16

Click here to load reader

PBL SKENARIO 6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

6

Citation preview

Page 1: PBL SKENARIO 6

Cor Pulmonal Kronis et causa PPOK

NIM : 102013446 (C4)

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna utara No. 6 Jakarta Barat 11510. Tlp. 5666952

[email protected]

Pendahuluan

Kor pulmonal adalah hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang

disebabkan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh darah paru yang tidak berhubungan dengan

kelainan jantung kiri. Istilah hipertrofi yang bermakna patologis menurut Weitzenblum sebaiknya

diganti menjadi perubahan struktur dan fungsi ventrikel kanan. Untuk menetapkan adanya kor

pulmonal secara klinis pada pasien gagal napas diperlukan tanda pada pemeriksaan fisis yakni

edema. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi

kronik dan kor pulmonal, diperkirakan 80-90% kasus.1

Isi Perbahasan

1. Anamnesis

Anamnesis dapat dilakukan dengan menanyakan identitas pasien, keluhan utama, riwayat

penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat sosial-ekonomi.

Hal pertama yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, seperti nama, umur, alamat, dan

pekerjaan. Untuk keluhan utama, biasanya memberikan informasi terpenting untuk mencapai

diagnosis banding, dan memberikan gambaran keluhan yang menurut pasien paling penting. Pasien

dapat ditanyakan mengenai keluhan yang dialami dan sejak kapan keluhan muncul.

Untuk riwayat penyakit sekarang, ditanyakan lebih mendalam mengenai keluhan utama,

seperti letak gejala, waktu munculnya gejala, lamanya gejala muncul, faktor pencetus timbulnya

gejala. Riwayat penyakit dahulu ini dapat ditanyakan mengenai gangguan atau penyakit lain yang

pernah dialami sebelumnya dan riwayat penyakit keluarga pasien. Riwayat sosial dan kebiasaan

pribadi pasien tersebut juga ditanyakan.2

Keluhan utama: laki-laki usia 50 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 5 hari

yang lalu.

1

Page 2: PBL SKENARIO 6

Riwayat penyakit sekarang: sesak makin memburuk saat beraktivitas, berkurang saat

istirahat dan tidak dipengaruhi posisi. Pasien juga mengeluh batuk kadang-kadang sejak

3 bulan yang lalu dan memberat sejak 1 minggu lain. Tidak ada demam dan nyeri dada.

Riwayat penyakit dahulu: sesak nafas sejak 1 tahun yang lalu.

Riwayat penyakit keluarga: -

Riwayat pengobatan: -

Riwayat sosial: merokok

2. Pemeriksaan Fisik

Untuk membantu menegakan diagnosis suatu penyakit selain melalui anamnesis adalah

dengan cara melakukan pemeriksaan fisik pasien tersebut. Dalam kasus ini, hal terpenting adalah

pemeriksaan keadaan umum pasien, kemudian melakukan inspeksi, palpasi, dan perkusi pada bagian

tubuh pasien yang bergejala, setelah itu melakukan auskultasi untuk mendengarkan kelainan suara

jantung yang terjadi pada pasien tersebut. Dalam kasus ini didapatkan:

1. Keadaan umum: sakit berat

2. Tanda-tanda Vital

- Tekanan darah: 110/80 mmHg

- Frekuensi nadi: 88x / menit

- Frekuensi pernafasan: 22x / menit

- Suhu: afebris

3. Pemeriksaan fisik lain

- inspeksi: didapatkan bentuk toraks barrel chest.

- hepar teraba dua jari di bawah arcus costa

- jugular vein pressure: 5 + 2 cmH2O

- shifting dullness positif

- ekstremitas: udem positif

- perkusi: hipersonor seluruh lapang paru

2

Page 3: PBL SKENARIO 6

- auskultasi: vesikuler, wheezing di kedua belah paru kiri dan kanan

- murmur negatif, gallop negative.

3. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis kor pulmonal pada PPOK ditegakkan dengan menemukan tanda PPOK, asidosis

dan hiperkapnia, hipoksia, polisitemia, dan hiperviskositas darah, hipertensi pulmonal, hipertrofi

atau dilatasi ventrikel kanan dan gagal jantung kanan. Adanya PPOK dapat diduga atau ditegakkan

dengan pemeriksaan klinis seperti anamnesis dan pemeriksaan jasmani, laboratorium, foto toraks,

dan tes faal paru.

