42
LAPORAN AKHIR PENELITIAN MATA KULIAH METODE PENELITIAN KUALITATIF I PARTISIPASI POLITIK PEMULA TERHADAP PEMILU 2019 Oleh: Kelompok 14 1. SHIDQI ALWAN HASIBULLAH (Alwan) 18/428317/SP/28526 2. IVAN HAFIZH BARRUDANA (Ivan) 18/430840/SP/28684 3. MUHAMMAD HAQIQURRAHMAN (Haqi) 18/428304/SP/28513 4. FATHIN DIFA ROBBANI (Difa) 18/428301/SP/28510 5. ARYA YUDHA ANDREA (Arya) 18/430833/SP/2867

praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

LAPORAN AKHIR PENELITIAN

MATA KULIAH METODE PENELITIAN KUALITATIF I

PARTISIPASI POLITIK PEMULA TERHADAP PEMILU 2019

Oleh: Kelompok 14

1. SHIDQI ALWAN HASIBULLAH     (Alwan)        18/428317/SP/28526

2. IVAN HAFIZH BARRUDANA            (Ivan)        18/430840/SP/28684

3. MUHAMMAD HAQIQURRAHMAN (Haqi)    18/428304/SP/28513

4. FATHIN DIFA ROBBANI                 (Difa)    18/428301/SP/28510

5. ARYA YUDHA ANDREA                (Arya)        18/430833/SP/2867

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2019

Page 2: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

KELOMPOK 14

Partisipasi Pemilih Pemula di Desa Girikerto

Daftar isi………………………………………………………………………i

BAB 1. Pendahuluan…………………..……………………………………..1

1.1 latar belakang………………………………..……………………………1

1.2 rumusan masalah………………….………………………………………2

1.3 metodologi penelitian……….…………………………………………….2

BAB 2. Latar Sosial……………………………………… ……..……………3

BAB 3. Analisis….……....……..……………………………………………..7

A. Lingkungan yang tidak mendukung diskusi politik……………….7

B. Tidak suka politik………………………………………………….8

C. Kampanye………………………………………………………….10

D. Kekecewaan terhadap politik………………………………………11

E. Apatisme……………………………………………………………14

BAB 4. Penutup……….………………………………………….……………….17

1. Kesmpulan……………………………………………………………17

2. Limitasi……………………………………………………………….17

3. Saran…………………………………………………………………..18

Daftar pustaka………………………………………………………………….19

Lampiran………………………………………………………………………..20

1. Pembagian Kerja Kelompok…………………………………….......20

2. Mind Map Kelompok……………………………………………….21

3. Mind Map Individu………………………………………………….22

4. Poster…………………………………………………………………27

i

Page 3: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pemuda sepanjang sejarah nasional Indonesia memiliki peran penting di dalam demokrasi. Dimulai dari sumpah pemuda tahun 1928 hingga reformasi tahun 1998 yang diinisiasi oleh gerakan mahasiswa. Pemuda sebagai peran penting sendiri tidak bisa juga dilepaskan dalam konteks pemilu, terutama dalam hal ini adalah pemilu 2019, bagaimana pemuda dengan perang penting yang dia miliki ikut andil berpatisipasi dalam ranah pemilu?

Terutama untuk mereka para pemuda yang untuk tahun ini baru pertama kali merasakan mencoblos sebagai pemilih. Tetapi, di sini kami mencoba melihat pemuda—bukan hanya untuk yang pertama kali, tetapi secara keseluruhan. Lesley Pruitt (2017) dalam refleksinya terhadap pemuda dan partisipasti politik menjelaskan bahwa pemuda yang memiliki kepedulian terhadap isu publik, menginginkan para pemimpin politik mendengarkan suara mereka (Pruitt, 2017). Di dalam konteks pemilu di Indonesia sendiri kami juga melihat adanya ketidakikutsertaan pemuda di dalam ranah pemilu.

Sebagian besar pemuda justru memilih umtuk menjalani karir yang mereka miliki sendiri, darupada harus berurusan dengan perebutan jabatan. Hal ini kemudian jelas berbeda jika kita melihat bahwa selama ini pemuda selalu menjadi faktor penting di dalam proses terbentuknya demokrasi kita. Walaupun, di sisi lain partai politik seperti PSI (Partai Solidaritas Indonesia) yang memiliki banyak anggota yang masih bisa disebut sebagai pemuda itu ada. Tetapi di sisi lain, apakah setiap pemuda kemudian ikut berpatisipasi di dalam politik? Apakah pemuda yang berpatisipasi di dalam politik ikut mendengarkan pemuda yang lain? Seperti apa yang dijelaskan oleh Lesly.

Konteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar dan mahasiswa. Total terdapat 5.035.887 pemilih pemula pada tahun 2019 (BPS, 2013). Jumlah pemilih pemula yang cukup banyak ini kemudian dapat dijadikan sebagai salah satu acuan untuk menilai sejauh mana proses dinamika demokrasi di Indonesia. Walaupun, demokrasi tidak sepenuhnya berada di dalam kotak suara. Tetapi, proses bagaimana pemuda berpatisipasi di dalam pemilu ini cukup penting.

Rumusan masalah yang kita gunakan di dalam penelitian ini bagaimana pemuda dalam konteks pemilu 2019 berpatisipasi? Di sini kita mencoba mengkawinkan antara pemuda dengan partisipasi politik, hubungan diantara keduanya adalah pemuda biasnya memiliki antusias yang tinggi dalam berpolitik. Yang kemudian di sini kita mencoba melihat bagaimana pemuda di sini berpatisipasi.

1

Page 4: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

Di dalam laporan penilitian ini kami mencoba menjawab pertanyaan ini dengan melakukan wawancara dengan beberapa pemuda di Yogyakarta. Kami mengambil beberapa pemuda secara acak, yang kemudian kami lakukan wawancara terhadap mereka. Yang mana, wawancara ini berdasarkan dengan rumusan masalah yang ada.

