176

Click here to load reader

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

  • Upload
    duongtu

  • View
    306

  • Download
    26

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user i

IMPLIKATUR PERCAKAPAN

DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

DI KELAS V SD NEGERI PONDOK 1 KECAMATAN NGUTER

KABUPATEN SUKOHARJO

Oleh:

PUJI RAHAYU

K1207028

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 2: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ii

IMPLIKATUR PERCAKAPAN

DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

DI KELAS V SD NEGERI PONDOK 1 KECAMATAN NGUTER

KABUPATEN SUKOHARJO

Oleh:

PUJI RAHAYU

K1207028

Skripsi

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan

Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan

Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 3: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user iii

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 4: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user iv

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 5: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user v

ABSTRAK

Puji Rahayu. K1207028. IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS V SD NEGERI PONDOK 1 KECAMATAN NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, April 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan mengenai (1) wujud tutur bentuk implikatur percakapan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, (2) fungsi dan tujuan implikatur percakapan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, dan (3) alasan penggunaan implikatur percakapan yang terjadi dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif kualitatif dengan strategi tunggal terpancang. Sumber data dalam penelitian ini adalah peristiwa pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V SD Negeri Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo terfokus pada bahasa dan konteks tuturan. Selain dokumen, sumber data yang lain adalah informan, yaitu wali kelas V dan beberapa siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan observasi, teknik simak catat, perekaman, dan wawancara secara mendalam. Validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi teori, trianggulasi sumber, triangulasi metode, dan review informan. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif (interaktif model of analysis).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa banyak ditemukan implikatur percakapan dalam menerapkan prinsip sopan santun antara lain pelanggaran maksim kuantitas, kualitas, hubungan, cara, maksim gabungan kuantitas dan kualitas, serta maksim gabungan hubungan dan cara. Fungsi dan tujuan penggunaan implikatur percakapan terdiri atas fungsi kompetitif dan tujuan direktif; fungsi menyenangkan dan tujuan ekspresif; dan fungsi menyenangkan dan tujuan komisif. Alasan penggunaan implikatur percakapan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V SDN Pondok 1 antara lain: (1) unsur konteks tutur yang berkaitan dengan pengetahuan mitra tutur, (2) penutur dan mitra tutur yang berkaitan dengan mental mitra tutur, serta (3) tujuan tuturan yang berkaitan dengan tujuan dan keefektifan. Penggunaan implikatur percakapan yang disertai bahasa Jawa mempengaruhi cara berbahasa peserta didik. Hal ini terlihat dengan jumlah peserta didik yang dapat menggunakan implikatur percakapan dan bahasa campuran (bahasa Indonesia dan Jawa) saat diwawancarai lebih banyak yaitu empat peserta didik dibandingkan jumlah peserta didik yang mematuhi prinsip kerjasama dan bahasa Indonesia, yaitu sebanyak dua peserta didik.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 6: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user vi

MOTTO

...dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada

jiwanya

(QS An Nisa’: 63)

-Orang yang banyak ketawa itu kurang wibawanya

-Orang yang suka menghina orang lain, dia juga akan dihina

-Orang yang menyintai akhirat, dunia pasti menyertainya

-Barangsiapa menjaga kehormatan orang lain, pasti kehormatan dirinya akan

terjaga

(Sayidina Umar bin Khattab)

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 7: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

1. Keluargaku tersayang (Bapak, Ibu, Mas

Andi, Mbak Jenny, dan Eyang Kakung),

terima kasih atas doa dan semangat yang

kalian berikan kepadaku.

2. Sahabat ”Kejora” (Ifah, Rini, Lilik dan

Rizqi) terimakasih atas setiap warna yang

kalian berikan untukku.

3. Dosen dan Rekan-rekan Bastind’07,

terimakasih kalian telah memberikan

pengalaman yang luar biasa.

4. Guru dan peserta didik SD Negeri Pondok 1

yang penuh pengertian dan senantiasa sabar

untuk menjadi informan dan sampel

penelitian.

5. Terima kasih untuk semua

6. Almamater

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 8: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kesehatan,

rahmat, dan hidayah-Nya kepada penulis. Hanya kepada-Nya kembali segala

sanjungan, penulis memohon pertolongan dan ampunan, dan atas ridho-Nya pula

sehingga penulis mampu menyusun skripsi ini dengan baik sebagai persyaratan

untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Proses penulisan skripsi ini melibatkan banyak pihak yang telah

memberikan bantuan. Maka atas terselesaikannya skripsi ini, penulis

meyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberikan izin penulisan skripsi ini.

2. Drs. Suparno, M. Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah memberikan izin dalam penulisan skripsi ini.

3. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd., Ketua Program Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dalam penulisan

skripsi ini.

4. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd. selaku pembimbing skripsi I yang

senantiasa sabar membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.

5. Kundharu Saddhono, S.S, M. Hum selaku pembimbing skripsi II yang

selalu sabar memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Ibu Munasyiroh selaku Kepala Sekolah SD Negeri Pondok 1 dan para

guru serta karyawan SD Negeri Pondok 1 yang senantiasa memberikan

informasi dan semangat kepada penulis

7. Peserta didik SD kelas V SD Negeri Pondok 1 yang memberikan

pengetahuan baru yang menarik yang dapat membantu penulis dalam

mengumpulkan data-data penelitian.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 9: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user ix

8. Dosen dan rekan mahasiswa Prodi Pendidikan PBS FKIP UNS atas

dukungan memberikan informasi yang dapat membantu penulis dalam

menyusun skripsi ini.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan skripsi

ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan dunia pendidikan, khususnya dalam bidang bahasa Indonesia.

Surakarta, April 2011

Penulis

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 10: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user x

DAFTAR ISI

JUDUL ......................................................................................................... i

PENGAJUAN ............................................................................................... ii

PERSETUJUAN ........................................................................................... iii

PENGESAHAN ............................................................................................ iv

ABSTRAK ................................................................................................... v

MOTTO........................................................................................................ vi

PERSEMBAHAN ......................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................. viii

DAFTAR ISI ................................................................................................ x

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv

KETERANGAN TANDA............................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian............................................................................ 9

D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 9

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Landasan Teori ............................................................................... 11

1. Hakikat Implikatur Percakapan ................................................. 11

a. Pengertian Implikatur .......................................................... 11

b. Kaidah Penggunaan Implikatur Percakapan ........................ 14

c. Hakikat Ilokusi ................................................................... 32

d. Penafsiran Penggunaan Implikatur Percakapan ................... 36

2. Percakapan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SD ...... 50

a. Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas V SD ....................... 50

b. Percakapan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

Kelas V SD ......................................................................... 54

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 11: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xi

B. Penelitian yang Relevan ................................................................. 62

C. Kerangka Berpikir .......................................................................... 65

BAB III METODELOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 68

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ........................................................ 68

C. Sumber Data ................................................................................... 69

D. Teknik Sampling ............................................................................ 70

E. Teknik Pengumpulan Data.............................................................. 72

F. Uji Validitas Data ........................................................................... 73

G. Teknik Analisis Data ...................................................................... 74

H. Prosedur Penelitian ......................................................................... 75

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Latar Penelitian ............................................................... 76

B. Hasil Penelitian .............................................................................. 77

1. Wujud Tutur Implikatur Percakapan ......................................... 77

2. Fungsi dan Tujuan Penggunaan Implikatur Percakapan............. 118

3. Alasan Penggunaan Implikatur Percakapan .............................. 137

C. Pembahasan Hasil Penelitian ......................................................... 143

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan ........................................................................................ 156

B. Implikasi ........................................................................................ 157

C. Saran .............................................................................................. 160

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 162

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 12: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Pembagian Waktu Penelitian ................................................................... 68

2. Daftar Peserta Didik yang Dipilih sebagai Informan ................................ 70

3. Pelanggaran Maksim Kerja Sama dalam Menerapkan

Maksim Sopan-santun ............................................................................. 117

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 13: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Analisis Cara-tujuan ........................................................................... 44

2. Alur Analisis Heuristik....................................................................... 45

3. Kerangka Berpikir Penelitian Implikatur Percakapan.......................... 67

4. Model Analisis Interaktif .................................................................... 75

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 14: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Transkrip Percakapan Pembelajaran 1 .................................. 166

Lampiran 2. Transkrip Percakapan Pembelajaran 2 .................................. 191

Lampiran 3. Transkrip Percakapan Pembelajaran 3 .................................. 219

Lampiran 4. Daftar Informan ................................................................... 244

Lampiran 5. Hasil Wawancara dengan Informan Guru ............................. 245

Lampiran 6. Hasil Wawancara dengan Informan Peserta Didik ................ 251

Lampiran 7. Dokumentasi Wawancara ..................................................... 256

Lampiran 8. Data Peserta Didik Kelas V SDN Pondok 1 .......................... 258

Lampiran 9. Jadwal Mata Pelajaran Kelas V SDN Pondok 1 .................... 259

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 15: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user xv

KETERANGAN TANDA

MKN : Maksim Kuantitas

MKL : Maksim Kualitas

MKH : Maksim Hubungan

MKC : Maksim Cara

MK1 : Maksim Kuantitas dan Kualitas

MK2 : Maksim Hubungan dan Cara

MSA : Maksim Kearifan

MSD : Maksim Kedermawanan

MSP : Maksim Pujian

MSK : Maksim Kerendahan Hati

MSS : Maksim Kesepakatan

MS1 : Maksim Kearifan dan Pujian

MS2 : Maksim Kearifan dan Kesepakatan

MS3 : Maksim Kedermawanan dan Kerendahan Hati

MS4 : Maksim Kedermawanan dan Kesepakatan

TA : Tujuan Asertif

TD : Tujuan Direktif

TK : Tujuan Komisif

TE : Tujuan Ekspresif

FK : Fungsi Kompetitif

FM : Fungsi Menyenangkan

FB : Fungsi Bekerjasama

FT : Fungsi Bertentangan

.... : Tuturan Diperlambat

... ... : Tuturan Tidak Jelas

( ) Sebelah kanan : Keadaan atau Nama Penutur

( ) Sebelah Kiri : Nomor Tuturan

< > Sebelah Kanan : Kode Maksim, Tujuan dan Fungsi

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 16: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa memiliki beragam ciri dan fungsi yang disesuaikan dengan

penggunaannya dalam masyarakat. Soeparno (2002: 1) memaparkan bahwa

bahasa adalah suatu sistem tanda ujaran arbitrer (manasuka) yang konvensional

dan bersifat sistemik (terdiri dari subsistem-subsistem) sekaligus sistematik

(memiliki kaidah yang teratur). Empat dimensi sosial yang mempengaruhi

pemakaian bahasa antara lain jarak sosial, status sosial, tingkat keresmian dan

fungsinya (Holmes dalam Sarwiji Suwandi, 2008: 98). Sehingga dapat diketahui

bahwa pemakaian bahasa sangat dipengaruhi faktor sosial penutur dan mitra tutur

saat berkomunikasi.

Kajian tentang bahasa sendiri takkan lengkap tanpa mengkaji percakapan

yang merupakan bentuk penggunaan bahasa paling umum sekaligus begitu

integral dalam pemahamannya. Hal ini membuat penutur secara tidak langsung

melakukan kesepakatan dengan mitra tutur dalam memilih ujaran yang akan

digunakan atau menyamakan praanggapan terlebih dahulu sehingga komunikasi

menjadi lebih efektif meskipun tuturan yang digunakan tidak sesuai dengan

maksud yang ingin disampaikan. Dengan demikian konsep tuturan dalam suatu

komunikasi merupakan tataran yang sederhana, tetapi pembelajaran keterampilan

berbahasa sangat dibutuhkan karena menjadi rumit saat dikaitkan dengan masalah

pragmatik (cara pemakaian bahasa).

Belajar bahasa diawali dengan memahami bahasa, mencoba

menggunakannya, dan mempelajari bahasa saat bahasa tersebut digunakan

(Ahmad Rofi’uddin dan Darmayati, 2001: 143). Konsep belajar ini lebih

menitikberatkan pelaziman perilaku berbahasa dalam proses belajar mengajar bagi

peserta didik sejak tingkat dasar. Dengan kata lain pembelajaran berbahasa lebih

mengarahkan agar peserta didik tidak hanya memahami tentang bahasa tetapi juga

mampu menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi sesuai tata krama

berbahasa baik secara lisan maupun tulisan. Namun yang lebih menjadi perhatian

1

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 17: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

guru dalam pembelajaran berbahasa adalah seberapa paham peserta didik dengan

maksud yang ingin disampaikan guru melalui bahasa pengantar baik dengan

bahasa pertama (dalam penelitian ini adalah bahasa Jawa) maupun bahasa

Indonesia. Untuk itu, jika peserta didik tidak dapat memahami maksud penjelasan

guru karena materi pelajaran yang baru atau asing bagi peserta didik, maka

interaksi pembelajaran hanya akan berjalan searah yaitu dari guru ke peserta

didik. Hal ini disebabkan kemampuan siswa untuk menyerap penjelasan guru

berbeda-beda. Ada peserta didik yang cepat memahami penjelasan guru, tetapi

ada juga yang lambat. Untuk itu, guru memerlukan strategi mengajar yang lebih

sesuai karakteristik peserta didik agar interaksi pembelajaran berjalan optimal dan

peserta didik benar-benar paham maksud guru.

Selain itu, adanya kesempatan yang diberikan guru terhadap peserta didik

untuk menyampaikan pemikiran juga menjadi hal penting dalam pembelajaran

berbahasa. Sehingga, guru tidak terlalu memegang kontrol serta “power” atas

peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini dapat diidentifikasikan dari

seberapa dominasinya penyampaian pemikiran yang berasal dari guru

dibandingkan penyampaian pemikiran-pemikiran dari peserta didik saat

pembelajaran sedang berlangsung. Meski tak dapat dipungkiri, peserta didik

sekolah dasar masih membutuhkan lebih banyak kontrol serta pengawasan dalam

bentuk perintah dari gurunya. Hanya saja adakalanya guru memerlukan kontrol

yang lebih halus terhadap perilaku maupun cara berbahasa peserta didik sehingga

peserta didik tidak hanya mampu menyampaikan maksud sesuai pertanyaan atau

stimulus yang diberikan guru, tetapi juga lebih mampu berkreasi dalam berbahasa

untuk bertanya dan mengutarakan hal-hal yang ada dibenaknya tentang topik

pembicaraan.

Guru merupakan sosok yang menjadi panutan di masyarakat, terutama di

sekolah. Segala sesuatu yang dilakukan dan dituturkan guru saat menyampaikan

sesuatu hal akan ditiru oleh peserta didik. Peserta didik mempelajari bahasa orang

lain dengan meniru cara pengungkapan pemikiran yang didengarnya, terutama apa

yang didengar dari gurunya di sekolah. Jalaluddin Rakhmat (2001: 25)

mengungkapkan bahwa belajar adalah peniruan (imitation) dan kemampuan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 18: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

meniru respon orang yang sering dilakukan terhadap kegiatan yang dilakukannya

merupakan penyebab utama belajar. Konsep belajar ini juga menggolongkan

ganjaran dan hukuman yang diberikan guru bukanlah faktor penting dalam

belajar, melainkan justru merupakan faktor penting dalam melakukan tindakan

(performance) berbahasa bagi peserta didik. Sehingga guru dituntut untuk lebih

menghargai dengan respon positif terhadap keberanian peserta didik dalam

mengungkapkan perasaan dan mengarahkan tanpa mencela peserta didik. Jika

terjadi penyimpangan interpretasi maksud guru, hal tersebut merupakan hal yang

wajar karena percakapan dalam pembelajaran di kelas melibatkan banyak mitra

tutur dengan berbagai latar pengetahuan. Di saat itulah peran guru dalam respon

hal tersebut dengan bijak untuk menjelaskan tujuan pembicaraan yang ingin

disampaikan justru sangat penting dibanding sekedar menyampaikan materi. Hal

ini karena suasana kelas yang memberikan kebebasan peserta didik

mengungkapkan pikiran/ perasaannya secara terus menerus merupakan hal dasar

dalam memaksimalkan kemahiran berbahasa peserta didik.

Meskipun bahasa Indonesia secara baku belum memiliki kaidah kesantunan

secara pasti, tetapi setidaknya rambu-rambu untuk berkomunikasi secara santun

sudah dapat diidentifikasi dengan memperhatikan prinsip kerjasama dan sopan

santun. Secara singkat, kompetensi inilah yang seharusnya telah dimiliki guru dan

dapat dipraktikkan saat proses pembelajaran bahasa Indonesia yang dalam

masyarakat pedesaan masih dianggap sebagai bahasa kedua setelah bahasa Jawa.

Salah satunya dengan menjelaskan materi dengan bahasa Indonesia yang

informatif, jujur, relevan dan tidak ambigu. Namun pada kenyataan dalam

berkomunikasi guru maupun peserta didik tak jarang sengaja melanggar prinsip

percakapan untuk menyampaikan maksud kepada mitra tutur secara implisit atau

yang sering disebut implikatur percakapan.

Kedua pendapat di atas juga sesuai dengan hasil wawancara dengan kepala

SD Negeri Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo (Munasyiroh, S.

Pd.). Dikemukakannya bahwa kelas V termasuk kelas tinggi sehingga telah

menggunakan bahasa Indonesia yang baik, baku dan mengandung unsur sopan

santun. Setiap guru terutama guru yang mengajar di kelas V juga harus

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 19: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

menggunakan unsur kesopanan dalam berbahasa sebagai contoh konkret/ teladan

bagi peserta didik dalam pengaplikasian berbahasa Indonesia yang baik dan benar

sekaligus sopan. Salah satu cara berbahasa yang digunakan guru dalam

pembelajaran kelas V dapat berupa penyampaian maksud secara langsung atau

tidak langsung sesuai kondisi dan tujuan tuturan. Contohnya saat guru ingin

menasehati peserta didik cukup diungkapkan dengan menyindir peserta didik agar

peserta didik tidak merasa tertekan dan juga dapat belajar menjaga perasaan orang

lain yang diajak berbicara.

Bertolak dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

sekolah sebagai tempat pengajaran bahasa itu berlangsung merupakan wilayah

sosial pemakaian bahasa (societal domain) yang mempunyai corak tersendiri.

Sekolah merupakan masyarakat tutur (speech community) yang berbeda dengan

masyarakat tutur yang lain, lengkap dengan perbedaan penutur (speaker) dan

perbendaharaan tuturnya (speech reportoire). Corak khas ini sangat terlihat di

sekolah pedesaan, khususnya sekolah di kecamatan Nguter yang pada umumnya

merupakan masyarakat bilingual dengan menggunakan lebih dari satu bahasa

(bahasa Jawa dan bahasa Indonesia). Efek yang timbul dalam praktik bilingual ini

adalah terjadinya peristiwa sentuh atau kontak antarbahasa atau antarvariasi

bahasa saat menyampaikan maksud kepada mitra tutur. Dalam peristiwa tersebut

sering terjadi adanya saling pengaruh dan pencampuran antara bahasa tutur yang

satu dengan bahasa tutur yang lainnya. Akibatnya, dimungkinkan penyimpangan

interpretasi maksud yang disampaikan karena perubahan bahasa (resultante) dan

membuat bahasa mitra tutur bersifat purposif, yaitu respon yang menggunakan

bahasa yang dikuasai dan bahasa lingkungan sekaligus saat mengungkapkan

gagasan atau pikirannya secara langsung.

Di samping itu, penggunaan bahasa Indonesia dalam proses belajar

mengajar di sekolah dasar merupakan ragam bahasa lisan yang mempunyai

maksud tergantung konteks tuturan sehingga dapat melahirkan persepsi yang

berbeda-beda. Dalam kaitannya dengan komunikasi di kelas, peserta didik harus

mampu menangkap maksud dari guru atau sebaliknya, sehingga tidak terjadi

“salah persepsi”. Hal ini berarti yang terpenting dalam komunikasi tidak hanya

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 20: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

bentuk-bentuk bahasa (lokusi), tetapi juga apa yang “terselubung” dalam satu

tindak bahasa yaitu apa yang ingin disampaikan oleh seorang penutur kepada

mitra tuturnya. Pengetahuan pragmatik dalam arti praktis (komunikatif) saat

pembelajaran menjadi hal yang penting dalam pembelajaran berbahasa bahkan

sejak tingkat sekolah dasar. Sehingga pengetahuan praktis ini patut diterapkan

oleh guru untuk membekali peserta didik dengan keterampilan berbahasa menurut

situasi tertentu disamping teori bahasa sebagai landasan.

Selain itu, penginterpretasian pesan tambahan dari tindak bahasa

(berimplikatur percakapan) tersebut tentu saja memerlukan beberapa prinsip

kerjasama dan sopan santun yang harus dipahami penutur dan mitra tutur. Hanya

saja penerapan prinsip-prinsip percakapan ini menjadi lebih sulit jika bahasa yang

digunakan merupakan bahasa kedua yaitu bahasa Indonesia yang pada dasarnya

juga masih dipelajari penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.

Sifat pembelajaran bahasa kedua (bahasa Indonesia) tentunya akan berbeda

dengan sifat pembelajaran bahasa pertama karena sangat dipengaruhi lingkungan

dan fungsi pemakaian bahasa tersebut bagi masyarakat tempat peserta didik

bertempat tinggal (Burhan Nurgiyantoro, 2010: 279).

Dalam proses belajar mengajar di sekolah dasar, bahasa Indonesia

merupakan bahasa pengantar yang seharusnya digunakan oleh guru untuk

menyampaikan materi, tugas atau memberi reaksi terhadap kontribusi yang

dilakukan oleh siswa, meskipun bahasa sehari-hari yang digunakan oleh siswa dan

guru adalah bahasa Jawa. Tindakan yang dilakukan guru tersebut sebenarnya

memiliki tujuan untuk membiasakan peserta didik menggunakan bahasa Indonesia

saat berada di dalam lingkup sekolah. Selain itu, tindakan tersebut dapat

digunakan untuk mendukung kelancaran belajar peserta didik di tingkat satuan

pendidikan yang lebih tinggi.

Namun pada kenyataannya, penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa

pengantar yang seharusnya menjadi jembatan komunikasi guru dengan peserta

didik untuk mempelajari suatu materi ajar justru dapat menjadi momok tuturan

yang dianggap menyakiti salah satu pihak tutur karena perbedaan latar belakang

pengetahuan. Hal ini juga dapat terjadi pada proses belajar mengajar mata

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 21: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

pelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar yang tidak terlepas dari penggunaan

bahasa pertama (dalam penelitian ini adalah bahasa Jawa) sebagai bahasa

pengantar. Oleh karena itu, tidak jarang guru menggunakan implikatur percakapan

yang berwujud bahasa pertama (bahasa Jawa) saat peserta didik dinilai belum

dapat memahami kosakata tertentu dalam bahasa Indonesia.

Tentu saja hal ini akan mempengaruhi kebiasaan penggunaan bahasa

Indonesia dalam proses pembelajaran khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia.

Apalagi jika seorang guru lebih menekankan prinsip kesopanan dalam setiap

tuturan yang diucapkan untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa Indonesia

yaitu berbahasa yang baik dan benar sekaligus sopan. Dengan kata lain,

penggunaan bahasa pengantar dalam pembelajaran bahasa Indonesia akan

menimbulkan keragaman wujud tutur, fungsi dan tujuan serta alasan pemakaian

tuturan berimplikatur percakapan tersebut.

Secara konkret hal ini dapat terlihat percakapan pada kelas V SD Negeri

Pondok 1 tepatnya terletak di Dukuh Bodeyan Desa Pondok Kecamatan Nguter

Kabupaten Sukoharjo yang sebagian besar masyarakatnya masih menggunakan

bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar di kehidupan sehari-hari. Namun berdasar

hasil survey awal (prapenelitian), peneliti menemukan ujaran yang berimplikatur

percakapan bahasa Indonesia saat pembelajaran berbahasa Indonesia di kelas V

yaitu saat guru menyampaikan maksud untuk menegur peserta didik yang

dianggap bekerja sama dengan peserta didik lain saat mengerjakan tugas individu

yang diberikan guru dengan tuturan “Kamu sudah selesai?”. Tuturan tersebut jika

diutarakan secara lugas yaitu “Kalau kamu sudah selesai, jangan mengganggu

teman yang sedang mengerjakan!”. Tetapi guru tidak menggunakan

menyampaikan maksud tersebut secara eksplisit karena dianggap terlalu keras dan

membuat kondisi kelas menjadi kurang kondusif karena peserta didik merasa

takut saat guru sedang marah. Jika peserta didik tersebut tidak mengerti maksud

ujaran guru maka tidak akan tercipta kerjasama yang terlihat dari respons peserta

didik terhadap ujaran tersebut, tetapi karena dia mengetahui maksud ujaran guru

maka dia langsung merespons dengan respons nonverbal yaitu dengan

memperbaiki sikap duduk. Pengungkapan maksud secara implisit ini dilakukan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 22: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

guru karena mengingat situasi saat itu memerlukan konsentrasi yang tinggi maka

peserta didik tidak boleh merasa tersinggung dan takut dengan teguran guru tetapi

tetap mengerti bahwa yang dilakukannya dapat mengganggu konsentrasi teman

lain. Dengan demikian, tuturan dengan bahasa sopan menjadi pilihan guru dalam

proses pembelajaran melalui penyampaian tuturan dengan wujud lain, tetapi tidak

mengubah maksud yang ingin disampaikan.

Alasan lain peneliti memilih pembelajaran di SD Pondok I Kecamatan

Nguter Kabupaten Sukoharjo sebagai objek penelitan karena SD ini terletak jauh

dari pusat kota dengan masyarakat sekitar sekolah yang lebih mementingkan

undha usuk dalam bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari dibandingkan

menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan bahasa pengantar pembelajaran dalam

SD ini juga menggunakan bahasa campuran yaitu bahasa Indonesia dan bahasa

Jawa sebagai penyesuaian penggunaan bahasa guru dengan peserta didik yang

masih menggunakan bahasa Jawa dalam interaksi sehari-hari. Materi

pembelajaran akan mudah dimengerti jika disampaikan dengan bahasa yang

mudah dimengerti peserta didik. Selain itu, hal ini dilakukan agar komunikasi

dalam pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar. Namun di sisi lain,

penggunaan kedua bahasa tersebut saat menyampaikan maksud secara

tersembunyi juga akan mempengaruhi kebiasaan berbahasa yang diterapkan

antara guru dan peserta didik karena cara berbahasa guru merupakan contoh bagi

peserta didik. Kebiasaan tersebut akan terlihat pada wujud implikatur percakapan

yang digunakan untuk mencapai tujuan dan fungsi tertentu.

Kelas V SD termasuk kelas tinggi yang memungkinkan interaksi

pembelajaran dengan respons yang lebih beragam dari setiap peserta didik saat

mengungkapkan pendapat terhadap stimulus berimplikatur percakapan yang

diberikan guru baik dengan bahasa Jawa maupun bahasa Indonesia. Hal ini secara

tidak langsung juga akan menimbulkan pola tuturan yang lebih beragam

dibanding kelas dibawahnya (kelas I sampai kelas IV) yang dimungkinkan terjadi

pelanggaran maksim baik dalam bahasa Indonesia atau bahasa Jawa dan

berdampak pada cara berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Dengan kata lain,

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 23: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

jika alasan penggunaan berbeda maka akan berbeda pula wujud tuturan

berimplikatur.

Wujud, fungsi, tujuan, dan alasan penggunaan implikatur percakapan dapat

menjadi masalah bertutur yang cenderung menimbulkan salah maksud bagi mitra

tutur, dan bahkan tidak menutup kemungkinan terjadi konflik antara penutur

dengan mitra tutur. Padahal suatu bahasa pengantar pembelajaran seharusnya

dapat memudahkan peserta didik memahami maksud guru maupun antarpeserta

didik, tetapi dalam hal ini justru dapat menjadi hambatan belajar bagi peserta

didik jika implikatur percakapan yang digunakan (metode pembelajaran guru)

justru tidak dimengerti peserta didik. Jika ketidakmengertian ini berlangsung terus

menerus akan membuat prestasi belajar menurun dan mempengaruhi cara

berbicara peserta didik menjadi sulit dipahami orang lain hanya untuk memenuhi

maksim tertentu yang dianggap dapat menunjang sopan santun dalam

berkomunikasi.

Berdasarkan pada pemaparan tersebut, peneliti terdorong untuk melakukan

penelitian yang berkaitan penggunaan implikatur percakapan guru dan peserta

didik dengan judul “Implikatur Percakapan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

di Kelas V SD Negeri Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo”.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang muncul berkaitan dengan uraian latar belakang masalah di atas

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah wujud tutur implikatur percakapan dalam pembelajaran bahasa

Indonesia di kelas V SD Negeri Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten

Sukoharjo?

2. Bagaimanakah fungsi dan tujuan implikatur percakapan dalam pembelajaran

bahasa Indonesia di kelas V SD Negeri Pondok 1 Kecamatan Nguter

Kabupaten Sukoharjo?

3. Bagaimanakah alasan penggunaan implikatur percakapan yang terjadi dalam

pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V SD Negeri Pondok 1 Kecamatan

Nguter Kabupaten Sukoharjo?

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 24: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan dan menjelaskan wujud tutur bentuk implikatur percakapan

dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V SD Negeri Pondok 1

Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.

2. Mendeskripsikan dan menjelaskan fungsi dan tujuan implikatur percakapan

dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V SD Negeri Pondok 1

Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.

3. Mendeskripsikan dan menjelaskan alasan penggunaan implikatur percakapan

yang terjadi dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V SD Negeri

Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfat yang hendak dicapai penulis adalah:

1. Manfaat teoretis:

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah penelitian dalam kajian

pragmatik, khususnya penelitian tentang penggunaan implikatur percakapan

dalam pembelajaran berbahasa Indonesia.

2. Manfaat praktis:

a. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini memberikan masukan untuk meningkatkan

keterampilan mengajar guru bahasa Indonesia yang tentunya berpengaruh

terhadap kualitas keprofesionalan guru dan peserta didik dalam

pembelajaran.

b. Bagi guru

Masukan cara menyampaikan materi dan stimulus terutama dalam

pembelajaran bahasa Indonesia agar lebih bijak dalam melibatkan

pemakaian bahasa yang baik, benar, dan sopan bagi peserta didik.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 25: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

c. Bagi peserta didik

Petunjuk dalam memahami ujaran berimplikatur percakapan yang terjadi

dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik mengerti dan juga dapat

memberikan respons dengan bahasa yang baik, benar, dan sopan.

d. Bagi peneliti yang lain

Hasil penelitian ini memberikan pertimbangan objek penelitian yang

masih perlu dikembangkan terutama dalam hal wujud, fungsi, tujuan, dan

alasan penggunaan implikatur percakapan pada situasi konkret lain agar

lebih bermanfaat bagi pengguna bahasa.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 26: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Implikatur Percakapan

Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat penyampaian maksud baik

berupa tuturan yang bersifat performatif maupun konstantif. Bentuk bahasa (B)

adalah hasil dari pertimbangan dan penghubung situasi (S), konteks (K) , dan

maksud (M) atau sering dirumuskan dengan M+S/K=B saat berkomunikasi (P. W.

J. Nababan, 1987: 8). Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diketahui pada

dasarnya semua tuturan bersifat performatif yang berarti dua hal terjadi secara

bersamaan ketika orang mengucapkannya. Yang pertama adalah tindak (action),

dan kedua berupa ucapan yang dapat digolongkan kepada tiga kategori, yaitu

lokusi adalah makna dasar dan makna referensi (makna yang diacu) oleh ujaran

itu; ilokusi adalah kekuatan yang ditimbulkan oleh penggunaan ujaran itu sebagai

perintah, ujian, ejekan, keluhan, janji, dan sebagainya; serta yang terakhir

perlokusi adalah hasil atau efek dari ujaran itu terhadap pendengar (mitra tutur),

baik yang nyata maupun yang diharapkan. Secara singkat ilokusi yang tidak

dikatakan penutur kepada mitra tutur dan mempunyai kemungkinan lebih dari satu

penafsiran disebut implikatur. Dengan kata lain, partisipan yang terlibat langsung

dalam peristiwa tutur terkadang sengaja tidak memiliki kerja sama yang baik saat

menyampaikan beberapa maksud tersembunyi. Meskipun demikian, implikatur

merupakan sebuah proposisi yang sudah diarahkan dari tuturan yang sebenarnya

telah dituturkan penutur. Untuk itu, perlu pemahaman tentang konsep implikatur,

implikatur percakapan, ilokusi, penafsiran dan kendala pemakaian implikatur

percakapan sebelum membahas penelitian.

a. Pengertian Implikatur

Orientasi pengkajian pragmatik terfokus pada suatu komunikasi praktis yang

dipengaruhi berbagai faktor diluar bahasa. Faktor inilah yang turut memberi

11

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 27: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

makna dalam proses komunikasi. Cruse dalam Louise Cummings (2007: 2)

menjelaskan:

Pragmatik adalah suatu kajian yang berurusan dengan aspek informasi (dalam pengertian yang paling luas) yang disampaikan melalui bahasa yang (a) tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk linguistik yang digunakan, namun yang (b) juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut (sesuai penekanan ditambahkan).

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh George Yule (2006: 3-4) tentang

empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna pembicara; (2)

bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang, melebihi

kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan

atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang mengkaji bentuk

ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam

percakapan tertentu.

Pragmatik juga digunakan untuk mengkaji cara suatu hal yang disampaikan

lebih banyak dimengerti mitra tutur dibandingkan hal yang dituturkan penutur

sekaligus mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi

partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu. Batasan tersebut sering disebut

faktor-faktor penentu tindak komunikatif yang penyesuaian bentuk (bahasa) atau

ragam bahasa dalam kemampuan menggunakan bahasa saat berkomunikasi.

Faktor-faktor tersebut yaitu siapa yang berbahasa, dengan siapa, untuk tujuan apa,

dalam situasi apa, dalam konteks apa, jalur yang mana, media apa dan dalam

peristiwa apa. Dengan kata lain pragmatik adalah kajian tentang kemampuan

pemakai bahasa untuk mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai

bagi kalimat-kalimat tersebut

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa implikasi pragmatik

dalam tuturan merupakan satuan pragmatik yang tersirat atau terimplikasi bentuk

lingual oleh penutur dalam situasi tutur. Jika dalam suatu komunikasi, salah satu

tidak paham dengan arah pembicaraan (komunikasi) tersebut, maka seringkali

ditanyakan, “Sebenarnya, apa implikasi ucapan Anda tadi?”. Bahkan terkadang

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 28: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

kebenaran atau keruntutan sintaksis bukanlah hal terpenting dalam tuturan karena

sering dijumpai suatu komunikasi tetap dapat berjalan dengan penggunaan bentuk

yang tidak apik secara sintaksis atau semantik.

Suatu analisis percakapan atau tuturan lebih mementingkan dimensi sosial

sehingga penjelasan makna yang tidak alamiah dalam berkomunikasi tidak cukup

hanya bermaksud menyebabkan efek tertentu pada mitra tuturnya, melainkan efek

ini hanya dapat dicapai jika mitra tutur tersebut mengetahui maksud untuk

menghasilkan efek ini sesuai konteks penutur dan mitra tutur (Geoffrey Leech,

1993: 5). Suatu dialog yang mengandung implikatur akan suatu melibatkan

penafsinaran yang tidak langsung. Dalam komunikasi verbal, implikatur biasanya

sudah diketahui oleh para penutur dan tidak perlu diungkapkan secara eksplisit.

Dengan berbagai alasan, implikatur justru sering disembunyikan agar hal yang

diimplikasikan tidak nampak terlalu mencolok.

Secara singkat paparan di atas ingin menanggulangi persoalan makna yang

belum bisa terpecahkan dengan teori semantik biasa yaitu “apa yang diucapkan”

terkadang berbeda dengan “apa yang diimplikasikan”. Meskipun demikian,

pragmatik sebagai bidang kajian dalam linguistik masih mempunyai kaitan

dengan semantik. Keterkaitan ini sering disebut semantisisme, yaitu melihat

pragmatik sebagai bagian dari semantik; atau sebaliknya dengan sebutan

pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik; dan

komplementarisme yaitu melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang

yang saling melengkapi. Oleh karena itu, pragmatik sering disebut bidang yang

mengkaji makna dalam interaksi (meaning in interaction) dan dibedakan menjadi

dua hal yaitu:

1) pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan, ini dapat dibedakan menjadi

dua yaitu pragmatik sebagai bidang kajian linguistik dan pragmatik

sebagai salah satu segi di dalam bahasa;

2) pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan mengajar.

Berpijak pada beberapa hal di atas, pragmatik pada hakikatnya lebih mengarah

pada perwujudan kemampuan pemakai bahasa untuk menggunakan bahasanya

sesuai dengan faktor-faktor penentu dalam tindak komunikatif dan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 29: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

memperhatikan prinsip penggunaan bahasa secara tepat. Penafsiran bahasa tuturan

melalui pragmatik juga akan menjadi lebih mendalam untuk mengetahui maksud,

asumsi dan tujuan pembicaraan dengan berdasar hal-hal yang penutur perlihatkan

(konteks) saat tuturan tersebut diujarkan. Untuk itulah, terkadang semua konsep

tuturan tersebut cenderung tidak konsisten dan objektif saat dianalisis karena

berbeda konteks maka dimungkinkan berbeda pula maksud ujaran meskipun

tuturan yang diujarkan sama.

Teori ini pulalah yang kemudian melahirkan implikatur dalam subkajian

pragmatik sebagai penganalisis makna terselubung dari suatu tuturan yang

disampaikan penutur baik secara lisan maupun tulisan. Dan penginterpretasian

dalam suatu percakapan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi

antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan

linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran. I Dewa Putu

Wijaya dan Muhammad Rohmadi (2009: 37) mengungkapkan bahwa implikatur

bukan merupakan bagian tuturan yang mengimplikasikannya, hubungan antar

preposisi tersebut bukan merupakan konsekuensi mutlak. Dengan kata lain,

implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan hati penutur yang

tersembunyi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implikatur merupakan

bagian dari pragmatik yang menelaah maksud penutur yang lebih banyak dari

pada apa yang dituturkan oleh penutur (implicature) dan memahami manipulasi

bahasa untuk kesopanan (politeness).

b. Kaidah Penggunaan Implikatur Percakapan

Grice dalam Muhammad Rohmadi (2004: 55) membedakan implikatur

menjadi dua jenis yaitu implikatur konvensional dan nonkonvensional. Implikatur

konvensional yaitu makna ujaran yang secara umum diterima oleh masyarakat dan

biasanya disebut juga dengan prinsip kerja sama yang dalam praktiknya

berpegang pada empat maksim. Makna tuturan berimplikatur konvensional dapat

dimengerti dengan jelas karena makna tuturan sama persis dengan makna unsur-

unsur tuturan tersebut karena pemahaman suatu tuturan hanya berdasarkan unsur-

unsur yang membentuk tuturan itu sendiri. Contohnya tampak pada “Muhammad

Ali adalah petarung yang indah”. Kata “petarung” pada kalimat ini berarti ‘atlit

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 30: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

tinju’. Pemaknaan ini dipastikan benar karena secara umum (konvensional), orang

yang sudah mengetahui bahwa Mohammad Ali adalah atlit tinju yang legendaris.

Jadi, dalam konteks wacana tersebut, orang tidak akan memahami “petarung”

dengan pengertian yang lain. Implikatur konvensional adalah implikatur yang

bersifat umum dan konvensional sehingga semua orang sudah mengetahui

maksud atau pengertian mengenai suatu hal tertentu berdasarkan konvensi yang

telah ada. Selain itu, implikatur konvesional bersifat nontemporer yaitu makna

atau pengertian tentang sesuatu bersifat lebih tahan lama. Suatu leksem yang

terdapat dalam suatu bentuk ujaran dapat dikenali implikasinya karena maknanya

“yang tahan lama” dan sudah diketahui secara umum seperti kata hubung “tetapi”,

dan “bahkan” yang cara penginterpretasiannya pastilah sesuatu yang tidak sesuai

harapan penutur. Sehingga, jenis implikatur ini tidak banyak dikaji dan

dikembangkan oleh para peneliti wacana, karena dianggap kurang menarik.

Implikatur nonkonvensional (implikatur percakapan) lebih menekankan

pada ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya.

Implikatur percakapan memiliki makna dan pengertian yang lebih bervariasi

karena pemahaman terhadap hal “yang dimaksudkan” sangat bergantung kepada

konteks terjadinya percakapan. Implikatur percakapan hanya muncul dalam suatu

tindak percakapan (speech act). Oleh karena itu, implikatur percakapan tersebut

bersifat temporer (terjadi saat berlangsungnya tindak percakapan), dan

nonkonvesional (sesuatu yang di implikasikan tidak mempunyai relasi langsung

dengan tuturan yang diucapkan). Dengan kata lain, ketika seseorang berbicara,

sesuatu yang dikatakan atau yang dituliskan tidak selalu sama dengan yang

dimaksudkan karena disesuaikan konteks. Bahkan dapat dimungkinkan sebuah

tuturan memiliki lebih dari satu implikatur karena semua penafsiran implikatur

tergantung pada konteks saat tuturan tersebut diujarkan.

Selain itu, implikatur percakapan bukan merupakan bagian dari tuturan

karena lebih mengacu kepada jenis “kesepakatan bersama” antara penutur dan

mitra tuturnya, kesepakatan dalam pemahaman, bahwa yang dibicarakan harus

saling berhubungan. Kunjana Rahardi (2008: 17) menyatakan bahwa konteks pada

hakikatnya adalah latar belakang pengetahuan yang dapat dipahami penutur dan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 31: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

mitra tutur sehingga hubungan atau keterkaitan itu sendiri tidak terdapat pada

masing-masing ujaran. Artinya, maksud keterkaitan itu tidak diungkapkan secara

harafiah pada ujaran itu, melainkan berdasarkan kebiasaan atau pengetahuan yang

sudah saling dipahami antar kedua belah pihak. Perhatikan bentuk-bentuk

percakapan dibawah ini.

Guru : Santi, papan tulis ini penuh coretan. Santi : Sebentar Bu, penghapusnya dimana?

Percakapan antara guru dengan Santi pada contoh tersebut mengandung

implikatur percakapan yang bermaksud perintah menghapus coretan di papan

tulis. Dalam tuturan itu, tidak ada sama sekali bentuk kalimat perintah. Tuturan

yang diucapkan guru hanyalah pemberitahuan bahwa papan tulis ini penuh

coretan. Namun karena Santi dapat memahami implikatur percakapan yang

disampaikan guru, ia menjawab dan kesiapan untuk melaksanakan perintah guru

tersebut meskipun dia justru kebingungan mencari penghapus untuk menghapus

papan tulis. Hal ini dapat diketahui dari respon Santi dengan ujaran ”Sebentar Bu,

penghapusnya dimana?”. Jadi, implikatur percakapan itu dapat dikatakan sejenis

maksud yang terkandung dalam cakapan yang dipahami oleh masing-masing

partisipan.

Dalam implikatur maupun implikatur percakapan dapat saja bermuatan

implikasi pragmatik atau implikasi sosiokultural artinya bahwa dalam satu tuturan

dalam percakapan bisa saja memiliki kedua implikasi pragmatik dan implikasi

sosiokultural. Seperti dalam pengungkapan bahasa tidak dapat dilepaskan dari

konteks sosiokultural pemakaian bahasa itu sendiri sehingga dapat dikatakan

bahwa implikatur konversasional (percakapan) merupakan salah satu gagasan

terpenting dalam pragmatik. Paul Ohoiwutun (2007: 91) menyimpulkan bahwa

sesingkat apapun suatu percakapan, jika terdapat satu mekanisme pemahaman

yang lain di luar makna harafiah maka maksud penutur dalam implikatur tersebut

dapat dimengerti. Hal ini karena wujud implikatur percakapan adalah sejumlah

wujud tuturan yang realisasinya berdasarkan makna diluar bentuk linguistik atau

situasi tutur baik berupa penutur, mitra tutur, konteks, waktu maupun tempat

ujaran atau yang sering disebut konteks.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 32: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Kegunaan konsep implikatur percakapan antara lain:

1) memberi penjelasan fungsional atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak

terjangkau oleh teori-teori linguistik struktural

2) memberi penjelasan yang tegas dan eksplisif tentang bagaimana kemungkinan

pemakai bahasa dapat menangkap pesan, walaupun hal yang diucapkan secara

lahiriah berbeda dengan hal yang dimaksud

3) dapat menyederhanakan pemerian semantik dari perbedaan hubungan antar

klausa, meskipun klausa-klausa itu dihubungkan dengan kata dan struktur

yang sama

4) dapat menerangkan berbagai macam fakta dan gejala kebahasaan yang secara

lahiriah tidak berkaitan (Stephen C. Levinson, 1983: 97-100).

Berdasarkan kegunaan implikatur percakapan di atas, dapat diketahui adanya

kerja sama yang konstributif antara penutur dan mitra tutur dalam suatu

percakapan. Kerjasama yang dimaksud adalah bahwa antara penutur dan mitra

tutur mengharapkan sumbangan (respon) sesuai yang diperlukan dan tingkat

penerimaan yang sesuai dengan makna yang dapat diterima dan disepakati

sehingga sejumlah implikasi makna tuturan dapat dipahami oleh mitra tutur. Hal

ini dapat dilihat saat guru akan memulai pembelajaran di jam pertama.

Guru : Ketua kelas, silahkan. Peserta didik : Siap gerak! Berdoa dimulai!

Dengan memperhatikan kebiasaan guru yang selalu bertutur ”Ketua kelas,

silakan” sebelum memulai pembelajaran jam pertama, salah satu peserta didik

selaku ketua kelas langsung dapat memahami makna tuturan tersebut yaitu

sebagai perintah agar dia memimpin berdoa sebelum kegiatan pembelajaran

dimulai. Sehingga implikatur percakapan akan dengan mudah dipahami oleh

penutur dan mitra tutur jika keduanya telah berbagi pengalaman dan

pengetahuannya atau mengetahui kebiasaan mitra bicara.

