Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PELAKSANAAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI
PERKOTAAN (P2KP) DALAM RANGKA PENANGGULANGAN
KEMISKINAN DI KELURAHAN DOMPAK TAHUN 2015
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
DODDY SUPRIYANTO
NIM : 090565201011
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DANILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
1
PELAKSANAAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI
PERKOTAAN (P2KP) DALAM RANGKA PENANGGULANGAN
KEMISKINAN DI KELURAHAN DOMPAK TAHUN 2015
DODDY SUPRIYANTO
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Danilmu Politik Universitas
Maritim Raja Ali Haji
A B S T R A K
Program bantuan kepada masyarakat miskin diberikan dalam bentuk dana
yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan yang diusulkan masyarakat dan
juga untuk pendampingan teknis yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan itu.
Dana bantuan Program Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan merupakan
dana hibah dana pinjaman yang disalurkan kepada Kelompok Swadaya Masyarakat
secara langsung dengan sepengetahuan konsultan yang mengelola Program
Peningkatan Kualitas Permukiman Di Perkotaan disuatu wilayah kerja, penanggung
jawab operasional kegiatan yang ditunjuk serta badan yang sudah dibentuk dalam hal
ini adalah Badan Keswadayaan Masyarakat.
Tujuan dalam penelitian ini Untuk Pelaksanaan Program Penanggulangan
Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP) Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan Di
Kelurahan Dompak Tahun 2015. Informan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 5
orang. Analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah analisa data
kualitatif.
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Pelaksanaan Program
Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP) Dalam Rangka Penanggulangan
Kemiskinan Di saat ini kurangnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi,
mereka harus dimobilisasi. Kemudian bahwa sudah adanya anggaran dalam
menjalankan peraturan daerah ini namun belum mencukupi. Hal ini tentunya menjadi
perhatian bagi pemerintah untuk membuat kebijaksanaan dalam menjalankan
kebijakan yang mana adanya dana operasional untuk menjalankan tugasnya.
Kata Kunci : Pelaksanaan Program, Peningkatan Kualitas Pemukiman
2
A B S T R A C T
Programme of assistance to the poor is given in the form of funds that can be
used for the proposed activities of the community and also for technical assitance is
required in the performance of that activity. Quality Improvement Program grant
Settlements In urban grant funds disbursed loans to groups of Ngos directly with the
knowledge of consultants who manage Program quality improvement of urban
settlements in the region, was in charge of the operational activities of the agencies
designated as well as already established in this regard is the Keswadayaan
community.
The goal in this research for the implementation of poverty reduction Programs
in urban areas (P2KP) in the framework of poverty reduction in Kelurahan of
Dompak by 2015. Informants in this study that is as much as 5 people. The analysis
of the data used in this study is the analysis of qualitative data.
Conclusions in this study is the implementation of poverty reduction Programs in
urban areas (P2KP) in the framework of poverty reduction in the current lack of
awareness of the community to participate, they must be mobilized. Then that it was
the existence of a budget in the run rules this area has not yet been sufficient. This is
certainly a concern for Governments to make policy in the exercise of discretion
where the existence of operational funds to perform its task.
Keywords: Program Execution, Increased Quality Of Locality
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program Penanggulangan
Kemiskinan Di Perkotaan (P2KP)
merupakan salah satu proyek nasional
yang dilaksanakan oleh pemerintah
Indonesia dalam rangka menanggulangi
berbagai persoalan kemiskinan yang
terjadi di masyarakat, khususnya bagi
masyarakat yang tinggal di wilayah
perkotaan (urban). Pemerintah
Indonesia selanjutnya menugaskan
Direktorat Jenderal Perumahan dan
Permukiman sebagai pelaksana proyek
(executing agency) dari P2KP.
Program Penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)
merupakan program pemerintah yang
secara substansi berupaya dalam
penanggulangan kemiskinan melalui
konsep memberdayakan masyarakat
dan pelaku pembangunan lokal lainnya,
termasuk Pemerintah Daerah dan
kelompok peduli setempat, sehingga
dapat terbangun "gerakan kemandirian
penanggulangan kemiskinan dan
pembangunan berkelanjutan", yang
bertumpu pada nilai-nilai luhur dan
prinsip-prinsip universal. (Dikutip dari :
Buku Pedoman Umum P2KP-3, Edisi
Oktober 2005).
P2KP dijalankan oleh Badan
Keswadayaan Masyarakat (BKM),
dimana BKM pada prinsipnya adalah
wadah sinergis masyarakat bagi orang-
orang yang peduli terhadap
permasalahan kemiskinan di
komunitasnya. Dalam melaksanakan
misi pemberdayaan masyarakat, BKM
menumbuhkembangkan kelompok-
kelompok swadaya masyarakat sebagai
media belajar masyarakat untuk
memecahkan masalah kemiskinan
secara mandiri. Fungsi BKM adalah
sebagai wadah sinergi berbagai upaya
penanggulangan kemiskinan dan
pemberdayaan masyarakat. Badan ini
memfasilitasi kebutuhan dari
kelompok-kelompok swadaya
masyarakat (KSM) yang ada atau
masyarakat miskin pada umumnya
untuk dapat terus tumbuh, berkembang
jaringan usahanya dan meningkatkan
perekonomiannya. (Kurnia, dkk : 2014:
35)
Keswadayaan adalah istilah yang
sudah muncul sejak tahun 1967-an,
istilah Keswadayaan (yang menandai
suatu keadaan), digunakan dalam
menunjukkan suatu proses, yaitu
memberdayakan, dan sinonim dengan
istilah Kemandirian. keswadayaan
bertalian dengan proses menjadikan
berdaya, “berdiri atas kaki sendiri”,
“self-supporting” atau “self-reliant”,
dalam segala aspek kehidupan -
ekonomi, sosial, budaya, politik – yang
mencakup individu maupun kelompok,
dan diperluas kepada masyarakat dan
negara. (Sumber :
http://ameliaarletha.blogspot.co.id/2011
/04)
BKM/LKM disamping sebagai
dewan pengambilan keputusan juga
untuk menggalang potensi dan sumber
daya, baik yang dimiliki masyarakat
maupun yang bersumber dari luar
(channeling), dalam upaya
menanggulangi berbagai persoalan
pembangunan di wilayah
desa/kelurahan. BKM/LKM juga
merupakan jembatan penghubung
aspirasi warga ke pemerintahan
desa/kelurahan serta memperjuangkan
kebutuhan warga di tingkat
desa/kelurahan dalam
musbangdes/kelurahan.
4
BKM Tanjungpinang telah berdiri
sejak tahun 2006 dan sudah banyak
yang dilakukan dalam rangka untuk
membantu pelaksanaan program-
program pemerintah dalam bidang
penanggulangan kemiskinan. Berikut
bantuan yang pernah diberikan kepada
masyarakat Dompak yang dibantu oleh
BKM.
Program bantuan kepada
masyarakat miskin diberikan dalam
bentuk dana yang dapat dimanfaatkan
untuk berbagai kegiatan yang diusulkan
masyarakat dan juga untuk
pendampingan teknis yang diperlukan
dalam pelaksanaan kegiatan itu. Dana
bantuan P2KP merupakan dana hibah
dana pinjaman yang disalurkan kepada
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)
secara langsung dengan sepengetahuan
konsultan yang mengelola P2KP
disuatu wilayah kerja, penanggung
jawab operasional kegiatan yang
ditunjuk serta badan yang sudah
dibentuk dalam hal ini adalah BKM
(Badan Keswadayaan Masyarakat).