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diambil untuk penelitian ini adalah mengenai pola perilaku pemuda menghadapi pemilu 2019. Dimana hal tersebut adalah salah satu permasalahan mengenai penerapan demokrasi di Indonesia. Jadi, rumusan masalah mengenai hal tersebut adalah :

1. Bagaimana pemuda berperilaku dalam pemilu 2019

3. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian model kualitatif yang dapat didefinisikan

sebagai suatu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami

suatu gejala sentral (Cresswell, 2008). Penelitian kualitatif bertujuan untuk menggali

dan mendapatkan informasi dari informan yang nyata terjadi di lapangan. Hal ini di

lakukan memlaui wawancara dan interaksi langsung antara informan dengan peneliti.

2. Waktu dan Tempat Penelitian

Tanggal 27-28 Maret di Desa Girikerto, Yogyarkarta

3. Informan

Pemilih Pemula di Desa Girikerto, Yogyakarta.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu wawancara, observasi,

dokumentasi, dan catatan lapangan.

a. Wawancara: peneliti memberikan dan melakukan obrolan dengan informan

melalui pertanyaan- pertanyaan yang diajukan.

b. Observasi: peneliti mengamati kejadian yang terjadi di lingkungan sekitar

c. Dokumentasi: pengambilan foto/ gambar, recorder, dan video.

d. Catatan lapangan: pembuatan diary reflection selama melakukan penelitian

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah transcript dari hasil wawancara yang

telah dilakukan, indexing, coding, diary reflection dan mind mapping. Melalui

2

Page 5: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

penelitian ini, nantinya data akan di analisis secara deskriptif dengan memberikan

gambaran secara umum tentang bagaimana pemilih pemula itu berpartisipasi dalam

pemilu 2019.

3

Page 6: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

BAB II

LATAR SOSIAL

BAB II

DESKRIPSI WILAYAH

Gambar 1.1 Balai Desa Girikerto

Sumber : Dokumen Pribadi

Desa girikerto terletak di daerah Turi, Sleman, Yogyakarta. Desa ini masih sangat asri

dengan dipenuhi oleh perkebunan buah salak. Desa ini sering disebut sebagai desa wisata karena

4

Page 7: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

desa ini banyak menyuguhkan pemandangan-pemandangan yang bagus dan wisata alam yang

menarik. Perkembangan desa wisata Girikerto ini didukung baik oleh pemerintahan desa ini dan

karang taruna di desa ini juga ikut serta memajukan desa ini agar lebih dikenal oleh khalayak

luar. Ada beberapa tempat wisata yang ada di Desa Girikerto ini, misalnya Tourism Village

Pancoh, Tourism Village Nganggring dan juga Desa Wisata Daleman. Letak desa ini cukup jauh

jika ditempuh dari Kota Yogyakarta, jarak yang ditempuh sekitar 45 menit. Girikerto sendiri

masih bercorak pedesaan karena masih banyak perkebunan buah salak di daerah ini dan

mayoritas pekerjaan disini yaitu sebagai tukang kebun buah salak. Akses menuju desa Girikerto

ini tidak sulit dan jalanan yang ditempuh cukup nyaman. Desa Girikerto masih memiliki

pemandangan yang bagus, masih banyak pohon-pohon yang menjulang tinggi sehingga terasa

nyaman dan sejuk saat disana.

Gambar 1.2 Salah Satu Rumah Di Desa Girikerto

Sumber : Dokumen Pribadi

Foto-foto diatas merupakan gambaran keadaan rumah-rumah di desa Girikerto.

Masih ada beberapa rumah yang hanya beralaskan semen saja, sangat terpencil hingga saat ingin

5

Page 8: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

dilakukan penelitian, letak rumah tersebut sedikit sulit dicari. Kondisi ekonomi masyarakat di

desa Girikerto masih banyak yang menengah ke bawah karena mayoritas warga disana bekerja

sebagai tukang kebun. Tidak banyak warga disana yang bekerja di daerah kota karena banyak

faktor yang mempengaruhi. Di desa ini akses untuk membeli kebutuhan sehari-hari seperti

bahan-bahan pokok cukup jauh karena tidak ada pasar di sekitar daerah desa tersebut dan harus

turun menuju kota untuk membelinya. Di desa ini juga ada minimarket namun hanya sedikit,

bahkan bisa dihitung.

6

Page 9: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

BAB III

ANALISIS

A. Lingkungan yang Tidak Mendukung Diskusi Politik

Keluarga adalah lingkungan pertama manusia. Perilaku manusia biasanya dibentuk

berawal dari lingkungan keluarga. Menurut Septiana, Syahrul, Hermansyah dalam penelitian

mereka terhadap pengaruh keluarga pada siswa sekolah menengah pertama (SMP) yang merokok

di tahun 2016, faktor paling dominan yang mempengaruhi siswa merokok adalah keluarga. Hal

itu membuktikan bahwa keluarga memang memiliki peran besar dalam mempengaruhi

seseorang. Begitupula dengan diskusi politik, jika keluarga tidak mendorong untuk diskusi

politik maka hal tersebut akan mempengaruhi perhatian seseorang dalam diskusi politik.

Cohen (Fisher, 1984; dalam Veitch & Arkkelin, 1995) juga menambahkan bahwa

lingkungan mempengaruhi perilaku seseorang. Menurutnya salah satu asumsi dasar teori beban

lingkungan adalah karena keterbatasan kapasitas manusia dalam pemprosesan informasi.