Implikatur percakapan mempunyai sifat dapat diperhitungkan, ditangguhkan,

dibatalkan dan ditegaskan kembali (George Yule, 2006: 78). Selain itu, Louise

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 33: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Cummings (2007: 20-24) juga memperjelas bahwa ada lima ciri implikatur

konversasional (percakapan) yaitu:

1) daya batal (cancellable) dalam keadaan tertentu implikatur percakapan dapat

dibatalkan oleh perubahan konteks, baik dengan cara eksplisit atau pun dengan

cara kontekstual.

A: Apakah kamu dapat belajar kelompok di rumahku malam ini? B: Kedua orang tuaku akan pergi ke rumah nenek malam ini. Tetapi aku akan kabari nanti. (ujaran yang membatalkan ujaran diatas)

2) ketidakterpisahan (nondetachable) dengan cara mengatakan sesuatu itu

sehingga orang memakai tuturan bermuatan implikatur percakapan untuk

menyampaikannya sehingga sulit dipisahkan hanya dengan mengubah bentuk

linguistik ujaran tersebut.

Konteks: Diucapkan didepan seorang anak yang suka berbuat gaduh di kelas

A: Betapa pendiam anak ini! (sebenarnya ujaran menyindir)

3) implikatur percakapan mempersyaratkan penegtahuan makna konvensional

dari kalimat yang dipakai terlebih dahulu, sehinggas isi implikatur percakapan

tidak masuk dalam makna konvensional tuturan tersebut (nonconventional).

A: Pukul berapa sekarang? B: Upacara pengibaran Bendera Merah Putih akan segera selesai. (Upacara

pengibaran Bendera Merah Putih biasanya selesai pukul 07.30, jadi saat itu masih pukul 07.30 kurang)

4) kebenaran isi implikatur percakapan tidak tergantung pada apa yang dikatakan

(calculable/ daya nalar atau hitung).

Konteks: Diucapkan didepan seorang anak yang suka mengganggu temannya

A: ”Betapa menyenangkannya anak ini! Sehingga dia mempunyai banyak teman.” (sebenarnya sedikit yang mau berteman dengannya)

5) implikatur percakapan tidak dapat diberi penjelasan spesifik yang pasti sifatnya

(indeterminate). Sehingga dengan keberadaan ini implikatur percakapan dalam

suatu percakapan secara fungsional dapat diterangkan melalui keterbatasan

pemahaman bahasa secara struktural.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 34: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

A: Di mana kamu berasal? B: Di suatu tempat di Sulawesi Tengah. (si B berusaha menyembunyikan

identitasnya karena sesuatu hal yang tidak pasti)

Dengan demikian, setiap penjelasan tentang makna suatu tuturan harus sesuai

fakta yang diamati dan sesederhana atau serampat mungkin sehingga tidak

menimbulkan salah tafsir. Implikatur percakapan dapat memberikan penjelasan

secara fungsional mengenai sejumlah fakta kebahasaan yang berkaitan dengan

konteks tuturan yang mengikatnya, ditambah prinsip-prinsip bertutur seperti

Prinsip Kerjasama (PK) dan Prinsip Sopan Santun (PS).

Prinsip kerja sama menganjurkan agar komunikasi verbal dilakukan dengan

bentuk yang lugas, jelas, isinya benar, dan relevan dengan konteksnya. Prinsip

kesopanan menganjurkan agar komunikasi verbal dilakukan dengan sopan, yaitu

bijaksana, mudah diterima, murah hati, rendah hati, cocok, dan simpatik. Bahkan

implikatur percakapan mampu menghadirkan sejumlah makna tuturan selain yang

terungkap secara lingual (berwujud tanda/lambang) atau secara struktural. Untuk

itu, meskipun membahas ujaran menggunakan pendekatan pragmatik, tetapi

memerlukan sudut pandang semantik sebagai penyelaras dengan tetap

menggunakan dua prinsip pragmatik sebagai berikut.

1) Prinsip Kerjasama (PK)

Dalam komunikasi, penutur dan petutur biasanya berusaha untuk saling

bekerja sama, dengan maksud agar tujuan atau pesan ujaran yang mereka

tuturkan dapat dipahami oleh partisipan komunikasi. Grice dalam Sarwiji

Suwandi (2008:7) menyatakan bahwa dalam memahami kaidah percakapan

diperlukan dua pokok kaidah percakapan yaitu prinsip kooperatif (kerjasama)

dan maksim percakapan. Prinsip kerjasama lebih menekankan pada penggunaan

segala ujaran yang sesuai dengan tujuan percakapan yang telah disepakati atau

sesuai arah percakapan yang diiikuti. Prinsip kerja sama seringkali diartikan

sebagai panduan umum yang melingkupi interaksi percakapan. Prinsip kerja

sama membuat kontribusi peserta tutur menjadi tepat dalam sebuah percakapan.

Sedangkan maksim percakapan sebagai realisasi PK terdiri dari 4 maksim

antara lain:

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 35: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

a) Maksim Kuantitas

(1) Buatlah sumbangan Anda seinformatif yang diperlukan.

(2) Jangan membuat sumbangan Anda lebih informatif dari yang diperlukan.

b) Maksim Kualitas

(1) Jangan mengatakan apa yang Anda yakini tidak benar

(2) Jangan mengatakan sesuatu yang Anda tidak/ kurang mempunyai

buktinya.

c) Maksim Hubungan

(1) Bicaralah yang relevan atau berguna

d) Maksim Cara

(1) Hindarilah ungkapan yang membingungkan.

(2) Hindarilah ambiguitas.

(3) Bicaralah secara singkat.

(4) Bicaralah secara khusus. (Diadaptasi dari Grice dalam Geoffrey Leech,

1993: 11)

Secara singkat, seorang penutur harus menyampaikan informasi kepada

orang lain dengan didukung oleh data (prinsip kualitas), sesuai dengan yang

diperlukan, tidak lebih dan tidak kurang (prinsip kuantitas), berkaitan dengan

yang sedang dibicarakan dengan mitra tutur (prinsip relevansi). Dan, yang

terakhir adalah prinsip cara, artinya ketika berkomunikasi dengan orang lain di

samping harus ada masalah yang dibicarakan juga harus memperhatikan cara

menyampaikan. Kadang-kadang ketika seseorang berkomunikasi, sebenarnya

pokok masalah yang dibicarakan bagus dan menarik, tetapi jika cara

menyampaikan justru menyinggung perasaan, terkesan menggurui, kata-kata

yang digunakan terasa kasar, atau cenderung melecehkan,tujuan komunikasi

dapat tidak tercapai.

Salah satu pegangan atau kaidah percakapan ialah mitra tutur menganggap

penutur menaati dasar atau maksim di atas. Jika terdapat tanda-tanda ada

maksim dilanggar, maka mitra tutur harus memutuskan bahwa ada sesuatu

dibalik yang dikatakan penutur. Maka penuturlah yang menyampaikan maksud

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 36: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

lewat implikatur percakapan dengan melanggar satu atau lebih maksim PK, dan

mitra tuturlah yang mengenali makna-makna yang disampaikan lewat inferensi

itu. Keunggulan prinsip ini terletak pada kemampuan maksim-maksim dalam

menunjukkkan pembagian kerja antara arti suatu ujaran dengan daya sekaligus

pembeda antara semantik dengan pragmatik.

Meskipun demikian, prinsip ini juga memiliki kelemahan seperti yang

diungkapkan Louise Cummings (2007: 366) bahwa selain penggunaan PK dapat

membuat proses komunikasi berjalan dengan lancar, tetapi pengunaan maksim-

maksim tersebut terkadang justru menjadi kendala penggunaan pragmatik

sehingga secara sadar penutur memilih melanggar maksim. Selain itu, juga

terdapat beberapa kelemahan dalam prinsip ini yakni belum bisa menjelaskan

alasan penutur tidak mengungkapkan secara langsung maksud ujaran (melanggar

beberapa maksim) atau hubungan antara arti dengan maksud dalam kalimat yang

bukan pernyataan. Senada dengan pendapat diatas, Geoffrey Leech (1993: 12)

juga merinci kendala-kendala penggunaan prinsip kerja sama dalam pragmtik

antara lain:

a) Maksim berlaku secara berbeda dalam konteks penggunaan bahasa yang

berbeda.

b) Maksim berlaku dalam tingkatan yang berbeda sehingga tidak ada maksim

yang berlaku secara mutlak ataupun tidak berlaku samasekali

c) Maksim dapat bermitraan satu dengan yang lain

d) Maksim dapat dilanggar tanpa meniadakan tindakan yang dikendalikannya

2) Prinsip Sopan Santun (PS)

Untuk menjalin hubungan yang “mesra” dan mengatasi kelemahan PK

dalam berkomunikasi perlu dipertimbangkan aspek sopan-santun berbahasa.

Sopan-santun dalam berkomunikasi dapat dipandang sebagai usaha untuk

menghindari konflik antara penutur dan mitra tutur karena lebih bersifat sosial,

estetis dan moral dalam melakukan suatu percakapan. Selain keempat maksim

dalam PK, juga masih diperlukan prinsip sopan santun (PS) yang terjabar dalam

enam maksim, antara lain:

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 37: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

a) Maksim Kearifan (tact maxim)

(1) Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin.

(2) Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin

b) Maksim Kedermawanan (generosity maxim)

(1) Buatlah keuntungan sendiri sekecil mungkin.

(2) Buatlah kerugian sendiri sebesar mungkin.

c) Maksim Pujian (approbation maxim)

(1) Kecamlah orang lain sedikit mungkin.

(2) Pujilah orang lain sebanyak mungkin.

d) Maksim Kerendahan Hati (modesty maxim)

(1) Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin.

(2) Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin.

e) Maksim Kesepakatan (agreement maxim)

(1) Usahakan agar ketidaksepakatan antara diri dan orang lain terjadi

sedikit mungkin.

(2) Usahakan agar kesepakatan antara diri dan orang lain terjadi sebanyak

mungkin

f) Maksim Simpati (sympathy maxim)

(1) Kurangilah rasa antipati antara diri dan orang lain sebanyak mungkin

(2) Tingkatkan rasa simpati diri terhadap orang lain setinggi mungkin

(Geoffrey Leech, 1993: 206).

Inti dari prinsip sopan santun ini adalah maksim kebijaksanaan

(memberikan keuntungan bagi mitra tutur), maksim kedermawanan

(memaksimalkan kerugian pada diri sendiri), maksim pujian (memaksimalkan

pujian kepada mitra tutur), maksim kerendahan hati (meminimalkan pujian

kepada diri sendiri), maksim kesetujuan (memaksimalkan kesetujuan dengan

mitra tutur), dan maksim simpati (memaksimalkan ungkapan simpati kepada

mitra tutur. Rumusan prinsip kesantunan tersebut dapat dibagi menjadi tiga butir

pokok yaitu berikan pilihan, buat perasaan mitra tutur tetap baik dan jangan

memaksa mitra tutur (Abdul Rani, 2006: 37). Oleh karena itu, demi kesantunan,

penutur harus dapat memperlakukan mitra tutur sebagai berikut:

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 38: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

a) jangan perlakukan mitra tutur sebagai orang yang tunduk kepada

penutur. Jangan sampai mitra tutur mengeluarkan “biaya” (biaya sosial,

fisik, psikologis, dsb) atau agar kebebasannya menjadi terbatas;

b) jangan mengatakan hal-hal yang kurang baik mengenai diri mitra

tutur atau orang atau barang yang ada kaitannya dengan mitra tutur;

c) jangan mengungkapkan rasa senang atas kemalangan mitra tutur;

d) jangan menyatakan ketidaksetujuan dengan mitra tutur sehingga

mitra tutur merasa jatuh harga dirinya;

e) jangan memuji diri sendiri atau membanggakan nasib baik atau

kelebihan diri sendiri.

Prinsip sopan santun dianggap sebagai “piranti” untuk menjelaskan alasan

penutur sering bertutur secara tidak langsung (indirect) dalam mengungkapkan

maksudnya. Motivasi penggunaan tindak tutur tidak langsung dimaksudkan agar

ujaran terdengar lebih santun. Tetapi perlu diketahui bahwa kesopansantunan

ujaran sangat bergantung kepada penafsiran mitra tutur, artinya ujaran yang

dianggap santun oleh penutur belum tentu santun pula bagi mitra tutur. Paul

Ohoiwutun (2007: 93) menjelaskan sifat prinsip kesopanan ada dua yaitu absolut

(umum) dan realatif. Prinsip kesopanan absolut mengacu pada norma kesopanan

yang secara umum diterima masyarakat sehingga cenderung tidak dipealajari

secara khusus.

Prinsip kesopanan relatif dalam berbahasa memberikan pengertian bahwa

norma yang berlaku di suatu tempat tidak menutup kemungkinan berbeda

dengan tempat lain karena dipengaruhi oleh faktor penentu bahasa. Hanya saja

dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial dan memilih metode komunikasi

yang tepat serta mempertimbangkan skala pragmatik maka secara tidak langsung

membantu dalam pemilihan ujaran yang dianggap sopan mitra tutur. Misalnya

norma bahasa Jawa yang memiliki undha usuk berbahasa dalam penerapan

prinsip kesopanan.

Penilaian derajat kesopanan suatu ujaran memerlukan lima skala

pertimbangan yang disebut “skala pragmatik” (Geoffrey Leech, 1993: 194-199).

Kelima skala pragmatik itu adalah skala biaya-keuntungan (cost and benefit),

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 39: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

skala pilihan (optionality), skala ketaklangsungan (indirectness), skala otoritas

(authority), dan skala jarak sosial (social distance) Penerapan skala pragmatik

dalam bahasa Indonesia serta kaitannya dengan derajat kesopansantunan ujaran

dapat diamati pada contoh berikut.

Skala pertama, skala biaya-keuntungan atau skala untung-rugi digunakan

untuk menghitung biaya yang diperlukan dan keuntungan yang diperoleh mitra

tutur untuk melakukan tindakan sebagai akibat dari daya ilokusi tuturan direktif

yang diperintahkan oleh penutur (I Dewa Putu Wijaya dan Muhammad

Rohmadi, 2009: 43). Agar lebih jelas berikut contoh ujaran-ujaran direktif.

Makin ke bawah ujaran ini dinilai makin santun sebab makin sedikit biaya yang

diperlukan untuk melakukan tindakan tersebut dan makin banyak keuntungan

yang diperoleh oleh mitra tutur.

a) Pergi! b) Buatkan secangkir kopi untukku! c) Makanlah sayur itu!

Biaya bagi Santun mitra tutur kurang Keuntungan Santun Bagi mitra tutur lebih

Dari ketiga tuturan di atas tampak bahwa untuk pergi dan membuatkan

secangkir kopi (tuturan a dan b) diperlukan biaya/ tenaga lebih banyak bagi

mitra tutur dalam melakukan tindakan tersebut, dan sebaliknya sangat sedikit

keuntungan yang diperolehnya sehingga tuturan itu bernilai kurang santun.

Sementara itu, untuk makan sayur (tuturan c) mitra tutur hanya memerlukan

biaya sangat sedikit dengan keuntungan yang sangat besar, sehingga tuturan (c)

dinilai oleh mitra tutur lebih santun daripada tuturan (a dan b).

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 40: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Skala kedua, skala keopsionalan digunakan untuk menghitung berapa

banyak pilihan yang diberikan oleh penutur kepada mitra tutur untuk

melaksanakan tindakan (I Dewa Putu Wijaya dan Muhammad Rohmadi, 2009:

20). Berikut contoh ujaran yang makin banyak jumlah pilihan, makin santun

tindak ujaran tersebut.

a) Nak, tutup pintu itu! b) Lis, silahkan tutup pintu itu! c) Bu, kalau berkenan silahkan tutup pintu itu!

Lebih sedikit Kurang santun pilihan Lebih banyak Lebih santun pilihan

Berdasarkan banyak sedikitnya pilihan, mitra tutur dapat menilai suatu

tuturan kurang santun atau lebih santun. Dengan demikian tuturan (b) dinilai

lebih santun daripada tuturan (a), dan tuturan (c) lebih santun daripada tuturan

(b). Tuturan (a) dinilai paling tidak santun dari semua tuturan yang ada sebab

penutur tidak memberikan pilihan apa pun kepada mitra tutur, kecuali hanya

‘menyuruh agar mitra tutur menutup pintu itu’. Sebaliknya, tuturan (c) dinilai

paling santun sebab penutur memberikan pilihan kepada mitra tutur untuk

‘menutup pintu itu’, yaitu bila mitra tutur berkenan (tidak keberatan). Jadi,

dalam hal ini derajat kesopansantunan tuturan direktif tersebut ditentukan oleh

skala pragmatik keopsionalannya.

Skala ketiga, yaitu skala ketaklangsungan tuturan, yakni seberapa panjang

jarak yang “ditempuh” oleh daya ujaran itu untuk sampai pada tujuan ujaran

(Kunjana Rahardi, 2008: 122). Dalam hal ini, semakin langsung tuturan itu maka

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 41: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

dipandang semakin kurang santun, dan sebaliknya, semakin tidak langsung

tuturan itu semakin santun. Inilah contoh-contoh ujaran tersebut.

a) Bersihkan dulu meja itu! b) Ruangan ini akan digunakan untuk pertemuan, bersihkan dulu meja itu!

Lebih Kurang langsung santun Lebih tak Lebih langsung santun

Di sini, tuturan (a) adalah tuturan yang bermodus paling langsung dan,

karena itu, dianggap paling kurang santun menurut mitra tutur. Sebaliknya,

tuturan-tuturan yang lain, (b) lebih tidak langsung akan terasa lebih santun.

Skala yang keempat yaitu skala otoritas yang menunjuk hubungan status

sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dapat percakapan (P. W. J.

Nababan, 1987: 14). Sehingga semakin jauh jarak peringkat sosial antara

penutur dengan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung semakin

santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak peringkat status sosial di antara

keduanya, tuturan kesantunan yang digunakan cenderung akan berkurang.

a) Nggak ngerti b) Aku tak mengerti maksudmu c) Maaf, saya tidak mengerti maksud Bapak

Lebih Kurang

rendah santun

Lebih Lebih tinggi santun

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 42: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Di sini, tuturan (a) adalah tuturan seorang kakaj kepada adiknya, tuturan

(b) adalah tuturan seorang bapak kepada adik iparnya, dan tuturan (c) adalah

tuturan mahasiswa kepada dosennya. Perbedaan jarak peringkat sosial ini

membuat tuturan yang digunakan juga berbeda tingkatan kesantunannya.

Tuturan (a) cenderung kurang santun karena mitra tutur memiliki peringkat

sosial yang lebih rendah dari penutur. Sebaliknya, tuturan lain (b dan c) lebih

santun karena mitra tutur dianggap sama atau lebih tinggi dibanding penutur.

Dan skala yang terakhir yaitu skala jarak sosial yang menunjuk pada

tingkat keakraban hubungan antara penutur dengan mitra tutur (Kunjana

Rahardi, 2008: 128). Sehingga semakin akrab antara keduanya, tuturan yang

digunakan semakin kurang santun. Sebaliknya, semakin jauh tingkat keakraban

antara penutur dengan mitra tutur maka semakin santunlah tuturan yang

digunakan.

a) Silahkan dimakan! b) Mari makan! c) Yuk, makan!

Kurang Lebih akrab santun Lebih Kurang akrab santun

Dilihat dari ketiga tuturan di atas, dapat diketahui bahwa tuturan (a)

meskipun penutur mempunyai tingkat sosial yang lebih tinggi, tetapi karena

kurang akrab maka tuturan yang digunakan cenderung lebih sopan. Tuturan (b

dan c) cenderung kurang santun karena penutur dan mitra utur memiliki tingkat

keakraban tinggi meskipun peringkat sosial penutur lebih rendah. Sedangkan

pada tuturan (d) lebih kurang sopan karena selain tingkat sosial antara penutur

dan mitra tutur sama, tingkat kedekatan keduanya juga sangat akrab.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 43: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Sedikit berbeda dengan paparan di atas, George Yule (2006: 104)

menyebutkan bahwa dalam berinteraksi dengan menggunakan bahasa terdapat

kesantunan berbahasa yang memiliki batasan kesantunan itu sendiri sebagai

upaya sadar seseorang dalam menjaga keperluan wajah orang lain. Istilah

kesantunan sering disebut “wajah”, dalam hubungan sebagai citra diri seseorang

dalam masyarakat. Aspek wajah terdiri atas wajah positif dan wajah negatif.

Wajah positif mengacu kepada kebutuhan seseorang untuk dapat diterima dan

disukai oleh orang lain dalam kehidupan sosial; sedangkan wajah negatif

merupakan hak seseorang untuk dapat bertindak secara independen dan tidak

beroleh paksaan dari orang lain.

Dalam hubungan ini, apabila penutur kurang memperhatikan hal yang

menjadi keinginan wajah mitra bicara, misalnya, dengan mengatakan sesuatu

berupa paksaan ataupun ancaman, penutur dipandang telah melakukan suatu

tindakan mengancam wajah (face threatening act). George Yule (2006: 106)

menguraikan bahwa tuturan yang disampaikan mungkin saja oleh orang lain

ditafsirkan sebagai sesuatu ancaman atau paksaan terhadap wajahnya; dan

apabila penutur mengantisipasi dan melakukan suatu upaya untuk mengurangi

yang mungkin dianggap bersifat ancaman itu, upaya demikian disebut tindakan

menjaga wajah (face saving action).

Peristiwa inilah yang sering disebut kesenjangan ketika berinteraksi, yakni

tidak semua prinsip dan norma kesantunan itu terlaksana. Yang perlu

diperhatikan dalam menerapkan prinsip sopan santun untuk menyelamatkan

wajah adalah hal yang menjadi keinginan wajah negatif atau yang merupakan

keinginan wajah positif. Orang yang berwajah negatif tidak mau terikat dan

dibebani; dia cenderung memilih bebas untuk berbuat dan tidak ingin mendapat

tekanan atau paksaan dari orang lain. Orang yang berwajah positif

menginginkan dirinya dapat diterima sebagai bagian integral dari kelompoknya

serta keinginan-keinginannya diperhatikan orang lain. Secara singkat dapat

dikatakan bahwa wajah negatif itu ialah keinginan pribadi untuk independen.

Wajah positif sebagai keinginan seseorang untuk diterima sebagai anggota

kelompok masyarakat. Dengan demikian, tindak penyelamatan wajah yang

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 44: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

orientasinya kepada orang berwajah negatif cenderung dengan penyertaan tanda

hormat, menghargai waktu dan urusannya, dan terkadang malah harus disertai

lebih dahulu dengan pernyataan minta maaf apabila hendak memerintahkan atau

mengganggunya.

Tingkat keakraban sosial dalam masyarakat dipengaruhi dua faktor untuk

menentukan pemunculan tipe kesantunan yaitu pertama kesantunan bertutur

yang dialamatkan kepada petutur dalam rangka menjaga keinginan wajah.

Kedua, kesantunan yang baru akan sangat terasa jika penutur dan mitra tutur

dalam berinteraksi terkendala oleh hubungan sosialnya yang belum cukup serasi

dalam masyarakat (Namsyah Hot Hasibuan, 2005: 92). Dalam hubungan

interaksi sosial, partisipan yang merasa berhadapan dengan kondisi seperti itu

biasanya menghendaki agar citra dirinya dalam masyarakat yang justru menjadi

keinginan wajahnya terjaga dan dihormati. Hal ini karena setiap jenis wajah, di

antara yang positif dan yang negatif, memiliki keinginan yang berbeda untuk

disikapi melalui dua tipe pendekatan yang berbeda pula, yang masing-masing

lazim disebut sebagai kesantunan positif dan kesantunan negatif.

Orientasi kesantunan positif adalah menjaga atau menyelamatkan wajah

positif orang lain. Orang dikatakan memiliki kesantunan positif apabila orang

yang dimaksudkan memiliki siasat bertutur yang menggambarkan adanya rasa

solidaritas dengan pendengarnya. Hal demikian biasanya ditandai dengan

adanya penggunaan tuturan informal; misalnya dengan memunculkan ucapan

yang berciri dialek ataupun bahasa slang, nama panggilan, dan meminta dengan

cara tidak langsung. Selanjutnya, kesantunan negatif merujuk kepada tuturan

yang orientasinya menjaga atau menyelamatkan wajah negatif orang lain. Hal

semacam ini biasa terjadi pada partisipan yang belum mencapai keakraban

dalam interaksi sosial di lingkungan masyarakat. Artinya, masih terdapat jarak

sosial antara penutur dan petutur. Pada kesantunan negatif, orang menggunakan

siasat bertutur yang menekankan adanya hormat dan menghargai petutur atau

pendengarnya. Nama panggilan, bahasa slang, dan tuturan informal yang biasa

digunakan dalam siasat kesantunan positif, tidak digunakan pada siasat

kesantunan negatif.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 45: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Contoh batasan ini terlihat dari perbedaan pemakaian bentuk tolong dan

coba bukanlah kendala resmi takresmi atau kendala sintaksis, melainkan karena

kendala makna (pragmatik). Kalimat imperatif dengan bentuk tolong, penutur

menempatkan dirinya lebih rendah daripada mitra tutur. Kalimat imperatif

dengan bentuk coba menempatkan penutur lebih tinggi daripada mitra tutur.

Pada kalimat imperatif dengan silakan, penutur menempatkan dirinya sejajar

dengan mitra tutur.

a) Tolong tunggu di sini. b) Coba tunggu di sini. c) Silakan tunggu di sini.

Pada contoh tuturan (a) tampak penutur menempatkan dirinya lebih rendah

daripada mitra tutur; contoh (b) penutur lebih tinggi daripada mitra tutur, dan

pada contoh (c) penutur sejajar dengan mitra tutur. Pemakaian silakan,

dipandang lebih arif dan sangat sopan daripada pemakaian bentuk tolong dan

coba karena penutur dan mitra tutur berada pada tingkat yang sama, masing-

masing tidak ada yang memandang tinggi atau pun rendah.

Berdasar penjelasan di atas dapat disimpulkan suatu tuturan memiliki

tingkat kesantunan berbeda-beda berdasarkan batasan tertentu. Semua itu pada

hakikatnya dilakukan melalui sikap sadar yang ditunjukkan dalam menjaga

wajah orang lain. Tujuan sikap ini penting bagi mitra tutur yang memiliki jarak

sosial dengan penutur sebagai tindakan menghargai atau hormat pada petutur

atau orang lain; sedangkan sikap yang sama terhadap orang yang dirasa akrab

biasanya dipandang sebagai solidaritas atau sikap bersahabat. Disinilah prinsip

sopan santun penutur yang terlibat dalam interaksi perlu menyadari adanya

prinsip dan norma semacam itu dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Prinsip sopan santun sebagaimana dinyatakan oleh Geoffrey Leech

(1993:123) secara umum dapat dirumuskan seperti berikut:

a. Dalam Bentuk Negatif

Kurangilah tuturan-tuturan yang tidak sopan atau gunakanlah sesedikit

mungkin tuturan-tuturan yang mengungkapkan pendapat yang tidak sopan

menjadi sesopan mungkin.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 46: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

b. Dalam Bentuk Posiitif

Perbanyak atau gunakanlah sebanyak-banyaknya tuturan-tuturan yang

mengungkapkan pendapat-pendapat yang sopan.

Pendapat senada juga diungkapkan Yeni Mulyani Supriatin (2007:57)

yang mencontohkan hal tersebut berdasarkan tuturan imperatif. Penggunaan

tuturan imperatif menyebabkan petutur tidak mempunyai pilihan lain kecuali

menaati perintah sehingga dipandang merugikan petutur. Sedangkan bentuk

kalimat imperatif yang tidak diawali dengan pemarkah kesantunan apabila satu

sama lain dibandingkan akan menunjukkan kadar kesantunan berbahasa. Hal

itu tergambarkan melalui skala “untung-rugi”, yaitu nilai-nilai yang dianggap

menguntungkan atau merugikan mitra tutur. Perintah yang menguntungkan

mitra tutur dipandang lebih sopan, sedangkan perintah-perintah yang

merugikan mitra tutur dipandang kurang sopan. Penutur merasa yakin bahwa

mitra tutur akan melaksanakan perbuatan yang diperintahkan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa baik dalam bentuk positif

maupun negatif tuturan-tuturan yang sopan selalu berusaha menguntungkan mitra

tutur, sedangkan pendapat atau tuturan yang tidak sopan selalu merugikan mitra

tutur atau pihak ketiga. Pada hakikatnya pelanggaran prinsip kerjasama dan

penggunaan prinsip sopan-santun berbahasa lebih terpusat agar mitra tutur

mengerti maksud tersembunyi penutur. Contohnya, pemakaian bentuk interogatif

dalam tuturan berimplikatur bertujuan perintah merupakan ilokusi tak langsung

yang melanggar prinsip kerja sama dianggap lebih sopan karena tidak

mengandung kata perintah. Dalam prinsip sopan-santun tujuan yang mengandung

perintah harus disampaikan dengan sopan, artinya tidak mengandung kata

perintah. Namun perlu diketahui tidak semua pelanggaran prinsip kerja sama akan

terkesan lebih sopan. Untuk lebih mengongkretkan tuturan-tuturan yang sopan

dan tidak sopan dalam tuturan biasanya dikaitkan tindak-tindak ilokusi dengan

kesantunan berbahasa.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 47: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

c. Hakikat Ilokusi

Tuturan konversasional (implikatur percakapan) merupakan tuturan tersirat

yang makna tuturannya hanya dapat dipahami melalui konteks dan kemampuan

untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan tuturan yang dituturkan.

Kekuatan inilah yang sering disebut ilokusi. Tuturan yang mengandung ilokusi

tidak langsung lebih dianggap penting dan terkadang justru disengaja oleh penutur

untuk menyatakan maksudnya. Hal ini sesuai pendapat Mary Kate McGowan,

Shan Shan Tam dan Margaret Hall (2009: 496) yang mengungkapkan, “There is a

sense in which the indirect speech act is more important than the direct one. After

all, in this dining context, the speaker’s primary reason for speaking at all is to

perform the indirect request”.

Berdasarkan pendapat tersebut juga dapat diketahui bahwa ujaran tidak

langsung menjadi suatu hal yang penting dibandingkan ujaran langsung karena

berkaitan dengan tindak ilokusi untuk pencapaian tujuan tuturan. Tujuan yang

dimaksud adalah tujuan penutur terhadap mitra tutur berkaitan dengan

pemeliharaan hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur terutama berkenaan

dengan tujuan direktif, yaitu berkaitan dengan perintah kepada mitra tutur

melakukan sesuatu. Sehingga tujuan personal lazimnya dicapai melalui tujuan-

tujuan sosial dengan tuturan lebih halus. Ilokusi ini berperan menegosiasikan

suatu proposisi (pengacuan. prediksi) di antara penutur dan mitra tutur dalam

komunikasi.

Pragmatis terdapat tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan penutur, yaitu

tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi (ilokutionary act) dan tindak

perlokusi (perlokutionary act) (Searle dalam Muhammad Rohmadi, 2004: 30).

Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu sehingga tidak

memperhitungkan konteks tuturannya dan tindak ilokusi adalah tindak tutur yang

berfungsi untuk mengatakan sesuatu sekaligus melakukan sesuatu sehingga

mempertimbangkan penutur dan mitra tutur (konteks tuturan). Sedangkan

perlokusi adalah tindak tutur yang mengutarakan maksud untuk mempengaruhi/

memberikan efek pada mitra tutur.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 48: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui makna tuturan tindak ilokusi

dilakukan melalui pemahaman konteks yang dipahami berbeda oleh mitra tutur,

sehingga ilokusi sangat terkait dengan tindakan atau reaksi yang dilakukan mitra

tutur dari tindak mengatakan sesuatu yang dituturkan oleh penutur. Tindak ilokusi

dapat digolongkan ke dalam tindak menyatakan sesuatu (of saying) yang berbeda

dengan tindak mengatakan sesuatu (in saying). Hal ini karena, ilokusi merupakan

suatu tindak ujar melahirkan sejumlah makna tuturan yang erat kaitannya dengan

konteks yang mengikat tuturan dalam bertutur (percakapan) dan makna tuturan

dalam percakapan yang sangat ditentukan oleh konteks itu disebut implikatur

percakapan.

Selain itu, terdapat pengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan kaidah

konstitutif (suatu kaidah yang berisi bahwa setiap orang yang menyatakan tindak

tutur merupakan suatu fakta) atau tujuan yang ingin dicapai saat mengekspresikan

maksim-maksim berdasarkan pandangan penutur menjadi 5 jenis, yaitu:

1) ilokusi asertif (assertive), yaitu tuturan yang mengikat penutur pada klaim

kebenaran proposisi (pengacuan/ prediksi) yang diungkapkan. Ilokusi asertif

juga sering disebut representatif. Contoh ilokusi ini misalnya: menyatakan,

mengusulkan, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan, dan

membual. Umumnya ilokusi jenis ini termasuk kategori bekerja sama

sehingga bersifat netral, kecuali membual yang biasanya dianggap tidak

santun. Ilokusi asertif bersifat proporsional, yaitu maknanya berada dalam

proposisi makna tekstual.

2) ilokusi direktif (directive), yaitu tuturan yang bertujuan menghasilkan suatu

efek berupa tindakan yang dikeluarkan oleh mitra tutur. Meskipun ilokusi

direktif menghasilkan efek menggiring mitra tutur untuk melakukan suatu

tindakan, namun tidak semua direktif bermakna kompetitif. Ada sebagian

direktif yang secara intrinsik cukup santun, misalnya mengundang, tetapi ada

pula sebagian direktif yang secara intrinsik kurang santun, misalnya

memerintah. Ilokusi direktif yang mempunyai potensi mengancam wajah atau

yang sering disebut impositif yaitu wujud ilokusi kompetitif yang termasuk

dalam kategori direktif berupa tindakan ilokusi yang dilakukan mitta tutur

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 49: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

yang bertujuan menghasilkan suatu efek. Contoh jenis ilokusi ini, misalnya:

memesan, memerintah, mengkritik, memohon, menuntut, dan menasihati.

Ilokusi jenis ini bersifat kompetitif karena itu membutuhkan kesantunan

negatif.

3) ilokusi komisif (commisives), yaitu tuturan yang mengikat penutur dengan

suatu tindakan masa depan. Contoh ilokusi ini misalnya menjanjikan dan

menawarkan. Tingkatan ilokusi ini bervariasi mulai dari tingkatan terlemah

yaitu berniat, berjanji, menjamin hingga bersumpah melakukan sesuatu.

Ilokusi ini cenderung bersifat menyenangkan daripada bersifat kompetitif

karena tidak mengacu pada kepentingan penutur, tetapi pada kepentingan

mitra tutur.

4) ilokusi ekspresif (expressives), yaitu tuturan yang berisi ungkapan sikap

psikologis penutur terhadap situasi yang tersirat dalam ilokusi. Contoh ilokusi

ini, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi

maaf, mengecam, memuji, menuduh, dan mengucapkan bela sungkawa. Sama

halnya dengan komisif, ilokusi ekspresif juga cenderung bersifat

menyenangkan. Berdasarkan sifatnya tersebut, secara intrinsik ilokusi ini

umumnya termasuk santun, kecuali mengecam dan menuduh.

5) ilokusi deklaratif (declarations), yaitu tuturan yang memberi akibat tertentu

secara langsung pada mitra tutur berdasarkan kesesuaian antara isi proposisi

dengan realitas. Termasuk ilokusi ini misalnya pernyataan memecat, memberi

nama, membaptis, mengundurkan diri, menjatuhkan hukuman, dan

mengangkat pegawai. Ilokusi ini biasanya dihubungkan dengan lembaga dan

wewenang atau otoritas yang dimiliki penutur. Oleh karena tidak menyangkut

individu-individu, ilokusi ini hampir sama sekali tidak ada hubungannya

dengan kesantunan (Searle dalam Louise Cummings, 2007: 11).

Bertolak dari penjelasan pada setiap tujuan ilokusi, secara umum dapat

disimpulkan bahwa tempat-tempat utama sopan santun positif berada pada

kategori ilokusi komisif dan kategori ekspresif, sedangkan kesantunan negatif

terletak pada kategori direktif.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 50: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Jika didasarkan pada proses interpretasi dan sopan santun dari sudut pandang

petutur (mitra tutur) yang juga dihubungkan dengan fungsi ilokusi, maka Geoffrey

Leech (1993: 161) juga mengungkapkan fungsi ilokusi sebagai berikut:

1) Kompetitif (competitif) adalah penyampaian tujuan ilokusi yang

bersaing dengan tujuan sosial, misalnya memerintah, meminta atau menuntut.

2) Menyenangkan (convivial) adalah penyampaian tujuan ilokusi yang

sejalan dengan tujuan sosial, misalnya menawarkan/ mengajak/ mengundang,

mengucapkan terima kasih, atau mengucapkan selamat.

3) Bekerja sama (collaborative) adalah penyampaian tujuan ilokusi yang tidak

menghiraukan tujuan sosial, misalnya menyatakan, mengumumkan, atau

mengajarkan.

4) Bertentangan (conflictive) adalah penyampaian tujuan ilokusi yang

bertentangan dengan tujuan sosial, misalnya mengancam, menuduh,

menyumpahi, atau memarahi

Di antara keempat jenis ilokusi ini yang melibatkan sopan santun ialah jenis

pertama (kompetitif) dan jenis kedua (menyenangkan). Pada ilokusi yang

berfungsi kompetitif, sopan santun mempunyai sifat negatif dan tujuannya ialah

mengurangi ketidakharmonisan yang tersirat dalam kompetisi apa yang ingin

dicapai oleh penutur dan apa yang yang dituntut oleh sopan santun. Tujuan dalam

fungsi kompetitif biasanya berupa tujuan yang pada dasarnya tidak bertata krama

(discourteous), misalnya meminta pinjaman uang dengan nada memaksa. Di sini,

tata krama dibedakan dengan sopan santun. Tata krama mengacu kepada tujuan,

sedangkan sopan santun mengacu kepada perilaku linguistik atau perilaku lainnya

untuk mencapai tujuan itu. Oleh karena itu, prinsip sopan santun dibutuhkan

untuk memperlembut sifat tidak sopan yang secara intrinsik terkandung dalam

tujuan itu.

Sebaliknya, jenis fungsi ilokusi yang kedua, yaitu fungsi menyenangkan, pada

dasarnya bertata krama. Pada posisi ini, sopan santun lebih positif bentuknya dan

bertujuan untuk mencari kesempatan beramah tamah. Jadi, dalam sopan santun

yang positif, berarti menaati prinsip sopan santun, misalnya bahwa apabila ada

kesempatan mengucapkan selamat ulang tahun, maka harus dituturkan. Jenis

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 51: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

fungsi yang ketiga, yaitu fungsi ilokusi bekerja sama, tidak melibatkan sopan

santun karena pada fungsi ini sopan santun kurang relevan. Sebagian besar

wacana tulisan masuk dalam kategori ini.

Dalam jenis fungsi ilokusi yang keempat, yaitu fungsi bertentangan, unsur

sopan santun tidak ada sama sekali karena fungsi ini bertujuan untuk

menimbulkan kemarahan. Mengecam atau menyumpahi orang misalnya, tidak

mungkin dilakukan dengan sopan, kecuali penutur menggunakan eufemisme

(penghalus) atau ironi sehingga penutur menggantikan komunikasi yang konfliktif

dengan jenis komunikasi lain, khususnya dengan jenis kompetitif. Oleh karena itu,

dapat dikatakan bahwa dalam situasi yang normal, pengaruh linguistik yang

konfliktif cenderung bersifat marginal dan tidak memegang peranan yang penting.

d. Penafsiran Penggunaan Implikatur Percakapan

Bahasa sebagai sarana komunikasi digunakan dalam fungsi tertentu dan

disajikan dalam konteks yang bermakna, tidak dalam bentuk kalimat lepas.

Dengan kata lain, pengkajian bahasa yang didasarkan pada alasan penggunaan

bahasa bukan hanya struktural semata. Untuk memudahkan hal tersebut, Dwi

Purnanto (2003: 95) menyimpulkan bahwa orientasi penelitian bahasa yang

menekankan pada tujuh butir yaitu:

1) Struktur atau sistem tutur (la parole)

2) Fungsi daripada struktur

3) Bahasa sebagai tatanan yang banyak mengandung fungsi dan fungsi yang

berbeda menunjukkan perspektif dan tatanan yang berbeda

4) Ketepatan unsur linguitik dengan pesan (yang hendak disampaikan)

5) Keanekaragaman fungsi dari berbagai bahasa dan alat komunikasi lainnya

6) Komunitas atau konteks sosial sebagai titik tolak penggunaan dan

pemahaman

7) Fungsi itu sendiri dikuatkan dalam konteks dan biasanya tempat batas,

tatanan bahasa serta alat komunikasi lain sebagai problematika.

Berdasarkan orientasi penelitian bahasa di atas dapat disimpulkan bahwa

setiap peneliti tidak bisa hanya menggeneralisasikan kekhususan, melainkan juga

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 52: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

mengkhususkan dengan mengutamakan tuturan daripada kode, fungsi daripada

struktur dan ketepatan daripada kemungkinan. Analisis wacana dalam penelitian

bahasa perlu dilakukan untuk memperoleh pemecahan masalah makna pada

tuturan yang bermuatan implikatur. Hal ini agar satuan pragmatis suatu implikatur

percakapan dapat dideskripsikan melalui proses analisis atas masalah yang

dihadapi antara penutur dan mitra tutur tatkala penutur mengucapkan tuturan

sehingga pada gilirannya dapat ditarik implikasi pragmatis yang menjadi

implikatur percakapan dari suatu tuturan.

Wacana sendiri merupakan satuan bahasa terlengkap yang dapat berupa

rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Hal ini sesuai

pendapat Hasan Alwi dkk. (2003: 41) yang menyatakan bahwa wacana adalah

rentetan kalimat yang saling berkaitan atau sering disebut sebagai penyebab

munculnya kalimat berikutnya sehingga memiliki koherensi dan kohesi tinggi

baik dalam wacana lisan maupun wacana tulis. Sehubungan dengan hal tersebut,

wacana juga disebut satuan bahasa terlengkap baik lisan maupun tertulis, yang

jika dilihat dari struktur lahirnya (bentuk) bersifat kohesif, saling terkait, dan dari

struktur batinnya (makna) bersifat koheren dan terpadu (Sumarlan dkk., 2005:

15). Wacana berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi dibagi

menjadi wacana lisan dan tulisan dengan penjelasan sebagai berikut.

a. Wacana Tulisan adalah sebuah teks yang dibentuk oleh lebih dari satu alinea

yang menggunakan sesuatu secara berururtan dan utuh, misalnya sebuah cerita,

sepucuk surat dan lainnya

b. Wacana lisan adalah sebuah percakapan atau yang lengkap dari awal sampai

akhir seperti satu percakapan singkat dalam satu situasi; atau penggalan ikatan

percakapan dalam rangkaian percakapan yang lengkap dan telah

menggambarkan situasi, maksud, dan rangkaian penggunaan bahasa. Wacana

lisan juga dibagi menjadi wacana dialog dan monolog (Yoce Aliah Darma,

2009: 10).

Hal ini sedikit berbeda dengan Junaiyah H.M. dan E. Zaenal Arifin (2010:

72) yang membagi wacana lisan berdasarkan keaktifan mitra tutur menjadi tiga

bagian yaitu wacana monolog yang terjadi jika dalam suatu komunikasi hanya ada

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 53: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

satu pembicara dan tidak ada balikan langsung dari mitra tutur. Kedua wacana

dialog yang terjadi jika dalam komunikasi terdapat dua pihak (penutur dan mitra

tutur) dan terjadi pergantian peran. Ketiga wacana polilog yang jika dalam

komunikasi lebih dari dua pihak dengan pergantian peran melalui pertukaran tiga

jalur atau lebih dan biasa terjadi pada saat bermain drama atau ngobrol santai di

pos kamling. Namun, beberapa ahli wacana lebih sering menyamakan dialog dan

polilog berdasarkan kesamaan tujuan dan tugas pendengar dan pembicara. Oleh

karena itu, dalam penelitian ini hanya menggunakan istilah wacana lisan yang

dibagi menjadi monolog dan dialog.

Secara garis besar, penafsiran wacana lisan mempunyai keuntungan dibanding

wacana tulis yaitu meskipun lebih rumit prosedurnya, data bersumber lisan

dengan unsur paralingualnya lebih dapat dipertanggungjawabkan ketepatan

penafsirannya jika rekontruksi bentuk lisannya dapat pula dipertangungjawabkan

(I Dewa Putu Wijaya dan Muhammad Rohmadi, 2009: 130). Selain itu, dalam

wacana lisan, penutur dapat diketahui membuat berbagai macam efek (ekspresi,

isyarat atau sikap tubuh) untuk mengendalikan pengaruh tuturannya, dapat

mengetahui keseragaman maksud yang diinginkan penutur dengan maksud yang

dipahami mitra tutur, memantau kefektifan tuturan dan memperhatikan

penerimaan mitra tutur sehingga penafsiran tuturan tersebut juga lebih sesuai

konteks (Brown dan Yule dalam Sumarlan dkk, 2005: 248). Di samping itu,

dalam buku yang sama, Labov dan Chave juga mengutarakan kekurangan wacana

lisan adalah sintaksis bahasa lisan kurang terstruktur, tidak menggunakan penanda

metalingual antar klausa, dimungkinkan menggunakan isyarat untuk merujuk

referen, mengulangi bentuk sintaksis yang sama, dan sering menggunakan

ungkapan ”pengisi” seperti ”em”, ”anu”, atau ”itu”.

Berdasar paparan di atas pengkajian alasan penggunaan implikatur

percakapan dapat tercermin pada koteks (lingkungan fisik tuturan) dan konteks

(lingkungan sosial tuturan terutama latar belakang pengetahuan) serta tanggapan

verbal maupun nonverbal mitra tutur saat tuturan diujarkan yang menandai prinsip

kerjasama. Apalagi jika partisipan (baik guru maupun peserta didik) melakukan

percakapan atau interaksi dengan bertatap muka dua pihak atau lebih sehingga

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 54: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

tujuan tuturan dimungkinkan lebih dari sekedar pertukaran informasi (Jack C.

