Pemanfaatan Kayu Hutan Rakyat Untuk Komponen

Embed Size (px)

Citation preview

PEMANFAATAN KAYU HUTAN RAKYAT UNTUK KOMPONEN BANGUNAN Oleh : Abdurachman dan Nurwati Hadjib 1) ABSTRAK Kayu untuk komponen bangunan dari hutan alam pasokannya semakin menurun sejalan dengan degradasi hutan dan kenaikan kebutuhan akan kayu. Beberapa jenis kayu rakyat yang berasal dari hutan rakyat maupun tanaman kebun, dapat dikembangkan untuk komponen bangunan baik struktural maupun bukan struktural. Kayu rakyat pada umumnya berdiameter kecil, dari jenis cepat tumbuh dan tidak mendapatkan perlakuan silvikultur seperti kayu dari hutan tanaman, sehingga sifat kayunya umumnya kurang baik dibandingkan kayu dari hutan alam bahkan dari hutan tanaman sendiri. Kayu rakyat dapat dimanfaatkan untuk komponen bangunan rumah, jembatan, kapal dan tiang listrik. Sortimen kayu rakyat yang ada di pasaran umumnya tidak sesuai dengan persyaratan SNI. Peningkatan mutu dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi penggergajian, pengeringan, pengawetan dan membuat produk perekatan. Kata kunci : Kayu rakyat, komponen bangunan, mutu, ukuran. I. PENDAHULUAN Kebutuhan kayu sebagai bahan baku untuk berbagai keperluan terus meningkat. Demikian pula untuk keperluan bahan bangunan. Kayu-kayu yang beredar di pasaran sebagian besar berasal dari hutan alam yang dikelompokkan atas jenis-jensi komersial seperti kamper, bangkirai, keruing, kayu campuran (borneo). Karena kecepatan antara pemanenan dan penanaman tidak seimbang, menyebabkan pasokan kayu dari hutan alam kian menurun baik volume maupun mutunya yang mengakibatkan harga kayu menjadi relatif mahal. Berbagai upaya telah dilakukan dalam mengatasi keterbatasan jumlah pasokan kayu hutan antara lain dengan mengalihkan perhatian kepada jenis-jenis kayu yang berasal dari hutan rakyat atau hutan tanaman, terutama sebagai bahan baku industry pengolahan kayu, baik yang berskala kecil maupun besar. Demikian pula untuk keperluan bahan bangunan dan industri barang kerajinan. Oleh sebab itu, kayu yang berasal dari hutan tanaman maupun hutan rakyat yang potensinya cukup besar diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kayu untuk berbagai keperluan tersebut. Di sisi lain, kayu yang dihasilkan dari hutan tanaman dan hutan rakyat pada umumnya merupakan jenis kayu cepat tumbuh (fast growing), seperti kayu mangium, mahoni, rasamala, gmelina, sengon dan lain-lain.

Jenis-jenis kayu tersebut relatif bermutu rendah karena selain berumur muda, juga mengandung banyak cacat seperti mata kayu, miring serat, cacat bentuk dan sebagainya. Sehingga untuk dapat memenuhi persyaratan bahan konstruksi bangunan diperlukan teknologi yang tepat sesuai dengan tujuan penggunaannya. Sebagai bahan konstruksi bangunan, kayu sudah dikenal dan banyak dipakai sebelum orang mengenal beton dan baja. Dalam pemakaiannya kayu tersebut harus memenuhi syarat : mampu menahan bermacam-macam beban yang bekerja dengan aman dalam jangka waktu yang direncanakan; mempunyai ketahanan dan keawetan yang memadai melebihi umur pakainya; serta mempunyai ukuran penampang dan panjang yang sesuai dengan pemakainnya dalam konstruksi. Salah satu kendala yang ada pada pemakaian kayu hutan tanaman atau hutan rakyat adalah ukuran dan mutu kayu yang dihasilkan sangat bervariasi sehingga pemakai (user) seringkali merasa kesulitan dalam memilih jenis dan ukuran yang akan dipakai. Oleh karena itu perlu adanya upaya lain yaitu pemasyarakatan/pengenalan jenis dan ukuran kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat tersebut. Makalah ini menyajikan informasi/gambaran mengenai spesifikasi teknis kayu rakyat, sehingga pemakai/user dapat menentukan pilihan pada jenis maupun ukurannya secara tepat sesuai dengan tujuan pemanfaatannya serta teknologi peningkatan mutunya.

