Upload
trinhcong
View
245
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA
DAN IMPLIKATUR DALAM ACARA DEBAT TV ONE
SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA DI SMA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
oleh:
Rully Pratistya
1111013000069
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN IMPLIKATURDALAM ACARA DEBATTV ONE SERTA IMPLIKASINYA
TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIADI SMA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi
P ersyaratan Mempero leh Gelar S arj ana Pendidikan
Oleh
RULLY PRATISTYA
NIM: 1111013000069
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
JURUSAN PENDIDIKAI{ BAHASA DAN SASTRA INDONESIAFAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA2015
NrP. 19840409 201 101 1 015
LBMBAR PENGESAIIAN UJIAN MUNAQ OSAH
Skripsi bedudul "Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur dalam
Acara Debat TY One serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia
di SMA" disusun oleh Rully Pratistya, NIM 111013000069, diajukan kepada
Fakultas IImu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatulah Jakarta dan telah
dinyatakan lulus dalam ujian Munaqasah pada tarrggal 15 Oktober 2015 di
hadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.) dalam bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia.
Jakart4 20 Oktober 2015
Panitian Ujian Munaqasah
Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Prodi) TanggalL3t
Makvqn Qubuki. M.frum. ,.{.lg.Li*,s-NiP. 19800305 200901 1 015
Sekretaris Panitia (Sekretaris JurusailItod$ glZ ,
Dona Aii Karunia Putra" M.A ..(.\?...1*tsNrP. 19840409201101 1 015
Penguji IDr. Nuryani. M.A..
NIP. 19820628 2009t2 2 003
Penguji IIDr. EIvi Susanti. M.Pd.NrP. 19680801 200801 2 016
a$,?''
rclof zots
KEII'EHTERIAH AGAI'IAUIH JAKARTAFITK,4. k tt.w * # cipt,d t54,2 ffirana
FORM (FR)
No. Dokumen : FITK-FR-AKF089
Tgl- Terbit : 1 Maret 2010
No. Revisi: : 01
iHal 'U1
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama :RullYPratistYa
Tempat/Tgl.Lahir : Bandung, 22 Mei 1992
NIM : 1111013000069
Jurusan I Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Judul Skripsi : *Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur
dalam Acara DebatTY One serta Implikasinya
terhadap Pembelajarau Bahas* Indonesia di SMII.
ksflr Pemhimhing : Duru,qii Kanmia Putra" tt{'A
dengan ini menyatakan bahwa skripai yang $a-va buat benar-benar hasil karya sendiri
dan saya bertanggung jawab secara akademis atas *pa yang saya tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syatatmenempuh wisuda.
RuttyPmtistyaNrM- IIlt$t3ffi0069
Jakarta" 28 Oktofuer 201 5
ABSTRAK
RULLY PRATISTYA,1111013000069,“ Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
dan Implikatur dalam Acara Debat TV One serta Implikasinya terhadap
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Dona Aji Karunia Putra, M.A.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk pelanggaran
prinsip kerja sama yang terdapat dalam acara Debat TV One dengan judul Adu
Aksi KPK−Polri. Penelitian ini pun mendeskripsikan implikatur yang terkandung
dalam pelanggaran prinsip kerja sama tersebut serta fungsi dari implikatur itu.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori prinsip kerja sama
dan implikatur yang dikemukakan oleh H.P. Grice. Prinsip kerja sama dan
implikatur merupakan bagian dari ilmu pragmatik. Percakapan sebagai objek
penelitian dalam penelitian ini, maka penelitian ini bersifat penelitian kualitatif.
Desain penelitian yang digunakan yaitu deskriptif dengan menjelaskan secara apa
adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi selama percakapan disesuaikan dengan
sasaran dan tujuan penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa maksim yang sering dilanggar dalam
format debat TV One yaitu maksim kuantitas dengan jumlah tujuh pelanggaran.
Urutan kedua ditempati oleh maksim relevansi dengan jumlah tiga pelanggaran.
Berikutnya, yaitu maksim cara dengan jumlah dua pelanggaran. Maksim di urutan
terakhir yaitu maksim kualitas dengan jumlah satu pelanggaran. Penelitian ini pun
menemukan adanya pelanggaran maksim gabungan, yaitu pelanggaran maksim
cara dan maksim kualitas serta pelanggaran maksim kuantitas dan maksim cara.
Masing-masing pelanggaran tersebut berjumlah satu. Jumlah keseluruhan
pelanggaran maksim yaitu lima belas.
Adapun fungsi implikatur yang paling banyak muncul yaitu untuk
menyatakan, dengan jumlah enam tuturan. Posisi kedua ditempati oleh fungsi
implikatur untuk menyarankan dengan jumlah lima tuturan. Berikutnya, yaitu
fungsi implikatur untuk menegaskan dengan jumlah tiga tuturan. Terakhir, yaitu
fungsi implikatur untuk menyindir dengan jumlah satu tuturan.
Debat dapat digunakan sebagai metode pembelajaran, pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan maupun pada Kurikulum 2013 di tingkat SMA
khususnya kelas X. Melalui hasil penelitian ini, guru dapat menjelaskan cara
membangun komunikasi yang efektif dan santun dalam debat. Guru dapat juga
menjelaskan kesalahan-kesalahan yang tidak boleh dilakukan dalam debat. Peserta
didik pun menjadikan hasil penelitian ini sebagai referensi dan pembelajaran
dalam mengembangkan keterampilan berbicara, khususnya debat.
Kata Kunci : Pelanggaran, Prinsip Kerja Sama, Implikatur, Debat TV
One, Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA
ABSTRACT
RULLY PRATISTYA, 1111013000069,” Violation of the Cooperative Principle
and Implicature in a Debate TV One and its Implication in Learning
Indonesian Language in Senior High School”. Department of Education
Indonesian Language and Literature, Faculty of Education and Teaching
Tarbiyah, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. Supervisor: Dona
Aji Karunia Putra, M.A.
This research to describe forms violation of the cooperative principle in a
Debate TV One with the tittle “Adu Aksi KPK−Polri”. In addition, this research
also describes implicatures contained in violation of the cooperative principle as
well as the function of implicature it.
The theory used in this research is the theory of the cooperative principle
and implicature suggested by H.P. Grice. The cooperative principle and
implicature is part of the pragmatics. Conversation as an object in this research,
accordingly this research is qualitative research. The design of this research is
descriptive to explain what the events that occurred during a conversation aligned
with the goals and objectives of research.
The result showed that maxim is often violated in a debate format TV One
is maxim of quantity with seven violated. The second sequence is occupied by
maxim of relevance with three violated. Furthermore, maxim of manner with two
violated. The latter is maxim of quality with one violated. In this research found
also the combination maxims violation that is the violated maxim of manner and
maxim of quality and then the violated maxim of quantity and maxim of manner.
Each of these violations amounted one violated.
As for the function implicature often in this research is purpose to declare
with amount is six utterances. The second position is purpose to recommend with
amount is five utterances. Furthermore, the function of implicature is purpose to
emphasize with amount is three utterances. The last, is purpose to quip with
amount is one utterances.
The research result can be used in the learning Indonesian language
Senior High School, especially in the first class of Senior High School. Debate
can be used as a learning method, in the KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan) or in Kurikulum 2013. Through this research, the teacher can
explain how to build manners an effective communications and polite in debate.
Then, The teacher can explain the mistakes that should not be done in the debate.
The students also make this research result as a reference and learning in
developing speaking skills, especially the debate.
Keywords: Violation, Cooperative Principle, Implicature, Debate TV One,
Learning Indonesian Language in Senior High School
i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas
sifat rahman dan rahim-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur dalam Acara Debat TV One serta
Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA”. Selawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Baginda Nabi Muhammad SAW,
dan kesejahteraan serta keberkahan semoga selalu menaungi keluarga Beliau, para
sahabatnya, dan para umatnya yang selalu berharap syafa’at darinya.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan bantuan berupa bimbingan, saran, materi, doa serta motivasi dari
proses hingga terselesaikannya skripsi ini. Adapun pihak-pihak tersebut yaitu:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Makyun Subuki, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia
3. Dona Aji Karunia Putra, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia dan juga selaku Dosen Pembimbing
Skripsi. Terima kasih atas kesabaran Bapak dalam membimbing saya.
Terima kasih atas ilmu dan saran-saran yang diberikan.
4. Dra. Hindun, M.Pd., selaku Dosen Penasehat Akademik. Terima kasih
atas waktu yang selalu diluangkan kepada penulis untuk berkonsultasi
permasalahan dan kegiatan perkuliahan.
5. Kepada segenap Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan
Dosen FITK yang telah memberikan ilmunya sehingga ilmu tersebut
dapat turut serta dalam membantu pembuatan skripsi ini.
6. Kedua orang tua penulis, yaitu Endang Sukendar, MM. dan Kokom
Komariyah, BA., yang selalu mencurahkan kasih sayangnya dan
mendoakan penulis tiada henti.
ii
7. Kedua kakak penulis, yaitu Rendy Prasetya Supandar, SE. dan Riza
Primajaya Sutandar, ST., yang banyak memberi bantuan materi dan
memberi motivasi untuk menyelesaikan studi tepat waktu dan atau
secepatnya.
8. Sahabat terbaik penulis, yaitu Muhammad Fikri Firdaus yang banyak
membantu dalam pengeditan skripsi serta selalu memotivasi penulis
untuk segera menyelesaikan studi S1 agar dapat menjadi anak band
kembali dan pensiun dini menjadi guru (kemungkinan bisa kembali
jadi guru lagi kalau gagal jadi anak band).
9. Kepada Devi Aristiyani dan Pratiwi, terima kasih banyak atas
pinjaman buku-buku pragmatik dan metode penelitian sehingga
penulis tidak kesusahan dalam menyelesaikan Bab 2 dan Bab 3.
10. Kepada teman-teman yang istimewa bagi penulis, yaitu Ustad Fauzi,
Daeng Sofyan, Bang Aris, Wenti Frisca Septiani Putri terima kasih
telah menjadi teman yang selalu ada untuk penulis menyampaikan
keluh kesah selama menyusun skripsi ini.
Semoga Allah SWT mencatatnya sebagai amal kebaikan dan memberikan
balasan kebaikan pula atas bantuan yang diberikan kepada penulis. Aaamiin
allahumma aamiin. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat digunakan dan
bermanfaat.
Jakarta, 07 Oktober 2015
Rully Pratistya
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR ........................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1 B. Identifikasi Masalah .................................................................... 6 C. Pembatasan Masalah ................................................................... 6
D. Rumusan Masalah ....................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7
F. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pragmatik .................................................................................... 9
B. Situasi Tutur ................................................................................ 15
C. Prinsip Kerja Sama ...................................................................... 19
D. Implikatur .................................................................................... 23
E. Implikatur Percakapan ................................................................ 25
F. Pembelajaran Keterampilan Berbicara Tingkat SMA................. 34
G. Debat ........................................................................................... 38
H. Penelitian yang Relevan .............................................................. 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu Penelitian ......................................................................... 48
B. Desain Penelitian ......................................................................... 48
C. Prosedur Pengumpulan Data ....................................................... 49
D. Teknik Analisis Data ................................................................... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur ........................ 52
1. Pelanggaran Maksim Kuantitas............................................. 55
2. Pelanggaran Maksim kualitas ............................................... 63
3. Pelanggaran Maksim Relevansi ............................................ 65
4. Pelanggaran Maksim Cara .................................................... 69
5. Pelanggaran Maksim Cara dan Kualitas ............................... 73
6. Pelanggaran Maksim Kuantitas dan Cara ............................. 75
iv
B. Fungsi Pelanggaran Prinsip Kerja Sama ..................................... 80
1. Menyatakan ........................................................................... 80
2. Menyarankan ......................................................................... 86
3. Menegaskan........................................................................... 92
4. Menyindir .............................................................................. 95
C. Implikasi Acara Debat TV One dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia di SMA ....................................................................... 98
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................................... 101
B. Saran ............................................................................................ 102
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 104
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 : RPP
Lampiran 2 : Transkripsi Percakapan Debat TV One “ Adu Aksi
KPK−Polri”
Lampiran 3 : Kartu Data Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kegiatan interaksi dengan media bahasa merupakan kegiatan yang
mutlak dilakukan oleh manusia. Dengan adanya interaksi dengan media
bahasa, setiap individu dapat menyampaikan perasaan dan sesuatu yang
diinginkannya. Komunikasi yang dibangun oleh seorang individu harus
bisa dipahami oleh lawan bicaranya atau petuturnya karena hal tersebut
merupakan syarat sukses tersampaikannya perasaan atau hal yang ingin
individu tersebut sampaikan.
Begitupun sebaliknya petutur ketika kemudian balik memberi
tanggapan (berarti dalam posisi ini menjadi penutur) haruslah dimengerti
dan dipahami atau sifatnya mengakomodasi tujuan dari komunikasi yang
terlebih dahulu dibangun oleh kawan bicaranya. Inilah yang kemudian
dinamakan cooperative principle atau dalam bahasa Indonesianya Prinsip
Kerja Sama yang dikemukakan oleh seorang filsuf dan juga linguis yaitu
H. Paul Grice.
H. Paul Grice mengemukakan gagasan prinsip kerja sama dan
implikatur pertama kali pada saat mengisi kuliah umum di Universitas
Harvard pada tahun 1967. Kemudian, gagasannya tersebut dimasukkan
bersama dengan tulisan para penulis lainnya dalam satu buku. Buku
antologi tersebut diberi judul Syntax and Semantics, Volume 3 : Speech
Acts dengan Peter Cole dan Jerry L. Morgan sebagai editor pada buku
tersebut.
Menurut Grice, komunikasi akan berjalan sesuai harapan jika para
partisipan dalam komunikasi tersebut mematuhi empat prinsip atau
maksim yang dicetuskannya. Empat maksim tersebut yaitu maksim
kualitas, kuantitas, hubungan, dan pelaksanaan. Secara singkat dari empat
maksim tersebut, Grice menuntut setiap partisipan untuk; memberikan
kontribusi seperti yang diperlukan, pada saat yang diperlukan,
2
berdasarkan tujuan yang disepakati atau arah pergantian percakapan
yang anda terlibat di dalamnya.
Prinsip kerja sama juga dibutuhkan dalam debat karena debat juga
merupakan salah satu bentuk interaksi komunikasi. Pada awalnya debat
merupakan wahana adu argumentasi antara dua kelompok yang memiliki
perspektif berbeda dalam sebuah tema atau topik. Debat pada awalnya
berasal dari lingkup parlemen. Pihak pemerintah akan berhadapan dengan
pihak oposisi (pihak yang berseberangan dengan pemerintah) untuk
membahas suatu tema atau topik. Pihak pemerintah berada di pihak
afirmatif atau selaku pihak yang mendukung tema atau topik tersebut.
Berbanding terbalik dengan kondisi tersebut, pihak oposisi berada di pihak
yang negatif terhadap tema atau topik tersebut.
Debat tidak hanya ada di parlemen, melainkan juga digunakan di
kampus dan di sekolah (umumnya sekolah menengah atas dan sekolah
menengah pertama). Format debat bisa beragam, misalnya debat yang ada
di parlemen memiliki format debat yang berbeda-beda. Format tersebut
yaitu; Australasian Parliamentary System, British Parliamentary System
dan Asia Parliamentary System. Selain format debat di parlemen, ada juga
format debat Karl Popper dan World Schools.
Selain itu, debat juga sering dijadikan sebuah acara untuk
membahas suatu topik atau tema yang sedang menjadi sorotan utama
publik. Salah satunya yaitu acara Debat di salah satu TV swasta yaitu di
TV One. Acara Debat TV One berlangsung dan tayang setiap hari Senin
dimulai pukul 19.00 WIB sampai dengan pukul 20.00 WIB. Awalnya,
acara Debat TV One dipimpin oleh dua pembawa acara yang masing-
masing pembawa acara berada di salah satu pihak yang berdebat. Kini
acara Debat TV One hanya dipandu oleh satu orang pembawa acara yang
juga bertindak sebagai moderator.
Acara Debat TV One diikuti oleh dua tim atau dua kelompok yang
masing-masing tim terdiri dari dua orang. Sama halnya dengan debat pada
umumnya tentu kedua tim ini memiliki posisi yang berseberangan
3
terhadap tema atau topik yang diajukan. Kedua tim yang berseberangan
dan berhadapan ini nantinya akan mengungkapkan argumennya masing-
masing terhadap tema atau topik yang diajukan tersebut. Moderator
bertugas memimpin dan mengatur jalannya debat.
Pada debat di TV One tidak ada batasan waktu yang diberikan oleh
seorang moderator kepada setiap pembicara dalam tim untuk
menyampaikan argumentasinya ketika menjawab pertanyaan. Moderator
pun terkadang memotong pembicaraan di tengah jalan dengan
memberikan pertanyaan sebagai tanggapan/penegas dari informasi yang
sudah disampaikan oleh pembicara. Sanggahan pun seringkali dilakukan
ketika tim lawan sedang dalam posisi bicara (diberikan hak oleh moderator
untuk menyampaikan argumentasi) sehingga membuat moderator harus
menghentikan pihak tersebut dan mempersilakan kembali pihak yang
sedang diberikan hak untuk menyampaikan argumentasi melanjutkan
argumentasinya. Hal itu dilakukan hingga salah satu tim dapat
meruntuhkan argumen lawannya serta lebih meyakinkan dan
mempengaruhi penonton dengan argumen yang dibangunnya terhadap
tema atau topik yang diajukan tersebut.
Lantas timbul pertanyaan, bagaimana kemudian prinsip kerja sama
yang dicetuskan oleh H. Paul Grice dijalankan oleh para individu tersebut
di dalam arena perdebatan. Sejatinya di dalam praktik berkomunikasi tidak
sepenuhnya prinsip kerja sama itu dipatuhi. Partisipan dalam sebuah
interaksi komunikasi terkadang melanggar ketetapan prinsip kerja sama
tersebut. Melanggar sebuah prinsip kerja sama bukanlah hal yang tidak
boleh dilakukan dikarenakan prinsip kerja sama sifatnya aturan atau
pedoman.
Pada hakikatnya setiap tuturan menghasilkan implikatur atau dapat
mengimplikasikan tuturan lain begitupun halnya dengan pelanggaran
prinsip kerja sama yang dapat menghasilkan implikatur atau dapat
mengimplikasikan tuturan lain. Ada alasan yang membuat seorang
partisipan melanggar ketetapan prinsip kerja sama. Alasan-alasan tersebut
4
di antaranya terkait aspek etika atau kesopanan, tidak ingin menyampaikan
maksudnya secara terang-terangan, dan ingin menyindir secara halus.
Salah satu tema yang dibahas dalam acara Debat TV One yaitu
berkenaan dengan KPK dan Polri. Pada pertengahan hingga menjelang
akhir Januari semua perhatian masyarakat tertuju kepada KPK dan Polri.
Pada awalnya hanya soal penetapan tersangka calon Kapolri yaitu Budi
Gunawan oleh KPK hingga kemudian asumsi berkembang terjadi kisruh
atau meminjam istilah Presiden terjadi “gesekan” di kedua institusi ini
setelah ditetapkannya salah satu Komisioner KPK yaitu Bambang
Widjojanto menjadi tersangka oleh Bareskrim Polri.
Budi Gunawan ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK terkait
“dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat
Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri
periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian”.1 Pada kasus
lainnya, Bambang Widjojanto ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri
terkait dugaan memengaruhi saksi dalam memberikan keterangan tidak
benar dalam sidang perkara sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di
Mahkamah Konstitusi.
Beranjak dari situlah kemudian peneliti tergerak untuk melakukan
penelitian terhadap acara Debat dengan tema tersebut. Dalam penelitian
kali ini peneliti mengambil edisi yang pertama atau judul yang pertama
(tema tentang KPK dan Polri) yaitu Adu Aksi KPK−Polri yang
berlangsung dan tayang pada hari Senin, 26 Januari 2015. Alasannya yaitu
sebagai dasar pengetahuan terhadap sesuatu yang terjadi antara KPK dan
Polri sehingga diharapkan ini menjadi fondasi awal pengetahuan bagi
peneliti serta pembaca yang terjadi antara KPK dan Polri.
Peneliti tergerak ingin mengetahui kepatuhan para narasumber
tersebut terhadap prinsip kerja sama. Jika terjadi pelanggaran prinsip kerja
sama maka apa implikatur atau hal yang diimplikasikan dalam
1 RYO dkk, “Presiden Pertimbangkan KPK” , Surat Kabar Harian Kompas, 14 Januari,
2015, Hlm. 1 dan Hlm. 15 kol 5-7
5
pelanggaran tersebut. Tentunya ini akan dapat menambah informasi
sehingga mengetahui lebih dalam hal-hal yang terjadi dalam arena
perdebatan tersebut khususnya tentang yang terjadi antara KPK dan Polri,
suatu hal yang menjadi perhatian masyarakat luas. Disertakan pula fungsi
implikatur dari pelanggaran prinsip kerja sama yang dilakukan. Pada
akhirnya akan dapat diketahui maksim yang sering dilanggar oleh
partisipan dalam interaksi komunikasi debat khususnya model debat TV
One, fungsi implikatur yang paling banyak digunakan serta kesalahan-
kesalahan yang terdapat dalam interaksi komunikasi debat tersebut.
Hal ini (penelitian) nantinya turut serta dapat dimanfaatkan dalam
bidang pendidikan, khusunya dalam pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia di SMA. Debat merupakan sarana yang baik bagi peserta didik
untuk menumbuhkembangkan kemampuannya, tidak hanya dari aspek
retorikanya atau kemampuan berbicaranya melainkan juga melatih daya
analisa berpikirnya ; logis, sistematis, dan kritis. Debat bisa
diimplementasikan baik pada Kurikulum 2013 maupun pada KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Pada Kurikulum 2013 khususnya pada materi pelajaran kelas X
SMA ada materi tentang teks eksposisi yang menuntut peserta didik
mampu membuat teks eksposisi dengan struktur teks eksposisi yaitu ;
pernyataan pendapat (tesis)^argumentasi^penegasan ulang pendapat.
Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan terdapat juga pada materi
pelajaran kelas X SMA yaitu materi tentang paragraf argumentatif.
Jadi ketika metode debat dipakai sebagai metode pembelajaran
maka peserta didik tidak hanya sekadar mampu membuat teks eksposisi
atau paragraf argumentasi secara tulisan melainkan mampu
mengemukakan pendapat dan argumentasi yang ditulisnya itu serta
mempertanggungjawabkan dan meyakinkan bahwa pendapat dan
argumentasinya itulah yang paling logis dan ideal. Mengingat suatu
permasalahan yang terjadi atau yang ada dalam realitas kehidupan tidak
6
mungkin peserta didik seragam dan serempak, pasti di dalamnya terdapat
perbedaan pendapat dan pandangan.
Dari acara Debat TV One inilah peserta didik dapat melihat dan
belajar cara membangun sebuah argumentasi terhadap sebuah pandangan
yang diyakini. Selain hal tersebut peserta didik juga dapat belajar cara
berkomunikasi yang efektif dan santun. Peserta didik juga dapat belajar
dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh partisipan dalam debat yang
tentunya akan dapat merugikan diri sendiri maupun teman kelompok
dalam suatu debat yang akan dilakukan oleh peserta didik nantinya.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah-masalah
dalam penelitian ini dideskripsikan sebagai berikut:
1. Adanya bentuk-bentuk pematuhan prinsip kerja sama dalam tuturan
para partisipan Debat TV One
2. Adanya bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dalam tuturan
para partisipan Debat TV One
3. Adanya Implikatur yang terkandung dalam bentuk-bentuk pelanggaran
prinsip kerja sama dalam tuturan para partisipan Debat TV One
4. Adanya implikatur konvensional, implikatur skala, dan hedges atau
pembatas dalam tuturan para partisipan Debat TV One
5. Adanya fungsi implikatur dalam bentuk-bentuk pelanggaran prinsip
kerja sama dalam tuturan para partisipan Debat TV One
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka dilakukan
pembatasan masalah sesuai dengan apa yang menjadi sasaran awal peneliti
dan keinginan peneliti. Penelitian ini difokuskan pada bentuk-bentuk
pelanggaran prinsip kerja sama dalam acara Debat TV One beserta dengan
implikatur yang terkandung dalam pelanggaran prinsip kerja sama tersebut
serta fungsinya.
7
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka dilakukan
perumusan masalah. Adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dan
implikaturnya dalam acara Debat TV One?
2. Apa fungsi implikatur dalam acara Debat TV One?
3. Bagaimana implikasi hasil penelitian ini terhadap pembelajaran
Bahasa Indonesia di SMA?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian
ini yaitu:
1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dan
implikaturnya dalam acara Debat TV One
2. Mendeskripsikan fungsi implikatur dalam pelanggaran prinsip kerja
sama dalam acara Debat TV One
3. Mendeskripsikan implikasi hasil penelitian ini terhadap pembelajaran
bahasa Indonesia di SMA
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat-manfaat dalam penelitian ini baik secara teoritis
maupun secara praktis yaitu sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih terhadap
bidang linguistik khususnya dan pembelajaran bahasa di SMA.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai kalangan di
antaranya :
a. Pembaca
Hasil penelitian ini memberikan informasi tentang bentuk-bentuk
pelanggaran prinsip kerja sama dalam acara Debat TV One serta
implikatur yang dikandungnya dan juga fungsi implikatur tersebut.
8
b. Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menjelaskan
bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dalam acara Debat
TV One serta implikatur yang dikandungnya dan juga fungsi
implikatur tersebut. Dalam hal tersebut, bisa disertakan penjelasan
cara membangun sebuah komunikasi yang efektif dan santun serta
menjelaskan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh partisipan
debat sebagai pelajaran untuk peserta didik.
c. Peserta didik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi siswa
dalam mempelajari cara membangun sebuah komunikasi yang
efektif dan santun dalam sebuah debat. Peserta didik pun dapat
mempelajari kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh partisipan
debat yang dapat merugikan diri sendiri maupun teman kelompok
dalam debat. Peserta didik dapat mempraktikannya ketika terlibat
atau mengikuti lomba debat.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pragmatik
Pragmatik merupakan salah satu cabang dari ilmu linguistik.
Kunjana Rahardi menyebutkan bahwa “cabang-cabang ilmu di dalam
entitas linguistik itu secara berturut-turut dapat disebutkan sebagai berikut:
(1) fonologi, (2) morfologi, (3) sintaksis, (4) semantik, (5) pragmatik”.1
Pragmatik merupakan cabang ilmu yang paling muda di antara cabang
ilmu yang lainnya sehingga “ilmu pragmatik sering dikatakan sebagai
young science”.2
Nuri Nuraidah dalam bukunya menyatakan bahwa “pragmatik
telah tumbuh di Eropa pada 1940-an dan berkembang di Amerika sejak
1970-an”.3 Lebih lanjut Nuri Nuraidah menjelaskan bahwa “seorang tokoh
bernama Morris dianggap sebagai peletak dasar lewat pandangannya
tentang semiotik. Ia membagi ilmu tanda itu menjadi tiga cabang:
sintaksis, semantik, dan pragmatik”.4 Morris atau yang lebih lengkapnya
Charles Morris “mendasarkan pemikirannya pada gagasan filsuf-filsuf
pendahulunya, seperti Charles Sanders Pierce dan John Locke yang
banyak menggeluti ilmu tanda dan ilmu lambang semasa hidupnya. Ilmu
tanda dan ilmu lambang yang mereka pelajari itu dinamakan semiotika
(semiotics)”.5 Dengan kata lain, pragmatik lahir dari tangan Charles
Morris, ia mengembangkan pemikiran para filsuf-filsuf pendahulunya
dengan membagi ilmu tanda (semiotika) tersebut yang salah satunya yaitu
pragmatik.
1 R. Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (Jakarta : Erlangga, 2009), hlm. 20.
2 R. Kunjana Rahardi, Pragmatik (Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia), (Jakarta :
Erlangga, 2006), hlm. 47. 3 Nuri Nuraidah, Wacana Politik Pemilihan Presiden di Indonesia,(Yogyakarta: Smart
Writing, 2014), hlm.27. 4 Ibid.
5 Rahardi. loc.cit.
10
Hal tersebut akhirnya membuat adanya pembagian atau dikotomi
dalam dunia linguistik. Meskipun demikian dikotomi tersebut tidak
menyebabkan pertelingkahan. Keduanya justru saling melengkapi. Leech
mengungkapkan pendapatnya bahwa “tata bahasa (sistem bahasa yang
abstrak-formal) dan pragmatik (prinsip-prinsip penggunaan bahasa)
merupakan ranah-ranah yang saling melengkapi dalam linguistik”.6 Lebih
lanjut Leech menyatakan bahwa “fonologi, sintaksis, dan semantik
merupakan bagian dari tata bahasa atau gramatika, sedangkan pragmatik
itu merupakan bagian dari penggunaan tata bahasa (language use)”.7 Pada
akhirnya dikenal istilah kompetensi dan performansi.
Tata bahasa merupakan aspek kompetensi sedangkan pragmatik
merupakan aspek performansi. Hamid Hasan Lubis menjelaskan bahwa
“kompetensi adalah pengetahuan kita tentang sesuatu bahasa yang ada
dalam pikiran kita, sedangkan performansi adalah implikasi dari
pengetahuan kita itu yang berbagai-bagai ragamnya dan berbeda antar
pribadi”.8 Jadi dengan kata lain kompetensi berkaitan dengan pengetahuan
ilmu tata bahasa dalam hal ini fonologi, sintaksis, dan kemudian semantik
yang tersimpan dalam memori, sedangkan performansi lebih kepada aspek
kemampuan diri dalam mengaplikasikan atau mengimplementasikan
kompetensi yang ada tersebut di dalam wujud praktik berkomunikasi atau
di dalam penggunaan bahasa. Verhaar menyebut pragmatik sebagai
ekstralinguistik.9
Kridalaksana dalam Fatimah Djajasudarma menerangkan tentang
etimologi pragmatik yaitu :
Kata Pragmatika sendiri berasal dari bahasa Jerman
<PRAGMATISCH> yang diusulkan oleh seorang filsuf
Jerman Immanuel Kant. PRAGMATISCH dari
6 Geoffrey Leech, Prinsip-prinsip Pragmatik terj. M.D.D Oka, (Jakarta : UI- Press, 1993)
hlm. 6 7 Rahardi. loc. cit.
8 A. Hamid Hasan Lubis, Analisis Wacana Pragmatik, ( Bandung : Angkasa, 2011), hlm.
21 9 J.W.M. Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, (Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press, 1996), hlm. 14
11
<PRAMATICUS> (bahasa Latin) bermakna „pandai
berdagang‟ atau di dalam bahasa Yunani PRAGMATIKOS
dari <PRAGMA> artinya „perbuatan‟ dan <prasein>
„berbuat‟.10
Berdasarkan pengertian di atas, arti dari kata „berbuat‟ dan
„perbuatan‟ mengacu kepada penggunaan bahasa oleh seseorang individu.
Merujuk lagi kepada pengertian „pandai berdagang‟ dengan arti lainnya
bahwa bagaimana bahasa itu diaksikan, diekspresikan dan atau digunakan
oleh seorang individu. Bahasa diaksikan, diekspresikan, dan atau
digunakan oleh seorang individu tentu ini mengandung hakikat pragmatik
itu sendiri yaitu performansi.
John I Saeed dalam bukunya yang berjudul Semantics menyatakan
bahwa “ in this view semantics is concerned with sentence meaning and
pragmatics with speaker meaning”.11
Kurang lebih terjemahannya yaitu
bahwa semantik berpusat pada arti kalimat sedangkan pragmatik berpusat
kepada arti pembicara.
Cruse menyatakan definisi pragmatik sebagai berikut:
pragmatik berkaitan dengan aspek-aspek informasi yang
disampaikan melalui bahasa yang tidak dikodekan, oleh
konvensi yang diterima secara umum, dalam linguistik
yang digunakan. Namun juga muncul secara alamiah dan
tergantung makna-makna yang dikodekan secara
konvensional dalam konteks.12
Jacob L. Mey masih dalam Nuri Nuraidah menjelaskan pragmatik
yaitu “sebagai ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian dan penggunaan
bahasa, yang ditentukan oleh konteks situasi tutur di dalam masyarakat
dan wahana kebudayaan yang mewadahi dan melatar-belakanginya”.13
Levinson sendiri secara singkat menyatakan bahwa “pragmatik sebagai
studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya”.14
George Yule lebih jelas dan lebih luas lagi dalam mendefinisikan atau
10
T. Fatimah Djajasudarma, Wacana dan Pragmatik, (Bandung : PT. Refika Aditama,
2012), hlm. 71 11
John I Saeed, Semantics (Second Edition), (United Kingdom : Blackwell Publishing Ltd,
2003), hlm. 18 12
Nuraidah, op. cit, hlm. 21 13
Ibid 14
Rahardi. loc .cit
12
memaknai pragmatik. Menurutnya pragmatik itu: (1) pragmatics is the
study of speaker meaning ; (2) pragmatics is the study of contextual
meaning ; (3) pragmatics is the study of how more gets communicated
than is said ; dan (4) pragmatics is the study of the expression of relative
distance.15
Dengan kata lain bahwa: (1) pragmatik yaitu ilmu tentang
arti/maksud pembicara; (2) pragmatik yaitu ilmu tentang arti berdasarkan
konteksnya; (3) pragmatik yaitu ilmu tentang maksud atau arti lain yang
didapatkan dari apa yang dituturkan/diujarkan; serta (4) pragmatik yaitu
ilmu tentang ekspresi yang muncul oleh pengguna bahasa didasarkan oleh
jarak sosial.
Dari berbagai penjelasan di atas maka pragmatik sebuah
subdisiplin ilmu dari linguistik yang mengkaji makna sama halnya dengan
semantik. Hal yang membedakannya yaitu pragmatik bersifat performansi
yaitu ketika sebuah bahasa sudah diaktualisasikan menjadi tuturan dan
menafsirkan makna tuturan tersebut tidak bisa hanya berdasar dari apa
yang dituturkan saja melainkan harus melibatkan konteks. Konteks
merupakan titik sentral dari pragmatik.
B. Situasi Tutur
Berdasarkan uraian sebelumnya, konteks merupakan titik sentral
dari pragmatik. Dilihat dari berbagai pendefinisian yang diberikan oleh
sejumlah pakar mengenai pragmatik. Berdasarkan pendefinisiannya
Levinson menyebut dengan istilah konteks. George Yule pun sama yaitu
menyebut konteks. Jacob L. Mey dalam hal ini menyebut konteks situasi
ujar. Pada bukunya Louise Cummings menyebut konteks. Hampir mirip
dengan Jacob L.Mey, Leech menyebut situasi ujar sedangkan Wijana
dalam bukunya menyebutnya dengan situasi tutur meski Wijana mengutip
dari apa yang dinyatakan oleh Leech berkenaan dengan situasi ujar.
Mulyana dalam bukunya menyatakan bahwa “konteks ialah situasi
atau latar terjadinya suatu komunikasi. Konteks dapat dianggap sebagai
15
George Yule, Pragmatics, (United Kingdom : Oxford University Press, 2000), hlm. 1
13
sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan/dialog. Segala sesuatu yang
berhubungan dengan tuturan, apakah itu berkaitan dengan arti, maksud,
maupun informasinya, sangat tergantung pada konteks yang
melatarbelakangi peristiwa tuturan itu”.16
Ada empat jenis konteks yang dijelaskan oleh Fatimah
Djajasudarma dalam bukunya. Konteks yang pertama yaitu konteks fisik.
Konteks fisik yaitu tempat terjadinya konversasi (tindak ujar). Konteks
yang kedua yaitu konteks linguistik yang maksudnya yaitu tuturan yang
dipertimbangkan sebelumnya. Hal yang ketiga yaitu konteks epistemik
adalah latar belakang pengetahuan baik pembicara maupun kawan bicara
(hubungan speaker-hearer). Terakhir atau konteks sosial yaitu hubungan
sosial yang ada (setting) antara penyapa-pesapa.17
Jadi dalam penjelasan Mulyana konteks itu melihat tujuan
komunikasi seseorang dengan seseorang lainnya dengan melibatkan
latar/situasi di mana terjadinya interaksi komunikasi tersebut. Lebih
ditambahkan lagi oleh Fatimah Djajasudarma yaitu dengan melihat juga
relasi sosial di antara penutur dan petutur serta latar belakang pengetahuan
di antara keduanya.
Leech memasukkan konteks ke dalam salah satu bagian dari
aspek-aspek ujar. Aspek-aspek situasi ujar menurut Leech yaitu sebagai
berikut: (1) yang menyapa (penyapa) atau yang disapa (pesapa); (2)
konteks sebuah tuturan; (3) tujuan sebuah tuturan; (4) tuturan sebagai
bentuk tindakan atau kegiatan: tindak ujar; (5) tuturan sebagai produk
tindak verbal.18
Penyapa atau yang disapa tentu maksudnya yaitu penutur dengan
petutur. Untuk konteks sendiri, Leech memasukkan pendapatnya. Konteks
dalam pengertian Leech bukanlah sebagai gambaran fisik atau sosial
sebuah tuturan melainkan Leech menganggap bahwa konteks itu sebagai
16
Mulyana, Kajian Wacana : Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana,
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), hlm. 21 17
Djajasudarma, op.cit., hlm. 76 18
Leech, op. cit., hlm. 19-20
14
latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan
petutur. Tujuan sebuah tuturan merupakan apa yang diharapkan oleh
penutur dengan mengadakan interaksi komunikasi dengan petutur. Adanya
interaksi komunikasi berarti tentu ada tuturan atau tindak ujar dan tindak
tutur itu biasanya menghasilkan tuturan menurut Leech “untuk mengacu
pada produk linguistik tindakan tersebut”.
Leech tidak memasukkan waktu dan tempat dalam unsur-unsur
situasi ujar yang dicetusnya melainkan waktu dan tempat sebagai salah
satu unsur yang wajib dipertimbangkan juga. Leech menyatakan “kita
dapat menyusun konsep SITUASI UJAR yang mencakup semua unsur ini,
dan mungkin juga unsur-unsur lain seperti waktu dan tempat ketika
tuturan dihasilkan”.19
Untuk itu dapat ditarik sebuah simpulan bahwa tidak menjadi suatu
masalah yang besar jika mempergunakan istilah konteks atau situasi
ujar/tutur. Hal yang terpenting di dalamnya yaitu melibatkan tempat atau
situasi serta waktu berlangsungnya proses komunikasi tersebut, siapa
penutur dan petutur di dalam proses komunikasi tersebut dan kemudian
relasi sosial keduanya. Perlu dipertimbangkan juga latar belakang
pengetahuan antara penutur dan petutur tersebut dan tujuan dari
diadakannya komunikasi tersebut. Hal-hal inilah yang kemudian dapat
menarik makna dari sebuah tuturan yang melibatkan atau menjadi wilayah
dari pragmatik. Untuk lebih memahaminya, perhatikan contoh berikut ini:
(1) Rudi : “Aduh San, notebook-nya sudah mau mati nih”.