Richard, 1995: 3). Penelitian ini menggunakan analisis wacana lisan karena

wacana tersebut disampaikan dengan bahasa lisan yang jika ingin memahami

wacana tersebut, mitra tutur harus menyimak secara langsung. Jika dilihat dari

sifat dan jenis pemakaiannya, analisis penelitian ini disebut wacana dialog atau

percakapan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih (guru dan peserta didik)

secara langsung dan bersifat dua arah. Sehingga masing-masing partisipan secara

aktif ikut berperan dalam komunikasi tersebut (komunikasi interaktif). Secara

singkat penelitian ini menggunakan analisis wacana lisan yang ditranskrip terlebih

dahulu untuk menganalisis implikatur percakapan dalam pembelajaran bahasa

Indonesia.

Peranan wacana sangat penting dalam menginterpretasikan makna dan

maksud tuturan karena mitra tutur harus dapat memahami aspek-aspek proses

komunikasi (seperti pengetahuan atau perhatian) berhubungan secara tidak

langsung dan bertentangan terhadap bahasa itu sendiri (Deborah Schiffrin, 2007:

582). Pendapat yang sama juga diutarakan George Yule (2006: 143) bahwa saat

menerapkan analisis wacana pada masalah tentang pokok linguistik, maka analisis

tersebut akan memfokuskan pada catatan proses (lisan atau tertulis) dengan

memperhatikan konteks untuk menyatakan keinginan.

Sedangkan analisis wacana merupakan ilmu yang mengkaji organisasi wacana

di atas tingkat kalimat atau klausa, mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih

besar seperti percakapan/ teks tertulis. Hal ini seperti pendapat Michael Stubb

dalam Eriyanto (2001: 23) mendefinisikan analisis wacana sebagai suatu usaha

untuk mengkaji organisasi bahasa diatas kalimat/ klausa. Dengan kata lain,

analisis wacana merupakan studi yang lebih luas daripada unit-unit linguistik,

yakni kajian pertukaran percakapan dan kajian teks-teks tertulis sehingga mampu

meneliti bahasa lebih dari sekedar menggambarkannya dan dapat pula membantu

memahami aturan berbahasa yang menjadi bagian dari pengetahun pengguna

bahasa yang tercermin dalam komunikasi sehari-harinya.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa analisis wacana adalah ilmu

yang mengkaji organisasi wacana di atas tingkat kalimat atau klausa untuk

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 55: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

mengetahui pesan komunikasi baik dalam bentuk gambar, kata, tulisan atau

lainnya. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kondisi praktis tindak

komunikasi menjadi pijakan utama dalam pengkajian pragmatik. Konteks

mempunyai kedudukan yang penting dalam penafsiran makna tuturan yang

disampaikan baik secara implisit maupun eksplisit oleh penutur. Dalam hal ini,

wacana yang berkaitan dengan proses komunikasilah yang akan dikaji lebih jauh

ke dalam keterampilan berkomunikasi praktis pada segala situasi yang mendasari

interaksi kebahasaan antara manusia sebagai anggota masyarakat.

Kemampuan analisis wacana ini tergantung pada kemampuan mitra tutur

dalam menghubungkan tuturan dengan situasi ujar yang melingkupnya untuk

mengetahui alasan tuturan. Unsur-unsur situasi ujar dibagi atas lima bagian yaitu:

(1) penutur dan mitra tutur; (2) konteks tutur; (3) tindak tutur sebagai bentuk

tindakan atau kegiatan; (4) tujuan tuturan; dan (5) tuturan sebagai produk tindak

verbal (Geoffrey Leech, 1993: 19-21). Unsur-unsur tersebut antara lain:

1) Penutur dan Mitra tutur

Penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang menyatakan fungsi

pragmatis tertentu di dalam peristiwa komunikasi. Sementara itu, mitra tutur

adalah orang yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam pentuturan.

Di dalam peristiwa tutur peran penutur dan mitra tutur dilakukan secara silih

berganti, yang semula berperan penutur pada tahap tutur berikutnya dapat menjadi

mitra tutur, demikian sebaliknya. Aspek-aspek yang terkait dengan komponen

penutur dan mitra tutur antara lain usia, latar belakang sosial, ekonomi, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat keakraban.

2) Konteks Tuturan

Dalam tata bahasa konteks tuturan itu mencakupi semua aspek fisik atau latar

sosial yang relevan dengan tuturan yang diekspresi. Konteks yang bersifat fisik,

yaitu fisik tuturan dengan tuturan lain yang biasa disebut koteks. Sementara itu,

konteks latar sosial lazim dinamakan konteks. Di dalam pragmatik konteks itu

berarti semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur

dan mitra tuturnya. Konteks ini berperan membantu mitra tutur di dalam

menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 56: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

3) Tujuan Tuturan

Tujuan tuturan adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan tindakan

bertutur. Komponen ini menjadikan hal yang melatarbelakangi tuturan. Karena

semua tuturan memiliki suatu tujuan.

4) Tindak Tutur sebagai bentuk Tindakan atau Aktivitas

Tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas adalah bahwa tindak tutur itu

merupakan tindakan juga. Tindak tutur sebagai suatu tindakan tidak ubahnya

sebagai tindakan mencubit dan menendang. Hanya saja, bagian tubuh yang

berperan berbeda. Pada tindakan mencubit tanganlah yang berperan, pada

tindakan menendang kakilah yang berperan, sedangkan pada tindakan bertutur

alat ucaplah yang berperan.

5) Tuturan Sebagai Produk Tindak Verbal

Tuturan itu merupakan hasil suatu tindakan. Tindakan manusia itu dibedakan

menjadi dua, yaitu tindakan verbal dan tindakan nonverbal. Berbicara atau

bertutur itu adalah tindakan verbal. Karena tercipta melalui tindakan verbal,

tuturan itu merupakan produk tindak verbal. Tindakan verbal adalah tindak

mengekpresikan kata-kata atau bahasa.

Unsur-unsur di atas dapat dimungkinkan menjadi kendala penggunaan

maksim percakapan jika tidak saling dimengerti peserta tutur. Secara rinci konteks

yang juga perlu diketahui dalam setiap komunikasi bahasa sekaligus sebagai

alasan kepatutan (appropriateness) penutur dalam bertutur yaitu setting atau scene

(latar), participants (peserta tutur), ends (hasil), act sequences (urutan tindak), key

(cara), Instrumentalities (sarana), norms (norma), dan genre (jenis) atau sering

dirangkum menjadi jembatan kedelai “SPEAKING” (Hymes dalam Asim

Gunarwan, 2007: 103). Konteks yang pertama adalah setting atau scene (latar).

Latar yang dimaksud di sini berhubungan dengan tempat dan waktu. Konteks

participants (peserta tutur) yaitu atribut penutur dan mitra tutur (status sosial

mereka, hubungan mereka secara pribadi maupun secara dinas dan lainnya).

Konteks topik yaitu dengan menggunakan topik tertentu, suatu interaksi dapat

berjalan dengan lancar. Konteks saluran yang dipergunakan, misalnya: tulisan,

lisan, isyarat, kentongan, peluit, dan sebagainya. Interaksi dengan menggunakan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 57: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

saluran tulisan dengan lisan tentunya berbeda, terutama dari segi kalimat yang

digunakan. Pada saluran tulis, kalimat yang digunakan lebih teratur dan resmi,

sesuai dengan kaidah ketatabahasaan, sedangkan dalam bahasa lisan lebih santai.

Konteks kode yang digunakan dalam mengungkapkan isi hati, biasanya

pengungkapan dalam bahasa daerah kepada orang lain akan merasa lebih bebas,

akrab, dan mudah berkembang ke arah hubungan pribadi jika dibanding dengan

bahasa Indonesia, kecuali dalam situasi resmi.

Konteks bentuk pesan melalui parikan, khotbah, puisi, drama, dan sebagainya.

Suatu pengajian misalnya, dapat berisi ajaran-ajaran yang diselingi dengan

anekdot-anekdot. Konteks selanjutnya adalah ends (hasil atau tujuan) yang selalu

memuat tujuan yang hendak dicapai oleh penutur. Tujuan dapat berupa tujuan

personal, seperti yang dicerminkan oleh proposisi (pengacuan/ prediksi) pada

tuturan dan dapat berupa tujuan sosial seperti menaati prinsip pragmatik yang

berupa PK dan PS. Konteks berikutnya adalah nada pembicaraan atau dalam hal

ini genre, yang dapat dilakukan dengan serius, sinis, sarkastik, rayuan, dan

sebagainya.

Berdasarkan berbagai unsur komunikasi di atas terutama pada unsur konteks

memberikan patokan bahwa dalam meneliti bahasa atau tuturan harus mengambil

konteks suatu komunitas. Konteks menjadi sangat penting karena sebagai

pengetahuan latar belakang tuturan yang sama-sama dimiliki baik oleh penutur

maupun oleh mitra tutur dan yang membantu mitra tutur dalam menafsirkan

tuturan penutur. Untuk memahami pemakaian bahasa dapat dilakukan dengan

analisis wacana dan mempertimbangkan konteks baik yang mengacu pada tuturan

sebelum dan sesudah tuturan yang dimaksud, mengacu kepada keadaan sekitar

yang berkaitan dengan kebiasaan partisipan, adat istiadat, dan budaya masyarakat

(Brown dan Yuke dalam Abdul Rani dkk., 2006: 167). Konteks pun dapat

mengacu pada kondisi fisik, mental, serta pengetahuan yang ada di benak penutur

maupun mitra tutur. Unsur waktu dan tempat terkait erat dengan hal-hal tersebut.

Oleh karena itu, konteks sangat besar andilnya memuat tujuan yang hendak

dicapai oleh penutur. Tujuan dapat berupa tujuan personal yang dicerminkan oleh

proposisi pada tuturan atau berupa tujuan sosial seperti menaati prinsip pragmatik

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 58: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

yang berupa PK dan prinsip sopan santun (PS). Setelah diketahui konteksnya,

kemudian dilanjutkan dengan meneliti kegiatan komunikasi secara menyeluruh

bahkan tiap penggunaan saluran atau kode komunikasi adalah bagian komunitas

tersebut. Sehingga tata cara bertutur akan mengacu pada kemampuan dan peran

penutur, konteks, institusi, kepercayaan, nilai, dan sikap.

Analisis wacana juga merupakan pendekatan yang mengkaji relasi antara

bahasa dengan konteks yang melatarbelakanginya Salah satu kesulitan dalam

analisis wacana adalah bahwa ujaran melakukan tindakan pada tingkatan pada

tingkatan penafsiran yang berbeda-beda yang bisa diurutkan secara hierarkis

melalui pendekatan pragmatik. Meskipun begitu, Abdul Rani dkk. (2006: V)

menegaskan bahwa dalam melakukan studi wacana tidak mengabaikan

pemanfaatan pendekatan linguistik karena komponen yang membangun suatu

wacana adalah bunyi, kata, kalimat dan makna. Oleh karena itu, tahap

pemahaman implikatur percakapan dapat dilakukan sebagai berikut:

1) Pemahaman proposisi (pengacuan/ prediksi) eksplikatur

2) Mencocokkan dengan konteks (jika proposisi pada eksplikatur tidak cocok

atau tidak memuaskan dilanjutkan tahap selanjutnya)

3) Mengubah pemahaman proposisi sesuai dengan konteks (terutama respon

yang dikehendaki penutur) dengan cara mencari:

a) Makna ujaran kelanjutannya

b) Makna asosiasinya

c) Makna ironinya dan

d) Makna yang hilang

Dengan demikian, pemahaman mengenai implikatur percakapan tetap didasar

pada kompetensi gramatikal (eksplikatur) dan kompetensi sosial tentang hal yang

diketahui dengan hal yang dilakukan oleh mitra tutur terhadap ujaran penutur. Hal

in karena, setiap individu yang melakukan percakapan selalu memiliki kehendak

untuk melakukan sesuatu dengan berbagai cara ujaran.

Sedikit berbeda dengan Geoffrey Leech (1993:55) yang menyatakan bahwa

prosedur pemahaman implikatur percakapan membutuhkan inteligensi manusia

yang dapat mencari dan menemukan pilihan-pilihan kemungkinan bardasarkan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 59: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

bukti kontekstual. Prosedur pemahaman implikatur percakapan dapat dipandang

dari dua sudut pandang, yaitu dari sudut pandang penutur dan dari sudut pandang

mitra tutur. Dari sudut pandang penutur, dapat digunakan analisis cara-tujuan

yang menggambarkan keadaan awal sebagai masalah, keadaan tengahan, dan

keadaan akhir sebagai tujuan penutur untuk mengatasi masalah melalui cara yang

terletak di dalam rangkaian antara masalah dan tujuan.

Analisis cara-tujuan itu dapat diperjelas dengan Gambar 1. Contoh dengan

mengujarkan tuturan “Udaranya panas” yang berilokusi menginformasikan fakta

yang meminta atau menyuruh mitra tutur untuk menyalakan alat pendingin. Untuk

menyuruh mitra tutur menyalakan alat pendingin, penutur tidak secara terus-

terang langsung menyuruh mitra tutur, tetapi berputar dulu dengan mengujarkan

tuturan “Udaranya panas” sebagai tuturan tidak langsung untuk sampai pada

keadaan akhir yang menjadi tujuan penutur mengujarkan tuturan.

Gambar 1. Analisis Cara-tujuan (Geoffrey Leech, 1993:58)

Dengan keterangan:

1 = keadaan awal (penutur merasa panas)

2 = keadaan tengahan pertama (mitra tutur mengerti bahwa penutur merasa panas)

3= keadaan tengahan kedua (mitra tutur mengerti bahwa penutur ingin alat

pendingin dinyalakan)

4= keadaan akhir (penutur merasa dingin)

TU = tujuan utama percakapan untuk mencapai keadaan 4

TPK = tujuan untuk menaati PK

TPS = tujuan untuk menaati PS

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 60: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

TL = tujuan lain

a= tindakan penutur berupa tuturan “Udaranya panas”

b= tindakan penutur berupa ilokusi meminta/menyuruh mitra tutur untuk

menyalakan alat pendingin

c= tindakan mitra tutur menyalakan alat pendingin

Dari sudut pandang mitra tutur, Geoffrey Leech (1993:40) menawarkan

pemakaian analisis heuristik (bagian dari teknik analisis pragmatik) untuk

menginterpretasi sebuah tuturan berimplikatur percakapan. Dengan analisis

heuristik, dapat diidentifikasi daya pragmatis sebuah tuturan. Dalam analisis

heuristik, bertolak dari problema, dilengkapi proposisi, informasi latar belakang

konteks, dan asumsi dasar bahwa penutur menaati prinsip-prinsip pragmatis, mitra

tutur lalu merumuskan hipotesis tujuan tuturan. Berdasarkan data yang tersedia

hipotesis diuji kebenarannya. Bila hipotesis sesuai dengan bukti kontekstual,

berarti pengujian berhasil dan hipotesis diterima kebenarannya.

Keberhasilan pengujian hipotesis pertama menghasilkan interpretasi baku

(default interpretation) yang menunjukkan bahwa tuturan memuat satuan

pragmatis. Jika pengujian gagal karena hipotesis tidak sesuai dengan bukti yang

ada, mitra tutur perlu membuat hipotesis baru untuk selanjutnya. diuji dengan data

yang tersedia sampai diperoleh hipotesis yang berterima. Hasil pengujian lanjutan

akan memberikan interpretasi implikasi pragmatis suatu tuturan dan itu berarti

bahwa tuturan bermuatan implikatur percakapan. Alur analisis heuristik itu dapat

digambarkan dengan Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Alur Analisis Heuristik (Geoffrey Leech, 1993:62)

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 61: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Hipotesis pada Gambar 2 dapat diformulasikan secara sederhana dengan

memakai P sebagai lambang makna tuturan. Hipotesis tuturan dapat dituliskan

dengan formulasi:

1) penutur mengatakan kepada mitra tutur (bahwa P)

Hipotesis mengenai daya P yang menjadi tujuan pemecahan masalah dirampat;

2) tujuan penutur ialah agar mitra tutur mengetahui (bahwa P)

Bertolak dari prinsip-prinsip pragmatik yang relevan, hipotesis itu diuji apakah

taat asas dan sesuai dengan bukti kontekstual yang ada dengan konsekuensi-

konsekuensi seperti:

a) penutur yakin (bahwa P)

(Maksim Kualitas)

b) Penutur yakin bahwa mitra tutur tidak mengetahui (bahwa P)

(Maksim Kuantitas)

c) penutur yakin bahwa sebaiknya mitra tutur mengetahui (bahwa P)

(Maksim Hubungan)

Jika konsekuensi (a), (b), dan (c) selaras dengan bukti konteks, hipotesis

dapat diterima; tetapi jika satu konsekuensi saja bertentangan, hipotesis harus

ditolak. Lalu disusun hipotesis baru yang paling dekat dengan bukti yang sudah

diamati dan diuji lagi. Dalam analisis heuristik, jika hipotesis pertama dapat

diterima, kebenaran hipotesis itu akan menghasilkan interpretasi baku atas tuturan

bahwa tuturan termasuk tindak tutur langsung. Jika hipotesis pertama ditolak

karena tidak selaras dengan bukti kontekstual, misalnya ada pelanggaran maksim,

hipotesis lain akan diterima untuk menghasilkan implikasi pragmatis dari tuturan

dan tuturan tersebut termasuk tindak tutur tak langsung yang tidak berhubungan

semantik atau berimplikatur percakapan (Stephen C. Levinson, 1983: 115).

Agar dapat diperoleh gambaran yang lebih konkret, berikut ini disajikan

sebuah contoh analisis heuristik. Analisis ini dilakukan terhadap implikatur

percakapan X yang diciptakan oleh Ani pada data berikut ini.

Situasi :

Hari minggu, pukul 06.00 biasanya Ani sudah bangun dan shalat subuh. Sambil

menanti ayahnya siap untuk lari pagi bersama, Ani sering mendengarkan radio

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 62: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

sambil bersepatu. Selesai bersepatu, ia ke kamar mendekati ayahnya yang

masih belum bangun dari tempat tidur, meskipun matanya telah terbuka dan

tadi shalat subuh. Ani memiliki kebiasaan setelah bersepatu, ia selalu mencium

ayahnya. Pagi ini setelah bersepatu, ia pun melakukan hal itu, dan sebaliknya.

Percakapan: Ani : Pa, cium, Pa! Papa: Heem… Ani :(mencium pipi kanan, kiri, dan dahi ayahnya dan begitu pula

sebaliknya si ayah.) Sudah siang, Pa. (X) Papa : Ya. Ani : Papa belum bersepatu (Y)

Implikasi:

Ani menyuruh ayahnya bangun.

Ani menyuruh ayahnya bersepatu.

Hipotesis tuturan berbunyi:

1) penutur mengatakan kepada mitra tutur bahwa (P)

Penutur mengatakan kepada mitra tutur bahwa (hari sudah siang)

2) Hipotesis daya P : Tujuan penutur agar mitra tutur mengetahui (bahwa P)

Tujuan penutur ialah agar mitra tutur mengetahui (bahwa hari sudah

siang)

Hipotesis daya P itu menyatakan bahwa tuturan penutur yang

menginformasikan fakta kepada mitra tutur. Kemudian dilakukan pengkajian

hipotesis berdasarkan PK apakah sesuai atau tidak dengan bukti kontekstual

yang ada dengan mencocokkannya pada konsekuensi (a), (b), dan (c) berikut

(Kunjana Rahardi, 2008: 16).

a) penutur yakin (bahwa P) = penutur yakin (bahwa hari sudah siang)

(Maksim Kualitas)

b) penutur yakin bahwa mitra tutur tidak mengetahui (bahwa P) = penutur

yakin bahwa mitra tutur tidak mengetahui (bahwa hari sudah siang)

(Maksim Kuantitas)

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 63: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

c) penutur yakin bahwa sebaiknya mitra tutur mengetahui (bahwa P) = penutur

yakin bahwa sebaiknya mitra tutur mengetahui (bahwa hari sudah siang)

(Maksim Hubungan)

Ternyata konsekuensi (a) didukung bukti yang ada dalam data bahwa

memang benar hari sudah siang: pukul 06.00. Tetapi, konsekuensi (b) tidak

demikian, karena data yang ada menunjukkan bahwa si ayah telah mengetahui

bahwa hari sudah siang, ia sudah sembahyang, tidak tidur lagi, sudah bangun, dan

sudah mencium Ani. Ani mengetahui semua itu sehingga penutur tidak yakin

bahwa mitra tutur tidak mengetahui bahwa hari sudah siang. Dengan demikian

penutur melanggar maksim kuantitas karena tidak memberikan informasi baru

bagi mitra tutur. Akibat dari itu, penutur pun melanggar maksim hubungan karena

konsekuensi (c) pun tidak terdukung bukti, penutur tidak yakin bahwa ayahnya

sebaiknya diberi tahu bahwa hari sudah siang karena Ani mengetahui bahwa

ayahnya sudah tahu. Pemberitahuan itu tidak relevan dengan tujuan yang ada pada

rumusan (2). Karena konsekuensi (b) dan (c) tidak sesuai dengan bukti

kontekstual, maka hipotesis (2) ditolak.

Selanjutnya, disusun hipotesis baru yang paling dekat dengan kontekstual

atau fakta besar peluangnya untuk dapat diterima (Louise Cummings, 2007: 121).

1) penutur mengatakan kepada mitra tutur (bangun)

2) Tujuan penutur ialah menyuruh agar mitra tutur (bangun)

a) penutur yakin (bahwa perlu menyuruh mitra tutur bangun)

b) penutur yakin bahwa mitra tutur tidak mengetahui maksud (bahwa penutur

menyuruh mitra tutur bangun)

c) penutur yakin bahwa sebaiknya mitra tutur mengetahui (bahwa penutur

menyuruh mitra tutur bangun).

Hipotesis B diuji dengan membandingkan konsekuensi (a), (b), dan (c) dengan

data yang ada. Setelah diuji, ternyata bahwa (a) didukung oleh data: Ani yang

sudah bersepatu bertujuan menyuruh ayahnya segera bangun untuk bersepatu

kemudian lari pagi bersama sebagaimana yang biasa mereka lakukan setiap pagi.

Ani memakai satuan pragmatis menginformasikan fakta karena ia menaati prinsip

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 64: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

sopan santun. Sebagai anak ia telah memahami bahwa tidak sopan untuk

memerintah ayahnya secara langsung sehingga ia tidak mau memakai satuan

pragmatis menyuruh. Konsekuensi (b) pun didukung data. Ani yakin bahwa

ayahnya yang berada di kamar tidak mengetahui bahwa Ani sudah bersepatu

sehingga menghendaki ayahnya bangun. Oleh karena. itu, cukup relevan jika, Ani

menyuruh ayahnya untuk bangun sehingga, konsekuensi (c) pun sesuai dengan

data kontekstual.

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa konsekuensi (a), (b), dan (c)

sesuai dengan data kontekstual. Dengan demikian, hipotesis (2) dapat diterima.

Interpretasi hipotesis (2) adalah bahwa tuturan Ani, “Sudah siang, Pa”, yang

diproduksi oleh Ani termasuk tuturan yang bermuatan implikatur percakapan.

Tuturan itu mempunyai implikasi pragmatis menyuruh yaitu Ani menyuruh

ayahnya untuk bangun. Hasil interpretasi implikatur percakapan seperti yang telah

dilakukan dengan analisis heuristik itu sifatnya tidak terlalu pasti.

Begitu pula tidak semua mitra tutur (guru atau peserta didik) dapat

menginterpretasikan implikatur percakapan yang dujarkan penutur dengan tepat.

Hal ini tak lain karena kekuatan ilokusi dalam ujaran yang juga dipengaruhi

alasan dan kebiasaan penutur. Sifat representasi implikatur percakapan tidak jelas

(Thomas Holtgraves, 2008: 366). Di satu sisi, teori tindak tutur menunjukkan

kekuatan ilokusi memainkan peran penting dalam pemahaman komentar

percakapan. Tetapi sisi lain, relevansi teori menunjukkan bahwa pengenalan suara

spesifik tindakan tidak diperlukan untuk pemahaman percakapan. Geoffrey Leech

(1993:30) juga menyatakan bahwa penjelasan terhadap implikatur percakapan

mengandung sifat probabilitas. Hal yang dimaksudkan oleh penutur dengan

tuturan-nya tidak pernah dapat diketahui secara pasti. Faktor kondisi yang

diamati, tuturan, dan konteksnya mengarahkan penutur untuk menyimpulkan

interpretasi dari peluang-peluang yang paling mungkin. Menafsirkan daya

proposisi sebuah tuturan sama dengan pekerjaan tebak-menebak atau dalam istilah

ilmiah disebut menciptakan hipotesis-hipotesis.

Seorang penafsir yang baik sekalipun tidak selalu sanggup membuat

kesimpulan yang pasti mengenai maksud penutur karena sering kali terjadi suatu

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 65: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

tuturan sengaja dikaburkan oleh penuturnya. Agaknya demikian juga, penafsiran

implikatur percakapan anak usia SD yang masih berada dalam proses usaha

menguasai bahasa Indonesia. Satu tuturan yang berupa bilingual (bahasa

Indonesia atau bahasa daerah) untuk mengekspresikan suatu satuan pragmatis

dimungkinkan dapat menyiratkan satu atau lebih satuan pragmatis lain sebagai

implikasi pragmatis yang mewujudkan implikatur percakapan pada mitra tutur.

Dengan demikian, kegiatan pemecahan implikatur percakapan dengan

pragmatik yang mencakup penafsiran dari sudut pandang penutur maupun mitra

tutur adalah kondisi ideal karena pada kenyataannya beberapa kondisi sudah

terjalin saling pengertian sebelum hipotesis dibuat karena adanya pengenalan latar

dan kebiasaan pelaku tuturan sehingga mudah mengetahui maksud penutur dan

lebih konsisten jika dilakukan dengan tahap pemahaman ilokusi yang benar. Jika

hal ini dapat dikuasai oleh guru dalam pembelajaran di kelas, maka guru akan

dengan mudah mengarahkan arah interaksi di kelas sesuai tujuan pembelajaran

yang ingin dicapai. Selain itu, peserta didik juga dapat belajar memahami ujaran

implikatur percakapan melalui kebiasaan yang diterapkan guru saat kegiatan

belajar mengajar di kelas.

2. Percakapan Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas V SD

a. Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas V SD

Ilmu pendidikan merupakan upaya penerapan akal budi, nilai-nilai, norma,

etika, dam moral dengan cara yang paling bernalar yang bertujuan membentuk

watak dan karakter individu, bukan sekedar pengembangan aspek kognitif

melainkan juga mencakup ketajaman olah rasa dan keterampilan (Agus Salim,

2007: 77). Hal ini terkait dengan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar

yang dipandang sebagai suatu proses interaksi peserta didik dengan guru dan

sumber belajar (bahasa Indonesia) dalam suatu lingkungan belajar. Apabila

sumber belajar dipilih berdasarkan pertimbangan prinsip pengembangan (standar

kompetensi dan kompetensi dasar), maka pembelajaran bahasa Indonesia dapat

berfungsi sebagai pengembang potensi peserta didik dan bahasa Indonesia.

Pendekatan pembelajaran terpadu menjadi salah satu alternatif yang dipandang

sebagai upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan di tingkat sekolah dasar

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 66: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

yang lebih menekankan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran (Toho

Motahir dkk., 2001: 7). Hanya saja terdapat perbedaan cara pengembangan

sumber belajar berdasarkan kompetensi yang terdapat pada masing-masing

jenjang kelas di SD. Pertama, pengembangan sumber belajar untuk peserta didik

kelas rendah (kelas I, II, dan III) yang masih memandang segala sesuatu sebagai

satu keutuhan (fisik, mental, sosial dan emosional) melalui pembelajaran tematik

misalnya tema lingkungan menjadi sumber belajar peserta didik kelas I untuk

mempelajari mata pelajaran bahasa Indonesia, matematika, IPS dan IPA. Kedua,

sumber belajar untuk peserta didik sekolah dasar kelas tinggi (kelas IV, V, dan

VI) berdasarkan tuntutan kompetensi dan pengalaman belajar yang dilaksanakan

dengan merumuskan kompetensi dasar, indikator dan pengalaman belajar

kemudian sumber belajar. Sehingga sumber belajar dikembangkan untuk

memberikan pengalaman belajar yang memiliki beberapa indikator kompetensi

dasar, misalnya peserta didik dapat menggunakan kata ‘transportasi’ dalam

kalimat pernyataan dan kalimat pertanyaan baik secara lisan (berbicara) maupun

tertulis (menulis).

Karakteristik pembelajaran bahasa adalah sarana komunikasi dan pendekatan

pembelajaran yang digunakan (Markhamah, 2004: 58). Artinya, pembelajaran

bahasa menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi sekaligus menjadi

pendekatan yang menekankan aspek kemahiran dan fungsi bahasa. Sehingga tak

heran jika sejak sekolah dasar, peserta didik telah diajari keterampilan suatu

bahasa baik bahasa pertama (daerah) maupun bahasa kedua (bahasa Indonesia),

hanya saja tak jarang terjadi ”kesalahan berbahasa” dengan mencampur, bahkan

menyederhanakan ragam baku akibat pengaruh bahasa nonbaku sehari-hari

(Sumarsono, 2009: 148). Untuk itu, pragmatik diperlukan dalam pembelajaran

berbahasa kelas V seharusnya mencakup empat macam kompetensi yaitu

kompetensi gramatikal (grammatical competence), kompetensi sosiolinguistik

(sociolinguistic competence) sebagai pengetahuan sosial budaya bahasa tertentu,

kompetensi wacana (discourse competence) sebagai kemampuan menuangkan

gagasan secara baik, dan kompetensi strategi (strategi competence) sebagai

kemampuan pengungkapan gagasan sesuai aturan bahasa. Sehingga “kesalahan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 67: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

ragam baku” tersebut dapat hilang setelah peserta didik mengetahui cara

menyampaikan maksud dengan bahasa yang baik dan benar sekaligus sopan.

Paparan di atas juga sesuai dengan pendapat Jack C. Richard (1995:103) yang

menyatakan bahwa perkembangan dari kompetensi gramatikal menjadi

komunikatif dalam pembelajaran bahasa formal adalah pengaturan belajar

mengajar dengan menciptakan konteks sebagai perwujudan dan penafsiran

tuturan. Sehingga, pembelajaran bahasa seharusnya mengakomodasi kebutuhan

berbahasa secara praktis sesuai dengan kondisi yang nyata (lingkungan fisik

maupun kultural). Dengan pola yang berdasar pada kajian pragmatik, proses

pembelajaran bahasa yang diterima oleh peserta didik secara otomatis akan

mengacu pada suatu kondisi praktis tindak komunikasi yang tetap menekankan

perlunya kesopanan berbahasa. Untuk itu, orientasi pembelajaran yang seperti ini

juga akan menuntut penyesuaian pada berbagai aspek pembelajaran,

dari kurikulum sampai tataran praktis pembelajaran. Sekaligus semua warga

sekolah dikondisikan dan didisiplinkan untuk berbahasa dengan sopan.

Pada dasarnya tujuan akhir pembelajaran bahasa adalah peserta didik memiliki

keterampilan berbahasa. Prestasi belajar berbahasa peserta didik merupakan hasil

akhir dari suatu rangkaian proses kegiatan yang merupakan interaksi sejumlah

komponen belajar-mengajar dengan diri peserta didik. Kemudian dihubungkan

dengan norma tertentu yang distandarisasi serta terukur sesuai tujuan

pembelajaran berbahasa. Secara singkat, seseorang dikatakan terampil berbahasa

apabila ia terampil menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Terkhusus untuk

keterampilan berbicara, St. Y. Slamet (2008: 35) menjelaskan bahwa keterampilan

ini merupakan tingkah laku yang harus dipelajari terlebih dahulu, kemudian baru

bisa dikuasai.

Untuk menguasai keterampilan ini, peserta didik dituntut penguasaan

kosakata yang cukup memadai, pengetahuan dan penguasaan ucapan dan ejaan

bahasa yang baku, dan pengetahuan tentang penggunaan kalimat, klausa, dan

frasa yang tepat dalam pembelajaran bahasa Indonesia sejak sekolah dasar.

Senada dengan pendapat di atas Deborah Schiffrin (2007: 567) menegaskan

bahwa pengetahuan penutur dan mitra tutur (dalam hal ini adalah guru dan peserta

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 68: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

didik) sangat penting dalam komunikasi karena saling terkait dengan situasi

ujaran atau dapat juga disebut konteks.

Ironisnya, eksistensi dan besarnya alokasi jam pelajaran bahasa Indonesia di

kelas V sekolah dasar tidak menjamin kontribusi dan korelasi maksimal untuk

menumbuhkan kesadaran penggunaan bahasa secara sopan, sistematis, teratur,

mudah dipahami, dan lugas. Pelajaran tersebut harus diakui belum mampu

membangun nilai-nilai estetika dalam kehidupan sehari-hari jika pembelajaran

tersebut masih bersifat kurang komunikatif dan kognitif yang berakibat perilaku

berbahasa menjadi tidak mengindahkan nilai-nilai sopan santun. Selain itu,

pembelajaran bahasa Indonesia menjadi monoton sehingga membuat peserta didik

merasakan gejala kejenuhan saat belajar bahasa Indonesia.

Padahal, suatu pembelajaran bahasa dapat dikatakan telah berorientasi pada

penggunaan bahasa pada tataran praktik jika dari program, materi (bahan), ragam

bahasa, dan penciptaan situasi atau konteks serta target akhir dari pembelajaran

bahasa adalah “peserta didik mampu berkomunikasi secara efektif dan efisien

sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis” (BSNP, 2006:

376-377). Hal yang sama juga diutarakan E. Mulyasa (2003: 149) bahwa

pembelajaran efektif yang ditandai pemberdayaan peserta didik secara aktif dan

melatih sekaligus menanamkan sikap demokratis bagi peserta didik. Sebagaimana

yang telah dipaparkan, membuktikan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia di

sekolah dasar terutama kelas V yang telah memperhatikan kesantunan berbahasa

seharusnya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi peserta

didik baik lisan maupun tulisan dalam berbagai fungsi dan konteks yang

bermakna atau tidak dalam bentuk kalimat-kalimat lepas.

Di sinilah guru menjadi komponen pembelajaran yang penting untuk contoh

konkret berbahasa peserta didik kelas V yang tercermin dalam delapan

keterampilan mengajar yaitu keterampilan bertanya, memberi penguatan,

mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran,

membimbing diskusi kecil, mengelola kelas, serta mengajar kelompok kecil dan

perorangan. Aspek nonlinguistik yang harus diperhatikan guru saat bertutur dalam

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 69: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

pembelajaran bahasa yaitu sosial (jenis kelamin, umur dan status sosial), ideologi

(agama dan kepercayaan), latar belakang kultural (kebiasaan dan adat istiadat),

partisipan dan pendidikan (Markhamah, 2004: 61). Guru seharusnya dapat

mengarahkan peserta didik untuk menyadari adanya faktor-faktor penentu tersebut

saat tindak berbahasa. Dalam hal ini, Jack C. Richard (1995: 31) menegaskan jika

terjadi kesalahan penggunaan kemampuan gramatikal, ilokusioner dan sosial

dalam komunikasi maka akan menimbulkan kesalahpahaman atau konflik

komunikasi. James M. Heslin (2006: 44) juga mengungkapkan bahwa

ketidaktahuan tentang faktor penentu bahasa akan mengakibatkan penutur tidak

berhasil mencapai kesederhanaan komunikasi sekaligus beresiko menyinggung

perasaan mitra tutur.

Untuk itu, kemampuan mengkaji hal-hal di luar bahasa akan sangat membantu

peserta didik kelas V dalam mengaplikasikan kompetensi berbahasa yang dimiliki

secara praktis dalam kondisi senyatanya. Komunikasi kelas yang terjadi saat di

sekolah dasar perlu diorientasikan pada pencapaian kualitas yang bersifat

pragmatis yaitu pengguna (dalam hal ini guru dan peserta didik) dapat

menggunakan bahasa sesuai dengan konteksnya. Dengan demikian, diharapkan

peserta didik akan lebih dapat mengaktualisasikan kemampuan berbahasa yang

sopan dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat.

b. Percakapan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas V SD

Kepentingan komunikasi, bukanlah sekedar penguasaan ketatabahasaan dan

teori-teori semata sehingga mencapai suatu kemampuan berkomunikasi secara

“baik”, tidaklah mungkin dapat tercapai hanya dengan mempelajari bahasa secara

struktural saja. Hal tersebut dikarenakan adanya banyak faktor di luar bahasa yang

mempengaruhi proses berkomunikasi. Cara penyampaian materi pembelajaran

disertai penerimaan dan merespon masukan dari peserta didik juga mempengaruhi

kesempatan berbahasa pada peserta didik untuk menerapkan hal-hal yang

dipelajari saat berkomunikasi dengan memperhatikan kesantunan (Made Wena,

2009: 9). Dalam hal ini, pendekatan pragmatik (komunikatif) cukup membantu

dalam pembelajaran bahasa kelas V yang berorientasi pada tindak komunikasi

secara praktis. Bambang Kaswanti Purwo (1990: 4) menjelaskan bahwa salah

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 70: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

satu ciri yang menonjol pada pendekatan tersebut ialah beralihnya perhatian

dalam pembelajaran bahasa dari guru ke peserta didik sebagai titik pusat.

Penyebab seseorang mau sopan santun berbahasa, salah satunya adalah

terdorong sikap hormat kepada mitra tutur atau sering disebut efek honorifik (Paul

Ohoiwutun, 2007: 88). Inilah pentingnya salah satu tugas guru yaitu sebagai

penasehat untuk mengarahkan hingga menasehati peserta didik karena

kecenderungan guru yang dianggap sebagai orang kepercayaan bagi peserta didik

(E. Mulyasa, 2006: 43). Untuk itu, jika guru mampu memanfaatkan pola-pola

hubungan interaksional dengan peserta didik melalui percakapan dalam

pembelajaran, maka tidak mustahil wibawa guru akan terbentuk. Kewibawaan ini

muncul karena peserta didik mengalami sendiri peran bimbingan guru. Oleh

karena itu, jika dihubungkan dengan pendapat diatas, kewibawaan dalam proses

belajar-mengajar adalah sesuatu yang diperlukan bagi seorang guru untuk

membelajarkan atau mempengaruhi peserta didik tanpa adanya paksaan.

Percakapan yang terjadi dapat membangun kedekatan jarak yang akan

membuahkan tingkat pemahaman antara pelaku sosial (dalam hal ini guru dan

peserta didik).

Salah satu fungsi komunikasi (percakapan) adalah mempengaruhi mitra tutur

(Hoveland dalam Anwar Arifin, 2003: 24). Dengan kata lain, akibat muncul

pemahaman antara guru dengan peserta didik, secara tidak langsung akan

membangun suatu kesamaan praanggapan yang membuat seseorang mampu

merasakan yang orang lain rasakan dalam tataran tingkat tinggi dari proses sosial

melalui interaksi sosial. Pemahaman ini hanya akan terwujud jika terjadi kontak

sosial yang terus menerus dan komunikasi yang terus menerus seperti dalam

percakapan antara guru dengan peserta didik. Dalam hal ini Agus Salim (2007:

70) juga berpendapat bahwa peserta didik perlu selalu dibimbing untuk

menciptakan kesadaran sehingga dapat menangkap makna dibalik yang terlihat

secara fisik, dari mulai paling kecil sampai makna paling besar dalam kehidupan

sehari-hari. Kesadaran ini akan menghasilkan kebebasan dalam berpendapat

melalui tuturan yang bertanggung jawab dengan berbahasa Indonesia yang baik

dan benar serta sopan.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 71: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Adapun hal lain yang diperhatikan guru dalam perkembangan bahasa peserta

didik adalah lingkungan belajar. Conny R. Semiawan (2008: 50) yang

menyatakan bahwa perkembangan bahasa terutama pembicaraan peserta didik

sangat pengaruhi oleh kehidupan emosinya. Situasi percakapan (serius, santai,

wajar, atau tertekan) merupakan hal yang esensial dan mempengaruhi keadaan

dan kelancaran berbicara peserta didik (Burhan Nurgiyantoro, 2010: 400).

Sehingga aktivitas yang dilakukan pada saat mengajarkan materi harus diarahkan

pada komunikasi yang sebenarnya. Materi juga harus dikaitkan dengan makna

yang mencerminkan suatu ide, konsep yang disesuaikan dengan latar belakang

dan tingkat kemampuan peserta didik.

Salah satu asumsi dalam bahasa adalah lingkungan bahasa anak tidak dapat

menyediakan data secukupnya bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang

dewasa (Chomsky dalam Abdul Chaer, 2002: 222). Ketidakcukupan kosa kata ini

akan terasa pada saat anak mulai memasuki dunia sekolah dasar yang

mengharuskannya berinteraksi dengan orang dewasa, terutama di kelas V yang

telah dituntut untuk berkomunikasi dengan memperhatikan kesantunan berbahasa.

Padahal, keaktifan peserta didik belajar merupakan persoalan penting dan

mendasar yang harus dipahami dan dikembangkan guru saat proses pembelajaran

(Aunurrahman: 2010:119). Untuk itu, guru perlu menyesuaikan pemberian

stimulus yang baik dari lingkungan kepada peserta didik agar dapat direspon

dengan berbicara yang baik pula. Selain itu, adanya rasa tenang dan bebas dari

tekanan (overloading) akan membuat peserta didik lebih konsentrasi menyusun

ujaran sesuai maksud yang ingin disampaikan. Bahkan kepatuhan peserta didik

terhadap guru bukan kepatuhan karena takut, akan tetapi kepatuhan karena

keprofesionalan guru.

Hubungan sosial yang bebas dari tekanan demikian sangat diperlukan pada

dunia pendidikan terutama dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Hal ini karena

pembelajaran bahasa Indonesia yang penuh muatan interaksi sosial, menjadi

sangat positif apabila ada keseimbangan dalam pola hubungan. Pola

keseimbangan yang dimaksud adalah pola percakapan yang berlaku dua arah,

dalam arti pada posisi tertentu peserta didik dapat bermitra dengan gurunya.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 72: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Kemitraan guru dan peserta didik ini dalam pendidikan diwadahi dalam kegiatan

pembelajaran yang interaktif. Hanya saja terkadang ungkapan lisan/ kata-kata

yang ditujukan untuk peserta didik didominasi perintah yang membuat anak

menanggapinya secara fisik sebelum melakukan tanggapan verbal.

Selain itu, tujuh kesalahan yang sering dilakukan guru saat proses KBM yaitu

mengambil jalan pintas, menunggu peserta didik berperilaku negatif,

menggunakan destrctive discipliner, mengabaikan perbedaan negatif, merasa

paling pandai, tidak adil, dan memaksa hak peserta didik (Soediro Satoto, 2006:

88). Hal ini sangat terlihat dari setiap tuturan praktik berbahasa Indonesia

keseharian baik lisan maupun tulisan pada dasarnya mengandung tuturan

imperatif (perintah) langsung maupun tidak langsung (Kunjana Rahardi, 2008:

11). Kesalahan dan tuturan imperatif ini jika dilakukan guru bahasa dan sastra

Indonesia secara berlebihan akan membuat pembelajaran menjadi tidak

komunikatif dan cenderung membosankan karena komunikasi yang terjadi dalam

pembelajaran hanyalah tuntutan guru pada peserta didik. Padahal hakikat dari

pembelajaran berbahasa adalah kompetensi komunikatif.

Untuk mengatasi hal tersebut, guru dapat menggunakan pendekatan yang

menekankan pada komunikatif dan pemahaman (Comprehension) perkembangan

kemampuan peserta didik sebelum pelajaran diajarkan. Hal ini sesuai dengan

asumsi pengajaran berkomunikasi Asher dalam Fitrah (2009) yang

mengungkapkan bahwa:

a. pengajaran berbicara harus ditunda sampai kemampuan memahami terbentuk;

b. kemampuan memahami meningkatkan kemampuan produktifitas dalam

mempelajari suatu bahasa;

c. kemampuan didapat melalui transfer mendengar ke kemampuan yang lain;

d. pengajaran harus menekankan arti daripada bentuk;

e. pengajaran harus meminimalis stres pada pelajar.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa suatu pembelajaran

seharusnya memberikan lahan tindakan bagi guru atau peserta didik. Topik

percakapan yang disampaikan juga memungkinkan partisipan (guru dan peserta

didik) untuk melatih keterampilan interpersonal dalam mencapai tujuan interaksi.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 73: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Proses interaksi sosial yang bermuatan pendidikan akan terjadi dengan munculnya

proses sosialisasi seperti kerjasama dan akomodasi.

Kerjasama dalam dunia pendidikan merupakan salah satu proses untuk

membangun hubungan antara guru dengan peserta didik dalam rangka mencapai

tujuan pendidikan. Sedangkan istilah akomodasi di dunia pendidikan

dipergunakan dalam dua arti yaitu untuk menunjukkan pada suatu keadaan

(keseimbangan dalam interaksi antara para pelaku dan nilai sosial) dan

menunjukan pada suatu proses (usaha-usaha pelaku interaksi untuk meredakan

suatu pertentangan). Akomodasi pada paparan ini lebih mengacu kepada

akomodasi dalam bentuk proses yang dapat terjembatani oleh karena adanya

keterampilan interpersonal antara guru dengan peserta didik saat percakapan

dalam pembelajaran berlangsung. Ada delapan keterampilan mengajar yang

sangat berperan meningkatkan kualitas proses pembelajaran yaitu keterampilan

bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan

menutup pelajaran, membimbing diskusi kecil, mengelola kelas, serta mengajar

kelompok kecil dan perorangan (Turney dalam E. Mulyasa, 2006: 69).

Selain itu, guru perlu memperhatikan beberapa hal untuk menciptakan

lingkungan yang mendukung dan membuat peserta didik nyaman dalam belajar

berbahasa antara lain:

a. Guru memegang teguh pameo, “peserta didik tidak peduli seberapa banyak

yang guru ketahui sampai mereka tahu seberapa jauh guru peduli”.

b. Guru dapat menyampaikan harapan atau tujuan pembelajaran dengan jelas.

c. Guru mempunyai waktu untuk mendengarkan peserta didik.

d. Mengakui, mendorong dan membantu capaian dan perilaku peserta didik.

e. Jangan menggunakan sarkasme atau mengejek saat berbicara kepada peserta

didik (Rolanld Partin, 2009:13-17).