Penjelasannya, jika proses informasi yang masuk melebihi kapasitas maka seseorang akan

memilah informasi yang bermakna dan tidak bermakna. Semakin bermakna stimulus informasi

maka semakin mendapat perhatian lebih dalam. Contoh seseorang mengendarai mobil dalam

situasi jalan yang padat sehingga orang tersebut memiliki perhatian lebih dalam terhadap situasi

jalan agar bisa mengendarai mobil dengan selamat dibandingkan memperhatikan percakapan

penumpangnya. Setelah melewati situasi jalan yang padat maka sopir akan kembali melanjutkan

perhatiannya pada percakapan penumpangnya. Jika stimulus informasi tidak melebihi kapasitas

maka akan berkurangnya perhatian sehingga timbul kebosanan. Contoh seseorang mengendari

mobil di jalan tol yang sepi, dengan pemandangan yang konstan maka seseorang tersebut akan

merasa bosan. Hubungan dengan topik ini, seseorang yang tidak memiliki dorongan terhadap

diskusi politik artinya bergantung pada stimulus informasi yang melebihi kapasitas atau tidak.

Pemuda di desa yang penulis teliti memiliki dua kemungkinan. Stimulus informasi yang

melebihi kapasitas tetapi diskusi politik di lingkungannya tidak bermakna bagi para pemuda atau

7

Page 10: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

stimulus informasi mengenai politik berada tidak mencapai kapasitas sehingga menganggap

topik politik membosankan.

Lingkungan desa tersebut yang tidak mendukung diskusi politik juga disampaikan oleh

informan dalam wawancara kualitatif penulis sebagai berikut:

Nenek Zildan: ga ada, ga ada serangan disini (tertawa bercanda). sepi mas disini” [00:17:07.00]

Nenek Zildan: kalo di kota mungkin rame ya mas, maksudnya ya bukan di kampung kayak gini.

ya kayak daerah kota yang rame-rame gitu ya mungkin rame kalik, ada serangan-serangan juga

kalik (ketawa) [00:17:20.00]

Nenek Zildan: dia (zildan) ga pernah merhatiin mas. dia main gituu aja, kek ginian nih (nunjuk

gitar). dan disini juga kayaknya ga pada gimana gitu. kalo di kota kan, kayak waktu dulu saya di

jakarta kan rame, uuwwwwh, pada punya pilihan sendiri-sendiri. pada 'udah lo pilih ini aja' pada

saling begitu.kalo disini, ga ada. yaudah anak-anak, mancing mancing aje

(semua ketawa) [00:18:35.16]

Nenek Zildan: ga ada temen-temen yang ngomong politik (tertawa) [00:20:11.21]

Nenek Zildan: disini sih anak muda nya ga ada yang ngomongin politik. beda ga kayak di jakarta

kan 'lu pilih ini aja itu aja' nah kek gitu kan. kalo disini ga ada [00:22:40.12]

Dari yang disampaikan nenek Zildan, yaitu salah satu nenek dari pemuda desa tersebut, dapat

dilihat bahwa di lingkungan tersebut tidak mendorong untuk diskusi mengenai politik. Jika mengutip dari

yang dikatakan Cohen (Fisher, 1984; dalam Veitch & Arkkelin, 1995) diatas, pemuda di desa

tersebut memiliki stimulan informasi politik dibawah kapasitas, sehingga diskusi politik menjadi

hal yang membosankan. Ditambah pula dengan salah satu informan penulis bernama Zildan

memiliki latar belakang pemusik dan videografer sehingga ketertarikan dia ada pada musik dan

video. Topik politik menjadi hal yang tidak menarik.

Keluarga dari Zildan juga tidak begitu antusias dalam topik politik. Nenek Zildan yang tinggal

bersama Zildan pun juga tidak begitu paham politik. Lingkungan keluarga yang tidak mendorong

membahas politik juga menjadi salah satu faktor kuat ketidaktertarikan pemuda desa tersebut untuk

membahas politik. Kelima informan penulis memiliki kesamaan hasil wawancara yaitu mereka cenderung

apatis terhadap isu politik. Lingkungan mereka yang tidak mendorong diskusi politik memang menjadi

salah satu faktornya.

8

Page 11: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

B. Tidak Suka Politik

Pada sub bab kali ini akan dijelaskan mengapa sebagian masyarakat Girikerto tidak suka

terhadap sistem politik yang ada sekarang ini. Pada penelitian yang kami lakukan kali ini kami

mewawancarai kelima orang anak dan kami mendapatkan jawaban yang sama yaitu mereka tidak

suka politik. Banyaknya krisis politik yang terjadi juga memungkinkan masyarakat Girikerto

tidak suka terhadap politik yang ada. Buruknya perilaku elit-elit politik menyebabkan

masyarakat tidak percaya terhadap mereka, masyarakat berkaca terhadap keadaan politik yang

sebelum-sebelumnya pernah terjadi.

Persepsi anak terhadap politik sebenarnya juga tercipta oleh beberapa faktor, antara lain

lingkungan yang tidak mendukung sejak dini sehingga ketika menginjak dewasa maka anak

remaja tersebut tetap apatis terhadap politik yang ada. Tidak hanya satu atau dua orang yang

bersikap apatis, namun juga circle yang ada dalam kelompok tersebut, circle tersebut bisa

tericpta karena adanya kesamaan hobi satu sama lain.