Ihsan : “Oh iya sebentar, saya ambil charger-nya dulu”.
Berdasarkan contoh di atas jika berdasarkan tuturan yang tampak,
Rudi tidak meminta Ihsan untuk mengambilkan charger, tetapi Ihsan
dengan bergegas ingin mengambil charger yang dimaksud. Untuk
menjawab kasus ini maka dilihat situasi tutur atau konteks
keberlangsungan ujaran tersebut. Rudi dan Ihsan pada saat itu sedang
berada di kantin kampus dan Rudi sedang mengerjakan tugas kuliah
19
Ibid, hlm. 21-22
15
manajemen bisnis dengan meminjam notebook milik Ihsan. Rudi hanya
memiliki sisa waktu 45 menit untuk mengerjakan tugas itu dikarenakan
setelah itu merupakan waktu atau sudah saatnya jam mata kuliah
manajemen bisnis. Berdasarkan hal itu Ihsan mengetahui bahwa tuturan
Rudi tersebut tidak semata hanya bersifat informasi, tetapi juga
memintanya untuk mengambil charger notebook miliknya. Rudi pun
mengetahui bahwa Ihsan akan mengerti tujuan pembicaraannya
berdasarkan situasi atau konteks yang ada. Inilah yang kemudian bisa
dikatakan adanya latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki
oleh penutur maupun petutur.
Bisa dilihat juga rumusan Dell Hymes yang disingkat SPEAKING
yang dapat juga dipakai untuk menentukan makna sebuah tuturan melalui
kajian pragmatik. Dell Hymes dalam Mulyana menyatakannya sebagai
berikut:
S : setting and scene, yaitu latar dan suasana. Latar
(setting) lebih bersifat fisik, yang meliputi tempat
dan waktu terjadinya tuturan. Sementara scene
adalah latar psikis yang lebih mengacu pada
suasana psikologis yang menyertai peristiwa
tuturan.
P :participants, peserta tuturan, yaitu orang-orang
yang terlibat dalam percakapan, baik langsung
maupun tidak langsung. Hal-hal yang berkaitan
dengan partisipan, seperti usia, pendidikan, latar
sosial, dsb, juga menjadi perhatian.
E :ends, hasil, yaitu hasil atau tanggapan dari suatu
pembicaraan yang memang diharapkan oleh penutur
(ends as outcomes), dan tujuan akhir pembicaraan
itu sendiri (ends in view goals).
A :act sequences, pesan/amanat, terdiri dari bentuk
pesan (message form) dan isi pesan (message
content). Dalam kajian pragmatik, bentuk pesan
meliputi; lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
K :key, meliputi cara, nada, sikap, atau semangat
dalam melakukan percakapan. Semangat
16
percakapan antara lain, misalnya: serius, santai,
akrab.
I :instrumentalities, atau sarana, yaitu sarana
percakapan. maksudnya dengan media apa
percakapan tersebut disampaikan, misalnya: dengan
cara lisan, tertulis, surat, radio, dsb.
N :norms, atau norma, menunjuk pada norma atau
aturan yang membatasi percakapan. Misalnya, apa
yang boleh dibicarakan dan tidak, bagaimana cara
membicarakannya: halus, kasar, terbuka, jorok, dan
sebagainya.
G :genres, atau jenis, yaitu jenis atau bentuk wacana.
Hal ini langsung menunjuk pada jenis wacana yang
disampaikan, misalnya: wacana telepon, wacana
koran, wacana puisi, ceramah, dan sebagainya.20
Berkaitan dengan rumus SPEAKING di atas, Preston
mengungkapkan pendapatnya. Adapun pendapatnya sebagai berikut:
unsur-unsur sosiolinguistik penentu percakapan di atas,
merupakan penjabaran dari konteks nonlinguistik, yang
terdiri dari: (1) konteks dialektikal, yang meliputi partisipan
dan jenis wacana, (2) konteks diatipik, yaitu latar, hasil, dan
amanat, dan (3) konteks realisasi, yakni sarana (saluran),
norma, dan cara berkomunikasi.21
Jadi dengan kata lain meskipun konsep SPEAKING yang
diungkapkan oleh Dell Hymes ini diperuntukkan sebagai unsur-unsur
sosiolinguistik namun hakikat keberadaannya dapat digunakan dalam
kajian pragmatik untuk menentukan makna. Konsep SPEAKING
hakikatnya sama dengan konteks nonlinguistik. Menentukan sebuah
makna di dalam pragmatik, tidak hanya berdasarkan aspek linguistiknya
saja melainkan juga aspek nonlinguistiknya.
Berikut diberikan sebuah contoh bahwa konsep SPEAKING dapat
menentukan sebuah makna dalam sebuah percakapan:
A: “ Rina itu orangnya baik tidak sih?”
B: “Oh iya, Rina itu baik sekali”
20
Mulyana, op. cit., hlm. 23-24 21
Ibid, hlm. 24
17
Tuturan B yang tampak,mempunyai makna bahwa Rina merupakan
orang yang baik sekali. Hal tersebut bukanlah makna sebenarnya dari
maksud tuturan B. Nada dan sikap yang ditunjukkan oleh penutur B dalam
mengungkapkan tuturannya seperti orang yang sedang menyindir. Jadi,
maksud sebenarnya penutur B yaitu Rina bukanlah orang yang baik.
Berdasarkan hal tersebut, nada dan sikap dapat menentukan sebuah makna
tuturan.
C. Prinsip Kerja Sama
Sebelumnya sudah disinggung bahwa prinsip kerja sama
merupakan buah pemikiran dari Herbert Paul Grice yang disampaikan
pertama kali pada kuliah umum di Universitas Harvard yaitu pada tahun
1967. Leech dalam Asim Gunarwan membagi pragmatik ke dalam dua
cabang yaitu pragmatik interpersonal dan pragmatik tekstual.22
Leech
membagi pragmatik ke dalam dua cabang tidak lepas dari pembagian
fungsi bahasa menurut Halliday. Dua fungsi bahasa yang ada yaitu fungsi
interpersonal dan fungsi tekstual. Fungsi interpersonal “berkaitan dengan
pengungkapan sikap penutur serta pengaruhnya pada sikap dan perilaku
petutur”. Fungsi tekstual “berhubungan dengan cara-cara membangun
teks, baik lisan maupun tulis”.23
Prinsip kerja sama merupakan bagian dari
pragmatik interpersonal.
Elizabeth Black dalam bukunya menjelaskan alasan atau dasar dari
Grice membentuk prinsip kerja sama yaitu “he considers, underlies
successful verbal communication”.24
Jadi kurang lebih artinya yaitu Grice
membentuk prinsip kerja sama sebagai dasar untuk suksesnya interaksi
komunikasi yang terjalin. Lebih lanjut Elizabeth Black menjelaskan
rumusan dari prinsip kerja sama sehingga interaksi komunikasi yang
22
Asim Gunarwan, Pragmatik (Teori dan Kajian Nusantara), (Jakarta : Universitas Atma
Jaya, 2007), hlm. 162 23
Ibid, hlm. 161-162 24
Elizabeth Black, Pragmatic Stylistics, ( United Kingdom : Edinburgh University Press,
2009), hlm. 23
18
terjalin berjalan sukses. Rumusan tersebut yaitu “ The co-operative
principle states: Make your conversational contribution such as is
required, as the stage at which it occurs, by the accepted purpose or
direction of the talk exchange in which you are engaged”.25
Rumusan
tersebut bermakna “berikanlah kontribusi anda dalam percakapan sesuai
dengan kebutuhan, pada tingkat di mana percakapan tersebut berlangsung,
sesuai dengan maksud dan tujuan di mana anda terlibat”.26
Berdasarkan rumusan tersebut terbentuklah empat maksim sebagai
pelaksana terwujudnya rumusan prinsip kerja sama. Keempat maksim
tersebut yaitu “maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas
(maxim of quality), maksim relevansi (maxim of relevance), dan maksim
pelaksanaan (maxim of manner).27
Adapun penjelasan hakikat dari keempat maksim tersebut yaitu
sebagai berikut:
Kuantitas : Berikan jumlah informasi yang tepat, yaitu:
1. Sumbangan informasi Anda harus
seinformatif yang dibutuhkan.
2. Sumbangan informasi Anda jangan
melebihi yang dibutuhkan.
Kualitas : Usahakan agar sumbangan informasi anda
benar, yaitu:
1. Jangan mengatakan suatu yang Anda
yakini bahwa itu tidak benar.
2. Jangan mengatakan suatu yang bukti
kebenarannya kurang meyakinkan.
Hubungan : Usahakan agar perkataan Anda ada
relevansinya.
Cara : Usahakan agar mudah dimengerti, yaitu:
1. Hindarilah pernyataan-pernyataan
yang samar.
2. Hindarilah ketaksaan
25
Ibid 26
F.X Nadar, Pragmatik&Penelitian Pragmatik, ( Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), hlm.
24 27
I. Dewa Putu Wijana, Dasar-dasar Pragmatik, (Yogyakarta : Andi , 1996), hlm. 46
19
3. Usahakan agar ringkas (hindarilah
pernyataan-pernyataan yang panjang
lebar dan bertele-tele).
4. Usahakan agar Anda berbicara dengan
teratur.28
Berdasarkan uraian di atas, maksim kuantitas erat kaitannya
dengan muatan jumlah dalam hal ini berkaitan dengan informasi,
sampaikanlah informasi sesuai dengan yang dibutuhkan dalam percakapan
atau yang dibutuhkan oleh petutur. Wijana dalam bukunya memberikan
contoh dari maksim kuantitas, yaitu: “(a) Tetangga saya hamil ; (b)
Tetangga saya yang perempuan hamil”.29
Menurut Wijana, “ujaran (a) di
samping lebih ringkas, juga tidak menyimpangkan nilai kebenaran (truth
value). Setiap orang tentu tahu bahwa hanya orang-orang wanitalah yang
mungkin hamil. Dengan demikian, elemen yang perempuan dalam tuturan
(b) sifatnya berlebih-lebihan”. Dengan kata lain, Wijana ingin
menyampaikan bahwa tuturan (b) bersifat tidak kooperatif atau melanggar
maksim kuantitas karena informasi yang diberikan terlalu berlebihan dan
tidak dibutuhkan oleh petutur. Perhatikan kembali contoh yang diberikan
oleh Wijana dalam bukunya:
(108) + siapa namamu
- Ani
+ Rumahmu di mana?
- Klaten, tepatnya di Pedan
+ Sudah bekerja?
- Belum masih mencari-cari
(109) + Siapa namamu?
- Ani, rumah saya di Klaten, tepatnya di Pedan. Saya belum
bekerja. Sekarang saya masih mencari pekerjaan. Saya
anak bungsu dari lima bersaudara. Saya pernah kuliah di
UGM, tetapi karena tidak ada biaya, saya berhenti
kuliah.30
Berdasarkan contoh di atas, tuturan (108) bersifat kooperatif dan
mematuhi maksim kuantitas. Berbeda halnya dengan tuturan (109) yang
28
Leech, Op.Cit., hlm. 11-12 29
Wijana. loc. cit. 30
Ibid, hlm. 47
20
tidak bersifat kooperatif dan melanggar maksim kuantitas. Tuturan (108)
menjawab sesuai dengan informasi yang dibutuhkan oleh lawan tuturnya
atau kawan bicaranya. Sementara tuturan (109) memberi informasi jauh
lebih banyak dari yang dibutuhkan oleh lawan tuturnya atau kawan
bicaranya.
Maksim yang kedua yaitu maksim kualitas, berhubungan dengan
aspek kebenaran tuturan. Jangan bertutur jika tuturan tersebut
mengandung kebohongan atau kebenarannya tidak dapat dibuktikan. Hal
tersebut dapat merugikan petutur karena pada dasarnya petutur berharap
mendapat informasi yang benar atau yang dibutuhkan mengandung
kebenaran. Contohnya sebagai berikut :
A : “Apa Ibu Kota India sekarang?”
B : “New Delhi”
berdasarkan contoh di atas, penutur B telah mematuhi prinsip kerja sama
maksim kualitas dengan memberikan informasi yang benar.
Louise Cummings dalam bukunya memberikan contoh sifat
kooperatif atau pematuhan terhadap maksim kualitas lainnya, yaitu: “The
students have passed all their examination. (para siswa telah lulus semua
ujian mereka).”31
Menurut Louise Cummings penutur ujaran tersebut meyakini apa
yang dikatakannya itu benar bahwa para siswa telah lulus semua ujian
mereka.
Maksim ketiga yaitu maksim relevan berharap adanya
kesinambungan atau keterhubungan antara tuturan yang satu dengan
tuturan yang lainnya antara tuturan penutur dengan tuturan petutur.
Contohnya sebagai berikut:
A : “Mah, lihat buku catatan kerja papah tidak?”
B : “Mamah sudah simpan di tas kerja papah.”
31
Louise Cummings, Pragmatik (Sebuah Perspektif Multidisipliner), Terj. dari Pragmatics
A Multidisciplinary Perspective oleh Eti Setiawati dkk, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm.
17
21
bandingkan dengan contoh di bawah ini:
A : “ Acara Debat TV One dimulai jam berapa sih?”
B : “ Novel saya kalau sudah baca, letakkan di tempat semula dong!”
Penutur B bersikap tidak kooperatif atau melanggar maksim
relevansi dikarenakan tuturannya tidak mengakomodasi dari yang
dibutuhkan oleh lawan tuturnya yaitu penutur A. Penutur B mungkin kesal
dengan penutur A akibat penutur A meminjam novel penutur B tetapi
tidak meletakkan kembali di tempat semulanya. Meskipun demikian, jika
tidak ingin dinyatakan melanggar maksim relevansi maka penutur B
seharusnya mengakomodasi terlebih dahulu dari yang dibutuhkan oleh
penutur A. Setelah itu, penutur B mengungkapkan kekesalannya terhadap
penutur A.
Maksim terakhir yaitu maksim cara yang berkaitan dengan
persoalan bahwa tuturan yang disampaikan harus jelas dan dapat
dimengerti sehingga tidak membuat kesalahpahaman bagi lawan tutur.
Contohnya sebagai berikut:
A : “Bisa ambilkan saya sambal yang ada di dekatmu?”
B : “Oh, baik.”
Adapun contoh yang diberikan oleh Louise Cummings dalam
bukunya, yaitu “she dusted the shelves and washed the walls. (Dia
membersihkan debu pada rak-rak itu dan membersihkan dinding-
dindingnya dengan air.).”32
Berdasarkan tuturan di atas, penutur bersikap kooperatif dengan
menjelaskan secara teratur atau sistematis dalam menceritakan peristiwa-
peristiwa yang penutur tersebut lihat.
Untuk lebih jelasnya Grice memberikan analogi dari maksim-
maksim prinsip kerja sama ini, yatu :
32
Ibid
22
1. Quantity. If you are assisting me to mend a car,
I expect your contribution to be neither more not
less than is required; if, for example, at a
particular stage I need four screws, I expect you
to hand me four, rather than two or six.
2. Quality. I expect your contributions to be
genuine and not spurious. If I need sugar as an
ingredient in the cake you are assisting me to
make, I do not expect you to hand me salt; if I
need a spoon, I do not expect a trick spoon
made of rubber.
3. Relation. I expect a partner‟s contribution to be
appropriate to immediate needs at each stage of
the transaction; if I am mixing ingredients for a
cake, I do not expect to be handed a good book,
or even an oven cloth (thought this might be an
appropriate contribution at a later stage).
4. Manner. I expect a partner to make it clear what
contribution he is making, and to execute his
performance with reasonable dispatch.33
Wijana dalam bukunya memberikan terjemahan dari analogi
maksim-maksim prinsip kerja sama yang dicetuskan oleh Grice ini, yaitu:
1. Maksim Kuantitas. Jika anda membantu saya
memperbaiki mobil, saya mengharapkan
kontribusi anda tidak lebih atau tidak kurang
dari apa yang saya butuhkan. Misalnya, jika
pada tahap tertentu saya membutuhkan empat
obeng, saya mengharapkan anda mengambilkan
saya empat bukannya dua atau enam.
2. Maksim Kualitas. Saya mengharapkan
kontribusi anda sungguh-sungguh, bukanlah
sebaliknya. Jika saya membutuhkan gula
sebagai bahan adonan kue, saya tidak
mengharapkan anda memberi saya garam. Jika
saya membutuhkan sendok, saya tidak
mengharapkan anda mengambilkan sendok-
sendokan, atau sendok karet.
3. Maksim Relevansi. Saya mengharapkan
kontribusi teman kerja saya sesuai dengan apa
yang saya butuhkan pada setiap tahapan
transaksi. Jika saya mencampur bahan-bahan
adonan kue, saya tidak mengharapkan diberikan
33
H.P. Grice, “Logic and Conversation”, dalam Cole et al, Syntax and Semantics 3: Speech
arts, 2015, p. 47, (http://www.ucl.ac.uk)
23
buku yang bagus, atau bahkan kain oven
walaupun benda yang terakhir ini saya butuhkan
pada tahap berikutnya.
4. Maksim Cara. Saya mengharapkan teman kerja
saya memahami kontribusi yang harus
dilakukannya, dan melaksanakannya secara
rasional.34
D. Implikatur
Selain prinsip kerja sama, implikatur juga buah dari pemikiran
Grice. J Meibauer menjelaskan hakikat implikatur dalam pemikiran Grice
sebagai berikut:
In Grice‟s approach, both „what is implicated‟ and
„what is said‟ are part of speaker meaning. „What is
said‟ is that part of meaning that is determined by
truth-conditional semantics, while „what is
implicated‟ is that part of meaning that cannot be
captured by truth conditions and therefore belong to
pragmatics.35
dengan kata lain (jika diterjemahkan) dalam pendekatan Grice, ada yang
diistilahkan dengan „apa yang terimplikasi‟ dan „apa yang dikatakan‟ yang
keduanya merupakan bagian dari makna pembicara. „ Apa yang dikatakan‟
merupakan bagian dari arti kondisi kebenaran secara semantik, sedangkan
„apa yang terimplikasi‟ merupakan bagian dari arti yang bukan dari
kondisi kebenaran (secara semantik) dan ini merupakan bagian dari
pragmatik.
Mey dalam FX Nadar menyatakan bahwa “implikatur
“implicature” berasal dari kata kerja to imply sedangkan kata bendanya
adalah implication. Kata kerja ini berasal dari bahasa latin plicare yang
34
Wijana, Op.Cit., hlm. 52-53 35
J. Meibauer, “ Implicature”, dalam Jacob L. Mey (ed.), Concise Encyclopedia of
Pragmatics (Second Edition), (United Kingdom : Elsevier Ltd., 2009), hlm. 365
24
berarti to fold “melipat” sehingga untuk mengerti apa yang dilipat atau
disimpan tersebut haruslah dilakukan dengan cara membukanya”.36
Berdasarkan penjelasan di atas, implikatur dihasilkan atau produk
dari sebuah tuturan atau „apa yang dikatakan‟ dan untuk mengetahui
implikatur dari sebuah tuturan maka seseorang harus „membukanya‟.
Untuk membuka, tentunya melibatkan konteks. Bisa merujuk kembali
kepada contoh yang sudah diberikan sebelumnya yaitu contoh kasus Rudi
dan Ihsan. Berikut kembali disajikan contoh kasusnya:
Rudi : “ Aduh San, notebook-nya sudah mau mati nih.”
Ihsan : “Oh iya sebentar, saya ambil charger-nya dulu.”
Dalam kasus di atas, jika memakai rumus Grice “apa yang
dikatakan” maka yang dikatakan Rudi hanyalah sebuah informasi yang
memberitahukan bahwa sebuah notebook sudah mau mati. Ketika melihat
atau melibatkan konteksnya maka sebenarnya ada yang “disimpan” atau
“dilipat” oleh Rudi melalui tuturannya tersebut atau dengan kata lain “apa
yang diimplikasikan” oleh Rudi dalam tuturan tersebut. Ihsan pun
„membuka‟ apa yang „disimpan‟ atau „dilipat‟ oleh Rudi dengan
melibatkan konteks. Seperti yang dinyatakan oleh Leech dalam FX Nadar
sebagai berikut:
interpreting an utterance is ultimately a matter of
guesswork, or (to use a more dignified term) hypothesis
formation (“menginterpretasikan suatu tuturan sebenarnya
merupakan usaha-usaha untuk menduga, yang dalam
bahasa lain yang lebih terhormat merupakan suatu
pembentukan hipotesa”).37
Lebih lanjut Nadar menjelaskan bahwa “menduga “guessing”
tergantung pada konteks, yang mencakup permasalahan, peserta pertuturan
dan latar belakang penutur dan lawan tuturnya”38
.
36
Nadar, Op.Cit., hlm. 60 37
Ibid 38
Ibid
25
Jadi bisa disimpulkan implikatur merupakan bagian dan ada dalam
setiap tuturan yang maujud serta untuk mengetahuinya dengan jalan
melibatkan konteks tuturan tersebut.
E. Implikatur Percakapan
Implikatur terbagi ke dalam dua jenis. Levinson dalam Meibauer
menunjukkan tipologi makna pembicara dari Grice yaitu sebagai berikut:
speaker meaning
what is said what is implicated
conventionally conversationally
generalized (GCI) particularized (PCI)39
Adapun bagan di atas jika diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia yaitu sebagai berikut:
maksud Pembicara
apa yang dikatakan apa yang diimplikasi
konvensional konversasi
umum khusus
Berdasarkan bagan di atas “apa yang diimplikasi” dari ujaran atau
implikatur dari ujaran terbagi menjadi dua yaitu implikatur konvensional
39
Mey. loc. cit.
26
dan implikatur percakapan (konversasi). Penelitian ini tidak akan meneliti
implikatur konvensional melainkan hanya membahas implikatur
percakapan, tetapi tetap dijelaskan mengenai pengertian implikatur
konvensional sebagai penjelas perbedaan dari implikatur percakapan.
Implikatur konvensional merupakan implikatur yang “secara
konvensional terkait dengan butir-butir leksikal tertentu yang
menghasilkannya, meskipun secara kondisional tidak benar.”40
Lebih
jelasnya George Yule menjelaskan bahwa “conventional implicatures are
associated with specific words and result in additional conveyed meanings
when those words are used”.41
Jadi bisa dikatakan bahwa implikatur
konvensional merupakan implikatur yang muncul disebabkan penggunaan
kata leksikal tertentu sehingga dalam penggunaannya menyebabkan
makna tambahan.
Contohnya sebagai berikut :
A : “Nanti pada datang ya Bapak-bapak ke acara pernikahan anak
saya bahkan katanya Pak Menteri pun siap datang.”
Penggunaan kata „bahkan‟ dalam ujaran di atas mengimplikasikan
bahwa tidak sembarang orang bisa mengundang menteri dalam acara
pernikahan maka jika seorang menteri datang bisa dikatakan bahwa
pernikahan tersebut sangat berarti.
Berbeda halnya dengan implikatur percakapan yang ada akibat
timbal balik percakapan. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa
implikatur percakapan dibagi menjadi dua yaitu generalized
conversationally implicature atau dalam bahasa Indonesianya yaitu
implikatur percakapan umum dan yang kedua particularized
conversationally implicature atau implikatur percakapan khusus. Menurut
Yule, implikatur percakapan umum yaitu “when no special knowledge is
40
Louise Cummings, Pragmatik (Sebuah Perspektif Multidisipliner), Terj. dari Pragmatics,
A Multidisciplinary Perspective oleh Eti Setiawati dkk, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007),
hlm.20 41
Yule, Op.Cit., hlm. 45
27
required in the context to calculate the additional conveyed meaning”.42
Jadi dengan kata lain sesuatu disebut implikatur percakapan umum ketika
kita tidak membutuhkan pengetahuan yang khusus dalam mengetahui
makna tambahan. Yule pun memberikan contohnya sebagai berikut:
Doobie : “Did you invite Bella and Cathy?”
Mary : “I invited Bella”43
(Doobie : “Apakah kamu mengundang Bella dan Cathy?”
Mary : “ Saya mengundang Bella”)
Dari contoh di atas bisa diketahui kemudian bahwa implikatur
dalam tuturan Mary yaitu Cathy tidak turut serta diundang oleh Mary.
Untuk Implikatur percakapan khusus dijelaskan oleh Yule sebagai
berikut:
However, most of the time, our conversations take place in
very specific contexs in which locally recognized inferences
are assumed. Such inferences are required to work out the
conveyed meanings which result from particularized
conversational implicatures.44
Dengan kata lain, implikatur percakapan khusus berada dalam
konteks yang khusus menghasilkan sebuah inferensi yang kemudian
inferensi tersebut menjadi hasil untuk mengetahui makna tambahan dalam
tuturan yang maujud. Perhatikan contoh Yule berikut ini :
Rick : “Hey, coming to the wild party tonight?”
Tom : “My parents are visiting.”
(Rick : “ Hei, bisakah datang ke acara pesta nanti malam?”
Tom : “Orangtuaku datang berkunjung”)
42
Ibid, hlm. 41 43
Ibid, hlm. 40 44
Ibid, hlm. 42
28
berikut penjelasan Yule mengenai contoh di atas :
In order to make Tom‟s response relevant; Rick has to draw
on some assumed that one college student in this setting
expects another to have. Tom will be spending than evening
with his parents, and time spent with parents is quiet
(consequently +> Tom not at party).45
Berdasarkan contoh di atas, Rick haruslah berkeyakinan bahwa
Tom tetap bersifat kooperatif meski memang dalam jawaban yang
sederhana untuk mematuhi maksim relevansi jawabannya antara yes atau
no. Untuk itulah kemudian Rick harus mendayagunakan pengetahuannya
serta mempergunakan konteksnya sehingga implikatur yang dihasilkan
dalam tuturan Tom yaitu Tom secara tidak langsung menyatakan no. Ini
berdasarkan asumsi yang diperoleh dari pengetahuan dan konteks bahwa
Tom merupakan seorang mahasiswa ketika orangtuanya berkunjung maka
kemudian Tom akan lebih menghabiskan malamnya bersama orangtuanya.
Berbeda halnya dengan contoh sebelumnya yaitu antara Doobie
dan Mary yang tidak membutuhkan konteks yang khusus, ketika Doobie
menanyakan “Did you invite Bella and Cathy?” maka Mary menjawab “I
invited Bella”, maka implikatur yang muncul yaitu Cathy tidak diundang
oleh Bella. Yule lebih lanjut menyatakan bahwa implikatur percakapan
khusus merupakan yang disebut “implikatur”, berikut pernyataannya: “
because they are by far the most common, particularized conversational
implicatures are typically just called implicatures”.46
Terjemahan
pernyataan Yule tersebut yaitu mereka (implikatur percakapan khusus)
yang paling umum (sering ditemukan dalam interaksi komunikasi) untuk
itu implikatur percakapan khusus merupakan tipikal dari implikatur.
Sesuai uraian sebelumnya bahwa jika memegang teguh maksim
relevansi maka Tom seharusnya menjawab yes atau no tetapi Tom
melakukan penyimpangan. Hal itu tidak membuatnya bisa dikatakan
45
Ibid,hlm. 43 46
Ibid
29
sepenuhnya tidak kooperatif karena implikatur buah dari tuturannya
menghasilkan sesuatu yang relevan terhadap yang dibutuhkan oleh Rick.
Hal semacam di atas sering terjadi, prinsip kerja sama dengan
maksimnya sering dilanggar. Meskipun demikian, hal tersebut bukanlah
hal yang haram untuk dilakukan. Prinsip kerja sama yang dicetuskan oleh
Grice bukanlah sebagai bentuk baku layaknya sebuah konstitutif-jika
meminjam istilah yang dipakai oleh Leech- yang menjadi sifat tata bahasa.
Prinsip atau maksim merupakan kaidah atau rambu-rambu dalam praktik
berkomunikasi atau jika meminjam istilah yang dipakai oleh Leech yaitu
yang bersifat mengatur atau regulatif.47
Untuk itu terkadang prinsip kerja sama melalui keempat
maksimnya sering dilanggar dengan masing-masing bentuk pelanggaran. J
Meibauer mengutip dari Grice dan Levinson menggambarkan contoh
bentuk pelanggaran terhadap setiap maksim serta kemudian
menuangkannya ke dalam sebuah tabel, yaitu sebagai berikut:
(1) War is war. +> „There is nothing one can do about it
(2) Some men were drunk.+> „Not all of them were drunk.”
(3a) He is a fine friend. +> „He is not a fine friend.”
(3b) You are the cream in my coffee.+>„You are my best
friend
(4) There is life on Mars. +> „Speaker believes that there is
Life on Mars‟
(5) Speaker A : I‟m out of petrol.
Speaker B : There is a garage round the corner.
+> „The garage is open.‟‟
(6) Speaker A : Look, that old sprinter over there!
Speaker B : Nice weather today, isn‟t it?. +> „No
Comment‟
(7) She produced a series of noises that resembled
“ Si, mi chiamano Mimi”. +> „ Her singing
47
Leech, Op.Cit., hlm. 12
30
was a complete
disaster‟
(8) Anna went to the shop and bought jeans.
+> „ She bought the jeans‟
Table 1 Typical cases of Implicature
Maxims Exploitation Observation
Quantity Tautology (1) Scalar Implicature (2)
Quality Irony, Metaphor, Belief Implicature
Sarcasm (3) in assertions (4)
Relevance Implicatures due to Bridging (6)
Thematic switch (5)
Manner Implicatures due to Conjuction
obscurity, etc. (7) buttressing (8) 48
Adapun tabel di atas jika diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia, yaitu sebagai berikut:
(1) Perang adalah perang.+>’Tidak ada yang bisa dilakukan
tentang hal itu
(2) Beberapa pria yang mabuk.+>’Tidak semua dari mereka
mabuk
(3a) Dia (laki-laki) adalah teman yang baik. +>‟ Dia (laki-laki)
bukan teman yang baik.”
(3b) Kamu itu seperti krim dalam kopi saya.+>‟ Kamu
merupakan teman terbaik saya.”
(4) Ada kehidupan di Mars.+>‟ Pembicara percaya bahwa
ada kehidupan di Mars.”
(5) Pembicara A : Saya kehabisan bensin.
Pembicara B : Ada sebuah garasi di tikungan.
48
Mey, op. cit.,hlm. 366
31
+> „Garasi itu buka (bisa dipakai).”
(6) Pembicara A : Lihat, atlet pelari yang sudah tua itu
berada di sana!
Pembicara B : Cuaca hari ini bagus, bukan begitu?
+> „Tidak menanggapi‟
(7) Dia (perempuan) menghasilkan serangkaian suara yang
menyerupai “ Si, mi chiamano Mimi”. +>‟ Nyanyian
perempuan itu seperti bencana yang dahsyat‟
(8) Anna pergi ke toko dan membeli celana jeans.
+> ‘ Perempuan itu membeli celana jeans‟
Tabel 1 Tipikal Kasus Implikatur
Maksim Eksploitasi Observasi
Kuantitas Pengulangan (1) Implikatur berskala (2)
yang tak berguna
Kualitas Ironi, Metafora, Percaya pada implikatur
Sarkasme (3) yang terkandung
dalam pernyataan (4)
Relevansi Implikatur (5) Menjembatani (6)
karena beralih
tematik
Cara Implikatur dari Menunjang kata
ketidakjelasan (7) sambung (8)
Pada tabel di atas tertulis exploitation atau dalam bahasa
Indonesianya eksploitasi. Memang ada yang menyebutkannya
mengeksploitasi maksim-termasuk dalam hal ini Louise Cummings-, ada
yang juga menyebutkan pelanggaran terhadap prinsip kerja sama seperti
halnya Wijana. Grice sendiri dalam artikelnya menyebutkan dengan istilah
flouting atau mencemoohkan.
Selain contoh Tom dan Rick maka contoh no (5) pun sebagaimana
yang dituliskan di atas merupakan jenis pelanggaran terhadap maksim
32
relevansi atau sifatnya mengeksploitasi dari maksim relevansi. Implikatur
diperoleh dari akibat peralihan tetapi masih menyangkut tema
pembicaraan (tematik). Contoh kasus Tom dan Rick, ketika Rick
mengundang Tom, kemudian Tom malah menginformasikan Ayahnya
yang akan berkunjung nanti malam. Meskipun terjadi peralihan, peralihan
ini masih menyangkut tema pembicaraan, dilihat dari implikatur yang
diperoleh kemudian yaitu saya tidak bisa datang.
Pada kasus maksim cara, eksploitasi atau pelanggaran terhadap
maksim ini dilakukan dengan cara membuat tuturan yang taksa, tidak
jelas, dan bisa membuat lawan tutur kebingungan. Dari situlah kemudian
muncul implikatur yang disebabkan dari ketaksaan atau ketidakjelasan.
Selain contoh di atas, Wijana dalam bukunya memberikan contoh sebagai
berikut:
(+) Let‟s stop and get something to eat
( - ) Okay, but not M-C-D-O-N-A-L-D-S49
( (+) Ayo berhenti dan cari makan
( - ) Oke, tapi jangan M-C-D-O-N-A-L-D-S)
Pada contoh di atas menurut Wijana “tokoh (-) menjawab ajakan
(+) secara tidak langsung, yakni dengan mengeja satu persatu kata
McDonalds. Penyimpangan ini dilakukan karena ia tidak menginginkan
anaknya yang sangat menggemari makanan itu mengetahui maksudnya”. 50
Dari penyimpangan ini kemudian diperoleh implikatur kata McDonalds
yang sebenarnya ingin dituturkan oleh tokoh (-). Jika merujuk ke contoh
Grice dan Levinson yang dikutip oleh J Meibeur, pada contoh kasus
maksim cara maka sebenarnya maksud penutur ingin menyatakan bahwa
suara perempuan itu ketika menyanyi seperti bencana yang dahsyat. Ini
hasil dari implikatur tuturannya yang menyatakan bahwa suara perempuan
itu menyerupai “Si, mi chiamano Mimi”.
49
Wijana, op. cit., hlm. 51 50
Ibid
33
Maksim kualitas sering dieksploitasi dengan menghubungkannya
melalui gaya bahasa yang digunakan yaitu ironi, metafor, dan sarkasme.
Lebih dari itu, Grice dalam artikelnya menyebutkan juga meiosis dan
hiperbol sebagai bagian dari pencemoohan-jika meminjam istilah Grice-
terhadap maksim kualitas.51
Pada contoh di atas, pelanggaran terhadap
maksim kualitas ditunjukkan dengan contoh tuturan “He is a fine friend”.
Yang sebenarnya maksud dari tuturannya atau implikaturnya yaitu “He is
not a fine friend”. Mengingat prinsip dasar dari maksim kualitas yaitu
“jangan mengatakan sesuatu yang anda tidak yakini kebenarannya” tetapi
penutur melakukan pelanggaran tersebut untuk menyampaikan maksudnya
dengan memanfaatkan gaya bahasa ironi.
Hal yang sama juga dicontohkan oleh Louise Cummings dalam
bukunya, yaitu sebagai berikut :
The players were lions on the pitch
( Pemain-pemain itu laksana singa-singa di atas puncak)52
Menurut Louise Cummings “penutur telah sengaja melanggar
maksim kualitas dengan tujuan untuk mencapai efek komunikasi
tertentu”.53
Pemain itu bukan singa melainkan pemain itu diasosiasikan
seperti singa. Ini seperti sebuah metafor yang dihasilkan oleh penutur.
Implikaturnya kemudian pemain-pemain itu diibaratkan seperti singa yang
bisa dikatakan bahwa singa itu buas, kuat, dan cepat.
Pelanggaran terhadap maksim kuantitas yaitu „tautologi‟. Jika
menilik KBBI maka tautologi merupakan pengulangan yang tidak
berguna. Seperti halnya contoh di atas yaitu “war is war” yang
implikasinya menyerupai ujaran maujudnya sehingga penjelasan di atas
“there is nothing one can do about it”. Grice pun menyatakan bahwa
tautologi bersifat uninformative atau tidak bersifat informatif dan tidak
bisa tidak dikatakan melanggar maksim kuantitas. Grice pun
51
Cole et al, op. cit., hlm. 53 52
Cummings, op. cit., hlm. 18 53
Ibid, hlm. 19
34
menambahkan kecuali ada maksud yang ingin disampaikan dari ujaran
tersebut maka ini membutuhkan tautologi yang khusus.54
Untuk itu prinsip kerja sama terkadang dilanggar oleh partisipan
dengan sebuah alasan tertentu. Pelanggaran prinsip kerja sama tersebut
mengandung implikatur di dalamnya atau ada hal yang diimplikasikan
dalam pelanggarannya. Dalam hal ini semua tuturan juga
mempunyai/dapat mengimplikasikan sesuatu, beranjak dari pemikiran
Louise Cummings. Implikatur yang terkandung dalam pelanggaran prinsip
kerja sama mempunyai fungsi yang erat kaitannya dengan alasan seorang
partisipan dalam melakukan pelanggaran prinsip kerja sama.