Bertolak dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa seorang guru hanya akan

mendapat rasa hormat, jika ia menunjukkan rasa hormat; akan dapat

mengembangkan kelas dengan cara memusatkan diri pada peserta didik daripada

memusatkan pada mata pelajaran. Tujuan pembelajaran yang jelas membuat

peserta didik tidak bingung dalam mengikuti pembelajaran sekaligus peserta didik

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 74: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

dan guru secara tidak langsung akan berusaha menyamakan persepsi mengenai hal

yang akan dipelajari dengan hal yang telah dipelajari sebelumnya. Dan setiap

peserta didik juga ingin dihargai saat mengutarakan pendapat maupun kesulitan

belajar yang mengganggu konsentrasi belajar. Jika hal tersebut tidak diselesaikan

maka percakapan dalam pembelajaran akan didominasi oleh guru. Selain itu,

memperhatikan tuturan saat bercakap dengan peserta didik merupakan hal yang

terpenting dalam membangun kondisi emosi peserta didik dalam menguasai

keterampilan berbahasa.

Percakapan yang terjadi di kelas baik antara guru dengan peserta didik

maupun antar peserta didik secara tidak langsung juga sangat mempengaruhi

perkembangan berbahasa peserta didik. Hal ini sesuai dengan pendapat Jack C.

Richard (1995: 2) yang menyimpulkan bahwa percakapan adalah suatu aktivitas

yang diatur dengan kaidah, norma, dan konvensi yang dipelajari sabagai bagian

dari proses pemerolehan kompetensi berbahasa. Dengan kata lain, percakapan

merupakan salah satu peristiwa tutur yang tidak sekedar pertukaran informasi

antara penutur dan mitra tutur, melainkan lebih pada saling berbagi prinsip-prinsip

umum agar dapat saling menginterpretasi ujaran yang dihasilkan.

Dwi Purnanto (2003: 95) juga menambahkan bahwa setiap tuturan akan selalu

mengandung ide, sedangkan setiap peristiwa komunikasi dalam komunitas

senantiasa mengandung pola kegiatan tutor yang mencerminkan kompetensi

komunikatif penutur. Hal ini juga terjadi dalam pembelajaran di kelas yang tidak

hanya sekedar aktivitas dasar atau meniru dialog, tetapi memfokuskan pada

pemahaman dan pertalian percakapan pembelajaran. Peserta didik sebenarnya

memerlukan contoh atau model berbahasa, respon atau tanggapan serta teman

untuk berlatih dan beruji coba dalam belajar bahasa dalam konteks yang

sesungguhnya. Sehingga perlu adanya arahan dari guru secara nyata tanpa

menghilangkan kesempatan peserta didik untuk melatih kemampuan

komunikasinya.

Secara tidak langsung, guru dituntut untuk selalu jeli dalam rangka

memilah,lingkungan tuturan yang harus diciptakan agar menjadikan proses

pendidikan berlangsung. Proses penciptaan lingkungan tuturan sendiri sudah

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 75: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

harus dikaitkan dengan lingkungan sosial maupun lingkungan fisik. Kedua hal

tersebut tidak dapat diabaikan atau ditinggalkan sama sekali. Mengelola keduanya

untuk dapat dikaitkan dengan peserta didik sehingga terjadi proses sosialisasi nilai

berkomunikasi. St. Y. Slamet (2008: 35) menyebutkan bahwa peserta didik adalah

produk lingkungan, jika sering diajak berbicara dan mampu menjawab sekaligus

diberi kesempatan belajar dan melatih keterampilan berbicaranya maka peserta

didik tersebut akan terampil berbicara. Oleh sebab itu, pembelajaran berbahasa

yang mengaktifkan pelaku komunitas kelas (baik guru maupun peserta didik)

sangat menunjang dalam menjadikan hal-hal yang disampaikan dapat diterima

oleh peserta didik. Wujud pengorganisiran lingkungan dalam kelas akan menjadi

bermakna secara sosiologis apabila ada manfaat yang dapat diambil oleh peserta

didik untuk mencapai kedewasaan berkomunikasi yang mandiri.

Hasil penelitian Baldie dalam Abdul Chaer (2002: 238) yang menyimpulkan

bahwa baru sekitar 80% dari anak usia tujuh setengah sampai delapan tahun dapat

menggunakan kalimat pasif dan kesulitan dalam mengontruksi kalimat imperatif,

tetapi sudah dapat menggunakan bahasa dalam konteks dengan memperhatikan

kesopanan. Hal ini hampir sama dengan pendapat Muhibbin Syah (2008: 67) yang

mengungkapkan bahwa tahap ketiga setelah tahap sensory-motor dan pre-

operational adalah tahap operasional konkret pada anak usia tujuh hingga sebelas

tahun yang mulai membentuk representasi simbolik benda-benda di sekitarnya

seperti permainan simbolik, peniruan, bayangan mental, gambar-gambar dan lain-

lain. Ghazali (2004: 213) berdasarkan penelitiannya juga menyimpulkan bahwa

pengembangan inti leksikal dan inti fungsional tuturan menuju proyeksi maksimal

dalam bahasa Indonesia (bahasa kedua) siswa SD ternyata terjadi secara bertahap,

sebagaimana dapat diikuti dari perkembangan kerumitan kalimat siswa SD kelas

IV, V, dan VI. Oleh karena itu, ujaran yang diterima merupakan sintesis dari

proses pengubahan konsep menjadi kode untuk direspon, sedangkan pemahaman

pesan merupakan rekognisi sebagai hasil analisis terhadap kode yang diterima

sehingga terbentuklah representasi makna.

Dengan penjabaran di atas, membuktikan bahwa pada periode usia sekolah

perkembangan bahasa yang paling jelas tampak adalah perkembangan semantik

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 76: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

dan pragmatik, di samping mempelajari bentuk-bentuk baru, peserta didik belajar

menggunakannya untuk berkomunikasi dengan lebih efektif. Ada dua jenis

penambahan makna kata secara horizontal yaitu peserta didik semakin mampu

memahami dan dapat menggunakan suatu kata dengan makna yang tepat. Adapun

penambahan vertikal berupa peningkatan jumlah kata yang dapat dipahami dan

digunakan dengan tepat. Selain itu, terjadi pula perkembangan kemampuan

menggunakan kalimat dengan lengkap baik secara lisan maupun secara tertulis.

Penggunaan klausa dan frase yang kompleks serta penggunaan kalimat yang

bervariasi pun meningkat.

Kegiatan proses belajar mengajar merupakan proses menanamkan norma

dalam jiwa peserta didik melalui peranan guru dalam pembelajaran sehingga

terjalin interaksi edukatif. Syaiful Bahri Djamarah (2005:11) mengungkapkan

bahwa proses interaktif edukatif menggambarkan percakapan dua arah antara guru

dan peserta didik yang mengandung norma pengantar tingkah laku yang sesuai

pengetahuan peserta didik. Oleh karena itu, percakapan dalam pembelajaran

bahasa Indonesia kelas V seharusnya telah mengarah pada kesantunan berbahasa

sehingga tuturan guru pada peserta didik memperhatikan pencapaian interaksi

edukatif dengan penggunaan bahasa yang lebih mementingkan aspek kesopanan

sesuai SK dan KD.

Sopan santun dapat ditunjukkan tidak hanya dalam bentuk tindakan, tetapi

juga dalam bentuk tuturan. Membukakan pintu bagi seseorang jauh lebih sopan

daripada membanting pintu di hadapan seseorang. Demikian juga dalam tuturan

“Silakan masuk” lebih sopan daripada tuturan “Masuk!”. Sopan santun dalam

bentuk tuturan atau kesantunan berbahasa setidaknya bukan semata-mata motivasi

utama bagi penutur untuk berbicara, melainkan merupakan faktor pengatur yang

menjaga agar percakapan berlangsung dengan lancar, menyenangkan, dan tidak

sia-sia. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Geoffrey Leech (1993:38) bahwa

manusia pada umumnya lebih senang mengungkapkan pendapat-pendapat yang

sopan daripada yang tidak sopan.

Untuk itulah, penggunaan implikatur percakapan dalam pembelajaran

berbahasa merupakan metode yang baik untuk mengarahkan interaksi kelas sesuai

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 77: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

tujuan pembelajaran. Meskipun juga rawan ketidakpahaman tuturan antara

penutur dengan mitra tutur jika tidak diimbangi dengan praanggapan yang sama

atau faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemahaman tuturan. Apalagi jika

bahasa yang digunakan penutur dan mitra tutur merupakan bahasa kedua (bahasa

Indonesia) dan masih dalam tingkatan belajar. Peran guru dan penanaman

kebiasaan dalam pembelajaran berbahasa sangat penting guna mendukung

kelancaran komunikasi antara guru dengan peserta didik yang masih

menggunakan dua bahasa pengantar yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Hal

ini ditambah dengan SD Negeri I Pondok yang dampak globalisasi belum terlalu

mengikis nilai kesopanan, membuat peserta didik sekolah ini masih menganggap

guru sebagai sosok yang disegani.

B. Penelitian yang Relevan

Hasil Penelitian sebelumnya yang relevan dan dapat dijadikan acuan serta

masukan pada penelitian ini adalah (1) Chusni Hadiati dalam tesis yang berjudul

“Tindak Tutur dan Implikatur Percakapan Tokoh Wanita dan Tokoh Laki-Laki

dalam Film The Sound Of Music tahun 2007”, (2) Anina Syaifatul dalam skripsi

yang berjudul “Implikatur Percakapan dalam Wacana Humor Berbahasa

Indonesia tahun 2005”, (3) Eriza Muraqin dalam skripsi yang berjudul

“Implikatur Percakapan Pada Bahasa Iklan Produk (Studi Kasus Di Radio Gsm

Fm) tahun 2009”, dan (4) Sudirman dalam laporan penelitian yang berjudul

“Implikatur dalam Percakapan Bahasa Inggris Siswa SMA: Studi Pragmatik tahun

2005”.

Chusni Hadiati dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa tindak tutur dan

implikatur percakapan yang ditimbulkan oleh pelanggaran prinsip kerja sama dan

kesantunan pada wacana percakapan film The Sound of Music adalah sebagai

berikut: (1) implikatur representatif (2) implikatur direktif; (3) implikatur komisif;

(4) implikatur ekspresif. Alasan perbedaan tuturan tokoh wanita dan tokoh laki-

laki itu disebabkan adanya kecenderungan kaum subordinat (wanita) untuk

berperilaku sopan termasuk dalam penggunaan bahasa dan bentuk bahasa yang

sopan dalam merefleksikan asal kelas sosial penutur.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 78: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Penekanan dalam penelitian tersebut terletak pada pelanggaran prinsip

percakapan (kerjasama dan kesantunan) dan alasan perbedaan tuturan tokoh pria

dan wanita dalam menggunakan implikatur percakapan. Yang secara tidak

langsung telah membuktikan adanya beberapa faktor yang mempengaruhi cara

berbahasa seseorang terutama dalam menjaga “wajah” baik penutur mapun mitra

tutur. Salah satu faktor penentu tindak bahasa tersebut adalah perbedaan sosial

terutama masalah genre. Dalam hal ini, peneliti menjadi tertarik untuk meneliti

wujud implikatur percakapan guru dengan peserta didik maupun peserta didik

dengan peserta didik lain yang mempunyai latar belakang sosial yang berbeda.

Apalagi di sekolah SD Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo ini

masih menganggap seorang guru mempunyai kedudukan setara bahkan lebih

disegani oleh peserta didik dibanding orang tua peserta didik itu sendiri.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anina Syaifatul menyimpulkan wujud

lingual implikatur percakapan dalam wacana humor berbahasa Indonesia dapat

berupa (1) kalimat deklaratif, (2) kalimat imperatif, dan (3) kalimat interogatif, (4)

gabungan antara kalimat interogatif dengan deklaratif, (5) gabungan antara

kalimat interogatif dengan kalimat imperatif, (6) gabungan antara kalimat

deklaratif dengan kalimat imperatif, dan (7) gabungan antara kalimat deklaratif,

interogatif, dan kalimat imperatif. Implikasi pragmatis implikatur percakapan

meliputi implikasi pragmatis yang menyatakan (1) penutur kurang memahami

tuturan yang disampaikan oleh mitra tutur, (2) penutur meminta pengertian mitra

tutur akan tuturan yang disampaikannya, (3) penutur mengelabuhi mitra tutur, (4)

penutur merasa senang, (5) penutur harus atau pasti melakukan pekerjaan yang

dimaksudkan oleh penutur, dan (6) apa yang disampaikan penutur sesuai dengan

yang sebenarnya terjadi. Sedangkan fungsi implikasi implikatur percakapan yang

digunakan dalam wacana tersebut meliputi (1) menyindir, (2) menghibur, (3)

memerintah, dan (4) mengejek. Selain itu, Anina Syaifatul juga menyarankan

agar humor sebagai sarana yang ampuh dalam masyarakat hendaknya dapat

ditingkatkan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat sehari-hari. Hal ini

dengan maksud agar dapat memberikan hiburan dan memberikan kelegaan hati

agar tidak selalu tegang dan serius.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 79: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Bertolak dari penelitian tersebut, peneliti berpendapat bahwa setiap tuturan

baik lisan maupun tulisan memiliki tujuan dan fungsi yang berbeda-beda

meskipun wujud yang digunakan hampir sama. Bahkan wacana humor yang

dianggap hanya sebagai hiburan ternyata memiliki beragam fungsi selain untuk

menghibur. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengetahui fungsi dan

tujuan implikatur percakapan yang digunakan guru dan peserta didik dalam

pembelajaran yang notabene tidak hanya sekedar penyampaian materi, tetapi juga

dalam hal mendidik individu sesuai tujuan pembelajaran.

Penelitian yang dilakukan Eriza Muraqin yang menunjukkan tuturan yang

mengandung implikatur percakapan dalam iklan produk di radio GSM FM terdiri

dari dua bentuk tuturan yaitu tuturan yang berbentuk direktif dan tuturan

berbentuk deklaratif. Implikatur yang terjadi pada bahasa iklan produk di radio

GSM FM pada umumnya ditimbulkan oleh rasa ingin tahu pendengar dan

keinginan untuk mencoba terhadap produk yang ditawarkan oleh pemasang iklan.

Faktor yang menyebabkan adanya pemakaian implikatur dalam iklan produk di

radio GSM FM diantaranya faktor ekonomi, faktor kebutuhan masyarakat, dan

faktor efektivitas produk. Hasil penelitian Eriza Muraqin ini mendorong peneliti

untuk mengkaji implikatur percakapan dalam percakapan lain yaitu pembelajaran

bahasa Indonesia yang tidak hanya mementingkan aspek komunikatif tetapi juga

aspek kesantunan berbahasa secara langsung (tatap muka). Wujud dan alasan

implikatur percakapan yang telah disebutkan dalam penelitiannya dapat dijadikan

sebagai acuan dalam memperoleh keterangan atau informasi lainnya.

Secara umum hasil penelitian yang dilakukan Sudirman menguraikan bahwa

bentuk lingual implikatur percakapan bahasa Inggris siswa SMA Bandar

Lampung bervariasi terdiri dari kata, frase, klausa hingga kalimat yang mengarah

pada kesepahaman dan keterusterangan antara pembicara dan pendengar. Tetapi,

implikasi implikatur ditandai dengan penggunaan maksim gramatikal yang ketat

untuk mempertahankan hubungan formal-fungsional baik sebagai guru, peserta

didik maupun antar peserta didik. Sudirman juga menyarankan agar peserta didik

maupun guru perlu diharapkan menggunakan maksim komunikatif yang lebih

fleksibel dan sesuai pilihan penutur bukan semata-mata karena belajar berbahasa.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 80: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Dari hasil penelitian Sudirman mengenai implikatur dalam pembelajaran

bahasa Inggris, peneliti berpendapat bahwa alasan penggunaan atau pelanggaran

maksim saat percakapan sangat dipengaruhi pemahaman dan kebiasaan

menggunakan bahasa. Secara tidak langsung ketidakpengertian alasan guru

maupun peserta didik menggunakan implikatur percakapan bahasa Inggris dalam

pembelajaran di Bandar Lampung berakibat pembelajaran justru semakin kaku.

Hal ini mendorong peneliti untuk mengkaji implikatur percakapan untuk

pembelajaran bahasa Indonesia kelas V di daerah pedesaan yaitu SD Negeri

Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten yang justru menganggap penggunaan

implikatur percakapan sebagai salah satu metode pembelajaran kesantunan yang

rileks untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti terdorong

mengkaji alasaan penggunaan implikatur percakapan lebih mendalam yang tidak

sekedar mempertahankan hubungan formal-fungsional tetapi juga alasan lain

seperti situasi pembelajaran hingga faktor pribadi penutur dan mitra tutur.

C. Kerangka Berpikir

Setiap pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas selalu terjadi proses

komunikasi atau peristiwa tutur antara guru dan peserta didik yang saling

menyampaikan gagasan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tuturan tersebut

dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu lokusi adalah makna dasar dan

makna referensi (makna yang diacu) oleh ujaran itu; ilokusi adalah kekuatan yang

ditimbulkan oleh penggunaan ujaran itu sebagai perintah, ujian, ejekan, keluhan,

janji, dan sebagainya; serta yang terakhir perlokusi adalah hasil atau efek dari

ujaran itu terhadap pendengar (mitra tutur), baik yang nyata maupun yang

diharapkan. Bahasa digunakan penutur untuk menyampaikan maksudnya dengan

wujud tuturan yang tidak terbatas. Tetapi, agar komunikasi lancar, penutur dan

mitra tutur seharusnya menaati prinsip-prinsip percakapan (prinsip kerja sama).

Hanya saja, di dalam pembelajaran bahasa Indonesia, guru atau peserta didik tidak

jarang sengaja melanggar prinsip percakapan saat menyampaikan maksud tertentu

(terutama untuk memenuhi prinsip kesantunan) kepada mitra tutur secara implisit

yang disebut implikatur percakapan. Untuk itulah, kehadiran konteks sangat

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 81: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

penting dalam memahami maksud pelanggaran prinsip kerja sama dan kesantunan

penutur.

Dalam penafsirannya, bahasa memerlukan analisis wacana sebagai

penginterpretasi maksud. Salah satunya adalah wacana lisan dalam pembelajaran

bahasa Indonesia yang unsur paralingualnya lebih dapat dipertanggungjawabkan

ketepatan penafsirannya dengan memperhatikan rekontruksi bentuk lisan yang

dapat dipertangungjawabkan. Secara pragmatik, kajian tentang bentuk implikatur

percakapan dalam interaksi guru dan peserta didik mengutamakan fungsi dan

maksud tuturan. Untuk itu, pemanfaatan model teoritik pragmatik dan implikatur

percakapan ini didasarkan kepada makna tuturan guru dan peserta didik ketika

dialog secara fungsional sehingga dapat diketahui wujud, fungsi dan tujuan

sekaligus alasan penggunaan implikatur percakapan dalam pembelajaran bahasa

Indonesia kelas V SD Negeri Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.

Dalam penelitian ini, peneliti merekaman konversasi pembelajaran bahasa

Indonesia yang diujarkan oleh guru atau peserta didik. Kemudian peneliti

menganalisis data tersebut untuk diketahui wujud implikatur percakapan yang

terdapat pada konversasi tersebut dan dihubungkan dengan hasil observasi peneliti

untuk mengetahui alasan yang menyebabkan implikatur percakapan tersebut

dituturkan. Hasil data ini juga didukung dengan hasil wawancara kepada guru dan

peserta didik yang bersangkutan sehingga juga diketahui fungsi dan tujuan

implikatur percakapan yang dituturkan.

Hasil akhir transkrip, observasi dan wawancara kemudian disimpulkan untuk

mengetahui pola implikatur percakapan yang digunakan dalam konversasi di kelas

V SD Pondik I Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Kerangka berpikir

penelitian implikatur percakapan dalam pembelajaran berbahasa Indonesia pada

kelas V SD Negeri Pondok 1 kecamatan Nguter kabupaten Sukoharjo dapat

dilihat pada Gambar 3.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 82: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

Gambar 3. Kerangka Berpikir Penelitian Implikatur Percakapan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 83: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini mengambil tempat di SD Negeri Pondok 1 Kecamatan Nguter

Kabupaten Sukoharjo, tepatnya kelas V saat pembelajaran bahasa Indonesia yang

berfungsi sebagai tempat pengambilan data berupa rekaman pembelajaran untuk

mendukung penelitian.

Waktu yang diperlukan dalam penelitian dari menyusun proposal sampai

laporan skripsi dilakukan selama 8 bulan, yaitu bulan September 2010 sampai

dengan April 2011. Adapun rincian waktu dan jenis kegiatan penelitian dapat

dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1. Pembagian Waktu Penelitian

No Nama Kegiatan Bulan

Sept Okt Nov Des Jan Peb Mar Apr

1 Pengajuan dan

Revisi Proposal

2 Perizinan

Penelitian

3 Pengumpulan

data dan

Analisis data

4 Penyusunan

Laporan

5 Ujian

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, bentuk penelitian

ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian

yang bertujuan untuk melukiskan atau menggambarkan realita yang ada.

68

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 84: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Sudarwan Danin (2002 : 51) mengungkapkan data yang dikumpulkan dalam

penelitian yang bersifat deskripsi berupa kata-kata atau gambar yang mempunyai

arti lebih dari sekedar angka atau jumlah karena angka hanyalah sebagai

penunjang. Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tunggal

terpancang. Menurut Yin (dalam Sutopo, 2002: 41) strategi tunggal terpancang

adalah strategi penelitian deskriptif kualitatif yang fokus penelitiannya telah

ditentukan berdasarkan tujuan dan minat peneliti sebelum terjun ke lapangan

studinya. Dalam penelitian ini, masalah telah difokuskan pada satu situasi yaitu

mengenai implikatur percakapan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Kelas

V SD Negeri Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.

C. Sumber Data

Data yang dikaji dalam penelitian ini berupa data kualitatif. Menurut Sutopo

(2002: 49-51), jenis-jenis sumber data dalam penelitian kualitatif adalah

narumber/informan, peristiwa/aktivitas, tempat/ lokasi, dan dokumen/ arsip.

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Data yang dikaji dalam penelitian ini berupa data verbal kualitatif. Sehubungan

dengan penelitian ini, sumber data yang digunakan sebagai berikut.

1. Peristiwa/ aktivitas

Peristiwa/ aktivitas pembelajaran bahasa Indonesia SD Negeri Pondok 1

Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo terfokus pada bahasa dan konteks

tuturan yang diperoleh melalui pengamatan dan pencatatan lapangan secara

langsung. Konteks tuturan diperoleh peneliti dengan mengadakan pencatatan

lapangan setiap mengadakan perekaman dan dimasukkan dalam sumber data

karena konteks tuturan berpengaruh terhadap pemaknaan sebuah tuturan.

Sekaligus transkip hasil wawancara terhadap narasumber, baik guru dan kepala

sekolah maupun peserta didik yang berupa catatan lapangan.

2. Informan

Informan pertama yang dipilih adalah Kepala Sekolah SD Pondok 1, yaitu

Munasiroh, S. Pd. selaku kepala sekolah SD Negeri Pondok 1 Kecamatan

Nguter Kabupaten Sukoharjo sekaligus sebagai pengampu pembelajaran

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 85: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

bahasa Jawa. Informan selanjutnya, Ibu Sri Suwarni, S. Pd. selaku wali kelas

V SD Negeri Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo yang

sekaligus mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia.

Informan lain yang digunakan untuk memperoleh kelengkapan data adalah

peserta didik yang bertindak sebagai mitra tutur guru dalam pembelajaran

bahasa Indonesia sekaligus konteks penting dalam penafsiran tuturan guru

maupun peserta didik lain. Dari 15 peserta didik di kelas V SD ini dipilih 6

peserta didik yang diwawancarai yaitu siswa yang aktif, tidak terlalu aktif

tuturan dan acuh merespon tuturan berimplikatur percakapan guru maupun

peserta didik lain. Pengkategorian ini juga diperkuat dengan penjelasan guru

dan informasi mengenai latar belakang sosial dan karakteristik peserta didik

saat pembelajaran bahasa Indonesia yang mempengaruhi keaktifan peserta

didik dalam merespon dan memahami tuturan. Berdasarkan ketentuan di atas,

peserta didik yang terlibat sebagai informan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut.

Tabel 2. Daftar Peserta Didik yang Dipilih sebagai Informan

No. NISN Nama

Identitas Peserta didik

Kategori Rangking Tempat

Lahir Alamat

1. 2826 Luluk Riska

Pratiwi Aktif 1 Sukoharjo Bodehan

2. 2822 Canggih

Wicaksono Aktif 9 Sukoharjo Bodehan

3. 2825 Fauzan Ibnu

Hasan Sedang 3 Sukoharjo Bodehan

4. 2824 Dyah Nurulita Sedang 2 Purbalingga Bodehan

5. 2816 Abdul Azis Pasif 12 Sukoharjo Jimbun

6. 2818 Anggraeni

Nilam Saputri Pasif 15 Salatiga Gayam

D. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling karena sampel diambil berdasarkan pertimbangan dan tujuan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 86: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

tertentu. Hal ini sesuai pendapat Syamsuddin AR dan Vismaia S. Damaianti

(2006: 89) yang menyatakan bahwa sampling pada penelitian kualitatif

merupakan pilihan peneliti tanpa harus representatif terhadap populasi, tetapi

representatif terhadap informasi yang holistik. Pada penelitian ini diwujudkan

dalam pemilihan percakapan pembelajaran bahasa Indonesia di Kelas V SD

Negeri Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo yang mengandung

implikatur percakapan sebagai sampel.

Data dalam penelitian ini bersumber pada pembelajaran bahasa Indonesia di

Kelas V SD Negeri Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Data

tersebut diambil dari tuturan berimplikatur dalam pembelajaran bahasa Indonesia

yang mencerminkan prinsip sopan santun dalam berbahasa di Kelas V SD Negeri

Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo dalam tuturan guru maupun

peserta didik pada beberapa pembelajaran bahasa Indonesia yang dilaksanakan

hari Senin jam pertama sampai kedua dan Selasa jam kelima sampai ketujuh

terutama pada bulan Januari sebagai awal pembelajaran semester II sehingga

antara guru dan peserta didik telah saling mengetahui kebiasaan dan karakteristik

mitra tutur dan penutur yang mempengaruhi penggunaan implikatur percakapan.

Peneliti tepatnya menganalisis pembelajaran hari Senin tanggal 3 Januari 2011,

Selasa tanggal 11 Januari 2011, dan Senin tanggal 17 Januari 2011 dengan jumlah

data yang mencapai 2016 tuturan karena telah mewakili informasi

(mengonfirmasi) untuk menentukan pola penggunaan implikatur percakapan yang

digunakan. Data implikatur percakapan ini dipahami secara pragmatis, sedangkan

tuturan guru dan peserta didik yang maknanya bersifat literal dipahami secara

semantik. Selanjutnya diselidiki lebih dalam dengan wawancara pada guru dan

peserta didik yang berimplikatur percakapan untuk memperoleh pola penggunaan

implikatur percakapan dalam pembelajaran bahasa Indonesia dan memungkinkan

untuk dikelompokkan melalui penerapan teori yang ada. Sehingga data yang

digunakan dalam penelitian ini tidak sebagai yang mewakili populasinya tetapi

lebih cenderung mewakili informasinya.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 87: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

E. Teknik Pengumpulan Data

Syamsuddin AR dan Vismaia S. Damaianti (2006: 94) menjelaskan bahwa

terdapat beberapa teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif agar

sesuatu data yang ingin diperoleh peneliti seperti wawancara, observasi,

dokumentasi, serta teknik dan model analisis data. Teknik pengumpulan data pada

penelitian ini dilakukan dengan:

1) Observasi

Observasi digunakan untuk mengetahui secara langsung peristiwa percakapan

dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Kelas V SD Negeri Pondok 1

Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.

2) Simak dan Catat

Peneliti menggunakan teknik ini untuk 2 tujuan. Pertama, peneliti menyimak

dan mencatat hal-hal yang tidak bisa direkam dengan alat perekam seperti

konteks yang terjadi saat dialog berlangsung. Dan kedua, peneliti

menggunakan teknik ini untuk menyajikan hasil rekaman dalam bentuk

transkrip rekaman dialog.

3) Wawancara mendalam

Wawancara mendalam dilakukan peneliti dengan mewawancarai kepala

sekolah sekaligus pengampu pembelajaran bahasa Jawa kelas I sampai kelas

VI sehingga wawancara peneliti fokuskan untuk mengetahui alasan perbedaan

penggunaan implikatur percakapan di kelas V dibanding kelas rendah secara

umum. Peneliti juga mewawancarai wali kelas serta enam peserta didik kelas

V sebagai penutur maupun mitra tutur dalam pembelajaran bahasa Indonesia

di Kelas V SD Negeri Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo

untuk mengetahui tujuan dan fungsi serta alasan yang mendorong penggunaan

tuturan berimplikatur percakapan saat pembelajaran bahasa Indonesia.

4) Perekaman

Peneliti menggunakan teknik ini untuk merekam dialog yang terjadi dalam

pembelajaran bahasa Indonesia di Kelas V SD Negeri Pondok 1 Kecamatan

Nguter Kabupaten Sukoharjo. Rekaman ini kemudian ditranskripkan agar

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 88: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

dapat membantu dalam menangkap informasi dan menginterpretasikan makna

yang terkandung dalam tuturan.

F. Uji Validitas Data

Cara yang paling umum digunakan untuk peningkatan validitas dalam

penelitian kualitatif adalah teknik trianggulasi. Lexi J. Moleong (2002: 178)

menyatakan bahwa trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau

pembanding terhadap data. Dalam penelitian ini digunakan trianggulasi metode,

trianggulasi teori dan trianggulasi sumber serta review informan.

Trianggulasi metode yaitu menekankan pada teknik pengumpulan data yang

berbeda untuk mendapatkan hasil data yang sejenis. Peneliti menggunakan

trianggulasi metode karena data yang dihasilkan didapat dari teknik pengumpulan

data yang berbeda yaitu dari teknik observasi yang didukung oleh rekaman dan

simak catat kemudian dikonfirmasikan dengan informan.

Triangulasi teori yaitu menggunakan beberapa perspektif teori yang berbeda

untuk membahasa permasalahan yang dikaji agar dapat menyimpulkan lebih tepat

dan diterima kebenarannya. Peneliti menggunakan teknik triangulasi teori karena

menyesuaikan karakteristik data yang perlu dikaji dengan beberapa teori disiplin

ilmu yang berbeda atau teori berbeda tetapi masih dalam satu disiplin ilmu.

Data dari suatu sumber tidak secara langsung dapat dianggap mewakili

populasi namun harus dibandingkan dengan sumber yang lain terlebih dahulu

untuk pemeriksaan keabsahan data yang diambil. Dengan demikian, maka peneliti

telah melakukan trianggulasi sumber yaitu informasi dari guru dan peserta didik

yang melakukan implikatur untuk menjawab keabsahan data yang diambil.

Selain itu, peneliti juga melakukan review informan untuk meneliti ulang data

yang diperoleh dari infoman sehingga meminimalisasi kesalahan atau

ketertinggalan informasi dari wawancara sebelumnya. Oleh karena itu, peneliti

memperbaiki kebenaran data dengan memperlihatkan deskripsi hasil wawancara

dan transkrip percakapan dalam pembelajaran kepada informan.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 89: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

G. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini pada dasarnya dilakukan secara bersamaan

dengan proses pelaksanaan pengumpulan data. Proses analisis data dalam

penelitian ini menggunakan model analisis interaktif (interaktif model of

analysis), artinya bahwa ketiga komponen analisis tersebut aktivitasnya dapat

dilakukan dengan interaksi baik antar komponennya maupun dengan proses

pengumpulan data dalam bentuk proses yang berbentuk siklus (Sutopo, 2002: 94).

Adapun keempat komponen itu antara lain:

1. Pengumpulan data

Dalam penelitian ini peneliti secara periodik mengumpulkan data dari

berbagai sumber antara lain dari teknik rekam dan simak catat.

2. Reduksi data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Kegiatan ini berlangsung

terus menerus selama penelitian. Dalam penelitian ini, setelah transkrip data

tentang tuturan guru dan peserta didik selesai dilakukan, kemudian data

tersebut disederhanakan dan diseleksi yang kiranya dapat mewakili analisis

pola penggunaan implikatur percakapan. Lalu diberi kode/ identitas data

sesuai dengan wujud, fungsi dan tujuan serta alasan penggunaan implikatur

percakapan, misalnya MKN, MKL, MKH, MSP, MSS dan lain-lain.

3. Penyajian data

Setelah reduksi data selesai dilakukan, kemudian disajikan dalam bentuk

laporan berbentuk deskripsi naratif yang sistematis meliputi identitas informan

dan transkrip pembelajaran disertai identitas data sehingga diharapkan dapat

memudahkan adanya penarikan kesimpulan.

4. Penarikan kesimpulan/Verifikasi

Kesimpulan merupakan jawaban dari permasalahan yang muncul dalam

penelitian. Penarikan kesimpulan ini berpedoman pada penafsiran alasan

pelanggaran prinsip kerjasama yang dilakukan penutur untuk mencapai

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 90: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

Pengumpulan Data

kesantunan berbahasa dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Tahap inilah

dapat diketahui ketercapaian tujuan penelitian atau tidak, sekaligus untuk

memperkuat dan mempertanggungjawabkan temuan penelitian. Penarikan

kesimpulan didasarkan pengorganisasian informasi yang diperoleh dalam

analisis data.

Gambar 4. Model Analisis Interaktif (Miles dan Hiberman dalam Sutopo,

2002: 96)

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah rangkaian tahap kegiatan penelitian dari awal

hingga akhir. Tahap-tahap penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

1. Tahap Persiapan

a. Melakukan prapenelitian untuk mendapatkan gambaran tentang objek

penelitian dan perijinan penelitian

b. Mengajukan judul dan membuat proposal

c. Mengumpulkan data sesuai dengan teknik pengumpulan data yang telah

direncanakan

2. Tahap Analisis Data

a. Mengelompokan data yang terkumpul sesuai dengan tujuan peneliti

b. Menganalisis transkrip rekaman pembelajaran bahasa Indonesia di Kelas

V SD Negeri Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo.

3. Tahap Akhirs

a. Menulis kesimpulan akhir dari seluruh analisis yang telah dilakukan

b. Menyusun laporan penelitian

Reduksi Data Penyajian Data

Penarikan Kesimpulan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 91: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

E. Deskripsi Latar Penelitian

SD Negeri Pondok 1 yang terletak di Dukuh Bodehan Desa Pondok

Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo merupakan sekolah dasar di lingkungan

pedesaan yang hanya mempunyai empat guru berstatus pegawai negeri yaitu

kepala sekolah, wali kelas IV, V dan VI. Hal ini bukan karena sekolah ini kurang

kualitas, melainkan justru karena beberapa guru yang berprestasi di sekolah ini

diangkat dan dipindah ke sekolah lain, contohnya wali kelas V tahun pelajaran

2006/2007 yang menjadi diangkat menjadi kepala sekolah di SD lain. Dan untuk

wali kelas V empat tahun ini yaitu Ibu Sri Suwarni, S. Pd. yang sebelumnya

mengampu kelas V di SD Negeri Serut 1 sejak tahun 1993 hingga 2008, masih

dalam proses pengajuan menjadi kepala sekolah. Selain itu, peserta didik sekolah

ini cukup membanggakan dalam akademik maupun non akademik terutama untuk

lomba yang diwakili guru maupun peserta didik kelas V.

Lingkungan sekitar sekolah yang masih menggunakan bahasa Jawa sebagai

bahasa sehari-hari merupakan alasan kebijakan sekolah ini untuk menjadikan

bahasa Jawa sebagai mata pelajaran yang penting seperti halnya bahasa Indonesia

dan bahasa Inggris. Sehingga pembelajaran bahasa di sekolah ini terdiri dari tiga

mata pelajaran yaitu mata pelajaran bahasa Indonesia, Inggris, dan Jawa. Meski

secara tertulis, pengampu mata pelajaran bahasa Jawa adalah Ibu Munasyiroh, S.

Pd. selaku kepala sekolah, tetapi pada kenyataannya justru wali kelaslah yang

lebih banyak berperan dalam mata pelajaran ini, termasuk wali kelas V menjadi

pengampu delapan mata pelajaran termasuk mata pelajaran bahasa Indonesia dan

Jawa. Sedangkan untuk mata pelajaran bahasa Inggris diampu oleh guru tersendiri

sehingga tidak menjadi wewenang wali kelas.

Pengambilan data penelitian ini dilakukan saat pembelajaran bahasa

Indonesia yang mencerminkan intraksi dua arah dengan mematuhi prinsip sopan

santun berbahasa di Kelas V SD Negeri Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten

Sukoharjo. Lebih tepatnya, pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran

76

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 92: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

pada bulan Januari sebagai awal pembelajaran semester II sehingga antara guru

dan peserta didik telah saling mengetahui kebiasaan dan karakteristik mitra tutur

dan penutur yang mempengaruhi penggunaan implikatur percakapan. Dari

beberapa pembelajaran yang direkam, peneliti menganalisis 7 x 35 menit (tiga

pertemuan) yang telah mewakili informasi (mengonfirmasi) untuk menentukan

pola penggunaan implikatur percakapan di kelas V tepatnya hari Senin tanggal 3

Januari 2011, Selasa tanggal 11 Januari 2011, dan Senin 17 Januari 2011. Dalam

ketiga pembelajaran tersebut, peneliti membahas sejumlah data mengenai wujud

implikatur percakapan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Kelas V SD

Negeri Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo yang meliputi

pelanggaran maksim kerjasama sekaligus penerapan maksim sopan santun.

Peneliti juga membahas mengenai fungsi dan tujuan serta alasan penggunaan

implikatur percakapan yang diujarkan guru maupun peserta didik dalam

pembelajaran bahasa Indonesia di Kelas V SD Negeri Pondok 1 Kecamatan

Nguter Kabupaten Sukoharjo. Derskripsi data dari wujud, fungsi dan tujuan

implikatur percakapan dalam penelitian ini selengkapnya dapat dilihat dalam

lampiran transkrip percakapan.

F. Hasil Penelitian

1. Wujud Tutur Implikatur Percakapan

Implikatur percakapan merupakan implikasi pragmatis yang terdapat pada

percakapan yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip percakapan.

Wujud implikatur percakapan dalam penelitian ini tercermin dalam pelanggaran

prinsip kerjasama dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Prinsip kerjasama yang

lebih menekankan pada penggunaan segala ujaran sesuai dengan tujuan

percakapan yang telah disepakati atau sesuai arah percakapan yang diiikuti sering

dilanggar untuk mematuhi prinsip sopan-santun. Prinsip sopan-santun dalam

berkomunikasi dapat dipandang sebagai usaha untuk menghindari konflik antara

penutur dan mitra tutur karena lebih bersifat sosial, estetis, dan moral dalam

melakukan suatu percakapan.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 93: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

Penelitian ini hanya menganalisis wujud implikatur percakapan yang

melanggar prinsip kerjasama, tetapi menaati prinsip sopan santun dalam

pembelajaran bahasa Indonesia kelas V. Hal ini sesuai kompetensi dasar yang

harus dimiliki peserta didik kelas V agar mementingkan penggunaan bahasa

Indonesia yang baik, benar dan santun dalam menerapkan keterampilan

berbahasa. Untuk lebih memudahkan penjelasan tentang wujud implikatur

percakapan pada penelitian ini, peneliti hanya menyajikan beberapa jenis

pelanggaran prinsip kerjasama dalam penerapan prinsip sopan santun sebagai

contoh data.

Penyajian contoh wujud tutur implikatur dalam pembelajaran bahasa

Indonesia hasil penelitian ini diurutkan sesuai pengelompokan pada Bab II.

Penjelasan mengenai wujud implikatur percakapan dilakukan dengan

memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) penomoran paling atas dan bercetak

tebal menyatakan urutan contoh data, (2) penomoran sebelah kiri dialog

menyatakan urutan tuturan dalam seluruh data sebagai tanda terjalin kerjasama

tuturan sekaligus konteks, (3) keterangan bercetak tebal dalam tanda kurung

lancip menyatakan pelanggaran maksim, penerapan maksim, tujuan, dan fungsi

implikatur, dan (4) keterangan dalam tanda kurung pojok kanan setelah contoh

data menyatakan urutan pembelajaran. Pendeskripsian hasil penelitian sampel

korpus wujud tuturan implikatur percakapan untuk menerapkan prinsip sopan-

santun dapat dijabarkan sebagai berikut.

e) Implikatur Percakapan dalam Penerapan Maksim Kearifan

Gagasan dasar kearifan atau sering juga disebut maksim kebijaksanaan

adalah berprinsip mengurangi kerugian dan memaksimalkan keuntungan orang

lain. Pemaksimalkan keuntungan mitra tutur ini biasanya dilakukan dengan

tuturan yang ”diada-adakan” agar mitra tutur tidak sungkan dan penutur terhindar

dari anggapan sikap marah, iri dan kurang sopan saat menginginkan mitra tutur

melakukan sesuatu. Dalam kenyataannya, untuk menerapkan maksim ini penutur

dengan sengaja melanggar prinsip percakapan. Berikut penjelasan beberapa

contoh pelanggaran maksim percakapan dalam penerapan maksim kearifan.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 94: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

1) Maksim Kualitas

Maksim kualitas menuntut kesesuaian antara tuturan dan fakta sebenarnya

yang didukung bukti-bukti saat tuturan tersebut diujarkan. Contoh tuturan

dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang melanggar maksim kualitas seperti

pada data berikut.

[1]

(100) G: Dah nggih. Jadi, ada tiga macam. Selain hal-hal di atas, perlu kamu perhatikan tekanan atau ritme. Ritme tekanan itu opo to cah…tekanan dalam membaca puisi. Tekanan dalam membaca puisi ada? Berapa itu? Ada berapa?

(101) S: Tiga…(peserta didik deretan paling timur membaca)

(102) G: (Melihat peserta didik deretan paling timur) Ada tiga, yaitu dinamik, yang kedua nada, dan yang ketiga….<MKL/ MSA/ FK/TD>

(103) S: Tempo (Canggih diikuti peserta didik lain)

(104) G: Tempo nggih. Tekanan dinamik itu apa…Tekanan dinamik opo to cah? Diwoco, coba Nurul

(Pembelajaran1)

Konteks situasi data [1] dalam penelitian ini terjadi setelah adanya peserta

didik kelas lain masuk untuk mengembalikan sapu saat penjelasan materi. Saat

guru memberi pertanyaan tentang materi, ternyata tidak semua peserta didik

dapat merespon pertanyaan guru yang diulang hingga 3x pada tuturan (100)

termasuk Canggih peserta didik yang aktif menjawab, tetapi tidak mengikuti

jam tambahan saat libur semester 1. Hal ini tentu saja membuat guru kecewa

karena penjelasan yang disampaikan belum dipahami dengan baik sehingga

harus diulang. Padahal karakteristik sebagian besar peserta didik kelas V tidak

menyukai dan mudah bosan jika materi yang telah disampaikan harus

djelaskan kembali. Untuk itu, guru mengambil alternatif tuturan (102) yang

berupa seolah-olah semua peserta didik menjawab pertanyaan sehingga guru

cukup memperjelas tuturan peserta didik dengan kalimat tidak lengkap untuk

kembali direspon peserta didik sesuai dengan pengetahuan yang diketahui,

dibanding dengan menggunakan tuturan, ”Benar, tetapi ada teman kalian yang

belum tahu. Kita ulang lagi materi ini” yang akan membuat peserta didik lain

yang sudah paham merasa dirugikan karena tidak mendapat pengetahuan baru.

Sehingga maksud dibalik tuuran (102) lebih untuk menjelaskan kembali

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 95: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

materi sekaligus mengecek kedalaman pemahaman materi peserta didik.

Maksud guru tersebut dipahami peserta didik dengan tuturan (103). Sehingga

tuturan (102) diidentifikasi mengandung implikatur percakapan yang

melanggar maksim kualitas agar peserta didik tidak merasa dirugikan dengan

pengulangan materi.

Seperti halnya data [1], dalam pembelajaran kedua pelanggaran maksim

kualitas juga digunakan untuk menuntun peserta didik yang tidak bisa

menjawab pertanyaan guru, seperti dalam contoh data sebagai berikut.

[2]

(295) G: He eh, Tina. (melihat Aqib bertopang dagu) Siapa yang mengantarkan Tina ke kantor pos Qib, Aqib?

(296) S: Pak guru

(297) G: Pak guru. (melihat Nurul bertopang dagu) Sebutkan fungsi kantor pos, opo waé Nurul?

(298) S: (kaget dan memperbaiki posisi duduk)

(299) G: Satu untuk….<MKL/ MSA/ FK/TD>

(300) S: Pengiriman (Nurul)

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [2] terjadi saat peserta didik bertopang dagu sehingga

terkesan tidak memperhatikan penjelasan guru dan ternyata saat dicek guru

dengan tuturan (297), peserta didik tersebut tidak dapat menjawab seperti

terlihat pada tuturan (298). Hal ini tentu saja membuat guru kecewa, guru

mengetahui karakteristik peserta didik tersebut sebenarnya pintar sehingga

guru cukup menganggap peserta didik seolah-olah menjawab sesuatu sebagai

stimulus singkat yang bermaksud mengulangi pertanyaan dan menuntun

peserta didik menjawabnya. Selain itu dengan tuturan (299), guru juga

menghindari peserta didik nenjadi minder yang justru akan membuatnya

semakin tidak konsentrasi dalam menjawab pertanyaan, seperti jika dengan

berujar, ”Kamu tidak memperhatikan penjelasan Bu Guru ya? Ayo jawab

pertanyaan Ibu tadi!”. Maksud tersembunyi pada tuturan (299) ini dipahami

peserta didik seperti yang terlihat pada tuturan (300) sebagai jawaban yang

benar atas pertanyaan guru. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tuturan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 96: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

(299) mengandung implikatur percakapan yang melanggar maksim kualitas

untuk mengurangi kerugian mitra tutur dalam penerapan maksim kearifan.

