Upload
hakim-ali
View
13
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pemahaman diri remaja
Citation preview
PEMAHAMAN DIRI PADA REMAJA
Oleh : Anglia Febrina
Remaja memiliki penghayatan mengenai siapakah mereka dan apa yang
dapat membedakan diri mereka dengan orang lain di sekitar mereka. Apakah
mereka lebih tinggi dibandingkan teman-teman sebayanya? Apakah keahlian
yang terdapat pada diri mereka? Sebagai contoh, perhatikan deskripsi diri yang
dibuat oleh seorang remaja laki-laki sebagai berikut : “Aku adalah seorang atlet
laki-laki yang cerdas, yang memiliki pandangan politik liberal, seorang
ekstrovert, dan seorang individu yang bergairah” ia merasa nyaman dengan
keunikannya: “Tidak ada seorangpun yang benar-benar menyerupai diriku.
Tinggi badanku 5 kaki 11 inci dan berat badanku 160 pon. Aku tinggal di
pinggiran kota dan berencana untuk memasuki universitas negeri. Aku ingin
menjadi seorang jurnalis di bidang olahraga. Aku adalah seorang ahli dalam
membuat perahu kano. Ketika sedang tidak bersekolah dan tidak sedang belajar,
aku menuliskan sebuah cerita pendek mengenai tokoh olahraga, yang aku harap
dapt dipublikasikan suatu hari nanti.” Nyata atau hanya imajinasi saja,
penghayatan mengenai diri dan keunikan yang dikembangkan oleh seorang
remaja ini dapat memotivasi hidupnya. Eksplorasi kami mengenai diri akan
dimulai dengan pemaparan informasi mengenai pemahaman diri remaja.
Meskipun di masa remaja seorang individu menjadi lebih introspektif,
pemahaman diri ini tidak sepenuhnya bersifat internal, namun pemahaman diri
merupakan sebuah kontruksi sosial-kognitif (Bergman, 2004; Bosma & Kunnen,
2001; Harre, 2004; Harter, 2006; Tesser, Fleeson, & Suls, 2000).
Apakah yang Dimaksud Dengan Pemahaman Diri?
Pemahaman diri (self-understanding) adalah representasi kognitif remaja
mengenai diri, substansi dan isi dari konsepsi- diri remaja. Sebagai contoh,
seorang remaja laki-laki 12 tahun memahami bahwa ia adalah seorang siswa,
seorang pemain sepak bola, seorang anggota keluarga, dan seorang pencinta
permainan video. Seorang remaja perempuan berusia 14 tahun memahami
bahwa ia adalah seorang pemandu sorak, seorang anggota dari senat
mahasiswa, seorang penggemar film, dan seorang penggemar bintang musik
rock. Dalam satu arti, pemahaman diri seorang remaja didasarkan pada berbagai
peran dan jenis keanggotaan yang mereka ikuti, ini semua berperan dalam
mendefinisikan dirinya (Harter, 19901; 2006). Meskipun pemahaman diri
memberikan landasan yang rasional, pemahaman diri bukanlah identitas
keseluruhan remaja.
Dimensi-Dimensi Pemahaman Diri Remaja
Pemahaman diri remaja memiliki sifat yang kompleks dan melibatkan berbagai
asapek diri (Harter, 1998, 1999, 2006). sekarang kita mengkaji bagaimana
pemahaman diri remaja berbeda dengan pemahaman diri anak.
1. Abstraksi dan Idealisasi
ketika diminta untuk mendeskripsikan mengenai dirinya sendiri, remaja mulai
menggunakan istilah-istilah yang lebih abstrak dan idealistik. Hal ini tidak terjadi
pada anak-anak. Simaklah deskripsi abstrak yang diberikan oleh Laurie, 14
tahun, mengenai dirinya; “aku adalah seorang manusia. Aku adalah seorang
yang bimbang. Aku tidaklah menganal siapakah diriku ini.” simaklah juga
deskripsi idealistik mengenai dirinya; “pada dasarnya aku adalah seorang yang
sensitif, yang betul-betul peduli terhadap perasaan orang lain. Aku menganggap
diriku menarik.” tidak semua remaja mendeskripsikan dirinya dalam cara
idealistik seperti ini, namun sebagian remaja membedakan antara diri riil (real
self) dan diri ideal (ideal self).