F. Pembelajaran Keterampilan Berbicara Tingkat SMA
Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan
berbahasa yang wajib dimiliki oleh peserta didik. Nida dan Harris dalam
Henry Guntur Tarigan menyatakan bahwa “Keterampilan berbahasa
mempunyai empat komponen, yaitu keterampilan menyimak (listening
skill), keterampilan berbicara (speaking skill), keterampilan membaca
(reading skill), dan kemampuan menulis (writing skill).”55
Dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, standar kompetensi yang harus
dimiliki oleh peserta didik di tingkat SMA mencakup keempat komponen
keterampilan berbahasa yaitu peserta didik mampu “menunjukkan
keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa
Indonesia dan Inggris.”56
Berbeda dengan Kurikulum 2013, pembelajaran
tidak berdasarkan kepada pembagian keempat komponen keterampilan
berbahasa. Pada Kurikulum 2013 pembelajaran berdasarkan kepada teks
dan keempat komponen keterampilan berbahasa tersebut diintegrasikan
masuk ke dalamnya. Berikut pernyataan dari Muhammad Nuh selaku
54
Cole et al, op. cit., hlm. 52 55
Henry Guntur Tarigan, Berbicara (Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa), (Bandung :
Penerbit Angkasa, 2008), hlm. 1 56
Tuszie Widhiyanti, KTSP : Berdasarkan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan,
2015, (http://www.file.upi.edu)
35
penggagas kurikulum 2013 dan ketika itu menjabat sebagai menteri
pendidikan:
Sebagai bagian dari Kurikulum 2013 yang menekankan
pentingnya keseimbangan kompetensi sikap, pengetahuan
dan keterampilan, kemampuan berbahasa yang dituntut
tersebut dibentuk melalui pembelajaran berkelanjutan:
dimulai dengan meningkatkan pengetahuan tentang jenis,
kaidah dan konteks suatu teks, dilanjutkan dengan
keterampilan menyajikan suatu teks tulis dan lisan baik
terencana maupun spontan, dan bermuara pada
pembentukan sikap kesantunan dan kejelian berbahasa serta
sikap penghargan terhadap Bahasa Indonesia sebagai
warisan budaya bangsa.57
Berdasarkan pendapat Muhammad Nuh di atas, hal yang dituntut
dalam kurikulum 2013 yaitu aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Peserta didik dituntut untuk mengetahui berbagai jenis teks yang ada
disertakan dengan kaidah dan konteks teks tersebut. Kemudian peserta
didik diharapkan dapat menyajikan berbagai teks tersebut secara tulis
maupun secara lisan. Dalam hal tersebut, secara lisan berarti sama halnya
dengan melihat kompetensi keterampilan berbicara.
Imber dan Klingler mencetuskan gagasan kurikulum nasional
keterampilan berbahasa yang terdiri atas delapan unit dasar. Adapun
delapan unit dasar tersebut yaitu sebagai berikut:
8. Aneka Pemahaman
7. Mengomentari, menanya(i), memperbaiki
(membetulkan, membenarkan), melaporkan,
menganalisis.
6. Mengingatkan, menyarankan, menganjurkan,
meyakinkan, menegaskan, memaksakan.
5. Mengkritik, memperingatkan, menghina, menuduh
(menyalahkan), mengancam.
4. Memberi pujian, mengucapkan selamat merayu
(menyanjung), membanggakan (menyombongkan
diri).
57
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Guru : Bahasa Indonesia (Ekspresi diri
dan Akademik) kelas X,2015, hlm. Iii, (http://www.bse.kemdikbud.go.id)
36
3. Menghindarkan (mengelakkan), membelokkan
percakapan (mengalihkan arah pembicaraan),
menyangkal (mengingkari).
2. Menyetujui, membantah, menyatakan simpati
(mengucapkan belasungkawa), menentang
(memperdebatkan), mendamaikan (menentramkan)
1. Aneka Kesalahpahaman.58
Salah satu unit dasar keterampilan berbahasa yang ada dalam
kurikulum nasional yaitu menentang atau memperdebatkan. Henry Guntur
Tarigan dalam bukunya menjelaskan betapa pentingnya berdebat diajarkan
di dalam kegiatan pembelajaran. Adapun pendapat Henry Guntur Tarigan
tersebut sebagai berikut:
para guru memang wajar mendidik para siswa berpikir
logis; yang benar harus dibenarkan, yang salah harus
disalahkan. Dalam hal ini penalaranlah yang diutamakan.
Walaupun suatu pendapat muncul dari teman karib, tetapi
apabila pendapatnya itu tidak masuk akal, harus ditentang
atau didebat demi kebenaran. Begitu pula sebaliknya,
pendapat yang logis, walaupun dikemukakan oleh orang
yang tidak kita senangi, haruslah diterima karena memang
masuk akal. Berdebat, berbantah tentang sesuatu hal
dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan
pendapat atau pendirian, berguna untuk mendidik para
siswa berpikir logis, dapat memilih mana yang benar dan
mana yang salah.59
Pendapat Henry Guntur Tarigan tersebut bisa diimplementasikan
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan maupun dalam Kurikulum
2013 khususnya untuk pembelajaran keterampilan berbicara. Standar
kompetensi untuk keterampilan berbicara dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan yaitu salah satunya peserta didik mengungkapkan
komentar terhadap informasi dari berbagai sumber. Kompetensi dasar dari
standar kompetensi tersebut yaitu: (1) memberikan kritik terhadap
informasi dari media cetak dan atau elektronik; (2) memberikan
58
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Pragmatik, (Bandung : PT. Angkasa, 2009), hlm. 136 59
Ibid, hlm. 141
37
persetujuan/dukungan terhadap artikel yang terdapat dalam media cetak
dan atau elektronik.60
Memberikan kritik berarti tidak setuju dengan isi informasi atau
berita sedangkan memberikan persetujuan berarti ikut mengafirmasi isi
informasi atau berita. Hal tersebut tentu sama dengan hakikat debat yang
mempertemukan pihak yang setuju dengan pihak yang tidak setuju atau
kontra. Guru dapat menggunakan metode debat dalam pembelajaran untuk
kompetensi dasar tersebut. Dalam implementasinya, guru mempunyai dua
pilihan yaitu: (1) memulai dari kompetensi dasar yang pertama dilanjutkan
kompetensi dasar yang kedua dan terakhir melakukan evaluasi dengan
menggunakan metode debat dalam pembelajaran; (2) menggabungkan
kedua kompetensi dasar tersebut dalam satu rancangan kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan metode debat dalam pembelajaran.
Dalam kurikulum 2013 metode debat sebagai keterampilan
berbicara bisa digunakan dalam pembelajaran materi teks eksposisi.
Dalam buku Bahasa Indonesia SMA Kelas X (buku pelajaran dengan
menggunakan kurikulum 2013 yang dikeluarkan pemerintah) disajikan
teks “untung rugi perdagangan bebas”.61
Peserta didik diminta untuk
menentukan sikap: setuju atau tidak setuju dengan adanya perdagangan
bebas. Dengan demikian, ada dua kelompok yang terbentuk dalam kelas
yaitu kelompok yang setuju dengan perdagangan bebas dan kelompok
yang tidak setuju dengan perdagangan bebas. Jadi, metode debat dapat
digunakan dalam pembelajaran tersebut karena debat mempertemukan dua
pihak yang berbeda pendapat dan mencari pendapat yang paling logis dan
ideal.
Perlu diketahui sebelumnya, kompetensi dasar dalam pembelajaran
tersebut memang dituntut hanya pada aspek keterampilan menulis saja.
60
Badan Standar Nasional Pendidikan, Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah : Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA, 2015, hlm.110,
(http://www.mansurmok.files.wordpress.com) 61
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Bahasa Indonesia (Ekspresi Diri dan
Akademik) kelas X,2015, hlm.100 (http://www.bse.kemdikbud.go.id)
38
Meskipun demikian, guru dapat menambahkan atau memasukkan aspek
keterampilan secara lisan atau berbicara. Hal tersebut ditunjang juga
dengan salah satu indikator yang tertulis dalam silabus yaitu peserta didik
memublikasikan teks eksposisi yang telah dibuat melalui media atau
forum komunikasi yang tersedia.62
Debat dapat digunakan sebagai forum
komunikasi. Hal tersebut tentu tidak menyalahi pembelajaran karena tetap
berdasarkan ruh dari kurikulum 2013 yaitu peserta didik dapat menyajikan
berbagai jenis teks secara tulis maupun lisan.
G. Debat
Onong Uchjana menyatakan bahwa “secara terminologis
komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang
kepada orang lain”.63
Debat merupakan salah satu bentuk interaksi
komunikasi.
Debat sering dianggap sama dengan diskusi. Padahal diskusi dan
debat merupakan hal yang berbeda. Pengertian diskusi yaitu sebagai
berikut:
sekelompok orang bertemu dengan seorang pemimpin yang
terlatih (narasumber), untuk mendiskusikan topik yang
merupakan minat bersama, sehingga setiap anggota dari
peserta mengumumkan pendapatnya baik tertulis maupun
lisan tentang suatu masalah atau topik. Kemudian pendapat
tersebut dibahas bersama dengan anggota lainnya, sehingga
diperoleh pendapat bersama.64
Adapun pengertian debat menurut Dori Wuwur Hendrikus yaitu
“debat pada hakikatnya adalah saling adu argumentasi antarpribadi atau
antarkelompok manusia, dengan tujuan mencapai kemenangan untuk satu
pihak.”65
Sementara itu Henry Guntur Tarigan menyatakan bahwa “debat
62
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Guru : Bahasa Indonesia (Ekspresi Diri
dan Akademik) kelas X, hlm. 5 63
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2008), hlm.4 64
Siti Sahara, dkk. Keterampilan Berbahasa Indonesia, ( Jakarta : FITK UIN Jakarta,
2008), hlm. 4 65
Dori Wuwur Hendrikus , Retorika : Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi,
Bernegosiasi, (Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 1991), hlm. 120
39
merupakan suatu argumen untuk menentukan baik tidaknya suatu usul
tertentu yang didukung oleh satu pihak yang disebut pendukung afirmatif,
dan ditolak, disangkal oleh pihak lain yang disebut penyangkal atau
negatif.”66
Neill Harvey dan Smith mengungkapkan bahwa “debate is a
particular form of argument. It is not a way of reconciling differences-that
is misconception. Debate is a way of arbitrating between differences. The
purpose of a debate is not for two disputing parties to leave the room in
agreement. Instead, through the debate between them, others will form a
judgment about which of the two to support.67
Berdasarkan pendapat Neill
Harvey dan Smith tersebut debat merupakan bentuk khusus dari argumen
dan debat bukan media untuk mencari kesepakatan tetapi untuk mencari
dukungan dari orang lain agar menyetujui dan mendukung salah satu
pendapat dari dua pendapat yang ada.
Jadi perbedaan yang mendasar dalam debat dan diskusi yaitu
diskusi berupaya mencari kesepakatan bersama sedangkan debat berusaha
mempertahankan pendapat dan meyakinkan pendapat untuk diterima.
Debat terdiri dari dua kelompok yang memiliki perspektif berbeda
terhadap sebuah tema atau topik. Secara umum kelompok yang setuju
terhadap permasalahan disebut kelompok afirmatif sedangkan kelompok
yang tidak setuju disebut kelompok oposisi.
Simon Quin berpendapat bahwa “Debating is all around us; on the
television, in thenewspapers, and in our own homes. As a society, we
debate about almost everything -from tax reform to mowing the lawn.
Debating is everywhere, and everyone can do it.68
. Artinya bahwa debat
akrab dalam kehidupan sehari-hari yaitu ada di televisi, di surat kabar, dan
di rumah. Dalam kehidupan bermasyarakat hampir segala sesuatu hal
diperdebatkan. Debat bisa dilakukan di mana saja dan semua orang
mampu berdebat.
66
Tarigan, Berbicara (Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa), hlm. 92 67
Neill Harvey and Smith, The Practical Guide to Debating : worlds style/british
parliamentary style, 2015, hlm. 1, (http://www.debate.uvm.edu) 68
Simon Quinn, Debating, 2015, hlm. 1, (http://www.debate.uvm.edu)
40
Sementara menurut Henry Guntur Tarigan debat memegang
peranan dalam berbagai bidang, yaitu: perundang-undangan, politik,
perusahaan (bisnis), dalam hukum, dan dalam pendidikan.69
Untuk itu,
debat diatur sedemikian mungkin agar proses “tarung” argumentasi ini
bisa berjalan dengan baik, sehingga kemudian dikenal berbagai bentuk
atau format debat. Henry Guntur Tarigan mengklasifikasikan atas tipe-
tipe atau kategori dalam debat berdasarkan bentuk, maksud, dan
metodenya, yaitu :
1) debat parlementer/majelis (assembly or parlementary
debating)
2) debat pemeriksaan ulangan untuk mengetahui
kebenaran pemeriksaan terdahulu (cross-examination
debating)
3) debat formal, konvensional, atau debat pendidikan
(formal, conventional, or educational debating)70
Mulgrave dalam Henry Guntur Tarigan menjelaskan ketiga tipe
atau kategori dalam debat tersebut sebagai berikut:
Ketiga tipe ini dipergunakan di sekolah-sekolah dan
perguruan tinggi. Akan tetapi, debat parlementer
merupakan ciri badan-badan legislatif; debat pemeriksaan
ulangan adalah suatu teknik yang dikembangkan di kantor-
kantor pengadilan; dan debat formal didasarkan pada
konversi-konversi debat bersama secara politis.71
Rachmat Nurcahyo dalam makalahnya menyebutkan nama-nama
format debat yang ada yang termasuk ke dalam salah satu tipe atau
kategori yang sudah disebutkan di atas, yaitu: Karl Popper, Format British
Parliamentary, Format Australasian, dan Format World Schools.72
Dori
Wuwur Hendrikus dalam bukunya menyebutkan serta menjelaskan format
debat Inggris dan debat Amerika.
Setiap format debat dengan nama yang dilekatkan atau diberikan
mempunyai metode, teknik, dan aturan masing-masing. Seperti halnya
Format British Parliamentary atau Format Parlementer Inggris. Dalam
69
Tarigan, Berbicara (Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa), hlm. 93-94 70
Ibid, hlm. 95-96 71
Ibid, hlm. 96 72
Rachmat Nurcahyo, Panduan Debat Bahasa Indonesia, 2015, hlm. 3,
(http://www.staff.uny.ac.id).
41
debat Format Parlemen Inggris terdapat dua kelompok yang berseberangan
(sesuai dengan hakikat debat), kelompok pertama disebut kelompok
proposition (afirmatif) atau kelompok pemerintah dan kemudian
kelompok kedua yaitu kelompok oposisi atau penentang. Berikut aturan
atau urutan berbicara dalam debat Format Parlemen Inggris73
:
1st
Speaker Prime Minister
Leader of the
Opposition
2nd
Speaker
3rd
Speaker
Deputy Prime
Minister
Deputy Leader of
the Opposition
4th
Speaker
5th
Speaker
Member for
Government
Member for the
Opposition
6th
Speaker
7th
Speaker
Government
Whip Opposition Whip
8th
Speaker
Berbeda halnya dengan format Amerika yang dalam satu
kelompoknya terdiri dari empat orang tetapi aturan atau urutan
berbicaranya sama dengan yang ada pada Format Parlemen Inggris. Untuk
itu langkah-langkah dalam debat bisa berbeda tergantung jenis format
debat yang dipakai.
Norma-norma dalam berdebat secara umum ditulis oleh Henry
Guntur Tarigan dalam bukunya (mengutip pendapat Mulgrave). Adapun
norma-norma tersebut sebagai berikut:
1. Pengetahuan yang sempurna mengenai pokok
pembicaraan;
2. Kompetensi atau kemampuan menganalisis;
3. Pengertian mengenai prinsip-prinsip argumentasi;
4. Apresiasi terhadap kebenaran fakta-fakta;
5. Kecakapan menemukan buah pikiran yang keliru
dengan penalaran;
6. Keterampilan dalam pembuktian kesalahan;
7. Pertimbangan dalam persuasi; serta
73
G Rhydian Morgan, British Parliamentary Debating, 2015, hlm.4,
(http://www.debate.uvm.edu.).
42
8. Keterarahan, kelancaran, dan kekuatan dalam
cara/penyampaian pidato. 74
Norma-norma yang dijelaskan oleh Mulgrave cenderung kepada
norma dalam teknik berargumentasi/berdebat bukan kepada norma yang
mengarah kepada aturan etika atau tata tertib dalam debat.
Jadi, calon peserta debat sebelum memulai debat harus memiliki
pengetahuan yang kompherensif terhadap tema atau pokok pembicaraan.
Peserta debat juga harus paham hakikat argumentasi dan penyusunan
karangan argumentasi. Kemudian dilanjutkan dengan penyusunan
karangan argumentasi sesuai dengan topik pembicaraan dan posisi calon
peserta debat: afirmasi atau oposisi. Dalam penyusunan tersebut dituntut
kemampuan dan kompetensi calon peserta debat dalam menganalisis
permasalahan-permasalahan yang menjadi topik pembicaraan (disesuaikan
dengan posisi calon peserta debat). Setelah itu, ketika memasuki proses
debat, komunikasi (penyampaian argumentasi) yang dibangun oleh calon
peserta debat harus terarah, lancar, dan mempunyai kekuatan. Calon
peserta debat harus melakukan apresiasi terhadap kebenaran fakta-fakta
yang ditampilkan oleh pihak lawan tetapi calon peserta debat harus
terampil juga dalam pembuktian kesalahan argumentasi dan logika yang
dipakai oleh lawan. Hal-hal tersebut merupakan norma dalam teknik
berargumentasi/debat (berdasarkan pendapat Mulgrave) sehingga
tercapailah tujuan sebenarnya dalam perdebatan yaitu menemukan
argumentasi/pendapat yang paling logis dan ideal.
Berkaitan dengan sikap atau etika dalam berdebat, Henry Guntur
Tarigan menyatakan bahwa “seorang pendebat haruslah bersifat rendah
hati, wajar, ramah, dan sopan tanpa kehilangan kekuatan dalam argumen-
argumennya. Lebih lanjut Henry Guntur Tarigan menjelaskan sikap dalam
berdebat sebagai berikut:
Para anggota debat tidak mengizinkan diri mereka berbuat
marah karena adanya sindiran tajam ataupun tuduhan tidak
74
Tarigan, Berbicara (Sebagai suatu Keterampilan Berbahasa), hlm. 116-117
43
langsung dari para lawan mereka. Daya tahan ampuh yang
bersifat lelucon dan humor memang diperlukan, tetapi
serangan-serangan yang bertubi-tubi terhadap pribadi para
lawan tidak dibenarkan sama sekali. Sikap tenang dan
santai serta sopan santun terhadap para lawan dan para
pendengar akan menimbulkan kesan yang paling baik. Pada
setiap peristiwa pembicara harus mengingat bahwa tujuan
utamanya adalah komunikasi langsung dan persuasif
dengan para pendengarnya.75
Berdasarkan penjelasan di atas tersebut, partisipan debat atau
peserta debat dalam menyampaikan argumentasi harus dengan sikap yang
tenang, santai dan sopan. Walaupun ingin melakukan sindiran tidak perlu
dengan marah atau dengan nada tinggi (emosi) tetapi tetap bisa dilakukan
dengan sikap yang tenang dan santai. Hanya saja penggunaan nada yang
perlu diperhatikan saat melakukan sindiran. Untuk terlihat lebih sopan
maka dalam melakukan sindiran bisa disampaikan secara tidak langsung
atau implisit. Hal tersebut tentu berkaitan dengan kemampuan retorika
seseorang. Begitupun sebaliknya ketika pihak lawan melakukan sindiran
maka tidak perlu direspon dengan marah tetapi tetap tenang dan santai.
Sikap dalam menyampaikan argumentasi atau berdebat tentu
menjadi salah satu penilaian dari hakim (juri) dan pendengar dalam
perdebatan tersebut. Dalam perdebatan ada yang menghasilkan keputusan
(argumentasi yang diterima) dan ada yang tidak menghasilkan keputusan.
Adapun penjelasan Henry Guntur Tarigan berkaitan dengan hal tersebut
yaitu sebagai berikut:
Dalam suatu badan legislatif, keputusan terhadap suatu
perdebatan diadakan dengan cara pemungutan suara
(voting) atau mosi, resolusi, atau rancangan undang-
undang. Dalam perdebatan politik, keputusan diadakan
dengan cara pemilihan atau menggagalkan calon. Dalam
kantor pengadilan, keputusan merupakan putusan yang
diambil oleh hakim atau juri. Dalam bidang usaha atau
bisnis, keputusan merupakan retensi (hak tetap memiliki)
atau perubahan suatu kebijaksanaan.76
75
Ibid, hlm. 111 76
Ibid, hlm. 112
44
Berdasarkan penjelasan di atas, keputusan bisa ditentukan oleh dua
pihak. Pihak pertama yaitu orang yang ditunjuk menjadi hakim atau juri.
Pihak kedua yaitu pendengar atau penonton dalam perdebatan tersebut.
Dalam perdebatan di perguruan tinggi keputusan bisa dihasilkan oleh
kedua pihak tersebut yaitu hakim (juri) maupun pendengar (penonton)
dalam perdebatan. Hal yang membedakan yaitu hakim atau juri bisa
memberi keputusan dengan kritik atau tanpa kritik. Jadi, dalam perdebatan
di perguruan tinggi setidaknya ada tiga pilihan yang bisa dipilih:(1)
keputusan oleh para pendengar; (2) keputusan oleh para hakim; (3)
keputusan dengan kritik (dilakukan oleh hakim atau juri). Hakim atau juri
yang dimaksud yaitu orang yang kompeten di bidangnya atau ahli dalam
teknik-teknik perdebatan (teori dan praktik perdebatan).77
Adapun perdebatan yang dilakukan tanpa keputusan yaitu debat
yang diikuti oleh suatu diskusi panel. Debat yang dilaksanakan dengan
diskusi panel membuat adanya pertanyaan-pertanyaan sehingga para
pendengar dapat mempelajari lebih banyak lagi topik atau tema
perdebatan. Begitupun halnya bagi para peserta debat, yaitu sebagai
refleksi tentang materi/argumentasi yang dibuatnya, sudah cukup
memuaskan atau belum. Argumen-argumen yang mana saja yang belum
jelas dan belum meyakinkan. Tujuan dari diadakannya debat tersebut
hanya berfokus memusatkan perhatian terhadap informasi-informasi
kepada para pendengar.78
Debat yang ada di TV One berbeda dengan debat-debat yang ada,
misalkan debat format parlemen Inggris maupun debat Amerika. Acara
Debat TV One “merupakan program genre baru talkshow yang melibatkan
dua narasumber yang berseberangan dalam memandang sebuah
masalah/isu. Talkshow ini dipandu dua host yang masing-masing berpihak
pada dua narasumber yang berbeda untuk membahas isu-isu aktual dan
77
Ibid, hlm. 112-113 78
Ibid, hlm. 114
45
masih menjadi kontroversi di masyarakat”.79
Saat ini acara debat di TV
One dipimpin oleh satu host dan juga bertindak sebagai moderator
jalannya debat. Jika dalam debat format parlemen Inggris maupun debat
Amerika ada alur atau urutan pembicara serta ada waktu bagi setiap
pembicara maka dalam acara debat di TV One hal itu tidaklah ditemukan.
Pada debat di TV One tidak ada batasan waktu yang diberikan oleh
seorang moderator kepada setiap pembicara dalam tim untuk
menyampaikan argumentasinya ketika menjawab pertanyaan. Moderator
pun terkadang memotong pembicaraan dengan memberikan pertanyaan
sebagai tanggapan/penegas dari apa yang sudah disampaikan oleh
pembicara. Sanggahan pun seringkali dilakukan ketika tim lawan sedang
dalam posisi bicara (diberikan hak oleh moderator untuk menyampaikan
argumentasi) sehingga membuat moderator harus menghentikan pihak
tersebut dan mempersilakan kembali pihak yang sedang diberikan hak
untuk menyampaikan argumentasi melanjutkan argumentasinya.
Dalam debat TV One, moderator memang tidak menjelaskan tata
tertib atau aturan dalam debat. Namun apabila perdebatan berlangsung
ricuh maka moderator menengahi kericuhan tersebut dan berusaha
membuat suasana kembali kondusif. Dalam penyampaian argumentasi
maupun sindiran, ada peserta debat yang menyampaikannya secara emosi
tetapi ada juga peserta debat yang menyampaikannya secara tenang, santai,
dan sopan.
Perdebatan dilakukan hingga salah satu tim dapat meruntuhkan
argumen lawannya serta lebih meyakinkan dan mempengaruhi penonton
dengan argumen yang dibangunnya terhadap tema atau topik yang
diajukan.
H. Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai prinsip kerja sama pernah dilakukan oleh Fikri
Yulaehah dengan judul skripsinya yaitu Analisis Prinsip Kerja Sama pada
79
TV One, Debat, 2015, (http://www.video.tvonenews.tv).
46
Komunikasi Facebook (Studi Kasus pada Mahasiswa Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Negeri Yogyakarta Angkatan 2007). Pada
penelitian tersebut, Fikri Yulaehah mengulas tentang pelanggaran prinsip
kerja sama yang terjadi pada alur komunikasi yang terjadi di facebook.
Selain pelanggaran prinsip kerja sama, Fikri Yulaehah juga mengulas
tentang fungsi dari pelanggaran prinsip kerja sama tersebut.
Beda halnya lagi dengan yang dilakukan oleh Waluyo, mahasiswa
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta
melalui skripsinya yang berjudul Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan
Prinsip Kesopanan dalam Percakapan “Lum Kelar” di Radio SAS FM.
Selain mengulas bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja sama yang
terjadi dalam percakapan di salah satu acara di Radio yang bernama Lum
Kelar, Waluyo juga mengulas bentuk-bentuk pelanggaran terhadap prinsip
kesopanan. Waluyo juga mengungkapkan kegunaan implikatur percakapan
sebagai hasil dari pelanggaran prinsip kerja sama.
Zuraidah Nasution melalui tesisnya yang berjudul Implikatur
Percakapan dalam Acara Debat Kandidat Calon Kepala Daerah DKI
Jakarta mengungkapkan tentang bentuk-bentuk pelanggaran prinsip kerja
sama beserta implikatur dari pelanggaran tersebut. Selain hal tersebut,
Zuraidah Nasution juga membahas tentang implikatur berskala atau scala
implicature dan Hedges atau pembatas yang terdapat dalam tuturan-
tuturan dalam debat kandidat calon Kepala Daerah DKI Jakarta.
Melihat dari ketiga penelitian yang pernah dilakukan di atas maka
sekiranya penelitian ini dapat diterima. Hal yang sama dengan penelitian-
penelitian sebelumnya yaitu menelaah tentang bentuk-bentuk pelanggaran
prinsip kerja sama dan implikatur. Hal yang membedakan yaitu pada objek
penelitiannya. Penelitian kali ini mengambil objek acara Debat TV One
dengan judul Adu Aksi KPK-Polri. Selain itu, penelitian ini juga berupaya
untuk mendeskripsikan implikasi terhadap pembelajaran bahasa Indonesia
di SMA khususnya SMA kelas X.
47
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada hari Senin, tanggal 24 Januari
2015 atau pada saat berlangsungnya tayangan acara Debat TV One dengan
judul Adu Aksi KPK−Polri. Adapun untuk mengolah dan menganalisis
data tersebut yaitu dimulai dari bulan Februari 2015 sampai dengan bulan
Oktober 2015.
B. Desain Penelitian
Seperti yang sudah disinggung di atas bahwa penelitian ini
bersumberkan data kualitatif maka desain yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu deskriptif. Bogdan dan Guba dalam Uhar Suharsaputra
menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah “prosedur penelitian yang
menghasilkan data deksriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”1 Fraenkel dan Wallen
masih dalam Uhar Suharsaputra menyatakan bahwa “penelitian yang
mengkaji kualitas hubungan, kegiatan, situasi, atau material disebut
penelitian kualitatif, dengan penekanan kuat pada deskripsi menyeluruh
dalam menggambarkan rincian segala sesuatu yang terjadi pada suatu
kegiatan atau situasi tertentu.”2
Jadi dengan kata lain penelitian yang dilakukan ini bersifat
kualitatif karena menyajikan secara deskriptif kata-kata baik yang tertulis
maupun lisan dari orang-orang pada suatu kegiatan atau situasi tertentu
yang kemudian diselaraskan dengan apa yang menjadi kebutuhan dan
sasaran penelitian.
1Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian : kuantitatif, kualitatif, dan Tindakan, (Bandung :
PT. Refika Aditama, 2012), hlm. 181 2 Ibid
48
C. Prosedur Pengumpulan Data
Menurut Uhar Suharsaputra “pengumpulan data pada dasarnya
merupakan serangkaian proses yang dilakukan sesuai dengan metode
penelitian yang dipergunakan”.3 Adapun prosedur pengumpulan data
dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Merekam acara Debat TV One dengan judul Adu Aksi KPK−Polri
yang tayang pada hari Senin 24 Januari 2015, Pukul 19.00−20.00 WIB.
Acara tersebut dipandu oleh Muhammad Rizki yang bertindak sebagai
pembawa acara dan juga moderator. Pembicara atau narasumber di
pihak Polri yaitu Sisno Adiwinoto yang merupakan seorang
purnawirawan Polri dan juga Junimart Girsang yang merupakan
anggota DPR dari fraksi PDI Perjuangan. Sementara pembicara di
pihak KPK yaitu Bibit Samad Rianto yang merupakan eks komisioner
KPK dan juga Ubedilah yang merupakan seorang pengamat politik.
Adapun instrumen yang digunakan untuk merekam acara Debat TV
One yaitu dengan menggunakan perangkat telepon genggam.
2. Membuat transkripsi dari hasil rekaman yang telah dilakukan.
D. Teknik Analisis Data
Setelah data sudah didapatkan maka kemudian dilakukan tahap
analisis terhadap data tersebut sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian.
Adapun tahapan dalam melakukan analisis data yaitu sebagai berikut:
1. Membuat kartu data pelanggaran prinsip kerja sama. Adapun bentuk
kartu data tersebut sebagai berikut:
3 Ibid, hlm. 207
Kartu Data
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data :
49
2. Melakukan pembacaan terhadap hasil transkripsi yang telah dilakukan.
3. Menganalisis pelanggaran prinsip kerja sama yang terdapat dalam
acara Debat TV One (berdasarkan maksimnya) ke dalam kartu data.
Termasuk dalam hal tersebut, menyertakan implikatur dan fungsi
implikatur dari bentuk pelanggaran prinsip kerja sama. Analisis
didasarkan kepada indikator yang ditetapkan berdasarkan rumusan
prinsip kerja sama. Adapun rumusan dan indikatornya sebagai berikut:
No. Nama Maksim Rumusan Maksim Indikator Pelanggaran Maksim
1. Maksim Kuantitas
Berikan jumlah informasi yang
tepat,yaitu:
1. Sumbangan informasi Anda
harus seinformatif yang
dibutuhkan.
2. Sumbangan informasi Anda
jangan melebihi yang
dibutuhkan.
1. Sumbangan informasi yang
diberikan tidak seinformatif
yang dibutuhkan
2. Sumbangan informasi yang
diberikan melebihi dari yang
dibutuhkan.
2. Maksim Kualitas
Usahakan agar sumbangan
informasi Anda benar,yaitu:
1. Jangan mengatakan suatu yang
Anda yakini bahwa itu tidak
benar.
2. Jangan mengatakan suatu yang
1. Mengatakan suatu hal yang
salah
2. Mengatakan suatu hal yang
bukti kebenarannya kurang
Bentuk Tuturan :
Pelanggaran Maksim :
Indikator Pelanggaran :
Implikatur :
Fungsi Implikatur :
50
4. Melakukan verifikasi data terhadap kartu data. Verifikasi dilakukan
dengan mempergunakan data transkripsi maupun data rekaman.
5. Melakukan pembahasan/menjelaskan hasil analisis terhadap bentuk-
bentuk pelanggaran prinsip kerja sama yang terdapat dalam acara
Debat TV One.
6. Menentukan jumlah pelanggaran di setiap maksim dan fungsi
implikatur yang muncul dalam acara Debat TV One.
bukti kebenarannya kurang
meyakinkan
meyakinkan
3. Maksim Hubungan
(Relevansi)
Usahakan agar perkataan Anda ada
relevansinya.
Mengatakan suatu hal yang
tidak ada kaitannya atau
hubungannya dengan perkataan
sebelumnya (perkataan oleh
kawan bicaranya)
4. Maksim Cara
Usahakan agar mudah dimengerti,
yaitu:
1. Hindarilah pernyataan-
pernyataan yang samar.
2. Hindarilah ketaksaan.
3. Usahakan agar ringkas
(hindarilah pernyataan-
pernyataan yang panjang lebar
dan bertele-tele).
4. Usahakan agar Anda berbicara
dengan teratur.
1. Mengatakan pernyataan yang
samar
2. Mengatakan pernyataan yang
menimbulkan ketaksaan
3. Mengatakan pernyataan yang
panjang lebar dan bertele-tele
4. Berbicara tidak teratur (tidak
sistematis/runut)
5. Maksim Gabungan Hakikatnya sesuai dengan rumusan
keempat maksim
Melanggar lebih dari satu
maksim dan indikatornya
sesuai dengan indikator
pelanggaran pada setiap
maksim
51
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur
Judul yang dibahas pada debat kali ini yaitu “Adu Aksi
KPK−Polri”. Debat tersebut menampilkan satu pihak yang mewakili KPK
dan di pihak satunya mewakili Polri. Hal unik yang ada dalam debat kali
ini yaitu tidak terdapat saling adu argumen, saling serang, membela dan
meyakinkan. Kedua pihak lebih kepada penyelamatan kedua institusi ini
(KPK dan Polri) dari prahara yang terjadi meskipun di dalamnya tetap
terdapat sentimen negatif terhadap KPK dan Polri.
Dalam bab ini akan dibahas satu-persatu pelanggaran prinsip kerja
sama yang terjadi dan kemudian menjelaskan implikatur yang terkandung
dalam pelanggaran prinsip kerja sama tersebut. Kemudian dilanjutkan
dengan menjelaskan fungsi implikatur dari pelanggaran prinsip kerja sama
tersebut yang dibahas secara terpisah atau pada subbab berikutnya.
Pembahasan dilakukan dengan menganalisis satu-persatu maksim dimulai
dengan maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, maksim
cara serta pelanggaran lebih dari satu maksim atau pelanggaran maksim
gabungan. Pada pembahasannya, ada beberapa pelanggaran maksim yang
langsung mengarah kepada tuturan yang dianggap sebagai pangkal atau
penyebab dari terjadinya pelanggaran prinsip kerja sama sehingga tidak
ditampilkan tuturan secara keseluruhan. Hal tersebut dimaksudkan untuk
lebih mudah dalam pembacaan dan langsung fokus kepada sasaran yang
dimaksud.
Adapun penggambaran situasi tutur secara umum dalam acara
Debat TV One bisa diketahui dengan menggunakan rumusan Dell Hymes
yaitu SPEAKING. Penjelasannya sebagai berikut:
1. Setting and Scene
Acara Debat TV One dilaksanakan di studio TV One Cawang
(kampus STIE Nusantara) Jl. D.I. Panjaitan. Adapun waktu
52
berlangsungnya acara debat yaitu dari pukul 19.00 WIB− 20.00 WIB.
Latar suasana atau psikologis dalam acara Debat yaitu berlangsung
secara serius. Meskipun memang salah satu partisipan dalam debat ada
yang menciptakan suasana humor tetapi latar suasana atau psikologis
dalam acara Debat didominasi oleh latar suasana yang serius.
2. Participants
Pembicara di pihak Polri yaitu Sisno Adiwinoto dan Junimart
Girsang. Sisno Adiwinoto merupakan purnawirawan Polri. Ketika
masih aktif sebagai anggota Polri, Sisno Adiwinoto pernah menjabat
sebagai Kadiv Humas Mabes Polri dan juga pernah menjabat sebagai
Kapolda Sulawesi Selatan dan Barat. Setelah pensiun, Sisno tetap aktif
di kegiatan yang masih menyangkut kepolisian. Sisno kini menjabat
sebagai Wakil Ketua Umum Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian
Indonesia. Adapun Junimart Girsang merupakan anggota DPR RI dari
fraksi partai PDI Perjuangan. Sebelum menjadi politisi dan anggota
DPR, Junimart Girsang merupakan seorang pengacara.
Pembicara di Pihak KPK yaitu Bibit Samad Rianto dan Ubedilah.
Bibit Samad Rianto merupakan purnawirawan Polri dan juga eks
komisioner KPK. Ketika masih aktif menjadi anggota Polri, Bibit
Samad Rianto pernah menjabat sebagai Kapolres Jakarta Utara,
Kapolres Jakarta Pusat, Wakapolda Jawa Timur, dan Kapolda
Kalimantan Timur. Bibit Samad Rianto menjabat sebagai wakil ketua
KPK pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Bibit Samad Rianto
kini aktif di organisasi Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi.
Ubedilah atau nama lengkapnya Ubedilah Badrun merupakan seorang
pengamat sosial politik Universitas Negeri Jakarta. Selain itu,
Ubedilah Badrun juga menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Sosial
Politik (Puspol) Indonesia.
3. Ends
Ends merupakan tujuan dari diadakannya komunikasi sehingga
melalui komunikasi tersebut dapat memenuhi hal yang dinginkan oleh
53
penutur terhadap kawan bicaranya. Adapun ends dalam acara debat
yaitu untuk mencari tahu sesungguhnya yang terjadi antara KPK dan
Polri serta solusi agar KPK dan Polri tidak tampak seperti berselisih.
Perlu diketahui sebelumnya, Budi Gunawan merupakan calon Kapolri
tunggal yang dipilih oleh Jokowi. Beberapa hari setelah diumumkan
nama Budi Gunawan sebagai calon Kapolri, KPK mengeluarkan
putusan status tersangka untuknya. Budi Gunawan ditetapkan menjadi
tersangka oleh KPK terkait dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah
atau janji selama menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi
Sumber Daya Manusia Polri periode 2003−2006 dan jabatan lainnya di
kepolisian. Selang beberapa hari kemudian, Polri menetapkan status
tersangka kepada Bambang Widjajanto. Polri menjerat Bambang
Widjajanto terkait kasus dugaan memengaruhi saksi dalam
memberikan keterangan tidak benar dalam sidang perkara sengketa
Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi. Dengan saling
tangkap seperti itu, kemudian memicu asumsi bahwa telah terjadi
permasalahan antara KPK dan Polri.
4. Act Sequences
Act Sequences berkaitan dengan bentuk dan isi pesan. Hal yang
difokuskan yaitu lebih kepada bentuk pesan. Adapun bentuk pesan
yang terdapat dalam acara debat yaitu berupa lokusi, ilokusi, serta
perlokusi. Lokusi yaitu bentuk tuturan (pesan) untuk menyatakan
sesuatu. Adapun ilokusi yaitu bentuk tuturan (pesan) yang
menitikberatkan lawan tutur untuk melakukan sesuatu. Jadi tidak
sekadar untuk mengatakan atau memberitahukan sesuatu. Perlokusi
merupakan bentuk tuturan yang membuat pendengarnya atau kawan
bicara menjadi terpengaruh dengan apa yang dituturkan.