Sudah banyak program yang ada di
Kelurahan Dompak ini, namun masih
banyak pelaksanaannya tidak sesuai
dengan harapan, pendataan yang belum
menyeluruh, kemudian kegagalan
pelaksanaan program, dapat dilihat
bahwa jika ada bantuan modal, maka
modal yang diberikan tidak berputar,
begitu juga dengan bantuan lain yang
kurang tepat sasaran, hal ini tentu
menjadi perhatian dari BKM karena
BKM dibentuk untuk membantu
pemerintah dalam program-program
kesejahteraan masyarakat khususnya
dalam program penanggulangan
kemiskinan.
Adapun kegiatan yang
dilaksanakan pada kegiatan P2KP
berdasarkan keputusan dari direktur
Pengembangan Kawasan Permukiman
Dirjen Ciptakarya Kementerian
pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat No. UM-01.11-CK/678 pada
tanggal 03 September 2015, perihal
penetapan daftar lokasi Kegiatan
Program Peningkatan Kualitas
Kawasan permukiman (P2KKP) tahun
2015. sebagai berikut :
1. Kegiatan pendampingan
masyarakat untuk menyusun
profil kumuh Tahun Anggaran
2015 yang dilaksanakan di 269
Kabupaten/Kota.
2. Pencairan dan pemanfaatan DIP
PKP2B provinsi untuk kegiatan
:
3. Penataan Lingkungan
Permukiman Berbasis
Komunitas (PLPBK) di 223
kelurahan di 89
Kabupaten/Kota.
4. Peningkatan Penghidupan
Masyarakat berbasis Komunitas
(PPMK) di 845 Kelurahan di 96
Kabupaten/Kota.
5. Pengurangan Resiko Bencana
berbasis Komunitas (PRBBK)
di 10 Kelurahan di 2 Kota.
6. Pilot Business Development
Center (BDC) di 15
Kabupaten/Kota.
7. Pelatihan Masyarakat di 11.067
Kelurahan di 269
Kabupaten/Kota.
8. Pengadaan komputer dan piranti
lunak di 11.067 Kelurahan di
269 Kabupaten/Kota.
9. Pencairan dan Pemanfaatan
DIPA PIP Kabupaten/Kota
Tahun Anggaran 2015 di 4.076
5
Kelurahan di 91
Kabupaten/Kota.
Penanganan masalah
kemiskinan struktural dan multidimensi
harus dimulai dari sisi aspek moral
manusianya secara mendasar dan
mendorong terwujudnya pembangunan
berkelanjutan (sustainable
development). Sudah menjadi
kewajiban pemerintah daerah untuk
menyediakan permukiman dan
perumahan yang layak bagi
masyarakatnya sesuai amanat Undang-
undang Nomor 01 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pemerintah kabupaten/kota diwajibkan
untuk melakukan peningkatan kualitas
permukiman kumuh. Untuk penaganan
permukiman kumuh ada dua bentuk
penanganan yang bisa dilakukan yaitu
pencegahan dan peningkatan kualitas.
Berdasarkan uraian diatas, dan
fenomena-fenomena yang terjadi
dilapangan maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian lebih jauh dan
menyusun dalam satu usulan penelitian
dengan judul: “PELAKSANAAN
PROGRAM PENANGGULANGAN
KEMISKINAN DI PERKOTAAN
(P2KP) DALAM RANGKA
PENANGGULANGAN
KEMISKINAN DI KELURAHAN
DOMPAK TAHUN 2015”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian
dengan merumuskan masalah sebagai
berikut: Bagaimana Pelaksanaan
Program Penanggulangan Kemiskinan
Di Perkotaan (P2KP) Dalam Rangka
Penanggulangan Kemiskinan Di
Kelurahan Dompak Tahun 2015?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah Adapun
tujuan dari penelitian yang dilakukan
adalah: Untuk mengetahui pelaksanaan
Program Penanggulangan Kemiskinan
Di Perkotaan (P2KP) Dalam Rangka
Penanggulangan Kemiskinan Di
Kelurahan Dompak Tahun 2015
2. Kegunaan Penelitian
1) Secara praktis penelitian ini
diharapkan dapat
memberikan sumbangan
pemikiran dalam
pengembangan ilmu
pengetahuan pada bidang
pemerintahan khususnya
dalam memberdayakan
masyarakat nelayan.
2) Hasil penelitian ini
diharapkan dapat
memberikan sumbangan
pemikiran bagi pemerintah
sekaligus bahan
pertimbangan dalam
penentuan kebijakan
selanjutnya.
3) Sebagai referensi dan
pertimbangan untuk
penelitian berikutnya.
D. Konsep Operasional
Pengertian Operasional adalah konsep
yang bersifat abstrak untuk
memudahkan pengukuran suatu
variabel. atau operasional dapat
diartikan sebagai pedoman dalam
melakukan suatu kegiatan ataupun
pekerjaan penelitian. Definisi
operasional menurut karakteristik yang
diobservasi untuk didefinisikan atau
mengubah konsep-konsep yang berupa
konstruk dengan kata-kata yang
menggambarkan suatu perilaku atau
6
gejala yang diamati, diuji dan di
tentukan kebenarannya kepada orang
lain, maka dalam peneitan ini perlu ada
batasan penelitian atau defenisi konsep
dalam variable :
1. Komunikasi Tanpa adanya
komunikasi maka pelaksanaan
kebijakan tidak bisa berjalan
dengan efektif. Dengan
komunikasi para pelaksana akan
lebih mudah melaksanakan
tujuan-tujuan atau maksud dari
kebijakan.
2. Sumber – Sumber Sumber-
sumber layak mendapat
perhatian dalam melaksanakan
kebijakan baik itu sumber daya
manusia, sarana dan prasarana
serta sumber dana. Tanpa
adanya sumber-sumber maka
kebijakan yang telah
dirumuskan mungkin hanya
akan menjadi rencana saja tanpa
adanya realisasi.
3. kecenderungan-kecendrungan
Kecenderungan dari para
pelaksanan kebijakan
merupakan faktor yang
mempunyai konsekuensi-
konsekuensi penting bagi
implementasi kebijakan yang
efektif. jika para pelaksana
bersikap baik terhadap suatu
kebijakan tertentu, dan hal ini
berarti adanya dukungan,
kemungkinan besar mereka
melaksanakan kebijakan sesuai
dengan yang diinginkan
pembuat kebijakan awals.
Demikian pula sebaliknya, bila
tingkah laku para pelaksana
berbeda dengan para pembuat
keputusan,, maka proses
pelaksanaan suatu kebijakan
akan menjadi semakin sulit.
4. Struktur Birokrasi Birokrasi
merupakan salah satu badan
yang paling sering bahkan
secara keseluruhan menjadi
pelaksana kebijakan. Kerja sama
yang baik dalam birokrasi dan
struktur yang kondusif akan
membuat pelaksanaan kebijakan
efektif.
E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode
deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Bahwa dengan
metodologi kualitatif penelitian
melakukan prosedur penelitian
yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata
tertulis maupun lisan dari orang-
orang dan perilaku yang
diamati. Pendekatan kualitatif
akan memperoleh suatu
pemahaman yang berdasarkan
pada metodologi yang
menyelidiki suatu fenomena
sosial dan masalah manusia.
Pada pendekatan ini, peneliti
membuat suatu gambaran,
meneliti kata-kata, laporan
terinci dari pandangan informan,
dan melakukan studi pada
situasi yang alami.