Faktor lain yang membuat elit politik terlihat buruk yaitu karena semakin canggihnya

tekonologi pada zaman sekarang membuat media elektronik dan media sosial semakin mudah

diakses. Masyarakat bisa mendapatkan informasi politik yang sekarang dengan hanya melihat

dari ponsel. Berbeda dengan zaman dulu yang mana informasi terhadap elit politik masih kurang

bisa diakses, masyarakat hanya tahu sedikit tentang politik dan mereka mudah percaya terhadap

kampanye yang dilakukan elit politk, namun sekarang ini masyarakat sudah semakin cerdas

tentang situasi politik yang sekarang, mereka tidak mudah percaya dan menganggap bahwa apa

yang dikatakan elit politik itu hanya sekadar omong kosong yang hanya menguntungkan

kelompok mereka sendiri, apalagi perkataan yang memntingkan aspirasi publik. (Said Riduan ,

2014:4)

Menurut informan kami yang bernama Faiz, ia berpendapat bahwa dirinya tidak

menyukai politik karena hanya sebatas tidak suka saja. Ia tidak memiliki ketertarikan sama sekali

terhadap ilmu politik, sehingga membuat dirinya tidak mengetahui apa-apa tentang politik.

Ketika kami tanya alasannya, ia menjawab dengan jawaban yang apatis. Ia beranggapan bahwa

lebih penting memikirkan pekerjaan dirinya sendiri terlebih dahulu daripada memikirkan negara

karena hal itu membuatnya pusing. Namun, Faiz ini tidak 100% apatis, ia masih mengikuti

9

Page 12: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

pemilu yang berlangsung pada 2019 ini. Ia memilih Jokowo waktu itu dengan alasan sesuai

dengan isi hatinya, ia tidak memilih Prabowo karena merasa Prabowo itu orang yang terlalu

keras menrutnya. Latar belakang Prabowo mungkin juga menjadi gambaran bagi Faiz untuk

tidak memilihnya. Faktor lain yang membuatnya mengikuti pemilu mungkin karena ayahnya

juga yang berpartisispasi menjadi panitia pemilu di daerahnya. Ayahnya ini juga cukup tahu

tentang politik, meskipun ia tidak aktif di daerahnya. Ayahnya juga tidak ingin ikut campur

tangan terhadap politik uang yang kotor, meskipun sudah pernah ditawari amplop, ia hanya

menganggap semua sebagai candaan saja. Apalagi Faiz, ia bahkan tidak tahu jika ada orang yang

bermain politik uang pada saat pemilu. Wawasannya terhadap pemilu hanya sedikit, hanya

presiden saja yang ia ketahui, selain itu ia hanya memilih asal atau orang yang ia ketahui saja.

Kurangnya sosialisasi di daerah tersebut dirasakan oleh Faiz dan juga ayahnya, mereka

menganggap bahwa para elit politik ini hanya melakukan kampanya di daerah kota saja, tidak

sampai ke pelosok. Hal ini juga mungkin bisa menyebabkan orang-orang yang di daerah pelosok

lainnya juga mengalami minimnya wawasan terhadap politik. Faiz hanya melihat berita-berita

tentang politik secara tidak sengaja dari tv ataupun internet. Mungkin sesekali membuatnya ingin

melihat berita politik, namun ia tak pernah secara sengaja mencari informasi tentang pemilu

ataupun yang berkenan dengan politik.

Story Box

Faiz Ma’ruf merupakan pemuda Girikerto yang dari kecil hingga dewasa berkembang di

desanya. Ia yang sekarang lebih fokus terhadap masa depannya dengan mengambil pendidikan

sekolah Jepang yang nantinya jika sudah siap akan dipekerjakan ke Jepang. Ia mengakui dari

kecil dirinya dan teman-temannya memang tak pernah berurusan sama sekali terhadap politik,

yang membuatnya buta terhadap politik. Faiz yang aktif mengikuti organisasi di desa pun tak

pernah membahas sama sekali tentang pemilu ataupun politk yang lainnya. Ia lebih fokus pada

tujuan yang ada di organisasi tersebut. (Faiz Ma’ruf)

C. Kampanye

10

Page 13: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

Indonesia merupakan negara yang berbentuk republik. Pemimpin di Indonesia merupakan

seorang presiden yang dimana dalam proses pemilihannya melalui cara pemilu. Jumlah pemilu

yang dilakukan di Indonesia sudah sebanyak 12 kali dihitung sejak tahun 1955 hingga tahun

2019. Adanya pemilu karena Indonesia merupakan negara yang berlandaskan demokrasi, dimana

semua keputusan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pemilu dilakukan untuk memilih

calon presiden dan wakil presiden dan para anggota legislatif secara luberjurdil. Pemilu tahun ini

berbeda pada tahun 2014, dimana pemilu tahun ini dilakukan serentak dengan pemilihan calon

legislatif, sedangkan pemilu tahun 2014 dilakukan secara tidak serentak.

Kita tahu bahwa dalam penyebaran kampanye pemilu tahun ini banyak dilakukan cara-

cara untuk menarik minat massa dalam memilih capres dan cawapres dan anggota legislatif yang

menyalonkan diri. Banyak para calon-calon anggota parlemen maupun capres dan cawapres yang

menggunakan media sosial dalam menarik massa. Media sosial yang biasa digunakan yaitu

twitter dan instagram. Media sosial sendiri dianggap mampu memberikan dampak positif dalam

pemilu karena menurut data statistik, pengguna media sosial di Indonesia di tahun 2013

mencapai 74 juta orang (Fatanti, 2014). Jumlah pengguna media sosial di Indonesia yang sangat

banyak dan cenderung selalu mengalami peningkatan yang signifikan di nilai sebagai hal yang

ampuh untuk mengambil hati masyarakat Indonesia (Fatanti, 2014). Tentunya media sosial yang

hingga saat ini sangat berperan dalam kehidupan kita, hal ini juga memberikan dampak pada

beberapa bidang pemerintahan, salah satunya bidang politik (Anshari, 2013). Adanya media

sosial juga bisa menjadi sarana untuk berinteraksi secara langsung dengan masyarakat Indonesia

mengingat jika bertemu secara langsung itu sulit dilakukan karena tidak semua orang bisa

bertemu dengan pejabat-pejabat pemerintah (Anshari, 2013).