II. KAYU DARI HUTAN RAKYAT Jenis kayu yang berasal dari hutan rakyat ialah jenis kayu yang diusahakan atau dibudidayakan oleh rakyat dengan lokasi atau tempat tumbuh tidak teratur atau tidak terpola, biasanya ditanam pada areal dekat hutan alam/hutan tanaman atau tanah-tanah negara yang belum dimanfaatkan (Hak Guna Garap, HGG). Selain itu terdapat juga di halaman/pekarangan. Menurut definisi, hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimum 0,25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan atau jenis tanaman lainnya lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahun pertama dengan tanaman sebanyak minimal 500 tanaman per hektar. Luas hutan rakyat di Indonesia adalah 1.568.415,63 ha dengan potensi 39.416.557 m3 (Ditjen BPK, 2005). Jumlah pohon siap tebang 78.485.993 atau potensi produksi 19.621.480 m3 (dengan assumsi volume 0,25 m3/pohon) Hutan rakyat yang terkonsentrasi di P. Jawa, potensinya sekitar 23.578.787 m3 dari jenis akasia, bambu, jati, mahoni, pinus, sengon, sonokeling dan tisuk. Jumlah pohon siap tebang diperkirakan 77.214.541 pohon (19.303.480 m3).

III. KAYU RAKYAT SEBAGAI KOMPONEN BANGUNAN Kayu untuk bahan bangunan berasal dari hutan alam, hutan tanaman dan tanaman rakyat baik dari hutan rakyat maupun dari kebun. Saat ini ketersediaan kayu dari hutan alam semakin menurun, sementara hasil kayu dari hutan tanaman belum dapat mencukupi kenaikan kebutuhan kayu yang semakin meningkat dengan pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi. Beberapa jenis kayu tanaman rakyat ternyata mempunyai sifat yang sesuai untuk digunakan sebagai bahan bangunan. Jenis-jenis kayu yang berasal dari tanaman rakyat bervariasi tergantung permintaan pemakai atau kayu buah yang sudah tumbuh secara alami. Jenis-jenis kayu yang sering dijumpai di hutan rakyat antara lain kayu meranti, akasia, mindi, mahoni, sengon, kihiang, kiputri, karet, pinus, kayu buah seperti kecapi, nangka, kemang, kemiri, manggis dan lain-lain yang memiliki diameter 30 40 cm. Dalam penggunaannya, kayu dipengaruhi oleh sifat-sifatnya, yaitu sifat fisis, mekanis, anatomis, kimia maupun sifat lainnya. Sifat tersebut dipengaruhi oleh jenis kayu, umur pohon, letak kayu dalam pohon, perbedaan tempat tumbuh serta factor lainnya yang mempengaruhi pertumbuhannya (Brown et al., 1952). Sebagai bahan bangunan, maka kayu harus memenuhi syarat tertentu seperti kerapatan, kembang susut, kekuatan dan keawetannya (Surjokusumo, 1982 dan Anonim, 2002). Sifat beberapa jenis kayu yang berasal dari tanaman rakyat disajikan pada Lampiran 1. Ciri kualitas kayu gergajian umumnya memuat persyaratan mutu (Standar, Prima, S1S, S2S dsb), hasil yang dipersyaratkan, kadar air, ukuran maksimum dan minimum yang digunakan. Potongan/sortimen kayu gergajian harus memenuhi persyaratan ukuran minimum yang berlaku (seperti SNI, SII dsb). Penguji kayu (grader) yang berpengalaman dapat membuat penaksiran ini dengan teliti dan dengan kecepatan yang tinggi. Selain jenis, dan bentuk cacat kayu, ukuran/banyaknya cacat juga diatur dalam standar pengujian seperti SNI, Peraturan konstruksi dan ASTM. A. Konstruksi Bangunan Bahan konstruksi adalah bahan yang dipergunakan untuk mendukung beban dalam arti memerlukan analisa/perhitungan yang cukup cermat, dan untuk kayumencakup bahan-bahan untuk kuda-kuda, jembatan, tiang pancang dan sebagainya. Wirjomartono (1977) menunjukkan bahwa penggunaan kuda-kuda kayu dapat menghemat biaya sekitar 40-50% dibandingkan jika menggunakan baja. Diperkirakan sekitar 80% konsumsi kayu diperuntukkan pada bangunan rumah/gedung, sedangkan yang 20% untuk perancah, jembatan, dermaga dan lain-lain. Penggunaan kayu untuk pembangunan jembatan dan tiang pancang tidak lebih dari 5%. Jika kita akan bicara tentang kayu sebagai bahan struktur bangunan, maka yang harus diperhatikan antara lain adalah