5. Key
Para partisipan dalam debat selalu serius dalam menyampaikan
tuturannya. Meskipun para partisipan menyampaikan tuturannya
secara serius tetapi cara dan sikap dalam menyampaikan tuturan tetap
54
tenang dan santun. Para Partisipan tidak dengan sikap emosi atau
marah ketika menyampaikan tuturan. Walau terdapat nada tinggi
dalam tuturan partisipan tetapi itu bukan menunjukkan sikap emosi
atau marah melainkan partisipan ingin menunjukkan sikap tegas
terhadap suatu hal.
6. Instrumentalities
Instrumentalities berkaitan dengan media percakapan yang
dilakukan. Debat merupakan interaksi komunikasi yang dilakukan
secara langsung, berada dalam tempat yang sama serta membutuhkan
tanggapan cepat sehingga media percakapan dilakukan secara lisan.
7. Norms
Secara umum, aturan atau norma dalam debat yaitu setiap
partisipan debat atau peserta debat harus bersikap tenang, santai, dan
sopan dalam menyampaikan argumentasinya. Hal tersebut
mengakibatkan para partisipan bersikap tenang dan santun dalam
menyampaikan tuturan meskipun dalam suasana yang serius (seperti
yang dijelaskan dalam poin 5 atau key)
8. Genres
Debat secara umum yaitu penyampaian argumentasi terhadap suatu
hal yang merefleksikan posisi dari penutur tersebut: menyetujui atau
tidak setuju terhadap suatu hal tersebut. Untuk itu dalam debat, wacana
yang terbentuk yaitu wacana argumentatif. Namun dalam debat juga
bisa terdapat bentuk wacana persuasif. Seorang penutur selain
menyampaikan argumentasi juga terkadang mengajak secara langsung
pendengar atau penonton yang ada dalam perdebatan tersebut untuk
berada di pihak yang sama dengan penutur tersebut. Hal tersebut
diwujudkan dengan wacana persuasif.
Berdasarkan penggambaran situasi tutur secara umum di atas maka
bisa diketahui suasana yang muncul yaitu suasana yang didominasi
oleh suasana yang serius. Berdasarkan hal tersebut, para partisipan
menujukkan sikap, cara, dan nada yang serius dalam setiap tuturannya.
55
Adapun tujuan dari diadakannya debat yaitu mencari tahu
sesungguhnya yang terjadi antara KPK dan Polri serta solusi agar KPK
dan Polri tidak tampak seperti berselisih. Para partisipan terikat dengan
norma-norma dalam berdebat yaitu bersikap tenang, santai, dan santun.
Berdasarkan hal-hal yang sudah disebutkan di atas, diharapkan sebagai
gambaran dasar sehingga dapat mengetahui alasan peneliti
menentukan setiap pelanggaran maksim yang terjadi dan implikatur
yang terkandung dalam pelanggaran maksim tersebut.
1. Pelanggaran Maksim Kuantitas
Sesuai dengan ketetapan dari maksim kuantitas ini yaitu
berikan jumlah informasi yang tepat, yang kemudian dijabarkan ke
dalam dua poin yaitu: (a)sumbangan informasi Anda harus
seinformatif yang dibutuhkan; (b)sumbangan informasi Anda
jangan melebihi yang dibutuhkan. Berdasarkan interaksi
komunikasi yang berlangsung selama debat maka ditemukan
partisipan-partisipan atau peserta dalam acara debat yang
melanggar ketetapan atau aturan dari maksim kuantitas ini.
(1) Konteks: Moderator ingin bertanya kepada Bibit
Samad Rianto perihal yang terjadi antara
KPK dengan Polri.
Data 3
Moderator:
“Apalagi ini yang terjadi Pak, antara KPK dan Polri ini?”
Bibit Samad Rianto:
“Masalah koordinasi aja, Mas. Koordinasi antara
pimpinan Polri dengan pimpinan KPK,enggak,enggak
sumut.”
Moderator:
“Koordinasi itu artinya”
Bibit Samad Rianto :
“Koordinasi”
Moderator :
“komunikasi seperti itu?”
56
Bibit Samad Rianto dalam hal ini melakukan pelanggaran
terhadap maksim kuantitas karena memberi informasi tidak
seinformatif yang dibutuhkan oleh moderator. Hal itu bisa terlihat
karena moderator menanyakan kembali apa yang dimaksud dengan
koordinasi. Apakah yang dimaksud dengan koordinasi itu sama
halnya dengan komunikasi atau lebih dari itu.
Implikatur yang dihasilkan yaitu permasalahan antara KPK
dan Polri hanya masalah koordinasi antara pimpinan Polri dan
KPK tidak sumut. Bibit cenderung menunjukkan bahwa tidak ada
masalah serius antara KPK dan Polri tetapi seharusnya Bibit
Samad Rianto lebih menjelaskan yang dimaksud dengan
koordinasi yang tidak sumut antara KPK dan Polri itu.
(2) Konteks: Moderator ingin bertanya kepada Junimart
apakah Junimart memiliki pandangan yang
sama dengan Bibit Samad Rianto bahwa
tidak ada sesuatu hal yang serius yang
terjadi antara KPK dan Polri.
Data 5
Moderator:
“Mungkin ini juga Pak, ya, Pak Jokowi lihat kali ya,
sebenarnya KPK sama Polri ini ga berantem. Jadi Pak…
Pak Jokowi statemennnya biasa-biasa aja… katanya
orang… banyak orang. Gitu Pak Junimart?”
Junimart:
“Iya… eh.. yang pertama tentu saya harus sampaikan…eh..
tidak ada, selamatkan KPK, tidak ada selamatkan Polri.
Yang ada adalah harus saling menguatkan, ini dulu, ya,
karena tidak ada yang tidak selamat di sini, semua selamat,
ya, karena menurut saya, kalau istilah save KPK save
Kapolri itu provo.. provokatir. Sangat provokatif itu, tidak
boleh kita pergunakan itu, menurut saya, itu yang pertama.
Yang kedua, eh… tentang tim, eh… saya berharap tim
ini bisa bekerja objektif dan independen, ya, tanpa
menyentuh, tanpa mengintervensi substansi perkara.”
57
Junimart melakukan pelanggaran terhadap maksim
kuantitas dikarenakan memberikan informasi lebih dari yang
dibutuhkan. Moderator tidak menanyakan perihal tim (tim
independen yang dibentuk oleh presiden) tetapi Junimart mengulas
dan memberikan pandangannya terhadap tim independen yang
dibentuk oleh presiden.
Implikatur yang terdapat dalam pelanggaran ini yaitu
Junimart berharap tim independen yang dibentuk oleh presiden ini
bekerja secara objektif, independen dan jangan masuk atau ikut
campur terhadap inti perkara yang terjadi antara KPK dan Polri.
(3) Konteks: Moderator bertanya berdasarkan pernyataan
Junimart sebelumnya tentang tim independen
yang dibentuk oleh Presiden untuk tidak
masuk ke dalam substansi perkara Budi
Gunawan dan Bambang Widjajanto.
Data 6
Moderator:
“Jadi maksudnya perkara Pak Budi Gunawan, perkara, Pak
eh… Bambang, itu tetap berjalan?”
Junimart:
“Tetap. Biarkan hukum sebagai panglima di negara ini. Itu
yang pertama. Yang kedua, kita mengatut, eh… mengenal
asas, ya, persamaan di depan hukum. Semua sama di muka
hukum. Tidak terkecuali siapapun. Ah ini kita harus sepakat
dulu, ya, kita harus sepakat. Yang ketiga, kalau tim ini
bekerja, tentu mereka bekerja harus dengan betul-betul
objektif dan tidak mempunyai target untuk masuk ke
substansi perkara. Ini sangat perlu. Jadi jangan sekali-
kali tim ini menyentuh perkara. Silakan tugas yang
diberikan oleh Presiden.”
Pada kasus ini Junimart memberikan informasi yang
melebihi dari yang dibutuhkan oleh moderator. Padahal informasi
tersebut sudah diberikan oleh Junimart dan justru informasi
tersebut yang kemudian memunculkan pertanyaan dari moderator
58
sebagai tanggapannya. Jika tidak ingin melanggar maksim
kuantitas maka Junimart cukup menyatakan hal kesatu dan kedua.
Kemudian Implikatur yang muncul, tim ketika bekerja
harus betul-betul objektif dan tidak mempunyai target untuk masuk
ke substansi perkara dan menjalankan tugas seperti yang diberikan
oleh presiden. Ini yang harus menjadi perhatian oleh tim.
(4) Konteks: Moderator sebelumnya bertanya kepada
Sisno apakah Sisno melihat sepeti kabar yang
beredar bahwa ada sekelompok orang yang
memanfaatkan Polri untuk tujuan tertentu.
Sisno tidak menjawabnya secara langsung.
Untuk itu kemudian moderator menanyakan
kembali kepada Sisno apakah Polri
dimanfaatkan oleh sekelompok tertentu
dengan suatu tujuan.
Data 11
Moderator:
“Tapi mungkin ga pak pertanyaannya soal tadi, Polri itu
dimanfaatkan kelompok… sekelompok tertentu?”
Sisno:
“Saya pikir tidak ada manfaat-memanfaatkan. Justru yang
kita waspadai jangan personifikasi memanfaatkan
institusi dengan dalih ya, dengan dalih kewenangan
kemudian tugas yang mulia, ya, tapi dia terselubung.”
Moderator:
“Oke.”
Sisno Adiwinoto:
“itu yang mungkin pada saat kita sekarang era eh…
Revolusi mental kita bersih-bersih mari kita bersih-
bersih sehingga bukan tadi, kalau tadi, bukan
selamatkan eh… KPK ataupun Polri tapi mari kita
bersihkan sehingga institusi Polri institusi KPK tidak
diduduki atau tidak diawaki oleh orang-orang yang
mungkin”
Moderator:
“Baik”
Sisno Adiwinoto:
“mental atau kredibilitasnya kurang”
59
Pertanyaan moderator sebenarnya sudah ditanyakan kepada
Sisno hanya Sisno tidak menjawabnya secara langsung untuk itu
peneliti memasukkannya ke dalam kategori pelanggaran terhadap
maksim relevansi (bisa dilihat dalam pembahasan pelanggaran
maksim relevansi). Moderator mungkin tidak menangkap
implikatur dari pernyataan Sisno sehingga moderator
menanyakannya kembali atau moderator ingin melakukan
penegasan atau memaksa Sisno untuk menjawab secara lugas dan
tegas. Dalam hal ini Sisno menjawab secara langsung dari yang
ditanyakan oleh moderator yaitu tidak ada manfaat-memanfaatkan,
dengan kata lain yaitu tidak ada kelompok yang memanfaatkan
Polri.
Sisno dinyatakan melakukan pelanggaran maksim kuantitas
dikarenakan memberikan informasi yang lebih dari yang
dibutuhkan oleh moderator. Apabila Sisno tidak ingin dinyatakan
melanggar maksim kuantitas maka Sisno cukup menjawab bahwa
tidak ada kelompok yang memanfaatkan Polri.
Implikatur yang muncul dari pelanggaran maksim kuantitas
ini yaitu ada seseorang yang memanfaatkan institusi yang
sebenarnya untuk kepentingan pribadinya sendiri yaitu dalam hal
ini Abraham Samad (seperti yang sudah dijelaskan dalam
pelanggaran maksim relevansi). Untuk itu ini momentum yang
tepat untuk melakukan pembersihan di setiap institusi yaitu KPK
dan Polri. Hal tersebut dilakukan agar kedua institusi tersebut
bebas dari orang yang mental atau kredibilitasnya kurang. Ini
sudah disampaikan Sisno pada pernyataan sebelumnya kemudian
disampaikan kembali oleh Sisno sehingga menyebabkan dia
melanggar maksim kuantitas.
(5) Konteks: Setelah Junimart menjawab tidak ada
intervensi dari PDIP untuk kasus yang terjadi
antara KPK dan Polri. Moderator
60
menanyakan apakah ada muatan politisnya
calon Kapolri jagoan PDIP yaitu Budi
Gunawan jadi tersangka.
Data 12
Moderator:
“Oke sampai disitu tuh ga ada, tidak ada muatan intervensi
tapi berpikir atau tidak, ada muatan politisnya ketika yang
dijagokan oleh PDI Perjuangan sebagai calon Kapolri itu
dijadikan tersangka?”
Junimart:
“Jadi begini, kita jangan langsung eh.. menjudge bahwa
Pak BG itu eh.. dijagokan oleh PDIP. Kita bisa
buktikan sewaktu fit and proper test semua fraksi minus
Demokrat mendukung Pak BG. Bukan hanya PDIP di
sana, ada 10 fraksi. Satu tidak ikut,sembilan
mendukung. Ini sembilan adalah partai politik yang
semuanya kuat walaupun dalam paripurna satu partai
politik yaitu PAN menarik diri, tinggal delapan. Jadi
kalau dikatakan eh., partai PDIP sebagai pendukung
Pak BG saya men.. mengatakan tidak.”
Junimart melakukan pelanggaran maksim kuantitas karena
tidak memberikan informasi seperti yang dibutuhkan oleh
moderator. Moderator dengan jelas menanyakan bahwa apakah ada
muatan politis ketika Budi Gunawan calon Kapolri yang dijagokan
oleh PDIP dijadikan tersangka. Implikatur yang muncul yaitu
partai PDIP bukanlah satu-satunya partai yang mendukung Budi
Gunawan sebagai calon Kapolri. Ketika memasuki proses fit and
proper test di DPR, tidak hanya partai PDIP saja yang mendukung
Budi Gunawan tetapi ada delapan fraksi yang turut mendukung.
Sebenarnya suatu hal yang sah untuk Junimart melakukan
klarifikasi terhadap yang dinyatakan oleh moderator dalam
rangkaian pertanyaannya bahwa calon Kapolri Budi Gunawan
merupakan calon yang dijagokan oleh PDIP hanya saja Junimart
tidak menjawab yang menjadi inti pertanyaan dari moderator.
Untuk itu jika tidak ingin melanggar tentunya setelah melakukan
61
klarifikasi tersebut Junimart melanjutkannya dengan menjawab
yang diinginkan oleh moderator.
(6) Konteks: Junimart tidak ingin ada pernyataan dari
moderator atau ada opini yang menyatakan
bahwa PDIP merupakan satu-satunya partai
yang mendukung Budi Gunawan dan itu
seperti menyudutkan partai PDIP.
Data 13
Moderator:
“Oh PDIP merasa disudutkan dengan masalah ini?”
Junimart:
“Bukan merasa disudutkan kan kelihatan, kelihatan kan,
kelihatan, iya kan?. Saya perlu sampaikan, saya perlu
sampaikan, ya, PDIP adalah partai yang tangguh,
semakin disudutkan semakin tangguh dia. Itu partai
PDIP.”
Pada kasus di atas dinyatakan melanggar maksim kuantitas
karena Junimart memberikan pernyataan yang informasinya
melebihi dari yang dibutuhkan. Moderator hanya menanyakan atau
menanggapi dari pernyataan Junimart sebelumnya bahwa PDIP
disudutkan dengan opini bahwa PDIP merupakan partai pendukung
calon Kapolri Budi Gunawan. Jika tidak ingin melanggar maksim
ini maka Junimart cukup menjawab merasa disudutkan atau tidak.
Implikatur yang muncul dari pelanggaran maksim kuantitas
ini yaitu PDIP merupakan partai yang tangguh apabila dia
disudutkan maka dia semakin tangguh.
(7) Konteks: Sebelumnya Ubedilah memberikan saran
untuk melakukan Yudicial Review terhadap
Undang-undang KPK dalam pasal yang
mengatur tentang seleksi di KPK yang tidak
perlu harus melalui proses fit & proper test
di DPR. Hal itu untuk meminimalkan ruang
politis. Moderator pun melakukan
62
pertanyaan sebagai penegasan terhadap hal
tersebut.
Data 15
Moderator:
“Oke. Mas Ubed singkat saja terakhir Mas Ubed gimana
apakah tadi memang harus di Yudicial Review soal Undang-
undang yang mengatur eh... bagaimana seleksi dari KPK?”
Ubedilah:
“Iya saya kira ini kritik eh.. sebagai analis ya bahwa proses
pemilihan eh.. anggota KPK itu eh.. melalui sebuah proses
politik. Oleh karena itu sebetulnya ini bisa dievaluasi,
diganti. Yang menseleksi anggota, calon anggota KPK bisa
saja tim independen. Mereka adalah kaum profesional yang
sangat eh.. teruji melalui sebuah seleksi yang sangat ketat
sehingga tidak ada unsur politis di dalam seleksi anggota
KPK itu. Demikian pula sebetulnya Kapolri cukup saja
Presiden langsung.”
Moderator:
“Baik”
Ubedilah:
“Jadi saya kira itu solusi sederhana ya. Kalau soal yang
lain eh misalnya Pak BG dan eh… Pak BW.”
Moderator:
“Biar melalui proses”
Ubedilah:
“Biar melalui proses hukum berjalan”
Moderator:
“Iya oke”
Ubedillah:
“Ketika kemudian terbukti, ya udah hentikan, begitu”
Pada peristiwa ini Ubedilah melanggar maksim kuantitas
karena Ubedilah memberikan informasi melebihi dari yang
dibutuhkan. Itu bisa diketahui dengan jelas berdasarkan
indikatornya yaitu “kalau soal yang lain” yang berarti Ubedilah
sudah masuk ke persoalan lain dalam hal ini tentang kasus Budi
Gunawan dan Bambang Widjajanto yang itu tidak ditanyakan oleh
Moderator. Apabila tidak ingin melanggar maksim kuantitas,
Ubedilah cukup menjabarkan solusi seperti yang ditanyakan oleh
63
moderator tidak dengan menjawab solusi hal lain yang tidak
dibutuhkan atau diperlukan oleh moderator.
Implikatur yang dihasilkan dari pelanggaran maksim
kuantitas ini yaitu untuk masalah Budi Gunawan dan Bambang
Widjajanto biarkan proses hukum berjalan, apabila terbukti
bersalah maka hentikan (melepaskan jabatan yang disandang di
institusinya).
2. Pelanggaran Maksim Kualitas
Berdasarkan hal yang tercantum dalam ketetapan prinsip
kerja sama maka maksim kualitas menuntut setiap partisipan untuk
menyumbangkan sebuah informasi yang benar. Selanjutnya
dimanifestasikan ke dalam dua poin yaitu: (a) jangan mengatakan
suatu yang Anda yakini bahwa itu tidak benar; (b) jangan
mengatakan suatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan.
(8) Konteks: Moderator menanyakan perihal solusi yang
bisa ditawarkan untuk mengatasi
permasalahan antara Polri dan KPK. Salah
satu solusi yang diberikan oleh Sisno yaitu
jangan ada kriminalisasi yang dilakukan
oleh KPK dan Polri.
Data 1
Moderator:
“…. Pak Sisno, kalau Anda melihat apa yang terjadi sama
Polri dan KPK ini sebenarnya bukan hal yang baru. Ada
catatan, ada ini yang ketiga kali, kisruh seperti ini. Menurut
Anda sebenarnya solusi seperti apa yang bisa ditawarkan?”
Sisno:
“…kemudian jangan ada kriminalisasi. Mungkin nanti Pak
Jumin, Junimart ya, yang DPR tapi kan mantan Pengacara.
Apa sih itu kriminalisasi. kalau dari kacamata kami,
tidak mengenal, kalau pengamat saya selama di
Kepolisian, pemerhati ya, tidak ada kata-kata
kriminalisasi,ya, memenuhi unsur, cukup bukti atau
tidak, ya, tindak pidana, eh… kejahatan atau
pelanggaran tapi sekarang memasyarakat, ya,
kriminalisasi.”
64
Dalam pernyataannya ini Sisno melakukan pelanggaran
maksim kualitas karena Sisno mengatakan suatu hal yang tidak
benar. Implikatur yang muncul dari pelanggaran maksim kualitas
ini yaitu tidak ada istilah kriminalisasi di dalam tubuh Polri.
Kinerja yang selalu dipegang oleh Polri yaitu berdasar memenuhi
unsur cukup bukti atau tidak dan kemudian masuk tindak pidana
jenis kejahatan atau pelanggaran. Jika dirunut lebih jauh penetapan
status tersangka Bambang Widjojanto bukan kriminalisasi karena
Polri tidak mengenal yang namanya kriminalisasi.
Ini merupakan pernyataan yang salah. Hal itu berdasarkan
kasus yang terjadi pada tahun 2009, kasus Bibit dan Chandra yang
keduanya merupakan komisioner KPK mengajukan uji materiil
Undang-undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi.1 Dalam persidangan di Mahkamah
Konstitusi tersebut diperdengarkan rekaman penyadapan terhadap
Anggodo Widjojo dengan sejumlah petinggi di Polri dan
Kejaksaan Agung. Dalam rekaman tersebut diperdengarkan
percakapan Anggodo Widjojo dengan sejumlah petinggi Polri dan
Kejaksaan Agung untuk melakukan upaya kriminalisasi terhadap
Bibit dan Chandra. Bukti rekaman tersebut yang kemudian menjadi
dasar keputusan dan ketetapan Mahkamah Konstitusi untuk tidak
memberhentikan komisioner KPK jika masih berstatus terdakwa.
Pemberhentian baru bisa dilakukan setelah adanya putusan dari
pengadilan. Hal yang menjadi titik poinnya yaitu bukti rekaman
yang diperdengarkan di ruang sidang antara Anggodo Widjojo
dengan petinggi Polri dan Kejaksaan Agung untuk
mengkriminalisasi Bibit dan Chandra. Ini tentu menjadi kontras
dengan informasi yang dinyatakan oleh Sisno.
1 BBC Indonesia, MK Menangkan Bibit-Chandra, 2015, (http://www.bbc.com)
65
3. Pelanggaran Maksim Relevansi
H. Paul Grice telah menetapkan bahwa partisipan harus
mengusahakan untuk memberikan perkataan atau pernyataan yang
ada relevansinya.
(9) Konteks: Moderator ingin bertanya kepada Junimart
apakah Junimart memiliki pandangan yang
sama dengan Bibit Samad Rianto bahwa
tidak ada sesuatu hal yang serius yang
terjadi antara KPK dan Polri
Data 4
Moderator:
“Mungkin ini juga Pak, ya, Pak Jokowi lihat kali ya,
sebenarnya KPK sama sama Polri ini ga berantem. Jadi
Pak… Pak Jokowi statemennnya biasa-biasa aja… katanya
orang… banyak orang. Gitu Pak Junimart?”
Junimart Girsang:
“Iya… eh.. yang pertama tentu saya harus
sampaikan…eh.. tidak ada, selamatkan KPK, tidak ada
selamatkan Polri. Yang ada adalah harus saling
menguatkan, ini dulu, ya, karena tidak ada yang tidak
selamat di sini, semua selamat, ya, karena menurut
saya, kalau istilah save KPK save Kapolri itu provo..
provokatir. Sangat provokatif itu, tidak boleh kita
pergunakan itu, menurut saya, itu yang pertama….”
Hal yang membuat Junimart dinyatakan melanggar maksim
relevansi yaitu tidak adanya jawaban langsung dari Junimart
berkenaan dengan pertanyaan moderator yaitu persetujuan dari
Junimart bahwa sebenarnya KPK dan Polri itu tidak ribut atau
tidak ada masalah yang besar. Meskipun demikian, implikasi yang
dikandung dari pernyataan Junimart yang maujud menjawab
pertanyaan dari moderator. Implikatur yang dihasilkan yaitu bahwa
tidak ada keributan antara KPK dan Polri. Hal yang membuat KPK
dan Polri terlihat seperti ribut itu disebabkan dengan adanya istilah
Save KPK dan Save Polri. Istilah itu sangat provokatif sehingga
terlihat seperti KPK dan Polri sedang berselisih.
66
(10) Konteks: Moderator ingin meminta tanggapan dari
Bibit mengenai pernyataan dari Ubedilah
mengenai adanya kemungkinan intervensi
dari partai politik. Benarkah ada intervensi
dari partai politik yang memanfaatkan
institusi KPK atau Polri dengan tujuan
tertentu.
Data 9
Moderator:
“Pak Bibit tidak melihat ada tadi yang sempat disampaikan
Bang Ubed, intervensi. Intervensi-intervensi kepentingan
dari partai politik.”
Bibit Samad Rianto:
“Nah”
Moderator:
“yang menggunakan misalnya institusi, menggunakan Polri
atau menggunakan KPK untuk tujuan tertentu Pak Bibit?”
Bibit Samad Rianto:
“Ya jangan mau diintervensi. Supaya ga diintervensi
pilihlah pemimpin-pemimpin yang punya integritas,
punya kompetensi yang sesuai dan konsisten. Ini aja
pemimpinnya yang.. yang.. yang jadi pengalaman saya
di Polres di Polda pemimpinnya ngomong A
bawahannya yo A kok. Tak..tak.. tidak usah di.. apa,
tidak usah dipaksa-paksa. Dia melihat, kita konsisten
dengan A tadi mereka yang tidak A ya akan malulah.”
` Moderator:
“Oke”
Bibit Samad Rianto:
“artinya dan seterusnya. Itu pemimpinnya.”
Bibit melakukan pelanggaran maksim relevansi karena
memberikan jawaban yang tidak relevan dengan yang ditanyakan
oleh moderator. Implikatur yang muncul yaitu seorang pemimpin
harus memiliki rasa enggan untuk diintervensi. Untuk itu pilihlah
pemimpin yang berintegritas, memiliki kompetensi yang sesuai
dengan bidangnya dan konsisten. Dengan demikian nantinya
semua jajaran di bawahnya akan mengikuti instruksi pemimpin
tersebut.
67
Implikatur yang muncul yaitu Bibit tidak menjawab
pertanyaan dari moderator bahwa apakah Bibit melihat ada atau
tidaknya intervensi-intervensi dari partai politik yang
“menunggangi” KPK dan Polri untuk tujuan tertentu. Jawaban
Bibit malah memberi saran bahwa jangan mudah diintervensi
sebagai seorang pemimpin dan bagaimana layaknya sikap
pemimpin itu dan kemudian saran untuk memilih seorang
pemimpin. Bibit seperti langsung mengafirmasi bahwa di tubuh
atau instansi KPK maupun Polri ada yang namanya intervensi
sehingga kemudian Bibit memberikan instruksi atau saran
bagaimana sebaiknya menjadi seorang pemimpin dan kemudian
cara memilih pemimpin. Moderator dengan jelas tidak menyatakan
bahwa di instansi, baik KPK maupun Polri ada intervensi, tetapi
moderator menanyakan atau mengklarifikasi sesuai dengan apa
yang diketahui oleh Bibit.
(11) Konteks: Moderator bertanya apakah Sisno melihat
seperti kabar yang beredar bahwa ada
sekelompok orang yang memanfaatkan
Polri untuk tujuan tertentu.
Data 10
Moderator:
“Pak Sisno, Anda melihat ada yang mengatakan bahwa ini
Polri ini dimanfaatkan oleh sekelompok… sekelompok
orang untuk tujuan tertentu. Pak”
Sisno Adiwinoto:
“Iya”
Moderator:
“Sisno. Apa Anda melihatnya juga seperti itu sebagai
pemerhati?”
Sisno Adiwinoto:
“….Jadi kalau mulai kembali dari kasus,eh…pada saat
pertama,eh…BG dinyatakan sebagai tersangka itu yang
mungkin ada latar belakang politik tapi mungkin juga
ambisius pribadi. Saya sebagai Wakil Ketua Umum
Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia yang
eh… motto kita itu lebih memuliakan profesi kemudian
68
eh… mengoreksi yang salah dan membela yang benar.
Melihat dari kami kaji di dalam eh… Ikatan Sarjana
dan Profesi Perpolisian itu, tadi kalau tadi juga
dipermasalahkan masalah Pak Bibit kembali ke
masalah kasus awalnya BG. Dia juga kasus lama juga.
Kasus lama kemudian eh… terjadinya sudah lama
kemudian karena dianggap latar belakang politik
sampailah diperkarakan menjadi tersangka…..”
Secara singkat pertanyaan dari moderator yaitu apakah
Sisno Adiwinoto sebagai pemerhati melihat bahwa Polri
dimanfaatkan oleh sekelompok orang dalam rangka mencapai
suatu tujuan tertentu. Jawaban yang diberikan oleh Sisno
Adiwinoto tampak melanggar maksim relevansi karena jawaban
yang diberikan tidak relevan dengan pertanyaan moderator.
Meskipun demikian, implikatur yang dikandung dari pernyataan
Sisno dapat menjawab pertanyaan moderator. Implikaturnya yaitu
tidak ada kelompok-kelompok yang memanfaatkan Polri atau
dengan kata lainnya Polri tidak dimanfaatkan oleh suatu kelompok.
Implikatur yang terkandung dalam tuturan yang maujud,
yaitu Sisno ingin menjelaskan bahwa justru institusi yang
dimanfaatkan itu KPK. Seseorang telah memanfaatkan institusi
KPK untuk kepentingan pribadinya. Orang yang dimaksud Sisno,
yaitu Abraham Samad (Ketua KPK). Sebelumnya, sempat beredar
di beberapa media cetak/elekronik bahwa Abraham Samad sakit
hati dengan Budi Gunawan karena Budi Gunawan merupakan
orang yang membuatnya gagal menjadi calon wakil presiden
mendampingi Jokowi. Hal tersebut diketahui berdasarkan
pengakuan sekretaris jenderal partai PDIP yaitu Hasto Kristiyanto.
Pernyataan Hasto Kristiyanto yang dikutip dari salah satu media,
“yang jelas dari penyadapan itu, Pak Abraham Samad menyatakan
kepada saya bahwa akar persoalan beliau tidak ditetapkan sebagai
69
cawapres itu karena Pak Budi Gunawan, itu yang saya dengar dari
beliau sendiri…..”2.
4. Pelanggaran Maksim Cara
Pada maksim cara, setiap penutur diwajibkan untuk
memberikan tuturan agar mudah dimengerti, yang dijabarkan ke
dalam empat poin yaitu: (a) hindarilah pernyataan-pernyataan yang
samar; (b) hindarilah ketaksaan; (c) usahakan agar ringkas
(hindarilah pernyataan-pernyataan yang panjang lebar dan bertele-
tele); (d) usahakan agar anda berbicara dengan teratur.
(12) Konteks: Moderator menanyakan perihal solusi yang
bisa diajukan untuk mengatasi permasalahan
antara Polri dan KPK. Sisno pun menyoroti
masalah hukum.
Data 2
Moderator:
“…. Pak Sisno, kalau Anda melihat apa yang terjadi sama
Polri dan KPK ini sebenarnya bukan hal yang baru. Ada
catatan, ada ini yang ketiga kali, kisruh seperti ini. Menurut
Anda sebenarnya solusi seperti apa yang bisa ditawarkan?”
Sisno Adiwinoto:
“….kita semua sepakat untuk bekerja berdasarkan tadi,
eh… objektif, kebenaran, keadilan, dan kemudian secara
penegakan hukum, eh… kita tidak saja eh... menganut
azas legalitas formal, tapi kita memilih azas, eh…
oportunitas sehingga diberi kesempatan memang untuk
mengeyampingkan perkara. Kalau perkara itu diproses
menjadi lebih banyak mudaratnya daripada
manfaatnya bisa dikesampingkan. Secara resmi, Jaksa
dan Polisi bisa deponeer, ya, tapi kelihatannya KPK
tidak bisa deponeer tidak ada penghentian ya, tapi
pernah terjadi, eh… yang lalu, ada pejabat KPK yang
sampai diproses sampai di Jaksa Agung dan sampai di
Jaksa Huk, Jaksa Agung walaupun tidak secara, eh…
spesifik dinyatakan deponeer tapi itu dihentikan karena
syarat.”
Berdasarkan peristiwa komunikasi di atas Sisno Adiwinoto
melanggar maksim cara dengan membuat pernyataan yang samar.
2 Fathiyah Wardah, PDIP Tuduh Ketua KPK Sakit Hati karena Gagal Jadi Cawapres,
2015, (http://www.voaindonesia.com)
70
Hal yang perlu dipertanyakan, yaitu maksud Sisno sesungguhnya
dengan memberitahu bahwa di dalam hukum Indonesia mengenal
hukum asas oportunitas yaitu mengesampingkan sebuah perkara.
Implikatur yang muncul atau dihasilkan dari pelanggaran maksim
cara ini yaitu upaya menyadarkan dengan adanya asas oportunitas
yang diberlakukan oleh negara ini sehingga itu bisa dipakai sebagai
solusi untuk meredam ketegangan antara KPK dan Polri yang
terjadi dengan cara menghentikan proses kasus yang terjadi baik di
KPK maupun di Polri. Perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa asas
oportunitas tercantum dalam Pasal 35 C Undang-undang No. 16
Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Penjelasan pasal tersebut sebagai
berikut:
mengesampingkan perkara merupakan pelaksanaan asas
oportunitas yang hanya dapat dilakukan oleh Jaksa Agung
setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-
badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan
dengan masalah tersebut. Hal ini berarti kewenangan
mengesampingkan perkara hanya ada pada Jaksa Agung
dan bukan pada Jaksa di bawah Jaksa Agung (vide
Penjelasan Pasal 77 KUHAP).3
Asas oportunitas sendiri menurut A.Z Abidin dalam Andi
Hamzah, dkk yaitu “asas hukum yang memberikan wewenang
kepada Penuntut Umum untuk menuntut atau tidak menuntut
dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah
mewujudkan delik demi kepentingan umum.”4 Kata lain dari
pengeyampingan perkara yaitu deponeering. Jadi sebagai penegas,
implikatur yang kemudian muncul yaitu dapat mempergunakan
celah hukum dengan memanfaatkan asas oportunitas untuk
menghentikan perkara yang ada di KPK maupun yang ada di Polri
dan anggota KPK maupun Polri berhak untuk mendapatkan
3 Andri Hamzah,dkk, Laporan Hasil Kerja Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang
Pelaksanan Asas Oportunitas dalam Hukum Acara Pidana Tahun Anggaran 2006, 2015, hlm. 10,
(http://www.tu.bphn.go.id) 4 Ibid, hlm. 9
71
deponeering. Penggunaan asas oportunitas itu sendiri
diperuntukkan untuk kepentingan umum sehingga dapat
meredakan ketegangan maupun kekisruhan yang terjadi.
(13) Konteks: Junimart menyampaikan bahwa tim
independen yang dibentuk oleh Presiden
jangan sampai masuk ke dalam subtansi
perkara. Moderator pun mempertanyakan
kepada Junimart bahwa apa yang terjadi
antara KPK dan Polri ini justru karena
sebuah perkara yaitu ditetapkannya Budi
Gunawan sebagai tersangka dan juga
Bambang Widjajanto ditetapkan menjadi
tersangka.
Data 7
Moderator:
“Tapi Pak Junimart, tapi ini terjadi antara KPK dan Polri ini
karena suatu perkara. Orang melihatnya seperti itu karena
Pak Budi”
Junimart Girsang “Iya begini…”
Moderator:
“Pak Budi Gunawan jadi tersangka”
Junimart Girsang
“betul”
Moderator:
“Kemudian Pak BW jadi tersangka”
Junimart Girsang
“Iya”
Moderator:
“Ini yang kemudian di… diartikan atau dilihat orang, ini
jadi ribut KPK dan Polri. Itu loh.”
Junimart Girsang:
“Justru karena itu. Justru karena itu. Elemen masyarakat
juga harus kita buat cerdas, ya. Jangan sampai masyarakat
itu,ya,eh… mempunyai, eh.. apa namanya.. pola pro dan
kontra. Tidak boleh begitu. Masyarakat harus melihat
perkara ini secara objektif. Perkara ini adalah Pidum,Pidana
Umum. Yang urusannya menjadi tanggung jawab pribadi
masing-masing. Jadi, harus kita pisahkan, antara pribadi,
72
eh.. Pak BW, pribadi Pak BG dengan institusi mereka. Ini
kita harus… harus.. harus sampaikan kepada masyarakat.
Ya, jadi bukan berarti kalau misalnya Pak BW menjadi
tersangka, yang merujuk kepada pelemahan KPK, tidak,
saya kira tidak.”
Moderator:
“Oke baik”
Junimart Girsang:
“karena begini, sebentar Pak, sebentar ya. Kita… kita
mendengar, Pak Abraham Samad mengatakan satu
orang pun yang memimpin KPK, KPK tidak mati. Saya
ingat betul itu. Saya ingat betul.”
Moderator:
“Ok. Artinya?”
Junimart pada awal pernyataannya menjawab dengan baik
pertanyaan moderator yaitu memang terjadi suatu perkara yaitu
kasus Budi Gunawan dan Bambang Widjojanto, tetapi itu harus
dipandang sebagai kasus pribadi bukan kasus institusi kedua
individu tersebut. Lebih lanjut bahwa penangkapan Bambang
Widjojanto jangan diartikan sebagai pelemahan KPK.
Pada penghujung pernyataannya, Junimart menyatakan
sesuatu secara samar. Hal yang perlu dipertanyakan, yaitu tujuan
Junimart mengutip pernyataan Abraham Samad, bahwa satu orang
pun yang memimpin KPK, KPK tidak akan mati. Itu bisa terlihat
ketika moderator menanyakan arti dari pernyatan Junimart
tersebut. Implikatur yang muncul dari pelanggaran maksim cara ini
yaitu KPK tetap bisa berjalan atau beroperasi meskipun Bambang
Widjajanto ditetapkan sebagai tersangka. Untuk itu tidak ada
istilah pelemahan KPK.
5. Pelanggaran Maksim Cara dan Kualitas
Pada interaksi komunikasi dalam debat ini ternyata tidak
hanya ditemukan pernyataan yang melanggar satu ketetapan
maksim, tetapi dalam satu pernyataan ditemukan melanggar
ketetapan dua maksim khususnya dalam satu paragraf atau satu ide
73
pokok. Pada kasus ini pernyataan tersebut melanggar maksim cara
dan maksim kualitas.
(14) Konteks : Moderator menanyakan hal yang tidak
dimengerti dari maksud pernyataan
Junimart yang mengutip pernyataan
Abraham Samad bahwa KPK tidak akan
mati meski hanya dipimpin oleh satu
orang.
Data 8
Moderator:
“Ok. Artinya?”
Junimart Girsang:
“Artinya tanpa Pak BW pun di sana itu jalan terus, kok. Itu
yang saya tangkap. Yang kedua, kalau kita berbicara
mengenai Undang-undang No.30,ya, 4 komisioner tidak
boleh berjalan di KPK. Jelas, 4 komisioner tidak
berjalan tetapi bukan itu yang kita permasalahkan. Kita
hanya mau bagaimana semangat pemberantasan korupsi ini
betul-betul bisa berjalan di KPK secara murni dan objektif.