Berdasarkan survey yang dilakukan di desa Girikerto, survey membuktikan bahwa justru

masih ada masyarakat yang kurang mengenali calon-calon pejabat pemerintahan, padahal sudah

ada media sosial sebagai salah satu perantara dalam pengenalan calon-calon pejabat. Para

masyarakat masih ada yang hanya asal memilih dikarenakan kurangnya sosialisasi di desa

Girikerto. Hal ini sungguh disayangkan mengingat akses menuju desa tersebut cenderung tidak

sulit namun pada faktanya masih ada warga yang hanya asal memilih. Para warga yang kami

survey juga merasa tidak peduli dengan siapa yang mereka pilih karena mereka juga sudah

melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara yang baik dengan melakukan pemilu. Para

11

Page 14: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

warga di desa Girikerto tidak ada yang melakukan golput karena itu akan mencederai pemilu

Indonesia.

D. Kekecewaan Terhadap Politik

Tahun 2019 seperti yang kita ketahui adalah tahun politik di Negara kita ini Republik Indonesia, tepat pada tanggal 17 April lalu diadakan pemilihan umum untuk memilih presiden dan para wakil rakyat, pemilu di Indonesia memanglah simpang siur tiap tahun nya terkadang pemilu menunjukan hasil positif, hasil positif yang dimaksud adalah pada proses pemilihan umum dan ketika para calon wakil rakyat telah terpilih pun tetap tercipta situasi yang kondusif dan para wakil rakyat yang terpilih juga menunjukan kinerja yang baik namun terkadang pula pemilu menunjukan hasil yang negatif dimana pada proses pemilu hingga terpilihnya para wakil rakyat menunjukan hasil yang mengecewakan rakyat Indonesia, mulai dari proses perebutan kekuasaan dan jabatan yang sarat akan politik kotor hingga para pejabat Negara yang telah terpilih melakukan korupsi hingga menghambat perkembangan Negara Indonesia (Husein,2014). Proses pemilu di Indonesia yang seperti itu tentu menciptakan persepsi masyarakat bahwa politik di Indonesia itu buruk atau setidaknya politik di Indonesia itu tidak sehat.

Tidak sedikit dari rakyat Indonesia yang memutuskan untuk menjadi golput atau golongan putih mereka memilih untuk tidak menggunakan hak suara mereka, proses golput ini dapat diartikan sebagai bentuk pemberontakan masyarakat terhadap sistem politik yang dijalankan di Indonesia. Bila dilihat dari sudut pandang masyarakat yang golput mungkin tindakan ini dapat dibenarkan karena itu juga adalah hak suara mereka dimana mereka memilih untuk tidak memilih, namun apabila dilihat dari sudut pandang aparatur Negara tindakan ini bisa saja dikatakan tidak benar adanya karena para pelaku golput secara tidak langsung juga menciderai demokrasi yang berlaku di Indonesia dimana seharusnya rakyat dengan bebas memilih wakil rakyatnya (Subanda, 2009). Jumlah para golongan putih pada pemilu pun terus bertambah tiap edisi pemilu sebagai contoh Menurut catatan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), dari 26 Pemilu kepala daerah tingkat provinsi yang berlangsung sejak 2005 hingga 2008, 13 pemilu gubernur justru dimenangi golongan putih alias golput. Artinya, jumlah dukungan suara bagi gubernur pemenang Pilkada kalah ketimbang jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya. (Subanda, 2009).

Sebenarnya ada banyak faktor yang mempengaruhi terus meningkatnya jumlah golongan putih pada tiap edisi pemilu di Indonesia salah satunya adalah terciptanya kekecewaan rakyat Indonesia selaku pemilik hak suara dalam pemilu terhadap situasi politik di Indonesia. Masyarakat Indonesia juga merasakan kekecewaan terhadap partai politik yang ada di Indonesia karena menurut masyarakat partai politik yang ada di Indonesia sarat akan makna dan tujuan yang terselubung dalam meraih kekuasaan dan menduduki kursi pemerintahan di Indonesia Kondisi tersebut terungkap dalam survei Indo Barometer (M. Qodari), bahwa Publik menganggap peran parpol paling menonjol adalah memperjuangkan kepentingan partai dan

12

Page 15: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

pengurus partai itu sendiri (18,3%), disusul memperebutkan kekuasaan di pemerintahan (18,3%). Adapun peran positif seperti pendidikan politik dan kaderisasi kepemimpinan persentasenya hanya kecil, masing-masing 7,5% dan 2,6%. (Subanda, 2009). Kondisi seperti inilah sebenarnya yang tengah terjadi dalam politik Indonesia apabila situasi politik di Indonesia tidak kunjung berbenah mungkin selamanya pula persepsi masyarakat kepada politik Indonesia akan cenderung semakin buruk bukan tidak mungkin pula jumlah para masyarakat yang memutuskan untuk tidak menggunakan hak suaranya semakin meningkat.

Kondisi seperti ini pula lah yang kami temui ketika kami melakukan penelitian tentang partisipasi politik di desa Girikerto Turi, Sleman Yogyakarta beberapa responden kami menyatakan kecewa terhadap politik di Indonesia bahkan ada pula yang menyatakan sudah malas dengan politik di Indonesia seperti salah satu responden kami yang bernama Feriadi beliau mengungkapkan bahwa beliau sudah malas dengan politik di Indonesia sehingga membuatnya cenderung tidak aktif dalam berpolitik. Tidak sedikit pula yang berpendapat bahwa politik yang sesungguhnya itu adalah politik yang hanya ada diantara para petinggi Negara sedangkan politik yang ada di sekitar mereka hanyalah politik yang sarat akan kekerasan dan menimbulkan perpecahan dan merusak kestabilan yang sudah tercipta diantara para warga Girikerto hanya karena berbeda pandangan bahkan pilihan politik dapat memicu permusuhan antar warga. Menurut pandangan responden kami yang bernama Feriadi salah satu contoh politik yang dapat menimbulkan perpecahan adalah kampanye pemilu, kampanye yang dilakukan dengan konvoy dijalanan dengan saling menggeber kendaran dengan keras tentu akan diakhiri dengan tawuran dengan kubu kampanye politik lawan.

