p12_menhut_ii_2004 (Penggunaan Kawasan Hutan Lindung Untuk Kegiatan an

Embed Size (px)

Citation preview

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, ditetapkan bahwa semua perizinan atau perjanjian di bidang pertambangan di kawasan hutan yang telah ada sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya izin atau perjanjian dimaksud; b. bahwa berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004, telah ditetapkan Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang berada di Kawasan Hutan; c. bahwa untuk pelaksanaan lebih lanjut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 sebagaimana butir b, maka perlu ditetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung Untuk Kegiatan Pertambangan. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); 2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 4. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888); 5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4374); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 66 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4206); 7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung untuk Kegiatan Pertambangan; 8. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 55/Kpts-II/1994 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan;

9. Keputusan Menteri Kehutanan No. 146/Kpts-II/1999 tentang Pedoman Reklamasi Bekas Tambang dalam Kawasan Hutan; 10.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 123/Kpts-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan; 11.Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 81/Menhut-II/2004 tentang Pembentukan Tim Terpadu Dalam Rangka Penyelesaian Izin Penggunaan Kawasan Hutan Lindung Untuk Kegiatan Pertambangan; MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Penggunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan adalah penggunaan kawasan hutan lindung untuk segala bentuk kegiatan di bidang pertambangan tanpa mengubah peruntukan dan fungsi pokok kawasan hutan. 2. Izin kegiatan di dalam kawasan hutan lindung adalah izin melaksanakan kegiatan studi kelayakan atau eksplorasi pertambangan dalam rangka penggunaan kawasan hutan lindung. 3. Izin pinjam pakai kawasan hutan lindung adalah izin menggunakan kawasan hutan lindung untuk melaksanakan kegiatan eksploitasi/produksi atau konstruksi pertambangan untuk jangka waktu tertentu. 4. Reklamasi areal bekas tambang pada hutan lindung adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan penggunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan fungsinya. 5. Menteri adalah menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan. BAB II DASAR DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Penggunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan dilaksanakan atas dasar persetujuan menteri dalam bentuk izin kegiatan atau izin pinjam pakai kawasan hutan lindung dengan kompensasi.

(2) Persetujuan menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku terhadap 13 (tiga belas) izin atau perjanjian di bidang pertambangan yang nama perusahaan dan lokasi penambangannya sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2004. Pasal 3 Pengaturan penggunaan kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk membatasi dan mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan.

BAB III TATA CARA PEMBERIAN IZIN Bagian Kesatu Tahap eksplorasi Pasal 4 (1) Permohonan penggunaan kawasan hutan lindung pada tahap eksplorasi diajukan kepada menteri oleh pimpinan tertinggi perusahaan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dengan tembusan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan, Kepala Badan Planologi Kehutanan, Gubernur dan Bupati/Walikota setempat. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan : a. Peta lokasi dan luas kawasan hutan yang dimohon untuk eksplorasi dengan skala peta dasar minimal 1 : 250.000; b. Izin atau perjanjian di bidang pertambangan; c. Rencana kegiatan eksplorasi di dalam kawasan hutan lindung. (3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Badan Planologi Kehutanan atas nama Menteri menerbitkan izin kegiatan eksplorasi di dalam kawasan hutan lindung. Bagian Kedua Tahap eksploitasi Pasal 5 (1) Permohonan penggunaan kawasan hutan lindung pada tahap eksploitasi diajukan kepada Menteri oleh pemegang tertinggi perusahaan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dengan tembusan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Negara Lingkungan Hidup, Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan, Kepala Badan Planologi Kehutanan, Gubernur dan Bupati/Walikota setempat. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan : a. Peta lokasi dan luas kawasan hutan yang dimohon dengan skala peta dasar minimal 1:100.000; b. Izin atau perjanjian di bidang pertambangan; c. Rencana penggunaan kawasan hutan lindung; d. Pernyataan kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban yang dipersyaratkan dan menanggung biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan permohonan sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan, yang disahkan oleh notaris;

e. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang; f. Rekomendasi Bupati/Walikota dan Gubernur setempat. (3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Badan Planologi Kehutanan mengkoordinasikan pelaksanaan kajian teknis tim terpadu dalam rangka penerbitan izin pinjam pakai di kawasan hutan lindung.

