9
PATOFISIOLOGI 1. Dispepsia Fungsional Proses patofisiologis yang paling banyak dibicarakan dan potensial berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung, infeksi Helicobacter pylori, dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensitivitas viseral. 1 (a)Abnormalitas Motorik Gaster Dengan studi Scintigraphic Nuklear dibuktikan lebih dari 50% pasien dispepsia non ulkus mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam gaster. Demikian pula pada studi monometrik didapatkan gangguan motilitas antrum postprandial, tetapi hubungan antara kelainan tersebut dengan gejala-gejala dispepsia tidak jelas. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang "kaku" bertanggung jawab terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus relaksasi, baik saat mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum. Pengosongan makanan bertahap dari corpus gaster menuju ke bagian fundus dan duodenum diatur oleh refleks vagal. Pada beberapa pasien dyspepsia non ulkus, refleks ini tidak berfungsi dengan baik sehingga pengisian bagian antrum terlalu cepat. 1,2 (b)Perubahan sensifitas gaster Lebih 50% pasien dispepsia non ulkus menunjukkan sensifitas terhadap distensi gaster atau intestinum, oleh

patofisio dispepsia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

-

Citation preview

Page 1: patofisio dispepsia

PATOFISIOLOGI

1. Dispepsia Fungsional

Proses patofisiologis yang paling banyak dibicarakan dan potensial berhubungan dengan

dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung, infeksi Helicobacter pylori,

dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensitivitas viseral.1

(a) Abnormalitas Motorik Gaster

Dengan studi Scintigraphic Nuklear dibuktikan lebih dari 50% pasien dispepsia non

ulkus mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam gaster. Demikian pula

pada studi monometrik didapatkan gangguan motilitas antrum postprandial, tetapi

hubungan antara kelainan tersebut dengan gejala-gejala dispepsia tidak jelas.

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang "kaku" bertanggung jawab

terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus relaksasi, baik

saat mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum. Pengosongan

makanan bertahap dari corpus gaster menuju ke bagian fundus dan duodenum diatur

oleh refleks vagal. Pada beberapa pasien dyspepsia non ulkus, refleks ini tidak

berfungsi dengan baik sehingga pengisian bagian antrum terlalu cepat.1,2

(b) Perubahan sensifitas gaster

Lebih 50% pasien dispepsia non ulkus menunjukkan sensifitas terhadap distensi gaster

atau intestinum, oleh karena itu mungkin akibat: makanan yang sedikit mengiritasi

seperti makanan pedas, distensi udara, gangguan kontraksi gaster intestinum atau

distensi dini bagian Antrum postprandial dapat menginduksi nyeri pada bagian ini.1,2

(c) Stres dan faktor psikososial

Beberapa studi mengatakan stres yang lama menyebabkan perubahan aktifitas vagal,

berakibat gangguan akomodasi dan motilitas gaster. 1,2

(d) Sekresi asam lambung

Umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung, baik sekresi basal maupun

dengan stimulasi pentagastrin, yang rata – rata normal. Diduga adanya peningkatan

sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di

perut.1,2

Page 2: patofisio dispepsia

(e) Ambang Rangsang Persepsi

Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi, reseptor

mekanin, dan nociceptor. Pada dispepsia ini mempunyai hipersensitivitas viseral

terhadap distensi balon di gaster atau duodenum. Penelitian menggunakan balon

intragastrik mendapatkan hasil pada 50% populasi dengan dispepsia fungsional sudah

timbul rasa nyeri atau tidak nyaman di perut pada pada inflasi balon dengan volume

yang lebih rendah dibandingkan volume yang menimbulkan rasa nyeri pada populasi

kontrol.1,2

(f) Disfungsi Autonom

Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal

pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam

kegagalan relaksasi bagian proximal lambung waktu menerima makanan, sehingga

menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.1,2

(g) Hormonal

Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis dispepsia fungsional. Dilaporkan

adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan mtilitas

antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol, dan prolaktin

mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit

gastrointestinal.1,2

(h) Diet dan Faktor Lingkungan

Kebanyakan pasien dispepsia fungsional mengeluhkan intoleransi terhadap makanan

berlemak dan dapat didemonstrasikan hipersensitivitasnya terhadap distensi lambung

yang diinduksi oleh infus lemak ke dalam duodenum. Gejalanya pada umumnya

adalah mual dan perut kembung.1,2

(i) Helicobacter pylori

Peranan infeksi Helicobacter pylori pada gastritis dan ulkus peptikum sudah diakui,

tetapi apakah Helicobacter pylori dapat menyebabkan dispepsia non ulkus masih

kontroversi. Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau pendarahan mukosa

lambung. Gastritis karena bakteri H. pylori dapat mengalami adaptasi pada lingkungan

dengan pH yang sangat rendah dengan menghasilkan enzim urease yang sangat kuat.