kekuatan dan keawetan kayu, karena tujuan umum para pemilik bangunan maupun perencana adalah membangun/mempunyai gedung yang aman dan kuat konstruksinya, biaya konstruksinya murah, umur bangunan cukup lama serta biaya pemeliharaannya ringan. Sampai abad ke-20 sebagian besar dari hampir semua bangunan perumahan dan struktur bangunan komersial dibangun dari kayu. Karena masih berlimpahnya sumber kayu menyebakan hampir semua struktur bangunan perumahan, jembatan, bangunan komersial ringan, pabrik dan tiang menggunakan kayu solid. Sekarang bangunan tersebut lebih banyak menggunakan bahan kayu struktural yang lebih modern. Misalnya lantai, dinding, atap untuk konstruksi ringan umumnya dibuat dari papan kayu atau panel kayu. Kayu untuk keperluan bangunan umumnya dari kelas kuat I, II dan III dengan rasio kekuatan terhadap berat yang cukup tinggi, serta mempunyai kelas awet I atau II. Bila dari kelas awet III atau di bawahnya, maka kayu tersebut harus diawetkan terlebih dahulu. Penggunaan kayu gergajian secara konvensional untuk bahan bangunan hanya terbatas untuk dimensi tertentu dan tidak bisa digunakan untuk konstruksi bangunan yang memerlukan bentangan yang lebar dan tinggi. Untuk mendapatkan kayu dengan bentangan dan ukuran yang besar sangat sulit, karena bentang dan ukuran terbesar sesuai dengan ukuran pohonnya. Untuk mengatasi hal itu perlu dibuat balok glulam yaitu gabungan dua atau lebih papan kayu gergajian yang direkat dengan menggunakan perekat tertentu dengan arah serat kayunya sejajar satu sama lain. Laminasinya dapat terdiri dari beberapa atau satu jenis kayu, dengan jumlah lapisan dari dua sampai banyak. Glulam ini dapat digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan dengan bentangan yang cukup besar seperti gedung olah raga, hall, pabrik, hanggar, dan lain-lain. Hasil penelitian Karnasudirdja (1989) menunjukkan glulam yang dibuat dari meranti merah dan jati dengan perbandingan meranti merah : jati = 2,5 cm:1cm, menghasilkan nilai kekuatan yang tidak berbeda nyata dengan kekuatan yang dihasilkan dari glulam sejenis dengan porsi jati lebih tinggi. Hasil penelitian ini telah dapat digunakan oleh PT PAL untuk mengganti lambung jati menjadi lamina jati-meranti. Hasil penelitian sifat mekanis glulam bentang besar menggunakan beberapa jenis kayu rakyat dan beberapa jenis perekat tersaji pada Tabel 1. (Abdurachman dan Hadjib, 2005).

Tabel 1. Nilai rata-rata sifat mekanis glulam bentang besar dari kayu hutan tanaman dan hutan rakyat

B. Lantai (Flooring) Lantai kayu dapat berupa solid atau mozaik parquet flooring. Untuk lantai lebih disukai hardwood (kayu daun lebar). Untuk keperluan lantai diperlukan kayu dengan kekerasan tinggi, beberapa industri mensyaratkan kayu untuk lantai dipilih kayu yang bercorak indah, kelas kuat I-III dan kelas awet I-II. C. Dinding Untuk dinding bagian luar (eksterior) selain digunakan papan kayu, saat ini lebih umum digunakan kayu lapis eksterior, flakeboard atau papan partikel eksterior. Sedangkan untuk dinding di bagian dalam ruangan (interior) tidak diperlukan persyaratan yang tinggi. Untuk pembuatan dinding, selain diperlukan kayu yang bercorak indah, juga kayu yang stabil dan awet, untuk berbagai keperluan dipersyaratkan mampu meredam suara (isolator). Beberapa produk kayu yang dapat digunakan untuk dinding : 1. Kayu gergajian Kayu gergajian yang telah dicoba dibuat untuk partisi dinding antara lain kayu karet, mindi, kelapa dan mangium. Partisi dinding yang dibuat dari kayu karet yang diawetkan dengan boron menunjukkan penampilan yang mirip dengan ramin. Sedangkan yang dibuat dari kayu mangium menunjukkan menampilan seperti jati.