(4) Pelaksanaan kegiatan tim teknis terpadu dibiayai oleh pemohon. (5) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Badan Planologi Kehutanan dalam tenggang waktu 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya laporan hasil kajian menyampaikan pertimbangan teknis kepada Menteri. (6) Berdasarkan pertimbangan teknis Kepala Badan planologi kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Menteri menerbitkan surat persetujuan pinjam pakai kepada pemohon sebagai dasar untuk memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan. Pasal 6 (1) Badan Planologi Kehutanan bersama instansi kehutanan Provinsi dan Kabupaten/Kota melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam surat persetujuan pinjam pakai yang telah diterbitkan, minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (2) Kepala Badan Planologi Kehutanan menyampaikan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menerbitkan keputusan tentang izin pinjam pakai kawasan hutan lindung, setelah seluruh kewajiban yang tercantum dalam surat persetujuan pinjam pakai dipenuhi oleh pemohon. BAB IV KEWAJIBAN PEMOHON / PEMEGANG IZIN Bagian Kesatu Umum Pasal 7 (1) Kewajiban pemohon pada tahap eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) adalah sebagai berikut: a. membayar ganti rugi nilai tegakan yang ditebang; b. menyusun rencana kegiatan di dalam kawasan hutan; c. menjaga keamanan kawasan hutan yang dipinjam pakai dan bertanggung jawab terhadap dampak negatif lingkungan sekitarnya sebagai akibat kegiatan pertambangan; d. mereklamasi dan mereboisasi kawasan hutan bekas kegiatan eksplorasi; e. membuat laporan secara berkala 3 (tiga) bulan kepada Menteri; f. membuat pernyataan kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban, yang disahkan oleh notaris. (2) Kewajiban pemohon pada tahap eksploitasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 adalah sebagai berikut : a. membayar ganti rugi nilai tegakan yang ditebang; b. menyediakan dan menyerahkan tanah lain kepada Departemen Kehutanan sebagai kompensasi atas kawasan hutan lindung yang dipinjam;

(3)

c. menanggung biaya pengukuran, pemetaan dan pemancangan tanda batas dan penyelesaian berita acara tata batas, serta biaya inventarisasi atas kawasan hutan lindung yang dipinjam dan tanah kompensasi; d. menyusun rencana kerja penggunaan kawasan hutan lima tahunan dan dirinci dalam tahunan, yang memuat antara lain kegiatan penambangan dan sarana pendukungnya, reklamasi dan konservasi tanah, pemanfaatan/penebangan, perlindungan hutan dan konservasi keanekaragaman hayati, dan rencana tapak yang disetujui oleh Kepala Badan Planologi Kehutanan atas nama Menteri; e. membayar dana jaminan reklamasi; f. membiayai dan melaksanakan reboisasi atas lahan kompensasi; g. menjaga keamanan kawasan hutan yang dipinjam pakai dan bertanggung jawab terhadap dampak negatif lingkungan sekitarnya sebagai akibat kegiatan pertambangan; h. mereklamasi kawasan hutan lindung yang dipinjam pakaikan berdasarkan rencana kerja penggunaan kawasan hutan yang disetujui sebagaimana dimaksud huruf d; i. membuat laporan secara berkala 3 (tiga) bulanan kepada Menteri; j. dalam hal pemegang izin dikenakan sanksi administartif berupa pencabutan izin maka pemegang izin tetap harus menyelesaikan kegiatan reklamasi pada kawasan hutan yang dipinjam pakai; k. membuat pernyataan kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban yang disahkan oleh notaris. Bagian Kedua Nilai Tegakan Pasal 8 (1) Badan Planologi Kehutanan melakukan inventarisasi potensi tegakan pada areal yang diberikan izin pinjam pakai. (2) Berdasarkan hasil inventarisasi potensi tegakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemegang izin wajib membayar ganti rugi nilai tegakan kepada negara melalui Departemen Kehutanan. Bagian Ketiga Kompensasi Pinjam Pakai Pasal 9 (1) Izin pinjam pakai kawasan hutan lindung dikenakan kompensasi berupa menyediakan dan menyerahkan lahan di luar kawasan hutan untuk dijadikan kawasan hutan. (2) Persyaratan lahan kompensasi : a. memiliki status tanah yang jelas dan bertitel hak atas nama pemohon; b. bebas dari pembebanan hak tanggungan; c. bebas dari sengketa; d. berbatasan langsung dengan kawasan hutan; dan e. terletak dalam satu DAS/Sub DAS Kabupaten/Provinsi dengan areal yang dipinjampakaikan; f. memenuhi persyaratan teknis untuk dijadikan hutan.

(3) Pada Provinsi yang luas kawasan hutannya kurang dari 30% dari luas daratan, areal kompensasinya seluas dua kali kawasan hutan yang dipinjampakaikan. (4) Pada Provinsi yang luas kawasan hutannya 30% dari luas daratan atau lebih, areal kompensasinya seluas kawasan hutan yang dipinjampakaikan. Pasal 10 Biaya pengukuran, pemetaan, pemancangan tanda batas, dan penyelesaian berita acara tata batas serta biaya inventarisasi kawasan hutan lindung yang dipinjam pakai dan lahan kompensasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 11 (1) Reboisasi pada lahan kompensasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (2) Serah terima tanaman hasil reboisasi pada lahan kompenasi dilaksanakan pada tahun ke-4 (empat) setelah dilakukan penilaian oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang kehutanan di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. (3) Serah terima tanaman hasil reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima tanaman reboisasi pada lahan kompensasi dari pemegang izin pinjam pakai kepada Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Bagian Keempat Reklamasi Pasal 12 Ketentuan mengenai reklamasi dan kriteria keberhasilan reklamasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf h dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 13 (1) Dalam hal kawasan hutan bekas tambang tidak dapat di reklamasi menjadi hutan kembali maka pemegang izin dikenakan kompensasi tambahan, berupa bagi hasil yang besarnya ditetapkan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

(2) Dana yang diperoleh dari bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk memulihkan kembali lahan reklamasi kawasan hutan melalui kegiatan uji coba dan kegiatan pendukung lainnya. Bagian Kelima Rencana Kerja Penggunaan Kawasan Hutan Pasal 14 (1) Pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan lindung wajib menyusun rencana kerja penggunaan kawasan hutan lima tahun yang dirinci dalam rencana kerja tahunan.