Melalui metode deskriptif juga dapat
membantu menemukan pemecahan
masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan/melukiskan keadaan
subyek/ obyek penelitian (seseorang,
lembaga, masyarakat dan lain-lain)
pada saat sekarang berdasarkan fakta-
fakta yang tampak atau sebagaimana
adanya. Dengan metode penelitian
deskriptif kualitatif peneliti mampu
mendeskripsikan data yang peneliti
dapat dilapangan dan menjelaskan data
atau kejadian dengan kalimat-kalimat.
7
F. Teknik Analisis Data
Analisa data merupakan bagian yang
sangat penting dalam metode penelitian
karena dengan analisa data tersebut
dapat diberi arti dan makna yang
berguna dalam memecahkan masalah
penelitian.
Analisa data yang dilakukan semenjak
awal sampai akhir penelitian bertujuan
untuk memahami makna yang
terkandung dalam data. Data yang
diperoleh akan dianalisa melalui analisa
deskriptif kualitatif, yaitu data yang
diperoleh dilukiskan atau digambarkan
secara sistematis sehingga dapat
diperoleh suatu kesimpulan.
II. LANDASAN TEORI
1. Kebijakan
Kebijakan pada dasarnya
merupakan ketentuan-ketentuan yang
harus dijadikan pedoman, pegangan
atau petunjuk bagi setiap usaha dan
kegiatan dari aparatur
pemerintah/pegawai. Kebijakan
dengan demikian mencakup
keseluruhan petunjuk organisasi.
Dengan kata lain, kebijakan adalah
hasil keputusan manajemen puncak
yang dibuat dengan hati-hati yang
intinya berupa tujuan-tujuan, prinsip-
prinsip dan aturan-aturan yang
mengarahkan organisasi melangkah
kemasa depan. Secara ringkas
ditegaskan bahwa hakikat kebijakan
sebagai petunjuk dalam organisasi.
Kebijakan adalah suatu tindakan yang
mengarah pada tujuan yang diusulkan
oleh seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam lingkungan tertentu
sehubungan dengan adanya hambatan-
hambatan tertentu seraya mencari
peluang-peluang untuk mencapai
tujuan atau mewujudkan sasaran yang
diinginkan”.
Kebijakan publik adalah hasil
pengambilan keputusan oleh
manajemen puncak baik berupa
tujuan, prinsip, maupun aturan
yang berkaitan dengan hal-hal
strategis untuk mengarahkan
manajer dan personel dalam
menentukan masa depan
organisasi yang berimplikasi bagi
kehidupan masyarakat. Suatu
kebijakan publik yang telah
diterima dan disahkan (adapted)
tidaklah akan ada artinya apabila
tidak dilaksanakan. Untuk itu
implementasi kebijakan publik
haruslah berhasil, malahan tidak
hanya implementasinya saja yang
berhasil, akan tetapi tujuan (goal)
yang terkandung dalam kebijakan
publik itu haruslah tercapai yaitu
terpenuhinya kepentingan
masyarakat (public inters).
Kebijakan publik adalah sebagai
kebijakan yang dibuat oleh badan-
badan pemerintah dan para aktor
politik yang bertujuan untuk
menyelesaikan masalah publik.
Menurut Dye (Subarsono:2008:2)
kebijakan publik adalah apapun
pilihan pemerintah untuk
melakukan atau tidak melakukan.
Dari pendapat diatas dijelaskan
bahwa kebijakan publik mencakup
sesuatu yang tidak dilakukakn
oleh pemerintah disamping yang
dilakukan oleh pemerintah ketika
pemerintah menghadapi suatu
masalah publik. Kebijakan itu
merupakan rumusan suatu
tindakan yang dikembangkan dan
diputuskan oleh instansi atau
pejabat pemerintah guna
mengatasi atau mempertahankan
suatu kondisi.
Maka dapat disimpulkan bahwa
kebijakan itu merupakan
8
serangkaian tindakan atau
kegiatan yang diusulkan oleh
seseorang atau pemerintah, untuk
mengatasi suatu persoalan atau
permasalahan yang terdapat dalam
masyarakat, sehingga dengan
kebijakan ini diharapkan akan
dapat mengatasi permasalahan
yang terdapat dalam masyarakat,
sehingga dengan kebijakan ini
diharapkan akan dapat mengatasi
permasalahan tersebut. Jenis-Jenis
Kebijakan Jenis kebijakan publik
menurut James Anderson
sebagaimana dikutip Suharno
(2010: 24-25) menyampaikan
kategori kebijakan publik sebagai
berikut:
Substantive and Procedural
Policies. Substantive Policy
adalah Suatu kebijakan dilihat dari
substansi masalah yang dihadapi
oleh pemerintah. Procedural
Policy Suatu kebijakan dilihat dari
pihak-pihak yang terlibat dalam
perumusannya (Policy
Stakeholders).
Distributive, Redistributive, and
Regulatory Policies. Distributive
Policy adalah suatu kebijakan
yang mengatur tentang pemberian
pelayanan/keuntungan kepada
individu-individu, kelompok-
kelompok, atau perusahaan-
perusahaan. Redistributive Policy
adalah Suatu kebijakan yang
mengatur tentang pemindahan
alokasi kekayaan, pemilikan, atau
hak-hak. Regulatory Policy yaitu
suatu kebijakan yang memgatur
tentang pembatasan/pelarangan
terhadap perbuatan/ tindakan.
Material Policy. Suatu kebijakan
yang mengatur tentang
pengalokasian/penyediaansumber-
sumber material yang nyata bagi
penerimanya.
Public Goods and Private Goods
Policies. Public Goods Policy
adalah suatu kebijakan yang
mengatur tentang penyediaan
barang-barang/pelayanan-
pelayanan oleh pemerintah, untuk
kepentingan orang Private Goods
Policy yaitu suatu kebijakan yang
mengatur tentang penyediaan
barang-barang/pelayanan oleh
pihak swasta, untuk kepentingan
individu-individu (perorangan) di
pasar bebas, dengan imbalan biaya
tertentu.
Dalam penelitian ini jenis
penelitian Substantive and
Procedural Policies. Substantive
Policy adalah Suatu kebijakan
dilihat dari substansi masalah
yang dihadapi oleh pemerintah.
Procedural Policy Suatu kebijakan
dilihat dari pihak-pihak yang
terlibat dalam perumusannya
(Policy Stakeholders). Pemerintah
sebagai pelaku utama
implementasi kebijakan publik
memiliki dua fungsi menurut
Widodo (2013:43) yakni fungsi
politik dan fungsi administratif.
Fungsi politik terkait dengan
fungsi pemerintah sebagai
pembuat kebijakan, sedangkan
fungsi administrasi terkait dengan
fungsi pemerintah sebagai
pelaksana kebijakan. Oleh karena
itu, pemerintah sebagai lembaga
pembuat dan pelaksana kebijakan
publik memiliki kekuatan diskretif
(discretionary power) dalam
pembuatan dan pelaksanaan
kebijakan tersebut. Oleh karena
itu, aktor-aktor lain juga harus
memainkan peran pengawasan
9
dalam pelaksanaan kebijakan
tersebut.
Menurut Dwiyanto (2009: 140):
“Proses politik kebijakan adalah
proses melegitimasi kebijakan
publik dengan menyandarkan pada
proses pembahasan kebijakan di
lembaga politik yang diakui
sebagai representative publik. Jika
lembaga politik yang
representative dari kebijakan
benar-benar menampung aspirasi
publik, maka kebijakan yang
direkomendasikan tidak
mengalami hambatan untuk
dilegitimasikan menjadi sebuah
kebijakan “
Edwards III dan Sharkansky dalam
Hariyoso (2002: 62) mengartikan
bahwa kebijakan publik adalah
pernyataan pilihan tindakan
pemerintah yang berupa tujuan
dan program pemerintah.