3.1 Elektrokardiogram

Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting meliputi frekuensi debar

jantung, irama jantung, sistem konduksi. Pada EKG, ditemukan gelompang P pulmonal, deviasi aksis

jantung ke kanan dan RVH.

3.2 Pemeriksaan Radiologi

Melalui pemeriksaan radiologi dapat dilihat perluasan hilus. Perluasan hilus dapat dinilai

dari perbandingan jarak antara permulaan percabangan pertama arteri pulmonalis utama kanan dan

kiri dibagi dengan diameter transversal torak. Perbandingan > 0,36 menunjukkan hipertensi

pulmonal. Batang pulmonal dan hilus membesar.

3.3 Ekokardiografi

Memungkinkan pengukuran ketebalan dinding ventrikel kanan, meskipun perubahan

volume tidak dapat diukur, teknik ini dapat memperlihatkan pembesaran kavitas ventrikel kanan

dalam yang menggambarkan adanya pembesaran ventrikel kiri. Septum interventrikel dapat

bergeser ke kiri.

3.4 Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Berguna untuk mengukur massa ventrikel kanan, ketebalan dinding, volume kavitas, dan fraksi

ejeksi.

3.5 Pemeriksaan Laboratorium

3

Page 4: PBL SKENARIO 6

Untuk mendeteksi asidosis, hiperkapnia, hipoksia, polisitemia, dan hiperviskositas darah dapat

dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan klinis.2,3

4. Working Dignosis

4.1 Kor pulmonal kronik et causa PPOK

Merupakan jenis kor pulmonal yang paling sering terjadi. Dinyatakan sebagai hipertropi

ventrikel kanan akibat penyakit paru atau pembuluh darah atau adanya kelainan pada torak, yang

akan menyebabkan hipertensi dan hipoksia sehingga terjadi hipertropi ventrikel kanan.

- PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas

yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial dan biasanya disebabkan oleh proses

inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat dicegah dan dapat diobati.

PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.

i. Bronkitis kronik- Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak

minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak

disebabkan penyakit lainnya.

ii. Emfisema - Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara

distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.

Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda

emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak

reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.3

5. Differential Diagnosis

5.1 Cor Pulmonal akut

Penyakit ini lebih kurang sama dengan cor pulmonal kronis. Juga ada hipertrofi ventrikel

atau dilatasi mendadak dari ventrikel kanan dan juga dekompensasi. Untuk etiologinya, disebabkan

embolus multiple pada paru-paru atau massif yang secara mendadak akan menyumbat aliran darah

dan ventrikel kanan. Biasanya penyakit ini segera disusul oleh kematian, terjadi dilatasi dari jantung

kanan.

4

Page 5: PBL SKENARIO 6

Pada emboli paru yang pasif terjadi obstruksi akut yang luas pada pembuluh darah paru,

akibatnya adalah tahanan vaskuler paru meningkat, kemudian terjadi hipoksia akibat pertukaran gas

di tengah kapiler alveolar yang terganggu hipoksia tersebut akan menyebabkan vasokontriksi

pembuluh darah arteri paru. Tahanan paru yang meningkat dan vasokontriksi menyebabkan tekanan

pembuluh darah arteri paru meningkat (hipertensi pulmonal).

5.2 Congestive heart failure

Congestive heart failure atau gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung tidak

dapat memompa darah secara maksimal agar dapat disalurkan ke seluruh tubuh yang memerlukan.

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit yang melemahkan atau

menyebabkan kekakuan pada otot-otot jantung dan penyakit-penyakit yang meningkatkan

permintaan oksigen di luar kemampuan jantung untuk memberikannya.

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh:

1. Kelainan otot jantung Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan

menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot

mencakup ateriosklerosis koroner, hiprtensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.

2. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke

otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpuikan asam laktat). Infark miokardium

(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit

miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung

merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitaas menurun.

3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan

pada gilirannya mngakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.

4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena

kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

5. Penyakit jantung lain. Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya,

yang ssecara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan

aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk

mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan

mendadak after load.

6. Faktor sistemik. Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya

gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (mis : demam, tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia

5

Page 6: PBL SKENARIO 6

peperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan

anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan

abnormalitas elekttronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

Manifestasi klinisnya adalah:

1. Tanda dominan : Meningkatnya volume intravaskuler. Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan

vena meningkat akibat penurunan curah jantungManifestasi kongesti dapat berbeda tergantung

pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.