2. Kayu lapis Kayu lapis indah yang dibuat dari venir mangium, tusam, mindi dan mimba dapat digunakan untuk dinding dengan penampilan yang cukup bagus. 3. Papan mineral Papan mineral seperti papan gypsum dan papan mineral. Papan semen yang dibuat dari kayu karet, jeungjing ternyata dapat digunakan untuk pembuatan dinding bangunan yang tahan lama. Contoh bangunan yang menggunakan dinding papan semen jeungjing adalah rumah dinas di Kompleks Kehutanan Albizia, Sindang Barang yang dibangun pada tahun 1971, sampai saat ini masih layak huni, demikian pula rumah dinas Kehutanan Rasamala yang dibangun pada tahun 1980-an. D. Jembatan Kayu Pada abad 20, kayu merupakan bahan utama untuk jembatan jalan raya maupun jembatan jalan kereta api. Setelah pasokan kayu yang secara alami mempunyai kekuatan dan keawetan tinggi yang berasal dari hutan alam mulai berkurang, maka penggunaan kayu untuk jalan kereta api dan jembatan mulai menggunakan beton dan baja. Akan tetapi sejarah mencatat di USA selama tahun 1990-an telah dibuat ratusan jembatan kayu, beberapa bahkan dengan bahan dan rancangan yang bagus (USDA, 1999). Untuk pembuatan jembatan kayu solid diperlukan kayu dari kelas kuat I dan kelas awet I. Di Malaysia telah dibuat jembatan dari kayu karet yang diawetkan dan dibuat glulam terlebih dahulu. Dari konstruksi jembatan muncul produk baru yang disebut stress laminated timber (SLT) untuk geladak. SLT pada dasarnya adalah suatu sistem yang terdiri atas balok-balok yang berdiri pada sisi tebalnya, berjajar berdempetan ditekan dengan menggunakan tulangan baja mutu tinggi. Tekanan tersebut cukup tinggi sehingga yang terjadi tahanan geser antar sisi-sisi balok yang bersinggungan yang dapat mencegah sesaran (slip). SLT merupakan struktur pelat kayu yang kompak. E. Tiang Listrik Tiang listrik dari jenis kayu yang ditetapkan dalam pedoman pembuatan tiang listrik di pedesaan mempunyai bentuk persegi tanpa gubal dan atau berbentuk bulat alam tanpa kulit dan tonjolan dengan bontosnya dipotong rata dan siku, berukuran sebagai berikut : - Panjang : 6,5 17 m - Diameter pucuk : 8 23 cm - Keliling pucuk : 25 72 cm untuk bentuk persegi - Diameter pada 1,5 m dari pangkal : 11 45 cm - Keliling pada 1,5 m dari pangkal : 34 116 cm untuk bentuk persegi

Untuk keperluan pembuatan tiang listrik, maka kayu harus memenuhi standar tertentu, seperti sifat fisis dan mekanis, cacat kayu yang dibatasi dan konisitas kayu yang telah ditentukan. Tiang kayu tersebut baru dapat digunakan bila telah memenuhi standar tersebut. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap beberapa jenis kayu dari hutan tanaman dan tanaman rakyat menunjukkan bahwa tegangan lentur dan konositas tiang rata-rata kayu eucalyptus (Eucalyptus deglupta) berturutturut 730,40 (kg/cm2) dan 0,631 (cm/meter), sedangkan tiang kayu rasamala berturut-turut 764,37 (kg/cm2) dan 0,716 (cm/meter) dengan koefisien regresi hubungan antara konositas-ketinggian tiang kayu eucalyptus R= 0,247 dan rasamala R= 0,597. F. Kapal Kayu Indonesia termasuk negara maritim sehingga untuk perhubungan antar pulaudan usaha perikanan, kapal merupakan suatu alat transportasi yang telah lamadipergunakan. Industri kapal kayu telah berkembang sejak dulu yang diawali denganperahu-perahu tradisional hingga kapal patroli cepat yang dibuat secara modern. Kayuyang digunakan untuk membuat kapal/perahu umumnya harus kuat dan awet. Untuk menjamin keselamatan pelayaran, maka Biro Klasifikasi Indonesia di bawah Departemen Perhubungan mengatur semua persyaratan kayu, pembuatan serta perlengkapan yang harus dipenuhi oleh kapal kayu, antara lain (Anonim, 1975) : - Untuk lunas, linggi haluan, lingggi buritan, wrang, gading, balok buritan, tutup sisi geladak harus digunakan minimum dari kayu dengan BJ 700 kg/m3; - Pada gading yang berlapis, lapisan tengahnya diperbolehkan dari jenis kayu yang lebih ringan (450 kg/m3). - Bagian kulit luar, balok geladak, galar balok, lutut balok, bandulan geladak, dudukan mesin, kayu mati dan lain lain, jenis kayu yang digunakan mempunyai BJ minimum 500 kg/m3. - Geladak dan galar bilga 450 kg/m3. - Berat kayu di atas berlaku untuk kayu dengan kadar air 15 %. Beberapa syarat lainnya adalah tahan terhadap air, cuaca, jamur dan serangga. Untuk bagian konstruksi di atas garis air dibuat dari kayu yang telah dikering udarakan.Untuk bagian di bawah garis air dapat dibuat dari kayu yang tidak begitu kering. Untuk kamar ikan harus dibuat dari kayu dengan kelembaban yang sangat tinggi. Dari beberapa jenis kayu yang direkomendasikan untuk pembuatan kapal kayu (FPB-28), berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan telah disarankan bahwa kayu jati dapat menggantikan kayu kambala (Chlorophora excelsa) yang diimpor dari Afrika. Di galangan kapal rakyat di pesisir utara P. Jawa terdapat beberapa jenis kayu rakyat digunakan untuk pembuatan kapal kayu tradisional.