Warga girikerto juga banyak yang sudah bosan dengan situasi politik di Indonesia yang cenderung tidak berbenah kearah yang lebih baik mereka merasa bahwa para petinggi Negara kerjanya tidak becus dan identik dengan tindakan korupsi, mereka merasa bahwa politik hanya buangbuang waktu tenaga dan pikiran. Ketika mereka dihadapkan pada banyaknya pilihan politik mereka akan cenderung memilih calon wakil rakyat yang mereka kenal atau setidaknya ada hubungan yang dekat dengan mereka dengan asumsi calon itulah yang terbaik, ada pula yang menentukan pilihan politknya mengacu pada siapa yang paling banyak memberikan bantuan kepada mereka seebagai contoh ada salah satu calon wakil rakyat yang memberikan bantuan berupa sembako dan keperluan rumah tangga lainya, bukan dari track record si calon atau dari visi misinya hal ini adalah buah dari rasa skeptis dari masyarakat Indonesia hal inilah yang kami temui ketika kami melakukan penelitian disana.

Sebagian besar warga Girikerto memang memiliki kekecewaan terhadap politik di Indonesia dan cenderung sudah merasa bosan dengan politik di Indonesia yang tidak berkembang namun hal itu bukan berarti masyarakat tidak memiliki harapan untuk politik di Indonesia kedepannya masyarakat Girikerto pun sebenarnya berharap politik di Indonesia segera membaik dan para jajaran petinggi Negara Indonesia diisi oleh orang-orang yang jujur dan benar-benar bisa mewakili rakyat, mewakili segala keresahan dan kebutuhan rakyat itu sendiri,

13

Page 16: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

sesungguhnya masyarakat juga ingin tidak ada perpecahan diantara mereka, mereka ingin hidup tenang dan senantiasa bahagia jauh dari pertikaian dan kekerasan.

Masyarakat Girikerto juga ada yang menyatakan apabila situasi politik di Indonesia ini bersahabat dan jauh dari pertikaian mereka pasti sebagai masyarakat Indonesia akan ikut berpartisipasi lebih aktif dalam demokrasi dan politik di Indonesia, mereka pun akan senantiasa menggunakan hak suara mereka ketika pemilu tiba, mereka akan menganggap bahwa pemilu adalah pesta rakyat dimana masyarakat akan senantiasa bahu-membahu ikut membangun Indonesia bukannya malah menjadi ajang pertikaian dan pertengkaran antar sesaman masyarakat.

E. Apatis

Media sosial saat ini menjadi sebuah tempat di mana pertukaran informasi terjadi dengan bergitu cepat. Setiap orang saat ini bisa menjadi produser dan konsumen dari informasi yang ada di saat yang bersamaan. Dengan kata lain, apapun yang terjadi di dunia ini dapat sangat mudah dibagikan oleh siapapun, dan apapun konten yang dibagikan. Sehingga kebenaran dari informasi yang ada ini pun tidak mudah untuk dikontrol. Banyak warganet yang menerima setiap informasi, lalu menyebarkannya begitu saja, yang hingga taraf tertentu dapat menjadi viral.

Dalam kasus di Indonesia pemerintah sendiri pernah mebatasi persebaran informasi di media sosial ini pada tanggal 22 mei 2019. Yang kemudian, mengakibatkan proses komunikasi mengalami hambatan, karena tidak semua media sosial pada saat itu tidak dapat digunakan, seperti twitter yang masih dapat diakses. Di sisi lain, pembatasan ini juga sangat mudah untuk diatasi oleh sebagaian besar masyarakat melalui Virtual Private Network (VPN). Yang dapat membuat pengguna mengakses internet melalui jaringan luar, walaupun memiliki kecepatan yang relatif jauh lebih lambat dibandingkan menggunakan koneksi yang asli, juga lebih rentan terhadap pencurian data.

Pembatasan ini dilakukan oleh pemerintah Indonesia terkait dengan aksi massa yang tidak setuju dengan hasil perhitungan suara KPU yang memenangkan pasangan Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin, massa yang datang tidak setuju terhadap bagaimana proses perhitungan suara yang memengankan paslon 01. Kejadian ini awalnya diinsiasi oleh beberapa elit politik seperti Amin Rais yang mengatakan akan adanya demonstrasi yang dia sebut sebagai “people power”, lalu diganti menjadi Gerakan Kedaulatan Rakyat (GKR). Di sini dapat dilihat jika beberapa elit politik mencoba untuk menciptakan ketidakpercayaan terhadap lembaga pemerintahan—yang dalam kasus ini KPU itu sendiri. Di satu sisi, sebelum KPU mengumumkan hasil dari perhitungan suara, beberapa elit politik juga mencoba untuk menciptakan ketidakpercayaan lagi terhadap hasil dari quick qount, hal ini dapat dilihat dari bagaimana para pendukung paslon 02 mencoba membuat sendiri hasil quick qount yang memenangkan pasangan mereka sendiri. Sehingga, aksi GKR dapat dilihat sebagai hasil akumulasi ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintahan.