Page 3: patofisio dispepsia

Enzim urease tersebut akan mengubah urea dalam lambung menjadi ammonia

sehingga bakteri Helicobacter pylori yang diselubungi “awan amoniak” yang dapat

melindungi diri dari keasaman lambung. Kemudian dengan flagella Helicobacter

pylori menempel pada dinding lambung dan mengalami multiplikasi. Bagian yang

menempel pada epitel mukosa lambung disebut adheren pedestal. Melalui zat yang

disebut adhesin , Helicobacter pylori dapat berikatan dengan satu jenis gliserolipid

yang terdapat di dalam epitel. Selain urease, bakteri juga mengeluarkan enzim lain

misalnya katalase, oksidase, alkaliposfatase, gamma glutamil transpeptidase, lipase,

protease, dan musinase. Enzim protease dan fosfolipase diduga merusak glikoprotein

dan fosfolipid yang menutup mukosa lambung. H. Pylori juga mengeluarkan toksin

yang beperan dalam peradangan dan reaksi imun local.1,2

Gambar Infeksi Helicobacter Pylori2

Page 4: patofisio dispepsia

2. Dispepsia Organik

(a) OAINS

Obat anti-inflamasi non-steroid merusak mukosa lambung melalui beberapa

mekanisme. Obat-obat ini menghambat siklooksigenase mukosa lambung sebagai

pembentuk prostaglandin dari asam arakidonat yang merupakan salah satu faktor

defensif mukosa lambung yang sangat penting. Selain itu, obat ini juga dapat

merusak secara topikal. Kerusakan topikal ini terjadi karena kandungan asam

dalam obat tersebut bersifat korosif, sehingga merusak sel-sel epitel mukosa.

Pemberian aspirin juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh

lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu.

(b) Ulkus Peptikum

Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa esophagus,

lambung ataupun duodenum terputus dan meluas sampai di bawah epitel.

Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi,

walaupun seringkali dianggap juga sebagai ulkus. Prostaglandin yang terdapat

dalam jumlah berlebihan dalam mucus gastric dan tampaknya berperan penting

dalam pertahanan mukosa lambung. Aspirin, alkohol, garam empedu dan zat – zat

lain yang merosak mukosa lambung mengubah permeabilitas sawar epitel,

sehingga memungkinkan difusi balik asam klorida yang mengakibatkan kerosakan

jaringan, terutama pembuluh darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi

asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap

protein. Mukosa menjadi edema dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang.

Mukosa kapiler dapat rusak, mengakibatkan terjadinya hemoragi interstitial dan

perdarahan.

(c) Ulkus Duodenum

Daya tahan duodenum yang kuat terhadap ulkus peptikum diduga akibat fungsi

kelenjar Brunner (kelenjar duodenum submukosa dalam dinding usus) yang

memproduksi sekret mukoid yang sangat alkali, pH 8 dan kental untuk

menetralkan kimus asam. Penderita ulkus peptikum sering mengalami sekresi asam

berlebihan.

Page 5: patofisio dispepsia

PATHWAY DISPEPSIA

Perubahan pola makan, pengaruh obat-obatan alkohol, nikotin, rokok, tumor/kanker saluran pencernaan, stres,

Erosi dan ulcerasi mukosa lambung

Pelepasan mediator kimia (bradikinin,

histamin, prostaglandin)

Nosiceptor

Saraf afferen

Thalamus

Corteks cerebri

Peningkatan

produksi HCL

Impuls ke fleksus meissner ke nervus vagus

Merangsang medulla oblongata

Impuls kefleksus miesenterikus pada dinding lambung

Anoreksia, mual

Intake kurang muntah

Nutrisi KurangPerubahan

kesimbangan cairan dan elektrolit

Nyeri

Page 6: patofisio dispepsia

MANIFESTASI KLINIK

Klasifikasi didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga

tipe : 3

1. Dispepesia dengan keluhan seperti ulkus (tipe like ulcer), dengan gejala:

a. Nyeri epigastrium terlokalisasi

b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida

c. Nyeri saat lapar

d. Nyeri episodic

2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (tipe dysmotility), dengan gejala:

a. Mudah kenyang

b. Perut cepat terasa penuh saat makan

c. Mual

d. Muntah

e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)

f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan

3. Dispepesia nonspesifik (tidak ada gejala seprti kedua tipe di atas)

Sindroma dyspepsia dapat bersifat rigan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis

sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka

waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin dsertai

dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita,makan

dapat memperburuk nyeri, pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala

lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut

kembung).3

DAFTAR PUSTAKA1. Ringerl Y.,2005. Functional Dyspepsia. UNC Division of Gastroenterology and Hepatology.

2005;1:1-3.

2. Tack J., 2004. Pathophysiology and Treatment of Functional Dyspepsia. In : Gastroenterology 2004;

127 : 1239-1255.

3. Jupriansyah, 2012. Laporan Pendahuluan Askep Gawat Darurat dengan Klien Dispepsia di Instalasi

Gawat Darurat Rumah Sakit Muhammadiyah PLG. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Husada,

Palembang.