Semua kita mendukung mengenai ini.”
Setelah Junimart menjawab maksud dari pernyataannya
yang mengutip pernyataan Abraham Samad, Junimart pun kembali
memberi sebuah pernyataan. Tidak dapat dikatakan informasi yang
ditambahkan itu bersifat melanggar maksim kuantitas karena masih
dalam satu kesatuan informasi yang memang diperlukan atau
dalam kata lain masih dalam konteks pembahasan yang sama.
Hanya saja kemudian kembali Junimart melakukan pelanggaran
maksim cara dengan menyatakan pernyataan secara samar.
Bedanya kali ini Junimart pun melakukan pelanggaran terhadap
maksim kualitas.
Ada maksud lain dari Junimart dengan berbicara mengenai
Undang-undang KPK No. 30 yang masih berkaitan dengan
pernyataan Abraham Samad yang dikutip tentunya. Implikatur
yang dihasilkan yaitu bahwa hal yang dinyatakan oleh Abraham
74
Samad merupakan kesalahan, yaitu pernyataan bahwa KPK tidak
akan mati meski hanya dipimpin oleh satu orang termasuk dalam
hal ini penetapan Pak BW sebagai tersangka. KPK justru akan mati
atau tidak bisa beroperasi karena Undang-undang No.30
menyatakan bahwa jika KPK terdiri dari empat komisioner maka
KPK tidak boleh berjalan. Sekiranya hal inilah yang ingin dicapai
oleh Junimart atau maksud dari pernyataan Junimart, tetapi tanpa
disadari oleh Junimart justru pernyataan ini melanggar maksim
kualitas karena hal yang dinyatakan tersebut salah.
Undang-undang KPK atau Undang-undang No.30 Pasal 21
ayat 2 menyatakan sebagai berikut:
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) huruf a disusun sebagai
berikut:
a. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi merangkap
Anggota;dan
b. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas
4 (empat) orang, masing-masing merangkap Anggota.5
Diterangkan pula selanjutnya dalam pasal 21 ayat 5 yaitu
“Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) bekerja secara kolektif”6. Jadi, dalam dua ayat
tersebut jelas bahwa KPK terdiri dari lima unsur pimpinan yang
satu terdiri dari ketua dan empat orang sisanya terdiri dari wakil
ketua. Selanjutnya dalam melaksanan tugas, pokok, dan fungsinya
mereka bekerja secara kolektif. Tidak ada pasal atau ayat yang
menyatakan bahwa apabila KPK terdiri dari empat komisioner
maka KPK tidak boleh berjalan. Empat masih tergolong lebih dari
satu dan itu termasuk dalam kerja kolektif sesuai dengan ayat yang
mengaturnya.
KPK pernah dipimpin oleh dua orang. Pada saat itu ketua
KPK Antasari Azhar terkait masalah kasus dugaan pembunuhan.
5 KPK RI, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, 2015, (http://www.kpk.go.id), 6 Ibid
75
Dua Wakil Ketua KPK yaitu Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad
Rianto terkait masalah kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan,
ketika itu sering disebut sebagai kriminalisasi. Akibatnya KPK
tinggal menyisakan dua orang, yaitu Mochammad Jasin dan
Haryono Umar. Meskipun menyisakan dua orang, kebijakan atau
putusan-putusan mereka tetap dianggap sah dan KPK tetap
beroperasi.
6. Pelanggaran Maksim Kuantitas dan Cara
(15) Konteks: Moderator ingin meminta tanggapan dari
Sisno berkaitan dengan pendapat dari
Bibit yang menyatakan bahwa hak imunitas
boleh saja diberikan ketika kasus itu
merupakan kasus yang lama dari seorang
pimpinan KPK. Bukan kasus yang ada atau
muncul ketika ia menjabat sebagai
pimpinan KPK. Memproses kasus yang
lama tersebut ketika pimpinan KPK
tersebut telah selesai menjabat sebagai
pimpinan KPK.
Data 14
Moderator:
“Oke, Pak Sisno. Kalau Pak Sisno bisa Pak seperti itu Pak
tadi yang disampaikan Pak Bibit tadi memang eh… nanti
dulu setelah pimpinan KPK nya selesai dulu kemudian baru
proses”
Sisno Adiwinoto
“Ya kalau kasusnya sudah kasus lama tambah lagi 5 tahun
selama”
Moderator:
“Takut habis Pak, ya?”
Sisno Adiwinoto:
“di KPK kadaluarsa bisa”
Moderator:
“Kadaluarsa”
Sisno Adiwinoto:
“Jadi saya pikir wacana imunitas itu mengada-ngada”
76
Moderator:
“Oke”
Sisno Adiwinoto:
“Jadi tidak perlu saya pikir. Kemudian juga yang perlu
lagi eh… kita menegakkan hukum tadi jangan ada
intervensi. Janganlah galang menggalang. Jangan juga
membangunkan. Saya dipesenin nih polisi itu 400 ribu
lebih. Kalau dengan keluarga besar Polrinya itu bisa
sampai 4 juta.”
Sisno sudah menjawab dengan baik bahwa jika seperti
yang disampaikan oleh Bibit maka sebuah kasus bisa kadaluarsa
dan Sisno tidak setuju dengan hak imunitas dan menganggap tidak
perlu karena itu hal yang mengada-ngada. Sampai pada
pernyataan tersebut sebenarnya itu sudah cukup. Namun, Sisno
melanjutkan kembali dengan pernyataan lain yang membuat Sisno
akhirnya melanggar maksim kuantitas. Selain melanggar maksim
kuantitas, Sisno pun melanggar maksim cara karena membuat
pernyataan yang samar.
Sisno menambahkan informasi bahwa jangan ada
intervensi. Jangan galang-menggalang. Jangan membangunkan
karena Sisno dititipkan polisi yang berjumlah 400 ribu lebih.
Ditambah dengan keluarga besar Polri maka bisa mencapai 4 juta
lebih. Hal yang perlu dipertanyakan, yaitu maksud Sisno
sesungguhnya dengan menyatakan hal tersebut. Implikatur yang
muncul dari pelanggaran maksim kuantitas dan cara ini yaitu
janganlah ada upaya dalam galang-menggalang karena itu salah
satu bentuk intervensi. Jangan sampai itu juga membuat Polisi
akhirnya bereaksi dan Polisi mempunyai massa yang juga cukup
banyak.
Setelah Bambang Widjajanto ditangkap oleh Bareskrim
Polri dan dijadikan tersangka, tidak lama kemudian muncul
gelombang reaksi massa. Mereka adalah “kelompok aktivis,
akademisi, profesional, dan seniman berbondong-bondong datang
77
ke Gedung KPK.”7 Upaya penggalangan massa yang banyak dapat
sekiranya mengintervensi hukum dikarenakan nantinya ada
penggiringan opini bahwa KPK “korban kejahatan” oleh Polri
sehingga Polri akan seperti pihak yang salah dan tersudut. Hal
tersebut ditakutkan, akan membuat Polri bereaksi dikarenakan
Polri juga memiliki massa yang banyak.
Untuk lebih memudahkan dalam melihat hasil secara
keseluruhan, berbagai jenis pelanggaran maksim dirangkum dalam
tabel di bawah.
Tabel 1.1 Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
7 Al-Abrar, KPK Banjir Dukungan, Kelompok ini Malah Minta Abraham Samad Mundur,
(http://www.news.metrotvnews.com)
Pelanggaran
Prinsip Kerja Sama Nomor Data Jumlah
Maksim Kuantitas
Data 3, data 5, data 6,
data 11, data 12, data
13, dan data 15 7
Maksim Kualitas Data 1 1
Maksim Relevansi
Data 4, data 9, dan
data 10
3
Maksim Cara Data 2 dan data 7 2
Maksim Gabungan
1. Maksim cara
dan Kualitas
2. Maksim
Kuantitas
dan Cara
Data 8
Data 14
1
1
Jumlah 15
78
Pada tabel di atas, maksim yang sering dilanggar dalam
interaksi komunikasi debat khususnya dalam acara Debat TV One
yaitu maksim kuantitas. Maksim berikutnya yang secara kuantitas
kedua terbanyak yaitu maksim relevansi. Diikuti kemudian oleh
maksim cara dan terakhir yaitu maksim kualitas. Untuk
pelanggaran maksim gabungan terdapat dua pelanggaran yaitu
maksim cara dan maksim kualitas dan kemudian yaitu maksim
kuantitas dan maksim cara.
Dalam acara Debat TV One (seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya) bahwa tidak ada waktu yang ditentukan bagi setiap
partisipan untuk berbicara. Kontrol atau kendali sepenuhnya berada
di tangan moderator. Itulah, sekiranya alasan pelanggaran pada
maksim kuantitas sering terjadi. Partisipan atau peserta debat selain
menjawab pertanyaan dari moderator kemudian menambahkan lagi
sebuah persoalan atau pembahasan baru yang kemudian tujuannya
bisa bermacam-macam. Moderator juga menanggapi persoalan
atau pembahasan baru tersebut (di luar dari pertanyaan moderator)
sehingga debat bisa menjadi lebih hidup dan kemudian debat tidak
berjalan hanya berdasarkan teks atau daftar pertanyaan yang sudah
disiapkan oleh moderator saja. Akibatnya, ada hal-hal atau
informasi yang didapat di luar dari dugaan moderator (tidak
disiapkan oleh moderator). Dalam hal ini, moderator harus
memiliki wawasan yang luas terhadap tema yang dibahas atau
sudah memiliki bekal pengetahuan yang cukup terhadap tema
tersebut. Jadi, tidak masalah melakukan pelanggaran maksim
kuantitas dalam versi model Debat yang dipakai oleh acara Debat
TV One.
Hal yang menjadi pengecualian dari pelanggaran maksim
kuantitas dalam versi model Debat yaitu ketika informasi yang
disampaikan tidak seinformatif yang dibutuhkan. Dalam penelitian
ini ditemukan dua kasus hal seperti itu. Kasus yang pertama
79
dilakukan oleh Bibit Samad Rianto dan kasus yang kedua
dilakukan oleh Junimart Girsang. Hal yang perlu menjadi perhatian
juga yaitu dalam menyampaikan kebenaran suatu fakta. Hal yang
sekiranya berdasarkan pengamatan yang dangkal dan pengetahuan
yang minim sebaiknya tidak usah disampaikan karena itu bisa
menimbulkan pelanggaran maksim kualitas. Seperti halnya yang
disampaikan oleh Sisno, yaitu pernyataan bahwa Polri tidak
mengenal istilah kriminalisasi. Hal terakhir yang perlu
diperhatikan, yaitu dalam menjawab pertanyaan usahakan untuk
menelaah secara cermat hal yang ditanyakan oleh lawan bicara.
Berikanlah jawaban yang sesuai dengan maksud pertanyaan lawan
bicara. Jangan melakukan kesalahan seperti yang dilakukan oleh
Bibit Samad Rianto. Bibit Samad Rianto memberikan jawaban
yang tidak sesuai dengan maksud pertanyaan moderator. Dengan
demikian kesalahan-kesalahan tersebut dapat dipelajari dari hasil
penelitian ini.
B. Fungsi Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
Dari beberapa implikatur yang terkandung dalam pelanggaran
prinsip kerja sama terdapat beberapa fungsi implikatur tersebut. Setiap
implikatur yang terkandung dalam sebuah pelanggaran prinsip kerja sama
tentunya memiliki fungsi implikatur yang terikat dengan konteks karena
implikatur ditentukan berdasarkan konteksnya.
Fungsi-fungsi implikatur yang terdapat dalam acara Debat TV One
yaitu untuk menyatakan, menyarankan, menegaskan, dan menyindir.
Adapun pembahasannya sebagai berikut.
1. Menyatakan
Fungsi implikatur yang digunakan untuk menyatakan
terdapat pada semua maksim yaitu maksim kuantitas, kualitas,
relevansi, dan cara.
80
a. Maksim Kuantitas
(1) Konteks: Moderator ingin bertanya kepada Bibit
Samad Rianto perihal yang terjadi antara
KPK dengan Polri.
Data 3
Moderator:
“Apalagi ini yang terjadi Pak, antara KPK dan Polri ini?”
Bibit Samad Rianto:
“Masalah koordinasi aja, Mas. Koordinasi antara
pimpinan Polri dengan pimpinan KPK,enggak,enggak
sumut.”
Moderator:
“Koordinasi itu artinya”
Bibit Samad Rianto :
“Koordinasi”
Moderator :
“komunikasi seperti itu?”
Dalam hal ini, fungsi implikatur dari pelanggaran
prinsip kerja sama berdasarkan data di atas yaitu untuk
menyatakan. Bibit Samad Rianto ingin menyatakan bahwa
yang terjadi antara KPK dan Polri hanya masalah
koordinasi saja yang tidak sumut. Tidak ada masalah serius
antara Polri dan KPK.
(5) Konteks: Setelah Junimart menjawab tidak ada
intervensi dari PDIP untuk kasus yang
terjadi antara KPK dan Polri. Moderator
menanyakan apakah ada muatan politisnya
calon Kapolri jagoan PDIP yaitu Budi
Gunawan jadi tersangka.
Data 12
Moderator:
“Oke sampai disitu tuh ga ada, tidak ada muatan intervensi
tapi berpikir atau tidak, ada muatan politisnya ketika yang
dijagokan oleh PDI Perjuangan sebagai calon Kapolri itu
dijadikan tersangka?”
Junimart:
81
“Jadi begini, kita jangan langsung eh.. menjudge bahwa
Pak BG itu eh.. dijagokan oleh PDIP. Kita bisa
buktikan sewaktu fit and proper test semua fraksi minus
Demokrat mendukung Pak BG. Bukan hanya PDIP di
sana, ada 10 fraksi. Satu tidak ikut,sembilan
mendukung. Ini Sembilan adalah partai politik yang
semuanya kuat walaupun dalam paripurna satu partai
politik yaitu PAN menarik diri, tinggal delapan. Jadi
kalau dikatakan eh., partai PDIP sebagai pendukung
Pak BG saya men.. mengatakan tidak.”
Fungsi dari implikatur pelanggaran prinsip kerja
sama yaitu untuk menyatakan bahwa partai PDIP
bukanlah satu-satunya partai yang mendukung pencalonan
Budi Gunawan menjadi Kapolri. Dalam ruang lingkup
parlemen turut serta partai-partai lain mendukung Budi
Gunawan menjadi Kapolri kecuali partai Demokrat dan
partai PAN yang tidak ikut ambil bagian. Total ada delapan
partai yang mendukung.
(6) Konteks: Junimart tidak ingin ada pernyataan dari
moderator atau ada opini yang menyatakan
bahwa PDIP merupakan satu-satunya partai
yang mendukung Budi Gunawan dan itu
seperti menyudutkan partai PDIP.
Data 13
Moderator:
“Oh PDIP merasa disudutkan dengan masalah ini?”
Junimart:
“Bukan merasa disudutkan kan kelihatan, kelihatan kan,
kelihatan, iya kan?. Saya perlu sampaikan, saya perlu
sampaikan, ya, PDIP adalah partai yang tangguh,
semakin disudutkan semakin tangguh dia. Itu partai
PDIP.”
Dalam tuturan di atas, tampak bahwa fungsi
implikatur dari pelanggaran prinsip kerja sama yaitu
Junimart ingin menyatakan bahwa PDIP merupakan
82
partai yang tangguh. Semakin disudutkan, maka semakin
tangguh dia
b. Maksim Kualitas
(8) Konteks: Moderator menanyakan perihal solusi yang
bisa ditawarkan untuk mengatasi
permasalahan antara Polri dan KPK. Salah
satu solusi yang diberikan oleh Sisno yaitu
jangan ada kriminalisasi yang dilakukan
oleh KPK dan Polri.
Data 1
Moderator:
“…. Pak Sisno, kalau Anda melihat apa yang terjadi sama
Polri dan KPK ini sebenarnya bukan hal yang baru. Ada
catatan, ada ini yang ketiga kali, kisruh seperti ini. Menurut
Anda sebenarnya solusi seperti apa yang bisa ditawarkan?”
Sisno:
“…kemudian jangan ada kriminalisasi. Mungkin nanti Pak
Jumin, Junimart ya, yang DPR tapi kan mantan Pengacara.
Apa sih itu kriminalisasi. Kalau dari kacamata kami,
tidak mengenal, kalau pengamat saya selama di
Kepolisian, pemerhati ya, tidak ada kata-kata
kriminalisasi,ya, memenuhi unsur, cukup bukti atau
tidak, ya, tindak pidana, eh… kejahatan atau
pelanggaran tapi sekarang memasyarakat, ya,
kriminalisasi.”
Dalam memberikan solusi terkait permasalahan
KPK dan Polri, Sisno memberikan solusi bahwa jangan ada
kriminalisasi. Kemudian dilanjutkan dengan pernyataan
bahwa Polri tidak mengenal istilah kriminalisasi. Polisi
selalu bekerja on the track yaitu berdasarkan memenuhi
bukti atau tidak serta termasuk jenis tindak pidana
kejahatan atau pelanggaran. Jadi, fungsi implikaturnya
untuk menyatakan hal tersebut. Ini juga sebuah pernyataan
dari Sisno bahwa kasus yang menimpa Bambang
83
Widjajanto bukanlah kriminalisasi, seperti yang
disangkakan oleh banyak orang karena Polisi tidak
mengenal istilah kriminalisasi.
c. Maksim Relevansi
(11) Konteks: Moderator bertanya apakah Sisno melihat
seperti kabar yang beredar bahwa ada
sekelompok orang yang memanfaatkan
Polri untuk tujuan tertentu.
Data 10
Moderator:
“Pak Sisno, Anda melihat ada yang mengatakan bahwa ini
Polri ini dimanfaatkan oleh sekelompok… sekelompok
orang untuk tujuan tertentu. Pak”
Sisno Adiwinoto:
“Iya”
Moderator:
“Sisno. Apa Anda melihatnya juga seperti itu sebagai
pemerhati?”
Sisno Adiwinoto:
“….Jadi kalau mulai kembali dari kasus,eh…pada saat
pertama,eh…BG dinyatakan sebagai tersangka itu yang
mungkin ada latar belakang politik tapi mungkin juga
ambisius pribadi. Saya sebagai Wakil Ketua Umum
Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia yang
eh… motto kita itu lebih memuliakan profesi kemudian
eh… mengoreksi yang salah dan membela yang benar.
Melihat dari kami kaji di dalam eh… Ikatan Sarjana
dan Profesi Perpolisian itu, tadi kalau tadi juga
dipermasalahkan masalah Pak Bibit kembali ke
masalah kasus awalnya BG. Dia juga kasus lama juga.
Kasus lama kemudian eh… terjadinya sudah lama
kemudian karena dianggap latar belakang politik
sampailah diperkarakan menjadi tersangka…..”
Sisno ingin menjelaskan bahwa justru institusi yang
dimanfaatkan itu KPK. Seseorang telah memanfaatkan
institusi KPK untuk kepentingan pribadinya. Orang yang
dimaksud Sisno yaitu Abraham Samad (ketua KPK). Pada
akhirnya, muncul implikatur dalam pernyataannya bahwa
Polri tidak dimanfaatkan oleh sekelompok tertentu. Jadi,
84
fungsi implikatur tersebut kemudian untuk menyatakan
bahwa Polri tidak dimanfaatkan oleh kelompok tertentu.
d. Maksim Cara
(12) Konteks: Junimart menyampaikan bahwa tim
independen yang dibentuk oleh Presiden
jangan sampai masuk ke dalam subtansi
perkara. Moderator pun mempertanyakan
kepada Junimart bahwa apa yang terjadi
antara KPK dan Polri ini justru karena
sebuah perkara yaitu ditetapkannya Budi
Gunawan sebagai tersangka dan juga
Bambang Widjajanto ditetapkan menjadi
tersangka.
Data 7
Moderator:
“Tapi Pak Junimart, tapi ini terjadi antara KPK dan Polri ini
karena suatu perkara. Orang melihatnya seperti itu karena
Pak Budi”
Junimart Girsang “Iya begini…”
Moderator:
“Pak Budi Gunawan jadi tersangka”
Junimart Girsang
“betul”
Moderator:
“Kemudian Pak BW jadi tersangka”
Junimart Girsang
“Iya”
Moderator:
“Ini yang kemudian di… diartikan atau dilihat orang, ini
jadi ribut KPK dan Polri. Itu loh.”
Junimart Girsang:
“Justru karena itu. Justru karena itu. Elemen masyarakat
juga harus kita buat cerdas, ya. Jangan sampai masyarakat
itu,ya,eh… mempunyai, eh.. apa namanya.. pola pro dan
kontra. Tidak boleh begitu. Masyarakat harus melihat
perkara ini secara objektif. Perkara ini adalah Pidum,Pidana
Umum. Yang urusannya menjadi tanggung jawab pribadi
masing-masing. Jadi, harus kita pisahkan, antara pribadi,
85
eh.. Pak BW, pribadi Pak BG dengan institusi mereka. Ini
kita harus… harus.. harus sampaikan kepada masyarakat.
Ya, jadi bukan berarti kalau misalnya Pak BW menjadi
tersangka, yang merujuk kepada pelemahan KPK, tidak,
saya kira tidak.”
Moderator:
“Oke baik”
Junimart Girsang:
“karena begini, sebentar Pak, sebentar ya. Kita… kita
mendengar, Pak Abraham Samad mengatakan satu
orang pun yang memimpin KPK, KPK tidak mati. Saya
ingat betul itu. Saya ingat betul.”
Moderator:
“Ok. Artinya”
Fungsi implikatur digunakan untuk menyatakan
bahwa tidak ada istilah pelemahan KPK dengan Bambang
Widjajanto dijadikan sebagai tersangka. Abraham Samad
menyatakan bahwa satu orang pun yang memimpin KPK,
KPK tidak mati.
Junimart tidak ingin menyatakan secara terang-
terangan bahwa KPK tidak akan melemah dengan
ditetapkannya Bambang Widjajanto sebagai tersangka.
Ketika Junimart menerangkannya pun orang akan
meragukan pernyataan Junimart tersebut. Junimart tidak
mempunyai dasar pernyataan yang kuat. Untuk itu Junimart
menyertakan pendapat Abraham Samad. Dengan hal itu dua
pesan bisa langsung tersampaikan yaitu KPK tidak akan
melemah meski tanpa BW dan pesan keduanya yaitu hal
tersebut dinyatakan sendiri oleh Abraham Samad.
2. Menyarankan
Pada fungsi implikatur yang digunakan untuk
menyarankan terdapat pada maksim kuantitas, maksim
relevansi, maksim cara dan maksim gabungan.
86
a. Maksim Kuantitas
(2) Konteks: Moderator ingin bertanya kepada Junimart
apakah Junimart memiliki pandangan yang
sama dengan Bibit Samad Rianto bahwa
tidak ada sesuatu hal yang serius yang
terjadi antara KPK dan Polri.
Data 5
Moderator:
“Mungkin ini juga Pak, ya, Pak Jokowi lihat kali ya,
sebenarnya KPK sama Polri ini ga berantem. Jadi Pak…
Pak Jokowi statemennnya biasa-biasa aja… katanya
orang… banyak orang. Gitu Pak Junimart?”
Junimart:
“Iya… eh.. yang pertama tentu saya harus sampaikan…eh..
tidak ada, selamatkan KPK, tidak ada selamatkan Polri.
Yang ada adalah harus saling menguatkan, ini dulu, ya,
karena tidak ada yang tidak selamat di sini, semua selamat,
ya, karena menurut saya, kalau istilah save KPK save
Kapolri itu provo.. provokatir. Sangat provokatif itu, tidak
boleh kita pergunakan itu, menurut saya, itu yang pertama.
Yang kedua, eh… tentang tim, eh… saya berharap tim
ini bisa bekerja objektif dan independen, ya, tanpa
menyentuh, tanpa mengintervensi substansi perkara.”
Seperti yang tertera pada data di atas maka fungsi
implikatur dari pelanggaran prinsip kerja sama yaitu untuk
menyarankan bahwa tim independen, tim yang dibentuk
oleh presiden, harus bekerja objektif dan independen tanpa
harus masuk atau terlibat ke dalam substansi perkara karena
itu bisa mengintervensi proses perkara.
(7) Konteks: Sebelumnya Ubedilah memberikan saran
untuk melakukan Yudicial Review terhadap
Undang-undang KPK dalam pasal yang
mengatur tentang seleksi di KPK yang tidak
perlu harus melalui proses fit & proper test
di DPR. Hal itu untuk meminimalkan ruang
87
politis. Moderator pun melakukan
pertanyaan sebagai penegasan terhadap hal
tersebut.
Data 15
Moderator:
“Oke. Mas Ubed singkat saja terakhir Mas Ubed gimana
apakah tadi memang harus di Yudicial Review soal Undang-
undang yang mengatur eh... bagaimana seleksi dari KPK?”
Ubedilah:
“Iya saya kira ini kritik eh.. sebagai analis ya bahwa proses
pemilihan eh.. anggota KPK itu eh.. melalui sebuah proses
politik. Oleh karena itu sebetulnya ini bisa dievaluasi,
diganti. Yang menseleksi anggota, calon anggota KPK bisa
saja tim independen. Mereka adalah kaum profesional yang
sangat eh.. teruji melalui sebuah seleksi yang sangat ketat
sehingga tidak ada unsur politis di dalam seleksi anggota
KPK itu. Demikian pula sebetulnya Kapolri cukup saja
Presiden langsung.”
Moderator:
“Baik”
Ubedilah:
“Jadi saya kira itu solusi sederhana ya. Kalau soal yang
lain eh misalnya Pak BG dan eh… Pak BW.”
Moderator:
“Biar melalui proses”
Ubedilah:
“Biar melalui proses hukum berjalan”
Moderator:
“Iya oke”
Ubedillah:
“Ketika kemudian terbukti, ya udah hentikan, begitu”
Moderator pada awalnya mengajukan pertanyaan
untuk melakukan penegasan terhadap saran dari Ubedilah
berkenaan dengan Yudicial Review Undang-Undang KPK
No. 30 Tahun 2002, tetapi kemudian Ubedilah
melanjutkannya dengan kasus Budi Gunawan dan Bambang
88
Widjajanto. Fungsi implikaturnya untuk menyarankan
bahwa untuk kasus Budi Gunawan dan Bambang
Widjajanto, biarkan berjalan sesuai dengan prosedur
ketentuan hukum yang berlaku. Jika terbukti melakukan
tindak pidana sesuai dengan yang disangkakan,
berhentikan.
b. Maksim Relevansi
(10) Konteks: Moderator ingin meminta tanggapan dari
Bibit mengenai pernyataan dari Ubedilah
mengenai adanya kemungkinan intervensi
dari partai politik. Benarkah ada intervensi
dari partai politik yang memanfaatkan
institusi KPK atau Polri dengan tujuan
tertentu.
Data 9
Moderator:
“Pak Bibit tidak melihat ada tadi yang sempat disampaikan
Bang Ubed, intervensi. Intervensi-intervensi kepentingan
dari partai politik.”
Bibit Samad Rianto:
“Nah”
Moderator:
“yang menggunakan misalnya institusi, menggunakan Polri
atau menggunakan KPK untuk tujuan tertentu Pak Bibit?”
Bibit Samad Rianto:
“Ya jangan mau diintervensi. Supaya ga diintervensi
pilihlah pemimpin-pemimpin yang punya integritas,
punya kompetensi yang sesuai dan konsisten. Ini aja
pemimpinnya yang.. yang.. yang jadi pengalaman saya
di Polres di Polda pemimpinnya ngomong A
bawahannya yo A kok. Tak..tak.. tidak usah di.. apa,
tidak usah dipaksa-paksa. Dia melihat, kita konsisten
dengan A tadi mereka yang tidak A ya akan malulah.”
` Moderator:
“Oke”
Bibit Samad Rianto:
“artinya dan seterusnya. Itu pemimpinnya.”
89
Data di atas menunjukkan bahwa Bibit tidak
menjawab pertanyaan moderator, apakah Bibit setuju dan
juga melihat bahwa ada intervensi dari kepentingan partai
politik terhadap KPK dan Polri untuk tujuan tertentu. Bibit
malah seperti terpengaruh dengan pertanyaan tersebut dan
seperti langsung mengafirmasi bahwa ada intervensi
terhadap KPK dan Polri. Padahal dengan jelas itu tidak
dinyatakan oleh Moderator. Moderator meminta
konfirmasi. Ketika Bibit seperti terpengaruh dengan
pertanyaan moderator dan seperti mengafirmasi bahwa ada
intervensi maka Bibit menyarankan bahwa sebagai
seorang pemimpin dari institusi yang terhormat seharusnya
enggan untuk diintervensi. Bibit pun kemudian melanjutkan
dengan menyarankan cara dalam memilih seorang
pemimpin. Jadi, fungsi implikatur tuturan Bibit adalah
menyarankan.
c. Maksim Cara
(12) Konteks : Moderator menanyakan perihal solusi yang
bisa diajukan untuk mengatasi
permasalahan antara Polri dan KPK. Sisno
pun menyoroti masalah hukum.
Data 2
Moderator:
“…. Pak Sisno, kalau Anda melihat apa yang terjadi sama
Polri dan KPK ini sebenarnya bukan hal yang baru. Ada
catatan, ada ini yang ketiga kali, kisruh seperti ini. Menurut
Anda sebenarnya solusi seperti apa yang bisa ditawarkan?”
Sisno Adiwinoto:
“….kita semua sepakat untuk bekerja berdasarkan tadi,
eh… objektif, kebenaran, keadilan, dan kemudian secara
penegakan hukum, eh… kita tidak saja eh... menganut
azas legalitas formal, tapi kita memilih azas, eh…
oportunitas sehingga diberi kesempatan memang untuk
mengeyampingkan perkara. Kalau perkara itu diproses
menjadi lebih banyak mudaratnya daripada
manfaatnya bisa dikesampingkan. Secara resmi, Jaksa
dan Polisi bisa deponeer, ya, tapi kelihatannya KPK
90
tidak bisa deponeer tidak ada penghentian ya, tapi
pernah terjadi, eh… yang lalu, ada pejabat KPK yang
sampai diproses sampai di Jaksa Agung dan sampai di
Jaksa Huk, Jaksa Agung walaupun tidak secara, eh…
spesifik dinyatakan deponeer tapi itu dihentikan karena
syarat.”
Fungsi implikatur berdasarkan data di atas yaitu
untuk menyarankan bahwa ada celah hukum yang bisa
digunakan untuk mengatasi kekisruhan yang terjadi antara
KPK dan Polri dengan memanfaatkan asas oportunitas.
Sisno tidak ingin menjelaskan maksudnya secara terang-
terangan karena ditakutkan itu salah satu bentuk intervensi
terhadap proses hukum.
d. Maksim Kuantitas dan Maksim Cara
(15) Konteks: Moderator ingin meminta tanggapan dari
Sisno berkaitan dengan pendapat dari
Bibit yang menyatakan bahwa hak imunitas
boleh saja diberikan ketika kasus itu
merupakan kasus yang lama dari seorang
pimpinan KPK. Bukan kasus yang ada atau
muncul ketika ia menjabat sebagai
pimpinan KPK. Memproses kasus yang
lama tersebut ketika pimpinan KPK
tersebut telah selesai menjabat sebagai
pimpinan KPK.
Data 14
Moderator:
“Oke, Pak Sisno. Kalau Pak Sisno bisa Pak seperti itu Pak
tadi yang disampaikan Pak Bibit tadi memang eh… nanti
dulu setelah pimpinan KPK nya selesai dulu kemudian baru
proses.”
Sisno Adiwinoto
“Ya kalau kasusnya sudah kasus lama tambah lagi 5 tahun
selama”
Moderator:
“Takut habis Pak, ya?”
91
Sisno Adiwinoto:
“di KPK kadaluarsa bisa”
Moderator:
“Kadaluarsa”
Sisno Adiwinoto:
“Jadi saya pikir wacana imunitas itu mengada-ngada”
Moderator:
“Oke”
Sisno Adiwinoto:
“Jadi tidak perlu saya pikir. Kemudian juga yang perlu
lagi eh… kita menegakkan hukum tadi jangan ada
intervensi. Janganlah galang menggalang. Jangan juga
membangunkan. Saya dipesenin nih polisi itu 400 ribu
lebih. Kalau dengan keluarga besar Polrinya itu bisa
sampai 4 juta.”
Berdasarkan data di atas, fungsi implikatur
digunakan untuk menyarankan bahwa tidak perlu ada
pihak yang galang-menggalang dukungan terutama
dukungan untuk KPK karena itu seperti menyudutkan Polri.
Polri seperti telah melakukan tindakan yang “salah”
terhadap KPK. Itu dikhawatirkan akan membuat Polri balik
bereaksi. Dalam hal ini, Sisno tidak ingin menyampaikan
maksudnya secara terang-terangan.
3. Menegaskan
Pada fungsi implikatur untuk menegaskan terdapat pada
maksim kuantitas dan maksim relevansi. Frekuensi yang paling
banyak ada pada maksim kuantitas.
a. Maksim Kuantitas
(3) Konteks: Moderator menanyakan berdasarkan
pernyataan Junimart tentang tim independen
yang dibentuk oleh Presiden untuk tidak
masuk ke dalam substansi perkara Budi
Gunawan dan Bambang Widjajanto
92
Data 6
Moderator:
“Jadi maksudnya perkara Pak Budi Gunawan, perkara, Pak
eh… Bambang, itu tetap berjalan?”
Junimart:
“Tetap. Biarkan hukum sebagai panglima di negara ini. Itu
yang pertama. Yang kedua, kita mengatut, eh… mengenal
asas, ya, persamaan di depan hukum. Semua sama di muka
hukum. Tidak terkecuali siapapun. Ah ini kita harus sepakat
dulu, ya, kita harus sepakat. Yang ketiga, kalau tim ini
bekerja, tentu mereka bekerja harus dengan betul-betul
objektif dan tidak mempunyai target untuk masuk ke
substansi perkara. Ini sangat perlu. Jadi jangan sekali-
kali tim ini menyentuh perkara. Silakan tugas yang
diberikan oleh Presiden”
Data tersebut menunjukkan bahwa fungsi implikatur
yang muncul dari pelanggaran prinsip kerja sama maksim
kuantitas ini yaitu ingin menegaskan. Sebelumnya, itu
sudah diujarkan oleh Junimart sebagai saran kepada tim
independen untuk tidak menyentuh substansi perkara, tetapi
diulang kembali oleh Junimart dalam rangkaian
pernyataannya yang lain dan itu tidak ditanyakan oleh
Moderator. Itu dilakukan oleh Junimart sebagai penegasan
kepada tim independen untuk jangan masuk ke substansi
perkara cukup hanya instruksi yang diberikan oleh
presiden.
(4) Konteks: Moderator sebelumnya bertanya kepada
Sisno apakah Sisno melihat sepeti kabar yang
beredar bahwa ada sekelompok orang yang
memanfaatkan Polri untuk tujuan tertentu.
Sisno tidak menjawabnya secara langsung.
Untuk itu kemudian moderator menanyakan
kembali kepada Sisno apakah Polri
dimanfaatkan oleh sekelompok tertentu
dengan suatu tujuan.
93
Data 11
Moderator:
“Tapi mungkin ga pak pertanyaannya soal tadi, Polri itu
dimanfaatkan kelompok… sekelompok tertentu?”
Sisno:
“Saya pikir tidak ada manfaat-memanfaatkan. Justru yang
kita waspadai jangan personifikasi memanfaatkan
institusi dengan dalih ya, dengan dalih kewenangan
kemudian tugas yang mulia, ya, tapi dia terselubung.”
Moderator:
“Oke.”
Sisno Adiwinoto:
“itu yang mungkin pada saat kita sekarang era eh…
Revolusi mental kita bersih-bersih mari kita bersih-
bersih sehingga bukan tadi, kalau tadi, bukan
selamatkan eh… KPK ataupun Polri tapi mari kita
bersihkan sehingga institusi Polri institusi KPK tidak
diduduki atau tidak diawaki oleh orang-orang yang
mungkin”
Moderator:
“Baik.”
Sisno Adiwinoto:
“mental atau kredibilitasnya kurang.”
Sebelumnya Sisno sudah menjelaskan bahwa
sebenarnya institusi yang “ditunggangi” itu KPK. Ada
individu yang “menunggangi” KPK. Individu yang
dimaksud dalam hal ini yaitu Abraham Samad. Ketika
Sisno kembali ditanya dengan hal yang sama oleh
moderator Sisno mengujarkan hal yang sama dengan
sebelumnya. Fungsi implikatur yang muncul yaitu untuk
menegaskan bahwa yang patut diwaspadai itu di institusi
KPK. Ada individu yang memanfaatkan institusi KPK.
b. Maksim Relevansi
(9) Konteks: Moderator ingin bertanya kepada Junimart
apakah Junimart memiliki pandangan yang
sama dengan Bibit Samad Rianto bahwa tidak
ada sesuatu hal yang serius yang terjadi
antara KPK dan Polri.
94
Data 4
Moderator:
“Mungkin ini juga Pak, ya, Pak Jokowi lihat kali ya,
sebenarnya KPK sama Polri ini ga berantem. Jadi Pak…
Pak Jokowi statemennnya biasa-biasa aja… katanya
orang… banyak orang. Gitu Pak Junimart?”
Junimart Girsang:
“Iya… eh.. yang pertama tentu saya harus
sampaikan…eh.. tidak ada, selamatkan KPK, tidak ada
selamatkan Polri. Yang ada adalah harus saling
menguatkan, ini dulu, ya, karena tidak ada yang tidak
selamat di sini, semua selamat, ya, karena menurut
saya, kalau istilah save KPK save Kapolri itu provo..
provokatir. Sangat provokatif itu, tidak boleh kita
pergunakan itu, menurut saya, itu yang pertama….”
Junimart melalui implikatur yang terkandung dalam
pernyataan yang maujudnya yaitu menjawab tidak ada
masalah atau keributan antara KPK dan Polri. Jadi fungsi
implikaturnya untuk menegaskan bahwa tidak ada masalah
atau keributan antara KPK dan Polri. Junimart ingin
menjelaskan latar belakang terjadinya keributan antara
KPK dan Polri hingga muncul istilah Save KPK dan Save
Polri. Istilah itu sangat provokatif sehingga terlihat seperti
KPK dan Polri ini sedang berselisih.