14

Page 17: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

Kemudian, aksi GKR pada 22 mei 2019 itu juga berujung dengan keributan yang terjadi antara aparatus negara dengan aksi demonstran yang berujung dengan meninggalnya 8 korban yang merupakan masyarakat sipil. Aksi ini dinilai oleh Menteri Polkumham sebagai bentuk kejahatan serius yang harus segera ditindak lanjuti. Melihat adanya kekacauan yang terjadi pada saat aksi, pemerintah sendiri mencoba untuk mencegah kekacauan yang ada tersebut menyebar melalui pembatasan sosial media. Dan hal ini, menunjukan bagaimana pemerintah cukup serius dalam menghadapi persebaran informasi yang terjadi di sosial media. Seperti yang dilakukan Effendi Gazzali (2014) pada eksperimenya bahwasannya hanya dengan menyentuh layar, melalui klik, retweet, dan share, gerakan masyarakat dapat terjadi (Gazali, 2014). Karena, sosial media sendiri sebenarnya memiliki kekuatannya sendiri, komunikasi di dalam sosial media jauh lebih interaktif jika dibandikan dengan media massa yang selama ini digunakan. Setiap orang pada saat ini dapat menjadi produsen sekaligus konsumen dari informasi yang menyebar tersebut.

Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang mengambil langkah pembatasan sosial media di saat konflik. Negara lain, seperti India pada saat konflik Khasmir juga pernah melakukan penutupan informasi melalui apapun termasuk sosial media. Iran juga pernah mengalami hal yang sama di saat terjadi protes terhadap pemerintah pada tahun 2017, Sri Lanka pada 21 April melakukan pembatasan terkait dengan pengeboman gereja dan hotel (Ludwianto, 2019). Kesamaan yang ada di dalam kasus ini adalah bahwa pembatasan sosial media dilakukan karena adanya konflik yang terjadi, dan oleh karena itu informasi yang tersebar dibatasi atau ditutup sekaligus untuk keamanan negara. Negara di sini memang memiliki kekuatan untuk mengontrol bagaimana proses informasi masuk atau keluar di dalam wilayah konstitusinya. Untuk melakukan hal tersebut maka negara membutuhkan apa yang disebut sebagai tools power di sini. Dalam kasus Sri Lanka untuk mencegah teror menyebar dikarenakan kematian yang diakibatkan melalui pengeboman, maka negara di sini berupaya untuk menutup akses informasi di media sosial untuk menghentikan teror. India melakukannya untuk kasus Khasmir dikarenakan ditakutinya agar konflik yang terjadi tidak menyebar dengan luas. Dalam kasus indonesia, hampir serupa dimana negara di sini mencoba mencegah konflik menyebar luas melalui media sosial. Yang walaupun di satu sisi informasi dapat menyebar, tetapi setidaknya informasi yang menyebar di sini dapat diredam dengan adanya pembatasan yang terjadi.

Pembatasan media sosial berarti dapat diartikan sebagai pembatasan proses pertukaran informasi di sini juga berhenti. Dalam kasus Indonesia, pertukaran informasi ini tidak sepenuhnya berhenti, dikarenakan penggunaan VPN dan tidak semua akses sosial media di sini diputus oleh pemerintah, seperti twitter yang masih dapat diakses. Bagaimanapun, pembatasan yang dilakukan pemerintah pada saat kekacauan terjadi tidak benar-benar melumpuhkan pertukaran informasi yang ada. Media massa maupun media sosial masih saja menyebarkan berita atau informasi terkait aksi tersebut. Bahkan, dengan adanya VPN seakan-akan membuat pembatasan sosial media itu sia-sia, dan justru menghambat perekonomian sebagai efek samping yang terjadi.

15

Page 18: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

Lalu apa yang sebenarnya dilakukan negara pada saat kekacauan terjadi pada 22 Mei? Apakah hanya sebuah aksi yang sifatnya reaksioner? Atau memang sudah dipersiapkan? Berdasarkan dari website kominfo sendiri melalui Wiranto sebagai Meteri Polkumham bahwa pembatasan ini dilakukan demi kepentingan negara, dan karena opini yang terbangun di masyarkat sudah melewati batas (Anonymous, 2019). Melalui apa yang dikatakan Wiranto, maka permaslahan mengenai penutupan media sosial pada 22 mei ini adalah bagaimana hoaks menyebar di media sosial, dan bagiamna proses demokrasi itu sendri dibangun di tengah-tengah pemilu. Seperti yang telah dibahas di atas bahwa proses diskursus sendiri di sini sudah mengarahkan kepada publik untuk menciptakan ketidakpercayaan terhadap lembaga pemerintah. Sehingga proses terjadinya aksi masaa ini, tidak terjadi secara begitu saja, melainkan melalui sebuah proses bertahun-tahun sebelumnya. Seperti apa yang dikatakan presiden Joko Widodo bahwa dirinya sering diserang dengan pelbagai hoaks dan kebencian mengenai dirinya.

Maka dimana sebenarnya kebenaran yang terbangun di dalam masyarakat saat ini sehingga memunculkan kemarahan dan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintahaan itu sendiri. Bahwa negara juga seharusnya mempersiapkan dirinya untuk mengatasi permasalahan hoaks yang sudah lama menjamur ini.

16

Page 19: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Politik merupakan suatu hal yang cukup penting demi berlangsungnya kehidupan

berbangsa dan bernegara. Bangsa yang kuat yaitu bangsa memiliki rakyat yang sadar akan

pentingnya politik yang jujur dan adil demi kemajuan rakyat sehingga semua bisa hidup

sejahtera. Namun semua itu harus didukung oleh semua aspek, dari elit politik maupun

masyarakat. Di sini kami menemukan adanya persamaan jawaban dari 5 informan yang kita

temui. Mereka menagkui bahwa mereka tidak menyukai politik yang ada sekarang ini. Ada

beberapa faktor yng kita temui antara lain seperti kecewa terhadap sistem politik yang terdahulu,

ada yang sekadar tidak suka karena memang dari kecil tidak memiliki minat terhadap politik,

kurangnya kampanye di daerah tersebut dan juga lingkungan yang tidak mendukung. Informan

pertama menjawab bahwa dirinya kecewa terhadap sistem politik yang sekarang ini sehingga

dirinya tidak ingin terlibat langsung dalam politik. Informan kedua mengakui dirinya tidak suka

politik karena memang dari kecil tidak ada minat terhadap politik, begitu juga dengan teman-

temannya yang tidak menyuaki politik sehingga tidak ada diskusi politik di dalam kelompok

informan tersebut. Lalu informan ketiga menyebutkan bahwa lingkungannya tidak mendukung

atau sama-sama tidak menyukai politik.