Sedangkan Thomas R. Dye (dalam
Sumaryadi, 2005 :19).
berpendapat bahwa kebijaksanaan
negara ialah pilihan tindakan
apapun yang dilakukan atau tidak
yang dilakukan oleh pemerintah.
Menurut Woll (dalam Tangkilisan:
2003:2) menyebutkan bahwa
kebijakan publik ialah sejumlah
aktivitas pemerintah untuk
memecahkan masalah di
masyarakat, baik secara langsung
maupun melalui berbagai lembaga
yang mempengaruhi kehidupan
masyarakat. Thomas R Dye
sebagaimana dikutip Islamy
(2009: 19) mendefinisikan
kebijakan publik sebagai apapaun
yang dipilih pemerintah untuk
dilakukan atau untuk tidak
dilakukan.
Menurut Ramesh (2000:74), proses
kebijakan terdiri atas 6 tahap:
permulaan /penanaman (invensi),
estimasi (perkiraan),
seleksi (pemilihan),
implementasi (penerapan),
evaluasi (penilaian),
terminasi (penyelesaian).
Definisi ini menekankan bahwa
kebijakan publik adalah mengenai
perwujudan “tindakan” dan bukan
merupakan pernyataan keinginan
pemerintah atau pejabat publik
semata. Di samping itu pilihan
pemerintah untuk tidak melakukan
sesuatu juga merupakan kebijakan
publik karena mempunyai
pengaruh (dampak yang sama
dengan pilihan pemerintah untuk
melakukan sesuatu). Terdapat
beberapa ahli yang mendefiniskan
kebijakan publik sebagai tindakan
yang diambil oleh pemerintah
dalam merespon suatu krisis atau
masalah publik.
Sedangkan Ekowati (2005:78)
menyebutkan bahwa
kebijaksanaan adalah suatu taktik
dan strategi yang diarahkan untuk
mencapai suatu tujuan. Oleh
karena itu suatu kebijaksanaan
harus memuat 3 (tiga) elemen,
yaitu :
Identifikasi dari tujuan yang ingin
dicapai.
Taktik atau strategi dari berbagai
langkah untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
Penyediaan berbagai input untuk
memungkinkan pelaksanaan
secara nyata dari taktik atau
strategi.
Sebuah kebijakan publik akan
disusun berdasarkan sebuah proses
sebagai berikut: identifikasi,
formulasi, adopsi, implementasi
dan evaluasi. Dalam proses
10
identifikasi, pemerintah
merasakan adanya masalah yang
harus diselesaikan dengan
pembuatan kebijakan.
Berdasarkan identifikasi tersebut
dilakukanlah formulasi kebijakan.
Kebijakan disusun berdasarkan
alternatif-alternatif tindakan dan
partisan. Setelah alternatif
tindakan dan partisipan disusun,
maka proses adopsi dilakukan
dengan memilih alternatif terbaik
dengan memperhatikan syarat
pelaksanaan, partisipan, proses
dan muatan kebijakan. Tahap
selanjutnya adalah implementasi
kebijakan. Implementasi kebijakan
terkait dengan pihak-pihak yang
terlibat, tindakan yang dilakukan
dan dampak terhadap muatan
kebijakan itu sendiri.
2. Implementasi
Menurut Winarno (2007:144)
Implementasi dipandang secara
luas mempunyai makna
pelaksanaan undang-undang
dimana berbagai aktor, organisasi,
prosedur dan teknik bekerja
bersama-sama menjalankan
kebijakan dalam upaya untuk
meraih tujuan-tujuan kebijakan.
Implementasi pada sisi yang lain
merupakan fenomena yang
kompleks yang mungkin dapat
dipahami sebagai suatu proses,
suatu keluaran (output) maupun
sebagai suatu dampak (outcome).
Dalam sebuah kebijakan harus di
laksanakan atau
diimplementasikan agar mampu
mencapai tujuan. Seperti program
yang telah dibuat berkaitan
dengan Program Peningkatan
Kualitas Permukiman Di
Perkotaan (P2KP), Pemerintah
daerah berkewajiban menjalankan
program tersebut menjalankan
alternatif kebijakan yang telah
ditetapkan untuk dimanifestasikan
dalam tindakan nyata.
Ripley dan Franklin (dalam
Winarno, 2007;145) berpendapat
bahwa implementasi adalah apa
yang terjadi setelah undang-
undang ditetapkan yang
memberikan otoritas program,
kebijakan, keuntungan dan
benefit. Sementara itu , Grindle
(dalam Winarno 2007:146) juga
memberikan pandangannya
tentang implementasi dengan
mengatakan bahwa secara umum,
tugas implementasi adalah
membentuk suatu kaitan yang
memudahkan tujuan-tujuan
kebijakan bisa direalisasikan
sebagai dampak dari suatu
kegiatan pemerintah.
Dari beberapa pendapat di atas
dapat kita ketahui bahwa
implementasi menunjuk pada
sejumlah kegiatan yang mengikuti
pernyataan maksud tentang
tujuan-tujuan program dan hasil-
hasil yang diinginkan oleh para
pejabat pemerintah. Implementasi
mencakup tindakan-tindakan oleh
berbagai aktor, khususnya para
birokrat yang dimaksud untuk
membuat program berjalan.
Van Meter dan Van Horn (dalam
Winarno 2007:146) mengatakan
bahwa : “implementasi kebijakan
sebagai tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh individu-individu
(atau kelompok-kelompok)
pemerintah maupun swasta yang
diarahkan untuk mencapai tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan
dalam keputusan-keputusan
kebijakan sebelumnya. Tindakan-
tindakan ini mencakup usaha-
11
usaha untuk mengubah keputusan-
keputusan menjadi tindakan-
tindakan operasional dalam kurun
waktu tertentu maupun dalam
rangka melanjutkan usaha-usaha
untuk mencapai perubahan-
perubahan besar dan kecil yang
ditetapkan oleh keputusan-
keputusan kebijakan”. Nugroho
(2003:158) mengemukakan bahwa
implementasi kebijakan pada
prinsipnya adalah cara agar
sebuah kebijakan dapat mencapai
tujuannya.
Sama halnya dengan Program
Peningkatan Kualitas Permukiman
Di Perkotaan (P2KP) perlu
ditekankan adalah bahwa tahap
implementasi kebijakan tidak akan
dimulai sebelum tujuan-tujuan dan
sasaran-sasaran ditetapkan atau
diidentifikasikan oleh keputusan-
keputusan kebijaksanaan.