2) Maksim Hubungan

Maksim ini digunakan agar terjalin kerjasama yang baik antara penutur

dan mitra tutur dengan memberikan kontribusi tuturan yang relevan. Beberapa

pelanggaran maksim ini antara lain pada contoh data sebagai berikut.

[3]

(474) G: He eh, engko dhak kecewa, gelo. Dimasaké ngoyo-ngoyo ora di… (475) S: Maem (476) G: Nah...ibu merasa senang kalau sudah dimasakkan sesuatu, kamu harus

segera memakannya bersama kelu….<MKH/ MSA/ FK/TD>

(477) S: Arga

(478) G: Keluarga, maemé kudu bareng-bareng, jatahé piro to? Bapak ibu adik kakak kabeh mlumpuk bareng-bareng di…Dimana?

(479) S: Meja makan (Nurul)

(Pembelajaran1)

Konteks situasi data [3] dalam penelitian ini mencerminkan pembelajaran

terpadu untuk kelas tinggi sehingga guru dituntut untuk dapat menghubungkan

bidang ilmu satu dengan bidang ilmu lain yang sesuai dengan lingkungan

peserta didik. Dalam tuturan (476), guru berusaha menghubungkan jawaban

peserta didik untuk contoh pengorbanan Ibu dengan suatu hal yang dapat

menyenangkan Ibu dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tuturan ini

sebenarnya mengandung maksud perintah peserta didik secara halus untuk

mengubah kebiasaan makan peserta didik yang suka memilih makanan dan

jarang makan bersama keluarga dibandingkan dengan berujar, ”Benar, kalian

yang suka pilih-pilih makanan, dan makan tidak bersama keluarga berarti

membuat Ibu sedih” yang terkesan menyalahkan peserta didik. Maksud

tuturan (476) dapat dipahami peserta didik dengan melihat respon tuturan

(477) dan tuturan diskusi selanjutnya yang semakin mengarahkan peserta

didik untuk lebih mengerti tentang kondisi keluarganya masing-masing

dengan keadaan ekonomi yang semakin sulit. Tuturan (476) yang diujarkan

guru dengan tidak mengiyakan atau menolak respon peserta didik pada tuturan

sebelumnya mencerminkan implikatur percakapan dengan cara guru sengaja

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 97: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

melanggar maksim hubungan karena meskipun secara sepintas tuturan guru

dan peserta didik tidak berhubungan, tetapi maksud tuturan guru tersebut

justru menegaskan dan menasihati peserta didik secara halus untuk

mempraktikkan materi yang didiskusikan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi

data [3] mengandung implikatur percakapan karena melanggar maksim

hubungan saat menerapkan maksim kearifan.

Penelitian ini juga ditemukan tuturan guru yang dapat diterapkan dengan

melanggar maksim hubungan agar peserta didik merasa dihargai pendapatnya

meskipun tetap harus menaati perintah guru, salah satu contohnya sebagai

berikut.

[4]

(523) G: Kelompok dua, anggotanya Luluk, Viva dan Nilam (524) S: (Luluk mencatat anggota kelompoknya) (525) S: Kelompok tiga sini Bu (Canggih) (526) G: Kelompok tiga Bella yo, ketuané Bella <MKH/ MSA/ FK/ TD>

(527) S: Yah….yo wis (Canggih)

(Pembelajaran3)

Konteks situasi data [4] terjadi saat guru sedang membimbing peserta

didik membentuk suatu kelompok diskusi. Tiba-tiba salah satu peserta didik

mengutarakan keinginannya untuk menjadi kelompok urutan ketiga. Tetapi

hal tersebut sebenarnya menyalahi aturan pembentukan kelompok yang

didasarkan pada letak tempat duduk. Untuk itulah guru menggunakan tuturan

(526) yang seolah-olah tidak merespon peserta didik tersebut, tetapi justru

berbicara dengan peserta didik lain. Maksud tuturan (526) sebenarnya ingin

menjelaskan bahwa pemilihan urutan kelompok berdasarkan tempat duduk

bukan karena keinginan Ibu guru, sekaligus penekanan perintah berpindah

tempat duduk pada kata yo ’iya’ jika peserta didik ingin menjadi kelompok

tertentu. Tuturan tersebut lebih sopan dibanding ”Kamu pilih kelompok tiga

jadi kamu pindah ke tempat duduk kelompok Bella” yang terkesan

memerintah peserta didik berpindah tempat duduk tanpa ada pilihan lain.

Maksud guru tersebut dimengerti peserta didik melalui tuturan (527) yang

memilih tetap di tempat duduk semula. Secara singkat tuturan (526)

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 98: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

mengandung implikatur percakapan dengan melanggar maksim hubungan

untuk mematuhi maksim kearifan.

3) Maksim Cara

Maksim cara atau pelaksanaan ini mengharuskan penutur menggunakan

tuturan secara jelas dan tidak mengaburkan. Contoh pelanggaran maksim ini

untuk merapkan maksim kearifan terdapat pada data-data berikut ini.

[5]

(140) G: Aziz, Bayu, karo… (141) S: Canggih (Nurul) (142) G: Canggih. O iyo masih ada 4 anak yang belum membuat. Puisi yang anak-

anak buat (menunjukkan karton berisi tugas peserta didik). Saya harap dihafalkan dan dibaca dengan aturan yang benar. Kemarin anak-anak sudah membuat puisi yang diambil dari beberapa ma…<MKC/ MSA/ FK/TD >

(143) G: Jalah

(144) S: Boleh dari majalah, boleh dari koran, atau dari buku-buku yang lain. Yang anak-anak buat nanti saya harap dibuat isi karangan isi puisi ini nanti kamu buat sebuah prosa atau karangan yang terdiri dari beberapa macam ali….

(Pembelajaran1)

Konteks situasi data [5] terjadi saat guru menjelaskan kembali tugas

minggu lalu berupa menyalin puisi dari beberapa sumber pada buku tugas. Les

tersebut diharuskan kepada peserta didik untuk mengikuti menyicil materi

semester 2. Meskipun tugas mingu lalu, tetapi ada beberapa peserta didik yang

tidak mengikuti les sehingga tidak mengerjakan. Adanya rasa kecewa dan

tuntutan alokasi waktu pembelajaran membuat guru hanya menjelaskan secara

singkat tugas tersebut kepada peserta didik. Kata “diambil” pada tuturan (142)

bermakna ambigu berupa disalin, dipotong atau dikembangkan dari sumber

yang diperbolehkan guru. Kesamaan pengetahuan membuat peserta didik

mengerti maksud guru seperti yang terlihat pada tuturan (143) yang tidak

menyoalkan pilihan kata guru yang ambigu dengan menjawab pertanyaan

guru secara sermpak. Dengan demikian, tuturan (142) pada data [5]

mengandung implikatur percakapan dengan melanggar maksim cara guna

menerapkan maksim kearifan yang membuat peserta didik yang tidak masuk

di pembelajaran sebelumnya juga tahu dan mengerjakan tugas.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 99: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

Pelanggaran maksim cara juga dilakukan untuk menerapkan maksim

kearifan saat menjelaskan hal-hal yang dianggap kontradiktif bagi peserta

didik, seperti pada contoh data berikut.

[6]

(263) G: Mampu nggih, yang kurang mampu itu bisa mengajukan surat seperti itu atas nama RT, RW, kelurahan, kemudian ditujukan ke sekolahan, sekolahan diajukan ke atasan nggih, ke provinsi dan ke Jakarta. Nanti turun Bantuan Khusus Murid, tidak lewat sekolahan tapi lewatnya kantor pos, bayarnya lewat kantor pos. Kamu langsung ke sana, tinggal mengambil ke sana, masih utuh, ora kélong berapa rupiah pun, ko kono séket éwu yo utuh séket éwu, ko kono sak yuto, tetep satu juta diberikan oleh kantor pos tanpa dipotong sepeser pun, pénak to?

(264) S: Pénak (saling bercakap-cakap) (265) G: Pénak, nék pingin monggo…apabila orang tua kamu tidak mampu, itu

diajuakan RT, RW, kelurahan, kemudian ke sekolahan, sekolahan mengajukan ke atasan berjalan terus, Insya Alloh kamu dapat menerima Bantuan Khusus Murid nanti bisa diterima di kantor pos, tidak usah dipo….<MKC/ MSA/ FK/TD >

(266) G: Tong

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [6] tercipta saat guru menerangkan tentang

kesempatan dan cara mendapat beasiswa dari pemerintah pusat melalui kantor

pos. Dalam penjelasan tersebut terselip penjelasan bahwa biasanya beasiswa

yang diterima peserta didik tidak 100% atau ada potongan seperti terlihat pada

tuturan (263). Tentu saja tuturan tersebut membuat peserta didik menjadi ragu

meskipun menjawab penak ‘enak’. Untuk mengajak peserta didik serius jika

beasiswa tersebut tidak seperti beasiswa pada umumnya karena disalurkan

melalui kantor pos, dalam tuturan (265) guru menjelaskan secara singkat

dengan istilah lain yaitu “dipotong”, tetapi hanya diujarkan sebagian seperti

pada tuturan (266) guna meminta peserta didik merespon tuturan guru sebagai

tanda peserta didik mengerti maksud guru, dibandingkan dengan tuturan,

“Percayalah, Bantuan Khusus Murid diterima secara utuh”. Maksud guru

tersebut dimengerti peserta didik dilihat dari tuturan (266) yang diujarkan

peserta didik secara serempak. Sehingga tuturan (265) mengandung implikatur

percakapan dengan melanggar maksim cara untuk menumbuhkan kepercayaan

peserta didik.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 100: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

4) Maksim Gabungan

Pelanggaran maksim gabungan dalam menerapkan maksim kearifan hanya

sedikit dan khusus terjadi untuk maksim hubungan dan cara, seperti dalam

contoh dara berikut.

[7]

(581) S: Itulah strategi dagang, dengan memberikan diskon yang besar (mulai tidak serempak)

(582) G: Mereka….<MK2/ MSA/ FK/ TD> (583) G: Bermaksud menarik pelanggan sebanyak-banyaknya

(Pembelajaran3)

Konteks situasi data [7] tercipta saat guru menginginkan perserta didik

yang berperan menjadi ayah dapat membaca teks percakapan ayah secara

bersama-sama. Awalnya, peserta didik dapat membaca nyarig secara

serempak, tetapi di tengah pembacaan ada beberapa peserta didik yang keliru

dan membuat pembacaan menjadi tidak serempak. Mendengar hal tersebut,

guru tidak menghentikan pembacaan, tetapi justru membaca sepenggal

kalimat lanjutan pada tuturan (582) yang seolah-olah tidak berhubungan

dengan masalah yang dihadapi peserta didik. Tutun tersebut digunakan guru

sebagai perintah peserta didik untuk menyesuaikan dengan tuturan guru

sehingga pembecaan dapat kembali serempak. Selain itu, tuturan (582)

digunakan karena guru mengetahui bahwa peserta didik tersebut mempunyai

teks percakapan yang sama sehingga tidak perlu dijelaskan seperti dengan

tuturan, “Ikuti ucapan Ibu, Mereka bermaksud menarik pelanggan sebanyak-

banyaknya”. Maksud tuturan (582) dimengerti peserta didik dengan langsung

melanjutkan teks percakapan ayah sesuai aba-aba guru. Jadi tuturan (582)

mengandung implikatur percakapan dengan melanggar maksim gabungan

untuk menerapkan maksim kearifan.

Selain itu, pelanggaran maksim ini juga digunakan untuk beralih pada

penugasan setelah kesimpulan dijabarkan guru, seperti dalam contoh data

beribut.

[8]

(125) G: Sepak takraw, satu regu terdiri dari…. (126) S: Tiga

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 101: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

(127) G: Tiga orang, ngono waé ora sah nggladrah tekan ngendi-ngendi, ra sah dicritakké soko ngomah anték tekan sekolahan, salin klambi nganti olahraga, kesuwén. Nggladrah tekan ngendi-ngendi. Nah (membaca) sekarang dengarkan cerita yang dibacakan oleh gurumu. <MK2/ MSA/ FK/TD> Sekarang saya bacakan ya (membaca) Mendapatkan wesel pos

(128) S: Koyo Dalil (Canggih)

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [8] tercipta setelah guru selesai menjelaskan materi

dan ingin peserta didik untuk mengerjakan evaluasi materi yang telah

disampaikan. Tetapi, guru menggunakan tuturan yang langsung membaca

evaluasi pada LKS agar peserta didik tidak merasa disuruh mengerjakan

evaluasi materi tersebut, seperti dengan tuturan, ”Sekarang kamu kerjakan

evaluasi yang ada di LKS”. Hal ini terlihat ditengah tuturan (127) sehingga

terkesan tidak ada hubungan dengan tuturan sebelumnya. Maksud guru ini

dimengerti peserta didik dengan tuturan (128) yang ingin menanggapi evaluasi

yang dibacakan guru meskipun terkesan terlalu cepat dan belum tepat karena

dihubungkan dengan pengalaman peserta didik. Oleh karena itu, tuturan (127)

termasuk mengandung implikatur percakapan dengan melanggar maksim

gabungan agar peserta didik tidak merasa diperintah.

Berdasarkan penjabaran di atas, peneliti menemukan banyak pelanggaran

maksim yang digunakan untuk mematuhi maksim kearifan dalam pembelajaran

bahasa Indonesia di kelas V, terutama maksim cara. Penerapan maksim kearifan

tersebut dapat dilihat pada lampiran transkrip data dengan kode <MKL/MSA>,

<MKC/ MSA>, <MKH/ MSA>, dan <MK2/MSA> dalam kurung lancip di

sebelah kanan tuturan.

f) Implikatur Percakapan dalam Penerapan Maksim Kedermawanan

Maksim ini mengharapkan penutur dapat menghormati orang lain dengan

mengurangi keuntungan dan memaksimalkan kerugian diri sendiri. Penerapan

maksim ini digunakan untuk mengarahkan mitra tutur yang melakukan hal yang

tidak disukai penutur dengan menambah beban pada penutur. Dalam penelitian

ini, maksim kedermawanan dituturkan dengan melanggar maksim percakapan

sehingga mengandung implikatur percakapan, seperti contoh data berikut ini.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 102: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

1) Maksim Kuantitas

Maksim kuantitas menentukan informasi yang diberikan tidak boleh

kurang atau melebihi yang diinginkan mitra tutur. Contoh tuturan dalam

pembelajaran bahasa Indonesia yang melanggar maksim kuantitas seperti pada

data berikut.

[9]

(242) S: Dekat (243) G: Terdekat, nggih, di kantor pos terdekat. Selain itu, kantor pos menjual

berbagai benda pos. (Melihat Nurul bertopang dagu) Misalnya apa saja Nurul? <MKN/ MSD/ FK/TD>

(244) S: (Nurul memperbaiki sikap duduk) Amplop surat

(245) G: Amplop surat, apalagi?

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [9] terjadi saat guru mengoordinasi diskusi kelas

dalam menjawab pertanyaan di lembar kerja siswa kemudian guru melihat

salah satu peserta didik bertopang dagu yang mencerminkan kurang

berpartisipasi dalam diskusi kelas. Pada penggalan tuturan (243) terlihat guru

tidak mengulangi kunci pokok pertanyaan yang diujarkan kepada mitra tutur

karena guru telah mengenal karakteristik peserta didik tersebut yang termasuk

3 peringkat kelas sehingga kecil untuk tidak memperhatikan materi pelajaran.

Sehingga maksud yang sebenarnya ingin disampaikan guru lebih terfokus

pada sikap belajar yang baik yaitu tidak bertopang dagu. Hal ini dapat dilihat

dari respon peserta didik yang juga telah mengenal karakteristik guru kurang

menyukai peserta didik bertopang dagu yaitu dengan tidak hanya menjawab

pertanyaan guru, tetapi juga memperbaiki sikap duduk. Pada tuturan (244)

terbukti ada maksud tersembunyi yang ingin disampaikan guru tanpa

membuat peserta didik merasa terancam muka dengan tidak menggunakan

tuturan,”Daripada Nurul bertopang dagu, sekarang sebutkan benda pos yang

dijual di kantor pos!” atau “Ibu tidak suka melihat peserta didik bertopang

dagu, sekarang Nurul sebutkan benda pos yang dijual di kantor pos!”. Secara

singkat, data [9] mengandung implikatur percakapan karena melanggar

maksim kuantitas yang kurang informatif dalam memberikan pertanyaan.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 103: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

[10]

(83) G: Diulang bersama-sama (84) S: (Peserta didik perempuan dan laki-laki) Apakah pelanggan tidak tertipu

dengan barang yang dibeli? Mungkinkah dinaikkan dulu dari harga semestinya baru didiskon Bu?

(85) G: Apakah pelanggan tidak tertipu dengan barang yang dibeli, itu yang bertanya siapa ya? <MKN/ MSD/ FK/ TD>

(86) S: Dimas (beberapa peserta didik tertawa)

(Pembelajaran3)

Konteks situasi data [10] tercipta karena adanya kesalahpahaman peserta

didik terhadap perintah guru sebelumnya yaitu peserta didik laki-laki diminta

mengulang membaca nyaring. Tetapi justru dibaca seluruh peserta didik baik

perempuan maupun laki-laki. Meskipun sebenarnya hal tersebut tidak

menggangu jalannya pembelajaran, guru tetap menginginkan agar peserta

didik lebih fokus pada tugasnya masing-masing. Untuk itulah, guru

menggunakan tuturan (85) yang terkesan pertanyaan humor, tetapi dimengerti

peserta didik dengan mengulang kembali teks yang dibaca peserta didik.

Sehingga peserta didik tidak merasa terpaksa untuk tidak saling membantu

saat mengerjakan tugas individu. Maksud guru tersebut dimengerti peserta

didik dengan tuturan (86) yang dijawab dengan tertawa karena merasa salah,

tetapi tidak minder. Dengan kata lain, tuturan (85) mengandung implikatur

percakapan dengan melanggar maksim kuantitas.

2) Maksim Kualitas

Pelanggaran maksim kualitas yaitu tuturan yang diungkap tidak sesuai

kenyataan juga diterapkan untuk mematuhi maksim kedermawanan, seperti

contoh data berikut.

[11]

(1) G: Sing pikét sopo, blabakké dibusak (2) S: (Peserta didik masih gaduh)

Guru melihat meja guru masih belum dirapikan dengan buku dan kertas berserakan di meja

(3) G: Piketé wis piket kabéh? <MKL/ MSD/ FK/TD >

(4) S: (Aziz maju menghapus papan tulis dan guru merapikan kertas dimeja dan lemari guru)

(Pembelajaran1)

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 104: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

Konteks situasi dalam data [11] merupakan awal pembelajaran bahasa

Indonesia setelah upacara dan masuk pertama semester 2. Saat masuk kelas,

guru melihat meja dan papan tulis masih kotor padahal pembagian piket kelas

masih seperti semester 1 sehingga tidak ada alasan peserta didik untuk lupa

dan tidak piket. Awal masuk kelas, guru telah menggunakan tuturan (1)

berupa kalimat perintah, tetapi peserta didik justru tidak mau menuruti

maksud guru. Sehingga karena situasi masih awal pembelajaran, guru tidak

ingin merusak konsentrasi peserta didik dengan memarahi hanya karena

beberapa peserta didik yang tidak piket. Hal ini terlihat pada tuturan (3) yang

guru menganggap semua peserta didik telah melakukan tugas piket dengan

baik, padahal maksud guru adalah menyarankan peserta didik untuk piket

sebelum pembelajaran dimulai dibanding memaksa dengan tuturan, ”Petugas

piket kelas, cepat bersihkan papan tulis ini!”. Pengungkapan maksud yang

tidak sesuai kenyataan ini membuktikan bahwa guru sengaja melanggar

maksim kualitas untuk menghormati peserta didik yang ternyata justru

dipatuhi peserta didik seperti terlihat pada tuturan (4). Dengan demikian

tuturan guru tersebut teridentifikasi mengandung implikatur percakapan.

Pelanggaran maksim kualitas juga dilakukan oleh peserta didik saat

bercakap-cakap dalam pembelajaran bahasa Indonesia ini dengan contoh data

sebagai berikut.

[12]

(352) G: Paket nggih. (Melihat Dalil diam saja) Sebutkan benda pos yang dijual di kantor pos, opo waé mau Lil, Dalil?

(353) S: Am…(Canggih terhenti) (354) S: Kowé opo Dalil? (Nurul) <MKL/ MSD/ FK/TD> (355) S: (Canggih diam)

(356) G: Sudah

(357) S: Amplop, prangko, materai (Dalil)

(358) G: He eh, satu…

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [12] terjadi saat salah satu peserta didik tidak terima

jika peserta didik lain menjawab pertanyaan yang sebenarnya tidak ditujukan

pada peserta didik tersebut. Hal ini tidak terlepas dari karakteristik peserta

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 105: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

didik yang menganggap dapat menjawab pertanyaan guru mempunyai

kebanggaan tersendiri bagi peserta didik yaitu merasa diperhatikan guru.

Meskipun peserta didik yang maksud adalah Dalil, tetapi Nurul merasa tidak

terima jika Canggih selalu ”menyerobot” pertanyaan yang diajukan untuk

peserta didik lain dan menyarankan agar dia diam. Saran ini terlihat pada

tuturan (354) yang menanyakan kepastian identitas Canggih, padahal Nurul

mengetahui mitra tutur tersebut adalah Canggih bukan Dalil. Meskipun begitu

Nurul tidak ingin bermusuhan dengan mitra tutur seperti jika menyatakan

ketidakterimaannya secara langsung dengan tuturan, ”Kamu jangan

menjawab, Bu guru bertanya pada Dalil, bukan kamu”. Tuturan (354) ini

mempunyai maksud tersembunyi agar peserta didik yang bernama Canggih

untuk diam dan tidak menjawab pertanyaan yang tidak ditujukan kepadanya.

Maksud tersembunyi ini dimengerti mitra tutur seperti yang terlihat pada

reaksi Canggih pada tuturan (355). Dengan kata lain data [12] berimplikatur

percakapan yang melanggar maksim kualitas karena tuturan peserta didik

mengetahui hal yang dituturkan kepada mitra tutur salah.

Variasi saat pembelajaran sangat diperlukan untuk meminimalisasi

timbulnya rasa bosan dan jenuh, salah satu cara yang digunakan guru dalam

penelitian ini dengan melanggar maksim kualitas, seperti data sebagai berikut.

[13]

(86) S: Jelas (Nurul) (87) G: Jelas, bén ngerti critané, bar kon nyritakké kok salah tompo nggih?

Wong pemainé takraw, kok papat? <MKL/ MSD/ FK/TD> (88) S: (tertawa)

(89) G: Salah tompo to berarti?

(90) S: Nggih

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [13] saat guru menjelaskan seberapa penting

mendengarkan dengan sungguh-sungguh sebelum memberi tanggapan sesuai

tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Pada tuturan (87) terlihat guru

menggunakan cara yang berbeda dengan memberi contoh yang salah yaitu jika

peserta didik tidak memperhatikan tuturan dengan sungguh-sungguh. Cara

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 106: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

bertutur tersebut menciptakan kelucuan bagi peserta didik dalam menjelaskan

materi tersebut yang terlihat dengan respon tuturan (88), dibanding dengan

berujar memaksa, ”Kalian harus memeperhatikan dengan sungguh-sungguh

kalau kalian tidak ingin dipermalukan karena salah dengar”. Sehingga secara

tidak langsung guru telah menyampaikan maksud tersembunyi berupa saran

kepada peserta didik untuk berkonsentrasi saat menyimak tuturan. Maksud

guru tersebut dimengerti peserta didik dengan adanya respon yang terlihat

pada tuturan (88) dan diperkuat dengan tuturan (90) sebagai tanda

kesepakatan. Dengan demikian data [13] pada tuturan (87) guru tersebut

teridentifikasi mengandung implikatur percakapan yang melanggar maksim

kualitas.

3) Maksim Hubungan

Dalam penelitian ini ditemukan beberapa pelanggaran maksim ini antara

lain pada contoh data sebagai berikut.

[14]

(169) G: Cukuruyuk opo Kukurukuk cah? (170) S: Cukuruyuk (Nurul)

(171) D: Podowaé (Canggih) <MKH/ MSD/ FK/TD>

(172) G: He eh, podo wae. Sekarang coba saya kembalikan ini punya sapa...yang berjudul orang tua

(Pembelajaran1)

Situasi konteks data [14] terjadi dalam diskusi kelas yang

mempertanyakan cara pengungkapan maksud dalam puisi salah satu peserta

didik yang berhubungan dengan suara kokok ayam jantan. Tetapi diskusi

tentang materi ini ternyata tidak menemui jalan keluar sehingga membuat

peserta didik bosan dan menganggap materi tersebut tidak perlu

diperdebatkan. Seperti terlihat pada tuturan (171) bahasa Jawa pocowaé ‘sama

saja’, bermaksud untuk menghentikan perdebatan tersebut karena pertanyaan

guru pada tuturan (170) tidak ada bedanya. Tetapi peserta didik tidak ingin

guru dan peserta didik lain merasa disalahkan dengan cara tidak menjawab

pertanyaan guru pada tuturan (169) atau menolak pernyataan peserta didik

pada tuturan (170) agar diskusi tersebut dihentikan, seperti dengan berujar,

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 107: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

”Bunyi kokok ayam itu cukuruyuk atau kukurukuk sama saja jadi tidak perlu

ditanyakan”. Keinginan pserta didik tersebut dimengerti guru seperti yang

terlihat pada tuturan (172) yang mengiyakan bahwa materi tersebut memang

tidak perlu diperdebatkan. Dengan kata lain tuturan (171) pada data [14]

mengandung implikatur percakapan dengan melanggar maksim hubungan.

Contoh pelanggaran maksim hubungan dalam penerapan maksim

kedermawanan juga terlihat pada contoh data sebagai berikut.

[15]

(656) G: Ayah, Ibu dan Dimas, itu dari masing-masing percakapan coba kamu hafalkan untuk PR di rumah. Percakapan satu dan percakapan dua, percakapan satu hanya dua orang, silahkan mencari teman untuk bercakap-cakap dua orang untuk percakapan yang pertama dulu. Untuk percakapan yang kedua hanya persiapan dulu, dadi sing dinggo PR sing diapalké percakapan yang pertama. Silahkan anak-anak nanti mencari salah satu teman untuk diajak bercakap-cakap mengenai diskon

(657) S: (Peserta didik saling memberi memberi isyarat untuk menjadi pasangan mengerjakan tugas ini)

(658) G: Diskon ki opo to? <MKH/ MSD/ FK/TD>

(659) S: Potongan harga

(Pembelajaran3)

Konteks situasi data [15] tercipta karena peserta didik terlalu antusias

untuk mengerjakan tugas yang sebenarnya untuk pembelajaran selanjutnya,

sehingga guru ingin peserta didik fokus terlebih dahulu pada pembelajaran

saat ini. Untuk itu, guru menggunakan tuturan (658) yang secara sepintas tidak

berhubungan dengan tuturan (657) karena guru mengerti bahwa peserta didik

menganggap materi hari ini sudah dimengerti, maka guru memilih memberi

pertanyaan berkaitan tugas pembelajaran selanjutnya yang lebih menarik

perhatian peserta didik, dibanding dengan berujar, ”Tugas itu masih untuk

pembelajaran bahasa Indonesia selanjutnya, jadi kita membahas materi untuk

hari ini dulu, ada pertanyaan untuk materi hari ini?”. Maksud tersembunyi ini

dimengerti peserta didik seperti yang terlihat pada tuturan (659). Dengan kata

lain, tuturan (658) mengandung impliktur percakapan untuk menerapkan

maksim kedermawanan.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 108: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

4) Maksim Cara

Maksim cara melarang penutur menimbulkan kekaburan maksud sehingga

sulit diketahui mitra tutur. Contoh pelanggaran maksim ini untuk menerapkan

maksim kedermawanan terdapat pada data-data berikut ini.

[16]

(347) G: Ojo, wis kelas limo kok nangis. Bu, bijiku élék banget bahasa Inggris, lha angel kok Le, lha saiki nderékko les. Dadi Ibnu yo ngono, nderék lés, gén bijimu yo apik, gén iso éntuk rangking. Seperti Ibnu, karena nilainya sudah bagus, jatuh dibahasa Inggris, nilainya hanya tiga puluh tujuh. Jatuh. Lainnya sudah bagus delapan lebih. Tapi karena nilai bahasa Inggris jatuh tiga puluh tujuh, hanya tiga puluh tujuh menjadikan nilai yang lain fatal, karna apa… karena dijumlah terus dirata-rata jadi hancur. Berakibat mau rangking satu jadi rangking tiga. Untuk yang juara satu Nurul, saya harap mempertahankan, ojo nganti kalah karo Ibnu. Lulu juara dua harus ber opo? (Menatap Nurul yang bertopang dagu)

(348) S: (Nurul memperbaiki sikap duduk)

(349) G: Berkembang lagi untuk mendapatkan rangking satu, yang satu harus bertahan, jo nganti kalah karo Ibnu, karo…<MKC/ MSD/ FK/TD>

(350) S: Lulu (Nurul)

(Pembelajaran1)

Konteks situasi data [16] terjadi saat pesera didik tidak dapat menjawab

pertanyaan karena tidak memperhatikan penjelasan guru sehingga guru

menjawab sendiri pertanyaan yang dilontarkan pada tuturan (347). Tetapi pada

tuturan (349) tersebut guru memberikan istilah bahasa Jawa yaitu ”bertahan”

yang mempunyai makna umum dan memberikan kesempatan peserta didik

berpendapat sesuai pengetahuannya seperti yang terlihat diakhir tuturan

tersebut. Hal ini dilakukan guru agar tidak dianggap membuat persaingan

antar peserta didik, tetapi lebih pada keinginan agar peserta didik

meningkatkan prestasi. Maksud tuturan (349) dipahami peserta didik seperti

yang terlihat dari tuturan (350) meskipun secara singkat. Jadi tuturan (350)

dapat diidentifikasikan mengandung implikatur percakapan yang melanggar

maksim cara untuk mematuhi maksim kedermawanan.

Contoh lain pelanggaran maksim cara untuk menerapkan maksim

kedermwanan juga terlihat saat guru menjelaskan tugas, seperti pada data

berikut.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 109: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

[17]

(35) G: Nanti kamu hafalkan tiga orang-tiga orang membentuk kelompok yang anggotanya tiga orang

(36) S: (Peserta didik mulai saling berbisik mencari kelompok)

(37) G: Tiga orang-tiga orang yang berperan satu jadi Dimas, satu jadi ayah, dan satu lagi jadi….<MKC/ MSD/ FK/ TD>

(38) S: Ibu

(Pembelajaran3)

Konteks situasi data [17] terjadi saat peserta didik terlalu merespon

perintah guru untuk membuat kelompok bahkan sebelum dijelaskan aturan

pembuatan kelompok tersebut. Hal ini membuat guru sedikit marah dan

menginginkan peserta didik untuk mendengarkan terlebih dahulu karena guru

juga akan memberikan kesempatan tersendiri peserta didik membentuk

kelompok. Untuk itulah guru lebih memilih menggunakan tuturan (37) yang

langsung pada aturan secara umum dibandingkan harus memaksa peserta

didik memperhatikan guru terlebih dahulu dan baru dilanjutkan dengan

penjelasan aturan secara khusus justru tidak efisien waktu, seperti dengan

tuturan, “Kalian tenang dulu, Ibu jelaskan aturan pembentukan kelompok

setelah itu kalian boleh mencari pasangan kelompok.....”. Maksud tuturan

(37) dimengerti peserta didik dengan adanya tuturan (38) yang berisi salah

satu peran yang akan dibacakan peserta didik sebagai tanda peserta didik

memperhatikan tuturan guru, meskipun dalam keadaan gaduh. Hal ini

membuktikan bahwa tuturan (37) mengandung implikatur percakapan yang

melanggar maksim cara.

Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti menemukan beberapa

pelanggaran prinsip percakapan untuk menaati maksim kedermawanan sehingga

mengandung implikatur percakapan. Penerapan seperti ini didominsai

pelanggaran maksim kualitas, tetapi tidak ditemukan pelanggaran maksim

gabungan. Data semua pelanggaran dalam penelitian dapat juga dilihat pada

lampiran transkrip pembelajaran pada data berkode <MKN/ MSD>, <MKL/

MSD>, <MKH/ MSD>, dan <MKC/ MSD>.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 110: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

g) Implikatur Percakapan dalam Penerapan Maksim Pujian

Maksim ini bertujuan agar para partisipan tidak saling mengejek atau

merendahkan orang lain sehingga sangat cocok untuk mitra tutur yang

berkarakteristik yang ngenyelan tetapi sangat peka perasaannya. Dalam

penerapannya, maksim ini berusaha memberikan penghargaan bagi mitra tutur.

Penelitian ini menemukan tuturan mengandung implikatur percakapan untuk

menerapkan maksim ini. Berikut penjelasan beberapa contoh pelanggaran maksim

percakapan dalam penerapan maksim pujian.

1) Maksim Kualitas

Maksim kualitas mewajibkan setiap penutur menyatakan hal yang diyakini

benar. Contoh tuturan dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang melanggar

maksim kualitas seperti pada data berikut.

[18]

(573) G: Seneng. Dadiné kowé yo mélu seneng iso ngerti carané mbedol pohong. Kuwi dinggo cah lanang. Carané macul piyé, diwarahi bapak karo mbah kakung. Dijak ning sawah, Yo lé ning sawah lé, gowo pacul lé. Ojo blas malah dolanan. Ampun nggih? Kono lé, latian gawé pinihan. Pinihan ki opo to?

(574) S: Winih (Canggih)

(575) G: He eh, Papan panggonan sing arep dingo nyebar…Nyebar bibit pari <MKL/ MSP/ FM/ TE>. Diarani pinihan. Nék wis dipacul alus kaé ya, trus diroto lemahé, disebari winih. Nék wis disebari winih tekan 3 minggu, bibit padi itu tadi sudah tumbuh siap ditanam. O…tibakké carané gawé pesemaian ki ngénéki, cobo aku engké dolan, dimarahi ibu, ora iso ngerti carané gawé pi…

(576) S: Nihan

(Pembelajaran1)

Konteks situasi data [18] saat guru menjelaskan materi bahasa Indonesia

yang dihubungkan dengan mata pelajaran lain yaiu pertanian (pelajaran

mulok). Tetapi ternyata tuturan (574) berisi konsep yang dimiliki peserta didik

berbeda dengan jawaban yang diinginkan guru. Untuk merespon tuturan

tersebut, guru melanggar maksim kualitas dengan mengiyakan terlebih dahulu

jawaban peserta didik dengan kata he eh ’iya’ sebagai pujian atas keaktifan

yang dilanjutkan dengan penjelasan konsep yang diinginkan guru. Cara ini

digunakan untuk mengurangi perbedaan pengetahuan ini yang dapat membuat

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 111: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

peserta didik tidak berani menjawab karena takut salah jika guru langsung

menyalahkan bahkan menghina tuturan peserta didik, seperti dengan tuturan,

”Kamu salah, pinihan itu membuat tempat untuk menyebar benih padi”. Dan

pada tuturan (576) mencerminkan bahwa tidak hanya peserta didik yang

menjawab tadi yang mengerti maksud guru, tetapi juga peserta didik lain.

Dengan demikian tuturan (575) pada data (18) mengandung implikatur

percakapan karena melanggar maksim kualitas yang dengan sengaja

membenarkan suatu hal yang sebenarnya salah.

Pelanggaran lain maksim ini untuk memenuhi maksim pujian yang

digunakan sebagai penjelas maksud penutur, seperti dalam contoh berikut.

[19]

(411) G: Nggih, awake déwé, sing ngenggo ora bu Warni ya? Taknggo opo?nék pinteré kowe yo dinggo kowé dewé. Pinterku taknggo déwé, ngono? nggih mboten?

(412) S: Nggih

(413) G: Pinterku take kowé kok. Taknggo déwé nggo opo aku. Tak wénehké kowé saben di….<MKL/ MSP/ FM/ TE>

(414) S: Noné

(Pembelajaran3)

Konteks situasi [19] terjadi saat guru menghubungkan materi

pembelajaran dengan kegunaan materi tersebut bagi peserta didik dengan

”perumpamaan terbalik” yaitu menjelaskan yang salah untuk diambil yang

benar. Tetapi guru merasa ada ketimpangan konsep yang dimaksud guru

dengan peserta didik. Untuk itulah guru menggunakan tuturan (413) yang

seolah-olah peserta didik merespon dengan benar sesuai yang dimaksud guru,

padahal sebenarnya mempertanyakan kembali respon tersebut agar dikoreksi

peserta didik. Tuturan ini dipilih guru dengan mempertimbangkan karakter

peserta didik yang selalu mempercayai tuturan guru sehingga kesalahpahaman

tersebut bukan sepenuhnya kesalahan peserta didik. Hal ini dimengerti peserta

didik dengan tuturan (414) yang menandai pemahaman peserta didik telah

berubah. Dengan demikian terbukti bahwa tuturan (413) mengandung

implikatur percakapan yang melanggar maksim kualitas.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 112: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

2) Maksim Hubungan

Maksim hubungan mengharuskan setiap penutur memberikan kontribusi

yang relevan, tetapi dalam penelitian ini ditemukan pelanggaran maksim

hubungan untuk mematuhi maksim pujian antara lain pada contoh data

sebagai berikut.

[20]

(602) G: Tidak ya? kalau tidak, lain kali puisi yang kalian buat tadi termasuk empat anak yang belum membuat tadi nggih. Dari puisi tersebut tolong dibuatkan sebuah….

(603) S: Karangan (Canggih)

(604) G: Prosa yaitu karangan tentang judul puisi yang anak-anak peroleh tadi <MKH/ MSP/ FM/ TE>. Judulnya...Nah (melihat Ibnu) petani, jadi petaniné itu kamu buat sebuah….

(605) S: Karangan (Ibnu)

(606) G: Karangan atau prosa, bercerita dalam bentuk karangan. Lha komané koyo ngénéki mau, tanda miring, wo kénéki engko tak kéi koma, wo ono garis miring dua, engko tak kéi titik. Itu kamu perhatikan dalam membuat prosa dari puisi yang anak-anak buat tadi

(607) S: Ngéteniki Bu? (Lulu menunjukkan prosa)

(608) G: Lha itu Lulu dah bisa membuat sebuah, apa tadi anak-anak?

(609) S: Prosa

(Pembelajaran1)

Konteks situasi data [20] terjadi saat peserta didik sangat sulit

menggunakan istilah prosa dibanding karangan, padahal guru telah

mengarahkan peserta didik untuk dapat menggunakan istilah tersebut, seperti

yang terlihat pada tuturan (603). Untuk itu, guru memilih menggunakan

tuturan yang langsung menjelaskan istilah prosa agar peserta didik mengerti

dengan sendirinya perbedaan penggunaan istilah prosa dan karangan, seperti

yang terlihat pada tuturan (604) dibanding menggunakan tuturan menyalahkan

seperti, ”Ibu kan dari tadi bilang agar kamu menggunakan istilah prosa untuk

menyebut karangan puisi bukan dengan istilah karangan”. Maksud

tersembunyi tersebut dimengerti peserta didik yang terlihat pada tuturan (609)

berisi respon penggunaan istilah prosa. Sehingga tuturan (604) mengandung

implikatur percakapan saat mematuhi maksim pujian.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 113: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

Contoh pelanggaran maksim hubungan untuk menerapkan maksim pujian

dalam menghadapi keaktifan peserta didik yang berlebihan dapat dilihat dari

data berikut.

[21]

(117) G: Nggih, mangkat sekolah jam enem, tekan sekolah salén klambi, trus ganti opo? Pakaian olahraga, bar pakaian olahraga diénékké…senam…senam opo?

(118) S: SKJ (Canggih) (119) G: Senam pemanasan <MKH/ MSP/ FM/ TE>, bar senam pemanasan

ngopo? Bar senam pemanasan opo? (120) S: Lari (Canggih)

(121) G: Latihan inti <MKH/ MSP/ FM/ TE>, latiané inti opo mau, bermain sépak takraw, ngono kuwi nggladrah opo ra?

(122) S: Nggladrah

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [21] adalah saat guru menjelaskan contoh cara

menceritakan kembali yang tidak efektif. Saat menjelaskan tersebut, guru

berusaha menggunakan contoh nyata kejadian yang telah dialami peserta didik

yaitu pada pembelajaran olahraga. Tetapi karena perbedaan pengetahuan maka

respon peserta didik tidak sesuai dengan yang diinginkan guru, seperti yang

terlihat pada tuturan (118) dan (120). Karakteristik peserta didik yang sangat

suka merespon tuturan guru tanpa memikirkan jawaban tersebut benar atau

salah membuat guru harus menghindari pernyataan yang terkesan tidak suka

sikap tersebut. Sehingga peserta didik tidak kehilangan kepercayaan diri

dalam menjawab pertanyaan guru, tetapi juga tahu bahwa jawaban yang

dituturkan adalah salah. Hal ini membuat guru menggunakan tuuran yang

bukan membenarkan maupun menyalahkan tuturan tersebut melainkan

langsung menuturkan jawaban yang benar seperti pada tuturan (119) dan

(121), dibanding menggunakan tuturan, ”Kamu salah, kalau kamu tidak tahu

lebih baik diam saja”. Maksud dibalik tuturan guru tersebut dimengerti peserta

didik seperti yang terlihat pada tuturan (120) dan (122) yang menandakan

ketidakterimaan dan kesepakatan pemahaman contoh yang diberikan guru.

Secara singkat tuturan (119) dan (121) mengandung implikatur percakapan

guna menerapkan maksim pujian dengan melanggar maksim hubungan.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 114: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti juga menemukan penerapan maksim

pujian yang mengandung implikatur percakapan didominasi pelanggaran kualitatif

dan tanpa pelanggaran maksim kuantitatif, cara maupun gabungan. Untuk data

yang lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran transkrip pembelajaran dengan

kode <MKL/ MSP> dan <MKH/ MSP>.

h) Implikatur Percakapan dalam Penerapan Maksim Kerendahan Hati

Maksim ini bertujuan agar penutur dapat bersikap rendah hati dengan

mengurangi pujian untuk diri sendiri. Dalam penelitian ini penerapan maksim

kerendahan hati sering dilakukan dengan melanggar prinsip percakapan karena

pemahaman kebiasaan penutur dan mitra tutur. Untuk memperjelas, contoh

penerapan maksim ini.

1) Maksim Kuantitas

Maksim kuantitas menentukan informasi yang diberikan tidak boleh

kurang atau melebihi yang diinginkan mitra tutur. Contoh pelanggaran

maksim ini dalam penerapan maksim kerendahan hati saat pembelajaran

dapat dilihat dari data berikut.

[22]

(136) G: Lama itu dalam membaca puisi. Nah seperti yang anak-anak lakukan tugas yang kemarin, wingi tak paringi tugas ternyata masih ada 5 anak yang belum membuat. Nah hari ini tinggal 3 anak yang belum membuat, Aqib

(137) S: Empat Bu (138) G: O masih 4? Aqib

(139) S: Aziz <MKN/ MSK/ FM/ TE>

(140) G: Aziz, Bayu, karo

(141) S: Canggih (Nurul)

(Pembelajaran1)

Konteks situasi ujaran ini adalah guru menyadari kesalahan dalam

menjelaskan jumlah peserta didik yang belum mengumpulkan tugas dan

direspon peserta didik hanya dengan menyebutkan nama peserta didik lain

yang belum mengumpulkan. Meskipun demikian guru tetap mengerti yang

dimaksud peserta didik dengan mengulang nama yang disebutkan peserta

didik tersebut dan menambah nama sesuai daya ingat guru. Tuturan (139)

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 115: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

pada data [22] terlalu singkat untuk merespon tuturan guru yang tidak hanya

membutuhkan respon nama peserta didik yang belum mengumpulkan tugas,

melainkan respon benar atau salahkah pengetahuan guru. Sehingga tuturan

peserta didik seharusnya, ”Iya Bu, tadi Ibu salah karena masih ada empat yang

belum mengumpulkan yaitu Aqib, Aziz, Bayu dan Canggih”. Tetapi hal ini

tidak diujarkan peserta didik, melainkan justru diujarkan secara singkat

sebagai tanda peserta didik tidak sombong guru, meskipun peserta didik

tersebutlah yang benar. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa data [22] pada

tuturan (139) mengandung implikatur percakapan dengan melanggar maksim

kuantitatif karena peserta didik sengaja merespon tuturan guru secara singkat

atau memenggal informasi yang diperlukan guru.

Pelanggaran maksim kuantitatif juga digunakan peserta didik saat

mengajukan pertanyaan atas materi yang belum dimengerti, seperti dalam data

berikut ini.

[23]

(498) G: Ngantuk. Aduh nék maem mau kakéan kok Bu, kulo ten sekolahan dadiné ngantuk, lha ngopo yanh méné ngantuk Le? Hem..biasané ngantuk kuwi ciriné amandel. Cah cilik kuwi nék kulino ngantuk mungkin duwé amandel

(499) S: Amandel? (Nurul) <MKN/ MSK/ FM/ TE > (500) G: Amandelnya membesar, akibat kebanyakan makan, pola makannya

berlebihan, dadiné ngan…. (501) S: Tuk

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [23] ini berupa munculnya pertanyaan dari peserta

didik karena kurang pemahaman dengan penjelasan dari guru mengenai

contoh hubungan antara materi dengan bidang ilmu lain yaitu kesesehatan.