Tabel 2. Beberapa jenis kayu yang digunakan untuk kapal

IV. DIMENSI BEBERAPA JENIS KAYU RAKYAT DI PASARAN A. Ukuran Ukuran kayu rakyat dalam bentuk kayu gergajian bervariasi untuk setiap jenis kayu tertentu seperti kayu mahoni yang biasanya dipakai sebagai bahan mebel, kayu buah sebagai bahan kayu pertukangan dan konstruksi. Hal ini mungkin ini disebabkan oleh kurangnya informasi mengenai pemanfaatan kayu rakyat yang sesuai dengan tujuan pemakaian atau jenis peralatan yang dimiliki atau dipakai sangat sederhana. Dalam makalah ini diinformasikan spesifikasi ukuran balok untuk rangka dinding, kusen pintu kayu, kusen jendela kayu, daun pintu kayu dan daun jendela kayu untuk bangunan rumah dan gedung seperti pada Tabel 3, 4 dan 5.

Tabel 3. Ukuran penampang balok untuk rangka dinding yang biasa digunakan

Sampai saat ini konstruksi kayu masih banyak dilakukan oleh tukang yang umumnya tidak mengikuti perhitungan konstruksi. Di Indonesia sendiri baru pada akhir tahun 50-an (1957), perhitungan mengenai konstruksi kayu mendapat perhatian yaitu setelah dicantumkannya konstruksi kayu sebagai mata kuliah di perguruan tinggi dan itupun tidak populer (Tular, 1981). Tabel 4. Ukuran kayu terpilih untuk kusen

Tabel 5. Ukuran daun pintu dan daun jendela untuk rumah sederhana

Dalam beberapa hal ukuran tersebut sangat sulit diperoleh di pasaran, hal ini karena untuk memperoleh ukuran yang sesuai standard dan persyaratan perhitungan gaya, maka diperlukan ketelitian yang tinggi sejak saat penggergajian yang memperhitungkan adanya kadar air dan penyusutan arah. Selain itu kayu yang digergaji yang umumnya berasal dari hutan rakyat, berdiameter kecil dengan mutu batang yang kurang bagus (bengkok dan porsi gubalnya tinggi). B. Mutu Kayu Gergajian Setiap penggunaan kayu, diperlukan perencanaan yang matang. Dalam perencanaan penggunaannya diperlukan dukungan data teknis dari masing-masing jenis kayu yang akan digunakan. Untuk pembuatan produk kayu tertentu seringkali diperlukan persyaratan ukuran