Suatu kebijakan yang telah
diterima dan disahkan tidaklah
akan ada artinya apabila tidak
dilaksanakan. Kebijakan itu
merupakan rumusan suatu
tindakan yang dikembangkan dan
diputuskan oleh instansi atau
pejabat pemerintah guna
mengatasi atau mempertahankan
suatu kondisi. Proses
implementasi kebijakan
merupakan proses yang rumit dan
kompleks. Kerumitan tersebut
disebabkan oleh banyak faktor,
baik menyangkut karakteristik
program-program kebijakan yang
dijalankan maupun oleh actor-
aktor yang terlibat dalam
implementasi kebijakan. Seperti
yang disebutkan oleh Lester dan
Steward (dalam Nugroho
2007:216) pelaku dalam
implementasi kebijakan meliputi
birokrasi, legislaitf, lembaga-
lembaga pengadilan, kelompok-
kelompok penekan, dan komunitas
organisasi. Implementasi
kebijakan haruslah berhasil,
malahan tidak hanya
implementasinya saja yang
berhasil, akan tetapi tujuan (goal)
yang terkandung dalam kebijakan
itu haruslah tercapai yaitu
terpenuhinya kepentingan
masyarakat. Menurut Edward III
(dalam Winarno, 2007:174) ada 4
faktor atau variabel krusial yang
menentukan keberhasilan suatu
kebijakan :
Komunikasi
Tanpa adanya komunikasi maka
pelaksanaan kebijakan tidak bisa
berjalan dengan efektif. Dengan
komunikasi para pelaksana akan
lebih mudah melaksanakan tujuan-
tujuan atau maksud dari
kebijakan.
Sumber – Sumber
Sumber-sumber layak mendapat
perhatian dalam melaksanakan
kebijakan baik itu sumber daya
manusia, sarana dan prasarana
serta sumber dana. Tanpa adanya
sumber-sumber maka kebijakan
yang telah dirumuskan mungkin
hanya akan menjadi rencana saja
tanpa adanya realisasi.
kecenderungan-kecendrungan
Kecenderungan dari para
pelaksanan kebijakan merupakan
faktor yang mempunyai
konsekuensi-konsekuensi penting
bagi implementasi kebijakan yang
efektif. jika para pelaksana
bersikap baik terhadap suatu
kebijakan tertentu, dan hal ini
berarti adanya dukungan,
kemungkinan besar mereka
melaksanakan kebijakan sesuai
12
dengan yang diinginkan pembuat
kebijakan awals. Demikian pula
sebaliknya, bila tingkah laku para
pelaksana berbeda dengan para
pembuat keputusan,, maka proses
pelaksanaan suatu kebijakan akan
menjadi semakin sulit.
Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan salah satu
badan yang paling sering bahkan
secara keseluruhan menjadi
pelaksana kebijakan. Kerja sama
yang baik dalam birokrasi dan
struktur yang kondusif akan
membuat pelaksanaan kebijakan
efektif.
Berdasarkan beberapa pendapat
tersebut di atas, dapat disimpulkan
implementasi kebijakan publik
adalah suatu tindakan pejabat
pemerintah atau lembaga
pemerintah dalam menyediakan
sarana untuk melaksanakan
progam yang telah ditetapkan
sehingga program tersebut
dampak menimbulkan dampak
terhadap tercapainya tujuan.
Mazmanian dan Sabatier (dalam
Wahab, 2001:68-69) merumuskan
“Proses implementasi
kebijaksanaan negara dengan lebih
rinci: “Implementasi adalah
pelaksanaan keputusan kebijakan
dasar, biasanya dalam bentuk
undang-undang namun dapat pula
berbentuk perintah-perintah atau
keputusan keputusan eksekutif
yang penting atas keputusan badan
peradilan. Lazimnya keputusan
tersebut mengidentifikasi masalah
yang ingin di atasi, menyebut
secara tegas tujuan/sasaran yang
ingin dicapai dan berbagai cara
untuk menstruktur/mengatasi
proses implementasinya”.
Proses ini berlangsung setelah
melalui sejumlah tahapan tertentu,
biasanya diawali dengan tahapan
pengesahan undang-undang,
kemudian output kebijakan dalam
bentuk pelaksanaan keputusan
oleh badan (instansi) pelaksanaan,
kesediaan dilaksanakannya
keputusan-keputusan tersebut oleh
kelompok-kelompok sasaran,
dampak nyata maupun yang
dikehendaki atau tidak dari output
tersebut, dampak keputusan
sebagai dipersepsikan oleh badan-
badan penting (atau upaya untuk
melakukan beberapa perbaikan)
terhadap undang-undang/peraturan
yang barsangkutan.
Van Meter dan Van Horn (dalam
Winarno 2007:146) mengatakan
bahwa :
“implementasi kebijakan sebagai
tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh individu-individu (atau
kelompok-kelompok) pemerintah
maupun swasta yang diarahkan
untuk mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan dalam
keputusan-keputusan kebijakan
sebelumnya. Tindakan-tindakan
ini mencakup usaha-usaha untuk
mengubah keputusan-keputusan
menjadi tindakan-tindakan
operasional dalam kurun waktu
tertentu maupun dalam rangka
melanjutkan usaha-usaha untuk
mencapai perubahan-perubahan
besar dan kecil yang ditetapkan
oleh keputusan-keputusan
kebijakan”.
Berdasarkan beberapa pendapat
tersebut diatas, dapat disimpulkan
implementasi kebijakan publik
adalah suatu tindakan pejabat
pemerintah atau lembaga
13
pemerintah dalam menyediakan
sarana untuk melaksanakan
progam yang telah ditetapkan
sehingga program tersebut
dampak menimbulkan dampak
terhadap tercapainya tujuan.
3. Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat adalah
proses pembangunan di mana
masyarakat berinisiatif untuk
memulai proses kegiatan sosial
untuk memperbaiki situasi dan
kondisi diri sendiri. Pemberdayaan
masyarakat hanya bisa terjadi
apabila warganya ikut
berpartisipasi. Sulistiyani (2004:7)
menjelaskan bahwa “Secara
etimologis pemberdayaan berasal
dari kata dasar „daya‟ yang berarti
kekuatan atau kemampuan”.
Bertolak dari pengertian tersebut,
maka pemberdayaan dimaknai
sebagai proses untuk memperoleh
daya, kekuatan atau kemampuan,
dan atau pemberian daya,
kekuatan atau kemampuan dari
pihak yang memiliki daya kepada
pihak yang kurang atau belum
berdaya. Sementara menurut
Prijono, S. Onny dan Pranarka,
A.M.W (1996:55), pemberdayaan
adalah proses kepada masyarakat
agar menjadi berdaya, mendorong
atau memotivasi individu agar
mempunyai kemampuan atau
keberdayaan untuk menentukan
pilihan hidupnya dan
pemberdayaan harus ditujukan
pada kelompok atau lapisan
masyarakat yang tertinggal.
Konsep pemberdayaan dapat
dikatakan merupakan jawaban atas
realitas ketidakberdayaan
(disempowerment). Mereka yang
tidak berdaya jelas adalah pihak
yang tidak memiliki daya atau
kehilangan daya. Mereka yang
tidak berdaya adalah mereka yang
kehilangan kekuatannya. Secara
lebih lengkap Pambudi, (2003: 54-
58) mengatakan bahwa suatu
pemberdayaan memiliki maksud
untuk :
Pemberdayaan bermakna kedalam,
kepada masyarakat berarti suatu
usaha untuk mentranspormasikan
kesadaran rakyat sekaligus
mendekatkan masyarakat dengan
akses untuk perbaikan kehidupan
mereka.