Hal ini karena kata amandel bagi sebagian besar masyarakat di lingkungan

peserta didik disamakan dengan anak tekak, padahal setiap orang mempunyai

anak tekak. Hal ini membuat peserta didik bingung mengenai pernyataan guru

pada tuturan (498) yang menjelaskan salah satu penyebab anak kecil suka

mengantuk adalah amandel. Namun adanya rasa perkewuh ’sungkan’ untuk

meminta guru menjelaskan kembali materi tersebut membuat peserta didik

hanya mengulang kata pernyataan dari guru dengan nada bertanya pada

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 116: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

tuturan (499), dibandingkan berujar, ”Bagaimana amandel dapat membuat

mengantuk? Saya belum mengerti”. Maksud terembunyi ini dapat dipahami

oleh guru berdasarkan tuturan (500) sebagai respon guru atas tuturan peserta

didik dengan menjelaskan lebih khusus mengenai penyebab seorang anak suka

mengantuk yaitu akibat amandel yang membesar dan penyebab lainnya. Hal

tersebut membuktikan bahwa tuturan (499) yang disampaikan peserta didik

pada data [23] mengandung implikatur percakapan dengan mengurangi

informasi yang diinginkan yaitu, ”Apa maksud Ibu amandel dapat

menyebabkan anak suka mengantuk?” sehingga melanggar maksim kuantitas.

2) Maksim Hubungan

Maksim ini digunakan agar terjalin kerjasama yang baik antara penutur

dan mitra tutur dengan memberikan kontribusi tuturan yang relevan.

Penelitian ini menemukan pelanggaran maksim ini dilakukan guru untuk

menciptakan variasi humor dalam suatu pembelajaran pada contoh data

berikut.

[24]

(480) G: (Membaca) Kemudian temukan persoalan yang benar-benar terjadi, hem…benar-benar terjadi kamu menemukan masalah apa tadi pagi, benar-benar terjadi. Wah aku mau tumbas saté keong nggoné mbak marsini telung ngéwu <MKH/ MSK/ FM/ TE>

(481) S: (tertawa) (482) G: Persoalané ngopo kok nganték tuku telung ngéwu? Lha kulo luwé Bu,

kulo nggé lawuh tumbas sego karo saténé nggih. Itu persoalan yang benar-benar terjadi yang dialami kamu, dadi kamu tadi tuku saté séwu. Wo aku mau tuku sate séwué wis éntuk limo las, murah nggih?

(483) S: Nggih

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [24] saat guru memberikan penguatan berupa contoh

nyata cara penentuan masalah saat akan menanggapi suatu masalah. Untuk

menciptakan suasana yang lebih ”segar” dan tidak memojokkan peserta didik

sebagai bahan tertawaan dengan menyebut nama peserta didik Guru

menggunakan tuturan (480) yang menjadikan diri sendiri menjadi contoh yang

lucu karena persamaan anggapan guru dan peserta didik bahwa beli sate keong

sebanyak tiga ribu sangat berlebihan. Maksud guru ini dimengerti peserta

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 117: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

didik dengan respon (483) sehingga guru dapat dengan mudah menerangkan

karena antusias peserta didik muncul kembali. Dengan kata lain tuturan (480)

mengandung implikatur percakapan yang menaati maksim kerendahan hati.

Pelanggaran maksim hubungan yang lain juga digunakan untuk

mengetahui pendapat peserta didik tentang sesuatu . Berikut penjelasan contoh

data pelanggara maksim hubungan oleh guru dalam penelitian ini.

[25]

(131) G: Jual, maka ada juga yang kotor. Itu namanya diskon cuci gudang. Ndelalah kowé seneng ning kok reget, tidak apa-apa, nanti dirumah di….

(132) S: Cuci (133) G: Cuci nggih, aku seneng iki nanging kok reget yo? Cuci gudang memang

gitu, kalo memang tidak menginginkan cuci gudang dengan harga yang lebih tinggi, terawat dengan baik milio sing….<MKC/ MSK/ FM/ TE>

(134) S: Ora diskon

(Pembelajaran3)

Konteks situasi data [25] terjadi saat guru menjelaskan alasan mengenai

barang-barang diskon biasanya kotor. Meskipun guru telah menjelaskan

alasan tersebut, tetapi guru juga mengetahui keadaan ekonomi peserta didik

yang beragam. Untuk itu guru menggunakan tuturan (133) yang secara umum

dan mencontohkan diri sendiri sehingga tidak menjatuhkan atau memihak

seseorang yang membeli barang diskon dibanding tuturan, ”Jika tidak ingin

barang yang kotor dan mempunyai uang lebih, lebih baik beli yang tidak

diskon”. Maksud guru ini dimengerti peserta didik dengan respon (134)

sehingga guru dapat mengetahui pendapat peserta didik tentang barang diskon.

Dengan kata lain tuturan (133) mengandung implikatur percakapan yang

menaati maksim kerendahan hati.

3) Maksim Cara

Maksim cara melarang penutur menimbulkan kekaburan maksud sehingga

sulit diketahui mitra tutur. Contoh pelanggaran maksim ini untuk menerapkan

maksim kerendahan hati terdapat pada data berikut ini.

[26]

(39) G: Cerita itu nanti, yang anak-anak buat seperti ini (memperlihatkan karton berisi tugas puisi peserta didik). Gék ingi lhak wis sido digawé to?

(40) S: Mpun

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 118: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

(41) G: Hanya lima anak itu tadi yang belum. Sekarang sudah ditambah Fifa sama....<MKC/ MSK/ FM/ TE>

(42) S: Ibnu (Aziz)

(43) G: Ibnu (menatap Ibnu)

(44) S: (Mengangguk) (Ibnu)

(Pembelajaran1)

Konteks situasi data [26] terjadi saat mengingatkan kembali tugas

pembelajaran sebelumnya yang harus dikumpulkan, tetapi terdapat beberapa

peserta didik yang belum mengumpulkan atau telat mengumpulkan. Dan

untuk memastikannya tanpa membuat membuat peserta didik beranggapan

tidak menghargai peserta didik yang sudah mengumpulkan meski telat, guru

menggunakan kata ”ditambah” sebagai ungkapan penerimaan yang bersifat

ambigu pada tuturan (41). Hal ini karena meskipun sudah mengumpulkan

tetapi ada ketentuan penelaian yang berbeda dengan peserta didik tepat waktu,

seperti dengan tuturan, ”Meski kalian mengumpulkan sekarang, tetapi nilai

kalian tidak sama dengan peserta didik yang tepat waktu mengumpulkan

tugas”. Maksud guru tersebut dimengerti peserta didik dengan respon (45)

yang menanyakan keberterimaan keterlambatan pengumpulan tugas peserta

didik. Sehingga tuturan (41) pada data [26] mengandung implikatur

percakapan yang melanggar maksim cara untuk menaati maksim kerendahan

hati.

Pelanggran maksim cara juga dilakukan peserta didik untuk merespon

tuturan guru, seperti yang lihat dari contoh data [27] sebagai berikut.

[27]

(629) S: Rumah toko (630) G: Ruko dan tempat sampah disediakan agar sampah-sampah opo?

(631) S: Tidak kemana-mana (Aziz) <MKC/ MSK/ FM/ TE>

(632) G: Tidak berantakan atau berserakan kesana kemari yang membuat pemandangan tidak enak, ora kepénak ditonton. Ngendi-ngendi akeh uwuh sing ora nggenah. Sebaiknya ditempatkan pada tempat sampah, sehingga sampah itu di…

(633) S: Buang (Aziz)

(Pembelajaran2)

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 119: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

Konteks situasi data [27] tercipta saat tuturan (630) yang diucapkan guru

ingin direspon peserta didik, tetapi peserta didik tersebut tidak ingin mencolok

diantara peserta didik lain sekaligus kurang dapat mengungkapkan

pendapatnya dengan kata-kata lebih khusus sehingga tuturan (631) justru

bermakna ambigu jika guru tidak mengetahui topik yang dibicarakan

sebelumnya. Meskipun demikian, guru tetap mengetahui maksud guru seperti

yang terlihat pada tuturan (632) berupa prediksi hal yang ingin diungkapkan

peserta didik dan penjelasan untuk menyamakan persepsi guru dan peserta

didik tentang topik tersebut seperti dalam tuturan (633) sebagai tanda

kesepakatan. Sehingga tuturan (631) diidentifikasi mengandung implikatur

percakapan yang melanggar maksim cara dengan mengungkapkan suatu hal

ambigu atau kekaburan maksud tuturan peserta didik.

Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti menemukan beberapa

pelanggaran prinsip percakapan untuk menaati maksim pujian sehingga

mengandung implikatur percakapan. Penerapan seperti ini didominsai

pelanggaran maksim hubungan, tetapi tidak ditemukan pelanggaran maksim

kualitas dan gabungan. Data semua pelanggaran dalam penelitian dapat juga

dilihat pada lampiran transkrip pembelajaran pada data berkode <MKN/ MSP>,

<MKH/ MSD>, dan <MKC/ MSD>.

i) Implikatur Percakapan dalam Penerapan Maksim Kesepakatan

Inti dari maksim ini adalah menggariskan setiap penutur dan mitra tutur untuk

memaksimalkan kecocokan di antara mereka dan meminimalkan ketidakcocokan

di antara mereka. Penerapan maksim ini dilakukan dengan menghindari tuturan

yang membantah atau memenggal tuturan mitra tutur. Penelitian ini menemukan

tuturan mengandung implikatur percakapan untuk menerapkan maksim ini.

Berikut penjelasan beberapa contoh pelanggaran maksim-maksim percakapan

dalam penerapan maksim kesepakatan.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 120: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

1) Maksim Kuantitas

Contoh tuturan penerapan maksim kesepakatan dalam pembelajaran

bahasa Indonesia yang melanggar maksim kuantitas seperti pada data berikut.

[28]

(113) G: Tempo kuwi opo to... Tempo kuwi nggih, tempo adalah cepat atau lambatnya pengucapan dalam pu…

(114) S: Isi (115) G: Puisi. Cepat atau lambatnya pengucapan pada… <MKN/ MSS/ FM/

TK> (116) S: Puisi (117) G: Itu namanya… <MKN/ MSS/ FM/ TK>

(118) S: Tempo

(119) G: Tempo. Jadi dalam membaca puisi yang anak-anak perhatikan itu, satu tanda koma, dua tanda baca titik. Diikuti garis miring satu untuk koma, garis miring dua untuk tanda baca ti… <MKN/ MSS/ FM/ TK>

(120) S: Tik

(Pembelajaran1)

Konteks situasi data [28] terjadi setelah guru selesai menjelaskan materi

tentang pengertian tempo dan tanda-tanda yang terdapat dalam pembacaan

pusi. Untuk memastikan peserta didik memahami penjelasan guru, maka

tuturan (115), (117), dan (119) dituturkan secara singkat sebagai review dan

meminta peserta didik ikut menyimpulkan materi yang telah dibahas pada

pembelajaran tersebut. Tuturan tersebut lebih menawarkan kesempatan

dibandingkan tuturan guru yang mereview ulang tanpa melibatkan peserta

didik seperti dengan tuturan, ”Benar, tempo adalah cepat lambatnya

pengucapan pada pembacaan puisi. Selain itu, di dalam membaca puisi kalian

juga harus memperhatikan tanda garis miring satu sebagai pengganti tanda

koma dan garis miring dua sebagai pengganti tanda titik”. Maksud ketiga

tuturan tersebut dimengerti peserta didik dengan adanya respon (116), (118),

dan (120) yang juga dilakukan secara singkat pula. Dengan demikian tuturan

(115), (117), dan (119) mengandung implikatur percakapan yang melanggar

maksim kuantitas guna mematuhi maksim kesepakatan.

Contoh lain pelanggaran maksim ini dalam penerapan maksim

kesepakatan dapat dilihat pada contoh data berikut ini.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 121: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

[29] (7) G: Tiwa. Kita baca dulu, opo to sing diarani mendengarkan

cerita…mendengarkan cerita adalah, opo cah? (8) S: Menyimak tutur … suatu hal …peristiwa (saling bersahutan) (9) G: Menyimak tutur <MKN/ MSS/ FM/ TK>, tutur ki opo to cah? (10) S: Berbicara (Canggih menjawab keras)

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [29] terjadi saat guru memulai pembelajaran dengan

materi baru sesuai petunjuk LKS. Guru memulai diskusi kelas dengan

memastikan peserta didik telah siap mengikuti pembelajaran melalui

pertanyaan (7). Tuturan ini ternyata direspon baik oleh peserta didik meskipun

tuturan (8) yang disampaikan peserta didik tidak jelas karena peserta didik

menjawab tidak serempak. Tetapi guru mengetahui bahwa peserta didik

membaca LKS sehingga guru menganggap tuturan peserta didik sama karena

materi sudah ada di LKS. Untuk itulah, guru cukup bertutur (9) yang singkat

tanpa harus menyatakan kata kesepakatan secara langsung atau mengulang

keseluruhan jawaban peserta didik, melainkan langsung diikuti pertanyaan

materi selanjutnya. Hal ini dianggap lebih efisien waktu dibanding harus

bertutur, ”Kalian benar, mendengarkan cerita adalah menyimak tutur orang

lain tentang suatu hal atau peristiwa”. Maksud tersembunyi ini dimengerti

peserta didik melalui tuturan (10) yang mengikuti ke materi selanjutnya.

Sehingga tuturan (9) mengandung implikatur percakapan yang melanggar

maksim kuantitas gunamenerapkan maksim kesepakatan.

2) Maksim Hubungan

Dalam penelitian ini ditemukan beberapa pelanggaran maksim ini antara

lain pada contoh data sebagai berikut.

[30] (1) G: Yo bahasa nggih. Yo kursiné dijikok siji (2) S: Mboten Bu (Canggih) <MKH/ MSS/ FM/ TK> (3) G: O...nggih pun. Ya...melanjutkan materi berikutnya bahasa kemarin

(mengambil buku dan LKS Bahasa Indonesia di lemari kelas). Kita ambil LKS mengenai tema perdagangan

(4) S: (Mengeluarkan dan membuka LKS, tetapi Canggih belum menemukan halaman LKS dengan tema perdagangan karena kemarin tidak masuk sekolah) Halaman pinten Bu? (Canggih)

(Pembelajaran2)

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 122: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

Konteks situasi data [30] lebih mengarah pada kebiasaan yang diterapkan

peserta didik dan guru saat pembelajaran yaitu kebiasaan peserta didik yang

belum siap untuk memulai pembelajaran salah satunya ditandai dengan masih

terdapat dua peserta didik semeja. Tuturan (1) yang berisi sindiran halus bagi

pserta didik direspon dengan tuturan (2) yang jika dilihat secara sepintas tidak

ada hubungan dengan tuturan sebelumnya. Tuturan (2) sebenarnya

mempunyai maksud peserta didik mengerti kalau pembelajaran akan dimulai

dan akan segera kembali pada tempat duduknya tanpa perlu mengambil kursi

peserta didik lain. Cara pengungkapan tuturan (2) dipandang lebih sopan dan

efektif waktu untuk membela diri tanpa menentang tuturan guru yang akan

membuat suasana pembelajran menjadi tidak nyaman, dibanding dengan

tuturan, ”Saya mengerti pembelajaran akan dimulai, tetapi tidak mengambil

kursi karena saya sudah punya kursi sendiri dan akan duduk di tempat duduk

saya”. Maksud tuturan peserta didik dimengerti guru yang terlihat dari tuturan

(3) yang memaklumi perilaku peserta didik sehingga tidak marah dan segera

memulai pembelajaran. Dengan demikian tuturan (2) pada data [30] tersebut

teridentifikasi mengandung implikatur percakapan yang melanggar maksim

hubungan.

Pelanggaran ini juga digunakan guru untuk menjelaskan materi yang

kurang dimengerti salah satu peserta didik, tetapi dilakukan dengan

menjelaskan ke semua peserta didik. Berikut salah satu contoh data

pelanggaran maksim ini.

[31] (248) S: Lha lungguhé piyé (Canggih) (249) G: Kursiné ceméntel klambi, lha pripun to Bu? Tenguk-tenguk diceménteli

klambi. Kursiné lak dingo tenguk-tenguk to? (250) S: Nggih (251) G: Klambiné kowé séléhke nggon kursi. Bu, lha menggke kulo ngge meleh

kok. Ngono yo? Dadi engko dinggo meléh, dadi diceméntel nggon….<MKH/ MSS/ FM/ TK>

(252) S: Kursi (Pembelajaran3)

Konteks situasi data [31] merupakan lanjutan dari sindiran guru terhadap

kebisaan yang kurang baik dari peserta didik. Tetapi ada salah satu peserta

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 123: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

didik yang tidak mengerti tentang hal tersebut dan justru salah paham. Untuk

itulah, guru merasa perlu menjelaskan lebih rinci baik kepada peserta didik

tersebut maupun peserta didik lain. Akibatnya, tuturan (251) yang digunakan

guru terkesan tidak berhubungan salah satu peserta didik , tetapi maksud guru

tersebut dimengerti peserta didik yang ditandai dengan tuturan (252) oleh

semua peserta didik. Tuturan (251) digunakan guru agar tidak terlalu

memojokkan peserta didik yang lambat dalam menangkap maksud guru

dibanding tuturan, ”Itu cuma sindiran Canggih, jadi kamu jangan

menggantungkan baju di kursi, meskipun baju itu akan kamu pakai lagi”.

Sehingga tuturan (251) terbukti mengandung implikatur percakapan yang

melanggar maksim hubungan.

3) Maksim Cara

Maksim cara melarang penutur menimbulkan kekaburan maksud sehingga

sulit diketahui mitra tutur. Contoh pelanggaran maksim ini untuk menerapkan

maksim kedermawanan terdapat pada data-data berikut ini.

[32] (624) S: Puisi (625) G: Dari he eh, (melihat peserta didik deretan kanan) dari puisi yang telah

anak-anak buat lewat majalah, koran, atau buku-buku yang lain diperpus…<MKC/ MSS/ FM/ TK>

(626) S: Takaan (Canggih dan Aziz mengangguk) (627) G: Takaan. Lain kali dilanjutkan. Sudah nggih, sekarang istirahat.

Wassalamualaikum warohmatulloh wabarokatu. (628) S: Walaikumsalam warohmatullohi wabarokatu.

(Pembelajaran1)

Konteks situasi data [32] terjadi saat penutupan pembelajaran yang

dilakukan dengan mereview materi pembelajaran yang telah dipelajari dan

sebagai tuturan penegas tugas yang harus dikerjakan peserta didik yang tidak

masuk saat les liburan semester 1. Tuturan (625) sebenarnya ditujukan pada

peserta didik yang belum mengerjakan tugas minggu lalu karena tidak masuk

sekolah, tetapi guru lebih memilih menggunakan tuturan tersebut yang lebih

umum untuk menghindari peserta didik tersebut terikat seperti jika berujar,

“Ingat, bagi peserta didik yang belum mengumpulkan tugas hari ini, selain

mengerjakan tugas untuk besok, juga harus mengerjakan tugas minggu

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 124: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

kemarin yang menyalin puisi dari majalah atau buku di buku tugas”. Sehingga

respon yang tercipta berupa tuturan (626) sebagai tanda kemengertian semua

peserta didik atas tugasnya masing-masing. Hal ini membuktikan bahwa

tuturan (625) pada data [32] mengandung implikatur percakapan karena

melanggar maksim cara dengan mengungkapkan suatu hal secara umum.

[33] (426) G: Loro, panas, he eh, kamongko jané bi…. (427) S: Duren (428) G: Duren nggih. Jadi harus nyata, betul-betul nyata sing diomongké, sing

dihaturké. Bu, Canggih mboten mlébet awit biduren, mripate mriki bekep-bekep, tapi mboten saget ningali, isin metu trus ora mlebu sekolah, mboten saget mlebet sekolah. Boleh, tetapi itu kalau benar-benar nyata ora pareng nga….<MKC/ MSS/ FM/ TK>

(429) S: Pusi (430) G: Pusi, ning ojo thik-thik ora mlebu, Canggih panunen ngono ra mlebu

kok, ampun nggih? (431) S: (Canggih mengangguk)

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [33] merupakan lanjutan tuturan sindiran yang

ditujukan kepada salah satu peserta didik karena sering tidak mesuk sekolah

dengan alasan yang bermacam-macam, seperti pada tuturan (426). Oleh

karena itu, guru menggunakan ungkapan secara umum pada tuturan (428)

agar dapat menghubungkan materi pembelajaran dengan kesepakatan peserta

didik untuk tidak menggunakan alasan yang tidak benar jika tidak masuk

sekolah. Hal ini dilakukan agar efisien waktu dibandingkan guru harus

menasihati kebiasaan peserta didik tersebut yang sulit diubah disecara pribadi.

Maksud ini direspon positif oleh peserta didik dengan tuturan (431) yang

menandakan kesepakatan peserta didik. Sehingga tuturan [33] mengandung

implikatur percakapan guna memenuhi maksim kesepakatan.

Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti menemukan beberapa

pelanggaran prinsip percakapan untuk menaati maksim kesepakatan sehingga

mengandung implikatur percakapan. Penerapan seperti ini didominsai

pelanggaran maksim kuantitas, tetapi tidak ditemukan pelanggaran maksim

kualitas dan gabungan. Data semua pelanggaran dalam penelitian dapat juga

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 125: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

dilihat pada lampiran transkrip pembelajaran pada data berkode <MKN/ MSS>,

<MKH/ MSS>, dan <MKC/ MSS>.

j) Implikatur Percakapan dalam Penerapan Maksim Gabungan

Dalam penelitian ini juga ditemukan penerapan maksim sopan santun

gabungan yang mengandung implikatur percakapan. Untuk memperjelas, contoh

penerapan maksim ini.

1) Maksim Kearifan dan Pujian

Penerapan maksim ini memaksimalkan keuntungan mitra tutur dengan

menghargai mitra tutur saat penutur menginginkan sesuatu. Contoh tuturan

penerapan maksim gabungan kearifan dan pujian dalam pembelajaran bahasa

Indonesia yang mengandung implikatur percakapan seperti pada data berikut.

[34] (33) G: Bahasa, keindahan bahasa. Kamu juga dapat belajar bagaimana

mengungkapkan perasaan sesuai dengan makna yang dikandung dalam pui...puisi. Untuk puisi itu nanti, anak-anak dalam membuat puisi itu, saya harap membuat lagi, puisi tersebut dijadikan sebuah apalagi?

(34) S: Karangan (Nurul) (35) G: Karangan pro....<MKN/ MS1/ FK/TD> (36) S: Sa

(Pembelajaran1)

Konteks situasi tuturan guru [34] diarahkan berdasarkan tuturan peserta

didik yang kurang lengkap dalam merespon tuturan guru (33) yang

mempertanyaan tugas pembelajaran sebelumnya. Tetapi guru membenarkan

tuturan tersebut dan mengakhirinya dengan kalimat yang tidak lengkap agar

peserta didik merespon tuturan tersebut sebagai cermin peserta didik mengerti

jawaban yang diinginkan guru. Hal ini terlihat dari tuturan (35) yang

mengulang tuturan peserta meski salah dibandingkan respon yang seharusnya

dituturkan guru seperti, “Jawaban kamu kurang lengkap, seharusnya karangan

prosa”. Maksud tuturan tersebut dimengerti peserta didik yang merespon

tuturan guru dengan tuturan (36). Sehingga tuturan (35) mengandung

implikatur percakapan guna menerapkan maksim pujian dan kearifan.

[35] (73) G: Tidak. Jadi di dalam membuat puisi, anak-anak tidak membuat atau

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 126: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

menuliskan tanda koma atau tanda titik, tetapi kalau sudah dibentuk dalam bentuk opo mau? Karangan atau prosa harus diberi tanda baca opo tadi?

(74) S: Tanya (Nurul) (75) G: Tanya boleh, koma dan ti.... <MK1/ MS1/ FM/ TE> (76) S: Titik

(Pembelajaran1)

Konteks situasi data [35] terjadi saat terjadi perbedaan jawaban peserta

didik yang diinginkan guru, tetapi kesalahpahaman tersebut tidak

menyimpang dari tujuan pembelajaran sehingga masih dapat dimaklumi.

Dalam pembelajaran ini, guru tidak ingin langsung menyalahkan peserta didik

yang akan membuat peserta didik takut menjawab, melainkan mebenarkan

kemudian mengarahkan peserta didik pada matreri yang sebenarnya ingin

dicapai. Sehingga guru menggunakan tuturan yang membenarkan sesuatu hal

yang salah dan singkat dibandingkan harus berujar, “Kamu salah, tadi kan kita

membahas tanda koma dan titik jadi jawaban pertanyaan Ibu tadi adalah tada

koma dan titik”. Maksud inilah yang tersembunyi dibalik tuturan (75) yang

membenarkan jawaban peserta didik dan diakhiri pertanyaan sebagai arahan

peserta didik untuk mencari jawaban yang sebenarnya. Tuturan (76)

merupakan bukti bahwa peserta didik mengerti maksud tuturan (75) yang

diujarkan guru. Jika dilihat dari tuturan (75) dapat diidentifikasi mengandung

implikatur percakapan dengan melanggar maksim kualitas dan kuantitas

secara bersamaan.

Penerapan maksim gabungan ini juga digunakan guru untuk menuntut

secara halus peserta didik mengerti penjelasan yang dianggap sulit dalam

pembelajaran. Berikut contoh data penerapan maksim gabungan kearifan dan

pujian.

[36] (622) G: Tidak, kowé gur arep tuku sepatu ning kaki lima, antri ngono kaé, milih

sak senengé déwé. Nék nggon rumah toko utowo nggin swalayan lain atau tidak?

(623) S: Lain (624) G: Lain, ora kemruyuk, lak ora kemruyuk to? (625) S: Mboten (626) G: Mboten se….<MKN/ MS1/ FK/TD> (627) S: Mrawut

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 127: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

(628) G: Semrawut to? Jadi para pedagang kaki lima, tanggapan kamu bagaimana…sebaikya dibuatkan….

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [36] terjadi saat guru ingin menberikan contoh nyata

yang lebih dimengerti peserta didik yang akan dihubungkan dengan istilah

dalam materi pembelajaran yang dianggap membingungkan seperti pada

tuturan (622). Guru kemudian menggunakan tuturan pertanyaan untuk

memastikan peserta didik mengerti hal yang dimaksud guru dengan tuturan

(624). Respon yang sesuai keinginan guru memberikan peluang untuk

menghubungkan contoh dengan materi meskipun dengan tuturan yang singkat

dan terkesan tidak sesuai dengan ujaran sebelumnya. Hal ini karena guru

mengerti karakteristik peserta didik yang cepat bosan jika materi yang

dijelaskan terus menerus seperti dengan ujaran, ”Kalian benar, jika membeli

barang di toko, kalian tidak perlu berdesak-desakan saat memilih barang

sehingga tidak semrawut seperti jika kalian membeli barang di kaki lima”.

Maksud guru ini tersembunyi dibalik tuturan (626) dan telah dimengerti

peserta didik jika dilihat dari tuturan (627) yang diujarkan secara serempak.

Dengan kata lain tuturan (626) mengandung implikatur percakapan dengan

melanggar maksim kuantitas untuk memperjelas materi.

2) Maksim Kearifan dan Kesepakatan

Penerapan maksim ini memaksimalkan keuntungan mitra tutur dengan

tidak membantah mitra tutur saat penutur menginginkan sesuatu. Contoh

tuturan penerapan maksim gabungan kearifan dan kesepakatan dalam

pembelajaran bahasa Indonesia yang mengandung implikatur percakapan

seperti pada data berikut.

[37] (472) G: O péh énten gantiné nggih, péh énten gantiné Gih, Canggih? (473) S: La biduren kok Bu Bu (Canggih) (474) G: Ampun, mulo silahkan masuk terus ojo thik-thik ora….<MK1/ MS2/

FM/ TK> (475) S: Mlebu (Canggih)

(Pembelajaran2)

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 128: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

Konteks situasi yang terjadi saat data [37] adalah lanjutan sindiran yang

ditujukan pada salah satu peserta didik. Guru menggunakan tuturan yang

seolah-olah peserta didik menjawab sesuai keinginan guru dengan kata

ampun ’jangan’ yang lebih bermakna pengiyaan ’tidak’ dan dilanjutkan

kalimat yang tidak lengkap agar peserta didik tersebut sepakat tidak

mengulangi izin karena alasan sepele ’tidak penting’. Maksud tuturan (474)

tersebut adalah menjamin bahwa sekolah itu penting dan meminta peserta

didik juga mengerti, meskipun peserta didik tidak berbohong seperti pada

tuturan (473). Maksud tuturan guru tersebut dimengerti peserta didik dengan

respon (475) sebagai tanda kesepakatan. Jadi dapat diketahui bahwa tuturan

(474) mengandung implikatur percakapan dengan melanggar maksim

kuantitas dan kualitas.

[38] (630) S: Diskon itu artinya potongan harga (Ibnu) (631) S: Mengapa disebut perang? Seperti tentara saja (Canggih) (632) S: Itu….(Ibnu terlihat bingung) (633) G: Itu karena berlomba atau….<MK1/ MS2/ FM/ TK> (634) S: Itu karena berlomba atau bersaing (Ibnu)

(Pembelajaran3)

Konteks situasi data [38] terjadi saat peserta didik melaksanakan tugas

berbicara di depan sesuai teks percakapan yang dihafalkan secara

berkelompok. Tetapi ada peserta didik yang lupa dengan bagian teks yang

harus dihafalkan. Untuk itulah, guru menggunakan tuturan (633) yang seolah-

olah mendengar peserta didik tersebut berbicara dan disuarakan kembali

tetapi tidak secara lengkap agar peserta didik tersebut dapat melanjutkan

dialog tanpa grogi. Maksud tuturan (633) tersebut dimengerti peserta didik

dengan langsung melanjutkan dialog tanpa menunggu guru selesai berbicara.

Tuturan (633) lebih dianggap membantu peserta didik dalam menyelesaikan

tugas dibandingkan tuturan guru yang hanya menyindir tanpa diberi kata

kunci jawaban yang benar. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa tuturan

(474) mengandung implikatur percakapan dengan melanggar maksim

kuantitas dan kualitas.

3) Maksim Kedermawanan dan Kerendahan Hati

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 129: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

Penerapan maksim ini menambah beban penutur dengan mengurangi

pujian terhadap diri penutur. Contoh tuturan penerapan maksim gabungan

kedermawanan dan kerendahan hati dalam pembelajaran bahasa Indonesia

yang mengandung implikatur percakapan seperti pada data berikut.

[39] (301) G: Dolane suwé, wayah nyambut gawé urung mantuk. Wayah nyambut

gawé membantu orang tua kamu belum pulang, berakibat orang tua atau ibumu marah-marah nggih mboten?

(302) S: Nggih (303) G: Marah orang tua itu kalau anaknya sampai melalaikan tugasnya. O..yah

méné aku wayahé macul ngéwangi bapak, kok aku ijik bal-balan karo dolan. Ibu pasti bagaimana? <MK2/ MS3/ FM/ TK>

(304) S: Marah (305) G: Marah, ibu pasti marah, berakibat orang tua marah memarahi kamu.

(membaca puisi) Namun itu, dibalik bunda memarahiku ada rasa…. (Pembelajaran1)

Konteks situasi data [39] terjadi saat guru menjelaskan hal-hal yang dapat

membuat Ibu marah pada anaknya sekaligus memberi nasihat agar peserta

didik menghindari perbuatan tersebut. Awalnya guru menggunakan contoh

peserta didik seperti pada tuturan (302). Namun saat guru menggunakan

tuturan penguatan, guru memilih menggunakan tuturan (303) yang meminta

kesanggupan peserta didik dengan mencontohkan diri sendiri agar peserta

didik tidak merasa terlalu dipojokkan. Meskipun secara sepintas tuturan (303)

tidak menguatkan tuturan sebelumnya dan terlalu umum pertanyaan yang

disampaikan, tetapi peserta didik mengerti maksud seperti yang terlihat pada

tuturan (304) sesuai keinginan guru. Dengan kata lain, tuturan (303)

mengandung implikatur percakapan yang melanggar maksin hubungan dan

cara untuk memenuhi maksim kedermawanan dan kerendahan hati.

[40] (472) G: (melihat Nilam menyeret kursi dan menimbulkan suara berisik) Sebab

tidak memperhatikan dengan sungguh-…. (473) S: Sungguh (474) G: (membaca) Sekarang hal-hal yang diperhatikan ketika anak-anak

memberi tanggapan kepada sesuatu hal. Mau lak ngrungokké to…bar ngrungokké lak iso nyritakké to…nyritakké ojo nganti salah. Nék wis nyritakké bener berarti ora diguyu kancamu. Lhawong mau critané jané pemain takraw mau telu kok sing jawab papat, diguyu kancamu to? <MK1/ MS3/ FM/ TK>

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 130: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

(475) S: Nggih (476) G: Nah, mergané ora ngru…. (477) S: Ngokké

(Pembelajaran2)

Konteks situasi pada data [40] terjadi saat guru mengalihkan materi satu ke

materi lainnya sesuai petujuk LKS. Tetapi, tanpa kesimpulan materi di akhir

tuturan, guru langsung membaca LKS dan baru di tengah tuturan guru

menghubungkan antar materi dengan mencontohkan dirinya sendiri, jika

dibanding dengan tuturan, “Benar, kita lanjutkan dengan materi selanjutnya

dan baca di LKS tentang hal-hal yang diperhatikan saat memberi tanggapan

kepada sesuatu hal” yang terlalu panjang sehingga tidak efisien waktu. Meski

begitu, peserta didik tetap mengerti maksud guru jika dilihat dari respon (475)

dan (481) yang menandakan peserta didik dapat mengikuti materi yang

disampaikan guru. Jika dilihat penjelasan pada tuturan di atas, maka dapat

diketahui bahwa tuturan (478) mengandung implikatur percakapan yang

melanggar dua maksim sekaligus.

4) Maksim Kedermawanan dan Kesepakatan

Contoh tuturan penerapan maksim gabungan kedermawanan dan

kesepakatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang mengandung

implikatur percakapan seperti pada data berikut.

[41] (472) G: Ibumu menéh, kowé ra njalok bapak cah? (473) S: Mboten (Ibnu) (474) G: Mboten, bapak yo pernah? Pernah, tetapi setiap hari biasanya minta

pada<MK1/ MS4/ FM/ TK> (475) S: Ibu (476) G: Ibu. (Membaca) Jadi bunda yang selalu berjasa bagiku dan keluargaku.

Jadi keluargamu semuanya mengharap jasa seorang ibu. Esok-esok pagi-pagi ibu sudah bangun pagi jam empat kadang jam tiga untuk persiapan makan pagi ya, kamu sebagai anak ya harus membantu orang tua terutama sapa?

(477) S: Ibu (Pembelajaran1)

Konteks situasi data [41] terjadi saat guru berusaha meluruskan jawaban

peserta didik sesuai keadaan pada umumnya. Di samping itu, guru juga tidak

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 131: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

ingin terkesan tidak setuju atas jawaban peserta didik karena semua pendapat

tentang pertanyaan guru ini tergantung dari pengalaman masing-masing orang.

Untuk itulah guru menggunakan tuturan (484) yang menyetujui tuturan

peserta didik, tetapi juga mempertanyakannya kembali dan menjawabnya

sendiri sehingga mendapat suatu jawaban yang logis dan diterima peserta

didik. Maksud tuturan (484) dimengerti peserta didik dengan respon (485)

sebagai tanda kesepakatan atas alasan guru. Dengan demikian, tuturan (484)

mengandung implikatur percakapan yang melanggar maksim kuantitas dan

kualitas.

Penerapan maksim kedermawanan dan kesepakatan juga dilakukan dengan

melanggar maksim hubungan dan cara seperti pada contoh data berikut.

[42] (436) G: Ora iso, koncone iso, dadi ra iso mergoné pas diterangké ora mlebu.

Lha akibaté kuwi, kancané iso dadi ora iso, mula pingin…kepingin mlebuo terus, ojo nganggo préi, mlebu terus waé sok-sok ora i…iso, angel, opo menéh ora mlebu, nék ora mlebu dadiné bingung, nggih mboten?

(437) S: Nggih (438) G: Konconé mlayu tekan Solo, kowé isih uplak-uplek énéng pondok,

konconé wis tekan Jakarta, kowé agék tekan Semarang, kesuwén to? Ketinggalan mboten? <MK2/ MS4/ FM/ TK>

(439) S: Ketinggalan (Pembelajaran2)

Konteks situasi data [42] merupakan lanjutan sindiran guru terhadap

peserta didik yang sering tidak masuk sekolah. Pada tuturan (438) guru

bermaksud menjelaskan akibat yang akan diterima peserta didik jika sering

tidak masuk sekolah. Maksud tersebut disampaikan dengan tuturan

perumpamaan, sehingga terkesan tidak berhubungan dengan tuturan

sebelumnya dan dapat membuat peserta didik bingung. Karena kesamaan

pengetahuan, tuturan tesebut dimengerti peserta didik dengan ditandai tuturan

(439) sebagai tanda kesepakatan. Sehingga tuturan (438) dapat diketahui

mengandung implikatur percakapan yang melanggar mksim hubungan dan

cara untuk memenuhi maksim kedermawanan dan kesepakatan.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 132: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti menemukan beberapa

pelanggaran prinsip percakapan untuk menaati maksim gabungan baik maksim

gabungan kearifan dan pujian, kearifan dan kesepakatan, kedermawanan dan

kerendahan hati, maupun kedermawanan dan kesepakatan sehingga mengandung

implikatur percakapan. Penerapan seperti ini didominasi pelanggaran maksim

gabungan kuantitas dan kualitas dalam penerapan maksim gabungan kearifan dan

kesepakatan. Data semua pelanggaran dalam penelitian dapat juga dilihat pada

lampiran transkrip pembelajaran pada data berkode <MKN/ MS1>, <MK1/

MS1>, <MK1/ MS2> <MK1/ MS3>, <MK2/ MS3>, dan <MK1/ MS4>.

Dan untuk memudahkan penghitungan jumlah pelanggaran maksim

percakapan, peneliti juga mencantumkan tabel pada setiap pelanggaran prinsip

kerjasama dalam penerapan prinsip sopan santun dalam pembelajaran bahasa

Indonesia di kelas V SD.

Tabel 3. Pelanggaran Maksim Kerja Sama dalam Menerapkan Maksim

Sopan-santun

Tabel di atas menunjukkan bahwa implikatur percakapan dalam

pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V SD didominasi oleh pelanggaran

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 133: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

maksim kuantitas yaitu 176 tuturan saat menerapkan maksim sopan santun,

terutama dalam menerapkan maksim kesepakatan yaitu 23 tuturan pada

pembelajaran pertama, 28 tuturan pada pembelajaran kedua, dan 40 tuturan pada

pembelajaran ketiga. Sedangkan penerapan maksim sopan santun yang

mengandung implikatur percakapan didominasi maksim kesepakatan yaitu 45

tuturan pada pembelajaran pertama, 36 tuturan pada pembelajaran kedua, dan 55

pada pembelajaran ketiga. Semua penerapan dan pelanggaran di atas tidak

terlepas dari tujuan dan fungsi yang ingin dicapai penutur kepada mitra tutur.

2. Tujuan dan Fungsi Penggunaan Implikatur Percakapan

Ilokusi yang tidak dikatakan penutur kepada mitra tutur dan mempunyai

kemungkinan lebih dari satu penafsiran dapat disebut implikatur. Tetapi perlu

diketahui tidak semua pelanggaran prinsip kerja sama akan terkesan lebih sopan.

Untuk lebih mengongkretkan tuturan-tuturan yang sopan dan tidak sopan dalam

tuturan, biasanya dikaitkan tindak-tindak ilokusi dengan kesantunan berbahasa.

Penelitian ini hanya menganalisis fungsi ilokusi sesuai dengan tujuan ilokusi

tuturan berimplikatur percakapan penutur yang mementingkan pemeliharaan

hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur saat pembelajaran bahasa

Indonesia kelas V. Untuk itu, analisis sangat terkait dengan reaksi atau respon

yang dilakukan mitra tutur dari implikatur percakapan yang dituturkan oleh

penutur. Tujuan dan fungsi tersebut dijabarkan dengan beberapa contoh data

sebagai berikut.

a. Implikatur Percakapan yang Berfungsi Kompetitif dan Bertujuan

Direktif

Penelitian ini menemukan implikatur percakapan yang berfungsi kompetitif

untuk mencapai tujuan direktif dengan kesantunan negatif. Sehingga tuturan yang

dihasilkan terkesan lebih memberikan keuntungan dan mengurangi

ketidakharmonisan yang tersirat dalam kompetisi (bersaing) saat penutur ingin

menimbulkan suatu efek atau tindakan yang dikeluarkan oleh mitra tutur. Secara

singkat implikatur percakapan yang berfungsi kompetitif dan tujuan direktif

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 134: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

tercakup saat penerapan maksim kearifan, kedermawanan dan maksim gabungan

pujian dan kearifan. Contoh ujaran tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

1) Implikatur percakapan kompetitif direktif mengajak

Implikatur percakapan dapat digunakan penghalus tuturan yang

meminta mitra tutur untuk melakukan suatu tindakan. Sehingga tuturan ini

digunakan untuk memperhalus perintah kepada mitra tutur, seperti terlihat

pada data berikut.

[43] (590) G: Puisi. Yang kedua tanda apa? (591) S: Nada (592) G: Nada itu apa? (593) S: Tekanan tinggi rendah (594) G: Tekanan tinggi rendah atau sedang dalam pembacaan puisi tersebut.

Ketiga yaitu…<MKL/ MSA/ FK/ TD > (595) S: Tempo

(Pembelajaran1)

Konteks situasi data [43] terjadi saat guru mengulas kembali materi

yang telah dibahas dan menginginkan peserta didik ikut aktif dalam

pembelajaran tersebut. Guru juga mengetahui karakteristik peserta didik kelas

V yang tidak suka jika diperintah, tetapi sangat suka menjawab pertanyaan.

Untuk itu, guru memilih tuturan yang tidak diujarkan secara lengkap yang

mempunyai maksud mengajak peserta didik ikut berpartisipasi merumuskan

kesimpulan pembelajaran hari itu, seperti yang terlihat pada tuturan (594).

Tuturan (594) dipilih guru karena dianggap tidak membuat peserta didik

diharuskan menjawab tuturan melainkan lebih pada kesadaran diri untuk aktif

dalam pembelajaran, selain itu guru juga dapat mengecek pemahaman peserta

didik terhadap materi yang disampaikan guru, dibanding dengan tuturan,

”Sekarang kalian jawab pertanyaan berikut, apa faktor ketiga yang harus

diperhatikan dalam pembacaan puisi?”. Tuturan ini dimengerti peserta didik

dengan adanya respon tuturan (595) yang merupakan lanjutan tuturan yang

diinginkan guru.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 135: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

Maksim kearifan juga dapat diterapkan agar peserta didik tidak merasa

dipojokkan atau grogi dengan perintah guru, salah satu contohnya sebagai

berikut.

[44] (223) G: Nggih. (Membaca dan melihat Aziz menguap) Kantor pos juga

menerima layanan tabungan dari masyarakat, nggih nopo mboten Ziz? (224) S: Nggih (Aziz pelan) (225) G: Kowé nabung rono iso ra? <MKH/ MSA/ FK/TD> (226) S: Saget (Aziz) (227) G: Saget, lewat kantor pos juga dilayani bahkan sekarang pajak listrik pun

juga bisa dilayani disana. Kowé duwé utang pit montor kredit lewat sana juga bisa diproses, ra sah ning kantoré pit montor, lewat kantor pos juga bisa dilayani. Sopo sing wis tahu ning kantor pos?

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [44] terjadi saat peserta didik menggunakan tuturan

nggih ’bisa’, tetapi kurang yakin dalam merespon sindiran tuturan (223)

sebelumnya karena tidak memperhatikan penjelasan guru. Karakteristik

peserta didik tersebut yang ”cengeng” membuat guru perlu menyampaikan

teguran kepada peserta didik dengan cara lebih halus dan tetap memberikan

stimulus agar peserta didik mengerti tentang materi tersebut. Tuturan (225)

terlihat tidak marah, mengiyakan maupun menolak respon peserta didik,

tetapi justru menanyakan hal lain mengenai penerapan materi tersebut.

Maksud tuturan (225) lebih untuk meredam kemarahan guru dalam

menjelaskan kembali materi yang tidak diperhatikan peserta didik yang

mengantuk dengan pengandaian peserta didik dapat menerapkan materi

tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini memberikan kesan memberi

keleluasaan peserta didik untuk berpikir dibanding dengan tuturan, ”Itu akibat

kamu tidak memperhatikan penjelasan Ibu. Ibu tadi kan sudah menjelaskan

kantor pos bisa untuk menabung”. Sehingga peserta didik tidak merasa

terpojokkan dan memperbaiki sikap yang terlihat dari tuturan (226) yang

dapat menjawab pertanyaan guru dengan yakin.

[45] (211) S: (agak keras tanpa membaca teks) Ketika ayam jantan mulai menyanyi

(terlihat kebingungan) (212) G: Diwoco <MK2/ MSA/ FK/TD> (213) S: (membaca) Dan mentari bangun pagi, petani pun mulai bersiap diri,

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 136: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

memangkul cangkul, tunaikan tugas suci, panas matahari kau abaikan, peluh bertetesan bagaikan lautan, cangkulmu tetap kau ayunkan, itu semua untuk persediaan pangan, sungguh besar pengorbananmu, aku kagum kepadamu, ada satu tujuan yang mulia, menyediakan pangan untuk semua

(Pembelajaran1)

Konteks situasi data [45] tercipta saat salah satu peserta didik diminta

membacakan tugas puisi yang telah dikerjakan di depan kelas. Awalnya

peserta didik mendeklamasikan puisi atau tanpa membaca teks yang dia bawa

seperti yang terlihat pada tuturan (211). Tetapi di tengah membaca puisi,

peserta didik lupa dan hal ini dimengerti oleh guru seperti dengan tuturan

(212). Tuturan tersebut diujarkan secara singkat sehingga terkesan tidak

berhubungan dengan tuturan sebelumnya, seperti jika menggunakan tuturan,

“Kamu lupa ya? Kalau begitu teks puisinya dibaca saja”. Hal ini dilakukan

guru untuk menghindari peserta didik menjadi grogi karena ketahuan tidak

hafal puisi yang dibawanya, padahal peserta didik tersebut ingin

menunjukkan kepada guru bahwa dia telah hafal. Maksud dibalik tuturan

(212) dimengerti oleh peserta didik dengan reaksi langsung membaca teks

puisi yang dibawanya, seperti terlihat pada tuturan (213).