maupun mutu kayu sesuai dengan standar yang berlaku. Untuk keperluan konstruksi, sebaiknya ukurannya disesuaikan dengan ukuran standar, misalnya untuk reng berukuran 2/3, 4/6; kaso berukuran 5/7, atau untuk komponen kuda-kuda kayu berukuran 5/10, 6/12 dan 8/12 dan sebagainya. Selain itu disyaratkan kadar air, kerapatan dan sebagainya perlu pula diperhatikan. Mutu atau kualitas kayu secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu ukuran ciri-ciri kayu yang mempengaruhi sifat produk-produk yang dibuat dari padanya. Definisi kualitas yang lebih tepat mungkin sukar dipahami, karena sifat penting kayu yang digunakan untuk suatu produk sering berbeda dengan sifat penting untuk produk yang lain. Dalam satu hal, kualitas mungkin ditentukan dari kerapatan, penampilan (feature), cacat kayu yang terkandung seperti mata kayu, miring serat, lubang gerek, sedangkan dalam hal lain sifat-sifat seperti proporsi kayu akhir, dan perbandingan antara serat dan pembuluh mungkin merupakan petunjuk kualitas yang utama. Mutu dari suatu jenis kayu ditentukan oleh sifat fisiknya seperti warna, tekstur, serat, kekerasan, kesan raba, bau dan rasa, nilai dekoratif dan sifat-sifat pengerjaan seperti sifat pengetaman, pembubutan, pemboran, dan pengampelasan. Selain itu mutu kayu ditentukan pula oleh cacat pada kayu tersebut yang akan mempengaruhi sifat kayu, pengerjaan maupun pemakaiannya. Sifat-sifat fisik kayu yang perlu diperhatikan karena berkaitan langsung dengan penggunaannya antara lain ; kadar air, kembang susut, berat jenis/kerapatan dan daya tahan api. Kadar air kayu sangat bervariasi tergantung jenis dan lokasi dimana kayu tersebut digunakan. Kondisi kayu yang paling aman untuk dipergunakan adalah kondisi kayu kering udara, karena pada kondisi ini dimensi kayu sudah stabil dan tahan terhadap perusak biologis. Di Indonesia kadar air kayu dalam kondisi kering udara berkisar antar 10 18 % (Kadir, 1973). Selain sifat fisisnya, untuk keperluan bahan bangunan, perlu diperhatikan pula sifat mekanis kayu. Sifat mekanis yang sering digunakan sebagai acuan dalam perencanaan suatu struktur bangunan antara lain modulus slastisitas (MOE), modulus patah (MOR), keteguhan tekan sejajar serat dan keteguhan geser. Sifat fisis dan mekanis kayu selain dipengaruhi oleh jenis kayu dan umur pohon, juga dipengaruhi oleh bagian batang (gubal dan teras). Sifat fisis dan mekanis beberapa jenis kayu dari hutan rakyat dapat dilihat pada Lampiran 1.

V. PENGEMBANGAN KAYU RAKYAT UNTUK BAHAN BANGUNAN Kayu dari hutan rakyat seperti halnya kayu dari hutan tanaman, yaitu berdiameter kecil, sebagian besar merupakan kayu muda, untuk mengolahnya menjadi bahan bangunan diperlukan beberapa teknologi antara lain : A. Teknologi Penggergajian Teknologi penggergajian yang diterapkan dan dipakai oleh masyarakat untuk mendapatkan ukuran sortimen biasanya menggunakan pola pembelahan satu sisi (live sawing), yaitu pola dengan irisan gergaji pada permukaan lebar kayu gergajian menyinggung lingkaran tahun. Pola ini menghasilkan papan tangensial yang tidak sebanding pada arah radial dan tangensialnya. Pola penggergajian lain ialah system perempatan (quarter sawing), yaitu pola dengan irisan gergaji membentuk sudut tegak lurus atau hampir lurus dengan lingkaran tahun, yang menghasilkan papan radial yang lebih stabil dimensinya. Hasil penggergajian dolok mangium dengen teknik konvensional pada dolok dengan diameter rata rata 22,4 cm dan panjang 257,5 cm adalah 39,60% (Rachman dan Balfas, 1993 dalam Malik et.al., 2000). Sedangkan dengan penggunaan teknik penggergajian dengan simulasi program komputer dalam penentuan posisi pembelahan pertama terbaik, rendemen tersebut meningkat 12,4% (Rachman, 1994 dalam Malik et.al., 2000), sedangkan Ginoga (1999) dalam Malik et.al. (2000) dari rata panjang dolok 259 cm dan diameter rata-rata 21,5 cm, diperoleh rendemen 53,57%. Rendemen gergajian kayu mimba sampai menjadi kusen rata-rata 38%. B. Teknologi Pengeringan Pengeringan kayu dengan memanfaatkan tenaga surya sebagai sumber panas memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan, terutama pada industri kecil atau pengrajin yang kemampuan modal, tenaga kerja serta bahan baku kayu yang diolah terbatas dan tidak menentu. Alat pengering kayu lainnya ialah kombinasi energi surya dan energi lain dari tungku untuk 3 kapasitas kayu basah, yaitu kapasitas maksimum 1,5 m3, 3 4 m3 dan 6 8 m3. Hasil percobaan pengeringan alami lima jenis kayu andalan Jawa Barat menunjukkan bahwa kayu pulai kongo, mahoni dan suren termasuk agak cepat mengering, sedangkan kayu kibawang dan salamander agak lambat mongering. Untuk percobaan pengeringan suhu tinggi, maka suhu dan kelembaban minimum-maksimum yang diperkenankan untuk kayu pulai kongo dan mahoni 70-95C dan 29-75%; kibawang 65-88C dan 29-78%; salamander 58-83C dan 27-82%; suren 65-90C dan 29-78% (Basri dan Hadjib, 2004).