4. Menyindir
Pada fungsi implikatur yang digunakan untuk
menyindir terdapat pada pelanggaran maksim gabungan
yaitu maksim cara dan maksim kualitas.
(14) Konteks : Moderator menanyakan hal yang tidak
dimengerti dari maksud pernyataan
Junimart yang mengutip pernyataan
Abraham Samad bahwa KPK tidak akan
mati meski hanya dipimpin oleh satu
orang.
95
Data 8
Moderator:
“Ok. Artinya?”
Junimart Girsang:
“Artinya tanpa Pak BW pun di sana itu jalan terus, kok. Itu
yang saya tangkap. Yang kedua, kalau kita berbicara
mengenai Undang-undang No.30,ya, 4 komisioner tidak
boleh berjalan di KPK. Jelas, 4 komisioner tidak
berjalan tetapi bukan itu yang kita permasalahkan. Kita
hanya mau bagaimana semangat pemberantasan korupsi ini
betul-betul bisa berjalan di KPK secara murni dan objektif.
Semua kita mendukung mengenai ini.”
Fungsi implikatur dari data di atas yaitu untuk
menyindir bahwa pernyataan Abraham Samad itu salah.
Sebelumnya Junimart mengutip pernyataan Abraham
Samad bahwa meskipun hanya satu orang yang memimpin
KPK, KPK tidak akan mati. Itu merupakan pernyataan yang
salah. KPK tidak akan bisa berjalan dengan empat
komisioner di dalamnya apalagi jika satu orang. Itulah
sekiranya sindiran yang ingin dilakukan oleh Junimart
dengan menyertakan Undang-undang No.30 tahun 2002
tentang KPK dalam tuturannya. Padahal dalam hal ini
Junimart ini pun salah. KPK masih bisa berjalan dengan
empat orang komisioner. Dalam Undang-undangnya, KPK
bekerja secara kolektif kolegial. Empat orang itu termasuk
dalam hitungan kolektif berbeda halnya dengan satu.
Apabila Junimart menyatakan bahwa dalam
Undang-undang KPK menyebutkan secara tersirat KPK
tidak boleh hanya terdiri dari satu komisioner karena KPK
bekerja secara kolektif maka sindiran ini tentu benar dan
berlaku.
96
Berdasarkan analisis di atas, fungsi-fungsi implikatur yang
muncul dirangkum dalam tabel berikut.
Fungsi Implikatur Pelanggaran
Maksim Nomor Data Jumlah
Menyatakan
1. Maksim Kuantitas Data 3, data 12, dan
data 13
6
2. Maksim Kualitas Data 1
3. Maksim Relevansi Data 10
4. Maksim Cara Data 7
Menyarankan
1. Maksim Kuantitas Data 5 dan data 15
5 2. Maksim Relevansi Data 9
3. Maksim Cara Data 2
4. Maksim Kuantitas
dan Cara Data 14
Menegaskan 1. Maksim Kuantitas Data 6 dan data 11
3 2. Maksim Relevansi Data 4
Menyindir 3. Maksim Cara dan
Kualitas Data 8 1
Jumlah 15
Berdasarkan tabel di atas, fungsi implikatur yang sering
digunakan yaitu fungsi implikatur untuk menyatakan dengan
jumlah enam dan ada pada setiap maksim (dalam hal ini tidak
termasuk maksim gabungan). Jumlah yang terbanyak yaitu pada
maksim kuantitas. Fungsi implikatur untuk menyatakan ini
sebagai bentuk untuk klarifikasi, berupa pandangan atau pendapat
serta menyampaikan fakta.
Posisi kedua ditempati fungsi menyarankan sebagai
bentuk fungsi implikatur yang sering muncul. Pada saat tertentu,
seorang partisipan dengan secara terang-terangan atau eksplisit
menyampaikan saran dan sebaliknya terkadang secara implisit. Ini
tentu berkaitan erat dengan maksim yang dilanggar.
Untuk itu Sisno tidak berani menyatakannya secara
eksplisit karena dapat berakibat Sisno disebut melakukan
intervensi hukum. Jadi, dari analisis tersebut dapat dilihat dan
97
dipelajari cara membangun komunikasi dalam menyampaikan
saran yang tidak elegan secara eksplisit.
Berikutnya, pemunculan ketiga yang paling banyak yaitu
fungsi implikatur untuk menegaskan. Partisipan melanggar
maksim kuantitas dengan implikaturnya berfungsi untuk
menegaskan hal yang perlu menjadi perhatian. Hal tersebut juga
terjadi pada maksim relevansi.
Fungsi implikatur terakhir yaitu untuk menyindir. Sama
halnya dengan kasus menyarankan, terkadang sindiran
disampaikan secara eksplisit dan implisit. Dalam penelitian ini,
sindiran disampaikan secara implisit. Hal tersebut dilakukan oleh
Junimart Girsang. Hal itu dapat dijadikan pelajaran dalam
membangun komunikasi yang efektif. Dalam hal ini, seseorang
tidak harus secara eksplisit dalam menyampaikan sindiran.
C. Implikasi Acara Debat TV One dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia di SMA
Selama ini dikenal adanya paragraf argumentatif sebagai salah satu
jenis paragraf dari total lima jenis paragraf yang ada. Pada kurikulum 2013
paragraf argumentatif atau argumentasi terintegrasi dan merupakan bagian
dari teks eksposisi. Hal itu bisa diketahui dari buku Bahasa Indonesia kelas
X yang dikeluarkan oleh pemerintah. Berdasarkan buku tersebut,
penyusunan teks eksposisi yang benar yaitu strukturnya pernyataan
pendapat (tesis)^argumentasi^penegasan ulang pendapat. Jadi, sebagai
penegas dan simpulan yaitu argumentasi merupakan bagian dari
penyusunan teks eksposisi.
Debat dapat diimplementasikan dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan ataupun dalam Kurikulum 2013. Pada Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan, pada kelas X terdapat standar kompetensi untuk aspek
keterampilan berbicara yaitu mengungkapkan komentar terhadap
informasi dari berbagai sumber. Dalam standar kompetensi tersebut, ada
98
dua kompetensi dasar yang diharapkan dimiliki oleh siswa yaitu dapat
memberikan kritik terhadap informasi dari media cetak dan atau elektronik
serta memberikan persetujuan/dukungan terhadap artikel yang terdapat
dalam media cetak dan atau elektronik.
Memberikan kritik berarti tidak setuju dengan isi informasi atau
berita sedangkan memberi persetujuan berarti ikut mengafirmasi isi
informasi atau berita. Hal tersebut tentu sama dengan hakikat debat yang
mempertemukan pihak yang setuju dengan pihak yang tidak setuju atau
kontra. Dalam implementasinya, guru mempunyai dua pilihan yaitu: (1)
memulai dari kompetensi dasar yang pertama dilanjutkan kompetensi
dasar yang kedua dan terakhir melakukan evaluasi dengan menggunakan
metode debat dalam pembelajaran; (2) menggabungkan kedua kompetensi
dasar tersebut dalam satu rancangan kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan metode debat dalam pembelajaran.
Adapun implementasi dalam Kurikulum 2013 sudah disinggung
sebelumnya di atas yaitu dalam pembelajaran materi teks eksposisi kelas X
SMA. Dalam buku Bahasa Indonesia SMA kelas X (buku pelajaran
dengan menggunakan kurikulum 2013 yang dikeluarkan pemerintah)
disajikan teks “untung rugi perdagangan bebas”. Peserta didik diminta
untuk menentukan sikap: setuju atau tidak setuju dengan adanya
perdagangan bebas. Dengan demikian, ada dua kelompok yang terbentuk
dalam kelas yaitu kelompok yang setuju dengan perdagangan bebas dan
kelompok yang tidak setuju dengan perdagangan bebas. Jadi, metode
debat dapat digunakan dalam pembelajaran tersebut karena debat
mempertemukan dua pihak yang berbeda pendapat dan mencari pendapat
yang paling logis dan ideal.
Permasalahannya, debat kurang dimaksimalkan dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya di tingkat SMA. Peserta didik
pada umumnya mengikuti atau terlibat dalam kegiatan debat hanya pada
saat turnamen debat. Padahal, jika dipraktikkan dalam pembelajaran, debat
dapat melatih daya analisis berpikir; logis, sistematis, dan kritis. Peserta
99
didik tidak hanya sekadar mampu membuat paragraf argumentasi atau teks
eksposisi secara tertulis, melainkan mampu mengemukakan pendapat dan
argumentasi yang ditulisnya itu serta mempertanggungjawabkan dan
meyakinkan bahwa pendapat dan argumentasinya logis dan ideal. Debat di
kelas dapat dimanfaatkan sebagai latihan bagi peserta didik sebelum terjun
langsung ke turnamen debat.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengantar dan
stimulan bagi peserta didik untuk mengenal lebih dalam tentang debat.
Peserta didik dapat melihat dan mempelajari cara membangun sebuah
argumentasi terhadap pandangan yang diyakini. Guru juga dapat
menjelaskan cara membangun komunikasi yang efektif dan santun dengan
memanfaatkan pelanggaran prinsip kerja sama dan implikatur yang
terdapat dalam penelitian ini. Dalam berkomunikasi, sebenarnya peserta
didik akrab dengan implikatur, tetapi tidak disadari oleh peserta didik.
Contohnya sebagai berikut:
Sinta: “Bagaimana menurutmu setelah 1 bulan Tio jadi Ketua?”
Dewi: “Seorang pemimpin itu seharusnya menjadi teladan buat
para anggotanya”
Pada contoh kasus di atas, Dewi memaksimalkan pragmatik dalam
tuturannya. Dewi melanggar maksim relevansi karena tuturannya tidak
relevan dengan yang ditanyakan, tetapi implikaturnya menjawab
pertanyaan Sinta. Implikatur yang terkandung yaitu Tio tidak pantas atau
tidak layak menjadi ketua Osis. Hal seperti itu yang harus dijembatani oleh
guru, dalam menjelaskan hasil penelitian ini, khususnya berkaitan dengan
cara membangun komunikasi yang efektif dan santun. Hal itu dilakukan
untuk membentuk daya retorika peserta didik. Dalam berkomunikasi tidak
semua hal disampaikan secara eksplisit dan tidak semua peserta didik
mampu atau mempunyai retorika yang baik. Selain hal tersebut, guru juga
dapat menerangkan kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam acara Debat
TV One seperti yang sudah dijelaskan pada subbab sebelumnya.
100
Debat berbeda dengan diskusi yang sering dilakukan oleh peserta
didik pada umumnya. Diskusi umumnya mencari kesepakatan bersama
atau bertukar pendapat untuk menyelesaikan sebuah persoalan. Berbeda
halnya dengan debat, yang berupaya meyakinkan dan mempengaruhi
orang dengan pendapatnya kemudian orang tersebut ikut setuju dengan
pendapatnya tersebut.
Adapun format debat yang dapat digunakan bisa dengan format
debat British Parliamentary System, World Schools, atau juga dapat
menggunakan format debat TV One. Pada prinsipnya, apapun format
debat yang dipakai nanti dalam pembelajaran, hasil penelitian ini
setidaknya dapat digunakan dan bermanfaat seperti hal yang sudah
dijelaskan sebelumnya.
101
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diambil
beberapa simpulan. Adapun simpulannya sebagai berikut.
1. Maksim yang sering dilanggar oleh partisipan debat yaitu maksim
kuantitas dengan jumlah tujuh pelanggaran. Maksim yang secara
kuantitas kedua terbanyak yaitu maksim relevansi dengan jumlah tiga
pelanggaran. Diikuti kemudian oleh maksim cara dengan jumlah dua
pelanggaran. Urutan terakhir yaitu maksim kualitas dengan jumlah
satu pelanggaran. Sementara untuk pelanggaran maksim gabungan
terdapat dua pelanggaran yaitu maksim cara dan maksim kualitas dan
kemudian yaitu maksim kuantitas dan maksim cara. Jumlah
pelanggaran maksim gabungan tersebut masing-masing berjumlah
satu. Jumlah keseluruhan yaitu lima belas pelanggaran maksim. Dalam
acara Debat TV One tidak ada waktu yang ditentukan bagi setiap
partisipan untuk berbicara. Kontrol atau kendali debat sepenuhnya
berada di tangan moderator. Itulah faktor yang menyebabkan sering
terjadinya pelanggaran pada maksim kuantitas.
2. Fungsi implikatur yang paling banyak digunakan yaitu untuk
menyatakan dengan jumlah enam tuturan. Fungsi implikatur untuk
menyatakan sebagai bentuk klarifikasi, bentuk pandangan atau
pendapat serta menyampaikan fakta. Fungsi kedua yang sering
digunakan yaitu untuk menyarankan dengan jumlah lima tuturan.
Pada saat tertentu, seorang partisipan secara eksplisit menyampaikan
saran dan sebaliknya terkadang secara implisit. Fungsi implikatur
selanjutnya yaitu untuk menegaskan dengan jumlah tiga tuturan.
Partisipan ingin menegaskan hal yang perlu untuk menjadi perhatian.
Fungsi implikatur yang terakhir yaitu untuk menyindir dengan jumlah
102
satu tuturan. Fungsi implikatur untuk menyindir terdapat pada maksim
gabungan yaitu maksim cara dan maksim Kualitas.
3. Kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam interaksi debat ini yaitu ada
tiga hal. Hal yang pertama yaitu informasi yang disampaikan tidak
seinformatif yang dibutuhkan oleh lawan bicara. Hal itu tentu perlu
menjadi perhatian, bahwa informasi yang disampaikan harus sesuai
dengan yang dibutuhkan oleh lawan tutur. Apabila ingin menjawab
secara ringkas atau singkat tentu itu diperkenankan dengan syarat
informasi sudah memenuhi yang diinginkan oleh lawan tutur. Hal yang
kedua yaitu dalam menyampaikan kebenaran suatu fakta. Hal yang
sekiranya berdasarkan pengamatan yang dangkal dan pengetahuan
yang minim sebaiknya tidak usah disampaikan karena itu dapat
menyebabkan terjadinya pelanggaran maksim kualitas. Hal yang ketiga
atau terakhir, yaitu dalam menjawab pertanyaan usahakan untuk
menelaah secara cermat hal yang ditanyakan oleh lawan bicara.
Berikanlah jawaban yang sesuai dengan maksud pertanyaan lawan
bicara.
4. Debat dapat digunakan sebagai metode pembelajaran, dapat
diimplementasikan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau
dalam Kurikulum 2013. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru
untuk menjelaskan cara membangun komunikasi yang efektif dan
santun. Guru juga dapat menerangkan kesalahan-kesalahan yang
terjadi dalam acara Debat TV One.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan yaitu
sebagai berikut :
1. Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian dalam bidang pragmatik
maka dapat melakukan penelitian yang sama dengan format debat
yang berbeda. Misalnya melakukan penelitian prinsip kerja sama
dalam debat model British Parliamentary System. Hal tersebut akan
103
menambah referensi tentang kepatuhan prinsip kerja sama dalam
sebuah interaksi komunikasi debat.
2. Penelitian lain yang dapat dilakukan juga yaitu terhadap acara yang
membahas sebuah tema/topik yang menjadi sorotan masyarakat luas,
Hal tersebut sebagai upaya untuk menangkap implikatur-implikatur
yang terkomunikasikan oleh penuturnya. Belum tentu semua
masyarakat paham implikatur yang terkomunikasikan tersebut. Peneliti
yang menjembatani hal tersebut. Dari hasil penelitian tersebut dapat
mengungkapkan dan menjelaskan lebih banyak informasi.
3. Guru dapat mencari contoh-contoh lain yang serupa tentang cara
membangun komunikasi yang santun. Hal tersebut dapat menambah
bahan referensi bagi peserta didik untuk melatih daya retorikanya.
Guru sebaiknya menjadikan debat sebagai metode pembelajaran untuk
melihat keberhasilan peserta didiknya dalam membangun dan
mempertahankan argumentasi serta keberhasilan dalam mewujudkan
komunikasi yang efektif dan santun.
4. Peserta didik harus mempelajari cara seorang partisipan menyusun
sebuah argumentasi dalam mempengaruhi dan meyakinkan orang lain
untuk setuju kepadanya. Untuk meyakinkan sebuah pendapat atau
pendirian tidak perlu dengan marah atau emosi tetapi tetap sampaikan
dengan santai, tenang, dan santun. Peserta didik harus membiasakan
untuk berkomunikasi secara efektif dan santun terutama dalam
berdebat Tidak semua saran dapat dinyatakan secara langsung.
Begitupun halnya dengan sindiran, yang sebaiknya disampaikan secara
tidak langsung.
104
DAFTAR PUSTAKA
Al-Abrar. KPK Banjir Dukungan, Kelompok ini Malah Minta Abraham Samad
Mundur”. (http://www.news.metrotvnews.com), 4 Juli 2015
Badan Standar Nasional Pendidikan. “Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah: Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA”,
(http://www.mansurmok.files.wordpress.com), 27 September 2015
BBC Indonesia. “MK Menangkan Bibit-Chandra”, (http://www.bbc.com), 2 Juli
2015.
Black, Elizabeth. Pragmatic Stylistics. United Kingdom : Edinburgh University
Press. 2009
Cole, Peter., et al. (ed.). “Syntax and Semantics 3: Speech arts”,
(http://www.ucl.ac.uk), 2 Juli 2015.
Cummings, Louise. Pragmatik (Sebuah Perspektif Multidisipliner). Terjemahan
Eti Setiawati, dkk. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2007.
Djajasudarma, T. Fatimah. Wacana dan Pragmatik. Bandung : PT. Refika
Aditama. 2012
Effendy, Onong Uchjana. Dinamika Komunikasi. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya. 2008
Gunarwan, Asim. Pragmatik (Teori dan Kajian Nusantara). Jakarta : Universitas
Atma Jaya. 2007
Hamzah, Andri, dkk. “Laporan Hasil Kerja Tim Analisis dan Evaluasi Hukum
Tentang Pelaksanaan Asas Oportunitas dalam Hukum Acara Pidana Tahun
Anggaran 2006”, (http://www.tu.bphn.go.id), 4 Juli 2015
Harvey, Neill and Smith. “The Practical Guide to Debating: Worlds Style/British
Parliamentary Style, (http://www.debate.uvm.edu), 2 Juli 2015
Hendrikus, Dori Wuwur. Retorika : Terampil Berpidato, Berdiskusi,
Berargumentasi, Bernegosiasi. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. 1991
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Bahasa Indonesia (Ekspresi Diri dan
Akademik) Kelas X”, (http://www.bse.kemdikbud.go.id), 27 September 2015
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Buku Guru: Bahasa Indonesia
(Ekspresi Diri dan Akademik) kelas X”, (http://www.bse.kemdikbud.go.id),
27 September 2015
105
KPK RI. “Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, (http://www.kpk.go.id), 4
Juli 2015.
Leech, Geoffrey. Prinsip-prinsip Pragmatik. Terjemahan M.D.D. Oka. Jakarta :
UI-Press. 1993
Lubis, A. Hamid Hasan. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung : Angkasa. 2011
Mey, Jacob L. (ed.). Concise Encyclopedia of Pragmatics (Second Edition).
United Kingdom : Elsevier Ltd. 2009
Morgan, G Rhydian. “ British Parliamentary Debating”,
(http://www.debate.uvm.edu), 2 Juli 2015.
Mulyana. Kajian Wacana : Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis
Wacana. Yogyakarta : Tiara Wacana. 2005
Nadar, F.X. Pragmatik& Penelitian Pragmatik. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009
Nasution, Zuraidah. “ Implikatur Percakapan dalam Acara Debat Kandidat Calon
Kepala Daerah DKI Jakarta”, (http://www.repository.usu.ac.id), 2 Juli 2015
Nuraidah, Nuri. Wacana Politik Pemilihan Presiden di Indonesia. Yogyakarta :
Smart Writing. 2014
Nurcahyo, Rahmat. “Panduan Debat Bahasa Indonesia”,
(http://www.staff.uny.ac.id), 2 Juli 2015.
Quinn, Simon. “Debating”, (http://www.debate.uvm.edu), 2 Juli 2015
Rahardi, R. Kunjana. Pragmatik (Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia).
Jakarta : Erlangga. 2006
--------------------------. Sosiopragmatik. Jakarta : Erlangga. 2009
Ryo, dkk. Presiden Pertimbangkan KPK. Surat Kabar Harian Kompas. 24 Januari
2015, 2015.
Saeed, John I. Semantics (Second Edition). United Kingdom : Blackwell
Publishing Ltd. 2003
Sahara, Siti, dkk. Keterampilan Berbicara. Jakarta : FITK UIN Jakarta. 2008
Suharsaputra, Uhar. Metode Penelitian : Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan.
Bandung : PT. Refika Aditama. 2012
Tarigan, Henry Guntur. Berbicara (Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa).
Bandung : Penerbit Angkasa. 2008
106
-----------------------------. Pengajaran Pragmatik. Bandung : PT. Angkasa. 2009
TV One. “ Debat”, (http://www.video.tvonenews.tv), 2 Juli 2015.
Verhaar, J.W.M. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press. 1996
Waluyo. “ Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesopanan dalam
Percakapan Lum Kelar di Radio SAS FM”, (http://www.eprints.uns.ac.id), 2
Juli 2015
Wardah, Fathiyah. “PDIP Tuduh Ketua KPK Sakit Hati karena Gagal jadi
Cawapres”, (http://www.voaindonesia.com), 4 Juli 2015
Widhiyanti, Tuszie. “KTSP: Berdasarkan Standar Isi dan Standar Kompetensi
Lulusan”, (http://www.file.upi.edu), 27 September 2015.
Wijana, I. Dewa Putu. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta : Andi. 1996
Yulaehah, Fikri. “Analisis Prinsip Kerja Sama pada Komunikasi Facebook”,
(http://www.eprints.uny.ac.id), 2 Juli 2015
Yule, George. Pragmatics. United Kingdom : Oxford University Press. 2000
112
Lampiran 1
RPP
(RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN)
NAMA SEKOLAH SMA ................................
MATA PELAJARAN Bahasa dan Sastra Indonesia
KELAS /SEMESTER X (sepuluh) / 2 (satu)
PROGRAM Umum
ASPEK
PEMBELAJARAN
Berbicara
STANDAR
KOMPETENSI
10. Mengungkapkan komentar terhadap informasi
dari berbagai sumber
KOMPETENSI DASAR 10.1 Memberikan kritik terhadap informasi dari
media cetak dan atau elektronik
10.2 Memberikan persetujuan/dukungan terhadap
artikel yang terdapat dalam media cetak dan
atau elektronik
INDIKATOR 1. Peserta didik mampu mengkritik informasi dari
media cetak dan atau elektronik
2. Peserta didik mampu memberikan
persetujuan/mendukung terhadap artikel yang
terdapat dalam media cetak dan atau elektronik
ALOKASI WAKTU 6 x 45 menit ( 3 pertemuan)
113
TUJUAN PEMBELAJARAN
TUJUAN 1. Peserta didik mampu mengkritik informasi dari
media cetak dan atau elektronik
2. Peserta didik mampu memberikan
persetujuan/mendukung terhadap artikel yang
terdapat dalam media cetak dan atau elektronik
3. Peserta didik mempunyai etos kerja keras dan
kreatif dalam mencari sumber-sumber data
berkaitan dengan tema debat yang dibahasnya
4. Peserta didik jujur dan bertanggung jawab dalam
mencari sumber-sumber data berkaitan dengan
tema debat yang dibahasnya
5. Peserta didik gemar membaca saat mencari
sumber-sumber data berkaitan dengan tema debat
yang dibahasnya
6. Peserta didik merasakan iklim demokratis dan
mempunyai sikap demokratis dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara
MATERI POKOK
PEMBELAJARAN
1. Karangan Argumentasi adalah karangan yang
isinya bertujuan untuk meyakinkan atau
mempengaruhi pembaca terhadap suatu masalah
dengan mengemukakan alasan, bukti, dan contoh
nyata.
2. Debat menurut Henry Guntur Tarigan yaitu
merupakan suatu argumen untuk menentukan
baik tidaknya suatu usul tertentu yang didukung
oleh satu pihak yang disebut pendukung atau
afirmatif, dan ditolak, disangkal oleh pihak lain
yang disebut penyangkal atau negatif.
METODE PEMBELAJARAN
Debat
114
KEGIATAN PEMBELAJARAN
TAHAP KEGIATAN PEMBELAJARAN
PEMBUKA
(Apersepsi)
Ketua kelas memimpin berdoa dan memberi salam kepada guru
sebagai awal atau pembuka dimulainya pembelajaran
Guru memeriksa kehadiran peserta didik di dalam kelas
Guru menanyakan kepada peserta didik apakah mengetahui dan
pernah menonton tayangan debat di televisi
Guru kemudian meminta salah satu peserta didik yang mengetahui
dan pernah menonton tayangan debat di televisi untuk menjelaskan
pengertian debat
Guru mengingatkan kembali pembelajaran tempo lalu tentang
membuat/menulis karangan argumentatif dan guru mengulas
kembali tentang membuat/menulis karangan argumentatif
Guru menjelaskan bahwa karangan argumentatif secara tidak
langsung itu bisa dijadikan panduan atau pegangan untuk berdebat
dengan pihak yang argumentasinya berbeda atau berlawanan
dengan kita. Debat bisa dijadikan sebagai wahana untuk peserta
didik untuk mempertahankan dan meyakinkan pendapatnya kepada
pihak lawannya yang berseberangan dengan dirinya agar kemudian
pihak lawan tersebut mengikuti pendapat dirinya.
Guru menjelaskan bahwa di dalam hidup ini selalu terdapat
permasalahan yang menyebabkan perbedaan pendapat dan
kemudian harus dicarikan solusi atau pendapat yang paling logis
dan ideal di antara kedua pendapat itu. Debat merupakan jalan
untuk menemukan hal tersebut. Untuk itu peserta didik harus
mengerti dan terbiasa dengan debat karena itu bisa berguna dalam
kehidupan sehari-hari. Sebagai catatan tentu cara debat yang efektif,
benar dan mempunyai etika.
INTI
Pertemuan ke-1 ( 90 menit)
Peserta didik diajak untuk melihat rekaman video acara Debat TV
One dengan judul Adu Aksi KPK−Polri. Peserta didik diharapkan
dapat melihat dan mempelajari bagaimana alur komunikasi dalam
debat. Peserta didik dapat melihat dan mempelajari juga cara
membangun sebuah pendapat dan pandangan yang diyakini para
115
tokoh yang tampil sebagai peserta dalam acara debat itu. Guru
membantu mengulas tentang acara debat tersebut.
Guru menerangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam
interaksi komunikasi debat serta menjelaskan pelanggaran prinsip
kerja sama dan implikatur yang terdapat dalam acara debat tersebut
khusunya implikatur yang berfungsi untuk menyarankan dan
menyindir dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami
maksudnya oleh peserta didik. Guru mengenalkan retorika yang
santun dalam berdebat.
Setelah selesai menyimak tayangan acara debat TV One (bagian-
bagian yang dianggap penting saja) kemudian guru membagi kelas
menjadi dua kelompok. Kelompok 1 berada di sebelah kiri dan
kelompok 2 berada di sebelah kanan. Guru kemudian menampilkan
dua tema debat dalam slide. Tema yang pertama yaitu tentang ”
Hukuman Mati untuk Koruptor” sedangkan tema yang kedua yaitu
tentang ” Penggunaan Bahasa Asing dalam Kehidupan Sehari-hari”.
Guru meminta perwakilan satu orang dalam masing-masing
kelompok untuk mengambil kertas yang di dalamnya bertuliskan
tema debat. Misalkan kelompok 1 mendapatkan tema debat
”Hukuman Mati untuk Koruptor” dan kelompok 2 mendapatkan
tema ” Penggunaan Bahasa Asing dalam Kehidupan Sehari-hari.
Setelah setiap kelompok sudah mendapatkan temanya masing-
masing, guru kemudian meminta peserta didik untuk menyimak
sebuah video kembali berkaitan dengan kedua tema tersebut yaitu
tentang ”Hukuman Mati untuk Koruptor” dan kemudian tentang ”
Penggunaan Bahasa Asing dalam Kehidupan Sehari-hari.
Usai menyaksikan kedua video tentang kedua tema tersebut guru
kemudian meminta sikap kepada kelompok 1 dengan tema
”Hukuman Mati untuk Koruptor”. Pihak yang pro terhadap
hukuman mati silahkan berada di sisi kiri sedangkan pihak yang
kontra untuk menerapkan hukuman mati silahkan berada di sisi
kanan. Nanti pecahan kelompok 1 itu akan saling berdebat.
Meskipun pada akhirnya nanti kuantitas antara kedua kelompok itu
timpang atau tidak seimbang tetapi debat tetap dilanjutkan. Ini
sebagai tantangan bagi kelompok yang minoritas untuk meyakinkan
pendapatnya yang paling logis dan ideal.
Guru pun melakukan hal yang sama terhadap kelompok 2 untuk
menentukan sikap karena tidak mungkin dalam jumlah kelompok
yang besar tersebut terdapat pendapat yang seragam tentunya pasti
116
ada perbedaan pendapat di dalamnya.
Guru pun menjelaskan bahwa untuk dua pertemuan berikutnya akan
diisi oleh debat yang dilakukan peserta didik. Untuk itu guru
meminta perwakilan kelompok tema maju, tema yang mana yang
akan duluan tampil apakah ”Hukuman Mati untuk Koruptor” atau ”
Penggunaan Bahasa Asing dalam Kehidupan Sehari-hari”.
Dimisalkan yang pertama tampil di pertemuan berikutnya yaitu
”Hukuman Mati untuk Koruptor” dan pertemuan berikutnya lagi
yaitu tema ”Penggunaan Bahasa Asing dalam Kehidupan Sehari-
hari” yang tampil.
Guru pun menerangkan bahwa mulai dari sekarang masing-masing
tim baik pro dan kontra sesuai dengan tema debatnya mencari
bahan-bahan atau data-data untuk dijadikan bahan debat. Setelah itu
tim dapat membuatkannya menjadi sebuah karangan argumentatif
dan menjadikannya sebuah makalah.
Guru pun mengingatkan bahwa tim yang jumlahnya minoritas
untuk tidak berkecil hati dan justru menjadikan ini tantangan untuk
membuktikan kalau pendirian dan pandangannya tidak salah
terhadap apa yang diyakininya. Guru pun mengingatkan bahwa
penilaiannya tetap objektif. Tidak ada nilai tambah untuk tim yang
jumlahnya minoritas hanya karena sedikit.
Guru kemudian memberitahu bahwa setiap tim harus menyiapkan
tiga orang yang siap untuk maju sebagai pembicara. Sisa dari
kelompok tersebut nantinya akan berada di balik layar tetapi
kemudian nanti akan diberikan kesempatan juga untuk
mengemukakan pendapat dalam kaitannya membantu temannya
yang tiga orang tersebut.
Guru menjelaskan bahwa model debat yang dipakai mengikuti
model debat seperti acara Debat TV One. Guru yang akan
bertindak sebagai moderator dan bertindak sebagai juri. Kuasa ada
di tangan guru. Arus lintas komunikasi guru yang memegang
sepenuhnya. Peserta didik diminta siap untuk mengikuti dan
mempraktikkan model debat seperti acara Debat TV One yang
sebelumnya sudah dilihat bersama-sama. Waktu debat berlangsung
selama 30 menit.
Terakhir guru menerangkan kepada peserta didik tentang penilaian
yang akan dilakukan dalam pembelajaran ini. Penilaian dibagi
menjadi dua yaitu berupa karangan atau makalah argumentasi yang
isinya sesuai dengan posisi yang dipegang apakah pro dan kontra.
117
Penilaian yang kedua yaitu pada saat tiga orang timnya tampil dan
nilai mereka mewakili kelompok. Ketika mereka tampil buruk
maka dampaknya kepada kelompoknya akan ikut mendapat nilai
yang jelek dan sebaliknya tentunya. Untuk itu dalam memilih tiga
orang itu harus betul-betul orang yang tepat. Sementara akan ada
penilaian juga buat para tim dibalik layar yang nantinya akan
dilibatkan juga dalam beberapa bagian untuk mengikuti sesi debat.
Nilai tambahan itu untuk menambah apabila nilai tiga temannya itu
jelek.
Pertemuan ke-2 (90 menit)
Debat dengan tema ”Hukuman Mati untuk Koruptor” dimulai.
Sebelum debat dimulai, Guru meminta makalah tim kelompok yang
berdebat.
Guru mempersilahkan tim yang pro dan kontra untuk berada di
tempat yang sudah disediakan oleh guru. Untuk tim pro maupun
kontra yang tidak tampil sebagai pembicara atau peserta utama
debat maka dipersilahkan untuk berada di belakang masing-masing
timnya karena ada saatnya nanti moderator (guru) menanyakan
kepada masing-masing regu tim yang tidak tampil untuk ikut
terlibat dalam perdebatan yang sedang berlangsung. Sementara itu
yang tidak terlibat sama sekali maka bertindak sebagai penonton.
Guru menunjuk dua orang peserta didik sebagai timer untuk
mengingatkan waktu setiap 10 menit sekali.
Guru kemudian membacakan aturan main debat.
1. Guru bertindak sebagai moderator
2. Alur komunikasi berada sepenuhnya di tangan moderator
3. Guru berhak memberhentikan peserta debat yang dianggap
belum saatnya untuk berpendapat atau sudah terlalu lama dalam
menyatakan pendapatnya
Debat dimulai dan berlangsung selama 30 menit
Ketika debat usai, guru berganti peran dan bertindak kemudian
menjadi juri. Guru melakukan refleksi atau penilaian terhadap
kedua tim setelah berlangsungnya debat yang dilakukan.
Guru mengajak peserta didik untuk melakukan refleksi dan evaluasi
terhadap berlangsungya debat tadi. Diharapkan kesalahan atau
kekurangan tidak terjadi lagi pada debat di pertemuan berikutnya
118
Pertemuan ke-3 (90 menit)
Debat kedua dimulai dengan judul ” Penggunaan Bahasa Asing
dalam Kehidupan Sehari-hari”. Sebelum dimulai debat, Guru
meminta makalah dari masing-masing kelompok.
Guru pun mempersilahkan tim debat yang kedua untuk segera
memasuki tempat yang sudah disediakan. Sama halnya dengan
sebelumnya untuk tim pro dan kontra yang tidak tampil sebagai
pembicara atau peserta utama debat maka dipersilahkan berada di
belakang masing-masing timnya.
Guru kembali menunjuk dua orang peserta didik sebagai timer
untuk mengingatkan waktu setiap 10 menit sekali.
Guru kemudian membacakan kembali aturan main debat.
Debat dimulai dan berlangsung selama 30 menit
Setelah debat kedua usai maka kemudian guru kembali beralih
peran menjadi juri. Guru melakukan penilaian selama
berlangsungnya debat kedua.
Guru kemudian mengajak peserta didik untuk bersama-sama
kembali melakukan refleksi dan evaluasi terhadap berlangsungnya
debat yang dilakukan tadi.
PENUTUP
(Internalisasi dan
refleksi)
Guru mengajak peserta didik untuk bersama-sama memberikan kesan dan
pesan selama 3x pertemuan berkaitan dengan debat
Guru kemudian meminta peserta didik untuk menyimpulkan hal seputar
debat sebagai tanda akhirnya pembelajaran mengenai debat atau
pembelajaran berbicara dalam menyampaikan kritik atau persetujuan
terhadap informasi yang ada di media cetak atau elektronik.
119
SUMBER DAN MEDIA BELAJAR
1. Pustaka rujukan Tim Edukatif. Kompeten Berbahasa Indonesia
untuk SMA Kelas X. Jakarta : Erlangga. 2015
Video rekaman dari Youtube:
Debat TV One “Adu Aksi KPK−Polri”
Video rekaman dari Youtube:
“Koruptor Diusulkan Hukuman Mati”oleh
Liputan Berita, 3 Oktober 2013
Video Rekaman Pribadi
“Penggunaan Bahasa Asing dalam Kehidupan
dalam Kehidupan Sehari-hari
Tarigan, Henry Guntur. Berbicara (Sebagai
Suatu Keterampilan Berbahasa). Bandung: PT
Angkasa. 2008
3. Laptop/notebook
4. LCD
5. Speaker
6. Papan Tulis
PENILAIAN
TEKNIK DAN BENTUK 1.ObservasiKinerja/Demonstrasi
(Terlampir)
120
………………….., …… ……………..
Mengetahui,
Kepala SMA …………… Wakasek Bidang Kurikulum Guru
( ) (____________________) (_______________)
121
FORMAT OBSERVASI DAN PENILAIAN DEBAT
NAMA TIM :
KELAS :
TANGGAL PENILAIAN :
KOMPETENSI DASAR : 10.1 Memberikan kritik terhadap informasi dari
media cetak dan atau elektronik.
10.2 Memberikan persetujuan/dukungan terhadap
artikel yang terdapat dalam media cetak dan
atau elektronik
ASPEK
RINCIAN
NILAI
KURANG
CUKUP BAIK AMAT
BAIK
D (10) C (15) B (20) A (25)
ARGUMENTASI
Sesuai dengan topik berita
Kritis/mendalam/tajam
Ide asli dan aktual
Gagasan logis dan realistis
Didukung alasan, bukti serta
referensi memadai
ETIKA
Menghargai pendapat orang lain
Tidak emosional
Kata-katanya santun
Mematuhi aturan debat yang
berlaku
JUMLAH SKOR
122
122
Lampiran 2
TRANSKRIPSI PERCAKAPAN DEBAT TV ONE
“ADU AKSI KPK− POLRI”
Pembicara di Kubu Polri
Sisno Adiwinoto (Pengamat Kepolisian)
Junimart Girsang (Anggota DPR RI F-PDI Perjuangan)
Pembicara di Kubu KPK
Bibit Samad Rianto (Mantan Wakil Ketua KPK)
Ubedilah Badrun ( Pengamat Politik)
Prolog :
Gonjang-ganjing penegakan hukum tanah air kian memanas. Lihat saja
yang terjadi pada dua lembaga tinggi negara; Kepolisian Republik Indonesia dan
Komisi Pemberantasan Korupsi berseteru, saling obral status tersangka. Ya,
awalnya status tersangka diberikan KPK untuk calon tunggal Kapolri Komjen
Budi Gunawan dalam kasus rekening gendut dirinya. Padahal sebelumnya Polri
menganggap tuduhan tersebut tidak terbukti dan sudah selesai. Polri juga
menetapkan wakil ketua KPK Bambang Widjojanto sebagai tersangka dalam
kasus saksi palsu dalam sengketa Pilkada Kota Waringin Barat, Kalimantan
Tengah, 5 tahun silam.