2. Gagal jantung kiri : Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tidak

mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :

- Dispneu: Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.

Dapat terjadi ortopnu. Bebrapa pasien dapat mengalami ortopneu pada malam hari yang

dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND)

- Batuk

- Mudah lelah: Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari

sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga

terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang

terjadi karena distress pernafasan dan batuk.

- Kegelisahan dan kecemasan. Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat

kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Gagal

jantung kanan: kongestif jaringan perifer dan viseral.

- Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat

badan.

- Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran

vena di hepar

- Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.

- Nokturia

5.3 Perikarditis

Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, viseralis, atau keduanya. Respons

perikard terhadap peradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah ( efusi perikard), deposisi

fibrin, proliferasi jaringan fibrosa, pembentukan granuloma atau kalsifikasi. Itulah sebabnya

manifestasi klinis perikarditis sangat bervariasi dari yang tidak khas sampai yang khas.

6

Page 7: PBL SKENARIO 6

Antara gejala-gejala yang mungkin timbul pada pasien perikarditis adalah batuk kering,

demam, kelelahan, memiliki kesulitan bernafas, mual, pembengkakan pada tungkai kaki,

pembengkakan perut, rasa sakit di dada, dan sesak nafas.4,5

6. Gejala klinis

Gejala klinis dan tanda PPOK diantaranya adalah sesak nafas, batuk kronik, produksi sputum, dengan

riwayat pajanan gas, disertai dengan pemeriksaan faal paru. Indikator diagnosis PPOK adalah

penderita di atas usia 40 tahun, dengan sesak nafas yang progresif, memburuk dengan aktivitas,

persisten, batuk kronik, produksi sputum kronik, riwayat pajanan rokok, asap atau gas berbahaya di

dalam lingkungan kerja atau rumah.

Tingkat klinis kor pulmonal dimulai PPOK kemudian PPOK dengan hipertensi pulmonal dan

akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal serta gagal jantung kanan. Untuk pasien dengan

gagal ventrikel kanan akan muncul, distensi vena leher, liver palpable , efusi pleura, asites, dan

murmur jantung. Gejala seperti sakit kepala, confusion, dan somnolen juga bisa terjadi akibat

peningkatan PCO2.

Gejala predominan pulmonary heart disease yang terkompensasi berkaitan dengan penyakit

parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan

kelemahan. Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala – gejala ini lebih

berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.

Tanda-tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi,

ventrikel kanan menonjol atau gallop (atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium

prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen.Gejala- gejala tambahan ialah

sianosis, kurang tanggap atau bingung dan mata menonjol.6

7. Epidemiologi

Insidens yang tepat dari kor pulmonal tidak diketahui karena seringkali terjadi tanpa dapat

dikenali secara klinis. Diperkirakan insidens kor pulmonal adalah 6% sampai 7 % dari seluruh

penyakit jantung. Di Inggris, terdapat kira-kira 0.3%, sedikitnya populasi dengan resiko terjadinya kor

pulmonal pada populasi usia lebih dari 45 tahun dan sekitar 60.000 populasi telah mengalami

hipertensi pulmonal yang membutuhkan terapi oksigen jangka panjang.

7

Page 8: PBL SKENARIO 6

8. Etiologi

Etiologi kor pulmonal dapat digolongkan dalam empat kelompok yaitu pertama, penyakit

pembuluh darah paru. Terutama thrombosis dan embolus paru dan fibrosis akibat penyinaran yang

menyebabkan penurunan elastisitas pembuluh darah paru.

Kedua, tekanan darah pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma, granuloma

atau fibrosis. Ketiga, penyakit neuromuscular misalnya poliomyelitis dan distrofi otot dan kelainan

dinding dada, kifos koliosis, torakoplasti, fibrosis pleura. Keempat penyakit yang mengenai aliran

udara paru, alveoli, termasuk PPOK. Penyakit paru lain adalah penyakit paru interstitial dan

gangguan pernapasan saat tidur. Berdasarkan anamnesis dan juga pemeriksaan fisik dan penunjang,

untuk kasus ini didapatkan etiologinya adalah yang berkaitan denagn penyakit paru yaitu PPOK.