(2) Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rencana kegiatan penambangan yang dirinci dalam blok-blok, rencana pembangunan jalan tambang, serta rencana reklamasi, konservasi tanah, pemanfaatan/penebangan, perlindungan hutan, dan konservasi keanekaragaman hayati. (3) Persetujuan Rencana kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Kepala Badan Planologi Kehutanan.

BAB VIII JANGKA WAKTU DAN PERPANJANGAN IZIN Bagian Kesatu Tahap Eksplorasi Pasal 15 (1) Izin kegiatan di dalam kawasan hutan lindung berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun sejak ditandatangani surat izin dan dapat diperpanjang. (2) Perpanjangan izin kegiatan dalam kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum izin berakhir.

(3) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri laporan hasil eksplorasi yang telah dilaksanakan. Bagian Kedua Tahap Eksploitasi Pasal 16 (1) Izin pinjam pakai kawasan hutan lindung berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun sejak ditandatangani izin pinjam pakai dan dapat diperpanjang. (2) Perpanjangan izin pinjam pakai kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum izin berakhir. (3) Perpanjangan izin pinjam pakai kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.

BAB IX MONITORING DAN EVALUASI Pasal 17 (1) Monitoring dilakukan terhadap pelaksanaan kewajibankewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang izin pinjam pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7. (2) Monitoring dilakukan oleh instansi kehutanan terkait di daerah dan dikoordinasikan oleh Dinas Provinsi yang membidangi kehutanan. (3) Monitoring dimaksud pada ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. (4) Hasil monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Menteri dengan tembusan kepada pemegang izin yang bersangkutan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Negara Lingkungan Hidup, Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan, Kepala Badan Planologi Kehutanan, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Gubernur dan Bupati/Walikota setempat.

Pasal 18 (1) Evaluasi dilakukan oleh Instansi Kehutanan Pusat bersama-sama Instansi Kehutanan Daerah dalam rangka pengembalian kawasan hutan yang dipinjam pakai atau dalam rangka perpanjangan. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sebelum izin pinjam pakai berakhir. (3) Ketentuan mengenai monitoring dan evaluasi diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Planologi Kehutanan. Pasal 19 Biaya monitoring dan evaluasi dibebankan kepada pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan lindung.

BAB X PENGEMBALIAN KAWASAN HUTAN LINDUNG YANG DIPINJAM PAKAI Pasal 20 (1) Kawasan hutan lindung yang telah selesai dipinjam pakai atau selesai digunakan untuk kegiatan pertambangan wajib dikembalikan kepada Menteri. (2) Pengembalian kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas hasil evaluasi. BAB XI SANKSI Pasal 21 (1) Pemegang izin pinjam pakai yang tidak memenuhi kewajiban dikenakan sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. penghentian sementara kegiatan di lapangan; b. pencabutan izin pinjam pakai. Pasal 22 (1) Sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan di lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a, karena pemegang izin tidak melaksanakan salah satu atau lebih kewajiban yang ditetapkan. (2) Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) huruf a sampai dengan pemegang izin memenuhi kewajibannya. Pasal 23 (1) Sanksi administrasi berupa pencabutan izin pinjam pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b karena pemegang izin: a. dalam waktu 1 (satu) tahun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2); b. menggunakan kawasan hutan yang dipinjam pakai tidak sesuai dengan izin yang diberikan;

c. memindahtangankan sebagian atau seluruh kawasan hutan yang dipinjam pakai kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari Menteri; d. dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 78 UU Nomor 41 Tahun 1999. (2) Pencabutan izin pinjam pakai sebagai akibat pelanggaran yang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, b dan c, dilakukan setelah pemegang izin diberi peringatan sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya surat peringatan tersebut. (3) Khusus untuk pencabutan izin dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilakukan setelah ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

BAB XI KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 24 Kegiatan penambangan harus dilakukan dengan menggunakan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 29 September 2004 MENTERI KEHUTANAN, ttd. MUHAMMAD PRAKOSA SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada Yth. : 1. Menteri Koordinator Bidang Ekonomi. 2. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. 3. Menteri Dalam Negeri. 4. Menteri Negara Lingkungan Hidup. 5. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 6. Gubernur di seluruh Indonesia. 7. Bupati/Walikota di seluruh Indonesia. 8. Para Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan. 9. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. 10. Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I s/d XI.