Pemberdayaan bermakna keluar
sebagai suatu upaya untuk
menggerakkan perubahan
kebijakan-kebijakan yang selama
ini nyata-nyata merugikan
masyarakat. Pemberdayaan dalam
segi ini bermakna sebagai
pengendali yang berbasis pada
upaya memperlebar ruang
partisifasi rakyat
Pemberdayaan berarti berdaya,
mampu, tahu, mengerti, paham
termotivasi, berkesempatan,
melihat peluang, dapat
memanfaatkan peluang, berenergi,
mampu bekerja sama, tahu
berbagai alternatif, mampu
mengambil keputusan, berani
menghadapi resiko, mampu
mencari dan menangkap
informasi, mampu bertindak
sesuai situasi. Pemberdayaan akan
menghasilkan masyarakat yang
dinamis dan progresif secara
berkelanjutan sebab didasari oleh
adanya motivasi intrinsik dan
ekstrinsik sekaligus (Slamet,
2003: 45). Untuk dapat
memotivasi sehingga berdaya
berarti mampu, tahu, mengerti
paham dan termotivasi maka dasar
dari semua itu adalah sikap untuk
14
dapat merubah perilaku. Sikap
adalah determinan perilaku yang
berkaitan dengan persepsi,
kepribadian dan motivasi. Sikap
merupakan suatu keadaan sikap
mental yang terbentuk
berdasarkan pengalaman dan
menyebabkan timbulnya pengaruh
khusus atas reaksi seseorang
terhadap orang-orang, objek-objek
dan merupakan bagian instrinsik
dari kepribadian seseorang.
Perubahan sikap bergantung dari
upaya-upaya untuk mengubah
perasaan-perasaan atau keyakinan-
keyakinan (Winardi, 2004: 211-
212).
Friedmann (1992; 32-33)
mengemukakan bahwa masyarakat
menempatkan (3) tiga kekuatan
sebagai sumber utama
pemberdayaan, yakni sosial,
politik dan psikologis. kekuatan
sosial menyangkut akses terhadap
dasar-dasar produksi tertentu
suatu masyarakat, misalnya
informasi, pengetahuan dan
keterampilan, partisipasi dalam
organisasi sosial, dan sumber-
sumber keuangan. apabila
ekonomi masyarakat tersebut
meningkat aksesnya pada dasar-
dasar produksi diatas, maka
kemampuannya dalam
menentukan dan mencapai
tujuannya juga meningkat.
Peningkatan kekuatan sosial dapat
dimengerti sebagai suatu
peningkatan akses masyarakat
terhadap dasar-dasar kekayaan
produktif mereka. kekuatan politik
meliputi akses setiap anggota
keluarga terhadap proses
pembuatan keputusan, terutama
keputusan yang mempengaruhi
masa depan mereka sendiri.
kekuatan politik bukan hanya
kekuatan untuk memberikan
suara, tetapi juga kekuatan untuk
menjadi vokal dan bertindak
secara kolektif. pengaruh politik
pada yang efektif akan tampak
tidak hanya pada waktu suara-
suara individu “meninggi” sebagai
pengaruh dari partisipasi individu
terhadap basis lokal maupun
personal, melainkan juga pada
saat suara tersebut didengungkan
bersama-sama dengan suara-suara
asosiasi-asosiasi politik yang lebih
luas, misalnya partai, gerakan
sosial, atau kelompok yang
berkepentingan.
Selain kedua kekuatan yang
dikemukakan diatas, masyarakat
juga mengandalkan eksistensinya
dengan kekuatan psikologis.
kekuatan psikologis digambarkan
sebagai rasa potensi individu
(individual sense of potency) yang
menunjukkan perilaku percaya
diri. pemberdayaan psikologis
seringkali tampak sebagai suatu
keberhasilan dalam komponen
sosial politik. rasa potensi pribadi
yang semakin tinggi akan
memberikan pengaruh positif dan
kursif terhadap perjuangan
masyarakat yang secara terus
menerus berusaha untuk
meningkatkan kekuatan sosial
politiknya.
III. GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
A. Kelurahan Dompak
Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2001 tentang
Pembentukan Kota Tanjungpinang
maka Pemerintah Kota Tanjungpinang
15
terbagi dalam 4 (empat) Kecamatan
yaitu : Kecamatan Tanjungpinang
Barat, Kecamatan Tanjungpinang
Timur, Kecamatan Tanjungpinang
Kota, dan Kecamatan Bukit Bestari.
Kelurahan Dompak merupakan salah
satu kelurahan yang termasuk dalam
wilayah kerja Kecamatan Bukit Bestari
yang memiliki luas wilayah ± 4.280 Ha
dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut :
Sebelah Utara : Kelurahan bt.9
dan kelurahan Sungai Jang
Sebelah Selatan : Laut
Sebelah Barat : Kelurahan
Sungai Jang dan Laut
Sebelah Timur : Kelurahan
Gunung Lengkuas (Kab. Bintan)
Kelurahan Dompak memiliki
wilayah yang terdiri dari dataran tinggi
±25%, dataran rendah ±35%, pesisir
pantai ±10%, dan laut ±30%.. Keadaan
georgafis Dompak juga terdiri dari dua
pulau yaitu sebahagian masuk di dalam
pulau Bintan ±65% dan sebahagian
terdiri dari satu pulau yaitu pulau
Dompak dengan Luas ±35%. Kelurahan
Dompak terletak di lintang khatulistiwa
yang mempunyai 2 musim, yaitu musim
kemarau yang terjadi pada rentang
bulan April sampai dengan September
dan musim hujan yang terjadi pada
rentang bulan Oktober sampai dengan
Maret.
Kelurahan Dompak
mempunyai topografi dataran tinggi
dengan ketinggian ±64 meter di atas
permukaan laut dengan curah hujan 110
hari sebanyak 2.500 – 3.500 mm/tahun
dengan suhu berkisar 26ºC - 34ºC.
Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis
Kelamin. Penduduk yang berdomisili di
Kelurahan Dompak sempai dengan
akhir tahun 2015 berjumlah 3383Jiwa
dan 927 KK
Permasalahan kemiskinan di
Kelurahan Dompak identik dengan
permukiman yang kumuh di daerah
pinggiran kota (tepi pantai). Sebagian
besar dari kaum miskin adalah
penduduk yang mendiami permukiman
kumuh dan liar, Selain itu kemiskinan
dipengaruhi pula oleh karakteristik
masyarakat tertentu. Seperti halnya
nelayan, yang cenderung hidup di
pinggir laut walau dalam kondisi
apapun. Oleh karena itu, penelitian ini
akan mengkaji tentang pola kemiskinan
di permukiman pinggiran kota (tepi
pantai) yang minim aktivitas perkotaan
yang dalam hal ini kemiskinan
perkotaan di permukiman nelayan
Kelurahan Dompak Tanjungpinang
B. Kemiskinan di Kelurahan
Dompak
Kemiskinan dipandang
sebagai dampak ikutan dari
pembangunan dan bagian dari masalah
dalam pembangunan. Keberadaan
kemiskinan ditandai dengan adanya
pengangguran, keterbelakangan, dan
ketimpangan antar wilayah.
Kemiskinan di Kota Tanjungpinang
terbentuk dari ketimpangan antar
kawasan. Kawasan dengan aktivitas
perkotaan (aktivitas perdagangan dan
jasa) yang minimum menyebabkan
perekonomian masyarakatnya rendah.
Hal ini menyebabkan mayoritas
penduduk di kawasan tersebut lebih
rendah pendapatannya daripada
penduduk kawasan kota. Permukiman
nelayan di Kelurahan Dompak, Kota
Tanjungpinang, merupakan salah satu
kawasan yang minim aktivitas
perkotaan. Mayoritas penduduknya
bekerja sebagai nelayan. Hal ini
menyebabkan 47,3% penduduk di
Kelurahan Dompak masuk ke dalam
kategori keluarga miskin. Berdasarkan
data yang diperoleh dari Kantor
16
Kelurahan Dompak, terdapat 147
keluarga nelayan dari 316 keluarga di
Kelurahan Dompak yang hidup
dibawah garis kemiskinan. Rata-rata
dari mereka tidak dapat memenuhi
kebutuhan pangan (makan satu kali
sehari). Secara ekonomi, pendapatan
yang dihasilkan oleh keluarga miskin di
Kota Tanjungpinang hanya sejumlah
Rp 200.000 – Rp 1.000.000 per bulan
(hasil observasi, 2006).