C. Teknologi Pengawetan Kayu yang berasal dari hutan rakyat umunya berdiameter kecil dan mempunyai sifat yang lebih rendah dibandingkan kayu hutan alam (Martawijaya, 1990). Salah satu sifat yang kurang menguntungkan pada kayu dari hutan rakyat adalah keawetannya yang rendah. Pengawetan kayu adalah suatu proses memasukkan bahan pengawet dengan metode tertentu sampai mencapai retensi dan penetrasi sesuai dengan spesifikasi. Umur pakai kayu yang diawetkan paling tidak sampai 15 tahun, sedangkan yang tidak diawetkan hanya 5 tahun (Abdurrohim, 1994). Dalam satuan waktu tertentu pemakaian kayu dapat diperkecil, sedangkan diversifikasi jenis dapat memperbesar volume kayu yang dapat dipungut setiap ha. Dengan demikian maka penambahan umur pakai dan diversifikasi jenis pada akhirnya dapat mengurangi tekanan terhadap sumber daya hutan yang makin terbatas. Metode pengawetan yang sering dan mudah dikerjakan ialah metode rendaman (panas, dingin, dan panas-dingin) dan metode pelaburan, metode pelaburan kurang efektif karena retensi dan penetrasinya rendah. Bahan pengawet yang digunakan antara lain Impralit CKB, Borak-borik atau bahan pengawet yang mudah dijangkau di pasar bebas. D. Teknologi Perekatan Dari kayu yang berasal dari tanaman rakyat telah dihasilkan beberapa produk perekatan yang mempunyai prospek untuk dikembangkan, antara lain kayu lapis indah, glulam, papan partikel, papan mineral dan papan blok. 1. Kayu lapis indah Kayu lapis indah adalah kayu lapis yang permukaannya diberi lapisan venir dan kertas bercorak indah (Sulastiningsih et al. 1999 dalam Kliwon et. al., 2002). Kayu lapis indah yang dibuat dari venir kayu manii, gmelina, mimba dan mangium mutunya memenuhi standar Indonesia. 2. Glulam Glulam yang lebih dikenal sebagai balok lamina merupakan suatu balok yang diperoleh dari perekatan papan gergajian yang berdimensi lebih kecil yang direkat sejajar serat sehingga diperoleh balok dengan ukuran yang lebih besar. Balok lamina telah lama digunakan oleh masyarakat. Di Indonesia sendiri glulam digunakan pada konstruksi bangunan (contohnya aula di ITB) dan Kapal Patroli Cepat (Fast Patrol Boat, FPB-28). Penelitian mengenai glulam dari kayu gmelina, mangium, karet, sengon telah dilakukan dengan menggunakan perekat tannin resorsinol formaldehida (TRF) dan lignin resorsinol formaldehida (LRF), menunjukkan bahwa perekat TRF cukup baik (memenuhi standar JAS dan SNI) untuk kayu lamina kecuali untuk mangium. Untuk jenis ini perekat LRF meunjukkan hasil yang lebih baik. Balok lamina yang dihasilkan setara dengan kayu kelas kuat II.

3. Papan partikel Papan partikel dapat dibuat dari jenis-jenis kayu hutan rakyat antara lain, mangium dan sengon bahkan bambu dalam bentuk chip atau berupa serbuk. Papan partikel juga dapat dibuat secara komposit dari serbuk gergaji kayu sengon untuk penggunaan di luar ruangan dan dalam ruangan yang berkelembaban tinggi dengan menggunakan perekat berbasis tanin maupun isocianat. Ditinjau dari emisi formaldehida maupun kestabilan dimensi terhadap pengaruh kelembaban tinggi dan keteguhan rekat internalnya, papan partikel komposit sengon aman digunakan sebagai komponen rumah baik di dalam ruangan khususnya plafon, penyekat ataupun sebagai dinding yang tidak terlalu menahan beban. 4. Papan mineral Beberapa jenis papan mineral telah dikenal digunakan sebagai penyekat ruangan seperti papan gypsum, papan wol kayu. Papan wol kayu dari kayu sengon yang dibuat telah dicoba untuk dinding di perumahan dan kantor. 5. Papan blok Papan blok, yang merupakan kayu lapis berintikan kayu gergajian telah digunakan baik sebagai penyekat dinding atau cetakan beton. 6. Balok kotak Balok kotak (box beam) yang dibuat dari kayu meranti berbentuk kaso ( sebagai sayap=flange) dan kayu lapis dan papan partikel (sebagai badan =web pada kiri dan kanan balok) ukuran b x h x L = 9.1 x 20 x 244 cm. Hasil penelitian menunjukkan mrnunjukkan bahwa balok kotak yang dihasilkan mempunyai MOE-flatewise berkisar antara 29.004 kg/cm2 54.031 kg/cm2; MOE-edgewise antara 60.234 kg/cm2 90.167 kg/cm2; Nilai MOR 61 kg/cm2 290 kg/cm2. Secara teknis gelagar kotak ini dapat dikembangkan sebagai kayu konstruksi dimana bahan komponen penyusun banyak tersedia (Sinaga et al., 1989)