2. Diferensiasi
Seiring dengan berlangsungnya waktu, pemahaman diri remaja menjadi semakin
terdiferensiasi (differentiated) (Harter, 2006). Dibandingkan anak-anak, remaja
semakin mempertimbangkan berbagai konteks atau situasi ketika
mendeskripsikan dirinya (Harter, Waters, & Whitesell, 1996). sebagai contoh,
seorang remaja perempuan yang berusia 15 tahun mungkin akan
mendeskripsikan dirinya dengan menggunakan seperangkat karakteristik
tertentu apabila berkaitan dengan keluarganya, dan seperangkat karakteristik
lainnya apabila berkaitan dengan kawan-kawannya. Meskipun demikian ,
seperangkat karakteristik lainnya mungkin juga muncul dalam deskripsi dirinya
yang berkaitan dengan relasi romantik. Singkatnya, dibandingkan anak-anak,
remaja cenderung lebih memahami bahwa mereka memiliki beberapa diri yang
berbeda, sampai taraf tertentu, variasi dari masing-masing diri itu berkaitan
dengan peran atau konteks tertentu.
3. Diri yang Berfluktuasi
Karena sifat dasar dari seorang remaja berkontradiksi, tidak mengherankan
apabila diri itu berfluktuasi diberbagai situasi dan waktu yang berbeda-beda
(Harter, 1990a; Harter & Whitesell, 2002). Seorang remaja yang berusia 15
tahun yang dipaparkan di awal, menyatakan bahwa ia tidak memahami
bagaimana ia dapat berubah dari sifat periang di suatu saat, menjadi cemas di
saat yang lain, dan tidak lama kemudian berubah lagi menjadi kasar. Seorang
peneliti menyatakan fluktuasi diri remaja sebagai “diri barometris” atau
(barometric self) (Rosenberg, 1979). dalam kebanyakan kasus, diri senantiasa
berada dalam kondisi tidak stabil hingga masa remaja akhir atau bahkan masa
dewasa awal, ketika disusun sebuah teori mengenai diri yang lebih menyeluruh.
4. Kontradiksi di Dalam Diri
Ketika remaja mulai melakukan diferensiasi dalam konsepnya mengenai diri
menjadi berbagai peran dalam konteks relasi yang berbeda-beda, remaja mulai
menangkap adanya berbagai kemungkinan kontradiksi yang dapat muncul dalam
dirinya yang berbeda-beda itu. Dalam sebuah studi, Susan Harter (1986)
meminta peran siswa kelas tujuh, sembilan, dan sebelas, untuk mendeskripsikan
dirinya. Ia menemukan adanya sejumlah kontradiksi dalam deskripsi diri yang
dinyatakan oleh remaja (suasana hati yang berubah-ubah dan memahami, buruk
dan menarik, bosan dan ingin tahu, peduli dan tidak peduli, introvert dan gemar
bersenang-senang), cenderung meningkat secara dramatis antara kelas tujuh
dan sembilan. Meskipun jumlah kontradiksi dari deskripsi diri para siswa ini
cenderung menurun di kelas sebelas, deskripsi seperti ini masih terlihat menonjol
di kelas tujuh. Remaja mengembangkan kemampuan kognitif untuk mendeteksi
inkonsistensi ini ketika mereka berjuang menyusun sebuah teori umum
mengenai diri (Harter & Monsour, 1992).
5. Diri riil Versus Diri Ideal, Diri Sebenarnya Versus Diri Palsu
Munculnya kemampuan remaja untuk menyusun diri ideal dapat membingungkan
mereka. Sementara kapasitas untuk mengenali kesenjangan antar diri riel dan
diri ideal itu memperlihatkan kemajuan kognitifnya, seorang ahli teori humanistik
Carl Rogers (1950) berpendapat bahwa kesenjangan yang kuat antara diri riel
dan diri ideal dapat menjadi indikasi dari gangguan penyesuaian diri.