Ronny F. Sompie (Kadiv Humas Mabes Polri):
“ Dasar pemeriksaan terhadap tersangka, itu memenuhi 3
alat bukti yang sah. Keterangan saksi,ya, lebih dari dua
orang. Keterangan ahli, dua orang. Alat bukti surat, berupa
dokumen, itu juga sudah terpenuhi sehingga pemeriksaan
tersangka itu bisa saja dilakukan dengan penangkapan.”
Ada yang berbeda dalam status tersangka Bambang Widjojanto dan Budi
Gunawan. Anggota Bareskrim Mabes Polri sempat menangkap Bambang
123
Widjojanto meski penangguhan penahanan diberikan. Sementara KPK belum
mampu menangkap Budi Gunawan meski beberapa saksi telah dipanggil KPK.
Bahkan ketegangan yang terjadi lantaran disebut-sebut ketua KPK Abraham
Samad gagal menjadi calon wakil Presiden mendampingi Joko Widodo setelah
bertemu dengan petinggi dari PDI Perjuangan. Kini profesionalisme dua lembaga
penegak hukum dan anti rasuah tersebut dipertaruhkan. Akankah kericuhan ini
akan berakhir?
(Acara dimulai)
Moderator :
Selamat malam. Bersama saya Muhammad Rizky debat pada malam hari ini, kita
akan mendiskusikan terkait dengan kisruh antara Polri dan juga KPK. Ada yang
mengatakan save KPK, save Polri, dan Presiden pun sudah mengambil langkah-
langkah untuk menyelesaikan kisruh antara Polri dan juga KPK. Ini berbuntut dari
ditetapkannya calon Kapolri Budi Gunawan dan kemudian wakil ketua KPK, Pak
Bambang Widjojanto yang ditetapkan menjadi tersangka. Kemudian Presiden pun
mengambil langkah salah satunya adalah memanggil 7 orang tim independen
untuk menyelesaikan permasalahan ini. Untuk itu pada malam hari ini kita akan
mendiskusikan terkait dengan itu. Apakah langkah yang diambil Pak Jokowi
terkait dengan membentuk atau memanggil 7 orang tim dari pakar hukum itu
merupakan solusi. Saya ke Pak Sisno yang mewakili dari mantan Polri. Pak Sisno,
kalau anda melihat apa yang terjadi sama Polri dan KPK ini sebenarnya bukan hal
yang baru. Ada catatan, ada ini yang ketiga kali, kisruh seperti ini. Menurut anda
sebenarnya solusi seperti apa yang bisa ditawarkan?
Sisno Adiwinoto :
Eh, sebelumnya selamat malam, seluruhnya dan saya bukan menyebut mantan
Polri lah. Saya atas nama pemerhati Polri. Jadi, kita lihat dengan mata, kita denger
dengan telinga dan kita bawa juga dengan hati, gitu ya, ya, jadi itu. Kemudian
yang disampaikan kalau disinggung amanat Presiden yang pertama dan ini yang
kedua arahan maksudnya. Yang pertama, untuk tidak terjadi gesekan. Dan untuk
124
eh… kalau bekerja itu yang objektif. Kemudian yang kemarin paling tidak ada
mungkin 6 ya unsurnya bahwa jaga wibawa, jaga wibawa. Kalau dulu sering kita
mendengar pemerintah itu harus aparat pemerintah itu harus bersih dan
berwibawa. Jadi kembali sekarang wibawa. Mental. Revolusi mental untuk
menegakkan wibawa. Kemudian jangan ada kriminalisasi. Mungkin nanti Pak
Jumin, Junimart ya, yang DPR tapi kan mantan Pengacara. Apa sih itu
kriminalisasi. Kalau dari kacamata kami, tidak mengenal, kalau pengamat saya
selama di Kepolisian,pemerhati,ya, tidak ada kata-kata kriminalisasi,ya,memenuhi
unsur, cukup bukti atau tidak, ya, tindak pidana, eh… kejahatan atau pelanggaran
tapi sekarang memasyarakat,ya,kriminalisasi. Secara awam mungkin, yang tidak
kriminal, dikriminalkan, itu menjadi kriminalisasi tapi kalau memang dia
kriminal, ya, memenuhi tindak pidana apa dia, tindak pidana umum atau khusus,
kan gitu. Kemudian, kalau diproses,ya, tindak pidana tadi mesti transparan. Eh…
kemudian juga jangan ada intervensi. Itu, ya, kita hukum menjadi, kita negara
hukum, hukum menjadi panglima. Penegakan hukum itu mutlak. Ya, mestinya
memang tadi, hanya,eh… garisnya, dia harus adil, tidak melanggar HAM dan
objektif. Sesuai dengan ketentuan hukum. Kemudian, aparat penegak hukum
harus saling kerja sama, baik KPK Polri, maupun penegak hukum yang lainnya,
dengan Jaksa, dengan pengacara, dengan hakim dan bukan dengan itu saja,
tentunya,eh… para, para, eh… warga, individu yang bergerak di bidang hukum
harus bekerja sama untuk dalam rangka penegakan hukum. Khususnya penegakan
hukum korupsi yang bisa ditangani oleh, eh.. jaksa, polisi, maupun KPK atau
tindak pidana umum yang banyak ditangani oleh Polisi. Secara Internasional, jenis
kejahatan yang menjadi, dikerjakan oleh Polisi di dunia ini sampai 121 macam,
jenis ke.. kejahatan. Kemudian, jangan sok,ya, yang ada, lebih tinggi dari hukum.
Ini, ini yang penting, kalau udah pang,eh.. hukum itu menjadi panglima, jangan
ada yang lebih tinggi lagi dari panglima, ya. Jadi jangan ada yang sok lebih di atas
hukum. Kemudian, sekarang kalau judulnya ini sepertinya ada versus KPK versus
Polri kemudian kita bawa kepada selamatkan KPK, selamatkan Polri, dan
selamatkan generasi muda bangsa dan negara kita ini. Saya pikir itu, sehingga,
sehingga, menurut,eh… perhatian saya, secara tadi dibilang mantan polisi, arahan
125
Presiden,ya, cukup jelas dan cukup tegas koridornya. Yang kita harapkan
sekarang ada tim independen. Koridornya ini jelas itu. Jangan keluar dari itu. Mari
demi penyelamatan institusi, pene, khususnya penegak hukum dan penyelamatan
bangsa dan negara kita,ya,saya harapkan, kita semua sepakat untuk bekerja
berdasarkan tadi, eh… objektif, kebenaran, keadilan, dan kemudian secara
penegakan hukum,eh… kita tidak saja eh… menganut azas legalitas formal, tapi
kita memilih azas, eh.. oportunitas, sehingga diberi kesempatan memang untuk
mengeyampingkan perkara. Kalau perkara itu diproses menjadi lebih banyak
mudaratnya daripada manfaatnya, bisa dikesampingkan. Secara resmi, Jaksa dan
Polisi bisa deponeer,ya, tapi kelihatannya KPK tidak bisa diponeer tidak ada
penghentian, ya, tapi pernah terjadi, eh… yang lalu, ada pejabat KPK yang sampai
diproses sampai di Jaksa Agung dan sampai di Jaksa Huk, Jaksa Agung, walaupun
tidak secara,eh… spesifik dinyatakan diponeer tapi itu dihentikan karena syarat
Moderator :
Jadi Pak Sisno, maaf saya potong. Jadi menurut,eh.. Bapak, haruskah,eh.. harus
ada salah satu kasus yang diberhentikan, begitu? Untuk kasus ini, sehingga kisruh
KPK dan Polri ini selesai, harus diambil langkah itu?
Sisno Adiwinoto :
Eh, saya tidak mengarahkan ke sana, ya, prinsip-prinsip itu penegakan hukum.
Dari sejak mungkin memilih kasus. Ini mungkin ah tidak perlu dikasuskan karena
terlalu sumir, terlalu apa,tapi.. tapi ada yang membatasi adalah kalau kadaluarsa.
Jadi, kalau prinsip bahwa penegakan hukum itu tindakan, pelanggaran hukum
sekecil apapun harus ditindak, supaya hukum yang kecil
Moderator :
Oke, baik.
Sisno Adiwinoto :
Pelanggaran hukum yang kecil-kecil tadi tidak menjadi besar tapi ternyata sistem
hukum kita memberi tadi oportunitas.
126
Moderator :
Oke, baik Pak. Kita akan lihat berarti. Kita akan lihat bagaimana, apakah memang
dari tim independen ini bisa memberikan solusi seperti yang tadi koridor-koridor
yang seperti Pak Sisno sampaikan. Saya juga perlu Pak Junimart dan juga
Ubedillah dan juga kami juga akan bertambah lagi satu narasumber kami yaitu
mantan pimpinan KPK Pak Bibit Samad Rianto usai jeda pariwara berikut ini.
(Iklan)
(Acara dimulai kembali)
Moderator :
Saya langsung ke Pak Bibit. Pak Bibit, anda mantan Wakil Ketua KPK dan
sekarang aktif di gerakan
Bibit Samad Rianto :
Masyarakat
Moderator :
Masyarakat
Bibit Samad Rianto :
Perangi korupsi
Moderator :
Perangi korupsi.
Bibit Samat Rianto :
Ya.
Moderator :
Artinya masih samalah Pak ya, sejalan, senafas, dengan KPK.
127
Bibit Samad Rianto :
Ya, ya,ya.
Moderator :
Kalau kita melihat apa yang terjadi saat ini, Pak. Situasi seperti saat ini. Bisa
dikatakan genting karena Presiden pun akhirnya turun,Pak, untuk menyelesaikan
permasalahan ini dengan memanggil 7 orang pakar-pakar hukum, dibentuk.
Kemudian kalau Pak Bibit melihatnya, sesungguhnya dialami juga sama Pak Bibit
saat itu.
Bibit Samad Rianto :
Ya.
Moderator :
apalagi ini yang terjadi Pak, antara KPK dan Polri, ini?
Bibit Samad Rianto :
Masalah koordinasi aja, Mas. Koordinasi antara pimpinan Polri dengan pimpinan
KPK, enggak, enggak sumut.
Moderator :
Koordinasi itu artinya
Bibit Samad Rianto :
Koordinasi
Moderator :
komunikasi seperti itu?
128
Bibit Samad :
Komunikasi, heeh. Mestinya kan, ya, nih, ini ada masalah gini, saya, saya mau
adakan gini. Kan bisa aja gitu ya. Nah, memang pengalaman saya juga, selama
ini, waktu… waktu, saya jadi pimpinan KPK itu memang koordinasi itu sulit
dilaksanakan. Walaupun kita siap, kedua pejabat, apa.. polisi maupun Kejaksaan
Agung tuh, kadang-kadang tidak ada waktu untuk ketemu. Mestinya, lapangan
pun sama, Wong sebetulnya penyidik Polisi dengan penyidik KPK itu sama.
Sama-sama lulusan PTIK lah kira-kira, aku dosennya juga waktu itu.
Moderator :
Harusnya tidak ada ribut-ribut Pak, ya?
Bibit Samad Rianto :
Mestinya itu.
Moderator :
Oke. Tapi pada kenyataannya faktanya itu yang terjadi saat ini Pak, ya?
Bibit Samad Rianto :
Iya, enggak tahu, mungkin diperbesar juga dengan media, kan.
Moderator :
Kenapa jadi media
Bibit Samad Rianto :
Atas tanggapan macam-macam di media kan, jadi rame gitu kan. Seolah-olah
berantem padahal enggak juga gitu loh, enggak juga. Ak.. aku kan pernah berada
di Polisi 30 tahun, di KPK 4 tahun.
129
Moderator :
Mungkin ini juga Pak, ya, Pak Jokowi lihat kali ya, sebenarnya KPK sama Polri
ini ga berantem. Jadi Pak.. Pak, Jokowi statemennya biasa-biasa aja.. katanya
orang.. banyak orang. Gitu Pak Junimart.
Junimart Girsang :
Iya… eh.. yang pertama tentu saya harus sampaikan…eh.. tidak ada, selamatkan
KPK, tidak ada selamatkan Polri. Yang ada adalah harus saling menguatkan, ini
dulu, ya, karena tidak ada yang tidak selamat di sini, semua selamat, ya, karena
menurut saya, kalau istilah save KPK save Kapolri itu provo.. provokatir. Sangat
provokatif itu, tidak boleh kita pergunakan itu, menurut saya, itu yang pertama.
Yang kedua,eh.. tentang tim, eh.. saya berharap tim ini bisa bekerja secara objektif
dan independen,ya, tanpa menyentuh, tanpa mengintervensi substansi perkara.
Moderator :
Jadi maksudnya perkara Pak Budi Gunawan, perkara,Pak, eh.. Bambang, itu tetap
berjalan?
Junimart :
Tetap. Biarkan hukum sebagai panglima di negara ini. Itu yang Pertama.Yang
kedua, kita mengatut, eh.. mengenal asas, ya, persamaan di depan hukum. Semua
sama di muka hukum. Tidak terkecuali siapapun. Ah ini kita harus sepakat
dulu,ya, kita harus sepakat. Yang ketiga, kalau tim ini bekerja, tentu mereka
bekerja harus dengan betul-betul objektif dan tidak mempunyai target untuk
masuk ke substansi perkara. Ini sangat perlu. Jadi jangan sekali-kali tim ini
menyentuh perkara. Silakan tugas yang diberikan oleh Pak Presiden.
Moderator :
Tapi Pak Junimart, tapi ini terjadi antara KPK dan Polri ini karena suatu perkara.
Orang melihatnya seperti itu karena Pak Budi
130
Junimart Girsang :
Iya begini..
Moderator :
Pak Budi Gunawan jadi tersangka
Junimart Girsang :
betul
Moderator :
Kemudian Pak BW jadi tersangka
Junimart Girsang :
Iya
Moderator :
Ini yang kemudian di.. diartikan atau dilihat orang, ini jadi ribut KPK dan Polri.
Itu loh.
Junimart Girsang :
Justru karena itu. Justru karena itu. Elemen masyarakat juga harus kita buat
cerdas, ya. Jangan sampai masyarakat itu,ya,eh… mempunyai, eh.. apa namanya..
pola pro dan kontra. Tidak boleh begitu. Masyarakat harus melihat perkara ini
secara objektif. Perkara ini adalah Pidum,Pidana Umum. Yang urusannya menjadi
tanggung jawab pribadi masing-masing. Jadi, harus kita pisahkan, antara pribadi,
eh.. Pak BW, pribadi Pak BG dengan institusi mereka. Ini kita harus… harus..
harus sampaikan kepada masyarakat. Ya, jadi bukan berarti kalau misalnya Pak
BW menjadi tersangka, yang merujuk kepada pelemahan KPK, tidak, saya kira
tidak.
Moderator :
Oke baik..
131
Junimart Girsang :
Karena begini, sebentar Pak, sebentar, ya. Kita.. kita mendengar, Pak Abraham
Samad mengatakan satu orangpun, satu orang pun yang memimpin KPK, KPK
tidak mati. Saya ingat betul itu. Saya ingat betul.
Moderator :
Oke. Artinya?
Junimart Girsang :
Artinya tanpa Pak BW pun di sana itu jalan terus, kok. Itu yang saya tangkap.
Yang kedua, kalau kita berbicara mengenai Undang-undang No.30,ya, 4
komisioner tidak boleh berjalan di KPK. Jelas, 4 komisioner tidak berjalan tetapi
bukan itu yang kita permasalahkan. Kita hanya mau bagaimana semangat
pemberantasan korupsi ini betul-betul bisa berjalan di KPK secara murni dan
objektif. Semua kita mendukung mengenai ini.
Moderator :
Oke. Mas Ubed.
Ubedilah :
Ya.
Moderator :
Pidato Pak Jokowi terakhir kemarin jangan ada kriminalisasi. Sesungguhnya tadi
sudah disampaikan Pak Sisno, kemudian Pak Junimart, Pak Bibit sesungguhnya
ini jangan-jangan memang ga ada kisruh cuma karena memang merasa salah satu
merasa tersakiti padahal ini personal ke personal. Sesungguhnya apa yang anda
lihat?
Ubedilah :
Iya, kalau saya melihat memang ada dua proses yang bekerja pada saat,eh..
pengajuan Pak Budi Gunawan menjadi Kapolri. Pertama adalah proses,eh..
132
politik, di mana kemudian secara politik Pak Jokowi memiliki hak prerogatif
untuk mengajukan,eh.. calon Kapolri kepada DPR. Sampai di situ sebetulnya
prosedur hukum dilalui oleh Pak Jokowi dengan benar karena harus membawa ke
DPR untuk dilakukan fit and proper test tetapi di saat yang sama ada perspektif
hukum yang bekerja, ketika kemudian,eh.. ada pengumuman bahwa Pak Budi
Gunawan sebagai tersangka. Nah, sampai di situ lalu kemudian ada perspektif
politik tentang etika politik.
Moderator :
Maksudnya, politik ini di KPK nya atau apanya nih?
Ubedilah :
Ya. Proses,eh.. ketika kemudian menjadi tersangka. Itu lalu ada interpretasi politik
bahwa ini.. ada.. ada etika politik yang tidak dipegang teguh ketika seorang
tersangka langsung masuk ke DPR lalu dilakukan fit and proper test. DPR dalam
konteks itu juga sebetulnya secara etik politik harusnya berhenti dulu. Nah, karena
ini kemudian berjalan terus maka kemudian menimbulkan banyak interpretasi.
Perjalanan kemudian saya melihat bahwa apa yang dilakukan oleh Presiden
sebetulnya adalah langkah yang paling mungkin yang bisa dilakukan untuk
meredakan ketegangan. Saya kira ini apresiasi saya untuk Pak Jokowi dalam soal
itu, tetapi apakah kemudian ini berhenti. Ternyata kan kemudian, eh.. harus
mampu memisahkan antara proses hukum harus terus berjalan dan proses politik
harus terus berjalan karena Kapolri harus ada. Kapolri harus ada. Ini yang
kemudian menjadi persoalan. Nah, dalam situasi inilah tim Independen itu, itu
diperlukan. Saya
Moderator :
Tapi tim independen ini tadi kemarin disampaikan Pak Jimly, ini masih informal
loh, belum formal. Jadi belum terbentuk juga sesungguhnya loh.
133
Ubedillah :
Ya meskipun informal di dalam politik itu membutuhkan legitimasi, ketika datang
berbagai profesor datang itu… itu sangat luar biasa untuk memberikan legitimasi
bagi keputusan Pak Jokowi setelah ini. Bayangkan kalau yang datang misalnya
bukan pakar hukum. Bukan orang yang ahli di bidangnya maka perspektifnya
menjadi berbeda ini sangat politis lagi begitu kan. Jadi saya kira langkah ini
menjadi cukup,eh.. tepat tetapi saya berharap bahwa proses ini, proses kemudian,
ya, jangan kemudian intervensi politik lebih dalam
Moderator :
Siapa yang kira-kira akan mengintervensi dari parpol-parpol atau
Ubedillah :
Ya
Moderator :
Dari pihak-pihak antara yang berperkara ini?
Ubedillah :
Ya, saya kira yang paling,eh.. konkrit adalah,eh.. partai pengusung. Ah,Itu yang
paling konkrit
Moderator :
Oke baik. baik. Partai pengusung katanya akan intervensi Pak Junimart. Kita akan
jeda dulu sejenak. Kami kembali sesaat lagi.
(Iklan)
(Acara dimulai kembali)
Prolog II :
Komisi Pemberantasan Korupsi diterpa badai. Ya, mungkin itulah kata
yang pantas untuk lembaga anti rasuah tersebut. Setelah sebelumnya pimpinan
134
KPK Abraham Samad diterpa kabar tidak sedap. Abraham Samad dikabarkan
bertemu dengan petinggi PDI Perjuangan terkait pencalonan dirinya menjadi
Calon Wakil Presiden mendampingi Calon Presiden Joko Widodo saat itu.
Abraham Samad dinilai tidak pantas mengincar posisi Calon Wakil Presiden
tersebut karena Ia masih menjabat sebagai ketua KPK. Selain itu, Wakil Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto ditangkap Bareskrim Polri
pada Jumat pagi selepas mengantarkan anaknya ke sekolah. Ia ditangkap atas
tuduhan keterangan palsu terkait sengketa Pemilukada Kota Waringin Barat lima
tahun silam. Tak sampai di situ, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi
lainnya Adnan Pandu Praja dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait kasus
perampasan saham milik perusahaan pengelola hutan tahun 2006 silam. Bahkan
Presiden Joko Widodo berharap jika lembaga Polri dan KPK bersinergi untuk
menghindari upaya kriminalisasi terhadap dua lembaga tersebut.
Presiden Joko Widodo :
“Bahwa kita sepakat, institusi KPK dan Polri harus
menjaga kewibawaan sebagai institusi penegak
hukum. Oleh sebab itu jangan ada kriminalisasi”.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan lembaga anti rasuah tersebut. Kita lihat saja..
Moderator :
Ya ada apa dengan KPK Pak Bibit. Tadi di awal kita sudah bicarakan di zaman
Pak Bibit juga ada kasus yang yaaa mirip-mirip Pak ya seperti ini yang ada kata-
kata kriminalisasi. Apakah kriminalisasi ini apa yang seperti disampaikan
Presiden kita Pak Joko Widodo, memang ada dan kemudian diminta tidak ada
kriminalisasi, Pak Bibit?
Bibit Samad Rianto :
Kriminalisasi itu orang yang enggak berbuat sesuatu dituduh berbuat sesuatu. Itu
kriminalisasi. Tapi kalau alat bukti cukup, yo kenapa kriminalisasi, itu kan. Itu
masalahnya.
135
Moderator :
Tapi permasalahannya Pak, sebelum itu berproses untuk membuktikan ada atau
tidak alat bukti kemudian salah atau benar
Bibit Samad Rianto :
Nah
Moderator :
Sudah ada di
Bibit Samad Rianto :
Disinilah letaknya proses penyelidikan. Penyelidikan itu di KPK, ya, padahal
KUHAPnya ya sama juga sih. KPK tuh Plus, KUHAP plus karena UU 30 juga
ada hukum acara juga disitu. Disebutkan bahwa penyelidikan tuh menemukan dua
alat bukti yang cukup baru seseorang dijadikan tersangka. Kalau itu belum
ketemu, aku sendiri pernah kecewa juga, ada seseorang yang jelas dia tuh
pelapornya apa.. pemberi suapnya itu ngasih, pe..pe.. pesuruhnya ngasih tapi yang
bersangkutan yang nerima ga ngasih.. ga..ga ngaku. Ditelusuri dari aspek
dokumen yang lain enggak ketemu sehingga ya terpaksa orang itu dibebaskan ga
diapa-apain, tidak dijadikan tersangka, nah di situ, itu.. itu satu.. satu contoh ya.
Nah, kemudian dulu ada Cicak Buaya sekarang disebut lagi Cicak Buaya Jilid II,
kemudian apa sama ga sih? Gitu ya,
Moderator :
Iya
Bibit Samad Rianto :
Sama gak? Nah, Kalau saya tuh memang ga berbuat. Saya berani bersumpah
berapa kali saya ga berbuat. Nah, aku dituduh berbuat. Ya kenyataannya apa?
Kenyataan saya berada di Peru waktu itu. Berada di Peru dituduh pada hari yang
sama menerima duit di Bellagio. Bellagio tuh di mana aku juga ga tahu gitu kan.
Lah ini. Nah kondisi ini kan memancing, apa yo, menyentuh rasa keadilan
136
masyarakat, ini orang di luar negeri kok dituduh terima duit di.. di sini. Berarti ada
rekayasa di situ dan udah dibuktikan di MK tanggal 3 November, aku ingat benar
3 November 2009 dan aku waktu itu nonton TV di dalam tahanan di Brimob, gitu
kan. Setelah itu ga tahu malamnya aku dibebaskan. Aku juga ga minta diapain, di
SP 3 juga ga minta, di deponeer juga ga minta, terserah aja mau diapain. Nah,
akhirnya aku tetap diperiksa terus, yo, nah kemudian akhirnya ada deponeering
segala macam, aku juga ga tahu, gitu ya.
Moderator :
Kalau untuk yang sekarang yang terjadi Pak Bibit apakah bisa dilakukan hal yang
sama seperti Bapak?
Bibit Samad Rianto :
Nah, sekarang ini
Moderator :
dilakukan hal yang sama seperti Bapak?
Bibit Samad Rianto :
sekarang ini yang terjadi kan Mas Bambang itu dituduh melakukan perbuatan
melanggar hukum sebelum dia jadi KPK,
Moderator :
Ya
Bibit Samad Rianto :
ya kan, sebelum dia jadi pejabat KPK. Mestinya keadaan ini terdeteksi pada
waktu panitia seleksi itu. Nah berarti harus diperketat lagi seleksinya. Betul-betul
milih orang yang clear yo, clear untuk masuk jadi pimpinan KPK. Nah, kemudian
di.. disetujui juga oleh DPR kan.
Moderator :
Artinya proses ini terus dilakukan Pak terhadap
137
Bibit Samad Rianto :
Nah
Moderator :
Pak BW ini?
Bibit Samad Rianto :
Bedanya di situ kan. Nah, saya kira ya.. ya.. sesuai dengan arahan Pak Jokowi
kan. Saya sepakat dengan arahan beliau, eh.. gunakan aturan hukum untuk
menyelesaikan masalah ini gitu toh dan di Republik ini juga ga ada yang kebal
hukum gitu kan. Siapapun yang melanggar hukum kena. Gitu ya.
Moderator :
Pak Bibit tidak melihat ada tadi yang sempat disampaikan Bang Ubed, intervensi.
Intervensi-intervensi kepentingan dari partai politik
Bibit Samad Rianto :
Nah
Moderator :
yang menggunakan misalnya institusi, menggunakan Polri atau menggunakan
KPK untuk tujuan tertentu Pak Bibit?.
Bibit Samad Rianto :
Ya jangan mau diintervensi. Supaya ga diintervensi pilihlah pemimpin-pemimpin
yang punya integritas, punya kompetensi yang sesuai dan konsisten. Ini aja
pemimpinnya yang.. yang.. yang jadi pengalaman saya di Polres di Polda
pemimpinnya ngomong A bawahannya yo A kok. Tak..tak.. tidak usah di.. apa,
tidak usah dipaksa-paksa. Dia melihat, kita konsisten dengan A tadi mereka yang
tidak A ya akan malulah,
138
Moderator :
Oke.
Bibit Samad Rianto :
artinya, dan seterusnya.
Moderator :
Baik Pak Bibit
Bibit Samad Rianto :
Itu pemimpinnya.
Moderator :
Pak Sisno, anda melihat ada yang mengatakan bahwa ini Polri ini dimanfaatkan
oleh sekelompok.. sekelompok orang untuk tujuan tertentu, Pak
Sisno Adiwinoto :
Iya
Moderator :
Sisno. Apa anda juga melihat seperti itu, sebagai pemerhati
Sisno Adiwinoto :
Kalau tadi kan ada disebut juga masalah di belakangnya ada politik, ada juga
masalah koordinasi, ada juga eh.. pemimpin yang ya.. harus.. harus kuat.. gitu ya.
Nah mungkin pemimpinnya dianggap lemah gitu. Jadi kalau mulai kembali dari
kasus, eh… pada saat pertama, eh… BG dinyatakan sebagai tersangka itu yang
mungkin ada latar belakang politik tapi mungkin juga ambisius pribadi. Saya
sebagai Wakil Ketua Umum Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia
yang eh… motto kita itu lebih memuliakan profesi kemudian eh.. mengoreksi
yang salah dan membela yang benar. Melihat dari kami kaji di dalam eh.. Ikatan
139
Sarjana dan Profesi Perpolisian itu, tadi kalau tadi juga dipermasalahkan masalah
Pak Bibit kembali ke masalah kasus awalnya BG. Dia juga kasus lama juga.
Kasus lama kemudian eh.. terjadinya sudah lama kemudian karena dianggap latar
belakang politik sampailah diperkarakan menjadi tersangka. Yang tadi dua alat
bukti itu masih dalam eh..
Moderator :
Proses
Sisno Adiwinoto :
masih dalam pertanyaan benar tidak tapi kemudian terikat kalau KPK itu sulit
untuk SP3 tapi kan proses praperadilan sudah berjalan. Ya kita tunggu proses
praperadilan berjalan. Selama proses praperadilan berjalan mestinya perkara
status quo menunggu putusan tapi kita lihat masih KPK masih berjalan terus
Moderator :
Tapi mungkin ga pak pertanyaannya masih soal tadi, Polri itu dimanfaatkan
kelompok… sekelompok tertentu?
Sisno Adiwinoto :
Saya pikir tidak ada manfaat memanfaatkan. Justru yang kita waspadai jangan
personifikasi memanfaatkan institusi dengan dalih,ya, dengan dalih kewenangan
kemudian tugas yang mulia, ya, tapi dia terselubung.
Moderator :
Oke
Sisno Adiwinoto :
itu yang mungkin pada saat kita sekarang era eh.. Revolusi mental kita bersih-
bersih mari kita bersih-bersih sehingga bukan tadi, kalau tadi, selamatkan tadi,
bukan selamatkan eh.. KPK ataupun Polri tapi mari kita bersihkan sehingga
140
institusi Polri institusi KPK tidak diduduki tidak diawaki oleh orang-orang yang
mungkin
Moderator :
Baik
Sisno Adiwinoto :
mental atau kredibilitasnya kurang
Moderator :
Baik Pak Sisno. Debat harus jeda dulu sejenak. Kami kembali sesaat lagi.
(Iklan)
(Acara dimulai kembali)
Moderator :
Saya ke Pak Junimart. Pak Junimart tadi sempat disinggung ada intervensi-
intervensi atau juga di Pak Sisno tadi, kepentingan-kepentingan partai politik
untuk tujuan tertentu?
Junimart :
Iya eh… kami dari partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan tegas
mengatakan tidak pernah melakukan intervensi.
Moderator :
Oke sampai disitu tuh ga ada, tidak ada muatan intervensi tapi berpikir atau tidak,
ada muatan politisnya ketika yang dijagokan oleh PDI Perjuangan sebagai calon
Kapolri itu dijadikan tersangka?
Junimart :
Jadi begini, kita jangan langsung eh.. menjudge bahwa Pak BG itu eh.. dijagokan
oleh PDIP. Kita bisa buktikan sewaktu fit and proper test semua fraksi minus
Demokrat mendukung Pak BG. Bukan hanya PDIP di sana, ada 10 fraksi. Satu
141
tidak ikut,sembilan mendukung. Ini Sembilan adalah partai politik yang semuanya
kuat walaupun dalam paripurna satu partai politik yaitu PAN menarik diri, tinggal
delapan. Jadi kalau dikatakan eh., partai PDIP sebagai pendukung Pak BG saya
men.. mengatakan tidak.
Moderator :
Jadi tidak mendukung Pak BG untuk Calon Kapolri?
Junimart :
Bukan tidak mendukung
Moderator :
Dukung kan?
Junimart :
Semua mendukung
Moderator :
Oh ya. Iya PDIP maksud saya mendukung kan betul?
Junimart :
Ya tentu mendukung tapi bukan hanya PDIP semua mendukung. Ini kita harus..
harus.. harus garis bawahi juga. Jadi jangan eh… apa namanya selalu partai PDIP
yang disudutkan, ya, tentang urusan ini tidak boleh begitu.
Moderator :
Oh PDIP merasa disudutkan dengan masalah ini?
Junimart :
Bukan merasa disudutkan kan kelihatan, kelihatan kan, kelihatan, iya kan?. Saya
perlu sampaikan, saya perlu sampaikan, ya, PDIP adalah partai yang tangguh,
semakin disudutkan semakin tangguh dia. Itu partai PDIP.
142
Moderator :
Oke. Bang Ubed, mengomentari soal itu bagaimana?
Ubedillah :
Jadi eh… justru itu membuktikan hal yang politis. Ketika di DPR it… DPR adalah
area politik. Ketika di DPR kemudian dukungannya 8 fraksi itu menunjukkan
dukungan politik dan PDIP adalah fraksi yang eh.. terbesar. Oleh karena itu
sebetulnya intervensi politik itu tidak harus kemudian menekan eh.. kekuasaan
politik lain tapi melalui prosedur-prosedur politik lalu kemudian mendorong
seseorang menjadi calon terutama dalam kasus calon Kapolri. Jadi saya melihat
eh.. tetap saja ada, karena eh.. ini adalah arena yang sangat terbuka ruang
kemungkinan orang melakukan interpretasi tentang politik dan saya kasih catatan
bahwa pola ini itu menunjukkan juga pola politis sebetulnya. Mengapa calon
Kapolri harus dibawa ke DPR, mengapa juga calon KPK harus fit and proper test
di DPR misalnya, itu kan menunjukkan kekuatan politik dari parlemen, untuk
menentukan wilayah eksekutif sebetulnya. Kan sebetulnya eh..eh... Presiden bisa
saja memiliki hak prerogatif menentukan eh… Kapolri tapi di dalam Undang-
undang mengharuskan dilakukan fit and proper test di DPR dan itu adalah ruang
politik, Pak. Oleh karena itu
Moderator :
Termasuk di KPK?
Ubedillah :
Termasuk KPK. KPK sejak awal itu sudah masuk ke arena politik sebenarnya.
Seleksinya kan di DPR, fit and proper test nya. Oleh karena itu kalau ada
interpretasi publik mengatakan bahwa ini politis, itu sah-sah saja karena itu adalah
area sangat terbuka begitu kan.
Moderator :
Jadi memang antara Polri dan juga KPK muatan politis,
143
Ubedillah :
Ada.
Moderator :
Unsur politisnya sangat kuat
Ubedillah :
Ada
Moderator :
Ada ya?
Ubedillah :
Baik KPK maupun eh… Polri
Moderator :
Baik
Ubedillah :
Tapi kalau kemudian itu diputus tidak ada fit and proper test di DPR saya kira
ruang politis itu menjadi minimalis.
Moderator :
Oke baik
Junimart :
Tapi awalnya
Moderator :
Sebentar. Kita jeda sejenak. Kami kembali sesaat lagi.
(Iklan)
(Acara dimulai lagi)
144
Moderator :
Bang Junimart tadi apa yang ingin Anda sampaikan sebelum jeda tadi, terkait juga
khususnya ada permintaan atau permohonan dari KPK soal imunitas?
Junimart Girsang :
Iya eh.. tentu kita apresiasi ya tentang imunitas tetapi eh… satu hal yang mesti
kita pahami ya. Presiden saja tidak punya hak imunitas. Presiden, tidak punya hak
imunitas, itu yang pertama. Yang kedua kalau sekarang hak imunitas ini, ya,
diminta, akan menimbulkan eh.. penegakan hukum yang bias. Contoh begini, di
dalam, rangka KPK bekerja, pimpinannya bekerja terus terjadi KDRT, mhon maaf
KDRT. Komisioner KPK salah satu melakukan KDRT, ga bisa diproses karena
imunitas. Apakah dibiarkan menunggu sampai selesai masa beliau itu bertugas di
KPK, itu satu. Kedua, kalau misalnya tertangkap tangan, imunitas, tidak boleh.
Kalau melakukan kejahatan, misalnya, karena kelalaiannya menyebabkan
kematian orang lain, tidak boleh, tunggu sampai selesai, masanya. Ini kan yang
aneh, ya. Yang terakhir dari saya, Pak Abraham Samad, saya bawa filenya di sini,
beliau mengatakan, ya, tangkap Presiden lebih mudah bila jadi ketua KPK.
Artinya beliau juga sudah tahu bahwa Presiden itu tidak punya alasan apapun, ya,
tidak punya dasar apapun untuk mengelak apabila KPK bergerak untuk
menangkap Presiden. Jadi jangan sekarang, ya, hak imunitas itu diminta-minta,
ya, dengan cara memprovokasi rakyat juga. Tidak boleh begitu.
Moderator :
Oke baik. itu Pak Junimart.
Junimart Girsang :
Tidak boleh begitu
145
Moderator :
Saya ke Pak Bibit kalau begitu. Pak Bibit apakah imunitas ini memang diperlukan
untuk KPK menurut Anda?
Bibit Samad Rianto :
Saya kira ga perlu. Kesamaan dalam hukum yo.
Junimart Girsang :
Iya
Bibit Samad Rianto :
Kesamaan warga negara dalam hukum akan dilanggar itu. Tapi kalau misalnya
imunitas nih seperti ini, tidak dipersoalkan, ya, masa lalu, seperti BW ini ya, jadi
kejadian yang.. kesalahan yang masa lalu
Junimart Girsang :
Iya pak
Bibit Samad Rianto :
selama dia jadi pimpinan KPK tidak dipersoalkan. Nah, setelah dia keluar dari
pimpinan KPK baru dipersoalkan. Nanti selama jadi pimpinan KPK tidak ada
kaitannya dengan masa lalu. Masa lalu dianggap ya.. di.. apa didiamkan dulu
sampai dia selesai dari ketua KPK ditangkap, nah baru,nah tapi kalau dia
melakukan, di situ dia melakukan, apa.. pelanggaran hukum ya harus kena dong.
Jadi, me.. banyak apa me.. mengandung mudharatnya lebih banyak kira-kira
daripada manfaatnya.
Moderator :
Oke
Junimart Girsang :
Tapi Pak, sedikit
146
Moderator :
Sebentar, sebentar, waktu kita sudah mau habis
Junimart Girsang :
Ndak, saya nyambung aja sedikit
Moderator :
Pak Sisno
Junimart Girsang :
Tentang imunitas, Pak. Ini kan di.. di pasal eh.. di Undang-undang 30 tahun 2002
di Pasal 65 sudah jelas diatur tentang ketentuan pidana.
Moderator :
Sudah ada aturannya kan?
Junimart Girsang :
Sudah diatur, jadi
Moderator :
Ya sudah
Junimart Girsang :
Akan sangat sulit mengenai itu dilakukan
Moderator :
Pak Bibit pun setuju sama anda tadi.
Junimart Girsang :
Silahkan Pak, silahkan Pak, silahkan Pak.
147
Moderator :
Oke, Pak Sisno. Kalau Pak Sisno bisa Pak seperti itu Pak tadi yang disampaikan
Pak Bibit tadi memang eh.. nanti dulu setelah pimpinan KPK nya selesai dulu
kemudian baru proses
Sisno Adiwinoto :
Ya kalau kasusnya sudah kasus lama tambah lagi 5 tahun selama
Moderator :
Takut habis Pak ya?