Secara singkat tuturan (594), (225), dan (212) mengandung implikatur

percakapan dengan melanggar maksim kerja sama untuk mematuhi maksim

kearifan yang kompetitif dalam mencapai tujuan direktif . Pola tuturan seperti

ini juga dapat ditemukan pada tuturan berkode MSA meskipun dengan

pelanggaran maksim-maksim kerjasama yang berbeda.

2) Implikatur percakapan kompetitif direktif menyarankan

Dalam penelitian ini, penutur tidak mengungkapkan keinginan untuk

memaksa mitra tutur untuk membenahi suatu hal secara lugas, melainkan

dengan tuturan kesantunan negatif melalui implikatur percakapan. Implikatur

percakapan ini membuat tuturan lebih terkesan sebagai saran yang perlu

dilaksanakan mitra tutur. Secara konkret hal ini terlihat saat penutur

menerapkan maksim kedermawanan seperti data berikut.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 137: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

[46] (29) G: Tepat. Penjedaan. Karena apa…karena dalam membaca puisi itu tadi,

anak-anak sudah dapat membaca bahwa...e...bahkan beberapa kali di dalam membaca

(30) S: (Ibnu menggoda peserta didik lain) (31) G: Saat membaca puisi, kamu harus menikmati keindahan. Keindahan apa?

(Memandang Ibnu) <MKN/ MSD/ FK/TD> (32) S: (Ibnu mencatat kembali)

(Pembelajaran1)

Konteks situasi tuturan guru diarahkan pada salah satu peserta didik yang

dianggap guru kurang memperhatikan penjelasan guru saat pembelajaran

berlangsung. Data [46] jika dilihat dari penggalan tuturan (31) saja, hanya

akan diketahui bahwa tuturan guru berfungsi sebagai penguat penjelasan yang

telah disampaikan guru sebelumnya, sehingga dapat dipastikan bahwa

pertanyaan guru akan mudah dijawab peserta didik. Tetapi pada

kenyataannya, ada peserta didik yang tidak menjawab, melainkan merespon

dengan mencatat tuturan guru. Peserta didik tersebut adalah peserta didik yang

dipandang guru saat mengujarkan tuturan tersebut. Tuturan (31) bukan hanya

sebagai pertanyaan penguat, tetapi memiliki maksud tersembunyi yaitu

menyarankan peserta didik agar memperhatikan penjelasan guru dan maksud

ini dimengerti peserta didik yang tercermin dari respon peserta didik yang

mencatat. Sehingga tuturan guru seharusnya tuturan guru, “Ibnu jangan

mengganggu teman lain, sekarang jelaskan keindahan yang Ibu maksud

tadi?”. Ketidaksebutan mitra tutur pada data (46) digunakan agar guru tidak

dianggap mengancam muka peserta didik tersebut dihadapan peserta didik

lain, tetapi tetap mengerti bahwa yang dilakukannya merugikan dirinya sendiri

maupun orang lain. Dengan kata lain tuturan (31) berimplikatur percakapan

yang melanggar maksim kuantitatif karena tuturan guru kurang informatif

dengan tidak mencantumkan mitra tutur yang dituju melainkan hanya dengan

isyarat memandang mitra tutur.

[47] (193) G: He eh, ke Jakarta lewat kantor pos. Mungkin yang lain kalau kamu sudah

besar mencari pekerjaan misalnya di luar Jawa. Adoh'o koyo ngopo saiki nék numpak pesawat sak jam tekan, setengah jam tekan, satu setengah jam nyampe. Untuk lebih cepatnya itu tadi, pengiriman barang berharga

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 138: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

misalnya ijazah. Kamu mélu pendaftaran CPNS ning Kalimantan Timur, pamané kétut ning kono, kamongko agék digowo fotokopiané, ijazah asli isih ono ning ngomah, lha carané piyé? Ijazah asli harus di (terhenti)

(194) S: Fotokopi (Nurul) (195) G: Fotokopi atau diantar? <MKL/ MSD/ FK/TD> (196) S: Diantar

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [47] terjadi saat guru memberikan pertanyaan

tentang wacana yang sedang dibahas dalam pembelajaran tersebut. Tetapi

respon yang diberikan salah satu peserta didik tidak sesuai dengan jawaban

yang diinginkan guru, sehingga guru berusaha agar peserta didik tersebut

meralat tuturannya dengan melanggar maksim kualitas yang menganggap

jawaban peserta didik tersebut sesuai yang diinginkan, seperti yang terlihat

pada tuturan (195). Hal ini dimaksudkan agar semua peserta didik tidak

mengiyakan tuturan sebelumnya sekaligus membenahi konsep materi sesuai

keinginan guru sehingga dapat merespon secara benar tanpa melalui kritikan

pedas seperti dengan tuturan, ”Respon Nurul salah, ayo dipikirkan lagi, yang

lain juga berpikir. Difotokopi atau diantar?”. Maksud tuturan (195)

dimengerti peserta didik dengan respon tuturan (196) secara serempak. Hal

ini membuktikan bahwa tuturan (195) mengandung implikatur percakapan

yang melanggar maksim kualitas agar kritik yang diujarkan lebih halus.

Maksim kedermawanan juga dapat diterapkan dengan melanggar

maksim cara untuk memperhalus tuturan guru yang memaksa peserta didik,

seperti terlihat pada data berkut.

[48] (584) G: Naik, harga sembako menjadi mahal, lha tanggapanmu bagaimana? (585) S: Sebaiknya (Lulu terhenti) (586) G: Yang kedua, nanti kalian tulis sendiri-sendiri <MKC/ MSD/ FK/TD> (587) S: (Lulu tertawa dan mengangguk)

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [48] tercipta saat guru memberi pertanyaan dan

meminta peserta didik megerjakan sesuai perintah di LKS. Tetapi respon

peserta didik pada tuturan (585) yang terlalu ”cepat” membuat guru hsrus

memotong tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan perintah pengerjaan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 139: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

tugas pada tuturan (584). Untuk menghindari anggapan peserta didik untuk

tidak boleh menjawab pertanyaan guru dan memaksa peserta didik diam,

maka guru menggunakan tuturan yang yang ditujukan secara umum seperti

pada tuturan (586), dibanding dengan menggunakan tuturan, ”Jangan dijawab

dulu, nanti kamu tulis di buku tugas”. Dengan demikian dapat diketahui

bahwa tuturan (586) mengandung implikatur percakapan yang melanggar

maksim cara untuk menerapkan maksim kedermawanan.

Tuturan lain yang seperti (31), (195), dan (586) juga dapat dilihat pada

tuturan dalam lampiran berkode MSD meskipun dengan pelanggaran maksim

kerjasama lainnya.

3) Implikatur percakapan kompetitif direktif menasihati

Implikatur percakapan yang digunakan saat menerapkan masim

gabungan kearifan dan pujian dapat memperhalus tuturan yang menuntut

mitra tutur untuk melakukan suatu tindakan, seperti terlihat pada data berikut.

[49] (197) G: Yo coba sekarang nurul, apal to? (198) S: (Nurul maju membawa teks) (199) G: Yo, sekarang cobo tekanan kalimatnya tolong diperhatikan, tekanan

nada, tinggi, rendah dan sedangnya diperhatikan <MK1/ MS1/ FK/ TD>. Yo

(200) S: (Peserta didik mengangguk) (201) S: Adikku

(Pembelajaran1)

Konteks situasi data [49] terjadi saat guru meminta peserta didik

membacakan hasil tugas puisi pembelajaran sebelumnya. Sebelum peserta

didik mulai membacakan puisi tersebut, guru mengingatkan peserta didik

tentang hal yang harus diperhatikan saat pembacaan puisi. Untuk

menghindari peserta didik merasa terbebani dengan tuntunan dalam membaca

puisi tersebut, guru menggunakan tuturan yang berusaha memaklumi

kekurangan peserta didik, tetapi juga tetap memberi arahan cara membaca

yang seharusnya dilakukan peserta didik, seperti pada tuturan (199). Tuturan

tersebut lebih sesuai dengan tujuan pembelajaran yang membutuhkan

konsentrasi dan kepercayaan diri peserta didik untuk membacakan hasil

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 140: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

tugasnya dibanding dengan tuturan, ”Tadi temanmu membaca masih belum

memperhatikan tekanan kalimat. Sekarang kamu harus lebih baik dari dia”.

Maksud guru tersebut dimengerti peserta didik dengan reaksi dan tuturan

(200) atau (201). Dengan demikian tuturan (199) mengandung implikatur

percakapan karena melanggar maksim kuantitas dan kualitas yang berfungsi

kompetitif untuk mencapai tujuan direktif.

Tuturan berimplikatur percakapan juga digunakan guru menuntut

beberapa mitra tutur sekaligus untuk melakukan suatu tindakan, seperti

terlihat pada data berikut.

[50] (131) G: Opo mau? uang opo mau? Imbalan dari penulisan teka-teki mendapatkan

uang sebesar empat puluh ribu seratus rupiah. (melihat Dalil berbicara dengan Ibnu) Itu kemarin baru diambil kemarin ya Lil?

(132) S: (Dalil Menggangguk) (133) G: Silahkan teman yang lain mencoba teka-teki banyak sekali di Koran, di

majalah,. Silahkan diisi, dikirimkan ke kantor pos, Insya Alloh seperti Dalil nggih, jadi anak yang kre….<MK1/ MS1/ FK/ TD>

(134) S: Atif (Peserta didik memandang Dalil yang tertawa) (135) G: Kreatif, ya disini tadi mendengarkan wesel pos, wesel pos ya?

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [50] bermula dengan sindiran guru terhadap salah

satu peserta didik yang telah mendapat hadiah dari pengisian teka teki silang

di sebuah majalah pelajar, tetapi tidak memperhatikan penjelasan guru, seperti

yang terlihat pada tuturan (131). Respon peserta didik yang sudah terlihat

takut kena marah guru membuat guru justru memuji peserta didik yang

sebenarnya bermaksud menasihati Dalil sebagai salah satu peserta didik yang

berprestasi seharusnya memperhatikan pembelajaran dan bagi peserta didik

lain yang ingin berbicara tidak berhubungan dengan pembelajaran dapat

dilakukan saat istirahat. Maksud inilah yang terkandung dari tuturan (133),

meskipun guru seolah-olah mengetahui perasaan peserta didik tetapi

sebenarnya guru hanya berandai-andai jika menjadi peserta didik agar peserta

didik tersebut mengerti dengan sendirinya, dibanding dengan tuturan, “Dalil,

kamu itu seharusnya menjadi teladan teman-temanmu jadi jangan ramai di

kelas”. Maksud ini dipahami peserta didik yang terlihat dari tuturan (134) dan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 141: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

membuat Dalil tertawa malu . Sehingga dapat diketahui bahwa tuturan (133)

mengandung implikatur percapakan yang melanggar maksim kuantitas dan

kualitas.

Tuturan seperti ini dapat juga terlihat pada tuturan lain dalam lampiran

transkrip berkode MS1 meskipun dengan pelanggaran maksim-maksim

kerjasama yang berbeda.

b. Implikatur Percakapan yang Berfungsi Menyenangkan dan Bertujuan

Ekspresif

Implikatur percakapan yang berfungsi menyenangkan untuk mencapai tujuan

ekspresif dengan kesantunan positif juga ditemukan dalam penelitian ini. Tujuan

ekspresi dalam hal ini adalah tuturan penutur yang dimaksudkan sebagai evaluasi

tentang hal yang disebutkan di dalam tuturan itu tetapi tetap memenuhi maksim

sopan santun. Sehingga tuturan yang diujarkan lebih terkesan menguntungkan

mitra tutur dibandingkan penutur. Secara singkat implikatur percakapan yang

berfungsi menyenangkan dan tujuan ekspresif tercakup saat penerapan maksim

pujian, kerendahan hati, dan kedermawanan dan kesepakatan. Contoh ujaran

tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

1) Implikatur percakapan menyenangkan ekspresif memuji

Implikatur percakapan dapat digunakan untuk mengurangi kerugian

mitra tutur atas maksud menyalahkan yang dirasakan penutur pada mitra tutur,

seperti terlihat pada data berikut.

[51] (170) S: (Marlin maju) (171) G: Ini...Melihat solo (172) S: (Nilam maju) (173) G: Ini Ani bunda, boleh <MKH/ MSP/ FM/ TE> (174) S: (Ani maju)

(Pembelajaran1)

Konteks situasi yang terjadi pada data [51] adalah kelanjutan perintah guru

untuk mengembalikan tugas peserta didik pembelajaran sebelum agar dapat

dipelajari sebagai bahan materi pembelajaran saat itu seperti pada tuturan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 142: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

(171). Saat itulah guru menemukan judul puisi tugas peserta didik yang hampir

sama dengan judul puisi peserta didik lain yaitu ”orang tua” karya Malin dan

”bunda” karya Ani. Hal ini tentu saja membuat guru curiga adanya kerjasama,

tetapi guru berusaha untuk berpikir positif dan memahami bahkan memuji

karya Ani yang semula terkesan dikecam dan berbeda dengan peserta didik

yang lain karena guru menyebut nama Ani saat menyerahkan puisi tersebut,

seperti terlihat pada tuturan (173). Maksud tuturan ini dimengerti peserta didik

yang tidak takut maju mengambil puisinya pada tuturan (174). Tuturan (173)

dipilih karena lebih menghargai perasaan peserta didik yang ingin terlihat

sempurna dihadapan guru dibanding dengan tuturan yang terkesan dikecam

seperti, ”Ani, ini puisi kamu. Oya, puisimu hampir sama dengan judul puisi

milik Marlin, nanti Ibu akan bandingkan puisi kalian”. Untuk itu, tuturan (173)

telah melanggar maksim hubungan karena seolah tidak berhubungan dengan

tuturan sebelumnya yang memuji mitra tutur saat menilai puisi karya Ani.

Implikatur yang berfungsi menyenangkan dan bertujuan ekspresi juga

dapat ditemukan saat guru mencoba menghormati pendapat peserta didik yang

dirasakan kurang tepat, seperti pada data berikut ini.

[52] (99) G: Bahasa yang sopan, bahasa yang san…. (100) S: Tun (101) G: Tun, ora pareng….ora pareng kasar nggih, ora pareng kasar, piyé to

kasar ki? (102) S: Nyenéni (Canggih) (103) G: Nyeneni, bahasane kasar, getak-getak<MKL/ MSP/ FM/ TE > (104) S: Omongané élék (Canggih)

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [52] terjadi saat guru ingin menjelaskan cara

berbicara yang santun sesuai pengetahuan peserta didik. Tetapi respon yang

dituturkan peserta didik pada tuturan (102) tidak sesuai dengan keinginan

guru. Meskipun demikian, guru tidak ingin langsung menyalahkan peserta

didik melainkan memuji keberaniannya menjawab pertanyaan guru baru

kemudian menjelaskan jawaban yang diinginkan guru. Hal ini terlihat pada

tuturan (103) yang mengulang tuturan peserta didik yang mencerminkan guru

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 143: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

memuji peserta didik dan dilanjutkan jawaban yang diinginkan, dibandingkan

jika bertutur menyalahkan seperti, ”Kamu salah, yang Ibu maksud

penggunaan bahasa saat berbicara sesorang bukan perilaku seseorang” yang

akan membuat peserta didik tidak berani menjawab karena malu. Maksud

guru ini dimengerti peserta didik dengan mengeluarkan pendapatnya pada

tuturan (104). Sehingga dapat diketahui bahwa tuturan (103) mengandung

implikatur percakapan guna menaati maksim pujian.

[53] (417) G: Koyo Canggih dingénékké (sambil memperagakan), nyo…otakku pék én (418) S: (peserta didik lain ikut memperagakan) (419) G: Kamongko otakké kosong ra énék isiné. Héléh ra énék isiné kékké aku

<MKH/ MSP/ FM/ TE> (420) S: Tak jikok ménéh (Canggih berbicara dengan peserta didik lain) (421) G: Nyo..aku emoh, otak ra énék isiné. Ra énék isiné kok dikékké. Dadi nék

pinter kuwi sing ngenggo …. (Pembelajaran3)

Konteks situasi data [53] merupakan lanjutan sindiran yang digunakan

guru untuk menjelaskan kegunaan kepandaian seseorang terhadap orang lain.

Hanya saja respon salah satu peserta didik yang membuat tuturan guru sebagai

bahan lelucon membuat guru perlu menjelaskan kembali tanpa membuat

peserta didik tersinggung. Untuk itu, guru memilih menggunakan tuturan (419)

yang seolah-olah tidak berhubungan dengan maksud saat itu bahkan terkesan

ikut nglucu ’humor’, tetapi tetap menjelaskan materi tersebut. Tuturan ini

dimengerti peserta didik dengan tuturan (420), meskipun ditujukan kepada

peserta didik lain. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa tuturan (419)

mengandung implikatur percakapan guna menaati maksim pujian.

Dengan demikian implikatur percakapan berfungsi menyenangkan untuk

mencapai tujuan ekspresif memuji seperti di atas juga dapat dilihat pada

tuturan lain bekode MSP dalam lampiran transkrip penelitian ini.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 144: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

2) Implikatur percakapan menyenangkan ekspresif bertanya

Implikatur percakapan dapat digunakan untuk mengurangi kesombongan

penutur yang merugikan mitra tutur terutama jika peserta didik berperan

sebagai penutur, seperti terlihat pada data berikut.

[54] (518) G: Lha rawit merah larang kok, pilih rawit ijo kuwi mau seprapat mung pat

belas éwu (519) S: Gunung merapi meletus (Lulu) <MKH/ MSK/ FM/ TE> (520) G: He eh (521) S: Petani tidak panen (Lulu) <MKH/ MSK/ FM/ TE> (522) G: He eh, akibat gunung merapi kemarin yang meletus petani lombok gagal

panen. Dadiné, regan lombok melonjak. Nggih mboten? Melonjak tekan wolong puluh éwu. Lha ibu sedih apa tidak itu?

(Pembelajaran1)

Konteks situasi data [54] saat diskusi kelas yang membicarakan tentang

cabai yang semakin mahal. Saat itulah, peserta didik ingin bertanya salah atau

benarkah konsep penyebab harga cabai mahal yang diketahuinya tanpa

menunggu pertanyaan guru. Peserta didik tersebut tidak ingin terlihat

mencolok dihadapan peserta didik dan ingin gurulah yang menjelaskan

penyebab harga cabai mahal. Untuk itulah, peserta didik menggunakan tuturan

(519) dan (521) yang secara sepintas tidak berhubungan dengan tuturan

sebelumnya, tetapi sebenarnya bertanya tentang kebenaran pengetahuan yang

dimilikinya. Tuturan tersebut lebih sopan dibanding dengan tuturan, ”Hal itu

karena gunung merapi meletus sehingga membuat para petani di sekitar

gunung merapi gagal panen, iyakan Bu?”. Maksud peserta didik ini dimengerti

oleh guru yang terlihat pada tuturan (520) dan (522) yang dimulai dengan he eh

’iya, kamu benar’. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tuturan (519) dan

(521) pada data (54) mengandung implikatur percakapan guna menerapkan

maksim kerendahan hati yang menyenangkan dan ekspresi.

Implikatur percakapan yang berfungsi menyenangkan dan bertujuan

ekspresi juga sengaja dilakukan guru untuk membuat peserta didik aktif dalam

suatu pembelajaran, seperti terlihat pada data berikut.

[55] (63) G: Tékong ki sing tengah opo sing pinggir? (64) S: Tengah

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 145: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

(65) G: Tengah, Tékongnya satu tengah, capitnya dua, kanan dan….<MKN/ MSK/ FM/ TE>

(66) S: Kiri (Pembelajaran2)

Konteks situasi data [55] terjadi saat guru meriew materi yang telah

dibahas tetapi guru merasakan semangat peserta didik untuk bercerita tentang

pengalaman sepak takraw yang dialami pada pembelajaran sebelumnya. Hal ini

dimengerti guru dengan tidak mereview materi secara keseluruhan tetapi justru

dengan tuturan dipotong-potong dan lebih terkesan bertanya kepada peserta

didik, agar peserta didik berkesempatan ikut mengutarakan pendapatnya,

seperti pada tuturan (65). Tuturan ini sekaligus memberikan anggapan kepada

peserta didik bahwa guru bukanlah sumber belajar serba tahu. Maksud tersebut

dimengerti peserta didik dengan adanya tuturan (66) yang berisi pendapat

peserta didik atas pertanyaan guru. Dengan demikian dapat diketahui tuturan

(65) melanggar maksim kuantitas untuk memenuhi maksim kerendahan hati

sehingga berfungsi menyenangkan dan bertujuan ekspresif.

Contoh tuturan lain yang sesuai dengan fungsi dan tujuan ini dapat dilihat

pada tuturan berkode MSK pada lampiran transkrip penelitian ini, meskipun

tuturan tersebut tidak selamanya dituturkan guru, tetapi juga peserta didik.

3) Implikatur percakapan menyenangkan ekspresif menyindir

Implikatur percakapan dapat digunakan untuk menyindir mitra tutur yang

melakukan suatu tindakan menyimpang atau secara tidak langsung

memperingatkan mitra tutur, seperti terlihat pada contoh data berikut.

[56] (221) G: He eh, kantor pos. Jadi wesel itu pengiriman uang melalui kantor pos.

Namanya wesel…. (222) S: Pos (223) G: Nggih. (Membaca dan melihat Aziz menguap) Kantor pos juga

menerima layanan tabungan dari masyarakat, nggih nopo mboten Ziz? <MK2/ MS4/ FM/ TE>

(224) S: Nggih (Aziz pelan) (225) G: Kowé nabung rono iso ra? (226) S: Saget (Aziz)

(Pembelajaran2)

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 146: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

131

Konteks situasi pada data [56] terjadi saat guru dan peserta didik telah

mengambil kesimpulan dari diskusi kelas, tetapi guru melihat salah satu

peserta didik mengantuk dan tidak ikut berpartisipasi. Guru yang mengetahui

pembelajaran setelah olahraga membuat peserta didik tersebut ngantukan

‘mudah mengantuk’ berusaha menyindirnya dengan halus seperti yang

terlihat pada tuturan (223). Dalam tuturan tersebut guru menginginkan peserta

didik menyadari bahwa yang dilakukannya kurang tepat. Guru menyindir

dengan pertanyaan peserta didik tersebut, tetapi guru juga memberi kata

kunci jawaban yang diinginkan guru. Hal ini ini akan memudahkan peserta

didik dalam mengikuti kembali diskusi tersebut. Maksud guru dalam tuturan

(223) dimengerti peserta didik dengan adanya respon (224) meskipun pelan,

sehingga guru perlu menggunakan tuturan stimulus lain seperti (225) agar

peserta didik benar-benar sadar (tidak mengantuk). Dengan demikian tuturan

(223) mengandung implikatur percakapan yang berfungsi menyenangkan dan

bertujuan ekspresif atau lebih khususnya menyindir.

[57] (192) S: Mboten (193) G: Mboten, meskipun Nova itu hanya satu anak dalam keluarga tersebut.

Nova, ayah, Ibu, ra duwé adék (194) S: Kon gawékké adék (Canggih) (195) G: Lho, jaré Canggih kon gawékké adék (196) G: (Canggih berbicara dengan peserta didik belakangnya) Meski begitu

Nova tidak manja, meskipun suatu saat tidak dibelikan….<MK1/ MS4/ FM/ TE>

(197) S: Baju baru (Pembelajaran3)

Konteks situasi data [57] terjadi saat guru berusaha menasihati peserta

didik bahwa anak tunggal tidak boleh manja, tetapi salah satu peserta didik

justru membuat peserta didik yang menjadi anak tunggal merasa terpojok

karena seolah-olah jadikan pembicaraan dengan peserta didik lain. Untuk itu,

guru menggunakan tuturan (196) yang seolah-olah pembelaaan peserta didik

yang menjadi anak tunggal dan diakhiri dengan kalimat yang tidak utuh yang

digunakan untuk “memancing” respon peserta didik. Maksud tuturan ini

dimengerti peserta didik yang ditandai dengan tuturan (197), meskipun pada

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 147: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

awalnya tidak sepakat. Dengan demikian dapat diketahui bahwa tuturan (196)

mengandung implikatur percakapan guna menerapkan maksim gabungan

kedermawanan dan kesepakatan yang menyenangkan dan ekspresi

Tuturan lain yang sepola dengan tuturan (223) dan (197) dapat diketahui

pada tuturan berkode MS4 dalam lampiran transkrip penelitian ini, meskipun

prinsip kerjasama yang dilanggar berbeda.

c. Implikatur Percakapan yang Berfungsi Menyenangkan dan Bertujuan

Komisif

Penelitian ini menemukan implikatur percakapan yang berfungsi

menyenangkan untuk mencapai tujuan komisif dengan kesantunan positif.

Sehingga tuturan yang dihasilkan secara tidak langsung mengikat penuturnya

untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Tujuan komisif

dan direktif sama-sama digunakan untuk melaksanakan tindakan, tetapi dalam

tujuan komisif ini penuturlah yang diharuskan menaati tuturannya. Secara singkat

implikatur percakapan yang berfungsi menyenangkan dan tujuan komisif tercakup

saat penerapan maksim kesepakatan, maksim gabungan kearifan dan kesepakatan,

serta maksim gabungan kerendahan hati dan kedermawanan. Contoh ujaran

tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

1) Implikatur percakapan menyenangkan komisif menawarkan

Implikatur percakapan dapat digunakan secara tidak langsung

memaksudkan penutur menawarkan kepada mitra tutur mengenai suatu hal

yang disetujui penutur. seperti pada contoh berikut.

[58] (259) G: Kowé mangkat sekolah ora duwé sangu (terhenti) (260) S: Disangoni (Canggih) <MKH/ MSS/ FM/ TK > (261) G: Disangoni, sing nyangoni sopo? (262) S: Bué (Canggih) (263) G: Ibumu menéh, kowé ra njalok bapak cah? (264) S: Mboten (Ibnu)

(Pembelajaran1)

Konteks situasi pada data [58] terjadi saat guru menjelaskan hal-hal yang

dilakukan Ibu kepada peserta didik sesuai lingkungan sosial peserta didik. Hal

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 148: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

133

ini menyebabkan peserta didik langsung mampu merespon tuturan (259) tanpa

memperhatikan tatanan kalimat yang diujarkan. Sehingga tuturan (260) yang

reflek ini terlihat tidak berhubungan dengan tuturan guru sebelumnya, padahal

maksud yang ingin disampaikan peserta didik adalah menyatakan

menawarkan kata yang lebih tepat sekaligus kesepakatannya atas tuturan guru,

dibanding menggunakan tuturan, ”Ibulah yang memberi uang saku kalian

setiap akan berangkat sekolah” yang terkesan menyombongkan diri. Maksud

peserta didik ini dimengerti guru dengan tuturan (261) meskipun guru masih

perlu memastikan kesepakatan tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan. Jadi,

tuturan (260) mengandung implikatur percakapan yang melanggar maksim

hubungan saat menaati maksim kesepakatan.

Fungsi dan tujuan ini juga digunakan guru untuk menawarkan

kesempatan kepada peserta didik, tetapi juga memerlukan persetujuan peserta

didik. Sehingga tuturan ini juga akan mengikat mitra tutur jika mitra tutur

menyepakati tuturan penutur, seperti pada contoh data berikut.

[59] (527) S: Laué durung mateng (528) G: Laué durung mateng, laué durung maténg ya Va ya? Trus tumbas sate

ono sekolahan, boleh nggih boleh. Tanggapan yang disampaikan sesuai dengan masalah, laué wau déréng mateng kulo mangkat, kulo déréng sarapan, mulo pas ngaso tumbas sate dingo….<MKN/ MSS/ FM/ TK>

(529) S: Sarapan (530) G: (Melihat Viva diam) Tekan kelas semangat meléh, ora ngan…. (531) S: Tuk (Viva)

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [59] terjadi saat guru selesai memberi contoh

konkret materi pembelajaran yang sedang dipelajari. Untuk mengetahui

peserta didik paham atas contoh tersebut guru menggunakan tuturan yang

melanggar kuantitas dengan memenggal tuturan agar direspon peserta didik

seperti yang terlihat pada tuturan (528). Tuturan ini memaksudkan memberi

tawaran perlu dijelaskan kembali atau tidakkah tentang contoh yang

disampaikan guru, jika peserta didik merespon dengan salah maka guru perlu

menjelaskan kembali dan sebaliknya jika peserta didik dapat merespon

dengan benar maka guru akan melanjutkan materi pembelajaran. Maksud

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 149: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

134

tersebut dimengerti peserta didik dengan adanya kesepakatan pada tuturan

(529) oleh peserta didik dan tuturan (530) oleh guru yang melanjutkan materi.

Dengan demikian tuturan (528) mengandung implikatur percakapan yang

berfungsi menyenangkan untuk mencapai tujuan komisif.

[60] (111) G: Nah…pipis. Kecoa nggih pipis Bu? Nggih. Klambine dadi mambu ra

nggennah, apek dan sebagainya itu tadi bisa dihindari dengan adanya opo?

(112) S: Kapur barus (Ibnu) (113) G: Nggih kapur barus. Jadi dengan adanya kapur barus ora dipangan tikus,

ora dipangan renget utowo kecoa mlebu rono wedi nék ono kapur barusé, mambuné kuwi wedi ora gelem nyedhak berakibat pakaianmu tidak ru….<MKC/ MSS/ FM/ TK>

(114) S: Sak (Pembelajaran3)

Konteks situasi data [60] terjadi saat guru berusaha menghubungkan

materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Tuntutan materi

pembelajaran yang masih banyak membuat guru memilih menggunakan

tuturan (113). Tuturan ini bermaksud meringkas alasan penggunaan kapur

barus pada pakaian sehingga pembicaraan tentang hal tersebut dapat

diselesaikan sekaligus memastikan pemahaman peserta didik. Tuturan (113)

lebih terkesan menawarkan suatu kesepakatan kepada peserta didik dibanding

dengan tuturan, ”Benar jadi bau kapur barus itu berguna untuk mengusir

tikus, renget atau kecoa sehingga pakaian kalian terlindungi dengan baik”

yang terkesan mengekang peserta didik untuk sepakat dengan pendapat guru.

Oleh karena itu dapat diketahui bahwa tuturan (113) mengandung implikatur

percakapan yang berfungsi menyenangkan untuk mencapai tujuan komisif.

Tuturan seperti (260), (528), dan (113) juga dapat dilihat pada tuturan

lain yang berkode MSS meskipun dengan pelanggaran prinsip yang berbeda

dalam penelitian ini.

2) Implikatur percakapan menyenangkan komisif menjamin

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 150: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

135

Implikatur percakapan dapat digunakan secara tidak langsung

memaksudkan menjamin tuturan penutur sebagai reaksi tuturan mitra tutur,

seperti terlihat pada contoh data berikut.

[61] (601) S: Sebaiknya membeli sebelum hari raya (Lulu) (602) G: He eh, Sebaikmya kita kalau membeli jauh, lebih jauh sebelum hari raya

ti….<MK1/ MS2/ FM/ TK> (603) S: Ba (604) G: (melihat Ibnu berbicara dengan Nurul) Tanggapan yang kedua,

masyarakat kita lebih suka berbelanja ke supermarket sebabé opo Nu Ibnu? Kok ora tuku ning pasar tradisional?

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [61] nerupakan kelanjutan dari reaksi yang diberikan

peserta didik atas evaluasi guru terhadap materi pembelajaran. Reaksi yang

peserta didik pada tuturan (601) dianggap sesuai dengan guru, tetapi guru

masih perlu memastikan bahwa semua peserta didik mengerti bahwa jawaban

peserta didik tersebut benar. Untuk itu guru menggunakan tuturan yang

mengulang dan menjabarkan lebih detail sehingga mitra tutur lebih mengerti

dan paham. Dengan kata lain, pada tuturan (602), guru secara tidak langsung

memaksudkan menjamin tuturan peserta didik tersebut benar dengan he eh

‘iya’ dan untuk memastikan semua sepaham dengan guru maka diakhir

tuturan seperti biasa guru memenggal kalimat untuk memancing respon

peserta didik. Maksud guru ini dimengerti dengan peserta didik melalui

tuturan (603) sehingga materi pembelajaran dapat dilanjutkan seperti pada

tuturan (604). Hal ini membuktikan bahwa tuturan (602) mengandung

implikatur percakapan karena melanggar maksim kuantitas dan kualitas

sekaligus berfungsi menyenangkan dan bertujuan komisif menjamin saat

menerapkan maksim gabungan kearifan dan kesepakatan.

Tuturan lain yang berpola seperti ini dapat juga dilihat pada tuturan

berkode MS2 baik pelanggaran prinsip kerjasama berbeda atau sama dalam

lampiran transkrip penelitian ini.

3) Implikatur percakapan menyenangkan komisif kesanggupan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 151: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

136

Implikatur percakapan dapat digunakan secara tidak langsung

memaksudkan kesanggupan penutur untuk melakukan suatu tindakan seperti

terlihat pada contoh data berikut.

[62] (330) S: Kerja (331) G: Kerja, berarti semua itu ada hikmahnya, ono hikmahé cah, nyambut

gawé, O iyoyo aku latihan nyambut gawé, aku bersyukur iso masak. Aku mau didukani ibu mergo wayah masak ora masak, mergo dolanan békelan opo lompat tali nggih, atau yang lain. Ibu marah-marah. Tapi mbareng aku wis wayah mantuk, aku yo mantuk nyambut gawé, yo Alhamdulillah aku bisa berlatih be….<MK1/ MS3/ FM/ TK>

(332) S: Kerja (333) G: Kerja, itu berarti ada hikmahnya, ada hikmahnya. (Membaca) Bunda

yang selalu menggendong disaat… (Pembelajaran1)

Konteks situasi data [62] terjadi saat guru membimbing peserta didik

untuk mengambil kesimpulan dari diskusi kelas yang telah dilakukan sesuai

dengan pengalaman yang pernah dialami peserta didik. Guru juga bermaksud

memberikan keyakinan/ kesanggupan melaksanakan hal yang dituturkan

maka secara tidak langsung peserta didik juga akan berpikir bisa

melakukannya. Hal ini tak lain karena dalam kelas ini, guru masih dianggap

sebagai panutan tepercaya oleh peserta didik. Meskipun demikian, juga perlu

memastikan maksud tersebut dimengerti peserta didik dengan menggunakan

tuturan yang tidak selesai diakhir tuturan sehingga peserta didik dapat

merespon seperti yang terlihat pada tuturan (331). Maksud guru pada tuturan

(331) dimengerti peserta didik dengan adanya respon (332) secara serempak

dan tuturan guru (333) yang melanjutkan materi selanjutnya. Dengan kata

lain, tuturan (331) mengandung implikatur percakapan yang berfungsi

menyenangkan dan bertujuan komisif lebih khusunya kesanggupan.

Tuturan lain yang berpola sama dengan tuturan (331) baik dengan

pelanggaran prinsip kerjasama yang sama maupun berbeda dapat dilihat pada

tuturan berkode MS3 pada lampiran penelitian ini.

3. Alasan Penggunaan Implikatur Percakapan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 152: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

137

Penelitian ini juga mengkaji alasan penutur menggunakan implikatur

percakapan saat menerapkan prinsip kesopanan. Hal ini berkaitan tentang strategi

kesopanan berbahasa yang dipengaruhi kepatutan (appropriateness) penutur

dalam bertutur. Unsur-unsur inilah yang dimungkinkan menjadi alasan penutur

menggunakan implikatur percakapan sebagai kendala penggunaan maksim

percakapan yang dibuktikan dengan tuturan sesudah dan sebelum yang dimaksud.

Alasan penggunaan tersebut dijabarkan dengan beberapa contoh data sebagai

berikut.

a. Konteks Tutur

1) Pengetahuan mitra tutur yang mendukung tujuan pembelajaran.

Karena hal ini, tuturan penutur biasanya melanggar maksim gabungan

hubungan dan cara. Contoh data pelanggaran maksim gabungan ini karena

kebiasaan mitra tutur sebagai berikut.

[63] (285) G: Masak, contohnya apa? mélu ngiris tahu, mélu nggoreng tempe, mélu

ngopo menéh? (286) S: Nggawe bumbu (Canggih) (287) G: Nggawe bumbu. Senajan cah lanang yo kudu iso? MK2/ MS4/ FM/

TK> (288) S: Masak

(Pembelajaran1)

Konteks situasi data [63] terjadi saat guru menghubungkan materi

pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Sehingga guru tidak

perlu menjelaskan secara khusus bahkan terkesan tidak berhubungan dengan

materi pembelajaran seperti pada tutran (287). Meskipun demikian, peserta

didik paham maksud guru dan dapat merespon secara serentak atau ikut tuturan

peserta didik lain yang dominan.

[64] (501) G: Dai, pinter engko berarti cita-citamu ter…. (502) S: Wujud (503) G: Itu ya, sampai di situ ya tadi, percakapan mengenai tiga orang antara satu

sebagai Dimas, yang satu sebagai Ayah, yang satu sebagai….<MK2/ MSA/ FK/ TD>

(504) S: Ibu (Pembelajaran3)

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 153: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

138

Konteks situasi data [64] terjadi saat guru ingin memberikan evaluasi

terhadap materi yang telah diterangkan sebelumnya. Selain itu, evaluasi yang

akan diberikan juga pernah disinggung pada pembelajaran sebelumnya sebagai

tugas rumah. Sehingga guru cukup mereview secara langsung pada evaluasi

sehingga terkesan tidak berhubungan dengan tuturan sebelumnya dan ambigu

jika tidak mempunyai kesamaan pengetahuan sebelumnya.

2) Pengetahuan mitra tutur tidak sesuai tujuan pembelajaran

Penutur melanggar maksim kuantitas dan kualitas karena kebiasaan

tersebut. Contoh data pelanggaran maksim tersebut sebagai berikut.

[65] (613) S: Sebaiknya…..(saling bersahutan) (614) G: He eh, jadi pedagang kaki lima itu sebaiknya dibuatkan ruko. Ruko ki

opo to? Rumah toko, lha nék dikéi ruko nggih niku jenengé mboten kaki lima Bu, nék kaki lima lak mesti gawé déwé dadak ngono kaé to? <MK1/ MS1/ FK/ TD>

(615) S: Nggih (616) G: Nggih, sebaiknya e…diberikan ruko nggih, ruko ki rumah toko

maksudnya berjualan di rumah toko bukan di…. <MK1/ MS2/ FM/ TK>

(617) S: Trotoar (Pembelajaran2)

Konteks situasi data [65] terjadi saat kondisi kelas tidak sesuai yang

diharapkan guru karena tidak serempak dan cenderung kurang dimengerti guru.

Meskipun demikian, respon guru tetap menganggap peserta menjawab dengan

maksud yang sama dan benar seperti pada tuturan (614) dan (616). Sehingga

tuturan tersebut melebihi dan tidak sesuai dengan informasi yang diterima.

[66] (465) G: Nggih idola setiap orang (466) S: Ho oh…mosok (Peserta didik saling berbicara) (467) G: Pingin kabéh dadi guru. Mulakno saben ono pendaftaran guru sing mélu

anték atusan éwu, sing ditompo sitik karena semua pingin dadi….<MK1/ MS2/ FM/ TK>

(468) S: Guru (Pembelajaran3)

Konteks situasi data [66] terjadi saat guru menjelaskan tentang

keistimewaan pekerjaan ”guru” yang saat ini dianggap sebagai pekerjaan yang

diidolakan. Pendapat guru tersebut mengundang beragam reaksi dari peserta

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 154: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

139

didik sehingga kelas menjadi gaduh. Untuk itulah guru menggunakan tuturan

(467) yang seolah-olah semua menyatakan sepakat dengan guru untuk

menyakinkan peserta didik bahwa pendapat guru tersebut juga ada buktinya

sekaligus untuk menarik perhatian peserta didik menjadi fokus pada

pembelajaran. Guru menggunakan tuturan ini karena guru mengetahui tidak

semua peserta didik sepaham dengan guru sehingga memerlukan penjelasan

yang lebih rinci.

b. Penutur dan Mitra Tutur

1) Penutur takut menyinggung perasaan mitra tutur/ mental mitra tutur. Dalam

penelitian menemukan alasan ini digunakan untuk melanggar maksim

hubungan. Contoh data pelanggaran maksim tersebut sebagai berikut.

[67] (450) G: Nggih, la mulo nék bué paké jagong ra sah ndérék, biasané ki anak sing

agék siji kuwi mélu kintil, ngerti kintil?Nék ora dijak nangis (451) S: Anak kecil (Canggih) <MKH/ MSK/ FM/ TE> (452) G: Wis gedé nggih, he em ampun, termasuk sing ijik déwé nggih, wingi sopo

kaé kéné sing ijik anak tunggal, sopo? (453) S: Nova

(Pembelajaran2)

Konteks situasi data [67] terjadi saat peserta didik ingin mengutarakan

pendapat yang menghubungkan materi pembelajaran dengan pengalaman

pribadi, tetapi takut menyinggung perasaan peserta didik lain. Sehingga peserta

didik menggunakan tuturan (451) yang secara sepintas tidak berhubungan

dengan tuturan guru.

[68] (158) G: Kukurukuk opo pethok-pethok? piye unine cah? (159) S: Kukurukuk (Canggih) (160) G: Ayam jantan itu berko.…<MKH/ MSS/ FM/ TK> (161) S: Kok

(Pembelajaran1)

Konteks situasi data [68] terjadi saat guru bermaksud menyetujui sekaligus

mengarahkan tanggapan peserta didik terhadap pertanyaan guru sesuai

penggunaan bahasa Indonesia yang benar. Guru yang menyadari bahwa

ketidakbakuan tanggapan peserta didik tidak sepenuhnya kesalahan peserta

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 155: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

140

didik, membuat guru menggunakan tuturan (160) yang terkesan tidak

merespon tuturan peserta didik.

2) Penutur merasa tidak percaya dengan hal yang dikatakan mitra tutur. Dalam

penelitian ini biasanya digunakan sebagai alasan melanggar maksim kualitas

seperti yang terlihat pada contoh berikut. Contoh data pelanggaran maksim

tersebut sebagai berikut.

[69] (484) S: Seperempat tiga belas ribu (Lulu) (485) G: Seperempat tiga belas ribu. Sekilonya delapan puluh ribu, kalau

Sekilonya delapan puluh ribu, kalau seperempat berapa anak-anak? <MKL/ MSD/ FK/TD>

(486) S: Dua puluh ribu (Lulu) (Pembelajaran1)

Konteks situasi data [69] terjadi saat peserta didik kurang tepat dalam

enjawab pertanyaan guru. Namun guru tidak menyalahkan jawaban tersebut

secara langsung agar peserta didik tersebut tidak merasa kecewa dan takut

menjawab lagi. Sehinga guru menggunakan tuturan (485) yang seolah-olah

membenarkan jawaban tersebut, tetapi diakhir tuturan mengarahkan pada

jawaban yang sebenarnya dengan tetap meminta peserta didik mengoreksi

jawaban sebelumnya.

[70] (185) G: Bisa. Mungkin yang lain, surat berharga untuk kamu apa? (186) S: Ijazah (Canggih)

(187) G: Ijazah. Nah, betul ijazah ataupun rapot <MKL/ MSP/ FM/ TE>. Ibumu pingin ngerti rapotmu, Le rapotmu bijiné piro?

(Pembelajaran3)

Konteks situasi data [70] terjadi saat guru menghubungkan materi yang

dipelajari dengan kehidupan peserta didik. Respon peserta didik yang dianggap

kurang tepat, tetapi tidak terlalu menggangu pembelajaran membuat guru

mengiyakan respon tersebut dengan tuturan (187). Pada tuturan selanjutnya

guru langsung menggunakan respon yang sesuai maksud guru. Dengan kata

lain tuturan (187) digunakan guru karena kurang percaya dengan respon

peserta didik sehingga perlu diarahkan.

c. Tujuan Tuturan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 156: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

141

1) Penutur mengacu pada tuturan sebelumnya atau kompetensi yang ingin

dicapai. Alasan ini terbukti digunakan untuk melanggar maksim kuantitas,

seperti yang terlihat pada contoh berikut. Contoh data pelanggaran maksim

tersebut sebagai berikut.

[71] (589) S: Semrawut (590) G: Nggih pedagang kaki lima itu semrawut karena tidak, e…terletak di

toko-toko atau swalayan, letaknya hanya di emperan-emperan jalan termasuk trotoar itu yang sebenarnya untuk pejalan kaki, tetapi digunakan pedagang untuk berjualan, berakibat apa?

(591) S: Trotoar kotor (Lulu) (592) G: He eh, trotoar menjadi kotor dan sem….<MKN/ MS1/ FK/TD> (593) S: Mrawut

(Pembelajaran2)

Pada data [71] terjadi saat guru menjelaskan tentang salah satu materi

kepada peserta didik. Tuturan (592) dituturkan guru setelah guru mendengar

peserta didik dapat menjawab pertanyaan mengenai materi tersebut. Namun

karena yang merespon hanya satu peserta didik, guru kembali memberi

pertanyaan dengan jawaban yang sama agar peserta didik lain juga ikut

merespon seperti terlihat pada tuturan (593). Dengan demikian dapat diketahui

bahwa alasan guru melanggar maksim kuantitas adalah menuntut secara halus

pemahaman peserta didik tentang suatu hal yang telah dipelajari.

[72] (495) G: He eh. Untuk apa? (496) S: Pandai (Nurul) (497) G: He eh, pandai untuk meraih…. <MKN/ MS1/ FK/ TD> (498) S: Cita-cita (Nurul)

(Pembelajaran3)

Konteks situasi yang terjadi pada data [72] adalah saat guru mengerti

maksud tuturan peserta didik yang ingin merespon tuturan guru, tetapi bahasa

yang digunakan kurang lengkap. Untuk itu, guru menggunakan tuturan (497)

yang membenarkan tuturan peserta didik sebelumnya dengan he eh ’iya’ yang

dilanjutkan dengan kelengkapan jawaban yang dimaksud guru. Sehingga dapat

diketahui bahwa tuturan (497) mengandung implikatur percakapan yang

melanggar maksim kuantitas karena merespon tuturan sebelumnya.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 157: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

142

2) Penutur memperhatikan keefektifan pembelajaran. Dalam penelitian ini,

biasanya dilakukan dengan melanggar maksim cara. Pelannggaran maksim

cara karena latar waktu sebagai berikut.