Salah satu pandangan menyatakan bahwa suatu aspek yang penting dari diri
ideal atau diri yang dibayangkan itu disebut kemungkinan diri (possible self),
kemungkinan individu itu menjadi seperti apa, diri seperti bagaimanakah yang
diinginkan, diri seperti bagaimanakah yang tidak diinginkan (Cota-Robles, Neis,
& Hunt, 2000; Dunkel & Kerpelman, 2004; Markus & Nurius, 1986).
Menurut pandangan ini, munculnya diri ideal yang diharapkan maupun yang
ditakutkan atau tidak diinginkan itu sehat secara psikologis, menggiring pada
keseimbangan antara perspektif dan motivasi remaja. Dapatkah remaja
membedakan antara diri yang sebenarnya dan diri yang palsu? Sebuah penelitian
menemukan bahwa mereka mampu (Harter & Lee, 1989). Remaja paling sering
menampilkan diri yang palsu ketika berada bersam kawan-kawan sekelas dan
dalam situasi pacaran, mereka paling jarang menampilkan diri yang palsu ketika
mereka berada bersama kawan-kawan dekat. Alasan yang mendorong remaja
untuk menampilkan diri yang palsu adalah karena keinginan untuk memberi
kesan yang baik atau untuk mencoba berbagai perilaku atau peran baru.
6. Perbandingan Sosial
Karena jumlah kelompok yang dijadikan referensi itu banyak sekali, remaja
dapat bingung apabila mereka terlalu banyak mengandalkan perbandingan
sosial. Perlukah mereka membandingkan dirinya dengan kawan-kawan
sekelasnya? Membandingkan dirinya dengan kawan-kawan yang berjenis kelamin
sama? Membandingkan dirinya dengan para remaja yang populer, menarik, dan
atletis? Remaja bingung apabila harus mempertimbangkan semua kelompok
pembanding ini.
7. Kesadaran diri
Dibandingkan dengan anak-anak, remaja cenderung lebih sadar diri (Self-
Conscious) dan berpraokupasi dengan pemahaman dirinya (Harter, 2006).
Meskipun remaja menjadi lebih introspektif, mereka tidak selalu
mengembangkan pemahaman dirinya dalam kondisi terisolasi secara sosial.
Remaja mendekati kawan-kawannya untuk memperoleh dukungan dan
penjelasan mengenai dirinya, termasuk mendengarkan pendapat kawan-
kawannya dalam proses mendefinisikan siapa dirinya itu.
8. Perlindungan Diri
Dalam upaya untuk melindungi diri, remaja cenderung menyangkal karakteristik-
karakteristik yang negatif. Sebagai contoh, dalam penyelidikan yang dilakukan
oleh Harter mengenai pemahaman diri, remaja cenderung memandang deskripsi
diri yang positif, seperti menarik, menyenangkan, sensitif, penuh perasaan, dan
Ingin tahu, sebagai aspek-aspek yang sentral dan penting dari diri, sementara itu
mereka cenderung memandang deskripsi diri yang negatif seperti buruk, biasa-
biasa saja, depresi, mementingkan diri sendiri, dan cemas sebagai aspek-aspek
yang kurang penting dari diri (Harter, 1986). Kecenderungan ini konsisten
dengan kecenderungan remaja untuk mendeskripsikan dirinya secara idealistik.
9. Diri yang Tidak Disadari
Dimasa remaja, pemahaman diri melibatkan pengenalan yang lebih besar bahwa
diri meliputi komponen-komponen yang tidak disadari maupun yang disadari.
Meskipun demikian, pengenalan ini cenderung tidak muncul sebelum individu
memasuki masa dewasa akhir (Selman, 1980). Artinya, dibandingkan remaja
yang lebih kecil, remaja yang lebih besar lebih mempercayai adanya aspek-aspek
tertentu dari pengalaman mental yang berada di luar kesadaran atau kontrol
mereka.