Sisno Adiwinoto :
di KPK kadaluarsa bisa
Moderator :
Kadaluarsa
Sisno Adiwinoto :
Jadi saya pikir wacana imunitas itu termasuk yang mengada-ngada.
Moderator :
Oke
Sisno Adiwinoto :
Jadi tidak perlu saya pikir. Kemudian juga yang perlu lagi eh… kita menegakkan
hukum tadi jangan ada intervensi. Janganlah galang menggalang. Jangan juga
membangunkan. Saya dipesenin nih polisi itu 400 ribu lebih. Kalau dengan
keluarga besar Polrinya itu bisa sampai 4 juta. Itu
Moderator :
Maksudnya apa nih ancaman?
148
Sisno Adiwinoto :
Iya kalau galang menggalang kan terus kemudian, jadi itu juga potensi benturan.
Yang kita hindari ya benturan. Kemudian kalau pengamanan juga, polisi masih
bisa mengamankan gitu. Jangan ada membenturkan nanti polisi dengan instansi
lain misalnya gitu.
Moderator :
Yang kemarin seperti dudukin KPK itu Pak ya, penjagaan itu ya?
Sisno Adiwinoto :
Ya apapun lah gitu. Jadi, jangan artinya aparat dibenturkan kepada masyarakat,
rakyat, gitu kan. Jangan aparat sama aparat dibenturkan. Mari ya kita hindari,
warisan, ya, politik eh.. pecah belah divide et impera itu ya, jangan sampai itu
terjadi. Jadi justru kembali memang masalah moral, masalah mental, etika, itu
yang harus dipegang sehingga mestinya setiap pejabat negara, itu punya mental
mo.. moral yang tinggi dia sehingga eh.. benar-benar dia negarawan, gitu. Kalau
negarawan, tadi ga perlu ada imunitas juga, oh ini nanti lah, tahu gitu. Jadi, tidak
artinya dengan ambisi kemauan pribadi, mengayunkan kewenangan kekuasaannya
tadi dengan mengcover itu kemudian terjadi tadi. Ini bukan pelemahan institusi.
Tidak ada pelemahan. Kemudian kalau dianggap Polri juga melemahkan, KPK
ini, Pak Bibit ini dari Polisi, KPK itu kuat juga dari Polisi. Kalau mau pelemahan,
penyidik Polri ditarik semua, pelemahan. Justru Polri mendukung KPK untuk
kuat. Kita harapkan keberadaannya KPK tadi untuk kemudian memperkuat
penyidik Polri maupun Jaksa, itu yang kita harapkan sehingga peran KPK yang, 5
bang ya
Junimart Girsang :
Iya
149
Sisno Adiwinoto :
5 yang dari mulai koordinasi, supervisi, penyidik, pe.. pencegahan, ya, itu jangan
eh.. lebih kepada kepenyidikan saja, koordinasinya, monitoringnya. Kemudian
masalah moral tadi disinggung masalah koordinasi. Kalau MOUnya eh.. Jaksa,
Polisi, dan eh… KPK itu dipegang, sejak mulai kasus Djoko Susilo, ya, itu kalau
dipegang itu tidak akan terjadi benturan-benturan. Jadi koordinasinya sudah ada
ikatan.
Moderator :
Baik
Sisno Adiwinoto :
Itu bukan hukum berarti moral. Moral itu di atas. Janji. janji kenapa mesti
diingkari.
Moderator :
Oke
Sisno Adiwinoto :
Jadi mari kita, eh.. moral di atas.
Moderator :
Oke. Pak Bibit, ini terakhir sebelum kita tutup, Pak Bibit. Bagaimana memang
jikalau ada oknum ya kan dari pihak kepolisian melakukan tindak pidana korupsi
atau dari pihak KPK ada yang melakukan pidana korupsi. Ap.. Akankah selalu
terulang ribut seperti ini Pak, Bibit?. Jadi saling merasa tidak eh.. tidak yakin
akan kinerja masing-masing begitu, Pak?.
Bibit Samad Rianto :
Nggak.. ngakk.. Nggak usah ributlah. Yang jelas kalau ada tindak pidana korupsi
ya ditindak aja yang punya kewenangan. Yang jelas laporan dari masyarakat itu
harus dipelajari kemudian kalau cukup alat bukti, lakukan, tindakan, gitu,
150
siapapun penegak hukum. Makanya, kita kembali lagi kenapa sih dulu KPK
dibentuk sih, kan sudah ada polisi, ada jaksa, ada hakim, ada pengacara, ini Pak
Girsang pengacara juga nih, ya. Ya, kalau ini baik, ga perlu ada KPK kok, ya kan,
ya KPK dibentuk karena menurut reformasi itu, yo, itu kan ada TAP MPR, ada
Undang-undang,
Moderator :
Diperlukanlah
Bibit Samad Rianto :
Heeh diperlukan ada KPK. Lah Mestinya KPK juga ada kewenangan trigger
mechanism di situ, nah ini yang belum jalan. Mestinya KPK… KPK.. apa.. KPK
jalan, ngajak polisi, jaksa, hakim untuk..untuk baik, gitu loh.
Moderator :
Tapi kenyataannya sekarang ini, Pak?
Bibit Samad Rianto :
Kenyataannya ya mereka masih selitutan, gitu. Artinya ya masih.. ma..ma.. apa..
masalah.. masalah mafia kasus segala macam itu masih ada tapi tolonglah ini
kita.. kita.. kita perkecil, ya, kita kurangi, kita semakin kurangi, kurangi, kurangi
sehingga kita habisin itu. Nah, oleh karena itu Pak, walaupun ak.. aku udah
pensiunan Polisi, pensiunan KPK, kan gitu ya, saya ga mau diam untuk korupsi
ini karena korupsi ini sudah menggurita.
Moderator :
Mas Ubed singkat saja terakhir Mas Ubed gimana apakah tadi memang harus di
Yudisial Review soal Undang-undang yang mengatur eh.. bagaimana seleksi dari
KPK?
151
Ubedillah :
Ya, saya kira ini kritik eh.. sebagai analis ya bahwa proses pemilihan eh.. anggota
KPK itu eh.. melalui sebuah proses politik. Oleh karena itu sebetulnya ini bisa
dievaluasi, diganti. Yang menseleksi anggota, calon anggota KPK bisa saja tim
independen. Mereka adalah kaum profesional yang sangat eh.. teruji melalui
sebuah seleksi yang sangat ketat sehingga tidak ada unsur politis di dalam seleksi
anggota KPK itu. Demikian pula sebetulnya Kapolri cukup saja Presiden
langsung.
Moderator :
Baik
Ubedillah :
Jadi saya kira itu solusi sederhana ya. Kalau soal yang lain eh misalnya Pak BG
dan eh Pak BW
Moderator :
Biar melalui proses
Ubedillah :
Biar melalui proses hukum berjalan
Moderator :
Iya ok
Ubedillah :
Ketika kemudian terbukti, ya udah hentikan, begitu.
152
Moderator :
Baik. Mudah-mudahan dengan diskusi malam hari ini, Presiden Joko Widodo dan
juga bersama timnya tujuh orang bisa menyelesaikan masalah Polri dan juga
KPK. Saya Muhammad Rizki undur diri. Sampai jumpa minggu depan
153
Lampiran 3
KARTU DATA KE-1
KARTU DATA
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data : Data 1
Bentuk Tuturan : Konteks: Moderator menanyakan perihal solusi yang bisa
ditawarkan untuk mengatasi permasalahan antara
Polri dan KPK. Salah satu solusi yang diberikan
oleh Sisno yaitu jangan ada kriminalisasi yang
dilakukan oleh KPK dan Polri.
Moderator:
“… Pak Sisno, kalau Anda melihat apa yang terjadi sama
Polri dan KPK ini sebenarnya bukan hal yang baru. Ada
catatan, ada ini yang ketiga kali, kisruh seperti ini. Menurut
Anda sebenarnya solusi seperti apa yang bisa ditawarkan?”
Sisno:
“… kemudian jangan ada kriminalisasi. Mungkin nanti Pak
Jumin, Junimart ya, yang DPR tapi kan mantan Pengacara.
Apa sih itu kriminalisasi. kalau dari kacamata kami, tidak
mengenal, kalau pengamat saya selama di Kepolisian,
pemerhati ya, tidak ada kata-kata kriminalisasi,ya,
memenuhi unsur, cukup bukti atau tidak, ya, tindak
pidana, eh… kejahatan atau pelanggaran tapi sekarang
memasyarakat, ya, kriminalisasi.”
Pelanggaran Maksim : Maksim Kualitas
Indikator Pelanggaran : Mengatakan suatu hal yang salah
Implikatur : tidak ada istilah kriminalisasi di dalam tubuh Polri. Kinerja
yang selalu dipegang oleh Polri yaitu berdasar memenuhi
unsur cukup bukti atau tidak dan kemudian masuk tindak
pidana jenis kejahatan atau pelanggaran.
Fungsi Implikatur : Menyatakan
154
KARTU DATA KE-2
KARTU DATA
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data : Data 2
Bentuk Tuturan : Konteks: Moderator menanyakan perihal solusi yang bisa
ditawarkan untuk mengatasi permasalahan antara
Polri dan KPK. Salah satu solusi yang diberikan
oleh Sisno yaitu jangan ada kriminalisasi yang
dilakukan oleh KPK dan Polri.
Moderator:
“… Pak Sisno, kalau Anda melihat apa yang terjadi sama
Polri dan KPK ini sebenarnya bukan hal yang baru. Ada
catatan, ada ini yang ketiga kali, kisruh seperti ini. Menurut
Anda sebenarnya solusi seperti apa yang bisa ditawarkan?”
Sisno:
“….kita semua sepakat untuk bekerja berdasarkan tadi, eh…
objektif, kebenaran, keadilan, dan kemudian secara
penegakan hukum, eh… kita tidak saja eh... menganut
azas legalitas formal, tapi kita memilih azas, eh…
oportunitas sehingga diberi kesempatan memang untuk
mengeyampingkan perkara. Kalau perkara itu diproses
menjadi lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya
bisa dikesampingkan. Secara resmi, Jaksa dan Polisi bisa
deponeer, ya, tapi kelihatannya KPK tidak bisa deponeer
tidak ada penghentian ya, tapi pernah terjadi, eh… yang
lalu, ada pejabat KPK yang sampai diproses sampai di
Jaksa Agung dan sampai di Jaksa Huk, Jaksa Agung
walaupun tidak secara, eh… spesifik dinyatakan
deponeer tapi itu dihentikan karena syarat.”
Pelanggaran Maksim : Maksim Cara
Indikator Pelanggaran : Mengatakan pernyataan yang samar
Implikatur : Dapat mempergunakan celah hukum dengan memanfaatkan
asas oportunitas untuk menghentikan perkara yang ada di
KPK dan Polri. Kedua anggota institusi tersebut dapat
dideponeering. hal itu, dapat meredakan ketegangan atau
kekisruhan yang terjadi antara KPK dan Polri
Fungsi Implikatur : Menyarankan
155
KARTU DATA KE-3
KARTU DATA
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data : Data 3
Bentuk Tuturan : Konteks: Moderator ingin bertanya kepada Bibit Samad
Rianto perihal yang terjadi antara KPK dengan
Polri
Moderator :
“Apalagi ini yang terjadi Pak, antara KPK dan Polri ini?”
Bibit Samad Rianto:
“Masalah koordinasi aja, Mas. Koordinasi antara
pimpinan Polri dengan pimpinan KPK,enggak,enggak
sumut.”
Moderator:
“Koordinasi itu artinya”
Bibit Samad Rianto:
“Koordinasi”
Moderator:
“Komunikasi seperti itu?”
Pelanggaran Maksim : Maksim Kuantitas
Indikator Pelanggaran : Sumbangan informasi yang diberikan tidak
seinformatif yang dibutuhkan
Implikatur : Permasalahan antara KPK dan Polri hanya
masalah koordinasi antara pimpinan Polri
dan KPK tidak sumut.
Fungsi Implikatur : Menyatakan
156
KARTU DATA KE-4
KARTU DATA
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data : Data 4
Bentuk Tuturan : Konteks: Moderator ingin bertanya kepada Junimart apakah
Junimart memiliki pandangan yang sama dengan
Bibit Samad Rianto bahwa tidak ada sesuatu hal
yang serius yang terjadi antara KPK dan Polri
Moderator:
“Mungkin ini juga Pak, ya, Pak Jokowi lihat kali ya,
sebenarnya KPK sama sama Polri ini ga berantem. Jadi
Pak… Pak Jokowi statemennnya biasa-biasa aja… katanya
orang… banyak orang. Gitu Pak Junimart?”
Junimart:
“Iya… eh.. yang pertama tentu saya harus
sampaikan…eh.. tidak ada, selamatkan KPK, tidak ada
selamatkan Polri. Yang ada adalah harus saling
menguatkan, ini dulu, ya, karena tidak ada yang tidak
selamat di sini, semua selamat, ya, karena menurut saya,
kalau istilah save KPK save Kapolri itu provo..
provokatir. Sangat provokatif itu, tidak boleh kita
pergunakan itu, menurut saya, itu yang pertama….”
Pelanggaran Maksim : Relevansi
Indikator Pelanggaran : Mengatakan suatu hal yang tidak ada kaitannya atau
hubungannya dengan perkataan sebelumnya (perkataan oleh
kawan bicaranya)
Implikatur : Tidak ada keributan antara KPK dan Polri.
Fungsi Implikatur : Menegaskan
157
KARTU DATA KE-5
KARTU DATA
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data : Data 5
Bentuk Tuturan : Konteks: Moderator ingin bertanya kepada Junimart apakah
Junimart memiliki pandangan yang sama dengan
Bibit Samad Rianto bahwa tidak ada sesuatu hal
yang serius yang terjadi antara KPK dan Polri
Moderator:
“Mungkin ini juga Pak, ya, Pak Jokowi lihat kali ya,
sebenarnya KPK sama Polri ini ga berantem. Jadi Pak… Pak
Jokowi statemennnya biasa-biasa aja… katanya orang…
banyak orang. Gitu Pak Junimart?”
Junimart :
“Iya… eh.. yang pertama tentu saya harus sampaikan…eh..
tidak ada, selamatkan KPK, tidak ada selamatkan Polri. Yang
ada adalah harus saling menguatkan, ini dulu, ya, karena
tidak ada yang tidak selamat di sini, semua selamat, ya,
karena menurut saya, kalau istilah save KPK save Kapolri itu
provo.. provokatir. Sangat provokatif itu, tidak boleh kita
pergunakan itu, menurut saya, itu yang pertama. Yang
kedua, eh… tentang tim, eh… saya berharap tim ini bisa
bekerja objektif dan independen, ya, tanpa menyentuh,
tanpa mengintervensi substansi perkara.
Pelanggaran Maksim : Maksim Kuantitas
Indikator Pelanggaran : Sumbangan informasi yang diberikan melebihi dari yang
dibutuhkan
Implikatur : Junimart berharap tim independen yang dibentuk oleh
presiden ini bekerja secara objektif, independen dan jangan
masuk atau ikut campur terhadap inti perkara yang terjadi
antara KPK dan Polri
Fungsi Implikatur : Menyatakan
158
KARTU DATA KE-6
KARTU DATA
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data : Data 6
Bentuk Tuturan : Konteks:Moderator bertanya berdasarkan pernyataan
Junimart sebelumnya tentang tim independen
yang dibentuk oleh Presiden untuk tidak masuk ke
dalam substansi perkara Budi Gunawan dan
Bambang Widjajanto.
Moderator:
“Jadi maksudnya perkara Pak Budi Gunawan, perkara, Pak
eh… Bambang, itu tetap berjalan?”
Junimart:
“Tetap. Biarkan hukum sebagai panglima di negara ini. Itu
yang pertama. Yang kedua, kita mengatut, eh… mengenal
asas, ya, persamaan di depan hukum. Semua sama di muka
hukum. Tidak terkecuali siapapun. Ah ini kita harus sepakat
dulu, ya, kita harus sepakat. Yang ketiga, kalau tim ini
bekerja, tentu mereka bekerja harus dengan betul-betul
objektif dan tidak mempunyai target untuk masuk ke
substansi perkara. Ini sangat perlu. Jadi jangan sekali-
kali tim ini menyentuh perkara. Silakan tugas yang
diberikan oleh Presiden.”
Pelanggaran Maksim : Maksim Kuantitas
Indikator Pelanggaran : Sumbangan informasi yang diberikan melebihi dari
yang dibutuhkan
Implikatur : tim ketika bekerja harus betul-betul objektif dan tidak
mempunyai target untuk masuk ke substansi perkara dan
menjalankan tugas seperti yang diberikan oleh presiden. Ini
yang harus menjadi perhatian oleh tim
Fungsi Implikatur : Menegaskan
159
KARTU DATA KE-7
KARTU DATA
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data : Data 7
Bentuk Tuturan : Konteks: Junimart menyampaikan bahwa tim independen
yang dibentuk oleh Presiden jangan sampai
masuk ke dalam subtansi perkara. Moderator pun
mempertanyakan kepada Junimart bahwa apa
yang terjadi antara KPK dan Polri ini justru
karena sebuah perkara yaitu ditetapkannya Budi
Gunawan sebagai tersangka dan juga Bambang
Widjajanto ditetapkan menjadi tersangka.
Moderator:
“Tapi Pak Junimart, tapi ini terjadi antara KPK dan Polri ini
karena suatu perkara. Orang melihatnya seperti itu karena
Pak Budi”
Junimart Girsang
“Iya begini…”
Moderator:
“Pak Budi Gunawan jadi tersangka”
Junimart Girsang
“betul”
Moderator:
“Kemudian Pak BW jadi tersangka”
Junimart Girsang
“Iya”
Moderator:
“Ini yang kemudian di… diartikan atau dilihat orang, ini jadi
ribut KPK dan Polri. Itu loh.”
160
Junimart Girsang:
“Justru karena itu. Justru karena itu. Elemen masyarakat juga
harus kita buat cerdas, ya. Jangan sampai masyarakat
itu,ya,eh… mempunyai, eh.. apa namanya.. pola pro dan
kontra. Tidak boleh begitu. Masyarakat harus melihat perkara
ini secara objektif. Perkara ini adalah Pidum,Pidana Umum.
Yang urusannya menjadi tanggung jawab pribadi masing-
masing. Jadi, harus kita pisahkan, antara pribadi, eh.. Pak BW,
pribadi Pak BG dengan institusi mereka. Ini kita harus…
harus.. harus sampaikan kepada masyarakat. Ya, jadi bukan
berarti kalau misalnya Pak BW menjadi tersangka, yang
merujuk kepada pelemahan KPK, tidak, saya kira tidak.”
Moderator:
“Ok baik”
Junimart Girsang:
“karena begini, sebentar Pak, sebentar ya. Kita… kita
mendengar, Pak Abraham Samad mengatakan satu orang
pun yang memimpin KPK, KPK tidak mati. Saya ingat
betul itu. Saya ingat betul.”
Moderator:
“Ok. Artinya?”
Pelanggaran Maksim : Cara
Indikator Pelanggaran : Mengatakan pernyataan yang samar
Implikatur : KPK tetap bisa berjalan atau beroperasi meskipun Bambang
Widjajanto ditetapkan sebagai tersangka. Untuk itu tidak ada
istilah pelemahan KPK
Fungsi Implikatur : Menyatakan
161
KARTU DATA KE-8
KARTU DATA
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data : Data 8
Bentuk Tuturan : Konteks: Moderator menanyakan hal yang tidak dimengerti
dari maksud pernyataan Junimart yang mengutip
pernyataan Abraham Samad bahwa KPK tidak
akan mati meski hanya dipimpin oleh satu orang.
Moderator:
“Ok. Artinya?”
Junimart Girsang:
“Artinya tanpa Pak BW pun di sana itu jalan terus, kok. Itu
yang saya tangkap. Yang kedua, kalau kita berbicara
mengenai Undang-undang No.30,ya, 4 komisioner tidak
boleh berjalan di KPK. Jelas, 4 komisioner tidak berjalan
tetapi bukan itu yang kita permasalahkan. Kita hanya
mau bagaimana semangat pemberantasan korupsi ini betul-
betul bisa berjalan di KPK secara murni dan objektif. Semua
kita mendukung mengenai ini.”
Pelanggaran Maksim : Maksim Cara dan Kualitas
Indikator Pelanggaran : 1. Mengatakan pernyataan yang samar.
2. Mengatakan suatu hal yang salah.
Implikatur : Hal yang dinyatakan oleh Abraham Samad merupakan
kesalahan, yaitu pernyataan bahwa KPK tidak akan mati
meski hanya dipimpin oleh satu orang termasuk dalam hal ini
penetapan Pak BW sebagai tersangka.
Fungsi Implikatur : Menyindir
162
KARTU DATA KE-9
KARTU DATA
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data : Data 9
Bentuk Tuturan : Konteks: Moderator ingin meminta tanggapan dari Bibit
mengenai pernyataan dari Ubedilah mengenai
adanya kemungkinan intervensi dari partai politik.
Benarkah ada intervensi dari partai politik yang
memanfaatkan institusi KPK atau Polri dengan
tujuan tertentu.
Moderator:
“Pak Bibit tidak melihat ada tadi yang sempat disampaikan
Bang Ubed, intervensi. Intervensi-intervensi kepentingan
dari partai politik.”
Bibit Samad Rianto:
“Nah”
Moderator:
“yang menggunakan misalnya institusi, menggunakan Polri
atau menggunakan KPK untuk tujuan tertentu Pak Bibit?”
Bibit Samad Rianto:
“Ya jangan mau diintervensi. Supaya ga diintervensi
pilihlah pemimpin-pemimpin yang punya integritas,
punya kompetensi yang sesuai dan konsisten. Ini aja
pemimpinnya yang.. yang.. yang jadi pengalaman saya di
Polres di Polda pemimpinnya ngomong A bawahannya yo
A kok. Tak..tak.. tidak usah di.. apa, tidak usah dipaksa-
paksa. Dia melihat, kita konsisten dengan A tadi mereka
yang tidak A ya akan malulah.”
` Moderator:
“Oke”
Bibit Samad Rianto:
“artinya dan seterusnya. Itu pemimpinnya.”
163
Pelanggaran Maksim : Maksim Relevansi
Indikator Pelanggaran : Mengatakan suatu hal yang tidak ada kaitannya atau
hubungannya dengan perkataan sebelumnya (perkataan oleh
kawan bicaranya)
Implikatur : Seorang pemimpin harus memiliki rasa enggan untuk
diintervensi. Untuk itu pilihlah pemimpin yang
berintegritas, memiliki kompetensi yang sesuai dengan
bidangnya dan konsisten. Dengan demikian nantinya semua
jajaran di bawahnya akan mengikuti instruksi pemimpin
tersebut.
Fungsi Implikatur : Menyarankan
164
KARTU DATA KE-10
KARTU DATA
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data : Data 10
Bentuk Tuturan : Konteks: Moderator bertanya apakah Sisno melihat seperti
kabar yang beredar bahwa ada sekelompok orang
yang memanfaatkan Polri untuk tujuan tertentu.
Moderator:
“Pak Sisno, Anda melihat ada yang mengatakan bahwa ini
Polri ini dimanfaatkan oleh sekelompok… sekelompok orang
untuk tujuan tertentu. Pak”
Sisno Adiwinoto:
“Iya”
Moderator:
“Sisno. Apa Anda melihatnya juga seperti itu sebagai
pemerhati?”
Sisno Adiwinoto:
“….Jadi kalau mulai kembali dari kasus,eh…pada saat
pertama,eh…BG dinyatakan sebagai tersangka itu yang
mungkin ada latar belakang politik tapi mungkin juga
ambisius pribadi. Saya sebagai Wakil Ketua Umum
Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia yang
eh… motto kita itu lebih memuliakan profesi kemudian
eh… mengoreksi yang salah dan membela yang benar.
Melihat dari kami kaji di dalam eh… Ikatan Sarjana dan
Profesi Perpolisian itu, tadi kalau tadi juga
dipermasalahkan masalah Pak Bibit kembali ke masalah
kasus awalnya BG. Dia juga kasus lama juga. Kasus lama
kemudian eh… terjadinya sudah lama kemudian karena
dianggap latar belakang politik sampailah diperkarakan
menjadi tersangka…..”
Pelanggaran Maksim : Maksim Relevansi
Indikator Pelanggaran : Mengatakan suatu hal yang tidak ada kaitannya atau
hubungannya dengan perkataan sebelumnya (perkataan oleh
kawan bicaranya).
165
Implikatur : Tidak ada kelompok-kelompok yang memanfaatkan Polri
atau dengan kata lainnya Polri tidak dimanfaatkan oleh suatu
kelompok.
Fungsi Implikatur : Menyatakan
166
KARTU DATA KE-11
KARTU DATA
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data : Data 11
Bentuk Tuturan : Konteks: Moderator sebelumnya bertanya kepada Sisno
apakah Sisno melihat sepeti kabar yang beredar
bahwa ada sekelompok orang yang
memanfaatkan Polri untuk tujuan tertentu. Sisno
tidak menjawabnya secara langsung. Untuk itu
kemudian moderator menanyakan kembali kepada
Sisno apakah Polri dimanfaatkan oleh
sekelompok tertentu dengan suatu tujuan.
Moderator:
“Tapi mungkin ga pak pertanyaannya soal tadi, Polri itu
dimanfaatkan kelompok… sekelompok tertentu?”
Sisno:
“Saya pikir tidak ada manfaat-memanfaatkan. Justru yang
kita waspadai jangan personifikasi memanfaatkan
institusi dengan dalih ya, dengan dalih kewenangan
kemudian tugas yang mulia, ya, tapi dia terselubung.”
Moderator:
“Oke”
Sisno Adiwinoto:
“itu yang mungkin pada saat kita sekarang era eh…
Revolusi mental kita bersih-bersih mari kita bersih-
bersih sehingga bukan tadi, kalau tadi, bukan
selamatkan eh… KPK ataupun Polri tapi mari kita
bersihkan sehingga institusi Polri institusi KPK tidak
diduduki atau tidak diawaki oleh orang-orang yang
mungkin”
Moderator:
“Baik”
167
Sisno Adiwinoto:
“mental atau kredibilitasnya kurang
Pelanggaran Maksim : Maksim Kuantitas
Indikator Pelanggaran : Sumbangan informasi yang diberikan melebihi dari yang
dibutuhkan
Implikatur : Ada seseorang yang memanfaatkan institusi yang sebenarnya
untuk kepentingan pribadinya sendiri yaitu dalam hal ini
Abraham Samad. Untuk itu ini momentum yang tepat untuk
melakukan pembersihan di setiap institusi yaitu KPK dan
Polri. Hal tersebut dilakukan untuk agar kedua institusi
tersebut bebas dari orang yang mental atau kredibilitasnya
kurang.
Fungsi Implikatur : Menegaskan
168
KARTU DATA KE-12
KARTU DATA
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data : Data 12
Bentuk Tuturan : Konteks: Setelah Junimart menjawab tidak ada intervensi
dari PDIP untuk kasus yang terjadi antara KPK
dan Polri. Moderator menanyakan apakah ada
muatan politisnya calon Kapolri jagoan PDIP
yaitu Budi Gunawan jadi tersangka.
Moderator:
“Oke sampai disitu tuh ga ada, tidak ada muatan intervensi
tapi berpikir atau tidak, ada muatan politisnya ketika yang
dijagokan oleh PDI Perjuangan sebagai calon Kapolri itu
dijadikan tersangka?”
Junimart:
“Jadi begini, kita jangan langsung eh.. menjudge bahwa
Pak BG itu eh.. dijagokan oleh PDIP. Kita bisa buktikan
sewaktu fit and proper test semua fraksi minus Demokrat
mendukung Pak BG. Bukan hanya PDIP di sana, ada 10
fraksi. Satu tidak ikut,sembilan mendukung. Ini
Sembilan adalah partai politik yang semuanya kuat
walaupun dalam paripurna satu partai politik yaitu PAN
menarik diri, tinggal delapan. Jadi kalau dikatakan eh.,
partai PDIP sebagai pendukung Pak BG saya men..
mengatakan tidak.”
Pelanggaran Maksim : Maksim Kuantitas
Indikator Pelanggaran : Sumbangan informasi yang diberikan tidak seinformatif yang
dibutuhkan
Implikatur : Partai PDIP bukanlah satu-satunya partai yang mendukung
Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. Ketika memasuki
proses fit and proper test di DPR, tidak hanya partai PDIP
saja yang mendukung Budi Gunawan tetapi ada delapan
fraksi yang turut mendukung.
Fungsi Implikatur : Menyatakan
169
KARTU DATA KE-13
KARTU DATA
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data : Data 13
Bentuk Tuturan : Konteks: Junimart tidak ingin ada pernyataan dari moderator
atau ada opini yang menyatakan bahwa PDIP
merupakan satu-satunya partai yang mendukung
Budi Gunawan dan itu seperti menyudutkan partai
PDIP.
Moderator:
“Oh PDIP merasa disudutkan dengan masalah ini?”
Junimart:
“Bukan merasa disudutkan kan kelihatan, kelihatan kan,
kelihatan, iya kan?. Saya perlu sampaikan, saya perlu
sampaikan, ya, PDIP adalah partai yang tangguh,
semakin disudutkan semakin tangguh dia. Itu partai
PDIP
Pelanggaran Maksim : Kuantitas
Indikator Pelanggaran : Sumbangan informasi yang diberikan melebihi dari yang
dibutuhkan
Implikatur : PDIP merupakan partai yang tangguh apabila dia disudutkan
maka dia semakin tangguh
Fungsi Implikatur : Menyatakan
170
KARTU DATA KE-14
KARTU DATA
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data : Data 14
Bentuk Tuturan : Konteks: Moderator ingin meminta tanggapan dari Sisno
berkaitan dengan pendapat dari Bibit yang
menyatakan bahwa hak imunitas boleh saja
diberikan ketika kasus itu merupakan kasus yang
lama dari seorang pimpinan KPK. Bukan kasus
yang ada atau muncul ketika ia menjabat sebagai
pimpinan KPK. Memproses kasus yang lama
tersebut ketika pimpinan KPK tersebut telah
selesai menjabat sebagai pimpinan KPK.
Moderator:
“Oke, Pak Sisno. Kalau Pak Sisno bisa Pak seperti itu Pak
tadi yang disampaikan Pak Bibit tadi memang eh… nanti
dulu setelah pimpinan KPK nya selesai dulu kemudian baru
proses”
Sisno Adiwinoto
“Ya kalau kasusnya sudah kasus lama tambah lagi 5 tahun
selama”
Moderator:
“Takut habis Pak, ya?”
Sisno Adiwinoto:
“di KPK kadaluarsa bisa”
Moderator:
“Kadaluarsa”
Sisno Adiwinoto:
“Jadi saya pikir wacana imunitas itu mengada-ngada”
Moderator:
“Oke”
Sisno Adiwinoto:
“Jadi tidak perlu saya pikir. Kemudian juga yang perlu lagi
eh… kita menegakkan hukum tadi jangan ada intervensi.
171
Sisno Adiwinoto:
“Jadi saya pikir wacana imunitas itu mengada-ngada”
Moderator:
“Oke”
Sisno Adiwinoto:
Jadi tidak perlu saya pikir. Kemudian juga yang perlu lagi
eh… kita menegakkan hukum tadi jangan ada
intervensi. Janganlah galang menggalang. Jangan juga
membangunkan. Saya dipesenin nih polisi itu 400 ribu
lebih. Kalau dengan keluarga besar Polrinya itu bisa
sampai 4 juta.”
Pelanggaran Maksim : Kuantitas dan Cara
Indikator Pelanggaran : 1. Sumbangan informasi yang diberikan melebihi dari yang
dibutuhkan
2. Mengatakan pernyataan yang samar
Implikatur : Janganlah ada upaya dalam galang-menggalang karena itu
salah bentuk intervensi. Jangan sampai itu juga membuat
Polisi akhirnya bereaksi dan Polisi mempunyai massa yang
juga cukup banyak.
Fungsi Implikatur : Menyarankan
172
KARTU DATA KE-15
KARTU DATA
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Data : Data 15
Bentuk Tuturan : Konteks: Sebelumnya Ubedilah memberikan saran untuk
melakukan Yudicial Review terhadap Undang-
undang KPK dalam pasal yang mengatur tentang
seleksi di KPK yang tidak perlu harus melalui
proses fit & proper test di DPR. Hal itu untuk
meminimalkan ruang politis. Moderator pun
melakukan pertanyaan sebagai penegasan
terhadap hal tersebut.
Moderator:
“Oke. Mas Ubed singkat saja terakhir Mas Ubed gimana
apakah tadi memang harus di Yudicial Review soal Undang-
undang yang mengatur eh... bagaimana seleksi dari KPK?”
Ubedilah:
“Iya saya kira ini kritik eh.. sebagai analis ya bahwa proses
pemilihan eh.. anggota KPK itu eh.. melalui sebuah proses
politik. Oleh karena itu sebetulnya ini bisa dievaluasi,
diganti. Yang menseleksi anggota, calon anggota KPK bisa
saja tim independen. Mereka adalah kaum profesional yang
sangat eh.. teruji melalui sebuah seleksi yang sangat ketat
sehingga tidak ada unsur politis di dalam seleksi anggota
KPK itu. Demikian pula sebetulnya Kapolri cukup saja
Presiden langsung.”
Moderator:
“Baik”
173
Ubedilah:
“Jadi saya kira itu solusi sederhana ya. Kalau soal yang lain
eh misalnya Pak BG dan eh… Pak BW.”
Moderator:
“Biar melalui proses”
Ubedilah:
“Biar melalui proses hukum berjalan”
Moderator:
“Iya oke”
Ubedillah:
“Ketika kemudian terbukti, ya udah hentikan, begitu”
Pelanggaran Maksim : Maksim Kuantitas
Indikator Pelanggaran : Sumbangan informasi yang diberikan melebihi dari yang
dibutuhkan
Implikatur : Untuk masalah Budi Gunawan dan Bambang Widjajanto
biarkan proses hukum berjalan, apabila terbukti bersalah
maka hentikan (melepaskan jabatan yang disandang di
institusinya).
Fungsi Implikatur : Menyarankan
KEMENTERIAN AGAMAUIN JAKARTAFITKJl. lr. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 lndonesia
FORM (FR)
No. Dokumen : FITK-FR-AKD-081
Tgl. Terbit : 1 Maret 2010No. Revisi: : 01
Hal 1t1
SURAT BIMBINGAN SKRIPSI
Nomor : Un.0 llF. l/I(M .01.3 13242/2014Lamp. :-Hal : Bimbingan Skripsi
Nama
NIM
Jurusan
Semester
Judul Skripsi
Tembusan:l. Dekan FITK2. Mahasiswa ybs.
Rully Pratistya
I 1 I 1013000069
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
VII (Tujuh)
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur dalam Debat
Jakarta, 12 Desember 2014
Kepada Yth.
Dona Aji Karunia Putra,M.APembimbing SkripsiFakultas Ilmu Tarbiyah dan KeguruanUIN Syarif HidayatullahJakarta.
As s alamu' alaikum wr.wb.
Dengan ini ciiharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing l/ll(materi/teknis) penulisan skipsi mahasiswa:
Capres-Cawapres 2014 serta Implikasinya terhadap Pendidikan
Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal I Desember 2014,abstraksi/oztline terlampir. Saudara dapat melakukan perubahan redaksional pada judul tersebut.Apabila perubahan substansial dianggap perlu, mohon pembimbing menghubungi Jurusanterlebih dahulu.
Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjangselama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.
Atas perhatian dan
ll/ass al antu' al aikum wr.wb.
kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.
. Bahasa dan Sastra Indonesia
i.rn. M.Pd01215 2009122001
BIOGRAFI PENULIS
Rully Pratistya lahir di Bandung, 22 Mei 1992.
Masa kecilnya sebagian dihabiskan di wilayah timur
Indonesia. Selama lima tahun ia tinggal di Manokwari,
Papua. Ia sempat merasakan bangku sekolah Taman
Kanak-kanak di daerah tersebut. Kemudian ia pindah ke
Parepare (Sulawesi Selatan) dan melanjutkan
pendidikan sekolah Taman Kanak-kanaknya di Taman
Kanak-kanak Kartika VII-39. Selepas itu, ia melanjutkan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi. Ia tercatat sebagai peserta didik di SDN 03 Kota Parepare,
Sulawesi Selatan. Namun, menginjak kelas lima ia pindah ke tempat
kelahirannya, yaitu Bandung. Ia melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan
dasarnya di SDN Bojongloa 4, Kota Bandung. Kemudian, ia melanjutkan
pendidikannya di SMPN 22 Kota Bandung dan setelah itu di SMA Kartika
Siliwangi I Kota Bandung. Sempat diterima dan kuliah selama tiga bulan di UIN
Sunan Gunung Djati Bandung, ia memutuskan untuk keluar dan ingin merasakan
kehidupan di Jakarta. Akhirnya, ia pun diterima sebagai mahasiswa Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2011, Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Anak ketiga dari pasangan Endang Sukendar, MM. dan Kokom
Komariyah, BA ini dari kecil gemar dengan musik dan film, khususnya film
India. Itu yang membuat ia kemudian dinobatkan sebagai sutradara dan penulis
naskah drama bahasa Sunda terbaik kelas XI SMA Kartika Siliwangi I Bandung.
Ia pun terpilih sebagai salah satu penulis naskah drama terbaik di Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2011 dalam mata kuliah Kajian
Drama 2 pada tahun 2014.
Selain berkecimpung di dunia seni, ia pun gemar belajar dan membaca.
Hal tersebut berpengaruh untuk mengantarkannya menjadi juara I lomba debat
yang diadakan oleh SMPN 22 Bandung pada tahun 2004. Ia pun mengulang
kesuksesan dengan kembali menjadi juara I lomba debat yang diadakan oleh HMJ
(Himpunan Mahasiswa Jurusan) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada
tahun 2013. Ia juga pernah dinobatkan sebagai siswa terbaik I program IPA pada
Pra UN-1 dan Pra US pada tahun 2010.
Kini, ia banyak menghabiskan waktunya di bidang seni. Ia bersama teman-
teman SMA nya membentuk sebuah band dan ia didapuk sebagai vokalis di band
tersebut. Ia juga menulis naskah drama dan atau naskah film. Salah satu naskah
film yang telah selesai ditulisnya yaitu berjudul “I Want India You Want
Indonesia”.