17

Page 20: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

Hasil dari wawancara kami ini menjelaskan bahwa mereka apatis bukan karena kemauan

mereka sendiri, namun ada beberapa faktor yang menyebabkan mereka bertindak apatis. Hal ini

juga didorong oleh orang tua mereka yang juga menganggap politik itu hal yang buruk.

2. Limitasi

Kendala yang kami alami selama ini adalah para informan ini susah ditemui karena

mereka baru saja lulus dari SMA/SMK sehingga mereka sibuk mencari pekerjaan di luar

deaerah. Ada juga yang bekerja di daerah setempat, namun harus menunggu hingga jam

pulang mereka selesai. Selain itu kami juga masih merasa kurang dalam melakukan

wawancara kali ini dikarenakan data yang kita peroleh masih kurang banyak dan belum

memuaskan bagi kami. Dalam melakukan wawancar masih kurang percaya diri, merasa

tertekan, dan takut akan yang kita omongkan salah. Topik yang kita angkat meliputi pemilu

dan hal kecil lainnya sebagai basa-basi saja.

3. Saran

Berdasarkan penelitian yang kita lakukan, peneliti ingin menyampaikan kepada siapa saja

bahwa politik itu penting untuk kita pahami. Jangan sampai kita buta akan politik karena hal

itu bisa dimanfaatkan oleh elit politik. Selain itu jika kita paham akan politik juga tidak ada

ruginya dan itu akan menambah wawasan kita terhadap politik. Jika bukan kita yang bersikap

adil dan jujur, maka elit politik yang buruk akan terus berkuasa, citra politik akan selamanya

dianggap buruk oleh masyarakat.

18

Page 21: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

DAFTAR PUSTAKA

Septiana, Syahrul, Hermansyah. 2016. Faktor Keluarga Yang Mempengaruhi Perilaku

Merokok pada Siswa Sekolah Menengan Pertama. Jurnal Ilmu Keperawatan. Diakses dari

http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JIK/article/download/6260/5162 diakses pada 16 Juni 2019.

Helmi, Avin Fadilla. 1999. Beberapa Teori Psikologi Lingkungan. Buletin Psikologi, Tahun

VII, No 2. Diakses dari https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/download/7404/5758

diakses pada 16 Juni 2019

Said, Riduan, 2014, Persepsi Masyarakat Mengenai Partai Politik di Kelurahan Penyengat Kota

Tanjung Pinang

Fatanti, Megasari N., 2014. Twitter dan Masa Depan Politik Indonesia: Analisis

Perkembangan Komunikasi Politik Lokal Melalui Internet. Malang. Departemen Ilmu

Komunikasi.

Anshari, Faridhian. 2013. Komunikasi Politik di Era Media Sosial. Jakarta. Staff Pengajar

STT PLN Jakarta.

Husein, Harun, 2014, Pemilu Indonesia Fakta, angka, analisis, dan studi banding

Subanda, Nyoman, 2009, ANALISIS KRITIS TERHADAP FENOMENA GOLPUT DALAM PEMILU

19

Page 22: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

Anonymous. (2019, Juny 2019). kominfo. Retrieved from kominfo: https://kominfo.go.id/content/detail/19266/menko-polhukam-pembatasan-media-sosial-untuk-kepentingan-negara/0/berita

Gazali, E. (2014). Learning by clicking: An experiment with social media democracy in Indonesia. the International Communication Gazette, 425-439.

Habermas, J. (1988). Legitimation Crisis. Cambridge: Polity Press.

Ludwianto, B. (2019, May 23). Kumparan. Retrieved from Kumparan: https://kumparan.com/@kumparantech/6-negara-yang-pernah-batasi-akses-media-sosial-selain-indonesia-1r8Oaqq0H0h

LAMPIRAN

A. Pembagian Kerja

20

Page 23: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

B. Mind Map

Kelompok

21

NO

.NAMA PEWAWANCARA TUGAS

1. Shidqi Alwan HBab III. B, BAB IV,

Menyatukan

2. Ivan Hafiz B Bab II & Bab III. C

3. Fathin Difa R Bab III. A

4. Muhammad Haqiqurrahman Bab III. D & Poster

5. Arya Yudha Andrea Bab I & Bab III. E

Page 24: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

C. Mind Map Individu

1. Alwan

22

Page 25: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

2. Ivan

23

Page 26: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

3. Haqi

24

Page 27: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

4. Arya

25

partisipasi politik

pemilih pemula

keaktifan dalam

mengikuti pemilu 2019

sumber yang didapatkan

dalam memilih di

pemilu 2019

meningkatnya pemilih

pemula di pemilu 2019

peran pemilih pemula dalam pemilu 2019

Page 28: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

5. Difa

26

Partisipasi Pemilih Mula pada Pemilu 2019

Latar Belakang memilih Turi sebagai sample

penelitian

BerpartisipasiTidak Berpartisipasi

Alasan

Lingkungan yang tidak mendukung

Tidak Suka PolitikTidak mendapat

kampanyeKekecawaan terhadap

politik Apatis

Page 29: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

POSTER

27

Page 30: praktikumsosiologiugm.files.wordpress.com  · Web viewKonteks pemilu pada tahun 2019 di sini menjadi penting juga karena muncul banyak pemilih pemula yang rata-rata adalah pelajar

28