Sekitar 80% pendapatan tersebut
dihabiskan guna membeli kebutuhan
makanan dan minuman. Keadaan ini
cukup memprihatinkan, karena
mempunyai dampak yang sangat besar
terhadap tingkat kesehatan, tingkat
pendidikan serta terhambatnya akses ke
pelayanan publik. Kemiskinan yang
dialami oleh keluarga miskin di
permukiman nelayan Kelurahan
Dompak terjadi karena faktor yang
timbul dari dalam diri sendiri dan faktor
lingkungan setempat. Kemiskinan
timbul dari diri sendiri karena pola
hidup masyarakat yang tidak peduli
akan kebersihan lingkungan, dan tidak
adanya kesadaran hidup sehat.
Sedangkan faktor lingkungan
maksudnya pendapatan nelayan tidak
tetap berdasarkan kondisi cuaca yang
cocok untuk melaut (seasonal poverty).
IV. ANALISA DATA DAN
PEMBAHASAN
1. Komunikasi Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan maka dapat dianalisa bahwa
peraturan sudah diinformasikan dengan
baik dengan para implementor, semua
implementor yang diturunkan
kelapangan semua memahami baik
tentang isi, tujuan. Permasalahan
kemiskinan di Indonesia sudah sangat
mendesak untuk ditangani. Khususnya
di wilayah perkotaan, salah satu ciri
umum dari kondisi fisik masyarakat
miskin adalah tidak memiliki akses ke
prasarana dan sarana dasar lingkungan
yang memadai, dengan kualitas
perumahan dan permukiman yang jauh
dibawah standar kelayakan, serta mata
pencaharian yang tidak menentu.
Disadari bahwa selama ini banyak
pihak lebih melihat persoalan
kemiskinan hanya pada tataran gejala-
gejala yang tampak terlihat dari luar
atau di tataran permukaan saja, yang
mencakup multidimensi, baik dimensi
politik, sosial, ekonomi, aset dan lain-
lain. Dalam kehidupan sehari-hari
dimensi-dimensi dari gejala-gejala
kemiskinan tersebut muncul dalam
berbagai bentuk.
Komunikasi yang dilakukan dalam
program P2KP ini sebaiknya agar
komunikasi bisa persuasif, maka media
atau saluran yang digunakan harus
tepat. Saluran atau media harus
mempertimbangkan karakteristik
kelompok sasaran, baik budaya, bahasa,
kebiasaan, maupun tingkat pendidikan,
dan lain-lain. Mengenali siapa yang
ingin kita jangkau dapat membantu kita
dalam mengembangkan pesan yang
sesuai. Kalau dihubungkan dengan
social mapping, maka pemetaan budaya
sangat berarti disini. Media rakyat yang
biasa digunakan bisa kita manfaatkan
untuk menyampaikan pesan program
P2KP.
2. Sumber daya
Pihak kelurahan merupakan salah satu
instansi pemerintahan yang
bertanggung-jawab untuk menjalankan
program P2KP agar tepat sasaran dan
dapat mengentaskan kemiskinan.
Berdasarkan jawaban informan di atas
dan dari observasi yang dilakukan dapat
diketahui bahwa Koordinator P2KP
17
sudah memiliki pengetahuan dalam
melaksanakan program tersebut. Dari
hasil analisa maka ditemukan bahwa
semua pegawai sudah memahami
tentang prosedur, syarat dan ketentuan
dalam P2KP. Sehingga masyarakat
memperoleh suatu informasi atau
pengetahuan. Ketersediaan sumber daya
yang dimaksud adalah tersedianya
sumber-sumber daya, baik itu para
pegawai sebagai implementor dan
sarana maupun dana yang diperlukan
atau dibutuhkan dalam Implementasi
kebijakan tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara
dengan seluruh informan maka dapat
dianalisa bahwa sumber daya manusia
yang ada mendukung dalam
pelaksanaan program ini adalah dari
pihak kelurahan, dan masyarakat. Para
Pengurus mendapatkan pelatihan yang
memadai sehingga memungkinkan
mereka bisa mengelola P2KP dengan
lebih baik. Seharusnya pelatihan ini
sudah dilakukan sebelum dana
disalurkan, sehingga masing-masing
pihak tahu persis apa yang harus
dilakukan. Berkaitan dengan
ketersediaan sumber daya manusia
dengan kualifikasi dan jumlah yang
memadai akan sangat menentukan
evaluasi pemanfaatan dana. Dalam
menjalankan program diperlukannya
sikap profesionalisme dan kualitas yang
cukup baik dari sumber daya manusia
yang diberikan kewenangan, mereka
dapat memahami dengan baik,
peraturan-peraturan maupun juklak atau
juknis sebagai dasar pelaksanaan
program, mulai dari pemenuhan
persyaratan sebagai langkah awal,
pengelolaan dana sampai laporan
pertanggung jawaban pemanfaatan dana
P2KP di Kota Tanjungpinang.
3. Disposisi
Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan maka dapat dianalisa bahwa
saat ini kurangnya kesadaran
masyarakat untuk berpartisipasi,
mereka harus dimobilisasi. Disini
diperlukan upaya untuk meyakinkan
masyarakat tentang partisipasi dalam
pembangunan, yaitu adanya komunikasi
antara pemerintah dengan masyarakat
atau sebaliknya. Keadaan seperti ini
akan merubah sikap serta tindakan
masyarakat yang selanjutnya menjadi
dukungan untuk berpartisipasi. Hal ini
menunjukkan betapa besar peran
pemerintah dalam meningkatkan
partisipasi masyarakat demi tercapainya
pelaksanaan program pembangunan
maksimal.
4. Struktur Birokrasi
Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan maka dapat dianalisa bahwa
permasalahan ketidak tepatan dalam
penerimaan masih ada, karena masih
ada kesalahan pendataan. terkadang apa
yang termaksud di dalam tataran ideal,
tidak lah sama dengan prakteknya.
Banyak faktor yang dapat menjadi
sebab, mengapa secara ideal tidak sama
dalam tataran prakteknya mulai dari
adanya disorientasi pelaksanaan
program P2KP, dari program bantuan
sosial ke program bantuan politik,
kurang tepatnya penerapan regulasi
P2KP, dari yang bersifat formal ke non
formal, kurang memadainya SDM
pengelola P2KP, maupun faktor teknis
dan non teknis. Karena fakta di
lapangan banyak terjadi malpraktek
program kemiskinan, banyaknya
masyarakat miskin yang tidak
menerima bantuan tidak tepat sasaran.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah
Program Penaggulangan Kualitas
18
Permukiman Di Perkotaan (P2KP)
Dalam Rangka Pengentasan
Kemiskinan Di Kelurahan Dompak
belum berjalan dengan baik, kurangnya
kesadaran masyarakat untuk
berpartisipasi, mereka harus di
mobilisasi, berikut temuan yang dapat
di uraikan dalam 4 dimensi :
1. Komunikasi ditemukan bahwa
komunikasi informasi sudah
dilakukan kepada para
implementor khususnya bagi
anggota P2KP, ketika seorang
komunikator P2KP menjelaskan
kepada komunikannya tentang
apa itu P2KP, dia harus
menguasai apa yang akan
disampaikannya. Apalagi pada
saat audience atau komunikan
adalah masyarakat perkotaan
yang heterogen, ketika
mengikuti sosialisasi pada suatu
kelurahan yang masyarakatnya
terdiri dari orang-orang yang
mempunyai pendidikan dan
pengalaman yang jauh lebih
rendah dari komunikator seperti
anggota P2KP.
