangkut masalah penerbangan.yang menyangkut masalah penerbangan. a. Perubahan dan penambahan Pasal 3 dan Pasal 4 angka 4 a. Perubahan dan penambahan Pasal 3 dan Pasal 4 angka 4

KUHP menyangkut masalah ruang berlakuknya perundang-KUHP menyangkut masalah ruang berlakuknya perundang-undangan pidana amenurut tempat;undangan pidana amenurut tempat;

b. Penambahan tiga pasal baru dalam KUHP sesudah Pasal b. Penambahan tiga pasal baru dalam KUHP sesudah Pasal 95 , yaitu Pasal 95a, 95 b, 95 c KUHP 95 , yaitu Pasal 95a, 95 b, 95 c KUHP

c. Penambahan sebuah Bab baru yaitu Bab XXIX A dari c. Penambahan sebuah Bab baru yaitu Bab XXIX A dari KUHP Buku II setelah Bab XXIX Buku II KUIHP. Bab baru ini KUHP Buku II setelah Bab XXIX Buku II KUIHP. Bab baru ini memuat kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap memuat kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/prasarana penerbangan dan terdiri atas 18 pasal sarana/prasarana penerbangan dan terdiri atas 18 pasal

yaitu mulai dari Pasal 479a sampai 479 r KUHP. Perlu yaitu mulai dari Pasal 479a sampai 479 r KUHP. Perlu dikritisi adalah ketentuan Pasal 479 j yaitu unsur dikritisi adalah ketentuan Pasal 479 j yaitu unsur dalam dalam

penerbanganpenerbangan dan dan dalam pesawat udara,dalam pesawat udara, hal ni hal ni mengandung pengertian yang sempit. Bandingkan dengan mengandung pengertian yang sempit. Bandingkan dengan

Pasal 385 a KUHP Belanda yang memuat rumusan delik “ Pasal 385 a KUHP Belanda yang memuat rumusan delik “ pembajakan pesawat udara “pembajakan pesawat udara “(vliegtuigkaping(vliegtuigkaping), hal ini ), hal ini

mengandung arti pembajakan pesawat udara tidak perlu mengandung arti pembajakan pesawat udara tidak perlu dilakukan dalam penerbangan dan dalam pesawat udara , dilakukan dalam penerbangan dan dalam pesawat udara ,

melainkan bisa saja pembajakan itu dilakukan dari darat melainkan bisa saja pembajakan itu dilakukan dari darat atau dengan pesawat udara lain dan juga sebelum atau atau dengan pesawat udara lain dan juga sebelum atau

sesudah pesawat udara dalam penerbangansesudah pesawat udara dalam penerbangan

Page 20: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

9. UU No 7 Drt 1955 ( UU Tentang TPE)9. UU No 7 Drt 1955 ( UU Tentang TPE) Pembaharuannya adalah :Pembaharuannya adalah : a. Korporasi sebagai subjek tindak pidana ( Pasal a. Korporasi sebagai subjek tindak pidana ( Pasal

15 ayat 1 sampai 4 )15 ayat 1 sampai 4 ) b. Perumusan sanksi pidananya menggunakan b. Perumusan sanksi pidananya menggunakan

sistem alternatif dam kumulatif ( Pasal 6)sistem alternatif dam kumulatif ( Pasal 6) c. Terdapat sanski berupa tindakan tata tertib c. Terdapat sanski berupa tindakan tata tertib

( Pasal 8 dan 9) dan dikenal sistem pemidanaan ( Pasal 8 dan 9) dan dikenal sistem pemidanaan dua jalur ( double track system)dua jalur ( double track system)

d. Jenis pidana tambahan baru seperti d. Jenis pidana tambahan baru seperti perampasan barang yang berwujud dan yang perampasan barang yang berwujud dan yang tidak berwujud ( Pasal 4)tidak berwujud ( Pasal 4)

Page 21: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

10. UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan 10. UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan AnakAnak

Berdasarkan Pasal 67 mencabut ketentuan Berdasarkan Pasal 67 mencabut ketentuan Pasal 45, 46 dan 47 KUHP, yang Pasal 45, 46 dan 47 KUHP, yang menentukan batas umur anak nakal yang menentukan batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah dapat diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin.belum pernah kawin.

11. UU No 27 Tahun 1999 11. UU No 27 Tahun 1999 Menambah 6 ketentuan baru Pasal 107 Menambah 6 ketentuan baru Pasal 107

a,b,c,d,e,f KUHP tentang Kejahatan a,b,c,d,e,f KUHP tentang Kejahatan terhadap Keamanan Negara terhadap Keamanan Negara

Page 22: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006

12. UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001, 12. UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001, menjadikan beberapa ketentuan dalam KUHP menjadikan beberapa ketentuan dalam KUHP seperti Pasal 209 (Ps 5), 210 (Ps 6), 387 dan 388 ( seperti Pasal 209 (Ps 5), 210 (Ps 6), 387 dan 388 ( Ps 7), 415 (Ps 8), 416 (Ps 9), 417 (ps 10), 418 (Ps Ps 7), 415 (Ps 8), 416 (Ps 9), 417 (ps 10), 418 (Ps 11), 419, 420, 423, 425, 435 ( Ps 12), 220, 231, 11), 419, 420, 423, 425, 435 ( Ps 12), 220, 231, 421, 429, 430 KUHP (Ps 23) menjadi tindak 421, 429, 430 KUHP (Ps 23) menjadi tindak pidana Korupsi yang sifatnya berdiri sendiri , pidana Korupsi yang sifatnya berdiri sendiri , ketentuan Pasal 92 KUHP pengertian pegawai ketentuan Pasal 92 KUHP pengertian pegawai negeri diperluas (Ps 1 angka 2), Percobaan dan negeri diperluas (Ps 1 angka 2), Percobaan dan pembantuan diperluas dengan pidana yang sama pembantuan diperluas dengan pidana yang sama dengan pelaku (Ps 15). Pengertian setiap orang dengan pelaku (Ps 15). Pengertian setiap orang adalah perseorangan atau termasuk korporasi adalah perseorangan atau termasuk korporasi (Pasal 1 angka 3 )(Pasal 1 angka 3 )

Page 23: Pembaharuan Hukum Pidana

dwidja/2006dwidja/2006