9. Patofisiologi

Penyakit paru kronis akan mengakibatkan berkurangnya vascular bed f paru, dapat

disebabkan oleh semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang mengembang atau kerusakan

paru. Selain itu, penyakit paru kronis ini dapat menyebabkan asidosis dan hiperkapnia, hipoksia

alveolar yang akan merangsang vasokonstriksi pembuluh paru, polisitemia dan hiperviskositas darah.

Keempat kelainan ini, akan menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal (perjalanan lambat). Dalam

jangka panjang akan mengakibatkan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan dan kemudian akan

berlanjut menjadi gagal jantung kanan.

Curah jantung dari ventrikel kanan seperti pula di kiri disesuaikan dengan preload,

kontraktilitas, dan afterload. Meski dinding ventrikel kanan tipis, namun masih dapat memenuhi

kebutuhan saat terjadi aliran balik vena yang meningkat mendadak ( seperti saat menarik napas).

Peningkatan afterload akan menyebabkan pembesaran ventrikel kanan yang berlebihan. Hal

ini terjadi karena tahanan di pembuluh darah paru sebagai akibat gangguan di pembuluh sendiri

maupun akibat kerusakan di parenkim hati. Peningkatan afterload ventrikel kanan dapat terjadi

karena hiperinflasi paru akibat PPOK, sebagai akibat kompresi kapiler alveolar dan pemanjangan

pembuluh darah dalam paru. Peningkatan ini juga dapat terjadi ketika volume paru turun

mendadakakibat reseksi paru demikian pula pada restriksi paru ketika pembuluh darah mengalami

kompresidan berubah bentuk. Afterload meningkat pada ventrikel kanan juga dapat ditimbulkan

pada vasokonstriksi paru dengan hipoksia atau asidosis.

Perubahan hemodinamik kor pulmonal pada PPOK dari normal menjadi hipertensi pulmonal, kor

pulmonal dan akhirnya menjadi kor pulmonal yang diikuti dengan gagal jantung.4,6

8

Page 9: PBL SKENARIO 6

10. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan kor pulmonal pada PPOK ditinjau dari aspek jantung sama dengan

pengobatan kor pulmonal pada umumnya untuk pertama, mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas,

menurunkan hipertensi pulmonal, meningkatkan kelangsungan hidup dan pengobatan penyakit

dasar dan komplikasinya. Pengobatan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan menurunkan

hipertensi pulmonal, pengobatan gagal jantung kanan dan meningkatkan kelangsungan hidup. Untuk

tujuan tersebut, pengobatan yang dapat dilaksanakan diawali dengan menghentikan merokok serta

tatalaksana lanjut seperti berikut:

1. Terapi oksigen

Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup belum

diketahui. Ditemukan 2 hipotesis, terapi oksigen mengurangi vasokonstriksi dan

menurunkan resistensi vascular paru yang kemudian meningkatkan isi sekuncup ventrikel

kanan. Kedua adalah terapi oksigen dapat meningkatkan kadar oksigen arteri dan

meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak dan organ vital lain.

Pemakaian oksigen secara kontinui selama 12 jam (National Institute Of Health/ NIH); 15 jam

(British Medical Research Council/ MRC); 24 jam (NIH) meningkatkan kelangsungan hidup

dibandingkan dengan pasien tanpa terapi oksigen. Indikasi terapi oksigen di rumah adalah:

a) PaO2 ≤ 55 mmHg atau SaO2 ≤ 88%

b) PaO2 55-59 mmHg disertai salah satu dari edema disebabkan gagal jantung kanan atau P

pulmonal pada EKG dan ertrositosis hematokrit > 56%.

2. Vasodilator

Vasodilator ( nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa adrenergic, inhibitor ACE, dan

prostaglandin sampai saat ini belum direkomendasikan pemakaiannya secara rutin.

Pedoman untuk menggunakan vasodilator adalah apabila didapatkan 4 respons

hemodinamik sebagai berikut:

a) Resistensi vascular paru diturunkan minimal 20%.

b) Curah jantung meningkat atau tidak berubah.

c) Tekanan arteri pulmonal menurun atau tidak berubah.

d) Tekanan sistemik tidak berubah secara signifikan.

9

Page 10: PBL SKENARIO 6

Kemudian harus dielevasi setelah 4 atau 5 bulan untuk menilai apakah keuntungan

hemodinamik di atas masih menetap atau tidak. Pemakaian sildenafil untuk melebarkan

pembuluh darah paru pada Primary Pulmonary Hypertension, sedang ditunggu hasil

penelitian untuk kor pulmonal lengkap.