VI. PENUTUP Kayu yang berasal dari hutan rakyat yang pada umumnya berumur muda, berdiameter kecil (< 25 cm), sudah tentu bermutu rendah, tetapi karena pasokan kayu dari sumber utama (hutan alam/hutan tanaman) semakin menurun bahkan hampir habis maka pemakai kayu sudah lama cenderung memilih kayu-kayu tersebut. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dicapai akhirakhir ini, kayu yang berasal dari hutan/tanaman rakyat pada dasarnya dapat digunakan untuk berbagai keperluan baik untuk pertukangan maupun bahan bangunan. Namun dalam pemakaiannya harus didukung oleh teknologi yang dapat memperbaiki sifat-sifat kayu, seperti pola penggergajian, pengeringan, pengawetan dan teknologi pengolahan seperti perekatan kayu. Disamping itu diperlukan pula data-data teknis dari masing-masing jenis kayu yang akan digunakan. Untuk keperluan kayu sebagai komponen bangunan, sebaiknya ukuran kayu mengikuti ukuran standar seperti ukuran reng, kaso, balok-balok dan lain-lain, atau melalui perhitungan analisa struktur bangunan sesuai dengan spesifikasi bahan bukan kayu yang akan dipakai.

DAFTAR PUSTAKA Abdurachman dan N. Hadjib. 2001. Ukuran dan mutu kayu yang berasal dari hutan rakyat. Makalah disampaikan pada Presentasi Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. di Cianjur Jawa Barat tanggal 4 Septembar 2001. ___________. 2005. Teknologi pembuatan glulam bentang besar dari kayu hutan tanaman dan hutan rakyat. Laporan Hasil Penelitian 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Anonim, 1995. Buku peraturan klasifikasi dan konstruksi kapal laut: Peraturan kapal kayu. Biro Klasifikasi Indonesia. Ditjen Perhubungan Laut. Jakarta. Basri, E. dan N. Hadjib. 2004. Hubungan sifat dasar dan sifat pengeringan lima jenis kayu andalan Jawa Barat. J. Penelit. Has.Hut. Vol. 22. (3): 155-165 Brown, HP, J. Panshin dan C.C. Forsaith. 1952. Textbook of Wood Technology. Vol. II. Mc.GrawHill Book.Co. New York. Tular, R.B. dan A. Idris. 1981. Sekilas mengenai Struktur Bangunan Kayu di Indonesia. Proceedings Lokakarya Standardisasi dan Normalisai Kayu Bangunan. Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Darmaga 18 September 1980. Dungani, R. 2002. Status pengawetan kayu di Indonesia. Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702). Program Pasca Sarjana / S3. Institut Pertanian Bogor. November 2002. Diakses dari Internet E-mail: [email protected], tanggal 21 Agustus 2006. Khaerudin. 1995. Analisis Biaya dan Marjin Tataniaga Kayu Gergajian di DKI Jakarta (Studi Kasus di Pelabuhan Sunda Kelapa). Skripsi Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB, Bogor. Tidak diterbitkan. Kadir, K. 1973. Kadar air kering udara di Bogor. Laporan No. 12. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor. Malik, J., A. Santoso dan O. Rachman. 2000. Himpunan Sari Hasil Penelitian : Sari Hasil Penelitian Mangium dan Tusam. Pusat Litbang Haasil Hutan. Bogor Martawidjaya, A. dan I. Kartasudjana. 1986. Ciri Umum Sifat dan Kegunaan Jenis-Jenis Kayu Indonesia. Forest Products and Social-Economic Researc and Development Centre. Bogor. Sinaga, M. S. Widarmana, S. Surjokusumo dan A.A. Mattjik. 1989. Sifat mekanis gelagar kotak percobaan untuk kayu konstruksi. Wirjomartono. 1977. Konstruksi Kayu II. Diktat Kuliah. Fak. Teknik Sipil. Universtas Gadjah Mada.