[73] (141) G: Boleh dari majalah, boleh dari Koran, atau dari buku-buku yang lain.

Yang anak-anak buat nanti saya harap dibuat isi karangan isi puisi ini nanti kamu buat sebuah prosa atau karangan yang terdiri dari beberapa macam ali….<MKC/ MSA/ FK/TD>

(142) S: Nea (143) G: Nea, nah alinea atau disebut juga apa? (144) S: Paragraf (Nurul)

(Pembelajaran1)

Konteks situasi data [73] terjadi saat guru menjelaskan kembali tugas yang

diberikan pada pembelajaran sebelumnya. Tetapi guru tidak ingin terkesankan

hal tersebut kepada peserta didik, melainkan kesadaran bahwa hal tersebut

adalah kesepakatan bersama. Oleh karena itu, guru menggunakan tuturan yang

ambigu seperti pada tuturan (142) untuk efisien waktu.

[74] (505) G: Ibu. Sekarang tugas kamu, bentuklah kelompok masing-masing tiga

orang (506) S: (peserta didik mulai berpindah tempat membuat kelompok, tetapi Ibnu

diam) (507) G: Yo, saya beri waktu dua menit sing mbentuk kelompok <MKC/ MSA/

FK/ TD> (508) S: Hah (Ibnu dan beberapa peserta didik mulai duduk sesuai kelompok,

tetapi ada Nurul dan Luluk yang berebut kelompok) (Pembelajaran3)

Konteks situasi data [74] terjadi saat perintah yang diberikan guru tidak

dilaksanakan oleh beberapa peserta didik. Untuk itu, guru menggunakan

tuturan (507) yang menjelaskan secara umum untuk menekankan perintah

kepada peserta didik tersebut secara halus. Hal ini karena guru memperhatikan

keefektifan pembelajaran jika guru harus mengulang perintah dari awal.

G. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Wujud Tutur Implikatur Percakapan

Pembelajaran berbahasa di kelas V lebih mengarahkan peserta didik

memahami tentang bahasa sekaligus mampu menggunakan bahasa sebagai alat

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 158: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

143

komunikasi sesuai tata krama berbahasa baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini

sesuai kompetensi yang ditetapkan BSNP (2006: 377) bahwa peserta didik kelas

V harus mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia secara efektif dan efisien

sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. Namun bertolak

dari hasil penelitian ini dan hasil wawancara dengan wali kelas V (lampiran 5),

bahasa yang digunakan guru saat pembelajaran bahasa Indonesia justru

didominasi bahasa Jawa dan tuturan berimplikatur percakapan yang cenderung

tidak sesuai kaidah bahasa Indonesia yang secara tidak langsung mempengaruhi

cara berbahasa peserta didik. Hal ini sesuai dengan pendapat Jalaluddin Rakhmat

(2001: 25) mengungkapkan bahwa peserta didik belajar melalui peniruan

(imitation) respon orang lain saat melakukan kegiatan yang dilakukannya.

Secara konkret hal tersebut dapat terlihat dari tabel pelanggaran maksim kerja

sama di atas yang digunakan guru maupun peserta didik. Pelanggaran tersebut,

yaitu dominasi pelanggaran maksim cara saat menerapkan maksim kearifan;

dominasi pelanggaran maksim kualitas saat menerapkan maksim kedermawanan;

dominasi pelanggaran maksim kualitas saat menerapkan maksim pujian; dominasi

pelanggaran maksim hubungan saat menerapkan maksim kerendahan hati;

dominasi pelanggaran maksim kuantitas saat menerapkan maksim kesepakatan;

dominasi pelanggaran maksim gabungan kuantitas dan kualitas saat menerapkan

maksim gabungan kearifan-pujian dan maksim gabungan kearifan-kesepakatan;

dan dominasi pelanggaran maksim gabungan hubungan dan cara saat menerapkan

maksim gabungan kedermawanan-kerendahan hati dan maksim gabungan

kedermawanan-kesepakatan.

Berdasarkan data tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa tuturan

berimplikatur percakapan dalam pembelajaran ini digunakan untuk mematuhi

prinsip sopan santun. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat Jawa yang selalu

memperhatikan unda usuk basa sebagai tanda penghormatan terhadap mitra tutur.

Oleh karena itu, bahasa yang digunakan dalam pembelajaran ini justru didominasi

bahasa Jawa dengan tingkat kesantunan berbahasa yang telah dimengerti peserta

didik dan guru. Koentjaraningrat dkk (2002: 329) menjelaskan bahwa pergaulan

masyarakat berbahasa Jawa selalu memperhatikan dan membedakan keadaan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 159: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

144

orang yang diajak berbicara atau yang sedang dibicarakan berdasarkan usia atau

status sosial. Salah satunya dapat dilihat pada data [24] yang terjadi saat guru

memberi contoh, guru menggunakan bahasa karma tumbas ‘beli’ yang lebih sopan

dibanding kata tuku karena memposisikan diri sebagai peserta didik jika bercerita

di depan kelas. Selain itu, beberapa maksim gabungan baik dalam pelanggaran

prinsip kerja sama maupun penerapan prinsip sopan santun juga ditemukan dalam

pembelajaran ini. Hal ini sesuai pendapat Louise Cummings (2007: 16) yang

menyatakan bahwa salah satu tipe implikatur percakapan adalah tercipta karena

dorongan aspek kesantunan sesuai konteks budaya wilayah setempat dan sengaja

mengeksploitasi maksim lain dengan melanggar dan berbenturan antara maksim.

Jika dilihat dari penerapannya dalam pembelajaran, guru lebih banyak

menggunakan pelanggaran maksim kuantitas berbahasa Jawa dalam penerapan

maksim kesepakatan sebagai indikator ketercapaian tujuan pembelajaran. Dengan

kata lain, tuturan tersebut harus dimengerti peserta didik agar dapat “memancing”

dan mengarahkan peserta didik. Hal ini sesuai pendapat St. Y. Slamet (2008: 35)

menyebutkan bahwa peserta didik adalah produk lingkungan yang akan terampil

berbicara, jika sering diajak berbicara dan mampu menjawab sekaligus diberi

kesempatan belajar dan melatih keterampilan berbicara. Kenyataan ini

mencerminkan betapa pentingnya tuturan berimplikatur percakapan kuantitas bagi

guru yang sengaja melibatkan peserta didik dalam pembelajaran melalui kalimat

rumpang diakhir tuturan sehingga terkesan bertanya kepada peserta didik. Hal ini

sesuai pendapat Pawley dalam Jack C. Richard (1995: 23) bahwa percakapan

yang paling mendasar bukanlah kalimat lengkap, melainkan berupa klausa yang

saling berkaitan dan berisi rangkaian keterangan sederhana yang biasanya ditandai

jeda di atau didekat klausa akhir secara konsisten. Keterangan inilah yang

menuntut kejujuran penutur untuk memberi informasi kepada mitra tutur

meskipun jumlah yang kurang atau berlebihan. Senada dengan pendapat tersebut,

E. Mulyasa (2006: 116) juga menjelaskan bahwa salah satu pertanyaan yang baik

adalah adanya acuan atas hal yang ditanyakan sehingga pertanyaan tersebut

merupakan kelanjutan ceramah guru.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 160: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

145

Secara garis besar pelanggar maksim kuantitas tersebut untuk mematuhi

maksim kesepakatan. Kesimpulan tersebut sesuai dengan pendapat E. Mulyasa

(2006: 116) yang menyatakan bahwa pertanyaan yang dituturkan guru perlu

dipusatkan sesuai tujuan pembelajaran atau jawaban yang diinginkan. Hal ini

dimengerti peserta didik baik dengan dijawab secara serempak maupun individu.

Meskipun demikian, dalam penelitian juga ditemukan beberapa peserta didik yang

paham maksud guru tetapi hanya mengikuti jawaban peserta didik yang dominan

saat merespon tuturan guru. Hal ini terkait dengan kebiasaan masyarakat setempat

yang kurang menyukai memikul tanggung jawab sendiri. Koentjaraningrat dkk

(2002: 351) mengungkapkan bahwa mentalitet orang Jawa yang selalu nrimo dan

cenderung menunggu perintah atau pimpinan sebagai perangsang. Contohnya

pada data [18] terlihat guru menggunakan tuturan berimplikatur percakapan

secara beruntun untuk mendorong peserta didik ikut menyimpulkan materi yang

telah dibahas. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Ahmad Rofi’uddin dan

Darmayati Zuhdi (2001: 137) bahwa salah satu cara anak belajar bahasa adalah

mendasarkan pengalaman dan relevansi yang akan digunakan untuk tujuan

personal. Karena itulah tak heran jika ditemukan tuturan peserta didik yang

sebenarnya tidak mengetahui jawaban yang diinginkan guru, tetapi hanya ingin

diperhatikan guru. Atau karena kecapekan menjadi kurang aktif dalam

pembelajaran bahasa Indonesia, meski paham dengan tuturan guru seperti

pernyataan beberapa peserta didik pada lampiran 5.

Berdasarkan uraian di atas, tak mengherankan jika tuturan guru sependek

apapun direspon peserta didik baik berupa tuturan maupun perubahan sikap mitra

tutur. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Burgoon dan Betinghaus dalam

Jalaluddin Rakhmat (2001: 299) yang menyimpulkan salah satu pembuktian efek

suatu maksud pada diri mitra tutur tergantung pada topik pesan (maksud)

sehingga tidak selalu berupa ujaran. Dengan demikian, meskipun respon yang

diujarkan sama tetapi pemahaman setiap mitra tutur terhadap tuturan

berimplikatur percakapan tersebut berbeda, entah sebagai pertanyaan, penjelas,

perintah, sindiran, marah atau hanya sebagai humor. Untuk itulah, percakapan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 161: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

146

dalam pembelajaran bahasa Indonesia ini lebih termasuk wacana dialog dibanding

polilog, meskipun mempunyai partisipan lebih dari dua orang.

Dalam penelitian ini juga sering ditemui guru menggunakan tuturan

berimpliktur percakapan yang beruntun dalam pembelajaran. Hal ini seperti hasil

penelitian Cohen dalam Jalaluddin Rakhmat (2001: 298) yang menyimpulkan

salah satu cara yang dapat dilakukan penutur jika mempunyai lawan tutur yang

dapat sepaham dan tidak sepaham dengan penutur adalah dengan memberi jeda

panjang diantara maksud pertama dan kedua, kemudian segera mengadakan

pengujian setelah maksud kedua. Sependapat dengan Cohen, E. Mulyasa (2006:

116) juga mengungkapkan bahwa seorang guru dapat melacak pemahaman

peserta didik atas materi yang disampaikan dengan cara mengujarkan beberapa

pertanyaan kembali, meskipun jawaban pertama sudah benar.

Berdasarkan beberapa wujud implikatur percakapan yang ditemukan dalam

penelitian ini ada satu maksim sopan santun tidak ditemukan yaitu maksim

simpati. Khusus maksim ini tidak ditemukan dalam pembelajaran karena maksim

ini dihindari dalam pembelajaran agar guru lebih objektif dalam menilai dan

memperlakukan peserta didik sesuai karakteristik masing-masing. Hal ini sesuai

pendapat Geoffrey Leech (1993: 208) yang menyatakan bahwa maksim simpati

adalah maksim sopan santun yang memeringkat baik-tidaknya penilaian penutur

terhadap mitra tutur yang terpusat pada diri penutur. Dengan kata lain, maksim

simpati yang lebih memusatkan rasa setuju atau tidak setuju berdasarkan penilaian

pribadi penutur dapat mengakibatkan penilaian guru menjadi tidak adil.

2. Tujuan dan Fungsi Implikatur Percakapan

Wujud implikatur percakapan yang digunakan selalu mempunyai tujuan dan

fungsi tertentu. Penelitian ini menemukan beberapa fungsi ilokusi yang sesuai

tujuan ilokusi tuturan berimplikatur percakapan dengan mementingkan

pemeliharaan hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur saat pembelajaran

bahasa Indonesia kelas V. Fungsi dan tujuan tersebut adalah (1) Implikatur

Percakapan yang Berfungsi Kompetitif dan Bertujuan Direktif, (2) Implikatur

Percakapan yang Berfungsi Menyenangkan dan Bertujuan Ekspresif, dan (3)

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 162: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

147

Implikatur Percakapan yang Berfungsi Menyenangkan dan Bertujuan Komisif.

Hal ini sesuai tiga rumusan prinsip sopan santun yaitu berikan pilihan, buat

perasaan mitra tutur tetap baik dan jangan memaksa mitra tutur (Abdul Rani,

2006: 37).

Fungsi dan tujuan pertama lebih mengarah pada sopan santun negatif yang

digunakan guru maupun peserta didik saat menginginkan mitra tutur melakukan

sesuatu. Hal ini sesuai pendapat Geoffrey Leech (1993: 164) yang

menghubungkan fungsi kompetitif dengan tujuan direktif melalui istilah impositif

yang menerapkan sopan santun negatif atau berusaha mengurangi kerugian mitra

tutur saat melakukan keinginan penutur. Koentjaraningrat dkk (2002: 349)

menjelaskan bahwa salah satu ciri khas masyarakat desa terutama Jawa sangat

menghargai mitra tutur sehingga bahasa perintah yang digunakan tidak

membebani mitra tutur, salah satunya dengan memaksimalkan beban diri sendiri

atau istilah bahasa Jawa diénék-énékké ’diada-adakan’ meskipun sebenarnya tidak

ada (hanya sekadar basa-basi). Hal ini terlihat pada data [43] saat guru

membenarkan tuturan peserta didik yang kurang langkap dengan langsung

menuturkan jawaban yang diinginkan guru, tetapi tetap diakhiri kalimat rumpang

agar peserta didik dapat membenarkan jaawaban. Tuturan ini membuat mitra tutur

menjadi tidak merasa terbebani melakukan sesuatu bahkan ada juga yang merasa

hal tersebut lucu karena jawaban peserta didik terkesan benar.

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan fungsi dan tujuan ini diterapkan saat

guru memberi variasi, membuka diskusi, dan mengarahkan interaksi

pembelajaran, maupun peserta didik dalam mengungkapkan perintah kepada

peserta didik lain. Hal ini sesuai pendapat George Yule (2006: 95) yang

menyatakan bahwa tuturan bertujuan direktif mempunyai sifat kunci penutur

menginginkan situasi yang dilakukan oleh mitra tutur. Jika dihubungkan dengan

penerapan maksim sopan santun, pelaksanaan fungsi kompetitif dan tujuan

direktif ini terbagi menjadi tiga maksim, yaitu maksim kearifan saat penutur

mengajak, maksim kedermawanan saat penutur menyarankan, dan maksim

gabungan kearifan dan pujian saat menasihati mitra tutur. Hal ini juga sesuai

dengan pendapat Geoffrey Leech (1993: 196) yang juga menyebutkan bahwa

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 163: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

148

imposif menerapkan skala untung-rugi bagi mitra tutur. Sehingga dalam

penerapannya, Ketiga maksim sopan santun tersebut lebih mementingkan

keuntungan mitra tutur dengan sering melanggar maksim cara.

Fungsi dan tujuan kedua mengarah pada sopan santun positif yang

menggambarkan adanya rasa “pemakluman” dengan sikap maupun tuturan mitra

tutur. Hal demikian sering ditandai dengan adanya penggunaan tuturan pujian atau

sindiran saat penutur merasa tidak menyukai sikap mitra tutur, hingga

menggunakan diri sendiri sebagai contoh. Kunjana Rahardi (2008: 63)

menerangkan bahwa dalam pergaulan, penutur harus menghindari tuturan yang

mengejek mitra tutur jika tidak ingin dikatakan sebagai orang yang tidak sopan.

Dalam penerapan maksim sopan santun di kelas V, fungsi dan tujuan ini sering

digunakan untuk maksim pujian saat memuji, kerendahan hati saat bertanya, serta

maksim gabungan kedermawanan dan kesepakatan saat menyindir mitra tutur. Hal

ini terlihat pada data [51] saat guru kurang suka menemukan judul puisi karya

peserta didik hampir sama dengan peserta didik yang lain, tetapi

membenarkannya karena isi puisi tersebut berbeda. Geoffrey Leech (1993: 196)

berpendapat tujuan ekspresif menyiratkan tuturan yang mengandung fungsi dan

tujuan ini menyiratkan keuntungan mitra tutur saat memaklumi keinginan penutur.

Fungsi dan tujuan ini sebagian besar diterapkan dengan melanggar maksim

hubungan yang membuat peserta didik menjadi lebih peka dan mengerti

kesalahannya. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa fungsi dan tujuan ini

sering digunakan untuk memperhalus tuturan guru saat mengadakan evaluasi,

mengasah keterampilan bertanya dan saat menjelaskan sebuah materi. Hal ini

sesuai dengan pendapat Rolanld Partin (2009:13-17) yang melarang penggunaan

sarkasme atau mengejek saat berbicara kepada peserta didik karena akan

berdampak buruk bagi kepercayaan diri peserta didik dalam pembelajaran.

Fungsi dan tujuan ketiga mengungkapkan perasaan penutur yang mengerti

mitra tutur ingin dapat diterima sebagai bagian integral dari diskusi. Fungsi dan

tuturan ini sangat penting bagi guru maupun peserta didik untuk memberi

penguatan atas tuturan mitra tutur. Kunjana Rahardi (2008: 64) mengungkapkan

bahwa masyarakat Jawa sangat tidak memperbolehkan seseorang memenggal atau

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 164: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

149

membantah secara langsung hal yang dituturkan mitra tutur. Sehingga bagi guru,

fungsi dan tujuan ini adalah penghargaan yang diberikan guru kepada peserta

didik untuk menumbuhkan kepercayaan diri dalam berpendapat. Hal ini sesuai

pendapat Aunurrahman (2010:119) yang berpendapat bahwa seorang guru harus

memahami dan mampu mengembangkan keaktifan peserta didik belajar saat

proses pembelajaran di kelas. Contohnya, data [60] yang terjadi saat guru

membenarkan jawaban peserta didik dengan kata nggih ‘iya’, meskipun jawaban

tersebut kurang tepat sehingga perlu dijelaskan kembali agar sesuai maksud guru.

Dalam penelitian ini, fungsi menyenangkan dan tujuan komisif terbagi

menjadi tiga, yaitu penutur menawarkan saat menerapkan maksim kesepakatan,

menjamin saat menerapkan maksim gabungan kearifan dan kesepakatan, serta

kesanggupan saat menerapkan maksim gabungan kedermawanan dan kerendahan

hati. Hal ini sesuai pendapat Geoffrey Leech (1993: 196) yang menyatakan bahwa

tujuan komisif lebih memperhatikan keuntungan maupun kerugian bagi penutur

sehingga bersifat sopan santun positif dan tidak bersifat kompetitif. Salah satunya

dengan penggunaan bahasa Jawa dalam pembelajaran yang dianggap peserta didik

(dapat dilihat pada lampiran 5) bahwa guru mengerti kebiasaan peserta didik yang

lebih mudah menangkap materi jika dijelaskan dengan bahasa Jawa, padahal

sebenarnya guru memaksudkan tujuan komisif dibalik tuturan tersebut.

Penggunaan bahasa Jawa ini tidak dapat dipungkiri karena pendidikan

sekolah dasar dijadikan tumpuan awal pengenalan bahasa Indonesia. P. W. J.

Nababan (1987: 73) mengungkapkan bahwa fungsi utama pendidikan sekolah

dasar ialah mengindonesiakan peserta didik yang sebagian besar lahir dan

memulai kehidupan sebagai insan daerah (lebih fasih berbahasa daerah). Selain

itu, guru sering melanggar maksim kuantitas melalui kalimat rumpang dalam

menerapkan fungsi dan tujuan ini karena dianggap dapat ”memancing” interaksi

guru dan peserta didik menjadi lebih aktif. Hal ini sesuai pendapat Muhibbin Syah

(2008: 57) bahwa belajar yang baik adalah mampu “memfungsikan” peserta didik,

membuat peserta didik mampu mengembangkan ranah cipta dan rasa mengenai

suatu hal dengan sendirinya secara utuh. Dengan demikian, dapat disimpulkan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 165: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

150

bahwa fungsi dan tujuan ini sering diujarkan dengan bahasa Jawa dan didominasi

pelanggaran maksim kuantitas.

Berdasar uraian fungsi dan tujuan implikatur percakapan dalam penelitian ini

dapat diketahui bahwa fungsi bekerja sama dan bertentangan tidak ditemukan

karena kedua fungsi tersebut tidak mengandung unsur kesopanan. Hal ini sesuai

dengan pendapat Geoffrey Leech (1995: 163) yang mengungkapkan bahwa fungsi

bekerja sama tidak relevan dengan sopan santun dan biasanya ditemukan dalam

wacana tulis, sedangkan fungsi bertentangan tidak mengandung unsur kesopanan.

Begitu pula dengan tujuan asertif dan deklarasi juga tidak ditemukan dalam

penelitian ini karena tidak mengandung unsur kesopanan. Ketidaktemuan ini

sesuai pendapat Geoffrey Leech (1995: 164-165) yang menjelaskan bahwa asertif

lebih bersifat netral dan deklarasi hanya sekadar ujaran bersifat kelembagaan

tanpa mementingkan unsur kesopanan.

3. Alasan Penggunaan Implikatur Percakapan

Secara garis besar dalam penelitian ini, prinsip sopan santun dianggap

sebagai piranti ‘alat’ untuk menjelaskan alasan penutur sering menggunakan

tuturan yang mengandung maksud tersembunyi agar lebih santun (dapat dilihat

pada pernyataan wali kelas lampiran 5). Tetapi, hal tersebut masih terbagi sesuai

kemampuan mitra tutur dalam menghubungkan tuturan dengan konteks yang

melingkupnya untuk mengetahui alasan penutur menggunakan tuturan

berimplikatur. Hal ini sesuai pendapat Geoffrey Leech (1993: 19-21) yang

membagi unsur situasi ujar dibagi atas lima bagian yaitu: (1) penutur dan mitra

tutur; (2) konteks tutur; (3) tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau kegiatan; (4)

tujuan tuturan; dan (5) tuturan sebagai produk tindak verbal.

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan tiga unsur konteks yang menjadi

alasan penutur melanggar prinsip kerjasama yang secara keseluruhan

mementingkan prinsip sopan santun yaitu: (1) unsur konteks tutur, (2) penutur dan

mitra tutur, serta (3) tujuan tuturan. Ketiga alasan tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 166: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

151

a. Konteks tutur

Konteks tutur ialah semua latar belakang pengetahuan yang dipahami

bersama oleh penutur dan mitra tuturnya. Dengan kata lain, setiap implikatur

percakapan yang digunakan guru maupun peserta didik secara tidak langsung

memperhatikan latar pengetahuan atau budaya masyarakat masing-masing

peserta tutur. Hal ini sesuai pendapat Syaiful Bahri Djamarah (2005:11)

mengungkapkan bahwa proses interaktif edukatif dalam pembelajaran haruslah

menggambarkan percakapan dua arah antara guru dan peserta didik yang

mengandung norma pengantar tingkah laku yang sesuai pengetahuan peserta

didik. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan tuturan penutur yang

melanggar maksim gabungan hubungan dan cara jika pengetahuan mitra tutur

yang mendukung tujuan pembelajaran, dan melanggar maksim kuantitas dan

kualitas jika pengetahuan mitra tutur tidak sesuai tujuan pembelajaran.

Kesamaan pengetahuan penutur dan mitra tutur sangat mempengaruhi

penutur dalam mengarahkan mitra tutur untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Salah satunya pada data [9] saat guru memperingatkan peserta didik untuk

tidak songgo uwang ‘bertopang dagu’. Masyarakat jawa menganggap songgo

uwang mencerminkan kesusahan menerima sesuatu atau sikap yang

mengacuhkan mitra tutur sehingga dianggap tidak menghargai orang lain.

Untuk itu, guru mengunakan tuturan yang tidak berhubungan dengan mitra

tutur dan bersifat umum agar tidak terkesan memerintah, menyakinkan, dan

memperingatkan mitra tutur. Uraian tersebut sesuai dengan penelitian Alan H.

Monroe dalam Jalaluddin Rakhmat (2001: 298) bahwa cara pertama yang perlu

dilakukan penutur untuk mempengaruhi mitra tutur adalah mengujarkan hal

menarik perhatian mitra tutur dan diakhiri dengan usaha menyisipkan dorongan

untuk melakukan tindakan. E. Mulyasa (2006: 115) juga mengungkapkan

bahwa cara menarik perhatian peserta didik dengan memberi selingan sesuai

kehidupan peserta didik bahkan sesekali dengan humor yang menunjang

pembelajaran.

Sedangkan saat penutur menghadapi konteks pengetahuan mitra tutur tidak

sesuai dengan tujuan pembelajaran dengan tuturan yang seolah-olah

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 167: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

152

menyetujui dan dilanjutkan pengetahuan baru yang diakhiri jeda panjang untuk

memastikan mitra tutur menyetujuinya. Secara singkat, guru menggunakan

tuturan yang melanggar dua maksim sekaligus yaitu maksim kuantitas dan

kualitas saat menghadapi konteks ini. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

Cohen dalam Jalaluddin Rakhmat (2001: 298) yang menyimpulkan urutan

tuturan yang pro-kontra lebih efektif dalam memperhalus nasihat, jaminan dan

sindiran pada mitra tutur dibanding kritik langsung. Untuk itulah guru biasanya

bekerja sama dengan wali murid agar materi yang diajarkan di kelas mudah

diterima karena juga diajarkan di lingkungan keluarga. Uraian tersebut sesuai

pendapat Mulyasa (2005: 54) yang menyatakan bahwa salah satu peran guru

dalam pembelajaran adalah “pemindah kemah” yang secara tidak langsung

menuntut guru untuk mampu mengetahui masalah peserta didik, kepercayaan,

dan kebiasaan yang menghalangi kemajuan, serta membantu menjauhinya

untuk mandapatkan cara baru yang lebih sesuai tujuan pembelajaran.

b. Penutur dan mitra tutur

Hasil data penelitian yang didapat mengenai alasan penggunaan implikatur

percakapan di kelas V sangat berkaitan dengan kondisi mental penutur dan

mitra tutur. Hal ini terlihat saat guru menggunakan bahasa Jawa krama

terutama dalam penggunaan kata kerja untuk menghormati pendapat peserta

didik. Desi Ratnasari (2007: 3) menerangkan bahwa aturan tingkat tutur bentuk

karma dalam kata kerja digunakan untuk menyebutkan tindakan orang yang

posisinya lebih tinggi (dihormati) sehingga tidak boleh meninggikan diri

sendiri. Markhamah (2004: 61) juga menguraikan bahwa penutur juga perlu

memperhatikan aspek nonlinguistik yaitu sosial, ideologi, latar belakang

kultural, partisipan dan pendidikan mitra tutur. Hal ini dapat terlihat pada data

[67] saat peserta didik mencoba menuturkan pendapatnya dalam bahasa

Indonesia “anak kecil” disbanding kata cah cilik.. Masyarakat Jawa

mengganggap kata cah ‘anak’ hanya sopan jika diucapkan oleh orang yang

lebih tua dari mitra tutur. Secara rinci, penutur takut menyinggung perasaan

mitra tutur dengan melanggar maksim hubungan, dan penutur merasa tidak

percaya dengan mitra tutur dengan melanggar maksim kualitas.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 168: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

153

Peserta didik kelas V dianggap memiliki perasaan halus sehingga perlu

dijaga “muka” agar tidak tersinggung. Hal ini sesuai pendapat Ronald L. Partin

(2009: 19) yang memberikan salah satu cara mengajak peserta didik aktif

dalam pembelajaran adalah mengurangi iklim kelas kompetitif yang destruktif

dan mengkritik secara langsung di depan peserta didik lain. Oleh karena itu,

satu cara yang sering ditemukan dalam penelitian ini adalah melanggar maksim

hubungan yang berusaha mengaitkan tuturan yang dianggap orang lain (pihak

ketiga) tidak berhubungan agar penutur terkesan memerintah, memaksa,

menyalahkan, sombong atau mengekang mitra tutur.

Karaktistik peserta didik kelas V ini juga sangat antusias dalam merespon

tuturan guru sehingga membuat guru merasa tidak sopan untuk memerintah,

memaksa, atau menyalahkan pendapat peserta didik. Karena itulah dalam

penelitian ini, guru sering menggunakan tuturan yang melanggar maksim

kualitas dengan menyamakan tuturan peserta didik yang “memancing"

pembetulan pengetahuan yang dimiliki mitra tutur. Hal ini membuat mitra tutur

lebih merasa dihargai meskipun sebenarmya penutur tidak mempercayai

tuturan mitra tutur. Hasil penelitian Torane dalam Jack C. Richard (1995: 21)

juga menyimpulkan salah satu cara yang digunakan untuk membetulkan

konsep yang belum sesuai dengan penutur adalah menghindarkan topik melalui

tuturan yang membuat mitra tutur menyadari konsep yang benar untuk

memancing pembetulan dari mitra tutur.

c. Tujuan Tuturan

Ujaran berimplikatur percakapan menjadi suatu hal yang penting

dibandingkan ujaran langsung dalam suatu pembelajaran. Hal ini karena

berkaitan pencapaian tujuan tuturan terhadap mitra tutur dengan pemeliharaan

hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur. Dalam penelitian ini ditemukan

alasan penutur menggunakan implikatur percakapan adalah penutur mengacu

pada tuturan sebelumnya atau kompetensi yang ingin dicapai yang biasanya

ditandai dengan melanggar maksim kuantitas. Yang kedua karena penutur

memperhatikan keefektifan pembelajaran melalui pelanggaran maksim cara.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 169: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

154

Pelanggaran maksim kuantitas berdasarkan tuturan atau tujuan yang telah

diketahui kedua belah pihak (penutur dan mitra tutur) sebagai keterangan

maksud tuturan yang tersirat. Hal ini sesuai dengan hasil penyelidikan Pawley

dalam Jack C. Richard (1995: 23) yang menemukan bahwa percakapan yang

tidak bertata bahasa lengkap berisi klausa yang menunjukkan konsep atau

fungsi percakapan yang dikenali melalui kebenaran kultural dan reaksi

sebelumnya. Kaitannya dengan pembelajaran, E. Mulyasa (2006: 43)

menyebutkan bahwa guru merupakan orang kepercayaan bagi peserta didik

sehingga setiap tuturan guru dianggap sebagai suatu kebenaran oleh peserta

didik. Hal ini tidak terlepas dari budaya masyarakat Jawa yang masih

memegang “jarwa dhosok” guru iku digugu lan ditiru yang sangat

mempercayai guru dan menganggap guru adalah teladan bagi peserta didik.

Contohnya pada data [72], guru memberikan nasihat yang sebenarnya hanya

memperjelas tuturan salah satu peserta didik sebelumnya, tetapi justru

disepakati oleh seluruh peserta didik. Pelanggaran maksim tersebut sangat

mementingkan kejujuran, meskipun informasi yang disampaikan kurang atau

melebihi yang diinginkan mitra tutur sehingga tetap sopan.

Dalam penelitian ini, keefektifan pembelajaran merupakan alasan yang

digunakan penutur untuk melanggar maksim cara saat menjelaskan suatu hal

agar tidak terkesan memerintah, memaksa, menyombongkan diri, dan

mengekang mitra tutur. Pelanggaran maksim ini berhubungan dengan

keefektifan waktu dan strategi pembelajaran yang didukung tuturan guru atau

peserta didik. Hal ini sesuai dengan pendapat Grice dalam Geoffrey Leech

(1993: 11) bahwa tujuan dapat tidak tercapai jika informasi yang diberikan

terkesan menggurui atau cara bertutur kurang menarik. Sependapat dengan

pendapat tersebut, Made Wena (2009: 12) menyatakan bahwa guru dituntut

mampu merancang waktu dan strategi sesuai kondisi pembelajaran.

Selain menggunakan implikatur percakapan, dalam pembelajaran ini juga

ditemukan tuturan berbahasa Jawa untuk lebih memudahkan pemahaman mitra

tutur terhadap tuturan mitra tutur. Hal ini sesuai hasil penelitian Siregar dalam

Markhamah (2004: 62) yang menemukan perbedaan sikap seseorang yang

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 170: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

155

diajak berbicara dengan bahasa Jawa mengenai persoalan dinas yang

seharusnya dibicarakan dengan bahasa Indonesia dan sebaliknya, persoalan

yang seharusnya dibicarakan dengan bahasa Jawa, tetapi dibicarakan dengan

bahasa Indonesia. Begitu halnya dengan peserta didik yang lebih mudah

memahami materi pembelajaran dengan penjelasan bahasa Jawa terutama jika

materi tersebut masih asing bagi peserta didik. Sri Suwarni selaku wali kelas V

juga mengakui penggunaan bahasa Jawa sangat dominan dalam tuturan

berimplikatur percakapan saat pembelajaran bahasa Indonesia.

Berdasarkan hasil wawancara guru dan peserta didik yang menggunakan

tuturan berimplikatur percakapan, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa

alasan penggunaan tuturan tersebut dilakukan untuk menjaga perasaan mitra tutur

berdasar kompetensi yang diingin dicapai. Hal ini terbukti setelah peneliti

menggunakan wawancara dengan 6 peserta didik dan wali kelas V yang berperan

sebagai penutur sekaligus mitra tutur secara keseluruhan memaklumi dan mengerti

maksud tersembunyi tuturan berimplikatur percakapan hanya dengan mengaitkan

tuturan berimplikatur percakapan tersebut dengan tuturan sebelumnya. Dari

pernyataan enam peserta didik tersebut juga dapat diketahui bahwa implikatur

percakapan yang digunakan guru membuat keenam peserta didik tersebut tidak

merasa takut untuk mengungkapkan pendapatnya, meskipun pernah dimarahi atau

disindir saat melakukan kesalahan. Dan jika ditemukan beberapa peserta didik

sebagai mitra tutur tidak mengerti maksud tersembunyi tersebut lebih dikarenakan

peserta didik tersebut yang tidak masuk sekolah, sehingga guru kesulitan untuk

menyamakan stimulus yang akan diberikan kepada peserta didik.

Untuk itulah jika seorang penutur belum mengetahui karakteristik dan

kebiasaan mitra tutur sebaiknya penggunaan implikatur percakapan dihindari. Hal

ini agar tidak terjalin kesalahpahaman yang justru membuat mitra tutur

tersinggung. Selain penggunaan implikatur percakapan dan bahasa campuran

(bahasa Jawa dan Indonesia) mempengaruhi cara berbahasa peserta didik. Hal ini

terlihat dari hasil wawancara peneliti dengan peserta didik yang empat peserta

didik dari enam peserta didik yang diwawancarai menjawab dengan bahasa

campuran dan melanggar prinsip kerjasama seperti pelanggaran maksim kuantitas.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 171: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

156

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Peneliti dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data penelitian terhadap

adanya implikatur percakapan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V

SDN Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo seperti yang dijelaskan

pada bab IV maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Wujud implikatur percakapan yang ditemukan dalam pembelajaran bahasa

Indonesia di kelas V SDN Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo

sebagian besar dituturkan dalam bahasa Jawa dan terdiri atas enam

pelanggaran prinsip kerja sama yang didominasi oleh pelanggaran maksim

kuantitas berdasar respon mitra tutur baik berupa ujaran maupun tindakan.

Keterkaitan penggunaan implikatur percakapan dengan penerapan maksim

sopan santun dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: (1)

penerapan maksim kearifan didominasi pelanggaran maksim cara; (2)

penerapan maksim kedermawanan didominasi pelanggaran maksim kualitas;

(3) penerapan maksim pujian didominasi pelanggaran maksim kualitas; (4)

penerapan maksim kerendahan hati didominasi pelanggaran maksim

hubungan; (5) penerapan maksim kesepakatan didominasi pelanggaran

maksim kuantitas; (6) penerapan maksim gabungan kearifan dan pujian

didominasi pelanggaran maksim gabungan kuantitas dan kualitas; (7)

penerapan maksim gabungan kearifan dan kesepakatan didominasi

pelanggaran gabungan kuantitas dan kualitas; (8) penerapan maksim gabungan

kedermawanan dan kerendahan hati didominasi pelanggaran maksim

gabungan hubungan dan cara; dan (9) penerapan maksim gabungan

kedermawanan dan kesepakatan didominasi pelanggaran maksim gabungan

hubungan dan cara.

2. Pelanggaran prinsip kerja sama dalam penerapan prinsip sopan santun saat

interaksi dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V memiliki beberapa

fungsi dan tujuan antara lain: (1) implikatur percakapan yang berfungsi

156

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 172: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

157

kompetitif dan bertujuan direktif untuk mengajak saat menerapkan maksim

kearifan, menyarankan saat menerapkan maksim kedermawanan, dan

menasihati mitra tutur saat menerapkan maksim gabungan kearifan dan

pujian; (2) implikatur percakapan yang berfungsi menyenangkan dan

bertujuan ekspresif untuk memuji saat menerapkan maksim pujian, bertanya

saat menerapkan maksim kerendahan hati dan menyindir mitra tutur saat

menerapkan maksim gabungan kedermawanan dan kesepakatan; dan (3)

implikatur percakapan yang berfungsi menyenangkan dan bertujuan komisif

untuk menawarkan saat menerapkan maksim kesepakatan, menjamin saat

menerapkan maksim gabungan kearifan dan kesepakatan, serta kesanggupan

saat menerapkan maksim gabungan kedermawanan dan kerendahan hati.

3. Alasan penggunaan implikatur percakapan dalam pembelajaran bahasa

Indonesia di kelas V SDN Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo

pada umumnya adalah (1) unsur konteks tutur, (2) penutur dan mitra tutur,

serta (3) tujuan tuturan. Berdasarkan hasil wawancara yang dikaitkan dengan

pelanggaran prinsip kerja sama dapat diketahui beberapa alasan yaitu (1)

pengetahuan mitra tutur yang mendukung tujuan pembelajaran sebagai alasan

melanggar maksim gabungan hubungan dan cara; (2) jika pengetahuan mitra

tutur tidak sesuai tujuan pembelajaran sebagai alasan melanggar maksim

kuantitas dan kualitas; (3) penutur takut menyinggung perasaan mitra tutur

sebagai alasan melanggar maksim hubungan; (4) penutur merasa tidak percaya

dengan hal yang dikatakan mitra tutur sebagai alasan melanggar maksim

kualitas; (5) penutur mengacu pada tuturan sebelumnya atau kompetensi yang

ingin dicapai sebagai alasan melanggar maksim kuantitas; dan (6) penutur

memperhatikan keefektifan pembelajaran yang terlihat dengan pelanggaran

maksim cara.

B. Implikasi

Peneliti akan memaparkan implikasi yang berupa implikasi teoretis,

pedagogis, dan praktis berdasarkan kajian teori serta mengacu pada hasil

penelitian sebagai berikut.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 173: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

158

1. Implikasi teoretis dalam penelitian ini didasarkan pada keterkaitan hasil

penelitian dengan teori-teori yang digunakan peneliti. Penelitian ini

meyakinkan bahwa penggunaan implikatur percakapan dalam pembelajaran

di kelas akan mempengaruhi cara berbahasa peserta didik sebagai pihak

pebelajar bahasa. Banyaknya implikatur percakapan terutama implikatur

percakapan dengan bahasa Jawa yang dijumpai dalam interaksi pembelajaran

di kelas V SDN Pondok 1 dilakukan dengan beberapa fungsi dan tujuan. Salah

satunya adalah fungsi menyenangkan dan tujuan komisif sebagai penghargaan

yang diberikan guru kepada peserta didik untuk menumbuhkan kepercayaan

diri dalam berpendapat dengan mementingkan unsur kesopanan. Namun, pada

kenyataannya realisasi fungsi dan tujuan dengan menggunakan implikatur

pesercakapan justru mengesampingkan penggunaan bahasa Indonesia yang

baik dan benar sebagai tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah

dasar. Penerapan fungsi dan tujuan tuturan tersebut akhirnya berimplikasi

pada keberterimaan alasan penggunaan implikatur percakapan dalam

pembelajaran di kelas sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran bahasa

Indonesia yang benar, baik dan sopan.

2. Implikasi pedagogis berupa keterkaitan hasil penelitian ini dengan

pembelajaran. Pengaplikasian pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V telah

sampai pada tingkat berbahasa yang baik, benar dan santun sehingga cara

berbahasa guru baik sebagai bahasa pengantar maupun sebagai materi

pembelajaran merupakan salah satu contoh pembentuk kecakapan secara

intelektual dan emosional di masa depan. Penggunaan bahasa pengantar yang

baik dapat membuat perta didik lebih aktif dan mudah memahami materi

pelajaran. Secara tidak langsung, keaktifan peserta didik dalam keterampilan

berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik, benar dan santun menjadi salah

satu indikator tingkat keberhasilan pembelajaran bahasa Indonesia. Selain itu,

dapat juga digunakan sebagai sarana belajar keterampilan berbahasa Indonesia

yang bukan hanya sekedar belajar teori, melainkan juga diterapkan secara

komunikatif dan wajar dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai sarana belajar

yang secara konsisten dicontohkan guru kepada peserta didik kelas V,

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 174: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

159

penggunaan tuturan berimplikatur percakapan bahkan dengan bahasa

campuran yang tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku akan mempengaruhi

cara berbahasa peserta didik. Dalam hal ini peran wali kelas sekaligus guru

bahasa Indonesia sangat penting dalam pembinaan bahasa Indonesia bagi

peserta didik. Wali kelas harus dapat menanamkan kebiasaan kepada siswa

agar dapat menggunakan tuturan berbahasa Indonesia yang baik, benar, dan

sopan. Hal ini dikarenakan kelas V merupakan tingkat awal tuntutan

ketercapaian kompetensi berbahasa Indonesia yang mementingkan unsur

kesopanan selain baik dan benar. Dengan kata lain, pembelajaran bahasa

Indonesia digunakan sebagai tumpuan yang baku, meskipun secara tidak sadar

juga telah diterapkan di tingkatan kelas sebelumnya. Jika tuntutan ini dapat

dicapai maka pembelajaran bahasa Indonesia akan lebih terarah pada fungsi

utama bahasa yaitu komunikasi sekaligus mengembangkan ranah afektif dan

psikomotorik peserta didik.

3. Implikasi praktis dalam penelitian ini berupa keterkaitan hasil penelitian

terhadap penggunan implikatur percakapan pada pembelajaran bahasa

Indonesia selanjutnya. Pemaparan hasil penelitian terhadap wujud, fungsi dan

tujuan, serta alasan yang mendasari penutur (guru atau peserta didik) dapat

membantu guru dalam memilih strategi berbahasa Indonesia selanjutnya

sehingga dapat memudahkan dan mengaktifkan peserta didik dengan tetap

memperhatikan penggunaan bahasa Indonesia yang baik, benar dan sopan.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dapat juga digunakan sebagai contoh

konkret bahwa pengetahuan tentang karakteristik mitra tutur dalam

menghubungkan tuturan dengan konteks tutur merupakan salah satu syarat

mutlak yang harus dipahami penutur saat menggunakan implikatur percakapan

yang mementingkan kesopanan. Guru atau peserta didik selaku mitra tutur

memiliki kebiasaan dan pengalaman yang beragam dengan tingkat

pemahaman dan pengetahuan berbahasa yang berbeda-beda pula. Hal ini

menjadi tantangan besar bagi guru agar maksud tersembunyi yang ingin

disampaikan dapat benar-benar dipahami oleh peserta didik, begitu pula

peserta didik yang menggunakan tuturan berimplikatur percakapan. Untuk

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 175: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

160

mencapai tujuan tersebut, penutur perlu menghindari pelanggaran maksim

kerja sama tanpa mengetahui karakteristik mitra tutur dalam menghubungkan

tuturan dengan konteks tutur. Oleh karena itu, penutur (guru atau peserta

didik) hendaknya lebih mengenal mitra tutur dan selektif dalam menggunakan

tuturan berimplikatur dalam menjaga kesopanan dalam hubungan sosial antara

guru dan peserta didik, tetapi tetap professional dalam melaksanakan

pembelajaran.

C. Saran

Penulis juga memberikan beberapa saran yang didasari oleh hasil

penelitian dan implikasi penelitian di atas sebagai berikut.

1. Bagi sekolah

SDN Pondok 1 Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo sebagai instansi

terkait dalam penelitian ini diharapkan meningkatkan kualitas keprofesionalan

guru dan peserta didik dalam pembelajaran bahasa Indonesia, misalnya

dengan mengadakan UKBI (Ujian Kemahiran Bahasa Indonesia) atau

pelatihan keterampilan mengajar bagi guru secara periodik.

2. Bagi guru atau pengajar bahasa Indonesia

Para guru atau pengajar bahasa Indonesia diharapkan membantu mengarahkan

dan membekali peserta didik menggunakan bahasa Indonesia yang baik, benar

dan sopan sehingga peserta didik juga akan terbiasa menggunakan bahasa

Indonesia yang baik, benar dan sopan sesuai fungsi bahasa disamping teori

bahasa sebagai landasan.

3. Bagi peserta didik

Peserta didik diharapkan dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan

benar dengan memilah cara berbahasa yang dicontohkan guru karena tidak

semua tuturan guru yang sopan, juga sopan jika dituturkan oleh peserta didik.

4. Bagi peneliti lain

Peneliti lain diharapkan untuk menindaklanjuti penelitian implikatur

percakapan dalam pembelajaran bahasa Indonesia ini, tetapi dengan ruang

lingkup yang lebih sempit. Sehingga kedalaman analisis masalah mendasar

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 176: IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

161

dapat diketahui. Selain itu, penelitian ini hanya terbatas pada percakapan yang

terjadi saat pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V, sehingga penggunaan

implikatur percakapan selalu dihubungkan dengan kompetensi dasar yang

telah dibakukan. Sehingga diharapkan adanya penelitian implikatur

percakapan di luar kelas yang dapat menjamin kealamiahan dan fleksibilitas

percakapan untuk mengetahui lebih dalam mengenai kesantunan dialek bahasa

daerah yang mempengaruhi tuturan.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.