3. Digitalis

Digitalis hanya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal jantung kiri. Digitalis

tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kiri normal, hanya pada pasien kor pulmonal

dengan fungsi ventrikel kiri yang menurunkan digoksin bisa meningkatkan fungsi ventrikel

kanan. Di samping itu pengobatan dengan digitalis menunjukkan peningkatan terjadinya

komplikasi aritmia.

4. Diuretika

Diuretika diberikan bila ada gagal jantung kanan. Pemberian diuretika yang berlebihan dapat

menimbulkan alkalosis metabolic yang bisa memicu peningkatan hiperkapnia. Di samping

itu, dengan terapi diuretik dapat terjadi kekurangan cairan yang mengakibatkan preload

ventrikel kanan, dan curah jantung menurun.

5. Flebotomi

Tindakan flebotomi pada pasien kor pulmonal dengan hematokrit yang tinggi untuk

menurunkan hematokrit sampai dengan nilai 59% hanya merupakan terapi tambahan pada

pasien kor pulmonal dengan gagal jantung kanan akut.

6. Antikoagulan

Pemberian antikoagulan pada kor pulmonal didasarkan atas kemungkinan terjadinya

tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi ventrikel kanan dan adanya factor

imobilisasi pada pasien. Di samping terapi di atas, pasien kor pulmonal pada PPOK harus

mendapat standard untuk PPOK, komplikasi dan penyakit penyerta.

Terapi optimal kor pulmoal karena PPOK harus dimulai dengan terapi optimal PPOK untuk mencegah

atau memperlambat timbulnya hipertensi pulmonal. Terapi tambahan baru diberikan bila timbul

tanda-tanda gagal jantung kanan.

11. Pencegahan

Untuk langkah pencegahan, kita bisa mencegah dari terjadinya PPOK dengan hindari asap

rokok, hidari polusi udara dan hindari infeksi saluran napas yang berulang. Seterusnya kita juga bisa

mencegah perburukan PPOK dengan berhenti merokok, gunakan obat-obatan yang adekuat,

mencegah eksaserbasi berulang dan pastikan pola makan kita terjaga dan teratur.4,7,8

10

Page 11: PBL SKENARIO 6

12. Komplikasi

Terdapat beberapa komplikasi dari Pulmonary Heart Disease yaitu:

- Sinkope

- Gagal jantung kanan

- Edema perifer

13. Prognosis

Pada kor pulmonal kronik yang disertai gagal jantung kanan, prognosisnya buruk. Namun

dengan pemberian terapi oksigen dalam jangka panjang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.4

Penutup

Kesimpulan

Cor pulmonal kronis terjadi disebabkan lanjutan dari paru-paru yang tidak sehat, yaitu paru-paru

yang sudah mengalami kelainan disebabkan PPOK. Angka kematian Cor Pulmonale masih tinggi.

Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menanggulangi PPOK. Jadi, apa yang harus dilakukan

oleh masyarakat adalah meninggalkan perbuatan merokok yang menjadi puncak utama kepada

PPOK. Pihak government seharusnya mengambil berat tentang hal ini dan melakukan edukasi

kepada masyarakat tentang bahaya yang bias didapatkan jika amalan merokok terus dilakukan.

Daftar Pustaka

1. Jonathan G. At a glance, anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:Penerbit Erlangga;

2007.h.116.

2. RubensteinD, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Edisi ke-6. Jakarta: Erlangga Medical

Series; 2005.h.68-88.

3. Sudoyo WA, Setiohadi W, Alwi I, Marcellus SK, Setiati S.. Buku ajar ilmu penyakit dalam.

Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.1583-1681.

4. Gray H, Dawkins Keith, Morgan J, Simpson I. Kardiologi. Edisi ke-4. Jakarta: Erlangga Medical

Series; 2005.p.80-96.

5. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit EGC; 2008.h.54-9.

11

Page 12: PBL SKENARIO 6

6. Sjaharuddin Harun dan Ika Prasepta Wijaya, Kor Pulmonal Kronik, dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. InternaPublishing2009; 287: 1842-44.

7. Braunwald E, Heart Failure and cor pulmonale, dalam Harisson’s Principles Internal

Medicine, edisi 16. New York, McGraw-Hill, 2005; 216 : 1367-78.

8. Neal MJ. At a glance, farmakologi medis. Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005.h.42-3.

12