10.Integrasi Diri
Khususnya di masa remaja akhir dan masa beranjak dewasa, pemahaman diri
menjadi lebih terintegrasi, yang mengandung bagian-bagian dari diri yang
terpisah itu digabungkan secara sistematis. Ketika berusaha menyusun teori
umum mengenai diri, penghayatan mengenai identitas yang terintegrasi, anak
muda yang lebih besar dapat mendeteksi adanya inkonsistensi dalam deskripsi
dirinya yang lebih awal.
Pemahaman Diri dan Konteks Sosial
Diri majemuk dari anak-anak muda yang berasal dari berbagai etnik
mencerminkan pengalaman mereka ketika mengarahkan dunia keluarga, kawan-
kawan, sekolah dan komunitas yang beraneka ragam (Cooper dkk., 2002).
Penelitian yang dilakukan terhadap anak-anak muda AS keturunan Afrika, Cina,
Filipina, Latin, Eropa, Jepang dan Vietnam, maupun terhadap anak-anak muda
Jepang, memperlihatkan bahwa ketika mereka berpindah dari budaya yang satu
ke budaya yang lainnya, mereka menjumpai rintangan-rintangan yang terkait
dengan bahasa, rasisme, gender, imigrasi, dan kemiskinan. Meskipun demikian,
di setiap dunia yang berbeda-beda itu mereka juga dapat menemukan sumber-
sumber dukungan di institusi, di antara orang-orang lain., dan dalam diri mereka
sendiri. Anak muda yang kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan dunia yang
berbeda-beda itu dapat terasing dari sekolah, keluarga, atau kawan-kawan
sebaya. Meskipun demikian, anak muda yang dapat mengarahkan dirinya secara
efektif ketika berhadapan dengan dunia yang berbeda-beda itu dapat
mengembangkan diri yang bikultural atau multikultural dan menjadi “perantara
budaya” bagi orang lain.
Hazel Markus dan koleganya (Markus & Kitayama, 1994 ; Markus, Mullaly,
& Kitayama, 1999) berpendapat bahwa pemahaman mengenai diri yang
mejemuk yang muncul ketika seseorang berpartisipasi dalam praktik-praktik
budaya merupakan hal yang penting. Menurut mereka, semua diri bersifat
spesifik- budaya yang muncul ketika individu beradaptasi dengan lingkungan
budayanya. Dalam konteks Amerika Utara (khususnya konteks sosio-ekonomi
menengah), budaya yang ada, mendukung dan membina individualitas. Apabila
diberi peluang untuk mendeskripsikan diri mereka sendiri, maka orang-orang
Amerika Utara sering kali tidak hanya memberikan gambaran mengenai dirinya
sekarang ini namun juga gambaran mengenai dirinya di masa depan.
Mereka sering kali memperlihatkan kebutuhan untuk mengembangkan diri
mejemuk yang stabil dan konsisten.
Di Jepang, diri majemuk sering kali dideskripsikan dalam keterikatannya dengan
orang lain (Dedikdes & Brewer, 2001). Bagi banyak orang Jepang, kemajuan diri
juga merupakan salah satu aspek penting dari diri majemuk ini. Markus dan
rekan-rekan koleganya mengenali bahwa kelompok-kelompok budaya ditandai
oleh adanya perbedaan namun berkesimpulan bahwa menempatkan aspek yang
dominan dari diri majemuk dalam satu budaya itu akan sangat membantu.
Daphna Oyserman dan para koleganya (2002) baru-baru ini menciptakan
sebuah intervensi untuk mendukung berkembangnya kemungkinan diri yang
terfokus pada kehidupan akademik yang dapat membantu para remaja agar
merasa memiliki kaitan dan terlibat dengan kegiatan sekolahnya. Partisipan
yang dilibatkan adalah para remaja laki-laki dan perempuan Afrika Amerika
pusat kota yang berada di tingkat terakhir sekolah lanjutan.
Referensi : Santrock J.W, 2007. Remaja Edisi 11 Jilid 1, Erlangga : Jakarta.