2. Sumber daya ditemukan bahwa
sudah adanya anggaran dalam
menjalankan peraturan daerah
ini. Hal ini tentunya menjadi
perhatian bagi pemerintah untuk
membuat kebijaksanaan dalam
menjalankan kebijakan yang
mana adanya dana operasional
untuk menjalankan tugasnya.
3. Kecemdrungan-kecendrungan
ditemukan bahwa kurangnya
kesadaran masyarakat untuk
berpartisipasi, mereka harus
dimobilisasi. Disini diperlukan
upaya untuk meyakinkan
masyarakat tentang partisipasi
dalam pembangunan, yaitu
adanya komunikasi antara
pemerintah dengan masyarakat
atau sebaliknya. Keadaan seperti
ini akan merubah sikap serta
tindakan masyarakat yang
selanjutnya menjadi dukungan
untuk berpartisipasi. Hal ini
menunjukkan betapa besar
peran pemerintah dalam
meningkatkan partisipasi
masyarakat demi tercapainya
pelaksanaan program
pembangunan maksimal.
4. Struktur birokrasi ditemukan
bahwa Permasalahan ketidak
tepatan dalam penerimaan
masih ada, karena masih ada
kesalahan pendataan. terkadang
apa yang termaksud di dalam
tataran ideal, tidak lah sama
dengan prakteknya. Banyak
faktor yang dapat menjadi
sebab, mengapa secara ideal
tidak sama dalam tataran
prakteknya mulai dari adanya
disorientasi pelaksanaan
program P2KP, dari program
bantuan sosial ke program
bantuan politik, kurang tepatnya
penerapan regulasi P2KP, dari
yang bersifat formal ke non
formal, kurang memadainya
SDM pengelola P2KP, maupun
faktor teknis dan non teknis.
Karena fakta di lapangan
banyak terjadi malpraktek
program kemiskinan, banyaknya
masyarakat miskin yang tidak
menerima bantuan tidak tepat
sasaran.
B. Saran
Berikut saran yang dapat disampaikan
agar Program Peningkatan Kualitas
Permukiman Di Perkotaan (P2KP)
Dalam Rangka Penanggulangan
19
Kemiskinan Di Kelurahan Dompak
berjalan baik dan sesuai dengan tujuan
yang ada :
1. Pendataan harus akurat, agar
program ini mampu
mengentaskan kemiskinan di
Kelurahan Dompak
2. Perlu adanya sumber daya
manusia yang berkompeten
dalam mengawasi pelaksanaan
program tersebut
3. Perlu adanya kegiatan yang
mendorong masyarakat untuk
berpartisipasi
DAFTAR PUSTAKA
Dunn, W William. 2003. Analisa
kebijakan. Jakarta: PT. Bumi
Aksara
Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik
Berbasis Dynamic Policy
Analysis. Yogyakarta: Gava
Media
Ekowati, Mas Roro Lilik, 2005,
Perencanaan, Implementasi dan
Evaluasi Kebijakan atau
Program, Edisi Revisi, PT
Rosdakarya, Bandung.
Friedmann, John, 1992. “Kemiskinan
Urban di Amerika Latin”, dalam
Andre Bayo Ala (ed).,
Kemiskinan dan Strategi
Memerangi Kemiskinan,
Liberti: Yogyakarta.
Hariyoso, S. 2002. Pembangunan.
Birokrasi dan Kebijakan Publik.
Bandung: Peradaban.
Islamy, Irfan. 2009. Prinsip- prinsip
Perumusan Kebijaksanaan
Negara. Bumi Aksara : Jakarta
Meleong, Lexy. 2004. Metodelogi
Penelitian Kualitatif. Bandung :
Remaja Rosda Karya
Nawawi. 2005. Manajemen Sumber
Daya Manusia Untuk Bisnis
Yang Kompetitif, Cetakan Ke-4,
Gajah Mada Univercity Press,
Yogyakarta.
Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernologi
Ilmu Pemerintahan Baru, Jilid I.
Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Nugroho, Riant D. 2004. Kebijakan
Publik Formulasi Implementasi
dan Evaluasi. Jakarta : PT.Elex
Media Komputindo
Mahmudi, 2005,Manajemen Kinerja
Sektor Publik, Yogyakarta: UPP
AMP YKPN.
Pambudi, Himawan S. dkk, Politik
Pemberdayaan: Jalan
Mewujudkan. Otonomi Desa,
Yogyakarta, LAPPERA Pustaka
Utama
Parson, Wayne, 2006. Publik Policy,
PengantarTeori dan Praktik
Analisis Kebijakan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Priyono, O.S. & A.M.W. Pranarka,
1996. Pemberdayaan: Konsep,
Kebijakan dan
Implementasi. Jakarta: Center for
Strategic and International
Studies (CSIS).
Rasyid.M, 2000. Otonomi Daerah
Negara Kesatuan, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
20
Ramesh. 2000 . Studying Public Policy:
Policy Cycles and Policy
Subsystem. Oxford : Oxford
University Press
Soemardi. 1992. Pengantar
Administrasi Pemerintahan.
Bandung: STKS
Slamet, M. 2003. Pemberdayaan
Masyarakat. Dalam Membetuk
Pola Perilaku
Manusia Pembangunan. Disunting oleh
Ida Yustina dan Adjat
Sudradjat.
Bogor: IPB Press.
Subarsono. 2008. Analisis Kebijakan
Publik, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar
Suharno. 2010. Dasar-Dasar Kebijakan
Publik. UNY Press.
Sumaryadi, I Nyoman. 2005.
Perencanaan pembangunan
daerah otonom dan
pemberdayaan masyarakat.
Jakarta : Citra Utama
Sulistiyani, A.T. 2004. Kemitraan dan
Model-Model Pemberdayaan.
Gava Media, Jogjakarta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&B.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Suyanto J. Dwi Narwoko. 2004.
Sosiologi Teks Pengantar dan
Terapan. Jakarta: Kencana
Media Group
Tangkilisan, Hesel Nogi. 2005.
Implementasi Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Lukman
Widodo. 2013, Analisa Kebijakan
Publik .Malang :Bayumedia
Publishing.
Winardi. 2004. Manajemen Perilaku
Organisasi. Cetakan kedua.
Kencana Prenada Media Group,
Jakarta.
Jurnal :
Kurnia Wijayanti, Sjamsiar Sjamsudin,
Mochamad Rozikin. 2014.
Upaya Badan Keswadayaan
Masyarakat (Bkm) Dalam
Pemberdayaan Masyarakat
(Studi di Kantor Kelurahan
Tanjungrejo, Kecamatan Sukun,
Kota Malang). Jurnal
Administrasi Publik (JAP), Vol.
1, No. 10, Hal. 35-40
Nurharjadmo, Wahyu. 2008. Evaluasi
Implementasi Kebijakan
Pendidikan Sistem Ganda di
Sekolah Kejuruan. Spirit Publik,
Volume 4. Nomor 2, ISSN 1907
– 0489 Oktober 2008. Halaman.
215 – 228.
Dokumen :
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2001
tentang Pembentukan Kota
Tanjungpinang
Petunjuk Teknis P2KP, 2015
Buku Pedoman Umum P2KP-3, Edisi
Oktober 2005